Ceritasilat Novel Online

Rahasia Sebelas Jari 1

Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari Bagian 1


RAHASIA SEBELAS JARI Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia, Jakarta
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
Sebagian atau seluruh isi buku ini
Tanpa izin tertulis dari penerbit
Serial Pendekar Slebor
Dalam Episode: Rahasia Sebelas Jadi
128 hal. https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
1 Malam telah turun ketika satu bayangan
hitam bergerak di sebuah hutan lebat laksana dikejar setan. Dan tahu-tahu bayangan hitam itu
lenyap dari pandangan, tertelan jajaran pepohonan yang tumbuh di hutan itu. Setelah beberapa
saat, nampak kembali kelebatan orang ini. Malah
lebih cepat dari semula, seolah dia khawatir akan tertinggal sekejap juga dari
apa yang diinginkannya. Di sebuah padang rumput yang luas, di sebelah tenggara hutan yang dilewati orang itu, dia hentikan larinya. Tak ada
napas terengah yang
keluar, bahkan tak sebutir keringat pun yang
mengalir. Untuk beberapa saat, orang yang habis
berlari edarkan pandangannya berkeliling menembus kegelapan. Sejauh mata memandang,
yang nampak hanya kegelapan semata.
"Hmmm... belum ada tanda-tanda perawan
peot itu hadir di sini. Dia terlambat, atau aku
yang terlampau cepat" Tetapi ini tepat tengah malam. Tak mungkin aku terlambat.
Jangan- jangan... dia hanya menganggap isyaratku sebagai angin lalu. Atau, justru aku yang salah memberitahunya, sehingga dia tidak tiba di tempat
ini?" desisnya sambil usap-usap jenggotnya yang memutih.
Kembali orang yang ternyata seorang lelaki
berusia sekitar tujuh puluh tahun ini, terdiam.
Sepasang matanya yang agak menyipit, makin dalam menyipit. Wajahnya yang turus dan dihiasi
kulit tipis, nampak bergerak-gerak.
Sementara itu, di angkasa awan hitam seakan tak bergeming dihembus angin. Menyatukan
eratan untuk menghalangi sinar rembulan yang
malam ini seolah lenyap.
Orang ini kembali keluarkan .suara, "Akan
kutunggu dia beberapa lama lagi. Bila tidak muncul juga, terpaksa aku harus bergerak sendiri.
Rahasia Sebelas Jari harus kupecahkan. Rantai
Naga Siluman harus kudapatkan."
Lamat-lamat lelaki berjubah hitam ini
arahkan pandangan pada julangan bukit di sebelah kanannya. Tersaput kegelapan dan tak ubahnya raksasa yang mendekam.
Lalu kedua tangannya disedekapkan di depan dada. Dia berusaha berdiri lebih tegak, dengan buka kedua matanya agak melebar. Tapi, karena sepasang mata kelabunya agak menyipit,
saat dibuka lebih lebar nampak keningnya jadi
berkerut ke atas.
Waktu berlalu dalam keheningan. Angin
malam makin menusuk hingga ke tulang sumsum. Di kejauhan lolongan anjing malam terdengar, panjang dan mengiriskan.
Tepat tatkala rintikan air tertumpah dari
langit, orang yang bersedekap ini menarik napas
pendek. "Keparat terkutuk! Ini sudah lewat tengah malam, belum ada tanda-tanda perawan
keparat itu akan dalang! Jahanam! Berarti, dia sudah tak
menghargai aku lagi rupanya! Jahanam sial! Untuk apa aku buang waktu di sini" Aku harus memecahkan Rahasia Sebelas Jari!!"
Orang ini kembali hentikan ucapannya.
Pandangannya diedarkan ke bagian kanan dan
kirinya. "Terkutuk! Lebih baik aku berlalu dari sini!!" Baru saja habis kata-kara orang yang mulai geram ini, mendadak terdengar
suara angin berkesiur kencang di belakangnya. Segera dia balikkan tubuh dan siap hantamkan tangan kanannya yang diangkat.
Akan tetapi, saat itu pula diturunkan tangan kanannya begitu melihat bayangan orang
yang telah berdiri berjarak tiga tombak dari tempatnya.
Menyusul dia mendengus gusar.
Tetapi belum dia membuka mulut, orang
yang baru datang itu sudah buka suara, "Kiai Alas Ireng! Maafkan alas
keterlambaranku!!"
Orang berjubah hitam ini mendengus.
Langsung bersuara jengkel, "Perawan tua bau tanah yang berjuluk Iblis Kelabang!
Kupikir kau sudah tak hargai lagi diriku! Hampir kuputuskan
untuk menjadikanmu seteru dalam hidupku!!"
Orang yang baru datang dan ternyata seorang perempuan yang usianya tak jauh beda dengan lelaki berjubah hitam yang bernama Kiai Alas Ireng, menggelengkan kepala.
"Tak mungkin aku kesampingkan apa yang
kau inginkan! Boleh dikatakan, apa yang kau perintahkan selalu kuturuti! Tetapi tentunya, aku
juga ingin tahu mengapa kau menyuruhku untuk
bertemu di sini!!"
Kiai Alas Ireng maju lima langkah ke depan. Dia pandangi dulu perempuan berpakaian
panjang berwarna semerah darah itu sebelum
buka mulut, "Gampang sekali apa yang kuinginkan! Aku menginginkan kau membunuh
Pende- kar Slebor."
Iblis Kelabang anggukkan kepala sambil
kembangkan senyum. "Membunuh siapa pun,
akan kulakukan untukmu! Tetapi, aku ingin tahu
mengapa kau memerintahkanku untuk membunuh pemuda dari Lembah Kutukan itu?"
Mendengar pertanyaan si perempuan, Kiai
Alas Ireng mendengus. Sepasang matanya menyipit saat berkata-kala, "Apakah dengan kata lain, kau mencoba tidak memenuhi apa
yang kuperin-tahkan, hah"!"
Senyum di bibir Iblis Kelabang makin mengembang. "Sudah kukatakan, aku tak mungkin menolak perintahmu, Kiai Alas Ireng!"
Sepasang mata Kiai Alas Ireng melebar. Begitu dilihatnya si perempuan menganggukkan kepalanya dengan pasti, lamat-lamat dia pun tersenyum lebar. "Kupercayai apa yang kau katakan! Iblis
Kelabang, tidakkah kau mendengar tentang rahasia Pulau Hitam yang telah terpecahkan?"
Iblis Kelabang anggukkan kepala.
"Hingga saat ini, telingaku belum tuli sama
sekali. Sudah tentu aku mendengarnya. Bahkan
kuketahui, kalau Pendekar Sleborlah yang telah
memecahkan rahasia Pulau Hitam, yang salah satunya adalah hadirnya Eyang Mega Tantra kembali." "Hanya itu yang kau dengar?" suara Kiai Alas Ireng terdengar gusar dan
mengejek. "Sudah tentu tidak! Aku mendengar pula
kabar tentang Rantai Naga Siluman!"
"Rantai itulah yang kuinginkan!!"
Perempuan yang berambut putih dan dikelabang ini terdiam. Keningnya nampak berkerut.
Di saat dia mengangguk-anggukkan kepalanya,
nampak kalung kelabang merah bergerak-gerak di
atas dadanya yang rata.
"Aku mengerti. Tetapi, mengapa justru
Pendekar Slebor yang harus dibunuh" Apa yang
kudengar, tak memberitakan tentang Pendekar
Slebor yang telah mendapatkan Rantai Naga Siluman," ucap Iblis Kelabang.
"Kau benar!" sahut Kiai Alas Ireng. "Berita yang sampai di telinga pun
mengabarkan demikian! Tetapi, dialah satu-satunya orang yang diberitahukan oleh
Eyang Mega Tantra tentang Rahasia Sebelas Jari! Barang siapa yang dapat memecahkan rahasia itu, maka dialah orang yang berhak mendapatkan Rantai Naga Siluman. Karena,
rahasia untuk mendapatkan rantai itu, harus
memecahkan Rahasia Sebelas Jari."
"Lantas, mengapa aku harus membunuh
Pendekar Slebor" Bukankah dia orang yang paling...." "Bodoh!!" putus Kiai Alas Ireng mengguntur. "Sudah tentu bila kau berhasil
mendapatkan tentang Rahasia Sebelas Jari, baru kau membunuhnya! Selama berdiam
di Lembah Kelabang,
apakah kau sudah menjadi bodoh"!"
Bukannya gusar mendengar bentakan sekaligus ejekan orang, Iblis Kelabang justru rangkapkan kedua tangannya di depan
dada. Kepa- lanya agak ditundukkan.
"Maafkan aku."
"Kau kuberi waktu sebelum purnama datang! Bila kau gagal menjalankan tugas yang kuberikan, kau tak akan pernah lagi tiba di Lembah Kelabang!!"
"Akan kujalankan semua yang kau perintahkan! Karena, inilah saatnya membalas budi!
Bila saja kau tak menolong nyawaku dari kematian yang akan diturunkan oleh Panembahan
Agung, sudah tentu aku tak akan pernah melihat
rupa dunia seperti saat ini!"
"Aku tak bicara seal budi!! Yang kuinginkan, kau jalankan perintahku, tanpa banyak bertanya lagi!!"
"Akan kulakukan sebaik-baiknya!"
"Bagus! Tinggalkan tempat ini sekarang juga!!" Perempuan berpakaian merah darah ini rangkapkan kembali kedua tangannya di
depan dada. "Akan kukabarkan padamu, sepuluh hari mendatang!"
Habis kata-katanya, laksana ditarik setan,
perempuan ini telah berbalik dan berkelebat ke
belakang. Gerakannya begitu cepat. Namun, masih terlihat oleh mata Kiai Alas Ireng kendati perempuan itu sudah berlari
berjarak dua puluh
tombak dari tempatnya berdiri.
Sepeninggal Iblis Kelabang, Kiai Alas Ireng
kembangkan senyum puas. Kedua tangannya disedekapkan kembali di depan dada.
"Kau tak akan berani melecehkan setiap
perintahku, Perawan Tua! Biarpun kau mengatakan kau hendak membalas budi, aku lebih percaya karena kau takut terhadapku! Kelemahan
seluruh ilmu yang kau miliki sudah kuketahui!"
Untuk beberapa lama orang berjubah hitam ini terdiam.
"Sebaiknya, aku juga mulai melacak di
mana Pendekar Slebor berada."
Baru habis kata-katanya, mendadak Kiai
Alas Ireng palingkan kepalanya ke kanan. Mata
kelabunya berkilat-kilat tajam.
"Aku mendengar suara orang berkelebat.
Jahanam sial! Apakah Iblis Kelabang kembali lagi" Atau orang lain yang baru datang" Bisa jadi
orang keparat itu sudah berada di sini sejak tadi.
Sungguh hebat bila dia bisa hadir tanpa sepengetahuanku. Huh!! Ternyata tempat ini tidak aman!
Sebaiknya, kutunggu apa yang akan dilakukan
orang itu sebelum aku meninggalkan tempat ini!!"
Namun tanpa dia tunggu, orang yang tadi
didengar kelebatannya tahu-tahu telah berdiri
berjarak dua tombak di hadapannya. Orang ini
tegak dengan kedua kaki dibuka agak lebar.
Serta-merta Kiai Alas Ireng membentak,
"Orang tak diundang! Sebelum kutanyakan apa keperluanmu di sini, sebaiknya
katakan siapa kau adanya!!"
Orang yang berdiri di seberang balas memandang. Sepasang matanya tak berkedip. Terlihat pula kalau dia agak berhati-hati. Lalu sambil angkat kepalanya, dia berkata,
"Kau boleh me-manggilku dengan sebutan Manusia Sepuluh Siluman!" Terdengar dengusan melecehkan dari Kiai
Alas Ireng. Nampak dia sama sekali tak merasa
keder dengan kehadiran orang berjuluk Manusia
Sepuluh Siluman.
Sebelum dia buka mulut, orang yang mengaku berjuluk Manusia Sepuluh Siluman yang
berdiri diselimuti kegelapan sudah buka mulut,
"Jangan suka meremehkan orang bila belum lahu siapa adanya orang! Pertanyaanmu
telah kujawab, sekarang katakan, apa yang kau ketahui
tentang Rahasia Sebelas Jari!!"
Kiai Alas Ireng perdengarkan geraman sengit. Sepasang bola matanya mendelik memandang
liar ke arah Manusia Sepuluh Siluman.
"Setan alas! Baru kali ini kudengar julukan Manusia Sepuluh Siluman! Tetapi
kehadirannya sudah jelas! Bila dia bertanya tentang Rahasia
Sebelas Jari, artinya dia juga menghendaki Rantai Naga Siluman!"


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Habis membatin begitu, Kiai Alas Ireng buka mulut, "Pertanyaanmu sungguh membuatku
terkejut! Tak kupungkiri soal itu! Tetapi, aku ingin bertanya lebih dulu! Kau sendiri, apa yang
kau ketahui tentang Rahasia Sebelas Jari?"
"Jangan membadut di hadapanku!!" mengguntur suara Manusia Sepuluh Siluman. Orangnya sudah maju tiga tindak ke muka.
Dari jarak yang semakin dekat, Kiai Alas
Ireng dapat melihat siapa adanya Manusia Sepuluh Siluman. Orang itu ternyata seorang pemuda
tampan berambut gondrong dan di keningnya melingkar sebuah ikat kepala berwarna biru. Pakaian yang dikenakannya biru gelap dengan celana pangsi hitam. Di pinggang si pemuda yang kurang lebih berusia sekitar delapan belas tahun,
melilit sebuah tali sebesar ibu jari.
Menyadari siapa adanya orang yang membentak, Kiai Alas Ireng bertambah murka. Seumur hidupnya, baru kali ini dia dibentak orang.
Dan yang lebih membuatnya marah, karena orang
yang membentak masih sedemikian muda.
"Bocah yang baru lepas dari susuan! Ucapanmu sangat terasa hingga menembus ke langit
tujuh! Apakah kau sudah siap untuk memusnahkan semua impian-impian dari jalan hidupmu
yang masih panjang, untuk mampus di tanganku?" Pemuda berhidung mancung itu, pentangkan senyum mengejek. Dengan gerakan
lambat namun menampakkan isi dari ilmu yang dimilikinya, si pemuda melipat kedua tangannya di depan dada. "Aku tahu siapa kau ini! Kiai Alas Ireng!
Orang yang menguasai daerah timur! Dan telah
memerintahkan perempuan bodoh berjuluk Iblis
Kelabang untuk membunuh Pendekar Slebor!
Kuhendaki pula nyawa pemuda itu! Tapi, sebelum
kudapatkan Rantai Naga Siluman, aku ingin tahu
lebih dulu darimu tentang Rahasia Sebelas Jari!!"
Makin murka kemarahan Kiai Alas Ireng
mendengar ejekan Manusia Sepuluh Siluman.
Tanpa buang waktu lagi, dia segera angkat tangan kanannya. Wuuuttt!!
Satu gelombang angin yang menderu dahsyat, menggebrak ke arah Manusia Sepuluh Siluman. Bersamaan Kiai Alas Ireng lancarkan serangan, Manusia Sepuluh Siluman pun buat gerakan memutar dengan tangan kanannya.
Wuusss!! Satu gelombang angin melingkar segera
menderu. Pusaran lingkaran angin itu terus bergerak cepat, bukan hanya menahan sambaran
angin yang dilepaskan Kiai Alas Ireng, tetapi juga menenggelamkan sekaligus
memutus dalam lingkaran anginnya.
Blaaammm!! Terdengar suara letupan keras di saat Manusia Sepuluh Siluman mengangkat tangan kanan dengan cara membuka ke atas.
Di seberang, kendati tak kurang suatu apa,
wajah Kiai Alas Ireng berubah. Apa yang diperlihatkan si pemuda telah membuka kedua matanya
untuk mengetahui siapa adanya orang.
Liar matanya memandang ke arah Manusia
Sepuluh Siluman yang sedang tersenyum dan
tangan kanannya telah kembali dilipat di depan
dada. Dengan suara mengandung kemarahan,
Kiai Alas Ireng keluarkan bentakan, "Pemuda keparat! Rupanya kau memang tak
sayang pada nyawamu!" Tertawa keras Manusia Sepuluh Siluman
hingga tubuhnya agak bergetar.
"Ucapanmu sungguh sangat enak sekali
didengar! Jangan-jangan, kau yang masih sayang
pada nyawa busukmu! Kalau begitu, cepat kau
katakan, apa yang dimaksud dengan Rahasia Sebelas Jari"!"
Seakan dipendam oleh kekuatan dahsyat
sisa-sisa ketenangan Kiai Alas Ireng. Kemarahannya kontan membludak naik ke ubun-ubun. Kedua tangannya mengepal kuat.
Beberapa saat masing-masing orang tak
ada yang buka suara, sebelum terdengar letupan
dahsyat berkali-kali. Bersamaan dengan itu, tanah di hadapan hingga tempatnya berdiri Manusia Sepuluh Siluman, membuyar ke udara.
Memekik tertahan Manusia Sepuluh Siluman melihat apa yang terjadi. Sambil membuang
tubuh ke udara dia membatin, "Gila! Satu pame-ran tenaga dalam yang tak dapat
dipandang rin- gan! Tentunya itu telah dilancarkan oleh lelaki ja-hanam ini melalui kepalan
kedua tangannya!
Hmmm, aku jadi ingin bermain-main dulu dengannya sebelum dia kubunuh!"
Masih berada di udara, Manusia Sepuluh
Siluman mengibaskan tangan kanannya.
Wrrr! Wrrr! Wrrrr!!
Tiga angin kecil laksana anak panah melecut ke arah Kiai Alas Ireng, yang hanya tersenyum melihatnya.
"Kepandaian tak seberapa sudah berani
jual lagak!" tawanya sambil mendorong tangan kanannya ke depan.
Namun sebelum dia lakukan, mendadak
saja tiga larik angin kecil laksana anak panah itu, telah keluarkan letupan
keras. Menyusul letupan
lain yang berkali-kali mengarah dan terus melesat ke arah Kiai Alas Ireng.
Kalau tadi si pemuda yang memekik tertahan, sekarang ganti orang berjubah hitam ini
yang mendongak kaget disertai pekikan. Dengan
kedua mata terbeliak lebar, dia cepat membuang
tubuh ke samping kanan.
Bertepatan Manusia Sepuluh Siluman
hinggap kembali di atas tanah, Kiai Alas Ireng
pun hinggap pula di atas tanah.
Sebelum dia buka mulut, si pemuda sudah
menepuk tangannya berulang-ulang disertai suara, "Hebat! Pertunjukan yang sangat menggemaskan sekali! Bila kau melamar menjadi anggota
sandiwara keliling, kupikir kau akan langsung di-terima tanpa diuji lebih
dulu!!" Memerah wajah Kiai Alas Ireng mendengar
ejekan yang sangat menyakitkan. Lebih menyakitkan lagi, saat disadarinya kembali, kalau orang yang keluarkan ejekan
hanyalah pemuda yang
masih bau kencur!
2 Kita tinggalkan dulu Kiai Alas Ireng yang
bertambah murka mendengar ejekan Manusia
Sepuluh Siluman. Pada saat yang bersamaan, satu sosok tubuh bangkit dari rebahannya di bawah
pohon yang dinaungi kegelapan. Orang ini perhatikan dulu seorang gadis jelita berkepang dua
yang tidur tak jauh darinya sebelum berdiri.
Kejap berikutnya, diedarkan pandangannya
ke sekeliling hutan kecil itu. Jajaran pepohonan tinggi hampir-hampir
menghalangi pandangannya
menembusi kegelapan malam.
Untuk sejenak sosok yang ternyata seorang
pemuda ini lak lakukan tindakan apa-apa. Dia
seperti menunggu. Sepasang telinganya dipasang
baik-baik. "Tak ada tanda-tanda yang mencurigakan.
Hutan ini aman," desisnya sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rambut
gondrongnya yang acak-acakan, makin bertambah tak karuan.
Kembali diliriknya gadis berpakaian biru
muda yang tertidur dengan tubuh meringkuk.
Ada rasa kasihan yang singgah di hati si pemuda
yang melihat kalau gadis itu kedinginan.
Hati-hati dia beringsut mendekatinya. Sejenak dipandanginya wajah jelita yang menyamping itu. "Cantik. Dan sungguh sangat disayangkan karena dia harus terlibat
urusan yang pelik ini.
Sebenarnya, aku tak ingin mengajaknya serta.
Urusan Rahasia Sebelas Jari masih membingungkanku," desis si pemuda. Tahu-tahu dia mendengus. "Monyet pitak! Sudah lima hari
aku berusaha memecahkan persoalan Rahasia Sebelas Jari, tapi
sampai saat ini belum juga berhasil kulakukan!
Kura-kura bau! Kenapa sih aku harus terlibat
urusan macam beginian?"
Si pemuda yang nampak sedang kesal ini,
menggaruk-garuk kembali kepalanya yang tidak
gatal. Dan siapa lagi pemuda yang suka memakimaki uring-uringan itu kalau bukan si Urakan
dari lembah Kutukan"
Anak muda tampan yang memiliki sepasang alis hitam legam menukik laksana kepakan
sayap elang ini memang baru saja keluar dari Pulau Hitam. Setelah berhasil mengetahui rahasia
apa yang ada di Pulau Hitam, Pendekar Slebor
mendapatkan satu teka-teki dari Eyang Mega
Tantra. Selain rahasia di Pulau Hitam adalah
Eyang Mega Tantra sendiri, ternyata di sana ada
sebuah benda sakti yang bernama Rantai Naga
Siluman. Saat itu Andika bertanya pada Eyang
Mega Tantra, mengapa tak segera mengambil
benda sakti itu"
Namun jawaban Eyang Mega Tantra bukan
hanya mengejutkan, tetapi juga bikin pusing kepalanya. Dia harus berhasil memecahkan Rahasia
Sebelas Jari untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman. Karena bila rahasia itu tak terpecahkan,
maka sulitlah Rantai Naga Siluman didapatkan.
Dan yang membuat Andika makin uring-uringan,
karena Eyang Mega Tantra mengatakan bila Rahasia Sebelas Jari tidak terpecahkan dan berarti Rantai Naga Siluman tak
didapatkan dalam waktu satu purnama, maka rimba persilatan akan
kacau-balau (Untuk lebih jelasnya, silakan baca
episode : "Rahasia Pulau Hitam")
Dan sekarang, anak muda pewaris ilmu
Pendekar Lembah Kutukan ini sedang berusaha
keras untuk memecahkan Rahasia Sebelas Jari.
Akan tetapi sampai bonyok pikirannya, dia belum
juga berhasil mendapatkan kejelasan.
Keadaan ini bukan hanya membuatnya
menjadi gemas. Tetapi juga jengkel.
"Sambel terasi! Daripada mikirin terus,
mendingan makan nasi uduk!" desisnya asal-asal.
Kembali diperhatikan wajah jelita yang tertidur nyenyak. Dada si gadis yang agak membusung mengkal itu naik turun di saat napasnya
mengalun. Andika mendengus pelan menyingkirkan
pikiran kotor yang sempat singgah. Lalu hati-hati dilepaskannya lilitan kain
bercorak catur pada lehernya. Hati-hati pula dia menyelimuti sosok si
gadis yang tak lain Gadis Kayangan adanya.
Memang, setelah Eyang Mega Tantra memberikan Rahasia Sebelas Jari pada Pendekar Slebor, gadis itu menuntut Andika untuk menceritakannya. Tetapi Andika hanya menggeleng-gelengkan
kepalanya saja, karena dia memang tidak tahu
secara pasti. Gadis Kayangan melirik Panembahan Agung yang saat itu juga berada di Pulau Hitam, seolah meminta izin untuk mengikuti Pendekar Slebor. Setelah Panembahan Agung mengangguk, gadis itu pun segera mengikuti Andika.
Sementara itu, niat baik Andika untuk melindungi si gadis dari udara yang dingin, justru membuat si gadis terbangun.
Tersentak kaget
murid mendiang Pemimpin Agung ini bangkit.
Tangan kanannya nampak terangkat naik tanda
siap lepaskan pukulan. Tetapi begitu dilihatnya
Pendekar Slebor di hadapannya, Gadis Kayangan
mendengus. "Andika! Apa-apaan sih kau ini" Kau sengaja mengganggu tidurku, ya?"
Dibentak seperti itu, pemuda berpakaian
hijau pupus ini cuma nyengir.
Lalu katanya, "Maksudku baik. Ingin menyelimutimu. Tapi, karena kau sudah terbangun,
ya tidak usah. Mendingan buatku saja."
Dasar konyol, anak muda ini menarik
kembali kain bercorak caturnya. Lalu menyelimuti tubuhnya. Konyolnya lagi, dia berjongkok seper-ti orang yang kebelet buang
hajat dan tubuhnya
sengaja digetar-getarkan seolah kedinginan.
Gadis Kayangan yang tadi gusar, justru
tertawa melihat sikapnya.
"Mengapa kau terbangun?" tanyanya kemudian. Andika menggeleng-gelengkan kepalanya. "Aku belum tidur."
"Belum tidur" Busyet! Apa kau kebanyakan
ngopi sore tadi di dusun yang kita lalui?"
Andika cuma nyengir. Sambil menggerakgerakkan tubuhnya, dipandangi wajah jelita Gadis
Kayangan. Lalu katanya, "Kau tak pantas meledek orang!" Gadis Kayangan
mendengus. Menekuk lu-lut. Sunyi meraja sesaat. Yang terdengar hanya
suara hewan-hewan malam.
"Andika...," desis Gadis Kayangan memecah kesunyian.
"Kenapa?"
Gadis jelita berkepang dua ini melirik.


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kau belum mau menceritakan tentang Rahasia Sebelas Jari yang diceritakan Eyang Mega Tantra padamu?"
"Aku bukan tak mau menceritakan, tetapi
aku sendiri masih bingung."
"Bila kau bingung, kau kan bisa membagi
persoalan itu denganku. Barangkali saja, dengan
dua pikiran yang saling bantu, kita akan menemukan apa yang ada di dalam Rahasia Sebelas
Jari yang diberikan Eyang Mega Tantra."
Andika mengangguk-anggukkan kepalanya,
menyetujui kata-kata Gadis Kayangan. Melihat si
pemuda mengangguk-angguk, Gadis Kayangan
makin bersemangat.
Sambil menggeser duduknya mendekati
Andika dia berkata. "Kalau begitu, cepat kau ceritakan padaku."
"Tidak."
"Tidak?" Gadis Kayangan melotot. "Tadi kau mengangguk! Sekarang kau mengatakan
tidak! Apakah...."
"Rahasia itu bukan hanya rumit. Tetapi juga sulit dimengerti."
"Katakan, katakan padaku."
Andika memandangi si gadis yang sedang
bersemangat. Yang dipandangi balas memandang
dengan kedua mata melebar. Rasa kantuknya telah lenyap. Bahkan saking bersemangatnya, tak
terdengar desahan napas si gadis. Mendadak Andika tertawa sambil mendorong kening si gadis
dengan gemas. "Lagakmu, ah!"
"Ayo, dong... ceritakan padaku."
"Baik, akan kuceritakan padamu...," kata Andika kemudian. Dia terdiam sejenak
sebelum berkata, "Yang diberitahukan Eyang Mega Tantra padaku, berupa kalimat pendek.
Bahkan boleh dikatakan, tak jelas sama sekali. Tetapi aku yakin, ada makna yang tersembunyi di dalamnya."
"Iya, apa?" tuntut si gadis.
"Dia hanya mengatakan ada sebelas jari di dalam jiwa, satu jari adalah titik
kemuliaan. "
Kening Gadis Kayangan berkerut.
"Hanta itu?"
"Ya, hanya itu! Tapi sih, kalau mau kau
tambahi, ya terserah!"
Gadis jelita berkepang dua ini mendengus.
"Lalu, apa yang dapat kau pikirkan tentang
Rahasia Sebelas Jari?"
Andika mengangkat kedua bahunya. Iseng
dia mencabut sebatang rumput dan menghisaphisapnya. "Terus terang, aku belum mengetahuinya.
Tetapi bila Rahasia Sebelas Jari dapat terpecahkan, berarti Rantai Naga Siluman yang waktu itu
kita lihat muncul dari dalam tanah dan lenyap
kembali ke dalam tanah, akan berhasil didapatkan." "Bagaimana bila tidak?"
"Berarti urusan rimba persilatan yang tengah genting ini akan semakin genting."
"Lalu apa yang akan kau lakukan untuk
memecahkan Rahasia Sebelas Jari?" kejar Gadis Kayangan yang bernama asli
Winarsih ini penasaran. Andika menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu. Ada sebelas jari di dalam jiwa. Sebelas jari. Hmmm... manusia
memiliki dua puluh jari. Sepuluh jari tangan dan sepuluh
jari kaki. Tetapi, ini sebelas jari. Yang satu lagi, jari yang mana ya" Janganjangan...." Anak muda urakan ini menghentikan ucapannya.
Gadis Kayangan yang sudah mengetahui
kecerdikan Pendekar Slebor, berkata tegang,
"Jangan-jangan apa?"
Andika meliriknya dengan kening dikerutkan. Melihat sikap anak muda itu semakin
terpancing rasa penasaran di hati Gadis Kayangan. Dia jadi makin tegang sekarang.
"Andika katakan padaku, apa yang kau pikirkan?" Bukannya segera sahuti pertanyaan si gadis, anak muda itu justru menganggukanggukkan kepalanya.
"Jangan-jangan... Orang itu cacat...."
Mendengus Gadis Kayangan mendengar
jawaban Andika.
"Enaknya ngomong!"
"Lho, habisnya ada sebelas jari" Kita kan
belum tahu, apa jari kaki atau jari tangan. Tapi, masing-masing berjumlah
sepuluh buah. Ya... kalau ada yang berjumlah sebelas jari, berarti cacat."
"Brengsek, ah!" omel Gadis Kayangan sambil berdiri. Sejenak dipandanginya
sekeliling tempat itu. Perutnya terasa lapar. Gadis Kayangan
bermaksud untuk mencari makanan. Diliriknya
Andika yang justru memandangnya dengan kening berkerut. "Dasar Brengsek!" dengusnya dalam hati. "Kok, dia tidak merasa
bersalah ya?"
Lalu katanya, "Aku akan cari makanan!"
Tanpa menunggu sahutan Pendekar Slebor, murid mendiang Pemimpin Agung itu sudah
berkelebat meninggalkannya.
Tinggal Pendekar Slebor yang mendadak
mendengus, lalu terdengar omelannya panjang
pendek, "Kok dia kelihatannya sewot sih" Apa aku salah" Kan betul kalau kubilang
cacat" Dasar
urakan!!" (Ampun! Sebutan itu lebih pantas untuk si gadis atau dirinya sendiri")
Malam semakin membentang. Udara terus
berhembus dingin. Beberapa dedaunan berguguran, sebuah menerpa wajahnya.
Sambil membuang rumput yang dihisaphisapnya tadi, Andika berusaha memikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari.
"Adanya di dalam jiwa," desisnya dengan kening berkerut. "Di dalam jiwa.
Bukankah itu berarti perasaan" Tetapi, apa iya perasaan" Satu jari adalah titik kemuliaan.
Busyet! Kalau memang ini menyangkut perasaan, bagaimana hubungannya dengan Rantai Naga Siluman" Menurut Eyang Mega Tantra, bila aku berhasil memecahkan Rahasia Sebelas Jari, maka aku akan
mengetahui caranya untuk mendapatkan Rantai
Naga Siluman. Monyet gundul! Kok justru semakin pusing saja kepalaku!!"
Kembali dicobanya untuk memikirkan lebih
lanjut. "Rahasia Sebelas Jari. Aku yakin, teka-teki ini berada pada kata sebelas
jari. Tetapi, apa
maksudnya" Mengapa harus dikatakan sebelas
jari?" Menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal anak muda ini. Lalu perlahanlahan Andika berdiri. Dipentangkan kedua tangannya sambil
menghela napas.
"Huh! Pusing kepalaku!"
Diarahkan pandangannya ke arah perginya
Gadis Kayangan tadi. Dan dia mendesis lagi,
"Mencari makanan malam begini, sudah tentu
yang didapat hanyalah ayam, burung atau kelinci
hutan. Biar cepat, lebih baik aku membuat api
unggun saja."
Memutuskan demikian, Andika segera
mengumpulkan beberapa batang ranting. Namun
sebelum dia membuat api, mendadak didengarnya teriakan keras, "Andikaaaa!!"
Teriakan keras itu dibaluri dengan ketakutan yang tinggi.
Tanpa hiraukan lagi niatnya semula, Andika segera berkelebat ke arah suara tadi, yang dikenalnya sebagai suara Gadis
Kayangan. Cukup lama dia harus mencari di mana
asal suara itu berada, sebelum akhirnya dia menemukannya. Dan anak muda ini sampai surut
satu tindak ke belakang melihat pemandangan di
hadapannya. Di hadapannya, seorang lelaki tinggi besar
tengah menenteng sosok Gadis Kayangan di pinggangnya. Dari sikap yang diperlihatkan oleh Gadis Kayangan, Andika langsung
mengetahui kalau
gadis itu dalam keadaan tertotok.
Tetapi suaranya cukup keras terdengar,
"Andika! Tolong aku!!"
3 Sementara itu, di padang rumput yang
luas, Kiai Alas Ireng tak kuasa untuk menindih
amarahnya lebih lama. Kegusaran lelaki tua berjubah hitam ini pada pemuda yang berjuluk Manusia Sepuluh Siluman semakin menjadi-jadi.
Kejap berikutnya dia sudah melesat ke depan seraya dorong tangan kanan kirinya.
Kalau tadi hanya mencelat gelombang angin belaka, kali ini disusul dengan bongkahan
awan-awan hitam. Suara yang keluar sangat angker, seperti puluhan pedang membeset udara.
Tanah dan rerumputan terseret.
Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman sesaat melengak melihat kedahsyatan serangan
orang berjubah hitam.
Kali ini dia segera tekuk kedua tangannya
seolah membentuk halangan. Napasnya ditahan
sesaat. Mendadak diangkat kedua tangan yang
tertekuk itu ke atas, hingga kedua sikunya terangkat naik. Serta-merta menggebah gelombang angin
yang tak kalah mengerikannya.
Wrrrr! Wrrrr!! Tak disangsikan lagi akibat yang terjadi begitu kedua gempuran bertemu.
Blaaamm! Blaaammm!
Diiringi suara yang berdebur dahsyat, padang rumput yang diselimuti kegelapan seolah
bergetar, disusul ambyarnya awan-awan hitam
yang keluar dari dorongan kedua tangan Kiai Alas Ireng. Tanah di mana bertemunya
dua tenaga jarak jauh yang dahsyat itu, muncrat ke udara yang seketika pandangan
terbungkus oleh gumpalan
tanah. Cukup lama tanah-tanah itu masih beterbangan sebelum akhirnya sirap kembali ke atas
tanah. Begitu pemandangan dapat ditembusi
pandangan mata, terlihat lubang yang cukup lebar. Sementara itu, Kiai Alas Ireng nampak telah surut tiga tindak ke belakang. Bukan hanya
kedua tangannya saja yang bergetar, sekujur tubuhnya pun bergetar hebat. Bahkan tanpa disadarinya, gigi-giginya saling bertemu hingga timbulkan suara bergemeletuk.
Menyusul dia keluarkan napas dengan cara dihentakkan. Bersamaan
dengan itu, darah keluar dari kedua lubang hidungnya. Rasa nyeri dirasakan pada kedua tangannya. Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman
nampak tengah rangkapkan kedua tangannya di
depan dada. Rupanya, pemuda ini hampir-hampir
tak kuasa menahan gempuran lawan, hingga dia
sampai jatuh berlutut. Sekujur tubuhnya juga
bergetar hebat. Dari sela-sela bibirnya meleleh darah kental.
Kiai Alas Ireng yang geram karena serangannya berhasil dikandaskan lawan, kali ini pentangkan seringaian lebar setelah dia berhasil pu-lihkan kembali keadaannya dan
melihat apa yang
dialami Manusia Sepuluh Siluman. Matanya yang
menyipit berkilat-kilat tatkala dia menemukan sa-tu pikiran yang menurutnya
sangat menarik.
"Bila menuruti kata hatiku, ingin rasanya
kubunuh pemuda celaka ini! Tetapi, aku dapat
mempergunakan tenaganya. Dia memiliki kesaktian yang hanya dua tingkat berada di bawahku.
Cukup dapat kuandalkan."
Habis membatin begitu, dia berkata sambil
lipat kedua tangannya di depan dada.
"Orang muda! Dari kesaktian yang kau miliki, tentunya kau adalah murid orang yang tak
bisa dipandang sebelah mata! Tapi, menilik julukanmu yang baru kudengar, aku yakin kalau kau
adalah orang yang baru saja turun gunung dan
tentunya mengemban satu tugas! Katakan padaku, siapa orang yang telah memerintahkan-mu
untuk mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari"!" Masih coba alirkan tenaga dalamnya ke seluruh tubuhnya, Manusia Sepuluh
Siluman men- dongak. Bibirnya membentuk ejekan. Sepasang
matanya mencorong tajam.
"Menghadapiku kau belum tentu dapat melakukannya!! Pantang bagiku untuk menyebutkan
nama Guru!!"
Kiai Alas Ireng yang memikirkan kalau dia
dapat memperalat pemuda itu, hanya tersenyum
mendengar ejekan orang.
"Menilik jawabanmu, nampaknya kau tak
mengelak saat kukatakan kau adalah pemuda
yang baru saja selesai berguru! Dan tentunya, gu-rumu yang telah memerintahkan
kau untuk men- cari keterangan tentang Rahasia Sebelas Jari! Aku adalah orang baik-baik!
Seluruh rimba persilatan mengenaiku sebagai orang paling baik!"
Habis kata-katanya, Kiai Alas Ireng tertawa
keras. Seolah tengah menyaksikan satu kelucuan
yang mengundang tawa.
Masih tertawa dia melanjutkan katakatanya, "Malam ini, untuk mencabut nyawamu adalah sangat mudah! Dan kau tak
akan bisa tu-tupi keadaanmu yang tentunya sudah terluka dalam, bukan" Tetapi, aku tidak akan mencabut
nyawa busukmu bila kau mau menjadi pesu

Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ruhku yang paling setia!!"
Menggigil tubuh Manusia Sepuluh Siluman
mendengar kata-kata orang. Namun dia sendiri
saat ini tak berani untuk lancarkan serangan.
Jangankan lakukan itu, berdiri pun dia masih belum yakin sepenuhnya untuk dapat tegak.
Sesungguhnya, Manusia Sepuluh Siluman
memang baru saja turun gunung. Dia telah berguru pada seseorang yang berjuluk Raja Siluman
yang berdiam di Gunung Siluman. Raja Silumanlah yang memerintahkannya untuk mendapatkan
Rantai Naga Siluman, dan untuk mendapatkan
rantai pusaka itu, dia mengharuskan muridnya
untuk mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari
yang merupakan kunci untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman.
Sudah seminggu lamanya Manusia Sepuluh Siluman yang memiliki nama asli Jayeng
Gangga ini, mencoba mencari tahu tentang Rahasia Sebelas Jari. Dan selama tujuh hari itu dia belum mendapatkan apa yang
diinginkannya. Hingga tanpa disadarinya, dia telah tiba di
padang rumput yang sekarang dipijaknya. Semula
dari kejauhan dia hanya melihat orang berjubah
hitam tanpa mengetahui siapa adanya orang itu.
Karena selama tujuh hari belum mendapatkan
keterangan tentang Rahasia Sebelas Jari, Manusia Sepuluh Siluman bermaksud untuk menanyakan soal itu pada orang berjubah hitam.
Namun sudah tentu dia tak akan bertindak
ceroboh, mengingat apa yang akan ditanyakannya
tentunya sudah menyebar luas, seperti yang dikatakan gurunya si Raja Siluman. Manusia Sepuluh
Siluman mencoba mencari cara yang terbaik untuk dapat mencari tahu apa yang diinginkannya.
Belum lagi ditemukan cara yang tepat, dilihatnya satu sosok tubuh datang dari kejauhan.
Segera saja dia berkelebat mendekat dengan pergunakan ilmu peringan tubuhnya.
Percakapan yang kemudian didengarnya
antara kedua orang itu, menambah semangatnya
untuk mendapatkan keterangan tentang Rahasia
Sebelas Jari. Dari sebulan keduanya, dia tahu kalau orang berjubah hitam
berjuluk Kiai Alas Ireng sementara perempuan berambut kelabang berjuluk Iblis
Kelabang. Sebelum meninggalkan Gunung Siluman,
si pemuda telah mengetahui beberapa nama dan
julukan orang-orang yang menguasai bagian rimba persilatan. Salah satu yang diketahui dari gurunya, adalah Kiai Alas Ireng.
Dipikirkan lagi bagaimana caranya untuk
mengorek keterangan tentang Rahasia Sebelas
Jari. Dan karena sesungguhnya pemuda ini memang bersifat tinggi hati dan suka mengecilkan
orang lain, dia akhirnya memutuskan untuk
langsung menanyakan soal itu pada Kiai Alas
Ireng sepeninggal Iblis Kelabang.
Karena memandang rendah siapa adanya
orang, Manusia Sepuluh Siluman kena batunya.
Padahal, dia masih dapat menandingi Kiai Alas
Ireng bila saja dia tidak gegabah di saat menghalangi sekaligus lancarkan
serangan orang berjubah hitam. Dan sekarang, orang berjubah hitam itu
makin mengecilkannya dengan mengatakan tak
akan membunuhnya bila dia mau menjadi pengikutnya. Kesombongan itulah yang membuat Manusia Sepuluh Siluman perlahan-lahan berdiri. Tangan kanannya masih memegang dadanya, sementara tangan kiri mengusap darah yang kini keluar dari hidungnya.
Pandangannya melotot gusar tak berkedip.
"Jahanam berjubah hitam! Kau terlalu
memandang rendah orang! Kita bertarung lagi sekarang! Persetan kau mau mengatakan tentang
Rahasia Sebelas Jari atau tidak! Karena, malam
ini nyawamu adalah milikku!!"
Laksana dibetot setan urat suara Kiai Alas
Ireng, hingga mendadak saja tawanya terputus.
Sepasang mata sipitnya membesar, hingga kelopaknya seperti terbuka.
Tak ubahnya air bah yang melanda sebuah
dusun, Kiai Alas Ireng menerjang ke depan. Lesatan tubuhnya menimbulkan suara angin menggempur. Tangan kanan kirinya diangkat terlebih
dahulu sebelum disentakkan ke arah Manusia
Sepuluh Siluman.
Dilihatnya bagaimana wajah Manusia Sepuluh Siluman tersentak kencang ke belakang.
Dia nampak berusaha untuk hindari gumpalan
awan-awan hitam yang menggebrak itu. Namun
nampaknya dia tak akan mampu melakukannya.
Desss!! Tanpa ampun sosok si pemuda terlempar
deras ke belakang dan terbanting keras di atas
tanah. Bersamaan tubuhnya terbanting, terdengar suara keluhannya. Di lain saat, teriakan laksana diserbu puluhan harimau
menggema di tengah malam buta bersamaan tubuhnya menggeliat
liar dan terbanting-banting di atas tanah hingga tanah muncrat berulang kali.
Di tempatnya, Kiai Alas Ireng menunggu.
Pandangannya yang menyipit berkilat-kilat penuh
kepuasan. Bibirnya sunggingkan senyuman begitu mendengar teriakan kematian Manusia Sepuluh Siluman. Tiga tarikan napas kemudian, teriakan itu
mulai mereda dan akhirnya hilang sama sekali.
Kiai Alas Ireng menyeringai.
"Itulah akibatnya bila berani menolak permintaanku!!" desisnya seraya melompat untuk meyakini kalau Manusia Sepuluh
Siluman telah mampus. Berjarak tiga langkah, dilihatnya bagaimana wajah Manusia Sepuluh Siluman membiru. Dari mulut dan hidungnya alirkan darah
kental. Tetapi orang berjubah hitam ini belum
puas bila belum melihat dari dekat. Dengan langkah agak bergegas dia mendekati sosok tubuh
yang tak bergerak itu.
Senyumannya mengembang.
"Sayang kau harus mampus sekarang! Padahal, aku masih mau menerimamu sebagai pengikutku bila kau mau sedikit menahan kesombongan! Tetapi, manusia sombong seperti kau
yang berani menantangku, lebih baik mampus!"
Dengan kepuasan yang makin nampak pada wajah tirusnya, orang berjubah hitam ini mengedarkan pandangannya.
"Malam akan segera beranjak menuju pagi,
waktuku cukup banyak terbuang untuk meladeni
pemuda sombong ini. Entah di mana saat ini Iblis Kelabang. Sebaiknya, aku segera
meneruskan untuk mencari Pendekar Slebor!"
Memutuskan demikian, orang berjubah hitam ini segera berkelebat meninggalkan tempat
itu ke arah timur.
Dan dia tidak tahu, lima tarikan napas sepeninggalnya, sosok Manusia Sepuluh Siluman
yang telah menjadi mayat, mendadak saja lenyap.
Sebagai gantinya, yang nampak hanya kepulan
asap putih belaka.
Menyusul terdengar suara orang terbatuk
menahan sakit. Suara batuk itu ternyata berasal
dari Manusia Sepuluh Siluman yang tengah berlutut! Astaga! Apa yang sebenarnya terjadi"
Manusia Sepuluh Siluman sadar, kalau dia
tak akan mampu menghadapi Kiai Alas Ireng dalam keadaan terluka dalam seperti itu. Kendati
demikian, dia tak menyesali sikap sombongnya.
Malah sambil tertawa-tawa, dia coba memancing
kemarahan Kiai Alas Ireng.
Di saat lelaki berjubah hitam itu lancarkan
serangan dan jelas akan mengirimnya ke akhirat,
Manusia Sepuluh Siluman telah keluarkan ajaran
dari gurunya si Raja Siluman. Dengan pergunakan ilmu 'Balik Mata Timbul Asap', dia dapat
mengubah pandangan Kiai Alas Ireng, pada dirinya. Yang diserang oleh Kiai Alas Ireng adalah jelmaan sosok Manusia Sepuluh
Siluman yang terbuat asap belaka, sementara wujudnya yang
asli berada tak jauh dari sana.
Ilmu 'Balik Mata Timbul Asap' adalah salah
satu ilmu siluman yang menyebabkan pemuda itu
dijuluki Manusia Sepuluh Siluman. Julukan itu
diberikan oleh gurunya sendiri.
Sekarang, sambil perlahan-lahan bangkit,
Manusia Sepuluh Siluman memandang ke arah
perginya Kiai Alas Ireng. Wajah tampannya berubah laksana setan. Kemarahan telah menghantuinya. Dan dia telah tanamkan niat, untuk
membalas semua perbuatan Kiai Alas Ireng.
"Tak akan kubiarkan dia hidup lebih lama!
Tak akan kubiarkan dia jadi lawanku untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman! Manusia itu harus mampus sebelum kudapatkan Rantai Naga
Siluman!!" desisnya penuh kemurkaan.
Diedarkan pandangan ke sekelilingnya
yang gelap. Tahu-tahu terlihat kepalanya mengangguk-angguk.
"Tadi kutangkap pembicaraan, kalau orang
yang mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari
adalah Pendekar Slebor! Huh! Seperti apa orang
itu" Apakah dia sebangsa manusia yang membuat
keder orang, atau hanya cecunguk kesiangan belaka"! Tetapi, dialah orang yang harus kutuju!
Sekaligus... membunuh Kiai Alas Ireng!!"
Kejap berikutnya, dengan tubuh agak limbung dan tangan masih memegangi dada, pemuda ini meninggalkan tempat itu dengan langkah
terhuyung. Namun dendam begitu berkobar di
dadanya. 4 Di tempatnya, Pendekar Slebor memandang tak berkedip pada lelaki tinggi besar itu. Dia harus mendongak saat
memandang, karena sosoknya hanya sebahu orang itu.
Gadis Kayangan yang nampak tak berontak
dalam tentengan orang itu berseru keras, "Andika!
Jangan jadi patung begitu! Kau harus menolongku!!" Seolah baru sadar dari keterkejutannya, Andika nyengir. Sementara itu, di
kejauhan mulai nampak bias-bias matahari tanda pagi kembali
datang. "Busyet! Katanya kau mau mencari makanan" Kok tidak tahunya bermain ayun-ayunan
begitu?" ucapan urakannya langsung terdengar, padahal diam-diam Andika sedang
memikirkan siapa gerangan lelaki tinggi besar itu.
Gadis Kayangan melotot gusar.
Orang tinggi besar yang ternyata berkulit
hijau itu menggeram keras. Suaranya laksana
auman harimau. "Anak muda! Gadis ini akan kuberikan padamu tanpa kurang suatu apa, asal kau dapat
memenuhi syarat yang kuberikan!!"
Andika mengangkat kedua bahunya.
"Wah! Soal gadis itu mau kau apakan, ya
terserah deh! Itu urusanmu dan keluargamu!
Cuma... aku mau tahu nih, kau ini siapa sih"!"
Kontan Gadis Kayangan melotot gusar
mendengar ucapan Pendekar Slebor. Dia sendiri
sebelumnya sedang asyik memburu seekor kelinci
yang tertangkap oleh pandangannya. Dan hampir
saja dia berhasil menjebak sekaligus menangkap
kelinci itu, mendadak pendengarannya menangkap getaran yang sangat kuat pada tanah.
Sedikit terkejut gadis jelita berkepang dua
ini palingkan kepala. Sampai surut satu tindak
Gadis Kayangan, begitu melihat satu sosok tinggi besar berkulit hijau tanpa
pakaian, telah berdiri di hadapannya.
Untuk sesaat dia tak lakukan tindakan
apa-apa kecuali pandangannya yang dibuka besar-besar, memandang dada orang itu yang demikian bidang. Tonjolan ototnya begitu kentara. Dan belum lagi dia berbuat apaapa, mendadak saja
tangan kanan besar itu telah bergerak untuk menangkapnya. Gerakan tangan besar itu, menimbulkan kesiur angin yang keras.
Sudah tentu Gadis Kayangan tak menginginkan dirinya disambar oleh orang tinggi besar
yang baru pertama kali dilihatnya. Dengan pergunakan kelincahannya, dia berkelit. Namun baru
saja dia berhasil hindari sambaran tangan kanan
orang berkulit hijau itu, tangan kiri orang itu sudah menyambar kembali.
Memekik kaget Gadis Kayangan sambil lepaskan pukulan tangan kanan untuk memapaki
sambaran tangan kiri lawan.
Bukkk!! Benturan terjadi dan nampak sosok Gadis
Kayangan tergontai-gontai ke belakang. Tangan
kanannya dirasa nyeri bukan main. Sementara
itu, orang tinggi besar berkulit hijau keluarkan gerengan yang sangat keras.
Wajahnya sangat
kaku. Mendadak dia maju tiga langkah ke depan.
Saat kedua kakinya menginjak tanah saat me

Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

langkah, terdengar suara debukan yang keras.
Tangan kanan kirinya kembali bergerak berusaha
menyambar Gadis Kayangan.
Semula Gadis Kayangan sudah memutuskan untuk segera meninggalkan orang ini.
Akan tetapi, dua sambaran tangan orang itu
membuatnya harus bersiaga. Gadis Kayangan tak
sempat keluarkan ilmu yang dimilikinya, karena
tangan kiri orang itu sudah menyambar tangan
kanannya dan menyentak.
Laksana ditarik setan, tubuh Gadis Kayangan yang mungil sudah tertarik ke arahnya. Sebelum murid mendiang Pemimpin Agung ini berbuat
sesuatu, tangan kanan orang tinggi besar berkulit hijau telah menotoknya.
Dalam keadaan tak berdaya seperti itu namun mulut yang masih dapat berbunyi, dia berteriak keras dengan harapan Andika dapat mendengarnya. Tetapi pemuda yang diharapkannya membantu, justru bersikap seenak jidat saja.
Sementara itu, orang tinggi besar tanpa baju itu menggereng keras.
"Aku Kala Ijo!" serunya menyahuti pertanyaan Andika tadi.
"Busyet! Itu nama atau julukan" Tetapi
yang pasti, dia memang sangat cocok menggunakan sebutan itu," desis Andika sambil garuk-garuk kepalanya. Sepasang matanya
tak berkedip ke depan. Dia tak akan berdiam diri bila terjadi sesuatu pada Gadis Kayangan.
Kalaupun tadi dia
berkata demikian, karena hendak mencari tahu
siapa adanya orang tinggi besar itu.
Kemudian dia berkata, "Kala Ijo! Nama itu
pantas kau sandang! Sekarang, cepatan sedikit,
apa yang akan kau jadikan syarat buatku mendapatkan gadis bengal itu kembali"!"
Sepasang mata besar Kala Ijo makin membesar. Seluruh tubuhnya nampak dilapisi kulit
yang sangat tebal dan berwarna hijau. Wajahnya
kaku dan tegang. Seluruh yang ada di wajahnya
itu besar. "Aku mencari Pendekar Slebor! Kau katakan di mana dia berada, maka akan kuberikan
gadis ini padamu!!"
Seperti disentak setan kepala Andika melengak ke belakang. Di lain saat dia sudah bersikap normal kembali. Kendati
demikian hatinya
mendadak terasa tidak enak.
Jelas kalau Kala Ijo sedang mencarinya.
Hanya saja, dia tidak tahu seperti apakah rupa
orang yang dicarinya.
"Bila kau mencari Pendekar Slebor, kebetulan sekali kemarin sore aku berjumpa dengannya!" Habis Andika berkata demikian, Kala Ijo melepaskan tentengan tangannya
pada tubuh Gadis Kayangan. Kontan si gadis ambruk. Dia
nampak hendak memaki-maki, tetapi begitu dilihatnya tatapan Andika serius ke arahnya, si gadis cuma dapat menelan
kejengkelannya.
"Bagus bila kau mengetahuinya! Ke mana
Pendekar Slebor pergi"!"
"Wah! Kalau soal itu sih aku tidak tahu!
Tetapi, dia menuju ke arah timur! Ngomongngomong... ada apa sih kau mencari Pendekar
Slebor"!"
"Anak muda keparat! Berani lancang di hadapan Kala Ijo, berarti kematian yang akan kau
terima!!" geram Kala Ijo dengan suara menggelegar. Kendati kaget mendengar
suaranya, Andika
cuma mengangkat kedua bahunya saja.
"Aku kan cuma bertanya, kalau kau tidak
mau menjawab, ya tidak apa-apa."
Kala Ijo nampak terdiam. Wajah kakunya
nampak semakin kaku. Lalu dengan tangan kanan tertuding ke arah Andika dia berkata, "Aku menginginkan Rahasia Sebelas
Jari!!" "Kutu landak! Rupanya Rahasia Sebelas
Jari sudah menyebar! Kalau begini caranya, sudah tentu bukan hanya dia seorang yang hendak
mencari tahu sekaligus memecahkan Rahasia Sebelas Jari! Tetapi tentunya, mereka harus mengetahui dulu, apa isi rahasia itu!" batin Andika sambil memandang orang di
hadapannya. Gadis Kayangan sendiri terkejut mendengar ucapan orang tinggi besar berkulit hijau.
"Celaka! Nampaknya rahasia yang diberikan Eyang Mega Tantra pada Pendekar Slebor telah meluas...." Sementara itu Kala Ijo berkata lagi,
"Cepat kalian menyingkir dari sini! Bila dalam tiga kejapan mata masih berada di
sini, maka nyawa
kalian berdua akan kucabut!!"
Andika yang merasa telah cukup untuk
mengetahui apa tujuan Kala Ijo mencari dirinya,
buru-buru rangkapkan kedua tangannya di depan
dada. Masih rangkapkan kedua tangannya, dia
membungkuk berulang kali.
"Pergiii!!" menggelegar suara Kala Ijo.
"Busyet! Galak amat sih" Awas ya, lain kali kutusuk perutmu biar jadi orang
kerdil!" gerutu anak muda urakan ini sambil melangkah mendekati Gadis Kayangan.
Begitu dilihatnya Gadis Kayangan hendak
membuka mulut, dia berkata, "Jangan bicara du-lu. Kita menyingkir dari sini."
"Aku ditotok," bisik Gadis Kayangan.
"Aku tahu. Akan kucari totokan itu dan
kubebaskan kau," sahut Andika balas berbisik.
Lalu dengan gerakan yang sangat cepat,
Andika mengangkat tubuh Gadis Kayangan dan
membopongnya. Sebelum dia meninggalkan tempat itu, dia berkata pada Kala Ijo
"Oya! Kalau kau sudah bertemu dengan
Pendekar Slebor, baiknya kau katakan padaku,
ya" Kalau kau tidak bertemu denganku, kirim surat saja!!"
Masih menyimpan bergumpal pertanyaan
di dalam dadanya, Pendekar Slebor segera berkelebat cepat dari sana.
Sementara itu, Kala Ijo yang memang berhati kaku, sungguh tak mengerti apa yang dimaksudkan anak muda tadi. Dia hanya keluarkan
dengusan sebagai sahutan ucapan Andika.
Lalu dia arahkan pandangannya ke depan.
Sepasang mata besarnya bergerak-gerak tidak sabar. "Aku harus berjumpa dengan Pendekar
Slebor. Dialah orang yang kudengar mendapatkan
amanat untuk memecahkan Rahasia Sebelas Jari
yang diberikan Eyang Mega Tantra. Harus kuceritakan tentang Rantai Naga Siluman. Dan pemuda
itu harus tahu, kalau bahaya sedang mengintainya," desisnya dengan wajah tetap kaku.
Orang tinggi besar berkulit hijau ini terdiam. Kedua bahunya nampak bergerak-gerak.
Dua kejapan berikutnya, orang tinggi besar berkulit hijau ini segera memutar arah. Lalu segera meninggalkan tempat itu. Setiap
kali dia melangkah, terdengar suara berdebuk-debuk yang sangat keras. *** "Andika, mengapa kau tak mengatakan kalau engkaulah Pendekar Slebor?" tanya Gadis Kayangan setelah totokannya
dibebaskan dan se-potong paha ayam panggang masuk ke perutnya.
Andika yang lagi berusaha untuk mendapatkan sisa-sisa daging ayam panggang yang sedang dimakannya, menyahut, "Aku belum mengetahui siapa adanya Kala Ijo. Bisa
jadi, selain untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari, dia juga bermaksud akan membunuhku
setelah itu."
"Lawan saja!"
Andika langsung palingkan kepala. Matanya melotot. "Enak saja ngomong! Apa kau tidak lihat
badannya dua kali besar badak"!"
Tertawa nyaring Gadis Kayangan mendengar selorohan anak muda urakan itu. Hatinya
yang selama ini memendam rasa cinta pada Andika, semakin membesar. Dan bunga-bunga cintanya terus bermekaran.
"Lantas, apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanyanya kemudian.
Andika melempar tulang-tulang ayam yang
dipegangnya. Entah di mana jatuhnya tulangtulang ayam itu, karena lesatannya laksana anak
panah. "Aku tidak tahu."
"Lho, mengapa kau tidak tahu?"
"Kok aku tidak tahu malah heran" Hei, aku
ini bukan orang yang serba tahu!"
"Ya... kupikir kau sangat cerdik, tidak tahunya... kau malah kebingungan sekarang."
"Aku bukan hanya bingung, tapi super bingung! Rahasia Sebelas Jari bukan masalah enteng. Dan sialnya, waktu yang kupunyai hanya
sampai purnama bulan ini. Kau ini bukannya
membantu, malah tertawa-tawa!"
"Apa yang harus kubantu" Memijitmu?"
"Kalau kau mau, ya silakan saja!"
"Huh! Tak sudi aku memilih orang yang
penuh kudis begitu!"
"Hei!" Andika melotot. "Bicara sembarangan! Apakah kau tidak tahu kalau aku ini
orang yang paling baik di antara sepuluh orang?"
"Kalau kau yang paling baik, berarti yang
sembilan orang lagi berhati jahat dong?"
"Nah! Kau telah mengambil penilaian yang
sangat bagus! Sembilan orang itu memang berhati
jahat! Tetapi ya... tidak semuanya, kan?"
Gadis Kayangan yang menganggap ucapan
Andika hanya ngawur saja, tertawa lagi.
"Kenapa kau tidak mengatakan kau mempunyai dua kepribadian" Yang satu jelek dan
yang satu bagus?"
"Kalau begitu, ada sebelas orang dong?" balas Andika sambil nyengir.
"Kau bilang ada beratus-ratus aku juga tidak peduli! Eh, aku mau mandi dulu ah!"
"Jangan jauh-jauh, nanti kau...," mendadak anak muda urakan ini memutus katakatanya sendiri. Keningnya seketika nampak berkerut dan jelas kalau dia tengah memikirkan sesuatu. Gadis Kayangan tak pedulikan sikap Andika yang bengong kayak macan ompong itu. Sambil tertawa-tawa, dia segera meninggalkan tempat itu untuk mencari sungai atau
mata air. Sepeninggal Gadis Kayangan, kening Andika semakin berkerut saja. Dia tak berkata apaapa ataupun lakukan tindakan apa-apa. Cukup
lama dia berdiam diri seperti itu sebelum kemudian terlihat kepalanya mengangguk-angguk. Mulutnya nampak mulai berkomat-ka-mit, tetapi tak
ada suara yang terdengar. Sampai kemudian dia
menarik napas pendek.
"Barangkali memang itu...," katanya pelan, seperti khawatir didengar orang. "
Ada sebelas jari di dalam jiwa satu jari adalah titik kemuliaan.
Apakah bukan itu maksudnya. Sebelas jari itu
ada di dalam jiwa, satu jari adalah titik kemuliaan. Tadi secara bergurau, kukatakan pada Gadis Kayangan, kalau aku adalah orang yang paling baik dari sepuluh orang. Berarti, ada sembilan orang di luar diriku. Dan
berjumpa sepuluh denganku. Tetapi, Gadis Kayangan mengatakan, bagaimana kalau aku memiliki dua kepribadian"
Secara tak langsung akan berjumlah sebelas
orang. O... tidak, tidak... bukan sebelas orang. Tetapi sebelas jiwa. Ya, ya...
satu jari adalah titik kemuliaan. Apakah yang dimaksud dari Rahasia Sebelas
Jari, adalah orang yang berjumlah sepuluh, kemudian salah seorang memiliki dua
kepri- badian?" Anak muda ini kembali terdiam. Diperas
otaknya untuk memikirkan kemungkinan dari jawaban Rahasia Sebelas Jari.
Lalu terlihat kepalanya digeleng-gelengkan.
"Ah, terlalu cepat aku mengambil kesimpulan seperti itu. Barangkali memang bukan itu jawaban dari Rahasia Sebelas Jari. Kalau memang
bukan, apa lagi" Kutu loncat! Otakku jadi kayak
otak kerbau sekarang!! Dasar monyet pitak!!"
Kalau tadi dia kelihatan berpikir keras, kali
ini kelihatan dia cengar-cengir tak karuan. Mulutnya berucap panjang pendek tak jelas.
"Dasar urakan! Masa cuma ngomong begitu
saja, merupakan jawaban"! Huh!! Mendingan aku
mencari Gadis Kayangan saja! Siapa tahu dia sudah menemukan sungai dan aku bisa...," mendadak anak muda pewaris ilmu Pendekar
Lembah Kutukan ini berdiri. "Pokoknya asyiiikkkk!!"
Lalu dengan pikiran yang dia ketahui sendiri, dia sudah berlari ke arah perginya Gadis
Kayangan. 5 Jalan setapak itu lengang. Di sana-sini
ranggasan semak belukar setinggi dada seolah
menjadi pagar di kanan kiri jalan setapak itu. Angin berhembus sejuk. Matahari
telah turun dari
titik tengahnya sejak dua penanakan nasi tadi.
Hingga jalan setapak itu tak diganasi teriknya sinar matahari.
Mendadak saja kelengangan terhapusi oleh
gemuruh angin yang sangat keras. Menyusul
munculnya dua sosok tubuh berpakaian abu-abu


Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gelap panjang. Dua orang yang ternyata laki-laki setengah baya ini, berwajah
mirip satu sama lain.
Rambut masing-masing orang dikepang dua. Di
pinggang keduanya terselip sebatang parang besar. Orang yang berada di sebelah kiri mendesis, "Alung Gaganda! Apakah aku tadi tidak salah melihat, kalau kulihat
kelebatan hijau dan biru
muda melalui jalan setapak ini?"
Orang yang di sebelah kanan dan berwajah
mirip dengan orang yang ajukan tanya tadi, menganggukkan kepala. Sambil pandangi kejauhan
melalui jalan setapak itu dia menganggukanggukkan kepala.
"Kau tidak salah! Aku pun melihatnya!"
"Apakah kau ingat tentang ciri orang yang
kita cari?"
"Ya! Dia mengenakan pakaian hijau muda
dan di lehernya melilit kain bercorak catur."
"Bagaimana dengan bayangan hijau tadi"
Adakah kau juga melihat sehelai kain yang melilit pada lehernya?"
Alung Gaganda menganggukkan kepalanya. "Kau benar, Agung! Jelas kalau salah seorang dari dua bayangan tadi
adalah orang yang
kita cari!"
Kejap berikutnya tak ada yang keluarkan
suara. Kedua orang berwajah mirip satu sama
lain ini, dikenal dengan julukan si Kembar Parang Maut. Sungguh sulit membedakan
yang mana Alung Gaganda dan yang mana Agung Gaganda.
Namun sebenarnya ada cara yang dapat membedakan masing-masing orang.
Di lengan kanan Agung Gaganda yang tertutup tangan panjang pakaiannya, terdapat bekas
luka. Itu disebabkan ketika dia masih kecil, ter-sangkut akar pohon tatkala
berenang di sebuah
sungai. Akan tetapi, karena pakaiannya berlengan panjang, sudah tentu sulit
untuk melihat tanda
bekas luka itu.
Agung Gaganda berkata, "Biar kita tidak
terlalu banyak buang waktu, kita berpencar untuk mencari pemuda itu! Dialah satu-satunya
orang yang mengetahui tentang isi Rahasia Sebelas Jari! Berita tentang Pulau Hitam telah menyebar luas! Aku yakin akan banyak
orang-orang yang memburu pemuda dari Lembah Kutukan
itu. Dan sudah tentu kita tak boleh terlambat untuk mengetahui sekaligus
memecahkan Rahasia
Sebelas Jari. Rantai Naga Siluman harus kita miliki!" Setelah melihat kepala adik kembarnya mengangguk, Agung Gaganda segera
berkelebat mengikuti jalan setapak yang telah dilalui bayangan hijau dan biru muda yang
dilihatnya. Alung Gaganda sendiri mengambil jalan
agak serong ke kanan, sebelum meluruskan langkah sejajar dengan arah yang ditempuh oleh
Agung Gaganda. Berjarak tiga puluh tombak dari masingmasing orang yang berkelebat, bayangan hijau
dan biru muda yang berkelebat sebelumnya dan
tak lain Pendekar Slebor serta Gadis Kayangan,
menghentikan lari mereka masing-masing.
Kedua remaja itu tak ada yang buka suara.
Mereka edarkan pandangan ke sekeliling yang ditumbuhi pepohonan tinggi.
Dua kejapan mata kemudian, terdengar
suara Gadis Kayangan, "Andika! Mau apa kita terus menerus berlari seperti ini"
Bukankah lebih baik memecahkan tentang Rahasia Sebelas Jari?"
Yang ditanya palingkan kepala, lalu nyengir sambil garuk-garuk kepalanya.
Diam-diam dia membatin, "Gadis ini memang memiliki ilmu yang cukup tinggi. Sebagai
pewaris ilmu Pemimpin Agung, dia memang boleh
dikatakan tak dapat dipandang sebelah mata. Tetapi aku yakin, dia belum sepenuhnya mewarisi
ilmu Pemimpin Agung. Dan nampaknya, dia masih terus terpaku dengan Rahasia Sebelas Jari.
Memang sungguh repot bila berjalan dengan seorang gadis seperti ini. Tetapi, sudah tentu aku tak dapat meninggalkannya,
karena aku telah men-cium keadaan yang semakin lama bertambah parah." Sementara itu Gadis Kayangan mendengus,
"Ditanya bukannya menjawab, malah nyengir!" '
"Busyet! Kok kau senang banget membentak ya" Iya, iya, kukatakan mengapa kita harus
berlari?" "Apa"!" sentak Gadis Kayangan.
"Karena kita tidak sedang merangkak! Hahaha...!" "Brengsek!"
Andika tertawa melihat bibir si gadis cemberut. Sesungguhnya, dengan kehadiran Kala Ijo,
Andika merasa pasti kalau akan banyak lagi
orang-orang rimba persilatan yang muncul. Dan
semua ini tentunya berkaitan dengan Rahasia Sebelas Jari yang sudah tentu berhubungan dengan
cara mendapatkan Rantai Naga Siluman.
Itulah sebabnya, Andika tak mau berdiam
menetap disatu tempat untuk memikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari. Karena dia merasa
pasti, kalau nyawanya tengah menjadi intaian
orang-orang serakah.
"Huh! Dasar urakan! Brengsek! Ngomong
seenak jidat saja!" dengus Gadis Kayangan sambil melipat kedua tangannya di
depan dada. "Ya... kalau aku urakan, brengsek, suka
ngomong seenak jidat, kenapa kau mau berjalan
bersamaku" Hayo, kenapa"!" sahut Andika sambil memajukan kepala dan memonyongkan
mulutnya. Sebenarnya, Andika cuma bermaksud
menggoda saja, tetapi wajah Gadis Kayangan
memerah. Untuk sesaat dia hanya melotot dan
makin lama nampak dia agak gelagapan. Kejap
berikutnya, buru-buru dia palingkan kepala ke
tempat lain. E dasar urakan, Andika justru terus menggodanya, "Hayo, malu ya" Malu" Tidak usah malu deh. Kalau kamu memang...."
"Memang apa, hah"!" Gadis Kayangan melotot. Kedua tangannya berkacak di pinggang.
"Memang... malu... hahaha...."
"Brengsek!" cemberut Gadis Kayangan dengan wajah makin memerah. Dan tak tahan
digoda terus menerus, dia memutuskan untuk meninggalkan Andika dulu.
"Hoooiii! Mau ke mana luh" Ada orang yang
lagi malu! Ada orang yang malu-maluin!" teriak anak muda itu makin konyol sambil
pandangi terus punggung Gadis Kayangan yang berkelebat.
Hati Gadis Kayangan menggeram gemas
dan malu mendengar teriakan Andika. Tetapi setelah meyakini kalau di sekitar sana cuma ada dia dan Andika, dia pun terus
meninggalkan tempat
itu. "Brengsek!" desisnya.
Sepeninggal Gadis Kayangan, Andika tertawa sendirian. Merasa lucu dengan gurauannya
sendiri. Lalu diperhatikan sekelilingnya.
"Kupikir, ini saat yang tepat untuk memikirkan tentang Rahasia Sebelas Jari, mumpung
Gadis Kayangan sedang tak ada di sini. Kalau ada dia, urusanku jadi terganggu
terus." Lalu dia berjalan mendekati sebuah pohon
besar. Belum lagi dia duduk di bawah pohon itu,
mendadak saja kepalanya dipalingkan ke kanan.
Karena saat itu pendengarannya menangkap satu
gerakan orang. "Busyet! Apakah Gadis Kayangan sudah
kembali lagi" Tetapi, tadi dia bergerak ke arah
kanan" Lalu suara itu berasal dari arah kiri" Apa dia sengaja memutar" Atau...
ada orang lain yang telah tiba di tempat ini?" desisnya dengan kedua mata dibuka
lebih lebar. *** Andika menunggu tanpa keluarkan suara.
Dua kejapan berikutnya, apa yang ditunggunya
telah nampak di hadapannya. Yang datang ternyata seorang lelaki setengah baya berpakaian
panjang warna abu-abu yang telah berdiri berjarak sepuluh langkah dari hadapannya. Rambut
orang itu dikepang dua. Dia adalah Agung Gaganda, salah seorang dari si Kembar Parang
Maut. Untuk sesaat masing-masing orang tak ada
yang buka suara. Pandangan keduanya memperhatikan dengan seksama satu sama lain. Senja
semakin menurun. Di kejauhan nampak langit
dihiasi bias-bias merah yang indah.
Agung Gaganda maju dua tindak ke muka.
"Anak muda! Kau tak perlu mungkir bila
kukatakan, kau adalah Pendekar Slebor!"
Sesaat Andika tak sahuti ucapan orang.
Kejap berikutnya, masih pandangi orang di hadapannya, Andika menyahut, "Lho" Kok aku ditu-duh mungkir" Perlunya apa" Kalau kau
memang yakin aku adalah Pendekar Slebor, kan tidak perlu bertanya lagi! Ayo, bilang deh! Ada apa ini"
Apakah kau ingin meyakinkan betapa tampannya
parasku" Atau... kau tidak percaya kalau wajahmu tak seberapa dibandingkan dengan wajahku?"
Memerah wajah Agung Gaganda mendengar selorohan orang. Tangan kanannya menuding.
Lengan panjangnya agak tersingkap, dan Andika
dapat melihat bekas luka pada lengan kanan
orang. "Beri tahu aku tentang isi Rahasia Sebelas Jari, maka kau akan dapat
melihat matahari besok pagi"!"
"Hmmm... dugaanku tepat, kalau bukan
hanya Kala Ijo yang ingin tahu tentang Rahasia
Sebelas Jari. Manusia ini pun telah kemukakan
pula apa keinginannya. Tentunya, masih ada
orang yang menginginkan tentang hal itu."
Habis membatin demikian, Pendekar Slebor
berkata sambil menggaruk-garuk kepalanya yang
tidak gatal, "Kalau aku besok pagi masih tidur dan terus menerus memejamkan mata
hingga malam tiba, ya jelas aku tidak akan bisa melihat matahari lagi. Tetapi kalau
kubuka kedua mata-ku, kan masih dapat melihat" Iya, nggak" Iya,
nggak?" Si Kembar Parang Maut adalah orangorang yang tak bisa diajak bergurau. Mereka sela-lu menekankan pada prinsip,
siapa pun orangnya
yang menolak apa yang mereka inginkan, maka
lebih baik mati.
Perasaan amarah pun sudah memenuhi
rongga dada Agung Gaganda.
Suaranya keras saat berseru, "Jangan coba
memuslihatiku dengan ucapanmu itu! Aku tahu,
kau sedang memikirkan cara untuk melarikan diri"!" Kontan tertawa keras anak muda dari
Lembah Kutukan ini. Masih tertawa dia berucap,
"Ya, ya... kau benar! Aku memang sangat ketakutan dan sedang berusaha melarikan
diri! Ih! Kau tahu saja deh! Bagaimana kalau kau diam saja
sementara aku meninggalkan tempat ini"!"
"Keparaaaaattt!!" geram Agung Gaganda.
Kejap itu pula dia sudah mencelat ke depan. Tangan kanan kirinya digerakkan ke atas ke
bawah menyusul disentakkan ke depan. Kesiuran
angin angker lebih dulu menggebrak sebelum kedua jotosannya itu mencari sasaran.
Dari gebrakan yang dilakukan oleh lawan,
Andika tahu kalau lawan telah kerahkan separo
tenaga dalamnya. Dia pun tak ingin membuang
waktu pula. Apalagi begitu teringat, kalau waktunya hanya sampai purnama bulan ini untuk
dapat memecahkan Rahasia Sebelas Jari.
Setelah berhasil hindari gebrakan angin
yang keluar mendahului jotosan Agung Gaganda,
dengan kerahkan tenaga "Inti Petir' tingkat ke-sembilan, dia menggebrak pula.
Suara laksana salakan petir terdengar keras sebelum kedua tangannya berbenturan dengan tangan kanan kiri
Agung Gaganda. Dess! Dess!! Benturan keras terjadi dan masing-masing
orang surut tiga tindak ke belakang. Wajah Agung Gaganda terkesiap kaget. Tanpa
sadar dia cukup
lama menatapi kedua lengannya yang terasa ngilu
dan perlahan-lahan terlihat membiru.
Di seberang Pendekar Slebor sendiri terkejut merasakan kedua tangannya seperti patah.
Buru-buru dialiri tenaga dalamnya untuk mengusir rasa ngilu yang mendera.
"Kutu loncat! Tenaga dalamnya begitu tinggi! Busyet! Siapa dia sebenarnya" Berita tentang Rahasia Sebelas Jari yang
kudapatkan dari Eyang
Mega Tantra rupanya memang sudah menyebar!
Celaka sembilan setengah! Sudah tentu bukan
hanya dia seorang dan Kala Ijo yang menginginkan semua ini! Kalau begini...."
Memutus kata batinnya sendiri, terlihat
sepasang mata anak muda urakan ini terbeliak.
"Celaka! Apa yang dialami oleh Gadis Kayangan sekarang" Menilik keadaan,
nampaknya orang-orang akan terus memburuku. Bisa jadi sebagian
orang yang ingin tahu tentang Rahasia Sebelas
Jari, ada yang mengetahui kalau Gadis Kayangan
bersama-samaku. Berarti... monyet pitak! Nyawa

Pendekar Slebor 67 Rahasia Sebelas Jari di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nya pun akan menjadi taruhan dalam hal ini!!"
Berjarak delapan langkah, Agung Gaganda
telah mengangkat kepala. Sepasang matanya
membesar gusar memperhatikan pemuda berpakaian hijau pupus itu.
"Tenaganya sungguh hebat! Wajar kalau
dia adalah pengemban amanat dari Eyang Mega
Tantra. Tetapi, dia telah menolak untuk mengatakan tentang Rahasia Sebelas Jari! Hatiku sudah
cukup puas bila dia mampus dan Rahasia Sebelas
Jari terkubur selama-lamanya, hingga tak seorang pun yang mendapatkan Rantai Naga Siluman!" Memutuskan demikian, Agung Gaganda
buka mulut lagi, "Pendekar Slebor! Keputusan ada di tanganmu! Kau tetap bungkam
untuk mengatakan tentang Rahasia Sebelas Jari dan itu
berarti...."
"Apa sekarang kau akan mengatakan aku
tidak akan dapat melihat rembulan nanti malam?" putus Pendekar Slebor, lalu meleletkan li-dahnya.
Sikapnya makin memancing kemarahan
Agung Gaganda. "Kau telah lancang bersikap di hadapan
Agung Gaganda! Mampuslah!!"
Menyusul dia menyentakkan kedua tangannya ke depan.
Wuassss!! Serta-merta menggebrak gelombang angin
yang menyeret tanah dan rerumputan ke arah
Pendekar Slebor.
Yang diserang sadar kalau lawan memang
tak mau bertindak setengah-setengah. Karena kejap berikutnya, orang itu sudah melesat ke depan.
Parang besar yang ada di pinggangnya telah dicabut dan siap memecah rengkah kepala Andika.
Wuuutttt!! Segera saja Pendekar Slebor melompat ke
samping kiri hindari gempuran angin lawan. Bersamaan dengan itu, dia miringkan tubuh.
Wuuut!! Ayunan parang besar yang siap merengkah
pecah kepalanya luput. Desingan angin yang ditimbulkan ayunan parang besar itu, membuat telinga kanannya terasa tidak enak.
Gebrakan parang yang dilakukan salah
seorang dari si Kembar Parang Maut ini, adalah
serangan yang dilakukan secara beruntun dan
belum akan berhenti bila belum mengenai sasarannya. Luput mencacak kepala Pendekar Slebor,
mendadak Agung Gaganda memiringkan parangnya dan disabetkan ke arah pinggang Pendekar
Slebor. "Monyet pitak!" maki pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini
sambil bergulingan.
Dengan menumpu pada akar pohon, tubuhnya langsung mencelat lagi ke arah lelaki berambut dikepang dua itu. Tangan kanannya yang
telah dialirkan tenaga 'Inti Petir' tingkat kelima di-jotoskan.
Suara laksana salakan petir terdengar keras. Sesaat nampak Agung Gaganda terkejut.
Tetapi di lain kejap, dia sudah dorong tangan kirinya. Menderu hamparan angin
yang perdengarkan suara angker, disusul dengan ayunan parang
yang mengarah pada leher Pendekar Slebor.
Wuuutttt!! "Orang utan gundul!!" maki Andika sambil membuang tubuh kembali ke samping
kanan. Pohon besar yang tumbuh di belakangnya
berderak akibat sambaran gelombang angin yang
keluar dari tangan kiri Agung Gaganda. Kejap berikutnya terdengar suara bergemuruh keras saat
pohon itu tumbang. Ranggasan semak belukar
langsung tercabut paksa begitu terhantam tumbangnya pohon besar itu.
Belum habis suara gemuruh itu terdengar,
bertepatan Andika berdiri tegak kembali di atas
tanah dan sebelum Agung Gaganda lancarkan serangan berikut, mendadak terdengar suara orang
bertepuk tangan.
"Pertunjukkan yang sangat menarik! Kalau
tidak salah lihat, bukankah yang menyerang Pendekar Slebor adalah salah seorang dari pembegalpembegal busuk dari utara"!"
Segera masing-masing orang palingkan kepala ke kanan. Dan masing-masing melihat satu
sosok tubuh berpakaian panjang berwarna semerah darah. Sosok seorang perempuan setengah
baya berwajah kejam. Rambut putih perempuan
ini dikelabang!
Cukup lama tak ada yang buka suara, sebelum terdengar desisan Agung Gaganda mengenali siapa adanya orang, "Iblis Kelabang!"
6 Perempuan berpakaian semerah darah
dengan rambut dikelabang itu, memang tak lain
Iblis Kelabang, yang telah diperintahkan Kiai Alas Ireng untuk mencari tahu
tentang Rahasia Sebelas Jari dan sekaligus membunuh Pendekar Slebor. Sepasang mata perempuan ini memandang
tajam pada Agung Gaganda. Lalu pandangannya
diarahkan pada Pendekar Slebor.
Pemuda yang dipandang merasa bergidik
melihat tatapan yang begitu tajam.
"Busyet! Belum lagi tuntas urusan ini, telah muncul lagi perempuan yang disebut lelaki
berpakaian abu-abu itu dengan sebulan Iblis Kelabang! Menilik gelagatnya, nampak pula kalau
dia menghendaki Rahasia Sebelas Jari. Monyet
buduk! Aku sendiri belum dapat memecahkan rahasia itu! Bisa kuperkirakan apa yang sebenarnya orang-orang ini inginkan. Sudah
Neraka Karang Hantu 2 Pendekar Hina Kelana 32 Pembalasan Maha Durjana Pedang Bengis Sutra Merah 3

Cari Blog Ini