Ceritasilat Novel Online

Pembalasan Ratu Mesum 2

Pendekar Mabuk 081 Pembalasan Ratu Mesum Bagian 2


melawan, Suto Sinting
segera melumatnya dengan gerakan dan pagutan
lembut sekali. Tangan Anjardani mulai merayap ke bawah.
Sedangkan tangan Pendekar Mabuk pun tak mau
kalah berani, ia menelusuri tubuh sekal yang
mempunyai lekak-lekuk indah sekali itu.
"Oouh, Sutooo...," Anjardani merengek dengan wajah dicekam perasaan nikmat. la
justru melebarkan diri agar Suto Sinting lebih leluasa lagi melancarkan serangan
nakalnya itu. Kepalanya
tergolek-golek memberi peluang lebih bebas lagi
bagi bibir Suto yang mencium dan memagut-magut
di bagian leher. Satu tangan Anjardani yang kiri meremas rambut kepala Suto di
bagian belakang
sebagai tanda ia telah menahan mati-matian hasrat ingin meledak dalam buaian
asmara yan membara.
Bunyi seruling kecil bersuit-suit panjang dalam
alunan tertentu. Alunan itu halus sekali, sangat
samar-samar, sehingga yang ditangkap kedua
telinga mereka hanyalah suara debur ombak dan
deru angin pantai. Sesekali mereka memang
menyadari ada suara berdenging mengalun-afun,
tapi mereka menyangka suara itu adalah bunyi
relung karang yang ditiup angin. Mereka tidak
pedulikan suara denging lembut itu, dan semakin
hanyut dalam kemesraan yang begitu hangatnya.
"Suto, oooh... lebih ke bawah lagi. Sayang... ooh, yaaaah... pagutlah itu.
Pagutlah, Sutooo...," Anjardani merengek seperti anak kecil, napasnya terengahengah ketika Suto menciumi bawah lehernya. Dan
ketika ciuman itu turun ke bawah sesuai
kehendaknya, lalu memagut ujung perbukitannya
dengan lembut, Anjardani pun memekik pelan
dengan suara tertekan.
"Heeekkhh, aaahhhhh. . !"
la berlutut dalam gerakan menggelinjang. Kedua
tangannya meremas-remas kepala Suto Sinting.
"Jangan hentikan tanganmu, Sayang...."
Suto Sinting tak jadi hentikan tangannya yang
menari-nari menaburkan kenikmatan di hati
Anjardani. Rasa bahagia yang membusung
memenuhi dada membuat Anjardani menekan
kepala Suto, sehingga ciuman Suto Sinting semakin merosot ke bawah. Menyapu
pusar seperti seekor
kucing memandikan anaknya adalah sesuatu yang
menghadirkan rasa penasaran lebih besar lagi bagi Anjardani, sehingga perempuan
itu kian menekan
kepala Suto Sinting sambil menghamburkan suara
desah dan erangan yang menapas terengah-engah.
"Oouh...!!' pekik Anjardani ketika sapuan Suto Sinting mencapai pusat
keindahannya. "Ooouh, Sutooo.. . Suto aku suka sekali, Suto.
Aaahh. . terus, teruskan. . oh, jangan berhenti,
Sayang! Lebih hebat lagi, Suto. . lebih hebat lagi!
Yaaaaaahhh. .!"
Pekikan keras Anjardani disertai tubuh yang
mengejang kaku dengan kedua tangan meremas
rambut Suto kuat-kuat. Gerakan pinggulnya
tersentak-sentak bagai menerima pukulan yang
cukup telak. Anjardani kian menggila. Suaranya
dilepaskan tanpa ukuran lagi. Kecupan lembut Suto telah menghantarkah jiwanya
melayang tinggi sekali hingga mencapai puncak keindahan. Di puncak
keindahan itulah Anjardani lupa akan dirinya sebagai perempuan berilmu dan
berusia tiga kali lipat usia Pendekar Mabuk.
Keringat yang mengucur dari sekujur tubuh
Anjardani tidak dihiraukan. Perempuan itu mereguk
madu keindahan dari kenakalan lidah Suto Sinting
sepuas-puasnya. la meletakkan dirinya di atas batu setinggi lutut, duduk di sana
sambil menikmati
serangan Suto Sinting yang tak pernah mau berhenti walau puncak kemesraan telah
dicapai Anjardani
berkali-kali. "Suto... ohh, lakukan sekarang juga, Suto!
Lakukan sekarang juga! Aku ingin yang lebih indah dari ini semua, Sutooo...!"
rengek Anjardani bagai telah kehilangan wibawa dan kharismanya di depan
pendekar muda itu.
Batu yang dipakainya duduk itu berukuran
panjang dan datar, sehingga ketika tubuh Anjardani merebah ke belakang, maka
terbukalah kesempatan mereguk segudang kehangatan dari
tubuh molek yang amat menggiurkan itu. Pendekar
Maibuk gemetar memandang kemolekan yang
terbentang bebas tanpa hambatan selembar
benangpun. "Ayolah,, Suto...! Lakukan sekarang juga,
Sayaaaaangg. .!" Anjardani mengerang seperti anak kecil sambil menangis
tersentak-sentak penuh
kemanjaan. Tetapi, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang sempat mengguncangkan
dinding gua. Blegaaaarrr...!!
Seketika itu juga kemesraan mereka buyar
menjadi serpihan-serpihan ketegangan. Anjardani
melompat bangkit dengan mata lebar dan wajah
menegang. Pendekar Mabuk segera menyambar
bumbung tuaknya dan siap menghadapi serangan
lawan sewaktu-waktu. Gagah dan kemesraan
mereka sirna tak digubris lagi. Kini yang ada hanya debar-debar kecemasan yang
makin membuat mereka sama-samar mempertinggi kewaspadaan.
"Ledakan apa itu tadi"!" bisik Anjardani dengan napas terengah-engah.
"Suaranya dari luar sana!" ujar Suto Sinting juga sambil terengah-engah.
"Keparat busuk! Siapa yang mengganggu
kemesraan kita ini, Suto! Cari dan temukan siapa
yang menyita keindahan kita tadi itu! Jahanam
tengik!" maki Anjardani dengan suara geram
kemarahan akibat ke mesraannya terganggu.
"Haruskah kita keluar dari gua dan mencari orang itu dalam keadaan tanpa busana
begini"!"
Anjardani terkesip pandangi mata Suto Sinting
yang memancarkan keraguan.
* * * 5 SUARA ledakan itu berawal dari suara denging
seperti seruling. Suara denging itu ternyata bukan berasal dari seruling,
melainkan dari sehelai daun tipis yang ditiup pada bagian tepinya.
Peniup daun berbentuk seperti daun bambu itu
adalah seorang perempuan cantik berjubah putih
dengan sulaman benang emas membentuk pola
hiasan pada jubahnya. Perempuan berjubah tipis
warna putih itu melapisi bagian dadanya dengan
kain tebal sebesar tutup gelas. Dua kain tebal warna hitam beludru itu juga
berhias sulaman benang
emas. Sepasang kain bundar sebesar tutup gelas itu hanya dipakai untuk menutup
ujung kedua bukitnya
yang montok dan tampak besar namun padat. Tali
hitam yang menghubungkan dua kain penutup ujung
bukit itu melilit ke belakang dan membentuk ikatan di punggung.
Perempuan berambut panjang sepinggang yang
kala itu digulung ke atas membentuk sanggul
sederhana tapi dijepit dengan logam emas seperti
mahkota itu mengenakan kain penutup pinggul dari
bahan sutera hitam. Kain tersebut begitu tipisnya sehingga membayang bentuk
sesuatu yang ditutupinya. Kain sutera hitam itu hanya melilit di antara kedua pahanya dan
mempunyai tali pengikat
di pinggul kanan-kiri. Sekali tarik, kedua tali pengikat itu akan terlepas dan
membuat kain penutup di
antara kedua pahanya itu akan jatuh terkulai di
tanah. Perempuan cantik bermata jeli dan berbibir
sensual yang mempunyai kulit putih mulus dan
tubuh sintal itu tak lain adalah Ratu Dekap Rindu alias si Ratu Mesum. Rupanya
setelah tadi siang ia terkena pukulan berbahaya dari Anjardani, ia
melarikan diri dan mencari tempat aman untuk
sembuhkan luka-lukanya. Ternyata luka-luka itu
sudah bisa teratasi dan tubuhnya menjadi sehat
kembali setelah lakukan pengobatan sepanjang
siang. Ratu Mesum segera mencari Pendekar Mabuk
dan juga memburu Anjardani. Sebab Anjardani
adalah saudara seperguruan tokoh tua yang
bernama Tanuyasa. Dendam antar perguruan masih
mengalir dalam jiwa si Ratu Mesum, karena gurunya yang bernama Nyai Lawang
Neraka itu berhasil
dibunuh oleh Tanuyasa. Tak heran jika Ratu Dekap
Rindu alias Ratu Mesum itu punya hasrat ingin
membalas kematian gurunya dengan
menghancurkan tubuh Anjardani atau Tanuyasa.
"Sudah waktunya aku menghancurkan si Rupa
Setan, karena ia sudah berani muncul kembali di
dunia persilatan. Syukur bisa temukan
persembunyian Tanuyasa, sehingga lengkap sudah
pembalasanku terhadap kematian Guru tempo hari,"
ujar Ratu Mesum membatin.
"Tapi agaknya ia bersekutu dengan Pendekar
Mabuk. Hmmm.. haruskah mereka kubinasakan
dalam satu gebrakan"! Tunggu dulu. . Pendekar
Mabuk itu ternyata mempunyai ketampanan yang
menggoda hati. Saat ia muncul melawan Pangkar
Soma, aku sempat memperhatikan ketampanan dan
kegagahannya. Sebenarnya hatiku tergiur ingin
memeluknya pada saat itu. Tetapi aku masih
bimbang melakukannya, karena bagaimanapun dia
adalah orang yang menghancurkan istanaku.
Karenanya aku tadi ragu-ragu membunuh Pendekar
Mabuk. Akibat keraguanku tadi, akhirnya aku jadi
kena batunya sendiri oleh jurus keparatnya si Rupa Setan yang sudah tidak
berkedok lagi itu! Hmmm. .
sebaiknya sebelum kulampiaskan dendamku
kepada Pendekar Mabuk, kumanfaatkan dulu
keperkasaannya itu sepuas hatiku, setelah aku
merasa kenyang menikmati keperkasaan dan
kegagahannya, barulah kulenyapkan anak muda
yang kurang ajar itu! la tak mungkin bisa melukaiku jika aku tetap menggunakan
jurus 'Hantu Melayang'
ini, karena ia tak akan tahu di mana aku berada saat menyerangnya!"
Ratu Mesum tertawa cekikikan sendiri. la
bergerak bagaikan angin karena memang ia
menggunakan jurus 'Hantu Melayang', sehingga
kehadirannya tak ada yang bisa melihatnya. la
bergerak ke arah tempat pertarungannya tadi. Di
sana ia berhenti sebentar mempertimbangkan ke
mana arah pelarian Anjardani dan Suto.
"Mereka dibuat tanpa selembar pakaian oleh
Pangkar Soma" Pasti mereka mencari tempat
rimbun yang tersembunyi sebelum dapatkan
pakaian yang baru. Hmmm. . kurasa dia bergerak ke arah perbukitan sana! Di sana
ada beberapa gua
yang bisa dipakai untuk bersembunyi mereka," ujar Ratu Dekap Rindu dalam
batinnya. Tetapi sebelum matahari tenggelam ke cakrawala
barat, Ratu Mesum melihat sekelebat bayangan
yang berlari ke arah pantai.
"Jangan-jangan dialah si Pendekar Mabuk!
Hmmm.. sebaiknya kuikuti saja dulu dia!"
Weesss. .! Ratu Dekap Rindu mengejar bayangan
tersebut dengan tetap menggunakan jurus 'Hantu
Melayang'. Dan rupanya bayangan yang berkelebat
itu menuju ke pantai bertebing. Tetapi sebelum
sampai di batuan tebing, bayangan itu hentikan
langkahnya dalam keadaan berdiri di atas gugusan
batu yang menjulang tinggi. Dari sana ia
memandang sekeliling, seakan mencari sesuatu
yang hilang dan sedang dikejarnya.
"Oh, dia seorang pemuda tampan"!" gumam hati Ratu Dekap Rindu. la mendekatkan
diri, dan pemuda itu tak melihat ada orang yang sedang
memperhatikannya dari jarak dekat. Pemuda itu
hanya menggumamkan kata bernada gerutu.
"Ke mana larinya"! Hmmm...! Dasar perempuan, kerjanya hanya bikin susah lelaki
saja! Begini sedikit salah, begini sedikit cemburu, aah. . payah betul dia!
Sudah tahu dia telah memilikiku, kenapa harus
cemburu hanya melihatku bicara dengan bekas
teman lamaku itu" Toh aku tidak ada hubungan apaapa dengan gadis teman lamaku itu"! Dasar
perempuan picik! Semua wanita dicemburuinya!
Mungkin kalau aku membawa ayam betina dari
pasar juga akan dicemburuinya!"
Ratu Dekap Rindu menertawakan gerutuan itu.
Tetapi lelaki berpakaian serba merah itu tidak
mengetahui bahwa dirinya sedang ditertawai
seorang perempuan yang sangat cantik dan saat itu sedang berada di batu
depannya. Lelaki berusia sekitar dua puluh lima tahun itu
mempunyai bentuk tubuh yang menggiurkan bagi si
Ratu Mesum. Tubuhnya tinggi, tegap, berwajah
tampan, berkulit coklat. Rambutnya panjang, lurus, sepundak, dan di kat dengan
ikat kepala kain
kuning. la menyelipkan senjata kapak dua mata di pinggangnya.
Seandainya Suto pada waktu itu tidak berada di
dalam gua bersama Anjardani, maka ia akan
mengenali lelaki itu sebagai Ranggu Pura, suami
dari Cumbu Bayangan yang punya nama asli Kismi.
Suto ikut terlibat dalam peristiwa menjelang
perkawinan si murid mendiang Poci Dewa dan Kismi
murid Buyut Gerang, (Baca serial Pendekar Mabuk
dalam episode : "Pertarungan Tanpa Ajal").
Sayang sekali waktu itu Suto tidak melihat
kehadiran Ranggu Pura dalam upaya mencari


Pendekar Mabuk 081 Pembalasan Ratu Mesum di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

istrinya yang kabur karena cemburu itu, sehingga ia tidak tahu kalau Ranggu Pura
dalam bahaya sang
Ratu Mesum. Sementara itu, sang Ratu Mesum
semakin tertarik setelah memperhatikan kegagahan
dan ketegangan tubuh Ranggu Pura beberapa saat.
Mulailah terbayang kemesraan dalam benaknya,
mulailah batin menuntut kehangatan seorang lelaki.
"Sudah dua malam aku tak menikmati
kehangatan seorang lelaki. Alangkah rindunya aku
dengan dekapan lelaki. Kurasa pria ini mampu
memuaskan gairahku! Tapi sebaiknya kugugah dulu
hasratnya agar ia tak menolak jika kuajak
bercumbu!"
Winduri mencoba dengan cara menjelma diri,
melepaskan Jurus 'Hantu Melayang', sehingga
kecantikan dan bentuk tubuhnya yang sexy itu
terlihat jelas di mata Ranggu Pura. la berlagak
muncul dari balik gugusan karang yang berjarak
sepuluh langkah dari samping Ranggu Pura.
Sekalipun demikian, kemunculannya tetap
mengejutkan Ranggu Pura.
"Astaga"! Peri penunggu pantai atau manusia
secantik bidadari dia itu"!" pikir Ranggu Pura dengan mata terbelalak dan mulut
terbengong. la semakin terkesima memandangi Ratu Mesum yang
menyunggingkan senyum menawan, penuh khayalan
bercumbu yang menggoda hati. Ranggu Pura masih
diam sampai Ratu Mesum hentikan langkahnya di
bawah batu yang dipakai berdiri Ranggu Pura.
Wuuut. .! Ranggu Pura turun dari atas batu itu
dengan lakukan lompatan biasa, namun tampak
penuh kegagahan.
Jleeg...! Ranggu Pura daratkan kakinya tepat di
depan Ratu Mesum. Kini ia berjarak tiga langkah
dari perempuan cantik yang mengenakan jubah
terbuka bagian depannya, sehingga kemontokan
dadanya yang besar itu terlihat jelas di mata Ranggu Pura. Mengagumkan sekaligus
mengherankan bagi
mata lelaki seperti Ranggu Pura. Sebab dada istrinya tidak sebesar dan sekencang
itu. "Kau mencari istrimu yang kabur?" sapa Ratu Mesum pertama kalinya. Sapaan itu
membuat Ranggu Pura menggeragap karena tersadar dari rasa kagumnya yang membuat ia
tertegun beberapa saat
tadi. "Eh, hmm, iyaa... aku... aku memang mencari
istriku. Kismi, namanya. Apakah kau melihatnya di sekitar sini?"
"Tidak," jawab si perempuan dengan kalem. la melangkah lebih dekat lagi. Bahkan
dengan penuh goda senyum dan matanya menyertai gerakan
tangan menyingkapkan rambut-rambut yang jatuh di
pundak Ranggu Pura.
"Mengapa harus repot-repot mencari istrimu" Toh di dunia bukan hanya istrimu
yang menjadi perempuan. Kau bisa mendapatkan pelukan
perempuan lain, mungkin lebih hangat dan lebih
mesra dari Kismi, istrimu."
Ranggu Pura segera undurkan diri satu langkah.
"Apa maksudmu berkata begitu?" sambil dahinya berkerut.
"Kau sangka aku tak bisa sehangat istrimu"!"
sambil senyumnya makin menggoda dan ujung
jarinya meraba-raba dada Ranggu Pura.
"Mengapa tidak kita lewati saja masa-masa
menjengkelkanmu itu dengan kencan indah
bersamaku"
Plak. .! Tangan perempuan itu ditepak Ranggu
Pura. "Kau ingin memanfaatkan seorang lelaki yang
sedang ditinggal istrinya pergi, ya"! Oh, maaf.
Kuharap kau segera pergi tinggalkan aku, karena
aku bukan lelaki yang mudah jatuh ke pelukan
perempuan lain."
Ratu Dekap Rindu masih sabar dan bersikap
tenang, tapi penuh godaan.
"Selagi petang belum datang, kurasa kau dapat menikmati keindahan tubuhku dengan
mata telanjang, dan merasakan kehangatan dengan tubuh
seperti mata tadi. Hi, hi, hi...."
Ratu Dekap Rindu membentangkan jubahnya,
seakan memamerkan keelokan tubuhnya sambil
melangkah lebih mendekat lagi. Ranggu Pura cepatcepat sentakkan tangannya menghantam dada
perempuan itu. Wuuut...!
Plaaak. .! Perempuan itu menangkisnya. Ranggu
Pura penasaran, lalu segera melayangkan pukulan
tangan keduanya.
Bet, plak...! Bet, plak...! Bet, plak...! Plak, plak, plak...!
Ranggu Pura tak mampu menghantam tubuh
Ratu Dekap Rindu. Setiap pukulan dan tendangan
secepat apa pun dapat ditangkis oleh sang Ratu
tanpa banyak bergerak. Kecepatan gerak tangkisan
perempuan itu membuat Ranggu Pura hentikan
serangan dan menunggu kelengahan perempuan
tersebut. "Gila! Kecepatan geraknya luar biasa, sukar
kutembus walau sedikit," pikir Ranggu Pura sambil menarik napas menahan
kejengkelannya.
"Rupanya kau ingin berlagak menjadi lelaki yang suci, ya" Kau ingin berlagak
menjadi seorang suami yang setia" Hmmm.. ! Kau tak akan mampu
bersikap begitu jika berhadapan dengan Ratu Dekap Rindu," sambil tangan
perempuan itu meraih sehelai daun dari tanaman yang tumbuh setinggi lututnya.
"Enyahlah dari hadapanku, Iblis Betina!" geram Ranggu Pura. "Jangan coba-coba
nodai perkawinanku dengan rayuan murahanmu itu,
Setan!" Ranggu Pura dibiarkan mundur menjauh, tapi
daun yang telah dipetik segera ditempelkan di bibir Ratu Dekap Rindu. Daun itu
segera ditiupnya dan
keluarkan suara berdenging kecil mirip mainan
anak-anak. Ratu Dekap Rindu diam di tempat,
sambil meniup tepian daun matanya memandang
penuh pancaran gairah bercumbu.
"Persetan dengan gaya rayuanmu kali ini!" geram Ranggu Pura, lalu ia segera
bergegas pergi tinggalkan Ratu Dekap Rindu.
Suara denging kecil yang bercampur deru ombak
dan angin itu mulai berpengaruh dalam hati dan
pikiran Ranggu Pura. Langkahnya yang ingin
meninggalkan pantai menjadi terhenti ketika
dirasakan hatinya berubah menjadi berdebar-debar
indah. Suara kecil yang didengarnya seakan sangat menghibur hatinya yang sedang
resah bercampur
jengkel itu. Sedikit demi sedikit hati Ranggu Pura menjadi terhibur oleh sesuatu
yang tak dimengerti penyebabnya. la tak tahu bahwa Ratu Dekap Rindu
memancarkan kekuatan daya tariknya melalui
gerakan gelombang suara daun yang ditiup. Suara
itu menyentuh ujung kalbu bagai gelitik yang
menggoda selera.
"Sialan! Kenapa hatiku jadi merasa gembira dan senang begini" Mengapa timbuI
hasrat ingin berbalik menemui perempuan itu lagi" Ah, persetan dengan
dia! Aku harus segera pergi dari sini!"
Ranggu Pura mencoba melawan keganjilan
perasaannya, tapi agaknya ia belum mampu
memenangkan perang di dalam hatinya.
Langkahnya menjadi lamban dan sangat pelan,
sampai akhirnya berhenti dalam jarak sekitar empat tombak dari Ratu Dekap Rindu.
Perempuan itu masih meniup tepian daun, dan
suaranya menyebar ke mana-mana. Pada saat
itulah, suara tersebut masuk ke telinga Suto Sinting dan Anjardani, sehingga
mereka akhirnya saling
dibakar oleh gairah bercumbu yang meletup-letup.
Demikian pula halnya dengan Ranggu Pura, yang
mencoba melawan debar-debar hatinya namun
ternyata batinnya mulai menuntut kemesraan saat
itu juga. la memandang Ratu Dekap Rindu dari jarak tiga tombak. Sang Ratu
berdiri sedikit bersandar
pada batu setinggi tubuh Ranggu Pura.
"Ternyata dia cantik sekali dan mempunyai dada yang sangat menggiurkan. Ooh...
alangkah hangat
dan nikmatnya jika bergumul dengan perempuan
secantik dia dan semontok itu. Uuuh. . gemas sekali aku melihat dadanya yang
besar tapi menjorok maju penuh tantangan itu!" pikir Ranggu Pura mulai dipenuhi
khayalan bercumbu.
Akhirnya Ranggu Pura melangkah lebih dekat
sampai berada di depan Ratu Dekap Rindu. Matanya
tertuju pada dua gumpalan dada yang membusung
kencang itu. Ratu Dekap Rindu tetap memainkan
tiupan daunnya dengan tangan kiri, sementara
tangan kanannya melorotkan kain penutup dada
yang hanya seukuran tutup gelas itu. Pluuus....!
Pucuk-pucuk bukit tampak merentang kaku,
membuat jantung Ranggu Pura semakin berdetakdetak. Tangan perempuan itu meraih tangan Ranggu
Pura, lalu menempelkan ke dadanya. Tiupan daun
dihentikan, berganti suara desah yang meluncur dari mulut berbibir menggemaskan
itu. "Lakukan apa yang ingin kau lakukan. . "
Gairah yang telah berkobar membuat Ranggu
Pura tidak bisa berpikir lagi tentang kesetiaan dan keraguan" Permukaan dada
Winduri segera disapu
habis oleh Ranggu Pura, terutama pada ujung-ujung perbukitannya.
Matahari semakin terbenam di langit barat.
Cahaya merah tembaga memancar bagai
mengisyaratkan datangnya petang. Tetapi cahaya
alam yang indah itu tidak dipedulikan lagi oleh
Ranggu Pura. la cenderung memperhatikan perintah
kemesraan Ratu Dekap Rindu. la menuruti apa pun
yang di nginkan sang Ratu dan menganggap alam ini kosong, hanya mereka berdua
yang hidup di alam
jagat raya ini.
Ranggu Pura tersandar di atas batu dalam
kemiringan tertentu. Kedua tangannya direntangkan ke atas, sementara Ratu Dekap
Rindu memburu puncak kemesraannya berkali-kali dengan menjadi
nakhoda perahu cinta mereka. Perempuan itu
bagaikan tak kenal lelah, walau sudah berkali-kali melambung tinggi mencapai
puncak-puncak keindahan. Sedangkan Rangga Pura sebenarnya
telah tak berdaya lagi, namun Ratu Dekap Rindu
selalu berusaha memancing gairah Ranggu Pura,
sehingga dengan terpaksa lelaki itu menerima
cumbuan dan gigitan mesum si perempuan. la
membiarkan Ratu Dekap Rindu memperlakukan
dirinya sebagai alat pemuas dahaga.
Pada saat matahari lenyap dan rembulan muncul
dengan terangnya, tiba-tiba sesosok bayangan
berkelebat ke pantai itu. Seberkas sinar dilepaskan dari jarak sepuluh langkah.
Sinar merah itu melesat menghantam punggung Ratu Dekap Rindu bersama
teriakan murka seorang perempuan cantik berjubah
kuning. "Biadab kauuuu...!"
Claaap...! Blegaaaarrr...!
Ratu Dekap Rindu segera berpaling memandang
ke arah datangnya suara yang mengejutkan itu. la
melihat seberkas sinar merah meluncur ke arahnya.
Maka serta-merta dari mata kirinya melesat sinar
hijau yang menghantam sinar merah tersebut. Maka
terjadilah ledakan dahsyat yang sempat
mengguncangkan alam sekeliling mereka. Ratu
Dekap Rindu segera lepaskan diri dari Ranggu Pura dengan satu lompatan ke atas
dan hinggap di atas
batu tinggi. Jleeeg.. !
Kismi, alias si Cumbu Bayangan, istri dari Ranggu Pura, tampak berang sekali
melihat suaminya
bercumbu dengan perempuan lain. la pun segera
mengamuk menyerang Ratu Dekap Rindu dengan
jurus-jurus mautnya.
Sri ng...! Pedang pun dicabut dari sarungnya.
Kismi segera melompat berputar cepat
mengarahkan pedang ke dada Ratu Dekap Rindu
yang masih belum sempat menyambar jubahnya.
"Kuhancurkan kau, Perempuan jahanaaaaam. .!"
teriak Kismi sambil melayang ke arah Ratu Dekap
Rindu. Tapi perempuan yang masih dalam keadaan
polos seperti bayi baru lahir itu segera sentakkan tangan kanannya dalam keadaan
jari-jarinya menguncup dan pergelangan tangan terlipat ke
dalam. Wuuut...! Maka terlepaslah segumpal hawa
padat bertenaga dalam tinggi yang mempunyai daya
sentak seperti semburan gunung berapi.
Buuuuhhk...! Weees...!
Tubuh Kismi tahu-tahu terlempar terbang
kehilangan keseimbangan badan. Tenaga dalam
tanpa sinar itu terasa bagaikan batu sebesar rumah yang menghantam tubuh Kismi
dengan kecepatan
tinggi, Bruuuk. .! Kismi pun jatuh di permukaan pasir pantai mendekati riak
ombak. "Aaaahkk...!"
"Kismi.. "!" pekik Ranggu Pura segera sadar dari pengaruh kekuatan gaib yang
tadi membuatnya
terlena dalam pelukan Winduri. la buru-buru
kenakan pakaiannya dan melesat menghampiri
istrinya. "Oouhk...! Oouhk...!"
"Kismi, bertahanlah! Bertahanlah, Istriku!"
Ranggu Pura panik melihat Kismi memuntahkan
darah segar dari mulutnya. Bahkan lubang hidung
dan telinganya pun tampak keluarkan darah kental


Pendekar Mabuk 081 Pembalasan Ratu Mesum di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang membuat wajah Kismi menjadi pucat pasi
seperti mayat. "Keparat kau, Perempuan Ibliiiiss. .!!" teriak Ranggu Pura dengan murka. la
ingin lakukan pukulan jarak jauh yang bertenaga dalam cukup
tinggi. Tapi gerakannya terhenti setelah matanya tak menemukan sosok Ratu Dekap
Rindu. Perempuan berjubah putih itu telah pergi dan
menggunakan jurus 'Hantu Melayang', sehingga
sebenarnya belum jauh dari tempat tersebut namun
sudah tak dapat terlihat oleh Ranggu Pura.
"Kismi...! Oh, kau terluka parah sekali, Sayang!
Mari kubawa kepada Guru, Kismi!"
Cumbu Bayangan tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Dari sudut matanya juga keluarkan darah merah
kental. Kalau tak segera dibawa kepada Buyut
Gerang; guru Kismi, barangkali perempuan cantik
berwajah imut-imut itu tak akan tertolong jiwanya.
Blaaasss.. ! Ranggu Pura mendorong istrinya dan
membawanya lari menemui Ki Buyut Gerang. Pada
saat itu Ratu Dekap Rindu hanya tertawa sambil
meninggalkan tempat itu bersama segudang
kepuasan yang telah diperolehnya dari Ranggu Pura.
Ketika Pendekar Mabuk dan Anjardani tiba di
tempat itu, petang telah menjelma dan rembulan
telah memancarkan sinar pucatnya. Mereka tidak
menemukan siapa-siapa di sana. Mereka hanya
menemukan pecahan batu yang tadi ikut hancur
karena ledakan dahsyat tersebut.
"Kurasa baru saja terjadi pertarungan di sini.
Lihat, batu itu pecah dalam keadaan masih bersih, berarti baru saja pecahnya!"
ujar Anjardani.
Pendekar Mabuk memungut salah satu pecahan
batu tersebut. "Hmmm. . masih hangat! Kurasa apa katamu tadi memang benar. Tapi siapa yang
bertarung di sini
tadi?" Anjardani mendengus-dengus hidung sambil
menyeringai. "Aku mencium bau darah kemesraan lelaki.
Kurasa di sini habis terjadi percumbuan antara
seorang lelaki dengan...."
"Dengan si Ratu Mesum, maksudmu"!"
"Menurut naluriku memang begitu. Tapi ke mana perginya mereka"!"
"Hei, lihat. . ada darah menetes ke sana! Aku akaa mengikutinya!"
"Suto, tunggu dulu! Kita dalam keadaan tanpa busana!"
"Ooh. . sial!" Pendekar Mabuk melemas karena ingat keadaan tubuhnya yang tanpa
pembungkus itu.
la jadi jengkel sendiri dan tak bisa berbuat apa-apa.
"Sebaiknya kita kembali ke gua saja," usul Anjardani.
"Aku tertarik dengan tetesan darah itu. Aku ingin tahu siapa yang terluka!" kata
Suto Sinting dengan wajah tampak dipenuhi rasa penasaran.
* * * 6 DALAM keadaan kebingungan tentang pakaian,
akhirnya Pendekar Mabuk temukan cara untuk
mengenakan daun pisang kering sebagai penutup
bagian bawahnya. Daun pisang itu dililitkan ke
pinggang dan menutupi 'jimat antik'-nya, hingga
tidak semata-mata bebas dilihat oleh siapa saja.
Melihat keadaan Pendekar Mabuk cukup rapi,
akhirnya Anjardani pun mengikuti cara tersebut. la menutup bagian bawahnya
dengan daun pisang
kering, dan bagian kedua dadanya yang ditutup
dengan tempurung kelapa yang diberi tali pengikat dari akar yang alot.
Suto tertawa melihat dua bukit si cantik itu
ditutup oleh tempurung kelapa yang terbelah
menjadi dua bagian itu.
"Kau seperti manusia purba! Dadanya semakin
mancung saja jika begitu!"
Anjardani tak mau tertawa walau hatinya
menyimpan rasa geli. la hanya tersenyum tipis
sambil cemberut.
"Kurasa tempurung kelapa ini menyelamatkan
dadaku dari kenakalan mata dan mulutmu!" ujarnya pelan, membuat Pendekar Mabuk
semakin tertawa
geli walau tidak sampai terbahak-bahak.
"Aku tak ingin diburu oleh Ratu Mesum itu. Akan kubuat bukan aku yang diburunya
tapi dialah yang
akan kuburu!"
"Aku setuju," ujar Anjardani. "Kejar dia sebelum dia mengejarmu!"
"Akan kulakukan sekarang juga!" tegas Suto.
"Lihat caraku mengejarnya ke alam gaib ini!"
Pendekar Mabuk mengusap dahinya dengan
tangan kanannya. Tanda merah di kening yang
hanya bisa dilihat oleh orang berilmu tinggi itu dapat
membuat Suto keluar-masuk ke alam gaib jika
diusap dengan tangan kanan. la akan tampak hilang dari penglihatan manusia
biasa. Slaap. .! Tangan kanan mengusap dahi dalam
sentakan tegas. Pendekar Mabuk tersenyum dan
berkata kepada Anjardani yang masih berdiri di
depannya. "Bagaimana"! Sekarang aku sudah berada di
alam gaib. Kau tidak akan bisa menyentuhku,
bahkan melihatku juga tak akan bisa lagi. Tapi aku masih bisa melihatmu, dan
mungkin sebentar lagi
aku juga akan melihat jin atau siluman yang
menghuni alam gaib ini!"
Anjardani sunggingkan senyum sinis. Tiba-tiba ia
menendang dengan tendangan samping. Beet,
buuhk...! "Uuhk. .!" Suto Sinting tersentak mundur dalam gerakan melayang sejauh empat
langkah. la membentur pohon, jika tidak membentur pohon
mungkin akan melayang lebih jauh lagi.
"Lho, kenapa kau masih bisa menendangku"!"
ujar Pendekar Mabuk dengan bingung.
"Tentu saja, karena kau masih tampak di
depanku!" "Ja... jadi..."!" Pendekar Mabuk terkejut. "Jadi aku masih belum hilang dari
hadapanmu"!"
"Sekarang pun aku masih bisa menendang
dadamu dengan tepat!" Anjardani mengangkat satu kakinya.
"Eeh, tunggu, tunggu. .!" cegah Suto Sinting dengan bingung. "Wah, kenapa aku
tak bisa masuk ke alam gaib seperti biasanya"!" gumamnya sambil mencoba mengusap
keningnya dengan tangan
kanan lagi. Slaap...!
"Nah, sekarang tentunya aku sudah hilang dari pandanganmu, bukan"!"
Beet, buuhk...!
"Uaahk. .!" Pendekar Mabuk tersentak dan nyaris terbatuk karena perutnya
menerima tendangan
samping lagi dari si Rupa Setan. la terpelanting jatuh dan mengerang kesakitan,
lalu buru-buru meminum
tuak dari bumbung bambu itu.
"Sialan! Kenapa aku jadi tak bisa masuk ke alam gaib lagi"! Apakah noda merah
kecil di keningku ini sudah hilang"!" tanyanya kepada Anjardani.
Perempuan itu berilmu tinggi dan bisa melihat noda merah kecil di tengah kening
Suto dengan mempertajam penglihatannya.
"Noda merahmu masih ada, tapi kemampuanmu
masuk ke alam gaib sudah tak ada!"
"Celaka! Kalau begitu aku sudah kehilangan
kekuatan saktiku yang bisa membuatku keluarmasuk alam gaib"!" Pendekar Mabuk menjadi
tegang dan dicekam kegelisahan.
"Payah!" Anjardani geleng-geleng kepala sendiri,
"Padahal itu modal utama bagimu untuk melawan jurus 'Hantu Melayang'-nya si Ratu
Mesum. Tanpa kemampuan itu kau akan babak belur dan
kehilangan nyawa dalam bertarung melawan si Ratu
Mesum!" Niat meneruskan langkah mencari Ratu Mesum
ditunda dulu. Pendekar Mabuk duduk termenung di
atas batang pohon yang telah lama tumbang. Wajah
tampan itu kelihatan sedih dan dibayang-bayangi
kegelisahan. "Apa yang membuat kekuatan itu hilang"!"
gumamnya bernada gerutu, dan kata-kata itu
terucap berulang kali. Anjardani pun ikut
memikirkan sambil berjalan mondar-mandir di
depan Suto. Setiap melangkah dan bergerak, daun
pisang kering tersingkap pada bagian yang robek,
menampakkan paha dan pinggul Anjardani yang
sering menggoda hati Suto menjadi berdebar-debar.
"Apakah karena semalam aku bercumbu
denganmu, maka kesaktianku itu menjadi lenyap"!"
katanya kepada Anjardani.
"Kau belum sempat menjalankan tugasmu
sebagai seorang lelaki. Kau hanya membuatku
terbuai dan mencapai puncak keindahan dengan
menggunakan anggota tubuhmu yang lain.
Bukankah kita belum sempat mengarungi lautan
cinta menggunakan dayung kehangatanmu"!"
"Memmmm... memm... memang. Tapi aku telah
membuatmu melambung ke puncak-puncak
keindahan dengan...."
"Kurasa bukan karena itu!" potong Anjardani yang mulai berdesir-desir
membayangkan keindahan
ciuman Suto yang menari-nari di pusat
kehangatannya. "Aku yakin ada sesuatu yang telah melumpuhkan kemampuanmu keluar-masuk ke alam
gaib!" kata Anjardani. "Sebaiknya berbaringlah dan lepaskan dulu daun-daun
pisang itu dari tubuhmu. Aku akan
memeriksamu, barangkali ada sesuatu yang telah
membuatmu kehilangan kemampuan langka itu."
"Kalau daun pisang ini tidak perlu dilepas
bagaimana?"
"Aku tak dapat melihat peredaran darahmu
secara keseluruhan."
"Yaah. . baiklah kalau begitu," ujar Suto Sinting dengan wajah sedih. "Kita cari
tempat aman dulu!"
"Kurasa di sini sudah cukup aman. Banyak pohon dan semak yang melindungimu dari
pandangan mata orang yang kebetulan lewat di sini. Tapi kurasa tak ada orang yang lewat
sini!" Dengan sungkan-sungkan malu, Pendekar Mabuk
akhirnya melepas daun penutup tubuhnya. Anjardani tersenyum-senyum dengan mata
memandang nakal.
"Kau jangan tersenyum begitu!" sentak Suto Sinting menutupi rasa malunya.
"Jangan banyak bicara, berbaringlah sekarang juga!"
Suto merendah ingin berbaring di rumput, tapi
berdiri lagi dan menuding wajah Anjardani.
"Tapi ingat, ya. . kalau kau nakal kutendang sampai jebol dadamu!"
"Sudahlah! Banyak omong melulu kau ini!" sambil Anjardani menekan pundak Suto
agar segera berbaring. Akhirnya pemuda tampan berbadan kekar itu
membaringkan tubuhnya di atas rerumputan. Kedua
tangannya menangkap seekor burung dengan wajah
cemas. "Lepaskan!" sambil Anjardani menyentakkan tangan itu dengan kakinya. Maka seekor
burung yang sudah dalam genggaman itu terlepas pula.
"Kendurkan seluruh uratmu, atur pernapasan dan kosongkan pikiran."
Pendekar Mabuk memejamkan mata, mengatur
pernapasannya. Tapi bayangan wajah Anjardani
masih melekat di benaknya. Rasa takut diusili oleh perempuan itu masih
menghantui hatinya hingga ia
menjadi resah. Bahkan bayangan pinggul Anjardani
yang indah meliuk-liuk dan dengan wajah cantik
sensual semakin menggoda alam pikiran. Akibatnya
'seekor burung' yang semula enggan terbang, kini
jadi menggeliat dan ingin merentangkan sayapnya.
Plok. .! Anjardani menaboknya. Suto terpekik
sambil mengaduh, lalu nyengir sendiri.
"Disuruh kendurkan semua urat kok malah
dikejangkan!"
"Habis bagaimana kalau kencang sendiri!" sentak Suto sambil menahan tawa.
"Buang pikiran kotormu!"
Akhirnya Suto dapat kuasai diri, pernapasannya
dapat diatur sedemikian rupa, urat-uratnya
mengendur, pikirannya berhasil dikosongkan, ia
tampak terbaring dengan tenang tanpa kecemasan
apa pun. Anjardani bersimpuh di samping Pendekar
Mabuk. Matanya terpejam dan kedua tangannya
merentang dalam gerakan lamban. Lalu kedua
tangan itu menyatu di depan dadanya. Perlahanlahan sekali tangan itu mulai bergerak maju dan
bergetar samar-samar.
Setelah di atas dada Suto, kedua tangan itu
membuka dan terpancarlah sinar putih menyilaukan.
Sinar itu menerpa tubuh Pendekar Mabuk, lalu
bergerak mengikuti gerakan kedua tangan
Anjardani. Dalam beberapa kejap kemudian, tubuh
Pendekar Mabuk menjadi bening bagaikan kristal.
Jalan darahnya tampak membayang dari luar tubuh,
juga jaringan uratnya terlihat jelas, bahkan degub jantungnya dapat dilihat
bagaikan jantung yang
hidup dalam tabung kaca.
Anjardani menarik napas, dan sinar dari kedua
telapak tangannya padam. Tapi keadaan tubuh Suto
Sinting masih bening seperti kristal. Mata
perempuan itu memperhatikan seluruh jaringan
saraf yang ada di dalam tubuh Pendekar Mabuk.
Mata itu memandang dengan teliti dari kepala
hingga kaki.

Pendekar Mabuk 081 Pembalasan Ratu Mesum di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hmmm. tak ada yang terganggu pada jalan
darahnya!" gumam hati Anjardani. Kemudian dengan pelan-pelan ia membalikkan
tubuh yang telah
menjadi seperti beling kaca itu.
Tubuh yang kini tengkurap diperhatikan dengan
teliti lagi. Lalu dahi perempuan itu berkerut,
mendekatkan penglihatannya ke arah tengkuk.
"Ooo.. , jalur gaibnya ada yang menotoknya.
Pantas ia tak dapat menggunakan kekuatan
gaibnya. Ada yang membekukan jalur gaib di bagian tengkuknya, sehingga kekuatan
gaibnya terhalang
dan tak dapat sekerja," ujar Anjardani dalam hati.
"Kalau begitu harus kulepaskan totokan jalur gaib itu melalui tengah keningnya!"
Maka tubuh Pendekar Mabuk yang bening seperti
kaca kristal itu dibalik lagi. Kini pemuda tampan itu terbaring kembali dalam
keadaan tak ingat apa-apa.
Anjardani pun segera berdiri.
"Kalau tak segera kulakukan totokan lewat
pertengahan kening, tubuhnya akan kembali seperti semula dan lebih sukar lagi
melakukannya. Dia akan merasakan kesakitan serta.. ."
Baru saja Anjardani ingin lepaskan totokan
bersinar yang diarahkan ke kening Pendekar Mabuk, tiba-tiba sekelebat bayangan
menghantamnya dengan menggunakan pukulan bersinar biru.
Claaap...! Anjardani terkejut namun serta-merta
melepaskan totokan itu ke arah sinar biru tersebut.
Claap. .! Sebaris sinar putih perak melesat dari ujung
jari tengah Anjardani. Sinar putih itu sebenarnya untuk menotok kening Suto agar
gumpalan gaib yang menyumbat jalur gaib di tengkuk Suto dapat
pecah dan hilang. Tetapi karena sudah telanjur
diserang sinar biru, mau tak mau sinar putih itu
dipakai untuk menahan serangan lawan sementara.
Duaaarrr...! Pertemuan dua sinar itu menghasilkan ledakan
yang cukup keras walau tak sampai
mengguncangkan tanah dan pepohonan sekitarnya.
"Keparat kau!" bentak Anjardani kepada orang yang datang-datang menyerangnya.
Orang itu ternyata si Pangkar Soma yang telah
berhasil pulihkan tenaganya dari luka kemarin siang itu.
"Celaka!" Anjardani membatin. "Kalau kulakukan pertarungan di sini, bisa-bisa
Suto jadi sasaran
empuk dari cambuknya. Sebaiknya kualihkan saja di tempat lain yang jauh dari
sini. Mudah-mudahan
Suto Sinting begitu siuman bisa segera menyusulku!"
Pangkar Soma menggeram ketika melihat
Pendekar Mabuk terbaring dalam keadaan masih
berbentuk kristal bening. Anjardani mulai cemas,
karena ia tahu Pangkar Soma akan memanfaatkan
kesempatan itu untuk hancurkan tubuh Suto Sinting.
Maka dengan tanpa banyak perhitungan lagi,
Anjardani segera berubah menjadi sinar merah
seperti obor. Sinar itu melesat terbang ke arah
Pangkar Soma. Wuuut...! Blaaar...!
Pangkar Soma tak jadi mencabut cambuk karena
kedua tangannya dipakai menahan terjangan sinar
merah tersebut. Tangan bertenaga dalam itu
akhirnya timbulkan ledakan kuat setelah ditabrak
sinar merah jelmaan Anjardani. Ledakan itu
membuat Pangkar Soma terlempar sejauh sepuluh
langkah dalam keadaan tubuh melayang tinggi di
udara, menerjang dahan dan ranting pepohonan.
Guzraaak...! la jatuh di semak-semak seberang sana. Sinar
merah seperti obor masih melesat terus mengejar
Pangkar Soma. Ketika lelaki itu bangkit ingin
mencabut cambuknya dari pinggang, tahu-tahu
tubuhnya terlempar kembali karena diterjang sinar merah yang punya kekuatan
seperti serudukan tiga
ekor banteng hutan itu. Brrruuus. .!
"Aaahk...!"
Brruuus...! Weeeerrs...!
"Aaaahk...!"
Pangkar Soma benar-benar tak diberi
kesempatan oleh Anjardani sehingga tubuhnya
terlempat-lempar beberapa kali dan makin lama
semakin jauh dari tempat Suto terbaring. Sayang
senjata kipasnya ikut lenyap bersama pakaian,
sehingga Anjardani tak bisa pergunakan senjata
kipasnya untuk melawan Pangkar Soma. Tetapi
tanpa kipas pusakanya pun Pangkar Soma telah
terdesak dan kewalahan menghadapi terjangan
sinar merah jelmaan Anjardani itu.
Sementara itu, keadaan Pendekar Mabuk makin
lama makin berubah ke bentuk aslinya. Tubuhnya
sudah tidak berupa kristal bening lagi. Tapi ia masih belum siuman juga walau
sudah terjadi ledakan
beberapa kali di kejauhan sana. Ledakan-ledakan itu kini menggetarkan tanah dan
pepohonan sekitar
tempat tersebut.
Pada saat itu, muncul seraut wajah cantik yang
secara tiba-tiba sudah ada di samping Pendekar
Mabuk. Raut wajah cantik berjubah putih dengan
dada membusung sekal dan kencang ditutup
sepasang kain hitam sebesar tutup gelas itu tak lain adalah si Ratu Mesum, la
keluar dari lapisan alam gaib, dan tidak gunakan jurus 'Hantu Melayang' lagi,
karena saat ia mendengar suara dentuman tadi,
langkahnya yang memburu ke arah tersebut terhenti begitu melihat pemuda tampan
tergeletak di rerumputan. Mata sayu itu menjadi nanar begitu
menyadari pemuda tersebut tergolek tanpa busana.
"Pucuk dicinta ulam pun tiba," gumamnya dalam hati sambil tersenyum-senyum
ceria. "Tak kusangka aku justru menemukan pemuda yang sedang
menjadi buronanku ini! Rupanya ia masih belum
sempat berbusana sejak pakaiannya dilenyapkan
oleh si Pangkar Soma. Hmmm. . menggairahkan
sekali dia!"
Ratu Mesum segera berlutut dengan hati
berdebar-debar. Pandang matanya tertuju pada satu titik yang menjadi dambaannya
selama ini. Tetapi
tangannya mulai mengusap lembut dada Suto.
Usapan itu perlahan-lahan merayap ke bawah.
"Aneh sekali! Pemuda ini tidak mempunyai
pusar"! Ooh, kalau begitu dia adalah kuda jantan yang sangat tangguh dan tak
kenal lelah selama
berpacu di atas ranjang. Aduuuh. . kebetulan sekali!
Hik, hik, hik, hik...!"
Ratu Mesum kegirangan, karena ia baru tahu
bahwa Pendekar Mabuk adalah pemuda tanpa pusar
sejak lahir. Dan Ratu Mesum pernah mendengar
cerita dari mendiang gurunya, bahwa seorang lelaki yang mampu menjadi kuda
jantan perkasa tiada
bandingnya dalam bercinta adalah seorang lelaki
yang dilahirkan tanpa pusar. Kekuatannya melebihi bendungan baja yang sukar
jebol tapi tetap
bergairah dalam melayani kemesraan lawan
jenisnya. "Sungguh tak kusangka kalau dia sebenarnya
pemuda tanpa pusar yang pasti mampu menjadi
budak cintaku kapan saja dan di mana saja. Ooh,
hari ini rupanya hari keberuntunganku yang paling menyenangkan!" sambil mengucap
demikian dalam hatinya, Ratu Mesum tetap merayapkan tangannya
dengan nakal. Sebenarnya saat itu Suto Sinting sudah siuman,
yaitu ketika dadanya disentuh oleh tangan Ratu
Mesum. Tapi ia berlagak tetap pingsan dan
menyangka kenakalan tangan itu adalah kenakalan
tangan Anjardani. la sengaja membiarkan Anjardani
bertingkah senakal-nakalnya, dan jika sudah
waktunya batin perempuan itu menuntut kelegaan,
ia akan bangun dan lari menghindar sebagai godaan nakalnya.
"Wow. ."!" gumam hati Ratu Mesum penuh
kekaguman dan kegembiraan yang meluap-luap.
Matanya pun melebar berbinar-binar ketika ia
berhasil menggenggam sesuatu yang menurutnya
amat istimewa itu.
"Baru sekarang kutemukan yang seperti ini,
melebihi dari yang pernah kudapatkan dari lelaki
lainnya," ujar Ratu Mesum dalam hati. "ini jelas-jelas akan membuatku lebih puas
dari semua lelaki yang
pernah menjadi pelayan cintaku. Ooouh. . aku
semakin bergairah sekali kepadanya. . "
Keluhan hati yang meratap mesra itu memaksa
kepala Ratu Mesum mulai menunduk. Dada Suto
Sinting dikecupnya dengan lembut, la memagutmagut dan menciumi dada itu sambil merayap ke
leher. Kepala Suto sengaja tergolek ketika tersentuh kening Ratu Mesum. Dengan
begitu, leher Suto
terbuka bebas dan mengharapkan kecupan hangat
itu menjalar sampai di leher. Ternyata harapan itu terkabul. Ratu Mesum menyapu
habis leher itu
dengan pagutan kecil dan gerakan seekor kucing
memandikan anaknya.
Sebenarnya saat itu Pendekar Mabuk merinding
dan ingin menggeliat karena merasakan geli-geli
nikmat. Tapi ia bertahan untuk tetap diam dan
terkulai lemas seperti orang pingsan. Dalam hatinya ia tertawa, karena menyangka
Anjardani mulai
dibakar oleh api kemesraan akibat kenakaiannya
sendiri. Kecupan dan sapuan lidah Ratu Mesum merayap
sampai ke permukaan bibir. Suto Sinting tak tahan.
Ia sedikit merekahkan bibirnya agar dikecup oleh lawan jenisnya. Ternyata
harapan itu pun terkabul.
Ratu Mesum memagut bibir Suto dengan napas
makin memburu. Bahkan Suto sempat memberi
balasan sebentar, melumat lembut bibir perempuan
itu, lalu cepat-cepat berhenti karena ingat bahwa orang pingsan tak bisa melumat
bibir lawan jenisnya. "Ooh, dalam keadaan pingsan saja dia terasa
lebih hangat dan mendebarkan hatiku, apalagi jika dalam keadaan sadar, pasti
akan lebih panas dari
gairah lelaki mana pun yang pernah kurasakan!"
pikir Ratu Mesum sambil masih tetap merayap
ciumannya di sekitar wajah dan leher.
"Gila!" gumam hati Ratu Mesum. "Sayang sekali kalau pemuda tanpa pusar ini harus
kubunuh. Seharus nya tak perlu begitu. Cukup kujerat dengan jurus 'Ranjang Goyang' saja,
dan seumur hidupnya
dia akan menjadi peliharaanku yang paling perkasa di antara kuda-kuda lainnya.
Oouh,..!" Ratu Mesum pun akhirnya menciumi perut Suto
Sinting. Yang dicium terpaksa menahan geli matimatian agar tetap disangka pingsan.
"Kalau aku tetap berpura-pura pingsan, ah... rugi, sekali," pikir Suto Sinting.
"Rasa-rasanya kurang indah jika aku tidak memberikan perlawanan yang
seimbang. Aku tahu, Anjardani mau membalas
tingkahku kemarin petang itu. Tapi kalau tidak
kuimbangi dengan gerakan seirama, keindahan itu
terasa masih kurang lengkap. Aku harus berpurapura kaget saat membuka mata. Pasti Anjardani
akan malu, wajahnya akan menjadi merah bagai
kepiting rebus."
Maka serta-merta Pendekar Mabuk berlagak
tersentak, lalu membuka matanya dan bangkit
terduduk. "Lhoo,. "!" ternyata ia benar-benar terkejut setelah tahu perempuan itu bukan
Anjardani. Suto makin salah tingkah dan menggeragap
setelah Ratu Mesum memandangnya dengan
senyum dan lirikan mata yang menjerat hati,
membakar gairah. Mata Suto sendiri sukar
dikedipkan karena hatinya memuji kecantikan yang
terpampang di depan matanya.
"Ssss... siapa kau"!"
"Oh, kau belum mengenalku?" ujar Ratu Mesum kalem. "Aku adalah. . aku adalah
Sriwidari!" Ratu Mesum menyamarkan namanya.
"Siapa Sriwidari itu" Ak. . aku. . aku merasa belum pernah kenal denganmu!"
sambil Suto mau mundur tapi ditahan oleh tangan Ratu Mesum.
"Beginilah caraku berkenalan dengan seorang
lelaki. Maukah kau melanjutkannya" Atau kita
berhenti sampai di sini saja"!"
Pendekar Mabuk semakin bingung dan tak bisa
menjawab. Gairahnya kian dipermainkan oleh
tangan Ratu Mesum. Gairah itu telah meletup-letup dan menuntut batinnya untuk
mendapatkan kelegaan. Tapi hati kecilnya menolak karena ia
merasa asing dengan perempuan tersebut. Suto
memang belum pernah melihat Ratu Dekap Rindu,
sehingga ia tidak tahu kalau sedang berhadapan
dengan orang yang menyimpan dendam padanya.
"Berbaringlah lagi, biarkan aku membuaimu
dengan kehangatan yang pasti baru kali ini kau
rasakan! Kehangatanku tak dimiliki oleh perempuan lain. Berbaringlah seperti
tadi.. ," bujuk Ratu Mesum dengan lembut, membuat kegundahan hati Suto
menjadi reda. Suto pun menurut ketika didorong ke belakang dan akhirnya
berbaring lagi. Namun
matanya masih memperhatikan perempuan itu yang
menyunggingkan senyum memikat hati kepadanya.
"Gila! Daya tariknya sangat besar. Matanya
memancarkan ajakan untuk bercumbu. Bibirnya
menggemaskan, ingin kupagut semalam suntuk.
Hidungnya bagai lambang hembusan napas yang
begitu hangat. Dadanya. . oh, gila! Dada itu benar-benar menantangku. Kurang
ajar! Dia sangka aku
tak berani menyambar dadanya itu"! Tapi. . jangan kasar-kasar, ah! Kalem-kalem
saja, biar dia semakin penasaran padaku. Ooh, sungguh luar biasa
perempuan ini. Apa saja yang ada padanya bagai


Pendekar Mabuk 081 Pembalasan Ratu Mesum di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memancarkan daya tarik untuk bercumbu"!"
Ratu Mesum pun segera melepaskan jubah
putihnya. Tali penutup dada ditarik, tees. .! Maka terlepaslah penutup dada itu,
membuat mata Suto
semakin berbinar-binar penuh hasrat untuk
menyantapnya. * * * 7 PANGKAR Somar benar-benar tidak diberi
kesempatan oleh Anjardani untuk keluarkan jurus
cambuknya satu kali pun. Dalam keadaan berubah
menjadi sinar merah itu, Anjardani tampak ganas
dan buas, membuat Pangkar Soma mengalami luka
parah beberapa kali. Bahkan Anjardani tidak
memberi kesempatan sedikit pun kepada Pangkar
Soma untuk larikan diri.
Sampai akhirnya pada satu kesempatan, Pangkar
Soma berhasil cabut cambuknya dari pinggang. Tapi sinar merah itu segera
menghantam pergelangan
tangan Pangkar Soma. Wuuut...! Craas...!
"Aaahk. .!" Pangkar Soma terpekik karena pergelangan tangannya bagai dihujam
dengan besi panas. Cambuk itu pun akhirnya terlepas dari
genggamannya, sementara tubuh Pangkar Soma
terlempar empat langkah ke belakang.
Bluub...! Anjardani menjelma dalam bentuk bayangan,
kejap berikutnya menjadi utuh sebagaimana
mulanya. Tanpa banyak komentar apa pun, Anjardani
segera menyambar cambuk itu. Wuut. .! Diiringi
gerakan berguling di tanah satu kali, cambuk sudah berhasil ada dalam genggaman
Anjardani. Kini
dengan satu kaki berlutut Anjardani kibaskan
cambuk itu ke arah Pangkar Soma dengan
menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya ke dalam
cambuk. Ctaaarrr...!
Pada waktu itu, Pangkar Soma baru saja bangkit
dan ingin lakukan serangan. Namun tiba-tiba ia
melihat tali cambuk itu menyala merah seperti besi terpanggang api dan
berkelebat ke arahnya. Pangkar Soma ingin menghindari tapi terlambat. Cambuk itu
lebih dulu melilit ke lehernya, serrt...! Anjardani segera menarik dalam satu
sentakan kuat sambil
melompat mundur. Beet...!
Craass...! "Uhhk. .!" Pangkar Soma tak sempat berteriak lagi. Lehernya putus seketika dan
kepalanya menggelinding ke tanah tanpa bisa dipungut lagi.
Tak lama kemudian, badannya pun yang
memaksakan diri untuk melangkah akhirnya
tumbang juga di samping kepalanya yang masih bisa berkedip mata empat kali, lalu
mata itu terpejam
untuk selama-lamanya.
"Rampung sudah urusanku dengan si keparat ini!
Kurasa Suto akan senang melihat kepala Pangkar
Soma kutenteng di depannya. Karena kini Suto akan bebas dari ancaman dendam si
Pangkar Soma atas
kematian si Ronggeng Iblis itu," ucap batin Anjardani sambil sunggingkan senyum
tipis sekali, lalu ia
bergegas menenteng kepala berambut putih yang
sudah tidak mempunyai badan lagi itu.
Anjardani tak tahu bahwa saat itu Suto Sinting
sedang sibuk mengimbangi amukan gairah Ratu
Mesum yang mengaku sebagai Sriwidari itu. Ratu
Mesum sengaja menerbangkan khayalan Suto
dengan bertindak sebagai induk kucing yang
memandikan anaknya. Suto hanya memberikan
reaksi berupa remasan dan gerakan-gerakan selaras dengan irama cumbuan itu
sambil sesekali
melepaskan desah dan erang kenikmatan.
Namun tiba-tiba sekelebat bayangan menerjang
Ratu Mesum yang ingin menaiki bahteranya untuk
lakukan pelayaran cinta.
Wuuut, bruuus...!
"Bangsat...!" makinya dengan keras sambil tubuhnya terlempar dari 'bahteranya'
sejauh lima langkah. la segera bangkit dengan geram
kemurkaan sambil memandang sosok bayangan
kuning yang ternyata adalah Sriti Kuning itu.
"Oh, Sriti Kuning..."!" gumam Suto kaget dan buru-buru mencari tempat untuk
berlindung karena
merasa malu dilihat Sriti Kuning dalam keadaan
polos seperti bayi.
Sriti Kuning buang muka, tak mau memandang
Suto lagi, karena ia sendiri takut kalau tergoda
gairahnya melihat kejantanan sang Pendekar Mabuk
yang sangat menggetarkan itu. Perhatian gadis itu lebih tertuju pada wajah Ratu
Mesum yang sedang
memendam murka dan sebentar lagi pasti akan
dilampiaskan. "Apa maksudmu mengganggu kemesraanku, Sriti
Kuning"! Kau bisa kutolak untuk menjadi sekutuku, tahu"!"
"Aku tak kepincut lagi menjadi sekutumu, Ratu Mesum! Kini kutahu bahwa kau juga
ikut menghancurkan cintaku kepada Badra Sanjaya. Kau
pernah menjadikan Badra Sanjaya sebagai budak
nafsumu, hingga ia benar-benar lupa padaku dan
terpikat dengan pengawal kepercayaanmu; si Laras
Wulung! Tapi sumber utama yang membuat
kekasihku tak mempedulikan cintaku lagi adalah
kau! Kau telah gunakan jurus 'Ranjang Goyang'
untuk menawannya, Ratu Mesum!"
"Jadi apa maumu sekarang, hah"!" bentak Ratu Mesum tak sabar lagi.
"Aku lebih baik menjadi pencabut nyawamu
daripada menjadi anak buahmu, Perempuan
Laknat!" "Bocah jahanam. .!!" geram Ratu Mesum.
Sriti Kuning baru saja ingin bergerak lepaskan
pukulan jarak jauhnya. Tapi tiba-tiba dari mata kiri
Ratu Mesum keluarkan sinar hijau kecil yang
bergerak cepat menghantam dada Sriti Kuning.
Claaap...! Sriti Kuning segera menahan sinar hijau itu
dengan telapak tangannya yang menyala semerah
bara. Teebs. .! Duaaarr.. ! Ledakan pun terjadi akibat sinar hijau itu membentur
telapak tangan Sriti
Kuning. Akibatnya, gadis itu terlempar lima langkah dari tempatnya berdiri dan
membentur pohon
dengan kuat. Brruus...!
Duuuhhr. .! Pohon itu bergetar, daunnya
berguguran karena benturan keras tubuh Sriti
Kuning. Gadis itu jatuh terduduk sambil mengejang
menahan rasa sakit pada tangannya yang menjadi
hitam hangus dan berlendir. Luka bakar yang parah bukan saja di bagian tangan
tapi juga sampai
menjalar ke pundak kanan dan sebagian leher sisi
kanannya juga menjadi hangus. Sriti Kuning tak kuat menahan rasa sakit itu,
akhirnya ia terpuruk pingsan di bawah pohon tersebut.
Suto Sinting masih tertegun di balik pohon
melihat Sriti Kuning dibuat tak berkutik dalam satu gebrakan saja. Kini ia tahu
bahwa perempuan yang
tadi bercumbu dengannya adalah Ratu Mesum,
bukan Sriwidari. Tapi hati Suto bertekad untuk tetap tidak tahu siapa perempuan
cantik itu sebenarnya.
"Sebaiknya aku tetap berpura-pura tidak tahu siapa dia sebenarnya, supaya aku
punya kesempatan emas untuk membunuhnya!!?" pikir Suto Sinting sambil memeluk bumbung
tuaknya guna menutupi 'jimat antik' yang tadi terusik dari tidurnya itu.
"Pendekar tampan, keluarlah. . keadaan sudah aman. Kita lanjutkan kemesraan kita
tadi, Sayang. .,"
ujar Ratu Mesum sambil hampiri Suto dalam
keadaan tetap polos tanpa selembar benang pun.
"Aku pun sudah tak tahan menunda kemesraan
ini, Sriwidari.. ," pancing Suto sambil keluar dari balik pohon, tanpa daun
pisang kering juga.
Senyum si Ratu Mesum tampak berseri-seri.
Langkahnya dipercepat karena tak sabar ingin
memeluk pemuda macho berperawakan atletis itu.
Tetapi tiba-tiba langkahnya terhenti karena
sebuah benda jatuh di depannya. Benda itu
menggelinding bagaikan bola dan segera ditahan
oleh salah satu kakinya. Deeb. .!
"Hahhh. ."!" Ratu Mesum memekik begitu
menyadari benda itu ternyata adalah kepala si
Pangkar Soma yang pucat tanpa senyum sedikit pun.
Pendekar Mabuk juga terperanjat kaget, matanya
segera memandang ke arah datangnya penggalan
kepala itu. Ternyata di sana telah berdiri Anjardani dengan cambuk milik Pangkar
Soma tergenggam di
tangan. Kehadirannya membuat Ratu Mesum makin
menggeram dipenuhi oleh murka yang tak mungkin
terbendung lagi itu.
"Terkutuk kau, Perempuan Laknat!! Heaaah. .!"
Ratu Mesum menyatukan telapak tangannya di
dada. Tubuhnya bergetar dan berasap tipis. Hal itu tidak dibiarkan oleh
Anjardani. Maka cambuk pun
dilecutkan dengan disertai penyaluran tenaga dalam cukup tinggi ke dalam cambuk
tersebut. Ctaar...! Pendekar Mabuk melihat jelas-jelas cambuk yang
memercikkan sinar merah itu mengenai pundak
Ratu Mesum. Tetapi keadaannya seperti
menghantam gugusan asap berbentuk manusia.
Cambuk itu membuat pecah badan Ratu Mesum,
namun kejap kemudian menyatu lagi menjadi utuh
seperti semula.
"Hik, hik, hik, hik...!" Ratu Mesum menertawakan serangan Anjardani. "Kau tak
akan bisa melukaiku Tikus Betina!"
"Jahanam kau!" geram Anjardani, kemudian tubuhnya melayang bagaikan terbang
mengelilingi Ratu Mesum sambil melecutkan cambuk berkali-kali
ke tubuh Ratu Mesum. Setiap lecutan cambuk
mempunyai kilatan cahaya biru yang menimbulkan
suara ledakan menggelegar secara beruntun.
Ctar, tar, tar, tar...!
Blaaar, blaar, blaar, bleggaaaarrrr.. !
Tubuh Ratu Mesum menjadi serpihan asap yang
beterbangan ke mana-mana. Namun ketika lecutan
itu berhenti, gumpalan-gumpalan asap itu segera
menyatu kembali dan membentuk wujud asiinya.
"Hik, hik, hik, hik. .! Keluarkan semua jurusmu,
Betina Busuk! Hancurkan aku sepuasmu sebelum
aku ganti menghancurkanmu!"
Slaab. .! Anjardani berubah menjadi sinar merah
seperti menghadapi Pangkar Soma tadi. Weet. .!
Sinar merah melayang cepat menerjang Ratu
Mesum. Bluuuss. .! Tapi sinar itu seperti menembus bayangan kosong yang dapat
melesat tanpa kenai
sasaran apa-apa. Ratu Mesum menertawakan
serangan itu dan membiarkan sinar merah tersebut
mondar-mandir menyerangnya.
Bless, bless, wuuut, bless...!
"Sekarang giliranku, Anjardani!" ujar sang Ratu.
Bluub. .! Perempuan bugil itu lenyap dari
pandangan mata Suto. Rupanya ia telah
menggunakan jurus 'Hantu Melayang' untuk imbangi
ilmunya Anjardani. Sinar merah itu pun segera
lenyap, sepertinya ikut masuk ke alam gaib untuk
hadapi lawannya di sana.
Blaab...! "Edan! Perempuan-perempuan berilmu tinggi
pada ke mana tadi"!" gumam Suto Sinting sambil clingak-clinguk.
Kejap berikutnya terdengar suara gaduh yang tak
bisa dilihat bentuknya. Suara baku hantam dan
letusan teredam bagai bertaburan di sekeliling Suto Sinting. Bahkan pendekar
tampan itu sempat
terkejut melihat sebatang dahan tiba-tiba patah dan tumbang. Semak belukar rusak
bagai diterjang babi hutan. Suto tak bisa melihat pertarungan di alam
gaib itu, karena jalur gaibnya masih dalam keadaan tersumbat karena totokan
seseorang. Berulang kali ia mengusap dahinya, tapi sampai dahinya terasa
lecet, ia hanya bisa melotot di tempat tak bisa
melihat pertarungan tersebut.
Wees, brruk...!
"Aaahk...!"
Tiba-tiba Anjardani keluar dari lapisan alam gaib dalam keadaan terbanting dan
terluka parah. Mulutnya menyemburkan darah dan tubuhnya
menjadi hangus separo bagian. Pendekar Mabuk
menjadi panik, ingin segera menolong memberinya
minum tuak. Tapi tiba-tiba Ratu Mesum
menampakkan diri dan berseru kepadanya.
"Jangan dekati dia! Biarkan dia akan mampus
dalam waktu beberapa saat lagi. Dia tak mungkin
bisa berkutik lagi, karena dia terkena jurus 'Rajam Jantung' yang tak bisa
diobati oleh apa pun dan oleh siapa pun!"
"Tapi dia. .," Suto berlagak bego dan panik.
"Tinggalkan dia, sebaiknya kita lanjutkan
kemesraan yang tadi," kata Ratu Mesum sambil memeluk Suto dari belakang dan
menciumi tengkuk
kepala Suto. "Ak... aku... ohh, kita mencari tempat aman saja.
Jangan di sini. Aku tak mau kemesraan kita
terganggu lagi."
"Tidak, Sayang. . tidak akan ada yang
mengganggu kemesraan kita lagi. Mereka sebentar
lagi akan binasa," sambil Ratu Mesum membalikkan tubuh Suto dan pemuda itu
melepaskan bumbung


Pendekar Mabuk 081 Pembalasan Ratu Mesum di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tuaknya, kemudian membiarkan wajahnya diciumi
oleh si perempuan cantik bergairah besar itu.
Pendekar Mabuk mendorong dua langkah. Kini
Ratu Mesum berdiri sambil bersandar pada sebatang pohon yang tubuhnya miring.
"Aku ganti akan membuaimu." bisik Suto Sinting.
Ratu Mesum tersenyum dan melebarkan diri.
"Ambil ah mana yang kau suka. Habiskan semuanya dengan kecupanmu, Sayang...."
Pendekar Mabuk segera menciumi dada Ratu
Mesum yang besar dan padat menantang itu. Sang
Ratu tampak kegirangan, terlebih setelah ujungujung bukitnya disambar oleh mulut Suto Sinting, ia sempat memekik karena
merasakan keindahan
yang melambung jiwa.
"Oouuh... nikmat sekali, Sayang. Uuuh... pandai sekali kau membuaiku. Uuuh. . ke
bawah lagi, Sayang.... Ayolah, ke bawah lagi ...."
Kecupan Suto merayap ke bawah dan membuat
perempuan itu bergelinjang sambil mengerang dan
memekik-mekik ditikam sejuta rasa nikmat.
"Ooh, yaaah... terus, terus...!" jerit Ratu Mesum dengan suara kecil. "Cepat
lagi, lebih cepat lagi..
ooohhh... aku hampir sampai, Sayang... lebih cepat lagi.. !" rintihnya dengan
pinggul makin mirip seorang penari jaipongan.
Suto Sinting tahu bahwa perempuan itu sudah
hampir mencapai puncak keindahannya. Maka sertamerta Suto melangkah mundur melepaskan diri.
Wuuut. .! la berada dalam jarak lima langkah dari sang Ratu yang masih berwajah
mesum penuh gairah. "Oh, sayang... kenapa menjauh"! Dekaplah aku lagi, lakukan seperti tadi, aku
sudah mau sampai
puncak keinginanku, Sayang....!"
"Inilah saat kelemahanmu tiba, Ratu Mesum!"
"Apa maksudmu"!" sang Ratu kaget. Namun sebelum ia bangkit dari rebahannya di
batang pohon miring itu, Suto telah lebih dulu lepaskan jurus 'Surya Dewata',
yaitu merapatkan kedua tangan di dada,
lalu disentakkan ke depan dengan kaki sedikit
merendah. Suuut...! Claaap...!
Sinar ungu sebesar lidi keluar dari ujung kedua
tangan itu. Sinar ungu tersebut menghantam dada
kiri tepat di jantung Ratu Mesum. Jleeebs. .!
"Aaaahk... kkkau... kaau...!" Ratu Mesum mengejang dengan mata mendelik. Dadanya
bolong sebesar ukuran pensil, tapi kulit tubuhnya menjadi memar membiru. Warna merah
membiru itu bergerak hingga mencapai wajahnya. Asap pun
mengepul di sekujur tubuh itu.
Sinar ungu tersebut ternyata tembus sampai ke
punggung Ratu Mesum. Bahkan pohon yang
dipakainya bersandar pun menjadi berlubang
ditembus sinar ungu, juga dua pohon yang ada
dalam satu deretan dengan pohon miring itu ikut
bolong ditembus sinar ungu dari jurus 'Surya
Dewata'. Sekujur tubuh Ratu Mesum akhirnya menjadi
hangus. la tetap berdiri dengan kaku, wajah
menegang, mata terbelalak dan mulut ternganga.
Tapi ketika didekati Suto, ternyata perempuan itu sudah tidak bernapas lagi.
Ratu Mesum akhirnya menemui ajalnya pada saat
hampir mencapai puncak kemesraan. Karena di saat
itulah, seluruh ilmunya hilang dalam sekejap, dan Suto memanfaatkan kesempatan
itu sebaik mungkin. Ternyata ia berhasil membuat riwayat Ratu Mesum alias Ratu Dekap Rindu
berhenti sampai di
situ saja. Angin berhembus makin lama semakin kencang.
Langit menjadi mendung, awan hitam berarak-arak
menutup matahari. Kilatan cahaya petir pun
menyambar ke sana-sini dengan lepaskan suara
gelegarnya yang membahana, seakan menyambut
kematian Ratu Titisan Iblis Pakar Mesum itu.
Pendekar Mabuk segera menolong Anjardani dan
Sriti Kuning, la belum terlambat, dan kedua
perempuan itu berhasil disembuhkan dengan tuak
saktinya. Kini wajah mereka menampakkan
kelegaan melihat Ratu Mesum tak bernyawa dalam
keadaan hitam hangus seperti patung.
"Entah sudah berapa korban yang menjadi
mangsa kemesumannya. Yang jelas, kini ia akan
digilir oleh para iblis yang bertabiat seperti masa hidupnya!" ujar Anjardani
seperti bicara pada diri sendiri.
Sriti Kuning melirik Suto yang masih tak sadar
akan kepolosan tubuhnya. Gadis itu tersenyum tipis dan berkata lirih.
"Apakah kau tak takut masuk angin, Pendekar
Mabuk?" "Ooh. ."!" Suto kaget karena segera menyadari diri, lalu ia melompat masuk ke
semak-semak. Di
sana ia berseru dengan jengkel sendiri.
"Anjardani, bagaimana nasibku ini.. "!"
Anjardani tertawa. "Kita cari pakaian dulu, baru kulepaskan totokan jalur gaibmu
itu!" "Oh, jadi jalur gaibku ada yang menotoknya"!"
"Ya. Menurut dugaanku, kau tertotok oleh Ratu Mesum pada saat melawan Pangkar
Soma, sehabis memberiku minum tuakmu itu!"
"Kurang ajar betul si Ratu Mesum itu!" geram Suto sambil jongkok di semak-semak.
"Tak usah marah-marah," ujar Sriti Kuning.
"Orangnya sudah mati! Sekarang sebaiknya kalian berdua ikut aku menghadap
guruku. Guru mempunyai banyak kain yang bisa untuk pengganti
pakaian kalian!"
"Apa gurumu dulunya penjual kain di pasar"!"
celetuk Suto. "Tanyakanlah sendiri padanya kalau mulutmu
ingin robek!" jawab Sriti Kuning membuat Suto dan
Anjardani tertawa geli.
SELESAI Segera terbit!!
KUIL PERAWAN GANAS
E-book by: paulustjing
Email: paulustjing@yahoo.com
Perjodohan Busur Kumala 25 Kemelut Di Majapahit Karya Kho Ping Hoo Sepasang Pendekar Daerah Perbatasan 3

Cari Blog Ini