Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut Bagian 2
berbaju serba hitam yang sudah dikenal berjuluk si Perawan Pembawa Maut.
"Kalau boleh kutahu, siapa sebenarnya Nisanak ini...?" tanya Bayu sopan. "Belum saatnya kau tahu siapa aku, Pendekar Pulau Neraka," sahut wanita itu.
Belum juga gema suara Perawan Pembawa Maut habis, tubuhnya sudah melesat cepat. Bayu sejenak terkesiap.
"Hei..."! Tunggu...!"
Tapi wanita berbaju serba hitam itu sudah lebih cepat sampai ke atas atap rumah. Kemudian, tubuhnya
langsung meluruk turun ke bagian
belakang. Sebenarnya, Bayu bisa saja mengejar. Tapi, pikirannya langsung
tertuju pada keselamatan Minarti. Padahal dalam benaknya timbul segudang pertanyaan yang tentu saja tidak mungkin bisa terjawab saat ini.
Pendekar Pulau Neraka kemudian mengayunkan kakinya memasuki beranda depan rumah ini.
Sebentar matanya melirik lantai beranda yang jebol. Kakinya terus terayun
melangkah masuk, lalu berhenti begitu melewati pintu Tampak Minarti tengah duduk saja di kursi
yang ada di tengah-tengah ruangan depan rumah ini. Temyata
gadis ini tidak kurang suatu apa pun juga. Malah bibirnya menyunggingkan senyum,
kemudian bangkit berdiri begitu melihat Bayu. Bergegas dituangnya air dingin dari dalam kendi ke
dalam gelas bambu, dan dihampirinya Pendekar Pulau Neraka.
"Terima kasih," ucap Bayu sambil menerima gelas bambu berisi air dingin dari tangan gadis ini.
Bayu meneguknya hingga tak
bersisa lagi. Diletakkannya gelas bambu itu di atas meja, lalu tubuhnya dihempaskan di baiai-balai bambu
yang hanya beralas-kan selembar tikar anyaman daun pandan. Minarti kembali duduk di kursi yang tadi
ditempatinya. Gadis ini kelihatan begitu tenang seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
"Cepat atau lambat, mereka
pasti akan datang lagi," kata Bayu, agak mendesah suaranya.
"Maaf, aku telah menyusahkanmu," ucap Minarti.
'Tidak ada yang perlu disesah,
Minarti. Aku sudah berjanji pada ayahmu untuk melindungimu, selama ayahmu masih memulihkan keadaan
dirinya," tegas Bayu.
"Seharusnya, kejadian ini tidak perlu ada, kalau saja...," Minarti tidak
melanjutkan kata-katanya.
Bayu tidak memperhatikan sama sekali. Tubuhnya terasa begitu lelah
setelah bertarung melawan empat orang yang memiliki kepandaian cukup tinggi tadi. Pendekar Pulau Neraka mengakui
kalau keempat anak muda itu cukup tangguh.
Kalau mereka bertarung tenang, pasti akan lebih berbahaya lagi. Sayangnya, tadi terlihat kalau
mereka sudah gentar terlebih dahulu sebelum
masuk ke dalam pertarungan. Dan ini yang membuat mereka jadi kurang mengendalikan
diri. Sehingga, Bayu bisa mudah mengalahkannya,
meskipun harus sedikit menguras tenaga.
"Minarti, kau tahu wanita berbaju hitam yang tiba-tiba muncul tadi...?" tanya Bayu teringat pada wanita
berbaju hitam yang dikenal beriuluk si Perawan Pembawa Maut.
"Wanita yang mana?" Minarti malah balik bertanya.
"Kau tadi memperhatikan ke
depan, bukan...?"
Minarti mengangguk.
''Tentu kau melihat ada wanita
berbaju hitam yang muncul di depan rumah tadi. Ku dengar salah seorang
dari mereka menyebutnya si Perawan Pembawa Maut Siapa dia, Minarti...?"
desak Bayu lagi.
Entah kenapa, Pendekar Pulau
Neraka jadi tertarik terhadap wanita aneh yang dijuluki si Perawan Pembawa Maut
itu. Bayu jadi melupakan orang-orangnya Ki Mangir yang sudah beberapa kali
mencoba membawa
paksa gadis ini.
"Aku melihatnya, tapi.... Aku tidak tahu siapa dia," sahut Minarti.
''Tampaknya, tujuannya sama
denganku. Hm..., mengapa harus pakai sembunyi-sembunyi segala...?"
Bayu agak bergumam, seperti bicara pada diri sendiri.
Sedangkan Minarti hanya diam
saja. Gadis itu keudian bangkit dari duduknya, dan melangkah perlahan
menuju kamar yang pintunya terbuka.
Hanya sedikit saja Bayu melirik Minarti yang melangkah melewati kamar itu. Dan sebelum pintu kamarnya ditutup, Minarti menjulurkan kepalanya keluar.
"Kau tidak tidur, Kakang...?"
lembut sekali suara Minarti.
"Tidurlah dulu. Aku ingin bersemadi sebentar," sahut Bayu.
Minarti menarik kepalanya ke
dalam. Lalu ditutupnya pintu kamar itu. Seketika terdengar suara pintu terkunci.
Sementara Bayu sudah mengambil sikap bersemadi. Kedua
telapak tangannya diletakkan di lutut yang tertekuk melipat. Perlahan jalan
napasnya diatur, kemudian kelopak matanya
mulai terpejam. Seluruh jiwanya dikosongkan untuk menyatukan diri dengan alam dan
sang Pencipta. Perlahan tubuhnya
terasa jadi ringan, seperti melayang di angkasa. Aliran darahnya pun begitu
perlahan dan tenang, disertai tarikan napas yang teratur.
Sementara Bayu tengah bersemadi, Minarti masih duduk di tepi pembaringan. Sebentar matanya menatap
pintu kamarnya yang tertutup rapat, kemudian beralih pada jendela yang sedikit terbuka. Gadis itu
bangkit dari pembaringan, lalu melangkah ke jendela kamarnya.
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian dibukanya pintu jendela
lebar-lebar. "Hm...,"
terdengar Minarti bergumam perlahan.
Sementara malam terus merayap semakin larut. Sedangkan
bulan bersinar redup menggantung di langjt cerah, tanpa awan sedikit pun
menghalangi. Suasana begitu sunyi, sehingga desir angin yang halus pun terdengar
jelas. *** Malam masih merayap semakin larut. Suasana di sekitar Gunung
Banjaran begitu sunyi. Terlebih lagi, keadaan Desa Jati Laksa. Tak terlihat seorang pun berada di luar rumah. Begitu sunyinya, sehingga desiran angin terdengar jelas mengusik dedaunan yang menghitam dan bermandikan
titik embun yang memantulkan sinar bulan.
Sementara itu di tepi sebuah
sungai yang mengalir bagai membelah Desa Jati Laksa menjadi
dua bagian, terlihat sembilan orang tengah berkumpul. Mereka adalah
anak buah Ki Mangir yang ditugaskan menculik Minarti, tapi sampai saat ini belum
berhasil melaksanakan tugas itu. Minarti ternyata dalam lindungan dua orang yang
berkepandaian tinggi, melebihi
kepan-aian yang mereka miliki. Mereka tampak gelisah, karena sampai larut malam begini
belum juga bisa menemukan cara
untuk melaksanakan tugas yang diberikan Ki Mangir. Sudah berbagai cara
dilakukan, tapi belum juga memperoleh hasil yang diinginkan.
"Seharusnya kalian menculik
Minarti, selagi kami melawan anak muda itu!" dengus Gandik. Matanya tampak tajam
menatap tiga orang laki-laki berperawakan aneh.
"Minarti tidak ada di dalam
rumahnya," sahut si Golok Setan tidak mau disalahkan
"Mustahil...!" dengus Gandik.
"Aku sendiri dan Kakang Jerangkong Hidup masuk ke dalam.
Sedangkan Kakang Cambuk Api menunggu di belakang," jelas si Golok Setan lagi.
"Kalau tidak ada di dalam, lalu ke
mana...?" selak
Kabat seperti bertanya pada dirinya sendiri.
"Kalau kalian tidak percaya, sebaiknya kita datangi lagi. Biar kami yang
mengurus anak muda itu!" dengus si Jerangkong Hidup jadi
kesal karena disalahkan terus- menerus. "Bagaimana, Kakang...?" tanya Kabat.
Gandik tidak langsung menjawab. Matanya
melirik empat pemuda yang babak belur dihajar
Pendekar Pulau Neraka tadi. Tampak Kalil dan Majan tergeletak di tanah berumput
kering dengan napas tersengal satu-satu. Keadaan mereka kelihatan cukup parah. Sedangkan
Gapar dan Sito tengah duduk bersemadi, mencoba memulihkan keadaan tubuhnya.
"Biarkan mereka di sini," ujar si Cambuk Api seakan-akan mengerti
apa yang sedang difikirkan Gandik
yang mencemaskan keadaan keempat anak muda itu.
"Bagaimana
keadaan mereka?" tanya Gandik seraya menatap Kabat "Gapar dan Sito tidak begitu parah. Tapi Kalil dan Majan cukup mengkhawatirkan.
Mereka terluka dalam cukup parah, dan harus dibawa ke tabib," jelas Kabat.
"Hhh...! Untung saja tidak ada yang tewas," desah Gandik.
"Bagaimana,
Gandik..."
Apa harus di sini semalaman?" tegur si Golok Setan tidak sabar.
"Kalian saja yang pergi. Aku akan menjaga mereka," elak Gandik.
"Mereka bukan anak kecil lagi, Gandik. Luka dalam pertarungan itu
biasa," dengus si jerangkong Hidup sengit melihat sikap Gandik.
Gandik jadi terdiam. Kata-kata
yang diucapkan si Jerangkong Hidup barusan memang tidak bisa dibantah lagi.
Jangankan hanya mendapat luka, mati pun tidak akan menjadi masalah
di dalam pertarungan. Teriebih lagi hidup mereka semua
memang dari mengandalkan kekuatan dan
kepandaian dalam ilmu olah kanuragan. Sebentar Gandik memperhatikan keempat anak muda
itu, kemudian mengayunkan kakinya perlahan meninggalkan tepian sungai ini. Kabat
bergegas mengikuti, disusul tiga
orang laki-laki berperawakan aneh itu. Mereka terus berjalan tanpa mengeluarkan kata-kata.
"Sebenarnya, apa sih yang
diinginkan Ki Mangir, Kakang...?"
tanya Kabat yang berjalan di samping kanan Gandik.
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu," jawab Gandik, agak mendesah suaranya.
"Rasanya, tidak mungkin kalau Ki Mangir hanya ingin memperistri Minarti," duga
Kabat lagi. "Aku yakin, pasti ada sesuatu yang tersembunyi dari rencana ini"
"Apa perkiraanmu, Kabat?" Gandik malah balik bertanya.
"Belum lama ini, Ki Mangir
selalu pergi berdua dengan Eyang
Palagan, sebelum pertapa itu menghilang selama sebulan lebih ini.
Keinginan Ki Mangir begitu tiba-tiba, tepat saat Eyang Palagan menghilang
entah ke mana. Apa kau tidak merasakan adanya keanehan, Kakang...?"
Kabat mengutarakan kecurigaannya. Gandik hanya terdiam saja.
Memang sekitar dua bulan yang lalu, Ki
Mangir selalu terlihat pergi bersama Eyang Palagan. Tidak ada
yang tahu, ke mana tujuan mereka.
Bahkan sampai beberapa hari tidak pulang. Dan baru sebulan ini Eyang Palagan
menghilang, tanpa kabar beritanya lagi. Bersamaan dengan itu, Ki Mangir sering datang menemui
Minarti. Dan baru belakangan ini, laki-laki setengah baya itu mengatakan ingin
memperistri Minarti. Bahkan mereka semua sekarang ditugaskan
menculik gadis itu dengan cara apa pun juga.
Sebenarnya, Gandik juga sudah merasakan keanehan itu sejak semula. Tapi hal itu tidak pernah
diutarakannya pada siapa pun juga.
Terlebih lagi belakangan ini muncul orang aneh yang dijuluki si Perawan Pembawa
Maut. Bahkan ditambah
dengan seorang pemuda berbaju kulit harimau
yang mengaku tunangan Minarti. Padahal mereka tidak pernah melihat pemuda itu sebelumnya. Dan kini,
ada dua orang yang tidak dikenal melindungi gadis itu.
"Aku yakin, ada suatu rahasia yang disembunyikan Ki Mangir," duga Kabat mendugaduga lagi. "Apa pun tujuannya, yang penting sekarang ini kita harus
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berhasil membawa Minarti pada Ki
Mangir," tegas Gandik menyembunyikan perasaannya sendiri. "Aku tidak yakin bisa berhasil, Kakang.
Minarti punya pelindung yang tangguh. Dan kemampuan mereka pasti berada di atas kita
semua," Kabat jadi ragu-ragu.
"Kenapa kau punya pikiran begitu, Kabat...?"
"Kenyataannya,
Kakang. Sudah beberapa kali kita mencoba, tapi tidak pernah berhasil. Bahkan kita semua
hanya dijadikan pecundang
saja," nada suara Kabat terdengar agak kesal.
Gandik kembali diam saja.
"Huh! Kalau bukan Ki Mangir
yang menyuruh, tidak bakalan aku
mau!" dengus Kabat.
"Sudahlah....
Jangan menggerutu terus."
Kabat langsung diam. Mereka
terus saja berjalan semakin cepat menuju rumah
Minarti yang tidak
seberapa jauh dari sungai. Tinggal satu belokan lagi, mereka tiba di rumah kecil
gadis itu. Dan mereka baru
berhenti melangkah setelah melihat rumah kecil itu yang terletak di antara lebatnya pepohonan, namun
bagian halaman depannya cukup luas. Tentu saja halaman itu bisa dijadikan
tempat berlatih, seperti berada di sebuah padepokan.
"Kalian bertiga terus saja. Aku dan Kabat berputar dari belakang,"
perintah Gandik.
"Beri tanda kalau sudah berhasil mendapatkan gadis itu," kata si Golok Setan.
"Kalau kalian mendengar suara burung, itu berarti kami berhasil," jelas Gandik lagi.
"Baik. Cepatlah kalian memutar ke belakang rumah itu,"
sahut si Golok Setan lagi.
Gandik segera mengajak Kabat berputar menuju belakang rumah kecil itu. Sementara si Golok Setan, Cambuk Api, dan Jerangkong Hidup
terus mengayunkan kaki mendekati bagian depan rumah kecil di tepian hutan ini. Mata mereka tidak
berkedip, menatap ke arah pintu depan yang tertutup rapat. Sementara Gandik dan Kabat sudah tidak terlihat lagi.
6 Sementara itu Bayu yang tengah bersemadi di dalam ruangan depan
rumah Minarti, langsung membuka mata begitu mendengar
suara-suara langkah kaki yang halus dan
ringan mendekati rumah ini. Bergegas Pendekar Pulau Neraka
menggerinjang turun dari balai-balai bambu yang hanya beralaskan tikar daun
pandan. Telinganya langsung
ditajamkan Dia merasa yakin ada tiga orang yang bergerak perlahan dan ringan
sekali mendekati rumah ini.
Pada saat itu, pintu kamar
Minarti terbuka. Dan dari balik pintu, menyembul sebuah kepala seorang
gadis berwajah cantik. Sebentar kemudian, seluruh tubuh gadis itu benar-benar keluar dari pintu. Minarti
melangkah mendekati Bayu yang berdiri tegak di tengah-tengah ruangan. "Ada apa, Kakang?" tanya Minarti setelah berada di samping Pendekar Pulau Neraka.
"Mereka datang lagi," sahut Bayu pelan, hampir tidak terdengar suaranya.
"Berapa orang?" tanya Minarti.
"Tiga...," sahut Bayu "Hm..., tidak. Lima orang. Yang dua, dari arah belakang."
"Mereka pasti begundal- begundalnya Ki Mangir," dengus Minarti mendesis.
"Sebaiknya kau di kamar saja, Minarti. Aku akan keluar," ujar Bayu lagi.
"Hati-hati,
Kakang. Mereka pasti sudah nekat," Minarti memperingatkan.
Bayu hanya tersenyum saja.
Kemudian diserahkannya Tiren pada gadis ini. Dan kini kakinya melangkah tegap
mendekati pintu depan. Sedangkan Minarti bergegas masuk
ke dalam kamarnya lagi. Ditutupnya kamar itu, lalu dikuncinya. Sedangkan Bayu
sudah membuka pintu depan
rumah ini. Dia berdiri tegak di ambang pintu yang dibuka lebar-lebar.
Tampak di tengah-tengah halaman berdiri tiga orang berperawakan aneh. Sebentar Bayu
memperhatikan ketiga orang itu, kemudian dengan tenang mengayunkan kakinya ke luar. Tangannya sempat menutup pintu
kembali. Pendekar Pulau Neraka baru berhenti melangkah setelah jaraknya tinggal
sekitar enam langkah lagi di depan ketiga orang ini.
"Hebat...! Kau bisa mengetahui kedatangan kami, Anak Muda," puji si Golok
Setan, agak sinis nada suaranya. "Apa maksud kalian datang
lagi ke sini?" tanya Bayu tegas.
"Aku rasa, kau sudah tahu
jawabannya, Anak Muda," sahut si Cambuk Api diiringi senyuman sinis tidak
bersahabat. "Sayang sekali, aku tidak yakin kalian bisa mendapatkannya," tandas
Bayu, sudah bisa mengerti keinginan ketiga orang di depannya ini.
"Mungkin... Tapi aku juga tidak yakin kau bisa terus melindunginya,"
sambut si Golok Setan, semakin sinis nada suaranya.
"Aku juga tidak percaya kalau kau tunangannya. Kau pasti bukan
dari Desa Jati Laksa, atau desa-desa lain di sekitar Gunung Banjaran ini.
Berapa kau dibayar untuk melindunginya...?"
sambung si Cambuk Api. Bayu mendesis geram mendengar kata-kata yang mulai menyinggung perasaannya. Tapi kemarahannya dicoba untuk tidak terpancing. Disadari kalau orang- orang ini tengah memancing amarahnya, yang membuatnya lemah. Bayu sadar kalau kemarahan bisa mengurangi kewaspadaan. Dan
dia tidak ingin terpancing sedikit pun.
"Atau barangkali dia dibayar dengan
kemolekan tubuhnya,"
sambung si Cambuk Api diiringi suara tawanya yang keras.
"Ki Mangir pasti murka kalau tahu
telah mendapatkan barang bekas," celetuk si Jerangkong Hidup yang sejak tadi diam saja.
Ketiga orang itu tertawa
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terbahak-bahak.
Sedangkan Bayu hanya diam saja dengan muka memerah. Gerahamnya mulai terdengar bergelemeletuk menahan geram, tapi tetap berusaha bertahan agar tidak terpancing
amarahnya. Padahal kata-kata
yang terlontar semakin menyakitkan telinga.
"Aku hanya meminta satu kali.
Dan jika kalian tidak segera angkat kaki dari sini, jangan katakan aku tidak
bisa bersikap hormat!" desis Bayu menggeram.
"Ha ha ha...! Rupanya bisa
galak juga bocah ini. Aku ingin tahu, apa pukulannya juga segalak kata-katanya,"
ejek si Golok Setan.
"Kalau kalian ingin merasakan, aku tidak akan sungkan memberikan,"
sambut Bayu dingin.
"Phuih! Bocah sombong! Rasakan ini! Hiyaaat...!"
Temyata si Golok Setan sendiri yang tidak bisa menahan diri.
Cepat sekali tubuhnya melompat mener-jang Pendekar Pulau Neraka.
Goloknya yang besar dan bertangkai panjang berkelebat cepat beberapa
kali ke arah tubuh pemuda berbaju kulit harimau ini.
"Hup! Yeaaah...!"
Bayu cepat-cepat meliukkan tubuhnya, menghin-dari serangan golok berukuran besar itu. Lalu, tubuhnya cepat indenting ke udara, melewati atas kepala si Golok Setan.
Begitu kakinya mendarat di tanah, cepat dilontarkannya satu tendangan keras
menggeledek disertai pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai tingkat kesempumaan. "Yeaaah...!"
"Uts!"
Si Golok Setan cepat menarik
tubuhnya ke kanan, sehingga tendangan Bayu hanya meleset sedikit dari tubuhnya. Laki-laki bertubuh tinggi besar itu cepat memutar tubuhnya, sambil mengebutkan golok besar dan bertangkai panjang itu ke arah kepala Pendekar Pulau Neraka.
"Hih!"
Bayu cepat mengangkat tangan kanannya, men-coba menangkis golok berukuran sangat
besar itu dengan pergelangannya.
Sehingga.... Trang! "Ikh...!?"
"Hup...!"
"Setan...!"
*** Si Golok Setan mengumpat
berang. Maka dia cepat melompat
mundur begitu tangannya terasa bergetar hebat ketika goloknya berbenturan dengan Cakra Maut yang menempel
di pergelangan tangan kanan pemuda berbaju kulit harimau itu. Sedangkan Bayu sendiri tetap berdiri
tegak sambil menyunggingkan senyum melihat wajah si Golok Setan jadi
berubah memerah, kemudian memucat. "Kau serang dari atas, aku dari bawah!" ujar si Cambuk Api berbisik
"Bagaimana
dengan Golok Setan?" tanya si Jerangkong Hidup.
"Biarkan dia mengisi bagian
yang kosong," sahut si Cambuk Api.
"Baik, kalau begitu. Ayo kita serang!"
"Hiyaaat..!"
"Yeaaah...!"
Ctar! Bet! "Ufs!"
Bayu cepat melompat ke belakang begitu dua orang itu langsung melesat cepat menerjangnya. Si Cambuk Api mengebutkan pecut buntut kudanya
ke arah kepala pemuda berbaju kulit harimau itu. Sedangkan Jerangkong Hidup
menyerang bagian bawah, dengan jurus-jurus tangan kosong.
Kesepuluh jari tangan Jerangkong Hidup yang kurus dan
panjang, tampak terkembang lebar
seperri cakar burung elang, berkelebat cepat mengincar kaki Pendekar Pulau Neraka. Mendapat
serangan secara bersamaan begini,
Bayu terpaksa berjumpalitan menghindarinya.
Sukar bagi Pendekar Pulau
Neraka untuk melancarkan serangan balasan, karena si Cambuk Api dan Jerangkong
Hidup menyerang cepat
secara bergantian dari bawah dan
atas. Beberapa kali pecut buntut kuda si Cambuk Api hampir menghantam
kepalanya. Tapi sampai saat ini, Bayu masih
sempat menghindarinya.
Padahal cambuk itu selalu mengeluarkan percikan bunga api bila dikebutkan.
"Phuh...!"
Bayu mendengus begitu mencium bau busuk yang tidak sedap, akibat kebutan-kebutan pecut buntut kuda si Cambuk Api. Jadi,
cambuk itu tidak saja mengeluarkan
api, tapi juga menyebarkan bau busuk yang tidak sedap dan memualkan
sekali. Bayu terpaksa menutup jalan pernafasannya di hidung, lalu cepat
memindahkannya ke perut. Dia menjaga kalau-kalau bau busuk itu mengandung racun mematikan.
Plak! "Akh...!"
Tiba-tiba saja Bayu tersentak
dan memekik agak tertahan ketika
tiba-tiba saja punggungnya terhantam satu tamparan keras. Pendekar Pulau Neraka
terjungkal ke depan, dan cepat menggulirkan tubuhnya ketika si Jerangkong Hidup sudah mencecar
dengan sambaran-sambaran
jari mautnya. Bayu sempat melirik si Golok Setan yang tadi membokongnya dari belakang.
"Licik...!"
umpat Bayu jadi geram. "Hup!"
Bergegas Pendekar Pulau Neraka melentingkan tubuhnya, bangkit berdiri begitu mendapat kesempatan. Tapi
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begitu kakinya menjejak tanah, si Cambuk Api sudah mengebutkan pecutnya dengan keras ke arah
dada. Ctar! "Uts!"
Pendekar Pulau Neraka cepatcepat menarik tubuhnya ke belakang, sehingga ujung cambuk yang mengeluarkan
bunga api itu hanya sedikit saja lewat di depan dadanya.
Dan kini tubuhnya cepat dimiringkan agak
membungkuk, dan tangan kanannya bergerak cepat mengebut
ke depan. "Yeaaah...!"
Bet! Wut..! Seketika Cakra Maut yang selalu menempel di pergelangan tangan kanan pemuda berbaju kulit harimau itu melesat cepat bagai kilat ke arah
si Cambuk Api. Tapi belum juga senjata maut itu bisa menyentuh tubuh si Cambuk
Api, mendadak saja berkelebat
secercah cahaya keperakan dari golok berukuran besar dengan tangkai panjang. Langsung
disampoknya senjata cakra bersegi enam itu.
Trang! "Hap!"
Bayu cepat mengangkat tangan kanannya ke atas kepala,
ketika senjatanya terpental balik saat membentur senjata si Golok Setan.
Cakra Maut kembali menempel di
pergelangan Pendekar Pulau Neraka.
Lalu, dua langkah pemuda berbaju
kulit harimau itu menarik kakinya ke belakang.
"Hiyaaa...!"
Saat itu si Golok Setan sudah
melompat cepat menerjang Pendekar Pulau Neraka. Satu kebutan goloknya langsung
diarahkan ke kepala pemuda itu. Begitu cepat serangannya, sehingga membuat Bayu terkesiap untuk beberapa saat
"Hup!"
Bayu cepat-cepat merundukkan kepala, menghindari tebasan golok berukuran besar itu.
Seketika dirasakan adanya hembusan hawa
dingin yang menyusup langsung ke tulang, begitu golok berukuran besar itu lewat di atas kepalanya.
Dan sebelum Bayu sempat menarik kepalanya tegak kembali, si Jerangkong Hidup sudah memberi serangan cepat
Bet! Laki-laki tua bertubuh kurus
jangkung itu mengebutkan tangan kanan ke punggung Bayu. Belum juga Pendekar
Pulau Neraka bisa melakukan sesuatu, si Cambuk Api
sudah mengebutkan senjata ke arah dada. Jadi, cukup sulit baginya untuk
menghindari dua serangan yang datang secara bersamaan ini.
"Hiyaaa...!"
Tak ada pilihan lain lagi. Pendekar Pulau Neraka cepat melentingkan tubuh ke udara, menghindari dua serangan yang dilancarkan dari arah belakang dan depan secara bersamaan. Tapi tanpa diduga
sama sekali si Jerangkong
Hidup cepat menarik tangannya, dan langsung melesat mengikuti Pendekar Pulau
Neraka. Seketika satu pukulan keras dilepaskan begitu berada di belakang
pemuda berbaju kulit harimau ini "Yeaaah...!"
Dug! "Akh...!" untuk kedua kalinya Bayu terpekik keras.
Pendekar Pulau Neraka terpental deras ke depan, langsung menghantam sebatang pohon yang
cukup besar. Tubuhnya langsung melorot jatuh di bawah pohon itu.
Pukulan yang dilepaskan si Jerangkong Hidup tadi tepat menghantam punggungnya. Bayu cepat melompat bangkit berdiri. Mulutnya meringis, merasakan nyeri pada tulang punggungnya.
"Mampus kau malam ini, Bocah! Hiyaaat..!" teriak si Golok
Setan lantang menggelegar.
Cepat sekali laki-laki bertubuh
tinggi besar itu melompat menyerang Bayu.
Goloknya yang berukuran besar dan bertangkai panjang itu
berputar cepat di atas kepalanya. Lalu bagaikan kilat dikebutkan dari atas ke
bawah, seakan ingin membelah tubuh Bayu jadi dua bagian.
"Hup!"
Sungguh sukar dipercaya. Sama sekali Pendekar Pulau Neraka tidak berusaha menghindar. Bahkan ketika golok
itu hampir membelah
kepalanya, dengan cepat sekali jemari tangan kanannya langsung menjepit senjata
berukuran besar itu.
"Heh..."!"
Si Golok Setan terkejut setengah mati. Dicobanya menarik
goloknya yang terjepit jemari tangan kanan pemuda berbaju kulit harimau ini.
Tapi goloknya seakan-akan terasa terjepit catut baja yang begitu kuat Bahkan
goloknya sama sekali tidak bergerak
di dalam jepitan jemari tangan Pendekar Pulau Neraka.
"Hih!"
Lagi-lagj si Golok Setan mencoba menarik senjata-nya. Seluruh kemampuan tenaga dalamnya dikerahkan. Tapi Bayu hanya tersentak sedikit saja. Dan sebelum
si Golok Setan bisa melepaskan senjatanya,
"Hiyaaa...!" Bet!
Tanpa melepaskan jepitannya
pada golok besar itu, Pendekar Pulau Neraka
melesat cepat ke udara sambil menghantam kepala si Golok Setan dengan kaki kanannya! tiba-tiba
saja Bayu berteriak keras menggelegar. Seketika tubuhnya melesat cepat ke udara, tanpa melepaskan jepitannya dari golok besar itu. "Hiyaaa...!"
Bet! Prak! "Aaa...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi
terdengar, tepat
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketika kaki kanan Bayu menghantam kepala
si Golok Setan. Begitu kerasnya tendangan yang dilakukan Bayu, sehingga membuat kepala si
Golok Setan jadi retak. Darah langsung muncrat dari kepala itu.
Sebentar si Golok Setan masih
mampu berdiri. Dan begitu Bayu melepaskan satu pukulan keras mengandung pengerahan tenaga dalam sempurna ke dada, tubuh si
Golok Setan seketJka terpental deras ke belakang tanpa mampu bersuara
lagi. Goloknya yang berukuran besar terpental entah ke mana. Keras sekali tubuh
tinggi besar itu jatuh berdebuk di tanah tanpa ada gerakan lagi.
"Heh..."!"
"Hah..."!"
Si Cambuk Api dan Jerangkong Hidup terlongong melihat si Golok Setan tewas begitu cepat.
Mereka seperti tidak percaya dengan apa
yang disaksikannya ini. Sedangkan Bayu sudah melangkah
menghampiri dua orang berperawakan aneh itu. Raut wajah Bayu kelihatan begitu kaku. Sinar matanya
tajam, menyorot langsung
pada dua orang yang masih terpana seperri tidak percaya dengan semua yang
disaksikan. Bayu berhenti sekitar satu batang tombak lagi di depan si Cambuk Api dan Jerangkong Hidup.
Pada saat itu, tiba-tiba terdengar teriakan
keras melengking tinggi, disusul terpentalnya satu sosok tubuh
menjebol atap rumah Minarti. Dan tak berapa lama berselang, satu sosok tubuh
lagi terbanting menjebol dinding rumah itu.
"Heh..."!"
"Gandik..., Kabat.."!"
*** Untuk kedua kaiinya si Cambuk Api dan Jerangkong Hidup
terkejut melihat Gandik dan Kabat tergeletak di tanah sambil meringis mengerang.
Dan sebelum lenyap keterkejutan mereka, tiba-tiba saja dari dalam rumah itu melesat sebuah bayangan
hitam. Tahu-tahu, di depan tubuh Gandik dan Kabat sudah berdiri seorang wanita
berbaju serba hitam dengan seluruh kepala terselubung
kain hitam pula. Di tangannya tergenggam sebilah pedang terhunus yang
ujungnya menempel di tenggorokan Gandik.
"Bangun kau, Bangsat..!"
bentak wanita itu geram.
Sambil meringis menahan saktt, Gandik merayap bangkit berdiri.
Kabat yang belum disuruh, juga bergegas berdiri. Kakinya cepat-cepat bergeser kebelakang Gandik Ujung
pedang masih menempel di leher laki-laki setengah baya itu. Sementara Bayu
sudah memutar tubuhnya, menyaksikan peristiwa yang sama
sekali tidak diduga ini.
"Baiknya kita apakan bangsat-bangsat
ini, Pendekar Pulau Neraka...?" tanya wanita berselubung
kain hitam itu seraya melirik Bayu sedikit
Bayu tidak menjawab, tapi malah menatap tajam wanita berselubung kain hitam itu. Sementara diam-diam, si Jerangkong Hidup dan Cambuk Api meninggalkan tempat
itu. Mereka tidak mau menanggung akibat yang terlalu besar. Dan begitu punya kesempatan, mereka cepat melesat pergi, tanpa seorang
pun yang sempat menyadari.
Tapi gerakan mereka rupanya
diketahui Bayu. Cepat Pendekar Pulau Neraka memutar tubuhnya, namun dia jadi geram. Temyata kedua orang ini sudah lenyap tak
teriihat lagi. "Pengecut..!" dengus Bayu.
Kembali Pendekar Pulau Neraka memutar tubuhnya, dan melangkah menghampiri wanita berbaju serba hitam, dengan kepala terselubung kain hitam. Dia berhenti sekitar
tiga langkah lagi di samping wanita
berbaju serba hitam itu. Dipandanginya Gandik dan Kabat dengan sorot mata tajam. Wajah kedua laki-laki separuh baya itu jadi semakin pucat
"Jauhkan pedangmu, Nisanak," ujar Bayu tanpa berpaling sedikit pun.
Wanita berbaju hitam ini menuruti permintaan Bayu. Pedangnya segera dijauhkan dari leher Gandik, dan dimasukkan kembali ke dalam warangka di pinggang. Gandik menarik napas panjang begitu ujung pedang tidak lagi menempel di lehemya.
"Kenapa kalian begttu ingin
menculik Minarti?" tanya Bayu dingin.
"Kami hanya disuruh," sahut Kabat
sebelum Gandik membuka mulutnya. "Siapa yang menyuruh kalian?" tanya Bayu, meskipun sudah tahu siapa orang yang berada di belakang
semua ini. "Ki Mangir," sahut Kabat lagi.
"Kalian tahu, kenapa Ki Mangir menginginkan Minarti?" tanya Bayu lagi.
Kabat dan Gandik saling berpandangan, kemudian sama-sama
menggelengkan kepala. Mereka memang tidak tahu tujuan yang sebenarnya, karena hanya mendapat
perintah untuk menculik Minarti. Dan mereka hanya tahu kalau Ki Mangir ingin
memperistri gadis itu. Hanya itu saja yang diketahui. Dan ini dikatakan Gandik
tanpa ditanya lagi.
"Kalian boleh pergi!" dengus Bayu.
"Oh..."!"
Gandik dan Kabat teriongong
seperti tidak percaya dengan pendengarannya
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
barusan. Mereka jadi bengong dengan mulut terbuka seperti kerbau kehausan.
"Tunggu apa lagi..."! Cepat
pergi, sebelum fikiranku berubah!"
bentak Bayu. Seperti cacing terinjak, mereka
menggeliat dan cepat-cepat kabur
mengambil langkah seribu. Bayu hanya memandangi saja sampai kedua orang itu lenyap. Wajahnya
baru berpaling menatap wanita berbaju
serba hitam yang seluruh kepalanya terselubung kain hitam.
"Kenapa kau tidak bunuh mereka saja?" tanya wanita itu seperti kurang senang atas tindakan Bayu.
"Tidak ada gunanya membunuh mereka," sahut Bayu. "Mereka hanya cecunguk yang menjalankan perintah."
"Kau percaya pada keterangan mereka tadi?" tanya
wanita yang berjuluk si Perawan Pembawa Maut
ini lagi Bayu hanya tersenyum saja.
Kakinya melangkah menuju beranda
depan rumah kecil itu, dan menghempaskan dirinya duduk di pinggiran lantai beranda yang terbuat
dari belahan papan. Sedangkan wanita berbaju serba hitam itu masih tetap
berdiri tegak di tempatnya. Kemudian dihampirinya Bayu, dan
duduk agak jauh di samping Pendekar Pulau Neraka itu.
"Kenapa kau tadi kelihatannya hanya bermain-main?" tanya wanita itu lagi.
"Hanya ingin tahu saja kekuatan mereka," sahut Bayu seenaknya. Sesaat mereka terdiam.
"Aku yakin ada sesuatu yang
diinginkan Ki Mangir, selain ingin memperistri Minarti," kata wanita itu lagi,
setengah bergumam nada suaranya, seperti berbicara pada diri sendiri.
"Apa perkiraanmu?"
tanya Bayu seakan-akan menyelidik
''Terlalu dini untuk menduga,
Pendekar Pulau Neraka," sahut si Perawan Pembawa Maut
Bayu terdiam. Dipandanginya
wanita berbaju serba hitam yang duduk agak jauh di sampingnya ini.
Tiba-tiba saja Pendekar Pulau Neraka teringat Minarti yang tadi ditinggalkan di
dalam rumah ini. Bergegas Pendekar Pulau Neraka melompat
masuk ke dalam, tapi tidak lama
kemudian sudah keluar lagi. Seketika hatinya
jadi terkejut karena si Perawan Pembawa Maut sudah tidak
berada lagi di beranda ini. Wanita itu sudah
menghilang selagi Bayu berada di dalam.
"Hm.... Ke mana dia...?" Bayu bertanya-tanya sendiri dalam hati.
Pendekar Pulau Neraka jadi
tercenung. Di dalam rumah ini Minarti tidak ditemukan. Sudah semua kamar
dimasuki Bahkan di dalam kamarnya sendiri, juga tidak ditemukan. Selagi Bayu
terdiam sendiri, tiba-tiba dari arah
samping muncul Minarti memeluk Tiren di dadanya.
"Minarti...," desis bayu seraya bergegas menghampiri.
Minarti mengulas senyuman di
bibimya. Monyet kecil berbulu hitam yang berada di dalam dekapan dada gadis
itu menggeliat, kemudian melompat berpindah ke pundak kanan Pendekar Pulau Neraka. Tangannya yang berbulu hitam halus,
memeluk leher pemuda berbaju kulit.
harimau ini "Dari mana kau?" tegur Bayu.
"Aku sembunyi," sahut Minarti.
Bayu memandangi gadis ini.
Sinar matanya tampak penuh selidik.
Pendekar Pulau Neraka seperti tidak percaya
atas jawaban Minarti barusan. Sedangkan yang dipandangi kelihatan tidak peduli, malah melangkah masuk
ke dalam rumahnya.
Bayu bergegas mengikuti sampai di dalam rumah kecil ini Mereka lalu duduk
di balai-balai bambu yang hanya beralaskan tikar daun pandan agak lusuh.
"Aku tadi keluar lewat pintu samping. Terus sembunyi," Minarti mencoba
menjelaskan. Bayu hanya diam saja memandangi gadis ini
"Kau tidak percaya, Kakang...?"
tegur Minarti merasa kalau Pendekar Pulau Neraka tidak percaya dengan keterangannya.
Bayu menghembuskan napas
panjang. "Minarti, katakan yang sebenarnya. Mengapa Ki Mangir ingin menculikmu"
Aku yakin, bukan karena dia ingin memperistrimu,"
desah Bayu Minarti tidak langsung menjawab, tapi malah menatap dalam-dalam Pendekar Pulau Neraka.
"Apa ayah tidak mengatakannya padamu?" Minarti malah bertanya.
'Tidak," sahut Bayu.
"Hhh...! Dia ingin memperistriku memang ada alasannya," jelas Minarti perlahan.
"Boleh aku tahu?" pinta Bayu.
"Dia menginginkan Pedang Sangkal Ireng."
"Aku tidak mengerti maksudmu, Minarti," Bayu meminta penjelasan.
"Aku sudah pernah cerita padamu. Beberapa bulan yang lalu, sebelum ayah
mendapat musibah,
ayah dan Ki Mangir sering jalan
bersama. Mereka sebenarnya mencari Pedang Sangkal Ireng. Senjata itu memang jatuh ke tangan ayah,
namun Ki Mangir tidak menerima kekalahannya,"
jelas Minarti. "Kekalahan...?"
"Mereka bertaruh. Siapa yang berhasil
mendapatkan Pedang
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sangkal Ireng, akan menguasai seluruh daerah ini. Dan yang kalah harus mengabdi seumur hidup."
"Sebenarnya pedang itu punya siapa?"
"Seorang pertapa yang sudah
muksa puluhan tahun lalu."
Bayu mengangguk-anggukkan
kepala. Kini baru dimengerti semua persoalannya.
Ternyata Ki Mangir gagal dengan cara halus. Dan sekarang, dia sudah menggunakan
cara kasar. Ki Mangir memang tidak tahu kalau ayah gadis ini masih hidup, dan
Minarti sudah mengetahui semuanya. Sehingga, gadis ini tidak bisa ditundukkan begitu saja.
'Tidurlah. Besok, kau bangun
kesiangan," ujar Bayu.
"Boleh aku tidur bersama Tiren...?" pinta Minarti.
Bayu mengambil monyet kecil
di pundaknya, lalu memberikannya
pada gadis ini. Minarti
menerirna dengan senyuman manis tersungging di bibir, kemudian melangkah masuk ke dalam
kamarnya. Sebentar Bayu
masih memperhatikan sampai pintu
kamar itu tertutup rapat Pendekar Pulau
Neraka kemudian duduk bersila, dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas lutut yang terlipat Sebentar kemudian, dia sudah mulai
bersemadi. *** 7 Selama dua hari ini tidak terjadi sesuatu terhadap diri Minarti.
Tak ada seorang pun tukang-tukang pukul
Ki Mangir yang mencoba menculik gadis itu lagi Keadaan begitu tenang. Bahkan Minarti bersikap seperti tidak pernah terjadi sesuatu pada dirinya. Seperri hari-hari
sebelumnya, dia selalu mandi dan
mencuci di sungai. Juga mencari kayu bakar
di hutan. Minarti tetap melakukan pekerjaan rutinnya, tanpa sedikit pun ada rasa khawatir.
Sementara selama dua hari ini,
Bayu terus menyelidiki keadaan rumah Ki Mangir yang berukuran
cukup besar. Bahkan lebih besar dari rumah kepala desa sendiri. Temyata Bayu pun
juga tidak menemukan
sesuatu yang menarik di sekitar rumah itu. Keadaannya tampak wajar, seperti rumah-rumah saudagar kaya lainnya,
yang selalu dipenuhi tukang pukul yang menjaga rumah ini.
Seperti malam ini, Bayu kini
sudah berada tidak jauh dari rumah Ki Mangir,
setelah keramaian yang terjadi setiap malam di desa ini berhenti. Desa Jari Laksa ini memang bagaikan surga yang begitu banyak
menjanjikan kesenangan bagi semua orang. Tidak heran, jika hampir setiap hari
selalu ada pendatang yang memasuki desa ini.
"Hm.... Siapa itu yang datang...?"
gumam Bayu ketika melihat sebuah bayangan berkelebat cepat, dan menghilang di dekat pagar tembok
sebelah kanan dari rumah
yang sedang diawasinya.
Bayu terus mengamati dan menunggu, tapi bayangan itu tidak kunjung
muncul juga. Hal ini membuatnya jadi penasaran. Maka
cepat-cepat tubuhnya melesat ke bagian kanan rumah Ki Mangir. Begitu sempurna
ilmu meringankan tubuhnya, sehingga dalam waktu singkat saja Pendekar Pulau Neraka sudah sampai di tempat bayangan
yang tadi dilihatnya menghilang.
''Tidak ada siapa-siapa di sini...," gumam Bayu lagi dalam hari.
Pemuda berbaju kulit harimau
itu mengedarkan pandangan ke sekeliling. Memang sepi, tak terlihat
seorang pun di sekitarnya. Pandangan Bayu tertumbuk pada tanah berumput di depannya. Periahan-lahan kakinya melangkah menghampiri, sambil merundukkan tubuhnya meneliti rumput yang rebah seperti baru terinjak kaki.
Bayu memeriksa jejak-jejak kaki yang begitu jelas tertera di tanah berumput lembab ini. Jejak kaki itu
menghilang tepat di dekat tembok
pagar yang cukup tebal dan tinggi.
Dan kini, tak ada lagi jejak yang didapatkannya. Bayu berdiri tegak memandangi
tembok pagar yang terbuat dari baru merah ini. Dan
rasanya, tak terlalu sulit melompatinya. "Apakah orang itu melompati
tembok ini...?" lagi-lagi Bayu menggumam bertanya pada diri sendiri. Selagi Pendekar Pulau Neraka
mengamati tembok ini, tiba-tiba saja di atas tembok
muncul beberapa
kepala. Bayu terkejut, dan cepat melompat mundur. Tapi hatinya jadi tersentak, karena di belakangnya juga
bermunculan orang-orang bersenjata berbagai macam bentuk terhunus di tangan.
"Heh..."!"
Kembali Pendekar Pulau Neraka tersentak ketika orang-orang yang
berada di atas tembok menebarkan sebuah jaring berwama
hitam pekat. Cepat-cepat Bayu melompat ke samping, menjatuhkan
dirinya ke tanah. Tubuhnya menggelimpang beberapa kali, dan
cepat melompat bangkit berdiri. Tapi pada
saat itu, beberapa batang tombak meluncur ke arahnya.
"Hiyaaa...!"
Bayu cepat-cepat melentingkan tubuh ke udara, menghindari serbuan tombak-tombak yang
meluruk deras mengancam nyawanya. Tapi begitu berada di udara, tiba-tiba saja sebuah jaring hitam
kembali
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menebar ke arah dirinya. Dan kali ini Bayu tidak punya kesempatan menghindar lagi.
Rrrt! "Oh...!"
Bruk! Pendekar Pulau Neraka jatuh
terguling di tanah berumput lembab.
Seluruh tubuhnya sudah tergulung
jaring hitam. Ada enam orang di atas
tembok memegangi tambang yang
mengikat jaring itu. Mereka serempak berlompatan turun, membuat Bayu
yang berada di dalam jaring terangkat ke
atas, dan langsung melewati tembok baru yang cukup tinggi ini.
Srak! "Akh...!" Bayu memeldk agak tertahan.
Keras sekali tubuhnya terbanting ke dalam semak, dan terus terseret
tanpa mampu berbuat sesuatu. Bayu menggeliat dan menggelepar di dalam belitan jaring yang kenyal dan kuat ini. Sementara, enam
orang itu terus berlari ke arah belakang rumah sambil memegangi
tambang yang menyeret Pendekar
Pulau Neraka. Dan mereka baru berhenti berlari setelah sampai di halaman belakang.
Tanpa ada yang mengeluarkan
kata-kata sedikit pun, mereka melemparkan tambang-tambang itu
ke atas tiang yang melintang cukup tinggi, lalu berlompatan menyambar ujung
tambang itu. Dan begitu turun menjejak tanah, Bayu terangkat naik Kini tubuhnya
menggantung seperri hewan buruan yang tak memiliki daya lagi untuk melepaskan
diri. Mereka mengikat ujung tambang itu menjadi satu ke pohon. Sementara Bayu
tetap tergantung sekitar setengah batang tombak jaraknya dari tanah.
"Keparat..!"
desis Bayu menggeram. *** "He he he...!"
Bayu menatap tajam seorang
laki-laki separuh baya yang berjalan
menghampiri diikuti sekitar tiga puluh orang laki-laki bersenjata. Di antara
mereka terlihat Gandik, Kabat, Jerangkong Hidup, Cambuk Api, dan empat anak muda yang beberapa kali pernah
bertarung dengannya. Mereka berhenti tidak jauh di bawah Bayu yang tergantung di
dalam jaring hitam.
"Selamat datang di istanaku, Pendekar Pulau Neraka," ucap laki-laki separuh baya
yang temyata Ki Mangir.
"Kuharap kau menyukai sambutan ini."
Bayu hanya diam saja. Sorot
matanya tetap tajam tertuju langsung ke wajah laki-laki separuh baya itu.
Sudah diduganya kalau laki-laki inilah yang dipanggil Ki Mangir. Pendekar Pulau
Neraka menaruh tangan kanannya ke belakang, mencoba memutuskan jaring-jaring yang membelenggu tubuhnya dengan ujung Cakra Maut Sungguh hatinya
masih bersyukur, karena senjata andalannya ini masih melekat di pergelangan tangannya.
"Kau terlalu banyak ikut campur urusanku, Pendekar Pulau
Neraka. Jadi, terpaksa harus menyingkirkanmu lebih dahulu," kata Ki Mangir lagi.
Bayu masih tetap diam membisu, namun terus berusaha memutuskan tali-tali jaring hitam ini.
Cukup lama juga satu tali jaring yang kenyal dan kuat ini bisa diputuskan.
Dia tidak tahu, jaring ini terbuat dari apa. Begitu kuat sehingga kekuatan
tenaga dalamnya terpaksa harus disalurkan ke Cakra Maut untuk memutuskannya. "Turunkan dia!" perintah
Ki Mangir. Dua orang bergegas melepaskan ikatan tambang di pohoa Kemudian ikatan itu dilepaskan begitu saja,
sehingga Bayu terbanting cukup keras ke tanah. Hanya terdengar
sedikit keluhan yang agak mendengus dari hidung Pendekar Pulau Neraka. "Ikat..!" perintah Ki Mangfr lagi.
Dua orang yang melepaskan
tambang itu bergegas melaksanakan perintah laki-laki separuh baya ini.
Mereka mengikat seluruh tubuh Bayu dengan tambang yang cukup besar
dan kuat Pendekar Pulau Neraka kini benar-benar tidak berdaya lagi, dan
tidak mungkin bisa melepaskan diri dari belenggu ini. Dan dia hanya bisa
mengeluh dalam hati.
"Ikat dia ke pohon!" perintah Ki Mangir lagi.
Enam orang pemuda bergegas
melaksanakan perintah itu. Mereka menyeret
Bayu ke pohon dan mengikatnya di sana. Ki Mangir menghampiri Gandik dan Kabat
"Kalian jemput Minarti sekarang juga. Ingat..! Jangan sampai sedikit pun kulitnya tergores!" perintah
Ki Mangir. "Baik, Ki," sahut Gandik cepat Tanpa menunggu perintah dua
kali, Gandik dan Kabat bergegas
meninggalkan halaman belakang rumah ini. Ki Mangir memerintahkan
orang-orangnya untuk memperketat
penjagaan di sekitar rumahnya, kemudian melangkah masuk ke dalam rumah yang berukuran cukup
besar itu. Sedangkan si Cambuk Api dan Jerangkong Hidup mengjkutinya dari
belakang. Masih ada enam orang bersenjata golok terselip di pinggang menjaga
Bayu yang terikat di pohon, dengan seluruh tubuh terbelenggu
jaring hitam. "Setan benar-benar licik dia...!"
dengus Bayu mengumpat dalam hati.
*** Sementara itu Gandik dan Kabat yang mendapat perintah menculik Minarti, sudah sampai di depan
rumah gadis itu. Mereka mengamati keadaan sekitarnya beberapa saat kemudian hari-hati sekali melangkah menghampiri rumah yang
kecil di tepian hutan ini. Keadaannya begitu sunyi, seakan tidak ada penghuninya. Tapi belum juga mereka menginjakkan kaki di
beranda, tiba-tiba saja dari dalam rumah itu melesat sebuah bayangan hitam.
"Awas...!"
seru Gandik langsung melompat berputar ke belakang. "Hup!"
Kabat cepat-cepat membanting tubuh ke kanan, dan
bergulingan beberapa kali. Dia bergegas bangkit berdiri dan berbalik.
Sementara Gandik cepat melompat
mendekati temannya. Dan di depan
mereka kini sudah berdiri seseorang
bertubuh ramping mengenakan baju
serba hitam. Seluruh kepalanya juga terselubung kain hitam.
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Perawan Pembawa Maut..,"
desis Gandik, agak bergetar suaranya. "Kalian benar-benar mencari
mampus!" desis wanita berbaju serba hitam
yang dijuluki si Perawan Pembawa Maut itu dingin menggetarkan. Sret! Cring! Gandik dan Kabat segera mencabut pedang, langsung menyilangkannya
di depan dada. Perlahan mereka menggerakkan kakinya, menyebar ke samping. Mata mereka
tidak berkedip menatap wanita berbaju serba hitam ini.
"Kenapa masih juga nekat heh..."! Apa yang kalian peroleh dari si Buaya Tua itu..?" desis si Perawan
Pembawa Maut dingin.
"Kau sendiri, kenapa melindungi Minarti" Apa yang kau
peroleh dari Eyang Palagan?" Gandik malah balik bertanya ketus.
"Itu urusanku!"
bentak si Perawan Pembawa Maut gusar.
"Sama...! Aku menculik Minarti juga urusanku!" balas Gandik tidak kalah
ketusnya. "Setan...! Kalian benar-benar manusia hina yang pantas mampus!"
geram wanita berbaju serba hitam itu.
"Mungkin malah kau sendiri
yang akan mati di tanganku!" sambut Gandik sinis.
"Barangkali
nasibnya ingin sama seperti Pendekar Pulau Neraka," celetuk Kabat yang sejak tadi diam saja.
"Keparat..!
Apa yang kalian
lakukan pada Ka...?" ucapan si Perawan Pembawa Maut jadi terputus. Si Perawan Pembawa Maut
jadi mendesis geram begitu mendengar nama Pendekar Pulau
Neraka disebut Dugaan buruk tibatiba saja muncul di kepalanya.
"Kalian harus mampus! Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat wanita berbaju
serba hitam itu tiba-tiba saja melompat sambil mencabut pedang,
dan langsung dikebutkan ke arah
dada Gandik yang berdiri di depan.
Begitu cepatnya serangan yang dilakukan si Perawan Pembawa Maut ini, sehingga membuat Gandik jadi terperangah.
Tapi cepat-cepat dia melompat ke belakang tanpa menyadari kalau Kabat berada di
belakangnya. "Heh..."!"
Tak pelak lagi kedua laki-laki
ini jatuh bergulingan. Dan itu membuat nyawa Gandik bisa selamat dari
ujung pedang si Perawan Pembawa Maut Mereka cepat-cepat
melompat bangkit berdiri.
"Setan! Kenapa kau di belakangku..."!"
rungut Gandik geram. "Awas, Kang...!" teriak Kabat tidak menghiraukan makian Gandik.
Bet! "Uts!"
Gandik cepat-cepat merundukkan kepala, begitu tiba-tiba secercah
cahaya keperakan berkelebat cepat di atas kepalanya.
Seketika darahnya jadi mendesir, merasakan kebutan angin yang begitu keras lewat di atas kepalanya. Dan sebelum
Gandik bisa menyadari apa yang terjadi, mendadak saja dadanya terasa terkena
satu pukulan keras mengandung
pengerahan tenaga dalam tinggi. Diegkh! "Akh...!" Gandik terpekik kaget.
Tubuhnya mencelat ke belakang sejauh dua batang tombak.
Keras sekali Gandik menghantam tanah dan bergulingan beberapa kali di tanah yang berumput basah oleh
embun. Pada saat itu, wanita berbaju serba hitam sudah melompat cepat.
Ujung pedangnya tertuju lurus mengancam dada Gandik yang tergeletak di tanah.
"Oh, mati aku..!" desis Gandik pasrah.
Tapi belum juga ujung pedang
itu berhasil menyentuh kulit dadanya, tiba-tiba saja berkelebat satu kilatan
cahaya keperakan membabat pedang
si Perawan Pembawa Maut
Trang! Kilatan bunga api memercik
begitu dua pedang beradu keras.
Gandik cepat-cepat menggulirkan tubuhnya ke samping beberapa kali,
lalu bergegas melompat bangkit berdiri. Dadanya terasa begitu sesak,
membuat napasnya jadi agak tertahaa "Setan...!" geram si Perawan Pembawa Maut Wanita berbaju hitam itu menatap tajam
pada Kabat yang telah
menggagalkan serangannya pada Gandik tadi. Sambil berteriak nyaring melengking tinggi, si Perawan Pembawa
Maut melompat cepat sambil membabatkan pedang ke arah dada Kabat.
"Hait..!"
Tapi dengan manis sekali, Kabat meliukkan tubuhnya. Maka, serangan wanita itu tidak mengenai sasaran. Sambil menarik tubuhnya
tegak kembali, Kabat langsung mengibaskan pedang ke depan, tepat ke arah perut wanita berbaju serba hitam itu.
Bet! Si Perawan Pembawa Maut
mengebutkan pedangnya untuk menangkis pedang Kabat Kembali
memercik bunga api begitu dua pedang beradu keras di depan perut wanita berbaju serba hitam ini. Dua langkah
wanita itu menarik kakinya ke belakang,
lalu cepat sekali melentingkan tubuhnya ke atas. Dan satu
kebutan cepat disertai pengerahan tenaga dalam tinggi dilancarkan mengarah ke kepala Kabat. "Hap!"
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kabat cepat-cepat mengangkat pedangnya, melin-dungi kepala dari tebasan pedang wanita berbaju
serba hitam itu
Trang! Lagi-lagi senjata mereka beradu keras. Tapi sebelum Kabat
bisa menguasai pedangnya akibat
benturan itu, tiba-tiba saja si Perawan Pembawa Maut sudah mendarat di
belakang tubuhnya. Langsung kaki
wanita itu dihentakkan ke punggung laki-laki setengah baya ini.
Des! "Aaakh...!"
Kabat memekik keras. Dia jatuh tersungkur mencium
tanah. Sementara si Perawan Pembawa Maut sudah kembali melompat, dan langsung mengarahkan pedangnya ke dada
Kabat Tak ada lagi kesempatan bagi laki-laki itu untuk bisa menghindar.
Tapi begitu ujung pedang wanita ini hampir menikam jantungnya, entah
dari mana datangnya muncul seorang laki-laki
tua berjubah putih yang langsung menjepit pedang itu dengan kedua jari tangannya.
"Hentikan..!"
"Oh..."!"
Si Perawan Pembawa Maut
terkejut setengah mati melihat kemunculan laki-laki tua berjubah putih yang begitu tiba-tiba. Dia cepat melompat mundur beberapa langkah, begitu
pedangnya tetiepas dari jepitan jari tangan laki-laki itu. Sementara Kabat
bangkit berdiri, dibantu orang tua berjubah putih panjang ini. Sedangkan
Gandik yang masih mencoba mengatur jalan napasnya,
bergegas menghampiri Kabat dan orang tua yang sudah dikenal dengan baik
*** "Eyang Palagan...."
Gandik dan Kabat cepat-cepat
beriutut di depan laki-laki tua berjubah putih panjang ini Mereka terkejut dan
senang atas kedatangan orang tua
ini. Dan dia memang Eyang Palagan yang selama ini menghilang tanpa
diketahui kabar beritanya.
"Bangunlah kalian," ujar Eyang Palagan lembut
Perlahan Gandik dan Kabat
beranjak bangkit berdiri. Mereka menyingkir ke samping setelah menjura membungkukkan badan. Sedangkan Eyang Palagan melangkah maju beberapa tindak mendekati wanita berbaju serba hitam itu. Si Perawan Pembawa Maut ini
sudah menyarungkan pedangnya kembali ke dalam warangka di pinggang. "Kalian pulanglah...,"
ujar Eyang Palagan pada Gandik dan
Kabat tanpa berpaling sedikit pun
"Tapi, Eyang.... Perempuan ini sangat berbahaya," bantah Gandik.
"Aku bisa mengatasinya. Pulanglah kalian Sekalian sampaikan salamku pada Ki Mangir," kata Eyang Palagan
lagi, tanpa sedikit pun berpaling. Gandik dan Kabat saling berpandangan sejenak, kemudian mereka membungkuk memberi hormat pada orang tua berjubah putih panjang
ini. Bergegas mereka meninggalkan tempat itu, dan terus berlari cepat tanpa
menoieh lagi. Sebentar saja bayangan tubuh kedua laki-laki separuh baya itu sudah tidak
terlihat lagi. Si Perawan Pembawa Maut
segera menjatuhkan diri beriutut, begitu dua anak buah Ki Mangir tidak terlihat lagi. Kedua telapak tangannya
ditempelkan ke tanah berumput yang basah oleh embun. Eyang Palagan
menghampiri dengan bibir menyunggingkan senyum. Ditepuknya pundak wanita berbaju serba hitam itu dengan
lembut sekali. "Bangunlah,
Anakku," ujar Eyang Palagan dengan suara lembut
"Maafkan aku, Ayah...," ucap si Perawan
Pembawa Maut seraya bangkit berdiri.
Kepalanya masih tetap tertunduk meskipun sudah berdiri di
depan orang tua berjubah putih panjang ini. Perlahan tangan Eyang Palagan
bergerak membuka kain hitam yang menyelubungi seluruh kepala wanita itu. Dan di balik selubung kain hitam, temyata tersembunyi seraut wajah cantik yang memiliki sinar mata indah bagai langit
bertaburkan bintang.
"Kenapa kau lakukan ini, Minarti...?"
tanya Eyang Palagan, tetap lembut nada suaranya.
Si Perawan Pembawa Maut
yang temyata Minarti, hanya diam
saja. Perlahan kakinya terayun menuju rumah kecil yang tampak
berantakan. Beberapa dindingnya masih terlihat jebol. Bahkan lantai beranda depannya juga berlubang
cukup besar. Sementara Eyang Palagan memperhatikan saja sambil ikut melangkah. Mereka kemudian
duduk di pinggiran lantai beranda yang terbuat dari papan.
"Sudah beberapa kali orangorang Ki Mangir mencoba menculikku.
Jadi, terpaksa aku harus melakukan ini,
Ayah," Minarti mencoba menjelaskaa "Aku tahu, Minarti. Tapi dia sangat
berbahaya. Dengan kepandaianmu sekarang ini, kau tidak mungkin
bisa menandinginya. Ingatiah, Minarti. Ki Mangir hampir membunuhku dengan licik Kalau saja orangorangnya tidak membokongku, dan meruntuhkan bebatuan padaku,
tidak bakalan aku bisa dikalahkan,"
jelas Eyang Palagan agak mendesis.
"Itu sebabnya, dia harus kubunuh, Ayah," tegas Minarti.
"Jangan, Minarti. Dia itu ular.
Kau tidak bisa sembarangan menghadapinya. Dia
manusia licik dan serakah. Kalau dia sampai tahu tentang dirimu dalam keadaan seperti ini,
bukannya tidak mustahil kau akan dibunuh, seperti yang dilakukannya padaku.
Untung saja, Bayu bisa menyelamatkan dari himpitan batu.
Kalau tidak, pasti aku sudah menjadi santapan
cacing tanah. Tidak seharusnya kau bertindak
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begini, Minarti. Bukankah aku sudah meminta tolong pada Bayu untuk..?"
"Kakang Bayu..." Oh...!" tiba-tiba Minarti tersentak
"Ada apa, Minarti?" tanya Eyang Palagan. Minarti tidak menjawab, lalu
cepat mengenakan kembali selubung kain hitam di kepalanya. Dan tanpa berkata
apa-apa lagi, gadis itu cepat melesat
pergi. Begitu cepatnya, sehingga sebentar saja bayangan tubuhnya sudah lenyap ditelan kegelapan. "Minarti, mau apa kau..."!"
seru Eyang Palagan terkejut
Tapi Minarti sudah tidak terlihat lagi dari pandangan. Sejenak Eyang Palagan tertegun, lalu cepat
mengempos tubuhnya. Dan seketika
dia lenyap bagai melesak masuk ke dalam bumi. Ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki orang tua pertapa itu memang
sudah mencapai tingkat sempurna, sehingga bisa melesat cepat bagai menghilang saja.
8 Saat itu Bayu masih berusaha
melepaskan diri dari belenggu yang mengikatnya di pohon. Sesekali matanya
melirik enam orang yang menjaganya. Mereka tampak duduk
melingkari api yang sedikit menghangatkan udara malam. Entah
apa yang dibicarakan, Bayu tidak
mempedulikan. Perhatiannya terpusat pada
usahanya untuk bisa melepaskan belenggu yang mengikatnya ini.
"Nguk...!"
"Oh..."!"
Bayu tersentak kaget ketika
tiba-tiba terdengar suara halus dari
atas kepalanya. Kepalanya mendongak, dan bibirnya tersenyum melihat Tiren tahu-tahu sudah berada di dahan,
tepat di atas kepalanya.
Monyet kecil itu hati-hati sekali meluruk turun mendekati Pendekar
Pulau Neraka. "Lepaskan ikatan ini, Tiren,"
pinta Bayu dengan suara berbisik
perlahan. Pendekar Pulau Neraka melirik
sedikit pada enam orang yang menjaganya. Tampaknya keenam orang itu tidak menyadari kehadiran monyet kecil ini. Sementara, Tiren mengerti
apa yang diinginkan Bayu.
Cepat badannya berputar ke belakang pohon Monyet kecil
itu menggaruk-garuk
kepalanya, memandangi tambang besar yang mengikat Pendekar Pulau Neraka di pohon ini.
"Cepat, Tiren. Gunakan gigimu...," bisik Bayu tidak sabar.
"Nguk!"
Tiren bergegas menggigit tambang itu menggunakan gigj- giginya yang runcing dan tajam. Sementara Bayu terus mengawasi
enam orang itu. Sesekali matanya
melirik monyet kecil yang terus berusaha memutuskan tambang- tambang. Satu ikatan saja, namun
cukup sulit bagi Tiren. Dan monyet kecil ini terus berusaha menggigiti tambang
itu. Sedikit demi sedikit hasilnya
mulai tampak Tambang itu mulai genting, dan akhimya putus juga.
Bayu cepat-cepat melepaskan diri dari
ikatan ini. Dibukanya jala hitam yang menyelubunginya.
Saat itu, salah seorang penjaga memergokinya.
"Hei..."!" seru orang itu terkejut Lima
orang lainnya juga tersentak kaget Tapi sebelum mereka sempat melakukan sesuatu, Bayu sudah
melemparkan jala hitam yang tadi membelenggunya.
"Hiyaaa...!"
Rrrt Enam orang itu tidak dapat
berbuat apa-apa lagi, dan langsung terbungkus
jala hitam yang dilemparkan Bayu. Seketika Pendekar Pulau Neraka langsung melemparkan tambang
yang mengikat jala itu ke atas
tiang. Sambil mengerahkan kekuatan tenaga dalam, tambang itu ditariknya. Akibatnya,
enam orang yang terkurung di dalam jala terangkat dari tanah dan langsung berteriak-teriak
keras minta tolong. Bayu mengikatkan ujung tambang ke pohon. "Nguk! Chraaak..!"
Tiren melompat kegirangan dan berjingkrakan di atas pundak
Bayu Saat itu terdengar tepukan tangan dari arah belakang. Bayu cepat memalingkan wajah ke belakang. Entah kapan datangnya,
tahu-tahu di belakang Pendekar Pulau Neraka sudah berdiri seorang wanita mengenakan baju serba hitam, dan
kepalanya terselubung kain hitam juga.
"Perawan Pembawa Maut..,"
desis Bayu pelan, langsung mengenali sosok wanita berbaju serba hitam itu.
Pendekar Pulau Neraka memutar tubuhnya berbalik. Kim mereka saling berhadapan dengan
jarak tidak lebih dari dua batang tombak.
"Hebat..! Akan kau apakan mereka, Pendekar Pulau Neraka?"
puji si Perawan Pembawa Maut
Bayu hanya tersenyum saja.
"Sayang aku datang terlambat Tapi,
tampaknya kau tidak memeriukan bantuan," kata si Perawan Pembawa Maut lagi.
"Mungkin... Jika mereka tidak keburu datang," sahut Bayu kalem.
Wanita berbaju serba hitam itu
cepat memutar tubuhnya berbalik.
Dan tampaklah sekitar tiga puluh
orang berlarian ke arah ini. Mereka semua
sudah menghunus senjata
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
masing-masing yang rata-rata berbentuk golok dan pedang. Tapi
ada juga yang membawa tombak. Di
antara mereka terlihat Gandik dan Kabat
yang berlari paling depan. Sedangkan di belakang sekali, terlihat Ki Mangir di damping si Cambuk Api dan
Jerangkong Hidup tengah melangkah ringan dan tenang.
''Tampaknya kita harus memeras keringat malam ini," kata Bayu.
"Mungkin mereka yang harus
memeras darah," sambut si Perawan Pembawa
Maut, agak sinis nada suaranya. "Awas...!" seru Bayu tiba-tiba.
Sebatang tombak berukuran
cukup panjang meluncur deras ke
arah wanita berbaju serba hitam itu.
Tapi hanya mengegoskan tubuhnya
sedikit, si Perawan Pembawa Maut
berhasil mengelakkannya. Dan dengan cepat sekali tangannya bergerak menangkap bagian tengah tombak
itu, begitu lewat di samping tubuhnya.
"Yeaaah...!"
Cepat sekali gerakannya memutar tombak itu, dan langsung
dilemparkan ke depan Tombak itu
meluncur balik dengan kecepatan luar biasa.
Satu jeritan panjang melengking tinggi terdengar begitu tombak
bertangkai panjang itu menembus dada salah seorang yang
berada di depan.
"Hiyaaat..!"
Sret! Cring! *** Bayu sempat tertegun melihat
si Perawan Pembawa Maut sudah
melesat lebih dulu menyambut anak buah Ki Mangir. Entah kapan dia
mencabutnya, tahu-tahu pedang keperakan yang berkilat itu sudah berada
di dalam genggaman tangannya. Secepat ldlat pedangnya dikebutkan beberapa kali, membabat tubuh
orang-orang yang berada di
dekatnya. Jeritan-jeritan
panjang melengking tinggi seketika terdengar saling susul. Sementara Bayu juga sudah
sibuk menghadapi beberapa
orang yang mengeroyoknya. Pertarungan memang tidak dapat dihindari lagi. Sebentar saja tubuh-tubuh berlumuran darah sudah terlihat
bergelimpangan. Bayu sempat melirik wanita
berbaju serba hitam yang mengamuk dahsyat, seperti banteng liar.
"Gila...! Dia seperti kesetanan..!"
dengus Bayu dalam hari. "Bisa habis orang-orang ini
dibantainya."
Meskipun menghadapi keroyokan sekitar sepuluh orang, tapi Bayu masih sempat memperhatikan
wanita berbaju serba hitam itu. Dan sebenarnya Pendekar Pulau Neraka
tidak mengerti atas sikap wanita yang dijuluki si Perawan Pembawa Maut
itu. Dia seperti kesetanan, menghajar orang-orang yang berada di dekatnya.
Sama sekali lawan-lawannya tidak
diberi kesempatan mendekat Jeritan-jeritan
menyayat semakin sering terdengar membelah malam yang seharusnya sunyi tenang ini.
"Mundur semua...!"
tiba-tiba saja terdengar bentakan keras menggelegar. Seketika itu juga orang-orang
yang bertarung mengeroyok si Perawan Pembawa Maut, beriompatan mundur begitu mendengar bentakan keras menggelegar tadi. Pada saat yang sama, sepuluh
orang yang bertarung melawan Pendekar Pulau Neraka juga beriompatan mundur, tanpa seorang pun yang teriuka. Tapi mereka yang melawan wanita berbaju serba hitam itu
sudah lebih dari
separuhnya tergeletak tak bernyawa lagi. Yang tersisa hanya delapan
orang lagi. "Hup...!"
Ki Mangir yang sejak tadi hanya menonton saja, melompat cepat ke depan si Perawan Pembawa Maut Sedangkan mereka yang tadi
bertarung, bergegas menyingkir menjauh. Sementara Bayu masih tetap berdiri di tempatnya. Diperhatikannya si Cambuk Api dan Jerangkong Hidup yang belum turun ke arena
pertarungan. Sama sekali Gandik dan Kabat yang berkumpul
bersama yang lainnya tidak dipedulikan. "Siapa kau sebenarnya, Nisanak?" tanya Ki Mangir dengan suara dingin agak ditekan.
"Apa itu perlu untukmu, Buaya Tua...?" si Perawan Pembawa Maut malah balik
bertanya dengan sinis.
"Kau tiba-tiba muncul, dan langsung memusuhiku. Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku?" "Aku hanya ingin meminta wadah dari benda ini," kata si Perawan Pembawa Maut sambil menunjukkan sebuah benda hitam
berbentuk pedang pendek dari balik pinggangnya.
"Sangkal Ireng...,"
desis Ki Mangir terbelalak melihat pedang pendek berwarna hitam sudah di
tangan wanita itu.
"Kau tidak pantas menyimpan
warangkanya, Ki Mangir. Sebaiknya berikan
warangka Sangkal Ireng, sebelum aku mematahkan batang lehermu," ancam si Perawan Pembawa Maut semakin dingin suaranya. "Siapa kau sebenarnya, Nisanak" Kenapa Pedang Sangkal
Ireng berada di tanganmu...?" tanya Ki Mangir, agak keras suaranya.
Wanita berbaju hitam itu tidak
menjawab. Kemudian tangan kirinya diangkat setelah menyimpan kembali Pedang
Sangkal Ireng
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ke balik pinggangnya. Periahan-lahan kain hitam yang menyelimuti kepalanya
dilepaskan. "Kau..."!"
Ki Mangir terbetiak melihat seraut wajah cantik di balik selubung kain hitam itu. Dan bukan hanya Ki Mangir
yang terkejut tapi Pendekar Pulau Neraka dan semua orang yang ada
di situ jadi terbelalak tidak menyangka kalau wanita berselubung kain hitam itu ternyata adalah Minarti.
Dialah putri Eyang Palagan yang
selama ini dikenal lemah lembut dan tidak memiliki sedikit kepandaian ilmu olah
kanuragan. Tapi, justru Minarti sendirilah yang membuat Ki Mangir jadi kelabakan
selama ini. "Keparat..!
Kau telah mempermainkan aku, Minarti...," desis Ki Mangir jadi berang.
"Kau harus menerima akibatnya!"
"Aku khawatir, malah sebaliknya kau yang akan menyesal, Ki Mangir," kata Minarti sinis.
"Setan...! Tahan seranganku!
Hiyaaat..!"
"Haitt"
*** Minarti cepat-cepat melompat
ke belakang begitu Ki Mangir melepaskan satu pukulan keras mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Menyadari kalau gadis ini memiliki kepandaian cukup tinggi, Ki
Mangir tidak lagi tanggung- tanggung melakukan serangan. Pukulan-pukulan yang dilepaskannya mengandung
pengerahan tenaga dalam dahsyat luar biasa.
Minarti terpaksa berjumpalitan
menghindari setiap serangan yang
datang cepat dan beruntun itu. Lima jurus
cepat berialu. Dan Minarti semakin kewalahan saja menghadapi serangan-serangan yang dilancarkan laki-laki
separuh baya ini. Beberapa kali dia terpaksa harus membanting dirinya ke tanah,
dan beberapa kali pula harus melenting ke udara. Tapi, rupanya
Ki Mangir tidak akan membiarkan gadis ini. Ke manapun
Minarti mencoba menjauh, selalu cepat dikejar dan dilontarkan beberapa pukulan bertenaga dalam
tinggi. "Lepas!" tiba-tiba Ki Mangir berseru keras menggelegar.
Dan seketika itu juga tangan
kanannya bergerak cepat menampar
pergelangan tangan kanan Minarti
yang agak menjulur ke depan. Begitu cepatnya,
sehingga Minarti tidak sempat lagi menarik tangannya pulang. Maka....
Plak! "Akh...!" Minarti terpekik agak tertahan.
Pedang yang tergenggam di
tangan kanannya, seketika mencelat tinggi
ke angkasa. Minarti cepat melompat hendak mengejar senjatanya, tapi Ki Mangir sudah lebih cepat lagi melesat ke udara. Dan lakilaki separuh baya itu cepat menghentakkan tangan kanannya, langsung mengarah ke dada gadis ini.
"Yeaaah...!"
Des! "Akh...!"
lagi-lagi Minarti memekik tertahan.
Gadis itu terpental ke belakang, dan jatuh keras sekali ke tanah.
Beberapa kali tubuhnya bergulingan, tapi cepat mencoba bangkit berdiri. Minarti terhuyung- huyung sambil mendekap dadanya
yang terkena pukulan Ki Mangir. Dua kali mulutnya
memuntahkan darah
agak kental dari mulutnya.
Sementara itu Ki Mangir sudah
berhasil menangkap pedang Minarti yang melayang di udara, lalu cepat sekali
meluruk deras ke arah gadis itu sambil
mengarahkan pedang terhunus lurus ke depan. Begitu cepat gerakannya sehingga tidak ada lagi
kesempatan bagi Minarti untuk mengelak. Mata gadis itu hanya bisa
membeliak lebar melihat ujung pedangnya sendiri mengancam ke
arahnya. Tapi belum juga ujung pedang itu menyentuh kulit tubuh gadis ini, tibatiba saja secercah cahaya keperakan
berkelebat cepat menyambar ujung pedang itu
Trang! "Heh..."!"
Ki Mangir tersentak kaget setengah mati. Hampir saja pedang itu terlepas dari genggaman. Seketika dia
cepat-cepat melompat
mundur beberapa langkah. Pada saat itu,
sebuah bayangan kuning berkelebat cepat, dan tahu-tahu di depan Minarti sudah
berdiri Pendekar Pulau Neraka.
Pemuda berbaju kulit harimau itu
mengangkat tangan kanannya ke atas kepala.
Maka, Cakra Maut yang dilemparkannya untuk melindungi Minarti tadi, kembali menempel di pergelangan tangan kanan Pendekar Pulau
Neraka. "Tidak sepatutnya kau menganiaya seorang gadis, Ki Mangir," desis Bayu tidak senang atas tindakan laki-laki setengah baya ini.
"Setan keparat..! Mampuslah
kau, hiyaaat..!"
Ki Mangir jadi berang setengah
mati. Seketika, dia langsung melompat cepat menyerang Pendekar Pulau Neraka. Pedang Minarti yang berada
di tangannya, dikebutkan cepat sekali ke arah leher pemuda berbaju kulit harimau itu. Tapi dengan menarik
kepalanya ke belakang sedikit saja, Bayu berhasil mengelakkan serangan. Dan tubuhnya cepat melenting ke udara begitu serangan Ki Mangir lewat
Dua kali Bayu berputaran di
udara melewati atas kepala Ki Mangir.
Lalu, manis sekali kakinya menjejak tanah,
tepat di belakang laki-laki separuh baya ini
"Hiyaaa...!"
Cepat sekali Bayu melepaskan
satu pukulan disertai pengerahan tenaga dalam yang sempuma ke
punggung Ki Mangir. Tapi, rupanya laki-laki setengah baya ini bukanlah orang
sembarangan. Tanpa memutar
tubuhnya, pukulan Bayu dari arah
belakang berhasil dihindari dengan memiringkan tubuhnya ke kanan.
Ki Mangir cepat memutar tubuhnya begitu pukulan Bayu lewat di sampingnya. Langsung pedangnya
di- ke arah perut Pendekar Pulau
Pendekar Pulau Neraka 25 Perawan Pembawa Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Neraka. Dan Bayu terpaksa harus
menarik kakinya ke belakang dua
tindak Maka ujung pedang itu hanya sedikit saja lewat di depan perutnya.
Ki Mangir tidak berhenti sampai di situ saja. Merasa mendapat kesempatan,
terus dilancarkannya serangan-serangan
susulan yang cepat dan dahsyat luar bia-sa. Bahkan pergantian jurus pun cepat sekali dilakukan, tanpa dapat diduga
sebelumnya. Dia benar-benar tidak memberi kesempatan sedikit pada
Pendekar Pulau Neraka untuk balas menyerang.
Jurus demi jurus berlalu cepat
Tanpa terasa, pertarungan telah berlangsung lebih dari dua puluh
jurus. Dan Bayu mulai bisa melakukan
serangan-serangan
balasan, meskipun hanya sesekali saja. Tapi setiap kali Pendekar Pulau Neraka melakukan
serangan balasan, Ki Mangir sudah kelabakan menghindarinya. Semua orang yang
menyaksikan pertarungan jadi terpaku bengong.
Pertarungan memang beriangsung menggunakan jurus- jurus tingkat tinggi yang sedap disaksikan, tapi juga
mengandung maut yang setiap saat mengincar.
"Hiyaaat..!"
Tiba-tiba saja Bayu melentingkan tubuhnya ke belakang, dan
melakukan putaran beberapa kali. Dan begitu kakinya menjejak tanah, cepat tubuhnya dimi-ringkan agak
sedikit membungkuk ke kanan, sebelum Ki Mangir mengejar. Begitu
laki-laki setengah baya itu melompat hendak menerjang, Pendekar Pulau
Neraka cepat mengebutkan tangan
kanannya ke depan sambil berseru
keras menggelegar.
"Hiyaaa...!"
Wusss! "Heh..."!"
Ki Mangir jadi tersentak kaget.
Sungguh tidak disangka kalau akan mendapat serangan sepertii ini. Dan
kelihatannya, sukar baginya untuk bisa menghindar dalam keadaan di
udara seperti ini. Ki Mangir cepat-cepat
membanting tubuhnya ke bawah, tapi gerakannya sudah terlambat sehingga....
Cras! "Aaakh...!" Ki Mangir menjerit keras melengking.
Cakra Maut yang dilepaskan
Pendekar Pulau Neraka menyobek
kulit bahunya. Seketika darah muncrat keluar dari bahu kiri Ki Mangir yang robek
cukup besar dan dalam ini.
Laki-laki setengah baya itu terhuyung-huyung ke belakang begitu kakinya menjejak
tanah, sambil mendekap bahu kirinya yang sobek mengucurkan darah.
"Hap! Yeaaah...!"
Begitu Cakra Maut kembali
menempel di pergelangan tangan kanannya, Bayu kembali cepat melontarkannya ke arah laki-laki setengah baya itu. Serangan yang
dilancarkan Pendekar Pulau Neraka demikian cepat sekali, sehingga Ki Mangir yang
masih belum bisa "
menguasai keseimbangan tubuhnya,
tak mampu lagi berbuat sesuatu.
Dan.... Crab! "Aaa...!"
Satu jeritan panjang melengking dan menyayat mengiringi tubuh Ki Mangir yang terjungkal ke belakang
akibat terhantam Cakra Maut yang dilepaskan Pendekar Pulau Neraka. Dari dadanya yang
berlubang cukup besar, seketika menyembur darah segar. Beberapa
saat Ki Mangir menggelepar dan mengerang, kemudian meregang kaku. Mati! Sementara Pendekar Pulau Neraka segera mengangkat tangan
kanannya ke atas kepala, maka Cakra Maut
kembali menempel di pergelangan tangan kanannya. Tampak Minarti berlari-lari kecil menghampiri pemuda berbaju kulit
harimau ini. Dia berhenti setelah jaraknya tinggal sekitar dua langkah lagi di depan Bayu.
"Bagaimana dengan mereka,
Kakang?" tanya Minarti seraya melirik orang-orang yang berada di sekitar tempat
ini. Bayu mengedarkan pandangan merayapi wajah-wajah yang memucat bagaikan mayat itu.
Keningnya jadi berkerut, karena tidak melihat
lagi si Cambuk Api dan Jerangkong Hidup. Rupanya, dua orang itu sudah melarikan diri begitu melihat Ki Mangir tidak mampu lagi
menghadapi Pendekar Pulau Neraka.
"Kita tunggu saja ayahmu. Biar dia yang memutuskan," ujar Bayu.
"Kau tahu kalau ayahku datang.,.?"
tanya Minarti agak terperanjat "Kalau janjinya tepat, seharusnya sudah ada di sini malam ini," sahut Bayu.
"Sebentar pasti ayah datang,"
jelas Minarti. "Kau sudah mendapatkan warangka Sangkal Ireng, Minarti?"
tanya Bayu. "Aku tidak tahu bentuknya. Hanya ayah yang tahu," jawab Minarti. "Hhlw! Hanya sebuah benda,
harus mengorbankan nyawa," desah Bayu perlahan.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Beno Ebook pdf oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Si Kangkung Pendekar Lugu 7 Pedang Langit Dan Golok Naga Yi Tian Tu Long Ji Ie Thian To Liong Kie Karya Chin Yung Makam Bunga Mawar 24
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama