Ceritasilat Novel Online

Peti Bertuah 3

Dewa Arak 69 Peti Bertuah Bagian 3


Dan aku tidak mampu berbuat sesuatu. Dengan mudah tokoh keji itu dapat
membunuhku!"
"Jangan khawatir, Nek. Percayalah. Tokoh keji itu tidak akan dapat bertindak
semaunya. Bukankah Nen ek telah mendapat bek al kerincingan sakti ini"!" hibur
Arya menenangkan hati Nenek Lestari.
"Kau tidak tahu kedahsyatan tokoh keji itu, Arya!" keluh Nenek Lestari. "Kalau
mend engar cerita ayahku, yang jauh lebih pintar b ercerita daripada aku, kau
akan merasa ngeri. Kau tahu, dari jarak jauh, tokoh keji itu mampu membunuhku.
Dia dapat memerintahkan orang untuk membunuh
orang lain, hanya deng an pikiran! Bahk an dari jarak jauh. Asal syaratnya orang
yang diberi perintah dikenali wajah dan namanya. Misalnya, kau ini.
Bisa saja diperintahkan tokoh keji itu untuk membunuhku! Kau tidak akan bisa
melawan pengarah perintah itu, Arya!"
Arya yang baru hendak membant ah jadi mengurungkan niatnya
begitu mendengar peneg asan Nen ek Lestari yang terakhir.
"Tapi, kan dia tidak tahu kalau kau bersamaku saat ini Mengapa
harus khawatir, Nek"!" bantah Arya.
"Kau terlalu meremehk an kemampuanny a, Arya!" omel Nenek
Lestari. Dia bisa tahu berada di mana orang yang dicarinya, hanya dengan melihat
sebuah tong berisi air d an beberap a jenis kembang. Di situ, akan terpampang
orang yang dicariny a. Di mana adanya. Dan, bersama siapa.
Jelas?" "Hehkh...!"
Arya meras akan kerongkongannya sep erti tercekik mendeng ar
penjelasan panj ang lebar Nenek Lestari. Kalau ben ar demikian, benar-ben ar
berbah aya tokoh keji itu. Pantas kalau ratusan tahun yang lalu, dunia
persilatan bisa geger.
"Menurut leluhurku, tokoh keji itu tewas untuk selama-lamanya,
apabila keturunan dari tokoh-tokoh yang dulu melenyapkannya bers atu. Dan itu
pun harus dibantu oleh seorang pendekar muda yang telah muncul dalam dunia
persilatan. Seorang pendek ar yang b erjuluk Dewa Arak. Tapi,
bagaimana mungkin hal itu terlaksana, Arya" Aku tidak tahu, di mana
keturunan pemusnah tokoh keji itu" Dan apakah merek a benar-b enar ad a"
Waktu lima ratus tahun sudah cukup untuk melenyapkan silsilah seseorang!
Dan bila itu terjadi, bagaimana mungkin tokoh keji itu bisa dilenyapkan. Lagi
pula, andaikata dua keturunan dari tokoh-tokoh yang menewaskanny a masih ada,
tokoh keji yang telah menitis kembali itu tidak akan tinggal diam. Dia akan
mencari cara untuk membinasakan! Aku yakin itu. Dengan kemampuan yang
dimilikinya, dia akan lebih beruntung dibanding kami!"
Arya dan Tungga Dewi saling berpandangan. Dalam sorot mata
gadis berpakai an kuning itu terlihat kengerian yang menggeleg ak. Dan Arya pun
memakluminya. Karena dia sendiri juga merasa tegang bukan kepal ang.
Dewa Arak yakin cerita iiu ada benarnya. Dan ini terbukti ketika bertarung
dengan pemuda berkumis tipis itu.
"Apakah..., roh tokoh keji itu akan berdiam selamanya di dalam raga pemuda
berkumis tipis itu, Nek"!" tanya Arya, setelah tercenung beberapa saat.
"Ah...! Hampir saja aku lupa! Untung kau mengajukan pertanyaan
amat bagus, Arya!" puji Nenek Lestari, gembira. "Begini, Arya. Meski roh tokoh
keji itu mampu berbuat banyak dalam raga yang disusupinya, tapi tetap saja
mempunyai keterbatasan. Jelasnya, di dalam raga yang baru itu
kemampuannya bisa b erkurang jauh. Bila di dalam raga aslinya dia dapat
melakukan banyak hal, tapi di dalam raga yang baru akan sulit dikerjakan.
Menurut perhitunganku, roh tokoh keji itu akan mencari raganya yang asli.
Dan ap abila telah diketemuk an, aku yakin rag anya y ang baru akan
ditinggalkan. Makanya mumpung sekarang kemampuannya belum penuh,
lebih baik dibinasakan. Dan harus cepat-cepat berg abung dengan dua
keturunan pembasmi tokoh keji itu. Lalu bersamamu, kita harus mencari cara yang
tepat untuk mengirim tokoh pemuja setan itu ke alam baka untuk
selamanya! Hanya saja, sekarang aku tidak mampu berbuat banyak. Mungkin bila
bersama du a keturunan p embasmi tokoh keji lainnya, aku bisa
melakukan hal-h al yang lebih berarti. Hhh...! Sama sekali tidak kusangka kalau
tokoh keji itu akan dapat turun ke dunia ramai lagi. Ternyata, kekhawatiran
leluhurku beral asan!"
Suasana langsung hening ketika Nenek Lestari menghentikan
ucapanny a. Tidak ada yang bersuara. Masing-masing terlibat dalam alun pikiran.
"Tunggu sebentar, Nek!" celetuk Arya tiba-tiba, dengan suara keras.
Sehingga membuat Nenek Lestari, dan Tungga Dewi, tersentak kaget.
"Hmmm...! Ada apa,
Arya"! Tampaknya kau
bersemangat sekali..."!" sindir Nenek Lestari.
"Sebelum ke sini, aku bertemu seseorang tokoh yang sudah hampir mati, karena
dikeroyok tokoh-tokoh jahat dari Gerombolan Setan Hitam.
Sebelum tewas, tokoh itu mengatakan kalau keberadaanku di tempat itu sudah
diketahui. Dan bahkan keberadaannya di tempat itu untuk mencegat perjalan anku.
Tapi sayang. Sebelum aku tiba, orang-orang Gerombolan Setan Hitam lebih dulu
mengeroyoknya hingga hampir tewas. Untungnya dia sempat menyampaikan pesan dari
seorang tokoh yang berjuluk Penjaga
Alam Gaib. Katanya, aku diminta pergi menyusul Penjaga Alam Gaib ke
Pulau Setan, untuk mencegah terjadinya banjir darah di dunia persilatan!"
"Pulau Setan"!"
Nenek berp akai an kembang-kemb ang itu terpekik dengan sepasang
mata terbelalak leb ar, menampakkan keterkejutan yang sangat.
"Kau tidak salah dengar, Arya"!" lanjut Nenek Lestari.
"Tidak, Nek! Aku yakin sekali!" tegas Arya, mantap.
"Mengapa kau tampakny a terkejut sewaktu Ary a menyebut Pulau
Setan, Nek"! Apakah ada yang aneh dengan pulau itu" Menurut cerita
guruku, Pulau Setan merupakan sebuah pulau yang penuh teka-t eki. Bahkan guruku
belum pernah berhasil menemukannya. Menurut guru, pulau itu
letaknya tidak tetap. Selalu berpindah-pindah," urai Tungga Dewi.
"Gurumu benar, Tungga Dewi. Pulau Setan tidak pernah mempunyai tempat yang tetap. Tapi yang jelas, pulau itu selalu berada di tengah
lautan. Dan let aknya sel alu tersembunyi. Pulau itu merupakan pulau yang
terapung -apung di atas permuk aan air laut !" jelas Nenek Lestari. "Dan asal
kalian tahu saja, di Pulau Setanlah jasad tokoh keji itu dibuang!"
"Ah...!" desah Arya kaget, tapi mulai mengerti masalah yang dihadapi. "Berarti
sejak semula, sebenarnya aku telah terlibat dengan masalah roh dari masa lampau
ini. Sebelum dan di saat roh itu baru
melakukan sepak terj angnya, seseorang yang tahu hal itu berusaha
menceg ahnya. Dan dia k emungkinan bes ar si Penjaga Al am Gaib yang menyuruh
kawannya untuk meminta bantuanku. Kemungkinan besar, karena Penjaga Alam Gaib
tahu pula tentang sepak terjang roh tokoh keji itu. Aku menduga, kalau dia
merupakan k eturunan s atu dari dua tokoh putih yang membuat tokoh keji itu
tidak berdaya!"
"Kau benar, Arya!" sahut Nenek Lestari mengangguk. "Sekarang, satu titik terang
telah kita dapat Penjaga Alam Gaib pergi ke Pulau Setan.
Dan kemungkinan besar, dia yang pertama kali tahu mengenai berhasilnya jasad
tokoh keji itu lolos. Kalau begitu, roh tokoh keji itu belum lama masuk ke dalam
rag a pemuda berpak aian coklat... Bisa kau terima dugaanku ini, Arya"!"
"Bukan hanya bisa, Nek. Tapi, memang demikian. Beberapa hari
yang lalu, pemuda berpakaian
coklat itu hampir tewas
di tangan saudara-saud ara sepergu-ru annya. Entah karena apa, aku menolongnya hingga dia
tidak jadi tewas. Celakany a, sewaktu aku sibuk bertarung, dia langsung kabur.
Aku mengejarnya, karena ingin mengorek rahasia meng apa dia bentrok dengan
saudara-s audara sepergu ruanny a. Sialnya aku kehilangan jejak. Untungnya di
tengah jalan, aku berhasil bertemu dengannya di saat dia tengah menculik Tungga
Dewi!" tutur Arya terpaks a mengulang ceritanya lagi dengan lebih teliti. Karena
dia mulai melihat adanya titik terang. "Jadi waktu yang beberapa hari itu, dia
telah dimasuki roh tokoh keji! Karena dipertemuan kedu a ini, dia memiliki
kepandaian puluhan kali lipat daripada semula! Tak heran kalau dia jadi lihai
bukan kepalang! Nah! Sekarang kau ceritak an pengalamanmu, Tungga Dewi!"
Tanpa ragu-ragu Tungga Dewi pun menceritakan semu a kejadian
yang dialaminya sejak men emukan peti hitam sampai terlibat pertarungan dan
muncul pemuda berpakaian cokl at
"Astaga...!"
Nenek Lestari menep ak dahinya keras-k eras sambil berseru keras.
Sehingga membuat Arya dan Tungga Dewi menoleh kaget. Diam-diam
sepasang an ak muda ini agak geli melihat tingkah nenek berpakaian kembangkembang yang selalu bertingkah mengejutkan ketika tering at pada satu masalah.
"Mengapa aku demikian pelupa"! Ah! Rupanya aku telah pikun...!
Mengapa sejak tadi aku tidak mengatakan pada kalian"! Dengar baik-baik.
Terutama kau, Tungga Dewi. Peti yang menarik perhatianmu itu, sebenarnya
berisi..., jasad tokoh keji di masa lalu!"
"Kalau saja tahu, tak akan bakal aku sudi membukanya. Ternyata
peti yang kelihatan men arik berisikan sesuatu yang meng erikan. Ben ar, apa
yang dikatakan guruku!"
Tungga Dewi langsung mengelus tengkuknya yang bulu-bulunya
berdiri semua, karena rasa ngeri yang mencekam.
"Kalau begitu..., kita harus secepatnya pergi ke Pulau Setan, Nek"!"
Arya mengingatkan karen a khawatir Nenek Lestari yang rupanya telah pikun itu
lupa lagi. "Tentu saja, Arya!" tegas Nenek Lestari mantap. "Kita cari Penjaga Alam Gaib.
Mudah-mudahan saja dia tahu, di mana keturunan tokoh
pembasmi tokoh jahat yang satunya lagi berad a. Dan setelah itu, kami akan
rundingkan untuk menemukan cara, agar tokoh keji yang telah bangkit
kembali itu tidak berhasil menemukan raganya dulu. Dengan demikian,
kemampuannya tidak akan sampai pada puncaknya. Baru setelah itu, dicari cara
untuk membuatnya tidak kembali lagi untuk selamanya. Dan aku yakin, kuncinya ada
p ada dirimu, Dewa Arak. Kalau tidak, leluhurku tidak akan mengatakan demikian.
Apalagi, pemberitahuan ini datangnya langsung dari kakek aneh itu. Sudah! Ayo,
kita segera pergi ke Pulau Setan!"
7 "Aha...! Sebentar lagi percobaan rampung...! Tak lama lagi, sebuah kejutan akan
kubuat. Penjaga Alam Gaib dan Guraksa akan terkagum-kagum melihat hasil
percobaanku ini! Pasti mereka akan mengatak an, mana
mungkin orang yang sudah mati bisa hidup kembali"! Si Kerdil Guraksa akan
keheranan. Matanya yang bulat besar akan semakin terb elalak lebar!" seru
seorang kakek kurus mirip cecak kelaparan.
Tarikan wajahnya menyiratkan keg embiraan. Mulutnya menyunggingkan senyum. Tapi karena wajahny a yang tirus mirip wajah
tikus, dan sinar matanya liar selalu berputaran, membuat senyum yang tampak
lebih cocok seringai.
"Sekarang pergilah kau, Manis! Kabark an berita gembira ini pada keluargamu !"
ujar kakek itu kembali. Maksudnya bernada gembira. Tapi, raut wajahnya yang
seperti ini tidak menampakkan kegembiraan sama sekali!
Belum lenyap gema suara kakek kurus kering itu, seekor kelinci
melesat cepat dari depannya. Beberapa saat sebelumnya, kelinci itu telah tewas,
karena kakek kurus kering telah membunuhnya. Hal itu dilakukan untuk membuktikan
kebenaran percobaan yang telah ditekuninya selama
bertahun-t ahun. Dan ternyata diaberhasil! Binatang yang lucu itu berhasil
bangkit dari kematian!
Kakek kurus kering bangkit dari bersilanya. Sejenak pandang annya
bered ar ke sekitar. Tapi yang tampak hanya gundukan batu, dan tebing di sanasini. Kakek berwaj ah tirus ini berada di sebu ah tempat berbatu-b atu di lereng
gunung, yang mempunyai dataran tidak rata. Pada beberapa tempat tampak gundukan
batu-batu sebesar kerbau.
Plok, plok, plokkk!
Sebuah tepuk tangan yang terd engar nyaring, membuat kakek
berwaj ah tirus itu menoleh ke arah asal suara deng an sikap kaget. Sepanjang
pengetahu annya, tempat di mana dia berada tidak pernah dikunjungi orang!
"Sebuah percobaan yang baik. Tapi, sayang tidak akan pernah ada orang yang
menyaksikannya!" ujar sosok yang tadi bertepuk tangan. Dengan sikap pongah, dia
berdiri di atas sebuah gundukan batu sebesar kerb au, yang berad a di sebelah
kanan kakek kurus kering ini
"Kau..."!" Wajah kakek kurus kering itu berubah. "Mengap a kau bisa datang
kemari" Dan..., apa maumu, Setan Hitam Tak Berjantung..."!"
"Ha ha ha...! Tidak usah begitu tegang, Kuru Sanca! Tenang saja!
Nikmatilah saat-saat terakhirmu. Jangan bersikap seperti itu!" timpal sosok yang
disebut Setan Hitam Tak Berjantung.
Sementara sosok bertubuh kurus kering yang memang Kuru Sanca,
sahabat Penjag a Alam Gaib. Seperti juga Gu raksa, Ku ru Sanca m endapat tugas
dari Penjaga Alam Gaib. Bila Guraksa bertugas mencari Dewa Arak, maka Kuru Sanca
bertugas menjaga tempat tinggal mereka bertjga. Terutama sekali, tempat tinggal
Penjaga Alam Gaib. Ketiga sahabat ini tinggal di sebuah goa besar yang mempunyai
banyak cabang dan goa-go a kecil!
"Jadi maksud kedatanganmu kemari untuk membunuhku, Setan
Hitam"!" sambut Kuru Sanca dengan sebuah seringai di bibir. "Kuusulkan, lebih
baik urungkan niatmu. Percuma saja, karena tidak akan berh asil! Sejak dulu kau
tidak pernah berhasil. Pergilah! Cepat, sebelum pikiranku berubah!"
Setan Hitam Tak Berjantung. Memang pas sekali dia mendapat
julukan seperti itu. Kulit tubuhnya hitam legam laksana arang. Rambutnya
keriting. Dan dia hanya mengenak an sehelai cawat sebagai penutup tubuh.
Dengan tampang yang menyeramkan, dia tertawa mengejek
"Luar biasa! Meski sudah ompong, kau masih saja berusaha
menggonggong, Kuru Sanca! Kau tidak usah galak-galak, karena sekarang sudah
tidak mempunyai gigi lagi! Setan Hitam yang sekarang, tidak bisa disamakan
dengan Setan Hitam Tak Berjantung puluhan tahun lalu. Aku
masih mempunyai gigi. Malah, lebih runcing. Sedangkan kulihat, kau tidak
memiliki gigi sebuah pun, kecuali yang telah keropos. Gigi-gigi yang tidak bisa
digunakan untuk menggigit! Ha ha ha...!"
Wajah Kuru Sanca merah padam karen a amarah yang bergolak.
Meski demikian, dalam hati dibenarkannya kata-k ata Setan Hitam Tak
Berjantung. Selama belasan tahun mengasingkan diri, bisa dihitung beberapa kali
dia berlatih. Semadi pun jarang dilakukan. Perhatiannya terlalu dipusatkan pada
p enemuan p engobatan terhad ap penyakit. Jadi setelah belasan tahun,
kemungkinan besar tingkat kepandaian Kuru Sanca tidak akan berubah ! Malah bisa
jadi turun! Lain halnya dengan Setan Hitam Tak
Berjantung, dia selalu memusatkan ilmu kedigdayaan!
"O, ya! Hampir aku lupa...! Aku mempunyai oleh-oleh untukmu!
Kuharap kau mau menerimanya!"
Setelah berkat a demikian, Setan Hitam Tak Berjantung menggerakk an kakinya, mencongk el. Maka sebuah peti kayu kecil yang sejak tadi
di depan ujung kaki kanannya, terlempar deras ke arah Kuru Sanca.
Kuru Sanca memperhatikan peti butut itu sejenak, sebelum akhirnya
yakin kalau Setan Hitam Tak Berjantung tidak berm aksud curang. Kakek kurus
kering ini melihat adanya sorot kejujuran dalam sinar mata dan tarikan wajah
Setan Hitam Tak Berjantung. Dan lagi, bukankah tokoh sesat berkulit hitam legam
itu yakin akan keunggulan dirinya" Lantas, untuk apa lagi bertindak curang"
Karen a keyakin an atas dugaanny a, Kuru Sanca tidak ragu-ragu lagi


Dewa Arak 69 Peti Bertuah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengulurkan tangan kan an, menerima peti itu. Tentu saja kakek berwajah tirus
ini mengerahkan tenag a dalam sepenuhnya saat menangkap. Ingin ditunjukkan kalau
dirinya masih belum terlalu ompong seperti yang
dikatakan Setan Hitam Tak Berjantung.
Tappp! "Hukh...!"
Kuru Sanca sampai berseru kaget, ketika peti kumal itu berhasil
ditangkapnya. Tangannya yang men angkap kontan tergetar hebat. Dan
bahkan tubuhnya terhuyung dua langkah ke belakang. Kenyat aan ini
membuat Kuru Sanca menatap wajah Setan Hitam Tak Berjantung dengan
raut wajah berubah hebat. Sama sekali tidak disangka kalau kakek berkulit hitam
legam ini memiliki tenaga dalam demikian kuat! Sungguh melebihi perkiraannya!
Ataukah tenag a dalamnya yang telah menurun"!
"He he h e...! Kaget, Macan Ompong"!" ejek Setan Hitam Tak Berjantung melihat
perubahan pada wajah kak ek kurus kering itu. "Tapi..., kujamin kalau keterk
ejutanmu sekarang ini masih tidak seberap a, bila dibandingkan keterk ejutan
yang akan kau terima apabila mengetahui isi peti itu. He he he...!"
Kuru Sanca menatap wajah Setan Hitam Tak Berjantung beberapa
saat, untuk membaca maksud perkataan lawannya meiaiui wajahnya. Tapi, tidak ada
yang dapat diketemukannya. Ditatapnya lagi peti yang telah berada di tangannya
dengan sorot mata curiga. Ucapan Setan Hitam Tak Berjantung yang belakang an
inilah yang menyeb abkan keragu annya timbul kembali untuk membuka peti!
Tapi, akhirnya Kuru Sanca memutuskan untuk membukanya.
Meskipun demikian, perhatiannya terh adap Setan Hitam Tak Berjantung tidak
kendur. Dia tahu, bila melihat sikapnya, kakek berambut pendek dan keriting itu
tidak akan bertindak curang. Tapi tentu saja Kuru Sanca tidak berani bertindak
gegabah. Orang seperti Setan Hitam Tak Berjantung
memang sulit diduga. Bisa saja dia melakukan hal yang tak dikira.
Krittt! "Ah..."!"
Brakkk! Peti kecil itu terjatuh ke tanah, ketika Ku ru Sanca tidak dapat
menahan diri begitu melihat isi kotaknya. Di dalam peti itu ternyata
terdapat..., kepala Guraksa! Keny ataan yang tidak ters angka-s angka ini
sungguh mengejutkan hati Kuru Sanca. Kedua tang annya y ang menggigil hebat, dan
disertai rasa terk ejut yang amat sangat, membuat peti itu jatuh ke tanah dan
isinya bergelinding keluar.
"He he he...! Bagaimana, Macan Ompong"! Sebuah oleh-oleh yang
menarik dan mengejutkan bu kan"!" kata Setan Hitam Tak Berjantung, tanpa peduli
pada Kuru Sanca yang masih terbelalak kaget.
"Kau... kau.... Biadab...! Kubunuh kau...!" Dengan suara berg etar hebat karena
cekam an perasaan marah, Kuru Sanca menub ruk maju. Kedua tangannya yang
terkepal kuat segera dihentakkan ke arah batu sebesar kerbau yang menjadi tempat
berdiri Setan Hitam Tak Berjantung.
Blarrr! Diiringi bunyi memekakan telinga, baru bes ar y ang terlihat amat
keras itu hancur b erantakan. Pecah -pecahanny a terp entalan ke s egala arah
saking kerasnya pukulan jarak jauh yang dilepaskan Kuru Sanca. Seketika debu pun
mengepul tinggi di udara.
Dengan peras aan geram yang masih berkobar-kobar, Kuru San ca
menunggu. Dia tadi tidak melihat adanya keleb atan bayang an yang menjadi
pertanda kalau Setan Hitam Tak Berjantung meninggalkan tempatnya. Dan ketika
debu tebal mulai menipis, tampak Setan Hitam Tak Berjantung berdiri di tempat
semula, tepat di atas batu besar yang hancur tadi. Bahkan tidak terlihat adanya
tanda-tanda kalau kak ek berambut keriting ini terluka!
"He he he...! Ternyata kau masih besar kep ala seperti dulu, Kuru Sanca..."!"
Tapi, percayal ah. Kau tidak akan unggul melawanku! Kau akan kukirim ke neraka
seperti halnya Guraksa! Tapi perlu kau tahu, Guraksa Gendut Pendek itu tewas
tidak di tanganku. Tapi, di tangan bekas anak buahnya sendiri. Dan kau pun
demikian nantinya! Rasakanl ah sakitnya mati di tangan orang asuhanmu sendiri!
He he he...!"
Setan Hitam Tak Berjantung menutup ucapannya dengan sebuah
tepuk tangan tiga kali. Meski kelihatannya pelan saj a, bunyi menggelegar
seperti ada halilintar menggema di sekitar penjuru pegunungan itu. Kemudian
disusul bunyi yang gema tepukan itu sendiri!
Kuru Sanca yang sudah bermaksud melancark an serang an lagi, jadi
mengurungkan gerak annya. Dia mengerti maksud ucapan Setan Hitam Tak Berjan
tung. Tapi di sisi lain ada satu hal yang masih tidak dimengerti.
Bukankah gerombolannya dulu, seperti juga gerombolan
Guraksa, dibubarkan karena mereka berdu a ingin mengundurkan diri"
Kuru Sanca tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan
jawabanny a. Sesaat kemudian, pendeng aranny a yang tajam men angkap bunyi
banyak langkah kaki mendekati tempatnya. Begitu pandangannya
menyapu ke sekitar, tampak belasan sosok tubuh telah berdiri di belakang Setan
Hitam Tak Berjantung. Hati Kuru Sanca kontan geram. Dia melihat sebagian bes ar
terny ata memang bek as anak buahny a! Bahkan b eberapa orang di antarany a
adalah orang kepercayaanny a. Bahkan murid andalannya sendiri! Setan Hitam Tak
Berjantung benar-ben ar tidak berdusta.
"Kau... kau..., Keparat...!" maki Kuru Sanca penuh kemarahan.
Andaikata bisa, kakek b erwajah tirus itu ingin membunuh Setan Hitam Tak
Berjantung dengan sinar matanya.
"Tenanglah, Kuru Sanca," ujar Setan Hitam Tak Berjantung
langsung menatap wajah Kuru San ca. Terutama sek ali, kedua tangan k akek kurus
kering itu yang terkepal ken cang! "Seb elum mati, apakah kau tidak ingin tahu
masalahnya" Apakah kau ingin seperti Guraksa yang mati tanpa tahu apa-ap a"
Guraksa Gendut Pendek itu mati penasaran! Dia hany a tahu kalau akulah yang
menyebabkan kematiannya. Tapi, dia tidak pernah tahu, mengapa hal ini kulakukan!
Mungkin kau juga mempunyai dugaan
sepertinya. Ingatkah kau pada persoalan dua puluh tahun lalu"!"
Kuru Sanca tidak memberi tanggapan sama sekali.
Padahal dia tahu, Setan Hitam Tak Berjantung menghentikan
ucapanny a karena s engaja memb erikan kes empatan untuk menangg api.
Keinginan itu menyala-nyala di dalam hati Kuru Sanca. Hanya saja, kakek berwaj
ah tirus ini berusaha menah annya.
"Kau seperti juga Guraks a akan k eliru bila mengira k alau semua tindakanku
melenyapkan kalian ad alah untuk memuaskan dendamku
puluhan tahun yang lalu, karena kalian telah berhasil mematahkan
keinginanku untuk menjadi salah seorang datuk! Kalian telah mengalahkanku ! Tidak! Bukan karena itu! Itu hanya sebuah persoal an kecil.
Yang jelas aku puny a sebuah cita-cita b esar. Dan ini ada hubung annya dengan
tugas kau dan Guraksa emban !"
Wajah Kuru Sanca kontan berubah, walau hanya sesaat saja.
Dengan pandainya, kakek berwajah tirus ini mengendalikan perasaanny a.
Sehingga, wajahnya tampak sep erti semula, penuh peras aan marah terh adap sosok
yang berdiri di hadapannya.
"Aku tidak mengerti maksud ucapanmu yang ngawur itu, Setan
Hitam! Kalau mau bunuh silakan bunuh. Kau kira aku takut mati"! Dan
dikira semudah itu membunuhku"!" jawab Kuru Sanca.
Kata-k ata itu terlontar untuk meng alihkan pembicaraan yang
membuat jantung Kuru Sanca berd ebar tidak en ak. Diam-diam, kakek kurus kering
ini mengkhawatirkan keselamat an Penjaga Alam Gaib! Dia yakin, Setan Hitam Tak
Berjantung telah mengetahui persoalan ini. Tapi hatinya berusah a dihibur dengan
keyakinan kalau Penjaga Alam Gaib belum berhasil dibunuh. Kalau sudah dibunuh,
tentu Setan Hitam Tak Berjantung akan
mengunjukkannya pula seperti mengunjukkan mayat kepala Guraksa.
"He he he...!"
Setan Hitam Tak Berjantung yang merasa menang, tertawa gembira
penuh ejekan. Tawa untuk menyindir lawan yang menyembunyikan sesuatu, tapi telah
diketahuinya. Kuru Sanca adalah bekas datuk kaum sesat yang penuh pengalaman.
Makanya, dia bisa tahu kalau tawa Setan Hitam Tak Berjantung ini memang
bermaksud mengejek jawabanny a.
"Aku tidak peduli kau hendak bicara apa, Macan Ompong! Kau
boleh berpura-pu ra tidak tahu masalahnya. Tapi, aku tidak ambil pusing.
Karen a aku telah mengetahui semuanya. Bahkan aku jauh lebih tahu daripada
Penjaga Alam Gaib mengenai masalah yang hendak dicari di Pulau Setan! Ha ha
ha...! Aku tahu, kau ditugaskan menjaga tempat ini. Terutama sekali, karen a
adany a Cermin Ajaib milik kawanmu itu. Dan karena itulah aku datang kemari.
Penjaga Alam Gaib bermaksud menceg ah terjadinya banjir darah di dunia
persilatan, kan?"
Setan Hitam Tak Berjantung menghentikan ucap annya langsung
menatap wajah Ku ru Sanca y ang tidak bisa lagi menyembunyikan
kegelisahanny a mendeng ar perkataan Setan Hitam Tak Berjantung yang benar-benar
tepat. Tokoh sesat ini juga melihat jawaban yang diberikan Kuru Sanca. Tapi
ternyata Kuru Sanca diam saja.
"Asal kau tahu saja, Macan Ompong! Penjaga Alam Gaib tidak tahu apa yang teng ah
dihadapinya. Tapi, aku tahu! Aku yakin kau pernah
mendengar s eo rang tokoh keji yang hidup lima ratus tahun lalu, dan membantai
puluhan orang setiap hari" Nah! Tokoh itulah yang akan dihadapi Penjaga Alam
Gaib. Dia telah menitis dalam diri seorang manusia! Dan aku akan menguasai dunia
persilatan, dengan menjadikan titisan tokoh keji itu sebagai budak yang sen
antiasa melaks anak an segala p erintahku! Tentu saja, untuk itu aku membutuhkan
Cermin Ajaib!"
"Biadab kau, Setan Hitam!" Kuru Sanca tidak kuasa menahan
marahnya. Seketika dia menubruk maju dengan kedua tangannya yang
terbuka digedor ke arah dua bagian dada lawan.
"Sayang kau harus mati di tangan anak buahmu sendiri. Kalau tidak, kau akan
kubinasakan sendiri, Macan Ompong!"
Setan Hitam Tak Berjantung juga menghentakkan kedua tangannya
ke depan sep erti yang dilakuk an Ku ru Sanca. Tak pelak lagi benturan k eras
yang sama-sama mengandung tenaga dalam tinggi pun terjadi. Maka seketika tubuh
mereka terdorong ke belak ang.
Setan Hitam Tak Berjantung hanya terhuyung dua langkah, tapi
Kuru Sanca terjengkang ke belakang dan terbanting di tanah. Sebentar kemudian
dia berhasil bangkit dengan wajah pucat pasi. Bahkan ada darah segar menetes
dari sudut bibirnya.
"Bereskan dia...!" ujar Setan Hitam Tak Berjantung bernada kesal sambil
mengibaskan tangan kanan ke depan.
Benturan keras akibat hentakan tangan Setan Hitam Tak Berjantung dan Kuru Sanca pun terjadi. Seketika tubuh mereka terdorong mundur ke
belakang. Setan Hitam Tak Berjantung terhuyung dua langkah, sedangkan
Kuru Sanca terjengkang ke belakang dan terbanting di tanah!
Tanpa menunggu perintah dua kali, belasan sosok yang berada di
belakang kakek berambut keriting ini berlompatan turun dari puncak
gundukan-gundukan batu dengan senjat a terhunus.
Kuru Sanca menatap empat sosok berpakaian hitam yang berlompatan lebih dulu. Tampak rasa sakit hati yang terpancar dari sepasang mata
kakek kurus kering ini. Karena empat sosok itu adalah orang-orang kepercay
aannya. Bahkan seorang pemuda yang berwajah dingin dengan
bentuk wajah mirip singa itu bekas muridnya! Padahal, kepad a pemuda berwaj ah
singa ini seluruh kemampu annya telah diwariskan ! Dan sek arang, mereka hend ak
membunuhnya untuk memenuhi perintah Setan Hitam Tak
Berjantung yang merupakan musuh besarny a!
Kuru Sanca tahu kalau keadaan tidak memungkinkan lagi untuk
melakukan perl awan an. Dan benturan ten aga dalam secara langsung dengan Setan
Hitam Tak Berjantung, dia telah terluka parah. Dan bila melawan terus, hanya
akan men cari kematian sia-sia. Akibatnya Cermin Ajaib tetap tidak bisa
dipertahank an. Tidak! Kuru Sanca tidak ingin mati sekarang! Dia ingin membalas
dendam lebih dulu terhadap orang-o rang kepercay aanny a yang telah menyakiti
hatinya. Perasaan dend am, kekejaman, dan kekerasan yang sudah sejak lama
ditahan tanpa dapat dicegah Kuru Sanca lagi. Dan perasaan inilah yang
mendorongnya untuk tetap hidup.
Kuru Sanca mengg ertakk an gigi. Dengan menguatkan perasaan,
diambilnya beberap a benda kecil berbentuk bulat dari kantung kain hitam di
pinggang. Kemudian tanpa ragu-ragu lagi dilemparkan ke depan lawan-lawanny a.
Melihat benda-benda kecil itu, empat orang bekas kepercay aan
Kuru Sanca yang berada paling depan kaget bukan kepalang. Mereka tahu, benda-b
enda bulat kecil itu adalah mengandung racun yang tidak memiliki penawar.
Dengan kalap merek a berlompatan
mundur, membatalkan penyerbu an terhadap Kuru Sanca. Tindakan serupa dilakukan oleh yang lain.
Blup, bluppp, tusss!
Letupan-letup an kecil terdengar ketika benda-ben da bulat kecil itu menyentuh
tanah. Seketika asap tebal berwarna putih dan pekat pun
membumbung ke angkasa. Setan Hitam Tak Berjantung dan semua anak
buahnya berl arian meny elamatkan diri. Terisap sedikit saja, berarti nyawa
mereka berad a di ujung tanduk!
Setan Hitam Tak Berjantung dengan rombongannya baru kembali
ke tempat semula ketika melihat asap putih tebal itu telah benar-ben ar bersih.
Dan seperti yang diduga, Kuru Sanca sudah tidak berada di situ lagi.
"Keparat!" maki Setan Hitam Tak Berjantung kalang kabut. Dia tampak penasaran
dan meras a menyesal. "Kalau tahu begini akhirnya, sudah kuberesk an saja sejak
tadi Macan Ompong itu! Sekarang dia merupakan orang yang amat berbahay a, karena
telah tahu rahasia kita! Sama sekali tidak kusangka kalau dia masih menyimpan
senjata-s enjata mautnya. Bukankah dia telah menyucikan diri dan tidak ingin
terlibat kekerasan lagi! Sial!
Keparat!" "Kurasa dia tidak akan berb ahaya, Setan Hitam!" sahut pemuda berwaj ah singa.
Ucapannya terd engar yakin. "Racun yang terkandung dalam benda-b enda bulat k
ecil itu sama sekali tidak ad a obatnya. Bahkan, dia pun tidak
memilikinya. Tak heran kalau

Dewa Arak 69 Peti Bertuah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia hampir tidak pernah menggunakanny a. Jadi, aku yakin kalau dia tewas terkena asap dari
senjatanya sendiri!"
Tiga orang kepercay aan Kuru Sanca yang kini telah membalik
mengabdi Setan Hitam Tak Berjantung mengangguk. Mereka terdiri dari
lelaki-lelaki bertampang seram berusia sekitar empat puluh lima tahun.
Tampaknya merek a mendukung perny ataan p emuda berwaj ah mirip singa ini!
"Walaupun demikian, jangan bertindak ceroboh! Cari dia...!
Temukan mayatnya! Kal au saja tadi Bongsang ada, tidak akan b egini repot.
Dengan kemampu annya, tidak sulit untuk menemukan Macan Ompong itu!"
ujar Setan Hitam Tak Berjantung, tetap uring-uringan.
"Baik, Setan Hitam! Akan kami cari mayat Keparat Kuru Sanca itu sampai dapat!"
tegas pemuda berwajah mirip singa.
"Jangan semuanya! Empat di antara kalian suruh tinggal di sini, untuk memeriksa
goa." "Baik, Setan Hitam!"
8 "Berhenti...! Siapa kau..."! Tidak boleh sembarangan orang masuk ke perguruan
ini tanpa izin!"
Dua orang pemuda berp akaian coklat berwajah dan bersikap gag ah,
segera menggeser kaki menutupi pintu gerbang y ang pintunya agak terbuka
sedikit. Sosok yang hendak melangkah masuk ke dalam langsung berhenti.
Dia adalah seorang kakek kurus laksana tengko rak, bertelanjang dad a. Siapa
lagi kalau bukan Nel ayan Tenaga Gajah. Hanya s aja saat ini, kakek yang
biasanya berg erak loyo seperti orang lemah itu tampak beringas. Sepasang
matanya yang lebih banyak terpej am, kali ini terbelalak lebar mem ancarkan
kemarah an menggeleg ak.
"Aku tidak berurusan dengan kalian ! Menyingkirlah! Aku ingin
bertemu ketua kalian, Si Pedang Halilintar Sakti!" ujar Nelayan Tenaga Gajah
dengan suara berg etar menah an amarah.
"Tidak bisa!" sanggah pemuda bertahi lalat kecil di dahi, sambil menggelengkan k
epala. "Saat ini beliau tidak ingin diganggu. Beliau tengah ada suatu urusan!
Lebih baik, kau pergi! Siapa pun juga, tidak boleh menghadapny a! Begitu pesan
beliau!" "Kalau begitu, aku harus memaksa masuk!"
Setelah berkat a demikian, Nelayan Tenag a Gajah meng ayunkan
kaki untuk meneruskan maksudnya yang tertunda. Tindakannya tentu saja tidak bisa
dibiarkan oleh dua pemuda murid Perguruan Pedang Halilintar itu.
Seketika keduanya mencabut pedang dan memalangk annya di depan dada.
"Orang Tua Gila! Apakah kau tidak tahu, dengan perguruan apa
berhad apan"! Perguruan Pedang Halilintar sangat ditakuti kawan dan lawan!
Menyingkirlah sebelum kau terluka oleh p edang kami!" ancam pemuda bermata
sipit, penjaga pintu gerbang Perguruan Pedang Halilintar yang satunya lagi.
Nadanya terdengar angkuh sambil menegakkan kepal a.
"Ketua yang tidak b aik, mana mungkin menelurkan murid-murid
yang benar"!" sentak Nelay an Tenaga Gajah.
Ucap an penuh kemarah an dari Nelayan Tenag a Gajah, dan sikap
yang terus memaks a masuk, membuat dua orang p emuda berpak aian coklat itu
terpaksa melayangk an pedang yang telah terhunus dari kanan dan kiri.
Yang satu menusuk perut. Sedangkan y ang lain membabat leher. Terdengar bunyi
cukup nyaring mengisyaratkan tenaga orang yang menggerakk annya tidak rendah.
"Hmh...!"
Nelayan Tenag a Gajah h anya mendengus melihat serang an-serangan seperti itu. Tanpa mempedulikan sama sekali, kakinya terus
terayun. Sehingga, dua batang pedang itu dengan telak mengenai sasaran.
Tak, takkk! "Aaakh...!"
Bukannya Nelayan Tenaga Gajah yang mengelu arkan jeritan, tapi
pemuda-pemud a penjaga pintu gerbang Perguruan Pedang Halilintar itulah yang
bersuara. Merek a merasakan pedang -ped ang tadi seperti membentur karet keras,
sehingga berb alik. Bahkan tangan mereka pun sakit-sakit.
Sebelum mereka b erbuat sesu atu, tangan Nelay an Tenaga Gajah telah bergerak
cep at bukan main. Sehingga, dua pemuda murid Perguruan Pedang Halilintar yang
sial itu hanya melihat sekelebatan bayang an menyambar. Dan tahu-tahu, tubuh
mereka terlempar ke bel akang dan jatuh terbanting di tanah dengan luka dalam
cukup parah. Nelayan Tenaga Gajah memang telah menghantam perut mereka
dengan pengerahan tenag a sekadarny a. Karen a jika dikerahkan seluruhnya, bukan
mustahil kedua pemuda murid Perguruan Pedang Halilintar ini akan tewas dengan
isi perut hancur!
Tanpa mempedulikan dua orang penjaga pintu gerbang yang sial itu,
Nelayan Tenaga Gaj ah melangkah lebar ke dal am.
"Pedang Halilintar Sakti yang sombong! Keluar kau...! Atau... aku akan mengobrak
-abrik tempat tinggalmu...!"
Seruan yang dikeluark an Nelayan Tenaga Gajah dalam kead aan
marah, mernbuat semua bangunan berget ar, seakan-akan terland a gempa.
Nelayan Tenaga Gajah dal am puncak kek esalanny a, mengerahkan seluruh tenaga
yang dimiliki dalam teriakannya.
Akibat ucapan k eras itu, murid-murid Perguruan Pedang Halilintar
yang tengah berad a di dalam bangunan berkelebatan. Tak terkecuali,
murid-murid yang tengah berlatih.
Dalam herannya, Nelay an Tenaga Gajah masih bersikap tidak
peduli. Dia berdiri tegah di tengah-tengah halaman sambil berteriak-teri ak.
Sehingga dalam sekejap saja, tempatnya b erdiri telah dikurung tidak kurang dari
dua puluh lima orang murid Perguruan Pedang Halilintar.
"Siapa kau, Orang Tua"! Mengapa mulutmu lancang memanggil-manggil ketua kami secara sembarang an seperti itu"! Tidak tahukah
kau, kalau beliau merupak an tokoh tingkat tinggi golongan putih"!"
ujar seorang pemuda berkumis melintang. Dan melihat gelagatnya, dia
adalah pimpinan dari para pengepung Nel ayan Tenaga Gajah. Seperti juga sikapsikap yang lainnya, ucapan pemuda berkumis melintang menyiratkan kesombongan
yang sangat. "Aku tidak sudi berurusan dengan anjing kurap seperti kau! Panggil si Pedang
Halilintar Sakti untuk menemui aku, dan meminta maaf atas
perbuatan muridnya y ang demikian kurang ajar menculik muridku. Dan aku ingin,
dia mengembalikan muridku tanpa terluka sedikit pun. Apabila tidak, seluruh isi
perguruan ini ak an kuhan curleburk an rata deng an tanah !" tandas Nelayan
Tenaga Gaj ah keras.
Tentu saja orang seaneh k akek kurus laks ana tengkorak ini tidak
bermain-main deng an ucapanny a. Bukan tidak mungkin hal itu akan
dilakukannya ap a bila permintaannya tidak dituruti. Demi keselamatan muridnya
yang bernama Tungga Dewi, apa pun akan dilakukan Nelayan
Tenaga Gajah! Dan kak ek kurus ini pergi ke Perguruan Pedang Halilintar, setelah
kehabisan k esabaran untuk mencari Karp ala. Dia tahu kalau pemuda berkumis
tipis itu merupakan murid Perguruan Pedang Halilintar. Makanya, dia pergi ke
tempat ini. Kekhawatiran akan nasib Tungga Dewi, membuatnya tidak memikirkan
kemungkinan-kemungkinan lainnya.
"Kakek Kurus! Rupanya kau sudah bosan hidup"! Berani kau
menghina seperti itu"! Apakah...."
Belum sempat pemuda berkumis melintang ini meneruskan
ucapanny a, Nelayan Tenaga Gajah yang sudah tidak bisa menahan
kesabarannya l agi. Langsung mengibaskan tang annya. Maka s eketika angin keras
keluar dari kibasan tangannya, membuat tubuh pemuda berkumis
melintang itu terlempar jauh ke belakang sep erti daun kering dihembus angin!
Kejadian terhad ap pemuda berkumis melintang, yang demikian
mudah dirobohkan, membuat puluhan murid Perguruan Pedang Halilintar
lainnya terkejut bercampu r marah. Mereka m emang tidak menyangk a kalau Nelayan
Tenaga Gajah selihai itu sampai-sampai seperguruan merek a yang merupakan orang
terlihai setelah guru merek a, bisa dirobohkan hanya dalam sekali kibasan
tangan. Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka mencabut pedang masing-masing dan
menyerbu secara berbareng.
Seketika bunyi berdesing nyaring menyertai sinar-sinar berkilatan
dari batang-bat ang pedang yang berk elebat an mencari sasaran. Namun, itu tidak
membuat kakek kurus laksana tengkorak ini gugup. Sikapnya tetap tenang. Bahkan
seperti tidak memandang pusing serang an itu. Sebagian besar serangan dibiarkan
saja mengen ai tubuhnya. Hanya serangan -serangan yang meluncur ke arah mata,
yang ditangkis dengan kedua tanganny a secara sembarang an. Dengan pengerahan
tenag a dalamnya yang tinggi kedua
tangannya jadi tak kalah keras dibanding besi baja!
Bunyi berdetak keras seperti logam-logam keras beradu terdengar,
ketika pedang-ped ang murid-murid Perguruan Pedang Halilintar berbenruran dengan
tubuh, tangan, atau kaki Nelayan Tenaga Gajah. Akibatnya, tubuh pemuda-pemud a
berpakai an coklat itu berpentalan ke belakang. Bahkan ketika Nelayan Tenaga
Gajah balas menyerang, hanya dalam beberapa
gebrak an saja tubuh murid-murid Perguruan Pedang Halilintar berpentalan ke
belakang sambil mengeluarkan seru an-seruan kesakitan. Merek a tidak mampu
bangkit lagi, meskipun hanya pingsan. Dan selama melakukan
perlawanan, Nelayan Tenaga Gajah tidak henti-hentinya mengeluarkan
panggilan terhadap Ketua Pergu ruan Pedang Halilintar.
"Pedang Halilintar! Keluar kau. Cepat! Atau murid-muridmu ini
kuhabisi!"
Tak sampai lima jurus, sebagian besar murid Perguruan Pedang
Halilintar telah bergeletak an di tanah.
"Luar bias a! Tidak kusangka Nelayan Tenag a Gajah yang terkenal berad a di
golongan putih, sampai hati bertindak demikian kejam terhadap orang-orang yang
tidak berdaya dan bukan tandingannya! Kalau berani
lawan aku, Nelayan Sombong!"
Nelayan Tenaga Gajah langsung menghentikan perlawananny a,
ketika mendengar suara yang sang at dikenalnya. Tampak sesosok bayangan berkeleb
at, dan tahu-tahu berdiri seorang lelaki bertubuh tegap. Wajahnya gagah, berikat
kepala coklat dan berb adan lebar.
"Aku sebenarny a tak ingin bertarung! Cep at kembalikan muridku yang telah
diculik oleh muridmu. Dan aku akan pergi dari sini!" ujar Nelayan Tenaga Gajah
set elah menat ap laki-laki gag ah yang memang si Pedang Halilintar Sakti
sesaat. Terdengar kaku nada suaranya.
"Enak saja kau bicara, Nelayan Tenaga Gajah ! Tidak ada seorang pun muridku yang
telah menculik muridmu! Dan kau, telah lancang melukai banyak muridku. Majulah!
Aku akan memberi hajaran pad amu!" tandas si Pedang Halilintar Sakti, penuh
wibawa. "Apa boleh buat" Ternyata kau keras kepala, Pedang Halilintar
Sakti! Pantang bagi Nelayan Tenaga Gajah untuk mundur dan menolak
tantangan! Apal agi, untuk membela seorang murid. Biarlah aku menerima pelajaran
berharg a darimu!" sambut Nelayan Tenaga Gajah tak mau kalah, meski dalam
ucapannya terk andung nada merend ah.
Dia memang telah lama tidak suka terhadap Pedang Halilintar Sakti.
Meski termasuk datuk golongan putih seperti dirinya, tapi wataknya
sombong dan merendahkan o rang lain. Sungguhpun harus diakui, kesombongan itu mungkin tercipta karena memang sejak kecil Pedang
Halilintar Sakti hidup dalam dunia yang serba mewah! Datuk golongan putih yang
berwat ak agung ini merupakan keturunan seorang raja.
"Lihat serangan !"
Dengan nad a angkuh, Pendek ar Pedang Halilintar Sakti yang lebih
dulu membuka serangan, memberi peringatan seperti layaknya seorang tokoh lebih
tinggi memperingatkan tokoh yang lebih rendah. Kedua tangannya yang terkep al
seperti berub ah menjadi banyak, ketika meluncur ke arah Nelayan Tenaga Gajah.
Namun, kakek kurus laksana tengkorak itu tidak kebingungan. Tanpa menemui
kesulitan dipapaki serangan itu. Sehingga, terdengar bunyi berdetak keras
berkali-k ali ketika dua pasang tangan yang sama-sama tel ah berub ah menjadi
banyak itu berb enturan di tengah jalan.
Akibatnya tubuh kedua belah pihak sama-sama terdorong ke belakang. Tapi, si
Pedang Halilintar Sakti terhuyung selangkah lebih jauh. Bahkan dengan mulut
menyeringai kesakitan.
Si Pedang Halilintar Sakti jadi berubah wajahnya karena rasa
terkejut dan penasaran melihat keunggulan lawannya.
Srattt! Tidak kelihatan kakek bersikap agung ini menggerakkan tangan,
tapi tahu-tahu di dalam genggaman tangan kanannya tercekal sebatang
pedang terhunus. Namun sebelum Ketua Perguruan Pedang Halilintar ini melancarkan
serangan.... Brakkk! Tiba-tiba bunyi berderak keras membuat si Pedang Halilintar Sakti
dan Nelayan Tenaga Gajah tanpa disepak ati lebih dulu, menoleh ke arah asal
suara. Tampak daun pintu gerbang yang tebal dan kokoh kuat itu hancur berantak
an, seperti didobrak seekor gaj ah besar dari luar. Pecahan -pecahanny a berhamburan, bahkan beberap a di antaranya ada yang hampir
mengenai kedua datuk golongan putih itu. Namun hanya dengan
mengibaskan tangan, baik Nelayan Tenaga Gajah maupun Pedang Halilintar Sakti
telah membuat pecahan -pecahan kayu itu berp entalan kemb ali ke arah semula.
Dan kini di belakang pecahan daun pintu gerbang itu berjalan
sesospk tubuh dengan sikap angker. Sehingga membuat mata Nelayan
Tenaga Gajah dan si Pedang Halilintar Sakti terbelalak
"Kau..."!" Hampir berbarengan dua datuk golongan putih itu mengucapk an
perkataan seperti itu.
"Itukah orang yang kau katakan menculik muridmu itu, Nelayan
Tenaga Gajah"!"
Si Pedang Halilintar Sakti langsung cepat sadar dari keterkejutanny a. Dan sekarang dia bisa meng erti duduk masalah yang sebenarnya.
Makanya pertany aan itu langsung diajukan pada Nelayan
Tenaga Gajah. Dan ketika mendapat anggukan dari kakek kurus laksana
tengkorak itu, Ketua Perguruan Pedang Halilintar ini makin yakin.
"Ketahuilah, aku pun telah lama m enyuruh tiga orang muridku
untuk membunuhnya, karena telah melakukan tindakan tercela. Dengan
berani, dia mencoba merayu dan mempengaruhi putriku, agar menolak
lamaran calon suaminya. Bahkan murid keparat itu m-ngajak putriku


Dewa Arak 69 Peti Bertuah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertindak tak senonoh, dengan menggunakan obat perangsang. Dan sekarang karen a
perasaan malunya, putriku kabur dari sini! Maka aku pun telah mengutus orangorang untuk mencarinya! Sekarang, kuserahkan murid
murtad itu padamu, Nelayan Tenaga Gajah !"
Nelayan Tenaga Gajah hanya meng angguk pelan, menyambuti
ucapan di Pedang Halilintar Sakti. Kakek kurus ini masih terlalu kaget dan
menyesal, ketika melihat orang yang menculik muridnya ternyata
mempunyai urusan pula deng an Perguru an Pedang Halilintar! Hati Nelayan Tenaga
Gajah jadi tidak karuan rasany a.
Sementara sosok yang telah menghancurk an daun pintu gerbang itu
ternyata seo rang p emuda berkumis tipis. Pemuda bernama Karpala itu terus
melangkah dengan sikap tenang. Dan ayunan kakinya baru terhenti, ketika telah
berad a beberapa tombak di depan kedua datuk sakti itu.
"Kedatang anku
kemari untuk membuat perhitungan, Pedang
Halilintar Sakti! Cepat! Serahkan Dara pad aku! Ayah macam apa kau ini, sehingga
begitu tega menjerumuskan anaknya sendiri ke dalam kesengsaraan. Kau tahu, Dara cinta padaku ! Tapi, kenapa kau serahkan juga pada
lelaki mata keranjang yang melamarnya! Ked atanganku kemari untuk
membahagiakannya, tahu"! Ha ha ha...!" Karpala tertawa berg elak.
"Tutup mulutmu, Murid Murtad!" maki si Pedang Halilintar Sakti sambil menuding
jari telunjuk kirinya.
Wajah Ketua Perguruan Pedang Halilintar ini me-rah padam
pertanda teng ah dibalur kemarah an yang sangat.
"Nelayan Tenag a Gajah ! Kau tidak cepat bertindak!" Atau kau
berikan kep arat ini kepad aku"!" lanjut Ketua Perguru an Pedang Halilintar ini.
"Kaulah yang ak an menerima pemb alasan dan sakit hatiku, Pedang Halilintar! Kau
lihat..!" Karpal a langsung mengalihkan pandangan ke arah sekumpulan
murid Perguruan Pedang Halilintar yang sejak tadi masih berdiri di sekitar
tempat itu. Sekarang mereka juga menatap Karpala deng an sorot mata ngeri!
Sebagai kawan seperguru an, mereka tahu kalau Karpala telah mengalami perubah
an. Pemuda berku mis tipis itu kelihatan demikian mengerikan!
Sepasang matanya merah, seperti orang sakit mata! Bahkan ada sorot yang membuat
tengkuk mereka meremang, ketika menatap pemuda berkumis tipis itu.
Dan hal itu sebenarnya dirasak an pula oleh si Pedang Halilintar
Sakti. Dan datuk yang telah kenyang p engalam an ini segera meras akan adanya
sesu atu yang tidak beres. Hanya saja, perasaan angkuhnya membuat dia sikapnya
seakan-akan tidak ada kelainan.
"Pergilah kalian ke neraka!" desis Karpal a dengan suara berg etar ke arah
murid-murid itu. Sepasang matanya yang merah tampak seperti
memancarkan api ketika mengucapk an kata-k ata seperti itu.
Nelayan Tenag a Gajah dan di Pedang Halilintar Sakti merasakan
adanya get aran kuat dalam perk ataan itu. Sebuah kekuatan yang memaksa alam
bawah sad ar seseo rang untuk mengikuti perintahnya. Dan kedua datuk golongan
putih ini terutama sekali, si Pedang Halilintar Sakti yang belum merasak an
kelihaian Karpala, merasa terkejut. Apalagi ketika melihat tubuh sisa muridnya
yang masih berdiri tegak, melayang dengan kep ala lebih dulu menuju pagar yang
mengelilingi perguruan!
Si Pedang Halilintar Sakti hanya bisa mengelus dada melihat kepala
murid-muridnya hancu r berantakan k etika berb enturan deng an pag ar yang
mengelilingi areal perguruan. Darah bercampur otak tampak muncrat-muncrat, ketika kepala itu hancur!
Ketua Perguru an Pedang Halilintar ini tidak bisa berbuat apa-apa
untuk mencegah. Karena, dia pun tengah berad a dalam kungkungan
pengaruh suara Karp ala! Padah al, ucapan itu tidak ditujukan kepadanya!
"Ha ha ha...!"
Karpal a tertawa bergel ak penuh kepuasan ketika melihat belasan
murid Perguruan Pedang Halilintar pergi ke alam baka dengan kepala pecah.
Gemuruh suara tawanya mengiringi bunyi berderak keras kepala-kep ala yang
pecah ! "Keparat! Kubunuh kau...!"
Si Pedang Halilintar Sakti yang baru sadar dari keterpakuan,
menggeram keras dengan sekujur tubuh menggigil karena murka. Dia telah siap
melancark an serangan, tapi kalah cep at dengan Nel ayan Tenaga Gajah!
Kakek kurus laksana tengkorak itu telah lebih dulu menerjang.
Sementara Karp ala hanya mendengus, seperti meremehkan serang an itu. Namun tangan kanannya cepat ditudingkan ke arah tubuh yang tengah
meluncur ke arahnya. Dan Pedang Halilintar Sakti jadi tak kuasa untuk
membelalakkan matanya. Dia melihat dari jari telunjuk yang
ditudingkan, meluncur seleret sinar. Dan tahu-tahu, tubuh Nelayan Tenaga Gajah
yang masih berada di udara telah terbungkus api yang berkobar-kobar.
Tubuh Nelayan Tenaga Gajah kontan ambruk ke tanah, dan
langsung menggelepar-g elepar seperti ikan dilempar ke darat. Sementara, Karpal
a tertawa bergelak penuh kegembiraan seperti melihat sebuah
pemandang an menyenangkan. Di lain pihak, si Pedang Halilintar Sakti dan muridmuridnya yang tengah terg eletak tak berd aya di tanah, menatap dengan sorot
mata ngeri! Ilmu apa yang dipergunakan Karpal a yang
mendadak jadi memiliki kesaktian demikian"
Di saat, Nelayan Tenaga Gajah tengah meregang nyawa, tangan
Karpal a kembali menuding. Dan kali ini, murid-murid Perguruan Pedang Halilintar
yang tergolek tanpa daya menjadi sasaran. Tubuh mereka kontan terbungkus api
yang berkob ar-kob ar. Dan rasa pan as itu membuat
tubuh-tubuh yang tadi tidak mampu berbuat apa-apa, kini menggeliat-geliat di
ambang maut! "Keparat! Keji...!" si
Pedang Halilintar Sakti hanya bisa mengeluark an makian. Kengerian yang mencekam dan keterkejutan yang
melihat keperkasaan Karpala, membuatnya tidak mampu bertindak apa-apa selain
memaki. Sekujur tenaganya s eperti lenyap ol eh kengerian yang memancar dari
tubuh Karpala! Kini Karpala menatap Pedang Halilintar Sakti lekat-lekat.
"Aku sengaja tidak mau m embunuhmu sekarang. Biar kau ras akan
melihat semua orang yang kau cintai tewas! Kalau meras a memiliki
kemampuan, boleh kau cari aku nanti! Selam at tinggal, Pedang Halilintar Sakti!
Aku akan pergi mencari Dara! Aku tahu, dia telah pergi dari sini!"
"Jangan pergi kau, Murid Jahanam!"
Si Pedang Halilintar Sakti bergegas melesat, mengejar Karpal a yang
telah melesat meninggalkan tempat itu sambil melepas tawa gembira bernada penuh
kemenang an. Tapi hanya dalam beb erap a kali lesatan, tubuh pemuda berkumis
tipis itu telah lenyap dari pandangan. Yang tinggal hanya si Pedang Halilintar
Sakti dengan hati hancur, menatap semua yang terpampang di hadapanny a! Dia
bertekad dalam hati, akan membuat perhitungan atas semua kejadian ini!
Benarkah roh di dalam tubuh Karpala akan men cari raganya yang
asli" Dan berhasilkah dia" Bagaimana pula tugas Penjaga Alam Gaib ke Pulau
Setan" Apa yang terjadi terhadap Dewa Arak bersama rombongan yang
menyusul Penjaga Alam Gaib ke Pulau Setan" Ke mana pula perginya Dara, putri
Pedang Halilintar Sakti" Dan berhasilkah Karp ala menyeb ar maut di dunia
persilatan"
Ikuti kelanjutan. kisah ini dalam.episode :
PULAU SETAN SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor Fuji Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusianfo/ http://ebook-dewikz.com/
Serial Dewa Arak
dalam episode-episodenya yang menarik:
1. PEDANG BINTANG
41. MACAN-MACAN BETINA
2. DEWI PENYEBAR MA UT
42. EMPAT DEDENGKOT PULAU KARA NG
3. CINTA SANG PENDEKAR
43. GARUDA MATA SATU 4. RAKSASA RIMBA NERAKA
44. TAWANAN DATUK SESAT 5. BANJIR DARAH DI BOJONG GADING
45. MISTERI RAJA RACUN 6. PRAHARA HUTAN BANDAN
46. PENDEKAR SADIS 7. RAHASIA SURAT BERDARAH
47. BENCANA PATUNG KERAMAT 8. PENGA NUT ILMU HITAM
48. TENAGA INTI
BUMI 9. PENDEKAR TANGAN BAJA
49. GEGER PULA U ES 10. TIGA MACAN LEMBAH NERAKA
50. PERTARUNGAN DI PULA U API
11. MEMBURU PUTRI DATUK
51. RAJA SIHIR BERHATI HITAM 12. JAMUR SISIK NAGA
52. MA NUSIA KELELAWAR 13. PENINGGALAN IBLIS HITAM
53. PENJARAH PERAWAN 14. S EPASANG ALAP-ALAP BUKIT GANTAR 54.
KABUT DI BUKIT GONDANG 15. TINJU PENGGETAR BUMI
55. PERINTAH MAUT 16. PEWARIS ILMU TOKOH SESAT
56. SUMPAH SEPASANG HARIMA U
17. KERIS PEMINUM DARAH
57. PERGURUAN KERA EMAS 18. KELELAWAR BERACUN
58. MAYAT HIDUP
19. PERJALANA N MENANTANG MAUT
59. TITIPAN BERDARAH 20. PELARIAN ISTANA HANTU
60. PERAWAN2 PERSEMBAHAN 21. DENDAM TOKOH BUANGAN
61. RAJA IBLIS TANPA TANDING 22. MA UT DARI HUTAN RANGKONG
62. PEREMPUAN PEMBAWA MAUT 23. S ETAN MABUK
63. ANGKARA SI ANAK NAGA 24. PERTARUNGAN RAJA-RAJA ARAK
64. SATRIA SINTING 25. PENGHUNI LEMBAH MALAIKAT
65. SI LINGLUNG
SAKTI 26. RAJA TENGKORAK
66. PEMBUNUH GELAP 27. KEMBALINYA RAJA TENGKORAK
67. MAKHLUK JEJADIA N 28. TEROR MACAN PUTIH
68. BIANG-BIANG


Dewa Arak 69 Peti Bertuah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

IBLIS 29. ILMU HALIMUN
69. PETI BERTUAH 30. DALAM CENGKERAMA N BIANG IBLIS 70. PULAU S ETAN
31. PERKAWINAN BERDARAH
71. PETUALANG2 DARI NEPAL 32. ALGOJO-ALGOJO BUKIT LARANGAN
72. BATU KEMATIAN 33. MAKHLUK DARI DUNIA ASING
34. RUNTUHNYA SEBUAH KERAJAAN
35. KEMELUT RIMBA HIJA U
36. TOKOH DARI MASA SILAM
37. RAHASIA SYAIR LELUHUR
38. NERAKA UNTUK SANG PENDEKAR
39. MISTERI DEWA S ERIBU KEPALAN
40. GEROMBOLAN SINGA GURUN
Pendekar Super Sakti 24 Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Harpa Iblis Jari Sakti 18

Cari Blog Ini