Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing Bagian 3
Dewi Cadar Biru. hampir setara dengan hormatnya pada
Malaikat Keadilan.
Dengan berat hati dia menggelengkan kepalanya.
"Bila memang demikian, bagaimana kau bisa
menuduhnya?" tanya Dewi Cadar Biru yang rupanya masih bisa berpikir jernih.
"Karena... karena.. kulihat Guru telah meninggal dalam bopongannya."
"Dan kau menuduhnya?"
"Ya, Bibi!"
"Arya semula aku juga sempat dibuat bimbang tatkala mendengar ucapan Manusia
Muka Kucing tentang pemuda
ini yang telah membunuh Kakang Malaikat Keadilan.
Tetapi, aku tak dapat mempercayai ucapannya."
"Bibi! Dia adalah antek-antek manusia celaka itu!" seru Arya Sempala sambil
menuding Andika.
Yang dituding cuma mendengus pendek.
Dewi Cadar Biru berkata lagi, "Kau salah besar dalam hal yang satu itu, Arya.
Pemuda ini bukanlah antek-antek Manusia Muka Kucing!"
"Bibi jangan terpengaruh oleh ucapannya!!" sahut Arya Sempala masih berusaha
untuk mempertahankan
pendapatnya. "Dia bahkan belum berucap apa-apa. Tetapi perlu
kauketahui... dialah pemuda yang berjuluk Pendekar
Slebor!!" Mendengar kata-kata bibiriya, Arya Sempala sampai
melengak kaget. Sesaat dia masih arahkan pandangannya
pada Andika. Masih ada binar kcraguan pada mata itu.
."Bibi. . bisa saja dia menyamar sebagai Pendekar
Slebor! Toh Bibi belum pernah berjumpa dengan Pendekar
Slebor!" serunya kemudian.
"Dan untuk membuktikannya, akan kuminta padanya
untuk membunuh Manusia Muka Kucing beserta kaki
tangannya!!"
Arya Sempala arahkan pandangannya lagi pada De?wi
Cadar Biru yang sedang menatapnya pula.
"Tetapi Bibi... apakah...."
Seruan Arya Sempala terputus, tatkala dia melirik
kembali ke tempat di mana Pendekar Slebor berada, sosok pemuda itu lelah lenyap
dari pandangannya. Sesaat
pemuda berwajah agak kasar namun memiliki hati lembut
ini terdiam dengan mulut menganga.
Sikap Arya Sempala memancing perhatian Dewi Cadar
Biru yang segera palingkan kepala ke tempat di. mana
Andika tadi berdiri. Lamat-lamat terlihat kepala perempuan jelita ini
menggeleng-geleng.
"Sungguh luar biasa. Aku bertambah yakin kalau
pemuda itu memang Pendekar Slebor adanya."
"Bibi.. ," terdengar kata-kata Arya Sempala, tidak sekeras tadi. "Kepalaku
semakin berlambah pusing.
Kematian Guru membuatku tak dapat berpikir jernih,
Bibi...." "Arya... apa yang kau lakukan itu sesuatu yang wajar.
sesuatu yang lumrah dan berhak dilakukan oleh siapa pun juga. Beruntunglah
karena kau tak terlalu dalam
terjemurus pada kemarahanmu sendiri. .."
"Maafkan aku. Bibi...."
"Terus terang, aku pun sempat goyah begitu mendengar ucapan Manusia Muka Kucing.
Lelaki itulah yang telah
menjadi pangkal tolak dari bencana ini. Hanya yang tak
kumengerti, beberapa waklu lalu dia membunuhi siapa
saja yang tidak bisa atau tidak mau mengatakan di mana
Pendekar Slebor berada. Tetapi, mengapa di saat berjumpa dengan pemuda yang
dicarinya dia justru tidak berbuat
apa-apa" Sungguh, aku tidak mengerti tentang semua
ini...." Tak ada yang keluarkan suara. Arya Sempala masih
berdiri mematung. Dia masih lak bisa percayai keterangan bibinya sekaligus
pandangannya karena hanya sekejap dia palingkan kepala pada Dewi Cadar Biru
sebelum arahkan
kembali pada sosok Pendekar Slebor. Namun pemuda itu
sudah tak ada di lempatnya.
Didengarnya suara Dewi Cadar Biru, "Arya.. ke mana Jaya Lantung dan
Werdaningsih?"
Arya Sempala segera cerilakan apa yang terjadi
sebelumnya. Setelah itu Dewi Cadar Biru berkata lagi,
"Lebih baik, kita bersama-sama menyusuri jejak Manusia Muka Kucing!!"
Tanpa menunggu jawaban dari pemuda ilu, perempuan
yang pada kondenya dikelilingi untaian mawar merah
sudah berkelebat. Arya Sempala tarik napas dulu sesaat sebelum menyusul bibinya.
Tatkala senja hampir berujung dan mcmasuki satu
kawasan penuh berumput, Jaya Lantung memperlambat
larinya. Di sebelah kanannya, Werdaningsih melakukan hal yang sama.Sekitar
berjarak seratus tombak, Gunung
Kerambang tetap berdiri tegak.
Melewati separuh tempat berumput, mendadak Jaya
Lantung hentikan larinya dengan tangan kanan terangkat
memberi tanda pada Werdaningsih. Wcrdaningsih yang
mengerti mengapa Jaya Lantung hentikan larinya. tegak di samping pemuda itu.
"Kalau sebelumnya kita lihat satu bayangan hijau
berkelebat, kali ini bayangan merah-merah," desis Jaya Lantung dengan mata agak
menyipit ke depan.
"Kang Jaya... ingatkah kau akan seorang lelaki biadab yang kenakan pakaian merah
merah?" tanya Werdaningsih yang juga melihat bayangan merah berkelebat sejarak
sepuluh tombak dari saat mereka berlari tadi.
Jaya Lantung sesaat tak buka mulut. Kcjap kemudian
dia mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Kaki Kilat!" desisnya kemudian. "Werda! Manusia itu
adalah kaki tangan Manusia Muka Kucing! Ayo, kita susul dia!!"
Habis katakatanya, Jaya Lantung segera melompat ke
depan dan berlari kembali. Werdaningsih pun bergerak
pula. Bayangan merah yang berkelebat tadi dan memang
Kaki Kilat adanya, rupanya sempal pula melihat kehadiran kedua remaja itu.
Sambil berlari dia berpikir. "Hmmm...
kalau tidak salah lihat, mereka adalah murid- murid
Malaikat Keadilan. Huh! Bila saja Malaikat Keadilan belum mampus, sudah
kuganyang keduanya! Tetapi lebih baik
aku menuju Gunung Kerambang. Memang sulit mengejar
Manusia Muka Kucing yang larinya sangat cepat. Hmmm...
hingga saat ini, aku belum tahu apa yang di nginkan oleh lelaki muka kucing itu.
Baiknya, kucoba mencari
keterangan. . "
Berpikir demikian, Kaki Kilat terus berlari.
Di belakang, Jaya Lantung dan Werdaningsih kerahkan
ilmu peringan tubuh yang mereka miliki. Namun Kaki Kilat yang mempunyai ilmu
peringan tubuh lebih tinggi
ketimbang tenaga dalam yang dimilikinya, sudah tentu tak akan tersusul oleh
kedua murid Malaikat Keadilan itu.
Sambil terus kerahkan ilmu peringan tubuh, keduanya
mendengar suara letupan yang sangat keras. Dan letupan
yang terjadi ilu justru menambah semangat keduanya.
Di satu tcmpat, keduanya berhasil melihat sosok Kaki
Kilat. Bukan dikarenakan mereka lebih cepat berlari dari Kaki Kilat, melainkan
karena Kaki Kilat sedang tegak
berdiri sambil memandang lak berkedip ke depan.
Sejarak sepuluh Iangkah dari tempatnya berdiri,
nampak scbuah lubang menganga di atas tanah yang di
bagian samping kanan kirinya ditumbuhi rumput tebal. Di sekitar lubang tcrlihat
hamburan tanah tak beraturan.
"Sialan! Siapa yang harusan lepaskan serangan padaku?" desis lelaki berpakaian merah merah ini dengan tatapan waspada.
Rupanya, di saat Kaki Kilat terus berlari, mendadak saja
serangkum angin deras menderu. Bukan ke arahnya,
melainkan pada tanah di depannya yang langsung
terhantam rengkah.
Kejap ilu pula Kaki Kilat palingkan kcpala ke kanan, dari mana datangnya
gelombang angin tadi. Matanya tetap tak
berkedip. Menyusul desisannya bernada jengkel terdengar,
"Jahanam! Tak ada batu besar di sini, tak ada pohon yang dapat mengganggu
pandangan kecuali rumput setinggi
lutut. Seharusnya orang iseng yang lepaskan serangan
dapat kulihat sosoknya. Tetapi dia justru tak nampak di depan mataku."
Kembali lelaki berkumis tebal dengan luka di pipi kanan ini edarkan pandangan ke
sekelilingnya. Yang nampak di matanya hanyalah jajaran rerumputan setinggi lutut
belaka. Angin senja terus berhembus, mulai terasa dingin.
Selang tiga tarikan napas berikutnya, Jaya Lantung dan
Werdaningsih yang mengejar lelaki itu telah tiba. Masing-masing orang segera
hentikan larinya sejarak
dua i irtojK uari tempat Kaki Kilal berdiri.
Jaya Lantung langsung keluarkan bentakan, "Rupanya memang benar. kalau manusia
celaka seperti kaulah yang
berlari seperti diburu setan!"
Kaki Kilat bersuara tanpa putar tubuh, "Jaya Lantung!
Tak kuhendaki lagi nyawamu dan nyawa gadis itu! Tetapi.
aku menghendaki tubuh gadis itu!!"
"Jahanam!!" maki Werdaningsih geram. "Lebih baik kau mampus. Manusia Keparat!!"
Tangan kanannya segera diangkat dan didorong
kedepan. Serta-merta mcnghampar gelombang angin yang
keluarkan suara nienggemuruh ke arah Kaki Kilat.
Kaki Kilat yang masih berdiri tegak membelakangi
keduanya, hanya mendengus pendek. Kejap ilu pula dia
segera menggeser kaki kirinya ke samping. Gelombang
angin yang dikeluar dari dorongan tangan kanan
Werdaningsih menghantam tempat kosong.
Namun gadis yang sudah marah mendengar ucapan
kotor Kaki Kilat, sudah mencelat ke depan dengan jotosan
tangan kanan dan kiri.
Kaki Kilat yang sebenarnya sudah tak berkeinginan
membunuh kedua remaja ini karena Malaikat Keadilan
telah mampus, kembali mendengus. Bersamaan jotosan
tangan kanan kiri Werdaningsih siap hantam punggungnya, dia segera berhalik dan
gerakkan kedua tangannya pula.
Buukk! Buuukk! Bcnturan dua pasang tangan itu terjadi. Begitu
berbenturan, sosok Werdaningsih agak surut tiga tindak ke belakang, sementara
Kaki Kilat tetap legak. Pandangannya begitu gusar sekali. Namun lelaki berkumis
tebal ini tak segera buka mulut, karena dia masih memikirkan tentang
orang yang sebelumnya lepaskan serangan dan secara tak
langsung halangi langkahnya.
Melihat Werdaningsih surut, Jaya Lantung segera
mencelat ke depan. Anak muda gagah ini tak mau
bertindak ayal.Dia langsung keluarkan jurus 'Tebar Cahaya Maut' yang serta-merta
kedua tangannya membias cahaya
bening. Saat itu pula disertai teriakan mengguntur. tangan
kanan dan kirinya didorong ke depan. Dua cahaya bening
segera menggebrak cepat.
Tcrsentak Kaki Kilat mendapati betapa ganasnya dua
cahaya bening yang diiringi gemuruh angin itu mengarah
padanya. Tetapi rupanya leiaki berpakaian merah ini tak mau bertindak ayal. Dia
segera mendorong kedua
tangannya pula ke depan.
Blaaarrl! Letupan keras terdengar begitu gelombang angin yang
keluar dari dorongan kedua tangan Kaki Kilat bertemu
dengan cahaya bening yang dilepaskan Jaya Lantung.
Kontan cahaya itu muncrat ke udara.
Kendati berhasil atasi dorongan dua cahaya bening tadi, sosok leiaki berkumis
tebal ini terhuyung ke belakang. Dan belum lagi dia berdiri tegak. Werdaningsih
sudah lakukan serangan yang sama dengan Jaya Lantung.
"Terkutuk!!" maki Kaki Kilat mulai geram. Kalau tadi dia
tak ingin membunuh keduanya, kali ini niatan itu lenyap.
Namun untuk maju mendekat lancarkan serangan,
sudah tentu lak mudah dilakukan. Karena seranganserangan cahaya bening discrtai labrakan angin keras yang dilepaskan kedua murid
Malaikat Keadilan itu terus
menutupi gerakan Kaki Kilat.
Hanya karena ilmu peringan tubuh yang dimilikinya
lebih tinggi saja, hingga saat ini Kaki Kilat masih bisa hindari setiap
serangannya. Namun seliap kali dia
mencoba maju dengan lancarkan tendangan kedua
kakinya yang sangat cepat. kejap itu pula dia langsung mundur karena cahayacahaya bening telah melingkari
setiap langkahnya.
"Celaka!! Kalau kubiarkan begini, aku bisa konyol!!"
Mendadak saja begitu serangan cahaya-cahaya bening
ilu menderu kembali ke arahnya, Kaki Kilat langsung
membuang tubuh ke belakang. Bersamaan kedua kakinya
menjejak tanah, tubuhnya langsung mencelat ke belakang
dan langsung mencelat ke depan dengan memhuat
gerakan setengah lingkaran kc samping kanan.
Kejap ilu pula kedua kakinya menderu, bergerak
dengan tubuh seperti meluncur namun kedua kaki mendahului. "Kalian akan mampus menyusul guru kalian!!"
Terkesiap Werdaningsih karena serangan itu mengarah padanya, lebih kaget lagi mendengar ucapan Kaki
Kilat. Terburu-buru dia merunduk untuk hindari hajaran
kedua kaki lawan yang mengarah pada kepalanya.
Namun begitu dia merunduk, kedua kaki lelaki berumis
tebal yang dapat bergerak laksana kilat kembali bergerak.
Kali ini kedua tangan lelaki itu berpijak pada tanah.
sementara kedua kakinya menyepak laksana seekor kuda
liar. Bahkan gerakannya lebih cepat dan ganas.
Melihat bahaya yang akan menimpa adik
seperguruannya, Jaya Lantung cepat kibaskan tangan
kanannya. Wuuuttil l Cahaya bening melabrak ke arah kaki leiaki berkumis
tebal yang kejap itu pula segera tarik pulang kedua
kakinya. Akan tetapi, kaki kirinya masih sempat mendarat pada lutut Werdaningsih
yang seketika terjengkang ke
depan. Bila saja Jaya Lantung tak bergerak sigap, dapat dipastikan kalau
Werdaningsih akan terjerembab.
Dan itulah keuntungan yang didapat Kaki Kilat. Begitu
Jaya Lantung menangkap tubuh Werdaningsih, kaki kanan
kirinya kembali bergerak.
Terkejut Jaya Lantung berusaha untuk menghindar
Namun karena kaki kanan kiri lawan lebih cepat dari
gerakannya, tanpa ampun lagi punggungnya terhantam
Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dua kali. Tersungkur pemuda berbaju putih ini ke depan.
Kesempatan semacam itu sudah tentu tak disia-siakan
oleh Kaki Kilat, yang serta-merta melesat ke depan.
Akan tetapi, satu papakan yang cukup keras
menghentikan serangannya dan membuatnya mundur ke
belakang. Serta-merta kepalanya diarahkan ke kanan. Ker jap itu pula terdengar
geramannya dengan kedua tinju kuat terkepal. Menyusul bentakannya, "Keparat!
Rupanya kau belum puas kubuat pingsan waktu iiu, Pendekar Slebor!!"
*** 9 Orang yang tadi membuat Kaki Kilat urungkan niat
untuk menghantam Jaya Lantung dan memang Pendekar
Slebor adanya, cuma nyengir saja sambil garuk- garuk
kcpalanya. Sementara itu, Jaya Lantung yang telah
balikkan tubuh dan bersiaga bila ada serangan yang
datang kembali padanya, nampak beliakkan matanya. Tak
jauh darinya Werdaningsih terdiam dengan kening
berkerut. Gadis berkucir kuda yang sama sekali tak melihat
gerakan yang dilakukan pemuda berpakaian hijau pupus
itu di saat halangi niat Kaki Kilat berkata dalam hati,
"Diakah orangnya?"
Cukup lama gadis ini menatap Pendekar Slebor
sebelum mencelat mendekati Jaya Lantung. Sambil
membantu pemuda itu untuk berdiri dia bcrbisik, "Kang Jaya.. tidakkah kau dengar
kata-kata lelaki celaka itu tadi?"
Masih pandangi pemuda berpakaian hijau pupus yang
nyengir itu, Jaya Lantung angguk-anggukkan kepalanya.
"Pendekar Slebor. .," desisnya pelan.
"Ingatkah kau mengapa Guru sampai terlibat urusan
dengan Manusia Muka Kucing?" tanya Werdaningsih pelan.
pandangannya pun masih ditujukan pada Andika.
"Ya. Manusia Muka Kucing memaksa Guru mengatakan
di mana Pendekar Slehor berada."
"Dan tidak tahunya.. pemuda yang telah menolong
Guru waktu itu, adalah Pendekar Slebor, Kang Jaya."
"Ya, aku dan Kang Arya telah salah menduga siapa dia sebenarnya. Ternyata.. dia
bukanlah salah seorang antek dari Manusia Muka Kucing, melainkan orang yang
justru dicari manusia celaka itu. . "
Sementara keduanya berbisik-bisik dengan pandangan
tetap mengarah pada Pendekar Slebor, Kaki Kilat maju dua langkah ke muka.
Sepasang pelipisnya bergerak-gerak
hingga luka pada pipi kanannya seperti membuka
menutup. Dengan sorot mata tajam, dia berucap dingin,
"Benar-benar pemuda celaka! Rupanya kau belum puas kubuat pingsan"!"
Mendengar bentakan orang, anak muda urakan itu
cuma angkat sepasang alis hitamnya. Lalu katanya
berseloroh, "Ah, kenapa bicara begitu'.' Aku jadi malu"
Ngomong-ngomong.. siapa sih yang telah mencelaka kan
orang-orangmu itu?"
"Kalau waktu itu kau kubiarkan hidup, kali ini kau akan mampus!!" geram Kaki
Kilat tanpa hiraukan pertanyaan Andika.
"Wah! Mana bisa begitu" Kan waktu itu aku cuma pura-pura saja," sahut Andika
sambil angkat sepasang alis hitamnya. "Eh, ngomong-ngomong lagi. . kau yang
telah membunuh Malaikat Keadilan, ya" Bagus kalau kau
mengaku!!"
"Dan kau akan menyusul manusia celaka itu ke
akherat!!" sengat Kaki Kilat seraya menerjang ke depan.
Kaki kanan kirinya sudah bergerak. seolah menjelma
menjadi puluhan.
Namun belum lagi serangan itu kena sasarannya,
Werdaningsih sudah memotong dengan satu dorongan
keras. Serangkum cahaya bening yang keluarkan angin
gcmuruh mcmbuat lesatan tubuh Kaki Kilat menjadi urung.
"Jahanam!!"
Bersamaan terdengur suara letupan tatkala cahaya
bening yang keluar dari dorongan kedua tangan
Werdaningsih menghantam tanah yang seketika
terbongkar ke udara, dengan tangan kanan menumpu
pada tanah. Kaki Kilat sudah mencelat. Kali ini kedua
kakinya bergerak ke atas, siap hantam kcpala
Werdaningsih. Terkesiap Werdaningsih yang sedang lancarkan
gempuran kembali. Sambil berseru tertahan, gadis berkucir kuda ini melompat
mundur. Namun tanpa disangkanya,
Kaki Kilat mengejar dengan kedua kakinya yang bergerak
Gepat dan keluarkan desingan angin kuat.
Werdaningsih kali ini benar-henar memekik. Jaya
Lantung yang siap melompat untuk menahan serangan
lelaki berpakaian merah merah itu, hanya bisa lakukan
gerakan dua tindak ke depan. Karena mendadak saja
dilihatnya satu bayangan hijau lelah mencelat mendahului. Tangan kanan bayangan hijau ilu memukul kaki kanan
Kaki Kilat, menyusul kaki kirinya menyepak paha kiri si Kaki Kilat. Tanpa ampun
lagi, lelaki tinggi besar ilu
langsung terbanting ke tanah.
Menyusul didengarnya suara mengejek. "Busyet! Kupikir ada nangka busuk"! Eh,
tidak lahunya tikus busuk!!"
Mengkelap wajah Kaki Kilat mendengar ejekan dari si
Bayangan Hijau yang tak lain Pendekar Slebor. Sambil
gelengkan kepala cepat disertai gerengan penuh amarah.
lelaki tinggi besar ini cepat berdiri. Namun baru saja dia lakukan, mendadak
sosoknya terjatuh kembali.
"Gila!!" desisnya keras karena dirasakan satu sengatan listrik pada kaki
kanannya. Tanpa sadar tangan kanan kirinya memegang paha nya.
Wajahnya sekelika berubah memucat. Untuk sesaat lelaki
tinggi besar ini terkcjut menyadari apa yang terjadi pada dirinya. Namun kejap
itu pula dia angkat kepalanya disertai seruan, "Pemuda keparat!! Kau telah
menotokku, hah'.'!!"
Melihat hal itu. Pendekar Slebor yang tadi memukul
kemudian dengan gerakan cepat lakukan sebuah totokan
pada paha Kaki Kilat dengan pergunakan tenaga Inti Petir tingkat kesembilan,
cuma nyengir saja.
"Waduhl Kenapa sih" Kok selalu aku yang disalahkan?"
serunya sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal
"Daripada kau marah-marah begitu, lebih baik katakan saja. di mana Manusia
Kucing Barong tinggal"!"
"Hhhh! Tak sepatah kata pun akan terucap dari mulutku untuk menjadi seorang
pengkhianat' "Ya, kalau mau begitu, tidak apa-apa. Tetapi rasanya lebih asyik, bila kau
kubuat berjingkat-jingkat'"
Memucat wajah Kaki Kilat mendengar ucapan Pendekar
Slebor. "Terkutuk! Gerakan yang dilakukan pemuda ini sungguh Iihai dan cepat! Tenaganya
seperti memiliki tenaga petir yang mengerikan! Apakah tenaga itu yang diinginkan
oleh Manusia Muka Kucing Keparat!! Sampai hari ini pun aku belum tahu apa yang
dihendaki Manusia Muka Kucing
padanya" Dan sialnya aku sudah dalam keadaan setengah
tak berdaya seperti ini!"
"Wah wah! Kau kok belum menjawab juga, ya" Kalau
begitu sebaiknya...."
Kata kata Andika terputus tatkala terdengar teriakan
mengguntur dari Werdaningsih. Rupanya, gadis jelita yang kini tahu kalau gurunya
telah tewas dibunuh Kaki ilat
sudah menderu ke depan
Lesatan tubuhnya begitu cepat sekali hingga yang
nampak hanya bayangan belaka. Tangan kanan kirinya
nampak keluarkan cahaya bening.
Andika yang hendak mencoba mengorek keterangan
dari Kaki Kilat, tersentak melihat maut yang akan
diturunkan Werdaningsih pada Kaki Kilat. Cepat anak
muda urakan ini hempos tubuh untuk menahan serangan
Werdaningsih Namun dua gelombang angin dipadu dua cahaya bening
lainnya sudah mcngarah padanya. Rupanya, kendati kini
menyadari siapa pemuda berhaju hijau pupus adanya, Jaya Lantungjuga tak ingin
pemuda itu halangi maksud
Werdaningsih Dia juga geram menyadari gurunya telah
tewas. "Heiiii!!"
Lesatan lubuh Andika seketika tertahan karena dia
harus mcnghindar dulu. Kejap itu pula dengan cepat
pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini
gerakkan tangannya ke depan.
Blaaammm!! Dua cahaya bening itu. langsung muncrat berantakan
begitu mcnghantam kedua tangannya yang ditekuk ke atas
dan telah dialiri tenaga "Inti Petir". Namun karena
gerakannya sempat tertahan, maka Andika tak mampu
untuk tahan serangan Werdaningsih pada Kaki Kilat.
Kaki Kilat sendiri yang merasa masih nyeri pada kaki
kanannya, cuma dapat gerakkan kaki kiri, berupaya untuk menahan gempuran
Werdaningsih. Dia memang dapat
melakukannya. Namun tak seberapa kuat. Dan berarti dia
tak mampu menolong dirinya dari gempuran Werdaningsih.
Maka tanpa ampun lagi. pukulan Werdaningsih
menghantam telak dadanya, Seketika tubuh lelaki tinggi
besar itu terseret ke belakang dan langsung rebah di atas tanah dengan napas
kembang kempis. Sesaat nampak
mulutnya menggembung. Kejap kemudian, dia melengak
ke depan. Serta-merta menyembur darah agak hitam tanda
dia terluka dalam. Sehagian membasahi pakaiannya yang
semakin pekat berwarna merah.
Tahanl!" desis Andika begitu dilihatnya Werdaningsih kembali memburu ke arah
Kaki Kilat. Gadis itu menahan langkahnya dan herpaling. Sesaat
pandangannya tajam menatap, menyusul kata-katanya,
"Kenapa kau menahanku?"
"Werdaningsih. . aku tahu. pukulan yang telah kau
lancarkan tak mematikan, hanya bermaksud untuk menyiksa lelaki itu. Tetapi. apakah dengan yang kau lakukan itu kau justru merasa
senang" Atau, kau melakukannya
dengan maksud membalas sakit hati gurumu?"
Terkejut Werdaningsih mendengar kata-kata pemuda
yang berdiri sejarak delapan tindak dari tempatnya berdiri.
Untuk sesaat dia memandang dengan sepasang mata agak
membuka. Di lain saat dia membatin, "Luar biasa! Dia tahu kalau pukulanku tidak
mematikan! Dan dia tahu kalau aku bermaksud untuk menyiksa lelaki keparat itu!
Sungguh hebat!" Apa yang dibatinkan Jaya Lantung pun sebenarnya tak
jauh berbeda. dalam arti keterkejutan. Namun
keterkejutannya lain sama sekali.
"Gila! Aku tidak tahu maksud Werdaningsih! Yang
kutahu kalau dia ingin membunuh lelaki jahanam itu!
Tetapi. . pemuda yang kutaksir usianya tak jauh berbeda denganku dapat
mengetahui kalau pukulan yang dilakukan Werdaningsih lidak mematikanl Sungguh
luar biasa! Pantas kalau Manusia Muka Kucing bermaksud
mencarinya. Sudah tentu dengan tujuan membunuhnya!!"
Sementara itu, Andika cuma nyengir saja. Anak muda ini
sebenarnya semula tidak menyadari kalau pukulan
Werdaningsih tidak mematikan. Itu baru disadarinya
tatkala dirasakan gerakan yang dilakukan Werdaningsih
lebih dekat. Kejap kemudian dia berkata. "Lelaki itu yang kutahu adalah kaki tangan Manusia
Muka Kucing. Sementara
hingga saat ini aku belum mengetahui apa maksud dari
Manusia Muka Kucing sebenarnya mencariku. Karena, di
saat berjumpa denganku, dia tak lakukan apa- apa...."
Bukan hanya Jaya Lantung dan Werdaningsih yang
arahkan pandangan. Kaki Kilat yang masih tergelelak
dengan dada terasa sakit dan sesak, berusaha untuk
angkat kepala memandang pada Pendekar Slebor. Namun
keinginan itu tak kuasa dilakukannya, karena saat dia
mencoba mengangkat kepala, dadanya seperti kian
tertusuk. "Pendekar Slebor. .," desis Werdaningsih kemudian.
Sebelum dilanjutkan kata-katanya, gadis ini tarik napas pendek, seolah tindih
kepedihan yang dirasakan tentang
nasib gurunya. "Mengapa kau berkata demikian" Apakah kau berjumpa dongan Manusia
Muka Kucing?" Andika
anggukkan kepalanya. Lalu diceritakan tentang fitnah yang dialaminya dan
kejadian dengan Arya Sempala dan Dewi
Cadar Biru. "Jadi Kang Arya sudah bertemu dengan Bibi Dewi Cadar Biru," kala Werdaningsih
dalam hati. "Tetapi, bila memang Manusia Muka Kucing menginginkan Pendekar
Slebor, mengapa di saat berjumpa dengan pemuda yang dicarinya
dia tak lakukan tindakan apa-apa?"
Sementara ilu Jaya Lantung membatin "Semuanya
semakin hertambah memusingkan. Sepak terjang telengas
yang dilakukan Manusia Muka Kucing, ternyata masih
membingungkan. Scbab-sebab dia lakukan tindakan keji
itu dikarenakan menginginkan Pendekar Slebor Tetapi.
mengapa dia tak mclakukan apa-apa?"
Bukan hanya kedua remaja itu saja yang memikirkan
keheranan yang terjadi. Andika sendiri sampai saat ini
masih tak bisa mengerti apa yang sebenarnya di nginkan oleh Manusia Muka Kucing.
Masalah telah jelas. namun di balik semua masalah itu. masih ada pertanyaan yang
tersembunyi dan dibutuhkan jawabannya.
Tanpa hiraukan pandangan Jaya Lanlung dan Werdaningsih, anak muda berambut gondrong acak-acakan ini
melangkah mendekati Kaki Kilat yang langsung berseru
geram, "Bunuh aku bila kau jantan hah"!"
"Busyet! Apa tidak salah kau omong, nih" Mana bisa kutunjukkan apakah aku jantan
atau betina bila ada
seorang gadis di sini" Wah! Yang benar saja kalau
ngomong!!" sahut Andika sambil berlutut.
Tindakan yang dilakukannya justru membuat Kaki Kilat
berteriak-teriak. Dalam teriakannya ada nada ketakutan
yang kentara. Sementara itu Jaya Lantung dan Werdaningsih memandang lak berkedip.
Jaya Lantung berkata dalam hati, "Hmmm... rupanya
pemuda itu hendak menyiksa Kaki Kilat! Bagus! Aku sangat senang sekali bila dia
Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melakukannya!"
Werdaningsih membatin, "Kalau memang Pendekar
Slebor bermaksud menyiksa Kaki Kilat. ini sebuah
pemandangan yang mengasyikan! Lelaki celaka itu lelah
membunuh Guru! Tak seharusnya memang diberi hati!
Lebih enak bila disiksa dulu baru kemudian dibunuh!!"
Namun yang diperkirakan keduanya, sungguh berbeda
sama sekali dengan apa yang akan dilakukan Andika.
*** 10 Dengan cengiran di bihir anak muda dari Lembah
Kutukan itu mcmegang tangan kanan dan kiri Kaki Kilat.
"Jahanam! Lepaskan tanganku, hah"! Lepaskan!!" seru Kaki Kilat keras sambil
berusaha tarik kedua tangannya.
Namun karena dia tak memiliki tenaga lagi, gerakan yang dilakukannya hanya
berupa tarikan lembut saja.
Bila pun dia masih memiliki tenaga dalam, tak akan
mungkin dapat melepaskan diri dari pegangan kedua
tangan Andika bila anak muda ini alirkan tenaga 'Inti Petir'.
"Kau ini kenapa sih" Baru juga dipegang sudah begini"
Apalagi kujitak kepalamu, hah"!"
"Bunuh saja aku! Bunuh saja!!"
"Busyet! Membunuhmu sangat gampang sekali
kulakukan! Tetapi. kenapa kau tidak diam saja sih"!"
Andika yang bermaksud untuk menolong Kaki Kilat dari
siksaan yang dirasakannya sendiri, lamat-lamat alirkan tenaga 'Inti Petir'
melalui kedua pergelangan tangan Kaki Kilat.
Kaki Kilat yang semula meminta di lepaskan, kali Ini
terdiam tanda hawa hangat mengaliri sekujur tubuhnya.
Wajahnya yang tadi memucat nampak mulai memerah
kembali. Napasnya pun dirasakan agak longgar. Mendadak
dirasakan ada satu dorongan keras dari bawah perulnya
yang menyeruak naik ke atas. Dan. .
"Huaaakk!!"
"Wah! Bagus tuh! Ayo, lakukan sekali lagi! Habiskan darah hitammu ilu!!"
Kali ini Andika menekan urat nadi yang ada di tangan
kanan kiri Kaki Kilat dengan jempolnya. Tubuh Kaki Kilat serentak meregang kaku
dan dari mulutnya keluar teriakan kesakitan.
"Busyet! Kolokan amat sih kau ini"!"
Bersamaan Andika lepaskan tekanan pada tangan
kanan kiri Kaki Kilat. lelaki tinggi besar ini muntah darah kembali. Namun rasa
segar mulai dirasakan.
Di tempatnya, Jaya Lanlung berpandangan dengan
Werdaningsih. Sesaat masing-masing orang tak dapat
percayai apa yang mereka lihat. Pemuda berpakaian hijau pupus yang lelah dibuat
morat-maril dengan kejadian demi kejadian yang mcnyesatkan sekaligus mengerikan,
telah menolong salah seorang yang telah mencelakakan dirinya.
"Gila! Ternyala tak sama dengan yang kuduga! Sungguh suatu sikap aneh sekaligus
bijaksana! Tak seharusnya
Pendekar Slebor menolong orang yang telah
mencelakakannya! Dari yang diceritakannya tadi, Kang
Arya masih diliputi rasa percaya kalau pemuda itulah yang telah membunuh Guru,
karena dilihatnya pemuda itu
sedang membopong mayat Guru. Ah.. aku jadi malu bila
mengingat bagaimana aku menuduhnya sebagai kaki
tangan Manusia Muka Kucing. Justru dia adalah pendekar
besar yang kesohor. Bila saja sebelumnya aku telah
mengenalnya sudah tentu tak akan terjadi ke- salah
pahaman seperti sebelumnya," kata Jaya Lantung dalam hati.
Di lain pihak Werdaningsih membatin, "Tak salah bila dia adalah sen rang
pendekar besar. Kuharap. . kami dapat menggantungkan harapan padanya untuk mengqar dan mcnangkap Manusia Muka Kucing. Dan menjernihkan
mnsalah titnah yang melekat pada dirinya, karena Kang
Arya Sempala masih terkena litnahan itu."
Sementara itu Andika sedang berkata pada Kaki Kilat,
"Nah, kau telah sembuh sekarang. Silakan kau berlalu dari hadapanku dan baikbaiklah bawa diri."
Kaki Kilat yang sebelumnya tak menyangka kalau
pemuda yang ingin dibunuhnya justru menolong, menahan
sesuatu yang bcrgejolak dalam dadanya Namun dasar
manusia jahat tak ada rasa terima kasihnya sekali pun.
Dia segera berdiri, akan tetapi langsung sempoyongan
dan ambruk kembali.
"Keparat!! Kau belum membuka totokanmu pada
kakiku!!" sentaknva keras.
Andika cuma tersenyum.
"Jangan terlalu manja mcngharapkan pertolongan orang lain. Kerahkan sedikit
tenaga dalammu, maka totokan ilu akan terlepas." Habis berkata begitu dia
bcrpaling pada Jaya Lantung dan Werdaningsih. "Kurasa.. sebaiknya kita berpisah
di sini. Aku tetap ingin tahu apa yang
direncanakan Manusia Muka Kucing sebenarnya."
"Bagaimana dengan manusia tak tahu berterimakasih
ilu?" tanya Jaya Lantung sambil lempar pandangan tajam pada Kaki Kilat.
"Kita tak berhak untuk cabut nyawanya. Biarkan dia hidup. karena kehidupan masih
membentang di hadapannya..."
Sementara itu Kaki Kilat sedang alirkan tenaga
dalamnya pada kaki kanannya. Selesai dialirkan, dirasakan sengatan yang seliap
kali dia mencoba berdiri muncul
kembali, lenyap sama sekali.
"Hhhh! Keparat busuk! Rupanya dia tak memiliki
kehebatan sama sekali! Totokannya dengan mudah dapat
kulepaskan!!" katanya dalam hali.
Sungguh bodoh sebenarnya Kaki Kilat. Kalaupun dia
dapat lepaskan totokan Pendekar Slebor, ini disebabkan si anak muda lelah
lepaskan totokan itu melalui tenaga Inti Petir' yang tadi dialirkannya. Bila
saja tak dilakukan hal itu, jangankan untuk membebaskan diri dari lotokan,
mengetahui letak totokan itu saja tak mungkin
ditcmukannya. Merasa dirinya telah terbebas dari totokan dan meiliki
kekualannya kembali, mendadak saja Kaki Kilat mencelat
ke depan dengan gerakkan kaki kanan kirinya yang sertamerta limbulkan angin berkesiur.
"Mampuslah kau. Pendekar Slebor!!"
Mendapati apa yang dilakukan Kiiki Kilal. Andika
mendengus. "Kutu monyet! Benar henar manusia tak tahu diuntung!"
Serentak diangkat tangan kanannya.
Bukk! Bukkk! Setelah tangan kanannya halangi dua tendangan
sekaligus dari Kaki Kilat, kali ini Andika tidak mau
berlindak ayal. Mendadak saja dia putar tubuhnya
setengah sempoyongan. Bersamaan dengan itu. tangan
kirinya dijotoskan ke depan. Kaki Kilat dapat hindari
jotosan itu dengan miringkan tubuh bersamaan kaki kanan kirinya menyapu kc
bagian hawah. Hanya dengan satu loncatan pendek. Andika berhasil
lepaskan diri dari serangan lawan. Bukan hanya sampai di sana saja yang
dilakukannya. Begitu dia melompat. kaki
kanannya langsung dijejakkan, kencang ke kaki kanan
lawan. "Gilaaaa!!" maki Kaki Kilat sambil menarik pulang kedua kakinya dan bergulingan
menjauh. Akan tetapi, Jaya Lantung yang merasa tak dapat tahan
lagi amarahnya melihat sikap Kaki Kilat, langsung
menerjang dengan kedua tangan yang telah dialirkan jurus
'Tebar Cahaya Maut'.
Tanpa ampun lagi, dada Kaki Kilal telak terhantam
jotosan keras itu. Saat itu pula tubuhnya meluncur deras ke belakang. Masih
dalam keadaan terhuyung,
dirasakannya dua cahaya bening lainnya menggebrak ke
arah kedua kakinya. Dan. .
"Aaaakhhhhh!!" pekikan tertahan Kaki Kilat terdengar keras begitu kedua kakinya
telak terhantam.
Saat itu pula sosoknya ambruk berdebam di atas
rumput yang sebagian rebah dan sebagian lagi tercabut
beterbangan ke udara. Tubuhnya masih mengejut-ngejut
menahan sakit pada kedua kakinya yang remuk. Wajah
lelaki berpakaian merah ini kembali memucat. Bibirnya
digigit kuat-kuat untuk menahan sakil. hingga tanpa
disadarinya sampai alirkan darah.
"Pendekar Slebor! Tak perlu lagi membantu manusia
celaka seperti dia!" seru Jaya Lantung keras.
Andika cuma anggukkan kepala.
Sekejap kemudian, sosoknya pun sudah berkelebat
meninggalkan tempat itu
Sepeninggal Pendekar Slebor, Jaya lantung
menghampiri Kaki Kilat yang dari mulut serta hidungnya
alirkan darah hitam.
"Kau tak pernah tahu apa arti terima kasih. Seharusnya kau sadar, dengan
pertolongan yang diberikan Pendekar
Slebor, kau urungkan seluruh niat jahat dan kau tutup
segera hati busukmu dari setiap kejahatan!!"
Kaki Kilat yang masih menahan sakit, mendengus
dingin. "Jangan mengguruiku!!"
Mengkelap wajah Jaya Lantung mendengar ucapan
orang. Hampir saja dia lancarkan pukulannya lagi bila saja Werdaningsih yang
sudah mendekat tidak keluarkan suara,
"Tahan, Kang Jaya! Biarkan manusia itu terbaring tanpa daya! Biar dia merasakan
bagaimana tersiksanya lumpuh
seperti itu! Sebaiknya, kita ikuti saja Pendekar Slebor!
Barangkali saja akan membawa kita pada Kakang Arya
Sempala dan Bibi Dewi Cadar Biru Bahkan.. membawa kila pada Manusia Muka
Kucing!" Jaya Lantung angguk-anggukkan kepalanya sambil
tindih amarahnya. Kaki Kilat yang sudah tak sanggup
menahan rasa sakit, keluarkan ejekan-ejekan disertai tawa menyakitkan. Dia
berharap agar dapat memancing
kemarahan Jaya Lantung hingga pemuda itu akan
membunuhnya dan berarti dia akan terbebas dari rasa
sakit yang menyiksa.
Jaya Lantung hanya keluarkan dengusan pendek. Tanpa
hiraukan seruan-seruan mengejek yang sesekali disertai
tawa menyakitkan dari Kaki Kilat dia berkata, "Baiklah! Kita segera berangkat
sekarang, Werdaningsih!"
"Dan suatu saat. . kalian akan mampus di tanganku!
Kalian akan menyesal bila tidak membunuhku sekarang!
Ayo, bunuh aku bila kalian berani!!" seru Kaki Kilat. "Atau..
kau telah berubah menjadi banci, Jaya Lantung"!"
Jaya Lantung kembali balikkan tubuh dengan
pandangan melolot. Hatinya benar-henar murka sekarang.
Namun lagi-lagi begitu mendengar kata Werdaningsih. dia jadi urungkan niat,
"Jangan terbawa amarahmu Kang Jaya!
Lelaki celaka ini hanya memancing kita untuk
membebaskannya dari rasa sakit! Lebih baik, biarkan dia menderita begitu!"
Jaya Lantung kembali mengangguk. Tanpa sahutan apaapa dia segera meninggalkan tempat itu disusul
Werdaningsih. Yang terdengar kemudian hanya jeritanjeritan Kaki Kilat yang semakin lama suaranya semakin
mengecil. Rasa sakit akibat kedua kakinya yang remuk dan sudah tentu tak dapat
digunakan kembali serta napas yang dirasakan bertambah sesak akibat dadanya luka
dalam, membuat lelaki tinggi besar ini tak mampu menahan
semuanya. Dua kejapan mata berikutnya, dia jatuh pingsan!
*** 11 Malum kembali lingkupi alam dalam rangkulannya yang
serba gelap. Di langit limbunan awan hilam bergelut satu sama lain berusaha
unluk menahan hembusan angin yang
dapat membuat mereka bergerak. Malam langit dinaungi
segenap hamparan kelam.
Dalam suasana dingin mcncekam, satu sosok tubuh
tiba di Gunung Kerambang. Untuk sesaat, lelaki berpakaian lerbual dari bulu ini
terdiam. Pandangannya yang tajam
memerah menatap tak berkedip pada Gunung Kerambang.
Kejap berikutnya, kepalanya dilolehkan ke belakang, ke
arah dari mana dia muncul ladi.
"Hmmm. . tentunya pemuda urakan itu masih
direpotkan oleh Arya Sempala dan Dewi Cadar Biru. Bagus!
Dengan begitu. urusanku tak terlalu sulit. Bila saja
pimpinan memerintahku untuk menangkap dan
membunuhnya, sudah tentu akan kulakukan dengan
senang hati. Aku pun ingin merasakan kehebatan pemuda
yang julukannya begitu kesohor."
Habis desisan dinginnya, lelaki yang memiliki kumis
jarang berdiri menjuntai ilu, kembali arahkan
pandangannya pada Gunung Kerambang. Wajahnya yang
mirip kucing bergerak-gerak aneh.
"Sebaiknya, kukalakan semua ini pada Pimpinan."
Memutuskan demikian, lelaki yang tak lain Manusia
Muka Kucing adanya. segera berkelebat melalui jalan
penuh kerikil dan rumput. Gerakannya sungguh cepat.
Tatkala tiba pada sebuah batu besar yang lerdapat di
tengah-tengah jalan seiapak, lelaki bermuka kucing ini
berbelok ke arah kanan. Dia tak hentikan gerakannya.
justru tambah ilmu peringan tubuhnya.
Lima belas larikan napas berikutnya, lelaki ini telah liba di balik Gunung
Kerambang. Langsung melesat ke balik
sebuali ranggasan semak setinggi dada yang di
sekelilingnya dipenuhi pepohonan linggi.
Di tempat angker yang semakin gelap ini, Manusia
Muka Kucing hentikan larinya. Sejenak dia atur napas
sebelum melangkah mendekati sebuah bangunan yang
seperti sudah runtuh di sana-sini. Sejarak lima lombak dari tempatnya, tcrdengar
suara keras, dingin dan tajam,
"Masuklah! Aku ingin mendengar berita bagus karena selama ini tak kudapatkan
berita yang mengenakkanku!!"
Sesaat Manusia Muka Kucing hentikan gerakannya.
Wajah kucingnya nampak agak kecut mendengar bentakan
itu. Di lain kejap, dia kembali berlari dengan wajah agak tersenyum.
Sosoknya langsung masuk ke dalam bangunan yang di
bagian dalamnya juga gelap. Namun mata kucing yang
dimiliki lelaki ini dapat melihat satu sosok tubuh kurus terbungkus jubah
panjang warna merah Rambut lelaki tua
ini disanggul kc alas dan berwarna merah pula. Sorol
matanya tajam dengan wajah tirus yang mcnyiratkan
kekejian. Manusia Muka Kucing langsung rangkapkan sepasang
Pendekar Slebor 62 Manusia Muka Kucing di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tangannya di depan dada. Kepalanya agak tertunduk.
Dengan suara sedikit bergetar dia berkata, "Pimpinan...
semua yang kau perintahkan telah kulakukan. ."
"Hmmm... apa kali berita ini hanya untuk melebarkan lubang telingaku saja, atau
hanya bualan belaka?" orang tinggi kurus itu keluarkan suara dingin.
"Keparat! Bila saja aku tidak tahu kesaktian yang
dimilikinya, sudah tentu akan kurobek mulutnya!" maki Manusia Muka Kucing dalam
hati. Lalu katanya, "Berita yang hendak kusampaikan sudah tentu akan membuatmu lebih
tenang sekarang, Pimpinan."
"Jangan bertele-tele! Katakan!!"
Manusia Muka Kucing segera jalankan perintah yang
diberikan lelaki berambut merah itu.
Mendadak terdengar tawa lelaki tua itu. Begitu
kerasnya sampai dinding bangunan di sebelah kiri runtuh!
"Bagus, bagus sekali!! Semuanya akan berjalan lancar!
Sangat menyenangkan!"
Mendengar ucapan lelaki berjubah merah di
hadapannya, Manusia Muka Kucing tersenyum. Sungguh
mengerikan saat dia tersenyum seperti itu.
Didengarnya lagi suara lelaki di hadapannya, seolah
pada dirinya sendiri, "Semua akan terlaksana seperti rencanaku... semuanya akan
berjalan dengan mulus.. "
"Apa yang harus kulakukan lagi. Pimpinan?" tanya Manusia Muka Kucing.
Sesungguhnya dia mulai penasaran
ingin mengetahui apa yang dihendaki oleh lelaki berjuhah merah ini"Sekarang... panting dia ke sini!"
Manusia Muka Kucing anggukkan kepalanya seraya
membatin, "Mungkin ini saat yang tepat untuk mengetahui apa yang sebenarnya direncanakan oleh manusia
ini." Memutuskan demikian, berhati-hati Manusia Muka Kucing ajukan tanya,
"Pimpinan... bukan maksudku untuk banyak tanya. Tetapi, aku sungguh penasaran
mengapa Pimpinan lak memerintahkanku untuk menangkap
ataupun membunuhnya?"
Mendadak lelaki kurus itu keluarkan dengusan. Sepasang matanya yang masuk ke dalam seolah melompat
keluar. "Bila saja kau tak kujadikan sebagai anak buahku,
sudah tentu kucabut nyawamu sekarang juga, Keparat!!
Tetapi baik, akan kukatakan apa mauku sebenarnya!!"
Habis kata-katanya, lelaki berjubah merah ini duduk di
sebuah kursi besar.
"Aku mcnghendaki tenaga lnti Petir yang dimiliki oleh Pendekar Slebor!"
Sejenak Manusia Muka Kucing terdiam dengan mulut
agak menganga. "Tenaga 'lnti Petir'" Mengapa, Pimpinan?"
"Aku sedang memperdalam sebuah ilmu langka yang
kedahsyatannya tiada banding. Siapa pun orang di muka
bumi ini tak akan sanggup mengalahkannya. Tetapi semua
itu mempunyai syarat yang cukup herat. Aku harus
mendapatkan tenaga 'Inti Petir' yang dimiliki oleh Pendekar
Slebor bila ingin ilmu yang sedang kuperdalam ini berjalan sempurna. Dan
Pendekar Slebor haya kujadikan sebagai
perantara saja, karena bukan dialah orang yang hendak
kubunuh'" Sesaat tak ada yang buka mulut kecuali suara
dengusan keras lelaki berjubah merah itu. Sementara
Manusia Muka Kucing hanya mcmperhatikan dengan
seksama. Sebenarnya, siapakah lelaki tinggi kurus berjubah
merah ini"
Dia berjuluk Iblis Segala Amarah, lelaki keji yang dulu bermukim di Makam Iblis
yang sepak terjangnya sangat
telengas. Tak pandang siapa pun orang yang hendak
dibunuhnya, berarti orang itu harus mampus. Dan sepak
terjangnya memancing beberapa orang tokoh dari
golongan lurus untuk menghentikan segala perbuatannya.
Namun tokoh-tokoh yang mencoba menghentikannya,
justru kembali ke tempat asal dengan membawa luka
dalam dan beberapa bagian tubuh yang buntung. Bahkan
tak jarang ada yang pulang nama.
Sampai kemudian, muncul ah seorang lelaki yang kala
itu berusia sekitar empat puluh lima tahun. hanya bertaut dua tahun dari usia
Iblis Segala Amarah. Lelaki ilu berjuluk Pendekar Cakra Sakti yang memiliki
silat angin-anginan.
Setelah bertarung selama tiga hari tiga malam berhasil
mengalahkan sekaligus menghentikan sepak terjang
telengas Iblis Segala Amarah.
Sampai empat puluh tahun kemudian julukan itu tak
pernah terdengar lagi. Dan rupanya, lblis Segala Amarah tak bisa melupakan
segala dendamnya pada Pendekar
Cakra Sakti. Dia terus melatih diri siang dan malam.
Bahkan selama enam bulan dia berhasil mengukir sosok
Pendekar Cakra Sakti dari sebuah balang pohon. Setiap
kali dilihat ukiran yang dlbuatnya, amarah dan dendamnya semakin menumpuk.
Karena kegigihan latihan yang dilakukannya, Iblis
Segala Amarah berhasil menciptakan ilmu langka dahsyat
yang dipadu antara tenaga dalam panas dan dingin. Hasil dari gabungan dua tenaga
itu sungguh mengerikan. Namun
ada satu masalah yang mengganggunya Karena perpaduan
antara tenaga panas dan dingin itu tidak timbulkan satu gempuran yang
diharapkannya. Berulangkali dun tak jenuh-jenuh Iblis Segala Amarah
melatih ilmu 'Tenaga Api Air'. Sampai kemudian dia
mendengar tentang seorang pemuda bcrjuluk Pende kar
Slebor yang memiliki tenaga 'lnti Petir'. Siang malam lblis Segala Amarah terus
memikirkan tentang tenaga 'lnti Petir'
yang diyakininya dapat digabungkan dengan ilmu Tenaga
Api Air'. Mulailah dia menyusun segala rencana. Namun setelah
satu tahun meneoba menemukan di mana Pendekar
Slebor berada, dia gagal melakukannya. Bahkan mulai
dipikirkan kalau dia menyia-nyiakan waktu cukup lama
yang seharusnya bisa dipergunakan unluk terus melatih
diri. Berpikir demikian, Iblis Segala Amarah memutuskan untuk mencari anak buah.
Dan salah seorang yang berhasil dikalahkan adalah Manusia Muka Kucing. Ilmu
'Tenaga Api Air' berhasil diuji coba pada Manusia Muka Kucing yang sebenarnya
dapat menandingi Iblis Segala Amarah bila
saja lelaki berjubah merah itu tak pergunakan ilmu 'Tenaga Api Air".
Diperintahnya Manusia Muka Kucing untuk mencari
Pendekar Slebor dan membunuh siapa saja yang
bermaksud menghalangi. Manusia Muka Kucing sendiri
berhasil menjadikan Kaki Kilat sebagai anak buahnya yang ternyata mempunyai lima
belas anak buah lainnya.
Hingga hari ini. berita yang ditunggunya pun tiba.
Pendekar Slebor telah muncul untuk hentikan sepak
terjang Manusia Muka Kucing
Sementara ilu Manusia Muka Kucing angguk-anggukkan
kepalanya dan membatin, "Rupanya.. dia menginginkan tenaga 'Inti Petir' pada
tubuh Pendekar Slebor. Pantas dia tak memerintahkanku untuk membunuhnya. Hmmm...
aku jadi penasaran. ada apa sebenarnya di balik tenaga 'Inti Petir' milik Pendekar
Slebor?" "Apa yang kau pikirkan, hah"!" mcmbentak Iblis Segala Amarah hingga saat itu
pula Manusia Muka Kucing
putuskan pikirannya.
Buru-buru leiaki berparas kucing ini berkata, "Tak ada yang kupikirkan sama
sekali, Pimpinan."
"Bagus! Sekarang juga kau arahkan Pendekar Slebor ke tempat ini!"
"Akan kulakukan, Pimpinan!! Tetapi.. bolehkah aku tahu. siapakah sesungguhnya
orang yang ingin Pimpinan
bunuh?" Mendengar pertanyaan itu, Iblis Segala Amarah arahkan
pandangannya ke dinding bangunan sebelah kiri. Tangan
kanannya mengusap-usap janggutnya yang lancip.
Mulutnya mengatup rapat dan sepasang pelipisnya
bergerak-gerak.
"Setelah aku berhasil memiliki tenaga 'Inti Petir' milik Pendekar Slebor,
manusia celaka itu akan mati di
tanganku!! Hhh! Bila dia sudah mampus, seluruhnya akan
sirna dan berjalan sempurna! Tak seorang pun yang akan
mampu halangi niatku untuk bertualang kembali
memenuhi nafsu membunuhku!!"
Manusia Muka Kucing tak berani buka mulut kendati
dia masih penasaran. Ditunggunya apa yang akan
dikatakan lagi oleh lelaki tinggi kurus ini.
Apa yang diharapkannya terjadi. Karena lamat-lamat
terdengar suara Iblis Segala Amarah, "Dia adalah. .
Pendekar Cakra Sakti.. "
"Oh!!" terdengar suara Manusia Muka Kucing kaget.
Bahkan kepalanya sampai terangkat dengan kedua mata
merahnya membuka lebih lebar. "Pendekar Cakra Sakti?"
desisnya kelu. "Ya! Dialah yang telah membuatku terkurung selama empat puluh lahun dalam dunia
asing seperti ini!!"
"Pendekar Cakra Sakti ," desis Manusia Muka Kucing dalam hati. "Gila! Aku pernah
mendengar julukan itu!
Tetapi. . baru kuketahui kalau lelaki celaka ini pernah dikalahkan olehnya. Bila
dia memang berhasil membunuh
pendekar itu sungguh hehat! Dan ini semua tentunya
berkat tenaga 'lnti Petir' bila dia berhasil menyerap dan tubuh Pendekar Slebor!
Oh! Tentunya.. tenaga itu sangat dahsyat sekali!"
"Manusia Muka Kucing!" mendadak suara itu
menggelegar keras. "Tinggalkan tempat ini sekarang juga!
Atau... kau ingin mampus di tanganku, hah"!l"
Gelagapan Manusia Muka Kucing mendengar bentakan menggelegar itu. Buru-buru dia rangkapkan kembali kedua tangannya di depan
dada. Lalu dengan suara menghormat dia berkata "Akan
kulakukan semua perintah, Pimpinan!"
Habis rangkapkan kembali tangannya di dada dan
anggukkan kepalanya, Manusia Muka Kucing segera keluar
dari bangunan itu. Dia tak lagi palingkan kepala sebelum tiba dj jalan semula
ketika dia datang.
Sejenak lelaki muka kucing ini terdiam di bawah
naungan langit yang semakin kelam. Pikirannya kembali pada persoalan tenaga
'lnti Petir' yang diinginkan oleh Iblis Segala Amarah.
"Tenaga 'lnti Petir'.. . Hm, begitu bodoh bila aku tak tertarik dengan apa yang
dimiliki Pendekar Slebor! Bisa jadi bila aku yang memilikinya maka kesaktianku
akan bertambah! Sudah lama aku hendak lepas dari segala
kungkungan iblis celaka itu! Akan kupancing Pendekar
Slebor mendalangi tempat ini. Bila aku dapat kesempatan. akan kucoba untuk menyerap tenaga Inti Petir milik Pendekar Slebor!. Ini
kesempalan yang juga telah lama
kutunggu.. Karena secara tak langsung, aku mengelahui apa yang di nginkan Iblis
Segala Amarah pada Pendekar
Slebor.. ."
Habis kata-katanya, lelaki berparas kucing ini segera
berkelebat meninggalkan tempat itu, menerobos malam
yang pekat dengan segala rencana di benaknya. Rencana
yang membuatnya semakin gigih dalam pertahankan
hidup. Tcrutama, usaha lamanya untuk terbebas dari
segala pijakan kaki Iblis Segala Amarah.
Sementara itu di dalam bangunan yang tertimbun oleh
cahaya pekat hingga tak kclihatan sama sekali, Iblis Segala Amarah masih duduk
di kursinya. Wajah tirusnya tertekuk dengan pikiran yangmelayanglayang. Tangan kurusnya mengepal kuat-kuat. Lamat-lamat nampak bibir keriputnya
sunggingkan senyuman aneh. Ada
tanda kepuasan dan penasaran dalam senyuman itu.
Kemudian terdengar kata-kalanya, "Pendekar Cakra
Sakti.. tak lama lagi kita akan buat perhitungan. Sampai hari ini aku lidak tahu
kau berada di mana. Tetapi naluriku mengatakan kalau kau masih hidup. Entah
dalam keadaan sakit ataukah masih segar bugar.. ."
Kembali dia ferdiam. Beberapa hewan malam ramai
bersuara di luar bangunan.
"Sebentar lagi. . semuanya sebentar lagi akan
terlaksana dengan sempurna..."
Menyusul terdengar tawanya yang keras bertalu- talu.
Hingga bukan hanya bagian-bagian bangunan itu yang
runtuh. Ranggasan semak sejauh dua puluh tombak
tercabut dan beterbangan ke udara..
SELESAI PENDEKAR SLEBOR
Segera menyusul:
IBLIS SEGALA AMARAH
Pedang Pembunuh Naga 11 Kuda Putih Karya Okt Tengkorak Maut 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama