Ceritasilat Novel Online

Kidung Maut Bulan Purnama 2

Joko Sableng 5 Kidung Maut Bulan Purnama Bagian 2


di punggungnya. Karena
tongkat itu agak panjang, ujung tongkat terlihat menjulur di samping kiri
tubuhnya tepat berada di belakang orang yang tadi melangkah mundur.
Si pemegang tongkat lalu enak saja sandarkan
punggungnya pada tongkat yang melintang di punggungnya. Sementara tangan kanannya yang memegang tongkat ditarik pulang lalu kedua
tangannya di-rangkapkan di depan dada. Bersamaan dengan itu sepasang matanya
bergerak mengatup. Anehnya tongkat yang melintang di punggungnya tidak jatuh!
Malah orang itu laksana
bersandar pada dinding tembok!
Orang yang tadi melangkah mundur sesaat melirik. Lalu mendongak melihat atap
gubuk. Saat lain punggungnya
bergerak bersandar pada ujung tongkat yang melintang tepat di belakangnya. Kejap
lain orang ini telah pula pejam-kan sepasang matanya! Tak lama kemudian tempat
itu dibuncah dengan suara dengkuran keras yang saling
bersahut-sahutan!
*** Ketika matahari hampir sampai titik tengahnya, satu
bayangan hitam tampak berkelebat cepat dari sebelah
kanan kedung. Setelah melewati kawasan berbatu di
sebelah kanan kedung dan memasuki hamparan pasir
tepat di depan kedung sosok ini mendadak hentikan
larinya. Kepalanya cepat berputar dengan mata
membeliak. Telinganya ditajamkan. Dahi orang ini yang ternyata hanya merupakan
tulang hampir tidak tertutup daging sama sekali ini bergerak mengernyit. Lalu
dari mulutnya terdengar makian.
"Jahanam! Siapa orang siang-siang begini tidur
mendengkur!"
Orang yang tegak di hamparan pasir di depan kedung
yang ternyata adalah seorang laki-laki berkepala gundul dan raut wajahnya hampir
tidak tertutup daging sama
sekali dan bukan lain adalah Iblis Rangkap Jiwa,
menyeringai. Namun dia sedikit heran. Di kawasan Kedung Ombo memang terdengar
dengkuran bersahut-sahutan.
Meski suara dengkuran itu tidak begitu keras, tapi
bagaimanapun dia coba menutup jalan pendengarannya,
dengkuran itu laksana tidak bisa dibendung! Malah
semakin dia kerahkan tenaga untuk tutup jalan
pendengarannya, gendang telinganya makin terasa
disentak-sentak!
"Keparat! Siapa manusia usil yang punya pekerjaan ini"!" bentak Iblis Rangkap
Jiwa. Sekali lagi laki-laki berkepala gundul ini putar kepalanya. Tiba-tiba
putaran kepala Iblis Rangkap Jiwa terhenti tepat menghadap di mana
gubuk hitam berada.
Bola mata Iblis Rangkap Jiwa kontan membelalak besar-besar. Dadanya bergetar
keras. Rahangnya terangkat.
Pertanda luapan amarahnya tidak bisa dikuasai lagi.
"Rupanya air bening Kedung Ombo sudah harus berubah warna sebelum waktunya!"
desis Iblis Rangkap Jiwa.
Sekali gerakkan tubuh, sosoknya melesat ke sebelah kiri kedung di mana gubuk
hitam berada. Beberapa kejapan
mata tubuhnya sudah sampai di seberang.
Maklum kalau orang yang mendengkur bukan orang
yang bisa dilihat sebelah mata, Iblis Rangkap Jiwa sengaja memutar jalan lalu
perlahan-lahan menaiki batu yang
membukit dari sebelah belakang.
Sejarak enam langkah dari gubuk hitam, Iblis Rangkap Jiwa hentikan langkahnya.
Sepasang matanya menatap tak berkesip pada gubuk hitam. Karena bagian belakang
gubuk dibuat terbuka, maka dengan mudah Iblis Rangkap Jiwa dapat melihat apa
yang ada di dalam gubuk.
"Jahanam keparat! Siapa mereka ini"! Wajahnya di-sembunyikan di balik arang
hitam!" Untuk beberapa lama Iblis Rangkap Jiwa pandangi orang yang tidur mendengkur
bersandar pada tongkat kayu.
Yakin tidak mengenali adanya orang, Iblis Rangkap Jiwa cepat melesat ke atas
lalu tegak dua langkah di sebelah dua orang yang masih tidur mendengkur.
Bersamaan dengan menjejaknya kaki, Iblis Rangkap
Jiwa keluarkan bentakan.
"Manusia-manusia tak dikenal! Siapa kalian"!"
Suara dengkuran melengking tinggi bersahutan, membuat Iblis Rangkap Jiwa tersentak kaget. Tapi bersamaan itu suara dengkuran
terputus seketika. Orang yang tadi melangkah mundur gerakkan sikunya ke samping.
"Jangan berbisik-bisik! Aku masih ngantuk!"
Orang yang tadi memegang tongkat dan baru saja
terkena sodokan siku orang di belakangnya balik gerakkan sikunya menyodok. "Kau
masih juga suka bercanda!
Mengapa kau berbisik-bisik tanya dirimu siapa"! Kau hari ini memang tampil beda!
Tapi itu tak pertu kau tanyakan!"
Hening sesaat, tak lama kemudian kedua orang ini
kembali perdengarkan dengkuran, membuat Iblis Rangkap Jiwa kalap. Kaki kanannya
disentakkan ke batu pijakannya seraya membentak garang.
"Kalian berani main-main dengan Iblis Rangkap Jiwa!
Kalian akan tahu rasa!" Kedua tangan Iblis Rangkap Jiwa terangkat ke atas. Namun
laki-laki ini tidak segera
lepaskan pukulan. Dia sengaja menunggu sampai orang
tahu siapa yang dihadapinya.
Batu besar yang membentuk bukit itu laksana dilanda
gempa dahsyat hingga bergerak-gerak akibat sentakan
kaki Iblis Rangkap Jiwa. Saat yang sama suara dengkuran lenyap.
Orang yang tadi memegang tongkat selinapkan tangan
kanannya lalu bergerak-gerak di lambung orang
disebelahnya seraya berucap. Sepasang matanya tetap
terpejam. "Aku tahu kau Iblis.... Tapi jangan main-main dan terus-terusan guncang-guncang
tubuhku! Kalau kau masih
ngantuk, apa kau kira aku tidak, he"!"
Orang yang tadi melangkah mundur dan bersandar pada
tongkat dengan sedikit dongakkan kepala dan mata
memejam balik selinapkan tangan kirinya. Lalu meraba-raba lambung orang sambil
berkata. "Sialan kau! Siapa yang guncang-guncang tubuhmu dan main-main"!"
Iblis Rangkap Jiwa sudah tidak dapat kuasai diri lagi.
Kedua tangannya yang terangkat serta-merta disentakkan ke arah dua orang yang
saling berbisik.
Wuutt! Wuuuutt!
Belum sampai gelombang dahsyat sempat mencuat dari
sentakan kedua tangan Iblis Rangkap Jiwa, mendadak dua orang berwajah hitam
menguap lebar-lebar. Tangan kanan kiri orang terangkat merentang dengan tubuh
masing-masing menggeliat.
Iblis Rangkap Jiwa tersedak. Tubuhnya laksana didorong gelombang luar biasa
keras, hingga bukan saja kedua
tangannya terpental balik ke belakang, namun jika dia tidak cepat kerahkan
tenaga dalam, niscaya sosoknya
akan terdorong!
"Jahanam! Bangsat!" maki Iblis Rangkap Jiwa dengan suara keras membahana.
Dua orang berwajah hitam serentak saling putar kepala.
Bukan ke arah Iblis Rangkap Jiwa, melainkan saling
berhadapan! Dan dengan sama buka mata masing-masing, kedua orang ini sama buka
mulut berbarengan.
"Mengapa kau memakiku"!"
Mata masing-masing orang sama melotot besar saling
berpandangan. Orang yang tadi melangkah mundur buka
mulut mengulangi pertanyaannya.
"Mengapa kau memakiku, he"!"
"Sialan! Kau yang memakiku! Mengapa balik
menuduh"!" kata orang yang tadi memegang tongkat. Lalu orang ini palingkan
kembali kepalanya ke arah semula.
Saat itulah saking geramnya, Iblis Rangkap Jiwa
menghardik dengan kerahkan tenaga dalam.
"Manusia-manusia gila!"
Laksana disentak tangan setan, orang yang tadi pegang tongkat palingkan
kepalanya kembali menghadap orang
yang tadi melangkah mundur dan saat itu belum palingkan kepala.
"Sialan! Kau memakiku manusia gila! Aku memang
manusia gila, edan, sinting! Tapi...."
"Siapa yang memakimu"!" tukas orang yang tadi melangkah mundur.
Orang yang tadi memegang tongkat arahkan telunjuk
tangannya tepat ke muka orang di sampingnya. Lalu tiba-tiba terdengar ledakan
tawanya. "Betul.... Suara tadi memang bukan suaramu.... Jadi suara siapa"
Jangan-jangan suara hantu...."
"Bukan hantu! Tapi suara orang yang hendak tanggalkan kepala kalian,masingmasing!" suara keras menyambuti ucapan orang yang tadi memegang tongkat.
"Ah.... Ternyata ada tamu...," ujar orang yang tadi melangkah mundur lalu
perlahan-lahan orang ini gerakkan kepala menghadap ke arah mana tadi suara
sambutan terdengar. Saat yang sama, orang yang tadi pegang tongkat juga gerakkan kepala.
Melihat kedua orang di hadapannya putar kepala
hendak menghadap ke arahnya, Iblis Rangkap Jiwa pasang tampang angker. Kedua
tangannya diletakkan di pinggang kanan kiri, kepalanya sedikit ditengadahkan.
Dan bibirnya disunggingkan menyeringai!
Begitu melihat tampang orang, dua orang berwajah
hitam sama-sama mengkerut. Orang yang tadi pegang
tongkat buru-buru angkat tangan kanannya lalu menarik tongkat kayu yang tadi
dibuat sandaran. Saat itu juga dia bergerak bangkit lalu mundur tiga tindak
hingga hampir saja tubuhnya menghantam tiang gubuk!
Orang yang tadi melangkah mundur tak kalah kagetnya.
Malah orang ini sempat keluarkan seruan. Lalu bergerak bangkit dan surutkan
langkah lalu tegak menjajari orang yang memegang tongkat.
"Melihat gelagat, aku jadi bertanya-tanya sendiri...," kata orang yang tadi
melangkah mundur. "Kau yang salah menghitung hari dan keliru datang kemari, atau
hantu gundul itu yang salah berdiri!"
Orang yang memegang tongkat angkat tongkat kayunya.
Lalu ujung tongkat diketuk-ketukkan pulang balik pada ujung kelima jari
tangannya dengan kepala mengangguk-angguk dan mulut menggumam. Kejap lain dia
me- mandang berkeliling. Lalu terakhir kali menatap pada Iblis Rangkap Jiwa.
"Hitungan hariku benar. Tempat tujuan tidak salah!
Berarti dia yang salah kaprah!"
"Padahal orang salah kaprah biasanya akan mengalami hal yang tak lumrah sebelum
akhirnya menyerah"
Kedua orang berwajah hitam lalu sama-sama perdengarkan ledakan tawa melengking bersahut-sahutan!
*** --------------------------------------------------------------------------------------------------LIMA --------------------------------------------------------------------------------------------------BLIS Rangkap Jiwa tegak dengan sekujur tubuh laksana dipanggang saking
jengkelnya. Sepasang matanya
I membelalak seperti hendak meloncat keluar dari
rongganya. Ubun-ubunnya yang berkilat tampak berdenyut-denyut keras. Sementara
di hadapannya, kedua orang berwajah hitam saling pandang lalu tanpa pedulikan
ke- marahan orang, kedua orang itu tertawa bersahut-sahutan.
Iblis Rangkap Jiwa maju dua tindak. "Diam!" bentaknya.
Kedua tangannya sudah terkembang di atas kepala.
Seketika kedua orang berwajah hitam sama putuskan
tawa masing-masing. Saling pandang sejurus lalu arahkan pandangannya pada Iblis
Rangkap Jiwa. "Harap sudi sebutkan diri siapa kau adanya!" ucap orang yang tadi melangkah
mundur. Kalau orang ini sejenak tadi tertawa bergelak, kini terlihat bersungutsungut dengan raut tunjukkan tampang ketakutan. Malah kedua tangannya tampak
meremas-remas ujung pakaiannya. Sedang di sebelahnya orang yang tadi memegang
tongkat tampak sodok-sodokkan ujung tongkatnya pada orang yang tadi melangkah mundur. Hingga
mau tak mau membuat yang
disodok menoleh dengan gelengkan kepala.
"Jahanam! Aku yang berhak tanya siapa kalian adanya!"
hardik Iblis Rangkap Jiwa. "Cepat katakan siapa masing-masing kalian adanya!"
Orang yang tadi melangkah mundur berpaling pada
temannya. "Kau saja yang menjawab. Karena semua perjalanan ini kau yang
bertanggung jawab!"
Si pemegang tongkat menoleh. "Bagaimana bisa begitu"
Kau saja yang mengatakan. Aku sudah pingin kencing...."
"Bagus! Kalian belum tahu dengan siapa kalian saat ini sedang berhadapan! Dan
itu satu tanda kematian bagi
kalian berdua!"
Iblis Rangkap Jiwa sentakkan kedua tangannya. Tapi
baru setengah jalan, orang yang tadi melangkah mundur sudah berseru.
"Tahan! Tahan!" Orang ini menjura dalam-dalam dengan kedua tangan disatukan dan
diletakkan di atas kepalanya.
Namun orang ini tidak segera melanjutkan ucapannya.
Sebaliknya melirik pada orang di sampingnya. Kakinya bergerak menendang.
Si pemegang tongkat berseru kaget. Mungkin karena
saking terkejutnya, kedua tangannya sampai berkelebat ke atas.
Di hadapannya, Iblis Rangkap Jiwa terkesiap. Gerakan kedua tangan orang yang
memegang tongkat membuat
dirinya laksana dilanggar sapuan gelombang luar biasa dahsyat. Ini makin
meyakinkan laki-laki berkepala gundul itu bahwa siapa pun adanya kedua orang di
hadapannya, dia tidak boleh bertindak ayal. Tapi hal itu juga makin membuat
dadanya laksana dipanggang bara.
"Mengapa kau menendangku"!" tanya si pemegang tongkat.
"Ikuti gerakanku!" bisik temannya yang menjura dengan kedua tangan di atas
kepala. "Kau harus tahu siapa orang yang kita hadapi!"
Si pemegang tongkat buru-buru membuat gerakan
seperti temannya. Malah orang ini tarik pulang tubuhnya ke atas ke bawah!
"Harap maafkan kami.... Kami memang belum tahu.
siapa gerangan yang ada di hadapan kami.... Dan kami mohon, tanda kematian yang
baru kau katakan tadi di-cabut saja! Kami masih ingin hidup.... Malah kalau bisa
seribu tahun lagi!" ucap orang yang tadi melangkah mundur. Lalu gerakkan
tubuhnya doyong ke kanan ke kiri.
"Betul.... Betul.... Kami ingin hidup seribu tahun lagi!"
timpal si pemegang tongkat masih dengan tarik tubuhnya ke atas ke bawah.
Melihat gerakan-gerakan dua orang di hadapannya,
meski dadanya panas namun mau tak mau membuat Iblis
Rangkap Jiwa sunggingkan senyum. Tapi karena raut wajah laki-laki ini
mengerikan, senyumnya makin membuat
wajahnya menakutkan!
"Tanda kematian untuk kalian kucabut! Tapi katakan siapa kalian adanya! Mengapa
ada di sini, dan kalian berada di pihak mana!" kata Iblis Rangkap Jiwa dengan
kepala sedikit didongakkan.
Masih dengan doyongkan tubuh ke samping kanan kiri,
si orang yang tadi melangkah mundur buka mulut lagi
menjawab. "Aku Raden Mas Antar Langit.... Temanku ini Raden Mas Antar Bumi...."
"Kami datang ke sini semata-mata karena ingin mandi di kedung!" Yang bicara kali
ini adalah si pemegang tongkat.


Joko Sableng 5 Kidung Maut Bulan Purnama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau lihat, wajah kami berwarna hitam.... Ini adalah kutuk yang harus kami
terima! Menurut seorang tabib masyhur, kutuk yang menimpa kami berdua bisa
hilang kalau kami mandi di Kedung Ombo pada malam purnama...."
"Untuk pertanyaanmu yang terakhir aku tidak mengerti sama sekali.... Yang kau
maksud pihak itu apa"!" Sekarang yang angkat bicara adalah orang yang tadi
melangkah mundur. "Kalau mau, tolong jelaskan pada kami berdua...," timpal si pemegang tongkat
lalu arahkan pandangan pada temannya. Kedua orang berwajah hitam ini saling
anggukkan kepala.
"Apa ucapan-ucapannya bisa dipercaya" Tapi....
Gerakan-gerakannya tadi, meski tidak disengaja tapi
mampu mengeluarkan tenaga dorong luar biasa...." Diam-diam Iblis Rangkap Jiwa
masih merenung seraya luruskan kepala memperhatikan kedua orang di hadapannya.
Entah karena tidak mau membuat urusan baru sebelum
urusannya sendiri selesai, Iblis Rangkap Jiwa segera saja buka mulut setelah
agak lama berpikir.
"Dengar! Kalau kalian ingin mandi di kedung, datanglah pada purnama bulan depan!
Sekarang kalian enyah dari sini!"
"Kenapa harus purnama bulan depan"!" tanya orang yang tadi melangkah mundur.
"Kami sudah tak kuat harus menunggu lagi! Kalau kau jadi kami, tentu kau dapat
merasakan bagaimana tidak enaknya mengemban kutuk...."
"Itu urusan kalian!" bentak Iblis Rangkap Jiwa.
Kedua orang berwajah hitam saling pandang. Berbarengan mereka sama gerakkan kepala menggeleng. Lalu hampir bersamaan pula sama
arahkan pandangannya
pada Iblis Rangkap Jiwa.
"Kami telah bertahun-tahun menanggung kutuk memalukan sampai tidak ada seorang gadis pun yang mau
kami dekati. Sekarang kami telah mendapatkan apa yang kami cari-cari. Kurasa
kami tidak bisa menunggu sampai purnama bulan depan...," kata orang yang tadi
melangkah mundur dan mengaku bernama Raden Mas Antar Langit.
"Benar! Kalaupun kami terpaksa menunggu, kami harus tahu dahulu kenapa dan ada
apa di sini...," sahut si pemegang tongkat yang disebut Raden Mas Antar Bumi.
"Malam nanti, air kedung akan berwarna merah! Karena bercampur darah tokoh-tokoh
golongan putih!" kata Iblis Rangkap Jiwa.
Untuk kesekian kalinya kedua orang berwajah hitam
saling pandang. Namun kejap lain kedua orang ini sama gelengkan kepala masingmasing. Lalu masih dengan
kedua tangan di atas kepala yang satu doyong ke samping kanan kiri dan satunya
lagi pulang balik ke atas ke bawah, si Raden Mas Antar Langit angkat bicara.
"Untuk apa mereka alirkan darah..." Upacara"! Atau mereka juga mengemban kutuk
seperti kami...?"
"Betul.... Lalu apa ada di antara mereka yang masih gadis" Kalau mereka
mengemban kutuk seperti kami,
bukan tidak mungkin salah satu di antara mereka mau
dengan kami...," menimpali si Raden Mas Antar Bumi.
"Aku tak akan jawab pertanyaan manusia-manusia gila macam kalian! Kuperintahkan
kalian enyah dari sini! Kalau tidak, kalian berdua adalah manusia-manusia yang
pertama kali merubah warna air kedung!" kata Iblis Rangkap Jiwa.
Sebenarnya Raden Mas Antar Langit dan Raden Mas
Antar Bumi hendak berpaling satu sama lain, namun
gerakan kepala masing-masing orang ini tertahan karena Iblis Rangkap Jiwa sudah
menghardik. "Sekali lagi kalian buka mulut bertanya, kematian adalah jawabannya!"
"Ah.... Kalau begitu kita harus pergi...," kata Raden Mas Antar Langit. Lantas
tertatih-tatih dia melangkah turun dari batu membukit itu. Sementara Raden Mas
Antar Bumi sejenak masih belum beranjak. Namun begitu terlihat Iblis Rangkap Jiwa akan
melangkah maju, orang yang pegang
tongkat ini buru-buru melangkah turun.
Begitu kedua orang berwajah hitam berada di bawah
batu besar yang membentuk bukit, keduanya sama
tengadahkan kepala. Iblis Rangkap Jiwa tampak tegak
mengawasi mereka dengan kacak pinggang.
"Hai...!" teriak Raden Mas Antar Langit. "Kami belum percaya ucapanmu! Jadi kami
akan menunggu sampai
malam nanti!"
"Betul! Lagi pula kami malu bertemu orang-orang di jalanan! Kau tahu, selama ini
kami menempuh perjalanan setelah hari gelap!" sahut Raden Mas Antar Bumi.
Tanpa menunggu sahutan dari Iblis Rangkap Jiwa,
kedua orang berwajah hitam ini melangkah lalu berbelok di antara batu-batu cadas
putih yang ada tepat di depan kedung.
Iblis Rangkap Jiwa terus memperhatikan dua sosok
orang berwajah hitam dengan hati bertanya-tanya. Namun karena urusan yang kini
tengah dihadapi membutuhkan
banyak pemikiran, begitu dua sosok berwajah hitam lenyap di balik batu cadas
tinggi di depan kedung dan tidak kelihatan lagi meski ditunggu agak lama, Iblis
Rangkap Jiwa sudah melupakan keduanya.
"Lebih baik aku siapkan tenaga dahulu...," gumam Iblis Rangkap Jiwa, lalu pelanpelan laki-laki berkepala gundul ini duduk di tengah gubuk. Kedua tangannya
diletakkan di atas paha kiri kanannya. Saat lain sepasang matanya bergerak
mengatup. Hanya beberapa saat berlalu, sekujur tubuh orang ini sudah terlihat
basah kuyup, tanda dia pusatkan segenap pikiran dan tenaga yang dimilikinya.
Namun Iblis Rangkap Jiwa agaknya tidak akan bisa
teruskan tindakannya. Karena telinganya samar-samar
mendengar suara dengkuran yang bersahut-sahutan.
Walau, suara dengkuran laksana datang dari tempat jauh, tapi anehnya seperti
disuarakan orang di depan telinganya!
Hanya saja kali ini suara dengkuran ini tidak sampai menyentak-nyentak gendang
telinga. Yang mengherankan dan membuat Iblis Rangkap Jiwa memaki dalam hati, dia
gagal membendung suara dengkuran!
"Keparat! Ini pasti perbuatan manusia-manusia gila jahanam tadi!" Iblis Rangkap
Jiwa kontan buka sepasang matanya lalu liar mencari sumber suara dengkuran.
Tidak sulit bagi Iblis Rangkap Jiwa tentukan di mana beradanya orang yang
keluarkan dengkuran bersahut-sahutan. Tapi saat itu juga laksana hendak terbang,
Iblis Rangkap Jiwa melonjak tegak. Sepasang matanya melotot besar ke puncak batu
cadas putih yang menjulang tinggi di depan kedung.
Pada puncak batu cadas putih tinggi di depan kedung, terlihat sebuah tongkat
tegak menancap. Pada bagian atas tongkat terlihat celana hitam melambai-lambai
ditiup angin! Pada sisi tongkat melingkar dua sosok tubuh
dengan masing-masing mulut perdengarkan dengkuran!
Iblis Rangkap Jiwa kembali memaki tidak karuan.
Namun dia juga dilanda kebimbangan. Di satu sisi dia merasa terganggu dengan
dengkur orang, namun di sisi lain sebenarnya dia tidak mau membuat urusan lebih
dahulu apalagi alasan orang berwajah hitam sepertinya masuk akal meski dia masih
meragukannya. Namun setelah dipikir-pikir akhirnya Iblis Rangkap Jiwa memutuskan hendak
mengusir dua orang berwajah hitam.
Dan kalau mereka keras kepala, dia telah memutuskan
untuk bertindak kasar.
Tapi belum sampai Iblis Rangkap Jiwa bergerak,
matanya menatap satu sosok tubuh berkelebat cepat dari arah kanan kedung,
meloncat-loncat di antara batu-batu lalu tegak di salah satu batu tepat di bawah
batu besar yang membukit di sebelah kanan kedung.
Orang yang baru muncul arahkan kepalanya menghadap
batu membukit di mana gubuk hitam dan Iblis Rangkap
Jiwa berada. Namun kejap lain telah berpaling ke puncak batu cadas putih tinggi
di mana tampak celana hitam
melambai-lambai di atas tongkat dengan dua orang yang tidak lain adalah Raden
Mas Antar Langit dan Raden Mas Antar Bumi melingkar mendengkur.
"Ternyata kedatanganku telah didahului orang...! Melihat gelagat, pertemuan ini
bukan main-main! Siapa pun
adanya orang mendengkur, pasti mereka bukan orang
berilmu rendah! Hem.... Aku harus berada di mana"!
Masing-masing orang di atas itu sama membuat tanda
sendiri! Pasti mereka bukan satu aliran...." Orang ini putar kepala dengan mata
menyelidik. Yakin tidak ada orang lagi, kembali dia arahkan pandangan pada
puncak batu di mana Iblis Rangkap Jiwa berada.
"Kurasa aku harus bertanya padanya! Dia orang yang tidak tidur!" gumam orang
yang baru datang. Lalu setelah meyakinkan sekali lagi, orang ini berkelebat ke
arah kawasan batu di sebelah kiri kedung.
Di atas puncak batu bergubuk hitam, Iblis Rangkap Jiwa terus perhatikan gerakgerik orang. Dan begitu orang di bawah sana sudah berkelebat menyeberang
hamparan pasir di depan kedung dan hampir mencapai kawasan
berbatu di mana dia berada, dia segera berteriak lantang.
"Kawasan ini terlarang bagi orang yang tidak sebutkan diri!"
Orang yang berkelebat hentikan larinya di atas batu di bawah batu membukit.
Kepalanya mendongak. Karena
puncak batu di mana Iblis Rangkap Jiwa berada agak
tinggi, orang ini tidak mampu menangkap jelas paras wajah Iblis Rangkap Jiwa.
Hingga orang ini balik berteriak.
"Kau membolehkan aku naik ke situ"!"
"Jahanam! Kau telah dengar ucapanku! Kawasan ini terlarang bagi orang yang tidak
sebutkan diri!"
Orang di bawah perdengarkan dengusan keras. Lalu
berseru. "Aku Dewi Siluman!"
"Nama yang pernah kudengar!" desis Iblis Rangkap Jiwa.
Lalu tanpa berkata-kata lagi Iblis Rangkap Jiwa berkelebat melayang turun dari
puncak batu dan tegak hanya sejarak enam langkah dari orang yang baru muncul
yang ternyata adalah seorang perempuan yang wajahnya ditutup dengan cadar
berwarna hitam dan hanya menampakkan sepasang
matanya yang tajam. Perempuan ini mengenakan jubah
panjang sampai lutut juga berwarna hitam. Rambutnya
pirang berkilat-kilat ditimpa sinar matahari.
Sepasang mata perempuan bercadar hitam dan
memang Dewi Siluman adanya sejenak tampak membesar
lalu mengerjap pertanda dia sempat terkejut melihat
tampang orang yang tegak di hadapannya.
"Katakan apa maksud kedatanganmu ke sini!" kata Iblis Rangkap Jiwa dengan suara
sedikit dikeraskan.
"Aku inginkan darah pemuda jahanam bergelar
Pendekar Pedang Tumpul 131 Joko Sableng!"
Tampang angker Iblis Rangkap Jiwa berubah. Bibirnya
tersenyum. Lalu seraya rentangkan kedua tangan dia
berucap. "Ah.... Kau datang ke tempat yang tepat jika itu maksudmu! Dan asal kau tahu
saja, bukan hanya darah
pemuda itu yang akan mengaiir di sini! Tapi mungkin
beberapa orang lagi!" Iblis Rangkap Jiwa pandangi lekat-lekat perempuan di
hadapannya, lalu meneruskan ucapannya dalam hati. "Termasuk darahmu!"
Dewi Siluman anggukkan kepala. "Boleh aku tahu siapa kau adanya"!"
Iblis Rangkap Jiwa busungkan dada. Kepala ditengadahkan. "Aku Iblis Rangkap
Jiwa!" Sepasang mata di cadar hitam menyipit. "Aku rasanya pernah dengar gelar itu dari
cerita orang. Tapi menurut cerita, bukankah orang itu hidup pada beberapa ratus
tahun silam" Atau dia hanya sama gelarnya saja"!" Diam-diam Dewi Siluman
membatin. Namun dia sengaja tidak
menanyakan hal itu pada Iblis Rangkap Jiwa. Yang
kemudian muncul dalam ingatannya adalah cerita Ratu
Pemikat tentang Kitab Hitam.
"Apakah orang ini yang berhasil mendapatkan kitab itu"!
Kalau Ratu Pemikat kini lebih tertarik pada Kitab Hitam daripada kedua kitab dan
Pedang Tumpul 131, pasti kitab itu luar biasa dahsyat.... Hem.... Tak ada
salahnya aku bertanya!"
Berpikir begitu, akhirnya Dewi Siluman ajukan tanya.
"Menurut kabar yang terdengar, saat ini ada sebuah kitab sakti. Apakah dirimu
orangnya yang beruntung
mendapatkan kitab itu..."!"
"Pertanyaannya memberi isyarat kalau kedatangannya juga ada hubungannya dengan
kitab itu! Hem.... Kau ber-nasib buruk! Dan datang ke tempat yang salah!" ujar
Iblis Rangkap Jiwa dalam hati. Lalu buka mulut menjawab.
"Aku adalah calon manusia yang akan memiliki kitab itu." jawaban Iblis Rangkap
Jiwa telah membuat Dewi siluman maklum bahwa kitab itu ada di tangan orang lain.
Tapi lagi-lagi Dewi Siluman tidak ajukan tanya siapa adanya orang yang kini
memegang Kitab Hitam.
"Aku yakin, orang ini begitu menginginkan kitab itu!
Karena belum apa-apa dia sudah memastikan dirinya
sebagai calon pemilik! Hem.... Kalau dia berada di pihak orang hitam, sementara
pemegang Kitab Hitam juga
berada di pihak ini, berarti sudah ada perang dalam
selimut! Aku harus hati-hati...," kembali Dewi Siluman membatin. Saat itu dia
baru teringat pada suara yang sejak tadi mengganggu telinganya meski tidak
sampai membuatnya kerahkan tenaga untuk membendung suara yang
terdengar. Dewi Siluman arahkan pandangannya pada puncak batu
cadas putih di mana terlihat celana hitam melambai-lambai di atas tongkat.
"Apa mereka juga berada di pihak kita"! Maksudku....
Orang-orang yang inginkan darah manusia-manusia
golongan putih"!"
Iblis Rangkap Jiwa ikut arahkan pandangannya ke
puncak batu bercadas putih.
"Aku tak tahu siapa mereka adanya dan apa tujuan pastinya! Tapi yang jelas,
kedatangan mereka tidak ada hubungannya dengan pertemuan ini!"
"Lalu mengapa dia muncul bertepatan dengan pertemuan ini"!"
"Mereka adalah manusia-manusia tertimpa kutuk dan percaya kalau kutukan pada
dirinya akan sirna jika mandi di kedung itu pada malam purnama! Kepercayaan
gila!" "Kau percaya dengan maksud kedatangannya"!"
"Aku tak peduli dengan maksud kedatangan orang!
Bukankah kalau dia berani macam-macam tak sulit meng-alirkan darahnya"!"
Dewi Siluman tengadahkan kepala. "Udara di sini sangat panas. Bagaimana kalau
kita ke tempat kau tegak di sana tadi"!" Jari tangannya menunjuk pada gubuk
hitam di puncak batu.
"Aku tanya dahulu! Kau berada di pihak mana"!"
Dewi Siluman sempat perdengarkan tawa perlahan mendengar pertanyaan Iblis Rangkap Jiwa. "Kalau kau orang golongan putih, sudah
sejak tadi-tadi kutanggalkan kepalamu!"
"Hem.... Kalau begitu, kau harus ikut aturan kami!"
"Aturan apa"!"
"Gubuk itu disediakan untuk seseorang!"
Dewi Siluman pandangi gubuk beberapa saat. Lalu
tanpa berpaling lagi pada Iblis Rangkap Jiwa dia
melangkah. "Hai...! Kau hendak...."
Belum sampai ucapan Iblis Rangkap Jiwa selesai, Dewi Siluman telah menukas tanpa
berpaling. "Aku baru saja menempuh perjalanan jauh! Sementara nanti malam aku
harus mengadu jiwa! Aku butuh tempat untuk istirahat dan berpikir! Harap jangan
ganggu!" Dewi Siluman meloncat-loncat dari batu ke batu yang
banyak bertebaran. Lalu hentikan loncatannya pada
sebuah batu agak besar yang diperkirakan dapat lindungi dirinya dari sengatan
terik matahari yang mulai panas. Dan tanpa pedulikan pandangan Iblis Rangkap
Jiwa, Dewi Siluman duduk bersila bersandar pada lamping batu.
Sesaat kemudian perempuan ini telah katupkan sepasang matanya!
Iblis Rangkap Jiwa menggumam tidak jelas. Lalu hendak berkelebat kembali ke


Joko Sableng 5 Kidung Maut Bulan Purnama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puncak batu. Namun tiba-tiba laki-laki berkepala gundul ini urungkan niat.
"Apa manusia-manusia gila itu telah minggat"!" gumam-nya seraya tajamkan
pendengaran. Karena entah kapan
mulainya, ternyata suara dengkuran orang yang tadi lamat-lamat menggema di
seantero tempat itu tidak terdengar lagi.
Untuk meyakinkan dugaannya, Iblis Rangkap Jiwa berpaling tengadah. Namun apa yang dilihatnya, membuat
laki-laki ini melotot angker.
Celana hitam tetap melambai-lambai di atas tongkat di puncak batu cadas putih.
Lalu tampaklah dua kepala
berambut awut-awutan itu nongol di bibir batu menghadap ke arah Iblis Rangkap
Jiwa. Malah begitu Iblis Rangkap Jiwa tengadah memandang, salah seorang dari
kedua orang berwajah hitam lambai-lambaikan tangan dan
berseru. "Hai, Teman! Apakah gadis hitam itu juga mengemban kutuk seperti kami"!"
"Kulihat kau telah berkenalan! Boleh kami ikut
nimbrung" Siapa tahu di antara kami bertemu jodoh di sini?" Yang satunya
menyahut. "Kalau itu terjadi, kau akan kuundang! Yang pasti hiburannya asyik!
Ada tari buaya dan...."
"Tari telanjang!" sahut satunya lagi. "Tapi yang menari telanjang sapi
kesurupan...." Orang ini sengaja pelankan teriakan ucapan terakhirnya hingga
Iblis Rangkap Jiwa tidak mendengar.
Habis berkata, kedua orang berwajah hitam yang kini
cuma nongolkan kepala masing-masing di bibir batu cadas perdengarkan tawa
berkakakan. "Aku akan ikut gila perturutkan manusia-manusia gila itu!" desis Iblis Rangkap
Jiwa. Lalu tanpa pedulikan ucapan orang, laki-laki berkepala gundul ini
berkelebat mendaki batu besar yang membentuk bukit.
Ketika Iblis Rangkap Jiwa sampai di puncak batu, suara tawa bekakakan sudah
lenyap. Ketika Iblis Rangkap Jiwa arahkan pandangan ke puncak batu cadas putih,
kedua orang berwajah hitam telah kembali melingkar di sekitar tongkat. Dan tak lama
kemudian seantero tempat itu
kembali diseruaki suara dengkuran bersahut-sahutan!
*** --------------------------------------------------------------------------------------------------ENAM --------------------------------------------------------------------------------------------------AWASAN Kedung Ombo makin tampak indah tatkala
sang bundaran jagat tepat berada di titik tengahnya.
K Hamparan pasir membentang di depan kedung
tampak laksana dihiasi lukisan karena membentuknya
bayang-bayang beberapa batu yang berada di sebelah
kanan kirinya. Lamping-lamping batu yang agak besar
tampak berkilat-kilat karena pantulan air kedung. Belum lagi bila ditingkah
dengan fatamorgana yang terlihat di hamparan pasir luas yang memisah dua kawasan
berbatu di sebelah kanan kiri kedung serta jalan-jalan setapak di celah batubatu kecil yang berkelok kelok.
Di puncak batu sebelah kiri kedung, Iblis Rangkap Jiwa terlihat duduk dengan
mata terpejam rapat dan kedua
tangan berada di paha kaki kiri kanan. Jauh di bawahnya Dewi Siluman duduk
bersandar dengan mata terpejam dan kedua tangan merangkap di depan dada.
Sementara di puncak batu cadas putih paling tinggi di depan kedung, Raden Mas Antar Langit
dan temannya Raden Mas Antar
Bumi tetap mendengkur bersahut-sahutan di bawah celana hitam yang diikatkan pada
pangkal tongkat kayu.
Pada awalnya, Iblis Rangkap Jiwa memang merasa terganggu dengan dengkur kedua orang berwajah hitam.
Namun setelah pusatkan mata batinnya, pada akhirnya dia mampu menepis suara
dengkuran. Tapi begitu matahari
mulai tergelincir dari titik tengahnya, mendadak laki-laki berkepala gundul ini
buka kelopak matanya. Pada saat yang sama, jauh di bawah mana Iblis Rangkap Jiwa
berada, sepasang mata Dewi Siluman juga bergerak terbuka. Mata masing-masing
orang ini memandang pada satu jurusan.
Hanya dua orang berwajah hitam di puncak batu bercadas putih yang tetap
mendengkur seperti semula. Malah begitu Iblis Rangkap Jiwa dan Dewi Siluman buka
mata masing-masing, dengkur kedua orang ini sedikit agak keras!
Sementara sosok mereka berdua tetap melingkar di
sebelah tongkat.
Dari kawasan berbatu di sebelah kanan kedung, Iblis
Rangkap Jiwa dan Dewi Siluman menangkap kelebatan
satu sosok tubuh. Hanya beberapa saat saja, orang yang berlari sudah berada di
hamparan pasir yang membentang memisah dua kawasan berbatu di sebelah kanan kiri
kedung. Seketika paras wajah Iblis Rangkap Jiwa berubah.
Dadanya berdebar keras. Kedua tangannya mengepal.
"Gadis sialan itu!" desis Iblis Rangkap Jiwa dengan suara bergetar "Siapa dia
sebenarnya"! Kemunculannya pasti bisa membuat rencanaku jadi buyar! Hem....
Mumpung belum terlambat, dia harus kusingkirkan sekarang juga!
Tapi aku akan coba dahulu perempuan berjubah hitam itu.
Sambil melihat sampai berapa jauh bekal yang dibawanya!"
Iblis Rangkap Jiwa berpaling pada Dewi Siluman. Lalu berteriak.
"Dewi Siluman! Kau mengenal pendatang itu"!"
Tanpa tengadah ke arah Iblis Rangkap Jiwa, Dewi
Siluman menyahut.
"Baru kali ini aku berjumpa!"
"Hem.... Aku mengenalnya! Dia salah seorang yang darahnya harus dialirkan! Jadi
kau tahu bukan apa yang harus kau lakukan"!"
"Kedatanganku untuk darah Pendekar 131!"
"Begitu"! Tapi peraturan kami harus kau laksanakan!
Kau juga harus bersedia mengadu jiwa dengan manusiamanusia yang berada di sekitar pemuda keparat itu! Dan pendatang itu adalah
salah satunya! Habisi dia!"
Dewi Siluman arahkan pandangannya pada Iblis
Rangkap Jiwa. "Aku tak akan sia-siakan tenaga tanpa guna!
Kalau kau hendak habisi dia, lakukan sendiri! Aku tidak akan campur tangan! Aku
pun tidak mau kau ganggu!"
Habis berkata begitu, Dewi Siluman arahkan
pandangannya pada orang yang tegak di dataran pasir di dapan kedung. Orang ini
ternyata adalah seorang gadis berparas cantik jelita. Kulitnya putih, bentuk
tubuhnya bagus. Rambutnya dikuncir tinggi. Gadis muda ini
mengenakan jubah merah menyala.
Untuk beberapa saat Dewi Siluman perhatikan si gadis yang bukan lain adalah
Putri Sableng. Lalu tanpa buka mulut lagi, Dewi Siluman katupkan matanya!
Melihat sikap dan ucapan Dewi Siluman, Iblis Rangkap Jiwa mendengus keras. Kalau
tidak melihat bahwa orang yang datang diyakini bisa merusak semua rancananya,
dan harus segera disingkirkan, niscaya dia tidak akan tinggal diam dengan sikap
yang diperlihatkan Dewi Siluman.
Seperti diketahui, Iblis Rangkap Jiwa pernah jumpa
dengan Putri Sableng pada beberapa waktu yang lalu.
Sialnya, ternyata si gadis berwajah cantik mengenakan jubah merah menyala itu
mengetanui kelemahan Iblis
Rangkap Jiwa. Hal inilah yang membuat Iblis Rangkap Jiwa sangat gusar sekaligus
cemas dengan kemunculannya di Kedung Ombo.
Sementara itu Putri Sableng yang sudah sampai di
sebelah kiri kedung tampak sedikit terkejut. Dia sesaat arahkan pandangan pada
Iblis Rangkap Jiwa lalu pada
Dawi Siluman. Lalu mendongak berpaling pada puncak
batu cadas putih.
"Sedapat mungkin aku harus menghindar dahulu untuk bentrok dengan Iblis Rangkap
Jiwa! Terlalu berbahaya menghadapi dia seorang diri...." Membatin Putri Sableng.
"Dewi Siluman.... Nyatanya dia muncul juga di sini! Apa maunya anak itu
sebenarnya..."!"
Habis membatin, Putri Sableng hendak putar diri dan
berniat berkelebat tinggalkan tempat itu. Namun baru setengah putaran, satu
sosok hitam melayang dan tahu-tahu telah tegak menghadang.
"Kau bisa melarikan diri sampai ke ujung dunia! Tapi jangan harap kau mampu
bersembunyi dan selamatkan
nyawa dari tanganku!" bentak Iblis Rangkap Jiwa yang baru saja melayang dari
puncak batu. "Harap maafkan dan lupakan peristiwa di puncak bukit beberapa waktu yang lalu.
Aku datang dengan
persahabatan...," kata Putri Sableng lalu menjura.
"Hem.... Kau kira begitu mudah memaafkan dan
melupakan peristiwa itu, he"!"
Putri Sableng anggukkan kepalanya. "Semuanya sudah berlalu. Anggap saja tidak
pernah terjadi! Apa susahnya berbuat begitu"! Lagi pula bukankah kita sama-sama
tidak mendapatkan apa-apa dengan peristiwa itu?"
Iblis Rangkap Jiwa tegak dengan mulut terkancing rapat.
Hanya sepasang matanya yang perhatikan sosok gadis di hadapannya. Putri Sableng
angkat bahu lalu buka mulut lagi. "Kalau dihitung-hitung, seharusnya kau yang
minta maaf padaku.... Bukankah saat itu kau hendak berbuat tidak senonoh
padaku"!"
Iblis Rangkap Jiwa belum juga angkat bicara. Putri
Sableng lanjutkan ucapannya dengan dada makin gundah karena dia maklum siapa
adanya orang di hadapannya.
"Kuulangi lagi ucapanku. Aku datang dengan persahabatan!"
"Apa maksud persahabatan"!" hardik Iblis Rangkap Jiwa.
"Aku ingin bergabung denganmu!"
Kedua alis mata Iblis Rangkap Jiwa terangkat. Sebelum laki-laki ini keluarkan
suara, Putri Sableng telah lanjutkan ucapannya.
"Aku memang hanya punya sedikit kepandaian! Tapi aku ingin menyumbangkan yang
sedikit itu untuk membantumu menghadapi manusia-manusia yang akan datang nanti
malam! Kau tahu.... Pemuda bergelar Pendekar 131 telah menipuku! Aku kecewa
mengatakan padanya tentang
dirimu...."
Rahang Iblis Rangkap Jiwa bergerak terangkat. "Jadi kau anak manusianya yang
menebarkan berita tentang diriku!
Jahanam betul!"
"Memang jahanam betul!" sahut Putri Sableng. Lalu seolah melupakan kegundahan
hatinya, gadis ini tertawa cekikikan! "Tapi apa boleh buat. Semuanya sudah
terlanjur! Tapi telanjur sekali belum.... Buktinya aku ingin bergabung denganmu demi
menebus apa yang talah kulakukan!"
"Telanjur sekali memang belum, Gadis Sialan!" kata Iblis Rangkap Jiwa seraya
menyeringai. "Tapi terlambat! Kau tahu, karena ulahmu, hampir semua orang kini
tahu tentang kelemahanku! Kau harus bayar semuanya
sekarang juga!"
"Aku datang memang untuk membayar! Aku bersedia membantumu!"
"Aku tidak butuh bantuan! Kau harus bayar dengan mampus di tanganku!"
"Ah.... Sayang sekali kalau begitu! Padahal aku datang jauh-jauh dengan maksud
baik!" "Sayang juga, maksud baikmu terlambat datangnya! Jadi tidak ada pilihan lain
bagimu!' "Kau sudah pikirkan semuanya"!" tanya Putri Sableng sambil senyum-senyum,
membuat Iblis Rangkap Jiwa tidak enak. Tapi laki-laki ini tidak mau mendugaduga. Dia segera saja buka mulut menyahut.
"Untuk membunuhmu, aku tidak perlu berpikir dua kali!"
Putri Sableng gelengkan kepala. "Itu salah besar! Justru kalau kau tidak
berpikir dua kali lipat, kau akan menyesal seumur-umur!"
"Kau ini bicara apa"!"
"Dengar.... Sebelum aku datang ke sini, aku telah menitipkan sesuatu pada
seorang sahabat dengan pesan.
Kalau kau sampai bertindak yang tidak-tidak padaku,
apalagi sampai membunuhku, maka sahabat itu kusuruh
sampaikan titipan yang kuberikan pada semua orang!"
"Titipan apa, hah"!" bentak Iblis Rangkap Jiwa sambil maju satu tindak.
"Titipan apa lagi kalau bukan tentang dirimu?" ujar Putri Sableng kalem seraya
terus senyum-senyum. "Kau tahu....
Meski kau nanti membekal Kitab Hitam dan tidak mempan pukulan, itu tak akan ada
artinya lagi kalau semua orang tahu kelemahanmu! Bahkan langkahmu akan makin
sempit, karena bahaya mengancammu di mana-mana!"
Iblis Rangkap Jiwa memaki habis-habisan dalam hati.
Malah saat itu juga kedua kakinya mencak-mencak!
Putri Sableng seakan tidak pedulikan kegerahan hati
orang. Dia buka mulut lagi sambil arahkan pandangannya pada Dewi Siluman dan
puncak bukit batu cadas putih.
"Kau tinggal tentukan pilihan! Bahkan kalau kau keras kepala, aku tidak segan
memberitahukan pada orang-orang yang telah berada di sekitar sini! Itu berarti
kau tidak akan mendapatkan apa-apa di sini! Paham..."!"
"Gadis ini benar-benar keparat!" desis Iblis Rangkap Jiwa. "Apa hendak dikata.
Aku tidak mau usahaku selama ini sia-sia hanya karena ulah gadis ini.... Tapi
setelah urusan ini selesai, dia akan dapatkan kematian yang
sangat mengerikan!" kata Iblis Rangkap Jiwa dalam hati.
Lalu berkata. "Baik! Tawaranmu kuterima! Tapi bukannya tanpa
syarat!" "Aku tak mau lagi bicara soal syarat! Malah seharusnya aku yang ajukan syarat!
Bukan kau! Kau tak usah khawatir.
Aku tidak akan ingkari semua ucapanku!"
Beberapa lama Iblis Rangkap Jiwa terdiam. Di depannya, Putri Sableng memandang
berkeliling sambil angguk-anggukkan kepala.
"Bagaimana"!" tanya Putri Sableng. "Kau tak usah berpikir dua kali dalam urusan
ini! Ini menyangkut hidup matimu! Keputusan harus segera kau ambil! Matahari
tidak akan lama lagi tenggelam! Aku juga tidak mau terus berpanas-panasan di
sini! Percuma aku merawat kulit dan wajahku kalau hanya untuk menunggu
keputusan...."
"Baik! Baik! Tapi kalau kau sampai berbuat yang tidak-tidak, peduli setan semua
orang tahu kelemahanku atau tidak!" teriak Iblis Rangkap Jiwa, lalu laki-laki
ini balikkan tubuh dan melangkah panjang-panjang menuju puncak
batu. Putri Sableng memperhatikan langkah-langkah Iblis
Rangkap Jiwa dengan cekikikan. Lalu gadis berjubah
merah ini melangkah mengambil arah berseberangan
dengan Dewi Siluman. Kalau Dewi Siluman berada di
bawah puncak batu sebelah selatan yang ditancapi gubuk hitam, Putri Sableng
melangkah ke arah sebelah utara puncak batu di bawah gubuk hitam.
Pada salah satu batu di sebelah kiri puncak batu yang ditancapi gubuk hitam,
Putri Sableng duduk berlindung dari sengatan terik matahari yang mulai condong
ke arah barat. Namun baru saja pantatnya menyentuh pasir di sebelah batu, terdengar orang
berkata. "Kau dapat menduga ada apa kira-kira di sini"!"
Hening sejenak. Tapi tak lama kemudian terdengar
sahutan. "Aku tidak dapat menduga dengan pasti! Tapi melihat kehadiran beberapa
perempuan, jangan-jangan tempat ini adalah pasar jodoh! Wah.... Berarti kita
untung besar! Siapa tahu takdir kita menemukan jodoh di sini...."
Putri Sableng arahkan pandangannya pada puncak batu
cadas putih di mana baru saja terdengar suara orang ber-bicara. Nun jauh di
puncak batu cadas putih, Putri Sableng melihat dua kepala berambut awut-awutan
nongol di bibir batu. Lalu terlihat pula dua pasang kaki bergerak-gerak pulang


Joko Sableng 5 Kidung Maut Bulan Purnama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

balik di belakang kepala! Pertanda kalau kedua orang ini telungkup sambil mainkan kedua kakinya ke atas ke bawah! Lalu gadis berjubah merah ini melihat salah
seorang lambaikan tangannya. Bukan ke arahnya, melainkan pada Iblis Rangkap Jiwa
yang telah tegak di puncak batu sebelah kiri kedung. Lalu terdengar teriakan.
"Hai, Teman! Boleh kami memperkenalkan diri pada dua teman perempuanmu itu"!"
Tidak terdengar-sahutan dari seberang, membuat orang yang lambaikan tangan
kembali berteriak.
"Hai, Teman! Kulihat wajahmu murung! Apa ada yang bisa kami bantu"! Urusan
perempuan tidak ada sulitnya bagi kami berdua! Percayalah.... Semuan pasti
beres!" Karena Iblis Rangkap Jiwa hanya memandang tanpa
buka mulut, akhirnya keusilan Putri Sableng muncul. Gadis berjubah merah ini
urungkan niat untuk duduk. Dia bangkit lalu meloncat ke salah satu batu yang
agak besar. Kedua tangannya diangkat tinggi-tinggi, malah kedua tumitnya
diangkat. Lalu dia lambai-lambaikan kedua tangannya.
"Hai.... Kalian berdua!" seru Putri Sableng. "Kalau hanya ingin berkenalan
mengapa masih tiduran di situ"!
Kemarilah! Mari kita berkenalan! Aku butuh teman untuk berbincang-bincang!"
Kedua orang di puncak batu cadas putih saling
pandang. Lalu terdengar ucapan.
"Walah.... Rezeki kita besar sekali hari ini! Ada gadis cantik mengundang kita!"
"Betul.... Betul! Kita tidak boleh sia-siakan kesempatan langka ini berlalu
begitu saja!" menyahut satunya. Lalu salah seorang dari kedua orang ini bergerak
bangkit. Busungkan dadanya sejenak lalu hendak melangkah
menuruni puncak batu cadas.
Namun gerakan orang ini tertahan, karena orang
satunya segera keluarkan suara. "Hai.... Tolong ambilkan celanaku dahulu!"
"Ah.... Itu urusanmu! Ambil sendiri!" ujar satunya. "Aku sudah tak sabar!" Orang
ini lanjutkan langkah. Sementara orang satunya tampak beringsut hendak menyambar
celana hitam yang berkibar-kibar di atas tongkat.
Namun sebelum celana hitam tersentuh, dan orang
satunya baru melangkah dua tindak, terdengar bentakan keras membahana.
"Jangan ada yang berani bergerak! Tetap di tempat kalian masing-masing! Atau
kepala kalian akan tanggal!"
Wuutt! Wuutt! Dua gelombang dahsyat melesat di atas hamparan pasir yang memisahkan dua kawasan
berbatu, lalu melabrak
lurus ke arah orang yang berada di puncak batu cadas putih!
Dari puncak batu putih terdengar dua seruan bersahutan. Orang yang tadi sudah tegak dan melangkah,
buru-buru rebahkan diri. Karena di mana dia berpijak adalah batu cadas putih,
dan dia tak mau tubuhnya menghantam cadas. Sementara temannya tanpa pikir
panjang lagi telah menjatuhkan dirinya ke atas orang yang tadi masih telungkup!
Kembali terdengar seruan. Tapi tak lama kemudian
disusul dengan terdengarnya suara tawa bergelak!
"Untung aku telungkup hingga kau masih menumbuk pantatku! Kalau aku tadi
telentang, tentu kau akan
mencium barang saktiku!" kata orang yang direbahi yang tenyata adalah Raden Mas
Antar Bumi yaitu laki-laki yang tadi memegang tongkat.
Suara gelakan tawa kembali menggema. Orang yang
rebah, yakni Raden Mas Antar Langit beringsut turun dari tubuh Raden Mas Antar
Bumi lalu perlahan-lahan bergerak ke bibir batu cadas merangkak. Lalu arahkan
pandangannya pada Iblis Rangkap Jiwa yang baru saja berteriak sambil lepaskan
pukulan jarak jauh.
"Hai, Teman! Mengapa kau menyerangku"!" teriak Raden Mas Antar Langit.
Dari seberang, Iblis Rangkap Jiwa hanya memandang
dengan mulut terkancing. Raden Mas Antar Langit
membalik arahkan pandangannya pada Putri Sableng
begitu dilihatnya si gadis masih tegak di atas batu, Raden Mas Antar Langit
lambaikan tangan.
Di bawah sana, Putri Sableng kembali berjingkat seraya lambai-lambaikan kedua
tangannya. "Bagaimana"! Apa kalian masih ingin berkenalan"!"
"Tentu! Tapi bagaimana ini"! Keadaan tidak memungkin-kan! Bagaimana kalau kita
berkenalan jarak jauh saja"!"
jawab Raden Mas Antar Langit.
"Kalian tidak berani turun"!" tanya Putri Sableng.
"Turuti kata hati, lautan api akan kulangkahi. Gelombang samudera akan kuarungi.
Tapi apa hendak dikata. Kedua tanganku tidak sampai! Atau bagaimana kalau kau
saja yang naik ke sini"!"
"Kalau begitu maumu, baiklah!" ujar Putri Sableng dengan berteriak lantang.
Gadis berjubah merah ini segera hendak turun dari batu. Namun gerakannya
tertahan tatkala tiba-tiba dari puncak batu putih terdengar teriakan.
"Tahan! Jangan kemari dahulu! Ada aral melintang!"
Yang berteriak ternyata Raden Mas Antar Bumi.
"Waduh! Kau ini bagaimana"! Ini rezeki besar. Mengapa ditahan"!" sungut Raden
Mas Antar Langit.
"Celaka! Celaka!"
"Setan! Apanya yang celaka"!" hardik Raden Mas Antar Langit.
"Celanaku! Celanaku terbang ke bawah sana!"
Raden Mas Antar Langit berpaling ke belakang. Celana hitam memang sudah tidak
tampak lagi di atas tongkat!
Seketika Raden Mas Antar Langit meledak gelakan
tawanya. "Sontoloyo! Mengapa kau tertawa"!" bentak Raden Mas Antar Bumi seraya berpaling
ke bawah melihat celana
hitamnya yang kini tampak terhampar menyangkut di salah satu batu.
Raden Mas Antar Langit hentikan tawanya. Lalu
melambai ke arah Putri Sableng seraya berteriak. "Betul!
Jangan kemari dahulu. Ada sesuatu yang harus kami
perbaiki! Jika selesai, kau akan kuteriaki!"
Habis berteriak, Raden Mas Antar Langit berpaling pada Raden Mas Antar Bumi.
"Bagaimana sekarang"!"
"Sialan! Kau masih ajukan tanya juga! Apa aku harus turun dengan begini"!"
"Jadi aku yang turun ambilkan celanamu"!" Raden Mas Antar Langit gelengkan
kepala. "Kau dengar ancaman si gundul tadi"! Kepalaku akan ditanggalkan begitu
aku berani beranjak dari tempat ini! Kau sayang sahabat apa sayang celana"!"
"Ah.... Celaka! Lalu harus bagaimana"!"
"Terpaksa kita menunggu orang lewat! Lalu kita minta tolong!"
"Hem.... Bagaimana kalau kita minta tolong gadis berjubah merah itu"!" tanya
Raden Mas Antar Bumi seraya arahkan pandangan ke arah Putri Sableng.
"Mana mungkin gadis cantik macam dia mau ambilkan celanamu yang butut dan bau
begitu"!"
"Jadi..."!"
"Terpaksa kita nunggu nenek-nenek! Kalau nenek-nenek pasti mau ambilkan
celanamu!" ujar Raden Mas Antar Langit sambil cekikikan.
"Hem.... Gara-gara gundul itu rezeki besar terbuang! Dan kita tidak akan bisa
tidur lagi! Karena kita harus menunggu orang! Sialan benar...," keluh Raden Mas
Antar Bumi. Kedua orang berwajah hitam ini akhirnya sama
telungkup sambil nongolkan kepala masing-masing di bibir batu cadas putih dengan
mata melotot. "Kalau tidak ada nenek-nenek lewat, bagaimana"!"
gumam Raden Mas Antar Bumi.
"Kita tunggu saja sambil melihat keadaan! Hanya kau harus banyak berdoa mudahmudahan tidak ada
hembusan angin kencang. Jika itu terjadi, kau akan lebih merana!"
"Hem...." Raden Mas Antar Bumi menggumam. Lalu tiba-tiba diarahkan pandangannya
pada Putri Sableng.
"Ah.... Bukankah kau tadi tawarkan pada gadis itu untuk berkenalan meski jarak
jauh"!"
Tanpa menunggu sambutan Raden Mas Antar Langit,
Raden Mas Antar Bumi telah lambaikan tangan. Di bawah sana Putri Sableng yang
baru saja turun dari batu segera pula lambaikan kedua tangannya.
"Ada apa"! Apa perbaikan sudah selesai"!" teriak Putri Sableng.
"Belum! Tapi bukankah kita bisa berkenalan jarak jauh"!" kata Raden Mas Antar
Bumi. "Ah.... Sebenarnya aku ingin berkenalan dengan ber-tatap muka! Tapi kalau begitu
maumu, aku tidak
keberatan! Sekarang kuharap kalian mau sebutkan diri satu persatu dengan berdiri
agar aku lebih jelas!" teriak Putri Sableng.
"Wan.... Celaka lagi!" ujar Raden Mas Antar Bumi. Orang ini lalu berpaling pada
temannya. "Kau saja yang men-jelaskan!"
Belum sampai Raden Mas Antar Langit perdengarkan
ucapan, Iblis Rangkap Jiwa telah berteriak mendahului.
"Jika di antara kalian ada yang masih buka suara, ku-hancurkan batu cadas tempat
kalian berada!"
Raden Mas Antar Langit dan Raden Mas Antar Bumi
sama kancingkan mulut. Lalu sama arahkan pandangan
pada Putri Sableng yang tegak cekikikan. Kejap lain kedua orang berwajah hitam
sama letakkan dagu masing-masing di bibir batu dengan mata melotot memandang ke
bawah. *** --------------------------------------------------------------------------------------------------TUJUH --------------------------------------------------------------------------------------------------ENGATAN terik sinar matahari mulai agak mereda,
karena sudah jauh menggelincir ke pelataran langit
S di sebelah barat. Hamparan langit sedikit berubah
warna disemburati warna merah kekuningan. Hembusan
angin mulai sebarkan hawa dingin.
Di bawah puncak batu di sebelah kiri kedung, Dewi
Siluman masih duduk bersila bersandar pada batu dengan mata terpejam dan kedua
tangan merangkap di muka
dada. Putri Sableng juga tampak duduk bersandar pada batu. Namun sepasang mata
gadis ini terbuka. Sesekali kepalanya tengadah memandang ke puncak batu di mana
gubuk hitam berada.
Kedua orang berwajah hitam tetap nongolkan kepala di bibir batu cadas putih
dengan mata tak berkesip
memandang ke bawah. Kedua orang ini tidak ada lagi yang buka mulut. Yang paling
tampak resah adalah Iblis
Rangkap Jiwa. Beberapa kali laki-laki berkepala gundul ini coba memejamkan
sepasang matanya pusatkan mata
batin. Namun tampaknya dia mengalami kegagalan.
Hingga pada akhirnya dia buka matanya dengan kepala
sesekali memandang ke arah Dewi Siluman, Putri Sableng serta dua orang berwajah
hitam di seberang batu cadas putih. Malah begitu matahari mulai berubah warna,
orang ini tampak arahkan pulang balik pandangannya ke jurusan kawasan berbatu di
sebelah kanan kedung. Jelas
pandangannya membayangkan rasa gelisah dan tidak
sabar. Namun tak jarang dia menghela napas dalam.
"Ada orang datang...." Raden Mas Antar Langit berbisik pada temannya dengan
kepala bergerak memaling ke arah belakang tempatnya berada.
"Ah.... Betul! Mudah-mudahan seperti harapanku!
Seorang nenek-nenek. Agar kita bisa segera berkenalan dengan gadis cantik itu!"
sahut Raden Mas Antar Bumi lalu ikut-ikutan palingkan kepala ke belakang.
Entah karena takut orang yang diyakini datang tidak
melihat ke arah mereka berdua, keduanya cepat beringsut lalu dengan cepat
merangkak ke bibir batu cadas putih di bawah mana terbentang jalan menuju
kedung. Baru saja kedua orang berwajah hitam ini tongol-kan
kepala masing-masing ke bibir batu cadas putih di tempat mana jika ada orang
lewat di bawahnya pasti akan melihat, satu sosok tubuh berlari cepat dari
jurusan belakang batu cadas putih.
Begitu sosok yang berlari hampir mendekati julangan
batu cadas putih, Raden Mas Antar Bumi buru-buru
lambaikan tangan sambil berteriak keras.
"Hai...! Hai...! Selamat datang! Kuharap keadaanmu baik-baik saja!"
Orang yang berlari hanya gerakkan kepalanya sebentar.
Namun orang ini seakan tidak mendengar teriakan orang.
Dia terus saja lanjutkan larinya. Dia baru berhenti tatkala sampai ditepi
hamparan pasir yang memisahkan dua
kawasan berbatu.
"Hai...!" kembali Raden Mas Antar Bumi berteriak. "Kami berada di sini!"
Orang yang tegak tidak jauh dari julangan batu cadas putih mendongak. Kali ini
dia berlama-lama pandangi dua kepala di bibir batu dengan dahi berkerut dan mata
membesar. "Waduh.... Bukan kelasmu!" ujar Raden Mas Antar Langit. "Melihat potongan
tubuhnya, aku tak yakin apa dia mau menolong!"
"Ah.... Benar! Dia bukan nenek-nenek! Tapi siapa tahu"!"
gumam Raden Mas Antar Burnt. Lalu pandangi orang di
bawah sana. Mulutnya sunggingkan senyum seolah orang di bawah sana bisa melihat
senyumnya! "Apa kemunculan mereka atas undangan Iblis Rangkap Jiwa"! Atau atas
pemberitahuan Ni Luh Padmi"!" desis orang yang tegak di dekat julangan batu
cadas putih. Ia adalah seorang perempuan berparas cantik mengenakan
pakaian warna biru tipis ketat. Rambutnya dikuncir tinggi seolah ingin
memperlihatkan lehernya yang putih jenjang.
Perempuan berpakaian biru berwajah cantik dan bukan
lain adalah Ratu Pemikat, gerakkan kepala ke kanan, ke kawasan batu di sebelah
kiri kedung. "Hem.... Iblis Rangkap Jiwa sudah siap seperti rencana!"
gumam Ratu Pemikat. Lalu pandangannya mengarah pada
batu di mana Dewi Siluman berada. "Perempuan keparat itu nyatanya sudah muncul
juga! Hem.... Dia memilih
tempat yang tepat!" Perempuan ini sedikit agak terkejut tatkala matanya
menangkap sosok Putri Sableng.
"Mengapa gadis itu berada di situ"! Apa aku yang salah lihat"! Bukankah aku
pernah menjumpai dirinya bersama Pendekar 131"! Atau bukan dia gadis yang
kulihat waktu malam itu..." Ah. Kalau dia berada di kawasan itu, berarti Iblis
Rangkap Jiwa sudah sempat mengorek keterangan
dari mulutnya!"
Ratu Pemikat arahkan pandangannya berkeliling.
"Belum ada tanda-tanda kemunculan orang-orang golongan putih! Tapi pasti mereka
akan datang! Tengah malam
masih lama.... Hanya yang kuherankan ke mana gerangan nenek yang katanya mencari
Pendeta Sinting itu"! Dia seharusnya sudah muncul di sini"! Atau jangan-jangan
dia telah tewas di tengah jalan...."
Ratu Pemikat kembali arahkan pandangannya pada Iblis Rangkap Jiwa. Lalu tanpa
buka mulut atau membuat
gerakan isyarat, perempuan itu berkelebat ke arah
kawasan berbatu di sebelah kanan kedung.
"Hai...! Kita memang belum berkenalan. Tapi kuharap kau tidak keberatan memberi
pertolongan!"
Satu teriakan terdengar membuat gerakan Ratu Pemikat tertahan. Perempuan ini mau
tak mau dongakkan kepala.
Dadanya kembali dilanda berbagai tanya dan duga.
"Dalam keadaan seperti sekarang ini, aku harus
bersahabat dengan siapa saja!" kata Ratu Pemikat dalam hati, lalu balas
berteriak. "Katakan pertolongan apa yang harus kulakukan untuk kalian!"
"Ah.... Dia memberi harapan!" bisik Raden Mas Antar Bumi. Lalu buka mulut.
"Sebelumnya aku minta maaf. Karena sesuatu hal, celanaku jatuh ke bawah sana
itu!" Raden Mas Antar Bumi tunjukkan tangannya pada celana hitam yang masih
terhampar di salah satu batu cadas putih. "Kalau kau tidak keberatan, kuharap


Joko Sableng 5 Kidung Maut Bulan Purnama di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau mau ambilkan cena-laku...."
Di sebelahnya, Raden Mas Antar Langit sudah tahan
tawanya. Namun tak urung, sesaat kemudian tawanya
keluar juga. Hingga Raden Mas Antar Bumi menggerutu
sambil mendelik.
Ratu Pemikat arahkan matanya ke arah yang ditunjuk
orang. Lalu mendongak lagi.
"Wajahnya tidak mau dikenali! Siapa mereka"! Mengapa celananya sampai jatuh"!
Mengapa mereka mengambil
tempat di situ"!" Ratu Pemikat dibuncah berbagai hal.
Ratu Pemikat berpikir sejurus. Lalu melangkah ke arah celana hitam di atas batu
cadas putih. Namun perempuan ini tidak segera ambil celana itu. Dia hentikan
langkah di sebelah batu di mana tersangkut celana milik Raden Mas Antar Bumi.
"Aku akan membantu yang kalian inginkan, tapi jawab dulu pertanyaanku!"
Raden Mas Antar Langit dan Raden Mas Antar Bumi
saling pandang. Lalu Raden Mas Antar Bumi berseru.
"Apa yang hendak kau tanyakan"!"
"Katakan siapa kalian adanya! Mengapa berada di situ!
Juga katakan siapa yang memberi tahu hingga kalian
muncul di sini!"
"Aku Raden Mas Antar Bumi. Temanku ini Raden Mas Antar Langit.... Kami berdua
muncul di sini atas anjuran seorang tabib kesohor...."
Ratu Pemikat Pernyitkan kening. Namun belum sampai
dia menduga kebenaran ucapan orang, Raden Mas Antar
Langit telah lanjutkan ucapan temannya.
"Meski jauh, tentu kau masih lihat bagaimana bentuk warna wajah kami. Hitam
legam memilukan! Ini bukan
karena kami sengaja mempercantik diri. Melainkan kutuk yang harus kami terima
karena melanggar pantangan.
Menurut tabib tadi, kutuk bisa sirna kalau kami mandi di Kedung Ombo pada malam
purnama!" "Lalu...," kali ini yang menyambung adalah Raden Mas Antar Bumi. "Kami tadi
sudah enak-enakan tidur di gubuk hitam sana itu sambil menunggu malam purnama
nanti. Tapi tiba-tiba datang si Iblis Rangkapan itu! Dia mengusir kami! Karena kami
harus menunggu sampai malam,
terpaksa kami memilih tempat ini. Namun si Iblis Rangkap Jiwa itu tidak menaruh
belas kasihan pada kami. Dia
bermain-main angin. Hingga akhirnya celanaku sampai
jatuh ke dekat tempatmu itu...."
Mendengar orang sebut Iblis Rangkap Jiwa dengan Iblis Rangkapan, mau tak mau
membuat Ratu Pemikat tersenyum. Namun sejauh ini dia tidak segera ambil celana
hitam, sebaliknya ajukan tanya lagi.
"Mengapa salah satu di antara kalian tidak ambil sendiri"! Bukankah yang satunya
lagi masih mengenakan celana"!"
"Betul! Tapi si Iblis Rangkapan itu mengancam kami!
Kalau kami berani bergerak dari tempat ini, kepala kami akan ditanggalkan!" ujar
Raden Mas Antar Langit.
"Daripada kami mati sia-sia, bukankah lebih baik menunggu orang yang mau
menolong?"
"Katakan terus terang. Kalian berada di pihak mana"!"
Tiba-tiba Ratu Pemikat berteriak karena diam-diam
perempuan ini tidak begitu percaya dengan ucapan-ucapan orang.
"Ah.... Pertanyaanmu sama dengan pertanyaan Iblis Rangkapan tadi! Kami terus
terang saja tidak berpihak ke mana-mana! Maksud kedatangan kami telah kau
ketahui! Jadi harap tidak berprasangka buruk. Lebih dari itu, kumohon kau mau
menolongku!" kata Raden Mas Antar Bumi,
"Baik! Aku akan menolong kalian!" ujar Ratu Pemikat.
Lalu ulurkan tangan kirinya mengambil celana hitam di atas batu cadas putih.
Raden Mas Antar Bumi tersenyum-senyum. Apalagi tatkala Ratu Pemikat melangkah ke
tempat mana tadi dia pertama kali muncul.
Tepat berada di bawah batu cadas putih menjulang,
Ratu Pemikat hentikan langkah. Celana hitam ditenteng di tangan kiri dan tampak
berkibar-kibar. Kepalanya mendongak. Raden Mas Antar Bumi makin lebarkan senyum.
"Aku akan berikan celana ini besok pagi!" seru Ratu Pemikat, membuat senyum
Raden Mas Antar Bumi laksana ditanggalkan setan. Kejap lain terdengar keluhan
keras saat tanpa berkata-kata lagi Ratu Pemikat berkelebat ke arah kawasan
berbatu di sebelah kanan kedung sambil
menenteng celana hitam.
"Kau tak usah cemas.... Mungkin dikira celana bututmu bisa membawa berkah!"
gumam Raden Mas Antar Langit, membuat Raden Mas Antar Bumi memberengut sambil
menggumam. "Ini namanya celaka tiga belas! Pertolongan yang di-harap, lebih celaka yang
didapat! Hilang sudah kesempatan berkenalan dengan gadis cantik berjubah merah itu!"
Sementara di atas puncak batu yang ditancapi gubuk
hitam, Iblis Rangkap Jiwa sejenak tadi tampak menduga-duga apa yang akan
dilakukan oleh Ratu Pemikat. Namun begitu samar-samar dapat menangkap celana
hitam di tangan kiri sang Ratu, laki-laki berkepala gundul ini sunggingkan senyum
seringai. Jauh di bawahnya, Dewi
Siluman buka kelopak matanya. Lalu memandang ke
seberang dengan mata sedikit dibeliakkan.
"Jahanam! Mengapa perempuan sundal itu tegak di seberang sana"! Menurut tanda,
seharusnya dia tegak di kawasan ini! Hem.... Ada permainan apa ini"! Manusia
Iblis itu juga tidak buka mulut dengan kehadirannya!"
Di sebelah bawah samping kiri puncak batu di mana
Iblis Rangkap Jiwa berada, Putri Sableng diam-diam juga membatin. "Aneh.... Ada
apa ini"! Muslihat apa lagi yang sedang dilakukan perempuan itu"!"
Sementara kedua orang berwajah hitam sama bergerak
merangkak. Lalu nongolkan kepala masing-masing di bibir batu cadas putih di atas
mana hamparan pasir membentang dengan mata sama mendelik dan kepala bergerak-gerak berpaling pada Dewi Siluman, Iblis Rangkap Jiwa, Putri Sableng, dan
Ratu Pemikat. Namun kali ini mereka sama kancingkan mulut.
Beberapa saat berlalu. Tiba-tiba semua kepala berpaling ke satu arah. Mata
masing-masing orang yang berada di tempat itu memandang tak berkesip. Satu sosok
tubuh berlari cepat dari arah belakang mana Ratu Pemikat
berada. "Berhenti!" Ratu Pemikat membentak sambil putar tubuh. Orang yang baru saja
berlari hentikan langkah.
Tegak di atas batu sejarak sepuluh langkah dari Ratu Pemikat. Ternyata orang ini
adalah seorang nenek berpakaian panjang warna coklat. Pada tangannya tampak tergenggam sebuah tusuk konde besar berwarna hitam. Si
nenek tidak lain adalah Ni Luh Padmi.
"Kuharap kau tidak menuduhku bertindak macammacam!" Si nenek telah mendahului buka mulut begitu melihat pandangan curiga
Ratu Pemikat. Seperti diketahui, Iblis Rangkap Jiwa, Ratu Pemikat
serta Ni Luh Padmi telah membuat rencana dan sepakat akan bertemu dua hari
menjelang purnama di puncak
Bukit Selamangleng. Namun sampai hari yang ditentukan, Ni Luh Padmi tidak
muncul. Ini membuat Iblis Rangkap Jiwa dan Ratu Pemikat merasa curiga.
Ratu Pemikat campakkan celana hitam milik Raden Mas
Antar Bumi. Lalu memandangi si nenek dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Bibirnya tersenyum dingin.
"Aku tidak akan menuduh kalau kau mengatakan alasan tepat!"
Ni Luh Padmi putar pandangannya. Mula-mula ke arah
Dewi Siluman, lalu ke atas puncak batu di seberang di mana Iblis Rangkap Jiwa
berada. Lalu pada Putri Sableng.
Dan tak luput matanya memandang ke arah dua wajah
hitam yang nongol di bibir batu cadas putih. Terakhir kali kembali pada sosok
Ratu Pemikat. Untuk beberapa saat kedua orang ini saling pandang. Si nenek lalu
angkat bicara. "Di tengah perjalanan melakukan tugas seperti yang telah kita sepakati, aku
bertemu dengan seseorang yang mau tunjukkan padaku di mana tempat tinggalnya
Pendeta Sinting...."
"Hem.... Coba katakan di mana"!" sahut Ratu Pemikat.
"Jurang Tlatah Perak!"
"Hem.... Lalu"!"
"Aku menuju Jurang Tlatah Perak. Namun, meski tempat itu sudah kuaduk-aduk, aku
Makam Bunga Mawar 7 Bara Diatas Singgasana Pelangi Di Singosari Karya S H Mintardja Walet Emas Perak 4

Cari Blog Ini