Ceritasilat Novel Online

Sumpah Palapa 3

Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana Bagian 3


ada pada diri baginda, hamba memang berusaha dalam batas2
kemampuan hamba, untuk mencegah. Perihal keturunan darah
baginda, penilaian hamba hanya berdasar kenyataan yang telah
direstui oleh rahyang ramuhun seri Kertarajasa yang telah
menetapkan pangeran Jayanagara menjadi pewaris mahkota
kerajaan Majapahit. Dan bahwa penobatan itu telah hak dan
disahkan oleh undang-undang kerajaan. Sedang yang menjadi
landasan dari penilaian hamba itu, selama baginda Jayanagara
tidak menyimpang dari garis2 pendirian yang telah diletakkan
rahyang ramuhun sri Kertarajasa, maka hamba takkan
menghapus pengabdian hamba. Demikian gusti pendirian hamba
126 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang melahirkan sikap kesetyaan dalam pengabdian hamba
kepada seri baginda Jayanagara"
Rani Kahuripan mengangguk "Jelas kiranya u-raianmu itu, ki
patih. Sekarang jawablah pertanyaanku yang kedua tadi.
Layakkah aku menjadi raja?"
"Layak, gusti, layak sekali" seru patih Dipa serentak "pertama,
paduka adalah keturunan dari rahyang ramuhun sri Kertarajasa
yang sah, bahkan seharusnya padukalah yang lebih berhak atas
tahta seandai paduka seorang pangeran. Kedua, paduka adalah
pu-tera dari gusti ratu Tribuana yang menjadi puteri dari baginda
Kertanagara dari kerajaan Singasari. Inilah yang sangat didambadambakan sebagian rakyat Majapahit. Mereka ingin mempunyai
junjungan yang berasal dari keturunan Singasari-Majapahit. Dan
ini pula yang menjadi salah satu sumber pertikaian yang
dipertentangkan di pura kerajaan. Dengan tercapainya keinginan
mereka, tentulah pertentangan itu akan sirap"
"Tetapi tidakkah golongan yang mendukung baginda
Jayanagara itu akan terus mengobarkan pertentangan itu ?" ujar
Rani Kahuripan. "Kemungkinan hal itu memang dapat terjadi" kata patih Dipa
"tetapi kenyataan menyatakan, bahwa golongan yang mendukung paduka itu jauh lebih besar dari yang menentang.
Terutama dikalangan para kawula kerajaan"
"Tetapi ki patih" ujar Rani pula "aku seorang puteri, layakkah
aku duduk di singgasana kerajaan?"
Sejenak patih Dipa menggelegak untuk membasahi kerongkongannya yang kering"Kenyataan itu memang telah hamba renungkan. Dan dari
hasil penyelidikan hamba kepada para sepuh, resi dan
brahmana2 yang tahu, maka hambapun mendapat keterangan
yang cukup kokoh untuk hamba letakkan pada batu landasan
pendirian hamba" katanya lalu berhenti sejenak dan melanjutkan
127 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi "bahwa dalam sejarah kerajaan di Jawadwipa, dahulu di
jaman Kalingga, kerajaan itu pernah diperintah oleh seorang
puteri yani Ratu Sirna. Dengan demikian, gusti, jelas bahwa
apabila paduka dinobatkan sebagai prabu puteri Majapahit,
bukanlah sesuatu yang tak mungkin, bukan pula sesuatu yang
menyalahi undang-undang kerajaan"
Rani Kahuripan terkesiap,
diam merenung. Rupanya pernyataan patih itu memberi kesan yang mengejutkan. Patih
Dipapun sempat memperhatikan sikap dan kerut wajah sang Rani
dalam menanggapi keterangannya itu. Samar2 ia seperti
membayangkan bahwa agaknya sang Rani memang belum
sampai pada pengetahuan tentang Ratu Sima. Hal itu dapat ditilik
dari pertanyaan yang diajukan kepadanya. Apabila sang Rani
sudah memiliki pengetahuan itu, tentulah takkan bertanya
mengenai hal itu dan tentulah hilang keraguan hatinya.
"Gusti junjungan yang hamba muliakan" kata patih Dipa lebih
lanjut "sejauh pengetahuan hamba, dalam undang2 kerajaan
Majapahit, tidaklah termaktub bahwa baginda raja itu harus
seorang raja putera. Dengan demikian kehadiran seorang raja,
puteri, tidak tertutup kemungkinannya. Bahwa keputusan untuk
memilih seri baginda yang baru, hanya terletak dibawah
kekuasaan para gusti Sapta-prabu sebagai dewan kekuasaan
keraton yang tertinggi"
"Gusti" kata patih Dipa pula "menurut pandangan hamba yang
picik maka pengangkatan paduka sebagai seri baginda kerajaan
Majapahit, akan memberi beberapa segi manfaat yang tak
terperikan bagi kelestarian dan kejayaan kerajaan yang telah
didirikan oleh eyang prabu paduka, rahyang ramuhun seri
Kertarajasa Jayawardhana. Pertama, paduka melangsungkan
kelestarian dari tegaknya kerajaan Majapahit. Kedua, paduka
meluhurkan keturunan rajakula Singasari. Ketiga, paduka
berkenan melimpahkan cahaya bagi harapan seluruh kawula.
Keempat, paduka dapat memancarkan pengetahuan dan
128 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kebijaksanaan paduka untuk membawa kerajaan Majapahit
kearah kejayaan dan kebesaran. Dan kelima, baginda dapat
menyentuh mereka yang berpendapat bahwa hanya seorang
pangeran putera saja yang dianggap mampu memimpin
kerajaan. Selanjutnya akan berobahlah naluri pandangan dan
anggapan sedemikian itu dan kelak kemudian hari apabila
kerajaan menghadapi peristiwa yang serupa seperti saat ini,
dapatlah dinobatkan seorang puteri untuk duduk di singgasana
kerajaan" "Demikian gusti, pandangan hamba yang picik" kata patih
Dipa pula "namun hamba akan menjiwai pandangan hamba itu
dengan kesanggupan hamba untuk mengabdikan jiwa raga
hamba kebawah duli tuanku"
Rani Kahuripan mengangguk.
"Aku merasa gembira ki patih" ujar sang Rani "atas uraianmu
itu. Tetapi betapapun sesungguhnya aku tiada berhasrat untuk
duduk di singgasana. Lebih baik para gustimu Sapta-prabu
memilih lain orang yang lebih sesuai dan tepat daripada aku"
"Gusti Rani, walaupun hamba menjadi patih, tetapi hamba
sungguh tak mengetahui bagaimana nanti para gusti hamba
Sapta-prabu hendak menentukan pilihannya. Namun menurut
perasaan hamba peribadi, kiranya tiada lain pilihan yang lebih
tepat dari pada memilih gusti Rani"
"Tidak, ki patih" seru Rani Kahuripan "aku benar2 tak memiliki
hasrat untuk menjadi raja. Kahuripan terlanjur menjadi buah
hatiku. Jika diidinkan oleh seri baginda yang baru nanti, biarlah
aku tetap menjadi Rani Kahuripan saja"
Diam2 patih Dipa menghela napas dalam hati. Namun ia
faham akan perangai sang puteri yang memiliki perasaan halus
dan budi luhur. Ia tahu bahwa kawula di Kahuripan rhemang
mencintai sang Rani. Tentulah sang Rani berat hati untuk
meninggalkan Kahuripan. 129 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gusti" katanya kemudian "saat ini kerajaan Majapahit sedang
menghadapi suatu saat yang paling genting sekali. Tindakan
yang tergesa-gesa dari suatu pertimbangan, akan menimbulkan
hal2 yang tak diinginkan. Segala sesuatu hendaknya diarahkan
kepada satu tujuan yani demi kepentingan negara dan rakyat
Majapahit. Apabila kepentingan negara tampil maka segala
kepentingan harus peribadi mundur, segala pengorbanan
direlakan ...." "Kiranya bukan karena hamba takut mendapat pidana, takut
kehilangan kedudukan tetapi apa yang hamba persembahkan
kehadapan paduka tadi memang dari kenyataan yang hamba
lihat dan rasakan. Kiranya, hanya padukalah yang paling tepat
sebagai prabu Majapahit. Hamba percaya bahwa seluruh kawula
akan bersorak gembira dan merasa bahagia, kerajaan Majapahit
pasti akan menjelang masa kejayaan dan kebesaran apabila
paduka berkenan meluluskan untuk duduk diatas singgasana.
Dewata Agungpun tentu akan merestui paduka, gusti"
"Ah" Rani Kahuripan menghela napas "bagaimana maksudmu,
ki patih" "Hamba mohon paduka berkenan mengunjungi pura kerajaan
dan apabila para gusti Sapta-prabu menginginkan paduka yang
duduk di singgasana, demi kesujutan dan ketaatan hamba
kepada kerajaan Majapahit, sudi apalah kiranya paduka berkenan
meluluskan, gusti" "Baik" seru Rani Kahuripan mengiakan sehingga sesaat patih
Dipa memancarkan rasa gembira" aku akan ke pura kerajaan
memenuhi panggilan gustimu Sapta-prabu. Tetapi aku tak mau
memberi jaminan lebih dulu bahwa aku akan menerima
pengangkatan sebagai raja apabila gustimu Sapta-prabu akan
memilih aku. Akan kupertimbangkan lagi dengan lebih seksama"
"Semoga Dewata Agung merestui kehendak paduka, gusti"
130 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Walaupun titah gustimu Sapta-prabu itu pasti akan
kuindahkan dan kulaksanakan, namun aku belum dapat
menghadap ke pura kerajaan sekarang ini"
Patih Dipa terbeliak. Diberanikan diri untuk menyongsong
pandang kearah sang Rani, penuh dengan permohonan.
"Benar, ki patih" ujar sang Rani memberi penegasan "memang
untuk masa terdekat ini aku belum dapat meninggalkan
Kahuripan" Kini patih Dipapun memberanikan diri meminta keterangan
"Gusti, titah para gusti Sapta-prabu itu tentu amat penting sekali.
Kurang seyogya apabila tahta singgasana terlalu lama tiada
junjungan yang bersemayam. Para mentri narapraja was. para
kawulapun cemas, gusti" kata patih Dipa "apabila tuanku
berkenan, sudi apalah kiranya tuanku melimpahkan titah
mengapa paduka tak dapat meninggalkan Kahuripan dalam
waktu yang dekat ini"
"Ki patih" ujar Rani Kahuripan "apakah selama dalam
perjalanan memasuki pura Kahuripan, engkau tak merasakan
sesuatu yang menimbulkan keheranan dalam hatimu ?"
Dipa merenung sejenak lalu menyahut "Ada, gusti. Hamba
rasakan suasana dalam praja Kahuripan agak sunyi dan rawan.
Sejak siang menjelang petang, rumah2 penduduk sudah tutup,
jalan2 pun sepi orang. Tidak seperti ketika hamba masih
mengabdi kepada paduka tujuh tahun yang lalu"
"Seleramu tajam sekali ki patih" seru Rani "demikian suasana
dalam hatiku saat ini. Sunyi berkabut awan kesedihan ...."
"Gusti" diluar kesadaran patih Dipa telah berseru agak keras
karena dirangsang rasa kejut waktu mendengar keterangan sang
Rani. Cepat sekali dugaannya tertuju pada peristiwa wafat
baginda Jayanagara "duh gusti junjungan hamba. Hamba mohon
kiranya paduka sudi meluluskan harapan hamba bahwa segala
sesuatu yang terjadi di kerajaan Majapahit itu, telah digariskan
131 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh Hyang Batara Agung. Seri baginda yang mulia telah pulang
ke Buddhaloka ...." "Apa maksudmu, ki patih?" tegur sang Rani.
"Hamba mohon sudilah kiranya paduka meredakan kesedihan
paduka atas wafat seri baginda Jayanagara ...."
"Engkau salah, ki patih" Rani menukas "bukan soal diri sang
prabu yang menjadi buah pikiranku. Betapapun hal itu sudah
menjadi suatu kenyataan dan kupersembahkan puji doa suci
kehadapan Batara Agung agar arwah sang prabu diterima dan
dilimpahi ganjaran sesuai dengan amal dan dharmanya.
Kematian merupakan kodrat hidup bagi setiap titah dewata. Aku
dan engkau patih Dipa, kelak tentu harus kembali pulang ke asal
kita juga" Patih Dipa termangu-mangu dipagut keheranan.
"Keresahan hatiku tak lain adalah timbulnya kerusakan dalam
praja Kahuripan sini"
"Gusti" patih Dipa tersentak "kerusakan bagaimanakah yang
gusti maksudkan" Adakah Kahuripan diserang musuh, diganggu
pengacau?" Rani Kahuripan mengangguk pelahan "Benar, ki patih,
memang demikian keadaan praja Kahuripan dewasa ini. Itulah
sebabnya maka engkau mempunyai kesan betapa rawan dan
sunyi suasana praja ini"
Makin terhenyak semangat patih Dipa mendengar keterangan
Rani itu "Gusti, hamba mohon paduka sudi melimpahkan
keterangan tentang sifat kerusakan yang diderita praja paduka.
Hamba mohon ampun atas pernyataan yang hamba haturkan
kehadapan paduka ini. Tetapi hamba benar2 sanggup
mengorbankan jiwa raga hamba untuk menanggulangi musuh
itu" 132 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rani Kahuripan tersenyum "Kutahu, memang demikianlah sifat
kesetyaanmu terhadap praja, ki patih. Tetapi ketahuilah, bahwa
musuh yang menyerang Kahuripan saat ini, sakti mandraguna
dan sukar dihadapi" Patih Dipa meregang kejut. Benarkah Kahuripan menghadapi
bahaya yang besar" Mengapa dia tak pernah mendengar berita
itu" Ataukah Rani tak pernah me laporkan hal itu ke pura
kerajaan" Untuk cepat mendapat gambaran tentang peristiwa itu,
patih Dipa segera meminta keterangan "Gusti, bukan sekali dua
dalam kehidupan hamba harus berhadapan dengan bahaya maut.
Bahkan kebetulan pula hamba mendapat kesempatan untuk
mengiringkan baginda Jayanagara lolos dari huru hara
pemberontakan Dharmaputera. Kemudian hamba mendapat
kepercayaan baginda untuk kembali kedalam pura meninjau
keadaan. Dalam menunaikan tugas itu, hamba harus menghadapi
maut2 yang setiap saat akan menerkam jiwa hamba. Hamba


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus bicara dalam lingkungan pagar pedang dan tombak, dibawah pengawasan berpuluh-puluh mata yang siap menerkam
dan disorot oleh rakryan Kuti yang cerdas di-mana sepatah saja
lidah hamba berkata salah, maka ketua Dharmaputera itu terus
memerintahkan untuk membunuh hamba. Tidakkah bahaya itu
sudah cukup layak hamba katakan sebagai maut2 yang
mengintai jiwa hamba?"
Patih Dipa berhenti sejenak, lalu "Maaf, gusti, bukan maksud
hamba hendak menonjolkan hal2 yang disebut jasa atau
pengabdian hamba. Jauh dari itu, gusti. Hamba hanya
bermaksud bahwa sudah berulang kali hamba harus menghadapi
bahaya maka hambapun memberanikan diri untuk mohon
perkenan paduka agar hamba diidinkan untuk menghadapi
musuh yang mengacau praja paduka di Kahuripan"
"Baik, ki patih" ujar Rani "akan kuceritakan asa l mula musuh
itu. Diawali sejak aku berada di pura kerajaan menghadiri
upacara srada yang dilakukan atas titah sang prabu Jayanagra,
133 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka di telatah Kahuripan mulai timbul keanehan. Banyak kawula
yang mati karena terserang penyakit aneh. Keadaan itu makin
lama makin memuncak. Ternak mati, tanaman tidak berbuah,
sawah tak menghasilkan panen, telaga, sungai dan sumur makin
mengering dan wabah penyakit makin mengganas. Para kawula
dicengkam ketakutan. Pagi sakit, sore mati. Sore sakit, pagi mati.
Itulah yang menjadikan kecemasan hatiku, patih Dipa"
"O, itukah yang paduka maksudkan sebagai musuh saktimandraguna, gusti?" "Ya" sahut sang Rani "sungguh mengerikan sekali"
"Tidakkah paduka menitahkan para wiku dan resi untuk
menghalau penyakit itu"
"Ya. Tetapi tak seorangpun yang mampu mengatasi mereka"
"Mereka?" patih Dipa mengulang penuh kejut "siapakah yang
paduka maksudkan mereka itu ?"
Dengan nada penuh kesungguhan, berkatalah sang Rani
"Suatu tenaga yang tak tampak tetapi amat sakti. Menurut
wawasan hasil renungan semedhi para resi dan brahmana yang
sakti, sumber dari malapetaka itu terletak di gunduk tanah yang
dikelilingi tujuh batang pohon waringin. Penduduk menamakan
tempat itu Waringin Pitu"
"Dimanakah letak tempat itu, gusti ?"
"Daerah desa Kemalagyan, ditepi bengawan Brantas. Dahulu
sang prabu Airlangga pernah menitahkan orang membuat sebuah
empang air untuk penangkal banjir"
"Jika sudah diketahui sumbernya, tidakkah para resi brahmana
dan orang2 sakti yang paduka titahkan itu, berupaya untuk
menindas tenaga-sakti disitu?"
"Setelah tercapai kesepakatan kata bahwa sumber tenagasakti yang membawa malapetaka itu berasal dari gunduk tanah
134 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dikelilingi oleh tujuh batang pohon waringin, maka
kutitahkan mereka untuk mengusahakan agar tenaga-sakti yang
berbahaya itu sirap. Tetapi sia2 belaka. Bahkan beberapa dari
mereka telah menderita cidera ataupun mengalami hal2 yang
mengerikan sehingga mereka ada yang hingga kini menderita
penyakit ingatan, ada yang jatuh sakit. Sakit yang aneh seperti
tak dapat bicara, mulut perot, terus menerus mengingau,
menangis dan lain-lain keanehan"
"Ah" patih Dipa mendesah "hebat benar tenaga-sakti itu gusti.
Namun hamba percaya, bahwa setiap hal yang mengandung
kejahatan tentu akan dapat diberantas. Tetapi gusti, adakah para
resi, wiku dan brahnjana itu dapat mengetahui apa
sesungguhnya yang berada dibawah gunduk tanah disitu ?"
"Pernah juga dicoba untuk menggali tetapi suatu keanehan
terjadi pula. Cangkul, kapak, beliung, tombak dan segala macam
senjata tak mampu membongkahkan tanah disitu. Dan malam
harinya orang yang menggali itu tentu tertimpa bermacam
musibah. Ada yang sakit demam, mengingau, menangis,
berteriak-teriak seperti orang gila dan bahkan ada yang bunuh
diri. Oleh karena itu tiada seorangpun yang berani melakukan
penggalian" Makin besar keheranan patih Dipa mendengar keanehan itu.
Tetapi sebagaimana sudah menjadi watak yang telah mendarah
daging, makin menghadapi kesulitan, makin timbul gairahnya
untuk mengatasi. Makin sukar makin ia bersemangat. Sepintas
diapun segera teringat akan kuburan di Wurare yang menjadi
tempat keramat. Karena di kuburan itu dahulu Empu Bharada
telah menghimpun tenaga-sakti untuk melaksanakan tugas yang
diterima dari sang prabu Airlangga, membagi watek-bumi
kerajaan Panjalu menjadi dua. Tidakkah peristiwa di Waringin
Pitu itu serupa dengan di kuburan Wurare" Pikirnya.
135 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kemudian bagaimanakah langkah paduka untuk memberantas sumber malapetaka di Waringin Pitu itu ?" ia
mempersembahkan pertanyaan.
"Berbagai upaya telah kutitahkan berkat usul dari beberapa
wiku dan brahmana. Antara lain mengadakan upacara sesaji dan
sembahyang suci, mempersembahkan korban dan lain-lain.
Namun tampaknya usaha itu gagal semua. Maut masih
bertebaran di pura Kahuripan. Banyak penduduk yang ketakutan
dan mulai mengungsi ke lain daerah" Rani Kahuripan menghela
napas rawan "aku benar2 kehilangan faham, malu dan sedih"
Rani bersidekap tangan. "Gusti" serentak patih Dipa menghatur sembah "hamba
mohon diperkenankan untuk menghadapi tenaga-sakti yang aneh
itu" "Ah" Rani terkejut "apakah andalan yang dapat engkau
gunakan menghadapi tenaga-sakti itu, ki Patih" Bukankah
berpuluh resi brahmana yang sudah lanjut usia dan putus akan
segala ilmu mantra dan kesaktian, masih gagal pula untuk
melenyapkan mereka ?"
Patih Dipa tidak marah. Ia menerima pertanyaan yang berbau
tak percaya dari sang Rani dengan segala kelapangan dada
karena ia tahu bahwa sesungguhnya sang Rani bermaksud baik,
kuatir apabila sampai terjadi sesuatu pada dirinya.
"Hamba tak memiliki pengandal apa2, baik ilmu kesaktian
maupun pusaka, gusti" kata patih Dipa "tetapi hamba hanya
mamiliki sebuah pengandal yani kejujuran dan kepercayaan.
Kejujuran akan langkah hamba demi menyelamatkan para
kawula Kahuripan dan kepercayaan hamba akam kodrat Prakitri,
bahwa yang jahat itu akhirnya tentu akan terbasmi oleh yang
suci. Segala kejahatan, betapapun ganas dan besar kekuasaannya pada permulaan, tetapi pada akhirnya tentu akan
hancur lebur ...." 136 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terkesiap sang Rani mendengar hatur kata patih yang masih
muda itu. Dan apa yang disaksikan saat itu, hampir membuatnya
terbeliak kejut. Dikala Dipa mengucapkan kata-katanya, cahaya
wajahnyapun tampak bersinar terang dan seolah-olah wajah
patih itu telah berganti dengan suatu raut wajah yang
mengejutkan sehingga diluar kesadaran, sang Rani telah
berteriak "Batara Ganesya ...."
"Gusti Rani" patih Dipa terkejut "hamba adalah patih paduka,
Kerta Dipa, gusti" "Patih Dipa" teriak sang Rani masih dalam nada berkabut kejut
"benarkah engkau patih Dipa?"
Patih Dipa terlongong heran "Benar, gusti. Hamba adalah
patih Dipa" "Ah" sang Rani mendesah "tetapi mengapa wajahmu ....
wajahmu bersalin rupa ...."
"Wajah hamba ?" patih Dipapun terbeliak.
"Ya" jawab Rani "pada waktu engkau mengucapkan katakatamu yang terakhir tadi, kulihat cahaya wajahmu memancarkan cahaya dan tiba2 berganti rupa menyerupai wajah
batara Ganesya ..." "Ah, gusti" serta merta patih Dipa menghaturkan sembah
"bagaimana seorang titah manusia seperti diri hamba dapat
memancarkan cahaya dan berganti rupa seperti Hyang Batara
Ganesya. Tidak, gusti, hamba adalah patih Dipa yang hina dina"
Rani Kahuripan gelengkan kepala "Apapun katamu, tidaklah
mempengaruhi kesan yang membayang dalam pandanganku
tadi, ki patih" "Gusti" patih Dipa menghela napas panjang dan pikirannya
jauh melayang beberapa belas tahun yang lalu ketika ia masih
137 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanak2 dan bermain-main dengan beberapa kawan sedesa. Pada
waktu itu seorang anak kecil telah mengulurkan tangannya
kebawah patung dewa Ganesya, karena hendak menangkap
cengke-rik. Tetapi tiba2 anak itu menjerit-jerit menangis karena
tangannya tak dapat ditarik keluar. Semua anak2 yang lain
bingung dan berteriak-teriak dengan hiruk pikuk. Saat itu entah
bagaimana, diapun segera menghampiri patung lalu mengangkatnya. Gemparlah sekalian anak menyaksikan kekuatan
yang dimilikinya. Bahkan merekapun berteriak-teriak gegap
gempita menyebut nama Batara Ganesya. Setelah peristiwa itu,
ia mendapat keterangan dari salah seorang kawannya bahwa
pada waktu itu semua anak2 berteriak-teriak karena melihat
wajahnya berobah seperti patung yang diangkatnya itu.
Setelah merenungkan keheningan cipta, akhirnya Rani
Kahuripan mengangguk dalam hati. Ada sesuatu yang telah
menyentuh dan diterima dalam hati "Baik, ki patih, kukabulkan
permohonanmu untuk menghalau tenaga-gaib di Waringin Pitu
itu" Patih Dipa amat gembira. Ia menghaturkan terima kasih. Rani
menitahkan agar dia bermalam di keraton tetapi patih Dipa
menyatakan bahwa malam itu juga ia hendak menuju ke
Waringin Pitu. "Ah, rasanya tak perlu sedemikian gesa. Besok engkau dapat
berangkat dengan seorang pengalasan yang akan mengantarkan
ke Waringin Pitu" ujar Rani.
"Mohon diampuni diri hamba, gusti" patih Dipa berdatang
sembah "tetapi menurut perasaan hamba, peristiwa yang terjadi
di praja paduka ini sungguh gawat. Oleh karena itu hamba
mohon paduka perkenankan untuk ma lam ini juga berangkat ke
Waringin Pitu. Lebih lekas peristiwa itu dapat diselesa ikan lebih
baik bagi kawula paduka. Agar mereka terbebas dari ketakutan
dan dapat dicegah agar jangan meninggalkan Kahuripan"
Rani Kahuripan merenung sejenak lalu mengangguk
138 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika begitu kehendakmu, baiklah" kemudian Rani menitahkan
agar demang Kapat memerintahkan seorang nayaka untuk
mengantar patih Dipa. Setelah mohon diri dari hadapan sang Rani, maka dengan
diiring demang Kapat, patih Dipapun turun ke pendapa agung.
"Ki patih" ucap rakryan demang Kapat "tidakkah tuan
bermalam saja di kediamanku" Hari sudah malam, desa
Kemalagyan jauh letaknya. Jika menempuh perjalanan pada saat
begini malam, kurasa kurang leluasa"
"Terima kasih, ki demang" sahut patih Dipa "telah teguh
niatku untuk malam ini juga berangkat ke desa itu. Jika kuterima
undangan tuan, tidakkah gusti Rani akan murka karena aku telah
menolak titahnya untuk bermalam di keraton?"
Rakryan demang Kapat tertawa "Benar. Jika memang
demikian kehendak tuan, akan kuperintah bekel bhayangkari
Lambar untuk mengantarkan tuan"
"Ah, tak usah, ki demang" jawab patih Dipa "sebenarnya aku
sudah membawa seorang pengiring yang kusuruh tanggu diluar
gapura" "Tetapi tuan tak tahu jelas akan letak tempat itu. Apalagi di
malam hari. Lebih baik diantar seorang penunjuk jalan"
"Baik" akhirnya patih Dipa mengalah "tetapi aku tak usah
seorang bekel bhayangkara, cukup seorang prajurit saja"
Menyaksikan bagaimana patih Dipa menolak tawaran sang
Rani untuk berma lam di keraton, demang Kapat cepat
memahami bahwa patih dari Daha itu, seorang yang berhati
keras. Iapun tak mau memaksa. Ia mempersilahkan siapakah
prajurit yang hendak ditunjuk sebagai pengiring patih itu.
"Siapakah nama prajurit penjaga pura pendapa keraton yang
berselisih taliam dengan aku tadi?" tanya patih Dipa.
139 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu ?" demang Kapat terkejut.
"Ya. Siiapa namai ya?" ulang patih Dipa.
"Kabal. Ki patih menghendaki dia?"
"Aku suka dengan sikapnya yang penuh tanggung jawab.


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Biarlah dia yang mengantarkan aku ke Waringin Pitu"
Betapa kejut prajurit Kabal ketika dipanggil menghadap
demang Kapat. Dan lebih terkejut sehingga wajahnya pucat
ketika melihat rakryan demang Kapat bersama patih utusan dari
kerajaan Majapahit tadi. "Kabal" seru demang Kapat "engkau tahu mengapa kupanggil
engkau kemari?" "Hamba telah bersalah, gusti" sahut prajurit Kabal dengan
nada gemetar "hamba tunduk pada perintah gusti yang akan
menjatuhkan pidana apapun kepada diri hamba"
"Bagus" seru demang Kapat "begitulah layaknya sikap seorang
prajurit utama. Setya dan taat pada perintah pimpinan. Dan
menurut tata-tertib keprajuritan, setiap kesalahan harus
menerima pidana" "Hamba menyadari peraturan itu, gusti"
"Pidana yang harus engkau terima tergantung dari tugas yang
akan kuberikan kepadamu" kata demang Kapat pula "jika engkau
dapat melakukan tugas itu dengan sebaik-baiknya, maka pidana
itupun kuhapus. Tetapi jika engkau melalaikan tugas itu,
pidanamu akan bertambah berat"
"Apapun perintah paduka, hamba akan taat"
"Malam ini engkau harus mengiringkan rakryan patih Dipa ke
Waringin Pitu" 140 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Prajurit Kabal terkesiap. Namun cepat dia menyongsong
jawaban "Baik, gusti Setiap saat hamba siap melakukan perintah
paduka" "Kabal, tahukah engkau letak Waringin Pitu ?" tegur patih
Dipa. "Hamba dilahirkan di telatah Kahuripan. Sebelum masuk
prajurit, hamba sering berkelana kemana-mana. Waringin Pitu
yang terletak di desa Kemalagyan itu terletak ditepi sungai
Brantas, gusti patih. Hamba pernah kesana"
"Baik, kita berangkat sekarang" kata patih Dipa lalu mohon diri
kepada demang Kapat. Patih Dipa menitahkan supaya prajurit
Kabal membawa kuda. Keduanya segera menuju ke barat untuk
mendapatkan Sandika. Kepada Sandika, patih Dipa memperkenalkan prajurit Kahuripan yang bernama Kabal itu.
Kemudian merekapun berangkat menuju ke utara.
Selama dalam perjalanan itu, patih Dipa mengenangkan
peristiwa yang telah dialam inya dikuburan Wurare.
"Adakah kawanan dedemit penunggu tenaga sakti empu
Bharada itu yang membuat gara-gara pula?" ia renungkan
kemungkinan2 hubungan kawanan dedemit itu dengan keanehan
yang terjadi di Waringin Pitu "hm tidakkah mereka tak pernah
jera untuk mengadakan pengacauan" Jika memang mereka,
akupun tak perlu memberi ampun lagi. Akan kuobrak-abrik
sarang mereka agar jangan lagi mereka berani mengacau telatah
kerajaan Majapahit" Seketika timbul niat patih Dipa untuk berganti arah. Ia ingin
menuju ke kuburan Wurare, menemui penunggu disitu dan
menyelidiki. Apabila benar perbuatan mereka, iapun akan segera
bertindak. "Tetapi ah" bantah pikirannya sendiri "tak baik menaruh
prasangka terhadap orang. Dedemit sekalipun mereka, aku tak
boleh menuduh semena-mena"
141 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya ia memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan
ke Waringin Pitu. (OO-dwkz-Ismo-OO) III Malam adalah saat semua kegiatan duniawi berhenti sehingga
jasmaniah manusia sempat beristirahat. Namun pikiran kita tetap
tak berhenti, masih membayangkan seluruh kegiatan dalam
kehidupan hari itu, kemarin dan kelak serta segala sesuatu dalam
lingkaran Bhawacakra. Hidup ini merupakan suatu rangkaian
sebab dan akibat yang bila dihubungkan satu dengan lain dapat
membentuk suatu rangkaian lingkaran yang kembali ke asal
semua. Itulah yang disebut Bhawacakra.
Demikian mandala yang sedang memancar dalam keheningan
cipta semedhi patih Dipa untuk melepaskan diri dari kebingungan
dalam lingkaran Bhawacakra. Apabila telah berhasil melepaskan
diri dari kebingungan, tiada lagi terpengaruh oleh Ada dan Tiada,
memanunggalkan cipta dan batin dalam kehampaan, maka
tercapailah keadaan bagaikan air jernih, cemerlang tiada
terhalang suatu apapun. Kosong gung liwang liwung bagaikan
bhawana niskala. Tidak lagi dia merasa bahwa saat itu dia sedang duduk
bersemedhi dalam sikap Dhyanamudra, menghadapi gunduk
tanah yang dilingkari tujuh batang pohon beiirgin. Tidak pula ia
merasakan kegelapan malam yang menyelubungi sekeliling
tempat itu. Ia sedang melepaskan segala pikiran dan
kebingungan menuju kearah kehampaan yang semesta.
Sementara prajurit Sandika dan prajurit Kabal berada
disebelah luar dari lingkungan tempat itu. Keduanya berdiri,
walaupun didekat mereka terdapat segun-duk batu yang telah
dipersiapkan untuk tempat duduk apabila mereka lelah.
142 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua prajurit dari Majapahit dan Kahuripan itu cepat
bersahabat dan lekas pula menjadi akrab. Mere-kapun terlibat
dalam percakapan walaupun demi menjaga ketenangan suasana,
percakapan itu harus dilakukan dengan pelahan- lahan.
"Kakang Sandika" kata Kabal yang mengetahui dirinya lebih
muda dari kawan yang baru itu "mengapa gusti patih hanya
membawa seorang pengiring, kakang saja?"
"Jika engkau suwita kepadanya, baru engkau dapat
mengetahui perangainya" jawab Sandika "gutti patih memang
terkenal paling aneh diantara para gusti2 mentri lainnya. Dia
sering berjalan-jalan secara diam2 untuk mendengarkan,
menyaksikan dan mengetahui keadaan para kawula, kehidupan
mereka dan pikiran mereka terhadap kerajaan"
"Juga seorang diri saja?"
"Ya" jawab Sandika "ada kalanya hanya menitahkan aku
supaya mengiring dari jauh"
"Ah" prajurit Kabal mendesah "tidakkah hal itu amat
berbahaya bagi keselamatan beliau ?"
Sandika mengangguk "Memang pernah kuhaturkan kata2 itu
kepada gusti patih. Tetapi bagaimana jawabnya" Untuk mencari
keselamatan, kita harus terjun dalam bahaya. Yang penting
pikiran harus teguh, batin harus jernih. Begitulah kata gusti
patih" Kembali prajurit Kabal geleng2 kepala "Ah, masih semuda itu
usianya, tetapi beliau sudah mencapai kedudukan yang
sedemikian tinggi" Sandika tertawa "Engkau iri, kawan?"
"Tidak" "Ah, jangan membohongi batinmu sendiri" Sandika tertawa
"memang iri sudah menjadi sifat alam iah batin manusia. Rasa iri
143 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apabila timbul dalam pikiranmu, jangan engkau tindas karena
walaupun saat itu engkau berhasil mengendapkannya tetapi pada
lain saat, pada waktu2 tertentu, pasti akan meluap lagi"
Sejenak merenung prajurit Kabal mengiakan "O, benar, benar
kakang, kata-katamu itu. Semisal kalau aku marah. Untuk
menjaga hal2 yang tak diinginkan maka kutekan kemarahanku.
Tetapi sewaktu teringat akan peristiwa itu atau melihat orang itu,
timbul lagi kemarahanku. Lalu bagaimana kakang cara untuk
menghilangkan kemarahan atau iri itu?"
"Hadapilah hal2 yang menimbulkan iri dan marah itu" kata
Sandika "misalnya, engkau benar2 merasa iri terhadap gusti patih
Dipa yang dalam usia semuda itu sudah menjabat kedudukan
yang begitu linggi. Jelas bahwa letak sumber iri hatimu itu pada
kedudukannya. Lalu cobalah eagkau meneliti riwayat hidupnya
sehingga beliau dapat naik ketangga kedudukan yang sekarang.
Tak mungkin bukan, tanpa sebab, tanpa jerih payah, tahu2
beliau terus diangkat sebagai patih Daha dan menjadi orang
kepercayaan baginda yang lalu. Karena jelas, bahwa gusti patih
itu bukan putera dari priagung kerajaan, jadi harus me lalui
perjuangan berat untuk mencapai kedudukan"
"Engkau tahu, siapa yang mengiringkan baginda Jayanagara
lolos dari pura kerajaan ketika di pura kerajaan terjadi
pemberontakan Dharmaputera?" bertanya Sandika pula "gusti
patih Dipa, itulah orangnya! Dengan kesetyaan, keberanian dan
kecakapan serta kedigdayaan yang tiada taranya, gusti patih
seorang diri kembali ke pura dan berhasil menggulingkan
kawanan Dharmaputera itu" Dapatkah engkau, Kabal, melakukan
seperti itu" Terus terang, mungkin aku menitis tujuh kali lagi,
belum tentu aku mampu melakukan karya gemilang seperti yang
dilakukan gusti patih Dipa"
Kabal terlongong-longong.
"Kemudian siapa pula yang membunuh ra Tanca .penghianat
yang telah membunuh baginda Jayanagara itu" Tak lain gusti
144 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
patih Dipa juga" seru Sandika penuh nada kebanggaan "Nah,
Kabal, kalau engkau memang telah mampu melakukan seperti
yang telah ditunaikan gusti patih, apakah engkau berhak iri
karena engkau masih tetap menjadi prajurit sedang dia diangkat
menjadi patih" "Ah, tidak" "Mengapa tidak ?" desak Sandika pula "memang tak apa jika
engkau miliki rasa iri itu. Tetapi ketahuilah bahwa kesemuanya
itu memang garis hidup masing2 insan. Setiap orang membawa
nasib sendiri2. Jika engkau sudah dapat menghayati sumber dari
rasa iri hatimu itu secara lahir dan batin, takkan timbul peluang
dalam hatimu untuk memancarkan rasa iri itu"
Kabal mengangguk "Benar, kakang. Sekarang aku sudah
sadar. Rasa iri yang memercik dalam hatiku pun telah terhapus
oleh kesadaran itu. Terima kasih kakang atas nasehatmu"
"Hm" Sandika mendesuh "angin malam mulai terasa dingin.
Waktu apakah sekarang?"
"Rasanya sudah lewat tengah malam. Mari kita duduk di batu
itu" Kabal mengajak kawannya. Merekapun duduk. Tak ada
pembicaraan lagi yang meluncur dari mulut mereka. Rupanya
keduanya sama2 tenggelam dalam arus kemenungan. Entah apa
yang mereka pikirkan tetapi yang jelas, keduanya tentu
mempunyai renungan yang berbeda.
"Kabal" tiba2 Sandika berbisik "bagaimana kalau kita bergilir
jaga ?" "Bagaimana maksud kakang?"
"Engkau boleh pilih, engkau yang tidur atau yang jaga dulu"
"O, maksud kakang, kita bergilir yang tidur dan yang jaga"
"Ya" Sandika mengangguk "kalau engkau tidur, aku yang jaga.
Nanti berganti, aku tidur engkau yang jaga. Ini untuk menjaga
145 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agar sampai besok pagi, semangat kita tetap segar. Ingat, kita
tak tahu sampai berapa malam gusti patih akan bersemedhi"
"Jika demikian, baiklah kakang" Kabalpun setuju dan ia
menyatakan yang akan jaga lebih dulu, Sandika boleh tidur.
Sebagai tuan rumah, ia hendak, mengunjuk sikap baik kepada
tetamu. Malampun makin tinggi, hawa dingin makin menggigit-gigit
tulang. Kepekatan makin menghitam kelam. Kesunyian makin
lengang, menebarkan bermacam bentuk khayal. Perdu daun
beringin yang menjulai, merunduk bagai gumpalan rambut yang
mengorak dan dahan pun menjelma sebagai batang tubuh tanpa
kaki dan tangan. Makin terpancang pandang mata, makin
keadaan disekeliling tempat itu memberi bentuk wujut yang aneh pada Kabal. Sesaat tampak seperti beribu-ribu mahluk aneh
dan kecil, tengah berlari-lari di udara. Sesaat pula batu2 dan
pasir melonjak-lonjak seperti orang menari. Kemudian batu besar
yang menggunduk pada jarak beberapa belas langkah disebelah
muka itu seperti bergerak-gerak. Sesaat pula batu itu tiba2
berobah menjadi seraut wajah yang mengerikan. Sepasang
gundu mata yang sebesar buah kelapa tampak berkedip-kedip,
sepasang bibir yang sepanjang tangan menjulur, merekah tawa
dan mencuatkan barisan gigi runcing.
Menyaksikan apa yang tampak dalam perasaan pandang
matanya itu, berdebarlah jantung Kabal. Bulu kudukpun mulai
meregang tegak. Cepat ia pejamkan mata agar terhindar dari
pemandangan yang mengerikan. Namun hanya sejenak, karena
pemandangan2 itu seolah melekat pada belapuknya "Hm" ia
menggeram lalu membuka mata. Dia hendak memberanikan diri
untuk menghadapi pemandangan itu. Sebagai peneguk nyali agar
besar, tangannya mencekal tangkai pedang.
Namun ketenangan hatinya itu tidak lestari. Sepengunyah sirih
kemudian, ia merasa pandang matanya mulai ternanar oleh suatu
perwujutan bayang2 yang aneh. Dari tanah yang terpisah tiga
146 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tombak disebelah muka, tiba2 muncul sebuah benda hitam.
Makin lama makin besar dan besar, besar sekali. Dan ketika
benda itu bergerak menjulur kearah Kabal, maka prajurit
Kahuripan itu seperti disambar petir rasanya. Lebih pula ketika
benda itu mengangakan mulut, Kabal tak kuasa lagi untuk
mempertahankan sukmanya "Haaaahhhh ...." ia hendak menjerit
tetapi tak dapat mengeluarkan suara kecuali mengerang seperti
orang sakit demam. Dalam pandang rasanya saat itu, mahluk aneh yang keluar
dari bumi itu berupa seekor ular naga yang besar. Sepasang
matanya bersinar-sinar seterang pelita dan ketika mengangakan
mulut maka terbukalah sebuah lubang gua yang amat besar,
lidah yang menjulur keluar berwarna merah seperti darah. Dalam


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

usaha melarikan diri, ia mengerahkan segenap tenaga untuk
mengayunkan kakinya yang terasa amat berat sekali, la harus
berjuang sekuat tenaga tanpa menghiraukan suatu apa. Ia ingin
loncat ke samping lalu me larikan diri. Tetapi kakinya menolak
untuk menuruti perintah sang hati. Dalam saat biasa, ia dapat
sekali ayun, loncat sejauh setombak. Tetapi saat itu tulangnya
serasa tak bersung-sum, urat2 pun kelu. Loncatan yang
dilakukannya itu hanya mampu menjangkau dua langkah.
Akibatnya prajurit Sandika yang sedang tidur telentang, terpijak
perutnya "Aduhhhh ...." Sandika menjerit dan berguling-guling di
tanah sambil mendekap perutnya. Sejenak meregang regang,
diapun terus tak bergerak. Pingsan.
Ada suatu keanehan yang dirasakan Kabal. Pada saat kakinya
menginjak perut Sandika dan Sandika menjerit keras, Kabaipun
ikut terkejut. Saat itu ia rasakan darahnya menyalur keras lagi,
semangatnyapun kembali. Tetapi rasa takut masih mencekik
perasaannya dan keinginan untuk melarikan diri masih tetap
menyala. Ia terus loncat lagi dan ternyata kakinya sudah tak
seberat tadi. Maka dibawanya sang kaki lari sekencang angin. Dia
147 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lari menerobos kegelapan malam. Entah kemana, pokok asal
dapat menghindari ular naga yang hendak mencaploknya itu.
Hiruk pikuk disebelah luar, terpisah beberapa puluh langkah
dari gunduk tanah yang dikelilingi tujuh batang pohon beringin
itu, sekali-kali tidak mengusik ketenangan patih Dipa yang tengah
memanunggalkan rasa dengan cipta, mencapai ke-samawian Ada
dengan Tiada..... Sebutir percik putih makin lama makin mengembang besar, besar dan makin besar, memenuhi jagad angkasa. Terjadi ledakan dahsyat, pecah berhamburan bertebaran mercurah ke bawah, makin lama makin menumpuk, tinggi bertumbuh, tiba2 menyala menghembuskan asap, bergulung-gulung keatas, menggunduk dan samar2 dari gumpalan asap itu muncul bayang2 manusia, seorang lelaki tua berambut, kumis dan janggut putih tegak berdiri membias pandang. Demikian yang terjadi dalam alam pengembaraan sang
Rasa-cipta patih Dipa saat itu.
148 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa engkau kulup?" serasa bayang2 lelaki itu memancar
suara lembut. "Hamba Dipa, pikulun. Mohon pikulun me limpahkan
keterangan siapakah pikulun ini?"
"Aku bukan dewa, kulup. Aku seorang atma yang pernah
menjelma di arcapada seperti dikau"
"O, siapakah nama eyang dahulu?"
"Aku dititahkan menjadi seorang manusia yang bernama
Narotama" "Narotama " Narotama ...."
"Ya. Kutahu, tak mungkin engkau kenal aku. Aku hidup pada
waktu jaman yang lampau sekali. Kalau menurut perhitungan
dalam alam manusia, aku hidup pada dua ratus tahun yang lalu"
"O" Dipa mendesuh kejut "eyang hidup dua ratus tahun yang
lalu?" "Benar. Kala itu di jeman kerajaan Panjalu yang diperintah
oleh sang prabu Airlangga"
"O, jika demikian, eyang dahulu adalah patih Narotama yang
termasyhur itu" "Ya, kemasyhuran itulah yang membelenggu aku disini"
"Eyang....." "Nanti akan kukatakan. Sekarang aku hendak bertanya
kepadamu lebih dulu"
"Hamba siap menerima petunjuk paduka, eyang"
"Berpuluh manusia telah bersemedhi disini tetapi tak pernah
mereka dapat menyentuh aku. Hanya engkau, kulup, cipta
semedhimu memancarkan hawa yang panas sekali, menimbulkan
149 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
getar2 yang mengguncangkan diriku. Engkau tentu sakti
mandraguna" "Tidak eyang. Jauh dari kesempurnaan kiranya ilmu semedhi
yang harnba miliki" "Tetapi mengapa cipta-semedhimu memancarkan perbawa
yang sedemikian sakti" Apa bekalmu, kulup?"
"Bekal hamba hanya tekad dan kemantapan hati, eyang"
"Ah, tidak, kulup. Orang2 yang bersemedhi disinipun tak
kurang2 membekal tekad dan kemantapan hati. Tetapi mereka
tak mampu dan engkau mampu melayangkan getar yang keras,
mengusik ketenanganku. Apa bekalmu" Apakah engkau
membekal pusaka yang ampuh?"
"Ah" Dipa mendesah. Ia menyadari bahwa tiada guna untuk
merahasiakan sesuatu dihadapan mahluk halus yang gaib "benar,
eyang, hamba membekal sebuah pusaka. Pusaka Gada Inten"
"O, itulah. Benar2 ampuh sekali pusakamu itu, kulup. Para
dedemit yang berkumpul di tempat ini lari pontang panting
kembali ketempatnya"
"Ah" patih Dipa terkesiap rasa "jin dedemit, eyang?"
"Ya" "Apakah hubungan eyang dengan para jin dedemit itu?"
"Mereka mengganggu aku dan berusaha untuk menguasai
tempat ini lalu menghancurkan zat-sakti yang terhimpun disini.
Akibatnya timbullah wabah penyakit yang merajalela mengganas
kemana-mana" Patih Dipa makin terkejut "Eyang, hamba mohon paduka
berkenan memberi keterangan kepada hamba"
"Baiklah" seru bayang2 kepulan asap yang ber-bentuk seorang
lelaki tua itu "dahulu akulah yang melaksanakan titah sang prabu
150 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Airlangga untuk mencegah banjir yang ditimbulkan bengawan
Brantas. Aku lalu bertapa dan menghimpun zat-sakti di Waringin
Sapta ini kemudian membangun empang di tepi bengawan.
Bengawan Bantas dapat kukuasai tetapi daerah2 sepanjang
perairan Brantas, kurang subur. Lebih2 didaerah pedalaman,
sawah, ladang, tegalan dan hutan kekurangan air ...."
"Kemudian setelah aku meninggal, aku tak diperkenankan naik
ke Haripada tetapi harus tetap menjaga zat-sakti di Waringin
Sapta. Engkau akan moksha apabila kelak ada seorang raja besar
menolongmu. Demikian amanat yang kuterima ...."
"Dua ratus tahun lamanya aku hidup disini sampai pada suatu
hari muncul beberapa raja dedemit yang menyerang aku. Mereka
adalah Buta Kala dari pesisir, Kluntung dari Japara, Sapujagad
dari Jipang dan Kala Johar dari Singasari. Mereka menuduh aku
melanggar kodrat Prakitri, menyebabkan banyak daerah
kekeringan. Merekapun sakti sehingga aku tak berdaya.
Kemudian mereka menghancurkan zat-sakti yang kuhimpun disini
lalu merekapun mengganas daerah Kahuripan yang dahulu
pernah didiam i sang prabu Airlangga"
"O, adakah gegebluk yang mengganas para kawula Kahuripan
itu perbuatan mereka, eyang?"
"Benar, kulup" "Kemana mereka sekarang?"
"Lari entah kemana"
"Dan mengapa eyang masih disini?"
"Ketahuilah, kulup. Amanat yang kuterima dari Hyang Batara
itu masih tetap bertuah. Aku akan tetap me layang layang
ditempat ini. Dan celakanya zat-sakti yang dihancurkan kawanan
dedemit itu telah hancur dan bertebaran kemana- mana menjadi
wabah penyakit" 151 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eyang, hamba akan berusaha membebaskan eyang dari
samsara tetapi hamba mohon eyang suka memberi petunjuk
bagaimana cara untuk membebaskan eyang dan memberantas
zat-sakti yang telah menjadi wabah yang berkeliaran itu"
"Sanggupkah engkau melaksanakan, kulup?"
"Demi kepentingan kawula dari gusti Rani Kahuripan, hamba
sanggup mernpertaruhkau jiwa raga hamba, eyang"
"O, siapa gustimu ?"
"Sang dyah ayu gusti puteri Tribuanatunggadewi Jayawisnuwardhatii yang kini menjadi Rani Kahuripan"
"O, baiklah ...."
Patih Dipa terkejut ketika gumpal asap itu menghilang dari
rasa pandangnya "Eyang ...."
"Kulup, laksanakan pesanku ini. Selenggarakan sayembara.
Barangsiapa dapat menemukan lencana pusaka Garudamukha
milik sang prabu Airiangga, dia layak dipersuami sang Rani
Kahuripan. Hanya dengan lencana pusaka Garudamukha itu, aku
dapat bebas dan segala dedemit yang menguasai dan
menyebarkan zat-sakti wabah itu akan dapat dibasmi ....
"Eyang ...." patih Dipa berteriak tetapi hanya kehampaan yang
terbayang dalam alam cipta-rasanya. Bahkan tiba2 terdengar
pula suara orang merintih-rintih. Seketika itu sirnalah alam jagad
yang terang itu dan berhamburanlah warna merah dalam
pelapuknya "Ahh ...." terpaksa ia membuka mata karena semedhi
telah hambur. Dan secepatku pula, ia pun dapat menangkap jelas akan suara
rintihan dari arah luar itu. Ia pun bergegas bangun karena
mengenali suara itu. Dan ketika melangkah keluar dari
lingkungan tujuh batang pohon beringin, ia terbeliak "Sandika,
mengapa engkau?" serunya seraya menggegaskan langkah
menghampiri. 152 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sandika sudah sadar dari pingsan. Saat itu dia masih rebah
ditanah seraya mendekap perutnya dan merintih-rintih kesakitan.
Saat itu ayam hutan terdengar berkokok. Cuacapun mulai
meremang terang. Benda2 disekeliling tempat itupun mulai
meremang bentuk masing2. "Sandika, mengapa engkau?" patih Dipa berjongkok
memeriksa keadaan Sandika.
"Gusti" Sandika terkejut dan berusaha untuk menggeliat
bangun. Iapun duduk walaupun masih membungkuk dan
mendekap perut. "Mengapa engkau, Sandika?"
"Hamba bermimpi gusti" sahut Sandika "tetapi mimpi itu
menjadi kenyataan" "Mimpi" Engkau bermimpi" O, engkau tidak jaga tetapi tidur ?"
seru patih Dipa. Sandika terkejut. Ia menyadari kalau keterangannya itu tentu
akan menimbulkan kemarahan gustinya. Rasa takut mencekam
sedemikian rupa sehingga ia lupa akan perutnya yang sakit.
Serentak dia melonjak bangun dan menghaturkan sembah "Aduh
...." tetapi rasa sakit itu menyerang lagi bahkan lebib keras
sehingga ia mengaduh dan membungkuk, mendekap perut.
"Duduk dan ceritakan yang genah" perintah patih Dipa.
Setelah menurut perintah, Sandikapun mulai menghaturkan
laporan "Hamba bersepakat dengan Kabal. Kita akan bergilir.
Kalau yang seorang tidur, yang seorang jaga. Nanti yang jaga itu
tidur dan yang tidur itupun bangun beijaga. Agar keesokan hari,
semangat kita tidak kuyu, gusti"
"Hm" desuh patih Dipa.
"Pertama, giliran hamba yang tidur dan Kabal yang jaga.
Entah bagaimana biasanya jarang sekali hamba semudah itu
153 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat tidur dan jarang pula hamba terus bermimpi. Tapi benar2
hamba bermimpi, hamba seperti didatangi oleh empat mahkluk
yang menyeramkan. Tanpa bertanya apa2, mereka terus
meringkus hamba. Tiga mahkluk aneh itu menelentangkan
hamba di tanah, tangan dan kaki hamba dipegang sehingga
hampa tak mampu bergerak. Kemudian yang seorang segera
mengeluarkan gada besar sekali. Gada besar itu diayunkan ke
perut hamba ...." "Hamba tak ingat apa2 lagi, gusti. Ketika bangun hamba
rasakan perut hamba seperti putus, sakitnya bukan kepalang


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sehingga hamba merintih-rintih"
Patih Dipa mengernyut dahi. Ia tahu Sandika itu seorang
manusia jujur dan setya. Itulah sebabnya maka ia memilih
Sandika supaya mengiringkan ke Kahuripan. Diam2 ia merasa
heran mengapa mimpi Sandika itu benar2 terjadi dalam
kenyataan. Siapakah keempat mahluk yang menghantam
perutnya itu " "Sandika, mana Kabal?" tanyanya kemudian.
"Kabal di ... ." Sandika berpaling kian kemari tetapi dia tak
dapat melanjutkan keterangannya karena Kal al tak dijumpainya
"eh, kemana dia?"
"Hm, engkau tak tahu?"
"Semalam dia berjaga didekat tempat hamba tidur, gusti.
Sejak hamba digada oleh mahluk aneh itu, hamba tak ingat suatu
apa lagi" "Sandika, engkau tidak bohong?"
"Gusti, semoga Batara Yamadipati mencabut nyawa hamba
kalau hamba berbohong !"
"Hm, bagaimana perutmu sekarang?"
"Masih sakit gusti, tetapi sudah agak baik"
154 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dapat naik kuda?"
"Dapat" Sandika mengangguk.
"Kita kembali ke keraton Kahuripan" kata patih Dipa seraya
mendahului ayunkan langkah. Dengan masih terbungkukbungkuk, Sandikapun mengikuti di belakang gustinya.
"Hm, memang gawat sekali tempat ini" Dalam perjalanan,
patih Dipa merenungkan apa yang dialami di tempat itu. Ia
merenungkan pertemuannya dengan bayang2 putih berwujut
seorang lelaki tua yang mengaku sebagai Narotama. Teringat ia
akan pengalamannya dahulu ketika ia dianjurkan eyang
Panangkar untuk bersemedhi di kuburan Wurare tempat empu
Bhara-da mengumpulkan zat-sakti. Kala itu diapun bertemu
dengan berjenis jenis pervvujutan yang menyeramkan dari
kawanan jin dedemit. Akhirnya setelah melalui perjuangan yang
gaib, berhasillah kawanan jin dedemit itu ditundukkan dan mau
menyerahkan pusaka Gada Inten kepadanya.
"Lencana pusaka Garudamukha milik prabu Airlangga?" ia
merenungkan kata2 dari perwujutan yang mengadakan
percakapan dalam renung cipta-semedhinya itu. T iba2 ia teringat
bahwa rahyang ramuhun atau almarhum baginda Jayanagara
juga memiliki lambang yang berbentuk Minadviya atau sepasang
ikan. "Ah, bagaimana dapat diketahui kebenaran daripada wangsit
yang kuterima itu apabila tak kulaksanakan wangsit itu" ia
mengangguk dalam hati "dan ini menyangkut keamanan praja
Kahuripan, menyangkut pula keselamatan jiwa berpuluh ribu
kawula Kahuripan" Tiba2 ia hentikan kata-kata dalam renungannya manakala
bayang2 pikirannya tertumbuk pada pelaksanaan daripada
sayembara itu "Dapatkah gusti Rani mengabulkan persembahan
kata-kataku ini?" 155 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tetapi kutahu, betapa besar kecintaan gusti Rani terhadap
praja dan kawula Kahuripan. Gusti Rani tentu berkenan
membuka sayembara itu" katanya pada lain saat.
"Ah, tetapi ...." sesaat kemudian ia meragu "soal itu terlampau
gawat. Gusti Rani harus mempertaruhkan kehormatan dan
segalanya. Mungkinkah gusti mengabulkan" Ah, tak mungkin"
demikian golak pertentangan dalam pikiran patih Dipa.
Saat itu hari sudah fajar dan mereka melintas sebuah bulak.
Sekonyong-konyong Sandika menjerit "Gusti, apakah itu !"
Patih Dipa berpaling kearah yang ditunjuk Sandika dan diapun
terbeliak "Orang ....!" Cepat ia palingkan arah dan
mencongklangkan kudanya menuju ke tempat itu.
Tak berapa jauh dari bulak, tampak berjajar beberapa gunduk
tanah. Disekitar tempat itu tumbuh beberapa batang pohon.
"Kuburan gusti" teriak Sandika pula. Namun patih Dipa diam
saja. Ia sudah tahu soal itu. Selekas tiba, ia terus loncat dari
kudanya dan lari menghampiri kesebuah gunduk tanah.
Pada sebuah gunduk tanah yang terletak dibagian tengah dari
makam itu, terdapat sesosok tubuh orang lelaki tengah tidur
menelungkupi. Serta melihat perawakan dan pakaian orang itu
patih Dipapun berseru kaget "Kabal!"
Patih Dipa tak sangsi lagi bahwa yang tengah tidur
menelungkupi gunduk tanah kuburan itu tak lain adalah prajurit
Kabal "Kabal, bangunlah!" diguncang-guncangkannya tubuh prajurit
itu. Kabal gelagapan dan melonjak bangun "Ah, gusti patih"
serunya terkejut. "Mengapa engkau disini?" tegur patih Dipa.
156 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba . . . hamba tengah bermalam ... di ...." Kabal tersipusipu merah mukanya dan menunduk.
"Hai, Kabal, engkau bermalam di tempat siapa?" serta tiba dan
mendengar kata2 Kabal, Sandikapun terus berseru mendesakkan
pertanyaannya. "O, kakang Sandika" seru Kabal setelah me lihat Sandika
datang "aku bermalam di tempat seorang wanita ayu sekali . . .
." Dengan Sandika agaknya Kabal tak malu untuk mengatakan
apa yang dialaminya. "Gila" teriak Sandika "coba engkau lihat, engkau tidur
ditempat apa tadi?" ia menunjuk pada gunduk tanah kuburan.
Serta berpaling dan melihat gunduk tanah itu sebuah kuburan,
memekiklah Kabal sekeras-kerasnya
"Hai! Kuburan?" ia terus hendak lari tetapi Sandika cepat
menyambar lengannya "Mau kemana engkau"
"Kabal, jangan melarikan diri. Sekarang sudah saat pagi,
mengapa engkau takut" Apa yang harus engkau takuti"
Ceritakanlah apa yang engkau alami semalam" perintah patih
Dipa. Teguran itu telah menyadarkan pikiran Kabal. Ia malu dalam
hati karena telah menunjukkan tingkah yang tak layak sebagai
seorang prajurit "Ampun gusti patih ...."
"Aku tak suruh engkau minta ampun tetapi menceritakan
pengalamanmu semalam" sahut patih Dipa.
"Baik, gusti, hamba akan bercerita" kata Kabal lalu mulai
menutur "semalam waktu kami berdua berjaga, kami bersepakat
untuk bergiliran tidur dan jaga. Kakang Sandika yang tidur dulu
dan hamba yang jaga. Saat itu makin dingin dan makin sunyi
157 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senyap menyeramkan. Berjaga seorang diri di tempat dan malam
yang begitu menyeramkan, timbullah bermacam-macam pandangan dalam perasaan hamba. Pohon2 seperti dapat
bergerak-gerak, daun2 berobah seperti rambut yang terurai,
batu2 cadas seperti berbentuk raut wajah makhluk yang seram.
Bunyi cengkerik dan tenggoret terasa seperti siul setan, burung
kukukbeluk mengguguk seperti iblis batuk-batuk. Sesungguhnya
nyali hamba sudah copot gusti, namun hamba tahankan diri ...."
"Pernahkah engkau melihat setan ?" tegur patih Dipa.
"Belum pernah, gusti"
"Mengapa engkau dapat mengatakan suara cengkerik itu siul
setan " Mengapa engkau menganggap suara burung kukukbeluk
itu seperti setan berbatuk-batuk " Adakah engkau pernah
mendengar setan beisiul dan berbatuk-batuk ?"
"Belum pernah, gusti. Tapi hamba mendengar dari kata para
orang2 tua waktu hamba masih kanak2. Kata mereka setan itu
berwajah menyeramkan sekali, suaranya melengking-lengking
seperti petir, kalau batuk mengguguk seperti serigala melolong"
"Dan engkau percaya ?"
"Hamba terkesan penuturan orang2 tua itu"
"Lalu engkau rangkaikan dalam khayalanmu, bahwa suara
cengkerik dan burung kukukbeluk itu tentu serupa dengan suara
setan yang belum pernah engkau lihat rupanya dan belum
pernah engkau dengar suaranya ?"
"Apakah setan itu tak pernah ada, gusti?"
"Ada dan tiada" sahut patih Dipa "ada jika engkau percaya,
tak ada jika engkau tiadakan. Jska-pun ada, mengapa engkau
harus takut " Ketahuilah, bangsa setan dedemit itu adalah
mahkluk hitam. Segala yang bersifat hitam tentu silau terhadap
terang, pudar terhadap putih. Apabila batinmu putih yaitu suci
158 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan jujur, pikiranmu pasti terang dan segala apa yang hitam itu
pasti lenyap" "Terima kasih gusti atas petunjuk paduka"
"Teruskan ceritamu"
"Tetapi akhirnya pertahanan nyali hamba beran-takan
manakala pada saat itu tiba2 tanah merekah dan muncullah
seekor kepala ular naga yang besar dan mengangakan mulutnya
hendak mencaplok hamba. Seketika itu hamba gemetar, kaki
hambapun lemas. Namun hamba tetap nekad lalu loncat
kesamping. Ah . . ."
"Kenapa?" "Yang hamba loncati dan pijak itu tak lain sesosok tubuh
manusia. Dia menjerit keras dan hamba terus melarikan diri lari
sekencang-kencang tenaga hamba. Sampai disebuah bulak
hamba terpaksa berhenti karena kehabisan napas. Hambapun
berani beristirahat duduk ditepi jalan karena ular besar itu tak
tampak lagi. Belum berapa lama hamba duduk tiba2 muncul
seorang wanita yang indah warnanya. Luar biasa cantiknya. Baru
pertama kali itu hamba melihat seorang wanita cantik yang
sedemikian mempesona hati hamba. Dia mengatakan habis dari
menjenguk seorang keluarga dan hendak pulang ke desanya.
Saat itu pikiran hamba benar2 hilang. Hamba tawarkan bantuan
untuk mengantarkan dan diapun menerima dengan girang.
Hamba diajak pulang ke rumahnya yang bersih dan indah. Pucuk
dicinta ulam tiba. Dia menawarkan agar hamba bermalam disitu.
Sebagai seorang lelaki hamba tak kuasa lagi menahan diri
berhadapan dengan seorang wanita yang sedemikian cantik.
Hamba menerima tawarannya dan ...."
"Dan engkau tidur menelungkupi gunduk kuburan" tukas patih
Dipa mendengus tawa. "Keparat" tiba2 Sandika memaki "engkau enak2 tidur dengan
wanita cantik tetapi aku semalam suntuk harus menderita !"
159 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa kakang Sandika?" Kabal terkejut.
"Yang engkau injak dengan loncatan kakimu itu tak lain adalah
perutku, bedebah!" "Oh" Kabal menyadari kesalahannya dan ia-pun gopoh
meminta maaf. Patih Dipa tak bicara apa2. Ia segera tinggalkan tempat itu.
Kabal dan Sandika segera naik kuda masing2, mengiringkan patih
Dipa. Menjelang surya naik, tibalah mereka di keraton.
Patih Dipa langsung menghadap Rani Kahuripan. Ia
menghaturkan laporan tentang apa yang dialami ketika
bersemedhi di gunduk tanah Waringin Pitu.
"Gusti perkenankanlah hamba menyampaikan wangsit yang
hamba terima dari eyang Narotama itu"
"Haturkanlah" Dengan jelas patih Dipa lalu mengulang apa yang termaktub
dalam wangsit dari bayang2 lelaki tua yang mengaku diri sebagai
Narotama. Ketika mendengar tentang isi wangsit, terutama tentang
anugerah dari sayembara mencari lambang pusaka Garudamukha
peninggalan sang prabu Airlangga, terkesiaplah sang Rani.
Cahaya wajahnyapun bertebaran warna merah.
Lama sekali ia termenung-menung tak berujar. Pikirannya
melayang-layang akan suatu kenangan yang berkesan dalam hati
sanubarinya. Patih Dipapun menunduk diam.
(Oo-dwkz-Ismo-oO) 160 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 2 161 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SUMPAH PALAPA Dicetak dan diterbitkan oleh:
Penerbit :Margajaya Surakarta Karya : SD DJATILAKSANA Hiasan gambar : Oengki.S Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Pembuat Ebook : Scan DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/
Convert, edit & PDF Ebook : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
Tersentuh kalbu digetar samar ketika sunyi berbisik namamu
membias relung-relung renung menyayup bahana sumpahmu
lamun buwus kalah nusantara isun amukti palapa...
Hasrat membubung, suksma menderu
menuju gunduk dataran ria
Gurun, Seran, Tanjungpura,
Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik untaian ratna harapan tempat citamu bersemi satu


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Duhai, ksatrya wira-bhayangkara
Kini kita telah menemuinya ketika sunyi berbisik namamu entah
di arah belah penjuru mana tetapi kita tahu
bahwa bisik itu sebuah amanatmu inilah
daerah Nusantara yang bersatu dialas Pulau Yang Delapan.
Penulis 162 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
I Saat Hyang Baskara melepas tugas menyinari bumi maka
malampun tiba. Malam yang ditandai kekelaman kakrawala,
keheningan suasana dalam menerima pelepasan seluruh gerak
kehidupan insan, mahluk dan segenap titah Dewata.
Bagi insan manusia, pelepasan gerak pada malam hari itu
hanya bersifat gerak kehidupan jasmaniah karena nyatanya inti
hidup manusia yang berupa batin dan pikiran, jiwa dan suksma,
masih bergerak. Ada yang tengah memantulkan penyerapan dari
apa yang dilihat, didengar, dipikir dan diangan-angankan,
kedalam alam Loka-semu yang disebut mimpi. Ada pula yang
tengah melepas pikiran bercengkerama dalam alam jelajah
serba-mungkin untuk memungkinkan suatu kemungkinan dari
apa yang tengah dipikir, diangan-angan dan dicita-citakannya.
Demikian pula halnya dengan Rani Kahuripan sang dyah ayu
puteri Tribuanatunggadewi pada malam hening itu. Rani tengah
mengawangkan pikiran dalam alam cipta-semedhi yang bebas
lepas. Rani rajin menuntut ilmu, tekun membaca kitab2, giat
membangun rumah2 sudharma. Rani merasa telah berusaha
untuk mencapai Kebaikan. Suatu perasaan yang selama ini
bersemayam dalam lubuk hatinya. Namun ketika berhadapan
dengan permohonan yang diajukan patih Dipa melalui Dawuhgaib atau sasmita yang diterima patih itu dari eyang Narotama,
penunggu tenaga-sakti di Waringin Pitu, maka ricuhlah pikiran
sang Rani. Rani Kahuripan sang dyah puteri Tribuanatungga-dewi
tergetar atas isi Dawuh-gaib itu. Menitahkan penyelenggaraan
sayembara untuk mencari lencana lambang prabu Airlangga yang
berbentuk Garudamukha, memang layak dan dapat diadakan.
163 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tetapi bahwasanya ganjaran dari yang berhasil memenangkan
sayembara itu akan didudukkan sebagai pasangan hidup Rani,
merupakan hal yang perlu direnungkan.
Pernikahan merupakan sesuatu yang suci dan keramat.
Terutama bagi seorang wanita, terlebih pula seorang puteri
agung yang menduduki pimpinan tertinggi sebagai seorang Rani
dari salah sebuah negara-bagian kerajaan Majapahit. Jika
seorang gadis atau wanita biasa, nasib daripada ikatan
pernikahan itu, hanya dirinya yang menerima. Baik atau buruk,
bahagia atau sengsara. Tetapi lain pula halnya dengan seorang
ratu atau rani. Dia bukan melainkan bertanggung jawab atas
nasib dirinya tetapipun juga akan nasib negara dan kawulanya.
Ke-aku-an dirinya, bukan ke-aku-an peribadinya melainkan keaku-an yang luas. Karena raja adalah jiwa daripada negara,
karena raja adalah lambang ke-aku-an negara.
Betapapun cerdas dan luas pengetahuannya, betapapun
unggul dan tinggi kebijaksanaannya, namun Rani Kahuripan
adalah sang dyah ayu Tribuanatunggadewi. Dan Tribuanatunggadewi adalah puteri yang tak terlepas dari sifat,
perangai dan naluri kelembutan seorang wanita.
"Patih Dipa" setelah beberapa saat berdiam diri maka Ranipun
berujar "besok akan kuberi keputusan tetang soal itu"
Walaupun saat itu belum memperoleh jawaban namun legah
juga hati Dipa. Diam2 diapun mengakui bahwa Dawuh-gaib yang
telah dihaturkan kehadapan sang Rani itu memang merupakan
soal yang berat untuk cepat2 dicerna. Iapun dapat menyelami
alam pemikiran sang Rani.
"Keluhuran sabda paduka, gusti" sahut patih . Dipa "memang
masalah itu perlu suatu renungan yang mendalam sebelum gusti
menurunkan keputusan"
"Patih" tiba2 sang Rani berujar pula "ingin kiranya aku
mendengar pendapatmu tentang masalah yang engkau haturkan
164 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Katakanlah, patih, bagaimana kiranya aku harus menyelesaikannya" Patih Dipa terpana dalam tegun keterkejutan yang lengang. Ia
tak pernah bersiap untuk menerima pertanyaan yang dilontarkan
sang Rani seperti itu. Bagai air sumber tersibak, maka
bertebaranlah percik2 prasangka dalam benak patih Dipa
"Adakah gusti Rani hendak menguji aku " Adakah gusti Rani
hendak melemparkan tanggung jawab atas akibat2 dari
keputusannya kepadaku" Adakah .... ah" akhirnya cepat2 ia
menghapus percik2 cemar itu "Tak mungkin" ia menegakkan
kembali kesadaran pikirannya "tak mungkin gusti Rani akan
mencelakai diriku. Kuyakin. Tentulah benar2 gusti Rani hendak
meminta pendapatku dalam persoalan yang segawat itu. Dan hal
itu harus kujunjung sebagai suatu kepercayaan yang dilimpahkan
kepada diriku" Tegaknya dinding kesadaran dalam mandala pikiran patih Dipa
segera disertai dengan kata2 penyahutan "Terima kasih, gusti,
bahwa paduka berkenan menitahkan hamba untuk menghaturkan buah pikiran hamba yang picik kehadapan
paduka" Patih Dipa berhenti sejenak untuk berkemas. Sesaat kemudian
baru dia berkata "Sebelum hamba menghaturkan sesuatu, hamba
mohon perkenan paduka untuk mempersembahkan serangka!
kata berucap falsafah dari rangkaian wejangan yang pernah
hamba teguk dari guru hamba sang brahmana Anuraga"
"O, tak pernah engkau melupakan brahmana gurumu itu, ki
patih" "Demikian, gusti. Karena hamba merasa betapa besar
pengaruh bimbingan beliau yang telah menempa jiwa hamba,
gusti" "Itu suatu laku yang luhur budi" puji sang Rani "katakanlah"
165 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hamba menerima kunci dari ilmu2 yang guru telah
menurunkan dalam rangkaian wejangan beliau. Beliau telah
mencuplik untaian mutiara kata dalam kitab Kalama Sutta :
Jangan percaya apa yang dikatakan orang lain. Jangan percaya
apa yang menjadi naluri. Jangan percaya apa yang tertulis dalam
kitab2. Jangan percaya apa yang menurut dugaan saja. Jangan
percaya apa yang dikatakan oleh gurumu. Tetapi haruslah
engkau selidiki kebenarannya. Kalau engkau yakin bahwa sesuatu
itu tidak berguna, salah atau tidak baik, janganlah engkau
melakukan hal itu. Sebaliknya apabila engkau yakin bahwa
sesuatu itu berguna dan baik, engkau harus menerima dan
melakukannya" "Demikian gusti kunci pegangan yang guru berikan kepada
hamba dalam menghadapi sesuatu masalah dalam pikiran kita"
kata patih Dipa "bukan karena hamba bermaksud hendak
memperisai apa yang hendak hamba haturkan kehadapan
paduka nanti. Bukan pula hamba bermaksud hendak mengelak
pertanggungan jawab atas apa yang menjadi pendapat hamba.
Tetapi sesungguhnya, hanya paduka sendiri yang kuasa untuk
menimbang dan memutuskan persoalan itu"
Rani Kahuripan mengangguk anggun "Benar, ki patih.
Memang persoalan itu menjadi tanggung jawab sepenuhnya
dalam keputusanku nanti"
"Terima kasih, gusti" kata patih Dipa "gusti, memang Dawuhgaib yang hamba terima itu amat berat bagi paduka. Namun
karena hidup itu terjadi dari unsur persoalan maka sebagaimana
kita telah menerima kehidupan, persoalan hiduppun harus kita
terima sebagai suatu kenyataan"
Rani terkesiap. Ditatapnya patih itu dengan pandang bersibak
kejut. Dilihatnya raut patih berobah jauh dengan ketika masih
menjadi patih Kahuripan. Tujuh tahun telah membawa
perobahan besar pada peralasan wajahnya. Dan raut wajah itu
mencerminkan jiwa dan pikiran seseorang. Menilik lukisan wajah
166 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan isi kata-katanya, Rani mendapat kesan bahwa selama tujuh
tahun itu telah terjadi perobahan besar pada jiwa dan pikiran
Dipa ke arah pertumbuhan yang lebih matang dan mantap
"Engkau banyak berobah, patih" kata Rani beberapa saat
kemudian. "Berobah, gusti?" sambut patih Dipa "apakah yang berobah
pada diri hamba?" "Jiwamu, pikiranmu, ucapanmu" kata Rani "jadi lebih matang
seperti seorang tua. Rupanya selama ini tugasmu sebagai patih
telah membawamu pada pertumbuhan yang dewasa"
"Terima kasih, gusti" kata patih Dipa "itu memang kesalahan
hamba" "Kesalahan" Apa maksudmu?"
"Kesalahan dalam perasaan hamba, gusti. Hamba merasa
bahwa makin banyak yang telah hamba pelajari dalam ilmu
tatapraja dan soal2 hidup, makin sedikit hamba rasakan apa yang
hamba ketahui, Makin banyak tugas2 negara yang hamba
lakukan, makin sedikit dalam perasaan hamba apa yang telah
hamba lakukan, gusti. Makin besar rasa tanggung jawab hamba
terhadap kerajaan dan kawula, makin kecil diri hamba ditengah
perjalanan tugas yang amat jauh itu"
Rani Kahuripan mengangguk "Indah sekali untaian kata yang
engkau rangkai dalam lingkaran mutiara hidup itu, patih. Aku
kagum dan menyadari apa yang engkau temukan itu.
Bahwasanya, kebesaran jiwa seseorang itu terletak apabila dia
menemukan kekecilan dalam kebesaran, kekurangan dalam
Kesempurnaan. Bukankah demikian, ki patih?"
"Keluhuran sabda paduka, gusti"
"Baiklah, patih. Sekarang mulailah engkau haturkan buah
pendapatmu mengenai Dawuh-gaib itu" titah Rani.
167 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dalam membahas makna yang tersirat pada Dawuh-gaib itu,
pada hakekatnya hanya berpusar pada sebuah hal yani
Pengorbanan atau Dana. Dana Paramita merupakan salah sebuah
dari Sad-paramita atau enam Kesempurnaan Gusti" tiba2 patih
Dipa berseru agak keras "berkenankah paduka untuk
mendengarkan sebuah cerita yang hamba pernah dengar dari
guru hamba?" "Ya" "Tetapi tidakkah paduka merasa jenuh mendengar pembicaraan hamba yang panjang lebar ini?"
"Semisal aku gemar mendengar kicau burung menyambut
keindahan pagi hari, mendengar kidung2 parita yang
membersihkan batin kita dari debu2 percik-an hari, mengapa aku
harus merasa jemu mendengar cerita yang berhikmah"
Teruskanlah apa yang hendak engkau tuturkan itu"
"Terima kasih, gusti" kata patih Dipa lalu memulai cerita "pada
waktu Bodhidharma diterima seorang maharaja maka maharaja
berkata . . . ." "Telah kutitahkan membangun banyak kuil dan vihara,
kutitahkan menterjemahkan banyak sekali kitab2 suci. Bukankah
perbuatan itu amat baik?"
"Paduka tak berbuat baik sedikitpun jua" sahut Bodhidharma.
"Kalau begitu, bagaimanakah yang disebut baik itu?" ujar
maharaja. "Kebaikan ialah, Kesucian murni dan Kesunyataan. Ilmu yang
mendalam dengan pelaksanaannya. Bersemedhi ditengah
Kesunyian. Dan ini tak dapat dicapai dengan hanya membuat
kuil2 dan menterjemahkan kitab2"
"Demikian gusti, apa yang dikatakan Bodhidharma kepada
maharaja. Dengan begitu jelas bahwa untuk mencapai kebaikan
168 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu harus beralaskan Kesucian murni berpijak pada Kesunyatan
dan berbekal ilmu yang benar-benar harus dilaksanakannya"
Patih Dipa berhenti sejenak sementara Rani Kahuripanpun
diam menanti. "Kita tahu bahwa Dana itu merupakan pemberian yang disertai
kata hormat, sikap sopan santun serta hati yang tulus ikhlas. Kita
tahu pula bahwa pemberian atau kemurahan hati itu, terdapat
tiga jenis yani Dana, Atidana dan Mahatidana. Dana, suatu
pemberian dari segala benda yang mengandung rasa. Atidana,
pemberian berwujut sanak keluarga, anak dan isteri yang kita
cintai, apabila ada yang meminta dengan dasar dan sebab yang
beralasan. Mahatidana, merupakan pemberian yang paling tinggi
derajatnya. Dan kiranya hanya dapat dilakukan oleh orang2 yang
berjiwa besar saja, sebagaimana halnya sang Sutasoma dalam
kakawin Sutasoma. Dia menyerahkan diri supaya dimakan oleh


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seekor induk harimau yang kelaparan sekali, asal harimau itu
urungkan maksudnya hendak memakan anaknya sendiri"
"Pengetahuan tentang Dana Paramita itu memang baik karena
dengan demikian terbukalah pikiran kita betapa arti daripada
perbuatan memberi itu. Tetapi pengetahuan itu akan tetap
merupakan benda mati semisal gunduk2 batu besar di gunung.
Kecuali batu2 itu mau memberikan dirinya dihancurkan maka
berbahagialah manusia karena mendiam i rumah2 batu yang
teduh dan kokoh dari serangan angin, menikmati hubungan lalu
lintas dengan jalanan yang rata dan lain2 kepentingan demi
kesejahteraan umat manusia. Demikian pula pengetahuan itu
harus kita laksanakan dan amalkan dalam perbuatan nyata demi
kepentingan negara, kawula dan manusia. Dan inilah yang
terbaik dari yang paling baik"
Kembali patih Dipa berhenti sejenak lalu melanjut "Untuk
melaksanakan Dana Paramita terutama Mahatidana, memang
dibutuhkan suatu keberanian dari jiwa yang besar. Unsur
daripada keberanian jiwa besar itu hanya terletak pada Kesucian
169 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
batin yang murni. Dimana kemurnian itu tercemar maka
keberanian akan menyurut dan jiwapun mengerdil. Unsur hakiki
daripada kemurnian batin itu apabila orang dapat menghilangkan
rasa pemilikan dari ke-akuan. Yang kaya segan memberi dana
karena harta dan benda itu adalah miliknya. Milikku, hasil susah
payahku, hasil cucuran keringatku. Kata orang itu. Yang segan
melakukan atidana maupun mahatidana, pun akan mengatakan.
Anakku, isteriku, diriku, mengapa tubuh2 yang cantik, yang
sehat, yang kusayang, yang kucintai, harus kudanakan" Untuk
kepentingan negara, kawula dan manusia" Ah, biarlah lain orang
saja tetapi jangan aku. Bukankah negara itu bukan milikku"
Kawula dan manusia2 itu bukan titahku" Dewata telah
menganugerahkan kodrat hidup masing-masing, mengapa harus
memikirkan lain orang ?"
"Demikianlah" sambung patih Dipa "apabila kemurnian batin
itu tercemar oleh rasa memiliki ke-aku-an, keduniawian dan
pamrih. Tak mungkin orang akan bemahatidana, bahkan
danapun tidak mungkin dilakukannya"
Rani Kahuripan tetap diam. Dia hanya berbicara sendiri dalam
hati. Tentang sesuatu yang terkilas pada cahaya wajah patih
Dipa saat itu. Rasanya, cahaya itu membiaskan suatu bentuk
kelainan pada wajah patih itu.
"Tentang Dawuh-gaib itu, hamba tak berani berlancanglancang untuk menganjurkan paduka sudi melakukan ataupun
menolaknya. Tetapi hamba hanya menghaturkan kata, bahwa
Dawuh-gaib itu suatu pengorbanan besar yang setaraf dengan
Atidana dan Mahatidana. Karena pengorbanan yang diminta,
bukan sekedar harta benda, melainkan kehormatan, jiwa raga
dan ke-aku-an dari peribadi paduka, gusti"
"Baik patih" akhirnya Rani Kahuripan berujar teduh "engkau
telah berkata benar dan telah menunjukkan jalan yang benar
pula. Saat ini aku belum dapat memberi keputusan. Akan
kurenungkan dalam pertimbangan dingin dikeheningan malam
170 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nanti. Besok datanglah menghadap lagi, semoga aku berhasil
dapat menemukan keputusan"
"Baik, gusti" kata patih Dipa "sebelum hamba mohon diri,
perkenankanlah hamba menghaturkan sepetik kata berulang dari
apa yang telah hamba ucapkan tadi. Bahwasanya, mohon paduka
jangan percaya pada kata2 hamba tadi, melainkan mohon
paduka pertimbangkan kebenarannya. Apabila paduka anggap
bahwa apa yang tersirat dalam dawuh-gaib itu tidak berguna,
salah dan tidak baik, janganlah paduka lakukan. Tetapi apabila
paduka bimbang untuk melakukannya, kamba songsongkan
persembahan kata ini ke bawah duli paduka sebagai gusti
junjungan hamba dan sebagai gusti Rani sesembahan seluruh
kawula Kahuripan. Apapun keputusan paduka, hamba prajurit
Dipa, tetap akan menghaturkan jiwa dan raga hamba sebagai
alas-batu penompang persada kewibawaan paduka, gusti"
Terharu hati Rani Kahuripan dikala melepas patih Dipa yaug
mengundurkan diri dari hadapannya. Terkenang pula saat2
pertemuannya yang pertama kali dengan patih Dipa yang kala itu
masih sebagai seorang pemuda pengembara. Dengan keberanian
yang luar biasa, Dipa telah menyelamatkan ratha titihan Rani
ketika keembat kuda penariknya terkejut dan me laju hendak
meluncur ke jurang. Kemudian beberapa tahun kemudian,
Ranipun sempat lebih mengenal Dipa sebagai bekel bhayangkara
puri Majapahit yang karena jasanya mengiring baginda
Jayanagara lolos dari huru hara di pura, telah diangkat sebagai
patih Kahuripan. Kecerdasan, ketegasan dan kebijaksanaannya
sebagai patih, terutama semangat pengabdiannya terhadap
negara dan rakyat, berhasil menggugah kesadaran kawula
Kahuripan. Kini pada saat2 Kahuripan dilanda musibah wabah penyakit
yang aneh dan gawat, patih Dipapun tampil pula dengan berhasil
menerima Dawuh-gaib. Uraian kata2 patih itu sebagai dasar
pertimbangan untuk memutuskan sarana yang termaktub dalam
171 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dawuh-gaib itu, sangat berkenan dalam hati Rani. Dan diantar
oleh kumandang teduh yang membahana dari rangkaian kata2
patih Dipa siang tadi, malam itu
Rani Kahuripan mengawangkan diri dalam cipta-semedhi
hening. Tidak mudah untuk mencapai keheningan mutlak karena
harus mengendapkan segala yang telah diserap oleh alat indriya,
menghapusnya sehingga memperoleh suatu keheningan yang
jernih. Dengan keheningan yang jernih dan bebas dari pengaruh2
penyerapan, dapatlah pokok persoalan yang dihadapinya itu
diletakkan dalam kedudukan yang wajar.
Rani berusaha keras untuk mencapai keheningan itu. Tidak
mudah tetapi tetap diusahakan dan walaupun lama, akhirnya
mulailah ia dapat melepaskan ikatan2 pengaruh penyerapan
indriyanya, yang berangsur-angsur bertebaran ke dasar
pengendapan. Saat itu ia mulai berselenggara pembahasan dan
pertimbangan. Sayup2 terdengar kesiur angin ma lam berhembus. Malam
berangin, merupakan sesuatu yang wajar karena angin tak
membedakan malam atau siang, pagi atau sore. Tetapi angin
yang berkisar malam itu, berlainan sekali dalam pendengaran
Rani. Bukan bunyi deru-demeru, melainkan lengking-lengking
yang berirama ratap tangis, jerit lolong dan erang rintihan yang
pilu .... Rani tersentak. Bukankah itu nada tangis manusia" Ah, tak
salah lagi, tentulah ratap tangis dari kawula Kahuripan yang
kehilangan warga keluarganya, entah orangtua, entah anak,
saudara, suami atau isterinya. Mereka telah diganas oleh
penyakit aneh, direnggut nyawanya tanpa mengetahui kesalahannya. Mereka tak berdaya kecuali hanya menangis dan
meratapi nasibnya yang malang. Kepada siapakah mereka
hendak mengadu" Kepada siapakah mereka akan menggantungkan tumpu harapannya"
172 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kepada siapa . . . . ?" dari bawah alam sadar, meluaplah
pertanyaan itu di ladang hati Rani, bergetar-getar bumi
sanubarinya, makin lama makin dahsyat sebagai pertanda akan
terjadi gempa yang hebat. Serabut2 halus nuraninyapun tersibak,
meregang-regang, menghimpun daya dan akhirnya lahirlah suatu
kesadaran. Bahwa ledakan itu tak boleh terjadi, bahwa gempa itu
harus dicegah dan serentak berontaklah pancaran kemanusiawiannya yang murni "Kepadaku !"
"Ah ...." Rani mendesah dalam hati. Longgar dan teduh
manakala sepatah kata yang amat bertuah itu menggelegar
dalam sanubarinya. Serentak lenyaplah angin yang berirama
ratap tangis memilukan itu "kepadaku, hai para kawula
Kahuripan, kamu akan menemukan kesejahteraan kembali"
Keputusan itu telah diiring dengan rasa kebahagiaan yang
syahdu dalam hati sang Rani. Baru pertama kali dalam
kehidupannya ia menemukan arti kebahagiaan dari suatu
pengorbanan. Baru pertama itu ia dapat mencerap keharuman
dari napas2 jiwa Dana-param ita. Bahwa memberi itu suatu
kebahagiaan, bahwa berkorban itu suatu kebesaran.
Badai telah reda dan laut hati sang Ranipun teduh menuju ke
ketenangan. Maka bersiap-siaplah ia untuk membebaskan ciptasemedhinya. Dikala endap2 keheningan kalbu mulai bergerak
gerak menghidupkan jalur2 indriya, tiba2 seraut bayangan wajah
seseorang mengilas dalam cakrawala ingatannya. Serentak
menggeloralah darah dalam tubuhnya sehingga seluruh indriya
bergolak keras "Ah ...." ia merintih bagaikan uluhatinya tersayat
sembilu. Merah bertebaran diseluruh permukaan wajah anggun dari
sang Rani. Warna merah itu merupakan pancaran dari darah
dalam tubuh apabila seseorang menderita sesuatu dalam
perasaan hatinya. Saat itu Rani merasa bukan sebagai seorang
Rani, melainkan sebagai diri peribadinya, seorang puteri yang
dijenjang kodrat alam iah kedewasaan.
173 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Alam kedewasaan seorang remaja, terutama seorang dara,
penuh bernafaskan khayalan muluk tentang keindahan hidup.
Tentang taman-sari berbias bunga-bunga aneka warna, sebuah
danau yang jernih dan sejuk, burung2 berkicau merdu. Betapa
asyik masyuk sepasang kupu2 yang beterbangan diatas bunga,
betapa bahagia sepasang burung yang hinggap di dahan itu
sedang saling menyelisik dengan mesra. Betapa harap sang dara
akan kehadiran pangeran pujaannya. Saling bergandengan
tangan, berjalan seiring menikmati keindahan taman Inderaloka.
Sidara amat cantik dan sang pria amat tampan, ba' batara
Kamajaya dan Kama-ratih tengah bercengkerama di taman
keinderan. Impian remaja, kesyahduan khayal. Bersemi di sanubari,
tumbuh di alam dewasa. Karena dibuai rindu, tafakur sang dara
dalam menung sendu. Karena dahaga kasih maka bangkitlah
keberanian sang jejaka, tak gentar menerjang barisan tombak,
tak takut terjun ke laut api. Smaradahana, api asmara, tiada tara
kuasanya. Karena merindukan dewi Shinta, prabu Rahwanaraja
harus menderita kehancuran praja dan nyawa.
Rani Kahuripan tak terhindar dari perasaan yang sudah
menjadi kodrat a lam setiap insan muda. Namun sebagai seorang
Rani, seorang puteri agung, ia dapat menabung perasaan hatinya
dalam kandung sanubari yang rapat. Tetapi pada saat ia harus
menentukan keputusan untuk Dawuh-gaib itu, tak kuasa pula ia
menahan rintihan gaibnya ketika berhadapan dengan bayang2
wajah pria yang telah berkesan dalam hatinya.
Puteri Tribuanatunggadewi gemetar ketika membayangkan
peristiwa itu. Bagaimanakah perasaan hatinya manakala ksatrya
yang memenangkan sayembara mencari lencana Garuda mukha
itu bukan ksatrya yang menjadi idaman hatinya" Tidakkah akan
hampa kehidupan ini" "Duh Batara Agung ...." ia mulai meratap
dalam kegelisahan. 174 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Entah berapa lama Rani termenung dalam kehampaan yang
tiada berfaham. Telaga hatinya yang teduh tersibak pula oieh
runtuhnya bukit karang. A ir muncrat tinggi, lumpur berhamburan
mengeruhkan permukaan telaga. Ia kehilangan arah. Gelap,
gelap dise-luruh penjuru.
Walaupun lama tetapi akhirnya pelahan-lahan hamburan
lumpur yang mencemar air, mulai berangsur-angsur mengendap
kebawah pula. Demikian dengan keadaan Rani saat itu. Setelah
mengalami puncak ketegangan yang hampir menggugurkan
keputusan yang telah disiapkan untuk menjawab patih Dipa,
mulailah ia mendapatkan ketenangan pula. Dan saat itu pula,
mulailah ia dapat mengembangkan kesadaran pikirannya.
Rani merasa bahwa apa yang dikatakan patih Dipa itu dapat
sekali. Tahu soal ajaran Dana param ita memang baik. Lebih baik
kalau dapat menghayati. Tetapi yang paling baik adalah
melakukannya. Tertumbuk akan kenyataan dari apa yang baru
saja dialaminya beberapa saat tadi, Rani menghela napas
panjang dan dalam. Ia dituntut oleh kewajiban Atidana, yang
menghendaki agar ia memutuskan segala rasa kasih, rasa ikatan
batin kepada seseorang yang telah bersemayam dalam hatinya.
"Dapatkah aku bertindak seperti halnya sang Maha Satwa
yang telah menghadiahkan isteri, anak dan keluarganya kepada
seorang brahmana yang memintanya?" ia tertegun dalam
persimpangan jawab "ah, aku hanya Tribuanatunggadewi,
seorang manusia biasa. Tak mungkin aku dapat menyamai
kebesaran jiwa dari sang Maha Satwa yang telah mencapai
kesucian murni itu ... ."
Ia lepaskan diri dalam kepaserahan asa. Ia menyerahkan diri
dalam tuntutan nurani seorang puteri remaja. Ia menyongsongkan diri ditelan buaian naluri kewanitaan. Iapun
dihanyutkan dalam

Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahana gamelan Lokananta yang mendendangkan kidung Asmaradana. Ia merasa bahwa ia adalah
ia, seorang wanita remaja, seorang insan dewata yang berhak
175 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengenyam apa yang telah ditentukan kodrat Prakitri bahwa
setiap insan itu harus memiliki pasangan hidup untuk memenuhi
keseimbangan yang genap. Dewa dengan dewi, ksatrya dengan
puteri. Patah pula pertahanan batin sang Rani. Serasa ia dihembus
angin, melambung ke udara, makin tinggi dan tinggi, melintas
lapis demi lapis kabut alam berwarna pelangi. Namun ia masih
sempat mengingat bahwa sudah enam lapis langit telah dilaluinya
dan saat itu masih tetap melambung menuju ke langit lapis tujuh.
Tiba-tiba ia berhenti di sebuah taman yang tak terlukiskan
keindahannya. Belum pernah di arcapada ia melihat taman yang
seindah itu. "Dimanakah aku ...." ia bertanya seorang diri.
"Gusti berada di sorga ketujuh....." tiba2 terdengar sebuah
suara manusia. Rani terkejut, memandang kian kemari namun
tak melihat barang seorang-pun juga.
"Siapa engkau" ?" tegur Rani.
"Hamba .adalah insan yang berada dalam cipta paduka, gusti
ayu" Rani terkejut. Tersipu-sipu ketika orang mengetahui isi
hatinya, kemudian dengan berdebar-debur menegur "Tetapi
dimana engkau" Mengapa aku tak melihatmu?"
"Benarkah paduka tak melihat hamba?"
"Ya" "Apakah paduka menitahkan supaya hamba menampakkan
diri?" "Ah" "Hamba berada dalam lapis awan putih ..." tiba2 segulung
awan putih me luncur turun, mengelompok dalam sebuah
lingkaran gunduk, makin lama makin menghitam, hitam dan tiba2
176 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muncullah seorang ksatrya muda yang tampan, berseri-seri
cahayanya. "Engkau .... raden!" seru Rani.
"Demikian atas titah paduka" ksatrya itu menghaturkan
sembah lalu bersila dihadapan Rani.
"Ah, raden Kertawardhana, bangunlah" titah Rani dan raden
itupun menurut. "Apa katamu, raden" Benarkah ini taman keinderaan di langit
ketujuh?" "Benar, gusti, paduka berada di awang-awang lapis ketujuh"
"Ah" wajah Rani berseri "betapa indah taman ini. Angin
berembus lembut, bunga-bunga menyerbak harum, margasatwa
bebas berkeliaran, cuaca cerah bersalut sinar keemasan,
dirgantara mengumandangkan lagu2 merdu"
"Gusti, jika paduka berkenan hendak menikmati keindahan
taman lokasari ini, hamba bersedia mengiring paduka"
Bahagia rasa hati Rani mendengar ucapan itu. Seolah ksatrya
itu tahu akan isi hatinya. Maka beriring kedua insantama, puteri
dan ksatrya itu bercengkerama, menikmati keindahan taman asri.
Sepintas bagai batara Kamajaya dan Kamaratih yang tengah
bercengkerama di taman Inderaloka.
Rani amat bahagia. Tuntutan naluri darah remaja telah
terpenuhi. Mereka tiba di tepi sebuah kolam dan duduk
beristirahat di bawah pohon bunga. Rani melihat kesibukan ikan
berjenis warna yang tak henti-hentinya timbul silam berkejarkejaran. Rani menikmati pemandangan itu dengan asyik
sementara raden Kerta-wardhana termenung-menung.
"Raden, mengapa ikan2 itu bergeleparan memunculkan diri ke
atas permukaan air?" tiba2 Rani bertanya.
177 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kertawardhana terhenyak dan gopoh menyahut "Rupanya
mereka gembira menyambut kunjungan paduka, gusti"
Rani tersenyum tetapi secepat itu ia segera memperhatikan
dan terkejut karena me lihat wajah ksatrya itu merah padam
seperti orang menahan perasaan.
"Raden, mengapa engkau?" tegur Rani.
"Ah, tak apa2 gusti"
"Engkau seperti mendendam kemarahan"
"Tidak, gusti" "Apakah engkau tak gembira dengan keadaan kita saat ini ?"
"Hamba sangat bahagia sekali, gusti"
Rani tersenyum. Setelah puas beristirahat, mereka-pun
melanjutkan bercengkerama, memuaskan indriya dalam kenikmatan sorgaloka yang indah tiada tara. Tiba2 Rani berhenti
pada sebuah kolam "Raden, bunga apakah yang tumbuh
dipermukaan kolam itu?"
"Bunga teratai, gusti"
"Teratai" Mengapa lain sekali bentuknya dengan teratai yang
terdapat di keraton Kahuripan" Ah, daunnya delapan helai"
"Demikian, gusti" kata Kertawardhana "memang padma itu
bukan bunga keduniawian tetapi bunga kejiwaan sari hidup.
Disebut Anandakandapadma"
Rani amat tertarik. Ia menghampiri ketepi kolam dan tiba2 ia
memetik sekuntum padma itu.
"Gusti....." "Daunnya berwarna merah, raden" sebelum Kertawardhana
melanjutkan kata-katanya, Rani sudah mendahului berseru
178 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sehingga tak dapat raden itu me lanjutkan kata-katanya.
Sebenarnya ia hendak mencegah Rani jangan memetik bunga itu.
"Hai, dalam hati padma ini terdapat pula sebuah padma merah
yang berdaun delapan dan berwarna merah pula. Apakah
namanya ini, raden ?"
"Manusipuja, gusti"
"Harum, betapa harum sekali biji2 padma ini" seru Rani.
Kertawardhana terkejut sekali tetapi sebelum ia sempat berkata,
Rani sudah memetik sejemput biji lalu digigitnya "ah, manis,
harum sekali ...." Rani memakan tiga biji dan kemudian memberikan tiga biji lagi
kepada Kertawardhana "Cicipilah, raden, sungguh lezat tiada
taranya" Kertawardhana menghela napas dalam hati. Namun ia
menerima juga pemberian Rani dan ditelannya.
Kemudian mereka melanjutkan bercengkerama.
Ada suatu perasaan aneh dalam hati Rani. Beberapa saat
setelah memakan biji2 Manusipuja, ia merasa segar dan
bersemangat, kelima indriyanyapun tajam luar biasa. Tamanloka
yang semula hening teduh, saat itu terasa penuh dengan hiruk
pikuk dari bermacam-macam bunyi dan suara.
"Hai, bunyi apa itu?" Rani berhenti dan memandang seekor
kupu yang beterbangan diantara pohon bunga "dia berteriakteriak, uh, dia menyanyi. Hai, dia bersungut-sungut memanggil
betinanya yang suka berolok-olok bersembunyi ...."
Kertawardhana terkejut, gemetar. Apa yang dikuatirkan telah
terjadi. Dia menghela napas tetapi sesaat iapun tersenyum pula.
Ketika melalui segerumbul pohon, tiba2 terdengar suara
burung berkicau. Serentak Rani berhenti dan memasang
perhatian. Dia terbeliak ketika dapat menangkap suara burung
179 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Ia tak sempat memikirkan mengapa mendadak ia mengerti
bahasa burung. Perhatiannya hanya tertarik akan apa yang
dibicarakan sepasang burung yang hinggap didahan pohon.
"Nyai, mengapa engkau bermuram durja saja?" seru burung
yang lebih besar badannya. Rani dapat menangkap jelas bahasa
percakapan burung itu. "Hm, titah jantan seperti engkau ini memang tak pernah
memikirkan apa yang dipikir oleh kaum betina" sahut burung
yang satunya. "Apa yang engkau pikirkan nyai?"
"Huh, mahluk jantan, apa engkau tak merasa bahwa telur2
yang kuerami itu sudah mendekati waktunya akan menetas ?"
"Itu suatu berita yang menggembirakan, nyai. Lalu apa
maksudmu?" "Ya, begitulah pikiran mahluk jantan seperti engkau. Hanya
menikmati enak, menerima berita gembira, bersiul-siul merayu
isteri ...." "Eh, nyai" seru burung jantan terkejut "mengapa engkau hari
ini" Hidup itu suatu berkah, kita harus bergembira memanjatkan
syukur kepada yang memberi hidup. Kita harus bersenangsenang menikmati hidup, mengapa harus bersedih. Tuh, lihatlah,
tidakkah seorang raja puteri juga mendambakan kesenangan
hidup ?" "Siapa ?" "Puteri cantik yang memandang kita di bawah pohon itu. Dia
adalah Rani dari negara Kahuripan. Diapun rela meninggalkan
negara dan kawulanya yang sedang ditimpa musibah wabah
penyakit, untuk bersenang-senang dengan kekasihnya di taman
ini. Apa salahnya kalau aku merayumu" Bukankah itu sudah
menjadi kodrat hidup setiap insan?"
180 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Uh" lengking burung betina "walaupun dijelmakan sebagai
burung, tetapi aku jijik dengan tingkah seorang wanita sekalipun
dia seorang raja puteri. Ketahuilah, mahluk jantan, aku bersedih
karena memikirkan anak-anakku besok. Anak-anak kita yang lalu,
mati semua karena terserang penyakit. Dan banyak di-antara
kawan-kawan kita yang kehilangan anak-anaknya juga sehingga
jumlah golongan kita hanya tinggal sedikit"
"O. soal itu" sahut burung jantan "musibah itu bukan hanya
kita yang menderita tetapi seluruh kawan-kawan golongan kita
semua. Apa daya kita, bangsa burung kalau dewata memang
menghendaki kita harus tumpas semua. Paserahkan saja pada
kehendak dewata dan marilah kita benenang-senang diri.
Andaikata besok kita mati, bukankah kita sudah menikmati
kesenangan sejati itu?"
"Pengecut!" teriak burung betina "jangan main paserah pada
dewata. Engkau telah diberi hidup, engkau diberi hak penuh
untuk berusaha menyelamatkan hidupmu. Carilah apa sebab
musibah itu, carilah obat penolongnya. Apapun pengorbanan
yang harus diminta, engkau wajib memberikan"
"Apa maksudmu?" burung jantan mulai keras "andaikata
dewata menghendaki supaya aku menyerahkan engkau dan
anak-anak kita untuk tumbal, apakah aku harus menerima?"
"Harus!" teriak burung betina.
Burung jantan bersiul nyaring sekali. Rupanya dia tengah
menghamburkan kemarahannya "Apakah engkau tidak mencintai
aku, nyai" Apakah engkau anggap aku ini seorang jantan yang
lemah, yang tak bertanggung jawab terhadap isteri dan anakanaknya?" "Aku sangat mencintaimu, kakang. Aku meluhurkan namamu
sebagai seorang jantan. Tidak, engkau bukan seorang jantan
yang lemah tetapi seorang burung ksatrya yang luhur budi"
181 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa" Engkau rela mati masih engkau katakan engkau cinta
kepadaku?" "Ya" sahut burung
betina "engkau harus
dapat membedakan apa yang disebut cinta itu. Cintamu kepadaku itu, jantan terhadap betina, hanya cinta nafsu dan nafsi, tuntutan kodrat khewani. Cinta kodrat hanya cinta umum,, cinta biasa dan wajar. Tetapi cinta kasih itu bersifat luhur, cinta yang murni dan abadi. Jantan mencintai betina atau kebalikannya, tidaklah ada yang harus diherankan. Tetapi cinta kepada sesama titah, ciata kepada kepentingan kesejahteraan dunia, adalah cinta yang keramat. Aku malu apabila memiliki suami yang pandangannya begitu sempit seperti
engkau dan akupun malu menjadi betina semacam Rani
Kahuripan yang lebih mementingkan kesenangan peribadi
daripada kepentingan rakyatnya yang sedang diamuk wabah ...."
"Ih ... ." Rani menjerit dan mendekap wajah dengan kedua
tangannya. Uluhatinya serasa berlumur darah tertikam oleh kata2
burung betina yang lebih tajam dari ujung senjata "raden ...." ia


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berpaling ke samping tetapi raden Kertawardhanapun lenyap.
182 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Raden .... raden ...." serentak ia lari mencari kemana
Kertawardhana berada. Ia menjerit dan berteriak, menyongsong
ke muka, terus ke muka dan menjeritlah ia ketika kakinya
terperosok. Rani rubuh. Gelap gelita seluruh penjuru alam. Ia tak
tahu apa yang terjadi selanjutnya.
(Oo-dwkz-Ismo-oO) Keesokan hari dengan berdebar-debar patih Dipa menghadap
ke keraton Kahuripan. Semalam diapun hampir tak dapat tidur
karena memikirkan Dawuh-gaib itu. Dalam keheningan malam,
iapun berusaha untuk menelusuri sudut2 kemungkinan diantara
dua pilihan yang harus diambil sang Rani. Menerima atau
menolak. Kalau menolak, apakah dasar alasannya dan apa akibat
selanjutnya. Kalau menerima, apa sebab penerimaan itu dan
bagaimana nanti akibatnya terhadap diri Rani.
Dalam percakapan dengan Rani yang memakan waktu cukup
panjang itu, sempat pula patih Dipa memperhatikan cahaya
penampilan wajah sang Rani. Walaupun ia sudah menghaturkan
gambaran2 yang berupa wejangan dan falsafah dana, namun ia
belum menemukan suatu kesan bahwa Rani dapat tersentuh. Ia
mengakui bahwa diam2 ia telah mengisi napas dalam
persembahan kata2 itu. Napas yang bersumber pada kebesaran
jiwa dan kelapangan dada untuk menerima mahatidana itu
sebagai suatu kenyataan kearah usaha menolong kesengsaraan
kawula Kahuripan. Tetapi tampaknya Rani belum menerima, masih bimbang
untuk menerimanya sebagat napas ataukah hanya sebagai angin
lalu. "Mengapa gusti Rani bersikap demikian?" Dipa mulai
mengadakan penelitian lebih mendalam. Ia merangkai berbagai
duga dan reka, menjalinnya dari satu kelain kaitan.
183 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya tibalah dia pada suatu rangkaian "Ah, mungkin itulah
yang mengabut dalam hati gusti Rani. Akan kuusahakan
dihadapan Rani bahwa aku akan mencari raden itu agar ikut
dalam sayembara" Demikian dengan penuh bekal dari persiapan2 untuk
berhadapan dengan Rani Kahuripan maka hari itu patih Dipapun
bergegas langkah menuju ke keraton, la harus menunggu
beberapa saat sebelum Rani hadir di balairung. Beberapa saat
kemudian, seorang dayang muncul dan menghaturkan kata
bahwa gusti Rani menitahkan patih Dipa masuk ke dalam
mahligai. Serta merta patih Dipa duduk bersila dan menghaturkan
sembah dihadapan Rani yang duduk disebuah kursi indah. Diam2
patih Dipa memperhatikan wajah sang Rani. Walaupun
cahayanya tetap bersinar tetapi kedua kelopak Rani dilingkari
lengkung lekik yang dalam. Suatu pertanda bahwa semalam Rani
tentu berjaga. Tetapi dibalik itu, sikap sang Rani lebih tenang
dari kemarin. Diam2 Dipa mendapat kesimpulan bahwa Rani
sudah menentukan keputusan.
"Patih Dipa" ujar Rani "setelah kurenungkan dan kupertimbangkan semalam suntuk dengan tenang dan masak
maka hari ini dapatlah kuberikan ke-putusan . . . ."
"Gusti, adakah keputusan itu sudah gusti pertimbangkan
semasak-masaknya dalam suasana yang lepas bebas dari segala
pengaruh?" "Ya" sahut Rani "aku sudah mempertanggungjawabkan
kepada diriku, kepada negara, kawula, dewata dan keputusanku
itu yalah, kuterima amanat dari Dawuh-gaib yang engkau
persembahkan itu . . . ."
"Gusti ...." "Mengapa patih?" Rani terkejut karena tiba2 patih Dipa
memekik keras. Rani cepat menukas sehingga patih Dipa terkerat
184 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kata-katanya "ki patih, apa yang terjadi padamu" Mengapa
engkau tampak pucat dan gemetar?"
Patih Dipa menahan gejolak dadanya yang dibongkah oleh
deru napas "Gusti, hamba mohon ampun atas kesalahan hamba"
ia menghaturkan sembah. Rani terkesiap heran "Mengapa engkau, patih" Mengapa
engkau minta ampun" Apa yang salah pada dirimu ?"
"Hamba telah berlaku lancang yang berarti bahwa hamba
telah mengabaikan kewibawaan kerajaan Majapahit, gusti"
Rani mengerut dahi. Namun tak bersua juga akan titik2
kesalahan yang diakui patih Dipa itu "Patih, jangan engkau
bertanam tebu dibibir. Katakanlah yang tenang dan jelas"
Setelah berusaha untuk menenangkan diri maka patih Dipa
berdatang sembah pula "Sesungguhnya hamba tak layak
mendesakkan amanat Dawuh-gaib itu kehadapan paduka, gusti.
Baik hal itu akan berkenan dalam hati paduka untuk
melaksanakan, maupun paduka tak berkenan menerimanya. Oleh
karena hal itu menyangkut kepentingan rakyat Kahuripan dan
paduka sendiri, seharusnya hamba persembahkan juga
kehadapan para gusti Saptaprabu"
"Untuk apa ?" "Agar para gusti Saptaprabu, terutama gusti puteri Rajapatni,
mengetahui dan mempertimbangkan hal itu"
Rani Kahuripan mengangguk "Patih, engkau dapat memaklumi
siapakah diriku ini?"
"Paduka adalah gusti Rani Kahuripan yang mulia"
"Tidakkah seorang Rani itu berhak dan bertanggung jawab
penuh atas daerah keranianaya?"
"Berhak dan bertanggung jawab sepenuhnya, gusti"
185 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika kerajaan Majapahit sudah melimpahkan Pcngangkatanku
sebagai Rani Kahuripan, berarti bahwa, aku sudah dewasa dan
bahwa aku dipandang bijaksana untuk menunaikan tanggung
jawab sebagai kepala negara Kahuripan"
"Tetapi gusti Rajapatni ...."
"Gusti Rajapatni adalah ibundaku, tanpa mengungkat-ungkat
tentang kedaulatan diriku sebagai Rani, akupun tetap percaya
bahwa ibunda Rajapatni tentu berkenan juga menyetujui
keputusanku ini. Ibunda seorang permaisuri yang amat
memperhatikan kepentingan negara dan kawula"
"Tetapi bagaimana dengan para gusti Saptaprabu yang lain,
gusti ?" "Patih" ujar Rani dengan nada penuh kewibawaan yang
mantap "jangan engkau menguatirkan hala yang tak perlu
engkau kuatirkan. Keputusan ini menjadi tanggung jawabku
sepenuhnya. Dan telah kukatakan bahwa dalam mengambil
keputusan itu, segala pertanggungan jawab telah kutunaikan,
kepada diri peribadiku, kepada singgasana keranian, kepada
seluruh kawula Kahuripan dan kepada Dewata Agung"
"Duh, gusti junjungan hamba" serta merta patih Dipa
merunduk mencium kaki sang Rani "betapa luhur dan mulia titah
paduka itu. Berbahagialah kiranya negara dan kawula Kahuripan
mempunyai junjungan yang bijak bestari seperti paduka. Duh,
Dewata Agung, limpahkan berkah suci kepada gusti Rani
junjungan hamba dan seluruh kawula Kahuripan, agar selamat
dan sejahtera dalam menghadapi ujian dewata ini ... ."
Rani menitahkan patih Dipa supaya duduk tegak pula
kemudian berkata "Ki patih, jangan engkau menyanjung puji
sedemikian tinggi kepadaku. Apa yang kulakukan tidak lebih dan
tidak kurang dari apa yang wajib kutindakkan. Tidakkah seorang
Rani wajib bertanggung jawab atas keselamatan kawulanya"
Adakah sesuatu yang istimewa dalam langkah yang kuambil itu "
186 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak, patih, tidak ada sesuatu yang luar biasa karena burungpun
akan menghinaku apabila aku ingkar dari kewajibanku sebagai
seorang Rani" "Burung?" patih Dipa mengeriput dahi. Ia heran mengapa
tiba2 saja Rani menyinggung- ny inggung tentang burung.
Rani tertegun. Diam2 ia merasa telah kelepasan ucap.
Sesungguhnya keputusan itu telah diambil setelah ia menangkap
percakapan burung betina dengan yang jantan. Walaupun hal itu
timbul dari cipta-angan yang terpancar dari pengendapan batin,
namun ia merasa peristiwa itu benar2 terjadi dan menganggapnya sebagai suatu perlambang yang diamanatkan
dewata kepadanya. Sedemikian mendalam peristiwa itu terukir
dalam hati sanubari, sehingga di luar kesadaran Rani telah
kelepasan mengucapkan perihal burung.
"Ah, itu hanya suatu tamsil belaka, ki patih" Rani berusaha
mengalihkan perhatian "kumaksudkan burung yang tergolong
jenis unggas yang kecil, pun akan menertawakan apabila aku
ingkar dari tanggung jawabku sebagai Rani. Apalagi insan di
dunia" Patih Dipa mengangguk. "Patih" ujar Rani pula "ada dua keputusan yang telah kuambil.
Pertama, menerima Dawuh-gaib itu dan akan kutitahkan untuk
segera dilaksanakan, menyebarkan wara-wara tentang sayembara itu. Kedua, aku terpaksa belum dapat menghadap ke
pura kerajaan sebelum keselamatan kawula Kahuripan pulih
kembali" "Gusti ...." "Jangan membantah tetapi laksanakanlah keputusanku itu"
tukas Rani "haturkan laporan kehadapan gustimu Saptaprabu
keputusanku itu. Aku akan menghadap ke pura kerajaan
bilamana keadaan di Kahuripan sudah pulih seperti sediakala
lagi" 187 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Patih Dipa menelan kembali kata-kata yang sudah siap
meluncur dari kerongkongannya. Ia faham akan perangai Rani.
Rani seorang puteri yang menetapi keluhuran sabda ratu. Sabda
pandita ratu lambang keutamaan seorang raja yang luhur. Maka
tiada jalan bagi Dipa kecuali menghaturkan sembah sebagai
tanda a-kan mentaati segala titah sang Rani.
"Gusti" kata patih Dipa "mohon gusti memperkenankan hamba
yang rendah ini untuk inelaksanakan apa yang telah hamba
persembahkan kehadapan paduka kemarin"
"Apa yang engkau maksudkan?"
"Bahwa apapun yang paduka putuskan, hamba akan tetap
menjadi penompang persada duli tuanku dalam memegang
tampuk pimpinan Kahuripan"
"O" Rani Kahuripan terkejut "engkau hendak melaksanakan
Dawuh-gaib yang kululuskan untuk dilakukan itu, patih?"
"Demikian keputusan hati hamba, gusti"
"Tetapi bukankah engkau masih mempunyai tugas di pura
kerajaan?" "Hamba akan mengirim seorang pengalasan untuk menghaturkan laporan hamba mengenai keadaan yang telah
terjadi di bumi Kahuripan ini. Kemudian hamba-pun akan mohon
supaya diidinkan untuk mempersembahkan tenaga hamba,
menanggulangi musibah yang tengah diderita kawula paduka,
gusti" "Dan jangan lupa mengatakan tentang keputusanku bahwa
selama peristiwa di Kahuripan ini belum selesai, aku belum dapat
menghadap ke pura kerajaan"
"Keluhuran titah paduka, gusti"
"Benarkah engkau bertekad hendak membantu aku, patih ?"
188 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Demikian gusti" sahut Dipa "jangankan Kahuripan itu
merupakan negara bagian dari Majapahit, sekalipun bukan,
hamba tetap akan membantu kepada bumi yang pernah
menerima pengabdian hamba. Kawula Kahuripan juga kawula
Majapahit. Dan lepas dari itupun adalah insan dewata. Berjuang
untuk me lepaskan penderitaan titah manusia, berarti mempersembahkan dana luhur kepada dewata"
"Benar, ki patih" ujar sang Rani "perikemanusiaan adalah
suatu Atidana dan Mahatidana yang luhur"
"Demikian, gusti"
Beberapa saat kemudian Rani bertitah pula "Ki patih, ada
sebuah hal yang hendak kutanyakan kepadamu"
"Hamba senantiasa siap melakukan titah paduka"
"Bukan suatu tugas yang berat, bukan pula suatu pertanyaan
yang sukar, melainkan hanya sebuah pertanyaan tentang ...."


Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tentang apa, sudilah kiranya paduka titahkan" karena
beberapa saat menunggu masih pula Rani tak melanjutkan
ucapannya, patih Dipapun memohon.
"Tentang seseorang, patih"
"O, siapa kiranya yang gusti maksudkan?"
"Raden . . . Kertawardhana . . . engkau kenal?" Diam2 dalam
hati patih Dipa mendesuh longgar.
Termasuk diri raden itulah yang semalam ia jelajahi dari
lingkaran2 yang mempunyai kaitan dengan sikap Rani yang
masih bimbang ketika pertama kali mendengar tentang Dawuhgaib itu. Dan karena memang patih Dipa sudah mempersiapkan
segala kemungkinan pertanyaan yang akan dilimpahkan sang
Rani, maka dengan serempak diapun menyahut "Kenal gusti,
hamba kenal dengan raden itu. Dan dalam melaksanakan
penyelenggaraan sayembara itu, diantaranya hamba memang
189 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah merencanakan untuk mencari raden Kertawardhana agar
dapat ikut dalam sayembara"
Hati Rani menjerit kejut dan girang, namun ia tetap bersikap
tenang "Ah, mengapa harus engkau lakukan hal itu, patih?"
Sesaat terkesiap Dipa menerima lontaran pertanyaan itu.
Bukankah Rani akan gembira mendengar hal itu " Mengapa
tampaknya Rani tenang2 saja bahkan mengajukan pertanyaan
sedemikian" Ia heran tetapi keheranan itu segera lenyap
manakala ia teringat akan sikap dan budi pekerti dari seorang
gadis terutama seorang puteri agung seperti Rani, yang lemah
lembut pandai mengabut isi hati, yang lebih mengutamakan
berbicara dengan perasaan hati daripada dengan mulut.
Menyadari akan tanggung jawab sebagai seorang mentri yarg
harus melindungi kewibawaan junjungannya maka patih Dipapun
Kisah Si Pedang Kilat 2 Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D Pahlawan Padang Rumput 2

Cari Blog Ini