Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo Bagian 8
Ang-ie-nio-nio memandang sedih.
"Koko, mengapakah" Kenapa sikapmu begini berubah" Lupakah
kau akan hubungan kita, apakah".. apakah?"" sampai di situ
Ang-ie-nio-nio melirik ke arah Hong Cu yang kebetulan sedang
memandang kepadanya. Ia lalu sambung kata-katanya sambil
554 memandang Hong Cu dengan marah. "Ah, jadi kau telah
mendapat kekasih lain?"
"Hush! Tutup mulutmu, moi-moi!" bentak Siauw Liong, tapi Angienio-nio telah menjadi begitu marah hingga ia cabut pedangnya
dan loncat ke arah Hong Cu sambil berteriak.
"Kalau begitu, aku harus membunuhnya sekarang juga!"
Kemudian tanpa perdulikan Siauw Liong, perempuan baju merah
itu menggerakkan pedangnya hendak menyerang Hong Cu.
Tapi pada saat itu, Siauw Liong yang merasa marah sekali, loncat
mendahului. Ternyata gin-kang pemuda itu jauh lebih hebat dari
pada kepandaian Ang-ie-nio-nio hingga sebelum perempuan baju
merah itu dapat menerjang Hong Cu, ia telah berhadapan dengan
Siauw Liong. "Perempuan keparat, kau mencari mampus?" Siauw Liong
berseru dan menggerakkan kepalan kanannya memukul dengan
hebat kepada bekas kekasihnya. Ang-ie-nio-nio bukankah orang
lemah. Ia cepat loncat mundur dan kelit pukulan itu.
"Koko, jadi kau membela gadis ini" Baiklah, biar aku mati dalam
tanganmu." Suara ini diucapkan dengan suara memilukan sekali dan ketika
Siauw Liong maju menggerakkan pedang yang telah berada di
tangannya, Ang-ie-nio-nio menangkis tapi tidak balas menyerang.
Sebentar saja serangan Siauw Liong datang bertubi-tubi dan
tentu saja gadis baju aerah itu tidak dapat menahannya lebih lama
555 pula. Ia menangkis sambil mundur, sementara itu wajahnya
menjadi merah dan muram. Biarpun diserang mati-matian, sedikitpun ia tidak membalas
menyerang. Cinta hati yang demikian besar ini mengharukan hati
Hong Cu yang semenjak tadi memandang dengan bibir
tersenyum menghina. Ia sebenarnya tidak senang melihat sikap Ang-ie-nio-nio yang
genit dan yang begitu kurang ajar telah menganggap ia sebagai
kekasih Siauw Liong! Tapi melihat betapa gadis baju merah itu
demikian mencinta Siauw Liong dan rela mati, ia menjadi kasihan
juga. Pula, ia tidak suka melihat Siauw Liong membunuh orang di
bawah pandangan matanya tanpa ia berbuat sesuatu untuk
mencegahnya! Maka, ketika Ang-ie-nio-nio telah benar-benar terdesak dan
pedang Siauw Liong meluncur hendak menembus lehernya, Hong
Cu meloncat dengan tongkat ranting di tangannya dan tiba-tiba
Siauw Liong merasa betapa ujung pedangnya tergetar dan
membal kembali karena benturan hebat dari ranting itu.
"Hong Cu, jangan kau ikut campur!" berkata Siauw Liong dengan
suara halus, tapi Hong Cu membentak keras.
"Kalau aku berada di sini, jangan harap kau akan dapat
membunuh orang sesukamu sendiri saja!" dan tongkatnya terus
terputar hebat hingga terpaksa Siauw Liong meloncat mundur.
556 Sementara itu, melihat gerakan gadis yang hanya bersenjata
ranting dapat menangkis pedang Siauw Liong, Ang-ie-nio-nio
terkejut dan heran sekali. Ketika Hong Cu memandangnya dan
pandang mata mereka bertemu, bukan main kagetnya wanita baju
merah itu, hingga ia pandang Hong Cu dengan mata terbelalak
dan mulut ternganga. "Jadi?". kaukah ini?"?"
Hong Cu mengangguk ke arah perempuan cantik itu. "Ang-ie-nionio,
kau dalam keadaan baik-baik?"
Ang-ie-nio-nio tidak mau berkata apa-apa lagi kepada Hong Cu,
tapi perempuan muda itu bahkan menghampiri Siauw Liong yang
berdiri heran mengapa Ang-ie-nio-nio telah kenal kepada Hong
Cu. Ang-ie-nio-nio berbisik kepada Siauw Liong, "Kalau bermusuh,
hati-hatilah kau, koko. Ia lihai sekali dan suhengku Kwie-eng-cu
juga terbinasa dalam tangannya!"
Biarpun Ang-ie-nio-nio bicara perlahan sekali, namun Hong Cu
yang berdiri agak jauh dapat juga mendengar karena
pendengarannya yang terlatih baik itu sangat tajam. Maka ia
berkata sambil tersenyum.
"Itu benar, Siauw Liong, bahkan tangan kanan kekasihmu ini
pernah kupatahkan tulangnya! Nah, kalau kalian hendak
menuntut balas, kebetulan sekali, aku telah bersiap!"
557 "Kau pergilah dan jangan mengganggu aku!" Siauw Liong
membentak, marah kepada Ang-ie-nio-nio yang segera meloncat
pergi setelah melirik dengan tajam ke arah Hong Cu.
"Sungguh hatimu palsu sekali untuk menyakiti seorang kekasih
demikian rupa!" Hong Cu menyindir dan merasa sebal kepada
pemuda itu. Siauw Liong hanya mendengus marah. "Siapa bilang ia
kekasihku" Perempuan itu tak tahu malu."
"Sudahlah jangan banyak membicarakam hal ini, aku tidak mau
dengar. Lebih baik kita melanjutkan perjalanan kita agar cepatcepat
sampai di tempat orang tuaku, kalau tidak, aku khawatir
kalau-kalau kesabaranku akan habis dan jika terjadi demikian,
aku tak dapat menanggung keselamatan jiwamu lagi!"
Siauw Liong menarik muka cemberut seakan-akan penuh sesal.
"Kau ini sungguh seorang gadis yang tak kenal budi orang!" ia
mengomel. "Aku bermaksud baik dan hendak menolongmu, tapi
kau selalu memperlihatkan sikap bermusuhan."
"Siapa mau percaya obrolanmu" Sampai sekarang juga, aku
masih belum percaya bahwa kau betul-betul hendak membawaku
ke tempat yang kausebutkan itu! Tapi awaslah kau, kalau
beberapa hari lagi ternyata kau tidak mewujudkan janjimu?"."
"Sudahlah, jangan selalu mengancam. Kau memang sangat tidak
bisa percaya orang. Baik, kita lihat sajalah nanti.
558 "Mulai besok, aku akan mengambil jalan memotong agar kita
cepat-cepat sampai di tempat itu dan kau akan melihat dengan
mata sendiri bahwa sebenarnya aku, Siauw Liong, adalah
seorang pemuda yang betul-betul hendak menolongmu, dan
bahwa orang-orang yang kau anggap kawan baik itu semua palsu
belaka!" Kalau hendak menurutkan hatinya, Hong Cu hendak mendamprat
lagi, tapi karena lagi merasa girang mendengar janji ini ia tidak
mau membuat hati pemuda itu lebih sakit lagi dan membatalkan
maksudnya hendak mempercepat perjalanan mereka. Maka
gadis ini diam saja dan mereka memilih kamar dalam sebuah
rumah penginapan. Betul saja, Siauw Liong memenuhi janjinya. Pemuda itu karena
telah terganggu oleh Ang-ie-nio-nio, merasa takut kalau-kalau
pertemuan dengan perempuan bekas kekasihnya itu akan
membuat Hong Cu kehilangan kepercayaannya, maka ia merasa
perlu mempercepat perjalanan.
Pagi-pagi sekali ia telah bersiap dan menyediakan dua ekor kuda
yang baik dan mahal. Mula-mula Hong Cu tidak setuju diberi
seekor kuda, tapi karena Siauw Liong mendesak dan berkata
bahwa perjalanan hari ini sangat jauh dan jika berkuda tanpa
berhenti, tentu pada sore hari akan sampai di kampung yang
dimaksud itu, terpaksa gadis itu menurut. Mereka lalu berangkat
dengan cepat sekali. Ketika hari telah menjadi senja, mereka tiba di sebuah kampung
di lereng gunung. Itulah kampung Leng-hok-chun di mana Lian
559 Eng tinggal bersama Ang Lie Seng dan nyonyanya, orang tua
Hong Cu. Ternyata karena banyak sekali pembantu dan kaki
tangannya, Siauw Liong telah dapat menemukan juga tempat ini!
Siauw Liong mengajak Hong Cu berhenti di luar kampung dan
mereka lepas begitu saja kedua kuda mereka yang telah hampir
mati kelelahan. Kemudian dengan hati-hati dan cara
bersembunyi, Siauw Liong mengajak Hong Cu yang sudah tidak
sabar dan tubuhnya menggigil karena terharu memikirkan kedua
orang tuanya, memasuki kampung Leng-hon-chun.
Kebetulan sekali pada saat itu Ang Lie Seng dan isterinya sedang
duduk di luar rumah sambil bercakap-cakap, tak lain
mempercakapkan puteri mereka yang telah bertahun-tahun
lenyap. Siauw Liong mengajak Hong Cu mendekat dan ia menunjuk
kepada dua orang tua itu sambil berkata perlahan,
"Hong Cu, lihatlah baik-baik, siapakah kedua orang tua itu?"
Ia lalu menarik perlahan tangan gadis itu yang maju bagaikan
kena pesona. Sebentar saja gadis itu dapat mengenali ayah
bundanya dan ia memegang lengan tangan Siauw Liong dengan
keras untuk menahan getaran hatinya yang terharu. Kemudian
dengan sekali lompat, ia telah berada di depan kedua orang
tuanya dan menjatuhkan diri berlutut sambil berseru.
"Ayah?" ibu?".!"
560 Kedua orang tua itu tertegun. Mereka memandang gadis cantik
jelita itu bagaikan sedang mimpi dan tidak segera mengenali
wajah yang tunduk menangis itu.
Tapi mendengar suara gadis itu nyonya Ang lalu pegang kepala
Hong Cu dan mengangkat wajahnya untuk dipandang. Setelah
bertemu dengan pandang mata Hong Cu, kedua orang tua itu
dengan berbareng berseru. "Hong Cu?"!!" dan mereka bertiga
saling peluk dengan mesra dan terharu sekali.
Siauw Liong sengaja bersembunyi untuk melihat perkembangan
peristiwa itu lebih lanjut. Pada saat itu ia telah melihat bayangan
seorang gadis lain yang gesit sekali mendatangi dari belakang
rumah. Gadis ini adalah Lian Eng!
"Ayah, ibu! Kalian mengapa dan siapakah orang ini?" tanyanya
heran karena ia belum melihat wajah Hong Cu yang sedang
berpelukan dengan kedua orang tuanya.
Hong Cu mendengar suara ini cepat melepaskan pelukan ayah
ibunya dan Loncat membalikkan diri.
"Kau!" seru Lian Eng dengan senyum menghina.
"Penculik hina!" Hong Cu memaki sengit dan secepat kilat ia
pungut ranting yang tadi dibawanya dari atas tanah dan
menyerang Lian Eng. Murid Huo Mo-li melihat datangnya serangan yang hebat dan
sengit itu segera berkelit. Iapun tidak kalah marah dan bencinya
561 hingga sambil berseru nyaring ia balas melancarkan serangan
dengan Huo-mo-kangnya yang hebat.
Hong Cu juga maklum akan kelihaian lawannya maka ia segera
mengeluarkan Ouw-coa-koai-tung-hwat dan menjauhi Lian Eng
sambil mengirim serangan-serangan totokan yang mengarah urat
kematian lawan! Demikianlah, sebentar saja kedua gadis jelita itu saling serang
mati-matian dan karena ilmu gin-kangnya memang sudah
mencapai tingkat tinggi, mereka hanya tampak oleh Ang Lie Seng
suami isteri sebagai dua gulung sinar yang menjadi satu hingga
tak mungkin bagi mereka untuk melihat mana Hong Cu dan mana
Lian Eng! Berkali-kali kedua orang tua itu berteriak-teriak.
"Hong Cu?" Lian Eng?" jangan bertempur?".!"
Tapi dua gadis yang sedang diamuk nafsu marah itu tidak mau
memperdulikan apa-apa lagi selain hendak membunuh lawan di
hadapannya. Pula, pertempuran yang hebat itu membuat mereka
bergerak ke sana ke mari dan menjauhi kedua orang tua itu.
Ternyata kepandaian kedua gadis itu seimbang, karena keduanya
memiliki ilmu pukulan berbahaya yang bagaimana juga membuat
keduanya jerih. Hong Cu merasa betapa sambaran angin pukulan yang keluar
dari kedua tangan Lian Eng hebat sekali dan mendatangkan rasa
panas, maka ia menjaga dengan hati-hati sekali jangan sampai
562 beradu lengan atau mengadu tenaga dengan gadis yang memiliki
tenaga lwee-kang luar biasa itu.
Sebaliknya Lian Eng harus berlaku awas dan waspada sekali
menjaga dirinya jangan sampai kena tertotok oleh ujung ranting
Hong Cu yang seakan-akan telah berubah menjadi ratusan
banyaknya itu! Pada waktu itu Siauw Liong berdiri mengintai di balik pohon
dengan tertawa seorang diri. Ia puas melihat tipu muslihatnya
berjalan baik. Tapi alangkah kagetnya ketika ia melihat bayangan orang
berkelebat cepat ke arah kedua gadis yang sedang bertempur itu.
Dengan cara luar biasa dan cepat sekali, tahu-tahu bayangan itu
telah dapat menerobos di tengah-tengah di antara kedua gadis
itu. Hong Cu dan Lian Eng kaget sekali melihat ada orang berani ikut
campur dan ketika mereka memandang, ternyata yang datang
ialah Siauw Ma! "Hong Cu, jangan kau serang Lian Eng!" Siauw Ma menegur
dengan suara keras. Hati Hong Cu yang sudah panas itu makin bernyala karena
cemburu dan iri hati. Ia memandang pemuda yang dikagumi itu
dengan mata hampir mengeluarkan air mata, dan ia hampir
menjerit ketika berkata. 563 "Kau?" kau hendak membela dia" Hayo, majulah kalian berdua,
aku Ang Hong Cu tidak takut mati!"
Dan ia menggerakkan rantingnya menyerang Lian Eng lagi yang
sudah siap. Kembali kedua gadis gagah itu bertempur hebat
bagaikan dua ekor harimau betina berebut makanan.
"Kalau kau nekat, terpaksa aku harus mencegahmu!" kata Siauw
Ma yang maju menangkis sebuah serangan Hong Cu hingga
gadis ini seakan-akan dikeroyok dua!
Pada saat itu terdengar suara orang mencela,
"Tak pantas".. tak pantas".. dua orang gagah dari Thang-la
mengeroyok seorang" Hong Cu, jangan kau takut, aku
membelamu!" Kini Lian Eng yang tiba-tiba berubah pucat mukanya karena ia
melihat betapa Tiong Li, pemuda yang menjadi kenangannya itu
datang-datang menyerbu dan membantu Hong Cu!
"Tahan!" Lian Eng membentak dan loncat mundur. Bentakannya
yang dikeluarkan dengan tenaga lwee-kang dari Huo-mo-kang
yang masih mengalir penuh di tubuhnya ini terdengar luar biasa
nyaringnya hingga kedua suami isteri Ang Lie Seng yang telah
maju mendekat terpaksa tekap telinga mereka yang terasa sakit.
Orang-orang yang sedang bertempur tiba-tiba berhenti dan
memandangnya. "Tiong Li, aku tak dapat melawan engkau yang telah menjadi
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
penolongku. Betapapun juga, aku cukup mengenal budi dan tak
564 sudi aku disebut orang rendah karena membalas budi dengan
kepalan tangan!" kata Lian Eng sambil menahan kehancuran
hatinya. "Kalau kau tidak menyerang Hong Cu tentu selamanya aku takkan
suka mengadu kepandaian dengan kau yang lihai ini," jawab
Tiong Li tersenyum. Sementara itu, Hong Cu dan Siauw Ma saling pandang.
Kini melihat pertempuran itu berhenti, Ang Lie Seng dan isterinya
tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Ang Lie Seng dan
nyonya menyerbu anaknya dan nyonya Ang dengan menangis
tersedu-sedu peluk Hong Cu sambil berkata.
"Hong Cu, Hong Cu".. kau datang-datang membikin hati ibumu
merasa sakit dan kecewa sekali?""
Hong Cu memandang ibunya dengan heran. "Mengapakah, ibu"
Apakah, salahku?" Kini ibu itu memandang wajah anaknya dengan penuh
penyesalan, "Kau bertanya apa salahmu" Ah, Hong Cu, mengapa kau masih
seperti dulu, selalu membawa kehendak sendiri" Mengapa kau
datang-datang berani menyerang Lian Eng, saudaramu?"
"Saudaraku, dia ini?" Hong Cu menunjuk ke arah Lian Eng dan
memandang heran. 565 Kini Ang Lie Seng maju memberi keterangan kepadanya.
Suaranyanya terdengar keren dan tetap, seperti suara ayah yang
sedang menegur anaknya. "Hong Cu, ibumu berkata benar. Lian Eng telah menjadi anak
angkat kami. Kau harus mencontoh dia dan ucapannya yang baru
saja ia keluarkan tadi tepat sekali. Seorang budiman takkan sudi
membalas budi kebaikan dengan kepalan tangan! Tapi kau
datang-datang bahkan menyerangnya!"
Kini benar-benar Hong Cu tak mengerti dan sepasang matanya
terbelalak heran. "Apa".. apa maksudmu, ayah?" tanyanya
gagap. "Dengarlah, anak bodoh. Lian Eng adalah orang yang telah
menyelamatkan jiwa kedua orang tuamu! Kalau tidak ada Lian
Eng, mungkin sekarang ayah dan ibumu telah menjadi
tengkorak." Pucatlah muka Hong Cu mendengar ini dan Ang Lie Seng dengan
ringkas ceritakan pengalamannya ketika ia dan isterinya diculik
oleh Siauw Liong, kemudian ditolong oleh Lian Eng.
"Nah, sekarang kau harus memberi hormat kepada encimu. Lian
Eng lebih tua, setahun dari padamu. Hayo, kau memberi hormat
dan minta maaf!" Mendengar betapa Lian Eng telah menolong jiwa kedua orang
tuanya, hati Hong Cu merasa terharu sekali dan ia lalu
566 menghampiri Lian Eng sambil memandang dengan mata basah
air mata. Tapi tiba-tiba Lian Eng membalikkan tubuh dan hendak lari dari
situ! Gadis keras hati ini rasa cemburu dan iri hatinya demikian
besar hingga tak mungkin baginya untuk berbaik begitu saja
kepada bekas orang yang dibencinya!
Tapi pada saat Lian Eng hendak pergi, tiba-tiba dari depannya
muncul seorang kakek yang berkata keras,
"He, Lian Eng, jangan kau kurang ajar!"
Ketika Lian Eng memandang, ternyata yang membentaknya itu
adalah kakeknya, Souw Cin Ok! Gadis ini yang semenjak kecilnya
memang dididik oleh kakeknya ini, telah mempunyai perasaan
takut dan tunduk kepada kakeknya yang seakan-akan menjadi
pengganti orang tuanya, maka ketika tiba-tiba melihat kakek itu
muncul dan membentaknya, ia segera menjatuhkan diri berlutut
di depan kakek itu sambil menangis.
Souw Cin Ok dengan terharu sekali mendengar suara tangis Lian
Eng yang mengingatkan dia akan suara tangis gadis itu ketika
masih bayi. Memang di waktu kecilnya Lian Eng tidak gagu dan
penyakit itu datang padanya ketika ia berusia kira-kira empat
tahun. Souw Cin Ok angkat bangun gadis itu yang sandarkan kepala di
dada kakeknya sambil menangis sedih. Orang-orang di situ
memandang peristiwa ini dengan terharu.
567 "Lian Eng".. Lian Eng, kau sudah bisa bicara?"?"
Lian Eng mengangguk-angguk lalu terdengarlah suaranya yang
merdu. "Ya, ngkong, aku bisa bicara lagi!"
Mendengar ini, Souw Cin Ok memandang ke atas seakan-akan
hendak menyatakan terima kasihnya kepada Thian Yang Maha
Kasih. "Lian Eng, aku melihat kau pergi dari Hong Cu dengan muka
marah. Jangan kau kurang ajar dan membawa sikap seperti itu,
Cucuku. Sikapmu ini membikin malu kakekmu. Ketahuilah, Hong
Cu telah wakilkan kau membalas sakit hatimu dan membunuh
seorang dari pada musuh-musuh orang tuamu!"
Mendengar ini, Lian Eng merasa bagaikan disambar petir. Ia
menjadi pucat dan memegang lengan kakeknya. "Ngkong, apa
maksudmu?" Maka Souw Cin Ok lalu menceritakan betapa Hong Cu telah
membunuh mati Kwie-eng-cu, yakni seorang dari pada musuhmusuh
keluarga Souw. Setelah mendengar habis penuturan itu, Lian Eng segera
memutar tubuh dan lari kepada Hong Cu yang masih berdiri di
sana memandangnya. Kedua gadis itu berdiri berhadapan dekat
sekali dan saling pandang dengan mata berlinang air mata.
568 Kalau tadi mereka saling serang mati-matian dan saling pandang
dengan hati mengandung penuh kebencian, adalah kini mereka
saling pandang dengan hati penuh diliputi keharuan dan rasa
berterima kasih. Akhirnya, dengan berbareng mereka saling menubruk dan
memeluk tanpa mengeluarkan sepatahpun kata, hanya air mata
mereka yang membanjir merupakan pernyataan perasaan yang
hangat dan penuh arti. "Enci Lian Eng?"." bisik Hong Cu.
"Adik Hong Cu, adikku?"" Lian Eng balas merangkul.
Beberapa saat mereka saling peluk dengan mesra, kemudian
teringatlah Hong Cu kepada Siauw Liong. Maka merahlah
wajahnya karena api kemarahan membakar hatinya.
"Enci Lian Eng, mari kaubantu aku menangkap bangsat itu dan
kita hancurkan kepalanya yang jahat!"
"Eh, siapa dia yang kaumaksudkan?" tanya Lian Eng heran, tapi
Hong Cu telah melompat ke arah tempat di mana tadi Siauw Liong
menunggu, disusul oleh Lian Eng yang masih terheran.
Di situ Hong Cu berdiri dengan mata mencari-cari, tapi tentu saja
ia tidak bisa mendapatkan bayangan Siauw Liong di tempat itu
karena si cerdik ini begitu melihat betapa kedua gadis itu berbalik
menjadi baik, siang-siang telah mengangkat kaki dan kabur
sambil menyumpah-nyumpah karena siasatnya gagal dan
muslihatnya hancur lebur!
569 Kemudian dengan menyesal sekali Hong Cu menuturkan kepada
Lian Eng betapa ia telah tertipu oleh Siauw Liong yang
menghasut-hasutnya agar memusuhi Lian Eng. Sebaliknya,
sambil berjalan kembali ke tempat tinggal Ang Lie Seng, Lian Eng
juga menceritakan betapa iapun kena tipu Siauw Liong dan
hampir saja celaka jika tidak tertolong Ang-ie-nio-nio.
Mendengar hal wanita baju merah itu Hong Cu menghela napas
dan berkata, "Gadis itu harus dikasihani. Biarpun ia bukan orang
baik-baik, tapi ia telah salah besar ketika memilih Siauw Liong
sebagai orang yang dicintanya. Ia telah salah pilih dan?"."
Tiba-tiba Hong Cu terdiam dan ia menundukkan mukanya dengan
cepat untuk menyembunyikan warna merah yang menjalar dari
leher ke muka. Dengan tak disengaja ia ucapkan kata-kata yang menyinggung
perasaan hatinya sendiri dan yang merupakan sindiran tajam
baginya. Ia sama sekali tidak nyana bahwa Lian Eng yang
berjalan di sebelahnya juga termenung mendengar hata-kata tadi
dan di dalam hati gadis itu juga timbul penyesalan mengapa Tiong
Li yang dikenangnya itu ternyata mencinta Hong Cu!
Demikianlah, dengan diam-diam ke dua gadis ini menyimpan
rahasia hati masing-masing dan aneh sekali, kalau tadinya
mereka saling menaruh cemburu dan iri hati, kini perasaan itu
lenyap. Bahkan, sambil menyentuh lengan Lian Eng, Hong Cu
berkata perlahan. "Pilihanmu tepat, enci, karena Siauw Ma sangat mencintamu."
570 Tapi godaan ini tidak menggirangkan hati Lian Eng, yang balas
menggoda dalam jawaban sederhana,
"Jangan kau lupa, Hong Cu, bahwa Tiong Li juga membelamu
dalam perkelahian tadi. Kau lebih beruntung dari pada aku." Dan
Lian Eng menghela napas. Hong Cu heran melihat sikap yang dingin ini.
"Enci Lian Eng, engkau agaknya tidak gembira melihat Siauw Ma
mencintamu?" "Ah, aku tak pernah memikirkan tentang itu, adikku, tugasku
belum selesai kupenuhi."
"Enci Lian Eng, kalau begitu mereka itulah yang salah pilih!" kata
Hong Cu yang menjadi gembira. "Ketahuilah, akupun sedikit juga
tidak memikirkan Tiong Li dan cintanya!"
Kini Lian Eng lah yang memandangnya dengan heran, kemudian
mereka tertawa gembira karena baru mereka tahu bahwa di
antara mereka tak pernah ada sesuatu yang harus dibuat
cemburu! Mereka kini tertawakan kedua pemuda yang salah pilih
itu. "Kalau begitu, kita tak perlu perdulikan dua orang tolol itu, bukan?"
kata Hong Cu dengan jenaka dan Lian Eng mengangguk sambil
tersenyum. 571 Ketika mereka tiba kembali di tempat tadi, Tiong Li yang sedang
asyik bercakap-cakap dengan Siauw Ma, segera menegur
mereka, "Eh, kalian mengapa tertawa-tawa berdua sampai melupakan
kami" Hong Cu, sepatutnya kauperkenalkan kami kepada orang
tuamu!" Tapi sebelum Hong Cu menjawab, tiba-tiba mereka berempat
yang memiliki telinga tajam, berbareng menengok ke satu jurusan
dari mana tampak bayangan seorang mendatangi cepat sekali.
Ketika bayangan itu telah tiba dekat, mereka berempat heran
karena yang datang itu bukan lain ialah Kim Hwa Sianli.
"Ia terluka!" seru Tiong Li.
Benar saja, ketika nikouw tua itu tiba di situ, tampaklah oleh
mereka betapa di pundaknya menancap sebatang anak panah
dan pertapa itu nampak pucat sekali.
"Kalian?" murid-murid Thang-la".. bantulah pinni?""
Sehabis berkata begitu, Kim Hwa Sinnli tak dapat
mempertahankan tubuhnya lagi dan ia terguling roboh. Untung
sebelum ia roboh, Lian Eng dan Hong Cu cepat sekali loncat
menahan tubuhnya dan merebahkan nikouw itu dengan perlahan.
"Kim Hwa Sianli, apakah yang terjadi?" Siauw Ma dengan tak
sabar bertanya. 572 "Pinni telah ketemukan malingnya".., ia".. ia adalah".. murid
Tok-kak-coa?"" "Siauw Liong!" empat orang muda itu berseru berbareng.
"Ya, dia?", keparat itu?" baru saja aku bertemu dengannya
dan kami bertempur. Aku terluka, tapi".. tapi betul dialah
malingnya?"" "Hayo kejar dia!" kata Siauw Ma, tapi Tiong Li yang lebih cerdik
segera bertanya. "Ia menuju ke mana?"
"Ke?" Bukit Kee-san".."
Tiong Li cepat memeriksa luka orang tua itu, dan terkejutlah ia
ketika melihat betapa racun yang hebat dan dipasang di ujung
anak panah telah menyerang ke dalam jantung! Karena setelah
mendapat luka, pertapa itu lari sekuat tenaga, maka racun
berjalan lebih cepat ke dalam jantungnya. Tiong Li maklum bahwa
Kim Hwa Sianli tak mungkin ditolong lagi, maka ia segera
keluarkan sebungkus obat yang diberikan kepada Hong Cu
sambil berpesan. "Hong Cu, tiap kali ia merasa sakit, beri minum obat ini seperlima
bagian dan sakitnya akan lenyap." Kemudian sambil berbisik
perlahan ia berkata, "Tak dapat ditolong lagi jiwanya."
573 Setelah itu, Tiong Li dan Siauw Ma hendak mengejar Siauw Liong,
dan Lian Eng berkata, "Mari kalian ikut, aku tahu di mana letak
Bukit Kee-san!" Dan iapun loncat hendak pergi.
Tapi terdengar suara Souw Cin Ok mencegah, "Lian Eng, ada hal
yang lebih penting dari pada ini! Aku telah dapatkan tempat
tinggal musuh-musuh kita!"
Mendengar ini, Lian Eng segera mengurungkan maksudnya
hendak ikut mengejar. Maka Tiong Li berkata kepada Siauw Ma, "Biar kita berdua yang
pergi. Akupun sudah tahu di mana tempat itu!" Dan kedua pemuda
itupun lalu menggunakan ilmu lari cepat berkelebat pergi.
Lian Eng menghampiri kakeknya, "Engkong, di manakah
mereka?" tanyanya gemas.
"Ketahuilah, Lian Eng. Mungkin engkau lupa lagi akan namanama
musuhmu. Pembunuh-pembunuh orang tuamu adalah Tiga
Setan dari Tiang-an, yakni pertama Bu-eng-cu, kedua Kwi-eng-cu
yang telah terbunuh mati oleh Hong Cu, dan ketiga Pek-eng-cu.
Nah, aku telah mendapat tahu bahwa Bu-eng-cu dan Pek-eng Cu
kini tinggal di Liok-si, menjadi guru silat di sana. Aku sendiri
bukanlah lawan mereka, maka aku sengaja mencari kau agar kau
dapat penuhi tugasmu ini."
"Di Liok-si" Ah, aku pernah datang di kota itu!" seru Lian Eng yang
lalu loncat hendak pergi.
"Cici, tahan dulu!" kata Hong Cu. "Aku ikut!"
574 Kemudian Souw Cin Ok mendapat tugas untuk mengurus Kim
Hwa Sianli yang terluka dan kemudian ia dimintai tolong untuk
mengantar Ang Lie Seng pulang ke kotanya. Setelah semua
diatur beres dan berpamit kepada orang tuanya, kedua gadis
itupun loncat pergi tinggalkan tempat itu, menuju Liok-si.
"Y" Mari kita ikuti Siauw Liong, pemuda yang cerdik tapi jahat itu.
Setelah merasa kecewa melihat betapa ke empat orang muda
yang menjadi musuh-musuhnya itu telah berkumpul kembali dan
siasat adu dombanya tidak berhasil, dengan bersungut-sungut
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan marah ia pergi cepat meninggalkan tempat itu.
Ketika ia tengah berlari cepat, tiba-tiba sebuah hud-tim atau
kebutan pertapa menyambar dari samping dibarengi suara
bentakan halus. "Eh, anak muda, larimu cepat sekali. Coba kau layani aku barang
duapuluh jurus." Sebelum Siauw Liong dapat menjawab, penyerangnya yang
bukan lain ialah Kim Hwa Sianli, maju menyerang dengan pedang
dan kebutannya. Siauw Liong terkejut sekali melihat kehebatan
pertapa wanita itu, maka ia keluarkan seluruh kepandaiannya
untuk melawan. Kemudian, karena hatinya sedang marah dan jengkel, pula
melihat dan mengenali pertapa itu sebagai ketua Kwan-im-pai,
575 Siauw Liong turunkan tangan jahat. Diam-diam ia lepas panah
tangannya yang beracun dengan beruntun lima kali.
Yang empat buah pertama dapat ditangkis oleh pedang Kim Hwa
Sianli, tapi anak panah kelima yang menyambar tenggorokan
hanya dapat dikelit dan menancap di pundaknya! Merasa betapa
pundaknya menjadi linu dan gatal, terkejutlah Kim Hwa Sianli. Ia
tadi telah menguji ilmu silat anak muda ini dan ternyata inilah
maling patung kelentengnya!
"Anak muda, jadi kaulah maling rendah itu! Kau selalu berlaku
curang, apakah kau begitu pengecut hingga takut sebutkan
namamu?" Tertawalah Siauw Liong mendengar ini. "Imam tua, kau mau tahu
namaku" Aku adalah Siauw Liong, dan anak panahku itu boleh
kauanggap sebagai hadiah dari Tok-kak-coa, suhuku."
Setelah berkata demikian, dengan puas Siauw Liong pergi
tinggalkan Kim Hwa Sianli. Betapapun juga, rasa penasarannya
terhadap ke empat murid Thang-la masih saja belum dilenyapkan.
Ia pulang ke Kee-san, tapi karena tidak melihat Ang-ie-nio-nio di
dalam guanya, ia merasa kesunyian dan menyesal mengapa ia
menyia-nyiakan gadis yang mencinta itu.
Ia tidak kerasan tinggal di guanya dan teringatlah olehnya kawankawan
baiknya. Sudah lama ia tidak bertemu dengan Tiang-an
Sam-kwie atau Tiga Setan dari Tiang-an, kawan-kawannya yang
banyak membantunya, maka ia segera menuju ke sana.
576 Pada suatu hari, ia berhenti di sebuah kota untuk makan.
Dimasukinya restoran terbesar dan ia pesan masakan-masakan
termahal. Malam harinya ia menyewa kamar di hotel terbesar. Ia sama
sekali tidak tahu bahwa semenjak siang, tadi dua pasang mata
memperhatikannya dan dua orang muda dengan diam-diam
mengikutinya. Pada malam hari itu, ketika Siauw Liong tengah duduk di ruang
depan dari hotel, tiba-tiba dari luar masuk seorang laki-laki yang
bertubuh tinggi besar. Ketika melihat Siauw Liong, orang itu lalu
menjura. "Sungguh beruntung sekali siauwte dapat bertemu dengan taihiap
di sini," katanya dengan hormat sekali.
Siauw Liong memandang tak acuh. Terlalu banyak orang-orang
sungai telaga dan rimba hijau mengenal padanya hingga ia tidak
ingat siapa orang tinggi besar ini.
"Kau siapakah dan ada urusan apa menggangguku?" tanyanya
dengan angkuh. Tapi orang itu tidak marah, bahkan tampaknya
takut-takut. "Kalau siauwte tidak sedang menjalankan perintah, mana siauwte
yang rendah berani mengganggu taihiap" Siauwte diperintah oleh
suhu dari Tiang-an dan sengaja mencari taihiap di Kee-san, tapi
tak nyana dapat bertemu di sini."
"Siapakah suhumu?"
577 "Suhu adalah Bu-eng-cu?"."
"O, dia" Ada perlu apakah?"
Orang itu menghela napas. "Ketahuilah, taihiap. Belum lama ini,
ji-susiok Kwie-eng-cu telah mati terbunuh oleh seorang gadis
pendekar yang namanya Hong Cu."
Terkesiap juga Siauw Liong mendengar ini, "Hong Cu, katamu?"
"Ya, taihiap. Pembunuh susiok itu namanya Ang Hong Cu, dan
sekarang gadis itu bersama seorang kawannya yang bernama
Souw Lian Eng, datang mengacau di kota kami. Kedua gadis itu
mengamuk dan mereka menuntut supaya suhu dan susiok Pekengcu keluar menjumpai mereka.
"Baiknya suhu dan susiok siang-siang telah tahu bahwa kedua
gadis ini adalah lihai sekali dan sukar dilawan, maka mereka lalu
bersembunyi. Tidak tahunya kedua gadis itu mengancam semua
orang di bu-kwan, katanya kalau dalam waktu tiga hari suhu dan
susiok tidak mau menemui mereka, maka bu-kwan akan dibakar
dan semua orang yang berada di situ akan dibasmi habis! Karena
inilah, maka suhu segera mengutus siauwte naik kuda dan cepatcepat
mengundang taihiap memohon bantuan."
Siauw Liong menahan kagetnya agar jangan sampai terlihat
orang. Sebenarnya ia merasa terkejut dan jerih mendengar dua
nama itu, tapi otaknya yang cerdik segera bekerja.
"Kau pulanglah dulu dan beritahukan gurumu supaya dia dan Pekengcu keluar menjumpai dua gadis itu."
578 "Tapi, taihiap?"."
"Tutup mulut!" Siauw Liong membentak hingga orang itu terkejut
lalu tunduk. "Kaudengarkan saja perintahku, jangan banyak
membantah. Suhumu dan susiokmu itu supaya keluar dan
menjumpai kedua gadis itu lalu tantang mereka mengadakan
pertandingan di dalam hutan?"."
Tiba-tiba sampai di sini Siauw Liong tutup mulutnya dan ia
memandang ke kanan kiri. "Hayo kau masuk ke kamarku,"
ajaknya kepada orang itu. Ternyata Siauw Liong berlaku hati-hati
sekali. Dua orang yang mendengarkan di atas genteng merasa kecewa
sekali, tapi mereka sudah merasa puas akan apa yang mereka
dengar. Dua orang itu adalah Si auw Ma dan Tiong Li yang tadinya
hendak turun tangan menyerang Siauw Liong tapi mereka tahan
dan tunda niat itu ketika mendengar percakapan antara Siauw
Liong dan pesuruh dari Tiang-an tentang Hong Cu dan Lian Eng.
Kemudian, melihat betapa Siauw Liong mengajak tamunya masuk
kamar, kedua pemuda itu tinggalkan tempat itu dan mengambil
keputusan untuk terus mengikuti jejak Siauw Liong dengan hatihati
karena mereka khawatirkan keselamatan kedua gadis itu
dalam menghadapi Siauw Liong yang licin dan curang.
Sebaliknya, Siauw Liong setelah mengajak tamunya ke dalam
kamar lalu memesan agar Bu-eng-cu dan Pek-eng-cu menantang
kedua nona itu untuk mengadu jiwa di puncak Gunung Kee-san!
Harinya ditetapkan lima hari kemudian, karena dalam waktu lima
579 hari itu ia hendak mencari bala bantuan untuk memperkuat
rombongannya. Pesuruh itu lalu kembali ke Tiang-san
menyampaikan pesan Siauw Liong kepada gurunya.
Sedangkan Siauw Liong lalu pergi ke berbagai daerah
mengumpulkan dan mencari bantuan-bantuan dari orang-orang
pandai, di antaranya Ban Kok Si Garuda Sakti, Can Bu Si Golok
Terbang, dan Ho-pak Chit-kiam atau Tujuh Pedang dari Ho-pak
yang terkenal lihai. Sedikitpun Siauw Liong tidak tahu bahwa
selama itu ia terus diikuti oleh Tiong Li, sedangkan Siauw Ma
mengikuti pesuruh yang kembali ke Tiang-an untuk melihat
perkembangan lebih jauh. Dengan hati besar karena menerima kesanggupan Siauw Liong
untuk membantu mereka, Bu-eng-cu dan Pek-eng-cu keluar dari
tempat sembunyinya dan menemui Hong Cu dan Lian Eng yang
pada hari ketiga datang di bu-kwan mereka dengan wajah keren.
Kedua guru silat itu menyambut mereka dengan memberi hormat,
sedangkan di dalam hati, mereka heran sekali karena tidak
mereka sangka bahwa musuh yang begitu disohorkan dan ditakuti
hanyalah dua orang gadis cantik!
Bu-eng-cu yang lebih berpengalaman ketika melihat sorot mata
kedua gadis itu dapat menduga ketinggian ilmu mereka, tapi Pekengcu yang merasa penasaran lalu menjura di depan mereka
sambil berkata, 580 "Ji-wi lihiap apakah yang dalam beberapa hari ini mencari kami?"
tapi diam-diam ia mengerahkan tenaganya memukul dengan
tenaga dalam. Lian Eng hanya berdiri sambil tersenyum sindir, sedikitpun tak
perdulikan pada Pek-eng-cu. Tapi Hong Cu balas menjura dan
mengangkat kedua lengannya.
"Dan ji-wi apakah Bu-eng-cu dan Pek-eng-cu yang kami cari?"
balas Hong Cu sambil mengerahkan tenaganya.
Pek-eng-cu yang memandang rendah kedua tamunya, tiba-tiba
merasa betapa tenaga yang keluar dari kedua tangannya itu
mental kembali dan mendorongnya ke belakang. Ia hendak
mempertahan kan bhe-sinya, tapi makin keras ia bertahan, makin
keras pula ia terjengkang ke belakang.
"Eh, hati-hati kau nanti jatuh!" kata Hong Cu jenaka sedangkan
Pek-eng-cu yang sudah jatuh terjengkang merasa dadanya agak
sakit dan buru-buru ia merangkak berdiri dengan wajah pucat.
Alangkah hebatnya tenaga tamunya, seorang gadis yang
tampaknya lemah lembut ini!
Bu-eng-cu melihat hal inipun menjadi pucat. Ia maklum bahwa ia
dan sutenya bukanlah lawan kedua gadis ini, maka setelah
menjura ia berkata. "Ji-wi lihiap, pernah apakah dengan Souw Cin Ok?"
Kini Lian Eng maju selangkah dan matanya memancarkan cahaya
api. 581 "Aku adalah cucu dari kakek Souw Cin Ok! Kalian telah
membunuh mati kedua orang tuaku, maka sekarang jangan
banyak mulut lagi. Bersedialah untuk mati!"
Tiba-tiba tangan kanannya bergerak ke arah dada Bu-eng-cu
yang segera jatuhkan diri ke belakang karena ia merasa
datangnya tenaga yang membawa angin panas sekali. Dengan
gerakan ini, maka selamatlah ia, akan tetapi tiba-tiba Pek-eng-cu
yang berdiri di belakangnya terkena pukulan Huo-mo-kang ini.
Guru silat yang bertubuh besar itu untuk kedua kalinya terlempar
ke belakang, tapi kali ini lebih hebat karena ia tidak dapat bangun
kembali dan ketika beberapa orang muridnya memburu, ternyata
Pek-eng-cu telah tewas! Melihat hal ini, Bu-eng-cu cepat loncat berdiri dan dengan nekat
ia berkata, "Orang she Souw, tahan dulu! Kau telah membunuh
suteku dengan menggelap apakah ini laku seorang gagah?"
Marahlah Lian Eng. "Menggelap, katamu" Nah, sekarang kau
bersiaplah dan lihat baik-baik sebelum mati, apakah aku
menggunakan senjata gelap untuk merampas jiwa anjingmu?"
"Tahan dulu. Aku sedang tidak sehat, maka kalau kau memang
gagah, aku tantang kalian berdua mengadu jiwa dengan aku di
satu tempat tertentu."
"Ha, anjing tua yang licin. Kau hendak tipu aku dan diam-diam lari
minggat?" kata Lian Eng menyindir.
582 Murid Huo Mo-li yang sedang marah itu segera maju hendak
mengirim pukulan mautnya. Melihat hal ini, Bu-eng-cu lalu angkat
dadanya sambil berkata keras.
"Kau mau bunuh boleh bunuhlah! Lihat, aku tidak melawan. Kau
tentu akan dapat membunuhku, tapi namamu selamanya akan
ternoda di kalangan kang-ouw dan dianggap seorang yang tidak
mengenal aturan." Mendengar kata-kata ini, Lian Eng yang masih hijau dalam
aturan-aturan kang-ouw, menjadi ragu-ragu dan saling pandang
dengan Hong Cu. Tapi Hong Cu sendiri juga tidak mengerti dan
sangsi karena takut kalau-kalau omongan musuh itu benar.
"Atau barangkali kalian memang pengecut dan tidak berani
menerima tantanganku untuk mengadu kepandaian di tempat
tertentu?" Bu-eng-cu menambahi untuk memanaskan hati kedua
gadis lihai itu. "Bangsat tua, siapa yang tidak berani" Baiklah, kau boleh
tetapkan tempat itu, karena bagi kami sama saja. Kau tak mungkin
dapat terlepas dari tanganku," kata Lian Eng.
Bu-eng-cu diam-diam bernapas lega. Ia baru saja terlepas dari
cengkeram maut. Karena merasa bahwa bahaya telah lewat, ia
dapat berkata dengan suara keras dan gagah.
"Nah, begitulah baru ucapan seorang gagah. Dengarlah, kalau
memang kalian berani, kau pergilah ke puncak Kee-san. Empat
583 hari lagi aku menanti kalian di sana dan bolehlah kita mengadu
kepandaian untuk menentukan siapa yang lebih unggul."
"Hm, kau hendak pancing kami ke Kee-san" Apakah kau hendak
minta bantuan si bangsat Siauw Liong?" tegur Hong Cu.
Terkejutlah Bu-eng-cu mendengar ini, karena tidak disangkanya
babwa gadis itu sudah tahu akan maksudnya, tapi Bu-eng-cu
tidak mundur, bahkan dengan sengaja ia menyindir.
"Kalau memang di sana ada taihiap, apakah kalian takut
kepadanya?" "Kami takut padanya" Kau melantur! Baiklah, empat hari lagi kami
berdua naik ke Kee-san dan tidak hanya membunuh kau, tapi
Siauw Liong juga. Tapi awas, kalau kau tidak berada di sana, kami
akan mencarimu dan membuat matimu tersiksa!"
Setelah berkata demikian, Lian Eng dan Hong Cu berkelebat dari
situ dan lenyap. Melihat kelihaian mereka, Bu-eng-cu diam-diam
kagum sekali. Ia cepat berkemas dan hari itu juga ia urus jenazah Pek-eng-cu
yang binasa di bawah pukulan Lian Eng. Setelah beres ia lalu
buru-buru angkat kaki ke Kee-san.
Hatinya yang selalu takut dan cemas itu menjadi lega dan aman
ketika ia bertemu dengan Siauw Liong dan banyak orang gagah
yang telah berkumpul di puncak Kee-san dan dijamu oleh Siauw
Liong. Juga adik seperguruannya, Ang-ie-nio-nio, telah datang
dulu di situ dan kini hubungan antara wanita baju merah itu
584 agaknya sudah baik kembali dengan Siauw Liong, hingga Ang-ienionio tampak melayani para tamu dengan wajah gembira.
Dengan sangat girang Bu-eng-cu melihat betapa di situ
berkumpul duapuluh orang-orang gagah yang diundang Siauw
Liong, maka heranlah dia karena perlukah dikumpulkan demikian
banyak orang gagah hanya untuk melayani dua orang gadis yang
masih muda belia" "Twako, jangan kau takut-takut lagi, tenangkan hatimu. Kalau dua
orang wanita itu berani perlihatkan mukanya di sini, pasti mereka
takkan mampu turun lagi dengan selamat," kata Siauw Liong
ketika ia menyambut Bu-eng-cu.
Maka Si Bayangan Iblis itu oleh Siauw Liong lalu diperkenalkan
kepada para tamunya. Mereka itu asyik membicarakan lawanlawan
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang diharapkan kedatangannya besok.
"Akupun sudah mendengar tentang turunnya seorang muda dari
Thang-la. Dalam waktu setahun saja ia telah membuat nama
besar, maka ingin sekali aku mengujinya," kata Can Bu Si Golok
Terbang sambil gerak-gerakkan kepalanya yang gundul.
"Bukan hanya seorang, tapi kudengar ada dua orang," kata
seorang dari pada Ho-pak Chit-kiam.
"Mengapa hanya dua" Bukankah tokoh tokoh Thang-la ada tiga
orang" Aku dulu pernah mendengar nama besar dari Thang-la
Sam-sian, Tiga Dewa Thang-la......." kata Ban Kok Si Garuda
Sakti. 585 "Ah, betapa banyaknya adanya lawan, dan betapa lihainyapun,
dengan adanya cu-wi di sini, kita takut apa?" berkata Bu-eng-cu
dengan gembira sambil minum araknya.
"Bukan begitu, sebenarnya kamipun sudah mendengar tentang
kehebatan murid-murid Thang-la itu, tapi dengan adanya taihiap,
kami menjadi berani," kata beberapa orang lain dan dari kata-kata
ini maka ternyata bahwa semua orang menyebut Siauw Liong
dengan sebutan taihiap atau pendekar besar dan bahwa mereka
itu rata-rata memandang tinggi sekali anak muda yang lihai itu.
Pada keesokan harinya, baru saja matahari terbit, Hong Cu dan
Lian Eng sudah naik ke puncak Kee-san! Kedua gadis itu
bergerak maju dengan hati-hati sekali karena Lian Eng yang
pernah mengalami terjebak di atas bukit itu tahu akan kelihaian
tempat tinggal Siauw Liong ini.
Mereka menduga bahwa Bu-eng-cu tentu tidak berada di situ, tapi
karena mereka memang sengaja mencari Siauw Liong untuk
membekuk maling dan penjahat itu, maka mereka datang juga di
gunung itu. Maka besar rasa heran mereka ketika melihat Bu-engcu
berdiri di depan gua Siauw Liong dan di sebelahnya tampak
banyak orang lain yang kesemuanya bersikap garang. Tapi Siauw
Liong tidak tampak di antara mereka.
"Lihat, cici, Bu-eng-cu telah kumpulkan buaya-buaya darat."
"Biarlah, kita basmi mereka sekalian, jadi tidak sia-sia capai lelah
kita mendaki bukit ini," jawab Lian Eng.
586 Bu-eng-cu sambut mereka dengan senyum dibuat-buat. "Selamat
datang, nona-nona. Kalian sungguh tepati janji. Marilah
kuperkenalkan dengan beberapa orang kawanku yang sengaja
datang hendak menyaksikan kita adu kepandaian."
"Hm, siapa sudi berkenalan dengan kawan-kawanmu" Bilang saja
kau kumpulkan mereka untuk mengeroyok kami. Kau kira kami
takutkah?" Lian Eng membentak.
Bu-eng-cu merasa panas mukanya, dan dari rombongannya
loncat keluar saudara termuda dari ketujuh jago pedang dari Hopak
yang bernama Kwee Liat. "Kau sungguh sombong, nona. Tak usah dengan keroyokan, aku
sendiri masih sanggup melawanmu," katanya.
Lian Eng tidak gerakkan kepalanya hanya biji matanya melirik ke
arah Kwee Liat. Dilirik secara menghina seperti itu, Kwee Liat
segera cabut pedangnya yang tajam dan gerak-gerakkan pedang
itu. "Cabut senjatamu dan marilah kita adu pedang. Hendak kulihat
sampai di mana kehebatan murid Thang-la!"
Kwee Gi saudara tertua dari Chit-kiam, hendak mencegah
adiknya berlaku lancang, tapi pada saat itu tiba-tiba tubuh Lian
Eng berkelebat ke arah Kwee Liat dan terdengar seruan gadis itu,
"Rebah kau!" dan dengan serangan beruntun tahu-tahu tubuh
Kwee Liat terlempar dan pedangnya telah terampas oleh Lian
Eng. 587 Dengan senyum dingin Lian Eng gerakkan tiga buah jari
tangannya dan pedang itu patah menjadi dua!
Semua orang terkejut sekali, dan masih untung bagi Kwee Liat
bahwa Lian Eng tidak menghendaki jiwanya hingga ia hanya
mendapat pukulan di pundaknya. Tapi serangan itu cukup
membuat tulang pundaknya patah dan ia tak berdaya lagi, hanya
merintih-rintih. "Bu-eng-cu, manusia pengecut!" Lian Eng membentak. "Jangan
kau bersembunyi di belakang orang-orang tak berguna ini. Kalau
memang kau laki-laki mengapa dosamu kau tumpahkan di
pundak orang-orang lain" Hayo majulah engkau!"
Bu-eng-cu merasa betapa dadanya berdegupan, tapi karena ia
juga seorang tokoh ternama di kalangan kang-ouw, malu dan
pantang baginya untuk menyerah begitu saja. Ia lalu meloncat
maju menghadapi murid Huo Mo-li.
"Jangan kau bicara sombong!" dan ia cabut pula goloknya, tapi
pada saat itu Can Bu Si Golok Terbang loncat di depannya dan
berkata kepada Lian Eng. "Sungguh kau gagah sekali, nona. Sanggupkah kau melayani
ketigabelas golok terbangku?" Dan si gundul itu meringis
memperlihatkan giginya yang kuning dan bibirnya yang tebal.
Mendengar kata-kata ini, Hong Cu mendahului Lian Eng. "Kau
bicara tentang golok terbang, bukankah kau ini yang disebut Huito
Can Bu Si Golok Terbang?"
588 Kini Can Bu memandang kepada Hong Cu dan dalam pandang
matanya gadis ini bahkan lebih cantik dari pada Lian Eng, maka
menyeringai makin lebar. "Eh, eh, kau sudah kenal kepadaku,
nona" Kapankah kita telah pernah bertemu" Aku sudah lupa lagi,
sungguh heran!" Beberapa orang kawannya tertawa mendengar ini dan Hong Cu
lalu menjawab. "Memang kita sudah pernah bertemu, yaitu malam tadi ketika aku
menjenguk ke neraka, ternyata kaupun berada di sana sebagai
calon penghuninya. Nah, sekarang kau keluarkanlah golokgolokmu
itu." Marahlah Can Bu mendengar ini. Ia loncat ke tempat terbuka yang
lebih luas. "Marilah kalau kau sudah bosan hidup," katanya.
Hong Cu dengan senyum sindir menghampiri dengan tindakan
tenang. "Hayo kau lepaskan golok terbangmu, hendak kulihat bagaimana
macamnya," kata Hong Cu.
"Awas golok pertama!" seru Can Bu dan sebuah golok kecil warna
putih melayang dari tangannya bagaikan seekor burung putih
terbang menyambar ke arah leher Hong Cu!
Memang sambaran ini cepat sekali datangnya dan seorang yang
hanya memiliki kepandaian silat biasa, saja tentu sukar
menyelamatkan diri dari serangan ini. Hong Cu dengan tenang
589 berkelit ke kiri, tetapi golok ke dua telah terbang menyambar pula
dibarengi bentakan, "Lihat golok kedua!"
Namun dengan kegesitannya Hong Cu kelit golok yang datang
beruntun itu. Untuk melepas golok kesatu sampai keempat, Can
Bu masih memberi peringatan lebih dulu, tapi mulai golok kelima
ia melepas senjatanya tanpa memberi peringatan. Dan ia
melepas tiga golok sekali lempar!
Bahkan goloknya yang kesembilan dilempar sedemikian rupa
hingga ketika golok dapat dikelit oleh Hong Cu, golok itu dapat
meluncur dengan membuat lingkaran panjang! Sungguh hebat
kepandaian Si Golok Terbang itu, namun kelincahan Hong Cu
memang mengagumkan. Dengan gin-kangnya yang sudah mencapai tingkat tinggi, Hong
Cu kelit semua golok itu dan juga menggunakan ujung jari
menyentil golok yang menyambar dekat hingga tubuhnya
merupakan bayangan berkelebat di antara sinar golok yang
berkilau bagaikan kilat menyambar itu.
Can Bu terkenal karena tigabelas macam sambitannya dengan
golok terbang tetapi di dalam kantong goloknya ia menyimpan dua
stel atau berjumlah duapuluh enam golok. Kini melihat ketigabelas
goloknya dapat dikelit dengan mudah oleh gadis itu, ia merasa
terkejut dan penasaran sekali. Yang sudah-sudah, jangankan
menghindari tigabelas golok yang dilemparnya beruntun,
sedangkan untuk berkelit dari dua atau tiga buah golok
terbangnya saja, jarang ada yang sanggup!
590 Dengan mengeluarkan seruan marah, ia sambit-sambitkan ke
tigabelas golok rombongan kedua, dengan gerakan lebih cepat
dari pada tadi. Tapi Hong Cu pun percepat gerakannya hingga
tubuhnya lenyap, hanya tampak ujung bajunya saja yang
berkibar. Tapi pada saat itu, yaitu ketika Hong Cu berhasil kelit golok
terakhir dari lawannya, tiba-tiba dari bawah tanah keluar
menyambar tiga batang anak panah dengan cepat dan tak
terduga sekali! Tiga batang senjata itu menyambar ke arah
lambung kiri, tengah-tengah dada dan pundak kanan!
Hebat bukan main serangan ini, karena ketika itu tubuh Hong Cu
masih berada di udara dan kedua kakinya baru melayang hendak
turun. Yang membuat serangan itu berbahaya sekali ialah karena
datangnya tak terduga sama sekali. Siapakah yang menduga
bahwa akan datang serangan begitu saja dari bawah tanah"
Biarpun Hong Cu gesit dan ringan sekali tubuhnya, namun ia
hanya berhasil menghindarkan diri dari panah pertama dan kedua
yang mengancam lambung dan dada. Panah ketiga berhasil
menancap punggung kanan dekat pundak dan sambil keluarkan
teriakan ngeri gadis itu roboh pingsan!
Alangkah kagetnya Lian Eng ketika melihat hal ini. Dengan
membentak nyaring ia loncat ke arah Hong Cu untuk melihatnya,
tapi ia dicegat oleh ke enam Ho-pak Chit-kiam dan Ban Kok Si
Garuda Sakti. 591 Bukan main marahnya murid Huo Mo-li, maka dengan kerahkan
tenaganya ia menyerang lawan-lawannya. Sekali gebrak saja dua
di antara Ho-pak Chit-kiam roboh dengan dada gosong dan dada
terluka hebat. Semua pengeroyoknya terkejut dan mundur, tapi ketika Lian Eng
hendak loncat ke tempat Hong Cu roboh, mereka maju
menyerang lagi dengan senjata mereka. Pengeroyokpengeroyoknya
adalah orang-orang kang-ouw yang
berpengalaman dan berkepandaian tinggi, maka untuk sementara
Lian Eng terpaksa melayani mereka.
Berkali-kali gadis cantik ini membentak nyaring dan tiap kali ia
membentak dan lengannya terulur memukul, pasti ada seorang
lawan terjungkal. Sungguh hebat sekali tenaga Huo-mo-kang
yang digunakan untuk menyerang mereka.
Namun di antara pengeroyoknya terdapat jagoan-jagoan ternama
seperti Ban Kok Si Garuda Sakti, Can Bu Si Golok Terbang, dan
tiga orang pertama dari Ho-pak Chit-kiam yang ternyata memiliki
ilmu pedang yang benar-benar lihai. Dengan teratur sekali mereka
mengurung Lian Eng hingga gadis itu mengamuk hebat bagaikan
seekor naga betina bermain di antara mega-mega hitam.
Pada saat itu terdengar suara tertawa menyeramkan dan Siauw
Liong loncat keluar dari pintu rahasianya di bawah tanah!
Ternyata yang melepaskan panah gelap tadi adalah dia sendiri.
Melihat keluarnya pemuda ini, meluaplah rasa marah Lian Eng.
592 "Siauw Liong, bangsat rendah, pengecut hina! Hari ini aku pasti
mengadu jiwa dengan kau!"
Tapi Siauw Liong yang melihat betapa kawan-kawannya dapat
menahan Lian Eng, tak perdulikan dia bahkan lalu menghampiri
tubuh Hong Cu yang masih rebah di atas tanah. Sebelum tangan
pemuda itu dapat menjamah tubuh Hong Cu, tiba-tiba terasa
angin hebat menyambarnya dari samping hingga ia cepat loncat
berkelit. Ternyata yang menyerangnya adalah Tiong Li! Pemuda yang
baru datang ini membentak penuh kemarahan melihat keadaan
Hong Cu. "Siauw Liong orang rendah! Untuk perbuatanmu kali ini aku tak
dapat memberi ampun Lagi!"
Setelah berkata demikian Tiong Li gerakkan tangannya
menyerang hebat. Tapi Siauw Ma yang datang bersama dia lalu
berkata, "Tiong Li, kau uruslah Hong Cu, biarkan setan ini mati
dalam tanganku!" Mendengar kata-kata Siauw Ma ini, sadarlah Tiong Li bahwa ia
terlampau menuruti nafsu marahnya hingga lupa akan keadaan
Hong Cu yang berbahaya. Segera ia tinggalkan Siauw Liong yang
terpaksa melayani Siauw Ma.
Siauw Liong kaget setengah mati melihat datangnya dua pemuda
dengan tiba-tiba ini. Hal ini sungguh-sungguh di luar dari pada
dugaannya. 593 Tapi ia tak sempat banyak berpikir karena pedang Siauw Ma
dengan hebatnya mengurung dirinya hingga ia harus gerakkan
kedua tongkat ular di tangannya dengan cepat, namun tetap saja
ia tidak dapat punahkan kurungan sinar pedang Siauw Ma yang
kuat sekali itu. Tiong Li periksa punggung kanan Hong Cu. Melihat anak panah
yang menancap di situ, ia kerutkan kening.
Kemudian tanpa ragu-ragu lagi ia pondong tubuh Hong Cu dan
membawanya ke tempat agak jauh di bawah pohon siong tua. Ia
letakkan tubuh itu bertelungkup di atas rumput, lalu dengan cepat
ia merobek baju gadis itu di bagian punggungnya.
Lalu dicabutnya anak panah itu dan ia khawatir sekali melihat
betapa luka itu telah menghitam karena pengaruh racun di ujung
anak panah. Tiong Li cepat buka buntalan yang menggemblok di punggungnya
dan ambil pisau yang sangat tajam dan beberapa bungkus obat.
Dari sebuah guci kecil ia keluarkan semacam minyak yang berbau
kecut, dan dituangkannya minyak itu di atas luka Hong Cu.
Kemudian dengan cekatan sekali ia gunakan pisau tajam untuk
membelah kulit di punggung yang terluka dan membisul itu. Cepat
sekali ujung pisaunya bekerja hingga sebentar saja ia mengorek
daging dan kulit yang telah membusuk karena pengaruh racun
jahat. 594 Pada saat itu Hong Cu siuman dari pingsannya dan ia mengerang
kesakitan. Tiong Li maklum betapa sakitnya daging dikorek-korek
pisau seperti itu, tapi ia tekan perasaan kasihan yang memenuhi
hatinya. Ia pegang pundak Hong Cu dan berkata lirih.
"Hong Cu, jangan khawatir. Aku akan usir pergi semua racun dari
tubuhmu." Mendengar suara yang halus ini, Hong Cu gerakkan lehernya dan
memandang kepada Tiong Li. Ia teringat lagi akan peristiwa
penyerangan tadi, tetapi tubuhnya terasa kaku dan sakit hingga ia
tidak dapat gerakkan tubuhnya.
Ia tahu bahwa ia telah ditotok oleh Tiong Li yang memang sengaja
lakukan itu dengan cepat sekali untuk mencegah Hong Cu
bergerak, juga untuk membuat gadis itu tidak sangat menderita
sakit. Karena ini, Hong Cu lalu meramkan mata kembali dan
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerahkan nasibnya di tangan pemuda itu.
Tiong Li lalu keluarkan obat bubuk warna ungu dan masukkan
obat itu di dalam daging yang telah dikoreknya tadi. Sebentar saja
obat warna ungu itu berubah hitam. Tiong Li mengorek bersih obat
yang telah menjadi hitam itu dan menggantinya dengan yang
baru. Demikianlah, setelah gunakan obat pengisap racun itu tiga kali, ia
lalu keluarkan mutiara salju untuk digunakan menghisap sisa-sisa
racun dari luka itu. Tak lama kemudian, warna hitam kebiru-biruan
di sekeliling luka di punggung Hong Cu, perlahan-lahan menjadi
595 lenyap, terganti warna putih kemerah-merahan, yaitu warna aseli
kulit punggung Hong Cu Tiong Li menghela napas lega, lalu ia tutup luka itu dengan
semacam obat dan membungkusnya dengan kain ikat kepalanya.
Untuk melakukan pembalutan ini, terpaksa ia angkat tubuh Hong
Cu dan kain itu dibalutkan di punggung terus ke dadanya.
Dalam melakukan pekerjaan ini, baru tampaklah betapa kulit leher
dan punggung Hong Cu berwarna putih kemerah-merahan dan
halus sekali hingga hati Tiong Li berdebar keras. Tadi ia sama
sekali tidak melihat keindahan ini karena seluruh perhatiannya
tercurah kepada luka gadis itu dan hatinya tadi diliputi kecemasan
besar. Tetapi kini, setelah gadis itu terlepas dari pada bahaya, ia kagumi
semua ini dan wajahnya menjadi merah padam. Segera ia buang
muka dan dengan cepat ia totok pula leher Hong Cu untuk
melepaskan totokan tadi. "Hong Cu, bahaya telah lewat. Kau makanlah dua butir pulung ini,"
katanya sambil menyerahkan dua butir pil merah.
Hong Cu terus menelannya, lalu matanya memandang ke arah
mereka yang sedang bertempur.
"Aku harus bantu enci Lian Eng. Aku harus balas kecurangan
Siauw Liong, manusia hina itu!"
Tiong Li pegang pundaknya, lalu geleng-geleng kepala. "Kau tidak
boleh banyak keluarkan tenaga, Hong Cu. Kau duduk sajalah di
596 sini dan lihat betapa aku membalaskan sakit hatimu ini." Sehabis
berkata demikian, Tiong Li lalu cabut keluar pedangnya. yang tipis
dan lemas lalu loncat ke medan pertempuran yang masih berjalan
seru. Sementara itu, tadi ketika Siauw Ma gunakan pedangnya
mengurung Siauw Liong, pemuda itu melihat betapa Lian Eng
terdesak oleh pengeroyoknya yang berjumlah banyak. Maka ia
segera loncat menerjang sambil berkata, "Lian Eng, mari kita
bereskan musuh-musuhmu dulu!" Ia sangka bahwa yang
mengeroyok itu adalah musuh-musuh yang dicari-cari oleh Lian
Eng. Karena hebatnya gerakannya, baru bergebrak beberapa jurus
saja Siauw Ma berhasil melukai seorang pengeroyok, yaitu orang
ketiga dari Ho-pak Chit-kiam.
Melihat kedatangan Siauw Ma, Lian Eng merasa gembira dan ia
tidak mau kalah. Dengan pukulan lidah Api Menjilat Daun Kering,
ia berhasil merobohkan Bu-eng-cu hingga Si Tanpa Bayangan ini
terjengkang ke belakang sambil muntahkan darah segar! Melihat
betapa musuh besarnya roboh, Lian Eng girang sekali dan
dengan cepat ia kirim tendangan kilat ke arah tubuh itu hingga
matilah Bu-eng-cu di saat itu juga!
Siauw Liong yang ditinggal oleh Siauw Ma, ketika melihat betapa
di pihaknya, mengalami kekalahan, segera bermaksud hendak
melarikan diri turun gunung. Tapi tiba-tiba Tiong Li yang
mengejarnya telah tiba di situ dan langsung menyerangnya
dengan hebat. 597 Siauw Liong terkejut dan khawatir sekali. Melawan celaka, lari
tidak dapat! Ia tidak ada nafsu untuk melawan terus terhadap
serangan-serangan Tiong Li, maka ia lalu loncat ke dalam sebuah
lobang rahasia yang menembus ke dalam terowongan di dalam
tanah itu! "Kau hendak lari ke mana?" Tiong Li berteriak dan hendak
mengejar tapi lubang itu secara otomatis dapat tertutup dari dalam
hingga Tiong Li menjadi bingung karena tidak mendapat jalan
masuk. Biarpun sedang bertempur, tapi karena tidak sesibuk tadi setelah
kini Siauw Ma membantunya, Lian Eng dapat melihat betapa
Siauw Liong dapat kabur melalui lubang rahasia. Ia lalu berseru
kepada lawan-lawannya, "Cu-wi, tahan!"
Karena suaranya nyaring berpengaruh, semua orang loncat
mundur sambil tahan senjata masing-masing.
"Cu-wi, dengarlah. Sebenarnya kami berempat tidak mempunyai
permusuhan dengan cu-wi. Yang menjadi musuhku ialah Bu-engcu
yang kini telah dapat kubinasakan. Sedangkan musuh kami
yang lain ialah Siauw Liong yang kini secara licik sekali telah
sembunyikan diri di dalam sarangnya dan tinggalkan cu-wi
bertempur sendiri. "Kami tidak menghendaki jiwa cu-wi sekalian, maka jika cu-wi
hendak bikin habis pertempuran ini, janganlah halang-halangi
kami, dan cu-wi boleh turun gunung dengan aman, kembali ke
598 tempat masing-masing. Tapi, jika hendak dilanjutkan, baiklah,
kami berempat takkan mundur setapakpun!"
Karena telah merasa betapa lihainya anak-anak muda ini, dan
melihat bahwa benar-benar Siauw Liong secara pengecut sekali
tinggalkan mereka, Ban Kok Si Garuda Sakti mewakili kawankawannya
menjura dan berkata. "Kalian sungguh anak-anak muda luar biasa. Memang tidak
mengecewakan menjadi murid-murid Thang-la! Kami orang tua
yang tidak tahu diri. Biarlah, lain kali kita berjumpa pula!"
Sehabis berkata demikian, ia kibaskan lengan bajunya dan loncat
jatuh tinggalkan tempat itu. Semua girang lalu pergi sambil
membawa kawan-kawannya yang terluka atau binasa.
"Siauw Ma, Tiong Li, aku telah tahu jalan di bawah tanah ini. Mari
kita kejar setan itu! Ikutilah saya."
"Tapi?" tapi?". Hong Cu?" Tiong Li berkata ragu-ragu sambil
memandang ke arah Hong Cu yang masih bersandar di pohon itu
dengan tubuh masih lemah.
Lian Eng tersenyum maklum. "Baiklah, kau menjaga di luar saja
kalau-kalau buaya itu lari keluar, dan sekalian kau menjaga kau
punya Hong Cu yang manis itu!"
Tiong Li tersenyum dengan wajah merah dan ia lalu mengangguk
ke arah Siauw Ma sambil picingkan sebelah matanya.
599 Lian Eng dan Siauw Ma lalu mengejar Siauw Liong melalui gua
yang gelap. Tapi karena Lian Eng pernah masuk ke situ, ia tahu
jalan dan dapat menjaga diri jangan sampai masuk perangkap
seperti dulu lagi. Ketika mendekati ruang di mana Siauw Liong tinggal, Lian Eng
memberi tanda dan keduanya berjalan perlahan menghampiri.
Pada saat itu terdengar suara isak tangis dan mereka kenali suara
Ang-ie-nio-nio berkata penuh sesal dan benci.
"Koko, dasar kau yang tak tahu diri. Kau terlalu pandang rendah
orang lain dan kau anggap dirimu paling pandai hingga hatimu
menjadi kejam dan tidak perdulikan keadaan lain orang.
"Kau hanya memikir untuk kepentinganmu sendiri saja, untuk
kesenanganmu sendiri saja. Kau terlampau banyak melukai hati
orang, terlampau banyak membunuh orang tak berdosa,
terlampau banyak menganiaya anak-anak gadis orang, kau terlalu
menuruti nafsu hati dan banyak melakukan kejahatan.
"Sungguhpun demikian, koko, aku?" aku tetap cinta padamu.
Aku selalu mengharap kau akan mengubah watakmu yang sesat
itu. Tapi, tidak tahunya kau bahkan makin sesat. Kini kau
menghasut orang-orang memusuhi lawan-lawanmu yang gagah
perkasa hingga kembali kau korbankan banyak jiwa."
Terdengar jawaban suara Siauw Liong. "Hm, kaubilang mencinta,
tapi siapa tahu hati orang" Sudahlah, jangan kau banyak mulut
dan membuat aku marah hingga kau juga menjadi korban!"
600 "Apa" Lagi-lagi kau mengancam hendak membunuhku. Nah,
marilah bunuhlah, aku akan mati dengan senyum jika kau yang
membunuhnya." Lian Eng dan Siauw Ma yang mendengarkan di luar segera
menghampiri pintu dan siap menolong Ang-ie-nio-nio. Tapi tibatiba
pintu kamar itu terbuka dari dalam. Karena hal ini tak pernah,
diduga oleh Lian Eng dan Siauw Ma, mereka tak keburu
bersembunyi dan pada saat itu dari dalam kamar tampak sebuah
benda hitam kecil dilempar keluar dan pintu segera tertutup pula.
Melihat benda kecil menyambar, Lian Eng dan Siauw Ma dengan
mudah berkelit, tapi benda itu jatuh di belakang mereka dan
meledak! Ledakan itu demikian hebat dan keras hingga
terowongan itu tergetar dan Siauw Ma berdua terpental
membentur dinding gua. Pecahan-pecahan batu memukul badan mereka, tapi dengan
tenaga lwee-kang mereka yang tinggi, batu-batu yang
beterbangan itu tak melukai mereka. Akan tetapi, ketika benda itu
meledak, keluarlah asap kuning tebal memenuhi tempat itu. Bau
asap itu harum dan mengandung bau manis.
Siauw Ma dan Lian Eng karena dikejutkan oleh ledakan itu,
ingatan mereka agak bingung dan membuat mereka lalai, hingga
mereka tak terasa lagi kena hisap asap kuning itu.
Seketika itu juga mereka merasa tubuh mereka lemah dan kepala
pusing. Tanah yang dipijaknya seperti terputar dan mereka hanya
dapat berseru. "Celaka!" Lalu robohlah Siauw Ma dan Lian Eng.
601 Tiong Li menunggu dengan Hong Cu yang telah dapat
menghampirinya walaupun tubuhnya masih lemas dan lukanya
masih sakit. Mereka bercakap-cakap sambil menanti di luar mulut
gua. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara ledakan yang sangat
keras di dalam gua. "Celaka!" teriak Tiong Li. "Hong Cu, kau tunggulah di sini dulu, biar
aku melihat keadaan di dalam. Siapa tahu, jangan-jangan kawankawan
kita menghadapi bencana."
Pemuda itu dengan cepat masuk ke dalam gua dan sambil
meraba-raba ia maju. Setelah matanya agak biasa di tempat
gelap itu, tiba-tiba dari dalam ia melihat asap kuning bergulunggulung
keluar. Tiong Li maklum akan kelihaian Siauw Liong dan warna asap itu
mencurigakan, maka ia segera jatuhkan diri telungkup hingga
asap itu melayang di atas kepalanya menuju keluar.
Tiong Li lanjutkan pemeriksaannya dengan merangkak agar tak
terganggu olah asap kuning itu. Kecerdikannya ini menolongnya
dari bahaya asap yang mengandung racun hebat itu.
Tapi ternyata tempat itu sangat berbahaya dan telah dipasangi
banyak sekali perangkap oleh Siauw Liong. Ketika Tiong Li
merangkak maju, ia sampai di tempat di mana kedua kawannya
rebah pingsan, dan Siauw Liong berdiri di situ tertawa gembira,
sedangkah seorang gadis cantik berbaju merah berdiri di dekat
Siauw Liong! 602 Bukan main marahnya hati Tiong Li melihat ini dan kemarahannya
membuat ia lupa bahwa ia sedang berada di sarang harimau. Ia
loncat bangun hendak menyerang Siauw Liong. Tapi saat itu
Siauw Liong dapat melihatnya dan dengan sebelah tangan,
pemuda itu tekan sesuatu di dinding.
Tiba-tiba tanah yang terpijak kaki Tiong Li merosot ke bawah,
membawa pemuda itu bersama! Tiong Li terkejut dan hendak
loncat, tapi secara otomatis di atasnya telah turun batu besar
menutup lubang itu. Ia telah tertawan dalam sebuah lubang di bawah tanah! Dan
sebelum ia dapat mencari jalan keluar, tiba-tiba dari dua buah
bambu di kiri kanannya mengalir masuk asap kuning seperti yang
dilihat di terowongan tadi.
Tiong Li tahan napasnya dan bertiarap, tapi asap masuk makin
banyak hingga mencapai tanah di bawah, sedangkan pemuda itu
sudah terlalu lama menahan napasnya hingga ia merasa dadanya
sesak dan telinganya mendengar bunyi melengking.
Ia tahu bahwa kalau ia menahan napas sebentar lagi saja, maka
paru-parunya akan pecah dan ia akan binasa. Maka terpaksa ia
menyedot napas dan biarkan asap kuning itu memasuki dadanya.
Ia mencium bau yang harum manis dari asap itu dan tahulah ia
bahwa asap itu mengandung racun memabokkan dan
melemahkan, tapi tidak membinasakan. Kemudian ia tidak kuasa
memikir lebih jauh karena iapun jatuh pingsan karena pengaruh
asap itu! 603 Demikianlah, ketiga pendekar muda itu, Siauw Ma, Lian Eng dan
Tiong Li, dengan cara yang mengecewakan dan mudah, terjatuh
ke dalam tangan Siauw Liong, penjahat muda yang sangat
berbahaya dan lihai itu. Hong Cu dengan tubuh masih lemas duduk di luar gua dengan
hati khawatir. Tiba-tiba ia melihat asap warna kuning bergulunggulung
keluar dari dalam gua. Ia tahu bahwa asap ini berbahaya, maka cepat-cepat ia paksakan
diri lari menyingkir agak jauh. Tapi tiba-tiba ia terkejut sekali
karena tahu-tahu Siauw Liong telah berdiri di belakangnya, ke luar
dari sebuah pintu rahasia!
"Hong Cu, nona manis, akhirnya kau terjatuh juga dalam
tanganku," katanya menyeringai.
Hong Cu memandangnya penuh kebencian. "Kau apakan kawankawanku?"
Siauw Liong tertawa bergelak "Kau mau melihat mereka" Mari,
kau ikutlah aku." "Bangsat rendah jangan banyak lagak!" Hong Cu membentak
marah dan paksakan diri menyerang dengan sebatang ranting.
Biarpun serangannya hebat, tetapi karena gerakannya lemah
sekali, dengan mudah Siauw Liong dapat merampas ranting itu
dan berbareng menotok jalan darah di leher Hong Cu hingga
gadis itu menjadi lemas tak berdaya.
604 "Ha, ha, ha! Jangan takut, Hong Cu. Aku tak akan menyakitimu,
aku?". aku cinta padamu?"" Dan ia lalu pondong tubuh gadis
yang tak berdaya lagi itu masuk ke dalam terowongan guanya.
Siauw Ma sadar lebih dahulu dan pemuda itu bangun dengan
sukar karena tubuhnya lemas sekali. Ia melihat bahwa ia terbaring
di atas lantai dan di sebelahnya berbaring Tiong Li dalam keadaan
pingsan. Ia terkejut sekali karena harapan satu-satunya hanya Tiong Li dan
kini kawan itupun menjadi korban Siauw Liong pula! Ketika ia
angkat muka memandang, ternyata mereka berada dalam ruang
yang besar dan kosong. Siauw Liong tampak duduk di atas sebuah batu hitam dan
sebelahnya duduk pula Ang-ie-nio-nio. Melihat betapa Siauw Ma
telah siuman, Siauw Liong tertawa.
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siauw Ma loncat berdiri dan siap menyerang, tetapi tubuhnya
lemas sekali hingga ketika Siauw Liong menghampirinya dan
menendangnya perlahan, ia terpental dan roboh tak berdaya!
"Ha, ha, ha! Siauw Ma, manusia tolol. Kerbau tak berotak,
sekarang baru kau merasa kelihaianku!" Dan ia mengirim
tendangan pula yang membuat Siauw Ma merasa kepalanya
pening. Tetapi hati Siauw Ma yang keras tak kenal takut. Ia merangkak
dan bangun berdiri lalu memaki-maki. "Anjing rendah! Pengecut
hina! Kau robohkan kami dengan tipu muslihat curang!"
605 "Tutup mulutmu!" Siauw Liong membentak marah, tetapi ia lalu
tertawa lagi. "Tipu muslihat, katamu" Memang, memang. Tipu muslihat yang
luar biasa, bukan" Kalian berempat, aku seorang diri, tetapi lihat
buktinya, kalian ke empat-empatnya terjatuh dalam tanganku."
"Di mana Lian Eng" Kau apakan dia?" bentak Siauw Ma gemas.
"Ha, ha, kau cinta padanya, bukan" Sebentar lagi kau boleh kawin
dengan dia di di neraka!"
"Kau sudah bunuh dia?" teriak Siauw Ma terkejut. "Baik, akupun
sudah terjatuh dalam tanganmu. Mau bunuh, boleh bunuh
sekarang juga, aku tidak takut!"
Sementara itu, Tiong Li juga sudah siuman. Pemuda yang cerdik
ini sekarang tak berdaya juga. Ia diam-diam kerahkan tenaga dan
empos semangatnya, tetapi ternyata pengaruh racun itu hebat
sekali hingga ia benar-benar berubah menjadi orang biasa dan
lwee-kangnya lenyap! Melihat kegagahan Siauw Ma, Tiong Li kagum sekali. Iapun
merangkak bangun dan menuding ke muka Siauw Liong sambil
menyindir. "Lihat, Siauw Ma. orang-orang seperti kita mana takut mati. Hanya
pengecut hina macam dia itulah yang takut mampus, maka tak
segan-segan gunakan kecurangan merobohkan lawan. Mana ia
berani melawan kita dengan menggunakan kepandaian."
606 Siauw Liong loncat ke depan Tiong Li dan tangannya menampar
hingga bibir Tiong Li mengeluarkan darah yang dihapusnya
dengan lengan bajunya. "Mulutmu kotor, Tiong Li!" Siauw Liong membentak dengan
senyum menghina. "Kau murid seorang tokoh besar dan disebut
Tabib Dewa. Hayo sekarang kau keluarkan kepandaianmu untuk
mengobati tubuhmu sendiri. Coba, aku hendak melihat!"
Sekali lagi ia kirim gaplokan hingga Tiong Li terbentur ke lantai.
Karena kepalanya terbentur dinding batu, maka ia merasa pening
dan untuk beberapa lama tinggal rebah. Siauw Ma buru-buru
menghampirinya dan menolongnya.
Tiong Li putar-putar otak mencari obat penawar untuk racun
mujijat ini. Ia teringat akan jinsom yang dulu didapatnya di dalam
patung Dewi Kwan-im dan yang ia terima dari suhunya. Obat ini
termasuk obat ajaib dan tentu akan dapat memunahkan pengaruh
racun asap kuning. Tapi alangkah kagetnya ketika ia meraba punggungnya, ternyata
buntalan obat-obatnya telah lenyap! Kini murid Si Tabib Dewa
benar-benar habis daya menghadapi Siauw Liong yang benarbenar
pantas dijuluki Ular Hitam Kepala Dua karena licin dan
cerdiknya. Siauw Liong melihat keadaan kedua musuhnya itu lalu tertawa
bergelak. Ia tekan dinding dan tiba-tiba sebuah pintu terbuka pada
dinding batu itu. Di belakang dinding yang terbuka itu ternyata
terdapat ruang lain yang lebih kecil dan di situ terdapat sebuah
607 pembaringan yang lebar dan bertilamkan kain putih. Di atas
pembaringan itu duduk dua orang gadis.
"Lian Eng!" seru Siauw Ma.
"Hong Cu!" Tiong Li memanggil.
Mereka berdua biarpun merasa khawatir dan terkejut melihat
kekasih mereka juga lemas tak berdaya, namun mereka kini agak
gembira menyaksikan betapa kedua gadis itu masih hidup.
Sebaliknya Lian Eng dan Hong Cu memandang mereka dengan
sedih dan bingung. Mereka berempat betul-betul mati kutu dan yang tidak mabok
asap kuning hanya Hong Cu, tapi gadis itu masih menderita sakit
karena luka oleh panah beracun di pundaknya, dan tubuhnya
masih lemah. Lian Eng biarpun tubuhnya lemah, tapi
semangatnya masih bernyala dan ketabahannya tidak berkurang.
Semenjak tadi ia merawat dan menghibur Hong Cu. Kini kedua
matanya memandang kepada Siauw Liong dengan tajam dan
penuh ancaman. Beberapa kali ia mencoba gerak-gerakkan tangannya, tapi
dengan kecewa dan menyesal ia mendapat kenyataan bahwa
tenaga lwee-kangnya belum juga pulih, dan dengan gemas ia
hantamkan tumit kakinya di atas lantai. Ia merasa betapa kakinya
menjadi sakit, padahal kalau saja keadaan tubuhnya tidak
demikian, lantai itu pasti akan hancur berlubang di bawah
gencetan kakinya! 608 "Ha-ha, Lian Eng. Kau makin manis dan menarik saja jika kau
marah. Kelak kalau kau kuajak ke kota dan hidup mewah dalam
gedung besar, kau tentu makin cantik."
"Bangsat hina, kaubunuh saja aku, jangan keluarkan kata-kata
kotor menjijikkan!" Tapi Siauw Liong bahkan tertawa besar.
"Kalian berempat tadinya begitu sombong. Lihat kini, siapa yang
menjadi pemenang" Lihatlah aku, inilah rajamu, inilah tuanmu,
orang yang tanpa banyak susah menjatuhkan kalian berempat.
Kalian harus tunduk padaku. Tunduk padaku, mengertikah?"
Ia pelototkan mata dan menatap wajah keempat orang
tawanannya, kemudian iapun menatap wajah Ang-ie-nio-nio yang
duduk di situ, hingga gadis baju merah itu menjadi pucat. Wajah
Siauw Liong yang tampan itu berubah menyeramkan, kulit
mukanya pucat, mulutnya menyeringai, hidungnya kembangkempis
dan matanya melotot lebar. Wajah orang gila!
"Kau, Siauw Ma dan Tiong Li, kalian berdua harus menjadi hamba
sahayaku, kalian harus tunduk kepada perintahku. Akulah rajamu
dan kalian harus patuh dan taat!"
"Siapa sudi menjadi orang yang ikut-ikutan gila seperti kau"
Siauw Liong, kau menjadi gila karena kesombonganmu. Kau
menjadi gila dan tak lama lagi kau tentu mampus!" Tiong Li
memaki. 609 "Anjing kecil, kalau kau tidak gunakan asap iblis itu tentu sekarang
juga sudah kuhancurkan kepalamu yang seperti kepala ular jahat
itu!" Siauw Ma memaki juga.
"Bangsat kurang ajar!" Siauw Liong makin pelototkan mata
dengan marah sekali. "Kalian berani menghina tuan besarmu"
Hayo kalian berlutut. Hayo...... berlutut kataku!"
Tapi Siauw Ma dan Tiong Li berdiri sambil bertolak pinggang dan
pentang kaki lebar-lebar serta angkat dada.
"Hayo kalian berlutut!" bentak Siauw Liong lagi sambil maju
menghampiri mereka. Karena kedua pemuda itu tidak mau
menurut perintahnya, maka kedua tangan dan kaki Siauw Liong
bergerak cepat dan terdengarlah suara "bak-buk-bak-buk!" ketika
kepalan dan tendangannya mampir di tubuh kedua pemuda itu.
Karena kaki dan tangan Siauw Liong mengandung tenaga yang
luar biasa, maka tubuh Siauw Ma dan Tiong Li yang sudah
kehilangan kekebalannya itu mana dapat menahan. Mereka jatuh
bangun dan kulit tubuh menjadi matang biru.
Untungnya Siauw Liong tidak menjatuhkan pukulan maut, namun
agaknya kedua orang pemuda itu tak dapat lolos dari bahaya.
Setelah menerima beberapa pukulan dan tempilingan pula,
akhirnya Siauw Ma dan Tiong Li tak dapat berdiri lagi.
Lian Eng dan Hong Cu melihat betapa kedua pemuda itu dipukuli
seenaknya oleh Siauw Liong, merasa marah sekali, tapi apakah
daya mereka" 610 Lian Eng lemah karena pengaruh racun, sedangkan Hong Cu
selain masih lemah karena lukanya, juga berada di bawah
pengaruh totokan Siauw Liong yang belum juga dapat dibukanya
karena tenaganya masih lemah. Kedua gadis itu hanya gigit bibir
menahan air mata yang hendak keluar karena terharu dan
kasihan. Setelah puas memukul, Siauw Liong berpaling menghadapi
kedua gadis itu. "Dan kalian, Lian Eng dan Hong Cu, kalian harus menjadi isteriisteriku!
Hong Cu menjadi permaisuriku, dan Lian Eng menjadi
yang kedua. Atau terbalik" Yang manakah lebih tua" Ha-ha,
bagiku sama saja, dua-duanya sama cantik sama pandai, Ha, ha,
ha!" Siauw Liong benar-benar sudah gila. Ia menari-nari kegirangan.
Melihat hal ini, Siauw Ma dan Tiong Li merasa ngeri. Bagi mereka
berdua, kematian bukan berarti apa-apa, tapi bahaya yang
mengancam kedua gadis itu membuat mereka bergidik. Dengan
susah payah keduanya berdiri dan Siauw Ma berkata keras.
"Siauw Liong, kau boleh bunuh aku, atau siksa aku, atau boleh
juga aku kaujadikan apa saja, tapi jangan?". jangan kauhina
Lian Eng?"" Siauw Ma menahan marahnya, karena sebenarnya
pada saat itu ia ingin sekali mencaci maki dan menyerang matimatian
kepada Siauw Liong. 611 "Dan kau lepaskan Hong Cu, aku akan menurut segala
perintahmu," kata Tiong Li.
Lian Eng dan Hong Cu melihat betapa kedua pemuda itu
sungguh-sungguh mencinta mereka, menjadi terharu sekali. Lian
Eng dengan muka merah berkata,
"Kawan-kawan, jangan bicara lemah. Hayo, kita gunakan tenaga
terakhir, biarlah mati sebagai naga dari pada hidup sebagai babi!"
Ucapan yang bersemangat ini membangun semangat mereka
dan berempat lalu gunakan tenaga menerjang Siauw Liong. Untuk
sekejap mata Siauw Liong terkejut karena mengira bahwa tenaga
mereka pulih kembali, tapi ketika ia loncat melawan, ternyata
keempat orang itu masih lemah.
Dengan mudah ia dapat merobohkan Siauw Ma dan Tiong Li, lalu
totok Lian Eng hingga gadis itupun roboh tak berdaya. Hong Cu
juga mendapat totokan lagi hingga seperti halnya Lian Eng, ia
roboh pingsan. "Ha, ha, ha! Musuh-musuhku, murid-murid Thang-la yang dulu
menghinaku, sekarang begini lemah! Ha, ha, ha, jangankan baru
kalian berempat, biarpun ditambah sepuluh lagi, aku Siauw Liong
masih sanggup merobohkan!"
<> Pada saat itu dari luar terdengar suara tertawa yang aneh dan
menyeramkan sekali, karena suara itu terdengar ha-ha-hi-hi
seperti suara tawa seorang gila. Kemudian muncullah seorang tua
612 bongkok yang berwajah-buruk sekali. Tulang belakangnya
menonjol dan jalannya hampir merangkak. Ia bukan lain ialah
Tok-kak-coa, suhu Siauw Liong yang dulu ditinggal pergi oleh
muridnya ini. "Bagus sekali, muridku, kau telah dapat menangkap musuhmusuh
kita!" katanya sambil memandang ke empat tawanan itu
dengan mata liar. "Bagus, bagus, kini lunaslah, sebagian hutang
setan-setan Thang-la!"
Siauw Liong pandang gurunya dengan tak acuh, bahkan tampak
tak senang dan terganggu.
"Suhu mau apa datang ke sini?" tegurnya.
Tapi Tok-kak-coa yang sudah diperlakukan demikian oleh
muridnya yang manis ini, tidak perdulikan kekerasannya, lalu
berkata lagi sambil perdengarkan ketawanya yang menyeramkan.
"Siauw Liong, kauberikan mereka padaku. Ha, mereka tampak
lemah tak berdaya. Biar kubunuh mereka. Aduh, itu murid-murid
Thang-la yang cantik molek, biar kukorek matanya. Biar kubunuh
dulu dua gadis jelita itu!"
Dengan terseok-seok ia menghampiri Lian Eng dan Hong Cu
yang sudah siuman dan tak dapat bergerak, hanya memandang
dengan mata terbelalak kepada manusia bongkok yang
menyeramkan itu. Juga Siauw Ma dan Tiong Li pandang Tok-kakcoa
dengan merasa serem. Bagaimana setan tua ini bisa datang
menambah derita mereka"
613 Tapi terjadilah hal yang tak terduga-duga oleh mereka. Siauw
Liong loncat di depan suhunya dan membentak,
"Mundur kau! Jangan kau ganggu dua orang gadis ini kalau masih
sayang akan jiwamu yang kotor!"
Diam-diam Siauw Ma dan Tiong Li mengutuk anak muda itu
karena sebagai seorang murid, tak patutlah Siauw Liong
mengucapkan kata-kata seperti itu terhadap gurunya, karena guru
sama derajatnya dengan orang tua.
"Tidak, Siauw Liong, kedua gadis ini harus mati, dan mati di
tanganku," bantah Tok-kak-coa hingga mengherankan Siauw
Liong, karena belum pernah gurunya ini berani membantahnya!
"Suhu, jangan paksa aku membunuhmu. Kau boleh berbuat
sesukamu kepada Siauw Ma dan Tiong Li itu. Tapi kedua gadis
ini adalah calon permaisuriku."
"Kau gila!" Tok-kak-coa berteriak marah. "Mereka adalah musuhmusuh,
harus dibunuh!" "Pergilah kau!" Siauw Liong dengan marah ulur tangannya
mendorong suhunya, tapi biarpun telah kehilangan tenaganya,
Tok-kak-coa masih dapat berkelit. Orang tua itu juga timbul
nekatnya dan ia menyerang Siauw Liong dengan tongkatnya!
Tapi mana orang tua bercacad itu dapat melawan Siauw Liong"
Dalam beberapa gebrakan saja, Siauw Liong berhasil menendang
perut suhunya hingga tubuh bongkok itu terlempar jauh dan
614 hampir menimpa Siauw Ma dan Tiong Li! Tok-kak-coa roboh tak
bergerak lagi dan napasnya empas-empis.
"Siauw Liong, kau benar-benar terkutuk!" Siauw Ma memaki
marah, tapi Siauw Liong hanya tersenyum.
"Nah, aku tinggalkan kau orang tua busuk dengan dua orang
pemuda tiada guna ini untuk mati membusuk di sini. Aku mau
pergi membawa permaisuri-permaisuriku!"
Ia langsung melangkah ke dalam kamar di mana Lian Eng dan
Hong Cu rebah dan memandangnya dengan jijik dan cemas.
"Koko!" tiba-tiba Ang-ie-nio-nio yang semenjak tadi menyaksikan
sepak terjang kekasihnya dengan hati ngeri dan sedih, kini
melihat betapa Siauw Liong hendak pergi dan sama sekali
melupakannya, segera maju dan pegang lengan pemuda itu.
"Koko, jangan kaulakukan ini. Jangan kautinggalkan aku, koko.
Aku ikut!" Siauw Liong memandang tak senang. "Aah, kau hanya
mengganggu aku saja. Hayo pergi! Kau tidak boleh ikut aku."
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka nekatlah Ang-ie-nio-nio. Ia cabut sepasang pedangnya dan
berkata, "Koko, kau menyakiti hatiku sesukamu saja. Jangan
harap kau bisa bawa pergi kedua siocia itu dan meninggalkan aku,
selama aku masih hidup!"
"Ha, ha kalau begitu, kaupun harus mampus!" Maka bertempurlah
mereka dengan hebatnya. 615 Permainan pedang Ang-ie-nio-nio tidak lemah dan ia kini gunakan
itu dengan sepenuh perhatian karena hatinya sakit sekali. Tapi
biarpun hanya bertangan kosong, Siauw Liong dapat melayaninya
dengan mudah. Sementara itu, Tiong Li dan Siauw Ma yang merasa kasihan
melihat nasib Tok-kak-coa, segera menghampiri kakek itu dan
mengangkat kepalanya. Tok-kak-coa buka matanya dan ia heran
sekali ketika melihat betapa Tiong Li dan Siauw Ma menolongnya.
"Kau".. kau".." Ah, hidupku selalu salah jalan. Bahkan memilih
muridpun aku telah salah".."
Kemudian ia memandang kepada mereka berdua. "Ha, kalian
baik, tidak seperti muridku?" ah, kalian tentu terkena asap
kuning, bukan?" Ia rogoh saku dalamnya dan keluarkan bungkusan kain merah
yang sudah lapuk. "Ini?" kalian baik?" biarlah saat terakhir ini kuisi dengan
kebaikan, kalian?" makanlah seorang satu?"."
Sehabis berkata demikian, Tok-kak-coa meramkan matanya dan
matilah ia, karena tendangan Siauw Liong yang ratusan kati
beratnya itu telah merusakkan isi perutnya.
Tiong Li segera buka bungkusan itu dengan tangan gemetar. Di
dalamnya terdapat lima butir buah kering warna hitam yang
bentuknya seperti buah leeci.
616 "Makanlah ini," ia berbisik kepada Siauw Ma. Mereka makan buah
itu seorang sebutir. Rasanya masam dan sepet, tetapi dengan
paksa mereka menelannya. Setelah buah itu masuk di perut,
masih belum terasa perubahan sesuatu. Mereka duduk melihat
pertempuran yang masih berjalan seru.
Ang-ie-nio-nio terdesak di pojok. Tiba-tiba sebatang pedangnya
dapat terampas oleh Siauw Liong dan dengan cepat pemuda itu
mengirim tusukan yang tepat memasuki ulu hati Ang-ie-nio-nio
hingga menembus di punggungnya.
Gadis baju merah itu roboh sambil mengeluarkap jeritan,
"Kokoooo?"." dan matilah ia.
Siauw Liong tersenyum kejam dan kebut-kebutkan tangannya
pada bajunya. Kemudian ia bertindak menghampiri dua orang
gadis yang masih memandang dengan mata terbelalak ngeri.
Tapi, pada saat itu, terasa angin keras menyambarnya dari
belakang. Siauw Liong cepat berkelit dan membalik, dan alangkah
kaget dan herannya ketika melihat bahwa yang menyerangnya
bukan lain adalah Siauw Ma! Lebih kaget lagi ia ketika melihat
betapa Tiong Li yang kini dapat pergerak cepat sudah menolong
Lian Eng dan Hong Cu. Tiong Li cepat memberi sebutir obat kepada Lian Eng, dan
memunahkan totokan-totokan yang mempengaruhi tubuh Hong
Cu. Ternyata bahwa pada saat yang tepat, obat pemberian Tokkakcoa telah berjalan dan menyatakan kemanjurannya!
617 "Celaka!" Siauw Liong tak terasa berseru, tapi Siauw Ma tak
memberinya ketika untuk banyak berpikir karena murid Beng
Beng Hoatsu itu keluarkan tipu pukulan dari Sin-liong-kun-hwat
yang paling berbahaya! Setelah menolong kedua gadis itu, Tiong Li loncat menerjang
sambil berkata, "Siauw Ma, jangan kau borong sendiri. Beri
bagian padaku!" Tentu saja dengan datangnya Tiong Li, Siauw Liong makin
terdesak hebat, tapi tiba-tiba ia berhasil menyambar senjatanya
yang tergantung di dinding, yaitu sepasang tongkat ular hitam
yang telah terkenal kelihaiannya. Karena Tiong Li dan Siauw Ma
bertangan kosong dan juga mereka masih sedikit lemas, maka
setelah Siauw Liong memegang senjatanya yang lihai, keadaan
menjadi berimbang. Akan tetapi, Lian Eng yang memiliki tenaga lwee-kang luar biasa,
setelah mendapat buah obat itu, sebentar saja ia pulih seperti
biasa dan dengan gemas sekali ia berseru.
"Tinggalkan dia untukku!" Lalu dengan Huo-mo-kangnya yang
lihai dan yang ditakuti Siauw Liong, ia menyerang!
Hebat sekali pertempuran itu dan Siauw Liong tak kuat menahan
lagi. Ia berlari-larian dan telah beberapa kali ia terpukul hebat.
Sekali pernah jari tangan Lian Eng berhasil menowel dadanya
hingga ia merasa dadanya begitu panas dan sesak. Tetapi ia
masih melawan dengan mati-matian. Ketika ia lari di dekat Hong
618 Cu yang masih duduk memandang jalannya pertempuran dengan
penuh, perhatian gadis itu segera lemparkan sesuatu ke arahnya.
Ternyata Hong Cu melihat sepotong pit di sudut yang lalu
diambilnya, kemudian dengan lemparan Raja Ular Terjang
Harimau, sebuah tipu dari Ouw-coa-koai-tung-hwat, ia serang
Siauw Liong. Pit itu bagaikan anak panah meluncur ke arah dada
Siauw Liong dan ketika Siauw Liong menangkisnya dengan
tongkat kiri, pit itu tiba-tiba menikung dan langsung menyerang
lambungnya. "Celaka!" teriaknya, tetapi pit itu telah menerjang dan melukai kulit
dan daging lambung itu. "Mati aku!" Siauw Liong mengeluh.
"Memang kau harus mati!" Lian Eng membentak dan mengirim
pukulan keras. Siauw Liong tak kuasa menangkis hingga ketika ia berkelit,
pundaknya terlanggar pukulan Lian Eng. Ia berteriak ngeri dan
tubuhnya terlempar menubruk dinding.
Tetapi ia memang mempunyai kekuatan hebat. Biarpun pukulan
tadi telah memberi luka dalam yang hebat padanya, ia masih
dapat berdiri lagi. Pada saat itu, hampir berbareng tiba pukulan Siauw Ma dan Tiong
Li dari kanan kiri yang tepat mengenai kepala dan punggungnya.
Siauw Liong menjerit panjang yang bergema mengerikan di dalam
619 gua itu, dan tubuhnya lalu terhuyung roboh. Maka tamatlah
riwayatnya. Keempat anak muda itu pandang tubuh pemuda yang sesat dan
menjadi rusak imannya karena mendapat didikan seorang jahat
seperti iblis hingga setelah dewasa dan memiliki kepandaian
tinggi, ia menjadi hamba dari pada nafsunya dan merupakan iblis
sendiri yang menguasai tubuhnya.
Melihat di dalam gua itu menggeletak tiga mayat, para anak muda
itupun merasa ngeri dan diam-diam mereka bersyukur kepada
Thian yang pada saat yang tepat telah memberi pertolongan.
Padahal, sesungguhnya hanya di mulut saja Tok-kak-coa berkata
hendak berbuat kebaikan. Setan tua ini mana kenal apa artinya kebaikan. Ia memberi obat
pemunah kepada Siauw Ma dan Tiong Li karena ia menaruh
dendam kepada Siauw Liong dan ia mengharapkan agar kedua
pemuda itu membalaskan sakit hatinya.
Dan sekali lagi, daya upaya setan tua itu berhasil baik! Pemberian
buah obat pemunah itu bukan terdorong oleh kebaikan, tapi oleh
kecerdikannya yang memang luar biasa!
Sepasang teruna remaja itu lalu keluar dari gua setelah
ketemukan patung emas Kwan-im yang disembunyikan di dalam
peti besar dan membawanya keluar.
Tapi ketika mereka tiba di luar gua, mereka terkejut sekali karena
melihat ratusan orang-orang mengurung gua itu sambil berteriak
620 teriak. Ketika mereka memandang lebih teliti, ternyata bahwa
yang mengurung gua itu adalah rombongan imam-imam dari
Kwan-im-bio yang nekat membawa semua anggautanya untuk
menyerbu Siauw Liong dan merampas kembali patung mereka.
Siauw Ma dan kawan-kawannya lalu memberikan patung itu
kepada mereka yang segera membawanya pulang ke Kwan-imbio,
sedangkan Siauw Ma dan kawan-kawannya segera menuju
ke Thang-la, karena pada waktu itu, musim chun mulai tiba, yakni
saat mereka harus mendaki Thang-la untuk bertemu dengan guru
masing-masing. <> Dengan gembira keempat orang muda itu mendaki Thang-la.
Dengan datangnya musim chun, maka muncullah beraneka
warna bunga nan sedap dipandang.
Luka di punggung Hong Cu telah sembuh karena rawatan Tiong
Li yang sangat telaten dan memperhatikan hingga gadis itu makin
berterima kasih padanya. Dengan adanya sifat-sifat baik yang
dimiliki oleh kedua pemuda yang mencinta mereka itu, luka di hati
kedua gadis karena salah menaruh cinta menjadi terobat juga.
Ketika mereka tiba di puncak Bukit Dewi Api, yaitu di tempat
pertapaan Huo Mo-li dan tiba di depan gua, ternyata keempat guru
mereka telah menghadapi sebuah meja. Di atas meja itu tampak
guci arak dan empat cawan araknya. Ternyata empat orang tua
yang sakti itu tengah minum arak dengan gembiranya.
621 Siauw Ma dan kawan-kawannya tahan tindakan kaki mereka
karena mendengar betapa keempat orang tua itu tertawa-tawa
dan bercakap-cakap hingga para murid itu tidak berani
mengganggu. Tapi tiba-tiba Beng Beng Hoatsu berkata,
"He, kalian tidak lekas datang ke mari mau tunggu kapan lagi?"
Ternyata kedatangan mereka telah diketahui oleh empat suhu itu!
Dengan cepat dan gembira empat orang murid itu menghampiri
suhu-suhu mereka dan berlutut dengan berbaris rapi.
Beng Beng Hoatsu, Hwat Kong Tosu, Huo Mo-li, dan Kiang Cu
Liong tertawa gembira dan menyuruh mereka duduk di atas
rumput dekat mereka. Tiba-tiba Hwat Kong Tosu dapat melihat
wajah Hong Cu yang agak pucat, maka ia segera menegur.
"Hong Cu, kau terluka?"
Maka dengan panjang lebar murid-murid itu lalu menuturkan
saling sambung tentang pengalaman-pengalaman mereka dan
tentang matinya Siauw Liong dan suhunya.
Setelah menuturkan riwayat mereka yang berbahaya itu, keempat
guru itu menggeleng-geleng kepala, dan Huo Mo-li berkata,
"Sungguh benar dugaan kita dulu. Anak itu tentu mendatangkan
bencana saja. Tapi, baik juga ia sudah disingkirkan hingga dunia
terbebas dari seorang yang jahat dan licin."
Hwat Kong Tosu melirik kepada Kiang Cu Liong dan setelah
tertawa besar ia berkata, "Memang senang mempunyai
kepandaian mengobati seperti engkau ini. Muridmu pun dengan
622 penaruh kepandaiannya mengobati orang selalu melepas budi
hingga membikin orang berhutang budi saja."
Kiang Cu Liong tertawa besar mendengar ini.
"Siauw Ma, dan kau sekalian," terdengar Beng Beng Hoatsu
berkata dengan suaranya yang besar dan keras. "Kami berempat
telah tahu akan peristiwa pertempuran kalian di waktu Hong Cu
dan Lian Eng berebut orang tua. Kakek Lian Eng yang memberi
tahu, maka kami para orang tua juga mengerti apakah yang
terkandung dalam hati kalian anak-anak muda."
Biarpun merasa malu sekali mendengar ucapan yang terus terang
ini, namun karena suara Beng Beng Hoatsu terdengar sungguhsungguh
dan seakan-akan mewakili semua suhu mereka,
keempat anak muda itu mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Ketahuilah, kalian sengaja dikumpulkan di sini sebenarnya
karena kami para gurumu dulu mempunyai hati yang keras dan
tidak mau kalah hingga menetapkan untuk menguji kepandaian
murid masing-masing untuk menentukan siapa yang lebih unggul
dan lihai. Biarpun kami telah tahu apa yang akan menjadi jawaban
kalian, tapi lebih baik kalau aku mendengar sendiri jawaban itu.
Maukah kalian saling diadu untuk menentukan siapa yang lebih
lihai?" Keempat anak muda itu saling pandang dan dengan berbareng
mereka geleng-geleng kepala. Mana mereka bisa berkelahi
melawan kawan-kawan yang mereka kasihi ini"
623 Keempat orang tua itu tersenyum. "Memang kami empat orangorang
tua gila yang salah. Kalian mempunyai rasa setia kawan
dan lebih mengutamakan persahabatan. Ini baik sekali, dan kami
berempat juga mencontoh sikap kalian ini.
"Kami telah mengambil keputusan tadi, untuk membatalkan
perjanjian gila ini dan kami anggap saja bahwa kepandaian
seseorang itu berbeda dan tak dapat diukur ketinggian tingkatnya.
Masing-masing mempunyai keistimewaan sendiri, mempunyai
keunggulan sendiri. "Sekarang kami sudah tua, sudah bosan mencari nama besar dan
kemenangan-kemenangan kosong. Bahkan Huo Mo-li yang
biasanya galak dan tidak mau kalah, tadi menyatakan telah bosan
untuk memperlihatkan kepandaian dan mencari musuh. Ia lebih
senang bertapa mengasingkan diri menenteramkan hidupnya."
Biarpun biasanya Beng Beng Hoatsu pandai bicara, tapi setelah
bicara agak lama ia tampak lelah juga, maka katanya kepada
Hwat Kong Tosu. "Hwat Kong toyu, coba kau yang meneruskan."
Hwat Kong Tosu tersenyum dan mengelus-elus jenggotnya yang
panjang. "Sebetulnya apakah lagi yang harus diceritakan" Kata-kata Beng
Beng Hoatsu sudah cukup jelas. Kami batalkan pertandinganpertandingan,
karena melihat pergaulan kalian begitu?".
begitu". erat, bahkan kalian berjodoh sekali satu dengan yang
624 lain hingga".. ah, Kiang-toheng, kaulah yang bercerita, aku
menjadi bingung?" Kiang Cu Liong tertawa bergelak-gelak.
"Karena kau mewakili murid perempuan pantas saja kau menjadi
malu-malu kucing! Beginilah, anak-anak.
"Kami melihat bahwa kalian merupakan dua pasang anak muda
yang berjodoh dan pula kami puas melihat sifat masing-masing
hingga beberapa hari yang lalu aku dan Beng Beng Hoatsu ini
turun gunung menemui Ang Lie Seng tai-jin, yakni setelah
mengadakan perundingan dan mendapat persetujuan dari Hwat
Kong dan Huo Sian-li. "Untuk mudahnya, baiklah kupersingkat saja. Kedatangan kami
ialah akan mengajukan lamaran kepada Hong Cu untuk muridku,
sedangkan Beng Beng mengajukan lamaran kepada Lian Eng
untuk muridnya. Tentu saja hal ini pun sudah ditanyakan dan
mendapat persetujuan Souw Cin Ok, kakek Lian Eng."
Berdebarlah hati Siauw Ma dan Tiong Li. Mereka girang dan
merasa beruntung sekali, tapi mereka tidak berani kentarakan ini,
hanya tundukkan muka karena jengah dan malu. Sebaliknya, Lian
Eng dan Hong Cu saling pandang dan rasa hati mereka hanya
Patung Dewi Kwan Im Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Thian saja yang tahu. Namun, mereka tidak berani pula mengeluarkan isi hati dan
menyatakan perasaan mereka. Mereka saling pandang lama
625 sekali, kemudian keduanya yang duduk berdekatan lalu saling
peluk sambil menangis! Huo Mo-li biarpun berhati keras, namun melihat betapa muridnya
yang tersayang menangis, segera mendekati dan pegang pundak
Lian Eng. "Muridku, kaukatakanlah, kami tidak memaksamu, apakah kau
setuju dengan perjodohan ini" Aku sudah menyetujuinya, karena
aku tahu akan kejujuran dan kebaikan sifat-sifat Siauw Ma. Aku
ingat betapa dulu ketika masih kecil, ia tidak takut mati mengejar
hendak menolongmu! Tapi, betapapun juga, kami tidak sekali-kali
memaksamu!" Tiha-tiba Lian Eng jatuhkan diri berlutut di depan Huo Mo-li sambil
menangis. Dengan isak tangis tertahan gadis itu berkata.
"Ampunkan teecu?" tak mungkin?" tak mungkin teecu dapat
menerima perjodohan ini?""
Kemudian, gadis itu pegang dan cium jari tangan gurunya, lalu
balikkan tubuh dan cepat loncat pergi turun gunung dan suara
tangisnya masih terdengar perlahan!
Tentu saja hal ini tidak disangka-sangka sama sekali oleh
keempat guru besar itu hingga mereka berdiri bengong dan
terheran-heran. Tiba-tiba terdengar pula Hong Cu tersedu dan berkata kepada
mereka, 626 "Kasihan cici Lian Eng" teecu harus mencari dan
menyusulnya".." Dan gadis inipun loncat pergi dari situ dan lari
turun gunung secepat terbang untuk menyusul Lian Eng yang
sudah tidak tampak lagi! Dapat dibayangkan betapa kecewa dan sedih hati Siauw Ma dan
Tiong Li. Terutama Siauw Ma, karena ia tadi jelas mendengar
betapa Lian Eng seakan-akan menolak lamarannya!
Sebaliknya, di dalam lubuk hatinya Tiong Li merasa bersalah,
karena ia yang cerdik dapat menduga bahwa Lian Eng mencinta
dirinya, dan sebaliknya Hong Cu mencinta Siauw Ma! Pemuda
yang berotak cerdas ini dapat menerka tentang terjadinya cinta
segi empat yang sangat membingungkan ini.
Memang telah lama ia merasa cemas melihat perkembangan ini
dan menduga bahwa tentu kelak akan terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan sebagai akibatnya. Dan benar saja, yang terkena
akibat pertama sebagai korban adalah Lian Eng, gadis yang
sebenarnya mencintanya! Siauw Ma yang berwatak jujur dan kurang begitu cerdik dalam
merangkai persoalan, apa lagi persoalan yang ruwet ini, segera
berlutut kepada suhunya dan berkata dengan suara sedih.
"Suhu, izinkan teecu turun gunung menyusul dan mencari nona
Lian Eng." Tanpa menanti jawaban gurunya, iapun menggunakan
kepandaiannya loncat turun gunung cepat sekali.
627 Selama itu, karena terjadinya hal berturut-turut dari kepergian
ketiga anak muda ini cepat sekali, keempat guru besar itu hanya
berdiri bengong dan saling pandang. Rencana baik mereka
ternyata berantakan, membuat mereka menjadi bingung dan tidak
tahu harus berbuat apa! Tiba-tiba terdengar suara Kiang Cu Liong tertawa bergelak-gelak
sambil berdongak ke atas. Si Tabib Dewa inipun terkenal cerdik
sekali hingga tanpa orang membuka mulut, ia seperti dapat
membaca pikiran orang itu.
Sikap Lian Eng telah menimbulkan dugaannya bahwa gadis itu
tentu tidak setuju akan ikatan jodoh yang telah diusulkan oleh
para orang tua! Ia maklum sebagai murid Huo Mo-li maka gadis itu tentu
mempunyai hati yang keras dan adat yang ku-koai atau aneh. Ia
pandang wajah muridnya dan melihat betapa kening Tiong Li
berkerut seakan-akan sedang berpikir keras dan seakan-akan
terjadi pertarungan pikiran dan batin dalam diri anak muda itu,
iapun berkata sambil tersenyum.
"Nah, beginilah jadinya kalau orang-orang tua yang lancang
mengambil tindakan sendiri! Anak-anak sekarang bukanlah
seperti kita dahulu. Mereka sekarang memiliki kepandaian dan
memiliki pikiran serta keputusan-keputusan mereka sendiri.
Pendirian mereka kadang-kadang aneh dan tidak cocok dengan
pendirian kita!" 628 "Lian Eng sungguh kurang ajar! Dia patut dihajar!" tiba-tiba Huo
Mo-li berkata karena betapapun juga, ia merasa malu kepada
kawan-kawannya ini karena sikap gadis itu.
"Sabar, sabar?"." kata Hwat Kong Tosu, "memang muridmu itu
berhati baja. Tapi ia jujur dan teguh pendirian, hal ini patut pula
dipuji." "Memang barangkali mata kita yang telah tua ini sekarang telah
agak lamur dan kurang awas," berkata Beng Beng Hoatsu, "Atau
barangkali kita telah keliru memasang jodoh ini?" pertapa gemuk
pendek ini tepuk-tepuk kepalanya, tiba-tiba berkata lagi dengan
mata terbelalak, "Atau?" pasangan yang kita lakukan dan atur
ini telah".. terbalik?".?"
Sekali lagi terdengar Kiang Cu Liong tertawa besar, lalu ia berkata
kepada Tiong Li yang masih berlutut sambil melamun.
"Eh, Tiong Li! Kau tentu tahu akan persoalan ini. Hayo
kauceritakan kepada kami orang-orang tua agar jangan membuat
kami menjadi ragu-ragu dan pusing kepala!"
Tiong Li pandang suhunya dan matanya yang bersinar cerdik itu
tiba-tiba menjadi suram ketika ia berkata, "Teecu juga hanya
dapat menduga-duga saja dan tidak berani teecu menyatakan
pendapat teecu sebelum mengetahui pasti. Tapi, sebagai bahan
pertimbangan suhu sekalian, baik kiranya kalau teecu nyatakan
bahwa pendapat yang baru saja dinyatakan oleh suhu Beng Beng
Hoatsu, agaknya tidak meleset jauh?"."
629 Beng Beng Hoatsu tiba-tiba tertawa sambil tepuk-tepuk perutnya
yang gendut, "Celaka, celaka! Anak muda yang baik, jadi kalau
begitu pasangan itu seharusnya diputar balik" Jadi seharusnya
aku berbesan dengan Hwat Kong dan gurumu berbesan dengan
Huo Mo-li" Begitukah?"
Tentu saja Tiong Li tak berani menjawab, tapi tiba-tiba Huo Mo-li
maju mendekat dan mendesaknya,
"Tiong Li, di antara keempat murid kami memang kaulah yang
paling cerdik. Jawablah sejujurnya, apakah benar kata-kata Beng
Beng tadi?" Tiong Li tetap tidak berani menjawab, hanya geleng-gelengkan
kepala saja. Suhunya menjadi tidak sabar, kali ini Kiang Cu Liong yang cerdik
agaknya kehabisan akal. Ia tadipun menyangka seperti Beng
Beng Hoatsu, tapi ternyata menurut muridnya, bukan demikian
duduknya hal! Habis bagaimanakah"
"Tiong Li, kali ini aku perintahkan padamu untuk berkata terus
terang. Ketahuilah bahwa kami berempat orang-orang tua merasa
penasaran dan bingung sekali melihat keadaan kalian orangorang
muda yang aneh! "Hayo kau terangkan!"
"Suhu, sukar bagi teecu untuk memberi penerangan. Apakah
boleh teecu memberi penjelasan tanpa ucapkan itu?"
Beng Beng Hoatsu, Hwat Kong Tosu, dan Huo Mo-li merasa
heran sekali mendengar kata-kata ini. Mereka merasa seakan
630 akan menghadapi sebuah teka-teki yang sulit. Tapi Kiang Cu
Liong dapat menduga dan tersenyumlah dia.
"Ha! Jadi, kau merasa malu-malu untuk mengatakannya" Baiklah,
boleh kauterangkan dengan cara apa saja asal jelas bagi kami."
Tiong Li lalu menggunakan jari telunjukkan membuat lukisan di
atas tanah. Keempat orang-orang tua itu mengelilinginya dan
membungkukkan badan untuk melihat apa yang digambar oleh
anak muda itu. Tiong Li mula-mula menulis huruf-huruf Hong, Siauw, Lian, dan
Tiong. Empat huruf ini ia tulis dalam kedudukan segi empat,
dimulai dari huruf Hong. Empat huruf ini dibaca dengan suara
nyaring oleh Kiang Cu Liong.
"Hong...... Siauw".... Lian".. Tiong! Hm, kaumaksudkan tentu
Hong Cu, Siauw Ma, Lian Eng, dan Tiong Li, bukan?"
Tiong Li hanya mengangguk, kemudian jari telunjuknya membuat
gambar coretan seperti anak panah, Mula-mula dari huruf Hong
diberi coretan anak panah menuju ke huruf Siauw, dari huruf
Siauw menuju ke huruf Lian, dari huruf Lian ke huruf Tiong, dan
dari huruf Tiong kembali ke huruf Hong!
Kalau Beng Beng Hoatsu dan Hwat Kong Tosu masih
mengerutkan kening dan memikirkan apa maksud lukisan ini,
adalah Kiang Cu Liong dan Huo Mo-li berseru kaget, bahkan Huo
Mo-li berkata. 631 "Celaka, celaka! Kalau begini, bagaimana baiknya?"" tanyanya
kepada Kiang Cu Liong. Tabib Dewa ini gunakan tangan kiri mengurut-urut jenggot dan
tangan kanan menggaruk-garuk belakang telinga, lalu berkata,
"Waah, sungguh sulit! Mengapa ada terjadi hal sesulit ini" Cinta
segi empat, sungguh lebih sulit dari pada hitungan yang
bagaimanapun!" Kini mengertilah Beng Beng Hoatsu dan Hwat Kong Tosu akan
maksud lukisan itu. "Jadi Siauw Ma suka kepada Lian Eng, tapi Lian Eng sebaliknya
terpikat oleh Tiong Li?" berkata Beng Beng Hoatsu sambil
pandang wajah pemuda yang tunduk di atas tanah itu.
"Ya, Lian Eng cinta kepada Tiong Li, tapi anak muda ini berani
sekali menolak cintanya dan bahkan jatuh hati kepada Hong Cu!"
kata Huo Mo-li dengan sikap keras sambil memandang Tiong Li
dengan tak senang. "Tenang, Huo Mo-li!" kata Kiang Cu Liong yang membela
muridnya. "Harus kauingat bahwa keadaan muridku sama saja. Ia
mencinta Hong Cu, tapi murid Hwat Kong ini sebaliknya mencinta
Siauw Ma!" "Sama celakanya dengan muridku!" tiba-tiba Hwat Kong Tosu
berkata sambil bersungut-sungut. "Murid Huo Mo-li itu sebaliknya
suka kepada murid tabib setan ini!"
632 Demikianlah, keempat orang tua itu dengan bingung sekali saling
tunjuk dan saling persalahkan murid kawan mereka yang tidak
mau membalas cinta muridnya dan dianggap menyakiti hati murid
masing-masing! Tiong Li yang mendengar keributan ini dengan hati bingung, lalu
memberi hormat kepada gurunya dan berkata, "Suhu, biarlah
murid pergi mencari mereka dan seberapa dapat teecu akan
berusaha agar hal ini dapat diselesaikan dengan baik agar jangan
meninggalkan dendam."
Mendengar kata-kata ini, semua guru besar itu menganggap
benar dan mereka hentikan percekcokan mereka.
"Kita orang-orang tua sebenarnya harus tahu diri dan tidak
mengacaukan hidup murid-murid kita sendiri. Biarlah urusan
orang muda ini diselesaikan oleh mereka sendiri. Kita tua bangka
untuk apa menguruskan segala soal perkawinan dan perjodohan"
Biarlah kita lihat saja, asal mereka tidak menyeleweng dari peri
keadilan dan kebajikan."
Tiong Li lalu memberi hormat sekali lagi kepada Suhunya dan
kepada ke tiga guru besar lainnya, kemudian ia loncat dan berlari
cepat menuju ke bawah gunung. Pemuda ini merasa sedih sekali
karena ia merasa bingung.
<> Tidak saja ia menyedihi keadaannya sendiri, tapi iapun merasa
kasihan kepada ketiga kawannya yang ternyata kesemuanya
633 menjadi korban yang sangat menderita dari kejahilan tangan Dewi
Amor yang suka sekali mempermainkan orang-orang muda! Ia
maklum bahwa sebagai gadis-gadis alim, Lian Eng dan Hong Cu
tentu tak sudi membuka perasaan hatinya dan menyatakan
cintanya secara berterang.
Juga mereka itu tentu saja tidak suka mengurbankan perasaan
Hina Kelana 37 Elang Terbang Di Dataran Luas Karya Tjan Id Memanah Burung Rajawali 33
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama