Ceritasilat Novel Online

Mustika Naga Hitam 2

Pendekar Mata Keranjang 33 Mustika Naga Hitam Bagian 2


mereka seperti hendak meledak. Mereka tersiksa bukan main
oleh deraan amarah yang bergejolak di dalam dada. Amarah
yang tak terlampiaskan, ditambah lagi dengan rasa
tersinggung dan jengkel karena ketidakberhasilan
menyarangkan serangan-serangan.
Amarah yang menggelegak di dalam dada Suta dan
Banggala semakin merajalela ketika Pendekar 108 masih
sempat keluarkan ejekan-ejekan yang memanaskan hati dan
telinga mereka. Itu dilakukan pendekar 108 sambil terus
mengelak. "Dengan kemampuan seperti ini kalian hendak memberikan
pengajaran padaku"! Seekor kecoa pun tak akan mampu
kalian robohkan, apalagi seorang manusia ! Ataukah..., kalian
masih berbaik hati, tidak buru-buru memberikan hajaran
padaku dulu"! Mungkin menunggu saat yang tepat"!"
"Kalau kau bukan seorang pengecut, bertarunglah secara
benar. Ataukah kau hanya bisa mengelak ke sana kemari"!"
sambut Suta, keras.
"Baiklah kalau itu yang kalian inginkan!" timpal Pendekar
108. Usai berkata demikian, pemuda berbaju luar hijau ketat ini,
tegak di tempatnya. Berdiri diam. Padahal, saat itu dari kanan
kirinya, lawan-lawannya lancarkan pukulan keras.
Aji benar-benar buktikan ucapannya. Kali ini dia tidak
mengelak. Ketika serangan-serangan lawan menyambar dekat,
dia buka kesepuluh jari-jari tangannya. Dan, dengan
kecepatan gerakan yang sukar untuk diikuti mata Suta dan
Banggala, pemuda berambut dikuncir itu, telah mencengkeram pergelangan tangan kedua orang lawannya.
Suta dan Banggala terperanjat bukan main melihat hasil
serangan mereka. Buru-buru kedua orang ini menarik
tangannya kembali. Tapi, kendati dua pemuda berbaju biru ini
melihat jelas kalau Aji tak mencengkeram, cekalan pada
tangan mereka tak bisa dilepaskan. Tangan Suta dan
Banggala seperti terjepit oleh catut baja!.
Semua tokoh persilatan yang menyaksikan hal ini tahu,
andaikata Pendekar 108 cengkeramkan jari-jari tangannya,
nyawa Suta dan Banggala akan melayang karena urat nadi
mereka putus. Suta dan Banggala sendiri menyadari hal itu.
Maka, mereka berdua merasa tegang bukan main.
Tak jauh dari ketiga orang muda itu, kendati kelihatan tidak
peduli, wanita berparas buruk diam-diam perhatikan tindaktanduk Aji dan dua orang lawannya sejak pertarungan mulai
berlangsung. Dan sekarang, sorot mata si perempuan
kelihatan cemas. Karena, seperti juga tokoh-tokoh lainnya, dia
tahu kalau nyawa Suta dan Banggala tak ubahnya sebutir telur
yang berada di ujung tanduki Setiap saat bisa melayang.
*-dw-* Wusss ... ! Segundukan angin keras menggebrak ke arah Aji. Si
pemuda dapat memperkirakan kedahsyatan serangan itu dari
bunyi gemuruh yang mengiringi me luncurnya serangan itu.
Dia tahu, angin dahsyat itu mampu menghancurleburkan
sebatang pohon yang besar.
Oleh karena itu, Pendekar Mata Keranjang 108 tak berani
bertindak gegabah. Karena menangkis sudah tak memungkinkan lagi, dia mengelakkan serangan itu dengan
membanting tubuh ke samping, lalu melanjutkan dengan
bergulingan menjauh.
Kejap kemudian sepasang kakinya telah menjejak tanah
secara mantap. Dan, begitu tegak, murid Wong Agung ini
langsung bersikap waspada, bersiap untuk menghadapi segala
kemungkinan yang tak diharapkan. Pemuda ini tak
mempedulikan Suta dan Banggala yang terpaksa dilepaskannya karena mengelakkan serangan dahsyat yang
tak terduga-duga itu.
Pendekar 108 mengarahkan pandangan ke tempat
serangan angin keras tadi berasal. Dia melihat seorang wanita
setengah baya berpakaian serba hitam. Jaraknya tak sampai
tiga tombak dari Aji.
Sang penyerang yang berusia lebih dari lima puluh tahun
namun masih terlihat menarik karena bersolek terlalu
berlebihan itu, melemparkan senyuman memikat pada Aji.
Senyuman yang diiringi dengan kerlingan mata penuh daya
pikat. "Guru...," seru Suta dan Banggala penuh rasa gembira
ketika melihat sang penolong mereka.
Kedatangan wanita berpakaian hitam itu rupanya membuat
keberanian Banggala dan Suta bangkit. Mereka bergerak
mendekati Aji dengan dada dibusungkan. Malah, Suta
perdengarkan seruan keras.
"Manusia Lancang...! Tadi kami belum bersungguh-sungguh
bertarung. Sekarang kami akan berikan kau hajaran. Dan...."
"Diam kau!" potong wanita pesolek dengan suara keras dan
mata melotot. "Menyingkirlah, Manusia-manusia Tak Punya
Guna ! " Suta dan Banggala langsung menghentikan langkah. Lalu,
tanpa banyak bicara, keduanya menyingkir. Rasa malu karena
meninggalkan pertarungan sebagai orang yang kalah, dan
bahkan mendapat bentakan dari guru mereka, membuat Suta
dan Banggala menjauhi tempat itu dengan wajah tertunduk ke
tanah. menyembunyikan paras mereka yang merah padam.
"Bocah...," wanita pesolek itu bicara dengan sikap dan
suara dibuat-buat seraya mengalihkan perhatian pada Aji.
"Kau benar-benar mengagumkan! Di samping wajahmu yang
tampan, kepandaianmu pun lumayan. Sayang, kalau sampai
celaka atau terluka olehku. Menyerahlah, Bocah Bagus.
Kujamin kau akan hidup senang!"
Pendekar 108 cengar-cengir. Dia mengeluarkan kipas ungu
yang berada di balik pakaiannya. Kemudian kebut-kebutkan
kipas itu ke sekujur tubuhnya seperti layaknya orang yang
kegerahan. "Sayang sekali, Bibi. Saat ini aku telah hidup senang.
Bahkan juga tenang. Aku ragu akan adanya kehidupan yang
lebih baik lagi. Jadi, aku tak bisa memenuhi permintaanmu.
Kurasa lebih baik kau cari orang lain," ucap Aji yang bisa
menduga kalau wanita di hadapannya adalah seorang
perempuan cabul yang gemar bermain cinta. Terutama sekali
dengan pemuda-pemuda tampan. Itulah sebabnya untuk
memukul perasaan si wanita, untuk menyadarkannya akan
usianya yang telah tua, Pendekar 108 sengaja menyapanya
Bibi. Senyum di bibir perempuan pesolek itu, pudar. Sepasang
matanya berkilat-kilat, sarat dengan hawa amarah. Tapi,
semua itu hanya tampak sekilas. Kejap kemudian, bibir itu
kembali menyunggingkan senyum memikat.
"Kau pandai bergurau juga, Bocah Bagus. Tapi sayang tidak
lucu. Kau kira manusia itu seperti barang yang bisa dioperoperkan begitu saja"!"
Aji hanya cengar-cengir mendengar tanggapan wanita
berbaju hitam. Dia tak terlalu kaget mendengar Suta dan
Banggala adalah murid-murid wanita pesolek itu. Karena,
sejak semula pun Aji telah dapat menduga kalau sang
penolong itu setidak-tidaknya punya hubungan dengan
pemuda-pemuda berpakaian biru itu.
"Syukur kalau kau mengerti, Bibi. Rasa suka memang tak
bisa dipaksakan. Karena itu hak kodrati setiap manusia. Aku
tak suka ikut denganmu. Jadi, kuharap kau tak memaksaku...."
"Mulutmu terlalu lancang, Bocah ! " rutuk wanita setengah
baya yang telah tak bisa menahan amarahnya lagi itu. "Kau
tahu, belum pernah ada orang yang berani bersikap seperti itu
padaku! Rupanya kau belum pernah mengenal atau setidaktidaknya mendengar berita tentangku, heh"! Aku dijuluki
orang Dewi Berhati Besi. Ketua Perkumpulan Anak Langit."
Wanita pesolek yang berjuluk Dewi Berhati Besi itu
bermaksud menakut-nakuti Aji dengan memperkenalkan
julukannya. Si wanita tahu, julukannya amat terkenal dan
ditakuti pihak lawan dan disegani kawan. Dia yakin, Aji akan
sangat ketakutan begitu mendengar julukannya.
Dewi Berhati Besi kecelik. Pendekar Mata Keranjang tak
terkejut sama sekali. Apalagi sampai ketakutan. Hal ini
membuat Ketua Perkumpulan Anak Langit ini untuk beberapa
saat lamanya kesima di tempat seperti orang melihat sesuatu
yang amat mengejutkan.
Aji sendiri tahu kalau Dewi Berhati Besi berusaha
membuatnya gentar. Hal ini malah membuatnya semakin
bertingkah konyol dan urakan.
"Jadi, belum pernah ada yang berani bersikap seperti itu
padamu. Bibi"! Kalau begitu, aku patut untuk berbangga hati
karena menjadi orang pertama yang lancang padamu. Mudahmudahan saja, karena telah ku-pelopori, orang-orang akan
mengikuti tindakanku. Sehingga akan banyak orang yang
kurang ajar padamu. Bukankah itu akan sangat menyenangkan, Bibi"!"
Dewi Berhati Besi banting kaki kirinya. Kelihatan tak
bertenaga. Tapi, kesudahannya, tanah amblas sampai ke
betisnya. Seakan permukaan tanah itu amat lunak seperti
bubur lumpur. Usai melampiaskan kemarahannya, Dewi Berhati Bes i
tudingkan jari telunjuknya yang lentik dan berkuku runcing
terawat. "Ternyata kau bodoh, Bocah KeparatI Kau lebih suka
menderita daripada bersenang-senang denganku! Baik, kalau
itu yang kau inginkan, akan kupenuhi!"
*-dw-* Dewi Berhati Bes i ternyata tak menggertak kosong. Ketika
ucapannya sirap, dia me luruk ke arah Aji seraya kirimkan
tamparan tangan kiri ke arah pipi si pemuda. Gerakannya
lembut dan tak terlihat bertenaga.
Pendekar 108 yang telah bersiaga sejak tadi, tak tinggal
diam. Pemuda ini tahu kalau Dewi Berhati Besi berkepandaian
luar biasa tinggi. Dia menilai seperti itu berdasarkan pukulan
jarak jauh yang dilancarkan Ketua Perkumpulan Anak Langit
itu padanya. Sebuah pukulan jarak jauh yang luar biasa
dahsyat. Serangan Dewi Berhati Besi kali ini membuat Pendekar 108
tercekat. Karena, pemuda berambut dikuncir ekor kuda itu
hanya melihat sekelebatan bayangan melesat ke arahnya. Lain
saat, tangan Dewi Berhati Besi yang masih halus, telah
melayang ke arah pipinya. Aji segera sadar kalau sang Dewi
mempunyai kecepatan gerakan yang luar biasa. Padahal,
tenaga dalam wanita berpakaian hitam itu pun amat kuat Aji
tahu, kali ini dia berhadapan dengan seorang tokoh persilatan
yang amat tangguh. Tidak bisa disamakan dengan orangorang seperti Suta atau Banggala.
Pendekar Mata Keranjang memang terperanjat. Tapi,
pemuda ini pun mampu menunjukkan kalau dirinya bukan
termasuk orang yang mudah dipecundangi.
Dengan gerakan menakjubkan, Aji menyelinap melalui
bawah kaki Dewi Berhati Besi. Saat itu, tubuh sang Dewi
memang berada beberapa kaki dari permukaan tanah. Ketika
telah berada di belakang Ketua Perkumpulan Anak Langit, Aji
balikkan tubuh sambil kebutkan kipasnya yang terkembang ke
pinggang lawannya.
Wuuut...! Dewi Berhati Besi tak kalah bertindak sigap. Begitu
serangan yang dilakukannya mengenal tempat kosong, dan di
belakangnya didengarnya kesiuran angin dingin, wanita ini
segera sadar kalau Aji telah mengirimkan serangan balasan.
Maka, dia melompat ke depan untuk mengelakkan serangan
itu, seraya sepakkan kaki kanannya ke belakang untuk
mencegah Pendekar 108 kirimkan serangan susulan.
Wusss...! Kebutan kipas Aji mengenai angin. Tendangan Dewi Berhati
Besi pun menggebrak tempat kosong. Karena Aji buru-buru
bersalto ke belakang untuk menghindari serangan. Untuk
sesaat masing-masing pihak seperti saling menjauh.
Tapi, keadaan seperti itu hanya berlangsung sebentar. Di
lain saat, dua tokoh yang saling berbeda jenis kelam in dan
usia ini kembali bergerak. Pertarungan pun berlangsung. Dewi
Berhati Besi yang telah sadar kalau Pendekar 108 adalah
seorang lawan yang amat tangguh, segera mengeluarkan
pecutnya. Bunyi meledak-ledak yang disertai kepulan asap
tipis, menyeruak ketika wanita pesolek ini menggebrak.
Pertarungan berlangsung sengit Pendekar 108 benar-benar
dipaksa untuk mengerahkan seluruh kemampuannya. Senjata


Pendekar Mata Keranjang 33 Mustika Naga Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di tangan Dewi Berhati Besi beberapa kali membuat si pemuda
blingsatan, karena perubahannya yang tak terduga-duga.
Terkadang, pecut Dewi Berhati Besi lemas seperti layaknya
sebuah pecut. Tapi, tak jarang menegang kaku tak ubahnya
sebatang tombak. Namun, di lain saat meliuk-liuk seperti
seekor ular, mematuk-matuk seraya mengeluarkan bunyi
meledak-ledak yang memekakkan telinga.
Rrrttt...! Di jurus ketiga puluh, dengan diiringi bunyi yang
menggidikkan, pecut di tangan Dewi Berhati Besi menegang
kaku, lurus bagaikan tombak meluncur ke perut Pendekar 108.
Perubahan bentuk senjata itu terlalu mendadak. Padahal,
sebelumnya pecut itu masih meliuk-liuk dan mematuk-matuk
bak seekor ular. Aji tercekat. Namun, kesigapannya membuat
pemuda ini masih mampu bertindak menyelamatkan
nyawanya. Kipasnya dikembangkan di
depan perut, menghadang pecut.
Trakkk! *-0odwo0-* ENAM UJUNG pecut berbenturan dengan daun kipas. Keras.
Seketika itu pula, pecut kembali ke bentuknya semula. Lemas.
Sedangkan si pemiliknya dan juga Pendekar 108 sama-sama
terhuyung ke belakang akibat benturan yang cukup keras itu.
Dewi Berhati Besi memang sudah memperkirakan kejadian
seperti itu. Maka, ketika tubuhnya terhuyung, tangannya
bergerak melecutkan senjatanya.
Pendekar Mata Keranjang terkesiap melihat ujung pecut
yang mengancam ubun-ubunnya. Dia tahu, sedikit saja
terkena, nyawanya akan lepas dari raga. Aji tak mau mati
konyol. Maka, kipasnya yang terlipat, disorongkan di atas
kepalanya. Rrrttt ! Ujung pecut membelit kipas. Erat. Kejap Itu pula, Dewi
Berhati Besi menggerakkan tangan menyentak. Aji tak ingin
kehilangan senjatanya. Maka, pemuda ini ikut menarik pula
untuk mempertahankan kipasnya. Adu tarik-menarik pun
terjadi. Pertarungan langsung berubah. Tidak lagi terjadi gerakangerakan, saling terjang, dan saling mengelak. Kedua belah
pihak tegak di tempat masing-masing seraya mengerahkan
seluruh tenaga dalam yang ada.
Jalannya pertarungan yang jauh lebih menegangkan dari
sebelumnya ini, membuat hampir semua pasang mata yang
ada tertuju ke sana. Mereka ingin tahu, pihak yang akan
keluar sebagai pemenang. Semua tokoh persilatan tahu hasil
dari pertarungan semacam itu hanya bertumpu pada kekuatan
tenaga dalam masing-masing pihak.
Selisih tenaga sedikit saja akan sangat menentukan,
siapa.yang akan keluar sebagai pemenang.
Waktu berlalu terasa demikian lambat terutama sekail bagi
pihak-pihak yang bertarung seperti Aji dan Dewi Berhati Besi.
Mereka pun mulai merasa tak sabar, setelah beberapa saat
lamanya sailng tarik, belum terlihat adanya tanda-tanda akan
mengungguli pihak lawan.
Di antara Pendekar 108 dan Dewi Berhati Besi, sang Dewi
yang lebih tidak sabar lagi. Apalagi dilihatnya Pendekar 108
cengar-cengir, seakan-akan menunjukkan kalau dirinya lebih
unggul. Dada Ketua Perkumpulan Anak Langit seperti terbakar
hangus oleh amarah yang bergelora. Wanita pesolek ini
menyangka cengar-cengirnya Aji merupakan ejekan terhadap
dirinya. Dewi Berhati Besi tahu akan membutuhkan waktu yang
sangat lama untuk memenangkan pertarungan ini. Itu pun
belum tentu dengan hasil kemenangan di pihaknya.
"Kalau tak gunakan siasat, sulit bagiku untuk mengalahkan
bocah sialan ini. Andaikata pun menang, aku pun tak akan
luput dari luka yang cukup parah. Itu berarti aku akan
kehilangan kesempatan untuk memperebutkan Mustika Naga
Hitam. Itu tak boleh terjadi , Aku tak punya pilihan lain. Y ang
penting sekarang adalah menang tanpa terlukai" racau si
wanita pesolek dalam diam.
Setelah memutuskan demikian, secara tiba-tiba Dewi
Berhati Besi lepaskan cekalan pada pecutnya. Aji yang tak
menyangka hal ini terjengkang ke belakang terbawa tenaga
tarikannya sendiri. Kesempatan seperti ini yang ditunggutunggu sang Ketua Perkumpulan Anak Langit Ini. Tangan
kirinya dihentikan, mengirimkan pukulan jarak jauh ke dada
Aji. Wuttt ! Angin yang mengeluarkan bunyi menggila menggebrak ke
arah Pendekar 108. Sang pendekar muda terperanjat bukan
main. Di sekitarnya berpasang-pasang
mata telah memperkirakan kalau Pendekar 108 akan terhantam pukulan
dahsyat itu. Wanita berpakaian merah yang sejak tadi memperhatikan
jalannya pertarungan, mengeluarkan pekikan kaget dan
cemas. Dia tahu nyawa Pendekar Mata Keranjang akan
melayang apabila terhantam serangan itu. Dan memang, Dewi
Berhati Besi telah memutuskan untuk membinasakan Aji.
Wanita pesolek itu telah keburu marah besar karena tingkah
sang pendekar. Juga malu karena di depan sekian banyaknya
pasang mata, dia, Ketua Perkumpulan Anak Langit yang amat
terkenal, tak mampu mengalahkan seorang pemuda. Untuk
menebus rasa marah dan malunya, Dewi Berhati Besi
bertindak telengas.
Pada saat yang genting itu, dari arah sebelah kiri menderu
angin keras ke arah Aji. Demikian kerasnya sehingga membuat
tubuh Pendekar Mata Keranjang yang tengah terhuyung ke
belakang jadi tertolak ke samping.
Sayang angin keras yang mendorong Pendekar 108 tiba
agak terlambat. Memang, Aji terdorong ke samping kanan
karenanya. Tapi pukulan jarak jauh Dewi Berhati Besi
meluncur tiba. Desss ! Angin pukulan yang mampu menghancurkan batu karang
yang keras itu menghantam Aji secara telak. Hanya saja
berkat dorongan angin dari sebelah kiri, serangan dahsyat itu
tak menggebrak dada melainkan melenceng menghantam
bahu kanan si pemuda.
Sungguhpun demikian, akibatnya bagi Pendekar 108 tetap
mengerikan. Tubuhnya terpental ke belakang, melayang
sejauh beberapa tombak. Dari mulut dan hidung Aji
menyembur darah segar. Menetes membasahi tanah
sepanjang tubuh sang pendekar muda melayang. Kipas dan
pecut yang tercekal di tangan terpental jatuh, karena terlepas
dari pegangan. Setelah melayang-layang sejauh lima tombak lebih, tubuh
Aji terhempas ke tanah secara keras. Kendati demikian, sejak
terkena pukulan, saat tubuhnya melayang, dan terbanting
keras di tanah, tak sepatah kata pun keluhan yang terlontar
dari mulut Aji. Pendekar 108 bersikeras untuk tak
mengunjukkan rasa sakit yang menderanya.
Oo0-dw-0oO Pendekar 108 benar-benar punya watak keras hati. Kendati
telah terluka parah, dia tak pasrah untuk menerima kematian
yang mungkin datang lewat serangan susulan Dewi Berhati
Besi. Murid Wong Agung itu bersikeras untuk bangkit. Sekujur
tubuh pemuda ini terlihat gemetar hebat ketika berjuang keras
agar dapat duduk untuk kemudian berdiri. Beberapa saat hal
itu terjadi, sebelum akhirnya Aji kembali terhempas ke tanah
dengan menyemburkan cairan merah kental dari mulutnya.
Dewi Berhati Besi ternyata tak mengirimkan serangan
susulan. Memang, dia memperhatikan Aji sejak tubuh pemuda
itu terpental sampai terhempas ke tanah ketika gagal untuk
bangkit. Tapi, setelah itu wanita pesolek ini bersikap tak
peduli. Dia malah mengayunkan kaki mendekati pecutnya
yang tergeletak di tanah. Kemudian tanpa bicara apa pun
memungutnya dan menyimpannya kembali di selipan
pinggangnya. Wanita berparas buruk tampak kebingungan. Dia menatap
Aji dengan sorot mata cemas. Tapi, sesekali mengerling ke
arah Dewi Berhati Besi. Sikapnya kelihatan serba salah.
"Celaka...! Apa yang harus kuperbuat sekarang..."! Pemuda
itu terluka parah. Aku yakin, apabila tak mendapatkan
pertolongan, nyawanya akan terlepas dari badan. Tapi...,
bagaimana harus menolongnya"! Apakah Dewi Berhati Besi
tak mengenaliku" Rasa-rasanya dia tak bisa kutipu.
Kenyataannya, Suta dan Banggala saja dapat mengenaliku.
Hhh...! Bagaimana baiknya sekarang..."!" Wanita berparas
buruk gelisah dalam diam.
Seperti mengetahui kebingungan hati perampuan berpakaian merah, dari arah sebelah kiri, tempat angin keras
yang mendorong tubuh Pendekar Mata Keranjang 108 berasal,
berkelebat sesosok bayangan putih. Di lain kejap, di dekat
Pendekar Mata Keranjang yang masih tergolek, tegak sesosok
tubuh ramping berpinggul bulat dan padat. Pakaiannya serba
putih. Parasnya cantik kendati terlihat tidak muda lagi. Karana
usia sang pendatang baru itu memang hampir lima puluh
tahun. Sayangnya, wajah yang terlihat lebih menarik karena
kecantikannya yang telah matang itu, tampak diselaputi
kedukaan besar. Parasnya murung dan dingin. Sorot matanya
pun sayu. Sehingga kecantikannya terlihat menyeramkan.
Apalagi dengan dandanan rambutnya yang digelung ke atas.
Dewi Berhati Besi terkekeh ketika melihat wanita
berpakaian putih itu.
"Aku kira siapa orang yang lancang mencampuri urusanku.
Kiranya Bidadari Berkabung. Entah apa yang menyebabkan
kau bertindak usilan, Perempuan Aneh"!"
Wanita berambut digelung ke atas yang ternyata berjuluk
Bidadari Berkabung, sama sekali tak pedulikan pernyataan
Dewi Berhati Besi yang sarat dengan ejekan. Wanita ini
bersikap seperti tak mendengar ucapan sama sekail. Dia
malah perhatikan Aji lekat-lekat.
Di lain pihak, Aji tahu kalau Bidadari Berkabung ini adalah
orang yang telah menyelamatkan nyawanya dari bahaya
kematian. Maka, ketika si wanita menatapnya, dia tersenyum.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Bibi. Kalau kau tak
turun tangan, mungkin saat ini aku telah berada di lubang
kubur," kata Pendekar Mata Keranjang 108 dengan suara
lemah. Bidadari Berkabung balas tersenyum. Tapi, hanya sekilas,
itu pun sedikit sekali. Hampir bukan berupa senyum tapi
gerakan sepasang bibir.
Bidadari Berkabung memasukkan tangannya ke balik baju,
mengeluarkan buntalan kain hitam kecil. Dari dalam buntalan
itu, wanita ini mengeluarkan beberapa buah pil. Lalu, dia
memberikan pil-pil itu pada Aji. Si pendekar muda tanpa raguragu menerimanya.
"Telanlah obat
itu, Anak Muda.
Gunanya untuk menyembuhkan luka-luka dalam, baik ringan maupun berat.
Pil-pil itu sangat mujarab. Asalkan jantung dan nadimu masih
berdetak, kau akan sembuh!" tandas wanita berambut
digelung itu, dengan nada yakin.
Untuk kedua kalinya, Aji menunjukkan rasa percaya yang
besar pada Bidadari Berkabung. Dia tak khawatir kalau wanita
Itu bukannya memberikan obat, tapi malah racun yang
mematikan: Dengan cepat, obat-obat itu ditelannya.
Baru saja pil-pil itu masuk ke dalam perut Aji, bentakan
keras menggeledek kembali terlontar. Bentakan yang sarat
dengan kemarahan.
"Bidadari Berkabung! Julukanmu telah lama kudengar.
Bahkan, dari kabar yang tersiar, aku tahu kalau kau bukan
termasuk orang yang usilan dan mudah mencampuri urusan
orang lain! Mengapa kau campuri urusanku"! Apakah kau
memang hendak menantangku dan juga Perkumpulan Anak
Langit"!"
Bidadari Berkabung menolehkan kepala, menatap Dewi
Berhati Besi, sejenak tepat pada bola matanya. Kemudian,
sepasang bibirnya yang lebih sering rapat daripada terpisah
itu, berkemik. Pelan, seperti orang yang malas berbicara.
"Aku tak hendak mencampuri urusanmu dan juga
perkumpulanmu, Dewi. Tapi, aku tak bisa berdiam diri apabila
kau hendak menjatuhkan tangan kejam pada pemuda ini! Aku
tak hendak bertarung. Oleh karena itu, kuminta kau bersedia
untuk menghabiskan urusan dengannya."
Selebar paras Dewi Berhati Besi merah padam. Raut
ketidak senangannya terlihat jelas.
"Enak saja kau bicara, Bidadari! Kau tahu, pemuda itu telah
melukai murid-muridku, mencoreng muka Perkumpulan Anak
Langit di muka orang banyak, sekaligus menghina ku Mana
mungkin aku menghabiskan persoalan ini begitu saja"!"
"Mungkin saja, Dewi," kilah Bidadari Berkabung. "Toh, kau
telah membalas kelancangannya dengan membuatnya terluka
parah. Kurasa hukuman yang kau berikan telah lebih dari
cukup!" "Kalau aku tetap mau memperpanjang persoalan ini,
bagaimana" hah"!" tanya Dewi Berhati Besi dengan nada
menantang. Bidadari Berkabung mengangkat kedua bahunya dengan
sikap tak peduli.
"Terserah, Dewi. Yang jelas, aku tak bisa berpangku tangan
melihat orang yang tak berdaya, mati percuma di tanganmu!
Pula, aku tak ingin obat yang kuberikan jadi sia-sia !"


Pendekar Mata Keranjang 33 Mustika Naga Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jawaban dan sikap Bidadari Berkabung jelas-jelas
merupakan tanggapan pasti atas tantangan yang dilontarkan
Dewi Berhati Besi. Hal ini membuat Ketua Perkumpulan Anak
Langit itu, meluap amarahnya.
"Rupanya kau telah terpincuk oleh ketampanan bocah itu,
Bidadari! Sungguh tak tahu malu Tidakkah kau lihat usiamu"!
Kau telah tua. Nenek-nenek! Aku yakin, bocah lancang itu tak
akan mau melayani nafsu kotor-mu!"
Sepasang mata Bidadari Berkabung yang biasanya dingin
dan sarat dengan kedukaan itu, seperti mengeluarkan api
mendengar kata-kata yang tidak senonoh itu.
"Tutup mulutmu, Wanita Cabul! Aku bukan perempuan
lacur sepertimu!" bentak Bidadari Berkabung dengan suara
bergetar karena kemarahan yang mendera.
"Kau yang harus menutup mulutmu, Bidadari! Tidak hanya
sesaat. Tapi, selama-lamanya!"
Berbareng dengan mengatupnya mulutnya, Dewi Berhati
Besi melolos pecut yang terselip di pinggang. Ketua
Perkumpulan Anak Langit ini telah bersiap untuk melancarkan
serangan. Dia langsung mengeluarkan senjata andalannya
karena tahu kalau Bidadari Berkabung merupakan lawan yang
amat tangguh. Bahkan mungkin lebih tangguh daripada
Pendekar 108. Melihat Dewi Berhati Besi telah bersiap-siap dengan
senjatanya, Bidadari Berkabung segera melolos sabuk yang
melilit pinggangnya. Sabuk yang juga berwarna putih. Bidadari
Berkabung tak berani bertindak sembrono, menghadapi Ketua
Perkumpulan Anak Langit yang tarkenal dengan tangan
kosong. Dewi Berhati Besi me langkah maju. Di depannya, Bidadari
Berkabung melakukan hal yang sama. Suasana kembali terasa
menegangkan. Semua pasang mata tertuju pada dua orang
wanita setengah baya yang telah siap untuk berlaga itu.
Dewi Berhati Besi dan Bidadari Berkabung saling pandang
seakan-akan hendak mengukur kekuatan lawan melalui sorot
mata. Kejap kemudian, Dewi Berhati Besi me lecutkan
senjatanya ke udara, bersiap untuk melancarkan serangan.
Tarrr! Hampir berbareng dengan menggelegarnya bunyi pecut,
tanah di sekitar tempat itu berguncang. Kali ini jauh lebih
keras daripada sebelumnya. Bunyi keras seperti keluar dari
mulut seekor kerbau kembali menyeruak, namun jauh lebih
keras dan dahsyat daripada bunyi beberapa saat yang lalu.
Bau amis yang menyebar ke sekitar tempat itu ikut mengiringi
guncangan dan bunyi lenguhan keras yang terjadi.
Kejadian itu membuat semua pasang mata yang ada di
sekitar tempat itu, tertuju ke danau. Tak terkecuali mata milik
Bidadari Berkabung, Dewi Berhati Bes i, dan Aji. Pertarungan
yang hendak berlangsung, seketika itu pula, jadi terhenti di
tengah jalan. Sebagian di antara tokoh-tokoh persilatan menengadahkan
kepala, melihat langit. Ternyata bulan telah naik tinggi. Berada
tepat di atas kepala.
"Apakah naga hitam itu telah akan keluar dari
persembunyiannya"!" Pertanyaan itu menggayuti benak
semua tokoh persilatan yang ada.
Puluhan pasang mata pun menikam ke danau. Tepatnya
lagi ke arah lubang yang berada di tepi danau.
Mereka semua merasa tegang bukan main, sehingga matamata mereka hampir tak berkedip. Khawatir jika berkerjap, tak
sempat melihat sang makhluk aneh itu keluar dari liangnya.
* dw * TUJUH GETARAN pada tanah semakin keras. Bau amis yang
menyengat hidung, semakin menyebar. Bunyi yang layaknya
keluar dari mulut seekor kerbau, semakin keras menggelegar.
Semua tokoh persilatan yang berada di tempat itu, semakin
berdebar tegang. Sebagai tokoh-tokoh yang berpengalaman,
mereka tahu kalau naga hitam itu masih berada di dasar bumi.
Jauh di dalam lubang. Tapi toh, akibat yang ditimbulkannya
telah demikian dahsyat. Tak dapat mereka bayangkan sampai
di mana ke-luar biasaan makhluk aneh itu.
Tanah semakin keras berguncang bak tengah terjadi
gempa. Bau amis semakin memualkan perut. Seakan-akan di
sekitar itu terdapat tumpukan raksasa bangkai udang. Bunyi
lenguhan laksana keluar dari mulut seekor kerbau terdengar
tak ubahnya raungan puluhan ekor harimau murka.
Tokoh-tokoh persilatan yang berkepandaian tinggi dan
bertenaga dalam kuat, mampu bertahan kendati tanah
berguncang hebat. Mereka mampu tegak tanpa bergeming,
apalagi terhuyung. Sedangkan tokoh-tokoh yang berkepandaian lumayan terhuyung-huyung ke sana kemari
seperti orang mabuk.
Di antara semua orang yang berada di tempat itu, yang
paling sial adaiah Pendekar 108. Guncangan yang keras pada
tanah, membuat tubuh si pemuda terguling-guling ke sana
kemari. Saat itu, Aji memang lebih lemah daripada orang orang
persilatan yang ada di situ. Pemuda berambut dikuncir ekor
kuda itu, tengah terluka dalam akibat pukulan jarak jauh Dewi
Berhati Besi. Memang, berkat pil-pil yang diberikan Bidadari
Berkabung, keadaan Pendekar Mata Keranjang perlahan-lahan
lebih enak. Kendati demikian, dia tetap tak boleh
mengerahkan tenaga dalam yang berlebihan. Karena, bila hal
itu dilakukan, bagian dalam dadanya yang terluka, tak akan
bertahan, dan akan terluka lagi bahkan mungkin lebih parah.
Untuk pertama kalinya, Pendekar 108 merasa tegang bukan
main saat itu. Aji tahu, dia tengah tak berdaya. Padahal,
sebentar lagi naga hitam akan muncul.
"Kalau makhluk aneh itu keluar, mungkin aku yang akan
pertama kali menjadi santapannya. Orang-orang yang lain,
mungkin bisa menghindari naga hitam itu. Tapi aku"! Paling
jauh hanya dapat beringsut!" racau sang pendekar dalam hati.
Cemas dan gelisah.
Aji sendirian dalam kegelisahannya. Tokoh-tokoh persilatan
lainnya, justru tengah merasa tegang menunggu keluarnya
naga hitam dari sarangnya. Hal-hal lainnya tak terpikirkan oleh
mereka sama sekali. Tak terkecuali wanita berparas buruk dan
Bidadari Berkabung.
Dua orang wanita itu sama-sama punya perhatian pada Aji.
Tapi, saat itu sang pemuda terlupakan akibat dari besarnya
rasa ingin tahu mereka yang besar untuk melihat sosok dari
naga hitam. Di samping itu juga, karena besarnya perasaan
tegang yang melanda, mengingat sebentar lagi binatang yang
hanya mereka dengar ceritanya itu, akan muncul di depan
mata. Bulan naik semakin tinggi. Suasana tegang melingkupi
sekitar tempat itu. Tapi. tak satu pun orang yang bicara.
Bahkan bernapas pun seakan-akan diatur. Sehingga, kendati
di sekitar danau berada puluhan orang, seakan-akan tak ada
orang sama sekali.
Ketika guncangan semakin hebat, bunyi lenguh kian keras,
dan bau amis semakin menyengat, sehingga sebagian besar
tokoh persilatan yang ada, banyak yang menutup hidungnya,
wanita berpakaian merah teringat pada Aji.
Tak jauh dari si perempuan berparas buruk Itu, Bidadari
Berkabung mendadak teringat pula pada Aji. Rasa khawatir
akan keselamatan si pemuda, menyeruak di hatinya. Apalagi,
ketika melihat Pendekar 108 berada dekat dengan danau
Guncangan besar pada permukaan tanah, membuat tubuh Aji
terguling-guling. Sialnya, gulingan itu menuju ke danau.
Bidadari Berkabung segara berpikir cepat. Dia tahu, Aji
berada dalam bahaya besar jika naga hitam itu keburu muncul
dari liangnya. Oleh karena itu, wanita berwajah dingin ini
memutuskan untuk membawa Pendekar Mata Keranjang ke
tempat yang aman.
Tapi, saat Bidadari Berkabung hendak turun tangan,
guncangan yang luar biasa dahsyat kembali menyeruak. Bau
amis yang semakin menusuk hidung, semakin menggila. Kejap
kemudian sang penghuni lubang itu muncul ! .
Seketika itu pula, berpasang-pasang mata milik tokoh-tokoh
persilatan membeliak besar. Jantung mereka memukul keras
di dalam dada, sehingga mereka khawatir kalau-kalau bunyi
itu akan terdengar keluar.
Sang penghuni lubang itu, setelah keluar dari tempat
persembunyiannya, langsung me lesat ke atas, setinggi
sepuluh tombak lebih. Kemudian turun kembali ke tanah
dengan perlahan-lahan.
Sekarang, puluhan tokoh persilatan dapat melihat bentuk
sang penghuni lubang di pinggir danau, secara Jelas. Mata
mereka seperti meiekat dengan sang makhluk. Membelalak
besar dan tak berkedip.
Sang penghuni lubang memang menggiriskan hati. Berupa
makhluk berbentuk aneh. Campuran antara dua binatang.
Badan makhluk itu seperti badan kerbau, tapi kepalanya naga
Seluruh badannya hitam berkilat. Kaki dan tangannya putih.
Ekornya seperti ekor ular. Panjang dari kepala sampai ekor
sekitar tiga tombak.
Setelah berada di tanah kembali, makhluk aneh yang tak
lain dari naga hitam adanya, menghadapkan kepalanya ke
arah bulan. Binatang itu sama sekali tak mempedullkan
keberadaan banyaknya manusia di tempat itu. Padahal, yang
berada di tempat terbuka saja ada beberapa orang. Sisanya
yang jumlahnya berlipat ganda, tersembunyi, menyebar di
antara pohon, batu, dan semak-semak.
Semua tokoh persilatan, tak terkecuali Aji memperhatikan
naga hitam itu lekat-lekat. Mereka harus mengakui kalau
berita yang tersiar itu benar adanya. Naga hitam yang
berkepala naga dan berbadan kerbau itu benar-benar ada.
"Sekarang, benarkah makhluk aneh itu punya mustika"!"
pertanyaan itu bergayut di dalam benak semua tokoh
persilatan yang ada.
Seperti hendak memberikan jawaban, naga hitam itu
mengeluarkan benda bulat berwarna merah dari dalam
perutnya. Benda yang ukurannya sebesar kepala bayi itu
dipermainkan oleh sang makhluk. Dikeluar dan dimasukkan ke
mulut. Berpasang-pasang mata milik tokoh-tokoh persilatan yang
sejak tadi telah membeliak itu, semakin membesar ketika
melihat benda bulat merah yang keluar masuk mulut naga
hitam. "Itulah Mustika Naga Hitam!" pekik hati semua tokoh
persilatan dengan sorot mata memancarkan keinginan yang
besar. Memang mata mereka menyorotkan keinginan besar. Hati
mereka pun menyuarakan hasrat untuk mendapatkan mustika
yang mempunyai khasiat luar biasa itu. Tapi, wibawa naga
hitam membuat hampir semua tokoh persilatan merasa jerih.
Tidak ada yang berani untuk turun tangan lebih dulu.
Keadaan menjadi sunyi tapi menegangkan. Di lain pihak,
naga hitam tetap dengan kesibukannya. Binatang aneh ini
seakan-akan tak tahu, atau tak mau tahu hal yang tengah
terjadi. Bulan semakin tinggi. Naga hitam masih sibuk mengeluarkan dan memasukkan mustikanya. Sementara
tokoh-tokoh persilatan masih saling menunggu. Masingmasing tokoh menanti orang yang menjadi pelopor.
Di saat yang penuh ketegangan itu, Dewi Berhati Besi
bicara. Suaranya tidak keras. Tapi, karana suasana saat itu
hening, perkataannya terdengar jelas.
"Mengapa belum ada yang memulai"! Apakah tak ada yang
menginginkan mustika itu"! Ketahuilah, naga hitam bermainmain dengan mustikanya, di waktu bulan purnama, hanya
sebentar saja. Setelah itu, sang binatang kembali ke tempat
kediamannya untuk kemudian muncul kembali di waktu
purnama mendatang."
Perkataan Ketua Perkumpulan Anak Langit itu bernada
memberitahukan. Akibatnya, membuat banyak tokoh rimba
persilatan jadi blingsatan seperti cacing di abu panas.
Keberanian mereka timbul seketika, karena terdorong oleh
rasa khawatir kalau-kalau naga hitam itu akan lebih dulu
menghilang di tempat tinggalnya. Padahal, kedalaman lubang
itu tak seorang pun dapat memperkirakannya.
Lelaki berpakaian ungu, yang tadi keluar dari persembunyiannya karena merasa khawatir kalau perempuan
berpakaian merah akan mendahuluinya mendapatkan mustika,
menjadi orang pertama yang memberikan sambutan atas
pemberitahuan Dewi Berhati Besi.
Lelaki berpakaian ungu masukkan tangannya ke balik baju.
Ketika dikeluarkannya lagi sekejap kemudian, pada jari-jari
tangannya terselip beberapa pisau yang batangnya berwarna
kehijauan suatu tanda kalau benda itu beracun.
Belum juga serangan si lelaki mengenai sasaran, dari
berbagai penjuru di sekitar tempat itu, berkelebatan banyak
sinar-sinar yang menyilaukan mata. Beraneka ragam, bentuk,
jenis, dan ukuran senjata rahasia, meluncur bagaikan hujan.
Belum juga serangan itu menghujam sasaran, belasan bahkan
mungkin puluhan tokoh persilatan. Tak tinggal diam. Mereka
bermunculan dari tempat yang tersembunyi di sekitar tempat
Itu. Kemudian menyerbu naga hitam.
Naga hitam ternyata cukup cerdik. Ketika tahu dirinya
dihujani beraneka macam, jenis, dan rupa senjata-senjata
rahasia, dari segala penjuru, buru-buru mustikanya disedot
kembali ke dalam mulut.


Pendekar Mata Keranjang 33 Mustika Naga Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Trak, trak, trakkk!
Senjata-senjata rahasia yang dilepaskan tokoh-tokoh
persilatan itu terpental balik ketika menghantam tubuh naga
hitam. Pertemuan antara senjata-senjata rahasia dengan
sekujur kulit sang makhluk aneh itu menimbulkan bunyi
nyaring seperti beradunya dua macam benda terbuat dari
logam. Sebagian besar tokoh-tokoh persilatan tak merasa terkejut
dengan hasil yang mereka saksikan. Mereka telah menduga
lebih dulu kalau kulit binatang itu tak dapat ditembus oleh
senjata tajam biasa. Masalahnya, binatang itu adalah seekor
binatang langka yang punya khasiat luar biasa!
Sang naga hitam sendiri, tetap tak bergeming di
tempatnya. Binatang itu seperti menunggu untuk serangan
lanjutan dari lawan-lawannya. Sepasang matanya tampak
menggidikkan, karena bijinya memancarkan sinar hijau
berkilauan. Ketika puluhan orang tokoh persilatan berkelebatan
mendekatinya, naga hitam perdengarkan bunyi teriakan keras.
Bersamaan dengan itu tubuhnya melesat tinggi ke udara,
kemudian turun di dalam kerumunan tokoh-tokoh persilatan
itu. Kedatangan naga itu segara mendapatkan sambutan
hangat dari tokoh-tokoh persilatan. Senjata-senjata yang
tercekal di tangan, diayunkan ka arah sang naga. Berbagai
macam senjata yang terdiri dari aneka bentuk, jenis, dan
ukuran tertuju pada makhluk aneh itu.
Tapi, seperti kejadian sebelumnya, serangan-serangan
yang meluncur bagaikan hujan itu tak membawa hasil sama
sekail. Senjata-senjata yang menetak, menusuk, menghujam,
dan membabat, tak membuat naga hitam terluka. Malah,
membuat binatang itu melancarkan sarangan balasan yang tak
kalah ganas. Naga hitam mengayunkan sepasang kaki depannya yang
berkuku runcing ke arah lawan-lawannya. Mulutnya yang
dipenuhi dengan gigi-gigi bagaikan mata gergaji, dipergunakan pula membantu cakar-cakarnya.
Crat, crat, crattt!
Jerit kesakitan dan lolong kematian terdengar bercampur
baur, dan saling susul. Beberapa sosok terhuyung-huyung
bermandikan darah untuk kemudian jatuh tertelentang.
Mereka tewas dengan perut atau dada robek lebar akan
cakaran naga hitam. Malah, beberapa di antaranya, koyak
lehernya akibat gigitan makhluk aneh itu. Sisanya terluka.
Seketika Itu pula, kerumunan tokoh persilatan itu buyar.
Mereka saling berlomba untuk menjauhkan diri, mencari
selamat untuk sementara.
* dw * Sang naga hitam, setelah menimbulkan korban jiwa,
kembali duduk melingkar di tanah. Bersikap tak peduli. Tak
jauh di depannya, di kanan kirinya, di sekelilingnya, tokohtokoh persilatan tegak dengan sikap mengancam.
Pertarungan belum berlangsung. Naga hitam rupanya tak
berminat untuk menyerang lebih dulu. Di seberang, tokohtokoh persilatan, merasa jerih untuk memulai. Telah mereka
saksikan sendiri keluar biasaan makhluk aneh itu.
Naga hitam bisa sabar. Tokoh-tokoh persilatan yang
merubung, bisa tahan diri. Tapi, Dewi Berhati Besi tidak.
Wanita pesolek ini melompat dan me lecutkan senjatanya ke
arah naga hitam.
Ctarrr! Makhluk aneh berbadan kerbau berkepala naga ternyata
tak berdiam diri. Memang, pecutan yang mengarah ke
badannya itu tidak dipedulikannya. Tapi, pada saat yang
sama, naga hitam menyampok ke arah perut lawannya
dengan cakarnya yang memiliki kuku-kuku runcing dan jauh
lebih tajam daripada pedang.
Prattt ! Begitu ujung pecut menggebrak kulit badan naga hitam,
bukannya sang makhluk yang perdengarkan seruan kesakitan.
Dewi Berhati Besi yang mengeluh tertahan. Wanita pesolek ini
merasakan sekujur tangannya terasa lumpuh dan sakit-sakit.
Untungnya, dia masih sanggup mencekal senjatanya.
Yang lebih membuat Ketua Perkumpulan Anak Langit ini
mencelos hatinya adalah ketika melihat cakar naga hitam yang
hampir saja membuat isi perutnya berentakan. Dewi Berhati
Besi berhasil mengelakkan serangan dengan meminjam
tenaganya yang tertolak ketika pecutnya menghantam tubuh
makhluk aneh itu.
Dewi Berhati Besi menggeretakkan gigi karena perasaan
geram yang mendera ketika telah berhasil menjejakkan
sepasang kakinya di tanah. Untuk melakukan hal itu, wanita
pesolek ini bersalto ke belakang beberapa kali untuk
menjauhkan diri, berjaga-jaga terhadap serangan susulan
naga hitam. Dewi Berhati Bes i tak gentar sama sekali. Wanita ini justru
ingin tahu sampai di mana kedahsyatan naga hitam. Maka, dia
bersiap untuk melancarkan serangan lagi.
Namun, kali ini bukan hanya Dewi Berhati Besi sendirian
yang bermaksud untuk menggempur makhluk aneh itu.
Karena, sebelum Ketua Perkumpulan Anak Langit itu
melancarkan serangan, sesosok bayangan putih telah
mendahuluinya. Sosok bayangan itu bukan lain dari Bidadari Berkabung.
Wanita berwajah dingin ini telah mengetahui keluar biasaan
naga hitam. Maka, dia tak ragu-ragu lagi untuk langsung
mengeluarkan sabuknya.
Wuttt ! Sabuk putih itu meluncur ke arah mata naga hitam.
Kelihatan lemah sekali. Padahal, lecutan sabuk itu mampu
menghancur leburkan sebatang pohon besar.
Makhluk campuran antara naga dan kerbau itu menggeram
keras. Binatang ini rupanya menyadari kalau serangan kali ini
tak bisa didiamkan saja. Makhluk aneh ini tahu kalau matanya
tak sekuat bagian tubuhnya yang lain.
Oleh karena itu, naga hitam tak berdiam diri. Binatang itu
sabetkan ekornya memapak serangan lawan.
Pyarrr! Bidadari Berkabung hampir-hampir tidak percaya dengan
apa yang dialaminya. Sabuk putihnya langsung hancur
berkeping-keping ketika berbenturan dengan ekor naga hitam.
Padahal, sabuk itu amat kuat. Senjata pusaka saja tak akan
mampu memutuskannya, apalagi sampai menghancur
leburkannya. Tapi, kenyataannya"!
Tidak hanya itu saja yang membuat Bidadari Berkabung
terperanjat. Benturan antara sabuknya dengan ekor naga
hitam, membuat tubuhnya terpalanting seperti seekor anak
ayam diterjang dan dihantam taji oleh seekor ayam jago
aduan. Kenyataan ini segera menyadarkan Bidadari Berkabung
kalau naga hitam benar-benar punya kekuatan tenaga dalam
yang menggiriskan. Tenaga luar biasa dahsyat yang tak
terlawan karena beberapa tingkat di atasnya.
Terpental keluarnya Bidadari Berkabung dari kancah
pertarungan, membuat tokoh-tokoh persilatan lainnya punya
kesempatan untuk ikut ambil bagian. Dari segala penjuru
mereka menyerbu dengan aneka macam senjata di tangan. Di
antara kelompok penyerang itu, terdapat Suta dan Banggala.
Naga hitam itu rupanya telah murka. Binatang itu
menyongsong kedatangan para penyerangnya. Kejap kemudian terdengar bunyi gaduh ketika senjata-aenjata yang
bermacam ukuran, jenis, dan bentuk itu, menggebrak sekujur
tubuh sang makhluk.
Naga hitam tak kesakitan sama sekali. Malah, senjatasenjata itu yang terpental balik setiap kali berbenturan dengan
tubuhnya. Malah, beberapa di antaranya terlepas dari cekalan
dan jatuh ke tanah.
Berbeda dengan serangan para pengeroyoknya, yang
berkesudahan sia-sia, serangan balasan naga hitam benarbenar menggiriskan. Ke mana saja kaki, tangan, atau ekornya
bergerak, akan ada tokoh persilatan yang ambruk ke tanah.
Tewas. Mayat-mayat pun bergeletakan di sana-sini berkubang
darahnya sendiri.
Jalannya pertarungan benar-benar tak berimbang. Naga
hitam dengan mengandalkan cakar-cakarnya yang runcing,
menyebar maut di antara pengeroyoknya dengan merobekrobek tubuh sang korban. Sedangkan ekornya mengirim para
pengeroyoknya ke akhirat dengan tulang-tulang remuk.
Hanya dalam waktu sebentar saja, pengeroyokan tokohtokoh persilatan yang sebagian besar berkepandaian lumayan
itu, telah kacau berantakan. Sebagian besar mundur teratur,
mencari selamat karena sadar kalau naga hitam bukan
tandingan mereka.
Sebentar saja di kancah pertarungan hanya tinggal
beberapa gelintir. Naga hitam yang telah telanjur bangkit
amarahnya terus menyebar maut. Tak lama lagi pengeroyokpengeroyok yang tersisa itu pun akan pergi pula ke neraka!
Di saat-saat menegangkan itu, sesosok bayangan gelap
berkelebat ke dalam kancah pertarungan. Sosok itu me luncur
mendekati naga hitam. Ketika telah berjarak beberapa kaki,
saat tubuhnya masih berada di udara, sosok bayangan gelap
itu melemparkan sebuah benda berbentuk bulat.
Benda bulat itu ternyata berbau harum. Harum yang
menusuk hidung. Apalagi akibat sampokan angin malam yang
sesekali berhembus agak keras itu, bau harum itu semakin
keras dan tercium sampai ke tempat yang jauh.
Naga hitam rupanya tertarik dengan benda bulat itu.
Binatang ini tertarik karena baunya yang harum. Sang naga
mengira benda itu merupakan makanan yang enak.
Naga hitam membuka mulutnya lebar-lebar dan menelan
benda bulat itu. Sedangkan orang yang melemparkan benda
itu, langsung melompat balik ke tempat semula, banting tubuh
ke tanah, kemudian bergulingan menjauh. Tingkahnya
kelihatan kalap bukan main seperti ada sesuatu yang amat
menakutkannya. * 0odwo0 * DELAPAN BARU saja bebarapa kaki sosok gelap itu bergulingan di
tanah, terdengar bunyi ledakan keras. Luar biasa T ubuh naga
hitam hancur berkeping-keping. Bahkan bebarapa tokoh
persilatan yang masih berada di s itu, ikut tewas dengan tubuh
porak-poranda dan terpental ke sana kemari. Di antara orangorang yang sial itu terdapat Suta dan Banggala.
Ledakan dahsyat itu tak disangka-sangka sama sekali.
Sehingga, ketika terjadi menimbulkan kegemparan hebat.
Sebagian besar banting tubuh ke tanah dan diam. Sisanya
terkesima karena kaget.
Kesempatan baik saat semua tokoh persilatan belum
berhasil menguasai perasaannya, dipergunakan sebaikbaiknya oleh sosok gelap yang telah memperhitungkan
semuanya secara cermat. Dia me lesat ke arah tempat naga
hitam semula berada.
Ketika telah berada dekat tubuh naga hitam, sosok coklat
itu langsung mengedarkan pandangan, mencari-cari mustika
makhluk langka itu. Tak terlalu mudah, karena daging dan
tulang-tulang naga hitam hancur berkeping-keping.
Berpentalan ke sana kemari, menimbulkan percikan darah di
sana sini. Bercampur dengan mayat-mayat para tokoh
persilatan yang berjumlah belasan.
Saat sosok coklat itu tengah mencari-cari, tokoh-tokoh
persilatan lainnya mulai dapat menduga akan apa yang tengah
dilakukan sang sosok. Dewi Berhati Besi dan Bidadari
Berkabung langsung saja melesat mendekati. Di lain saat,
wanita-wanita setengah baya ini telah menolehkan kepala ke
sana kemari pula untuk mencari-cari Mustika Naga Hitam .
Memang, Mustika Naga Hitam luar biasa kuatnya. Mustika
itu tak bisa dihancurkan. Oleh karena itu, kendati tubuh dan
tulang-tulang naga hitam hancur berantakan, mustika itu akan
tetap utuh. Tidak cacat atau hancur. Hal itu diketahui secara
pasti oleh sosok coklat, dan sebagian besar tokoh persilatan
lainnya. Maka, mereka pun ikut-ikutan mencari-cari.
Tapi, pepatah yang mengatakan siapa yang menanam dia
memetik kali ini terbukti. Karena, orang yang mendapatkan
Mustika Naga Hitam itu adalah sosok coklat. Dia ternyata
adalah seorang kakek yang bercambang. Wajahnya
menyeramkan dengan caling seperti layaknya babi hutan.
Bidadari Berkabung dan Dewi Berhati Besi terperanjat
bukan main ketika tahu siapa adanya orang yang berhasil
memperoleh mustika itu. Tadi, karena perasaan buru-buru
untuk mencari dan mendapatkan mustika, dua wanita
setengah baya Ini sampai lupa, hingga tak perhatikan sang
pendatang baru.
Sekarang, ketika melihatnya Bidadari Berkabung dan Ketua
Perkumpulan Anak Langit, menghembuskan napas berat.
Mereka kenal betul siapa adanya kakek bercaling itu. Dia
adalah seorang tokoh sesat golongan hitam yang amat sakti,
terkenal, dan ditakuti lawan dan disegani kawan.
"Iblis Pemakan Bangkai...," Bidadari Berkabung! dan Dewi
Berhati Besi, cetuskan julukan tokoh sesat yang sama-sama
mereka kenal itu. Tidak terlontar lewat mulut ucapan itu,
hanya keluar di dalam hati.
Sementara itu, orang yang dibingungkan oleh dua wanita
setengah baya yang sakti itu tengah sibuk tertawa-tawa
karena luapan rasa gembira. Kakek ini tak teriihat khawatir
meski sudah mendapatkan mustika. Dia tak cemas kalau-kalau
mustika itu berhasil dirampas tokoh lainnya.
"Siapa yang tak kenal aku"!" Iblis Pemakan Bangkai


Pendekar Mata Keranjang 33 Mustika Naga Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyombong dalam diam. "Siapa yang tak kenal Iblis
Pemakan Bangkai. Kalau ada yang berani mencegah
tindakanku dan berusaha marampas hasil usahaku ini, dia
akan mati dalam keadaan yang mengerikan ! "
Tapi, keyakinan Iblis Pemakan Bangkai ternyata keliru. Baru
saja dapatkan muatika tersebut, secara mendadak melesat
tiga bayangan. Hanya dalam waktu sekejap, mereka telah
berada di depan Iblis Pemakan Bangkai. Ketiga orang itu
ternyata adalah kakek-kakak yang memiliki postur tubuh
seukuran bocah sepuluh tahun.
Iblis Pemakan Bangkai tertawa mengekeh. Dan, masih
dengan diselingi tawa, kakek ini bicara.
"Tiga Anak T ua. Mengapa kalian berani berjajar di depanku
sehingga menghalangiku jalan" Cepatlah menyingkir sebelum
kesabaranku habis, dan kalian akan terima akibatnya!"
"Iblis Pemakan Bangkai! Rupanya wawasanmu cukup luas.
Buktinya kau bisa mengenal kami. Padahal, bertemu pun
belum," kakek yang memiliki sepasang alis berwarna merah,
berikan tanggapan.
"Kurasa tak ada gunanya kita berbasa-basi lagi, hanya akan
membuang-buang waktu. Iblis Pemakan Bangkai! Aku lebih
suka terus terang daripada main gelap-gelapan. Dengar, kami
akan menyingkir apabila kau menyerahkan benda yang kau
dapatkan entah di mana itu, pada kami," sambung kakek yang
mempunyai kumis berwarna merah.
Iblis Pemakan Bangkai kembali tertawa terkekeh. Nadanya
sarat dengan ejekan.
"Tiga AnakTua... ! Enak saja kalian bicara! Aku yang
bersusah payah berusaha, kalian yang enak-enakan datang
minta hasil. Kuberikan kalian kesempatan untuk tinggalkan
tempat ini dengan tubuh utuh!" ancam Iblis Pemakan Bangkai
penuh ancaman. "Benda yang kalian minta adalah milikku.
Dan, aku tak berminat untuk memberikannya pada orang
lain." "Kau pintar juga berdebat, Iblis Pemakan Bangkai. Tapi,
perlu kau tahu harta benda dari langit dan pusaka dari tanah,
siapa yang melihat ada mempunyai bagian. Kami bertiga telah
melihatnya. Sekarang berikan bagian kami!" Kali ini kakek
yang berjenggot merah yang perdengarkan ucapan.
Iblis Pemakan Bangkai tak bisa menahan rasa gusarnya
lagi. Dia menatap anggota Tiga Anak Tua itu satu persatu
dengan sorot mata beringas penuh keinginan untuk
membunuh. "Aku sudah tidak makan nyali manusia cukup lama," seru
Iblis Pemakan Bangkai, bengis. "Apakah kalian sengaja
mengantarkan"! He he he...! Rasanya tidak pantas kalau
tawaran ini kutolak."
Tiga Anak Tua tertawa bergelak mendengar ucapan Iblis
Pemakan Bangkai. Mereka memang talah mendengar kabar
kalau Iblis Pemakan Bangkai memiliki kepandaian luar biasa.
Di samping itu juga mempunyai kegemaran memakan nyali
manusia yang mati di tangannya. Entah berapa banyak tokoh
golongan putih dan hitam yang tewas olehnya.
Meskipun begitu, mereka pun, Tiga Anak T ua, bukan orang
sembarang. Julukan mereka pun terkenal. Banyak tokoh yang
mereka robohkan baik dalam keadaan mati ataupun luka
parah. Golongan hitam maupun putih mereka tak ambil
pusing, karana tiga kakek itu memang punya watak aneh.
Dan sekarang, mereka Tiga Anak Tua yang terkenal dan
belum pernah terkalahkan, dikatakan oleh Iblis Pemakan
Bangkai sebagai orang-orang yang hendak mengantarkan
nyawa. Padahal, seorang di antara mereka saja, belum pernah
terkalahkan. Dan sekarang, Iblis Pemakan Bangkai meremehkan mereka sekaligus.
Bagaimana mereka tak menjadi geli"!
* 0odwo0 * "Iblis Pemakan Bangkai," kakek yang beralis merah berkata
setelah suara tawanya pupus. "Mungkin perlu kau tahu, kami
bertiga punya nyali amat keras. Kami khawatir kau tak akan
bisa memakannya."
Iblis Pemakan Bangkai kembali memperdengarkan tawanya
yang berbunyi aneh. Dan, masih dengan suara tawa yang
belum putus, kakek bercallng itu menyerbu ke arah kakek
beralis merah. Anggota dari Tiga Anak Tua yang terakhir
bicara. Iblis Pemakan Bangkai melancarkan sampokan tangan
kanannya yang berbentuk cakar ke arah pelipis kakek beralis
merah. Yang diserang segera melompat mundur, sehingga
serangan itu menyambar tempat kosong.
Dua anggota Tiga Anak Tua lainnya seperti tahu diri.
Mereka segera menyingkir, membiarkan rekan mereka yang
beralis merah melayani Iblis Pemakan Bangkai.
Sedangkan Iblis Pemakan Bangkai bersikap tak peduli. Dia
tak merasa gembira, kendati lawan menghadapinya tanpa
pengeroyokan. Dua anggota Tiga Anak Tua yang menyingkir
tak ditolehnya sama sekail. Kakek bercaling Ini terus mencecar
kakek beralis merah. Iblis Pemakan Bangkai mengirimkan
tendangan kaki kiri lurus ke arah dada lawannya begitu
sampokannya kandas.
Kakek beralis merah tak mau kalah gertak. Dia tak
mengelak lagi sekarang. Anggota Tiga Anak T ua ini memapak
serangan lawannya dengan gerakan yang sama.
Dukkk ! Benturan keras yang terjadi, membuat tubuh Iblis Pemakan
Bangkai terhuyung satu langkah. Tapi, di pihak lawannya,
kakek beralis merah terhuyung sampai lima langkah ke
belakang. Kakek beralis merah terperanjat bukan main melihat hasil
benturan itu. Dia tak pernah menyangka kalau tenaga dalam
Iblis Pemakan Bangkai demikian kuatnya. Sehingga kakinya
yang beradu terasa sakit dan ngilu! Apalagi ketika
dipergunakan untuk berdiri, kakek beralis merah tak mampu
tegak. Kakinya terasa sakit dan ngilu.
Kakek beralis merah diam-diam menyesali kecerobohannya.
Kalau saja serangan Iblis Pemakan Bangkai tak disambutnya
keras lawan keras, keadaannya tak akan seperti ini. Memang ,
lukanya tak parah. Tapi, cukup merepotkan karena akan
menyulitkannya bergerak. Padahal, dengan keadaan kaki yang
seperti sediakala saja, anggota Tiga Amak Tua ini tak yakin
akan dapat menandingi Iblis Pemakan Bangkai. Apalagi dalam
keadaan seperti itu"!
Iblis Pemakan Bangkail punya watak telengas. Di samping
itu, sebagaimana tokoh seaat lainnya, selalu memanfaatkan
kesempatan yang tercipta. Maka, ketika melihat cara berdiri
lawannya yang tak sewajarnya, kakek bercaling ini tahu kalau
benturan tadi berpengaruh terhadap kakek beralis merah.
Itulah sebabnya, tanpa menunggu lebih lama lagi, Iblis
Pemakan Bangkai mreluruk menerjang kakek beralis merah.
Dia menyerang bertubi-tubi dengan mempergunakan tangan
kanan kirinya yang berbentuk cakar. Menyampok dan
mencakar. Melihat keadaan rekannya terancam, kakek berkumis
merah dan kakek berjenggot merah, tak tinggal diam. Mereka
melesat menyergap Iblis Pemakan Bangkai.
Si kakek bercaling menggeram. Dia murka mendapatkan
serangan dari anggota T iga Anak T ua lainnya. Karena, saat itu
serangannya terhadap kakek beralis merah, hanya tinggal
menunggu hasilnya saja.
Iblis Pemakan Bangkai tidak punya pilihan lagi. Kalau dia
memaksa untuk meneruskan serangannya, sebelum berhasil
menggebrak kakek beralis merah, serangan dari dua anggota
Tiga Anak Tua lainnya, akan lebih dulu menghantamnya.
Iblis Pemakan Bangkai tak menginginkan hal itu. Maka,
serangannya terhadap kakek beralis merah dibatalkan nya.
Kakek bercaling ini, gerakkan tangan kanan kirinya untuk
memapak serangan-serangan yang meluncur.
Bunyi gaduh terdengar beberapa kali. Kejap kemudian, tiga
sosok terhuyung-huyung ke belakang. Hanya saja Iblis
Pemakan Bangkai terhuyung tak terlalu jauh.
Memang, Iblis Pemakan Bangkai hampir tak terpengaruh
sama sekali dengan benturan itu. Tapi, Mustika Naga Hitam
yang tadi didapatkannya, lepas dari tempatnya dan
menggelinding ke tanah. Karena tali ikat pinggangnya putus.
Padahal, mustika itu dimasukkan dalam kantung kain dan
diselipkan pada ikat pinggang.
* 0odwo0 * Seketika itu pula kegemparan terjadi. Orang-orang
persilatan yang melihat terlepasnya Mustika Naga Hitam dari
kekuasaan Iblis Pemakan Bangkai, secepat kilat menyerbu ke
arah jatuhnya benda bulat berwarna merah itu. Puluhan tokoh
persilatan saling mendahului untuk mendapatkan mustika itu.
Sementara itu, Iblis Pemakan Bangkai ketika melihat
mustikanya terlepas dari pinggang, mencoba untuk menyambar dengan tangannya. Sayang, gerakan kakek ini
kurang cepat. Benda bulat berwarna merah itu telah terlebih
dulu jatuh dan menggelinding menjauh.
Kakek bercaling ini hanya bisa berteriak-teriak kalap ketika
menyaksikan puluhan sosok yang melesat untuk mendapatkan
Mustika Naga Hitam itu.
Hanya berbeda seper sekian kejapan mata, Iblis Pemakan
Bangkai yang merasa khawatir Mustika Naga Hitam akan
terampas tokoh lainnya, telah menghentakkan sepasang
tangannya. Kakek ini mengirimkan pukulan jarak jauhnya.
Wusss! Angin yang luar biasa keras menggemuruh ketika Iblis
Pemakan Bangkai melancarkan serangan. Dahsyat sekali Dan,
tokoh-tokoh persilatan yang saling berlomba untuk mendapatkan Mustika Naga Hitampun mengetahuinya.
Oleh karena itu, untuk kedua kalinya tokoh-tokoh persilatan
itu terpontang-panting. Hanya saja kalau semula, terpontangpanting untuk memperebutkan mustika. Sedangkan kali
keduanya karena untuk menyelamatkan selembar nyawa.
Tapi, tak semua tokoh persilatan itu berhasil dalam
usahanya. Gerakan yang kurang cepat, arah menjauhkan diri
yang berbentrokan dengan tokoh lainnya, dan terlalu tibatibanya serangan Iblis Pemakan Bangkai, menyebabkan
sebagian kecil tokoh-tokoh persilatan gagal dalam usahanya.
Pukulan jarak jauh Iblis Pemakan Bangkai memang luar
biasa. Kalau manusia-manusia sakti saja berpentalan bak daun
kering dihembuskan angin. Apalagi batu-batu kecil dan
Mustika Naga Hitam" Batu-batu dan mustika itu terlempar
lebih deras lagi !
Iblis Pemakan Bangkai tak menunggu labih lama. Dia
melesat memburu mustika yang melayang di udara itu.
Ternyata kakek bercaling itu bukan satu-satunya orang
yang memburu Mustika Naga Hitam. Bidadari Berkabung,
Dewi Berhati Besi, Tiga Anak Tua, wanita berpakaian merah,
dan beberapa tokoh lainnya tak mau ketinggalan. Mereka
saling berlomba. Mereka saling bersicepat. Mereka saling
Mengulurkan tangan masing-masing sejauh-jauhnya agar
kemungkinan untuk menjangkau benda yang diidam-idamkan
jadi lebih besar.
* 0o-dw-o0 * SEMBILAN DI antara sekian banyaknya tokoh-tokoh persilatan yang
berada di tempat itu. Pendekar Mata Keranjang adalah satusatunya tokoh tingkat tinggi yang tidak ikut memperebutkan
Setan Cabul 1 Seruling Gading Lanjutan Pecut Sakti Bajrakirana Karya Kho Ping Hoo Harimau Mendekam Naga Sembunyi 12

Cari Blog Ini