Ceritasilat Novel Online

Tamu Dari Gurun Pasir 10

Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 10


.882 Pedang dari beberapa puluh imam itu dengan sinarnya yang gemerlapan telah mengurung tempat berdirinya Lim Tiang Hong, sedang bendera warna kuning itu nampak bakelebatan diantara sinar puluhan pedang se-olah2 kawanan ular sedang menari, dan dari bendera itu kelihatan beberapa kali tersembur asap hitam yang sekejap saja telah mengulung Lim Tiang Hong dengan selapis kabut hitam.
Asap hitam yang keluar dari bendera kuning itu sebenarnya adalah senjata, yakni senjata gelapnya Liong-houw-koan yang terampuh. Senjata itu oleh mereka dinamakan Ban-ciong Jin-sat serupa senjata dari ciptaan ilmu2 iblis yang menggunakan bangkai manusia dengan serupa bahan beracun dari daerah Biauw-ciang. Asap itu asal masuk dan tersedot hidung sedikit saja, dalam waktu dua belas jam orang itu akan hancur luluh seluruh tubuhnya.
Lim Tiang Hong yang berada dalam kurungan kabut nampak tenang2 saja. Dengan ilmunya Sam-sam Po-hoat kelihatan badannya berputaran, menghindarkan setiap ancaman pedang yang datang kearah dirinya. Bahkan terkadang dapat juga balas menyerang, sampai kawanan iiu berputaran seperti orang gila.
Tiba2 ia merasa bahwa asap hitam itu berbau sangit, karena kelalaiannya sedikit, sekali tersedot juga oiehnya. Seketika itu dirasakan kepalanya pening, hingga dalam kagetnya segera mengerahkan ilmu Siauw-yang It-ku Sin-kangnya, dan waktu itu pula mengepul uap putih diatasan kepalanya
Ilmu Siauw yang It-ku Sin-kang telah dilatihnya dari tenaga Yang yang murni dan asalnya adalah ilmu golongan Hian-bun. Apa lagi pernah Lim Tiang Hong makan nyalinya naga api, terhadap segala racun boleh dikata takkan mempan. Begitu ilmu itu mengadakan reaksi, bukan saja racun dari asap hitam itu tak berdaya merubuhkannya, bahkan yang tersedot masuk sedikit itu tadi juga lantas keluar sendiri dari mulutnya. Maka seketika itu semangatnya bertambah. Dengan kebasan kedua lengan bajunya ditutupnya rapat2 setiap pedang yang meluncur ke arahnya.
Selagi bertempur sengit dengan cara demikian, tiba2 matanya yang tajam dapat melihat di belakang kelenteng liong-houw-koan ada bayangan hitam beberapa titik yang menjauhi.
Hatinya tergeiak, anggapnya tentu itu Liong-houw Koan-cu serta kawan2nya yang baru merat dari situ.
Dari si anak dara cilik Yong-jie, ia tahu Liong-houw Koan-cu katanya ingin kabur jauh2, maka semakin besar dugaannya kalau tadi tentu adalah mereka. Seketika tanpa memperdulikan lagi semua kawanan imam yang coba mengurungnya. Setelah menggeram sekali dilancarkannya serangan mematikan 12 kali beruntun.
Kawanan imam yang mengurungnya itu keripuhan agaknya, lantas terbuka satu lowongan yang memudahkan bagi Lim Tiang Hong lompat keluar kepungan dan terus lari bagai terbang kebelakang kelenteng.
Dengan ilmunya. It-shia Cian-lie, hanya dengan beberapa kali menotolkan kaki ditanah telah berhasil ia mencegat beberapa bayangan hitam yang mau lari itu.
Apa yang timbul dalam dugaannya ternyata tak sedikitpun meleset. Beberapa bayangan hitam yang dilihatnya tadi itu benar adalah Liong-houw Koan-cu dan Cao-sat To jin dan beberapa konco mereka yang bermaksud melarikan diri. Mereka itu ketika melihat Lim Tiang Hong datang secara mendadak agaknya merasa heran.
Lim Tiang Hong ketika dapat menyandak, lantas dengan suaranya yang menggelegar membentak: "Iman durhaka! Sungguh kejam hatimu! Kau setelah menipu barang Siauw-ya mu nyali naga raksasa itu, berani lagi kau turunkan tangan keji mengambil jiwa Tiat-ciang Kimliong. Perbuatan terkutukmu kau bagaimana harus mempertanggungkannya" Ingin kabur" Hm! Tak gampang!"
Liong-houw Koancu orangnya licik. Melihat Lim Tiang Hong datang hanya sendirian, tak seberapa takut hatinya. Lantas dijawabnya perkataan anak muda itu sambil ketawa sinis: "Aku sebetulnya tak sudi berurusan dengan kau yang masih berbau pupuk bawang. Tapi sekarang ternyata kau sendiri datang cari mampus, maka jangan sesalkan kalau aku kelewat kejam perlakukan dirimu"
Kebutan ditangannya lalu dikebutkan dengan perlahan. Empat imam kecil yang membawa pedang, yang berdiri di kedua belah sisi belakang Liong-houw Koancu lantas pada lompat maju ke depan dengan pedang masing2 yang telah terhunus. Berbareng dengan itu kawanan imam yang tadi mengepung Lim Tiang Hong juga sudah pada sampai ke tempat itu. Dan mereka yang datang belakangan ini kembali dalam sikapnya, mengurung Lim Tiang Hong rapat2.
Lim Tiang Hong yang mengalami kejadian demikian, dikurung dari berbagai jurusan, dengan sikap memandang hina berkata dingin: "Kawanan gentong nasi ini, sekalipun tambah seribu lagi jumlahnya percuma saja melawanku! Lebih baik jangan unjuk lagak dan bertingkah! Majulah semua supaya Siauw-ya mu bisa kirim jiwa kalian menghadap Giam-lo-ong, Bukankah lebih cepat beres?"
Setelah itu pedang To-liong kiamnya lalu dihunus dari serangkanya. Sebenarnya tak gampang pedang Toliong-kiam keluar dari sarungnya, tetapi agaknya hari itu baginya merupakan hari istimewa ia boleh menyabut pedang karena ingin sekali merengut jiwa2 kawanan imam itu.
Liong-houw Koan-cu dengan kawan2 ketika melihat pedang To-liong-kiam pada jeri hati mereka. Pedang yang dahulu pernah digunakan oleh Bu-ceng Kiam-khek itu benar2 sudah menciutkan nyali mereka. Pedang itu membuat mereka teringat pada kebiasaan dan ada kebiasaan si orang Tua Penyipta. Setiap kali pedang Toliong-kiam keluar dari serangkanya berani bahwa urusan tak dapat diselesaikan dengan cara damai lagi. Sebab sebelum pemilik pedang melihat darah, To-liong-kiam takkan masuk sarungnya lagi. Oleh karena itu maka Orang Tua Penyipta yang menggunakan pedang tersebut lantas mendapat julukan Bu-ceng Kiam-khek, yang berarti Ahli Pedang yang Tak Bercita Rasa.
Lim Tiang Hong justru adalah murid satu2nya, sudah tentu tak kecuali mempunyai juga sifat2 gurunya itu.
Selagi Liong-houw Koan-cu melamun memikirkan nasibnya di hari kemudian, dari empat penjuru terdengar berkibaran jubah imam serta suara ketawa aneh cekikikan yang datang dari luar kelenteng.
Ternyata itu ada serombongan orang2 kang-ouw yang pada menyerbu masuk kelenteng. Diantara rombongan tersebut, ada satu anggota pelindung hukum Thian-cu-kauw yakni Hwee-san Koay-kek, Mo-kiong Toanio dan seorang tua yang memagang pipa rokok panjang (Hun-cwee) ditangannya. Yang lain, tak dikenal oleh Lim Tiang Hong. Ia hanya mengira tentu sebagai sebagian besar dari mereka adalah orang2nya Thian-cun-kauw.
Melihat kedatangan rombongan orang2 itu, Lionghouw Koancu terperanjat sekali.
Dengan mata berputaran Imam jahat ini berkata: "Liong-houw koan dengan Thian-cu-kauw namanya seperti air sungai yang tak pernah mengganggu air sumur. Kedatangan tuan2 ini tentunya disebabkan karena adanya nyali naga yang telah membatu bukan" Tidak salah, barang berharga itu memang kini berada dalam tangan Pinto. Dan tuan2 apabila menginginkan bagian diriku, lebih dulu kita bekerja sama dulu, singkir bocah ini dan selanjutnya berunding dengan lain jalan lagi"
Orang2 Thian-cu-kauw itu, sebetulnya adalah musuh2 buyutan kalau melihat Lim Tiang Hong. Karuan saja setelah Liong-houw Koancu berkata demikian, mereka lantas pada tergerak hati. Meski tak keluar sepatahpun kata jawaban, tapi dari mata mereka, yang semua ditujukan kearah Lim Tiarg Hong, tentu orang tahu apa artinya itu.
Lim Tiang Hong dengan pedang To liong-kiam ditangannya, berdiri tegak ditengah-tengah kepungan orang banyak Sekalipun ditempat sekitarnya banyak musuh kuat mengitarinya, tetapi sedikitpun tak tertampak roman jeri diwajahnya. Dengan kedua bola matanya yang beringas yang ditatap cuma Liong-houw Koan-cu seorang.
Suasana benar2 sangat panas. Tujuan Lim Tiang Hong tetap seorang yakni Liong-houw Koan-cu, Sedang imam dari Liong-hauw koan, semua menujukkan mata mereka keatas diri Lim Tiang Hong. Dan orang2 Thiancu-kauw sudah tentu, pun mengawasi anak muda ditengah-tengah itu, akan tetapi mereka juga tidak meninggalkan sedikitpun perhatian mereka kepada Liong-houw Koancu.
Namun demikian, siapa pun tidak ada yang suka bergerak terlebih dahulu.
Lim Tiang Hong tahu jika ia sendiri menyerang Liong-houw Koan-cu sudah tentu akan lantas dikerubungi imam2 itu. Dan apabila hal demikian terjadi, berarti sama saja ia memberi kesempatan bagi Koan-cu itu melarikan diri.
Dipihaknya para imam Liong-houw-koan, pun agaknya telah berpikir jikalau bergerak menyerang anak muda ditengah itu, maka orang2nya Thian-cu-kauw sudah barang tentu akan mengepung dan menyerang Liong-houw Koancu seorang yang memang niat mereka merampas nyali naga raksasa itu, bukankah menghadapi musuh dari dua pihak" Oleh karena demikian tak berani bergerak dengan segera.
Selagi ketiga pihak masih dalam ragu dan sangsi2, sedang ber-jaga2 untuk kepentingan masing2, tiba2 dari belakang kelenteng terdengar suara bentakan keras dan seorang tinggi besar telah melayang dan menerjang Liong-hoaw Koancu. Tangannya menyerang cepat laksana kilat. Dalam waktu sekejapan telah melancarkan serangan beruntun sampai 18 kali.
Perbuatan yang terjadi mendadakan itu mengejutkan sekali imam2 Liong-houw-koan. tanpa merasa telah mundur mereka semua beberapa tindak.
Tidak kecewa Liong-houw Koancu sebagai satu tokoh kenamaan. Sekalipun mendapat serangan secara tiba2, tidak menjadi gugup dia. Dengan senjata kebutan di tangannya, ditangkisnya setiap serangan yang datang atas dirinya. Kemudian mundur sejauh delapan kaki. Tetapi karena orang yang menyerang itu tinggi sekali kepandaiannya, maka sebegitu jauh masih belum dapat juga ia melepas diri.
Orang itu kembali perdengarkan geramnya yang hebat. Dengan menggunakan ilmu Ngo-heng Ciang-hoat kembali menyerang hebat imam kepala Liong-houw-koan itu.
Cao-sat Tojin ketika menyaksikan Liong-houw Koancu mendadak diserang pihak musuh, dengan mengeluarkan bentakan keras tangan kirinya lantas melancarkan serangan dengan ilmu Im-sek Sat-ciang, ke arah belakang punggung orang itu.
Lim Tiang Hong yang bermata jeii, segera mengetahui dengan tegas bahwa orang yang datang menyerang itu adalah Ho-siu Ciat-liong sendiri, maka lantas disesapkan pula pedangnya dan berkata sambil ketawa dingin: "Apa kalian pikir ingin merebut kemenangan dengan mengandal jumlah orang banyak?".
Dengan cepat ia sudah maju, lalu menyerang dengan tangan kosong kearah Cao-sat Tojin. Yang diarah itu mau tak mau mesti menghindarkan dulu serangan Lim Tiang Hong dan tarik kembali serangannya yang ditujukan kepunggung Ho-siu Ciat-liong, Dengan demikian barulah dapat ia menghindarkan serangan tangan si anak muda tadi. Tetapi pun gagal pula serangannya terhadap si orang tua.
Begitu serangan2 pertama dimulai, kawanan imam Liong-houw koan serentak lalu mengangkat pedang, menyerang Lim Tiang Hong dari berbagai penjuru.
Lim Tiang Hong saat itu sudah gusar benar2. Sambil ketawa ber-gelak2 lalu menghunus pedangnya dan diputar laksana titiran untuk menyambuti serangan para imam itu.
Suara jeritan lalu terdengar, dua imam yang maju terdepan lantas roboh dengan mulut bermandikan darah dan badan kutung.
Tetapi para imam itu semuanya merupakan tokoh2 pilihan dalam Liong-houw-koan. Dalam ilmu pedang mereka punya latihan cukup sempurna. Terutama dengan empat imam cilik itu, dengan empat pedang pendek mereka melancarkan serangan2 yang tak kalah hebatnya dengan imam2 lain yang lebih tua usianya. Mereka segera membuka serangannya, mengurung Lim Tiang Hong.
Meskipun Lim Tiang Hong keluaran satu ahli pedang kenamaan, tetapi untuk sementara merasa sukar juga merobohkan lawannya yang jauh lebih banyak jumlahnya.
Dalam medan pertempuran waktu itu nampak kalut sekali. Bayangan tangan dan pedang nampak berseliweran disana-sini. Liong- hoat Koancu dan Cao-sat Tojin berdua dengan bahu membahu melayani Ho-siu Ciat-liong. Sedangkan si empat imam cilik dan kawanan imam yang membawa pedang dan bendera kuning, pada mengepung Lim Tiang Hong seorang hingga pertempuran itu merupakan pertempuran dua rombongan yang sengit sekali.
Hanya orang2nya Thian-cu-kauw yang belum bergerak. Mata mereka tanpa berkedip mengawasi keadaan diseputar tempat mereka pada berdiri sebagai penonton. Sebab, tak perduli pihak mana pun yang kalah, bagi mereka adalah keuntungan besar.
Lim Tiang Hong semenjak munculkan diri didunia kang-ouw telah ber-kali2 mengalami pertempuran hebat. Pengalaman bertempur tentu telah banyak. Sekalipun dirinya dalam kepungan begitu rapat, matanya yang tajam masih dapat memperhatikan keadaan disekitarnya. Begitupun telinganya. Begitu melihat gelagat2 keadaan orang2 Thian-cu-kauw, segera dapat menebak hati mereka, maka dalam hatinya merasa geli sendiri.
Dalam sengitnya, Lim Tiang Hong suatu waktu melancarkan serangannya dengan hebat. Pedangnya seolah2 bianglala mendesak kawanan imam begitu rupa, lalu disusulkan dengan serangan2 lain yang lebih hebat. Serangan2nya merupakan tipu2 serangan yang terampuh dalam permainan pedangnya. Maka dimana ujung pedang lewat, darah lalu bercipratan. Sedikitnya sudah lima-enam imam yang terbinasa dalam satu gerakannya. Gerakan itu agaknya tak akan berhenti hingga kawanan imam yang jatuh korban bukan sedikit lagi jumlahnya.
Setelah menjatuhkan banyak musuhnya, Lim Tiang Hong lalu melesat kearahnya Liong-houw Koancu.
Liong-houw Koancu yang sedang melawan Ho-siu Ciat-liong dengan dibantu oleh Cao-sat Tojin, ketika melihat anak muda itu menyerang dengan cara tiba2, lalu disambutnya dengan senjata kebutannya. Dengan tenega sepenuhnya kebutan itu digunakan untuk menyambuti serangan Lim Tiang Hong, pun maksudnya untuk melindungi drinya sendiri. Maka tatkala kebutan itu digerakkan, orangnya sampai mundur lima kaki lebih.
Tiba2 terdengar saara "Crakk!"
Ternyata kebutan (Hud-tim)nya Liong houw Koancu telah terpapas kutung oleh pedang To-liong-kiam. Kini yang ada dalam genggamannya hanya gagang kebutan yang cuma kira2 satu kaki panjangnya.
Ia yang selamanya menganggap diri sendiri sebagai satu jago tanpa tanding, atau tokoh terkuat dari rimba perisijatan untuk daerah Kwitang-barat, sungguh tak pernah mimpipun dalam segebrakan saja senjatanya telah dikutungkan musuh. Sudah barang tentu terkejutnya bukan main, berbarengpun lantas timbul gusarnya.
Selagi hendak menerjang lawanya dengan mati2an, tiba2 ada bayangan kecil langsing dengan kecepatan bagaikan sinar kilat melayang turun ke samping badannya. Tangan orang itu yang kecil mungil nampak merogoh sakunya kemudian melesat lagi ke tengah udara.
Gerakan yang demikian cepat itu, bagi orang2 yang menyaksikan, hanya melihat berkelebatnya bayangan merah yang datang dan pergi lagi seperti bayangan setan dan setelah bayangan merah itu melesat setinggi tujuh-delapan tombak lantas terdengar suara seseorang yang merdu "Kongcu, nyalinya naga raksaa yang sudah membeku itu sudah Yong-jie ambilkan untukmu. Untuk sementara biarlah kuserahkan kepada Kokcu, biar dia si orang tua yang menyimpan. Aku hendak pulang dulu, harap kau sendiri suka berlaku hati2 sedikit".
Suara itu kedengaran begitu nyaring dan merdunya, menggema sekian lama ditengah udara. Tentu saja hal ini sangat mengejutkan setiap orang.
Karena terjadinya peristiwa tadi terlalu mendadak, bukan hanya Lingg-houw Koancu saja yang dibikin tercengang sampai menjublek, bahkan Lim Tiang Hong sendiri pun merasa teramat kagum atas kegesitannya gerak badan si gadis cilik yang nakal itu.
.Selagi sekalian orang dibikin terperanjat oleh peristiwa barusan, tiba2 dimedan pertempuran itu terdengar suara geraman hebat.
Ternyata Ho-siu Ciat-liong menghajar Cao-sat Tojin yang coba menghalanginya hingga mulut orang ini menyemburkan darah. Badannya mundur ter-huyung2 sampai tujuh delapan kaki, hampir saja imam itu jatuh terjengkang.
Liong-houw Koancu yang sedang gusar, kini melihat betapa Suteenya terluka parah oleh serangan orang tua itu, amarahnya menjadi lebih berkobar. Sambil menggeram hebat diterjangnya Ho-siu Ciat-liong, orang yang mencelakakam Suteenya itu. Tangannya dipakai menyapu dan membabat. Dalam waktu sekejapan telah 12 kali serangan dilancarkannya. Disamping itu pun ia melakukan penyerangan dengan ilmu jarinya, Kan-goan Coa-cie.
Imam biadab ini dalam keadaan gusarnya, serangannya ternyata tak boleh diremehkan begitu saja.
Ho-siu Ciat-liong yang berambut putih, pada berdiri rambut dan jenggotnya. Wajahnya yang merah seperti muka bayi itu hampir berubah menjadi biru saking merahnya. Sambil keluarkan geraman hebat orang tua ini maju memapaki musuhnya.
Lantas terdengar serentetan suara beradunya dua kekuatan, kedua pihak lantas terpental mundur dua tindak. Ho-siu Ciat-liong yang sudah bertekad bulat hendak menuntut balas kematian Ciat-ciang Kim-liong, tentu saja tidak mau sudah, Begitu didesak mundur lantas merangket maju lagi. Dengan menggunakan ilmu serangan Ngo-heng-cianghoatnya, kembali menerjang lawan.
Gelombang hebat dari kekuatan serangan tangan orang tua ini sudah sampai pada orang yang diarahnya.
Liong-houw Koancu yang saat itu telah kehilangan ketenangan dan kelicikannya seperti biasa. Ketika diserang oleh lawannya yg sudah nekad agaknya, tanpa menyingkir maupun berkelit disambutnya serangang orang tua muka merah itu dengan tangan.
Untuk kedua kalinya terdengar suara nyaring dari beradunya dua kekuatan, kembali masing2 terpental mundur dua tindak.
.Dalam keadaan demikian tiba2 terdengar suara riuh orang mendatangi. Kawanan imam Lionghouw-koan pada lompat melesat menyerang Ho-siu Ciat-liong.
Lim Tiang Hong yang melihat itu, lantas dengan keras membentak: "Sungguh tak tahu malu! Lekas kalian enyah dari sini!"
Setelah memasukkan lagi pedangnya, lalu kedua tangannya nampak berputar, menyerang kawanan imam itu secara bergelombang. Dimana saja gelombang anginnya sampai lantas terdengar suara jeritan dan dua orang yang bergerak dimuka sudah dibikin terpental olehnya sampai melesat setinggi dua tombak dan terus jatuh menggelinding kedalam tumpukan rumput untuk terus tak bangun lagi.
Lim Tiang Hong pada saat itu sudah marah benar agaknya, setelah dapat membunuh dua musuhnya, lalu menyerang pula dengan serangannya yang terampuh. Maka dalam waktu sekejapan, kembali beberapa orang imam telah jatuh jadi korbannya. Setelah itu lantas nampak badan anak muda itu melesat ke hadapan Caosat Tojin yang masih meeingkuk ditanah. Dengan kecepatan bagaikan kilat disambarnya pergelangan tangan imam itu.
Cao-sat Tojin yang masih dalam keadaan terluka, sudah barang tentu tak berani melawan, lantas melompat maksudnya hendak menghindarkan dari terkaman si anak muda.
Tetapi jauh lebih cepat gerakan Lim Tiang Hong, apalagi tipu serangannya, yakni Khim-liong Pat-jiauw yang luar biasa hebatnya sudah dikeluarkan, maka dalam waktu beberapa detik itu telah direnggutnya tangan imam itu.
Sambil berseru "Ho-siu Cianpwee, imam jahat ini kuserahkan padamu. Biarlah Boanpwee yang bereskan Liong-houw Koancu"
Berbareng dengan itu didorongnya badan Cao-sat Tojin kepada Ho-siu Ciat-liong, kemudian ia sendiri lantas menerjang Liong-houw Koancu.
Liong-houw Koancu yang sedang bertempur sengit dengan Ho-siu Ciat-liong, tadinya telah mengira kalau orang2 Thian-cu-kauw sudah turun tangan menghalangi Lim Tiang Hong. Siapa tahu, setelah munculnya Yong-jie dan sesudah noua cilik itu berlalu lagi setelah merampas nyali naga raksasa, orang2 Thian-cu-kauw itu pada lari memburu kearahnya Yong-jie lenyap. Agaknya mereka ingin mengejar nona cilik yang nakal itu. Maka pada saat itu dimedan pertempuran sudah tak kelihatan seorangpun orang2nya Thian-cu-kauw.
Dalam pada itu imam inipun melihat suteenya, Caosat Tojia sudah dalam genggaman musuhnya dan Lim Tiang Hong juga sudah menerjangnya. Maka ia sudah memikir kalau malam itu kekalahan mutlak adalah bagiannya. Ia tak berani meneruskan pertempuran itu, maka sambil memperlihatkan wajah murung, menuding Lim Tiang Hong dan berkata dengan nada gemas: "Malam ini kau boleh merasa bangga. Lihatlah nanti, ada satu hari akan kusuruh kau tahu sampai dimana lihaynya Liong-houw-koan!"
Sehabis berseru demikian, lantas imam itu lompat melesat ke belakang kelenteng dan lantas menghilang.
Lim Tiang Hong juga tak mengejar, diawasinya saja imam itu berlalu sambil tersenyum menyeringai.
Tiba2 teiinganya mendengar suara geraman hebat, lalu tedengar suara jeritan ngeri. Ketika ia berpaling, ternyata Ho-siu Ciat-liong dalam murkanya yang me
.luap2, sudah menghajar batok kepala Cao-sat Tojin hingga otak imam itu berantakan bermandikan darahnya sendiri dan dia mati seketika itu juga! Tetapi orang tua muka merah itu juga nampak mundur ter-huyung2.
Kiranya, pada waktu Lim Tiang Hong menyerahkan Cao-sat Tojin dengan mendorong badannya kearah Hosiu Ciat-liong tadi, Cao-sat Tojin telah menggunakan seluruh kekuatan tenaga dalamnya menyerang pundak Ho-siu Ciat-liong dengan menggunakan ilmu jarinya Kangoan Cao-cie. Dan orang tua muka merah itu, yang tak menduga perbuatan imam itu, telah terkena serangan telak. Untungnya kekuatan tenaga dalamnya telah mencapai tingkat tertinggi, lagipun Cao-sat Tojin masih dalam keadaan terluka, maka serangannya itu tidak membawa akibat luka terlalu parah. Lim Tiang Hong yang baru menyaksikan belakangan Ho-siu Ciat-liong mundur ter-huyung-huyung, lantas membimbing orang tua itu sambil berkata: "Apakah Lociaopwee tidak terluka?"
Ho-siu Ciat-liong sambil ketawa getir dan pelembungkan dada berkata: "Luka tak ada artinya ini kuanggap sepi"
Hakekatnya, orang tua muka merah sudah terlalu lelah, hingga wajahnya waktu itu nampak pucat pasi. Kalau ia masih coba berkata demikian, se-mata2 melulu untuk menutupi kekurangannya, demi nama baiknya Thian-lam Ngo-liong.
Cobalah bayangkan, Ho-siu Ciat-liong yang merupakan tokoh kuat dari tingkatan tua, merobohkan musuhnya saja masih dibantu oleh seorang kawan muda. Dan ia sendiri ternyata pun sampai terluka. Apabila ia mengaku terluka parah, kemana harus ditaruh mukanya"
Lim Tiang Hong mengerti jalan pikiran orang tua itu, maka ia lantas berkata dengan suara menghibur "Luka sudah tentu tak berarti apa2 bagi kita orang2 kang-ouw, tapi ada baiknya kalau kita berjaga-jaga"
Lalu dari dalam sakunya, dikeluarkannya lagi sebutir Soat-som wan yang lantas dimasukkan ke dalam muut orang tua itu tanpa minta permisi lagi.
"Locianpwee harap suka telan pil ini, supaya kesehatan Locianpwee lekas pulih kembali"
Ho-siu Ciat-liong merasa sukar menolak pemberian yang sudah dekat mulut itu maka terpaksa lalu ditelannya juga. Dengan perasaan bersyukur orang tua
.ini lalu ketawa ber-gelak2 dan berkata: "Anak muda, sungguh hebat kau. Jauh terlebih kuat daripadaku si tua bangka ketika masih jayaku. Jikalau kau nanti ada kesempatan dan pergi ke Thian-lam, datanglah kekota Thay-lee mencari aku. Sampai disini sajalah kita berpisah dulu"
Setelah mengucapkan perkataan, orang tua itu lompat melesat kedinding tembok kelenteng dan sebentar saja lantas menghilang dari hadapan si anak muda.
Kedatangan Lim Tiang Hong ke Liong-houw-koan kali ini boleh dibilang sudah menyelesaikan dua tugas sekaligus. Nyalinya naga raksasa telah dapat direbut kembali dan kematian Tiat-ciang Kim-liong pun telah dibalas. Maka setelah Ho-siu Ciat-liong berlalu ia sendiri juga lantas berangkat menuju ke kota Kui-lim.
Dikota itu ia menginap semalam, pada keesokan paginya terus berangkat kekota Kim-Leng. ingin ia menemukan saudara tuanya yakni si Pengemis Mata Satu dan padanya ia mau minta supaya dapat dipakai tenaga orang2 dari golongan pengemis (Kay-pang) untuk menyelidiki kejadian diselat Bu-ceng-hiap pada waktu itu sebetulnya ada apa sampai Heng-thian It-ouw bisa kabur keluar lembahnya".
Apa sebenarnya yang telah terjadi diselat Bu-cenghiap" Mari kita balik kepada Henghay Kouw-loan. Malam itu, sealah ribut-mulut dengan Lim Tiang Hong, kemudian pemuda ini berhadapan musuh2 kuat, malam itu sebenarnya si nona sudah tahu kalau Lim Tiang Hong sedang menghadapi banyak kawanan tangguh. Semula memang maksudnya ingin mau bertempur membantu pihak si anak muda. Tapi tidak nyana sebelum bergerak tiba2 ada serombongan orang lain yang dilihatnya lari menuju ke selat Bu-ceng-hiap.
Selat Bu-cerg-hiap yang selamanya tak pernah didatangi orang2 kang-ouw, sudah tentu kedatangan orang2 itu sangat ganjil bagi si nona. Ia lalu mengira akan maksud jahat orang2 itu. Maka lantas diurungkannya niat membantu Lim Tiang Hang dan dia balik lagi keselat Bu-ceng-hiap.
Ketika tiba dalam lembah benar saja di pekarangan rumah ada serombongan orang2 kang-ouw yang sedang ribut mulut dengan gurunya.
Yang terdiri berhadapan dengan Heng thian It-ouw adalah seseorang tua yang ditangannya mencekal huncwe (pipa tembako yang panjang), disamping itu masih ada beberapa laki2 berbadan tegap semuanya dengan pakaian mereka yang ringkas. Saat itu ia dengar suara Heng-thian It-ouw yang sudah gusar agaknya "Kalian sebenarnya siapa" Begitu berani mati nyelonong masuk ke lembahku ini" Sungguh besar nyali kalian heh!"
Orarg tua itu sambil menyedot huncwenya, telah menjawab kata2 si nenek dengan nada mengejek: "Siapa adanya Lohu" Apa pedulimu" Aku cuma ingin tanya padamu Lim Tiang Hong si bocah cilik itu apa pernah datang kemari" Nyali naga raksasanya yang sudah membatu apa diberikan padamu dan kau simpan".
Heng-thian It-ouw memang ada seorang beradat aseran serta tinggi hati. Mendengar kata2 kasar demikian serasa pengang telinganya, maka sambi! tertawa dingin lantas menjawab: "Kalau benar dia datang kau mau apa" Dan kalau tidak bagaimana" Sekali pun nyali naga raksasanya diberikan padaku, juga tak ada urusan denganmu. Apa maksudmu menghendaki benda itu"!"
Orang tua itu lantas angkat huncwenya diketokkan pada batu dua kali, lalu dengan sikap tenang berkata pula "Jikalau benar begitu bagaimana?"
Heng-thian It-ouw gusar. Tanpa tanyak kata lagi dihajarnya orang tua temberang itu.
Sikakek angkat huncwe-nya, menyambuti tongkat Heng-thian It-ouw seraya katanya: "Orang lain boleh takuti kau Heng-thian It-ouw, tapi buat Lohu. hm!, Sedikitpun kepandaianmu itu tak ada dimataku"
Sambil menyambuti serangan Heng-thian It-ouw ia menyerang hingga dua orang tua itu melakukan pertempuran sengit dalam jarak dekat.
Orang tua dengan huncwe sebagai senjata itu adalah seorang aneh yang telah lama menasingkan diri di daerah perbatasan. Kepandaian dan kekuatan tenaga dalamya sudah mencapai taraf tertinggi. Jarang ia unjuk diri di dunia kang-ouw, hingga namanya tak seberapa terkenal. Munculnya ia sekali ini se-mata2 karena dipancing dan disogok orang lain. Tidaklah heran kalau Heng-thian It-ouw tidak tahu namanya itu. Dan kini mendadak bertarung, tentu ia tak bisa mendapat kesempatan bertanya.
Dua tokoh sama2 aneh dan lama2 pula mengasingkan diri dari dunia kang-ouw pada detik itu telah mengadu kekuatan satu sama lain. Tidak heran sebentar saja lalu kelihatan satu pertempuran sengit yang jarang tertampak.
Heng-thian It-ouw, meskipun orang dari golongan kaum Hawa namun kepandaian dan kemahirannya, hampir semua menggunakan tenaga keras. Tongkatnya yang berwarna merah begitu digerakkan, kecepatan dan kehebatan setiap serangan yang keluar dari situ tidak berada dibawah kebisaan kaum pria menggunakannya.
Sebaliknya bagi orang tua itu, betapapun hebat serangan2nya, namun bagi Heng-thian It-ouw masih dapat disambuti atau ditolak dengan tenang dengan tongkat panjangnya. Jarang sekali mengadu kekuatan benar2, apalagi keras lawan keras.
Henghay Kauw-loan yang barusan mendongkol terhadap Lim Tiang Hong, kali ini mendapatkan banyak orang yang berani masuk ke tempat kediaman gurunya, seluruh kegusarannya lantas ditumplekkan ke atas orang2 itu. Maka tatkala melihat gurunya telah bergebrak, ia sendiri lantas mencabut pedang dan diserbunya rombongan orang kang-ouw itu.
Orang2 yang diserang secara mendadak itu, meskipun kedatangannya bersamaan dengan si orang tua bersenjata huncwe, tetapi sebetulnya lak ada hubungan apapun dengan si orang tua itu. Apalagi kepandaian mereka, tidak nempil barang sedikit dengan si orang tua. Tatkala Henghay Kouw-loan menyerbu, mereka lantas hunus senjata masing2 dan mengepung gadis itu.
Henghay Kouw-loan yang kepandaiannya dapat direndengi dengan orang2 kelas satu, sudah tentu istimewa gerak tipu2nya. Dalam gusarnya lebih2, pedang di tangannya diputarkan sedemikian rupa hingga dalam waktu pendek suara jeritan memilukan terdengar berkali2 saling susul, darah merah nampak berhamburan. Ternyata pedangnya sudah mengambil beberapa orang korban.
Orang tua yang bersenjata pipa itu dengan Heng thian It-ouw sebetulnya merupakan tandingan sama kuat sama teguh. Mungkin karena pengaruh suara jeritan orang2 diluar kalangan mereka, maka agak sedikit lengah dia. Kesempatan ini digunakan oleh Heng-thian It-ouw untuk menyerang makin gencar dan memaksa si orang tua mundur berkali2.
Pada saat itu dimulut lembah tiba2 terdengar suara siulan. Si orang tua itu mendadak putar senjata pipanya, dengan cepat membalas menyerang si nenek, kemudian ia juga keluarkan siulan panjang, badannya lalu melesat tinggi dan terus loncat mundur ke mulut lembah.
Heng-thian It-ouw yang beradat tinggi tak mau membiarkan orang luar menginjak tempat kediamannya. Ketika melihat orang tua itu hendak kabur, dengan murkanya lantas berseru: "Setan tua! Apa kau masih pikir ingin mabur?"
Lalu sambil putar tongkatnya lantas mengejar kemulut lembah.
Serombongan orang kang-ouw yang bertempur dengan Henghay Kouw-loan, begitu mendengar suara siulan dari mulut lembah, juga segera tarik mundur diri mereka dan mundur ke mulut lembah.
Henghay Kouw-loan yang kuatirkan keselamatan gurunya, tidak mengejar orang2 itu sebaliknya mengikuti jejak suhunya.
.911 Akan tetapi kecepatan kakinya tidak dapat menandingi jejak suhunya. Belum sampai seratus tombak, sudah tak kelihatan bayangan gurunya itu lagi. Diteruskan pengejarannya menuruti hatinya masih tak dapat menyandak orang2 yang dikejar. Dalam hati mulai timbul bimbang. Tak tahu ia, meneruskan mengejar atau balik, lagi kemulut lembahkah" Selagi dalam keadaan demikian mendadak terdengar suara orang ketawa riuh. Lalu disitu muncul serombongan orang2 kang-ouw yang berbaju pendek dan ceiana pendek. Sambil cengar cengir aneh orang2 itu berkata: "Budak! Apa kau mau cari gurumu" Sekarang ini barangkali ia sudah menghadap Giam-lo-ong"
Dengan alis berdiri Henghay Kouw-lonn membentak: "Kentut! Kalau berani sekali lagi kau mengaco belo, awas! Aku menghendaki jiwa kalian"
Seorang laki2 wajah hitam yang penuh2 tanda bacokan golok dimukanya tiba2 maju dua langkah, sambil ketawa ceriwis berkata: "Nona manis, tuan2mu sekalian ini tidak bergurau dengan nona manis. Malam ini sungguh benar gurumu itu sudah masuk jebakan kami. Jiwanya telah melayang, itu sudahlah pasti. Sekarang tuan2mu tidak akan menyusahkan satu nona manis, cuma nona manis suka mengawani kami ber-senang2, itu saja sudah cukup. Ha. ha, ha...."
Henghay Kouw-loan gusar bukan main. Lantas ditarik keluar pedangnya. Dengan beruntun ia melancarkan serangan kedirinya laki2 ceriwis tadi.
Ilmu pedang Bu-ceng-hiap sudah amat terkenal kemahirannya dalam dunia kang-ouw. Sekarang dilakukan dalam keadaan gusar, sudah terang ganas dan cepatnya melebihi kebiasaan se-hari2.
Selagi orang laki2 itu mundur delapan kaki, Henghay Kouw-loan yang menguatirkan keselamatan gurunya, lantas melesat meninggalkan mereka.
Tetapi rombongan laki2 itu tidak cuma sebegitu jumlahnya. Dipelosok lain telah bersembunyi lain rombongan, sudah tentu mereka tak mau memberi kesempatan Henghay-Kouw-loan melarikan diri karena mereka membawa maksud tertentu. Mereka yang dibelakangpun telah bergerak serentak dan didesaknya terus si nona balik kembali ke tempat tadi.
Henghay Kouw-loan sambil lintangkan pedangnya membentak dengan suara gusar: "Kalian sebetulnya orang2 apa" Dan apa maksud kalian menghalangi jalan nonamu?"
Seorang laki2 kurus berwajah tirus lantas menjawab sambil ketawa cekikikan: "Heng-thian It-ouw saat ini sudah melayang jiwanya. Kami dengan maksud baik ingin mengawani nona bermain sebab kami kuatir kalau nona memaksakan diri pergi mengejar, sudah tentu akan mengantarkan jiwa secara cuma2. Buat Heng-thian Itouw si nenek jelek itu, memang seharusnya atau sudah waktunya masuk dalam peti mati. Orang sudah tua itu tak menjadi soal. Tapi kau nona manis, kau yang masih muda belia dan cantik bagaikan kembang baru mekar ditaman, jikalau sampai ikut2an guru tuamu berkorban, sebetulnya sangat sayang"
Henghay Kouw-loan gusar sekali. Dengan suaranya yang nyaring lantas nona ini berseru: "Ngaco belo!" Berbareng lalu menyerang dengan pedangnya.
Laki2 kurus wajah tirus itu berubah air mukanya Ia putar tangannya memapaki serangan Henghay Kow.loan yang datang tiba2, kemudian balas menyerang.
Beberapa orang2 itu kesemuanya merupakan tokoh2 pilihan dari dunia kang-ouw. Dan laki2 kurus itu begitu bertempur dengan Henghay Kouw-loan, yang lainnya juga segera turut menyerbu hingga si nona terkurung di tengah-tengah.
Henghay Kouw-loan merasa cemas berbareng sengit. Seluruh kepandaiannya lantas dikeluarkan semua, pedangnya diputar laksana titiran, hampir setiap serangannya dilakukan secara ganas. Tapi, betapapun hebatnya serangannya, masih tetap belum mampu pecahkan kepungan kepungan mereka. Tapi rombongan orang2 itu nampaknya mengandung maksud tertentu, sebab kecuali mengurung dengan rapat, mereka tidak mau turun tangan keji.
10 jurus, 20 jurus, telah berlalu.... Dalam waktu sekejapan saja, kedua pihak sudah bertempur hampir seratus jurus. Dalam pertempuran secara demikan, yang rugi sudah tentu pihaknya Henghay Kouw-loan, sebab dengan seorang diri ia harus melawan musuh yang jumlahnya lebih banyak sudah tentu per-lahan2 tenaganya mulai habis dan serangannya mulai kendor dan tidak sebegitu ganas seperti semula.
Apalagi Henghay Kouw-loan berkelahi sambii memikirkan nasib suhunya. Itupun merupakan faktor pula bagi perhitungan untuk ruginya orang kang-ouw, hingga Sama kelamaan keadaannya mulai payah.
Setelah bertempur sekian jam lamanya, keadaan Henghay Kouw-loan semakin sulit. Tetapi tidak mau menyerah mentah2 dia,
Ia melawan mati2an dengan pengharapan gurunya bisa lekas2 balik dan memberi pertolongan.
Sedangkan dipihak musuh2nya, karena mereka mengandung maksud tertentu, ketika melihat keadaan Henghay Kouw-loan sudah mulai payah, mereka makin rapat menyerang dan makin gencar serangan2 dilancarkan, sedikit pun tak memberi ketika nona itu bernapas hingga dengan tak adanya kesempatan balas menyerang, ia keripuhan juga.
Meskipun sangat mendongkol, tetapi apa dayanya" Maka perasaan pilu dihati nona itu lantas timbul, diam2 lantas berpikir: "Melihat keadaan ini barangkali suhu benar2 sudah jatuh atau dicelakakan mereka. Dan orang2 ini yang rupanya mengandung maksud tak baik, malam ini rupanya sulit untukku lolos dari mereka.
Memikir sampai disitu Henghay Kouw-loan lalu menghela napas. Agaknya sudah putus asa dia, anggapnya malam itu adalah malam penghabisan baginya dan suhunya.
Dalam keadaan sangat kritis itu ia sudah ingin membunuh diri saja. Sebab ia merasa hanya dengan jaian bunuh diri baru dapat mempertahankan kesuciannya. Jikalau ia nanti sudah kehabisan tenaga dan benar2 terjatuh dalam tangan kawanan orang2 jahat itu, sudah tentu akan menderita kenistaan yang sangat hebat. Pendeknya pikiran Henghay Kouw-loan pada saat iiu sudah terlalu kalut sekali. Dalam pada itu tiba2 terbayang satu wajah jakap gagah, Lim Tiang Hong. Bukankah pemuda itu juga sedang bertempur dengan musuh2nya yang kuat" Kini timbul harapan baru, mendoakan agar cepat Lim Tiang Hong dapat melepaskan diri dan menolongnya. Oleh karenanya maka timbul pengharapan baru baginya. Ia mengharap supaya Lim Tiang Hong dalam saat2 begitu bisa muncul secara tiba2 dan memberi pertolongan kepadanya.
(dw-kz) . Jilid ke 10 Pengaruh cinta jauh lebih besar daripada segala perasaan apapun. Henghay Kouw-loan yang pada itu sudah jatuh cinta pada anak muda itu. Begitu mengingatnya, semangatnya bangun kembali. Pedang ditangannya bergerak lagi sangat hebat.
Pihak lawannya semula sudah menganggap si nona bagai burung dalam kurungan yang akan dapat ditangkap dengan mudah. Sungguh tak pernah mereka pikir kalau dalam keadaan setengah tak bernapas itu Henghay Kouw-loan bisa mengadakan serangan membalas. Oleh karenanya maka hampir saja lolos nona itu dari kepungan.
Tetapi rombongan orang2 itu kebanyakan merupakan orang2 kang-ouw yang sudah banyak pengalaman, maka perubahan cepat itu dapat dihadapinya dengan tenang. Dengan demikian Henghay Kouw-loan sebentar kemudian lantas terkurung lagi dengan rapat dan kini tak mungkin lagi baginya keluar lagi dari kepungan yang bertambah rapat itu.
Melihat keadaan demikian Henghay Kouw-loan dalam hatinya berkata sendiri sambil menarik napas panjang: "Suhu, muridmu sudah kehabisan tenaga. Aku tak mau sampai kau si orang tua kehilangan muka, sekarang aku hendak pergi.... Adik Hong, encimu sangat menyesal sekali, barusan tak saharusnya aku tanpa sebab menyalahkan kau. Tapi encimu biar bagaimana akas menjaga kesucian dirinya. biarlah dilain penitisan kita bertemu lagi...."
Dalam putus asa dan sedihnya, pedang si nona sudah hendak menggorok lehernya sendiri....
Tiba2 dari luar medan pertempuran terdengar suara orang membentak "Enci, jangan bingung. Adikmu Lim Tiang Hong sudah datang...."
Lalu sesosok bayangan orang cepat bagaikan kilat meluncur turun kedalam medan pertempuran. Dengan beberapa kali mengeluarkan serangan orang2 yang mengepung Henghay Kouw-loan tadi sebentaran saja lelah dibikin kocar kacir.
Rombongan orang2 itu agaknya takut benar terhadap anak muda yang baru datang ini, sebab begitu sampai mereka pada berseru dan kabur sipat kuping.
Orang itu ketika melihat rombongan orang2 itu sudah pada kabur, segera maju dan mencekal tangannya
.Henghay Kouw-loan, lalu dipeluknya nona yang sudah lemas itu dan berkata: "Siauwtee karena terlambat sedetik saja, hampir membuat enci celaka oleh mereka. Apa enci tidak terluka?"
Henghay Kouw-loan setelah bertempur hampir tiga jam lamanya, tenaganya sudah habis sama sekali. Kala itu karena pergharapan satu2nya cuma pada Lim Tiang Hong, ia masih bertahan terus melawan musuh2nya. Dan kini setelah melihat pemuda idamannya itu muncul tiba2, turun tangan begitu tangkasnya membubarkan orang2 yang mengepung dirinya, lantas susupkan kepalanya dalam dada anak muda itu. Dia pingsan....
Diwajah orang itu nampak senyuman iblisnya. Dengan cepat dibawa lari nona itu dan terus lari dan lari.
Sampai disuatu kelenteng tua barulah berhenti ia ber-lari2. Kelenteng tua itu tak ada penghuninya, tetapi disitu keadaannya ada sangat bersih. Orang itu letakkan dirinya Henghay Kouw-loan keatas pembaringan, kemudian diserbu secara kalap.
Henghay Kouw-loan dalam keadaan tak ingat diri, tidak mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya. Sewaktu membuka mata dan siuman, baru merasa ada kejadian tidak beres atas dirinya. Sedang disitu tampak "adik Hong"-nya tengah memeluk dirinya. Anak muda ini mengawasi wajah nona dihadapannya dengan senyuman puas. Heran, sikapnya memperlihatkan tingkah ceriwia, tidak seperti biasanya se-hari2.
Bukan kepalang kagetnya si nona "Adik Hong, kau...!"
Lalu didorongnya anak muda itu dari pelukannya, tapi orang itu malah maju dan memeluknya lagi semakin kencang.
Henghay Kouw-loan sebetulnya memang telah jatuh cinta pada anak muda di hadapannya. Maka hari itu, setelah ditolong dari bahaya, sudah bersyukur bukan main. Dan sekarang, ketika melihat tingkah laku anak muda itu yang seperti srigala kelaparan, meski dalam hati merasa tidak senang, tetapi biar bagaimana orang di hadapannya itu tetap adalah pemuda idamannya. Sekarang, setelah nasi sudah jadi bubur, apa gunanya menolak lagi"
Setelah agak bimbang sejenak, dapat juga hatinya dipengaruhi oleh rasa simpatiknya. Maka ia lantas balas memeluk, dan berkata: "Adik Hong, dengan cara begini rasanya kurang pantas. Ahhh... kau benar2 keterlaluan"
Dengan cara demikian, dua mahluk itu menjadi lupa daratan dan akhirnya Henghay Kouw-loan dalam kelelahannya telah tertidur.
Ketika ia mendusin, "adik Hong"nya ternyata sudah tiada, entah kapan ia sudah ditinggalkan dalam keadaan demikian.
Heng hay Kouw-loan kini merasa kaget dan gusar, hatinya menyesal. Sungguh tak dinyana kalau "adik Hong" nya Itu ada satu pemuda pemogoran. Mengapa menggunakan waktu selagi orang dalam keadaan tak berdaya mengambil kesuciannya" Kini dengan begitu saja ditinggalkannya, maka meskipun nona ini cinta sekali pada si pemuda meski sudah rela ia mengorbankan se-gala2nya untuk kekasih itu, tetapi dengan perbuatannya yang bejad moral itu, biar bagaimana masih harus diselesaikan juga.
Ketika melihat keadaan cuaca, ternyata hari sudah mulai sore. Maka dengan tindakan lesu setelah mengenakan pakaiannya ia balik ke lembah Bu-cenghiap. Ia masih mengharap suhunya pada waktu itu sudah kembali dalam keadaan selamat. Siapa tahu begitu sampai di rumah gurunya, Heng-thian It-ouw itu nenek ternyata belum kembali. Maka dalam hatinya lantas berpikir: "Apa benarkah suhu telah mereka celakakan?"
Dengan pikiran tak keruan seorang diri ia kembali keluar dari dalam rumah, berjalan dengan langkah bearah mana semalam ia melayani musuh2nya. Ia mencari dengan teliti, namun tak menemukan bekas2 apapun juga.
Setelah berpikir sejenak, dalam soal ini lebih baik mencari Lim Tiang Hong atau "suami"-nya lebih dulu. Dan kemudian mengajak pemuda itu bersama2 pergi mencari suhunya.
Karena Heng-thian It-ouw adalah isterinya Bu-ceng Kiam-khek itu juga berarti ia menjadi sumoay Lim Tiang Hong. Sudah barang tentu anak muda itu tak berani menolak permintaannya, lagi pula ia sendiri dengan Lim Tiang Hong, setelah terjadinya kejadian semalam itu, berarti sudah menjadi suami isteri. Maka seharusnya ia lekas mencari anak muda itu untuk merundingkan soal selanjutnya.
.Mengingat lagi kejadian semalam, wajahnya merah seketika. Dengan pikiran kalut nona itu terus jalan dan jalan mencari Lim Tiang Hong. Menurut dugaannya, Lim Tiang Hong pada waktu itu mungkin sudah berada dirumah Sin-soan Cu-kat pergi menemui Siauw Yan. (dw-kz)
Bab 24 SEKARANG mari kita lihat Lim Tiang Hong. Setibanya pemuda ini kekota Kim-leng, terus dicarinya rumah Sin-soan Cu-kat.
Sejak meninggalnya Heng-lim Cun-loan, rumah Sinsoan Cu-kat lantas menjadi tempat berkumpulnya orang2 golongan baik2. Banyak tokoh2 kang-ouw asal orang baik2 yang datang ke kota Kim-leng kebanyakan menginap dirumah orang pandai itu. Dan ketika Lim Tiang Hong tiba di rumahnya, Sin-soan Cu-kat dilihatnya sedang minum2 arak dengan si Pengemis Mata Satu.
Dua orang tua itu ketika melihat Lim Tiang Hong muncul, lantas pada balik mata dan ketawa ter-bahak2 "Lotee," kata mereka hampir berbareng, "Kau benar2 hebat. Lembah Hong-hong-kok yang menjadi buah impian banyak orang jahat ternyata telah kau kunjungi, malah sudah berhasil mendapatkan nyali naganya yang sudah jadi batu itu. Penemuan ajaib ini benar2 bisa membuat kami orang tua bangka pada mengiri"
Lim Tiang Hong bersenyum "Semua ini karena bantuan jiwi Locianpwee sampai boanpwee bisa menemukan benda ajaib itu" demikian Lim Tiang Hong berkata merendah.
Ketika orang itu selagi enak2nya bicara sambil ketawa2, Yan-jie mendadak lari masuk sambi! berlompat2an. Nona ini terus lari kedepan Lim Tiang Hong dan berkata dengan nada gembira: "Engko Hong, kenapa hari ini baru kau datang?"
Lim Tiang Tiang Hong memegang tangna nona itu berkata sambil ketawa getir: "Susah dibicarakan...."
Dalam pada itu tiba2 mata Lim Tiang Hong dapat melihat mata Sin-soan Cu-kat dan si Pengemis Mata Satu mengawasinya sambil ketawa2. Maka wajahnya berubah merah seketika dan buru2 menghampiri si Pengemis Mata Satu.
.Si Pengemis Mata Satu malah ketawa ter-bahak2 dan berkata: "Mari kita habiskan dulu arak dalam cawan ini"
Setelah itu ia sendiri lantas menghirup araknya sendiri. Dan Lim Tiang Hong meski tak biasa minum, terpaksa juga mengawani orang tua itu menenggak arak.
Pada saat itu Yan-jie yang sudah tidak sabaran agaknya, lantas buka mulut lagi "Engko Hong" katanya "Kau pergi mengantar surat kenapa begitu lama, sampai dua bulan sekarang baru balik lagi" Ada soal2 apakah dijalanan yang bisa melambatkan urusanmu?"
Melihat perhatian nona cilik itu atas dirinya, Lim Tiang Hong bercekat dalam hati. Sebab sejak ia mengetahui mempunyai tunangan, yakni ketika bertemu dengan Yu-kok Oey-eng, terhadap kawan2 wanitanya selalu ia berlaku dengan hati2 sekali. Sekalipun ia masih belum tahu jelas apakah Yu-kok Oey-eng itu benar2 tunangannya atau bukan, akan tetapi tak boleh tidak ia merasa perlu kalau ber-hati2 juga.
Ketika ditanya oleh Yan-jie, sambil gelengkan kepala ia menjawab: "Sungguh panjang kalau mau diceritakan...."
Kemudian ia lantas menceritakan dengan singkat semua pengalaman dalam perjalanannya.
Si Pengemis Mata Satu nampak garuk2 kepalanya yang tak gatal, setelah kerutkan kening lama juga, baru berkata: "Ini sungguh aneh. Kepandaian Heng-thian Itouw kutahu benar tingginya. Kenapa sampai ada orang yang berani menyerbu tempat kediamannya" Aku pikir dalam urusan ini tentu ada terselip apa2. Menurut penglihatanku, urusan itu kebanyakan ada hubungannya dengan benda pusakamu, nyali naga pusaka yang sudah jadi batu itu"
Lim Tiang Hong juga menganggap demikian, maka dengan suara cemas buru2 berkata lagi "Jika cuma lantaran itu sampai dia si orang tua mendapat kecelakaan, aku sungguh tak enak terhadap perguruanku sendiri"
Sin-soan Cu-kat lalu berkata sambil goyang2kan kepalanya: "Karena semua sudah jadi begitu, kau juga tak perlu terlalu gelisah. Menurut pandanganku, sedikit keruwetan meski akan ada, tak nanti bisa sampai orang tua itu ketemu bahaya. Untuk tahun2 belakangan ini, orang yang mampu menggulingkan Heng-thian It-ouw hanya sedikit saja"
Lim Tiang Hong meskipun dalam hati merasa perkataan orang pandai itu beralasan cukup kuat, tapi biar bagaimana hatinya masih merasa tidak tenteram, hingga untuk sesaat lamanya keadaan hening.
Tiba2 Sin-soan Cu-kat pentang lebar matanya, dengan suara berat membentak: "Sahabat dari mana yang datang berkunjung" Mengapa tidak mau turun" Dengan caramu seperti maling itu jangan sesalkan kalau nanti aku Sin-soan Cu-kat berbuat tak pantas membalas perbuatanmu"
Setelah itu lalu berkelebat bayangan hijau, seorang wanita dengan pakaian ringkas warna hijau sudah melayang masuk dari atas genting.
Yan-jie lantas mengenali orang yang baru datang itu, karena pernah sekali ia dimintai keterangan oleh orang itu yang menanyakan Lim Tiang Hong. Maka saat itu ia lalu membentak orang tu: "Aku siang2 sudah tahu kau bukan orang baik2. Hari ini kau datang lagi, mencari kabar apa lagikah"
.Orang yang baru tiba itu ternyata adalah Henghay Kouw-loan Ia sudah tidak seperti dahulu lagi, anggapnya itu sudah menjadi isteri Lim Tiang Hong, buat apa malu2 lagi. Dan kini, ketika datang2 melihat Yan-jie begitu kasar dan mengejeknya, sudah tentu agak gusar hatinya. Seketika itu juga dengan suara dingin menjawab kata2 Yan-jie: "Kau jangan coba berlagak. Apa kau kira perbuatanmu sendiri pantas dipandang mata?"
Yan-jie tadi telah menyambut kedatangan Henghay Kow-loan dengan sikap kasar, adapun sebabnya karena ia telah salah paham. Anggapnya nona yang baru datang itu segolongan dengan Im-san Mo-lie, yang datang untuk mencari kabar. Tidak nyana Henghay Kow-loan barbalik demikian mengejeknya, maka cemas juga hatinya, berbarengpun agak mendongkol. Dan setelah mengucapkan perkataan "Kau ngaco belo..." lantas menerjang dan mencakar wajah wanita baju hijau itu.
Henghay Kouw-loan yang saat itu sedang berada dalam keadaan kesal dan mendongkol, maka ketika diterjang oleh Yan-jie, dengan alis berdiri menyerang dengan tangannya, mengarah jalan darah Ciok-tie-hiat di badan Yan-jie.
Lim Tiang Hong pada saat itu tahu2 sudah menyela sama tengah sambil berseru: "Jangan salah mengerti. Semua ada orang sendiri!"
Yan-jie lantas melotot sambil monyongkan mulutnya "Siapa kata dia orangmu sendiri?"
Pada saat itu si Pengemis Mata Satu dan Sin-soan Cu-kat sudah pada memburu. Sin-soan Cu-kat menarik tangan Yan-jie, sedlang si Pengemis Mata Satu menghadang depan Henghay Kouw-loan.
Lim Tiang Hong lantas memperkenalkan siapa adanya nona itu. Ia mengira setelah diperkenalkan satu sama lain, tentu kesalahpahaman tadi bisa dibikin habis dengan cepat. Tapi tak tahunya kesalah-pahaman itu selamanya takkan habis karena diantara kedua wanita muda itu bukan berebut apa2, hanya ingin merebut cinta dan hati anak muda itu. Dalam hal ini Lim Tiang Hong sendiri masih seperti berada dalam kegelapan. Sedikitpun ia tak tahu kalau dua wanita itu diam2 mencintainya.
Sebaliknya bagi Sin-soan Cu-kat dan si Pengemis Mata Satu dua tokoh kang-ouw kawakan ini sudah lantas mengerti duduknya hal.
Setelah semua turun tangan, dua wanita itu akhirnya tidak jadi berkelahi. Tetapi toh masih pada mendendam dalam hatinya. Siapapun tidak mau membuka mulut untuk saling tegur. Mendongkol sekali mereka agaknya.
Lim Tiang Hong merasa suasana seperti sudah panas, maka sengaja ia mengalihkan pembicaraan kelain soal. Sambil ketawa ditegurnya Henghay Kouw-loan "Enci Kouw-loan, malam itu di lembah Bu-ceng-hiap sebetulnya telah terjadi urusan apa?"
"Kau sendirikan ada disana apa tak tahu?" demikian jawab Henghay Kouw-loan ketus.
Lim Tiang Hong dengan mata membelalak tajam berkata pula: "Aku benar2 tak tahu semula aku dikerubuti oleh imam2 Lionghouw-koan dan setelah berhasil pukul mundur mereka aku terus balik ke lembah, tapi sudah tak melihat bayangan kalian murid dan guru...."
"Dan selanjutnya?"
"Selanjutnya aku tidak berhasil menemukan kalian, lantas pergi ke lembah Loan-phiauw-kok maksudku ingin menolong ibuku yang dikabarkan dibekuk mereka" "Perkataanmu ini kepada siapa kau tujukan?" "Kepadamu tentunya. enci"
"Phui!..." Henghay Kouw-loan mendadak membuang ludah dan sambil menuding mukanya Lim Tiang Hong berkata "Kau berani kata juga malam itu kau tidak melihatku?" Dan mukanya lantas merah membara.
"Benar2 aku mencari kau sekian lama, tapi tak pernah menemukan jejakmu" demikian Lim Tiang Hong dengan wajah kebingungan berkata.
"Kalau begitu ketika aku ditengah jalan ketemu dengan musuh2 kuat siapa yang menolongku" Dan selanjutnya.... selanjutnya...."
Berkata sampai disitu, agaknya sukar ingin mengucapkan yang selanjutnya, parasnya terlebih merah lagi.
Lim Tiang Hong tidak tahu perkataan apa yang ingin diucapkan nona itu selanjutnya. Dengan wajah minta keterangan ia berkata lagi: "Setelah aku berlalu dari selat Bu-ceng-hiap aku terus ke lembah Loanphiauw-kok. Di tengah jalan sama sekali belum pernah menolongmu enci"
Henghay Kouw-loan melihat Lim Tiang Hong mungkir malam itu tak pernah melihatnya tentu saja jadi kalap. Hampir saja karena satu jawaban yang belakangan ini air matanya mengucur keluar.
Dimata orang lain pertengkaran secara demikian sebetulnya kelihatan terlalu berlebih-lebihan. Tetapi Henghay Kouw-loan sendiri anggap itu penting sekali. Sebab dengan mungkirnya Lim Tiang Hong dengan perbuatannya malam itu, tak ubahnya seperti hendak melepaskan tanggung jawabnya dari semua peristiwa di dalam kelenteng tua yang sudah mengorbankan kesuciannya. Dengan demikian bukankah berarti bahwa kehidupannya selanjutnya akan ditutup habis begitu saja" Maka seketika itu sambil kepalkan tangannya lantas berkata: "Lim Tiang Hong! Mari ikut padaku! Aku ada urusan penting sekali yang ingin dibicarakan dibawah dua pasang mata...."
Dan tanpa berkata apapun lagi kepada yang lain, nona itu terus lari keluar dengan hati panas sekai.
Lim Tiang Hong terpaksa mengikuti kemauannya. lari mengikuti di belakang nona itu terus keluar kota.
Tiba disuatu tempat yang sunyi, Henghay Kon-loan tiba2 berhenti.
Setelah berdiri berhadapan dengan Lim Tiang Hong nona itu terus berkata sambil gatrukkan kakinya, "Kau sungguh kejam"
Nona itu lantas mendekap mukanya dan menangis ter-sedu2.
Lim Tiang Hong tahu, selama berkelana di dunia kang-ouw nona ini berkelana seorang diri hingga menjadi orang kosen yang jarang ada yang menandingi. Ia heran kali ini, kelihatan si nona begitu lemas lesu dan sebentar2 mengucurkan air mata. Bermula sangkanya kelakuan si nona disebabkan karena suhunya belum juga diketahui jejaknya. Maka ia lantas meng-usap2 pundak si nona berkata dengan suara lemah lembut "Enci Kouwloan, kau jangan salah paham. Di selat Bu-ceng-hiap ada terjadi urusan, buat aku biar bagaimana tak dapat mengelakkan tugasku. Kedatanganku ke daerah Kanglam ini adalah untuk mencari si Pengemis Mata Satu sekalian untuk merundingkan bagaimana kita harus bertindak lebih jauh. Sebaiknya berlaku tenanglah enci, suhumu sudah mencapai taraf tertinggi dalam ilmunya, tidak nanti bisa ketemu bahaya"
Dan masih pemuda itu mengira bahwa perkataannya yang diucapkan dengan sikap sungguh2 itu akan dapat meredakan hatinya. Siapa tahu semakin lama mengeluarkan suara, semakin nyaring suara tangis nona itu. Dan tiba2 si nona berkata dengan suara keras: "Tidak usah kata2 yang muluk2. Aku cuma mau tanya satu. Perbuatanmu dalam kelenteng tua itu mau kau akui atau tidak?"
"Aku berbuat apa dalam kelenteng tua?" menanya Lim Tiang Hong dengan sikap kebingungan.
Henghay Kouw-loan yang melihat tetap Lim Tiang Hong mengatakan tidak tahu semua urusan, membuat hatinya semakin panas. Dengan kalap ditariknya pedangnya sampai berbunyi mengaung, dan sambil menudingkan pedang itu kemuka Lim Tiang Hong berkata: "Semula aku masih anggap kau orang baik2. Tidak nyana perbuatanmu lebih dari binatang. Kau sesudah menggunakan kesempatan selagi aku kehabisan tenaga mencemarkan kesucianku, sekarang ternyata kau mungkir terus! Hari ini kalau kau tidak memberi penjelasan padaku, antara kau dan aku jangan harap bisa hidup berdua2. Kau mati atau aku mampus!"
Lim Tiang Hong yang mendengar kata "mencemarkan kesucian" itu, bukan kepalang kagetnya. Dengan wajah penuh rasa ingin tahu berkata lagi "Bagaimana kau bisa berkata seperti itu" Benar2 aku tak pernah berbuat. Itu pasti adalah perbuatan lain orang yang menyaru sebagai aku. Dan... sekarang bagaimana dengan urusan ini?"
Henghay Kouw-loan sudah barang tentu tak mau percaya omongan si anak muda. Sambil ketawa dingin lalu berkata: "Mataku tidak buta! Aku tak mungkin bisa salah lihat orang. Jangan main gilalah. Sekali lagi kutanya, mau tidak kau pertanggung jawab kan perbuatanmu itu?"
Bagi seorang wanita, jikalau keadaan tidak terlampau mendesak, tidak nanti mengeluarkan kata2 kasar atau membentak. Apalagi terhadap orang yang "dimauinya". Akan tetapi Lim Tiang Hong yang benar2 memang tak pernah merasa melakukan perbuatannya, dikatakan nona itu, tentu saja tak mau mengaku. Maka ia lalu berkata setelah menarik napas panjang "Enci Kowloan, mohon kau suka percaya keteranganku. Bisakah kau percaya aku semacam orang yang kau katakan" Dalam hal ini pasti ada sebab lain. Mungkin.... akh! Barang kali ada orang yang menyaru Lim Tiang Hong lagi"
"Menyaru" Menyaru katamu" Dalam soal lainnya masih boleh kau kata begitu tapi kalau benar2 ada seseorang menyaru dirimu berbuat tidak patut terhadapku, Henghay Kouw-loan, maka itu berarti habislah harapanku untuk hidup...."
Dalam cemasnya kembali Henghay Kouw-loan mengisak tangis dan ter-sedu2. Rupanya sudah tidak bisa berbuat apa2 lagi nona ini, hanya timbul satu harapan, apabila benar ada orang yang menyaru sebagai Lim Tiang Hong, ia berharap Lim Tiang Hong suka menjelaskan. Sebab jikalau tidak, bagaimana ia dikemudian hari bisa menemui orang"
Maka dengan secara kalap nona ini maju dua tindak. Setelah mencekal lengan Lim Tiang Hong, sambil menangis me-raung2 berkata: "Apa benar kau begini kejam?"
.937 "Kau adalah Suciku, tidak nanti aku berani melanggar ujung rambutmu. Perbuatan itu benar2 bukan aku yang melakukan. Jikalau kau tetap tak percaya, aku boleh bersumpah dihadapanmu kepada Tuhan" Lim Tiang Hong membersihkan dirinya.
Heng-hay Kouw-loan pikirannya sudah kalut betul2, tiba2 berteriak seperti lakunya orang gila.
Lim Tiang Hong yang melihat tingkah laku Sucinya yang begitu sedih, mengetahui kalau saat itu kakak seperguruannya itu telah tertekan hebat batinnya, hingga pikirannya jadi berubah. Maka ia buru2 maju dan berkata sambil tarik lengan baju si nona: "Enci kow-loan, harap kau suka berlaku tenang. Urusan sudah terjadi, seperti nasi sudah jadi bubur, lebih baik kita dayakan dengan lain akal, kita cari dulu orang itu dan nanti kita bicara lagi"
Henghay Kow-loan mendadak berhenti ketawa dan mangangkat pedangnya menyerang Lim Tiang Hong secara orang kalap.
Serangan yang dilakukan secara tiba2 itu, dimana Lim Tiang Hong sama sekali tak berjaga-jaga. Hampir2 pemuda itu celaka. Saat itu pedang Hong-hay Kouw-loan sudah datang begitu dekat. Nona beringas seperti keranjingan setan, maka serangannya itu tak segan2 lagi rupanya. Tapi dasar jago tanpa tandingan, dalam si tuasi begitu kejepit, ia masih dapat menghindari serangan Heng-Kouw-loan.
Lim Tiang Hong setelah dapat mengelakkan setiap serangan dengan ilmu mengentengi tubuhnya yang telah sempurna, terus menerus mencoba meredakan kekalapannya nona itu. Akan tetapi biar pecah tenggorokannya barangkali Henghay Kouw-loan tak mau mengerti. Makin lama makin ganas serangannya.
Pada saat itu mendadak muncul satu bayangan orang, yang dengan cepat mengulurkan tangannya menyampok pedang Heng-hay Kow-loan dan berkata dengan suara keras: "Nona! Tahan dulu serangan! Ada urusan apapun, harus dirundingkan dengan pikiran dingin"
Ketika Henghay Kouw-loan menengok, yang menghalangi tangannya itu ternyata adalah si Pengemis Mata Satu. Tiba2 si nona tancapkan pedangnya yang tersampok tadi ke tanah dan mendadak ia telah ketawa ber-gelak2.
Pengemis Mata Satu mengawasi Lim Tiang Hong. Selagi hendak menanya apa sebetulnya yang telah terjadi, Henghay Kouw-loan sudah putar tubuh dan lari kabur.....
Lim Tiang Hong semula tercengang. Dan ketika mendusin Henghay Kouw-loan sudah lari jauh, lantas dengan suara cemas berkata: "Lekas kejar! Lekas kejar nona yang sudah kalut pikiraannya itu. Dengan ia sendirian, nanti bisa terjadi apa2 yang tidak kita inginkan"
Sambil menarik tangan si Pengemis Mata Satu Lim Tiang Hong pikir hendak coba mengejar.
Tetapi pada saat itu Henghay Kouw-loan ternyata sudah tak kelihatan mata hidungnya lagi.
Dua orang itu pasang mata mengawasi keadaan sekitar tempat itu, masih tidak kelihatan jejak Henghay Kouw-loan. Maki Lim Tiang Hong dengan keheranan berkata: "Ha, ini begitu aneh. Kenapa sebentar saja sudah hilang?"
Si Pengemis Mata Satu garuk2 kepalanya, dengan perasaan ter-heran2 pula menanya Lim Tiang Hong: "Kalian berdua sebetulnya tadi meributi urusan apa sih?"
Lim Tiang Hong geleng2kan kepala, lalu berkata setelah menarik napas panjang: "Lagi2 ada satu peristiwa hebat" katanya "Loko, dalam urusan ini bagaimana aku harus bertindak?"
Selanjutnya pemuda ini lantas menceritakan apa yang dituduhkan terus menerus oleh Henghay Kouw-loan itu padanya.
Terhadap segala urusan didunia kang-ouw, betapapun besarnya si Pengemis Mata Satu itu selalu bisa bertindak tenang. Ia sudah pernah mengatakan terlebih dulu, segala soal dapat kuatasi. Hanya terhadap soal wanita saja ia merasa pusing kepala.
Maka setelah mendengar penuturannya Lim Tiang Hong, lalu dibukanya matanya yang cuma tinggal satu, seraya menatap wajah pemuda itu ia berkata: "Lotee, urusan ini sungguh hebat! Sebaiknya kau saja terus terang, kau berbuat atau tidak?"
"Apa kaupun tak percaya Lim Tiang Hong?"
Pengemis Mata Satu merasa sudah kelepasan omong, maka lantas buru2 memperbaiki "Aku si pengemis tua" katanya, "karena bingung memikiri soal itu maka aku berkata sembarangan padamu. Lotee, jangan kecil hati, ya" Sekarang sebaiknya kita pulang dulu. Kita rundingkan dengan Sin-soan Cu-kat barangkali ia bisa memecahkan soal ini"
Lim Tiang Hong yang saat itu juga merasa tak berdaya. Begitu diajak pulang lantas mengikuti balik kerumah Sin-soan Cu-kat.
Selagi kedua orang itu berjalan berendeng, tiba2 dari samping jalan muncul seseorang laki2 dengan dandanannya yang ringkas warna hitam. Orang itu lantas menyoja memberi hormat dan berkata: "Apa tuan ada To-liong Kongcu?"
Lim Tiang Hong tercengang beberapa saat, lalu menjawab: "Benar, aku adalah Lim Tiang Hong. Ada urusan apa tuan mencari aku?"
Orang itu lalu mengeluarkan sepucuk surat yang lantas diangsurkan dengan kedua tangannya kepada Lim Tiang Hong dan berkata: "Hongcu kita tahu yang tuan bisa pegang kepercayaan, maka Hongcu telah suruh aku yang rendah mencari tuan untuk minta supaya tuan sudi membuang sedikit waktu datang ke Duabalas puncak gunung digunung Bu-san"
Lim Tiang Hong lalu merobek surat yang diberikan padanya, ternyata tertuliskan nama didalamnya: Sin-lie Hong-cu.
Surat itu hanya bertuliskan beberapa kata, yang maksudnya mengatakan: Di gunung Bu-san baru2 ini telah terjadi perkara besar, supaya Lim Tiang Hong suka datang sendiri agar bisa membereskan persoalan itu.
Karena surat itu ditulis dengan sungguh2 dan urusan rupanya mendesak. Setelah membaca habis surat itu Lim Tiang Hong kerutkan alisnya.
Karena waktu itu ia sedang dibikin pusing oleh urusannya Henghay Kouw-loan, bagaimana bisa pergi kegunung Bu-san lagi"
Akan tetapi memikir pula, bahwa sebagai laki2 harus dapat pegang janji, yang karena dulu pernah berjanji kepada Sin-lie Hong-cu demikian, bagaimana sekarang bisa pungkiri janjinya dulu"
Si Pengemis Mata Satu yang juga membaca surat itu, dalam hati merasa heran. "Adik kecilku ini benar2 hebat. Dia juga bisa berkenalan dengan 12 Hong-cu dari gunung Bu-san?" begitulah pikir pengemis itu. Tapi iapun cukup maklum bahwa 12 Hong-cu dari gunung Bu-san itu semuanya merupakan orang2 gagah untuk daerah Sucoan selatan. Kepandaian mereka merupakan aliran tersendiri. Kecuali agak misteri, yang lain, dilihat dari kelakuannya, masih tergolong dalam aliran orang baik2. Muka dapat berkenalan dengan Lim Tiang Hong, ada faedahnya. Begitulah ia lantas menama: "Lotee, kau pikir sekarang mau bertindak bagaimana?"
Lim Tiang Hong setelah tarik napas berkata: "Aku pernah menjanjikan mereka sesuatu, pergi sudah pasti pergi, tapi urusan disini bagaimana?"


Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia berpaling kepada laki2 itu berkata: "Harap tuan suka pulang lebih dulu. Tolong beritahukan pada Sin-lie Hong-cu kalau aku si orang she Lim sedikit hari lagi pasti akan datang"
Laki2 itu ketika mendapat jawaban dari Lim Tiang Hong menyanggupi datang, wajahnya nampak gembira. Kembali dengan lakunya sangat menghormat ia menyoja, dan lantas berlalu.
Ketika Lim Tiang Hong dan si Pengemis Mata Satu kembali kerumah Sin-soan Cu-kat, pertama mereka lihat Yan-jie sedang menanti di ruang tengah dengan Sin-soan Cu-kat di kursi lain.
.Dan ketika melihat kedatangan Lim Tiang Hong nona itu segera menanya apa sebetulnya yang telah terjadi"
Lim Tiang Hoag hanya bungkam tanpa menjawab.
Si Pengemis Mata Satu lantas menuturkan apa yang telah terjadi tadi antara Lim Tiang Hong dan Henghay Kow-loan.
Sin-soan Cu-kat setelah mendengar penuturan hal Lim Tiang Hong dari pengemis itu, nampak berpikir keras. Sedang Yan-jie kelihatan sedang tujukan matanya yang bersinar seram itu sambil bersenyun, namun senyuman anak dara itu membuat hati Lim Tiang Hong ber-debar2 tak enak.
Sin-soan Cu-kat setelah berpikir lama, tiba2 membuka mulutnya "Menurut dugaan Lohu" katanya, "perkara ini mungkin suatu akal dan jebakah yang sudah direncanakan baik2 lebih dulu. Maksudnya orang2 itu masuk ke selat Bu-ceng-hiap, adalah hendak merampas nyali naga yang sudah jadi batu. Dengan menyaru sebagai Lim Siauw-hiap dan mencemarkan kesucian Henghay Kouw-loan adalah suatu perbuatan membalas maksudnya. Pada tahun2 belakangan ini, orang2 yang bisa menyaru sebagai Lim Siauw-hiap cuma ada. dua orang, satu Im-san Mo-lie dan yang satunya lagi adalah Kauw-cu muda Thian-cu-kauw. Im-san Mo-lie orang perempuan, tidak mungkin bisa berbuat begitu maka pasti orang yang berbuat itu adalah Kauwcu muda Thiancu-kauw itu"
Lim Tiang Hong yang sudah melihat wajah Kauwcu muda itu, yang memang benar tampangnya mirip dengannya, lalu merasa bahwa kecuali dia sudah tak mungkin ada lain orang yang berani demikian, maka lantas mengangguk menyetujui pendapat Sin-soan Cukat.
Sin-soan Cu-kat lalu berkata pula: "Buat sekarang ini kita harus bertindak. Pertama, minta saudara Mata Satu ini segera keluarkan perintah pada saudaranya golongan pengemis untuk menyelidiki dimana jejak Heng-thian It-ou dan muridnya" Kedua, melakukan penyelidikan secepat mungkin siapa dan orang dari golongan mana yang malam itu menyerbu lembah Buceng-hiap" Jikalau dua2 soal sudah jelas, tahu orang2 yang menyerbu selat itu dari golongan mana, perkara ini selanjutnya gampang untuk dibereskan. Lim Siauw-hiap ingin kegunung Bu-san" Boleh pergi saja. Nanti setelah urusan di gunung Bu-san selesai, perkara penyaruan ini juga pasti sudah akan mendapat keterangan"
Pengemis Mata Satu itu setelah mendengar keterangan tersebut, lantas berkata setelah ketawa besar: "Kau atur secara itu, bagus sekali. Tak kecewa kau mendapat julukan Sin-soan Cu-kat, aku, si pengemis tua akan segera atur semua urusan"
Maka urusan itu lantas diurus menurut rencana yang dibentangkan Sin-soan Cu kat tadi.
Lim Tiang Hong hari itu juga lantas berangkat ke gunung Bu-san dengan mengambil jalan air. Ia yang dibesarkan di daerah utara, dengan perjalanan air merupakan satu perjalanan yang pertama kali.
Disepanjang sungai Tiang kang, pemandangan alamnya sangat indah. Akan tetapi, ada beberapa tempat yang keadaannya berbahaya sekali.
Ia berduduk di tengah-tengah kapal, menikmati pemandangan di kedua belah sisinya. Ternyata jauh lebih nikmat daripada jalan di daratan.
Kapal yang ditumpangi oleh Lim Tiang Hong adalah kapal muatan barang. Maka kecuali sipemilik barang dan
.947 beberapa kelasinya, tak ada penumpang yang lain. Kepada orang2 itu Lim Tiang Hong tidak pikir untuk berkenalan, maka sepanjang jalan jarang terdengar mereka ber-cakap2.
Orang2 di atas kapal meskipun merasa bahwa pemuda yang ikut mereka itu agak misteri, akan tetapi juga tak seorangpnn yang memperhatikannya lagi selagi selewatnya beberapa daerah.
Selewatnya daerah Gie-ciang, sungai itu menyempit. Airnya nampak mengaiir amat deras.
Orang2 di atas kapal waktu itu semua pada ketakutan, begituan para kelasi, juga mulai tegang otak.
Lim Tiang Hong yang melihat begitu derasnya air mengalir, lekas keluar dari dalam geladak dan memandang kearah bukit Bu-san yang saat itu lapat2 sudah kelihatan di depan mata. Ia melihat bahwa dibelakang kapal yang ditumpanginya ada dua buah perahu kecil yang cepat mengejar kapalnya. Ia yang bermata tajam, sudah lantas melihat kalau orang2 yang menumpangi kedua perahu itu adalah orang2 kang-ouw. Maka ketika melihat hal itu lantas juga ia tahu bahwa mereka itu pasti mempunyai maksud tertentu, maka diam2 lalu bertanya-tanya pada dirinya sendiri: "Orang2 itu entah dari aliran partai mana" Apa maksud mereka lu ditujukan padaku?"
Berpikir sampai disitu ia lantas menggerendeng sendirian dalam hati.
Tetapi diluarnya nampak masih tenang2 saja pemuda ini. Sambil bersedekap ia berdiri diatas lantai kapal, menikmati pemandangan di kedua sisinya.
Pada saat itu orang2 diatas kapal juga sudah dapat melihat dua perahu kecil itu yang mereka anggap pun mengandung maksud tidak baik. Semua memperlihatkan muka cemas, terutama si pengemudi kapal. Dengan wajah ketakutan orang ini lantas menghampiri sipemilik barang dan berkata: "Celaka! Ada bencana datang. Lihatlah disana!"
Pemilik kapal barang itu adalah seorang saudagar pertengahan umur. Ketika menengok kearah yang ditunjuk, benar saja ada dua perahu cepat dengan penumpangnya orang2 kang-ouw yang pada membawa senjata tajam. Perahu itu sedang mengejar kapalnya dan waktu itu terpisah dengan kapal kira2 50 tombak saja. Maka dengan wajah pucat lesu saudagar ini lantas berteriak2: "Hai tukang kapal! Sekarang ini bagaimana?"
Tepat pada saat itu dari jurusan muka tiba2 terdengar suara riuh, lalu mendatangi beberapa puluh perahu yang jalannya memapaki kapal besar itu.
Karena begitu lajunya perahu2 itu, sebentar saja sudah berada di depan kapal besar.
Sekarang ternyata dari belakang dan depan telah dikurung oleh perahu2 yang agaknya ditujukan kepada kapal besar tersebut.
Lim Tiang Hong juga merasa sangat heran. Baru saja hendak membuka mulut bertanya sesuatu, tiba2 dari perahu yang datang dari sebelah depan terdengar suara orang berkata dengan berbareng "Anak buah dari Sin-lie Hong-cu yang disini menyambut kedatangan To-liong Kongcu"
Suara perkataan ini lalu disusul pula dengan suara orang lain yang berkata: "Kawanan manusia yang tak bermata! Lekas hentikan kapalmu!"
Sebentar lalu terdengar suara air bergolak, perahu2 itu ketika tiba didepan kapal yang ditumpangi oleh Lim Tiang Hong, mendadak terpisah menjadi dua cabang dan terus menghampiri kapal besar itu.
(dw-kz) Bab 25 DUA BUAH PERAHU yang memencar dari belakang dengan sangat lajunya itu, adalah perahu2 yang dikirim oleh cabang Thian-cu-kauw didaerah Kang-lam. Mereka telah dengar kabar bahwa Lim Tiang Hong dari Kim-leng dengan ambil jalan air hendak pergi ke Su-cwan. Maka lantas mengutus beberapa orangnya yang mahir dalam air, hingga turun tangan terhadap Lim Tiang Hong diselat yang airnya deras di sungai Tiang-kang.
Dalam pikiran mereka, betapapun tingginya kepandaian Lim Tiang Hong, kalau saja dapat dilelepkan masuk kedalam air. Mereka tak takuti anak muda itu bisa terbang lagi.
Siapa sangka selagi mereka baru saja hendak turun tangan, perahu yang dikirim oleh Duabelas Hongcu dari bukit Busan dan khusus hendak menyambut kedatangan Lim Tiang Hong justru memilih tempat itu juga. Didalam dua perahu kepunyaan Thian-cu-kauw itu masing2 ada orang kuatnya yang memimpin.
Perahu yang disebelah kiri, dipimpin oleh seorang yang bernama Auw Khek Peng bergelar "Belut Dalam Air". Sedang perahu yang sebelah kanan itu berada dibawah pimpinan seorang bernama Go-Chit, dengan gelarnya "Kalajengking Air".
Mereka itu sebetulnya merupakan kawanan iblis dari golongan hitam di daerah Tong-hay.
Begitu melihat perahu milik Duabelas Hongcu didepan yang sudah lantas menghalangi maksudnya, diam2 mereka putar otak dan meng-hitung2 kekuatan pihaknya sendiri dan kekuatan pihak lawan, dan akhirnya lalu mengambil keputusan tidak akan memperdulikan orang2 dalam perahu milik Duabelas Hongcu itu. Lebih dulu mereka hendak menggempur kapal yang ditumpangi Lim Tiang Hong. Jikalau maksud pertama ini tercapai, sekalipun harus kebentrok dengan orang2nya Duabelas Hongcu dari Bukit Busan, mereka merasa tidak perlu kuatir lagi.
Maka mereka tidak menghiraukan perahu2 yang datang menyongsong dari muka itu. Dua perahu ini sudah akan menggempur kapa! yang didalamnya ada Lim Tiang Hong.
Dua buah perahu itu diperlengkapi dengan senjata khusus berbentuk luar biasa. Dibagian kepala perahu2 itu ditaruh semacam bor tajam yang panjangnya kira2 tiga kaki. Bagi kapal atau perahu biasa, apabila kena diseruduk oleh bor itu pasti akan segera tenggelam.
Selagi dua perahu Thian-cu-kauw ini meluncur dengan teramat cepatnya dan sudah akan menggempur dekat sekali pada kapal yang ditumpangi Lim Tiang Hong, tiba2 ada semacam kekuatan yang berwujud angin, dari atas menindih bagian kepala dua perahu tersebut.
Dua perahu itu, yang terpisah hanya kira2 tujuhdelapan kaki dari kapal yang ditumpangi oleh Lim Tiang Hong. Dan selagi hendak membentur, tiba2 ada sambaran angin yang meluncur keluar dari serangan tangan, lantas tidak berani menggempur maju lagi dan dengan cepat berpencaran ke bagian kiri dan kanan badan kapal besar tersebut.
Dengan demikian angin yang keluar dari serangan tangan yang ternyata dilancarkan oleh Lim Tiang Hong sendiri tidak berhasil mengenakan sasaran, hanya air sungai Tiang-kang yang saat itu memuncrat naik setinggi dua-tiga kaki.
Dua perahu yang memencarkan diri ke kanan kiri badan kapal, kembali hendak menggempur kapal besar tersebut dari sisi kanan dan samping kiri.
Pengemudi kapal besar, semula ketika melihat ada perahu yang mengejar dari belakang, sudah ketakutan setengah mati. Dan ketika melihat pula dari depan juga ada perahu yang mendatangi, yang ternyata juga ditujukan ke arah kapalnya, ia jadi menggigil dan kakinya merasa lemas. Mereka sebagai tukang kapal yang sudah biasa mengemudikan kapal setiap harinya, segera mengenali perahu2 dari dua golongan itu, yang semunya dari golongan orang2 kuat. Tetapi mereka mana tahu apa sebabnya dua golongan itu justru mengarah saudagar biasa yang menumpang di atas kapalnya.
Dan sewaktu melihat Lim Tiang Hong angkat tangan tenang2 lantas saja air di depannya berkecebur begitu hebat, baru tahu bahwa penumpang muda yang kelihaian berdandan amat sederhana itu ternyata ada seorang tokoh dunia kang-ouw yang mempunyai kepandaian luar biasa tingginya. Hingga diam2 ia mengeluh sendiri. Pikirnya bahwa hari ini kapalnya akan hancur. Sekalipun jiwanya sendiri mungkin bisa ketolongan, tapi kapalnya sudah pasti akan hancur lebur.
Dan seiagi anak buah dalam kapal itu pada berser kaget, Lim Tiang Hong hanya ketawa dingin. Kedua tangannya yang semula nampak berpeluk tangan, tiba2 dibentangkan lebar2 kekanan dan ke kiri. Ia menekan dengan tenang, dipermukaan air lain timbul segumpalan angin.
Kapal yang bentuknya begitu besar se-olah2 dibantu oleh dewa tiba2 melesat ke depan sejauh duatiga tombak.
Dengan demikian maka dua perahunya Thian-cukauw sekali lagi tidak berhasil makan sasaran, bahkan hampir2 bertubrukan sendiri.
Kejadian gaib itu membuat si "Belut Air dan Kalajengking Air" pada saling berpandangan, tidak tahu bagaimana harus berbuat.
Pada saat itu serombongan perahu2 yang datang dari sebelah atas, sudah mengurung rapat dua perahunya orang2 Thian-cu-kauv. tadi. Dari atas perahu
.yang terbagus lantas terdengar orang berkata dengan suaranya yang nyaring: "Sahabat, apa kau sengaja cari setori dengan kami orang2nya Duabelas Hongcu dibukit Bu-san" Apakah kalian sudah tak mempunyai mata" Tahukah kalian bahwa didalam selat sungai Tiang-kang ini kalian boleh anggap sebagai tempat kalian unjukkan kegagahan dan berbuat sesukanya saja?"
Duabelas Hongcu bukit Bu-san, untuk daerah perairan sungai Tiang-kang bagian atas namanya sangat kesohor. Jika diwaktu biasa2nya si Belut Air dan si Kalajeagking Air tidak nanti berani banyak tingkah didepan mereka itu, tapi karena sekarang mereka telah menjadi orang-nya Thian-cu-kauw, dalam hati mereka anggap telah mempunyai sandaran kuat, merasa keadaan telah lebih kuat, lalu si Belut Air menghadap sambil ketawa dingin.
"Selat Sam-hiap di sungai Tiang-kang toh bukan milik kalian pribadi. Mengapa kami tidak boleh masuk! Bocah tadi itu adalah tahanan penting Thian-cu-kauw kami yang melarikan diri. Jikalau dia sampai lolos, hm" Lain kali kalian Duabelas Hongcu bukit Bu-san berat akan menanggung tanggung jawab ini"
Orang2 didalam perahunya milik hongcu2 bukit Busan itu, semua merupakan anak buahnya Sin-lie Hongcu yang paling kuat. Mereka juga sudah dapat dengar dan kegagahan To-liong Kong-cu didunia kang-ouw. Mereka dengar juga terhadap Kauwcu Thian-cu-kauw sendiri Kongcu itu tidak takut, apalagi cuma kawanan kurcaci dari cabangnya saja.
Ketika mendengar ucapan sombong orang2 itu, sudah tentu mereka pada merasa geli dan mendongkol. Selagi hendak balas mengejek, tiba2 dari bagian atas mendatangi sebuah kapal yang dirias indah, dengan lajunya mendatangi ketempat itu.
Diatas kapal indah itu ada duduk seorang gadis remaja, dengan parasnya yang angkuh dingin memandang kedepan. Di kedua sisi wanita ini, berdiri empat orang pelayan wanita.
Gadis remaja ini dengan sorot mata dingin mengawasi orang2nya Thian-cu-kauw itu sejenak kemudian bangkit berdiri dan berkata kepada Lim Tiang Hong: "Siauw-moay kelambatan datang setindak, tidak nyana membuat Kongcu jadi kerepotan dan terganggu sedikit oleh manusia2 keparat ini. Siauw-moay sesungguhnya merasa tidak enak dihati..."
Lim Tiang Hong segera rangkap tangan, sambil ketawa ber-gelak2 menyahut: "Bukannya Siauwte takabur dan omong besar. Jangan kata cuma beberapa orang tak ada gunanya itu, sekalipun Pek-tok Hui-mo sendiri yang datang tidak nanti dia bisa berbuat banyak terhadap Siauwtee"
Setelah menutup mulutnya, mendadak nampak melesat badannya dari atas kapal besar itu. Dengan kecepatan bagaikan anak panah meluncur kearah perahunya si Belut Air. Lalu dengan gerak tipunya, Khimliong Pat-jiauw, hanya dalam segebrakan saja, tangannya sudah berhasil menyambar lengan si Belut Air, kemudian melompat balik lagi keatas kapal dimana gadis jelita itu tengah berdiri, diketiaknya terkempit si Belut Air.
Semua kejadian itu terjadi hanya dalam waktu sekejap mata saja.
Si Belut Air sebetulnya ada merupakan salah satu orang kuat juga di dalam cabang Thian-cu-kauw daerah Kang-lam. Tidak nyana dalam waktu segebrakan saja sudah dibikin tidak berdaya dan malah sudah ditotok jalan darahnya.
Se-olah2 anjing sudah mampus ketika ia dilemparkan ke geladak kapal, badannya tiada nampak berkutik.
Gadis jelita itu adalah Sin-lie Hong-cu dari bukit Busan. Begitu melihat gerakan Lim Tiang Hong yang sebagai dewa turun dari langit, dengan caranya yang kelihatan gampang sekali, dari perahu sejarak enamtujuh tombak berhasil menangkap pemimpin Thian-cukauw cabang Kang-lam itu. Kepandaian serupa itu sebetulnya jauh diluar dugaannya semula, hingga ia merasa kagum dan takluk benar2.
Ia, sebagai gadis yang sering dimanja sejak masih kanak2 selamanya belum pernah merasa takluk kepada lain orang. Maka kali ini boleh dikata merupakan perasaan tunduk kepada orang lain untuk yang pertama kalinya.
Dan kemudian, dengan merubah kebiasaannya, lantas terlihat senyuman ramai diatas wajahnya lalu berkata: "Kepandaian Kong-cu begitu mengagumkan Siauw-moay. Manusia2 yang tak tahu diri ini bagaimana harus ditindak, harap Kong-cu suka beri petunjuk"
Lim Tiang Hong yang selamanya berlaku sangat hati2, sebetulnya tidak sembarang suka pertunjukkan kepandaiannya dihadapan orang banyak. Tetapi kali ini, karena melihat sikap sombong dan congkaknya orang2 Thian-cu-kauw itu, yang agaknya betul2 menganggapnya sebagai tawanan pentingnya Thian-cu-kauw yang harus ditangkap kembali, itulah yang membuat amarahnya meluap2, menganggap patut orang macam begitu diberi pelajaran. Itulah juga yang menyebabkan ia perlihatkan kepandaian utamanya, dan turun tangan menangkap orang tersebut.
Kini, ketika mendengar Sin-lie Hongcu ber-kali2 memuji dan mengangkat dirinya tinggi tinggi serta minta supaya ia yang memberi petunjuk bagaimana harus membereskan tawanan itu, hatinya mulai merasa tak enak.
Maka ia lantas berkata sambil ketawa: "Sebagai tetamu, tidak pantas Siauwtee mendahului keputusan tuan rumah. Siauwtee si orang she Lim adalah pihak tetamu, tentu takkan berani merebut haknya tuan rumah maka sebaiknya Hongcu sendiri yang memberi putusan"
Sin-lie Hongcu tidak berlaku sungkan lagi. Dengan suaranya yang dingin mengeluardan perintahnya. "Orang ini tidak punya mata! Dengan berani mati ingin mengganggu To-liong Kong-cu, maka hukumannya, kutung tangan. Inilah peringatan bagi siapa yang berani mengganggu Kongcu ini. Yang lainnya uatuk sementara tidak perlu kita usut lebih jauh dan segera suruh enyah dari sini!"
Dari belakang kapal lantas muncul keluar dua laki2 yang berjalan menghampiri si Belut Air. Lantas yang seorang mengangkat tangan si Belut Air, kemudian yang lain membabat dengan telapakan tangannya.
Dan lengan si Belut Air segera lepas dari badannya!
Si Belut Air nampak pucat sekait wajahnya. Keringat di atas jidatnya turun berketel2. Tetapi ia sudah tak mampu bergerak sama sekali, maka hanya me-ringis2 saja.
Lim Tiang Hong dengan tenang membuka kembali totokannya hingga si Belut Air barulah dapat bergerak.
Sekalipun darah masih mengucur deras dari tangannya yang bekas terkutung, ia masih punya kekuatan untuk berdiri. Sementara itu Sin-lie Hongcu sudah berkata sambil menudingkan tangan kepadanya: "Kali ini kau boleh merasa enak. Lain kali, berani langgar diri kami ini, lihat akan kami sapu bersih cabang perkumpulan kalian. Dan sekarang, lekas enyah kau dari sini!"
Si Belut Air meski dalam hati sangat mendongkol diperlakukan demikian, tetapi ia tak berani mengutarakan diwajahnya. Dengan roman gemas mengawasi Sin-lie Hongcu sejenak, baru berjalan untuk kembali keperahunya sendiri dan dengan kawan2nya membawa perahu2nya menyingkir.
Sin-lie Honcu setelah melihat perahu mereka telah jauh, lalu berkata pula kepada Lim Tiang Hong sambil tersenyum: "Lim-heng benar2 satu laki2 yang boleh dipercaya. Kali ini, kau sudah datang dengan senang hati, sesungguhnya membuat Siauw-moay merasa bersyukur dan girang sekali"
Lim Tiang Hong lantas ketawa, dan menyahut: "Satu laki2 sekali janji berarti ribuan kilo emas. Bagaimana aku bisa tidak memenuhi undangan kalian" Tapi entah apakah kiranya Hongcu minta aku datang kemari?"
"Disini bukan tempatnya kita bisa bicara leluasa, mari jalan dikediamanku nanti kiia teruskan pembicaraan ini"
Sin-lie Hongcu ini, diwaktu-waktu biasanya selalu bersikap angkuh dingin. Siapapun agaknya tak pernah dipandang mata olehnya. Parasnya yang cantik jelita, kalihatan begitu dingin dan angkuh, belum pernah seperti hari ini begitu ramai dengan senyum manisnya.
Sejak hari itu untuk pertama kalinya ia berjumpa dengan Lim Tiang Hong dipinggir rimba Hong-hong Piekok ia lantas dibikin kagum dan ter-gila2 oleh sikap dan ketampanan paras pemuda itu. Kali ini, ia minta Lim Tiang Hong datang kebukit Bu-san kecuali untuk minta bantuan tenaganya, juga masih ada lain maksud yang lebih dalam.
Lim Tiang Hong ketika melihat nona cantik itu tidak bicara, tidak mau menanya lebih jauh. Ia hanya bicarakan hal2 lainnya yang tidak perlu, dan selama bicara itu tahu2 kapal terebut sudah berhenti disamping bukit yang berbatu banyak.
Sin-lie Hongcu lebih dulu lompat keluar dari kapal, lalu persilakan tetamu agungnya mendarat.
Kedua muda mudi ini dengan berjalan berdampingan, terus menujukan kaki mereka ke dalam lembah.
Sembari berjaian Lim Tiang Hong perhatikan sikapnya Sin-lie Hong-cu. Ia merasa bahwa nona disampingnya ini mempunyai sifat ketus dingin, ganas seperti Im-san Mo-lie. Tetapi toh ada lebih baik daripada Im-san Mo-lie. Wanita inipun mempunyai gaya yang menarik seperti Yu-kok Oey-eng, tetapi tidak mempunyai perangai lebih halus daripadanya.
Pendeknya wanita ini se-olah2 merupakan satu gadis yang sangat misteri dan sukar dimengerti perasaannya.
Tempat kediamannya Duabelas Honacu dari bukit Bu-san terletak disebelah selatan dari lembah tersebut.
Itu ada sebuah bangunan yang bagai mahligai kencana. Dari jauh kelihatan bagai sebuah kelenteng yang berada di-tengah2 rimba, nampaknya sangat angker.
Dua anak muda ini ketika berjaian seratus tombak didepan gedung istimewa tersebut, tiba2 terdengar suara gemuruhnya suara petasan. Pintu besar yang terbuat dari besi lantas terpentang lebar2. Dari dalam nampak berjalan keluar dua baris anak buahnya Dua belas Hongcu, yang kesemuanya berpakaian seragam warna kuning dengan di tangan pada memegang tombak panjang.
Mereka berdiri dikedua sisi, dan setelah itu dari pintu dalam keluar lagi sebelas orang yang bentuknya tidak rata. Begitupun pakaian mereka ber-beda2.
Yang berjaian paling depan, adalah seorang tua wajah merah dengan pakaiannya yang mewah serta diatas kepala memakai kopiah tinggi, dengan semangat besarnya. Tangannya nampak menggenggam dua butir besi yang berkilauan cahayanya.
Lim Tiang Hong diam2 berkata kepada dirinya sendiri. "Ini barangkali 12 Hongcu. Dan penyambutan mereka begitu terlalu luar biasa...."
Selagi anak muda ini masih berpikir, Sin-lie Hongcu menyenggol lengannya perlahan. "Toako sekalian pada keluar menyambutmu, mari lekasan kita jalan"
Lim Tiang Hong tergugah dari lamunannya. Ia buru2 percepat tindakan kakinya.
Orang tua wajah merah itu jauh2 kelihatan sudah menyoja memberi hormat sembari tertawa ter-bahak2 berkata: "Tidak nyana To-liong Kongcu benar2 suka berkunjung. Ia membuat bukit Bu-san mendapat kehormatan sangat besar sekali".
Lim Tiang Hong segera menyoja membalas hormat seraya katanya: "Aku yang rendah si orang she Lim cuma orang tidak berarti dalam kalangan kang-ouw. Mendapat kehormatan begini besar dari Hongcu sekalian, sebetulnya merasa sangat malu"
Sin-lie Hongcu melirik si pemuda sejenak, lalu berkata sambil bersenyum: "Jangan terlalu banyak bicara. Mari aku perkenalkan. Ini adalah Toako kita, Citseng Hongcu Oey Pek To".
Selanjutnya diperkenalkannya satu persatu dengan Hongcu yang lainnya. Sikap Sin-lie hongcu hari ini jauh berbeda dari pada biasa2nya. Parasnya yang tadinya angkuh dingin, kini telah berganti dengan senyumnya yang selalu ramai menghias wajahnya. Ia se-olah2 sudah pandang Lim Tiang Hong sebagai bakal suaminya.
Begitu pula Hongcu2 yang lainnya, juga mempunyai pikiran serupa, maka setelah melihat wajah rupawan Lim Tiang Hong semua lantai tumplekkan perhatian atas dirinya pemuda itu.
Para Hougcu itu diam2 mengagumi mata lihay adik mereka yang paling kecil itu, yang mereka sangka sudah mendapatkan pemuda gagah ini sebagai kawan hidup.
Hanya Siong-yang Hongcu yang diam2 merasa tidak senang. Sebab sudah lama ia mengandung maksud, hendak merecokkan perjodohannya Sin-lie Hongcu dengan adik isterinya yang bernama Cu Tek dengan gelarnya Giok-bin Long-kun. Dan ini, dengan adanya pemuda kosen cakap ini, bukankah berarti bahwa rencananya selama itu akan ter-sia2 saja".
Rombongan orang2 itu diluar pintu saling memberi hormat sedang Cit-seng Hongcu lantas mengajak tamu agungnya ini masuk ke ruang penerimaan tamu.
Didalam ruangan itu ternyata sudah disediakan barang hidangan dan minuman, agaknya spesial dibuat untuk menyambut Lim Tiang Hong se-meriah2nya. Dengan wajah ber-seri2 Cit-seng Hongcu Oey Pek To tarik Lim Tiang Hong dan didudukkan dikursi kepala, lalu berkata sambil ketawa: "Didalam gunung yang sunyi ini, tidak ada hidangan yang enak untuk menjamu tamu agung kita. Hanya beberapa cawan arak saja, sekedar sebagai tanda hormat kami"
Lim Tiang Hong yang selalu berlaku merendah lantas menjawab: "Aku yang rendah belum lama terjun kedunia kang-ouw, apapun tidak mengerti. Hongcu sekalian telah berlaku begini merendah, sesungguhnya membuatku sungguh tak enak"
Oey Pek To kembali ketawa ber-gelak2, kemudian berkata: "To-liong Kongcu, nama besarmu sudah kesohor ke-mana2 di kolong langit. Kita masih ada banyak hal yang untuk hari2 kemudian ingin minta bantuan tenagamu. Apalagi kau ada sahabat karib dengan adik kami yang ke-12 ini"
Lim Tiang Hong biasanya tidak pandai memperindah kata juga tidak pandai merendah, maka ketika diperlakukan demikian, ia merasa likat sekali.
.Pada saat itu para Hongcu satu per satu sudah pada ambil tempat duduknya masing2.
Sin-lie Hongcu dengan sikapnya yang nampak girang selalu tanpa malu2 lagi sudah duduk di sebelahnya Lim Tiang Kong. Sikapnya itu memperlihatkan perhatiannya yang sangat besar terhadap pemuda itu.
Lim Tiang Hong yang diperlakukan demikian, hatinya tercekat. Berkata kepada diri sendiri: "Celaka! Kalau dilihat dari keadaan disini, rupanya semua orang sudah kandung maksud lebih dari apa yang ditulis dalam surat. Aku sendiri yang terlibat dalam banyak permusuhan dan urusan dengan sahabat2 perempuanku, bagaimana aku boleh berlaku sembrono dan paksakan diri pergi juga ke tempat ini?"
Oleh karena berpikiran demikian, maka ia telah mempersingkat segala persoalannya dan majukan pertanyaan dengan terus terang: "Para Hongcu sekalian mengundang aku yang rendah datang iemari ada keperluan apakah?"
Cit-seng Hongcu yang sikapnya ramah tamah dan agaknya senang bergaul, terutama terhadap Sin-lie Hongcu, adiknya yang paling kecil, sudah diperlakukannya sebagai adik kandungnia sendiri. Ia rupanya sudah dapat menangkap keseluruhan hati siadiknya itu. Meski kali ini mengundang Lim Tiang Hong kemari memang betul ada urusan, tetapi urusan itu lantas didorong kepundaknya Sie-lie Hongcu. Maka setelah ditanya oleh Lim Tiang Hong, Hongcu yang pertama ini lantas menjawab sambil tersenyum: "Tempo hari, ketika Cap jie-moay kembali ke gunung, pernah rnemujikan kepandaian dan kepribadian saudara Lim. Dan kemudian, atas kebaikan saudara Lim telah mengembalikan dua lembar robekan kitab Hian-hian Pitkip. Kami, saudara2 disihi sekalian, pertama ingin menyakslkan dan belajar kenal dengan saudara, dan kedua juga hendak menggunakan kesempatan ini untuk menyatakan terima kasih dan hormatnya Cap-jie Hongcu terhadap saudara"
Dipuji setinggi langit demikian rupa Lim Tiang Hong merah lebar wajahnya. Ia lalu menjawab sambil ketawa jengah: "Pujian yang berkelebihan ini bagaimana aku sanggup terima?"
.Sehabis berkata, lalu bangkit dan angkat cawan araknya, membalas hormat pada 12 tuan rumahnya.
Pada saat itu tiba2 terdengar suara orang bicara dengan nada seruannya yang kurang enak didengar "Dengar kabar, kepandaian Lim Siauwhiap telah menjagoi dunia kang-ouw. Kalau dibandingkan dengan Bu-ceng Kiam-khek pada masa jayanya, agaknya masih dan akan lebih terkenal lagi. Siauwtee yang tak berguna disini ingin minta petunjuk beberapa jurus saja untuk meluaskan pemandangan kita. Tidak tahu apakah Siauwhiap keberatan atau tidak?"
Perkataan itu meskipun diucapkan dengan kata2 yang merendah, tetapi nada suaranya yang tak enak didengar itu, sebetulnya mengandung tantangan bertanding.
Lim Tiang Hong begitu melihat orangnya yang buka suara itu ternyata adalah Siong-yang Hongcu. Seketika lantas kerutkan alisnya dan tidak segera menjawab. Matanya terus mengawasi Sin-lie Hongcu.
Pada saat itu terdengar suara ramai orang bertepuk tangan.
.Umumnya orang2 itu pada suka menonton keramaian. Apalagi sebagai orang kang-ouw, yang gemar ilmu silat. Nama besar To-liong Kongcu meskipun telah tersebar luas dikalangan kang-ouw, tapi itu hanya suara dan siaran dari mulut kemulut saja. Dan ketika mereka dapat lihat bahwa Lim Tiang Hong hanya seorang pemuda yang usianya belum lagi mencapai duapuluh tahun, dalam hati mereka sebagian besar timbul rasa curiga. Cuma oleh karena disebabkan anak muda itu katanya adalah kawan dari Sin-lie Hongcu sudah tentu tidak berani menyatakan terus terang. Dan kini Siong-yang Hongcu telah ajukan tantangan, boleh dikata merupakan alasan terbaik untuk ikutkan meramaikan suasana, maka begitulah tadi lantas disambut dengan tepukan tangan yang amat riuh.
Sin-lie Hongcu yang melihat keadaan demikian, wajahnya lantas berubah dengan suara dingin lantas berkata: "Jiko, apa maksudmu tindakan ini" Kiia telah mengundang orang yang kita perlukan tenaganya, bukannya untuk mengajak bertanoding dengan dia. Lagipun, dengan kepandaian jiko yang cuma sebegitu itu... Hmm...."
Siong-yang Hongcu juga lantas berubah wajahnya dan lantas berkata: "Lucu! Duabelas Hongcu dari bukit Bu-san sudah lama malang melintang didunia Kang ouw. Sejak kapan pernah mengemis pada orang lain punya bantuan tenaga segala" Kau undang dia kemari barangkali bukan bermaksud begitu. Hmm, Aku sudah tahu apa yang kau kandung dalam hatimu. Kau tidak pandang mata Ji-komu, maka hari ini aku tidak boleh tidak harus minta dia bertanding untuk menguji kepandaiannya"
Sehabis berkata, Hongcu yang kedua ini bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke lapangan.
Sin-lie Hongcu kecuali terhadap toakonya, yakni Citteng Hongcu Oey Pek To yang masih dihormati dan dihargai, terhadap Hongcu yang lainnya sama sekali tak dipandang mata. Begitulah, setelah mendengar suara Siong-yang Hongcu yang mengandung jengekan itu, selebar wajahnya lantas menjadi merah dan lantas bangkit seraya berkata: "Aku dengan maksud baik nasehatkan kau supaya kau jangan sampai hilang muka di depan orang banyak. Terus terang saja, dengan kepandaianmu yang cuma sebegitu itu, ditangan orang ini tidak sampai tiga atau lima jurus sudah pasti akan kehilangan muka. Jikalau kau sudah bertekad mau pertunjukkan kepandaianmu itu, marilah, aku saja yang melayani"
Cit-seng Hongcu ketika melihat mereka bertengkar sendiri, kuatir akan retak hubungan persaudaraan sendiri, lantas buru2 membentak dengan suaranya yang keras: "Cap-jie-moay, kau tidak boleh berbuat tidak aturan terhadap jikomu!"
Kemudian tangannya menggapai Siong-yang Hongcu dan kepadanya berkata: "Ji-tee, jangan kau turuti hawa napsumu! Lekas kau balik kemari!"
Siong-yang Hongcu dengan sikap ber-sungut2 berdiri di-undak2an. Tidak berhentinya kedengaran suara ketawa dinginnya.
Lim Tiang Hong yang menyaksikan sikap orang itu, dalam hati juga merasa mendelu. Diam2 kepada dirinya sendiri berkata "Orang datang sebagai tamu, kenapa diperlakukan bagai musuh saja" Lagipun, aku toh tidak datang atas kemauanku sendiri!"
Ketika itu ia lantas ketawa lebar dan berkata "Jikalau tuan benar2 menghendaki aku si orang she Lim
.memperlihatkan kejelekanku, akan kuterima baik, akan kulayani kau beberapa jurus saja"
Sehabis berkata bagitu dia bangkit, meninggalkan tempat duduknya dan berjalan menghampiri Siong-yang Hongcu.
Setelah terjadi perdebatan ramai antara Sin-lie Hongcu dan Siong-yang Hongcu tadi, semua tidak berani bertepuk tangan iagi sebaliknya malah kuatir dengan pertandingan yang akan segera berlangsung itu. Mereka tentu kuatir, jika seandainya terjadi, kedua pihak tak dapat mengendalikan hawa napsu, lantas akan berubah menjadi pertempuran sungguh2 bisa2 akan jadi runyam.
Cit-seng Hongcu yang menjadi kepala diantara 11 Hongcu yang lainnya, biasanya selalu bertindak sangat hati2. Ia maklum, pada saat begitu tidak dapat membiarkan mereka bertanding. Maka buru2 lompat bangun dan menghalangi mereka sembari berkata: "Urusan pertandingan ilmu silat lain waktu baru bisa kita bicarakan lagi. Hari ini, baru pertama kali saling ketemu muka, seharusnya kita ngobrol dan minum2 se-puasnya"
Lim Tiang Hong yang sebetulnya tidak kandung maksud cari musuh, setelah dipisah oleh Cit-seng Hongcu, ia pun urungkan maksudnya melayani Siongyang Hong-cu.
Tepat pada saat itu diluar nampak berkelebat satu bayangan orang.
Seorang pemuda baju kuning masuk kedalam ruangan dengan tindakan lebar. Sikapnya yang begitu angkuh, membuat orang2 sebal. Matanya memandang Lim Tiang Hong sejenak, lalu menanya pada Siong-yang Hongcu: "Ciehu, hari ini kelihatannya kau begitu gusar, sebetulnya ada urusan apa?"
Siong-yang Hongcu dengan hati mendongkol menjawab: "Tidak usah tanya dan tidak ada bagianmu disini!"
Pemuda baju kuning itu berkata pula: "Kabarnya Sin-lie Hongcu telah mengundang seorang yang bernama To-liong Kongcu untuk dimintai bantuan tenaganya. Aku ingiin belajar kenal padanya. Sebetulnya dia ada berkepandaian tinggi bagaimana sih!?"
Dengan sikap acuh tak acuh Lim Tiang Hong melirik si pemuda baju kuning sejenak. hatinya merasa bahwa orang muda itu meski dedak dan tampangnya boleh
.dikata cukup lumayan, tetapi sikapnya yang begitu sombong dan sok aksi, membuat ia merasa tidak suka.
Tidak nyana dengan lirikannya ia telah membuat pemuda itu lantas naik darah dan panik sendiri.
Dengan tindakan lebar berjalan menghampiri Lim Tiang Hong, kemudian dengan sombong berkata: "Tuan inikah barangkali yang disebut To-liong Kongcu yang namanya banyak disohorkan orang di dunia kang-ouw" Ha, ha.... Mendengar nama tidak bagai melihat muka. Kiranya tuan bukan seorang yang mampunyai tiga kepala dan enam lengan.... Ha, ha ha...."
Sikap yang begitu memandang rendah muka orang itu benar2 akan membuat orang merasa dihinakan.
Lim Tiang Hong yang juga bukan seorang yang gampang2 diejek, wajahnya berubah seketika. Dengan sorot mata dingin ditatapnya balik mata orang itu dan selagi hendak balas mengejek, tiba2 dibelakang dirinya terdengar suara orang membentak: "Siapa yang berani berlaku tidak sopan kepada tetamu! Lekas enyah dari sini!"
Sin-lie Hongcu sudah bangkit dari tempat duduknya, lompat sampai kesamping Lim Tiang Hong. Sambil menuding pemuda baju kuning itu, ia mengucapkan perkataan begini:
"Pemuda itu adalah iparnya Siong-yang Hongcu yang bernama Cu Tek, gelarnya saja yang bagus, Giokbin Longkun. Siapa tahu hatinya busuk. Ia sudah lama "naksir" Sin-lie Hongcu. Cuma Sin-lie Hongcu itu adatnya tinggi, terhadap orang begituan selalu ambil sikap tak perduli. Meskipun Siong-yang Hongcu sudah menggunakan daya upaya sekuat tenaga, juga tak berdaya sama sekali terhadap adik seperguruan sendiri itu"
Saat itu si pemuda she Cu itu, melihat Sin-lie Hongcu berdiri berendeng begitu rapat dengan orang yang dikatakan To-liong Kongcu itu, sedang terhadapnya sendiri mem-bentak2 seperti terhadap orang bawahannya, amarahnya semakin men-jadi2 maka ia lantas dongakkan kepala dan ketawa bagai orang gila, setelah itu baru berkata: "Perlu apa kau harus berlaku begitu galak dalam suaramu, Apa kiramu Cu Toaya mu bisa diperlakukan sembarangan?"
Sin-lie Hongcu juga agaknya sudah gusar. Badannya melejit dari samping Lim Tiang Hong dan lantas menyerang pemuda baju kuning itu.
Giok-bin Long-kun Cu Tek ada muridnya seorang gaib dari daerah Biauw-ciang. Kepandaian ilmu silatnya mendapat warisan asli, cuma sayang adatnya, ia tidak ambil jalan benar sebaliknya menempuh jalan sesat. Semua kepandaiannya itu digunakan tidak pada tempatnya.
Ketika melihat Sin-lie Hongcu benar2 telah menyerang, sifatnya yang buas lalu timbul seketika, sengaja ia tidak menyingkir maupun berkelit, bahkan lantas disambutnya serangan itu dengan cara kekerasan.
Perbuatannya itu memang dilakukan dengan sengaja, maksudnya ingin membuat Sin-lie Hongcu mendapat malu.
Maka ia telah menggunakan tanaga penuh seratus persen.
Sin-lie Hongcu yang tak pernah menduga dan disambut secara demikian, setelah beradu kekuatan, badannya dibikin terpental sampai mundur dua tindak dan tangannya dirasakan kesemutan.
Dalam kagetnya, rasa gusarnya makin men-jadi2. Sambil membentak ia lompat maju lagi dan menyerang untuk kedua kalinya.
Tetapi perbuatannya itu sudah lantas dicegah oleh beberapa Hongcu yang lainnya.
Cit-seng Hongcu juga dengan wajah gusar berkata kepada Siong-yang Hongcu: "Jitee, lekas kau ajak keluar iparmu ini! Hmm! Benar2 menyebalkan! Tidak mengenal sopan santun....!"
Cit-seng Hongcu ini adalah merupakan Hongcu yang teratas. Dia sangat ditakuti dan dihormati sekali oleh semua Hongcu bawahannya.
Kali itu, melihat Hongcu yang tertua ini benar2 unjuk wajah gusar, meski bagaimana perasaannya Siongyang Hongcu, dengan terpaksa lantas ditariknya Giok-bin Long-kun bagai algojo menggelandang orang hukuman.
Setelah terjadinya peristiwa seperti itu, kegembiraan dalam perjamuan itu se-olah2 sudah tersapu bersih.
Lim Tiang Hong yang merasa kedatangannya itu hanya sekedar menepati janji, tidak menyangka akan mendapat perlakuan demikian, perasaannya lantas kurang senang. Ia lalu menghampiri Cit-seng Hongcu, sambil menyoja berkata: "Kedatanganku si orang she Lim ke bukit Bu-san ini sebetulnya ialah untuk menepati janjiku yang pernah kunyatakan kepada Sin-lie Hongcu. Sekarang disini kalau sudah tak ada urusan aku yang rendah ingin minta diri. Disamping itu aku yang rendah sebetulnya masih terlalu banyak mempunyai urusan, tidak bisa omong2 disini terlalu lama"
"Kejadian barusan harap jangan ditaruh di hati. Aku si tua bangka masih ada urusan penting yang mesti dirunding berdua dengan saudara"
Sin-lie Hongcu yang mendengar maksud Lim Tiang Hong ingin pergi itu, nampaknya juga gelisah sekali. Buru2 maju dan menarik-narik tangan Lim Tiang Hong.
Lim Tiang Hong yang diperlakukan demikian, terpaksa manahan sabar.
Malam itu Sin-lie Hongcu sengaja tempatkan Lim Tiang Hong ditempat kediamannya sendiri. Untuk tetamunya ini disuruh pelayannya yang paling cerdik untuk melayani Lim Tiang Hong. Ia yang semenjak kecilnya hidup selalu dalam kalangan orang miskin, merasa kikuk dengan perlakuan demikian, maka ia suruh dua pelayannya berlalu dan lampu lantas dipadamkan, duduk diatas pembaringan sambil bersila untuk melatih ilmunya. Siauw-yang It-ku Sin-kang.
Kira2 jam 3 malam, dari jauh tiba2 terdengar suara orang saling bentak. Lim Tiang Hong yang daya pendengarannya sudah melebihi manusia biasa, segera dapat mengenali bahwa suara itu bukan suaranya penjaga malam, maka ia lantas menduga bahwa malam itu diatas bukit Bu-san ini pasti sudah terjadi apa2.
Pendekar Wanita Buta 2 Raden Banyak Sumba Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Istana Pulau Es 18

Cari Blog Ini