Ceritasilat Novel Online

Pedang Golok Yang Menggetarkan 16

Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 16


Tidak lama, Soat Gie sudah kembali, langsung ia mendampingi kakaknya. Atas tibanya sang adik, Soat Kun bangkit berdiri "Mari kita berangkat" katanya, yang terus bertindak.
Siauw Pek dan kawan kawannya lalu mengikuti, beruntun mereka menuju keluar tin- Di muka tin itu tampak tiga buah kereta kuda, yang sudah dilindungi dikiri dan kanan dan belakang oleh dua puluh delapan perwira berbaju merah itu, tangan mereka mencekal masing masing senjatanya. Ketat penjagaan mereka itu.
"Silahkan nona naik kereta" ciu ceng mengundang sambil menjura.
soat Kun menoleh, terus ia bertindak Cepat menghampiri keretanya. Ketika ia menaikinya ia berlompat serentak bersama adiknya. Setelah itu sang adik menurunkan tenda.
Menanti sampai telah rapi si nona naik kereta, ciu ceng berpaling kepada siauw Pek, dan berkata^ "Tuan terluka, silahkan tuanpun naik kereta Kita mau segera bangkit"
orang baru ini tak tahu si anak muda adalah ketuanya, Cara bicaranya biasa saja, tak pertanda menghormatinya.
Siauw pek tidak mau banyak bicara, ia cuma tersenyum, terus ia naik.
Oey Eng dan Kho kong naik kereta bersama kakaknya itu. ciu cEng menoleh kepada Thio Giok Yauw.
"Nona naik kereta atau berjalan kaki?" tanyanya. "Pasti aku mau naik kereta" sahut nona itu.
ciu ceng pun tak tahu kedudukan nona Hoan ini, ia cuma melihat orang ini agak binal atau sombong, tak mau ia bicara, ia melainkan tersenyum. Dengan suara tinggi, ia menanya. "Nona Hoan, apakah kita segera berangkat?"
"Yaa, segera" ada jawaban dari dalam kereta yang nyaring dan merdu.
"Baiklah," sahut ciu ceng, yang terus mengulapkan tangannya, maka berangkatlah ketiga buah kereta, sedangkan dua puluh delapan pe^rwira itu memeCah diri lebih jauh untuk melindungi semua kereta kereta itu.
Dengan bersuara berisik, bergeraklah ketiga kereta kearah depan.
Giok Yauw memandang berkeliling. Ia tidak melihat Hie Sian cianPeng, ia heran"Hm" terdengar suaranya, pertanda dia mendongkol. Segera ia melompat menaiki kereta yang paling belakang. Baru saja ia menyingkap tenda kereta, ia mengeluarkan seruan tertahan- Ia terperanjat saking herannya.
Kereta itu ada isinya, seorang yang merebahkan diri. Dan itulah si Dewa Ikan, tidak diketahui kapan tibanya. Dia rebah sambil memejamkan matanya. Giok Yauw menolak tubuh orang itu. "Kapan kau kembali ?" tegurnya.
cianpeng membuka matanya dengan perlahan-lahan, ia menatapsi nona seraya ia menggeleng geleng kepala. Tak sepatah kata keluar dari mulutnya.
Nona Thio mendongkol, hingga mau ia umbar kemendongkolannya itu, tapi selagi mengawasi sijago tua, ia tampak sesuatu yang mencurigakan, hingga ia mengernyitkan alisnya.
"Apakah kau terluka?" ia tanya.
cianPeng mengangguk. Tetapi dia tidak menjawab, bahkan dia memejamkan pula matanya seperti orang yang mau tidur.
Giok Yauw berdiam, walaupun dia merasa aneh, ia tahu jago tua itu mempunyai latihan tenaga dalam yang beda daripada orang lain- Lain orang merawat luka dengan duduk bersemedhi, dia sebaliknya sambil merebahkan diri. Karena itu tak mau ia mengganggu. Kereta telah berjalan kira kira satu jam ketika berhentilah roda rodanya.
Giok Yauw ketika itu tengah duduk bersemadhi. Ia menjadi terperanjat. Dengan segera ia membuka kedua belah matanya. Begitu ia melihat, ia terkejut, herannya bertambah...
cianPeng sudah lenyap. entah kapan perginya dia. Sebagai ganti
tubuh si Dewa Ikan, di dalam kereta itu terletak sehelai surat.
Tidak ayal lagi Nona Thio menjemput surat itu, untuk dibaCa. Beginilah bunyinya^
"Perjalanan ini berbahaya, ancamannya tersusun susun.
Dengan mengandalkan tenaga kamu beberapa orang saja,
mungkin kamu akan memperoleh kesulitan- Karena itu waspadalah"
Aneh si Dewa Ikan- Dia menyebutkan di tempat mana bahaya mengancam, dia tidak menyebutkan daya untuk menghindarkannya. Dia pula tidak menyatakan bahwa dia akan memberikan bantuannya. Nona Thio mendelong.
"IHmm, siluman bangkotan. Awas kau Jika nanti aku jumpa kau, akan kubuat perhitungan" Tiba tiba dari luar kereta terdengar suatu pertanyaan- "Nona kau gusar kepada siapa?"
Giok Yauw terkejut. Ia tak menyangka kata kata itu ada yang mendengar. Ia lalu menyingkap tenda kereta. Maka ia melihat Seng Su Poan Ban Liang. "Aku tengah mendamprat cian Peng si Dewa Ikan" sahutnya. Ban Liang agaknya heran"Eh, dimanakah adanya Cian Tayhiap sekarang?" dia bertanya.
"Hm, apa si tayhiap. Tayhiap saja Dia hanya situabangka tukang piara ikan" berkata si nona sengit.
Ban Liang melihat kesekitarnya, lalu kepada tenda kereta. Agaknya ia ingin menyingkap tenda itu, guna melihat kedalam kereta, tetapi ia tak berani lancang. "Apakah cian Tayhiap sudah pulang?" tanyanya. Ia tetap menyebut tayhiap.
"Dia baru saja pulang."
"Apakah dia berada didalam kereta nona?"
Ban Liang bertanya begini karena dia tahu tabiat aneh cian Peng,
jadi ada kemungkinan si Dewa Ikan sudah naik kekereta nona itu.
"Hm" Demikian terdengar suara dongkol dari si nona. "Dia telah kena dihajar orang hingga terluka, dan sembunyi di dalam kereta untuk beristirahat" Mendengar begitu, Seng Su Poan segera mengulurkan tangan menyingkap tenda.
"Aku Ban Liang..." katanya untuk memperkenalkan diri, tapi mendadak dia bungkam dan matanya membelalak. Sebab tak nampak si Dewa Ikan
"orang belum bicara habis..." berkata si nona, "Buat apa bingung tak karuan" cian Peng baru saja sampai tapi segera dia berlalu pula seCara diam diam"
Ban Liang melepaskan tenda, hatinya berpikir: "cian Peng itu orang dengan kedudukan apa Kau, budak perempuan, mengapa sih kau tak suka menahan mulutmu" Kalau dia dengar suaramu, mungkin kau tahu rasa" Tapi ia tak mengutarakan apa yang ia pikir, ia hanya berkata: "Mungkin cian Tayhiap pergi pula karena ada urusan yang penting..."
"Andaikata ada urusan, seharusnya dia bicara dahulu, belum terlambat dia pergi. Kini dia bawa lagak bagai maling, datang dan juga pergi dengan diam diam. Dapatkah dia disebut seorang enghiong"Jika nanti aku bertemujua dengannya, tidak dapat tidak. mesti aku hajar adat, biar dia tahu rasa"
"Hm" Ban Liang berpikir. "Kau mencaci dia, kalau dia dengar, kaulah yang bakal diajar adat olehnya..."
Karena herannya, jago tua ini menjadi berdiam saja.
Sesaat kemudian, berkuranglah kemendongkolan Giok Yauw. Karena itu, ia jadi dapat berpikir. Ia ingat kenapa kereta dihentikan di tengah jalan itu. "Kenapa kita singgah disini ?" kemudian ia bertanya.
"Mungkin ada sesuatu kesulitan, nona," sahut Ban Liang. "Silahkan nona beristirahat, loohu hendak pergi kedepan untuk
melihatnya." Habis berkata, sijago tua itu lalu memutar tubuh dan berjalan.
"Tunggu dulu" Giok- Yauw memanggil.
"Ada apa, nona?"
"Jikalau ada terjadi pertempuran,jangan lupa untuk memanggil aku..."
Dan baru berkata begitu, tiba-tiba nona ini ingat surat cian Peng, yang masih dipegangnya. Segera ia angsurkan itu pada sijago tua sambil menambahkan : "Inilah suratnya cianPeng, tolong sampaikan pada Nona Hoan"
Ban Liang menyambuti, karena surat tidak tertutup, dapat ia membaCanya. Ia lalu menghela napas.
"Aku tahu, cian Tayhiap belum pernah bicara dusta, dia telah meninggal suratnya ini, mesti ada sesuatu yang dia telah lihat. Karena itu nona, jangan kau menganggapnya remeh..."
"Si tua bangka aneh tukang memelihara ikan itu, walaupun tabiatku sangat aneh, ilmu silatnya tinggi sekali," berkata si nona,
"jikalau aku tidak memandang mata kepadanya, tidak nanti aku
menghendaki suratnya ini lekas-lekas disampaikan Nona Hoan "
Melihat sepak terjang nona ini terhadap cian Peng, sijago tua heran sekali. Iapun menyesal bahwa ia belum tahu jelas tentang pribadi si nona. Rupanya sangat erat perhubungan nona itu dengan cian Peng, bahkan luar biasa, kalau tidak. tidak nanti Nona Thio menyebut orang si tua bangka, tua bangka bangkotan cian Peng itu berusia lanjut dan namanya tersohor dan umumnya kaum Rimba Persilatan menghormatinya... Tengah jago tua ini berpikir demikian, dia mendengar siulan panjang. ia terperanjat. "Nona tunggu disini" katanya Cepat, "Aku hendak pergi kedepan"
Dan ketika itu waktu fajar, CuaCa mulai terang, segala sesuatu mulai tampak. Giok Yauw memandang pula kesekitarnya, terus ia pesan "ingat, kalau terjadi pertempuran, jangan lupa memanggil aku "
"Ya aku ingat" sahut si orang tua, yang terus iari kedepanJustru itu ciu ceng bersama empat kiamsu iari mendatangi, tiba didepan kereta soat Kun dia segera berkata : "Nona, kita telah masuk kedalam perangkap dari Seng Keng..."
Dari dalam kereta terdengar suara si nona: "Apakah ciu tayhiap dapat menerka kekuatan pihak sana ?"
"sukar untuk menerka, nona.Jikalau tidak keiiru, merekaiah orang orang lihay dari Pek Liong Tong "
"Pek Liong Tong" berarti "Rombongan Naga Putih" dari Seng koing sin kun, sebagaimana ciu ceng sendiri asal Oey Liong tang, rombongan Naga kuning.
"Tayhiap. apakah orang orang mu itu dapat diandalkan?"
"Tetapkan hati, nona. Mereka berani menentang, tentulah
mereka berani mati, tak nanti hati mereka bercabang pula "
"Jikalau begitu, carilah tempat yang bagus letaknya untuk pembelaan, disana kita akan melakukan pertempuran yang memutuskan. Dan ingat baik-baik, berwaspadalah untuk tipu daya atau serbuan mereka secara membokong "
"Aku tahu, nona, tak usah nona payah-payah memesannya."
Berkata begitu, ciu ceng berpaling pada Ban Liang, bertanya : "Saudara Ban, aku hendak menanyakan sesuatu "
"Apakah itu, tayhiap" sebutkan saja aku akan bicara terus terang."
"Bagaimana dengan ilmu silat kedua huhoat Oey dan Kho itu?"
"Kira- kira berimbang dengan loohu," sahut sijago tua. Ia menyebut demikian karena ia ingat dua orang muda itu sudah memperoleh pimpinan Soat Kunciu ceng berkata pula : "orang seng kong banyak dan orang kita sedikit, dapatkah kedua hu hoat itu diminta menangkis musuh?"
"Dalam hal ini baiklah tayhiap bicara dulu dengan Nona Hoan, Si nona dapat memberi keputusan "
Belum lagi ciu ceng menanya si nona, dari dalam kereta sudah
terdengar suara Soat Kun- "Terserah kepada pimpinan ciu tayhiap "
"Terima kasih, nona," ciu ceng mengucap. kemudian dengan suara perlahan, ia menanya sijago tua. "Katanya disini ada seorang yang ilmu silatnya lihay luar biasa, benarkah?"
"Ya, jauh diatas Oey Eng dan Kho hu hoat" sahut sijago tua. ciu ceng heran dia tertawa.
"Benarkah itu?"
"Aku bicara sebenarnya "
"Bagaimana dengan saudara yang terluka itu?" ciu ceng bertanya pula, suaranya perlahanBan Liang menggoyang-goyangkan kepalanya "Tentang lihaynya dia, tak dapat aku menguraikan "
ciu ceng berkata pula. "orang mesti kenal diri sendiri dan tahu musuh, baru ada harapan untuk menang. Sekarang ini aku masih gelap segalanya, harap juga saudara jangan keCil hati kalau aku banyak bertanya."
Ban Liang tersenyum. "Jangan keliru mengerti, tayhiap. Tentang kepandaian orang itu benar- benar tak ada dayaku untuk melukiskannya"
"Kenapa begitu saudara Ban?"
"Dia aneh sekali, hingga sulit untuk menerkanya. "jawab Ban Liang lagi.
"Begitu?" "Ya. Aku telah bicara sejujur-jujurnya."
"Saudara Ban, aku mohon penjelasanmu."
"Apa itu, tayhiap" Aku bersedia mendengarnya," katanya lagi.
"orang yang terluka itu demikian lihay, kalau dia tidak dititahkan
maju untuk menangkis musuh, itulah harus sangat disayangi" "Itu benar" jawabya sangat tegas sekali
"Maka itu aku pikir, kalau dia diminta menangkis semabarangan saja, itulah berlebihan." berkata pula ciu ceng. "Kehendakku, ialah untuk melihat dahulu musuh, bagiannya yang mana yang kuat, baru kita suruh tuan itu yang melawannya. Aku hendak menahan dia selaku Cadangan... Eh, ya, apakah kedudukan orang itu didalam Kim Too Bun kita ini?"
Ban Liang tersenyum juga.
"Kedudukannya sesungguhnya tidak rendah," sahutnya. "Kalau saudara ciu ingin ketahui jelas tentang diri tuan itu, kenapa kau tidak menanyakannya kepada Nona Hoan saja?"
"oh..." kata Oey Ho si Jenang Kuning, yang kata-katanya tertahan. Ini disebabkan ia melihat seseorang kiamsu berlari-lari
mendatangi, lalu setelah datang dekat, kiamsu itu memberikan
laporannya, perlahan: "Pihak sana sudah mulai nampak..." "Siapakah mereka?" tanya ciu ceng, Cepat.
"Dia naik joli dengan tenda putih. Mungkin dia orang penting dari Seng kiong."
Paras siJenjang kuning sedikit berubah.
"Apakah jolinya itu disulami bunga merah" ia bertanya pula. Karena terpisahnya masih jauh, hamba tidak dapat melihat itu." "Nah, pergi mencari tahu lagi" tongcu itu memerintahkan.
Kiamsu itu memutar tubuh dan berlalu dengan lekas.
"Agaknya saudara sangat memperhatikan joli itu?" Ban Liang bertanya.
"Jikalau dia yang datang, berabe" sahut siJenjang Kuning. Dengan "dia" itu, ia maksudkan "dia" wanita.
"Siapa kah dia itu?" "seng kiong Hoa Siang."
"Seng kiong hoa siang orang macam apakah dia?" "Disisi Sin Kun, dialah salah seorang yang paling dipercaya." "Apakah ilmu silatnya liehay sekali?"
"Liehay tak dapat dijajaki. Ia dapat pelajaran dari Sin Kun sendiri."
Tongcu ini menghela napas, lalu ia menambahkan^ "Hanya sekarang belum bisa dipastikan, benar dia atau bukan. Kalau benar dia, ah, kita..." Mendadak ia menutup mulutnya.
"Eh, eh, kau kenapakah?" Wajah ciu ceng menjadi suram.
"Kalau benar Hoa siang yang datang, akan aku balas budi Nona Hoan dengan jiwaku" katanya, pasti.
"Jangan terlalu berduka, ciu Tayhiap." Ban Liang menghibur. "Walaupun Hoa siang dan sin kun sendiri yang datang, Nona Hoan pasti mempunyai daya untuk menghadapinya."
Hiburan itu besar pengaruhnya bagi ciu ceng, yang bagaikan memperoleh semangat.
"Benar.. Dengan adanya Nona Hoan, sekalipun sin Kun datang sendiri, apa yang harus ditakuti?" katanya.
Ban Liang sebaliknya berpikir. "Sayang disamping Cerdik, Nona Hoan lemah ilmu silatnya. Bengcu Sedang terluka, dapatkah dia berkelahi" Mengenai Nona Hoan, dalam ilmu silat, dia masih kalah unggul denganku..."
Pikiran ini Seng su Poan tidak berani utarakan kepada ciu ceng.
Sementara itu Sang Surya sudah mulai naik, sinar emasnya berCahaya sekali.
Tepat waktu itu, dua orang kiamsu lari mendatangi.
"Musuh sudah mendatangi semakin dekat," ciu ceng membisiki sijago tua
Kedua kiamsu segera tiba. Katanya: "orang Seng kiong berada ditempat dua lie dari sini, dimana mereka menantikan bersama pasukannya"
"Aku tahu," kata ciu ceng, yang menerima laporan. "Sekarang beritahukan semua mata mata untuk kembali kesini"
Kedua Kiamsu itu menyahuti, lalu mereka pergi pula.
"Saudara Ban," tanya ciu ceng sambil memandang sijago tua,
"apakah sudah tiba saatnya untuk melaporkan kepada nona Hoan?"
"Ya, sudah waktunya," sahut Ban Liang, yang sebaliknya berpikir pula: "Inilah saatnya buat menggunakan senjata, buat mengadujiwa, aku khawatir Nona itu belum mendapat daya untuk menentang musuh..." ciu ceng bertindak menghampiri kereta.
"Nona Hoan, ia melapor, sambil memberi hormat, "orang Seng kiong sudah mengatur pasukan disebelah depan dimana mereka menantikan kita. Hambamu sulit mengambil tindakan maka itu hambamu mohon keputusan nona..."
Dari dalam kereta terdengar jawaban- "Terhadap lawan jangan kita berlaku lemah "
"Nona benar," sahut ciu ceng. "Aku akan beri perintah untuk maju menyambut musuh"
"Dengar dahulu perintahku, baru turun tangan" terdengar pula suara nona Hoan
"Baik, nona" Berkata begitu, ciu ceng berpaling kepada Ban Liang, kemudian katanya: "Aku akan bawa dua puluh delapan perwira maju dimuka, harap saudara mengajak Oey dan Kho Hu hoat melindungi kereta nona Hoan"
"Baik saudara ciu" sahut Ban Liang.
Jago tua ini memasang mata. Ia melihat orang berlari lari.
Sebentar saja dua puluh delapan kiam su sudah berkumpul semua.
ciu ceng lalu berkata dengan keras^ "Nona Hoan telah memerintahkan supaya kita jangan menunjukkan kelemahan terhadap Seng kiong Nona Hoan telah mempunyai daya upayanya, walaupun demikian, kita tak akan bebas dari satu pertempuran dahsyat, maka itu seleksanya pertempuran dimulai, mesti kita mengadu jiwa kita"
"Kami akan berkelahi hingga mati. Kami tak akan menyesal"jawab serempak para kiamsu itu.
"Bagus" ciu ceng berseru. Lalu dia maju dimuka.
Dua puluh delapan kiamsu itu menghunus pedang mereka, mengiringi pemimpinnya itu. Ban Liang sebaliknya menghampiri kereta. "Nona IHoan" ia memanggil, "Nona Hoan-"
"Ada apa, hu-hoat?" menjawab si nona.
"Nona, aku hendak bicara tentang ciu Tayhiap." berkata sijago tua. "Kalau kita menemui jago-jago dari Seng kiong, pertempuran mestinya pertempuran dahsyat sekali. Menurut penglihatanku, agaknya ciu Tayhiap rada jeri terhadap musuh yang datang ini..." Soat Kun berdiam untuk berpikir.
"Bagaimana keadaan Bengcu, belum loohu menanyakannya. Mungkin Bengcu sudah dapat bertempur pula . "
"Pertempuran kali ini sangat penting," berkata sinona. "Mungkin kesudahannya pertempuran akan mengangkat Kim too bun, untuk memperkenalkan pengaruh kita dalam dunia Kang ouw, atau mungkin kita bakal tenggelam hingga tak ada kesempatan buat bangkit pula..."
"Memang..." pikir Ban Liang. "Berulang kali Seng kiong mengirim orang orangnya mengepung ngepung kita, kalau terus menerus kita diganggu dengan pertempuran-pertempuran dahsyat itu memang menyulitkan, susah buat kita menaruh kaki didalam dunia Kang ouw..."
Lalu terdengar suara merdu sinona tuna netra "jikalau kita tidak melakukan pertempuran pertempuran dahsyat dengan orang orang Seng kiong Mo Kun, tak ada jalan lainnya untuk membuat dunia Kang ouw mengetahu munculnya ceng Gi., Kim Too, oleh karena itu tolong Ban Hu hoat menyampaikan kepada bengcu supaya ia dapat menggunakan kesempatan yang baik ini untuk beristirahat sungguh sungguh, supaya kalau sampai terpaksa, sebentar kita akan meminta bantuan tenaganya"
"Lohu tahu," sahutBan Liang, yang segera pergi menyampaikan pesan sinona kepada ketuanya, dan kemudian ia memberi isyarat agar ketiga kereta kuda dimajukan terus kedepanBaru berjalan kita-kira dua lie, kedua belah pihak sudah berhadap-hadapan.
Itulah sebuah tanah belukar yang sunyi. Di sebelah depan sana berkumpul beberapa puluh pekie kiamsu orang orang berseragam putih dengan pedang ditangan masing masing. Mereka itu berbaris
ditengah jalan, untuk menghadang. Dipihak sini, ciu ceng
menghadapinya bersama dua puluh delapan orang bawahannya.
Jaraknya diantara dua pihak ada sekira dua tombak. Keduanya tidak segera turun tangan agaknya mereka masih menantikan sesuatu. Kereta Soat Kun dimajukan sekali.
"ciu Hu hoat, bagaimana gerak gerik musuh?" tanya sinona.
"Musuh kita terdiri dari orang orang Pek Liong Tong," menjawab hu hoat yang baru itu, "Jikalau mereka tidak mendapat bala bantuan, tak usah khawatirkan mereka..."
Baru berhenti suara ciu ceng, mendadak terdengar suara melesat menyambarnya anak panah, menyusul mana dibelakang pasukan serba putih musuh itu muncul dua belas budak budak perempuan yang berseragam hijau, yang semuanya bersenjatakan pedang. Mereka itu mengiringi sebuah joli kecil yang serba putih, yang digotong mendatangi cepat sekali. Melihat demikian, mua ciu ceng berubah menjadi pucat.
"Nona Hoan, benar- benar Seng kiong Hoa Siang sendiri yang datang" katanya.
Ketika itu Thio Giok Yauw, yang naik kereta paling belakang, melompat turun dari keretanya itu, dia menghampiri kereta Soat Kun untuk terus melompat naik keatas.
Tindakan Nona Thio ini berdasarkan anjuran Ban Liang.Jago tua
itu ketahui ilmu silat kedua nona Hoan tidak mahir, maka ia anggap
perlulah Giok Yauw mendampinginya untuk membantu mereka itu.
Barisan berseragam putih itu meluruskan tangan mereka menyambut dengan hormat penghuni joli kecil warna putih itu.Joli tepat dihentikan dihadapan mereka. Kedua belas budak berseragam hijau lalu berbaris mendampingi dikiri dan kanan joli.
"ciu Tongcu" tiba tiba terdengar suara nyaring halus keluar dari dalam joli putih itu.
ciu ceng melengak. tapi lekas juga dia maju. "ciu ceng disini" sahutnya.
"Tahukah kau undang undang Seng kiong?" terdengar suara
nyaring halus tadi, "Apakah hukumnya terhadap para penghianat?"
"Aku siorang she ciu ketahui itu," sahut ciu ceng setelah ia batuk- batuk perlahanTenda joli tersingkap. lalu tampak penghuninya, yang bertindak keluar. Dia adalah seorang wanita Cantik dengan pakaian serba hijau. Dia terus berkata dingin: "ciu Tongcu, tahukah kau siapa aku?"
"Seng kiong Hoa Siang, Mustahil aku siorang she ciu tidak mengenalnya?" Nona berbaju hijau itu tersenyum.
"setelah tongcu mengenalku, kenapa kau tidak segera berlutut?" tegur dia Untuk sejenak. ciu ceng tercengang. Habis itu, dia tertawa terbahak bahak.
"Jikalau si orang she ciu masih berada di dalam Seng kiong, sudah selayaknya dia mesti menyambut Hoa seng," sahutnya, "sekarang ini aku berada didalam rombongan Kim Too Bun"
Si serba hijau itu tertawa hambar. Tak tampak bahwa dia bergusar.
"Kim Too Bun?" katanya, "Belum pernah aku mendengarnya. oh, kau rupanya mau nanjak didalam Kim Too Bun, ya?" ciu ceng bersikap gagah. Dia tertawa.
"Jikalau Hoa Siang memikir hendak menghukum aku buat apa yang kau nama kan kesalahanku, Caranya cuma satu..."
"Hm Apakah kau menghendaki cara kekerasan?" tanya si wanita.
"Tidak salah.. Selama didalam Seng kiong, telah lama aku si orang she ciu mendengar tentang kegagahan Hoa Siang, sekarang syukur kalau aku dapat menerima pelajaran dari kau.Jikalau aku kalah, aku aku mati rela"
"Benar- benarkah kau ingin belajar kenal dengan kepandaianku?" wanita itu menegaskan"Benar" Wanita itu tertawa hambar pula .
"Baiklah" serunya. Segera dia mengulapkan sebelah tangannya.
Melihat isyarat itu, empat budak berseragam hijau maju kedepan, segera dengan masing masing pedangnya, mereka menyerang bekas tongcu itu.
ciu ceng menyedot napasnya, mendadak tubuhnya mencelat mundur lima kaki. Dengan begitu ia bebas dari serangan empat batang pedang. Sebaliknya, sambil berseru, majulah empat ang-ie kiamsu, menyambut nona-nona itu. Maka kedua belah pihak segera bertarung. Si wanita serba hijau tertawa terkekeh
"oh, ciu ceng, benar nyalimu tidak kecil" serunya. "Kau benar- benar berani menggerakkan tanganmu terhadap aku"
ciu ceng tidak menjawab, ia hanya mengawasi jalannya pertandingan. Ia tahu budak-budak itu adalah murid muridnya Hoa Siang, yang telah memperoleh kepandaian yang berarti, karena mana ia khawatir orang orangnya tidak sanggup melawan mereka itu.
Sementara itu terdengar suara nyaring keren dari Hoa Siang: "Kamu boleh turun tangan tanpa mengenal kasihan lagi. Kamu boleh menggunakan tangan tangan kejam"
Keempat budak itu menjawab seCara serentak. menyusul itu, mereka segera mulai dengan penyerangan mereka yang terlebih hebat.
Mula mula keempat kiamsu masih dapat bertahan, hingga kedua pihak nampak seimbang, tapi, segera setelah budak budak itu menerima perintah pemimpinnya, segera mereka itu terdesak. bahkan permainan silat mereka menjadi kalut seketika.
ciu ceng mengerutkan alis menyaksikan hal itu. Pikirnya: "Semua kiamsu adalah ahli silat, tapi mereka masih keteter terhadap kawanan budak itu, inilah bukti bahwa Hoa Siang lihay bukan kepalang..."
Tengah tongcu ini berpikir, telinganya mendengar satu jeritan. ia segera mengangkat kepala. Maka ia melihat seorang kiamsu putus lengan kanannya. ia kaget, hendak ia maju tetapi ia ingat pesan Soat Kun. Lalu ia menghampiri nona itu, dengan suara perlahan memberikan laporannya^ "Nona benar yang datang itu Hoa Siang..."
"Apakah pertempuran telah dimulai?"
Ya, nona. Karena sangat terdesak. tak keburu hambamu melaporkan dan memohon perkenan nona..."
"Bukankah pihak kita telah terluka seorang?"
"Benar. Budak budak Hoa Siang itu kosen semuanya, ilmu pedang mereka luar biasa, rombongan kita bukan lawan mereka itu. IHamba sedang memikir buat maju sendiri..."
"Bukankah kau memikir buat minta kedua huhoat Oey dan Kho maju menggantikan kedua puluh delapan perwira itu" Baik Kau boleh sampaikan titah ku ini"
"Baik, nona" menyahut ciu ceng. Tapi belum sampai ia berbiara dengan Oey Eng dan Kho Kong, telinganya telah mendengar jeritan dahsyat pula, sebab kembali dua kiamsu sudah terluka oleh budak budak berseragam hijau itu, bahkan kiamsu yang satu terus roboh binasa
Perwira-perwira yang lain ingin maju, akan tetapi, sebelum ada
titah dari pemimpinnya, mereka tidak berani berlaku lancang.
Untuk sejenak, pertempuran telah terhenti. Keempat budak tidak menyerang terus, karena mereka menantikan dahulu perintah lebih jauh dari pemimpin mereka.
"ciu ceng" terdengar suara Hoa Siang, "kau telah melihat, bukan" Ang-ie kiamsu kamu itu tak dapat bertahan terhadap dua belas orang budakku"
"Hm, Hoa Siang" terdengar suara dingin dari si orang she ciu, "jangan kau terburu takabur. Baru segebrakan ini masih belum ada keputusan menang kalahnya"
Wanita itu tak mempedulikan kata katanya. Dia berkata pula dengan sombong: "ciu ceng, seharusnya kau pasti tidak berani mendurhaka terhadap Sin Kun. Mesti ada orang yang berdiri dibelakangmu siapakah itu, yang duduk di dalam kereta bertenda itu?"
"Tak dapat aku memberitahukan" sahut ciu ceng dingin.
JILID 31 Si wanita tersenyum hambar.
"Jikalau kau tidak berani memberi keterangan, apakah kau sangka aku tidak mampu membekuknya untuk menyeretnya keluar"
" katanya tetap sombong. Lalu ia mengangkat tangannya kepada empat budaknya seraya berkata perlahan: "Pergi kamU hampiri kereta bertenda itu, kamu seret keluar penghuninya"
"Baik" sahut budak-budak itu yang dua orang diantaranya segera lari ke kereta Soat Kun ciu ceng terkejut, dia hendak melindungi Nona Hoan. Namun dari dalam kereta terdengar bentakan nyaring dan halus: "Kamu Cari mampus" " serentak dengan itu tenda kereta bergerak dan satu sinar emas meluncur keluar.
"Aduh" demikian jeritan kedua budak yang dua-duanya terus roboh terguling. ciu ceng heran hingga ia melengak. Tentu saja ia tak sempat turun tangan.
si wanita berbaju hijau mengernyitkan alisnya menyaksikan dua
orangnya terlukakan segera dia bertindak kearah kereta kurung itu.
ciu ceng selalu slap sedia, ia hendak mencegah, tapi ia mendengar satu seruan berpengaruh, disusul dengan lompat keluarnya seseorang dari dalam kereta yang kedua. Didalam sekejap. orang itu sudah menghadang di depan si wanita.
Dengan wajah dingin, wanita itu mengawasi ciu ceng. "Siapakah dia ini?" dia tanya tongcu itu, suaranya dingin.
ciu ceng begitu melihat orang yang menghadang itu adalah sianak muda yang sedang merawat lukanya, tak tahu bagaimana ia harus menjawab si wanita. Sampai pada detik itu Nona Hoan, atau yang lainnya, belum memberitahukan dia siapa anak muda itu.
Tidak ada orang yang mengajak dia kenal dengannya. terpaksa ia
menoleh kelain arah, berpura-pura tak mendengar pertanyaan itu.
Nampak habislah kesabaran si wanita. Mendadak dia mengayun
tangan kirinya, menerbangkan sinar putih kearah si bekas tongcu.
Serentak dengan bergeraknya tangan si wanita, tangan kanan si anak muda yang menghadangnyapun bergerak, menghunus pedangnya untuk menyampok sinar putih berkilau itu. Maka
terdengarlah satusuara bentrokan nyaring, danjatuhlah sinar putih itu. Si wanita melengak. Dia tidak menyangka orang demikian hebat.
ciu ceng juga terCengang. Dia saja herannya seperti si wanita atas kesehatan sianak muda. Mencabut pedang dan menangkis, buat menyusul senjata rahasia lawan-Bukankah pemuda itu tengah terluka"
Baru sekarang si wanita tidak berani takabur lagi. Dia menatap si anak muda.
"Melihat Cara kau menghunus pedangmu, mestinya ilmu silatmu tak ada Celanya," katanya, tenang. "Mestinya kaulah seolah yang berkenamaan" "
Anak muda itu, ialah Siauw Pek, memasukkan pedangnya kedalam sarungnya. Ia bergerak dengan perlahan. Tapi ketika ia menjawab suaranya tawar. "Aku yang rendah ialah seorang bu beng siauw cut, oleh karenanya tak usahlah engkau berpayah-payah menanyakan aku"
"Bu beng siao cut" berarti "prajurit kecil yang tak punya nama"
tapi ada kalanya diartikan "manusia rendah atau hina dina".
Mendengar jawaban itu, si wanita tertawa dingin. Mendadak tangannya merogoh kedalam sakunya, mengeluarkan sebuah kantung warna hijau, terus tangan itu dlulurkan kedada sianak muda.
Siauw Pek waspada, dengan sebat ia menghunus pula pedangnya, untuk dipakai menangkis dengan sambil menangkis itu, ia berpikir. "Wanita ini pasti liehaynya luar biasa, dia menggunakan sebuah kantung sebagai senjata."
Justru itu, bentrokan telah terjadi. Terdengarlah suara "sret" perlahan-Lalu terjadilah hal yang aneh. Padahal sianak muda mental. Siauw Pek heran sekali.
"Senjata apakah yang dia pakai itu" " pikirnya cepat.
Ketika orang sedang heran itu, si wanita sudah mengulangi serangannya. Dia bergerak dengan sebat sekali. Siauw Pek melayani.
Didalam jurus-jurus pertama, terlihat tegas rangkasan si wanita. Rupanya dia menghendaki keputusan yang cepat. Tapi dia menghadapi ong Too Kiu Kiam, semua rangkasannya itu tidak memberikan hasil. Adalah sebaliknya lewat enamjurus, dialah yang segera terkurung sinarnya pedang.
ciu ceng berdiri terCengang. Sungguh diluar dugaannya bahwa anak muda yang tengah terluka itu sedemikian gagah. Karena itu, ia terus menonton dengan penuh perhatian-Siwanita nampak penasaran. Beberapa kali dia menggunakan kesempatan untuk menyerang hebat, niatnya supaya sinar pedang dapat dipecahkan, agar terlepas dia dari kurungan itu. Senantiasa ia gagaL Tentu sekali, pada akhirnya, dia menjadi kaget, hatinya guncang.
"oh, Tay Pie Kiam hoat" serunya kemudian suaranya agak tertahan.
"Tay Pie Kiam hoat ialah ilmu pedang Thian Kiam dari Kie Tong..." pikir ciu ceng heran dan kagum. "cara bagaimana anak muda ini berhasil mempelajari ilmu pedang istimewa itu"
Justru waktu itu, empat orang budak maju untuk membantu pemimpin mereka, guna mengepung sianak muda. Mereka ini melihat pemimpinnya telah tidak berdaya, maka tanpa perintah atau isyarat lagi, mereka maju sendiri. ciu ceng tidak puas, maka ia berteriak.
"Bagaimana he" Apakah Seng kiong Hoa Siang pun mau berkelahi dengan main keroyokan" " Karena tidak puas, ingin ia membantusi anak muda. Ia khawatir akan orang yang tengah terluka itu...
Pertempuran berjalan terus, bahkan cepat sekali keempat budak itu juga kena terkurung sinar pedang bersama sama pemimpinnya. ciu ceng melihat itu, dalam herannya, batal ia maju untuk memberikan bantuannya.
Dengan lewatnya sang matahari, dengan terjadinya pertempuran-pertempuran saling susul Siauw Pek memperoleh kemajuan wajar. Ia tambah pengalaman, hingga Tay Pie Kiam hoat dapat digunakan semakin mahir.
Dua puluh jurus telah berlalu. Tak sanggup Hoa Siang dan budak-budaknya meloloskan diri dari kurungan sinar pedang. Bahkan sebaliknya, keadaan mereka menjadi buruk.
Disana masih ada sisa enam budak. karena ada yang dua lagi kena dirobohkan-Mereka ini melihat pemimpin dan kawan-kawannya tidak berdaya, serempak mereka maju membantu.
Siauw Pek menyambut rombongan mereka itu ia bersikap tenang seperti biasa tetapi waspada dan lincah. Didalam beberapa jurus, ia membuat enam orang tenaga baru itu kena terkurung juga .
ciu ceng sudah maju untuk membantu sianak muda, tapi ia terpaksa mundur pula. Ia terhalang dengan sinar pedang anak muda itu, hingga ia jadi tak merdeka menggerak-gerakkan senjatanya. Terpaksa ia berdiri menonton saja, dengan hatinya bekerja saking heran dan kagum. Heran pemuda ini Kenapa ilmu silatnya begini liehay" SekalipUn Sin Kun datang sendiri kemari, tak nanti dia dapat mengalahkan anak muda itu Kim Too Bun mempunyai anggota begini liehay, wajar dia menentang Seng kiong Sin Kun...
Tengah berpiklr begitu, tiba tiba ciu ceng ingat halnya Nona Hoan pernah mengatakan kepadanya bahwa Kim Too Bengcu memiliki kepandaian merangkap pedang Thian Kiam dan cut Too.
"Siapakah lagi yang pandai ilmu silat pedang dan golok berbareng" " pikirnya lebih jauh "Ah jangan-jangan dia inilah Kim Too Bengcu."
Tongcu ini mengambil kesempatan mengawasi para kiamsu. Ia melihat suatu perobahan menggembirakan. orang orang bawahannya itu nampak sedang menonton pertempuran itu. Tadi sewaktu munculnya Seng kiong Hoa Seng, hati mereka guncang, nampak wajah mereka tak seperti orang biasa biasanya. Tadi
mereka itu seakan ikhlas akan menemui sang maut. Sekarang wajah mereka terang Lagi beberapa jurus lewat, Hoa Siang beramai tetap terkurung sinar pedang. Hanya kali ini, mendadak wanita itu berseru, sambil menarik kembali pedangnya, dia lompat keluar dari kurungan Perbuatannya itu diteladani oleh budak-budaknya yang juga mundur serempak Siauw Pek berdiri diam, dengan tenang dia mengawasi lawannya. Hoa Siang menatap sianak muda.
"Tuan, adakah kau ahli waris Thian Kiam Kie Tong" " tanyanya sabar.
"Kalau benar, bagaimana" " Siauw Pek balik bertanya, tawar.
Wanita itu tidak menjawab, hanya dia berpaling kepada ciu ceng, dan dengan dingin berkata: "Jangan kau merasa dirimu selamat dengan mengandalkan ahli warisnya Thian Kiam. beberapa tahun Sin Kun duduk bersamadhi, sekarang ini diapun telah berhasil menciptakan ilmu silat untuk menghadapi Thian Kiam, bahkan diapun telah menyadari Toan Hun it too dan tahu bagaimana harus memunahkan golok ampuh itu. Kaulah orang Seng kiong, kau ketahui baik kepandaiannya Sin Kun, karena itu kata kataku ini bukanlah gertakan atau ancaman untukmu"
ciu ceng tertawa atas ancaman yang tersembunyi itu.
"Hoa Siang baik sekali, aku bersyukur tak habisnya" katanya, ia menengadah, ia tertawa pula, lebih nyaring, terus ia menambahkan^ "Hoa Siang, kau menghamba kepada Sin Kun, kaupun tentu bukan karena kerelaanmu sendiri, tidak ada halangan buat kau Cari aku si orang she ciu, pasti aku akan menolong kau memohon Nona Hoan membebaskan raCun yang mengekang tubuhmu "
"Hmm" wanita itu memperdengarkan suaranya, lalu ia menoleh kepada sekalian budaknya. "Mari kita pergi" IHabis berkata ia memutar tubuh, kemudian berlompat naik ke atas jolinya, dilain saat dengan diiringi sisa sepuluh budaknya itu, ia pergi meninggalkan medan pertempuran itu.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Barisan seragam putih juga turut berlalu, mengikuti joli pemimpin itu.
Dengan pedang ditangan, Siauw Pek mengawasi musuh musuhnya berlalu, setelah musuh tak tampak pula. ia menghela napas panjang, mendadak ia roboh duduk mendeprok ditanah ciu ceng dan Ban Lian terkejut, keduanya lari menghampiri, untuk memimpin bangun. "Kau terluka, bengCu" " tanya sijago tua. Siauw Pek sadar, ia menggelengkan kepala.
"Tidak apa," sahutnya perlahan-"Luka lama kumat asal aku beristirahat sebentar, aku akan sembuh pula..."
Memang, melayani Hoa Siang, pemuda ini menggunakan tenaga yang berlebihan, semangatnya dipaksa menghebat, tapi setelah musuh pergi, hatinya menjadi lemah, saking letih, sedetik itu tenaganya bagaikan habis maka ia roboh terduduk. Syukur ia pingsan-Ketika itu tenda kereta Nona Hoan tersingkap Thio Giok Yauw tampak berloncat keluar lari menghampiri sianak muda. Ditangan nona Thio ada sebuah peles kumala. Dengan sinar mata lesu, mendadak dia terharu, nona ini berkata: "Dalam peles ini ada tiga butir pil, makanlah sebutir tiap dua jam, lalu terus kau rebah beristirahat."
Siauw Pek menyambut peles obat itu. "Terima kasih," katanya. Giok Yauw tertawa manis.
"Inilah obat dari Nona Hoan, yang menyuruh aku menyampaikannya kepada kau" katanya. "perbuatanku ini ialah yang dibilang, meminjam bunga untuk menghormati sang Buddha, tak usah kau mengucap terima kasih kepadaku"
Ban Liang tidak memberi kesempatan sianak muda bicara banyak, ia memimpinnya naik kereta, untuk beristirahat, setelah itu ia menurunkan tendanya. Dari kereta pertama segera terdengar suara merdu ini: "Mari kita berangkat "
ciu ceng memberi jawaban, terus ia mengangkat tangannya guna memberi pertanda untuk ketiga kereta dijalankan, sedangkan para kiamsu lalu memeCah diri untuk mengiringinya.
Ban Liang yang berjalan disisi ciu ceng berkata: "Saudara ciu, kau kehilangan empat anggota barisanmu, kau harus tambal itu." SiJenjang kuning tersenyum sedih.
"Tak mudah untuk menambalnya," sahutnya. "Sekarang ini kebanyakan orang gagah kaum Kang ouw sudah menghamba kepada Seng kiong, yang lain lainnya adalah anggota dari sembilan partai besar, empat bun, tiga hwee dan dua pang. Kemana mesti mencari orang-orang baru" "
Ban Liang berpikir keras: "Mungkin nona Hoan dapat memikirkannya," katanya kemudian.
"KeCuali nona Hoan," berkata ciu ceng, "rasanya sukar buat
mencari lain orang yang dapat menandingi Seng kiong Mo Kun..."
"Mungkin..." kata Ban Liang mengangguk. "Saudara ciu, kau sudah masuk dalam Kim Too Bun, kaulah saudara kita, karena itu aku hendak bertanya kepadamu mengenai sesuatu yang aku belum mengerti. Aku harap kau tidak berkecil hati."
"Bicaralah, saudara Ban-Aku hanya khawatir pengetahuanku terbatas sekali hingga tak sanggup aku menjawab kau..."
Ban Liang tersenyum. "Pertanyaanku adalah ini, Saudara ciu. Didalam Seng kiong kau menjadi tongcu, pasti kau sangat dihargai Sin Kun..."
"Walaupun aku menjadi ketua dari Oey liong Tong, mengenai urusan Seng kiong, sedikit sekali yang aku tahu... Ah, jangan-jangan selain aku, juga empat tongcu lainnya tak tahu banyak seperti aku. Kami bekerja cuma setelah menerima perintah "
"Mungkinkah saudara ciu selama duapuluh tahun, kau belum
pernah bertemu muka barang satu kali jua dengan Sin Kun" "
"Mungkin pernah tetapi aku tidak tah ujelas setiap waktu dia menyalin rupanya, gerak geriknya selalu didalam rahasia."
"Dia menyebut dirinya Seng kiong sin Kun. Demikian letak Seng kiong, istananya itu" "
ciu ceng berpiklr "Didalam gunung Bu Ie San," sahutnya.
"Bu Ie San luas ribuan lie, dimanakah letaknya istana itu yang benar" "
"Kira-kira diperbatasan antara dikedua propinsi Hokkian dan Kangsay..."
"Jadi saudara belum pernah pergi kesarangnya itu" "
"Sudah pernah aku pergi, bahkan bukan satu kali, tapi Seng kiong Sin Kun berpandangan jauh, dia sangat berhati hati, siapa yang dipanggil datang keistananya, dia datang cuma sampai diperhentian, dibatas kedua propinsi itu. Disana kita semua dikumpulkan-Diwaktu mau diberangkatkan, kita semua ditotok, dibuat tak sadarkan diri, pikiran kita tak jelas lagi, kedua mata kita ditutup rapat. Lalu kita dinaikkan keatas kereta. Rupanya dikaki gunung kita diharuskan menukar kendaraan-Selanjutnya kita naik joli yang terdiri dari kursi gotongan. Pada akhirnya tatkala aku sadar, kita sudah berada didalam istana."
"Bagaimana caranya waktu meninggalkan istana" "
"Kita diperlakukan sama dengan waktu perginya."
"Sin Kun kosen, dia juga pandai menyamar, mengapa dia sampai begitu perlu membangun istana rahasia itu" Bukankah perbuatannya itu seperti menggambar ular dengan ditambahkan kaki" "
"Benar. Akupun heran, pernah aku menyangka sebenarnya tidak ada Sin Kun, yang ada hanya sebuah patung belaka. orang menggUnakan patung itu sebagai alasan-.."
"KalaU begitu, aneh Kalau orangnya tidak ada, kenapa dia dapat menjadi pemimpin, bahkan dia dapat mempengaruhi begitu banyak ahli-ahli silat kenamaan" "
"Aku menerka mungkin satu orang, atau dua orang, sengaja memakai nama Sin Kun itu guna mengelabui khalayak ramai, untuk dapat menjagoi Rimba Persilatan..."
"Buatku, saudara, kau mau menerka kepada seseorang yang besar ambisinya, yang luar biasa cita-citanya. Aku percaya dia sebenarnya salah seorang jago Rimba Persilatan yang dikenal setiap orang..."
ciu ceng melengak. "Benar Saudara Ban, kau membuat hatiku terbuka "
"Jikalau orang itu tidak membangun Seng kiong yang terselubung rahasia ituJikalau dia tidak menggunakan nama sama ran Sin Kun yang penuh tanda tanya itu, walaupun dia sangat tersohor kosen, dengan hanya menyebut she dan nama aslinya, tak nanti dia dapat membuat banyak orang, seperti tayhiap sendiri, suka bekerja mati matian untuknya"
"Benar, saudara Ban Mungkin tak terlalu sulit menerka siapa dia..."
"Diantara orang orang gagah pada tiga puluhan tahun yang lampau," berkata Ban Liang, "yang terutama ialah Thian Kiam Kie Tong dan Pa Too Siang Go. Akan tetapi mereka berdua telah melintasi jembatan Seng Su Klo dan sudah mengundurkan diri. Tak mungkinlah kalau mereka itu."
"Selain mereka berdua, masih ada ceng Gi Loojin..." "Tak mungkin dia" berkata Ban Liang.
"Kenapakah, saudara Ban" "
"ceng Gi Loojin sudah menutup mata dan kuburannya juga telah kita ketahui, bahkan kita telah mengambil golok emas Kim Too yang menjadi warisannya."
"oh, ya. Kim Too Bun kita toh berdasarkan golok emas itu"
"Kita memakai nama Kim Too bukan karena golok emasnya itu hanya karena namanya, ceng Gle. Dalam dunia Kang ouw masih banyak orang yang belum pernah melihat atau bertemu dengan pemilik golok emas itu akan tetapi namanya setiap orang mengetahuinya. Pula Cita Citanya menjunjung keadilan telah
membuat banyak orang yang mendapatkan atau menerima kebaikannya. Bukankah tepat kita pakai Kim Too golok emas untuk menjalankan ceng Gi keadilan" "
ciu ceng mengangguk. "Benar Dan dengan Kim Too kita membangun menyadarkan itu orang-orang gagah yang masih tidur nyenyak dibawah pengaruh Mo kiong Sin Kun.
Sebagai gantinya Seng kiong istana nabi atau dewa, jago ini menyebut Mo kiong istana hantu.
"Dan kitapun mengharap mereka itu nanti berbalik suka menentang dia..."
ciu ceng berdiam untuk berpikir. Lewat sesaat, ia berkata pula: "Selain Kie Tong dan Siang Go, aku belum pernah memikir lain orang lagi. Siapakah yang liehay seperti Sin Kun itu" "
Tiba tiba Ban Liang mengingat sesuatu, hingga nampaknya ia seperti terperanjat. cepat ia bertanya: "Saudara ciu, pernahkah kau melihat ceng Gi Loojin" "
"Pernah aku bertemu dengannya," sahut ciu ceng. "Dia beroman murah hati"
"Apakah ceng Gi Loojin mempunyai seorang sahabat yang paling karib" " ciu ceng berpikir.
"Aku tidak tahu," sahutnya kemudian.
"Mungkin sahabat karib itu telah berhasil memiliki ilmu ketabiban luar biasa mahir dari ceng Gi Loojin..."
"Siapakah orang itu" "
Ban Liang berdiam. Terang otaknya bekerja keras.
"Buat sekarang ini, sukar buat dikatakan. Sulit buat menyebut namanya. Jikalau ada seorang Seng kiong Sin Kun, lalu ada orang yang menyamar sebagai dia, maka dia itu..."
Sekonyong-konyong jago tua ini menghentikan kata-katanya, pada benak otaknya berkelebat sesuatu ingatan.
"Tunggu Aku akan tanya nona Hoan-.." Dan segera dia memutar tubuh, lari kekereta Soat Kun. Iapun segera berkata. "Nona, Ban Liang hendak menanyakan suatu hal"
Kereta Nona Hoan juga berhenti secara tiba tiba. "Apakah itu, Ban hu hoatse?"
keluar pertanyaan merdu dari dalam kereta. "Mohon tanya, nona, kita menuju kemana sekarang" "
"Ke Bu Tong San "
"Ban Liang ingin bicarakan satu urusan rahasia" kata Ban Liang
pula, perlahan sekali. "Dapatkah aku naik keatas kereta nona" " "Baik Silahkan"
Ban Liang menyingkap tendakereta, untuk berlompat naik.
Karena berhentinya kereta si nona, semua prajurit berbaju merah turut berhenti, mereka lalu mengelilingi kereta itu.
Hanya sekira sedaharan nasi, Ban Liang sudah melompat turun dari kereta itu. Terus ia menghampiri ciu ceng. Katanya berbisik: "Telah aku dapat perkenan Nona Hoan-Kita akan merubah tujuan kita."
"Kemanakah" " tanya siJenjang Kuning. "Tempat itu tidak ada namanya, letaknya di tegalan belukar."
ciu ceng tidak menanya jelas. ia tahu jago tua tidak mau menyebutnya. ia cuma batuk-batuk perlahan, lalu ia bertanya. "Kearah mana" "
"Ke utara " "Bukankah itu berarti balik kembali" "
"Tempat itu adalah terpisah yang tak begitu jauh dari tempat dibangunnya Liok Kah Tin. Dengan bulak balik ini kita juga akan
membuat Seng kiong Sin Kun pusing kepalanya menerka-nerka . . .
" "Baik" seru ciu ceng, yang terus mengulapkan tangannya.
Maka berbaliklah semua kereta dan kawanan serba merahpun tetap mengiringinya.
Kali ini Ban Liang berjalan kedepan-ciu ceng mengawasi kawan itu. Ia tahu bahwa orang berlaku sangat teliti, rupanya supaya tak sampai dia tersesat jalan.
Satu siang tidak terjadi sesuatu, diwaktu magrib, tibalah mereka disebuah tanah tegalan, di tepinya sebuah dusun.
"Kita akan segera tiba di rumah gubuk itu" Ban Liang membisiki ciu ceng.
"GUbuk apakah itu, saudara Ban" "
"Ah Bukankah telah aku katakan" Tempat itu sukar disebut namanya dan juga sulit buat diterangkan sejelas-jelasnya Sebentar saudara ciu, kau akan melihatnya dan mengerti sendiri"
"Sekarang apakah tindakan kita" " Oey Ho ciu Loo tanya.
"Kereta dan rombongan ditunda disini," Ban Liang memberitahu. "Lalu kau, saudara, memilih beberapa anggotamu yang Cerdik untuk mereka turut aku pergi kerumah gubuk itu buat melihat keadaannya."
"Bagaimana kalau aku ikut bersama" " "Kalau saudara turut, itulah lebih baik."
ciu ceng girang sekali. ia pun lalu memilih empat orangnya. Segera setelah itu, bersama Ban Liang, mereka bertindak kearah barat. Ketika itu cuaCa sudah remang remang. Sang ma lam lekas tibanya.
"Aku juga turut, dapatkah" " tiba tiba tanya Thio Giok-Yauw, yang melompat turun dari keretanya.
Ban Liang menggelengkan kepala. "Harap nona berdiam disini melindungi Nona Hoan-" ia menolak. "Nona Hoan menghendaki aku turut bersama kamu"
Ban Liang terCengang. "Benarkah itu" "
"Jikalau kau tidak perCaya, pergilah tanyakan sendiri" Sijago tua berpikir.
"Jikalau Nona Hoan yang menghendaki, nah, marilah."
Giok Yauw tersenyum. Tanpa mengatakan sesuatu, ia lalu mengintil.
Tujuh orang itujalan berlari-lari.
Ban Liang lari dimuka. Kira kira lewat dua puluh lie, tibalah mereka disebuah tempat terbuka dan sunyi dimana terdapat semak-semak rumput.
Disaat itu sang Putri malam lagi disaputi mega tipis, sinarnya rada guram, walaupun demikian, disana terlihat sebuah rumah gubuk yang mencil sendiri yang dikisari pohon dan rumput-rumput lebat.
"Saudara ciu, apakah kau telah melihat rumah atap itu" " Ban Liang tanya.
"Ya," sahut orang yang ditanya.
"Didalam rumah itu, didalam tanah, ada sebuah kamar rahasia. Aneh, hari ini rumah itu tidak ada penerangannya..."
ciu ceng sabar, ia tidak menjawab apa apa. Tidak demikian dengan Nona Thio.
"Mungkin orang sudah pindah" katanya. "Mari kita masuk saja melihatnya. Nanti baru kita bicara pula"
"Kita tak boleh sembrono," Ban Liang memperingatkan"Tapi, kita toh tak dapat berdiam, untuk menanti saja" " kata Nona Thio. "Sekarang ini keadaannya lain-.."
"Begini saja" kata Ban Liang akhirnya. "Aku akan masuk lebih dahulu, kamu menunggu disini."
Nona Thio yang binal dan jenaka tertawa.
"Jarum rahasiaku paling tepat untuk menyambut segala sesuatu," katanya. "Aku turut kau, bagaimana" "
Ban Liang kewalahan-"Baiklah" sahutnya. "Tapi ingat, nona, tak
dapat kau turun tangan keCuali setelah aku memberi isyarat"
"Asal mereka tidak mendahului, aku akan tunggu perintahmu Kalau aku didahului, pasti aku akan membalasnya"
"Sungguh nakal budak ini..." kata Ban Liang didalam hati. Lalu ia bertindak menuju kerumah atap itu.
Pintu pagar tertutup rapat, ada api penerangan, tidak terdengar juga suara apa-apa didalam rumah itu.
Giok Yauw tidak sabar. Ia menolak pintu pagar, terus ia nyeplos masuk "Ah, bocah ini" seru Ban Liang didalam hati. Iakhawatir. "Dia sungguh besar nyalinya"
Giok Yauw maju terus kedepan rumah. Ia melihat kedua belah daun pintu tertutup, Ingin ia memasuki rumah itu. Maka ia siapkan jarumnya di tangan kanan, sedangkan tangan kirinya dipakai meraba daun pintu itu, untuk ditolak menjeblak hingga terpentang. Kiranya pintu itu tidak dikunci atau dipalang.
"Waspada, nona" Ban Liang berbisik, mendampingi nona itu. Giok
Yauw khawatir dihalangi si jago tua, ia masuk terus.
Mendongkoljago tua ini tetapi ia membungkam, ia terus mengikuti.
"Apakah ada orang" " tanya si nona suaranya dingin, dan jarumnya tersiapkan.
Tidak ada suara apa apa dari dalam, walaupun pertanyaan telah diulangi hingga beberapa kali Ban Liang turut merasa heran, maka
ia merogoh sakunya, mengeluarkan sumbU, yang ia terus kibaskan, buat menjalankannya.
Diantara sinar api tampak meja didekat jendela. Meja ini penuh debu. Itulah pertanda bahwa gubuk telah lama dikosongkan dan tak pernah ada orang yang mendatangi.
"Sudah lama tidak ada bekas bekas manusia disini," berkata si nona.
Ban Liang pergi kepojok. untuk mengetuk ngetuk. Katanya: "Pintu ruang dalam tanah masih ada."
"coba kita buka dan lihat dalamnya" berkata pula si nona. Ban Liang memegang daun pintu dan menariknya.
Pintu itu terbuka dengan mudah, dari dalamnya menghembus dan denak.
"Ruang dalam tanah ini juga sudah lama dikosongkan," kata sijago tua itu.
"mari kita masuk untuk melihatnya," sinona mengajak. Ban Liang mengangguk.
"Nona tunggu disini untuk menantikan aku. Aku yang masuk." "Ah, aku yang masuk lebih dulu" kata sinona.
Tanpa menanti jawaban, Giok Yauw melompat turun kedalam
lubang, yang merupakan pintu untuk ruang didalam tanah itu.
Hati Ban Liang tidak tepat, ia segera melompat turun menyusul si nona itu. Selekasnya dia menginjak tanah, Giok Yauw bertindak turun.
Sumbu sijago tua sudah habis, maka ia mengeluarkan dan menyalakan yang lainnya. Dengan bantuan Cahaya api, mereka bisa melihat kesekitar kamar. Di dalam situ tampak belasan peti mati, yang teratur berbaris.
"Benar benar mereka sudah pindah" kata Ban Liang tak gembira. Giok Yauw menghampiri sebuah peti mati.
"Loocianpwee, maukah kau membuka satu peti untuk melihat isinya" " ia tanya.
"Boleh kita lihat, tapi jangan kita sembrono" sahut orang tua itu. Kali ini nona Thio tidak membawa adatnya, bahkan ia mundur dua tindak.
"Loocianpwee berbuat bagaimana" " tanyanya.
Ban Liang mengangkat tinggi apinya, ia mengawasi tajam ke arah peti mati-peti mati itu. Diatas peti mati ketiga ada sisa sebatang lilin. ia mengulur tangannya, mengambilnya untuk disulut, hanya ketika diletakkan pula, ia meletakkannya diatas peti mati yang kedua. "Nona, siapkan senjatamu" pesannya "Siap buat segala sesuatu."
"Debu diatas tutup peti mati itu tebal sekali, andaikata ada
orangnya, diapasti sudah lama menjadi mayat" kata si nona.
"Dunia Kang ouw banyak kegaibannya, nona," berkata si orang tua. "Tidak dapat kita tidak siap siaga. Silakan nona bersiap dengan senjata rahasiamu, aku akan buka peti mati ini. Asal ada sesuatu gerakan, segera nona menghadapinya,"
Giok Yauw tertawa hambar.
"Aku percaya pasti, kalau peti itu ada orangnya, mesti orangnya sudah mati" katanya pula. "Kalau loocianpwee begini kecil hati, baiklah aku menerima perintahmu"
Ban Liang berkata dingin: "Aku cuma memperingatkan kau, nona"
Si nona mengulur keluar lidahnya. "Eh, kau mengajari aku" " tanya dia.
"Mengajari tidak. nona, aku cuma memberitahu" orang tua itu berkata. "Di dalam dunia Kang ouw ada laksaan tipu daya, nona tidak boleh terlalu berbesar hati"
Berkata begitu, orang tua itu melangkah mendekati peti mati itu, dengan hati hati ia mengajukan tangan kanannya, diletakkan diatas tutup peti, setelah itu, ia mengerahkan tenaganya. Mendadak saja ia menolak dengan keras sambil ia melompat mundur. selekasnya tutup peti tergeser terbuka, ada sesuatu yang berbangkit Sama sekali diluar dugaannya Giok Yauw maka ia terkejut. Ban Liangpun heran.
Tapi si nona tabah, tak menanti sampai ia dapat melihat tegas tangan kirinya sudah diayun, maka menyambarlah suatu sinar kuning emas kearah benda itu dan mengenai den-tepat, hingga terdengar suara nancapnya.
Baru setelah itu, Nona Thio dapat melihat tegas. Itulah sebuah tengkorak berikut kerangkanya yang lengkap
"Heran Kenapa tulang belulang dapat bangun berdiri" " katanya, alisnya berkerut.
Ban Liang mengawasi tajam. Ia melihat kerangka itu diikat kepala bagian dalam tutup peti mati, karena tutup itu terbuka, kerangka itu jadi tertarik bangun duduk
"Hm" sinona mengeluh. "Kukira benar kerangka manusia dapat bangun sendirinya, Kiranya dia diikat dengan kawat."
Ban Liang mendekati peti mati itu. Ia bersiap siaga. Lebih dulu ia mengawasi bagian dalam peti mati, baru kepada kerangkanya. Ia menatap. mengawasi tajam, seperti ada sesuatu yang aneh dilihatnya.
"segala kerangka manusia, ada apa sih yang bagus dilihat" " berkata Giok Yauw.
"Tulang belulang ini aneh" " berkata sijago tua.
"Apanya yang aneh" " tanya sinona. "Kenapa aku tidak melihatnya" "
"coba telitikan, nona Bukankah kurang beberapa batang tulang iganya" "
Giok Yauw mengawasi. Benar pada dadanya sikerangka kurang masing-masing dua batang tulang rusuknya.
"Mungkin sudah terlalu lama, tulang itu copot dan jatuh kedalam peti," katanya.
"Jikalau benar copot sendirinya, tak seharusnya cuma copot dua
batang. Lihat saja didalam peti toh tak ada tulang rusuk lainnya" "
Sebelum Giok Yauw berkata pula, mereka mendengar suara ciu ceng: "saudara Ban, Nona Thio Dimanakah kamu" "
"Kami berada didalam ruang bawah tanah" Ban Liang menjawab. "Kamu tak kurang suatu apa, bukan" "
"Kami semua baik baik saja"
Dilain detik tampak Oey Ho ciu Loo memasuki bawah ruang tanah itu bersama dua orang pengikutnya. Dia heran menyaksikan kelakuan sijago tua dan sinona, yang tengah mengawasi kerangka didalam peti mati itu.
"Kenapa tak ada orang disini" " tanyanya.
"Ya, tinggal segala peti mati" sahutBan Liang. "coba saudara tengok tengkorak itu."
"Hm, segala tengkorak Apa sih yang bagus dilihat" " berkata pula Giok Yauw dingin. ciu ceng bertindak mendekati, ia mengawasi. Segera perhatiannya sangat tertarik.
Nona Thio mendongkol menyaksikan kelakuan dua orang itu, maka ia menghampiri sebuah peti yang lainnya.
"Saudara ciu," tanya Ban Liang, "kau lihat keempat tulang rusuk yang hilang itu. Apakah orang ambil dimasa mayat ini masih hidup"
" ciu ceng mengawasi tajam.
"Memang," sahutnya. "Tulang tulang itu dicopot semasa orangnya masih hidup,"
"Demikian juga anggapanku," Ban Liang berkata.
Tengah dua orang ini berbicara itu, mereka mendengar suara tajam dari Giok Yauw. Nona itu yang menjerit tertahan, tampak lagi berdiri melongo didepan sebuah peti mati yang tutupnya telah terbuka. Nampak sesuatu didalam peti mati itu... ciu ceng segera menghampiri.
"Ada apakah" " tanyanya.
"Lihat orang itu" jawab sinona. "Dia sudah mati atau masih hidup" "
Sungguh ruang dalam kamar itu sangat menyeramkan. Sudah banyak peti matinya, ada tengkorak manusia dan kerangkanya, juga sekarang ada penghuni peti mati yang entah masih hidup atau sudah mati. Api berkelap kelip Kalau orang yang bernyali keCil yang berada didalam ruang seperti itu.
ciu ceng batuk batuk. Didalam suasana sangat menegangkan itu, orang mesti berkepala dingin. Ia mend ekati peti mati untuk mengawasi tubuh rebah tak berkutik lagi.
orang itu adalah seorang yang bertubuh besar dan mukanya berewokan. Dia rebah dengan mata terbuka dan berCahaya seperti
mata orang hidup, demikian juga parasnya. Oey Ho ciu Loo
menggelengkan kepala. "Sungguh aneh Sungguh aneh" serunya.
"Apakah yang aneh" " tanya Ban Liang, yang bertindak menghampiri.
"orang ini mestinya telah berdiam lama di dalam peti mati ini, mengapa tubuhnya tidak rusak" " kata ciu ceng.
Ban Liang pun heran, dia mengawasi tajam.
"Tubuh orang ini telah diberi obat," katanya kemudian, "maka
juga... eh" Tiba-tiba ia berseru, lalu berhenti setengah jalan.
"Kenapa, saudara Ban" " tanya ciu ceng, menatap. Dia heran sekali.
"Saudara ciu, kau kenaikah orang ini" " jago tua itu balik bertanya. ciu ceng mengawasi mayat itu, kali ini luar biasa perhatiannya.
"Ah" serunya, mukanya berubah. "Inilah Sin Kun Hou-yan kun, ketua dari Pat Kwa Pay..."
"Benar Benar dia" Ban Liang membenarkan- Ia ingat baik baik
Hou yan Kun, si Tangan Malaikat Sin ciang dari partai Pat Kwa Pay.
"Mungkin tempat ini suatu Cabang dari Mo kiong sin Kun" " kata ciu ceng menghela napas.
"Saudara ciu, kau sudah lama berdiam didalam Seng kiong, kedudUkanmupUn tinggi," berkata Ban Liang, "andaikata kau tidak tahu jelas mengenai Sin Kun, mestinya kau ketahui banyak tentang rahasia rahasianya. Dapatkah kau melihat kalau-kalau disini ada sesuatu tanda atau lambang dari Seng kiong" "
ciu ceng meminjam api, dengan itu ia menyuluhi kesekitarnya. Akhirnya, ia menggeleng geleng kepala.
"Aku tidak melihat apapun juga," katanya. Ban Liang menarik napas masgul.
"Kalau Nona Hoan berada disini, pasti dia akan dapat melihat sesuatu..."
"Saudara Ban, semoga kau tidak mencurigai aku," berkata ciu ceng, sungguh sungguh. "Ingin aku jelaskan-Siapa masuk menjadi anggota rombongan Sin Kun, tidak saja ia dikekang dengan pelbagai maCam peraturan supaya orang tak dapat jalan untuk berontak atau berkhianat terhadapnya, juga kecuali tugasnya sendiri dia dilarang mencampuri tugas atau urusan lain orang, pantang tanya ini dan itu. Aku menjadi Oey liong Tong Cu, bawahanku ada beberapa ratus orang, diantaranya ada kira kira tujuh puluh yang ilmu silatnya baik, kedudukanku bukannya takpenting, tapi kecuali tugasku, aku tidak tahu apa-apa mengenai Seng kiong. Bahkan kami juga tidak jelas mengenai keadaan kaum Rimba Persilatan seumumnya."
"Jikalau begitu, takpeduli siapa, Sin Kun tidak mempercayainya" "
"Memang. Tongcu-tongcu lainnya sama dengan aku, apa yang mereka ketahui sangat terbatas. Sebegitu jauh yang aku ketahui, orang orang yang suka diajak berunding dalam urusan rahasia oleh Sin Kun cuma kira kira lima orang."
"Bagaimana dengan Seng kiong Hoa siang" " Giok Yauw tanya.
"Agaknya dialah istimewa. Biasanya Sin Kun muncul dengan pelbagai macam wajah, selama itu kebanyakan Hoa Siang mendampinginya. Rupanya Hoa Siang mengetahui rahasia tak sedikit."
"ciu Tayhiap tidak tahu banyak. percuma menanyakannya," berkata si nona, berpaling kepada Ban Liang. Dia bicara seCara polos, seenaknya saja. "Ruang ini berdebu dan bergalasi, sudah lama tidak ada penghuninya, maka aku pikir baiklah kita bongkar semua peti mati ini untuk melihat isinya, mungkin diantaranya ada yang menyimpan sesuatu rahasia."
Ban Liang setuju. "Nona benar," sahutnya.
"Loocianpwee terlalu memuji" berkata si nona, yang segera
mengulurkan tangan kanannya membuka tutuppeti yang ketiga.
Disitu rebah seorang perempuan dengan rambut panjang, tubuhnya dikerobongi selimut sulam, matanya rapat. Hanya diantara cahaya api, wajahnya tampak seperti orang hidup, segar bagaikan bunga. Terang bahwa mayatnya telah dibalsem.
"Nona, apakah isi peti itu" " Ban Liang bertanya. Dia tidak segera menghampiri.
"Seorang wanita," Giok Yauw jawab.
"Mayat seorang wanita" " ciu ceng menegasi.
"Dia rebah dengan selimut sulam, matanya dirapati, tenang sekali
tidurnya, hingga sukar dipastikan dia lagi tidur atau sudah mati..."
Ban Liang mendekati, habis mengawasi ia berkata. "Nona mundur, aku hendak menyingkap selimutnya itu."
Nona Thio menurut, dia mundur dua tindak.
Si jago tua batuk-batuk, ia mengulur tangannya kedalam peti mati. Ketika jeriji tangannya menyentuh selimut, mendadak ia menariknya kembali, sedang mulutnya ngoceh seorang diri, "Aku pikir tak usahlah kita menyingkap selimutnya... Dengan mengawasi mukanya saja, pasti kita akan ketahui dia masih hidup atau sudah mati..." sambung si jago tua lagi.
Berkata begitu orang tua ini mengangkat lilin, dibawa kedalam peti mati, untuk didekatkan kepada muka wanita itu.
Mata nona itu tidak tertutup rapat seluruhnya, dan kulit mukanya putih pucat hingga tak ada setetes jua darahnya.
"Saudara ciu, apakah kau kenal wanita ini" " tanya ia sambil
menoleh. Dan ciu ceng yang turut mengawasi, menggeleng kepala.
"Tidak^" sahutnya, memberi penjelasan-Ban Liang menghela napas. "Rupanya dia sudah mati..."
"Seseorang rebah didalam peti mati. entah sudah berapa lama, mesti dia telah mati," berkata si nona, tak sabaran-"Kau sudah mengawasi setengah harian, apa begini saja yang kau lihat" " katanya, dan Ban Liang batuk perlahan"sebenarnya tak leluasa untuk aku menyingkap selimutnya," kata si jago tua akhirnya.
"Hm" berkata si nona, "Lebih baik akulah yang melihat Nah, kalian mundurlah."
Si jago tua melengak. lalu ia mundur. Memang ia ragu-ragu, orang itu wanita, tak peduli dia hidup atau mati, kalau tubuhnya telanjang, pasti ia lihat sendirinya. Perbuatan itu pasti kurang pantas juga.
Giok Yauw lalu maju, terus ia mengulur tangannya yang kulitnya putih halus, untuk menyingkap selimut. Dan baru ia melihat, ia sudah mundur parasnya berubah. "Dialah seorang wanita hamil" kata sinona
"Apa" Wanita hamil" " Ban Liang menegaskan berulang-ulang. "Kalau begitu, dia pasti masih hidup, Hanya anaknya... anaknya sudah..."
"Tenang, nona," ciu ceng turut bicara, "bicaralah perlahan-lahan" "Wanita itu telah dibelek perutnya dan anaknya telah diambil " "Sungguh kejam" seru Ban Liang sengit.
ciu ceng bagaikan ingat sesuatu, ia diam berpikir. Ketika ia mau bicara, ia menarik napas lega. Kemudian ia berkata seorang diri. "Benar... benar... mesti ada sangkut pautnya."
"Saudara ciu, apakah katamu" " tanya Ban Liang. "Maukah engkau memberi penjelasan" "
"Selama di Seng kiong, pernah aku mendengar orang bicara soal mengambil bayi yang umurnya sudah cukup tapi belum sampai lahir"
"Buat apakah bayi macam itu" "
"Itulah tidak jelas bagiku. Sekarang ternyatalah tempat ini ada sangkut pautnya dengan Seng kiong "
Giok Yauw menutup tubuh siwanita malang.
Bagaimana kalau kita buka semua peti mati disini" " dia sarankan. "Pikiranmu bagus, nona. cuma kita harus bekerja dengan teliti."
Giok Yauw segera menggerakkan tangan kanannya. Ketika peti mati yang keempat terbuka dan ia melongok dalamnya, mengeluarkan seruan heran keCele. peti mati itu kosong Ban Liang menghampiri, ia melihat peti mati kosong itu, setelah itu ia mendekati peti mati yang kelima, yang ia terus buka tutupnya dengan tangan kanannya, lalu ia melengak peti mati itu berisikan seorang pemuda beroman gagah, yang pun seperti masih hidup, Yang luar biasa, yang sangat mengherankan, potongan tubuh dan romannya mirip sekali dengan coh Siauw Pek Bukan main kaget si
jago tua. Setelah sadar segera ia mengulur tangannya untuk meraba dada dan nadi orang itu. Nadi dan jantung sudah berhenti bergerak gerak. Tubuh itupun sudah dingin bagaikan es. Giok Yauw heran melihat kawan itu tertegun.
"Apakah isi peti mati itu" " tanyanya. "Loocianpwee, kenapa kau diam saja" "
"Nona, lihatlah lekas" menjawab sijago tua.
Nona Thio bertindak mendekati, selekasnya dia melihat kedalam peti mati, diapun melongo. ^
"Oh, sungguh mirip." serunya.
"Tidak salah" kata Ban Liang kemudian-"Ilmu ketabiban dari ceng Gle Loojin telah orang dapati seluruhnya orang pandai menyalin rupa orang lainnya"
"Aku mengerti sekarang" berkata Giok Yauw "Dengan berbuat begini, menyalin roman muka orang, dia hendak mengaCaukan penglihatan mata serta pendengaran kita." ciu ceng heran, beberapa lama dia berdiam saja.
"Kau benar, nona," Ban Liang berkata pula. "Hanya kali ini dia tak
berhasil, dia gagal Kenapa dia meninggalkan semua mayat ini" "
Jago tua itu mengangkat tinggi lilinnya, ia tetap menyuluhi. Bersama sama nona Thio, masih ia mengawasi mayat pemuda yang mirip dengan Siauw Pek itu.
"Sungguh mereka pandai," kata si nona kemudian, menghela
napas perlahan. "Coba mayat ini mayat, pasti kita sukar
membedakan mana bengcu yang tulen dan mana yang palsu..."
"Inilah hebat" berkata Ban Liang. "Kita mesti lekas lekas memberi kabar pada Nona Hoan, supaya ia cepat mengambil tindakan guna mencegah terlaksananya akal bulus pihak lawan ini."
Giok Yauw membenarkan pikiran orang tua itu. "Mari kita cobacuka peti mati yang keenam,"
sijago tua berkata kemudian-"Anehnya, entah obat apa itu yang


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka gunakan..." kata Nona Thio, yang terus mendekati peti mati
keenam, untuk segera diangkat tutupnya. Lagi lagi si nona kaget.
peti mati itu ada isinya, dan isi itu ialah Seng Su Poan Ban Liang,
hanyalah Ban Liang ini rebah tak berkutik, mati bagaikan hidup,..
"Ban Loocianpwee, lekas lihat" seru sinona "orang ini sangat mirip dengan loocianpwee"
Ban Liang menghampiri untuk mengawasi mayat itu, lilinnya didekatkan. ia lalu mengerutkan alisnya.
"Liehay Liehay, serunya kagum. Sungguh liehay kepandaiannya. Tidak kusangka kepandaian dari ceng Gle Loojin telah digunakan orang untuk maksud sejahat itu. ciu ceng, yang turut mengawasi mayat itu, menggeleng geleng kepala.
Giok Yauw yang telah hilang herannya, membuka lain lain peti mati lagi, hanya kali ini, ia tak usah bertegang hati Semua sisapeti mati itu kosong tak ada isinya.
"Mari kita pergi," Ban Liang mengajak. "Tak dapat kita berdiam lama lama disini. Tempat ini harus dibakar musnah"
"Menurut aku, ciu ceng mengusulkan, baik kita minta nona Hoan datang kemari untuk ia menyaksikan sendiri, agar kemudian ia dapat memikir bagaimana harus berdaya menghadapi lawan yang lihay itu."
"Tak usah," kata Ban Liang. "Kita pulang dan memberi keterangan kepada nona Hoan, itupun sudah Cukup,"
Maka bertiga mereka berkumpul jadi satu, sijago tua bersiap untuk mulai menyulutkan lilin Tetapi...
Mendadak saja dimulut jalanan keluar mengepullah debu hebat menyusuli suatu suara barang berat jatuh ketanah, ketika tiga orang itu telah tertutup pintu besi. Sebab itulah pintu rahasia, yang jatuh dengan mendadak menutup jalan keluar itu Selagi suasana sangat mengagetkan itu, juga dengan mendadak itu mereka mendengar
suara tawa yang menyeramkan dan menggiriskan hati, hingga bulu roma mereka berdiri Ban Liang dapat lekas menenangkan hatinya. Dia meletakkan lilin diatas peti mati. "Siapa" " ia menanya.
Sebagai jawaban terdengarlah suara perlahan dari menggelindingnya roda-roda dari sebuah kereta, yang muncul dari sebuah pojok yang tak diperhatikan mereka itu.
Ban Liang menoleh dengan cepat. Maka mereka melihat kereta itu, sebuah kereta yang dijalankan dengan bantuan kedua belah tangan, duduk seorang tapa daksa yang aneh romannya selain dia telah kehilangan dua belah kakinya dan rusak wajahnya, tubuhnyapun kurus kering dan tangannya bagaikan linting. Dengan kedua tangannya yang kecil itu dia membuat keretanya berjalan perlahan-Dimata Giok Yauw, roman orang itu lebih menakutkan daripada mayat-mayat didalam peti mati tadi, hingga walaupun dia bernyali besar, ia toh mengeluarkan seruan tertahan dan mundur dua tindak.
"Berhenti" membentak ciu ceng, yang terus menyiapkan pedangnya.
Sitapa daksa itu menghentikan keretanya, lalu dia berkata: "TUan tuan, jikalau kamu membunuh aku, kamupun jangan memikir lagi untuk dapat keluar dari dalam tanah ini, kamu bakal mati kelaparan, hingga penderitaan kamu tak akan kalah hebatnya daripada penderitaanku situa"
Berkata begitu, dia tertawa, suaranya sangat membuat hati orang berdebar. Ban Liang batuk-batuk.
"Kau siapa tuan" " tanyanya sabar, "kenapa kau berada disini" Mengapa kau berCaCad begini" "
orang itu tertawa dingin-"Aku situa tak perlu prihatin kamu" katanya ketus.
"Dia berCaCad tapi tabiatnya aneh" pikir Ban Liang. ia menyabarkan diri dan bertanya pula^ "Selayaknya saja aku
menanyakan kau, tuan-Tak ada maksud jahat dari kami." orang itu
menyapu ketiga orang itu, sinar matanya mencilak bengis.
"Andaikata kamu bermaksud jahat, habis mau apa kamu" " tanyanya. "Apa yang kamu bisa bikin" "
Tabiat Giok Yauw mulai kumat.
"Hei, kaupakai aturan atau tidak" " tegurnya.
"Jikalau orang dikolong langit kenal aturan tak akan aku bercacad begini" kata orang itu keras.
"Toh bukan kami yang menganiaya kamu" berkata nona Thio. orang itu menatap bengis kepada sinona.
"Kau benar juga Tapi sekarang ini cuma terhadap kamu yang aku bisa membalaskan sakit hatiku"
"Kenapa begitu" Toh bukan kami yang menyiksa kamu" berkata pula Giok Yauw.
"Jikalau kamu bakar tempat ini, bukankah kamu akan membuat aku mampus" " kata orang tua itu gusar.
"Diwaktu kami mau membakar, kami tak tahu adanya kau disini" Giok Yauw menerangkan. Sianeh menghela napas.
"kau benar juga " katanya, akhirnya. "Sayang sudah terlambat."
" Kenapa kah terlambat" " Ban Liang tanya.
"Telah aku lepaskan pintu rahasia itu Bukankah itu berarti terlambat?"
"Kau memang telah menurunkannya," kata Giok Yauw "Tapi apakah kau tak bisa mengangkatnya naik pula?"
orang aneh itu menggeleng kepala.
"Tidak" sahutnya. Mereka itu mengatakan kepadaku, asal pintu sudah diturunkan, tak dapat diangkat naik pula"
"Bagus betul" teriak sinona gusar. "biarlah, kami temani kamu mampus dibakar. Hendak aku lihat, kalau kita semua mampus, apakah faedahnya untukmu "
Mendadak saja, orang aneh itu tertawa terbahak bahak. Hanya suara tertawa itu tak sedap untuk telinga, tawa itu bagaikan suara burung malam yang mengulum sedih.
Giok Yauw gusar sekali, hendak dia membentak^ tapi mendadak tampai siorang tua mengucurkan air mata deras, terus tawanya berubah menjadi tangis.
Sendirinya hati sinona menjadi berubah tak tenang, lalu timbul rasa kasihannya. Ia menghela napas duka.
"Sudah, jangan menangis," ia menghibur. "Kau telah dianiaya orang menjadi begini rupa, karena tanpa kau sadari, kau telah menurunkan pintu rahasia itu. Kau berbuat diluar tahumu, tak usah kau berduka." orang tua itu berhenti menangis.
"Eh, anak perempuan, hatimu baik," katanya yang berubah lagi suaranya, tak kasar seperti semula. "Mari kau akan aku ajari kau beberapa jurus ilmu silat"
Giok Yauw melengak. "Kau aneh" Pikirnya, "kau bercacad, kedua kakimu telah dikutungi orang, setiap saat keselamatan jiwamu tak terjamin, bagaimana kau hendak mengajari aku ilmu silat" "
Tapi mata situa mengawasi tajam, agaknya ingin sangat ia memberikan pelajarannya. Melihat itu, tak tega hati nona Thio. Terpaksa ia memberanikan diri bertindak menghampiri. Sedikitnya ia jeri juga ...
Ban Liang pun heran, hingga ia berkata: "Tuan, kau bercacad, syukur kau masih hidup. Jikalau kau bukannya memiliki kepandaian luar biasa, mana dapat kau mengajari orang ilmu silat" "
orang tua itu menengadah langit-langit rumah dalam tanah itu. Dia berpikir keras.
"Inilah karena loolap yang harus disesalkan," berkata dia. Tapi ia menyebut diri loo-hu, si orang tua, sekarang ia menukarnya dengan loolap. Loolap ialah sebutan diri untuk pendeta Buddhist yang sudah tua
"Loolap telah menerima murid yang tidak keruan hingga loolap berkesusahan begini rupa... Ah, tahun tahun dan bulan bulan, telah loolap lupakan... Musim panas dan musim dingin telah berganti ganti, bulan dan matahari telah berputar putar, jikalau loolap ingat ingat, mungkin belasan tahun sudah berlalu..."
Kembali Ban Liang dibuat heran-"Tuan, kau menyebut diri loolap. sebenarnya siapakah kau" " ia bertanya.
Si orang tua menatap pula ketiga orang itu, bergantian dari Ban
Liang kepada Giok Yauw dan ciu ceng, lalu kepada sijago tua lagi.
"Jikalau loolap sebut nama suciku, mungkin kebanyakan orang Rimba Persilatan mengenalnya," sahutnya.
"Tolong suhu menyebut nama sucimu itu" " Ban Liang minta. "sebutan suci loolap ialah Han In..^"
"Han In Taysu" ..." Ban Liang meneruskan heran- "Tidak salah" sahut orang tua itu. "Loolap memang Han In" "Jadi suhu ialah Han in Taysu, ketua Ngo Bie Pay yang dahulu" " Si orang tua menatup,
"Mungkinkah didalam Rimba Persilatan dijaman ini ada lain pendeta yang bernama Han In,?" dia tanya.
"Tetapi... bukankah suhu sudah lama menutup mata" "
"Ah, dengan nasib begini..." sahut pendeta itu. "Memang, loolap hiduppun seperti sudah mati..."
"Bukankah suhu telah terbinasa dipuncak Yan in Hong digunung Pek Ma San" " Ban Liang bertanya pula, melit. Ini disebabkan
herannya yang tak habisnya. Sinar kedua mata pendeta itu memain tajam Dia menatap jago tua itu.
"Kau siapakah, tuan" " tanyanya. Sekarang dialah yang balik bertanya.
oleh karena ia percaya keterangan pendeta itu, hingga ia mengetahui bahwa dialah ketua Ngo Bie Pay yang tersohor, yang harus dihormati Ban Liang merubah sikapnya sebelumnya menjawab, ia mengangkat tangannya untuk memberi hormat.
"Aku yang rendah ialah Ban Liang," sahutnya, sabar. "Akulah yang dunia Kang ouw sebut Seng Su Poan..." Han in mengawasi, agaknya ia berpikir.
"Rasanya pernah loolap mendengar namamu ini..." katanya.
"Ah..." Ban Liang mengeluh, "Taysu, semua orang Rimba Persilatan mengaggap taysu bersama-sama ketua ketua Siauw Limpay, Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay, telah terbinasa dipuncak Yan in Hong. karena mana telah terbit gelombang dahsyat, yang menyebabkan rombongan Pek Ho Bun terbinasakan-Sebab di dalam waktu satu malam, mereka sudah dibasmi habis oleh orang orang liehay dari sembilan partai besar serta keempat bun, ketiga hwee kedua pang. Peristiwa itu diketahui oleh dunia tetapi taysu, apakah taysu tidak tahu" "
"Didalam rapat di Yan In Hong pada bulan tujuh tanggal lima belas itu memang loolap turut hadir," berkata pendeta dari Ngo Bie San itu, "akan tetapi waktu itu loolap telah dirobohkan dan tak sadarkan diri dengan pengaruh hlo yang mengandung obat pulas, setelah mana loolap terus disiksa dan dikurung hingga selanjutnya loolap mesti hidup ditempat ini dimana tidak tampak langit. Sebenarnya ada apakah sangkut pautnya loolap dengan Pek Ho Bun itu" "
"Sungguh suatu penasaran yang hebat" berkata Ban Liang. "Ah, sayang bengcu tidak ada disini."
"Siapakah bengcu itu" " ciu ceng tanya.
"coh Siauw Pek orang satu satunya kaum Pek Ho Bun yang masih hidup setelah dikepung kepung musuhnya yang kejam yang memusnahkan Pek Kee Po" ciu ceng bagaikan baru sadar.
Ia menepuk belakang kepala. "Adakah dia itu anak muda yang terluka" " tanyanya. "Tidak salah"
"oh, saudara Ban" seru siJenjang Kuning, mengeluh dan penasaran-"Kenapa saudara tidak tadi tadi memperkenalkan aku padanya hingga sampai sebegitu jauh aku jadi sudah berlaku kurang hormat padanya" "
"Sekarang ini," Giok Yauw menyela, "paling perlu memikirkan dahulu untuk keluar dari ruang dalam tanah ini. Jika kita tak bisa keluar perCUma kita ketahui siapa Sin Kun itu"
"Nona benar," berkata ciu ceng.
"Taysu," Ban Liang tanya sipendeta, "kenapa taysu berdiam disini" Tentu juga ada sebabnya yang luar biasa atau menarik hati, bukan" " Han In Taysu mengangguk.
"Itulah hal yang banyak minta waktu untuk menceritakannya," sahutnya.
"Benar," berkata Ban Liang pula. "Sekarang paling benar kita
bicara soal keluar dari kurungan ini. Apakah taysu tahu jalannya" "
"Sebegitu jauh yang loolap tahu, tidak ada jalan buat
mengangkat atau menyingkirkan pintu besi..." sahut Han In masgul.
Ban Liang bertindak mendekati tembok. Ia mengetuk ngetuk beberapa kali, terus ia menggeleng gelengkan kepala.
"Tembok ini sangat tebal dan keras dan terpendamnya sangat dalam. Nampaknya sangat sukar buat keluar dari sini..." ciu ceng memandang tajam pintu besi itu "Tapi aku perCaya pasti ada rahasianya untuk membuka pintu ini," katanya. "Asal kita berlaku sabar mencari pesawat rahasia itu."
Ban Liang menghela napas, matanya mengawasi sisi lilin-"Lilin ini paling tahan juga kira-kira sesantapan nasi. Selekasnya lilin habis
atau apinya padam, ruang ini bakal menjadi gelap gulita hingga lima buah jari tangannya pun tak akan tampak lagi. Di dalam gelap. bagaimana kita bisa mencari alat rahasianya" Pasti sukar..." Han In juga menghela napas.
"Ketika mereka meninggalkan loolap disini mereka menyediakan
banyak sekali bahan makanan," katanya, "sekarang sisa barang
makanan itu masih ada, buat kita, cukup untuk beberapa hari lagi."
Berkata begitu, pendeta tua ini mengawasi Giok Yauw, kemudian ia melanjutkan pula "Sebenarnya, selama sepuluh tahun lebih, mereka telah memindah-mindahkan loolap tak putus-putusnya, baru paling belakang loolap dipindahkan dan dikurung disini. Sesungguhnya hidup semacam ini membuat orang putus asa, lebih baik mati daripada hidup tersiksa. Tetapi kalau loolap masih belum nekad menghabiskan jiwa tuaku ini, karena masih ada sesuatu yang belum terlampiaskan-.."
Ban Liang batuk batuk, "Asal kita dapat makan beberapa hari lagi, jangan kita berputus asa," katanya. "Aku percaya Nona Hoan dapat menolong kita keluar dari sini. Maka itu, taysu, lebih baik taysu menutur dahulu tentang dirimu"
"Mereka itu mengurung dan menyiksa loolap maksudnya ialah untuk memaksa loolap memberitahukan mereka rahasia ilmu silat istimewa dari Ngo Bie Pay..."
"Apakah taysu masih ingat siapa atau siapa-siapa yang memaksa taysu itu" " tanya ciu ceng menyela, turut bicara.
"Pemimpin mereka itu sering muncul dengan bermacam wajah dan dandanan, sebentar dia berjanggut, sebentar dia menjadi seorang pemuda, walaupun begitu, loolap telah mencoba perhatikan sesuatu menjadi ciri-cirinya. Nyatanya dialah satu, dan beberapa puluh macam penyamarannya itu hanyalah untuk mengelabuhi mata orang guna membuat orang bingung karenanya"
Ban Liang menghela napas.
"Jikalau begitu benarlah Seng kiong Sin Kun itu ada manusianya" katanya. "Dapatkah taysu ingat ciri-ciri orang itu" "
"Karena dia biasa menyamar itu, loolap jadi memperhatikan gerak geriknya," semangatnya menjawabnya Han in, "Asal loolap dapat melihat dia bicara dengannya beberapa patah kata, pasti loolap mengenalinya," katanya
JILID 32 "Dan jadi taysu cuma mengingat saja, tak dapat taysu melukiskannya" berkata Seng Su Poan si Hakim Penuntut Hidup Mati.
"Benar. Sudah beberapa puluh kali dia memeriksa loolap. saban- saban dia mengompes hebat. Pernah karena saking tak tertahankan, loolap membocorkannya juga . Tapi, justru karena itu, terbukalah hati loolap mengerti sempurna rahasianya ilmu silat itu. Tadinya, sebelum loolap dikurung, selama tiga tahun loolap meyakinkannya, tak pernah loolap berhasil menangkap maksudnya yang asli, yang dalam. Sekarang tidak, dadaku telah terbuka." Ia menghela napas lega. "Itulah warisan ilmu silat istimewa dari Ngo Bie Pay, yang tersimpan selama seratus tahun lebih, maka selanjutnya tak ingin loolap membuatnya lenyap atau terlupakan pula"
"Maksud loocianpwee" " Ban Liang tanya.
Han in mengawasi ciu ceng, lalu Giok Yauw dan lalu sijago tua.
"Loolap hendak mewariskan ilmu silat itu kepada salah seorang diantara kamu bertiga," katanya kemudian"Inilah soal besar, taysu," berkata Ban Liang. "Baiklah taysu yang memilih sendiri."
Ketua Ngo Bie Pay itu menatap pula Nona Thio. Katanya, "Nona ini berusia paling mudaia juga berbakat balk sekali, ia tepat menerima pelajaran dari aku..."
"Ilmu silat apakah itu, taysu" " Giok Yauw tanya. Ia teliti, tak mau ia menerima sembarang kepandaian.
"Dua rupa ilmu istimewa partai kami," menyahut sipendeta tua.
"Itulah Hui kiong Sam Kiam dan Thian Hong Su ciang."
Mendengar nama-nama Nona Thio tersenyum. "liong Kiam Hong ciang, itulah nama-nama bagus" katanya, gembira. "Aku juga ingin mempelajari itu. Hanya, apakah aku mesti mengangkat kau menjadi guru" " ia bertanya setelah ia berdiam sejenak.
"liong Kiam" ialah "Pedang Naga" dan "Hong ciang" berarti "Telapak burung Hong" (phoenix) maka itu "Hui liong Sam Kiam" ialah "Tiga Jurus Pedang Naga" dan "Thian Hong Su ciang" yaitu "Empat Jurus (burung) Hong Langit".
"Tak usah kau mengangkat guru lagi," berkata Han In. "cuma ada satu permintaan yang loolap harap kau suka menerimanya dengan baik."
"Apakah itu taysu" Taysu hendak menurunkan ilmu pedang dan tangan kosong, mungkin..." berkata si nona.
"Permintaanku mudah saja: Setelah nona menerima pelajaranku ini, itu cuma dapat dipakai menentang musuh, tidak dapat diajarkan diturunkan lagi kepada lain orang..."
"Baiklah, suka aku berjanji. Masih ada apa lagi" "
"Itulah ilmu silat pusaka Ngo Bie Pay yang diperuntukkan membela kehormatan gunung kami, maka itu kelak dibelakang hari, nona mesti mengembalikannya pula kepada partai kami"
"Apakah aku mesti mencukur gundul rambutku guna menjadi
pendeta wanita, supaya aku menghamba kepada partaimu itu" "
"Itulah tak usah, nona. cukup kalau dibelakang hari, sesudah dunia Kang ouw atau Rimba Persilatan aman dan damai, ilmu silat
itu nona turunkan kepada ketua kami. Itu artinya bahwa ilmu silat kami telah dikembalikan kepada partai kami."
Giok Yauw berpikir. Ia berkata: "Nampak taysu sangat prihatin, seperti juga Liong Kiam dan Hong ciang liehay luar biasa. Benarkah itu" "
"Bukannya loolap takabur, nona," menjawab si bhiksu, "Dijaman
ini, mungkin sukar buat mencari beberapa saja ahli silat yang dapat
menyambut ilmu ilmu pedang dan tangan kosong partai kami itu..."
"Benarkah itu" " kembali si nona tanya, melit. Han In tidak kurang senang hati, sebaliknya dia tertawa.
"Detik ini detik apakah, nona" Masihkah loolap mempunyai kegembiraan untuk bersenda gurau denganmu" "
Si nakal tersenyum. Segera ia menghampiri pendeta itu untuk memberi hormat.
Han in segera berkata kepada Ban Liang dan ciu ceng: "Tuan tuan, silakan kamu pergi mencoba mencari perkakas perkakas rahasia yang dapat membuka pintu besi itu, loolap sendiri hendak sekarang juga memberikan pelajaranku kepada nona ini"
"Silakan, taysu" berkata ciu ceng memberi hormat. Mata Han In segera dialihkan kepada Giok Yauw.
"Mari kita pergi kepojok sana," katanya. "Liong Kiam dan Hong ciang luar biasa sulitnya, jikalau nona tidak dapat memusatkan tenaga pikiranmu, aku khawatir kau gagal."
Berkata begitu, pendeta ini menggunakan kedua tangannya membuat keretanya Cepat pergi.
"Akan aku tolak kereta suhu" kata Nona Thio.
Sudah belasan tahun Han in belum pernah mendapat pelajaran seperti ini, tanpa merasa ia menoleh kepada ini murid baru dan tersenyum. Ia puas sekali.
Hati si nona bercekat. Senyuman pendeta itu bagaikan menutupi
cacadnya. Tapi ia berhati tetap, ia berlaku tenang, maka tak
perubahan apa juga pada wajahnya. Ia mendorong kereta guru itu.
Sementara itu ciu ceng dan Ban Liang saling mengawasi, lalu keduanya pergi kepintu besi, untuk mulai dengan teliti sekali. Tapi tak lama, mereka sudah terbenam didalam kegelapan-Lilin mereka padam apinya. Sijago tua menghela napas.
"Saudara ciu," katanya, "aku masih menyimpan tiga batang
sumbu tetapi kekuatannya itu pun cuma waktu sesantapan nasi..."
"Simpan saja, saudara Ban," berkata ciu ceng. "Kita pakai bila sudah sangat perlu"
Ia menghela napas, baru ia menambahkan-"Menurut dugaanku, tak besar pengharapan kita untuk mendapatkan rahasia pesawat pembuka pintu besi ini. Aku pikir kita toh harus menanti datangnya Nona Hoan guna menolong kita..."
Ban Liang tidak segera menjawab, hanya ia berpikir. "Sukar buat diterka kalau kalau Nona Hoan sanggup membuka pintu ini, walaupun demikian, mesti aku perkuat keperCayaan orang she ciu ini terhadap nona ini" Maka ia lalu tertawa terbahak bahak dan berkata,
"Nona Hoan sangat Cerdas dan pintar, aku perCaya dia bakal dapatjalan membuka pintu ini"
"Memang. Akupun, jikalau aku tidak perCaya kepandaian nona itu tak berani aku meninggalkan Seng kiong Mo Kun untuk berbalik mengikutinya" Ia batuk batuk perlahan-Rupanya ia menganggap kata katanya itu kurang tepat atau terlalu lemah, maka ia menambahkan. "Bukannya aku takut mati tetapi aku mengerti telur tak dapat melawan batu, atau kesudahannya pastilah kegagalan atau kekalahan. Aku memikir buat menggunakan tenaga yang aku masih punya buat melakukan sesuatu buat kebaikan Rimba Persilatan Itulah hal yang telah lama aku nantikan-.."
"Walaupun demikian, saudara kita tidak boleh mengharapkan Nona Hoan saja Mari, sebelum si nona sampai, kita gunakan waktu kita sebaik baiknya."
"Kau benar, saudara Ban. Nanti aku panggil kedua perwiraku,
supaya merekapUn membantu mencari pesawat rahasia itu"
Berkata begitu, siJenjang Kuning menghampiri pintu. Kendati juga ruang sangat gelap. sesudah berdiam sekian lama, matanya bisa menerka-nerka dan melihat bagaikan orang lamur.
Kedua perwira itu sedang berdiri tertegun dimulut jalan keluar.
Dengan suara perlahan, ciu ceng berkata kepada dua kawan itu: "Pintu besi ini sudah diturunkan, buat sementara tentulah tak bakal ada musuh yang datang kemari, dari itu, saudara saudara, tolong kamu membantu kami mencari pesawat rahasianya, supaya kita dapat membuka atau mengangkat naik pintu ini..." Dua kawan itu menyahuti, segera mereka bekerja.
Ban Liang bekerja dengan sabar dan teliti, akan tetapi didalam hatinya ia perCaya bahwa usaha mereka ini adalah bagaikan orang mencari jarum didasar laut. Ia bekerja melulu guna bantu memperkuat semangat si orang she ciu dan kedua perwira itu, agar mereka tidak menyesal dan keCewa mengikuti Kim Too Bun.
Lama juga mereka sudah mencari Cari, Ban Liang masih belum berhasil. hingga diam-diam ia khawatir ciu ceng bertiga nanti kalah semangat. Ia mencari terus.
Didalam ruang dalam tanah itu orang tidak dapat melihat matahari atau rembulan, tidaklah heran kalau orang juga tidak tahu hari dan tanggal-bulan, siang atau malam. ciu ceng mencari terus dengan rajin, ia menelan contohnya Ban Liang.
Lewat lagi beberapa lama, akhirnya sijago tua yang berbicara juga . Ia minta Oey Ho ciu Loo menunda dahulu.
"Han In Taysu benar waktu ia mengatakan mungkin pintu besi ini tidak ada jalannya untuk menyingkirkannya," kata ciu ceng.
"Saudara ciu, coba kau kira-kira, sudah berapa jam kita berada didalam sini" " Ban Liang tanya.
"Mungkin sudah satu hari satu malam."
"Apakah kau telah merasa lapar" "
"Ya, mulai sedikit."
"Baik kita cari Han In Taysu, untuk minta barang makanan, habis itu kita baru melanjutkan usaha kita ini. Kitapun perlu berunding pula..."
"Kita sudah hilang satu hari satu malam, mestinya Nona Hoan
telah mengetahui pula." berkata ciu ceng, seolah merasa keCewa.
"Memang Mungkin sekarang ia berada diluar pintu ini dan sedang bekerja mencari pesawat rahasia seperti kita ini..."
ciu ceng menoleh kepojok dimana Han in berada bersama Nona Thio. Ia berpikir, lalu ia berkata: : "Sinona sedang silat, mungkin sekarang saatnya yang sangat penting, baik kita jangan mengganggunya..."
Belum berhenti suara siJenjang Kuning, tiba tiba mereka mendengar tawa yang dingin hingga mereka terkejut, lalu mereka menoleh kearah darimana suara itu datang.
"Siapa disana" tegur Ban Liang.
Tidak ada jawaban, ada juga suara yang halus: "ciu congcu, orang siapakah yang memberontak dan berhianat terhadap Sin Kun pernah memperoleh kesempatan lolos dari kematian" "
"Seng kiong Hoa Siang" seru ciu ceng.
"Benar" jawab suara tadi. "Bukan cuma punco yang berada disini tapi juga Sin Kun sendiri. Tentang penghianatanmu telah punco kirim warta burung untuk melaporkannya. Sin Kun gusar sekali, akan ia segera datang dengan mengajak Hu kee Pat Tong, sebentar sebelum matahari selam, ia akan tiba disini"
"Hu kee Pat Tong" ialah delapan bocah pengiring pelindung Seng kiong Sin Kun.
Didalam gelap itu sayup sayup Ban Liang mendengar gerakan tubuh bergemetar dari Oey Ho ciu Loo, yang rupanya gentar hatinya mendengar bakal tibanya bekas pemimpinnya, sedangkan kedua kiamsu berdiri mematung. Baru sesaat kemudian ketiga tiganya sama sama bertindak mundur kedinding.
"Nona" Ban Liang segera memperdengarkan suaranya. "Nona, suaramu terang dan jelas, kau tentunya berada didalam ruang didalam tanah ini" "
"Tidak salah" sahut Hoa Siang dengan suara yang tinggi nadanya.
Berbareng dengan itu, tiba tiba dari satu pojok ruang tampak satu sinar kecil lima dim persegi, yang serupa seperti sebuah lubang angin. Ban Liang terkejut pula.
"Kiranya ruang ini berhubUngan dengan ruang lain-.." pikirnya.
Terdengar pula suara Hoa Siang: "Perihal kamu terkurung disini, si budak perempuan she Hoan telah mengetahuinya dan sekarang ini dia dan rombongannya berada diluar ruang dalam tanah ini untuk menyerbu masuk guna menolong kamu. Tapi dia tidak insyaf bahwa selagi sang cengcorang hendak menangkap sang tonggeret, dibelakangnya berada sang burung gereja. Sebentar kalau Sin Kun tiba, paling dahulu kami akan bekuk budak perempuan itu, baru kami datang pula kemari untuk membereskan kamu"
Ban Liang hendak menjawab wanita itu tapi si wanita telah mendahuluinya menutup lubang angin itu yang berupa seperti sebuah jendela kecil.
"Saudara ciu" berkata sijagotua keras, "Nona Hoan sudah datang, ia sedang berada diluar ruang dalam tanah ini lagi mencoba menolong kita, karena ia tidak dapat segera sampai disini aku pikir hendak... "Jago tua ini berhenti sebentar, sebab dia melihat ciu ceng berdiri tertegun dengan mata mendelong. Ia mengerutkan alis,
karena ia tahu bahwa mengapa sahabat itu menjadi demikian mematung. Maka ia memanggil pula, keras: "Saudara ciu..." ^
Masih ciu ceng berdiam saja, walaupun kemudian, ia dipanggil, dan dipanggil lagi.
"Hebat Seng kiong Sin Kun..."pikirBan Liang. "Dia begitu liehay hingga ciu ceng seorang Rimba Persilatan yang berkenamaan menjadi begini jeri terhadapnya" Segera ia memanggil pula dengan suara terlebih keras "Saudara ciu Saudara ciu" Baru sekarang siJenjang Kuning tersadar, bagaikan dipagut ular.
"Ada apa" " sahutnya, balik bertanya.
"Saudara ciu," Ban Liang bertanya, "apakah kau lihat liang
dipojok dinding itu yang menerbitkan sedikit sinar terang dari api" "
"Ya, aku seperti melihatnya..." Oey Ho ciu Loo bagaikan orang baru bangun tidur. Ban Liang heran.
"seperti melihat" " pikiran. "Itulah sama dengan tak melihat..."
Selagi berpikir itu, jago tua ini mendengar ciu ceng berkata sendiri bagaikan orang mengoceh: "Kalau benar Sin kun datang kemari dari pada kita kena ditangkap hidup, hidup untuk kemudian dihukum, lebih baik kita mendahului membunuh diri..."
Mendengar itu Ban Liang menarik napas.
"Saudara ciu," berkata ia, sabar tetapi cukup keras, "ada sesuatu
yang aku kurang mengerti, ingin aku minta keteranganmu..."
"Berbicaralah, saudara Ban, segala apa yang aku tahu, akan
akujelaskan" sahut orang yang ditanya itu, makin sadar. "Saudara ciu, apakah kau telah sadar betul" "
"Sebegitu jauh, aku sadar betul. Saudara Ban hendak menunjukkan apa kepadaku" Silahkan bicara."
"Saudara, seseorang dapat mati berapa kali" " tanya Seng Su Poan. "Semenjak jaman purba, tak ada orang yang mati dua kali..."
"Itulah benar Memang, berapa tinggi usia manusia, satu kali dia mesti mati Tapi kau saudara ciu, kenapa kau hendak mati dengan
membunuh diri" Kita toh dapat menggunakan tubuh kita yang
sempurna untuk melakukan satu pertempuran yang memutuskan" " "Itupun benar. cuma disana ada Seng kiong Sin Kun-.."
Menyebut Seng kiong Sin Kun, suara ciu ceng menjadi sangat
perlahan hingga terdengarnya tak jelas, giginyapun bergetaran"Ah," mengeluh Ban Liang. "ciu ceng menjadi orang ternama dari
Rimba Persilatan, mengapa sekarang dia menjadi begini penakut" "
Segera ia berkata pula, nyaring: "Saudara ciu, Sin Kun itu manusia atau bukan" "
"Sudah tentu dia manusia"
"Kalau dia benar manusia, kenapa saudara begini takut terhadapnya" " ciu ceng menghela napas.
"Bukannya aku takut" sahutnya. "Hanya tak ada kesempatan untuk kita menempur dia"
"Dibacok satu golok atau sepuluh golok. matinya sama" berkata
pula Ban Liang, untuk menanam semangat orang. "Jikalau kita tidak
takut mati, dikolong langit ini apakah yang harus ditakutkan" "
"Saudara tidak perCaya kata kataku, tak ada jalan buat aku menjelaskannya," berkata ciu ceng menarik napas. "Mungkin nanti, sesudah saudara saudara bertemu dengan Sin Kun sendiri, baru saudara percaya perkataan ini..."
Sijago tua berpikir. Hendak ia mengatkan sesuatu, tapi segera dibatalkannya. ia khawatir kata kata itu nanti menyinggung kawan itu atau membuatnya bertambah berduka. Justru itu pembicaraan mereka terputus dengan terdengarnya suara Nona Thio.
"Apakah kamu telah menemui alat rahasia pembuka pintu besi ini" " demikian Giok Yauw bertanya.
Ban Liang dan ciu ceng segera menoleh. Mereka mendapatkan si^nona sudah tiba dibelakang mereka.
"Apakah nona telah selesai belajar dari Han In Taysu" " Ban Liang tanya. Giok Yauw menarik napas perlahan.
"Telah aku pelajari semua jurus liong Kiam dan Hong ciang itu," sahutnya. "Akan tetapi kedua ilmu silat itu sangat sulit, karena itu, untuk mempelajarinya sampai mahir, aku perlu latihan lebih jauh dan tekun."
"Inilah kesempatan yang paling bagus, nona," berkata Ban Liang, "maka itu perlu nona belajar dengan rajin, supaya kau nanti berhasil menyempurnakan hingga mahir betul betul"
"Telah aku mencoba," jawab sinona.
Mendadak terdengar suara sangat keras dan berisik memutuskan kata kata Nona Thio Ban Liang segera tertawa, girang: "Nona Hoan sudah sampai didepan pintu."
"Mari kita hajar pintu ini, guna memberi pertanda pada sinona" mengajak ciu ceng.
"Benar Mari" berseru Ban Liang. Bahkan dengan telapak
tangannya segera ia menepuk pintu besi itu. Keras hajarannya itu.
Hanya sedetik, dari luar terdengar suara sambutan. "Benar, itulah nona Hoan" kata sijago tua. ciu ceng menghela napas.
"sekalipun Nona Hoan sudah sampai, mungkin dia bukan lawannya Seng kiong Sin Kun."
Ban Liang tahu bahwa orang sudah sangat jeri terhadap Seng kiong Sin Kun, maka ia tidak mengatakan apa-apa, hanya kembali ia menghajar pintu besi itu, hingga tiga kali. Itulah pertanda jawabannya.
Habis itu, tak usah sijago tua menanti lama, segera ia melihat sinar terang, sinar mana yang disebabkan terkerek naiknya pintu besi yang besar, tebal dan berat itu Itulah Cahaya api disebabkan terbukanya satu jalan lebar. Menyusul terbukanya pintu, Oey Eng
dan Kho Kong bertindak masuk dengan langkah yang lebar, ditangan mereka masing-masing ada sebuah lentera. Dibelakang kedua anak muda itu tampak Siauw Pek yang menggembol pedang dan goloknya. Tapi, bukan cuma mereka bertiga yang muncul. Dibelakang mereka terlihat lagi Soat Kun bertindak masuk bersama sama Soat Gie yang bahunya dipegang Hanya nona nona itu bertindak dengan perlahan.
Ban Liang segera maju memapak cahaya seraya dia mengangkat
kedua tangannya. "Nona, terima kasih atas pertolonganmu ini"
Nona itu menghela napas. Kata dia. "Kami terpaksa harus menggunakan waktu setengah malam dan satu hari untuk mencari rahasia dan membuka pintu ini..."
"Jlkalau nona tidak keburu datang, pasti kami akan mati didalam
ruang bawah tanah ini," berkata ciu ceng, yang hatinya juga lega.
"Perencana pintu besi ini entah telah bagaimana berCapik hatinya ketika dia memikir dan merencanakannya," berkata sinona, "syukur pembuatnya rada tolol, jlkalau tidak, walaupun kita menggunakan lebih banyak waktu lagi masih sukar buat kita mencarinya sampai ketemu"
"Hanya nona datang sedikit terlambat," kata ciu ceng.
" Kenapakah" " si nona tanya.
"Itulah sebab Seng kiong Sin Kun sudah keburu mengetahui hal kita ini dan sedang mendatangi kemari."
"Siapa yang memberitahukan kamu kabar ini" " Nona Hoan tanya.
"Seng kiong Hoa Siang"
"Dimanakah adanya Seng kiong Hoa Siang sekarang?" "Dia berada didalam kamar rahasia disebelah ruang ini."
Soat Kun berpikir sejenak, "begini juga baik" katanya kemudian- "Memang, siang atau malam kita bakal bentrok dengan mereka, terlebih siang kita bertemunya sama saja"
Tiba-tiba Ban Liang ingat Han In Taysu. Segera ia mendekati Siauw Pek. "Ada suatu kabar yang mengejutkan yang hendak kusampalkan kepada bengcu" katanya.
Sianak muda heran. Dia mengawasi sijago tua itu. "Apakah itu, loocianpwee" " tanyanya.
"Inilah soal yang ada sangkutpautnya penting sekali dengan
penasaran keluarga beng cu" menjawab Seng Su Poan. "inilah berita
penting yang dapat membuka tabir rahasia peristiwa hebat itu "
Warta itu, yang sangat menggembirakan, juga mengejutkan sekali, maka itu mendengar kata-kata sijago tua, si anak muda menjadi berdiri tercengang sampai beberapa lama.
"Memang perkara itu perkara penasaran, yang sulit ialah saksi atau buktinya," kata Siauw Pek kemudian. "Aku khawatir perkara sulit buat dibikin terang..."
Ban Liang tersenyum. "sekarang telah ada saksinya, bengcu "
Kembali si anak muda melengak. "Apakah itu, loocianpwee" " tanyanya. "Siapa dia" "
"Dia adalah salah seorang ketua dari empat partai besar yang katanya ketua-ketuanya telah terbinasakan ayah bunda bengcu. Ketua itu masih hidup hingga sekarang ini" Masih Siauw Pek bingung.
"Bukankah dunia luas bukan main" " katanya. "Andaikata benar dia masih hidup, dimanakah dia hendak dicari" "
Tiba-tiba Hoan Soat Kun menyela: "Saksi itu berada didalam ruangan dalam tanah ini, bukan" "
"Benar" seru Ban Liang. "Sungguh nona cerdas luar biasa" Bukan main guncangnya hati sianak muda.


Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dimanakah adanya dia sekarang?" tanyanya. "Dapatkah aku menemuinya" "
Tepat suara si anak muda berakhir, tepat muncullah Han in Taysu yang menarik-narik membuat roda-roda keretanya menggelinding mendatangi. Tampak nyata cacad kedua kakinya berikut wajahnya yang rusak bekas siksaan hingga ia nampak sangat luar biasa dan buruk tak keruan.
"Loolap disini" berkata pendeta itu.
Siauw Pek segera memberi hormat kepada orang alim itu. "Aku yang rendah coh Siauw Pek," ia memperkenalkan diri. "Akulah anaknya coh Kampek dari coh Kee Po atau Pek Ho Po. Dapatkah aku yang rendah menanyakan gelar lootaysu" "
"Loolap ialah Han in," sahut sang pendeta.
"oh. Han in taysu "
Kembali anak muda menghunjuk hormatnya.
Ban Liang lalu menyela: "Han in Taysu adalah ketua Ngo Bie Pay dan juga salah seorang dari keempat ketua yang telah dianiaya orang"
Siauw Pek terdiam. hatinya bergolak mengingat peristiwa ayah bunda atau keluarganya itu. Beberapa lama ia mesti mengendalikan hatinya.
"oleh karena urusan keempat ketua itu teraniaya, maka seluruh Pek Ho Bun kami telah diserbu musnah," katanya kemudian. "Kami diserang dan dikepung oleh jago jago dari keempat partai yang katanya hendak menuntut balas terhadap kami. Keempat partai itu bergacung bersama lima partai besar lainnya serta juga keempat bun, ketiga hwee dan kedua pang Taysu, dapatkah taysu menuturkan kepada kami jalannya peristiwa itu" "
"Perihal peristiwa Pek Ho Bun itu, loolap sama sekali tidak tahu apa apa." berkata Han in.
"Yang aku maksudkan, taysu, ialah peristiwa penganiayaan atas diri kamu keempat ketua partai," Siauw Pek menjelaskan.
Han in menghela napas. ia melegakan hatinya.
"Dimata tuan tuan, nampaknya peristiwa hebat luar biasa itu bagaikan langit ambruk dan bumi longsor," berkata sipendeta. "Sebenarnya peristiwa loolap berempat dianiaya, itulah sederhana sekali..."
"Taysu, apakah taysu pernah melihat coh Kam Pek ayahku itu" "
Han in Taysu menggeleng kepala. "Loolap belum pernah melihatnya."
Rupa-rupanya, Nona Hoan menyela, "diluar tahunya taysu berempat orang telah menaruhkan raCun didalam arak atau barang- barang hidangan yang disuguhkan. Benarkah."
"Tepat nona" sahut Han in- "Itulah sederhananya peristiwa. Kami bersantap bersama sama ketua-ketua dari Siauw Lim Pay, Bu Tong Pay dan Khong Tong Pay, habis bersantap. terus kami tak sadarkan diri. Segala kejadian yang menyusulnya semua kami tak tahu apa- apa lagi "
"coba taysu semua benar benar telah dianiaya orang hingga mati, pasti peristiwa tidak menjadi kaCau hebat begini rupa" berkata si nona.
"Apakah kata dunia Rimba Persilatan mengenai loolap berempat?" tanya ketua dari Ngo Bie Pay itu.
"Mayat taysu berempat telah diketemukan berserakan dipuncak Yan in Hong digunung Pek Ma San," Siauw Pek menjawab. "Kemudian entah siapa yang menyiarkan berita, katanya waktu itu ayahku teriihat dipuncak gunung itu. Maka itu ayahku lalu dituduh sebagai pembunuh, kemudian sakit hati mereka ditimpakan kepada keluarga coh, terus Pek Ho Bun diserbu delapan belas partai hingga matilah seratus lebih orang Pek Ho Bun..."
"Malapetaka atas diri taysu bersama bukanlah soal aneh," Nona Hoan campur bicara pula. "Soalnya sekarang ialah mengapa kesalahan ditimpakan kepada keluarga coh Hal itu pasti ada rahasianya, tentu ada sebab musababnya. coba taysu tolong ingat- ingat, ketika itu barang kali taysu ada melihat sesuatu yang bisa mendatangkan keCurigaan" " Bhiksu itu diam berpikir.
"Yang sampai terlebih dahulu dipuncak Yan in Hong ialah loolap bersama Goan cin Too henda dari BuTong Pay," katanya kemudian"Ketika itu loolap melihat seorang wanita baju abU abu gelap berlari
lari dijalan keCil jauhnya belasan tombak dari loolap berdua."
"Apakah taysu masih mengenali roman muka wanita" " tanya Siauw Pek, yang hatinya tertarik bukan main"Loolap sudah tidak ingat," sahut pendeta itu.
"Apakah wanita itu membekal senjata tajam" " Soat Kun bertanya. "Mungkin sebatang pedang panjang."
Menyahut demikian, pendeta ini berpikir. "Benar, tidak salah" ia menambahkan selang sejenak. "Dia membawa pedang yang panjang Ketika itu loolap dan Gan cin Toheng tengah membicarakan ilmu pedang."
Siauw Pek menghela napas, lalu ia bertanya. "Taysu, taysu masih hidup, karena itu, bukankah ketiga ketua yang lainnya dari Siauw Lim Bu Tong dan Khong Tong Pay itu juga masih hidup" "
"Tentang itu, loolap tidak berani sembarang menjawab. Loolap dapat hidup dengan bercacat begini karena loolap mempunyai kesabaran yang luar biasa. Ketua ketua dari Siauw Lim dan Bu Tong, dalam ilmu tenaga dalam melebihi loolap. juga dalam hal kecerdasan maka itu, asal mereka sabar seperti loolap. kemungkinan mereka sanggup bertahan dari siksaan siksaan hebat, pasti mereka tak akan mendahului loolap mati."
"Taysu, habis taysu disakiti, setelah taysu sadar, apakah taysu pernah melihat mereka itu" Soat Kun bertanya.
Pendekar Sakti Im Yang 3 Golok Yanci Pedang Pelangi Karya Gu Long Bara Diatas Singgasana 9

Cari Blog Ini