Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana Bagian 4
menjawab "Hamba tertarik dengan keperibadian raden itu,
kesaktian dan kebijaksanaannya memberi wibawa akan daya
kekuasaan yang mengundang ketaatan orang. Raden Kertawardhana, gusti, harus hamba usahakan agar dapat ikut
serta dalam sayembara itu"
Hati Rani amat bahagia. Diam2 ia berterima kasih dan memuji
atas kebijaksanaan yang tajam dari patih itu.
"Ah, patih" ujar Rani dengan nada agak sumbang "adakah
engkau percaya bahwa raden Kertawardhana akan mampu
memenangkan sayembara itu?"
"Hamba percaya, gusti" sahut patih Dipa tanpa ragu "tanpa
kepercayaan tak mungkin hamba akan berusaha mencari raden
Kertawardhana. Adakah nanti raden Kertawardhana mampu
berhasil dalam sayembara itu, akan hamba bantu sekuat tenaga,
dengan doa dan upaya. Namun bagaimana hasilnya, marilah kita
haturkan ke hadapan Dewata. Karena hanya Hyang Batara Agung
saja yang kuasa untuk menentukan keputusan, gusti"
190 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar patih" ujar Rani "aku pun sudah mantap. Bahwa
apapun yang akan terjadi kepada diriku, hanyalah kecil artinya
apabila dibanding dengan kepentingan kawula Kahuripan. Asal
benar2 penderitaan kawula Kahuripan dapat dilenyapkan maka
akupun akan rela menerima segala sesuatu yang dilimpahkan
Hyang Batara Agung" "Gusti" tiba2 patih Dipa berkata dengan nada yang tegas
"Dawuh-gaib itu adalah hamba yang memperoleh, sudah tentu
hamba bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu yang
berkaitan dengan Dawuh-gaib itu. Apabila hamba telah
disesatkan oleh Dawuh-gaib itu sehingga akan membawa
bencana kepada diri paduka dan para kawula Kahuripan, maka
hamba bersumpah akan menyerahkan jiwa raga untuk jin yang
menyaru sebagai Narotama atau roh eyang Narotama itu sendiri"
"Apa maksudmu, patih?" Rani terkejut.
"Hamba akan menuntut pertanggungan jawab atas Dawuhgaib itu, gusti" "Dipa ...." Rani terharu.
(Oo-dwkz-Ismo-oO) II Berat nian tanggung jawab yang dirasakan patih Dipa seusai
mundur dari hadapan Rani Kahuripan. Semula ia mengharapkan
agar Rani berkenan mengunjukkan kebesaran jiwanya untuk
menerima Dawuh-gaib itu. Iapun kuatir apabila Rani menolak
amanat Dawuh-gaib itu sehingga rakyat Kahuripan akan
menderita musibah yang berkelarutan.
Tetapi setelah Rani berkenan meluluskan menerima Dawuhgaib, setelah haiapan patih Dipa terkabul, setelah kekuatirannya
191 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lenyap, dia gembira tetapi hanya sekejab dan selanjutnya dia
amat perihatin sekali. Ternyata persetujuan Rani Kahuripan untuk melaksanakan
sayembara sebagaimana yang diamanatkan dalam Dawuh-gaib
itu, memberi akibat yang luas pada batin Dipa. Ia merasa
bertanggung jawab atas keseluruhan daripada hasil sayembara
itu. Hasil yang diharapkan itu harus mencangkum dua
kepentingan. Pertama, kepentingan kawula Kahuripan. Kedua,
kepentingan Rani sendiri.
Kepentingan kawula Kahuripan ialah bahwa apabila lencana
Garudha-mukha itu telah dapat ditemukan maka wabah penyakit
aneh yang menyerang kawula Kahuripan harus benar2 lenyap.
Kepentingan kedua yang menyangkut diri Rani Kahuripan, bahwa
hendaknya ksatrya yang keluar sebagai pemenang sayembara itu
benar2 seorang ksatrya utama yang berbudi luhur yang kelak
dapat mendampingi Rani Kahuripan sebagai prabu puteri
Majapahit. "Ah betapa berat tanggung jawab yang kusanggul diatas
bahuku saat ini" pikir patih Dipa dalam menggali kesadaran "jelas
bahwa sumber utama dari tanggung jawabku itu terletak pada
Dawuh-gaib itu. Apabila Dawuh-gaib itu benar2 merupakan
sasmita suci dari arwah Narotama yang sejati, maka pastilah
segala bencana yang menimpa Kahuripan itu akan terbasmi.
Tetapi apabila Dawuh-gaib itu tidak aseli ...."
Tiba pada renungan itu, terhentilah serasa darah yang
menyaluri tubuhnya. Ia dapat membayangkan betapa akibat
yang diderita kawula dan Rani Kahuripan. Dan kesemuanya itu
adalah gara2 Dawuh-gaib yang diperolehnya.
"Aku harus bertanggung jawab sepenuhnya" kembali patih
Dipa membajakan kebulatan tekadnya "jika jin2 dan roh2 jahat
itu mencelakai aku sehingga menimbulkan derita yang lebih
besar kepada para kawula Kahuripan dan gusti Rani, maka akan
kuhancurkan jin2 dedemit itu!"
192 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikian keputusan yang diambil patih Dipa yang akan
dilaksanakan sepenuh hati, semdngat, kemampuan, jiwa dan
raga. Serentak ia memanggil prajurit Sandika.
"Sandika, akan kuberi sebuah tugas kepadamu" katanya
kepada prajurit pengiringnya.
"Baik, gusti patih"
Dipa menyerahkan sepucuk surat Bawalah surat ini ke pura
kerajaan dan persembahkan kepada gusti patih mangkubumi
Arya Tadah" "Baik, gusti patih. Pasti akan hamba laksanakan titah gusti
dengan sebaik-baiknya" prajurit Sandika memberi janji setelah
menyambut surat dari patih Dipa.
"Surat itu amat penting sekali, engkau harus dapat
menyerahkan sendiri ke hadapan gusti patih mangkubumi.
Sanggupkah engkau?" Menganggap bahwa tugas itu amat ringan, prajurit Sandika
serentak menghaturkan kesanggupannya.
"Jangan engkau pandang ringan tugas itu, Sandika. Walaupun
hanya membawa dan menyerahkan surat, tetapi tak kurang pula
bahayanya. Jangan engkau lengah dan jangan sekali-kali engkau
menyerahkan kepada yang bukan berhak menerima"
"Hamba menyadari gusti"
"Apa yang engkau sadari?" tiba2 patih Dipa menghardik.
Prajurit Sandika terkejut "Hamba menyadari bahwa tugas
yang gusti limpahkan ini amat penting"
"Hanya itu?" "Bahwa hamba harus mampu menghaturkan ke hadapan gusti
patih mangkubumi" 193 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hanya itu ?" kembali patih Dipa menegas.
Prajurit Sandika terbeliak. Bukankah hanya itu yang penting
dalam tugasnya. Apakah yang harus dilakukannya lagi "
"Hamba rasa demikian, gusti. Apabila masih terdapat
kekurangan, mohon gusti memberi titah"
"Titah itu tidak kuberi tetapi sudah terkandung dalam tugas
itu" Prajurit Sandika makin terbelalak.
"Engkau heran?" tegur patih Dipa "ketahuilah Sandika. Dalam
setiap melaksanakan tugas, didalamnya sudah mengandung
suatu tanggung jawab besar yang berupa langkah pengamanan
dari tugas itu hingga sampai paripurna. Arti daripada
pengamanan adalah untuk menjaga, melindungi tugas yang
dilaksanakan itu supaya aman dari segala gangguan"
"Tetapi gusti" kata Sandika "jarak Kahuripan dengan pura
Majapahit tidaklah seberapa jauh. Hamba akan naik kuda dan
tentu dapat mencapai pura kerajaan dengan cepat"
"Engkau hanya berbicara tentang jarak tetapi tidak
memikirkan tentarg bahaya yang melintang di jalanan"
"Bahaya" Bukankah hamba hanya membawa surat paduka
dan tak membawa bekal hart benda?"
Patih Dipa geleng2 kepala "Entah engkau ini memang jujur
atau tolol. Tidakkah engkau tahu bahwa sejak baginda
Jayanagara wafat maka suasana pura kerajaan menjadi genting?"
"Genting?" prajurit Sandika terlongong.
"Memang tampaknya tenang tak terjadi suatu apa, tetapi
sesungguhnya ketenangan itu mengandung kegawatan yang
sukar diperhitungkan. Sudahlah Sandika, tak perlu kupanjang
lebarkan kata, cukup kuperingatkan kepadamu, hati-hatilah
engkau dijalan. Waspadalah terhadap orang yang mencurigakan
194 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerak geriknya dan hindarilah sedap peristiwa yang akan
membawa pertikaian" "Baik, gusti" "Setelah engkau haturkan kepada gusti patih mangkubumi,
engkau harus menunggu apa yang diperintahkan gustimu Arya
Tadah. Jika gusti patih mangkubumi menyerahkan surat
jawaban, segeralah engkau bawa kemari. Jika tiada surat
balasan, engkaupun kembali lagi ke Kahuripan"
"Baik, gusti" "Seiring dengan kepergianmu ke pura kerajaan, akupun juga
akan berangkat ke Tumapel untuk mencari seseorang. Siapa
orang itu tak perlu engkau ketahui. Pokok, apabila engkau
kembali kemari dan aku belum pulang, engkau harus tetap
menunggu disini" kata patih Dipa dan setelah memberi pesan
supaya berhati-hati dalam perjalanan maka patih Dipapun
melepas Sandika pergi. Sedang diapun bersiap-siap hendak
menuju ke Tumapel. Prajurit Sandika menuju ke kandang kuda, mengeluarkan kuda
dawuk kenaikannya lalu mencongklang ke arah barat daya.
"Aneh benar gusti patih" gumamnya sambil menyerahkan diri
dibawa lari kuda dawuk "mengapa kali ini gusti patih memberi
pesan yang begitu melilit" Tentulah surat itu penting sekali. Dan
mengapa gusti patih tidak kembali ke pura kerajaan melainkan
hendak menuju ke Tumapel?"
Walaupun selama berada di Kahuripan ia mendengar juga
tentang wabah penyakit yang melanda para kawula tetapi dia tak
tahu apa yang telah diputuskan Rani Kahuripan dengan patih
Dipa. Iapun tahu bahwa patih Dipa telah menyepi di gunduk
tanah yang di-lingkaran Waringin-pitu tetapi ia tak tahu apa
tujuan patih Dipa melakukan hal itu.
195 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringat akan peristiwa perutnya diinjak Kabal, ia menyeringai
geram " Kurang ajar benar prajurit Kahuripan itu. Andaikata tak
dihadapan gusti patih, tentu sudah kuhajarnya. Perut masih
berguna untuk menampung makanan, masakan dihunjam pijak
sekuat-kuatnya" Hm, untung tidak pecah"
"Hi, hi, hi, " tiba-tiba ia tertawa geli ketika membayangkan
bagaimana Kabal prajurit Kahuripan itu telah tidur memeluk
sebuah gunduk kuburan. Demikian ia membayangkan peristiwa2 selama beberapa hari
berada di Kahuripan. Dan kini pikirannya mulai membayangkan
apabila nanti dia tiba di pura kerajaan "Mudah-mudahan gusti
patih mangkubumi menitahkan aku supaya menunggu surat
balasan, syukur harus menunggu sampai beberapa hari sehingga
aku sempat pulang menjenguk isteri. Kalau hari iiu juga gusti
patih mangkubumi terus menyerahkan surat balasan, ah, aku
terpaksa harus cepat2 kembali ke Kahuripan lagi. Wa laupun tak
diketahui gusti patih Dipa, tetapi rasanya takut aku hendak
pulang menjenguk rumah. Patih Dipa pernah memberi peringatan
kepadaku "Sandika, apabila engkau sedang melakukan tugas,
jangan sekali-kali engkau memikirkan rumah. Setiap prajurit yang
melakukan tugas tak ubah seperti seorang yang berhadapan
dengan harimau. Jika mundur dan lari tentu akan diterkam.
Tetapi jika seluruh tenaga dan perhatian dicurahkan untuk
menghadapi, harimau itu akan pergi "Uh, aneh, mengapa tugas
membawa surat segawat seperti orang berhadapan dengan
harimau" gumam Sandika seorang diri.
Namun sekalipun hati mengatakan demikian, dia tetap jeri
melanggar larangan yang diberikan patih Dipa bahwa didalam
melakukan tugas, tak boleh mementingkan urusan rumah.
Saat itu matahari sudah condong ke barat. Dari jauh ia melihat
sebuah gerumbul yang menggunduk luas "Ah, sebuah desa"
pikirnya. Kudanya segera dilarikan lebih kencang. Jika
kemalaman, pikirnya hendak meneduh di desa itu.
196 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak berapa lama tibalah ia di desa itu. Desa T roang namanya.
.Walaupun Troang termasuk telatah Kahuripan, tetapi Sandika
tak mau singgah di tempat buyut desa. Sebenarnya apabila dia
mau, pasti akan disambut oleh buyut dengan gembira. Sebagai
seorang utusan patih, buyut tentu akan memperlakukannya
sebagai tetamu agung. Sandika memang agak tolol tetapi jujur dan patuh. Tiba-tiba
saja ia teringat akan pesan patih Dipa bahwa betapapun halnya,
surat itu harus dijaga dengan sungguh agar dapat diterima patih
mangkubumi dengan selamat. Pikirnya, jika ia singgah di
kebuyutan tentulah orang akan tahu siapa dirinya dan apa tugas
yang sedang dilakukan itu. Pada hal patih Dipapun memberi
pesan agar sedapat mungkin menghindari perhatian orang.
Dengan pemikiran yang diliputi cara berpikir secara lugu dan
bersahaja itu, ia singgah di sebuah kedai. Setelah beberapa saat
melepaskan dahaga dan lapar, dia melanjutkan lagi perjalanannya. Telah diputuskan, ia akan menuju ke bandar
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ganggu, menyeberang sungai Brantas lalu ke selatan. Dengan
menempuh jalan itu tentulah dia dapat lebih cepat tiba di pura
kerajaan. Hari sudah makin sore, namun berangkat juga Sandika
melanjutkan perjalanan. Iapun membeli bekal makanan untuk
malam nanti. Kemungkinan apabila keadaan tak mengidinkan, dia
akan bermalam di hutan, di tepi jalan atau di tempat yang
dianggapnya aman. Hari mendekati rembang petang. Sandika masih me larikan
kuda kencang2 agar dapat mencapai bandar Canggu, paling tidak
dapat menemukan suatu tempat yang tidak sesepi hutan. Bulak
demi bulak seolah berlari lari kencang disamping kanan kiri,
pohon2 bagaikan berlomba-lomba lewat di sampingnya. Dan
napas kuda dawukpun mulai memburu keras sehingga
menyerupai dengkur orang tidur.
197 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gaok, gaok ...." tiba2 terdengar suara burung menguak
keras. Ia menengadah ke atas. Seekor burung berbulu hitam
tengah terbang melayang-layang di atas kepalanya.
Seketika timbullah rasa gentar dalam hati Sandika "Burung
gagak" pikirnya dan penyerapan pikirannya tidak berhenti sampai
pada apa yang dilihatnya tetapi terus berkelanjutan pada otakatik yang lebih jauh "Burung gagak perlambang dari peristiwa
yang tidak baik" Ia berusaha untuk menghapus khayal buruk itu tetapi makin
berusaha makin melekat dalam benaknya. Biasanya ia selalu
tertawa mengejek apabila di pura Majapahit ada kawan yang
cemas mendengar bunyi burung gagak. Ia tak percaya dan untuk
membuktikan bagaimana burung gagak itu hanya burung biasa
dan tak mempunyai tuah suatu apa, ia terus menjemput batu
dan melontarkan ke arah burung itu.
Tapi mengapa sekarang ia merasa gentar" Ia tak mengerti
apa sebabnya. Dia memang tak menyadari beberapa hal yang
menyebabkan kecemasannya itu. Di pura ia berkumpul dengan
kawan2 prajurit, suasana dalam asrama dan lingkungan hidup di
pura amat ramai. Tidak demikian dengan keadaan saat itu.
Seorang diri saja ia berkuda di sepanjang jalan pegunungan
yang sunyi senyap pada waktu rembang petang. Dan dia sudah
dibekali beban pesan dari patih Dipa untuk menjaga surat itu.
Dan beban itu lalu melahirkan otak atik pemikiran yang
bermacam-macam, bagaimana kalau nanti tiba2 dia dihadang
penyamun, kalau nanti tiba2 muncul seekor harimau besar
ataupun tiba2 meluncur seekor ular buas, dan lain2 dan lain2.
Serentak ia mengekang tali kendali untuk mengurangi lari
kudanya. Kuda dawuk harus dijaga jangan sampai kehabisan
napas, agar apabila benar2 bertemu bahaya masih siap dapat
ddarikan sekencang- kencangnya. Disamping, dengan lari
pelahan, dapatlah ia berjaga-jaga terhadap setiap bahaya yang
tak terduga-duga. 198 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hari makin petang dan entah bagaimana samar2 Sandika
seperti melihat segunduk benda tegak di tengah jalan. Ia tak
tahu apakah benda itu karena jaraknya masih sepemanah
jauhnya. Tetapi makin mendekati, perasannya mtkin getar,
kekuatiran meningkat "Huh, seperti gunduk bayangan manusia"
pikirnya. Dugaan itu makin mendekati kenyataan manakala ia sudah
semakin dekat "Benar, memang seorang manusia" akhirnya ia
memastikan penglihatannya. Sandika meraba pedangnya untuk
memastikan bahwa senjatanya itu masih berada disisi pelana
kuda. Semangat-nyapun bangkit.
Makin dekat makin tampak nyata bahwa gunduk hitam itu
memang seorang insan, seorang muda dalam pakaian warna
hitam. Wajahnya bersih dari hiasan kumis dan janggut. Ia
hentikan kudanya pada jarak beberapa langkah di muka anak
muda itu. Dipandangnya orang muda itu lekat2 "Ki muda, siapa
engkau?" akhirnya ia menyapa.
"Manusia seperti engkau" sahut orang muda. Suatu permulaan
yang kurang sedap dalam kata2 jawabannya.
Sandika masih menahan diri "Kutahu. Aku tak bermaksud
menanyakan begitu. Aku ingin bertanya siapakah nama ki sanak
dan mengapa ki sanak berada ditempat ini pada saat begini
petang?" "Justeru aku hendak bertanya begitu kepadamu" balas orang
itu "siapa engkau dan mengapa seorang diri engkau berkuda
menyusur jalan pegunungan yang begini sunyi?"
"Hm" dengus Sandika sembari mempertajam pengamatannya
kepada orang itu. Tampak tiada sesuatu yang mencurigakan
pada diri orang itu kecuali pakaiannya yang berlainan dari orang
kebanyakan, menyerupai dandanan seorang anak orang
berpangkat. Diam2 longgar perasaan Sandika karena menganggap bahwa orang muda itu tentulah bukan bangsa
199 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penyamun "ki bagus, aku hendak memburu waktu agar cepat2
dapat mencapai Ganggu dan berma lam disana. Aku hendak
menuju ke pura Majapahit"
"Apa keperluanmu?"
Mengkal hati Sandika karena orang muda itu keliwat usil "Apa
hakmu untuk bertanya begitu ?" desusnya dalam hati. Namun ia
masih dapat menahan diri karena teringat akan pesan patih Dipa
supaya menghindari hal2 yang dapat menimbulkan pertikaian "
Aku hendak menjenguk keluarga yang sakit"
"Hm" tiba2 lelaki muda itu mendesuh "engkau bohong!"
"Hah?" Sandika terkesiap "apa katamu?"
"Engkau bohong!" ulang orang itu seraya menikamkan
pandang tajam ke wajah Sandika "engkau seorang pengalasan
dari seorang priagung, bahkan mungkin seorang prajurit yang
sedang membawa tugas penting"
"Celaka" keluh Sandika dalam hati "Hai, ki sanak" serunya
untuk menutupi getar kejutnya "engkau bertanya, aku
menjawab. Mengapa engkau menuduh aku bohong?"
"Memang engkau bohong!" ulang lelaki muda itu dengan nada
mantap "apa aku berkata salah?"
"Hm, apa alasanmu mengatakan aku bohong?"
"Baik" sahut orang itu "akan kuberikan alasan itu. Tetapi kalau
engkau tetap tak mau mengakui, apa janjimu?"
"Jika memang benar, tentu akan kuakui. Tetapi jangan engkau
coba2 memaksa pengakuanku untuk hal yang tak benar"
"Hm" dengus lelaki muda pula "tak mungkin rakyat biasa akan
menunggang kuda yang terawat setegar itu, lengkap dengan
perakitannya yang bagus. Hanya pengalasan atau prajuritlah
yang memiliki kuda semacam kudamu itu. Kedua, engkau
membekal pedang, suatu senjata yang laz im dibawa oleh bangsa
200 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
prajurit. Dan ketiga, perawakan tubuhmu yang kekar itu,
mengatakan bahwa engkau telah menempuh latihan keprajuritan
yang keras. Masihkah engkau hendak menyembunyikan dirimu?"
Sandika tergagap. Ia telah berusaha menyamar sebagai orang
biasa tetapi ternyata mata lelaki muda itu dengan tajam dapat
menelanjangi rahasia dirinya. Namun karena sudah terlanjur
memteri jawaban, ia harus mempertahankan jawaban itu "Ki
sanak, tidakkah sudah suatu sikap yang baik apabila aku mau
menjawab pertanyaanmu itu" Terserah kepadamu untuk
mempercayai atau tidak. Aku seorang pengalasan atau bukan,
seorang prajurit atau bukan, apa halangan bagimu" Kita tak
kenal mengenal dan kebetulan hanya berselisih jalan. Bukankah
aku tak mengganggu engkau ?"
Lelaki muda itu tertawa kecil "Sudah terlanjur kita bertegur
sapa. Sebenarnya apabila engkau menjawab dengan jujur,
akupun takkan berbuat apa2 kepadamu, bahkan aku juga akan
memberitahukan siapa diriku. Tetapi ternyata engkau bohong.
Aku tak senang kepada orang yang bohong karena kuanggap
engkau tentu bukan orang baik"
Merah wajah Sandika. Sebenarnya dia tak suka juga
berbohong tetapi demi tugas yang dilakukan, terpaksa dia harus
berbohong agar terhindar dari hal2 yang tak diinginkan. Hampir
saja ia menyerah pada tuntutan hati nuraninya yang jujur.
Tetapi tiba2 terlintas sekilas pesan yang pernah diberikan
patih Dipa "Sandika, kutahu engkau jujur dan polos. Itu memang
suatu perilaku yang utama. Tetapi ada kalanya engkau
diwajibkan untuk bohong ialah di-kala engkau sedang melakukan
tugas penting yang menyangkut kepentingan negara atau tugas
yang perlu harus dirahasiakan. Bohong itu disebut bohong-wajib.
Melakukan bohong-wajib, bukan suatu perilaku buruk seperti
bohong biasa" Serentak ditelannya kembali kata2 yang sudah siap hendak
diucapkan kepada lelaki muda itu "Hm, menyebalkan benar orang
201 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini. Apa haknya mengurus diriku. Baiklah aku bersikap keras agar
dia jangan semakin berkeras kepala" pikirnya lalu menghardik "Ki
sanak, jangan engkau lancang mulut. Silahkan menyisih, aku
hendak melanjutkan perjalanan"
Lelaki muda itu tertawa "Ha, ha, ha ... . kata-katamu yang
menghindar dan sikapmu yang gugup, memberi pengakuan
bahwa apa yang kukatakan tadi benar. Jika engkau meminta aku
menyingkir, engkau harus lebih dulu memberi keterangan yang
jujur. Tetapi kalau engkau memang berkeras hendak melanjutkan
perjalanan, silakan!"
"Engkau tetap tak mau menyisih?"
"Jalan ini bukan milikmu. Engkau tak berhak menyuruh aku
minggir. Kalau mau jalan, jalanlah. Akupun bebas untuk berdiri
disini" Melihat sikap dan ucapan lelaki itu, tak dapat lagi Sandika
mempertahankan kesabarannya "Dalam menghadapi orang
semacam ini, kiranya gusti patih tentu takkan menyalahkan diriku
apabila aku bertindak keras" pikirnya.
"Ki sanak, untuk yang terakhir kali, kuminta engkau
menyingkir ke samping agar jangan keterjang kudaku" serunya.
"Siapa melarang engkau melanjutkan perjalanan ?" balas lelaki
itu "silakan saja !"
Karena nyata sedang berhadapan dengan seorang muda yang
ingin cari gara2 maka Sandikapun tidak punya lain pilihan.
Semangat keprajuritan bangkit. Demi kepentingan tugas yang
dipercayakan kepadanya oleh patih Dipa, ia terpaksa harus
menggunakan kekerasan. Maka bersiap-siaplah ia membenahi
diri. Tangan- kiri memegang kendali, tangan kanan mencekal
cambuk dan sekali mengepit perut kuda maka kuda da-wuk
itupun segera lari melaju ke muka.
202 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Uh" ia mendesuh ketika lelaki muda itu menghindar dari
terjangan kuda lalu mengulurkan tangan hendak menyambar
lengan. Gerakannya amat tangkas. Sandikapun cepat ayunkan
cambuk menghajar tetapi tiba-tiba orang itu lenyap dan sebelum
Sandika sempat mengetahui kemana orang itu, maka kakinya
terasa dicengkeram sebuah tangan keras. Ia terkejut dan hendak
meronta. Tetapi sebelum melaksanakan kehendaknya itu, kakinya
telah ditarik ke bawah. Sedemikian kuat tarikan itu sehingga dia
kehilangan keseimbangan badan dan meluncur turun dari pelana
kuda, bum..... Alangkah sakitnya punggung yang terbanting ke tanah keras
itu sehingga pandang mata Sandika berkunang-kunang. Tulangtulangnya serasa patah, kigin rasanya ia terus rebah saja. Tetapi
serta nanar kepalanya itu pulih, ia menyadari apa yang telah
terjadi dan serentak timbullah kemarahannya terhadap orang
yang telah mencelakainya itu. Dengan mengernyut geraham, dia
paksakan diri untuk berbangkit.
"Hm, ki sanak" tiba2 terdengar suara orang tadi yang ternyata
tegak beberapa langkah di hadapannya "jika aku bermaksud
mencelakai, saat tadi tentu sudah kuhabisi jiwamu. Tetapi aku
tak bermaksud membunuhmu. Aku hanya ingin engkau memberi
keterangan yang jujur. Jika engkau tetap keras kepala, mari kita
lanjutkan lagi adu tenaga"
Rasa kemarahan melelapkan pikiran Sandika akan derita
kesakitannya. Dipandangnya lelaki tak dikenal itu dengan tatap
mata berapi-api. "Rupanya engkau memang gemar bertindak sewenangwenang, main paksa dan main siksa kepada orang. Baik, aku
bersedia menghadapimu"
"Ha, ha, itu makin menunjukkan kebenaran siapa dirimu.
Hanya seorang prajurit yang memiliki s ikap begitu"
203 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sandika terkesiap. Berulang kali dia terkecoh dalam
pembicaraan dengan lelaki muda itu "Jangan banyak mulut,
terima lah pukulanku ini"
Lelaki itu tetap tenang. Ia hanya beringsut sedikit ketika tinju
Sandika tiba, kemudian meluncur beberapa langkah kesamping
"Tunggu dulu" serunya.
"Mau adu lidah lagi?" ejek Sandika setelah menghentikan
serangannya. "Tidak" sahut lelaki muda "hanya ingin mendapat
pernyataanmu" "Soal apa ?" "Soal pernyataan apabila engkau kalah. Apa katamu?"
Sandika menggeram "Engkau yakin tentu dapat mengalahkan
aku ?" "Tentu" sahut lelaki muda itu "dan untuk mengukuhkan
pernyataanku itu ... ." ia mencabut sebuah kantong dari saku
pinggang dan membuka isinya "jika aku tak mampu mengalahkan
engkau, pundi-pundi uang emas ini akan kuberikan kepadamu
dan engkau bebas melanjutkan perjalananmu"
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sampai dimana batas dari kekalahanmu itu"
"Terserah" sahut lelaki muda itu "sampai aku terluka parah,
pingsan atau bahkan dapat juga engkau bunuh"
Panas hati Sandika menerima tantangan itu "Baik, bersiaplah
menghadapi seranganku lagi" serunya seraya bersiap-siap.
Tiba2 lelaki muda itu tertawa.
"Mengapa engkau tertawa?"
"Menertawakan kelicikanmu, ki sanak. Engkau tampak
gembira menerima pernyataanku tetapi mengapa engkau tak
memberi pernyataan juga " Takut atau memang sifatmu licik?"
204 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sandika seorang jujur. Karena kejujurannya dia agak ketolol
tololan. Ma lu mendengar cemohan orang, merahlah mukanya
"Aku tak tak punya apa2. Kalau aku kalah, terserah saja engkau
hendak mengapakan diriku!"
"Cukup ksatrya engkau, ki sanak" seru lelaki muda itu
tersenyum "silahkan mulai"
Sudah tak tahan rasa hati Sandika melihat sikap orang yang
tak memandang mata kepadanya. Gerak terjmgannya disertai
dengan dua buah pukulan keras ke dada dan perut. Di kalangan
prajurit Daha, Sandika terkenal bertenaga kuat dan memiliki daya
ketahanan yang luar biasa dalam menerima pukulan lawan.
Tetapi betapa kejutnya ketika mendapatkan bahwa kedua
pukulan yang dipastikan akan mendarat pada sasaran tubuh
lawan, ternyata masih selisih sekilan. Ia geram sekali. Tanpa
menarik kembali tangan, ia lanjutkan terjangan kemuka "Huh . . .
." ia mendesuh kejut ketika bayang2 orang itu lenyap.
"Eh, aku berada di sini ki sanak. Seranganmu salah arah" tiba2
terdengar suara orang itu berseru di belakang.
Sandika cepat berputar tubuh "Setan "ia loncat menerkam
pula. Pukulan, tendangan, tebasan ataupun terkaman yang
menemui tempat kosong, akan menimbulkan nyeri kesakitan
yang tersendiri. Nyeri di hati, sakit ditulang. Mendongkol dan
gerah. Demikian yang dirasakan prajurit Sandika ketika ia
menerkam angin. Dan serasa uluhatinya tertusuk duri ketika
mendengar orang itu berseru meng< jek pula "Aku disini
mengapa engkau menerkam tempat kosong"
"Pengecut mengapa engkau selalu menghindar" sebagai obat
pelipur kemengkalan hatinya, ia menumpahkan ejek makian.
205 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kerbau dungu, mengapa engkau tak berterima kasih
kepadiku yang memberi kesempatan kepadamu untuk melancarkan serangan?"
"Mengapa eugkau tak berani beradu pukulan ?" teriak
Sandika. "Tidak perlu" sahut lelaki muda itu tanganku terlalu berharga
untuk bersentuhan dengan kulitmu"
"Keparat" bagaikan harimau kelaparan, Sandika terus loncat
menerjang. Dia memang paling tak tahan kalau menerima
ejekan. Hatinya panas sekali. Tetapi apa daya, hati ingin
menerkam gunung namun tangan tak sampai. Bukan karena
tangannya kurang panjang tetapi karena yang hendak diterkam
menghilang !agi. "Aku disini, ki sanak" teriak lawan.
Sepanjang kehidupannya dalam kalangan prajurit, Sandika
pernah mengalami beberapa pertempuran, baik dalam tugas
pasukan yang memberantas pengacau, maupun berkelahi
perorangan. Tetapi baru pertama kali itu dalam sepanjang
pengalamannya ia menghadapi seorang lawan yang benar2
menjengkelkan dan menggelitik hatinya. Jika adu kerasnya
tulang, kuatnya pukulan ia kalah, ia puas. Tetapi yang ini, benar2
membakar hatinya. Sedemikian rupa hawa kemarahan yang
meluap dari dadanya sehingga perutnya mual dan ingin tumpah.
Saat itu benar2 ia lupa akan petuah yang pernah diberikan
patih Dipa, bahwa dalam bertempur menghadapi lawan,
janganlah hati menjadi panas, pikiran kacau. Saat itu ia sudah
kalap dirangsang kemarahan. Setelah berpaling kesamping, ia tak
mau terus loncat menerjang, melainkan berjalan sarat
menghampiri lawan. Diam2 ia girang karena melihat lawan
setapak demi setapak mundur ke belakang. lapun terus
mendesak maju. 206 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hm, mau kemana engkau sekarang" ia tertawa dalam hati
manakala lawan berhenti mundur karena dibelakangnya
terhalang sebatang pohon jati yang besar. Sandikapun berhenti
tiga langkah dimuka orang itu. Sejak semula ia sudah
menghimpun tenaga maka tak mau ia kehilangan kesempatan
yang sebagus itu. Setelah mempersiapkan kuda-kuda, dengan
gaya harimau menerkam, ia loncat menerjang sekuat-kuatnya.
"Uhh .... duk, bluk ...."
Sandika memastikan diri bahwa kali ini tak mungkin
ia gagal lagi maka terjangannya itupun dilambari dengan segenap kekuatan. Ia tak menghiraukan lagi bagaimana akibatnya apabila lawan menangkis karena ia percaya pada tenaganya yang besar. Tak
mungkin lelaki muda yang tampaknya seperti putera bangsa pri-agung itu, dapat
menandingi tenaganya. Tetapi untuk yang kesekian kali bahkan yang
terakhir kali, ia memekik
kaget ketika lawan yang hanya sekilan dekatnya itu
tiba2 menghilang lagi. Dan lebih terkejut ketika menyadari bahwa
pukulan itu akan menyasar ke pohon jati. Derasnya gerak
terjangan yang dilakukan tak memungkinkan lagi baginya untuk
menghentikannya. Namun ia masih memiliki kesadaran untuk
menyelamatkan diri dengan menebarkan jari2 tangannya.
207 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan demikian dapatlah tangannya menebah batang pohon,
suatu gerak yang takkan meremukkan tulang tangan.
Tetapi alangkah kejutnya, ketika saat itu kakinya diserampang
sekeras-kerasnya dan pantatnya didorong sekuat-sekuatnya
kemuka. Ia kehilangan keseimbangan badan, tangan yang
menjulur kemuka itupun kacau dan tak kuasa lagi ia
menyelamatkan mukanya yang membentur pokok pohon. Apa
yang masih dapat dilakukan hanya menjerit keras, setelah itu ia
rubuh terkapar tak berkutik lagi.
"Kerbau edan ini pingsan" kata klaki muda seraya
menghampiri. Digolek-goleknya tubuh Sandika. Ia geleng2 kepala
melihat muka Sandika berlumuran darah. Dahinya pecah "Biarlah,
dia hanya pingsan" ia tersenyum lalu mulai memeriksa tubuh
Sandika. Hasil penelusuran pada pinggang bajunya, ia
menemukan sepucuk surat. Seketika bercahayalah wajahnya.
"Ha, surat, dia membawa surat" ditelitinya surat itu dan
seketika ia merobek dan membaca "Ah, surat dari patih Dipa
kepada patih mangkubumi Arya Tadah di Majapahit" ia terus
membaca dengan pe-perhatian "bagus, bagus" teriaknya gembira
sekali "inilah yang disebut 'pucuk dicinta ulam tiba'. Rupanya
dewata merestui langkahku ...."
Ia berpaling. Dilihatnya Sandika masih tengkurap di tanah "Ah,
kasihan dia. Jika tak bertemu dengan dia, aku tentu tak tahu
peristiwa di Kahuripan. Baik, ki sanak, aku takkan mengganggu
tugasmu" Ia memasukkan surat itu lagi dan menyusupkan ke pinggang
Sandika. Setelah itu dia terus melanjutkan perjalanan menuju ke
Kahuripan. Malampun makin kelam. Hutan berselubung kegelapan, bumi
terlena dalam pelukan kesunyian.
Tengah malam Sandika tersadar tetapi ia rasakan mukanya
berdenyut-denyut sakit dan kepalanya memar. Kesadaran
208 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pikirannya masih nanar dan matapun enggan dibuka. Akhirnya ia
terlelap dalam tidur yang luluh. Tak menghiraukan apa2 lagi
kecuali ingin tidur. Keesokan hari ketika surya memancar, ia terbangun.
Semangatnya terasa lebih segar walaupun nyeri pada dahinya
yang pecah itu masih menggigit-gigit. Mulai ia menggeliat
bangun. Setelah duduk, ia masih merasakan pandang matanya
berbuai-buai seperti diayun. Untunglah lama kelamaan makin
berkurang dan makin mulai tenang. Ia mulai dapat melihat
bahwa yang dihadapannya itu gerumbul pohon yang hijau
daunnya. Menengadahkan pandangan, ia melihat langit biru yang
cerah. Iapun coba untuk berpaling ke samping kanan dan
merentanglah kelopak matanya lebar2 ketika melihat beberapa
gunduk benda menyerupai patung.
"Ah, patung" gumamnya dalam hati seraya berpaling ke kiri
"uh" ia terbeliak pula "patung2 lagi. Dimanakah aku saat ini?" ia menarik pandang dan memejamkan mata. Untuk menjernihkan
daya penglihatan dan pikiran.
Usahanya itu berhasil. Berangsur-angsur daya i-ngatannya
mulai kembali dan mulai ia berusaha untuk mengingat apa yang
terjadi pada dirinya "Hai" tiba2 ia memekik lalu merogoh
pinggang, saku dan baju "kemana surat itu ... ." rasa kejut telah
menggelorakan darahnya dan serentak diapun melonjak berdiri,
memandang ke samping "Hai, kamu" kembali dia berteriak dalam
gelombang kejut yang menggetarkan ketika menyadari bahwa
gunduk2 benda yang disangkanya patung itu ternyata manusia
hidup. Sekawan lelaki yang kekar dan berkumis seram. Mereka
memakai topeng sehingga menimbulkan pemandangan yang
menakutkan. "Kamu . . . manusia atau . . . hantu ?" seru Sandika pula.
"Engkau masih bermimpi atau sudah sadar?" salah seorang
yang duduk paling depan, balas bertanya.
209 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku sadar" sahut Sandika "siapa kamu" mengapa kamu
berada disekelilingku ?"
"Menunggumu" sahut orang bertopeng itu.
"Menunggu aku" Apa maksudmu?" Sandika makin heran.
"Ingin bertanya tentang dua buah benda. Kalau milikmu, akan
kukembalikan" "Benda apa?" "Lihat apa yang tertambat pada pohon waru itu" seru orang
itu seraya menunjuk ke arah pohon waru yang berada beberapa
tombak jauhnya. "Kuda! Dawuk, kudaku! Apa engkau mencuri kuda itu ?"
Orang itu mendengus "Hm, ki sanak, peliharalah lidahmu
kalau bicara dengan orang. Kalau mencuri mengapa kukatakan
hendak mengembalikan kepadamu ?"
"O, engkau hendak mengembalikan kepadaku" Terima kasih"
seru Sandika girang "tetapi mengapa engkau dapat menemukan
kudaku itu?" "Ditengah jalan kami melihat seekor kuda tengah lari kencang.
Menilik kuda itu lengkap dengan pelana, tentulah milik
seseorang. Tetapi kuda itu tak ada penunggangnya. Kamipun
menangkap dan membawanya. Tiba di tempat ini, kulihat engkau
rebah. Kuminta kawanku membangunkan engkau tetapi ternyata
engkau pingsan. Dahi mukamu berlumuran darah. Maka kamipun
menunggu disini" Sandika yang jujur, merasa berterima kasih atas pertolongan
orang yang menemukan kuda dan menjaganya waktu ia pingsan
"Terima kasih, ki sanak atas budi kebaikanmu"
"Tak perlu berterima kasih" kata orang itu "asal engkau tak
kurang suatu apa, kami sekalian sudah ikut girang. Tetapi
210 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengapa engkau pingsan di hutan ini" Apa yang terjadi
padamu?" Telah dikatakan bahwa Sandika itu seorang yang jujur dan
polos. Melihat bahwa orang yang tak dikenal itu telah
melepaskan kebaikan, mengembalikan kudanya dan membawakan pembicaraan yang bernada memperhatikan
dirinya, ia lupa diri. Lupa untuk menaruh kecurigaan terhadap
gerombolan orang yang bertopeng. Bukan laku orang yang baik
apabila dipagi hari masih mengenakan topeng muka. Umumnya
kawanan penyamun dan penjahat yang berbuat begitu agar tak
diketahui ciri2 wajahnga.
Tetapi kejujurannya telah melepaskan kesemua itu. Demikian
sifat orang jujur dem ikian pula perangai Sandika. Dan serentak ia
menuturkan peristiwa yang terjadi semalam.
"O, dimanakah orang muda itu ?" seru orang bertopeng.
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Entah, aku pingsan dan tak tahu apa yang terjadi
selanjutnya" "Ki sanak" kata orang bertopeng itu dengan nada bersahabat
"sesungguhnya engkau dari mana dan hendak menuju kemana?"
Kembali kejujuran Sandika terpancing oleh keramahan tutur
bahasa orang bertopeng "Aku dari Kahuripan hendak menuju ke
pura Majapahit" "O, engkau tentu sedang melakukan tugas penting. Maafkan,
ki sanak, kami datang terlambat sehingga tak dapat memberi
pertolongan kepadamu. Kelak kalau bertemu dengan lelaki muda
itu tentu akan kami balaskan kesakitan yang engkau derita dari
dia" Makin berterima kasih hati Sandika kepada orang bertopeng
itu. Dan ketika orang bertopeng itu mengajukan pertanyaan
tentang tugas yang sedang dilaksanakan Sandika, prajurit itupun
segera memberitahu. 211 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki sanak" kata Sandiba "sebenarnya tugas ini harus
kurahasiakan. Tetapi karena ki sanak dan kawan-kawan telah
menolong aku, akupun akan memberitahukan. Tetapi maukah ki
sanak berjanji untuk tidak memberitahukan hal itu kepada lain
orang?" "Tentu saja akan kusimpan sendiri. Menolong-pun aku
bersedia mengapa hendak mencelakaimu" kata orang bertopeng
itu. "Aku seorang pengalasan yang sedang diutus gustiku untuk
menyampaikan surat kepada gusti patih mangkubumi Arya Tadah
di pura kerajaan" "Siapa gustimu?"
"Gusti patih Dipa"
"O, patih Daha itu?" walaupun agak terkejut tetapi orang
bertopeng itu masih dapat menyelimuti nadanya dengan irama
ramah. "Engkau kenal dengan gusti patih ?"
"Siapa yang tak kenal dengan patih Daha yang termasyhur itu
Seluruh kawula Majapahit tentu mengenalnya"
Sandika mengangguk-angguk. Ia gembira karena gustinya
disanjung-sanjung. "Apakah gusti patih Dipa berada di Kahuripan?" tanya orang
bertopeng pula. "Ya" sahut Sandika tetapi tiba2 ia teringat bahwa patih Dipa
tentu sudah berangkat ke Tumapel. Ia harus memperlengkap
kejujuran dari keterangannya "tetapi saat ini gusti patih sedang
ke Tumapel" "O" orang bertopeng itu terkejut "ke Tumapel" Apakah
tujuannya?" 212 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, ki sanak, soal itu aku tak tahu dan memang tak
diberitahu oleh gusti patih" Sandika mengangkat bahu. Tiba2 ia
teringat sesuatu "Eh, ki sanak, mengapa kalian mengenakan
topeng muka " Siapakah sesungguhnya kalian ini ?"
Orang itu terkejut dalam hati tetapi setelah melangsungkan
pembicaraan beberapa waktu dengan Sandika dia dapat menilai
siapa dan bagaimana Sandika itu. Dan tahu pula bagaimana cara
ia harus menghadapinya "Ki sanak, memang kami mempunyai
tujuan tertentu mengapa kami sampai mengenakan topeng.
Tetapi percayalah, yang jelas kami bukan penjahat dan kamipun
tak bertujuan buruk terhadap engkau. Kami ingin menolong
orang menderita" "Menolong itu suatu perbuatan baik" sahut Sandika "jika
berbuat baik mengapa takut diketahui orang ?"
"Ki sanak" orang itu tertawa "berbuat baik, merupakan tujuan
den langkah kami. Dan didalam melakukan kebaikan itu kami tak
ingin menerima balas suatu apa. Oleh karena itu biarlah orang
yang kami tolong itu tak mengenal wajah kami. Bagaimana
pendapatmu, ki sanak, adakah cara kita ini tak benar?"
Sandika mengangguk-angguk.
"Begini ki sanak" kata orang itu pula "dalam melaksanakan
tujuan berbuat kebaikan itu, kadang kami harus berurusan
dengan prajurit, narapraja bahkan pembesar2 yang berpangkat
demang, tumenggung dan mentri Untuk mengamalkan kebaikan,
kami teipaksa harus menentang kejahatan. Dan dalam
memberantas kejahatan itu kamipun tak pandang bulu. Entah dia
seorang rakyat biasa, entah orang yang berpangkat. Demi
menjaga kelangsungan dari tindakan itu maka terpaksa kami
harus merahasiakan diri kami"
"O, ya" Sandika mengangguk "jika demikian, alasan kalian
memang dapat diterima. Eh, ki sanak, bukankah tadi engkau
213 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengatakan hendak menyerahkan dua buah benda. Kuda sudah
engkau serahkan lalu a-pakah yang satu lagi?"
"Ini" seru orang bertopeng itu seraya mengacungkan sepucuk
surat "kami menemukan surat itu bertebaran di sampingmu.
Betulkah surat ini m ilikmu ?"
"Benar" Sandika gopoh menyahut seraya mengangsurkan
tangan berikan kepadaku"
"Baik, tentu akan kuberikan" kata orang bertopeng itu "tetapi
lebih dahulu aku hendak meminta penegasanmu dengan jujur.
Adakah semua keterangan yang engkau berikan kepadaku itu,
benar semua ?" "Demi Batara Agung aku bersumpah bahwa tak ada secuplik
kata2 yang bohong dalam keterangan itu"
"Baik, aku percaya. Tetapi ingat, ki sanak, aku dan
rombonganku berjuang untuk menuntut kebenaran dan keadilan.
Bohong termasuk berlawanan dengan kebenaran. Akan kami
tumpas. Maka apabila ternyata keteranganmu itu tidak benar,
kelak apabila kita berjumpa lagi, terpaksa kami akan
membunuhmu" Sandika terkejut tetapi cepat ia memberi pernyataan "Baik,
aku bersedia" Orang itupun segera menyerahkan surat kepada Sandika.
Sejenak memeriksa surat itu, Sandika menegur
"Ki sanak, jawablah yang jujur" serunya "adakah engkau
membuka dan membaca surat ini ?"
"Tidak" sambut orang bertopeng itu serempak "apa
kepentingan surat itu dengan kami. Tidak ada sama sekali"
Kembali Sandika terkesan akan jawaban orang yang bernada
tegas dan jujur, lapun percaya.
214 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ki sanak, kiranya sudah cukup lama kita berbincang- bincang.
Jika lukamu sudah baik, silakan engkau melanjutkan perjalanan
dengan kudamu lagi. Aku dan rombongan kawan2 pun akan
meneruskan perjalanan"
Setelah memberi salam dan terima kasih, Sandika lalu
mencongklangkan kudanya. Beberapa saat kemudian diapun
sudah lenyap dibalik tikung jalan"
Sementara orang bertopeng tadi segera dikerumuni oleh
kawan-kawannya. Mereka tertawa gelak-gelak.
"Bagus Brawu, engkau pandai benar menggelitik si kerbau
dungu itu" seru mereka kepada orang bertopeng yang melayani
pembicaraan dengan Sandika tadi.
Lelaki bertopeng yang dipanggil Brawu itu diam saja.
Beberapa saat kemudian baru dia berkata "Sudahkah kakang
sekalian puas tertawa?"
"O, ya, ya" seru beberapa kawannya.
"Jika sudah, mari kita berunding" kata Brawu "bagaimana
tindakan kita setelah tahu bahwa patih Dipa berada di Tumapel.
Apakah kita menyusul kesana ataukah kita tunggu saja dia disini"
"Apakah dia tentu kembali ke Kahuripan?" tanya seorang
bertopeng. "Tentu" sahut Brawu "surat itu besasal dari patih Dipa kepada
patih mangkubumi Arya Tadah yang maksudnya mengatakan
bahwa dewasa ini Kahuripan sedang diamuk wabah penyakit
ganas dan aneh. Rani Kahuripan belum dapat menghadap ke
Majapahit dan patih Dipapun akan menetap di Kahuripan untuk
bantu menanggulangi bencana itu. Mohon hal itu dihaturkan
kepada para gusti Sapta-prabu"
Dalam pungumpulan pendapat ternyata terbagi dua rencana.
Ada yang menginginkan supaya menyusul ke Tumapel dan ada
215 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang berpendapat lebih baik tunggu di tempat itu untuk
mencegat perjalanan patih Dipa.
"Lalu bagaimana pendapatmu, Brawu?" teriak orang2
bertopeng itu. Rupanya mereka mengindahkan kepada Brawu.
Dan memang menilik sikap Brawu dalam menghadapi Sandika
tadi, dialah yang memegang pimpinan atas gerombolan orang
bertopeng itu. "Kedua-duanya benar" sahut Brawu "kita kirim beberapa
kawan ke Tumapel untuk menyelidiki patih Dipa. Apabila patih itu
benar berada di Tumapel supaya terus dibayangi perjalananannya. Dan sebagian besar lagi tetap menunggu disini.
Begitu patih Dipa muncul, kita sergap!"
Sekalian orang bertopeng itu berseru memuji buah pikiran
kawan mereka yang disebut Brawu itu "Brawu, segeralah engkau
atur, siapa2 yang harus ke Tumapel dan siapa yang tinggal disini"
seru mereka. "Untuk ke Tumapel tak perlu beberapa orang, cukup dua
orang saja, kakang Suragupita dan Surapa-nawa" sahut orang
bertopeng yang disebut Brawu.
"Baik, aku dan kakang Surapanawa siap melakukan tugas"
seru dua orang bertopeng yang tampil kehadapan Brawu.
"Lepaskan topengmu dan menyamarlah sebagai rakyat biasa.
Jangan bertindak sendiri. Menurut keterangan paman Windu
Janur, patih Dipa amat sakti mandraguna. Gurunya seorang
brahmana yang bernama Anuraga. Paman Windu Janur kalah
sakti dengan brahmana Anuraga itu"
"Lalu bagaimana tugas kami berdua?"
"Cukup membayangi gerak geriknya" kata Brawu. Kemudian
berseru kepada enam orang "kakang Surabangga, Suracindaga,
Suralamong, Surapangkah, Suradriya, Suraluwih berenam,
supaya ikut dengan kakang Suragupita dan Surapanawa. Tetapi
216 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai di desa Kedungpeluk, kalian berenam berhenti disitu. Jika
kakang sekalian menganggap mampu untuk menyirnakan patih
itu, bolehlah kakang sekalian turun tangan. Kurasa enam orang
mungkin cukup untuk membunuhnya"
Enam orang bertopeng yang disebut namanya itu mengiakan.
Kemudian Brawu melanjutkan perintahnya "Kakang Surabandu,
kuserahi kakang menjaga disini bersama sembilan kakang lain.
Aku bersama kakang Su-rablega akan masuk ke Kahuripan"
Seorang bertopeng yang bertubuh tinggi besar mengiakan
"Baik, Brawu, akan kulaksanakan perintahmu dengan sebaikbaiknya" Demikian setelah selesa i membagi tugas, maka berangkatlah
kawanan orang bertopeng itu menurut rencana yang telah
ditentukan Brawu. Sementara itu Sandika yang melanjutkan perjalanan telah
mencapai bandar Canggu. Ia melanjutkan pula perjalanan dan
saat itu dia sedang melarikan kuda meninggalkan bandar
Canggu. Belum berapa lama ia berkuda tiba2 ia mendengar suara lari
kuda yang bergemuruh di belakang. Iapun berpaling. Ia terkejut
ketika melihat sekawan penunggang kuda yang terdiri dari enam
orang, tengah mencongklangkan kuda dengan deras. Ia terkejut.
"Apakah mereka hendak mengejar aku ?" Sandika menimangnimang. Ia mengingat apakah selama singgah di bandar Canggu
tadi, ia telah memperlihatkan gerak-gerik yang menimbulkan
kecurigaan orang "Ah, tidak" akhirnya ia membantah "akupun
sengaja masuk ke sebuah kedai kecil untuk makan. Begitu pula
aku tak tertarik untuk melihat pertunjukan adu ayam yang
menurut keterangan orang, diselenggarakan oleh prajurit2
Palembang yang sebagian masih bermukim di sekitar Canggu"
Setelah menimang, mengingat-ingat dan merenungkan bahwa
selama singgah di Canggu yang tak berapa lama itu, ia tak
217 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa menonjolkan diri maka iapun menghibur diri "Ah,
mungkin mereka tidak punya sangkut paut dengan aku. Mereka
tentu hendak menempuh perjalanan sendiri"
Dengan pemikiran itu tenanglah hati Sandika. Iapun melarikan
kuda dawuk seperti biasa. Tetapi ia memperhatikan bahwa
congklang keenam kuda dari belakang itu makin lama makin jelas
karena makin dekat. Saat itu ia tiba di jalan yang sepi. Matahari sudah berada di
barat. Berulang kali ia coba menghapus, segala keresahan yang
mengganggu pikiran tetapi tetap selalu timbul rasa tak enak.
Sebenarnya ia ingin melarikan kuda sekencang-kencangnya
tetapi tidakkah hal itu bahkan akan menimbulkan kecurigaan
orang" Ah, biarlah berlari seperti biasa saja, akhirnya ia
mengambil keputusan. Tak selang berapa lama ketika melintas sebuah bulak dan
memasuki sebuah hutan kecil, keenam penunggang kuda itupun
sudah dekat dibelakangnya.
"Hai, ki sanak, berhentilah" tiba2 terdengar salah seorang dari
kawanan penunggang kuda itu berseru
Sandika terkejut. Jelas tiada lain orang lagi disekeliling tempat
itu kecuali dirinya. Tentulah seruan itu ditujukan kepadanya. Ia
berpaling tetapi secepat itu pula keenam penunggang kudapun
sudah meluncur di samping dan mendahului ke depan. Sandika
terkejut ketika keenam penunggang kuda itu hentikan kuda,
memutar ke, belakang dan menghadang di tengah jalan "Uh"
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk menghindari tubrukan, cepat2 Sandika mengekang kendali
sehingga karena dihentikan secara mendadak, kuda dawuk
meringkik keras, kedua kaki depan melonjak keatas.
Setelah dapat menguasai kuda dawuk, Sandika menegur "Hai,
mengapa kalian menghadang jalan?" Saat itu dia baru sempat
memperhatikan bahwa keenam penunggang kuda itu bertubuh
kekar dan masing2 menyelipkan pedang pada pelana kudanya.
218 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Salah seorang, mukanya ditutup dengan sehelai kain hitam
dengan berlubang pada bagian mata, hidung dan mulut.
"Untuk menyingkat waktu" penunggang yang mukanya
bertutup kain hitam ajukan kuda ke muka kuda Sandika dan
menjawab "kuminta engkau serahkan semua milikmu"
Sandika terkejut. Saat itu ia menyadari apabila berhadapan
dengan kawanan begal berkuda "Aku tak membawa apa-apa"
"Hm, benar?" orang itu menegas "jangan bergerak, akan
kusuruh anakbuahku memeriksamu"
Sandika terbeliak. Ia panas dan dingin menegur kawanan
begal itu. Tetapi ia hanya seorang dan mereka berenam,
dapatkah ia menghadapi mereka" Bukan karena ia takut mati
tetapi bagaimana dengan tugas yang harus dilaksanakan itu "
Tidaklah ia akan mengecewakan kepercayaan patih Dipa" Jelas
surat itu tentu amat penting sekali.
"Baik. periksalah" akhirnya ia menindas kemarahannya dan
memaksa diri untuk bersikap sabar.
Penunggang kuda bertutup kain hitam itu segera memerintahkan dua kawannya untuk memeriksa Sandika. Mereka
tak menemukan apa2 kecuali sedikit uang dan sepucuk surat.
"Kembalikan uang itu kepadanya" perintah orang bertutup
kain hitam seraya menerima surat dari anakb'iahnya. Setelah
membaca, tampak cahaya wajahnya mengerut tegang "O,
engkau pengalasan dari patih Dipa ?"
"Ya" sahut Sandika dengan wajah membesi. Ia mengharap
akan terjadi suatu perobahan pada orang itu.
"O, maaf, ki sanak" tiba2 orang itu berseru seraya
mengembalikan surat itu kepapa Sandika " dimanakah sekarang
gusti patih Dipa " Apakah gusti patih berada-di Kahuripan?"
219 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sandika tak lekas menjawab. Ia menimang. Menilik
keadaannya, jelas kawanan penyamun itu jeri terhadap patih
Dipa. "Kami pernah ditolong oleh gusti patih. Sampai kini kami
belum mendapat kesempatan untuk membalas budi kebaikannya.
Apabila gusti patih masih berada di Kahuripan, kami akan
menghadap kesana" "Hm, benar dugaanku" pikir Sandika "memang gusti patih
amat termasyhur. Kaum brandal, begal dan penjahat takut
kepadanya" Tiba2 orang yang bertutup kain hitam itu mencabut sebuah
kantong dan dianggurkan kearah Sandika "Ki sanak, terimalah
pemberianku ini. Jangan engkau menafsirkan apa2 kecuali
anggaplah sebagai suatu bulu-bekti dan permohonan maaf atas
tindakanku tadi terhadap engkau, pengalasan dari gusti patih
yang kami hormati itu"
Sandika gelengkan kepala "Tidak perlu. Gusti patih melarang
anakbuahnya untuk menerima pemberian orang"
"Ah, tetapi kami telah bersalah"
"Cukup asal engkau sudah menyadari dan jangan melakukan
kejahatan lagi" "Terima kasih, ki pengalasan" sahut orang itu "tetapi maukah
engkau memberitahu dimanakah saat ini gusti patih berada"
Kami benar2 ingin menghadap gusti patih"
Tahu orang begitu mengindahkan sekali kepada patih Dipa,
Sandikapun tak menaruh prasangka apa2 lagi
"Jika hendak menghadap gusti patih, tunggulah sampai hari
pasara yang mendatang"
"Di mana?" "Kahuripan" 220 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"O, gusti patih tak berada di Kahuripan?" seru orang itu.
Sandika gelengkan kepala.
"Lalu di mana gusti patih saat ini ?""
"Jangan mendesak aku" teriak Sandika "aku tak boleh
memberitahukan kepada siapapunjuga"
"Rahasia?" Sandika mengangguk.
Orang itu diam sejenak lalu berkata pula "Baiklah, aku takkan
mendesakmu. Tetapi kuminta engkau mau memberitahukan, di
mana aku dapat menunggu gusti patih?"
Sandika menimang pula. Ia mendapat kesan bahwa
gerombolan itu sangat menghormat kepada patih Dipa Ia
percaya bahwa apa yang mereka katakan pernah mendapat
pertolongan patih Dipa, tentu benar. Adakah ia harus
mengecewakan keinginan orang yang hendak bermaksud baik"
Tetapi kalau ia memberitahu, jelas melanggar pesan patih Dipa.
"Ki pengalasan, tolonglah" orang itu mendesak pula.
Tiba2 Sandika mendapat akal "Karena engkau bersungguhsungguh hati hendak menghadap gusti patih maka akupun akan
memberi petunjuk. Tunggulah di luar pura Kahuripan. Paling
lambat pasara yang akan datang ini, gusti patih tentu tiba"
"Terima kasih, ki pengalasan" sambut orang itu "tetapi agar
kami benar2 berhasil, maukah engkau menyempurnakan
petunjukmu itu dengan sedikit penjelasan lagi?"
"Apakah masih kurang jelas?"
"Masih ada sedikit lagi yang hendak kutanyakan" kata orang
itu "luar pura arah yang manakah kami harus menunggu gusti
patih" Utara, timur, barat atau selatan ?"
"Selatan" 221 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar orang itu menghela napas longgar sesaat
mendengar keterangan dari Sandika. la mengucapkan terima
kasih lalu mempersilakan Sandika melanjutkan perjalanan.
Setelah mergantar pandang hingga bayang2 kuda Sandika
lenyap di kejauhan, barulah orang itu membuka kain kerudung
mukanya "Hm, sungguh tak kuduga kita akan mendapat hasil
begini mudah" "Lalu bagaimana langkah raden?" seru salah seorang
pengiringnya. "Kita ke Kahuripan dan mencari tempat di hutan yang sepi di
luar pura. Siapkan semua alat keperluan dan kali ini jangan
sampai gagal. Patih itu harus dilenyapkan!"
Keenam penunggang kuda itu segera kembali lagi ke Canggu.
Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan ke Kahuripan.
Kini jumlah mereka bertambah dua orang sehingga rombongan
itu terdiri dari delapan orang.
"Kakang Lembang" tiba2 penunggang kuda yang berada disisi
orang yang kemarin memakai kain penutup muka, berkata
"adakah kakang menganggap rombongan kita sudah cukup untuk
menyelesaikan karya ini ?"
"Arya Dinar" sahut orang yang disebut Lembang "menyangsikan kekuatan rombongan ini sama halnya dengan
tidak percaya kepada dirimu sendiri. Betapalah kesaktian patih
Dipa jika menghadapi kita berdua dengan enam orang prajurit
pilihan dari pasukan Palembang" Apa engkau takut, Dinar?"
"Ah, tidak kakang Lembang" Arya Dinar tersipu2 menyahut
"bukan karena takut, kakang, melainkan karena aku tak
menginginkan karya kita kali ini akan gagal"
"Jangan kuatir" kata Arya Lembang "kali ini kita pasti dapat
menyelesaikan karya. Tetapi yang penting, jangan sekali-kali
jejak kita dapat diketahui orang"
222 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika begitu" sambut Arya Dinar "aku mempunyai rencana
bagus untuk menghapus jejak. Setujukah kakang apabila mayat
patih itu kita tanam atau lemparkan saja ke bengawan Brantas?"
"Bagus, Dinar" Arya Lembang memuji "ya, benar kita dapat
menghapus jejak dengan cara itu. Dinar, kali ini jangan sampai
kita gagal. Hilangnya patih Dipa akan membawa pengaruh besar
bagi kelestarian para arya dipucuk pimpinan Majapahit"
"Kakang....." tiba2 Arya Dinar berteriak pelahan seraya
melekatkan pandang mata ke muka "dengarlah !"
Arya Lembang tertegun dan memancang pendengaran "Apa
yang engkau maksudkan?" tanyanya.
"Sayup2 kudengar derap lari kuda" kata Arya Dinar "apakah
kakang tak menangkap suara itu?"
"Belum" Arya Lembangpun lalu memasang telinga.
Sementara itu Arya Dinar turun dari kuda dan berjongkok
melekatkan telinga pada tanah "Dua ekor kuda tengah berlari
menuju ke arah kita sini, kakang" serunya sesaat kemudian.
Arya Lembang terkejut. Sampai saat itu ia belum berhasil
menangkap sesuatu bunyi "Ah, jangan mengada-ada, Dinar.
Benarkah keteranganmu itu?"
"Jika aku salah, potonglah lidahku" Arya Dinar memberi
pernyataan tegas. "O, ya, ya, benar, sekarang kudengar juga suara debur
pelahan tetapi deras. Memang menyerupai dengan lari kuda.
Berapa ekor kuda, katamu?"
"Dua ekor" "Ah, aku tak dapat membedakan jumlahnya"
"Kakang Lembang, apakah kakang tak bermaksud mempersiapkan langkah, misalnya, kita akan bersembunyi dibalik
223 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerumbul pohon di tepi jalan ini atau tetap berada di tengah
jalan?" Lembang cepat sudah mendapat rencana "Engkau dan aku
tetap ditengah jalan sedangkan rombongan kita yang lain
bersembunyi disekitar tempat ini
Seusai keenam anakbuah Arya Lembang berhamburan
menyusup dibalik gerumbul dan batu maka derap kuda itupun
makin terdengar jelas dan beberapa saat kemudian di
penghujung jalan sepenjangkau pandang mata, muncul dua
penunggang kuda yang tengah men-congklangkah kudanya.
"Engkau benar Dinar, memang dua orang penunggang kuda"
kata Arya Lembang. "Kita bersiap-siap saja" sahut Arya Dinar.
Tak berapa lama kedua penunggang kuda itupun makin dekat.
Mereka ternyata Suragupita dan Surapanawa yang diperintah
oleh pimpinannya yani T oh Brawu untuk mencari jejak patih Dipa
ke Tumapel. Saat itu mereka tidak mengenakan topeng dan
berdandan seperti orang desa. Mereka terkejut ketika melihat
dua orang penunggang kuda tengah berhenti di tengah jalan.
Dan makin terkejut manakala melihat kedua orang itu mukanya
ditutup dengan kain hitam.
Tiba pada jarak lebih kurang dua tombak dari tempat Arya
Lembang dan Arya Dinar, Suragupita dan Surapanawa hentikan
kuda "Ki sanak, maaf, kami hendak lalu" seru Suragupita.
"Siapa kalian?" tegur Arya Lembang.
"Kami berdua hendak menuju ke bandar Canggu"
"Darimana asal kalian?"
"Dari desa telatah Kahuripan"
"Apa tujuan kalian ke Canggu ?"
224 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suragupita tak senang menerima pertanyaan itu. Ia teringat
akan keadaan Sandika yang menerima pertanyaan serupa dari
Toh Brawu. Kini dia baru mengalam i sendiri betapa perasaan hati
apabila menderita tekanan pertanyaan semacam itu.
"Cukup" seru Suragupita "jangan terlalu mencampuri urusan
orang" "Hm, ki sanak" kata Arya Lembang "kulihat engkau bukan
rakyat biasa, melainkan salah saiu dari dua golongan. Jika bukan
bangsa prajurit tentulah kawanan penyamun"
Merah muka Suragupita. Telinganya terasa panas
"Ki sanak, apa kehendakmu menghadang perjalananku ini ?"
"Engkau harus memberi jawaban yang jujur. Engkau prajurit
atau penyamun!" "Kedua-duanya bukan!"
"Hm, rupanya engkau keras kepala" seru Arya Lembang
"masih kuberi kesempatan lagi. Jawablah, engkau orang dari
mana?" "Apa kepentinganmu bertanya demikian?"
"Untuk menentukan langkah, pantaskah kalian kulepas atau
kutawan" Suragupita menggeram "Hm, di bawah sinar surya dan di
tengah jalan raya, ternyata terdapat orang yang bertingkah
seperti raja ...." "Memang demikian" sambut Arya Lembang "kami adalah raja
di daerah ini. Siapa berani menolak perintah, tentu mati"
Rupanya Surapanawa yang sejak tadi diam, tak kuasa lagi
menahan kemarahannya "Setan, jangan bermulut besar engkau "
ia terus ajukan kuda kehadapan kuda Arya Lembang dan tar . . .
tiba2 ia mencambuk kuda Arya Lembang. Kuda terkejut,
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
225 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melonjak dan loncat membinal ke muka. Melihat itu Suragupita
juga bergerak mencambuk kuda Arya Dinar. Kuda Arya Dinar-pun
mengalami nasib seperti kuda Arya Lembang.
"Cepat kita lari" seru Suragupita seraya con-klangkan kuda
diikuti Surapanawa. Tetapi alangkah kejut mereka ketika di
sebelah muka tiba2 muncul dua orang yang menghadang dengan
tombak menyongsong. Pada saat Suragupita dan Surapanawa
hentikan kuda maka dari sebelah kanan dan kiri jalan, muncul
empat orang membekal busur dan panah.
Suragupita dan Surapanawa menyadari bahaya yang
mengelilinginya. Pimpinan mereka, Toh Brawu, telah memilih
kedua orang itu untuk ke Tumapel membayangi jejak patih Dipa.
Sudah tentu pilihan itu didasarkan atas kenyataan2 yang dimiliki
kedua orang itu. "Panawa, kita terjang" bisik Suragupita seraya mencabut
pedang yang diletakkan ditangan kiri sedang tangan kanan tetap
mencekal cambuk, kemudian ia memacu kuda menerjang ke
muka. Terdengar kuda meringkik keras dan debur tanah yang
dahsyat ketika kedua ekor kuda Suragupita dan Surapanawa itu
melonjak-lonjak dengan buas. Ternyata pada saat mereka
hendak menerjang kedua orang yang menghadang disebelah
muka, empat orang anakbuah Arya Lembang yang bersembunyi
di kedua tepi jalan muncul lalu me lepaskan anakpanah yang
tepat mengenai pantat kuda. Kuda kesakitan dan melonjak lalu
melaju dengan binal. Baik Suragupita maupun Surapanawa
memang tak mencekal tali kendali. Kuda mereka sudah terlatih
baik dengan begitu dapatlah ia menggunakan kedua tangannya
untuk menyerang penghadangnya. Tetapi karena pantat
terpanah, kuda kesakitan dan mem-binal buas. Sudah tentu
Suragupita dan Surapanawa tak kuasa lagi mempertahankan diri
dan tercampak sekeras-kerasnya.
226 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Uh .... uh ... ." mereka mendesuh kejut ketika dilempar dari
pelana kuda. Kepala Suragupita membentur sebatang pohon dan
kepala Surapanawa terbentur segunduk batu. Keduanya pingsan
dengan kepala berlumuran darah,
"Ha, ha, ha, ha" terdengar anakbuah Arya Lembang tertawa
gelak ketika menyaksikan korbannya menggeletak berlumuran
darah. "Jangan Dinar" seru Arya Lembang ketika melihat Arya Dinar
hendak ayunkan tombak ketubuh kedua korban itu. Saat itu
mereka dapat menghentikan kuda dan melarikan balik ketempat
itu. Kedatangan kedua arya itu tepat disaat Suragupita dan
Surapanawa tercampak dari kudanya "Geledah mereka" Arya
Lembang memberi perintah.
Dua orang prajurit segera melakukan perintah. Beberapa saat
kemudian mereka menyerahkan dua, buah topeng dari kulit "Tak
ada lain2 barang kecuali dua buah topeng kulit ini" kata prajurit.
"Aneh" gumam Arya Dinar yang menerima sebuah topeng dari
Arya Lembang "apa gunanya topeng ini ?"
"Untuk jangan diketahui raut wajahnya, biasanya kaum begal
dan penjahat suka mengenakan topeng" sahut Arya Lembang.
"O, kedua orang itu anggauta gerombolan penyamun?"
"Kemungkinan besar begitu" sahut Arya Lembang.
"Mengapa kakang melarang aku membunuh mereka?"
"Pertama, mereka sebenarnya tidak bersalah kepada kita.
Kedua, kita belum tahu jelas siapa mereka itu. Mungkin bangsa
penyamun tetapi mungkin bukan. Maka janganlah kita sewenangwenang membunuh" "Lalu bagaimana kita bertindak " Tinggalkan mereka disini ?"
"Kita lemparkan mereka kedalam hutan"
227 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah itu tidak berarti membunuh?"
"Tergantung nasib mereka" jawab Arya Lembang "kalau
mereka memang sudah ditakdirkan mati, tentulah mereka akan
mati, entah dimakan binatang buas entah karena kehabisan
darah. Tetapi kalau memang belum takdirnya mati, mereka tentu
mendapat pertolongan" kata Arya Lembang lalu tanpa menunggu
kata2 Arya Dinar, Arya Lembang memberi perintah kepada
anakbuahr.ya supaya kedua korban itu dilempar ke dalam hutan.
Demikian setelah beristirahat beberapa waktu, Arya Lembang
bersama rombongannya segera melanjutkan perjalanan lagi
menuju ke pura Kahuripan.
Ketika hari gelap mereka bermalam di hutan dan keesokan
hari, mereka melanjutkan lagi.
"Eh, mengapa engkau ini, Dinar?" di tengah perjalanan Arya
Lembang menegur Arya Dinar.
"Apanya yang mengapa?" balas Arya Dinar.
"Gila, mengapa engkau mengenakan topeng kulit itu?"
Arya Dinar tertawa, "Tidakkah apabila berpapasan dengan orang, kita akan
dituduh sebagai gerombolan penyamun?" Arya Lembang masih
bersungut-sungut. "Tidak, kakang, Justeru kebalikannya"
"Apa maksudmu?"
"Sesungguhnya aku masih memikirkan kedua orang tadi.
Siapakah mereka " Oleh karena itu maka tiba2 timbul pikiranku
untuk menggunakan siasat. Dengan menggunakan topeng ini
tentu akan cepat mengundang gerombolan mereka keluar. Nah,
saat itu baru dapat kita ketahui siapakah gerangan mereka itu
sebenarnya ?" 228 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah" Arya Lembang mendesuh "engkau hanya cari penyakit
saja, Dinar" "Mungkin begitu tetapi mungkin tidak" sahut Arya Dinar
"dugaan kita hanya terpancang pada kaum penjahat. Tetapi
tidakkah terdapat lain kemungkinan pada diri mereka, misalnya,,
kawan dari pengalasan yang membawa surat patih Dipa itu " Dan
lain2 kemungkinan yang belum tergapai dalam dugaan kita"
Arya Lembang menghela napas "Lalu maksudmu bagaimana?"
"Begini kakang Lembang" kata Arya Dinar "idinkan aku
seorang diri berjalan mendahului rombongan kita"
"Dengan memakai topeng itu?"
"Ya" jawab Arya Dinar "apabila aku dihadang oleh kawan2
kedua orang tadi, dapatlah kakang memimpin anakbuah kita
untuk mengobrak abrik mereka. Dengan begitu kita takkan
menderita kerugian" Sejenak merenung, Arya Lembang menyetujui "Baiklah, Dinar.
Tetapi kuminta engkau beihati-hati dan jangan bertindak
sembarangan sebelum aku datang"
"Baik kakang" kata Arya Dinar. Kemudian dengan mengenakan
topeng, ia segera larikan kudanya mendahului rombongan Arya
Lembang. Siasat yang digunakan Arya Dinar itu memang cepat
membuahkan hasil. Menjelang surya rebah, tiba2 ia mendengar
bunyi sangkakala meraung-raung tinggi. Ia terkejut. Ditempat
yang sesunyi itu tak mungkin terdapat pasukan prajurit.
Sangkakala merupakan terompet yang terbuat daripada tanduk
atau kulit kerang, digunakan untuk memberi aba2 pada prajurit
di medan perang ataupun pertandaan waktu dan peristiwa2
penting dalam kalangan prajurit.
Arya Dinar lebih cenderung untuk menduga bahwa bunyi
sangkakala itu merupakan pertandaan sandi dari suatu
229 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerombolan penyamun. Dugaan itu disesuaikan dengan waktu
dan tempat yang dihadapinya saat itu.
"Hm, akan terjadi sesuatu" pikirnya seraya bersiap-siap,
meningkatkan kewaspadaan dan mempertajam indriya pendengaran. Dia memiliki ilmu yang disebut Genta Kaleleng,
dapat menangkap suara yang bagaimanapun halusnya.
Beberapa saat kemudian- ketika memasuki gerumbul di mana
kanan kiri jalan penuh ditumbuhi pohon- pohon yang rindang dan
lebat, tiba2 ia hentikan kudanya. Indra pendengarannya yang
amat tajam, menangkap desir kesiur angin yang melayang dari
atas pohon. Sesaat kuda berhenti maka sebatang tombak
meluncur dari atas dan menancap ditengah jalan. Diam2 ia
menghela napas longgar. Andaikata ia tak cepat menghentikan
kuda, tentulah ia akan termakan lontaran tombak itu.
"Hai, ki sanak turunlah, jangan menyerang orang secara
menggelap" teriaknya seraya memandang ke arah pohon yang
diduga menjadi tempat persembunyian orang yang melontarkan
tombak. Tetapi pohon itu tak menampakkan gerakan apa2, juga
tiada terdengar suara penyahutan.
"Ki sanak, kalau engkau tak mau turun terpaksa akan
kutebang pohon itu" tiba2 terdengar sebuah suara orang
mendesuh. Saat itu Arya Dinar berpaling menghadap ke samping
kanan dan suara ttu berasal dari belakang. Cepat ia berputar diri
tetapi tak tampak apa2. Ketika ia meghadap ke muka ia terkejut
ketika melihat seorang lelaki bertopeng tegak bertopang tombak
ditengah jalan. Arya Dinar harus berusaha keras untuk
mengendapkan beberapa gelombang kejut yang me landa
hatinya. Terdengarnya suara dari belakang tetapi orangnya
muncul di muka, orang itupun memakai topeng yang menyerupai
topeng yang dipakainya serta perasaan bahwa disekeliiing hutan
itu bersembunyi beberapa kawan dari orang yang menghadangnya. Setelah kejut2 itu mengendap, barulah ia
230 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyapa "Ki sanak, siapa engkau " Mengapa engkau
menghadang perjalananku ?"
"Saat ini engkau menjadi seorang tawanan. Tak berhak
bertanya, hanya harus menjawab pertanyaan"
Arya Dinar menimang. Ia memiliki perasaan bahwa saat itu
dirinya telah dikepung oleh sebuah gerombolan yang
bersembunyi disekeliling tempat itu. Ucapan orang bertopeng
yang bernada secongkak itu makin memperkuat dugaannya "Hm,
aku harus mengulur waktu untuk merangkai pembicaraan yang
panjang dengan orang ini hingga kakang Lembang datang"
pikirnya. "Ki sanak, apa yang hendak engkau tanyaka?" serunya
kemudian. "Siapa engkau dan dari mana engkau memperoleh topeng
itu!" seru orang bertopeng yang tak lain adalah Surabandu. Dia
ditugaskan oleh Toh Brawu, pimpinan gerombolan bertopeng,
untuk menjaga hutan itu bersama sepuluh orang kawan. Bunyi
sangkakala tadi, ditiup oleh salah seorang anakbuah gerombolan
bertopeng yang ditugaskan menjaga di lereng tanjakan.
"Aku seorang kelana. Topeng ini kuperoleh di tengah jalan,
kubeli dari seseorang. Apakah topeng ini m ilikmu ?"
"Di mana engkau membelinya ?"
"Di Ganggu" "Bohong!" bentak Surabandu "serahkan kepadaku"
"O, apakah topeng ini milik ki sanak?"
"Telah kukatakan, engkau tak berhak bertanya hanya wajib
melakukan perintah" Arya Dinar tertawa "O, engkau hendak merampas
kebebasanku" Tetapi apakah kesalahanku?"
231 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Topeng itu milik kawanku, jelas engkau telah mencelakainya
...." "Ha, ha, ha" Arya Dinar menukas tawa "jangan menghambur
fitnah. Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Aku membeli dari
seorang anak. Jika engkau tak percaya, marilah kuantar ke
Canggu mencari anak itu"
"Mengapa engkau harus membeli topeng itu ?"
"O, karena aku senang dengan coraknya yang bagus dan seni
pembuatannya yang indah. Jika tak memeriksa dengan teliti,
mungkin orang tentu sukar membedakan antara topeng itu
dengan wajah yang aseli"
"Hm" desuh Surabandu "menilik kata-katamu, jelas saat ini
aku sedang berhadapan dengan seorang penjahat ulung"
"Ki sanak, jangan melontar tuduhan yang kejam"
"Lihat" seru Surabandu "betapa bagus pakaianmu, kudamu
dan kelengkapan yang engkau bawa. Dan betapa lincah lidahmu
berputar-putar merangkai cerita. Cukup! Aku bosen mendengarnya. Lekas serahkan topeng itu!"
Indriya pendengaran Arya Dinar yang tajam saat itu dapat
menangkap gemuruh derap kuda lari membelah jalan. Diam2
timbullah semangatnya. Arya Lembang sebentar lagi pasti
datang. Serempak pada saat i-tu pun terdengar buny i sangkakala
melengking-lengking tinggi. Naluri Arya Dinar yarg tajam segera
tersentuh oleh perasaan bahwa ketegangan yang mengelilingi
disekitar kanan kiri jalan, pun terasa hilang,
"Lekas serahkan!" tiba2 Surabandu membentak dan mulai
mencabut pedang. Tiba2 Arya Dinar mencabut topeng itu.
Palapa 3^ 232 SD.Djatilaksana
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hah" Surabandu terkejut ketika melihat wajah Arya Dinar
bertutup kain hitam yang berlubang hanya pada bagian mata
hidung dan mulut "Terimalah topengmu ini" tiba2 Arya Dinarpun
melontarkan-topeng itu. Pada saat Surabandu gelagaban
menyambuti, Arya Dinar cepat ayunkan cambuk menghajarnya,
tar..... Toh Brawu pemimpin gerombolan orang bertopeng memilih
Surabandu sebagai pimpinan anakbuah yang menjaga di hatan
itu, memang beralasan. Bahwa menghadapi siasat Arya Dinar
yang melemparkan topeng lalu menghajar dengan cambuk,
Surabandu tak sampai mengalami cidera. Cepat ia membuang diri
berguling-guling ke tanah, menghindar cambuk dan terjangan
kuda Arya Dinar. Surabandu terkejut atas serangan Arya Dinar yang tak
diduganya itu. Tetapi Arya Dinarpun juga terkejut menyaksikan
gerak cepat dari Surabandu yang mampu menghidari
serangannya. Andaikata Arya Dinar terus congklangkan kuda
menuju ke Kahuripan, tentulah dia selamat dari cegatan
gerombolan Surabandu. Tetapi dia tak berbuat demikian. Dia
penasaran karena serangannya tak dapat merubuhkan lawan,
disamping itu dia-pun hendak bergabung dengan rombongan
Arya Lembang yang segera akan tiba. Serentak dia putar kuda ke
belakang lalu menerjang Surabandu pula.
Saat itu Surabandu sudah sempat melonjak bangun.
Terjangan kuda dan cambuk Arya Dinar segera disongsong
dengan menghindar kesamping seraya membabat cambuk, cret .
. . cambuk putus. Arya Dinar terkejut lalu merebahkan diri ke kiri
dan meluncur turun dari punggung kuda. Memang cepat sekali ia
bertindak begitu karena pedang yang memapas kutung cambuk
tidak berhenti sampai di situ tetapi terus me lanjut membabat
pantat kuda. Kuda meringkik lalu mencongklang sekeraskerasnya dengan membawa luka berdarah pada pantatnya.
233 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini Surabandu berhadapan dengan Arya Dinar. Kudanya sama
siap dengan senjata masing2. Karena sudah kenyang terlibat
dalam pembicaraan, Surabandu tak mau bicara lagi. Langsung
dia menyerang. Arya Dinarpun marah. Setelah merangkai dugaan bahwa bunyi
sangkakala tadi tentulah pertanda dari gerombolan orang
bertopeng atas kedatangan rombongan Arya Lembang dan
bahwasanya anakbuah gerombolan bertopeng yang bersembunyi
disekeliling tempat itu tentu memenuhi panggilan sangkakala
untuk menghadang Arya Lembang, maka besarlah semangat
Arya Dinar, la percaya pasti mampu merubuhkan Surabandu.
Pertempuran pedang antara Arya Dinar dengan Surabandu itu
berlangsung amat seru. Gerak Arya Dinar yang mukanya
bertutup kain hitam, menyerupai burung elang yang menyambarnyambar buas. Snrabandu yang mengenakan topeng, bergaya
seperti harimau lapar yang menerkam korbannya. Beberapa saat
kemudian terdengar benturan keras dan hamburan bunga api
ketika pedang kedua seteru itu saling beradu.
Keduanya mendesis kejut dan sama2 loncat mundur untuk
memeriksa senjata masing2. Diam2 keduanya pun terkejut.
Mereka saling menyadari dan mengakui bahwa lawan memang
digdaya. Hal itu menimbulkan keinginan tahu siapakah
sesungguhnya lawan itu. "Jika tak mampu melenyapkan manusia bertopeng ini, tentu
sukar untuk melangsungkan rencana kita menyergap patih Dipa "
pikir Arya Dinar. "Jika tak dapat membunuh orang berkerudung kain hitam ini,
tentu gagallah rencana kita untuk mencegat patih Dipa" demikian
renungan Surabandu pula. "Ah, betapa malu apabila didengar anak2 prajurit apabila aku
tak dapat mengalahkan seorang penyamun bertopeng" Arya
Dinar menimang-nimang. Demikian Surabandu. Dia juga merasa
234 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
malu apabila kiketahui o-leh anakbuah gerombolannya bahwa dia
tak dapat mengatasi seorang lawan yang tak diketahui asal
usulnya. Arya Dinar merupakan salah seorang senopati dari pasukan
Sriwijaya yang bermukim didaerah Canggu.
Surabandupun termasuk tokoh menonjol dalam gerombolan
yang menamakan diri sebagai gerombolan Topeng Kalapa.
Keduanya mengasah keputusan dan membulatkan tekad
untuk membunuh lawan. Maka majulah Arya Dinar dengan
semangat yang menyala-nyala dan Surabandu pun menyongsong
dengan tekad yang membaja. Debu mengepul dan daun2
berguguran ketika jalan itu menjadi ajang pertempuran yang
dahsyat. Serangan pedang yang berlambarkan tenaga kuat dari
Surabandu mendapat perlawanan yang gigih dari pedang Arya
Dinar yang mengutamakan kelincahan dan gerak cepat.
Pertempuran berjalan seru dan berimbang. Belum dapat
diketahui siapakah yang akan menang dan kalah.
Dalam pada itu sepemanah jauhnya dari tempat mereka
bertempur, pun telah berlangsung suatu pertempuran yang tak
kalah sengit dari pertempuran antara Arya Dinar lawan
Surabandu. Apa yang diduga Arya Dinar memang benar. Bahwa
sangkakala yang meraung-raung merobek kesunyian petang,
memang pertandaan yang dibunyikan anakbuah gerombolan
Topeng Kalapa yang bertugas sebagai juru telik. Anakbuah itu
melihat debu mengepul dan gemuruh derap kuda berlari. Segera
ia meniup sangkakala dan anakbuah Surabandu yang
bersembunyi disekeliling hutan itu, tanpa menunggu perintah dari
Surabandu, terus menyelinap pergi untuk menghadang musuh.
Surasengara yang dipercaya Surabandu sebagai wakil untuk
memimpin anakbuah apabila terjadi sesuatu bahaya pada diri
Surabandu, segera memimpin
kedelapan kawannya. Ia 235 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memerintahkan kedelapan kawannya itu untuk memecah diri,
empat orang bersembunyi di samping kanan jalan dan empat
orang bersembunyi di samping kiri. Sedang dia seorang diri
menyongsong kedatangan sekawan penunggang yang terdiri dari
tujuh orang, Rombongan penunggang kuda itu tak lain adalah Arya
Lembang dan tujuh prajurit yang mengenakan pakaian seperti
rakyat biasa. Arya Lembang hentikan kuda dihadapan
Surasengafa "Hm, siapa engkau "
"Apa yang engkau lihat pada diriku?" balas Surasengara.
"Engkau memakai topeng"
"Begitulah" seru Surasengara "sebut saja aku manusia topeng
Kalapa. Dan siapa kalian ini?"
"Apa yang engkau lihat pada diriku ?" Surasengara terkesiap
namun ia menjawab "gerombolan berkuda"
"Ya, begitu" seru Arya Lembang "sebut saja aku gerombolan
berkuda" ia membalas perlakuan Surasengara'
"O, engkau tentu kawan dari orang berkuda tadi" Arya
Lembang terkesiap. Karena mencemaskan keselamatan Arya
Dinar, cepat ia menyahut "Benar, aku hendak menyusul
kawanku" "Kebenaran sekali" seru Surasengara "akan kususulkan engkau
ke akhirat!" "Hai!" Arya Lembang terkejut "apa katamu?"
"Dia sudah berada di akhirat !"
"Keparat!" teriak Arya Lembang yang terangsang oleh rasa
kejut dan marah. Dia tak mau merenungkan lagi apa
sesungguhnya dibalik kata2 Surasengara "engkau telah
mencelakainya ?" 236 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia berani memalsu diri sebagai manusia topeng. Dia tentu
telah mencelakai kawanku. Dia harus mati."
"Dan engkaupun harus mati juga" tanpa berpikir panjang Arya
Lembang terus terjangkan kuda dan menghajar Surasengara
dengan cambuk. Surasengara loncat menghindar ke samping.
Diase lamat dari terjangan kuda tetapi punggungnya terhajar
cambuk Arya Lembang. Ia menguak kesakitan dan terhuyunghuyung. Tetapi sebelum Arya Lembang sempat melanjutkan
serangannya, tiba2 dari samping kanan dan kiri jalan terdengar
hamburan deru angin tajam. Seketika terdengar hiruk pikuk
prajurit2 itu ketika terima hujan lontaran tombak, lembing dan
clurit. Keenam prajurit yang mengiring di belakang Arya Lembang,
pun mencabut senjata ketika Arya Lembang bertukar
pembicaraan dengan Surasengara. Dan waktu Arya Lembang
menerjang Surasengara, merekapun siap hendak ikut menerjang.
Tetapi alangkah kejut mereka ketika tiba2 mereka diserang oleh
lontaran tombak dan lembing. Dua orang yang tak sempat
menangkis, terjungkal rubuh karena dada dan bahunya termakan
tombak. Yang empat orang masih dapat menangkis dan hanya
salah seorang yang kudanya tertancap lembing sehingga prajurit
itupun terpelanting jatuh.
Arya Lembang sendiri juga nyaris tewas oleh sambaran
sebuah clurit yang mengarah kepalanya. Ia sempat mengendapkan kepala sehingga terhindar dari maut. Dan
sebelum sempat menegakkan diri, dari kanan dan kiri jalan
berhamburan keluar delapan manusia bertopeng yang terus
menyerang. Arya Lembang menyadari suasana saat itu. Rasa keangkuhannya sebagai seorang senopatipun tergugah. Segera
ia mencabut pedang yang digenggamnya di tangan kiri, lalu
mulailah ia mengunjukkan keperkasaannya. Memang hebat juga
237 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tandang senopati dari tanah Sriwijaya itu. Cambuk ditangan
kanannya bagaikan petir yang menyambar-nyambar dan setiap
lawan yang berusaha hendak mendekati, tentu disabat dengan
pedang. Beberapa saat kemudian ia berhasil merubuhkan dua
orang manusia bertopeng. Keempat prajurit tadipun bangkit semangatnya melihat
kegagahan pemimpinnya. Merekapun mengamuk lawan. Melihat
keperkasaan kelima orang itu, gerombolan anakbuah Surasengsara terpaksa tak berani mendesak. Surasengsara
sendiri setelah terdiam beberapa saat dan nyeri sakit pada
punggungnya berkurang, pun terus menerjang. Ia memimpin
kawan-kawannya untuk mengurung Arya Lembang dan keempat
prajurit. Demikianlah sebabnya mengapa harapan Arya Dinar bahwa
tak berapa lama lagi Arya Lembang dan anakbuah tentu segera
datang, tak kunjung tiba. Sebenarnya Arya Dinar heran juga
tetapi diapun sebagai seorang anakmuda juga tak lepas dari rasa
kebanggaan diri. Biarlah Arya Lembang tak muncul, asal
Surabandu itu tetap hanya seorang, dia masih sanggup untuk
mengatasi. Pikirnya. Namun setiap pertempuran tak mungkin akan berlangsung
tanpa kesudahan. Demikian yang terjadi pada Arya Dinar dan
Surabandu. Hari makin petang dan keduanyapun sudah mandi
keringat. Napas mulai memburu, tenaga menyurut dan pandang
mata pun kabur. Di saat2 itulah tiba2 Arya Dinar sempat
menangkap derap kuda lari menggetar kesunyian. Dia mulai
cemas. Rupanya Surabandu juga mulai mendengar suara itu
"Hm, masakan engkau dapat lolos" gumamnya "sebentar lagi
pemimpinku akan menangkapmu"
Arya Dinar makin was. Menghadapi Surabandu seorang sukar
baginya untuk mengalahkan, apalagi jika pemimpin gerombolan
manusia bertopeng itu tiba. Ia teringat akan bala bantuan Arya
Lembang yang tak kunjung muncul. Pikirannya mulai bercabang,
238 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gelisah dan mengambang sehingga perma inan pedangnya mulai
kurang mantap. Kesempatan itu dimanfaatkan sebaik-baiknya
oleh Surabandu yang dengan sebuah gerak tak terduga-duga,
berhasil menyabat bahu Arya Dinar. Arya Dinar menguak namun
ditahannya kesakitan dari bahunya yang berdarah. Rasa sakit
itupun menyadarkan pikirannya. Jika dia tak nekad melakukan
serangan, tentu sukar untuk lolos.
Saat itu derap kuda makin terdengar jelas "Tiada waktu lagi,
sekarang atau tidak untuk selama-lamanya" dengan semboyan
itu Arya Dinar bulatkan tekad. Setelah mengendap dari tabasan
pedang yang hendak mengarah kepala, dengan sebuah gerak
berputar melingkar ia menyabat pinggang lawan. Surabandu
terkejut dan cepat menyurutkan tubuh ke belakang. Tetapi Arya
Dinar mendahului dengan sebuah tusukan yang tepat mengenai
paha "Uh ..." Surabandu memekik pelahan seraya terseok-seok
mundur dan menyusup kedalam hutan.
Arya Dinarpun cepat loncat kepunggung kudanya. Kuda itu
terluka di pantat tetapi dia masih setia kepada tuannya dan tetap
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menunggu di tempat itu. Arya Dinar balik kembali ke arah semula
untuk mencari Arya Lembang dan anakbuahnya.
Setelah menuruni sebuah tanah tanjakan, disebuah gerumbul
pohon, dia melihat dua sosok tubuh terkapar di jalan. Cepat ia
turun dari kuda dan memeriksa "Ah, kedua prajurit pengiring
kakang Lembang" ia mendesis kaget.
Saat itu hari sudah gelap sehingga ia tak dapat melihat
ceceran darah yang bertebaran di jalan itu. Namun dengan
menemukan mayat kedua anakbuahnya, ia mendapat kesimpulan
bahwa ditempat itu telah terjadi pertempuran hebat antara
rombongan Arya Lembang dengan gerombolan manusia
bertopeng. 239 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kemanakah kakang Lembang" Mengapa tak seorangpun dari
gerombolan manusia bertopeng itu yang tampak disini" Apakah
...." tiba2 ia terbentur pada penilaian bahwa apabila Arya
Lembang menang, tentulah akan menyusulnya. Kemungkinan
Arya Lembang tentu menderita kekalahan dan meloloskan diri.
Sekilas iapun teringat akan derap kuda yang datang dari arah
utara. Jika mereka kawan dari gerombolan manusia bertopeng,
tentulah lawannya bertempur tadi akan memberitahu dan akan
mengejarnya. Arya Dinar bergegas loncat kepunggung kuda dan
melarikannya menembus kegelapan malam yang lengang.
(Oo-dwkz-Ismo-oO) 240 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 4 241 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
SUMPAH PALAPA Dicetak dan diterbitkan oleh:
Penerbit :Margajaya Surakarta Karya : SD DJATILAKSANA Hiasan gambar : Oengki.S Hak cipta dilindungi oleh undang-undang
Pembuat Ebook : Scan DJVU : Koleksi Ismoyo
http://cersilindonesia.wordpress.com/
PDF Ebook : Dewi KZ http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kang-zusi.info http://cerita-silat.co.cc/
Tersentuh kalbu digetar samar ketika sunyi berbisik namamu
membias relung-relung renung menyayup bahana sumpahmu
lamun buwus kalah nusantara isun amukti palapa...
Hasrat membubung, suksma menderu
menuju gunduk dataran ria
Gurun, Seran, Tanjungpura,
Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik untaian ratna harapan tempat citamu bersemi satu
Duhai, ksatrya wira-bhayangkara
Kini kita telah menemuinya ketika sunyi berbisik namamu entah
di arah belah penjuru mana tetapi kita tahu
bahwa bisik itu sebuah amanatmu inilah
daerah Nusantara yang bersatu dialas Pulau Yang Delapan.
Penulis 242 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
I Jalan berpagar hutan kecil pada kedua sisinya, makin
menggunduk hitam dalam kegelapan malam. Hanya beberapa
saat yang lalu, pohon2 dan gerumbul belukar seolah terusik dari
tidur karena harus menyaksikan peristiwa bunuh membunuh
antara manusia dengan manusia.
Mungkin pohon2 itu sedang berbincang-bincang dengan
kawan-kawannya, mempersoalkan peristiwa ngeri yang mereka
saksikan tadi. Mungkin pula mahluk2 penghuni hutan itupun
sedang gempar bercakap-cakap dengan kawan jenisnya. Mungkin
mereka heran pula, mengapa mahluk2 ymg disebut manusia itu
bukan saja gemar mengganggu penghuni hutan, menebang
pohon, menjerat burung, memburu khewan dan lain2. Pun
ternyata manusia itupun gemar bunuh membunuh dengan
sesama manusia. Mungkin pohon2 dan para penghuni hutan itu
menganggap bahwa manusia itu bangsa mahluk yang kejam,
yang gemar menggunakan wewenangnya sebagai mahluk yang
terunggul untuk bertindak menurut selera keinginan dan nafsu
kegemarannya. Ya. Kesemuanya itu hanya suatu reka, suatu kemungkinan.
Mungkin pohon dan tanam-tanaman serta bangsa sato khewan
itu, mahluk yang tak dapat bicara dan hanya hidup secara
naluriyah, tumbuh, bergerak dan mati. Tetapi mungkin pula
merekapun dapat mengadakan hubungan percakapan dengan
jenisnya melalui bahasa gerak atau kata tersendiri. Hanya kita
manusia yang tak mengerti.
Mungkin dan tidak mungkin. Tidak mungkin dan mungkin.
Segala sesuatu dalam dunia serba mengandung kemungkinan
yang tidak mungkin serta ketidak mung-kinan yang mungkin.
Hanya Sanghyang Widdhi sang Maha Pencipta yang kuasa
mengetahuinya. 243 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Belum pula getar2 dahan dan ranting pohon, daun dan semak
meredup dalam ketenangan. Belum lagi kehangatan debu2 yang
tersibak kaki2 manusia mengendap maka kesunyian tempat itu
terancam pula oleh derap kaki kuda yang lari mendatangi. Mula2
masih jauh dibalik penghujung batas penglihatan mata tetapi
beberapa jenak kemudian sudah makin terdengar jelas. Jelas
pula debur2 yang menggetar bumi.
Di keremangan malam kelam, dua ekor kuda seolah
anakpanah yang terlepas dari busur, menyusur jalan dengan
kecepatan tinggi. Tiba di hutan itu mereka hentikan kuda dengan
serempak dan kedua penunggangnya dengan gerak yang
tangkas, loncat turun "Aneh" seru salah seorang yang bertubuh
tegap dan masih muda "kemana kawan-kawan kita"
"Kakang Bandu" teriak penunggang kuda yang seorang.
Tubuhnya kekar, memelihara kumis dan campang yang lebat.
Usianya lebih tua dari yang seorang tadi.
Tiada penyahutan walaupun sudah dua tiga kali diulangnya
teriakan itu "Adi, lihatlah" tiba2 dia membungkuk dan menjemput
sesuatu, kemudian menyerahkan kepada kawannya yang muda.
"Sobekan kain" seru orang muda itu setelah memeriksa.
"Ya" sahut kawannya "jelas telah terjadi sesuatu di tempat ini.
Dan kawan2 kita rupanya ..."
"Sst" tiba2 orang muda itu mendesis, menghentikan kata2
kawannya "ada suara gemersik seperti benda bergesek"
Lelaki yang lebih tua itupun mengerut dahi, menumpahkan
perhatian "Ya, benar. Seperti tubuh yang menggesek semak"
Ia terus mencabut pedang, bersiap-siap menghampiri ke
dalam hutan Sementara lelaki yang lebih muda memperingatkan
supaya dia hati2. Sesosok tubuh merangkak dari balik gerumbul semak. Dia
melangkah dengan kedua tangan, mengangkat tubuh berkisar
244 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maju. Itulah rupanya yang menimbulkan suara bergemerisik
karena pantatnya bergesek dengan tanah.
"Kakang Bandu" teriak lelaki yang menghampiri tadi. Dia cepat
melihat bahwa orang yang keluar dari balik gerumbul semak itu
mengenakan topeng. "Engkau Blega " sahut orang itu"
Memang yang keluar dari tempat persembunyian dibalik
gerumbul itu adalah Sura Bandu. Setelah menderita tusukan
pedang Arya Dinar yang mengenai pahanya dia terus menyelinap
masuk ke dalam hutan. Cukup dalam luka pada pahanya itu
sehingga banyak mengeluarkan darah. Terpaksa dia harus
mencari tempat persembunyian dibalik gerumbul lebat. Dia kuatir
lawan akan mengundang kawan-kawannya untuk mencarinya.
Walaupun lukanya itu sudah dibalut dengan sobekan kain
baju, tetapi pendarahan masih belum terhenti. Ingin ia mencari
kawan-kawannya tetapi keinginannya itu terhalang oleh keadaan.
Ia tak tahu siapa lawan berkelahinya itu. T idak tahu pula berapa
jumlah mereka. Tetapi menilik bahwa Sura Sengara yang
memimpin kawan2 untuk mencegat musuh ternyata tidak
muncul, kemungkinan tentu mengalami hal2 yang tak
diharapkan. Ada suatu siksa yang diderita Sura Bandu. Dalam himpunan
Topeng Kalapa berlaku suatu undang-undang bahwa setyakawan harus dijunjung setinggi-tingginya. Sabagai pimpinan yang
diserahi oleh Toh Brawu untuk mengepalai rombongan kawan2
dalam hutan, dia harus dapat mempertanggungjawabkan semua
kejadian yang telah menimpa kawan2. Apabila tanggung jawab
itu dilalaikan atau tak mampu melaksanakannya, maka pimpinan
itu akan menerima hukuman yang berat. Setiap anakbuah yang
hilang atau mati tanpa suatu pertanggungan jawab yang jelas,
harus diganti dengan jiwa pemimpinnya. Satu jaya semua jaya.
Satu hancur, semua hancur. Demikian semboyan Topeng Kalapa.
245 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sura Bandu ingin memaksa diri untuk mencari kawankawannya tetapi luka pada pahanya benar2 tak mengidinkan.
Inilah yang menyiksa batinnya.
Beberapa waktu kemudian setelah pendarahan pada lukanya
mulai berkurang, keadaan Sura Bandu pun berangsur membaik.
Saat itu dia sudah mulai berkemas-kemas hendak memaksa diri
untuk mencari rombongannya. Tetapi tiba2 ia harus mengurungkan maksudnya ketika mendengar derap kuda lari
mendatangi tempat itu. Ia terpaksa menahan diri karena belum
tahu siapakah pendatang itu. Adalah ketika sayup2 mendengar
percakapan kedua pendatang itu, girangnya bukan kepalang.
Itulah Toh Brawu dan Sura Blega yang kembali dari Kahuripan.
Maka diapun berusaha untuk merangkak keluar dari tempat
persembunyiannya. "Kakang Bandu, engkau bagaimana" tegur Sura Blega seraya
menghampiri. Ia terkejut ketika melihat paha Sura Bandu terbalut
kain yang merembes warna darah.
"Engkau datang bersama..."
"Aku kakapg Bandu" tiba2 lelaki muda yang tak lain adalah
Toh Brawu menyambar kata-kata Sura Bandu.
"O, engkau adi T oh Brawu" sambut Sura Bandu dengan suara
gemetar lalu berusaha hendak berbangkit "Ah ..." ia jatuh
terduduk lagi. "Kakang Bandu, engkau terluka" Sura Blega cepat
menyanggapi dan memapah tubuh kawannya "duduklah kakang"
Toh Brawupun cepat dapat mengetahui paha Sura Bandu yang
terluka itu "Kakang Bandu, apakah yang telah terjadi"
Sura Bandu menuturkan apa yang telah dialaminya beberapa
waktu tadi. "Orang itu memakai topeng kawan kita" Sura Blega terkejut.
246 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya" "Siapakah dia" "Entah" Sura Bandu gelengkan kepala "menilik nada suaranya
dia tentu masih muda. Bersenjata pedang dan digdaya"
"Engkau dilukainya"
"Ya, sama2. Akupun dapat menusuk bahunya dan dia
menusuk pahaku" "Dimana kakang Sura Sengara dan kawan2 kita"
"Dia bersama kawan2 menuju ke barat untuk mencegat
rombongan lawan" "Dan dia tak kembali kemari"
"Ttdak" Sura Bandu menghela napas "aku cemas sekali
memikirkan mereka" "Apakah mereka juga menderita kekalahan" kata Sura Blega
seorang diri lalu berpaling "adi Brawu bagaimana pendapat adi"
Toh Brawu yang sejak tadi diam mendengarkan pembicaraan
mereka, menjawab "Peristiwa ini memang mengherankan dan tak
terduga-duga. Menilik orang yang menjadi lawan kakang Bandu
itu amat digdaya, kemungkinan kakang Sura Sengara dan
kawan2 tentu menderita hal2 yang tak diinginkan"
"Apakah mereka bukan orang bawahan patih Dipa" tanya Sura
Blega. Toh Brawu gelengkan kepala "Kurasa tidak. Patih Dipa sedang
menuju ke Tumapel. Mungkin tidak secepat itu dia kembali ke
Kahuripan." "Lalu siapakah mereka, adi "
Toh Brawu gelengkan kepala "Itulah yang akan kita selidiki.
Menilik kekuatannya, mereka tentu berjumlah besar juga. Dan
247 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biasanya, dimana sejumlah besar orang terlibat dalam suatu
gerakan, tentulah mereka tertampung dalam sebuah wadah.
Entah gerombolan atau himpunan macam kita"
Sura Bandu dan Sura Blega mengangguk.
"Kakang Bandu" kata Toh Brawu pula "benarkah topeng yang
dipakai orang itu topeng kita "
"Benar, adi" "Jika demikian" kata Toh Brawu "tentulah kawan2 kita yang
pergi ke Tumapel itu telah dicelakai mereka. Atau mungkin
rombongan kakang Sura Bangga yang menuju ke Kedungpeluk
itu. Tetapi karena mereka berjumlah beberapa orang,
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kemungkinan rombongan kakang Sura Gupita yang hanya terdiri
dari dua o-rang ke Tumapel itu yang terkena bahaya"
Sura Bandu dan Sura Blega terkesiap.
"Lalu bagaimana langkah kita, adi" tanya mereka berdua.
"Kakang Bandu, bagaimana luka kakang" Apakah kakang
dapat berjalan sendiri" tanya Toh Brawu.
Sura Bandu menggerakkan kedua kakinya hendak berbangkit
tetapi dia terpaksa mengernyut dahi menahan kesakitan "Dia
belum dapat berjalan sendiri, adi. Kalau dipaksakan, lukanya
tentu akan mengalirkan darah lagi"
"Siapa yang membawa bekal ramuan obat"
"Entahlah, adi" sahut Sura Blega "tetapi kakang Sura Driya
yang ikut bersama Sura Sengara pandai meramu obat"
"Jika begitu mari kita mencari mereka" kata Toh Brawu "tetapi
bagaimana dengan kakang Bandu"
"Akulah yang akan memanggulnya, adi" seru Sura Blega.
Mereka menuju ke hutan tempat pertempuran rombongan
Sura Sengara lawan rombongan Arya Lembang. Mereka
248 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menemukan tanda bahwa tempat itu habis menjadi tempat ajang
pertempuran. Tetapi tak seorang-pun yang mereka jumpai di
tempat itu. "Aneh" gumam T oh Brawu "apakah yang telah terjadi dengan
kakang Sura Sengara dan kawan2"
Pertanyaan itu tak terjawab. Sura Blega tak mampu memberi
pandangan, demikian pula Sura Bandu. Bahkan Toh Brawu
sendiripun bingung. Akhirnya ia mengajak kedua kawannya untuk
bermalam di dalam hutan "Besok pagi kita lanjutkan pencarian
lagi" katanya. Keesokan harinya mereka melanjutkan perjalanan. Jika tak
dapat menemukan rombongan Sura Sengara, mereka hendak
menuju ke Kedungpeluk untuk bergabung dengan rombongan
Sura Bangga. Ketika surya naik sepenggalah, mereka melihat dua sosok
manusia muncul dari penghujung tikung jalan. Toh Brawu
memerintahkan Sura Blega supaya membawa Sura Bandu ke tepi
jalan dan menyembunyikannya di tempat yang aman. Sedang dia
sendiri tegak di tengah jalan menunggu kedatangan kedua orang
itu. "Ah, kawan kita sendiri" akhirnya ia mendesah ketika makin
dekat kedua orang itu tampak mengenakan topeng.
"Adi Brawu" serta merta kedua orang itupun memberi hormat
dihadapan Toh Brawu "aku Sura Gana dan Sura Gati"
"O, kakang Gana dan Gati" sambut Toh Brawu yang kemudian
menanyakan dari mana mereka itu.
Sura Gana menuturkan tentang peristiwa pertempuran
melawan rombongan yang dipimpin oleh, seorang pemuda gagah
"Tampaknya pemuda itu seperti bukan orang Majapahit aseli"
katanya. "Lalu bagaimana hasilnya"
249 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kami menderita beberapa kawan. Kakang Sura Sengara
terluka kena hajaran cambuk. Sura Tanu dan Sura Lasita
menderita luka parah. Tetapi kami dapat membunuh dua orang
musuh" "Dimana, sekarang kakang SuraSengara?"
"Kakang Sura Sengara memerintahkan kita bersembunyi di
Ketemas, merawat kawan2 yang terluka dan mengutus aku untuk
mencari adi" "Hm, mari kita ke sana" kata Toh Brawu. Mereka segera
menuju ke Ketemas, sebuah desa di persimpangan jalan yang
menuju ke Canggu. Pertemuan itu seharusnya berlangsung dalam suasana
gembira dan haru; tetapi rombongan anakbuah Topeng Kalapa
itu tahu siapa Toh Brawu. Anakmuda yang mereka angkat
sebagai pimpinan kedua dari himpunan Topeng Kalapa memiliki
perangai yang keras dan memegang teguh tata peraturan.
Setelah memeriksa keadaan Sura Tanu dan Sura Lasita yang
terluka, dia memerintahkan Sura Driya uutuk memberi
pertolongan. Demikian pula kepada Sura Bandu.
"Kakang Sengara" serunya kepada orang yang mengepalai
rombongan untuk mencegat rombongan Arya Lembang
"bagaimana pertanggungan jawab kakang atas peristiwa itu"
"Adi Brawu" kata Sura Sengara dihadapan kawan2 yang
menghadiri sidang kecil yang diadakan Toh Brawu "aku telah
berusaha untuk mengatur kawan2 kita, menyerang dari dua
samping. Hasilnya kami dapat membunuh dua orang lawan.
Tetapi pemimpin mereka memang gagah perkasa. Aku sendiri
terkena hajaran cambuk pada punggungku"
"Hm, baik" kata Toh Brawu "engkau memang telah berusaha,
kutahu dan percaya. Tetapi engkau telah mengaku bahwa ilmu
kepandaian lawan lebih unggul. Oleh karena itu engkau
250 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kutugaskan, bawalah kakang Tanu, Lasita dan Bandu pulang,
menghadap kakang Toh Braja"
Pucat seketika wajah Sura Sengara. Walaupun perintah itu
diselubungi dengan kata2 tugas, tetapi sesungguhnya mengandung suatu hukuman. Setiap anakbuah yang menjalankan tugas dan dikirim pulang, dianggap sebagai tak
dapat memenuhi tugas. Dia dikenakan hukuman kerja di dalam
dan harus menjalani latihan-latihan yang berat.
"Tetapi adi Brawu . .."
"Ingat, kakang Sengara. Setiap anggauta kita tidak dibenarkan
membangkang perintah" kemudian Toh Brawu mengerling
pandang kepada anakbuah yang mengelilingi itu "Kakang
sekalian, sebenarnya kalian juga harus kupulangkan seperti
kakang Sengara dan kakang Bandu. Tetapi mengingat kalian
bukan pimpinan rombongan, maka hukuman kalianpun
kuringankan. Kalian harus tetap berada di desa ini. Jangan
bergerak sebelum aku datang atau menerima perintahku dan
kakang Sura Langu yang memimpin di s ini"
Beberapa anakbuah Topeng Kalapa itu mengiakan. Mereka
telah digembleng dengan didikan tata tertib yang keras "Kita tak
mau mengulangi kesalahan himpunan Wukir Polaman yang lalu.
Maka, kita harus membajakan diri dengan peraturan yang keras.
Daha makin lama makin tenggelam dibawah pijakan kaki orang2
Majapahit Untuk bangkit kembali, kita harus kuat lahir dan batin"
demikian kata2 yang ditegaskan oleh pimpinan Topeng Kalapa
waktu mengambil sumpah penerimaan anggauta.
Selesa i memberi perintah, Toh Brawu mengajak Sura Blega
berangkat. Ia meninggalkan pesan kepada rombongan yang
tinggal di desa Ketemas itu "Topeng yang dipakai orang yang
menjadi lawan kakang Sura Bandu, kemungkinan besar tentulah
topeng dari kakang Sura Gupita dan Sura Panawa yang menuju
ke Tumapel. Oleh karena itu aku hendak mencari mereka"
251 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepeninggal kedua orang itu, terdengar pembicaraan yang
hiruk diantara anggauta Topeng Kalapa yang masih berada di
tempat itu. Sura Sengara mencari sebuah tempat yang sunyi, di
tengah hutan. "Toh Brawu terlalu keras" kata Sura Bayu "masakan kakang
Sengara yang sudah berjuang sekeras-kerasnya, tetap
dipulangkan" "Apa kita juga tidak menderita perlakuan keras itu" sambut
Sura Bangkah "bukankah kita juga berjuang mati-matian
melawan musuh dan akhirnya juga diharuskan menetap di sini"
Memang dalam kalangan Topeng Kalapa, Toh Brawu amat
disegani dan dihormati oleh anakbuah. Dia keras tetapi jujur dan
setya kawan. "Kakang Sengara" kata Sura Langu "janganlah kakang
menyesal atas keputusan Toh Brawu itu. Percayalah, kakang,
pimpinan kita yang kesatu, Toh Braja, lebih bijaksana"
Sura Sengara mengangguk "Tak apa. Perjuangan kita masih
panjang. Kelak akan kubuktikan kepada Toh Brawu, bahwa Sura
Sengara tak serendah nilainya seperti apa yang dianggapnya"
"Toh Brawu benar" tiba2 Sura Bandu menyelutuk "aku harus
malu kepada diriku mengapa kalah dengan lawan. Dengan begitu
kesalahan ada pada diriku sendiri yang masih jauh sempurna
dalam menuntut ilmu kedigdayaan"
"Jangan kakang beranggapan begitu" kata Sura Bayu pula
"menang dan kalah dalam pertempuran itu sudah laz im. Kalau
tidak menang, tentu kalah. Jika diharuskan menang terus,
bukankah dengan mudah kita dapat menghancurkan pura
Majapahit " "Benar" sambut Sura Wiwara pula "yang penting semangat
dan kesetyaan kita melaksanakan tugas. Kalau kita benar2 sudah
252 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencurahkan segenap kekuatan tetapi masih kalah juga, apakah
kita harus bunuh diri "
"Tepat" sambut Sura Bangkah pula "kalau peraturan
mengharuskan begitu, habislah anggauta himpunan Topeng
Kalapa nanti" "Tidak habis" bantah Sura Bayu "kalau semua anggauta bunuh
diri, tinggal Toh Brawu. Siapa yang dapat menyaksikan dia juga
bunuh diri atau tidak "
"Sudahlah, kawan-kawan" akhirnya Sura Langu mencegah
"pantang bagi warga Topeng Kalapa untuk menimbulkan
perpecahan. Topeng Kalapa berdiri diatas dasar persatuan dan
perjuangan luhur untuk mengembalikan kejayaan Daha. Toh
Brawu seorang pejuang yang setya dan berani. Dia masih muda
tentu tak luput dari kelemahan2. Kita semua orang2 yang lebih
tua harus pandai mengemong dan mengalah. Muda sekalipun
usianya tetapi dia memiliki kekuatan dan kewibawaan besar
untuk memimpin perjuangan kita"
"Benar" sambut Sura Bandu "perjuangan harus menghilangkan
segala rasa dan kepentingan peribadi. Entah mengapa Toh Brawu
bertindak keras, kita tak tahu. Tetapi yang jelas dia tentu
menghendaki himpunan kita semakin kuat dan tujuan kita
tercapai"' Sekalian warga Topeng Kalapa mengiakan. Mereka dapat
melapangkan dada untuk menerima keputusan Toh Brawu.
Mereka tahu siapa Toh Brawu itu. Anak muda itu mempunyai asal
keturunan yang agung. Setelah prabu Kertajaya atau Dandang Gendis ditundukkan
Ken Arok atau baginda Sri Rajasa sang Amurwabhumi maka
baginda Rajasa mengangkat raja Jayasaba sebagai pengganti
Kertajaya, sebagai akuwu di Daha. Akuwu merupakan raja muda
yang tunduk di-bawah kekuasaan Singasari.
253 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akuwu Daha yang dimulai sejak raja Jayasaba itu, turun
temurun sampai pada anak cucunya. Setelah Jayasaba wafat,
niaka penggantinya adalah raja Sastrajaya, kemudian turun
kepada Jayakatwang. Jayakatwang memerintah selama duapuluh
tahun, baru dia dapat mengumpulkan kekuatan dan menyerang
Singasari yang diperintah oleh baginda Kertanagara. Tetapi
,be:um berapa lajna Jayakatwang menikmati tahta kerajaan yang
berdaulat dan berkuasa atas Singasari, dengan bantuan tentara
Kubilai Khan yang datang karena hendak membalas pada
baginda Kertanagara yang telah menghina seorang utusan raja
Cina itu, dengan akal yang cerdik raden Wijaya dapat
menyalurkan pasukan Cina itu ke Daha. Dalam peperangan itu Daha kalah, raja
Jayakatwang ditawan dan dibawa ke Hujung Galuh sehingga
sampai meninggalnya. Dalam tawanan itu raja Jayakatwang telah
membuat kakawin Wukir Polaman.
Putera2 .dari mentri dan dan senopati Daha yang tewas dalam
peperangan itu, bangkit dan berhimpun dalam sebuah wadah
yang diberi nama Wukir Polaman, yani nama kakawin yang
dibuat oleh baginda Jayakatwang. Himpunan Wukir Polaman
dipimpin oleh Windu Janur, putera dari Rangga Janur, seorang
senopati Daha yang gagah perkasa. Himpunan Wukir Polaman
bertekat hendak membangun kembali kejayaan Daha. Rencana
mereka yalah mengadakan kekacauan, mengadu' domba,
membunuh dan pada saat2 yang dianggap telah matang, akan
mengadakan pemberontakan bersenjata dan menyerang pura
Majapahit. Hampir saja gerakan para putera pejuang Daha itu berhasil.
Tetapi ternyata dalam kerajaan Majapahit-pun timbul gerakan
dari para putera2 pejuang bekas kadehan dari raden Wijaya yang
setelah menjadi raja Majapahit befgelar sri maharaja Kertarajasa
Jayawardana. 254 SD.Djatilaksana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para pejuang Majapahit itu tergabung dalam sebuah wadah
yang diberi nama Gajah Kencana. Tujuannya untuk mengabdi
kepada kerajaan Majapahit dengan cara berjuang menegakkan
kewibawaan Majapahit, menjaga dan menghancurkan setiap
gerakan baik dari mana dan oleh siapapun yang hendak
mengganggu kelestarian dari kerajaan Majapahit.
Gajah Kencana berjuang secara diam2. Warga Gajah Kencana
kebanyakan tidak duduk dalam pemerintahan tetapi pengaruhnya
terasa meliputi seluruh lapisan kehidupan dalam kerajaan
Majapahit. Sesepuh dari himpunan itu terkenal dengan nama
Eyang Wungkuk. Diduga dia adalah Lembu Sora yang dikabarkan
telah tewas diserang oleh pasukan kerajaan Majapahit karena
difitnah oleh Mahapati atau patih Aluyuda, Lembu Sora dituduh
Sumpah Palapa Karya S D. Djatilaksana di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si Dungu 5 Amanat Marga Karya Khu Lung Kaki Tiga Menjangan 26
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama