Ceritasilat Novel Online

Naga Merah 2

Pendekar Rajawali Sakti 5 Naga Merah Bagian 2


di depannya. "Hik hik hik..., kau masih ingat aku, Pendekar Jari Baja"
Lama sekali kita tidak pernah lagi bertemu," perempuan tua yang masih kelihatan
garis-garis kecantikannya itu menyebut julukan Ki Rangkuti.
Memang pada masa mudanya dulu, ketika malangmelintang dalam rimba persilatan, Ki Rangkuti punya julukan Pendekar Jari Baja.
Karena dia punya satu jurus
yang membuat kesepuluh jari-jari tangannya sekuat baja.
"Tidak ada lawan yang mampu menandingi jurus yang dinamakan 'Sepuluh Jari Baja'
itu. "Hm..., kau membawa kedua sahabatmu. Kenapa
mereka bersembunyi seperti tikus" Undanglah mereka ke sini agar bisa jadi saksi
pada malam ini," kata Nyi Rongkot setengah bergumam.
Dewa Pedang Emas dan Bayangan Malaikat yang
mendengar semua kata-kata itu jadi terkejut juga. Tidak disangka sama sekali
kalau Nyi Rongkot mengetahui
kehadiran mereka di Lembah Bunga Bangkai ini.
Merasa kehadirannya sudah diketahui, kedua o-rang itu keluar dari tempat
persembunyiannya. Mereka melangkah menghampiri dan berhenti setelah jaraknya
dengan Ki Rangkuti sekitar tiga batang tombak lagi. Nyi Rongkot mengikik kecil
melihat kedua sahabat Ki Rangkuti sudah menampakkan diri.
"Apa maksudmu meminta aku datang ke sini, Nyi Rongkot?" tanya Ki Rangkuti.
"Aku hanya meminta anakku," sahut Nyi Rongkot.
Ki Rangkuti mendengus keras mendengar jawaban yang memang sudah diduga
sebelumnya ketika perempuan itu muncul. Sedangkan Dewa Pedang Emas dan Bayangan
Malaikat terkejut sekali mendengarnya. Dia tidak tahu maksud kata-kata Nyi
Rongkot barusan. Mereka memang sudah mengetahui siapa perempuan berbaju serba
merah ini. Nyi Rongkot masih terhitung saudara sepupu Ki
Rangkuti. Dulu ketika sama-sama masih muda, mereka tidak pernah akur dalam
setiap langkah. Di samping itu, jalan hidup mereka berdua memang saling
bertentangan. Ki
Rangkuti dikenal sebagai Pendekar Jari Baja yang berjalan lurus. Sedangkan Nyi
Rongkot sampai sekarang masih malang-melintang dengan julukan Ular Betina.
Itulah sebabnya kenapa pada waktu puncak acara peresmian
Padepokan Jatiwangi, Ki Rangkuti kelihatan tidak
menyukai kehadiran Nyi Rongkot.
"Dia bukan anakmu, Nyi Rongkot! Dia tidak pernah kenal siapa ibunya yang
sebenarnya. Kau mencampakkan begitu saja saat dia memerlukan kasih-sayang
seorang ibu. Apakah pantas kau meminta dan mengakuinya sebagai
anak" Tidak! Sekar Telasih bukan anakmu! Dia anakku!
Aku yang merawat dan membesarkannya sejak masih bayi merah!" Ki Rangkuti
membeberkan semuanya dengan suara keras dan tegas.
"Aku hanya menitipkan Sekar Telasih padamu. Bukan untuk mengakuinya sebagai
anak!" dengus Nyi Rongkot alias Ular Betina.
"Apapun namanya kau telah membuang anakmu sendiri.
Darah dagingmu!" sentak Ki Rangkuti gusar.
"Rangkuti! Suka atau tidak, kau harus mengembalikan anakku!" geram Nyi Rongkot.
'Tidak!" Nyi Rongkot menggeram marah. Matanya menyalanyala menatap tajam pula. Sementara dua orang yang berdiri di belakang Ki
Rangkuti perlahan-lahan melangkah mundur menjauh. Mereka tidak ingin ikut campur
dalam urusan yang bersifat pribadi ini.
Dewa Pedang Emas menggeser kakinya mendekati
Bayangan Malaikat Sepasang bola matanya tetap terarah pada Nyi Rongkot yang
berdiri tegak di depan Ki Rangkuti.
Beberapa saat lamanya suasana di Lembah Bunga Bangkai ini jadi sepi senyap.
"Kau mengetahui persoalan itu, Bayangan Malaikat?"
tanya Dewa Pedang Emas berbisik.
"Tidak Aku sendiri agak terkejut juga mendengarnya!"
sahut Bayangan Malaikat terus-terang.
"Tidak kusangka kalau Sekar Telasih anak Ular Betina,"
Dewa Pedang Emas setengah bergumam.
"Segalanya bisa terjadi dalam dunia ini," sahut Bayangan Malaikat
"Ya, dan kita tidak mungkin mencampurinya."
"Benar, sebaiknya kita hanya menjadi saksi saja."
Dewa Pedang Emas dan Bayangan Malaikat duduk di
bawah pohon yang besar dan rindang. Dua pasang mata tetap tertuju ke depan
dengan telinga terpasang lebar mendengarkan
semua pembicaraan yang sudah menghangat. Sementara itu Nyi Rongkot menyumpah-nyumpah kesal
karena Ki Rangkuti masih tetap tidak ingin menyerahkan Sekar Telasih. Begitu
marahnya ia sehingga seluruh otot-otot lengannya menegang bersembulan. Wajahnya
semakin memerah-saga
menahan kemarahan. Sedangkan
Ki Rangkuti yang me-48 ngenal persis watak saudara
sepupunya ini sudah bersiap-siap jika Nyi Rongkot main kekerasan.
"Aku beri kesempatan sekali lagi, Rangkuti! Pilih salah satu, serahkan Sekar
Telasih atau kau mati!" kata Nyi Rongkot mengancam.
"Sekali aku bilang tidak, tetap tidak!" sahut Ki Rangkuti tegas.
"Kau memilih mampus, Rangkuti!" geram Nyi Rongkot.
"Itu lebih baik, berarti kau sengaja membiarkan Sekar Telasih jatuh ke tangan
Buto Dungkul!" sinis suara Ki Rangkuti
"Ha ha ha...!" Nyi Rongkot tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Ki
Rangkuti. "Dasar, kakek tua jompo! Sudah pikun masih sok jual laga. Apakah kau
tidak ingat dengan surat pertamaku, heh?"
"Setan demit! Rupanya kau bersekutu dengan manusia liar itu!" geram Ki Rangkuti
menyadari apa yang telah terjadi selama ini.
"Hik hik hik...!" Nyi Rongkot hanya tertawa mengikik
"Kubunuh kau iblis!" geram Ki Rangkuti "Kau tidak akan mampu, Rangkuti...."
"Yeaaah...!"
*** Ki Rangkuti yang sudah muak melihat tingkah saudara
sepupunya ini langsung melompat menyerang. Kedua
tangannya bergerak cepat mengarah ke bagianbagian tubuh Nyi Rongkot begitu
kalanya menjejak tanah. Mendapat serangan yang cepat disertai pengerahan tenaga
dalam membuat Nyi Rongkot berkelit sambil mengebutkan
tongkat berbentuk ularnya.
Pertarungan dua saudara yang bertentangan itu
berlangsung cepat dengan menggunakan jurus-jurus maut dan berbahaya. Dalam waktu
yang tidak terlalu lama, pertarungan sudah berjalan tidak kurang dari sepuluh
jurus. Namun sampai saat ini belum ada yang kelihatan terdesak.
Pertarungan masih berjalan seimbang dan cepat.
"Kau melihat ada kejanggalan dalam pertarungan itu, Bayangan Malaikat?" tanya
Dewa Pedang Emas.
"Ini bisa berbahaya kalau Rangkuti tidak cepat menyadarinya," gumam Bayangan
Malaikat. Cara bertarung Ular Betina yang ogah-ogahan itu
rupanya juga disadari oleh Ki Rangkuti. Hal ini bukannya membuat Ki Rangkuti
jadi enggan, tapi malah semakin bernafsu untuk menjatuhkan lawan. Dia merasa
kalau ulah Ular
Betina yang tidak sungguh-sungguh
hanya meremehkan dirinya saja.
Pada satu ketika, tangan kanan Ki Rangkuti menerobos masuk ke arah dada Ular
Betina. Begitu cepatnya sodokan tangan itu, sehingga membuat perempuan tua itu
jadi terkejut. Buru-buru diangkat tongkatnya dan disilangkan ke dada.
"Uts!"
Ki Rangkuti yang sudah mengetahui kehebatan tongkat ular Nyi Rongkot, segera
menarik tangannya kembali. Dia tahu kalau tongkat itu mengandung racun yang
sangat mematikan. Hanya pemiliknya saja yang kebal terhadap racun tongkat maut
itu. Begitu menarik tangannya pulang, secepat kilat Ki
Rangkuti mengangkat kakinya, mengibas ke arah pinggang.
Nyi Rongkot menarik tongkatnya ke samping menjaga
pinggangnya dari sepakan kaki lawan. Lagi-lagi serangan Ki Rangkuti gagal total
sebelum mencapai tujuan.
"Keluarkan keris Pancanagamu, Rangkuti!" seru Nyi Rongkot.
Selesai berkata begitu, Nyi Rongkot mengibaskan ujung tongkatnya mengarah ke
dada lawan. Begity cepatnya kibasan itu, sehingga membuat Ki Rangkuti tidak bisa
lagi menghindar. Jalan satu-satunya adalah menangkis. Padahal dia sekarang dalam
keadaan kosong tanpa senjata. Secepat kilat Ki Rangkuti mencabut kerisnya yang
berlekuk lima. Tring! Dua senjata beradu keras tepat di depan dada Ki
Rangkuti. Bunga-bunga api memercik begitu dua senjata beradu. Pada saat itu juga
Ki Rangkuti merasakan
tangannya bergetar kesemutan. Buru-buru dia melompat mundur tiga langkah.
"Hik hik hik...!" Nyi Rongkot terkikik dengan tongkat menyilang di depan dada.
Bola matanya berbinar melihat keris hitam legam
tergenggam di tangan Ki Rangkuti. Tatapannya tertuju pada ujung keris yang
berlekuk lima. Dari ujung-ujungnya yang runcing mengepulkan asap hitam yang
sangat bau menyengat hidung. Tidak ada seorang pun yang sanggup bertahan lama
mencium bau busuk yang terpancar dari keris Pancanaga itu.
Nyi Rongkot menghirup dalam-dalam uap busuk yang
tersebar di selatarnya. Cuping hidungnya kem-bang-kempis seolah tengah menikmati
bau yang harum menyegarkan.
Jelas sekali kalau dia begitu kesenangan menghirup bau busuk yang keluar dari
keris Pancanaga milik Ki Rangkuti.
Sementara dua orang yang duduk di bawah pohon,
mulai mengerahkan hawa murni untuk menghalau bau
busuk yang semakin lama semakin menyengat hidung.
Kalau mereka orang biasa atau hanya memiliki tingkat kepandaian pas-pasan,
mungkin sudah sejak tadi muntah-muntah dan pingsan. Dan begitu melihat Nyi
Rongkot seperti kenikmatan menghirup udara busuk, mata mereka jadi terbelalak
seperti tidak percaya dengan penglihatan sendiri.
"Gila! Bagaimana mungkin dia bisa tahan oleh asap Pancanaga?" dengus Ki Rangkuti
keheranan melihat Nyi Rongkot sedikitpun tidak terpengaruh oleh uap berbau busuk
itu. "Ah..., segar sekali rasanya," desah Nyi Rongkot sambil menghirup udara yang
berbau busuk dalam-dalam.
"Hesss..., hih!" Ki Rangkuti menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya
dengan kuat Bersamaan dengan itu, secepat kilat dia melompat sambil menghunus kerisnya. Uap
hitam mengepul tebal keluar dari kelima lekukan keris berwarna hitam kelam itu.
Nyi Rongkot memiringkan tubuhnya sedikit ke kanan Tusukan keris itu lewat
sedikit di depan dadanya. Lalu dengan cepat dihentakkan tongkatnya menghalau
keris Pancanaga.
Trak! "Akh!" Ki Rangkuti memekik tertahan.
Tanpa dapat dicegah lagi, keris dalam genggamannya terpental tinggi ke udara.
Dan pada saat itu, meluncur sebuah bayangan menyambar keris Pan-canaga, yang
melayang deras ke angkasa. Ki Rangkuti melenting dua kali berputar di udara,
lalu mendarat dengan kala sempoyongan sejauh dua tombak dari Ular Betina itu.
Nyi Rongkot yang melihat ada sebuah bayangan
meluncur deras menyambar keris Pancanaga, langsung melesat cepat mengejar
bayagan itu. Ujung tongkatnya terhunus mengarah ke bayangan yang sudah menyambar
keris hitam di udara.
Buk! "Ikh!" Nyi Rongkot terpekik
Tanpa dapat dicegah lagi, tubuhnya meluruk deras ke bawah. Namun dengan manis
sekali mampu menjejak
tanah dengan kedua kakinya Bayangan itu juga menukik deras turun ke bawah. Nyi
Rongkot menggeram hebat
dengan bola mata memerah nyalang.
"Setan!"
*** Seorang laki-laki muda dan tampan berdiri tegak di
antara dua tokoh sakti yang tadi bertarung sengit. Di tangan kanannya tergenggam
keris hitam Pancanaga. Tampak di punggungnya bertengger sebilah pedang bergagang
kepala rajawali. Dengan baju rompi putih, sudah dapat dikenali siapa pemuda
tampan gagah itu. Dia, Pendekar Rajawali Sakti.
Pendekar Rajawali Sakti atau Rangga, menatap Nyi
Rongkot sebentar, lalu beralih pada Ki Rangkuti yang berdiri sambil memegangi
tangan kanannya sendiri.
Tampak darah mengucur dari jari-jari tangannya. Luka di tangannya terjadi akibat
hentakan keras disertai tenaga dalam yang cukup sempurna dari tongkat ular Nyi
Rongkot tadi. "Kau terkena racun berbahaya, Paman," kata Rangga sambil melangkah menghampiri.
Ki Rangkuti membiarkan saja tangannya dipegang oleh Pendekar Rajawali Sakti itu.
Jari-jari tangan Rangga bergerak cepat menotok sekitar pergelangan tangan yang
mulai membiru kehitaman. Lalu di serahkan keris
Pancanaga pada Ki Rangkuti. Tentu saja laki-laki tua itu jadi keheranan dengan
sikap anak muda yang jelas-jelas berpihak kepadanya.
"Keluarkan darah yang mengandung racun. Gunakan pisau biasa," kata Rangga.
Belum sempat Ki Rangkuti mengucapkan apa-apa,
Pendekar Rajawali Sakti sudah meninggalkannya. Rangga melangkah menghampiri Nyi
Rongkot yang menyumpah-nyumpah karena serangannya gagal akibat campur tangan
anak muda yang kini sudah berdiri di depannya.
"Setan belang! Minggir! Jangan coba-coba campuri urusanku!" bentak Nyi Rongkot
geram. "Aku tidak akan mencampuri urusanmu kalau kau tidak berlaku kejam," sahut Rangga
kalem. "Buka matamu lebar-lebar, bocah. Siapa di antara aku dan dia yang paling
kejam"!" sinis suara Nyi Rongkot
"Aku sudah tahu semua, dan sudah berada di sini sebelum kalian semua datang.
Tidak sepatutnya kau
menuntut dengan cara begitu. Pertumpahan darah bukan penyelesaian yang terbaik,"
tenang sekali Rangga berkata.
"Edan! Monyet buntung! Sebutkan gurumu! Lancang sekali kau berkhotbah di
depanku. Apa matamu sudah buta, sehingga tidak melihat siapa yang ada di
depanmu, heh"!"
merah-padam muka Nyi Rongkot
Kata-kata Pendekar Rajawali Sakti yang tenang. Sangat tepat menusuk jantung.
Rangga tahu siapa yang berdiri di depannya ini. Dia seorang tokoh tua yang pilih
tanding. Tapi jelas Rangga tidak bisa melihat kekejaman berlangsung di depan matanya.
"Aku tahu siapa kau. Perempuan tua yang berjuluk Ular Betina. Perempuan yang
tidak mau mengakui darah
dagingnya sendiri. Apakah pantas setelah kau menyerahkan anakmu sendiri, lalu
kau meminta kembali dengan cara paksa" Membunuh sepuluh orang yang tidak
berdosa! Dan sekarang, kau hampir membunuh orang yang mengurus dan membesarkan
anakmu. Semua orang pasti

Pendekar Rajawali Sakti 5 Naga Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan mengutukmu, Nyi Rongkot!"
"Bedegul! Berani kau jerkata begitu padaku!" "Anak kecil pun akan mengatakan
begitu padamu."
"Setan! Kau harus mampus!" Selesai memaki, Nyi Rongkot berteriak nyaring.
Tongkatnya dikebutkan dengan cepat sambil melompat menenang Pendekar Rajawali
Sakti. Kemarahan yang sudah meluap membuat Ular Betina itu langsung menyerang dengan
jurus-jurus maut.
Tongkat berbentuk ular berkelebatan cepat menimbulkan suara angin menderu-deru
di selatar tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Setiap kibasannya mengandung hawa
dingin menusuk tulang. Hawa yang mengandung uap racun dahsyat mematikan. Tapi
semuanya tidaklah berarti sama sekali bagi Pendekar Rajawali Sakti yang kebal
terhadap segala jenis racun.
Dalam tubuh Rangga sudah mengandung zat penangkal
segala jenis racun yang sudah menyatu dalam aliran darahnya. Duapuluh tahun
tinggal di Lembah Bangkai, selama itu pula hanya memakan jamur yang mengandung
khasiat penawar segala jenis racun. (Baca Serial Pendekar Rajawali Sakti dalam
kisah Iblis Lembah Tengkorak).
Ular Betina semakin mengkelap melihat lawannya tidak terpengaruh sama sekali
dengan uap racun yang keluar dari tongkat saktinya. Biasanya tidak ada seorang
lawan pun yang sanggup melayani kalau jurus 'Tongkat Beracun'
sudah keluar dalam sepuluh jurus. Tapi kini sudah lebih dari sepuluh jurus
Pendekar Rajawali Sakti itu masih mampu menandinginya. Bahkan tidak sedikit pun
kelihatan terdesak. Malahan tidak jarang memberikan serangan balasan yang cukup
berbahaya. "Mampus kau, hih!" dengus Nyi Rongkot geram.
Seketika diputar tongkatnya dengan cepat dari bawah ke atas. Rangga hanya
menundukkan kepalanya sedikit, dan tongkat
itu mendesing di atas
kepalanya. Begitu
serangannya lewat menerpa angin, Nyi Rongkot cepat menarik tongkatnya sedikit,
dan dengan kecepatan kilat ditusukkan tepat ke arah dada Rangga.
Pendekar muda ini memiringkan tubuhnya ke kanan.
Ujung tongkat itu lewat di depan dadanya. Dengan jarinya disentil tepat pada
ujung tongkat yang runcing. Nyi Rongkot terkejut karena dari ujung tongkat
sampai pangkal lengannya bergetar ketika ujung tongkatnya tersentil.
"Kurang ajar, hih!" Nyi Rongkot mengumpat sambil cepat-cepat menarik kembali
tongkatnya. Tepat ketika Nyi Rongkot menarik pulang tongkat
ularnya, kaki Rangga melayang deras ke atas. Buk! Tanpa dapat dicegah lagi,
kibasan kaki yang cepat bagai geledek itu menghantam dadanya. Nyi Rongkot
mengeluh pendek.
Tubuhnya terdorong tiga langkah ke belakang. Cepat digerakkan tangannya untuk
menghilangkan rasa sesak yang menyelimuti dadanya.
Rangga berdiri tegak bertolak pinggang. Bibirnya
tersenyum tipis mengejek. Nyi Rongkot mendengus geram> langsung menyilangkan
tongkatnya di depan dada.
Kemudian dengan cepat diputarnya tongkat itu bagai baling-baling. Suara angin
menderu-deru bagai hendak ada badai topan.
Dengan tiba-tiba perempuan tua itu menghantam ujung tongkatnya ke tanah. Lalu
secepat kilat dia memindahkan ujung tongkat ke dalam genggaman. Pelan-pelan
tangannya mengangkat tongkat itu.
"Naga Merah...!"
teriak Nyi Rongkot tiba-tiba. Bersamaan dengan terdengarnya teriakan itu, mendadak tongkat sakti Ular Betina
berubah jadi seekor ular berwarna merah menyala. Rangga tersentak kaget, dan
langsung melompat mundur sejauh satu batang tombak. Ular di tangan Nyi Rongkot
meliuk-liuk dengan suara mendesis-desis. Dari mulutya keluar asap kemerahan
seirama dengan suara desisannya.
"Celaka! Anak muda itu bisa mati!" sentak Ki Rangkuti yang kini sudah didampingi
oleh dua sahabatnya.
"Jarang sekali Nyi Rongkot mengeluarkan ilmu 'Naga Merah'nya," gumam Dewa Pedang
Emas. "Kita harus mencegah sebelum terlambat," kata Bayangan Malaikat.
"Mustahil! Ilmu 'Naga Merah' tidak bisa ditarik sebelum mendapatkan korban,"
dengus Ki Rangkuti.
Dua orang yang berdiri mengapit Ki Rangkuti terdiam.
Mereka memang sudah mendengar kehebatan ilmu 'Naga Merah'. Kalau Nyi Rongkot
sudah mengeluarkannya, sulit untuk ditarik kembali sebelum jatuh korban. Mereka
hanya terdiam memandang iba pada Pendekar Rajawali Sakti.
*** Sambil melompat cepat, Nyi Rongkot melepaskan
tongkatnya yang sudah berubah jadi ular berwarna merah darah. Ular itu meluncur
cepat mengarah ke dada Pendekar Rajawali Sakti. Hanya dengan memiringkan
tubuhnya sedikit ke samping, ular itu lewat di depan dada. Namun belum juga Rangga
merubah posisinya, kaki Nyi Rongkot melayang deras.
Buk! Rangga tidak bisa berkelit lagi. Punggungnya terhajar tendangan keras yang
disertai pengerahan tenaga dalam.
Tiga langkah Pendekar Rajawali Sakti itu terdorong ke depan.
Lalu dengan cepat dia berputar sambil mengembangkan kedua tangannya ke samping. Kedua
tangan membentang lebar, bergerak cepat diikuti geseran kaki yang menyuruk
tanah. Wut, wut! Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan kedua tangannya bergantian. Begitu cepatnya
kibasan tangan yang disertai gerakan tubuh yang lincah, membuat Nyi Rongkot
sedikit kerepotan menghindari serangan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
Pada saat perempuan tua itu kerepotan menghindari
kibasan tangan Pendekar Rajawali Sakti, tiba-tiba mulutnya mendesis bagai ular.
Dan tiba-tiba saja berkelebat sebuah bayangan merah panjang ke arah Pendekar
Rajawali sakti.
Ular yang meliuk-liuk melayang bagai kilat, langsung menyambar tubuh Rangga.
Serangan yang datang tiba-tiba tanpa diduga itu
menyebabkan Pendekar Rajawali Sakti sedikit terperangah.
Buru-buru dimiringkan tubuhnya sambil mengibaskan
tangan kanannya. Ular merah jelmaan tongkat Nyi
Rongkot, meliuk membentuk putaran, dengan kepala
meluruk deras ke arah pundak. Cras!
"Akh!" Rangga memekik tertahan.
Pundak sebelah kiri tak dapat lagi dilindungi. Ular merah itu berhasil
menancapkan giginya dan merobek pundak Pendekar Rajawali Sakti. Darah segar
langsung mengucur deras. Rangga segera menghantam tubuh ular itu. Tapi gerakan
yang selalu meliuk-liuk, membuat hantamannya hanya mengenai angin kosong.
"Hiyaaa!"
Mendadak Ular Betina berteriak nyaring. Bagai anak panah lepas dari busur,
tubuhnya meluncur deras dengan kedua telapak tangan terbuka. Rangga yang sibuk
oleh serangan ular merah, terkejut melihat dua telapak tangan berwarna merah
meluncur deras ke arahnya.
Buru-buru dia melompat ke udara, namun gerakannya
terhambat karena ular merah kembali menyerang dari atas kepala. Rangga
mengibaskan tangan larinya ke atas, sehingga pertahanan dadanya jadi terbuka
lebar. Buk! "Aaakh...!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti terlontar sejauh dua batang tombak ke belakang.
Kedua telapak tangan Nyi Rongkot yang mengerahkan ilmu 'Naga Merah', berhasil
bersarang telak di dada Pendekar Rajawali Sakti. Deras sekali tubuh Rangga
meluncur, dan terbanting ke tanah.
Dua tapak tangan berwarna merah tergambar di dada.
Rangga memuntahkan darah kental kehitaman dari
mulutnya ketika telah mampu bangun. Seluruh bagian rongga dadanya terasa nyeri
dan sesak, Sebentar digerak-gerakkan tangannya menghimpun hawa mumi di dalam
tubuhnya, lalu berdiri tegak dengan mata menatap tajam Nyi Rongkot. Ular merah
membelit tangan kanan
perempuan tua itu.
"Dadaku..., ukh!" Rangga mengeluh. Dadanya terasa nyeri dan sesak sekali.
Sepertinya seluruh tulang-tulang dadanya remuk. Hawa murni yang dialirkan ke
rongga dada membuatnya kembali memuntahkan darah kental
kehitaman. Saat Pendekar Rajawali Sakti itu tengah
bergelut dengan rasa nyeri di dada, mendadak Nyi Rongkot sudah melompat bagai
kilat menyerang lagi.
"Mampus kau, bocah setan!" teriak Nyi Rongkot.
Rangga berkelit sambil mengempos ilmu meringankan
tubuhnya. Kemudian dia berlari-lari kencang mengelilingi Ular Betina itu. Sambil
berlari berkeliling, Pendekar Rajawali Sakti mengeluarkan jurus andalan yang
terakhir, yaitu 'Seribu Rajawali'.
Sungguh luar biasa, tubuh Pendekar Rajawali Sakti
bagaikan berjumlah seribu orang banyaknya mengepung lawan.
Nyi Rongkot tampak tenang-tenang saja menghadapi kepungan seribu orang Pendekar Rajawali Sakti.
"He he he...," Nyi Rongkot malah tertawa terkekeh.
"Yeah!"
Satu jeritan keras terdengar melengking
tinggi. Bersamaan dengan itu, kedua tangan Nyi Rongkot
terangkat ke atas. Ular Merah bergerak cepat memutari kedua tangan yang jarijemarinya bergerak-gerak. Tampak kedua tangan Ular Betina itu seperti
dikelilingi sinar merah.
"Bubar...!" teriak Nyi Rongkot tiba-tiba.
Seketika itu juga dari gulungan sinar merah di tangan Ular Betina itu, memijar
percikan bola-bola api ke segala penjuru. Bola-bola api itu langsung menghantam
satu persatu tubuh dari pecahan Pendekar Rajawali Sakti. Satu persatu bayangan
tubuh itu lenyap dengan cepat. Dan akhirnya tinggal satu saja yang tinggal.
"Bedebah!" dengus Rangga geram. "He he he..., ilmu andalan apa yang bisa kau
keluarkan bocah setan?" ejek Nyi Rongkot terkekeh.
"Lihat ini, iblis betina!" rungut Rangga. Sret!
Seketika itu juga tagan kanan Pendekar Rajawali Sakti menarik pedang pusaka dari
warangkanya. Sinar biru menyilaukan membias menerangi sekitarnya. Nyi Rongkot
mundur dua langkah ke belakang ketika melihat pamor Pedang Rajawali Sakti.
"Rasakan Pedang Rajawali Sakti, iblis betina!" teriak Rangga keras.
"Yeaaah...!"
Rangga menerjang bagai kilat sambil mengayun-ayunkan pedang pusakanya. Sinar
biru menyilaukan berkelebat cepat mengurung tubuh Ular Betina. Pertarungan dua
tokoh sakti kembali berlangsung cepat dan berbahaya. Masing-masing telah
mengeluarkan ilmu andalannya yang paling dahsyat.
Sinar merah berkilau berkelebat menjadi satu, saling sambar. Tubuh kedua tokoh
sakti itu bagai lenyap ditelan dua sinar yang berkelebat cepat. Sinar biru yang
memancar dari Pedang Rajawali Sakti, semakin lama semakin berkilau menyilaukan
mata. Tampak kedua mata Nyi Rongkot mulai berair terkena pancaran sinar Pedang
Rajawali Sakti. Pandangannya menjadi buram tak mampu melihat jelas. Sekuat
tenaga dia berusaha mengimbangi ilmu pedang
Rajawali Sakti Kejadian yang hampir sama juga dialami oleh Pendekar Rajawali
Sakti. Sinar merah ilmu 'Naga Merah' menyalatkan matanya.
Pada suatu saat, tiba-tiba Ular Betina berteriak nyaring.
Kemudian tubuhnya melambung tinggi ke udara. Pendekar Rajawali Sakti ikut
melayang deras mengejar. Ular Betina melepaskan ular merah jelmaan tongkat
saktinya. Ular itu meluncur deras ke arah Rangga.
Wut! Pendekar Rajawai Sakti mengecutkan pedangnya,
membabat kepala ular yang menganga lebar. Namun
sabetan pedang itu hanya menyambar angin, dengan lincah sekali ular merah
meliukkan tubuhnya menghindari babatan pedang Rajawali Sakti. Pada saat yang
bersamaan, kaki Nyi Rongkot terangkat dan....
Buk! "Akh!" Pendekar Rajawali Sakti memekik tertahan.
Tubuhnya langsung meluruk deras ke bawah.
"Hiyaaa...!" Nyi Rongkot mengejar sambil mendorong kedua tangannya ke depan.
"Aaa...!" Rangga berteriak nyaring.
Kedua telapak tangan Nyi Rongkot yang merah berhasil telak memukul punggung
Pendekar Rajawali Sakti itu. Tak ampun lagi Rangga jatuh keras di tanah.
Tubuhnya bergulingan membentur batu besar Pedang Rajawali Sakti terlepas dari
genggamannya. Bagian dada dan punggung tergambar sepasang telapak tangan
berwarna merah menyala. Manis sekali Ular Betina mendarat di tanah. Kedua
tangannya segera terangkat tinggi-tinggi. Sinar merah menyala dari kedua telapak
tangannya. Lalu dengan cepat mengebut ke depan. Dua bias sinar merah meluncur
deras ke arah Pendekar Rajawali Sakti yang masih menggeletak di tanah.
Rangga menjerit-jerit ketika sinar merah menggulung tubuhnya. Dia menggeliatgeliat di tanah dengan seluruh tubuh terbalut warna merah. Pohon-pohon dan batu
hancur berantakan diterjang tubuh Pendekar Rajawali Sakti yang bergulingan
sambil berteriak-teriak keras. Cahaya merah menyala masih mengurung dirinya.
"Ha ha ha...!" Nyi Rongkot tertawa terbahak-bahak.
"Mampus kau, bocah setan!"
"Kraaagh...!"
tiba-tiba terdengar suara raungan menggelegar. Mendadak satu bayangan besar dan hitam melesat cepat menukik dari atas. Nyi
Rongkot terkejut ketika tiba-tiba merasakan sapuan angin bagai topan mengarah ke
tubuhnya. Secepat kilat dia melompat menghindari sapuan deras itu. Nyi Rongkot
berputar dua kali di udara, tubuhnya agak limbung saat kakinya menjejak tanah.
Angin bagai badai topan yang hampir melontarkan tubuhnya lewat hanya beberapa
jengkal saja Mata Nyi Rongkot membelalak lebar setelah melihat
seekor rajawali raksasa melayang-layang di atas tanah dengan
kecepatan tinggi. Suaranya menggelegar memekakkan telinga seakan ingin meruntuhkan Lembah Bunga Bangkai ini. Nyi
Rongkot segera menuding ular merah
yang bergerak-gerak di tanah dengan
jari telunjuknya. Seketika itu juga sinar merah meluncur langsung menerpa ular merah
itu. "Hsss...!" desisan keras terdengar.
Tiba-tiba saja ular yang tadinya sebesar tongkat, berubah membesar. Setelah


Pendekar Rajawali Sakti 5 Naga Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhnya mencapai sebesar batang pohon kelapa, langsung menyerang burung
rajawali sakti.
Itulah ilmu tingkat akhir 'Naga Merah'. Ular itu menjadi besar seperti seekor
naga berwarna merah menyala. Lidah-lidah api menyembur dari lubang hidung dan
mulutnya. "Khraaagh...!" rajawali memekik keras.
Seketika tubuhnya melesat ke udara, lalu kembali
menukik deras ke arah kepala naga. Semburan api keluar
saat cakar-cakar rajawali raksasa hampir mencapai kepala naga merah itu.
Secepat kilat burung raksasa itu berkelit dari sambaran api. Langsung meluruk
menghantam tubuh naga merah.
Ular naga merah itu menggerung dahsyat begitu paruh burung rajawali raksasa
menyobek kulit tubuhnya. Belum sempat balas menyerang, tahu-tahu cakar burung
raksasa itu sudah mencengkeram kuat. Sayap yang lebar mengepak kencang
menimbulkan suara angin yang keras
menderu. Nyi Kongkot yang melihat ular naga jelmaan
tongkat saktinya terangkat
naik, segera melompat menerjang burung rajawali
raksasa. Kedua tangannya
yang berwarna merah, didorong ke depan. Secercah sinar merah meluncur deras ke arah
burung raksasa itu.
Tepat pada saat itu,
burung rajawali itu melemparkan ular naga yang sebesar batang pohon kelapa ke
arah Nyi Rongkot. Cepat sekali dia menukik turun sehingga sinar merah yang
dilepaskan Nyi Rongkot tidak mengenai sasaran. Sayap rajawali raksasa yang
besar, mengibas dan....
"Aaakh!" Nyi Rongkot terpekik.
Dalam keadaan tubuh masih di udara, Ular Betina tidak bisa berkelit. Dengan
telak sayap rajawali itu menghantam tubuhnya. Nyi Rongkot terpelanting keras
jatuh ke tanah.
Bersamaan dengan itu, ular naga ciptaannya juga meluruk menghantam tubuhnya. Nyi
Rongkot meraung keras sambil menggelimpang keluar dari himpitan badan ular yang
besar dan berat.
"Graaahg...!" rajawali raksasa memekik nyaring.
Bagai kilat tubuhnya melesat menyambar tubuh
Pendekar Rajawali Sakti dan pedang pusaka yang
menggeletak di tanah. Tubuh Rangga serta pedang pusaka itu dicengkeram dengan
jari-jari kalanya. Hanya sekejap mata saja burung rajawali raksasa itu telah
membumbung tinggi ke angkasa.
*** 5 Nyi Rongkot menggeram sambil berusaha bangun. Ular naga merah jelmaan tongkat
sakti miliknya sudah kembali ke bentuk asalnya. Kibasan sayap burung rajawali
raksasa membuat seluruh tubuhnya nyeri. Seluruh tulang-tulang tubuhnya bagaikan
remuk Tertatih-tatih dihampiri tongkat saktinya yang menggeletak di tanah.
Mata perempuan tua itu memandang ke sekitar Lembah Bunga Bangkai. Kegelapan
masih menyelimuti sekitarnya.
Kabut tebal bergulung-gulung membuat udara betambah dingin. Lagi-lagi dia
menggeram begitu menyadari Ki Rangkun dan kedua sahabatnya sudah tidak kelihatan
lagi batang hidungnya.
"Sial, dasar pengecut!" dengus Nyi Rongkot.
Merasa tidak ada gunanya lagi berlama-lama di lembah yang selalu menyebarkan bau
busuk ini, perempuan tua itu mengayunkan
kakinya pergi. Digunakannya ilmu meringankan tubuh, sehingga dalam waktu sebentar saja sudah tidak tampak lagi
tertelan kabut tebal.
Ular betina itu tidak tahu kalau Ki Rangkuti masih belum jauh dari tempat
pertarungan tadi. Ki Rangkuti yang didampingi dua sahabatnya bersembunyi di
balik batu besar agak jauh dari arena pertarungan ketika Nyi Rongkot
mengeluarkan ilmu 'Naga Merah'. Mereka tidak ingin mati konyol terkena keganasan
ilmu 'Naga Merah'.
"Luar biasa...," gumam Dewa Pedang Emas menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dunia persilatan bakal hancur kalau tidak ada yang bisa menandingi ilmu 'Naga
Merah'." sambung Bayangan Malaikat.
"Pedang Emasku juga belum tentu bisa menandinginya,"
ujar Dewa Pedang Emas jujur.
"Ya. Sepuluh orang seperti kita pun belum tentu bisa menandingi kehebatan ilmu
itu," sambung Bayangan Malaikat.
Tiba-tiba kedua orang itu terdiam. Mata mereka
langsung menatap Ki Rangkuti yang sejak tadi hanya terdiam dengan pandangan
kosong ke depan. Merasa
dirinya dipandangi, Kepala Desa Jatiwangi itu menoleh sambil menarik napas
panjang. "Aku yakin, anak muda itu pasti Pendekar Rajawali Sakti," pelan suara Ki
Rangkuti terdengar.
"Apakah dia mati?" tanya Bayangan Malaikat yang sudah tahu siapa anak muda itu
ketika telah mengeluarkan pedang berwarna biru berkilau
"Entahlah," desah Ki Rangkuti.
"Aku juga telah mendengar sepak terjang Pendekar Rajawali Sakti. Ternyata berita
yang kudengar bukan isapan jempol belaka," Dewa Pedang Emas bergumam.
"Sebaiknya kita tinggalkan tempat ini," ajak Ki Rangkuti.
Tanpa banyak bicara lagi mereka segera melangkah
meninggalkan Lembah Bunga Bangkai. Mereka berjalan biasa tanpa mengerahkan ilmu
meringankan tubuh. Tak ada yang bicara sampai tiba di luar batas lembah yang
berbau busuk itu.
"Sebentar!" tiba-tiba Dewa Pedang Emas berhenti melangkah.
"Ada apa?" tanya Ki Rangkuti seraya berhenti melangkah.
"Apa tidak sebaiknya kita datangi saja manusia liar Buto Dungkul?" Dewa Pedang
memberi usul. "Jangan!" sergah Bayangan Malikat. "Keselamatan Sekar Telasih lebih penting
daripada manusia liar itu."
"Benar. Apapun yang terjadi, Sekar Telasih tidak boleh jatuh ke tangan Buto
Dungkul. Apa lagi sampai dibawa Nyi Rongkot, meskipun ibu kandungnya sendiri,"
Ki Rangkuti menyetujui kata-kata Bayangan Malaikat
"Jangan-jangan
Ular Betina langsung ke Desa Jatiwangi," gumam Ki Rangkuti.
"Celaka! Kita harus cepat ke sana sebelum terlambat!"
seru Bayangan Malaikat
"Kalian berdua saja ke sana, aku akan ke Hutan Gading," kata Dewa Pedang Emas.
"Mau apa kau ke sana?" tanya Ki Rangkuti.
"Aku ingin coba kehebatan manusia liar itu," sahut Dewa Pedang Emas.
"Gila! Apa kau sudah tidak pikir dua kali, Dewa Pedang Emas?" ujar Bayangan
Malaikat kaget "Aku belum pernah punya persoalan dengan Buto Dungkul. Kini, aku akan membuat
persoalan dengannya.
Hal ini untuk memecahkan perhatiannya ter-70 hadapmu, Rangkuti," kata Dewa
Pedang Emas. "Kau akan sia-sia, Dewa Pedang Emas," kata Ki Rangkuti terharu.
'Tidak ada yang sia-sia dalam hidup. Aku akan
tersenyum puas meskipun hanya mencederai sedikit saja."
Bayangan Malaikat akan membuka mulut hendak
mencegah kenekatan Dewa Pedang Emas, tapi cepat
dikatupkan lagi mulutnya. Dewa Pedang Emas sudah
memberi isyarat dengan menggoyang-goyangkan telapak tangannya.
"Pergilah. Mudah-mudahan kalian bisa menyelamatkan Sekar Telasih," kata Dewa
Pedang Emas. Setelah berkata demikian, Dewa Pedang Emas segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya. Dalam sekejap mata saja ia sudah berlari
meninggalkan kedua sahabatnya.
Cukup tingginya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sehingga dalam waktu yang
singkat, hanya terlihat titik punggungnya saja di kejauhan. Ki Rangkuti mendesah
berat setelah bayangan tubuh Dewa Pedang Emas tidak terlihat lagi.
"Nekad! Aku tidak yakin dia mampu mengalahkan Buto Dungkul," dengus Bayangan
Malaikat setengah bergumam.
"Kita doakan semoga selamat," sahut Ki Rangkuti. "Ayo, kita harus cepat sebelum
terlambat!"
"Mari."
*** Bagaimana dengan nasib Pendekar Rajawali Sakti yang
dapat dikalahkan oleh Ular Betina" Burung Rajawali raksasa membawanya pergi,
langsung menuju ke Lembah Bangkai tempat Rangga yang kini bergelar Pendekar
Rajawali Sakti digembleng selama duapuluh tahun. (Baca Serial Pendekar Rajawali
Sakti dalam kisah Iblis Lembah Tengkorak).
Burung Rajawali Sakti itu memandangi tubuh Rangga
yang tergolek pingsan di atas batu pipih di dalam goa Lembah Bangkai. Di dadanya
tergambar dua tapak tangan berwarna merah, burung raksasa itu menggelenggelengkan kepalanya sebentar, kemudian paruhnya ditotok ke
beberapa bagian tubuh Rangga. Sedangkan pedang pusaka Rajawali Sakti tergeletak
di sampingnya. Kemudian dengan cakarnya digenggamnya tubuh
Rangga. Suaranya terdengar lirih. Sayapnya terkepak, dan tubuhnya yang besar
terangkat naik. Burung rajawali raksasa itu membawa Rangga masuk lebih ke dalam
goa besar yang pengap dan gelap.
Sampai pada satu relung yang luas, burung rajawali itu berhenti. Rangga
diletakkan di atas tanah berpasir dan berbatu-batu kerikil. Di sebelahnya tampak
sebuah kolam berisi air yang berwarna kebiru-biruan bergolak mendidih.
Suaranya terdengar gemuruh disertai letupan-letupan kecil.
"Arggghk!" burung rajawali raksasa mengeluarkan suara lirih.
Dengan paruhnya dia menggusur tubuh Rangga
mendekati kolam mendidih. Air muncrat ke atas ketika tubuh Rangga tercebur ke
dalam kolam. Rangga langsung tenggelam
bersamaan dengan menggelegaknya air. Suaranya semakin terdengar bergemuruh keras. Seketika itu juga permukaan air
menjadi berubah-ubah warnanya.
Agak lama juga Rangga tenggelam di dalam kolam
mendidih itu. Kemudian perlahan-lahan permukaan air kolam itu menjadi tenang.
Setenang kolam biasa dan tidak lagi bergolak mendidih. Perlahan-lahan Rangga
muncul terangkat ke permukaan. Tampak seluruh tubuhnya
berkilau bagai tersiram cahaya. Aneh! Pakaiannya pun jadi lebih bersih dan
terang warnanya.
Beberapa saat Rangga terapung-apung di permukaan
kolam. Kemudian perlahan-lahan bergerak ke tepi. Kelopak mata pendekar muda itu
masih terpejam apat Sampai di tepi, perlahan-lahan tubuhnya terangkat naik, lalu
melayang ke luar dari kolam yang kini jadi tenang.
Begitu Rangga sudah berada di atas batu pipih di
samping kolam, air kolam kembali bergolak mendidih. Dan warnanya yang semula
jernih, kini kembali jadi biru bercahaya. Burung rajawali raksasa berjalan
menghampiri. Paruhnya kembali bergerak cepat me-notok bagian-bagian tubuh Rangga.
"Oooh...!" Rangga menggerak-gerakkan kepalanya.
Perlahan-lahan kelopak matanya terbuka. Dia segera bangkit duduk ketika melihat
burung rajawali raksasa ada di sampingnya.
Sebentar Rangga menge darkan pandangannya. Bibirnya tersenyum setelah mengenali tempat itu.
"Terima kasih, kau telah menyelamatkan nyawaku,"
ucap Rangga berbisik.
Burung rajawali raksasa itu berkaokan gembira. Dia mendesak
desakkan kepalanya. Rangga memeluk, membelai-belai penuh kasih. Ingatannya kembali pada pertarungannya melawan Ular
Betina. Setinggi-tingginya ilmu pasti masih ada yang lebih tinggi lagi. Batinnya
berkata sendiri.
Rangga memandangi burung rajawali raksasa yang
berjalan lambat mendekati dinding goa itu. Dengan paruh, didorongnya sebuah batu
yang menonjol. Batu itu
terdorong masuk ke dalam. Tampak sebuah rongga yang cukup besar di dinding.
Paruh burung rajawali raksasa itu masuk ke dalam, sebentar ke luar kembali. Kini
di ujung paruhnya terjepit sebuah buku kumal berwarna merah.
Rajawali raksasa itu kembali menghampiri Rangga dan menyerahkan buku di
paruhnya. Rangga membolak-balikkan buku itu. Dibukanya
selembar demi selembar. Ternyata buku itu berisi dua macam ilmu yang belum
pernah dipelajarinya. Yang
pertama ilmu 'Pedang Pemecah Sukma'. Dan yang kedua ilmu kesaktian 'Cakra Buana
Sukma'. "Hm, satu ilmu yang dipecah jadi dua bagian," gumam Rangga. "Aku harus bisa
menguasai dan menyatukan kembali."
"Kraaagh...!"
"Ah, kau setuju aku menyatukan kedua ilmu itu?"
rajawali itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Beri aku petunjuk, Rajawali
Sakti." "Argh!"
"Baiklah. Mungkin kau tidak mengerti ilmu ini. Aku akan mempelajarinya sendiri."
Rajawali itu mengepak-ngepakkan sayapnya. Kedua bola matanya berbinar-binar,
sepertinya bisa mengerti apa yang diucapkan Rangga.
"Aku akan memulainya sekarang!"
*** 6 Sementara itu di Desa Jatiwangi, suasananya tampak tenang seolah-olah tidak
pernah terjadi apa-apa. Ki Rangkuti dan Bayangan Malaikat berjalan cepat menuju
ke rumah Kepala Desa Jatiwangi itu. Suasana rumah yang tampak sunyi membuat
jantung laki laki tua yang masih kelihatan gagah itu jadi berdetak cepat. Tidak
ada seorangpun yang kelihatan di sana.
Tapi kekhawatirannya yang sekejap itu hilang ketika melihat seorang gadis cantik
muncul di depan pintu. Gadis itu melangkah ke luar menghampiri kedua laki-laki
yang memang sedang menuju ke sana. Di pintu muncul lagi seorang pemuda tampan
yang juga langsung ke luar. Satu lengannya terbalut kain putih yang rapi. Dialah


Pendekar Rajawali Sakti 5 Naga Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Darmasaka, putra kepala desa.
"Sekar Telasih...," desah Ki Rangkuti begitu gadis cantik itu sudah berdiri di
depannya. "Ayah dari mana saja semalam?" tanya Sekar Telasih manja.
Ki Rangkuti tidak segera menjawab. Tangannya
merangkul bahu gadis itu. Kemudian dia melangkah
menuju ke beranda depan. Di belakangnya Darmasaka
berjalan di samping Bayangan Malaikat.
Mereka berempat duduk melingkari meja marmer putih.
Agak lama juga tidak ada yang bicara. Sedangkan mata Bayangan Malaikat tidak
lepas menatap wajah Ki Rangkuti.
Meskipun bibir Kepala Desa Jatiwangi itu tersenyum, tapi Bayangan Malaikat bisa
merasakan keperihan di dalam hatinya
"Kelihatannya Ayah baru saja bertarung?" Darma-saka menatap ayahnya dengan penuh
selidik. "Ya...," desah Ki Rangkuti pelan.
"Dengan siapa?" tanya Sekar Telasaih.
"Musuh," sahut Ki Rangkuti berat.
Memang berat rasanya menceritakan semua dengan
benar. Lebih-lebih saat matanya menatap wajah Sekar Telasih. Tidak mungkin dia
sanggup untuk mengatakan kalau gadis itu bukan anak kandungnya sendiri. Beberapa
kali Ki Rangkuti menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan berat
Darmasaka dan Sekar Telasih yang mengetahui ayahnya punya persoalan berat, hanya
saling pandang. Mereka sama-sama mengangkat bahu dan menatap ayahnya.
Mendapat pandangan penuh selidik dari kedua anaknya, Ki Rangkuti semakin
kelihatan gelisah. Matanya menatap Bayangan Malaikat seolah meminta dukungan.
"Sebaiknya kau ceritakan terus terang," kata Bayangan Malaikat
"Ada apa sebenarnya, Paman?" tanya Darmasaka.
"Paman tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Hanya Ayahmu sendiri yang tahu,"
sahut Bayangan Malaikat
"Ada apa, Ayah" Kalau persoalannya sangat berat, mungkin bisa kami bantu," desak
Sekar Telasih. "Berat. Berat sekali," desah Ki Rangkuti. "Persoalannya menyangkut dirimu."
"Aku?" Sekar Telasih menatap Ki Rangkuti seolah-olah tidak percaya.
"Kuharap kau bisa menerima dengan tabah, anakku,"
lirih suara Ki Rangkuti.
"Ada apa dengan diriku, Ayah" Katakan!" desak Sekar Telasih. Mendadak saja
perasaannya jadi tidak enak.
Baru juga Ki Rangkuti hendak membuka mulut,
mendadak mereka dikejutkan oleh suara tawa mengikik.
Suara tawa yang menggema seolah-olah datang dari segala penjuru. Ki Rangkuti
cepat melompat ke luar diikuti oleh Bayangan Malaikat.
Begitu kaM mereka menjejak tanah, berkelebat sinar-sinar merah mengarah pada Ki
Rangkuti dan Bayangan Malaikat. Mereka berlompatan menghindari sinar-sinar merah
yang membias dari beberapa batang anak panah kecil. Senjata-senjata rahasia itu
datang bagaikan hujan deras, mengancam jiwa dua laki-laki yang berjumpalitan
menghindar. Sementara Darmasaka sudah meloloskan pedangnya
yang terbuat dari bahan perak mumi. Sekar Telasih yang berdiri di sampingnya
juga sudah bersiap-siap dengan kipas baja. Namun mereka masih berdiri di depan
beranda rumah, tidak lepas memandangi dua laki laki tua yang sibuk berjumpalitan
menghindari serbuan itu.
Mendadak Bayangan Malaikat berteriak nyaring.
Kemudian rubuhnya melambung tinggi ke udara.
Tangan kanannya berputar cepat langsung mendorong ke satu arah. Suara ledakan
terdengar keras, saat secercah sinar hijau meluncur deras dari tangan kanannya.
Hampir bersamaan, berkelebat sebuah bayangan merah dari tempat terjadinya ledakan.
Hujan anak panah kecil merah seketika berhenti. Kini di depan Ki Rangkuti dan
Bayangan Malaikat yang sudah turun kembali, berdiri seorang perempuan tua dengan
tongkat berbentuk ular di tangan. Perempuan tua itu menatap tajam Ki Rangkuti
dan Bayangan Malaikat
bergantian. Suara tawanya mengikik kecil begitu matanya memandang Sekar Telasih
yang berdiri di samping
Darmasaka. "Rangkuti! Apakah dia anakku?" Nyi Rongkot menunjuk Sekar Telasih.
"Apa...?" Sekar Telasih terlongong.
"Hik hik hik..., tidak kusangka, kau cantik sekali," Nyi Rongkot terkikik sambil
melangkah mendekati gadis itu.
"Nyi Rongkot!" bentak Ki Rangkuti.
"Kau tidak bisa mencegahku, Rangkuti. Aku akan mengambil anakku," kata Nyi
Rongkot terus saja melangkah menghampiri Sekar Telasih.
Begitu Nyi Rongkot sudah dekat, Darmasaka melompat ke depan menghadang.
Pedangnya melintang di depan
dada. Dia mengenali betul perempuan tua yang datang tanpa diundang ketika pesta
peresmian Padepokan
Jatiwangi. Kini perempuan tua itu datang lagi dan hendak membawa adiknya. Bahkan
mengakui Sekar Telasih, sebagai anaknya. Tentu saj5 Darmasakl jadi muak.
"Minggir kau anak muda!" bentak Nyi Rongkot "Kau yang harus enyah dari sini!"
balas Darmasaka ketus.
"Bedebah!"
Nyi Rongkot mengibaskan tongkat ular saktinya. Begitu cepatnya bergerak,
sehingga Darmasaka tidak bisa lagi berkelit. Dia segera mengangkat pedangnya
untuk menangkis tongkat ular itu.
Trak! Dua senjata beradu keras. Dan pedang Darmasaka
terpental jatuh ke udara. Darmasaka sendiri terdorong mundur tiga tindak
Anak muda itu meringis sambil menguru-urut pergelangan tangannya yang menjadi kesemutan. Belum juga disadari apa yang baru
terjadi, tiba-tiba Nyi Rongkot sudah melompat bagai kilat sambil mengayunkan
kakinya. Buk! Darmasaka yang memang masih jauh tingkat
kepandaiannya tidak mampu berbuat apa-apa lagi. Kaki kanan Nyi Rongkot telak
menghantam dadanya.
Darmasaka tidak bisa lagi mengeluarkan suara.
Tubuhnya meluncur deras menghantam tiang penyangga serambi rumah. Tiang sebesar
paha manusia dewasa itu hancur berantakan kena terjangan tubuh Darmasaka. Anak
muda itu jatuh bergulingan dan tak bergerak lagi. Dari mulut dan lubang hidung
mengalir darah kental kehitaman.
Tampak dadanya hangus hitam melesak ke dalam.
"Iblis!" geram Ki Rangkuti begitu mengetahui putra tunggalnya tewas terkena
jurus 'Sengatan Ular Sendok'.
"Hik hik hik...," Nyi Rongkot terkikik.
Sekar Telasih membeliak melihat kekejaman perempuan tua yang mengaku ibunya ini.
Mulutnya ternganga lebar memandangi mayat Dramasaka yang tergeletak di serambi
depan rumah. "Kubunuh kau, iblis!" geram Ki Rangkuti.
Laki-laki tua itu berteriak melengking sambil melompat menerjang.
Trak! Dua senjata beradu keras, sehingga menimbulkan pijaran bunga api. Ki Rangkuti
yang sudah dikuasai amarah, tidak
peduli lagi dengan tangannya yang seketika nyeri
kesemutan. Dia segera mengirimkan tendangan geledek.
Nyi Rongkot memiringkan tubuhnya sedikit, dan tendangan geledek itu hanya lewat
di samping pinggangnya. Pada saat yang bersamaan, tongkat ular sakti dikibaskan
Nyi Rongkot. "Akh!" Ki Rangkuti memekik tertahan.
Ujung tongkat ular itu menghantam pergelangan tangan kanannya yang menggenggam
keris. Hantaman keras
disertai pengerahan tenaga dalam itu membuat keris di tangan Ki Rangkuti
terpental tinggi ke angkasa. Secepat kilat Bayangan Malaikat melompat mengejar
keris yang mengeluarkan bau bangkai itu.
Pada saat yang kritis, Nyi Rongkot menyambar tubuh Sekar Telasih. Cepat sekali
dia menotok jalan darah gadis itu hingga pingsan lemas. Sekar Telasih yang belum
berpengalaman dalam dunia persilatan, tidak dapat berbuat apa-apa. Tubuhnya kini
sudah berada dalam gendongan Nyi Rongkot di pundak.
"Sekar...!" Ki Rangkuti berteriak nyaring. Nyi Rongkot sudah lebih dulu mencelat
bagai kilat. Dalam sekejap mata saja tubuhnya tidak terlihat lagi. Ki Rangkuti
jatuh lemas terduduk di tanah. Kedua tangannya terkepal memukul-mukul tanah di
depannya. Bayangan Malaikat yang sudah turun membawa keris pusaka Ki Rangkuti,
menghampiri Kepala Desa Jabwangi itu. Dia langsung duduk berlutut di depannya.
Tangannya terulur menyerahkan keris hitam yang memancarkan bau busuk tidak
sedap. Bayangan
Malaikat sendiri sudah hampir tidak tahan lagi. Dadanya seperti akan pecah
menahan napas "Aku akan mengejarnya!"
dengus Ki Rangkuti menggeram sambil menyarungkan kerisnya kembali di
pinggarlg. "Bagaimana dengan Darmasaka?" Bayangan Malaikat mengingatkan.
'Oh!" Ki Rangkuti langsung bangkit dan berlari menghampiri tubuh Darmasaka yang
menggeletak tak bernyawa lagi. Dia memeluk mayat itu dan menangis. Bayangan
Malaikat hanya bisa menarik napas panjang, tidak tahu harus berbuat apa
'Tunggu pembalasanku, Rongkot...!" teriak Ki Rangkuti keras.
*** Nyi Rongkot berlari cepat bagaikan terbang saja
layaknya. Di pundak kanannya terpondong rubuh ramping dengan rambut hitam
panjang terurai melambai-lambai.
Dilihat dari arah yang dituju, jelas kalau dia menuju ke Hutan Gading. Hutan
tempat Buto Dungkul tinggal.
Begitu tingginya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki perempuan tua yang
bergelar Ular Betina itu, sehingga yang terlihat hanya bayang-bayang merah saja
berkelebatan di antara pepohonan. Ketika tiba di tepi Hutan Gading, mendadak
terdengar suara
bentakan keras disertai pengerahan tenaga dalam.
"Berhenti!"
Nyi Rongkot langsung berhenti. Matanya merah nyalang menatap seorang laki-laki
yang berdiri menghadang di depan. Laki-laki yang berumur sekitar limapuluh
tahun, namun masih kelihatan gagah dan tampan itu menghunus
sebuah tombak bermata tiga. Pakaiannya berwarna biru dan ketat memetakan bentuk
tubuhnya yang kekar atletis.
"Singa Lodra...," desis Nyi Rongkot mengenali laki-laki yang menghadang di
depannya. "Tinggalkan Sekar Telasih di sini, Ular Betina!" dingin dan datar suara Singa
Lodra. "Hik, rupanya kau juga menginginkan gadis ini, Singa Lodra. Dia sudah berada di
tanganku, tidak seorang pun yang bisa menghalangi maksudku!" Nyi Rongkot
membalas tidak kalah dinginnya.
"Kau benar-benar manusia iblis! Tega-teganya kau gunakan darah dagingmu sendiri
hanya untuk memenuhi nafsu iblismu!" dengus Singa Lodra.
"Minggirlah, Singa Lodra. Aku tidak ada urusan denganmu.
Sekar Telasih anakku, aku bebas memperlakukan sekehendak hatiku sendiri, tahu!"
"Sekar Telasih muridku, dan aku wajib membela nyawanya!"
"Hik hik hik..., rupanya kau sudah bosan hidup, Singa Lodra," Nyi Rongkot
terkikik "Kau yang harus mampus, iblis!" Setelah berkata demikian, Singa Lodra segera
memutar tongkat mata tiga.
Begitu cepat gerakannya, sehingga tombak itu bagaikan baling-baling berputar
memperdengarkan suara angin menggemuruh. Makin lama angin di selatar tempat itu
makin keras. Daun-daun mulai berguguran, dan pohon-pohon sudah
ada yang tumbang. Batu-batu kerikil berlom-patan diterjang badai yang terjadi
akibat putaran tombak mata tiga itu.
Sungguh dahsyat ilmu yang dimiliki laki-laki ini. Hutan Gading bagaikan diamuk
badai yang amat hebat,
"Hik hik hik..., ilmu' Tongkat Mata Badai' mu tidak akan mampu menghalangi
niatku, Singa Lodra!" Nyi Rongkot malah tertawa lebar. Tidak sedikit pun
bergeser dari tempatnya berdiri.
Mendadak Singa Lodra berteriak melengking tinggi.
Bersamaan dengan itu, tubuhnya berkelebat cepat dengan ujung
tongkat terhunus ke depan. Nyi Rongkot
memiringkan tubuhnya sedikit. Dan tongkat mata tiga itu lewat di samping
tubuhnya. Secepat kilat dihantamkan tongkat ular saktinya memapas tombak lawan.
Trak! Benturan dua senjata terjadi amat keras sehingga
menimbulkan percikan api. Nyi Rongkot mendengus
merasakan tangannya yang kaku saat tongkat ular saktinya beradu. Begitu juga
yang dialamai Singa Lodra. Dia sampai terdorong dan tombak mata tiganya hampir
lepas dari pegangan.
Cepat sekali Singa Lodra memutar tombak mata tiga.
Kati ini di kibaskan ke arah kaki lawan. Namun Nyi Rongkot hanya menaikkan satu
kakinya sedikit dan
menjejak batang tombak itu. Tubuhnya melenting ke udara, berputar dua kali.
Tongkat ular sakti dikibaskan ke arah kepala Singa Lodra.
"Uts!"
Singa Lodra merunduk sedikit, tongkat ular sakti lewat menerpa angin di atas
kepalanya. Cepat dibalasnya dengan menyodok tombak mata tiga ke perut Nyi
Rongkot Kali ini ujung tombaknya juga hanya mengenai angin. Nyi Rongkot
dengan manis mendarat di belakang Singa Lodra. Kakinya langsung terayun deras
menghajar punggung.
Buk! Singa Lodra yang terlambat berbalik, tidak bisa lagi menghindar. Punggung Singa
Lodra kena hantam tendangan keras yang disertai pengerahan tenaga dalam.
Kalau bukan Singa Lodra, mungkin sudah remuk tulang-tulang pungggungnya. Singa
Lodra hanya terdorong dua tindak saja ke depan. Bergegas diputar tubuhnya sambil
mengibaskan tombaknya.
Nyi Rongkot menyilangkan tongkat ular saktinya


Pendekar Rajawali Sakti 5 Naga Merah di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menangkis kibasan tombak itu. Kembali dua senjata beradu keras. Tombak mata tiga
terpental ke samping. Secepat kilat Ular Betina itu menyodok tongkatnya ke arah
dada Singa Lodra. Untung laki-laki itu masih bisa membuang diri dan bergulingan
di tanah, sehingga sodokan maut tongkat ular sakti bisa dihindari.
Namun belum juga bisa bangkit, Nyi Rongkot sudah
menyerang kembali. Singa Lodra terus bergulingan di tanah menghindari tusukan
dan sabetan tongkat ular sakti yang mengincar tubuhnya. Pada satu kesempatan,
Singa Lodra menangkis dengan tombak mata tiganya. Secepat kilat dia melenting
bangun ketika tongkat ular sakti terangkat agak jauh dari tubuhnya.
"Hup!"
Tangan kiri Singa Lodra berkelebat cepat. Seketika meluncur sinar-sinar biru
dari tangan kirinya. Nyi Rongkot berlompatan jungkir balik seraya mengebut-kan
tongkatnya. Sinar-sinar biru berupa jarum beracun itu terus mencecar bagai hujan datangnya.
Nyi rongkot berjumpalitan di udara menghindari terjangan senjata rahasia Singa
Lodra. "Setan! Mampus kau, hih!" geram Nyi Rongkot.
Secepat kilat diputarnya tongkat ular saktinya, lalu dilemparkan ke tanah. Dalam
sekejap saja tongkat itu berubah menjadi seekor ular berwarna merah. Kedua
tangan Nyi Rongkot pun menjadi merah. Dia melepaskan tubuh Sekar Telasih dari
pondongannya. Tubuh ramping itu jatuh keras bergulingan di tanah.
"'Naga Merah'...," desis Singa Lodra terkejut.
Bergegas dia melompat sejauh dua batang tombak ke
belakang. Matanya membelalak lebar melihat ular merah meliuk-liuk di tanah.
Kepalanya terangkat ke atas
menyemburkan ludah disertai asap berwarna merah. Asap yang mengandung racun
sangat berbahaya dan mematikan.
Bergidik juga Singa Lodra saat menyadari Ular Betina sudah mengeluarkan ilmu
simpanannya yang sukar
ditandingi itu.
Singa Lodra tidak menduga kalau Nyi Rongkot bisa
mengeluarkan ilmu 'Naga Merah' meskipun dalam keadaan terdesak. Dia tahu kalau
Ular Betina memiliki satu ilmu simpanan yang sukar ditandingi, karenanya dia
tidak memberi kesempatan sedikit pun. Tapi kenyataannya lain.
Nyi Rongkot masih bisa mengeluarkan ilmu andalannya meskipun dalam keadaan sulit
sekali pun. "Hik hik hik...! Aku akan mengampuni kelancang-anmu, Singa Lodra. Asal kau
cepat-cepat enyah dari sini!" dingin menyeramkan suara Nyi Rongkot
"Phuih! Kau kira aku takut dengan ilmu setanmu!"
dengus Singa Lodra.
"Sebut nama leluhurmu sebelum mati, Singa Lodra!"
Singa Lodra segera bersiap-siap ketika Nyi Rongkot mengangkat kedua tangannya.
Dengan satu jeritan
melengking tinggi, Ular Betina itu melompat cepat. Dan ular merah di tanah pun
juga melayang cepat bagai anak panah lepas dari busur.
Singa Lodra mengebutkan tombaknya ke arah ular
merah, dan tangan kirinya mengibas tangan Ular Betina.
Kibasan tongkat dapat dihindari ular merah.
Di lain hal Nyi Rongkot membiarkan tangan kirinya
beradu, tapi tangan kanannya langsung masuk ke dada.
Begitu cepatnya serangan yang dilakukan, sehingga
Singa Lodra tidak mampu lagi menghindar. Telak sekali dadanya kena hajar tangan
kanan Nyi Rongkot yang
memerah. Bersamaan dengan itu, ular merah juga berhasil menggigit paha karian
Singa Lodra. "Aaakh...!" Singa Lodra menjerit keras.
Tubuhnya terlontar deras ke belakang, dan jatuh keras di tanah. Darah segar
mengucur dari paha kanan yang koyak.
Ular merah membelit kaki kanannya. Buas sekali ular merah mematuk dan menggigit,
mengoyak tubuh Singa
Lodra. "Hik hik hik...!" Nyi Rongkot tertawa mengikik.
Singa Lodra kelojotan di tanah. Darah mengucur deras dari beberapa bagian
tubuhnya yang koyak. Begitu kepala ular merah menembus dadanya, Singa Lodra
menjerit melengking tinggi. Sebentar menggelepar, lalu diam tak bergerak-gerak lagi.
Nyi Rongkot mengulurkan tangannya ke depan, dan ular merah itu melayang
menghampirinya. Begitu berada di tangan perempuan yang berjuluk Ular Betina itu,
ular merah berubah kembali menjadi tongkat berbentuk ular.
Lagi-lagi Ular Betina tertawa mengikik. Kakinya terayun menghampiri Sekar
Telasih yang masih tergeletak lemas di tanah. Setelah meletakkan tubuh gadis itu
di punggung, Nyi Rongkot langsung berlari menembus Hutan Gading dengan
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang cukup
Rumah Judi Pancing Perak 1 Pendekar Bodoh 2 Kemelut Di Telaga Dewa Pedang Kayu Harum 16

Cari Blog Ini