Ceritasilat Novel Online

Sumpah Palapa 23

Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana Bagian 23


sehingga tidak tahu kalau andika datang"
"Malam sudah larut, tak perlu nyai harus menunggu di kursi.
Tidurlah saja" kata patih Dipa.
"Ah, ki patih" kata nyi Dipa "ada sesuatu yang ingin
kusampaikan kepadamu. Untuk itulah maka aku sengaja
menunggu kedatanganmu"
Patih Dipa terkejut. Tidak sari sarinya isterinya bersikap
begitu. Ingin menyampaikan sesuatu " Apakah itu " Ah, tentulah
penting karena tidak pernah nyi Dipa menyampaikan sesuatu
kepadanya. "Apa saja yang hendak engkau sampaikan itu?" ia meminta.
"Ki patih, aku berterima kasih sekali kepadamu"
"Berterima kasih " Dalam soal apa, nyai ?"
"Bahwa engkau telah menjadikan aku sebagai seorang wanita
yang lengkap" Patih Dipa makin tak mengerti akan ucapan isterinya "Cobalah
engkau katakan yang jelas agar aku tak bingung"
Tiba-tiba nyi Dipa berjongkok dan mencium kaki suaminya
"Duh, ki patih, terima kasih atas kepercayaan yang engkau
berikan kepadaku" 1377 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Patih Dipa mengangkat bangun nyi Dipa "Nyai katakanlah
yang jelas. Aku masih belum menangkap apa yang engkau
maksudkan dalam ucapanmu itu"
Nyi Dipa tersipu-sipu malu. Namun diberanikan juga untuk
mengucap dengan lirih "Ki patih, engkau telah mempercayakan
calon puteramu kepadaku"
"Apa ?" patih Dipa terkejut.
"Aku .... aku .... aku telah mengandung calon puteramu, ki
patih ...." "Nyai !" serentak ki Dipa berteriak kaget sehingga tak
disadarinya ia telah menggoncangkan tubuh isterinya "engkau ....
engkau ...." "Benar, ki patih. Sekarang aku sudah mulai membobot benih
calon puteramu. Apakah engkau tak gembira"
Kejut yang disentak oleh luap kegirangan membuat patih Dipa
lupa. Seketika didekapnya nyi Dipa dengan penuh haru
kegirangan "Benarkah itu, nyai ?"
"Ki patih, mengapa aku harus berbohong ?"
Malam itu keduanya diliputi dengan rasa bahagia. Namun
beberapa hari kemudian, patih Dipa sudah seolah lupa lagi. Dia
hanya menekuni diri dalam timbunan tugas dan kewajiban
pemsrintahan. Pikiran dan perhatiannya terhisap pula untuk
melaksanakan tugas. Nyi Dipa tidak marah dan tidak pula kecewa. Baginya,
bukanlah perhatian atau kasih sayang sang suami yang dituntut
secara berkelebihan karena ia sudah mengandung itu. Tidak. Ia
merasa bahwa sudah suatu kodrat alam yang wajar kalau
seorang wanita yang bersuami itu mengandung. Tidak ada hal
yang harus dibanggakan secara berkelebihan.
1378 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bahwa ia dapat mengandung, sudah merupakan suatu berkah
kebahagiaan baginya sendiri. Dengan demikian ia merasa dapat
memberi bakti kepada suaminya berupa keturunan. Ia tak
menghendaki hanya karena mengandung itu maka patih Dipa lalu
berkurang perhatiannya terhadap tugas kewajiban pada negara.
Ia menyadari bahwa patih Dipa itu bukan miliknya semata,
melainkan milik negara Majapahit. Ia hanya merasa bahwa
apabila berada di rumah, barulah patih Dipa itu miliknya, suami
dan calon ayah dari puteranya yang berada dalam
kandungannya. Hanya itu yang ia berani merasakan.
Demikian pada saat terjadi peristiwa yang menyebabkan nyi
Dipa muntah-muntah dan pingsan, ia sudah mengandung dua
bulan. Dan ketika memandang wajah nyi Dipa yang pucat lesi,
teringatlah patih Dipa akan kelalaiannya selama ini. Tiada
bedanya, ia memperlakukan nyi Dipa, sebelum isterinya itu
mengandung dengan sesudahnya mengandung. Tak pernah ia
mengurangi perhatiannya terhadap tugas negara. Tak pernah ia
memperbanyak perhatian kepada sang isteri. Dan kini nyi Dipa
terbaring di peraduan dalam keadaan lunglai.
"Ah, aku berdosa kepadanya karena selama ini kurang
memberi perhatian" tiba tiba terpsrciklah suatu rasa penyesalan
dalam hati patih Dipa. Apapun yang mengikat pernikahannya dengan nyi Dipa,
bukanlah soal dan tak perlu dipersoalkan. Karena nyatanya
wanita itu telah menjadi isterinya. Dan kini telah mengandung
benih yang telah ditanamkannya. Nyi Dipa adalah ibu dari calon
puteranya nanti. Dan ia sebagai suami yang telah memberi beban
kewajiban berat dan gawat kepada seorang isteri, tidak menaruh
perhatian untuk meringankan beban kewajiban sang isteri.
"Ah, aku seorang lelaki yang tak adil" katanya menuntut
dirinya sendiri. Ia teringat, pernah ia mendengar berita tentang
kematiaa seorang ibu yang melahirkan anak. lapun pernah
mendengar cerita tentang perjuangan yang berbahaya dari
1379 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang wanita yang tengah melahirkan itu. Seolah wanita itu
tengah bergulat dengan maut. Iapun membayangkan betapa
jerih payah seorang ibu dalam merawat dan memelihara
anaknya, sejak masih bayi sampai dewasa.
Patih Dipa terkenang akan nasib hidupnya. Ia tak pernah
merasakan kasih sayang ibunya. Namun ia merasakan betapa
besar kasih layang neneknya yang telah merawat dan
memeliharanya waktu ia masih kecil. Tak jarang, di luar
pengetahuannya ketika tengah malam terjaga, ia melihat
neneknya masih menjahitkan pakaiannya yang robek. Ah, itu
kasih sayang seorang nenek. Apalagi seorang ibu.
Walaupun ia tak menerima kasih sayang ibu, tetapi ia dapat
merasakannya. Dan perasaan itu segera membangkitkan suatu
rasa tanggung jawab. Nyi Dipa adalah ibu dari calon puteranya.
Tidakkah puteranya kelak akan kecewa dan menyesal apabila
ibunya tidak mendapat perhatian dan penghargaan dari ayahnya
" Lalu lalang renungan dan kenangan, kesan kesimpulan pada
wanita yang telah menjadi isteri dan kini berbaring di tempat
tidur dalam keadaan tak sadar, cepat membangkitkan rasa cemas
hatinya. Ia segera mengambil sebuah cupu yang disimpan dalam
kotak. Cupu itu berisi bubuk ramuan obat yang diperolehnya dari
ra Tanca dahulu. "Ramuan obat ini terbuat dari dedaunan yang mempunyai
khasiat untuk mengusir angin jahat, melancarkan peredaran
darah dan menghilangkan rasa lelah, kehilangan semangat" kata
ra Tanca pada waktu memberikan kepadanya.
Namun jarang, bahkan hampir tak pernah patih Dipa
menyentuh cupu itu karena ia tak memerlukan. Pemberian ra
Tanca itu didasarkan pada waktu patih Dipa jatuh sakit untuk
beberapa waktu. Dengan tekun meminum ramuan itu dapatlah
kesehatan patih Dipa berangsur-angsur pulih kembali.
1380 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini ia hendak meminumkan ramuan itu kepada nyi Dipa. D
buatnya ramuan itu dengan air panas. Setelah hangat-hangat
tahi ayam, diminumkannya. Malam itu patih Dipa berjaga di
samping tempat tiduf nyi Dipa.
Ia duduk bersemedhi, memohonkan doa kesembuhan untuk
nyi Dipa. Keesokan harinya, keadaan nyi Dipa masih belum baik.
Walaupun dia sudah sadar tapi wajahnya masih pucat dan lemah.
Patih Dipa makin cemas. Ia harus mengundang tabib yang
pandai. Tetapi s iapa " Sejak ra Tanca meninggal, rasanya di pura
Majapahit tiada terdapat lagi seorang tabib yang pandai.
Patih Dipa berjalan mondar-mandir di ruang pendapa. Dia
sedang menggali ingatan, ke manakah harus mencari orang yang
pandai. Tiba tiba ia teringat bahwa di lereng gunung
Penanggungan, ada seorang resi yang pandai dalam ilmu
pengobatan. "Baik, aku harus mengundang resi Kawaca" akhirnya ia
mengambil keputusan. Ia segera menitahkan pekatik atau tukang
kuda menyiapkan kuda. Setelah memesan kepada Santa dan
para dayang untuk menjaga nyi patih Dipa, diapun segera
melarikan kudanya menuju ke gunung Penanggungan.
Sepanjang hidupnya, baru pertama kali itu ia merasakan
betapa rasa tanggung jawab seorang pria terhadap isteri. Baru
pertama kali itu dalam hidupnya, ia bergegas menempuh
perjalanan untuk kepentingan keluarga, kepentingan peribadi.
Berpuluh entah berapa ratus kali dalam sejarah hidupnya, tiap
kali ia menempuh perjalanan tentulah karena mengayahi tugas
negara. Di atas punggung kuda hitam yang mencongklang cepat,
pikiran patih Dipapun ikut berpacu, melayang-layang sebebas
awan di langit. Kini dia baru tahu bahwa di samping tugas
kepentingan negara, ternyata dalam kehidupan itu masih ada lain
1381 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
macam tugas kepentingan lagi. Kepentingan untuk berusaha
menyembuhkan isteri yang sakit. Kepentingan untuk menyelamatkan janin yang berada dalam kandungan isteri, yang
kesemuanya itu adalah serangkaian kepentingan keluarga,
"Ah, apakah sesungguhnya yang menjadi sumber dari segala
yang mencemaskan perasaanku ini ?" timbullah pertanyaan
dalam hatinya. "Aku berjuang untuk menegakkan kerajaan Majapahit, aku
berjuang untuk menyelamatkan seri baginda Jayanagara dahulu,
aku menempuh bahaya untuk menghadapi orang-orang Wukir
Polaman, Dharma-putera ra Kuti, raja Bedulu-Bali dan mereka
yang hendak merobohkan kewibawaan Majapahit, apakah
sesungguhnya yang menjadi sumber pendorong bagiku?"
"Mengapa aku tak rela terhadap fihak, golongan maupun
musuh yang hendak mengganggu Majapahit" Ya, mengapa aku
tak rela dan begitu kemati-matian berjuang membela kerajaan
Majapahit ?" pertanyaan itu terus berkelanjutan dalam hati
karena belum menemukan jawaban yang sesuai.
"Adakah aku ingin mengejar pangkat tinggi, memburu
kemasyhuran nama, kekayaan dan kekuasaan ?" pertanyaan
mulai meningkat sebagai tuntutan. Dan apabila pertanyaan sudah
meningkat menjadi tuntutan maka setiap tuntutan harus dijawab,
harus mendapat pertanggungan jawab.
"Pangkat tinggi ?" katanya dalam hati "ah, rasanya pangkat
tinggi itu hanya suatu tugas yang membebani pekerjaanpekerjaan yang berat. Malam jarang aku dapat tidur pulas karena
seUlu memikirkan tugas yang sedang dan akan kuiaksanakan.
Rasanya lebih pulas aku tidur dulu ketika aku masih menjadi
seoraug kelana yang tidak terikat jabatan apa-apa. Di sembarang
tempat, di hutan, di pondok dan di bawah pohon, aku dapat tidur
nyenyak karena aku tak merrikirkan keresahan apa-apa kecuali
rasa lelah karena seharian berjalan kaki"
1382 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kemasyhuran nama ?" tanya hatinya pula "ah, apakah
sesungguhnya kemasyhuran nama itu " Tak lain hanyalah suatu
belenggu yang mengikat kebebasan belaka. Sebagai patih, aku
harus pandai membawa diri, sesuai dengan martabat dan
pangkatku. Sedikit aku lalai atau salah, maka berhamburan caci
dan kutuk orang mencurah kepadaku. Aku dianggap sebagai
cermin yang harui memancarkan cahaya bening dan bersih, pada
hal aku masih hanya seorang insan manusia yang tidak sempurna
dan banyak kelemahan. Ah, rasanya lebih leluasa menjadi orang
yang tak ternama. Semisal dulu ketika masih berada di desa aku
dapat hidup lebih leluasa, bebas pula dari cemoh hinaan orang.
Kebebasan itu lebih dapat memberi manfaat kepadaku. Aku
dapat melihat kenyataan yang sebenarnya dari suatu peristiwa,
kenyataan yang sesungguhnya dari kehidupan. Tetapi sebagai
orang termasyhur, tidak banyak lagi yang kulihat dan kudengar.
Apa yang kulihat setiap kait aku mengadakan anjangsana ke
daerah-daerah, tentu hanya melihat keadaan daerah yang baik,
laporan yang bagus mengenai perkembangan dan kemajuan
daerah itu. Yang kulihat dan kudengar, hanyalah yang baik dan
indah. Pada hal aku menginginkan untuk melihat dan mendengar
yang tidak baik dan yang tidak indah agar dapat menjadi bahan
pemikiran untuk menyempurnakannya"
"Kekayaan?" masih hatinya berceloteh "tiap hari makan
hidangan lezat, lama kelamaan membosankan juga. Kadang aku
ingin makan jangan (gulai) dari bayem dan jagung yang dipetik
dari kebun. Alangkah sedapnya. Yang kaya, juga hanya
sepinggan takeran makannya. Yang miskinpun hanya sepinggan.
Eh, berbicara soal takeran makan, kadang yang miskin malah
lebih banyak. Yang kaya hanya ongkang-ongkang di tempat
duduk, segala apa sudah disediakan bujang pelayan, sehingga
dia tak banyak bergerak. Akibatnya selera makannyapun sedikit.
Tetapi yang miskin, karena untuk mencukupi kebutuhan hidup
harus bekerja membanting tulang, maka ukuran makannyapun
lebih menggairahkan, lebih banyak sehingga lebih sehat. Soal
1383 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
makanan, bukan tergantung dari lezat atau tak enak, melainkan
tergantung dari lapar atau tidaknya orang yang makan itu. Lapar
adalah lauk pauk yang paling lezat untuk makan"
"Kekuasaan ?" hatinya masih belum puas bertanya "memang
benar kekuasaan itu dapat menjadikan seseorang ditaati dan
dihormati. Tetapi belum tentu orang akan menyayanginya. T aat
karena takut, hormat karena takut, bukan menampilkan ketaatan
yang murni, yang tulus. Namun apabila disayangi, tidak perlu
diragukan lagi, sudah mengandung rasa taat dan hormat. Dan
apakah sebenarnya kekuasaan itu " Adakah kekuasaan itu untuk
menguasai dunia dan manusia " Kekuasaan yang mengandung


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ras? hadigang-hadigung-hadiguna, kekuasaan yang memiliki
keinginan untuk menguasai demi kepentingan diri sendiri,
kekuasaan yang bersumber pada nafsu angkara murka, tidak
akan langgeng dan tak pernah lestari. Lalu kekuasaan yang
bagaimanakah yang dapat berlangsung lestari itu ?"
"Dunia ini fana, tiada yang langgeng. Dan kodrat ini berlaku
untuk segala yang berada dalam arca-pada ini termasuk
kekuasaan" renungan patih Dipa meningkat, melambung ke
angkasa yang bebas dari segala prasangka dan ketakutan "api,
merupakan unsur hidup, karenanya dapat padam atau mati.
Tetapi sifat panas daripada api itu takkan hilang, takkan
dilupakan dan tak pernah hapus dari kenangan dan kesan.
Demikian pula dengan kekuasaan. Kekuasaan itu akan lenyap
bersama orang yang memiliki, yang memujanya. Tetapi sifat
daripada kekuasaan itu, akan tetap langgeng dan berkesan
dalam kelestarian. "Panas nya api yang menimbulkan kebakaran dan
kehangusan, akan menimbulkan kesan kenangan yang ngeri
menyeramkan. Tetapi panasnya api yang berguna untuk
menimbulkan kehangatan hawa yang dingin, kepentingan hidup
manusia, akan melahirkan kenangan yang bersambut rasa
syukur. Demikian pula dengan kekuasaan. Kekuasaan yang
1384 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersifat sewenang wenang, angkara dan penindasan, akan
meninggalkan kesan yatg ngeri serta kutuk yang penuh dendam.
Kekuasaan yang adil, bijaksana dan memberi pengayoman
kesejahteraan pada sesama titah dewata, akan meninggalkan
kesan yang takkan dilupakan dalam lubuk hati setiap orang"
"Tetapi pada umumnya, apabila sudah mencapai puncak
kekuasaan, lupalah orang akan segala apa. Tak dapat
membedakan yang terang dengan yang gelap, yang benar
dengan yang munafik, yang salah dengan yang benar. Ah,
betapa tak berbahagianya orang yang mendambakan kekuasaan
itu. bukankah aku lebih bebas dan lebih tenteram hidup tanpa
kekuasaan, sebagaimana burung-burung yang terbang bebas
kemanapun yang hendak ditujunya " Bukankah dulu ketika aku
masih tinggal di desa, masih mengembara ke seluruh negeri, aku
tak pernah gelisah, tak pernah resah karena takut akan
kehilangan kekuasaan " Ah . . . ."
Patih Dipa menutup gejolak pertentangan dalam batinnya
dengan sebuah helaan napas yang panjang dan dalam. Tetapi
yang terasa longgar hanyalah dada, sedang isi dada masih tetap
menampung kemelut hati yang tersibak oleh gejolak pikirannya.
"Lalu mengapa aku harus hidup bergelimangan dalam
perjuangan, tugas dan kewajiban ini?" demikian tuntutan
pertanyaan yang menantang jawaban.
Tiba-tiba pandang matanya
tertumbuk akan sebuah pemandangan yang menarik perhatian. Saat itu dari udara
tampak seekor burung elang melayang-layang lalu tiba tiba
menukik ke bawah, menerobos gerumbul daun dari sebatang
pohon yang tinggi. Lalu terdengar suara mencicit dari sekawan anak burung. Tak
lama muncullah sepasang burung pipit. Burung pipit itu terus
menerjang elang. Setelah dipandang dengan seksama barulah
patih Dipa mengetahui bahwa di atas sebatang dahan dari pohon
itu sedang berlangsung suatu pertarungan hebat untuk
1385 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempertaruhkan jiwa. Burung elang itu hendak menyambar
sekawan anak burung pipit yang bersarang pada dahan.
Datanglah sepasang burung pipit yang menjadi induk anak
burung itu. Walaupun lebih kecil dan pula tahu tentu kalah,
namun sepasang burung pipit jantan betina itu nekad menyerang
elang untuk mempertahankan keselamatan jiwa anak-anaknya.
Hebat! Pertarungan Itu tak berjalan lama dan kesudahannya dapat
diduga. Sepasang pipit jantan dan betina itu harus kalah dan
jatuh ke tanah, mati. Tetapi burung elang itupun terkejut atas
keberanian sepasang burung pipit itu. Diapun terbang pergi.
"Ah" patih Dipa menghampiri ke tempat kedua burung pipit
yang sudah mati itu "burung pipit yang perwira sekali. . . ."
Ia kagum dan memuji keberanian sepasang pipit jantan betina
itu. Sesaat kemudian ia bertanya dalam hati, apakah gerangan
yang menyebabkan sepasang pipit sedemikian nekad. Ini
memang merupakan kebiasaan yang lama kelamaan menjadi
sifat pembawaan patih Dipa. Yalah, setiap mengalam i suatu
peristiwa yang luar dari kebiasaan dan mengherankan, tentulah
ia mencari tahu apa sebabnya.
Peristiwa sepasang pipit itu, pun mendapat sorotan dari
pemikiran Dipa. Dan cepat sekali ia menemukan jawabannya.
Jelas sepasang pipit itu hendak membela dan melindungi anakanaknya. Melindungi anak-anak, adalah merupakan naluri alam.
Baik titah manusia mau-pun binatang.
Tetapi apa sebab dan dari mana sumber timbulnya rasa
melindungi dan membela itu " Lekas pula patih Dipa menemukan
jawabannya. Karena sepasang pipit itu merasa, kawanan pipit
kecil itu adalah anaknya, miliknya. Dengan demikian jelas rasa
memilikilah yang menjadi penyebab dan sumber utama dari
naluri manusia ataupun khewan untuk bangkit dan bertindak.
1386 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar, rasa andarbeni atau rasa, memiliki dan ikut memiliki
itulah yang menjadi sumber dari semangat dan ttkad untuk
melindungi apa yang dirasa dimilikinya itu.
Penemuan itu telah melonggarkan kerisauan patih Dipa,
memancarkan sinar yang terang pada jawaban yang ditelusurinya
itu. Ia berjuang dari membela Majapahit, karena merasa ikut
memilikinya. Karena Majapahit adalah tanah tumpah darah yang
melahirkan dan menghidupinya. Saat itu ia gopoh ke gunung
Penanggungan mencari resi pandai, juga tak lepas dari sumber
itu. Ny i Dipa itu adalah isterinya, nyi Dipa adalah ibu dari calon
anaknya. Nyi Dipa dan anaknya itu adalah keluarganya, miliknya.
Rasa melu andarbeni atau ikut memiliki, pada hakekatpya
merupakan sumber dari rasa cinta keluarga, cinta masyarakat,
cinta bangsa dan cinta negara. Dan rasa cinta itu memang berat.
Miauntut pertanggungan jawab lahir maupun batin. Meminta
pengorbanan jiwa dan raga. Namun cinta itu indah dan segala
pengorbanan untuk raia itu, adalah mulia.
Patih Dipa membayangkan, bahwa apabila rasa melu
andarbeni itu sudah meresap dalam penghayatan setiap kawula
Majapahit, maka ia beraai memastikan bahwa Majapahit pasti
akan tegak sepanjang masa.
Dan dengan lincah sekali, bersualah patih Dipa akan cara ysng
mudah, bermanfaat dan kena pada sasaran, apabila ia
mengamalkan ajaran itu kepada para kawula. Tidak seluruh
kawula Majapahit itu pandai dan tinggi kecerdasan dan
pengetahuannya. Bahkan kebanyakan masih awam, masih
rendah pengetahuan dan tingkat kecerdasannya. Mereka
memerlukan bahasa yang bersahaja, cara yang mudah dan dan
penerangan yang bersahaja. Rasa 'melu andarbeni', kiranya
merupakan cara dan bahasa yang bersahaja dan mudah diresapi
oleh para kawula dan membangkitkan dan menempa kesadaran
mereka ke arah rasa berbahasa ratu, bernegara satu yani negara
Majapahit. 1387 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu patih Dipa segera merasakan semilir angin
pegunungan yang sejuk. Pada hal sejak tadi diapun sudah
menginjak lingkungan daerah gunung Penanggungan. Hal itu
disebabkan karena sekarang layang pikirannya sudah berlabuh
pada sasaran yang terang benderang. Ia sudah merasa tenang
dan mantap sehingga ia mulai dapat merasakan semilir
hembusan angin yang sejuk.
Memang saat itu kuda hitam sudah mulai melangkahkan
kakinya mendaki ke lereng gunung. Patih Dipa menghapus
lamunan, ia mulai memegang tali kendali untuk mengarahkan
langkah kuda hitam ke sebuah pondok di gerumbul yang tak
berapa jauh di hadapannya.
Cepat sekali ia tiba di sebuah pedukuhan. Ia berhenti di muka
sebuah pondok yang luas halamannya. Pondok itu merupakan
satu-satunya rumah dipedukuhan itu.
Seorang cantrik atau siswa ke luar menyambut. Atas
pertanyaan patih Dipa, cantrik itu mengatakan bahwa padepokan
itu memang tempat kediaman resi Kawaca. Patih Dipa diantar
masuk. Resi Kawaca berusia sekitar limapuluh tahun. Wajahnya
tenang dan segar. Resi itu terkejut ketika patih Dipa
memperkenalkan nama "Ah, apakah andika bukan gusti patih
Dipa dari Majapahit itu ?"
"Ah, hamba mohon janganlah ki resi menggunakan sebutan
gusti. Bukankah seorang resi brahmana itu lebih tinggi derajatnya
dari seorang ksatrya bahkan raja?" patih Dipa merendah.
"Benar" sahut sang resi "tetapi janganlah kita terikat oleh
golongan yang disebut kasta itu. Baiklah, ki patih, aku
mengindahkan sekali atas keterbukaan tuan"
Kemudian resi Kawaca menanyakan tentang maksud
kedatangan patih D;pa. 1388 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak lain hanyalah hendak mohon pertolongan ki resi" patih
Dipa lalu menceritakan tentang keadaan nyi Dipa yang menderita
penyakit aneh itu. Resi Kawaca merasa heran juga. Dia. bersedia memenuhi
undangan patih Dipa untuk memeriksa keadaan nyi Dipa agar
dapat memberi pengobatan yang tepat. Oleh karena hari sudah
petang maka pada malam itu patih Dipapun menginap di
padepokan resi Kawaca. Malam itu ada sesuatu yang dirasakan aneh oleh patih Dipa.
Yalah hadirnya beberapa anakmuda di padepokan Penanggungan. Ada tujuh orang anakmuda yang malam itu
datang ke padepokan. Atas pertanyaan patih Dipa, ki resi mengatakan bahwa ketujuh
anakmuda itu adalah murid-muridnya.
"O, apakah ki resi headak memberi pelajaran kepada mereka
?" tanya patih Dipa.
Resi Kawaca gelengkan kepala "Tidak, ki patih. Malam ini
mereka hendak berjaga di padepokan kami"
Patih Dipa terkejut. Ia mengira resi Kawaca sengaja
memerintahkan para siswanya untuk mengadakan penjagaan
karena kehadiran patih Dipa di padepokan situ. Ia menganggap
hal itu kurang perlu. "Ki resi" katanya kepada tuan rumah "sudah lebih dari rasa
terima kasih atas penyambutan dan kesediaan resi untuk
meluluskan permohonanku. Kurasa tak perlu ki resi memerintahkan para siswa untuk mengadakan penjagaan pada
malam ini" Resi Kawaca gelengkan kepala "Memang pada waktu akhirakhir ini, sebelum ki patih berkunjung ke mari, siswa-siswa itu
selalu mengadakan penjagaan di padepokan sini"
"Penjagaan keamanan ?" Resi Kawaca mengangguk.
1389 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah keadaan di daerah pedukuhan ini tidak aman ?" tanya
patih Dipa pula. "Sedikit terganggu tetapi tidak merisaukan"
"Apakah bentuk gangguan itu " Dari kawanan penjahat ?"
"Bukan" sahut resi Kawaca "tetapi dari kalangan anakmuda
sendiri" Patih Dipa mulai tertarik perhatiannya. Ia meminta penjelasan
kepada resi Kawaca. "Persoalannya hanya sepele. Tetapi anak-anak muda itu
menganggap soal itu menyangkut gengsi sehingga timbul salah
faham, percekcokan dan meningkat menjadi perkelahian"
"Mohon ki resi suka menceritakannya" Ternyata di desa Pacet,
lurahnya memiliki ilmu kedigdayaan yang tinggi. Seluruh
anakmuda desa itu tunduk dan setya kepada lurah Pacet dan
menganggapnya sebagai guru mereka. Anak-anak muda itu
mendapat ajaran ilmu kedigdayaan dari kepala desa.
Dengan mempunyai seorang lurah yang digdaya dan
rombongan anakmuda yang memiliki ilmu ulah kanuragan, desa
Pacet amat disegani. Desa itu aman dari gangguan penjahat.
Rakyat desa Pacet hidup damai dan giat bercocok tanam.
Tetapi entah bagaimana, kalau bermula rakyat taat dan
menghormati lurah mereka dan merasa bersyukur karena
mempunyai seorang ketua desa yang dapat mengayomi
keselamatan mereka, kini mereka berobah menjadi gelisah.
Memang manusia itu sukar diduga. Jika semula lurah Pacet itu
seorang kepala desa yang rajin, tegas dan menjaga kepentingan
para kawulanya, tiba-tiba saja perangai lurah itu berobah.
Sekarang dia suka meminum tuak sampai bermabuk-mabukan.
Hidup mewah dan suka mengadakan pesta keramaian. Itu pun
rakyat desa tentu akan merasa gembira kalau tidak beaya dari
1390 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keperluan-keperluan pesta keramaian itu dibebankan pada
rakyat. Makin lama beban yang ditanggung rakyat desa Pacet itu
makin berat. Sedangkan kegemaran lurah akan minuman tuak
makin menjadi-jadi. Dari seorang lurah yang baik, kini dia


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berobah menjadi pimpinan yang buruk, suka menindas rakyat.
Kebetulan Andung, salah seorang murid padepokan resi
Kawsca, menjenguk seorang paman yang tinggal di desa Pacet.
Hari itu ia mengalami suatu peristiwa yang tak menyenangkan.
Beberapa anak muda, murid lurah Pacet datang kerumah paman
dari Andung untuk memungut cukai.
"Paman, cukai apakah yang diminta?" tanya Andung.
"Setiap rakyat yang mempunyai sawah, ladang atau ternak,
harus membayar cukai kepada lurah. Akupun juga dikenakan
cukai alas ternak yang kupelihara" kata pamannya.
Patih Dipa terkejut. Lurah memungut cukai kepada rakyatnya"
Cukai apakah itu" Pada hal selama di pura Majapahit, tak pernah
ia mendengar bahwa lurah diwenangkan untuk memungut cukai
kepada rakyatnya. Namun ia tak mau memutus cerita resi
Kawaca dan membiarkan bercerita sampai selesai.
"Andung tak puas melibat sepak terjang beberapa anakbuah
larah Paeet memperlakukan paman Andung seperti seorang yang
tertuduh melakukan kejahatan" kata resi Kawaca "Andung lalu
menghadapi anakbuah lurah Pacet "Bawalah aku menghadap ki
lurah atas dasar dan kepentingan apakah maka ki lurah hendak
memungut cukai kepada rakyatnya"
"Siapa engkau ?" tegur para anakmuda itu.
"Aku Andung, yang tinggal di pondok ini adalah pamanku. Aku
sedang berkunjung menjenguk paman dan bibi di sini"
1391 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Andung" Siapa itu Andung" Jangan engkau banggakan
dengan nama yang tak dikenal orang itu" kata para anakmuda
disertai dengan tawa cemoh yang keras.
"Aku adalah siswa dari padepokan di lereng gunung
Penanggungan" "Siapa gurumu ?"
"Sang resi Kawaca"
"O, engkau murid resi Kawaca" Pantas, pantas, engkau
membanggakan dirimu. Tetapi ketahuilah, hai Andung, di sini
adalah tanah Pacet, bukan daerah gunung Penanggungan. Di
gunung Penanggungan engkau menjadi harimau tetapi di sini tak
lebih engkau hanya seekor kelinci belaka"
"Jangan membawa-bawa nama padepokanku. Aku berdiri di
sini bukan sebagai s iswa ki resi Ka waca, melainkan sebagai anak
kemanakan dari pamanku, seorang penduduk desa Pacet yang
menderita perlakuan sewenang-wenang dari kepala desa"
"Engkau berani menentang kami ?" seru kawanan anakmuda
yang terdiri dari empat orang itu
"Mari kita selesaikan persoalan ini di halaman, jangan di dalam
pondok" Andung terus melangkah ke halaman. Keempat
anakmurid lurah Pacet itupun mengikuti.
"Apakah kalian tetap hendak memungut cukai kepada
pamanku yang miskin itu ?" tanya Andung.
"Setiap penduduk yang memiliki sawah, tanah dan ternak
harus menghaturkan bulubekti kepada lurah"
"Kurasa" sahut Andung "tiada peraturan kerajaan Majapahit
yang menetapkan hal itu. Memang dalam hal tertentu untuk
memperbaiki keadaan desa, penduduk wajib ikut serta
memberikan bantuan tenaga dan dana. Tetapi itu bukan cukai,
apalagi cukai yang dipungut secara paksa"
1392 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Memang sudah ditetapkan oleh ki lurah bahwa setiap
penduduk wajib membayar cukai"
"Untuk apa ?" "Ho, sebenarnya tak perlu kuberitahukan kepadamu karena
engkau bukan penduduk desa ini dan tak berhak mencampuri
urusan desa ini" "Tetapi yang hendak engkau tarik cukai itu adalah pamanku.
Aku berhak untuk mengurus kepentingannya"
"Apa engkau kira pamanmu akan dapat beternak dengan
tenang dan hidup dengan sejahtera, apabila keamanan desa ini
tak terjamin. Lalu siapakah yang menjaga keamanan desa ini
kalau bukan ki lurah " Dem ikian dengan penduduk yang lain-lain.
Bagaimana mungkin akan dapat bercocok tanam, berkebun dan
mengusahakan ladangnya kalau keamanan tidak terjamin "
Adakah tidak pantas kalau mereka harus menghaturkan bulubekti
kepada ki lurah atas pengayomannya itu ?"
"Coba kalian jawab" kata Andung "apakah kewajiban lurah
desa itu" Adakah hanya pemangku nama sebagai kepala desa
belaka ataukah mempunyai tugas kewajiban untuk menjaga
keamanan dan kesejahteraan desa ?"
Keempat anakmuda itu terkesiap.
"Menjaga keamanan, memajukan kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan desa, sudah menjadi tugas ke?
wajiban seorang lurah desa. Adakah menjaga keamanan itu
merupakan suatu tugas tambahan lagi ?"
"Jahanam, jangan banyak cakap" salah seorang anakmuda
terus menyerang Andung. Dan terjadilah perkelahian yang seru.
Karena Andung dapat merobohkan pemuda itu maka ketiga
kawannya, lalu serempak maju menyerang. Sudah tentu Andung
kewalahan. Dia menderita luka. Namun diapun berhasil membuat
ketiga lawannya itu babak bilur dan melarikan diri.
1393 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Entah bagaimana keempat pemuda itu memberi laporan
kepada lurah Pacet tetapi yang jelas lurah Pacet marah dan
dengan dengan membawa rombongan anak buahnya, pernah
datang kemari. Kebetulan waktu itu aku sedang ke hutan mencari
daun obat. Beberapa siswa yang berada di sini telah dihajar dan
padepokan ini diobrak-abrik mereka"
Patih Dipa mengangguk-angguk.
"Lalu bagaimana tindakan ki resi?" tanya patih Dipa.
"Aku tak mau menanggapi tindakan yang liar dari lurah itu.
Bahkan para siswa yang hendak menuntut balas ke desa Pacet,
kularang. Mereka heran dan meminta keterangan. Kataku
"Ketahuilah hai, para cantrik dan siswa sekalian. Tujuan
menuntut ilmu itu adalah untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Baik hidup secara lahiriyah maupun batiniah. Ilmu kedigdayaan
dan krida kanuragan, bukanlah untuk mencari musuh dan
mesgsgulkan diri melainkan untuk membela keselamatan diri dan
terutama untuk meningkatkan kesehatan jasmani kita"
"Ya, ki resi seorang yang sudah mencapai tingkat kesadaran
tinggi" puji patih Dipa "apabila dibiarkan para cantrik dan siswa
padepokan ini untuk membalas dendam ke desa Pacet, tentulah
akan timbul perkelahian dan pertumpahan darah yang tak
diharapkan. Setiap persoalan harus diselesaikan menurut hukum
undang-undang negara Majapahit. Karena kerajaan Majapahit
adalah sebuah negara yang memiliki kitab undang-undang yang
mengatur dan menegakkan keadilan, kebenaran dan pengayoman. Tindakan main hakim sendiri, merupakan
pelanggaran hukum" Resi Kawaca mengangguk "Berbahagialah rakyat yang tinggal
di pura Majapahit karena sebagal pusat pemerintahan, tentulah
di sana hukum dan undang-undang itu dilaksanakan dengan
tegas. Tetapi di daerah-daerah yang terletak jauh di pedalaman,
hanya tergantung kepada penguasa setempat. Apabila penguasa
itu seorang yang adil dan bijaksana, rakyat tentu akan hidup
1394 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan tenang dan sentausa. Tetapi apabila penguasa setempat
itu tidak bertindak menurut kewajibannya maka rakyatnya tentu
menderita" Pembicaraan dengan resi itu memberi kesan yang dalam pada
patih Dipa. Kini ia lebih banyak mengetahui bahwa hukum dan
undang-undang masih belum merata dilaksanakan dan diamalkan
di daerah-daerah pedesaan. Terlaksananya hukum dan undangundang negara, tergantung pada para pelaksana yani para
narapraja dari tingkat tertinggi di pusat pemerintahan sampai ke
tingkat terbawah di desa-desa. Jelas bahwa peranan lurah atau
kepali desa amat penting.
Diam-diam terlintaslah dalam angan-angan patih Dipa bahwa
perlulah kiranya para lurah kepala desa itu diberi peningkatan
dan penerangan tentang seluk beluk pemerintaban, cara cara
memajukan desa dan peningkatan kesadaran dalam pengetahuan
hukum dan undang undang serta pengalamannya. Lurah atau
kepala desa merupakan wakil pemerintahan tingkat yang
terbawah yang langsung berhubungan dengan rakyat maka
merupakan alat pemerintahan yang amat penting dan harus
selalu mendapat pembinaan dan peningkatan.
Disamping itu, kiranya perlu juga pada waktu-waktu tertentu
para mentri narapraja yang memangku jabatan menurut bidang
tugas masing-masing, sering berkunjung turun ke desa-desa
untuk menyaksikan dan merasakan keadaan di daerah-daerah.
Untuk langsung berhubungan dengan rakyat agar mengetahui
dan mendapat keterangan keterangan yang sebenarnya tentang
keadaan mereka. Peristiwa lurah Pacet itu memberi gambaran pada patih Dipa,
bahwa masih banyak pejabat dan penguasa setempat, yang
gemar menggunakan kekuasaannya pada tempat yang salah dan
untuk kepentingan peribadi.
"Mereka memang salah" pikir patih Dipa "tetapi pejabat
atasannya yani buyut, kuwu, adipati dan mentri yang
1395 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membawahi mereka, juga tak luput dari kesalahan. Mereka lalai
untuk mengadakan, pemeriksaan. Mereka segan untuk turun
kebawah meninjau keadaan. Dan apabila mereka mau turun
kebawah, merekapun cepat puas menerima laporan tentang
keadaan dan kemajuan daerah yang ditinjaunya itu, yang ke
semuanya tentu dilaporkan serba baik"
Pintas ketan itu segera akan dimasukkan dalam langkahlangkah selanjutnya untuk menyusun suatu cara mengadakan
jalinan antara pemerintahan pusat dengan daerah. Antara iain
mewajibkan para pejabat atasan untuk turun ke bawah
melakukan pemeriksaan dam peninjauan.
Kemudian ia beralih pada persoalan yang dihadapi saat itu dan
bertanyalah ia kepada resi Kawaca "Apakah penjagaan para
siswa di padepokan resi ini dalam rangka pengamanan dan
penjagaan akan kemungkinan yang tak diinginkan dari desa
Pacet ?" "Benar, ki patih" sahut resi Kawaca "karena kami bertauggung
jawab penuh atas keselamatan ki patih yang berkenan
mengunjungi padepokan ini"
Patih Dipa mengangguk dalam hati.
"Apakah ki resi memberitakan kedatanganku ini kepada para
siswa ?" tanyanya. "Tidak, ki patih" kata resi Kawaca "mereka sudah mengetahui
sendiri. Demikian pula dengan penjagaan keamanan malam ini,
juga mereka sendiri yang melakukan"
"O, adakah mereka sudah mempunyai kesadaran yang baik
dalam hal itu ?" "Terus terang, ki patih" kata reii Kawaca "di padepokan ini
bukan semata mengajarkan ilmu kadigdayaan ataupun
pembacaan veda dan pitaka. Tetapi merupakan tempat
penempaan pengetahuan hidup. Pengetahuan tentang hidup
1396 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagai titah dewata, sebagai manusia dalam masyarakat,
sebagai anggauta, dalam keluarga, sebagai kawula dalam
negara, juga kuajarkan kepada para siswa"
"Dalam kedudukan sebagai kawula negara, kutanamkan rasa
sctya kepada negara, menjunjung raja dan menghormati para
pimpinan negara. Raja adalah lambang kekuasaan kerajaan dan
para mentri narapraja adalah pelaksana pemerintahan yang
memberi pimpinan dan pengayoman kepada para kawula. Oleh
karena itu wajiblah kita jaga keselamatan, kita hormati
kedudukan mereka dan kita taati perintah mereka. Para siswa itu
telah mengamalkan pengetahuan yang mereka hayati selama ini.
Maka tanpa kuperintah, merekapun sudah melakukannya" kata
resi lebih lanjut. Patih D;pa mengangguk-angguk pula. Ia memuji resi itu
sebagai seorang guru yang bijak dan berwibawa. Ia dapat
merasakan bahwa untuk memberi pengajaran atau pengertian
terhadap siswa atau rakyat, memang mudah. Dengan gaya
bahasa dan penampilan serta cara yang menarik, siswa atau
rakyat akan dapat menerimanya. Tetapi untuk memberi daya
kewibawaan agar pengertian itu diamalkan, memang memerlukan suatu cara yang tidak mudah. Seorang guru atau
seorang pimpinan belumlah dapat dikata berhasil apabila belum
merasakan bahwa apa yang diajarkan dan diberikan dalam
pimpinannya itu, belum dapat dilaksanakan dalam amal
perbuatan yang dipimpin. "Ah, tidak mudah kiranya menjadi guru atau pemimpin dalam
arti kata yang sesungguhnya" patih Dipa menarik kesan pula.
Lalu ia melanjutkan pembicaraan dengan resi Kawaca pula
"Tetapi apakah ki resi menganggap bahwa kemungkinan lurah
Pacet akan menjadikan gangguan ke padepokan ini masih dapat
terjadi pula?" "Adalah para siswa yang memberi laporan" kata resi Kawaca
"bahwa sikap lurah Pacet setelah mengobrak abrik padepokan ini,
1397 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

makin bertambah garang. Tersiar luas di beberapa padukuhan
bahwa lurah Pacet dapat menghancurkan padepokan Penanggungan" "Bagaimana tanggapan ki resi?"
"Telah kukatakan, ki patih" kata resi Kawaca "bahwa pendirian
padepokan ini bukan bertujuan untuk melahirkan jago jago yang
ditakuti orang, melainkan untuk mencetak manusia-manusia yang
berbudi luhur, tahu akan wajib-duduk dirinya dalam kehidupan,
masyarakat dan negara. Dalam cita-cita itu, haruskah aku
menanggapi sikap lurah Pacet?"
Patih Dipa agak terkesiap menerima pertanyaan yang
dihaturkan kembali kepadanya itu "Ya, aku dapat menyelami dan
menerima peudirian ki resi. Semoga cita-cita ki resi dan harapan
ki resi terhadap para siswa itu akan terlaksana. Jasa ki resi
terhadap negara Majapahit tidak kecil. Akan kuhatunkan keadaan
padepokan ini ke hadapan gusti Ratu ...."
"Ah, jangan ki patih" resi Kawaca menggelengkan kepala
"rasanya kurang tepat apabila ki patih menganggap bahwa apa
yang kulakukan di padepokan ini, merupakan jasa bagi negara
Majapahit" "Dengan mencetak manusia-manusia yang luhur budi dan
tahu akan kewajiban hidupnya, bukankah akan merupakan rakyat
yang berkesadaran tinggi sehingga cita-cita untuk men.bentuk
sebuah negara Majapahit yang besar dan jaya, pasti akan
terwujut ?" "Semoga apa yang tuan cita-citakan itu mendapat restu
Dewata Agung, ki patih" kata resi Kawaca "namun apa yang
kulakukan, apa yang kuberikan kepada para siswa, tidaklah lebih
besar artinya daripada suatu wajib yang layak dan wajar.
Bukankah menjadi kawula yang baik itu, memang sudah
merupakan suatu kewajiban yang layak, yang wajar " Ah, jauh
nian kewajiban itu apabila dizejajarkan dengan jasa"
1398 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Patih Dipa tertegun. Ia teringat dahulu ketika hendak diberi
anugerah oleh Rani Kahuripan maupun baginda Jayanagara
karena ia me lakukan sesuatu untuk kesslamatan kedua
junjungan itu, iapun menolak. Jawaban yang ia haturkan kepada
kedua junjungan itu senapas dengan ucapan dari resi Kawaca
saat ini. Bahwa apabila seorang kawula melakukan sesuatu untuk
negara dan raja, seorang prajurit yang berperang melawan
musuh yang hendak mengganggu negaranya, adalah merupakan
suatu kewajiban yang wajar. lapun mengatakan bahwa
perbuatan itu hanyalah layak disejajarkan sebagai dharma bakti,
bukan jasa. "Terima kasih, ki resi, tuan telah mengingatkan kepadaku
akan sesuatu yang menjadi pendirianku" akhirnya patih Dipa
tersenyum. "Tetapi dalam soal lurah Pacet" katanya pula "memang tak
dapat dibiarkan dia berkemanjaan dalam sikap itu. Dia harus
ditindak tegas agar jangan memberi pengaruh buruk kepada lainlain kepala desa. Agar rakyat kembali ke dalam kepercayaannya
bahwa kerajaan Majapahit itu masih memiliki hukum dan
undang-undang yang tidak membenarkan sikap sewenangwenang, menyalah gunakan kekuasaan untuk menindas rakyat"
Resi Kawaca hanya mengangguk tak memberi pernyataan
apa-apa. Keduanya lalu berbincang-bincang mengenai berbagai
masalah, baik tentang perkembangan dan kemajuan agama di
kalangan rakyat, maupun tentang masalah-masalah ketataprajaan. Keduanya saling terkesan. Resi Kawaca kagum akan luasnya
ilmu pengetahuan agama yang dimiliki patih Dipa. Pun patih Dipa
juga memuji akan pengetahuan resi Kawaca dalam bidaieg
ketata-prajaan. Tengah keduarnya terlibat dalam pembicaraan yang
menggembirakan, tiba-tiba masuklah seorang cantrik menghadap
ki resi. 1399 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki resi, diluar dukuh, terlihat sebuah rombongan sedang
menuju kemari" kata cantrik.
"Bagaimana engkau tahu?" tanya ki resi.
"Anggauta rombongan yang dimuka memakai o-bor yang
terang sekali, ki resi"
"Menurut penglihatanmu, mereka hendak menuju ke
padepokan ini?" "Benar,' ki resi"
"Bagaimana engkau mempunyai dugaan begitu?"
"Saat ini saat malam. Mereka mendaki ke atas lereng.
Rombongan itu terdiri dari beberapa belas lelaki yang membawa
senjata. Tiada dapat pikiran hamba menduga lain kecuali mereka
tentu hendak menuju ke padepokan ini"
"Benar, hal itu disebabkan karena kalian mempunyai
permusuhan dengan orang Pacet. Itulah derita orang yang
mempunyai musuh, selalu dibayangi rasa ketakutan"
"Tetapi ki resi" kata cautrlk itu "kami sudah mentaati perintah
ki resi untuk tidak memperpanjang peristiwa itu. Hanya apabila
fihak mereka yang masih melanjutkan, bagaimanakah kita harus
bersikap?" "Sambutlah kedatangan mereka dengan baik" kata resi.
Cantrik itupun segera menuju keluar.
Patih Dipa terkesan akan sikap resi Kawaca yang begitu
tenang. Ia sependapat dengan cantrik bahwa rombongan yang
sedang mendaki keatas itu tentulah hendak menuju ke
padepokan. "Ki resi" kata patih Dipa "apa yang dipersembahkan cantrik
kepada tuan, kurasa mendekati kebenaran. Mengapa ki resi
tenang-tenang saja?"
1400 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Resi Kawsca mengangguk "Kutahu, ki patih. Akupun tidak
menyalahkan dugaan cantrik. Tetapi aku hendak memberi
pelajaran kepada para siswa dan cantrik, agar bersikap tenang
dalam menghadapi apapun juga"
"Ya, ki resi benar" kata patih Dipa "tetapi andaikata
rombongan itu benar orang orang Pacet, bagaimanakah ki resi
hendak menghadapinya?"
"Akan kufambut dengan baik dan kuundang mereka untuk
berunding dan menghabiskan urusan yang tak bermanfaat ini"
"Sikap ki resi patut dipuji" seru patih Dipa "tetapi menilik sikap
lurah Pacet seperti yang ki resi ceritakan tadi, kemungkinan sukar
untuk mencapai perdamaian. Lalu bagaimanakah kiranya sikap ki
resi terhadap lurah Pacet itu?"
"Kalau dapat, aku akan mengalah"
"Tuan bebas untuk bertindak begitu" kata patih Dipa "tetapi
aku sebagai seorang narapraja, tak mengidinkan hal itu terjadi.
Akan kutindak lurah itu"
"Ah" ki resi menghela napas.
"Maaf, ki resi" kata patih Dipi pula "kuperca-ya apabila tuan
menghendaki, tentulah tuan dapat mengatasi mereka. Tetapi
mereka tentu tetap tak puas dan terap akan mendendam pada
padepokan tuan. Ini berbahaya karena mereka tentu dapat
menggunakan berbagai cara gelap dan terang untuk membalas
dendam" Resi Kawaca, mengangguk. "Maka yang tepat, akulah yang bertindak. Dan sebagai seorarg
narapraja memang menjadi tugas kewajibanku untuk menindas
perbuatan-perbuatan semacam itu. Dengan tindakanku itu,
mereka tentu tak mempunyai alasan untuk menumpahkan
dendam kepada padepokan ki resi"
1401 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu di luar halaman terdengar suara orang berisik dalam
tanya jawab. Tentulah para s iswa dan cantrik padepokan sedang
menerima kedatangan rombongan itu.
"Ki resi, aku mohon idin untuk menghadapi mereka. Sebelum
aku ke luar, akupun hendak mohon, agar ki resi jangan
memberitahukan kepada mereka siapa diriku. Dalam hal ini aku
dapat menyesuaikan diri dengan keadaan" kata patih Dipa terus
beranjak dari tempat duduk dan melangkah ke luar.
Tepat pada saat ia melangkah ke halaman, dilihatnya
beberapa siswa padepokan sudah terlibat perkelahian dengan
rombongan pendatang itu. "Suruh resi Kawaca ke luar untuk mengadu kesaktian dengan
aku" teriak seorang lelaki bertubuh tinggi besar.
"Kawan-kawan, hajarlah anak-anak cacing padepokan ini"
"Ya, biar mereka tahu siapa orang Pacet itu !" Demikian
terdengar suara orang melantang-lantang di antara perkelahian
yang sedang berlangsung itu.
"Berhenti !" sekonyong-konyong mereka dikejutkan oleh suara
bentakan yang menggeledek dari seorang lelaki yang bertubuh
kekar yang tengah melangkah menghampiri.
Suara itu mengumandangkan kewibawaan yang kuat. Belum
pernah rombongan yang tengah berkelahi itu, mendengar suara
yang bernada sekuat itu. Serempak perkelahian itupun berhenti.
Berpuluh pasang mata mencurah ke arah pendatang itu.
"Siapakah rombongan pendatang ini ?" seru lelaki bertubuh
kekar yang tak lain ki patih Dipa.
"Orang-orang Pacet ?" jawab salah seorang anggauta
rombongan "siapa engkau !" ia balas menghardik.
"Siapa kepala rombongan ini ?" patih Dipa tak menghiraukan
pertanyaan orang. 1402 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lurah kami!" "Suruh dia maju ke hadapanku"
"Wah, garang benar engkau ki sanak" seru orang tadi pula
"siapakah engkau?"
"Aku menghendaki lurah Pacet, bukan engkau"
"Hm, jika engkau tak mau menyebutkan siapa dirimu akulah
yang akan meminta pertanggungan jawabmu"
"Apakah engkau benar-benar tak mau meminta lurah Pacet
maju kehadapanku?" "Tidak! " orang itu berteriak dan terus berce-kak pinggang
menantang. "Hm, tikus semacam engkau hendak berlagak" patih Dipa
melangkah maju dan sebelum orang itu sempat bergerak,
bahunya sudah dicengkeram, ditarik lalu diangkat tubuhnya dan
dilemparkan ke tanah, bum . . .
Gemparlah sekalian orang menyaksikan adegan itu. Para siswa
padepokan Penanggungan tak menyangka bahwa tetamu agung
yang berkunjung ke padepokan mereka ternyata memiliki
kedigdayaan yang sehebat itu
Lebih gempar lagi adalah rombongan pendatang itu. Orang
yang dalam segebrak sudah dilempar ke tanah oleh patih Dipa,
adalah murid yang diandalkan lurah Pacet. Orang itu bernama
Rupak, pemberani dan kejam. Ia menjadi wakil lurah Pacet.
"Bunuh dia" serempak terdengarlah suara orang memberi
perintah dan enam orang dengan cepat menghunus senjata lalu
menyerang patih Dipa. Para siswa padepokan terkejut. Mereka menguatirkan
keselamatan patih Dipa. Merekapun segera hendak maju tetapi
tiba-tiba patih Dipa loncat mundur dan mengulurkan tangannya
kepada salah seorang siswa padepokan "Pinjamkan senjatamu"
1403 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siswa itu eepat menyerahkan senjatanya, sebatang pentung
besi, menyerupai tombak yang tak berujung tajam. Kemudian
patih Dipapun maju menyambut serangan keenam orang Pacet
itu. Patih Dipa tak mau membunuh mereka. Dia hanya cukup
hendak membuat mereka jera dan sadar. Terdengar gemerincing
logam beradu, disusul dengan jeritan mengaduh kesakitan dan
tubuh-tubuh yang menggelepar di tanah.
Patih Dipa hendak memberi pengajaran yang setimpal kepada
anak-anak muda yang gemar mengagulkan ilmunya. Namun
walaupun marah, ia masih dapat membatasi diri hanya memberi
luka ringan kepada mereka. Ia memainkan tongkatnya untuk
menyabat kaki mereka agar mereka rubuh.
Peristiwa itu makin membelalakkan mata orang-orang Pacet.
Lurah Pacet yang tinggi besar dan terkenal mempunyai ilmu
kebal, tak dapat menahan diri dan terus rnenyelimpat maju
berhadapan dengan patih Dipa.
"Hai, siapakah engkau?" hardiknya.
"Hm, rupanya engkaulah lurah desa Pacet itu, bukan?" balas
patih Dipa dengan melontarkan pandang menikam ke wajah
lurah itu. "Kalau sudah tahu, mengapa engkau masih jual lagak
dihadapanku" " sahut lurah itu.
"Lurah" seru patih Dipa "tindakanmu tidak sesuai dengan
kedudukanmu. Engkau seorang lurah, seharusnya engkau
menjadi pengayoman dan contoh kepada rakyatmu. Tetapi
engkau bahkan msmperbudak rskyatmu supaya menjunjung
engkau sebagai raja kecil"
"Tutup mulutmu, jahanam!" bentak lurah dengan marah.
"Hm, rupanya terhadap manusia liar seperti engkau, tiada lain
bahasa yang engkau mengerti kecuali dengan cara kekerasan.
1404 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah engkau hendak mengadu kedigdayaan dengan aku?"
seru patih Dipa. "Engkau harus mempertanggung jawabkan tindakanmu
melukai beberaoa muridku" seru lurah Pacet.
"Tentu" jawab patih Dipa "semua yang terjadi dan kulakukan
ditempat dan pada saat ini, adalah menjadi tanggung jawabku
sepenuhnya" "Engkau orang undangan padepokan ini?"
"Tidak" bantah patih Dipa "aku kebetulan datang kemari dan


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihat perbuatanmu yarig melanggar hukum. Oleh karena itu
aku harus menindakmu"
"Ho, besar nian mulutmu, babi hutan" damprat lurah Pacet
"lagakmu seperti pembesar saja"
"Untuk memberantas kejahatan dan kekejaman, bukanlah
semata kewajiban para narapraja tetapi setiap kawula Majapahit
yang tahu menghormati undang-undang juga mempunyai
kewajiban. Rupanya engkau mengagulkan ilmu kedigdayaanmu,
bukan" Aku ingin sekali mengujimu"
Sebenarnya setelah menyaksikan bagaimana ulah kanuragan
patih Dipa dalam menanggulangi pengeroyokan keenam murid
Pacet tadi, lurah Pacet diam-diam merasa giris. Ia hendak
menggunakan siasat garang untuk menggertak patih Dipa. Tetapi
ternyata patih Dipa malah menantangnya. Dihadapan beberapa
murid dan orang-orang padepokan Penanggungan, tersinggunglah keangkuhan hati lurah itu. Ia malu kalau tak
dapat memberantas patih Dipa yang dianggapnya lancang mulut
itu. "Baik" sahutnya menerima tantangan patih Dipa "rupanya
kokokmu makin nyaring sete lah mengalahkan beberapa muridku
itu. Hayo, layani aku, lurah Pacet yang menjadi gegedok desa
Pacet ini" 1405 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lurah itu menyingsingkan lengan baju. Karena melihat ia tidak
menghunus senjata, patih Dipapun melemparkan tongkat besi
kepada pemiliknya. Ia hendak melayani lurah itu dengan tangan
kosong juga. Sebuah serangan yang berisi dua buah layang pukulan kearah
dada dan lambung patih Dipa, telah dibuka oleh lurah Pacet
dengan gaya dan gerak yang dahsyat.
"Mati engkau" serunya ketika melihat patih Dipa diam saja
sehingga pukulannya tentu akan mengenai sasaran. Tetapi
alangkah kejutnya karena pukulan yang dirasa sudah mendarat
di tubuh lawan, ternyata masih kurang sekilas.
Lurah itu terkejut. Ia penasaran. Dilanjutkannya tinju untuk
mengejar kemuka "Uh" kembali ia mendesuh karena tinjunya
tetap tak dapat mencapai tubuh orang, masih terpisah sekilan
jaraknya. Serangan yang gagal itu berlangsung sampai beberapa kali.
Dan saat itu terlintaslah dalam benak lurah Pacet "Apakah ini
yang disebut orang sebagai ilmu Lembu-sekilan ?"
Memang lurah itu pernah mendengar gurunya bercerita
tentang sebuah ilmu yang disebut Lembu-sekilan. Ilmu itu
memang hebat dan disegani lawan. Orang yang menyerang akan
menganggap bahwa pukulannya tentu mengenai tetapi ternyata
tidak, masih terpaut satu rentang jari atau satu kilan. Namun
lurah Pacet hanya pernah mendengar, tak pernah melihat orang
yang memiliki ilmu kesaktian iiu.
"Lurah Pacet, rnengapa seranganmu sudah mengendor"
Sudah kepayahankah engkau ?" seru patih Dipa.
Lurah gelagapan dan gopoh menjawab "Jangan bermulut
besar! Kalau engkau memang sakti, hayo balaslah aku"
"Baik, bersiaplah" patih Dipa berputar-putar dalam suatu tatalangkah yang indah, cepat dan tahu-tahu dia sudah menyelinap
1406 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di belakang Iurah itu. Sebelum lurah itu sempat berputar tubuh,
tengkuk dan pinggangnya sudah dicengkeram lawan dan pada
lain saat tubuhnyapun terasa diangkat. Cepat lurah itu meronta.
"Uh ... " patih Dipa mendesuh kejut ketika cengkeramannya
terlepas. Tubuh lirah terasa amat licin seperti belut. Diulanginya
lagi dan sair pai tiga kali ia tetap tak berhasil meringkus tubuh
lurah Pacet. "Bagus, lurah, kiranya ilmu Belut-putih itulah yang membuat
engkau bangga dan merasa tiada yang mampu melawanmu" seru
patih Dipa setelah tahu apa yang menjadi ilmu s impanan lawan.
Lurah Pacet tertawa mengejek "Bukankah engkau sudah
membuka mulut hendak menindak aku " Mengapa engkau
mengeluh" Hayo, tangkaplah aku"
Patih Dipa sudah menemukan cara untuk melumpuhkan daya
perlawanan lurah itu. Tetapi pada waktu ia hendak menebas
leher lurah itu, tiba tiba lawan berkisar langkah dan dengan
gerak yang amat cepat menyongsong tangan patih Dipa,
krekkkkk .... Terdengar derak suara keras dari dua kerat tulang tangan
yang saling beradu. Sesaat itu tampak lurah Pacet menyurut
mundur, wajahnya mengkam rasa kesakitan yang ditahan. Ia
merasa tulang lengannya seperti beradu dengan sekerat besi.
Andaikata tidak ma lu, ingin rasanya ia menjerit untuk
melonggarkan rasa sakitnya.
"Lurah Pacet, apakah engkau masih bersedia melanjutkan
pertempuran ini ?" seru patih Dipa yang tahu akan keadaan lurah
itu. Dengan menggigit-gigit geraham, lurah itu menyahut
"Mengapa tidak ?"
"Ya, benar, mungkin engkau masih mengandalkan ilmu Belutpu ih yang engkau agulkan itu, bukan?"
1407 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lurah Pacet terkejut dalam hati. Mengapa lawan tahu tentang
ilmu yang dimilikinya. Siapakah dia " Dan mulailah ia
mempertajam perhatiannya untuk meniti wajah lelaki kekar yang
berhadapan dengan dia itu. Samar samar terpercik dalam
ingatannya tentang cerita orang mengenai seorang yang
termasyhur namanya. Benarkah dia, pikirnya. Namun pada lain
saat pikirannya membantah. AH, tak mungkin dia. Dia tentu
berada di pura kerajaan, masakan berkeliaran ke lereng gunung
yang sepi. Pula menilik busananya, tak lebih dari orang biasa,
bukan seperti seorang priagung.
"Ki sanak, kalau engkau benar-benar seorang jantan,
beritahukanlah namamu" serunya memancing keterangan.
"Kurasa nama itu tak penting dalam menyelesaikan persoalan
ini. Dalam pertempuran, nama itu tak pentirg. Yang penting, kita
masing-masing harus berusaha untuk memenangkan pertandingan ini" "Tetapi bagiku amat penting" seru lurah Pacet "siapa nama
lawanku, akan menentukan semangat pertempuranku. Terhadap
seorang kerucuk yang tak ternama, tak perlu aku me lani. Kalah
atau menang, tiada berharga bahkan merugikan diriku. Tetapi
kalau lawanku seorang jago ternama, semangatkupun akan
meaykla. Karena dia berharga dan layak menjadi lawanku"
"Perhitungan itu" sambut patih Dipa "adalah perhitungan dari
manusia yang sombong. Tetapi bagiku lain. Aku juga mempunyai
perhitungan. Hanya perhitungan itu berdasar pada pertimbangan
berat ringannya kejahatan lawan. Kalau dia seorang manusia
yang keliwat jahat, maka semangatku bertempurpun akan
meninggi. Kalau dia masih iingan kejahatannya dan mau
disadarkan, semangatkupun menurun"
"Hm" merah muka lurah Pacet "engkau memang pintar
bermain lidah. Tetapi nyalimu licik. Menyebut namamu saja
engkau tak berani" 1408 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan kukatakan nanti" kata patih Dipa "tetapi setelah engkau
menyerah" "Mengapa harus menunggu nanti" Kalau angkau yang
menyerah?" "Karena kalau sekarang kukatakan namaku, mungkin
semangatmu akan terbang. Lebih baik engkau tak mengetahui
lebih dulu, agar engkau dapat mencurahkan seluruh
kepandaianmu. Dan apabila aku menyerah, pasti akan kukatakan
juga siapa namaku" Dengan mengajak lawan berbicara itu memang lurah Pacet
mempunyai tujuan. Dia hendak memulangkan napas .dan
mengurangkan rasa sakit pada tulang lengannya. Kini dia merasa
lengannya sudah tak terasa sakit lagi.
"Baik, mari kita lanjutkan" serunya menantang.
Patih Dipapun melangkah maju dan terus menerkam. Lurah
Pacet hanya mengisar tubuh karena ia tak kuatir akan
tercengkeram. Bahkan malah ia sengaja mengumpan lawan agar
mencengkeram tubuhnya. Pada saat itu dia akan meronta dan
menghantam. Krakkkk, bum..... Sebuah gerak dari patih Dipa yang tak diduga lawan,
menyebabkan lurah Pacet terpelanting jatuh seperti dibanting ke
tanah. Gerak cengkeraman tangan patih Dipa itu hanya suatu
serangan menggertak. Pada saat lawan berkisar tubuh, patih
Dipapun secepat kilat telah menyapu kaki orang dengan sabatan
kakinya. Karena tak menduga sama sekali, lurah Pacet tumbang
seketika. Mata kaki lurah itu remuk tulangnya, sakitnya sampai terasa
rnenusuk uluhati. Dan sebelum ia sempai menggeliat, sebuah
kaki yang kuat telah menginjak tengkuknya "Kalau ingin tulang
lehermu putus, cobalah engkau meronta"
1409 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekalian murid lurah Pacet gentar dan pucat seketika waktu
melihat lurah dan guru mereka rebah tengkurap di tanah,
tengkuknya diinjak oleh kaki lawan. Ada beberapa anakmuda
yang hendak maju menolong dengan menyerang patih Dipa
tetapi patih Dipa membentak mereka "Hai, kalian, kalau ingin
gurumu mati, majulah"
Murid-murid lurah Pacet mengerut nyalinya. Mereka telah
menyaksikan betapa kesaktian lelaki bertubuh kekar itu waktu
merobohkan keenam kawannya dan kini dapat menginjak lurah
Pacet. Merekapun terpaku tak berani bergerak.
"Lurah Pacet" seru patih Dipa "apa katamu sekarang" Engkau
menyerah atau tidak?"
Lurah Pacet tak menyahut.
"Hai, apakah engkau tak mendengar" Kalau engkau
menyerah, kuampuni jiwamu. Kalau engkau berkeras kepala,
akan kuinjak hancur lehermu....."
"Auhhhh" lurah Pacet itu merintih kesakitan ketika kaki patih
Dipa terasa menekan makin keras. Hampir saja ia tak dapat
bernapas. "Ki patih, ampunilah lurah itu" tiba-tiba terdengar seseorang
berseru dengan nada teduh.
Patih Dipa berpaling. Apa yang ia duga memang benar. Yang
datang itu adalah resi Kawaca "Baik ki resi" ia menjawab lalu
berseru kepada lurah Pacet "nah, engkau dengar tidak" Karena
resi Kawaca memintakan ampun untukmu, akupun bersedia
melepaskanmu. Engkau berhutang nyawa kepada ki resi"
Patih Dipa lepaskan injakan kakinya dan berseru kepada anakanakmuda murid lurah Pscet "Siapa diantara kalian yang hendak
menuntut balas untuk gurumu, silakan maju"
Rombongan orang orang Pacet itu mendengar ucapan resi
Kawaca menyebut ki patih kepada patih Dipa.
1410 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan menilik sikap patih Dipa yang begitu tenang serta penuh
wibawa merekapun bersaagsi. Kesangsian itu makin mendalam
dengan kesaksian atas peristiwa yang terjadi dimana lurah Pacet
yang menjadi guru mereka dan gegeduk desa Pacet, telah
dikalahkan oleh orang itu. Sesaat mereka tidak dapat menjawab.
Adalah resi Kawaca yang memecahkan kesunyian itu "Ki muda
dari rombongan Pacet" serunya "adakah kalian masih hendak
memperpanjang persoalan ini ?"
Masih orang-orang Pacet utu diam.
"jika kalian mau menghabiskan persoalan ini, aku dapat
membantu kalian" Aneh kedengaran ucapan resi itu bagi orang-orang Pacet. Apa
yang dimaksud resi Kawaca hendak memberi bantuan itu "
Namun karena menerima pertanyaan, merekapun terpaksa
menjawab "Kami tak berani mengambil keputusan. Kesemuanya
terserah saja kepada ki lurah"
Resi Kawaca mengangguk. Kemudian beralih kepada lurah
Pacet yang saat itu sudah mulai bangun "Ki lurah, bagaimana
pendapat ki lurah" Adakah ki lurah masih ingin mempersoalkan
peristiwa ini ?" "Ki resi, hari ini kami orang Pacet mengaku kalah" kata lurah
Pacet "tetapi selama hutan-hutan di gunung Penanggungan ini
masih menghijau, aku pasti takkan melupakan apa yang kuderita
saat ini" "O, ki lurah maksudkan, bahwa ki lurah masih mendendam
kepada padepokanku?"
"Ki resi" sahut lurah Pacet "andaikata engkau yang menderita
seperti apa yang kualami hari ini, tidakkah engkau bersedia
menghapus dalam ingatan ?"
"Mengapa tidak ?" sahut resi Kawaca "karena untuk mengikat
dendam itu memang mudah tetapi untuk menghapusnya sukar.
1411 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya yang sudah menyadari bahwa dendam itu tiada berguna
dai hanya menyiksa batin saja, tentu akan dapat menghapusnya"
"Ah, sayang aku belum mencapai alam penukilan seperti
seorang resi. Aku hanya manusia biasa" jawab lurah Pacet.
Tiba-tiba patih Dipa mendesuh.
"Hm, ki resi, sia-sia tuan membaca veda di hadapan seekor
kerbau. Kerbau hanya mau mengerti akan bahasa cambuk" seru
patih Dipa lalu berkata kepada lurah Pacet "melihat sikap dan
ucapanmu, jelas engkau belum mau memilih jalan ke arah yang
benar. Karena ki resi memintakan ampun maka kulepaskan
engkau. Tetapi kebaikan ki resi itu engkau balas dengan dendam
kesumat. Hm, manusia seperti engkau memang tak layak


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi lurah. Dan saat ini juga, kukatakan engkau bukan lurah
dari desa Pacet lagi !"
Lurah Pacet mendesuh "Jika setiap orang berhak untuk
mengatakan demikian, sejak dulu aku tentu sudah dicopot dari
kedudukanku. Yang berhak mencopot aku hanyalah gusti adipati
yang telah mendapat laporan dari ki buyut. Pun pencopotan itu
tidak dapat dilakukan sewenang-wenang, melainkan harus ada
dasar-dasar bukti yang kuat alasannya"
"Engkau seorang lurah yang jahat, yang sewenang-wenang,
yang bersikap seperti raja. Tidakkah hal itu sudah cukup
merupakan bukti ?" Patih Dipa menggeram. (Oo-dwkz-ismoyo-oO) 1412 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 19 1413 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SUMPAH PALAPA Dicetak dan diterbitkan oleh:
Penerbit :Margajaya Surakarta Karya : SD DJATILAKSANA Hiasan gambar : Oengki.S Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Pembuat Ebook : Scan DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/
Convert, edit teks & PDF Ebook : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
Tersentuh kalbu digetar samar ketika sunyi berbisik namamu
membias relung-relung renung menyayup bahana sumpahmu
lamun buwus kalah nusantara isun amukti palapa...
Hasrat membubung, suksma menderu
menuju gunduk dataran ria
Gurun, Seran, Tanjungpura,
Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik untaian ratna harapan tempat citamu bersemi satu
Duhai, ksatrya wira-bhayangkara
Kini kita telah menemuinya ketika sunyi berbisik namamu entah
di arah belah penjuru mana tetapi kita tahu
bahwa bisik itu sebuah amanatmu inilah
daerah Nusantara yang bersatu dialas Pulau Yang Delapan.
Penulis 1414 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
I KAMA NA TRPTAYE BHAVANTI. Nafsu tiada kepuasannya.
Yang kaya masih ingin lebih kaya. Yang berkuasa masih ingin
lebih berkuasa. Demikian cara Nafsu merusak jiwa manusia.
Demikian pula keadaan manusia yang berhamba pada nafsu.
Nafsu merupakan wabah yang ganas dalam diri manusia.
Namun anehnya, manusia anut mendambakan wabah itu karena
Nafsu selalu mengarah kepada Kesenangan dan kenikmatan,
kemewahan dan kebanggaan.
Di antara berjenis wabah penyakit manusia yang paling
berbahaya, paling ganas dan paling durhaka, adalah wabah
Nafsu, Dan wabah Nafsu pula yang paling sukar dikikis dari jiwa
manusia. Kesenangan dan kenikmatan selalu dipuja dan didamba oleh
setiap manusia. Pada hai kesenangan itu adalah tempat
kecelakaan. Maka berbahagialah mereka yang dapat menguasai nafsu.
Kesenangan, bersifat kenikmatan. Tetapi kebahagiaan adalah
kedamaian. Peristiwa lurah Pacet, merupakan salah satu dari penyakit
yang menghinggapi setiap orang, terutama mereka yang
kebetulan menduduki jabatan dalam pemerintahan. Entah dia
seorang narapraja yang menduduki jabatan pemerintahan, entah
yang menduduki jabatan keprajuritan.
Lurah adalah seorang pemimpin desanya. Sifat seorang
pemimpin harus memberi contoh suri tauladan yang baik kepada
rakyatnya. Harus memberi pengayoman dan pimpinan. Pimpinan
bukan junjungan. Bukan pula suatu jabatan untuk menindas
rakyat. Pimpinan adalah senafas dengan bapak yang wajib
memimpin anak anaknya. 1415 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi memang Kekuasaan, dapat mengaburkan pengertian
oraag. Kekuasaan, dianggap sebagai alat memerintah, Dan dalam
pengertian merrerintah, dikaburkan pula makna yang sebenarnya. Memerintah, bukan untuk menguasai dalam arti kata
menindas. Melainkan nemerintah kearah teraturnya ketataprajaan desa, keamanan dan kesejahteraan lingkungan hidup
rakyat di-daerah itu. Memerintah adalah mengurus kepentingan yang diperintah,
dalam hal ini rakyat. Bukan yaog diperintah atau rakyat yang
harus menurut untuk kepentingan yang memerirtah.
Dan sekali telah tercengkeram oleh nafsu kekuasaan seperti
hal lurah Pacet, maka tak mungkin nafsu itu akan membebaskan
nya. Tetapi lurah Pacet ketemu batunya. Yang dihadapinya itu,
bukanlah tokoh sembarang tokoh, melainkan seorang insan yang
besar kuasa dan pengaruhnya dalam pemerintahan kerajaan
Majapahit. Memang dalam menjalankan tugas-tugas, baik dalam
pemerintahan mau pun dalam pasukan, patih Dipa selalu
memegang tata peraturan dengan tertib dan keras.
Ketika dahulu dia melindungi mendiang baginda Jayanagara
ke desa Badander, dia memerintahkan agar tempat rombongan
baginda menyembunyikan diri dari huru hara pemberontakan ra
Kuti, dirahasiakan. Entah bagaimana, dua orang prajurit
rombongannya mohon idin hendak kembali ke pura kerajaan
karena hendak nsenjenguk keluarganya didalam pura. Sebagai
jawaban patih Dipa telah membunuh kedua prajurit itu ( baca :
Gajah Kencana ) . Menghadapi lurah Pacet yang dinilai telah menyalah-gunakan
jabatan untuk mengangkat diri sebagai raja kecil di desanya,
patih Dipa tak mau berdamai lagi. Andaikata dalam pertempuran
tadi lurah itu yang menang, tentulah lurah itu akan lebih
1416 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersimaharajalela lagi. Kemungkinan lurah itu akan membunuhnya. Seketika dia melantangkan pernyataan bahwa lurah itu
dicopot dari kedudukannya. Tetapi karena tiada tahu dengan
siapa berhadapan, lurah itu masih bersitegang menolak
keputusan patih Dipa. "Engkau bebas menilai tetapi tak berhak menentukan nasibku"
bantah lurah Pacet "memang saat ini aku kalah dan engkau boleh
bertindak menurut imbalan dari kemenanganmu. Tetapi lain
waktu, entah kapan saja, aku tentu akan menuntut balas
kepadamu" "Lurah Pacet" seru patih Dipa seraya melangkah kehadapan
lurah itu "engkau boleh mengajukan syarat apa saja agar engkau
bersedia bertanding lagi dengan aku. Silakan!"
Lurah Pacet terkejut. Demikian pula dengan orang-orang
padepokan gunung Penanggungan, terutama resi Kawaca.
Namun sebelum resi itu sempat membuka mulut, lurah Pacetpun
sudah mendahului. "Ki sanak" serunya "engkau memang seorang ksatrya yang
digdaya. Kuakui. Tetapi aku masih belum yakin betapalah
kedigdayaanmu sehingga engkau sanggup bertanding dengan
tangan kosong menghadapi senjataku"
"O, engkau hendak melawan aku dengan senjata?"
"Ya, tetapi ...."
"Dan aku dengan tangan kosong?" tukas patih Dipa.
Lurah Pacet tersipu-sipu mengiakan.
"Engkau yakin akan mampu mengalahkan aku?" tegur patih
Dipa yang terhanyut hati panas karena melihat sikap lurah itu.
Suatu hal yang sebenarnya selalu dijauhi oleh patih Dipa. la tahu
bahwa musuh yang kalah, tak baik kalau diejek atau ditindas.
1417 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun terhadap lurah Pacet, ia tak menemukan suatu alasan
lain kecuali harus menampilkan sikap yang angkuh untuk
menghancurkan kebanggaan dan kesombongan patih itu.
"Aku tak melihat sesuatu yang dapat mengurangi keyakinanku
itu" sahut lurah Pacet.
"Baiklah, mari kita bertanding lagi menurut syarat yang
engkau kehendaki" seru patih Dipa.
"Ki patih" tiba-tiba resi Kawaca berseru. Dia bermaksud
hendak mencegah agar pertempuran itu jangan dilanjutkan juga.
Sengaja ia menyebut jabatan patih itu agar lurah Pacet
mendengar dan menyadari. Tetapi lurah Pacet seolah tak mendengar hal itu. Yang
menghuni dalam benaknya, dia harus dapat menebus
kekalahannya tadi. Baginya, kekalahan yang dideritanya itu
benar-benar mengguncangkan fahamnya. Sepanjang hidup,
belum pernah dia menderita kekalahan dari setiap lawan yanj
dihadapinya. Baru pertama itu dalam sejarah hidupnya ia
merasakan betapa pahit rasanya seorang jago yang menderita
kekalahan itu. Lebih pula, kekalahan itu disaksikan oleh musuh
yani orang padepokan gunung Penanggungan dan oleh anakbuah pengikutnya sendiri. Betapa sakit rasanya
Serentak ia meminta sebatang pedang dari anak-muridnya
dan berseru cepat "Mari kita mulai, ki sanak"
"Tenanglah, ki resi" patih Dipa menyempatkan diri berpaling
ke arah resi Kawaca dan mengucap kata-kata menghibur.
Gebrak pertama yang dilancarkan lurah Pacet itu cukup
dahsyat. Sebuah gerak melintang untuk menabas kepala,
dilanjutkan dengan suatu perolahan gerak untuk menusuk dada.
Keduanya dilancarkan dengan gerak yang cepat dan tangkas,
disertai tenaga yang kuat.
1418 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Getar-getar kejut telah menyerap hati pengikut-pengikut lurah
Pacet dan murid-murid padepokan gunung Penanggungan.
Hampir tak pernah anak murid lurah Pacet, menyaksikan ilmu
permainan pedang seperti yang dimainkan lurah mereka pada
saat itu. Jelas, bahwa lurah Pacet sedang mengeluarkan ilmu
simpanannya. Juga para cantrik dan siswa padepokan. mereka
terkejut karena meayaksikan ilmu pedang yang dipertunjukkan
lurah Pacet. Rasa kejut itu beralih menjadi rasa cemas akan
keselamatan patih Dipa. Beberapa cantrik bahkan sudah siap
memberi bantuan apabila terjadi sesuatu yang tak diinginkan
pada diri patih Dipa. Dahulu ketika berada di candi Kagenengan, bertemulah Dipa,
kala itu masih menjadi seorang pemuda, dengan seorang pandita
linuwih yani mahayogi Padu-paduka. Pandita itu memiliki ilmu
kesaktian yang mengejutkan. Dan dari pandita itulah Dipa
mendapat ajaran sebuah ilmu tata-langkah yang disebut
Lembusekilan. Pesan sang pandita, ilmu itu adalah sebuah ilmu
untuk membela diri yang ampuh. Walaupun berhadapan dengan
lawan yang menggunakan senjata, asal tidak gugup, tentulah
akan mampu lolos dari bahaya.
Bertahun-tahun lamanya Dipa membenamkan diri dan
mencurahkan perhatian untuk berlatih ilmu itu. Hasilnya, sudah
berulang ia cobakan dalam pertempuran menghadapi beberapa
lawan, ternyata dia mampu menyelamatkan diri.
Dalam menghadapi lurah Pacet tadi, diapun melangsungkan
ilmu itu. Dan kini walaupun lurah Pacet menyerang dengan
pedang dahsyat, tetap patih Dipa menghadapinya dengan ilmu
yang amat dipercaya akan daya keampuhannya.
Berulang kali terdengar napas terhenti dalam ketegangan
yang menyesakkan dada dari mereka-mereka yang menyaksikan
betapa ketat ayun pedang lurah Pacet merapat pada tubuh patih
Dipa. Namun sesaat kemudian berhamburan napas-napas
menghembus longgar manakala ayun pedang hanya menemui
1419 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sasaran yang kosong dan patih Dipa masih tegak tak kurang
suatu apa di dekat lawan.
Lurah Pacet sendiripun geram dan makin penasaran. Hampir
ia tak percaya pada penglihatannya. Jelas tubuh lawan hanya
tinggal beberapa kilan dari jangkauan lintas pedangnya. Tetapi
mengapa tiap kali pedang nya tetap tak mengenai sasaran. Ia
memang tahu bahwa patih Dipa sedang memantrakan aji Lembusekilan. Tetapi ia masih belum yakin kalau pedangnya tak mampu
menjangkau sasaran yang sedemikian dekat, bahkan hampir
merapat itu. Terbenturlah lurah itu antara keyakinan dengan
keyakinan, antara penglihatan dengan pembuktian. Ia tak
percaya namun kenyataan memang demikian.
Dalam hati yang terombang-ambing perasaan geram, akhirnya
luap amarah lurah itu menuntut suatu cara yang terakhir. Cara
yang dianggapnya akan dapat menyelesaikan pertempuran yang
sangat menghilangkan mukanya itu.
Sebuah tebasan diayunkan ke arah pinggang. Dan tepat
seperti yang diperhitungkan, patih Dipa memang hanya berkisar


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sedikit ke belakang. Pada saat itulah lurah Pacet cepat-cepat
mengangkat pedang dan dengan segenap tenaga, ditaburkan
pedangnya itu kepada patih Dipa.
Patih Dipa terkejut. Dia tak menyangka lurah Pacet akan
bertindak senekad itu. Untuk menghindar mundur atau ke
samping, jelas sudah amat sempit sekali kesempatannya.
Untunglah selama dalam bertempur itu, ia selalu bersiap-siap
menggunakan gada pusaka Gada Intan. Rupanya sikap hati hati
itu membuahkan kebaikan. Di saat layang pedang mengancam
dirinya, dengan sebuah gerak yng amat tangkas, patih Dipa
mencabut gada pusaka dan menangkis, trangngng ....
Di sela-sela pekik teriakan yang menghambur kejut yang
tegang, pedang lurah Pacet telah patah menjadi dua dan
mencelat ke samping kanan dan kiri.
1420 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sebelum orang tahu apa dan bagaimana peristiwa
mentakjubkan itu terjadi, timbullah sebuah peristiwa lain yang
lebih menggemparkan. Sekalian orang mengira bahwa patih Dipa
mampu menangkis taburan pedang lurah Pacet hanya dengan
tangan kosong, yalah menyongsong dengan lengannya. Hal
itulah yang sangat mencengkam rasa kejut orang orang itu.
Hampir mereka tak percaya pada apa yang disaksikannya.
Namun sebelum tahu bagaimana sesungguhnya duduk
perkaranya, adakah hal itu memang terjadi atas kesaktian patih
Dipa, ataukah ada sesuatu yang menyebabkannya, sekonyongkonyong menyusul sebuah ledakan dari suatu adegan yang
menebarkan rasa kejut sekalian orang.
"Plakkkkkk . . . ."
Patih Dipa maju selangkah, ayunkan kaki dan seiring dengan
bunyi letupan yang keras, tubuh lurah Pacet itupun mencelat
melayang sejauh dua tombak dan terbanting keras-keras ke
tanah. "Ki patih ...."
"Maaf, ki resi" cepat patih Dipa berpaling ke arah suara yang
dikenalnya itu "aku telah lupa diri"
Resi Kawica bergegas menghampiri lurah Pacet yang tiada
bergerak. Setelah memeriksa, barulah diketahui bahwa lurah itu
masih hidup tetapi menderita luka yang cukup parah. Tulang
punggungnya retak. Resi Kawaca segera memerintahkan cantrik untuk mengangkut lurah itu ke dalam padepokan. Dia memberi
pertolongan dengan memberi minum ramuan obat. Tak berapa
lama, walaupun masih belum dapat bangun tetapi lurah Pacet
sudah sadar. 1421 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah aku masih hidup ?" pertama-tama dari mulut lurah itu
melurcur pertanyaan. Rupanya dia masih bingung tentang
keadaan dirinya. Resi Kawaca mengangguk "Hyang Isywara masih melindungi
engkau, ki lurah. Engkau masih hidup"
"Oh" desuh lurah itu sambil mengernyit dahi. Dia hendak
bergerak tetapi rasa sakit pada punggungnya amat menyiksa.
"Jangan bergerak dulu, ki lurah. Eagkau terluka. Beristirahatlah, jangan memaksa diri" kata resi Kawaca.
Lurah itu menghela napas "Dimanakah lawanku tadi?"
"Beliau berada di serambi muka, sedang bercakap cakap
dengan para siswa padepokan"
Tampak mata lurah itu memberingas. Tetapi bukan beringas
kemarahan melainkan ditegang kecemasan. Rupanya resi Kawaca
tahu hal itu. "Jangaa kuatir, ki lurah" katanya "beliau takkan mengganggumu. Engkau sudah cukup tersiksa dengan luka yang
engkau derita" Diam-diam lurah Pacet menghela napas longgar dalam hati
dan hal itu kentara dari sinar matanya yang mulai tenang "Ki
resi" katanya lirih "siapakah gerangan orang itu?"
"Adakah engkau belum faham siapa beliau?" Lurah Pacet
gelengkan kepala. "Itulah kesalahan utama yang engkau lakukan" kata resi
Kawaca "andaikata waktu aku berseru mencegah beliau dengan
menyebut jabatannya tadi, engkau mau membagi perhatian
untuk mendengarkannya, tentulah persoalan ini takkan berlarutlarut sampai begini, ki lurah"
Lurah Pacet mengerut dahi berpikir. Ia berusaha untuk
mengingat-ingat apa yang dikatakan resi Kawaca. Namun
1422 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepalanya masih terasa memar dan berdenyut denyut sehingga
tak mau diajak berpikir. "Ki lurah" kata ki resi yang tahu akan keadaan lurah itu
"engkau terlalu berani benar. Berani itu memang milik seorang
lelaki. Tetapi keberanian yang lepas dari kebijaksanaan, akan
menjerumus kearah penderitaan"
"Ya" lurah Pacet mengangguk "tetapi siapakah gerangan
orang itu?" "Beliau adalah gusti patih Dipa dari kerajaan Majapahit yang
termasyhur itu ... ."
"Hah . . . ?" lurah Pacet tak dapat melanjutkan kata-katanya.
Dia pinggan seketika. Resi Kawaca ke luar menemui patih Dipa dan memberi laporan
tentang keadaan lurah Pacet.
"Ki patih" kata resi "lurah itu sudah cukup menerima ganjaran.
Dia terluka dan dihempas rasa takut yang tak terbangga karena
kuberitahu siapa sebenarnya diri ki patih"
Patih Dipa mengangguk-angguk.
"Ki patih" kata resi pula "adakah ki patih masih hendik
melanjutkan memberi hukuman kepadanya?"
"Bagaimana kalau manurut pendapat ki resi?" patih Dipa balas
bertanya. "Hukuman yang paling menyiksa bagi manusia adalah
hukuman batin" kata resi "hukuman pidana apapun hanyalah
hukuman yang menimbulkan kesakitan pada raga. Masih dapat
ditahan, walaupun harus mengalam i penderitaan siksa yang
hebat. Tetapi hukuman batin, kiranya jauh lebih menyiksa dan
lebih menderita" "Adakah ki resi bermaksud hendak memintakan pengampunan
baginya ?" 1423 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sifat manusia itu lemah dan banyak kesalahan" kata resi
"tetapi Hyang Isywara itu bersifat maha pemurah dan
pengampun" Patih Dipa mengangguk "Benar, ki resi. Ucapan tuan itu
memang penuh dengan kemanusiawian dan keluhuran. Secara
peribtdi, aku dapat mengampuninya. Tetapi dalam jabatanku
sebagai seorang narapraja yang harus menegakkan dan menjaga
kelangsungan wibawa undang-undang kerajaan, terpaksa aku
harus menyisihkan perasaan peribadi"
Resi Kawaca kerutkan dahi.
"Lurah termasuk warga dari jajaran narapraja kerajaan
Majapahit. Lurah Pacet telah melakukan perbuatan-perbuatan
yang merugikan rakyat dan menyalahgunakan jabatannya untuk
melakukan tindakan-tindakan yang sewenang-wenang. Bukan
begitu cara seorang lurah me laksanakan tugasnya. Walaupun
hukum karma akan mengikuti jejak hidupnya sebagaimana
bayang-bayang tubuhnya, tetapi hukum kerajaan tetap harus
dilaksanakan" "Ki resi" kata patih Dipa pula "karena tuan telah memintakan
pengampunan untuknya maka aku-pun akan mengurangi
hukumannya. Dia hanya menerima hukuman dipecat dari
kedudukannya sebagai lurah. Lain-lain pidana dapat dibebaskan"
Walaupun tidak seluruh permintaanya diluluskan namun resi
Kawaca cukup menyadari bahwa patih Dipa telah berkenan
mendeagar permintaannya. Memang keputusan patih itu amat
bijaksana dan resipun tidak membantah lebih lanjut.
Demikian peristiwa permusuhan antara rombongan rakyat
desa Pacet yang dipelopori lurah, dengan padepokan gunung
Penanggungan, telah selesai. Keesokan harinya berangkatlah
patih Dipa bersama resi Kawaca menuju ke pura Majapahit.
Sebelumnya patih Dipa mengajak resi singgah di desa Pacet.
Di s itu dia mengumpulkan seluruh rakyat desa.
1424 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah menguraikan tentang peristiwa yang terjadi di
padepokan Penanggungan maka patih Dipa membuka kesempatan kepada siapapun yang pernah dirugikan atau
mendapat perlakuan yang sewenang-wenang dari luruh Pacet.
Tetapi tak seorangpun yang tampil bicara.
"Baik" kata patih Dipa "kalian tentu takut mergatekan sesuatu
yang tak baik dari lurah itu karena kalian takut akan menerima
pembalasan. Tetapi ketahuilah, para penduduk desa Pacet
sekalian, bahwa sejak saat ini lurah itu telah dipecat dan akan
diganti dengan seorang lurah yang baru"
Terdengar napas-napas berhembus ke luar dari mulut para
penduduk. Suatu pertanda bahwa pernyataan patih Dipa itu telah
mendapat sambutan yang legah. Patih Dipa dapat mengetahui
hal itu walaupun mereka tidak berani bicara.
"Akan kuserahkan kepada kalian untuk memilih sendiri
siapakah di antara kalian yang layak dan cakap menjadi lurah
baru" seru patih Dipa "apakah kalian bersedia ?"
Rakyat menyambut dengan gegap gempita.
"Tetapi ada sebuah syarat yang harus kalian penuhi. Apakah
kalian bersedia?" seru patih Dipa.
Walaupun tak tahu apa yang dimaksud patih itu namun
mereka mengiakan. "Kalian semua salah" seru patih Dipa secara tiba-tiba sehingga
sekalian penduduk desa terkejut. Mereka saling bertukar
pandang satu sama lain. "Gusti patih" Salah seorang penduduk yang berusia lanjut dan
dianggap sebagai sesepuh desa, memberanikan bertanya "hamba
sekalian adalah rakyat desa yang bodoh sehingga tak tahu
kesalahan apa yang telah hamba sekalian lakukan"
1425 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mungkin kalian tak menyadari bahwa hal itu merupakan
suatu kesalahan" jawab patih Dipa "tetapi sikap dan tindakan
kalian selama ini terhadap lurah yang lalu, merupakan suatu
kesalahan. Jelasnya begini. Lurah yang dulu, berbuat sewenang
wenang, memperlakukan diri sebagai yang berkuasa di desa ini.
Mengajak beberapa kaum muda untuk membentuk sebuah
gerombolan yang sering mengganggu keamanan lain desa. Inilah
kesalahan yang telah kalian lakukan"
"Maaf gusti patih" kata lelaki tua tadi "perbuatan itu sematamata tindakan dari ki lurah yang lalu sendiri. Kami sebagai rakyat
hanya menurut saja" "Nah, disitulah letak kesalahan kalian" seru patih Dipa "lurah
hanyalah pimpinan desa. Jika kalian tak mendukung, tak mungkin
lurah itu dapat melakukan tindakan-tindakan yang salah. Dia
memang bersalah tetapi kalianpun ikut bertanggung jawab atas
kesalahan itu. Mengapa kalian tak berusaha untuk menganjurkan
agar lurah mau kembali ke jalan yang benar?"
Terdengar desah dari beberapa orang dan patih Dipa tahu
artinya. "Kalian takut, bukan?" serunya "mengapa harus takut" ApabiU
setiap rakyat di desa ini bersatu pikiran untuk menganjurkan dan
mencegah lurah itu berbuat salah, apa daya seorang lurah
betapapun digdayanya apabila menghadapi persatuan seluruh
rakyat desa ini ?" Penduduk tua tadi menghela napas "Kami kaum tua memang
segan untuk menurut perintah lurah tetapi kaum muda itulah
yang mendukungnya" "Paman" seru patih Dipa "jangatlah kita berusaha untuk
melontarkan kesalahan kepada yang muda. Kesalahan anak-anak
muda, tidak terlepas dari tanggung jawab kaum tua. Mereka tak
mampu mendidik dan membina anak-anaknya ke arah jalan yang
benar. Mereka telah kehilangan kewibawaan sebagai orangtua.
1426 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka tak menyempatkan diri menaruh perhatian akan
pertumbuhan anak-anaknya. Merekapun kurang menanamkan
ajaran-ajaran agama dan tata-susila hidup kepada anak-anaknya.
Mereka beranggapan, bahwa anak-anak itu cakup diberi makan
dan setelan dewasa lalu disuruh bekerja. Salahkah apabila anak
anak muda hilang faham, hidup dalam keremangan dan mudah
tergelincir dalam pikat kenikmatan hidup dan kesenangankesenangan ?" "Ajakan lurah untuk mendirikan sebuih perguruan dan
membentuk sebuah gerombolan, tentu cepat bersambut dalam
hati para anak muda itu" kata patih Dipa pula "siapakah anak


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

muda yang tak terbujuk menjadi seorang jagoan" Menjadi
seorang jagoan, disegani orang, ditakuti dan ditaati sehingga
mudahlah mereka meminta sesuatu yang diinginkan kepada
setiap orang. Kaum muda itu memang bersaUh tetapi apabila kita
berani bersikap jujur, maka sumber dari kesalahan itu tak lepas
kaharnya dengan orangtua. Nah, apabila kukatakan kalian semua
telah melakukan kesalahan, adakah kalian masih belum merasa
puas ?" Lelaki tua itu terkesiap lalu menunduk. Tak seorangpun rakyat
yang berani memandang ke muka, kepada patih Dipa. Dalam hati
mereka, mengakui bahwa apa yang ditunjuk patih Dipa, memang
benar semua. "Saudara-saudara sekalian" seru patih Dipa "setelah kalian
mengakui dan menerima apa yang kumaksudkan itu maka hal itu
berarti bahwa kalian sudah mulai menapak ke jalan yang benar.
Setiap orang merasa salah atas kesalahan yang dilakukannya, dia
sudah menginjak di ambang kebenaran. Dan siapa yang udah
mengakui, dia suiah mulai melangkah ke gerbang kebenaran.
Dan mereka yang sudah mulai melangkah ke arah kebenaran, dia
sudah dapat menempuh separoh bagian dari tujuan ke puncak
kebenaran" 1427 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Salah adalah sifat manusia. Karena hidup itu penuh
kesalahan. Dan daripada timbunan kesalahan itulah akan tumbuh
pohon kebenaran. Tanpa kesalahan, tak dapat kita mendambakan dan mencari kebenaran" patih Dipa menyelinapkan, pula suatu pandangan kemanusiawian hidup.
Rakyat desa Pacet tertegun dalam cekik keheningan yang
penuh hamburan rasa. Mereka baru menyadari bahwa apa yang
telah terjadi di desa Pacet dan apa yang dilakukan lurah Pacet,
tak lepas pula dari tanggung jawab mereka. Merekapun baru
terbuka mata hatinya akan rahmat dari setiap kesalahan,
manakala kita sudah mau menerima, mengakui dan meluruskan.
Rakyat Pacet tak menyangka bahwa seorang pria-gung luhur
akan datang di desa mereka dan memberi wejangan yang sangat
mengesankan di hati. Bahkan kalau mereka memperbandingkan
antara sikap lurah Pacet yang lalu dengan seorang patih
kerajaan, mereka menemukan suatu keganjilan yang hampir tak
dapat dipercaya. Dahulu, lurah itu memerintah seperti seorang raja. Apa yang
dikatakan lurah, merupakan undang-undang bagi rakyat Pacet.
Tiada pernah lurah itu memberi kebebatan rakyatnya untuk
berbicara, musyawarah ataupun memberi penerangan. Tetapi
anehnya seorang patih yang jauh lebih tinggi kedudukannya,
lebih besar kekuasaan dan lebih tenar namanya, berkenan
mengajak rakyat untuk membicarakan keadaan desa dan
menunjukkan kesalahan. Dan kesalahan itu bukan untuk diberi
hukuman tetapi untuk diberi pengertian dan kesadaran,
bimbingan dan pengarahan.
Entah bagaimana, serempak mereka duduk bersimpuh
menghaturkan sembah kepada patih Dipa.
Patih Dipa terkejut dan menanyakan apa maksud mereka
melakukan penghormatan yang sedemikian khidmat kepadanya.
1428 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka lelaki tua yang menjadi juru bicara dari rakyat Pacet
tadipun menghaturkan sembah "Hamba seluruh rakyat desa
Pacet, menyerahkan diri kebawah duli gusti. Hukuman apapun
yang gusti berkenan untuk menjatuhkan, hamba sekalian akan
rela menerimanya" "Baik, paman" kata patih Dipa "rasa bersalah itu sudah
merupakan hukuman bagi yang melakukan kesalahan. Undangundang pidana kerajaan Majapahit, bertujuan untuk mengatur
ketata-prajaan negera, menjamin akan kesejahteraan hidup
rakyat. Tujean utama dari undang-undang kerajaan, bukanlah
untuk memberi pidana me lainkan untuk memberi penyadaran,
pembimbingan dan pengarahan kepada yang bersalah"
"Dalam peristiwa di desa Pacet itu" kata patih Dipa "walaupun
secara tak sadar kalian tak lepas dari tanggung jawab atas apa
yang dilakukan lurah itu, namun yang penting kalian belum
meresapi akan wajib dan tanggung jawab dari kawula terhadap
negara. Keamanan, kesehatan dan kemajuan negara maupun
masyarakat serta lingkungan hidup desa dan kota, demikian pula
segala sesuatu yang menyangkut kepentingan negara dan rakyat,
bukanlah semata menjadi tugas dan tanggung jawab para
narapraja, prajurit buyut sampai kepada lurah di desa-desa.
Tetapi juga menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh kawula
dari seluruh lapisan masyarakat, tanpa membedakan keturunan
dan kedudukan" "Apabila sudah memiliki rasa sedemikian" lanjut patih Dipa
"maka segala sesuatu yang akan mengganggu kebijaksanaan
tindakan kerajaan dalam mengatur praja. Kesalahan yang terjadi
di desa iai, mengenai diri lurah itu, bersumber pada belum
adanya rasa itu pada kalian semua. Oleh karena itu, agar tidak
ter-ul arg pi la peristiwa semacam itu di kelak kemudian hari,
pentinglah kiranya kalian harus menanamkan rana ikut memiliki
wajib dan tanggung jawab atas baik buruknya desa ini"
(Oo-dwkz-ismoyo-oO) 1429 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
II Patih Dipa telah mengangkat seorang lurah baru untuk desa
Pacet. Dalam pengangkatan itu patih Dipa memberi kebebasan
kepada rakyat untuk menentukan pilihan lurah yang dikehendaki
mereka. Dari desa Pacet, patih Dipa dan resi Kawaca menuju ke pura
Majapahit. Dslam perjalanan yang memakan waktu tak lama itu,
terjadilah percakapan pengisi waktu yang ternyata makin
menimbulkan rasa hormat dan kagum resi Kawaca terhadap
peribadi patih itu. Resi Kawaca mendapatkan bahwa dalam diri patih Dipa itu,
bukan melainkan hanya seorang patih kerajaan yang cakap,
tegas dan bijaksana, pun sebagai seorang peribadi yang kuat,
luas pengetahuan dalam berbagai bidang keagamaan dan
kemasyarakatan serta memiliki pertimbangan yang tajam.
Kedatangan patih Dipa bersama resi Kawaca di gedung
keputihan telah disambut gopoh oleh nyi Tara yang menjadi
dayang kepercayaan kepatihan.
"Gusti" nyi T ara gopoh menyambut "gusti puteri makin payah"
Patih Dipa bergegas membawa resi Kawaca masuk ke dalam
bilik peraduan. Saat itu keadaan nyi Dipa memang mencemaskan. Wajah
tampak pucat dan mulut tak henti-hentinya mengeluarkan buih.
Dan kesadaran pikirannyapun sudah menurun sekali.
Resi Kawaca segera melakukan pemeriksaan. Beberapa saat
kemudian ia menghela napas.
"Ki resi ...." 1430 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bersyukurlah kepada Dewata Agung bahwa penyakit nyi
patih, masih mempunyai harapan untuk disembuhkan, ki patih"
kata resi Kawaca. Patih Dipa menghela napas longgar.
"Kuserahkan jiwa nyi Dipa ke tangan tuan" kata patih Dipa
"semoga tuan berkenan memberi pertolongan"
"Keadaan nyi patih sudah hampir mencapai titik yang gawat"
kata resi Kawaca "buih-buih yang menghambur dari mulut nyi
patih, masih berwarna putih. Apabila sudah menguning maka
lidahnyapun akan keluar dan sekalipun dewa turun ke arcapada
untuk memberi obat, tetap tak dapat menolongnya"
"Apakah penyakitnya, ki resi ?"
"Beliau telah keracunan meminum ramuan racun yang halus.
Kerja racun itu tidak mengejut melainkan secara pelahan-lahan
racun itu akan merusak jantung, empedu dan lain lain bagian
penting dalam tubuh. Saat ini racun itu sedang meresap ke uraturat termasuk urat saraf di kepala sehingga nyi patih kehilangan
kesadarannya" Patih Dipa cemas-cemas gembira. Cemas karena keadaan
yang diderita nyi Dipa. Gembira karena mendengar uraian resi
Kawaca. Apabila mengetahui tentang sumber penyakitnya
tentulah resi itu akan mampu menghilangkan penyakit itu.
"Ki resi, apapun yang terjadi, kuserahkan saja segala sesuatu
mengenai diri nyi Dipa kepada tuan" katanya.
"Ki patih" sahut resi Kawaca "aku hanya seorang insan sahaja.
Akan kuusahakan penyembuhan-penyembuhan nyi patih dengan
sekuat tenagaku. Namun bagaimana hasilnya, kita serahkan saja
kepada Hyang Widdhi Agung. Karena kepadaNYA lah kita iman
manusia ini harus menyerahkan diri"
1431 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Patih Dipa menanggapi pernyataan resi itu dengan suatu
pernyataan bahwa ia menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada
sang resi. Resi Kavvaci segera memberikan ramuan yang telah
dibawanya. Semalam itu ia berada di bilik peraduan nyi patih
dengan duduk bersemedhi, memohon kepada Hyang Batara
Agung agar melimpahkan berkah penyembuhan kepada nyi patih.
Keesokan harinya ketika patih Dipa menjenguk, didapatinya
resi itu sudah siap menyambut. Sebelum patih Dipa menanyakan
keadaan nyi Dipa, resi sudah mendahului memberi keterangan
"Keadaan yang gawat dari nyi patih sudah lewat. Jiwanya
tertolong tetapi ....."
"Tetapi bagaimana ki resi" Adakah yang masih mengancam
kesehatannya?" Resi mengangguk sarat "Ki patih, maaf apabila aku bersikap
kurang susila untuk menanyakan sesuatu kepada tuan"
"Silakan, ki resi"
"Dalam pemeriksaan tadi, kudapati bahwa nyi patih sudah
mulai mengandung, benarkah itu?"
Patih Dipa terkesiap namun cepat cepat ia mengi-akan. Diamdiam ia teringat akan pengakuan nyi Dipa mengenai hal itu.
"Terima kasih ki patih" kata resi Kmwsca "dalam hubungan
itulah maka aku merasa cemas. Walaupun jiwa nyi patih
tertolong tetapi beliau akan menderita kelemahan tenaga. Hal ini
membahayakan sekali akan putera yang dikandungnya.
Kemungkinan ...." Patih Dipa terbeliak memandang resi.
"Kemungkinan jabang bayi ivu akan mengalami hal-hal yang
tak diinginkan. Dapat terjadi keguguran atau lahir sebelum
1432 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
waktunya. Dapat pula lahir tetapi cacat atau paiing tidak akan
menjadi seorang anak yang lemah"
"Resi!" terbawa oleh luap kejut dan bayang-bayang akan nasib
anak itu, patih Dipa mencengkeram lengan resi dan diguncangguncangkan keras-keras. Patih Dipa masih tetap seorang manusia dengan segala
perasaan manusiawinya. Seorang manusia yang mempunyai
tanggung jawab terhadap isteri. Seorang manusia yang menghaap akan kehadiran putera keturunan. Saat itu bukan lagi Dipa
seorang patih yang telah berjanji akan mengabdikan seluruh
hidupnya untuk perjuangan menegakkan negara Majapahit.
Bukan Irgi seorang pejuang yang berhati batu dan berpendirian
laksana kaiang yang tak goyah dihempas badai dalam
mempertahankan dan memperjuangkan cita-citanya.
Tetapi dia adalah seorang manusia yang lengkap dengan rasa
manusiawi seutuhnya. Seorang suami yang sedang mendaki ke
puncak kebahagiaan karena akan menyongsong kelahiran dari
bayi keturunannya. Bahwa secara tiba-tiba terjadi suatu bencana,
dimana puncak yang sedang didakinya itu serasa meledak dan
akan hancur berantakaa, sebagai seorang manusia dengan
segala kodrat alami, dapat dimaklumi kalau dia sedemikian
terkejut sehingga tanpa disadaii, diterkamnya tangan resi Ka wica
dan di guncang-guncangkannya sekeras-kerasnya, seolah hendak
menuntut pertanggungan jawab resi itu.
Namun menjadi kodrat alam bahwa segala sesuatu yang lahir
itu akan tumbuh, setelah tumbuh dalam pertumbuhan yang
memuncak tentu akan mengalami keguguran atau kerusakan.
Demikian dengan perasaan, terutama rasa yang dielus oleh kejut
dan nafsu amarah. Timbulnya rasa kejut akan meluap menjadi
suatu ledakan perasaan yang kerapkali disertai dsngan ulah
kekerasan atau hal-hal yang mengakibatkan kerugian pada lain
orang. Lebih pula apabila cetusan rasa itu dihembuskan oleh
nafsu amarah Akibatnya sukar dibayangkan.
1433 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi setelah rasa itu mencetus pada puncaknya,
sebagaimana kodrat alam, tentulah akan berhamburan menurun
pula, menuju kepada pengendapan yang semula.
Demikian yaug dialami patih Dipa. Setelah meluapkan cetus
kejut yang disertai dengan menerkam lengan resi Kawtca, pada
lain saat cetusan itupun segera berhamburan menurun dan
mengendap. "Ah, maafkan, ki resi" patih Dipa tersipu-sipu seraya
melepaskan cengkeramannya "aku telah bertindak kurang susila
terhadap tuan" Resi Kawaca tenang-tenang menjawab "Tuan adalah seorang
manusia sejati" Singkat sambutan resi Kawaca namun bagi patih Dipa hal itu
cukup gamblang. Resi Kawaca hendak mengatakan bahwa
memang demikianlah sifat manusia yang wajar. Bahwa tindakan


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

patih itu bukanlah sesuatu yang luar biasa. Atau lebih bukan
sesuatu yang bermaksud menghina atau hendak mempersakiti
resi Kawaca. Resi dapat menerima hal itu sebagai sesuatu yang
wajar. "Terima kasih, resi" ucap patih Dipa "tuan telah menerima
sesuatu yang berharga kepadaku"
Resi dapat menangkap apa yang dimaksud dalam kata-kata
patih Dipa. Diam-diam resi itu sangat menghargai ketajaman
naluri penyerapan sang patih.
Dengan ucapan itu patih Dipa hendak mengatakan bahwa ia
telah menerima sesuatu yang berharga dari resi Kawaca. Sesuatu
yang berharga itu tak lain berupa suatu kesadaran rasa, bahwa
dalam diri patih itu masih diliputi oleh rasa dan sifat manusiawi
yang wajar. Sesuatu yang wajar, memang baik. T etapi alangkah
lebih baik pula apabila kewajaran itu ditingkatkan pada tingkat
yang lebih tinggi, lebih meningkat dari kewajaran sifat dan kodrat
kemanusiawian dari manusia.
1434 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam lapisan tingkat, pada umumnya terdapat tiga lapis yani
tinggi, lebih tinggi dan paling tinggi. Demikian berlaku pada sifat
wajar manusiawi. Wajar, lebih wajar dan paling wajar. Wajar
merupakan gejala umum dari sifat setiap insan. Lebih wajar,
mendekati pada peningkatan kearah alam iah sifat dan kodrat.
Paling wajar, adalah pencapaian dari Silat dan Hakekat arti
manusiawi. Maha wajar, menuju kearah pembebasan rasa keAkuan peribadi menuju kearah kemanunggalan dengan alam
semesta. Antara patih Dipa dengan resi Kawaca telah terjalin suatu
hubungan percakapan batin yang padat.
"Ki patih" kata resi Kawaca sesaat kemudian "adakah tuan
merasa cemas akan peristiwa ini?"
Patih Dipa menggeleng kepala "Tidak, ki resi. Tuan dapat
menjelaskan segala sesuatu tentang keadaan nyi Dipa, pertanda
bahwa tuan tentu dapat mengatasi keadaan itu. Mengapa aku
harus cemas?" "Ah, janganlah ki patih menyanjung diriku sedemikian tinggi.
Akupun hanya seorang insan titah Dewata seperti tuan. Apa yang
ku'akukan hanya suatuu-paya dari seorang manusia yang
dibenarkan untuk berusaha. Namun kesemuanya, hanyalah
terserah kepada Hyang Widdhi Agung"
"Baik, ki resi. Katakanlah apa saja yang menjadi rencana ki
resi untuk menolong nyi Dipa?"
"Ki patih" kata resi Kawaca "memang ada setitik harapan
memercik dalam hatiku. Tetapi ...." resi itu geleng-geleng kepala.
"Apa yang ki resi maksudkan?"
"Tetapi harapan itu tipis sekali atau bahkan mungkin tiada
lagi" 1435 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Patih Dipa mengerut dahi "Ki resi, agar perasaanku legah,
bagikanlah isi hati yang tuan resahkan itu kepadaku, agar aku
dapat ikut serta merasakannya"
Resi Kawaca mengangguk "Begini, ki patih. Di seluruh
permukaan bumi kerajaan Majapahit yang luas tiada taranya ini,
hanya seorang saja yang mempunyai ramuan penyembuh sakit
nyi patih. Tetapi sayang orang itu sudah tiada lagi"
"Siapakah yang ki resi maksudkan?"
"Ra Tanca, tabib termasyhur yang tiada bandingannya itu"
"Ra Tanca?" patih Dipa terkejut.
"Benar" kembali resi menghela napas "bukankah dia sudah
meninggal dalam peristiwa dahulu"
"Ya" Resi geleng-geleng kepala "Ah, sayang sekali bahwa seorang
tokoh yang memiliki kepandaian ilmu pengobatan yang begitu
sakti, harus terlibat dalam peristiwa yang berlumuran noda"
"Ki resi" kata patih Dipa yang melihat sesuatu kekhilafan
dalam kata-kata sang resi "dalam pemberontakan yang dipelopori
rakryan Kuti, ra Tai.ca sedang berada di Daha. Walaupun dia
termasuk warga dari Dharmaputera, tetapi karena tiada terbukti
dia ikut dalim pemberontakan itu maka atas keputusan. rahyang
ramuhun Jayaaagara, dia dibebaskan dari hukuman"
"Ah, benar, benar, mengapa aku pelupa sekali?" seru resi
Kawaca "ya, benar, ra Tanca maaih hidup. kemudian dia
melakukan tindak yang menggemparkan kerajaan Majapahit
karena telah mencidera seri baginda Jayanagara"
"Ya" patih Dipa mengiakan.
"Dengan hilangnya ra Tanca, hilang pula suatu sumber ilmu
pengobatan yang hebat"
1436 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Patih Dipa terkenang akan peristiwa itu. Ia memang
menyayangkan akan terjadinya peristiwa itu. Karena peristiwa itu
telah memakan dua orang korban yang merupakan tokoh besar
kerajaan Majapahit. Seri baginda Jayanagara dan ra Tanca. Seri
baginda Jayanagara yaeg masih muda, harus meninggal dalam
masa dimana masih banyak tugas-tugas kerajaan Majapahit yang
belum sempat terselesaikan. Lepas daripada sifat dan tingkah
seri baginda sebagai seorang peribadi manusia, Jayanagara telah
melakukan suatu tindakan yang menjadi pokok landasan
terbentuknya kerajaan Majapahit yang kokoh dan kuat.
Seri baginda Kertarajasa Wisnuwadhana atau raden Wijaya,
merupakan rajakulakara atau pendiri sebuah kerajaan baru yang
besar, di tumpukan puing-puing kehancuran dua buah kerajaan
besar, kerajaan Singasari dan Daha. Masa pemerintahan baginda
Kertarajasa penuh dengan perjuangan dan peperangan. Satelah
mendirikan kerajaan Majapahit masih harus menghadapi
berbagai pemberontakan. Di antaranya yang terbesar dan
menyedihkan adalah pemberontakan Rangga Lawe, adipati
Tuban yang tak puas karena baginda telah mengangkat Nambi
sebagai patih kerajaan Majapahit. Setelah pemberontakan itu
selesai, timbul pula pemberontakan-pemberontakan kecil di
berbagai daerah, antara lain Bali.
Hampir dalam masa pemerintahannya, baginda Kertarajasa
tak sempat membenahi dan menyehatkan susunan pemerintahan, akibat kesibukan-kesibukan menumpas pemberontakan-pemberontakan itu.
Setelah baginda wafat maka dinobatkanlah putera-nya, raden
Kala Gemet menjadi raja dengan gelar abhiseka Jayanagara.
Baginda Jayanagara menerima warisan dari keadaan yang belum
mantap dalam tubuh pemerintahan. Baginda sibuk membenahi
dan menyehatkan tubuh pemerintahan kerajaan. Banyak terjadi
perobahan dalam susunan para mentri dan senopati. Terutama
setelah terjadi periitiwa Lumajang-Pajarakan, dimana patih
1437 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nambi dan beberapa mentri senopati tua terlibat dalam
pemberontakan melawan kerajaan Majapahit.
Pemberontakan itu merupakan tanggapan dari kalangan
mentri dan senopati tua yang dahulu menjadi kadehan atau
orang kepercayaan baginda Kartarajasa. Mereka tak puas akan
kebijaksanaan baginda Jayanagara yang lebih cenderung
mempercayai patih Aluyuda atau yang biasa disebut dengan
g?ear Mahapati. Pada hal akhirnya terbukalah kedok sang
Mahapati Aluyuda, sebagai seorang mentri yang penuh nafsu
keinginan untuk merebut kekuasaan dan pengaruh. Dan
sebagaimana nasb setiap tokoh yang hendak merongrong dan
mengganggu kewibawaan kerajaan Majapahit, akhirnya Mahapati
Aluyuda juga harus menerima kematian secara mengenaskan.
Matinya cineleng-neleng atau dicincang rakyat.
Juga pemerintahan baginda Jayanagara mengalami kegusesngan keguncangan dengan timbulnya beberapa go'ongan. Asal usul keturunan baginda yang dilahirkan seorang
ibu, puteri Malayu, telah menimbulkan pertentangan yang tajam
dan memang diperuncing oleh musuh-musuh Majapahit.
Baik baginda Kertarajasa maupun puteranya, baginda
Jayanagara, masing masing mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Baginda Kertarajasa mempunyai kelebihan dalam
menghadapi musuh, tetapi lemah dalam membersihkan tubuh
pemerintahan karena mengingat jasa dari para kadehannya.
Baginda Jayanagara tegas dalam menjalankan pemerintahan
yang dicanangkan sebagai tindakan keras tapi tegas atau gitikpentung. Tak peduli siapa dan betapa besar jasa mentri atau
senopati itu di masa yang lalu terhadap kerajaan Majapahit,
namun kalau akhirnya kenyataan dia memberontak atau
melakukan tindakan yang merongrong kewibawaan pemerintah
Majapahit, maka tak segan-segan baginda akan memberantasnya. Salah satu contoh adalah peristiwa patih
Nambi. 1438 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi baginda Jayanagara juga mempunyai kelemahan
terhadap wanita dan mentri yang bermulut manis tetapi berhati
durhaka seperti mahapatih Aluyuda.
Kilas-kilas kenangan itu silih berganti melalu-lalang dalam
kenangan patih Dipa saat itu. Dan bertemulah dia akan
kebenaran daripada atas pemerintahan yang dilakukan mendiang
baginda Jayanagara. Ra Tanca, memang seorang Dharmaputera. Dan Dharmaputera itu diangkat sendiri oleh baginda Jayanagara
sebagai suatu pengakuan akan kepercayaan yang diberikan seri
baginda. Ra Tanca, pun seorang tabib yang pandai pada jaman itu.
Mungkin belum terdapat tabib lain yang menyamai ra T anca. Dia
diangkat sebagai tabib keraton, khusus tabib seri baginda
peribadi. Walaupun dengan dalih merasa terhina atas perbuatan
seri baginda yang telah mengganggu isterinya, namun kenyataan
bahwa tindakan ra Tanca membunuh baginda itu, telah
menimbulkan keguncangan dalam sendi pemerintahan Majapahit
dan menimbulkan kemarahan seluruh rakyat Majapahit. Maka
berlakukan asas 'gitik-pentung' . Betapapun jasa dan hebatnya
kepandaian ra Tanca, namun tabib itu harus dihukum mati.
Setelah menemukan persoalan itu ditempat kedudukannya
yang wajar maka berkatalah patih Dipa "Memang layak di
Dendam Sembilan Iblis Tua 4 Tangan Berbisa Karya Khu Lung Pendekar Cacad 17

Cari Blog Ini