Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa Bagian 13
Lim Tiang Hong masih ingin ber-tanya2 kalau tidak mendadakan sekali disitu nampak berkelebat bayangan merah. Itulah Yong-jie, yang bagaikan kupu2 terbang turun tepat di hadapan si pemuda sedang tangannya nampak mencekal satu bendera segitiga warna kuning. Gadis cilik ini membeber bendera itu seraya katanya "iblis itu benar2 amat licik! Dengan susah payah aku cuma berhasil dapatkan bendera pusaka, kitabnya tak tahu dimana dia simpan, belum dapat kutemukan"
Lim Tiang Hong kenal baik dengan bendera pusaka dari enam partai besar itu, maka lantas buru2 menyambuti bendera yang sudah diangsurkan kepadanya itu seraya katanya kepada Hui-hui Taysu sekalian: "Bendera ini harap suka kalian terima dulu, sedang kitab Tat-mo-keng terpaksa lain kali kita bicarakan lagi"
Pek-ho Totiang terima kembali dengan dua tangan terbuka, sedang mulutnya tiada berhenti mengucapkan terima kasih.
Partai Siauw-lim pay dan enam partai besar lainnya, kali ini dalam perjalanan kebukit Ban-kiap-hong, bukan hanya tiada mendapatkan hasil sedikitpun, bahkan hampir membawa maut bagi seluruh orang2nya di dalam lembah Toan-beng gay. Apabila tidak ada bantuan Lim Tiang Hong dan orang2nya Hong-hong-tie, tak tahulah bagaimana nasib mereka diwaktu sekarang ini.
Saat itu semua orang yang pingsan lama atau cepat telah siumam kembali. Dengan wajah kucel mereka lantas berkumpul di suatu tempat dan kemudian berlalu meninggalkan lembah tersebut.
Si pengemis pincang serta dua orang kawannya, pun telah berpamit kepada Lim Tiang Hong, hingga disitu hanya Yu kok Oey-eng yang masih berdiri tenang di pinggir jalan. Dengan dongakkan kepala, nona ini nampak memandang angkasa dengan awannya yang ber-kejar2an.
.Terhadap gadis misterius yang mengaku bakal isterinya ini, sebenarnya dalam hati Lim Tiang Hong telah tumbuh perasaan aneh. Dia agaknya sangat berharap bisa selalu berdampingan dengan gadis jelita itu, namun diatas diri wanita muda itu se-akan2 ada kewibawaan agung yang tak dapat sembarangan dilanggar.
Saat itu, semua orang telah berlalu. Hanya tinggallah dia seorang masih berdiri dengan sikapnya yang aneh itu. Maka lalu ia menghampiri si gadis dan lekas juga berkata dengan suara perlahan: "Encie Oeyeng, kau pikir hendak kemana lagi" Bolehkah kita berjalan sama2?"
Tiba2 Yu-kok Oey-eng menyahut sambil ketawa dingin: "Jangan panggil2 segala 'encie' yang memualkan itu. Lebih baik kau pergi, carilah encie Kouw-loanmu"
Lim Tiang Hong yang mendapat sambutan kata2 tidak enak demikian, hatinya dirasakan panas, maka seketika itu berkata juga dengan sikap dingin: "Aku toh tidak pernah melakukan kesalahan padamu bukan" apa artinya perlakuanmu hati ini terhadapku begitu?"
"Jikalau mau suruh orang lain tidak tahu, lebih baik sendirinya jangan berbuat. Antara aku dengan kau, kalau
.bukan karena sudah ditetapkan ikatannya oleh orang2 tua kita, sudah pasti aku tak sudi lagi perdulikan segala keperluanmu" demikian adalah sambutan Yu-kok Oeyeng, diucapkannya kata2nya menghela napas dan begitu lekas habis perkataannya, kakinya menotol tanah, sebentar saja gadis jelita itu lenyap dari pandangan mata si pemuda.
Lim Tiang Hong yang mendengar kata2 Yu-kok Oey-eng yang terakhir, merasa hatinya "dak dik duk" kan. Diam2 dia mengeluh sendiri. 'Tentu urusan itu yang menimbulkan kesalahan pahamannya, sekarang bagaimana aku harus lakukan?" demikian pikir anak muda ini dalam hatinya.
Tiba2 di belakangnya terdengar suara Hong-gwat Kongcu yang berkata sambil ketawa ber-gelak2: "Itu betul! Jikalau suruh orang lain tidak tahu, sebaiknya sendirinya janganlah berbuat! Sungguh jitu!. Sekarang urusan disini sudah selesai, mari kita pergi ber-sama2 keselat Bu-ceng-hiap. Peristiwa malam itu kalau tidak dibikin terang, dikemudian hari masih banyak kerewelan"
Lim Tiang Hong merasa perkataan Kongcu itu ada benarnya. Sebab apabila urusan menodai Henghay
.1185 Kouw-loan itu tidak dibikin terang, bagaimana dikemudian hari bisa menemui suhunya" Lagipun, ia perlu bertemu dengan Heng-thian It-ouw, sebab sejak terjadinya peristiwa di lembah itu, sampai kini belum ada kabar cerita yang berkenaan dengan nenek itu.
Meski Heng-thian It-ouw si nenek itu berkepandaian amat tinggi, namun masih juga tidak merasa iega hatinya sebelum bertemu muka, maka lantas menjawab ajakan si Kongcu: "Baiklah, mati kita pergi"
Hong-gwat Kongcu tersenyun, lalu ulapkan tangannya kepada orang2nya yang delapan itu seraya katanya: "Kalian tak usah ikut kami, lekas pergi dan selidiki apa didunia kang-ouw masih ada orang yang bisa menyaru To-liong Kongcu. Begitu lekas dapat kabar, lekas sampaikan padaku dengan tanda kilat"
Sehabis berpesan demikian kepada orang2nya, Kongcu ini menoleh kepada Lim Tiang Hong melanjutkan pula: "Saudara Lim mari berangkat"
Pikiran dalam otak Lim Tiang Hong pada saat itu boleh dikata paling ruwet. Dia benci sekali kepada manusia rendah yang menyamar sebagai To-liong Kongcu. Apabila saat iiu ia bisa bertemu dengan manusia terkutuk itu, pasti ia akan membinasakan orang itu.
Ketika mendadak mendengar lagi ajakan Hong-gwat Kongcu segera ia panjangkan langkahnya berjalan ke luar lembah dengan sikap lesu.
(dw-kz) Bab 30 Kita sekarang tengoki Heng-thian It-ouw, yang malam itu. sedatangnya orang tua yang memakai senjata huncwe di tempat kediamannya.
Nenek ini diperlakukan demikian, sudah tentu jadi sengit dan tidak bisa membiarkan orang itu kabur. Lantas mengejar dan keluar dari selat melanggar peraturannya sendiri.
Orang tua yang bersenjatakan huncwe itu adalah Cit-sat-sin Khong Bun Thian.
Cit-sat-sin Khong Bun Thian membawa petunjuk Pek-tok Hui-mo sampai di lembah Bu-ceng-hiap, maksudnya ingin mengadakan penyelidikan, sama pula dengan niatnya Tiat-hie Sie-seng yang ingin menyelidiki tentang kebenanarnya Bu-ceng Kiam-khek muncul lagi ke dunia persilatan.
Ketika Khong Bun Thian mengetahi Hang-thian Itouw mengejarnya sampai keluar lembah, segera lari menuju ke dalam rimba lebat yang terdapat dalam selat itu. Agaknya kenal baik dia dengan seluk beluk tempat itu, hingga hanya dengan beberapa kali putaran, bisa mengelabui mata Heng-thian It-ouw sampai nenek ini merasa amat mendongkol.
Justru pada saat itulah, dari dalam rimba muncul seorang pelajar pertengahan umur yang menuding muka si nenek, sambil ketawa ber-gelak2 berkata: "Heng-thian It-ouw! Bukankah kau pernah beberapa kali mengatakan mau cari aku si pelajar miskin buat bikin perhitungan" Tempat ini kiranya baik juga buat kita bertempur mati2an bukan?"
Heng-thian It-ouw segera mengenali bahwa orang itu tidak lain daripada Tiat-hie Sie-seng sendiri, kegusarannya saat itu sudah memuncak, tiada tempat untuk dapat melampiaskan perasaan maka begitu lekas mendengar kata2 pelajar pertengahan umur itu, lalu angkat tongkatnya dan membabat sengit.
Tiat-hie Sie-seng berkata sambil ketawa dingin "Kau benar2 semberono sekali!" Senjatanya berupa alat gosok bak segera terangkat dipakai menyambut tongkat si nenek.
Kedua rupa alat senjata itu beradu, lantas terpancar sinay yg berkeredepan akibat benturan keras.
Tiat-hie Sie-seng sudah lama mengasingkan diri. Selama menyekap diri itu, dia telah dapatkan banyak kemajuan dalam ilmu silatnya. Niatnya yang besar, mencari Bu-ceng Kiam-khek buat membalas sakit hati kekalahannya waktu dahulu. Meskipun tidak berhasil menemukan Bu-ceng Kiam-khek sendiri, kini bertemu dengan Heng-thian It-ouw penghuni selat Bu-ceng-hiap, sudah tentu tak mau membiarkan kesempatannya lepas begitu saja. Maka ia segera juga membuka serangannya, senjatanya berupa alat gosok bak itu, dengan mengeluarkan angin men-deru2 dalam waktu sekejapan sudah melancarkan serangannya sampai dua puluh satu kali.
Sambaran angin yang keluar dari senjata pelajar itu yang begitu aneh, telah membikin tumbang pohon2 besar yang terdapat di seputar situ.
Heng-thian It-ouw yang beradat keras, dalam pertempuran selamanya menggunakan cara keras, baik melawan kekuatan lunak, maupun kekuatan kerat. Maka senjatanya yang ber-putar2 itu, mengandung kekuatan tenaganya yang penuh, dan setiap serangan yang dilancarkan Tiat-hie Sie seng disambutnya semua dengan keras, dan setelah itu dengan tongkatnya yang bagaikan titiran balas mengadakan penyerangan sampai duabelas kali.
Pertempuran cara demikian sebelulnya melanggar pantangan bagi orang persilatan. Tetapi si nenek melanggar juga pantangan itu, hingga mau tak mau membikin terkejut hati Tiat-hie Sie seng. Namun karena urusan sudah terlanjur dicari, terpaksa mengumpulkan semua tenaganya dan mengadu kekuatan dengan keras pula. Sebetulnya, pertandingan dari orang2 yang memiliki kepandaian amat tinggi bagai dua orang ini, semestinya hanya mengutamakan kebesaran tenaga dalam dan kecerdikan otak, se-kali2 tiada dibenarkan memakai cara kekerasan atau menggunakan tenaga luar. Tetapi dalam pertempuran malam itu, dua orang itu bagaikan dua ekor kerbau tengah mengadu kekuatan. Setiap serangan yang keluar dari pihak manapun juga, selainnya keras yang amat keras, juga cepat teramat cepat. Maka dalam waktu sekejapan saja lima puluh jurus telah berlalu.
Tiat-hie Sie-seng mendadak ketawa ber-gelak2 dan menggunakan satu kesempatan baiknya untuk berkata: "Hei!" teriaknya "Nenek tua, kau ini sedang bertempur mengadu kepandaian atau buat adu jiwa?"
Heng-thian It-ouw kertak giginya. Dengan wajah beringas dan senjata diputar keras menghantam kedepan, berkata: "Aku si nenek selamanya tidak pernah memberi ampun dengan tongkatku ini. Jikalau kau takut lekas berlutut didepanku untuk mengakui kekalahanmu supaya nenekmu bisa ampunkan kesalahanmu!"
Tiat-hie Sie-seng lantas menyahut dengan suara gusar: "Kentut! Apa kiramu aku si pelajar miskin takuti kau"!"
Mendadak Tiat-hie (alat penggosok bak)-nya dicekal erat-erat dan lantas diputar laksana angin, dengan cepat melancarkan serangan sampai delapan belas kali.
Serangan yang dilakukan gencar sekali itu, memang jauh berbeda dengan semula. Sebentar saja, dimedan pertempuran itu bagai tertutup selaput hitam, dan suara men-deru2 terus mendesak Keng-thian It-ouw, membuat nenek itu kewalahan hingga mesti mundur ber ulang2 sampai delapan kaki.
Heng-thian It-ouw saat itu sudah kelihatan kalap. Serangan Tiat-hie Sie-seng begitu mengendur sedikit, tongkatnya lantas berganti mengadakan desakan hebat, hingga sebentar saja Tiat-hie Sie-seng sudah terdesak kembali sampai ke tempatnya semula.
Pertempuran sengit secara mati2an itu berlangsung terus dan duaratus jurus lebih telah dilampaui!
Kekuatan tenaga murni dua2nya, sudah terhambur hampir separuh, namun pertarungan agaknya tidak kalah sengit dengan sewaktu mula2 mereka bergebrak.
Tiat-hie Sie-seng sebagai pelajar cerdik, sembari bertempur menggunakan daya pemikirannya. "Jikalau cara bertempur begini diteruskan juga, dua2 aku dan dia pasti sama2 akan terluka berbareng".
Maka dalam hatinya lalu timbul pikiran untuk mengunjukkan diri.
Tapi buat orang2 yang sudah terkenal namanya bagai dia dan nesek itu, nama baik dianggap lebih penting dari pada jiwa melayang. Biarlah jiwa hancur lebur asalkan jangan sampai kejadian melawan orang mundur membawa malu.
Setelah berpikir bolak balik, pelajar ini kembali pusatkan seluruh kepandaian dan kekuatannya. Setelah keluarkan bentakan hebat, senjata anehnya dipakai menyambuti tongkat si nenek.
Manakala dua rupa alat senjata itu terbentur, seketika terdengar suara dentuman hebat. Seruan tertahan dan entah apa lagi sudah tak dapat dibedakan.
Heng-thian It-ouw menggunakan dua2 tangannya mencekal tongkatnya. Tipu serangan yang dikeluarkan adalah yang dinamakan Ngo-teng Khay-san. Sedang pelajar itu, pun gunakan kedua belah tangannya memegang senjata anehnya, hingga merupakan sikap Thian-ong Tek-ta (Malaikat dari langit menyongsong pagoda).
Dua orang itu mendadak berputaran beberapa kali bagaikan roda kereta keiihatannya, kemudian ke dua2nya tak dapat bergerak lagi.
Jelas kalau mereka dari caranya bertempur dengan tenaga luar, telah merubah dari pertarungan dengan adu tenaga dalam. Hingga dalam pertempuran yang tadi kelihatan berlangsung suatu pertarungan hebat tiada tara, kini teiah menjadi sepi sunyi, mungkin tiap2 orang itu dapat menangkap suara tarikan atau pembuangan napas dari lawannya sendiri, boleh jadi jarum jatuh disitu akan terdengar oleh mereka.
Meskipun masing2 telah paham dan mengerti bahwa apabila keadaan ber-larut2 dengan cara demikian, pasti kedua2nya akan tewas karena kehabisan tenaga.
Namun, diantara kedua orang itu, bagaikan tak ada perasaan suka mengalah. Kenyataannya. ke-dua2nya telah kerahkan seluruh kekuatan serta kepandaian untuk melawan, menolak atau menahan serangan lawan.
Kedua pihak sama2 kini berharap kelengahan pihak lawan supaya bisa mencuri kesempatan merobohkan musuh. Akan tetapi, semua itu hanya harapan hampa belaka, sebab kekuatan kedua pihak boleh dikata berimbang benar. Siapapun kiranya takkan berdaya saling merobohkan, maka berkuteannya kedua orang itu, mau tidak mau telah berlangsung lama sekaii
Keringat mereka mengucur laksana ar hujan, sedang napas mereka memburu bagai pelari marathon. Suara napas dari per-lahan2 kedengaran bagai bunyi guntur dan geledek. Kelihatannya tidak selang lama kemudian ke-dua2nya akan jatuh di tanah dan tewas berdua2.
Saat itu cuaca terang. Sinar matahari pagi yang baru timbul menyorot menembusi cela2 pohon yang rindang, menyinari dua wajah yang pucat pasi laksana kertas. Dua orang yang masih berkutetan itu nampak sudah lemah sekali, mungkin satu kepalan yang dikirim oleh satu anak umur tiga tahun saja tak sanggup mereka terima. Apabila ada orang jahil, dengan telunjuk jari tangan saja, menotok sekali, niscaya segera mereka akan bertemu dengan kematian.
Dalam saat2 genting itu, tiba2 seorang pelajar pertengahan umur berwajah tampan dengan perawakan badannya yang tinggi tegap, dengan tenang tak bersuara melayang turun ke dalam rimba.
Gerak gerik orang itu begitu gesit dan entang sekali. Berjalan sampai kedepan dua orang2 itu, lalu goyang2kan tangannya dan keluarkan helaan napas.
Mendadak tangannya terangkat dua2, dengan dua lengan bajunya itu mengebut dua rupa senjata yang saling bertempelan itu. Kemudian dua tangannya dengan kecepatan bagaikan kilat menyambar badan kedua orang itu.
Gerakannya demikian gesit serta lincah sekali. Selagi tenaga perlawanan dua orang itu mengendur atau lebih tepat barangkali kalau dikata musnah sama sekali, ternyata telah mendapat tunjangan dari semacam kekuatan lunak, hingga tidak sampai mereka jatuh ambruk.
Pelajar pertengahan umur yang tampan itu, kemudian dengan kegesitan tubuhnya yang amat luar biasa, telah memasukkan sebutir obat disetiap mulut kedua orang itu.
Tiat-hie Sie-seng dan Hong-thian It-ouw semua sudah dapat melihat dengan tegas wajah pelajar pertengahan umur yang tampan itu. Akan tetapi kala itu, mereka tak mempunyai tenaga baik untuk keluarkan sepatah katapun.
Setelah obat pil masuk ke dalam mulut, kedua2nya buru2 pejamkan mata dan duduk bersila untuk memulihkan tenaga.
Karena kedua orang itu semua ada merupakan orang2 kuat yang mempunyai kebesaran tenaga dalam cukup sempurna, kini mendapat bantuan obat mujarab, sebentar saja telah pulih dan normal kembali kekuatan mereka. Dan manakala ke-dua2nya berbareng buka mata, pelajar pertengahan umur tuan penolong mereka tadi sudan tiada kelihatan mata hidungnya.
Terpaksa mereka berbangkit dan goyang2kan kepala sambil ketawa getir.
Tiba2 Heng-thian It-ouw keluarkan bentakan kerasnya. "Pelajar Miskin, kali ini kita adu kekuatan hitung2 seri saja! Dikemudian hari, dimana saja kita bertemu, disitu lagi kita bikin perhitungan!"
Berubah seketika wajah si pelajar, sambit ketawa dingin menjawab "Tidak perlu kau begitu obral napsumu, aku si pelajar miskin, setiap waktu bisa menantikan kedatanganmu"
Sehabis berkata pelajar ini balik badan dan lantas menghilang dibalik pohon besar.
Setelah mengalami pertempuran sengit semalam suntuk itu, otak Heng-thian It-ouw yang terasa panas per-lahan2 dingin kembali. Se-konyong2 nenek ini ingat pada muridnya, Heng hay Kouw-loan yang pun telah keluar dari selat Bu-ceng-hiap. Dia tak tahu muridnya itu bertemu kawan atau lawan, maka dengan cepat kembali ke tempat kediamannya, menunggu sampai satu hari, belum terlihat sang murid itu kembali. Dua haripun sama saja.
Heng-thian It-ouw yang hanya mempunyai murid seorang seperti Henghay Kouw-loan itu, sudah tentu kuatirkan sangat keselamatan murid itu. Ia lantas keluar lagi dan lembahnya untuk mencari.
Tetapi kala itu Henghay Kouw-loan sudah sampai di Kang-lam. Sudah tentu sang guru ini tiada berhasil mencari muridnya, men-cari2 lagi sampai di beberapa tempat tetapi tetap dengan hasilnya nihil, hingga terpaksa kembali lagi ke selat Bu-ceng-hiap.
Kebetulan Henghay Kouw-loan juga sedang dalam perjalanan pulang. Tidak antara lama datang juga di selat itu.
Ketika semula ditanyakan gurunya pengalaman muridnya, sang murid ini tak mau mengatakan apa2. Dan guru yang bermata jeli inipun tahu adanya perubahan nyata yang janggal dari muridnya itu. Maka terus
.1198 menanya dan menanya, hingga murid ini yang merasa terdesak lalu mengaku terus terang.
Heng-thian It-ouw yang memang kandung maksud ingin menjodohkan Lim Tiang Hong dengan muridnya. Maka setelah mendengar penuturan muridnya yang dikatakan sambil menangis, ia juga tidak gusar. Tetapi kemudian, setelah Henghay Kouw-loan kembali menceritakan dengan suara ter-putus2 yang Lim Tiang Hong tidak mengakui perbuatannya, nenek ini tampak kalap. "Binatang itu sungguh besar sekali nyalinyai" demikian serunya. "Mari ajak aku cari manusia binatang itu!"
Henghay Kouw-loan masih hendak memberi penjelasan, tetapi Heng-thian It-ouw kalau sudah naik darah, siapapun jangan harap bisa meng-halang2i maksudnya. Maka hari itu juga guru ini menyeret muridnya ke luar lembah, yang dituju arah selatan.
Tidak nyana, berjalan belum berapa jauh, sudah berpapasan dengan Lim Tiang Hong yang diikuti oleh serombongan orang2 kang-ouw yang semua umumnya kasar.
.Itu Lim Tiang Hong, sebetulnya adalah Im Tay Seng. yakni ketua muda (Siauw Kauwcu)-nya Thian-cu kauw.
Begitu berbentrok dengan Henghay Kou-loan, Im Tay Seng hendak menyingkir.
Heng-thian It-ouw yang jeli matanya, segera mengetahui itu, lantas membentak "jangan bergerak!"
Dan nenek ini lalu maju mendekat. "Lim Tiang Hong" itu dengan satu tangan disambarnya pergelangan tangan pemuda itu.
Im Tay Seng atau "Lim Tiang Hong tetiron' itu gemetaran sekujur badannya dan tidak bisa bergerak sama sekali.
Anak buah Im Tay Seng yang kasar2, manakala melihat Cukongnya tertangkap orang, lantas pada menyerbu dengan senjata2 terhunus.
Heng-thian It-ouw lantas membentak dengan suaranya yang keras: "Apa kalian cari mampus!"
Tongkatnya lalu berputar, membabat ke-orang2 itu.
Sebentar lalu terdengar suara seram, jeritan ngeri terdengar saling susul.
.Dua orang yang menerjang duluan, sudah dibikin terpental susul menyusul oleh tongkat nenek ganas itu.
Im Tay Seng lantas berseru. "Tahan! Kau jangan bergerak sembarangan!"
Pemuda ini yang memiliki sifat2 sama dengan watak tabiat ayahnya, tidak heran kalaupun terlalu licik dan banyak akalnya. Meskipun telah mengetahui benar semua persoalannya, tetapi masih berpura2 tidak tahu dan selanjutnya berkata lagi "Locianpwe, kau tanpa sebab menawan aku yang rendah, entah ada urusan apakah sebabnya?"
Heng-thian It-ouw hanya pernah sekali melihat Lim Tiang Hong, yakni ketika pemuda berjulukan To-liong Kongcu itu berkunjung ke tempat kediamannya. Maka ketika melihat Im Tay 5eng, lantas menyangka Lim Tiang Hong juga. Maka segera berteriak. "Bagus sekali perbuatanmu...."
Tapi Im Say Seng masih dengan sikap berlagaknya, bertanya: "Entah apa yang Locianpwee maksud dengan ucapanmu tadi?"
Heng-thian It-ouw saat sudah murka benar2, tidak memikir panjang lagi dia. Seketika juga menyebut dergan
.1201 suara dingin "Kau sudah hinakan muridku! Tidak mengaku juga perbuatanmu itu"! Kau tidak pandang mata aku si nenek tua lagi"! Dengan terus terang kuberitahukan: Kalau hari ini kau tidak mau menerangkan duduknya soal kepadalu, akan kubunuh kau sampai mati sekarang juga!".
Henghay Kouw-loan tidak jauh dari tempat itu, ketika melihat Lim Tiang Hong yang dia tahu 'tetiron' itu, hatinya lantas panas. Tidak salah! Memang adalah orang ini yang hari itu telah mencuri keperawanannya sewaktu dia tidak sadarkan diri. Dan ketika dia kini melihat lagi pemuda itu, hatinya bagai di iris2, hingga air mata mengalir keluar.
Tetapi kali ini seperti pemuda itu berkukuh pada kebohongannya, tidak mau mengakui perbuatannya dulu mata hatinya juga merasa gemas.
Dengan muka merah perempuan muda ini berjalan mendekati gurunya, dengan suara perlahan berkata: "Suhu, biarlah muridmu yang menanyakan padanya"
Heng-thian It-ouw menggerutu, terpaksa lepaskan cekalannya.
.Henghay Kouw-loan bertindak lambat2 mendekati Im Tay Seng, meng-amat2i paras pemuda itu sebentar, mendadak tundukkan kepala. Lalu dengan suara perlahan bertanya: "Siapa namamu" Malam itu, meskipun aku merasa bersyukur yang kau menolongku, tetapi tidak seharusnya toh kau...."
Im Tay Seng memotong sebelum Henghay Kouwloan berhenti bicara. "Aku yang rendah adalah Kauwcu muda Thian-cu-kauw, namaku Im Tay Seng. Dengan nona aku belum pernah bertemu, apa yang nona ucapkan sama sekali aku tak habis pikir. Barangkali kau salah mengenali orang, bukan?"
"Ya Allah, memang betul adalah dia, tetapi dia sekarang tidak mau mengakui. Apa sebetulnya yang terjadi...?"
Henghay Kouw-loan bagai merasakan bumi tempat kaki menginjak berputar keras, mata serasa berkunang2. Hampir saja dia roboh kala itu kalau tidak lekas2 lengannya dicekal gurunya. Tetapi telah terlambat, sang murid ini dalam cekalan gurunya telah pingsan.
.Heng-thian It-ouw keripuhan, lekas2 ingin menyadarkan muridnya.
Im Tay Seng bermaksud menggunakan kesempatan itu untuk merat.
Heng-thian It-ouw yang melihat itu lantas membentak: "Kau berani kabur?"
Begitulah, satu guru melihat murid satu2nya pingsan tak sadarkan diri, sedang orang yang bersangkutan ingin panjangkan langkah, maka kegusarannya tentu sudah melewati takaran. Tetapi Im Tay Seng agaknya tidak perdulkan itu, rupanya sadar dia kalau tidak menggunakan kesempatan itu selanjutnya tak akan menemui waktu baik lagi. Maka tanpa menghiraukan kata2 Heng-thian It-ouw, totolkan kakinya dan melesat masuk ke dalam rimba.
Mendadak di dalam rimba terdengar suara seruan dingin seseorang "Ha, ha....! Kau mau mabur, Lekas balik kembali!"
Di hadapannya lalu muncul dua orang pemuda yang cakap2 dan tampan. Salah satu diantaranya adalah Lim Tiang Hong yang wajahnya mirip dengan yang dicegatnya itu sendiri.
.Kedua pemuda tu dengan alis berdiri dan mata tajam terus menatap wajah Im Tay Seng, setindak demi setindak mendekati Lim Tiang Hong tetiron itu.
Im Tay Seng yang merasa bersalah, terus mundur sampai ke tempatnya semula.
Pada saat itulah Henghay Kouw-loan telah mulai siuman. Begitu melihat Lim Tiang Hong dan Heng-gwat Kongcu yang datang ber-sama2, hatinya seperti ditikam sembilu. Sambil keluarkan elahan napas panjang, kepalanya menunduk,
Lim Tiang Hong yang menyaksikan sang Sucie yang biasanya berhati tinggi dan agak congkak sombong itu, berubah demikian rupa, dalam hati juga merasa pilu.
Tiba2 lompat ke depan Im Tay Seng, sambil menuding hidung pemuda itu, berkata: "Aku tanya kau! Kau lagi yang menyaru sebagai aku" Kalau tak menjawab sejujurnya, aku segera bisa ambil jiwamu mengerti"!"
Im Tay Seng mendadak dongakan kepala dan ketawa ber-gelak2. kemudian berkata: "Tidak perlu kalian andalkan jumlah banyak mendesak yang lemah sendirian! Aku si orang she Lim tidak gampang2 makan gertakan. hehh!"
."Jikalau kau tidak berbuat, apa berani kau bersumpah kepada langit dan bumi?" demikian tanya Lim Tiang Hong dan sudah agak lunak keluarkan kata2nya.
Im Tay Seng dengan wajah merah padam dan pucat pasi bergantian, menggeleng terus dan berkata: "Tidak berbuatnya tidak berbuat. Perlu apa mesti bersumpah?"
Ketika diucapkannya perkataanya, matanya mengawasi Henghay Kouw-loan sejenak.
Pada saat itu, yang paling memedihkan keadaan Henghay Kouw-loan.
Wanita muda ini, ketika diperkosa orang, masih dalam keadaan tidak ingat benar. Dan kini tidak mendengar pengakuan pemuda she Im ini, lebih2 sakit hatinya. Dua orang yang dianggapnya melakukan perbuatan terkutuk itu, semua berada di depan matanya. Wanita muda ini sudah dapat menetapkan bahwa orang yang berbuat sudah terang adalah Im Tay Seng itu.
Akan tetapi, kini cuma satu pengharapannya, kalau Lim Tiang Hong sajalah yang mengakui. Namun hatinyapun mesti mengakui kalau hal itu takkan mungkin dapat terjadi.
Sekarang semua mata ditujukan kepadanya, maka oleh karena tidak sanggup menahan perasaan malunya, dengan mendadak menghunus pedangnya dan mau menggorok leher sendiri.
Lim Tiang Hong yang paling dulu dapat melhat itu, lantas berseru keras: "Tahan....!"
Tetapi dia tidak keburu merebut pedang sejauh itu, maka hanya menyentil dengan jari tangannya dan pedang panjang itu lantas terpental dari tangan Henghay Kow-loan untuk selanjutnya jatuh ke tanah.
Heng-thian It-ouw lantas mendekati muridnya, memeluk wanita muda itu dan berkata: "Anak, kau jangan berbuat begitu. Urusan ini suhumu sudah mengerti seluruhnya, tentu bisa atur se-baik2nya"
Meskipun nenek ini sendiri seorang beradat keras berangasan, tetapi dalam urusan itu mengetahui tidak bisa menggunakan cara paksa. Dalam waktu singkat itu, setelah ditinjaunya dengan teliti, lantas bisa mengetahui perbedaan sifat kedua pemuda itu, hingga dapat pula dia selanjutnya memastikan bahwa dalam soal itu pasti adalah Im Tay Seng yang harus dicecar. Tetapi ia tidak suka mendesak terus, sebab pemuda itu adalah anak seorang Kauwcu yakni Kauwcu Thian-cu-kauw.
Heng hay Kouw-loan, muridnya, sudah tentu tidak bisa dinikahkan dengan anak dari seorang penjahat besar.
Oleh karena itu, maka terpaksa dengan menelan perasaannya sendiri, menghiburi muridnya.
(dw-kz) Jilid ke 13 Hong-gwat Kongcu yang semenjak munculkan diri tadi belum pernah buka mulut, meski dia pun seorang pemuda sombong, tetap telah mengerti, bahwa perbuatan tidak baik itu kebanyakan adalah Im Tay Seng yang melakukan. Tetapi tatkala melihat pemuda she Im itu terus menerus menyangkal segala dakwaan, mengetahui kalau pemuda itu tentu adalah orang yang kejam tak berperasaan dan tak mempunyai rasa tanggung jawab. Maka perasaan benci dan nafsunya ingin menyingkirkan pemuda itu, lantas timbul dalam otaknya.
Tiba2 sekali Kongcu ini hunus pedang panjangnya, kemudian membabat sebuah pohon besar yang berada dibelakang Im Tay Seng hingga pohon tersebut tumbang seketika. Kemudian sambil tudingkan ujung pedangnya itu ke depan muka Im Tay Seng, berkata: "Bocah, ingat: jika urusan ini tidak dibereskan secara baik2, Kongcumu segera bisa ambil jiwa anjingmu! Dan dengar! Bukan cuma itu saja! Akupun akan membalas perbuatanmu terhadap nona itu dengan kelakuan yang serupa! Aku bisa acak2 saudara perempuanmu itu! Pertu barangkali kalau dengar lagi: Henghay Kouw-loan adalah encieku! Encie dari Kongcu mu ini, tidak boleh dihinakan siapapua juga, kau tahu"!"
Sehabis berkata demikian, dimasukkannya pedangnya kembali, berkata kepada Lim Tiang Hong sambil menjura: "Saudara Lim ingat perjanjian kita. Dalam setahun ini, aku menantikan kedatanganmu di Tho-hoa-to. Hari ini untuk sementara kita berpisahan".
Setelah itu lantas bergerak badannya dan menghilang ke dalam rimba.
Heng-thian It-ouw kala itu telah menotok urat tidurnya Henghay Kouw-loan dan dipondong di
.pangkuannya. "Aku perintahkan kau" katanya kepada Lim Tiang Hong, "dalam wakiu 3 bulan ini harus kau bereskan perkara ini, kalau tidak jangan kau akui lagi perguruanmu itu!"
Lim Tiang Hong terpaksa terima baik permintaan itu dan mengangguk.
Im Tay Seng juga secara diam2 telah meninggalkan tempat itu, hingga ditempat tersebut cuma Lim Tiang Hong seorang saja yang ada.
Benar2 ruwet pikiran anak muda ini. Ia tidak tahu bagaimana harus mulai dengan usahanya mengatur perkara itu. Dan karena segala beban telah dijatuhkan kepundaknya, dia harus berusaha. Tapi selain itu masih ada lagi urusannya Heng-lim Cun-loa yang terbunuh dalam kabut kemisteriusan, dalam dunia yang luas ini kemana harus mencari jejak pembunuhnya"
Tiba2 ia ingat tanda besi yang berukiran seekor binatang Kie-lin. Bukankah pelajar penengahan umur itu pernah mengatakan, jikalau ada arusan apa2 dan memerlukan bantuan, bisa mempergunakan tanda cap besi itu untuk menyampaikan kabar. Bagaimana kalau sekarang dicoba" demikian pikirnya.
Maka lantas juga dikeluarkan tanda cap besi itu, dan di tempat yang agak terang meninggalkan banyak tanda2 cap, kemudian mencari rumah penginapan untuk menantikan perkembangan selanjutnya dari soal yang dianggap ganjil itu.
Keesokan sorenya, selagi Lim Tiang Hong tengah duduk di kamrnya, melatih ilmu, tiba2 datang seorang pemuda yang berdandan sebagai kacung. Begitu masuk kamar, dengan lakunya demikian menghormat kepada penumpang kamar, kemudian berkata: "Disekitar seratus lie daerah ini, anak murid golongan kita semua sudah berkumpul di kelenteng Thian-cie-bio. Kami menantikan kedatangan Kongcu disana"
Lim Tiang Hong ke-heran2an dan bertanya: "Kau dari golongan mana" Mengapa menantikan kedatanganku yang harus mengeluarkan perintah?"
Orang yang dandanannya semacam anak sekolah itu berkata sambil ketawa: "Teecu, murid Hong-hong-tie generasi ketiga. Datang menjenguk Kongcu karena melihat ada tanda perintah Kie-lin. Bukankah Kongcu yang tinggalkan tanda itu disitu?"
.Lim Tiang Hong seperti baru sadar. Pikirnya, begitu cepat adanya reaksi tanda cap binatang Kie-lin. "Benar" katanya "tanda perintah itu akulah yang mencapkan. Dan sekarang mereka sudah pada datang, bukan" Antarkanlah aku ke sana"
Orang itu sewaktu mengatakan "Baik, Kongcu" Wajahnya menunjukkan roman gembira ber-seri2, baik dan sopan sikapnya ketika dia putar tubuh hendak berlalu. Tetapi begitu berada di luar pintu kamar, badannya lantas terapung tinggi, sebagai asap meluncur atau peluru ditembakkan miring ke udara lepas, sebentar saja telah melalui beberapa ratus wuwungan rumah2 penduduk.
Lim Tiang Hong diam2 juga memperhatikan gerakan orang hal ini. Membuat dia jadi terkenang kepada seorang gadis cilik Hong-jie, yang dapat memperlihatkan gerakan lari cepat sebagai asap merah mengepul. Untuk memperlihatkan kepandaiannya sendiri ia tidak segera kerahkan tenaganya melainkan hanya berjalan lambat2 keluar, sehingga sewaktu dia berada diambang pintu keluar, orang itu entah-telah melalui beberapa atap rumah orang. Orang itupun melihat Lim Tiang Hong belum lagi gerakkan kaki menyusul, namun dia tidak menunggu, rupanya segan menanti atau mungkin dia akan menyelesaikan sesuatu urusan lain disamping tugas menunjukkan jalan kepada Lim Tiang Hong. Tetapi sebenarnya bukan dugaan2 itu yang menyebabkan dia tidak mau menunggu. Dia yang sebetulnya telah mendengar bagaimnra hebat digambarkan orang2 akan kepandaian Kongcunya itu. Memikir ingin menggunakan kesempatan selagi dapat bertemu dengan Kongcu ini menjajal kepandaiannya sampai seberapa tinggi dibandingkan dengan Kongcunya. Maka demikianlah, begitu lekas dia keluar dari dalam pintu rumah penginapan tadi, telah dikerahkan seluruh kebisaannya hal meringankan tubuh, hingga oleh orang dibelakangnya waktu itu terlihat badannya se-akan2 asap mengepul terbawa angin.
Tetapi sebetulnya sudah cepat gerakan seperti itu, karena sebentar saja dia sudah sampai ditempat yang akan dituju, yakni kelenteng Thian-cie-bio.
Baru kakinya menginjak bumi, baru dia bermaksud ingin duduk menunggu napas yang engos2an mereka kembali atau menanti sang Kongcu yang selama itu tidak dengar suaranya tidak dilihat bayangannya. Ketika tahu2 Lim Tiang Hong bertanya kepadanya dengan suaranya yang halus perlahan: "Apa sudah sampai?".
Ini adalah diluar dugaannya. Karena terang saat itu Kongcu-nya telah berada di belakang tubuhnya. Terkejut sekali dia sudah barang tentu "Hebat sungguh Kongcu ini" begitu barangkali dia memuji dalam hatinya.
Dan dicobanya untuk menjawab sesegera pertanyaan sang Kongcu, dengan suara setengah memburu berkata: "Sudah sampai, harap Kongcu suka menunggu sebentar. Biarlah teecu masuk terebih dulu akan minta orang2 menyambut keluar...."
"Tidak usah! Marilah kita masuk sama2" demikian kata Lim Tiang Hong.
Tangannya segera menggandeng tangan orang dalam dandanan anak sekolah itu. Dan orang itu tidak berani membantah lagi. Tidak pula berani banyak omong, terus membawa Lim. Tiang Hong ke suatu jalanan yang ber-belok2, melalui sebuah pendopo.
Dan ketika tiba disebuah kamar dibelakang pendopo, didepan pintunya tepat tampak dua orang laki2 berpakaian serba ringkas yang menyoren pedang. Orang
.1214 itu berhenti dan menyilahkan Lim Tiang Hong terus ke depan.
Dua laki2 tersebut begitu melihat Lim Tiang Hong, segera bungkukkan badan memberi hormat seraya mereka berseru se-kuat2 eja: "Kongcu sampai! Kongcu sampai!"
Sesaat tampak pinta kamar terbuka lebar. Dari dalam lalu kelihatan berjalan keluar seseorang pria, berdandan sebagai pelajar yang berusia antara tiga puluhan tahun. Di belakang pria ini lalu tampak lagi oleh Lim Tiang Hong seorang wanita pertengahan umur pula yang berpakaian serba merah. Kemudian lagi di belakang wanita ini muncul ber-turut2 dua orang tua, seorang pertengahan muka biru dan banyak lagi orang2 rimba persilatan yang kesemuanya rata2 berperawakan tingggi tegap, kekar2 badan mereka. Saat itu semua orang ini sudah membungkukkan badan seperti mereka sedang menyambut tamu agung.
Salah seorang diantara mereka berkata: "Dengar2 kabar, Kongcu kita dalam kesulitan. Kami sekalian datang dari daerah2 yang beberapa ratus lie dari sini, ingin melancarkan urat2 tangan dan kaki sekedar buat coba2 mengatasi kesulitan Kongcu. Harap sukalah Kongcu duduk2 di dalam"
Lim Tiang Hong sama sekali tak pernah menduga, sampai demikian besar adanya pengaruh tanda Kie-lin yang di-cap2kan sembarangan. Mendengar perkataan orang tersebut barusan, ia jadi merasa yang perbuatannya itu sesungguhnya terlalu gegabah untuk keperluan yang tak berarti begini saja harus mengundang begini banyak tenaga pembantu". Demikian pikir anak muda ini.
Tetapi karena merasa telah terlanjur, sudah tak bisa tarik diri lagi, lantas menjawab sambil balas menyoja: "Siauwte tidak menduga akan membikin saudara2 sekalian jadi begini repot. Hal ini sungguh, membikin Siauwtee menyesal dan tidak enak sekali"
Dengan sendirinya, dia belum mengetahui siapa2 orang itu. Apa kedudukan mereka satu2 dan bagaimana tingkat derajat mereka kalau dibandingkan dengan dia sendiri. Dan menjawab tadi, sebetulnya cuma sekenanya saja.
Orang yang seperti pelajar pertengahan umur berkata sambil ketawa, menyambuti kata2 Lim Tiang Hong: "Kita semua adalah orang2 sendiri. Tidak perlu terlalu banyak lakukan adat peradatan dan jangan terlalu merendah"
Setelah berkata demikian, tangannya nampak menunjuk ke belakang, kepada wanita baju merah dia memperkenalkan: "Dia adalah Jie Suciemu. orang2 kita suka menyebutnya Hiang-ie Sian-cu juga boleh dibilang adalah Susomu. Dan aku suhengmu yang bodoh ini biasa dipanggil Yam-kiong Tiauw-khek"
Kemudian lagi Yam kiong Tiauw-khek memperkenalkan dua orang tua yang berada di belakang wanita baju merah dan seorang laki-laki pertengahan umur bermuka biru.
"Dua orang itu adalah orang2 asal daerah perbatasan, dari Thibet dua2nya. Yang dikiri namanya Kiong Cun dan yang disebelah kanan Siang-ie. Dan itu, laki2 pertengahan umur muka biru Bok-ie Kim-kho namanya. Semua adalah orang2 Hong-hong-tie, semua orang2 sendiri!"
Setelah memperkenalkan semua orang kepada Lim Tiang Hong sambil ber-cakap2 orang2 itu masuk ke dalam kamar.
.1217 Yam-kiong Tiauw-khek minta Lim Tiang Hong duduk dikursi kepala, tetapi anak muda itu keras menolak dan minta Yam-kiong Tiauw-khek yang duduk di kursi kehormatan itu hingga ke-dua2nya jadi sama saling dorong.
Hiang-Ie Sian-cu yang melihat keadaan demikian mula2 diam saja tetapi kemudian berkata: "Sudahlah, dengarlah aku! Siapa yang membawa tanda perintah Kielin, dialah yang kami pandang sebagai pengganti Kokcu. Terhadapnya kami tidak berani lancang atau kurang sopan, kau sajalah yang duduk, biarkan dia sama2 kami disini".
Begitulah Lim Tiang Hong yang merasa kalah suara, akhirnya duduk juga dikursi kehormatan. Setelah beromong2 beberapa saat kepada urusan2 remeh yang tidak perlu, Yam-kiong Tiauw-khek mengalihkan pembicaraan, menanyakan urusan apa sebenarnya yang diinginkan oleh pembawa tanda kepercayaan Kie-lin supaya diselesaikan ber-sama2.
Lim Tiang Hong merasa malu sendiri, karena sebetulnya dia tidak menemukan kesulitan apapun, tidak juga ada bahaya apa2 menimpa dirinya. Setelah kelihatan berpikir agak sejenak, berkata juga pemuda ini. Dengan suaranya yang perlahan ke-malu2an: "Waktu ini Siauwtee mempunyai dua rupa kesulitan, yang tidak seberapa besar tapi memerlukan bantuan saudara2 sekalian. Kesatu adalah mengenai soal kematian tabib kenamaan buat daerah Kang-lam yang namanya Henglim Cun-loan. Karena ingin menolang memecahkan persoalan pribadi Siauwtee telah diracuni orang, hingga siauwtee merasa malu sampai sekarang belum mampu membekuk penjahatnya. Maka itu sukalah saudara2 sekalian menolong Siauwtee bantu mengadakan penyelidikan, siapa pembunuh itu dan sebab apa dia meracuni orang. Sedang satu hal lainnya, yaitu perihal Heng-thian It-ouw Locianpwee yang sudah lama mengasingkan diri di selat Bu-ceng hiap dan belum pernah bertengkar atau ribut mulut dengan orang2 luar, tapi nyatanya, pada waktu Siauwtee datang ke sana, selat itu mendadak diserbu orang. Malahan seseorang yang memakai nama siauwtee membikin siauwtee jadi malu karena dia merusak kehormatan murid perempuan Cianpwee itu... Siauwtee minta tolong juga, orang2 itu sebetulnya dari golongan mana, mengapa menyerbu selat itu dengan tiba2" Cobalah saudara2 tolong selidiki sekalian...."
Yam-kiong Tiauw-khek mendadak tertawa bergelak2. Tertawanya ini menyetop perkataan Lim Tiang Hong selanjutnya, yang diteruskan oleh perkataannya juga: "Ha, Ha..... Soal ini mudah sekali! Serahkan sajalah kepada Suhengmu yang bodoh ini, biar aku yang mengurusi. Bagaimana kalau kepadaku kau berikan batas waktu satu bulan untuk memberikan jawaban pastinya kepadamu?"
Lim Tiang Hong mengucapkan terima kasih. Baru dari percakapan tadilah dia mengetahui kalau Yam-kiong Tiauw-khek adalah murid kepalanya Kokcu perkumpulan Hong-hong-tie.
"Masih ada satu hal yang Siauwtee juga ingin minta keterangan dari saudara2 sekalian. Sebetulnya Honghong-tie dengan Siauwtee apakah hubungannya" Mengapa setiap orang2 Hong-hong-tie membahasakan Siauwtee dengan sebutan Kongcu" Karena Siauwtee dalam urusan Siauwtee pribadi, mengenai asal usul serta keluarga Siauwtee sendiri juga masih belum tahu jelas. Dapatkah kiranya saudara2 menjelaskan atau memberi keterangan sejujurnya. Disini sebelumnya Siauwtee lebih dulu mengucapkan terima kasih se-besar2nya"
Sehabis berkata demikian, dengan wajah nampak penuh pengharapan akan mendapat jawaban yang diminta. Dipandangnya bergantian satu2 orang yang berada dalam ruangan itu. Diapun melihat perubahan air muka Yam-kiong Tiauw-khek, yang jelas karena sejak semula menyambutnya tadi wajahnya itu penuh ramai dengan senyuman, tapi kini mendadak jadi agak masam. Setelah berkerut keningnya beberapa lama, menjawab juga akhirnya dia: "Hiantee, sejujurnyalah Suhengmu katakan, sebetulnya terhadap siapapun yang membawa tanda kepercayaan Kie-lin-leng, orang-orang Hong-hongtie harus memberi keterangan yang diajukan kepadanya. Tetapi mohon maaf dan sekali lagi Suhengmu minta maaf, karena Kokcu pernah pesan wanti2 kepada kami, siapapun tidak boleh membocorkan rahasia ini kepadamu. Hiantee, Apa kau paham akan maksudku" Sukalah Hiantee, kau maafkan Suhengmu yang bodoh ini sekali lagi"
Lim Tiang Hong yang mendengar Yam-kiong Tiauwkhek selama berkata2 tidak lupa mengatakan minta maafnya, jadi menyesal juga telah mengeluarkan pertanyaan tadi kepadanya. Diapun segera mengetahui betapa sulit kedudukan Suhengnya kala itu. Mengatakan, salah, tidak menerangkanpun sama tidak benarnya Karena mengetahui yang Suheng tentu akan terus merasa serba salah kalau tidak dihibur, maka dia lantas berkata, demikian: "Kalau Suheng punya kesulitan, mana bisa Siauwtee memaksa. Sudahlah, Suheng. Hitung2 Siauwtee tidak pernah menanyakan soal itu sajalah sudah. Cuma sebagai pengganti pertanyaan tadi Siauwtee minta sedikit keterangan, apakah Kokcu itu perawakannya jangkung tinggi, senang memakai pakaian seperti pelajar?"
"Ya, benar Hiantee. begitulah kira2, tidak kurang tidak lebih"
Kini adalah Lim Tiang Hong yang melongo. "Oh-ya!" Demikian serunya didalam hati. Itu orang berdandan sebagai pelajar yang jangkung, yang malam itu pernah memberi dua carik kertas yang berisi ilmu silat tinggi dan yang memberikan tanta Kie-lin itulah yang diartikan dengan sang Kokcu"
.1222 Hatinya jadi berdebaran. Pernah apakah Kokcu itu dengan dia" Ya, adakah hubungan antara dia dengan Kokcu Hong-houg-tie.
Meskipun orang2nya Hong-hong-tie tiada seorangpun yang mau memberikan keterangan kepadanya mengenai hubungan itu, tetapi seperti makin terang saja apa yang telah dilakukan oleh pihak Honghong-tie itu kepadanya. Apakah kiranya masih terlalu sukar dibade kalau si Pengemis Mata Satu telah berhasil dalam usahanya menyelidik asal usul seseorang yang gelarnya Ho-lok Siu-su"
Yam-kiong Thiaw-khek yang melihat Lim Tiang Hong terus berdiam tak mengatakan apa2, lalu berkata setelah unjuk senyumnya: "Antara kau dengan aku, sebagai saudara seperguruan yang baru kali ini bertemu muka, sudah seharusnya kalau kita sama2 riang, sama2 gembira. Buat apalah kau Hiantee, memikirkan terus urusan2 yang tidak penting begitu" Marilah kita bersuka ria!"
Hiang-ie Sian-cu menimpali kata2 suaminya sambil tersenyum. "Ensomu juga sudah perintahkan orang2 sediakan hidangan istimewa. Malam ini kita bisa makan minum sepuasnya. Baiklah kita tunda sementara dua urusan yang menjadikan kesulitan dalam hatimu, serahkan sajalah kepada kami. Mari kita bergembira!"
Pada saat itu, orang yang berdandan sebagai anak sekolah, ber-sama2 dengan dua pria berperawakan tegap, membawa keluar barang2 santapan. Lim Tiang Hong yang semenjak kecil hidup terlunta-lunta sebagai anak piatu, tanpa sanak tiada keluarga, tidak berkakak pun tiada mernpunyai adik, sekarang mendadak di-pesta porakah dengan hidangan hidangan demikian harum dalam suasana serba meriah, sudah barang tentu jadi buyar kesukarannya, lambat laun jadi gembira juga.
Dalam waktu sekejapan itu telah ditengguknya dua cawan arak. Sebenarnya, buat minum minuman keras seperti itu bukan kebiasaannya, apalagi pada saat itu dalam hatinya masih penuh dihinggapi rupa2 persoalan pelik yang masih belum terjawab.
Setelah tenggak arak untuk cawan ketiga, pemuda ini merasakan hatinya semakin ruwet. Ketika di-coba2nya memikirkan peristiwa yang selama itu dialami dan dirasakannya, betapa dia merasa, bahwa selama terjunkan diri ke dunia kang-ouw, selama menaiknya nama To-liong Kongcu bukan membuat jasa buat orang2 rimba persilatan, bahkan karena terjunnya dia itu telah merembeti banyak orang dan membikin orang2 itu bercelaka.
Kesatu: Tentang kitab Tat-mo-keng milik Siauw-limpay. Lim Tiang Hong yang menuruti hatinya sendiri yang dibikin panas oleh seseorang padri, akhirnya membuat pindahnya kitab tersebut kelain tangan. Jikalau dibiarkan kitab tersebut berada ditangan Kauwcu dari Thian-cukauw itu tiga sampai lima tahun lagi, kalau Kauwcu itu sudah berhasil mempelajari ilmu simpanan Siauw-lim-pay yakni yang disebut Thay-seng Bu-siauw Sian-kang atau Ka-na Kim-kong Sian-kang yang mana saja satu, apalagi kalau ke-dua2nya dapat dipelajari olehnya dan kemudian hari menerbitkan bencana buat umum, maka dengan sendirinya dialah pula yang harus bertanggung jawab.
Kedua: Heng-lim Cun-loan yang ingin membentangkan rahasia besar tentang asal usul Lim Tiang Hong, mendadak dibinasakan orang jahat. Sampai pada waktu ini masih belum terbongkar rahasia pembunuhan itu, apa dia tidak mau bertanggung jawab.
.Ketiga: Tugas yang diberikan kepadanya oleh si orang Tua Penyipta supaya membunuh Manusia Buas Nomor Satu, tetapi hingga pada waktu itu bukan saja masih belum dapat dilaksanakan bahkan orangnya saja pun belum lagi diketemukan, bagaimana apabila dikemudian hari diminta pertanggungan jawabnya"
Keempat: Mengenai pengantaran surat yang harus diserahkan sendiri kepada Heng-thian It-ouw. Meskipun boleh dibilang sudah terlaksana semua dengan baik, tetapi bukankah oleh karena kedatangannya ke selat Buceng-hiap itu yang mendatangkan pula bencana besar buat penghuni selat itu" Bagaimana pertanggung jawabannya dalam hal kehilangan keperawanannya Henghay Kow-loan" Apakah dia nanti yang harus menggantikan orang lain buat menebus dosa2 orang itu"
Selain daripada itu, teka teki mengenai dirinya sendiri sampai pada waktu itu masih belum juga tersingkap. Salah satu urusan yang juga membikin pusing kepalanya, bagaimana harus diselesaikan.
Waktu itu dia telah mencoba buka sedikit matanya yang mulai sinting mengawasi Yam-kiong Tiauw-khak dan Hian-ie Sian-cu ber-ganti2, tertampak olehnya suami isteri itu sedang ber-cakap2 sambil ter-tawa2, demikian gembira. Dengan tiba2 saja, didalam otaknya seperti timbul bayangan dua orang. Seorang adalah Yo-kok Oeyeng yang cantik manis laksana bidadari tapi yang agak membawa sikap misterius, sedang yang lain adalah Yanjie, yang kecil mungil seperti burung kenari dan lincah gesit serta aleman ke-kanak2an. Terutama apabila mengenangkan Yan-jie, dia seperti merasa bertanggung jawab. Bukankah gadis itu menjadi piatu oleh karena kematian ayahnya itu disebabkan karena gara2nya" Jikalau dia mengingat pula bagaimana cara dia memperlakukan Yan-jie dengan perbuatan yang boleh dikata tidak baik, selalu menjauhi gadis ini, dengan paras agak menyesal dan sedih, tanpa sadar akhirnya dia menarik napas sendiri....
Hiang-ie Siancu agaknya dikejutkan oleh tarikan napas Lim Tiang Hong sambil ketawa cekikikan Sucie ini bertanya: "Adik Hong, kau kenapa?"
Lim Tiang Hong terkejut, sementara Hiang-ie Siancu telah meneruskan berkata: "Apa kau teringat kepada adik Oey-eng?"
.Karena pertanyaan itu, dia jadi berjingkrak. Dengan suara keheranan bertanya: "Kau kenal dia?"
Hiang-ie Sian-cu kedipkan matanya dan menjawab pertanyaan itu: "Kita toh sama2 dibesarkan, sama2 juga belajar disatu perguruan, mana bisa disuruh bilang tidak kenal?"
Lim Tiang Hong melongo. Nyatalah kepadanya kini bahwa-Yu-kok Oey-eng pun sebenarnya adalah orangnya Hong-hong-tie, itu pulalah yang menyebabkan dia jadi ketawa menertawakan kebodohannya sendiri. Saat itulah Yam-kiong Tiauw-khek yang mau hirup isi cawannya jadi berseru: "Eeeei! Baru dibicarakan, orangnya sudah datang. Bukankan Sam-moay yang datang itu?".
Dari atas payon seketika itu terdengar suara orang tertawa cekikikan. "Bagus benar ya! Kiranya Toako dan Toaso di belakangku diam2 sudah membicarakan urusanku!"
Sebentar kemudian tertampak masuk kekamar itu seseorang dara manis, dia bukan lain daripada Yu-kok Oey-eng sendiri.
Hiang-ie Sian-cu berkata sambil ketawa, menyambut kedatangan Yu-kok Oey-eng: "Fui, orang
.memikirkan kepentinganmu, siapa yang mau bicarakan kau?"
Lim Tiang Hong yang melihat kedatangan calon isterinya itu merasa hatinya rada2 tidak enak, dia juga segera berbangkit menyapanya. Sementara itu Yu kok Oey-eng yang pun sedang memandangnya, lantas mengangguk dan duduk di sebelah pemuda. Dia lantas unjuk senyumnya yang ramai diwajah, kemudian katanya: "Ada apa sih sebetulnya sampai begitu terburu2 kau keluarkan tanda Kie-lin?"
Lim Tiang Hong sebetulnya berhadap bakal isterinya ini, telah timbul semacam pikiran yang dia sendiripun tidak mengerti. Terhadap wanita yang agak misterius itu, disamping timbulnya rasa cinta dia juga merasa takut. Dipuncak Bong-kiap-hong dia ditinggalkan dalam keadaan gusar, tapi sekarang, seperti tidak gusar lagi sama sekali, malah sambil ter-senyum2 manis menanyakan mengapa sampai mengeluarkan tanda Kielin segala.
Maka seketika itu dengan perasaan hati tidak enak Lim Tiang Hong lalu menjawab: "Sebab ada dua soal yang ingin kuperoleh keterangannya. Tetapi aku sama sekali belum pernah menyangka kalau tanda itu begini besar pengaruhnya"
Kemudian, diapun menjelaskan kembali kedua persoalannya yang ingin dia dapatkan jawabannya itu.
Yu-kok Oey-eng monyongkan mulutnya yang kecil, dengan suara hambar berkata: "Kiraku ada urusan penting bagaimana, kiranya cuma sebegitu saja. Baiklah kuberitahukan kepadamu: Penjahat yang membunuh Heng-lim Cun-loan itu, meski belum dapat diketahui betul siapa orangnya, tapi aku dapat memastikan bahwa hal itu adalah perbuatannya orang Thian-cu-kauw. Dan mengenai peristiwa yang terjadi di selat Bu-ceng-hiap, juga adalah perbuatan Kauwcu muda Thian-cu-kauw itu. Kau sendiri tentu pun masih ingat, bahwa antara suami isteri Bu-ceng Kiam-khek dan Heng-thian It-ouw sebetulnya ada ganjalan sakit hati yang dalam. Orang2 Thian-cu-kauw tahu kalau kau akan pergi mengantar surat ke selat itu, maka lantas mereka mengatur rencana mereka yang keji. Disatu pihak dia telah menyuruh orang2nya memancing Heng-thian It-ouw keluar selat, sedang dilain pihak mereka lalu turun tangan akan mencelakakan Henghay Kouw-loan. Im Tay Seng, Kauwcu muda itu, siang2 sudah tahu kalau kau dengan Henghay Kouw-loan ada hubungan baik, maka dia menggunakan kesamaan paras dan dedak badan yang mirip dengan kau. Ketika murid Heng-thian It-ouw itu berada dalam kesulitan, dalam kepungan oraag2 Thian cu-kauw dia pura2 memberi pertolongan untuk belakangan sekali mencuri keperawanan gadis itu. Dia juga tahu, kalau dikemudian hari kau tidak akan mengakui perbuatan seperti itu, sedang Heng-thian Itouw adatnya sangat berangasan, yang pasti tanpa penyelidikan se-teliti2nya akan membuat perhitungan terhadapmu. Dan kalau rencana demikian itu terjadi benar2, dia boleh peluk tangan jadi penonton gratis, setidak2nya antara kau dengan Heng-thian It-ouw pasti ada yang terluka atau dua2nya terluka parah. Siapa tahu Heng-thian It-ouw sudah banyak berubah adatnya. Bukan cuma kesalah pahamannya terhadap Bu-ceng Kiam-khek sudah reda sedikit, bahkan terhadapmu dia juga menaruh simpati malah ada maksudnya juga akan merecokkan kau dengan Henghay Kouw-loan. Maka itu terhadapmu tentu dia tidak bisa terlalu keras cuma mau desak kau supaya bisa cepatan bikin jelas urusan itu"
Dia berhenti sejenak akan membereskan rambutnya yang awut2an, kemudian berkata pula sambil ketawa: "Mengenai urusan ini, entah bagaimana caranya kau nanti akan menyelesaikannya?"
Lim Tiang Hong telah dapat menduga maksud perkataan itu, tentu ingin bertanya bagaimana akan menempatkan Henghay Kow-loan" Sudah tentu dalam hal ini sedikit banyak gadis ini ada mengandung perasaan cemburunya, maka ia lantas menjawab. "Dia adalah Sucieku, bukan apa2ku...."
Bicara sampai disitu ia merasa sukar untuk melanjutkan, cuma belakang-belakangan baru bisa berkata lagi: "Aku mau cari Im Tay Seng buat bikin perhitungan ini"
Yu kok Oey-eng lantas berkata sambil ketawa dingin: "Urusan seperti ini barangkali tidak begitu sederhana seperti apa yang aku duga. Sekalipun kau dapat menemukan Im Tay Seng, tapi apa kau bisa paksa dia" Tahukah kau, ada pertalian apa dia dengan kau?"
Lim Tiang Hong mendadak lompat dari tempat duduknya. "Dia...." Dia Kauwcu mudanya Thian-cu-kauw. Tidak ada hubungan apa2 dengan aku!"
.Tetapi pada saat itu mendadak perkataan Lok-hee Hujin yang diucapkan diluar lembah Loan-phiauw-kok seperti mengumandang lagi ditelinganya "Pada beberapa waktu berselang, aku pernah mengirim engkomu ke kelenteng Tang-gak-bio. Tidak nyana orangnya tidak dibawa pulang, malah dia bikin karewelan..."
"Engko" atau abang yang disebut oleh Lok-hee Hujin kala itu, adakah dia yang dimaksud Im Tay Seng".
Selain dari pada itu, sekalipun orang berkedok yang berbadan tinggi besar itu bukanlah ayahnya pribadi, tetapi Im Tay Seng adalah anak dari ibu yang sama, rasanya tidaklah dapat terlalu disangkal. Memikir akan lai itu, dalam hatinya semakin cemas, sebab jikalau kematian Heng-lim Cun-loan itu juga adalah perbuatan Im Tay Seng dan Im-san Mo-lie, maka semua soal itu justru terjadi dalam orang2 yang semuanya masih sekeluarga dengannya. Inilah yang benar2 dikatakan runyam.
Yu-kok Oey-eng yang melihat sikap cemas gelisahan Lim Tiang Hong kuatir akan menusuk hati pemuda itu terlalu hebat. Lantas berkata setelah tarik napas perlahan: "Benar, dialah Kauw-cu mudanya perkumpulan Thian-cu-kauw. Dengan kau juga dia masih ada sedikit hubungan yang tidak bisa di-pisah2kan. Pendek kata, segala kerewelan pasti ada satu hari nanti kisa dibereskan keseluruhannya. Sekarang kau juga tidak perlu terlalu cemas atau gelisah, duduklah"
Tapi Lim Tiang Hong seperti mendadak menjadi gusar, lantas berkata: "Aku justru akan segera cari dua orangnya Thian-cu-kauw itu buat bikin perhitungan. Aku dengan mereka tidak punya ganjalan sakit hati atau permusuhan, kenapa mereka ber-kali2 menggunakan namaku buat lakukan rupa2 kejahatan diluaran" Hmm! Sekalipun mereka dengan aku sidang she Lim masih ada hubungan dekat, biar mereka sekandung dengan aku, aku tidak bisa biarkan mereka seterusnya berbuat semaunya...."
Sehabis berkata, pemuda itu mendatang mejanya, meninggalkan meja perjamuan.
Dia berjcalan mundar-mandir dalam kamar itu, mendadak seperti ingat kepada sesuatu.
Ia menggerutu sekarang. "mereka berbuat begitu tidak lain ialah karena menghendaki aku si orang she Lim namanya jadi rusak, supaya aku dapatkan musuh di
.mana2, supaya akhirnya mau tidak mau terpaksa harus mengikuti kehendak mereka. Ha, ha, ha... Apa kalian kira aku Lim Tiang Hong begitu macamnya seperti orang otak udang?"
Nyata sekali bahwa pikiran dan perasaan Lim Tiang Hong pada saat itu begitu hebat terpukulnya. Alisnya nampak berdiri, matanya memancarkan sinar buas.
Yam-kiong Tiauw-khek tiba2 tertawa ber-gelak2 dan berkata: "Sutee, pengertianmu dalam ilmu silat sangat tinggi. Malah terhadap segala persoalan, juga punya dugaan dan pertimbangan yang melebihi kecerdasan orang biasa. Suhengmu merasa amat kagum!"
Kemudian, dengan tindakan lambat2 Suheng ini berjalan menghampiri Suteenya, lalu berkata pula setelah me-nepuk2 pundak Lim Tiang Hong: "Mengenai sebab dan akibat urusan ini, Suhengmu juga mengerti sedikit. Pada mulanya, sewaktu Thian-cu-kauw mencari permusuhan dengan orang2 dari partay hian-bun, sebetulnya hanya ingin membereskan soal permusuhan mereka dimasa lampau, tapi kemudian mendadak menyeret2 kau juga sampai terlibat dalam kerewelan itu. Thian-cu-kauw juga merasa heran, setelah melalui suatu masa dan mereka dapat menyelidiki namamu. Diluar dugaan mereka kauwcu dapat tahu bahwa kau adalah itu orang yang sedang di-cari2 oleh itu Lok-hee Hujin. Dan mereka semakin terkejut dan ter-heran2 ketika mengetahui kau mempunyai kepandaian silat luar biasa tinggi, maka Kauwcu lantas mengutus banyak orangnya, secara diam2 disuruh mengikuti jejakmu, sambil saban2 coba melepas sedikit budi kepadamu, maksudnya tak lain tak bukan ialah untuk memikat hatimu, untuk menarik kau supaya suka gabungkan diri dengan mereka. Tapi kemudian kenapa sikap baik itu mendadak berubah jadi sikap bermusuhan dan malah sering2 berbuat hal2 yang tidak menguntungkan kau sekali. Dalam hal inilah Suheng-mu tidak mengerti"
Hiang-ie Sian-cu lantas menyambungi kata2 suaminya sambil ketawa dingin: "Apa yang kau kata tidak mengerti" Kesatu karena mereka telah mengetahui bahwa Sutee adalah Kongcu kita orang2 Hong-Tiong-tie. Kedua, Sutee sudah mengatakan terus terang, yang Sutee adalah muridnya Bu-ceng Kiam-khek. Sedang yang ketiga, Pek tok Hui-mo atau si kauwcu sendiri, orangnya memang buas dan ganas tanpa bandingan keduanya Setelah tahu yang Sutee punya kedudukan rangkap seperti itu, mana mau dia biarkan Sutee terus hidup?"
Lim Tiang Hong setelah mendengarkan pembicaraan mereka, merasa bahwa dugaan demikian memang masuk dalam akal. Maka lantas dipotong perkataan Hiang-ie Siancu dan berkata "Sesudah mendengar keterangan kalian, aku sekarang jadi dapat akal. Sekarang tidak perduli apa hubungan aku dengan mereka, aku harus pergi mencari mereka. Kalau bisa lebih cepat lebih bagus buat cari Pek-tok Hui-mo atau ibuku Lok-hee Hujin. Aku akan membikin urusan sampai jelas"
Pada saat itu, orang2 yang duduk makan minum kebanyakan juga sudah tinggalkan tempat masing2. Kala itu, dua orang tua dari perbatasan Thibet berjalan ke depan Lim Tiang Hong, sambil menyoja mereka berkata: "Tentang jejak Pek-tok Hui-mo" demikian mereka hampir berbareng berkata, "kami sudah menyelidiki, sampai sekarang belum tahu dimana dia bersembunyi. Sedang menurut perkiraan kami, iblis itu barangkali sudah adakan perserikatan dengan Kui-ban-po dari daerah Biauw-ciang dan barangkali juga sudah mencari tempat lain tersembunyi buat sama2 meyakinkan ilmu yang lebih tinggi. Diantara mereka dua orang, yang seorang telah dapatkan kitab ilmu silat asal dari golongan sesat, sedang yang lain sudah berhasil meyakinkan sedikit ilmu dari kitab peninggalkan Tat-mo Cauwsu. Jikalau mereka sama2 melatih dan berhasil memperdalam ilmu itu, hal ini memang merupakan bencana besar bagi dunia persilatan dikemudiian hari"
Lim Tiang Hong yang mendengar berita demikian, hatinya tergoncang keras. Dia merasa tidak enak hati, sebab terjatuhnya kitab Tat-mo-keng ketangan Pek-tok Hui-mo, meskipun bukan keseluruhannya menjadi tanggung jawabnya, tetapi se-tidak2nya bukankah dia yang menimbulkan gara2 sampai terjatuhnya kitab pusaka itu ke dalam tangan orang jahat" Maka mau tidak mau dia jadi kesal. Sambil menghela napas berkata: "Kalau benar2 nanti akan kejadian huru hara hebat, yang memikul dosa paling besar adalah aku si orang she Lim...."
Yam-kiong Tiauw-khek tidak mengerti akan maksud dan perkataan Lim Tiang Hong, anggapnya hanya karena Pek-tok Hui-mo sedang menyakinkan ilmu baru, jadi kuatir atau dikalahkan. Maka ia lantas berkata sambil ketawa besar: "Hiantee tidak usah kuatir. Tentang berhasil tidaknya seseorang memperdalam ilrnu, sudah tentu tergantung dari guru kenamaan yang mendidik. Tetapi yang utama ialah, pandanglah bakat dan kecerdasan berpikir orang itu. Sekalipun dia dapat atau berhasil mempelajari ilmu silat yang tertulis dalam kitab Tat-mo-keng itu, apa kau kira Hong-hong-tie akan jadi runtuh namanya" Lagipula jikalau sampai pada waktu ini Hong-hong tie masih belurn unjuk dan terjunkan kedunia kang-ouw, semata2 karena disebabkan oleh perasaan kuatir pihak kami juga, yang kuatir akan menggebrak rumput bikin ular kaget. Pada Suatu waktu, jika saatnya yang tepat sudah sampai, permusuhan dalam antara Kok-cu kita dengan Kauwcu Thian cu-kauw nanti akan dibuatkan suatu perhitungan sekaligus. Jikalau saat itu tiba, biar dia punya sayap bisa terbang ke langit, juga pasti akan ditarik kembali"
"Apa"! Hong-hong-tie dengan Thian-cu-kauw kata Suheng ada permusuhan dalam" Yang hebat....?" demikian Lim Tiang Hong berseru kaget, karena perkataan itu sesungguhnya diluar dugaannya.
Yam-kiong Tiauw-khek menjawab sambil anggukkan kepala: "itu adalah satu hutang darah! Kokcu sudah sumpah akan menggunakan tetesan darah si Pektok Hui-mo sendiri untuk membayar darah"
Lim Tiang Hong setelah mendengar lagi keterangan ini jadi tambah terkejut. Pikirannya pada saat itu dirasakan kusut sekali.
Tiba2 dia menyoja kepada Yam-kiong Tiauw-khek sembari berkata: "Pikiran Siauwtee pada saat ini begitu kusut sekali, Siauwhe rasa perlu pulang ke rumah penginapan buat istirahat sebentar. Nanti sebulan yang akan datang kita boleh adakan pertemuan lagi dikelenteng ini. Malam ini biarlah Siauwte berpamit lebih dulu dari kalian"
Karena Lim Tiang Hong membawa tanda2 kepercayaan Kokcu Kie-lin-leng, maka setiap perkataannya merupakan amanat bagi orang2nya Honghong-tie yang tak perlu dibantah.
Begitulah, sehabis berkata demikian Lim Tiang Hong keluar dengan tindakan lebar. Seluruh pikirannya penuh dengan persoalan yang ruwet itu, sampai lupa dia pamitan kepada Yu kok Oey-eng. Setelah sampai ke depan pintu dan mendengar suara tertawanya Yu-kok Oey-eng, barulah dia ingat kalau dia sudah lupa berpamit kepada wanita calon isterinya itu. Tetapi karena diapun seorang pemuda yang tinggi hati, waktu itu dalam hatinya berpikir: "Karena aku tidak sengaja, buat apa aku mesti pikirkan soal ini"
Oleh karena itu dia terus berjalan dengan tindakan lebar dan tanpa menoleh-noleh lagi.
(dw-kz) Bab 31 SEMASUKNYA Lim Tiang Hong ke dalam kamarnya, dia mengaso baru sebentar hari sudah mulai terang lagi.
Pagi2 hari itu juga dia pergi kekasir rumah penginapan buat membayar sewa menginap, maksud hati itu akan pergi kekota Kim-leng buat cari si Pengemis Mata Satu, lebih tepat buat minta kererangan tentang orang yang disebut Ho-lok Siu-su.
.Baru sampai di depan rumah penginapan, sudah dilihatnya si Pengemis Mata Satu, Sin-soan Cu-kat bersama Yan-jie yang tengah datang menghampiri. Dari jauh si Pengemis Mata Satu sudah ber-kaok2 memanggil "Kongcu. Kongcu!"
"Nasib kita ternyata tidak jelek, Kongcu. Hari ini biarpun secara selanang selonong, kami berhasil juga dapatkan kau di sini"
Lim Tiang Hong yang melihat kedatangan mereka bertiga merasa sangat gembira. Segera maju menyongsong.
Setelah satu sama lain menceritakan perjalanan masing2, si Pengemis Mata Satu menelan ludah dan lantas berseru "Eh! Kenapa kita bicara ditengah jalan ini" Mari kita cari saja tempat tangsal perut lebih dulu paling penting"
Sehabis berkata, di-goyang2kannya tangannya yang cuma tinggal satu, terus berjalan menuju ke rumah makan.
Sin-soan Cu-kat tersenyun penuh arti yang dibalas oleh Lim Tiang Hong dengan senyum dikulum juga.
Mereka sama2 ingin mengatakan, pengemis ini kecuali arak tidak inginkan apa2 lagi.
.Keduanya lalu berjalan lambat2 mengikuti si Pengemis Mata Satu.
Ketika Lim Tiang Hong menengok, dilihat Yan-jie, yang telah berubah sikapnya daripada yang dulu2. Meskipun tetap cantik, parasnya seperti selalu tertutup awan gelap, selain itu agaknyapun nona ini masih menyimpan banyak urusan.
Melihat keadaan demikian, Lim Tiang Hong menahan langkahnya, mendekati si nona dan tanyanya: "Adik Yan, apa hari2 belakangan ini kau tidak mendapat sakit?"
Suaranya itu mengandung rasa perhatian besar, namun demikian sebagai jawaban Yan-jie banya terdengar helaan napasnya yang berat, dia tidak berkata2.
Lim Tiang Hong merasa bahwa suara helaan napas Yan-jie itu mengandung perasaan pedih yang tidak terhingga. Untuk sesaat lamanya perasaan menyesal dan tidak enak timbul dalam hatinya. Ia merasa, bahwa dia sendiri tidak memenuhi kewajibannya tidak memperhatikan kepentingan2 gadis cilik itu. Tetapi sebetulnya, itu cuma merupakan suatu perasaan dan pikirannya sendiri saja.
Yan-jie sudah ditilik dan dilindungi oleh sahabat karib ayahnya yakni Sin-soan Cu-kat. Selain dari itu pun masih ada lagi si Pengemis Mata Satu. Sebetulnya tidaklah memerlukan seorang anak muda untuk begitu memperhatikan dan menilik tingkah laku seorang gadis. Tetapi oleh karena Lim Tiaag Hong merasa telah menerima budi besar dari orang tua gadis itu, maka dia merasa pula berhak menjadi pelindung keselamatan Yanjie. Dia pun merasa, apabila ada apa2 atas diri Yan-jie, tidak enak dia terhadap Heng-lim Cun-loan yang telah bersemayam di alam baka, semua itu se-mata2 hanya untuk membalas budi, tidak lainnya.
Tamu Dari Gurun Pasir To Liong Keng Hong Karya Opa di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dan setelah melihat kelakuan Yan-jie demikian, lebih mendekati gadis itu dan berkata pula: "Adik Yan, Kau juga tidak perlu begitu sedih. Ayahmu yang sudah meninggal toh tidak bisa bangkit kembali. Terhadap musuh2 ayahmu kita pasti bisa balaskan. Aku sudah perintahkan orang2, dalam satu bulan pasti mendapat kabar, legakanlah hatimu, jangan sampai membikin kurus badanmu sendiri, itu tidak baik kalau ayahmu mengetahui".
Semua perkataannya itu keluar dari hati sejujurnya, tetapi sayang seribu kali sayang, perkataan2 itu tidak diterima pada tempatnya.
Semua ucapan yang keluar dari hati yang bersih itu, sedikitpun tidak dapat menghibur hati Yan-jie yang terluka. Sebab Yan-jie bersedih bukan karena itu, maka setelah mendengar itu bukan makin baik hatinya, bahkan merasa jadi sangat sedih. Air mata keluar dari kelopak matanya, sedang dalam hatinya diam2 menyesalkan kecerdasan anak muda itu. "Kau sungguh tolol! Kau sengaja barangkali berlaku tolol atau dibikin butek otakmu oleh perempuan yang kau sebut2 Kow-loan itu?"
Lim Tiang Hong yang melihat Yan-jie mengalirkan air mata, hatinya semakin bingung. Lantas berkata berulang2, maksudnya untuk menghibur: "Ah! Aku tidak seharusnya. Tidak seharusnya aku bikin kau lebih terduka...."
Pada saat itu semua orang sudah sampai di depan pintu rumah makan.
.1245 Sin-soan Cu-kat tahu mengapa Yan-jie berduka, tetapi berlagak tidak tahu dan mengatakan kepada mereka berdua: "Mari lekasan naik keatas loteng, jangan sampai pengemis tua itu menunggu terlalu lama"
Mendadak terdengar suara si Pengemis Mata Satu dari atas loteng: "Aku tidak perlu cemas lagi. Sejak tadi aku sudah minum dan puas"
Sewaktu tiga orang itu tiba di atas loteng, benar saja pengemis itu tengah minum seorang diri.
Karena mereka satu sama lain sudah jadi kenalan2 lama, sema sekaln tidak perlu lagi saling merendah. Maka setelah masing2 duduk semua lantas memilih masing2 makanan yang jadi kesukaaanya.
Lim Tiang Hong selama makan itu matanya tiada lepas dari "intaian" nya ke diri Yan-jie, diperhatikannya wajah kusut nona itu, walau se-waktu2 dia masih dapat perlihatkan senyumnya. Karena hari ini tidak seperti tadi yang seperti hatinya dirundung kesedihan selalu, kini pemuda ini merasa hatinya lega. Kepada Pengemis Mata Satu berkata: "Locianpwee...."
Pengemis Mata Satu tiba2 dongakkan kepala dan delikkan matanya yang cuma tinggal satu. Ini mengejutkan Lim Tiang Hong sekali, maka buru2 dia rubah sebutannya. "Lo ko-ko, urusan yang tempo hari minta bantuan penyelidikanmu, berhasil atau tidak?"
Pengemis Mata Satu tepok2 jidatnya sendiri. Setelah mengeringkan secawan arak pula, lalu angkat sumpitnya menjepit sepotong daging bebek. Setelah digayam dalam mulutnya, barulah dia buka suara: "Mengenai urusanmu mana bisa aku si pengemis tua tidak melakukan dengan sungguh2. Urusan ini sebagian besar sudah kuketahui, sebagian lagi aku yakin tidak lama lagi akan mendengar kabar se-jelas2nya.... Mengenai Ho-lok Siu-su Lim Thian Sun yang ingin kau cari tahu, dengarlah! Dia adalah seorang pelajar alam untuk daerah Holok. Semula pernah pelajar itu menikah dengan anak perawan seseorang aneh yang sudah lama asingkan diri. Orang aneh itu kabarnya dulu adalah suhunya. Belum lama, Lim Thian Sun kawin, istrinya meninggal dunia karena susah melahirkan. Ho-lok Siu-su yang menderita pukulan bathin begitu hebat, waktu itu semua pikirannya sudah buyar dan selanjutnya tiap hari pergi ke-gunung2 yang sepi atau di tempat2 yang indah permai-permai pemandangan alamnya. Maksudnya ingin mencari tempat yang sepi dan indah permai pemandangannya, ialah untuk menghabiskan sisa hidupnya....."
Berkata sampai disitu, di tangga loteng tiba2 terdengar suara orang berjalan dan kemudian nampak mendatangi dua orang tetamu.
Seorang diantara mereka adalah seorang Kongcu yang berusia dua puluhan dan yang iain adalah seorang tua kepala gundul yang usianya ditebak diatas tujuh puluh tahun.
Lim Tiang Hong yang duduk menghadap kedalam, tidak mengetahui siapa2 yang datang, tidak demikian dengan si Pengemis Mata Satu dan Sm soan Cu-kat. Mereka ini sebagai orang2 kang-ouw kawakan. Sewaktu melihat tetamu2 baru itu, seperti telah merasa ada apa2nya yang agak ganjil, yang menggerakkan hati mereka. Namun demikian, tetap si Pengemis Mata Satu dengan penuturannya.
"Maksud Ho-lok Siu-su ialah ingin bertapa, katanya mau jadi dewa. Tapi semua orang tentunya tahu, dalam dunia mana ada yang bisa jadi dewa" Perbuatan Ho-lok Siu-su itu tidaklah lain daripada untuk mencari hiburan bagi hatinya yang patah. Dengan cara begitu dia keluyuran ke-mana2, tidak dirasanya telah dilaluinya masa yang cukup panjang. Tetapi selama itu tetap dia tidak mendapatkan tempat yang mencocoki hatinya. Siapa nyana, pada suatu waktu yang tak ada ter-duga2 dia menemukan sebuah lukisan gambar peta dari itu tempat yang dinamakan Gunung Dewa.
Gunung Dewa, yang membayangkan kepada orang2 kang-ouw sebagai dunia impian, begitupun kepada Ho-lok Siu-su, sudah barang tentu membuat dia jadi kegirangan sekali. Dia pulang dulu kekotanya, Lokyang akan mempersiapkan barang2 keperluan buat keberangkatannya ke tempat cita2nya tersebut.
Selama waktu itu berita telah diketemukannya gambar peta, telah didengar pula oleh seseorang penjahat dari golongan hitam. Orang itu begitu cerdik tapi licik. Dia tahu kalau dengan kemampuan silatnya masih belum becus menggulingkan Ho-lok Siu-su, tidak berani merampas secara berterang. Karena secara berterang2an dia tidak berani, dia lalu cari jalan menggelap. Ia mengatur rencana menggunakan kecantikan seorang wanita untuk memikat Ho-lok Siu-su. Anggannya, Ho-lok Siu-su yang telah kematian istri, mungkin dapat terpincuk paras cantik.
Begitulah kisahnya. Dalam perjalannya dari daerah utara, baru Ho-lok Siu-su berangkat pulang dengan membawa unta yang baru dibelinya. Ditengah jalan dia melihat beberapa orang kang-ouw sedang mengeroyok satu orang wanita muda
Wanita itu amat letih kelihatannya. Ho-lok Siu-su yang berjiwa besar berhati budiman, tidak bisa masa bodoh kan pertumpahan darah didepan matanya, segera turun tangan. Dalam beberapa jurus orang2 yang mengeroyok itu dibikin kocar kacir olehnya. Wanita muda itu tampak begitu letih lesu. Wajahnya masih kaget rupanya tapi ia paksa mendekati Ho-lok Siu-su buat mengucapkan terima kasihnya.
Sewaktu ditanyakan oleh Ho-lok Siu-su mengapa sampai terjadi pengeroyokan tadi, dijawab dengan keterangan wanita itu iamj mengatakan bahwa suaminya adalah seorang Piauw-su yang setelah mendapat banyak keuntungan dimusuhi oleh orang2 kang-ouw. Kemudian tidak lama setelah diancam, kedapatan sang suami itu mati terbunuh. Si isteri ini lalu mengambil keputusan untuk membalaskan sakit hati suaminya. Seorang diri, dia terjunkan diri ke dunia kang-ouw, maksudnya ingin mencari jejak musuh2nya yang membunuh suaminya. Siapa tahu sebelum maksudnya tercapai lebih dulu, dia sudah didatangi oleh orang2 itu tadi yang boleh jadi ingin sekalian membereskan jiwanya sekalian.
Ho-lok Siu-su yang melihat dalam menuturkan riwayatnya itu, si wanita muda demikian menyedihkan wajahnya, membuat timbul rasa kasihannya, mengatakan kepada wanita itu pengalaman wanita tersebut begitu pahit, membuat dia merasa bersimpati, lalu dalam bercakap2 kemudian dia menyatakan akan membawa wanita itu pulang ke rumahnya sementara menunggu datangnya musuh2 wanita tersebut.
Tetapi karena dia baru kematian isterinya, kemudian pada wanita itu pantas atau tidak kalau dia berbuat demikian, yang waktu itu tidak dijawab oleh si wanita. Hanya dia ini mengatakan bahwa tekadnya telah bulat akan mengadu jiwa dengan musuh2 suaminya itu. Habis mengatakan begitu, wanita tersebut lalu angkat kaki sambil masih manangis ter-sedu2..
Ho-lok Siu-su yang berhati budiman mana dapat membiarkan seorang wanita lemah menempuh bahaya begitu besar sendirian" Diburunya wanita muda itu, dihiburinya dia dengan kata-kata lemah lembut. Lalu karena merasa berkewajiban menolong silemah buat menindas yang kuat, akhirnya diambilnya juga keputusan buat membawa saja wanita muda itu ke rumahnya. Maksudnya se-mata2 buat melindungi wanita itu dari keroyokan musuh2 suaminya, sekalian menanti mereka buat dibereskan satu2.
Wanita muda itu mungkin girang mungkin tidak, tetapi nyatanya kemudian dia mengatakan suka diajak ke rumah Ho-lok Siu-su.
Ho-lok Siu-su yang sudah ambil keputusan kalau ingin menolong orang tidak ingin tanggung2, juga karena wanita muda itu tidak keberatan, begitulah akhirnya jadi juga wanita itu tinggal ber-sama2 dengannya di rumahnya, di kota Lok-yang.
Wanita muda itu sudah tinggal bebarapa lamanya di rumah Ho-lok Siu-su, tingkah lakunya disitu sudah seperti nyonya rumah saja. Segera kepentingan Ho-lok Siu-su diperhatikannya benar2, seperti juga dialah istrinya yang setia.
Ho-lok Siu-su orangnya jujur dan hatinya putih bersih. Anggapnya, perbuatan wanita muda itu demikian adalah sebagai rasa balas budinya yang ingin diperlihatkan kepadanya, maka sama sekali tidak ditaruh dihatinya. Dia masih terus repot dalam perjalanannya untuk pergi ke Gunung Dewa.
Pada suatu hari dia mendapatkan rahasia dalam peta itu, jadi dapat tahu kalau gunung Dewa tersebut baru akan muncul di permukaan tanah pada 3 tahun kemudian. Maka dengan terpaksa ditundalah hari keberangkatannya.
Pada waktu itu telah beberapa bulan wanita muda itu tinggal di rumah keluarga Lim. Ternyata tiada kedapatan ada orang yang cari setori atau permusuhan dengan dia dan dia serdiri juga sama sekali tidak suka ungkit2 lagi soal kematian suaminya itu. Terhadap Ho-lok Siu-su pergaulannya nampak kian hari kian erat.
Ho-lok Siu-su yang kematian isteri, merasakan jiwanya telah kotor, tentu tidak berani berpikir yang bukan2. Tetapi dia yang setiap hari ditungkuli oleh seorang wanita cantik sebagai bunga yang baru mekar itu, lama2 gugur juga imannya, mulai bersemi rasa cinta baru. Demikianlah akhir2nya jadilah keduanya sebagai pasangan mempelai yang bahagia.
Tidak lama setelah pernikahan mereka, wanita itu melahirkan sorang bayi laki2. Selama itu, wanita itu kecuali merasakan adanya sedikit perubahan dalam pikirannya yang terkadang dilihat suami barunya seperti sedang termenung, dalam hal lainnya tidak lagi memperlihatkan tanda2 yang boleh dikata luar biasa. Holok Siu-su yang berhati jujur, cuma mengira kalau wanita itu sedang mengenangkan suaminya yang terdahulu, maka tidak begitu taruh perhatian makanya terus melanjutkan penyelidikannya kepada peta yang didapatkannya. Gambar peta itu, siang malam disimpan di tubuhnya, tidak pernah terpisah dari badannya itu.
Begitulah 3 tahun yang di-nanti2kannya sudah dekat lagi tiba. Ho-lok Siu-su tidak lama kemudian sambil selamat berpisah dari isteri barunya, sendirian dia menempuh perjalanannya yang melalui padang pasir luas itu.
.Tak lama setelah berlalunya Ho-lok Siu-su dari rumahnya, wanita muda itu menyerahkan anak lelakinya yang waktu itu usianya belum lagi cukup 3 tahun kepada seorang hweeshio tukang masak di kelenteng Tang gakbio, dia sendiri kemudian tidak pernah terlihat lagi berada dirumah keluarga Lim, entah kemama perginya"
Demikianlah si Pengemis Mata Satu sekaligus telah menceritakan demikian panjang lebar, baru berhenti dia dan menarik napas panjang2, diangkatnya cawan araknya dan ditenggak isinya.
Sin-soan Cu-kat dan Yan-jie semenjak tadi mendengarkan penuturan si Pengemis Mata Satu tanpa menyela sekalipun, tetapi pada saat itu tampak sikap mereka yang sudah tidak sabaran, agaknya menunggu penutup cerita. Inilah yang di-harap2kan oleh mereka. Tidak demikian halnya dengan Lim Tiang Hong, Pemuda ini selama si Pengemis Mata Satu menuturkan kisahnya itu, begitu serius dia mendengarkan tebang hatinya, tegang berdebaran dan perasaannya cemas berkuatir. Tetapi manakala si Pengemis Mata Satu mengakhiri kata2nya dan agak lama tidak melanjutkan, dia ini lantas meminta diteruskan lagi untuk diteruskan
"Teruskan ceritamu" demikian pintanya.
Tetapi si Pengemis Mata Satu itu cuma pendelikkan matanya yang tinggal satu itu, sambil ge!eng2kan kepala dia menjawab: "Apa yang aku tahu cuma sebegitu tidak lebih tidak kurang. Kelanjutannya, aku si pengemis tua mana tahu lagi?"
Lim Tiang Hong pentang lebar2 matanya. Nampak dua matanya yang memancarkan sinar buas, kemudian sebagai orang liar tak terdidik dia berteriak2 sendiri "Aku mengerti! Ho-lok Siu-su tidak salah adalah ayahku! Dan wanita muda itu.... Lok-hee Hujin! Sedang yang mengatur rencana busuk di belakang layar itu, pasti adalah itu dia si penjahat Pek-tok Hui-mo. Jahanam! Pektok Hui-mo! Jahanam!! Awas kau nanti kalau ayahku sampai kejadian mendapat bahaya, aku siorarg she Lim sebagai anaknya pasti akan cincang tubuhmu sampai 70 keping!"
Pengemis Mata Satu dan Sin-soan Cu-kat melihat perubahan sikap anak muda itu se olah2 telah ganti rupa sebagai singa murka tanpa merasa kedua2nya jadi jeri.
Diam2 kedua orang tua ini mengeluh serdiri, se akan2 berkata kepada hati kecilnya sendiri: "Bocah ini begitu besar nafsunya kalau sudah hendak membunuh...."
Sln-soan Cu-kat agaknya tidak sampai hati membiarkan Lim Tiang Hong terus dalam keadaan setengah kalap itu, lalu menarik tangannya, minta supaya anak muda itu duduk tenang dan menghiburnya, katanya: "Untuk sementara kau janganlah berbuat menuruti hawa nafsumu. Dugaan2mu barusan mungkin ada benarnya, namun biar bagaimana toh mesti menunggu kabar ayahmu sendiri yang pasti, baru boleh kau ambil tindakan"
Si Pengemis Mata Satu juga menimbrung berkata: "Bukankah kau sudah berjumpa kepada ibumu" Apa salahnya kalau kau mencoba sekali lagi cari dia. Kepadanya boleh kau tanyakan, minta keterangannya yang benar. Barangkali kalau kau bisa terus desak dia, dia bisa ceritakan kepadamu urusan yang se-benar2nya"
Lim Tiang Hong yang saat itu telah terpukul hebat hatinya sebab tabir rahasia yang menutupi dirinya selama itu per-lahan sudah mulai tersingkap, yang ternyata adalah sebagai suatu tragedi rumah tangga yang mengenaskan dan ruwet sekali. kalau nanti sudah terbuka betul2 semuanya, mungkin ia juga akan merasa sukar untuk menjelajahi hidup nyatanya di-hari2 mendatang.
Pada saat itu didalam otaknya lagi2 teringat dia akan ucapan orang berkedok tinggi besar yang selalu mengatakan padanya "anak haram". Maka dalam hatinya diam2 dia jadi berpikir, bahwa jikalau wanita muda itu benar2 Lok-hee Hujin adanya, bukankah benar seperti apa yang dikatakan orang berkedok itu dia dilahirkan oleh seorang ibu yang berzina kepada laki2 lain"
Mengingat sampai dlsini, otaknya seperti dipukul martil besar, matanya ber-kunang2, wajahnya serasa panas seperti dibakar.
Tiba2 dia ingat lagi kepada orang2 Hong-hong-tie yang membahasakannya dalam sebutan Kongcu. Apakah...."
Pada saat itu tiba2 kedengaran suara ketawa aneh yang membuyarkan lamunan anak muda ini. Orang tua kepala botak dan Kongcu yang tadi naik ke loteng sudab berdiri di depan mejanya.
Lim Tiang Hong yang sedang melamun, merasa dikejutkan sekali oleh suara ketawa itu. Dia yang. sedang
.1258 kusut pikiran dan jengkel, lantas berbangkit dengan sikap gusar. Saat itulah dia dapat melihat tegas si Kongcu, siapa ternyata tak lain tak bukan daripada Gok-bin Liongkun Cu Tek. Itu orang yang dulu pernah coba2 cari setori dengannya dan kena dihajar di atas bukit Bu-san.
Kini dia segera mengerti, kalau anak muda yang mengajak suhunya si kepala botak itu akan menuntut balas sakit hatinya dulu.
Orang tua kepala botak itu setelah perdengarkan tertawa anehnya itu, mendadak berkata sambil menuding Lim Tiang Hong dengan jari2 tangannya yang kasar: "Apa kau ini yang di-sebut2 orang To-liong Kongcu" Kau yang baru2 mendapatkan nama itu sampai tersiar luas didunia Kang-ouw" Lohu yang sudah lama asingkan diri di daerah Biauw-ciang, tidak pernah turut campur dalam urusanmu. Tapi kau ternyata tidak pandang mukaku. Dengan terang2an kau menantang aku. Hei bocah! Kau amat jumawa!"
Lim Tiang Hong menjawab segera: "Dengan bukti apa kau bisa keluarkan kata2mu" Sedangkan nama besarmu orang she Lim sama sekali belum pernah dengar. Mana bisa seseorang tanpa sebab2 nyata menyatakan menantang seseorang lain yang tidak dikenalnya!"
Orang tua kepala botak itu memang adalah gurunya Cu Tek, namanya Cu Sim Bin dengan gelarnya si Garuda Kepala Botak. Orangnya degil, sombong serta tinggi hati. Tidak pernah mem-beda2kan orang golongan sesat dan orang2 golorgan baik. Dimana dulu pernah mendapat nama dikalangan persilatan daerah barat dan selatan. Dia mendapat didikan ilmu silat Thian-tong-pay, yang kemudian setelah dirubah dan diperbaikinya sendiri, berhasil dia menciptakan suatu gerak tipu yang aneh2.
Pada tahun2 belakangan ini, dimana jago2 muda banyak yang ber-angsur2 naik namanya, kepandaian silatnya juga telah berangsur-angsur dapatkan kemajuan, maka lantas timbul lagi pikirannya akan tonjolkan diri pula kedunia persilatan. Kebetulan ia dengan murid tunggalnya, yakni Gok-bin Liong-kun Cu Tek, terjungkal dalam suatu pertarungan dengan Lim Tiang Hong. Dan atas hasutan murid kesayangannya itu, yang mengadu biru dengan mengatakan Lim Tiang Hong menantang gurunya dengan terang2an. Tentu saja dia tidak mau mengerti. Garuda Kepala Botak yang tinggi hati dan berangasan seketika mendengar hasutan muridnya jadi merah padam mukanya. Dan lantas berangkat ke daerah Ho-pak dengan niat menghajar Lim Tiang Hong.
Ketika saat itu dia mendengar Lim Tiang Hong mengatakan namanya juga belum dikenalnya, sesaat itu nampak dia bingung, sementara si Giok-bin Long-kun Cu Tek yang ketakutan rahasia kebohongannya terbuka, nyeletuk mem-bakar2: "Hmm! Kau benar2 terlalu jumawa! Sampai nama dan gelaran suhuku kau sudah tidak kau pandang lagi barangkali?"
Si Pengemis Mata Satu dan Sin-soan Cu-kat yang mendengar disebutnya nama serta gelaran si Garuda Botak itu, tentu saja terperanjat.
Sebab telah diketahui oleh mereka, nama dan gelaran itu, pada empat puluh tahun berselang. Mereka dua orang ini yang baru saja terjunkan diri kedunia kangouw, sudah dengar nama itu tengah mumbul naik. Dan kini setelah dikabarkan orang mengasingkan diri sekian tahun lamanya, kepandaian silatnya sudah tentu telah dapatkan banyak kemajuan. Mereka sama2 kuatirkan kalau2 urusan jadi runcing dan Lim tiang Hong nanti sambal kena dirugikan dalam perkelahian maka lantas pada berdiri dari tempat duduknya.
Si Pengemis mata satu yang berkata lebih dahulu: "Kiranya adalah Cu Lo Eng-hiong! Ha, ha.... Silahkan duduklah dulu, mari kita berunding secara tenang. Dalam urusan ini barangkali ada sedikit kesalah pahaman"
Garuda Botak itu buka matanya yang sipit, dengan sorot mata dingin diawasinya orang yang bicara kepadanya itu, kemudian katanya satelah tertawa bergelak2: "Kau siapa" Beraninya kau ikut2 dalam urusan ini?"
Si Pengemis Mata Satu yang hampir sebagian besar hidupnya cuma dalam kalangan kang-ouw, tapi belum pernah merasa dihina seperti itu. Pada saat itu perasaan amarahnya telah meluap, setelah menengadah dan tertawa ter-bahak2, baru berkata: "Pengemis tua Mata Satu, itu adalah aku sendiri. To-liong Kongcu adalah saudara angkatku. Menanya saja rasanya toh tidak ada halangannya, bukan?"
Garuda Botak itu keluarkan suara dari hidung, kemudian dengan unjuk sikap menghina, mengatakan "Bu-beng Siauw cut (serdadu kecil tanpa nama)"
Dan kemudian berpaling dan berkata menghadap Lim Tiang Hong. "Kau begitu berani menghina aku, tentu kau kira tinggi sekali kepandaianmu. Sekarang tidak perlu bicara banyak, nanti jam 3 malam kita bertemu dibukit Loan-co-kang diluar kota. Jikalau kau tidak punya nyali sekarang kau boleh berlutut dan mengaku salah dihadapanku, barangkali belum terlambat buat aku beri kelonggaran"
Lim Tiang Hong, yang memang kala itu sedang kusut pikiran dan kini ada orang yang tanpa sebab cari setori demikian dengan kata2 yang begitu jumawa, sudah tentu lantas naik darah. Mata begitu kata2 orang kepala botak tadi berhenti, dia berkata sambil ketawa dingin: "Kau rupa2nya memang cuma cari setori dengan aku si orang she Lim Apa mau dikata, sebentar malam boleh kuiringi kehendakmu"
Pada saat itu si pengemis Mata Satu juga turut berkata dengan suaranya yang keras. "Aku si pengemis tua juga mau ikut ambil bagian. Kepingin tahu aku, kau si Garuda Botak selama 40 tahun yang pernah melatih berapa rupa ilmu2 baru sampai berani menghina orang begitu macam?"
Pengemis Mata Satu ini nampak demikian naik darah, mukanya merah padam. Sewaktu mengucapkan kata2nya tadi, matanya yang cuma tinggal satu itu nampak begitu beringas buas.
Si Garuda Botak Ciu Sin Bun perdengarkan suara ketawa hambar, lalu mengajak muridnya turun ke bawah.
Seberlalunya si Garuda Botak, Sin-soan Cu-kat baru bertanya kepada Lim Tiang Hong, mengapa sampai bisa berbentrokan dengan manusia beradat ganjii itu.
Lim Tiang Hong beri keterangan: "Semua itu cuma karena gara2 Giok-bin Long-kun Cu Tek tadi. Dia tentulah yang mengadu biru menghasut kepada gurunya".
Setelah itu, lalu diceritakannya pula semua kejadian yang pernah dialaminya di bukit Bu-san.
Si Pengemis Mata Satu dan Sin-soan Cu-kat setelah mendengar penuturan anak muda itu, tidak merasa heran. Tidak demikian halnya dengan Yan-jie. Reaksi anak dara ini agak lain. Dalam hatinya barangkali dia memikir bahwa urusan Lim Tiang Hong itu terjadinya karena gara2 orang perempuan, maka dia lalu monyongkan mulutnya dari berkata dengan suara tawar. "Mana bisa itu disalahkan kepada orang" Kau sudah merebut Sin-lie Hong-cu kekasih dia sudah tentu kalau dia boleh saja cari kau buat adu jiwa"
Mendengar pernyataan itu, Lim Tiang Hong melongo. "Apa arti perkataanmu ini?" demikian tegur anak muda ini, tetapi Yan-jie sudah balikkan kepalanya den jawabnya: "Aku tidak tahu!"
Dua orang tua itu dalam hati mengerti, tetapi siapapun merasa tidak dapat turut campur tangan, sebab asal usul Lim Tiang Hong masih belum lagi jelas bagi mereka. Apalagi disamping Yu-Kok Oey-eng yang menamakan dirinya sebagai calon isteri Lim Tiang Hong, juga masih ada lagi Sucie arak muda itu, Henghay Kouwloan. Jikalau mereka paksa Yan-jie dijodohkan kepada Lim Tiang Horg, dikemudian hari bisa2 nanti terjadi suatu tragedi yang mengenaskan.
Sebentar kemudian terdengar si pengemis Mata Satu berdehem lalu berkata setelah tertawa ter-bahak2: "Kalian berdua masih kanak2, tidak perlu ribut2. Urusan itu tidak perduli bagaimana, pokoknya, nanti malam kita sudah ambil keputusan buat bertemu lagi dengan si Garuda Kepala botak. Itu saja sudah cukup"
Lim Tiang Hong berdiam. Dalam hatinya makin tambah rasa jengkelnya. Mengapa jadi demikian sikap Yan-jie" Demikian pikirnya. Meskipun dia merasa berkewajiban juga melindungi dara itu, tetapi merasa tidak pantas nona itu mengurusi urusan pribadinya, karena dia merasa telah berbuat sejujurnya. Yan-jie selalu seperti curiga saja atas dirinya.
Tetapi pada hakekatnya, Lim Tiang Hong sendiripun belum dapat memahami sifat anak perempuan yang baru mangkat dewasa. Sebab pada umumnya, anak gadis yang baru meningkat umurnya itu, kebanyakan pikirannya serta napsunya begitu keras buat mengangkangi apa2 yang dikehendaki. Apa lagi kalau apa2 itu adalah pemuda yang dicintainya, mereka selalu menganggap itu sebagai barang permata kepunyaannya sendiri yang tidak boleh dijamah oleh lain tangan.
Karena Lim Tiang Hong tampaknya dengan suka hati memenuhi permintaan Sin-lie Hong-cu, jauh2 memerlukan pergi ke bukit Bu-san untuk membantu dia menghadapi musuh2nya, itu saja memang sudah membuat Yan-jie merasa tidak senang, apalagi kemudian nona ini dengar pula Lim Tiang Hong pernah ribut dengan Giok-bin Long-kun yang katanya meng-gila2i Sinlie Hong-cu itu. Mana dia tidak jadi lebih mendongkol"
Oleh karena itulah, Yan-jie sebegitu jauh masih monyongkan terus mulutnya, dan tidak mau buka suara lagi. Suasana saat itu seperti penuh dengan kejengkelan.
Sin-soan Cu-kat yang bertindak sebagai orang tua Yan-jie, kala itu ingin berdaya buat meredakan suasana tegang disitu, maka per-lahan2 nampak dia bangkit dari tempat duduknya dan katanya: "Kalian berdua nanti malam masih ada urusan, mari kita pulang kerumah penginapan buat mengaso"
Usulnya itu tidak ditolak siapapun, begitulah kemudian tampak empat orang itu berempat turun dari atas loteng.
Rumah makan, memang merupakan suatu tempat berkumpulnya orang2 dari segala tingkat dan golongan.
Cekcok mulut yang terjadi antara Lim Tiang Hong dan Yan-jie ternyata sudah menarik perhatian saiah seorang tetamu rumah makan itu.
.Di dalam penglihatan tamu itu, diantara Yan-jie dan Lim Tiang Hong apabila tidak adanya hubungan yang sangat dalam, sudah tentu tidak akan terjadi kerewelan seperti itu dan lalu membuat la menarik duga2, kalau Yan-jie tentu adalah seseorang yang penting hubungannya dengan Lim Tiang Hong.
Kini tetamu itu mengawasi berlalunya Lim Tiang Hong sekalian sambil tersenyum menyeringai, kemudian dia sendiripun menyusul keluar setelah membereskan rekening makanannya. Siapa gerangan adanya tetamu rumah makan ini" Dibagian belakang kelak pasti akan disuguhi kisahnya.
Sekarang balik kepada Lim Tiang Hong empat orang, begitu meninggalkan rumah makan mereka menuju ke rumah penginapan.
Mujur bagi mereka, rumah penginapan kebetulan kosong, hingga empat orang ini masing2 menempati satu kamar.
Kamar Yan-jie, letaknya berdekatan dengan ruang tidurnya Sin-soan Cu-kat, sedang kamar si Pengemis Mata Satu berendengan dengan kamar yang ditempati Lim Tiang Hong.
.Karena mengira disini dua anak muda itu dapat bicara sepuas2nya, setiba di rumah penginapan dengan suatu alasan kedua orang tua ini pergi keluar.
Lim Tang Hong yang merasa kesepian, baru saja mau mendekati karnar Yan-jie, maksudnya buat menjelaskan kesalah-pahaman tadi, siapa tahu baru sampai di pintu kamar dara itu, nampak Yan-jie berjalan keluar dengan muka cemberut. Sewaktu nona ini melihat Lim Tiang Hong, tidak disapanya, terus berjalan dengan mengangkat muka.
Lim Tiang Hong cukup tinggi adatnya. Melihat keangkuhan Yan-jie, merasa harus mundur teratur, dibiarkannya dara itu berlalu sesukanya. Kemudian, sendirian dia kembali masuk ke kamarnya, mondar mandir beberapa balik, pikirannya tetap dirasakan kusut.
Mendadak dari luar kamar terdengar suara seseorang yang berkata dengan suara lantang. "Saudara Lim ada urusan apa kelihatan begitu jengkel?"
Lim Tiang Hong mendongak, diluar dugaannya orang yang menegurnya itu ternyata adalah si Burung Hong Putih Cu Giok Im. Nona ini dengan wajah ramai senyuman bertindak masuk, benar2 polos tanpa sungkan2 terus menuju ke tempat tidur, duduk disitu.
Lim Tiang Hong menghela napas, menjawab pertanyaan itu. "Panjang sekali kalau mau dibicarakan...."
"Jikalau dugaanku tidak salah, urusan yang membuat jengkel tentu ada hubungannya dengan soal anak perempuan. Bukankah begitu?"
Si Burung Hong Putih mengatakan demikian, lalu tertawa cekikikan.
"Kok kau tahu?" Lim Tiang Hong bertanya demikian, alisnya campak berkerut.
Burung Hong Putih dengan senyumnya yang banyak arti lalu menjawab. "Saudara Lim dalam usiamu semuda ini sudah menggegerkan dunia persilatan. Sejak muncul dikalangan kang-ouw belum pernah bertemu dengan tandingan yang boleh dikata setimpal. Apalagi yang perlu dibuat jengkel kalau bukannya urusan asmara?"
Lim Tiang Hong kememek. Hanya bisa menggeleng2kan kepalanya, tiada menjawab.
.Sementara itu, si Burung Hong Putih telah berkata pula dengan iringan senyumnya yang manis: "Sejak dahulu kala, orang yang mempunyai banyak clnta kasih itu memang selalu meninggalkan kemenyesalan saja. Saudara Lim, kau punya kepandaian tinggi sekali, sudah sepantasnya kalau kau keluarkan pedang buat basmi segala kejahatan, bantu rakyat lemah. Sekarang kau kelihatan begitu jengkei dalam urusan perempuan, apa itukah yang wajib keluar dari sikap seorang laki2 berkepandaian tinggi seperti kau" Maafkan aku berkata begitu terus terang, kalau menyinggung perasaanmu. Tapi rasanya memang begitulah. Kalau tetap kau membawa kelakuanmu seperti itu, percuma kau dikatakan laki2 gagah"
Dikatakan secara blak2an demikian oleh gadis itu, merah membara selebar wajah Lim Tiang Hong. Mendadak dia bangun berdiri dan setelah menjura berkata: "Perkataan2 nona betul2 telah membuka pikiranku. Tapi, aku sesungguhnya karena sangat terpaksa...."
Burung Hong Putih memotong sambil tertawa: "Tidak perlulah kau katakan lagi, aku sudah maklum! Buat sementara jangan kita bicarakan lagi soal itu. Apa kau tahu antara Tiang-lim-pay dan Bu-ceng Kiam-khek masih ada ganjalan sakit hati yang masih belum dibereskan hingga kini?"
Lim Tiang Hong gelengkan kepala, mengatakan tidak tahu.
Gadis polos itu lalu perlihatkan wajah bersungguh2, katanya lagi: "Kedatangan Cu Giok Im kemari hari ini, adalah buat sampaikan titah suhu. Aku undang saudara Lim supaya segera berkunjung ke Tiang-lim-pay untuk kita bereskan ganjalan antara kita itu. Jikalau saudara Lim anggap tidak punya kemampuan buat wakili gurumu Bu-ceng Kiam-khek, suhuku juga tidak memaksa, kita bisa undang Bu-ceng Kiam-khek sendiri"
Ucapan nona itu benar2 terlalu blak2an terbuka, menyakiti hati Lim Tiang Hong. Dengan serentak, dengan alis berdiri anak muda itu nampak tertawa, kemudian katanya: "Nona, kau sungguh terlalu tidak pandang mata pada aku si orang she Lim. Tiang-lim-pay toh bukan sebagai tempat macan atau sarang naga" Perlukah buat kesitu suhu turun tangan sendiri" Aku si orang she Lim pasti akan datang menenuhi undanganmu ini"
"Baiklah! Sekarang aku mau balik dulu ke Tiang-lim buat sampaikan kabar kedatanganmu ini"
"Siiakan berangkat dulu, aku akan segera menyusul"
"Sekarang urusan yang mengenai itu sudah selesai. Mari kita bicarakan soal pribadi. Apa kau suka kiranya kalau mecgawani aku pergi pesiar?"
Lim Tiang Hong yang saat itu merasakan pikirannya kusut dalam soalnya dengan Yan-jie, mana ada keinginan buat pesiar. Begitulah sambil geleng2kan kepala jawabnya: "Atas permintaan nona, sebetulnya ingin aku bisa memenuhi dengan lantas. Cuma sayang, sedikit waktu ini pikiranku terlalu kusut, rasanya tidak punya kegembiraan buat pesiar"
"Kalau begitu, biarlah nanti saja kita berjumpa lagi di Tiang-lim" demikian si Burung Hong Putih ini berkata sambil ketawa riang, kemudian dia mengenjot badannya, berlalu dengan melompati tembok pagar.
Waktu itu cuaca mulai gelap, si Pengemis Mata Satu bersama Sian-soan Cu-kat sudah kembali dengan wajah mereka nampak ramai senyumnya. Dalam dugaan kedua orang tua ini, dua anak muda yang mereka tinggalkan tentu sudah rukun kembali. Siapa tahu begitu mereka masuk ke dalam kamar, cuma dilihat Lim Tiang Hong seorang diri dengan wajah muram.
Kedatangan orang tua itu dengan perasaan terheran2 saling pandang sejenak. Si pengemis Mata Satu Yang adatnya selalu tidak sabaran, segera bertanya "Lho! Kemana Yan-jie?"
"Dia seperti ngambul, sudah pergi dari tadi"
"Kenapa sampai sekarang belum pulang?"
"Mana kutahu?" Jawaban singkat Lim Tiang Hong itu terang menyatakan bila dia sedang jengkel.
Yan-jie sejak tinggal dirumah Sin-soan Cu-kat, jarang keluar pintu sendirian. Sin-soan Cu-kat yang mengetahui itu, begitu lama si nona pergi dan belum kembali hatinya mulai gelisah. Sambil kerutkan alisnya bertanya orang tua ini: "Apa tidak mungkin ada kejadian apa2"
Pengemis Mata Satu menyahuti pertanyaan ini: "Budak itu selalu menuruti adatnya tendiri. Mungkin memang kalau dia bisa kenapa2"
Lim Tiang Hong sendiri seperti merasa dengan tidak kembalinya Yan-jie sampai pada saat itu terlalu ganjil. Pemuda ini segera ajukan usul: "Kalau begitu mari kita cari dia secara berpencaran"
Dengan tidak berayal lagi ketiga orang itu keluar rumah penginapan, untuk mencari Yan-jie yang masih belum kambali.
Namun meski mereka telah mencari di pelosok, setiap gang tetap tiada menemukan Yan-jie.
Mereka kemudian bertemu lagi di rumah penginapan, ternyata sudah jam dua tengah malam.
Lim Tiang Hong tiba2 ingat undangan Tiang-lim-pay yang mengajak bertanding, maka lalu diceritakan kedatangan Cu Giok Im tadi kepada dua orang tua itu.
Sin-soan Cu-kat lalu berkata sambil goyang2kan kepala: "Antara Tiang-iim-pay dengan Bu ceng Kiamkhek meskipun pernah kejadian kepada kesalah pabaman dalam perebutan nama, tapi biar bagaimana Tiang-limpay adalah salah satu partai dari orang baik2, maka janganlah anggap mereka itu mengundang kau datang kesana dengan maksud2 tertentu yang tidak baik"
Pengemis Mata Satu berkata sambil garuk2 kepalanya: "Menurut pikiranku, Yan-jie yang sedang mendongkol boleh jadi sudah mendahului kita pula ke Kim-leng"
Sin-soan Cu-kat sampak kerutkan keningnya, selang tak lama, dia berkata: "Boleh jadi juga"
Lim Tiang Hong seperti tidak senang romannya saat itu. Dia tidak bisa membenarkan sikap Yan-jie. Namun biar bagaimana, dia tidak bisa lepaskan juga tanggang jawabnya buat lindungi gadis tersebut. Maka lantas berkata lagi: "Menurut pikiran boanpwee, ingin minta Cukat Cianpwet segera berangkat keselatan buat iihat dia sudah pulang atau belum kemudian minta Lo Ko-ko supaya segera kerahkan bantuan tenaga orang2 Kaypang, juga buat cari jejak Yan-jie. Sementara tentang perjanjian malam ini dengan si Garuda Kepala Botak, rasanya buat boanpwee seorang diri sudah cukup untuk, melayani"
"Buat sekarang ini cuma bisa atur begitu saja rasanya, tapi buat kau pergi sendirian apa tidak akan merasa kesepian?" demikian Sin-soan Cu-kat berkata, kepalanya di-angguk2kan.
.1276 "Pertempuran semacara apa saja sudah sering dialami boanpwee, barangkali malam ini si Garuda Kepala Botak inipun tidak akan dapat membuat banyak terhadap boanpwee"
Pengemis Mata Satu mempunyai keyakinan pada pendiriannya bahwa Lim Tiang Hong terang tidak dapat dicela, maka lantas menyela: "Sekarang waktu sudah terlalu mendesak. Mari segera berangkat dengan tugas kita masing2. Lotee supaya kau suka berhati2 sedikit malam nanti, sampat kita bertemu lagi di kota Kim-leng"
Pengemis Mata Satu ini benar2 gelisah hatinya. Setelah habis dengan kata2nya dia sudah lantas bergerak lompat keluar melalui lubang jendela. Dari situ lantas melesat melewati genteng.
Sin-soan Cu-kat menelad perbuatan kawannya, sebentar kemudian dua orang tua itu sudah lenyap diantara kegelapan.
Lim Tiang Hong yang ditinggalkan tidak segera menyusul, tetapi setelah tenangkan pikirannya juga segera lompat keluar melalui lubang jendela ke tempat perjanjian, Loan-ce-kang.
Mengenai pertandingan, boleh dikata buat Lim Tiang Hong dianggap sepele karena sering dihadapi. Cuma permusuhan seperti malam ini dianggapnya tidak berharga sama sekali. Tetapi megingat lagi sikap serta kelakuan si Garuda Kepala Botak yang terlampau jumawa, mau tidak mau membuat hatinya jadi panas.
Loan-ce-kang ternyata adalah sebuah tempat berupa bukit bukit juga sebagai tanah pekuburan. Letaknya sekitar lima lie di luar kota.
Lim Tiang Hong yang memiliki ilmu lari pesat yang luar biasa, dalam waktu sekejap sudah sampai di tempat tersebut.
Garuda Kepala Botak dengan muridnya ternyata sudah sampai duluan. Begtu mereka melihat Lim Tiang Hong mendatangi, dua2nya memapaki dengan berlari2 juga. Garuda Kepala Botak sendiri terus keluarkan suara ketawa anehnya dan kemudian katanya "Apa kau datang sendirian" Kemana kawan2mu?"
"Orang yang kau butuhkan cuma satu. Cuma aku seorang she Lim, rasanya tidak perlu rembet2 orang lain. Lagipula rasanya aku si orang she Lim dengan kalian guru dan murid tidak punya ganjalan terlalu hebat, juga tidak perlu buat bertempur mati2an"
Lim Tiang Hong mengucapkan kata2nya tadi dengan nada ketus, disahuti dengan segera oleh si Garuda Kepala Botak. "Enak benar kata2mu! Apa kau kira murid si Garuda Kepala Botak bisa dihina begitu saja" Lagian juga Lohu yang sudah lama asingkan diri di daerah Biauw-ciang, selama itu tidak pernah keluar pintu buat cari2 setori. Kau yang lebih dulu menantang Lohu, kalau tidak diajar adat tentu kau tidak tahu nama Garuda Kepala Botak ini bagaimana macamnya, bukan?"
Lim Tiang Koig tahu bahwa orang tua itu sudah salah paham dan semua itu disebakan karena gara2 hasutan Giok-bin Long-kun yang meng-ogok2 gurunya itu. Karena berpikir demikian, maka dia juga berkata: "Apa Locianpwee dengar dari satu pihak saja" Tentang perselisihan antara aku dengan muridmu, terjadi karena dia lebih dahulu yang cari2 setori. Dan kau kata aku pernah menghina dan menantang, semua itu bohong tidak benar. Karena aku belum pernah bertemu muka dengan kau, apalagi barkenalan. Mana bisa menyebut dan menantang orang yang belum diketahui namanya" Maka dalam hal ini kenapa kau sebagai orang tua tidak suka pikirkan dulu matang2?"
Tetapi si Garuda Kepala Botak tidak menggubris kata2 itu. Setelah membentak "Bohong!" lalu katanya lagi: "Aku tahu di kalangan kang-ouw kau sudah dapatkan nama baik. Tentu dalam matamu kau tidak pandang orang lain lagi. Malam ini tidak perlu omong terlalu banyak. Lohu kepingin tahu nama kosongmu itu dengan cara bagaimana kau dapatkan?"
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 18 Kisah Si Rase Terbang Karya Chin Yung Kampung Setan 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama