Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam Bagian 3
"Raja Pedang Tujuh Bintang..."!"
Pendekar Naga Putih berseru tertahan ketika
mengenali sosok tubuh yang tengah terbaring lemah di
atas tanah lembab di dalam ruangan gua itu. Cepat
kakinya melangkah menghampiri sosok tubuh yang jelas tengah terserang demam hebat itu.
"Benarkah orang itu Ki Branta Sula, Kakang..,"
tanya Kenanga yang sempat mendengar seruan kekasihnya. Bergegas ia melompat ke
arah sosok tubuh itu
terbaring "Benar, Kenanga. Rintihannya tadi sempat tertangkap pendengaranku. Itu sebabnya
aku tak menyahuti pertanyaan-pertanyaanmu. Harap kau dapat memakluminya," sahut
Panji yang tidak ingin membuat
dara jelita itu tersinggung atas perbuatannya.
"Tidak mengapa, Kakang. Aku dapat memakluminya," kata Kenanga sambil mengelus
lembut punggung kekasihnya sebagai tanda kalau sama sekali tidak marah.
Melihat keadaan Ki Branta Sula yang terlihat
menderita, bergegas Panji menurunkan buntalan di
bahunya. Diambilnya beberapa jenis obat yang diperlukan untuk mengobati lukaluka jago pedang wilayah
Barat itu. Setelah membalut seluruh luka, Panji dan Kenanga duduk di sudut gua sambil
menunggu Ki Branta
Sula siuman. Mereka duduk termenung mengikuti arus pikiran
masing-masing. Sehingga, keadaan di dalam gua itu
terasa hening, kecuali desah angin yang berhembus
melalui mulut gua.
*** "Uhhh...!"
Terdengar keluhan lirih yang berasal dari mulut
Ki Branta Sula. Tubuh lelaki kekar bercambang brewok itu nampak menggeliat
lemah. Mendengar keluhan itu, Panji dan Kenanga bergegas bangkit, dan melangkah
menghampiri. Mereka
lalu duduk di kiri-kanan tubuh orang tua itu.
Perlahan-lahan kelopak mata orang tua itu membuka dan mengerjap-ngerjap. Suasana
dalam ruangan gua yang remang-remang, membuat Ki Branta Sula
harus membiasakan pandangan matanya untuk dapat
mengenali kedua orang di kiri-kanannya.
"Pendekar Naga Putih..."! Benarkah kau yang berada di dekatku, Sahabat?" sebut
Ki Branta Sula dengan wajah penuh keraguan.
Kemudian wajahnya dipalingkan ke sebelah kanan.
"Kau..., kaukah Kenanga..,?" tanya orang tua itu
ketika mendapati sosok jelita yang mengenakan pakaian serba hijau.
Setelah bertanya demikian, orang tua itu kembali
memejamkan matanya. Sepertinya hatinya belum merasa yakin akan apa yang telah
dilihatnya. Sehingga
kedua matanya dipejamkan agar pertemuan yang dikiranya hanya bayang-bayang semu
itu tidak mengganggunya.
Panji yang dapat mengerti apa yang terpikir dalam benak orang tua itu, cepat
menggenggam tangan
Ki Branta Sula erat-erat. Kemudian, pemuda itu berbisik di telinga sahabatnya
yang seperti merasa takut
akan bayang-bayang yang mengganggunya.
"Benar, Ki. Aku Panji. Kami menemukanmu terbaring di dalam gua ini. Apa
sebenarnya yang telah terjadi pada dirimu, Ki?" tanya Pendekar Naga Putih sambil
tetap menggenggam telapak tangan orang tua itu
yang mulai hangat
Merasakan panas tubuh orang tua itu sudah
hampir seperti semula, Panji menarik napas lega. Karena, hal itu berarti demam
yang diderita akibat lukaluka yang membengkak telah mulai lenyap. Rupanya,
hal itulah yang membuat Ki Branta Sula tersadar.
Ki Branta Sula yang mendengar suara Panji,
kembali membuka matanya perlahan. Pandangan matanya merayapi wajah Pendekar Naga
Putih, seolaholah masih belum percaya dengan apa yang dilihat dan
didengarnya. "Benarkah semua ini bukan hanya bayanganku,
Panji" Kenanga...?" tanya orang tua itu.
Jelas, Ki Branta Sula masih meragukan keberadaan kedua pendekar muda yang pernah
membantunya dalam menyelesaikan persoalan rumit di Lembah Kepala Naga (Untuk
lebih jelasnya silakan baca
serial Pendekar Naga Putih dalam episode "Sengketa
Jago-jago Pedang").
Kedua orang pendekar muda itu tidak menjawab.
Mereka hanya menggenggam telapak tangan orang tua
itu lebih erat.
"Aaah...! Puji syukur kepada Tuhan yang telah
mempertemukan kita kembali," desah Raja Pedang Tujuh Bintang.
Jelas, orang, tua itu benar-benar merasa gembira
dengan pertemuan yang sama sekali tidak disangka
itu. Ketika Ki Branta Sula telah benar-benar sadar
sepenuhnya, Panji menyodorkan sebutir pil berwarna
putih bagaikan gumpalan salju kecil.
"Telanlah obat ini untuk menyembuhkan lukaluka dalam di tubuhmu, Ki. Setelah
itu, istirahatlah
sebentar. Kemudian, kita tinggalkan gua ini," ujar Panji perlahan.
Tanpa keraguan sedikit pun, Ki Branta Sula segera menelan pil pemberian pendekar
muda itu. Sesaat
kemudian, mata orang tua itu pun terpejam.
Tidak berapa lama, terlihat Ki Branta Sula telah
menyelesaikan semadinya. Ditatapnya pasangan pendekar muda itu penuh rasa terima
kasih. "Kau tidak ingin mendengar ceritaku, Panji...?"
tanya Raja Pedang Tujuh Bintang yang tubuhnya mulai terasa segar kembali.
"Kalau Ki Branta Sula tidak merasa keberatan,
biarlah aku mendengarnya di perjalanan saja. Ayolah
kita tinggalkan tempat ini," ajak Panji yang segera memapah tubuh orang tua itu.
Memang, meskipun kesehatan Ki Branta Sula sudah mulai pulih, tetap saja belum
sanggup untuk melakukan perjalanan jauh.
Setelah keluar dari dalam gua, Panji, Ki Branta
Sula, dan Kenanga menempuh perjalanan menuju Timur. Hal itu sesuai permintaan
Raja Pedang Tujuh
Bintang yang sambil lalu telah menceritakan pengalamannya.
"Melihat banyaknya orang berseragam hitam
yang berada di Desa Kembangan, aku rasa markas mereka pasti tidak jauh dengan
desa itu. Bagaimana menurutmu, Panji...," tanya Ki Branta Sula mengakhiri
ceritanya. "Keyakinanku pun demikian, Ki. Dan untuk
mengetahui kebenaran dugaan kita, aku akan menyelidiki kelak," tegas Pendekar
Naga Putih. Panji yang tengah melangkah sambil memapah
tubuh Ki Branta Sula, mendadak menghentikan langkahnya. Wajah pemuda tampan itu
nampak menegang
seperti membaui bahaya yang mengancam di balik semak belukar dan pepohonan di
sekitarnya. "Ada apa, Panji...?"
Meskipun bibirnya melontarkan pertanyaan demikian, namun wajah Ki Branta Sula
terlihat tegang
pula. Entah karena membaui sesuatu, atau karena
terpengaruh ketegangan Panji.
Sedangkan Kenanga yang telah hampir mengenal
semua kebiasaan kekasihnya, tentu saja segera mengetahui penyebab langkah pemuda
itu terhenti. Cepat
gadis jelita itu meraba gagang pedang yang melingkar
di pinggang. Jelas, ia telah bersiap menghadapi segala
kemungkinan yang bakal terjadi.
"Mungkin dugaanku belum sepenuhnya benar.
Tapi, kuharap berhati-hatilah! Aku seperti merasakan
adanya orang-orang yang tengah mengawasi kita. Tetaplah melangkah tenang, dan
tingkatkan kewaspadaan!" kata Panji, kembali melanjutkan langkahnya
menerobos semak perdu yang menghalangi jalan.
Sedangkan Kenanga berjalan di sebelah kanan
Panji. Meskipun langkah gadis jelita itu terlihat tegang,
namun jemari tangannya yang erat mencekal gagang
pedang, jelas menandakan kalau tengah dilanda ketegangan!
Ketegangan Panji maupun Kenanga bukannya tidak beralasan. Memang, keadaan Ki
Branta Sula yang
masih lemah itu tentu saja menimbulkan kekhawatiran di hati mereka. Belum lagi
ingatan tentang lawanlawan yang telah melukai Raja Pedang Tujuh Bintang.
Luka-luka di beberapa bagian tubuh orang tua itu jelas
menandakan kalau musuh-musuh yang tengah dihadapi sangat berbahaya. Sehingga,
kelengahan sedikit
saja akan mengancam keselamatan mereka.
"Hati-hatilah, Panji. Kalau orang-orang yang kau
maksudkan itu adalah komplotan manusia berseragam
hitam, berbahaya sekali. Pasti mereka tidak segansegan menebarkan racun-racun
jahat untuk memperoleh kemenangan," pesan Ki Branta Sula teringat akan
kematian sahabatnya.
"Aku mengerti, Ki. Mudah-mudahan saja kejadian yang menimpa Ki Ageng Semplak
tidak kita alami," sahut Panji.
Pendekar Naga Putih memang tidak ingin menonjolkan diri kalau cukup banyak
mengetahui tentang
racun-racun. Apalagi yang sering digunakan tokohtokoh persilatan. Hampir semua telah diketahuinya.
Tapi pemuda tampan itu tidak mengatakannya kepada
Ki Branta Sula, karena menurutnya memang tidak perlu.
Tengah keduanya berbicara, tiba-tiba Panji yang
memiliki ketajaman pendengaran lebih tinggi, menoleh
cepat ke arah samping kirinya.
"Haiiit..!"
Dibarengi bentakan nyaring, pemuda tampan itu
mendorongkan telapak tangannya dengan pukulan jarak jauh!
Whusss...! Darrr...! Darrr...!
Bukan main terperanjatnya hati Pendekar Naga
Putih. Dia sama sekali tidak menduga kalau bendabenda bulat sebesar buah duku
itu akan meledak akibat benturan angin pukulannya.
"Awaaas...!"
Pendekar Naga Putih yang sempat menangkap
adanya jarum-jarum halus menebar ke sekeliling tempat itu, cepat memperingatkan
Kenanga dan Ki Branta
Sula. Seiring bentakan itu, tubuhnya pun melambung
dan berputar beberapa kali di udara. Lalu, kakinya
mendarat ringan sejauh lima tombak dari tempatnya
semula. Hebat sekali ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki pemuda tampan itu! Padahal saat melompat,
Pendekar Naga Putih membawa tubuh Ki Branta Sula
yang dipeluk dengan tangan kanan. Tentu saja Raja
Pedang Tujuh Bintang semakin bertambah kagum melihat kepandaian yang dimiliki
pemuda tampan itu
Sedangkan Kenanga yang juga ikut melompat
berbarengan dengan teriakan Panji, mendaratkan kakinya sejauh dua tombak di
sebelah kanan kekasihnya. Wajah dara jelita itu terlihat agak pucat hingga
membuat Panji cemas!
Kau tidak apa-apa, Kenanga...?" tanya Panji.
Mata Pendekar Naga Putih sempat melihat puluhan jarum berwarna hitam melekat di
badan Pedang Sinar Rembulan. Rupanya, dara jelita itu telah menggunakan senjatanya untuk
melindungi diri. Sehingga,
jarum-jarum beracun yang mengancam keselamatannya hanya menempel di badan pedang
pusaka yang mempunyai daya sedot terhadap benda-benda dari logam.
"Aku baik-baik saja, Kakang," sahut Kenanga
agar Panji tidak terlalu cemas terhadap keselamatannya.
"Aaah! Aku kurang hati-hati, sehingga hampir
kau dan Ki Branta Sula menjadi celaka. Jelas bendabenda bulat itu telah diisi
bahan peledak dan jarumjarum beracun. Benar-benar berbahaya!" desah Pendekar
Naga Putih menghembuskan napas lega.
"Hati-hatilah, Panji! Aku semakin yakin penyerang gelap itu pastilah dari
kelompok orang berseragam hitam. Mereka sangat licik dan penuh tipu daya!"
bisik Ki Branta Sula teringat akan pengalamannya pada waktu dikeroyok orang
berseragam hitam di Desa
Kembangan. Panji menganggukkan kepala sebagai jawaban
atas nasihat yang dibisikkan Raja Pedang Tujuh Bintang kepadanya. Peringatan itu
membuatnya semakin
meningkatkan kewaspadaannya. Apalagi kedudukan
musuh sama sekali tidak diketahui. Sehingga, mereka
seperti mangsa empuk bagi penyerang-penyerang gelap
yang entah bersembunyi di mana.
"Hm.... Terus terang, aku tidak menyukai keadaan seperti ini. Maka, akan ku
paksa mereka keluar
dari tempat persembunyiannya," geram Pendekar Naga
Putih pelan. Kemudian Pendekar Naga Putih memalingkan
wajahnya ke arah Kenanga yang telah berada di sebelahnya.
"Bersiap-siaplah, Kenanga. Aku akan memaksa
mereka keluar dari persembunyiannya," lanjut Pendekar Naga Putih sambil
memejamkan mata untuk memusatkan pikiran sepenuhnya.
Melihat sikap yang diambil kekasihnya, Kenanga
pun tahu apa yang harus diperbuatnya. Maka dibawanya Ki Branta Sula menjauhi
Pendekar Naga Putih.
Melihat cara yang tengah dilakukan, jelas kalau
yang dilakukan Pendekar Naga Putih adalah mewujudkan Pedang Naga Langit yang
kini tersimpan dalam tubuhnya.
"Heaaah...!"
Disertai teriakan nyaring, Panji menjulurkan tangannya ke depan. Saat itu juga,
sinar kuning keemasan yang menyilaukan mata muncul begitu Pedang
Naga Langit telah berada dalam genggaman tangan
kanan Pendekar Naga Putih. Sebuah pusaka ampuh
yang tidak ada duanya dalam dunia persilatan.
Begitu pedang di tangan telah muncul secara
utuh, Panji kembali menyatukan pikirannya dengan
senjata ajaib itu. Terdengar suara mengaung ketika secara aneh pedang di
tangannya bergerak naik dan terlepas dari genggaman Pendekar Naga Putih.
Bagaikan seorang ahli sihir yang tengah memamerkan keahliannya, jari telunjuk
dan tangan yang
menegang kaku berputar perlahan-lahan di atas kepala.
Apa yang terjadi kemudian, benar-benar membuat Ki Branta Sula ternganga tak
percaya. Andai saja
tidak menyaksikannya sendiri, tentu jago pedang wilayah Barat itu akan
menertawakan orang yang bercerita kepadanya. Tapi karena semua itu terlihat
jelas, kepala orang tua itu hanya dapat menggeleng takjub!
"Hebat sekali kepandaian yang dimiliki kekasihmu itu, Kenanga. Kalau aku tidak
menyaksikannya
Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sendiri, tidak nantinya aku akan mempercayainya,"
puji Raja Pedang Tujuh Bintang berdecak penuh kagum.
Bagi Kenanga sendiri, apa yang dilakukan kekasihnya masih juga menimbulkan rasa
takjub. Meskipun Panji telah pernah menceritakan dan memamerkan di hadapannya,
tapi tetap saja dia terbelalak kagum.
Sedangkan saat itu, Pedang Naga Langit yang
mengapung di udara tiba-tiba berputar mengikuti gerak tangan Pendekar Naga
Putih. Bahkan senjata ajaib
itu bergerak hidup, membabati semak perdu dalam jarak empat tombak di
sekelilingnya. Sehingga dalam
waktu yang tidak terlalu lama, sekitar tempat itu pun
telah dikotori dedaunan dan ranting-ranting kayu yang
berserakan akibat terpapas Pedang Naga Langit
Amukan pedang ajaib itu tentu saja membuat
penyerang-penyerang gelap yang bersembunyi di sekitar tempat itu menjadi
terkejut setengah mati. Sehingga, mereka terpaksa berlompatan keluar dari tempat
persembunyiannya.
"Hm.... Akhirnya kalian muncul juga, Manusiamanusia Culas," kata Panji. Pendekar
Naga Putih menjadi tersenyum melihat betapa wajah orang-orang itu
pucat dan jelas membayangkan perasaan ngeri.
Bersamaan munculnya puluhan orang berseragam hitam yang mengurung tempat itu,
Pedang Naga Langit pun kembali hilang dari pandangan. Panji terpaksa menarik pulang
pedangnya, karena untuk melakukan hal seperti itu, harus menggunakan banyak
tenaga dan pemusatan pikiran yang tidak boleh terganggu. Itu terjadi, karena
pedang itu memang belum di
kuasainya secara sempurna.
Melihat orang-orang berseragam hitam yang
mengelilingi tempat itu, Panji, Kenanga, dan Ki Branta
Sula saling mengadu punggung. Ketiga orang tokoh
persilatan itu telah siap menghadapi keroyokan orang
berpakaian hitam yang jumlahnya tidak kurang dari
seratus orang. *** 7 "Ha ha ha...!"
Terdengar suara menggelegar yang berkumandang bagaikan datang dari segala
penjuru hutan. Demikian hebatnya pengaruh suara itu, sehingga menimbulkan deru
angin keras. Dan akibatnya, dahan-dahan
pohon berderak ribut bagaikan hendak roboh!
Panji, Kenanga, dan Ki Branta Sula yang memang
menjadi sasaran serangan tawa itu, cepat mengerahkan hawa murni untuk melindungi
telinga dan dada.
Ki Branta Sula yang saat itu tenaganya masih
sangat lemah, merasakan dadanya sesak bagai ditindih
beban berat Meski berusaha untuk bertahan, namun
akhirnya ia harus mengalah juga.
"Huaaakh...!"
Tanpa dapat dicegah lagi, Ki Branta Sula memuntahkan darah segar karena tak
sanggup membendung
tekanan yang seperti menindih dadanya.
"Uhhh...!"
Tubuh Raja Pedang Tujuh Bintang terhuyung
limbung sambil menekap dadanya dengan wajah pucat. Dari sudut bibirnya masih
terlihat tetesan darah
segar. Jelas, kesehatannya yang masih lemah tak
mampu melawan kekuatan serangan tawa itu.
"Ki...!"
Kenanga dan Panji berseru sambil menangkap
tubuh orang tua itu yang terhuyung lemah. Kekhawatiran mereka semakin bertambah
melihat keadaan Ki
Branta Sula yang semakin melemah.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar
Naga Putih segera menempelkan telapak tangannya ke
punggung orang tua itu. Seketika hawa hangat pun
mengalir melalui telapak tangannya yang langsung
menerobos masuk ke dalam tubuh Ki Branta Sula. Sehingga, secara perlahan namun
pasti, wajah jago pedang wilayah Barat itu nampak mulai kemerahan.
Untunglah, saat itu suara tawa yang menggetarkan telah lenyap. Kalau tidak,
rasanya sulit bagi Pendekar Naga Putih untuk melakukan pertolongan kepada Ki
Branta Sula. Namun bersamaan lenyapnya suara tawa itu,
muncul sesosok tubuh jangkung berpakaian serba hitam. Anehnya, pakaian yang
dikenakannya, nampak
dipenuhi tali sebesar ibu jari kaki. Sepertinya, hal itu
sengaja dilakukan agar setiap gerakannya tidak membuat pakaiannya berkibar. Dan
itu berarti setiap gerakannya akan sulit ditangkap pendengaran lawan.
Kemunculan sosok tubuh jangkung itu masih
disusul melesatnya dua sosok tubuh lain yang langsung mendarat di kiri-kanannya.
Menilik dari bentuk
tubuh dan raut wajahnya, jelas kedua orang yang tiba
belakangan tak lain dari Iblis Mayat Hidup dan Raksasa Sungai Padas.
"Hm.... Rupanya buruan kita bertambah dua
orang, Ketua...," gumam Iblis Mayat Hidup.
"Hmh...!"
Lelaki jangkung itu hanya menggeram perlahan.
Tangan kanannya bergerak mengibas, sebagai perintah
bagi Iblis Mayat Hidup untuk maju. Perintah yang sama juga diberikan kepada lelaki tinggi kekar berkepala
botak. Pada telinga kirinya bergantung anting-anting
bulat. Siapa lagi lelaki menyeramkan itu kalau bukan
Raksasa Sungai Padas.
"Tangkap wanita jelita itu untukku! Biar pemuda
sombong yang berjuluk Pendekar Naga Putih itu menjadi bagianku!"
Terdengar suara melengking tinggi yang keluar
dari mulut lelaki jangkung itu. Suaranya demikian kecil dan melengking.
Sepertinya orang itu kerongkongan-nya tersumbat sesuatu. Namun, suara itu terasa
menyakitkan di telinga.
Panji yang telah selesai menyalurkan hawa murni
untuk menolong Ki Branta Sula, sempat mendengar
perintah itu. Dengan sikap tenang, Pendekar Naga Putih mengawasi sosok lelaki
jangkung yang diapit dua
orang tokoh sesat. Sudah dapat diduga, siapa adanya
orang yang berada di kiri-kanan lelaki jangkung bermata tajam itu. Memang, ciriciri kedua orang tokoh
sesat itu sangat mudah dikenali. Dan, julukan kedua
orang tokoh itu pun sudah lama didengar dalam pengembaraannya.
Sepasang mata Pendekar Naga Putih terus bergerak merayapi sosok bertubuh
jangkung yang saat itu
juga tengah menatap tajam ke arahnya. Kening pemuda tampan itu sempat berkerut
ketika melihat tali sebesar ibu jari yang melilit pakaian orang itu, mulai dari
kedua lengan hingga ke tubuhnya. Dari pengalamannya yang diperoleh selama
pengembaraan, Panji pun
dapat mengerti, mengapa tokoh jangkung itu melibatkan tali-tali pada pakaian
yang dikenakan. Dugaan
itu membuatnya semakin berhati-hati. Karena sekali
pandang saja sudah dapat ditebak kalau orang yang
mengeluarkan suara tawa menggetarkan tadi pastilah
lelaki jangkung itu.
"Hm.... Rupanya kaulah yang berjuluk Pendekar
Naga Putih, Bocah. Benar-benar hebat dan mengagumkan sekali," puji lelaki
jangkung itu, bernada mengejek.
Menilik dari raut wajahnya yang tersenyum sinis,
jelas kalau ia menganggap remeh Pendekar Naga Putih.
Mungkin hal itu dikarenakan usia Pendekar Naga Putih yang ternyata masih sangat
muda. Panji sendiri sama sekali tidak peduli dengan sikap maupun ucapan lawan yang
jelas-jelas sangat
menghina. Memang, melihat keadaannya yang terkurung, amarah pemuda tampan itu
tidak ingin terpancing. Bahkan akan mengakibatkan kerugian saja. Sehingga,
ucapan maupun sikap menghina lelaki jangkung itu ditanggapinya dengan senyum
tenang "Hm.... Jadi kau rupanya yang berjuluk Labalaba Hitam?" tanya Panji ingin
memastikan. "Apa yang
telah membuatmu demikian benci kepada jago-jago
pedang di empat penjuru" Dan mengapa mengadu
domba tokoh-tokoh itu?"
Pendekar Naga Putih memang ingin mengetahui
alasan lelaki jangkung itu, sehubungan peristiwa yang
hampir membuat jago-jago pedang di empat penjuru
saling bunuh (Untuk lebih jelas baca serial Pendekar
Naga Putih dalam episode "Sengketa Jago-jago Pedang").
"Hm.... Jangan tanyakan itu kepadaku! Rasa penasaran mu boleh diajukan kepada
empat manusiamanusia sombong itu di akhirat nanti!" sahut lelaki
jangkung yang ternyata Laba-laba Hitam.
Tokoh sesat itu memang banyak memiliki pengikut yang tersebar di mana-mana.
Bahkan boleh dibilang saat ini dunia persilatan tengah terancam maut.
Karena, tokoh bertubuh jangkung yang melebihi tinggi
manusia biasa telah malang-melintang dengan segala
kekejamannya. Memang jarang sekali Laba-laba Hitam turun
tangan dalam segala hal. Kedua orang wakilnya yang
merupakan tokoh sesat berkepandaian tinggi, selalu
dapat menyelesaikan setiap persoalan. Memang, tugastugas yang dilakukan Iblis
Mayat Hidup dan Raksasa
Sungai Padas, jarang sekali mengecewakan ketuanya.
Seperti halnya, ketika kedua tokoh sesat yang dibantu
puluhan anak buahnya saat menjegal dua orang jago
pedang. Bahkan jago pedang wilayah Utara yang bernama Ki Ageng Semplak, terpaksa
tewas di tangan mereka. Tak urung, Raja Pedang Tujuh Bintang pun nyaris tidak
tertolong nyawanya. Dan semua itu, adalah
atas perintah Laba-laba Hitam yang menjadi ketua mereka.
"Tidak kusangka! Tokoh sakti berkepandaian
tinggi dan sangat kejam sepertimu, ternyata tak lebih
dari seorang pengecut yang tidak berani mengakui
perbuatannya!" ejek Pendekar Naga Putih, mencoba
memancing keterangan dari mulut lelaki jangkung itu
dengan caranya sendiri.
Meskipun hati Pendekar Naga Putih sempat gembira ketika melihat wajah kecoklatan
lelaki jangkung
itu, namun perasaannya segera ditekan agar tidak tergambar pada wajahnya. Jelas,
pancingan yang dilakukan Pendekar Naga Putih seperti membawa hasil.
"Bangsat! Jaga mulutmu, Pemuda Gila! Apakah
kau memang sudah tidak suka lagi mempunyai mulut"! Atau sebaiknya memang
kuhancurkan saja mulutmu agar tidak dapat lagi bersuara"!" bentak lelaki
jangkung itu suaranya menggelegar tinggi dan melengking menyakitkan. Jelas Labalaba Hitam sangat
berang dengan tuduhan pemuda tampan lawan bicaranya.
Sayang! Meskipun jelas Laba-laba Hitam terlihat
sangat marah, tapi tetap saja tidak keluar jawaban dari
mulutnya. Hanya sepasang matanya saja yang semakin menatap tajam Pendekar Naga
Putih. Sepertinya,
tubuh pemuda tampan itu ingin dilahap hidup-hidup.
"Hmh..."
Sambil menggeram marah, lelaki jangkung itu
menggerakkan kedua tangannya ke depan. Seketika
itu juga, puluhan orang yang semenjak tadi mengepung, segera meluruk maju dan
menerjang Pendekar
Naga Putih! "Heaaa...!"
Karuan saja serbuan puluhan lelaki berpakaian
serba hitam itu membuat Pendekar Naga Putih kerepotan. Apalagi, Panji sama
sekali tidak ingin membunuh
orang-orang berseragam hitam itu. Menurut pendapatnya, mereka hanya melaksanakan
tugas karena takut.
Sehingga, Pendekar Naga Putih tak tega menurunkan
tangan kejam kepada mereka yang ganas mengeroyok.
Tapi lama-kelamaan, Panji pun menjadi kesal juga. Maka, mulailah dilancarkan
serangan balasan sesekali dengan mengukur kekuatan pukulan maupun
tamparannya. Sebenarnya Pendekar Naga Putih bisa saja tidak
melakukan perlawanan dan hanya bertahan menggunakan kekuatan tenaga saktinya
yang sudah sangat
tinggi. Apalagi tubuhnya dapat dibuat kebal terhadap
senjata tajam yang dihantamkan ke tubuhnya oleh keroco-keroco itu. Namun, Panji
khawatir kalau-kalau
Laba-laba Hitam akan membokongnya selagi tenaganya dikerahkan untuk melindungi
tubuh dari ketajaman senjata-senjata lawannya. Hal itulah yang
membuatnya terpaksa harus melakukan serangan balasan, meskipun harus mengukur
penggunaan tenaganya. Ini agar tidak sampai menewaskan para pengeroyok yang
terkena pukulan ataupun tamparannya.
*** "Haiiit..!"
Kenanga yang saat itu tengah dikeroyok Iblis
Mayat Hidup dan Raksasa Sungai Padas, berusaha
membela diri mati-matian! Untunglah, Laba-laba Hitam hanya memerintahkan
menangkap. Kalau tidak,
tentu gads jelita itu akan semakin sibuk dalam menghadapi senjata-senjata lawan.
Meskipun kedua orang tokoh sesat itu tidak
menggunakan senjata dalam melancarkan serangan,
tetap saja Kenanga dibuat sibuk. Lebih-lebih lagi, serangan kedua orang itu
selalu didasari perbuatan tidak
sopan. Sehingga, pikiran dara jelita itu menjadi kacau.
"Haaah...!"
Sambil menyeringai kurang ajar, Raksasa Sungai
Padas melontarkan cengkeramannya ke arah dada gadis jelita itu. Sedangkan dari
belakang, Iblis Mayat Hidup membarenginya dengan cengkeraman yang mengancam
pinggul. Tentu saja gadis jelita itu menjadi
ngeri melihat serangan kedua orang lelaki buas ini.
"Kurang ajar...!" maki Kenanga dengan wajah merah padam.
Seketika itu juga Pedang Sinar Rembulan di tangannya diputar sedemikian rupa.
Hal ini untuk melindungi seluruh tubuhnya dari jamahan tangan-tangan
pengeroyoknya yang hendak bersikap kurang sopan.
Wuuut..! Wuuut..!
Gulungan sinar putih keperakan seketika berpendar membentuk lingkaran. Bahkan
semakin melebar, menyelimuti sekujur tubuh gadis jelita itu. Sehingga, kedua
orang tokoh itu terpaksa menarik tangannya, bila tidak mau buntung begitu saja
Melihat kedua orang lawannya melompat mundur, cepat Kenanga melenting dan melakukan beberapa kali salto di udara. Kedua
kakinya baru mendarat
setelah merasa cukup jauh dari kedua orang pengeroyoknya.
"Hmh...!"
Dibarengi sebuah geraman lirih, gadis jelita itu
memutar pedang di tangannya dengan kecepatan
menggetarkan! Wuuung! Wuuung!
Terdengar suara mengaung tajam bagaikan dengung ratusan ekor lebah yang marah!
Tampaknya, Kenanga hendak menggunakan jurus andalannya untuk
menghadapi gempuran Iblis Mayat Hidup dan Raksasa
Sungai Padas.
Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Haiiit..!"
Dibarengi teriakan nyaring, tubuh gadis jelita itu
meluncur deras ke arah lawan-lawannya. Pedang di
tangannya tampak bergerak berputar dan menyilang
membingungkan kedua orang lawan yang terpaku kagum beberapa saat itulah jurus
'Bidadari Menabur
Bunga' yang merupakan ilmu andalan Kenanga!
Kedua orang tokoh sesat itu baru tersadar dari
kekagumannya ketika ujung pedang Kenanga hampir
merobek tubuh mereka!
Wuuut..! "Aaah...!"
"Heiii...!"
Iblis Mayat Hidup dan Raksasa Sungai Padas
memekik kaget ketika tahu-tahu ujung pedang gadis
jelita itu telah berada sejengkal di depan tubuh mereka. Cepat kedua orang tokoh
sesat itu melempar tubuh
ke belakang dan langsung bergulingan di atas tanah
berumput "Gila...! Hampir saja aku tidak bisa melihat sinar
matahari lagi...," gumam Iblis Mayat Hidup menyusut
peluh yang menitik di keningnya.
Tubuh kurusnya yang telah kembali tegak, tampak agak menegang mengingat nyawanya
hampir saja melayang di tangan gadis cantik bagai bidadari itu.
Demikian pula halnya Raksasa Sungai Padas.
Tokoh bertubuh tinggi kekar itu tampak menghela napas lega sambil menyusut
keringat dingin di lehernya.
Jelas, dia merasa tegang mengingat kejadian barusan.
Sebenarnya apa yang dialami kedua orang tokoh
sesat itu, bukanlah hal yang aneh. Karena, jurus
'Bidadari Menabur Bunga' yang dipergunakan Kenanga
tadi memang mengandung pengaruh sangat hebat! Sehingga pada waktu Kenanga
menggunakannya, seolaholah lawan bagai melihat seorang bidadari yang tengah
menari-nari dikelilingi cahaya putih keperakan. Pemandangan yang sangat
mempesona itulah yang
membuat keduanya terpaku takjub!
Untuk beberapa saat lamanya, kedua belah pihak
sama-sama terdiam saling tatap. Iblis Mayat Hidup
dan Raksasa Sungai Padas menganggukkan kepala,
seperti mendapat kata sepakat. Kemudian mereka
kembali berpaling ke arah Kenanga.
Kenanga mengerutkan kening ketika melihat Iblis
Mayat Hidup dan Raksasa Sungai Padas membuka
ikat kepala. Bau wangi yang memusingkan tercium ketika kedua tokoh sesat itu
menaburkan bubuk berwarna putih pada ikat kepala yang tergenggam di tangan
kanan. Segera saja gadis jelita itu dapat menduga
kalau lawannya hendak menggunakan bubuk beracun
untuk melawannya.
"Kurang ajar...!" desis Kenanga.
Gadis itu menjadi marah sekali mengetahui maksud lawannya. Disadari betul kalau
keadaannya kini
benar-benar berbahaya!
"He he he...! Sekarang kau tak mungkin dapat lolos dari kami, Manis...," kata Raksasa Sungai Padas.
Tokoh sesat itu terkekeh, memperhatikan giginya
yang kehitaman, sehingga lebih mirip sebuah seringai.
Sepasang mata tokoh bertubuh raksasa itu tampak liar
seperti sudah membayangkan kenikmatan memondong
tubuh molek dara jelita di depannya.
Setelah masing-masing menelan sebutir pil berwarna hijau, kedua tokoh sesat itu
melangkah bersikap mengancam.
"Heaaa...!"
Iblis Mayat Hidup memulai serangannya dengan
sebuah bentakan mengejutkan. Tubuh tokoh kurus itu
langsung meluncur ke arah Kenanga sambil mengebutngebutkan ikat kepala yang
telah diberi bubuk pembius itu. Maka bau wangi yang menyengat pun segera
menyebar mengotori arena pertarungan.
Raksasa Sungai Padas pun tidak mau ketinggalan. Dengan sebuah teriakan parau,
tubuhnya segera
melayang sambil mengebut-ngebutkan ikat kepala ke
arah Kenanga. Maka bau wangi bubuk beracun itu
pun semakin memenuhi arena pertarungan.
Namun, Kenanga bukanlah orang bodoh yang
dapat ditundukkan begitu saja. Meskipun kedua lawannya telah menggunakan bubuk
beracun untuk dapat membiusnya, tetap saja gadis jelita itu tidak gentar! Tangan
kanannya bergerak mengambil kantung
kain di pinggangnya. Lalu, ditelannya sebutir pil berwarna merah untuk
menawarkan racun-racun yang
terhirup olehnya.
Setelah menelan dua butir pil berwarna merah
darah, maka Kenanga tidak ragu-ragu lagi menghadapi
serangan lawan. Pedang di tangannya kembali berputaran menyambar-nyambar dengan
kecepatan menggetarkan!
Sebenarnya, kedua orang tokoh sesat itu merasa
terkejut ketika melihat lawannya sama sekali tidak
terpengaruh racun pembius. Hanya saja, mereka tak
sempat lagi memikirkan, karena gadis jelita itu telah
melontarkan serangan-serangan maut dengan Pedang
Sinar Rembulannya. Sehingga, terpaksa mereka menggunakan senjata untuk
menghadapi gempuran gadis
jelita itu. Pertarungan ketiga orang itu pun semakin bertambah ramai setelah Iblis Mayat
Hidup dan Raksasa
Sungai Padas telah menggunakan senjata masingmasing.
Sementara itu di bagian lain, Raja Pedang Tujuh
Bintang yang bertarung melawan belasan orang lelaki
berseragam hitam tampak mulai kepayahan. Tenaganya yang memang belum seluruhnya
pulih, membuat Ki Branta Sula harus bekerja keras untuk membendung gempuran
belasan batang senjata yang berkelebat mengancam tubuhnya!
Siiing! Siiing...!
Ki Branta Sula yang telah dibasahi peluh, menggeliatkan tubuhnya ketika dua
bilah pedang lawan datang membabat perut dan lehernya. Sesaat setelah serangan
itu lewat, jago pedang wilayah Barat itu langsung membalas dengan kecepatan
kilat! Terdengar jerit kematian ketika pedang di tangan
Ki Branta Sula merobek tubuh dua orang penyerangnya. Dan tanpa mempedulikan
tubuh dua orang lawan
yang roboh mandi darah, lelaki bertubuh kekar itu
kembali mengayunkan pedang ke kanan.
Brettt! Brettt!
Kembali tiga orang berpakaian hitam itu roboh
mandi darah akibat sambaran pedang Ki Branta Sula.
Namun.... Crattt! "Aaakh...!"
Ki Branta Sula menjerit ketika telah merobohkan
ketiga orang lawan, sebuah bacokan menyerempet bahu kanannya. Sehingga, tubuh
lelaki setengah baya itu
sempat terhuyung beberapa langkah ke belakang
"Setan...!"
Sambil menggeram murka, jago pedang wilayah
Barat itu sekuat tenaga menusukkan senjata.
Blesss.... Brettt...!
Lelaki berpakaian serba hitam yang membokong
Ki Branta Sula itu kontan melolong panjang! Tubuhnya
melambung setinggi satu setengah tombak dengan
usus terburai. Rupanya, setelah pedangnya amblas ke
tubuh orang itu, Ki Branta Sula menyentakkannya sekuat tenaga. Sehingga, tubuh
orang itu pun melambung dan tewas sebelum terbanting di atas tanah!
Melihat kejadian itu, para pengeroyoknya sama
sekali tidak gentar. Bahkan semakin kerasukan setan
dalam melakukan serangan-serangan. Maka semakin
repotlah jago pedang dari wilayah Barat itu dalam
menghadapi gempuran-gempuran. Sehingga peluh pun
semakin banyak mengalir.
Semakin melemah dan menyusutnya tenaga Ki
Branta Sula, maka semakin seringlah tubuhnya terkena sambaran senjata lawanlawan. Meski telah merobohkan beberapa orang, namun lawan-lawannya tetap
menggempur maju tanpa peduli terhadap kawan yang
tewas. Maka tentu saja Ki Branta Sula semakin kerepotan dibuatnya.
Sambaran-sambaran senjata lawan-lawan yang
bagaikan tak pernah putus, membuat Ki Branta Sula
yang mulai kehabisan tenaga semakin terdesak hebat!
Hingga ketika pertempuran melewati jurus ketiga puluh, dia tidak sanggup lagi
menghindari sambaran dua
batang pedang lawan yang telah merobek punggung
dan dadanya! Brettt! Craggg!
"Aaakh...!"
Tubuh Ki Branta Sula terguling disertai teriakan
kesakitan. Darah segar tampak semakin banyak menodai pakaian dan tanah tempatnya
terjatuh. Untunglah tubuhnya masih sempat dimiringkan ketika senjata itu
mengenainya. Sehingga luka yang dideritanya
pun tidak terlalu dalam. Meskipun demikian, tetap saja luka itu mendatangkan
rasa pedih yang membuatnya meringis menahan sakit
Melihat lawannya jatuh terguling-guling, belasan
orang berseragam hitam yang selalu bertambah tidak
ingin menyia-nyiakan begitu saja kesempatan emas
itu. Sambil berteriak-teriak, mereka meluruk dengan
pedang siap merejam tubuh Ki Branta Sula.
Sedangkan Ki Branta Sula yang tengah berusaha
bangkit, tentu saja menjadi terkejut melihatnya. Namun keadaannya yang sudah
tidak memungkinkan,
membuat lelaki bertubuh tinggi besar itu hanya dapat
pasrah menerima nasib!
*** 8 Ki Branta Sula yang merasa ajalnya sudah tiba,
hanya mampu memejamkan matanya rapat-rapat. Jelas, Raja Pedang Tujuh Bintang
sudah pasrah dengan
kematian yang bakal menjemputnya.
Namun pada saat yang amat gawat, tiba-tiba melesat tiga sosok bayangan. Langsung
dihalaunya belasan lelaki berpakaian hitam yang hendak melenyapkan
Ki Branta Sula.
Seketika terdengar jerit kematian saling susul ketika senjata di tangan ketiga orang itu berkelebat dengan kecepatan hampir tidak
terlihat mata biasa!
Darah segar seketika berhamburan membasahi
tanah berumput ketika belasan orang berpakaian hitam itu roboh tak berkutik
lagi. Mereka tewas di tangan ketiga orang lelaki gagah yang baru tiba. Sehingga
dalam beberapa gebrakan saja, habislah para pengeroyok Ki Branta Sula.
"Ki Giri Tantra..."!" sebut Ki Branta Sula.
Setengah tak percaya, Raja Pedang Tujuh Bintang memandang salah seorang dari
ketiga penolongnya.
"Benar, Ki Branta," sahut kakek tua itu tersenyum. "Maaf, kedatanganku agak
terlambat"
"Hhh...," Ki Branta Sula hanya dapat menghela
napas lega. "Darpa, Sudira! Bantulah gadis itu. Biar Ki Branta Sula aku yang urus...,"
terdengar perintah Ki Giri
Tantra kepada dua orang lelaki gagah yang menyertai
kedatangannya. Ternyata kedua orang itu adalah dua murid Ki
Giri Tantra yang masih setia dan belum terpengaruh
oleh musuh yang sampai saat ini belum terungkap rahasianya.
Tanpa banyak cakap lagi, kedua orang lelaki gagah itu segera mematuhi perintah
gurunya. Tubuh mereka langsung melesat ke arah pertarungan yang terpisah
beberapa tombak dari tempat mereka berdiri.
Namun langkah kedua orang murid Perguruan
Pedang Sinar Pelangi itu terhenti dalam jarak tiga tombak dari tempat
pertarungan. Memang, ketika tiba di
tempat itu Darpa dan Sudira mendapat kenyataan kalau gadis jelita yang dikenal
bernama Kenanga telah
mendesak kedua orang lawannya. Bahkan sudah dapat diduga, kedua orang lawan
gadis jelita itu belum
tentu dapat bertahan lebih dari tiga jurus.
Darpa dan Sudira menjadi kagum bukan main
menyaksikan ilmu pedang yang digunakan Kenanga
saat mendesak lawan-lawannya. Sebagai murid utama
seorang raja pedang, tentu saja mereka telah terbiasa
dengan ilmu-ilmu pedang tingkat tinggi. Namun ketika
melihat jurus pedang gadis jelita itu, mereka tidak bisa
menyembunyikan rasa kagumnya. Memang ilmu pedang yang dipergunakan Kenanga bukan
ilmu pedang pasaran. Bahkan dalam hal keindahan dan kehebatan,
jelas tidak kalah dengan ilmu pedang Perguruan Pedang Sinar Pelangi sendiri.
Malah, mereka yakin kalau
ilmu pedang gadis jelita itu masih lebih tinggi sedikit
dengan yang dimiliki guru mereka. Tentu saja hal itu
membuat mereka sadar, betapa banyaknya orangorang sakti yang memiliki ilmu
pedang yang sebanding, atau bahkan lebih tinggi daripada ilmu pedang
perguruan mereka.
"Haiiit..!"
Saat itu, Kenanga yang sudah membuat kedua
orang lawannya tak mampu membalas, berseru nyaring! Berbarengan dengan lompatan
kilatnya, pedang di
tangan Kenanga berputar siap melontarkan hawa
maut. Bahkan sekaligus menghentikan perlawanan
kedua orang tokoh sesat itu. Maka....
Brettt! Cragh! "Aaargh...!"
"Aaakh...!"
Iblis Mayat Hidup dan Raksasa Sungai Padas
sama-sama meraung keras ketika pedang di tangan
gadis jelita itu merobek perut dan leher secara berbarengan! Maka tanpa ampun
lagi, kedua tokoh sesat
yang selalu menyebar maut itu pun roboh. Mereka
menggelepar tewas di tangan seorang gadis jelita yang
memang memiliki kepandaian tinggi.
"Luar biasa...! Hebat sekali ilmu pedang yang baru saja kau pergunakan itu,
Kenanga," puji Darpa
sambil bertepuk tangan.
Seolah-olah apa yang baru saja dilihat mereka
bukanlah sebuah pertarungan mati-matian. Melainkan, sebuah tontonan menarik.
Setidak-tidaknya, begitulah anggapan Darpa.
Mendengar pujian lelaki gagah yang dikenal sebagai murid Raja Pedang Sinar
Pelangi, Kenanga hanya
tersenyum. Jelas, gadis itu tidak besar kepala atas pujian yang dilontarkan
Darpa.
Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mari kita lihat pertarungan itu...," ajak Kenanga
sambil menudingkan telunjuknya yang lentik ke arah
perkelahian Pendekar Naga Putih yang masih berlangsung sengit
Darpa dan Sudira mengangguk cepat. Kemudian,
keduanya melangkah di belakang gadis jelita itu.
*** "Setan Pedang Tanpa Bayangan...!?" desis seorang lelaki tua.
Dia berusia sekitar enam puluh tahun. Wajahnya
nampak geram. Matanya menatap tajam ke arah sosok
jangkung berpakaian hitam yang tengah bertarung melawan Pendekar Naga Putih.
"Hm.... Rupanya keparat itulah yang telah mengadu domba kita," gumam lelaki
tinggi besar berwajah
brewok yang berdiri di sebelah kanannya.
Kenanga, Darpa, dan Sudira yang juga ikut menyaksikan pertarungan itu sama-sama
menolehkan kepala ke arah Ki Giri Tantra dan Ki Branta Sula. Dari
pandangan mata, jelas mereka terlihat heran dan seperti menuntut keterangan atas
ucapan kedua jago
pedang itu. "Rupanya Aki berdua telah mengenal lelaki jangkung itu" Tapi, bukankah orang itu
berjuluk Laba-laba
Hitam" Dan mengapa Aki menyebutnya sebagai Setan
Pedang Tanpa Bayangan?" tanya Kenanga. Gadis itu
tidak tahan menyimpan rasa herannya. Makanya, dia
bertanya demikian kepada kedua orang jago pedang itu
"Hm.... Biar berganti nama sampai seribu kali
pun, aku tetap akan mengenalinya," sahut Ki Giri Tantra sambil tetap mengikuti
jalannya pertarungan matimatian itu.
"Kau tentu merasa heran, bukan" Nah, dengarlah. Pada dua puluh tahun yang lalu,
kami sepakat mengadakan pertemuan untuk menambah pengetahuan dalam ilmu pedang. Aku, Ki Giri
Tantra, Ki Ageng
Semplak, dan Ki Tunggul Wulung yang merupakan jago-jago pedang pada masa itu
bertemu di tempat yang
ditentukan kemudian. Nah, pada saat pertarungan
persahabatan hendak kami laksanakan, tiba-tiba
muncul seorang lelaki jangkung yang mengaku berjuluk Setan Pedang Tanpa
Bayangan. Dia memaksa untuk diikutsertakan dalam pertemuan itu. Tentu saja
kami menolak. Selain ilmu pedangnya masih belum
memadai untuk ukuran kami berempat, dia juga terkenal sebagai seorang tokoh
sesat," jelas Ki Branta Sula, menceritakan tentang perkenalannya pertama kali
dengan lelaki jangkung itu.
Lelaki tinggi besar itu diam sejenak, dan mengambil napas berulang ulang.
Keadaan yang masih lemah, ternyata tidak dapat membuat Ki Branta Sula
berbicara banyak. Sehingga, dia berpaling ke arah Ki
Giri Tantra. Terlihat anggukan kepala Ki Giri Tantra yang rupanya mengerti kehendak
sahabatnya. "Kami berempat menolaknya mentah-mentah.
Dan karena ia tetap berkeras kepala, maka terpaksa
kami usir secara kasar. Semenjak kami lukai, julukan
Setan Pedang Tanpa Bayangan itu lenyap tanpa bekas.
Dan kami pun telah lama melupakannya. Tapi, siapa
kira tokoh itu menyimpan sakit hati kepada kami.
Bahkan membalasnya dengan mengadu domba kepada
kami berempat, sehingga nyaris saling bunuh. Karena
kejadian itu sudah terlalu lama, jadi tidak seorang pun
di antara kami berempat yang menduga kalau semua
ini ternyata ulah Setan Pedang Tanpa Bayangan yang
kini berjuluk Laba-laba Hitam. Rupanya, selain mencuri kitab-kitab ilmu pedang
ciptaan kami secara licik,
dia juga telah mempelajari bermacam ilmu yang entah
dari mana diperolehnya. Kini semuanya telah terbuka
dengan jelas. Dan menurutku, Setan Pedang Tanpa
Bayangan itu tidak bisa lagi dirubah hatinya. Lebih
baik, manusia seperti itu dilenyapkan dari muka bumi
agar tidak menimbulkan kerusuhan baru," ujar Ki Giri
Tantra mengungkapkan perasaan hatinya yang bergolak-golak
"Kukira itu merupakan jalan satu-satunya yang
terbaik," sahut Ki Branta Sula, menyetujui usul sahabatnya.
"Mengapa Ki Tunggul Wulung tidak muncul..."
Apakah telah mendapat musibah...?" tanya Kenanga
sambil memandang Ki Giri Tantra.
Memang, Ki Giri Tantra sudah pasti tidak mengetahuinya. Dan Kenanga tahu itu.
Selain itu, Ki Branta
Sula telah menceritakan semua pengalamannya ketika
Kenanga dan Panji menemukan tubuh orang tua itu di
dalam sebuah gua.
"Ki Tunggul Wulung memang telah tewas. Setelah
membereskan persoalan di perguruanku dan mengembalikan ingatan Kinaya dan
Wiradesa yang terbius
'Racun Perampas Sukma', aku bersama kedua orang
muridku menemukan mayat Ki Tunggul Wulung yang
hampir tidak dapat dikenali lagi. Mungkin dalam penyelidikannya, ia terperangkap
orang-orang berpakaian serba hitam. Tadi aku juga sudah mendapat kabar tentang
kematian Ki Ageng Semplak yang tewas di
Desa Kembangan. Dan, semua itu adalah ulah manusia busuk itu...!" jelas Ki Giri
Tantra. Ki Giri Tantra mengakhiri ceritanya dengan menuding lelaki jangkung yang masih
bertarung sengit
melawan Pendekar Naga Putih.
"Hm.... Ternyata lelaki jangkung itu telah banyak
menyusahkan orang," gumam Kenanga, kembali mengalihkan perhatian ke arah
pertarungan. Demikian pula halnya dengan yang lain. Perhatian mereka kembali tertuju ke arah
pertarungan yang
terlihat sudah semakin memuncak
*** Apa yang disaksikan Kenanga dan yang lainnya,
memang tidak meleset jauh. Pertarungan yang berlangsung antara Pendekar Naga
Putih melawan lelaki
jangkung itu, memang sudah semakin memuncak!
Panji sendiri diam-diam merasa kagum terhadap
keuletan lawannya. Memang, setelah bertarung selama
kurang lebih hampir seratus jurus, kekuatan yang dimiliki lelaki jangkung itu
sama sekali tak berkurang.
Padahal, selama pertarungan berlangsung, lawan selalu melontarkan pukulanpukulan yang mengandalkan
tenaga besar. Tapi, tenaga orang itu seperti tidak pernah habis.
"Haaat..!"
Untuk yang kesekian kalinya, Laba-laba Hitam
kembali berseru nyaring. Tubuhnya yang jangkung
melesat disertai lontaran pukulannya yang menimbulkan angin menderu.
Wuuut! Wuuut! Pendekar Naga Putih memiringkan tubuhnya,
dan langsung melompat ke samping untuk menghindari serangan lawan yang datang
bertubi-tubi. Ketika lelaki jangkung itu masih menyusulinya dengan bacokan
sisi telapak tangan yang mengancam leher, Pendekar
Naga Putih segera mengangkat tangan kanan untuk
memapaknya. Dukkk! "Uhhh...!"
Laba-laba Hitam memekik tertahan ketika lengannya bertumbukan keras dengan
lengan Pendekar
Naga Putih. Tangkisan itu kontan membuat kuda-kuda
tergempur. Sehingga, tubuh jangkung itu sempat terjajar mundur sejauh sepuluh
langkah. Dari seringai wajahnya, jelas kalau Laba-laba Hitam merasakan akibat
bentrokan itu. "Haiiit..!"
Karena ingin segera menyelesaikan pertarungan,
maka begitu melihat tubuh lawan terjajar mundur,
Pendekar Naga Putih melesat menyusuli.
Bettt! Bettt! Bettt!
Sambaran-sambaran cakar naga Pendekar Naga
Putih berkelebatan mengancam bagian-bagian terlemah dari tubuh lawan. Menilik
dari suara yang berkesiutan dan menebarkan hawa dingin menusuk tulang,
jelas tenaga sambaran itu begitu hebat!
Laba-laba Hitam sendiri sempat pucat wajahnya
ketika melihat serangkaian serangan maut yang mengancam. Apalagi keadaan
tubuhnya tidak memungkinkan untuk menghindar. Maka terpaksa lelaki jangkung
itu mendorongkan kedua telapak tangannya untuk
menyambut serangan Pendekar Naga Putih! Maka....
Bresssh...! Hebat sekali pertemuan dua gelombang tenaga
sakti itu! Udara di sekitar pertarungan kontan bergetar. Sementara tubuh Labalaba Hitam yang masih
mengapung di udara, kembali terlempar deras laksana
daun kering tertiup angin. Dari semburan darah segar
yang berceceran membasahi permukaan tanah, jelas
lelaki jangkung itu telah menderita luka dalam hebat
Sedangkan Pendekar Naga Putih yang juga terdorong balik, cepat melakukan
beberapa kali salto di
udara. Sehingga pada saat mendarat, Panji dapat menjejak tanah dengan kokoh.
Bresssh...! Walau sudah berusaha mati-matian menyambut
serangan Pendekar Naga Putih, tetap saja keadaannya
yang tidak menguntungkan membuat tubuhnya terlempar deras laksana daun kering
tertiup angin! Darah segar menyembur dari mulut Laba-laba Hitam!
Kenanga, Ki Giri Tantra, Ki Branta Sula, dan dua
orang lainnya, bergegas memburu ke arah tubuh lelaki
jangkung yang tengah berusaha bangkit berdiri itu.
"Hm.... Setan Pedang Tanpa Bayangan. Rupanya
kaulah biang keladi semua kericuhan yang terjadi selama ini! Sekarang, terimalah
hukuman yang setimpal
untukmu!" desis Raja Pedang Sinar Pelangi yang rupanya sangat mendendam atas
perbuatan lelaki jangkung itu.
"Ki, tahan..!"
Panji melihat Ki Giri Tantra hendak membunuh
lelaki jangkung yang sepertinya sudah tak berdaya.
Maka, dia segera melesat hendak mencegah.
Namun Ki Giri Tantra yang sudah kepalang mengayunkan pedangnya ke leher Labalaba Hitam, tak
sempat lagi menarik pulang senjata itu. Dan....
Crakh...! Laba-laba Hitam atau Setan Pedang Tanpa
Bayangan tak sempat menjerit lagi. Pedang Ki Giri Tantra ternyata telah membuat
kepalanya terpisah dari
badan! Darah segar langsung mengucur dari leher yang
menganga tanpa kepala itu. Setelah limbung sesaat
tubuh tanpa kepala itu pun roboh ke atas tanah. Setelah berkelojotan bagaikan
ayam disembelih, tubuh
tanpa kepala itu pun diam tak bergerak-gerak lagi. Tewaslah lelaki jangkung
berpakaian hitam itu dengan
keadaan cukup mengerikan.
"Maafkan aku, Panji. Hatiku telah tertutup kabut
dendam," ucap Ki Giri Tantra, pelan. Dia seperti menyesali tindakannya yang
menghukum Laba-laba Hitam secara kejam.
"Sudahlah, Ki. Tidak ada yang perlu disesali...,"
sahut Pendekar Naga Putih.
Panji memang tidak bisa menyalahkan perbuatan
orang tua itu. Karena, tokoh sesat itu memang telah
terlalu banyak menimbulkan korban.
Untuk beberapa saat lamanya, para tokoh persilatan itu sama-sama terdiam.
Seolah-olah mereka masih tercekam atas kejadian yang dialami.
"Kurasa, tidak ada lagi yang dapat kukerjakan di
tempat ini. Maaf kalau aku terpaksa tidak bisa menemani kalian lebih lama," ucap
Panji memecah kebisuan
di antara mereka.
"Hendak ke manakah kau Panji...?" tanya Ki Giri
Tantra ketika mendengar ucapan Pendekar Naga Putih.
"Ke mana saja kaki ini membawaku. Karena, aku
sendiri memang tidak mempunyai tujuan pasti...."
Setelah berkata demikian, Pendekar Naga Putih
segera mengajak kekasihnya meninggalkan tempat itu.
Sebentar saja tubuh pasangan pendekar itu telah
berada belasan tombak di depan Ki Giri Tantra dan
yang lain. "Mengenai mayat-mayat itu, ku percayakan kepada kalian untuk mengurusnya...!"
Ki Giri Tantra, Ki Branta Sula, Darpa, dan Sudira
sama-sama tersenyum ketika mendengar suara Pendekar Naga Putih dari kejauhan.
"Pemuda luar biasa yang tidak pernah mengharapkan imbalan atas jasa-jasanya.
Haaah.... Benarbenar aku yang tua ini merasa malu kepada pemuda
itu..," gumam Ki Giri Tantra sambil tetap memperhatikan pasangan pendekar muda
yang kian lenyap ditelan
kejauhan. "Yaaah...."
Ki Branta Sula hanya bisa menghembuskan napas mendengar ucapan sahabatnya.
Dipandanginya lima butir pil berwarna merah pemberian Pendekar
Naga Putih untuk memulihkan, dan menyembuhkan
luka dalamnya. Ada rasa haru yang menyeruak dalam
dada jago pedang itu ketika teringat semua jasa pemuda tampan berjubah putih itu
kepadanya. SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Mestika Golok Naga 4 Dewa Linglung 2 Geger Pedang Inti Es Telapak Setan 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama