Ceritasilat Novel Online

Geger Di Lembah Tengkorak 1

Pendekar Slebor Geger Di Lembah Tengkorak Bagian 1


GEGER DI LEMBAH TENGKORAK
Serial Pendekar Slebor
Celakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Serial Pendekar Slebor dalam episode:
GEGER DI LEMBAH TENGKORAK
112 hal. 1 Bulan pucat bertengger di langit. Seorang
lelaki yang wajahnya dipenuhi brewok
tampak memandangi rembulan tanpa
berkedip. Sesekali angin malam bertiup,
rambut lelaki tua yang sudah mulai
memutih, ilu bergerak-gerak. Lelaki tua
yang masih gagah itu hanyut terbuai
lamunannya sendiri.
Sejak tadi lelaki berkulit hitam legam itu
hanya terdiam. Ia duduk di atas sebuah
batu besar. Tidak jauh dari situ, berdiri
sebuah gubuk. Gubuk milik petani yang
ada di pinggir ladang.
"Kang...," terdengar suara halus menyapa.
Lelaki brewok yang bernama Singo
Menggolo itu menoleh. Sejenak
dipandanginya wajah perempuan yang
duduk tidak jauh darinya itu. Singo
Menggolo menarik napas dalam-dalam,
perempuan itu masih muda dan cantik.
Kemudian tatapan lelaki tua itu kembali
teralih pada pohon-pohon besar di
kejauhan sana. "Kenapa kau jadi gelisah begini?" tanya perempuan itu lembut.
Lelaki brewok itu hanya bisa mendesah.
Sulit baginya untuk mengungkapkan
perasaannya pada perempuan itu. Sebab
Singo Menggolo begitu mencintai
perempuan yang bernama Seruni.
Permintaan Seruni itu telah membuat Singo
Menggolo jadi gelisah.
Seruni tersenyum. Lalu menggeser
duduknya agar bisa lebih dekat dengan
Singo Menggolo.
Tiba-tiba Seruni melepaskan kancing baju
Singo Menggolo bagian atas. Kemudian
tangan halus itu menelusup dan mengelus
dada Singo Menggolo yang berbulu lebat.
Seketika kehangatan terasa menjalar ke
sekujur tubuh Singo Menggolo.
"Sejak dulu aku mengenalmu sebagai
seorang pendekar gagah perkasa. Apakah
kau takut menghadapi Datuk Subendo yang
berhati busuk itu?" tanya Seruni.
"Dalam hatiku tidak pernah ada perasaan
itu. Kalaupun ada pasti aku bunuh, sebab
aku sendiri tidak pernah gentar pada
kematian," jawab Singo Menggolo tegas.
Seruni menatap rembulan. Sementara
Singo Menggolo memandangi wajah
perempuan itu tanpa berkedip.
"Karena itulah aku yakin kau akan bisa
mewujudkan cita-citaku untuk
mendapatkan Kembang Keabadian."
"Untuk apa kau mati-matian ingin
mendapatkan Kembang Keabadian?" tanya
Singo Menggolo.
"Karena dendam! Kau tahu dulu Datuk
Subendo adalah kekasihku, dan Nyai Pelet
adalah guruku. Karena Kembang Keabadian
hubungan itu jadi berantakan," Seruni
terdiam sejenak. "Kau tahu Kang, Kembang
Keabadian itu bisa membuat kita panjang
umur. Kita akan awet muda, selain itu juga
akan jadi sakti mandraguna. Setelah
mendapatkan Kembang Keabadian itu kita
adakan persembahan agar kita
mendapatkan kesaktian yang diinginkan."
"Kau tahu jika Datuk Subendo pernah
berkelana bersamaku?"
"Kembang Keabadian itu akan
menghapus hubungan itu. Seperti
hubunganku dengan Datuk Subendo dan
Nyai Pelet yang jadi berantakan."
Singo Menggolo terdiam. Sebenarnya
bukan Kembang Keabadian itu yang ia
inginkan. Seruni yang cantik itu ingin
dimilikinya. "Kenapa kau ragu?" di bibir Seruni
tersungging seulas senyum. "Sehari
perjalanan lagi kita akan sampai di Lembah
Tengkorak...."
Sentuhan lembut tangan Seruni di dada
Singo Menggolo itu belum juga terhenti.
Bahkan sekarang sudah menjalar ke manamana. Konsentrasi Singo Menggolo jadi
sedikit terganggu, ada yang terasa mendidih
di dada lelaki itu.
"Di mataku Datuk Subendo adalah
seorang sahabat yang baik," ucap Singo
Menggolo datar.
Kontan saja Seruni tertawa terkekehkekeh. "Siapa yang bisa percaya hal itu?" tanya Seruni sinis. "Kau saja yang terlalu
berbaik hati padanya.... Kau lihat saja
kenyataannya, sekarang dia bisa menjadi
orang yang kaya raya. Sedang dirimu"
Sejak dulu keadaanmu tidak juga berubah.
Apakah ini yang namanya adil?" Seruni
memojokkan. "Kalau saja sejak dulu aku mengenalmu,
pasti aku akan berusaha menjadikan diriku
kaya raya. Apalah artinya kekayaan jika
aku hidup menyendiri?"
"Jangan kau sesali masa lalu, Kang!
Sekarang berkorbanlah sedikit untukku.
Raihlah Kembang Keabadian yang muncul
seratus tahun sekali di Lembah Tengkorak.
Bagiku Kembang Keabadian itu lebih
berharga daripada harta benda...."
"Berarti aku tidak harus membunuh
Datuk Subendo?"
"Terserah apa maumu...."
Tatapan Singo Menggolo lak lepas dari
wajah Seruni. Gadis itu kelihatan muda dan
cantik di matanya. Sementara Singo
Menggolo sendiri wajahnya sudah mulai
dipenuhi keriput-keriput karena termakan
usia. Tiba-tioa Singo Menggolo menggenggam
tangan Seruni. Tatapan mereka pun
bertemu. Singo Menggolo menarik tubuh
yang tampak padat berisi itu, hingga tubuh
mereka menempel satu sama lain. Tak
tahan lagi Singo Menggolo langsung
menghujani Seruni dengan kecupankecupan hangat.
Ketika kecupan itu terasa kian membara,
Seruni menggeliat kegelian karena kumis
Singo Menggolo yang tebal menggesek-gesek lehernya yang jenjang. Singo Menggolo
berusaha membaringkan tubuh gadis itu ke
atas batu besar itu. Tapi Seruni segera
menahannya. "Di gubuk saja, Kang!" bisik Seruni ke telinga Singo Menggolo.
Singo Menggolo mengangguk pelan.
Disambarnya tubuh Seruni kemudian
dipondong ke dalam gubuk itu. Gerakannya
tampak ringan sekali, karena ilmu
meringankan tubuh Singo Menggolo
memang sudah mencapai taraf yang tinggi.
Bagai singa lapar Singo Menggolo
menerkam tubuh Seruni. Dua bundaran
daging lunak itu menyembul keluar ketika
kebaya Seruni tersingkap. Singo Menggolo
semakin bernafsu dan menciumi sepuaspuasnya. Napasnya naik turun karena
menahan gejolak yang menyala-nyala.
Seruni melempar tatapan matanya ke
gubuk bambu itu. Suara berderit terdengar
berirama, lincak bambu itu bergoyang
seiring gerakan mereka. Mulanya Seruni
sama sekali tidak bisa menikmati
permainan itu. Mengingat Singo Menggolo
sudah tidak memiliki daya tarik lagi di
matanya. Tapi akhirnya Seruni jadi
terpengaruh juga. Hingga ia berusaha
mengimbangi setiap gerakan Singo
Menggolo. Rapat-rapat Seruni memejamkan
matanya. Dalam lamunannya ia
membayangkan wajah-wajah ganteng yang
pernah menidurinya. Agar ia bisa
menikmati semua itu. Biarlah, biarlah ia
memberi sedikit kesenangan pada Singo
Menggolo. Dengan cara itu Seruni akan bisa
menaklukkan Singo Menggolo yang sakti,
kemudian memperalat agar Singo Menggolo
bisa mewujudkan semua keinginannya.
*** "Kakek gundul, kakek sakti...," seorang pemuda berpakaian hijau pupus berteriak
sekeras-kerasnya.
Suara pemuda berambut gondrong itu
menyebar ke mana-mana. Tapi sejauh itu
tetap tidak ada jawaban. Pohon-pohon
besar itu berdiri angkuh dan membuat
suasana terasa senyap. Sore itu pemuda
berambut gondrong berbaju hijau pupus
yang tak lain adanya Pendekar Slebor
sudah sampai di pinggiran Alas Roban.
Sudah sepeminuman kopi lamanya
Pendekar Slebor yang sering dipanggil
Andika itu terlibat dalam kejar-kejaran
bersama seorang tokoh persilatan yang
aneh sekali. Tapi begitu masuk Alas Roban,
kakek berkepala botak, bertubuh kerdil,
dan berambut putih itu seperti lenyap
ditelan belantara.
Pemuda urakan dari Lembah Kutukan itu
menggenjot langkahnya sambil
mengerahkan segenap ilmu meringankan
tubuhnya. Kemudian ia jadi ragu sendiri,
apakah arah yang diambilnya sudah benar"
Teringat itu Andika segera berhenti. Ia
celingukan ke sana kemari. Tidak ada
tanda-tanda ke mana kakek misterius itu
pergi. Jejaknya bagai lenyap dengan begitu
saja. "Kakek sialan! Kalau saja bisa kutemukan
dirimu... akan kujitak kepalamu yang
botak...." Andika menggerutu sekenanya.
Hutan itu begitu sunyi. Ia hanya bisa
mendengar suara kicau burung di
kejauhan. Pendekar Slebor henar-benar
sudah kehilangan semangatnya. Padahal ia
begitu ingin bertemu kakek gundul
bertubuh kerdil itu. Dalam mimpi Andika
bertemu dengannya. Dan ia yakin kakek itu
akan bisa memberi jalan keluar atas
keruwetan di hatinya.
"Kakek... aku tahu kau memang sakti.
Aku yakin kau sengaja ngerjain diriku
ini...." Pendekar Slebor terus saja nyerocos.
Ia yakin kalau kakek misterius itu masih
berada di sekitar situ.
Akhirnya Andika harus menelan satu
kenyataan pahit. Sebab kakek misterius itu
tidak juga nongol. Setelah mendesah
panjang Andika bermaksud meninggalkan
tempat itu. Tapi pemuda berambut gondrong itu
merasa kebingungan, matahari sudah
mulai bergeser ke langit barat. Kalau saja ia
kembali lewat jalan yang ditempuhnya tadi,
bisa-bisa ia kemalaman di tengah hutan.
Satu-satunya jalan Andika harus mencari
jalan pintas untuk keluar dari hutan!
Dengan menggunakan inderanya yang
tajam. Pendekar Slebor terus saja terlari.
Disusurinya jalan setapak di hutan itu.
Jalan itu yang biasa dilewati orang.
Ternyata perhitungan Andika itu tepat
sekali! Sebelum langit berubah menjadi
gelap, langkahnya sudah sampai di luar
hutan. Tatapan pemuda berpakaian hijau pupus


Pendekar Slebor Geger Di Lembah Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu tertuju pada sebuah gubuk yang berada
di pinggir ladang. Tiba-tiba dalam hati
Andika mengatakan, mungkin saja kakek
gundul itu beristirahat di gubuk itu. Kecil
kemungkinannya kalau ia menembus hutan
di malam hari. Andika terkejut sekali. Sebab begitu
langkahnya sudah dekat dengan gubuk itu,
ia mendengar suara-suara ganjil. Terdengar
dua insan berlainan jenis yang saling
mendesah. Derit lincak bambu itu juga
terdengar dengan jelas. Untuk mengusir
rasa penasarannya Pendekar Slebor
melongok ke dalam. Ya ampun! Tanpa
sengaja ia melihat dua orang sedang
bergumul. Andika tidak bisa melihat
dengan jelas karena di dalam suasananya
gelap. "Kang...," ucap Seruni karena ia
mendengar suara langkah di luar.
"Adu apa?" tanya Singo Menggolo.
"Ada orang...."
Singo Menggoio bergegas bangkit. Dengan
hanya bertelanjang dada ia keluar. Tapi
tidak ada siapa-siapa di luar. Pendekar
Slebor telah mencelat jauh dan tidak
kelihatan lagi. Sambil menggerutu Singo
Menggolo kembali masuk ke gubuk.
*** Tampak di pinggir hutan, seorang kakek
berkepala gundul, bertubuh kerdil tengah
memanggang dua ayam hutan. Dialah
kakek misterius yang tadi dikejar-kejar
Andika. Namanya Peramal Sakti yang
datang dari Himalaya. Tidak banyak yang
mengetahui tentang dirinya. Karena ia
adalah orang asing di tanah Jawa ini. Tapi
sebagian tokoh sakti sudah mengenal siapa
dirinya dan tahu kelebihannya.
Kakek gundul itu sejak tadi kegirangan
manakala ayam hutannya sudah mulai
matang. Ia bergerak-gerak seperti orang
menari. Dari mulutnya terdengar
bersenandung. Sementara di sudut lain tampak
bayangan hitam berkelebat begitu cepat. Ia
berlari dengan mengerahkan segenap ilmu
meringankan tubuhnya. Ternyata dia
adalah Pendekar Slebor! Andika terus saja
berlari setelah melihat adegan di gubuk
bambu tadi. "Sial... sungguh sial nasibku hari ini...,"
gerutu Pendekar Slebor seraya terus berlari.
Tiba-tiba saja Andika menghentikan
langkahnya. Karena hidungnya mencium
aroma harum. Seketika perutnya menjadi
keroncongan karena sejak siang belum
terisi. "Harum sekali... ah, aroma yang lezat...
daging panggang...," ucap Andika seraya
mendekat ke tempat di mana api itu
menyala. Pendekar Slebor jadi terkejut sekali begitu
melihat kakek gundul itu. Dengan
mengendap-endap pemuda berambut
gondrong itu mendekat, ia tidak
menginginkan kehadirannya diketahui.
Kemudian.... "Hiiyyaaa...," teriak Andika seraya
melentingkan tubuhnya. Tahu-tahu dengan
satu loncatan ia sudah berada di hadapan
kakek itu. "Mau lari ke mana kau sekarang" Kau
tidak mungkin bisa lari dariku lagi,
Kakek...," ucap Andika dengan wajah
berseri. Kakek gundul itu kelihatan cuek. Seakan
ia tidak mempedulikan kehadiran Pendekar
Slebor. Kakek gundul itu hanya melirik
pemuda berpakaian hijau pupus itu.
"Aku tidak akan lari ke mana-mana,
karena aku mau makan ayam hutan
panggang ini...," ucap kakek gundul itu
seraya melahap ayam panggang yang
berwarna kecoklat-coklatan itu.
Pendekar Slebor menelan air liurnya.
Nikmat sekali kakek gundul itu melahap
ayam panggangnya. Andika memandangi
kakek gundul itu tanpa berkedip.
"Sungguh kasihan kau anak muda.
susah-susah kau mencariku hanya untuk
memandangiku makan," ucapnya seraya
melirik Andika. "Ah, nikmat sekali...."
"Aku memang sial... karena yang kukejar
bukan orang yang baik hati...," gerutu
Andika. "Kenapa kau bisa menuduh orang seenak
udel ibumu?" Kakek gundul itu garukgaruk kepalanya yang hampir tidak
berambut karena jarang sekali.
Andika mencibir sinis. "Apakah itu
perbuatan orang baik jika tega makan
sendiri sementara melihat ada orang
kelaparan?"
"Jadi masalahnya itu?" tanya kakek
gundul seraya menepuk-nepuk ubunubunnya sendiri.
"Iya...," Andika mengangguk sambil
senyum-senyum. "Hi hi hi hahaha... kasihan sekali dirimu
anak muda...."
"Aku memang sial karena bertemu orang
pelit!" "Dua kali kamu menuduhku tidak benar!
Harusnya aku hukum dirimu. Cuma aku
tidak tega menghukum orang kelaparan."
Kakek gundul yang aneh itu kembali
menyantap ayam hutan panggangnya.
Tampaknya ia sengaja memaksa Pendekar
Slebor untuk menelan liurnya kembali.
"Aku tidak akan memberikan sesuatu
pada orang yang tidak mau berusaha...."
ucapnya sambil menelan daging panggang.
Andika garuk-garuk kepala. Ia sudah
tidak betah terus-terusan dikerjain. Diamdiam pemuda berambut gondrong itu bikin
ancang-ancang. "Haiiitt!" mendadak Andika berusaha
menyambar ayam hutan panggang itu.
Hupf! Kakek gundul itu berhasil menghindar
dengan gerakan cepat sekali.
"Setiap perjuangan memang tidak
mudah." kakek gundul itu mengernyitkan
alis. Pendekar Slebor kembali melakukan
sambaran sekali lagi. Tapi selalu saja gagal.
Kakek gundul itu berhasil menghindar
dengan cara menggeser tubuhnya.
Setelah gagal untuk yang ketiga kalinya,
pemuda berpakaian hijau pupus itu
berusaha menyerang orang tua itu. Kedua
tangan Andika berusaha melakukan
sambaran-sambaran, sekaligus berusaha
melakukan totokan. Tapi kakek gundul itu
tidak bodoh, la balas menyerang Pendekar
Slebor dengan melakukan tendangan ke
arah kaki. Jadi kalau Andika nekat
menyambar ayam hutan panggang itu
berarti bunuh diri!
"Kau curang, Kek! Kenapa menyerangku
begitu rupa?" protes Andika.
"Hik hik hik...." Kakek gundul itu tertawa, menunjukkan giginya yang tinggal dua
biji. "Orang menuduh curang biasanya dirinya
sendiri yang curang. Tapi baiklah, karena
aku orang tua aku akan mengalah..."
Kini Andika lebih leluasa karena kakinya
bisa bergerak lebih bebas. Ia berusaha
mendesak dan sesekali melakukan
sambaran. Yang terjadi benar-benar di luar
dugaan! Setiap kali Andika melakukan
sambaran, kakek gundul itu memukulkan
ayam hutan panggang itu ke arah wajah
Andika. Sambaran angin terasa panas
karena tenaga dalam kakek gundul itu telah
mencapai tingkat yang tinggi sekali.
"Kalau tidak rela sebaiknya tidak usah
kamu berikan saja...," ucap Andika seraya
duduk kembali. "Hik hik hik... aku senang sekali jika
melihat ada orang yang putus asa...,"
ucapnya sambil menyantap ayam hutan
panggang itu lagi.
Pendekar Slebor sadar kalau sedang
dikerjain. Ia tidak bersemangat karena
memang sudah lapar. Kalau diteruskan
pemuda berambut gondrong itu yang akan
kehabisan tenaga duluan. Andika sengaja
mencari kelengahan kakek gundul itu.
"Ilmu silatmu cukup bagus, hanya saja
emosimu tidak terkontrol. Keinginanmu
yang berlebihan yang membikin kamu
gagal...," ucap kakek gundul itu dengan
sikap santai sekali.
Andika melirik ayam hutan panggang ilu.
Ia tengah menanti saat yang tepat untuk
bertindak. Namun tiba-tiba....
"Waduh... tolooong... to... tolong...," ucap kakek gundul itu sambil
berjingkrak-jingkrak tidak menentu.
Sikap kakek gundul itu terasa aneh dan
tidak menentu. Tak ada angin, tak ada
hujan, berteriak-teriak sendiri. Andika
sendiri tidak tahu kenapa ia bisa jadi
begitu. "Dasar kakek konyol...," umpat Andika dalam hati.
Ketika ayam hutan panggang di tangan
kakek gundul itu terlempar ke udara.
Pendekar Slebor langsung menangkapnya.
Hupp! Tubuh Andika mendarat tanpa
menimbulkan suara sedikit pun. Sambil
tersenyum pemuda urakan dari Lembah
Kutukan itu langsung menyantap ayam
hutan panggang itu.
"Hhiiii... hhiiii...." ucap kakek gundul sambil menggeliat-geliat. Pada wajahnya
tampak ketakutan sekali.
Akhirnya Pendekar Slebor tahu kenapa
kakek gundul itu bisa kesetanan begitu.
Tadi ia kejatuhan cicak dan binatang itu
masuk ke bajunya. Cicak itu terlempar
keluar dalam keadaan,sudah mati.
"Jauhkan binatang itu dariku!" ucap
kakek gundul itu pada Andika.
Andika tersenyum. Dipungutnya cicak itu
lalu dimasukkan ke saku. Andika masih
tersenyum-senyum.
"Kenapa kau simpan binatang jelek itu?"
"Nanti kau akan tahu sendiri jawabannya,
Kek...." *** 2 Malam itu Pendekar Slebor bermalam di
pinggir hutan bersama kakek gundul yang
aneh itu. Sesuai dengan petunjuk dalam
mimpinya, Andika bisa mendapatkan
petunjuk dari kakek itu.
"Sebenarnya siapakah kau ini, Kek?"
tanya Andika "Aku sendiri juga tidak tahu siapa diriku, karena dari kecil aku tidak pernah
punya nama. Tapi aku dikenal sebagai Peramal
Sakti...," jawabnya.
"Peramal Sakti"!" Andika terkejut karena sering mendengar namanya yang harum,
"Dengan senang hati aku minta kau
ramal...."
"Kau akan selalu terancam bahaya setiap
saat. Jalan hidupmu berliku-liku karena
kau selalu menuruti kata hatimu sendiri.
Kau masih muda, pantaslah jika kau terus
saja berkelana. Tapi kau akan bisa hidup
tenang di hari tuamu."
"Kenapa engkau bisa sampai di sini,
Peramal Sakti?" tanya Andika.
"Menurut bisikan gaib yang kuterima, di
daerah ini akan terjadi suatu kegemparan
yang bisa mengguncang jagat ini. Sebab
tidak lama lagi akan muncul Kembang
Keabadian yang sangat berbahaya jika
jatuh ke tangan pendekar sesat...."


Pendekar Slebor Geger Di Lembah Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kembang Keabadian...?" desis Andika tak sadar.
"Ya. Kembang Keabadian bisa tumbuh di
mana saja. Ia merekah di atas bebatuan,
dan muncul tiap seratus tahun lamanya...."
Dengan penuh perhatian pemuda
berambut gondrong itu mendengarkan
ucapan Peramal Sakti. Setiap ucapannya
selalu masuk akal dan menyimpan misteri.
Beberapa kali ia menebak Andika dan
selalu tepat. Tiba-tiba perhatian mereka teralih, karena
mereka melihat dua bayangan hitam
berkelebat cepat sekali. Mereka
mengenakan pakaian serba hitam dengan
wajah tertutup kerudung. Gerakan mereka
seperti mengambang di atas tanah.
"Ah, kedua orang itu mencurigakan
sekali...," desis Andika.
Peramal Sakti tak begitu mempedulikan.
Ia hanya memandangi kedua bayangan itu,
kemudian perhatiannya kembali tertuju
pada api unggun yang baranya masih
menyala. "Sepertinya bungkusan yang mereka bawa
itu adalah bayi mungil...," ucap Pendekar
Slebor lagi. "Buat apa kita mencampuri urusan orang
kalau tidak tahu duduk permasalahannya?"
tepis Peramal Sakti.
Andika hanya bisa garuk-garuk kepala.
*** Sementara itu, di Lembah Tengkorak
malam itu suasananya terasa begitu
hening. Di depan pintu gerbang tampak
sekelompok orang tengah berjaga-jaga.
Masing-masing menggenggam sebuah
tombak. Kadang mereka berpencar untuk
melihat-lihat sekaligus mengamankan
tempat itu. Datuk Subendo telah menyulap Lembah
Tengkorak menjadi istana yang megah.
Dikelilingi pagar tembok yang tinggi,
terdapat beberapa bangunan megah.
Bangunan yang paling megah adalah
bangsal utama, di mana ada singgasana
tempat Datuk Subendo melakukan
pertemuan dengan anak buahnya.
Bangsal utama itu dibangun menempel
dengan dinding batu. Kemudian ruanganruangannya berupa gua-gua. Ada juga
sebuah ruangan tersembunyi. tempat
Datuk Subendo melakukan semadi
sekaligus memperdalam tenaga dalamnya.
"Guru... keluarlah Guru...," ucap lelaki berpakaian bangsawan dengan tubuh
menghadap ke dinding batu. Dialah Datuk
Subendo! Di balik dinding itu terdapat sebuah
ruangan luas. Pintu ruangan itu terbuat
dari lapisan batu tebal. Dengan cara
menggerakkan pengungkitrtya, pintu dari
batu itu akan bisa dibuka dan ditutup. .
"Guru...." Datuk Subendo kembali
memanggil gurunya, "Bayi itu sudah kita
dapatkan, Guru...."
"Hik hik hik hik...," terdengar suara menyeramkan dari dalam. Suara tawa itu
begitu berat, suara tawa seorang
perempuan yang sudah tua sekali.
"Aku sudah mencium aroma darah di
sini...," jawab Guru sang Datuk dari dalam.
"Keluarlah Guru... saat ini aku butuh
petunjukmu...," pinta Datuk Subendo.
"Kau sabarlah dulu muridku... jangan
ganggu aku yang sedang merawat tubuh "
Datuk Subendo gelisah karena sudah
tidak sabar lagi. Tapi tak ada yang bisa
dilakukan oleh lelaki berwajah kelimis
selain menunggu gurunya keluar. Ketua
Lembah Tengkorak takut sekali pada
gurunya karena selain sakti gurunya itu
juga kejam. Satu keanehan yang sampai
saat ini tidak bisa terjawab oleh Datuk
Subendo. Jika gurunya itu berbicara dari
dalam ruangan berdinding batu itu,
suaranya persis seorang nenek yang sudah
tua sekali. Anehnya jika sudah berhadapan
dengannya, ia berubah menjadi seorang
gadis yang cantik mempesona!
Kemudian daun pintu dari lapisan batu
tebal itu pun bergeser. Seiring dengan itu
muncul sosok tubuh yang indah sekali.
Guru Datuk Subendo yang bernama Nyai
Pelet itu hanya mengenakan gaun yang tipis
sekali. Tubuhnya yang putih, padat berisi
terlihat begitu menggoda gairah. Rambut
Nyai Pelet yang panjang sampai sepinggang,
dibiarkan tergerai bebas.
Nyai Pelet memandangi Datuk Subendo
dengan tatapan menggoda. Sementara
Ketua Lembah Tengkorak memandangi
tubuh gurunya tanpa berkedip. Lelaki
berpakaian bangsawan itu memandanginya
dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
Datuk Subendo menelan liurnya.
"Ada apa muridku?" tanya Nyai Pelet
halus. Suaranya tidak seperti nenek-nenek
lagi. "Ngng... begini Guru...," ucap Datuk Subendo tergagap.
Konsentrasi Datuk Subendo jadi
terganggu karena matanya tidak bisa lepas
dari tubuh gurunya yang indah itu. Nyai
Pelet tersenyum seraya duduk di hadapan
muridnya. Lagi-lagi ulah Nyai Pelel bikin
dada Ketua Lembah Tengkorak berdesirdesir. Saat ia duduk gaun tipisnya itu
tersingkap, sehingga paha mulusnya itu
semakin merangsang.
"Guru, saya membutuhkan petunjuk
Guru karena malam bulan purnama sudah
dekat...," ucap Datuk Subendo setelah bisa menguasai perasaannya.
"Asalkan semua persyaratan sudah beres,
maka tidak ada lagi yang perlu dirisaukan.
Kembang Keabadian itu telah tumbuh
seperti yang telah kita perkirakan.
Pokoknya kau akan bisa jadi tokoh tak
terkalahkan di Jawadwipa ini."
Datuk Subendo manggut-manggut.
Dengan ekor matanya ia melirik paha
mulus di hadapan matanya itu.
"Rasanya aku sudah tidak sabar lagi,
Guru...," ucap Datuk Subendo kemudian.
"Sepuluh hari lagi semua keinginanmu itu
akan bisa terwujud Kembang Keabadian
memang mempunyai khasiat yang hebat
sekali. Karena kembang ajaib itu aku bisa
selalu awet muda. Harap kamu bersabar
dulu, Muridku...."
Kembali Datuk Subendo menelan liur.
Penampilan gurunya itu telah membuatnya
salah tingkah. Siapa pun akan sulit
bertahan jika melihat kemolekan seperti itu.
Tapi Nyai Pelet segera bisa tanggap. Ia lalu
melangkah dan duduk persis di pangkuan
Ketua Lembah Tengkorak. Datuk Subendo
girang bukan main, ia merasa sudah
mendapatkan angin segar.
Rakus sekali Datuk Subendo
mendekatkan wajahnya ke wajah gurunya.
Lalu mencium bibir yang menggairahkan
itu. Nyai Pelet tertawa lirih mendapatkan
reaksi itu. "Kau orangnya memang tidak sabaran.
Muridku...," ucap Nyai Pelel dengan suara
mendesah. Datuk Subendo tidak mempedulikan
ucapan itu. Bernafsu sekali ia ketika lelah
menelusuri leher jenjang yang halus itu.
Nyai Pelet sampai menggelinjang kegelian.
"Kita lanjutkan di kamar saja.
Subendo...," desis Nyai Pelet.
Datuk Subendo menuruti permintaan
Guru sekaligus kekasihnya itu. Tanpa
menunggu lagi ia langsung menggendong
tubuh Nyai Pelet. Dibawanya ke sebuah
kamar di mana terdapat kasur empuk. Nyai
Pelet gembira sekali melihat semangat
muridnya yang menyala-nyala itu.
Tubuh Nyai Pelel dibaringkan ke atas
ranjang. Pergulatan mereka pun berlanjut
kembali. Datuk Subendo menindih tubuh
indah itu sambil menciumi sepuaspuasnya. Hingga satu persatu dari pakaian
yang mereka kenakan terlepas,
berkelumpruk di sisi tempat tidur. Mereka
terus saja bergelut, menuju ke puncak yang
bisa mereka raih.
*** Di luar pagar tembok yang dibangun
mengelilingi Lembah Tengkorak, dua
bayangan hitam terus saja berkelebat.
Berkali-kali dua bayangan itu mengitari
Lembah Tengkorak. Mereka tengah mencari
kesempatan untuk bisa memasuki
bangunan itu. Tapi penjagaan di Lembah
Tengkorak begitu ketat.
"Kita labrak mereka saja, Kang...,'' ucap
salah seorang yang bertopeng ala ninja itu.
Ternyata dia adalah Seruni. Yang seorang
lagi adalah Singo Menggolo. Kini mereka
sedikit menjauh dari Lembah Tengkorak
untuk menghindari para penjaga.
"Jangan. Aku tidak mau menimbulkan
kekacauan di sini. Aku hanya ingin
mengambil ikan tanpa membikin keruh
sungainya!" jawab Singo Menggolo.
"Tapi kita tidak mungkin bisa masuk
kalau penjagaannya seketat ini...," ucap
Seruni khawatir.
"Kita akan cari jalan yang bijaksana...."
Seruni terdiam. Ia belum bisa mengerti
keinginan Singo Menggolo yang
sesungguhnya. Kemudian Singo Menggolo
mengeluarkan sekantong serbuk racun.
Itulah Racun Bunga yang akan mampu
membuat orang pingsan tanpa harus
membunuhnya. Singo Menggolo mengambil segenggam
racun. Digosok-gosokkannya Racun Bunga
itu sambil mengerahkan tenaga dalam.
Kedua tangan Singo Menggolo tergetar
hebat. Kemudian dari kedua tangan yang
sudah mengeluarkan asap itu, Singo
Menggolo menghentakkan kedua tangannya
ke muka. Sekaranglah saat yang paling
tepat baginya untuk bertindak. Para
penjaga itu tengah berkumpul sambil
bercakap-cakap.
Seketika asap tipis berwarna putih itu
bagai tertiup ke arah para penjaga itu.
Meskipun tidak mematikan. Racun Bunga
bekerjanya cukup cepat. Orang yang sudah
menghirup asap itu menguap seperti
ngantuk. Kemudian tanpa disadari matanya
jadi terasa berat sekali. Hingga kesepuluh
penjaga itu langsung tertidur di tempatnya!
Seruni takjub melihat kelihaian Singo
Menggolo itu. Lalu
mereka segera berkelebat untuk masuk ke ruangan yang
dibatasi dengan tembok tinggi itu. Tanpa
mengalami banyak kesulitan tembok
setinggi dua tombak itu berhasil mereka
lompati. Singo Menggolo memang cukup
hafal situasi di Lembah Tengkorak.
"Waduh, bangunan di sini sudah banyak
mengalami perubahan...," keluh Singo
Menggolo. "Tapi aku yakin, tempat tumbuhnya
Kembang Keabadian itu tetap tidak
berubah," jawab Seruni dengan suara pelan
seperti berbisik.
Singo Menggolo menganggukkan kepala
beberapa kali. "Dulu ada di sebelah timur, dekat dengan
singgasana Datuk Subendo...."
"Kita langsung saja ke sana!"
Mereka kembali berkelebat. Untung Singo
Menggolo masih hafal dengan tempattempat rahasia di Lembah Tengkorak
Ternyata pintu rahasia yang berupa lorong


Pendekar Slebor Geger Di Lembah Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bawah tanah itu masih belum berubah.
"Lorong ini adalah salah satu pintu
masuk. Tapi lorong ini yang paling sering
digunakan orang untuk keluar masuk,"
Singo Menggolo celingukan ke sana kemari.
"Kalau begitu sebaiknya aku menunggumu
di sini saja. Sekalian aku bisa mengawasi
kalau ada orang yang masuk, kalau ada
bahaya nanti aku akan memberi tahu kamu
dengan siulan," Seruni memutuskan.
"Gagasan yang bagus! Berhati-hatilah
dengan orang-orang Datuk Subendo, sebab
ilmu silat mereka tidak bisa dianggap
remeh," Singo Menggolo mengingatkan.
"Aku mengerti...," jawab Seruni
Selelah memandangi wajah Seruni, Singo
Menggolo langsung memasuki lorong bawah
tanah itu. Seruni meloncat tinggi sekali,
kemudian mencari tempat yang aman
untuk mengawasi tempat itu.
Singo Menggolo yang sudah kenal dengan
lorong itu tanpa mengalami banyak
kesulitan langsung sampai di suatu
ruangan tersembunyi. Orang kepercayaan
Datuk Subendo sendiri tidak ada yang tahu
di mana Kembang Keabadian itu tumbuh.
Singo Menggolo terus saja menyusuri lorong
itu. Sesampainya di suatu tempat yang mirip
sekali dengan sebuah gua berukuran lebar,
Singo Menggolo menjadi takjub. Di situ
terdapat taman bunga. Ketika Singo
Menggolo menengok ke atas. ia bisa melihat
langit yang ditaburi bintang-bintang. Ah,
pantas saja tanaman itu bisa tumbuh
karena mendapat cukup cahaya matahari.
Seumur hidupnya Singo Menggolo belum
tahu seperti apa bentuk Kembang
Keabadian itu. Tapi ia teringat pesan
Seruni, bahwa Kembang Keabadian itu
tumbuh di atas bebatuan. Ia bisa hidup
meskipun tidak mendapat cahaya matahari.
Singo Menggolo segera bergegas untuk
mencari ke tempat lain.
Ketika memasuki satu ruangan yang
bersih layaknya sebuah kamar, Singo
Menggolo menghentikan langkahnya.
Setahunya dulu ruangan ilu tidak pernah
ada. Dan lelaki yang wajahnya ditumbuhi
brewok lebat itu melangkah menghampiri
pintu yang terbuat dari lapisan batu tebal.
Singo Menggolo mendesah. Ia yakin
Kembang Keabadian itu berada di tempat
yang tersembunyi. Semua tempat sudah
dijelajahi, hanya ruangan itu yang belum.
Tanpa pikir panjang lagi Singo Menggolo
berusaha membuka pintu itu.
Lelaki brewok itu mengeluh tertahan.
Berat sekali untuk membuka pintu itu.
Akhirnya Singo Menggolo mengerahkan
segenap tenaga dalamnya. Dan ketika pintu
itu bergeser sedikit saja....
Weeesss! Tiga buah tombak melesat ke arah Singo
Menggolo. Untung Singo Menggolo cukup
waspada hingga mampu menghindar
serangan rahasia itu. Singo Menggolo
bersalto sebanyak dua kali ke udara.
Pintu yang terbuat dari lapisan batu tebal
itu pun bisa dikuakkan. Singo Menggolo
melangkah ke dalam. Ternyata ruangan ilu
luas sekali. Semua dinding dan lantainya
dari batu. Tatapan Singo Menggolo membelalak
lebar! Ia melihat di tengah ruangan itu ada
sebongkah batu besar. Di tengah batu itu
tumbuh setangkai bunga. Tidak berdaun,
hanya kelopaknya saja yang berwarna hijau
daun. Kelopak dan mahkotanya keras
sekali. Mahkotanya beraneka warna, seperti
warna pelangi. Itulah Kembang Keabadian!
*** 3 Seorang kakek tua bertubuh kerdil,
berkepala botak, dengan rambut jarang
yang sudah memutih semua tampak sedang
berlari menuju ke Lembah Tengkorak.
Dialah Peramal Sakti dari Pegunungan
Himalaya yang sempat bertemu dengan
Pendekar Slebor. Peramal Sakti terus saja
berlari tanpa mengenal lelah sedikit pun.
Sesampainya di Lembah Tengkorak,
kakek berkepala botak itu menghentikan
langkahnya. Sebab di sana tengah terjadi
sualu keributan....
"Jarot, Paijo, bangun... bangun! Bangun!"
seseorang membangunkan para penjaga
yang tidur terlelap. Dua orang temannya
hanya berdiri dengan tangan bersedekap.
Tiga orang itu adalah Tiga Setan Pedang
yang menjadi orang kepercayaan Datuk
Subendo. "Ah. kelihatannya mereka terkena racun
yang bisa membikin orang pingsan," ucap
orang yang mengenakan baju merah.
Tiga Setan Pedang itu memang memiliki
tinggi dan potongan tubuh yang hampir
sama. Yang membedakan mereka adalah
pakaian yang mereka kenakan. Ada yang
mengenakan baju warna merah, warna
putih, dan warna biru.
Setan Pedang Putih langsung menepuk
tengkuk para penjaga itu dengan
mengalirkan tenaga dalam. Para penjaga itu
pun segera terbangun. Mereka celingukan
seperti layaknya orang bingung.
"Apa yang terjadi dengan kami?" tanya Jarot kebingungan.
"Justru aku yang harus bertanya
padamu, apa yang telah terjadi" Apa pula
yang kalian kerjakan selagi melakukan
tugas jaga?" tanya Setan Pedang Merah
dengan suara membentak.
"Tidak terjadi apa-apa...," jawab Jarot polos.
"Apa yang kalian lihat sehingga kalian
semua bisa tertidur?" tanya Setan Pedang
Biru. "Kami tidak berbuat apa-apa...." Jarot lagi yang angkat bicara, "Berhubung kami
tertidur, saya bermimpi... bermimpi ketemu
perempuan cantik."
"Siapa yang bertanya tentang mimpi
edanmu itu?" bentakan Setan Pedang Biru
semakin nyaring.
"Lha tadi...," ucap Jarot takut.
"Diaaamm!" Setan Pedang Biru berteriak keras sekali.
"Ii.. iyy... iya saya diam...," ucap Jarot gugup.
Setan Pedang Biru jengkel sekali dengan
sikap Jarot yang tolol itu. Karena Tiga
Setan Pedang itu memiliki tingkat
kepandaian yang sudah tinggi, mereka bisa
mengerti kalau sesuatu yang tidak beres
telah terjadi. "Kalian lanjutkan kembali penjagaan.
Awas jangan sampai lengah! Kalau terjadi
apa-apa di sini kepala kalian yang akan
menjadi tebusannya!" perintah Setan
Pedang Merah tegas.
Para penjaga itu tidak ada yang berani
membuka mulut. Mereka terdiam seribu
bahasa dengan mulut terkunci rapat. .Lalu
Tiga Setan Pedang bergegas untuk
meninggalkan para penjaga itu.
"Tampaknya ada yang tidak beres...,"
desis Setan Pedang Putih.
"Aku yakin ada orang yang sengaja
menyusup ke dalam," Setan Pedang Biru
menimpali. "Kita akan memeriksa di dalam...," Setan Pedang Merah memutuskan.
Tiga Setan Pedang langsung menyelinap
ke dalam. Sementara di luar pagar
penjagaan diperketat kembali.
"Ah, aku yakin tempat inilah yang
kejatuhan wahyu itu. Kembang Keabadian
yang bisa menimbulkan malapetaka...,"
ucap Peramal Sakti seraya berlalu. Ia
berniat kembali ke Alas Roban untuk
menemui Pendekar Slebor.
"Semoga pemuda urakan itu masih
berada di sana," desis Peramal Sakti.
Kakek bertubuh kerdil itu berkelebat
sambil mengerahkan segenap ilmu
meringankan tubuhnya. Sepeminum teh
kemudian, Peramal Sakti telah sampai di
pinggir Alas Roban. Tapi Pendekar Slebor
sudah tidak berada di tempatnya!
"Sialan! Pemuda itu membuatku lari pagi
tak berguna...," Peramal Sakti berkelebat
lagi. Sambil menggerutu sepanjang jalan, ia
kembali ke Lembah Tengkorak.
*** Tiga Setan Pedang langsung memeriksa
ke segala penjuru. Sejauh itu mereka tetap
tidak menemukan sesuatu yang
mencurigakan. Hingga mereka
memutuskan, kalau ada orang luar
menyusup ke Lembah Tengkorak,
kemungkinannya akan menyatroni dua hal.
Pertama tempat penyimpanan permata
milik Datuk Subendo atau letak Kembang
Keabadian itu! Seruni yang saat itu terus mengawasi
pintu masuk ke lorong bawah tanah itu,
segera tanggap begitu Tiga Setan Pedang
hendak masuk ke situ.
"Siuiiitt!"
Terdengar suara siulan keras sekali.
Itulah pertanda buat Singo Menggolo yang
tengah beraksi. Dengan kepintarannya
Seruni berhasil mengelabui Tiga Setan
Pedang. Seruni sengaja mengarahkan
suaranya ke tempat lain, hingga siulan itu
memantul dari dinding ke dinding.
Dengan tatapan matanya Tiga Setan
Pedang mencari sumber suara siulan yang
melengking tinggi itu. Mereka agak
kesulitan karena gema suaranya seperti
berasal dari berbagai arah. Selain itu
suasana di sekitar situ sedikit gelap. Hanya
cahaya sepotong rembulan yang
memberikan suasana temaram.
"Aku yakin orang yang bersuit itu berada
tidak jauh dari sini," ucap Setan Pedang
Putih yakin Tiga Setan Pedang terpaksa
mengurungkan niatnya untuk masuk ke
lorong bawah tanah itu. Kini mereka
berjalan memencar untuk melakukan
pencarian. "Hey. aku sudah melihatnya!" pekik Setan Pedang Putih girang.
Setan Pedang Merah dan Setan Pedang
Biru segera mendekat. Kemudian Setan
Pedang Putih menunjuk ke atas wuwungan
rumah. Mereka melihat adanya bayangan
hitarn, tapi tidak yakin apakah itu
manusia. Sebab bayangan hitam itu. tidak
bergerak sedikit pun.
"Aku yakin itu bukan manusia!" kata
Setan Pedang Biru, "Mungkin kau yang
salah lihat, bayangan hitam saja dikira
manusia." "Tadi bayangan itu kulihat bergerakgerak...," protes Setan Pedang Putih.
Setan Pedang Merah dan Setan Pedang
Biru tersenyum dikulum. Sebenarnya
mereka geli melihat kekonyolan temannya
itu. Mereka yakin akan penglihatan mereka
sendiri. Tidak jauh dari wuwungan rumah
itu memang ada bayangan hitam, tapi
karena cahaya rembulan yang,terhalang
genting hingga muncul bayangan hitam.
Melihat sikap kedua temannya itu, Setan
Pedang Putih menjadi penasaran sekali.
Kemudian dikeluarkannya sebilah pisau,
secara untung-untungan Setan Pedang
Putih melemparkan pisau itu ke arah
bayangan hitam itu. Sementara Seruni jadi
terbeliak kaget. Ia sengaja tidak bergerak
hanya untuk mengelabui ketiga orang itu.
Berhubung pakaiannya serba hitam sampai
penutup wajah, hampir saja ia berhasil
mengelabui mereka. Kini sebilah pisau


Pendekar Slebor Geger Di Lembah Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terbang dan mengancam jiwanya!
Tidak ada pilihan lain bagi Seruni selain
menepis pisau terbang ilu dengan
pedangnya. Trang! Dengan satu sentakan keras pisau
terbang itu berhasil dirontokkan. Tapi dari
pedang Seruni itu terpancar sinar
keperakan, sehingga tempat
persembunyiannya itu berhasil diketahui
oleh lawannya. Maka terperanjatlah hati
Setan Pedang Merah dan Setan Pedang Biru
yang tadinya tidak percaya.
"Hupp! Hupp! Hupp!"
Dengan gerakan susul-menyusul Tiga
Setan Pedang melenting ke udara. Dalam
beberapa kejap mereka sudah nangkring di
atas genting. Seruni bisa melihat gerakan
Tiga Setan Pedang saat meloncat tadi.
Ketiga lawannya itu tidak bisa dipandang
dengan sebelah mata! Seruni segera
tanggap, kalau ia memaksakan diri untuk
bertempur di atas genting, jelas tidak
menguntungkan dirinya yang dikeroyok.
Kemudian Seruni meloncat turun dan
bersiap untuk menghadapi mereka.
Tanpa menunggu lagi Tiga Setan Pedang
langsung menyusul turun. Mereka gembira
karena Seruni tidak berusaha melarikan
diri. Jika pertempuran itu terjadi di dalam
bangunan, mereka akan lebih mudah
meringkus penyusup gelap itu.
"Katakan siapa dirimu dan ada keperluan
apa hingga kau berani masuk ke Lembah
Tengkorak ini" Rasanya kami belum puas
jika membunuh orang tanpa mengetahui
tujuannya," ucap Setan Pedang Putih
menantang. Seruni sudah menyadari keadaan dirinya
yang sudah terjepit. Ia sengaja melakukan
itu sekadar untuk mengalihkan perhatian
mereka agar tidak mengganggu Singo
Menggolo yang tengah beraksi.
Maka tanpa banyak cingeong lagi Seruni
langsung menghunus pedangnya. Beberapa
kejap kemudian Seruni sudah melancarkan
gempuran-gempuran hebat ke arah Tiga
Setan Pedang itu. Tiga Setan Pedang
sempat terperanjat oleh serangan Seruni
yang berbahaya itu.
Sampai sepuluh jurus Seruni berhasil
menggebrak dan membikin Tiga Setan
Pedang menjadi kocar-kacir.
Trang! Trang! Trang!
Setiap serangan dari Tiga Setan Pedang
selalu berhasil ditepis oleh Seruni. Bahkan
Seruni sempat, membikin mereka
kelimpungan dengan tusukan-tusukan
yang mematikan!
Sementara di sudut lain Singo Menggolo
telah berhasil mendapatkan Kembang
Keabadian itu. Begitu keluar ia
mendapatkan Seruni tengah berhadapan
dengan tiga pengeroyoknya. Namun sejauh
itu Singo Menggolo tidak merasa khawatir
sedikit pun. Sebab Seruni mampu bertahan
dengan baik, pertempuran itu berlangsung
dalam keadaan seimbang.
Dengan satu loncatan Singo Menggolo
melenting tinggi, sekejap kemudian ia
sudah berada di samping Seruni. Tiga Setan
Pedang terkejut bukan main karena
kehadiran Singo Menggolo yang
mengenakan pakaian ala ninja itu. Sebab
menghadapi satu orang saja yang mereka
tidak bisa berbuat banyak, apalagi kalau
harus menghadapi dua orang!
Tiga Setan Pedang segera menyusun
siasat. Mereka memadukan jurus pedang
mereka sehingga membentuk pertahanan
yang tangguh. "Secepatnya kita tinggalkan tempat ini,"
bisik Singo Menggolo pada Seruni.
Seruni mengangguk pertanda mengerti.
Kemudian Singo Menggolo mengeluarkan
Kapak Mustika-nya. Ia segera menyerang
dengan cara menyusup ke tengah
pertahanan lawan. Gerakan berbahaya itu
bukannya tanpa perhitungan, meskipun
Singo Menggolo harus menghadapi tebasan
pedang yang sangat berbahaya.
Trang! Trang! Setelah berhasil menangkis, Singo
Menggolo langsung menyarangkan satu
tendangan ke arah perut.
Dugh! Setan Pedang Biru terhuyung-huyung
beberapa tombak ke belakang karena
sebuah tendangan mendarat telak di
perutnya. Dugh! Kemudian menyusul Setan Pedang Putih.
Ia harus mengalami nasib yang sama
dengan Setan Pedang Biru.
*** Sementara itu Datuk Subendo bersama
Nyai Pelet tengah menyalurkan hasratnya.
Dalam keadaan seperti itu mereka paling
benci kalau diganggu. Mereka sudah tidak
mau mempedulikan kejadian di luar. Tapi
suara pertempuran itu terdengar semakin
jelas di telinga mereka!
"Subendo, sepertinya ada pertempuran di
luar...," desis Nyai Pelet dengan wajah
terkejut. Datuk Subendo bagai tersadar. Kenapa ia
tidak memperhatikan suara berbenturan
nya benda keras itu. Pergulatan itu
memang telah membuat Datuk Subendo
melupakan segalanya.
Suara pertempuran itu masih tetap
terdengar. Kemudian Datuk Subendo
bergegas untuk mengenakan pakaiannya,
Nyai Pclei juga melakukan hal yang sama.
Di luar pertempuran yang berlangsung
antara Singo Menggolo bersama Seruni
yang menghadapi keroyokan Tiga Setan
Pedang tidak berlangsung lama. Setelah
Singo Menggolo berhasil mengobrak-abrik
pertahanan Tiga Setan Pedang, mereka
segera kabur meninggalkan Lembah
Tengkorak. Ketika Datuk Subendo bersama Nyai Pelet
sampai di luar, Singo Menggolo bersama
Seruni sudah kabur. Tinggal Setan Pedang
Biru yang berada di situ karena luka di
perutnya akibat tendangan Singo Menggolo.
Sementara Setan Pedang Merah dan Setan
Pedang Putih diikuti para penjaga dan
pengikut Perguruan Lembah Tengkorak
berusaha mengejar kedua penyelundup
tadi. "Apa yang terjadi di sini?" tanya Datuk Subendo pada Setan Pedang Biru.
"Ada dua orang yang menyelundup ke
Lembah Tengkorak, Tuanku...," jawab Setan
Pedang Biru. "Apakah kalian tidak bisa mengatasinya?"
"Ampun, Tuanku... kedua orang
bertopeng itu begitu sakti...."
"Kau tahu dari mana mereka keluar, dan
apa yang dilakukannya di sini?" tanya Nyai Pelet risau.
"Mereka keluar dari ruang bawah tanah
itu...," jawab Setan Pedang Biru.
"Kiamat...," desis Nyai Pelet, "Mereka ingin mencuri Kembang Keabadian itu...."
"Kau kejar dua penyelundup itu, dan
jangan memberi kesempatan mereka untuk
lolos!" perintah Datuk Subendo setengah
berbisik. Lalu Nyai Pelet dan Datuk Subendo
berlari seperti orang kesetanan. Mereka
memasuki lorong bawah tanah sekadar
untuk memeriksa, apakah Kembang
Keabadian masih berada di tempatnya"
*** 4 "Kang, mereka masih terus membuntuti
kita...," ucap Seruni pada Singo Menggolo.
Singo Menggolo menoleh ke belakang.
Pada jarak sepuluh tombak di belakangnya,
Setan Pedang Merah dan Setan Pedang
Putih masih terus mengejar. Dibelakang
kedua Setan Pedang itu puluhan anak
buahnya ikut melakukan pengejaran.
Menghadapi situasi seperti itu, Singo
Menggolo dan Seruni jadi kebingungan
juga. Sudah sepeminum kopi lamanya
mereka berusaha kabur, kenyataannya
mereka belum bisa melepaskan diri dari
kejaran itu. "Apakah kita akan membinasakan mereka
semua?" tanya Seruni geram.
"Kita terpaksa melakukannya," jawab
Singo Menggolo singkat.
Setelah Singo Menggelo bersama Seruni
saling memberi isyarat, dengan gerakan
serempak mereka membalikkan tubuh.
Wwuuuusss! Tamparan angin keras disusul kilatan
merah melesat dari tangan Singo Menggolo
dan Seruni. Secara bersamaan mereka
melancarkan satu pukulan jarak jauh.
Dua Setan Pedang sudah memperkirakan
hal itu sebelumnya. Jarak di antara mereka
cukup menguntungkan Dua Setan Pedang,
sehingga mereka mempunyai banyak
kesempatan untuk menghindar. Mereka
melempar tubuh ke samping, pukulan
tenaga dalam yang dahsyat itu hanya lewat
begitu saja. Namun mereka merasakan
hawa panas yang terasa menampar.
Akibatnya sungguh mengerikan! Para
anak buah yang ikut melakukan pengejaran
tidak mampu menghindari serangan jarak
jauh itu. Ilmu silat mereka memang jauh di
bawah Dua Setan Pedang. Dua orang
terpental ke belakang sejauh tiga tombak.
Begitu menyentuh tanah mereka tidak bisa
bergerak-gerak lagi. Tewas dengan tubuh
terpanggang! Dua Setan Pedang segera tanggap dengan
keadaan itu. Dengan jurus pedang mereka
langsung mencecar Singo Menggolo dan
Seruni agar mereka tidak mempunyai
kesempatan melancarkan pukulan jarak
jauh. Beberapa detik kemudian pukulan
orang telah menyusul mereka.
"Kurung mereka dan jangan memberi
kesempatan untuk lolos!" perintah Setan
Pedang Putih. Puluhan orang yang ilmu silatnya hanya
pas-pasan langsung mengurung Singo
Menggolo dan Seruni. Mereka segera
melakukan bacokan-bacokan berbahaya
dengan senjata masing-masing. Dua Setan
Pedang berhasil mengarahkan serangan
mereka sehingga Singo Menggolo dan
Seruni sempat terdesak.
Tapi betapapun banyaknya jumlah
pengeroyok itu, akhirnya Singo Menggolo
dan Serani bisa menunjukkan
ketangguhannya. Anak buah Lembah
Tengkorak yang hanya mengandalkan
semangat saja itu, telah dibikin kocar-kacir.
Hingga satu persatu dari mereka menjadi
korban bacokan Kapak Mustika-nya Singo
Menggolo atau tewas oleh tebasan pedang
Seruni. Dalam keadaan yang genting itu, Setan
Pedang Biru datang dan langsung
membantu. Kini Tiga Setan Pedang mulai
memadukan jurus pedangnya, hingga
tercipta satu pertahanan yang kokoh!
"Jangan khawatir... tidak lama lagi Datuk
Subendo dan Nyai Pelet akan segera tiba di
sini...," ucap Setan Pedang Biru.
Mendengar keterangan itu para anak
buah Lembah Tengkorak semakin
bersemangat dalam melakukan
pengeroyokan. Sementara Singo Menggolo
dan Seruni menjadi khawatir sekali.


Pendekar Slebor Geger Di Lembah Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Meskipun sudah banyak korban jatuh di
tangan mereka, serangan mereka itu belum
juga mereda. Kalau Singo Menggolo dan
Seruni memaksakan untuk menumpas
mereka, Datuk Subendo dan Nyai Pelet
pasti akan tiba di situ.
"Kita kabur saja. Kang...," bisik Seruni.
Singo Menggolo hanya mengangguk.
Kemudian mereka segera mengatur gerakan
untuk kabur. Tiga Setan Pedang tidak mau memberi
kesempatan sedikit pun. Begitu Seruni
meloncat ke belakang, Setan Pedang Putih
menyabetkan pedangnya.
Crat! "Akh!" pekik Seruni tertahan.
Pundak Seruni terluka karena terkena
bacokan pedang. Kemudian Seruni
menyerang ke arah Tiga Setan Pedang
dengan tusukan-tusukan berbahaya.
Seruni sempat melupakan keinginannya
untuk kabur. "Hjk hik hik...," terdengar suara tawa seorang perempuan.
Tidak lama kemudian dua orang datang
ke tempat itu dengan gerakan seperti
melayang. Mereka adalah Datuk Subendo
bersama Nyai Pelet.
"Ada dua ekor pencuri yang mencari mati.
Hik hik hik.,.." Nyai Pelet terkikik.
"Minggir semua! Biar dua orang itu
menjadi bagianku!1' ucap Datuk Subendo
setengah berteriak.
Para pengeroyok itu seketika menepi.
Hanya dengan satu loncatan tubuh Datuk
Subendo terlihat bagai melayang. Sekitar
dua tombak di depan Singo Menggolo,
kedua kakinya hinggap di atas tanah.
"Hik hik hik... tanganku jadi gatal untuk
ikut bermain-main...," ucap Nyai Pelet.
Dengan satu loncatan Nyai Pelet sudah
sampai di hadapan Seruni. Tidak ada
pilihan lain bagi Singo Menggolo dan Seruni
selain mempertahankan dirinya dengan
mati-matian. Tanpa menunggu lagi mereka
pun langsung menyerang. Pertempuran pun
pecah. Seruni tampak ragu setiap kali hendak
melakukan serangan. Karena ia yakin kalau
Nyai Pelet akan mengenal semua jurusjurusnya. Tapi memang itu yang harus
dilakukannya untuk bisa bertahan hidup.
Sebuah jurus pedang dimainkan Seruni
dengan bagus sekali. Setiap sabetan dan
tusukan selalu diikuti dengan gerakan kaki
yang mendesak posisi lawan.
"Hik hik hik... sungguh engkau seorang
murid yang tidak tahu budi. Seruni! Kau
gunakan jurus yang kuwariskan padamu
untuk melawanku. Gurumu sendiri!" ucap
Nyai Pelet seraya menghindari setiap
sabetan pedang Seruni.
Seruni menjadi gugup sekali. Karena itu
gerakannya menjadi kacau. Ketika ia
menerjang, Nyai Pelet meloncat tinggi dan
tangannya berhasil menyambar kedok kain
hitam yang dikenakan Seruni. Semua
terkejut melihat wajah cantik yang muncul
di balik kedok itu.
Pertempuran yang terjadi antara Seruni
dengan Nyai Pelet tak lagi menarik. Guru
dan murid itu sudah mengenal satu sama
lain. Tidak mengherankan jika Nyai Pelet
selalu unggul dalam setiap gerakan.
Terkesan sekali bahwa Nyai Pelet sengaja
mempermainkan Seruni, bekas muridnya
itu! Sementara itu pertempuran antara Singo
Menggolo dengan Datuk Subendo
berlangsung dengan seru sekali. Mereka
saling gebrak, saling menggempur dengan
jurus yang sama tangguhnya. Hanya dalam
dua puluh jurus, mereka tidak ragu lagi
untuk mengeluarkan jurus-jurus
andalannya. Ketika Datuk Subendo meloncat tinggi ke
udara, Singo Menggolo langsung
mengejarnya. Pukulan-pukulan mematikan
dilancarkan Singo Menggolo. Datuk
Subendo terpaksa melayaninya di saat
tubuhnya melayang di udara. Sejauh itu
tidak ada yang tampak lebih unggul.
Selanjutnya Datuk Subendo meloncat
beberapa tombak ke belakang. Ia gerakgerakkan kedua tangannya dengan cepat
sekali. Datuk Subendo tengah
mengerahkan tenaga dalamnya dan bersiap
mengeluarkan ajian 'Macan Liwung'.
Singo Menggolo kaget sekali. Tapi ia tidak
mempunyai banyak pilihan. Kemudian ia
menghentakkan kedua kakinya ke atas
tanah. Kedua tangannya dipadukan di
depan dada, ia siap menandingi ajian
'Macan Liwung' dengan pukulan 'Angin
Puyuh'. Hampir bersamaan mereka
menghentakkan tangan ke muka. Kilatan
sinar biru melesat dari tangan Datuk
Subendo. Saat itulah kilatan warna merah
langsung menyongsongnya.
Blaaammm! Terdengar suara seperu ledakan dan
gemuruh yang menggetarkan bumi tempat
berpijak. Tubuh Datuk Subendo terhuyung
empat tombak ke belakang. Sedang tubuh
Singo Menggolo seperti terseret tiga tombak
ke belakang! Mereka sama-sama mengalami
luka dalam yang cukup parah.
Seketika suasana berubah menjadi
hening. Datuk Subendo dan Singo Menggolo
sama-sama terjatuh dalam posisi terduduk.
Jelas posisi itu sangat tidak
menguntungkan buat Singo Menggolo!
"Hik hik hik... kamu lihatlah Seruni, lelaki yang telah kamu peralat itu sudah
tidak bisa berdiri lagi...," ucap Nyai Pelet.
Kemudian.... Wusss! Asap putih yang keluar dari kedua
telapak tangan Nyai Pelet mengurung
sekujur tubuh Seruni. Seruni menjadi
panik bukan main. Ia sadar kalau dirinya
sudah terkena Racun Kobra. Dalam waktu
tidak lama lagi dirinya pasti akan jatuh
pingsan! "Setan Pedang!" teriak Nyai Pelet seraya menoleh. "Dua orang aku perintahkan
untuk meladeni perempuan binal ini. Dan
satu orang aku perintahkan membuka
kedok orang bertopeng itu, lalu penggal
kepalanya!"
Setan Pedang Merah dan Setan Pedang
Putih langsung meloncat maju untuk
menyerang Seruni
Sementara Setan Pedang Biru tampak
kebingungan untuk melaksanakan
tugasnya. Sebab membunuh lawan yang
sudah tidak berdaya adalah suatu
pantangan buat dirinya.
"Kenapa kau belum juga membunuhnya"
Apakah kau yang ingin aku bunuh?" bentak
Nyai Pelet. Dengan ragu-ragu akhirnya Setan Pedang
Biru bergegas juga. Dibukanya kedok dari
kain hitam itu.
"Singo Menggolo...," desis Nyai Pelet.
Kemudian tanpa ampun lagi Setan
Pedang Biru langsung memenggal kepala
Singo Menggolo. Hingga kepala itu terpisah
dari badan. Nyai Pelet tampak puas melihat
hal itu. "Tiga Setan Pedang! Kalian kuperintahkan
untuk bersenang-senang dengan
perempuan itu. Dan semua aku
perintahkan untuk kembali ke Lembah
Tengkorak...," ucap Nyai Pelet.
Akhirnya Nyai Pelet berhasil membawa
pulang Kembang Keabadian kembali ke
Lembah Tengkorak. Sedang Datuk Subendo
terpaksa digotong karena tidak mampu
untuk berjalan.
Sementara Seruni semakin panik saja.
Sejauh ini ia masih bisa bertahan dari
reaksi Racun Kobra. Tapi ia sadar kalau
tidak lama lagi ia akan terjatuh. Dengan
sisa-sisa tenaganya ia berusaha untuk
bertahan. "Kakang, jangan biarkan tubuh yang
mulus itu terluka. Sayang kalau harus
terjadi, sebab dia akan bisa memuaskan
hasrat kita...," ucap Setan Pedang Merah.
"Ya. Aku juga tidak menginginkannya. Ha
ha ha ha...," jawab Pendekar Pedang Putih.
*** "Peramal Saktiiii..." Pendekar Slebor berteriak sekeras-kerasnya sesaat setelah
terjaga dari tidurnya.
Pagi itu Andika terbangun dan Peramal
Sakti sudah menghilang entah ke mana.
Pemuda urakan dari Lembah Kutukan itu
sudah berusaha untuk mencari ke manamana, ia tidak bisa menemukan jejaknya.
Sambil garuk-garuk kepala Pendekar
Slebor berlalu. Semalam ia berusaha
bercerita banyak dengan Peramal Sakti dari
Pegunungan Himalaya itu tentang Kembang
Keabadian yang tumbuh di Lembah
Tengkorak. Andika pun bertekad untuk
menuju ke Lembah Tengkorak.
"Peramal Botak! Kalau saja aku bertemu
denganmu maka akan kuramal dirimu
tidak akan didekati perempuan...." Andika
berteriak sendiri karena kesal.
Lalu Pendekar urakan yang mengenakan
pakaian hijau pupus itu melesat.
Rambutnya yang gondrong tampak
bergerak-gerak.
Sementara itu, di sudut lain Seruni
tengah berusaha keras untuk melawan
reaksi racun dalam tubuhnya. Tiga Setan
Pedang sudah bisa menguasai keadaan
dengan sepenuhnya. Gerakan Seruni
semakin lama semakin terlihat kacau. Tiga
Setan Pedang hanya menunggu saat yang
tepat untuk bertindak.
Trang! Tiba-tiba pedang di tangan Seruni
terlepas dan mental ke tanah. Setan Pedang
Merah telah berhasil menjatuhkan senjata
di tangan gadis itu. Sejak tadi memang dia
yang paling bernafsu melihat kemolekan
tubuh Seruni. Kemudian dengan satu loncatan Setan
Pedang Merah telah berhasil menubruk
Seruni. Sementara rasa pening yang
dirasakan Seruni terasa semakin memberat.
Seruni sudah tidak mampu memberikan
perlawanan lagi ketika tubuhnya jatuh ke
dalam pelukan Setan Pedang Merah.
Kedua tubuh itu pun jatuh ke tanah dan
saling berguling-gulingan. Setan Pedang
Merah menindih tubuh Seruni dengan
bernafsu sekali. Dengan satu gerakan,
kebaya Seruni terkoyak oleh tangan jahil
Setan Pedang Merah. Melihat dada mulus
dengan dua bukit yang menggunung itu
membuat gairah Setan Pedang Merah
semakin menggelora.
Seruni merasakan keadaan itu antara
sadar dan tidak sadar. Tapi sebelum Setan
Pedang Merah berbual yang lebih jauh,
tiba-tiba.... Takk! Sebuah batu kerikil mendarat persis di
kepala Setan Pedang Merah.
"Adduuuhh! Apa kalian tidak bisa
bersabar sedikit sih" Kalian jangan main
lempar seenaknya sendiri. Jangan khawatir,
kalian pasti akan dapat bagian...," kata
Setan Pedang Merah tanpa menghiraukan
rasa sakitnya. Setan Pedang Merah memang sudah


Pendekar Slebor Geger Di Lembah Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bernafsu sekali untuk menggumuli tubuh
Seruni. Ia menyangka yang melakukan itu
adalah temannya sendiri. Setan Pedang
Merah terus saja menciumi dada Seruni
dengan rakus sekali.
Sementara Setan Pedang Biru dan Setan
Pedang Putih jadi bertanya-tanya karena
dituduh begitu. Sebab mereka memang
tidak melakukan apa-apa.
Takkk! Sebuah kerikil kembali mendarat di
kepala Setan Pedang Merah. Kali ini lebih
keras dari yang tadi!
"Wadduhh! Kalau kepala dilempari kerikil
itu sakit kalian tahu tidak sih?" Setan
Pedang Merah bersungut-sungut. "Kalau
kalian tidak rela aku yang duluan,
seharusnya ngomong saja terus terang...."
Setan Pedang Merah memegangi batok
kepalanya yang berdarah. Setan Pedang
Putih dan Setan Pedang Biru saling
berpandangan karena tidak mengerti.
"Kami tidak melakukannya...!" jawab
Setan Pedang Putih dan Setan Pedang Biru
hampir bersamaan.
Karena penasaran ketiganya segera
mengitarkan tatapan matanya. Mereka
menjadi terkejut sekali! Sebab tidak jauh
dari situ. nangkring di atas sebuah cabang
pohon, seorang.pcmuda berambut gondrong
tengah duduk dengan kedua kaki ongkangongkang. Ia mengenakan pakaian berwarna
hijau pupus dengan kain bercorak papan
catur melilit di lehernya. Dialah Andika si
Pendekar Slebor!
"Pemuda jelek tidak tahu diri!" umpat Setan Pedang Putih. "Apakah kamu sengaja
mencari mati hingga berani-beraninya
mengganggu kami?"
"Siapa yang bilang aku ingin mati"!"
jawab Andika sambil melotot dan
memoncongkan bibirnya. "Kamu pasti salah
dengar karena kupingmu congekan."
"Kurang ajar! Sebaiknya kau enyah saja
dari sini kalau masih sayang pada
nyawamu sendiri!" bentak Setan Pedang
Putih lagi. "Enak saja kau main perintah!
Orangtuaku saja tidak pernah berani
melarangku bermain di atas pohon, ee...
kamu seenak udel sendiri main perintah,"
gerutu Andika. "Dasar tidak tahu diri!" rutuk Setan
Pedang Putih. Kemudian....
Suutt! Suutt! Suutt!
Tiga bilah pisau terbang meluncur ke
arah Pendekar Slebor. Andika sudah bisa
memperkirakan hal itu sebelumnya. Dan
ketika tiga belati kecil itu hampir mencapai
tubuhnya. Andika menyambitnya dengan
kain bercorak papan catur yang melilit di
lehernya. Trriingng! Ketiga pisau terbang itu pun rontok ke
tanah. "Kau memang orang yang kurang ajar!
Pertama kau telah mengatakan aku jelek,
kedua seenaknya sendiri main perintah.
Sekarang tunggu pembalasanku, aku akan
menampar mulutmu yang bau jengkol itu,"
umpat Andika seraya meloncat turun dari
pohon. Setan Pedang Pulih tidak tahu siapa
sebenarnya Andika. Maka pantas saja kalau
ia memandang rendah pada pemuda
berambut gondrong itu. Ia segera bersiap
untuk melayani Andika dengan tangan
kosong. Satu tendangan dan pukulan yang cepat
sekali itu bisa dihindarkan dengan baik
sekali oleh Andika. Setan Pedang Putih
semakin penasaran dibuatnya, karena
Andika selalu menghindar dan tidak
berusaha menyerang. Ia semakin bernafsu
untuk memukul. Tapi Pendekar Slebor
selalu berhasil menghindarinya.
Plak! Satu tamparan mendarat persis di mulut
Setan Hal 50 - 51 hilang
Seruni dalam keadaan telentang tidak
berdaya. Pakaian yang dikenakannya ada
beberapa yang terkoyak sehingga tampak
bagian tubuhnya yang mulus. Andika
sempat mengamatinya sambil menelan liur.
*** 5 "Kang Andika... uhk uhk uhuk...." Seruni menangis tersedu-sedu seraya memeluk
tubuh Pendekar Slebor.
Andika terdiam dan tidak bergerak sedikit
pun. Ia jadi kebingungan ketika dada
Seruni yang lunak itu menempel di
dadanya. Wajah cantik itu menempel di pipi
kanan Andika. Andika merasakan dadanya
terasa sesak. "Entah apa yang akan terjadi atas diriku
kalau tidak ada Kang Andika," ucap Seruni
seraya mempererat pelukannya. Kedua
tubuh itu pun kian menghimpit rapat.
"Sudahlah, Seruni... semua ini terjadi
karena kebetulan saja," jawab Andika
seraya mendorong tubuh Seruni.
Tapi dorongan Andika itu membuat
Seruni semakin nekat. Ia justru semakin
mempererat pelukannya. Sikap Seruni itu
membuat Pendekar Slebor semakin
kebingungan. "Terima kasih Kang Andika, terima
kasih..." Andika memegang pinggang Seruni. Uh!
Bentuknya indah dan padat sekali.
Pendekar Slebor jadi tergetar. Ia merasakan
sesuatu yang lain. Hatinya bagai berdesirdesir, tapi rasanya indah sekali.
Seruni yang mempesona itu sempat
membuat Hal 54-55 hilang
Pendekar Slebor menangkap ular yang
masih menggelepar-gelepar
itu dan melemparkan ke dinding batu. Ular itu pun
tidak bisa bergerak-gerak lagi karena
tubuhnya remuk.
Selanjutnya Andika jadi terkejut bukan
main. Tiba-tiba Seruni memeluk Pendekar
Slebor erat sekali. Tampaknya Seruni
benar-benar ketakutan tadi. Andika tidak
bergeming sedikit pun.
"Aku takut sekali, Kang...," ucap Seruni.
"Tidak apa-apa, ular itu sekarang sudah
mati...," hibur Andika.
"Kau jangan tinggalkan aku sendiri...."
Kemudian Seruni merenggangkan
pelukannya. Jantung Andika benar-benar
mau copot karena melihat keadaan Seruni
itu. Dan ketika tatapan Pendekar Slebor
bertemu dengan sorot mata. Seruni, ada
yang terasakan lain sekali. Seakan Seruni
tampak jauh lebih menarik.
Seruni memang sedang menggunakan
ilmu pemikatnya untuk menaklukkan
Pendekar Slebor, la pernah berguru pada
Nyai Pelet tentang bermacam ilmu pemikat
dan segala bentuk pengasihan. Karena
itulah Andika merasa tergetar hebat saat
mendapatkan sorot mata Seruni itu.
Tiba-tiba saja Seruni menciumi Andika.
Sebagai seorang pendekar yang sudah
kenyang pengalaman, sebenarnya pemuda
berambut gondrong itu sadar akan gunaguna Seruni itu. Tapi berhubung yang
melakukannya adalah gadis secantik
Seruni, Andika tidak berbuat banyak.
Pendekar Slebor tidak peduli apakah
dirinya terkena guna-guna atau tidak.
Byurr! Tubuh Pendekar Slebor dan Seruni samasama terjatuh ke dalam air. Andika mulai
membalas pelukan Seruni yang hangat
membara itu. Di dalam air mereka terus
saja bergumul. Seruni merasa girang sekali
mendapatkan kenyataan itu. Selama ini
Seruni tidak pernah gagal untuk
mendapatkan lelaki yang diinginkannya.
Karena itu dirinya mendapatkan julukan
Dewi Pemikat! Seruni benarrbenar lihai menyenangkan
hati lelaki. Pergumulan dalam air itu
membuat Andika terlena. Ia tidak mampu
bertahan lagi dari gejolak yang muncul dari
dalam dirinya sendiri. Hingga di bibir
Seruni tersungging senyum puas.
*** "Seruni, ceritakan padaku siapa dirimu
yang sebenarnya!" ucap Andika seraya
memandangi wajah itu lekat-lekat.
Mereka sedang mengeringkan tubuh di
depan nyala api. Pakaian hijau pupus yang
dikenakan Pendekar Slebor sudah agak
mengering. "Kami telah menjadi korban orang-orang
Lembah Tengkorak...," ucap Seruni seraya
menundukkan wajah.
Kemudian Seruni sengaja mengarang
cerita agar Andika menjadi trenyuh. Tentu
saja Seruni tidak mau berterus terang
tentang siapa dirinya. Seruni mempunyai
dendam kesumat terhadap Nyai Pelet, bekas
gurunya sendiri. Sakit hati Seruni pada
Datuk Subendo juga tidak mungkin
terobati. Sebab dulunya Datuk Subendo
adalah kekasih Seruni. Datuk Subendo tega
membuang Seruni demi cita-citanya untuk
menjadi orang tersakti di pulau Jawa.
Datuk Subendo menerima Nyai Pelet karena
guru Seruni itu bisa membantu dirinya
untuk mewujudkan cita-citanya itu. Kini
muncul keinginan Seruni
untuk memperalat Pendekar Slebor agar
membalaskan sakit hatinya. Seruni ingin
menggagalkan rencana Datuk Subendo itu.
Kalau bisa ia juga akan menguasai
Kembang Keabadian itu!
"Kamu tahu apa yang akan dilakukan
Datuk Subendo bersama Nyai Pelet,
sehubungan dengan Kembang Keabadian
itu?" tanya Andika penuh perhatian.
"Mereka akan melakukan persembahan di
malam bulan purnama. Kalau hal itu
benar-benar terjadi maka semua keinginan
mereka akan tercapai...," jawab Seruni.
Andika terdiam. Ia teringat semua ucapan
Peramal Sakti tempo hari. Kembang ajaib
yang munculnya seratus tahun sekali itu
akan menimbulkan malapetaka jika
digunakan dengan cara yang salah oleh
tokoh sesat. "Kang Andika, datanglah ke Lembah
Tengkorak untuk menggagalkan
persembahan itu. Tolong balaskan sakit
hatiku pada mereka...," ucap Seruni penuh
harap. "Ya. Aku pasti akan datang ke Lembah
Tengkorak. Apakah kau akan ikut
bersamaku?" jawab Andika.
"Dengan senang hati aku akan
menyertaimu...." Seruni bangkit. Lalu ia
berjalan ke arah Andika dan duduk di
pangkuannya. "Terima kasih. Kang
Andika... terima kasih...."
Andika jadi kelabakan sendiri karena
Seruni kembali memeluknya dan menciumi
wajahnya. *** Hari itu di Lembah Tengkorak tampak
lain dengan hari-hari biasanya. Jalan yang
menuju ke Lembah Tengkorak dihiasi
dengan bermacam.um-bui-umbul. Pintu


Pendekar Slebor Geger Di Lembah Tengkorak di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gerbang Lembah Tengkorak dikuakkan
dengan selebar-lebarnya. Tampak beberapa
orang tengah berjaga-jaga dengan
membawa tombak. Para penjaga itu
mengenakan pakaian resmi.
Dua orang mengenakan pakaian lusuh
yang sudah compang-camping berlari
dengan gerakan ringan sekali. Kaki mereka
sepertinya tidak menyentuh tanah sedikit
pun. Masing-masing membawa tongkat
bambu seukuran setengah tombak. Salah
seorang mengenakan kacamata dengan
satu kaca saja. Dialah Pengemis Mata
Picak! Sedang orang yang berlari di
sebelahnya adalah Pengemis Tonggos!
Wajahnya sudah dipenuhi dengan kerutkeriput, sedang giginya hanya tersisa dua
biji yang moncong keluar. Mereka mewakili
Partai Pengemis Utara, sebuah
perkumpulan pengemis yang dinilai telah
bersekongkol dengan aliran hitam.
"Kami dua orang dari Partai Pengemis
Utara sudah datang. Apa kalian tidak
mempunyai sambutan yang lebih baik dari
itu" Tolong catat nama kami dengan huruf
yang besar-besar agar mudah dibaca oleh
tamu yang lain," ucap Pengemis Mata Picak
pada penjaga yang bertugas menerima
tamu. "Baik, Tuan Pendekar...," jawab penjaga yang bertugas menerima tamu tadi.
"Hek hek hek hek...," sambil tertawa dua orang dari Partai Pengemis Utara tadi
berlalu. Para penjaga terbengong melihat
kehebatan dua orang tadi. Dari cara mereka
berlari tadi sudah bisa dilihat kehebatan
mereka dalam hal ilmu meringankan tubuh.
Kemudian saat mereka tertawa tadi,
meskipun mereka sudah berlalu jauh, tapi
suaranya masih terdengar jelas seakan
mereka masih berada di situ.
Hari ini Lembah Tengkorak kedatangan
tokoh-tokoh sakti dari delapan penjuru
angin. Mereka sengaja diundang untuk
mengikuti sebuah sayembara. Nanti para
tamu itu akan saling berlaga untuk mencari
siapa yang paling unggul. Setelah itu sang
pemenang akan berhadapan dengan Putri
Kencana! kalau bisa mengalahkan Putri
Kencana maka ia akan berhak
mempersuntingnya.
Di tengah tanah lapang itu didirikan
sebuah panggung untuk tempat berlaganya
para tokoh sakti itu. Kursi-kursi dipasang
mengelilingi panggung yang cukup luas itu.
Lembah Tengkorak memang sedang
melaksanakan suatu hajat yang besar. Para
tokor sakti yang datang ke Lembah
Tengkorak itu dijamu dengan segenap
keramah-tamahan, juga dijamu dengan
makanan dan minuman yang terus saja
mengalir. Para tokoh sakti dari delapan penjuru
angin itu sudah banyak yang datang.
Mereka duduk mengitari panggung.
Kebanyakan dari mereka memang golongan
hitam. Dalam dunia persilatan Datuk
Subendo dikenal sebagai seorang tokoh
jahat di masa lalu. Sebagian ada juga yang
datang dari golongan putih. Mereka hanya
ingin tahu, apa keinginan Datuk Subendo
di balik pelaksanaan sayembara itu.
Sementara itu di luar, seorang kakek
bertubuh kerdil, berkepala botak, dengan
rambut jarang yang sudah memutih semua
sejak tadi mengamati suasana. Kakek itu
kebingungan sendiri melihat keramaian di
Lembah Tengkorak itu. Sesekali ia
mengelus kepalanya yang botak.
"Ini pasti ada yang tidak beres...," ucap Peramal Sakti seperti orang linglung.
"Ah, apakah Pendekar Slebor sudah tiba di sini?"
Saking bingungnya, Peramal Sakti
berjalan tanpa sadar. Kakek botak itu
melangkah mendekati para penjaga yang
bertugas menyambut para tamu. Hingga
Peramal Sakti tersadar kalau dirinya adalah
tamu tidak diundang.
"Selamat datang di Lembah Tengkorak,
Tuan Pendekar...," ucap penjaga tadi seraya menjura penuh hormat.
"Oh, ah... eh...," ucap Peramal Sakti tergagap.
"Siapa nama Tuan Pendekar ini biar kami
catat dalam daftar tamu?" tanya penjaga
Alap Alap Laut Kidul 13 Sepasang Pedang Iblis Karya Kho Ping Hoo Wanita Iblis 19

Cari Blog Ini