Ceritasilat Novel Online

Setan Mata Satu 2

Pendekar Pulau Neraka 56 Setan Mata Satu Bagian 2


tindakannya yang merusak nama baik Pendekar Pulau Neraka.
"Semua sudah kupikirkan masak-masak, Pendekar Pulau Neraka. Hanya kau satusatunya yang jadi penghalang bagiku untuk menguasai seluruh rimba persilatan.
Ini baru kau, Pendekar Pulau Neraka. Kalau kau sudah musnah, semua orang
persilatan yang menganggap dirinya paling baik di dunia ini, akan kuhancurkan
dengan jalan seperti ini," tegas Setan Mata Satu.
"Edan...! Apa maksudmu, heh..."!" dengus llayu menggeram.
"Menghancurkan kalian semua yang berlagak sok suci!"
tandas Setan Mata Satu tegas.
"Keparat...! Iblis macam kau sebaiknya tinggal di neraka!"
geram Bayu sengit.
"Ha ha ha ha...! Justru aku yang akan mengirimmu ke neraka!"
"Phuih!"
Bayu benar-benar geram setengah mati dibuatnya.
Ditatapnya wajah yang penuh guratan bekas luka begitu tajam itu. Wajah yang
menyeramkan, dan memancarkan nafsu iblis yang haus darah. Tapi, Bayu tidak mau
terpancing kemarahannya. Walaupun darahnya sudah bergolak mendidih, tapi harus
bisa menahan kesabaran menghadap tingkah si Mata Satu yang sudah membuat namanya
rusak di mata orang-orang rimba persilatan
*** 5 Kemarahan Bayu sudah begitu memuncak sampai ke ubun-ubun. Tapi dicobanya untuk
tetap bersabar dan tidak mau terpancing yang akan dapat merugikan dirinya
sendiri. Sementara, si Setan Mata Satu terus tertawa terbahak-bahak Dan dengan ringan
sekali tubuhnya berbalik, langsung berjalan hendak pergi meninggalkan tempat itu
sambil terus tertawa terbahak-bahak. Seakan dia sama sekali tidak mempedulikan
kemarahan Bayu yang sudah semakin
memuncak melihat tingkahnya yang semakin meremehkan dirinya ini.
"Biar kubunuh dia!" dengus Lestari, tidak dapat lagi menahan kegeramannya.
"Jangan!" cegah Bayu cepat, segera merentangkan tangannya mencegah Lestari.
"Biarkan dia pergi."
"Dia akan semakin merusak namamu, Bayu," tandas Lestari sengit.
"Tidak akan, Lestari. Kau lihat saja nanti," kata Bayu sambil tersenyum kecut.
Gadis itu diam saja sambil mendengus kesal. Dalam hatinya, dia sudah tidak tahan
lagi melihat sikap si Setan Mata Satu yang meremehkan Bayu.
Seakan-akan, laki-laki bermata satu itu sudah merasa menang. Tapi, Bayu sendiri
malah diam saja sambil memandangi tanpa berkedip. Sementara, si Setan Mata Satu
sudah semakin jauh meninggalkan! sambil tertawa terbahak-bahak Namun, tiba-tiba
saja langkahnya terhenti. Dan langsung tubuhnya! memutar berbalik.
"Kau akan hancur, Pendekar Pulau Neraka! Ha ha ha ha...!"
Kata-kata bernada mengejek itu membuat wajah Bayu jadi memerah. Terlebih lagi.
Lestari yang sudah tidak dapat lagi menguasai kemarahannya Maka sambil berteriak
keras menggelegar, gadis itu langsung saja melompat disertai pengerahan ilmu
meringankan tubuh yang sudah tinggi.
"Kubunuh kau, Iblis keparat! Hiyaaat...!"
"Lestari, jangan...!" teriak Bayu mencoba mencegah.
Tapi, gadis itu sudah lebih cepat melesat menerjang si Setan Mata Satu tanpa
mempedulikan cegahan lagi Dan begitu dekat, langsung saja pedangnya dikibaskan
ke arah leher laki-laki bermata satu ini
Bet! "Haiiit...!"
Namun hanya mengegoskan kepalanya sedikit saja, Setan Mata Satu berhasil
menghindari tebasan pedang gadis itu.
Malah tanpa diduga sama sekali, dengan satu sentakan tangan kanan yang cepat,
laki-laki bermata satu itu melepaskan
sodokan ke arah perut Lestari. Begitu cepat dan tidak terduga sodokan itu,
sehingga Lestari yang sudah diliputi kemarahan itu tidak dapat lagi
menghindarinya. Dan...
Dugkh! "Akh...!"
"Lestari...!"
Bayu sampai menjerit, melihat Lestari terpental deras, ke belakang, begitu
perutnya terkena sodokan keras dari si Setan Mata Satu. Begitu kerasnya, membuat
Lestari jatuh terguling dan terbanting keras di tanah. Beberapa kali tubuhnya
bergulingan di tanah, dan baru berhenti setelah tubuhnya menabrak sebongkah batu
yang cukup besar. Kembali Lestari memekik agak tertahan, merasakan sakit yang
amat sangat di tubuhnya yang membentur batu.
"Kejam...! Iblis!" desis Bayu.
Kemarahan Bayu sudah tidak tertahankan lagi, melihat Lestari tidak bisa bangkit
lagi. Gadis itu hanya merintih sambil memegangi perutnya yang terkena sodokan
keras si Setan Mata Satu tadi. Sambil mendesis geram, Pendekar Pulau Neraka
menurunkan Tiren dari pundaknya. Monyet kecil itu langsung berlari sambil
mencerecet ribut, menghampiri Lestari yang masih terduduk di tanah sambil
memegangi perutnya.
Sedangkan pemuda berbaju dari kulit harimau itu sudah melangkah beberapa tindak
ke depan mendekati si Setan Mata Satu yang masih tetap berdiri tegak, sambil
berkacak pinggang bersikap menantang Begitu angkuh sikapnya, seakan sedang
meremehkan Pendekar Pulau Neraka.
"Aku lawanmu, Setan Mata Satu! Hiyaaat...!" Sambil berteriak keras menggelegar,
Bayu melompat cepat bagai kilat disertai pengerahan ilmu meringankan tubuh yang
sudah sempurna. Dan saat itu juga dilepaskannya satu pukulan tangan kanan yang
mengandung pengerahan tenaga dalam sempurna. Begitu cepat serangannya, sehingga
si Setan Mata Satu sempat terhenyak tidak menyangka. Tapi ketika pukulan tangan kanan Pendekar
Pulau Neraka yang begitu keras dan cepat hampir menghantam kepalanya, cepat
sekali si Setan Mata Satu mengegoskan kepalanya sambil melompat ke belakang.
"Hup!"
Cepat-cepat si Setan Mata Satu kembali melompat ke belakang sambil memutar
tubuhnya dua kali di atas tanah, begitu melihat Bayu sudah kembali melancarkan
serangan yang keras menggeledek dan cepat bagai kilat. Tapi rupanya serangan
Pendekar Pulau Neraka itu tidak berhenti sampai di situ saja. Tepat di saat
kedua kaki si Setan Mata Satu menjejak tanah, Bayu melepaskan pukulan keras
disertai pengerahan tenaga dalam sempurna ke arah dada. Begitu cepatnya
pukulannya, sehingga Setan Mata Satu tidak ada kesempatan lagi menghindarinya.
Maka cepat-cepat kedua tangannya di-angkat ke depan dada.
Hak! "Ikh..."!"
"Upht....!"
Bayu sampai terpekik kaget, begitu pukulannya
menghantam tepat tangan Setan Mata Satu yang melindungi dadanya. Cepat tubuhnya
melompat mundur beberapa langkah sambil memegangi tangan kanannya yang terasa
nyeri akibat benturan tadi. Sedangkan si Setan Mata Satu juga terperanjat
setengah mati, begitu tulang-tulang tangannya terasa bagai remuk terkena pukulan
dahsyat Pendekar Pulau Neraka. Dia juga melompat ke belakang beberapa langkah
untuk menjaga jarak. Bibirnya langsung meringis menahan sakit pada tulang-tulang
tangannya, begitu kakinya menjejak tanah. Sesaat ru sama lainnya berdiri saling
berhadapan dengan wajah menyiratkan sesuatu yang sukar dilukiskan.
Tapi jelas sekali kalau sorot mata mereka berdua sama-sama tengah mengukur
sampai di mana lingkat kepandaian satu sama lainnya. Dari adu kekuatan tenaga
dalam tadi, jelas sekali kalau tingkat kekuatan tenaga dalam mereka berimbang,
sehingga sama-sama merasakan akibat dari benturan keras tadi
"Kau harus mampus di tanganku, Pendekar Pulau Neraka...," desis Setan Mata Satu
dingin menggetarkan.
Sret! Cring...!
Sambil berkata begitu, Setan Mata Satu mencabut pedangnya yang sejak tadi
tersampir di punggung. Kilatan pedang Itu sangat menggetarkan hati siapa saja
yang memandangnya. Tapi bagi Bayu, sama sekali tidak ada artinya. Malah
ditatapnya pedang itu dengan sinar mata tajam bagai api Seakan pedang itu
dilumatkan dengan sorotan matanya.
"Mampus kau, Pendekar Pulau Neraka keparat! Hiyaaat,..!"
Disertai teriakan keras menggelegar, si Setan Mata Satu melompat cepat bagai
kilat sambil mengangkat pedangnya ke atas kepala. Sementara, Bayu tetap berdiri
tegak menanti serangan. Dan begitu Setan Mata Satu mengayunkan pedangnya ke atas
kepala, cepat sekali Pendekar Pulau Neraka menarik kakinya ke belakang satu
langkah, sambil memiringkan tubuhnya ke kiri. Dan pada saat itu juga, tangan
kanannya dikibaskan ke depan sambil berteriak keras menggelegar.
"Yeaaah...!"
*** Wusss...! Bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya, Cakra Maut melesat
begitu cepat Jari pergelangan tangan Pendekar Pulau Neraka. Serangan balasan
yang begitu cepat dan tidak terduga ini, membuat si Setan Mata satu jadi tersentak kaget
setengah mati. "Hud! Yeaaah...!"
Cepat laki-laki bermata satu itu melenting ke atas, menghindari serangan Cakra
Maut yang melesat begitu cepat.
Sehingga senjata andalan Pendekar Pulau Neraka lewat tepat di bawah perutnya
yang melayang di udara. Namun begitu lewat sedikit. Bayu sudah menghentakkan
tangan kanannya hampir ke atas kepala. Seketika itu juga Cakra Maut berputar
kembali ke arahnya dengan cepat sekali.
Putaran senjata bulat persegi enam itu membuat Setan Mata Satu jadi terbeliak
kaget tidak menyangka. Cepat tubuhnya berputaran di udara sambil mengebutkan
pedangnya beberapa kali untuk melindungi diri dari serangan balik senjata maut
Pendekar Pulau Neraka. Tapi sungguh tidak diduga sama sekali, Cakra Maut
bagaikan memiliki mata saja.
Begitu pedang Setan Mata Satu berputar melindungi dirinya, tiba-tiba saja
senjata bulat persegi enam itu sudah melesat cepat, kembali menempel di
pergelangan tangan kanan Pendekar Pulau Neraka. Sementara, Setan Mata Satu sudah
kembali menjejakkan kakinya dengan ringannya di tanah.
Sehingga sedikit pun tidak terdengar suara saat kedua telapak kakinya menjejak
tanah. "Rupanya, itu senjatamu yang ditakuti semua orang, Pendekar Pulau Neraka.
Bagus...! Kau tandingi Pedang Naga-ku ini," terasa dingin sekali nada suara
Setan Mata Satu.
"Hmmm...," Bayu hanya menggumam saja sedikit.
Sementara, Setan Mata Satu sudah mulai membuat
beberapa gerakan cepat dengan pedang di depan dada. Bayu sendiri hanya
memperhatikan! saja, dengan bola mata menatap tajam tanpa ber kedip sedikit pun.
Kebutan-kebutan pedang laki-laki bermata satu itu menimbulkan suara mencicit
yang menggiris hati. Hempasan
anginnya pun terasa begitu kuat membuat Bayu terpaksa harus menarik kakinya dua
langkah ke belakang. Pedang itu meliuk-liuk, seolah-olah menjadi lentur bagai
tubuh seekor naga yang memancarkan cahaya putih keperakan. Kalau orang lain yang
dihadapinya, mungkin sudah mengambil langkah seribu sejak tadi. Tapi yang ada di
depannya sekarang ini adalah pendekar kosen pilih tanding, dan selalu
diperhitungkan dalam kancah rimba persilatan.
"Tahan jurus Pedang Ekor Naga-ku, Pendekar Pulau Neraka! Hiyaaat,..!"
Sambil membentak nyaring, Setan Mata Satu melompat cepat bagai kilat menyerang
Pendekar Pulau Neraka.
Pedangnya terus berputaran begitu cepat, hingga bentuknya kini tidak lagi
terlihat jelas. Hanya kilatan cahaya putih keperakan saja yang terlihat.
Sementara, Bayu masih tetap berdiri tegak menanti beberapa saat. Dan begitu
serangan Setan Mata Satu dekat...
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat sekali Pendekar Pulau Neraka melenting ke atas, tepat di saat pedang Setan
Mata Satu membabat kakinya. Dan pada saat itu juga, Bayu melepaskan satu pukulan
keras menggeledek yang ber-tenaga dalam tinggi ke arah kepala lawannya. Namun
tanpa diduga sama sekali, Pedang Setan Mata Satu berputar begitu cepat ke atas
kepalanya. "Hap!"
Bayu cepat-cepat menarik pukulannya kembali, dan langsung memutar tubuhnya dua
kali ke belakang. Tepat di saat kedua kakinya menjejak tanah kembali, Setan Mata
Satu sudah meluruk bagai kilat sambil mengibaskan pedangnya beberapa kali.
"Hiya! Hiya! Yeaaah...!"
"Hup!"
Bayu terpaksa harus berjumpalitan, menghindari setiap serangan Setan Mata Satu.
Begitu cepatnya Setan Mata Satu mengebutkan pedangnya, hingga yang terlihat
hanya kilatan cahaya putih keperakan bagai mengurung seluruh tubuh Pendekar
Pulau Neraka. Namun sampai begitu jauh Setan Mata Satu melancarkan serangan, belum satu pun
yang berhasil mengenai tubuh Pendekar Pulau Neraka telah beberapa jurus berlalu,
Bayu masih bisa menghindari setiap serangan yang datang secara beruntun dan
cepat. Bahkan sesekali Bayu bisa membabat serangan dengan cepat dan tidak kalah
berbahayanya. Di saat pertarungan sedang berlangsung sengit Lestari sudah bisa bangkit berdiri
lagi, setelah melakukan semadi beberapa saat. Jalan pemapasannya juga sudah
kembali seperti semula. Dan wajah nya tidak lagi kelihatan pucat.
Tampak Tiren kini berada di pundaknya. Monyet kecil itu kelihatan tegang
menyaksikan Bayu bertarung sengit meng hadapi lawannya yang berkepandaian tinggi
'Sayang... Aku tidak bisa membantu, Tiren,!" ujar Lestari pelan.
"Nguk!"
Tiren seakan bisa mengerti kesulitan Lestari untuk membantu Pendekar Pulau
Neraka. Keadaannya sendiri belum sepenuhnya begitu sehat kembali. Sementara
pertarungan berjalan cepat, sel hingga sulit bagi Lestari untuk ikut masuk ke
dalamnya. Gadis itu hanya bisa menyaksikan pertarungan dari jarak yang cukup
jauh. Entah kenapa, hatinya jadi agak bergetar juga melihat ketangguhan lawan Pendekar
Pulau Neraka. Dia berharap pemuda yang selalu mengenakan baju dari kulit harimau
itu bisa mengungguli lawannya. Tapi, tampaknya si Setan Mata Satu juga tidak
bisa dipandang remeh begitu saja. Meskipun kini hanya menggunakan senjatanya
yang sudah digenggam
tangan kanannya, tapi kelihatannya belum bisa mendesak lawannya. Entah berapa
lama lagi pertarungan akan berlangsung. Sementara, Lestari ter-paksa harus jadi
penonton, tanpa bisa berbuat apapun juga.
*** Sementara, pertarungan terus berjalan semakin sengit.
Malah Bayu sudah mengeluarkan jurus-jurus andalannya yang jarang sekali
digunakan kalau tidak terpaksa. Sedangkan Setan Mata Satu juga sudah
mengeluarkan jurus-jurus dahsyat. Kini pertarungan itu semakin berjalan cepat,
sampai Lestari mendapat kesulitan untuk bisa melihat jelas lagi.
lirihkan tubuh mereka juga seakan lenyap dari pandangan.
Dan yang terlihat kini hanya bayangan-bayangan putih dan kuning saja yang
berkelebat saling sambar.
Entah berapa jurus sudah berlalu, tapi pertarungan tampaknya belum ada tandatanda akan berakhir. Bahkan semakin terlihat dahsyat, membuat pohon-pohon di
sekitarnya bertumbangan terkena pukulan-pukulan dahsyat bertenaga dalam tinggi
yang tidak tepat mengenai sasaran. Tampak sekali Bayu sudah mulai melontarkan
Cakra Maut untuk membantu serangannya. Melesatnya Cakra Maut dari tangan Pedekar
Pulau Neraka, sempat juga membuat si Setan Mata Satu jadi kelabakanl Dia seakanakan menghadapi lawan lebih dari satu orang. Senjata maut Pendekar Pulau Neraka
seakan memiliki mata saja, sehingga dapat menyerang dari segala arah. Padahal
sudut serangan tampak begitu sulit dan mustahil dilakukan orang.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Bayu berteriak keras menggelegar, sambil menghentakkan kedua
tangannya ke depan dengan kedua kaki terentang lebar ke samping. Hentakan yang
begitu cepat dan tidak terduga, membuat si Setan Mata Satu jadi terperanjat
setengah mati. Dan rasanya dia tidak lagi memiliki kesempatan menghindarinya.
Sehingga, terpaksa serangan
Pendekar Pulau Neraka harus ditahan dengan pedangnya yang dilintangkan ke depan.
Sementara ujung pedangnya ditahan dengan telapa tangan kiri.
Yeaaah...!"
Tak pelak lagi, seketika itu juga kedua telapak tangan Bayu yang terbuka dan
mendorong ke depan, menghantam bagian tengah batang pedang lawannya. Dan...
Trak! "Akh...!"
Terdengar jeritan keras yang agak tertahan Tampak Setan Mata Satu terdorong
deras sekali ke belakang. Sedangkan Bayu sendiri sempat terdorong dua langkah ke


Pendekar Pulau Neraka 56 Setan Mata Satu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belakang. Sementara, si Setan Mata Satu kembali terpekik begitu punggungnya menghantam
sebuah pohon yang sangat besar, hingga hancur berkeping-keping.
"Hah..."!"
Lestari yang menyaksikan pertarungan tanpa berkedip, kedua bola matanya jadi
terbeliak lebar. Ternyata pedang Setan Mata Satu telah terpotong menjadi dua
bagian, tepat di tengah-tengahnya. Bukan hanya Lestari saja yang terkejut.
Tapi, Setan Mata Satu juga jadi terperanjat setengah mati, begitu mendapati
pedangnya sudah menjadi dua bagian
"Keparat...!"
Setan Mata Satu jadi geram setengah mati mendapati pedangnya kini tidak dapat
lagi digunakan. Sementara, Bayu berdiri tegak dengan bibir menyunggingkan senyum
tipis. Terlihat jelas dari sorot Pendekar Pulau Neraka, kalau sudah merasa yakin akan
menang setelah mematahkan pedang lawannya menjadi dua bagian.
Dan di saat pertarungan terhenti untuk beberapa saat, terdengar suara-suara
langkah kaki dari arah belakang
Pendekar Pulau Neraka Belum lagi bisa disadari siapa yang datang ke tempat
pertarungan, tahu-tahu sudah bermunculan orang-orann, membawa obor dan senjata
dari berbagai macam bentuk dan jenis. Sebentar saja, hutan yang sudah rusak
akibat pertarungan tadi sudah dipenuhi orang yang baru berdatangan
"Itu dia yang membunuh keluargaku...!" ! salah seorang yang baru datang tibatiba. Orang itu menunjuk langsung pada Setan Mata Satu dengan ujung goloknya. Maka
semua orang langsung menatap Setan Mata Satu dengan sinar mata begitu tajam
penuh dendam dan amarah. Teriakan yang keras itu, membuat wajah Setan Mati Satu
jadi berubah merah bagai saga.
Sementara, Bayu masih tetap berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan
dada. Matanya malah menatap tajam pada lawan yang sudah merusak namanya ini.
"Serang...! Bunuh iblis keparat itu...!" seru salah seorang lagi tiba-tiba,
dengan suara keras menggelegar.
Dan seketika itu juga, mereka langsung melunak deras ke arah Setan Mata Satu
yang masih diliputi kemarahan pada Pendekar Pulau Neraka, akibat pedangnya dapat
dipatahkan menjadi dua bagian. Melihat orang berjumlah begitu banyak meluruk
deras ke arahnya, Setan Mata Satu bukannya gentar.
"Kalian tidak bisa menangkapku! Hiyaaa...!"
Sambil membentak keras menggelegar. Setan Mata Satu langsung saja melenting ke
atas. Dan seketika itu juga, kedua tangannya bergerak cepat melontarkan Bintangbintang Peraknya yang langsung menghambur menghujani orang-orang yang berlarian
ke arahnya. "Mundur kalian semua...!" teriak Bayu keras disertai pengerahan tenaga dalam
tinggi. Tapi, peringatan Pendekar Pulau Neraka sudah terlambat Beberapa orang sudah
menjerit tertembus Bintang Perak yang dilemparkan Setan Mata Satu. Seketika,
tubuh-tubuh berlumuran darah ber-latuhan ke tanah. Melihat kejadian ini, Bayu
tidak bisa lagi menahan diri. Sambil berteriak keras menggelegar, tubuhnya
melesat bagai kilat menerjang Setan Mata Satu yang masih melontarkan Bintangbintang Peraknya.
"Hiyaaat..!"
Wut! *** 6 Cepat sekali Bayu mengebutkan tangan kanannya,
sehingga Cakra Maut langsung melesat begitu! cepat bagai anak panah lepas dari
busur ke arah si Setan Mata Satu.
Serangan yang dilancarkan Pendekar Pulau Neraka ini membuat Setan Mata Satu jadi
bertambah geram.
"Hup! Yeaaah...!"
Cepat laki-laki bermata satu itu melepaskan beberapa Bintang Perak-nya,
menyambut serangan! Cakra Maut. Dan pada saat itu juga, di sertai ilmu
meringankan tubuhnya yang hampir sempurna, Setan Mata Satu melesat pergi begitu
Bintang-bintang! Peraknya menghantam Cakra Maut
"Hap!"
Bayu cepat-cepat mengangkat tangan kanannya ke atas kepala, begitu kakinya
menjejak tanah. Maka Cakra Maut kembali menempel di pergelangan tangan Pendekar
Pulau Neraka. Sementara, Setan Mata Satu sudah tidak terlihat bayangannya lagi.
Bayu hanya bisa berdiri tegak memandang
ke arah menghilangnya Setan Mata Satu, yang tertelan kegelapan malam dalam
hutan. Sementara, mereka yang baru berdatangan sudah
berkumpul mengelilingi Pendekar Pulau Neraka. Lestari juga sudah berada di
samping kiri pemuda berbaju kulit harimau ini. Tampak di antara mrreka, Eyang
Jambak bersama murid-muridnya. Juga, terdapat tokoh-tokoh persilatan yang
berhasil dikumpulkan Eyang Jambak untuk menghadapi Setan Mata Satu yang selama
ini dikira adalah Pendekar Pulau Neraka.
"Kenapa kalian diam..."! Seharusnya kalian malu, dan minta maaf pada Pendekar
Pulau Neraka. Kalian orang-orang terhormat, tapi tidak sudi membuka mata lebarlebar!" agak tinggi suara Lestari.
Kata-kata Lestari yang begitu tiba-tiba, membuat Bayu terkejut. Tidak ada
seorang pun yang menyangka kalau gadis itu mengeluarkan kata-kata yang begitu
pedas seperti ini Dan perkataannya menyebabkan tidak ada seorang pun yang mampu
lagi membuka suara. Bahkan Eyang Jambak sendiri jadi tertunduk, tidak tahu lagi
bagaimana harus bersikap di depan Pendekar Pulau Neraka.
"Ayo, Lestari. Kita pergi," ajak Bayu sambil menarik gadis ini.
"Tidak!" sentak Lestari keras. "Kau harus memberi pelajaran pada mereka agar
tidak sembarangan menuduh orang!"
"Sudahlah, Lestari... Jangan diperpanjang lagi persoalan ini.
Masih ada yang lebih penting yang harus dikerjakan," ujar Bayu tidak mau
memperpanjang persoalan seperti ini.
Langsung saja Pendekar Pulau Neraka menarik tangan Lestari. Tapi, gadis ini
malah menyentakkah tangan Bayu hingga cekatannya terlepas. Dengan wajah garang,
dia berkacak pinggang seperti hendak menantang semua orang yang kini ada di
depannya. Tapi, tidak seorang pun yang
sanggup menentang sorotan mata Lestari yang sangat tajam ini Sementara, Bayu
semakin tidak enak hatinya.
Dia tahu, mereka memang bersalah. Tapi, Pendekar Pulau Neraka juga tidak ingin
menuntut apa-apa. Malah, Lestari yang seakan begitu kesal terhadap sikap orangorang Ini. Bayu menghampiri gadis itu, dan kembali mencekal pergelangan tangan nya.
"Ayo, Lestari. Kalau kau tidak mau ikut, aku akan pergi sendiri," ajak Bayu
disertai sedikit ancaman.
Lestari melirik sedikit pada Pendekar Pulau Neraka itu. Lalu sambil mendengus
kesal, tubuhnya! berbalik dan melangkah mengikuti Pendekar Pulau Neraka
meninggalkan orang-orang yang masih saja berdiam diri. Sesekali kepala gadis
berpaling ke belakang. Tampak mereka tetap berada di sana memandangi
kepergiannya bersama Pendekar Pulau Neraka yang pernah dibenci dan ingin
dibunuh. Sambil terus menggerutu kesal, Lestari menjajarkan ayunan kakinya di sebelah
kiri Pendekar Pulau Neraka. Di ambilnya monyet kecil dari pundak pemuda itu, dan
didekap di depan dadanya. Tiren seakan kesenangan berada dalam dekapan hangat
gadis ini. Sedangkan Bayu hanya melirik sedikit saja pada monyet kecil itu,
seakan Iri ingin menggantikannya.
Mereka terus berjalan tanpa bicara sedikit pun juga. Tapi jelas kalau mereka
berjalan ke arah jalan yang dituju Setan Mata Satu tadi.
Sampai jauh mereka berjalan, tidak ada seorang pun yang memulai bicara.
Sedangkan sikap Lestari sudah mulai kembali seperti biasa. Raut wajahnya tidak
lagi mencerminkan kekesalan. Dan Bayu sendiri tidak mau mengungkit lagi
persoalan yang dianggap tidak pedu dipermasalahkan. Dia sudah menganggap biasa
kalau orang-orang salah menduga pada dirinya. Dan memang, bukan sekali ini dia
mendapatkan persoalan seperti itu. Tapi memang diakui, kali ini terasa
begitu berat Bahkan hampir saja dirinya mati terbunuh dikeroyok oleh mereka yang
salah menuduh. "Ke mana kita pergi, Bayu?" tanya Lestari setelah cukup lama berdiam diri
membisu. "Mengejar Setan Mata Satu," sahut Bayu.
"Kau sudah menduga ke mana arah kepergian-nya?" tanya Lestari lagi
"Aku rasa tidak sulit mendapatkannya, Lestari?" sahut Bayu Lestari menatap wajah
tampan Pendekar Pulau Neraka, seakan meminta penjelasan dari jawabannya tadi.
Tapi Bayu seperti tidak tahu, dan teruji saja berjalan dengan wajah lurus ke
depan. "Ke mana kira-kira perginya si Setan Mata Satu itu, Bayu?"
tanya Lestari ingin tahu lagi.
"Dia memerlukan senjata bintang perak yang sangat banyak. Dan sudah barang
tentu, harus memiliki tempat yang khusus untuk membuat senjatanya itu, Lestari,"
sahut Bayu sedikit menjelas kan.
"Kau tahu di mana tempatnya?" tanya Lestari lagi.
Entah kenapa, Bayu jadi tersenyum mendengar pertanyaan gadis itu. Malah, tidak
menjawab sama sekali. Pendekar Pulau Neraka berhenti melangkah, begitu di depan
terlihat sebuah sungai yang cukup besar dan airnya deras. Tidak ada satu sampah
pun yang teriihat di sana. Tapi terlihat jelas kalau di seberang sungai itu
terdapat sebuah perkampungan yang tampaknya cukup besar.
Kening Lestari jadi berkerut juga, saat melihat Bayu terus memandang ke arah
perkampungan di seberang sungai. Dia tidak tahu, apa yang adai dalam pikiran
Pendekar Pulau Neraka. Terlalu sukar baginya untuk bisa menerka jalan pikiran
Bayu sekarang ini. Lestari kembali mengarahkan
pandangan ke depan, seperti ingin mencoba mencari tahu, apa yang sedang
dipikirkan Pendekar Pulau Neraka.
"Kita akan menyeberangi sungai ini, Baya..?" tanya Lestari bernada menduga.
"Ya," sahut Bayu singkat.
"Lalu, apa yang akan kita peroleh di sana?" lunya Lestari lagi.
"Setan Mata Satu," sahut Bayu tetap singkat datar nada suaranya.
"Kau yakin dia ada di sana?"
Bayu tidak menjawab, tapi bibirnya terlihat
menyunggingkan senyum tipis sekali. Begitu tipisnya, hampir saja Lestari tidak
melihat. Gadis itu sudah bisa menduga, sekarang ini Bayu sudah begitu yakin
kalau si Setan Mata Satu sekarang berada di seberang sungai. Entah, apa yang
membuat Bayu begitu percaya terhadap dugaannya.
Sedangkan Lestari hanya bisa menduga-duga saja, tanpa dapat lagi melontarkan
pertanyaan. Tapi yang menjadi persoalannya sekarang, bagaimana mereka bisa
menyeberangi sungai besar yang mengalir deras tanpa perahu..."
*** Bagi orang-orang persilatan yang berkepandaian tinggi seperti Pendekar Pulau
Neraka, memang tidak ada persoalan sedikit pun untuk menyeberangi sungai besar
yang mengalir deras seperti itu. Tapi, Bayu justru memikirkan Lestari. Dia tidak
tahu, sampai di mana kepandaian gadis itu. Terutama sekali, tingkat ilmu
meringankan tubuhnyn Kalau Lestari hanya sampai pada tingkatan pertengahan saja,
mustahil bisa menyeberanginya tanpt perahu. Sedangkan Bayu bisa menggunakan
ranting atau daun-daun untuk dijadikan jembatan menuju seberang sungai. Dan itu
juga membutuhkan pengerahan ilmu meringankan tubuh yang
sempui na. Sedangkan Lestari.... Tidak mungkin gadis itu bisa melakukan hal yang
sama dengannya. Ilmu meringankan tubuh gadis ini masih berada jauh dari Pendekar
Pulau Neraka. Dan inilah yang sedang menjadi beban pikiran Bayu sekarang.
Sementara, pelahan-lahan matahari sudah mulai
menampakkan diri di ufuk timur. Cahayanya begitu lembut dan indah membias dari
pucuk-pucuk pepohonan di hulu sungai. Basa cahaya matahari membuat Bayu bisa
leluasa mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tapi, memang tidak ada satu
perahu pun terdapat di sungai ini. Udara yang semula terasa dingin, pelahan
mulai menghangat menyapu kulit
Bayu melangkah menghampiri sebuah pohon yang besar dan rimbun daunnya. Kemudian
dia duduk bersila di bawah pohon itu. Lestari mengikuti Pendekar Pulau Neraka,
duduk di sebelah kirinya. Mereka sama-sama memandang ke seberang dengan pikiran
masing-masing sukar diterka.
"Sudah pagi, Bayu. Kapan akan ke sana?" tanya Lestari tanpa berpaling sedikit
pun. "Hm...," Bayu hanya menjawab dengan gumaman saja.
"Kau ragu-ragu, Bayu?" terdengar agak sinis tiada suara Lestari.
Bayu melirik sedikit pada gadis di sebelahnya Ini.
Dirasakannya kalau itu bukan pertanyaan biasa. Nadanya jelas sekali ingin
memanasi hatinya. Malah terdengar begitu sinis.
Tapi, Bayu tahu kalau sikap Lestari yang berubah sinis itu hanya memancing
perasaannya saja. Menyadari akan hal itu, bayu malah tersenyum.
"Di seberang sana, adalah Desa Pangkar. Semua penduduknya hidup dari keahliannya
mengolah besi. Bukan hanya peralatan dari besi saja yang dibuat, tapi banyak
juga senjata yang berasal dari sana," kata Bayu seperti memberi
tahu keadaan di desa seberang sungai ini pada gadis di sebelahnya.
"Lalu, apa hubungannya dengan Setan Mata Satu?" tanya Lestari tidak mengerti
maksud Pendekar Pulau Neraka.
"Lihatlah ini, Lestari..." Coba perhatikan," Bayu mengeluarkan sebuah bintang
dari balik saku ikat pinggangnya.
Pemuda itu menyerahkan senjata yang digunakan si Setan Mata Satu untuk merusak
namanya pada Lestari. Sebentar gadis itu hanya memandanginya saja, kemudian
mengambil benda itu dari tangan Pendekar Pulau Neraka. Dengan kelopak mata agak
menyipit, Lestari mencoba untuk bisa memahami perkataan Bayu tadi sambil
memperhatikan senjata berbentuk bintang di tangannya.
"Kau menduga senjata ini dibuat di sana, Bayu?" tanya Lestari mulai bisa menduga
arah pemc bicaraan Bayu.
"Ya," sahut Bayu singkat
"Kau yakin?" tanya Lestari lagi, seperti ingin meyakinkan dirinya.
Bayu hanya mengangguk saja dengan gerakan begitu mantap. Dan pandangan matanya
kini tertuju lurus pada wajah cantik gadis itu. Sedangkan Lestari sendiri seakan
tidak manyadari kalau wajahnya terus dipandangi, dengan mata tidak berkedip
sedikit pun. Gadis itu terus memperhatikan Bintang Perak yang berada di telapak
tangan kanannya. Dan ketika wajahnya diangkat seketika itu juga pandangan mata
mereka langsung bertemu.
Entah kenapa, Lestari jadi bergetar seluruh tubuhnya. Dan dirasakan seakan-akan
darahnya berhenti mengalir seketika.
Detak jantungnya pun jadi semakin keras. Cepat-cepat Lestari memalingkan
wajahnya ke seberang sungai, begitu seluruh paras wajahnya terasa jadi panas.
Sekilas Bayu sempat
melihat perubahan pada wajah gadis itu. Maka cepat-cepat wajahnya dipalingkan
juga ke seberang. Untuk beberapa saat lamanya mereka jadi terdiam membisu.
Entah, apa yang ada dalam kepala mereka masing-masing saat ini.
"Bayu...," terdengar begitu pelan suara Lestari.
"Hm...," Bayu hanya menjawab dengan sedikit gumaman.
"Kau tahu, siapa yang membuat senjata ini?" lanya Lestari lagi, mencoba
menghilangkan perasaan aneh yang tiba-tiba saja menyelimuti hatinya, setelah
pandangannya langsung bertemu pada pandangan mata Pendekar Pulau Neraka.
"Kau tidak lihat guratan di bagian tengahnya...?" Bayu malah balik bertanya.
Lestari langsung memperhatikan bagian tengah senjata bintang berwarna putih
keperakan itu. Agak berkerut juga keningnya, begitu melihat sedikit guratan
tepat di tengah-tengah Bintang Perak itu. Dan sebentar kemudian, wajahnya
diangkat lagi. Kali ini, dia tidak langsung menatap bola mata Baya Pandangannya
ke arah lain, walaupun wajahnya berhadapan dengan wajah Pendekar Pulau Neraka
berjarak tidak begitu jauh. Tapi entah kenapa, Lestari masih juga merasakan
getaran yang begitu kuat dalam dadanya. Dan dia tidak tahu, apa arti getaran di
dadanya ini. "Semua senjata bintang yang digunakan si Setan Mata Satu bertanda seperti itu.
Dan aku tahu, siapa pembuatnya," kata Bayu memberi tahu.
"Siapa, Bayu?" tanya Lestari jadi semakin ingin tahu.
"Ki Bendawa," sahut Bayu singkat.
"Siapa dia...?" tanya Lestari meminta penjelasan lagi.
"Dia seorang pandai besi dan ahli membuat senjata yang sangat terkenal di Desa
Pangkar. Tidak sedikit orang-orang dari kalangan persilatan yang memesan senjata
padanya. Bahkan beberapa kerajaan pun memesan senjata untuk prajuritnya juga pada Ki
Bendawa," jelas Bayu singkat.
"Kau tahu dari mana kalau guratan ini tanda buatan Ki Bendawa?" tanya Lestari
lagi. "Aku pernah ke sana, mengantarkan orang yang ingin membuat senjata pusaka dari


Pendekar Pulau Neraka 56 Setan Mata Satu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bahan yang dibawanya sendiri.
Begitu banyak hasil buatannya. Dan semua selalu memiliki tanda guratan seperti
itu," sahut Bayu menjelaskan lagi.
"Tentu Ki Bendawa itu orang yang sangat pandai, ya..."
Dan dia pasti juga memiliki kepandaian tidak rendah," ujar Lestari langsung
memuji. "Memang... Selain pandai membuat senjata, Ki Bendawa juga memiliki kepandaian
yang tidak rendah. Itu sebabnya, tidak ada seorang pun yang mau sembarangan
padanya. Bahkan di Desa Pangkar itu, nama Ki Bendawa begitu dihormati dan ditakuti. Tidak
ada seorang pun yang berani berbuat curang padanya. Desa itu juga bisa terkenal,
berkat kepandaian Ki Bendawa."
"Hebat...," puji Lestari tulus.
"Tapi terus terang saja, Lestari. Sejak aku tahu di mana senjata itu dibuat, aku
jadi khawatir," kata Bayu. Wajahnya tiba-tiba berubah murung.
"Apa yang kau khawatirkan, Bayu?" tanya Lestari jadi heran tidak mengerti.
"Kau tahu, apa yang dilakukan si Setan Mata Satu selama ini, kan...?" Bayu malah
balik bertanya.
Lestari hanya mengangguk saja sedikit
"Aku khawatir, kalau-kalau si Setan Mata Satu membunuh Ki Bendawa setelah
mendapatkan senjatanya ini," kata Bayu mengutarakan rasa kekhawatirannya.
"Kalau begitu, kenapa tidak segera saja ke sana, Baya..?"
usul Lestari Langsung.
"Terlalu berbahaya menyeberangi sungai di siang hari begini, Lestari. Sedangkan
kita belum tahu, bagaimana keadaan Desa Pangkar sekarang ini. Tunggu saja sampai
gelap nanti," sahut Bayu menjelaskan lagi.
"Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Lestari lagi.
"Istirahat sebanyak-banyaknya. Mungkin, malam nanti kita akan menghadapi cobaan
dan rintangan yang tidak kecil,"
sahut Bayu kalem.
Lestari hanya diam saja. Dan dia memang tidak lagi mengeluarkan suaranya.
Matanya melirik sedikit, saat Bayu merebahkan tubuhnya di atas rerumputan yang
cukup tebal di bawah pohon berdaun lebat ini, hingga terlindung dari sengatan
sinar matahari yang semakin terik.
*** Bayu baru membuka kelopak matanya, begitu merasakan angin yang berhembus
mengusap kulit nya. Terasa begitu dingin. Cepat pemuda itu melompat bangkit
berdiri dengan bola mata langsung beredar ke sekeliling. Memang ternyata Bayu
tidak melihat Lestari lagi di tepian sungai ini. Apalagi, nyenyak sekali Bayu
tidur tadi. Sampai-sampai, ketika matahari sudah hampir tenggelam di balik
peraduannya dia baru bangun. Entah, sudah berapa malam Pendekar Pulau Neraka
tidak tidur, dan baru siang ini bisa tidur begitu nyenyak.
"Lestari...!"
Sekuat-kuatnya Bayu memanggil, tapi tidak terdengar sahutan sedikit pun juga.
Bayu terus mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dia tidak tahu, ke mana
Lestari pergi. "Nguk...! Nguk...!"
Bayu cepat berpaling, begitu mendengar suara monyet di belakangnya. Tampak Tiren
berlari-lari kecil sambil mencerecet ribut menghampiri Pendekar Pulau Neraka.
Monyet kecil itu langsung melompat naik ke pundak Bayu.
"Kau lihat Lestari, Tiren?" tanya Bayu langsung.
"Nguk...!"
"Aku tahu dia pergi. Tapi, ke mana...?"
"Craaak...!"
"Kau tidak salah, Tiren?"
Kening Bayu jadi berkerut melihat Tiren menunjuk ke seberang sungai. Seakan,
monyet kecil itu ingin mengatakan kalau telah melihat Lestari pergi ke desa yang
ada di seberang sungai ini. Pendekar Pulau Neraka langsung mengarahkan
pandangannya ke seberang sungai. Tidak terlihat ada satu perahu pun di seberang
sana. Sebentar kemudian kembali ditatapnya monyet kecil berbulu hitam pekat yang
duduk di pundak kanannya. Monyet kecil itu memperdengarkan suara seperti orang
tidur mendengkur. Binatang itu juga terus mengarahkan pandangannya ke seberang
sungai yang mulai dihiasi cahaya lampu pelita dari rumah-rumah yang berdiri di
tepiannya. "Dengan siapa dia pergi ke sana?" tanya Bayu lagi sambil terus memandangi monyet
kecilnya. "Nguk!"
"Hm..."
Kembali kening Tiren berkerut dengan kelopak mata sedikit menyipit, melihat
Tiren membuat beberapa gerakan tangan sambil memperdengarkan suara. Seakan,
monyet kecil itu ingin mengatakan sesuatu pada Pendekar Pulau Neraka. Tapi entah
kenapa, seakan Bayu begitu sulit mengartikan bahasa
monyet kecilnya. Pemuda itu terus memandangi dan mencoba bisa mengerti.
Sedangkan Tiren terus berusaha memberitahu dengan gerakan-gerakan tangan dan
suara yang tidak pernah berubah dalam pendengaran.
"Mustahil...," desis Bayu setelah bisa mengerti Jelas sekali terlihat kepala
Pendekar Pulau Neraka bergerak menggeleng pelahan dengan bibir terus
memperdengarkan desisan seperti ular. Bayu benar-benar tidak percaya kalau
Lestari menyeberangi sungai ini sendiri. Timbul di dalam pikirannya, dengan apa
gadis itu bisa menyeberangi sungai yang sangat deras alirannya ini tanpa
perahu..."! Sedangkan ilmu meringankan tubuhnya belum bisa dikatakan sempurna.
Bahkan masih terlalu jauh, bila dibandingkan Pendekar Pulau Neraka.
Bayu melangkah semakin mendekati tepian sungai ini.
Kembali kelopak matanya sedikit menyipit, begitu mendapati jejak-jejak kaki
tertera jelas di tanah tepi sungai yang cukup lembab ini. Walaupun hari sudah
malam, tapi bulan yang menggantung di langit saat ini bersinar penuh. Sehingga,
membuat keadaan sekelilingnya cukup terang dan cukup jelas untuk melihat jejak
kaki di tepi sungai ini. Dan Bayu tahu, itu jejak kaki Lestari. Tidak terlihat
ada jejak kaki orang lain di sini. Itu berarti Lestari memang menyeberangi
sungai ini hanya seorang diri saja.
"Kita harus cepat ke sana, Tiren. Bahaya kalau dia menghadapi Setan Mata Satu
seorang diri, " kata Bayu sambil menepuk kepala monyet kecil di pundaknya.
"Nguk!"
"Pegang leherku kuat-kuat, Tiren. Kita akan menyeberangi sungai ini," pinta
Bayu. "Craaak...!"
"Hup! Yeaaah...!"
*** 7 Sungguh sempurna ilmu meringankan tubuh Pendekar Pulau Neraka. Sehingga seakan
tubuhnya bisa terbang melayang di atas permukaan air sungai yang mengalir deras
itu. Hanya sesekali saja ujung jari kakinya menotok ranting-ranting yang hanyut
terbawa arus sungai ini. Bayu terus melesat di atas permukaan air sungai bagai
segumpal kapas terbawa angin.
Dan sebentar saja,
Pendekar Pulau Neraka
sudah tiba di tepi seberang
sungai ini. Begitu ringan
kakinya menjejakkan tanah
lembab dan sedikit berpasir.
Sebentar pandangannya
beredar ke sekeliling.
Namun tidak terlihat
seorang pun manusia di
sekitarnya. Begitu sunyi,
hingga hanya desiran angin
dan aliran sungai saja yang
terdengar mengusik
telinganya. "Hm..."
Bayu menggumam sedikit, melihat jejak kaki Lestari terlihat di tepi sungai ini.
Tapi keningnya jadi berkerut ketika melihat ada guratan panjang yang cukup
banyak di sekitar jejak-jejak kaki ini. Guratan panjang seperti bekas ular
berlalu. Tapi..
"Pasti Lestari membuat rakit, hingga bisa sampai di sini,"
gumam Bayu langsung bisa menduga.
Bibir Pendekar Pulau Neraka jadi tersenyum,
membayangkan Lestari membuat rakit untuk menyeberangi sungai. Memang diakui di
dalam hatinya, gadis itu memiliki otak cerdas. Tapi sayang. Lestari ke desa ini
hanya seorang diri saja. Sedangkan dia tahu, Setan Mata Satu pasti berada di
desa ini juga. Entah kenapa, Bayu jadi cemas memikirkan Lestari yang menghadang
bahaya hanya seorang diri saja.
"Ayo, Tiren. Kita harus cepat menemukan Lestari. Jangan sampai dia bertemu si
Setan Mata Satu, karena bukan tandingannya," kata Bayu sambil menepuk kepala
monyet di pundaknya.
"Nguk!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Bayu segera
mengayunkan kakinya menuju desa yang sudah ada di depannya Lampu-lampu pelita
tampak menyala dari beranda depan rumah-rumah yang ada di seberang sungai ini
Pendekar Pulau Neraka terus mengayunkan kakinya, lebar-lebar.
Bayu terus melangkah memasuki desa itu. Karena sudah pernah datang ke sini
sebelumnya, jadi tidak merasa heran kalau keadaan desa ini begitu sunyi seperti
tidak ada penduduknya. Dan memang, semua orang di desa ini tidak ada yang keluar
dari dalam rumah setelah malam tiba. Mereka terlalu lelah bekerja di siang hari,
sehingga bila malam adalah waktu beristirahat. Bayu terus mengayunkan kakinya
menyusuri jalan tanah setapak yang berdebu. Sepanjang jalan yang dilalui, tidak
ada seorang pun dijumpai
Namun begitu sampai di sebuah tegalan yang berada di tengah-tengah desa itu,
mendadak saja bermunculan orang-orang dari balik pepohonan dan dinding-dinding
rumah yang ada di sekitar tanah lapangan berumput ini. Dan sebelum Bayu bisa
menyadari apa yang terjadi, sekelilingnya sudah
terkepung puluhan orang dengan senjata tajam berbagai bentuk dan jenisnya. Bayu
cepat menyadari kalau dirinya dalam keadaan bahaya.
"Tangkap...!"
Tiba-tiba terdengar teriakan lantang memberi perintah. Dan seketi
u ka it juga, sekitar sepuluh orang belarian ke arah Pendekar Pulau Neraka. Dan
begitu dekat, mereka langsung saja beriom tan hi
pa ngga melewati atas kepala Bayu. Lalu saat
itu juga... Rrrrt..! "Heh..."!"
"Craaakh...!"
Bayu jadi terlonjak kaget setengah mati. Bahkan Tiren langsung melompat turun
dari pundak Pendekar Pulau Neraka, ketika orang-orang yang berlompatan ini
menebarkan jaring-jaring hitamnya dari atas.
"Hap!"
Cepat- p ce at Bayu membanting tubuhnya tatanan, dan
cepat bergulingan ke arah kanan, se hingga serangan jaring-jaring hitam itu
tidak sampai mengenai sasaran.
"Hup!"
Begitu cepat dan manis Bayu melompat bangkit berdiri setelah dirasakan aman dari
serangan, langsung tangan kanannya disilangkan di depan da da, dengan tubuh agak
membungkuk ke depan. Sementara, sekitar sepuluh orang yang membawa jaring hitam
itu su kembali mengu dah rung rapat. Bahkan sekeliling tanah lapangan ini juga sudah terkepung rapat Tidak
sedikit yang membawa obor, hingga keadaan jadi semakin terang benderang.
"Ada apa ini" Kenapa kalian menyerangku..."!" tanya Bayu, lantang.
"Jangan banyak bicara kau, Pendekar Pulau Neraka...!"
Bayu langsung memutar tubuhnya, begitu mendengar bentakan sangat keras yang
mengejutkan ini. Tampak seorang laki-laki berusia separo baya sudah berdiri
sambil berkacak pinggang, terpisah dari yang lain. Baju warna biru muda yang
ketat, membentuk tubuhnya yang tegap dan berotot Sebuah pedang berukuran panjang
tampak bergantung di pinggang.
Kakinya melangkah beberapa tindak mendekat Pendekar Pulau Neraka.
"Aku Jalapari, putra tunggal Ki Bendawa. Kau harus bertanggung jawab atas
perbuatanmu pada ayahku, Pendekar Pulau Neraka. Setelah memesan ribuan senjata
bintang, lalu kau bunuh ayahku. Sekarang, kau datang lagi setelah puas membantai
orang-orang yang tidak bersalah! Kau harus mati di sini, Pendekar Pulau Neraka!"
lantang sekali suara Jalapari.
"Tidak...! Bukan aku yang melakukan itu. Kalian salah...!"
bentak Bayu tidak kalah lantangnya.
"Kau tidak perlu mungkir, Pendekar Pulau Neraka. Semua orang sudah tahu
perbuatan u!" benta busukm k Jalapari lagi,
dengan tetap lantang menggelegar.
Bayu jadi terdiam. Memang tidak ada gunanya membantah semua tuduhan itu. Setan
Mata Satu sudah menggunakan namanya untuk memesan senjata bintang dari Ki
Bendawa di Desa Pangkar ini. Dan ternyata, si Setan Mata Satu juga telah
membunuh Ki Bendawa. Sekarang semua orang di desa ini begitu membencinya.
unuhnya untuk Bahkan ingin memb
menebus nyawa Ki Bendawa yang dihormati.
"Bersiaplah menerima hukumanmu, Pendekar Pulau Neraka!" desis Jalapari dingin.
Cring! Langsung saja laki-laki separo baya itu mencabut pedangnya yang tergantung di
pinggang. Agak terkejut juga Pendekar Pulau Neraka, melihat pedang itu bagai
memancarkan cahaya merah kekuningan seperti matahari.
Dan rasanya, senjata itu tidak bisa dianggap enteng begitu saja. Bayu menarik
kakinya dua langkah ke belakang sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Tidak ada jalan sedikit pun untuk dapat meloloskan diri.
"Tahan seranganku, Iblis...!" bentak Jalapari lantang.
Tapi belum juga putra Ki Bendawa itu melakukan serangan, tiba-tiba saja...
"Tahan...!"
*** Bentakan keras menggelegar dan tiba-tiba itu bukan saja mengejutkan Jalapari.
Tapi, semua orang yang ada di lapangan ini juga terkejut setengah mati. Bahkan
Bayu sendiri sampai berpaling cepat ke arah datangnya bentakan yang begitu
tepat, di saat Jalapari hendak menyerangnya. Dan di saat itu juga, terlihat
sebuah bayangan merah muda berkelebat begitu, cepat melewati kepala orang-orang
yang memenuhi lapangan ini. Tahu-tahu, di sebelah kiri Bayu sudah berdiri
seorang gadis cantik berbaju merah m
n uda ya g ketat.
Sebuah pedang tampak tergantung di pinggangnya.
"Lestari...," desis Bayu, tidak menyangka kalau Lestari yang datang mencegah
serangan Jalapari
"Kalian salah kalau menuduh Pendekar Pulau Neraka yang melakukan semua kejahatan
ini. Aku tahu, siapa orangnya yang sebenarnya...!" lantang sekali suara Lestari.
"Siapa kau..."!" bentak Jalapari langsung bertanya.
"Aku Lestari, dari Desa Duri Batang. Semua orang di desaku habis dibantai. Dan
kedua orang-tuaku ikut menjadi korban. Hany
n a aku ya g selamat dan tahu siapa pelakunya,"
sahut Lestari lantang.
Kata-kata Lestari membuat semua orang jadi menggumam, entah percaya atau tidak
atas pembelaan gadis ini pada diri
Pendekar Pulau Neraka Sedangkan Bayu sendiri hanya diam saja, memberi kesempatan
pada Lestari untuk menjelaskan yang sebenarnya.
"Bukan hanya desa ini saja yang dirugikan. Tapi, banyak desa lain yang sudah
menjadi korban kebuasannya. Kalau kalian tidak percaya, aku bawa saksi lain,"
sambung Lestari.
Dan begitu kata-kata gadis ini selesai, dari bagian kiri menyeruak beberapa


Pendekar Pulau Neraka 56 Setan Mata Satu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang memasuki lapangan berumput ini.
Mereka adalah Eyang Jambak bersama dua puluh orang muridnya dan tujuh orang
tokoh persilatan yang diundangnya.
Mereka berhenti setelah berjarak beberapa langkah lagi dari Pendekar Pulau
Neraka yang berdiri didampingi Lestari. Tidak ada seorang pun yang membuka
suaranya. Bahkan wajah Jalapari sendiri jadi kelihatan bimbang.
"Kita semua memang salah menuduh. Memang bukan Pendekar Pulau Neraka yang
melakukan se mua kejahatan ini.
Ada orang lain yang memakai nama Pendekar Pulau Neraka untuk memfitnah agar kita
bisa diadu domba untuk membunuh Pendekar Pulau Neraka. Dan kalau rencana itu
berhasil, maka penghalang utama para tokoh hitam akan lenyap. Dengan demikian,
dunia persilatan akan dikuasai tokoh golongan hitam dengan kesewenangwenangannya. Dan sekarang orang itu memakai julukan Setan Mata Satu.
Sengaja hal ini dilakukan agar kita lemah dan tak berdaya!"
kata Eyang Jambak menjelaskan semua ceritanya dengan beberapa akibatnya
"Bagaimana kau bisa tahu, Orang Tua?" kata Jalapari.
"Bukan hanya aku yang melihat sendiri. Tapi, semua orang yang ada di belakangku
ini ikut menyaksikannya. Dan sekarang, kami sedang mengejar orang itu untuk
menebus kesalahan kami pada Pendekar Pulau Neraka," sahut Eyang Jambak 'Terus
terang saja, kami semua juga sempat berbuat kesalahan seperti iri. Dan semua ini
akan ditebus dengan taruhan nyawa kami sendiri. Dalam kesempatan ini, aku atas
nama semua orang mengaku bersalah, mohon maaf padamu, Pendekar Pulau Neraka."
Bayu hanya membungkuk saja sedikit, begitu melihat eyang Jambak membungkuk
sedikit meminta maaf padanya.
Sikap yang ditunjukkan Kyang Jambak membuat semua penduduk Desa Pangkar yang
mengepung lapangan ini jadi terlongong bengong. Bahkan Jalapari sendiri langsung
menyarungkan pedangnya lagi. Kakinya lalu melangkah menghampiri Pendekar Pulau
Neraka yang tetap didampingi Lestari. Tanpa banyak bicara lagi, Jalapari
langsung menyodorkan tangannya.
"Maaf, atas semua kesalahan dan kekhilafan kami semua,"
ucap Jalapari. Bayu tidak bisa lagi berkata-kata. Disambutnya uluran tangan itu dengan hangat.
Dan seketika itu juga, semua orang bersorak menyambut kembalinya nama harum
Pendekar Pulau Neraka yang selama ini sempat dirusak oleh Setan Mata Satu.
Bayu melepaskan jabatan tangannya pada tangan Jalapari.
"Aku turut berduka cita atas meninggalnya Ki Bendawa,"
ucap Bayu. "Ayahku korban pertamanya," ujar Jalapari agak sendu.
"Kita semua akan menghukum manusia iblis itu," selak Lestari.
"Sudah terlalu malam untuk memburu iblis itu. Sebaiknya, kalian semua
beristirahat saja di sini," Jalapari menawarkan.
Dan memang, tawaran putra tunggal Ki Bendawa itu tidak bisa lagi ditolak.
Terlebih lagi, Jalapari menyediakan rumahnya untuk mereka yang datang ke desa
ini. Dan malam itu, mereka banyak bicara untuk merencanakan pemburuan terhadap
Setan Mata Satu yang sampai saat ini belum jelas Malam ini, Bayu sama sekali
tidak bisa memejamkan mata barang sekejap pun. Walaupun udara malam ini begitu
dingin, tapi pemuda ini merasa kepanasan. Sehingga keringatnya bercucuran bagai air yang
keluar dari kulit gunung. Bayu melirik Eyang Jambak yang tidur satu kamar
dengannya Orang tua itu sudah sejak tadi mendengkur dengan tubuh terlipat
seperti udang. "Hhh...!"
Pelahan Bayu turun dari pembaringannya, sambil
menghembuskan napas panjang yang terasa begitu berat Kemudian kakinya melangkah
keluar dari dalam kamar ini.
Pedahan-lahan tangannya membuka pintu, kemudian menutupnya lagi dengan hati-hati
sekali. Seakan dia tidak ingin seisi rumah ini terbangun. Bayu terus berjalan
pelahan-lahan mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna
tingkatannya. Begitu sempurnanya, sehingga setiap ayunan langkah kakinya tidak
menimbulkan suara sedikit pun juga. Dan sebentar kemudian, Pendekar Pulau Neraka
sudah berada di depan rumah Jalapari yang sangat besar ini.
Sementara, saat ini sudah tengah malam. Bayu terus berjalan melintasi halaman
depan rumah Jalapari yang cukup luas. Dan memang Jalapari termasuk orang terkaya
di Desa Pangkar ini. Pendekar Pulau Neraka berjalan tanpa tujuan sama sekali.
Tapi, kedua bola matanya beredar ke sekeliling, memandangi sekitarnya tanpa
berkedip sedikit pun. Seakan, ada yang tengah dicarinya malam ini.
"Bayu..."
"Oh..."!"
Bayu tersentak kaget, begitu tiba-tiba mendengar panggilan dari belakang. Cepat
tubuhnya berbalik. Keningnya langsung berkerut, begitu melihat sesosok tubuh
ramping berdiri di tengah-tengah jalan ini. Malam yang cukup gelap ini, membuat
Bayu terasa agak sulit melihat wajah orang itu. Tapi dari bentuk tubuhnya yang
ramping dan indah, jelas sekali
kalau dia seorang wanita. Perlahan Bayu melangkah mendekati.
"Lestari...," desis Bayu setelah bisa mengenali.
Wanita yang memang Lestari itu menanti sampai Pendekar Pulau Neraka berada di
depannya Dan Bayu sendiri baru berhenti melangkah, setelah jaraknya sekitar tiga
langkah lagi. Sesaat mereka hanya berdiri saja, tanpa mengeluarkan kata-kata.
"Kenapa kau ada di sini malam-malam?" tanya Bayu. "Kau tidak tidur...?"
"Aku tidak bisa tidur," sahut Lestari. "Mana Tiren?"
"Di kamarku. Tidur."
"Kau sendiri, kenapa berada di sini?" Lestari balik bertanya.
"Sama Aku juga tidak bisa tidur. Entah kenapa, aku merasa ingin keluar untuk
jalan-jalan saja," sahut Bayu seenaknya.
"Bayu...," terputus suara Lestari.
"Hm...," Bayu hanya menggumam saja sedikit.
"Maaf, aku meninggalkanmu begitu saja siang tadi," ucap Lestari pelan.
"Dengan apa kau menyeberangi sungai?" tanya Bayu langsung.
"Rakit"
"Lalu, di mana kau bertemu Eyang Jambak dan yang lainnya?"
"Tidak Jauh dari desa ini. Mereka juga sedang menuju ke sini. Maksudnya, untuk
mencarimu."
"Mencariku...?"
"Ya... Mereka merasa bersalah, karena sudah menuduhmu jadi pembunuh sinting.
Mereka ingin meminta maaf dan membersihkan namamu."
"Dari mana mereka tahu kalau kita menuju ke desa ini, Lestari?" tanya Bayu lagi
"Salah seorang dari mereka tahu, senjata bintang itu dibuat di sini. Makanya,
mereka langsung menuju ke sini lewat jalan lain."
"Maksudmu, mereka melintasi bukit?" Lestari mengangguk.
"Mereka melalui bukit, dan tidak bertemu si Setan Mata Satu Sedangkan kita
melalui sungai, juga tidak bertemu dengannya. Ke mana dia pergi...?" Bayu
seperti bicara pada diri sendiri.
"Hanya satu tempat yang pasti ditujunya, Bayu," kata Lestari cepat.
"Di mana?" tanya Bayu.
"Lembah Bunga."
Kerang Bayu jadi berkerut mendengar nama tempat yang disebutkan Lestari. Dia
tahu, di mana letak Lembah Bunga itu.
Namanya memang indah. Tapi, bukan berarti tempatnya juga indah seperti namanya.
Lembah itu memang indah, kalau sedang musim bunga. Tapi di balik semua
keindahannya, tersimpan keangkeran. Sehingga, tidak ada seorang pun yang suka
masuk ke sana. Lembah itu dihuni ribuan ular berbisa yang sangat mematikan.
Maka-nya, banyak orang yang menyebutnya Lembah Bunga Berbisa.
Bayu merasa tidak mungkin kalau Setan Mata Satu pergi ke sana. Setinggi apapun
tingkat kepandaiannya sulit untuk bisa selamat bila memasuki lembah itu. Ularular berbisa yang menghuni lembah itu akan membunuhnya tanpa ampun lagi.
Tapi, memang tidak ada tempat lain lagi yang bisa dijadikan persembunyian si
Setan Mata satu, selain di lembah Bunga.
Dan untuk mencapai ke sana, harus menyusuri sungai sampai ke hilir. Belum lagi,
harus melewati bukit batu yang terjal dan rapuh. Tidak sembarang orang bisa
melewati bukit yang sewaktu-waktu bisa longsor itu.
"Akan kucoba ke sana," kata Bayu setelah cukup lama berpikir.
"Tidak sekarang, Bayu. Lagi pula, terlalu berbahaya pergi sendiri ke sana,"
cegah Lestari. Bayu hanya tersenyum saja mendengar nada kecemasan dalam suara gadis ini Dan
tanpa bicara lagi, Pendekar Pulau Neraka melangkah pergi meninggalkan Lestari
seorang diri. Sedangkan Lestari beberapa saat hanya diam memandangi.
Kemudian bergegas dikejarnya Pendekar Pulau Neraka.
"Bayu, tunggu...!"
Bayu berhenti melangkah, dan menunggu Lestari sampai berada di depannya lagi.
Beberapa saat gadis itu memandangi wajah tampan Pendekar Pulau Neraka.
"Tolong jaga Tiren. Hanya kau yang sudah dikenalnya,"
ujar Bayu berpesan.
"Kau akan tetap pergi ke sana malam ini juga?" tanya Lestari tidak dapat lagi
menyembunyikan kecemasannya.
"Ya, sebelum lebih banyak korban jatuh lagi!"
"Aku tidak bisa mencegahmu. Bayu. Hati-hatilah...," ujar Lestari sambil
menggigit bibir bawahnya sendiri.
Bayu tersenyum kecil. Ditepuknya pundak gadis itu, kemudian melangkah pergi
meninggalkan nya. Lestari hanya bisa memandangi kepergian Pendekar Pulau Neraka
menempuh bahaya seorang diri Dan setelah bayangan tubuh Bayu menghilang dari
pandangan, bergegas tubuhnya berbalik dan berlari menuju ke rumah Jalapari.
*** Bayu berdiri tegak di atas tanah berbukit yang tidak seberapa tinggi. Dari
tempat ini, Pendekar Pulau Neraka bisa memandang ke arah Lembah Bunga yang tidak
begitu besar. Sungguh indah pemandangan lembah itu. Entah, berapa jenis bunga tumbuh di lembah
ini. Tapi di balik semua keindahan itu, tersimpan sejuta bahaya yang tidak bisa
dipandang sebelah mata. Di lembah yang kelihatan indah itu, sebenarnya adalah
sarang ular-ular berbisa yang sangat mematikan.
Sehingga tidak ada seorang pun yang mau memasukinya.
Bahkan untuk melewatinya saja, orang akan berpikir seribu kali.
"Apapun yang terjadi, aku harus tetap ke sana," gumam Bayu bicara sendiri dalam
hati. Bayu memang sudah bertekad masuk ke dalam lembah itu.
Walaupun disadari bahaya yang akan menghadang, namun dengan hari mantap Pendekar
Pulau Neraka mulai melangkah mendekati Lembah Bunga ini. Pendengarannya dipasang
seta-jam mungkin. Dan kedua matanya dipentang lebar, mengamati setiap jengkal
tanah yang dipijaknya. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya sehingga
rerumputan yang dipijaknya tidak bergerak sedikit pun juga. Bahkan tidak
terlihat adanya bekas pijakan kakinya.
"Hup...!"
Pendekar Pulau Neraka cepat melompat, ketika tiba-tiba saja seekor ular meluruk
deras ke arahnya. Ular berbisa itu lewat sedikit saja di bawah telapak kakinya.
Cepat tubuhnya berputaran di udara. Lalu, tangan kirinya langsung bergerak cepat
menghantam kepala ular sebesar lengan itu. Seketika, kepala ular itu hancur
berantakan. Dan Bayu kembali menjejakkan kakinya di atas rerumputan Lembah Bunga
ini dengan ringan sekali, bagai segumpal kapas jatuh ke tanah.
"Hampir saja...," desah Bayu sambil menghembuskan napas panjang.
Kembali Pendekar Pulau Neraka melangkah semakin masuk ke dalam lembah yang
dipenuhi bunga beraneka warna dan jenis ini. Telinganya terus dipasang tajam,
dan matanya juga tidak berkedip sedikit pun juga memperhatikan setiap jengkal
langkahnya. Namun baru saja berjalan beberapa langkah...
Wusss...! "Haps...!"
Cepat Pendekar Pulau Neraka mengangkat tangan
kanannya, begitu terlihat kilatan cahaya putih keperakan meluruk deras ke
arahnya. Dan benda berwarna putih keperakan itu tepat menghantam Cakra Maut yang
ada di pergelangan tangannya.
Cring! Benda itu kembali terpental. Sedangkan Bayu tetap berdiri tegak dengan tangan
kanan masih berada di depan dada.
Sekilas matanya melirik benda keperakan yang tergeletak tidak jauh di depannya.
Sebuah benda berbentuk bintang persegi enam yang terbuat dari perak
"Setan Mata Satu...," desis Bayu langsung mengenali senjata bintang itu.
Bayu semakin menajamkan pendengarannya. Serangan itu sudah menandakan, kalau di
lembah inilah Setan Mata Satu bersembunyi. Dan belum juga Pendekar Pulau Neraka
bisa berpikir lebih jauh lagi, terdengar suara semak bergemerisik dari sebelah
kanannya. Tepat di saat tubuhnya berputar ke kanan, melesat sebuah bayangan
putih dengan kecepatan bagai kilat ke arahnya.
"Hup! Yeaaah...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Pulau Neraka melenting ke atas. Dan
seketika itu juga, kedua tangannya dihentakkan ke depan disertai pengerahan
tenaga dalam tinggi. Dan.
Plak! "Hap...!"
Bayu cepat-cepat memutar tubuhnya ke belakang dua kali, begitu kedua telapak
tangannya terasa membentur benda keras yang melesat begitu cepat ke arahnya.
Tampak bayangan putih itu juga berputar balik ke belakang beberapa kali Dan
hampir bersamaan, mereka sama-sama menjejak tanah berumput cukup tebal ini.
"Setan Mata Satu...," desis Bayu langsung mengenali laki-laki yang kini berada
sekitar satu batang tombak di depannya.
Seorang laki-laki berwajah buruk dan penuh cacat goresan bekas luka. Sebelah
matanya tertutup kulit berwarna hitam yang diikatkan ke belakang kepala dengan
tali dari urat binatang. Sebuah pedang tampak tergantung di pinggangnya.
"Tidak percuma julukanmu Pendekar Pulau Neraka Kau berani masuk ke lembah ini,
berarti berani mempertaruhkan nyawamu," terasa begitu dingin nasa suara Setan
Mata Satu. "Kita lihat nanti, siapa yang lebih dulu melayang nyawanya," sambut Bayu tidak
kalah dinginnya.
"He he he he...! Kau sekarang berada di daerah kekuasaanku, Pendekar Pulau
Neraka. Dulu aku boleh kalah.
Tapi sekarang, jangan harap!"
"Di mana pun kau berada, hari ini juga kau harus mempertanggungjawabkan semua
perbuatanmu! Sekalian menuntaskan pertarungan kita," dengus Bayu dingin
menggetarkan. "Bagus! Tahan serangankul Hiyaaa...!"
Cring! Sambil melompat disertai teriakan keras menggelegar, Setan Mata Satu langsung
mencabut pedangnya. Dan seketika itu juga, dikibaskan tepat mengarah ke leher
Pendekar Pulau Neraka. Begitu cepat serangannya, sehingga membuat Bayu jadi terkesiap sesaat
"Hap! Yeaaah...!"
Tapi cepat sekali Pendekar Pulau Neraka mengangkat tangan kanannya ke atas. Dan
seketika itu juga, mata pedang Setan Mata Satu membentur Cakra Maut yagn selalu
menempel di pergelangan tangan kanan Pendekar Pulau Neraka.
Tring! "Ikh..."!"
Setan Mata Satu jadi terpekik kaget setengah mati, begitu tangannya terasa jadi
bergetar akibat pedangnya membentur keras senjata maut Pendekar Pulau Neraka
yang menempel di pergelangan tangan kanannya Cepat dia melompat ke belakang
sambil memutar rubuhnya dua kali.
Tapi belum juga kakinya menjejak tanah, Bayu sudah melesat begitu cepat sambil
melepaskan satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam sempurna. Maka
Setan Mata Satu terpaksa harus memutar tubuhnya lagi ke belakang, menghindari
serangan balasan Pendekar Pulau Neraka.
"Hih! Yeaaah...!"
Gagal dengan serangannya, Bayu segera membungkukkan tubuhnya sedikit miring ke
kiri. Lalu, tangan kanannya mengibas begitu cepat ke depan.
"Wusss! Seketika itu juga, Cakra Maut yang selalu menempel di pergelangan tangannya
melesat bagai kilat Senjata bulat persegi enam itu melunak deras, menyerang
Setan Mata Satu yang baru saja menjejak di tanah. Mendapat serangan beruntun dan
sangat cepat ini, si Setan Mata Satu jadi kelabakan juga. Memang tidak ada lagi
kesempatan baginya
untuk berkelit menghindari senjata maut Pendekar Pulau Neraka. Dan...
"Hih! Hiyaaa...!"
Bet!

Pendekar Pulau Neraka 56 Setan Mata Satu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Cepat Setan Mata Satu mengebutkan pedangnya,
menangkis serangan Cakra Maut Lalu kakinya ditarik ke belakang dua langkah,
begitu Cakra Maut terpental balik ke pemiliknya. Tapi tanpa diduga sama sekali,
senjata maut Pendekar Pulau Neraka berputar begitu cepat dan kembali melunak
deras menyerang si Setan Mata Satu.
"Gila...! Hih! Yeaaah...!" Sambil membentak berang, Setan Mata Satu cepat
melenting ke atas sambil mengebutkan pedangnya, menyampok Cakra Maut yang
meluncur deras ke arahnya. Namun kedua bola mata Setan Mata Satu jadi terbeliak
lebar, karena Cakra Maut bisa meliuk menghindari tebasan pedangnya. Bahkan benda
berbahaya itu langsung melesat mengejar dada laki-laki bermata satu ini.
"Setan! Hih!"
Bet! Cepat Setan Mata Satu menarik pedangnya, dan langsung dikebutkan menyilang ke
depan tubuhnya. Dan seketika itu juga, mata pedangnya keras sekali membentur
Cakra Maut sehingga sampai menimbulkan percikan bunga api yang menyebar ke
segala arah. Setan Mata Satu cepat-cepat melenting ke belakang sambil berputaran
beberapa kali. Sementara, Cakra Maut kembali melesat balik dan menempel di pergelangan tangan
kanan Pendekar Pulau Neraka. Dan kini si Setan Mata Satu sudah kembali
menjejakkan kakinya di tanah berumput
Beberapa saat mereka hanya berdiri saling berhadapan saja, dengan tatapan mata
begitu tajam menusuk Seakan,
mereka sama-sama sedang mengukur tingkat kepandaian masing-masing.
"Saatnya kematianmu menjemput, Setan Mata Satu!
Yeaaah...!"
Sambil membentak keras menggelegar, Bayu tiba-tiba saja melompat begitu cepat
bagai kilat. Dan seketika itu juga, satu pukulan keras yang disertai pengerahan
tenaga dalam tinggi dilepaskan, tepat mengarah ke bagian dada lawannya.
"Hap! Yeaaah...!"
Bet! Tapi, si Setan Mata Satu tidak tinggal diam begitu saja.
Dengan cepat sekali pedangnya dikebut-kan ke depan, mendahului pukulan Pendekar
Pulau Neraka. Dan pada saat itu juga, tanpa diduga sama sekali Bayu cepat
meluruk turun. Dan begitu kakinya menjejak tanah, cepat tangan kanannya dihentakkan ke depan
dengan tubuh sedikit membungkuk.
'Yeaaah...!"
Wusss...! Kembali Cakra Maut melesat dari pergelangan tangan kanan Pendekar Pulau Neraka,
mengarah ke bagian kepala Setan Mata Satu. Tepat di saat si Setan Mata Satu
mengebutkan pedangnya untuk menangkis serangan Cakra Maut, Bayu langsung saja
meluruk deras sambil memberi satu sodokan keras ke perut lawannya.
Mendapat serangan dari dua arah yang begitu cepat dan hampir bersamaan waktunya,
membuat si Setan Mata Satu jadi kelabakan juga. Bahkan sama sekali tidak punya
waktu untuk berkelit, menghindari sodokan tangan kiri Pendekar Pulau Neraka.
Hingga... "Hih...!"
Terpaksa Setan Mata Satu menangkis sodokan itu dengan tangan kirinya Dan..
Plak! "Akh...!"
Setan Mata Satu jadi terpekik agak tertahan, begitu sodokan tangan kiri Pendekar
Pulau Neraka menghantam tepat pergelangan tangan kirinya. Cepat dia melompat ke
belakang tiga langkah, tapi pada saat kedua kakinya menjejak tanah, Bayu sudah
memberi satu tendangan begitu keras dan menggeledek
"Yeaaah...!"
Setan Mata Satu tidak punya kesempatan sedikit pun juga untuk menghindarinya.
Terlebih lagi, keadaan tubuhnya sedang limbung akibat menahan sodokan keras
tangan kiri Pendekar Pulau Neraka tadi. Akibatnya tendangan keras yang
dilepaskan Bayu yang mengarah dadanya sulit dihindari.
Diegkh! Diegkh! "Akh...!"
Kembali Setan Mata Satu terpekik keras. Tubuhnya kontan terpental ke belakang
tanpa dapat ditahan lagi, Setelah dadanya terkena tendangan dahsyat Pendekar
Pulau Neraka. Keras sekali punggung si Setan Mata Satu menghantam pohon berukuran cukup besar,
hingga hancur berkeping-keping.
"Hap...!"
Namun Setan Mata Satu bisa cepat bangkit kembali. Dan langsung menyilangkan
pedangnya di depan dada. Tampak pergelangan tangan kirinya membiru, akibat
terkena tendangan yang begitu keras dan bertenaga dalam sempurna dari Pendekar
Pulau Neraka tadi. Sudah barang tentu tulang-tulang kiri si Setan Mata Satu
sudah tidak lagi bisa digunakan.
Dan kesempatan ini sama sekali tidak disia-siakan Bayu.
Sambil berteriak keras menggelegar. Pendekar Pulau Neraka kembali melancarkan serangan yang begitu dahsyat luar biasa.
Setiap pukulan yang dilepaskan Pendekar Pulau Neraka selalu menimbulkan hempasan
angin begitu keras, membuat tubuh Setan Mata Satu selalu limbung. Tapi, lakilaki bermata sebelah itu masih bisa berkelit, menghindari setiap serangan yang
datang beruntun itu. Dan sesekali, dia masih bisa memberikan serangan balasan
yang tidak kalah dahsyatnya.
Tapi ketika Bayu memberi satu pukulan keras ke kepalanya....
"Haiiit..!"
Setan Mata Satu cepat-cepat merunduk menghindari pukulan dahsyat Pendekar Pulau
Neraka dengan tubuh sedikit terbungkuk. Dan pada saat itu juga, Bayu memutar
tubuhnya ke kiri. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, Pendekar Pulau Neraka
melepaskan satu tendangan keras disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Yeaaah...!"
Begitu cepat serangan Pendekar Pulau Neraka, sehingga Setan mata Satu tidak
memiliki kesempatan menghindarinya.
Dan tendangan keras Pendekar Pulau Neraka tepat menghantam perutnya. Membuat si
Setan Mata Satu jadi mengeluh dan terbungkuk. Dan Pada Saat Itu juga, Bayu
melepaskan satu pukulan dahsyat ke wajah yang buruk penuh luka goresan itu
"Diegkh! "Akh...!"
Kembali si Setan Mata Satu terpekik, begitu wajahnya terkena hantaman keras
Pendekar Pulau Neraka. Dan seketika itu juga, darah muncrat keluar dari
mulutnya. Tepat di saat kepala lawannya terdongak ke atas dengan tubuh terhuyung
ke belakang, Bayu langsung saja mengebutkan tangan
kanannya ke depan, tubuhnya membungkuk sedikit agak miring ke kiri.
"Yeaaah...!"
Slap! Cakra Maut kembali melesat cepat bagai kilat menyerang si Setan Mata Satu
Sedangkan saat itu, si Setan Mata Satu dalam keadaan tidak menguntungkan.
Akibatnya.... Crab! "Aaaa...!"
Jeritan panjang yang melengking tinggi pun seketika terdengar memenuhi lembah
ini, begitu Cakra Maut menembus dada laki-laki bermata sebelah ini. Sementara
Bayu cepat melompat ke belakang sambil mengangkat tangannya ke atas. Maka Cakra
Maut kembali menempel di pergelangan tangannya, setelah menembus dada si Setan
Mata Satu sampai tembus ke punggungnya.
Tampak si Setan Mata Satu semakin limbung, tidak dapat lagi menguasai
keseimbangan tubuhnya. Dan belum lagi Bayu bisa berbuat sesuatu, Setan Mata Satu
sudah ambruk ke tanah dengan memperdengarkan jeritan panjang dan keras menyayat
hari. Tubuhnya bergulingan beberapa kali, sebelum berhenti menabrak sebongkah
batu sebesar badan kerbau di belakangnya
Sebentar si Setan Mata Satu menggeliat sambil meregang nyawanya. Sementara,
Pendekar Pulau Neraka memandangi dengan tangan terlipat di depan dada. Dan
begitu kakinya terayun hendak mendekati, si Setan Mata Satu sudah mengejang
kaku, lalu diam tidak bergerak-gerak lagi Darah masih terus berhamburan keluar
dari dada dan punggungnya yang tertembus Cakra Maut tadi.
"Hhhh...!"
Bayu menarik napas panjang, dan menghem-buskannya kuat-kuat setelah yakin kalau
si Setan Mata Satu benar-benar sudah tidak bernyawa lagi Sebentar Pendekar Pulau
Neraka memandangi, kemudian tubuhnya berbalik hendak
meninggalkan lembah ini.
"Hup! Hiyaaa...!"
Bayu tidak mau berlama-lama berada di dalam Lembah Bunga. Disadari betul bahaya
yang bisa saja datang secara tiba-tiba di dalam lembah ini Sambil mengerahkan
ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna, Pendekar Pulau Neraka berlari cepat
meninggalkan lembah ini. Dan dia terus menuju daerah perbukitan, yang membatasi
lembah ini dengan dunia sekelilingnya. Dan sebentar saja, Bayu sudah berada di
atas bukit yang letaknya di luar dari Lembah Bunga.
"Aku harus kembali ke Desa Pangkar untuk
memberitahukan kematian Setan Mata Satu," ujar Bayu dalam hati.
Dan Pendekar Pulau Neraka terus berlari dengan kecepatan tinggi menuju Desa
Pangkar lagi. Sementara malam pun terus merayap semakin larut, mengiringi
kepergian Pendekar Pulau Neraka ke Desa Pangkar lagi.
SELESAI Istana Kumala Putih 7 Dewa Arak 26 Raja Tengkorak Istana Pulau Es 3

Cari Blog Ini