Pendekar Naga Putih 33 Bidadari Iblis Bagian 2
kan sepasang matanya perlahan membesar. Begitu setelah dapat melihat lebih jelas, ternyata sosok bayangan merah yang ramping itu sangat dikenalnya!
"Aaah..., tidak mungkin kalau Kenanga sampai berubah demikian jauh" Apalagi
tindakannya yang kudengar belakangan ini, tidak ubahnya seperti iblis ke-ji..." Tapi..., sosok itu
mengapa demikian mirip Kenanga..." Atau pandanganku saja yang salah...?" Desis
Panji sambil menggeleng-gelengkan kepalanya kuatkuat. Seolah, pemuda itu berusaha keras mengusir
bayangan-bayangan yang mengganggunya.
Setelah merasa hatinya agak tenang, Panji kembali
menatap ke arah pertarungan. Kali ini, sosok bayangan merah itu terlihat mulai terdesak kelima orang lawannya. Tokoh wanita sesat
itu, terlihat tidak sempat lagi untuk melontarkan pukulan-pukulan balasannya.
Meski agak berdebar, Panji sempat menarik napas lega melihat keadaan itu.
"Hiaaa...!"
Bidadari Iblis yang kelihatan sudah semakin terjepit itu tak sempat lagi
mengelakkan sebuah tendangan
keras salah seorang lawan! Akibatnya, tubuhnya yang
kini membelakangi Panji jadi terjengkang, dan jatuh
beberapa langkah di sebelah kanan pemuda itu! Dan....
"Aaah..."!"
Bagai disengat kalajengking, Panji terbeliak mundur
beberapa langkah! Saat tubuhnya terjatuh, wajah Bidadari Iblis terlihat jelas oleh Panji. Tentu saja raut wajah jelita sosok
berpakaian merah darah itu yang
membuatnya bergetar!
"Kenanga..."!" Desis Panji dengan wajah semakin memucat! Memang wajah tokoh
sesat wanita jelita itu
memang mirip sekali dengan kekasihnya yang telah hilang selama ini.
Bidadari Iblis menoleh setelah bangkit berdiri. Ditatapnya pemuda tampan itu
dengan kening berkerut.
Tokoh sesat jelita itu tertegun ketika mendengar pemuda itu menyebutkan sebuah nama yang sepertinya
tidak asing di telinganya. Sayangnya, Bidadari Iblis tidak mengerti, mengapa
nama yang disebutkan pemuda
itu menimbulkan kesan mendalam jauh di relung hatinya. "Kau..., siapakah...?"
Perlahan bibir mungil tokoh sesat yang wajahnya
sangat mirip Kenanga itu menggerimit. Yang membuat
Panji merasa aneh, adalah bergetarnya suara tokoh sesat wanita itu.
Panji sendiri yang kini dapat melihat jelas dengan
lama wajah tokoh sesat itu, meragukan bantahan pikirannya. Sekarang ia merasa yakin kalau wajah itu adalah wajah kekasihnya yang
hilang. "Aku..., Panji...," jawab Panji hampir berbisik. Sedangkan sepasang matanya tak
lepas dari raut wajah
jelita di hadapannya.
"Panji.... Panji...?" Bidadari Iblis pun sempat tertegun ketika Panji
menyebutkan namanya.
Beberapa kali terdengar bibir mungil itu berbisik
mengulang nama pemuda itu. Nyata sekali kalau nama
pemuda itu mendatangkan sesuatu yang aneh dalam
lubuk hatinya. "Kau pernah mengenai nama itu sebelumnya, Nisanak" Adakah artinya nama itu bagimu" Apakah nama itu pernah dekat di hatimu...?"
Panji yang melihat Bidadari Iblis termenung sambil
membisikkan namanya berulang-ulang, menjadi penasaran. Pena-saran untuk menyingkap tokoh penuh teka-teki ini. "Ya..., ya.... Sepertinya nama Panji tidak asing bagi-ku" Tapi, aku lupa di mana
pernah mendengarnya"
Anehnya..., nama itu membuat aku merasa sedih dan
rindu..." Sepertinya, nama itu pernah sangat dekat di hatiku?" Bisik Bidadari
Iblis lirih. Beberapa kali kepalanya ditelengkan, seolah-olah berusaha keras
untuk menegasi wajah tampan di depannya.
Cukup lama dara jelita berpakaian merah itu termenung. Sepertinya, ia tengah berusaha keras mengingat nama itu. Sehingga, Panji semakin leluasa merayapi raut wajah tokoh sesat berjuluk Bidadari Iblis itu. Makin lama pemuda itu
meneliti, semakin yakin
hatinya kalau tokoh sesat itu pasti kekasihnya yang telah lama dicarinya. Dan
Panji pun mulai menduga.
Semenjak mereka terpisah, pasti ada sesuatu yang terjadi terhadap kekasihnya.
"Panji..., Panji...," Bidadari Iblis kembali membisikkan nama pemuda itu
berulang-ulang.
Kali ini, bukan hanya suaranya saja yang bergetar.
Bahkan sepasang mata indah itu mulai merebak. Keluhan aneh bernada sedih terlontar lirih dari kerong-kongannya.
"Kisanak! Dapatkah kau ceritakan tentang gadis
yang kau sebut sebagai Kenanga" Dan..., apa hubungan gadis itu denganmu..." Apakah..., ia cantik dan
seusia denganku...?" Tanya Bidadari Iblis.
Kini mulai terdengar isak lirih wanita itu. Tidak di-rasakannya lagi akibat
tendangan lawan yang menghantam perut-nya tadi. Semua rasa sakit itu lenyap te-rendam perasaannya yang ia
tidak tahu kenapa menjadi demikian mudah tersentuh, setelah mendengar
nama 'Panji'. Sayang sebelum keterangan itu dapat diperoleh, kelima orang musuhnya telah kembali menerjang. Sehingga, Bidadari Iblis membalikkan tubuhnya menghadapi kelima orang tokoh persilatan itu.
Namun kelima orang tokoh persilatan golongan putih yang sudah kembali bersiap hendak mengeroyok
Bidadari Iblis, segera menghentikan langkahnya. Mereka menatap pemuda berjubah putih di samping tokoh wanita sesat itu, dengan pandangan penuh selidik.
"Kau..., bukankah kau yang berjuluk Pendekar Na-ga Putih..." Mengapa kau diam
saja" Tidakkah kau sadar kalau gadis jelita yang kau ajak bicara ini adalah seorang iblis keji"
Lenyapkanlah dia, sebelum menebar bencana bagi tokoh lain-nya!" Ujar seorang
lelaki gagah berusia tiga puluh tahun melihat pendekar muda itu
sama sekali tidak bertindak. Malah, sepertinya dia telah mengenai tokoh wanita
sesat itu dengan baik.
"Sahabat," panggil Panji pelan, "Benar, aku adalah Pendekar Naga Putih. Dan
kalau kalian percaya padaku, biarlah tokoh sesat ini aku yang membereskan.
Tapi, aku mempunyai satu permintaan kepada kalian...." "Apa yang kau inginkan...?" Lelaki bertubuh kekar dan berkumis tebal, bertanya
tak sabar. "Tinggalkanlah tokoh ini kepadaku. Percayalah, aku akan membereskannya," ujar
Panji yang kini semakin yakin kalau Bidadari Iblis adalah Kenanga, kekasihnya
yang hilang itu.
Panji pun merasa pasti kalau ada sesuatu yang menimpa kekasihnya, hingga seperti lupa akan masa lalunya. Keyakinan itu diperoleh setelah melihat sikap Bidadari Iblis yang
seperti-nya ingin mengetahui latar belakang gadis bernama Kenanga.
'Tidak bisa, Pendekar Naga Putih! Aku dan Witarsa
adalah murid Begawan Cindra Putra yang telah dibunuh wanita iblis itu! Dan kami harus menuntut balas!
Kalau kau memang tidak mau menangkap atau melenyapkannya, kami berlima pun sanggup melakukannya!" Lelaki gagah berusia tiga puluh tahun itu menolak permintaan Panji.
"Benar, apa yang dikatakan Sucipta itu, Pendekar Naga Putih. Kalau kau tidak
tega membunuh tokoh
yang memang berwajah mempesona ini, biar kami yang
membereskannya! Jangan dikira kau saja yang mampu
mencegah kejahatan!" Sindir lelaki berkumis lebat itu
dengan wajah sinis.
'Tapi, aku mengenai baik wanita berjuluk Bidadari
Iblis ini, Sahabat. Dan aku yakin, semua ini pasti bukan semata-mata karena
kemauannya. Ia sendiri tidak
tahu, apa yang dilakukannya adalah sebuah kesesatan! Ia telah lupa akan masa lalunya. Jadi, aku minta dengan sangat agar kalian
semua mengerti. Percayalah, aku akan berusaha keras untuk mengembalikan
ingatannya. Setelah itu, kejahatannya pun akan lenyap dengan sendirinya," jelas
Pendekar Naga Putih lagi, memohon pengertian kelima orang pendekar itu.
Sucipta dan Witarsa yang paling mendendam karena ke-matian gurunya, tentu saja tidak sudi melepaskan pembunuh gurunya begitu saja. Mereka yang
saat kematian Begawan Cindra Putra tengah mengembara meluaskan pengalaman, tentu saja segera kembali begitu mendengar kabar tentang kematian gurunya.
Dan kini setelah bertemu pembunuh guru-nya, tahutahu saja muncul Pendekar Naga Putih yang meminta
agar mereka mau melepaskannya. Tentu saja kedua
orang itu menolak mentah-mentah.
"Hm.... Untuk apa banyak bicara lagi! Pendekar Na-ga Putih jelas-jelas hendak
menghalangi kita! Sekalian saja kita beres-kan pendekar muda yang telah menjadi
besar kepala karena kebesaran namanya itu!" Timpal lelaki bertubuh kekar yang
berkumis tebal, geram.
"Kalau begitu, tunggu apa lagi, Kakang Klaban?"
Sambut Sucipta yang memang sudah tidak sabar untuk segera membalaskan kematian gurunya.
"Maaf, aku terpaksa melawan kalian...," ucap Panji.
Tampaknya Pendekar Naga Putih telah mengambil
keputusan untuk membela Bidadari Iblis. Karena menurutnya, tokoh sesat wanita yang ternyata kekasihnya itu pasti diperalat tokoh keji. Dan Kenanga mungkin sengaja dibuat melupakan masa lalunya, untuk lebih mudah diperalat.
"Hm.... Tidak perlu banyak ribut!" Lelaki kekar bernama Klaban itu segera saja
membentak keras, diiringi sambaran pedangnya!
Plakkk! Sambil melesat menyambut sambaran pedang itu,
Panji memiringkan tubuhnya menghindari tebasan
senjata Sucipta yang berdesing membabat lehernya!
Untunglah pemuda itu sempat merendahkan tubuhnya, sehingga pedang lawan lewat dua jengkal di
atas kepalanya!
"Haaait...!"
Panji yang tengah dalam keadaan hampir berjongkok, segera saja melompat ke belakang! Memang saat
itu Witarsa tengah meluruk maju dengan putaran pedangnya yang membentuk gundukan sinar berkilauan.
Melihat caranya menyerang, jelas tingkat kepandaian
lelaki itu memang tidak bisa dibuat main-main!
Sebentar saja, Panji sudah kewalahan menghadapi
keroyokan kelima orang tokoh persilatan itu! Sehingga, mau tidak mau harus
mengerahkan kepandaiannya
untuk membendung gempuran mereka.
Bidadari Iblis yang menyaksikan pemuda bernama
Panji dan berjuluk Pendekar Naga Putih itu telah bertarung melawan lima orang
yang tadi mengeroyoknya,
sejenak berdiri bimbang. Untuk beberapa saat lamanya, ia hanya tertegun bagai patung. Pikiran hendak membantu pemuda tampan yang serasa tidak asing baginya, tiba-tiba saja lenyap. Justru ia kini teringat akan tugas yang
harus diselesaikannya.
"Ahhh, biarlah. Setelah tugasku selesai, aku akan mencari pemuda berjuluk
Pendekar Naga Putih itu,"
gumam Bidadari Iblis.
Diam-diam ada sesuatu perasaan aneh yang menyelinap di hati wanita itu. Dia merasa malu sendiri karena sempat membayangkan
menjadi kekasih Pendekar Naga Putih. Tentu saja ia menjadi risih. Karena selama
ini, ia selalu membenci laki-laki seperti yang di-tanamkan gurunya.
Setelah teringat akan tugasnya, Bidadari Iblis pun
melesat pergi meninggalkan arena pertarungan. Tentu
saja perbuatan-nya itu tanpa sepengetahuan Panji
yang tengah membelakanginya.
*** "Hei! Jangan lari kau, Iblis Keji...!"
Sucipta yang sempat melihat tokoh sesat itu hendak
melarikan diri, berusaha mengejar. Tubuhnya melambung ke udara dengan kecepatan mengagumkan! Kemudian, dia berputar beberapa kali sebelum menginjak tanah!
Panji sendiri sempat merasa terkejut mendengar teriakan Sucipta. Cepat-cepat ia ikut melambung dan
berputar, dengan maksud mencegah lelaki itu melakukan pengejaran terhadap Bidadari Iblis. Tentu saja
perbuatan itu dilakukan bukan semata-mata hendak
menyelamatkan Bidadari Iblis, tapi demi keselamatan
Suciptalah yang dikhawatirkannya. Jelas, dengan melakukan pengejaran seorang diri, itu sama artinya menyerahkan nyawa! Itulah yang
membuat Panji melesat
menghadang Sucipta melakukan pengejaran.
"Setan! Kau benar-benar sudah terpikat kecantikan iblis betina itu rupanya!"
Geram Sucipta ketika kakinya mendarat di tanah.
Tubuh Pendekar Naga Putih kini telah berdiri
menghadang jalan. Maka tentu saja lelaki gagah itu
semakin jengkel!
"Hiaaat...!"
Sucipta memutar senjatanya sedemikian rupa,
hingga membentuk gundukan sinar yang bergerak turun-naik menyelimuti sekujur tubuhnya! Dibarengi
bentakan keras, tubuh lelaki gagah itu bergerak ke
arah Panji dengan serangan-serangan mautnya!
Sebagai seorang murid tokoh sakti seperti Begawan
Cindra Putra, tentu saja kepandaian Sucipta sudah
tinggi. Apalagi, pelajarannya telah ditamatkan tiga tahun yang lalu. Sehingga,
dia sudah cukup banyak makan asam garam dunia persilatan. Jadi tidak heran kalau serangan-serangannya
sangat berbahaya!
Sayangnya, yang kali ini dihadapi Sucipta bukanlah
pendekar kemarin sore. Dalam soal pengalaman serta
kematangan ilmu silat, tentu saja Sucipta boleh dibilang ketinggalan jauh oleh
Pendekar Naga Putih. Jadi sehebat-hebatnya gempuran yang dilancarkan murid
Begawan Cindra Putra itu, selalu saja dapat di imbangi Panji.
Bahkan kalau saja pemuda itu berniat menjatuhkan, rasanya tidak terlalu sulit Tapi, hal itu tidak ingin dilakukan. Ia hanya
berusaha agar serangan lawan tidak sampai mengenai tubuhnya.
Witarsa, Klaban, dan dua orang tokoh lainnya segera saja bergabung dengan Sucipta. Mereka kembali
mengeroyok Pen-dekar Naga Putih, dan menggempur
Pendekar Naga Putih 33 Bidadari Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nya habis-habisan!
Lenyapnya Bidadari Iblis, tentu saja juga melenyapkan gairah bertarung Panji. Sejak mula pun, ia
memang hanya menghalangi kelima orang itu agar tidak mencelakakan tokoh sesat jelita itu.
Maka begitu melihat kesempatan, pemuda itu segera mencelat jauh ke belakang, dan terus melarikan diri! "Keparat! Jangan lari kau, Pendekar Pengecut..!"
Sambil berteriak-teriak marah, Sucipta dan Witarsa
segera melesat mengejar! Mereka merasa penasaran
dengan Pendekar Naga Putih yang tiba-tiba melarikan
diri. Sementara, Klaban dan dua orang tokoh lainnya
pun tidak mau ketinggalan. Mereka segera saja mengerahkan ilmu lari cepat untuk mengejar Pendekar Naga
Putih! *** 6 Pendekar Naga Putih terus melesat dengan pengerahan segenap kekuatan ilmu larinya untuk mengejar
Bidadari Iblis. Meskipun telah berusaha semampunya,
namun sosok bayangan merah itu tidak juga berhasil
dikejarnya. Akhirnya, pemuda itu menghentikan larinya sambil menghembuskan napas kecewa.
Panji melangkah perlahan sambil memikirkan persoalan yang ternyata semakin rumit. Bidadari Iblis
yang telah menebar kekejaman itu, ternyata adalah
Kenanga yang sekaligus kekasihnya. Sedangkan gadis
jelita itu seperti tidak sadar terhadap kejahatan yang telah dilakukan. Bahkan
sama sekali tidak mengenal-nya. Jelas, Kenanga telah kehilangan ingatan! Dengan
demikian, berarti Panji harus dapat menemukan orang
yang telah begitu tega memperalat kekasihnya.
"Ah! persoalan ini telah berkembang semakin pelik.
Selain harus mencari penyebabnya, aku pun sudah
pasti mesti berhadapan dengan tokoh-tokoh golongan
putih yang memusuhi Kenanga. Entah, bagaimana caranya agar para tokoh persilatan yang hendak melenyapkan Kenanga dapat menerima alasanku" Mungkin
bukan hanya kelima orang tokoh itu saja yang tengah
memburu Bidadari Iblis...," desah Panji.
Pendekar Naga Putih memang menjadi serba salah.
Di satu pihak, ia harus membela kekasihnya. Tapi dilain pihak ia pun harus berhadapan dengan para tokoh persilatan golongan putih. Alasan terakhir itulah yang membuatnya gelisah!
Pendekar Naga Putih yang tengah melangkah ringan
sambil berusaha menyelesaikan masalah itu tiba-tiba menghentikan langkahnya.
Sebuah jerit kesakitan
membuat wajah pemuda itu menegang seketika!
"Kenanga..."!" desis Panji, gelisah.
Pemuda itu kenal betul suara melengking tadi. Dan
yang membuat dadanya berdebar adalah, si empunya
suara pastilah tengah menderita kesakitan!
"Hiaaa...!"
Jerit kesakitan itu kini terdengar berganti dengan
pekik kemarahan! Otak Pendekar Naga Putih pun
langsung bekerja cepat! Merasa yakin kalau kekasihnya yang kini dikenal se-bagai Bidadari Iblis tengah menghadapi bahaya, maka
tubuh-nya segera melesat
tanpa pikir panjang lagi!
Bukan main pucatnya wajah Pendekar Naga Putih
ketika menyaksikan apa yang terjadi di depannya. Beberapa belas tombak di depan pemuda tampan itu,
tampak sesosok tubuh terbungkus pakaian merah darah tengah jatuh bangun menahan gempuran seorang
lelaki bertubuh tinggi besar. Sepertinya laki-laki itu tidak memberi kesempatan
kepada sosok berpakaian
merah untuk membangun serangan!
Melihat pertarungan tak seimbang itu karuan saja
Pendekar Naga Putih menjadi marah. Maka tubuhnya
cepat mencelat disertai pengerahan seluruh ilmu meringankan tubuhnya!
'Tahaaan...!"
Disertai bentakan menggelegar, Panji langsung
mendarat di tengah arena! Begitu tiba, sepasang tangannya langsung me-lontarkan dua buah tamparan
untuk menyambut serangan lelaki tinggi besar itu!
Wuuut! Wuuut! Plakkk! Plakkk!
"Aaah..."!"
Karena disertai pengerahan seluruh kekuatan 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya, tentu saja tamparan
Pendekar Naga Putih berakibat sangat dahsyat! Lelaki tinggi besar itu kontan
terjengkang, untung saja ia segera melompat tinggi ke udara, berputar dua kali
se- belum mendarat di atas tanah. Sehingga tubuhnya tidak jadi terbanting di tanah.
"Bedebah! Bangsat mana yang berani membokongku?" Teriak lelaki tinggi besar itu menyumpah serapah.
Kening lelaki yang wajahnya ditumbuhi brewok itu
berkerut melihat seorang pemuda tampan berjubah
putih tahu-tahu telah berdiri di hadapannya. Jelas, pemuda itulah yang telah
menangkis serangannya tadi!
"Pan...,, ji...," desah Bidadari Iblis meragu, setengah percaya. "Mengapa kau
menolongku...?"
Rasa ketidakpercayaan Bidadari Iblis tentu saja bisa dimaklumi. Setelah mengenal
pemuda tampan bernama Panji itu, ia pun sadar kalau mereka berbeda golongan. Kini setelah melihat pendekar muda itu menolongnya dari serangan lawan, tentu saja ia merasa heran.
"Kenanga...," panggil Panji bergetar penuh kerinduan.
Ditatapnya wajah jelita itu dengan penuh kasih.
Dan yang ditatap hanya membalas dengan sinar mata
sayu, tanpa gairah hidup sama sekali. Sepertinya, Bidadari Iblis tak mengerti
kenapa dirinya jadi begini.
Namun, dia susah untuk men-jawabnya.
"Kau..., kekasihku. Jadi..., tentu saja aku meno-longmu. Kau benar-benar tidak
bisa mengingat siapa
aku...?" Tanya Panji pilu. Hati pemuda tampan itu merasa sedih sekali melihat
nasib yang menimpa dara
yang dicintainya.
"Pan..., ji. Meskipun semenjak mendengar namamu kurasa-kan suatu kerinduan yang
tidak ku mengerti,
tapi aku belum bisa yakin dengan dugaanmu itu. Andaikan saja aku benar-benar kekasihmu yang bernama
Kenanga, alangkah bahagianya aku...," desah Bidadari Iblis tertunduk, disertai
lelehan air mata yang mulai turun membasahi pipi halusnya.
"Kenanga.... Aku yakin, kau pasti kekasihku. Hanya saja, aku tidak tahu apa yang
telah terjadi denganmu.
Dan aku ingin, jelaskanlah padaku...," ujar Panji sambil memegang bahu Bidadari
Iblis, yang tidak berusaha mengelak. Karena, diam-diam ia pun sangat kagum
dan menyukai pendekar muda itu.
"Hei! Kalian pikir, siapa aku ini, hah! Seenaknya sa-ja berbicara tanpa
mempedulikan keberadaanku."
Pembicaraan Panji dan Bidadari Iblis terputus ketika terdengar bentakan menggelegar bagaikan ledakkan
petir di angkasa! Serentak keduanya menoleh dan
memandang ke arah lelaki tinggi besar bercambang
bauk, yang menatap marah kepada mereka!
Sedangkan lelaki brewok itu sudah melangkah beberapa tindak sambil menatap dan meneliti sekujur
tubuh Panji. Jelas, ia tengah berusaha menduga pemuda berjubah putih itu.
"Anak muda! Jawablah pertanyaanku! Apakah kau
yang dijuluki orang sebagai Pendekar Naga Putih" Hm.
Dari akibatnya bisa ku tebak kalau tenaga yang kau
kerahkan tadi adalah 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'!"
kata lelaki tinggi besar itu menatap tajam.
"Dugaan paman sendiri sama sekali tidak keliru.
Orang memang memberi julukan Pendekar Naga Putih
kepadaku, dan kalau tebakanku tidak keliru, kau pasti Pendekar Tangan Geledek
yang sangat tersohor itu!"
sahut Panji. "Hm.... Bagus kalau kau sudah mengenalku! Hm.
Tahukah kau, siapa gadis mempesona yang kau bela
itu" Dia adalah Bidadari Iblis! Wanita keparat itu telah banyak menebar bencana,
termasuk membunuh Begawan Cindra Putra dan Ki Sangga Watung, salah seorang keluarga dekat pertapa sakti itu. Lalu, apa maksudmu membelanya" Apa kau
sudah tergila-gila oleh
kecantikannya"!" Kembali lelaki tinggi besar yang ternyata berjuluk Pendekar
Tangan Geledek itu menghardik Pendekar Naga Putih.
Lelaki bertubuh tinggi besar dan berusia enam puluh tahun itu memang bukan nama baru dalam dunia
persilatan. Bahkan kabarnya kepandaiannya tidak berada di bawah kepandaian Begawan Cindra Putra. Tokoh sakti ini memang sahabat lama Begawan Cindra
Putra pertapa sakti itu. Dia langsung saja meninggalkan tempat kediamannya di
Selatan, ketika mendengar
sahabatnya terbunuh oleh Bidadari Iblis yang merupakan tokoh baru bagi telinganya. Dan pada saat itu
hampir berhasil menamatkan riwayat Bidadari Iblis,
tahu-tahu saja muncul Pendekar Naga Putih menyelamatkan wanita berhati keji itu. Maka tentu saja Pendekar Tangan Geledek menjadi
marah besar! "Akupun pernah mendengarnya, Paman. Tapi kalau
Paman percaya, gadis yang berjuluk Bidadari Iblis ini
adalah kekasihku yang telah lama lenyap, ketika kami berlayar. Kapal yang
membawa kami pecah di hantam
badai, sehingga kami berpisah. Dan Setelah bertemu,
kekasihku yang bernama Kenanga itu ternyata telah
kehilangan ingatannya. Aku menduga, ada orang telah
memperalat dan menjejalinya dengan racun-racun kebencian. Kuharap Paman mau mengerti keadaanku
yang sulit ini," jelas Pendekar Naga Putih panjang lebar, kepada tokoh sakti
itu. Maksudnya, memang untuk menghindari pertarungan yang mungkin saja terjadi. "Hm.... Keteranganmu memang bagus dan masuk
akal juga, Pendekar Naga Putih. Tapi, bagaimana dengan wanita iblis itu" Apakah ia pun mengakui kalau
kau sebagai kekasihnya yang hilang?" Sahut Pendekar Tangan Geledek, menyakitkan!
"Hm.... Aku memang sama sekali tidak tahu latar belakang-ku. Yang ku tahu dari
guruku, aku telah di-asuhnya semenjak kecil. Dan dia juga membekali ilmuilmu tinggi agar aku kelak tidak terhina dan menderita seperti beliau," jawab
Bidadari Iblis seadanya.
Sepertinya, Bidadari Iblis memang tidak tahu menahu ten-tang apa yang diceritakan Panji. Apalagi ia tidak sudi dikata-kan
sebagai seorang pengecut yang
ingin berlindung di balik keperkasaan seorang pemuda seperti Pendekar Naga
Putih. "Nah, dengarlah sendiri apa yang dikatakan wanita keji itu" Jelas, kau telah
mengada-ada?" ujar Pendekar Tangan Geledek dengan senyum menghina.
"Maaf, Pendekar Naga Putih. Aku memang wanita
jahat yang tidak pantas berdampingan denganmu. Dan
akupun tidak sudi dikatakan sebagai orang pengecut
yang ingin berlindung di balik nama besarmu," tegas Bidadari Iblis sengaja
menekankan nada bicaranya untuk menguatkan hatinya, sambil menghapus lelehan
darah yang tersisa di sudut bibirnya.
"He he he.... kasihan kau, Pendekar Naga Putih.
Cinta mu ternyata bertepuk sebelah tangan. Tapi biar bagaimanapun, aku kagum
kepadamu, Bidadari Iblis.
Karena, kau sadar akan kejahatan dirimu," sahut Pendekar Tangan Geledek kembali.
Sengaja ia mengatakan kalau mengagumi Bidadari
Iblis. Maksudnya untuk mengingatkan kalau Pendekar
Naga Putih dan Bidadari Iblis berbeda golongan. Dan
itu tidak bisa di-bantah.
"Sudah kuduga, kau tidak akan percaya begitu saja dengan keteranganku, Paman.
Tapi, aku tetap pada
pendirianku. Sekali lagi, aku mohon maaf," ucap Panji tetap sopan dan hormat.
Memang biar bagaimanapun,
Pendekar Tangan Geledek merupakan angkatan yang
lebih tua darinya.
"Hm.... Kalau begitu, Aku akan menantangmu, Pendekar Naga Putih," geram Pendekar
Tangan Geledek tak bisa ditawar lagi.
Setelah berkata demikian, lelaki tinggi besar itu telah bersiap diri menghadapi
sebuah pertarungan dahsyat dengan memasang kuda-kudanya. Dari sini saja
bisa ditebak kalau Pendekar Tangan Geledek sadar
akan kepandaian lawan yang kini harus dihadapinya.
Melihat lawannya telah bersiap, Panji pun menggeser langkahnya. Rupanya, Pendekar Naga Putih sadar
kalau tidak bisa menghindari pertarungan lagi!
*** "Hiaaat..!"
Pendekar Tangan Geledek berteriak nyaring sebagai
tanda kalau ia telah memulai serangan!
Darrr.... Darrr...!
Terdengar ledakan-ledakan keras yang diiringi kilauan cahaya panas yang memenuhi arena pertarungan. Lelaki tinggi besar itu langsung menggunakan ilmu andalannya dalam
penyerangan pertama. Itu menandakan kalau ia tidak memandang rendah Pendekar
Naga Putih. Panji pun tidak sungkan-sungkan lagi. Sepasang
tangannya langsung saja membentuk cakar naga.
Bahkan sekujur tubuh-nya pun telah terlapisi kabut
bersinar putih keperakan.
Wuuut.... Darrr!
"Haiiih...!"
Beberapa pukulan jarak jauh yang dilontarkan Pendekar Tangan Geledek berhasil dielakkan Panji dengan meliukkan tubuhnya dan
menggeser kakinya dua
langkah ke samping. Begitu serangan lawan luput,
pemuda itu langsung membalas dengan cengkeramancengkeraman maut yang diiringi samba-ran angin dingin menusuk tulang!
Bettt.... Whusss...!
Serangan yang dilakukan Pendekar Naga Putih benar-benar mengagumkan! Tubuhnya yang meliuk-liuk
bagaikan seekor ular raksasa itu, masih diiringi pula dengan lontaran pukulan
dan cengkeramannya!
Tapi, Pendekar Tangan Geledek pun tidak kalah ge
Pendekar Naga Putih 33 Bidadari Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sitnya. Tubuhnya yang tinggi besar dan kelihatan berat itu, ternyata dapat
bergerak lincah! Beberapa serangan Panji yang gagal, langsung dibayar kontan
dengan serangkaian pukulan maut disertai ledakan-ledakan
memekakkan telinga! Sehingga, beberapa kali gerakan
Pendekar Naga Putih terlihat agak kacau karena terpengaruh ledakan yang seperti datang dari delapan
penjuru! Ketika pertempuran memasuki jurus yang kedelapan puluh, Pendekar Tangan Geledek mengeluarkan
pekikan nyaring! Berbarengan dengan itu, sepasang
tangannya bergerak susul-menyusul mengincar tubuh
lawan! "Haiiit...!"
Hebat dan sangat berbahaya serangkaian serangan
yang dilontarkan Pendekar Tangan Geledek kali ini!
Untuk beberapa saat lamanya Panji dibuat sibuk
menghindar sambil sesekali menangkis serangan-serangan maut. Sepasang tangan lawan yang bagaikan
mengelilingi tubuhnya, masih diiringi pula oleh ledakan-ledakan menyakitkan
telinga! Wuuut... Darrr!
"Uts!"
Cepat Pendekar Naga Putih menggeser tubuhnya ke
samping kanan sambil merendahkan tubuhnya. Begitu
hantaman telapak tangan lawan lewat di atas kepalanya, langsung saja dilontarkannya sebuah hantaman
telapak tangan ke perut lawan!
"Aaah..."!"
Terkejut bukan main Pendekar Tangan Geledek melihat kesigapan serta kecepatan gerak lawannya! Maka, tak dapat dihindari
lagi.... Desss...! "Uhkkk...!"
Bagai disentak tangan raksasa yang tak tampak,
tubuh tinggi besar itu terlempar tanpa ampun! Segumpal darah segar menyembur dari mulutnya, hingga
percikannya menodai jubah Panji!
Namun pukulan yang telak dan keras itu rupanya
tidak sampai membuat Pendekar Tangan Geledek tewas! Bahkan lelaki tinggi besar itu sempat melakukan putaran beberapa kali di
udara, sehingga tubuhnya tidak sampai terbanting di atas tanah!
"Hm...."
Begitu kedua kakinya menjejak tanah, Pendekar
Tangan Geledek menarik napas beberapa kali, disertai gerakan kedua tangannya.
Maksudnya jelas, untuk
meredakan guncangan dalam tubuhnya akibat hantaman lawan. "Kau memang patut mendapat pujian, Pendekar Naga Putih. Aku benar-benar kagum padamu. Dalam usia
yang masih ter-bilang sangat muda, kau ternyata telah memiliki kepandaian
tinggi. Sayangnya, tindakanmu
kali ini salah besar. Aku benar-benar menyesal sekali...," ujar Pendekar Tangan Geledek dengan mimik wajah berduka.
Nyata sekali kalau orang tua sakti itu merasa sedih
melihat tindakan Panji yang membela Kenanga. Menurutnya, tindakan itu adalah sebuah kesalahan besar,
karena membela seorang tokoh sesat yang semestinya
dilenyapkan! "Maaf, Paman. Apa yang tadi kuceritakan kepadamu, bukanlah semata-mata alasan yang kucari-cari.
Semua itu adalah benar, Paman. Itulah sebabnya, aku
terpaksa harus mem-belanya dengan taruhan nyawaku. Kalau saja Paman mau percaya, kukira pertempuran ini tidak perlu terjadi," jelas Pendekar Naga Putih, juga dengan wajah
menyesal. Bidadari Iblis sendiri yang semenjak tadi menyaksikan pertarungan kedua orang sakti itu, mulai beranjak perlahan. Sikapnya jelas
menunjukkan kalau ia hendak meninggalkan tempat itu untuk menghindar dari
Panji dan Pendekar Tangan Geledek.
Tepat pada saat menoleh ke belakang, Pendekar Naga Putih terkejut bukan main. Ternyata bayangan Bidadari Iblis telah berkelebat meninggalkan tempat itu.
"Kenanga, tunggu...!"
Sambil berteriak mencegah kepergian dara jelita
berpakaian merah darah itu, tubuh Panji segera melayang melakukan pengejaran!
Pendekar Tangan Geledek pun tidak tinggal diam.
Begitu kedua kakinya menjejak tanah, tubuhnya segera melambung ke udara. Dia berputaran lima kali, sebelum turun di hadapan Panji.
'Tunggu! Persoalan di antara kita belum selesai,
Pendekar Naga Putih!" Cegah Pendekar Tangan Geledek. Laki-laki tinggi besar itu
menghadang beberapa
langkah di depan Panji. Jelas, dia masih merasa penasaran oleh pertarungan yang menurutnya belum berakhir tadi. "Ki Pringgada, tahan pemuda itu...!"
Terdengar sebuah seruan nyaring, menyebut nama
asli Pendekar Tangan Geledek. Belum lagi gema suara
itu lenyap, muncullah Sucipta, Witarsa, Klaban, dan
dua orang tokoh lain yang mengejar Panji.
"Celaka...!" desis Panji.
Pendekar Naga Putih agak terkejut melihat kedatangan lima orang tokoh persilatan yang dua di antaranya adalah murid Begawan
Cindra Putra. Pemuda itu menjadi cemas, karena menyadari harus terpaksa berhadapan dengan orang-orang segolongan. Tapi semuanya
demi membela kekasihnya. ***
7 "Hm.... Mau kabur ke mana kau, Pendekar Naga Putih...?" kata Sucipta.
Laki-laki itu penasaran sekali terhadap Panji. Dia
menuduh Pendekar Naga Putih sebagai penyebab lolosnya Bidadari Iblis dari tangan mereka. Dan kini, lelaki gagah berusia tiga
puluh tahun itu melangkah ma-ju beberapa tindak, setelah menyalami Pendekar Tangan Geledek. Memang, tokoh tinggi besar yang bernama Ki Pringgada itu adalah sahabat lama gurunya.
Melihat keenam tokoh itu sudah mengurung dirinya, Pendekar Naga Putih segera mengatur kedudukannya. Kemudian, pandangannya beredar dengan sorot mata penuh sesat.
"Pendekar Naga Putih! Kalau kau bersedia berjanji untuk tidak mencampuri urusan
kami lagi, tindakanmu yang telah keliru itu akan ku maafkan. Berjanjilah," usul Ki Pringgada.
Rupanya, Ki Pringgada tidak tega melihat sorot mata Pen-dekar Naga Putih yang penuh sesal itu karena
Pendekar Naga Putih menyadari kesalahannya. Itulah
sebabnya, mengapa dia mengusulkan demikian.
"Hm..... Benar! Kalau lain kali kau berjanji tidak akan ikut campur dalam
masalah ini, aku pun tidak
keberatan memaafkan tindakanmu tadi. Bukan begitu,
kawan-kawan...?" Sam-bung Sucipta, seraya meminta pendapat keempat kawannya yang
lain. Lelaki gagah
itu tersenyum puas ketika melihat keempat kawannya
mengangguk setuju.
"Hhh...."
Panji menghela napas berat berkepanjangan ketika
mendengar ucapan tokoh-tokoh persilatan itu. Sorot
sesal di mata-nya terlihat semakin jelas. Tapi yang di sesalkan Panji justru
bukan tindakannya, melainkan
sikap serta keluhuran budi tokoh-tokoh itu. Tentu sa-ja, karena ia tidak bisa
menuruti kemauan mereka.
"Sahabat sekalian," sebut Panji setelah termenung sejenak. "Sebenarnya, aku pun
sangat menyesali kejadian ini. Tapi, sayangnya aku tidak bisa menerima
usul yang sangat bijaksana itu. Aku benar-benar harapkan pengertian kalian. Percayalah! Tokoh sesat
yang dijuluki Bidadari Iblis itu, sesungguhnya adalah kekasihku yang telah lama
menghilang!"
Semua mata memandang Pendekar Tangan Geledek
tanpa suara sedikit pun. Rupanya, Pendekar Naga Putih diberi kesempatan untuk membela diri. Tapi itu
bukan berarti mereka mempercayai sepenuhnya. Dan
kewaspadaan tetap menjadi patokan mereka, agar tidak cepat percaya begitu saja kepada Pendekar Naga
Putih. "Dan aku yakin, semua perbuatannya pastilah dilakukan tanpa sadar. Bukan tidak
mungkin kalau kekasihku itu telah diperalat seorang tokoh sesat yang
mendendam terhadap Begawan Cindra Putra atau korban-korban lainnya. Aku kenal betul, kalau Bidadari
Iblis sesungguhnya adalah Kenanga. Jadi tidak mungkin perbuatannya dilandasi oleh kesadaran penuh!"
Sambung Pendekar Naga Putih. Masih belum ada yang
bersuara. Bahkan keenam tokoh persilatan itu saling berpandangan. Sepertinya,
mereka satu sama bin ingin meminta pendapat. Namun belum juga ada yang
berbicara, Pendekar Naga Putih pun membuka mulut
"Semua alasan itulah yang membuat pendirianku
tidak dapat dirubah. Kalau saja persoalan ini menimpa salah seorang dari kalian,
apakah yang akan kalian
perbuat" Apakah kalian rela dengan membiarkan kekasih kalian dibunuh" Padahal kalian tahu, dia sama
sekali tidak bersalah! Perbuatan itu hanya dilandasi oleh ketidakberdayaan,
karena pikirannya terganggu."
Jelas Panji, sehingga membuat keenam tokoh persilatan itu terdiam beberapa saat lamanya.
Pendekar Tangan Geledek sendiri mulai merasa ragu ketika melihat kekerasan hati Pendekar Naga Putih.
Memang, kalau semua itu hanya merupakan alasan
yang dicari-cari. Maka mungkin Pendekar Naga Putih
masih berkeras mempertahankan alasannya. Sedangkan saat ini, pemuda itu sudah terkurung enam orang
berkepandaian tinggi. Lalu, mengapa nyawa-nya rela
dikorbankan hanya untuk membela seorang tokoh sesat yang baru dikenalnya"
Ternyata, bukan Ki Pringgada seorang yang mulai
berubah pendiriannya. Bahkan kelima orang tokoh
lainnya tampak mulai ragu. Jelas, kebulatan tekad
Pendekar Tangan Geledek telah menggoyahkan hati
mereka. "Sahabat sekalian! Boleh aku mengajukan sebuah
usul, atau anggaplah sebagai usul permintaan?" pinta Panji yang membuat keenam
tokoh persilatan itu saling berpandangan sejenak.
"Hm..., katakanlah. Mungkin kami dapat mempertimbangkannya," Ki Pringgada yang merasa lebih tua dari yang lain segera
menyahuti. 'Terima kasih atas kesediaan kalian...," desah Panji.
Kem0bali, hatinya dicekam keharuan melihat sikap tokoh-tokoh persilatan itu. "Begini. Marilah kita saling membantu untuk menyingkap
masalah ini. Andaikata
tidak ada tokoh lain di belakang Bidadari Iblis, aku berjanji akan menangkap dan
menyerahkannya kepada kalian, termasuk juga diriku. Tapi seandainya dugaanku benar, aku mohon kalian memberikan kesempatan kepadaku untuk membuktikan kalau Bida-dari
Iblis sesungguhnya tidak sadar dengan apa yang diperbuatnya selama ini. Kalian boleh meminta agar dia bercerita tentang masa
lalunya. Bagaimana?"
"Hm.... Permintaanmu cukup berat, Pendekar Naga Putih. Aku khawatir sebelum kita
bisa menemukannya
kembali, korban lain sudah akan berjatuhan lagi.
Seandainya semua itu terjadi, apa kau mau bertanggung jawab?" Kata Sucipta, mencoba memojokkan
Pendekar Naga Putih. Sehingga, Panji menjadi terdiam untuk mencari jawabannya.
"Mmm.... Sebelum aku menjawab pertanyaanmu,
aku ingin bertanya sedikit. Menurut kabar yang kudengar, bukankah Begawan Cindra Putra dan Ki Sangga Watung memiliki hubungan yang cukup erat" Kalau
boleh tahu, apa hubungan di antara mereka?" Tanya Pendekar Tangan Geledek.
Sepertinya pemuda itu tengah mencoba untuk memecahkan sesuatu yang menjadi dugaannya.
"Apa maksud pertanyaanmu, Pendekar Naga Putih?"
Tanya Sucipta. Laki-laki itu tak senang. Karena bukannya menjawab, tapi Pendekar Naga Putih malah bertanya yang
aneh-aneh kepadanya.
"Jawab saja, Sucipta. Aku ingin tahu, apa yang ada dalam kepala pemuda itu,"
tukas Pendekar Tangan Geledek, segera. Sepertinya, orang tua itu ingin
mengetahui apa yang akan dikatakan Panji setelah mendengar
jawaban Sucipta nanti.
"Hm.... Eyang Begawan Cindra Putra merupakan
Paman Kakek Ki Sangga Watung. Jadi, Ki Sangga Watung adalah saudara jauhnya. Nah, apa kau sudah
puas" Atau, masih ada pertanyaan lain yang hendak
diajukan?" Jawab Sucipta, agak ketus. Tapi Panji sama
sekali tidak mengindahkannya.
"Hm.... Setelah Ki Sangga Watung, masih berapa
orang lagi, keluarga Begawan Cindra Putra?" Tanya Pendekar Tangan Geledek lagi
setelah termenung sesaat lamanya.
"Masih ada seorang. Namanya, Ki Dasa Penang," jawab Sucipta cepat.
Kening laki-laki gagah itu tampak berkerut. Sepertinya ia mulai dapat menduga, ke mana tujuan semua
pertanyaan Panji itu.
"Pendekar Naga Putih, apakah kau menduga...,"
"Maaf. Ini hanya baru dugaanku saja, Sucipta. Bisa jadi aku keliru," potong
Panji cepat. "Di manakah Ki Dasa Penang tinggal?"
Kemudian sambil melangkah maju beberapa tindak,
Pendekar Tangan Geledek membuka suara lagi.
"Beliau tinggal di Desa Kemang...," sahut Sucipta dengan wajah agak tegang.
"Mudah-mudahan tidak keliru. Ayolah kita segera ke sana," ajak Panji yang segera
melesat menggunakan ilmu lari cepat-nya.
Pendekar Tangan Geledek sejenak bertukar pandang dengan yang lainnya. Sejurus kemudian, keenam
orang tokoh persilatan itu pun bergegas menyusul
Pendekar Naga Putih.
Hari masih pagi, ketika seorang penunggang kuda
memacu tunggangannya membelah jalan lebar. Kuda
hitam yang berlari bagai dikejar setan itu, terus menerobos mulut sebuah desa.
Beberapa orang petani yang
terlambat berangkat ke sawah, segera menyingkir ke
tepi jika tidak ingin terlanggar. Terdengar sumpahserapah mereka yang merasa jengkel oleh si penunggang kuda itu.
Pendekar Naga Putih 33 Bidadari Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sedangkan penunggang kuda itu sendiri sama sekali tidak ambil peduli. Bahkan sama sekali tidak memperlambat lari kudanya, walaupun saat itu tengah melintasi jalan utama desa. Lelaki kurus yang menunggang kuda berbulu hitam itu baru menarik tali kekang, setelah tiba di depan
sebuah rumah besar yang letak-nya agak terpencil.
Lelaki itu langsung saja menerobos masuk, setelah
me-lompat turun dari atas punggung kudanya. Bahkan sama sekali tidak dipedulikan lagi binatang tunggangannya yang belum
ditambatkan. Jelas, dia tengah
terburu-buru. "Hei, berhenti...!"
Baru saja beberapa langkah kakinya melewati pintu
hala-man depan rumah besar itu, tiba-tiba terdengar
bentakan keras yang membuat lelaki itu terlompat kaget. Dan tahu-tahu saja, dua orang lelaki bertubuh tegap telah berdiri
menghadang jalan masuk.
"Siapa kau"! Mengapa tanpa permisi lagi berani
memasuki tempat ini" Apa kau tidak pernah belajar
sopan-santun?" Hardik seorang lelaki yang berkumis jarang.
Sepasang mata lelaki itu tampak melotot galak.
Bahkan tangan kanannya sudah meraba gagang pedang yang tersembul di balik bajunya.
"Aku ingin berjumpa Ki Dasa Penang. Tolong beri tahu, karena berita yang kubawa
ini sangat penting
buat majikan kalian," jawab lelaki bertubuh kurus itu dengan napas masih
memburu. "Kami adalah murid-muridnya. Kalau kau ada kepentingan, sampaikan saja kepada kami. Nanti kami
yang akan memberitahukannya kepada guru kami,"
ujar lelaki berkumis jarang itu lagi tanpa mempedulikan bantahan lelaki kurus
itu. Tapi lelaki kurus itu sama sekali tidak mau meninggalkan tempat walau kedua murid Ki Dasa Penang
menghardiknya. Bahkan saking jengkelnya, lelaki tegap yang berhidung pesek mendorong tubuhnya yang
kurus hingga terjengkang ke belakang.
"Kalian tidak tahu, berita yang akan kusampaikan ini me-nyangkut mati hidupnya
guru kalian! Aku adalah orang kepercayaan Ki Sangga Watung yang telah
tewas terbunuh oleh seorang wanita iblis! Bahkan
Eyang Begawan Cindra Putra pun sudah pula dibunuhnya! Nah, apa kalian masih juga tidak membawaku
menghadap guru kalian itu?" teriak lelaki kurus itu saking jengkelnya.
Disebutnya nama Eyang Begawan Cindra Putra,
membuat wajah kedua orang murid Ki Dasa Penang
pucat seketika. Meskipun mereka tidak kenal Ki Sangga Watung, tapi nama Begawan Cindra Putra tentu saja telah mereka dengar. Karena, Ki Dasa Penang pernah menceritakan tentang orang tua sakti yang masih
terhitung kakeknya itu. Sehingga, tanpa banyak cakap lagi, mereka pun segera
membawa lelaki kurus itu
menghadap guru mereka.
"Guru.... Mohon ampun kalau kami menghadap
tanpa diperintah. Tapi lelaki kurus ini jelas memaksa kami berdua. Katanya Eyang
Begawan Cindra Putra telah tewas terbunuh," lapor lelaki yang berhidung pesek
sambil membungkukkan tubuhnya dalam-dalam kepada seorang lelaki gagah yang
tengah membelakangi.
Saat itu, Ki Dasa Penang tengah berada di taman belakang rumahnya.
Mendengar ucapan itu, Ki Dasa Penang cepat membalikkan tubuhnya. Ditatapnya ketiga orang itu lekat-lekat. Jelas Ki Dasa Penang
belum percaya sepenuhnya akan ucapan muridnya.
"Benar apa yang dikatakan muridku itu, Kisanak"
Lalu, kau ini siapa" Dan, dari mana berita ini kau da-patkan?" Tanya Ki Dasa
Penang dengan suara berat dan dalam.
"Maaf, Ki. Namaku Ganta. Aku adalah seorang
pembantu di keluarga Ki Sangga Watung. Pada Saat
hendak berhadapan dengan tokoh sesat bernama Bidadari Iblis, beliau menyuruh-kan mengabarkan kejadian itu kepada Eyang Begawan Cindra Putra. Namun
belum lama aku tiba di kediaman Eyang Begawan.
Muncullah Bidadari Iblis. Rupanya setelah membunuh
Ki Sangga Watung, wanita iblis itu mengikuti perjala-nanku. Katanya dia akan
membantai semua keluarga
serta kerabat Eyang Begawan, sebelum bertempur dan
menewaskan beliau. Aku menyaksikan dengan mata
kepalaku sendiri, Ki," jelas lelaki kurus bernama Ganta. "Kalau ceritamu benar,
mengapa tokoh sesat itu tidak membunuhmu" Apa dia sengaja melepaskanmu,
agar bisa menceritakan semua ini kepadaku"!" Desah Ki Dasa Penang seperti
meragukan cerita Ganta.
"Sepertinya, tokoh sesat berhati keji itu memang sengaja tidak membunuhku.
Akupun tidak begitu jelas, apa sebabnya" Yang jelas, ia sangat mendendam
terhadap keluarga serta kerabat Eyang Begawan. Menurut yang kudengar, tokoh itu mengatakan kalau
Eyang Begawan dan keluarganya telah membuat gurunya menderita. Hanya itulah yang sempat kuketahui," jelas Ganta lagi dengan wajah sungguh-sungguh.
"Hm.... Lelaki atau wanita, guru tokoh yang berjuluk Bida-dari Iblis itu?" Tanya
Ki Dasa Penang lagi.
Kali ini keningnya tampak berkerut. Jelas, lelaki gagah berpakaian mewah itu
mulai berpikir keras.
"Dia..., tidak menyebutkannya, Ki...," jawab Ganta dengan wajah menyesal.
"Hm..., baiklah kalau begitu. Terima kasih atas pemberitahuan mu ini. Sekarang
silakan kau beristirahat. Tentunya kau lelah setelah menempuh perjalanan panjang dan jauh," ujar Ki Dasa Penang yang segera memanggil pelayannya
untuk mengantarkan Ganta beristirahat.
Baru saja beberapa saat Ganta meninggalkan teman
belakang, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan merah yang langsung menjejakkan
kakinya beberapa langkah
di depan Ki Dasa Penang dan kedua orang muridnya.
Karuan saja ketiga orang itu melompat mundur dengan kuda-kuda siap tempur.
"Siapa kau..."!" Bentak Ki Dasa Penang sambil meneliti sosok ramping berwajah
jelita .yang terbungkus pakaian berwarna merah darah.
"Hik hik hik...," sosok yang tak lain Bidadari Iblis itu terkekeh merdu.
Kejelitaan wajah wanita itu tampak semakin mempesona saat tertawa. Sepasang lesung pipit di kedua
pipinya nampak nyata.
"Kaukah yang berjuluk Bidadari Iblis...?" tegur Ki Dasa Penang setelah berhasil
mengusir pesona yang
menguasainya. Lelaki gagah itu mulai dapat menebak tamunya.
Memang, wajah wanita itu sangat cantik. Dia tak
ubahnya seorang bidadari yang turun dari langit.
"Benar. Tapi, kedatanganku pun juga hendak membawamu pergi. Bukankah kau belum pernah melayat
ke neraka?" Desis bibir indah itu dingin dan datar.
Bahkan sorot mata yang seharusnya menjatuhkan hati
setiap pria, tampak berkesan mengiriskan.
Kedua orang murid Ki Dasa Penang pun tidak tinggal diam. Tanpa menunggu perintah gurunya lagi, kedua lelaki muda bertubuh tegap itu langsung menghunus senjata, dan lompat menerjang!
"Haaat...!"
"Yiaaat..!"
Wuuut! Wuuuk! Dua orang murid Ki Dasa Penang langsung mengkelebatkan pedang mereka ke arah Bidadari Iblis. Kilatan sinar pedang tampak
saling berlomba untuk melenyapkan lawan.
"Hm...!"
Bidadari Iblis hanya mendengus kasar. Berbarengan
dengan itu, tubuhnya merendah agak membungkuk.
Sepasang tangannya yang halus mengibas ke kiri dan
kanan, begitu mata pedang lawan lewat di atas kepala dan sisi tubuhnya!
Plakkk! Plakkk!
"Ughhh...!"
"Aaakh...!"
Tubuh kedua orang murid Ki Dasa Penang langsung
ter-jungkal ke belakang! Tamparan wanita iblis itu
masing-masing telah menghantam bahu mereka. Akibatnya mereka meringis menahan nyeri yang menusuk
sampai ke tulang!
Bidadari Iblis sendiri sempat terkejut melihat kepandaian kedua orang murid Ki Dasa Penang itu.
Sungguh tak diduga kalau kedua orang lelaki tegap itu ternyata memiliki
kepandaian lumayan.
Keheranan tokoh wanita sesat itu sebenarnya tidak
aneh. Memang, meskipun kedua orang itu mempunyai
ilmu silat, Ki Dasa Penang sebenarnya tidak bersungguh-sungguh mengajarkan. Selain kedua orang itu tidak mempunyai bakat, sebelumnya mereka juga hanya
kacung. Hanya karena rasa kasihanlah yang membuat
Ki Dasa Penang menurunkan beberapa jenis ilmu silatnya kepada kedua orang kacung itu. Sedangkan dalam arti yang sebenarnya, Ki Dasa Penang sama sekali tidak mempunyai seorang
murid. Jadi, wajar saja kalau kedua orang itu demikian mudah terkena pukulan
Bidadari Iblis.
"Haiiit...!"
"Heaaat...!"
Sebelum Ki Dasa Penang sempat mencegah, kedua
orang muridnya itu kembali melompat dengan putaran
senjatanya! "Hahhh!"
Melihat hal ini Bidadari Iblis menjadi jengkel bukan main. Maka langsung saja
sepasang telapak tangannya
didorongkan ke depan! Dan....
Blagggh! Desss...!
Sambaran angin pukulan berbau harum itu langsung saja membuat kacung Ki Dasa Penang terjungkal
tanpa ampun! Setelah menggelepar dengan bagian dada hangus, kedua orang itu pun tewas seketika!
"Bangsat, pembunuh keji...!" umpat Ki Dasa Penang dengan wajah bagai terbakar!
Lelaki gagah itu kini sudah siap menerjang Bidadari Iblis!
'Tunggu! Aku hanya disuruh guruku untuk menyampaikan pesan kepadamu. Kalau tidak, tentu kau
sudah menggeletak seperti mereka. Esok pada saat
matahari terbit, kau sudah harus berada di kaki Gunung Sindur! Aku yakin kau bukan seorang lelaki pengecut!" Setelah berkata demikian, Bidadari Iblis melesat
meninggal-kan Ki Dasa Penang yang masih tertegun
tak mengerti. 'Tunggu...!"
Ki Dasa Penang terlambat mencegah. Pada saat kesadaran-nya tergugah, sosok tubuh merah itu telah lenyap dari pandangannya.
Akhirnya meski dengan wajah penasaran, hari itu juga lelaki gagah ini meninggalkan tempat kediamannya.
Tujuannya adalah ke
Gunung Sindur. *** 8 Sosok tubuh gagah terbungkus jubah berwarna
coklat itu berdiri tegak di atas sebuah dataran yang agak tinggi. Sepasang
matanya menatap lurus ke arah
puncak Gunung Sindur yang terselimuti kabut tebal.
Sinar matahari yang baru saja menampakkan kekuasaannya, tak mampu mengusir tebalnya kabut yang
menyelimuti puncak gunung itu.
"Hhh...."
Dengan sebuah hembusan napas panjang, lelaki
gagah yang tak lain Ki Dasa Penang itu mengayun
langkahnya per-lahan. Setelah menyeberangi sebuah
aliran sungai yang cukup lebar, langkahnya berhenti.
Sejenak diedarkan pandangannya ke sekeliling tempat
itu. Belum selesai Ki Dasa Penang meneliti daerah di sekitarnya, tiba-tiba
terdengar suara tawa mengikik
yang panjang dan menyakitkan telinga.
"Hik hik hik...!"
Meskipun gema suara tawa itu sanggup membuat
seorang penakut lari terbirit-birit, namun Ki Dasa Penang tetap bersikap tenang.
Tenaga dalamnya dikerahkan untuk melawan getaran tawa yang membuat
dadanya seketika berdebar. Setelah gangguan suara
tawa itu dapat ditanggulanginya, lelaki gagah itu menatap lurus ke satu tempat
suara tawa diduga berasal.
"Bidadari Iblis! Keluarlah...! Bukankah kau yang mengundangku ke tempat ini"
Mengapa mesti sembunyi!" Teriak Ki Dasa Penang sambil mengerahkan tenaga dalam
melalui suaranya. Sehingga, gemanya
bergaung memenuhi daerah itu.
"Hi hi hi...! Ternyata kau masih tetap sombong dan bermulut besar Dasa Penang."
Berbarengan dengan suara jawaban itu, muncullah
dua sosok tubuh yang membuat kening lelaki gagah
itu berkerut dalam. Jelas, Ki Dasa Penang berusaha
mengenali sosok yang muncul dari samping kirinya itu.
"Nyi Prihasti..."! Tidak salahkah penglihatanku..."!"
Desis Ki Dasa Penang sambil menggosok kedua matanya, setengah tak percaya. Rupanya lelaki gagah itu telah mengenai sosok yang
berjalan di sebelah Bidadari Iblis.
Wajah sosok wanita berusia lima puluh tahun itu
tampak terlihat jauh lebih tua dibanding usianya. Garis-garis wajahnya tampak
menggambarkan penderitaan yang panjang, bagai tak berkesudahan. Dan yang
lebih menyedihkan lagi, nenek itu ternyata tidak memiliki anggota tubuh yang
lengkap. Ia nampak berjalan
menggunakan kedua tangannya, karena sepasang kakinya buntung hampir mencapai pangkal paha.
"Benar. Akulah Prihasti, orang yang kau buat menderita dengan bantuan Begawan
Cindra Putra. Kau
terkejut Dasa Penang," Ujar wanita yang bernama Nyi Prihasti itu. Tekanan nada
suaranya terdengar penuh
dendam. Bahkan sorot mata-nya tampak menyiratkan
api kebencian yang mendalam.
'Tapi aku dan Eyang Begawan sama sekali tidak
bermaksud menyiksamu, Nyi. Aku... akupun menyesal
atas kejadian itu," tukas Ki Dasa Penang dengan wajah sedih.
"Lihatlah lelaki itu baik-baik, Muridku. Tiga puluh tahun yang lalu, aku sangat
mengagumi dan mencin-tainya. Dan dia pun menyambut uluran cintaku.
Sayangnya, lelaki bernama Dasa Penang itu ternyata
seorang pengecut dan bermulut besar. Dengan alasan
Pendekar Naga Putih 33 Bidadari Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berbeda golongan, aku ditinggalkannya atas perintah
orangtua nya. Termasuk, Begawan Cindra Putra yang
merupakan guru sekaligus uwaknya," tutur Nyi Prihasti. Bidadari Iblis menatap
orang yang bernama Ki Dasa Penang tajam-tajam. Kabut kebencian terhadap lakilaki, tampak kembali menyelimuti hatinya. Dia memang telah dipengaruhi racun kebencian terhadap laki-laki oleh Nyi Prihasti.
Aku mendesaknya agar bertanggung jawab. Kuakui,
kami pernah berhubungan seperti suami-istri, meskipun belum resmi menikah. Tapi
dengan sangat liciknya, Dasa Penang bersama Begawan Cindra Putra
mengajakku bertarung habis-habisan. Tubuhku terjatuh ke dalam jurang saat sebuah pukulan Begawan
Cindra Putra mengenai tubuhku. Gunung Sindur inilah yang menjadi saksi bisunya.
"Pertempuran itu terjadi memang di salah satu tebing gunung ini," tutur
perempuan tua itu.
Nyi Prihasti mengatur napasnya yang agak memburu, karena terlalu bernafsu dalam menceritakan kisah yang baginya sangat
menyakitkan itu.
"Maafkan aku atas kejadian itu, Prihasti. Aku sungguh menyesalinya. Seharusnya,
hal itu tidak perlu terjadi seandainya kau tidak mendesakku. Syukurlah kau
selamat. Sekarang, marilah kita lupakan semua peristiwa pahit itu. Biarlah kematian Ki Sangga Watung dan Begawan Cindra Putra
kuanggap sebagai penebus dosa
kami. Aku ikhlas, dan tidak akan menuntutmu," bujuk
Ki Dasa Penang.
Laki-laki tua itu menatap wajah wanita yang pernah
menjadi kekasihnya penuh harap. Jelas dia ingin mengakhiri dendam di antara mereka.
"Nah, dengarlah apa yang diucapkan lelaki gagah bernama Dasa Penang itu,
Muridku" Meskipun telah
tua bangka, namun sifat pengecutnya tidak juga hilang. Ia sengaja membujukku untuk melupakan dendam. Padahal, tujuan yang sesungguhnya adalah untuk menyelamatkan dirinya dari kematian. Benarbenar manusia licik!" Geram Nyi Prihasti, dengan tarikan bibir sinis. Rupanya
wanita cacat itu tidak menerima usul Ki Dasa Penang.
'Tapi, Prihasti...."
"Diam! Tidak perlu membantah lagi!" Potong Nyi Prihasti sambil melotot. "Kau
kira setelah menjalani penderitaan puluhan tahun, aku akan melupakannya
begitu saja" Tidak, Dasa Penang. Bertahun-tahun aku
harus hidup dengan kedua kaki lumpuh. Dan akhirnya, aku harus membuntunginya karena sudah tidak
mungkin dapat disembuhkan lagi. Kau tahu, Dasa Penang" Hanya kekuatan dendam dalam tubuhku-lah
yang membuatku mampu untuk bertahan hidup!"
Kalau Ki Dasa Penang agak dekat, pasti dia melihat
bola mata Nyi Prihasti berkaca-kaca. Memang, setegar-tegarnya wanita, dia tak
akan lepas dari kodratnya.
Menangis, walau hanya sedikit saja.
"Setelah menciptakan sebuah ilmu dengan susah
payah, akhirnya dendamku mulai terwujud atas bantuan muridku ini. Sekarang tinggal kau seorang yang
harus kulenyapkan dari muka bumi ini. Setelah itu,
matipun aku puas, Dasa Penang. Nah, sebaiknya bersiaplah untuk menerima hukumanmu," desis Nyi Prihasti sambil menghapus air mata
yang sudah mengalir
membasahi pipinya.
'Tunggu, Prihasti...!" cegah Ki Dasa Penang.
Rupanya, laki-laki tua itu menjadi lenyap kemarahannya setelah mengetahui siapa sebenarnya tokoh di
balik semua kejadian yang menimpa saudarasaudaranya. Tapi Nyi Prihasti sudah tidak bisa dicegah lagi. Bersama muridnya, nenek buntung
itu menerjang Ki Dasa
Penang tanpa ampun! Angin pukulan yang berbau harum, menebar dan menyambar-nyambar di sekeliling
tubuh lelaki gagah itu. Karuan saja Ki Dasa Penang
menjadi kewalahan dibuatnya.
Namun sebagai seorang pendekar kawakan, Ki Dasa
Penang pun tidak mudah ditundukkan dalam waktu
singkat. Lelaki gagah itu mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membendung serangan gencar
kedua orang lawannya.
"Heaaat..!"
Ki Dasa Penang berseru nyaring sambil menggerakkan sepasang tangannya untuk menghalau serangan
Nyi Prihasti dan Bidadari Iblis. Sayangnya kepandaian pengeroyoknya itu masih
beberapa tingkat di bawah-nya. Terutama sekali Bida-dari Iblis yang bergerak
bagaikan burung walet. Demikian gesit dan sulit untuk
menentukan, dari mana wanita jelita itu me-lontarkan serangan! Tubuh yang
terbungkus pakaian merah darah itu selalu berpindah-pindah dengan kecepatan sukar ditangkap mata. Sehingga dalam beberapa puluh
jurus saja, Ki Dasa Penang jadi terdesak hebat.
"Hiaaah...!"
Zebbb! Bukan hanya sepasang tangan Bidadari Iblis itu saja yang berbahaya. Ternyata sepasang kaki wanita jeli-ta itupun dapat bergerak
cepat, melepaskan serangkaian tendangan kilat! Akibatnya ketika Ki Dasa Penang bergerak ke samping menghindarkan hantaman
telapak tangan Nyi Prihasti, sebuah tendangan Bidada-ri Iblis telak menghajar
tubuhnya! Desss! "Hukhhh!"
Tanpa ampun lagi, tubuh lelaki gagah itu terpental
deras ke belakang. Darah segar menyembur dari mulut
laki-laki itu, dan langsung membasahi tanah berumput. Meskipun demi-kian, secepat kilat Ki Dasa Penang melompat bangkit, dan
segera mengatur pernapasan-nya.
"Mampus kau, lelaki pengecut...!"
Nyi Prihasti yang sudah tidak bisa menahan gumpalan kebencian di dadanya, segera melontarkan jarumjarum beracun untuk segera menamatkan riwayat Ki
Dasa Penang! Seeeng... seeeng...!
Puluhan batang jarum halus yang mengandung racun me-matikan meluncur deras, mengancam tubuh
Ki Dasa Penang! Untunglah lelaki gagah itu masih
sempat melempar tubuhnya, dan terus bergulingan
menjauhi lawan.
"Tamat riwayatmu, Orang Tua Kejam!"
Ki Dasa Penang yang baru saja melompat bangun,
terkejut bukan main ketika mendengar bentakan nyaring itu! Tahu-tahu saja, sebuah tamparan telapak tangan Bidadari Iblis sudah
meluncur deras mengancam
dadanya! Whuuut! Tepat pada saat telapak tangan Bidadari Iblis tinggal satu jengkal lagi menghantam tubuh Ki Dasa Penang, mendadak saja sesosok bayangan putih melayang memasuki arena dengan kecepatan luar biasa!
Begitu tiba, sosok bayangan putih itu langsung menepiskan telapak tangan yang mengancam nyawa Ki Dasa Penang! Plakkk! "Aaah...!?"
Akibat tepisan sosok tubuh berjubah putih itu, Bidadari Iblis langsung memekik tertahan! Tubuhnya
kontan terpental ke samping, dan terhuyung hingga
satu tombak lebih! Karuan saja Bidadari Iblis heran
bukan main! Sebab, baru kali ini ia bertemu orang
yang demikian hebat tenaga dalamnya!
"Kau..., Panji...!?" Desis bibir mungil itu agak bergetar. Jelas, Bidadari Iblis
sangat terkejut begitu mengenali ada-nya sosok bayangan putih yang menggagalkan
pukulannya. Sehingga, untuk beberapa saat lamanya
wanita jelita itu hanya dapat berdiri terpaku.
*** "Benar, Kenanga. Aku Panji kekasihmu. Apakah
kau masih belum dapat mengingatku?" Sahut Panji lembut menggambarkan kerinduan
mendalam. 'Tapi..., betulkah aku Kenanga" Mengapa aku tidak
bisa ingat sedikit pun?" Desah Bidadari Iblis sambil menatap Panji bingung.
"Hm.... Kalau kau bersedia, aku akan mencoba untuk mengembalikan ingatanmu.
Bagaimana?" Usul
Panji yang rupanya sudah memikirkan apa yang akan
dilakukan apabila bertemu kembali dengan kekasihnya
yang hilang itu.
"Mmm..., baiklah. Aku bersedia...," jawab Kenanga.
Entah mengapa, Bidadari Iblis telah menaruh kepercayaan penuh kepada Panji. Padahal dia belum begitu ingat terhadap pemuda tampan itu.
"Berdirilah dengan tenang. Pejamkan mata, dan ko-songkan pikiranmu. Aku akan
menyatukan tenaga dalamku ke dalam tubuhmu," ujar Panji memberi petunjuk.
Setelah melihat Bidadari Iblis telah siap menerima
pemindahan tenaga saktinya, Panji segera memusatkan pikiran. Sesaat kemudian, terbentuklah lapisan sinar kuning keemasan di
seluruh tubuh pemuda itu.
Akhirnya begitu seluruh sinar yang melapisi tubuhnya berkumpul di telapak
tangannya, Panji membentak
nyaring! "Hiaaah!"
Menakjubkan sekali! Gumpalan sinar keemasan
yang se-mula berkumpul di kedua telapak tangan Pendekar Naga Putih langsung meluncur seiring bentakan
pemuda itu! Sinar keemasan itu langsung meresap ke dalam tubuh Bidadari Iblis, setelah sebelumnya menyelimuti
sekujur tubuh dara jelita itu. Rupanya, 'Tenaga Sakti Inti Panas Bumi' dapat
menyembuhkan ingatan tokoh
mengiriskan itu dari dalam tubuh.
"Oooh..."
Tidak berapa lama kemudian, terdengar keluhan lirih dari bibir dara berpakaian merah darah itu. Panji cepat berkelebat,
menangkap tubuh Bidadari Iblis yang tampak hendak ter-jatuh. Dengan lembut,
tubuh dara jelita itu direbahkan di atas rerumputan di bawah sebatang pohon berdaun
rindang. Sambil menunggui dara jelita itu tersadar, Panji menatap ke arah pertempuran di depannya.
Saat itu, pertarungan yang kini terjadi antara Ki
Dasa Penang dan Nyi Prihasti sudah terlihat mencapai puncaknya. Kelihatan sekali
kalau Ki Dasa Penang sudah bisa menguasai lawannya.
Beberapa tombak di sebelah kiri arena pertarungan,
tampak Pendekar Tangan Geledek, Sucipta, Witarsa,
Klaban, dan dua orang tokoh lainnya tengah menyaksikan penuh perhatian. Tak seorang pun dari kelima tokoh itu terlihat hendak membantu. Sepertinya, mereka yakin kalau Ki Dasa
Penang dapat menunduk-kan Nyi Prihasti.
Sebenarnya, kepandaian Nyi Prihasti masih di bawah Ki Dasa Penang. Apalagi, keadaan tubuh wanita
sesat itu sudah tidak lengkap. Maka, sudah pasti Ki
Dasa Penang memiliki lebih banyak kesempatan dan
kelebihan dibanding lawannya. Tapi cara bertarung Nyi Prihasti yang seperti
orang kemasukan setan itulah
yang menyulitkannya untuk cepat-cepat menjatuhkan
lawan. Selain itu, ada rasa risih di hati Ki Dasa Penang karena lawannya cacat.
Sedang Nyi Prihasti sendiri sama sekali tidak peduli dengan keengganan lawannya.
Tekad untuk membunuh Ki Dasa Penang dengan tangannya sendiri, membuatnya terus mengumbar pukulan-pukulan maut dan
juga senjata beracun tanpa mempedulikan keselamatan dirinya sendiri.
"Heaaat..!"
Ketika pertempuran memasuki jurus yang kedelapan puluh, Nyi Prihasti berseru nyaring hingga mengejutkan lawannya! Tepat pada
saat yang sama, tubuh
wanita buntung itu me-lompat tinggi sambil mengibaskan kedua tangannya susul menyusul!
Siiing... siiing!
Dengan memperdengarkan suara berdesing halus,
jarum-jarum beracun yang dilontarkan menebar, mengincar beberapa bagian pada tubuh Ki Dasa Penang.
Bahkan sebelum jarum-jarum itu tiba pada sasaran,
tokoh sesat yang hatinya sudah diselimuti dendam itu masih menyusulinya dengan
dorongan sepasang telapak tangan!
Wusss! Serangkum angin keras berhawa panas yang menebarkan bau harum memabukkan, mengiringi dorongan
sepasang telapak tangan wanita tua itu! Jelas ia memang hendak mencabut nyawa Ki Dasa Penang. Padahal dalam perkelahian itu, Ki Dasa Penang terlihat lebih banyak mengalah.
Dua buah serangan maut yang mematikan itu tentu
saja membuat tokoh-tokoh persilatan yang menyaksikan, pertarungan menahan napas tegang. Begitu pula
Panji. Pendekar Naga Putih pun ikut mencemaskan
nasib Ki Dasa Penang.
"Haaait...!"
Disertai pekikan keras, tubuh Ki Dasa Penang melambung ke atas. Sehingga, jarum-jarum beracun itu
lewat dua jengkal di bawah kakinya. Sambil meluncur
turun, lelaki gagah itu mendorong sepasang tangan ke depan dengan pukulan jarak
jauhnya. Rupanya Ki Da-sa Penang bermaksud menyambut pukulan beracun
lawannya! Wusss...! Bresssh...! Terdengar letupan keras yang membuat daun-daun
pohon di sekitar pertarungan berguguran ke tanah!
Tubuh Nyi Prihasti sendiri, terpental ke belakang disertai semburan darah segar
dari mulutnya! Wanita tua
berkaki buntung itu melorot jatuh, setelah membentur sebatang pohon hingga
berderak roboh!
Sementara Ki Dasa Penang terpental balik hingga
sejauh dua setengah tombak! Untungnya, tubuhnya
masih dapat diselamatkan begitu bersalto dua kali di
udara. Meski agak terhuyung, lelaki gagah itu berhasil mendarat selamat. Dari
lelehan darah di sudut bibirnya, bisa ditebak kalau Ki Dasa Penang menderita
luka dalam, meski tidak begitu parah. Sucipta dan Witarsa cepat menghambur ke
arah Ki Dasa Penang yang masih terhitung paman gurunya itu.
Pendekar Naga Putih 33 Bidadari Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bagaimana keadaanmu, Ki...?"
"Hhh.... Tidak terlalu mengkhawatirkan. Bagaimana kalian tahu kalau aku berada
di tempat ini?" Tanya Ki Dasa Penang menatap wajah Sucipta dan Witarsa bergantiganti. "Dari tempat kediamanmu. Kami mendapat keterangan dari seorang pelayan tentang wanita berpakaian merah darah yang mengundangmu ke kaki Gunung Sindur. Lalu, langsung saja kami kemari," jelas Sucipta. Wajahnya tampak
menyiratkan kelegaan, karena masalah ini boleh dibilang sudah selesai.
Setelah saling bertegur sapa dengan yang lain, Ki
Dasa Penang bersama tokoh lain bergegas mendekati
Nyi Prihasti yang masih terbaring lemah. Wanita tua
berkaki buntung itu seperti tengah berada antara sadar dan tidak. Hanya rintihan-nya saja yang menandakan kalau tokoh itu masih hidup.
Di tempat lain, Bidadari Iblis mulai mengeluh, dan
tersadar dari pingsannya. Dara jelita itu sejenak menggosok-gosok kan kedua
matanya dengan punggung
tangan. Kemudian matanya merayapi sekitarnya dengan wajah heran.
"Kau..., Kakang Panji..."!" Pekik dara jelita itu ketika sepasang matanya
membentur seraut wajah tampan
yang mengenakan jubah putih.
Tanpa ragu-ragu lagi, Bidadari Iblis yang memang
Kenanga itupun langsung saja merangkul Panji eraterat. "Kau ke mana saja, Kakang. Lama sekali tidak bertemu," desah Kenanga di telinga
Panji. Suaranya terdengar begitu merdu dan penuh kerinduan.
"Kaulah yang harus menceritakan kepadaku lebih
dahulu. Mengapa kau berubah menjadi tokoh sesat,"
sergah Panji yang ingin penjelasan tentang pembunuhan-pembunuhan yang telah dilakukan gadis itu.
'Tokoh sesat"! Apa maksudmu, Kakang" Setahuku,
seorang wanita tua telah menyelamatkan diriku yang
sudah hampir mati, ketika terdampar di daratan. Setelah itu, ia membawaku ke
tempat tinggalnya kemudian
mengobati luka-lukaku. Dan baru sekaranglah aku
tersadar. Lalu, mengapa Kakang mengatakan kalau
aku berubah sesat?" Tanya Kenanga, jelas tidak mengetahui perbuatannya selama
ini. "Hm.... Mari kita lihat, apakah nenek masih hidup.
Mudah-mudahan saja ia mau menerangkan, apa yang
telah dilakukannya terhadap dirimu?" Ajak Panji sambil mengajak Kenanga
mendekati para tokoh persilatan yang tengah mengerumuni Nyi Prihasti.
"Maaf...," ucap Panji sambil membawa kekasihnya dan duduk di samping Nyi
Prihasti. Kemudian, Pendekar Naga Putih menotok beberapa
jalan darah penting di tubuh wanita tua itu untuk melancarkan peredaran darahnya sementara waktu.
"Muridku...," terdengar suara parau Nyi Prihasti ketika membuka matanya,
mendapati wajah Kenanga di
sampingnya. "Nek. Menurut Kakang Panji, selama ini aku telah berbuat sesat dengan membunuh
tokoh-tokoh persilatan. Menurutnya, hanya kau yang bisa menjelaskan. Tolonglah jelaskan kepada-ku, Nek?" Pinta Kenanga berbisik di telinga
Nyi Prihasti. Memang, wanita tua yang tengah sekarat itu tidak lagi bisa
mendengar dengan baik. "Nek! Sebelum kematian menjemputmu, apa salahnya kau berbuat baik untuk yang pertama kali dan terakhir. Jelaskanlah, Nek. Kami semua sangat butuh
keteranganmu," Panji yang melihat Nyi Prihasti kembali memejamkan matanya,
segera berbisik sedikit
agak keras. "Pada saat gadis jelita itu pingsan, aku menjejalinya ramuan perampas ingatan.
Setelah sadar, aku menurunkan ilmu yang dapat mempengaruhi pikiran seseorang. Betapapun baik orang itu sebelumnya, ia akan
berubah menjadi iblis keji apabila mempelajari ilmu itu. Tenaga beracun yang
mengalir di dalam tubuhnya
memang bisa menyumbat jalan darah otak-nya. Lalu,
gadis yang menjadi muridku itu kugunakan untuk melampiaskan dendam kepada bajingan Dasa Penang dan
semua orang yang membuatku menderita..., maafkan
aku, Muridku. Sekarang aku puas. Rasanya, kematian
memang jalan satu-satunya untuk melenyapkan dendamku. Nah, aku harus pergi. Selamat ting... galll...!"
Kepala Nyi Prihasti langsung terkulai lemas begitu
ucapan-nya selesai. Nyawanya telah melayang meninggalkan raga. Se-buah kepuasan tampak tergambar
pada bibirnya yang tersenyum.
"Nah! Persoalan kini sudah selesai jelas. Kuharap kalian semua dapat memaafkan
kesalahan kekasihku
ini," kata Pendekar Naga Putih kepada para tokoh persilatan itu.
Ki Dasa Penang dan yang lain hanya bisa menganggukkan kepala tanda mengerti. Sehingga, hati Panji
menjadi lega. "Kalau begitu, aku mohon pamit. Kekasihku ini masih memerlukan beberapa kali
pengobatan lagi, untuk
melenyap-kan sisa-sisa tenaga beracun yang mengendap dalam tubuhnya," pamit Pendekar Naga Putih
yang segera membawa Kenanga meninggalkan Gunung
Sindur. "Selamat jalan, Pendekar Naga Putih...," ucap Ki Dasa Penang dan tokoh
persilatan lainnya melepas kepergian Pendekar Naga Putih.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Dedig
Raja Silat 17 Dewi Ular 62 Gadis Penyelamat Bumi Kitab Mudjidjad 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama