Ceritasilat Novel Online

Rantai Naga Siluman 2

Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman Bagian 2


sakti yang sangat mengerikan. Dia memiliki kekuatan
sendiri tanpa harus digerakkan oleh siapa pun
juga. Tetapi, apakah dapat kupercaya cerita Kala
Ijo" Apakah tidak mungkin kalau dia coba mengelabuiku" Hanya saja, sikapnya
tadi, tidak memaksaku untuk mengatakan tentang isi dari
Rahasia Sebelas Jari. Buju buneng! Makin jadi
puyeng kepalaku!!"
Sejenak anak muda ini geleng-gelengkan
kepala. Dan sebelum dia lakukan tindakan apaapa, terdengar suara yang cukup
keras, "Alung
Gaganda! Bukankah terbukti ucapanku kalau
pemuda setan itu selamat dari tangan Iblis Kelabang"!"
"Kau benar, Agung Gaganda! Kini tiba
saatnya untuk mengetahui tentang Rahasia Sebelas Jari dan mengkerat tubuhnya
hingga sekecilkecilnya sebelum banyak orang yang datang ke
sini!" Serta-merta Andika palingkan kepala ke
kanan. Kejap itu pula kakinya surut satu tindak
ke belakang melihat dua bayangan abu-abu muncul di hadapannya. Yang sekarang
berdiri dengan sepasang kaki agak dibuka dan tatapan mencorong ganas.
Di tempatnya, untuk sejenak Andika arahkan pandangan bergantian pada dua orang
yang baru muncul itu.
"Busyet! Jadi dia kembar"! Tetapi, yang
mana yang pernah bertarung denganku sebelumnya"!"
*** 6 Pada saat yang bersamaan, satu sosok tubuh berpakaian semerah darah hentikan
larinya di sebuah jalan setapak. Diedarkan pandangan ke
seantero tempat. Yang nampak hanyalah jajaran
pepohonan tinggi dan ranggasan semak belukar
setinggi dada. Sejenak perempuan berambut putih yang
dikelabang ini atur napasnya. Dadanya yang tipis
rata nampak turun naik. Sebuah kalung kelabang
bergerak mengikuti aturan napasnya.
"Terkutuk! Selain memiliki kesaktian yang
patut dikagumi, Pendekar Slebor juga memiliki
kecerdikan yang luar biasa! Bila saja dia tidak
melarikan diri saat bentrok denganku, dapat kupastikan tugas yang diberikan Kiai Alas Ireng selesai kujalankan! Tetapi masih
untung aku dapat
mengetahui isi dari Rahasia Sebelas Jari!"
Sejenak perempuan berambut putih dikelabang ini terdiam. Sepasang matanya
memandang ke kejauhan.
"Waktu sepuluh hari yang kujanjikan pada
Kiai Alas Ireng untuk mengetahui isi Rahasia Sebelas Jari dan membunuh Pendekar
Slebor, tinggal tiga hari lagi. Aku harus secepatnya menuntaskan tugas yang
diberikannya. Bila gagal, dapat
kupastikan kalau dia akan marah besar. Sesungguhnya, aku dapat mengalahkannya.
Tetapi, dia masih menanam budi yang harus segera kucabut
dengan jalankan seluruh perintahnya. Setelah itu
aku dapat meninggalkannya tanpa silang sengketa."
Perempuan yang bukan lain Iblis Kelabang
adanya ini, tarik napas pendek. Perasaannya
mendadak tidak tenang bila dia belum berhasil
membunuh Pendekar Slebor. Padahal beberapa
hari lalu, dia hampir berhasil membunuh Pendekar Slebor. Tetapi pemuda itu telah
keburu meninggalkannya di saat pandangannya tertutup
muncratan tanah (Silakan baca "Rahasia Sebelas
Jari"). Dan setelah mencoba mencari ke mana
perginya Pendekar Slebor, perempuan ini gagal
menemukan di mana anak muda urakan itu berada.
Mendadak saja keterdiaman Iblis Kelabang
diusik oleh satu gerakan. Pendengarannya yang
tajam menangkap gerakan yang berkelebat ke
arahnya. Seketika dia putar tubuh untuk lihat siapa
adanya orang. Begitu orang yang berkelebat nampak sosoknya, paras Iblis Kelabang
berubah tegang. Bahkan tanpa sadar dia surut satu tindak
ke belakang. "Celaka! Sebelum waktunya aku telah berjumpa dengan lelaki ini kembali! Tetapi,
aku tak perlu panik. Bukankah waktu yang kujanjikan selama sepuluh hari" Lagi pula, aku
sudah mengetahui tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari."
Dengan tindih rasa tegangnya, Iblis Kelabang menunggu kehadiran orang yang telah
dilihat kelebatannya.
Orang yang berkelebat itu segera hentikan
langkah begitu melihat sosok perempuan berpakaian panjang semerah darah. Di
tangan kanan orang berjubah hitam ini tergolek satu sosok tubuh berpakaian biru muda.
Orang yang tak lain Kiai Alas Ireng ini
langsung buka mulut, "Kulihat dari kejauhan kau
sejak tadi berada di sini! Apakah kau memang
menunggu kedatanganku?"
Iblis Kelabang untuk sesaat tenangkan dulu gemuruh hatinya. Setelah itu dia
berucap, "Kalau boleh dikatakan menunggu, aku memang menunggu setelah melihat
kelebatan tubuhmu, Kiai
Alas Ireng."
"Apakah sikap menunggumu ini sehubungan dengan tugas yang kuberikan?"
"Bila memang boleh dikatakan demikian,
memang ada hubungannya."
"Jangan berbelit-belit!!" hardik Kiai Alas
Ireng. Kendati memiliki ilmu lebih tinggi dari Kiai
Alas Ireng, Iblis Kelabang yang pernah diselamatkan lelaki berjubah hitam itu
saat bertarung dengan Panembahan Agung, justru tundukkan
kepalanya. Melihat sikap si perempuan, Kiai Alas Ireng
mendengus. Dia telah dapat menebak apa yang
tersirat di benak Iblis Kelabang.
Kemudian katanya geram, "Karena kau
menjanjikan waktu sepuluh hari dan sekarang
belum waktunya, maka kau kubebaskan dari kematian!!"
Masih tundukkan kepala Iblis Kelabang
berkata, "Salah satu tugas yang kau berikan telah
kuketahui."
Sepasang mata lelaki berjubah hitam yang
sipit itu, nampak agak terbuka. Sejenak dia tak
bersuara, hanya pandangi Iblis Kelabang saja.
"Katakan!"
Masih tetap tundukkan kepala dan suara
menghormat, perempuan yang selalu meninggikan balas budi dan tak peduli apakah
dia harus membalasnya dengan cara melakukan kebaikan
atau kejahatan ini berkata, "Rahasia Sebelas Jari
telah kuketahui dari mulut Pendekar Slebor sendiri. Tetapi sayang, aku gagal
membunuhnya!"
"Peduli setan! Katakan sekarang!"
"Rahasia Sebelas Jari yang kudengar dari
Pendekar Slebor berisi: ada orang yang jari tangannya berjumlah sebelas, lalu jari kakinya berjumlah sebelas. Bila dijumlahkan
menjadi dua puluh dua jari. Di antara jari-jari itu adalah dua yang
palsu." Terdiam Kiai Alas Ireng mendengar ucapan
Iblis Kelabang. Lalu katanya bersemangat, "Katakan sekali lagi."
Tetap dengan kepala tertunduk, Iblis Kelabang mengulangi lagi apa yang barusan
dikatakannya. Nampak kepala Kiai Alas Ireng mengangguk-angguk. Ada senyuman puas dibibirnya.
Namun hanya sesaat. Karena di saat lain senyuman
itu putus. Kemudian dia berkata agak keras, "Aku ingin kau membunuh Pendekar Slebor!!"
Kali ini perlahan-lahan Iblis Kelabang angkat kepalanya.
"Aku telah berhutang budi padamu, Kiai
Alas Ireng. Apa pun yang kau perintahkan, akan
kulaksanakan sepenuh hatiku!"
"Bagus! Sekarang menyingkir dari sini!"
"Aku hendak bertanya, siapakah gadis
yang nampak dalam keadaan tertotok itu?"
Kiai Alas Ireng mendengar pertanyaan
orang. Namun dia membuka mulut juga, menceritakan siapa si gadis yang tak lain
Gadis Kayangan adanya. "Setahuku, gadis ini ada hubungannya
dengan Pendekar Slebor! Sekarang kutambahkan
tugasmu! Beritakan tentang Gadis Kayangan yang
ada padaku ini, hingga Pendekar Slebor akan
muncul untuk mencarinya!! Katakan pula, kalau
dia harus menukarkan nyawanya dengan Rantai
Naga Siluman! Kutunggu dia di Lembah Kalisura!!"
Patuh Iblis Kelabang menganggukkan kepala. Dilihatnya bagaimana wajah lelaki
bermata sipit itu demikian cerah. Sedikit banyaknya, Iblis
Kelabang merasa telah membalas sebagian budi
yang telah ditanamkan pada Kiai Alas Ireng.
Bila saja waktu itu Kiai Alas Ireng tidak
muncul menyambar dan membawanya lari,
mungkin dia telah tewas di tangan Panembahan
Agung. Dan Iblis Kelabang tetap akan menuntaskan dendam lamanya pada Panembahan
Agung. Dia juga telah mendengar tentang munculnya Dewa Lautan Timur yang
mendendam pada Panembahan Agung. Didengarnya pula kalau
Dewa Lautan Timur menderita kegagalan (Untuk
mengetahui siapa Dewa Lautan Timur silakan baca episode: "Pedang Buntung" hingga
"Tabir Pulau
Hitam"). Namun hingga saat ini, Iblis Kelabang belum mau turuti dendamnya untuk membunuh
Panembahan Agung. Bila dia sudah tuntaskan
segala budi yang ditanam Kiai Alas Ireng, barulah
dia akan turuti dendamnya.
Di seberang, Kiai Alas Ireng nampak tolehkan kepala pada Gadis Kayangan yang
berada dalam tentengan tangan kanannya.
"Hem... setelah kudapatkan gadis ini, dia
telah siuman dari pingsannya. Totokan yang dilakukan mungkin oleh si Kembar
Parang Maut atau
Sangga Rantek atau Iblis Rambut Emas, telah
kubuka. Dan dia telah kutotok dengan totokanku
sendiri. Gadis ini akan kujadikan sandera yang
berarti. Dan nampaknya... aku akan mendapatkan satu permainan yang sangat
menarik. Permainan yang tak akan pernah kulupakan seumur
hidupku. Biar bagaimanapun juga, akan kupecahkan Rahasia Sebelas Jari yang
barusan diperdengarkan Iblis Kelabang. Rantai Naga Siluman
harus kudapatkan! Aku telah merencanakan sesuatu yang akan menggemparkan rimba
persilatan bila Rantai Naga Siluman berada di tanganku!"
Habis membatin demikian, Kiai Alas Ireng
angkat kepalanya. Menyipit dia memandang Iblis
Kelabang. "Apa lagi yang kau tunggu di sini, hah"!
Apakah kau ingin kutempeleng"!"
Mendengar ucapan yang dapat membangkitkan kemarahan orang secara seketika, Iblis
Kelabang tetap bersikap hormat. Dia rangkapkan
dulu kedua tangannya di depan dada, sebelum
melangkah meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal Iblis Kelabang, Kiai Alas Ireng
mendengus geram.
"Sebentar lagi, semua yang kurencanakan
akan tercapai! Beruntung aku punya kaki tangan
seperti Iblis Kelabang!"
Habis membatin demikian, tangan kirinya
mencolek pipi Gadis Kayangan. Si pemilik pipi itu
melotot gusar, namun tak dapat gerakkan tubuh
maupun keluarkan suara.
Melihat sikap Gadis Kayangan, Kiai Alas
Ireng tertawa lebar. "Tak ada gunanya kau bersikap penuh amarah denganku, Anak
Manis. Kau adalah jaminan yang diinginkan siapa pun untuk
memancing Pendekar Slebor! Bila Pendekar Slebor
masih ingin melihat kau hidup tanpa kurang suatu apa, dia harus berhasil
mendapatkan Rantai
Naga Siluman! Karena kau akan kutukarkan dengan Rantai Naga Siluman!!"
Kembali terbuka mulut lelaki berjubah hitam ini perdengarkan tawa yang kencang.
Sekali dia hempos tubuh, sosoknya sudah melesat cepat.
Di dalam tentengan tangan kanannya, Gadis Kayangan yang dalam keadaan tertotok
membatin resah. Dia sadar apa yang akan terjadi. Disesalinya mengapa dia harus
merajuk di saat Pendekar Slebor menggodanya.
Tetapi tatkala ingatannya dibawa mengenang Pendekar Slebor, murid mendiang
Pemimpin Agung ini sesaat merasa tenang. Dia seakan merasa Pendekar Slebor telah berada
di sisinya, kembali melontarkan setiap gurauannya yang
mau tak mau memancing senyuman atau tawa.
Sedikit banyaknya dia yakin Pendekar Slebor
akan datang menolongnya.
Namun yang menjadi pertanyaannya,
sanggupkah pemuda urakan yang diam-diam dicintainya itu menolongnya"
*** 7 Kembali ke tempat di mana Pendekar Slebor berada, nampak anak muda urakan itu
sedang garuk-garuk kepalanya sambil memandang
dua orang lelaki berpakaian abu-abu panjang. Paras masing-masing orang tak
berbeda satu sama
lain. Di pinggang keduanya terdapat sebuah parang besar. Rambut mereka dikepang
dua. Untuk sejenak tak ada yang perdengarkan
suara. Dua orang yang baru muncul itu bukan
lain adalah si Kembar Parang Maut. Agung Gaganda yang terdapat bekas luka pada
lengan kanannya namun tertutup pakaian panjangnya,
berdiri di sebelah kiri. Pandangannya menyiratkan kebencian yang luar biasa.
Sedangkan adik kembarnya si Alung Gaganda memandang dengan penuh kesiagaan. Dia
memang belum pernah berjumpa dengan Pendekar Slebor. Lain halnya dengan Agung
Gaganda yang pernah bertarung dengan Pendekar Slebor,


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus lari sipat kucing tatkala muncul Iblis Kelabang.
Suasana sunyi itu dipecahkan oleh suara
kertakkan rahang, menyusul suara Agung Gaganda, "Tak ada lagi yang mengganggu
urusanku sekarang! Bila kau masih ingin selamat, katakan
tentang isi Rahasia Sebelas Jari!"
Andika yang sebenarnya bermaksud untuk
melacak jejak Gadis Kayangan, terdiam. Sekejap
dia hanya angkat sepasang alisnya saja. Kejap berikut nampak keningnya berkerut, tanda dia memikirkan sesuatu.
"Hem... tak kusangka kalau Agung Gaganda memiliki saudara kembar. Dengan begitu,
jumlah orang yang terlihat dalam urusan ini adalah
sebelas orang! Bukan sepuluh! Dan nampaknya
dua kepribadian yang dimiliki oleh Manusia Sepuluh Siluman, bukanlah rahasia di
balik sebelas jari. Semuanya sudah tepat. Sebelas jari. Sebelas
orang. Satu jari adalah titik kemuliaan. Berarti,
bukan Manusia Sepuluh Siluman yang jadi titik.
Mungkin di antara kesebelas orang itu memiliki
jiwa mulia. Tetapi yang mana" Dan apakah...."
"Agung Gaganda! Apakah kau akan berdiam diri sementara dia tetap menutup
mulut"!"
sentak Alung Gaganda memecah kesunyian, sekaligus memutus kata batin Pendekar
Slebor. Sepasang pelipis lelaki yang berwajah mirip dengan
Agung Gaganda ini, bergerak-gerak sementara
mulutnya sunggingkan seringaian melecehkan.
Mendengar ucapan adik kembarnya, Agung
Gaganda maju dua tindak ke muka. Pandangannya lurus tak berkedip.
"Waktu yang kuberikan tak banyak! Cepat
katakan tentang isi dari Rahasia Sebelas Jari!!"
Bukannya sahuti ucapan orang, anak muda urakan itu nyengir. Diam-diam dia
teruskan jalan pikirannya, "Melihat kemunculan Agung Gaganda yang baru kuketahui
bersaudara kembar
ini, keyakinanku tentang rahasia sebelas jari sebelumnya, jadi agak goyah. Tak
ada orang yang memiliki dua kepribadian kalau begitu. Akan kucoba sekarang untuk mengarahkan pikiran pada
kesimpulan kedua. Sebelas jari itu berarti, sebelas orang. Dan salah seorang
dari sebelas orang
adalah yang dimaksud dengan titik kemuliaan.
Tetapi, siapa orang yang dituju pada kata titik
kemuliaan" Apakah Kala Ijo, mengingat cerita
tentang dirinya yang nampaknya berhubungan
erat dengan Rantai Naga Siluman?"
Di seberang, Agung Gaganda kertakkan rahangnya. Lelaki ini telah murka karena
dua kali ucapannya tidak dianggap. Dia melirik pada
Alung Gaganda. Lalu nampak kepalanya dianggukkan yang disambut dengan anggukan
pula oleh Alung Gaganda.
Kejap itu pula, secara bersamaan masingmasing orang sudah mencelat ke depan.
Tidak tanggung lagi, parang besar yang merupakan senjata masing-masing orang, sudah
dikiblatkan. Wuuttt! Wuuttt!,
Kibasan kedua parang itu perdengarkan
suara membeset yang menggidikkan.
Di tempatnya, pikiran Andika langsung
terputus. Segera anak muda ini dongakkan kepala, menyusul dia membuang tubuh ke
belakang. "Wah! Bilang-bilang dong kalau mau menyerang!" makinya keras. Dalam hati dia
merutuk, "Aku seakan berada dalam lingkaran orangorang terkutuk yang selalu
meninggikan kejahatan yang mereka lakukan! Huh! Waktu yang kumiliki terasa kian
sempit. Purnama sudah mendekat, sementara aku belum tahu keadaan Gadis
Kayangan!!"
Dua parang besar itu kembali digerakkan,
bersamaan tangan kiri masing-masing pemilik parang dorong tangan ke depan.
Dua gelombang angin yang menderu secara
bersamaan, lebih dulu menggebrak, menyeret tanah dan rerumputan. Membuat Andika
berseru kaget dan terburu-buru liukkan tubuh.
Namun belum lagi dia hinggap di tanah
dengan sempurna, bersamaan terdengar suara
berdebur, dua parang besar itu telah siap bacok
kepalanya! "Monyet karbitan!"
Bersamaan makian yang diperdengarkannya, Andika justru merangsek ke depan.
Tangan kanan kirinya dipalangkan ke atas. Karena tubuhnya telah merangsek maju, makanya
yang ditahan bukanlah kedua parang itu. Melainkan pergelangan tangan kanan
masing-masing penyerangnya.
Buk! Buk! Namun yang mengejutkan, justru Andika
yang surut ke belakang dengan pergelangan tangan yang terasa disengat
kalajengking. Belum lagi
dia sadar sepenuhnya, si Kembar Parang Maut
sudah menderu dengan cara melompat setengah
lingkaran. Agung Gaganda masuk dari arah kanan seraya kibaskan parang besarnya, sementara
adik kembarnya berkelebat dari arah kiri.
Jurus yang diperlihatkan si Kembar Parang
Maut, memang jurus perpaduan. Bila hanya dilakukan oleh seorang saja di antara
mereka, hasil- nya tak terlalu mengerikan. Namun karena memang jurus itu harus dilakukan oleh
dua orang, akibatnya benar-benar mengerikan.
Dalam keadaan terkurung seperti itu, paras Andika berubah. Kejap itu pula
dialirkan tenaga 'Inti Petir'.
Disusul dengan menyentakkan tangan kanan kirinya ke atas, dilakukan setelah maju
dengan cepat sejauh tiga langkah.
Terdengar suara salakan petir secara bersamaan tatkala tangan kanan kirinya
disentakkan. Melihat si pemuda lakukan satu serangan
yang nampak berbahaya, si Kembar Parang Maut
justru lipatgandakan tenaga dalamnya.
Akan tetapi mereka kecele, karena sentakan tangan kanan kiri Andika bukan
dimaksudkan untuk memapaki, melainkan hanya memancing belaka.
Karena begitu tangan kanan kirinya diangkat, si Kembar Parang Maut hanya
mengkonsentrasikan serangan pada kibasan parang masingmasing. Hingga bagian
perutnya terbuka.
Dan itulah yang dilakukan oleh Andika.
Dengan gerakan yang luar biasa cepat, dia justru
liukkan tubuh ke belakang lagi.
Wuutt! Wuuttt! Dua parang besar lawan hanya menerkam
angin belaka. Bersamaan dengan itu, Andika sudah
mendorong masuk jotosannya.
Menyusul suara salakan petir menggema....
Buk! Buk! Dua jotosannya telak menghantam perut
dua lelaki berpakaian abu-abu panjang. Kontan
masing-masing orang terjengkang ke belakang
dengan teriakan cukup keras.
Agung Gaganda yang pernah bertarung
dengan Pendekar Slebor dan tahu bagaimana kesaktian yang dimiliki anak muda itu,
hanya meringis kecil saat berdiri tegak kembali. Karena, dia
telah alirkan tenaga dalam pada perutnya di saat
telah masuk ke kancah pertarungan. Namun parasnya meradang murka.
Sementara itu, Alung Gaganda yang sejak
bertarung tadi menganggap ringan anak muda
berpakaian hijau pupus itu, tidak menamengkan
dirinya terlebih dulu. Maka akibatnya, dia langsung melengak. Disusul darah
segar muncrat dari
mulutnya. Melihat keadaan yang menimpa adik kembarnya, kemarahan Agung Gaganda makin
meradang tinggi.
"Jahanam keparat! Seharusnya aku dan
Alung Gaganda tak dapat dipecundangi dengan
mudah seperti ini! Tapi, pemuda setan itu menyerang bukan hanya mengandalkan
ilmu yang dimilikinya saja, tetapi juga kecerdikan yang tinggi!
Dia bergerak seperti menanti sela yang dapat dipakai untuk lancarkan serangan!
Terkutuk! Dia tetap bungkam! Dan itu berarti harus mampus!"
Habis membatin demikian, setelah kertakkan rahangnya kuat-kuat, serta-merta dia
sudah menderu maju kembali. Tangan kirinya digerakkan ke atas ke bawah menyusul
disentakkan ke depan. Kesiuran angin angker lebih dulu menggebrak sebelum jotosannya itu
mencari sasaran.
Andika yang merasa tak perlu meladeni si
Kembar Parang Maut, membuang tubuh ke samping, disusul sentakkan tangan
kanannya. Suara
laksana salakan petir terdengar keras sebelum
tangan kanannya berbenturan dengan tangan kiri
Agung Gaganda. Dess! Kontan masing-masing orang surut tiga
tindak ke belakang. Agung Gaganda yang sudah
dilanda kemarahan tinggi, sudah mencelat lagi
begitu tubuhnya berdiri tegak. Dia ulangi lagi serangan serupa. Namun kali ini
parang besarnya
sudah diayunkan. Kalaupun dia tak lakukan serangan sebelumnya dengan kibaskan
parang besarnya lagi, ini dikarenakan dia harus alirkan tenaga dalam pada tangan
kanannya. Wuussss!! Serta-merta menggebrak gelombang angin
yang menyeret tanah dan rerumputan ke arah
Pendekar Slebor.
Anak muda tampan urakan ini mendengus,
begitu menyadari kalau Agung Gaganda benarbenar berjibaku. Dia coba untuk
hindari gelombang angin ganas itu, namun dia pun harus
menghadapi sabetan parang Agung Gaganda.
Tak ada jalan lain yang dapat dilakukan
Andika selain merangsek maju. Dia lebih dulu sapukan kaki kanannya. Dengan cara
seperti itu, secara tak langsung dia telah hindari gelombang
angin yang dilepaskan Agung Gaganda. Dan sapuan kaki kanannya yang menyeret tanah, membuat Agung Gaganda mau tak mau
melompat. Secara tidak langsung, dia terpaksa mengurungkan
ayunan parang besarnya!
Selagi lelaki itu melompat, Andika mencelat
ke depan. Jotosan tangan kanannya dilepaskan.
Desss!! Untuk kedua kalinya Agung Gaganda terhantam telak jotosan yang mengandung tenaga
'Inti Petir'. Tapi kali ini, karena Andika sudah
alirkan tenaga 'Inti Petir' tingkat ketujuh, mau tak
mau Agung Gaganda terhuyung ke belakang. Dalam keadaan terhuyung nampak sepasang
pipinya menggembung. Bersamaan dia tak mampu kuasai
keseimbangan, dia muntah darah.
Alung Gaganda yang masih merasa kesakitan, cepat bergerak untuk menangkap sosok
kakak kembarnya. Namun karena keadaannya sendiri belum pulih benar, mau tak mau
dia pun terhuyung dan ambruk bersamaan.
Melihat hal itu, Andika yang tak lagi lancarkan serangan, cuma nyengir.
Selorohan urakannya kontan terdengar, "Wah! Pada main gendong-gendongan ya"
Kalau diperkenankan sih,
aku juga mau ikutan!!"
Merasa terhina akan ucapan orang, Agung
Gaganda tak lagi hiraukan keadaannya. Segera
dia bangkit dengan kepala disentakkan keraskeras ke kanan kiri. Kejap itu pula
dia sudah merangsek ganas. Teriakannya mengguntur. Alung
Gaganda sendiri sudah bergerak pula menyusul.
Namun dua gebrakan yang dilakukan masing-masing orang, tak membawa hasil yang berarti bagi Pendekar Slebor. Karena
Pendekar Slebor
dengan mudah menghindarinya. Bila saja pemuda
pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan ini ingin
turunkan tangan telengas, maka dengan mudah
akan dilakukannya.
Akan tetapi dia hanya menghindar saja
tanpa membalas. Lama kelamaan, sikap yang diperlihatkannya ini justru diartikan
lain oleh si Kembar Parang Maut. Mereka menganggap anak
muda itu sengaja mempermainkan, dan itu berarti menghina!
Makin ganas masing-masing orang lancarkan serangan. Parang di tangan keduanya
seakan memiliki satu tenaga hingga berkiblat ke mana
saja Andika berada. Berulang kali suara membeset udara terdengar cukup keras.
"Busyet! Benar-benar tak tahu diuntung!"
Andika memaki sewot dalam hati. Tetapi anak
muda ini tetap tak lancarkan serangan balasan.
Dia justru berusaha mencari sela untuk meninggalkan pertarungan.
Karena dia berkeyakinan, bila dia balas
menyerang, maka urusan akan makin berkembang panjang. Namun berusaha untuk
meninggalkan pertarungan, nampaknya bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
"Kambing gundul! Manusia-manusia ini
benar-benar tidak tahu malu! Huh! Apa aku harus menurunkan tangan telengas"!"
maki anak muda ini makin dongkol.
Dan sebelum dia dapat tentukan saat yang
tepat untuk meninggalkan si Kembar Parang
Maut, mendadak saja menggebrak dua gelombang
angin yang perdengarkan suara bergemuruh.
Kontan Pendekar Slebor surutkan langkah
ke belakang. Namun yang menjadi sasaran dua
gelombang angin itu bukanlah dirinya. Melainkan
si Kembar Parang Maut.
Dua lelaki berpakaian abu-abu panjang
yang hanya menujukan serangan pada Pendekar
Slebor, seolah tak menyadari sambaran dua gelombang angin tadi. Maka tanpa ampun
lagi, masing-masing orang telak terhantam gelombang ganas itu.
"Aaaakhhh!!"
Terdengar jeritan secara bersamaan menyusul masing-masing orang tergontai-gontai
ke belakang. Parang besar yang mereka pegang, terlepas ke dalam sungai yang
hasilkan suara berdebur cukup keras.
Dan tubuh yang tergontai-gontai itu akhirnya ambruk ke tanah dengan cara seperti
terpelanting.

Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesaat nampak masing-masing orang berkejut-kejut disertai keluhan kesakitan.
Tiga tarikan napas berikutnya, gerakan tubuh tanpa sadar yang menandakan
kesakitan dari si Kembar
Parang Maut terhenti. Kepala masing-masing
orang tergolek. Darah mengalir dari mulut dan
hidung. Namun, nyawa mereka telah minggat dari
tubuh. Di lain pihak, Pendekar Slebor yang tadi
surutkan langkah dan sesungguhnya tidak mau
melihat kematian terjadi di hadapannya, terkejut
bukan alang kepalang. Karena tak menyangka kalau ada satu serangan yang
membokong si Kembar Parang Maut, dia gagal menyelamatkan kedua
orang kembar itu.
Hanya sekali lihat saja, dia yakin si Kembar
Parang Maut telah tewas.
Perasaannya mendadak menjadi geram.
Dengan sorot mata tajam, dia berpaling ke samping kanan, dari mana datangnya
gelombang angin
yang mengerikan tadi.
Namun yang mengejutkan, tak ada tandatanda akan munculnya orang. Serentak
pandangannya diedarkan. Hatinya mendadak terasa tak
enak. "Aneh! Siapa orang yang telah lancarkan
serangan ganas itu" Kalau memang orang ini
termasuk salah seorang yang ingin tahu tentang
Rahasia Sebelas Jari, tentunya serangan akan dilancarkan kepadaku. Tetapi,
mengapa kedua orang itu yang jadi sasaran" Apakah...."
Terputus kata-kata Pendekar Slebor, tatkala terdengar suara dari belakangnya,
"Sudah kukatakan aku tak ingin melihatnya lagi! Tetapi melihatnya lagi, bertanda
dia tak indahkan apa yang
pernah kukatakan!"
Serentak Pendekar Slebor putar tubuh. Dipikirnya akan ada yang muncul, namun tak
seorang pun yang kelihatan.
"Kampret! Siapa orang itu"! Tapi, suaranya
seperti pernah kudengar!" desisnya.
Baru habis desisannya, satu sosok tubuh
berpakaian panjang berwarna semerah darah,
perlahan-lahan muncul dari balik ranggasan semak belukar. Paras orang yang baru
muncul ini nampak dingin sekali. Pancaran matanya menyiratkan kematian yang akan diterima
Pendekar Slebor. Rambutnya yang dikelabang bergerak di
saat dia maju tiga langkah ke muka.
"Sekarang... kematian ada di tanganmu,
Pendekar Slebor!" desis orang ini yang tak lain Iblis Kelabang adanya.
Sejenak Pendekar Slebor seperti tersedak.
"Busyet! Dia lagi! Urusan akan makin jadi panjang!" desisnya.
Di saat Pendekar Slebor mendesis dengan
hati tidak tenang, di saat Iblis Kelabang memandang penuh kemuakan, mendadak
terdengar suara dari samping kiri,
"Kau boleh bicara seperti itu! Tetapi, aku
juga menginginkan nyawanya!!"
*** 8 Bukan hanya Pendekar Slebor yang palingkan kepala, perempuan berambut dikelabang
itu pun lakukan hal yang sama. Berjarak delapan
langkah dari keduanya, telah berdiri satu sosok
tubuh dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Kepala orang yang tadi bicara
ini agak terangkat, sepasang matanya tajam menusuk pada Pendekar Slebor. Sementara itu, Pendekar Slebor sendiri merutuk dalam hati, "Kampret bau! Kenapa
dia lagi yang muncul" Busyet! Jadi kering nih tenggorokanku!"
Orang yang baru datang perdengarkan
dengusan. "Kau ini, kau tak akan dapat lolos dari tanganku, Pendekar Slebor!" desisnya
dingin. Lalu pandangannya dialihkan pada Iblis Kelabang. "Perempuan berpakaian merah! Lebih
baik menyingkir! Biarkan aku teruskan urusan dengan pemuda celaka itu!!"
Mendengar ucapan yang bernada melecehkannya, sudah tentu Iblis Kelabang yang
berniat membunuh Pendekar Slebor menjadi murka. Kontan dia putar tubuh.
Sejenak perempuan ini pandangi pemuda
berpakaian biru gelap, yang saat ini sedang menyeringai.
"Jahanam! Gayanya membuat tanganku
gatal untuk mengepruk kepalanya!" makinya dalam hati. Lalu berkata, "Orang muda!
Aku juga punya urusan yang sama dengan pemuda setan
itu! Bagaimana bila kau yang kuminta harus menyingkir"!"
Pemuda yang di keningnya melingkar ikat
kepala berwarna sama dengan pakaiannya, mendengus. Lamat-lamat tangannya yang
dilipat di dada tadi diturunkan, kali ini berada di pinggangnya, yang melilit sebuah tali
sebesar ibu jari.
"Dengarkan ucapanku! Jangan membuang
nyawa sia-sia di hadapanku!!"
Makin mengkelap Iblis Kelabang melihat
sikap si pemuda.
"Katakan, siapa kau adanya"!"
"Panggil aku dengan julukan Manusia Sepuluh Siluman!!"
"Heem... julukannya cukup mengkederkan
orang. Tapi sikapnya, membuatku tak tahan lagi
untuk merobek mulutnya! Hanya sekarang, akan
kubiarkan dia bertarung dengan Pendekar Slebor!
Paling tidak, aku tak akan banyak membuang tenaga!"
Memutuskan demikian, Iblis Kelabang palingkan kepalanya pada Pendekar Slebor.
"Urusan yang terjadi di antara kita, boleh
ditunda sekarang! Tetapi nampaknya, pemuda
yang mengaku berjuluk Manusia Sepuluh Siluman ini, akan membuat hidupmu akan
berakhir sampai di sini!!"
Sementara Pendekar Slebor mendengus,
Manusia Sepuluh Siluman perlihatkan senyuman.
Secara tidak langsung, dia menganggap kalau perempuan berpakaian semerah darah
itu jeri terhadapnya.
Lalu didengarnya lagi ucapan si perempuan
pada Pendekar Slebor, "Kau mampus di tangannya, akan membuatku senang! Bila pun
kau tidak mampus, kau harus tetap berhadapan denganku!
Tetapi yang perlu kusampaikan, kau harus mempertahankan selembar nyawa busukmu
darinya!!"
Andika yang sebenarnya sudah jengkel,
cuma menyahut ringan, "Heran deh! Kok kau begitu mengkhawatirkanku!"
Sepasang mata Iblis Kelabang menyipit.
"Karena bila kau mampus, kau tak akan
dapat menyelamatkan nyawa Gadis Kayangan!"
Sampai surut satu tindak ke belakang Andika mendengar ucapan Iblis Kelabang.
Sesaat dia seperti kehilangan akal. Bahkan mulutnya terkatup rapat.
Melihat kalau pemuda urakan itu sedang
cemas, Iblis Kelabang berkata lagi, "Nyawa Gadis
Kayangan hanya dapat ditukar dengan Rantai Naga Siluman! Bila kau gagal
mendapatkannya, maka gadis itu akan tewas secara mengerikan!!"
Kendati saat ini Andika sedang terkejut,
cemas sekaligus marah, namun dia masih dapat
kendalikan diri untuk tidak perlihatkan sikap
yang sesungguhnya.
Sambil nyengir dia berkata, "Kalau aku sudah mendapatkan Rantai Naga Siluman, di
mana akan kutukarkan dengan Gadis Kayangan"!"
"Lembah Kalisura!" sahut Iblis Kelabang tegas. Lalu terlihat dia menyeringai.
Sambil gelengkan kepalanya dia berkata, "Tetapi aku tidak yakin kau dapat
melakukannya, karena... nyawamu
berada di ujung tanduk sekarang!"
"Maksudmu... aku akan kalah dengan Manusia Sepuluh Siluman" Wah! Lihat dulu
dong!" Di lain pihak, Manusia Sepuluh Siluman
yang tadi sudah bangga karena merasa yakin kalau perempuan berpakaian semerah
darah itu ngeri terhadapnya, menggeram mendengar ucapan Pendekar Slebor.
Serentak dia angkat bicara, "Perempuan
berambut kelabang! Apakah kau belum juga menyingkir dari hadapanku, karena kau
ingin mampus"!"
Serta-merta Iblis Kelabang palingkan kepalanya. Tatapannya begitu dingin sekali.
Sesaat dia tak keluarkan suara.
"Jahanam sial! Ucapannya benar-benar
membuat darahku mendidih! Tetapi, tugas yang
diberikan Kiai Alas Ireng, secara tidak langsung
telah ditanggulangi oleh pemuda keparat ini! Huh!
Entah mengapa aku justru berharap dia yang
mampus di tangan Pendekar Slebor!!"
Habis membatin begitu, suaranya terdengar geram, "Lakukan apa yang kau
inginkan!!"
Seraya maju dua tindak ke muka, Manusia
Sepuluh Siluman membentak, "Menyingkir!!"
Iblis Kelabang makin dongakkan kepala.
Matanya pancarkan sinar berkilat-kilat tanda dia
hampir tak kuasa menahan amarahnya lagi. Namun karena merasa tak perlu membunuh
Pendekar Slebor untuk saat ini, kejap berikutnya Iblis
Kelabang sudah berkelebat. Dia berkeyakinan
kuat, kalau Pendekar Slebor akan mempertahankan selembar nyawanya. Apalagi saat
ini, pemuda itu harus menyelamatkan Gadis Kayangan.
Dua pemuda yang berusia tak jauh berbeda itu, saat ini saling pandang dengan
geram. Matahari semakin meninggi. Hawa kian bertambah
panas. Dan di hati Manusia Sepuluh Siluman, gejolak hawa panas bertanda amarah
makin tinggi, sudah tak kuasa dibendung lagi.
Kali ini dia seperti tak hiraukan apa tujuannya semula yang diinginkan dari
Pendekar Slebor. Dia lebih ingin melihat Pendekar Slebor
tewas di tangannya. Kesombongan yang dimilikinya makin kuat melingkar di
hatinya. "Pendekar Slebor! Kita teruskan pertarungan kita yang tertunda!!"
Anak muda urakan dari Lembah Kutukan
itu cuma nyengir saja, padahal diam-diam dia
membatin gelisah, "Celaka! Keadaan Gadis
Kayangan saat ini sungguh membahayakan! Monyet buduk! Bila langkahku selalu
tertahan seperti ini, apakah aku bisa mendapatkan Rantai Naga
Siluman"!"
Makin geram Manusia Sepuluh Siluman
karena ucapannya tak mendapatkan sahutan.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, pemuda sombong ini telah mencelat ke depan.
Angin melingkar mendahului celatan tubuhnya.
Di tempatnya, Andika mendengus. Anak
muda ini pun tak mau membuang waktu. Langsung dia menderu maju. Suara salakan
petir terdengar keras.
Blaaarrr!! Angin melingkar yang dilepaskan Manusia
Sepuluh Siluman pecah berantakan. Menyusul....
Buk! Buk! Dua lengan yang telah dialiri tenaga dalam
bertemu. Seketika masing-masing orang surut tiga tindak ke belakang. Namun yang
mengejutkan, karena mendadak saja Manusia Sepuluh Siluman
telah tepukkan kedua tangannya di atas kepala!
Gdreengg!! Suara keras seketika terdengar. Andika
sendiri sampai alirkan tenaga dalamnya ke telinga. Saat itu pula kedua matanya
seperti melompat
keluar. Karena mendadak saja dia melihat sosok
Manusia Sepuluh Siluman menjelma menjadi tiga
orang! Masing-masing orang bersedekap dengan
kedua kaki agak dibuka!
"Kutu monyet! Ketika dia menyerang Setan
Cambuk Api, dia telah membuat dirinya menjadi
dua orang! Tetapi sekarang, dia menjelma menjadi
tiga! Jelas dia tidak memiliki saudara kembar, seperti halnya si Kembar Parang
Maut yang telah
tewas! Ini memang sebuah ilmu!!"
Salah seorang dari Manusia Sepuluh Siluman yang berdiri di tengah, perlihatkan
seringaian. "Kali ini, jangan harap kau dapat meloloskan diri!"
Di seberang, Andika sedang memikirkan jalan keluar dari sosok Manusia Sepuluh
Siluman yang menjelma menjadi tiga orang.
"Salah satu dari wujud itu, tentunya sosok
Manusia Sepuluh Siluman yang asli! Tetapi, yang
manakah" Apakah yang barusan berucap"! Bila
memang...."
Belum habis kata-kata Pendekar Slebor,
mendadak sosok Manusia Sepuluh Siluman yang
berada di sebelah kanan mendesis dingin, "Kau
tak akan mampu untuk mengalahkan Manusia
Sepuluh Siluman!"
Kontan pupus dugaannya. Bahkan yang
berada di sebelah kiri sudah buka mulut, "Jalan
keluar sangat sempit sekarang! Tak ada lagi kesempatan di depan mata!"
Baru menutup mulut sosok Manusia Sepuluh Siluman yang berada di sebelah kiri
ini, sosok Manusia Sepuluh Siluman yang berada di tengah
dan di sebelah kanan sudah menggempur ke arah
Andika! Angin melingkar yang keluarkan suara
menggidikkan menggebrak.
Andika sadar kalau dia harus mengalahkan
sosok Manusia Sepuluh Siluman yang asli. Namun ketiga sosok Manusia Sepuluh
Siluman ini benar-benar tak dapat dibedakan sama sekali!
Hingga mau tak mau dia pun harus berusaha untuk menghadapinya. Masing-masing
sosok Manusia Sepuluh Siluman yang telah menggempur, benar-benar ganas dan
mengerikan. Hanya dalam beberapa kejap saja, tempat
itu sudah menjadi porak poranda. Letupan demi
letupan terdengar keras. Andika sendiri nampak


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

agak kalang kabut. Setiap kali dia lepaskan serangan balasan, setiap kali pula
serangan itu punah. Belum lagi salah seorang dari sosok Manusia
Sepuluh Siluman merangsek maju secara bergantian!
"Kutu landak! Aku bukan hanya bisa
mampus nih! Tetapi mampus dengan tubuh tercacak!!" maki Pendekar Slebor.
Parasnya berubah
pucat. Mendadak saja dia putar tubuh ke belakang. Saat hinggap kembali di atas tanah, nampak seluruh tubuhnya diliputi
pernik perak. Rupanya anak muda tampan ini telah keluarkan
ajian 'Guntur Selaksa'.
Di seberang, tiga sosok Manusia Sepuluh
Siluman tak pedulikan perubahan itu. Mereka terus merangsek masuk. Andika
sendiri sudah berkelebat ke depan.
Suara gelegar guntur terdengar sangat keras.
Blaaarrr!! Tiga gelombang angin melingkar yang dilepaskan tiga sosok Manusia Sepuluh
Siluman langsung punah. Berhasil memutuskan serangan
lawan, Andika terus merangsek masuk.
Bersamaan suara gelegar guntur terdengar
lagi, jotosan tangan kanannya mendarat telak pada sosok Manusia Sepuluh Siluman
yang menyerang dari sebelah kanan. Sosok orang ini tergontai-gontai ke belakang.
Nampak wajahnya meringis seperti menahan sakit.
Namun... astaga!
Sosok Manusia Sepuluh Siluman yang menyerang dari sebelah kanan ini telah
berdiri tegak dan lancarkan serangan kembali tanpa kurang
suatu apa. "Kampret!" maki Andika dalam hati. Wajahnya semakin tegang. Dia terus berusaha
mengatasi serangan demi serangan yang datang. Namun karena ketiga sosok Manusia
Sepuluh Siluman memiliki kekuatan yang sama, akhirnya mau
tak mau dia harus surutkan langkah.
Bahkan sosok Manusia Sepuluh Siluman
yang menyerang dari sebelah kiri, telah sapukan
kaki kanannya. Des! Tepat mengenai tulang kering Andika. Anak
muda ini mengaduh pelan dan berdiri agak sempoyongan. Bersamaan dengan itu, dua
sosok Manusia Sepuluh Siluman lainnya, telah menderu
diiringi teriakan mengguntur.
Seketika menegak kepala anak muda ini
sementara tubuhnya masih tergontai-gontai. Sadar kalau maut akan menjemputnya,
segera diloloskan lilitan kain bercorak catur dari lehernya.
Langsung dikibaskan.
Wrrrrr!! Satu gelombang angin raksasa yang perdengarkan suara mendengung laksana ribuan
tawon murka, menderu ganas. Menyeret tanah dan
ranggasan semak belukar.
Dua sosok Manusia Sepuluh Siluman yang
sedang lancarkan serangan, melengak kaget. Mereka berusaha untuk hindari
labrakan gelombang
angin mengerikan itu. Namun karena datangnya
lebih cepat, maka tubuh dua sosok Manusia Sepuluh Siluman terlempar ke belakang.
Bersamaan dengan itu, sosok Manusia Sepuluh Siluman yang tadi berhasil membuat
Andika tergontai-gontai sudah lancarkan serangan pula.
Andika yang memang tak mau bertindak
ayal, segera alirkan ajian 'Guntur Selaksa' pada
kain bercorak catur yang dipegangnya. Seketika
terdengar suara gelegar guntur yang mengerikan!
Disusul dengan gelombang angin raksasa.
Kontan sosok Manusia Sepuluh Siluman
terhempas ke belakang begitu terhantam.
Seperti yang dialami dua sosok Manusia
Sepuluh Siluman yang telah terbanting ambruk,
sosok Manusia Sepuluh Siluman yang ini pun
ambruk pula. Di tempatnya, Andika yang agak terengahengah mencoba mengatur napas. Dengan
punggung tangan kiri, dihapusnya keringat yang mengalir.
Kejap kemudian, dia tolehkan kepala karena terdengar suara tepukan orang. Hanya
sekali, namun begitu keras.
Rupanya, sosok Manusia Sepuluh Siluman
yang berada di samping kanan, telah tepukkan
tangannya. Bersamaan dengan itu, dua sosok
Manusia Sepuluh Siluman lainnya telah menjadi
asap! "Heemm... berarti yang berada di sebelah
kananlah sosoknya yang asli," desis Andika dengan masih agak terengah.
Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman telah berdiri. Nampak dia harus kuasai
keseimbangannya sebelum berdiri tegak. Pancaran matanya
tajam menyorot.
"Jahanam sial! Kain bercorak catur itu jelas bukan kain sembarangan! Tentunya
sebuah kain sakti! Secara tidak langsung, dia telah punahkan ilmu Siluman 'Rubah Jasad
Enam Mata' ini, karena mengenai bahuku sebelah kanan, di
mana kelemahan dari ilmu ini! Keparat!! Aku tetap tak akan mundur!!"
Habis membatin geram seperti itu, pemuda
sombong ini sudah buka mulut, "Jangan berbangga dulu kau berhasil memunahkan
ilmuku yang satu ini! Kau...."
"Siapa yang bangga" Aku saja heran! Kok
kau bisa kukalahkan ya?" sambar Andika memutus kata-kata Manusia Sepuluh
Siluman. Di depan, pemuda berikat kepala biru gelap
ini menggeram. Mendadak dia rentangkan tangan
kanan kirinya ke samping. Menyusul diusap seluruh tubuhnya.
"Busyet! Jenis ilmu Siluman apa lagi yang
akan diperlihatkannya kali ini" Waktuku benarbenar akan terbuang banyak!
Padahal... nanti
malam adalah saat purnama yang ditunggu! Tetapi sampai saat ini, aku belum
berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman! Ada dua urusan
yang mengerikan! Pertama, Rantai Naga Siluman
yang dikatakan Kala Ijo, akan mengamuk bila tak
berhasil didapatkan pada saat purnama bulan ini!
Kedua, nyawa Gadis Kayangan pun berada di
ujung tanduk! Kura-kura bau! Apa yang harus
kulakukan sekarang"!"
Sementara Andika membatin demikian,
Manusia Sepuluh Siluman nampak masih terus
mengusapi seluruh tubuhnya dengan kedua telapak tangannya.
Lamat-lamat terlihat kedua tangannya mulai ditumbuhi bulu-bulu lebat.
"Oh!" desis Andika terkejut. "Aku harus
mendahului menyerang sebelum dia berhasil
mengeluarkan ilmu Silumannya yang satu ini!!"
Memutuskan demikian, Andika sudah
menggebrak maju. Kain bercorak caturnya dikibaskan dengan segera.
Di seberang, Manusia Sepuluh Siluman
yang masih mengusapi seluruh tubuhnya melengak. Mau tak mau dia hentikan gerakan
tangannya yang mengusapi tubuhnya. Segera dipalangkan kedua tangannya yang telah
dipenuhi bulubulu tebal.
Namun sambaran gelombang angin yang
berasal dari kain bercorak catur, telah mendorongnya. Terlempar lima langkah
pemuda berpakaian biru gelap ini.
Manusia Sepuluh Siluman yang semula berusaha untuk keluarkan ilmu Siluman 'Jasad
Harimau', untuk kedua kalinya terbanting kembali
di atas tanah. Namun kesombongan telah melingkupi dirinya kuat-kuat. Dengan menahan rasa sakit,
diloloskan tali yang melingkari pinggangnya. Setelah ditiup segera dilemparkan
ke arah Pendekar
Slebor! Tali yang hanya sebesar ibu jari itu mendadak berubah menjadi ular cobra yang
mendesis mengerikan. Andika yang merasa kalau kain bercorak catur yang dimilikinya mampu
menanggulangi ilmu Siluman yang dimiliki Manusia Sepuluh Siluman, langsung
menggerakkannya lagi.
Ular cobra jelmaan dari tali itu kontan terlempar ke belakang dan menghantam
sebuah po- hon yang langsung tumbang karena terseret gelombang angin dari kain bercorak
catur. Saat ular
cobra itu jatuh, seketika berubah ke wujud asalnya menjadi seutas tali!
Melihat berulangkali ilmu Siluman yang dikeluarkannya dapat dipatahkan, paras
Manusia Sepuluh Siluman benar-benar pias. Kesombongan
yang dimilikinya telah luntur. Susah payah dia
berusaha bangkit.
"Tak guna bila kuteruskan maksud Sekarang! Lebih baik menyingkir!" desisnya
dalam hati. Lalu dengan suara geram dia berkata,
"Pendekar Slebor! Saat ini aku mengaku kalah!
Tetapi lain kali... kita akan berjumpa lagi!!"
Di tempatnya, Andika cuma mengangkat
sepasang alis hitamnya saja.
"Terserah deh!"
Lalu dilihatnya Manusia Sepuluh Siluman
mendengus. Setelah itu, sosoknya berbalik dan
berkelebat meninggalkan tempat itu.
Sepeninggalnya, Pendekar Slebor menarik
napas lega. "Urusan seperti baru dimulai. Sulit bagiku
untuk mendapatkan Rantai Naga Siluman sebagai
penukar nyawa Gadis Kayangan! Tetapi biar bagaimanapun juga, aku akan tetap ke
Lembah Kalisura! Barangkali aku masih bisa menyelamatkan
Gadis Kayangan!"
Diaturnya napas perlahan-lahan sembari
melilitkan kembali kain bercorak catur pada lehernya.
"Rahasia Sebelas Jari hingga saat ini belum
kudapatkan jawaban yang tepat. Bila memang sebelas jari itu berarti sebelas
orang dan titik kemuliaan itu dimiliki oleh salah seorang dari sebelas
orang, siapakah orang itu" Wah! Bikin pusing kepalaku saja!!"
Mendadak anak muda urakan ini tertawa.
"Jangan-jangan, aku nih yang dimaksud
sebagai orang mulia! Hahaha... busyet! Tidak tahu malu betul!"
Lalu perlahan-lahan kepalanya dipalingkan
ke arah perginya Iblis Kelabang tadi.
Setelah tarik napas, segera dihempos tubuhnya. Hanya dua kejapan mata saja,
sosoknya sudah lenyap dari pandangan.
*** Dan tanpa sepengetahuan siapa pun, mendadak saja tanah yang berada di tengahtengah Pulau Hitam meledak. Ledakannya begitu dahsyat. Pasir-pasir hitam menyembur ke
udara. Pulau Hitam yang selalu gelap itu seolah bertambah
gelap tatkala pasir-pasir hitam itu masih beterbangan.
Samar-samar mulai terlihat pendaran sinar
bening di antara pasir-pasir hitam yang mengudara. Tatkala pasir-pasir hitam itu
mulai luruh, sinar bening itu semakin terang.
Lalu terlihat sebuah rantai yang pancarkan
sinar bening. Kekuatan sinar bening itu seakan
menerangi sebagian Pulau Hitam yang selalu diliputi kegelapan.
Mendadak saja rantai itu berputar sangat
kuat, sehingga saat itu pula Pulau Hitam seraya
dilanda gempa sangat dahsyat. Angin yang ditimbulkan oleh rantai yang tak lain
Rantai Naga Siluman, serasa memporak-porandakan Pulau Hitam. Menderu-deru angker
dengan suara ribut.
Samar-samar nampak dua patahan pedang
yang sebelumnya tertimbun pasir-pasir hitam itu.
Menyusul dua patahan pedang buntung mencelat
entah ke mana. Keanehan yang terjadi bukan hanya mencekam, tetapi mengerikan!
Dan... astaga! Seperti ada satu kekuatan yang menyentaknya, Rantai Naga Siluman mendadak saja
mencelat. Wuuunggg!! Suaranya sangat angker. Dan nampak akhirnya Rantai Naga Siluman hilang dari
pandangan. Meninggalkan Pulau Hitam yang porak poranda!
Kelebatan Rantai Naga Siluman yang bersinar terang benderang itu, memancing
perhatian dua sosok tubuh yang berada di sebuah hutan.
Seketika masing-masing orang angkat kepala.
*** 9 "Gila! Benda apa yang berkelebat cepat dan
berbentuk rantai itu?" desis orang yang mengenakan pakaian dan berkerudung
merah. "Rantai katamu?" desis orang yang mengenakan pakaian hitam. Menyusul dia berseru
keras, "Iblis Rambut Emas! Rantai katamu" Gila!
Tak salah lagi! Benda itu tentunya Rantai Naga
Siluman!!"
Orang yang bicara tadi yang tak lain Iblis
Rambut Emas adanya sejenak pandangi orang
yang bicara kedua yang sudah bisa dipastikan
Sangga Rantek adanya.
"Dicari sulit ditemukan! Saat kehilangan jejak justru muncul! Kita susul!"
Habis kata-katanya, perempuan berambut
emas yang ditutupi kerudung merah ini sudah
berkelebat. Menyusul Sangga Rantek menghempos tubuh.
Pancaran sinar bening di udara tertangkap
oleh pandangan masing-masing orang. Dan ini
membuat keduanya semakin bersemangat dan
kerahkan ilmu peringan tubuh masing-masing.
Melewati hutan yang panjang itu, keduanya hentikan gerakan. Karena berjarak
sepuluh langkah, nampak rantai yang pancarkan sinar
bening itu berhenti, mengapung di udara.
"Iblis Rambut Emas! Jelas itu adalah Rantai Naga Siluman! Kita coba untuk
mengambilnya!"
Habis kata-katanya, Sangga Rantek sudah
menyergap. Iblis Rambut Emas yang sejak semula
memang mempunyai niat busuk, mendadak mendorong tangan kanannya ke arah Sangga
Rantek! Seketika menghampar satu gelombang angin kuat. Mendengar gebrakan angin dari
belakang, Sangga Rantek segera balikkan tubuh. Wajahnya melengak dan....
Desss!! Kontan tubuhnya terhuyung ke belakang
disertai pekikan tertahan. Saat ambruk di atas
tanah, lemah Sangga Rantek menuding pada Iblis
Rambut Emas yang sedang tersenyum.


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau...."
"Keputusan telah kubuat! Kau tak kuperlukan lagi, Sangga Rantek! Tak mungkin ada
dua orang yang memiliki Rantai Naga Siluman! Maka
kuputuskan, akulah pemiliknya!!"
"Jahanam!" maki Sangga Rantek sambil berusaha berdiri.
Namun Iblis Rambut Emas telah dorong
kedua tangannya lagi. Sebisanya Sangga Rantek
menghindar. Akan tetapi, karena tubuhnya telah
terkena hantaman sebelumnya, dia tak mampu
untuk hindari dua gelombang angin tadi.
Maka tanpa ampun lagi, tubuhnya telak
terhantam dan terlempar ke belakang. Lontaran
deras tubuhnya baru terhenti setelah menabrak
sebatang pohon. Terdengar suara 'krak' yang cukup keras. Disusul terpelantingnya
sosok Sangga Rantek ke depan.
Orang ini berusaha untuk angkat kepalanya. Dari hidung dan mulutnya telah mengalir
darah segar. Namun dia tak kuasa lagi untuk hidup lebih lama.
"Jahanam terkutuk... kau akan... mampus
secara mengerikan...."
Hanya itu yang bisa dikatakannya sebelum
mampu untuk selama-lamanya.
Iblis Rambut Emas cuma pentangkan seringaian.
"Akulah yang berhak memiliki Rantai Naga
Siluman!!" desisnya puas.
Lalu perlahan-lahan dia mendekati Rantai
Naga Siluman yang masih mengapung di udara.
Kepuasan nampak membayang di wajahnya. Namun mendadak saja kepuasan itu putus,
diganti keterkejutan yang sangat nyata!
Karena, mendadak saja sinar bening yang
terpancar dari Rantai Naga Siluman sudah melingkarinya. Dirasakan hawa yang
sangat panas menerpa. Menggeliat seraya berusaha lepaskan diri,
Iblis Rambut Emas berusaha kerahkan tenaga dalamnya. Namun lingkupan sinar
bening itu bertambah kuat.
Dan semakin lama bertambah panas.
Melolong setinggi langit Iblis Rambut Emas
yang gagal mengerahkan tenaga dalamnya!
Tiga kejapan mata kemudian, perlahanlahan, lilitan sinar bening yang mendadak
menjadi sangat panas itu mengendor dan menghilang.
Brukkk! Kontan ambruk sosok Iblis Rambut Emas.
Pakaian dan kerudung yang dikenakannya telah
hangus. Begitu pula dengan sekujur tubuhnya.
Bahkan, wajahnya pun tak bisa dikenali lagi.
Kejap itu pula, Rantai Naga Siluman berkelebat kembali.
*** Pendekar Slebor terus berkelebat sedemikian cepat. Dia memang belum tahu di mana
Lembah Kalisura berada. Namun dia terus berlari
mengejar waktu. Bayangan sosok Gadis Kayangan
makin membias di benaknya, dan ini membuatnya begitu resah.
Di sebuah tempat, dia sempat bertanya di
mana Lembah Kalisura berada. Setelah mendapat
petunjuk yang berarti, kembali anak muda pewaris ilmu Pendekar Lembah Kutukan
ini berkelebat. Hatinya semakin dipilin rasa gelisah.
"Tak akan pernah kumaafkan diriku bila
Gadis Kayangan celaka!" desisnya. Keringat Sudah membasahi sekujur tubuhnya.
Tetapi dia tak bermaksud untuk berhenti sekali pun.
Tatkala malam memasuki persada, hati
anak muda ini semakin gelisah.
"Purnama telah tiba kendati masih belum
terang bersinar! Mungkin, inilah akhir dari perjalananku. Tak bisa kutentukan
yang mana lebih
dulu harus kutuntaskan, karena urusan terjadi
secara bersamaan" Monyet buduk!"
Terus anak muda ini berkelebat dengan hati bertambah tak menentu. Napasnya mulai
terpu- tus-putus. Dadanya yang dibuncah kegelisahan
seperti hendak meledak!
Lima belas tarikan napas berikutnya, dia
hentikan larinya. Pandangannya tak berkedip ke
depan. Dilihatnya sebuah lembah yang menghampar luas di hadapannya.
"Inikah Lembah Kalisura?" desisnya.
Lagi-lagi tak hiraukan keadaan dirinya
yang mulai kelelahan, Andika berkelebat mendekati lembah yang terpentang di
hadapannya. Dari
atas, dapat dilihatnya kalau lembah itu tak ubahnya sebuah danau luas yang
kering. Dan dilihatnya dua sosok tubuh telah berdiri di tengah-tengah lembah. Andika
memicingkan matanya. Sesaat nampak dia melengak tatkala pandangannya menangkap
satu sosok tubuh
yang tergolek di antara kedua orang itu.
"Melihat sosoknya, jelas yang seorang adalah Iblis Kelabang! Tetapi, siapa orang
yang mengenakan jubah hitam itu" Jangan-jangan... dialah
orang yang telah memerintahkan Iblis Kelabang
untuk membunuhku" Kiai Alas Ireng!"
Untuk beberapa saat anak muda ini tak keluarkan suara. Perlahan-lahan diatur
napasnya. Setelah dirasakan tidak lagi memburu seperti tadi, segera dia berlari menuruni
lembah! Kedua orang yang diduga Pendekar Slebor
memang benar. Mereka tak lain Iblis Kelabang
dan Kiai Alas Ireng. Sementara sosok tubuh yang
tergeletak bukan lain Gadis Kayangan adanya!
Dua pasang mata milik manusia-manusia
sesat itu segera menangkap kelebatan sosok tubuh yang semakin lama semakin mendekat.
Iblis Kelabang segera kertakkan rahangnya,
"Heemm... rupanya dia berhasil lolos dari sergapan Manusia Sepuluh Siluman!
Entah dia berhasil mengalahkannya, atau memang berhasil meloloskan diri!"
Sementara itu, Pendekar Slebor yang berlari menuruni lembah telah hentikan
larinya dan berdiri sejarak delapan langkah dari hadapan
masing-masing orang.
Sepasang mata Gadis Kayangan yang dalam keadaan tertotok, membiaskan
kegembiraan. Kiai Alas Ireng maju satu tindak ke muka.
"Selamat datang, Pendekar Slebor!"
Pendekar Slebor mengangkat tangan kanannya dengan sikap santai. Padahal diamdiam dia tengah memikirkan bagaimana caranya menyelamatkan Gadis Kayangan. Karena,
Rantai Naga Siluman yang dikehendaki orang-orang itu belum ada di tangannya!
Dia berkata pada Iblis Kelabang, "Perempuan berpakaian semerah darah! Apakah
lelaki itu yang kau maksudkan sebagai Kiai Alas
Ireng"!"
"Yang sopan kalau bicara!!" hardik Iblis Kelabang dingin.
Pendekar Slebor cuma mengangkat kedua
bahunya. Kiai Alas Ireng berkata dingin, "Kau lihat sosok gadis itu, bukan"! Kau
bisa mendapatkannya bila kau menyerahkan Rantai Naga Siluman!"
"Inilah yang membingungkanku! Hingga
saat ini aku belum berhasil mendapatkan Rantai
Naga Siluman! Dan purnama telah datang! Berarti...."
"Jawab pertanyaan orang!!" hardik Iblis Kelabang memutus kata batin Pendekar
Slebor. Segera Andika mengangkat kepalanya dan
berkata, "Kalau soal Rantai Naga Siluman sih
gampang! Tetapi bukankah sudah jadi peraturan,
satu ditukar satu"!"
"Perlihatkan rantai itu kepadaku!!" bentak
Kiai Alas Ireng.
"Wah! Kau pikir aku ini berotak bodoh"
Sudah tentu Rantai Naga Siluman kusembunyikan di satu tempat!"
"Jangan dusta!" bergetar tubuh Kiai Alas
Ireng. "Kalau tidak percaya ya sudah! Kau tidak
akan mendapatkan Rantai Naga Siluman bila kau
bersikeras dengan ucapan bodohmu itu!!"
"Jangan berlaku bodoh!" menghardik Iblis
Kelabang. Dia tak pernah suka kalau Kiai Alas
Ireng dipermainkan seperti itu. Perempuan yang
telah masuk pada lingkaran hutang budi dan rela
melakukan apa saja demi membalas hutang budi
itu, sudah maju dua langkah ke muka.
Nampak dia sudah siap untuk lancarkan
serangan. Tapi ditahan oleh Kiai Alas Ireng.
Lelaki bermata sipit ini sejenak pandangi
Pendekar Slebor yang sedang memikirkan cara
terbaik untuk menyelamatkan Gadis Kayangan.
Lamat-lamat terdengar suara Kiai Alas
Ireng, "Aku tahu apa yang sedang kau permainkan! Malam ini adalah malam purnama yang telah ditentukan! Bila tak ada orang
yang berhasil mendapatkan Rantai Naga Siluman, maka benda
itu akan mengamuk! Tetapi sukar ditentukan,
apakah di saat purnama datang, atau sudah setengah perjalanan waktu yang lebih
tepat untuk munculnya Rantai Naga Siluman! Bila memang
kau telah memiliki benda itu, kita tunggu sampai
purnama tepat berada di atas kepala kita!"
"Monyet pitak! Lelaki berjubah hitam ini lebih cerdik dari Iblis Kelabang!
Secara tidak langsung, dia mendesakku untuk menunjukkan Rantai Naga Siluman! Aku
juga tidak tahu kapan tepatnya Rantai Naga Siluman akan muncul, yang
pasti purnama malam ini! Huh! Siapa sih orang
yang dimaksud dengan titik kemuliaan?"
Tak mendengar sahutan orang, Kiai Alas
Ireng yang memang bermaksud menekan Pendekar Slebor terbahak-bahak.
"Kau tak berkata, berarti.... Rantai Naga Siluman belum kau dapatkan!! Itu
artinya...." Kaki
kanan Kiai Alas Ireng terangkat, tepat pada kepala Gadis Kayangan yang segera
pejamkan mata, "Dia akan mampus!!"
"Tunggu!" tahan Andika separuh gelisah.
"Kau menang! Rantai Naga Siluman berada di balik pohon dari mana aku datang
tadi!!" "Ambil dan berikan padaku, maka gadis ini
akan selamat!!"
"Landak busuk! Apa yang harus kulakukan
sekarang"! Rantai Naga Siluman belum kudapatkan! Dan jelas lelaki berjubah hitam
itu tak akan pernah berpikir dua kali untuk membunuh
Gadis Kayangan! Apakah...."
Mendadak saja terdengar suara mendengung yang sangat keras dari arah timur.
Serentak orang-orang yang berada di Lembah Kalisura palingkan kepala.
Lamat-lamat mereka melihat sinar bening
yang mengembang, seolah terangi Lembah Kalisura. Menyusul nampak sebuah benda di
hamparan sinar bening itu.
"Gila! Benda apa itu"!" desis Iblis Kelabang
tak berkedip. Kiai Alas Ireng sendiri berkata, "Apakah
ada orang yang datang ke sini dan perlihatkan ilmunya kepada kita"!"
Lain dari sikap Iblis Kelabang dan Kiai Alas
Ireng yang kebingungan, Pendekar Slebor justru
melengak. "Rantai Naga Siluman," desisnya dalam hati. Anak muda ini sebelumnya memang
telah melihat benda sakti itu di Pulau Hitam (Baca : "Tabir
Pulau Hitam").
Benda yang berbentuk rantai yang perlihatkan sinar bening itu terus menderu dan
akhirnya melayang-layang di atas kepala masingmasing orang.
Suara yang diperdengarkan sungguh memekakkan telinga. Dan sinar bening yang
terang itu telah terangi Lembah Kalisura.
Tak ada yang keluarkan suara sama sekali.
Masing-masing orang begitu takjub melihat kehadiran benda aneh itu.
Menyusul terdengar suara Kiai Alas Ireng,
"Gila! Apakah benda itu yang disebut Rantai Naga
Siluman"!"
Iblis Kelabang sejenak pandangi Kiai Alas
Ireng, lalu pandangi lagi pada Rantai Naga Siluman yang kali ini telah bergerak
membentuk lingkaran kecil dan gerakannya berada di atas kepala
Pendekar Slebor! Pendekar Slebor sendiri mendadak menjadi ngeri.
"Busyet! Mungkin waktu yang telah ditentukan telah tiba! Rantai Naga Siluman
telah keluar dengan sendirinya! Dan nampaknya... akulah
korban pertama dari kesaktian Rantai Naga Siluman! Atau, sudah ada orang yang
mendahuluiku"!"
Berpikir demikian, berhati-hati Pendekar
Slebor surutkan langkah tiga tindak ke belakang.
Namun rantai yang perlihatkan sinar bening terang benderang itu seakan
mengikutinya. Tetap
berputar di atas kepala.
"Kutu kupret!" maki Andika dengan perasaan tak menentu. Diam-diam dia kerahkan
tenaga 'Inti Petir' tingkat pamungkas, bersiap bila sesuatu yang tak diinginkan
terjadi. Dan apa yang
ditunggunya memang terjadi. Karena mendadak
saja Rantai Naga Siluman melayang turun ke
arahnya. Wunggg!! Kontan Andika dorongkan kedua tangannya di atas kepala. Terdengar dua kali
salakan petir yang keras. Namun yang mengejutkan, karena
rantai itu seakan tak terpengaruh dengan sentakan kuat kedua tangan Andika. Padahal, tiga
buah pohon bukan hanya akan langsung tumbang, tetapi juga menjadi serpihan bila
terkena tenaga 'Inti Petir' tingkat pamungkas!
Bukan main gelagapannya anak muda ini,
apalagi Rantai Naga Siluman mulai masuk pada
kedua tangannya yang terangkat tadi. Terburuburu Andika hendak loloskan kedua
tangannya. Namun tatkala dirasakan dia tak mengalami apaapa, diurungkan niatnya.
Dan anehnya, rantai yang tadi masuk ke
kedua tangannya, mendadak melompat dan melingkar pada lehernya!
"Oh! Apa yang terjadi"! Mengapa jadi begini"!" desis Andika bingung. Dia sama
sekali tak

Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

merasakan apa-apa. Bahkan seharusnya dia silau
karena sinar bening itu tepat menerpa sepasang
matanya. Namun, pandangannya tetap tak mengalami perubahan.
Lamat-lamat Andika mulai menyadari, kalau dia sama sekali tidak terganggu. Diamdiam dia berpikir, "Sungguh sesuatu yang di luar dugaanku! Begitu mengejutkan!
Mengapa tahu-tahu
Rantai Naga Siluman muncul dan berada padaku" Apakah... busyet! Apakah
sesungguhnya dugaanku tentang Rahasia Sebelas Jari adalah tepat"! Kalau memang
begitu, berarti, akulah orang
yang dimaksud dalam kata titik kemuliaan. Tetapi
apa iya"!"
Sementara Andika masih menduga-duga
apa yang terjadi, di seberang Kiai Alas Ireng berpandangan dengan Iblis
Kelabang. Sebelumnya,
kedua orang ini juga menduga kalau Rantai Naga
Siluman telah muncul dengan sendirinya dan
akan perlihatkan kesaktiannya pada siapa saja,
karena tak seorang pun yang berhasil memecahkan tentang Rahasia Sebelas Jari.
Diam-diam pula, kedua orang itu sebenarnya sudah bersiap untuk mengambil langkah
seribu. Namun begitu dilihatnya kalau Rantai Naga
Siluman menyantel di leher Pendekar Slebor, segera mereka urungkan niat.
"Jahanam! Berarti apa yang dikatakan pemuda ini tadi benar! Kalau Rantai Naga
Siluman berada di balik pohon yang dikatakannya! Tetapi,
mengapa tadi dia kelihatan seperti kebingungan?"
mendesis Iblis Kelabang-Sementara itu, Kiai Alas
Ireng segera mendekati sosok Gadis Kayangan
yang tergeletak. Pandangannya lurus pada Andika.
"Rantai Naga Siluman berada di depan mata! Benda itu harus kudapatkan. Dan gadis
ini adalah kunci dari semua keinginan yang telah
kususun!!"
Habis membatin demikian, lelaki berwajah
tirus yang dihiasi kulit tipis ini berkata sambil
menyeringai, "Kau telah bicara benar rupanya! Dan ini
adalah kesempatan baik untuk mengadakan satu
pertukaran! Apakah kau sudah siap, Pendekar
Slebor?" Pemuda pewaris ilmu Pendekar Lembah
Kutukan yang masih kebingungan dengan hadirnya Rantai Naga Siluman yang ternyata
berpihak padanya, cuma mengangkat kepalanya saja.
"Aku tak tahu mengapa jadi begini?" desisnya. Memang, sesungguhnya rahasia dari
Rahasia Sebelas Jari adalah seperti yang diduga Andika.
Anak muda itu telah berhasil memecahkan tentang Rahasia Sebelas Jari. Namun dia
belum berhasil menentukan siapakah orang yang dimaksudkan dalam kata titik
kemuliaan. Dan secara main-main, Andika telah menentukan dirinya sendirilah yang
dimaksudkan sebagai titik kemuliaan. Karena memang dialah
orang yang memiliki hati lebih mulia dari sebelas
orang yang terlibat urusan Rantai Naga Siluman.
Secara tidak langsung Andika telah berhasil memecahkan tentang Rahasia Sebelas
Jari! Itulah sebabnya, Rantai Naga Siluman muncul
dan berpihak padanya.
Terdengar suara Kiai Alas Ireng memecah
kesunyian, "Serahkan Rantai Naga Siluman, maka gadis ini akan tetap hidup!!"
Andika mendesah pendek. "Mungkin ini
memang kesempatan...."
"Kuhitung sampai tiga! Satu... Dua... ti...."
"Tunggu!" seru Andika yang membuat kaki
kanan Kiai Alas Ireng yang siap menginjak hancur
kepala Gadis Kayangan terhenti.
Seketika Kiai Alas Ireng mengangkat kepalanya. Dengan senyuman mengejek dia
berkata, "Bagus bila kau mengerti gelagat! Serahkan padaku benda itu!!"
Andika menarik napas dan menghembuskannya perlahan-lahan.
"Bila kuserahkan Rantai Naga Siluman ini,
tentunya urusan akan jadi kapiran! Tetapi bila
tak kuserahkan, dapat kupastikan Kiai Alas Ireng
tak mau lagi menunda keinginannya untuk membunuh Gadis Kayangan!"
Sejenak anak muda ini putuskan kata batinnya sendiri. Lalu sambungnya, "Terpaksa
ini harus kulakukan...."
*** 10 Memutuskan demikian, setelah menghela
napas pendek, Andika loloskan Rantai Naga Siluman yang menyantel di lehernya.
Diam-diam dia terkejut tatkala merasakan seperti layaknya memegang kapas belaka. Karena, benda
yang masih pancarkan sinar bening itu seperti tak memiliki
bobot! Di seberang, melihat tanda-tanda kalau
anak muda di hadapannya akan serahkan rantai
sakti yang diinginkannya, diam-diam Kiai Alas
Ireng tersenyum.
"Hemm... setelah kudapatkan Rantai Naga
Siluman, gadis ini tetap akan kubunuh! Juga pemuda setan itu!"
Andika sendiri sejenak memandang dulu
pada Gadis Kayangan, yang nampak berusaha
memberi isyarat dengan matanya agar Andika
jangan melakukannya. Namun Andika yang tak
ingin kejadian buruk dialami gadis itu, mendadak
berkata, "Bebaskan dia!"
Kiai Alas Ireng tertawa. "Itu berarti kau
membuatku untuk segera memutuskan niat!
Baik! Kubunuh gadis ini sekarang juga!!"
"Tunggu!" seru Andika untuk kedua kalinya. Lalu dilemparkannya Rantai Naga
Siluman, "Terimalah!"
Wuuungg! Begitu dilempar, benda sakti yang terus
pancarkan sinar bening meluncur ke arah Kiai
Alas Ireng. Kiai Alas Ireng bermaksud untuk segera menangkapnya.
Namun mendadak saja satu gelombang angin yang perdengarkan suara dengungan
laksana ribuan tawon murka sudah menggebrak keras.
Kontan lelaki berjubah hitam ini angkat kepala.
Sejurus kemudian dia palangkan sepasang tangannya di depan dada disertai tahanan
tenaga dalam. Namun gelombang angin besar yang keluar
dari kain bercorak catur yang tadi dikibaskan Andika, terus melabrak lelaki
berjubah hitam itu.
Serta-merta sosoknya terlempar ke belakang. Setelah tergontai-gontai beberapa
saat, lelaki berwajah tirus ini berdiri tegak dengan kertakkan rahang. Dadanya
dirasa nyeri. Di lain pihak, Iblis Kelabang yang juga terkejut melihat apa yang dilakukan
Andika sudah melompat ke depan diiringi makian keras, "Terkutuk!!"
Andika sesaat melengak dan langsung surutkan langkah. Kejap berikutnya dia siap gerakkan kembali kain pusaka warisan
Ki Saptacakra, sang Pendekar Lembah Kutukan.
Namun yang mengejutkan, sebelum Andika
lakukan maksud, mendadak saja Rantai Naga Siluman yang tadi dilemparkannya
kearah Kiai Alas
Ireng berbalik pulang ke arahnya. Secara tiba-tiba
pula, hawa yang panas luar biasa menguar!
"Gila! Rantai itu mendadak menyerangku"!"
desis Andika kaget dan berusaha untuk menangkapnya.
Lagi-lagi sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Karena hawa panas yang dirasakannya hanya sekejap. Namun apa yang dialami Iblis
Kelabang benar-benar mengejutkan.
Perempuan berambut dikelabang ini sama
sekali tidak menyangka kalau secara tiba-tiba,
Rantai Naga Siluman yang berbalik dan seperti
hendak menyerang Pendekar Slebor, justru mengarah padanya!
"Celaka!" desisnya terkejut. Terburu-buru
dia lompat ke belakang. Namun hawa panas yang
berpendar dahsyat itu, telah menghanguskan pakaian yang dikenakannya. Dan
sekarang perempuan ini hanya kenakan pakaian dalam saja.
Keadaan yang membuat paras Iblis Kelabang harus berubah memerah, ternyata tidak
hanya terjadi sampai di sana saja. Karena mendadak sinar bening yang terpancar
dari Rantai Naga Siluman, telah melingkupinya, melilitnya
hingga dia melolong keras. Hawa panas yang tak
terkira membakarnya hingga rambut perempuan
ini seketika rontok!
Andika yang tak menyangka keadaan itu,
bermaksud untuk menolong Iblis Kelabang. Namun dia harus urungkan niat karena
hawa panas itu dirasakannya kembali.
Hal ini membuatnya harus surutkan langkah kembali. Dipandanginya bagaimana Iblis
Kelabang terus berteriak setinggi langit menahan rasa sakit yang tak terkira.
Hanya beberapa kejap
saja nampak tubuhnya mulai menghitam. Tatkala
perlahan-lahan lilitan sinar bening yang keluar
dari Rantai Naga Siluman menghilang, sosok perempuan ini ambruk! Dan langsung
menjadi mayat! Dari tubuhnya yang hangus itu, keluar
asap yang berbau tidak sedap.
Di seberang, Kiai Alas Ireng yang juga tak
menyangka akan hal itu, menjadi ciut. Tetapi
hanya sesaat. Karena begitu dilihatnya sosok Gadis Kayangan yang masih
tergeletak di atas tanah,
dia cepat menyergap ke depan.
Tidak tanggung lagi, kaki kanannya langsung diangkat dan siap diinjakkan pada
kepala si gadis! "Heiii!!" Andika terkesiap melihat apa yang
akan dilakukan Kiai Alas Ireng.
Kendati sadar waktu yang dimiliki tak memungkinkan untuk menyelamatkan Gadis
Kayangan, namun dia berusaha untuk melakukannya!
Tetapi sudah tentu gerakan menginjak
yang dilakukan Kiai Alas Ireng lebih cepat dari gerakannya! Namun sebelum maut
menimpa Gadis Kayangan, mendadak saja satu sinar bening telah
menderu angker.
Wuuunggg!! Gelombang angin menderu dipadu dengan
sinar bening yang meluncur.
Sambaran gelombang angin dan sinar bening yang keluar dari Rantai Naga Siluman
itu, membuat sosok Andika terpental. Sementara gelombang angin dan sinar bening itu
terus menderu, menghajar kaki kanan Kiai Alas Ireng!
Kontan terdengar lolongan yang sangat keras, sementara kaki kanan Kiai Alas
Ireng hancur berantakan! Muncratan darah yang keluar mengenai paras Gadis Kayangan yang
melengak kaget. Tetapi karena saat ini dia tak bisa keluarkan
suara dan gerakkan tubuh, maka yang bisa dilakukan hanyalah memejamkan sepasang
matanya saja! Sementara itu, sosok Kiai Alas Ireng terhuyung, lalu terpelanting. Dia kelojotan
disertai lolongan keras. Kaki kanannya sebatas lutut telah
hilang! Andika lagi-lagi terkejut melihat apa yang
terjadi. Dia tak ingin nasib naas yang menimpa
Iblis Kelabang menimpa pula lelaki berjubah hitam itu.
Tanpa sadar anak muda ini berseru, "Tahan!"
Sungguh aneh, karena Rantai Naga Siluman yang kembali keluarkan gelombang angin
dan lilitan sinar bening, mendadak terhenti. Gelombang angin dan sinar bening
itu lenyap sama
sekali. Namun Rantai Naga Siluman yang kini
mengapung itu tetap pancarkan sinar bening.
Ketegangan yang sesaat tadi sempat membuat panik Andika, perlahan-lahan mereda.
"Cerita Kala Ijo memang benar. Rantai Naga Siluman seolah digerakkan oleh orang
yang memilikinya. Padahal benda sakti itu bergerak
sendiri. Tetapi tadi, saat aku secara tak sengaja
berseru, benda itu seolah memiliki naluri hidup
sendiri. Berarti... mungkin memang akulah orang
yang berhak memilikinya. Tetapi tidak, benda itu
harus kuserahkan pada Kala Ijo."
Setelah membatin demikian, anak muda
urakan ini segera mendekati Gadis Kayangan. Diperiksanya sesaat tubuh gadis itu
sebelum dibuka totokan yang dilakukan Kiai Alas Ireng padanya.
Setelah mengejut sesaat, Gadis Kayangan yang telah terbebas dari totokan Kiai
Alas Ireng, justru
merangkul Andika.
Gadis perkasa ini bukan hanya membuat
Andika gelagapan, tetapi juga kebingungan. Apalagi melihat gadis itu menangis.
Tetapi Andika mendiamkannya saja.
Justru Gadis Kayangan yang akhirnya
menjadi malu sendiri. Buru-buru dia melepaskan
rangkulannya dengan wajah tertunduk, memerah.
Andika cuma nyengir saja. Lalu bergerak
cepat menuju sosok Kiai Alas Ireng yang masih
kelojotan. Segera ditotoknya tubuh lelaki berjubah hitam itu hingga tak
bergerak. Dengan gerakan sangat cepat, dia menotok urat-urat pada paha lelaki
itu hingga lama kelamaan darah yang
keluar dari kakinya yang telah kutung, terhenti.
Sesaat dipandanginya lelaki itu yang karena tak kuasa menahan rasa sakit
akhirnya jatuh pingsan. Dihela napas perlahan.
"Aku tidak tahu, apakah urusan Rantai
Naga Siluman sudah berakhir di sini atau tidak.
Tetapi, aku akan tetap menyerahkan benda itu
pada Kala Ijo, karena dialah orang yang berhak."
Setelah membuka totokannya pada Kiai
Alas Ireng yang masih pingsan, anak muda urakan ini perlahan-lahan mendekati
Rantai Naga Siluman yang masih mengapung. Tanpa ada masalah, diambilnya benda


Pendekar Slebor 68 Rantai Naga Siluman di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu lalu dikalungkan.
Setelah itu, dengan pergunakan sebatang
ranting, Andika menguburkan mayat Iblis Kelabang. Lalu didekatinya Gadis
Kayangan. "Aku tidak tahu apakah yang kulakukan
ini benar atau tidak. Tetapi, lebih baik kau ikut
denganku untuk mencari Kala Ijo, untuk menyerahkan Rantai Naga Siluman ini
padanya." Gadis Kayangan yang baru terbebas dari
malapetaka beruntun yang mengerikan, hanya
menganggukkan kepala. Lalu perlahan-lahan berdiri.
Setelah pandangi wajah pemuda di hadapannya, dia pun segera mengikuti langkah
pemuda tampan dari Lembah Kutukan itu....
SELESAI Segera terbit!!!
KALUNG SETAN https://www.facebook.com
/DuniaAbuKeisel
Scan/PDF: Abu Keisel
Juru Edit: Fujidenkikagawa
Naga Sasra Dan Sabuk Inten 19 Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Kisah Pendekar Bongkok 14

Cari Blog Ini