Pendekar Slebor Goa Terkutuk Bagian 2
seperti itu!" Setelah berkata begitu, si gadis memburu sambil
mengibaskan cambuknya berkali-kali. Suara keras itu
menerpa telinga Andika yang bersungut-sungut sambil
bersalto ke sana kemari.
"Benar-benar nasib sial! Kalau sebelumnya si Tua Naga
Merah, lalu dua lelaki berpakaian putih itu menyulitkan
aku, sekarang gadis pemarah ini! Mengapa tiba-tiba begitu
banyak orang yang tiba di tempat sepi seperti ini, hah?"
rutuk Andika dalam hati. "Nona, kita tak saling kenal, tak
pernah pula punya silang sengketa! Hentikan seranganmu!!"
"Apakah dengan larinya kelinci milikku itu kita tak
punya silang sengketa" Kau yang pertama kali menimbulkannya!!" geram si gadis yang jadi jengkel dan
penasaran karena sejak tadi serangannya tak satu pun yang
masuk pada sasarannya. Sekarang ia menerjang dengan
disertai tenaga dalam tinggi, hingga bukan hanya suara
gemuruh angin saja yang terdengar, suara bagai ledakan di
udara pun berkali-kali mengerjap dahsyat.
"Hei! Mana aku tahu kalau kelinci itu sedang kau incar
juga! Kita sama-sama lapar! Apakah lapar membuat kita
harus jadi bertindak konyol seperti ini"!" maki Andika dan
mencoba mencari sela untuk membalas. Akan tetapi,
serangan gadis itu demikian gencar hingga membuatnya
pontang-panting.
Hanya sejenak serangan itu menyulitkannya, karena detik berikutnya Andika buang
tubuh ke kanan, lalu dengan pencalan satu kaki, melompat
ke muka. Si gadis langsung sambarkan pecutnya.
Ctaar! Tetapi, Andika justru menghentikan lompatannya dan
bergerak melompati Si gadis. Ketika dia hinggap di tanah
tubuhnya sudah berada di belakang si gadis. Kedua
tangannya langsung didekapkan sambil berseru, "Tahan, Sri
Kasih!!" Si gadis yang sedang berusaha melepaskan diri dari
dekapan Andika mengerutkan keningnya. Merasa si gadis
akan hentikan serangannya, Andika melepaskan dekapannya dan nyengir. "Lumayan, tubuh gadis itu
empuk juga," pikirnya nakal.
Si gadis putar tubuhnya. Wajahnya tegang dengan
tatapan tak berkesip pada pemuda di hadapannya. Ia
berseru sewot, "Siapa kau yang mengetahui namaku, hah?"
Andika menyeringai. "Dugaanku ternyata tepat,"
desisnya dalam hati. "Tidak usah sewot seperti itu.
Kalaupun aku mengenalmu ya... karena aku memang
menduga yang tepat."
"Katakan dari mana kau mengetahui namaku, hah" Aku
sendiri tidak tahu siapa kau!!" Kali ini wajah si gadis
memerah mengingat dirinya baru saja didekap oleh seorang
pemuda yang tak dikenalnya.
"Barangkali saja kita berjodoh, bukan?" seloroh Andika
sambil nyengir.
"Jaga mulutmu!"
"Tahan, tahan!" seru Andika ketika melihat gadis itu
hendak menggerakkan tangannya lagi yang memegang
pecut. "Benar-benar gadis panasan," pikirnya. Merasa gadis
itu menuruti kata-katanya dia berkata. "Aku tahu
tentangmu dari Si Tua Naga Merah! Puas?"
Gadis itu terdiam lagi, seolah sedang mempertimbangkan kebenaran kata-kata andika.
"Tidak mungkin!" serunya kemudian. "Guru berada di
kediamannya!! Jangan sembarangan menyebut nama
guru!!" "Kau salah, Sri Kasih. Aku sudah bertemu dengan nenek
jelek yang mengaku gurumu itu. Heran kok bisa-bisanya ya
ia mempunyai murid yang cantik seperti kau!!"
Meskipun wajahnya memerah mendengar kata-kata
Andika barusan, gadis berbaju biru yang memang Sri Kasih
murid dari si Tua Naga Merah membentak keras,"
Brengsek! Kau mengata-ngatai guruku, hah!!"
Andika mengulapkan tangannya sambil menyunggingkan seringaian.
"Sudahlah, aku toh sudah menyampaikan pesan gurumu
yang harus kusampaikan kepadamu!" seru andika yang
tiba-tiba saja merasa laparnya lenyap melihat sikap si gadis
yang menjengkelkannya. Pemuda sakti itu berpikir lebih
baik segera meninggalkan gadis ini saja daripada terusmenerus melayani bentakannya.
Memikirkan begitu Andika mendadak berkelebat, namun
mendadak pula harus bersalto karena Sri Kasih sudah
mengibaskan cambuknya.
Ctar! "Brengsek!" maki Andika begitu hinggap di tanah. Lalu
putar tubuh dan menatap gadis itu. "Apaapaan sih kau ini"
Kok terus menerus menyerangku?"
"Tak sopan orang meninggalkan pembicaraan yang
belum tuntas!" sahut murid si Tua Naga Merah. "Dan kau
harus membayar semua perlakuanmu barusan"!"
"Apa lagi" Toh semuanya sudah kukatakan kepadamu!!"
maki Andika yang saat ini memang penasaran ingin
mengetahui tentang Dewi Putih Hati Setan. "Lagi pula,
masih untungkan kau kupeluk!"
"Konyol!" Wajah si gadis makin memerah. Lalu sambil
menekan kemarahannya ia berkata, "Kalau yang kau
katakan itu dusta, kucabik-cabik tubuhmu dengan
cambukku ini!!"
"Terserah kau mau percaya atau tidak!"
Wusss! Andika berkelebat cepat. Pikirnya, lebih baik menuntaskan rasa penasaran di hatinya tentang Dewi Putih
Hati Setan dan Goa Terkutuk. Meninggalkan Sri Kasih
yang menjadi terpana sekarang karena tak dilihatnya
gerakan yang dilakukan oleh pemuda berbaju hijau pupus
itu. Gerakan itu lebih cepat dari gerakan yang diperlihatkan
Andika barusan.
"Hmm! Siapa pemuda itu sebenarnya" Meskipun
sikapnya konyol begitu, tetapi aku yakin dia bukan orang
jahat. Lagi pula, salahnya sendiri, mengapa buruanku tadi
hendak diburunya pula?" kala Sri Kasih yang tiba-tiba
wajahnya memerah sendiri. "Apa yang dikatakan pemuda
itu benar. Kelinci liar itu bukan milik siapa-siapa. Aku
sendiri belum mendapatkannya, Ah, masa bodoh! Perutku
lapar! Kalau begitu, yang dikatakan Guru memang benar.
Aku harus lebih banyak belajar mengendalikan diri. Masa'
gara-gara kelinci yang tak tahu juntrungannya itu aku harus
marah dan menyerang pemuda tadi. Tetapi... oh! Benarkah
Guru berada di sini" Berabe kalau begini! Dia bisa marah
besar karena aku belum menemukan Pecut Sakti Bulu Babi.
Lebih baik, kuikuti saja pemuda konyol itu sekarang!!
Tetapi, ke mana dia pergi tadi" Kelebatannya seperti setan
saja!" Dan mendadak gadis itu terdiam. Wajahnya mendadak
memerah ketika teringat betapa eratnya dekapan pemuda
tampan tadi di tubuhnya. Entah mengapa dari rasa
sewotnya tadi, diam-diam hatinya berbunga. Tetapi buruburu ditepisnya.
"Konyol! Kenapa aku justru membayangkan kembali
dekapan pemuda brengsek itu! Hhh!"
Segera diempos tubuhnya meninggalkan tempat itu.
(Oodwkz-ray-novooO)
Suryopati dan Gumilang telah tiba di sebuah tempat
yang cukup sepi. Di sekeliling mereka berdiri pepohonan
tinggi dan belukar setinggi dada manusia. Kedua lelaki
berpakaian putih yang sudah mengobati tubuhnya sendiri
akibat luka dalam yang mereka derita, menatap waspada di
tempat yang agak lapang itu. Angin berhembus sangat
dingin, seolah mengirimkan kabar kematian pada keduanya. "Kakang, Guru mengatakan, Dewi Putih Hati Setan
berdiam di Goa Terkutuk. Tetapi, aku tidak melihat ada
goa di sekitar sini," kata Gumilang waspada.
"Kau benar, Adi. Jelas kita menuju ke arah barat dari
Gunung Larangan. Mungkin... goa itu tersembunyi di balik
semak," sahut Suryopati tanpa menoleh pada adiknya
kecuali menatap sekelilingnya. Kita cari!"
Keduanya segera melangkah, berhati-hati. Keris yang
memancarkan sinar merah sudah berada di tangan. Segenap
indera penglihatan dan pendengaran dibuka lebar-lebar.
Namun tiba-tiba saja tubuh keduanya terpental ke
belakang dengan deras disertai jerit kepanikan dan
keterkejutan. Bergulingan bagai sebuah bola yang dilempar
dan muntah darah dengan tubuh yang seperti remuk.
"Kakang... tenaga apa yang barusan menyerang kita?"
tanya Gumilang gelagapan sambil bangkit perlahan-lahan.
Dadanya sakit bukan buatan Wajahnya pias seketika.
Begitu pula yang dilakukan oleh Suryopati, "Aku tidak
tahu... yang pasti, ada bahaya yang mengancam kita."
"Siapa yang datang ke sini, maka kematian akan
diterima."
Suara bergemuruh dahsyat itu tiba-tiba terdengar.
Jantung keduanya seakan tanggal dari tempatnya.
Dedaunan berguguran.
"Kakang, siapa yang bersuara itu?" tanya Gumilang, kali
ini ketegangan mulai menyelimuti tubuhnya.
Suryoti tak segera menjawab. Dia memperhatikan
sekelilingnya sebelum berkata, "Aku tak tahu."
"Kakang... mungkinkah suara itu berasal dari Dewi Putih
Hati Setan" Hmm, kalau begitu di sekitar sini pasti Goa
Terkutuk berada. Meskipun aku tak tahu apa yang akan
terjadi, sebaiknya kita mencari lagi Kakang."
"Jangan gegabah. Serangan aneh dan mendadak itu telah
membuat, kita terpental dengan dada yang terasa remuk.
Bisa jadi sekarang kita akan mampus!!" sahut Suryopati
tcgang pula. Keduanya terdiam, masing-masing mulai dicekam oleh
keraguan yang tiba-tiba muncul. Rasa tak tenang
berdendang di hati mereka. Wajah keduanya benar-benar
tegang dengan kening berkerut.
"Adi Gumilang... kau tetap di sini! Aku yang akan
mencari goa itu!!" desis Suryopati dengan kesiagaan
menjadi-jadi. "Mengapa tidak bersama-sama saja, Kakang?"
Maksudku, bila terjadi apa-apa denganku, kau masih bisa
menikmati hidup lebih lama."
"Kalau begitu, biar aku saja yang melakukannya
Kakang!" seru Gumilang.
"Jangan membantah ucapanku! Kau tunggu di sini!!"
sahut Suryopati dan melangkah kembali dengan sikap
bertambah waspada. Dilindungi dirinya dengan tenaga
dalam yang tinggi guna menghalangi serangan mendadak
yang tadi menerpanya.
"Manusia-manusia yang mau cari mampus!" Suara
bergemuruh keras itu kembali terdengar.
"Kakang!!" seru Gumilang tercekat dan melihat
bagaimana tubuh Suryopati terpental ke belakang dengan
derasnya. Segera diempos tubuhnya, menangkap tubuh
Suryopati. Namun dorongan tenaga dahsyat yang menerpa
tubuh Suryopati, justru membuat tubuhnya terpental pula,
jatuh bergulingan tiga puluh tombak dengan masih
merangkul tubuh Suryopati.
"Kakang...
bagaimana keadaanmu"
Bagaimana?"
tanyanya risau yang melihat tubuh Suryopati tak bergerak.
Digoncang-goncangnya dengan hati cemas. Darah mengalir
di sekujur tubuh Suryopati. Mata lelaki itu tertutup rapat.
Kecemasan semakin kuat mengikat diri Gumilang. Dia
berusaha membangunkan Suryopati dengan mengalirkan
tenaga dalamnya, namun sampai sejauh itu belum
membawa hasil yang diharapkan. Sadarlah Gumliang,
kalau kakaknya sudah tak bernyawa.
Sedih, geram dan kemarahan membaur jadi satu.
Sebelum dia berdiri dan berteriak melampiaskan rasa
amarahnya, tiba-tiba sebuah tenaga yang tak terlihat
menghantam tubuhnya hingga terguling ke belakang.
Namun kekerasan hati yang terpatri begitu melihat
Suryopati sudah menjadi mayat, membuatnya segera
bangkit cepat. Matanya melotot. Darahnya mendidih. Ketegangan
Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mengikat erat. Tubuh Suryopati mengapung di udara dan
bagai ditarik kekuatan aneh, melesat ke arah berlawanan.
"Kakang!!" serunya sambil mencoba menarik mayat
Suryopati, namun justru dia yang tersungkur karena tenaga
itu begitu kuat. Susah payah, tak mempedulikan rasa sakit
yang menyiksa, Gumilang mencoba memburu kembali.
Dan lagi-lagi tubuhnya terpental lagi ke belakang.
Jeritannya yang semakin serak berbaur dengan nyeri yang
tak terkira terdengar,
"Kakang!!"
Kembali dicobanya mengejar mayat Suryopati yang
melayang-layang ke tempat semula, di mana ia melihat
kakak seperguruannya terhantam tenaga aneh yang
dahsyat. Dan kini jatuh di tanah.
Tergesa Gumilang memburu mayat yang terbujur kaku
itu. Namun urung ketika melihat angin kencang
menyibakkan semak-semak. Sekujur tubuhnya bagai
diserang penyakit kaku mendadak. Sepasang matanya
terbuka lebar dengan mulut terbuka. Di balik semak itu,
dilihatnya sebuah celah cukup besar.
"Goa Terkutuk!!" desisnya tanpa sadar.
Tiba-tiba pula dirasakan kecemasan yang kuat, ketika
menyadari kemungkinan Dewi Putih Hati Setan masih
hidup. Namun dikuatkan hatinya. Ditekannya seluruh rasa
kejut dan khawatirnya.
Jantung Gumilang seakan copot ketika melihat sinar
warna hitam tiba-tiba berkelebat keluar dari dalam goa itu.
"Astaga! Sinar apa itu?" desisnya sambil melompat
menghindar karena pikirnya sinar hitam itu akan
menyerang ke arahnya. Akan tetapi justru sinar hitam itu
menggulung mayat Suryopati. .
Secepat itu pula kesadaran muncul di benak Gumilang
dan lelaki kelimis itu segera melompat untuk menyelamatkan kembali mayat Suryopati. .
Namun ketika ia menyentuh mayat itu, rasa panas yang
sangat kuat menyengatnya hingga cepat ditarik pulang
kedua tangannya sambil mengaduh. Dan dilihatnya
bagaimana sinar hitam yang menggulung di sekujur tubuh
Suryopati mengangkat mayat itu perlahan-lahan.
"Kakang!!" teriak Gumilang dan merasakan pijaran
panas yang lebih kuat hingga kulitnya bagai terbakar saja.
Matanya terbelalak melihat bagaimana Sinar hitam itu
semakin lama seperti melihat mayat Suryopati.
Dan dilihatnya mayat itu kelojotan.
Sebelum Gumilang sempat berbuat sesuatu untuk
menyelamatkan mayat Suryopati, mendadak dilihatnya
kelebatan bayangan hijau menderu ke arah mayat
Suryopati. Sosok tubuh itu pun terguling oleh sinar hitam
yang mengeluarkan panas luar biasa. Jeritannya terdengar
keras membahana, dan tangan kanannya melontarkan
mayat Suryopati yang segera ditangkap oleh Gumilang.
Sementara sosok tubuh hijau pupus itu tengah berusaha
melepaskan diri dari lilitan sinar hitam dengan jeritan yang
keras sekali. (Oodwkz-ray-novooO)
5 "Pendekar Slebor!!" seru Gumilang terkejut dan melihat
bagaimana tersiksanya Pendekar Slebor dalam lilitan sinar
hitam yang memancar dari dalam Goa Terkutuk.
Setelah meninggalkan Sri Kasih, Andika yang memang
dicekam rasa penasaran ingin mengetahui siapa gerangan
Dewi Pulih Hati Setan, segera meneruskan langkah.
Perasaannya semakin kuat kalau hawa kematian tengah
berputar di sekitarnya, sedang mengintai siapa saja. Apalagi
bila dikaitkan dengan suara menggelegar yang pernah
didengarnya, rasa penasarannya semakin menjadi-jadi.
Soal Sri Kasih yang bertemu dengannya tak sengaja,
adalah urusan kedua dari janjinya pada Si Tua Naga
Merah. Dan betapa terkejutnya Pendekar Slebor begitu melihat
sosok tubuh yang dikirakannya sudah menjadi mayat
sedang dililit oleh sinar hitam menggidikkan. Melayanglayang dipermainkan di udara. Dia juga melihat Gumilang
yang terpelanting seperti terhantam tenaga raksasa yang tak
terlihat. Tanpa pikir panjang, Andika segera berkelebat untuk
menyelamatkan mayat yang ia yakini adalah sosok
Suryopati. Perbuatan baiknya itu justru bisa mencelakakannya, karena tubuhnyalah yang terkena lilitan
sinar hitam itu sekarang.
"Setan,alas! Keparat!!" teriak Andika dengan napas yang
terasa sesak. Seluruh anggota tubuhnya bagai tak kuasa
digerakkan. Sangat mengikat dan menyiksa.
Dicoba untuk mengeluarkan seluruh tenaga dalamnya,
namun lilitan sinar hitam itu semakin menjungkirbalikkannya. Tenaga 'inti petir' pun dikerahkan,
namun tak bergeming sedikit juga. Bahkan, lilitan sinar
hitam itu semakin kuat. Wajah tampannya tertekuk ke
dalam. Keringat membanjiri sekujur tubuhnya.
"Busyet! Apakah aku harus mampus sekarang ini?"
dengusnya sambil mengerahkan
seluruh tenaganya.
"Barangkali dengan ajian 'Guntur Selaksa' aku mampu
melepaskan sinar sialan ini!!"
Akan tetapi, sinar hitam itu bertambah kuat, membuat
tubuhnya bagai disayat pisau yang sangat tajam. Di
beberapa bagian tubuh Andika sudah mengalirkan darah.
Sakitnya tak terkira.
Dalam petualangannya, Andika telah sering menderita
luka dan menerima serangan-serangan
aneh yang mengerikan, namun serangan yang dialaminya sekarang ini
membuat bulu kuduknya meremang dengan ketegangan
luar biasa. Dirasakan seluruh aliran darahnya kacau balau.
Kepalanya pusing berpendar. Isi perutnya seakan hendak
tumpah. "Tidak, aku tidak boleh mampus sekarang," pikirnya
sambil mencoba meloloskan diri, Dikerahkan seluruh
tenaganya yang telah dipadukan, antara tenaga 'inti petir'
dengan ajian 'Guntur Selaksa'. Namun lagi-lagi tak
membawa arti apa-apa kecuali tubuhnya semakin terjepit
dan napas sangat sesak.
"Hik hik hik... rupanya Pendekar Slebor sedang siap
menerima kematiannya!!" terdengar suara terkikik itu dari
satu tempat. "Kasihan, sering kali dibicarakan orang,
namun menghadapi hal semacam itu saja sudah tak
mampu!" Gumilang segera menoleh. Pendekar Slebor justru
memaki keras ke sosok yang baru muncul, "Jangan cuma
tertawa saja! Aku bisa mampus nih, Nek!!"
"Kau sudah bertemu dengan muridku?" seru yang
terkikik tak lain adalah si Tua Naga Merah. Seolah
menonton orang kesurupan, dia hanya memperhatikan
Andika, yang dalam keadaan kritis tanpa bisa berbuat apaapa, dengan tenangnya.
"Setan betul nenek jelek ini! Orang sudah mau mampus
dia masih bisa bertanya santai begitu!" maki Andika sambil
menahan sakit yang luar biasa. "Sudah, sudah!!" serunya
menjawab pertanyaan si Tua Naga Merah.
"Di mana dia sekarang?"
"Mana aku tahu! Kalau mau menolongku, cepat kau
lakukan!! Bila tidak, cepat tinggalkan tempat ini! Perutku
semakin sakit melihat tampang jelekmu!"
Wanita tua keriput itu tertawa.
"Sabar, menurut penglihatanku, sinar itu membutuhkan
waktu sepeminuman teh untuk membuat tubuhmu
meledak. Bila kau tidak memiliki tenaga 'inti petir', dalam
waktu hanya sepuluh kali tarikan napas, tubuhmu sudah
hancur! Nah, jawab pertanyaanku tadi" Di mana murid
Jelitaku itu?"
"Aku tidak tahu! Tetapi, bila kau menolongku, sebagai
imbalannya, aku akan mencarinya nanti!"
"Dia cantik?"
"Keparat!! Cantik, cantik!!" rutuk Andika sewot,
sementara Gumilang hanya mengerutkan kening melihat
keadaan ini. Dia sendiri merasa tak mampu untuk
menolong Pendekar Slebor yang Justru mengorbankan
nyawanya sendiri untuk menyelamatkan kakangnya yang
sesungguhnya sudah menjadi mayat.
"Bagus! Kau suka dengannya?"
"Nenek poet keparat! Apa-apaan pertanyaanmu itu,
hah"!"
"Wah Pemarah betul ya" Kau bisa menjawab
pertanyaanku dengan santai, bukan?"
"Kadal ompong!" maki Andika dan masih mengerahkan
tenaga dalamnya guna melepaskan diri.
"Ckk ckk ckk... kasihan sekali!" tiba-tiba Si Tua Naga
Merah menepuk tangannya tiga kali. Kepulan asap putih
keluar dari tangannya, perlahan-lahan bertambah banyak
dan tiba-tiba membubung serta menyelimuti tubuh Andika
yang terbatuk-batuk. Hal itu semakin membuatnya
blingsatan. "Busyet! Apa yang dilakukan Nenek peot ini" Kalau aku
bertambah celaka, kukepruk kepalanya!"
Andika merasa seluruh urat di tubuhnya lemas
mendadak. Tenaganya bagai hilang seketika. Namun yang
sedikit membuatnya terkejut, karena lilitan sinar hitam itu
bagai mengendor terkena asap putih yang dilakukan oleh si
Tua Naga Merah.
Sementara tubuh si nenek sendiri bergetar hebat. Dari
hidung dan mulutnya keluar darah segar perlahan.
Tiba-tiba Andika merasakan seluruh lilitan sinar hitam
yang menyiksanya terlepas dan tubuhnya ambruk ke tanah.
Asap putih yang membubung dan membuatnya terbatukbatuk ditarik kembali oleh pemiliknya yang mengeluarkan
desahan panjang.
Andika melihat si Tua Naga Merah terhuyung ke
belakang dan jatuh terduduk. Si nenek langsung
mengatupkan kedua tangannya di dada, seperti sedang
mengatur seluruh pernapasan dan memulihkan tenaga
dalamnya. Semen tara sinar hitam yang melilit Andika tadi,
langsung lenyap begitu saja.
"Gila!" dengus Andika begitu melihat sebuah goa yang
berada di balik sebuah semak yang tersibak. Entah mengapa
Andika merasa bulu kuduknya meremang. Dia mencium
hawa kematian yang sudah sedemikian dekatnya. Cepat
diaturnya pernapasannya lagi.
"Huaaak!"
Terdengar si Tua Naga Merah muntah darah. Andika
cepat berkelebat mendekati si nenek yang tampak sangat
menderita. Cepat segera dialirkan tenaga dalamnya melalui
kedua telapak tangannya pada punggung si nenek.
"Kerahkan tenaga dalammu, Nek! Luka dalammu bisa
segera mengirimmu ke alam lain."
Si nenek menuruti kata-kata Andika. Perlahan-lahan
dirasakan resapan hangat mengaliri punggungnya. Satu
gumpalan hangat lainnya menjalari sekujur tubuhnya.
Keringat yang mengalir perlahan-lahan lenyap.
Andika duduk di samping si nenek. Didengarnya suara si
Tua Naga Merah yang bagai desisan, "Dewi putih Hati
Setan ternyata masih hidup. Goa Terkutuk dan sinar hitam
tadi merupakan bukti. Kekuatan tenaga yang melilit
tubuhmu tadi, Andika, begitu dahsyat sekali. Tenagaku
sebenarnya tak banyak berarti."
Sebelum Andika menyahuti kata-kata si nenek, terdengar
suara tawa mengerikan dari dalam goa.
"Apa yang kau duga itu memang benar. Lebih baik
kembali daripada kuturunkan tangan telengas!"
(Oodwkz-ray-novooO)
Andika tercekat dengan jantung yang berdebar kencang.
Suara itulah yang pernah didengarnya, yang mengalahkan
gemuruh hujan badai. Hmmm kalau begitu, memang sudah
ada korban yang terjadi sebelumnya.
Si Tua Naga Merah mengeluarkan suara seruan takjub,
"Bukan main!! Setan mana yang sedang bersuara ini, hah?"
ejeknya namun sikapnya menunjukkan kalau dia sangat
waspada. Sedangkan Gumilang seperti anak kecil yang khawatir
kehilangan gula-gulanya, mendekap mayat Suryopati.
"itulah suara yang kudengar ketika aku, dan Kakang
Suryopati tiba di sini. Hatiku tak puas bila belum
membalas!" lelaki yang tengah bersedih itu berdiri.
Tangannya Siap melepaskan satu pukulan ke Goa
Terkutuk. Andika cepat melenting mendekatinya dengan sikap
waspada, "Jangan bertindak gegabah. Saat ini yang kita
tahu, yang kekuatan dahsyat yang dilakukan oleh Dewi
Putih Hati
Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Setan. Kita belum tahu bagaimana mengatasinya. Gumilang, lebih baik kau kuburkan saja dulu
mayat kakangmu itu...."
Gumilang menatap Pendekar Slebor sesaat dan perlahanlahan menurunkan tangannya. Lalu diperhatikan mayat
kakaknya, nanar. Pandangannya menjadi sedikit kabur
karena terhalang oleh air mata yang menetes perlahan. Biar
bagaimanapun juga kesedihannya, dia tetap tegar.
Tanpa berucap sepatah kata pun juga, dia bangkit
membopong tubuh Suryopati, dan melesat meninggalkan
Pendekar Slebor dan si Tua Naga Merah.
Si Tua Naga Merah yang memiliki sifat angin-anginan
sudah berdiri dan membentak Andika yang tengah menatap
Goa Terkutuk kembali
"Hei, katanya kau memiliki otak cerdik! Ayo, pikirkan!
Apa yang akan kita lakukan" Bagaimana caranya kita
menerobos masuk ke goa itu?"
Andika hanya menatap si Tua Naga Merah dengan
kening berkerut. Sungguh, dia tak tahu apa yang
diperbuatnya. Tetapi dia berkata mengemukakan jalan
pikirannya, "Yang kupikirkan sekarang, bukanlah bagaimana caanya
klta bisa masuk ke dalam goa itu saat ini" Melainkan...
kalau memang benar orang yang kau katakan berjuluk
Dewi Putih Hati Setan itu masih hidup, siapa sebenarnya
yang ditunggunya" Puluhan tahun telah berlalu, namun dia
tidak keluar dari goa itu."
Si Tua Naga Merah terdiam. Semakin lama dia
bertambah kagum melihat kecerdikan Andika. Diam-diam,
wanita tua yang tak sabaran itu menginginkan muridnya
berjodoh dengan Pendekar Slebor. Tetapi di mana
muridnya itu" Sampai saat ini ia belum bertemu juga
dengannya. Ada rasa penyesalan di dirinya karena
menyuruh muridnya untuk mendapatkan Pecut Sakti Bulu
Babi milik Dewi Putih Hati Setan di Goa Terkutuk.
"Masa bodoh dengan semua itu! Aku hendak mencari
muridku dulu! Kau harus ikut!"
Andika menoleh. "Kenapa?"
"Pakai tanya lagi! Hayo, ikut! Sambil lalu kita
memikirkan bagaimana caranya menerobos masuk ke Goa
Terkutuk!"
"Kita bisa melakukannya sekarang!"
"Lakukan sendiri kalau kau ingin mampus!"
Andika membenarkan kata-kata si Tua Naga Merah.
Adakah sesuatu yang bisa mereka pergunakan untuk
masuk" Melihat si Tua Naga Merah sudah melesat, Andika
menarik napas panjang. Sejenak ditatapnya Goa Terkutuk
di hadapannya. "Si Tua Naga Merah memang benar, lebih
baik menghindar dulu sebelum menemukan cara yang tepat
untuk masuk. Dan bila memang dugaanku benar tentang
seseorang yang ditunggu oleh Dewi Putih Hati Setan,
siapakah orang itu?"
Andika pun berkelebat menyusul si Tua Naga Merah.
(Oodwkz-ray-novooO)
6 Tak sengaja, keduanya tiba di sebuah bukit yang tak jauh
dari Gunung Larangan. Sebuah bukit karang yang cukup
terjal. Malam sudah berlalu. Kini matahari di ufuk timur
sudah membiaskan cahayanya.
Andika bertanya selesai mandi di sebuah mata air pada si
Tua Naga Merah, "Apa yang hendak kita lakukan di sini,
Nek?" "Lho, aku hendak mencari muridku" Kalau kau memang
ingin menerobos Goa Terkutuk, silakan saja!"
Andika mendengus mendengarnya. Untuk saat ini, dia
tidak terlalu bodoh nekat menerobos. Dialihkan pandangannya pada bukit karang di hadapannya. Lalu
ditolehnya Gunung Larangan yang berjarak ratusan tombak
dari tempat mereka berdiri, terhalang hutan yang sangat
lebat. Alam memang begitu aneh dan terkadang menakutkan.
Terkadang pula memberikan ketenangan dan kenyamanan,
alam banyak menyimpan misteri.
"Sudah kukatakan aku telah bertemu dengan muridmu
itu. Dia tak kurang suatu apa."
Si Tua Naga Merah terkekeh, padahal otaknya pun
dipenuhi dengan kebingungan tentang Dewi Putih Hati
Setan. "Apakah kau tertarik dengan muridku itu'!"
"Heran, masih saja omongannya seperti itu" Apakah aku
ini benar -benar tampan?" meskipun mulut Andlka
mendumal, tetapi hatinya bangga juga. Lalu katanya, "Soal
tertarik atau tidak, bukan urusan yang penting saat ini."
"Kalau begitu, pergunakan otakmu yang katanya cerdik
untuk memecahkan semua ini!" sinis suara si nenek.
Andika terdiam mendengar kata-kata si Tua Naga
Merah. Memang, belum ada yang bisa dijadikan patokan
oleh Pendekar Slebor untuk memecahkan semua teka-teki
yang terpampang di hadapannya sekarang.
Selagi keduanya terdiam, mendadak berkesiur angin
dingin ke arah mereka.
Keduanya menoleh, tercekat dengan tubuh tegang.
Karena, entah bagaimana dan dari mana munculnya, di
hadapan mereka terlihat satu sosok tubuh jelita berpakaian
putih tipis menerawang. Tubuhnya yang indah bagai
tercetak dan siap dilahap bulat-bulat oleh pandangan mata
setiap laki-laki. Rambutnya panjang tergerai, mengeluarkan
aroma wangi yang lembut dan menusuk hidung. Sepasang
matanya jernih namun dingin menusuk. Bibirnya merekah
Plak. Tangan si Tua Naga Merah menepak kepala Andika
yang langsung meringis.
"Matamu itu!" dengus si nenek.
"Usil amat sih" Ini kan pemandangan yang indah. Di
tempat sesepi ini, mana boleh dilewatkan?" balas Andika
bagai selorohan, padahal hatinya bertanya-tanya siapa
gerangan gadis itu" "Apa aku harus terus menerus menatap
tubuhmu yang aduhai itu?"
"Mata lancang itu tak bisa dimaafkan!!" Sosok baju putih
menerawang itu melangkah. Gerakannya ringan, seakan tak
menginjak bumi. Mata tajamnya menyorot, berbinar
marah. Aroma yang penuh dengan ikatan pesona menguar
menerpa hidung Andika yang bagai tersedak. Hanya sesaat
dia bisa menikmati keindahan itu, karena di detik lain
Andika merasa napasnya sesak.
"Kurang ajar! Rupanya ini serangan tak langsung!"
makinya sambil mengerahkan hawa murni untuk mengaliri
seluruh tubuhnya, sehingga pernapasannya tidak begitu
terganggu. "Hik hik hik... kau memang pandai, Anak Muda.
Otakmu sangat cerdik sekali hingga kau tahu ini serangan
tidak langsung!" sosok cantik merangsang itu terkikik.
Getaran suaranya bagai meredam jantung.
Kening Andika berkerut hingga kedua alisnya yang bagai
kepakan sayap elang itu hampir bertautan.
"Siapa gerangan wanita muda ini?" pikirnya.
Belum lagi didapat jawaban yang dicarinya, mendadak
Andika sudah berseru sambil mendorong tubuh si Tua
Naga Merah yang sedang menahan jengkel mendengar
ucapan Andika tadi.
Blaaarrr!! Tanah di mana si Tua Naga Merah berdiri langsung
membentuk sebuah lobang setelah terdengar dentuman
keras. Pasir dan kerikil beterbangan ke sana kemari.
"Kau?" dengus si nenek sambil menuding si gadis jelita
yang menyeringai mirip setan. Si nenek benar-benar heran,
mengapa dia tidak mendengar atau mengetahui kalau
serangan tengah dilancarkan oleh sosok di hadapannya.
Justru Pendekar Slebor yang mengetahuinya.
Saat itu, si Tua Naga Merah memang sedang merasa
jengkel, hingga kewaspadaannya hilang. Tak dipikirkan hal
lainnya kecuali ejekan Andika barusan. Sedangkan Andika,
dalam waktu yang sangat sempit, masih sempat melihat
mulut sosok itu terbuka, membentuk lorong indah dan
mengarah pada si Tua Naga Merah. Andika yakin itu satu
serangan maut, makanya dia langsung mendorong tubuh si
nenek. "Aku menginginkan pemuda itu, tidak menginginkan
kau!" suara itu bertambah dingin. Dan sepasang bibir
memerah itu kembali membentuk lorong.
Kali ini Si nenek memaki sambil menggebrak tubuhnya
ke depan ketika dirasakannya angin yang menderu dahsyat
ke arahnya. "Keparat! Kau belum mengenal siapa aku, hah"!"
makinya dan tangannya sudah mengibas. Dikawal suara
keras, sinar putih meluncur ke arah si gadis yang hanya
terkikik. Tiba-tiba, saja kembali mulut si gadis meniup. Angin
yang keluar dari tiupan lembut itu benar-benar dahsyat. Si
Tua Naga Merah terpekik dan langsung membuang tubuh,
menghindari angin bergulung-gulung. Sebuah batu karang
besar terpental tiga puluh tombak. Si nenek bangkit dengan
wajah pias. "Edan! Siapa gadis ini! Serangannya benar-benar
mengerikan. Pantang bagiku dihina seperti itu," pikir si
nenek, kali ini kedua tangannya kelihatan memerah. Ajian
'Surya Darah' telah dialirkan. Sebuah ajian yang meminjam
tenaga surya. Gadis jelita berbaju tipis menerawang itu terkikik. Keluar
dari mulutnya kata-kata, "'Surya Darah'. Rupanya kau
murid dari Buyut Jala Gandring! Sayang, ajian 'Surya
Darah' tak mampu menghalangiku!"
Tua Naga Merah benar-benar tak mengerti, karena gadis
itu tahu ajian yang akan dipergunakannya. Bukan hanya
sampai di situ saja yang mengejutkannya, bahkan gadis itu
tahu tentang gurunya.
"Kurang ajar! Siapa gadis itu sebenarnya" Bagaimana dia
bisa tahu tentang guruku yang sudah meninggal lebih dari
lima puluh tahun! Menurut per hitunganku, gadis ini paling
tidak baru berusia dua puluh lima tahun! Benar -benar luar
biasa, murid siapakah dia'!" desisnya dalam hati dengan
tatapan tak berkesip pada sosok jelita di depannya.
Dan seperti tahu apa yang dipikirkannya, si gadis
terkikik, "Tak perlu heran dan memusingkan siapa aku,
Orang Tua! Nyawamu sudah menjadi milikku!!"
"Tahan! Sebutkan siapa kau sebenarnya!!"
"Namaku Cempaka! Orang-orang menjulukiku Dewi
Putih Hati Setan! Nah, apakah kau sudah siap nyawamu
kukirim pada setan neraka'!"
Kali ini kening si Tua Naga Merah yang sudah berkerut,
semakin mengerut. Lalu ia menggeleng-gelengkan
kepalanya, "Tak mungkin dia gadis yang pernah
menggemparkan dunia persilatan delapan puluh tahun yang
lalu. Kalaupun dugaanku tentang Dewi Putih Hati Setan
masih hidup, tentunya dia tidak seperti gadis belasan tahun
ini. Paling tidak, usianya jauh di atasku! Mungkin,
kebetulan saja dia memiliki nama dan Julukan yang sama.
Dewi Putih Hati Setan menghilang setelah dikalahkan oleh
Caping Dewa Sakti puluhan tahun lalu! Kudengar kabar dia
memang mendiami Goa Terkutuk! Tetapi... mengapa dia
masih semuda ini?"
"Hik hk hik... kau telah memikirkan soal Caping Dewa
Sakti, Nek! Berarti kau harus mampus!" sentak Si gadis
yang mengaku bernama Cempaka dan berjuluk Dewi Putih
Hati Setan yang lagi-lagi seakan mampu membaca pikiran
si Tua Naga Merah.
Lalu dengan kelebatan seperti setan gentayangan, tubuh
Si gadis sudah bergerak ke arah si Tua Naga Merah.
Kelebatan tubuhnya menimbulkan gemuruh yang luar
biasa. Si nenek yang sudah mempersiapkan diri dengan ajian
Surya Darah berteriak keras sambil mengempos tubuhnya
dengan kecepatan hampir sama.
Des! Benturan dahsyat yang menerbangkan batu-batu karang
dan mengeluarkan asap, terjadi di udara. Tubuh Si Tua
Naga Merah terpental lima tombak ke belakang, dadanya
bagai dihantam oleh godam raksasa darah mengalir dari
mulut dan hidungnya. Sementara tubuh gadis berbaju putih
tetap tegak dengan tatapan yang semakin dingin. Tak
kurang suatu apa.
"Sudah kukatakan tadi, ajian 'Surya Darah' milik buyut
Jala Gandring tak ada gunanya! Dulu manusia itu pun mati
di tanganku!!"
Wajah si nenek yang sedang bangkit dengan susah payah
menjadi pias. Meskipun ia masih tak percaya dengan apa
yang didengarnya, namun kata-kata gadis itu membuat bulu
kuduknya meremang.
Pendekar Slebor yang tidak mengerti akan semua itu,
membentak keras, "Siapa pun namamu, kau telah
melakukan sebuah tindakan telengas yang tak bisa
dimaafkan!"
Si gadis pamerkan senyumnya. Tetapi, di mata Andika
senyum itu begitu mengerikan, bagai memancarkan satu
bahaya yang luar biasa jahatnya.
"Aku tahu siapa kau adanya, Orang Muda! Kalau
Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pemuda yang dijuluki orang sebagai Pendekar Slebor!
Tetapi, melihat kain bercorak catur yang ada di lehermu,
ada hubungan apakah kau dengan Ki Saptacakra?"
Kali ini Andika yang mengerutkan keningnya. Benarbenar semakin membingungkan. Sejak tadi pemuda urakan
itu juga merasa heran ketika mendengar pengakuan gadis
itu yang mengaku berjuluk Dewi Putih Hati Setan. Sejak
pertama kali mendengar julukan itu, diduganya kalau orang
yang berjuluk itu sudah lanjut usia namun masih memiliki
kesaktian yang tinggi. Otaknya diperas habis-habisan untuk
memecahkan teka-teki yang semakin bertambah.
Sementara, si Tua Naga Merah menggeram, "Aku ingin
tahu siapa kau sebenarnya!!" Kedua tangannya ditepukkan
tiga kali. Seketika asap. putih yang tebal membubung dan
mengarah pada Si gadis berbaju putih yang terkikik-kikik.
"Ajian 'Asap Dewa' yang tak banyak artinya!" serunya
sambil membuka mulutnya dan menyedot seluruh asap itu
masuk ke perutnya. Tiba-tiba saja dihembuskannya. Bak
meriam, asap itu meluncur deras ke arah si Tua Naga
Merah yang menjadi terkesiap. Kedua matanya terbelalak
lebih lebar. Segera si nenek membuang tubuhnya lagi, namun asap
putih miliknya itu justru terus mencecarnya dengan
menimbulkan suara ledakan berkali-kali.Membuatnya bagai
monyet kebakaran ekor, yang harus berlompatan dan
berlompatan dan sekali waktu punggungnya terpapas asap
putih itu. "Aaaakhhh!!" jeritnya keras dan tubuhnya ambruk
dengan luka besar di punggung.
Pendekar Slebor segera melakukan tindakan yang benarbenar nekat. Dia berguling cepat ke arah si Tua Naga
Merah dan menarik tubuhnya, hingga asap putih yang
ditiupkan oleh si gadis luput dari sasaran.
Selagi andika melenting menghindar dengan membawa
tubuh si Tua Naga Merah, tangan kanan si gadis yang
mengaku berjuluk Dewi Putih Hati Setan itu mengibas ke
arahnya. Satu serbuan angin mengerikan siap mencacah
tubuh Pendekar Slebor terlepas cepat, menimbulkan
gemuruh yang menakutkan.
Wusss!!! Telinga andika yang tajam itu menangkap desingan
dahsyat ke arahnya. Tanpa mengurangi keseimbangan dan
pegangannya pada si Tua Naga Merah digerakkan tangan
kanannya. Wuuuttt!! Duaaarr! Serangan dahsyat itu tertahan, berbenturan, hingga
menimbulkan percikan api yang cukup menyilaukan.
Akibat tenaga lawan lebih kuat dari milik Andika, pemuda
pewaris ilmu Pendekar Lembab Kutukan yang masih
membopong tubuh si Tua Naga Merah yang sudah tak
berdaya, terpental deras ke belakang. Masih dicoba
kendalikan diri agar keseimbangannya tetap terjaga dengan
jalan memutar tubuh dua kali.
Bersamaan dengan itu, tangan kanan dan kiri gadis
berbaju putih bergerak diiringi seringaian mengerikan. Lima
larik sinar hitam menderu bagai untaian benang menuju ke
arah Pendekar Slebor yang dengan susah payah sedang
berusaha bangkit sambil membopong tubuh si Tua Naga
Merah. Sraat! Sraatt! Serangan aneh itu membuat Andika tercekal. Mengandalkan kecepatannya diusahakan agar serangan itu
tidak mengenai tubuhnya. Gempuran pertama lawan
berhasil dihindarinya, namun lima larik sinar lainnya
menderu lebih cepat.
Memekik Andika merasa tak mampu menghindar lagi.
Namun sebelum sinar hitam itu melilit tubuhnya,
sekaligus tubuh si Tua Naga Merah, dirasakannya satu
sentakan kuat menerpanya. Tubuhnya terlempar deras ke
belakang, sementara tubuh si Tua Naga Merah yang berada
dalam bopongannya terlepas. Terpental pula entah ke
mana. (Oodwkz-ray-novooO)
7 Apa yang sebenarnya telah terjadi"
Dalam keadaan kritis bagi Andika, untuk kedua kalinya
terjebak lilitan sinar hitam yang mematikan itu, apalagi
dalam kondisi si Tua Naga Merah yang tak berdaya, satu
sosok tubuh ramping telah melakukan satu tindakan yang
luar biasa beraninya. Ia adalah Sri Kasih yang sekarang
tengah terengah dan menatap tak percaya pada sosok
ramping berpakaian tipis menerawang yang menatapnya
gusar dalam jarak tiga tombak di hadapannya. Lima larik
sinar hitam tadi menghantam pepohonan kembali, hingga
berantakan. Sepeninggal Andika, Sri Kasih memang bermaksud
untuk mencarinya. Bukan karena Andika menyebabkan
kelinci buruannya lenyap, melainkan kata-kata andika yang
mengatakan kalau gurunya berada di sini pula. Bila pemuda
itu berbohong, Sri Kasih berkeinginan untuk menghajarnya.
Tetapi, hatinya pun tidak enak bila berpikir tentang sifat
gurunya yang suka muncul tiba-tiba, dengan cara berkatakata yang membuat hati yang mendengarnya mau muntah.
Dan bukan main terkejutnya Sri Kasih melihat pemuda
yang pernah bertarung dengannya berada dalam keadaan
kritis. Terutama melihat satu sosok tubuh yang sangat
dikenalnya dan kelihatan tak berdaya.
Segera dengan pekikan keras ia mengempos tubuhnya
dan menendang keras ke arah tubuh keduanya yang hampir
terkena sambaran lilitan sinar hitam.
Setelah itu, ia melenting dengan lincahnya.
"Keparrrraaattt!!" suara itu menggelegar hebat, bagai
meluruhkan dedaunan. Menyusul lima larik sinar hitam
mengarah pada Sri Kasih yang segera menggerakkan
cambuknya. Ctaarrr! Ujung cambuknya menghantam sinar hitam yang
dirasakannya bagai menghantam kerasnya gunung. Tubuhnya terpental ke belakang dan muntah darah.
Dirasakan tubuhnya bergetar hebat. Aliran darahnya kacau
seketika. Sinar hitam yang kali ini dikendalikan oleh gadis yang
mengaku berjuluk Dewi Putih Hati Setan itu membubung
dan meliuk-liuk mengarah pada Sri Kasih yang segera
bergulingan, Blar!! Tanah di mana tadi terjatuh, bolong seketika. Dan Sri
Kasih segera berguling lebih jauh. Ia segera berdiri sigap
untuk menerima serangan selanjutnya. Napasnya seninkemis. Dan keringat membanjiri wajahnya yang cantik dan
sekarang pucat bagai ditarik setan.
Andika yang telah berdiri dan melihat kemurkaan di
wajah gadis berbaju putih itu cepat berteriak dan
menerjang, "Sri Kasih! Kau cari gurumu yang terpental tadi!
Biar aku yang menghadang gadis setan ini!!"
Tubuh pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan
itu sudah menderu. Ajian 'Guntur Selaksa' telah terangkum
di tangannya dan siap dihantamkan pada gadis berbaju
putih yang tengah meradang. Bersamaan dengan itu, si
gadis angkat sebelah tangannya dan memutarnya dengan
cepat. Satu gelombang angin yang menimbulkan suara
menyengat telinga dan jantung menerjang ke muka.
Menghantam tubuh Andika yang terpental kembali ke
belakang. Nyeri tak tertahankan. Seluruh darahnya bagai
muncrat ke ubun-ubun. Hatinya mendesis kaget, "Gila!
Tenaganya luar biasa sekali! Ajian 'Guntur Selaksa' seperti
barang mainan saja terhadapnya!"
Sementara Sri Kasih begitu mendengar kata-kata Andika,
segera berkelebat mencari gurunya. Ketika ditemukan, Sri
Kasih terbelalak melihat luka di punggung gurunya.
Dibawanya tubuh gurunya jauh dari tempat itu. Hatinya
bagai diremas keras oleh tangan raksasa. Pikirannya
seketika kacau.
Di satu tempat yang menurutnya cukup aman, segera
dialirkan tenaga dalamnya pada tubuh gurunya. Napasnya
dirasakan sesak luar biasa. Namun baginya, yang terpenting
adalah nyawa gurunya yang mengasihi dan membesarkannya. Setelah itu, dimasukkan lima buah
bulatan kecil berwarna merah ke mulut gurunya.
Sri Kasih mendesah ketika merasakan panas di tubuh
gurunya sedikit menghilang. Segera diatur napasnya, duduk
bersemadi dengan dada tegak. Dialirkannya kembali
seluruh hawa murninya guna menghilangkan rasa sakit.
Sedangkan saat ini Andika benar-benar menjadi bulanbulanan dari gadis berbaju putih. Sebisanya pemuda urakan
itu menghindari setiap serangan mautnya yang dilepaskan
dengan tatapan mata berkobar laksana api.
"Tak mungkin aku bisa mengalahkannya di saat
kondisiku luka dalam seperti ini. Ada baiknya aku
tinggalkan gadis keparat ini dulu dan mencari titik
kelemahannya."
Memikir sampai di situ, mendadak saja andika
kelebatkan kain pusaka bercorak catur ketika sinar hitam
menderu dahsyat ke arahnya.
Pyaaarr!! Kelebatan kain bercorak catur yang keluarkan suara
bagai ribuan tawon mengamuk itu menghantam sinar hitam
yang mengarah padanya.
Lagi-lagi andika tersentak ke belakang karena kuatnya
tenaga yang dilepaskan oleh si gadis. Namun kesempatan
itu pun dipergunakannya untuk meninggalkan tempat itu.
Dengan cara berzig-zag andika berhasil loloskan diri.
Tempat itu telah hancur berantakan, bagai diamuk oleh
ratusan kerbau liar.
Si gadis menghentikan serangannya. Wajahnya yang
cantik tertekuk dengan kerut-merut yang kentara. Matanya
berpendar penuh amarah.
Entah apa yang dipikirkannya, tiba-tiba saja tubuh gadis
itu lenyap. Dan entah bagaimana caranya, gadis yang telah
membuat andika pontang-panting dengan serangan gencar
yang mematikan sudah tiba di Gunung Larangan, dan
melesat masuk ke dalam Goa Terkutuk.
Suasana dalam goa itu sangat pekat sekali. Meskipun
mata telah dipicingkan tetap saja tak tampak apa-apa
kecuali gelap yang menyeramkan. Namun bagi si gadis
semuanya tampak biasa saja.
Ia duduk di sebuah batu di dalam goa.
"Bukan hanya kalian yang terkejut melihat keadaanku
sekarang ini. Berkat ramuan puluhan dedaunan yang
terdapat di hutan ini dan kuminum saat terluka parah akibat
serangan Caping Dewa Sakti, secara tak sengaja
membuatku awet muda sampai saat ini."
Tangannya meraba dalam gelap. Bibirnya menyeringai
ketika merasakan dua buah benda di tangannya.
"Dulu, Caping Dewa Sakti berhasil mengalahkanku
karena aku belum sepenuhnya menamatkan Kitab. Pusaka
Rembulan Mambang. Sekarang, dengan Ilmu yang
kuciptakan lagi dan Pecut Sakti Bulu Babi, akan kubuat
rencah tubuhnya!"
Lalu gadis itu terdiam. Kedua matanya terpejam
kembali. (Oodwkz-ray-novooO)
Andika menghentikan larinya ketika melihat Sri Kasih
yang sedang duduk bersemadi dan si Tua Naga Merah yang
terbaring di rerumputan.
"Tindakanmu barusan bisa mencelakakanmu sendiri, Sri
Kasih...," katanya pelan setelah atur napas.
Sri Kasih yang sudah selesai melakukan pengobatannya
sendiri, menoleh.
"Aku tahu, Kang Andika... tetapi, aku tak ingin kalian
tewas." Pendekar Slebor cuma menyeringai sambil menahan rasa
sakit, mendengar kata-kata lembut Sri Kasih. Pada
dasarnya, gadis itu memang memiliki hati yang lembut,
polos dan jujur. Kalaupun ia marah waktu itu pada Andika.
karena ia merasa Andika menggagalkan niatnya untuk
menangkap kelinci gemuk.
"Terima kasih kalau kau berpikir demikian," kata Andika
yang yakin kalau gadis itu memiliki hati yang baik.
"Aku yakin, gadis yang mengaku Dewi Putih Hati Setan
itu, adalah penghuni Goa Terkutuk. Ia harus merasakan
seluruh sakit hatiku atas perbuatannya!"
"Jangan terlalu bernafsu. Keadaan sangat tidak
menguntungkan sekarang ini. Karena, gurumu dalam
keadaan pingsan. dan aku sendiri terluka dalam.
Kemungkinannya, bila ada serangan yang datang, itu
berarti kita hanya membunuh diri saja."
Sri Kasih mendesah pendek, membenarkan kata-kata
Andika. Setelah napasnya normal kembali, Andika membungkuk
dan memeriksa tubuh si Tua Naga Merah.
Dalam sekali periksa, ia yakin tubuh wanita tua yang
pemarah itu telah berada dalam pengobatan yang tepat.
Siapa lagi yang melakukannya kalau bukan muridnya yang
Pendekar Slebor Goa Terkutuk di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
jelita itu"
"Sebaiknya, kita beristirahat saja dulu di sini. Sepertinya,
gurumu sedikit banyaknya mengetahui tentang Dewi Putih
Hati Setan. Terus terang, aku ingin mengetahuinya pula."
Sri Kasih menganggukkan kepalanya sambil menatap
pemuda tampan di hadapannya. Diam-diam ia menyesal
pernah membentak Andika. Itu pun dilakukan karena ia
jengkel kelinci gemuk yang hendak dijadikan santapannya
kabur. "Sebaiknya kita beristirahat di sini. Tempat ini cukup
aman," kata andika sambil melangkah tiga tombak dari
jarak Sri Kasih dan si Tua Naga Merah.
Direbahkan tubuhnya di sana.
Meskipun lelah tak terkira, namun sepasang matanya
belum bisa segera dipejamkan. Masalah yang dihadapinya
ini sangat memusingkan kepalanya. Kalau memang gadis
berbaju putih menerawang itu Dewi Putih Hati Setan,
mengapa si Tua Naga Merah seperti keheranan" Apakah
karena si Tua Naga Merah menganggap seharusnya Dewi
Putih Hati Setan sudah lebih tua darinya" Lalu, mengapa
wanita itu masih demikian muda"
Sementara itu Sri Kasih pun tak bisa memejamkan
matanya. Entah mengapa pikirannya tertuju pada Andllka
yang berada pada jarak tiga tombak dengannya. Perasaan
aneh yang tak pernah dirasakan selama ini, coba ditekannya
dalam-dalam. Dan perlahan-lahan matanya pun terpejam.
(Oodwkz-ray-novooO)
8 Matahari telah bekerja kembali. Sinarnya yang berwarna
kekuningan indah mewarnai seluruh alam. Embun pagi
masih bergelayut manja di dedaunan, ketika Andika terjaga
dari tidurnya. Ketika ia berdiri, dilihatnya si Tua Naga Merah sedang
duduk sambil menikmati buah-buahan.
"Kau sudah bangun?" sapa si nenek.
Andika cuma nyengir saja sambil melangkah. Ia gembira
melihat si nenek sudah siuman dari pingsannya. "Di mana
Sri Kasih, Nek?"
"Untuk apa kau menanyakannya, hah"!"
"Wah! Orang bertanya masa harus dibentak!" dengus
Andika sambil mencomot buah-buahan yang ada di depan
si nenek. Tangan si nenek langsung menelepak tangannya.
"Jangan main comot saja!"
Kembali Andika nyengir. Lalu tak acuh saja ia
menikmati buah yang sudah dipegangnya itu.
Si Tua Naga Merah berkata lagi, "Kau belum menjawab
pertanyaanku?"
"Memangnya kenapa" Aku kan cuma bertanya saja?"
sahut Andika dan mencomot lagi buah yang ada di
hadapannya, kali ini manggis hutan yang sudah masak.
"Apakah kau..." Kata-kata itu terpotong oleh suatu suara
bernada riang. "Nek, air di sungai itu jernih sekah! Aku sudah... oh!!"
Sri Kasih menghentikan kalimatnya, berhenti melangkah
begitu melihat Andika yang nyengir sambil menunjukkan
buah yang dimakannya pada Sri Kasih.
"Kau enak, Kang Andika," kata Sri Kasih sambil
melangkah kembali "Aku yang mencari susah payah, kau
yang memakannya!"
"Nanti aku kembalikan. Di mana sungai yang kau
katakan tadi?" Andika tersenyum sambil tatap Sri Kasih "
Gadis ini cantik sekali," pikirnya nakal "Ih! Bau merang
dari tubuhnya benar-benar menunjukkan keaslian bau
tubuh gadis jelita ini."
"Tauk! Cari saja sendiri!" sahut Sri Kasih ketika
menyadari pandangan nakal Andika padanya sambil
duduk di sisi gurunya yang cuma tersenyum.
Andika bangkit dan melangkah sambil berseloroh,
"Kalau tidak mau kasih tahu ya tidak apa-apa. Aku tahu,
sebenarnya kau masih ingin mandi bersamaku, kan?"
Sri Kasih putar kepalanya seketika. Sepasang matanya
bagai melompat keluar mendengar seloroh Andika.
"Brengsek!" makinya diiringi satu gerakan tangan ke
arah andika. Wusss! ! Andika memiringkan tubuh sedikit. Serangan yang
dilakukan oleh Sri Kasih luput dari sasarannya, menghantam pohon yang bergetar. Beberapa buahnya jatuh
yang segera ditangkap Andika dengan lincah.
"Lumayan! Hei, apakah kau masih menganggap ini
milikmu juga?" serunya dan sebelum Sri Kasih membentak,
tubuh Andika sudah lenyap dari pandangan.
"Konyol!" Sri Kasih tertawa. "Bagaimana kau bisa
bertemu dengan pemuda konyol itu, Nek?" tanya Sri Kasih
pada gurunya. Ia bebas memanggil 'guru' atau 'nenek' pada
si Tua Naga Merah yang cuma tersenyum.
Ia tahu kalau muridnya yang diam-diam itu menyukai
Pendekar Slebor.
"Sudahlah, Sri Kasih. Persoalan bagaimana caranya aku
bertemu dengan Pendekar Slebor bukanlah sebuah masalah.
Kuakui... kalau Pendekar Slebor memiliki ilmu yang tinggi.
Aku berharap, dengan bantuannya kita bisa mengalahkan
Dewi Putih Hati Setan, Sri Kasih."
"Hhhh! Percuma, Nek! Melihat sikapnya, Andika jelas
sekali tergolong pemuda urakan," kata Sri Kasih
melecehkan. "Apa dengan pemuda yang memiliki sifat
urakan itu, kita bisa meminta bantuannya, Nek?"
"Entahlah, Sri Kasih. Hanya saja, aku melihat sisi lain
dari sifat Andika yang urakan itu."
Sri Kasih jadi penasaran ketika melihat bibir gurunya
tersenyum. Dan entah mengapa gadis jelita itu jadi risih
menatap bola mata gurunya.
"Sisi lain apa yang Nenek maksudkan" Sudah jelas
pemuda itu suka bersikap seenaknya saja!" katanya
mencoba mengubur sesuatu yang bergejolak di dadanya.
Orang tua berbaju merah itu tersenyum penuh arti, justru
Sri Kasih menjadi memerah wajahnya.
"Apakah kau tidak melihat sisi lain pada dirinya, Sri
Kasih?" Sri Kasih tak menjawab. Justru menyatukan kedua
tangannya dengan sikap gelisah. Si nenek tersenyum sendiri
dan tak acuh menikmati lagi buah-buahan yang ada di
hadapannya. Sedikit banyaknya, sikap yang diperlihatkan
oleh muridnya sudah jelas menandakan gadis itu diamdiam menyukai Andika.
Selang beberapa lama, Pendekar Slebor sudah tiba
kembali dengan rambut yang masih basah. Sementara Sri
Kasih sudah menggelung rambutnya ke atas.
"Nek, ceritakan kepadaku tentang Dewi Putih Hati
Setan. Terus terang, aku masih bingung karenanya," pinta
Andika setelah duduk kembali di hadapan Si Tua Naga
Merah. Si Tua Naga Merah mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Aku hanya mendengar dari guruku Buyut Jala
Gandring. Puluhan tahun lalu, ada seorang tokoh rimba
persilatan yang berjuluk Caping Dewa Sakti. Sepak
terjangnya sangat disegani oleh setiap orang rimba
persilatan. Di mana ada orang golongan sesat melakukan
aksinya, di sana juga Caping Dewa Sakti akan muncul.
Kemudian kudengar ada seorang gadis jelita yang memiliki
kesaktian sangat tinggi namun memiliki tangan telengas. Ia
tak peduli siapa pun juga, bila ia ingin membunuhnya, pasti
ia akan melakukan. Melihat hal itu, Caping Dewa Sakti
turun tangan. Hingga terjadi pertarungan yang sangat hebat
sekali. Dalam pertarungan itu, Dewi Putih Hati Setan
berhasil dikalahkan dan menghilang entah ke mana. Banyak
pendapat yang mengatakan kalau ia sudah meninggalkan
rimba persilatan dan menjadi pertapa. Ada juga yang
mengatakan ia mati membunuh diri. Ada juga yang
mengatakan ia mati di tangan Caping Dewa Sakti. Tetapi
yang kudengar dari guruku, tentang Caping Dewa Sakti
yang kemudian menjadi pertapa di Gunung Batu. Entahlah
ia masih hidup atau tidak."
"Lalu bagaimana tahu-tahu muncul gadis yang mengaku
bernama Dewi Pulih Hati Setan itu, Nek?"
Si Tua Naga Merah tarik napas berkali-kali sebelum
menjawab, "Aku tidak tahu soal itu. Seharusnya, seiring
dengan bertambahnya usia, tubuh dan wajah Dewi Putih
Hati Setan, sudah berubah. Namun, cukup mengejutkan
hatiku bila melihat keadaannya masih seperti itu. Yang
pasti, kesaktiannya hampir setara dengan yang pernah
diceritakan oleh guruku. Yang mengejutkan lagi, ia tahu
jurus-jurus yang hendak kulakukan."
"Berarti kesimpulanmu, Nek... yang muncul itu memang
Dewi Putih Hati Setan'!"
"Entahlah, aku sendiri tidak bisa mengatakannya dengan
pasti. Hanya saja... kalau memang yang muncul itu Dewi
Putih Hati Setan, mengapa ia tidak membawa senjata
pusakanya yang bernama Pecut Sakti Bulu Babi" Terus
terang, aku memang telah menduga wanita itu sudah
meninggal, hingga aku menginginkan Sri Kasih untuk
mendatangi Goa Terkutuk guna mendapatkan Pecut Sakti
Bulu Babi. Tetapi sekarang... dugaanku yang mengatakannya ia masih hidup, ternyata benar."
Andika terdiam mendengar penjelasan si Tua Naga
Merah. Otaknya terus berpikir berusaha memecahkan tekateki yang semakin mengembang di depannya.
"Jauhkah jarak Gunung Batu dari sini, Nek?" tanyanya
kemudian. "Kau membutuhkan waktu lima hari lima malam bila
menunggang kuda."
"Cukup jauh."
"Kang Andika... apakah kau bermaksud mencari Caping
Dewa Sakti?" tanya Sri Kasih yang sejak tadi diam
mendengarkan. Tatapannya yang bening menatap sepasang
mata elang milik pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah
Kutukan yang tahu-tahu mengerutkan keningnya.
"Busyet, suaranya bisa bikin aku lupa diri, nih," desis
Andika dalam hati. Tapi ia tak terlalu lama memusingkan
soal itu. "Kau benar, Sri Kasih. Karena menurutku,
kelemahan dari Dewi Putih Hati Setan itu hanya diketahui
oleh Caping Dewa Sakti. Paling tidak, kita bisa
mengetahuinya dari orang tua sakti itu. Hanya saja, sangat
sulit untuk menemuinya, bukan?"
Tak ada yang bersuara. Angin pun seakan enggan
bertiup. Selang beberapa lama, Andika bangkit dari duduknya.
"Daripada pusing memikirkan soal itu, lebih baik aku
kembali ke Goa Terkutuk."
"Oh! Kang Andika! Apakah tidak terlalu berbahaya?"
seru Sri Kasih dan saat itu ia tak bisa lagi menutupi
perasaan cemasnya terhadap Andika.
Si Tua Naga Merah yang memperhatikan, diam-diam
tersenyum dalam hati. "Ah, dasar anak muda," desisnya.
"Berbahaya atau tidak, aku akan tetap mencoba untuk
menghentikan sepak terjang Dewi Putih Hati Setan.
Karena, kukhawatirkan akan banyaknya korban yang
berjatuhan. Mungkin mereka berusaha untuk mendapatkan
Kitab Pusaka Rembulan Mambang dan Pecut Sakti Bulu
Babi. Atau juga, ada pula yang mencoba keberuntungan
untuk membalas dendam lama mereka. Lebih gawat lagi,
bila Dewi Putih Hati Setan muncul kembali ke rimba
persilatan ini, sementara kita sendiri belum mengetahui
kelemahannya. Terutama, kita tidak tahu apakah Caping
Dewa Sakti akan muncul atau tidak..."
Tiba-tiba Andika menghentikan kata-katanya. Sikapnya
itu membuat si Tua Naga Merah dan muridnya menjadi
keheranan. Keduanya menatap lurus pada Andika yang
sedang bergumam pelan, "Apakah sebaiknya tidak kucoba
saja...." .
Tanpa hiraukan pandangan mata guru dan murid itu,
perlahan-lahan Andika mengangkat kedua tangannya. Lalu
Mencari Bende Mataram 21 Gento Guyon 22 Iblis Penebus Dosa Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama