Ceritasilat Novel Online

Pusaka Hantu Jagal 3

Jodoh Rajawali 12 Pusaka Hantu Jagal Bagian 3


gaan!" "Maksudmu, di luar dugaan kalau aku bisa memergoki ilmunya itu?"
Yoga semakin tak enak hati. Ia hanya berkata,
"Maafkan kata-kataku tadi! Sejujurnya kukatakan padamu, cukup lama aku bergaul
dengan Tua Usil, tapi
tak pernah kulihat dia keluarkan jurus sedahsyat itu!"
Kemudian Yoga sedikit bercerita tentang kehidupan
sehari-hari yang di alami dengan si Tua Usil itu.
"Pantas saja kalau guruku tewas di tangannya!"
gumam Manis Madu bernada geram.
"Mungkinkah memang dia pembunuh gurumu?" "Siapa lagi kalau bukan dia" Lihat saja kesaktiannya begitu menakjubkan,
sejajar dengan tingkat
ketinggian ilmu guruku!"
Yoga terpojok dan tak punya alasan untuk
membela Tua Usil. Tapi firasat yang ada pada diri Yoga
mengatakan, bahwa bukan Tua Usil yang lakukan
pembunuhan terhadap diri Resi Gutama. Entah mengapa firasat Yoga sangat kuat mengatakan begitu, sehingga ia masih mencari cara untuk menghindari pertarungan antara Manis Madu dan Tua Usil. Yoga sendiri dapat menakar, bahwa Tua Usil dapat menghancurkan tubuh Manis Madu dalam satu gebrakan saja
jika memang Tua Usil-lah yang membunuh Resi Gutama. Sedangkan Yoga merasa sayang jika Manis Madu harus mati karena salah sasaran dendamnya.
"Begini saja, aku akan desak dia untuk mengaku. Jika benar dia yang membunuh gurumu, kuserahkan dia padamu. Terserah apa yang terjadi nanti. Yang
jelas kau akan mati jika benar Tua Usil berilmu tinggi
dan bisa membunuh gurumu. Jika memang Tua Usil
tidak mengaku, maka kita akan cari bersama-sama
siapa pelaku sebenarnya."
"Apakah itu tidak terlalu bertele-tele" Sekarang
juga aku bisa menyerang dan membunuhnya!"
"Tahan nafsumu, Manis Madu. Aku tak ingin
kau atau dia mati secara sia-sia, hanya karena fitnah
si Raja Tipu!" ucap Yoga dalam nada bisiknya.
"Aku lebih baik mati, daripada membiarkan
pembunuh guruku tetap hidup dan berkeliaran di
alam bebas!" tegas Manis Madu dengan nada bisik pu-la.
"Ssst...! Kita selidiki dulu apa yang dilakukan
Tua Usil itu! Apa yang dibicarakan dengan gadis bergaun kuning itu, kita simak baik-baik. Siapa tahu bisa
menjadi petunjuk untuk menyimpulkan siapa pembunuh gurumu itu!"
Manis Madu cemberut kesal dan mendenguskan nafasnya, namun ia turuti keinginan pendekar tampan tersebut. Ketampanan Yoga itulah yang sejak tadi membuat hati Manis Madu selalu menunda
kemarahannya, membuat sejuk gejolak darah yang
mendidih. Setelah Tua Usil merasa terheran-heran dengan
apa yang dilakukannya, sampai ia pandangi, kedua
tangannya dan ia pandangi mayat Rencong Geni secara berganti-gantian, maka ia pun segera mendekati
Walet Gading yang wajahnya kian memucat dan bersandar di bawah pohon.
Rupanya sebelum tiba di tempat tersebut, Walet
Gading telah lakukan pertarungan dengan Rencong
Geni yang membuat tubuhnya terluka di beberapa
tempat, termasuk luka pukulan tenaga dalam di punggungnya itu. Lengannya bengkak membiru karena racun di ujung rencong kembar tersebut. Dan Tua Usil
memperhatikan keadaan Walet Gading dengan rasa iba
hati. Walet Gading sendiri hanya bisa menatap bengong kepada orang yang pernah diburu karena dituduh
membunuh gurunya itu.
Tua Usil bersimpuh dl depan Walet Gading
yang sudah berkeringat dingin dengan bibir membiru.
Sebentar lagi pasti gadis itu akan mati jika tidak segera ditolong. Karena itu,
Tua Usil berkata, "Angkat kedua tanganmu ke depan, rapatkan dengan tanganku...!"
Walet Gading sepertinya tahu persis apa yang
di maksud Tua Usil itu. Maka, ia pun mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan terbuka. Kedua
telapak tangan itu segera merapat dengan kedua telapak tangan Tua Usil. Kemudian, wajah Tua Usil tertunduk sebentar, dan telapak tangan mereka berdua
sama-sama menyala kuning bening.
Beberapa saat setelah mereka sama-sama pejamkan mata, Walet Gading rasakan tubuhnya mulai
segar kembali. Luka-luka yang tampak koyak ataupun
berlubang, mulai terasa cepat mengering walau tidak
benar hilang lenyap seperti pengobatan yang dilakukan
oleh Yoga. Namun, Walet Gading semakin memendam
keheranan, sehingga ia pun akhirnya berkata,
"Aku tahu jurus pengobatan ini yang dinamakan jurus 'Tapak Batin'."
"Aku tidak tahu namanya. Tapi... entah mengapa aku bisa lakukan!" "Siapa dirimu sebenarnya?"
"Sudah pernah kusebutkan, namaku Pancasona dan dikenal dengan julukan Tua Usil. Aku pelayannya Pendekar Rajawali Putih dan Pendekar Rajawali
Merah." "Apakah kedua pendekar aliran Rajawali itulah yang mengajarkan semua
jurus-jurusmu, termasuk jurus 'Gerhana Rajam' tadi?"
"Jurus apa?"
"Jurus 'Gerhana Rajam'!" jelas Walet Gading
yang kini bukan bersikap bermusuhan, namun bersikap curiga dan penasaran.
Tua Usil tertawa kecil sambil berdiri. "Jurus
kok namanya aneh"! Aku malah baru kali ini mendengar nama jurus 'Gerhana Rajam'."
Sementara itu, di balik persembunyiannya, Yoga sendiri merasa semakin kagum melihat Tua Usil bisa lakukan pengobatan dengan cara seperti tadi. Sama
sekali tak pernah terbayangkan olehnya bahwa Tua
Usil memiliki ilmu pengobatan yang cukup dinilai hebat olehnya. Manis Madu bergegas bangkit, ingin keluar dari
persembunyiannya, namun lagi-lagi tangan Yoga menahannya, membuat Manis Madu berbisik,
"Biarkan aku menghadapinya!"
"Tunggu dulu! Dengarkan dulu percakapannya.
Tua Usil kelihatannya tak sadar dengan segala tindakannya. Perhatikan setiap ucapannya!"
"Bisa saja dia berkata bohong!"
"Apakah kau tak bisa menilai kejujuran seseorang dari raut wajahnya?" Yoga bernada meremehkan, dan Manis Madu tak mau
terang-terangan diremeh-kan, karena itu ia berkata,
"Bisa saja dia mainkan wajah sejujur mungkin,
tapi hati orang siapa yang bisa tahu secara pasti!"
sambil ia kembali jongkok di tempatnya semula.
Jarak mereka tak begitu jauh, namun juga tidak dibilang dekat dengan percakapan Tua Usil dan
Walet Gading. Hanya saja, angin bertiup ke arah Yoga
dan Manis Madu, sehingga percakapan itu terbawa
oleh angin dan mudah diterima oleh telinga para pengintainya. Walet Gading perdengarkan suaranya, "Setahuku, jurus 'Gerhana Rajam' hanya milik guruku; Ki Pamungkas. Tapi mengapa kau juga memilikinya" Apakah kau dulu teman seperguruan dengan Ki Pamungkas?" "Bukan. Aku tak pernah punya guru dan tak pernah belajar ilmu silat. Satusatunya ilmu yang kumiliki hanya ilmu 'Halimun', itu ilmu turunan dari leluhur ku!"
"Tapi... tapi mengapa kau memiliki semua jurus
yang dimiliki oleh guruku?"
"Aku sendiri tak yakin, apakah benar aku melakukan gerakan jurus yang dimiliki oleh gurumu.
Yang jelas, aku kenal gurumu hanya sebatas seorang
sahabat saja. Tak terlalu akrab. Dulu aku pernah menolongnya membuat kan topeng yang menyerupai wajah Ki Pamungkas. Dari situlah aku kenal beliau. Aku
diberi upah berupa uang, bukan berupa ilmu! Dan apa
yang kulakukan tadi, sungguh di luar rencana pikiranku. Tangan dan kakiku seperti bergerak dengan
sendirinya. Bahkan sentakan-sentakan nafas ku seperti bekerja dengan sendirinya."
"Aneh!" gumam Walet Gading dalam ketermenungannya. "Memang aneh, dan di luar jangkauan otakku."
"Lalu, apa yang kau lakukan saat guruku tewas?" "Apakah kau tetap menuduhku sebagai pembunuh Ki Pamungkas?"
Walet Gading menarik napas, dihempaskan lepas sambil berkata,
"Saat aku kembali ke tempat jenazah guruku
berada, dan membawanya pulang ke perguruan, aku
sempat melihat mayat lain ada di sana. Mayat itu adalah mayat Resi Gutama, Ketua Perguruan Kuil Dewa!"
Manis Madu bergegas bangkit begitu mendengar nama almarhum gurunya disebutkan. Tapi tangannya kembali ditahan oleh Yoga. Mulut Yoga mendesis pelan, "Ssst...!"
Manis Madu kembali jongkok, melindungi dirinya dengan kerimbunan daun-daun semak yang ada
di belakang Walet Gading. Ia kembali menyimak percakapan tersebut tanpa timbulkan suara sedikit pun.
Walet Gading berkata, "Ketika kutemukan Jenazah Resi Gutama, aku jadi berkesimpulan bahwa
guruku tewas karena pertarungannya dengan Resi Gutama. Hati ku sempat menyesal, mengapa aku bersikeras menuduh mu sebagai pembunuh guruku. Aku
minta maaf padamu, Tua Usil."
Senyum tipis Tua Usil mekar bagaikan orang
memperoleh kemenangan sepenuhnya. Ia pun berkata,
"Tak apa. Lupakan soal itu:"
"Menurutmu, apakah pendapatku itu benar?"
"Sangat benar!" jawab Tua Usil dengan tegas.
"Aku melihat sendiri pertarungan Resi Gutama dengan Ki Pamungkas. Sangat seru
dan menakjubkan. Keduanya sama-sama kuat. Tapi keduanya segera samasama gunakan jurus andalan yang tidak mereka peroleh ketika mereka dalam satu perguruan. Resi Gutama
tewas lebih dulu, ketika aku datang Ki Pamungkas
masih sempat bernapas beberapa saat. Lukanya sangat parah. Aku ingin mencarikan air buat minum, karena kulihat Ki Pamungkas kehausan. Tapi dia melarang, dan bahkan menyuruhku mengambil sebuah pusaka yang mereka perebutkan."
"O, jadi... guruku bertarung dengan Resi Gutama karena memperebutkan sebuah pusaka?"
"Ya. Pusaka itu ada di dalam Sumur Condong,
tak jauh dari tempat pertarungan mereka. Aku disuruh
mengambil pusaka itu, dan kukerjakan perintahnya.
Ternyata pusaka itu bernama Pusaka Hantu Jagal!"
"Hahh..."!" Walet Gading terkejut dengan membelalakkan mata.
Di persembunyian, Manis Madu juga terkejut
dan hampir terpekik, namun mulutnya buru-buru ditutup oleh tangan Yoga. Matanya melebar menatap
mata Yoga yang memandangnya dengan sikap terperanjat juga itu.
"Aku pernah mendengar cerita tentang Pusaka
Hantu Jagal itu dari guruku," kata Walet Gading.
"Apakah... apakah pusaka itu berupa sebilah pisau
bersarung dan bergagang emas berukir?"
"Benar!" jawab Tua Usil dengan jujur. Kemudian, Tua Usil menceritakan segala keterangan yang
dituturkan oleh Ki Pamungkas menjelang ajalnya tiba.
Sampai tentang kehebatan Pusaka Hantu Jagal itu,
amanat mempercayakan pusaka itu menjadi milik Tua
Usil, dan akhirnya permintaan Ki Pamungkas yang terakhir pun dituturkan kepada Walet Gading.
"Aku mencoba menolak permintaannya itu, tapi
ia semakin meratap dan ingin mati lebih terhormat lagi
dengan pisau pusaka itu. Dia memohon-mohon padaku, dan... aku tak tega. Lalu, kulakukan permintaan
terakhirnya itu dengan sangat terpaksa!"
Walet Gading tertunduk sedih, Sementara itu,
Manis Madu pun tertunduk dalam dukanya sendiri.
Suasana menjadi hening beberapa kejap setelah itu,
Walet Gading segera perdengarkan suaranya,
"Kalau begitu, seluruh ilmu guruku telah menitis ke dalam ragamu! Ilmumu jauh lebih tinggi dari ilmuku, karena kau adalah pengganti guruku!"
Setelah berkata begitu, Walet Gading segera
berlutut dan tundukkan kepala, memberi hormat kepada Tua Usil yang dianggap sebagai titisan Ki Pamungkas. Tua Usil menjadi kikuk ketika Walet Gading
berkata, "Maafkan kebodohan saya tadi, Guru!"
Karena kikuk, Tua Usil jadi ikut-ikutan berlutut, lalu berkata, "Jangan berlebihan begitu dalam menganggap diriku. Aku bukan
gurumu! Aku bahkan
ingin serahkan Pusaka Hantu Jagal ini kepadamu, karena kau adalah muridnya yang kinasih!"
Tua Usil keluarkan pisau Pusaka Hantu Jagal
dari balik bajunya. Walet Gading memandangi pusaka
itu, semakin percaya dengan apa yang diceritakan Tua
Usil. Tapi ia segera menggeleng dan berkata,
"Aku tak berani melanggar wasiat almarhum
Guru; Ki Pamungkas. Pisau pusaka itu adalah milikmu, karena Guru mempercayakannya kepadamu! Pisau pusaka itu juga sebagai lambang, bahwa kau telah
menggantikan kedudukan mendiang Guru; Ki Pamungkas. Sebaiknya sekarang juga kita pulang ke perguruan, karena kaulah sekarang yang memegang tampuk kepemimpinan, sebagai Ketua dan Guru di Perguruan Gerbang Bumi!"
Tua Usil geleng-gelengkan kepala. "Tidak. Aku
tidak sanggup. Aku tidak tahu bagaimana caranya


Jodoh Rajawali 12 Pusaka Hantu Jagal di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi guru dan ketua di sebuah perguruan. Aku tak
mau menerima jabatan itu."
"Tapi kaulah yang diserahi tugas tersebut! Kau
yang dipercaya."
"Hanya secara kebetulan saja, akulah satusatunya orang yang mendekati Ki Pamungkas saat
menjelang ajalnya tiba."
"Itu pertanda kau yang mendapat anugerah dari dewata untuk menggantikan kepemimpinan mendiang Guru; Ki Pamungkas!"
"Begini saja!" kata Tua Usil sambil bangkit berdiri, berjalan dua langkah, lalu
berbalik arah dan berkata, "Kalau memang aku yang dipercaya, diserahi tugas, mendapat anugerah atau
apa lagi sebutannya....
Sekarang tugas itu ku limpahkan kepadamu, Walet
Gading! Kau saja yang menjadi ketua di Perguruan
Gerbang Bumi, sekaligus menjadi guru!"
"Mana mungkin" Di Perguruan Gerbang Bumi
ada empat orang yang ilmunya sejajar denganku! Mereka pasti akan memberontak dan tak mau patuh padaku," kata Walet Gading dengan sangsi.
"Kalau begitu, kau saja yang menjadi ketua.
Soal guru, biarlah kau dan ketiga murid yang ilmunya
sejajar denganmu itu yang bertindak sebagai guru."
Walet Gading berpikir sejenak, setelah itu berkata, "Bagaimana jika kau ajarkan padaku beberapa
jurus tertinggi yang dimiliki Ki Pamungkas semasa hidupnya" Kau yang menjadi guruku."
"He, he, he, he...! Sudah kukatakan, aku tidak
ada potongan menjadi guru! Aku tidak tahu harus bagaimana mengajar murid-murid ku! Dan aku tidak tahu nama jurus-jurus yang kumiliki ini!"
Sulit juga memutuskannya. Tua Usil terangterangan menolak jabatan itu, karena merasa tidak
mempunyai kemampuan yang sesuai. Sedangkan Walet Gading tidak mau melanggar wasiat mendiang gurunya yang diberikan kepada Tua Usil menjelang ajalnya tiba. Sebenarnya saat itu Yoga ingin keluar dari persembunyiannya dan menengahi perdebatan itu. Tetapi
pemuda tampan itu segera terkejut karena baru menyadari bahwa Manis Madu sudah tidak ada di sampingnya. Mata Yoga mencari sekeliling tempat itu, ternyata gadis tersebut sudah berada cukup jauh dalam
pelariannya. Arah pelarian menuju ke tempat tergeletaknya jenazah Resi Gutama.
"Dia pasti kecewa karena tak berhasil temukan
pembunuh gurunya yang sebenarnya! Atau, mungkin
dia kecewa karena Pusaka Hantu Jagal jatuh ke tangan Tua Usil" Sebaiknya kususul dia agar tak guncang
hatinya dengan peristiwa ini! Biarlah Tua Usil berembuk terus sampai ubannya bertambah. Mereka pasti
akan temukan jalan keluar sendiri."
Dugaan Yoga itu memang benar. Ketika Yoga
pergi menyusul Manis Madu, samar-samar terdengar
suara Walet Gading berkata,
"Ada baiknya masalah ini kita bicarakan bersama tiga murid yang lain, supaya semuanya samasama enak dan tak ada saling iri."
"Lalu, bagaimana dengan pisau pusaka ini?"
"Tetaplah kau pegang dan menjadi milik mu,
karena memang begitulah wasiat mendiang Guru! Jangan sampai jatuh ke tangan orang lain!"
"Apakah aku harus ikut berunding dengan ketiga murid yang ilmunya setingkat denganmu itu?"
"Ya. Sebab kaulah saksi hidup, dan pusaka itulah buktinya!"
"Baiklah," jawab Tua Usil dengan napas terhempas, seperti orang terpaksa. Lalu, dia berbisik,
"Bisakah kau berdiri di atas ilalang yang sedang
tumbuh?" "Bisa. Kenapa?"
Bisikannya makin pelan, "Ajarkan aku, supaya
bisa berdiri di atas ilalang, seperti Nona Lili itu!"
"Kau pasti sudah bisa. Sebab Ki Pamungkas bisa lakukan hal itu!"
"Ah, yang benar"!" Tua Usil terperangah girang bercampur ragu.
* * * 8 LELAKI berkepala gundul dengan jenggot putihnya yang panjang itu mengenakan pakaian berkabung warna abu-abu. Biasanya ia mengenakan pakaian putih model biksu yang hanya diselempangkan
dari pinggang ke pundak. Tapi agaknya kali ini ia sengaja mengenakan pakaian abu-abunya sebagai perasaan berkabung yang amat dalam. Lelaki berusia sekitar delapan puluh tahun itu, sengaja berdiri di luar
gua tempat tinggalnya, yang tepat berada di lereng sebuah jurang terjal yang cukup dalam.
Ketika seekor burung rajawali besar berwarna
putih melintas di langit atas kepalanya, lelaki itu
hanya diam saja, tidak memandangnya sedikit pun.
Namun ia tahu, ada seseorang yang duduk bertengger
di punggung sang rajawali tersebut. Orang yang duduk
di punggung rajawali putih itu tak lain adalah Lili;
Pendekar Rajawali Putih, murid dari mendiang Dewi
Langit Perak; istri dari Dewa Geledek. Lelaki berbadan
kurus itu sangat kenal baik dengan kedua tokoh sakti
tersebut, semasa pasangan suami-istri yang kondang
kesaktiannya itu masih hidup. Sayang ia tak bisa
menghadiri dalam pemakaman kedua tokoh sakti beraliran silat rajawali itu, karena tempatnya yang saling
berjauhan dari kediamannya yang sengaja mengasingkan diri itu. Lelaki berpakaian abu-abu itu tak lain adalah
Resi Gumarang, satu-satunya tokoh sakti yang sangat
dihormati oleh Lili dan Yoga, itulah sebabnya ketika rajawali putih itu mendarat
di bibir tebing, Lili segera turun dan memberinya hormat dengan berlutut satu
ka- ki dan tundukkan kepala, sedang sang rajawali pun
cepat mendekam serta merendahkan kepala sebagai
tanda hormatnya kepada sang resi.
"Selamat datang di pengasingan ku, Pendekar
Rajawali Putih," sambut Resi Gumarang dengan nada
kurang ramah. Wajahnya pun dilapisi kemurungan
akibat ungkapan jiwa dukanya, Pendekar Rajawali Putih tidak tersinggung, namun justru merasa heran dan
bertanya dengan sangat sopan,
"Kalau boleh saya tahu, apa gerangan yang
membuat Eyang Resi bermurung wajah hari ini?"
"Tidak apa-apa," jawab Resi Gumarang dengan
senyum canggung. "Aku hanya merasa sedikit kurang
enak badan."
"Mohon jangan dustai hati saya, Eyang Resi.
Pakaian abu-abu yang Eyang Resi kenakan menandakan masa duka sedang menyelimuti hati Eyang Resi.
Saya hanya ingin ikut berduka cita atas masa berkabung yang melanda hati Eyang Resi Gumarang. Namun izinkan saya mengetahui penyebabnya secara
pasti, Eyang Resi."
Resi Gumarang melemparkan pandangan matanya ke tempat jauh. Ia melangkah menjauhi Lili sebentar, seakan ingin membuang rasa duka dan kemurungannya. Namun Lili mendekat dengan mendesak
pertanyaan lebih halus lagi.
"Barangkali ada yang bisa saya bantu untuk
meredakan duka di hati Eyang Resi saat ini?"
"Tidak ada," jawab Resi Gumarang. "Agaknya kau tahu persis bahwa aku sedang
berkabung. Memang benar. Sekalipun aku tak hadir di tempatnya,
tapi aku tahu bahwa adikku yang bernama Resi Gutama itu dua hari yang lalu sudah meninggal dunia
akibat suatu pertarungan dengan rekan seperguruannya yang bernama Ki Pamungkas."
Hening tercipta sebentar, lalu suara Pendekar
Rajawali Putih terdengar halus, "Saya turut berduka cita atas wafatnya adik
Eyang Resi Gumarang itu."
"Terima kasih, Lili. Aku hanya menyesali langkah adikku yang keliru itu. Ia mati hanya untuk berebut pusaka milik mendiang gurunya yang bernama
Hantu Jagal."
"Sepertinya saya pernah mendengar nama julukan Hantu Jagal itu, Eyang Resi. Kalau tidak salah, ia
termasuk tokoh sakti yang berusia sampai ratusan tahun dan baru meninggal setelah dirinya mampu bertemu dengan sang kekasih, walau sudah dalam keadaan menjadi tulang belulang. Eyang Guru Dewi Langit
Perak pernah ceritakan hal itu kepada saya, ketika
kami sama-sama terdampar di dasar laut."
"Kisah cinta mereka memang kondang dan
menjadi legenda sepanjang masa. Tapi ketika kisah
cinta antara gurumu dengan Dewa Geledek hadir, legenda itu beralih ke kisah cinta Dewi Langit Perak
dengan Dewa Geledek. Barangkali akan beralih lagi
kepada kisah cinta Lili dan Yoga."
Senyum Pendekar Rajawali Putih mekar dalam
sikap tersipu malu. Resi Gumarang pun menyunggingkan senyum tipis, seakan memaksakan diri untuk
menghapus dukanya. Tapi ia segera kembali menuturkan kisah Hantu Jagal dengan mengatakan,
"Tokoh beraliran putih itu cukup ditakuti oleh
para tokoh sesat, sehingga dijuluki mereka dengan
nama Hantu Jagal. Sebutan itu lebih dikenal di rimba
persilatan, sehingga julukannya sendiri tenggelam dan
kalah kondang. Semasa kejayaannya mencapai puncak, tokoh sesat berjuluk Malaikat Gelang Emas itu
belum hadir di permukaan bumi. Andai Hantu Jagal
masih hidup di saat ini, maka Malaikat Gelang Emas
pasti sudah lenyap sejak hari-hari kemarin, dikalahkan oleh Hantu Jagal. Sayang sekali tokoh sesat itu
hadir di saat Hantu Jagal sudah tiada. Ketiga muridnya tidak ada yang sanggup mengalahkan Malaikat
Gelang Emas."
"Berapa murid Hantu Jagal sebenarnya,
Eyang?" Tiga orang; Gutama, Pamungkas, dan Wicaksana. Ketiganya membuka perguruan sendiri-sendiri aliran silat Hantu Jagal, namun Wicaksana tak bisa
sempurna turunkan seluruh ilmunya kepada muridmuridnya, karena ia sudah lebih dulu dibunuh oleh
Malaikat Gelang Emas. Dan Hantu Jagal meninggalkan
sebuah pusaka yang tak diketahui oleh para muridnya
di mana letak penyimpanan pusaka tersebut. Dulu,
pusaka itu sering diburu oleh beberapa tokoh sakti,
termasuk murid Wicaksana yang bernama Nyai Kuku
Setan. Tetapi segera reda akibat tak menemukan jejak
peninggalan Pusaka Hantu Jagal. Beberapa kurun
waktu kemudian, timbul kembali peristiwa perburuan
Pusaka Hantu Jagal, namun seseorang telah menyebarkan berita palsu bahwa
Pusaka Hantu Jagal telah berhasil ditemukan
oleh Malaikat Gelang Emas. Maka perburuan itu pun
berhenti dan lenyap dari peredaran bumi. Sekarang
agaknya perburuan itu menjadi hangat kembali, terlebih setelah terbunuhnya Gutama, adikku, dan Pamungkas." "Apakah keduanya dibunuh oleh seseorang
yang haus Pusaka Hantu Jagal?" tanya Lili.
"Mereka justru saling bunuh sendiri untuk berebut pusaka tersebut. Sekalipun aku tidak pernah diajak bicara oleh mereka, sekalipun aku tidak melihatnya sendiri, tapi roh kawekasan ku meneropong jauh
ke sana dan menyaksikan pertarungan itu. Aku tak bisa ikut campur karena itu urusan antara murid aliran
Hantu Jagal."
"Apakah pusaka itu berhasil ditemukan oleh
salah satu dari keduanya, Eyang?"
Resi Gumarang yang bermata lembut itu menggeleng pelan. "Pusaka itu memang telah berhasil ditemukan oleh seseorang,
melainkan bukan murid aliran
silat Hantu Jagal. Tetapi aku melihat sendiri dengan
mata sukmaku, Pamungkas memohon-mohon agar dibunuh dengan pisau pusaka itu oleh si pemiliknya
yang sekarang, dan pemilik pusaka itu dengan sangat
terpaksa menuruti keinginan Pamungkas. Ia membenamkan pisau itu ke jantung Pamungkas. Padahal pisau pusaka itu mempunyai kekuatan dapat memindahkan seluruh ilmu dan kepandaian apa pun milik
orang yang ditikamnya, menjadi milik orang yang menikamkan pisau itu. Maka, mata sukmaku telah melihat, seseorang yang semula tidak mempunyai ilmu, kini menjadi orang berilmu tinggi setara dengan ketinggian ilmu Pamungkas. Bahkan mungkin ia akan menjadi lebih sakti lagi jika pisaunya berulang kali digunakan untuk membunuh para
tokoh sakti lainnya!"
Pendekar Rajawali Putih menunda niatnya untuk membicarakan masalah rencana perkawinannya
dengan Yoga, karena ia lebih tertarik dengan cerita Pusaka Hantu Jagal itu. Setelah hatinya merasa kagum
sesaat dengan kehebatan pusaka tersebut, maka ia
pun ajukan tanya,
"Kalau boleh saya tahu, siapa tokoh yang memiliki Pusaka Hantu Jagal itu, Eyang" Apakah dia dari
golongan putih atau golongan hitam?"
"Setahuku dia dari golongan putih, sebab memang tidak pernah punya golongan. Ia hanyalah seorang pelayan dari dua majikan yang berilmu tinggi dan
beraliran putih."
Lili berkerut dahi memikirkan dan mencobacoba menebak siapa orang yang dimaksud. Tetapi ia
justru menjadi penasaran karena tak mempunyai ke

Jodoh Rajawali 12 Pusaka Hantu Jagal di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pastian dalam tebakannya, Sehingga ia mendesak dengan tanya, "Siapa nama orang itu, Eyang?"
"Pancasona!"
Terkesiap mata Pendekar Rajawali Putih yang
punya kecantikan melebihi bidadari itu. Ia menggumamkan nama itu dengan sangat pelan, seakan tak
percaya dengan pendengarannya sendiri.
"Pancasona..."!"
"Ya. Pancasona, alias si Tua Usil, pelayanmu!"
"Hahh..."!" kini mata indah itu membelalak kaget dengan bibir bak kuncup mawar
merekah indah. "Dia yang berhak memilikinya, karena dia yang
menemukannya! Setelah ketiga murid Hantu Jagal itu
tiada lagi, tak ada orang yang berhak mewarisi pusaka
itu karena memang Hantu Jagal tidak mewariskan kepada siapa pun. Orang yang menemukan pusaka itu
adalah orang yang berhak memilikinya. Sebab dengan
meninggal nya ketiga murid Hantu Jagal, pusaka itu
menjadi pusaka tanpa tuan. Namun sekarang sudah
menjadi pusaka bertuan, yaitu Tua Usil itulah tuan
dari pusaka tersebut. Kuharap kau dapat mengarahkan Tua Usil agar tidak menyalahgunakan pusaka itu
dan membuatnya menjadi orang yang rakus ilmu. Katakan kepadanya, agar jangan menggunakan pusaka
tersebut jika tidak dalam keadaan yang sangat berbahaya, dan jadikan dia tokoh pembela kebenaran."
"Baik. Akan saya bimbing dia agar tidak menjadi tokoh sesat dengan senjata pusakanya itu, Eyang!"
Resi Gumarang menganggukkan kepala dengan
penuh wibawa. Ia memandangi wajah Lili yang termenung beberapa saat membayangkan Tua Usil dengan
pusakanya. Lalu, Resi Gumarang menyunggingkan senyum tipis dan berkata,
"Kau datang dengan maksud ingin menanyakan
tentang perkawinanmu dengan Pendekar Rajawali Merah, bukan?"
"Benar, Eyang! Saya ingin kejelasan jodoh saya
itu, karena setahu saya, banyak gadis yang jatuh cinta
kepada Yoga dan...." kata-kata itu terhenti sesaat. Lili menatap Resi Gumarang
dengan dahi sedikit berkerut,
menampakkan kecurigaannya terhadap keadaan sekeliling. Resi Gumarang sendiri tampak sedikit curiga,
namun ia masih bisa bersikap tenang.
"Rupanya kau menangkap gelagat tak beres di
sekitar kita, Lili?"
"Benar, Eyang!"
"Kita memang sedang kedatangan tamu yang
tak ramah."
"Kalau begitu, biar saya yang hadapi, Eyang!"
"Tunggu...!"
Lili sudah telanjur melesat dan hinggap di salah
satu batu tebing, lalu dengan lincahnya ia melenting
ke atas, bersalto dua kali dan kini berada di permukaan bibir tebing. Resi Gumarang merasa cemas, maka
ia pun segera menyusui Lili naik ke bibir tebing, dan
ternyata di sana mereka sudah berhadapan dengan lima orang berwajah tak ramah.
Burung rajawali putih itu segera terbang ke
arah lain, seakan menghindar, namun sebenarnya
mencari peluang untuk membantu majikannya jika
terjadi sesuatu yang akan membahayakan sang majikan. Burung itu berputar-putar siap lakukan serangan
sewaktu-waktu terhadap lima orang berwajah tak ramah itu. Satu dari kelima orang itu adalah seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun kurang, masih
kelihatan cantik namun sudah tampak matang dalam
hidupnya. Perempuan berjubah hijau itu menyandang
senjata pedang di pinggangnya, dengan kesepuluh jarinya berkuku runcing bak mata pisau. Rambutnya
disanggul sebagian dengan diberi tusuk konde berbentuk seekor ular dari bahan logam putih mengkilat.
Mungkin dapat digunakan sebagai senjata sewaktuwaktu. "Siapa mereka, Eyang?" bisik Lili kepada Resi Gumarang.
"Orang-orang Perguruan Latar Jagat. Perempuan itu ketuanya, murid dari Wicaksana yang bergelar Nyai Kuku Setan!"
Pendekar Rajawali Putih segera paham, karena
ia masih ingat cerita Resi Gumarang tentang Wicaksana, murid Hantu Jagal yang tewas di tangan Malaikat
Gelang Emas itu. Tetapi apa maksud Nyai Kuku Setan
datang ke pengasingan Resi Gumarang dengan membawa empat anak buahnya yang berwajah tak ramah
itu" Terdengar suara Nyai Kuku Setan berseru kepada Resi Gumarang,
"Tentunya kau sudah mengetahui maksud kedatanganku, Resi Gumarang! Kita tak perlu berbasabasi lagi, bukan?"
"Ya. Ucapan batinmu sudah kudengar, maksud
hatimu sudah ku baca. Kau menghendaki Pusaka
Hantu Jagal, bukan?"
"Benar!"
"Tapi mengapa kau datang kemari?"
"Karena Gutama adalah adikmu, dan pasti kau
tahu di mana Gutama berada sekarang ini! Aku akan
memaksanya untuk bicara tentang Pusaka Hantu Jagal itu. Karena menurut beberapa tokoh sakti, pusaka
itu belum dimiliki oleh Malaikat Gelang Emas atau tokoh lainnya. Gutama pasti tahu di mana letak pusaka
itu, atau justru dialah yang menyembunyikannya!"
"Atas dasar apa kau ingin menuntut pusaka
itu, Nyai Kuku Setan?" tanya Resi Gumarang dengan kalem. "Kami dari aliran silat
Hantu Jagal merasa
punya hak memiliki pusaka tersebut!"
"Ada tiga perguruan dari aliran Hantu Jagal.
Apakah itu berarti ketiga perguruan mempunyai hak
atas Pusaka Hantu Jagal itu"!"
"Persetan dengan dua perguruan milik Gutama
dan Pamungkas! Yang penting, kami orang-orang Perguruan Latar Jagat punya hak lebih tinggi untuk memiliki pusaka tersebut, karena Eyang Guru Wicaksana
adalah murid sulung dari Eyang Hantu Jagal!" kata
Nyai Kuku Setan dengan suara lantang yang memuakkan bagi Lili. Mata Lili sejak tadi menatap Nyai Kuku
Setan dengan tajam dan berkesan dingin. Ia tak ingin
bertindak lebih dulu sebelum mendapat izin dari Resi
Gumarang. Terdengar suara Nyai Kuku Setan berseru lagi,
"Sebaiknya, beritahukan kepadaku di mana Gutama
berada! Jangan kau ikut menyembunyikan adikmu itu,
Resi Gumarang!" "
"Aku tidak menyembunyikan dia. Mungkin kalau kau ingin temui dia, kau harus pergi ke alam kubur, karena Gutama sudah tewas bersama Pamungkas!" "Hm...!" perempuan yang jauh lebih muda dari Resi Gumarang itu tersenyum
sinis, tak ada sopan
santunnya sedikit pun. Ia bahkan berkata dengan lebih kasar lagi,
"Jangan harap kami mudah percaya dengan
omonganmu, Gumarang! Aku tahu kau selalu berada
di pihak perguruan adikmu! Dan jangan bikin kami hilang kesabaran, sehingga lakukan pemaksaan secara
kasar padamu! Perguruan Kuil Dewa sudah kami obrak-abrik, tapi Gutama tak kami temukan di sana. Satu-satunya orang yang tahu di mana dia adalah kau,
Gumarang!"
Pendekar Rajawali Putih tak sabar dan mencoba berbisik pelan kepada Resi Gumarang, "Biar saya yang hadapi mereka, Eyang!"
"Jika kau mau, lakukanlah!" bisik Resi Gumarang. Tapi ia segera berkata kepada Nyai Kuku Setan,
"Aku berkata yang sebenarnya, Nyai Kuku Setan. Gutama sudah tewas. Di mana kuburnya, aku belum sempat mengetahuinya!"
"Kalau begitu, pasti dia sudah titipkan pusaka
itu padamu!"
"Tidak. Aku tidak mendapat titipan apa-apa dari adikku!"
"Barangkali dengan sedikit paksaan kau baru
akan mengaku, Gumarang! Baiklah...!" Nyai Kuku Setan segera serukan perintah kepada keempat anak
buahnya yang tentu saja orang-orang pilihan.
"Serang dia! Bikin dia mengaku!"
"Heaaat...!" keempat anak buah Nyai kuku Setan serempak dalam gerak mengurung Resi Gumarang
dan Lili. Namun Pendekar Rajawali Putih itu segera
tampil di depan Resi Gumarang dan berkata lantang,
"Kau berhadapan denganku, Nyai Kuku Setan!"
"Bocah ingusan! Mau cari mampus rupanya
kau ini, hah"! Serang!"
"Heaah...!" Keempat anak buah Nyai Kuku Setan serempak lepaskan pukulan bersinar warna-warni
ke arah Pendekar Rajawali Putih. Zlaaap!
Namun dengan gerak sedikit merendah dan
memutar cepat, Pendekar Rajawali Putih kibaskan tangannya bagai menabur sesuatu ke arah keempat pengepungnya itu. Ternyata sinar putih keperakan telah
melingkari tubuhnya dan membuat sinar-sinar yang
menyerangnya itu berbalik arah dan menerjang para
pemiliknya. Blaaar...! Keempat penyerang itu terpental ke empat penjuru. Satu di antaranya nyaris terjungkal masuk jurang. Untung Nyai Kuku Setan cepat berkelebat bagaikan angin dan berhasil menangkap orang yang nyaris
masuk ke jurang itu. Wuuut...!
Tiga penyerangnya bangkit kembali dan lakukan serangan dengan jurus serupa. Tetapi, burung rajawali besar itu segera menukik dan menyambar dua
dari ketiga penyerang itu. Wuuuss...! Craaak...! Cakar
tajam sang rajawali berhasil menyambar tubuh mereka
dan dibawanya terbang tinggi. Dua orang itu berteriakteriak ketakutan. Satu orang lagi berusaha melepaskan serangan dengan sinar biru keluar dari ujung
jari telunjuknya. Namun bertepatan dengan keluarnya
sinar, tubuh itu telah dihantam lebih dulu oleh pukulan tenaga dalam Lili yang menggunakan tangan kiri,
Dees...! "Uuuhg...!"
Orang tersebut segera tumbang dalam satu
sentakan yang membuat tubuhnya melayang membentur batu besar. Praak...! Kepala orang itu nyaris pecah, kini berlumur darah dan
tak mampu lagi bangkit untuk lakukan penyerangan. Ia hanya mengerangngerang dengan tubuh menggeliat menahan sakit.
"Hentikan!" teriak Nyai Kuku Setan. "Atau ku ledakkan tubuh resi peot ini!"
Mendengar ancaman tersebut, Pendekar Rajawali Putih berpaling ke belakang, dan ia terkejut melihat Resi Gumarang telah dikurung sinar merah membara berpijar-pijar. Sinar itu bagaikan membungkus
tubuh Resi Gumarang dalam jarak dua jengkal dan tubuhnya. Rupanya Nyai Kuku Setan telah berhasil melepaskan jurus 'Penjara Kubur'-nya di luar pengetahuan Lili, dan membuat Resi Gumarang tak berani banyak bergerak dari tempatnya sendiri.
"Sedikit saja kau sentuh sinar itu, tubuhmu
akan hancur, Gumarang!" kata Nyai Kuku Setan. Kepada Lili ia berkata, "Cobalah hancurkan sinar 'Penjara Kubur'-ku itu kalau kau
ingin melihat tubuh resi peot
itu hancur berkeping-keping!"
Lili menggeram menahan jengkel. Firasatnya
mengatakan, sinar merah itu tak boleh tersentuh oleh
benda apa pun, dan jika dilawan dengan sinar lain
akan timbulkan ledakan yang dapat hancurkan tubuh
Resi Gumarang. Pendekar Rajawali Putih tak mau korbankan sang resi. Ia hanya menggeram penuh kejengkelan, "Licik!"
Di kejauhan terdengar suara bergema panjang,
"Aaaa...!"
Dua anak buah Nyai Kuku Setan yang disambar oleh si Putih saat itu sedang dilepaskan dari ketinggian yang melebihi pucuk pohon cemara. Mereka
melayang-layang dan jatuh ke dalam jurang. Sudah
pasti tak ada harapan untuk hidup lagi bagi mereka.
"Burung bangsat...!" teriak Nyai Kuku Setan, la-lu ia sentakkan tangan kirinya,
dan melesatlah lima larik sinar dari ujung kukunya. Zraaap...!
Melihat rajawalinya hendak dibunuh dengan
lima larik sinar hijau itu, Lili segera lepaskan pukulan bersinar putih yang
semakin jauh semakin melebar
cahayanya. Wuuuut...! Sinar putih itu menerjang lima
larik sinar hijau dan menimbulkan suara ledakan yang
cukup dahsyat dan membahana.
Glegaaar...! Nyai Kuku Setan cepat berpaling ke arah Pendekar Rajawali Putih dengan wajah bengisnya semakin
tajam. Sementara itu, si Putih segera bergerak menjauh dengan suaranya yang kian mengecil, bagaikan
menertawakan serangan Nyai Kuku Setan.
"Kalau kau merasa berilmu tinggi, hadapilah
aku! Jangan dengan cara licikmu itu!" kata Lili sambil siap-slap lakukan
serangan. Nyai Kuku Setan justru serukan tawa, lalu berkata, "Sia-sia aku melayani bocah ingusan sepertimu!
Sinar 'Penjara Kubur' itu tidak akan kulepaskan jika
Gumarang tidak mau serahkan Pusaka Hantu Jagal
itu!" Terdengar suara Resi Gumarang berkata, "Aku tidak tahu soal pusaka itu!
Jangan libatkan aku dalam
urusan perguruan kalian!"
"Omong kosong! Kau orang sakti, kau orang
yang bisa meneropong isi hati seseorang, bisa menge

Jodoh Rajawali 12 Pusaka Hantu Jagal di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahui apa yang bakal terjadi, bisa melihat apa yang
tersembunyi dari mata manusia, kau pasti tahu di mana pusaka itu disimpan oleh adikmu, Gumarang!"
Lili menggeram sambil hendak lepaskan pukulan mautnya, tapi Nyai Kuku Setan berseru seketika,
"Kau akan menyesal kalau kau berhasil membunuhku, karena 'Penjara Kubur' itu tak ada yang bisa
melepaskan selain diriku! Sebaiknya sekarang bujuk
resi peot itu agar mau tunjukkan di mana Pusaka Hantu Jagal itu berada, agar aku bisa memilikinya!"
"Persetan dengan perintahmu, Perempuan iblis!" geram Lili dengan tajam dan ketus. Tapi ia tak berani menyerang Nyai Kuku
Setan, karena jika perempuan itu mati di tangannya, lalu siapa yang akan lepaskan jurus 'Penjara Kubur' yang menawan dan mengancam keselamatan Resi Gumarang, si calon penghulunya kelak itu.
* * * 9 TANPA setahu Nyai Kuku Setan atau siapa pun,
Resi Gumarang mengirimkan suara batinnya kepada
Lili yang mengatakan, "ilmu 'Penjara Kubur' ini memang berbahaya. Tak ada yang
bisa melepaskannya
kecuali dia. Sebaiknya, bawa kemari Tua Usil dan lakukan siasat agar dia mau lepaskan sinar merah yang
mengurungku ini! Tapi ingat, Pusaka Hantu Jagal jangan sampai jatuh ke tangan perempuan itu!"
Pendekar Rajawali Putih segera tanggap dengan
suara aneh yang didengarnya itu. Ia melirik Resi Gumarang, dan sang resi anggukkan kepala secara samar-samar. Maka, Lili pun berkata kepada Nyai Kuku
Setan dengan kemarahan terpendam kuat-kuat,
"Akan kucari pusaka itu secepatnya. Tapi jika
kau berbuat curang, apa sangsinya"!"
"Hik, hik, hik, hik...! Bocah ingusan, dengar kata ku...! Aku hanya menghendaki pusaka itu saja. Aku
tidak akan mengganggu kalian jika memang pusaka
itu sudah ada di tanganku. Keperluan ku memiliki pusaka itu hanya untuk membalas dendam kepada Malaikat Gelang Emas yang telah menewaskan guruku
itu! Demi dendam ku kepada Malaikat Gelang Emas,
maka dengan terpaksa kulakukan cara seperti ini supaya aku dapatkan Pusaka Hantu Jagal itu. Nah, kalau kau sudah paham, lekas cari pusaka itu dan akan
ku tukar dengan kebebasan resi peot itu!"
"Sekali lagi kau berani berbuat curang, kulenyapkan seluruh ilmumu dengan jurus 'Sirna Jati'-ku!"
Rupanya Nyai Kuku Setan tahu tentang ilmu
'Sirna Jati'. Ia membatin dalam kebisuan mulutnya,
"Benarkah dia memiliki ilmu 'Sirna Jati'" Bukankah ilmu 'Sirna Jati' hanya ada dalam Kitab Jagat
Sakti, milik leluhur orang-orang Pulau Kana yang keturunan raksasa itu" Oh, celaka kalau dia memang
punya jurus 'Sirna Jati'. Bisa habis ilmuku dilenyapkan oleh jurus itu jika aku mengecewakan dia!
Sebaiknya aku harus bertindak hati-hati kepada gadis
ingusan ini!"
Pendekar Rajawali Putih segera mengepalkan
kedua tangannya. Kepalan itu saling dipertemukan di
dada, lalu dari tengah kepalan itu melesat selarik sinar putih keperakan
berbentuk gelombang-gelombang
lingkaran yang melesat ke angkasa. Sinar putih keperakan itu menimbulkan suara denging yang makin
tinggi semakin menggema. Itulah isyarat untuk memanggil burung rajawali putih yang tadi menghilang
setelah membuang mangsanya ke dalam jurang.
Suara denging itu hilang seketika setelah dua
tangan yang mengepal di depan dada itu terpisahkan.
Seekor burung rajawali putih berkelebat muncul dari
balik kerimbunan pohon di kejauhan sana, terbang
dengan cepatnya menuju ke arah majikannya.
Kepakan sayap rajawali itu menjadi lamban setelah Lili berseru kepada burung yang hendak mendarat, "Hati-hati sayap mu, Resi Gumarang dalam
penjara sinar merah!"
"Keaaak...!" burung itu menjawab, seakan mengerti maksud majikannya.
Dengan menunggang rajawali putih tersebut,
Lili pun segera pergi tinggalkan tempat itu mencari ke
mana perginya Tua Usil. Kepada si Putih pun, Lili serukan kata, "Kita mencari Tua Usil, karena dialah yang
memegang Pusaka Hantu Jagal itu!"
"Keak, keaaak...!" rajawali betina itu manggut-manggut, terbangnya tidak terlalu
tinggi agar mata majikannya mampu memandang setiap orang yang dilintasinya. Dan orang-orang yang melihat burung besar
terbang rendah itu saling ketakutan, ada yang bersembunyi di sembarang tempat hingga kepalanya terbentur benda keras, ada yang hanya mendongak bengong
saking kagumnya.
Pencarian Lili sampai kepada kerumunan orang
di tanah pemakaman. Rupanya sekelompok murid Perguruan Kuil Dewa yang habis diacak-acak oleh Nyai
Kuku Setan itu masih sempat memakamkan jenazah
gurunya. Dari antara mereka, Lili menangkap seraut
wajah tampan yang tak lain adalah milik Pendekar Rajawali Merah. "Lihat, Yoga ada bersama gadis cantik itu! Dia
bahkan memeluk gadis yang sedang menangis itu, Putih! Panggil dia!" ucap Lili dengan hati panas karena cemburu.
"Keaaak...! Keaaaak...!"'
Semua orang yang baru saja selesai memakamkan Resi Gutama memandang ke atas, termasuk Yoga.
Merasa terkejut, sempat bubar dari kerumunan. Tinggal Yoga yang tetap berdiri memandang burung rajawali besar itu dengan senyum indah di bibirnya. Yang ditatap adalah seraut wajah cantik si penunggang burung tersebut. Manis Madu ingin pisahkan diri dari Yoga karena ada rasa tak enak melihat kedatangan burung putih
dan gadis cantik penunggangnya. Tapi Yoga sempat
menahan tangan Manis Madu sambil berkata,
"Jangan takut. Akan ku kenalkan kau kepada
kekasihku itu!"
Ada luka perih saat hati Manis Madu mendengar ucapan Yoga. Tapi luka perih itu ditahannya dan ia
berusaha untuk menjadi lebih dewasa dari sikap yang
ada saat itu. Ia pun tak jadi pergi tinggalkan Yoga. Burung putih itu mendarat
agak jauh dari tanah pemakaman. Kemudian Yoga menghampirinya bersama Manis Madu. Lili turun dari punggung burung tersebut
dengan wajah cemberut.
"Kebetulan kau datang. Guru! Ada berita penting yang harus kusampaikan kepadamu!"
"Kebetulan aku memergoki mu, bukan kebetulan aku datang!" ucap Lili dengan nada cemburu yang hanya bisa dicerna oleh
Yoga. Pemuda tampan itu
hanya tersenyum, nyengir, namun menawan hati.
"O, ya... ini teman baruku; Manis Madu namanya. Dia murid Resi Gutama yang...."
Lili menyahut dengan ketus, "Yang tewas karena bertarung dengan Ki Pamungkas!"
"Dari mana kau tahu?"
"Resi Gumarang yang menceritakannya!"
Manis Madu menyela, "Resi Gumarang kakak
dari guruku, Yoga!"
"Ooo...!" Yoga manggut-manggut dengan tenang. "Sekarang Resi Gumarang dalam bahaya. Terkurung oleh jurus 'Penjara Kubur' dari Nyai Kuku Setan!" "Nyai Kuku Setan"!" Manis Madu terkejut dan menjadi beringas wajahnya.
"Dia yang telah mempo-rakporandakan perguruanku!"
"Karena dia mencari gurumu!" kata Lili. "Kini dia menyandera Resi Gumarang,
calon penghulu kita!"
katanya kepada Yoga dengan menegaskan kata 'calon
penghulu kita' untuk memukul hati Manis Madu. Dan
memang, murid Resi Gutama itu menjadi terpukul duka, namun tetap bertahan untuk tidak menampakkan
kekecewaan hatinya mendengar ucapan tersebut.
"Mengapa Resi Gumarang yang menjadi sasaran Nyai Kuku Setan?" tanya Yoga kepada Lili.
"Nyai Kuku Setan memanfaatkan kesaktian Resi Gumarang. Ia tahu persis, bahwa Resi Gumarang
pasti tahu di mana Pusaka Hantu Jagal berada. Dia
menghendaki pusaka itu untuk ditukar dengan kebebasan dan keselamatan Resi Gumarang!"
"Pusaka Hantu Jagal..."! Aku tahu. Aku tahu di
mana pusaka itu sekarang berada!" kata Yoga.
Tapi Lili menjawabnya sendiri, "Di tangan pelayan kita; Tua Usil!"
"Oh, kau tahu juga hal itu rupanya?"
"Resi Gumarang sempat bicara padaku sebelum
Nyai Kuku Setan menyergapnya! Sekarang, cari si Tua
Usil dan bawa dia ke sana bersama Pusaka Hantu
Jagal!" "Apakah kita benar-benar akan menukar pusaka itu dengan nyawa Resi
Gumarang"!" tanya Pendekar Rajawali Merah sedikit cemas.
"Akan kuserang dia begitu Resi Gumarang dibebaskan dari ilmu 'Penjara Kubur'-nya!"
"Tapi jika dia membawa Pusaka Hantu Jagal
apakah...."
Lili memotong ucapan Yoga, "Kugunakan ilmu
'Sirna Jati', biar lenyap pula kekuatan dalam pusaka
itu dan tidak lagi menjadi bahan rebutan!"
"Baiklah. Aku setuju dengan rencanamu.
Guru." "Sekarang kita cari si Tua Usil itu berada.
Mungkin sedang dalam perjalanan menuju ke pondok
kita!" "Tidak. Tua Usil ada di Perguruan Gerbang Bumi," kata Yoga. "Dia ingin
dinobatkan sebagai ketua dan guru disana!"
Lili tertawa kecil, geli mendengar berita itu. "Ki-ta culik ketua dan guru
mereka!" katanya dalam berse-loroh. "Aku setuju!" kata Yoga sambil mengangguk.
"Aku ikut membebaskan Resi Gumarang!" kata Manis Madu. "Tetaplah tinggal bersama
saudara-saudara se-perguruanmu. Benahi perguruanmu yang sudah diobrak-abrik oleh Nyai Kuku Setan itu. Biar urusan ini
kuselesaikan dengan guru cantik ku ini, Manis Madu."
Sebenarnya hati Manis Madu kecewa, tapi sekali lagi ia harus menelan kekecewaan tersebut, Kehadiran Lili membuat Manis Madu menjadi rendah diri
dan tak berani banyak berharap kepada Yoga. Sebab
dalam hati ia mengakui, Lili memang lebih cantik dari
dirinya. Yoga segera memanggil burung rajawali merahnya. Tangan kanannya menggenggam dua jari, sementara jari kelingking, jari telunjuk, dan jempolnya berdi-ri tegak. Tangan itu
dirapatkan ke dada sekejap, kemudian disentakkan naik dengan lurusnya. Maka melesatlah tiga sinar merah dari ujung jari-jari tersebut.
Tiga larik sinar merah itu bertemu di angkasa dan berdentum menimbulkan gema menggaung-gaung. Kejap
berikutnya, terdengar suara teriakan burung rajawali
merah di kejauhan, makin lama semakin dekat, terutama setelah burung rajawali putih pun memberi suara
teriakan menyahut dari bawah.
Dengan mengendarai masing-masing burung
raksasanya itu, Lili dan Yoga sama-sama pergi tinggalkan tanah sekitar kuburan Resi Gutama. Mereka menuju ke Perguruan Gerbang Bumi dan menemui Tua
Usil di sana. Kehadiran dua pendekar rajawali bersama sepasang burungnya itu menjadi pusat kerumunan murid-murid Perguruan Gerbang Bumi. Tua Usil semakin
dikagumi oleh mereka, karena mereka tahu, dua pendekar yang mengendarai sepasang burung rajawali itu
adalah dua pendekar sakti yang namanya banyak
menjadi bahan pembicaraan para tokoh rimba persilatan. Maka ketika Tua Usil menyatakan ingin pergi
membebaskan Resi Gumarang, Walet Gading beserta
murid-murid lainnya tidak merasa keberatan, justru
merasa bangga terhadap orang yang dianggapnya sebagai titisan Ki Pamungkas itu.
"Tapi saya tidak setuju kalau Nona Lili mau
sirnakan kesaktian pisau Pusaka Hantu Jagal ini," ka-ta Tua Usil sebelum naik ke
punggung burung rajawali
merah bersama Yoga.
"Kita tak punya cara lain, daripada pisau itu
menjadi milik perempuan iblis itu!" kata Lili.
Setelah diam sebentar, Tua Usil berkata, "Kalau
begitu, biar saya yang hadapi Nyai Kuku Setan, Nona
Li!" "Apakah kau sanggup mengalahkan dia?"
"Mudah-mudahan sanggup," jawab Tua Usil
sambil cengar-cengir tak pantas sedikit pun untuk
menjadi orang terhormat di sebuah perguruan.
Setelah ingat cerita Resi Gumarang tentang ilmu Ki Pamungkas yang telah berpindah menjadi milik
Tua Usil, Lili pun hanya angkat bahu sebagai tanda
menyerahkan masalah itu kepada si Manusia Kabut
itu. Maka, mereka pun segera terbang bersama sepasang rajawali besar menuju puncak gunung, tempat
pengasingan Resi Gumarang.
Sekalipun sudah mewarisi seluruh ilmunya Ki
Pamungkas, namun Tua Usil masih saja berdebardebar dan takut mengendarai burung besar yang
membawanya terbang. Kedua tangannya menggenggam kuat-kuat kain baju Yoga di bagian pundak dengan tubuh gemetar. Yoga tertawa pelan berulang kali
ketika Tua Usil dengan bergetar serukan kata,
"Pelan-pelan saja, Tuan Yo...! Jangan tinggitinggi...!"
Lili sendiri sempat terkikik geli melihat wajah
Tua Usil pucat karena takut melakukan perjalanan


Jodoh Rajawali 12 Pusaka Hantu Jagal di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angkasa nya. Dalam hati, Lili membatin, "Jika terbang serendah ini saja dia
ketakutan, apakah mungkin dia
punya keberanian menghadapi Nyai Kuku Setan nanti?" Dugaan Lili, Tua Usil akan gentar jika melihat
kesepuluh kuku tajam lawannya nanti. Tapi setelah
mereka tiba di tempat, ternyata Tua Usil tidak terlalu
gentar. Hanya masih sedikit gemetar karena perjalanan
angkasanya tadi.
Nyai Kuku Setan tertawa kegirangan melihat
kehadiran Lili bersama Tua Usil dan Pendekar Rajawali
Merah. Dengan lantang ia bertanya, "Siapa di antara kedua lelaki ini yang
membawa Pusaka Hantu Jagal?"
"Aku!" Tua Usil berani menjawab dengan tegas.
Lalu, ia keluarkan pisau pusaka itu dari balik bajunya,
ia cabut dari sarung emasnya dan ia perlihatkan sinar
merah yang mengelilingi pisau tersebut.
"Kau lihat sendiri, aku telah membawa pusaka
yang kau cari, Nyai!" kata Tua Usil dengan berani. Yoga dan Lili menduga,
keberanian itu pasti keberanian
yang dimiliki Ki Pamungkas semasa hidupnya.
"Benar-benar tak disangka kaulah orangnya
yang menyimpan pusaka milik eyang guruku itu! Coba
kuperiksa benda itu!"
Tua Usil segera menarik mundur pisau yang
sudah tak bersarung itu. Ia berkata, "Aku tak mau terkecoh oleh tipu daya mu
itu, Nyai. Bebaskan dulu Resi
Gumarang, baru akan kuserahkan pisau pusaka ini
kepadamu!"
Nyai Kuku Setan menggeram jengkel. Nafasnya
ditarik sebagai penahan luapan amarahnya, matanya
memandang sedikit menyipit menandakan rasa curiga,
yang membuat hatinya bimbang. Lalu, ia perdengarkan
suara, "Apakah kau bisa kupercaya, Pak Tua"!"
"Kalau kau tak percaya padaku, aku pun akan
pergi. Tentang nasib Resi Gumarang itu bukan urusanku!" "Tunggu dulu!" Nyai Kuku Setan tampak khawatir. Hatinya berkata, "Orang
ini agaknya memang
tak punya hubungan apa-apa dengan Gumarang. Kalau dia pergi, semakin susah aku mengejar dan melawannya, karena ia memegang pusaka itu. Sebaiknya
kubebaskan saja tawananku!"
Lalu, ia berkata kepada Tua Usil, "Kalau kau
menipuku, kuhancurkan mereka semua yang ada di
sini, termasuk kedua burung setan itu! Mengerti"!"
Matanya melotot biar kelihatan lebih ganas dan lebih
bersungguh-sungguh dengan ancamannya.
"Baik. Aku setuju dengan perjanjian itu, asal
setelah kau memiliki pusaka ini, jangan ganggu kami
lagi!" "Aku pun setuju dengan perjanjian ini!" kata Nyai Kuku Setan.
Ia segera menghadap Resi Gumarang yang sejak tadi tak berani bergerak sedikit pun itu. Kedua
tangannya terjulur ke depan. Tangan itu segera gemetar, dan sinar merah yang membungkus Resi Gumarang itu segera disedotnya hingga terhisap masuk ke
dalam kedua telapak tangan berkuku runcing itu. Satu
anak buahnya segera mencabut pedang dan menempelkan pedang itu ke leher Resi Gumarang sebagai sikap berjaga-jaga jika terjadi kelicikan yang dilakukan
oleh Tua Usil. Mata Tua Usil melirik Lili, kemudian melirik
anak buah Nyai Kuku Setan yang tinggal tersisa satu
orang dan sedang mengancam Resi Gumarang itu. Lili
sepertinya bisa tanggap dengan lirikan mata Tua Usil.
Tapi ia tetap diam saja tanpa menunjukkan sikap yang
mencurigakan. "Sudah kubebaskan resi peot itu! Sekarang serahkan Pusaka Hantu Jagal itu. Lekas!" bentak Nyai Kuku Setan.
"Ambillah...!" sambil berkata begitu, tiba-tiba tangan kiri Tua Usil yang
memegangi sarung pisau tersebut segera menyentak ke depan. Dari dalam sarung
pisau keluar cahaya biru yang melesat dengan cepatnya bagai cahaya petir. Claaap...! Taaas...!
Cahaya biru itu menghantam perut Nyai Kuku
Setan, membuat perempuan itu mendelik dan tak bisa
bernapas dalam sesaat, tubuhnya sedikit membungkuk. Sementara itu, Lili cepat sentilkan jarinya ke arah pedang yang mengancam
leher Resi Gumarang. Tas...!
Traaang...! Pedang itu patah menjadi dua bagian. Serta-merta Yoga lepaskan pukulan dari tangan kanannya
berupa seberkas sinar merah terang yang menghantam
pinggang orang bersenjata pedang patah itu. Desss...!
Orang tersebut terdorong mundur, dan terlempar masuk ke dalam jurang.
"Aaaa...!" jerit kematian menggema sampai ke
dasar jurang. Jerit kematian itu ternyata bersamaan
dengan suara pekik tertahan dari mulut Nyai Kuku Setan. Suara pekik itu membuat Yoga dan Lili samasama palingkan wajah memandang ke arah Tua Usil.
Mereka terperanjat melihat Tua Usil telah berhasil
menghunjamkan pisau pusaka itu ke lambung Nyai Kuku Setan.
Tubuh perempuan itu bercahaya merah bening, dan
lama-lama cahaya itu berpindah membungkus tubuh
Tua Usil, kejap berikutnya padam. Pisau pun dicabut,
Tua Usil menghembuskan napas lega.
Resi Gumarang yang sejak tadi tetap tenang itu
segera berkata dengan senyum tipis,
"Seluruh ilmu Nyai Kuku Setan telah berpindah
ke. dalam raga Tua Usil. Semakin hebat saja ilmu
orang usil itu...!"
Tua Usil bagaikan baru sadar atas apa yang ia
lakukan itu. Maka dengan wajah takut dan salah tingkah, Tua Usil berkata,
"Saa... saya... saya tak sengaja, Nona Lili!
Sungguh... saya tak sengaja membunuh perempuan
ini.... Maafkan saya, Non Lili. Maafkan saya, Tuan
Yo...!" ia bergegas mendekati Resi Gumarang dan berkata, "Maafkan saya,
Resi...!" Yoga dan Lili hanya memandangi Tua Usil tanpa bisa bicara. Resi Gumarang menepuk-nepuk pundak Tua Usil. "Jaga dirimu untuk tetap berbuat baik dan melawan yang jahat!"
"Ba... baik. Baik, Resi...!"
Ia berpaling memandang Yoga dan Lili, namun
kedua pendekar rajawali itu masih sama-sama tertegun bengong, membuat Tua Usil menjadi semakin salah tingkah. Tapi ia segera ikuti pandangan mata Lili
dan Yoga ke arah tangannya. Dan Tua Usil terkejut setelah melihat, ternyata di kesepuluh jari tangannya telah keluar kuku runcing bagaikan mata pedang, siap
menjadi cakar maut bagi lawannya. Apakah itu pertanda ilmu hitam yang dimiliki Nyai Kuku Setan juga
mengalir dalam diri Tua Usil"
SELESAI Segera menyusul!!
JEJAK TAPAK BIRU
E-Book by Abu Keisel https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 19 Pendekar Mata Keranjang Karya Kho Ping Hoo Seruling Sakti 10

Cari Blog Ini