Ceritasilat Novel Online

Macan Macan Betina 2

Dewa Arak 41 Macan-macan Betina Bagian 2


Belum lagi gema suara itu lenyap, tubuh Dewa Arak dan Melati sudah tidak berada
lagi di situ. Kini, tinggallah Ki Gibar sendirian.
*** 5 Begitu berada di luar kedai, Arya dan Melati kembali mengedarkan pandangan
berkeliling. "Ke mana kita harus mencari pembunuh keji itu, Kang?" tanya Melati. Nada
suaranya menyiratkan kebingungan.
Arya tidak langsung menjawab. Malah ditatapnya wajah Melati sejenak, kemudian
beralih ke kanan dan ke kiri.
"Kita ambil jalan kanan saja, Melati. Karena, jalan itulah yang belum kita
tempuh," kata Arya memberi keputusan.
Melati hanya mengangkat bahu, pertanda menyerahkan keputusan itu sepenuhnya pada Dewa Arak.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, Arya melesat ke arah yang dipilih diikuti Melati
dari belakang. Sesaat kemudian sepasang pendekar muda itu sudah melesat cepat
bagai kilat. Yang terlihat hanyalah dua sosok bayangan ungu dan putih dalam
bentuk tak jelas.
Hanya dalam beberapa kali lesatan saja, tubuh Arya dan Melati tinggal berupa
titik kecil di kejauhan. Semakin lama, semakin kecil. Sampai akhirnya, lenyap
sama sekali. Baru saja tubuh Arya dan Melati lenyap, sesosok
bayangan putih melesat dari balik kerimbunan semak-semak dan pepohonan lebat.
Kemudian, bayangan itu mendarat di tempat Melati dan Arya tadi berdiri.
Sinar rembulan yang terang memperlihatkan kalau
bayangan putih itu ternyata seorang wanita cantik jelita berpakaian putih.
Rambutnya yang berwarna hitam
mengkilat dan panjang, dibiarkan terurai sehingga menambah kecantikannya. Dia
tak ubahnya seorang
bidadari yang tengah turun ke bumi!
Wanita berpakaian putih itu mengarahkan pandangan ke arah Arya dan Melati
lenyap. Agak lama juga dia bertindak seperti itu, sebelum akhirnya melangkah
menuju kedai Ki Gibar.
Tak sampai tiga tindak, wanita berpakaian putih itu telah berada di depan pintu.
Lalu.... Brakkk! Daun pintu itu hancur berantakan mengeluarkan suara hiruk pikuk ketika tangan
wanita berpakaian putih mem-benturnya. Kepingan-kepingan daun pintu kontan berhamburan ke dalam! Luar biasa! Gedoran tangan wanita berpakaian putih itu tak
ubahnya serudukan seekor kerbau liar! Dahsyat bukan kepalang.
Tentu saja suara gaduh itu membuat Ki Gibar yang masih termenung di ruangan
depan, terkejut seperti disengat ular berbisa. Dengan agak kalap, kepalanya
menoleh untuk melihat penyebab suara gaduh itu.
Wajah Ki Gibar kontan berubah hebat ketika melihat daun pintunya hancur
berantakan. Perasaan kaget yang amat sangat mendera hatinya, tapi tidak sebesar
kekagetan yang dialami ketika melihat sosok tubuh di ambang pintu kedainya
"Kau... kau...," desis Ki Gibar kaget seraya bangkit dari kursi. Sepasang
matanya tampak terbelalak lebar
memperlihatkan keterkejutannya.
"Rupanya kau mengenalku, Tua Bangka"!" sambut wanita berpakaian putih itu sambil
tersenyum mengejek.
Wanita berpakaian putih itu melangkah mendekati
disertai tatapan penuh ancaman.
"Tapi agar lebih jelas, kuperkenalkan diriku. Namaku Melati. Tapi, orang-orang
persilatan dulu menjulukiku Dewi Penyebar Maut!" kata wanita berpakaian putih
itu ketika telah melangkah tiga tindak.
"Bohong! Tidak mungkin! Kau bukan Melati!" bantah Ki Gibar keras sambil
melangkah mundur, karena menyadari adanya ancaman maut pada dirinya.
"Apa kau bilang, Keparat"!" desis wanita berpakaian putih yang mengaku sebagai
Melati itu penuh ancaman.
"Kau perempuan keji yang menyamar sebagai Nini Melati!"
Entah mendapat keberanian dari mana. Ki Gibar tanpa takut-takut mengeluarkan
ganjalan hatinya.
"Ooo..." Rupanya kau telah mengetahuinya. Tapi, tak akan kubiarkan kau
menyebarkan berita ini pada orang lain. Kau harus mati, Tua Bangka Bau Tanah!"
Usai berkata demikian, wanita berpakaian putih itu menggerakkan kakinya
Tukkk! Wuttt! Kaki mungil itu menghantam sebuah kursi. Pelan saja kelihatannya, tapi akibatnya
luar biasa. Kursi itu melayang deras ke arah Ki Gibar.
"Aaa...!"
Ki Gibar tak mampu menahan jeritannya ketika melihat kursi melayang deras ke
arahnya. Memang, dia memiliki ilmu silat. Tapi, itu pun hanya sekadarnya saja.
Padahal kursi yang tengah mengancamnya meluruk dalam
kecepatan tinggi.
Meskipun demikian. Ki Gibar masih sempat bertindak menyelamatkan diri.
Disambarnya sebuah ursi yang berada db di dekatnya, kemudian diayunkannya untuk
memapak kursi yang tengah mengancamnya.
Brakkk! Kursi yang berada di tangan Ki Gibar langsung hancur berantakan ketika benturan
itu terjadi. Bukan hanya itu saja. Tubuh laki-laki pendek gemuk itu kontan
terhuyung-huyung ke belakang. Kedua tangannya terkulai di sisi pinggang.
Sambungan tulang pangkal lengan Ki Gibar telah terlepas saking kuatnya tenaga
dalam yang terkandung dalam sambaran kursi.
Hebatnya, meskipun perasaan nyeri dan sakit akibat benturan kursi itu menggigitgigit, Ki Gibar mampu menahan jeritannya.
"Hi... hi... hi...!"
Wanita berpakaian putih itu tertawa mengikik. Dan masih dengan tawa yang belum
lenyap, dia melompat memburu Ki Gibar. Tangan kanannya yang terkembang membentuk
cakar, meluncur ke arah dada.
Ki Gibar hanya bisa membelalakkan mata melihat maut yang siap mengancamnya.
Disadari kalau serangan itu tidak mampu dielakkannya. Saat itu, tubuhnya tengah
terhuyung huyung ke belakang. Tambahan lagi, kedua tangannya telah tidak bisa
dipergunakan lagi. Dan kini yang dapat dilakukannya hanya menanti datangnya
maut! Jrebbb! "Aaakh...!"
Kali ini, Ki Gibar tidak bisa menahan teriakannya begitu jari-jari tangan wanita
berpakaian putih itu amblas ke dadanya. Darah segar kontan muncrat-muncrat dari
bagian yang terluka.
Sepasang mata Ki Gibar terbelalak lebar ketika
meregang maut. Kedua kakinya tampak menggigil keras.
Dan ketika wanita berpakaian putih itu menarik kembali tangannya, tubuh pemilik
kedai yang malang itu ambruk di tanah!
"Hi hi hi...!"
Wanita berpakaian putih itu tertawa mengikik.
Ditatapnya tubuh Ki Gibar yang sudah tidak bergerak lagi di lantai. Dan tibatiba dia berdiri diam. Hal itu dilakukannya karena mendengar adanya suara
langkah kaki menuju ke tempatnya. Dan memang, dugaannya sama sekali tidak meleset. Di ambang pintu yang menjadi penghubung antara bagian dalam dan kedai, tahutahu muncul seorang wanita setengah baya berpakaian jingga.
"Kang Gibar...!" jerit wanita berpakaian jingga ketika melihat tubuh Ki Gibar
tergeletak di lantai bermandikan darah. Seiring keluar jeritannya, wanita itu
memeluk ke arah tubuh Ki Gibar berada.
Sementara, wanita berpakaian putih masih berdiri tak jauh dari situ dengan kedua
tangan berlumur darah.
"Kang Gibar! Kang...! Jangan tinggalkan aku, Kang...,"
rintih wanita berpakaian jingga, penuh kesedihan.
Wanita berpakaian jingga itu terus saja menangis sesenggukan sambil memeluki
tubuh Ki Gibar, yang tidak lain suaminya sendiri. Sama sekali tidak dipedulikan
lagi keberadaan wanita berpakaian putih itu. Padahal secara pasti diketahuinya
kalau wanita itu pembunuh suaminya.
Tapi, sikap wanita berpakaian jingga itu sama sekali tidak menimbulkan kemarahan
wanita berpakaian putih.
Bahkan seulas senyum licik malah terhias di mulutnya.
Lalu sambil memperdengarkan suara tawa yang
menggiriskan hati, wanita berpakaian putih itu melesat keluar!
*** Setibanya di luar kedai, wanita berpakaian putih itu melesat menempuh arah yang
berlawanan dengan arah yang ditempuh Dewa Arak dan Melati. Ilmu meringankan
tubuhnya ternyata sangat tinggi. Sehingga, kedua kakinya terlihat seperti tidak
menapak tanah ketika berlari.
Rupanya, wanita berpakaian putih itu memang tidak ingin diketahui orang.
Buktinya jalan yang dipilihnya adalah tempat tempat sepi, semak-semak, dan
pepohonan. Entah betapa lama berlari, wanita berpakaian putih itu sama sekali tidak
mempedulikannya. Tapi, terhadap sesosok tubuh yang tahu-tahu berdiri dalam jarak
enam tombak di hadapannya, dia tidak bisa bersikap tak peduli.
Karena sadar kalau sosok tubuh yang berdiri di
hadapannya sengaja menghadang jalan, wanita
berpakaian putih itu memperlambat larinya. Meskipun demikian, pandangan matanya
tetap diarahkan ke depan.
Kemudian larinya dihentikan sama sekali ketika telah berjarak tiga tombak dari
si penghadang. "Siapa kau"! Mengapa menghadang jalanku"!"
Wanita berpakaian putih itu mengajukan pertanyaan sambil memperhartikan sosok
tubuh yang berdiri di hadapannya. Dia mengenakan sebuah caping di kepalanya.
Pakaian berwarna biru membungkus tubuhnya yang
ramping. Menilik dari potongan tubuhnya, wanita
berpakaian putih itu tahu kalau penghadangnya seorang wanita.
"Kau tidak periu tahu siapa aku! Yang jelas, aku tidak rela kalau Melati sampai
tewas di tangan orang lain. Melati harus tewas di tanganku! Kau dengar"! Melati
harus mati di tanganku! Tapi, tindakanmu membuat segalanya menjadi kacau! Melati
menjadi orang buruan! Kau harus diberi pelajararan atas kelancangan sikapmu
ini!" Ketus dan tajam ucapan yang keluar dari mulut si penghadang yang tidak lain
orang yang telah menyerang Melati di sungai.
Wanita berpakaian putih terkejut bukan kepalang
mendengar ucapan itu, karena mengandung pengertian kalau penyamarannya sebagai
Melati telah diketahui.
Entah bagaimana, wanita berpakaian biru itu mengetahuinya. Yang jelas, wanita
berpakaian putih tidak ingin memikirkannya.
"Rupanya kau seorang wanita juga, heh"! Lancang benar mulutmu! Rupanya kau ingin
cepat-cepat menghadap malalkat maut"! Baik! Permintaanmu kupenuhi!
Hih!" Wanita berpakaian putih itu membuka serangannya
dengan sebuah tendangan terbang. Langsung diterjangnya wanita berpakaian biru
itu sambil melancarkan tendangan kaki kanan.
Wuttt..! Serangan wanita berpakaian putih itu mengenai tempat kosong begitu lawannya
terlebih dahulu melempar tubuh ke belakang dan bersalto beberapa kali di udara.
Jleggg! Begitu wanita berpakaian biru itu mendarat, Melati palsu juga mendarat pula.
"Rupanya kau lihai juga, Keparat! Pantas kau berani mencoba melenyapkan Melati!
Aku tahu, alasan yang men-dorongrnu! Kau ingin mendapatkan cinta Dewa Arak!"
"Tutup mulutmu!" jerit wanita berpakaian biru itu keras.
Dan seiring keluarnya ucapan itu, diterjangnya wanita berpakaian putih dengan
tinju kanan meluncur cepat ke arah dada.
Wukkk! Deru angin keras yang mengiringi, menjadi pertanda kuatnya tenaga dalam yang
terkandung dalam serangan itu. Tapi, wanita berpakaian putih itu tidak gugup
karena-nya, dan tetap bersikap tenang. Bahkan sambil mengeluarkan dengus bernada
ejekan, serangan lawan dipapaknya dengan tinju kanan pula.
Dukkk! Benturan dua tangan yang sama-sama ditopang tenaga dalam tinggi tidak bisa
dielakkan lagi. Keras bukan kepalang suara yang timbul, seakan-akan dua batang
logam keras yang berbenturan.
"Ikh...!"
Wanita berpakaian putih meringis kesakitan. Tubuhnya terhuyung-huyung tiga
langkah ke belakang. Sedangkan lawannya hanya dua langkah. Rupanya tenaga dalam
wanita berpakaian biru itu masih lebih unggul daripadanya.
Wanita berpakaian biru yang sudah meluap-luap
amarahnya, tidak bertindak hanya sampai di situ saja.
Begitu kekuatan yang membuat tubuhnya terhuyunghuyung telah berhasil dipatahkan, kembali dilancarkannya serangan susulan.
Tapi, Melati palsu ternyata bukan lawan yang mudah dapat ditundukkan. Serangan
susulan itu berhasil dielakkannya. Bahkan mampu membalas dengan
mengirimkan serangan tak kalah dahsyat. Maka,
pertarungan sengit antara kedua tokoh yang sama-sama wanita dan penuh rahasia
ini jadi berlangsung sengit.
Baik Melati palsu maupun wanita berpakaian biru
mengerahkan seluruh kemampuan masing-masing. Mereka sama-sama bisa menilai satu
sama lain amat tangguh.
Apabila bertindak setengah-setengah, nyawalah taruhan-nya. Hasilnya, suasana
malam yang semula sepi berganti gaduh. Deru angin mencicit mendem, dan mengaung
yang timbul akibat setiap gerakan kedua wanita itu menghiasi jalannya
pertarungan. Gerakan Melati palsu dan wanita berpakaian biru yang sama-sama
cepat membuat tubuh mereka lenyap bentuknya. Kini yang terlihat hanyalah dua
sosok bayangan putih dan biru yang saling belit, tapi terkadang saling pisah.
Di jurus-jurus awal, pertarungan berlangsung seimbang.
Masing-masing pihak hampir saling berganti melancarkan serangan. Meskipun
memang, wanita berpakaian biru lebih banyak melakukan serangan.
Namun ketika pertarungan menginjak jurus kelima
puluh, mulai tampak keunggulan wanita berpakaian biru itu. Perlahan-lahan lawan
tampak berhasil terdesak. Hal itu tetjadi karena kecerdikan wanita berpakaian
biru. Dia sadar, tenaga dalamnya di atas lawannya. Maka diper-gunakannya
keunggulan itu untuk mendesak Melati palsu.
Memang, hanya ilmu tenaga dalam wanita berpakaian biru lebih unggul. Sedangkan
dalam ilmu meringankan tubuh, tingkatan mereka berimbang.
Wanita berpakaian biru tahu keunggulannya dalam hal tenaga itu. Maka dia
berusaha sekuat tenaga agar terjadi benturan tenaga dalam antara mereka.
Disadari kalau hal itu terjadi, dia mendapat keuntungan.
Wanita berpakaian putih tentu saja mengetahui
maksud lawannya. Maka sekuat tenaga dia berusaha menghindari benturan tangan.
Tidak heran, serangan wanita berpakaian biru selalu dielakkannya.
Sedikit demi sedikit, serangan-serangan Melati palsu semakin berkurang. Bahkan
lebih banyak mengelak. Untuk menangkis pun, jarang dilakukan.
Sedangkan wanita berpakaian biru semakin menggebu-gebu dalam melancarkan
serangan. Wanita berpakaian putih itu sadar, keadaan sangat tidak menguntungkan bagi
dirinya. Tampak lawan terlalu tangguh untuknya. Kalau dipaksakan, jelas akan
merugikan diri sendiri .Jadi, dia harus berbuat sesuatu. Maka, benaknya kini
diputar. "Haaat..!"
Di jurus ketujuh puluh tujuh, wanita berpakaian biru mengirimkan tendangan lurus
ke arah perut. Wuttt! "Hih!"
Melati palsu segera melempar tubuh ke belakang,
sehingga serangan itu hanya mengenai tempat kosong.
Dan pada saat yang bersamaan dengan tindakan
penyelamatan diri itu, kedua tangannya dimasukkan ke balik baju. Tapi hanya
sebentar saja, karena sesaat kemudian telah keluar kembali dan langsung
dikibaskan. Sing, sing, sing...!
Suara berdesing nyaring terdengar seiring kibasan tangan wanita berpakaian putih
itu. Sinar-sinar menyilaukan mata langsung tampak, berbarengan meluncurnya
beberapa benda berkilat ke arah wanita berpakaian biru.
"Ahhh...!"
Pekik tertahan bernada keterkejutan terdengar dari mulut wanita berpakaian biru
ketika melihat benda-benda berkilat yang tak lain pisau terbang, meluncur ke


Dewa Arak 41 Macan-macan Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

arahnya. Semuanya berjumlah lima buah. Dan hebatnya luncuran itu membentuk segi lima!
Kalau bukan ahlinya, tak akan mungkin bisa berbuat seperti itu. Bahkan wanita
berpakaian biru pun yakin, kalau tidak akan mampu mengirimkan serangan pisau
seperti itu. Tahu akan berbahayanya serangan ini, wanita berpakaian biru tidak berani bertindak gegabah. Terpaksa maksudnya semula
dibatalkan. Lalu segera pedangnya dicabut dan langsung diputar-putar di depan
dada. Trang, trang, trang!
Beradunya pedang dan pisau pisau terdengar bertubi-tubi. Bunga-bunga api
memercik ke sana kemari, ketika pisau-pisau milik Melati palsu berpentalan tak
tentu arah. Dan kesempatan baik ini dipergunakan wanita berpakaian putih itu untuk melarikan
diri begitu lawannya berhasil menangkisi pisau-pisaunya.
Sementara wanita berpakaian biru sama sekali belum menyadari tindakan lawannya.
Dan begitu sadar, dia langsung melesat ke arah Melati palsu melesat.
Dan usaha wanita berpakaian biru itu ternyata sia-sia, karena telah kehilangan
jejak. Dengan pedang masih tercekal di tangan, pandangannya beredar berkeliling.
Tapi yang dijumpainya hanya pepohonan dan semak semak.
Tidak terlihat seorang pun yang tengah berlari.
"Hhh...!"
Wanita berpakaian biru menghela napas berat
kemudian melesat meninggalkan tempat itu. Dia tahu, tidak ada gunanya meneruskan
pengejaran terhadap lawannya. Salah-salah dia sendiri yang tewas terbokong.
*** 6 "Hhh...!" Melati menghembuskan napas kesal. "Kurasa, pencarian kita kaki ini
cukup, Kang. Mungkin wanita siluman itu sudah tidak di sini. Atau..., malam ini
dia tidak menyebar maut'"
Arya menghentikan lari karena Melati tampak lelah.
Gadis berpakaian putih itu kini sudah menyandarkan punggungnya pada sebatang
pohon. Sikapnya terlihat lesu sekali. Arya pun bergegas menghampiri.
"Mungkin dugaanmu benar, Melati. Pencarian kita telah cukup. Lebih baik, kita
kembali." Usai berkata demikian, Arya mengulapkan tangannya.
Maka, Melati pun mendekati. Kemudian dengan bergandengan tangan, sepasang pendekar muda ini
meninggalkan tempat itu. Arya dan Melati melangkah lambat-lambat, tidak tergesagesa seperti sebelumnya.
Belum berapa jauh meninggalkan tempat semula,
Melati mendengar suara bisikan di telinganya. Suara Arya, kekasihnya.
"Ada orang yang tengah menuju kemari, Melati. Tapi bersikaplah tenang saja,
seakan-akan kita tidak tahu kedatangannya."
Melati tidak membantah, dan langsung bersikap
seolah-dah tidak mengetahui akan hadirnya seseorang.
Meskipun demikian, pendengarannya dipasang setajam mungkin.
"Aku tidak mendengar suara yang kau maksud, Kang,"
kata Melati, dengan suara berbisik.
"Pendatang ini memang lihal, Melati."
Hanya itu yang dikatakan Arya. Dan Melati yang tahu gelagat, sengaja tidak
mengajukan pertanyaan lagi.
Sekarang mereka melanjutkan langkah tanpa bisik-bisik lagi.
Tapi baru beberapa tindak melangkah, terdengar
bentakan dari belakang.
"Melati! Manusia terkutuk! Hendak kabur ke mana kau"!"
Sekitar tempat itu langsung bergetar hebat. Memang, bentakan itu keras bukan
main karena di keluarkan lewat pengerahan tenaga dalam tinggi.
Belum juga gema bentakan itu lenyap, sesosok
bayangan berkelebat cepat melewati samping kanan Arya dan Melati.
Jliggg! Arya dan Melati menatap ke arah sosok bayangan yang kini telah berdiri di depan.
Sosok tubuh itu ternyata seorang kakek bertubuh pendek dan berpakaian penuh
tambalan. Sebatang tongkat besi berujung runcing tampak tergenggam di tangannya.
Rentetan gelang-gelang baja yang melingkari pergelangan tangannya, bisa
diketahui kalau kakek pendek itu berasal dari Perkumpulan
Pengemis Gelang Terbang.
Arya yang tidak ingin terjadi kesalahpahaman, segera melangkah maju.
"Siapakah kau, Ki" Mengapa berkata seperti itu?" tanya Arya dengan suara
ditekan. Tampak jelas kalau pemuda berambut putih keperakan itu tengah dilanda amarah.
Dan memang, Arya senantiasa marah setiap kali ada orang yang menghina
kekasihnya. "Aku Gumpala, Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang. Kau, Dewa Arak bukan?"
kakek pendek itu malah balik bertanya.
Arya menganggukkan kepala, membenarkan dugaan
Gumpala. Pemuda berambut putih keperakan itu masih memberi tanggapan, sekalipun
Ketua Perkumpulan
Pengemis Gelang Terbang mengajukan pertanyaan tanpa rasa hormat sedikit pun.
"Kurasa, kau tidak perlu lagi mengajukan keheranan atas ucapan yang kukeluarkan
tadi terhadap wanita liar ini!" tuding Gumpala pada Dewa Arak.
"Tutup mulutmu, Ki! Cabut kembali ucapan mu! Atau..., aku terpaksa mengusirmu
dari sini dengan kekerasan!"
Keras dan bergerar sekali ucapan Dewa Arak. Hal ini menjadi pertanda kalau
pemuda berambut putih
keperakan itu tengah dilanda kemarahan menggelegak.
Raut wajahnya yang merah padam dan tarikan wajahnya yang membesi, semakin
memperjelas gambaran perasaan yang tengah berkecamuk.
"Ha... ha.. ha...!"
Gumpala malah tertawa bergelak.
"Kau kira aku termasuk orang yang bisa kau gebrak, Dewa Arak"! Lucu, lucu
sekali! Orang lain boleh takut dengan nama besarmu! Tapi aku bukan orang semacam
mereka! Kau keliru bila menyangka akan bisa
menggertakku, Dewa Arak!"
Terdengar suara bergemeretak dari mulut Dewa Arak.
"Jadi..., apa maumu, Ki?" tanya Arya dengan suara bergetar karena amarah yang
melanda. "Murid-murid Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang telah menceritakan kegagalan
mereka menangkap kawanmu ini! Maka, kuputuskan untuk menangkapnya sendiri.
Aku yang akan menghukum wanita siluman yang telah terlalu banyak membuat
kekacauan ini!"
Lantang dan penuh semangat ucapan Ki Gumpala. Itu pun masih ditambah lagi dengan
tudingan jari telunjuknya terhadap Melati.
Dewa Arak tersenyum pahit.
"Kau keterlaluan, Ki! Sikapmu sudah kelewatan! Kau tidak memberiku pilihan
lain!" "Kedatanganku kemari untuk menangkap kawanmu itu, Dewa Arak! Siluman betina yang
telah banyak menyebar bencana. Dan bukan untuk mengadu mulut denganmu!"
Setelah berkata demikian, Ki Gumpala langsung
menerjang Melati. Tangan kanannya yang berbentuk cakar segera disampokkan ke
arah pelipis Melati. Cepat dan tidak terduga-duga gerakannya.
"Hey..."!"
Dewa Arak berseru kaget. Tapi hanya itu yang bisa dilakukannya karena serangan
Ketua Perkumpulan
Pengemis Gelang Terbang begitu cepat, dan tidak keburu ditangkisnya.
Namun Melati pun bukan orang lemah. Melihat
ancaman datang ke arahnya dia pun bertindak cepat.
Tangan kirinya cepat menangkis, dengan arah gerakan dari dalam keluar.
Wuttt! Dukkk! "Ikh...!"
Seruan kaget bercampur kesakitan keluar dari mulut Melati ketika tangannya
berbenturan dengan tangan Ki Gumpala. Tulang-tulang tangannya terasa sakit dan
ngilu. Bahkan tubuhnya terhuyung tiga langkah ke belakang, sementara lawannya hanya
terhuyung dua langkah. Jelas, tenaga Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang
itu lebih kuat darinya.
Ki Gumpala sama sekali tidak memberi kesempatan
pada Melati untuk memperbaiki keseimbangannya.
Kembali dilancarkannya serangan pada gadis berpakaian putih itu, dengan tangan
kiri. Tangan yang juga berbentuk cakar itu meluncur ke arah ubun-ubun dengan
arah gerakan dari atas ke bawah.
Melati yang melihat bahaya maut itu sudah bersiap-siap bertindak. Tapi, Dewa
Arak bergegas melesat menotong Melati. Arya memang khawatir sekali atas
keselamatan kekasihnya. Telah dilihatnya sendiri kehebatan Ki Gumpala.
Dewa Arak memapak serangan cakar Ki Gumpala
dengan menggunakan ilmu 'Sepasang Tangan Penakluk Naga'. Pemuda berambut putih
keperakan ini mengerahkan seluruh tenaga dalamnya, karena telah menyaksikan
sendiri kekuatan tenaga dalam lawan.
Prattt! Benturan keras seperti ada dua batang logam kuat beradu, terdengar ketika dua
buah tangan yang sama-sama dialiri tenaga dalam tinggi terjadi. Akibatnya tubuh
Ki Gumpala terhuyung-huyung sejauh empat langkah.
Sedangkan Dewa Arak hanya terhuyung dua langkah.
Tapi hasil benturan itu tidak menjadikan Ketua
Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang gentar. Begitu telah berhasil mematahkan
kekuatan yang membuat
tubuhnya terhuyung, kembali diserangnya Dewa Arak.
Maka pertarungan sengit pun tidak bisa dielakkan lagi.
Ki Gumpala rupanya tidak bertindak setengahsetengah. Seperti juga terhadap Melati, pada Dewa Arak pun selalu dikirimkan
serangan-serangan ke arah bagian yang mematikan. Jelas, maksudnya adalah untuk
membunuh pendekar muda yang telah mengukir nama besar itu. Tapi, semua serangan
itu dapat dikandaskan Dewa Arak tanpa menemui kesulitan. Bahkan beberapa kali
tubuh lawan terhuyung-huyung. Hal itu terjadi ketika tangan atau kaki mereka
berbenturan. Menggiriskan bukan kepalang pertarungan yang terjadi.
Suara mencicit dari udara yang terobek menyemaraki pertarungan. Bahkan daun-daun
sampai berguguran dari tangkai pohon ketika tersambar angin serangan mereka.
Semula, pertarungan berjalan cukup seimbang. Kedua belah pihak saling ganti
berganti melancarkan serangan.
Beberapa kali Ki Gumpala tampak terhuyung-huyung, tapi hanya berlangsung sekejap
saja. Kakek pendek itu langsung meluruk kembali ke arah lawannya begitu telah
berhasil memperbaiki keadaannya.
Ketika pertarungan mengjnjak jurus ketujuh puluh, mulai tampak keunggulan Dewa
Arak. Perlahan tapi pasti, pendekar muda yang menggemparkan dunia persilatan itu
mulai bisa menekan lawannya. Malah, Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang
kini mulai main mundur.
Serangan-serangan yang dilancarkannya mulai berkurang.
Bahkan lebih banyak mengelak. Menangkis pun hanya sesekali saja dilakukan,
karena hanya akan merugikan dirinya. Ki Gumpala pun sadar kalau keadaan seperti
itu tetap dipertahankan dia akan roboh di tangan Dewa Arak. Siasat bertarungnya
harus dirubah, kalau masih kepingin melenyapkan Dewa Arak!
Pikiran seperti ini membuat Ketua Perkumpulan
Pengemis Gelang Terbang memutar otaknya, untuk mencari jalan keluar dari keadaan
terhimpit itu. Dan tugas seperti itu tidak terlalu lama baginya.
"Haaat...!"
Diawali sebuah teriakan nyaring yang membuat seluruh tempat itu bergetar hebat.
Ki Gumpala mengibaskan kedua tangannya. Hal itu dilakukannya sambil bergerak
mundur, karena tekanan-tekanan Dewa Arak yang terlalu kuat.
Sing, sing, sing...!
Suara berdesing keras terdengar ketika gelang-gelang baja yang berada di
pergelangan tangan Ki Gumpala meluncur ke arah Dewa Arak. Tidak hanya satu, tapi
enam buah! Dewa Arak tidak berani bertindak gegabah. Disadarinya kalau gelang-gelang baja
yang dilemparkan Ketua
Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang itu tidak bisa dibuat main-main. Gelanggelang itu terlalu riskan bila ditangkis dengan tangan kosong.
Karena untuk mengambil senjata andalan sudah tidak mungkin lagi, Dewa Arak
memutuskan untuk mengelak.
Segera dibatalkannya serangan susulan yang akan
dilancarkan, kemudian tubuhnya dibanting ke tanah.
"Ha ha ha...! Sekarang rasakan kehebatan senjataku ini, Dewa Arak!"
Sambil tertawa terbahak-bahak, Ki Gumpala kembali mengibaskan kedua tangannya.
Maka, gelang-gelang baja putih miliknya kembali meluncur ke arah Dewa Arak.
Jelas, kakek pendek ini tidak sudi memberi kesempatan bagi lawan untuk
memperbaiki keadaan.
Hebatnya, begitu gelang-gelang yang diluncurkan
belakangan melesat, gelang-gelang yang meluncur lebih dulu dan berhasil
dielakkan Dewa Arak, membalik ke arahnya. Cepat-cepat Ki Gumpala menangkapnya.
Mudah dan enak saja hal itu dilakukannya.
Dewa Arak yang tengah sibuk menggulingkan tubuh di tanah, tentu tidak melihat
tindakan Ki Gumpala. Tapi, tidak demikian halnya Melati. Gadts berpakaian putih
ini melihat secara jelas ketika Ki Gumpala menangkap gelang-gelang bajanya yang
meluncur balik. Kini Melati mengerti, mengapa perkumpulan pengemis itu berani
menamakan dirinya Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang. Ternyata, gelang-gelang
yang merupakan senjata andalan itu benar-benar bisa terbang!
Tapi, Melati tidak bisa berlama-lama larut dalam kekaguman. Segera perhatiannya
dialihkan pada Dewa Arak. Tampak Arya tengah bergulingan di tanah, sementara
guci araknya telah terpegang di tangan. Dan ketika gelang-gelang itu meluncur
dekat, langsung dipapaknya dengan ayunan guci!
Klang, klang! Cappp...!
Sebagian gelang-gelang baja itu tertangkis guci dan berpentalan tak tentu arah.
Sedangkan sebagian lagi menancap di tanah, karena tubuh Dewa Arak sudah tidak
berada di situ lagi.
"Hup!"
Begitu telah tegak berdiri di tanah, Dewa Arak segera menuangkan arak ke
mulutnya. Gluk... gluk....gluk.
Suara tegukan terdengar ketika arak itu melewati tenggorokan Dewa Arak dalam
perjalanannya menuju ke perut. Sesaat kemudian, tubuh pemuda berambut putih
keperakan itu oleng karena kedua kakinya sudah tidak bisa berdiri tegak lagi di
tanah. Bisa ditebak, Dewa Arak telah siap menggunakan ilmu 'Belalang Sakti'
andalannya. Baru Juga Dewa Arak menjauhkan guci itu dari mulutnya, serangan-serangan gelang
Ki Gumpala kembali melayang ke arahnya disertai suara mengaung keras.
Tapi, hanya dengan langkah terhuyung-huyung, yang merupakan ciri khas Jurus
'Delapan Langkah Belalang', Dewa Arak berhasil mengkandaskan semua serangan.
Ki Gumpala yang merasa penasaran bukan kepalang, tidak tinggal diam dan terus
menghujaninya. Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang ini sama sekali tidak
memberi kesempatan lawan untuk mendekat.
Gelang-gelang bajanya bertubi-tubi meluncur ke arah Dewa Arak. Ki Gumpala
sengaja memaksa Dewa Arak untuk mengadakan pertarungan dalam jarak jauh, karena
menguntungkan pihaknya.
*** Melati menyaksikan dengan penuh perhatian jalannya pertarungan. Sekejap pun
sepasang matanya tidak
berkedip. Mendadak.... "Melati!"
Panggilan keras yang lebih menyerupai bentakan
membuat gadis berpakaian putih itu membalikkan
tubuhnya ke belakang, tempat suara berasal. Seketika, Melati kaget bercampur
gembira ketika mengenali orang yang telah memanggilnya.
"Syukur kau datang, Keparat! Memang, sudah lama aku mencari-carimu!" ucap
Melati, gembira.
Pemilik suara itu ternyata wanita berpakaian biru, orang yang telah menyerang
Melati di sungai! Betapa Melati tidak menjadi gembira" Dia memang tengah
mencari-cari wanita berpakaian biru itu, untuk mengetahui kebenaran dugaannya.
Benarkah wanita berpakaian biru itu yang menjadi pelaku pembunuhan berantai yang
telah membuat nama nya tercemar"
"Aku pun sudah lama menunggu kesempatan ini, Wanita Tak Tahu Malu! Sekarang,


Dewa Arak 41 Macan-macan Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terimalah kematianmu!"
Srattt! Sinar terang berkeredep ketika wanita berpakaian biru itu mencabut pedangnya.
Telah dirasakannya sendiri kelihaian Melati. Maka, tanpa ragu-ragu lagi
kemampuan tertingginya dikeluarkan.
"Hih!"
Wanita berpakaian biru itu melompat ke atas,
kemudian menukik ke arah Melati. Pedangnya langsung diluncurkan ke arah ubunubun lawannya. Menggiriskan sekali serangan gadis berpakaian biru itu, karena
mengingatkan orang akan burung garuda yang tengah meluruk menerkam mangsa.
Tapi, Melati yang juga sudah mengetahui kelihaian lawan tidak menjadi gugup.
Apalagi, memang sudah bersiap siaga sejak tadi. Maka begitu serangan meluncur
tiba, buru-buru kakinya melangkah mundur sambil memutar-mutarkan pedang di atas
kepala seperti baling-baling.
Wung, wung, wung,..!
Suara menggerung keras seperti ada naga murka terdengar ketika Melati memutar
pedangnya laksana baling-baling. Tampaknya, gadis berpakaian putih ini telah
menggunakan 'Ilmu Pedang Seribu Naga' andalannya.
Trang, trang, trang!
Bunga bunga api memercik ke udara ketika dua batang pedang berbenturan keras.
Sehingga, telinga kontan berdengung cukup nyaring.
Tubuh Melati terhuyung dua langkah ke belakang
akibat benturan itu. Sedangkan lawannya terpental kembali ke atas.
Jliggg! Begitu wanita berpakaian biru itu mendarat, Melati berhasil pula memperbaiki
keseimbangannya. Mereka saling berpandangan sejenak, sebelum saling terjang
kembali. Tidak tertihat secara jelas, siapa di antara mereka yang lebih dulu menerjang.
Yang jelas, sesaat kemudian kedua wanita sakti ini sudah terlibat pertarungan
sengit. Hasilnya, kini di tempat itu terdapat dua kancah pertarungan. Pertarungan antara
Dewa Arak menghadap Ki Gumpala, dan antara Melati menghadapi wanita berpakaian
biru. Dan kedua pertarungan itu sama-sama berlangsung sengit!
Sementara itu, Dewa Arak harus berjuang keras agar bisa memaksa lawannya
bertarung dalam jarak dekat. Hal itu terjadi, karena Ki Gumpala tidak ingin
pertarungan berlangsung dalam jarak dekat. Dan bila hal itu terjadi, keampuhan
gelang-gelang bajanya akan pupus!
Hasilnya, pertarungan yang terjadi berlangsung cukup aneh. Dewa Arak yang
berusaha keras mendekati Ki Gumpala, tapi selalu kandas. Karena, kakek pendek
itu selalu mencegahnya. Terkadang gerak maju Dewa Arak dihambat dengan lemparan
lemparan gelang terbangnya.
Tapi jika hal itu sudah tidak memungkinkan lagi, Ki Gumpala melompat mundur
untuk menjauhkan diri.
Hasilnya, jarak antara mereka tetap tidak berubah. Sampai belasan jurus, hal itu
tetap berlangsung. Berarti, sekian lama itu pula Dewa Arak berada di pihak yang
diserang. Apalagi, sejak tadi pemuda berambut putih keperakan itu belum melancarkan
serangan balasan sama sekali!
Sebenarnya kalau Dewa Arak mau, bisa saja melancarkan serangan balasan meskipun
jarak antara mereka terpisah jauh. Dewa Arak bisa menggunakan jurus 'Pukulan
Belalang'nya. Tapi apabila hal itu dilakukan, nyawa Ketua Perkumpulan Pengemis
Gelang Terbang akan terancam!
Jurus 'Pukulan Belalang' tidak pernah gagal mencabut nyawa caIon korbannya,
apabila mengenai sasaran.
Tak terasa pertarungan antara Ki Gumpala melawan Dewa Arak telah memasuki jurus
keseratus empat puluh.
Dan selama itu, pertarungan masih berlangsung sengit.
*** 7 Di kancah pertarungan lain. Melati pun tengah berjuang keras untuk bisa
menaklukkan lawan. Tapi, tetap saja dia kerepotan. Wanita berpakaian biru itu
terlalu tangguh untuk cepat bisa dirobohkan. Permainan pedangnya tidak di bawah
permalnan pedang Melati. Padahal, Melati telah menggunakan 'Ilmu Pedang Seribu
Naga'. Patut diakui, ilmu pedang wanita berpakaian biru hebat bukan kepalang. Meskipun
demikian, ada perbedaan yang menyolok dalam permainan pedang mereka. Kehebatan
ilmu pedang Melati bertumpu pada kekuatan dan
kecepatan serangan. Jadi, setiap serangan yang dilancarkan mengandung pengerahan
tenaga dan kemampuan
sampai ke puncak. Gerakan pedang Melati mengingatkan orang akan badai yang
tengah mengamuk!
Hal seperti itu tidak terdapat pada permainan pedang wanita berpakaian biru.
Permainan pedangnya tidak menunjukkan adanya kekuatan dahsyat. Tidak terdengar
adanya suara menderu-deru keras seperti gerakan Melati.
Gerakan pedang wanita berpakaian biru terlihat cepat dan hampir tak mengeluarkan
suara. Gerakannya mirip kilat. Tidak nampak adanya akibat pada tempat yang
dilewati, kecuali bila menghantam sasaran. Suatu kedahsyatan tersembunyi! Hanya
orang yang berhadapan langsung yang akan merasakannya! Dan ini dialami Melati.
Karena masing-masing pihak memiliki ilmu pedang
yang dahsyat, pertarungan jadi berlangsung seimbang.
Sampai lebih dari sembilan puluh jurus, tetap saja tidak terlihat adanya tandatanda yang akan keluar sebagai pemenang. Kedua belah pihak masih saling berganti
melancarkan serangan.
Keadaan di sekitar pertarungan memang sulit
digambarkan. Betapa tidak! Baru angin serangannya saja, sudah cukup membuat
cabang-cabang pohon yang tidak begitu besar putus dari batangnya.
Akibat yang terjadi tidak hanya pada suasana di sekitarnya, juga pada tempattempat berpijak. Tanah langsung berantakan! Sebagian besar terbongkar di sanasini. Akibatnya, debu pun mengepul tinggi ke udara.
Seperti juga pada pertarungan antara Dewa Arak
dengan Ki Gumpala, pertempuran antara Melati menghadapi wanita berpakaian biru
jadi bergeser dari tempat semula. Hanya saja, arah geseran mereka semakin
menjauhi kancah pertarungan antara Dewa Arak dan Ki Gumpala.
"Haaat...!"
Pada Jurus keseratus tiga, wanita berpakaian biru itu melompat tinggi ke atas.
Ketika telah mencapai ketinggian dua tombak, luncuran tubuhnya terhenti, karena
tenaga luncuran ke atas sudah tidak ada lagi. Dan saat itulah tubuhnya berbalik.
Kini, kepalanya berada di bawah dan kedua kakinya di atas. Jari-jari kedua
tangannya disatukan sewaktu menggenggam pedang. Dan kedua tangan itu terjulur
lurus ke bawah, sehingga kedudukan tubuh wanita berpakaian biru itu tegak lurus.
Dalam kedudukan seperti itu, tubuh wanita berpakaian biru meluncur turun ke arah
Melati yang tepat berada di bawahnya. Yang lebih mengerikan lagi, dalam keadaan
seperti itu, tubuhnya berpusing seperti gasing.
Melati terkejut bukan kepalang. Disadari betapa
berbahayanya serangan ini. Dia ingin mengelak, tapi ternyata tidak mampu!
Sepertinya, ada sebuah kekuatan tak nampak yang membuat tubuhnya terpaku! Apakah
kekuatan itu timbul karena wanita berpakaian biru melancarkan serangan"
Memang, Melati telah mendengar dari Dewa Arak
mengenai ilmu yang membuat lawan tidak mampu bergerak. Dewa Arak memang pernah
menghadapinya. Bahkan bukan hanya membuat tidak bisa bergerak, tapi juga mengalami kesulitan
bernapas. Tokoh yang memiliki ilmu itu adalah Jaranta. Dan bernama ilmu 'Tangan
Delapan Penjuru Angin' (Untuk jelasnya, silakan baca serial Dewa Arak dalam
episode "Rahasia Syair Leluhur") Melati tahu, hanya ada satu jalan bagi dirinya
untuk menyelamatkan nyawa. Menangkis! Dan tindakan itulah yang akan dilakukan
Melati. Wunggg...! Suara menggerung keras terdengar ketika Melati
memutar-mutar pedangnya di atas kepala, sehingga lenyap bentuknya menjadi
segundukan sinar berkilauan.
Trang, trang...!
Bunyi dahsyat kontan terdengar akibat benturan dua batang pedang secara tidak
sewajarnya. Benturan itu tidak hanya sekali saja, tapi berkali-kali. Karena
serangan pedang itu berputar, seiring berputarannya tubuh wanita berpakaian
biru. Lalu.... Crat! Trak! "Akh!"
"Ikh!"
Rentetan kejadian bedangsung demikian cepat. Sekali pun Melati telah berhasil
menangkis serangan, tapi luncuran pedang wanita berpakaian biru ternyata tidak
bisa ditahan. Pedang itu terus meluncur dan mengenai bahu-nya. Tapi pada saat
yang hampir bersamaan, pedang Melati pun berhasil menghantam caping bambu wanita
berpakaian biru hingga hancur berantakan. Tak pelak lagi, hasil bentrokan ini
membuat kedua belah pihak sama-sama terpekik kaget. Bahkan bergegas saling
menjauhkan diri. "Hup!"
Begitu kedua kaki wanita berpakaian biru mendarat di tanah, Melati juga sudah
selesai menghentikan aliran darah di bahu dengan menotoknya di sekitar luka.
"Kau..."! Ranti..."!"
Seruan bernada keterkejutan membuat Melati dan
wanita berpakaian biru itu menoleh. Di raut wajah kedua-nya tersirat
keterpanaan. Terutama sekali, di wajah wanita berpakaian biru.
Pemilik suara itu ternyata Dewa Arak. Memang, meskipun terlibat dalam
pertarungan sengit sesekali Dewa Arak masih menyempatkan diri melihat
pertarungan antara Melati melawan wanita berpakaian biru. Dan ketika melihat
serangan aneh wanita berpakaian biru pada Melati, dia buru-buru melompat
menjauhi Ki Gumpala. Dewa Arak benar-benar khawatir atas keselamatan kekasihnya.
Dapat dibayangkan, betapa kaget hatinya ketika melihat wajah orang yang begitu
ingin membunuh Melati.
Dewa Arak memang pernah mengenal wanita berpakaian biru yang bernama Ranti. Dia adalah gadis murid utama Perguruan Pedang
Perak (Untuk lebih jelasnya mengenai tokoh yang bemama Ranti, silakan baca
serial Dewa Arak dalam episode "Maut dari Hutan Rangkong").
Ranti tampak gugup. Diiringi keluhan tertahan dari tenggorokan, tubuhnya
berbalik dan melesat kabur.
*** Sing, sing, sing!
Srattt! "Akh...!"
Dewa Arak memekik tertahan ketika gelang-gelang baja milik Ki Gumpala
menyerempet sisi-sisi pinggangnya. Tidak heran, karena Arya tengah dilanda
perasaan terkejut ketika melihat Ranti, sehingga melupakan lawannya. Untung saja
di saat terakhir, tubuhnya masih sempat digeliatkan sehingga serangan-serangan
Ki Gumpala tidak mendarat telak pada sasaran.
"Ha ha ha...!" Ki Gumpala tertawa bergelak. "Saat ajalmu sudah di ambang pintu,
Dewa Arak!"
Sambil mengucapkan perkataan demikian, Ketua
Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang kembali mengibaskan tangannya untuk
melontarkan gelang-gelang bajanya.
Seketika senjata senjata andalan itu pun melesat ke arah Dewa Arak.
Tapi, kali ini pemuda berambut putih keperakan itu telah siap siaga. Meskpun
akibat serempetan gelang-gelang baja Ki Gumpala masih mengalirkan darah, sama
sekali tidak dipedulikannya.
Dewa Arak langsung menjejakkan kedua kakinya,
sehingga tubuhnya melambung tinggi ke udara. Hasilnya, gelang-gelang yang
meluncur ke arahnya lewat di bawah kaki. Tindakannya tidak berhenti hanya sampai
di situ saja! Dari atas, kedua tangannya dihentakkan ke arah lawan.
Dalam keadaan terhimpit seperti itu, Dewa Arak tidak ber-pikir dua kali untuk
mengeluarkan jurus 'Pukulan Belalang'
yang menjadi andalannya.
Wusss....! Deru angin keras berhawa panas menyengat,
menyambar keluar dari kedua tangan yang dihentakkan.
Tercekat hati Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang
Terbang ini melihat kedahsyatannya. Maka, tubuhnya buru-buru dibanting ke tanah
dan bergulingan menjauh.
Akibatnya.... Blarrr! Ledakan keras terdengar menggelegar ketika pukulan jarak jauh itu menghantam
tanah tempat Ki Gumpala berpijak sebelumnya. Debu kontan mengepul tinggi ke
udara, menghalangi pandangan seiring berpentalannya
bongkahan-bongkahan tanah ke sana kemari.
Dan ketika debu yang menutupi pandangan lenyap,
tampaklah sebuah lubang besar yang besarnya cukup untuk mengubur bangkai
kambing. Tapi baik Dewa Arak maupun Ki Gumpala sama sekali tidak mempedulikannya. Ketua
Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang masih sibuk menggulingkan tubuhnya di tanah,
sedangkan Dewa Arak langsung menotok jalan darah di sekitar luka, begitu kakinya
berhasil mendarat di tanah.
Begitu Dewa Arak selesai menghentikan darah yang mengucur dari luka. Ki Gumpala
telah bangkit dan berdiri tegak di tanah. Ada kegentaran dan kekaguman dalam
sorot matanya ketika melihat lubang besar yang tercipta akibat jurus 'Pukulan
Belalang' Dewa Arak. Samar-samar terlihat kepulan asap tipis dari bagian atas
lubang. Ki Gumpala dan Dewa Arak tak langsung saling terjang.
Mereka saling berpandangan sejenak, sebelum akhirnya saling melangkah mendekat.
Tapi.... "Ketua...! Ketua...!"
Panggilan bernada penuh kekalapan membuat Dewa
Arak dan Ki Gumpala menghentikan gerakan. Memang, kedua belah pihak telah
bergerak saling mendekati, dan bersiap melancarkan serangan. Hampir berbareng,
mereka sama-sama menoleh ke arah asal suara.
Tampaklah sesosok tubuh berpakaian penuh tambalan tengah berlari menuju ke arah
mereka. Baik Dewa Arak maupun Ki Gumpala sudah bisa menduga, sosok tubuh itu
pasti orang Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang.
"Ada apa, Sora"!" tanya Ki Gumpala bernada tidak senang.
Memang, Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang
Terbang ini merasa tidak senang dengan gangguan yang ditimbulkan anak buahnya.
"Wanita siluman itu datang lagi, Ketua. Dia mengamuk dan membunuhi orang-orang
perkumpulan kita," lapor Sora terengah-engah, begitu telah berada di depan
pimpinannya. "Apa katamu, Sora"! Wanita siluman itu mengamuk di sana"!" Ki Gumpala berseru
kaget "Kau tidak salah lihat Sora"!"
"Tidak, Ketua." Jawab Sora mantap.
"Jadi...," Ki Gumpala tidak melanjutkan ucapannya. Tapi pandangan matanya segera
diarahkan ke Melati. Sudah bisa diduga perasaan heran yang berkecamuk dalam
hatinya. Sora segera mengedarkan pandangannya ke arah yang sama dengan sepasang mata Ki
Gumpala. Dan seketika itu pula dia terjingkat kaget. Memang, dia tadi tidak
melihat adanya Melati di situ, saking terburu-burunya. Yang dilihatnya hanya
Dewa Arak. "Tidak ada waktu lagi berdiam diri, Ki. Kita harus bergegas ke sana sebelum
siluman itu kabur!" kata Dewa Arak.
Dewa Arak tahu, telah tiba kesempatan untuk membersihkan nama Melati yang tercemar. Maka, dia buru-buru menukas. Disadari kalau
tidak bertindak cepat, penyelidikan mereka akan dimulai dari awal lagi.
Ucapan Dewa Arak membuat Ki Gumpala tersadar. Dia tahu, telah salah menuduh
orang. Maka tanpa berkata apa pun, tubuhnya segera melesat meninggalkan tempat
itu. "Ayo, Melati!" ajak Dewa Arak pada Melati yang masih terbengong atas
perkembangan yang terjadi.
Maka, gadis berpakaian putih itu pun melesat cepat menyusul Ki Gumpala yang
telah berada beberapa tombak di depan. Hampir pada saat yang bersamaan, Dewa
Arak juga melesat menyusul.
Tentu saja Sora tidak mau ketinggalan, dan segera berlari menyusul. Tapi karena
ketiga orang sakti yang berlari di depannya mengerahkan seluruh kemampuan, dia
jadi tertinggal jauh di belakang. Semakin lama semakin jauh, sampai akhirnya
lenyap sama sekali.


Dewa Arak 41 Macan-macan Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** "Kau mengenal wanita berpakaian biru itu, Kang"!"
Melati tidak tahan lagi memendam pertanyaan yang sejak tadi bergayut di
benaknya. Maka langsung diutara-kannya di sela-sela langkah mereka.
"Benar, Melati. Dia Ranti, murid Perguruan Pedang Perak," Jawab Arya sambil
terus berlari cepat.
Melati tercenung. Benaknya langsung berputar untuk mengingat-ingat nama itu.
Melati memang pernah mendengar nama itu. Hanya saja, lupa kapan dan di mana.
"lngat peristiwa di Hutan Rangkong yang kuceritakan itu, Melati?" sambung Arya.
Rupanya, Dewa Arak telah mengetahui perasaan yang tengah bergelut di benak
kekasihnya. "Ah...! Jadi, dia" Gadis yang telah menewaskan Raja Iblis Baju Hitam itu,
Kang"!" tebak Melati yang kini mulai ingat.
"Benar!"
Melati dan Arya seketika terdiam. Kini hanya kaki-kaki mereka saja yang sibuk
melakukan pekerjaan. Berlari dengan kecepatan tinggi.
"Hanya yang tidak kumengerti, mengapa dia bermaksud membunuhmu, Melati. Bahkan
nampaknya amat mem-bencimu! Apakah kau mempunyai urusan dengannya"!"
tanya Arya bernada tidak mengerti.
"Tidak, Kang," jawab Melati sambil menggelengkan kepala.
"Lalu.., kenapa dia begitu ingin membunuhmu"!"
"Rahasia wanita, Kang," jawab Melati sambil menyung-gingkan senyum lebar.
"Maksudmu..." Jangan berteka-teki lagi. Melati."
Kali ini Arya sampai menoleh. Jelas, ucapan Melati membuatnya tertarik bukan
kepalang. Namun Melati tidak langsung menjawab. Kakinya terus saja melangkah.
Mau tak mau, Arya terpaksa harus bersabar menunggu.
"Meskipun tidak mengatakan urusannya, tapi dari ucapan dan sikap-sikap yang
ditunjukkannya padaku, bisa kutebak alasannya. Dan itulah sebabnya kukatakan
kalau hal itu rahasia wanita. Dia mencintaimu, Kang," urai Melati panjang lebar.
"Jadi...?"
Terdengar bodoh sekali ucapan yang keluar dari mulut Arya.
"Dia cemburu padaku. Tahu kalau keberadaanku menghalangi maksudnya untuk
mendapatkanmu, dia berusaha menyingkirkan aku. Jelas"!"
Arya tidak menyahutinya. Pemuda berambut putih
keperakan itu hanya menganggukkan kepala pertanda mengerti.
Sekarang mereka tidak berkata-kata lagi. Yang
dilakukan hanyalah berlari secepat mungkin agar bisa segera tiba di markas
Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang. Sementara, tubuh Ki Gumpala telah berada
beberapa tombak di depan.
*** 8 "Mundur semua...!"
Ki Gumpala berteriak keras ketika telah menjejakkan kakinya di dalam halaman
Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang. Pandangan matanya menyorotkan kegeraman
pada sosok tubuh berpakaian putih yang tengah dikeroyok belasan anggota
perkumpulannya. Sementara di sana-sini terlihat beberapa sosok tubuh berpakaian
tambalan sudah bergeletakan tanpa nyawa. Di antaranya, terdapat Tombala.
Anggota Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang tentu saja mengenali suara ketuanya.
Maka tanpa menunggu keluarnya perintah kedua, mereka berserabutan mundur,
memberi jalan Ki Gumpala untuk menghadapi pembunuh keji yang dianggap Melati.
Jliggg! Ki Gumpala mendarat di hadapan sosok berpakaian
putih yang tak lain dan Melati palsu! Jarak antara mereka berdua terpisah tiga
tombak. "Kali ini jangan harap akan bisa lolos lagi, Wanita Keji!"
ancam Ki Gumpala, geram.
Melati palsu tidak menyambuti ucapan Ketua
Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang, tapi malah
melangkah mundur. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Sikapnya menunjukkan
kegentaran terhadap Ki Gumpala.
"Cepat buka kedokmu, Wanita Siluman! Aku ingin melihat wajah aslimu di balik
wajah wanita tak berdosa yang kau fitnah!" desis Ki Gumpala. "Atau...., kau ingin
aku membukanya dengan kekerasan"!"
"Serahkan dia padaku, Ki! Aku yang lebih berhak menghukumnya!"
Melati langsung berseru keras, ketika telah berada di dalam markas Perkumpulan
Pengemis Gelang Terbang bersama Dewa Arak.
Kecuali Ki Gumpala dan Dewa Arak, semua kepala
menoleh ke arah asal suara keras itu. Seketika, raut-raut wajah mereka
menampakkan keterkejutan. Hanya saja, keterkejutan yang melanda Melati palsu
berbeda dengan keterkejutan yang melanda hati semua murid Perkumpulan Pengemis
Gelang Terbang.
Murid-murid Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang
kaget karena tidak menyangka kalau sosok Melati ada dua.
Dan itu sama sekali tidak disangka. Sedangkan Melati palsu terkejut karena
menyadari keadaan kalau
penyamarannya kini telah terbongkar.
"Kau salah, Nini. Akulah yang berhak menghukumnya.
Karena, dia telah banyak membunuh anggota perkumpulanku!" bantah Ki Gumpala mengajukan alasan.
"Tapi, dia menyamar sebagai diriku dalam tindakannya itu, Ki. Jadi, aku yang
lebih banyak dirugikan!" Melati pun mengajukan keberatannya.
"Biarkanlah Melati yang mengurusnya, Ki. Karena hal itulah yang akan dapat
membersihkan namanya yang telah tercemar di dunia persliatan," dukung Arya.
Ki Gumpala tercenung sejenak.
"Hhh...! Baiklah kalau demikian."
Sambil berkata demikian, Ketua Perkumpulan
Pengemis Gelang Terbang melangkah mundur. Dan kini, Melati yang menggantikan
tempatnya. Gadis berpakaian putih itu maju.
Melati tidak langsung melancarkan serangan ketika telah berdiri berhadapan
dengan gadis yang menyamar sebagai dirinya. Dirayapinya sekujur tubuh wanita
berpakaian putih itu penuh selidik dengan sepasang mata indahnya. Sementara,
yang diperhatikan balas memperhatikan pula. Kesempatan di saat Melati tengah
berdebat dengan Ki Gumpala tidak digunakannya untuk melarikan diri, karena akan
sia-sia belaka.
"Manusia pengecut! Sekarang saatnya kau menebus semua dosa atas kekejian yang
telah kau perbuat!
Bersiaplah untuk mati di tanganku!" desis Melati penuh geram.
"Kaulah yang akan menerima kematian di tanganku, Melati!"
Usai berkata demikian, Melati palsu melancarkan
tendangan lurus ke arah perut Melati asli.
" Wuttt...!
Tapi Melati tidak gugup melihat serangan itu, dan malah bersikap tenang.
Meskipun demikian, dia tidak berani bertindak gegabah. Kekuatan tenaga dalam
lawan memang belum diketahuinya.
Itulah sebabnya, Melati melompat mundur sehingga terkaman wanita berpakaian
putih itu luput. Saat itulah kaki kanan Melati meluncur deras ke arah perut
lawan. "Heh..."!"
Melati palsu tersentak kaget mendapat serangan
balasan di saat kedudukannya tengah tidak menguntungkan. Saat itu, tubuhnya
memang tengah berada di udara.
Meskipun demikian, tidak berarti dia kehilangan akal. Buru-buru tangannya yang
tadi mengenai tempat kosong
disampokkan ke bawah, untuk memapak serangan kaki Melati.
Prattt..! Dengan mengambil tenaga dan benturan yang terjadi.
Melati palsu melenting ke atas melewati kepala Melati.
Kemudian, kedua tangannya kembali disampokkan ke arah Melati. Tapi kali ini,
bagian kepala belakang yang jadi incarannya.
Wuttt! Lagi-lagi serangan itu mengenai tempat kosong, karena Melati lebih dulu
melakukan lompatan harimau ke depan untuk menyelamatkan diri. Dan dengan
bertumpu pada kedua tangan, tubuhnya digulingkan.
Jliggg! Pada saat yang bersamaan dengan hinggapnya kaki
Melati palsu di tanah, Melati berhasil bangkit dari ber-gulingnya. Dan secepat
kedua wanita sakti itu berdiri tegak, secepat itu pula tubuh masing-masing
berbalik. Satu sama lain telah bersiap-siap menghadapi serbuan lawan.
"Haaat..!"
Kali ini Melati yang menyerbu lebih dahulu. Kedua tangannya yang terkepal,
diluncurkan bertubi-tubi ke arah kedua rusuk lawan. Menilik dari deru angin
berkesiutan yang mengiringi tibanya serangan, bisa diperkirakan kekuatan yang
mampu menghancurkan tulang rusuk itu!
Hal ini jelas diketahui Melati palsu. Maka serangan itu tidak dibiarkannya
mengenai sasaran. Dengan agak bergegas, kakinya melangkah ke kanan sambil
mendoyongkan tubuh, sehingga serangan itu lewat di samping kirinya.
Tindakan wanita berpakaian putih itu tidak hanya sampai di situ. Begitu serangan
Melati berhasil dielakkan, tangan kirinya diluncurkan ke arah pelipis. Jika
terkena sedikit saja, cukup mengirim nyawa ke kasih Dewa Arak itu ke alam baka.
Melati tentu saja mengetahuinya. Dan karena untuk menangkis sudah tidak
memungkinkan lagi, segera
kepalanya ditarik ke belakang. Maka, serangan itu hanya lewat beberapa jari di
depan wajahnya.
Wuttt! Rambut dan sekujur pakaian Melati berkibar keras saking kuatnya tenaga yang
terkandung dalam serangan tadi. Tapi, Melati tidak mempedulikannya. Langsung
dilancarkannya serangan. Sesaat kemudian dua wanita yang sama-sama sakti itu
telah tertibat dalam pertarungan sengit kembali.
*** Semua pasang mata orang-orang yang berada di
sekitar tempat itu tidak begitu jelas mengawasi jalannya pertarungan. Sora pun
terlihat di antara mereka. Memang, Sora telah tiba pula di situ. Meskipun
demikian, hanya Arya dan Ki Gumpala yang dapat jelas menyaksikan jalannya
pertarungan. Hal itu tidak aneh, karena gerakan orang yang bertarung itu terlalu
cepat untuk bisa diikuti oleh mata dari orang berkepandaian tanggung. Jadi yang
terlihat hanyalah dua sosok bayangan putih yang berkelebatan cepat saling
membelit. Sesekali saja kedua sosok bayangan putih itu saling pisah. Itu pun
hanya berlangsung sekejap saja, karena sesaat kemudian sudah saling belit
kembali. Sementara itu, orang yang tengah diperhatikan sama sekali tidak peduli, karena
tengah teriibat pertarungan sengit. Masing-masing pihak mengerahkan seluruh
kemampuan yang dimiliki. Meskipun demikian, ilmu andalan masing masing belum
dikeluarkan. Menggiriskan bukan kepalang pertarungan yang berlangsung. Sejak jurus-jurus awal
hingga tiga puluh lima jurus, pertarungan masih berlangsung imbang. Kedua belah
pihak masih berganti-ganri melancarkan serangan.
Tingkat tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki mereka ternyata
berimbang. Tak heran kalau dalam setiap benturan yang terjadi, mereka sama-sama
terhuyung-huyung dengan mulut meringis.
Melati menggertakkan gigi, karena merasa penasaran bukan kepalang. Sama sekali
tidak disangka kalau lawannya memiliki kemampuan setinggi ini. Ada perasaan
terpukul menyelinap di hatinya. Betapa tidak" Dalam waktu berturut-turut, dia
telah bertarung melawan wanita muda yang memiliki kepandaian setingkat
dengannya. Rasanya, kepandaian yang dimilikinya jadi tidak berarti apa-apa.
Tapi di samping rasa penasaran yang mendera, muncul pula perasaan heran. Hal itu
terjadi karena merasa mengenal betul gerakan-gerakan lawannya. Hanya saja, dia
lupa kapan dan di mana pernah melihatnya. Melati ingin mengingat-ingatnya. Tapi
sama sekali tidak mempunyai kesempatan, terpaksa keinginan itu ditelannya. Dan
kini perhatiannya dipusatkan untuk menghadapi Melati palsu.
Ternyata bukan hanya Melati saja yang dilanda
perasaan heran Arya dan Ki Gumpala pun dilanda
perasaan sama. Memang, seperti juga Melati, kedua tokoh sakti itu merasa pernah
melihat gerakan-gerakan lawan Melati.
Hanya saja, keterkejutan yang melanda hati Arya tidak sebesar seperti Ki
Gumpala. Wajah Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang ini sampai berubah-ubah
ketika melihat gerakan-gerakan Melati palsu.
"Ti..., tidak mungkin! Tidak mungkin dia pembunuh itu,"
desah Ki Gumpala dengan bibir bergetar, ketika pertarungan telah berlangsung
lima puluh tiga jurus.
Pelan saja ucapan yang keluar dari mulut Ki Gumpala, seperti berbicara untuk
diri sendiri. Tapi bagi pendengaran Arya, ucapan itu cukup keras. Semua
perkataan penuh ketidakpercayaan itu sudah terdengar. Apalagi, jaraknya dengan
Ki Gumpala tidak lebih dari dua tombak.
"Kau kenal orang yang berada di balik penyamarannya itu, Ki?" tanya Arya
memastikan Ki Gumpala menghela napas berat. "Mungkin. Tapi aku masih tidak
yakin, Arya. Aku tidak percaya kalau dia pelaku pembunuhan keji itu,"
jawab Ki Gumpala setengah hati.
"Siapa orang yang kau maksud itu, Ki?" desak Arya penasaran karena belum
mendapatkan jawaban pasti dari Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang.
"Jangan paksa aku untuk mengatakannya, Dewa Arak.
Aku tidak sanggup!"
"Hhh...!" Arya menghembuskan napas berat. Dia tidak mau memaksa Ki Gumpala untuk
mengatakannya. "Sebenarnya aku pun mengenal gerakan-gerakan orang itu, Ki. Hanya saja, aku lupa
kapan dan di mana melihatnya."
Ki Gumpala sama sekali tidak menyambuti ucapan
Dewa Arak. Pandangannya yang sejak tadi tertuju pada pertarungan, semakin
diarahkan ke sana. Memang, seperti juga Dewa Arak, Ki Gumpala berkata-kata tanpa
mengalihkan pandangan dari pertarungan yang tengah berlangsung.
"Hanya yang menjadi tanda tanya bagiku mengapa kau juga seperti pernah mengenal
gerakannya. Apakah orang yang berada di balik penyamaran itu sama-sama kita
kenali?" sambung Dewa Arak lagi.
"Mungkin...," sahut Ki Gumpala setengah berdesah.
Arya tidak mengajukan keheranannya lagi. karena
menyadari keadaan kalau Ketua Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang sepertinya
tidak berminat untuk terlibat dalam percakapan mengenai Melati gadungan. Ki
Gumpala tampak gelisah bukan main.
Kini, Dewa Arak dan Ki Gumpala mengedarkan
pandangan ke arah pertarungan tanpa berkata-kata lagi.
Sementara itu, pertarungan yang berlangsung antara Melati dengan lawannya
terlihat semakin sengit. Memang, pertarungan telah berlangsung hampir delapan
puluh jurus. Tapi, selama itu belum juga terlihat tanda-tanda yang akan keluar sebagai
pemenang. "Hih!"
Melati yang kehilangan kesabaran segera mengeluarkan Ilmu 'Cakar Naga Merah'
yang diandalkannya. Kedua tangannya terkembang membentuk cakar naga. Tampak ada
warna merah seperti darah mulai dari ujung-ujung jari sampai ke pergelangan
tangan. Dan dengan penggunaan ilmu ini, Melati berusaha keras menaklukkan
lawannya. Tapi, bukan hanya Melati saja yang mengeluarkan ilmu andalan. Lawannya pun
melakukan hal yang sama. Hasilnya, pertarungan yang jauh lebih sengit pun
terjadi. Bahkan kini dua puluh lima jurus telah berlalu cepat. Tapi sampai
sekian lamanya, pertarungan masih tetap berlangsung seimbang. Tentu saja hasil
ini membuat kedua belah pihak bertambah penasaran.
"Hih...!"
Secara mendadak dan tidak terduga-duga sama sekali, Melati palsu mengibaskan
tangannya. Sing, sing, sing...!
Lima bilah pisau berwarna putih berkilat telah meluncur ke arah Melati. Namun,
kekasih Dewa Arak itu sudah bisa memperkirakan kedahsyatan serangan dari angin
luncurannya. Makanya, dia tidak berani bertindak ayal-ayalan. Buru-buru Melati
melompat ke belakang. Dan dalam keadaan tubuh masih berada di udara, pedangnya
dihunuskan dan langsung dikibaskan dengan cepat ke arah pisau-pisau yang
meluncur ke arahnya.
Trang, trang, trang!
Bunga api memercik ke sana kemari ketika pedang dan pisau-pisau itu berbenturan
keras. Namun, serangan Melati palsu tidak hanya sampai di situ saja. Begitu
pisau-pisau terbangnya diluncurkan, pedangnya pun dicabut. Kontan diterjangnya


Dewa Arak 41 Macan-macan Betina di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Melati dengan tusukan-tusukan pedangnya.
"Hey..."!"
"Ah...!"
Hampir berbarengan Ki Gumpala dan Dewa Arak
menjerit kaget. Bukan karena keselamatan Melati yang terancam, tapi karena
melihat serangan pisau-pisau terbang itu. Masalahnya, Ki Gumpala telah semakin
yakin akan dugaannya. Bahkan Dewa Arak telah teringat akan orang yang memiliki
gerakan-gerakan seperti itu. Pisau-pisau terbang itulah yang membantu Dewa Arak
mengingatnya. Tapi, Dewa Arak dan Ki Gumpala tidak bisa berlama-lama tenggelam dalam
keterkejutan. Karena,
pemandangan yang terlihat selanjutnya benar-benar membuat hati mereka mengkelap.
Tampak Melati sama sekali tidak menampakkan tanda-tanda akan mengelakkan
serangan itu. Padahal, tubuh lawannya telah berada di tengah perjalanan. Pedang
wanita berpakaian putih itu meluncur ke arah leher Melati asli. Ternyata, dugaan
mereka sama sekali tidak keliru!
Melati sama sekali tidak mengelakkan serangan, tapi malah balas melancarkan
serangan. Pedangnya ditusuk-kan ke atas, mengarah ke perut. Sepertinya, Melati
meng-ajak lawannya mengadu nyawa!
Wajah Ki Gumpala dan Dewa Arak berubah. Mereka
berharap Melati palsu tidak menanggapi ajakan adu nyawa lawan. Apabila benar
demikian, Melati palsu akan membatalkan serangannya, kemudian menangkis serangan
Melati. Harapan dua orang sakti itu kandas! Melati palsu ternyata tidak melakukan
tindakan seperti yang diharapkan, dan tetap saja meneruskan serangannya. Sudah
bisa dipastikan dua wanita yang sama-sama sakti ini akan tewas! Melati dengan
leher terobek lebar, sedangkan lawannya dengan perut ambrol!
Tapi.... "Hih!"
Cappp! "Aaakh...!"
Keanehan yang sama sekali tidak tersangka-sangka terjadi! Tangan Melati tibatiba mulur, lebih satu setengah kali lipat panjang semula. Akibatnya, sebelum
pedang lawan mendarat di leher, pedang Melati lebih dulu meng-hunjam. Akibatnya,
perut Melati palsu tertembus pedang hingga ke punggung. Tak pelak lagi, Melati
palsu pun menjerit ngeri ketika darah muncrat-muncrat dari luka di perut.
Dan ketika Melati mencabut pedangnya, tubuh Melati palsu pun ambruk di tanah.
Tapi, daya tahan tubuhnya memang patut dipuji. Meskipun lukanya terlalu parah,
dia masih mampu bertahan hidup. Dan melihat lawannya masih bernapas, Melati
bersiap melancarkan serangan terakhir. Tapi....
"Melati! Tahan....!"
Gadis berpakaian putih itu pun menghentikan gerakannya. Dan sebelum kepalanya
sempat menoleh, Dewa Arak dan Ki Gumpala berkelebat. Dewa Arak yang tadi berseru
mencegah, berdiri di sebelahnya. Sedangkan Ki Gumpala duduk bersimpuh di sebelah
tubuh Melati palsu yang ter-golek.
"Kakek.... Maafkan aku, Kek Aku mengaku salah...,"
ucap wanita berpakaian putih terputus-putus.
"Lupakanlah Ningrum. Tapi aku ingin tahu, mengapa kau melakukan semua kekejian
ini," kata Ki Gumpala dengan suara serak.
"Ningrum..."!"
Melati yang mendengar pembicaraan antara Ki
Gumpala dengan orang yang telah menyamar sebagai dirinya, seketika terperanjat.
Seketika itu pula, dia teringat Ningrum memang putri Raja Pisau Terbang. Dulu,
dia pernah bertarung dengan gadis itu. Pantas, gerakan-gerakan lawannya tadi
seperti pernah dikenalnya (Untuk lebih jelasnya mengenai tokoh Ningrum, silakan
baca serial Dewa Arak dalam episode "Pedang Bintang" dan "Dewi Penyebar Maut").
"Aku membenci Melati, Kek. Kalau dia tidak ada, tentu Dewa Arak akan
mencintaiku. Itulah sebabnya aku
menyamar sebagai dirinya," jawab wanita berpakaian putih yang ternyata Ningrum,
semakin terputus-putus dan lemah suaranya.
Ki Gumpala berdehem untuk melonggarkan
tenggorokannya, karena suaranya mulai serak. Perasaan haru terhadap cinta
Ningrum yang tidak mendapat
sambutan itulah yang membuat tenggorokannya seperti tersekat.
"Tapi, kenapa harus membunuhi anggota Perkumpulan Pengemis Gelang Terbang dan
para penduduk Desa
Gondang, Ningrum?"
"Aku ingin agar Melati bisa cepat tewas oleh tokoh-tokoh golongan putih. Oleh
sebab itu, dia harus kufitnah.
Bahkan kalau bisa, Dewa Arak ikut membencinya. Tapi...
ahhh...!" Ningrum tidak sempat melanjutkan ucapannya. Wanita berpakaian putih yang dulu
suka berbaju hijau ini menghembuskan napas terakhirnya di pelukan Ki
Gumpala. Melihat hal ini, Dewa Arak dan Melati menghampiri.
"Aku ikut berduka cita atas peristiwa ini, Kek," ucap Arya bernada prihatin.
"Lupakanlah, Dewa Arak. Seharusnya akulah yang meminta maaf atas perbuatannya
pada kau dan Melati...,"
sahut Ki Gumpala sambil mengangkat tubuh Ningrum.
"O ya, Ki. Setahuku, kepandaian Ningrum tidak setinggi ini. Apakah...."
"Dia mati-matian berlatih diri pada ayahnya. Ketika ilmu ayahnya telah habis,
dia lalu berguru padaku. Karena ayahnya kawan baikku, maka dia pun kuterima
sebagai murid," urai Ki Gumpala panjang lebar.
Arya dan Melati mengangguk-anggukkan kepala
pertanda mengerti. Kini, masalahnya telah jelas. Maka sepasang pendekar muda ini
membiarkan saja ketika Ki Gumpala melangkah meninggalkan mereka. Memang,
tidak ada lagi hal yang perlu ditanyakan.
Kokok suara ayam jantan mulai terdengar. Ini menjadi pertanda kalau tak lama
lagi malam akan berganti pagi.
Kegelapan akan terusir oleh sang mentari di ufuk Timur.
SELESAI Panji Wulung 14 Persekutuan Tusuk Kundai Kumala Karya Wo Lung Shen Senopati Pamungkas 6

Cari Blog Ini