Ceritasilat Novel Online

Pemburu Kepala 1

Pendekar Rajawali Sakti 40 Pemburu Kepala Bagian 1


1 Rangga mengayunkan kakinya pelahan-lahan menyusuri
jalan setapak yang melingkari Kaki Gunung Anjar. Siang ini
udara cerah sekali. Langit tampak bersih, tanpa sedikit pun
awan menggantung. Pantas saja sinar matahari begitu bebas
menerobos permukaan bumi. Namun angin yang berhembus
agak kencang, membuat terik sang surya siang ini agak
berkurang. Rangga benar-benar menikmati kecerahan hari ini.
Pendekar Rajawali Sakti itu terus melangkah sambil sesekali
menghirup udara segar sebanyak-banyaknya. Meskipun
matahari bersinar terik, namun udara di sekitar Gunung Anjar
cukup terasa sejuk. Bahkan cenderung dingin. Pemuda berbaju
rompi putih itu menghentikan ayunan kakinya, ketika melihat
seekor kelinci gemuk berbulu putih bersih. Mendadak saja
perutnya berkeruyuk seperti minta diisi. Sejak pagi tadi Rangga
memang belum menemukan sedikit makanan pun untuk
mengganjai perutnya.
Pelahan Rangga membungkuk, lalu memungut sebutir kerikil.
Lalu dengan tubuh masih terbungkuk, Pendekar Rajawali Sakti
itu menjentikkan jarinya disertai pengerahan tenaga dalam
sedikit. Kerikil yang dipungut tadi, seketika melesat cepat bagai
kilat. Maka kelinci gemuk yang malang itu menggelepar begitu
kepalanya tersambit oleh Rangga.
"Waow...!" Rangga bersorak kegirangan.
Bergegas pemuda berbaju rompi putih itu berlari
menghampiri kelinci yang sudah tidak bernyawa lagi. Namun
mendadak saja dia jadi tertegun, karena pada leher kelinci itu
tertancap sebatang anak panah. Padahal tadi kelinci itu
dilempar hanya dengan batu kerikil.
Belum sempat Rangga berpikir jauh, tiba-tiba saja terdengar
suara bergemerisik dari arah depan. Sebentar kemudian muncul
seorang gadis berwajah cantik sambil membawa sebuah busur
dan sekantung anak panah pada punggungnya. Dia juga
nampak terkejut melihat seorang pemuda berdiri dekat bangkai
kelinci. "Kau akan mencuri kelinciku, ya..."!" bentak gadis itu galak.
"Heh..."! Ini kelincimu...?" Rangga menunjuk kelinci berbulu
putih yang masih tergeletak di depan kakinya.
"Apa matamu sudah buta, heh..."!" sentak gadis itu semakin
berang. "Kau lihat...! Panahku menancap di lehernya, maka
berarti kelinci ini milikku!"
Rangga menatap bangkai kelinci di depannya. Selain kepala
kelinci itu berlubang akibat kena timpukan batu kerikil, juga di
lehernya menancap sebatang anak panah hingga tembus.
Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti itu bisa berbicara
lebih jauh lagi, terdengar derap langkah kaki kuda menuju
tempat ini. Tak berapa lama kemudian, muncul lima orang
penunggang kuda. Satu orang tampak masih muda, dan
mungkin berusia sebaya dengan Pendekar Raja-waii Sakti.
Sedangkan empat penunggang kuda lainnya sudah setengah
baya. Mereka semua mengenakan pakaian cukup indah.
Belum juga ada yang membuka suara, dari arah yang sama
muncul lagi sekitar tiga puluh orang berkuda bersama satu
kereta kuda barang. Yang membuat Rangga semakin tidak bisa
buka mulut, rombongan terakhir ini ternyata para prajurit dari
sebuah kerajaan. Dari lambang yang dibawa, Pendekar
Rajawali Sakti itu sudah bisa menebak, kalau mereka berasal
dari Kerajaan Kedung Antal. Sebuah kerajaan yang cukup besar
di wilayah Kulon ini
"Ada apa, Adik Ranti?" tanya pemuda yang sudah turun dari
punggung kudanya. Dihampirinya gadis yang masih berdiri
berkacak pinggang di depan Rangga.
"Ini...! Dia akan mengambil kelinci yang baru saja kupanah!"
sahut gadis yang dipanggil dengan nama Ranti itu, seraya
menuding Pendekar Rajawali Sakti. "Kakang Nadara, hukum
saja dia karena berari mengakui hasil buruanku!"
Pemuda yang dipanggil Nadara itu menatap bangkai kelinci
sebentar, kemudian beralih pada Rangga yang masih diam saja.
Kakinya melangkah maju dua tindak mendekati, kemudian
memungut bangkai kelinci itu. Dan kini kepalanya terangguk
seraya menyunggingkan senyum.
"Kisanak. Boleh aku tahu, siapa namamu?" iembut dan
ramah sekali nada suara Nadara.
"Rangga," sahut Rangga singkat
"Maafkan atas kekasaran adikku, Kisanak. Aku yakin, kelinci
ini milikmu," tegas Raden Nadara seraya menyodorkan kelinci
itu pada Rangga.
"Terima kasih. Tapi, Nisanak ini menginginkannya. Biarlah
aku mencari kelinci lain," dengan halus sekali Rangga menolak.
Raden Nadara berpaling memandang adiknya yang
memberengut tidak puas akan sikap Rangga. Tanpa berkata
apa-apa lagi, gadis itu membalikkan tubuhnya dan melompat
naik ke punggung kuda yang dibawa salah seorang berpakaian
prajurit Seekor kuda putih yang gagah sekail Wajah Ranti masih
memberengut tertekuk.dalam. Pandangannya begitu tajam
menusuk langsung pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Adik Ranti, dia sudah memberikan kelinci ini padamu. Kau
tidak ingin menerimanya?" lembut sekali nada suara Raden
Nadara. "Berikan saja padanya. Aku tidak butuh!" ketus sekali
jawaban Ranti. Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu kembali
menyodorkan kelinci itu pada Rangga
"Terimalah. Adikku akan semakin marah jika kau tidak suka
menerimanya. Maafkan dia, Kisanak," ujar Raden Nadara.
Sebentar Rangga menatap Ranti yang langsung mendengus
sambil membuang muka, kemudian kembali memandang Raden
Nadara yang masih menyodorkan kelinci itu.
"Baiklah. Tapi akan kuberi gantinya, nanti," kata Rangga
menyerah. Pendekar Rajawali Sakti itu menerima kelinci dari tangan
Raden Nadara. Sedangkan pemuda itu menganggukkan
kepalanya sedikit, lalu melompat naik ke punggung kudanya.
Gerakannya sangat ringan dan indah, menandakan kalau
kepandaiannya cukup tinggi.
Tidak berapa lama kemudian, rombongan itu bergerak
meninggalkan Lereng Gunung Anjar ini. Rangga masih berdiri
mematung memandangi rombongan yang terus bergerak
menuruni lereng. Dipandangi kelinci itu, lalu diangkat ke atas,
hingga sejajar wajahnya. Bibirnya tersenyum dan kepalanya
menggeleng beberapa kali.
*** Rangga menghentikan ayunan langkahnya ketika tiba-tiba
mendengar suara ribut dari arah Selatan Kaki Gunung Anjar ini.
Sebentar dipastikan suara-suara yang terdengar jelas itu. Dan
ketika yakin kalau itu adalah suara pertarungan, dengan cepat
rubuhnya melesat. Pendekar Rajawali Sakti berlari kencang
mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Sungguh sempurna
ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya. Begitu cepatnya,
sehingga yang terlihat hanya bayangan putih berkelebat
menyelinap dari satu pohon ke pohon lainnya.
Dalam waktu tidak berapa lama saja, Pendekar Rajawali
Sakti itu sudah sampai di Kaki Gunung Anjar sebelah Selatan.
Dan hatinya terkejut begitu melihat para prajurit Kerajaan
Kedung Antal tengah bertarung sengit.
Namun yang membuat pemuda berbaju rompi putih itu jadi
terperanjat adalah pertarungan itu dilakukan oleh para prajurit
yang berpakaian sama. Ya.., sama-sama prajurit Kerajaan
Kedung Antal juga! Pandangan Pendekar Rajawali Sakti
langsung tertumbuk pada Ranti yang tengah bertarung sengit
melawan sepuluh orang prajurit. Tidak jauh dari gadis itu,
terlihat Raden Nadara yang juga tengah bertarung sengit
melawan dua orang berpakaian gemerlap, seperti pakaian
seorang panglima perang.
"Ada apa ini..." Kenapa mereka saling bertarung?" Rangga
bertanya pada dirinya sendiri.
Namun pertanyaan itu belum bisa terjawab, karena Rangga
melihat Ranti semakin terdesak. Bahkan tubuhnya kini
menerima pukulan telak, sehingga membuatnya sempoyongan.
Pada saat itu, salah seorang pengeroyoknya sudah
mengibaskan sebilah pedang ke arah leher.
"Celaka...!" sentak Rangga mendesis.
Tanpa berpikir panjang lagi. Pendekar Rajawali Sakti itu
langsung melesat, dan segera mengirimkan satu pukulan keras
ke arah orang yang hendak memenggal kepala Ranti. Pukulan
Rangga tepat mengenai dada orang itu.
Deghk! "Akh...!" orang itu memekik keras, dan seketika tubuhnya
terpental jauh ke belakang.
Buru-buru Rangga menarik tangan Ranti, dan membawanya
keluar dari arena pertarungan. Gadis itu nampak tersengal,
akibat dadanya terkena satu pukulan keras bertenaga dalam
cukup tinggi. Sebentar Rangga mengamati gadis itu. Ternyata
pukulan yang diterima Ranti tidak terlalu berbahaya.
"Sebaiknya kau cepat tinggalkan tempat ini," ujar Rangga.
"tidak! Aku harus membunuh keparat-keparat Itu!" sentak
Ranti. Langsung saja gadis itu melesat cepat, kembali terjun dalam
kancah pertempuran. Sementara Rangga tidak bisa berbuat
apa-apa lagi, dan hanya bisa menyaksikan saja. Memang, dia
tidak tahu, mana lawan dan mana kawan. Sebab mereka samasama mengenakan pakaian
prajurit yang serupa.
Pendekar Rajawali Sakti itu memandang Raden Nadara.
Ingatannya langsung tertuju pada peristiwa pagi tadi. Memang,
pemuda itu bijaksana sekali waktu menyelesaikan pertikaiannya
dengan Ranti. Kelembutan dan kebijakan Raden Nadara
membuat Rangga jadi bersimpati, dan mengaguminya. Di
samping itu, Raden Nadara juga bisa membedakan hasil panah
adiknya dengan lemparan batu kerikil Rangga pada tubuh
seekor kelinci. Dengan tepat bisa dipastikan kalau Rangga yang
lebih dahulu mendapatkan kelinci itu.
Setelah mempertimbangkan
masak-masak. Pendekar Rajawali Sakti itu langsung mengambil keputusan. Terlebih lagi
saat melihat pemuda itu tampak terdesak oleh lawan-lawannya.
Bahkan yang mengeroyok Ranti juga semakin bertambah
banyak saja. Sedangkan hanya beberapa saja dari para prajurit
yang masih berbaku hantam.
"Aku harus membantu mereka! Hiyaaa...!"
Bagaikan burung rajawali. Rangga melesat ke arah Raden
Nadara. Dan seketika itu juga dilontarkan beberapa pukulan ke
arah para pengeroyok pemuda itu. Jerit pekik melengking tinggi
terdengar saling sahut, disusul berpentalannya beberapa tubuh.
Saat itu juga Rangga melesat balik, langsung menuju tempat
Ranti bertarung. Beberapa pukulan dilontarkan. Kembali jeritanjeritan melengking
tinggi terdengar menyayat, disusul
ambruknya beberapa tubuh yang mengeroyok Ranti.
Terjunnya Pendekar Rajawali Sakti dalam kancah
pertarungan, membuat Raden Nadara dan Ranti jadi heran.
Namun hal ini memberi kesempatan pada mereka untuk
memperhebat serangan-serangannya. Dan lain halnya dengan
yang diderita para prajurit itu. Mereka jadi kelabakan, karena
Rangga bertarung dengan berpindah-pindah
tempat. Gerakannya sungguh cepat luar biasa, dan tidak terduga sama
sekali. Hingga dalam waktu tidak berapa lama saja, sudah tidak
terhitung lagi, berapa orang yang roboh terkena pukulan maut
Pendekar Rajawali Sakti
"Mundur...!" tiba-tiba terdengar teriakan keras menggelegar.
Saat itu juga, para prajurit yang mengeroyok Raden Nadara
dan Ranti berlompatan mundur. Tak lama kemudian, kembali
terdengar teriakan memberi perintah. Cepat sekali para prajurit
itu berlompatan pergi, dengan meninggalkan puluhan mayat
bergelimpangan. Hanya sekitar lima belas prajurit saja yang
masih tinggal, ditambah Raden Nadara, Ranti, dan empat orang
laki-laki setengah baya.
Suasana yang semula gaduh dipenuhi suara jerit melengking
dan denting suara senjata beradu, mendadak saja jadi sunyi
senyap. Kini suasananya seperti berada di tengah-tengah
kuburan saja layaknya. Mereka yang masih hidup, hanya bisa
memandangi mayat-mayat yang bergelimpangan. Sementara
itu, Pendekar Rajawali Sakti sudah duduk dengan enaknya di
bawah sebatang pohon rindang. Dicabutnya sejumput batang
rumput, dan diselipkan ke sudut bibirnya.
"Kakang...," Ranti menggamit ujung jari Raden Nadara.
Gadis itu mengerdipkan sebelah matanya, menunjuk pada
Rangga yang asyik duduk di bawah pohon.
Raden Nadara berpaling ke arah Pendekar Rajawali Saka itu.
Dilangkahkan kakinya, diikuti Ranti dan empat orang laki-laki
setengah baya ke arah Rangga. Mereka semua berdiri di depan
Rangga. Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti itu kelihatan masa
bodoh saja. "Kelinci pemberianmu enak sekali, Nisanak. Terima kasih,"
ucap Rangga, ringan sekali suaranya
"Kisanak, kaukah yang tadi membantu kami?" langsung saja
Raden Nadara memberi pertanyaan.
"Aku hanya sekedar membalas kebaikanmu saja," sahut
Rangga enteng. "Terima kasih, hanya saja aku menyesalkan karena jatuhnya
banyak korban," pelan sekali nada suara Raden Nadara.
"Huh! Kakang selalu saja begitu. Sudah tahu mereka ingin
membunuh kita!" dengus Ranti.
Rangga menatap gadis itu sejenak, kemudian berdiri.
"Tampaknya mereka juga para prajurit. Kenapa menyerang
teman sendiri?" tanya Rangga ingin tahu.
"Mereka bukan prajurit, tapi manusia setan!" dengus Ranti
menyerobot. itu "Ranti...," Raden Nadara mengerdipkan matanya pada gadis
"Memang kenyataannya..." Aku tidak mau menutup-nutupi
kebusukan! Toh, akhirnya akan tercium juga," sentak Ranti
ketus. "Tapi kau tidak boleh...."
"Dia telah menyelamatkan nyawa kita, Kakang. Apa salahnya


Pendekar Rajawali Sakti 40 Pemburu Kepala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jika kita memberitahu...."
"Ranti...!" bentak Raden Nadara cepat.
Ranti langsung diam. Wajahnya memberengut, kemudian
membalikkan tubuhnya. Gadis itu berjalan cepat menghampiri
kudanya yang tengah merumput di tepian sungai kecil yang
airnya berubah merah, karena beberapa tubuh bersimbah
darah tenggelam di sana.
"Maaf, adikku manja sekali Tapi belum pernah dia cepat
tersinggung begitu," ucap Raden Nadara.
"Tidak apa...," desah Rangga seraya mengangkat sedikit
bahunya. Raden Nadara tersenyum tipis, kemudian menghampiri
Pendekar Rajawali Sakti lebih dekat lagi.
"Aku ingin sedikit bicara denganmu. Boleh?" kata Raden
Nadara. Kembali Rangga mengangkat bahunya, lalu mengayunkan
kakinya begitu Raden Nadara melangkah menjauhi empat
orang laki-laki berusia setengah baya yang selalu
mendampinginya. Keempat laki-laki itu kemudian memberi
perintah pada sisa prajurit yang masih hidup untuk bersiapsiap. Dengan keadaan
lesu dan kelelahan, mereka menyiapkan
kuda yang tidak beraturan tempatnya. Juga, dikumpulkannya
peralatan yang berserakan di antara mayat-mayat bergelimpangan.
*** "Aku tahu, kau bukan orang sembarangan. Kau pasti
seorang pendekar. Saat ini kami memang membutuhkan
seseorang yang bisa diandalkan," jelas Raden Nadara.
"Ah! Aku hanya orang biasa saja," Rangga merendah.
"Begini, Kisanak. Jika kau bersedia mengawalku sampai ke
Kerajaan Karang Setra, aku janji akan memberimu hadiah dan
kedudukan yang tinggi di istana," Raden Nadara langsung pada
pokok pembicaraan.
Rangga jadi tertegun begitu mendengar Karang Setra
disebut. Hatinya jadi bertanya-tanya sendiri. Ada sesuatu yang
menarik hatinya, terlebih lagi tujuan mereka ke Kerajaan
Karang Setra. "Aku tidak memaksamu, Kisanak. Jika kau tidak bersedia pun
tidak apa-apa. Kau boleh menentukan keputusan sendiri,"
sambung Raden Nadara.
"Kalau boleh tahu, ada keperluan apa kau ke Karang Setra?"
tanya Rangga tidak bisa menahan keingintahuannya.
"Maaf, Kisanak. Sayang sekali hal itu tidak boleh
diberitahukan siapa saja Aku membawa pesan khusus dari
Ayahanda Prabu untuk disampaikan secara ptibadi pada Gusti
Prabu Rangga.... Hm, namamu persis sekali dengan Raja
Karang Setra, Kisanak."
"Ah, hanya kebetulan saja," buru-buru Rangga menutupi
rasa keterkejutannya.
"Yaaah.... nama memang bisa saja sama," desah Raden
Nadara. Rangga hanya mengangkat bahunya saja. Hatinya
bersyukur, karena tidak ada yang mengenali kalau sebenarnya
dia sendirilah Raja Karang Setra. Memang dalam keadaan
seperti ini, orang biasanya mengenalnya sebagai Pendekar
Rajawali Sakti. Seorang pendekar muda yang terlepas dari
segala keterkaitannya dengan urusan Kerajaan Karang Setra.
Sedangkan Rangga sendiri memang jarang berada di istana.
Dia lebih senang hidup di alam bebas, mengembara,
berpetualang di dalam kerasnya rimba per-llatan. Baginya, lebih
banyak pekerjaan yang bisa dilakukan di alam bebas, daripada
di dalam istana sendiri. Memang tak ada yang bisa
dilakukannya jika harus diam dalam lingkungan benteng istana.
Hanya saja, pengembaraan itu menuntutnya selalu jauh dari
Karang Setra sendiri. Padahal dia ingin melihat secara langsung
kehidupan rakyatnya. Tapi, kesempatan untuk selalu dekat
dengan rakyat biasa, seperti terampas oleh berbagai macam
petualangan yang tidak akan pernah berakhir sampai usia
menggerogoti kehidupan.
"Bagaimana, Kisanak?" nada suara Raden Nadara seperti
mendesak. "Hm..., apakah prajurit-prajurit itu tidak cukup?" tanya
Rangga belum bisa memutuskan.
"Sebenarnya cukup. Apalagi ada dua orang patih dan dua
panglima menyertaiku. Tapi...," kata-kata Raden Nadara
terputus, seperti ada sesuatu yang sangat dirahasiakan. "Ah,
sudahlah. Tidak seharusnya aku banyak bicara padamu,
Kisanak. Oh, ya. Terima kasih sekali lagi karena kau telah
menolong kami."
Setelah berkata demikian, Raden Nadara membalikkan
tubuhnya, dan berjalan menghampiri yang lain. Sedangkan
Pendekar Rajawali Sakti hanya memandangi, namun benaknya
penuh digelayuti berbagai macam pertanyaan.
Raden Nadara melompat ke punggung kudanya yang
dipegang salah seorang prajurit. Yang lain pun bergegas
melompat naik ke punggung kuda masing-masing. Sebentar
pemuda itu memandang Rangga yang masih berdiri
mengamari, kemudian menggebah kudanya. Dan rombongan
yang jumlahnya sudah berkurang itu kemudian bergerak cepat,
meninggalkan kepulan debu di angkasa.
Rangga masih berdiri mematung memandangi rombongan
dari Kerajaan Kedung Antal yang semakin jauh meninggalkan
tempat ini. Arah yang dituju memang jelas ke Selatan, dan itu
menuju ke Kerajaan Karang Setra. Namun, paling tidak masih
membutuhkan waktu dua pekan untuk sampai di sana dengan
berkuda. "Hm.... Pasti ada sesuatu di Kerajaan Kedung Antal,
sehingga Prabu Raketu mengirim utusan ptibadi...," gumam
Rangga pelahan.
Pendekar Rajawali Sakti itu mengalihkan pandangannya ke
arah Utara. Di balik Gunung Anjar ini, terletak Kerajaan Kedung
AntaL Sebuah kerajaan yang sangat besar, dan terkenal dengan
ketangguhan angkatan perangnya. Sehingga, tidak sedikit
kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya yang bernaung di bawah
kerajaan itu. Bahkan banyak pula yang dengan sukarela
menggabungkan diri.
Rangga jadi teringat ketika dinobatkan sebagai raja pertama
di Karang Setra. Prabu Raketu adalah tamu undangan yang
pertama kali datang, dan memberi restu serta hadiah yang
sangat indah. Sebuah kereta kencana yang ditarik delapan ekor
kuda putih. Kini, sepertinya Prabu Raketu sedang mendapatkan
kesulitan, sehingga mengirimkan kedua anaknya untuk
melakukan tugas khusus ke Karang Setra. Tapi Pendekar
Rajawali Sakti itu belum tahu, apa maksud Raden Nadara dan
Rata Ayu Ranti ke Karang Setra.
"Sebaiknya aku langsung saja ke Kedung Antal. Toh di istana
ada Adi Danupaksi," Rangga mengambil keputusan.
Setelah memantapkan hatinya, Pendekar Rajawali . Sakti
langsung berlari cepat meninggalkan Kaki Gunung Anjar ini.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh, sebentar saja
Kaki Gunung Anjar sudah tertinggalkan. Namun mendadak saja,
dia berhenti berlari. Pandangannya lurus ke arah Utara.
"Huh! Bodohnya aku ini...! Perlu lima hari untuk sampai ke
sana jika dengan cara begini...!" dengus Rangga pada dirinya
sendiri. Pendekar Rajawali Sakti itu mengedarkan pandangannya
berkeliling. Sunyi.... Tak ada seorang pun terlihat di sekitarnya.
Hanya pepohonan dan padang Ilalang yang tampak. Rangga
tersenyum, lalu menarik napas dalam-dalam. Kepalanya
terdongak tegak, menatap langit, kemudian bersiul nyaring
melengking tinggi dengan irama yang aneh terdengar di
telinga. "Suiiit...!"
Rangga masih berdiri tegak sambil mendongakkan kepala
menatap langit. Kembali ditariknya napas dalam-dalam, dan
bersiul sekali lagi. Kepalanya tetap tegak memandangi langit
yang cerah tanpa awan sedikit pun menggantung. Lama Juga
menunggu, tapi akhirnya bibirnya tersenyum juga, saat melihat
satu titik hitam di angkasa.
Makin lama, titik kecil itu semakin membesar, dan terlihat
jelas bentuknya. Tampak seekor burung rajawali berwarna
keperakan melayang menuju ke arah pemuda berbaju rompi
putih itu. Terbangnya cepat sekali bagaikan kilat saja layaknya.
"Khraaaghk...!"
"Rajawali, kesini...!" seru Rangga seraya melambaikan
tangannya. Burung rajawali raksasa itu menukik deras, lalu mendarat
manis di depan Rangga. Dia berkaokan beberapa kali sambil
mengembangkan sayapnya yang lebar. Bergegas Rangga
menghampiri, lalu memeluk leher burung raksasa itu. Rangga
memang selalu memeluk burung itu jika bertemu.
"Khraaaghk...!"
"Rajawali, tolong antarkan aku ke Kerajaan Kedung Antal.
Tidak jauh, letaknya di balik Gunung Anjar ini," kata Rangga
memberitahu. "Khraghk!"
Rajawali Putih mengepakkan sayapnya seraya menganggukanggukkan kepalanya.
"Aku tidak tahu, apa yang terjadi di sana, Rajawali Putih.
Tapi, tampaknya gawat sekali," kata Rangga sepertinya
mengetahui maksud burung rajawali raksasa itu.
Rajawali Putih menyorongkan kepalanya ke depan, lalu
mematuk tanah tiga kali Rangga mengamati tingkah burung
raksasa itu penuh perhatian.
"Iya, aku tahu. Tapi kalau keadaan terpaksa, aku tidak bisa
berbuat apa-apa. Aku perlu sekali bantuanmu, Rajawali.
Mungkin kafi ini kau juga harus terjun langsung," ujar Rangga
lagi. "Khraghk...!"
*** 2 "Khraghk...!"
Rajawali Putih melayang-layang di angkasa Kerajaan Kedung
Antal. Sudah tiga kali burung raksasa itu memutari seluruh kota
kerajaan itu, tapi Rangga yang berada di punggungnya belum
juga memerintahkan turun. Pandangan mata Pendekar Rajawali
Sakti itu tidak berkedip meneliti setiap sudut wilayah Kota
Kerajaan Kedung Antal.
"Ke istana, Rajawali Tapi jangan terlalu rendah," pinta
Rangga. "Khraghk...!"
Rajawali Putih melesat cepat menuju bangunan istana yang
tampak megah dikelilingi tembok tinggi dari batu tebal
membentuk sebuah benteng. Burung raksasa itu memutari
angkasa Istana Kedung Antal. Ketinggian terbangnya selalu
dijaga agar tidak menarik perhatian orang yang berada di
sekitar benteng istana itu.
Sementara Rangga yang berada di punggung burung raksasa
itu, mengerahkan aji 'Tatar Netra' yang digabungkan dengan aji
'Mata Dewa'. Maksudnya, agar dapat melihat lebih jelas dari
jarak yang sangat tinggi itu. Dengan menggabungkan kedua
ajian itu, tidak ada masalah'bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk
dapat melihat jelas; meskipun dalam jarak yang sangat jauh.
"Hm..., tidak ada yang mencurigakan disini Keadaannya
cukup tenang, bahkan penjagaan pun tidak terlalu ketat.
Sepertinya rakyat bebas keluar masuk tanpa ada pemeriksaan
sama sekali," gumam Rangga perlahan.
Rangga menepuk leher burung raksasa itu. Rajawali Putih
yang sudah bisa mengerti maksudnya, langsung saja terbang
menjauh dari istana itu. Cepat sekali burung itu meluncur,
sehingga dalam waktu sebentar saja sudah berada di luar Kota
Kerajaan Kedung Antal itu.
"Turun di sana, Rajawali!" seru Rangga seraya menunjuk
sebuah danau. "Khraghk...!"
Rajawali Putih menukik deras, kemudian manis sekali
mendarat di tepi danau. Keadaan di danau kecil Ini sepi sekali.
Tak terlihat seorang pun di sekitarnya. Rangga cepat melompat
turun. Diedarkan pandangannya ke sekeliling sejenak, seakanakan ingin memastikan
kalau tidak ada seorang pun yang
melihat. "Kau boleh tinggalkan aku di sini, Rajawali. Aku yakin, ada
sesuatu di kerajaan ini. Aku pasti akan memanggilmu lagi.
Jangan terlalu jauh dari sini," kata Kangga seraya berpesan.
"Khraghk!"
Sekali mengepakkan sayapnya saja, Rajawali Putih sudah
melambung ke angkasa Rangga memandangi burung raksasa
itu sampai lenyap di angkasa. Dia masih berdiri di tepi danau
seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Entah
kenapa, perasaannya mengatakan kalau di sekitar tempat ini
ada seseorang yang memperhatikannya. Atau mungkin juga
lebih dari satu orang.
Belum juga Rangga memastikan lebih jauh, tiba-tiba saja....
Swing! "Hap!"
Tap! Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti itu menggerakkan
tangannya ketika melihat sebuah benda meluncur deras bagai
kilat ke arahnya. Dan tahu-tahu, di jari tangannya sudah
terjepit sebatang anak panah.
Rangga belum juga sempat berpikir jauh, kembali sebatang
anak panah meluncur deras, dan kali ini mengarah dada.
Pendekar Rajawali Sakti itu memiringkan tubuhnya ke kanan,
lalu secepat itu pula melenting bagaikan seekor burung
rajawali. Begitu cepatnya Pendekar Rajawali Sakti itu melesat dan
tahu-tahu sudah menembus segerumbul semak ilalang, tempat
dua batang anak panah tadi berasal.
"Jangan...!"
"Heh..."!"
Rangga terkejut mendengar teriakan keras itu, ketika masuk
ke dalam semak ilalang. Kepalan tangannya yang sudah
terangkat, jadi terhenti. Kedua matanya terbeliak ketika melihat
seorang gadis berwajah cantik tergeletak terjajar dan perutnya
ditekan oleh lutut Pendekar Rajawali Sakti itu. Bergegas Rangga
melompat bangkit


Pendekar Rajawali Sakti 40 Pemburu Kepala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ranti...! Apa yang kau lakukan di sini...?" sentak Rangga
terkejut begitu mengenali gadis itu.
"Huh!" gadis itu mendengus seraya bangkit berdiri
Ranti mengibaskan debu dan rerumputan kering yang
mengotori bajunya. Dengan wajah memberengut kakinya
melangkah keluar dari semak itu. Rangga mengikuti dengan
benak bertanya-tanya. Sungguh Pendekar Rajawali Sakti sangat
terkejut melihat Ranti berada di tempat ini. Padahal setahunya,
gadis itu bersama-sama Raden Nadara dan rombongannya.
"Kenapa berada di sini" Bukankah kau bersama-sama
kakakmu...?" tanya Rangga langsung.
"Huh! Apa pedulimu?" dengus Ranti ketus.
"Jelas aku peduli, karena kau baru saja
membunuhku!" sentak Rangga sengit juga jadinya.
hampir Ranti membalikkan tubuhnya. Matanya menatap tajam,
langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti itu. Sesaat
Rangga jadi terkesiap. Sungguh tajam tatapan gadis itu,
seakan-akan hendak menembus jantung.
"Di mana kakakmu?" tanya Rangga.
"Aku tidak tahu!" sahut Ranti ketus.
Rangga memandangi gadis itu dalam-dalam. Pendekar
Rajawali Sakti benar-benar keheranan! Bagaimana mungkin
gadis ini bisa sampai dalam waktu cepat" Sedangkan Rangga
baru dua hari berada di wilayah Kerajaan Kedung Antal ini.
Untuk mencapai wilayah kerajaan ini dari Kaki Gunung Anjar
sebelah Selatan, dibutuhkan waktu paling tidak lima hari
perjalanan berkuda. Sedangkan baru dua hari, Ranti sudah
berada di sini. Dan entah sudah sejak kapan" gadis itu berada
di sini. "Kau pasti heran, bagaimana aku bisa sampai
begitu cepat" kata Ranti seraya tersenyum tipis.
kau saja yang bisa" Kau punya burung rajawali
aku tidak. Itu berarti kau masih kalah bila
denganku."
di tempat ini "Memangnya
raksasa, tapi dibandingkan Rangga hanya mendengus saja. Memang sudah diduga kalau
Ranti melihatnya tadi bersama Rajawali Putih. Namun dia masih
belum mengerti, bagaimana gadis itu bisa sampai di sini.
Bahkan sepertinya sudah tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti itu
akan berada di tempat ini.
"Untuk apa kau datang ke Kerajaan Kedung Antal ini?" tanya
Ranti ketus. Begitu dingin sekali nada suaranya.
"Itu urusanku," sahut Rangga jadi ikut ketus juga.
"Kau masuk tanpa ijin, dengan cara menyelinap seperti
maling. Kau bisa dihukum gantung, Kisanak," ancam Ranti
tegas. "Siapa yang akan menghukumku" Kau...?" tantang Rangga.
"Bukan aku. Tapi coba lihat sekelilingmu."
Bukan main terkejutnya Pendekar Rajawali Sakti begitu
memandang sekelilingnya. Sungguh tidak di-sangka kalau di
sekitarnya sudah banyak orang menunggu, dan semua telah
siap melepaskan anak panah kearah sasaran. Mereka tinggal
menunggu aba-aba
"Ha ha ha...! Ternyata aku lebih cerdik darimu, Kisanak,"
Ranti tertawa terbahak-bahak.
Rangga hanya mendesis kecil. Dalam hati, memang diakui
kecerdikan gadis ini. Pendekar Rajawali Sakti itu kembali
mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Rasanya tidak ada
lagi tempat untuk bisa keluar dari daerah ini. Setiap penjuru
memang sudah terkepung rapat oleh orang berpakaian prajurit
yang sudah siap dengan panah.
Mungkin Pendekar Rajawali Sakti itu bisa menghadapi hujan
panah. Tapi rasanya tidak yakin akan berhasil. Meskipun
memiliki ilmu meringankan tubuh sempurna yang ditambah
tingkatan kepandaian tinggi, dia tidak akan mungkin bisa
selamanya menghindari serbuan panah dari segala penjuru.
"Sebaiknya kau menyerah saja, Kisanak. Tidak ada gunanya
melakukan perlawanan. Kau akan mati konyol di sini. Mereka
adalah ahli senjata panah. Mereka prajurit pilihan yang sudah
berpengalaman di medan tempur," kata Ranti penuh
kemenangan. "Kau keliru jika menganggap begitu, Ranti," desis Rangga
dingin. "O..., jadi
menggunakan kepalamu!"
kau ingin mencoba kemahiran mereka
panah" Baik! Rasakan akibat kekerasan
Ranti langsung melompat mundur. Dan seketika itu juga
ratusan anak panah meluncur berdesingan ke arah Pendekar
Rajawali Sakti. Bukan main terkejutnya pemuda berbaju rompi
putih itu, karena ternyata Ranti tidak main-main. Maka Rangga
tidak punya pilihan lain lagi. Cepat-cepat dilentingkan
tubuhnya, berlompatan sambil cepat mengibaskan tangannya.
"Hiya! Hiyaaa...!"
Tidak terhitung lagi, berapa anak panah yang rontok terkena
kibasan tangan Rangga yang bergerak cepat mempergunakan
jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Juga tidak sedikit anak
panah yang lewat begitu saja di sekitar tubuhnya. Namun
panah-panah itu seperti tidak pernah habis, dan terus
berdesingan bagaikar hujan.
Rangga memang masih sanggup mempertahankan diri dari
serbuan anak panah ini. Tapi jika selamanya seperti ini, rasanya
tidak akan mungkin mampu bertahan. Sedangkan panah-panah
itu terus berdesingan di sekitar tubuhnya. Maka dengan cepat
diputar tubuhnya seraya merapatkan tangan di depan dada.
Lalu dengan cepat sekali tangannya merentang ke samping,
dan tubuhnya semakin cepat berputar bagai gasing.
"Aji 'Bayu Bajra'. Yeaaah...!" tiba-tiba Rangga berteriak
nyaring melengking.
Bersamaan dengan itu, tubuh Pendekar Rajawali Sakfi
berhenti berputar. Kini kedua kakinya terpentang lebar dengan
telapak tangan menyatu rapat di depan dada
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba saja di sekitar danau
kecil itu bertiup angin dahsyat, memperdengarkan suara
menderu bagai topan. Seketika panah-panah itu berhamburan
sebelum mencapai tubuh pemuda berbaju rompi putih itu Tak
lama berselang, terdengar teriakan-teriakan melengking tinggi.
Sebentar kemudian terlihat tubuh-tubuh berpentalan ke udara,
terhempas tiupan angin topan yang diciptakan Pendekar
Rajawali Sakti.
Bahkan pohonpohon dan bebatuan
mulai beterbangan ke
segala arah. Aji 'Bayu
Bajra' yang dikerahkan
Pendekar Rajawali Sakti memang sungguh
dahsyat. Bahkan bumi
bagaikan bergetar seperti terjadi gempa,
dan permukaan air
danau bergolang menimbulkan deburan
keras bagai gelombang
samudra. "Yeaaah...!" kembali Rangga berteriak nyaring.
Seketika dihentakkan tangannya ke samping, lalu dengan
keras sekali ditepuk ke atas kepala. Saat itu juga, angin topan
yang diciptakannya berhenti. Seluruh daerah di sekitar danau
kecil ini porak-poranda, bagaikan baru saja diamuk ribuan
gajah. Pohon-pohon bertumbangan, tercabut dari akarnya.
Tampak tubuh-tubuh berseragam prajurit bergelimpangan
tak tentu arah. Bahkan beberapa ada yang terhimpit batang
pohon, atau kepalanya remuk tertindih batu. Juga tidak sedikit
yang bergelimpangan sambil merintih kesakitan. Sekitar tempat
itu jadi dipenuhi suara rintihan kesakitan dari para prajurit yang
terluka akibat terkena serbuan angin topan yang diciptakan
Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm...," Rangga bergumam kecil.
Tatapan mata Pendekar Rajawali Sakti itu langsung tertuju
pada sosok gadis cantik yang masih berdiri tegak di tempatnya.
Bahkan gadis itu menyunggingkan senyuman yang sinis sekali.
Sepertinya dia tidak terpengaruh sama sekali pada aji 'Bayu
Bajra' yang dilepaskan Pendekar Rajawali Saka tadi.
*** "Mengagumkan.... Sungguh dahsyat ilmu yang kau miliki,
Kisanak," puji Ranti.
'Terima kasih," sambut Rangga.
'Tapi sayang, ilmu yang kau miliki belum berarti apa-apa
bagiku," kata Ranti lagi.
"Aku juga mengakui ketangguhanmu, Ranti. Tapi maaf,
prajuritmu tidak bisa menguasai diri," Rangga menoleh.
"Meskipun mereka prajurit pilihan, tapi memang bukan
tandinganmu."
"Mereka cukup tangguh dan mahir menggunakan senjata
panah," Rangga mengakui.
Pendekar Rajawali Sakti itu memang kagum pada kemahiran
para prajurit itu menggunakan senjata panah tadi. Hampirhampir saja serangan
panah tadi tidak sanggup dihadapinya.
Memang dia menggunakan aji 'Bayu Bajra' itu karena terpaksa.
Tak ada pilihan lain lagi, meskipun tahu akibatnya akan parah
Bukan saja bagi mereka, tapi juga pada lingkungan sekitarnya.
Itu sebabnya Rangga jarang sekati menggunakan ajian yang
satu ini, kalau tidak benar-benar terdesak,
"Sekarang kau harus berhadapan langsung dennganku,
Kisanak. Bersiaplah...! Hiyaaat..!"
Cepat sekali gadis itu melesat menerjang Pendekar Rajawali
Sakti sambil melontarkan empat pukulan beruntun sekaligus.
Dan Rangga hanya mengegoskan tubuhnya menghindari
serangan gadis itu. Namun sebelum bisa berbuat sesuatu, Ranti
sudah kembali menyerangnya dengan dahsyat. Pukulanpukulannya mengandung tenaga
dalam tinggi. Dan setiap angin
pukulannya menimbulkan hawa panas, di samping hempasan
angin keras. "Hap! Hap! Yeaaah...!"
Rangga langsung menggunakan jurus 'Sembilan Langkah
Ajaib'. Satu jurus yang paling sering digunakan dalam satu
pertarungan awal. Dengan jurus ini bisa diukur, sampai di mana
tingkat kepandaian lawannya. Memang jurus ini tidak
dikhususkan untuk menyerang, tapi hanya untuk menghindari
serangan lawan. Meskipun demikian, bisa juga digunakan untuk
menyerang. Tapi hanya sesekali saja. Itu pun hanya serangan
tipuan yang tidak berbahaya sama sekali.
Jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' memang aneh sekali. Tubuh
Pendekar Rajawali Sakti itu bagaikan karet, meliuk-liuk dengan
gerakan lambat namun sukar ditembus pertahanannya. Bahkan
kadang-kadang gerakannya seperti-ingin jatuh, persis seperti
orang mabuk, kebanyakan minum arak. Beberapa kali serangan
yang dilancarkan Ranti hampir mengenai sasaran, namun
dengan manis sekali Rangga selalu dapat berkelit Tentu saja
hal ini membuat Ranti jadi gusar.
"Setan...!" dengus Ranti sengit.
Gadis itu melompat mundur. Lima jurus sudah dihabiskan,
tapi belum juga bisa menyentuh tubuh lawannya Bahkan
menyentuh ujung rambutnya saja, tidak berhasil. Beberapa kali
dia mendengus seraya menyemburkan ludah. Matanya
memerah, menandakan telah menyimpan kemarahan yang
amat sangat. "Jangan harap bisa mempermainkan aku dengan Jurus
kacangan itu, Kisanak!" dengus Ranti sengit.
"Asal tahu saja, aku tidak ada minat bertarung denganmu.
Kau terlalu cantik untuk dilukai, Rana," sengaja Rangga
memanasi gadis itu.
"Phuih! Kau pikir aku suka dengan pujianmu?" dengus Ranti,
memerah wajahnya.
"Tapi kau benar-benar cantik, rasanya aku...."
"Keparat...! Hiyaaa...!"
Ranti tak dapat lagi menahan kemarahannya. Wajahnya
benar-benar memerah bagai kepiting rebus. Gadis itu langsung
saja melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti itu.
Membuat kata-kata Rangga terputus sebelum terselesaikan.
Serangan-serangan yang dilancarkan Ranti kali ini sungguh
dahsyat luar biasa. Rupanya gadis itu mengerahkan seluruh
kekuatan dan kemampuannya. Dan Rangga harus hati-hati
menghadapinya. Kali ini Pendekar Rajawali Sakti tidak ingin
mengambil resiko jika mempergunakan jurus 'Sembilan
Langkah Ajaib'.
Pertarungan pun berjalan semakin sengit. Ranti mengeluarkan jurus-jurus andalan dahsyat dan berbahaya
sekali. Sedikit saja kelengahan akan berakibat parah buat
Rangga. Dan itu memang terjadi ketika Rangga baru saja
terlepas dari serangan yang mengarah ke kepala. Tanpa diduga
sama sekali, Ranti menyodok bagian dada. Gadis itu tidak
menghiraukan lagi pertahanannya. Dan ini membuat Rangga
terkejut setengah mati. Cepat Rangga mengebutkan
tangannya. Des! "Hup...!"
Pendekar Rajawali Sakti itu melenting sejauh dua batang
tombak ke belakang. Dua kali dia berjumpalitan di udara.
Kedua kakinya berhasil mendarat manis sekali.
Rangga gadis itu. menggeleng-gelengkan
kepalanya, memandang Sodokan tangan Ranti memang begitu keras, dan


Pendekar Rajawali Sakti 40 Pemburu Kepala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengandung pengerahan tenaga dalam yang cukup tinggi.
Rangga merasakan adanya getaran kuat pada telapak
tangannya. Dan sebelum Pendekar Rajawali Sakti itu bisa
berpikir jauh, tiba-tiba saja Ranti sudah kembali cepat
menyerang. "Hiyaaa...!"
Rangga terbeliak kaget. Serangan gadis itu sung-liuli cepat
luar biasa. Padahal, dia sendiri belum sempurna menguasai
pernapasannya. Dan sebelum bisa berbuat sesuatu, satu
pukulan menggeledek yang mengandung pengerahan tenaga
dalam tinggi, kembali dilontarkan gadis itu.
Beghk! "Aaakh...!" Rangga memekik keras melengking.
Pukulan yang bersarang di dada Pendekar Rajawali Sakti itu
dahsyat sekali, sehingga membuat tubuhnya terpental jauh ke
udara. Pada saat itu, Ranti sudah melentingkan tubuhnya
mengejar dengan kecepatan kilat
"Hiyaaat...!"
Des! Bughk! Dua kali Ranti menyarangkan pukulan ke tubuh Pendekar
Rajawali Sakti yang sedang meluncur deras di udara. Hal ini
membuat pemuda berbaju rompi putih Itu semakin tidak bisa
menguasai keadaan tubuhnya. Dia semakin jauh terpental
tanpa dapat manguasai diri iagi. Bahkan dengan deras sekali,
tubuhnya meluncur turun ke bawah.
"Khraghk...!"
Wus! Namun sebelum tubuh Rangga menghantam tanah,
mendadak saja dari angkasa meluncur Rajawali Putih dengan
kecepatan sangat tinggi. Cakar burung raksasa itu langsung
menyambar tubuh Pendekar Rajawati Sakti, dan membawanya
melambung tinggi ke angkasa. Begitu cepatnya, sehingga Ranti
yang kini sudah berpijak di tanah, jadi terlongong.
"Keparat...!" dengus Ranti menggeram.
Gadis itu mendongakkan kepalanya ke atas, memandang
burung rajawali raksasa yang semakin jauh mengangkasa
membawa Pendekar Rajawali Sakti. Kakinya menghentakhentak kesal. Dari bibirnya
yang mungil, keluar gerutuan dan
makian bercampur kemarahan.
"Suit...!" tiba-tiba saja Ranti bersiul nyaring.
Sebentar kemudian, terdengar suara ringkik kuda. Kemudian
disusul munculnya seekor kuda putih berkilat, bertubuh tinggi
tegap, dengan otot-otot bersembulan. Kuda putih yang gagah
itu, meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya
tinggi-tinggi begitu sampai di depan Ranti.
"Hup!"
Ranti langsung melompat naik ke punggung kuda putih itu.
Sungguh manis dan ringan sekali gerakannya.
"Hiyaaa...!"
Begitu Ranti menghentakkan tali kekang kuda, seketika itu
juga kuda berbulu putih itu meringkik keras, lalu melesat cepat
bagai kilat. Debu mengepul di udara saat kuda putih itu
berpacu cepat meninggalkan tepian danau yang porak-poranda
tak karuan lagi bentuknya.
"Hiya! Hiyaaa!"
Ranti terus menggebali kudanya semakin kencang dan
semakin jauh meninggalkan tepian danau, Cepat sekali kuda
putih itu berpacu. Dalam waktu tidak berapa lama, kuda putih
itu sudah tidak kelihatan lagi bayangannya. Hanya gumpalan
debu yang teriihat membumbung tinggi ke angkasa.
*** 3 "Ohhh...."
Rangga menggeliatkan tubuhnya, sambil merintil lirih.
Pelahan dibuka kelopak matanya. Pendeka Rajawali Sakti ingin
bangkit, tapi seluruh tubuhnya seperti remuk, dan kepalanya
terasa berputar saat mencoba mengangkat kepalanya. Setelah
rasa pening mulai menghilang, pelahan-lahan tubuhnya
digerakkan lalu duduk bersila.
"Uh...!" Rangga mengeluh.
Rangga merasakan napasnya begitu sesak, dan seluruh
rongga dadanya seperi remuk. Kembali Pendekar Rajawali Sakti
itu memejamkan matanya. Pelahan-lahan ditariknya napas
dalam-dalam, kemudian dihembuskan kuat-kuat. Beberapa kali
dia melakukan hal yang sama, sampai rongga dadanya terasa
longgar "Aaahhh...," Rangga mendesah panjang sambi membuka
matanya pelahan-lahan.
Pendekar Rajawali Sakti Itu menggerak-gerakkan tangannya
di depan dada, untuk mengerahkan hawa murni. Kemudian
ditariknya napas panjang, lalu pelahan-lahan dihembuskan
melalui mulut. Kedua telapak tangannya merapat di depan
dada. "Yaaah...l"
Sambil berteriak nyaring, Rangga menghentakkan tangannya
hingga merentang ke samping. Kemudian tangannya bergerak
ke atas dan ke bawah pelahan, semakin lama semakin
bertambah cepat. Sesaat kemudian. Pendekar Rajawali Sakti itu
melompat bangkit berdiri. Kembali dirapatkan tangannya turun
sehingga sejajar tubuh.
"Huuuh...!" desah Rangga menghembuskan nafas panjang.
Setelah melakukan beberapa gerakan disertai pengerahan
hawa murni, Rangga merasakan tubuhnya kembali segar. Dan
napasnya pun sudah kembali berjalan teratur. Namun, titik-titik
keringat terlihat membanjiri seluruh wajah dan lehernya.
Rupanya tadi dia btrusaha sekuat daya untuk mengusir rasa
sakit di dada. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti itu
mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
Baru disadari kalau dirinya berada di dalam sebuah gua yang
sangat besar dan lapang. Pemuda berbaju rompi putih itu
melangkah ke luar. Seketika hatinya tertegun begitu melihat
Rajawali Putih mendekam di samping mulut gua ini.
"Khraghk!"
Rajawali Putih mengepakkan sayapnya sambil ber-kaokan
keras. Rupanya burung Itu ingin menyambut gembira
kedatangan Rangga yang bisa putih kembali seperti sediakala.
Rangga menghampiri burung rajawali raksasa itu. Langsung
diulurkan tangannya, lalu dipeluknya leher burung raksasa itu.
'Terima kasih, Rajawali Putih," ucap Rangga] setengah
berbisik. "Kherrrkh...!" Rajawali Putih mengkirik lirih.
Rangga melepaskan pelukannya. Sebentar diperhatikannya
burung raksasa itu, kemudian dialihkan pandangannya ke ujung
jari kakinya. Tampak ada tiga butir batu kerikil yang tertata
rapi. Kembali dipandangnya Rajawali Putih. Saat itu Rangga
langsung tahui kalau dirinya sudah tiga hari berada di sini. Jadi,
selama itu pula dia tidak sadarkan diri.
Rangga mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi pada
dirinya, sehingga sampai tidak sadarkan diri begitu. Kini
Pendekar Rajawali Sakti ingat kalau tiga hari yang lalu
bertarung dengan Ranti, seorang gadis cantik putri bungsu
Prabu Raketu. Rangga mengakui ketangguhan gadis itu. Tapi
dia terlalu mengalah.
Namun ada sesuatu yang tidak bisa dimengerti Pendekar
Rajawali Sakti itu, yakni mengapa Ranti menyerangnya. Bahkan
ingin membunuhnya. Lagi pula ketika berpisah dengan
rombongan gadis itu, jaraknya terlalu jauh. Dan rasanya tidak
mungkin Ranti bisa datang secepat itu
"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang.
Terlalu banyak pertanyaan melintasi benaknya, namun tidak
mudah dicari jawabannya. Penyelidikkan di Kerajaan Kedung
Antal, terpaksa terputus gara-gara Ranti yang begitu bernafsu
ingin mengalahkannya. Meskipun gadis itu tidak menyebut
nama Rangga ataupun nama Pendekar Rajawali Sakti, tapi
pemuda berbaju rompi putih itu sudah bisa menebak kalau
Ranti sudah tahu banyak tentang dirinya.
"Rajawali, antarkan aku kembali ke Kerajaan Kedung Antal,"
pinta Rangga. "Khraghk...!"
"Hup!"
Rangga langsung melompat naik ke punggung linriing
rajawali raksasa itu. Sekali mengepakkan sayapnya, burung
rajawali raksasa itu sudah melesat tinggi ke angkasa. Rangga
berpegangan erat pada leher burung rajawali raksasa itu. Ada
rasa nyeri pada dadanya, Ketika Rajawali Putih melesat ke
angkasa. Langsung disadari, kalau luka dalam di dadanya
belum sembuh benar.
"Hhh! Tenaga dalam Ranti luar biasa sekali...!" keluh Rangga
dalam hati. Sementara Rajawali Putih terus meluncur menuju Kerajaan
Kedung Antal. Hanya sekali-sekali sayapnya mengepak, namun
kecepatan terbangnya sungguh luar biasa.
*** Rangga mengayunkan kakinya melintasi jalan berdebu yang
cukup lebar, membelah Kota Kerajaan Kedung Antal. Siang ini
begitu terik, tapi tidak menghalangi kesibukan kota yang selalu
ramai ini. Sepertinya jalan ini tidak pernah sepi. Pejalan kaki,
penunggang kuda, maupun gerobak sapi, berbaur menjadi
satu. Keramaian semakin terasa oleh teriakan-teriakan para
pedagang yang berusaha menjaring pembeli.
Rangga menghentikan langkahnya di bawah sebuah pohon
asam yang cukup rimbun daunnya. Di situ seorang penjual
dawet tengah duduk terkantuk menunggu pembeli. Laki-laki tua
penjual dawet itu langsung terbangun saat Rangga berada di
sampingnya. "Ingin minum dawet, Den...?" laki-laki tua itu menawarkan.
"Bolehlah. Buatkan satu," sahut Rangga.
Laki-laki tua penjual dawet itu tersenyum. Dengan cekatan
sekali dilayaninya pembeli. Sedangkan Rangga asyik
memperhatikan sebuah bangunan besar yang dikelilingi tembok
benteng yang tinggi dan kokoh. Itulah bangunan Istana Kedung
Antal. Terlihat di sana hanya ada dua orang penjaga pintu
gerbang benteng istana itu.
"Ini dawetnya, Den."
"Oh...!" Rangga tersentak kaget
Buru-buru diterimanya gelas berisi minuman dawet Gelas
yang terbuat dari bambu lodong yang dihaluskan, dengan
sedikit hiasan dari rotan. Sedikit Rangga menghirup minuman
khas rakyat itu, tetap cukup terasa segar di tenggorokan.
"Tampaknya Raden baru saja menempuh perjalanan jauh,"
kata laki-laki tua penjual dawet itu.
Rangga tidak menjawab, dan hanya tersenyum saja.
"Pasti Raden juga bukan orang sini," tebak penjual itu lagi.
Lagi-lagi Rangga hanya tersenyum saja. Tebakan laki-laki tua
penjual dawet itu memang tepat sekali. Dan Rangga memuji
kejelian mata laki-laki tua ini. Tapi keadaan tubuhnya yang
kotor berdebu, memang membuat siapa saja pasti bisa
menebak kalau dirinya baru saja melakukan perjalanan jauh.
"Kalau boleh Bapak tahu, ke mana tujuannya, den" kembali
laki-laki tua itu bersuara.
"Ke istana itu," sahut Rangga seenaknya.
"Ke istana..."!" laki-laki tua itu nampak terkejut
"Kenapa Bapak terkejut?" tanya Rangga heran juga.
"Tidak apa-apa, Den," sahut laki-laki tua itu buru-buru 'Tapi
untuk apa datang ke istana, Den?"
"Hanya sekedar melihat-lihat saja. Kabarnya Prabu Raketu
orang yang bijaksana, sehingga selalu mengijinkan rakyatnya
untuk bertemu kapan saja," kata Rangga beralasan.
"Memang benar. Den. Tapi itu dulu...," agak terputus nada
suara laki-laki tua itu.
"Lho! Memangnya sekarang sudah berubah?" Rangga tidak
bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Sebenarnya belum berubah sama sekali, Den. Maslh banyak
Juga rakyat yang datang ke sana. Tapi mereka yang datang,
tidak bisa bertatap muka dengan Gusti Prabu lagi, sejak...,"
kembali ucapan laki-laki tua llu terputus.
Rangga menatap dalam-dalam bola mata tua yang cekung
ke dalam itu. Dirasakan ada sesuatu yang tampaknya sangat
dirahasiakan, terutama tentang Prabu Raketu.
"Ah! Tidak baik membicarakan seorang raja Den," kata lakilaki tua itu lagi,
mencoba mengalihkan pembicaraan.
'Sayang sekali. Padahal, jauh-jauh aku datang hanya ingin
bertemu dan melihat saja wajah Prabu Raketu," desah Rangga
memancing. "Percuma saja, Den. Kemarin saja Bapak mencoba masuk.
Tapi ditunggu sampai sore, Gusti Prabu tidak muncul juga.
Malah Gusti Patih Karuni yang menemui dan memberitahukan
kalau Gusti Prabu tidak bisa keluar," jelas laki-laki tua itu.
"Kenapa Prabu Raketu tidak ingin keluar?" tanya Rangga
semakin ingin tahu.
"Entahlah, Den. Tapi menurut cerita yang Bapa dengar, Gusti
Prabu sedang sakit," sahut laki-laki tu itu lagi.
"Sakit...?" gumam Rangga seperti bertanya pada diri sendiri.
Rangga kembali memandangi bangunan istana yang terlihat
sangat megah Itu. Keterangan yang diperoleh dari penjual
dawet ini sangat berharga sekali meskipun tidak lengkap dan
belum tentu kebenarannya. Tapi keterangan dari seorang
rakyat biasa, biasanya bisa dipercaya. Hanya saja yang menjadi
pertanyaan Rangga adalah, apakah memang benar Prabu
Raketu sakit.." Kalau memang benar, lalu untuk apa kedua
anaknya diutus untuk datang ke Karang Setra" Yang lebih
mengherankan, mengapa rombongan utusan khusus itu
diserang orang-orang berpakaian prajurit dari Kerajaan Kedung
Antal ini juga"
Terialu banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam benak
Pendekar Rajawali Sakti itu, namun tak satu pun yang bisa
dijawab. Rangga menyerahkan kembali gelas bambu yang
sudah kosong. Laki-laki tua penjual dawet itu menawarkan lagi,
tapi Rangga menolak. Segera dibayar minuman tadi, kemudian
langsung pergi.
Rangga mengayunkan kakinya mendekati gerbang istana itu.
Sengaja Pendekar Rajawali Sakti datang secara terangterangan, karena ingin
mengetahui tanggapan para prajurit dan
pembesar istana dengan kedatangannya. Pemuda berbaju
rompi putih itu berhenti berjalan setelah sampai di depan pintu
gerbang. Se-orang prajurit penjaga menghampirinya, lalu
memberi salam penghormatan selayaknya seorang prajurit
"Adakah yang bisa kami bantu?" ramah sekali prajurit itu
menyapa.

Pendekar Rajawali Sakti 40 Pemburu Kepala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Boleh hamba bertemu Gusti Prabu?" pinta Rangga juga
sopan. "Sayang sekali, hari Ini Gusti Prabu tidak bisa ditemui," sahut
prajurit itu memberitahu.
"Kenapa?" tanya Rangga.
"Gusti Prabu sedang melaksanakan Semadi Tapa Brata. Jadi,
tidak ada seorang pun yang diijinkan menemuinya, sebelum
semadinya selesai," sopan sekali prajurit itu menjelaskan.
"Ah, sayang sekati,..," desah Rangga seperti menyesali.
'Tapi, bolehkah hamba melihat-lihat ke dalam istana?"
"Maaf, larangan resmi sudah dikeluarkan. Siapa pun tidak
diperbolehkan melihat-lihat istana lagi," kembali prajurit itu
menjelaskan dengan sopan.
"Oh...! Sejak kapan peraturan itu berlaku?" tanya Rangga
tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Dua hari yang lalu. Maaf. Kami hanya menjalankan tugas.
Sebaiknya Kisanak kembali saja ke sini setelah peraturan itu
dicabut" "Baiklah. Terima kasih."
Rangga membalikkan tubuhnya, lalu berjalan meninggalkan
gerbang istana itu. Prajurit yang memberi keterangan dengan
sikap sopan tadi, kembali menempati posnya. Sementara
Rangga terus berjalan semakin jauh.
"Aneh...?" gumam Rangga dalam hati.
Rangga memang merasakan adanya sesuatu keanehan.
Peraturan yang dibuat Patih Karuni, sehari Setelah Pendekar
Rajawali Sakti itu bertarung dengan Ranti dan para prajurit di
tepi danau sebelah Selatan Kerajaan Kedung Antal ini. Rangga
jadi bertanya-tanya, apakah peraturan itu ada hubungannya
dengan pertarungannya dengan Ranti..."
"Aku harus mengetahui keanehan di sini!" berkata Rangga
dalam hati. "Aku merasakan ada ketidakberesan dalam istana
itu. Aku kenal betul Prabu Raketu. Rasanya tidak mungkin dia
membuat peraturan seperti itu, meskipun sedang melakukan
Semadi Tapa Brata atau melakukan Semadi Pati Agni. Kedua
macam semadi itu memang tidak bisa diganggu, bahkan dlkit
gangguan saja akan membatalkan semadinya. Hm.... Patih
Karuni.... Siapa dia?" Rangga bertanya-tanya dalam hati.
Rangga mencoba mengingat-ingat, tapi rasanya memang
nama Patih Karuni belum pernah didengarnya. Hampir seluruh
pembesar Kerajaan Kedung Antal ini dikenalnya, tapi yang
namanya Patih Karuni belum dikenalnya sama sekali. Meskipun
Pendekar Rajawali Sakti Itu belum pernah berjumpa seluruh
pembesar kerajaan, tapi nama-namanya sebagian besar sudah
ia ketahui. "Hm.... Aku harus memulai dari menyelidiki keadaan di
dalam istana itu lebih dahulu," kembali Rangga bicara dengan
dirinya sendiri.
*** Malam sudah begitu larut menyelimuti seluruh permukaan
bumi Kerajaan Kedung Antal. Malam ini benar-benar gelap,
karena tak terlihat bulan atau satu bintang pun menggantung
dilangit. Angin berhembus cukup kencang, menebarkan udara
dingin menggigil-kan. Namun di beberapa sudut kota,
keramaian masih terlihat Terutama pada kedai-kedai minum
dan rumah-rumah penginapan. Pada salah satu kamar
penginapan, terlihat Rangga tengah berdiri di depan jendela!
kamarnya yang dibuka lebar-lebar. Angin yang berhembus
kencang, membuat rambut Pendekar Rajawali Sakti itu meriap
melambai-lambai. Pandangannya lurus tak berkedip mengamati
bangunan istana yang tidak seberapa jauh dari rumah
penginapan ini.
"Hm..., sekarang saatnya," gumam Pendekar Rajawali Sakti
pelan. Slap! Tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti itu melesat keluar dari
kamarnya. Cepat sekali gerakan pemuda berbaju rompi putih
itu. Dalam waktu sebentar saja, Rangga sudah nangkring di
atas atap sebuah rumah Lalu kembali tubuhnya melesat cepat
ke atas atap rumah lainnya lagi.
Rangga berlompatan ringan dan cepat tanpa sedikit pun
menimbulkan suara. Dia hinggap dari satu rumah ke rumah
lainnya, hingga sampai di bagian belakang benteng Istana
Kedung Antal itu. Sebentar diamati sekitarnya, lalu kepalanya
mendongak mengukur tingginya tembok benteng di depannya.
"Hup!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti itu melenting ke udara
dengan gerakan ringan. Manis sekali kakinya hinggap di bagian
atas tembok benteng. Rangga merunduk, menekuk lututnya
hingga sampai menyentuh bagian aras tembok. Sebentar
diamati keadaan dalam benteng Ini.
"Sepi...," gumam Rangga. Kembali Pendekar Rajawali Sakti
itu melesat dan berputaran tiga kali sebelum kedua kakinya
menjejak tanah. Namun sebelum sempat melakukan sesuatu,
tiba-tiba saja sebatang tombak panjang meluncur deras
kearahnya. Sesaat Rangga terkesiap, kemudian cepat-cepat
menarik tubuhnya ke samping sedikit miring. Tombak itu lewat
sedikit di depan dadanya. Rangga langsung menarik tubuhnya
kembali, dan cepat merunduk ketika sebatang tombak lainnya
meluncur deras mengarah ke kepala. Namun belum juga
menarik kepalanya tegak, mendadak saja dari balik pohon dan
tombok bangunan istana, bermunculan prajurit yang bersenjata
tombak dan pedang.
"Huh!" dengus Rangga keras.
Para prajurit yang berjumlah tidak kurang dari dua puluh
orang itu, langsung berlompatan cepat menerjang Pendekar
Rajawali Sakti. Teriakan-teriakan pembangkit semangat
pertempuran terdengar membahana. Tak ada lagi kesempatan
bagi Rangga untuk menghindar dari pertempuran ini. Para
prajurit itu cepat sekali menyerang dari segala penjuru.
Tak ada pilihan lain lagi. Maka Rangga langsung
mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Satu jurus
ampuh dari rangkaian lima jurus rajawali sakti. Cepat sekali
gerakan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti itu. Gerakan
kakinya sungguh lincah nan cepat luar biasa, diimbangi gerakan
tubuh yang meliuk-liuk seraya melontarkan pukulan-pukulan
keras mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Yeaaah! Hiyaaa...!"
"Aaakh...!"
Jeritan-jeritan melengking tinggi terdengar saling sambut
Setiap kali Rangga melontarkan pukulan, satu dua orang
terpental ambruk disertai jeritan panjang melengking tinggi.
Sehingga dalam waktu tidak berapa lama saja, lebih dari
separuh jumlah prajurit itu bergelimpangan sambil merintih
kesakitan. Memang sengaja Rangga tidak memberi pukulan
mematikan dan hanya melumpuhkan perlawanan para prajurit
itu. "Hup! Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Rangga melentingkan tubuhnya udara sambil
berteriak nyaring. Tubuh Pendekar Rajawali Sakti itu
berjumpalitan di udara, lalu melunct deras ke arah atap
bangunan istana Namun belum juga sampai, sebuah bayangan
merah tiba-tiba meluncur deras ke arahnya.
"Uts...!"
Buru-buru Rangga memutar tubuhnya, lalu meluruk cepat ke
bawah. Terjangan bayangan merah lewat di atas kepalanya.
Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti itu menjejakkan
kakinya di tanah bayangan merah itu sudah cepat kembali
menerjai nya. "Hup! Yeaaah...!"
Cepat-cepat Rangga melompat ke samping saml memutar
tubuhnya, sehingga terjangan bayangan merah itu kembali
luput dari sasaran. Rangga segera bersiap dengan kaki
terpentang lebar ketika bayangan merah itu berbalik cepat, dan
langsung meluruk menerjangnya. Sedikit pun Rangga tidak
bergerak. Bahkan begitu bayangan merah itu dekat, dengan
cepat sekali dihentakkan kedua tangannya ke depan disertai
pengerahan tenaga dalam yang sudah mencapai taraf
lesempuraan. "Yeaaah...!"
Hughk! Satu benturan keras tak dapat dihindari lagi. Suara jeritan
pun terdengar menggelegar memecah kesunyian malam itu.
Tampak bayangan merah itu terpental sejauh tiga tombak ke
belakang. Sedangkan Rangga sendiri terdorong enam langkah,
namun keseimbangan tubuhnya cepat-cepat dikuasai. Pendekar
Rajawali Sakti kembali bersiap menerima serangan berikut
Namun bayangan merah yang ternyata seorang perempuan tua
berjubah merah itu hanya berdiri saja dengan pandangan mata
tajam memerah. Sebentar Rangga mengamari perempuan tua berjubah
merah itu. Dia menebak kalau usia perempuan tua itu sudah
mencapai tujuh puluh tahun lebih. Bahkan mungkin sudah lebih
dari delapan puluh tahun, rambutnya yang sudah memutih
seluruhnya, dibiarkan meriap tak teratur hingga hampir
menutupi seluruh tubuhnya. Perempuan tua berjubah merah itu
membawa sebatang tongkat yang tidak beraturan bentuknya.
Namun pada bagian ujung bawah, bentuknya runcing berkilat
seperti emas. "Ada perlu apa kau menyelinap di sini, Pendekar Rajawali
Sakti...?" tanya perempuan tua berjubah merah itu mendesis.
Suaranya terdengar serak kering sekali.
"Aku ingin bertemu sahabatku di sini," sahut Rangga dingin,
tapi juga agak terkejut karena pererj puan tua berjubah merah
itu sudah mengetahui julukannya.
'Tidak ada sahabatmu di sini, Pendekar Rajawali Sakti.
Sebaiknya cepat tinggalkan tempat ini, sebelum tubuhmu
hancur tercincang!" ancam perempuan itu mengusir kasar.
"Hm..., siapa kau sebenarnya" Apakah kau sudah tahu kalau
aku sahabat Prabu Raketu...?" desis Rangga tajam.
"Aku Dewi Merah Penghisap Darah. Aku tidak peduli
meskipun kau sahabat Prabu Raketu. Aku disini bertugas
menjaga keutuhan istana, jadi berhak mengusir siapa saja yang
lancang masuk ke dalam istana tanpa ijin!" jawab perempuan
tua itu tegas. "Hm.,., siapa yang memberimu tugas seperti itu" tanya
Rangga lagi. "Kau terlalu banyak tanya, Pendekar Rajawali Sakti. Lihat
sekelilingmu! Jika masih berkeras kepala aku tidak segan-segan
menjatuhkan tangan kejam kepadamu!" bentak Dewi Merah
Penghisap Darah geram
Rangga mengedarkan pandangannya ke sekiling. Kini di
sekitarnya sudah mengepung puluhan prajurl yang sudah siap
dengan senjata terhunus. Sebenarnya tidak terlalu sulit bagi
Pendekar Rajawali Sakti untuk menggempur para prajurit yang
rata-rata tingkat kepandainnya masih rendah. Tapi dia tidak
ingin melukai satu prajurit pun. Terlebih lagi sampai
menghancurkan istana ini. Tampaknya Rangga memang tidak
punya pilihan lain lagi. Memang terlalu banyak yang harus
dipertimbangkan.
"Baik, aku akan pergi. Tapi aku ingin bertemu Prabu Raketu
dulu," kata Rangga memberi penawaran
"Bedebah! Rupanya kau memang benar-benar keras kepala,
Pendekar Rajawali Sakti. Aku jadi ingin tahu, apakah kepalamu
lebih keras dari batu cadas!" geram Dewi Merah Penghisap
Darah. "Kepalamu juga cukup keras rupanya, Nisanak!" balas
Rangga dingin. "Setan..! Hiyaaat..!"
Dewi Merah Penghisap Darah tidak bisa lagi menahan
kemarahannya. Cepat sekali perempuan tua itu melompat dan
memberikan serangan dahsyat Tongkatnya dikibaskan ke arah
beberapa bagian tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Namun
dengan cepat pula, pemuda berbaju rompi putih itu berkelit
menghindar, langsung diberikannya balasan yang tidak kalah
dahsyatnya. *** 4 Pertarungan antara Pendekar Rajawali Sakti dengan Dewi
Merah Penghisap Darah, tidak bisa dihindarkan lagi. Sementara
di sekitar halaman belakang Istana Kedung Antal, berkeliling
para prajurit yang semakin banyak jumlahnya. Rupanya suara
ribut pertarungan itu membuat seluruh penghuni istana
terbangun, dan tumpah di halaman belakang istana
Mengetahui jumlah prajurit yang semakin banyaki Pendekar
Rajawali Sakti itu jadi cemas juga. Tapi Rangga tidak mungkin
lagi menyelamatkan diri begitu saja. Tak ada yang bisa
dilakukan Rangga selain mengalahkan perempuan tua ini
secepatnya, lalu meloloskan diri dari kepungan para prajurit itu.
Memang akan ada korban dan kerusakan bangunan istana, tapi
hanya itu yang bisa dipikirkan Rangga saat ini. Dan rasanya tak
ada jalan lain lagi yang harus ditempuh.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa!"
Seketika Pendekar Rajawali Sakti itu meningkatkan tempo
permainannya. Dikerahkannya Jurus-jurus dari lima rangkaian
jurus 'Rajawali Sakti' yang dikombinasikan, sehinga
menghasilkan begitu banyak macam jurus yang sangat dahsyat.
Perubahan tempo pertarungan yang dilakukan Pendekar
Rajawali Sakti yang begitu cepat, membuat Dewi Merah
Penghisap Darah itu jadi kelabakan juga. Beberapa kali tubuh
tua itu hampir saja terkena kibasan tangan ataupun pukulan
yang mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi, namun
masih bisa dihindari. Hingga suatu ketika....
"Yeaaah...!"
Sambil berteriak menggelegar, Rangga melontarkan satu
pukulan keras dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' ke arah
kepala Dewi Merah Penghisap Darah. Namun perempuan tua
berjubah merah itu masih dapat menghindar dengan
merundukkan kepalanya sedikit. Dan tanpa diduga sama sekali,
tanpa menarik pukulannya, Rangga cepat mengibaskan kakinya
seraya merubah jurus menjadi 'Rajawali Menukik Menyambar
Mangsa'. Kibasan kaki Pendekar Rajawali Sakti itu diikuti
lesatan rubuhnya yang cepat bagai kilat
"Hiyaaa...!"
Deghk! "Akh...!" Dewi Merah Penghisap Darah terpekik agak
tertahan sedikit.
Perempuan tua berjubah merah itu tidak menyangka kalau
Pendekar Rajawali Sakti akan melakukan serangan yang begitu
cepat dan tidak terduga sama sekali, sehingga tidak sempat lagi


Pendekar Rajawali Sakti 40 Pemburu Kepala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk menghindarinya. Tendangan kaki Pendekar Rajawali
Sakti begitu keras, dan tepat menghantam punggungnya.
Tak dapat dicegah lagi, tubuh perempuan tua berjubah
merah itu terjajar, dan terhuyung-huyung kedepan beberapa
langkah. Dan sebelum keseimbangaan tubuhnya sempat
dikuasai, Rangga sudah kembali menyerang. Dilontarkannya
satu pukulan menggeledek bertenaga dalam sangat tinggi, dan
tepat menghantam dada perempuan tua berjubah merah itu.
"Akh...!" sekali lagi Dewi Merah Penghisap Darah memekik
keras. Pada saat perempuan tua berjubah merah itu terbanting ke
tanah, secepat kilat Rangga melentingkan tubuhnya ke atas.
Manis sekali kakinya hinggap di atasi atap bangunan istana
"Jangan biarkan dia lolos! Serang...! Bunuh keparat itu...!
Kejar...!" teriak Dewi Merah Penghisap Darah sambil menggeliat
bangkit berdiri.
Seketika itu juga, puluhan prajurit yang membawa panah,
langsung melepaskan panah ke arah Pendekar Rajawali Sakti
yang berada di atas atap bangunan istana. Puluhan anak panah
berdesingan di sekitar tubuh Rangga sehingga membuatnya
harus bergelimpangan di atap, menghindari serangan yang
datang bagaikan hujan itu.
Dalam waktu yang bersamaan, beberapa prajurit!
berpangkat tamtama dan punggawa, serta beberapa panglima
sudah berlompatan ke atas atap. Hal ini membuat Rangga jadi
menggeram. Cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat bangkit
berdiri begitu serangan panah tidak terlihat lagi. Lalu dengan
segera dihentakkan kedua tangannya seraya mengerahkan aji
'Bayu Bajra'. "Aji 'Bayu
menggelegar. Bajra'...! Hiyaaa...!"
teriak Rangga keras Pekikan-pekikan keras melengking tinggi, seketika terdengar
begitu tiba-tiba saja bertiup angin badai yang sangat dahsyat.
Mereka yang mencoba berlompatan naik ke atas atap, langsung
berpelantingan jatuh ke bawah. Dan mereka yang masih
berada di bawah, terpental sambil menjerit keras terhempas
hembusan angln topan yang diciptakan Pendekar Rajawali
Sakti. Kesempatan yang baik dan sempit ini, tidak di-sia-siakan
Rangga untuk cepat meninggalkan Istana Kedung Antal.
Secepat ajiannya ditarik, secepat itu pula tubuhnya melesat
pergi bagai kilat Sekejap saja, tubuh pemuda berbaju rompi
putih itu sudah lenyap, menghilang di balik tembok benteng
bangunan istana Ini.
*** Rangga menggeliatkan tubuhnya, menggelinjang bangun
dari pembaringan. Suara ribut-ribut di luar penginapan,
membuatnya terjaga. Seketika Pendekar Rajawali Sakti
melompat mendekati jendela, lalu mengintip ke luar. Tampak
beberapa prajurit dan dua orang punggawa berkuda berada di
depan rumah penginapan ini.
"... Barang siapa yang bisa menyerahkan kepala Pendekar
Rajawali Sakti, Gusti Prabu Raketu akan memberi hadiah yang
besar dan akan diangkat sebagai panglima perang untuk
membawahi seribu angkatan perang prajurit pilihan...!"
"Keparat..!" geram Rangga saat mendengar
pengumuman yang dibacakan salah seorang punggawa.
baris Tentu saja, pengumuman yang dibacakan lantang itu, dapat
terdengar semua orang. Terlebih lagi, punggawa itu terus
membacakan pengumuman sambil gerak mengelilingi seluruh
Kota Kerajaan Kedung Antal ini.
Rangga menyandarkan tubuhnya ke dinding samping jendela
kamar penginapan. Hatinya benar-benar geram mendengar
pengumuman itu. Sudah pasti, pengumuman itu berlaku bagi
semua orang. Dai ini berarti akan menarik perhatian kaum
rimba persilatan yang gemar memburu kepala untuk
mendapatkan hadiah besar serta jabatan tinggi. Para pemburu
kepala akan berkeliaran. Dan yang pasti, mereka akan
memburu kepala Pendekar Rajawali Sakti!
Rangga meraih pedang yang terletak di atas meja lalu
dikenakannya di punggung Setelah merapikan diri, kakinya
melangkah keluar dari kamar penginapannya. Pendekar
Rajawali Sakti terus berjalan cepat menemui pemilik
penginapan yang selalu ada di bagian depan rumah penginapan
ini. Setelah membayar sewa kamarnya. Pendekar Rajawali Sakti
itu berjalan cepat meninggalkan rumah penginapan itu.
Sengaja Rangga memutar, mengambil jalan leway belakang,
kemudian mengerahkan ilmu lari cepat menuju ke dalam hutan
yang membatasi Kota Kerajaan Kedung Antal ini dengan
Gunung Anjar. Sempurna sekali ilmu lari cepat yang dimiliki
Pendekar Rajawali Sakti, sehingga dalam waktu sebentar saja
sudah sampai di tepi hutan.
Rangga menghentikan larinya setelah sampai di tepi sungai
kecil yang membatasi hutan dengan kota-raja Sebentar
diedarkan pandangannya ke sekeliling. Terdengar gumamam
kecil disertai dengusan napas berat agak tertahan.
Pendengarannya yang tajam, langsung dapat mendengar
tarikan beberapa napas di sekitarnya.
"Hiyaaa...!
"Yeaaah...!"
Belum juga Pendekar Rajawali Sakti itu sempat berpikir jauh,
tiba-tiba saja bermunculan orang-orang bersenjata golok
terhunus. Mereka berlompatan sambil berteriak-teriak
mengacungkan goloknya. Kembali Rangga mendengus berat,
lalu cepat-cepat menggeser kakinya ke kiri seraya memiringkan
tubuh, menghindari tebasan sebuah golok.
"Hih...!"
Cepat sekali tangan Rangga mengibas, dan langsung
mendarat di perut penyerangnya. Orang itu mengeluh pendek,
dan tubuhnya terbungkuk. Dan sebelum disadari apa yang
terjadi, kembali satu pukulan keras mendarat di wajahnya.
Des! "Akh...!"
Orang itu terpental jauh ke belakang. Keras sekali tubuhnya
menghantam tanah. Seketika darah mengucur deras dari
rongga mulutnya. Hanya sebentar orang itu mampu berkutik,
kemudian tidak bergerak-gerak lagi. Kali ini Rangga memang
benar-benar tidak memberi ampun lagi. Pendekar Rajawali
Sakti tahu kalau mereka adalah pemburu kepala yang tentu
sudah mendengar pengumuman dari punggawa kerajaan tadi.
Herannya, pengumuman itu cepat sekali tersebar Padahal
belum ada satu hari, tapi sekarang sudah ada enam orang
bersenjata golok yang berusaha ingin memenggal kepalanya.
"Hiya! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga cepat memutar
tubuhnya, dan langsung melenting ke angkasa. Kemudian
dengan kecepatan kilat, Pendekar Rajawali Sakti meluruk deras
sambil menggerakkan kakinya disertai kibasan tangan. Saat itu
Rangga mengeluarkan gabungan dari jurus 'Rajawali Menukik
Menyambar Mangsa' dan jurus 'Sayap Rajawali Membelah
Mega*. Hebat dan luar biasa sekali gabungan dua jurus yang
memang sudah luar biasa dahsyatnya itu. Mereka yang
mengeroyok Pendekar Rajawali Sakti, tidak bisa berbuat apaapa. Jeritan-jeritan
melengking tinggi seketika terdengar
menyayat saling susul. Kemudian tubuh-tubuh tak beryawa lagi
langsung bergelimpangan di tanah. Hanya dalam satu gebrakan
saja, Pendekar Rajawali Sakti itu berhasil membuat enam orang
pengeroyoknya tak mampu berkutik lagi.
"Hhh...!" Rangga menghembuskan napas panjang
Enam orang itu memang bukan lawan tanding pendekar
muda berbaju rompi putih itu. Mereka ternyataa hanyalah para
begal jalanan yang mencoba mencari keberuntungan dengan
memburu hadiah yang dijanjikan pihak kerajaan. Hal seperti
inilah yang sangat disesalkan Rangga. Pengumuman
pemburuan kepala ini akan menimbulkan banyak masalah,
terutama jatuhnya korban yang sia-sia.
"Aku tidak percaya kalau Prabu Raketu mengeluarkan
pengumuman itu...," desah Rangga dalam hati.
*** Pengumuman yang dikeluarkan Istana Kerajaan Kedung
Antal, sangat menarik perhatian pemburu kelola dari kaum
rimba persilatan. Dalam waktu beberapa hari saja, di setiap
pelosok kerajaan itu terlihat tokoh rimba persilatan berkeliaran.
Mereka bukan saja memburu kepala Pendekar Rajawali Sakti
untuk mendapatkan hadiah besar dan pangkat tinggi, tapi juga
membuat keonaran dengan merampok, saling bertarung
menyabung nyawa, dan menyakitkan rakyat.
Keadaan di Kerajaan Kedung Antal seketika berubah total.
Suasana yang biasanya nyaman dan damai, kini berubah jadi
hangat diwarnai tumpahan darah "etiap saat. Rakyat pun jadi
menderita. Mereka tidak lagi merasa tenang, meskipun berada
di dalam rumahnya sediri. Namun keadaan seperti ini,
tampaknya didiamkan saja oleh pihak istana. Bahkan tak ada
seorang prajurit pun yang mencoba mengatasi. Para pembesar
istana seperti tidak mau tahu. Bahkan sepertinya mendukung
agar suasana kerajaan semakin bertambah parah.
Keadaan yang semakin tidak menentu itu membuat tokohtokoh beraliran putih
semakin diliputi kekhawatiran. Kecemasan
mereka memang beralasan, Karena kalau tidak segera diatasi,
golongan hitam rimba persilatan akan semakin menjadi-jadi.
Tidak sedikit para pendekar yang mencoba menghentikan, tapi
ternyata tidak mampu menghadapi begitu banyak kaum rimba
persilatan yang rata-rata memiliki kemampuan cukup tinggi.
Terlebih lagi, kalangan istana tak ada yang mendukung
tindakan para pendekar. Hal seperti ini juga menjadikan
Rangga sangat khawatir akan nasib Kerajaan Kedung Antal.
Sedangkan dirinya sendiri semakin sukar mendekati istana itu.
"Khraghk...!"
"Tidak ada jalan masuk ke istana itu, Rajawali" kata Rangga
yang saat itu berada di punggung Rajawali Putih.
Rangga mencoba masuk ke dalam lingkungan Istana Kedung
Antal dengan menunggang burung rajawali raksasa. Tapi
hatinya benar-benar kecewa karena istana itu dijaga ketat. Tak
ada sedikit pun peluang untuk masuk ke sana. Sementara
Rajawali Putih terus berputar-putar di atas bangunan istana itu
dengan menjaga jarak ketinggian terbangnya
"Kau lihat sebelah Selatan sana, Rajawali?" Rangga
menunjuk ke arah Selatan dari Kota Kerajaan Kedung Antal ini.
"Khraghk...!"
"Coba kita lihat ke sana," ajak Rangga. Rajawali raksasa itu
tidak membantah, dan segera meluruk ke arah yang ditunjuk
Pendekar Rajawali Sakti. Di Kaki Gunung Anjar sebelah Selatan,
terlihat debu mengepul membumbung tinggi ke angkasa.
Kepulan debu itu sangat menarik perhatian Rangga. Seketika
diurungkan niatnya untuk menembus masuk ke dalam
lingkungan Istana Kerajaan Kedung Antal.
"Cepat turun, Rajawali. Aku akan melompat begitu dekat!"
seru Rangga. Jelas sekali terlihat, kalau kepulan debu itu akibat
pertarungan beberapa orang yang begitu sengit. Rajawali Putih
menuruti permintaan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga
langsung menukik deras ke arah pertarungan di Kaki Gunung
Anjar itu. Cepat sekali burung raksasa itu menukik, sehingga
sebentar saja sudah begitu dekat. Maka, saat itu Rangga
melompat turun dari punggung Rajawali Putih.
"Hiyaaa...!"
Rajawali Putih kembali melambung tinggi ke angkasa, begitu
Rangga menjejakkan kakinya di tanah, tidak jauh dari tempat
pertarungan. Dan Pendekar Rajawali Sakti terkejut sekali,
karena orang-orang yang bertarung itu adalah Raden Nadara
bersama para prajurit setia dua orang panglima dan dua orang
patih. Mereka bertarung
persilatan. sengit melawan orang-orang rimba Tanpa berpikir panjang lagi, Pendekar Rajawali Sakti
langsung melompat terjun ke dalam kancah pertempuran. Dua
kali dilontarkan pukulan bertenaga dalam tinggi, maka dua
orang langsung tergeletak roboh tak bernyawa lagi dengan
kepala pecah. Rangga terus melancarkan pukulan-pukulan
beruntun disertai pengerahan tenaga dalam tinggi
"Rangga...," desis Raden Nadara begitu melihat Pendekar
Rajawali Sakti mengamuk membantunya.
Raden Nadara langsung melompat cepat mendekati Rangga
sambil mengibaskan pedangnya beberapa kali. Terdengar
jeritan melengking saling susul disertai ambruknya beberapa
orang yang berlumuran darah terkena sabetan pedang Raden
Nadara. Pemuda itu berhasil mendekati Rangga yang baru saja
menjatuhkan tiga orang sekaligus.
"Apa yang terjadi, Raden?" tanya Rangga langsung sebelum
Raden Nadara membuka suara.
"Aku tidak tahu, tiba-tiba saja mereka menyerang," sahut
Raden Nadara. Mereka terus bergerak cepat menghajar lawan-lawannya.
"Mundur...!" tiba-tiba terdengar teriakan memerintah.
Seketika itu juga, orang-orang yang menyerang pasukan
Raden Nadara berlompatan mundur. Sebentar saja mereka
sudah menghilang di dalam hutan. Saat itu juga pertarungan
terhenti. Hanya tinggal sekitar sembilan prajurit ditambah dua
orang panglima dan dua orang patih yang masih hidup.
"Untung kau cepat datang, Rangga," ujar Raden Nadara.
"Kebetulan aku lewat di sini," sahut Rangga seraya
mengedarkan pandangannya berkeliling.
Cukup banyak juga yang tewas. Pendekar Rajawali Sakti itu
memandangi sembilan prajurit yang masih hidup serta dua
orang panglima dan dua orang patih. Mereka kelihatan begitu
lelah. Pandangan Pendekar Rajawali Sakti itu beralih pada
Raden Nadara.. "Aku tidak melihat adikmu. Raden. Di mana dia?" tanya
Rangga jadi teringat Ranti.


Pendekar Rajawali Sakti 40 Pemburu Kepala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ranti tinggal di Istana Karang Setra. Katanya dia. saja yang
menunggu Prabu Karang Setra," jelas Raden Nadara. "Katanya,
Prabu Rangga sedang bepergian saat ini."
"Lalu, untuk apa kau kembali ke sini?" tanya Rangga lagi.
"Inilah yang membuatku sedih, Rangga. Aku tidak
menyangka akan seperti ini jadinya," ada nada sedikit keluhan
pada suara Raden Nadara.
"Sudah tiga kali ini kami diserang," celetuk salah seorang
patih yang sudah berada dekat mereka. Patih itu mengenakan
baju warna biru, dan namanya Patih Argabaya.
"Benar," sambung Panglima Kitin yang memegang sepasang
tombak pendek. "Padahal kami tidak tahu apa maksud penyerangan mereka.
Mereka hanya menanyakan Pendekar Rajawali Sakti. Dan
katanya, pendekar itu akan di penggal kepalanya atas perintah
Gusti Prabu Raketu," sambung Patih Kolana yang memakai baju
putih ketat Rangga hanya diam saja mendengarkan keluhan-keluhan itu.
Hatinya benar-benar geram, namun jadi prihatin juga. Memang
sudah diduga, akibat pengumuman itu akan terjadi
pertumpahan darah secara brutal. Para pemburu kepala itu
tidak akan membeda-bedakan lagi antara kawan dan lawan.
Mereka akan menyerang siapa saja jika mendengar keterangan
kalau seseorang pernah berhubungan dengan Pendekar
Rajawali Sakti.
*** 5 Atas saran Rangga, sisa prajurit ditambah dua orang patih,
dan dua orang penglima, menunggu saja di Lereng Gunung
Suling Emas Dan Naga Siluman 26 Pendekar Bayangan Sukma 1 Pedang Pusaka Dewa Matahari Pohon Kramat 8

Cari Blog Ini