Ceritasilat Novel Online

Raja Akherat 1

Pendekar Slebor 20 Raja Akherat Bagian 1


RAJA AKHERAT Serial Pendekar Slebor
Cetakan pertama
Penerbit Cirrtamedia, Jakarta
Cover oleh Henky
Editor: Puji S.
Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert : Abu Keisel
Editor : Arya Winata
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/
http://kangzusi.info/ http://cerita_silat.cc/
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh Isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Serial Pendekar Slebor
1 Suasana di halaman Keraton Kerajaan Pakuan hari
ini begitu meriah dan gegap gempita. Orang-orang bersorak-sorai bersamaan sambil
bertepuk tangan, ketika raja mereka yang bernama Prabu Adiwarman keluar dari
pintu Keraton diiringi beberapa punggawa berbaju seragam warna hitam, dengan
celana pangsi dibalut kain batik. Di atas kedua lengan mereka melingkar sebuah
Cakra. Dengan gagah mereka mengiringi Prabu Adiwarman
menuju panggung yang telah didirikan sejak beberapa hari yang lalu.
Panggung itu besar. Pada tiap sudutnya dihiasi
umbul-umbul lambang Keraton Pakuan. Di sisi panggung snelah timur, terdapat
kursi yang dibuat mirip singgana sang Prabu.
Matahari baru saja mengintip, dan akan lepas landas menuju titik akhirnya nanti.
Masih sepenggalah, sinarnya belum begitu terik. Angin berhembus sejuk,
melambaikan pepohonan beringin besar yang tumbuh di depan keraton.
Prabu Adiwarman telah duduk di singgasananya.
Scpuluh punggawa berdiri gagah di belakangnya. Sedangkan seorang laki-laki yang berwajah tampan bersidekap di sisinya.
Rambutnya digelung ke atas. Ba-dannya tanpa penutup alias bertelanjang dada. Di
pinggang bagian belakang terselip sebuah kens pusaka pada kain batik yang
melingkar. Orang-orang mengenalinya sebagai Patih Jalalowe. Pengabdiannya pada
sang Prabu telah cukup lama. Tak heran kalau ia sudah sangat dikenal.
Tepat ketika Prabu Adiwarman berdiri, suara yang bergemuruh tadi terhenti. Lakilaki berusia sekitar empat puluh enam tahun ini mcnyapu pandangan pada rakyat
yang mengelu-elukannya. Senyum kearifan dan bijaksana terpandang di mata mereka.
Di sisi utara, terdapat kursi-kursi yang berjajar. Di sanalah para tokoh sakti
dari dunia persilatan yang diundang, duduk untuk menyaksikan aeara yang akan
digelar. Di sebelah selatan, berjajar sekitar tiga puluh orang pemuda gagah
berusia di bawah tiga puluh tahun.
"Terima kasih atas kedatangan kalian semua. Terutama, para pemuda-pemuda gagah yang hendak
mengikuti sayembara dengan mengadu kesaktian di
panggung terbuka ini," ucap Prabu Adiwarman, berwibawa.
Memang, beberapa minggu yang lalu telah diumumkan ke seluruh pelosok negeri ini, bahwa Prabu Adiwarman akan mcngadakan
sayembara bagi pemuda-pemuda berusia di bawah tiga puluh tahun. Hadiahnya tak
tanggung-tanggung, yakni putri beliau sendiri.
Di atas panggung, Prabu Adiwarman tampak gagah
sekali dengan pakaian kebesarannya yang begitu indah.
Warnanya hijau keemasan, dengan rajutan benang emas yang hanya bisa dilakukan
tangan ahli. "Aku tidak ingin berpanjang lebar. Seperti yang diumumkan, barang siapa yang
bisa memenangkan
seluruh pertarungan ini, maka putri tunggalku, Permata Delima akan bisa
dipersunting salah seorang dari kalian!"
lanjut laki-laki yang kelihatan masih tampan.
Suara gemuruh dari tepukan dan teriakan terdengar lagi. Kecantikan Permata
Delima tidak bisa lagi dilukiskan.
Tak ubahnya dewi kayangan.
Hadirin melihat sang Prabu bertepuk tangan tiga kali.
Lalu, terlihatlah satu iringan yangmelangkah perlahan.
Seorang gadis cantik berpakaian kebesaran istana tampak melangkah di depan
dengan wajah ditutupi cadar.
Langkahnya begitu anggun, di ringi beberapa orang gagah yang menjaganya. Suara
gemuruh semakin terdengar.
Dan tepukan membahana ketika gadis cantik yang
tak lain Putri Permata Delima duduk di sebelah kiri Prabu Adiwarman.
"Aku hanya menghendaki pertandingan yang jujur.
tidak boleh ada korban nyawa. Tetapi bila hanya cedera patah, misalnya, rasanya
bukan masalah! Karena, calon menantuku dan calon suami putriku, haruslah orang
yang gagah dan memiliki kepandaian yang tinggi!" tambah Prabu
Adiwarman. Kembali suara membahana terdengar keras terutama dari bagian selatan panggung,
tempat para peserta duduk.
Dan setelah itu mereka saling pandang dengan tatapan tajam. Dalam hati mereka
tersimpan sebuah harapan, mendapatkan sekaligus mempersunting Putri Permata
Delima. Akhirnya saat yang ditunggu pun tiba. Begitu Prabu Ailiwarman bertepuk sekali,
seorang punggawa bertubuh kekar dan bertelanjang dada mengangkat sebuah alat
pemukul. Lalu dihantamnya gong besar yang ada di sisinya.
Duaaang! Bunyi gong yang dipukul pertanda sayembara segera dimulai. Hadirin terdiam,
memperhatikan para tokoh sakti yang hanya duduk dengan sikap masing-masing.
Salah seorang segera melompat ke atas panggung.
Gerakannya begitu ringan. Dia mengenakan pakaian ringkas berwarna merah, dengan
gelang akar bahar besar di tangannya. Wajahnya garang. Matanya setajam elang.
Rambutnya pun digelung ke atas. Tombak tajam berada di tangannya, saat menjura
pada Prabu Adiwarman.
"Hamba yang hina ini bernama Palawena dengan julukan si Tombak Maut.
Perkenankanlah hamba mencoba keberuntungan dalam sayembara ini!" ucap pemuda
yang mengaku bernama Palawena alias si Tombak Maut.
Prabu Adiwarman mengangguk. Sedangkan Putri
Permata Delima hanya menunduk. Tak seorang pun yang bisa menebak, perasaan
apayangmenggelayuti hatinya.
Suara tepuk tangan kembali terdengar.
Begitu suara tepuk tangan sirna. mendadak saja
melompat satu sosok tubuh tinggi besar. Wajahnya bercambang bauk dengan kedua
alis hitam legam. Begitu mendarat di panggung,
dia menjura pada Prabu
Adiwarman. "Hamba bernama Buntoto, yang berjuluk si Pukulan Setan."
Ketika Prabu Adiwarman menganggukkan kepala,
orang-orang kembali bertepuk tangan. Kemudian laki-laki bercambang bauk yang
mengaku bernama Buntoto
berbalik pada Palawena yang berdiri gagah.
"Saudara Palawena, tolong beri petunjuk," ujar Buntoto.
Palawena malah tertawa terbahak-bahak.
"Begitu pula denganku, Buntoto. Hm.... Apakah kau tidak mempergunakan senjata?"
tanya Palawena dengan suara meremehkan. "Atau, kau sudah yakin dengan
kemampuanmu yang bertangan kosong?"
"Rasanya, kedua tanganku ini mampu
untuk mengimbangi permainan tombakmu."
Rupanya, di balik wajahnya yang seram, Buntoto
memiliki sifat bijak.
"Baik! Lihatserangan!"
Mendadak saja Palawena memutar tombaknya di tins kepala. Seketika terdengar
desingan yang kuat dan menderu-deru. Lalu dengan suara keras, diterjangnya
Buntoto. Buntoto sendiri
tak kalah sigap.
Cepat dihadangnya serangan Palawena.
Pertarungan sengit pun berlangsung. Apa yang
dikatakan Buntoto tadi bcnar. Buktinya ia mampu
mengimbangi permainan tombak Palawena yang mengincar bagian-bagian berbahaya dari tubuhnya. Dan pukulan-pukulan yang
dilakukannya begitu cepat sekali.
Memapak, menangkis, dan menyerang.
Dalam waktu singkat, lima belas jurus berlalu dalam pertarungan yang cukup
sengit. Sementara sorak-sorai para
penonton membahana. Orang-orang gagah yang
mengikuti sayembara itu pun memicingkan mata, mencoba melihat kelemahan masingmasing. Di antara para hadirin, tampak pula seorang pemuda berpakaian hijau muda.
Rambutnya panjang tetapi rapi.
Tubuhnya tegap.
Wajahnya tampan.
Di pundaknya melingkar sehelai kain bercorak seperti catur berwama hitam putih. Sejak tadi,
ia paling ribut mengocehi pertandingan itu.
"Wah! Buntoto memang hebat! Meskipun tubuhnya besar, tapi gerakannya lincah.
Palawena juga. Hanya saja ia kurang bisa mengimbangi kecepatan Buntoto. Kurang
makan rupanya!" oceh pemuda berpakaian hijau muda itu.
Seorang pemuda yang berdiri di dekat pemuda
berpakaian hijau muda ini melirik dan memperhatikan sekilas. Bila melihat wajah
pemuda yang berseloroh tadi, rasanya ia belum pernah melihat. Tetapi diakui juga
kata-kata pemuda itu. Karena satu pukulan Buntoto kini tampak masuk ke perut
Palawena yang kontan terjajar ke
belakang. "Nah! Betul, kan" Pasti dia kalah," kata pemuda berpakaian hijau muda itu lagi.
Sementara di panggung, Buntoto tidak melanjutkan serangan. Palawena scndiri
bangkit menjura.
"Terima kasih atas pelajaran darimu. Aku mengaku kalah," ucap Palawena.
Para hadirin bersorak. Sebagian mencemooh Palawena yang melompat masuk ke keramaian dan
menghilang entah ke mana.
"Pertarungan jujur dan ksatria!" desis pemuda itu lagi.
Tepat ketika Buntoto selesai menjura pada para
hadirin, melompat seorang laki-laki gagah berpakaian kebesaran keraton.
"Namaku Segara, yang berjuluk si Keris Malaikat. Aku ingin menjajal
kemampuanmu...," kata laki-laki gagah itu.
Begitu selesai kata-katanya, orang yang mengaku
bernama Segara dan berjuluk si Keris Malaikat ini langsung menyerang Buntoto.
Serangannya terlihat sangat keji dan berbahaya.
"Wah, wah Ini namanya bukan sayembara lagi, tetapi memang ingin mengalahkan!"
desis pemuda beralis legam itu lagi "Tetapi sepertinya.... Buntoto masih bisa
mengalahkannya."
Lagi-lagi apa yang dikatakan pemuda itu benar.
Belum sampai dua jurus, satu pukulan Buntoto telah mendarat telak di dada
Segara. Laki-laki berjuluk si Keris
Malaikat itu terhuyung ke belakang, lalu melompat pergi tanpa pamit
"Wah,wah! Malu tuh!"
"Makanya..., kalau punya ilmu cetek, tidak usah ikut!"
Suara-suara sumbang, terdengar ramai.
Sementara pemuda berpakaian putih yang di
pinggangnya melingkar sebuah tali merah menoleh ke samping, ke arah pemuda
berbaju hijau. Dia merasa heran melihat pemuda konyol ini selalu benar
dugaannya. "Kisanak....
Siapakah kau sebenarnya?"
tanya pemuda berpakaian putih itu.
Pemuda berpakaian hijau muda memperhatikan
pemuda yang kira-kira seusia dengannya ini.
"Aku" Wah! Aku siapa, ya" Namaku maksudmu?"
"Benar," pemuda berbaju putih itu mengangguk, seperti penasaran. "Oh, ya. namaku
Danji...."
"Aku Andika."
"Andika?"
"Ya. Bagus, bukan?" seloroh pemuda yang ternyata Andika alias Pendekar Slebor
sambil nyengir kuda.
"Kau bisa tepat menduga,
siapa yang akan
memenangkan pertarungan. Mengapa kau tidak ikut
sayembara?" tanya pemuda bernama Danji itu lagi dengan kening berkerut.
Andika nyengir.
"Bagaimana aku bisa ikut, kalau belum pernah melihat Putri Permata Delima" Siapa
tahu wajahnya penuh jerawat," seloroh Andika tidak peduli kalau wajah Danji
memerah. Perubahan itu tidak luput dari tatapan Andika.
"Putri Permata Delima sangat cantik. Kecantikannya hanya bisa ditandingi dewidewi kayangan."
"Nah! Kau kan sudah tahu. Aku belum. Jadi, lebih baik jadi penonton saja. Dan,
mengapa tidak kau sendiri saja yang ingin ikut sayembara itu" Nah coba lihat.
Siapa yang menang sekarang?"
Sementara di atas
panggung Buntoto sedang
menghadapi cecaran lawannya yang sebelumnya mengaku
berjuluk si Cakar Harimau. Ganas sekali serangan-serangan yang dilakukan lakilaki berbaju dari kulit harimau dengan kedua tangan bagai cakar. Tangannya
mengibas ke sana kemari dengan jemari yang berkuku-kuku tajam mengembang
terbuka. Mulutnya menggereng sangat kuat, menampakkan keganasan jurus 'Cakar
Harimau'nya. Danji menoleh pada Andika
"Menurutmu,
siapa yang akan memenangkan

Pendekar Slebor 20 Raja Akherat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pertarungan itu, Andika?" tanya Danji.
"Si Cakar Harimau akan memenangkan pertarungan itu," kata Andika sambil
memperhatikan pertarungan yang sengit di atas panggung. "Serangan-serangannya
banyak mengandung gerak tipu. Sayang wataknya terlalu kejam."
Mereka kembali memperhatikan pertarungan. Dan
lagi-lagi Danji mendesak ketika melihat Buntoto harus terjengkang ke belakang
terkena sambaran si Cakar Harimau tepat di paha kanannya. Tubuhnya limbung,
darah mengucur dari sana.
Buntoto mengangkat tangannya tanda menyerah.
Lalu dia turun tanpa ada rasa kecewa ataupun malu. Sementara para hadirin
bukannya menyoraki Buntoto, malah menyoraki si Cakar Harimau yang bernama asli
Rimang. Tampak laki-laki berpakaian kulit harimau itu berdiri jumawa.
Tetapi Rimang tidak peduli. Matanya justru menatap tajam pada para tokoh yang
hendak mengikuti sayembara.
"Hhh! Siapa lagi yang ingin meminta pelajaran dariku"!" dengus Rimang berapi-api
dan pongah. Dua orang pemuda berdiri. Tetapi, mereka justru
saling pandang. Yang berpakaian merah mempersilakan pemuda yang berpakaian biru.
Kali ini di benak mereka bukan lagi untuk memenangkan sayembara, melainkan tidak
tahan melihat kesombongan Rimang.
Pemuda berpakaian berwarna biru segera menjura
hormat, lalu melenting ke atas panggung dengan gerakan ringan."Ha ha ha...!
Apakah kau tidak sayang dengan salah
satu bagian tubuhmu?" ejek Rimang, merendahkan.
Pemuda itu hanya tersenyum saja.
"Aku memang baru turun gunung. Namaku Kusuma, dan belum mendapatkan julukan apaapa dari orang-orang persilatan. Dan aku sangat ingin mendapatkan pelajaran
darimu, Saudara Rimang...," kata pemuda berpakaian biru yang bernama Kus uma.
Rimang terbahak-bahak.
"Sayang.... Menurut perkiraanku, kau harus segera kembali ke asalmu dengan salah
satu tubuh cacat!"
Begitu habis kata-katanya Rimang membuka jurus.
Kedua tangannya membuka membentuk cakar.
"Kini, kau akan mendapatkan pelajaran pertama dariku!" desis si Cakar Harimau.
Wuutt! Rimang menerjang dengan serangan sangat ganas.
Agaknya dia sangat berapi-api ingin memenangkan
pertarungan secepatnya. Tetapi rupanya, Kusuma yang baru saja turun gunung
memiliki ilmu meringankan tubuh yang sangat lumayan. Serangan Rimang
dihindarinya dengan ringannya dan berkali-kali membalas.
Kimang cukup terkejut juga melihatnya. Karena baru disadari kalau kemampuan
Kusuma berada di atas
Buntoto. Makanya segera dilancarkannya serangan demi serangan yang kejam dan
ganas, terkesan membabi buta.
Bahkan kini serangannya sudah mengarah pada bagian-bagian yang mematikan bagi
Kusuma. Sejauh itu Kus uma masih bisa menghindari ke sana kemari dengan lincah. Hanya
sayang, ia belum banyak menikmati asam garamnya dunia persilatan. Meskipun
ilmunya tinggi, ia masih kurang paham akan gerak tipu dan naluri kelicikan
orang-orang persilatan.
Satu ketika, Kusuma harus melompat ke belakang.
Tetapi Rimang dengan gerakan bagai menerkam memburunya. Dan....
Breeet! Pakaian Kusuma sobek termakan cakaran si Cakar
Harimau. Darah merembes perlahan. Rupanya cakar itu pun menyambar dada Kusuma.
Melihat lawannya sudah terluka, Rimang menjadi
semakin ganas. Kali ini sudah kelihatan, siapa dia sesungguhnya. Dengan teriakan
keras bagai suara
harimau, ia menerkam ke arah Kusuma sambil melepaskan pukulan.
Dan hampir saja serangan itu mendarat, mendadak
berkelebat satu bayangan merah, langsung memapak serangan si Cakar Harimau.
Plak! Plak! Rimang mendengus geram melihat serangannya
berhasil digagalkan. Dengan tajam, ditatapnya seorang pemuda berpakaian warna
merah berikat kepala kuning yang telah menggagalkan serangan sambil berdiri
gagah, pemuda berpakaian merah ini mempersilakan Kusuma untuk meninggalkan
panggung. Suasana menjadi tegang. Sementara sikap Prabu
Adiwarman masih tenang saja.
"Saudara Rimang.... Di atas panggung ini, kita bukan ingin saling membunuh.
Melukai pun seharusnya tidak.
Tetapi, tindakanmu itu sudah kelewat batas," ujar pemuda berbaju merah, tenang.
"Jangan banyak omong!" bentak Rimang geram.
"Kalau kau memang ingin ikut sayembara ini, hadapi aku!
Bukannya memberi ceramah!"
Pemuda berpakaian warna merah itu menjura.
"Aku pun ingin mendapatkan pelajaran darimu, Snudara Rimang! Namaku Panca...
Hiattt!" Rimang tidak memberi kesempatan lagi bagi pemuda berbaju merah yang mengaku
bernama Panca untuk
meneruskan kata-katanya. Kini ia sudah menyerang dengan kckuatan penuh.
Panca yang sudah memperkirakan kalau Rimang
akan ganas menyerangnya, menghindar sambil mengirimkan serangan balasan dengan tendangan.
Sementara itu, Andika hanya menggeleng-geleng.
"Bisa kacau sayembara ini! Rimang nampaknya memliki naluri membunuh yang kuat!
Ia tidak segan-segan an mbunuh!" kata Andika, agak kesal.
Danji menoleh kembali.
"Menurutmu bagaimana, Andika?"
"Kelihatannya,
Rimang akan menguasai pertandingan. Bila melihat serangannya yang berbahaya, kemungkinan besar Panca
pun bisa dilukainya," sahut Andika, sok tahu. Lagaknya mirip seorang guru pada
muridnya. Bahkan sambil mengelus-elus janggutnya yang tak berjenggot.
"Kau tidak membantunya?" pancing Danji.
Andika menoleh pada Danji yang memandangnya
dengan sinar mata penuh harap. Sudah dua kali Danji berkata seperti itu.
Pertama, mengapa Andika tidak ikut dalam sayembara ini" Kedua, mengapa tidak
segera membantu" Dengan kata lain, semuanya satu tujuan. Danji mengharapkan
Andika untuk ikut dalam sayembara ini.
"Mengapa kau berpikiran seperti itu, Danji" Apakah ada sesuatu yang sangat kau
risaukan?" tanya Pendekar Slebor.Kali ini Danji menundukkan kepala. Sikapnya
kelihatan serba salah.
"Kalau kau sudi mengatakannya, aku pun bersedia, mendengarkannya. Kalau kau
tidak mau mengatakannya, aku pun tidak bersedia mendengarnya...," kata Andika
sambil tertawa Danji mendesah panjang. Raut wajahnya mencerminkan kegelisahan yang semakin menjadi-jadi.
Berkali-kali kepalanya diangkat dan ditundukkan. Seolah memang sesuatu yang
telah lama dipikirkannya, semakin besar mengganjal.
"Hei" Tidak usahlah kau beritahu. Nanti aku malah repot!" ujar Andika berlagak
tidak tertarik. Padahal, hatinya yakin kalau Danji mempunyai persoalan rumit.
Justru sikap Andika yang acuh tak acuh itulah
membuat Danji bersedia menceritakan kegalauan di
hatinya Memang, menurutnya lebih baik membagi cerita pada orang yang tak
dikenalnya. daripada membagi cerita dengan orang yang dikenalnya tetapi justru
akan mener-tawakan.
"Putri Permata Delima adalah kckasihku, Andika..,"
bisik Danji, pada akhirnya.
Sejenak kening Andika berkerut. Danji kelihatan
khawatir kalau mendadak saja meledak tawa dari mulut pemuda yang baru
dikenalnya. "Dia kekasihmu?" ulang Andika
"Ya. Dia kekasihku," sahut Danji sambil mendesah panjang. Bersyukur karena tawa
Andika tidak terlihat.
"Kalau memang benar, mengapa kau tidak turut dalam
sayembara ini" Dengan begitu, kau bisa mempertahankan kekasihmu. Danji," kata Andika, sungguh-sungguh
"Itulah yang membuatku gelisah, Andika Karena, aku sama sekali tidak memiliki
kepandaian silat. Sementara, kau lihat sendiri, bukan" Mereka yang mengikuti
sayembara jelas terdiri dari orang-orang persilatan yang krpandaiannya di atas
rata-rata" papar Danji, galau.
Andika manggut-manggut sambil mengusap-usap
dagunya "Kau akan kehilangan kekasihmu bila kau tidak berusaha"
Danji menundukkan kepala.
"Aku tidak tahu, apayang harus kulakukan, Andika.
Nyalanya aku hanya pasrah saja melihat Putri Permata Delima diboyong pemenang
dari sayembara ini...."
Andika terdiam sejenak.
Sementara di atas panggung, Panca terdesak hebat nlrli serangan-serangan dahsyat
Rimang. Tiba-tiba Andika menoleh pada Danji.
"Kalau begitu, aku akan mencoba menolongmu, Danji Kalau aku menang, Putri
Permata Delima akan kuserahkan padamu.... Tetapi, sisakan aku sedikit saja," .
seloroh Andika sambil terkekeh.
Danji tersenyum. Tampaknya, pemuda ini senang
bercakap cakap dengan sahabat barunya ini. Meskipun, ia tidak yakin akan
kemampuan Andika.
"Aaakh...!"
fiba-tiba di atas panggung terdengar jeritan nyaring, ketika cakar Rimang
mengenai punggung Panca. Tampak Panca terhuyung ke belakang, dan hanya bisa
mengangkat tangannya tanda menyerah.
Rimang tertawa terbahak-bahak.
"Turun dari atas sini!" seru si Cakar Harimau mengejek. "Kau lebih pantas untuk
menetek pada ibumu! Ha ha ha... ayo, siapa lagi yang.hendak menjajal kehebatanku!" Kini, tak seorang punyang berani untuk naik ke atas panggung. Kegagahan dan
kegarangan Rimang membuat nyali para peserta sayembara kontan ciut. Kekejamannya
sudah nyata pada lawan-lawannya yang harus turun panggung dengan tubuh lukaluka. Beberapa saat Rimang menunggu. Sementara para
penonton menjadi tegang. Lalu, Rimang pun menoleh pada Prabu Adiwarman.
"Prabu Yang Mulia.... Nampaknya tak seorang pun yang berani untuk masuk dalam
sayembara ini. Apakah itu berarti hamba memenangkan sayembara?" tanya si Cakar
Harimau dengan suara angkuh.
Prabu Adiwarman hanya tertawa saja. Baginya,yang memenangkan sayembara ini baik
dari kalangan mana pun juga, maka berhak mempersunting Putri Permata Delima.
"Kita menunggu beberapa saat lagi. Bila tidak ada yang naik ke atas panggung,
berarti kaulah yang berhak untuk mempersunting putriku."
Rimang tertawa gagah. Pandangannya disapu ke
bawah panggung. Beberapa tokoh sakti yang menyaksikan sayembara mendengus
melihat sikap Rimang. Tidak
pantas seorang gagah berlaku seperti itu. Begitu kejam!
Padahal sayembara
ini dilakukan bukanlah untuk
menunjukkan kesombongan.
Setelah beberapa saat, tak seorang pun yang naik
keatas panggung. Rimang menoleh kembah pada Prabu Adiwarman Namun, sebelum ia
berkata apa-apa, satu sosok bayangan merah sudah berkelebat ke atas
panggung dengan gerakan indah sekali.
*** 2 Para hadirin bertepuk tangan begitu melihat sosok laki-laki tinggi berpakaian
merah hinggap di lantai panggung. Tetapi alangkah terkejutnya mereka ketika
melihat wajah lelaki yang sangat mengerikan. Mukanya tirus menunjukkan sifatnya
yang seperti ular. Sepasang matanya menatap dingin. Bekas luka tampak tergaris
di pipi sebelah kiri. Rambutnya panjang acak-acakan.
Andika sendiri terkejut melihatnya. Dia tadi baru saja hendak naik ke panggung.
Tetapi, sosok berpakaian merah itu sudah mendahuluinya.
"Ha ha ha...! Mengapa semua menjadi seperti kelinci, ha"!" seru laki-laki itu
sambil tcrbahak-bahak. Suaranya keras dan kasar. "Hhh! Bocah kemarin sore ini
nampaknya mau menjual lagak!"
Rimang memperhatikan tajam-tajam laki-laki bcrwajah buruk di depannya. Melihat wajahnya, jelas orang ini sudah berada di luar
ketentuan yang ditetapkan Prabu Adiwarman. Karena, usia sosok berpakaian merah
itu paling tidak empat puluh lima tahun.
"Siapa kau, Orang Jelek"!" bentak si C akar Harimau kesal. Karena, masih ada
saja yang menghalanginya.
"Ha ha ha...! Bagus, bagus sekali! Aku sangat suka penjelasanmu seperti itu. Aku
memang jelek. Tetapi..., kau akan kubuat lebih jelek daripada wajahku ini!" sambut orang itu menggeram. "Namaku, Tidar! Dan orang-orang menyebutku Raja
Akherat!" Bukan hanya Rimang saja yang kelihatan terkejut.
Bahkan para tokoh sakti yang berada di sana pun sampai terjingkat. Mereka memang
sudah lama mendengar
tentang julukan Raja Akherat yang berasal dari golongan hitam. Seorang tokoh
yang sangat kejam dan tidak segan-segan menyiksa lawannya, sebelum mampus. Lalu,
untuk apa ia ikut sayembara ini"
Sebelum ada yang membuat gerakan
untuk membuka pertarungan, seseorang berpakaian putih
dengan sorban putih bangkit dari duduknya. Ia langsung melenting, naik ke
panggung. "Ada apa, Ki Kelana?" tanya Prabu Adiwarman.
"Maafkan hamba,
Prabu Yang Mulia. Sesuai ketentuan sayembara ini, maka Raja Akherat tidak berhak mengikuti sayembara,"
ucap laki-laki bersorban putih dan berwajah lembut yang dipanggil Ki Kelana.


Pendekar Slebor 20 Raja Akherat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ha ha ha...!"
Mendengar itu justru Raja Akherat yang tertawa.
"Mengapa seperti itu, ha"! Dalam setiap sayembara, tidak ada ketentuan yang
berlaku seperti itu!" bentak Tidar alias si Raja Akherat.
Ki Kelana menoleh dengan menyelidik.
"Maaf, ini sudah ketentuan!" tegas Ki Kelana.
"Banyak lagak!" dengus Tidar.
Mendadak saja si Raja Akherat melesat ke arah
Rimang. Tentu saja hal ini membuat si Cakar Harimau terkejut sekali. Ia berusaha
menghindar. Hanya itulah gerakan yang bisa dilakukan. Namun, Raja Akherat terus
memburunya dengan sebuah hantaman telapak tangan.
Lalu...Des! "Aaa...!"
Telapak tangan Raja Akherat bersarang telak di dada si Cakar Harimau dan ambruk
dengan tubuh hangus.
Orang-orang terkejut, termasuk Andika. Sementara Ki Kelana menggeram, namun
tetap dengan kelembutannya.
"Tak diperkenankan mencabut nyawa di sini!" desis Ki Kelana.
"Ha ha ha.... Pemenang boleh melakukan apa saja.
Lebih baik kau turun saja dari sini! Bila memang kau ingin ikut dalam sayembara,
lebih baik lawan aku!" tantang si Raja Akherat.
"Nama besar Raja Akherat sudah lama kudengar sebagai orang yang kejam. Dan lebih
baik..., heaaa!"
Ki Kelana cepat mengempos tubuhnya ke atas,
karena Raja Akherat sudah menghentakkan tangan
kanannya untuk melepas pukulan jarak jauh.
Wuttt...! Baru saja Ki Kelana mendarat, Raja Akherat telah berkelebat disertai hantaman
telapak tangan. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Dess.. ! "Aaakh...!"
"Aku tidak suka mendengar ceramahmu! Lebih baik mampus!" dengus si Raja Akherat,
begitu mendarat kembali. Seperti yang terjadi pada Rimang tadi, Ki Kelana pun
tak sempat berbuat banyak. Tubuhnya kontan
terpental disertai jeritan kematian. Begitu ambruk.
tubuhnya telah hangus.
"Ha ha ha...!"
Tidar terbahak-bahak.
Para tokoh persilatan yang berada di sana pun
bangkit berdiri, melihat ketidak beresan yang terjadi di panggung. Rasa
kependekaran mereka terbangkit. Mereka langsung melesat ke atas mengurus Tidar
yang hanya terbahak-bahak.
"Aku tidak pernah suka bila keinginanku diganjal!
Lebih baik kalian mampus semuanya!" seru Tidar.
Seketika si Raju Akherat memutar tubuhnya dengan hebat sambil menghentakkan
tangannya. Des! Des! Des! "Aaakh...!"
Tiga tokoh persilatan kontan jadi korban sambaran pukulan jarak jauh yang
dilepaskan Tidar. Sedangkan yang lain terus berusaha mengurung dan mendesak,
seperti tak mengenal takut.
Kini keadaan menjadi kacau balau. Beberapa
penonton pun mulai berjatuhan, terkena pukulan jarak jauh yang dilepaskan Tidar.
Keributan semakin menjadi-jadi. Mereka berusaha menyelamatkan diri. Bahkan ada
yang jatuh dan terinjak-injak.
Pendekar Slebor pun tak urung menjadi geram
melihat keadaan yang sudah menjadi ruwet seperti itu. Dia
Iangsung menoleh pada Danji.
"Kau selamatkan Putri Permata Delima, Danji! Manusia itu rupanya hendak
memanfaatkan kesempatan, untuk menguasai Keraton Pakuan!"
"Tetapi, bagaimana mungkin aku bisa melakukannya?" tanya Danji bingung.
"Apalah yang akan kau lakukan! Lakukan saja!"
Begitu selesai dengan kata-katanya, Andika pun
melompat ke atas panggung.
Wuttt...! Seketika Pendekar Slebor mengirimkan satu pukulan ke arah Raja Akherat yang
sudah memukul jatuh beberapa pengurung. Namun sebagai tokoh tingkat tinggi,
Tidar langsung.merasakan adanya sebuah angin panas ynng mengarah padanya. Maka
cepat melompat ke samping, sehingga luput dari serangan. Dan matanya kontan
terbelalak ketika melihat siapa yang menyerang.
"Grrh! Anak ingusan mana yang berani melawanku, hah"!" geram Tidar sambil
memperhatikan Andika yang hanya nyengir saja.
Sementara para tokoh persilatan yang masih seIamat cepat melompat turun
panggung, seperti memberi
kesempatan pada pemuda berpakaian hijau dengan kain bercorak catur yang
tersampir di pundaknya.
"Grrr! Monyet jelek mana yang jadi tukang obat di sini, ya?" balas Andika.
Wajah si Raja Akherat merah padam. Dan tanpa
banyak kata lagi segera diserangnya Pendekar Slebor dengan ganas.
Namun, Andika cepat meliuk-liukkan tubuhnya,
menghindari serangan. Sejak pertama kali melihat Tidar menyerang dan membunuh
Rimang, Pendekar Slebor
sudah bisa menebak kalau sekali gebrak si Raja Akherat ini akan mampu menghabisi
Iawannya. Serangan itu sangat keji, dan membuat yang diserang sering terjebak.
Makanya, saat meliuk-liukkan tubuhnya, Andika tidak menjauh. Dia cepat melompat
ke depan. Dan ternyata yang
diduga benar. Karena kalau menghindar ke belakang, serangan akan datang secara
beruntun. "Bakekok, Monyet Utan!" ejek Andika.
Raja Akherat makin geram saja.
Sementara itu Prabu Adiwarman dan Putri Permata
Delima sudah diselamatkan Patih Jalalowe, sejak Raja Akherat membunuh Ki Kelana.
Patih itu sendiri keluar kembali, setelah memerintahkan beberapa pengawal untuk
menjaga Prabu Adiwarman dan putrinya.
Sedang Danji masih terpaku di tempatnya. Ia
memang tidak tahu harus berbuat apa. Ia hanya bisa memperhatikan saja ketika
Patih Jalalowe membawa masuk Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima. Dan,
masih sempat dilihatnya putri cantik itu meliriknya walau hanya sekilas.
Di atas panggung, Raja Akherat terus menyerang
Andika dengan ganasnya. Namun dengan kelincahan dan ilmu warisan dari Pendekar
Lembah Kutukan, Pendekar Slebor
bisa menghindarinya.
Meskipun berkali-kali tubuhnya merasakan terpaan hawa panas.
Sementara Patih Jalalowe sudah masuk ke panggung dengan keris pusaka terhunus.
Begitu ada kesempatan, langsung diserangnya Raja Akherat yang belum sempat
menyerang Andika kembali.
Mendapati serangan-serangan
demikian, Raja Akherat sama sekali tak gentar. Bahkan dengan lincahnya tusukan-tusukan keris
Patih Jalalowe berhasil dihindarinya.
Pada saat yang sama pula para pengawal Kerajaan
Pakuan sudah naik ke panggung. Mereka langsung
mengurung Raja Akherat. Namun sekali Tidar alias Raja Akherat berkelebat,
beberapa pengawal itu harus
beterbangan ke bumi, memuntahkan darah segar. Begitu ambruk di tanah, nyawa
mereka kontan melayang.
"Jaga Keraton! Kalian hanya membuang nyawa
percuma!" seru Patih Jalalowe, pada para pengawal yang masih selamat.
Mendengar pcrintah itu, para pengawal keraton
segera turun. Mereka langsung berlarian, menjaga pintu gcrbang. Sedangkan
sebagian lagi masih berdiri di sana ilrngan tombak di tangan yang siap
dihunuskan. Sementara itu, begitu mendapat kesempatan, Andika berusaha mendesak Raja Akherat
kembali dengan jurus-jurus dari Lembah Kutukan. Namun tokoh hitam itu sangat
tangguh. Diserang dari dua jurusan pun masih tampak santai.
"Kalian hanya mengganggu keinginanku saja!" desis Tidar alias Raja Akherat.
Mendadak saja Raja Akherat mengibaskan kedua
tangannya ke atas. Lalu mulutnya komat-kamit.
Pendekar Slebor dan Patih Jalalowe tak meneruskan serangan ketika melihat apa
yang dilakukan si Raja Akherat. Kening mereka berkerut, memandang heran.
Dan belum habis keheranan mereka, mendadak saja
tubuh Tidar terlihat menjadi dua.
"Ilmu siluman!" seru Patih Jalalowe terkejut. Lebih terkejut lagi ketika salah
satu dari Raja Akherat me nyerangnya.
"Tukang sulap yang bangun kesiangan, nih!" seru Andika, langsung menghindar pula
dari serangan Raja Akherat yang lain.
Sukar sekali untuk membedakan, mana Raja Akherat ash, dan mana yang jelmaan.
Karena keduanya berwajah mirip. Bahkan sama-sama tangguh dan sama-sama kejam
Iuar biasa. Andika sendiri nampak kewalahan menghadapi
serangan dahsyat yang menimbulkan hawa panas dan ber-bau busuk itu. Sebisanya
tubuhnya berkelit terus menghindar. Bahkan sekali pun ia tak diberi kesempatan
untuk menyerang.
Begitu pula Patih Jalalowe. Bahkan ia telah terkena pukulan berkali-kali.
Keampuhan keris pusakanya bagaikan kehilangan tenaga. Lebih menggiriskan lagi
tubuhnya terhempas ke bumi dalam keadaan hangus.
Sementara tubuhRaja Akherat yang menyerangnya segera
melesat ke arah keraton.
Tiga orang persilatan yang masih berada di sana
berusaha menghalanginya. Akan tetapi, maut pun segera menjemput mereka. Begitu
pula para pengawal. Sia-sia mereka mempertaruhkan nyawa, karena hasilnya siasia. Dan Raja Akherat pun dengan leluasa masuk ke
Keraton Pakuan. Tangannya melesat ke sana kemari dengan ganasnya, menghancurkan
apa saja yang nampak di matanya.
Sedangkan Raja Akherat yang bertarung melawan
Andika di atas panggung, terus menyerang dengan ganas.
Serangan-serangannya sangat mematikan.
Andika sendiri sudah menggunakan tenaga 'Inti Petir'
tingkat kedelapan belas. Seluruh tenaganya bertambah.
Di ringi seruan keras, pemuda sakti dari Lembah Kutukan itu menderu ke arah Raja
Akherat. Tetapi, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Karena lugitu pukulan yang mengandung
tenaga petir itu melesat, Raja Akherat hanya mengangkat tangannya, seolah-olah
menangkapnya. Andika sangat terkejut.
"Gila! Bisa mampus aku kali ini!" dengus Andika cepat menarik pulang
serangannya, lalu cepat melenting ke belakang, menghindari tangkapan tangan Raja
Akherat. Ini benar-benar gila, karena jarang orang yang berani menangkap
tangannya yang mengandung kekuatan 'Inti Petir'!"Rupanya kaulah yang berjuluk
Pendekar Slebor, Anak Muda! Sayang, ilmu-ilmumu tak ada manfaatnya bagiku!"
ejek Raja Akherat.
Andika yakin kalau Raja Akherat mengenalnya dari jurus yang baru saja dilakukan.
Ilmu warisan Pendekar Lembah Kutukan memang sangat dikenal beberapa puluh tahun
yang lalu. "Kalau kau sudah tahu, kenapa kau tidak mencium pantatku, hah"!" ejek Andika.
"Bangsat! Nama Pendekar Slebor akan mampus hari
ini juga!"
*** Sementara itu, Danji yang melihat Raja Akherat yang satu lagi masuk ke Keraton
Pakuan, segera berlari ke samping keraton. Sebenarnya, ia tidak tahu seluk beIuk
di keraton itu. Namun bayangan akan kekasihnya yang terancam bahaya, membuat
keberaniannya timbul.
Begitu di dalam, pemuda itu mendengar suara ribut-ribut yang hingar bingar.
"Gila! Manusia setan itu sedang mengamuk! Oh!
Bagaimana aku harus menyelamatkan Putri Permata
Delima?" gumam Danji.
Belum lagi Danji memikirkan soal itu lebih lanjut, mendadak saja tanah yang
berjarak tiga tombak darinya terbuka. Lalu terlihat beberapa kepala pengawal
Keraton Pakuan, dis usul Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima.
"Putri!" seru Danji sambil mendekat.
Beberapa pengawal keraton segera menghunus
tombak. "Jangan! Dia temanku!" seru Putri Permata Delima.
Wajahnya yang tadi kelihatan pias dan tegang, kini tersenyum. Tampaknya gadis
ini melihat kekasihnya berada di sana.
Para pengawal itu segera menurunkan tombaknya.
Sementara kening Prabu Adiwarman jadi berkerut. Ia merasa heran karena putri
tersayangnya mengenal
pemuda berpakaian kampungan itu. Tetapi ia pun tidak mempedulikannya, karena
beberapa orang pengawal
memintanya untuk segera cepat melarikan diri.
"Prabu Yang Mulia. Hamba tahu tempat yang aman,"
kata Danji memberanikan diri.
"Di mana?" tanya Prabu Adiwarman.
"Ikut hamba, Prabu."
Prabu Adiwarman melirik putrinya yang hanya
menganggukkan kepalanya. Lalu bersama sepuluh orang pengawal keraton, mereka pun
melarikan diri ke tempat yang dimaksud Danji.
Sedang di dalam. Raja Akherat mengamuk habishabisan, menghancurkan apa saja yang di nginkannya.
Ketika tidak menemukan Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima, tokoh sesat itu
berlari keluar keraton.
"Hiaaa...!"
Sambil berteriak keras kedua tangan Tidar mengibas ke depan, ke arah panggung.
Wesss.. ! Terdengar suara deru angin yang sangat keras.
Andika yang sedang dicecar Raja Akherat yang satu lagi, melompat begitu
mendengar teriakan dahsyat. Tubuhnya cepat berputar dua kali sambil mengirimkan
satu pukulan yang tepat mengenai kepala Raja Akherat yang sedang marah-marah.
Wuutt...! Des! Blarrr...! Kepala Raja Akherat itu pun pecah. Sementara
panggung itu berantakan menimbulkan ledakan keras, ketika pukulan jarak jauh
Raja Akherat yang pecah kepalanya melabraknya.
Sedangkan saat itu, Raja Akherat yang satu lagi
sudah bersalto dengan ringan keluar panggung, lalu mendarat di tanah.
Andika yang merasa serangannya berhasil mengenai sasaran, harus membelalakkan
matanya. Ketika mayat Raja Akherat yang dipukul kepalanya tadi mendadak saja
Ienyap. Lalu, terlihat sebuah sinar putih melesat ke arah Raja Akherat yang
sedang berdiri gagah. Dan sinar itu langsung masuk ke dalam tubuhnya.
"Ha ha ha...! Jangan terkejut, Pendekar Slebor! Itu adalah salah satu ilmuku
yang terdahsyat! Ilmu MeIayang Dua!"
Andika mendengus.
"Kau juga belum melihat jurusku yang hebat, Monyet
Jelek!" seru Andika.
Lalu mendadak saja, Pendekar Slebor menungging ke arah Raja Akherat. Dan....
Duuttt!

Pendekar Slebor 20 Raja Akherat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Andika berdiri tegak kembali.
"Itu jurus 'Pendekar Ganteng Kebanyakan Makan Ubi'!" Ieceh Pendekar Slebor,
seenaknya. Wajah Raja Akherat merah padam, seketika dia
melompat menyerang kembali ke arah Andika dengan ganas.Pendekar Slebor bukannya
melayani, tapi justru melesat ke dalam keraton yang bagian dalamnya sudah
hancur. Ia mencari-cari sambil mendengar teriakan-teriakan Raja Akherat
memanggilnya. Tetapi Andika tidak peduli. Yang dipikirkannya
hanyalah Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima.
Begitu tiba di dalam, Andika tidak menemukan siapa-siapa.
Justru di peraduan Prabu Adiwarman, terlihat sebuah lantai terbuka
Dengan cepat Andika masuk dan menutup lahtai itu kembali. Disusurinya lorong
yang diyakini adalah jalan rahasia. Ia pun yakin kaiau Prabu Adiwarman dan Putri
Permata Delima sudah melarikan diri, karena lorong itu berakhir di luar keraton.
Andika celingukan sejenak, lalu melesat meninggalkan tempat itu. Yang penting sekarang, dia harus mencari Prabu
Adiwarman dan Putri Permata Delima.
*** Raja Akherat yang tidak menemukan Pendekar Slebor
menggeram marah. Tangannya tiba-tiba berkelebat ke depan.Seketika terdengar
suara bagai ledakan. Dinding bagian dalam hancur berantakan.
"Ha ha ha...!"
Lalu mendadak saja Raja Akherat terbahak-bahak
keras, hingga tubuhnya berguncang-guncang. Dia merasa kalau kini telah menguasai
Keraton Pakuan. Lalu dengan gagahnya tokoh sesat ini keluar, menatap mayat-mayat
yang bergeletakan dan puing-puing keraton ynng hancur.
"Ha ha ha...! Kini tercapailah keinginanku untuk menguasai Keraton Barat!
Tibalah saatnya bagiku unluk menjadi raja di rimba persilatan ini!"
Suara Raja Akherat menggema di pagi yang penuh
darah! *** 3 Angin bertiup semilir. Senja sudah merayap, beranjak pada malam yang akan datang
menyergap. Suasana
remang rcmang di sekitar Hutan Kaliamang, membual Pendekar Slebor menghentikan
langkahnya. Begitu berhenti, pendekar berjiwa konyol dari ta?nah Jawa ini duduk mengambil
sikap semadi, memulih-kan jalan napas.
Setelah beberapa saat,
Pendekar Slebor pun
men?desah panjang. Aliran darahnya kini sudah berjalan se?perti biasa kembali.
"Gila! Raja Akherat ternyata sangat sakti! Tetapi aku tidak akan membiarkannya
menguasai Keraton Pakuan.
Yang terpenting sekarang, mencari Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima.
Tetapi, oh! Di manakah Danji berada sekarang?" gumam Pendekar Slebor.
Andika berusaha mengingat-ingat tentang Danji.
Tetapi ia merasa tidak melihat Danji sejak pertarungannya dengan Raja Akherat.
Andika kembali mendesah.
"Kalau begitu, aku harus kembali ke Keraton Pakuan besok untuk mencari mayat
Danji. Atau..., sebenarnya ia selamat" Kalau selamat, aku akan mencarinya sampai
dapat." Pendekar Slebor saat ini tidak bisa berbuat apa-apa.
Tubuhnya telah letih. Hingga tanpa rerasa ia pun tertidur.
*** Sejak keberhasilannya menguasai Keraton Pakuan,
Kaja Akherat pun mulai mengundang para kerabatnya yang rata-rata berasal dari
golongan hitam. Sejak itu sepaik terjangnya makin keterlaluan saja. Bahkan ia
pun mulai menculik dara-dara perawan yang tinggal di sekitar kekuasaan Keraton
Pakuan. Juga menculik pemuda-pemuda tegap untuk dijadikan pengawal sekaligus
pelayannya. Sudah tentu dengan berkuasanya Raja Akherat,
suasana di Keraton Pakuan sangat menyedihkan.
Kehidupan pahit dan sengsara mulai dirasakan rakyat.
Terutama para dara perawan yang dijadikan sebagai pemuas nafsu Raja Akherat dan
beberapa kambratnya.
Pesta semalam s untuk diadakan malam itu juga.
Di ringi tawa mereka dan jerit tangis para dara perawan yang diperkosa.
Sementara mayat-mayat yang berge-lelakan, dibakar di halaman depan Keraton
Pakuan. *** Prabu Adiwarman menghela napas panjang ketika
mendengar cerita dari dua orang pengawal setianya yang mcmata-matai keraton.
Kini keadaan keraton benar-benar bagaikan neraka saja. Kacau balau. Di bawah
perintah Raja Akherat, kerajaan Keraton Pakuan benar-henar di ambang kehancuran.
Prabu Adiwarman sangat menyesali keadaan ini.
Sungguh tidak disangka, kalau sayembara yang diadakannya berakibatkan seperti ini.
Apalagi bila mengingat, kesaktian Raja Akherat benar-benar tinggi.
Padahal, baru kali ini ia mendengar nama itu. Dan sekali mendengar dan melihat
orangnya, telah mengobrak-abrik Keraton Pakuan serta membunuh pemuda gagah yang
ikut dalam sayembara.
Prabu Adiwarman pun sudah mendengar kalau Patih
Jalalowe telah tewas di tangan Raja Akherat. Ah, bila mengingat akan patih yang
gagah perkasa dan setia mengabdi padanya itu, hatinya menjadi sedih. Terbayang
kembali bagaimana setianya dan sopannya perilaku Patih Jalalowe.
Sementara Putri Permata Delima hanya bisa
menghibur ayahnya saja. Ia tahu apa yang dirasakan ayahandanya. Meskipun hatinya
merasa senang karena tak seorang pemuda pun yang mengikuti sayembaran itu
berhasil mempersunting dirinya, tetapi tetap saja sedih melihat Keraton Pakuan
kini dikuasai seorang tokoh hitam yang berilmu sangat tinggi.
Danji sendiri tidak berani mendekati kekasihnya
terang-terangan.
Karena, bisa diduga kalau Prabu
Adiwarman akan murka. Untung saja, Putri Permata Delima sendiri yang selalu
mendekatinya. Dan kini. mereka duduk berdua di muka gua, sementara beberapa
pengawal yang setia berkeliling menjaga segala kemungkinan.
"Kang Danji... Bagaimana caranya Keraton Pakuan akan bisa kita kuasai lagi?"
tanya Putri Permata Delima dengan wajah murung.
Danji menggelengkan kepala.
"Aku juga tidak tahu, Putri.... Mungkin. kita hanya bisa berharap. Mudah-mudahan
Gusti Al ah akan memberikan pertolongannya...,"sahut Danji lesu.
"Kalau begitu. selamanya Keraton Pakuan akan dikuasai
manusia-manusia
jahat itu. Oh! Betapa mengenaskannya nasih rakyat sekarang...."
Keduanya terdiam. Tak ada yang bersuara, dicekam pikiran masing-masing.
"Bagaimana dengan sahabat barumu yang bernama Andika itu?" tanya Putri Permata
Delima tiba-tiba.
Memang, selama perlarian ini, Danji telah menceritakan tentang Andika pada Putri Permata Delima.
"Oh, Gusti.... Mengapa aku baru teringat dia?" desis Danji sambil menepuk
keningnya. "Kau benar. Putri....
pemuda itu memang berkepandaian tinggi. Tetapi, apakah ia belum tewas ketika
bertarung melawan Raja Akherat?"
sambung Danji sambil mendesah.
Masih terbayang di benak pemuda ini, bagaimana
Andika menyuruhnya untuk menyelamatkan Prabu Adiwarman dan Putri Permata Delima. Saat itu ia pun melihat tubuh Andika
melenting ke arah Raja Akherat yang sedang mengamuk.
Apakah Andika masih hidup" "Mudah-mudahan ia masih hidup, Kang Danji...,' desah
Putri Permata Delima.
"Yah. Meskipun sikapnya seperti urakan dan rada konyol, tetapi jelas sekali
kalau kesaktiannya c ukup tinggi, Putri.... Memang pemuda itu sangat baik.
Putri..." Belum lagi Putri Permata Delima
menimpali, mendadak... "Kutu busuk! Kampret mati! Biang borok! Kcnapa aku ditangkap begini, sih"! sejak
tadi sudah kubilang, aku adalah salah seorang yang akan membantu Prabu
Adiwarman!"
Terdengar suara keras mengomel-ngomel. Tak lama
tampak satu sosok tubuh berpakaian hijau muda dengan kain bercorak catur di
punggung tengah digiring di bawah todongan senjata tombak. Sebenarnya, bisa saja
pemuda yang tak lain Pendekar Slebor ini melumpuhkan para pengawal. Namun tentu
saja dia tak mau melukai
perasaan Prabu Adiwarman.
Tetapi empat orang pengawal yang menggiringnya
tidak mempedulikannya. Mereka teus mendesak Andika agar melangkah ke arah gua
Andika sendiri sejak semula memang bisa menerka.
kalau mereka adalah para pengawal Keraton Pakuan yang menyelamatkan Prabu
Adiwarman dan Putri Permata
Delima. Dan dia pun berharap kalau Danji berada bersama mereka.
Sementara Danji dan Putri Permata Delima lang?sung bangkit, begitu mendengar
suara seperti orang ma-rah-marah. Begitu melihat Danji langsung terkejut.
"Andika!" teriak Danji.
Andika nyengir lalu mengangkat tangannya.
"Rupanya kau masih hidup, hah"!" desis Andika.
Lalu Andika menoleh pada keempat pengawal.
"Nah! Kalian lihat, kan" Aku tidak berbohong, kan"!
Weee!" kata Andika sambil menjulurkan lidahnya kepada keempat orang itu yang
kelihatan menjadi geram
bercampur geli melihat sikapnya.
Danji lantas menoleh pada Putri Permata Delima.
"Putri..., pemuda itulah yang bernama Andika. Lebih
baik perintahkan para pengawalmu untuk membebaskannya. Karena aku yakin, dia orang baik-baik,"
ujar Danji. Putri Permata Delima sebentar menatap Andika yang cengar-cengir.
Kemudian, kepalanya menoleh pada keempat pengawal.
"Ia orang kita," kata Putri Permata Delima.
"Baik, Gusti Putri...," kata salah seorang pengawal sambil menjura hormat.
Segera pengawal itu memberi tahu yang lain untuk melepaskan Andika. Sebagian
pengawal kemudian kembali ke tempat masing-masing untuk
berjaga-jaga. Sementara pengawal yang memerintahkan tadi masih berdiri di sana
dengan mata waspada,
Meskipun dalam hati kecilnya dia yakin kalau pemuda ini tidak berbahaya.
Andika menoleh pada Putri Permata Delima.
"Putri.... Namaku Andika...," kata Pendekar Slebor, inemperkenalkan diri.
"Danji sudah banyak membicarakan tentangmu,"
sahut gadis cantik putri penguasa Kerajaan Pakuan ini.
Andika nyengir.
"Wah! Kalau begini caranya, gagal aku untuk mencuri perhatianmu," gurau Andika,
ceplas-ceplos. Lalu dia menoleh pada Danji. "He he he.... Kenapa wajahmu
memerah, Danji" Cemburu" Wah, nanti kau cepat tua!"
Danji gelegapan disudutkan seperti itu. Sedangkan Putri Permata Delima hanya
tersenyum saja. Lalu diajaknya Andika masuk ke dalam gua.
*** Sambil memakan buah-buahan yang dipetik dari
pohon yang tumbuh di sekitar Hutan Kaliamang, Pendekar Slebor, Danji, dan Putri
Permata Delima bercakap-cakap.
Mereka duduk di salah satu ruang gua yang cukup Iuas.
"Bagaimana keadaan Keraton Pakuan. Andika?"
tanya Danji. "Kacau! Perbuatan Raja Akherat harus segera dihentikan. Aku mendengar kabar,
kalau ia telah memanggil beberapa kerabatnya untuk membantu. Dan sudah tentu mereka bersedia
melakukannya, karena begitu banyaknya kemewahan dan kemudahan yang akan
didapatkan. Dan yang lebih membuatku dongkol, gadis-gadis yang tinggal di
sekitar Keraton Pakuan mengalami nasib memilukan. Mereka menjadi budak nafsu
orang-orang kejam itu!" papar Andika. Suasana hening.
"Di mana Prabu saat ini?" tanya Pendekar Slebor, memecah keheningan.
"Ayahanda sedang tidur. Kasihan dia. Terlalu pusing memikirkan soal keraton,"
desah Putri Permata Delima.
Andika tersenyum.
"Aku mempunyai sebuah rencana yang mungkin bisa kita jalankan," ungkap Andika.
"Bagaimana?" tanya Putri Permata Delima dan Danji bersamaan. Lalu keduanya
saling pandang dan tersenyum.
"Jadi iri aku melihat keakraban kalian ini?" usik Andika, sambil cengengesan.
"Bagaimana dengan rencanamu tadi?" tukas Danji berusaha mengalihkan perhatian.
"Mungkin, berita tentang jatuhnya Kerajaan Pakuan sudah sampai ke beberapa
kerajaan lainnya. Bila memang Prabu Adiwarman mempunyai hubungan yang baik
dengan kerajaan-kerajaan lain, kita bisa meminta bantuan. Karena, menghadapi
manusia kejam itu sungguh sulit," jelas Andika.
"Apakah kau tidak mampu melakukannya, Andika'"
tanya Danji. Andika terbelalak.
"Aku" Sendiri" He he he.... Aku terlalu ganteng untuk mati muda. Tetapi, aku
akan melakukan sekuat tenaga.
Karena aku sendiri sudah terlibat di dalamnya."
Putri Permata Delima menahan senyum mendengar
selorohan Andika tadi.
"Aku akan membangunkan ayahanda untuk membicarakan soal ini," kata Putri Permata Delima.
"Tidak usah. Biarkan Prabu tidur. Nanti malam barulah kita kembali membicarakan


Pendekar Slebor 20 Raja Akherat di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

soal ini."
*** Malam pun membedah alam. Suasana dan sekitar
gua di tengah Hutan Kaliamang sangat sunyi, terhalang oleh pohon besar yang
banyak tumbuh di sekitarnya.
Jarang orang yang tahu kalau di hutan itu terdapat sebuah gua, tempat berlindung
dari binatang buas, hujan, dan ai gin yang keras.
Prabu Adiwarman tampak mengangguk-angguk
mendengar rencana Andika.
"Aku punya hubungan yang baik dengan Prabu
Srigiwarman, penguasa Kerajaan Labuan. Tetapi, sebenarnya aku tidak ingin melibatkannya dalam hal ini.
Mengingat, keadaan Kerajaan Labuan sudah aman dan sentosa. Aku tidak ingin
karena gara-garaku, maka kerajaan itu akan porak poranda," papar Prabu Adiwarman
sambil mengusap dagunya. Wajahnya nampak lima tahun lebih tua dari usia
sebenarnya. Andika memperhatikan Prabu Adiwarman dengan
seksama. Dan dia melihat sinar lembut dan penuh
kebijaksanaan dari mata laki-laki setengah baya yang telah ditinggal istrinya
untuk selama-lamanya ini. Wajahnya begitu
asri dan penuh pesona. Senyumnya pun mengundang kedamaian.
"Tetapi. Prabu. Keadaan Kerajaan Pakuan sangat genting. Dan aku yakin, dalam
waktu dua purnama saja, seluruh kerajaan akan hancur lebur. Termasuk, rakyat
yang akan menderita kepanjangan."
Prabu Adiwarman terdiam. Tampaknya. hatinya berat untuk memutuskan apakah harus
melibatkan Kerajaan Labuan atau tidak. Ia dengan Prabu Srigiwarman memang
bersahabat baik. Bahkan Kerajaan Pakuan pemah
membantu Kerajaan Labuan ketika diserbu para pemberontak. Meskipun masih menanamkan budi, Prabu Adiwarman tetap tidak ingin
melibatkan kerajaan itu dalam masalah yang dihadapinya.
Tetapi seperti yang dikatakan Andika yang dikenal sebagai Pendekar Slebor
agaknya adanya bantuan
memang diperlukan. Karena Kerajaan Pakuan bisa porak poranda bersama berjayanya
Raja Akherat. "Yah.... Memang tak ada jalan lain. Lawan terlalu kuat," desah Prabu Adiwarman.
"Prabu setuju?" tanya Andika, ingin meyakinkan.
"Yah.... Aku akan mengutus dua orang pengawalku ke Kerajaan Labuan dan meminta
bantuan dari Prabu
Srigiwarman."
Terdengar desahan Iega dari tiga mulut.
"Dan kau, Andika," kata Prabu Adiwarman. "Bila memang tulus hendak membantuku,
kuucapkan terima kasih."
"Hamba, Prabu. Hamba akan membantu sekuat
tenaga. Karena, perjuangan menuju kebenaran sangat berat. Banyak sekali aral
rintang, baik yang mudah maupun yang sangat sukar. Biar bagaimanapun juga, hamba
akan membela kebenaran."
"Terima kasih," ucap Prabu Adiwarman sambil memandang penuh kebanggaan.
Begitu pula Putri Permata Delima dan Danji.
Keduanya begitu yakin kalau Pendekar Slebor tidak akan membantu setengahsetengah. Meskipun sitatnya sedikit konyol, tetapi persahabatan yang telah
tercipta dalam suasana
yang genting ini, sudah membangkitkan kebersamaan. "Hamba akan kembali memata-matai Kerajaan
Pakuan, Prabu. Biar...." "Haumm...!"
Kata-kata itu terputus ketika terdengar suara auman harimau yang keras di luar
gua. *** 4 Serentak Andika dan Danji berlari keluar. Karena memang pendekar digdaya. sudah
jelas Andika yang tiba lebih dulu di luar gua. Baru kemudian, Danji yang berlari
terengah-engah.
Sementara Putri Permata Delima menyuruh ayahandanya tetap berada di dalam. Termasuk dua pengawal yang segera
bersiap dengan tombaknya.
Hati Putri Permata Delima sedikit risau. Karena begitu banyaknya masalah yang
dihadapi, namun belum satu pun yang berhasil dituntaskan. Dan kini di luar gua
agaknya ada masalah lain.
"Permata...," panggil Prabu Adiwarman.
"Ada apa, Ayahanda...," sahut Putri Permaia Delima, seraya menoleh, menatap
ayahnya. Prabu Adiwarman mendesah. Putri Permata Delima
melihat jelas kalau ayahandanya berada dalam kegelisahan. "Ini semua gara-gara ayahanda yang menginginkan kau mendapatkan suami orang
gagah...." kata Prabu Adiwarman sambil sekali lagi mendesah panjang. Matanya
seperti menerawang, menyesali peristiwa yang terjadi. Yang ada di benaknya
bukanlah diri dan keluarganya, melainkan nasib rakyat yang linggal di sekitar
keraton. "Sudahlah, Ayah. Semuanya sudah terjadi. Tak ada yang perlu disesali lagi.
Justru kita harus bangkit.
menyusun kekuatan baru untuk merebut kembali tahta,"
hibur Putri Permaia Delima. meskipun disadari kalau kejadian ini bermula dari
sayembara itu. Tetapi gadis ini pun yakin kalau Raja Akherat memang bermaksud
jahat pada Kerajaan Pakuan. Adanya sayembara atau tidak, tokoh sesat itu tetap
akan datang dan melakukannya.
"Ah! Kini sangat sulit dipastikan, siapakah calon suamimu
nanti?" desah Prabu Adiwarman sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Wajahnya yang bijaksana tampak sangat memikirkan
persoalan ini. Sebenamya, ingin sekali Putri Permata Delima
mengatakan, kalau Danjilah yang dicintainya. Pemuda itu telah menyelamatkan
mereka di gua ini. Tetapi sudah tentu gadis ini tidak ingin menambah beban di
benak Ayahnya. Dulu saja hatinya khawatir kalau ayahnya akan malah dan jatuh sakit bila
mengatakan bahwa dirinya sudah
mempunyai kekasih seorang pemuda desa.
Maka ketika Prabu Adiwarman mengatakan hendak
mengadakan sayembara Mungut Mantu, Putri Permata Delima hanya menurut saja
meskipun hatinya sedih bukan main. Dan berkali-kali dari atas panggung besar
itu, mata gadis cantik ini melirik kekasihnya yang kelihatan gelisah, marah,
juga sedih. Tetapi sekarang semuanya sudah berakhir. Dan Putri Permata Delima bisa selalu
berada di sisi Danji. meskipun masih harus berusaha menyingkirkan semua dugaan
ayahnya. Dan, ia memang tidak ingin menambah
kegelisahan di hati ayahnya.
"Sudahlah, Ayah. Soal itu tidak perlu dibahas sekarang. Karena masih ada waktu
nanti..," hibur Putri Permata Delima.
Prabu Adiwarman menatap anaknya yang semata
wayang. Seorang anak yang telah tumbuh menjadi dara jelita dan bersikap layaknya
seorang putri keraton. Berrkat kerendahan hatinya, Putri Permata Delima amat
disayangi rakyat Kerajaan Pakuan. Gadis ini dulu memang sering berjalan-jalan ke
pelosok desa di Kerajaan Pakuan, untuk melihat secara langsung kehidupan
rakyatnya. Hingga pada suatu saat dia bertemu Danji, di desa yang
dikunjunginya. Dan pertemuan yang singkat itu telah melahirkan benih-benih cinta
dalam hati kedua insan ini.
"Untungnya, dalam keadaan seperti ini Ayah masih memiliki kau, Permata...," kata
Prabu Adiwarman.
"Ayahanda ingat ibunda?" tebak Putri Permata De lima. Prabu Adiwarman
mengangguk. "Yah, Ayah sangat mencintainya. Karena itulah, Ayah tidak menginginkan mencari
pengganti ibumu...,' desah
laki-laki setengah baya itu.
"Sudahlah, Ayah... Yang terpenting sekarang, Ayah harus banyak beristirahat.
Jangan terlalu memikirkan setiap persoalan. Kita pun belum tahu, ada apa di luar
gua ini sekarang?" ujar Putri Permata Delima sambil tersenyum.
Kalau mau jujur, terkadang Putri Permata Delima pun suka teringat pada
ibundanya. Seperti, ketika sayembara Mungut Mantu itu diadakan. Bila ada
ibundanya, mungkin ia bisa berlindung pada ibunya. Sehingga, sayembara itu
ditiadakan. Karena, ia telah mencintai Danji.
*** Di luar, seorang gadis berwajah cantik bertubuh sintal dan berambut panjang
tergerai tampak duduk di punggung seekor harimau besar yang mengerikan. Sikap
gadis itu begitu santai. Tetapi, matanya menatap tajam pada lima pengawal
Kerajaan Pakuan yang berdiri seperti mengurungnya dengan tombak di tangan. Seperti halnya warna
harimau itu belang-belang, gadis itu pun mengenakan pakaian dengan kulit yang sama. Bagian bahu sebelah kanan terbuka. Di
punggungnya tampak sebilah pedang dengan warangka dibalut kulit harimau.
Agaknya lima orang pengawal Kerajaan Pakuan yang menatap dengan sikap waspada
inilah yang membuat gadis itu kelihatan jengkel.
Sementara, Andika hanya menggeleng-gelengkan
kepala. "li h! Ngeri melihat tampang tungganganmu itu, Nona," kata Andika sambil
mengangkat kedua bahunya, memperlihatkan tampang bergidik. Padahal dalam hati,
ia memuji kecantikan dara jelita itu.
Gadis itu mendengus sinis.
"Apa pedulimu, hah"! Apakah kau ingin mampus dan menjadi santapan
peliharaanku"!" bentak gadis itu sewot.
Andika tertawa.
"Bagaimana kalau aku yang menjadi tungganganmu?"
seloroh Pendekar Slebor keterlaluan, membuat Danji tersenyum.
"Menjijikkan!"
"He he he... cuma bercanda saja, kok. Nona manis, siapakah kau sebenarnya"
Apakah kedatanganmu ke sini untuk berkenalan denganku yang ganteng?" kata
Andika, kumat gilanya. Sikapnya seolah sudah lama mengenalnya.
Dan gadis itu sudah terbiasa bercanda seperti itu.
"Hhh! Pemuda konyol! Mengapa orang-orang berpakaian seperti orang Kerajaan Pakuan itu menghadang perjalananku, hah"!" seru gadis itu sewot.
"Aku tidak pernah mengganggu siapa pun. Dan mengapa mereka bersikap marah
begitu?" Andika sadar kalau rupanya ada kesalah pahaman
diantara gadis ini dengan para pengawal. Maka kakinya segera maju beberapa
tindak, mendekati salah seorang peJ ngawal yang berpangkat paling tinggi.
"Tolong perintahkan agar yang lainnya menurunkan tombak. Biar aku yang urus. Aku
pengalaman dalam mengurus gadis cantik seperti itu," bisik Andika.
Kata-kata yang diucapkan Pendekar Slebor sebenarnya sangat pelan. Tetapi....
Tragedi Berdarah Diponorogo 3 Pendekar Bayangan Sukma 10 Gadis Dari Alam Kubur Imam Tanpa Bayangan 2

Cari Blog Ini