Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing Bagian 2
tunggang langgang dan lima orang mampus sekaligus,
lamat-lamat bangkit. Kepalanya masih tertunduk saat
berkata, "Manusia terkutuk ini kupersembahkan unlukmu, Ketua..."
"Bagus! Manusia celaka itu akhirnya akan mampus
juga! Ini semua kebodohan dari mulutnya yang selalu
terkuncil Kaki Kilat.. tahukah kau siapa pemuda
berpakaian hijau pupus yang pingsan itu?"
Sejenak Kaki Kilat arahkan dulu pada orang yang
dimaksud sebelum berkata, "Maafkan aku, Ketua.. aku tidak tahu siapa dia. Tetapi
agaknya dia bukanlah orang yang menakutkan, karena tak memiliki ilmu tinggi
kendati berusaha untuk selamatkan Malaikat Keadilan."
Kaki Kilat yang mengharapkan pujian lagi dari lelaki
muka kucing itu harus menelan keinginannya dalam dada
saat si leiaki muka kucing geleng-gelengkan kepala.
"Kau salah besar. Pemuda itu memiliki ilmu yang tinggi.
Hanya dikarenakan serangan mendadak secara bertubilubi saja hingga dia dengan mudah kau kalahkan. Bahkan
aku yakin, untuk mengalahkanmu, dia hanya memberimu
bernapas tiga gebrakan saja."
"Kurang ajar! Dianggapnya aku ini apa, hah"!" maki Kaki Kilat dalam hati. Bila
saja yang berbicara tadi bukan
Manusia Muka Kucing, saat itu pula yang berbicara sudah robek mulutnya. Lalu
katanya hormat, "Siapakah pemuda itu sesungguhnya, Ketua?"
"Dia adalah Pendekar Slebor. . "
Melengak Kaki Kilat mendengar ucapan Manusia Muka
Kudng. Tanpa sadar dia arahkan pandangan pada pemuda
yang pingsan itu dan herucap pelan, "Pendekar Slebor.. ."
"Ya! Dialah pemuda yang berjuluk Pendekar Slebor!
Pemuda urakan yang kerjanya hanya menghalangi niat
orang-orang seperti kita untuk berkuasa!"
Kaki Kilat arahkan pandangannya lagi.
"Ketua. dia kini sudah berada di tangan kita! Lebih baik membunuhnya ketimbang
nanti menjadi duri dari segala
rencana yang telah Ketua susun."
"Dia memang tidak tahu apa yang kuhendaki dari
Pendekar Slebor," kata Manusia Muka Kucing dalam hati sambil gelengkan
kepalanya. Seringaiannya bcrtambah
mengerikan. "Mengapa harus merepotkan diri dengan membunuh
pemuda itu?" katanya kemudian. "Karena tanpa kita bunuh pun dia akan mampus
sccara mengerikan"
"Mengapa, Ketua" Bukankah pemuda itu akan
mcnghalangi segala rencana yang telah Ketua susun?"
tanya Kaki Kilat yang scsungguhnya ingin mengetahui
rencana apa yang telah disusun oleh Manusia Muka
Kucing. "Kupikir.. sebaiknya dia dibunuh saja ketimbang akan menyusahkan Ketua
kelak." Justru yang didapati hanyalah bentukan keras, "Sejak kapan kau berani banyak
bertanya, hah"! Dan sejak kapan kau kubiarkan mengeluarkan pendapat?"
Ciut hati Kaki Kilat mendengar bentakan orang kendati
hatinya sungguh geram. Namun sudah tentu dia tak mau
memperlihalkan kegeramannya karena dia tahu kesaktian
yang dimiliki lelaki muka kucing ini. Bahkan dua bulan lalu,
dia harus pontang panting menghadapi serangan Manusia
Muka Kucing. Karena dia bersedia untuk bergabung
dengannya saja maka hingga hari ini nyawanya masih
melekat di badan. Demikian pula dengan para anak
buahnya yang berpakaian serba hitam.
"Ketua... apa yang harus kulakukan sekarang?"
"Bunuh Malaikat Keadilan'!"
"Bagaimana dengan Pendekar Slebor?"
"Keparat!! Kau jadi banyak bertanya sekarang" Aku mempunyai sebuah rencana yang
tentunya sangat
mengejutkan pemuda dari Lembah Kulukan itu! Jalankan
perintahku!!"
Setelah anggukkan kcpala, perlahan-lahan Kaki Kilat
melangkah mendekati sosok Malaikat Keadilan yang dalam
keadaan tertotok. Lelaki tua gagah yang baru saja sembuh setelah diobati oleh
Pendekar Slebor. hanya sunggingkan senyum dengan tatapan lemah.
"Manusia celaka.. ." desisnya pelan. "Kau hanya menurunkan sengsara pada umat
manusia dengan menjadi
pengikul inanusia celaka bcrjuluk Manusia Muka Kucing.
Padahal, kau tidak tahu apa yang direncanakan lelaki sesat berparas kucing itu
sebenarnya.. ."
"Diaaammm!!" bentak Kaki Kilat keras. "Nyawamu sudah berada di tanganku! Bila
saja kau mau menuruti apa yang di nginkan Manusia Muka Kucing, sudah tentu
hingga hari ini kau masih dalam keadaan segar bugar!"
"Yang menentukan apakah aku masih schat atau
sekarat, bukanlah manusia itu! Tetapi Yang Maha Kuasa
telah menentukan lain untuk nasibku.. ."
"Bagus! Dan rupanya kali ini dia benar-benar hendak tentukan nasib sial padamu,
Malaikat Keadilan!!"
Malaikat Keadilan cuma tersenyum saja. Bahkan makin
tersenyum tatkala tangan kanan Kaki Kilat yang
mengandung tenaga dalam tinggi itu bergerak ke arah
wajahnya. Namun seperti dihadang oleh satu tenaga kuat, jotosan
Kaki Kilat laksana membentur dinding keras.
"Aaakhhh!!" menjerit tertahan lelaki berkumis tebal itu hingga surut dua tindak
ke belakang. Kepalanya digerak-gerakkan lalu dengan tatapan gusar dia berseru,
"Jahanam! Rupanya kau masih punya kebolehan, hah"!"
"Bukankah tadi kukatakan Yang Maha Kuasa
menentukan lain?" sahut Malaikat Keadilan sambil
tersenyum lemah.
"Setan alas!! Kucabik-cabik tubuhmu!!"
Dengan kegusaran setinggi langit apalagi Kaki Kilat
tahu kalau Manusia Muka Kucing menghendaki dia
bertindak cepat, berulangkali dia lepaskan jotosannya
pada dada, wajah, bahkan perut Malaikat Keadilan yang
masih terluka. Namun lagi-lagi serangan yang dilancarkannya tak
dapat mengenai sasaran yang di nginkan. Padahal
Malaikat Keadilan masih terbaring tanpa daya, apalagi
dalam keadaan terlotok.
Tak hiraukan keinginan keji Kaki Kilat, Malaikat
Keadilan berkata pada Manusia Muka Kucmg yang tegak
dengan wajah kucingnya tertekuk, "Apakah kau kini sudah puas setelah menemukan
Pendekar Slebor"! Bahkan
dengan mudah kau bisa membunuhnya sekarang! Tetapi
aku yakin, kau tak akan membunuhnya!
Karena di balik semua ini. . ada seseorang yang telah
membuatmu seperti kerbau dicucuk hidung! Lebih baik..
katakan saja siapa orang itu?"
"Tutup mulutmu!!" menggelegar suara Manusia Muka Kucing keras.
Kaki Kilat yang telah mundur dan hentikan rangkaian
serangannya sejenak pandangi Manusia Muka Kucing.
Diam-diam lelaki berkumis tebal ini membatin, "Ada orang di balik Manusia Muka
Kucing" Siapakah dia sebenarnya"
Dari ucapan Malaikat Keadilan dan amarah yang
ditampakkan leiaki berwajah kucing itu, sebenarnya
memang Pendekar Sleborlah orang yang dicari oleh
Manusia Muka Kucing. Tetapi mengapa dia tidak segera
membunuhnya" Apa yang di nginkan sebenarnya'.'"
Terdengar lagi suara Malaikat Keadilan, "Lelaki sesat bermuka kucing.. lebih
baik kau panggil keluar orang yang telah membodohimu! Katakan padanya, dia tak
akan pernah berhasil untuk menjalankan semua rencana
busuknya!"
"Jahanam! Kurobek mulutmu!!"
Habis makiannya dengan penuh murka membara,
kedua tangan Manusia Muka Kucing langsung merobek
anggota tubuh bagian bawah Malaikat Keadilan. Bukan
wajah, dada dan luka pada perut yang menjadi sasaran.
Melainkan betis kaki kanan Malaikat Keadilan. Karena, di sanalah sesungguhnya
letak kekuatan lelaki tua gagah ini.
Kalaupun dia terluka parah karena bertarung dengan
Manusia Muka Kucing sebelumnya, ini disebabkan karena
racun yang terdapat pada kuku-kuku Manusia Muka
Kucing yang telah masuk melalui robekan pada perulnya, telah menjalar ke kedua
kakinya Terutama pada kaki
kanannya. Begilu kaki kanannya tercabik hingga bukan hanya
darah yang keluar melainkan sebagian dagingnya yang
tercacah berhamburan. terdengar lolongan keras Malaikat Keadilan.
Sementara Kaki Kilat hanya memperhalikan tertegun,
Manusia Muka Kucing terus mencabik-cabik kaki kanan
Malaikat Keadilan, yang terus menerus menjerit keras
tanpa mampu berbuat apa-apa. Bahkan bergerak pun
tidak. Bila saja dia tidak dalam lerluka, totokan yang dilakukan Kaki Kilat
dapat dengan mudah dilepaskan.
Hingga mau lak mau, lelaki tua perkasa itu harus
membiarkan kaki kanannya dicabik-cabik.
Hanya tiga kejapan mata saja, tumit kaki kanan
Malaikat Keadilan telah robek besar. Tubuhnya semakin
lama semakin melemah.
Kaki Kilat yang masih memperhatikan tersentak tatkala
terdengar bentakan Manusia Muka Kucing, "Bunuh dial!"
Hanya dengan sekali loncat saja, kaki kanannya telah
menghantam rengkah kepala Malaikat Keadilan yang
melengak dan keluarkan seruan tertahan. Darah merah
bercampur dengan cairan putih keluar dari kepalanya yang pecah.
Menyusul didengarnya kata-kata lelaki berparas kucing
itu. "Letakkan mayat lelaki tua celaka itu disamping sosok Pendekar Slebor yang
pingsan!!"
Tak berani banyak bertahya, Kaki Kilat melakukan
pcrinlah itu. Diletakkannya mayat Malaikat Keadilan di
samping kanan Pendekar Slebor.
"Jangan terlalu dekat, beri jarak dan letakkan pada posisi yang berlawanan!"
Kembali Kaki Kilat melakukannya.
"Angkut jala-jala pada tubuh Pendekar Slebor!"
Dengan hati masih diliputi beberapa pertanyaan, Kaki
Kilat melakukannya dengan cepat. Setelah semuanya
selesai. terlihat Manusia Muka Kucing terbahak- bahak
lebar. "Permainan akan segera dimulai.. Dan kuharap,
permainan ini tak akan mamakan waktu terlalu lama untuk mcmberi pelajaran pada
Pendekar Slebor sebelum kuba...."
Memutus kata-katanya sendiri, dengan masih diiringi
tawa, lelaki berparas kucing segera meninggalkan tempat itu. Sementara si Kaki
Kilat masih memandangi dua sosok tubuh yang tergolek. Cukup lama dia
memperhatikan sebelum akhirnya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Hmmm. . cerdik, sungguh cerdik. .," katanya kemudian.
"Pendekar Slebor akan mengalami sesuatu yang sangat mengejutkan. Luar biasa
kecerdikan Ketua ..."
Lalu dibawa langkahnya pada dua anak buahnya yang
jatuh pingsan akibat sambaran gelombang angin yang
dilepaskan oleh Manusia Muka Kucing.
Sejenak diperhatikannya sebelum dia lakukan tindakan
yang mengejutkan. Dengan gerakan cepat kepala kedua
anak buahnya itu langsung di njaknya sampai rengkah,
yang sesaat mengejut kemudian terkulai. Darah pun
mengalir perlahan-lahan.
Dengan penuh kemuakan diludahinya mayat kedua
anak buahnya itu.
"Tak berguna sama sekali!!"
Kemudian dia segera berkelebat menyusul Manusia
Muka Kucing. *** Angin terus berhembus dan rambatan waktu makin
bergulir. Senja telah menaungi segenap persada. Beberapa helai daun berguguran
dihembus angin semilir dan dua
buah helai tepat mengenai mata Pendekar Slebor.
Sesaat anak muda dari Lembah Kutukan itu menggeliat
pelan disertai keluhan tertahan. Saat dibuka sepasang
matanya, dilihatnya alam mulai meredup.
"Kutu monyet!" desisnya begitu menyadari apa yang telah terjadi. "Rupanya aku
pingsan. . dan sudah tentu kutu-kutu monyet itu sudah tak ada lagi di sini.
Brengsek betul! Mereka harus ku.. heil!"
Teringat kalau dia sedang berusaha menyelamatkan
Malaikat Keadilan, Andika buru-buru bangkit. Saat berdiri dia agak limbung
sejenak karena sekujur tubuhnya masih
terasa ngilu akibat pukulan dan lendangan orang- orang berpakaian hitam-hitam.
Buru-buru dialirkan tenaga dalam pada seluruh tubuhnya. Ditahannya napas
beberapa saat. Setelah itu dihembuskannya pcrlahan lahan. Kembali
tubuhnya dirasakan mulai agak segar kendati rasa ngilu masih dirasakan.
Begitu kepalanya ditolehkan ke kanan, dilihatnya satu
sosok tubuh tergolek menjadi mayat dengan luka- luka
mengerikan. Buru-buru Pendekar Slebor menghampirinya.
"Keparat! Sungguh keji!" desisnya. Kejap kemudian.
nampak kedua tangannya bergetar tanda amarah mulai
naik. "Aku memang belum dapat mengetahui sepenuhnya.
ada urusan apa sebenarnya Tetapi yang kuketahui adalah
si Kaki Kilat, juga orang yang berjuluk Manusia Muka
Kucing yang berada di balik semua ini"
Kembali diarahkan pandangannya pada mayat Malaikat
Keadilan. "Apa yang sebenarnya ditentang oleh kakek perkasa
ini" Sepak terjang apa yang telah dilakukan Manusia Muka Kucing beserta antekanteknya?"
Pertanyaan itu langsung ditelan bulat-bulat oleh Andika sendiri karena dia
memang belum mengetahui
jawabannya. Lamat-lamat pemuda yang di lehernya melilit kain bercorak catur ini
berdiri. Begitu pandangannya diedarkan ke sekeliling, dilihatnya mayat-mayat berpakaian
hitam-hitam bergeletakan.
"Gila! Apa yang terjadi sebenarnya" Siapa yang telah membunuh orang-orang ini?"
Lalu dihampirinya mayat-mayat itu.
"Lima orang mati dengan dada agak menghitam, seperti terhantam pukulan yang
keras. Dua orang lagi dengan
kepala pecah. Apakah ada seseorang yang telah muncul ke sini" Orang itu berusaha
menyelamatkan Malaikat
Keadilan namun gagal karena lebih dulu dibunuh oleh Kaki Kilat" Kalau memang
iya, tentunya saat ini orang itu yang sedang dikejar oleh Kaki Kilat alau malah
scbaliknya?"
Kembali anak muda urakan ini terdiam. Keningnya
nampak dikerutkan dalam dalam tanda dia berpikir keras.
"Bagaimana bila lernyata yang datang itu justru orang yang berpihak pada Kaki
Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kilat" Atau paling tidak,
katakanlah orangyang berjuluk Manusia Muka Kucing
sendiri" Dia yang membunuh orang-orang berpakaian
hitam-hitam itu, lantas membunuh Malaikat Keadilan" Ya, ya... kemungkinan itulah
yang lebih tepat. Dan bisa jadi..
oh!!" Menyadari ada masalah yang akan dihadapinya.
pandangan Pendekar Slebor tertuju pada mayat Malaikat
Keadilan. Cukup lama dia terdiam dengan sorot tak
berkedip sementara keningnya dikemyitkan.
"Gila! Licik sekali!" dcsisnya setelali mencernakan apa yang ada di pikirannya.
"Sudah tentu yang muncul memang Manusia Muka Kucing! Dia sengaja membunuh
Malaikat Keadilan dan meletakkannya tak jauh dariku yang tadi
pingsanl Tentunya dengan maksud, agar orang-orang yang
mcncari Malaikat Keadilan mengira aku yang telah
membunuhnya! Monyet pitak! Kucing buduk! Licik sekali manusia itu!!"
Kembali pemuda dari Lembah Kutukan ini terdiam.
Kepalanya digeleng-gelengkan menyadari kelicikan yang
telah terjadi dan akan menimpa dirinya.
"Aku belum tahu rencana apa sebenarnya yang disusun oleh Manusia Kucing Garong
itu! Tetapi biar bagaimanapun juga, aku akan mencari tahu!!"
Sadar kalau kcsalahpahaman akan segera terjadi, buruburu anak muda ini mcngangkat mayat Malaikat Keadilan
dengan maksud untuk segera mcnguburkannya.
Akan tetapi gerakannya tertahan. karena tiba-tiba saja
terdengar bentakan menggelegar. "Pemuda keparat! Sejak semula aku yakin kau
bermaksud membunuh Guru!
Kendati kau telah mengobatinya, namun sudah tentu itu
hanya berpura-pura belaka karena kau sedang mencari
kesempatan unluk membunuhnya dengan mudah Jahanam
keparat!! Aku harus membalas semua perlakuan busukmu
itu!!" *** 6 Bersamaan suara yang terdengar keras, satu hamparan
cahaya bening di ringi angin yang menggemuruh telah
melabrak ke arahnya. Sejenak Andika tertegun scbelum
akhirnya melompat cepat ke samping.
Hamparan cahaya bening yang dipadu dengan labrakan
angin dahsyat itu menghantam tanah yang dipijaknya tadi, yang serta-merta
terdengar lelupan cukup keras. Menyusul terbongkarnya tanah itu yang segera
membubung ke udara. "Kutu mbnyet! Bisa konyol kalau aku tidak segera
menghindar!!" maki Andika gusar.
Namun baru saja kedua kakinya menginjak tanah
kembali, dua hamparan cahaya bening di ringi bentakan
keras telah menggebrak lagi, "Pemuda celaka!! Kau harus mampus!!"
Tersentak Pendekar Slebor karena dua cahaya bening
tadi lebih cepat menderu dan yang pertama. Gemuruh yang terdengar laksana topan
hantam pesisir. Tak ada jalan lain kecuali mengangkat tangan kanannya ke atas.
Blaaarr!! Kendati berhasil atasi dorongan dua cahaya bening tadi, namun tubuhnya mau tak
mau terhuyung ke belakang. Ini
disebabkan karena keadaan Andika sendiri belum pulih
benar, di samping juga dia masih membopong mayat
Malaikat Keadilan.
"Kau bukan hanya akan mampus, tetapi akan kusiksa
dulu seperti tentunya kau siksa lebih dulu guruku sebelum kau bunuh!! Pergilah
ke neraka!!" seruan itu kembali terdengar bersamaan lima cahaya bening yang
keluarkan suara menggemuruh menderu lagi ke arah Andika.
Kali ini si anak muda hanya berusaha untuk hindari
cahaya-cahaya ganas itu sambil berseru dengan wajah
menekuk jengkel, "Arya Sempala! Tahan setiap
seranganmu! Kau salah paham tentang semua ini!!"
Pemuda yang lancarkan jurus 'Tebar Cahaya Maut' dan
ternyata Arya Sempala adanya, sudah tentu tak mau
hiraukan seruan Andika. Sejak pertama kali jumpa dia
memang tak mempercayai Andika kendati sudah
mengetahui kalau Paman Guru-nya lelah tewas di tangan
Manusia Muka Kucing dari ucapan Bawung.
Pemuda berwajah agak kasar namun memiliki hali
lembul ini sudah tentu semakin tak suka melihat keadaan gurunya. Apalagi begitu
dilihatnya mayat-mayat berpakaian hitam-hitam. Dia berpikir, kalau gurunya telah
diculik oleh pemuda berpakaian hijau pupus itu. Dan orang-orang
berpakaian hitam-hitam mencoba mengambilnya namun
akhirnya mati dibunuh oleh pemuda itu.
Berpikiran demikian, semakin ganas serangan yang
dilancarkan oleh Arya Sempala. Karena gurunya telah mati, dia tak lagi
menghiraukan keselamatan gurunya.
Hingga saat itu pula terdengar letupan demi letupan
dan terbongkarnya tanah di beberapa bagian yang
membubung halangi pandangan.
Lain halnya dengan Andika. Kendati dapat menjadikan
mayal Malaikat Keadilan sebagai tameng. namun dia tak
mau melakukannya.
I "Lama-lama aku bisa celaka bila tak segera kuhentikan tindakan Arya Sempala.
Kendati perbuatannya membuatku
agak jengkel, aku masih bisa memaklumi mengapa dia
lakukan tindakan ini. Sebaiknya, kucoba saja mengatasi dan memberikan penjelasan
padanya... "
Memutuskan deinikian, mendadak saja anak muda ini
membuat gerakan seperti menyongsong cahaya bening
yang meluncur ke arahnya. Dua jengkal lagi cahaya itu
menghantamnya, cepat anak muda ini memutar tubuh
kesamping sambil gerakkan tangan kanan karena cahaya
bening Iainnya telah menderu.
Tenaga Inti Pelir' tingkat kedelapan telah dipergunakan.
Dan.... Blaammm!! Cahaya bening itu langsung putus terhantam pukulan
yang mengandung tenaga 'Inti Petir'. Kejap berikutnya, dia
telah maju sambil gerakkan tangan kanannya lagi pada
Aiya Sempala yang kali ini tersentak kaget.
Cepat dia buang tubuh ke kin bersamaan dengan kaki
kanan coba hanlam selangkangan Andika.
Sudah lentu Andika tidak mau kantong menyannya
pecah.. Seraya geser kaki kirinya ke belakang, cepat
ditahan tendangan itu dengan turunkan tangan kanannya.
Desss!! Masing-masing orang surut dua tindak ke belakang dan
sama-sama goyah. Tetapi Andika yang ingin kesalah
pahaman itu tidak berlarut-larut, segera meluncur kembali Kaki kirinya disapukan
setengah lingkaran coba hantam
kedua kaki Arya Sempala yang langsung melompat.
Bersamaan dengan itu, jotosan segera dilepaskan.
Andika sengaja tidak lagi alirkan tenaga 'Inti Petir" karena dia tak mau membuat
pemuda berpakaian biru gelap itu
cidera. Kendati demikian, tubuh Arya Sempala terbanting deras di atas tanah saat
dadanya telak terhantam pukulan Pendekar Slebor.
Menggeram setinggi langit pemuda berwajah agak
kasar itu seraya mencoba untuk bangkit. Akan tetapi
totokan yang dilancarkan Andika dengan tetap masih
memanggul mayat Malaikat Keadilan. telah membuat
pemuda itu rebah kembali.
Tak bergerak kecuali mata yang gusar dan suara yang
keras, "Manusia terkutuk Lepaskan lotokanmu! Kita bertarung sampai mampus!!"
Di tempatnya Andika yang telah berdiri tegak mencoba
untuk mengatur napas. Rasa ngilu yang masih tersisa
akibat hajaran orang-orang berpakaian hitam- hitam
sebelumnya, terasa agak menyengat.
Setelah dirasakan agak pulih dia berkata, "Arya
Sempala. . jangan turuti kemarahan dalam dadamu
sebelum mengetahui keadaan yang sebenarnya. Kau
hanya...."
"Manusia hina! Kau terlalu banyak berbuat dosa!! . Aku mati saat ini pun akan
penasaran bila belum
membunuhmu!!" putus Arya Sempala dengan mata terbuka lebar.
Andika mendengus dalam hati, "Brengsek juga!
Ternyata tidak mudah menguraikan kebenaran pada
pemuda ini. Tetapi yah.. aku maklum kalau dia berlaku
seperti itu."
Kemudian katanya, "Sejak pertama, telah terjadi
kesalahpahaman di antara kita yang tak mudah untuk
diluruskan. Bahkan kesalahpahaman ini berlambah
menjadi setelah kau lihat keadaan gurumu.. ."
"Karena kau telah membunuhnya!"
Andika tidak hiraukan kata-kata Arya Sempala,
"Sewaklu. kalian menghadapi orang-orang berpakaian hitam-hitam tadi, kulihat
seorang lelaki berpakaian merah-merah membawa lari gururmu. Kucoha untuk mcnyusulnya. Tetapi sial nasibku karena beberapa orang
berpakaian merah-merah yang sekarang kau lihat sudah
mati, telah meringkus dan membuatku pingsan. Kupikir
nyawaku akan melayang saat itu juga. Akan tetapi, urusan berada di tangan lelaki berpakaian hitam-hitam yang
mengaku berjuluk si Kaki Kilat. Aku sengaja dibiarkan
hidup. Dan malang nasib gurumu karena dia harus mati.
Aku tidak lahu siapa yang lelah membunuhnya dan juga
membunuh orang-orang berpakaian hitam-hitam. Yang
kuketahui sekarang, kalau orang itu telah mencoba
memfitnahku sebagai orang yang lakukan pembunuhan
terhadap gurumu...."
"Karena itu memang perbuatanmu!" bentak Arya Sempala. "Lepaskan aku! Kita
berlarung sampai mampus!!"
"Kutu monyet! Betul-belul keras kepala banget nih orang! Huh! Kalau terus
menerus kuhadapi sikapnya, hisa banyak waktuku yang terbuang! Padahal aku harus
mcncari kcjelasan lentang semua urusan ini! Terulama
Manusia Muka Kucingl!"
Berpikir demikian, tanpa hiraukan makian-makian keras
Arya Sempala, anak muda urakan ini segera turunkan
jenazah Malaikat Keadilan. Lalu dengan pergunakan
sebatang ranting, digalinya sehuah lubang. Dan segera
dimakamkan jenazah Malaikat Keadilan.
Lalu kalanya pada Arya Sempala, "Urusan ini memang tak bisa diselesaikan
sekarang! Kuharap.. kau mau
berpikir jernih dan mencoba mcmpergunakan olakmu
untuk mcncari kebenaran dari apa yang kujelaskan...."
"Terkutuk! Lepaskan aku!!"
Andika tak mcnghiraukan makian itu. Dia cuma garukgaruk kepalanya saja.
"Sulit kuduga ke mana Kaki Kilat atau entah siapa lagi berlalu dari sini.
Scbaiknya, kujalani saja arah timur!"
Memutuskan dcmikiai , Andika berkata pada Arya
Sempala yang masih tergelelak dalam keadaan terlotok,
"Pergunakan sedikit otakmu! Dan akan kubuktikan hahwa aku tidak bersalah dalam
urusan matinya Malaikat
Keadilan! Bahkan, akan kuserahkan orang yang berjuluk
Manusia Muka Kucing serta Kaki Kilat di hadapanmu!!
Hanya sayang, padahal aku ingin tahu dari mulutmu dulu, apa yang telah terjadi
sebenarnya!!"
"Lepaskan aku!!"
Tanpa hiraukan seruan Arya Sempala, Andika sudah
berkelebat ke arah limur. Tinggal Arya Sempala yang
memaki-maki keras, hingga suaranya serak dengun
sendirinya. "Jahanam terkutuk! Akan kubunuh dia! Akan kubunuh dia!" janjinya geram.
Dan mendadak saja Arya Sempala terkejut. Karena tiga
kejapan mata kemudian, dirasakan tubuhnya dapat
digerakkan kembali.
"Keparat!!" makinya gusarseraya melompat berdiri Pandangannya ditujukan ke arah
yang ditempuh Andika
tadi. "Pemuda itu benar-henar lihai! Dia dapat menotok ku sekaligus mengatur
batas totokannya! Huh! Seperti iblis neraka kesaktiannya pun aku tak akan
urungkan niat untuk membunuhnya!!"
Lamat-lamat pemuda berwajah kasar namun
sesungguhnya memiliki hati lembut ini melangkah
mendekati makam gurunya yang baru saja dibuat oleh
Andika. Pemuda ini langsung berlutut dengan kedua
tangan dirangkap di depan dada.
"Guru.. maafkan aku.. . Aku gagal menjagamu, Guru,"
desisnya pelan. Suaranya agak bergetar tanda dia dilanda kepedihan dalam. Namun
diusahakan untuk tindih segala
kesedihannya itu.
Angin berhembus dingin. Beberapa helai daun jatuh
menimpa kepalanya, dan langsung terhempas ke bumi.
"Tak akan kubiarkan orang-orang celaka yang telah memhunuhmu hidup lebih lama
lagi. Terutama. . Manusia
Muka Kucing!! Dialah orang yang telah hancurkan seluruh kebahagiaan yang telah
kita dapati. Guru.. ."
Lalu terlihat kepalanya digeleng-gelengkan keras seolah buang seluruh persoalan
yang mengganggunya.
"Pendekar Slebor. . ya, dialah kunci dari semua urusan ini.. . Manusia Muka
Kucing menghendakinya.. dan karena Guru tak mengatakan di mana dia berada.. .
Guru harus menjadi korban. Ah. aku tidak tahu siapakah yang harus
disalahkan. Pendekar Slebor-kah yang secara tak langsung telah menghancurkan
seluruh kebahagiaan yang telah
kudapat" Atau memang nasib kami yang sedang sial" Huh!
Sudah tentu semua ini tanggung jawab Manusia Muka
Kucing!! Urusannya dengan Pendekar Slebor telah
melibatkan Guru dan para pendekar yang Iainnya!!"
Arya Sempala terdiam sejenak. Masih arahkan
pandangannya pada makam gurunya, pemuda ini berdiri.
"Guru.. akan kubalaskan sakit hanmu. .. Akan kubunuh pemuda berpakaian hijau
pupus yang telah membunuhmu
secara keji...."
Setelah tarik napas pendek, pemuda ini segera balikkan
tubuh. Kejap itu pula dia berkelebat ke arah yang telah ditempuh Andika tadi.
Rambatan malam telah naungi kegelapan alam gulita.
Arakan awan hitam menggantung di malam langit,
sepertinya sebentar lagi akan segera turun hujan.
Dua sosok tubuh terus melangkah di jalan selapak. Di
kanan kiri jalan itu ranggasan semak belukar tumbuh
sepanjang jalan. Kepekatan malam ditambah lagi dengan
tingginya jajaran pepohonan. Namun dua sosok tubuh itu
jelas lak mau hentikan Iangkah mereka sekali pun.
Namun liba di persimpangan jalan, masing-masing
Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang hentikan Iangkah. Pandangan mereka sekarang
tertuju ke arah kanan, ke arah berkelebatnya seseorang
yang membuat mereka hentikan Iangkah.
"Kakang Jaya.. apakah aku salah melihat, kalau ada orang yang barusan
berkelebat?" bersuara yang di sebeIah kiri. "Tidak, Werda! Kau tidak salah
melihat! Aku juga melihat kelebatan orang," sahut yang di sebelah kanan.
"Werdaningsih, sebaiknya kita ikuti saja orang itu!
Barangkali saja orang itu akan membawa kita untuk mengetahui keadaan Guru!"
Habis kata-katanya, pemuda yang bersuara dan lak lain
Jaya Lanlung adanya segera berkelebat. Menyusul gadis
manis berkuncir kuda yang lak lain Werdaningsih.
Masing-masing orang segera kerahkan ilmu peri- rigan
tubuh mereka untuk mengejar orang yang mereka lihat
berkelebat tadi. Cukup lama mereka coba untuk buntuti
orang yang berkelebat, sampai mereka akhirnya hentikan Iari di sebuah
persimpangan. Kedua murid Malaikat Keadilan ini perhatikan
sekelilingnya dengan seksama. Setelah saling pandang,
Jaya Lantung berkata, "Gagal! Dari caranya berkelebat, tentunya orang itu
memiliki ilmu peringan tubuh yang
linggi!" "Lantas, apa yang kita perbual sekarang, Kang Jaya"
Mengelahui keadaan Guru hingga saat ini masih buntu.
Sementara kita sendiri tidak tahu apa yang dialami oleh Kang Arya," kata
Werdaningsih sambil arahkan
pandangannya ke kejauhan. Sebuah gunung membentang
tinggi dilapisi kabul tebal.
Mendengar kata-kata itu Jaya Lantung tarik napas
pendek. Perasaannya menjadi tidak enak bila mengingat
nasib gurunya. Tiba-tiba terdengar seruannya, "Ini semua gara-gara Manusia Muka Kucing!!
Manusia bangsat yang telah
turunkan petaka!!"
Sesaat Werdaningsih melengak mendengar kerasnya
suara Jaya Lantung. Dia yang sama sekali tidak bermaksud untuk mengusik perasaan
Jaya Lantung menjadi tidak
enak. Namun dalam hati membenarkan juga apa yang
dikatakan Jaya Lantung barusan.
Tanpa selahu kedua remaja itu, sepasang mata
memperhatikan dari balik rimbunnya dedaunan sehuah
pohon besar tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Rupanya Jaya Lantung dan Werdaningsih. Ah, sungguh sulit bila aku keluar saat
ini. Apalagi kukabarkan tentang kematian guru mereka," dcsis pemilik sepasang
mata ini yang ternyata adalah Pendekar Slebor.
Andika yang tadi berkelebat tahu kalau dia di kuti. Lalu dengan'gerakan yang
sangat cepat dia langsung melompat
ke sebuah pohon untuk melihat siapa orang yang
mengikutinya. Andika juga berpikir untuk tidak segera
keluar dari tempat persembunyiannya, mengingat mereka
masih menganggapnya sebagai salah seorang anak buah
Manusia Muka Kucing.
Sementara itu Werdaningsih sedang berkata, "Kang
Jaya.. maksudku tadi. . "
"Aku paham maksudmu, Werda!" potong Jaya Lantung sambil turunkan nada suaranya.
"Tetapi. . semua ini dikarenakan Manusia Muka Kucing! Orang bengis berwajah
mirip kucing itu telah memhunuh beberapa orang tokoh
rimba persilatan! Bahkan dia mencelakakan Guru yang
tidak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor berada!"
Di tempatnya Andika kerutkan kening. "Busyet! Apaapaan Jaya Lantung berkata begitu" Mengapa jadi aku
yang dibawa-bawa" Apa urusannya aku dengan Manusia
Muka Kucing kalau ternyata dia memang mencariku" Kutu
monyet! Ada apa sebenarnya ini" Aku makin penasaran
saja!!" Terdengar suara Werdaningsih, "Kau benar, Kang Jaya.
Padahal Guru tidak pernah berjumpa dengan Pendekar
Slebor, bahkan Guru tidak tahu nama asli Pendekar Slebor.
Guru memang pernah mendengar tentang sepak terjang
seorang pemuda dari Lembah Kutukan. Tetapi tidak
pernah berjumpa dengannya."
"Yah! Gara-gara Pendekar Slebor Iah Guru menjadi
sasaran kebengisan Manusia Muka Kucing!"
"Kang Jaya. . jangan berkata begitu. Walaupun Manusia Muka Kucing tidak
menanyakan tentang Pendekar Slebor,
Guru tetap akan menghalangi sepak terjangnya. Bukankah
Bibi Naga Biru telah tewas di tangan manusia celaka itu, gara-gara dia tidak mau
mengatakan di mana Pendekar
Slebor berada?"
Jaya Lantung angguk-anggukkan kepalanya.
"Yah.. padahal yang kita ketahui, Bibi Naga Biru cuma mendengar sepak terjang
Pendekar Slebor saja tanpa
pernah berjumpa dengan pemuda dari Lembaji Kutukan
itu." "Kang Jaya... kita tak perlu berpegang pada Pendekar Slebor. Biar
bagaimanapun juga, kita harus mencari tahu keadaan Guru. Dan mengalasi sepak
terjang Manusia
Muka Kucing beserta antek-anteknya sekuat tenaga."
Jaya Lantung hanya anggukkan kepala. Wajah pemuda
ini nampak begitu geram sckali. Kedua tinjunva dikepalkan crat-erat. Lamat-lamat
dia berkata. "Bila saja kita tahu seperti apa ciri Pendekar Slebor, tentunya aku
akan berusaha untuk mencarinya dan meminta bantuannya.
Sayangnya. kita lidak tahu siapa dia dan di mana dia
berada. .-"
Masing-masing orang tak ada yang buka suara.
Di tempat persembunyiannya Andika berkata dalam
hati, "Wahh! Kalau kalian tidak tahu siapa aku. nggak ngetop juga rupanya!
Hmmm.. apakah sebaiknya aku
keluar saja dan kukatakan akulah Pendekar Slebor"
Tetapi... mereka masih mencungaiku sebagai kaki ta?ngan Manusia Muka Kucing yang
juga telah membunuh Paman
Guru mereka. Urusan hisa jadi kapiran. Sebaiknya.
kubiarkan saja saat ini. Biar hagaimanapun juga. aku ingin tahu siapa Manusia
Muka Kucing sebenarnya dan
mengapa dia mencariku. Ada apa sebenarnya di balik
semua ini hingga manusia Kucing Sarong iu membunuh
para pendekar yang tidak lahu alaupun kalau lahu menolak mcngatakan di mana aku
berada. Brcngsek belul! Akan
kujitak kepala kucing barong ilu!!"
Sementara ilu, Jaya Lantung sedang berlanya,
"Werdaningsih. . apakah kau lelah atau mengantuk?"
Gadis berhidung mancung berkuncir kuda itu
menggelengkan kepalanya.
"Seluruh rasa kantuk dan Ielahku telah hjlang, Kang Jaya. Bahkan aku tak akan
merasakan kantuk dan lelah
bila belum mengetahui keadaan Guru."
"Bagus! Haliku pun lak akan tenang bila belum
mengetahui keadaan Guru dan meringkus orang yang lelah
menculiknva. Sebaiknya kita leruskan langkah untuk
mencari Guru!" Ujar Jaya Lantung. Kemudian katanya pelan, "Sungguh. kusesali
mengapa aku tidak menjaga Guru?"
Werdaningsih yang tidak mau Jaya Lantung terbawa lagi
arus rasa bersalahnya buru-buru berkala, "Sudahlah, Kang Jaya. Kau tak perlu
mcngingal soal ilu. Kita berangkat
sekarang" Jaya Lanlung anggukkan kepalanya.
Kejap berikutnya kedua murid Malaikat Keadilan ini
mencruskan langkah. ke arah gunung yang jaraknya masih
rulusan lomhak dari tempat mereka berdiri.
Sepeninggal kedua murid Malaikat Keadilan, Andika
segera melompat dari tempat persembunyiannya. Anak
muda urakan pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini
tarik napas panjang.
"Manusia Muka Kucing mencariku... Hmm, ada urusan apa sebenarnya" Benar-benar
kutu tikus! Kucing Barong ilu lelah turunkan tangan telengas pada beberapa orang
pendekar! Hhh...! Sampai kapan pun juga, aku ingin tahu
urusan ini! Dan kuhajar Kucing Barong itu sampai lunggang langgang!!"
Sesaat Pendekar Slebor terdiam. Setelah tarik napas
pendek, anak muda slebor ini segera berkelebat ke arah
berlawanan yang ditempuh Jaya Lantung dan
Werdaningsih. *** 7 Pagi kembali datang dengan hamparan pesona vang
indali Dalam naungan pagi. satu bayangan berkelebat
laksana dikejar sclan. Gerakannva yang luar hiasa cepat mcmbuat sosoknya hanya
menyerupai bayang-bayang yang
menyeruak di antara rimbunnya semak belukar dan jajaran pohon tinggi. Orang vang
lak lain Manusia Muka Kucing adanya, terus bergerak cepat menuju kc Gunung
Kertimbang yang masih jauh dari lempatnya.
Pada.scbuah tempat. tiba tiha saja leiaki muka kucing
ini hentikan kelebatannya. Kepalanya berputar cepat.
sementara scpasang matanya yang memerah liar
memandang lak herkedip kc hadapannva.
"Keparat! Kudengar ada gerakan yang mengikutiku tadi!
Di mana orang yang mau mampus itu berada"!" desisnya dingin dalam hati.
Merasa tak perlu mencari tahu siapa orang yang
mengikutinya, lelaki muka kucing ini kembali teruskan
kelebatannya. Kali ini mcmasang kedua alat
pendengarannya lebar-lebar.
Begilu didengarnya kelebatan orang kembali di
belakangnya, Manusia Muka Kucing langsung putar tubuh.
Kali ini seraya dorong kedua tangannva.
Wuuss! Wusss!! Serta-merta menghampar dua gelombang angin yang
keluarkan suara menggemuruh melabrak. Orang yang
mengikutinya terkesiap, karena tak menyangka kalau lelaki berkumis jarang itu
lepaskan serangan mendadak.
Dan mendadak saja orang ini juga dorong kedua
tangannya ke depan.
Suasana lengang mendadak sontak dibuncah dengan
terdengarnya letupan keras tatkala gelombang angin yang keluar dari dorongan
kedua tangan Manusia Muka Kucing
berbenturan dengan gelombang angin yang dilepaskan
orang itu. Tempat itu kontan bergetar keras.
Manusia Muka Kucingyang hanya surut satu tindak ke
belakang tertawa lebar. Muka kucingnya terlihat lebih
angker dan mengerikan.
"Hmmm... seorang perempuan jelita bercadar biru!
Mengapa harus mengikutiku bila mau menjadi pengikutku,
hah"!"
Orang yang mengikuti Manusia Muka Kucing yang tadi
surut tiga tindak ke belakang merandek gusar. Sepasang
matanya yang indah membuka lebih lebar. Dan cadar biru
tipis yang dikenakannya, nampak bibir memerah itu
merapat. Hidung mancungnya bergerak-gerak.
Sejurus kemudian perempuan berpakaian serba biru
dengan sebuah konde kecil yang dihiasi ronce mawar di
sekeliling kondenya berucap, "Manusia keparat! Kau telah membunuh kakak
kandungku, si Naga Biru! Pagi ini juga
seluruh kehidupanmu akan kututup!! Akulah Dewi Cadar
Biru yang akan hentikan seluruh sepak terjang busukmu!"
Tertawa lebar Manusia Muka Kucing mendengar
bentakan orang.
"Jadi kau adik kandung Naga Biru" Sungguh menyenangkan! Naga Biru memang patut mati! Pertama, dia
tak mau mengalakan di mana Pendekar Slebor berada!
Kedua, dia tak mau menjadi pengikutku!"
"Kucing buduk celaka! Siapa pun orangnya tak perlu berpikir lagi untuk menolak
mengikuti sepak terjangmu!!"
Tawa Manusia Muka Kucing terputus.
"Ucapan perempuan ini sungguh menyakitkanl Hmmm. .
padahal aku harus secepatnya menemui Pimpinan untuk
mengatakan tentang Pendekar Slebor! Tetapi perempuan
ini mesti kubunuh lebih dulu ketimbang nanti akan menjadi duri! Karena tugas
yang lebih besar telah diberikan
Pimpinan padaku!"
Berpikir demikian, lelaki bermuka kucing ini berkata
dingin, "Dewi Cadar Biru! Hari ini juga kau akan menyusul Naga Biru ke
akherat!!"
Hahis seruannya, mendadak saja Manusia Muka Kucing
dorong tangan kanan kiri ke depan. Dewi Cadar Biru yang memang sudah bersiaga,
keluarkan dengusan pendek.
Kejap itu pula dia mundur hindari serangan, menyusul
kedua tangannya didorong ke depan.
Terdengar dentuman keras. Sosok bercadar biru sesaat
nampak terlihat mundur. Sementara lelaki berparas kucing yang pukulannya sempat
tertahan sudah mencelat ke
depan dengan kedua tangan berkelebat.
Terkesiap Dewi Cadar Biru mendapati serangan lawan
yang demikian cepat. Kedua tangannya diangkat dan
disilangkan di alas kepala.
Bukkk! Bukkk!! Dua benturan keras terdengar. Dewi Cadar Biru mundur
dua tindak dengan tangan terasa ngilu. Di depannya, lelaki muka kucing sudah
tarik pulang kedua tangannya
Dirasakan kalau tangannya juga agak ngilu. Tetapi, lelaki yang bermaksud
menjumpai orang yang dianggap
Pimpinan ini lak mau membuang waktu lagi.
Kedua tangannya kembali lepaskan pukulan. Malah
jelas terlihat kalau tenaga yang dikerahkan lebih besar dari pukulan yang
pertama. Dewi Cadar Biru sendiri mencoba unluk Iakukan
bentrokan kembali. Begitu bentrokan terjadi, dia memekik lerlahan. Karena
kepalan tangan lawan kini sudah
mengembang mcmbentuk cakar. Langsung menyabet ke
arah muka! Wutttt!! Angin keras berkesiur. Bila saja Dewi Cadar Biru lak
segera tarik kepalanya ke belakang, sudah bisa dipastikan wajah jelitanya akan
robek alirkan darah.
"Jahanam! Kini aku tahu dari mana asal luka pada dada Naga Biru! Rupanya kukukuku manusia kucing sialan ini"
yang bukan hanya tajam laksana pisau tetapi juga
mengandung racun keji'"
Menyusul dirasakan bagaimana gelombang angin
menderu mendahului terjangan Manusia Muka Kucing
lalkala lelaki berpakaian terbuat dari bulu itu melompat dengan kedua tangan
mencakar ke depan.
Dewi Cadar Biru terkesiap kaget dan dia berusaha
Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk tidak lagi lakukan bentrokan. Karena dipahaminva
betul akibat apa yang akan dialaminya bila saja dia
tergores oleh kuku-kuku tajam lawan.
Mendapali kalau serangannya belum juga mengenai
sasaran. kegeraman semakin merajai dada Manusia Muka
Kucing. Dengan lepaskan pukulan jarak jauhnya, dia
mcmbuat Dewi Cadar Biru harus pontang-panting.
Menyusul dengan cara melompat laksana seekor kucing,
lel berparas kucing ini mcnerkam ganas dengan gerakkan tangan kanan dan kirinya.
Beett! Bett!! Dewi Cadar Biru memaki-maki tak karuan. Dia terus
berusaha untuk hindari serangan ganas yang dilancarkan
Manusia Muka Kucing. Sampai satu ketika, kaki kiri
Manusia Muka Kucing berhasil menjegal kakinya hingga
perempuan ini kehilangan keseimbangan.
Menyusul salu tendangan memular lelah menghantam
dada si perempuan hingga terhuyung.
Manusia Muka Kucing lak mau bertindak ayal Di ringi
teriakan keras menyusul suara mirip kucing marah. dia
mclompat dengan gerakkan kedua tangannya yang telah
berbentuk cakar.
Dewi Cadar Biru berusaha untuk hindari serangan itu
dengan cara bergulingan. Namun gulingan tubuhnya justru tertahan oleh sebuah
pohon yang berdiri tegak. Saat itulah Manusia Muka Kucing meluruk dengan kaki
siap dijejakkan pada kepala Dewi Cadar Biru.
"Celaka! Aku bisa mampus sekarang!" desis perempuan ini dengan wajah pias.
Namun scbelum maut yang dilurunkan Manusia Muka
Kucing mengenai sasarannya, mendadak saja satu
bayangan hijau telah mencelat. Kaki kanan bayang hijau ini menyepak pergelangan
tangan Manusia Muka Kucing
sementara tangan kanannya menyambar sosok Dewi Cadar
Biru. "Terkutuk!!" menggelegar suara Manusia Muka Kucing seraya mundur tiga langkah ke
belakang Tangan kanannya
yang tersepak tadi nampak bergetar.
Di Iain pihak, bayangan hijau yang lelah menyambar
tubuh Dewi Cadar Biru telah berdiri legak sejarak tujuh langkah dari hadapan
Manusia Muka Kucing.
"O. . jadi ini loh orangnya yang berjuluk Cacing Muka Buduk" Iiih! Kok geli amat
ya julukannya"!"
*** Di seberang, Manusia Muka Kucing menggereng keras
tatkala melihat siapa yang telah menyelamatkan Dewi
Cadar Biru, Sementara perempuan bercadar biru yang
telah diturunkan, pandangi pemuda berambut gondrong
acak-acakan. "Siapa pemuda ini" Menilik cirinya, aku teringat katakata Naga Biru tentang
Pendekar Slebor. Apakah dia
pemuda berjuluk Pendekar Slebor?" batinnya dalam hati.
Manusia Muka Kucing yang sedang geram mendengus.
Nampak dia hendak buka mulut, namun segera ditutupnya
rapat-rapat. Otak liciknya telah menelurkan satu permainan lain yang
diciptakannya. Mendadak saja dia tertawa keras.
"Pendekar Slebor! Pemuda yang dijunjung tinggi oleh orang-orang dungu yang harus
mampus di tanganku! Tetapi sayang sekali, orang-orang itu tidak tahu siapa kau
sebenarnya"!"
"Kutu monyet! Kenapa dia bicara seperti itu" Ada apa ini?" tanya Andika dalam
hati. Lalu sambil garuk-garuk kepalanya, anak muda yang memiliki sepasang alis
hitam legam menukik laksana kepakan sayap elang ini berkata,
"Eh, sebenarnya kau kenapa sih mencari-cari ku" Mau kenal ya" Mau minta
tandatangan" Sini, sini! Akan kujitak kepalamu sebagai tanda tangan!! Ngomongngomong... mukamu jelek begitu pakai topeng atau memang asli,
sih"!"
Mengkelap Manusia Muka Kucing mendengar ejekan
orang. Mata merahnya berkilat penuh ancaman. Namun
bukan umbar kemarahan, justru tawanya yang kembali
terdcngar. "Sungguh bodoh orang-orang yang menyanjungmu,
Pendekar Slebor! Bila saja mereka tahu siapa kau adanya.
sudah tentu kau akan dikutuk hahis-habisan!!"
Sementara Andika cuma nyengir, Dewi Cadar Biru diamdiam membatin, "Benar dugaanku, dia adalah Pendekar Slebor. Orang yang
diinginkan oleh Manusia Muka Kucing
hingga membunuh orang-orang seperti kakak kandungku
karena tak mau mengatakan di mana Pendekar Slebor
berada. Tetapi yang mengherankanku, mengapa dia tidak
langsung menangkapnya. padahal orang yang dicari sudah
berada di hadapannya."
Bersamaan Dewi Cadar Biru berkata dalam hati, Andika
membuka mulut, "Manusia Kucing Barongl Lebih baik kau berlutut dan mohon ampun
di hadapanku, untuk
kuserahkan pada orang-orang golongan lurus yang akan
mengadilimu!!"
"Huh! Apakah tidak sebaliknya, justru aku yang akan menyerahkan kau untuk
diadili" Pendekar Slebor! Secara
keji kau telah membunuh Malaikat Keadilan! Apakah ini
bukan sebuah bukti dari kcjahatan yang telah kau
lakukan"!"
Terkcjut Andika mendengar ucapan orang. Dewi Cadar
Biru sendiri seketika arahkan pandangannya pada Andika.
Mendadak pula terlihat perempuan yang kondenya dihiasi
ronce mawar ini bergeser dua Iangkah dari sisinya.
Sementara itu Andika mendengus dalam hati, "Keparat! Dia tengah memancing di air keruh! Menilik
ucapannya, jelas kalau dia memang tahu kematian
Malaikat Keadilan! Hmm... bisa jadi memang dialah orang yang telah memhunuh
Malaikat Keadilan dan meletakkan
mayatnya di sisiku hingga Arya Sempala menjadi salah
paham! Celaka betul! Urusan bisa jadi kapiran padahal aku belum tahu niatan apa
sesungguhnya vang ada di hati
Manusia Muka Barong ini"!"
Di lain pihak Dewi Cadar Biru membatin. "Malaikat
Keadilan telah lewas" Dan tewas di tangan Pendekar
Slebor" Oh! Urusan apa yang akan terjadi ini" Kalau
memang Pendekar Slebor orang yang berdiri di jalan
kebenaran. mengapa dia membunuh Malaikat Keadilan"!"
"Hhh! Membunuhmu sekarang bukanlah urusanku, Pendekar
Slebor! Karena secara tidak langsung kau telah
membantuku membunuh orang yang menentang jalanku!
Biarlah orang lain yang akan menghukum seluruh
perbuatanmu yang lelah menewaskan Malaikat Keadilan!
seru Manusia Muka Kucing menyeringai lebar.
"Celakal Dia telah sebarkan fitnah!" desis Pendekar Slebor dalam hati. Diam-diam
diliriknya Dewi Cadar Biru yang masih memperhatikannya. "Bisa berabe kalau
fitnah ini makin tersebar! Huh! Biar kuurus sckarang manusia
celaka ini!!"
Memutuskan demikian, anak muda ini berseru, "Kau
telah dapatkan jalan unluk tutupi belangmu dengan cara tebarkan fitnah padaku.
padahal kaulah yang telah
membunuh Malaikat Keadilan! Sekarang....
"Mengapa kau masih mungkir?" putus Manusia Muka Kucing dengan seringaian
bertambah lebar. "Kebetulan sekali aku melihat perbuatan terkutukmu itu!
Pendekar Slebor! Ternyata kita orang-orang segolongan yang suka
membantai orang-orang golongan putih"! Mengapa kita tak segera bergabung saja"
Dan sasaran pertama, kita bunuh
perempuan bercadar biru itu!!"
. Dewi Cadar Biru yang sejak tadi perhatikan Pendekar
Slebor, lamat lamat pandangannya mulai berbalut
kemarahan. Nuraninya coba buang segala yang tersirat,
namun dia tak kuasa lakukan.
"Keparat! Sungguh tak kusangka kalau Pendekar Slebor telah membunuh Malaikat
Keadilan! Tetapi.. ," perlahan diarahkan pandangannya pada Manusia Muka
Kucingyang masih menyeringai, "Bisa jadi lelaki keparat ini hanya tebarkan filnah belaka!
Huh! Mengapa aku harus
memikirkan soal fitnah celakanya itu" Sudah tentu
Manusia Muka Kucingyang telah membunuhnya!!"
Terdengarsuara Pendekar Slebor. "Dosa-dosa yang kau buat terlalu banyak! Bahkan.
. " Lagi-lagi Manusia Muka Kucingyang mulai melihat
keraguan meliputi wajab Dewi Cadar Biru memotong katakata Pendekar Slebor, "Apakah dehgan ucapan itu kau bermaksud mencuci tangan"
Baik! Bila kau memang tak
mau mengakui perbuatanmu lerhadap Malaikat Keadilan,
jawab beberapa pertanyaanku!!"
"Celaka! Manusia ini benar-benar telah rentangkan
jaring fitnah yang keji!" dengus Andika dalam hati. Tetapi dia berucap pula,
"Apa yang hendak kau lanyakan?"
Manusia Muka Kucing menycringai.
"Apakah Malaikat Keadilan telah mampus?"
Sesaat Andika tak mau menjawab, namun akhirnya dia
buka mulut juga, "Ya! Dia memang telah mati! Kaulah yang membunuhnya"!!"
"O ya?" suara lelaki muka kucing itu sarat dengan ejekan. "Apakah kau melihat
aku yang telah membunuhnya?"
"Tidak! Tetapi aku tahu kalau Kaki Kilat adalah kaki tanganmu! Dialah yang telah
men...." "Dari mana kau bisa mengatakan kalau Kaki Kilat
adalah kaki tanganku" Mengenalnya saja tidak! Pendekar
Slebor.. kau ternyata tak jauh berbeda denganku! Sungguh sangat menyenangkan
karena memiliki kawan tangguh
yang sejalan denganku!!"
"Keparat celaka! Mulutmu sungguh keji!!"
"Dan perbuatanmu yang membuat tewas Malaikat
Keadilan justru meringankan segala keinginanku untuk
membunuhnya! Dewi Cadar Biru, apakah sekarang kau
tetap akan menutupi siapa Pendekar Slebor sebenarnya?"
Mendapati pertanyaan ilu, si perempuan yang di
kondenya melingkar ronce bunga mawar melengak sesaat.
Pandangannya tajam menusuk pada Manusia Muka Kucing
yang sedang tersenyum sinis. Kejap kemudian dia berseru,
"Peduli setan dengan urusannya! Kau tetap akan
naampusdi tangankul!"
"O ya" Dan kau mau mempertahankan selembar nyawa
pemuda itu kendati jelas-jelas dia telah membunuh
Malaikat Keadilan" Hahaha.. kau akan ditohok dari
belakang, Dewi Cadar Biru!!"
"Tutup mulutmu!!" bentak Dewi Cadar Biru. Sesaat diliriknya Pendekar Slebor yang
nampak mulai geram. "Tak akan kupercayai sedikit juga apa yang dikatakan keparat
bermuka kucing itu! Tak akan pernahl!"
Dalam keadaan tak ada yang buka suara. terdengar
tawa Manusia Muka Kucing. "Pendekar Slebor! Mengapa kau pakai berlagak kembali
hah"! Bunuh perempuan
bercadar biru itu! Toh sekarang penyamaranmu sebagai
orang baik-baik telah usai!!"
"Manusia celaka!! Kau hams katakan yang sebenarnya!"
Hahis seruannya, anak muda dari Lembah Kutukan
yang seperti kehilangan omongan, langsung melompat ke
depan dengan jotosan lurus. Sementara itu Dewi Cadar
Biru mulai meyakinkan diri kalau apa yang dikatakan
Manusia Muka Kucing hanyalah fitnahan belaka. Makanya
dia tak lakukan apa-apa di saat pemuda berpakaian hijau pupus itu lancarkan
jotosan pada Manusia Muka Kucing.
Paling tidak. dia juga mengharapkan agar Pendekar Slebor mampu mengatasi manusia
celaka yang telah membunuh
kakak kandungnya dan beberapa pendekar lain.
Di tempatnya, Manusia Muka Kucing tersenyum angker
Dia siap untuk angkat kedua tangannya guna papaki
jotosan Pendekar Slebor. Namun belum lagi serangan
Pendekar Slebor berbenturan dengan kedua tangannya.
mendadak saja terdengar teriakan keras, "Pemuda
keparat!! Kau harus membayar nyawa guruku dengan
nyawamu!" *** 8 Bukan hanya Pendekar Slebor yang urungkan
serangannya pada Manusia Muka Kucing yang segera
palingkan kepala. Dewi Cadar Biru pun segera arahkan
pandangan. Kejap itu pula terdengar suaranya, "Arya Sempala!!"
Orang yang ladi bersuara keras sejenak anggukkan
kepalanya pada Dewi Cadar Biru, "Bibi.,.," desisnya hormat.
Kejap berikutnya, pandangan tajamnya kembali diarahkan
pada Pendekar Slebor. Disusul kata-kata dingin, "Kini aku telah terbebas dari
totokan! Urusan nyawa Guru harus
dituntaskan!!"
Andika sendiri saat itu mengeluh dalam hati, "Kutu kampret! Urusan belum
diselesaikan, sudah mengembang
lebih keruh! Bisa-bisa Dewi Cadar Biru akan mencurigaiku pula sebagai pembunuh
Malaikat Keadilan! Ini gara-gara...."
Kata-kata ilu terputus tatkala tak dilihatnya lagi sosok Manusia Muka Kucing di
tcmpatnya. "Brengsek!" maki anak muda ini lagi dalam hati.
"Rupanya Kucing Barong ilu pcrgunakan kesempatan untuk berlalu! Berabe! Sudah
tentu akan bertambah sukar
jelaskan semua ini pada Arya Sempala!"
Apa yang dipikirkan Andika memang terbukti.
Sesungguhnya. begitu melihat Manusia Muka Kucing lari,
Arya Sempala sudah tak sabar untuk lepaskan serangan
mengingat manusia itulah yang telah membuat
kebahagiaan yang dimiliki bersama dua saudara dan
gurunya menjadi sirna. Namun dikarenakan dia masih
diliputi pikiran kalau yang mcnghabisi nyawa gurunya
adalah pemuda berpakaian hijau pupus di hadapannya,
maka sejenak dilupakan soal Manusia Muka Kucing.
Bahkan tak dihiraukannya kepergian Manusia Muka Kucing
kendati tadi sempat dilihatnya.
"Pemuda keparat! Kali ini kau tak akan bisa lari dari maul yang akan
kuturunkan!!"
"Betul-betul sulit sekarang! Dengan kehadirannya jusiru membuat Manusia Muka
Kucing memiliki kesempatan
melarikan diri! Padahal inilah kescmpatanku untuk
mengetahui apa yang direncanakannya! Huh! Aku tak boleh buang waktu! Akan sulit
menemukan Manusia Muka
Kucing selanjutnya! Sebaiknya. . kucoba untuk
Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjelaskan semua ini pada Arya Sempala!"
Berpikir demikian, anak muda urakan ini segera
berkata. "Arya Sempala... sudah kukatakan kalau kau jangan turuti segala emosi
yang akan menyesatkanmu! Aku sama sekali tak turunkan tangan pada gurumu! Jusiru
aku bermaksud untuk menyelamatkannya dari orang yang
berjuluk Kaki Kilat yang telah menyambarnya!"
"Bukti sudah kulihat di depan mata!"
"Kau hanya melihat aku mcmbopong mayat gurumu,
bukan"! Kau tidak melihat apakah memang aku yang telah
turunkan tangan pada gurumu?"
"Pada kenyataannya. Guru mati di tanganmu!!"
Sebelum Andika buka mulut.Dewi Cadar Biru yang sejak
tadi terdiam buka mulut, "Arya.. mengapa kau bisa mengatakan kalau pemuda inilah
yang telah membunuh
Kakang Malaikat Keadilan?"
"Bibi.. ." sahut Arya Sempala tanpa palingkan kepala,
"Sejak kedatangan pemuda ini dengan menunggangi kuda Paman Guru, keadaan menjadi
kacau balau! Sudah tentu
dia adalah salah seorang kaki tangan Manusia Muka
Kucing yang memang diutus untuk menaiki kuda Paman
Guru yang lelah dibunuhnya! Dengan berlaku sopan dan
membantu mcngobati Guru, dia mencoba menarik
simpatiku, Jaya Lantung dan Werdaning sih! Padahal dia mencari kesempatan untuk
menjalan kan maksudnya!!"
Mendengar ucapan Arya Sempala. Dewi Cadar Biru
sejenak terdiam. Sementara Andika sildah gelisah. Ada
keinginan untuk segera menyusul Manusia Muka Kucing,
tapi diyakininya betul kalau Arya Sempala tak akan
mcmberikan kesempatan padanya. Dan dia berharap agar
dewi Cadar Biru tidak termakan ucapan Manusia Muka
Kucing. Didengarnya lagi suara perempuan setcngah baya yang
masih berparas jelita itu pada Arya Sempala, "Seperti yang dikatakan pemuda ini
tadi, lihatkah kau kalau ia
menurunkan tangan telengas pada Kakang Malaikat
Keadilan" Terlihat tatapan Arya Sempala berbinar tidak senang
mendengar pertanyaan itu. Namun rasa hormatnya pada
Kupu Kupu Iblis 1 Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Maling Romantis 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama