Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen Bagian 18
"Sungguh kata kata yang bagus untuk mempengaruhi orang" katanya. "Siecu, kepandaianmu berlagak membuat punco sangat kagum"
Soat Kun tetap tidak menghiraukan ejekan-Ia tak gusar. Sama tenangnya seperti semula, ia kata^ "Sekalipun seorang yang pintar sekali didalam seribu, satu kali mesti dia berbuat keliru. Taysu mati matian ngotot berbantah denganku, mengatakan bahwa orang ini bukanlah Han In Taysu, ketua terdahulu dari Ngo Bie Pay, apakah maksud yang terkandung didalam hati taysu" Mustahilkah, kalau suhu ini benar Han in Taysu, lalu terhadapmu bakal terjadi sesuatu yang merugikan atau membahayakan kedudukanmu dan dirimu pribadi" "
Itulah kata kata tajam yang sangat menikam si ketua partai. Dilain pihak. kata kata itu menambah kepercayaan para pendeta terhadapsi nona.
Sekejap. wajah It Tie menandakan dia terkejut dan khawatir, hanya dilain detik, dia sudah tenang kembali. Dia bersikap sangat sabar.
"siecu," katanya, "adakah maksud siecu datang kemari untuk mengadu dombakan kami semua" Adakah sengaja engkau mau memecah belah Siauw Lim Sie" "
"Tidak. taysu, itulah bukan maksudku," sahut si nona. "Kalau memang dihati taysu ada setan penggodanya, mengapa taysu tidak
mau menyingkirkannya" Itulah mudah Taysu coba saja
menjernihkan urusan ini " Kembali It Tie kaget didalam hatinya.
"Liehay budak ini" pikirnya. Lalu ia berkata^ "Siecu, apakah yang hendak siecu katakan" Silahkan Untuk kebersihan diri, suka aku mendengarnya " Soat Kun juga mengagumi si pendeta.
"Heran dia tak dapat dibuat murka Inilah menandakan halnya dia sangat licik dan berbahaya " Maka ia berkata: "Taysu, sikapmu ini menyatakan kecerdasanmu"
It Tie batuk batuk. Itulah caranya baginya untuk membungkam, agar ia tidak sembarang mengucap.
soat Kun tidak mendengar si pendeta menimpali, ia menyambungi^ "Sekarang ini soal yang didepan mata harus diselesaikan yaitu soalnya Han in Taysu ini, dia benar ketua dari Ngo Bie Pay atau bukan "
"Benar" berkata sejumlah pendeta, yang menaruh perhatian besar atas soal itu. "Bagaimanakah caranya siecu hendak memastikan bahwa dialah Han in Taysu" "
"Didalam hal ini hendak aku mohon bantuan para suhu juga Nah, diantara suhu sekalian, Siapakah yang mengenal Han in Taysu dengan baik" "
"Pinceng kenal baik Han In Taysu" menjawab dua orang pendeta.
"Bagus Silahkan suhu berdua menghampirinya" Kedua orang pendeta itu bertindak maju.
Siauw Pek memasang mata. Ia mengenali Su Lut Taysu dan It ceng Taysu.
soat Kun berkata sabar kepada kedua pendeta itu "Jiewi mengenal baik Han In Taysu, mungkin dari suara atau lagu suara taysu itujie-wi akan mengenalinya."
"Semenjak peristiwa dipuncak Yan In Hong itu, sudah belasan tahun pinceng tidak pernah bertemu Han In Taysu," berkata Su Lut, menjawab si nona, "karena itu pinceng tidak merasa pasti bahwa pinceng akan mengenalinya atau tidak..."
"Pinceng pernah turut suhu ke Ngo Bie San dan tinggal disana lama sekali." berkata It ceng menggantikan Su Lut Taysu. "Pernah pinceng mendengar suhu bersama Han In Taysu merundingkan soal agama. Karena itu pinceng percaya akan masih mengenali suaranya."
"Aku mohon tanya, siapakah suhu taysu itu" " Nona Hona bertanya, hormat.
"Suhu ialah Su Hong taysu ketua terdahulu dari siauw Lim Sie kami, yang telah mengalami bencana hebat dipuncak Yan In Hong itu." It ceng menjelaskan.
"Bahwa gurumu suka mengajakmu berkunjung ke Ngo Bie San, itulah bukti bahwa ia baik sekali terhadap suhu." si nona berkata pula.
Terhadap kedua pendeta ini, Soat Kun bersikap manis, sedang suaranya tetap merdu.
It ceng mengerutkan kening.
"Budi suhu laksana gunung beratnya."
"Sungguh budi berat bagaikan gunung" Si nona mengulangi. "oleh karena guru taysu itu telah melepas budi demikian besar kepada taysu, sudah selayaknya apa bila taysu mencoba membalas budinya itu."
It ceng menganggut. Tak tahu ia bagaimana harus menjawab.
Kali ini Soat Kun berkata pula, suaranya tinggi dan jernih.
"Jiewi taysu, sekarang silahkan jiewie mulai mengadakan pembicaraan dengan Han In taysu. Aku tidak percaya jiewie akan berpihak pada salah satu diantara kita, aku hanya mengharap masing-masing mengikuti "Langsim"-suara hatinya."
Su Lut taysu segera mengawasi Han In taysu iapun merangkap kedua belah tangannya, sambil memberi hormat keagamaan itu, ia mulai bertanya. "Tuan, benarkah kau Han In suheng" "
Karena mereka bersamaan tingkat derajat, pendeta Siauw Lim Sie ini memanggil "suheng" (kakak seperguruan) kepada ketua Ngo Bie Pay itu. Han In taysu menghela napas berduka.
"Benar," sahutnya singkat.
"Mengapa keadaan suheng menjadi begini menyedihkan" " Su Lut bertanya pula. Han In menghela napas pula.
"Loolap bersama suheng kamu, Su Hong taysu, juga kedua suheng dari Bu Tong dan Khong Tong didalam waktu yang bersamaan, telah menemukan bencana. Kamu toh telah ketahui itu."
"Benar. Tapi sembilan partai besar bersama sama empat bun, tiga hwee dan dua pang telah berhasil membalaskan sakit hati suheng berempat itu."
"Bagaimanakah cara pembalasan sakit hati itu" " Han In bertanya.
"Didalam satu malam Pek Ho Po musnah diserbu hingga terbinasa seratus lebih jiwa anggota keluarganya. Sibiang jahat coh Kam Pek. malam itu dapat meloloskan diri, akan tetapi setelah
delapan tahun, dia kena dicandak dan dikepung serta dibinasakan juga didepan jembatan Seng Su Klo"
Keterangan itu membuat Siauw Pek merasa tertikam berulang- ulang, karena mata terbayang pula peristiwa hebat didepan Seng Su Klo itu, peristiwa yang pernah dihadapinya sendiri. Maka darahnya bergolak dan jantungnya berdenyutan keras. Hampir ia tak dapat mengekang kesabaran hatinya. Ia menggigit gigi atas dan bawahnya sampai darahnya keluar Han In Taysu menggeleng gelengkan kepala, ia menarik napas panjang.
"Meskipun pada masa itu nama coh Kam Pek dari Pek Ho Bun sangat terkenal, pasti sangat sukar bagi dia untuk membinasakan
suheng kamu. Apalagi ketika itu bersama suheng kamu itu juga ada
loolap serta ciangbun suheng dari BuTong Pay dan Khong Tong Pay"
Su Lut Taysu hendak bertanya lebih jauh, tapi mendadak It Tie memotongnya. "susiok. dapatkah susiok memastikan dialah Han In Taysu" " demikian pertanyaannya.
"Loolap masih belum berani memastikan," sahut tiangloo itu
jujur. It Tie menoleh kepada It ceng, matanya bersinar tajam.
"Sutte, telahkah kau dengar dan mengenali suaranya itu" " dia bertanya kepada adik seperguruannya itu^
It ceng memberi hormat. "Sebegitu jauh telah kudengar, suara orang ini beda jauh sekali dari suara Han In Taysu" demikian jawabnya.
Ketua Siauw Lim Sie itu tertawa dingin. nyaring tawanya.
"Nah, siecu, apakah lagi yang hendak kau katakan" Adakah sampai disini saja akal muslihat iblismu" " katanya pada nona Hoan. Lalu, tanpa memberi kesempatan buat menjawab, mendadak dia memberikan perintahnya.
"Tangkap mereka. Gusur mereka ke Kay Sie Wan, untuk menantikan keputusanku. Jikalau mereka berani melawan, bunuh saja, habis perkara "
"Tunggu dulu" berkata Su Lut Taysu sambil dia menjura terhadap ketua itu.
"Ada apakah, susiok" " It Tie bertanya.
"Menurut apa yang loolap ingat samar samar, suara orang ini
mirip dengan suara Han In Taysu," kata pendeta tertua itu.
"Perkara ini besar dan penting sekali, susiok" kata It Tie dingin. "Jikalau susiok tidak punya pegangan yang kuat, baiklah susick jangan berlaku murah hati dan belas kasihan." Kembali Su Lut menjura.
"Loolap bicara dengan sejujurnya, loolap tidak mendusta," katanya pula.
It Tie berkata pula. dingin seperti semula: "It ceng sutee berani mengatakan dia bukannya Han In Taysu, itu menyatakan bahwa dia telah mempunyai pegangan, sebaliknya susiok ragu-ragu. Walaupun susiok menjadi tiangloo tetapi tak dapat susiok memperkokoh
pikiran sendiri. Hal ini tak usah susiok Campur lagi. Mundurlah" su
Lut tertegun, terus ia menurunkan tangannya dan berdiri diam.
Tiba-tiba Su Kay Taysu menjura dan berkata^ "Loolap ingin bicara" katanya pada ketuanya.
"Apakah itu" " tanya It Tie. "IHmm"
"Benar apa yang ciangbun hongThio baru saja katakan," berkata Su Kay. "Perkara ini sangat penting, sudah selayaknya kita caritahu hingga menjadi terang. Kalau orang ini bukan Han In Taysu, dengan menyamar atau mengaku menjadi ketua Ngo Bie Pay, apakah maksudnya" Benar musuh Su Hong suheng telah dibinasakan, walaupUn demikian dudUk kejadian yang sebenarnya masih gelap. bagaikanmasih ditutupi kabut atau mega Meng apakah Su Lut sutee tak diberi kesempatan buat dia bicara terus sampai jelas segalanya"
" "Dia tidak berani menetapkan orang adalah Han In Taysu, buat apa mendengarkannya mengoceh tidak keruan" " kata It Tie. Su Kay berpaling kepada Han In Taysu.
"Dia telah dirusak mukanya, teranglah kerusakan itu dibuat dengan sengaja." katanya. "Memang sekarang ini sulit untuk mengenali dialah ketua dari Ngo Bie Pay itu. Sebaliknya, kalau dia benar Han In Taysu walaupun dia bercacat begini rupa, masih bisa diselidiki tentang dirinya."
"Mohon tanya, susiok. bagaimana caranya untuk membuktikan dia benar Han In Taysu" " It Tie bertanya.
Terhadap tiangloo ini, ketua Siauw Lim Pay itu masih menghargainya juga.
"Didalam Ngo Bie Pay ada banyak rahasia yang orang luar tak tahu," berkata Su Kay dengan sabar, "kalau dia ini benar Han In Taysu, tentulah dia tahu semuanya."
It Tie berkata tawar: "Karena itu rahasia partai, kita juga turut tidak tahu. Jikalau dia ngaco belo, mana bisa kita ketahui benar atau tidaknya" "
"Semasa Han In Taysu belum menemui petakanya, dia bersahabat erat dengan loolap." Su Kay berkata pula.
"Sekalipun begitu, tidak nanti dia sudi memberitahukan rahasia dari Ngo Bie Pay" Su Kay melengak. Dia kalah alasan-Tapi dia tak putus asa. "Masih ada satu jalan lain," katanya.
It Tie memperlihatkan sikap keren-"Tak peduli itu jalan apa, itu mestinya bisa diterima baik oleh orang banyak" katanya keras. "Jikalau hal itu cuma diketahui oleh satu orang, yaitu oleh susiok sendiri, teranglah benar ya benar, salah ya salah. Jalan itu tidak adil" Mendengar itu Su Kay tertawa tawar.
"Kalau begitu, jadi loolap pun ciangbun hongThio sudah tidak percaya lagi" " tanyanya.
"Tapi punco harus berhati-hati sekali" sahut It Tie, yang mencari alasan-"Setelah terjadi pembunuhan kepada ketua partai kami itu, punco sudah bekerja keras untuk membuat pembalasan sakit hati, hingga punco berhasil mengumpulkan tujuh belas partai lainnya. Sesudah lewat beberapa tahun, barulah punco berhasil mewujudkan
pembalasan itu. Habis itu toh masih tersiar banyak macam kabar
angin, karena mana mesti punco berlaku waspada dan berhati-hati" Su Kay tetap beraku sabar. Ia tertawa.
"ciangbun hongThio benar dan loolap menyetujuinya," katanya. "Maka itu loolap minta sudilah ciangbun hongThio berlaku hati-hati
untuk menyelidiki lebih jauh perkara ini. Semoga ciangbun hongThio
meluluskannya." It Tie berdiam karena desakan paman guru itu.
"Baiklah" sahutnya kemudian. "Silahkan susiok ajukan beberapa pertanyaan terhadapnya, tetapi jangan terlalu lama, kalau terlalu lama itulah tak ada faedahnya. cukuplah selama waktu seminum teh..." Su Kay mengangguk.
"Loolap akan bertanya Cepat," katanya. "Silahkan ciangbun hongThio menyaksikannya"
Segera ia menghampiri Han In Taysu, untuk terlebih dahulu memberi hormat, baru ia bertanya: "Tooheng, apakah tooheng masih mengenali loolap" "
"Too heng" adalah panggilan kakak sesama kaum beragama. Panggilan itu biasa digunakan terhadap golongan Too Kauw. Apakah Too, dari Loo cu (Lao Tze).
"Jikalau loolap tidak salah ingat, kaulah yang dipanggil Su Kay," jawab Han In.
"Benar, loolap memang Su Kay." Han In menoleh kepada Su Lut. "Dia itu adik seperguruanmu, namanya Su Lut," katanya sabar. Su Lut memberi hormat.
"Benar, loolap ialah Su Lut," katanya.
Han In menoleh kepada It Tie.
"Kau adalah murid Su Hong Tooheng, It Tie" katanya pula.
It Tie tertawa dingin-Bukannya ia mengiakan atau ia menyangkal ia justru berkata dengan nada ejekannya "Jikalau kau memalsukan
Han In Taysu, tentulah terlebih dulu kau mencari tahu jelas perihal kami. Punco menjadi ketua disini sudah sepuluh tahun lebih, siapakah didalam dunia Kang ouw yang tidak kenal namaku" "
Han In Taysu tetap berlaku sabar, katanya tenang: "Ketika dahulu hari Su Hong Tooheng bersama loolap membuat pertemuan diatas puncak Yan In Hong, bukankah kau diajak bersama"
"Benar Adalah dipuncak itu yang pertama kali punco bertemu dengan Han In cianpwee" sahut It Tie. Ia memanggil "cianpwee" "orang tingkat tua yang dihormati" kepada Han In Taysu dalam artian Han In yang sejati.
soat Kun tertawa dingin, ia menyela: "Paling baik taysu jangan
campur bicara, biarkanlah Han In Taysu bicara terus " It Tie gusar.
"Jikalau dia ngoceh tidak karuan, mana dapat punco tak memperbaikinya" " katanya sengit.
"Dengan sikap ini taysu, bukankah kau menjadi seperti membuka rahasia sendiri" " sinona bertanya.
Maka ketua Siauw Lim Pay itu pucat lalu menjadi marah. Katanya bengis: "jikalau siecu masih bicara sembarangan dan mengejek punco, akan habis sudah kesabaranku "
Su Kay Taysu pun berkata: "Siecu berlaku tidak hormat begini rupa kepada ketua Siauw Lim Sie kami, terang siecu hendak membuat kepusingan saja, karena itu jangan kata ketua kami, loolap sendiri juga akan melarang kau banyak bicara lagi"
soat Kun terdiam. Didalam hatinya, ia tertawa Ia dapat menerka maksud tiangloo itu. Dimuka umum, dia membantu ketuanya, dibalik itu, diam-diam dia menunjang pihaknya. Kata-kata itu berupa bisikan untuk ia jangan melayani bicara lebih jauh kepada It Tie. Teranglah pendeta itu sudah mengenali Han In Taysu.
Han In sementara itu berkata pula: "Ketika hadir dipuncak Yan In Hong itu, su Hong Tooheng membawa dua muridnya yang dipercaya. Jikalau loolap tidak salah ingat, kecuali kau, yang lainnya ialah yang bernama It ceng"
"Itulah hal yang dunia ketahui, itu bukan rahasia lagi" It Tie berkata keras. "Dan loolap membawa muridku yang mendurhaka Hoat ceng" It Tie batuk batuk keras.
"Didalam ketua Ngo Bie Pay, siapakah yang tidak tahu" " dia menanggapi. "Yang kami ingin dengar ialah bagaimana tuan dapat membuktikan bahwa dirimu benar Han In Taysu"
"Selama loolap bicara taysu selalu memotong apakah itu bukan berarti loolap dilarang bicara" " tanya ketua Ngo Bie Pay itu.
"Kau buktkan dahulu bahwa kaulah Han In Taysu tulen, baru dapat kau menceritakan segala sesuatu mengenai peristiwa dahulu itu" It Tie jawab.
"Bagaimana kehendakmu supaya aku dapat memberi bukti tentang diriku" "
"Inilah sukar buat punco menyebutnya. Asal kau memberi satu bukti bahwa kau benar Han In Taysu, bukti yang dapat diterima baik oleh orang banyak. jangan kata loolap. semua pendeta Siauw Lim Sie lainya akan menghormatimu"
"Baiklah.. Didalam partai kami ada ilmu silat yang dirahasiakan, yang tidak diwariskan kepada sembarang orang, sekarang loolap hendak menyebut dua saja diantaranya, bagaimana" "
"Jikalau itu adalah ilmu silat Ngo Bie Pay yang dirahasiakan, percuma tuan menyebutkannya sebab kami tidak tahu menahu" Han In tertawa tawar.
"Bagaimana jikalau loolap menuturkan dahulu sekelumit yang mengenai peristiwa di Yan In Hong dahulu hari itu" " tanyanya. It Tie tertawa dingin.
"Perihal peristiwa hebat dan menyedihkan di Yan In Hong dahulu itu, didalam dunia Kang ouw telah bermunculan banyak cerita yang tak sama satu dengan lain, dan siapa hidup didalam dunia Kang ouw, banyak yang sudah mendengar dan mengetahuinya. Sungguh sederhana peristiwa itu dikarang menjadi sebuah cerita, ya,
sungguh sangat mudah oh tuan, kau sangat memandang ringan kepada kami dari Siauw Lim Sie"
Kedua mata Han It Taysu bersinar tajam. Terang bahwa ia merasa sangat tersinggung. Dengan sinar matanya itu dia menyapu semua pendeta yang hadir didalam pendopo besar itu kemudian ia berkata dengan suara dingin: "seorang yang menderita hebat semacamku ini, daripada dia hidup didalam dunia, lebih baik dia mati siang-siang Tapi aku berlaku sabar luar biasa menderita kesengsaraan, tak sudi akupergi mati, sengaja aku membiarkan
hidupnya jiwa tuaku ini, itulah melulu buat peristiwa celaka dipuncak
Yan In Hong itu, supaya masih ada satu-satunya saksi hidup"
Didalam ruangan itu kebanyakan adalah orang kepercayaan It Tie, tapi ada juga mereka yang jujur dan menjunjung peri keadilan, kapan mereka ini mendengar kata kata orang tanpa daksa itu hati mereka guncang, lalu puluhan pasang mata diarahkan kepada pendeta Ngo Bie Pay itu.
Su Kay senantiasa memperhatikan secara diam-diam suasana didalam ruangan, ia bisa melihat sikap semua pendeta itu, maka itu mendengar suara Han In, ia lalu campur mulut. Katanya tenang: "Walaupun orang ini bicaranya sembarangan saja, tapi agaknya dia
mempunyai alasan yang dapat dipercaya, karena itu sudilah kiranya
ciangbun hongThio mengijinkan dia melanjutkan keterangannya."
Dengan sinar mata dingin, It Tie melirik kepada tiangloo itu, katanya. "Walaupun susiok menjadi tiangloo yang paling dihormati didalam kuil ini tetapi susiok tidak dapat mencampur tahu kekuasaanku sebagai hongThio Setelah susiok tahu dia bicara sembarangan saja, apa gunanya akan mendengarkannya terlebih jauh" Didalam urusan ini, disaat ini, tak usah kau campur tahu, lekas kau mengundurkan diri " Su Kay Taysu tercengang. Tapi lekas juga ia sadar.
"Loolap menjadi tiangloo, sudah sepantasnya loolap memperhatikan dari prihatin terhadap hong Thio" katanya. Jikalau benar benar hong Thio tak sudi mendengar dia bicara tak karuan baiklah loolap minta dia diserahkan kepada loolap untuk
membawanya kependopo Kay Sie Ih Loolap nanti memanggil rapat para tiangloo guna kami mendengar penuturannya, setelah mana loolap akan memberi laporan singkat kepada hongThio"
"Apakah sudah pasti sekali susiok ingin mendengarnya" tanya ketua itu dingin.
"Memang banyak sekali cerita di luaran," berkata Su Kay. "akan tetapi semua itu tidak lengkap dan terang, karena itu, walaupun orang ini mendusta, tak ada halangannya akan mendengar keterangannya, dia bicara benar atau tidak. kita akan dapat memastikannya . . . "
Diam diam It Tie memperhatikan para pendeta. Ia mendapat kenyataan, kecuali orang orang dipihaknya, yang lain nampak curiga semuanya. Maka itu, ia lalu tersenyum.
"Baiklah, susiok" katanya. "Kata kata susiok beralasan, baik kita membiarkan dia bicara"
Su Kay merangkap kedua tangannya menghadap ketuanya terus ia menjura pada Han In Taysu untuk berkata: "Ketua kami telah memberi persenan untuk kau bicara terus, tapi kau harus membuka hatimu, akan menuturkan dengan terang danjelas"
Han In memejamkan mata untuk mengingat peristiwa atau pengalamannya yang pahit itu, setelah itu ia menghela napas panjang.
"Membicarakan peristiwa dipuncak Yan In Hong di Pek Ma San itu kembali mengingatkan akan hal yang menyedihkan dan menyebabkan penasaran," berkata ia kemudian-Mendadak ia mementangkan matanya mengawasi tajam kepada It Tie Taysu, matanya itu bersinar bagaikan kilat. Lalu ia meneruskan^
"Tidak loolap memuji kepada kepandaian silat dari beberapa orang itu, dan yang mengharukan hati juga bukan itu, Sekalipun puncak Yan In Hong itu sembunyi seribu orang jago sebenarnya sukar untuk mereka itu dapat merintangi loolap bersama Su Hong Too heng dan dua tooheng lainnya"
Su Kay Taysu menyela. "Kalau orang orang itu tidak tinggi ilmu silatnya, mengapa taysu bersama Su Hong Su Heng serta kedua tooheng lainnya kena tertawan dan terbinasakan, danbahkan matinya secara demikian hebat dan menyedihkan, sampai tubuh dan wajah taysu sekalian tak dapat dikenali lagi" "
"Jikalau semua mayat itu dapat dikenali maka usahanya sekawanan manusia jahat itu pasti gagal"
Sinar mata Su Kay Taysu berkilau akan tapi lekas juga ia menjadi tenang pula. Katanya sabar. "Jadi, menurut taysu, semua keempat mayat itu ialah mayat mayat palsu" "
"Paling sedikitnya, mayat sejati" menyahut ketua Ngo Bie Pay itu. "oleh karena itu, berdasarkan mayat palsu itu, mungkin mayat mayat Su Hong Tooheng, Goan cin Tooheng dan Thie Kiam Pang Tooheng pun bukanlah mayat mayat tulen juga " Hati Su Kay guncang keras akan tetapi ia mencoba mengendalikannya.
"Maksud taysu bahwa suheng kami itu seperti loolap masih hidup didalam dunia ini" tanyanya.
"Loolap Cuma mengatakan tentang kemungkinannya," sahut Han In.
"Masih ada satu hal yang loolap tidak mengerti," berkata pula tiangloo dari Siauw Lim sie itu, yang hatinya tetap tegang.
"Baik, tanyakanlah" sahut ketua Ngo Bie Pay itu.
"orang orang dengan kepandaian silat seperti tooheng serta suheng kami itu, juga dari Goan cin Tooheng dari Bu Tong Pay, cara bagaimana dapat terbinasakan di tangan lain orang" " demikian tanya Su Kay.
"Mulanya kami terkena racun, kami ditotok maka mudah saja kami kena ditawan-"
"Menurut apa yang loolap ingat, ketika suheng kami mau berangkat ketempat rapat ia telah membuat persediaan, bahkan teh
dan cangkirnya ia bekal dari rumah, yang dibawanya sendiri, bagaimana mungkin ia kena diracuni juga " "
"Tepat pertanyaan taysu. Mengenai rapat itu, Su Hong Tooheng dan loolap mendapat serupa anggapan, ialah bahwa rapat sangat penting, karena hal itu menyangkut keselamatan atau kehancuran dunia Rimba Persilatan-Maka itu juga , tak dapat tidak kami membuat persiapan dari siang-siang. Begitulah loolap saling berjanji dengan Su Hong Tooheng dan Goan cin Tooheng untuk sama-sama memilih tiga orang murid yang diperCaya untuk mereka itu bertanggung jawab menjaga keamanan diempat penjuru tempat rapat dengan mereka dipesan asal mereka melihat sesuatu yang mencurigakan, mesti mereka segera memberi kisikan kepada kami, agar kami dapat mengatur penjagaan. Diluar dugaan kami, kami toh tercelakai juga "
JILID 35 "Ada orang yang telah memasuki tempat rapat itu, apakah tak ada satu juga murid-murid taysu sekalian yang memberi kisikan?" tanya Su Kay pula. Mendadak Han in Taysu tertawa nyaring.
"Jikalau loolap sudah siap secangkir racun juga tak akan dapat merobohkan loolap" sahutnya. "Tidak demikian kalau loolap tidak bersiap sama sekali" Berkata begitu, ia menatap tajam tiangloo dari Siauw Lim Sie itu, segera ia melanjutkan^ "Sebenarnya racun yang luar biasa itu mereka masukkan kedalam teh wangi yang baru diseduh dan disuguhkannya justru loolap sedang haus sekali. Dan loolap masih ingat juga, ketika itu loolap bersama Su Hong Tooheng telah menenggaknya dengan segera, baru dua ceglukan, cangkirnya segera sama-sama diletakkan."
"Andaikata taysu berhati hati sedikit, tentu orang yang menyuguhkan teh tidak sempat menaruhkan racunnya itu."
"Jikalau orang itu orang yang menjadi murid yang dipercaya dapatkah taysu mencurigainya ?"
Mendadak Su kay berkata keras bagaikan membentak: "Jangan tooheng sembarangan menuduh. Itulah artinya menyembur orang dengan darah. Diantara murid Ngo Bie Pay kamu yang mana satukah yang menyuguhkan air teh itu ?"
Han In Taysu juga menjawab dengan nyaring: "itulah Hoat ceng muridku yang jahat itu"
Semua hadirin terperanjat. Hoat ceng adalah ketua Ngo Bie Pay yang sekarang, yang menggantikan Han in Taysu sebab Han in "telah dibinasakan orang". Tak ada orang yang tak tahu bahwa Hoat ceng sudah menggantikan mendiang ketuanya menjadi ketua yang baru. Maka juga, pendopo Siauw Lim Sie itu menjadi sangat sunyi. Su Kay Taysu adalah orang yang pertama dia menarik napas panjang.
"Tooheng, inilah soal sangat besar" ujarnya: "Soal ini bukan saja mengenai Ngo Bie Pay sendiri tetapi juga dunia Rimba Persilatan seumumnya. Tak dapat kau bicara sembrono "
"Loolap bicara dari hal yang benar. Jikalau kau tidak percaya, loolap tidak bisa bilang apa-apa lagi."
"Apakah urusan begini besar dapat dipercaya cuma karena kata- kata satu orang saja ?" tanya Su Kay.
"Tapi itulah urusan yang terutama menyangkut kedudukan dan diriku sendiri" berkata Han in Taysu. "Jikalau tuan-tuan percaya akulah Han in ketua Ngo Bie Pay, tentu tuan-tuan percaya kata kataku ini. Percuma loolap menerangkanj elas bagaimana gambar lukisan jikalau kamu tidak percaya "
"Dengan cara bagaimana kau dapat membuktikan bahwa kau Han in Taysu?" Su Kay bertanya pula.
"Susiok benar" It Tie taysu campur bicara "orang ini tidak jelas, dia ngoceh tak karuan terang dia mengandung suatu maksud..."
Berkata begitu, pendeta ini menoleh kepada kedua pendeta disisinya. "Dia cuma mengacaukan pikiran orang saja." serunya, "tangkap dia Kalau dia melawan, bunuh saja"
"Baik hongthio" menjawab kedua pendeta itu, yang dua-duanya berusia setengah tua. Segera mereka berlompatan maju kepada Han in taysu, dari kanan dan kiri.
Melihat aksi It Tie itu, Han in taysu tertawa dingin. Katanya cepat kepada kedua pendeta yang maju menghampirinya. "Walupun loolap sudah cacat begini, kepandaian loolap belum musnah seluruhnya. Apakah tuan-tuan bedua ingin berkenalan dengan ilmu silatku" Berkata begitu, pendeta itu menolak dengan kedua tangannya kekiri dan kekanan.
Kedua pendeta Siauw Lim Sie terkejut. Mereka tak sangka bahwa orang tapa daksa ini dapat menyambut mereka dengan caranya itu. Sambil menghentikan majunya, mereka menggunakan kedua tangannya masing-masing untuk menangkis serangan itu. Mereka lalu merasa tergempur keras sekali, hingga tubuh mereka menggetar, terpaksa mereka mundur dua tindak.
Han In Taysu tertawa bergelak.
"Walau cacat ilmu lolap belum hilang semuanya" katanya pula, nyaring. "Jikalau Hoat ceng murid yang jahat itu mengetahui haiku di sini, pasti dia bakal tidur tak nyenyak lelap dan makan tak bernafsu" Mendadak ia menoleh kepada It Tie Taysu untuk menatap. kemudian sekonyong-konyong juga berkata keras: "Jikalau ingatanku tidak salah, orang yang hari itu menyuguhkan teh kepada Su Hong Tooheng kaulah adanya?"
Hebat kata kata itu Itulah tuduhan bahwa It Tie meracuni gurunya dan para ketua partai lainnya. Paras It Tie menjadi pucat pasi dan merah padam.
"orang edan darimana berani main gila disini?" teriaknya. Menyusul itu, tangan kanannya diayun kearah Han In Taysu, menyambarkan sebuah roda bagaikan rembulan yang bercahaya kuning emas.
Su Kay Taysu tahu senjata itu senjata apa. Itulah hui poat, atau cecer terbang, senjata istimewa dari Siauw Lim Pay, yang sangat berbeda dari lain lain macam senjata rahasia. celaka kalau orang menyambutnya dengan tangkisan senjata tajam seCara biasa saja. oleh karena itu ia segera mengebutkan ujung bajunya sambil berseru. "hongthio, tahan.. Dia memang mengoceh tidak karuan, dia menghina partai kita, dia harus dibinasakan. Tapi buat
kebersihan nama Siauw Lim Sie, dia baik ditinggal hidup dahulu
sampai kita sudah mencari tahu duduk hal yang sebenar-benarnya."
cecer terbang itu kena tertolak angin kebutan tangan baju Su Kay, akan tetapi dia dapat berbalik bagaikan bomerang, gagal menyerang Han In Taysu, sebab dia tersampok ujung baju, dia berbalik menyambar kearah Su Kay sendiri. Tapi tiangloo ini kenal baik dengan senjata rahasia partainya itu. Ketika cecer mendatangi, ia segera menolak dengan tangan kirinya, membuat senjata itu melesat kesamping. Siauw Pek heran dan kagum.
"Senjata rahasia apakah itu?" tanyanya didalam hati. "Mengapa dia bagaikan berjiwa, bisa terbang pulang balik dan tidak segera jatuh ketanah?"
Su Kay Taysu sementara itu memasang mata kepada hui poat. Memang, senjata itu berputar pula, kembali kepadanya.
Bersama dengan itu terdengarlah tawa dingin dari It Tie Taysu, yang terus menanya. "Susiok, apakah maksud Susiok menentang kui poat punco itu?"
Tak sempat Su Kay menjawab ketuanya, ia segera menyampok berulang kali. Baru kali ini sang cecer jatuh ketanah. Maka tiangloo itu mengulur tangan menjemputnya.
"Sabar hongthio, harap kau tak bergusah dahulu." berkata tiangloo ini. "huipoat menjadi salah satu senjata rahasia istimewa dari Siauw Lim pay, senjata ini tak dapat ditangkis oleh sembarang orang. Untuk kebersihan diri hong Thio sendiri untuk nama baik Siauw Lim Pay kita, terpaksa loolap berbuat begini guna menyelamatkan jiwa orang itu..." It Tie bersikap tawar.
"Entah darimana Kim Too Bun mendapatkan orang edan ini" serunya. "Dia telah mengoceh tidak keruan, dia menghina partai kita
dan punco sendiri, jikalau dia tidak segera dimampuskan, apakah
Siauw Lim Sie kita masih ada muka untuk menaruh kaki didunia ini?" "hongthio, maksud hongthio sama dengan maksudku," berkata
Su Kay. "Tutup mulut." bentak ketua itu, gusar. "Sebagai ketua, punco larang kau campur lagi urusan ini."
Su Kay merangkap kedua tangannya.
"harap jangan gusar hongthio," katanya membela. "Loolap masih ingin bicara lagi dari satu hal..."
It Tie masih gusar, katanya bengis. "Walaupun kau menjadi
tiangloo, tidak dapat kau tak memandang mata kepada punco..."
terus dia menoleh dan berseru. "Mana penegak hukum Kay Sie Ih?" "Tee-cu disini" menjawab dua orang pendeta.
"Tee cu" berarti "murid" tapi dipakai sebagai "aku".
Merekalah dua orang usia pertengahan, yang romannya keren. Mereka muncul dengan tindakan lebar, sambil menghunjuk hormat, mereka berkata "Kami menanti perintah hongthio."
It Tie Taysu berkata dingin. "Tiangloo Su Kay tidak menghormati punco, dia melanggar aturan Siauw Lim Pay, segera bawa dia ke Kay Sie Ih untuk menantikan keputusan"
Kedua pendeta itu bersamaan usia, jubah mereka seragam abu abu, dengan tindakan perlahan mereka menghampiri Su Kay sampai disini tiangloo terus mereka memberi hormat seraya berkata. "Bukankah tiangloo mendengar perintah hongthio?"
"Telah loolap dengar" sahut Su Kay.
Pendeta yang dikiri berkata: "Aturan dari kuil sangat keras dan hongthio telah memberikan perintahnya, maka itu kami minta tianglo sudi ikut kami pergi keruang Kay Ih..."
Su Kay tidak menjawab, ia hanya menghela nafas.
"Jikalau loolap mati, itulah tak harus disayangkan," katanya, perlahan tetapi tegas, "hanya sungguh harus disesalkan, penasaran dari Su Hong suheng pasti tak bakal dapat dibikin terang." Ia berhenti sebentar, lalu menambahkan^ "Loolap menjadi tiangloo disini, tanpa rapat dari tiangloo, dikhawatirkan mUngkin tak ada dayanya, buat loolap buat dikirim ke Kay Sie Ih "
Kembali It Tie berkata dingin. "Tapi kau menentang perintah ketua, kau merusak aturan kuil"
"Dalam hal itu loolap tahu sikap loolap ini" kata Su Kay.
It Tie Taysu lalu berkata pula. "Di dalam aturan Siauw Lim Sie kita ini jelas ditentukan bahwa seorang ketua mempunyai kekuasaan teratas, kekuasaan memimpin semua anggota pendeta, tetapi Susiok sudah berkeras menentang aturan, karena itu punco terpaksa harus mengeluarkan Lek Giok Hut thung"
"Lek Giok Thung" berarti "tongkat suci" (hut thung) dari kemala hijau (lek Giok)
Itulah benda paling suci dan berkuasa dalam partai Siauw Lim Pay atau kuil Siauw Lim Sie. Siapa juga orang partai atau kuil tidak dapat menentangnya. Siapa dihukum dengan Lek Giok Hut thung maka mesti pecahlah batok kepalanya. (Baca "thung" mirip "teng" dari "tengkulak", epepet).
Su Kay melengak dan kedua pendeta setengah tua itu berdiri diam.
Melihat kedua orangnya tidak segera turun tangan- It Tie berkata pula dengan keras. "Murid murid anggota Kay Sie Ih dengar!! Jikalau Su Kay Taysu tak sudi menerima perintah untuk menerima
hukuman maka punco akan minta dikeluarkannya Lek Giok Hut
thung untuk dipakai menghajar matipada murid yang berontak itu"
Kedua pendeta itu menjadi ragu, akan tetapi mereka mesti bekerja. Tak berani mereka menentang titah ketuanya. Maka mereka menjura kepada Su Kay Taysu seraya berkata^ "Perintah
dari ciang bun hongthio keras sekali, jikalau tiangloo tidak rela ditawan, terpaksa teecu akan mengundurkan diri saja."
Belum lagi Su Kay memberikan jawabannya Su Lut Taysu dimuka pintu pendopo berkata dengan nyaring: "Sudah sejak beberapa ratus tahun perintah dari ketua kamitak ada orang yang berani menentangnya, maka itu suheng, sebagai tiangloo yang paling dihormati mengapa suheng hendak menyerahkan diri untuk beristirahat dahulu didalam Kay Sie Ih, andai kata suheng penasaran, dapat suheng menanti rapat para tiangloo, diwaktu mana suheng bisa membela diri"
Paras Su Kay menjadi merah padam dan pucat pasi, dengan perlahan dia mengulurkan kedua tangannya.
"Baik" katanya kemudian, terpaksa. "Kamu boleh meletakkan alat penghukum itu diatas tubuh loolap"
Siauw Pek menyaksikan kejadian itu di depan matanya, ia tahu pasti hatinya Su Kay bergolak keras. fa merasa sangat tidak puas. Maka ia berpikir dengan cepat. Terang sudah bahwa Su Kay Taysu sangat penasaran- Dialah seorang pendeta yang jujur, dia pula bekerja sebagian untuk perkara keluargaku, mana dapat dia dibiarkan mendapat susah" Entah bagaimana keras keputusan rapat para tiangloo nanti. Kelihatannya banyak pendeta yang banyak curiga mengenai peristiwa di Pek Ma San itu, tetapi mereka tidak berani banyak bicara. Akulah orang tersangkut, apakah aku mesti diam saja" Tidak"
Maka ia lalu bertindak maju walaupun terpaksa.
Ban Liang selalu mengawasi segala sesuatu dihadapannya itu, ia memperhatikan pihak Siauw Lim Sie itu, ia prihatin terhadap orangnya sendiri, maka gerak gerik ketuanya tak lolos dari matanya. Melihat ketua itu bertindak maju ia tahu maksud ketuanya itu. Dialah orang yang banyak pengalamannya, ia insyaf pentingnya urusan, kalau pihaknya keliru bertindak, mungkin sukar mereka keluar dari dalam kuil Siauw Lim Sie itu. Maka lekas ia bertindak sambil mengulur tangannya, mencegah ketuanya itu sambil berkata
perlahan sekali^ "Jangan sembrono, bengcu. Didunia Kang ouw adalah tabu seorang luar mencampuri urusan dalam suatu partai lain, maka kalau bengcu mengajukan diri bengcu bakal membangkitkan amarahnya seluruh anggota Siauw Lim Sie "
Si anak muda dapat diberi mengerti, maka batallah ia maju kedepan. Karena itu dengan berdiri diam itu ia menyaksikan kedua tangan Su Kay Taysu dilibat dengan sehelai tali benang kuning, setelah mana dia diajak meninggalkan toa tian.
Ketika itu mata It Tie main diantara Han In Taysu dan Siauw Pek. ia dapat melihat bagaimana orang putus asa karena ditawannya Su Kay Taysu.
Soat Gie mencekal tangan kakaknya, mempermainkan jari jari tangannya, untuk memberitahukan kakak itu perkembangan didalam pendopo itu.
soat Kun terus berlaku tenang. Ia tidak bisa melihat tapi ia mendengar dan tahu. Segera setelah Su Kay dibawa pergi, ia berkata dengan sabar. "Taysu menangkap dan menahan tiangloo kamu, apakah itu berarti bahwa taysu bersungguh sungguh hendak mencari tahu kebenaran dari peristiwa di Pek Ma San itu?"
It Tie yang licik tidak menjawab, dia hanya balik bertanya.
"Apakah siecu ingin mencampur tahu urusan dalam dari Siauw Lim Sie?" lalu tanyanya. Tetap sinona berlaku tenang.
"Rupanya didalam hatimu kau ingin sekali agar aku mencampur tahu urusan partai kamu ini," berkata sinona. "Dengan begitu maka mudah saja kamu nanti mendapat dan menggunakan alasan yang syah untuk menuduh kami melanggar pantangan kaum Kang ouw sudah mencampuri urusan Siauw Lim sie. Benar, bukan?"
Nona yang cerdas ini dapat menerka maksud atau pancingan si pendeta lihay itu.
It Tie merasa mukanya panas. Si nona menerka tepat. Tapi ia dapat mengendalikan diri.
"Siecu," katanya, "kau menuduh punco, apakah maksudmu?"
"Taysu, janganlah taysu selalu mencari alasan untuk kita bentrok satu sama lain," berkata si nona. "Sudah jelas maksud kami datang ke mari ialah untuk memberitahukan halnya Su Hong Taysu mendapat celaka dipuncak Yan In Hong itu, bahwa kecelakaan itu sudah terjadi karena rencana yang diatur sejak waktu siang siang, dan rencana yang busuk itu bukan saja bersangkut paut dengan rasa penasaran Su Hong Taysu itu tapi juga mengenai kesejahteraan Rimbanya Persilatan seUmUmnya. SemUa itu telah terjadi karena coh Kam Pek dari Pek Ho Bun telah dijadikan sasaran dan korban, karena orang timpakan kesalahan terhadapnya bagaikan dialah seekor kambing potong"
Kata- kata itu sabar dan halus tetapi terasakan tajam sekali dan para pendeta itu sendirinya merasakan itu, hingga hati mereka guncang.
It Tie berpikir keras, mencari kata kata guna melawan bicara kepada sinona, akan tetapi dia telah didahului nona itu.
"Haruslah diketahui," berkata Nona Hoan, "bahwa seorang manusia, selama hidupnya beberapa puluh tahun, sukar dia teriuput dari kekeliruan atau kesalahan akan tetapi jikalau dia insaf akan kesalahaannya dan menyesal, lalu dia berdaya memperbaikinya, maka dia tak gagal sebagai manusia yang sempurna, atau kalau dia seorang gagah dia tetap seorang gagah juga. oleh karena itu, taysu, semoga kau suka memikir masak masak kata kataku ini."
Muka It Tie pucat dan merah bergantian, ia malu dan mendongkol.
"oai, siecu kau ngaco belo apa?" bentaknya kemudian, "Sama sekali punco tak mengerti kata katamu"
"Didalam kalangan kamu kamu Budha ada sebuah pepatah yang menjadi nasehat umum," berkata sinona, "Itulah artinya siapa meletakkan golok jagal segera dia menjadi Budha. Taysu dapat menjadi ketua kuil dari partai itu tandanya bahwa dahulu hari su Hong Taysu sangat menghargaimu, tapi sekarang dia mengandung
penasaran besar, mati hidupnya tak ketahuan, entah juga dia berada dimana bukankah sudah seharusnya taysu sebagai ketua Siauw Lim Sie berdaya mencarinya, supaya perkara menjadi terang jelas?"
Kata- kata tajam itu membuat para pendeta yang jujur selain timbul kecurigaannya dan tunduk kepala sambil memuji Sang Budha, juga roman mereka tampak sedih.
It Tie memandang berkeliling. Ia melihat tegas banyak pendeta yang kena tertarik kata kata Han In Taysu serta Nona Hoan- Mereka terkekang aturan keras partai tak berani mereka membuka suara
untuk menyuarakan pikirannya, tetapi perubahan air muka mereka
itu menunjukkan jelas sekali isi hati mereka itu. Semuanya tak puas.
Tapi pendeta itu cerdas sekali. begitulah ia menghela napas terlebih dahulu ketika ia mau berkata^ "Siecu, apakah kata katamu ini kata kata setulusnya hati?"
"Oh, sungguh manusia sangat licin" kata Soat Kun didalam hati. Tapi toh ia segera berkata dengan suaranya yang tinggi^ "Seratus lebih jiwa Pek Ho Bun yang telah terbinasakan, katanya itulah akibat pembalasan untuk Su Hong Taysu berempat, akan tetapi lainlah pandangan orang orang yang mengerti. Mereka ini justru bercuriga Karena perkara sangat besar, tak berani mereka itu mendekati api hingga mereka dapat tertembus terbakar, begitulah walaupun mereka tahu akan peristiwa yang sebenarnya tapi mereka tak berani membuka mulut"
Berkata begitu, sinona berhenti sejenak. Baru kemudian ia menambahkan^ "Mustahil didalam hatimu, taysu tidak ada kecurigaan sekali?"
It Tie menjawab cepat, "Sebelum siecu datang kemari, tak ada kecurigaan punco, akan tetapi disaat ini, hatiku tergerak oleh kata katamu."
"Jikalau benar demikian, sudah selayaknyalah taysu segera bergerak untuk mencari tahu duduk kejadian yang sebenarnya itu." sinona mendesak.
It Tie menjawab^ "Asal dapat dicari buktinya yang dapat membuat kami semua percaya kebenarannya itu, punco akan kerahkan semua tenaga Siauw Lim Pay untuk mencarinya, supaya si biang keladi yang jahat itu tidak hidup merdeka didalam dunia ini" berkata begitu dia mengawasi tajam kepada Han In Taysu dan menambahkannya: "Tuan, benarkah kau Han In cianpwee?"
Ketua Ngo Bie Pay itu menjawab dingin: "Telah loolap berikan keterangan loolap tapi karena taysu tidak mau percaya, ya, apa boleh buat, tak ada dayaku."
"Jikalau punco mengirim murid kupergi ke Ngo Bie San
mengundang datang Hoat ceng Taysu ketua yang sekarang ini,
beranikah tuan dipadu berhadapan dengannya?" It Tie bertanya.
"Lebih lebih jikalau kau mengundang datangnya lebih banyak murid- murid Ngo Bie Pay" berkata pendeta tua yang bernasib buruk itu.
"Nanti didalam suratku akan aku minta Hoat ceng Taysu membawa lebih banyak murid Ngo Bie Pay seperti yang diminta tuan-.." menyambut ketua Siauw Lim Sie itu, yang terus menoleh kepada It ceng untuk meneruskan berkata^ "Segera kau titahkan dua orang kita yang Cerdas, yang tinggi ilmu silatnya, berkata ke Ngo Bie San untuk sebisa-bisanya mengundang Hoat ceng Taysu datang kekuil Siauw Lim Sie kita ini katakan kepadanya kita akan mengadakan pertemuan"
"Baik, ciang bun hongthio" menjawab it ceng. "Apakah perlu sekalian untuk memberi tahukan buat urusan apa?"
"Tak usah. Kau pakai nama punco untuk mengundangnya" It ceng mengangguk, terus ia memutar tubuh dan berlalu pergi. It Tie memandang Soat Kun.
"Urusan ini besar sekali, tidak dapat tidak punco harus berlaku teliti sekali," katanya. "Maka juga punco mengirim orang mengundang ketua Ngo Bie Pay itu, supaya dia datang dengan
segera. Walaupun perjalanan dilakukan dengan cepat kita toh harus
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memakai waktu sepuluh hari lebih..." Si nona berlaku sabar.
"Kelihatan, tak dapat tidak mesti aku mengagumi kau" katanya. It Tie heran.
"Apakah artinya kata kata siecu ini?" tanyanya.
"Aku maksudkan caramu ini memperlambat waktu," menjawab si nona. "Iniiah cara yang sangat beralasan dan tepat. Jikalau bukan taysu, maka aku khawatir lain orang tak dapat memikirkannya "
It Tie memperlihatkan roman keren"Punco sudah bertindak begini rupa, apakah siecu masih tidak puas?" tanyanya. Soat Kun tersenyum.
"habis taysu hendak mengatur bagaimanakah kepada rombongan kami ini?" ia bertanya.
"Selayaknyalah kami memberi tempat kepada rombongan siecu akan berdiam disini buat sekian waktu," menyahut pendeta kepala itu, akan tetapi karena kuil kami tidak dapat ketumpangan tamu tamu, terpaksa kami minta supaya siecu semua tinggal saja diluar kuil"
"Aturan siauw Lim Sie kamu tidak mengijinkan ketempatan orang wanita, mustahil orang pria tak dapat juga?" si nona bertanya. It Tie tertawa hambar.
"Apakah maksud siecu supaya kamu dapat tinggal berpisahan?" tanya dia.
"Supaya yang laki laki berdiam didalam Siauw Lim Sie dan yang perempuan diluar?"
"Maksudku supaya Han In Taysu serta seorang lain, yang terluka, dapat tinggal didalam kuil," menjelaskan si nona.
It Tie bersikap dingin ketika dia berkata pula: "Tak apalah kalau ini Han In Taysu ditinggal didalam kuil kami. Tapi itu yang satu lagi, orang apakah dia" Punco khawatir hal itu kurang leluasa"
"Jikalau aku menyebutnya, mungkin taysu kenal dia," berkata si nona. "Dialah Oey Liong Tongcu sebawahan Seng Kiong Sin Kun" Mendengar itu, paras It Tie berubah.
"Apa sisegala Oey Liong Tongcu dan Pek Liong Tongcu?" katanya, berlagak pilon. "Bagaimana punco kenal dia?"
"Taysu, jawabanmu terlalu cepat" berkata si nona. "Jikalau kau tidak kenal Oey Liong Tong cu, mengapa kau ketahui di bawah Seng Kiong Sin Kun itu masih ada Pek Liong Tong cu segala?"
It Tie bangkit, ia berkata dingin: "Siecu, bicaramu banyak salah, tak karuan mengerti Hoat ceng Taysu bakal segera datang, bila saatnya telah tiba, maka akan segera diketahui palsu atau tidaknya Han In Taysu ini. Sekarang ini punco tidak mempunyai waktu lagi akan mendengarkan kata kata tak keruan dan edan dari siecu" Berkata begitu, It Tie memutar tubuhnya untuk bertindak pergi, menghilang di balik tirai.
Ban Liang yang berpengalaman melengak karena herannya sebab ia tidak menyangka sekali seorang ketua Siauw Lim Sie yang agung dan berkenamaan beginilah tingkah lakunya.
siauw Pek turut merasa heran pula. ia menoleh kepada Soat Kun, untuk membuka mulutnya, tapi segera ia batalkanNona Hoan berkata tawar: "siauw Lim Sie biasa dipandang tinggi oleh kaum rimba persilatan- orang menanggapnya sebagai gunung Tay San atau bintang Tak Tauw, tak disangka begini saja menerima tetamu... Para suhu kecuali ketua mu itu, ada siapa lagi yang bisa mewakili partai kamu?"
Semua pendeta itu berdiam mendengarkan pertanyaan si nona.
Nona Hoan menanti beberapa lama, tetapi masih juga ia tidak
memperoleh jawaban, ia tertawa dan berkata sama tawarnya:
"Jika tidak ada orang yang dapat menjadi wakil ketua mu, baiklah, kami akan berdiam saja didalam toatianmu ini"
Mendengar Suara sinona itu, Siauw Pek berbisik pada Ban Liang: "Loocianpwee,jika tidak ada jawaban dari pihak Siauw Lim Sie ini benarkah kita akan berdiam di dalam pendopo besar ini?"
Ban Liang menjawab berbisik juga^ "Sukar akan menerka maksud si nona."
"Menurut pandanganku," Siauw Pek berbisik lebih jauh, "sikap ketua siauw Lim Sie bagaikan hendak membangkitkan amarahnya orang orang Siauw Lim Sie agar terjadilah perkara darah yang hebat"
"Memang Memang It Tie bermaksud buruk itu. Kecuali itu aku percaya Nona Hoan dapat menerka maksud orang dan mengetahui juga bagaimana harus menghadapinya..."
Tepat pada saat itu, terdengarlah satu suara yang berat: "Siecu,
kata katamu keliru" Mendengar itu, Siauw Pek segera berpaling
Yang berbicara itu ialah seorang pendeta berbaju abu abu. Dia bertindak lebar.
"Siapakah kau suhu?" bertanya Soat Kun segera. "Apakah kedudukan suhu?"
"Pinceng adalah penguasa toatian ini." menjawab pendeta itu. "Ruang Tay Hiong Po tian Siauw Lim Sie ini menjadi tempat suci kami karena itu mana dapat kami ini mengijinkan orang berdiam disini?"
"Suhu, tahukah kau bahwa ketua kamu telah mengibaskan tangannya dan dengan begitu saja meninggalkan ruangan ini?" tanya Nona Hoan-Pendeta itu memang datang dari luar.
"Apa yang dipikir ketua kami itu, tak berani aku menerkanya," sahut pendeta itu.
"Maksudnya ketua mu itu sudah terang dan jelas sekali" berkata Soat Kun. "Jikalau kami tetap berdiam disini, dia jadi tidak merdeka untuk menurunkan tangan jahatnya. Jikalau kita pergi dari sini, itulah yang dikehendaki"
Pendeta berjubah abu abu itu mensidakapkan kedua belah
tangannya didepan dadanya. "Amidha Budha" ia memuji, "Itulah hal
yang pinceng tak berani menerkanya." Hoan Soat Kun berkata pula
"Jikalau kami takut, tak akan kami datang kemari. Karena kami berani datang, pasti kami telah mempunyai persiapan kami Suhu, para suhu yang suci disini semua adalah pendeta pendeta yang mematuhi aturan, akan tetapi pada saat ini mereka sudah kena dikelabui oleh beberapa murid Siauw Lim Sie yang murtad"
"oh, siecu, berani kau menghina ketua kami?" demikian satu teguran keras. Menyusul itu, dua buah benda mengkilat melesat menyambar kearah si nona
Siauw Pek berlaku waspada dan sebat, dia melihat datangnya senjata rahasia itu, dengan sampokan pulang balik, dia menolak senjata rahasia itu sehingga terlepas dari bahaya.
Itulah dua batang pisau belati, yang jatuh dilantai pendopo besar itu.
Dengan sebat Siauw Pek menyapu dengan sinar matanya kearah
para pendeta, yang semua berdiri diam dengan tenang seperti sedia
kala hingga ia tidak bisa mengetahui siapa si penyerang gelap itu.
Seng Su Poan tidak puas, maka dengan suara bernada mengejek,
ia kata keras^ "Suhu manakah yang demikian liehay yang
menggunakan senjata rahasia" Silahkan keluar untuk berbicara" Tantangan itu tidak memperoleh jawabanBan Liang mengulangi kata- katanya hingga beberapa kali, tetap semua pendeta menutup mulutnya.
Melihat demikian, Siauw Pek bertindak akan menjemput pisau belati itu, terus disimpan di dalam sakunya.
Hoan Soat Kun, yang senantiasa bersikap tenang, segera memperdengarkan suaranya yang merdu tapi keras nadanya. Katanya. "Para suhu, diantara kau ada dua macam orang yang berlainan sikapnya satu dengan lain Yang satu ialah mereka yang
bercuriga, yang menghendaki soal dibikin jelas, Yang satu lagi yaitu mereka yang sangat penasaran telah tidak mampu segera membikin mampus kepada kami. Para suhu, terhadap siapa kata- kata ku ini kutujukan, pastilah para suhu ketahui sendiri"
Serentak dengan habisnya ucapan si nona maka terdengarlah
suara genta sembilan kali susul-menyusul, suara itu nyaring dan
mengalun jauh, iramanya mengandung irama penyerangan...
Menyaksikan itu, Siauw Pek segera mengambil tindakan. Bersama sama Ban Liang, Giok. Yauw, Oey Eng dan Kho Kong, ia mengajak kedua Nona Hoan dan membawa Han In serta ciu ceng kesatu pojok untuk memernahkan diri, bersiap siap menghadapi sesuatu bersama-sama.
Setelah suara genta itu berhenti, pendopo besar itu kosong dari para pendeta tak ada satu jua yang tinggal
Ban Liang menghela napas.
"Nona Hoan, apakah tindakan kita sekarang?" tanyanya.
"Setidak-tidaknya kita telah membangunkan kecurigaan para pendeta Siauw Lim Sie ini," menjawab si nona. "It Tie tak segan segan berbuat jahat terhadap kita karena ada sesuatu yang ditakutinya"
"Para pendeta telah meninggalkan pendopo ini, apakah kita perlu meninggalkan juga?" bertanya pula jago tua itu.
"Paling benar kita jangan sembarang berlalu dari sini," Soat Kun berkata. "Didalam kuil ini ada banyak aturannya, yang kita tidak tahu, inilah yang harus dijaga. Pastilah ada pengharapan it Tie supaya kita, diluar tahu kita, melanggar salah satu aturan itu hingga para pendeta menjadi gusar dan akan menyerang kita."
"Tapi," Siauw Pek turut bicara, "berdiam lama-lama disini juga bukannya suatu daya sempurna..."
Nona Hoan berkata sabar^ "Kalau seseorang menghadapi ancaman bahaya, makin besar ancaman itu mesti dia makin tenang, Jangan dia menjadi kacau sendirinya."
Sianak muda berdiam, akan tetapi, didalam hatinya, ia berpikir "Jikalau kita tidak mempergunakan kesempatan pada saat para pendeta belum selesai dengan segala persiapan-bagi kita untuk menerjang keluar dari kuil ini, mustahil kita hendak menanti mereka sudah besiap sedia baru kita menerjangnya ?"
Sementara itu pendopo menjadi sunyi senyap. Hanya ketenangan itu mirip dengan ketenangan yang lagi menantikan tibanya sang badai dan hujan lebat.
Dengan muka tertutup calanya, soat Kun menyandarkan tubuhnya pada sebuah tiang, nampaknya dia tengah memikirkan daya untuk menghadapi keadaan sulit dan berbahaya itu.
Han In Taysu, yang beberapa lama terdiam saja, terdengar menghela napas, setelah itu, dia berkata: "Sebenarnya loolap tak harus campur tangan urusan siecu ini, akan tetapi, tak dapat loolap menahan hati untuk berdiam saja, dari itu ingin loolap bicara juga. cuma, kalau sebentar loolap sudah bicara, siecu sekalian suka dengar atau tidak, terserah kepada siecu sekalian sendiri"
"Ada apakah pemandangan taysu?" tanya soat Kun.
"Sekarang ini, siecu, Siauw Lim Sie telah terpecah menjadi dua rombongan karena kata kata siecu tadi," demikian ketua Ngo Bie pay itu. "Su Kay Taysu ternama dan berkedudukan tinggi didalam Siauw Lim Sie, perkaranya tadi telah menjadikan soal. Kekuasaannya satu hongthio memang besar akan tetapi disana masih ada Majelis Tiang lo yang pendapatnya dapat menentangnya apabila perlu. Demikian andaikata Su Kay Taysu memperoleh tunjangan Tiang Loo Hwee, majelis para tiangloo itu, dia tak bakal mendapatkan bahaya apa-apa. Hanya saja, partai yang manapun juga, adalah tabu bagi orang luar mencampuri urusannya. Tapi siecu, tadi siecu telah bicara demikian jauh hingga terjadilah
keruwetan ini. Siecu, adakah sesuatu maksud yang terkandung dalam hati sanubari siecu"
Apakah siecu telah mempunyai pegangan akan dapat mengekangnya para pendeta Siauw Lim Sie" Kalau tidak. lebih baik kita keluar dahulu dari sini, untuk membiarkan mereka itu mendapatkan ketenangan mereka."
Kata yang terakhir itu diucapkannya dengan perlahan sekali.
"Maksud taysu kita harus menyerbu keluar?" sinona tanya.
"Maksud loolap ialah kita mundur dahulu, untuk nanti baru kita pikir pula bagaimana baiknya."
"Sebenarnya ada sesuatu kekhawatiranku," sinona menjelaskan- "Kalau kita sekarang mundur, bagaimana andaikata kita dibokong di waktu malam yang gelap" Aku khawatir It Tie menitahkan orang- orangnya, guna melakukan penyamaran, memegat dan menyerang kita secara mendadak. Bagaimana kita harus bertindak apabila terkaanku itu benar?"
Han In mau menjawab sinona tapi ia terpaksa membatalkan sebab waktu itu terlihat seorang pendeta, yang berjubah warna abu- abu, yang tangannya mencekal sebatang tongkat panjang mirip toya, mendatangi dengan tindakannya yang lebar. Hanya tiba dimulut pintu, dia segera berhenti, sambil mengangkat tinggi tongkatnya itu, dia berkata nyaring: "Loolap menjadi kam-ih didalam kuil kami ini, loolap hendak memberitahukan- Tanpa memperoleh ijin dari hongthio kami, para tamu tak dapat berdiam disini terlalu lama."
Hati Giok Yauw panas, maka juga ia tertawa mengejek dan berkata: "hei, pendeta bau, baagimana kau hendak banyak lagak" Kami justru mau berdiam disini. Kami mau lihat apa yang akan kau perbuat"
Nona Hoan hendak mencegah kawan itu tetapi sudah tak keburu.
Mendengar suara nona itu, siauw Pek berkata didalam hati: "Anak ini telah menggunakan lidahnya yang tajam, tak dapat tidak, kita tentunya bakal bertempur."
Tapi sungguh diluar dugaan Siauw Pek. Pendeta itu bukannya gusar, sebaliknya dia menghela napas masgul.
"Pinceng bertugas, tak dapat pinceng menentang perintah," katanya perlahan sekali. "Para tamuku, paling baik lekas-lekaslah kamu keluar dari sini." Walaupun suara itu bagaikan bisikan, toh terdengarnya tajam sekali.
"Terima kasih, taysu," menjawab Soat Kun yang menghela napas.
Kembali sipendeta itu menarik napas, kembali ia berkata sangat perlahan^ "Didalam waktu setengah jam ini, para tamu dapat keluar tanpa halangan apa juga."
Kali ini, habis berkata begitu, tanpa menanti jawaban, pendeta itu memutar tubuhnya dan berlalu.
"Loolap tahu siapa dia," kata Han in.
"Tahukah taysu kedudukannya?" tanya Soat Kun.
"Dia adalah salah seorang tiangloo. Dia berkata begitu, mesti ada maksudnya maka tak dapat kita tidak mendengarnya."
"Balkah, mari kita tinggalkan pendopo ini"
"Baiklah mengatur persiapan dahulu, siecu Mungkin diluar pendopo telah ada orang yang mengawasi kita." Soat Kun berpikir sejenak.
"Tenang taysu," katanya kemudian. "Aku percaya It Tie takkan berani turun tangan di dalam kuilnya ini."
"Siecu, hari ini hari apa bulan apa?" mendadak ketua Ngo Bie Pay
itu bertanya. Agaknya dia terperanjat karena mengingat sesuatu. "cit-gwee capsha," sahut Ban Liang.
"cit-gwee capsha" ialah tanggal 13 bulan 7. Han in Taysu menghela napas panjang.
"Sangat sukar bagi kita keluar dari sini..." katanya. "Mengapa, taysu?" tanya Nona Hoan heran.
"Kecuali sejak loolap ditawan telah ada aturan baru didalam Siauw Lim Sie ini," kata Han in, "maka saban tahun mulai tanggal 1 bulan 7 para tiangloo biasa berkumpul dipuncak belakang gunung Slong San ini, untuk menutup diri selama setengah bulan, baru pada tanggal 16 mereka keluar gua. Tempat menutup diri itu ialah gua yang dinamakan Tatmo Tong."
"Kenapa begitu taysu" Untuk apakah penutupan diri itu ?"
"Itulah rahasia mereka kaum Siauw Lim Pay. Loolap ketahui itu karena kata kata Su Hong Taysu dahulu hari. Baru saja loolap melihat daun daun pohon mulai bersemu kuning maka barulah loolap ingat hal ini."
"Ada sangkut paut apakah para tiangloo menutup diri dengan urusan kita?" tanya Ban Liang.
"Ban siecu telah lama menjelajah dunia Kang ouw, mungkin siecu pernah mendengar perihal Siauw Lim pay mempunyai tujuh puluh dua kepandaian silat yang istimewa..."
"Benar." "Didalam Siauw Lim Sie, walaupun seorang pendeta yang usianya sudah lanjut, belum pasti ia dapat masuk kedalam Tiang Loo Hwee, majelisnya yang tinggi itu. Siapa menjadi anggota Tiang Loo Hwee, sedikitnya dia harus pernah berjasa kepada kuil atau partainya, baik dalam ilmu sastra maupun dalam ilmu silat. Maka itu para anggotanya semua berusia lanjut, lihay ilmu silatnya, jujur dan cerdas. Itulah sebabnya mengapa Tiang Loo Hwee besar kekuasaannya. Mereka pula berkewajiban memahami terus ilmu partainya, agar ilmu silat itu dapat diwariskan kepada murid- muridnya..."
"Dengan soal kita keluar dari sini, apakah hubungannya?" tanya Ban Liang menegaskan.
"Selama para tiangloo berada didalam gua, maka It Tie dapat melakukan apa sukanya..."
"Jadi taysu mau maksudkan It Tie bakal mengatur perbagai cara untuk menyerang kita?" tanya si nona.
"Tak tahu loolap It Tie bakal menggunakan cara apa, yang pasti ialah dia merdeka melakukan segala sesuatu menurut kehendaknya sendiri. Didalam hal itu. cuma Tiang Loo Hwee yang dapat mencegahnya."
"Apakah Su Kay dan Su Lut termasuk tiang loo?" tanya siauw Pek. "Sebegitujauh yang loolap ketahui, mereka benar terhitung tiangloo."
"Jikalau mereka anggota Tiang Loo Hwee kenapa mereka tidak berada didalam gua."
"Anggota Tiang Loo Hwee banyak jumlahnya, mungkin mereka sedang bertugas diluar atau mereka belum pergi ke gua."
Kata kata ketua Ngo Bie Pay itu diakhiri serentak dengan terdengarnya suara puji. "Amid ha Budha." yang masuk kedalam pendopo besar itu, iramanya berat dan bergelombang Terang itulah suaranya banyak orang.
"Siecu," Han in Taysu memperingatkan- "Baik siecu mengirim seorang yang ilmu silatnya paling tangguh untuk pergi keluar guna melihat mereka .Jikalau loolap tidak salah menerka, It Tie pasti sudah melakukan persiapan"
Thio Giok Yauw segera mengajukan diri.
"Nona Hoan, bagaimana kalau aku yang pergi melihat?" tanyanya.
soat Kun berpikir, belum ia menjawab Tapi Han in sudah mendahului, "Menurut loolap. Nona Thio dapat diberikan tugas itu."
"Kalau begitu, pergilah " ahli pikir itu menitahkan. Giok Yauw menyahut, segera ia bertindak keluar.
"Tunggu " Nona Hoan mencegah. Giok Yauw menghentikan tindakannya dan menoleh.
"Ada apakah, nona ?"
"Tak peduli kau menemui urusan atau kejadian apa, aku larang kau turun tangan " memesan nona tuna netra itu. "Asal kau melihat sesuatu yang luar biasa, mesti kau segera kembali untuk melaporkan"
"Jlkalau orang mengejarku, senjata rahasia toh dapat digunakan ?" tanya nona yang nakal itu rada melit.
"Jlkalau bisa, lebih baik jangan kau gunakan.."
Nona Thio mengiakan, terus ia lari keluar. Baru selang sehirupan teh lamanya, ia sudah lari balik, bahkan segera melaporkan dengan suara keras: "Kita sudah dikurung "
"Bagaimana cara mengurungnya itu ?" tanya Soat Kun.
"Ditiga penjuru, timur, barat dan utara, terdapat masing masing
lebih dari pada lima puluh orang pendeta, dalam rupa masingmasing satu barisan, mereka bertindak perlahan kearah kita." "Bagaimana dengan arah selatan?"
"Disebelah selatan itu jalan terbuka untuk kita, tetapi lewat kiri setengah lie, dimana terdapat sebuah halaman terbuka, terlihat telah banyak berkumpul pendeta..."
Mendengar itu, Han In terkejut. "Lo Han Tin" serunya.
"Lo Han Tin" adalah tin, atau barisan rahasia para arhat (Lohan).
Ban Liang terkejut, katanya: "Itulah tin yang sangat terkenal. Sejak dahulu, belum pernah terdengar ada orang yang sanggup keluar dari tin itu..."
"Baru satu tin, apakah yang ditakuti?" kata Giok Yau. "Aku tidak percaya Itutoh cara dengan jumlah yang besar memenangkan yang kecil, atau banyak lawan sedikit?"
Han in berkata pula^ "Selama beberapa puluh tahun, diantara kaum Rimba Persilatan ada orang, atau orang-orang, yang merasa dirinya cerdas, yang memahami cara buat memecahkan Lo Han Tin, tapi sampai begitu jauh, belum seorang jua yang berhasil dengan usahanya itu. Menurut apa yang loolap ketahui, kegaiban Lo Han Tin ialah, keras dia lawan keras, lemah dia lawan lemah, maka juga tak peduli orang pandai ilmu silat apa, keras atau lemah, semuanya sukar digunakan didalam tin itu. Dahulu itu Thian Kiam dan Pa Too kesohor, toh mereka masih tidak berani memandang ringan pada Lo Han Tin- Siapa yang terkurung didalam tin, cuma ada dua jalan lolosnya, yang satu ialah meletakkan senjata dan manda ditawan- It Tie Taysu telah kita beber rencana busuknya. Itulah mengenai nama baiknya atau kematiannya, dia pasti tidak bakal merasa puas, tentulah dia hendak mendahului membinasakan kita semua, agar bukti dan saksi termusnah, sesudah itu, baru dia akan menyisihkan Su Kay Taysu"
"Itulah rencana yang mudah diterka. sekarang ialah soal menghadap Lo Han Tin," berkata sinona.
"Masih ada satu penjelasan, siecu. Kegaiban Lo Han Tin baru
terlihat kalau diatur dan dipraktekkan disebuah tempat terbuka."
"Aku mengerti Bukankah taysu menghendaki kita menjaga saja didalam pendopo ini?"
"Benar. Kegaiban lainnya dari Lo Han Tin ialah dia dapat besar dan dapat kecil Besarnya dia membutuhkan seratus orang lebih, dan kecilnya cukup dengan sembilan orang. Dengan begitu, jumlah tenaga orangnya berbeda jauh tetapi kegaibannya tetap sama liehaynya..."
Berkata begitu, Han in mengawasi kepintu pendopo.
"Jikalau kita dapat menjaga pintu itu, untuk mencegah mereka menerobos masuk kedalam pendopo ini, maka Lo Han Tin tak dapat diandalkan lagi." katanya lebih jauh.
"Mungkinkah kita dapat menjaga pintu pendopo ini buat selama- lamanya?" tanya Ban Liang
"Paling sedikit kita mesti dapat bertahan sampai tanggal enam belas bulan ketujuh itu," berkata Han in. "Sampai waktu itu, mesti ada yang It Tie takuti dan tak akan berani dia main gila lebih jauh..."
"Jikalau kita sukar lolos, jiwa Su Kay Taysu juga turut terancam,"
berkata sinona, "sekarang kita harus mencari jalan yang sempurna."
"Menurut loolap." kata Han in kemudian- "lebih baik kita bertahan disini sampai tiba tanggal enam belas itu. cuma..." ia merandak sebentar, "kalau kita bertahan disini, kita tidak punya barang
makanan untuk melewatkan hari. Dengan menahan lapar dan haus
beberapa hari, tidakkah kita bakal jadi kehabisan tenaga?" "Bagaimanakah dengan rangsum kering kita"
"Tinggal untuk satu hari lagi," sahut Kho Kong.
"Jikalau begitu, janganlah kita makan puas puasan," berkata
sinona. "Kita pergunakan itu guna bertahan buat beberapa hari."
"Jadi nona sudah pasti hendak berdiam di sini?" tanya Ban Liang. "Benar!! Han In Taysu mengatakan benar, jangan kita sembronc" Ban Liang menoleh kepada Siauw Pek.
"Bagaimana pikiran bengcu?" tanyanya.
"Jikalau benar Lo Han Tin demikian lihay, memang lebih baik kita bertahan disini," sahut ketua itu.
"hanya yang loohu kuatirkan," berkata sijago tua. "Ialah kalau sampai tanggal enambelas para tiangloo belum juga keluar dari Tatmo Tong. Kita bertahan disini tanpa hubungan dengan dunia luar, apakah itu bukan berarti kita menanti kematian?"
"Keadaan kita memang tak menguntungkan," kata soat Kun"Partai lainnya tidak bisa kita harapkan, yang bisa membantu kita
melainkan Siauw Lim Sie, tetapi disini kita bentrok dengan it Tie." "Awas," mendadak Oey Eng berseru perlahan.
"Jangan biarkan mereka menyerbu masuk sehingga mereka
sempat mengatur Lo Han Tin disini " Han in Taysu memperingatkan.
"Aku akan menjaga pintu pendopo," berkata Siauw Pek. yang segera menghunus pedangnya.
Han in menoleh mengawasisi anak muda. Pikirnya. "Dialah orang yang termuda disini, mengapa justru dia yang mengajukan diri untuk tugas paling berat ini" Ban Liang sebaliknya tidak menentang ketuanya itu.
Heran ketua Ngo Bie Pay itu, tetapi ia tak berani berkata apa apa. Ia melihat di sebelah kiri ada sebuah jendela besar, maka ia menolak keretanya, untuk menghampiri jendela itu dibawah mana ia berhenti. Ia berkata^ "Loolap tidak dapat menggunakan kedua kakiku, loolap menjaga jendela ini saja."
"Jikalau mereka tak dapat menyerbu dari pintu dan jendela, ada kemungkinan mereka akan mendobrak dinding," kata soat Kun. "oleh karena itu, tuan-tuan, kalian waspadalah"
Habis itu, Nona Hoan membungkam. Bersama adiknya, ia memernahkan diri disatu pojok.
Giok Yauw berbisik kepada Ban Liangs "Musuh banyak dan kita sedikit, kalau nanti terpaksa bertempur tak boleh kita main kasihan lagi"
"Walaupun demikian, nona, jikalau kita masih bisa tidak melukai, paling baik jangan melakukanya," sahut sijago tua, yang tetap sabar.
"Diwaktu bertempur, jikalau bukan musuh yang mampus, tentulah kita yang mati," berkata pula sinona nakaL "Karena itu mana bisa ditentukan dari sekarang kita tak boleh melukai orang?"
"Tambah seorang terluka dipihak Siauw Lim Pay berarti tambah seorang musuh, maka itu pikiranku ialah jikalau tidak sangat perlu jangan kita lukai orang, kita harus tetap merasa kasihan-.."
Selagi jago tua itu berkata kata, dimuka pintu sudah terjadi pertempuran- Disana Siauw Pek menghadang enam, tujuh orang musuh Mereka itu menggunakan bermacam macam senjata tetapi mereka terhalang sinar pedang si anak muda. Giok Yauw menoleh kepada Oey Eng.
"Lihat itu dua orang ang-ie kiamsu" katanya "Mereka tentulah tidak dapat berkelahi sebagaimana mestinya, apabila musuh menerjang dan mereka kacau sendirinya, mereka justru bisa mengacaukan kita. Baiklah kau totok mereka." Oey Eng berpikir sebentar.
"Nona benar juga," katanya kemudian- Dia lalu menghampiri dua kiamsu itu, untuk menotoknya, sesudah mana mereka pernahkan disisi pendopo.
Pertempuran dipintu itu hebat. Semua pendeta Siauw Lim Sie menyerang dengan seru. Biarpun demikian, Siauw Pek dapat bertahan.
Giok Yauw yang memasang mata, melihat jumlah lawan
bertambah, dengan segera mereka itu sudah hitung belasan, lalu
puluhan- Tanpa merasa, ia jadi khawatir untuk siauw Pek.
"Walaupun lihay ilmu pedangnya, dia tetap manusia dengan darah dan daging," pikirnya. "Bagaimana kalau dia mesti bertarung terlalu lama" Sungguh berbahaya jikalau musuh menggunakan siasat bertempur bergantian, dengan selalu menukar tenaga baru..." Maka ia berbisik kepada Oey Eng, "Bertempur secara begini tidak dapat dipertahankan "
"Bagaimana nona ?" tanya Oey Eng.
Muka si nona menjadi merah. "Bengcu seorang diri, biar dia lihay, mana bisa dia bertahan terus kalau musuh main silih berganti?" Si anak muda melongo.
"Nona benar." katanya. "Tapi siapa kah yang sanggup menggantikan bengcu ?"
"Memang, kita tak dapat menandingi dia," kata si nona pula. "Bagaimana kalau kita berdua menggantikannya untuk sementara, agar ia memperoleh kesempatan beristirahat?"
"Dalam hal ini, nona, kami memang membutuhkan bantuanmu "
"Baiklah kalau begitu" kata si nona. "Marilah kita menggantikannya."
"Jangan terburu nafsu, nona. Sekarang ini, walaupun dikepung, bengcu masih sanggup bertahan lagi beberapa lama."
Kata- kata si anak muda dihentikan oleh suara berbisik yang datangnya dari arah jendela.
Nyatalah disitu, terali jendela sudah digempur rusak oleh seorang pendeta, yang bersenjatakan golok Kay-too, yang berlompat masuk kedalam ruang.
Serentak pula terdengar juga bentakan Han In Taysu yang menegur bengis: "Kau menerobos jendela, apakah kau tak takut nanti membuat Siauw Lim Pay kehilangan muka " Masihkah kau tak hendak merebahkan dirimu?"
Kata- kata itu diakhiri oleh ketua NgoBia Pay itu dengan
meluncurkan tangan kanannya yang jeriji-jerijinya terbuka
Pendeta itu benar benar mendengar kata, segera dia melempar goloknya dan terus roboh terkulai diatas lantai
Ban Liang sangat kagum, hingga ia berkata: "Taysu telah disiksa hingga bercacat hebat dan juga telah dikurung belasan tahun, tak disangka kepandaianmu Kek Khong Ta hiat dapat terpelihara begini sempurna"
Kepandaian "Kek Khong Ta-hiat" ialah kepandaian "ilmu menotok ditengah udara kosong", yang mirip "pukulan angin".
"Selama loolap dikurung," berkata Han In Taysu. "Apa yang loolap hasilkan ialah kesadaranku atas pelbagai macam ilmu silat, diantaranya ialah Kek Khong Ta hiat ini, yang diperoleh didalam gua penjara..."
Perkataan pendeta ini dihentikan oleh siuran angin disebabkan bergeraknya ujung atau tangan baju, yang disusul dengan berlompat masuknya lagi dua orang pendeta melewati jendela yang telah dirusak itu, atas mana Han In Taysu kembali meluncurkan tangannya, maka robohlah kedua penyerbu itu, roboh tak berdaya seperti pendeta kawannya yang pertama itu
Ban Liang kagum bercampur heran. Pikirnya^ "Pendeta pendeta siauw Lim Sie itu mungkin bukan orang orang yang sangat liehay, tetapi dengan sanggup melompat melewati jendela yang setombak lebih tingginya nyatalah mereka bukan sembarang orang, maka anehlah Han In Taysu, cuma dengan satu gerakan tangannya saja, dia dapat merobohkan mereka secara begini mudah. oh, dia tak dapat dipandang ringan"
Kemudian Seng Su Poan mengawasi keadaan ketiga pendeta, yang roboh terkulai^ mereka rebah tak berkutik bagaikan orang tidur nyenyak.
Sementara itu Han In Taysu mengawasi pertempuran dimuka pintu pendopo besar. "Anak muda yang menjaga pintu itu apakah baik ilmu silatnya?" tanya dia.
"Ya. baik" menjawab Ban Liang. "Dia telah dapat mewariskan kepandaian Thian Kiam dan Pa Too kedua orang liehay itu, bagaimana kepandaiannya tidak baik sekali" Didalam Kim Too Bun kita, dialah yang ilmu silatnya paling liehay" Han In Taysu diam berpikir.
"Tak dapat kamu membiarkan dia hingga dia menjadi letih tak berdaya," katanya kemudian- "Ingat, pertempuran kita ini adalah pertempuran yang bakal berjalan berhari hari tanpa hentinya. Bahkan kesudahannya ini, menang atau kalah, bakal menyangkut
nasib kaum Rimba Persilatan seumumnya..." Ban Liang menghela napas.
"Ah, mungkin cuma taysu sendiri yang dapat menggantikan dia untuk membela pintu besar itu..." katanya kemudiansementara itu Giok Yauw campur bicara. Nampaknya dia bingung. Katanya, "kita tak boleh melukai lawan, mana dapat" Mana bisa kita hanya menangkis serangan demikian hebat para pendeta itu?"
Berkata begitu, nona itu mengawasi kearah pintu pendopo itu. Disana sinar pedang telah menguasai seluruhnya. Beberapa puluh pendeta memenuhi pintu, mereka merangsak Siauw Pek. akan tetapi, disitu mereka tertahan, sia sia belaka mereka mencoba mendesak. Mereka terpaksa selalu terpukul mundur:
Han In Taysu terus menonton, baru kemudian dia menoleh pada nona Thio. "Giok Yauw, mari" panggilnya.
Nona itu tengah mengawasi pertempuran itu, tangan kanannya mencekal pedangnya erat erat tangan kirinya menggenggam jarum rahasianya. Dia selalu waspada. Telah dia pikir, asal Siauw Pek keteter, dia akan menyerang, guna mencegah majunya musuh, buat membantu si anak muda ketuanya itu.Justru itu ia mendengar suara gurunya, ia bagaikan sadar dari tidurnya.
"Ya, suhu" sahutnya seraya terus lari menghampiri guru itu. "Ada perintah apa, suhu?"
Walaupun didalam waktu sangat pendek dan secara sangat kebetulan, dua orang itu Han In Taysu dan Giok Yauw telah mengakui diri masing masing sebagai guru dan murid. "Apakah kau masih ingat Liong Kiam Hong ciang?" tanya sang guru.
"Selama beberapa hari, asal ada kesempatan, selalu teecu memahamkan itu," sahut sinona, "karenanya, tak akan teecu lupakan"
"Bagus" berkata guru itu. "Sebentar, kalau anak muda itu beristirahat, kaulah yang menggantikannya bertahan"
Giok Yauw melengak. "Apakah teecu sendiri saja, suhu?"
"Ya Asal kau benar ingat baik baik Liong Kiam Hong ciang, tak
sukar buat kau menghadang kawanan pendeta Siauw Lim Sie itu" Tiba tiba terdengar bentakan gusar dari Ban Liang.
"Apakah yang bagus untuk ditonton?" Menyusul mana dia berlompat sambil tangannya dipakai menghajar.
Itulah seorang pendeta, yang merayap naik dijendela, dimana dia nongol dengan hanya tampak kepalanya saja. Ketika dia dibentak dan diserang, dia meluncurkan tangannya untuk menyambut serangan itu.
Segera setelah kedua tangan beradu, si pendeta terpental mundur, jatuh ketempat dimana tadi dia memanjat, sedangkan Seng Su Poan tertolak mundur dan jatuh mumprah ditanah.
Tatkala itu suasana dimuka pintu mengancam hebat, hingga Oey Eng dan Kho Kong telah menggeser diri kesisi pendopo itu, bersiap sedia membantu Siauw Pek selekasnya sianak muda membutuhkan bantuan- Mereka terperanjat terdengar suara orang jatuh terduduk, apapula kapan terlihat yang jatuh itu ialah Ban Liang. Oey Eng berlompat, lari menghampiri.
"Apakah loocianpwee terluka?" tanyanya prihatin, kedua tangannya diulur, guna memimpin bangun orang tua itu. Ban Liang bergerak bangun.
"Tidak apa apa " sahutnya.
"Awas" terdengar teriakan Han In Taysu.
Beberapa bayangan pendeta, yang tentunya lihay ilmu silatnya.
Sejarak satu tombak mereka menaruh kaki mereka dilantai.
Melihat itu, Han In Taysu berkata^ "Pergi kalian menjaga dipintu, loolap akan menjaga jendela ini " Menyusul kata katanya, beberapa kali dia menyerang dengan Kek Khong Ta hiat kearah jendela.
Hebat serangan jago ^goBiePay ini, anginnya menghembus keras. Segera terdegnar dua kali. "Aduh" tertahan. Teranglah dua orang musuh sudah kena terhajar.
Giok Yauw sementara itu melihat tiga orang pendeta berada ditengah pendopo. Mereka mengenakan baju pendek serta celana panjang dan senjatanya semua golok Kay-too. Ia membentak mereka itu sambil maju menghampiri.
Ban Liangpun melihat ketiga pendeta itu, ia kisiki Oey Eng. "Paling dulu mereka itu harus dibereskan, supaya kawan kawan mereka tak keburu datang membantunya"
Ketika Giok Yauwpun maju, ketiga pendeta memecah diri kekiri dan kanan, tinggal yang ditengah, yang terus menyambuti nona itu, pedang mana dia tangkis.
JILID 36 Tanpa bersuara, Oey Eng menyerang pendeta yang dikanan, karena Ban Liang telah menerjang yang dikiri.
Ketiga pendeta itu adalah jago jago dari Tatmo Ih, dengan golok. mereka menyambut serangan. Nampak mereka dapat bertahan dengan baik.
Soat Kun, yang telah dikisiki Soat Gie, lalu mendengarkan suara nyaring: "Melihat suasana ini, karena terpaksa, tak dapat kita tidak dapat melukai orang Maka itu, para hu hoat, turun tanganlah kalian, robohkanlah beberapa diantaranya "
SerentakBan Liang mendengar suara sinona segera dia mundur satu tindak. Ketika tadi dia jatuh mendeprok, dia merasa kempolannya nyeri, gangguan itu membuanya kurang leluasa bergerak, lebih lebih sebab adanya larangan jangan melukai lawan- Sekarang si nona memberi kemerdekaan, dia tak mau merem diri
lagi. Maka dia lalu bersiap. setelah mana segeralah tangannya diluncurkan. Itulah satu jurus dari Ngo Kwie souw Han ciu, ilmu silat Tangan Lima Hantu Membetot Sukma, yang dipahami dan dilatihnya puluhan tahun selama dia menyekap diri didalam gunung yang sunyi.
Pendeta yang dikiri tertawa dingin ketika melihat orang meluncurkan tangan terhadapnya, tidak ayal lagi dia menggerakkan goloknya untuk menyambut dengan satu tabasan, akan tetapi baru goloknya bergerak tiba tiba dia sudah merasai nyeri pada dadanya dan hawa dingin meresap masuk kedalam tubuhnya, hingga dia menjadi kaget sekali. Tak sempat dia berkelit atau membataikan gerakan goloknya, golok itu dengan sendirinya mendahului lepas dari cekalannya dan jatuh kelantai, menyusul mana tubuhnya juga turut roboh setelah dia limbung dua tindak karena tak sanggup memasang kuda kuda guna mempertahankan diri.
Han In Taysu melihat ilmu silat kawan itu, dia heran, hingga dia bertanya perlahan: "Saudara Ban, ilmu silat apakah itu" "
"Malu menyebutnya," sahut sijago tua perlahan. "Inilah Ngo Kwie souw Hun ciu."
"Apakah itu meminta jiwa" " tanya Han In pula.
"Telah loohu mengira ngira tenagaku, kali ini tak akan sampai meminta jiwa." sahut pula sijago tua itu.
Giok Yauw sibuk sendirinya melihat Ban Liang mendahului ia merobohkan lawan, maka segera ia mendesak keras. Dua kali ia menikam membuat lawan terpaksa mundur saking repot menangkis. Justru itu karena ia mendapat angin ia segera menyerang dengan tangan kirinya.
Dalam terdesak itu, si pendeta terkejut melihat bayangan tangan didepan mata. Ia bingung hingga dia tidak tahu bagian mana harus menangkis atau menghindar diri. Diapun mesti melayani pedang si nona. Hingga tahu tahu lengan kanannya telah kena terhajar, sampai tangan itu kaku, dan goloknya pun terlepas sendirinya jatuh kelantai Giok Yauw tidak memberi kesempatan, tangan kirinya
diulangi, dipakai menyerang. Di kerepotan itu, dalam bingungnya, sipendeta masih mencoba menangkis Itulah gerakan lawan yang dikehendaki si nona.
Ia memang lagi menggunakan "Hong ciang" tipu silat "Tangan burung hong" yang baru ia peroleh dari Han In Taysu. Ia menangkap tangan lawan, menyusul mana sikutnya mampir juga diiga sipendeta, menotok jalan darah diantara rusuk. Tidak ampun
pula. robohlah pendeta dari Siauw Lim Sie itu Dengan robohnya dua
pendeta, tinggal1ah pendeta yang ketiga yang dilayani Oey Eng.
Ilmu pedang pemuda itu memperoleh kemajuan setelah dia dapat petunjuk Soat Kun, di dalam waktu yang pendek. berhasil sudah ia mengurung lawannya itu.
Karena sang sore lagi mendatangi, pendopo mulai guram, hingga sinar pedang tampak berkilauan-Hal itu membuat keki hatinya sipendeta, pertama kedua kawannya sudah roboh, kedua pedang si anak muda senantlasa mengancamnya. Satu kali dia gugup, lengannya segera tergores ujung pedang, syukur dia masih bisa berkelit, hingga hanya jubahnya saja yang robek.
Oey Eng tidak mau berhenti, dia mendesak. Tiga kali dia dan menebas. Sipendeta repot, tiga kali dia mundur terus terusan- Menyaksikan demikian, Han In Taysu meluncurkan tangannya kearah pendeta yang sudah kelabakan itu, tepat ia menotok jalan darah hoan tiauw dirusuk lawan-Justru itu, Oey Eng pun mengancam lengan orang.
Karena repot, lengan sipendeta itu terkena belakang pedang, sehingga golokpun terlepas, menyusul satu totokan Oey Eng, dan roboh. Maka habislah riwayat enam pendeta itu.
Ban Liang mengambil kesempatan memandang Nona Hoan-Ia mendapatkan nona itu duduk menyandar di dinding mukanya menghadap kemedan pertempuran pintu pendopo. Agaknya dia tak menaruh perhatian, atau tak merasakan sesuatu.
"Entah apa yang dipikirkan si nona yang hatinya sulit diterka itu." pikirnya. "Kenapa dia nampak tak pedulian" "
oleh karena ia merasa kurang aman jikalau ia tidak utarakan apa yang ia pikir, jago tua itu minta kawan kawannya datang kepadanya. Ia berkata ingin bicara sedikit.
Jago tua ini dihargai selain usia tuanya juga karena dia liehay dan
banyak pengalamannya Begitulah maka orang menghampirinya.
Pedang Golok Yang Menggetarkan Pedang Penakluk Golok Pembasmi Ka Thian Kiam Coat To Thian Kiam Coat To Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Menurut penglihatanku," kata sijago tua kemudian, "rupa rupanya penyerangan besar dari kawanan pendeta ini bakal dilakukan diwaktu malam..."
"Itu benar" berkata Oey Eng.
"Dan juga ," berkata lagi si orang tua, "walaupun kita dapat menjaga pintu dan jendela masih ada satu jalan lain yang lawan bisa ambil, ialah jalan menggempur dinding tembok" Berkata begitu, Ban Liang tertawa tawar.
"Maka itu," ia menambahkan, "selekasnya sang malam tiba musuh akan segera menyerbu hebat, hingga pertempuran bakal kacau sekali..."
"Bila pertempuran itu sampai terjadi," Giok-Yauw turut bicara. "tidak dapat tidak^ terpaksa kita mesti melukai dan merampas jiwa orang."
"Memang sampai waktu itu, sulit untuk kita membatasi diri lagi," demikian Ban Liang yang serupa pendapatnya dengan pendapat si nona.
"Dengan begitu bukankah bentrokan kita dengan pihak siauw Lim Sie menjadi hebat sekali," tanya Kho Kong.
"Tidak ada jalan lain. Memang tidak ada sesuatu yang lengkap dua-duanya..."
"Mengapa kita tidak mau menanyakan petunjuk Nona Hoan" mungkin ia mempunyai da apa-apa..."
Ban Liang menggeleng kepala.
"Buat sementara tak usah kita menanyakannya..." katanya. "Nanti malam kita mesti memasang telinga dan memusatkan perhatian kita benar benar, kita mesti mengenal baik keadaan ruang ini, supaya tak sampai gerak gerik kita terhalang..." Oey Eng berpaling kepada Soat Kun dan ciu ceng. "Bagaimana dengan kedua Nona Hoan dan ciu ceng" " tanyanya.
"Ini dia kesukaran kita," berkata sijago tua. "Sudah tenaga kita
sedikit, disamping membela diri, kitapun harus melindungi nona
nona serta Oey Ho ciu Loo itu. Pula pertempuran di waktu malam..."
"Jumlah kita enam orang," Giok Yauw turut bicara, "kecuali yang menjaga pintu dan jendela, sisa kita tinggal empat. aku pikir kita berempat gilir saja, bergantian bertempur serentak melindungi nona nona itu dan ciu ceng bertiga..."
"Itulah sebabnya maka sekarang aku ingin berunding dengan kalian," kata Ban Liang. "Kita bicarakan bagaimana kita harus menentang serbuan-"
"Baagimana pendapat looCianpwee" " tanya Oey Eng.
"siauw Lim Sie mempunyai Lo Han Tin, tak usah kita bicarakan lagi," berkata jago tua itu. "Bukankah Ngo Bie Pay juga mempunyai barisan istimewa semacam itu yang dinamakan Ngo Heng Kiam Tin" Bukankah kalian pernah mendengarnya" "
"Bagaimana, apakah kita melawan musuh dengan tin itu" " tanya pula Oey Eng.
"Itu bukanlah maksudku seluruhnya. Mana mampu aku membangun tin itu" Pula, bagaimana mungkin tin itu dapt dibangun dalam waktu sependek ini" Hanyalah, karena ingat Ngo Heng Tin, loohu jadi ingat suatu cara pembelaan diri..."
"Apakah itu, loocianpwee" " tanya Kho Kong.
"Loohu pikir kapan serbuan datang, kita masing-masing mengambil suatu tempat tempat tertentu. Secara begitu disamping kita menentang, kita pun bisa saling toling dimana perlu. Jangan
kita tinggalkan kedudukan kita masing-masing kecuali ada yang terluka parah."
"Dayaini baik juga ," kata Oey Eng setuju
"Kalau begitu, jangan berayal lagi," berkata Ban Liang. "Mari kita mulai mengatur diri"
Kemudian mereka itu memilih tempat ciu Ceng digotong kesamping kedua Nona Hoan-Ketika itu Han In Taysu dengan rodanya menghampiri.
"Apakah pemuda didepan pintu itu masih sanggup bertahan" " tanya dia.
Pendeta ini heran sebab siauw Pek belum pernah dipukul munduroleh musuh. Iapun heran menyaksikan bagaimana sinar pedang selalu menghadang penyerbuan kawanan pendeta yang banyak jumlahnya itu. Tak pernah ada jago Siauw LimSie yang sanggup menerobos rintangan pedang itu
"Luar biasa" katanya seorang diri. "Sungguh mengherankan" "Suhu, apakah kata suhu" " tanya Giok Yauw.
"Aku heran karena melihat anak muda yang bertahan dimuka pintu itu," sahut sang guru. "Kenapa dia dapat bertahan begitu lama" Sampai sebegini jauh, dia belum pernah mendapat kesempatan untuk beristirahat" Mendengar pertanyaan itu, sang murid tersenyum.
"Mengenai dia, tidak ada yang aneh, suhu," katanya sabar. "Tenaga dalamnya luar biasa mahir, seperti mahirnya ilmu pedangnya..."
"Dia toh belum berusia dua puluh tahun" " tanya guru itu.
"Belum..." menjawab si nona, yang merandak dengan tiba tiba, sedang kulit mukanya menjadi memerah dan terasa panas. Ia insyaf bahwa jawabannya terlalu cepat...
"Karena dia belum berusia dua puluh tahun, tak mungkin tenaga dalamnya demikian mahir," berkata pula ketua Ngo Bie Pay itu, yang tetap heran. "Aku lihat dia melulu mengandalkan ilmu pedangnya itu. . . " ^
"Jikalau dia cuma mengandalkan ilmu pedangnya, walaupun ilmu pedangnya luar biasa, dapatkah dia bertahan lebih lama pula" " tanya Ban Liang.
"Sebegitu jauh yang loolap tahu, itulah sulit."
Mendengar jawaban si pendeta, Ban Liang berkata didalam hatinya: "Han In Taysu belum tahu siapa Coh Siauw Pek, pada saat seperti ini, baiklah aku tak menjelaskan dahulu tentang dirinya..." Maka ia lalu berkata: "Tapi dia dapat bertahan sampai begini lama..."
Kata kata itu terputus dengan tiba tiba. Inilah disebabkan tampak dua orang pendeta berhasil meloncati jendela, beruntun mereka tiba ditempat dimana tadi enam orang kawannya kena dirobohkan. Mereka masuk dari tempat terang ketempat gelap. setibanya didalam tak leluasa mereka melihat depan dan sekitarnya, bahkan mereka tidak melihat juga pihak lawan-Han In Taysu segera melanjutkan tangan kanannya, menyerang dengan sangat sebat, sebelum lawan tahu apa apa, lawan itu yang masuk lebih dahulu segera tertotok roboh Thlo Giok Yauw menghajar musuh yang masuk belakangan-Punggung sipendeta yang menjadi sasarannya. Dengan mengeluarkan suara nyaring, pendeta itu roboh tersungkur seperti kawannya dan tak bangkit pula
"Suhu, bagaimana tanganku ini" " tanya si nona, tertawa, pada gurunya.
"Sebat cukup bahkan lebih tetapi tenagamu kurang," sahut Han in Taysu. "Kau kurang ketenangan."
Ban Liang heran dan kagum.
"Ditempat begini gelap pendeta ini masih dapat melihat pelbagai gerakan orang, dia hebat" pikirnya. "Rupanya itu disebabkan tenaga
dalamnya telah mencapai puncak kemahiran-Han in liehay, dia terkurung beberapa tahun didalam gua yang gelap. tidak heran kalau matanya awas luar biasa. Didalam keadaan seperti dia, sekalipun bukan ahli silat juga pasti bisa melihat lebih baik daripada orang biasa."
KemudianBan Liang menghampiri pendeta tua itu Katanya: "pada saat mati hidup seperti ini, baiklah taysu yang memegang pimpinan. Coba taysu cari suatu daya untuk menolak lawan-.."
"Ini tak berani loolap terima," sipendeta menampik.
"Jangan segan segan taysu," Ban Liang membujuk. "Waktunya sudah singkat sekali"
"Baiklah kalau begitu," sahut sipendeta.
"Kami semua bersedia untuk menerima perintah," Ban Liang memberitahukan-"Setelah beberapa orangnya yang melompati jendela itu gagal, mungkin pihak lawan tak akan berani mengulangi penyerbuan semacam itu lagi," berkata Han in-"Buat sementara, bagianjendela sudah aman, walaupun inilah ketenangan sesaat saja dimuka badai. Terang pihak Siauw Lim tidak mudah melepaskan kita, bahkan sebaliknya, dia akan menyerbu pendopo besar ini dengan menggunakan tenaga jago jagonya. Jikalau kita tertumpas, mereka dapat menggunakan alasan bahwa perbuatannya itu untuk melindungi keselamatan jiwa ketua mereka. Loolap pula percaya pertempuran hebat akan terjadi malam ini..."
"Didalam satu pertempuran tak dapat orang bebas dari ancaman terluka atau terbinasa," berkata Giok Yauw, "takada daya untuk mencegah itu"
"Cumalah, kalau bisa, sebisanya kita harus menghindarkan itu..." kata sang guru, yang tetap sabar. Ia memandang Ban Liang, kemudian melanjutkan kata katanya^ "Loolap setuju dengan perkatanmu bahwa jumlah kita sedikit dan tak dapat menggempur musuh mati matian bahwa kita harus menggunakan akal. Maka itu sekarang loolap menghendaki tindakan kita sekarang ialah kita memisahkan diri satu kaki dari lain tetapi jaraknya cukup dekat
untuk kita bisa saling membantu. Yang penting adalah menjaga supaya musuh jangan berhasil menyerbu kedalam toan tin..."
"Yang sukar yaitu kalau musuh tak menyayangi pendoponya ini dan rela mereka menggempurkannya..." Ban Liang meng utarakan kekhawatirannya.
"Jikalau mereka sampai menggempur, itulah soal lain-Sekarang ini pintu pendopolah yang paling penting, jangan pintu itu sampai tak dapat dipertahankan. Untungnya bagi kita jago jago utama dari Siauw Lim Sie tengah menutup diri, hingga tinggal konco-konco It Tie saja, Loolap percaya tadi kata-kata Nona Hoan tentu telah menyadarkan mereka. Yang bagus ialah kalau kita bisa melayani lawan satu demi satu."
"Itulah tak mungkin, suhu," kata nona Thic "Mereka pasti akan mengepung "
"Apakah yang kiranya taysu khawatirkan" " tanya Kho Kong.
"Ialah seandainya mereka sempat membangun Lo Han Tin didalam pendopo ini. Untuk itu, mereka harus dapat menerobos sedikitnya lebih dari sembilan orang. Seperti loolap telah bilang, pintu pendoponya adalah yang utama."
"Nah, sekarang baiklah taysu segera mengatur kami," kata Ban Liang.
Han in sudah tahu letak pendopo itu, ia lalu mengatur^ "Saudara Ban, tolong kau menjaga jendela. Saudara Oey bersama Giok Yauw harus siap sembarang waktu membantu sianak muda menjaga pintu pendopo. Saudara Kho, tolong kau memasang mata kesegala bagian, andai kata benar musuh menggempur tembok. segera kau memberitahukan kami semua. Loolap akan berdiam ditengah untuk membantu kesegala bagian."
"Andaikata musuh meluruk dipintu dengan jumlah yang besar, bagaimana" " tanya Ban Liang. "Bagaimana kita harus mundurnya"
" "Dengarlah isyarat siulan loolap."
"Baik, taysu." Han In menghela napas melegakan hatinya.
"Sementara musuh belum menyerbu, baik kita istirahat sebentar," katanya pula, kemudian-"ingat, kita berkelahi bukan melulu untuk membela diri tapi juga untuk kesejahteraan Rimba Persilatan seumumnya, buat melindungi sibenar dari sisesat. Kita harus bertahan dari rasa lapar selama tiga hari dua malam." Habis berkata itu, pendeta itu memejamkan matanya.
Giok Yauw lalu menoleh kepintu besar. Pertempuran disitu telah berhenti sendirinya. Sambil siap siaga dengan pedangnya, Siauw Pek lagi berdiri dimuka pintu itu. Lega hati nona ini. Dengan perlahan ia bertindak menghampiri sianak muda.
"Lihatkah kau" " tanyanya perlahan, lemah lembut. "Berapakah banyaknya pendeta pendeta yang mengepung kau" " Siauw Pek menoleh sambil tersenyum.
"Mereka terdiri dari tiga rombongan, datangnya bergantian," sahutnya. Jumlah mereka diatas tiga puluh orang."
"Jadinya setiap rombongan terdiri dari belasan orang." Siauw Pek mengangguk.
"Ah" sinona kagum. "Seorang diri kau bisa melayani demikian banyak musuh, kalau nanti dunia luar mengetahui pertempuran ini, pasti itulah bahan pembicaraan yang menarik hati yang bakal tersiar luas.
"ilmu pedangku memang mengutamakan pembelaan diri," menerang kan sianak muda. "Beruntungnya mereka menyerang dari
depan, hingga aku tak usah khawatirkan serbuan dari belakang.
Inilah yang menyebabkan aku dapat bertahan begitu lama."
Memang makin sering Siauw Pek bertempur, makin baik baginya. Baginya pertempuran berarti semacam latihan dan penambahan pengalaman-Baik tenaga dalamnya maupun ilmu pedangnya akan terus bertambah tangguh dan mahir sendirinya.
"Bagaimana keadaan kalian didalam" " kemudian sianak muda balik bertanya pada sinona.
"Musuh tidak hanya menyerang dari pintu tapi juga dari jendela," Giok Yauw terangkan. "Hanya serangan dari jendelapun menemui kegagalan. Setiap musuh yang lompat memasuki jendela telah kena kita totok roboh."
"Dari tiga rombongan penyerbu tadi," siauw Pek menerangkan lebih jauh. "yang pertama menyerang hebat sekali, yang dua lainnya itu mayan saja. Rupanya mereka tengah menggunakan siasat. Aku duga sebentar lagi, setelah jauh malam, mereka bakal menyerang pula secara hebat."
"Benar terkaanmu Suhupun menduga demikian." Siauw Pek menghela napas.
"Kalau mereka mengajukan jago jago mereka inilah sulit," katanya. "Tak mudah untuk mencegah serbuan mereka itu jikalau tidak melukainya. Bagaimana dengan nona Hoan, apakah tak ada petunjuknya" "
"Mereka itu aneh, hingga tak dapat kami menerimanya," menjawab Giok Yauw. "Mereka memernahkan diri dipojok sana, keduanya duduk bersila dengan berdiam saja, bagaikan orang tengah tidur pulas. tempat sebegitu jauh mereka seperti tak menghiraukan pertempuran pertempuran yang tadi itu."
"Begitu" " sianak muda mengulangi, heran"Benar," sinona mengangguk. "Ban Loocianpwee bersama dua saudara Oey dan Kho tidak berani menyapa, karena itu, aku juga berdiam saja..."
"Bagaimana dengan Han In Taysu" "
"sekarang ini suhu yang memegang pimpinan." "Aneh " kata Siauw Pek.
"Memang aneh Kau menjadi bengcu, kau berhak menanyakan kepada Nona Hoan-"
Kata kata sinona terputus dengan tiba tiba. Mendadak saja terdengar anginnya benda logam warna kuning emas yang meluncur keatas. Diantara sinar sang bintang, terlihatlah sebuah cecer.
Itulah hui-poat, cecer terbang, senjata It Tie Taysu.
"Nona lekas mundur" Siauw Pek berkata. "Mereka segera bakal mengulangi penyerangan mereka "
Giok Yauw mengerti suasana, segera ia lari kedalam pendopo sambil berkata nyaring: "Berhati hati terhadap cecer terbang musuh. Cecer kuningan itu aneh gerak geriknya "
"Jangan takut, nona" kata Siauw Pek. "Terima kasih untuk kebaikanmu" Justru itu, huipoat datang menyambar.
siauw Pek menyambut dengan satu tabasan, ia terkejut. Kedua senjata bentrok tak tepat, cecer itu molos kebawah, menyambar lengan Bukan main heran sianak muda.
"Entah senjata apa ini" " pikirnya. Dengan sebat ia menghunus goloknya, dipakai menghajar. Dengan pedang panjang, tak merdeka ia melayaninya.
Terkena golok. cecer itu lolos kekanan, mencelat kearah pintu. Maka disitulah dia nancap tak bergeming lagi "Hebat" kata Siauw Pek didalam hati saking kagumnya.
Tapi tak sempat ia berpikir lama. Diluar pendopo, sejauh lima tombak lebih, terlihat sinar api terang-terang. Itulah api dari empat buah obor.
Dari dalam pendopo segera terdengar suara nyaring dari Han in Taysu: "Siap Waspada Musuh akan segera menyerang "
siauw Pek memasang mata kedepan. Dibelakang obor-obor itu tampak beberapa rombongan pendeta. Mereka itu, setiap rombongan kita kita duapuluh orang anggota. Semua obor diangkat tinggi-tinggi.
Setelah mengawasi beberapa lama, ketua Kim Too Bun melihat lebih tegas bahwa rombongan itu terbagi empat dan rombongan yang sebelah kiri maju langsung kepintu pendopo toa tin-ia pun mengenali It Ceng. Maka tahulah ia penyerang ini dilakukan oleh saudara seperguruan It Tie yang terpercaya oleh si ketua partai.
insaftah ia bahwa pertempuran bakal jadi hebat. Bahwa tak benar It
Ceng berangkat ke Ngo Bie San guna memanggil Hoat Ceng.
pemuda menggunakan tangan kirinya memasukkan Pa Too, golok ampuhnya kedapam sarungnya.
ooooooo Hanya sebentar, It Ceng sudah bagaikan mengurung pintu toatian. Pendeta-pendeta yang membawa obor, dari depan barisan lari kebelakang dimana mereka mengangkat tinggi tinggi obornya itu.
Diam diam siauw Pek menghitung jumlah rombongan yang pertama ini. Bersama sipembawa obor, mereka terdiri dari dua puluh tujuh orang. Karena itu, jumlah empat rombongan ialah seratus delapan jiwa.
Tiga rombongan yang lain segera memernahkan diri ditimur,
utara dan barat. Dengan begitu, toa tian jadi sudah terkurung rapat.
Empat buah obor yang besar, menyala menerangi sekitar mereka semua.
Dengan pedang ditangan kanan dan ditaruh didepan dada, Siauw
Pek berdiri tenang ditengah-tengah pintu, romannya keren.
Tibalah saatnya It Ceng maju kedepan pintu. Dia segera memperdengarkan suaranya yang dingin. "Siecu, buat sementara kamu menduduki toatian kami. Perbuatan kamu ini merusak muka terang kami kaum Siauw Lim Pay sekarang pinceng buat menyampaikan peringatan yang terakhir. Jikalau kamu tidak segera meninggalkan pendopo ini, tak ampun lagi, kamu bakal ditumpas habis"
Siauw Pek berlaku sabar ketika ia memberikan jawabannya.
"Kami datang kemari dengan memakai aturan yaitu dengan lebih dahulu mengirim kartu nama, bahkan juga dengan beruntun menerobos tiga lapis penjagaan, karena kami telah diterima menghadap ketua kamu, sudah selayaknya kami disambut dan diperlakukan sebagai tamu tamu terhormat. Tapi kamu menentang Rimba Persilatan, bukan saja kamu tidak sudi menyambut secara hormat, kamu juga secara kasar sudah menghina kami. Apakah dengan begitu, kesalahan berada dipihak kami" " It Ceng tertawa dingin.
"Sudah sejak beberapa ratus tahun, kuil kami tidak pernah menerima orang perempuan" sahutnya ketus.
"Kami datang kemari tanpa penyambutan, bahkan kami dipaksa menggunakan kekerasan mencoblos beberapa lapis penjagaan kuat dari kamu, adakah itu aturan dari siauw Lim Sie" " tanya siauw Pek pula. "Jikalau aturan kamu memang satu rupa, sudah selayaknya kamipun diterima dengan baik" It Ceng kalah bicara.
"Pinceng cuma sedang menjalankan perintah" katanya keras. "Pinceng diperintah mengusir tuan-tuan berlalu dari kuil ini. Tidak ada waktu bagiku untuk kita mengadu bicara "
"Jikalau kami tidak mau pergi," tanya Siauw Pek.
"Terpaksa kami akan menggunakan kekerasan, walaupun dengan cara pembunuhan" menjawab pendeta itu. "Jikalau sampai sangat terpaksa, ini rusak musnah" Siauw Pek tertawa dingin.
"Taysu" katanya, sungguh sungguh, "jikalau kamu berkalu sangat
keterlaluan maka malam ini aku khawatir tak bakal luput dari
pertumpahan darah hebat" Pendeta itu mengerutkan alisnya.
"Pinceng telah memberi nasehat secara baik. jikalau siecu tidak mau menerima ya, apa boleh buat, tidak ada jalan lain "
"Aku juga telah memberi nasehat kepada taysu," siauw Pek menjawab. "Jikalau taysu membawa adat sendiri dan tak sudi menerimanya, itulah berarti bahwa kami dipaksa mesti mengadu
jiwa untuk melindungi diri hingga terpaksa kamu juga mesti menurunkan tangan jahat."
It Ceng gusar, hingga dia berseru bengis. "Siecu tidak sudi dengar nasehat baik, jangan heran jikalau pinceng berlaku kurang ajar"
Menutup suaranya itu, pendeta ini menggerakkan tongkatnya menyerang si anak muda. Dia menggunakan tipu silat "Tay Sang Ap Teng" atau "GUnung Tay San menindih kepala. Tongkatnya itu dari atas turun kebawah.
Sebagai pendeta dari golongan It (Satu), dapat dimengerti It Ceng lihay dan tenaganya besar lagi teratur.
Siauw Pek menyingkir dari hajaran hebat itu, sambil berkelit
pedangnya diluncurkan untuk menabas lengan kanan si pendeta.
It Ceng melihat sinar pedang berkelebat, dengan sebat ia menarik kembali tongkatnya, yang panjang mirip toya. Ia juga berlompat mundur lima kaki, bersiap sedia andaikata lawan terus mendesaknya. Tapi ia bukan mundur guna menyelamatkan diri, karena senjatanya panjang, sambil mundur dia menghajar mendatar, mengarah pinggang lawan Siauw Pek tidak menangkis, ia hanya berkelit dari pukulan maut itu, begitu berkelit, begitu ia maju pula sambil menikam. Ia tidak mau memberi kesempatan lawan menyerangnya terus hingga berulang ulang.
Adakah maksud It Ceng berlaku bengis untuk mendesak Siauw Pek mundur dari muka pintu, supaya ia bisa mengajak rombongannya menyerbu masuk kedalam pendopo itu. Iapun mengandalkan tongkatnya, yang termasuk senjata berat, guna menggempur pedang lawan yang terhitung senjata ringan-Tetapi tidak dapat ia mewujudkan rencananya itu. Bahkan ia menjadi repot melayani pedang sianak muda.
Saking serunya, tanpa terasa, mereka sudah bertarung selama dua puluh jurus, selama mana tak hentinya mereka saling menyerang.
Rombongan It Ceng telah siap sedia untuk menerjang masuk kedalam toatian, mereka tidak sabar menyaksikan lawan menghadangnya demikian hebat. Dua orang pendeta menjadi habis sabar, tanpa perintah dari It Ceng, tanpa memberi isyarat lagi, sudah berlompat maju untuk menyerang Golok Kaytoo dan tongkat sianthung mereka turun dengan serentak.
It Ceng membiarkan orang membantunya, dengan begitu mereka mengepung bertiga. Walaupun jumlah musuh menjadi tambah, tak dapat mereka itu mendesak si anak muda. Bagi dia ini, satu lawan atau tiga lawan, saja. seperti biasa, Thian Kiam dapat melayani dengan tenang.
Kembali belasan jurus dilewatkan tanpa hasil satupun untuk pihak yang mana juga .
It Ceng heran dan kagum, hingga dia berkata didalam hatinya:
"Bocah ini masih begini muda, kenapa dia sudah begini lihay"
Kembali dua orang pendeta habis sabar mereka maju menyerang. Mereka menggunakan tongkat.
Dua orang itu maju dari kiri dan kanan. Sambil berputar, Siauw Pek menangkis tongkat mereka, untuk seterusnya ia menghindarkan diri dari serangan serangan It Ceng bertiga.
Pula kali ini, ia melawan lima orang seperti tadi ia melawan tiga. Dilain pihak. karena bertempur berlima serentak. kelima pendeta manjadi agak kalut cara menyerangnya, atau kalau tidak, mereka bisa bisa melukai kawan sendiri...
Han In Taysu, yang berdiam ditempat gelap. menonton dengan asyik sekali. Iapun heran luar biasa. Ia berkata didalam hatinya, "Dia masih sangat muda. Ilmu pedang apa itu dia gunakan untuk melayani orang musuh berbareng" Melihat begini, mestinya Lo Han Tin tidak akan mampu mengurungnya..."
Lagi sepuluh jurus lewat, masih It Ceng tidak bisa berbuat apa- apa. Sedikitpun dia tak memperoleh kemajuan. Makapada akhirnya dia melompat mundur sendirinya. Tapi dia bukannya menyerah
kalah atau mau mengangkat kaki, hanya untuk segera memperdengarkan seruannya. "Kamu semua maju berbareng"
"Ya" menjawab para pendeta yang menjadi kepala rombongan itu, habis mana, semuanya maju serempak.
Han In melihat sikap lawan, iapun berseru. "Awas Mereka mau bergerak secara besar-besaran"
Oey Eng dan Kho Kong telah menuruti nasehat ketua Ngo Bie Pay itu, selagi Siauw Pek bertempur, mereka beristirahat. Tempo itu singkat tetapi ada baiknya juga . Segera setelah dengar seruan pendeta itu, mereka berlompat bangun, untuk mengambil tempatnya masing masing.
Ban Liang juga segera bersiap sedia.
Tiba tiba sebatang obor besar terlihat melesat masuk dari jendela, jatuh dilantai.
Han In menyambut obor itu dengan satu sampokan tangannya. Hanya dengan satu kali saja ia menyampok. padamlah api yang menyala berkobar itu.
Giok Yauw menyiapkan jarumnya, kepada gurunya ia berbisik, "Suhu, pendeta pendeta Siauw Lim Sie tidak memakai aturan Rimba Persilatan lagi, teecupun tak perlu berlaku segan segan terhadapnya."
"Kau hendak membuat apa" " tanya sang guru
"Teecu mempunyai senjata rahasia. Itulah senjata yang paling tepat guna melayani musuh yang berjumlah besar ini."
"Adakah senjatamu itu sebangsa pasir atau jarum beracun" " "Jarum tanpa racun, suhu," jawab Giok Yauw.
"Malam ini tak dapat aku mengambil keputusan bagaimana harus bersikap terhadap lawan ini, tak dapat juga aku mencegah kau, maka itu, kau atur saja bagaimana baiknya"
Belum suara si pendeta berhenti, tiba tiba dua batang obor sudah ditumpukan kembali ke dalam pendopo itu.
Oey Eng berlompat maju, dengan pedangnya ia membabat kutung benda yang berapi itu. sesudah mana ia menginjak injak sUmbu kedua obor memadamkannya.
"Kita berada ditempat gelap, mereka itu ditempat terang, itulah sebabnya kenapa mereka menggunakan api." berkata Han In Taysu. "Mereka itu ingin, setelah menyerbu mereka dapat melihat segala apa dengan jelas"
Suara pendeta itu berhenti terentak dengan satu suara yang keras sekali, disusul dengan mengepulnya debu.
Nona Berbunga Hijau 4 Rahasia Lukisan Kuno Seri Pendekar Cinta Karya Tabib Gila Anak Pendekar 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama