Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah Bagian 1
IBLIS SEGALA AMARAH Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
1 Selimut pagi menyeruak alam kembali dalam bentangan mata langit cerah dan semilir angin sejuk. Beberapa ekor burung
beterbangan, melompat dan hinggap dari satu dahan ke dahan lain. Lalu hinggap pada ranggasan semak hingga
berayun-ayun. Menyusul segera dikepakkan sayapnya dan terbang kian kemari.
Dalam keasrian alam yang indah, nampak satu
sosok tubuh berpakaian hijau pupus yang tak lain
Pendekar Slebor adanya tiba di sebuah jalan setapak di sebelah barat Gunung
Kerambang yang berdiri angkuh. Anak muda urakan yang baru berpisah dari Jaya
Lantung dan Werdaningsih ini perhatikan sekelilingnya. Di kanan kiri dipenuhi ranggasan semak belukar
dan beberapa pohon yang antara satu dengan lainnya
berjarak cukup jauh.
"Kaki Kilat telah lumpuh. Fitnah yang melekat di diriku paling tidak sedikit
demi sedikit telah lenyap.
Jaya Lantung dan Werdaningsih telah mendengar dari
mulut Kaki Kilat sendiri, kalau dialah yang membunuh guru mereka. Hmmr... hanya
tinggal menjelaskan pada
Arya Sempala saja, kendati saat itu Dewi Cadar Biru
nampaknya tidak percaya kalau aku yang membunuh
Malaikat Keadilan...."
Sebelum tiba di jalan ini, pemuda yang di lehernya
melilit secarik kain bercorak catur ini berjumpa dengan Manusia Muka Kucing yang
sedang lancarkan serangan pada Dewi Cadar Biru. Tokoh keji yang membuatnya penasaran untuk mengetahui ada apa di balik
semua pembantaian yang dilakukannya, justru tak
menangkap atau membunuhnya. Padahal beberapa tokoh telah dibunuhnya karena tak mau mengatakan di
mana Andika berada.
Manusia Muka Kucing yang juga turut dalam
pembunuhan pada Malaikat Keadilan, mencoba memancing kemarahan Dewi Cadar Biru dengan memfitnah Pendekar Slebor selaku pembunuh. Perempuan jelita bercadar biru untuk sesaat meragu, apalagi setelah mengetahui kalau pemuda
itulah yang berjuluk Pendekar Slebor. Di saat itulah muncul Arya Sempala yang
sebelumnya memang menuduh Andika sebagai pembunuh gurunya.
Secara bersamaan Manusia Muka Kucing pergunakan kesempatan itu untuk melarikan diri. Andika
sendiri tak bermaksud untuk meladeni Arya Sempala.
Ditinggalkannya pemuda itu yang sedang geram di sisi Dewi Cadar Biru.
Lalu dia pun berjumpa dengan Jaya Lantung dan
Werdaningsih yang sedang dipermainkan oleh Kaki Kilat. Berkat bantuan Andika, Kaki Kilat dapat dilumpuhkan. Dan anak muda ini bersyukur karena secara tak
langsung, Kaki Kilat telah membuka mulut, kalau dirinya dan Manusia Muka Kucing lah yang telah membunuh Malaikat Keadilan.
Sekarang, anak muda berambut gondrong acakacakan ini memandang tak berkedip pada Gunung Kerambang yang berdiri angkuh. Timbunan kabut putih
masih melingkupi puncak dan tubuh gunung itu.
"Seperti menyimpan misteri yang dalam, sebuah
misteri yang tak pernah terpecahkan dan dapat muncul secara tiba-tiba.... Sama halnya mengapa Manusia Muka Kucing tak lakukan
tindakan apa-apa tatkala
bertemu denganku, padahal dia membunuhi siapa saja
yang tak mau mengatakan di mana aku berada. Ada
apa ini" Jangan-jangan... ada orang lain dibelakang
Manusia Muka Kucing" Tetapi siapa?"
Pemuda cerdik yang memiliki sepasang alis hitam
tebal dan menukik laksana kepakan sayap elang, terdiam. Tangan kanannya memegang dagunya.
"Hmm... kalau memang dugaanku benar ada
orang lain di belakang Manusia Muka Kucing, apa sebenarnya yang diinginkan orang itu" Bukankah lebih
baik bila Manusia Muka Kucing menangkap atau
membunuhku" Atau... ada sesuatu yang dikehendaki
oleh orang di belakang Manusia Muka Kucing" Kutu
monyet! Aku kok jadi makin penasaran saja!!"
Pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan
ini garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Benar-benar kutu monyet! Ada apa sih sebenarnya" Huh! Bila berjumpa lagi dengan Manusia Muka
Kucing, tak akan kulepaskan dia!! Gara-garanyalah
kepalaku bisa pecah sewaktu-waktu!" dengusnya jengkel. Kejap kemudian dia
tertawa sendirian, "Eh! Jangan pecah dulu, ah! Aku masih doyan makan nasi
uduk!" Kembali Pendekar Slebor edarkan pandangannya
ke sekeliling. Lalu arahkan lagi pada Gunung Kerambang. Namun kejap itu pula dipalingkan lagi ke arah
kanan. Sejenak nampak keningnya berkerut.
"Busyet! Apakah aku tidak salah lihat" Ada
bayangan hitam yang berkelebat cepat! Siapakah...
heiii!" Terputus kata-kata pemuda urakan pewaris ilmu
Pendekar Lembah Kutukan ini tatkala secara tiba-tiba satu gelombang angin
dahsyat diiringi cahaya hitam
yang keluarkan hawa dingin melabrak ke arahnya.
Tak sempat memikirkan dari mana asal angin dan
sinar hitam itu, Andika cepat membuang tubuh ke
samping kanan. Dan....
Blaaarrr!! Tanah yang tadi dipijaknya langsung terbongkar
begitu terhantam angin dan sinar hitam ganas. Bongkaran tanah itu berhamburan ke udara.
Belum lagi Andika berdiri tegak, kali ini dua hamparan angin dipadu dengan dua cahaya hitam melabrak kembali. Udara yang masih cukup dingin, kali ini bertambah sangat dingin.
"Monyet pitak!! Apa-apaan ini"!" makinya sambil melompat ke samping kiri, lalu
bergulingan dan berdiri tegak kembali.
Blaarr! Blaarrr!!
Dua kali terdengar letupan keras disusul dengan
muncratnya ranggasan semak belukar dipadu dengan
tanah ke udara.
Sejenak Pendekar Slebor arahkan pandangan berkeliling. Kedua tangannya nampak berada di depan
dada, bersiap dan telah dialirkan tenaga Inti Petir'
tingkat kesepuluh. Namun tunggu punya tunggu, tak
ada lagi serangan yang datang.
Sejenak Andika kerutkan keningnya.
"Kutu monyet! Apakah orang itu sudah jera untuk menyerangku karena gagal terus"
Nah! Kalau sudah
tahu siapa aku, memang tidak ada yang akan berani
nekat menyerang"!" selorohnya konyol. Lalu sambungnya, "Siapa dulu dong
orangnya" Andika...."
Belum habis kata-katanya terdengar, mendadak
menggebrak kembali gelombang angin dahsyat disertai
lesatan sinar hitam. Suara yang keluar bukan alang
kepalang mengerikannya.
Terkejut Andika mendapati labrakan ganas yang
datang. Untuk menghindar pun sulit dilakukan karena
sinar hitam dipadu gelombang angin itu menderu lebih cepat dari yang pertama dan
kedua. Maka tak ada jalan lain kecuali memapaki.
Sambil geser kaki kirinya sedikit, kedua tangan
yang telah dialiri tenaga 'Inti Petir' segera ditekuk ke atas di depan wajah.
Blaaammm!! Letupan terdengar keras begitu bentrokan terjadi.
Sinar hitam itu muncrat ke udara yang untuk sesaat
menodai indahnya sinar surya.
Dan... astaga!! Tubuh Pendekar Slebor sampai
terhuyung ke belakang tiga tindak, sementara sinar hitam yang entah dari mana
datangnya kembali menderu. "Monyet pitak! Siapa sih yang iseng lancarkan serangan begini" Bisa konyol
kalau tidak segera kuselesaikan nih! Huh! Satu urusan belum selesai, sudah
dihadang urusan lain!!"
Lalu sambil buang tubuhnya kesamping kanan,
Andika yang sempat melihat arah datangnya serangan
tadi, segera melompat ke depan, ke balik ranggasan
semak belukar. Seraya keluarkan suara dia gerakkan
tangan kanan nya, "Hayo, Anak-anak! Jangan sembunyi terus! Kau mulai bikin jengkel Pak Guru, nih!!"
Ranggasan semak belukar itu langsung tercabut
begitu terkena pukulannya. Serta-merta mencelat ke
depan satu sosok tubuh yang hanya sekali putar tubuh sosoknya sudah hinggap di atas tanah dengan
ringannya. Andika sendiri segera balikkan tubuhnya. Sejenak
kedua matanya terbeliak lebar sebelum nyengir, "Wah!
Bagus sekali pakaian yang kau kenakan tuh! Di mana
belinya, ya" Seharusnya kau beli yang lebih tipis lagi"
Kali saja kan... asyik betul!!"
Sosok tubuh yang ternyata seorang perempuan itu
bergerak ke kanan. Wajahnya begitu jelita sekali dengan kulit putih yang
menawan. Mengenakan pakaian
serba hitam, panjang dan tipis hingga perlihatkan lekuk tubuhnya. Bahkan bagian
bawah pakaiannya terbelah hingga ke pangkal paha. Di kepalanya terdapat
sebuah mahkota bersusun tiga yang dipenuhi butiran
mutiara. Saat berdiri tegak angin nakal meniup pakaian dan mengibarkannya, hingga gumpalan pahanya
yang mulus begitu jelas terpampang. Di tangan kanannya, terdapat sebuah tombak yang di ujungnya
terdapat trisula.
Untuk sesaat perempuan ini tak buka suara. Pandangannya tak berkedip pada Andika yang sedang garuk-garuk kepalanya. Kejap kemudian, terdengar katakatanya, "Anak muda... engkaukah yang berjuluk Pendekar Slebor?"
"Wah! Mana bisa kau menebak-nebak begitu" Eh!
Kalau aku boleh menduga, apakah kau yang berjuluk
Ratu Slebor?" balas Andika tengik. Lalu sambungnya dalam hati, "Tatapan dan cara
bicaranya begitu kasar sekali. Aku harus berhati-hati."
Wajah jelita si perempuan menekuk. Bibirnya merapat dingin dengan tatapan bertambah menusuk.
Tiba-tiba dia berseru menggelegar, "Jawab pertanyaanku! Jangan sampai kau sesali
kebodohanmu ini!!" Justru sikap yang diperlihatkan perempuan itu makin membuat anak muda
urakan ini bertambah
urakan. Sembari perlihatkan cengirannya dulu, dia
berkata. "Kalau kau tidak mau membenarkan dugaan-ku tadi, mana bisa kujawab"!"
"Baik! Aku datang dari Lembah Hitam! Julukanku
Ratu Hitam! Cepat katakan siapa kau sebenarnya, sebelum mampus berkalang tanah!!"
"Ratu Hitam.... Ratu Hitam.... Baru kali ini kudengar julukannya. Begitu angker
dan mengerikan. Sikapnya pun sungguh tak ramah. Dari caranya bertanya,
jelas dia sangat menginginkanku. Tetapi, dia hanya ta-hu tentang julukanku dan
tak mengenal siapa Pendekar Slebor sebenarnya. Aku tak boleh bertindak gegabah." Habis membatin begitu, Andika berkata, "Kau sebenarnya kenapa sih" Kok
begitu getol menyangkaku
Pendekar Slebor"!"
"Jangan berdalih! Ciri-ciri yang melekat padamu, adalah ciri-ciri Pendekar
Slebor!" sentak Ratu Hitam sambil menuding.
"Busyet! Kalau kau berpatokan pada ciri-ciri seseorang, begitu melihatmu aku
jadi teringat seseorang juga! Kupikir kau pedagang pecel di pasar Jantung
yang genit itu! Eh, tidak tahunya bukan!"
"Keparat!! Aku tak mungkin salah! Orang yang
menyuruhku jelas mengatakan seperti pemuda inilah
ciri-ciri Pendekar Slebor! Bahkan dia mengatakan, kalau Pendekar Slebor memiliki
tenaga 'Inti Petir' yang mengerikan. Tadi memang kudengar seperti salakan
petir di saat dia menahan seranganku. Hanya karena
gemuruh angin yang terdengar kuat dari seranganku
saja suaranya jadi agak tersamar. Baiknya, kuuji saja sekali lagi!!"
Memutuskan demikian, tanpa geser tubuhnya, perempuan jelita berpakaian tipis menerawang ini mendadak gerakkan tombak yang dipegangnya. Saat itu
pula sinar hitam meluncur deras disertai angin keras ke arah Pendekar Slebor.
"Busyet! Rupanya sinar hitam itu berasal dari
tombak yang di ujungnya terdapat trisula!!" desisnya sambil buang tubuh ke
kanan. Sementara tanah yang dipijaknya tadi langsung
terbongkar begitu terhantam sinar hitam.
Menyusul Ratu Hitam terus menerus gerakkan
tangan kanannya yang memegang tombak. Hingga terus menerus pula sinar-sinar hitam yang diiringi gemuruh angin itu menderu dan meletup. Menghantam
tanah, batang kayu dan ranggasan semak belukar.
Namun pemuda tampan yang di lehernya melilit
kain bercorak catur ini masih terus saja menghindar
dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya. Kalau
semula Andika tadi memapaki itu disebabkan karena
dia tidak tahu dari mana asal serangan. Kali ini orang yang melancarkan serangan
berada di hadapannya,
sudah tentu dengan mudah akan dihindarinya.
"Jahanam!" maki Ratu Hitam dalam hati. "Nampaknya dia tahu apa yang kuinginkan!
Sejak tadi dia tak coba menahan atau membalas seranganku! Hhh!
Sulit bagiku sekarang untuk buktikan apakah dia
memiliki tenaga 'Inti Petir' yang membuktikannya sebagai Pendekar Slebor atau tidak. Tetapi... akan kupaksa dia melakukannya!!"
Kendati Ratu Hitam ngotot terus menerus lancarkan serangan yang berasal dari tombaknya, Pendekar
Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Slebor tetap hanya menghindar. Ini semata dilakukan
karena dia ingin tahu siapa sesungguhnya Ratu Hitam.
Bahkan Andika memutuskan untuk meninggalkan perempuan ini. Karena dia masih penasaran dengan rahasia apa yang ada di balik seluruh rencana Manusia
Muka Kucing. Namun untuk menghindar dari sergapan serangan
Ratu Hitam pun tak mudah dilakukannya. Karena sekarang perempuan berpakaian hitam tipis itu sudah
mencelat ke depan. Bukan hanya gerakkan tombaknya
yang semata-mata untuk lepaskan sinar-sinar hitam,
melainkan juga mulai memukul, menyabet dan menusuk. Setiap kali tongkat itu digerakkan terasa sekali hawa dingin menusuk.
Lama kelamaan Andika menjadi jengkel juga.
"Ini tak boleh kubiarkan!!"
Memutuskan demikian, dengan cara yang aneh
yakni melompat-lompat laksana monyet kebakar ekornya, Andika melenting ke atas, memutar dan begitu
hinggap lagi di atas tanah langsung melompat kembali.
Serangan tombak yang dilakukan Ratu Hitam makin tak beraturan sekarang, karena gerakan yang dilakukan Andika sungguh tak
beraturan. Dia seperti seenak jidatnya saja melompat ke sana kemari.
Bahkan secara tiba-tiba lakukan jotosan ke punggung Ratu Hitam yang begitu rasakan deru angin langsung melompat ke samping kanan.
Wuuuttt!! Tombaknya langsung disabetkan. Yang disabet tarik diri ke belakang sambil lepaskan tendangan ke wajah. "Jahanam!!" maki Ratu
Hitam sambil merunduk dan segera tusukkan tombaknya ke dada Andika.
Kali ini tak mungkin bagi Andika untuk menghindar kembali. Sambil melompat dengan tubuh membujur, tangan kanannya telah menghantam bagian tengah tombak itu. Terdengar suara seperti salakan petir bersamaan dengan suara
'krakk'! Terkejut bukan alang kepalang Ratu Hitam melihat tombaknya yang terbuat dari kayu sangat langka
patah menjadi dua. Ujung tombak yang terdapat trisula itu jatuh ke tanah dan pancarkan sinar hitam ke
berbagai penjuru.
Bukan hanya Andika yang harus menghindar sekarang, Ratu Hitam sendiri segera bergulingan ke belakang disertai makian keras. Tatkala sinar-sinar hitam itu berhenti, dengan
kemarahan tinggi, perempuan jelita ini meluruk ke depan setelah lemparkan
patahan tombak ke belakang.
Bersamaan terdengar suara berderak akibat patahan tongkat yang dilempar asal saja itu menghantam
sebuah pohon yang tumbang di bagian atas, Ratu Hitam segera rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Di seberang, Andika melihat bagaimana tubuh perempuan itu nampak bergetar. Menyusul terlihat asap
hitam mengepul ke udara. Bau yang tak sedap segera
tercium. "Celaka! Nampaknya dia telah keluarkan ilmu
yang tentunya sangat diandalkan!!"
Tubuh bergetar Ratu Hitam lamat-lamat mulai
normal kembali. Namun asap hitam itu masih keluar.
Wajah jelitanya terlihat begitu angker dan mengerikan.
Tatapannya menusuk tak berkedip. Mulutnya merapat.
Lamat-lamat terdengar suaranya laksana dari dalam sumur, "Aku yakin, kau adalah Pendekar Slebor!
Terbukti dari pukulanmu tadi! Kau harus membayar
perbuatanmu yang telah mematahkan tombak kesayanganku!!"
Habis bentakannya, mendadak saja dia bergerak.
Kaki kanan kirinya bergerak zig-zag seperti menyeret tanah yang langsung
berhamburan ke udara. Gerakannya sungguh cepat. Menyusul kedua tangannya
yang tadi dirangkapkan di depan dada digerakkan
memutar. *** 2 Di seberang, untuk sesaat Andika terpana. Namun
begitu dirasakan hawa dingin yang kian menyengat
menderu ke arahnya, cepat pemuda urakan ini buang
tubuh ke samping. Kendati berhasil hindari serangan
itu, namun Andika cukup dibuat terkejut tatkala merasakan sebagian tubuhnya sebelah kiri seperti kaku.
Segera dia alirkan tenaga panas dalam tubuhnya.
"Brengsek! Bikin aku makin jengkel saja!!" rutuk-nya sambil menghindar kembali
karena serangan susulan perempuan berpakaian serba hitam itu sudah
melabrak ke arahnya.
Kali ini, anak muda dari Lembah Kutukan itu tak
mau dirinya dijadikan semacam kelinci percobaan belaka. Begitu berhasil hindari gempuran lawan, tangan kanannya dijotoskan dari
bawah ke atas. Kelihatan jelas perempuan berjuluk Ratu Hitam
nampak terkejut. Bukan dikarenakan tenaga besar
yang mengarah padanya, melainkan gerakan yang begitu cepat yang diperlihatkan Andika. Sambil keluarkan makian jengkel, perempuan setengah baya berparas jelita ini langsung tekuk sikunya.
Desss!! Justru yang terjadi kemudian sesuatu yang mengejutkan. Karena begitu jotosannya dihalangi tekukan siku Ratu Hitam, Andika
merasa tangan kanannya
bergetar. Tanpa sadar dia surut lima tindak ke belakang.
Tatkala dilihat, tangan kanannya agak membiru.
"Gila! Rupanya tombak yang tadi dipergunakan
hanyalah sebagai pelengkap, bukan sebuah senjata
yang mematikan, karena serangan dan tenaga yang diperlihatkan yang mematikan! Kutu monyet!!"
Andika sendiri tak bisa berdiam dirt lebih lama,
karena dengan suara tawa yang keras, Ratu Hitam sudah menggebrak kembali.
"Tak ada yang akan mampu tandingi ajian 'Karang Es'!" "Kura-kura buduk! Dia
hanya merasakan sebagian kecil tenagaku! Biar kuberi pelajaran perempuan ini!"
Sambil menghindari ke belakang, Andika segera
susulkan jotosan tangan kanannya.
Terdengar suara salakan petir yang cukup keras.
Dan kali ini masing-masing orang surut ke belakang.
Saat berdiri tegak, Ratu Hitam yang tadi sudah tersenyum senang, kali ini
terlihat terbeliak kaget. Tak percaya dengan apa yang dirasakannya sekarang.
"Gila! Bagaimana dia bisa mengubah tenaganya
lebih besar dalam waktu yang sangat cepat" Apakah
tenaga 'Inti Petir' bertingkat-tingkat?" desisnya tanpa lakukan apa-apa kecuali
hanya berdiri tegak sambil
pandangi tak berkedip pada pemuda di hadapannya.
Di seberang Andika sedang mendesis, "Hmmm...
rupanya tenaga serangan dari ajian 'Karang Es' yang
dimiliki perempuan ini dapat ditandingi dengan tenaga
'Inti Petir' tingkat ketiga. Berarti, dengan pergunakan tenaga 'Inti Petir'
tingkat kedua dan kesatu sudah tentu dia dapat kuatasi. Hanya saja... aku tak
mau lakukan itu sebelum kuketahui secara pasti apa yang diin-ginkannya...."
Sementara itu Ratu Hitam sedang menggeram dalam hati, "Jahanam terkutuk! Sia-sia selama ini kujadikan ajian 'Karang Es'
sebagai ajian andalan! Tetapi dapat kuketahui sebabnya... karena hawa panas dari
tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki pemuda itu dapat mere-dam hawa dingin dari
ajian 'Karang Es'. Bila tidak, sudah tentu dia akan mampus di tanganku!!
Tetapi... aku datang menemuinya bukan untuk membunuhnya! Melainkan untuk...."
Memutus kata batinnya sendiri dia berkata, "Pendekar Slebor! Kita hentikan
pertikaian ini untuk sementara!" "Begitu juga boleh!" sahut Andika sambil nyengir.
"Tetapi... apakah kau tidak mau mengatakan mengapa kau mencariku dan menyerangku
sedemikian rupa"
Kalau kau tidak mau mengatakannya... ya... berarti
perutku makin lapar" Busyet! Apa hubungannya?"
"Setan! Sikapnya benar-benar seenak perutnya sa-ja! Tetapi aku harus
memperingatkannya!" kata Ratu Hitam dalam hati. Kemudian katanya, "Pernahkah kau
mendengar julukan Pendekar Cakra Sakti?"
Mendengar pertanyaan orang, Andika tak segera
menjawab. Dia justru kerutkan kening dengan pandangan tak berkedip.
"Pendekar Cakra Sakti" Terus terang... baru kali ini kudengar julukan itu.
Tetapi mengapa kau tanyakan soal itu kepadaku?"
"Sudahkah kau mendengar julukan Iblis Segala
Amarah?" Ratu Hitam ajukan tanya lagi.
"Busyet! Kok kau banyak tanya betul sih" Jangan-jangan kau petugas dari kantor
Kotapraja yang lagi
menghitung jumlah penduduknya" Tetapi kalau memang ada jatah makanan, tolong aku diingat-ingat ya?"
"Jawab pertanyaanku!!" bentak Ratu Hitam dengan suara menggelegar.
"Ampun! Kau ini kok galak amat, ya?" desis Andika mencibir. Begitu melihat
tatapan sengit Ratu Hitam, anak muda gondrong ini buru-buru berkata, "Iya, iya!
Aku sama sekali tidak mengenal orang-orang yang kau
tanyakan tadi! Mendingan jelaskan saja biar kepalaku tidak pusing!"
"Aku tak biasa bertele-tele! Iblis Segala Amarah bermusuhan dengan Pendekar
Cakra Sakti! Iblis Segala Amarah menghendaki tenaga 'Inti Petir' dalam tubuhmu untuk menyempurnakan ilmu yang sedang didalaminya! Bila dia sudah mendapatkan, maka dia
akan membunuh Pendekar Cakra Sakti!"
"Busyet! Mereka yang bermusuhan, mengapa aku
yang jadi korban" Huh! Seperti apa sih Iblis Segala
Amarah itu" Aku jadi ingin menendang pantatnya!
Ngomong-ngomong... mengapa urusan itu dilimpahkan
padaku?" "Tadi kukatakan, aku tak bisa bertele-tele! Kau ca-ri sendiri jawabannya!"
Habis kata-katanya Ratu Hitam menjejakkan kaki
kanannya ke tanah. Serta-merta potongan tombak
yang di ujungnya terdapat trisula terangkat naik mengarah padanya dan langsung
ditangkap. Sambil pandangi Pendekar Slebor dia berkata, "Kau harus berhati-hati dalam masalah ini!"
Kejap berikutnya sosok perempuan berpakaian hitam panjang terbelah hingga ke pangkal paha ini sudah berkelebat ke arah barat.
Tinggal Andika yang memaki-maki panjang pendek. "Enak saja ngomong! Huh! Kenapa aku yang jadi korban sih" Mengapa aku
yang...." Mendadak saja anak muda ini memutus katakatanya sendiri. Sejenak dia terdiam dengan kening
berkerut. Setelah agak beberapa lama, terdengar kembali suaranya, "Jangan-jangan... semua ini yang berada di balik rencana Manusia
Muka Kucing" Menilik kata-kata Ratu Hitam, yang menghendaki tenaga 'Inti Petir' dan secara tidak
langsung berarti akan memutuskan nyawaku adalah Iblis Segala Amarah. Apakah...." Kembali anak muda ini terdiam, berpikir keras.
Lalu katanya lagi, "Manusia Muka Kucing.... Iblis Segala Amarah... hmm, ya,
ya... jelas ini ada hubungannya.
Jelas ini jawaban atas pertanyaanku. Manusia Muka
Kucing mendapat perintah dari Iblis Segala Amarah
untuk tidak membunuhku, melainkan memancing kemunculanku. Bila aku sudah muncul, kemungkinan
besar Iblis Segala Amarah yang menghendaki tenaga
'Inti Petir' dalam tubuhku akan muncul. Dan berarti...
ya, ya.... Orang itulah pangkal dari semua bencana
yang terjadi."
Saat ini matahari semakin naik. Udara di sekitar
tempat itu mulai ditingkahi hawa panas yang cukup
menyengat. "Tetapi... siapa sebenarnya Ratu Hitam" Sebelumnya dia begitu bernafsu
menyerangku, bahkan secara
tidak langsung dapat membunuhku dari seranganserangannya" Namun justru dia yang mengatakan semua ini. Hmmm... siapa dia sebenarnya" Dan siapa
pula sesungguhnya Pendekar Cakra Sakti" Kutu monyet! Semakin banyak urusan yang belum terpecahkan, semakin terasa nyut-nyutan kepalaku! Hhh!
Baiknya kuteruskan niat semula untuk mencari Manusia Muka Kucing! Dan tentunya.... Iblis Segala Amarah!!"
Habis kata-katanya, pemuda berambut gondrong
acak-acakan ini pandangi sekitarnya. Kejap kemudian
dia sudah berkelebat meninggalkan tempat itu, ke arah Gunung Kerambang.
*** Di tempat yang jauh dari tempat Andika sebelumnya, nampak dua sosok tubuh yang tadi berlari hentikan gerakkannya di sebuah persimpangan. Masingmasing orang tak ada yang buka suara dan hanya
memperhatikan sekelilingnya.
Angin siang berdesir dan gugurkan beberapa dedaunan. Setelah itu, sosok perempuan jelita berpakaian biru-biru palingkan kepalanya pada pemuda di samping
kanannya. "Arya... apakah kau masih menduga kalau Pendekar Slebor yang telah membunuh gurumu?"
Pemuda berpakaian biru gelap dengan celana
pangsi hitam itu tatap perempuan jelita yang sebagian
wajahnya ditutupi cadar biru tipis.
Kejap kemudian kepala si pemuda yang tak lain
Arya Sempala adanya, menggeleng-geleng.
"Aku tidak tahu, Bibi," katanya. "Apa yang kulihat waktu itu, memang bukan
sebuah jaminan kalau Pendekar Slebor telah membunuh Guru. Dan rasanya...
aku mulai sadar kalau aku telah salah menduga...."
Perempuan jelita yang di kepalanya terdapat sebuah konde kecil yang dihiasi ronce bunga mawar di
sekelilingnya berkata lagi, "Bagus kalau memang demikian adanya. Arya...
dapatkah kau menebak mengapa Manusia Muka Kucing tidak menangkap atau
membunuh Pendekar Slebor?"
Arya Sempala kembali terdiam dulu sebelum menjawab, "Aku tidak punya dugaan yang menarik tentang itu. Tetapi terus terang,
aku memang heran, Bibi."
Perempuan bermata jernih yang tak lain Dewi Cadar Biru adanya tersenyum.
"Aku pun demikian. Tetapi, rasanya kini mulai
Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tergambar di benakku apa yang diinginkan Manusia
Muka Kucing sebenarnya."
"Apa itu, Bibi?"
"Tentunya... di belakang semua ini masih ada
orang lagi yang menunggangi Manusia Muka Kucing.
Dan lelaki celaka itu hanya diberi tugas oleh orang
yang berada di belakangnya untuk memancing keluar
Pendekar Slebor dengan menjadikan orang-orang termasuk gurumu sebagai korban."
"Bila memang demikian adanya, dapatkah Bibi
menduga siapa orang itu?"
"Aku tidak tahu sama sekali Bahkan aku tidak ta-hu apa maksudnya menginginkan
Pendekar Slebor.
Kendati demikian, tentunya orang itu mengharapkan
sesuatu yang dimiliki Pendekar Slebor."
Masing-masing orang terdiam. Angin terus berhembus. Arya Sempala teringat bagaimana dia bersama
Jaya Lantung mencoba menyerang Pendekar Slebor.
Bahkan menghalangi niat baik pemuda itu untuk
membantu mengobati gurunya. Dan yang tak pernah
diduganya sama sekali, kalau pemuda itulah yang dicari oleh Manusia Muka Kucing dan gurunya menjadi
korban karena tak mau mengatakan di mana Pendekar
Slebor berada. Sesungguhnya bukan tidak mau, tetapi
Malaikat Keadilan memang tidak tahu di mana Pendekar Slebor berada.
Namun Manusia Muka Kucing tak mau peduli.
Dia bukan hanya mencelakakan gurunya, tetapi juga
paman gurunya, Paksi Uludara, dan bibi gurunya, si
Naga Biru. Sungguh perbuatan terkutuk yang tak pernah bisa dimaafkan.
Dan beberapa waktu lalu dia hampir saja terlibat
kesalahpahaman yang sangat fatal, kalau saat itu dia menuduh Pendekar Slebor
telah membunuh gurunya
(Untuk lebih jelasnya, silakan baca :"Manusia Muka Kucing").
"Bibi... apa yang harus kita lakukan sekarang?"
tanya Arya Sempala sambil menarik napas.
"Aku akan tetap memburu Manusia Muka Kucing
untuk menghentikan semua sepak terjangnya. Akan
tetapi, aku masih dibingungkan oleh masalah besar,
tentang siapakah orang yang berada di balik semua ini.
Bila kita tidak tahu siapa adanya orang, sudah dapat dipastikan dengan mudah
kita dicelakai. Paling tidak diperdaya mentah-mentah."
Kembali tak ada yang keluarkan suara. Arya Sempala yang sesungguhnya sudah tidak dapat menahan
diri lagi untuk mencari Manusia Muka Kucing pun merasa tidak tenang dengan kata-kata bibinya.
"Bila demikian adanya, urusan justru bertambah
melebar. Ah, aku jadi ingin sekali berjumpa dengan
Pendekar Slebor, guna meluruskan kesalahpahaman
yang telah terjadi...."
Selagi pemuda berwajah kasar namun memiliki
hati lembut itu membatin, Dewi Cadar Biru buka suara, "Arya... aku juga mencemaskan keadaan kedua adik seperguruanmu itu...."
Arya Sempala anggukkan kepalanya.
"Demikian pula denganku, Bibi. Tetapi mudahmudahan Jaya Lantung dapat menjaga Werdaningsih.
Aku pun menjadi tidak enak karena sedikit banyaknya
telah bersikap kasar pada Jaya Lantung tentang lenyapnya Guru. Ah... terus terang Bibi, hati dan piki-ranku saat ini begitu
kacau...."
Dewi Cadar Biru tersenyum.
"Arya... kau masih muda. Terkadang dalam usia
muda masih tersimpan emosi yang meledak-ledak. Kalaupun kau bersikap demikian, kupikir sesuatu yang
wajar." Kata-kata Dewi Cadar Biru membuat hati Arya
Sempala sedikit tenteram.
"Terima kasih, Bibi...."
"Sudahlah, lebih baik kita teruskan langkah kita, Arya. Siapa tahu kita
beruntung dapat berjumpa kembali dengan Manusia Muka Kucing. Bahkan, berharap
dapat bertemu dengan orang yang berada di balik Manusia Muka Kucing."
Arya Sempala anggukkan kepala.
Kejap kemudian, keduanya segera berkelebat ke
arah timur Gunung Kerambang.
Lima tarikan napas berikutnya, tahu-tahu melesat
satu sosok tubuh berpakaian kuning gading. Sosok lelaki ini tinggi besar. Rambutnya hitam panjang dengan ikat kepala warna kuning
gading melingkar di keningnya yang agak nonong.
"Hmmm... orang-orang yang mencari Manusia
Muka Kucing" Apa lagi yang diperbuat oleh manusia
satu ini" Dan sungguh sialan karena dia tidak mengajakku serta dalam permainan yang nampaknya mengasyikan!" desis lelaki yang kedua tangannya nampak dipenuhi bulu warna loreng
hingga ke siku.
Di bibir tebal menghitam lelaki ini mendadak saja
terpampang sebuah senyuman.
"Sungguh menyenangkan! Ya, ya... kendati Manusia Muka Kucing tidak mengajakku serta, aku jadi ingin melibatkan diri! Seperti dulu! Seperti masa lalu di saat aku bergabung
dengan Manusia Muka Kucing bikin kekacauan di bagian selatan! Hahaha... Manusia
Muka Kucing, kau akan senang kedatangan kambrat
setiamu ini, Manusia Tangan Harimau!! Aku akan
mencarimu dulu! Urusan pemuda dan perempuan bercadar biru urusan belakangan!"
Berkumandang keras tawa lelaki yang wajahnya
dipenuhi jerawat memerah itu hingga perutnya yang
agak membuncit berguncang.
Satu tarikan napas berikutnya, lelaki berjuluk
Manusia Tangan Harimau ini sudah berkelebat berlawanan arah dari perginya Dewi Cadar Biru dan Arya
Sempala. *** 3 Satu hari pun berlalu dalam kehidupan manusia.
Matahari kembali terbangun lagi dari tidurnya. Hamparan bening cahaya keemasannya yang masih belum
terlalu panas, telah menerangi persada.
Dalam naungan indahnya sinar matahari, nampak
satu sosok tubuh berkelabat cepat di sebuah jalan setapak. Gerakannya lincah
sungguh menawan sekaligus
menakjubkan. Rintangan seperti ranggasan semak belukar, akar yang melintang keluar, dan jalan berliku penuh pohon, dilewati
dengan mudah tanpa terganggu
sedikitpun. Dari caranya itu menandakan bahwa orang
yang berlari bukan orang sembarangan.
Tak lama kemudian, di sebuah persimpangan
yang dihuni oleh ranggasan semak belukar dan pepohonan tinggi, orang yang bergerak tadi menghentikan
larinya. Tak ada desah nafas yang terdengar, tanda
orang ini memiliki ilmu peringan tubuh yang tinggi.
Sepasang matanya yang kelabu dan menjorok ke
dalam, diedarkan kesekelilingnya. Sekejap kemudian
terdengar makiannya yang cukup nyaring, menandakan dia seorang perempuan, "Setan alas! Dimana harus kutemui lelaki tua bau
tanah itu! Apa dia tidak mendengar kalau Iblis segala Amarah saat ini sedang
berusaha mendapatkan tenaga "Inti Petir" dari pemuda berjuluk Pendekar Slebor"
Keparat bungkuk! Jangan-jangan... dia justru malah tenang-tenang saja dengan
makian-makiannya yang tidak sedap! Huh! Dasar aku
sendiri yang bodoh! Mau susah payah mencarinya!"
Kembali mulut perempuan tua yang berusia sekitar tujuh puluh tahun ini memaki-maki tak karuan.
Mulutnya keriput sampai mencang-mencong karenanya. Siapa sebenarnya perempuan yang nampak pemarah ini" Dia bernama Mayang Kunting, perempuan tua
yang berasal dari Danau Tibar. Sejak muda Mayang
Kunting dikenal sebagai perempuan dari golongan lurus yang selalu mengatasi perbuatan makar yang terjadi di depan matanya. Dari sikap dan tutur katanya
yang terdengar, jelas kalau si nenek yang kenakan pakaian luar panjang warna
biru sementara pakaian dalamnya berwarna kuning, nampak sedang mencari seseorang. Terdengar lagi suara makiannya, "Kalau memang
dia masih asyik dengan kegiatannya sendiri yang entah apa dilakukannya, sungguh
celaka! Dasar manusia
menjengkelkan! Apa dia pikir Iblis Segala Amarah tak akan pernah mengumbar
dendam" Atau dia berpikir
Iblis Segala Amarah justru senang karena empat puluh tahun lalu lelaki celaka
itu dihentikan olehnya" Dasar kapiran! Benar-benar kutu busuk!"
Si nenek kembali edarkan pandangannya. Setelah
keluarkan makiannya lagi, perempuan tua ini kembali
berkelebat. Di sebuah tempat yang agak terbuka, kembali si nenek hentikan kelebatannya dan memaki-maki
lagi "Jahanam keparat! Di mana dia berada sebenarnya" Sudah kujelajahi Lembah
Jala namun tak kutemukan sosoknya! Jangan-jangan... dia sudah mampus" Huh! Kalau sudah mampus, buat apa aku repotrepot begini memperingatinya! Bila saja aku tak pernah mencintainya, sudah
kubiarkan dia mampus! Dipikirnya dia masih mampu tandingi Iblis Segala Amarah
bi- la lelaki celaka itu berhasil menyerap Tenaga 'Inti Petir'
dari Pendekar Slebor" Dasar tua bangka tak tahu...."
Mendadak saja Mayang Kunting memutus makiannya sendiri. Serta-merta sepasang matanya dijerengkan. Kejap kemudian melirik ke arah sebuah pohon yang berjarak empat tombak dari tempatnya berdiri. "Kurang asem! Ada yang iseng mengintip" Huh!
Apa orang itu berpikir kalau aku seorang perawan
montok?" Kembali si nenek terdiam dengan tatapan sengit.
Kemudian membatin lagi, "Benar-benar kurang asem!
Dipikirnya aku tak lakukan tindakan apa-apa, karena
aku tidak tahu dia mengintip" Pengen tahu siapa aku
rupanya!!"
Habis membatin begitu, mendadak saja Mayang
Kunting gerakkan kedua tangannya ke arah pohon besar sejarak empat tombak dari tempatnya.
Serta-merta menggebrak gelombang angin besar
begitu kedua tangan si nenek didorong ke depan.
Wuuusss!! Blaaarr!! Saat itu pula pohon besar yang diyakininya ada
orang yang mengintip kehadirannya, pecah berantakan. Menyusul terdengar gemuruh suara berdebam keras tatkala pohon itu terbanting di atas tanah. Ranggasan semak belukar yang
tertindih langsung tercabut
dan berpentalan ke udara.
Mayang Kunting mendengus, tatkala dilihatnya
tak seorang pun yang keluar dari tempat itu. Lamatlamat diturunkan tangan kanannya yang siap untuk
lancarkan serangan kembali.
"Hebat bila manusia celaka itu dapat hindari gem-puranku tadi! Tetapi, apakah
tak mungkin bila manusia itu sudah menjadi serpihan daging karena terhajar pukulanku?" kata Mayang
Kunting dalam hati sambil menunggu beberapa saat.
Setelah tak ada sosok tubuh yang keluar, nenek
ini membatin lagi, "Jelas kalau pengintip iseng itu sudah mampus! Huh! Salahnya
sendiri! Sekarang, baiknya kulanjutkan perjalananku untuk mencari tua
bangka itu!"
Namun belum lagi perempuan tua ini jalankan
maksud, tiba-tiba saja terdengar teriakan keras, "Celaka! Betul-betul perempuan
celaka! Sudah menyerangku sedemikian rupa, mau kabur begitu saja! Enak betul! Aku harus membalas! Harus kubalas dulu biar
kau tidak kurang ajar!!"
Belum lagi habis terdengar bentakan itu, satu sosok tubuh berpakaian putih-putih yang sangat kusam,
telah muncul dengan kedua tangan berada di belakang. Tubuh lelaki berambut putih panjang tak beraturan ini agak membongkok. Dan matanya melotot
jengkel pada Mayang Kunting.
Yang dibentak sesaat menggeram, tapi kejap kemudian keluarkan suara, "Tua bangka celaka! Sudah kucari ke segenap penjuru,
tidak tahunya kau muncul
begitu saja! Dasar kurang kerjaan!!"
*** "Sinting! Kau sendiri yang cari ulah mencariku"
Aku kan tidak menyuruhmu mencari! Kalaupun kau
gagal mcnemukanku, karena kau bodoh!!" terdengar balasan lelaki tua agak bungkuk
itu dengan mata melotot. "Keparat bau tanah! Aku mencarinya justru untuk
memperingatkan kemunculan Iblis Segala Amarah, ta-pi dia berkata seenak perutnya
saja!" maki Mayang Kunting dalam hati. Lalu berseru, "Sejak muda kau masih juga
bicara seenaknya yang terkadang menya-kitkan telinga orang yang mendengar!
Apakah kau pi- kir aku senang mendengarnya, hah"!"
"Kalau kau tidak senang! Silakan pergi dari sini!!"
"Kurang asem! Dari dulu lagakmu begitu sengak!
Biar kucoba dulu kehebatanmu sekarang, sebelum kusampaikan apa yang hendak kukatakan!!"
"Tunggu, tunggu!" si kakek angkat tangan kanannya. "Apa yang hendak kau
katakan?" "Huhh! Rupanya kau sudah jeri, hah" Nyalimu
sudah ciut! Apa yang sebenarnya kau makan selama
ini hingga kau jelmakan dirimu menjadi tikus, Pendekar Cakra Sakti?"
Lelaki bungkuk itu keluarkan dengusan.
"Sudah tentu aku makan nasi!!"
"Tak usah banyak mulut! Kuhajar dulu, baru kukatakan!!"
Habis kata-katanya, Mayang Kunting segera menerjang ke depan disertai teriakan keras.
Terkesiap Pendekar Cakra Sakti menangkap gebrakan pertama dari Mayang Kunting. Tetapi, tanpa
menggeser posisi dari tempatnya, lelaki tua bertubuh bungkuk ini hanya gerakkan
tangan kanannya saja.
Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Wussss! Serangkum angin menderu, menghantam sekaligus mendorong labrakan angin yang siap menghantam
pecah kepalanya.
Blaaamm! Serta-merta gelombang angin yang dilepaskan
Mayang Kunting pecah berantakan. Namun anehnya,
mendadak saja gelombang angin itu seperti bersatu
kembali di saat Mayang Kunting tekukkan kedua tangannya dan serta-merta gelombang angin itu menerjang kembali ke arah Pendekar Cakra Sakti.
Kakek berpakaian putih-putih kusam ini sesaat
melengak melihat keanehan sekaligus kehebatan serangan yang dilakukan oleh Mayang Kunting.
Tanpa disadarinya Pendekar Cakra Sakti keluarkan seruan tertahan seraya melompat ke samping.
"Sekian tahun tak berjumpa, ternyata kau makin
hebat saja, Mayang!!" serunya dan secara mendadak kedua tangannya berputar di
depan dadanya. Semakin
lama putaran kedua tangan itu semakin hebat dan
nampak laksana putaran roda belaka.
Di seberang Mayang Kunting ganti mendengus.
"Kau sudah keluarkan ilmu 'Cakra Seribu' Huh! Apakah kau sudah tak punya
kemampuan lagi!"
"Nenek celaka! Sudah tentu aku tak ingin mampus dihajar olehmu! Atau kau pikir... enak dihajar begitu, hah"!"
"Ilmu 'Cakra Seribu' pernah mengalahkan Iblis Segala Amarah! Tetapi aku tak
yakin dapat lagi tandingi manusia itu bila dia berhasil menyerap tenaga 'Inti
Petir' dari tubuh Pendekar Slebor!!"
Habis makiannya, Mayang Kunting sudah menerjang ke depan. Kali ini kedua tangannya segera didorong bergantian. Bukan hanya gelombang angin yang
menderu ke arah Pendekar Cakra Sakti, kabut-kabut
hitam bergulung-gulung pun melabrak dengan keluarkan suara ganas.
Di depan, sepasang tangan Pendekar Cakra Sakti
yang sejak tadi berputaran tanpa keluarkan suara, kali ini seperti berdesingdesing mengerikan. Mendapati hal itu, nampak Mayang Kunting hentikan gerakannya.
"Gila! Ilmu 'Cakra Seribu' nya semakin hebat saja!
Setahuku, angin yang keluar tak berdesing laksana
hujanan anak panah!"
Bukannya teruskan serangan, Mayang Kunting
justru hentakkan kaki kanannya di tanah. Hentakan
itu sudah tentu mengandung tenaga dalam yang tinggi
karena tanah yang terpijak langsung amblas sebatas
lutut. Tatkala kakinya ditarik kembali, tanahnya pun ambrol ke udara.
Kejap kemudian si nenek berseru jengkel, "Iblis Segala Amarah hendak teruskan
urusan lama!!"
"Aku sudah tahu!!"
"Tetapi tentunya kau tidak tahu apa yang akan dilakukannya"!"
"Aku sudah tahu! Dia sedang memperdalam sebuah ilmu yang diciptakannya! Dan ilmu itu akan hasilkan satu gebrakan yang mengerikan bila digabung
dengan tenaga 'Inti Petir'! Semua itu dilakukan, karena
dia hendak membunuhku! Bukan main! Sungguh hebat aku ini, ya" Kok ada orang yang mau melatih diri terus menerus dan tega
mengorbankan orang lain
hanya untuk membunuhku! Betul-betul hebat aku
ini!!" Melihat sikap konyol Pendekar Cakra Sakti, Mayang Kunting mendengus.
"Apa yang hendak kau lakukan sekarang?"
"Mencari Pendekar Slebor!!"
"Dasar bodoh! Mengapa tidak langsung mencari
Iblis Segala Amarah"!" melotot si nenek.
"Busyet! Kau sendiri yang bodoh, mengapa mengata-ngatai aku bodoh" Kau pikir aku tahu di mana manusia itu berada" Sudah tentu yang harus kuberitahukan adalah Pendekar Slebor! Konon dia adalah pewaris dari Pendekar Lembah Kutukan! Busyet! Kayak
apa tuh anak muda, ya" Punya Guru gemblung seperti
Saptacakra, sudah tentu dia lebih gemblung lagi!"
"Jaga mulutmu!" sentak Mayang Kunting keras.
"Sejak muda kau selalu bicara seenak jidatmu saja!"
"Kalau seenak perutku ya, bingung! Bisa-bisa keluar dari belakang lagi!"
"Sungguh aku tak pernah mengerti, mengapa sejak muda aku mencintai lelaki kurang asem ini" Dasar cinta itu buta! Aku tak
habis pikir mengapa dapat melakukannya"!" maki Mayang Kunting dalam hati. Lalu
katanya, "Kau memang tak pernah berterimakasih pa-da siapa pun juga! Apakah kau
selalu merasa senang
mempermainkan orang dengan kata-kata sialanmu itu,
hah" Atau kau... hmmmpphhh!!"
Kata-kata si nenek mendadak saja terputus,
tatkala secara tiba-tiba Pendekar Cakra Sakti telah
berkelebat merangkulnya. Lalu mulutnya yang keriput, mengecup mulut keriput si
nenek. Sudah tentu Mayang Kunting yang tak menyangka
akan hal itu menjadi gelagapan.
"Hei... hmmpphhh! Lepaskan... hhpmmphhh!!"
"Busyet! Kau ini makan apa, hah" Pasti makan
jengkol! Benar-benar kapiran! Sejak dulu kau masih
suka makan jengkol saja"!" seru Pendekar Cakra Sakti sambil usap-usap mulutnya
dengan punggung tangan
kanan setelah melepaskan ciumannya.
Mayang Kunting yang hendak keluarkan makian,
menjadi urung. Justru wajahnya yang nampak memerah. Kemudian katanya keras untuk tutupi rasa malu
dan senangnya, "Ayo, kita berangkat sekarang! Aku ju-ga ingin menghajar Iblis
Segala Amarah! Benar-benar
manusia tak tahu diuntung! Seharusnya dulu kau bikin dia mampus hingga tak ada lagi urusan yang merepotkan ini!!"
"Busyet! Itu urusanku! Kenapa kau yang jadi sewot dan repot begitu" Eh, siapa bilang aku mau berjalan bersamamu" Tidak usah,
ya"!"
Lalu dengan santainya lelaki tua bungkuk berpakaian putih-putih kusam itu melangkah dengan kedua
tangan berada di belakang pinggul. Melihat sikap konyol dan seenaknya dari si kakek, Mayang Kunting
menggeram. "Benar-benar cinta itu buta!!" desisnya dalam hati.
"Rupanya dia sudah tahu apa yang akan terjadi. Dan rasanya... hei!! Bagaimana
dia bisa tahu"!"
Berpikir demikian, si nenek sudah melompat menyusul Pendekar Cakra Sakti, "Kakek keparat bau tanah! Dari mana kau tahu semua
itu, hah"!"
Tanpa hentikan langkahnya Pendekar Cakra Sakti
menggeleng-gelengkan sambil berseru, "Dasar perempuan tua bodoh! Bukankah kau
sendiri yang mengatakannya"!!"
*** 4 Serentak Mayang Kunting hentikan gerakkannya.
Kejap kemudian dia memaki-maki sendiri.
"Keparat! Lelaki tua bau tanah itu mempermainkanku rupanya!!"
Segera dia melompat untuk menyusul Pendekar
Cakra Sakti. Tetapi yang disusul justru hentikan langkahnya. Mendapati sikap
lelaki tua bungkuk berpakaian putih kusam itu, si nenek tak jadi keluarkan
makian. Dia justru lakukan sikap yang sama. Terdiam.
Tahu-tahu didengarnya suara Pendekar Cakra
Sakti, "Apakah kau memikirkan sesuatu yang sama dengan yang kupikirkan, Nenek
peot?" Kendati gusar mendengar panggilan orang,
Mayang Kunting menyahut, "Ya! Dan kau tentunya
memikirkan hal yang sama denganku, bukan?"
"Belum tentu! Mana kau tahu apa yang kupikirkan"!" suara Pendekar Cakra Sakti membuat Mayang Kunting mendengus. "Tetapi,
sungguh hebat bila kita baru tahu sekarang!"
"Dan patut diberi penghargaan!" sahut Mayang Kunting.
"Siapa yang ingin memberikan penghargaan itu!"
"Bagaimana kau sendiri?"
"Huh! Untuk apa kukotori tanganku" Bagaimana
dengan kau?"
"Bilang saja kau takut melakukannya!!"
Habis memaki demikian, si nenek yang kenakan
pakaian luar panjang warna biru dan pakaian dalam
warna kuning ini mendadak saja gerakkan tangan kanannya. Wusss!! Menghampar satu gelombang angin deras ke balik
ranggasan semak belukar sebelah kanan. Sebelum angin itu menghantam hancur ranggasan semak, satu
bayangan hijau sudah mencelat keluar sambil berteriak-teriak tak karuan, "Ampunn! Ampoounnn!!"
Kedua orang tua itu tak ada yang buka suara.
Masing-masing memperhatikan pemuda berpakaian hijau pupus yang masih memutar-mutar dengan menekap kepalanya erat-erat.
Tetapi mendadak saja gerakannya terhenti. Sambil
terkekeh dia turunkan kedua tangannya dari kepala.
"Nah! Kaget, kan?" serunya sambil angkat kedua alisnya yang hitam legam.
Sementara si nenek mendengus, si kakek justru
terbahak-bahak. Saat tertawa mulutnya hanya membuka sedikit, namun tawa yang keluar begitu keras.
"Mayang Kunting! Rupanya anak kutil yang mengintip! Nah, nah! Bila kau ingin tahu dialah Pendekar Slebor!"
"Dari ciri-cirinya, aku sudah tahu kalau dia Pendekar Slebor!!"
Pemuda yang memang Pendekar Slebor adanya
nyengir lagi. Rupanya, semenjak kedua tokoh tua itu
bercakap-cakap, Andika memang berada di sana.
Sebelumnya, setelah meninggalkan Ratu Hitam,
Andika terus berkelebat dan dilihatnya si nenek yang tak lain Mayang Kunting
adanya berkelebat. Dengan
pergunakan ilmu peringan tubuhnya, anak muda ini
sengaja mengikuti Mayang Kunting. Dan dia semakin
tertarik tatkala mendengar kata-kata si nenek. Lebih tertarik lagi begitu
melihat si kakek berpakaian putih kusam muncul. Dan dia sungguh terkejut tatkala
kedua tokoh tua itu bertempur. Hampir saja Andika meninggalkan tempat itu atau keluar dari persembunyiannya karena salah-salah bisa terkena serangan salah satu dari keduanya.
Lalu dengan sikap tengik dia berkata, "Maaf nih, ah! Aku mengintip dan mencuri
dengar percakapan kalian tadi! Ngomong-ngomong... aku ingin tahu lebih jelas,
mengapa kau bermusuhan dengan Iblis Segala
Amarah, Kek?"
Yang ditanya tertawa dulu sebelum menjawab,
"Katanya kau berotak cerdik! Tetapi kenapa pakai bertanya lagi, hah" Cuma aku
ingin tahu... apakah betul tenaga 'Inti Petir' yang kau miliki begitu hebat?"
"Wah! Mana bisa kujawab itu" Nanti kalau kukatakan hebat, aku dibilang sombong" Kalau kukatakan
tidak, berarti aku tidak hebat!"
"Jangan asal ngomong! Cepat kau perlihatkan kepada kami seperti apa tenaga 'Inti Petir' yang kau miliki itu?" bentak Mayang
Kunting jengkel.
"Memangnya kenapa sih" Lagi pula, aku tidak
mengerti, mengapa Iblis Segala Amarah menghendaki
tenaga 'Inti Petir' ku untuk menyempurnakan ilmu
yang sedang didalaminya" Ini kan bikin pusing kepalaku saja!"
"Pemuda slebor! Cepat kau perlihatkan kepada
kami!!" seru Mayang Kunting lagi.
Andika mengangkat kedua bahunya.
"Kalau kau penasaran Nek, ya... akan kuperlihatkan! Tetapi jangan ditertawakan ya kalau ternyata tenaga 'Inti Petir' yang
kumiliki ini tak begitu hebat seperti yang kalian duga?"
"Banyak omong!!"
Tanpa hiraukan makian Mayang Kunting, anak
muda ini segera mundur lima langkah ke belakang.
Kendati sekarang dia berdiri tegak. tetapi wajahnya tetap cengar-cengir. Bahkan
dia masih menyempatkan
diri untuk garuk-garuk kepalanya.
Mayang Kunting mendengus, "Menjengkelkan!!"
Pendekar Cakra Sakti tertawa, "Kau tak berbeda
dengan si bangkotan Saptacakra, Anak muda!"
Di depan, mendadak saja Andika menggerakkan
kedua tangannya ke depan. Lalu mengadunya dengan
cara menyilang. Serentak terdengar salakan petir yang sangat keras. Kejap
kemudian, dia sudah mencelat ke
depan dan ke samping seraya dorong kedua tangannya. Menyusul salakan petir yang terdengar lagi, lima buah pohon yang ada di
tempatnya langsung tumbang
bergemuruh tatkala terkena dorongan angin. Rupanya,
anak muda ini telah perlihatkan tenaga 'Inti Petir' tingkat pamungkas.
Kemudian disilangkan kembali kedua tangannya
yang serta-merta terdengar salakan petir lebih keras.
Ranggasan semak di sekitarnya langsung tercabut.
Sementara itu baik Mayang Kunting maupun Pendekar Cakra Sakti merasa tubuh mereka bergetar begitu kedua tangan Andika disentakkan di atas tanah.
Serta-merta tanah itu membuyar ke atas dan menutupi tubuhnya. Tanah itu masih belum luruh, sosok
Pendekar Slebor telah bergeser lima tindak ke samping kanan. Tatkala semuanya
luruh, terlihat tanah yang
tadi dihantam oleh kedua telapak tangan yang telah
dialiri tenaga 'Inti Petir' telah terbentuk sebuah lubang yang cukup dalam.
Pendekar Cakra Sakti berdecak kagum.
"Hebat! Pantas Iblis Segala Amarah menghendaki
tenaga 'Inti Petir' yang kau miliki! Karena, aku saja sudah merasa bergetar
melihatnya... hahahaha"
Andika cuma tersenyum kecut. Lalu katanya, "Kalau aku boleh tahu, seperti apakah ciri-ciri Iblis Segala Amarah?"
"Jelas kau boleh tahu! Karena dengan kehadiranmu, aku tak perlu lagi mengurusi soal Iblis Segala
Amarah! Mayang Kunting, bagaimana kalau urusan ini
kita limpahkan saja padanya?"
Mayang Kunting melirik sekilas lalu mendengus.
"Busyet! Kok tengik amat sikapmu itu?" kata Pendekar Cakra Sakti sambil tertawa.
"Bila telah kita limpahkan urusan ini padanya, bukankah kita akan tenang dan nyaman" Kalaupun pemuda itu mampus
bukan urusan kita!"
Pendekar Slebor 63 Iblis Segala Amarah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Brengsek! Ngomongnya kok tak jauh dengan
Eyang Buyut?" mendumal Andika dalam hati.
"Hei, Mayang! Kenapa kau diam saja" Kita sudah
sama-sama tua! Dan aku tahu kau mencintai aku yang
ganteng ini" Nah! Terus terang, aku juga mencintaimu!
Bagaimana kalau kita kawin saja?"
Mendengar ucapan Pendekar Cakra Sakti, seketika Mayang Kunting palingkan kepala. Wajahnya seketika nampak sumringah. Lalu katanya bergetar, "Benarkah?"
"Huh! Kalau kawin saja kau mau!" dengus Pendekar Cakra Sakti dalam hati. Lalu
katanya seraya anggukkan kepala, "Iya, kita kawin! Kau setuju?"
Seperti gadis usia belasan, si nenek tertunduk
malu. Andika yang tak menyangka perubahan itu, justru
kerutkan kening.
"Busyet! Malu-maluin saja!!" katanya dalam hati.
Didengarnya suara Pendekar Cakra Sakti, "Nah,
anak muda! Kau sudah dengar sendiri kalau nenek
peot itu telah menerima lamaranku, kan?"
"Kek! Dia mau terima lamaranmu atau tidak, kan
bukan urusanku"
"Ya, ya! Bukan urusanmu! Sekarang, berjanjilah
padaku, kalau kau akan menggantikanku untuk
menghadapi Iblis Segala Amarah?"
"Memangnya kau takut menghadapinya?" balas Andika konyol.
"Mana bisa aku takut" Kau kan tadi dengar sendi-ri, kalau aku mau kawin dengan
Mayang Kunting tercinta itu" Nah! Bila kau mau menggantikanku, akan
kukatakan seperti apa Iblis Segala Amarah itu! Kemudian aku kawin dengan... hei, Mayang Kunting! Kalau
dia tidak mau teruskan urusanku dengan Iblis Segala
Amarah, jangan salahkan aku kalau aku tidak jadi
kawin denganmu, ya?"
"Anak muda! Cepat kau bilang 'iya'!"
Andika tertawa. Sungguh, dia tak pernah mengerti
dengan sikap para tokoh rimba persilatan yang terkadang sangat sulit sekali ditebak.
Lalu dengan mantap dia anggukkan kepala.
Dilihatnya bagaimana wajah Mayang Kunting
menjadi ceria kembali. Dengan sikap manja dia melangkah mendekati Pendekar Cakra Sakti.
"Cepat kau katakan padanya!!"
Pendekar Cakra Sakti tertawa dulu sebelum menjelaskan tentang ciri-ciri Iblis Segala Amarah.
"Itulah ciri-cirinya! Tetapi, aku tidak tahu apakah kesaktiannya memang sudah
bertambah atau belum!
Itu urusanmu! Seperti yang kukatakan tadi, kalaupun
kau mampus bukan urusanku!! Hanya yang perlu kau
ingat, dia tak akan membunuhmu, karena dia menginginkan tenaga 'Inti Petir' milikmu! Berarti, satu keun-tungan telah kau miliki
karena kau tak akan mampus!
Tetapi setelah dia mendapatkan apa yang diinginkannya, jangan salahkan aku bila dia akan membuatmu
mampus! Mayang, ayo kita tinggalkan pemuda itu!!"
Sambil melingkarkan tangan kanannya pada bahu
Mayang Kunting yang dibalas oleh si nenek dengan
lingkarkan tangan kirinya pada pinggang Pendekar
Cakra Sakti, kedua tokoh itu mulai melangkah meninggalkan Andika yang cuma garuk-garuk kepalanya.
Dan tertawa lebar melihat Pendekar Cakra Sakti tahutahu monyongkan mulut untuk mengecup pipi Mayang
Kunting. Si nenek nampak tersipu-sipu sambil tundukkan
kepalanya. Dan baru delapan tindak kedua orang tua itu melangkah, mendadak saja Pendekar Cakra Sakti balikkan tubuh disertai tanya, "O ya... kau sudah bertemu dengan Ratu Hitam?"
Tak menyangka akan mendapat pertanyaan itu,
Andika sejenak melengak. Lalu mengangguk.
"Bagus! Kau bisa meminta bantuannya kalau perlu! Tetapi aku yakin, justru dia yang akan meminta
bantuanmu! Ayo, Mayang, kita segera menuju ke pelam..." "Apa-apaan kau ini, hah" Rupanya kau masih
berhubungan dengan perempuan celaka itu, hah"!" se-ru Mayang Kunting tiba-tiba
seraya lepaskan diri dari rangkulan tangan kanan Pendekar Cakra Sakti.
"Busyet! Sudah setua ini kau masih cemburu saja dengan perempuan itu! Dia juga
sudah tua, tahu! Lagi pula, aku tidak punya hubungan apa-apa!"
"Lelaki di mana-mana memang bermulut manis!
Bicara manis di sana, bicara manis di sini! Padahal
semua hatinya busuk! Aku tak mau kau jadikan habis
manis sepah dibuang!"
"Busyet!" Pendekar Cakra Sakti melotot. "Kau ini apa yang manis, Mayang" Ibarat
kelapa kau sudah tidak memiliki santan! Sudah, sudah! Aku mau kawin
denganmu! Bila saja Ratu Hitam tidak kusadarkan,
sudah tentu sampai sekarang dia tak ubahnya seperti
Iblis Segala Amarah!"
"Tetapi...."
"Sudah, sudah! Tak perlu memikirkan perempuan
itu lagi! Pokoknya, kita akan bahagia! Ayo, jalan!!"
Dengan masih siratkan keraguan pada wajahnya,
si Nenek mengikuti langkah Pendekar Cakra Sakti.
Di tempatnya Andika kerutkan kening mendengar
kata-kata Pendekar Cakra Sakti tadi.
"Ratu Hitam" Perempuan jelita itu dikatakan su Memburu Iblis 17 Peristiwa Bulu Merak Karya Gu Long Pendekar Bayangan Setan 16
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama