Ceritasilat Novel Online

Kembang Bukit Lontar 2

Pendekar Rajawali Sakti 70 Kembang Bukit Lontar Bagian 2


biadab si Kumbang Bukit Lontar. Aku Percaya, kau pasti
sudah tahu banyak tentang peristiwa yang sedang terjadi di
sini. Dan aku juga percaya, kau sudi membantu
menghentikan semua ini," kata Ki Rampik lagi.
Nada suara Ki Rampik jelas sangat berharap kalau
Rangga bersedia menyelesaikan persoalan berdarah ini.
Sedangkan Rangga hanya diam saja. Sebenarnya Pendekar
Rajawali Sakti juga sedang berusaha. Dan tanpa diminta
pun, pasti akan menghentikan perbuatan keji si Kumbang
Bukit Lontar itu. Terlebih lagi sekarang ini dia tahu, bukan
si Kumbang Bukit Lontar saja yang ada. Ternyata, juga ada
satu orang lagi menjuluki dirinya sebagai Iblis Pencabut
Nyawa dari Bukit Lontar. Dan orang itu juga mengaku
kalau si Kumbang Bukit Lontar adalah muridnya.
Hanya saja, sampai saat ini Rangga belum mengatakan
hal itu pada siapa pun juga. Memang, Pendekar Rajawali
Sakti tidak mau mengatakannya. Pendekar Rajawali Sakti
merasa kalau perkenalannya dengan Ki Rampik akan
membawa Petunjuk untuk bisa menemukan si Kumbang
Bukit Lontar dan Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar
itu. Namun, dalam hatinya masih tetap ada keraguan. Dan
Rangga sendiri masih belum yakin akan keraguannya itu.
"Keinginanmu itu akan kupenuhi, Ki. Tapi aku Juga
mengharapkan dukungan sepenuhnya dari seluruh penduduk desa ini. Terutama sekali, dari orang-orang yang
kau percayai," kata Rangga menjawab permintaan Ki
Rampik. "Oh, terima kasih.... . Terima kasih, Anak Muda. Aku
pasti akan mendukungmu sepenuhnya. Dan seluruh
Penduduk desa ini akan berada di belakangmu," sambut Ki
Rampik gembira "Dan kuminta, mulai malam nanti diadakan perondaan
untuk memperkecil ruang gerak si Kumbang Bukit Lontar.
Kalau terjadi sesuatu, bisa cepat diketahui. Bahkan
kemungkinan bisa menggagalkan setiap sepak terjangnya,"
kata Rangga lagi.
"Aku akan meronda setiap malam," selak Goradi begitu
bersemangat. Rangga tersenyum melihat Goradi begitu bersemangat
ingin meringkus si Kumbang Bukit Lontar itu. Meskipun
baru kali ini mengenalnya, tapi Rangga sudah tahu kalau
Goradi mencintai Suryani. Dan sudah barang tentu, ada api
dendam bersemayam di dalam dada pemuda itu. Karena,
kekasihnya hampir saja menjadi korban nafsu iblis si
Kumbang Bukit Lontar.
"Aku akan mengatur Pembagiannya, " kata Ki Rampik
langsung menyetujui saran Pendekar Rajawali Sakti
*** Malam ini, memang tidak seperti malam-malam
sebelumnya di Desa Haruling. Di setiap sudut dan tempattempat yang dianggap rawan, terlihat beberapa orang
berjaga-jaga. Mereka berkelompok, dan sedikitnya tiga
orang. Bahkan di setiap halaman rumah terpancang obor,
membuat keadaan desa ini jadi terang benderang. Begitu
semarak, seperti akan mengadakan pesta saja. Namun, tetap
saja keadaannya begitu sunyi dan mencekam.
Sementara itu, Rangga dan Pandan Wangi berkuda
mengelilingi desa ini. Semua penduduk Desa Haruling
sudah mengenalnya, karena Ki Rampik memang sudah
memperkenalkan siang tadi. Sementara malam terus
merambat semakin larut. Tapi belum ada tanda-tanda kalau
si Kumbang Bukit Lontar akan muncul malam ini. Atau
mungkin juga tidak akan muncul, karena penjagaan di desa
ini begitu ketat.
Malah keadaannya sama sekali lain daripada malammalam sebelumnya. Desa yang biasanya selalu gelap di
malam hari, kini tampak terang benderang oleh obor yang
terpancang di mana-mana.
"Aku melihat pandanganmu begitu aneh pada Paman
Walung siang tadi, Kakang," tebak Pandan Wangi
memecah kebisuan yang terjadi di antara mereka berdua.
Rangga hanya tersenyum saja.
"Aku tahu, kau mencurigainya. Karena, Ki Rampik
mengatakan Paman Walung pergi ke Desa Lontar," kata
Pandan Wangi lagi.
"Pandanganmu sungguh tajam, Pandan," puji Rangga
mengakui. "Terus terang, bukan hanya kau saja yang curiga,
Kakang. Tapi aku juga," kata Pandan Wangi lagi,
mengungkapkan kata hatinya.
"Hm.... Dari mana kau bisa menaruh kecurigaan?" tanya
Rangga ingin tahu.
"Waktu yang diperlukannya untuk ke Desa Lontar dari
sini, paling tidak tiga hari kalau menunggang kuda Kakang.
Tapi kelihatannya begitu dekat. Seharusnya, kau bertemu
dia di sana. Tapi nyatanya, kau tidak bertemu dengannya.
Padahal Paman Walung mengatakan kalau dua hari berada
di sana," Pandan Wangi membeberkan pandangannya.
"Kau benar, Pandan. Kalaupun dia pergi ke sana, tidak
mungkin bisa berada kembali di sini hari ini Paling tidak,
besok baru sampai," sambut Rangga.
"Itu artinya, Paman Walung tidak pergi ke Desa Lontar,
Kakang," kata Pandan Wangi lagi.
"Aku hanya tahu sedikit tentang dirinya dari Ki Arung.
Dia juga berasal dari desa mi. Tapi, tak ada seorang pun
yang tahu kehidupannya Semua orang hanya tahu dia
mengembara, dan belum lama kembali ke sini," kata
Rangga perlahan," seperti menggumam.
"Kau punya...."
"Ssst. . . ! "
Pandan Wangi langsung terdiam. Dan mereka menghentikan langkah kaki kudanya. Gadis yang berjuluk
si Kipas Maut itu jadi kebingungan melihat Rangga
menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan belum juga
keheranannya hilang, tiba-tiba saja....
"Hup...!"
Begitu cepat sekali Rangga melenting ke udara, lalu
seketika itu juga lenyap dari pandangan mata.
Lesatannya begitu cepat bagai kilat ke arah Selatan Desa
HaruIing. "Ada apa ini...?" Pandan Wangi jadi bertanya-tanya
sendiri. Sungguh Pandan Wangi sama sekali tidak mendengar
suara apa pun juga. Apalagi melihat sesuatu yang
mencurigakan. Tapi, kenapa Rangga tiba-tiba melesat pergi
begitu cepat, seperti mengejar sesuatu. Pandan Wangi yang
sudah mengenal betul Rangga yang bergelar Pendekar
Rajawali Sakti, tidak ingin berpikir panjang lagi. Cepat
kudanya digebah ke arah Selatan, sambil menuntun tali
kekang kuda hitam bernama Dewa Bayu. Kuda itu memang
tunggangan Pendekar Rajawali Sakti, selain burung rajawali
raksasa. "Hiya! Hiya! Hiyaaa. ..!"
Pandan Wangi menggebah kudanya begitu cepat tidak
dipedulikan kalau sekarang adalah malam hari. Dan dia
terus memacu kudanya menuju ke arah Selatan. Memang,
gadis itu sempat melihat Rangga yang melesat begitu cepat
ke arah Selatan. Tapi sampai jauh ini, belum juga bisa
terlihat apa pun. Apalagi, melihat bayangan tubuh
Pendekar Rajawali Sakti.
Namun gadis yang berjuluk Si Kipas Maut itu terus
menggebah kudanya dengan kecepatan tinggi, diikuti kuda
hitam Dewa Bayu yang berlari mengimbangi di samping
kanan. *** Sementara itu, Pendekar Rajawali Sakti terus berlompatan dari satu pohon ke pohon lainnya Ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya memang sudah
mencapai tingkat sempurna. Sehingga dia tidak mengalami
kesulitan sedikit pun Kemudian tubuhnya kembali melesat
begitu ringan bagai kapas tertiup angin.
"Hup! Berhenti...!"
Jlegk! "Heh..."!"
Begitu ringan Rangga meluruk turun. Dan tahu-tahu
Pendekar Rajawali Sakti sudah menjejakkan kakinya di
tanah. Hal ini membuat pemuda yang tengah berlari
kencang jadi terkejut setengah mati.
Cepat-cepat larinya dihentikan, karena. tahu-tahu di
depannya sudah berdiri menghadang seorang pemuda yang
sebaya dengannya. Bajunya rompi berwarna putih, dengan
sebuah pedang bergagang kepala burung bertengger di
punggungnya. "Hiyaaa. .. !"
Tiba-tiba saja pemuda berbaju biru itu mengebutkan
tangan kirinya ke depan. Dan seketika itu juga dari balik
lipatan lengan bajunya yang cukup longgar meluncur
beberapa buah benda kecil berwarna kuning keemasan.
"Hup!"
Cepat sekali Rangga melenting ke udara. Dan pada saat
itu, pemuda berbaju biru ini berbalik cepat hendak lari. Tapi
tanpa diduga sama sekali, Rangga sudah kembali
menghadangnya. Dan hal ini membuat pemuda itu jadi
terhenyak setengah mati.
"Tinggalkan gadis itu di sini!" desis Rangga, begitu tinggi
nada suaranya. "Phuih! Keparat...!" geram pemuda itu.
Memang, di pundak kanan pemuda itu terpanggul
seorang gadis bertubuh ramping yang tampaknya tidak
sadarkan diri. Dalam keremangan cahaya bulan yang baru
muncul malam ini, Rangga bisa melihat ketampanan wajah
pemuda itu. Dan tubuhnya juga kekar. Otot-ototnya
bersembulan, menampilkan kejantanannya. Walaupun baru
kali ini melihat wajahnya, tapi Rangga sudah merasa pasti
kalau pemuda yang sebaya dengannya ini adalah si
Kumbang Buktt Lontar. Sosok manusia yang sudah
menggemparkan dan membuat resah seluruh penduduk
Desa Haruling. "Kau bisa saja lolos dari penjagaan penduduk. Tapi, kau
tidak bisa lolos dari pengamatanku, Kumbang Bukit
Lontar," desis Rangga, dingin sekali nada suaranya.
Sambil mendengus berang, si Kumbang Bukit Lontar
menurunkan gadis yang berada di atas pundaknya.
Kemudian, kakinya bergeser beberapa langkah ke samping.
Sehingga, jadi berjarak sekitar satu batang tombak dari
gadis yang kini tergolek di tanah berumput dalam keadaan
tidak sadarkan diri.
"Orang lain boleh mati berdiri mendengar julukan
Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, aku tidak akan gentar
menghadapimu. Justru kau yang akan menyesal telah
mencampuri urusanku!" desis si Kumbang Bukit Lontar
dingin menggetarkan.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya Rangga.
"Hhh! Kau tidak perlu tahu siapa aku, Rangga," sahut si
Kumbang Bukit Lontar dingin.
"Kenapa kau membantai gadis-gadis desa ini?" tanya
Rangga lagi, tidak peduli mendapat jawaban bernada ketus.
"Mereka harus menanggung dari semua perbuatannya!
Gadis-gadis sombong ini sudah sepantasnya menerima
ganjaran!" sentak si Kumbang Bukit Lontar berang.
"Kau pernah dikecewakan gadis Desa Haruling...?" tanya
Rangga lagi. "Jangan banyak tanya, Setan! Hiyaaa...!"
"Hap!"
*** 6 Rangga cepat-cepat menarik tubuhnya ke kanan ketika
tiba-tiba saja, si Kumbang Bukit Lontar melompat sambil
melepaskan satu pukulan keras sekali, sertai pengerahan
tenaga dalam tinggi. Pendekar Rajawali Sakti bergegas
menarik kakinya ke belakang, begitu serangan yang
dilancarkan si Kumbang Bukit Lontar berhasil dihindari.
Tapi belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa
menyempurnakan keseimbangan tubuhnya kembali, si
Kumbang Bukit Lontar sudah kembali menyerang, dengan
melepaskan satu tendangan berputar mengarah ke dada.
"Hait...!"
Rangga cepat menarik tubuhnya ke belakang, hingga
tendangan itu berhasil dihindari. Dan pada saat si Kumbang
Bukit Lontar belum bisa menarik kembali kakinya. Rangga
sudah memberi satu serangan balasan. Cepat sekali
Pendekar Rajawali Sakti melepaskan satu pukulan dari
jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Hap...! "
Namun tanpa diduga sama sekali si Kumbang Bukit
Lontar mampu melenting ke udara, walaupun hanya
berpijak pada satu kaki. Sehingga, pukulan balasan yang
dilancarkan Rangga tidak mengenai sasaran. Dan pukulan
itu hanya menghantam sebatang pohon yang cukup besar
ukurannya. Akibatnya, pohon itu
seketika hancur berkeping-keping terkena pukulan dahsyat dari jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang dilepaskan Rangga
tadi.

Pendekar Rajawali Sakti 70 Kembang Bukit Lontar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, si Kumbang Bukit
Lontar melepaskan satu tendangan menggeledek dalam
keadaan masih melayang di udara. Tendangan kaki kanan
itu mengarah lurus ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts...!"
Hanya sedikit saja merundukkan kepala, Rangga berhasil
menghindari tendangan keras bertenaga dalam tinggi itu.
Bergegas kakinya ditarik ke belakang beberapa langkah.
Sementara itu, si Kumbang Bukit Lontar sudah kembali
menjejakkan kakinya manis sekali di tanah. Kini, mereka
berdiri, berjarak sekitar setengah batang tombak, saling
berpandangan begitu tajam. Seakan-akan mereka tengah
mengukur tingkat kepandaian masing-masing yang dimiliki.
Sret! Cring... ! Kumbang Bukit Lontar segera mencabut pedangnya
yang tergantung di pinggang. Pedangnya dimain-mainkan
dengan gerakan-gerakan indah sekali. Tatapan matanya
masih begitu tajam, menyorot langsung ke bola mata
Pendekar Rajawali Sakti. Sementara, Rangga sendiri masih
tetap belum mengeluarkan senjatanya. Tampak ketika
Kumbang Bukit Lontar mengebutkan pedangnya ke depan,
dari ujung pedang itu mengepulkan asap tipis agak
kekuning-kuningan.
"Hm...," gumam Rangga perlahan. "Hep...!"
Pendekar Rajawali Sakti langsung tahu kalau asap tipis
kekuningan itu mengandung racun dahsyat sekali.
Meskipun dirinya kebal terhadap segala jenis racun yang
ada di dunia ini, tapi tetap saja Pendekar Rajawali Sakti
segera memindahkan pusat pernapasannya ke perut.
Seluruh aliran jalan darahnya ditutup, dan langsung
dipusatkan pada satu jalan darah yang tidak bisa dilalui
racun apa pun juga.
"Hiyaaa...!"
Bagaikan kilat, si Kumbang Bukit Lontar melompat
menyerang sambil mengebutkan pedangnya beberapa kali.
Asap berwarna kuning yang keluar dan ujung pedangnya
terlihat semakin banyak saja. Asap itu meliuk-liuk
mengikuti setiap gerakan pedang di tangan pemuda berbaju
biru itu. "Hup! Yeaaah...!"
Cepat Rangga mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah
Ajaib', untuk mengimbangi serangan-serangan yang
dilancarkan si Kumbang Bukit Lontar. Bukan hanya pedang
saja yang berkelebatan di sekitar tubuhnya, tapi asap
kekuningan yang mengandung racun dahsyat menyelubungi
seluruh tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Namun sampai
beberapa lama pertarungan itu berlangsung, belum juga ada
tanda-tanda kalau Rangga terpengaruh asap beracun yang
keluar dari ujung pedang itu
"Edan...! Dia tidak terpengaruh Racun Kuning dari
pedangku...!" dengus si Kumbang Bukit Lontar.
Si Kumbang Bukit Lontar bukan hanya geram melihat
Pendekar Rajawali Sakti tidak terpengaruh sedikit pun oleh
asap Racun Kuning yang keluar dari ujung pedangnya.
Tapi, dia juga jadi penasaran setengah mati. Jurus-jurus
tingkat tinggi yang begitu dahsyat telah dikeluarkan untuk
mendesak Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, gerakan-gerakan
tubuh Rangga memang begitu halus, dan sukar diduga
arahnya. Sehingga, tak satu pun serangan si Kumbang Bukit
Lontar yang mengenai sasaran. Bahkan beberapa kali si
Kumbang Bukit Lontar dibuat kelabakan, setiap kali
Rangga melakukan serangan balasan dari jurus-jurusnya
yang begitu dahsyat. Beberapa kali pula Pendekar Rajawali
Sakti berhasil menyarangkan pukulannya ke tubuh si
Kumbang Bukit Lontar. Dan itu semakin membuat tokoh
bejat itu bertambah berang. Serangan-serangannya semakin
diperhebat Asap berwarna kuning yang keluar dari ujung
pedangnya pun semakin tebal saja menggumpal.
"Hiyaaa..."
Tiba-tiba saja Rangga berteriak keras menggelegar. Dan
seketika itu juga, tubuhnya melenting tinggi ke udara. Lalu,
dia meluruk deras dengan kedua kaki bergerak begitu cepat,
sehingga sukar sekali diikuti pandangan mata biasa. Jurus
'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' yang dikerahkan
pemuda berbaju rompi putih itu memang sangat dahsyat
luar biasa. Akibatnya, si Kumbang Bukit Lontar jadi
kelabakan setengah mati.
"Hup! Yeaaah... !"
Cepat-cepat si Kumbang Bukit Lontar melompat ke
belakang sambil cepat memutar pedangnya di atas kepala.
Namun tanpa diduga sama sekali, Rangga membalikkan
tubuhnya, sehingga kepalanya berada di bawah. Sedangkan
kakinya menjulur lurus ke atas. Pada saat itu juga, bagaikan
kilat Pendekar Rajawali Sakti melepaskan satu pukulan
menyilang, disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Yeaaah...!"
"Hait...!"
Kumbang Bukit Lontar jadi terkejut setengah mati.
Cepat-cepat pedangnya ditebaskan ke depan dada, mencoba
menggagalkan serangan yang dilakukan Pendekar Rajawali
Sakti. rapi, kembali pemuda berbaju rompi putih itu
melakukan satu gerakan yang begitu cepat dan sulit.
"Hap!"
Sambil memutar tubuhnya ke belakang, Rangga
mencabut Pedang Rajawali Sakti yang sejak tadi tersampir
di punggung. Dan secepat itu pula, pedangnya ditebaskan
ke arah dada si Kumbang Bukit Lontar. Pedang yang
memancarkan cahaya biru terang menyilaukan itu
membuat si Kumbang Bukit Lontar jadi terperangah
setengah mati. "Hiyaaa...!"
"Hap! Yeaaah...!"
Cepat-cepat si Kumbang Bukit Lontar mengebut kan
pedangnya ke depan dada. Sehingga....
Trang! Satu benturan keras dari dua senjata yang memiliki
pamor dahsyat memang tidak dapat dihindari lagi.
Percikkan bunga api memijar ke segala arah, dari dua
pedang yang beradu keras di depan dada si Kumbang Bukit
Lontar itu. Namun....
"Heh... !"
Kedua bola mata si Kumbang Bukit Lontar jadi terbeliak
lebar. Buru-buru tubuhnya melenting ke belakang sejauh
dua batang tombak, lalu manis sekali kakinya menjejak
tanah. Hampir tidak bisa dipercaya dengan apa yang
dilihatnya. Pedang yang selama ini dibanggakan kini
gompal akibat benturan keras dengan pedang Pendekar
Rajawali Sakti yang memancarkan cahaya biru terang
berkilau, dan menyilaukan mata.
Berganti-ganti si Kumbang Bukit Lontar memandangi
pedangnya yang gompal dan Rangga yang berdiri tegak
dengan pedang tersilang di depan dada. Sungguh hampir
tidak dipercaya dengan apa yang terjadi. Pedang
kebanggaannya ternyata bisa jadi gompal terbentur pedang
Pendekar Rajawali Sakti!
*** "Sebaiknya
kau menyerah saja, Kumbang. Pertanggungjawabkan semua perbuatan terkutukmu " desis
Rangga tegas, namun nada suaranya terdengar begitu
dingin. "Phuih! Jangan besar kepala dulu kau! Aku belum
kalah...!" dengus si Kumbang Bukit Lontar, mengqeram
berang. "Jangan memaksaku untuk bertindak lebih jauh,
Kumbang. Sebaiknya menyerah saja," Rangga masih
mencoba membujuk.
"Setan...! Mampus kau! Hiyaaa. .. !"
Bagaikan kilat, tangan kiri si Kumbang Bukit Lontar
mengibas ke depan. Seketika itu juga dari balik lipatan
lengan bajunya meluncur beberapa buah benda berwarna
kuning keemasan yang berbentuk seperti paku. Bendabenda berukuran kecil itu langsung meluruk deras ke arah
Rangga yang berdiri sekitar tiga batang tombak jauhnya di
depan si Kumbang Bukit Lontar.
"Hap! Yeaaah...!"
Bet! Wuk! Tanpa menggeser kakinya sedikit pun juga, Rangga cepat
sekali mengebutkan pedangnya untuk menyampok pakupaku emas yang dilepaskan si Kumbang Bukit Lontar. Tak
ada satu pun senjata rahasia itu yang mengenai tubuh
Pendekar Rajawali Sakti.
"Keparat...!" geram si Kumbang Bukit Lontar. Seluruh
tubuh si Kumbang Bukit Lontar jadi menggeletar. Bahkan
wajahnya memerah bagai terbakar, melihat kenyataan itu.
Senjata rahasianya semuanya rontok tertebas pedang yang
memancarkan sinar biru terang berkilauan itu.
"Kubunuh kau, Rajawali Keparat! Hiyaaaa..!"
Sambil berteriak lantang menggelegar, Kumbang Bukit
Lontar melompat cepat bagai kilat menyerang Pendekar
Rajawali Sakti. Pedangnya berkelebatan begitu cepat,
sehingga asap kuning beracun yang keluar dari ujung
pedang itu menggumpal pekat. Sehingga seluruh udara di
tempat itu dipenuhi racun yang sangat mematikan.
"Hiyaaa...!"
Rangga juga tidak mau tanggung-tanggung lagi.
Kesempatan sudah diberikan pada si Kumbang Bukit
Lontar. Tapi, pemuda berbaju biru itu malah kembali
menyerangnya dengan jurus dahsyat Hal ini membuat
Rangga terpaksa harus mengeluarkan jurus 'Pedang
Pemecah Sukma'. Satu jurus andalan yang sangat dahsyat
dan jarang sekali digunakan- Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Trang! Kumbang Bukit Lontar tidak peduli lagi. Meskipun
setiap kali tangannya jadi bergetar bila pedangnya
membentur pedang Pendekar Rajawali Sakti, tapi dia terus
saja melancarkan serangan-serangan dahsyat
sekali. Padahal, getaran pada tangannya bagai disengat kala
berbisa. "Uh...!"
Tapi tiba-tiba saja si Kumbang Bukit Lontar jadi
mengeluh, dan menggeleng-ge1engkan kepala. Tidak
disadarinya kalau jurus yang dikerahkan Rangga kali ini
bisa membuyarkan perhatiannya. Bahkan jiwanya jadi
tercabik-cabik.
Sehingga, jurus-jurusnya jadi tidak terkendali lagi. Dan gerakannya pun tidak lagi beraturan.
Kumbang Bukit Lontar merasakan kepalanya jadi
pening. Pandangannya pun berkunang-kunang. Bahkan
tidak lagi bisa mengetahui, di mana Rangga berada.
Rasanya, seolah-olah Pendekar Rajawali Sakti berada di
sekelilingnya. Begitu banyak, membuat kepalanya terasa
semakin bertambah pening saja.
"Setan keparat! Hiyaaat..!"
Kumbang Bukit Lontar terus memaki-maki sambil tidak
berhenti mengebutkan pedangnya ke segala arah. Jurusjurusnya semakin bertambah kacau saja. Terlebih lagi, arah
serangannya kini tidak bisa lagi ditentukan. Jiwa si
Kumbang Bukit Lontar benar-benar sudah terpecah, akibat
terpengaruh oleh jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang
dikeluarkan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga mengebutkan pedangnya begitu
cepat, mengarah ke dada s1 Kumbang Bukit Lontar. Dan
pada saat yang bersamaan, Si Kumbang Bukit Lontar
mengebutkan pedangnya dengan gerakan menyilang di
depan dada. Rangga yang sudah membabatkan pedangnya
begitu cepat disertai pengerahan tenaga dalam sempurna,
tidak bisa lagi menarik arus pedangnya.
Trang! Tak pelak lagi, kedua pedang yang memiliki pamor
dahsyat itu kembali beradu keras sekali di depan dada si
Kumbang Bukit Lontar. Dan pada saat yang bersamaan....
"Akh...!" si Kumbang Bukit Lontar terpekik keras agak
tertahan. Tebasan pedang yang dilakukan Rangga disertai
pengerahan tenaga dalam tingkat sempurna, memang
begitu dahsyat. Akibatnya Kumbang Bukit Lontar tidak
dapat lagi mempertahankan pedangnya yang mencelat ke
udara. Sedangkan arus pedang Pendekar Rajawali Sakti
juga tidak bisa terbendung lagi. Ujung pedang yang
memancarkan sinar biru itu langsung menggores dada
kanan si Kumbang Bukit Lontar.
"Hup! "
Kumbang Bukit Lontar cepat-cepat melompat ke
belakang beberapa langkah. Tangan kirinya mendekap dada
kanan yang sobek dan mengucurkan darah akibat tersabet.
ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti tadi. Sementara itu,
Rangga sudah kembali melompat memberi serangan
dengan kebutan pedangnya, sehingga Kumbang Bukit
Lontar tidak mungkin lagi menghindar. Dan matanya
hanya terbeliak saja menatap arus kebutan Ujung pedang
yang memancarkan sinar biru menyilaukan mata itu.
Tapi begitu mata pedang Pendekar Rajawali Sakti
hampir saja membabat leher si Kumbang Bukit Lontar, tiba

Pendekar Rajawali Sakti 70 Kembang Bukit Lontar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tiba saja terlihat sebuah bayangan hitam berkelebat begitu
cepat bagai kilat. Dan pada saat itu juga....
Trang! "Heh... "!"
Rangga jadi terkejut bukan main begitu pedangnya terasa
seperti terbabat sebuah benda yang begitu keras, dan
mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Cepat-cepat
Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang sambil
melakukan putaran beberapa kali di udara. Lalu, manis
sekali kakinya menjejak tanah, sekitar tiga batang tombak
jauhnya dari si Kumbang Bukit Lontar.
Dan di samping kiri si Kumbang Bukit Lontar, tahu-tahu
sudah berdiri seseorang berbaju jubah panjang berwarna
hitam pekat. Wajahnya terlalu sulit untuk bisa dikenali,
karena seluruh kepalanya hampir tertutup kain berbentuk
kerucut. Sebatang tongkat hitam yang bagian kepalanya
berbentuk bulat kuning keemasan, tergenggam di tangan
kanan. "Eyang Guru...," desis si Kumbang Bukit Lontar.
"Iblis Pencabut Nyawa...," Rangga juga mendesis,
langsung mengenali orang berjubah hitam yang tadi
menggagalkan serangannya pada si Kumbang Bukit Lontar.
"Menyingkir dari sini, Sentanu! Dia bukan lawanmu...!"
dengus Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar, dingin
sekali nada suaranya.
"Baik, Eyang...," sahut si Kumbang Bukit Lontar, yang
ternyata nama aslinya adalah Sentanu.
Tanpa membantah sedikit pun juga, Sentanu yang lebih
dikenal berjuluk si Kumbang Bukit Lontar segera bergerak
mundur menjauh. Sementara itu, Iblis Pencabut Nyawa
dari Bukit Lontar sudah melangkah ke depan beberapa
tindak. Dan Rangga tetap berdiri tegak, namun pedangnya
sudah kembali ke dalam warangka di punggung.
Pendekar Rajawali Sakti memang tidak pernah
mengawali setiap pertarungannya dengan pedang. Walaupun dia tahu kalau lawan yang bakal dihadapinya
memiliki kepandaian tingkat tinggi, tapi tetap akan dihadapi
dengan tangan kosong. Pendekar Rajawali Sakti baru
menggunakan pedang pusaka kalau memang sudah benarbenar diperlukan.
*** "Kau benar-benar tidak mengindahkan peringatanku,
Rangga! Seharusnya kau tahu akibat sikap keras kepalamu!
Padahal aku sudah memberimu kelonggaran, tapi kau
malah semakin keras kepala...!" desis Iblis Pencabut Nyawa
dari Bukit Lontar, begitu dingin nada suaranya.
"Aku akan pergi, jika kau dan muridmu itu sudah angkat
kaki dari Desa Haruling!" tegas Rangga.
"Kau sudah. membangkitkan kemarahanku, Rangga!"
geram Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar
"Justru sebaliknya, kau dan muridmu itu sudah
membuatku muak!" balas Rangga dingin.
"Cukup...!" bentak Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit
Lontar keras menggelegar. "Kau benar-benar membuat
kesabaranku habis! Kau akan menerima akibatnya nanti!"
Setelah memberikan ancaman begitu, tiba-tiba saja Iblis
Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar melesat cepat bagai
kilat. Dia sempat berpaling ke belakang.
Di tempat ini, si Kumbang Bukit Lontar memang sudah
tak terlihat lagi.
"Hey...!" seru Rangga sedikit terkejut.
Tapi, lesatan Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar itu
demikian cepat. Sehingga dalam sekejapan mata saja, sudah
tidak terlihat lagi bayangannya.
Rangga hanya mengeluh sedikit. Rasanya memang tidak
ada gunanya lagi mengejar orang berjubah hitam yang
dikenal berjuluk Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar
itu. Kepala Pendekar Rajawali Sakti bergerak menoleh,
ketika mendengar derap langkah kaki kuda yang dipacu
cepat menuju ke arahnya. Tak berapa lama kemudian,
tampak dua ekor kuda berpacu cepat menembus kegelapan
malam. Salah satu kuda yang berbulu putih ditunggangi
seorang gadis cantik berbaju biru. Rangga memutar
tubuhnya perlahan. Kini dua ekor kuda itu berhenti setelah
berada cukup dekat di depan pemuda berbaju rompi putih
ini. Gadis cantik penunggang kuda putih yang ternyata
Pandan Wangi, segera melompat turun dari punggung
kudanya. Gerakannya begitu ringan dan manis, sehingga
tak ada suara sedikit pun ketika kakinya menjejak tanah.
"Seperti baru saja terjadi pertarungan di sini...," tebak
Pandan Wangi agak menggumam, seraya mengedarkan
pandangan berkeliling. Kemudian, ditatapnya Rangga yang
tengah memandanginya.
"Baru saja selesai," ujar Rangga agak mendesah, seraya
mengangkat bahu sedikit
"Tapi..., aku tidak melihat ada satu orang pun yang.... "
"Memang tidak ada yang tewas," selak Rangga
memutuskan ucapan Pandan Wangi.
"Dengan siapa kau bertarung, Kakang?" tanya Pandan
Wangi ingin tahu.
"Si Kumbang Bukit Lontar."
"Dia..."!"
Tampak jelas sekali kalau Pandan Wangi terkejut
mendengar jawaban Rangga barusan Sungguh tidak sempat
terpikir kalau Pendekar Rajawali Sakti baru saja bertarung
melawan si Kumbang Bukit Lontar yang telah menggemparkan Desa Haruling. Bahkan sampai sekarang
pun, semua orang dJ desa itu masih diliputi kekhawatiran
dan ketakutan pada si Kumbang Bukit Lontar.
Pandan Wangi mengalihkan pandangan. mengikuti arah
pandangan Rangga. Kening gadis itu jadi berkerut begitu
melihat sesosok tubuh tergolek hampir tersembunyi di balik
semak. Pandan Wangi tadi memang tidak sempat
memperhatikan. Dan memang, dia tidak tahu kalau ada
seseorang yang terbaring seperti mati di dalam semak
belukar yang cukup lebat itu
"Siapa dia, Kakang?" tanya Pandan Wangi, seraya
menghampiri. "Calon korban si Kumbang Bukit Lontar," sahut Rangga.
Mendengar jawaban itu, Pandan Wangi bergegas
menghampiri. Dikeluarkannya tubuh yang tergolek di
dalam semak itu. Sementara, Rangga sudah berada kembali
di depan Pandan Wangi yang memondong seorang gadis
berwajah cukup cantik, yang tadi dikeluarkan dari dalam
semak Sebentar Rangga memeriksanya.
"Dia hanya pingsan," kata Rangga memberi tahu.
"Sebaiknya cepat dibawa pulang, Kakang," usul Pandan
Wangi. "Kau saja yang membawanya pulang, Pandan. Aku
masih ada urusan lain lagi," ujar Rangga.
"Kau akan ke mana?"
"Aku akan mencoba mengejar si Kumbang Bulat
Lontar," sahut Rangga.
"Apa mungkin, Kakang" Ini kan malam...?"
"Dewa Bayu bisa membaca jejak," sahut Rangga seraya
berpaling menatap kudanya.
Seekor kuda hitam yang tinggi dan tegap bernama Dewa
Bayu itu memang bukan kuda sembarangan. Dan Dewa
Bayu memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki kuda-kuda
lain. Pandan Wangi bisa mengerti, dan juga tahu kalau
Kuda Dewa Bayu bukanlah kuda sembarangan.
"Cepat kau antarkan gadis itu, Pandan. Lalu tunggu aku
di rumah Ki Arung," pesan Rangga.
"Baik, Kakang," sahut Pandan Wangi.
"Hup! "
Hanya sekali lesatan saja, Rangga sudah berada di
punggung kuda hitam yang dikenal bernama Kuda Dewa
Bayu. Sedangkan Pandan Wangi melangkah menghampiri
kudanya. Dengan gerakan manis sekali, gadis yang berjuluk
si Kipas Maut itu melompat naik ke punggung kuda
putihnya. Tentu saja sambil tetap memondong tubuh
seorang gadis yang hampir menjadi korban kebuasan nafsu
si Kumbang Bukit Lontar.
"Ingat, tunggu aku di rumah Ki Arung, Pandan," Rangga
berpesan lagi. "Baik," sahut Pandan Wangi.
"Hiyaaa...!"
Kuda Dewa Bayu meringkik keras sambil mengangkat
kedua kaki depannya tinggi-tinggi, begitu Rangga
menghentakkan tali kekangnya. Bagaikan kilat, kuda hitam
itu melesat seperti anak panah terlepas dari busur.
Sementara, beberapa saat Pandan Wangi masih memandangi Rangga yang sudah menghilang begitu cepat
menunggang Dewa Bayu
"Hes! Ck ck ck...!"
Pandan Wangi baru menghentakkan kuda putihnya, agar
berjalan perlahan-lahan. Memang sungkan baginya untuk
memacu cepat kudanya di malam gelap begini. Terlebih
lagi, dia harus membawa seorang gadis yang berada dalam
pondongannya. Kuda putih itu berjalan perlahan-lahan
menuju kembali ke Desa Haruling, sambil membawa beban
yang tentunya lebih berat lagi.
*** 7 "Amati setiap jejak yang kau lihat, Dewa Bayu," pinta
Rangga pada kudanya.
Kuda hitam bernama Dewa Bayu hanya mendengus saja
sambil mengangguk-anggukkan
kepala. Seakan-akan binatang itu mengerti semua yang dikatakan Pendekar
Rajawali Sakti. Dan tanpa diperintah lagi, larinya
diperlambat. Sementara Rangga juga mengerahkan aji 'Tatar Netra'
agar penglihatannya lebih jelas lagi. Meskipun keadaan
sekelilingnya begitu gelap, tapi bukan suatu masalah berat
bagi Pendekar Rajawali Sakti. Dengan mempergunakan aji
'Tatar Netra', dia bisa melihat lebih jelas daripada siang hari
yang terik. Entah sudah berapa lama Rangga menunggang Kuda
Dewa Bayu untuk mengikuti jejak-jejak yang tertera begitu
halus di atas rerumputan yang sudah dibasahi titik-titik
embun. Namun kuda hitam itu masih terus bergerak agak
perlahan. Kepalanya sering kali terangguk-angguk. Ayunan
kakinya begitu ringan, seakan-akan tidak menapak tanah
berumput tebal ini.
"Berhenti dulu, Dewa Bayu," pinta Rangga.
Kuda hitam Dewa Bayu segera berhenti melangkah. Dan
Rangga langsung melompat turun. Beberapa langkah
Pendekar Rajawali Sakti berjalan ke depan, kemudian
berjongkok dan meneliti rerumputan yang ada di depannya.
Perlahan Pendekar Rajawali Sakti kembali berdiri, dan
pandangannya langsung tertuju lurus ke depan seperti ingin
menembus pekatnya malam.
"Jejak ini seperti menuju ke perbatasan Timur Desa
Haruling," gumam Rangga perlahan, berbicara pada diri
sendiri. Sebentar Rangga berpaling menatap Kuda Dewa Bayu
yang berada di belakangnya, kemudian kembali memandang lurus ke depan. Seakan-akan dia tidak yakin
dengan arah jejak yang dilihatnya. Beberapa saat Rangga
masih tetap berdiri memandang lurus ke depan. Sedikit pun
kelopak matanya tidak berkedip.
Kemudian, perlahan-lahan Pendekar Rajawali Sakti
mulai melangkah. Diikutinya jejak-jejak kaki yang
tampaknya masih baru, walaupun tidak bisa dilihat dengan
pandangan mata biasa. Memang, jejak-jejak itu demikian
halus, dan menandakan kalau orang yang berjalan itu
mempergunakan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi.
Rangga sendiri harus mengamatinya dengan menggunakan
aji 'Tatar Netra', agar bisa melihat lebih jelas lagi.
Sementara, Kuda Dewa Bayu terus mengikuti dari
belakang. "Sukar dipercaya. Mereka benar-benar kembali ke Desa
Haruling..., " desis Rangga begitu perlahan sekali.
Ayunan kaki Pendekar Rajawali Sakti kembali terhenti
setelah sampai di perbatasan sebelah Timur Desa Haruling.
Tak seberapa jauh laW, tampak rumah-rumah penduduk
yang terang benderang oleh nyala api obor dan pelita.
Suasana di desa itu masih kelihatan terang seperti
mengadakan pesta saja. Tapi, keadaannya tetap sunyi bagai
tak berpenghuni.
"Jejak langkah ini semakin jelas sekali terlihat. Hm....
Dia sudah mulai melangkah biasa," gumam Rangga lagi,
sambil terus mengamati jejak-jejak kaki yang semakin jelas


Pendekar Rajawali Sakti 70 Kembang Bukit Lontar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja. Dan Pendekar Rajawali Sakti tidak lagi perlu
menggunakan aji 'Tatar Netra', karena jejak-jejak langkah
kaki itu sudah bisa terlihat jelas setelah melewati perbatasan
Timur Desa Haruling ini. Rangga terus mengayunkan
kakinya mengikuti jejak-jejak yang begitu jelas tergambar di
tanah. Langkahnya terhenti sebentar begitu melihat tiga
orang laki-laki yang mendapat giliran meronda malam ini
tengah berjalan ke arahnya dari depan. Tiga orang peronda
yang usianya masih muda-muda itu juga menghentikan
langkahnya begitu sampai di dekat pemuda berbaju rompi
putih itu. "Kalian tidak melihat ada orang lewat di sini?" tanya
Rangga langsung.
"Tidak," sahut ketiga pemuda peronda itu hampir
bersamaan. "Tidak bertemu siapa-siapa?" tanya Rangga lagi.
"Hanya Paman Walung. Dia hanya melihat-lihat kami
saja, dan terus pulang," sahut salah seorag.
"Paman Walung sendiri?" tanya Rangga lagi.
"Berdua. "
"Dengan siapa?"
"Keponakannya. "
Kening Rangga jadi berkerut mendengar jawaban para
peronda yang begitu polos. Selama Pendekar Rajawali Sakti
berada di Desa Haruling ini sama sekali tidak pernah
mendengar kalau Paman Wulung punya keponakan. Dan
Paman Walung sendiri tidak pernah memperkenalkannya.
Bahkan tak ada seorang pun yang mengatakannya.
Sedangkan Pendekar Rajawali Sakti sendiri sedang
mengejar dua orang yang telah membuat desa ini bagai
berada di atas api neraka.
"Kalian lanjutkan saja meronda. Aku akan ke rumah Ki
Arung dulu," ujar Rangga.
Ketiga anak muda peronda itu hanya mengangguk saja.
Sedangkan Rangga sudah kembali melangkah sambil
menuntun kudanya yang mengikuti dari belakang. Kening
Pendekar Rajawali Sakti masih berkerut mencerna kembali
jawaban ketiga peronda itu tadi.
"Hm..., aku tidak boleh terlalu jauh menduga dulu.
Masih terlalu banyak yang harus kuselidiki di sini. Hh...,
mudah-mudahan saja dugaanku tidak benar. Tapi kalaupun
benar, pasti ada alasannya sehingga dia sampai berbuat
seperti itu," gumam Rangga perlahan, berbicara pada diri
sendiri. Pendekar Rajawali Sakti terus mengayunkan kakinya
perlahan-lahan sambil menuntun kudanya. Sesekali masih
sempat diamatinya jejak kaki yang tertera begitu jelas di
tanah. Tapi sekarang ini, tidak hanya dua jejak yang
terlihat. Pendekar Rajawali Sakti sudah melihat jejak yang
cukup banyak. Dan bisa dipastikan kalau jejak kaki yang
terlihat itu dari lima orang, namun kelihatannya saling
berlawanan arah.
"Sebaiknya aku temui Ki Rampik. Mudah-mudahan saja
dia belum tidur," ujar Rangga kemh menggumam pelan.
"Tapi.... Ah, tidak...! Sebaiknya aku ikuti terus jejak-jejak
kaki ini. Aku harus tahu, siapa mereka sebenarnya."
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat naik ke
punggung kudanya. Begitu indah dan ringan gerakannya
karena ilmu meringankan tubuhnya sudah mencapai tingkat
kesempurnaan. Kuda hitam Dewa Bayu langsung berlari
begitu Rangga menghentakkan tali kekangnya. Tapi,
kecepatan lari kuda itu hanya sedang saja, karena Rangga
tidak ingin mengejutkan penduduk yang pasti sedang
tertidur pulas.
Jejak-jejak kaki yang semakin banyak terlihat itu
memang sangat jelas, meskipun malam ini hanya diterangi
cahaya api obor dan pelita di depan rumah-rumah
penduduk di Desa Haruling ini. Namun Rangga masih bisa
membedakan antara jejak kaki yang satu dengan yang
lainnya. Dan terus diikutinya. jejak-jejak kaki dari orang
yang sudah membuat desa ini menjadi neraka.
"Jangan terlalu keras suaranya, Dewa Bayu. Nanti
semua orang bangun," bisik Rangga memperingatkan.
*** Rangga baru menghentikan langkah kaki kudanya
setelah sampai di depan sebuah rumah besar dengan
halaman cukup luas. Pendekar Rajawali Sakti tahu, rumah
siapa ini. Dan hampir tidak dipercayainya kalau jejak kaki
yang diikuti berhenti di depan rumah ini.
Dengan gerakan yang begitu ringan dan manis, Pendekar
Rajawali Sakti melompat turun dari punggung kudanya.
Begitu ringannya, sehingga tak ada sedikit pun suara yang
ditimbulkan saat kakinya menjejak tanah.
Kembali Pendekar Rajawali Sakti meneliti jejak-jejak
kaki yang tertera sangat jelas di tanah. Dia begitu yakin,
jejak inilah yang dibuntutinya sejak dari hutan tadi. Namun
masih belum dimengrti, kenapa jejak kaki ini berhenti di
depan rumah Paman Walung!
Rangga mengedarkan pandangan berkeliling. Tak ada
seorang pun yang terlihat di sekitar rumah ini. Keadaannya
begitu sunyi. "Hm..., mungkin dugaanku benar. Sebaiknya aku periksa
dulu keadaan rumah ini." gumam Rangga dalam hati
Setelah yakin kalau tidak ada seorang pun yang
melihatnya, Pendekar Rajawali Sakti kemudian melompat
tinggi ke udara. Begitu ringan, sehingga tubuhnya bagai
segumpal kapas yang tertiup angin saja.
Rangga meluncur cepat menuju ke atas atap rumah
berukuran cukup besar itu. Dan tanpa menimbulkan suara
sedikit pun juga, Pendekar Rajawali Sakti menjejakkan
kakinya di atas atap rumah Paman Walung.
"Hap!" sambil mengamati keSebentar Rangga terdiam sambil mengamati keadaan
sekelilingnya. Sambil mengerahkan ilmu meringankan
tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan,
Pendekar Rajawali Sakti melangkah perlahan-lahan sambil
merendahkan tubuhnya. Pendengarannya dipasang tajamtajam, sambil mempergunakan ilmu "Pembeda Gerak dan
Suara." "Hm..."
Rangga kembali berhenti, begitu telinganya mendengar
suara halus dari dalam rumah, tepat tempatnya sekarang
berdiri. Suara itu datang dari bawah atap ini. Perlahanlahan tubuhnya dirapatkan sejajar dengan atap. Lalu
telinganya ditempelkan agar bisa mendengar lebih jelas.
"Ada lubang. Mungkin aku bisa mengintip ke dalam,"
desis Rangga dalam hati.
Bergegas Pendekar Rajawali Sakti mendekati lubang
kecil itu. Tak ada suara sedikit pun yang ditimbulkannya.
Dari lubang yang berukuran sangat kecil di atap ini, Rangga
mengintip ke dalam. Tampak di bawah atap ini terdapat
sebuah ruangan yang berukuran cukup luas. Dan di
dalamnya terlihat dua orang laki-laki. Yang seorang duduk
di kursi menghadap meja, sedangkan seorang lagi berdiri
membelakangi jendela yang tertutup rapat.
"Hm...," lagi-lagi Rangga menggumam perlahan.
Rangga tidak lagi terkejut, karena memang sudah
menduga sejak semula. Dua orang laki-laki yang dilihatnya
itu adalah Paman Walung, dan seorang pemuda yang
mengenakan baju biru cukup ketat.
Pemuda itulah yang selama ini dikenal sebagai si
Kumbang Bukit Lontar. Paman Walung mengenakan baju
hitam yang ketat. Di sampingnya, tergantung sebuah jubah
hitam dan sebatang tongkat hitam yang ujungnya berbentuk
bulat berwarna kuning keemasan.
Rangga segera mengerahkan ilmu 'Pembeda Gerak dan
Suara', untuk mendengarkan suara pembicaraan dari kedua
orang itu. "Untuk sementara, sebaiknya kau tinggalkan dulu desa
ini, Sentanu. Sampai keadaan menjadi tenang, dan
Pendekar Rajawali Sakti pergi dari sini," ujar Paman
Walung. Suaranya terdengar begitu jelas oleh Rangga yang
berada tepat di atas atap ruangan itu.
"Kenapa harus begitu, Eyang?" tanya si Kumbang Bukit
Lontar yang dipanggil Sentanu. Dan memang, dia
sebenarnya bernama Sentanu.
"Rangga sudah mulai mencurigaiku. Dan aku tidak ingin
semua rencana ku berantakan karenanya. Kau harus bisa
mengerti keadaan ini, Sentanu. Kaulah satu-satunya
muridku. Dan hanya kaulah yang bisa kuandalkan
membantuku di sini. Kembalilah ke Bukit Lontar. Aku akan
menyusulmu nanti," kata Paman Walung yang ternyata si
Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar.
Si Kumbang Bukit Lontar hanya diam saja, meskipun
masih belum bisa mengerti atas keputusan gurunya ini.
Tapi, dia tidak bisa membantah lagi. Memang keinginan
gurunya ini harus dituruti.
"Sudah beberapa kali kau gagal dan bentrok dengan
Pendekar Rajawali Sakti. Kalau kau sempat tertangkap,
semua rencanaku akan hancur. Masih untung kalau kau
langsung tewas. Sedangkan aku tahu, Pendekar Rajawali
Sakti tidak akan mungkin langsung membunuh lawannya,"
kata Paman Walung
"Kapan aku boleh kembali lagi ke sini lagi..?" tanya
Sentanu. "Kenapa...?" Paman Walung malah balik bertanya.
"Gadis di sini cantik-cantik, Eyang...."
"Kau jangan keterlaluan, Sentanu!" sentak Paman
Walung. "Aji 'Pemikat Dara' hanya boleh digunakan jika
kusuruh. Kau tidak boleh menggunakannya tanpa
sepengetahuanku. Jelas..."!"
"Maafkan aku, Eyang. Aku begitu menyukai tugas ini"
ujar Sentanu seraya tersenyum.
"Huh! Seharusnya kau hanya menodainya saja, tidak
perlu membunuh mereka, karena bisa kita perlukan
nantinya. Mereka tidak akan bisa berbuat macam-macam
lagi kalau sudah ternoda. Kau mengerti maksudku,
Sentanu...?"
"Aku mengerti, Eyang. Tapi..., bukankah Eyang
akhirnya menyuruhku agar juga membunuh mereka?"
"Huh...!" Paman Walung hanya mendengus saja.
"Sudah terlalu lama kita di sini, Eyang Kenapa tidak
langsung saja pada sasarannya...?" tanya Sentanu memberi
saran. "Belum saatnya, Sentanu. Aku ingin dia merasakan
penderitaan yang pahit. Bertahun-tahun aku hidup
menderita, karena perbuatannya. Bahkan bukan cuma dia
saja yang harus merasakan penderitaan, Sentanu. Tapi,
semua penduduk desa ini harus bisa merasakan semua
penderitaanku. Untuk itu, aku memberimu bekal aji
'Pemikat Dara' agar mereka tahu, bagaimana rasanya kalau
anak gadisnya ternoda. Huh... Aku belum puas kalau gadis
di sini belum semuanya ternoda. Terutama sekali Ki
Rampik! Dia harus merasakan pembalasanku...!" agak
menggeram nada suara Paman Walung.
"Aku akan menodai semua gadis di sini, Eyang. Biar Ki
Rampik semakin tertekan, dan dibenci rakyatnya. Pasti si
tua keparat itu akan dilecehkan penduduknya, karena tidak
bisa menjaga keamanan. Dengan demikian, akan mudahlah
bagi kita untuk melumpuhkannya," janji si Kumbang Bukit
Lontar. "Tapi untuk sekarang ini, harus dihentikan dulu,
Sentanu. Tunggu sampai keadaan membaik, dan tidak ada
lagi si pengacau itu," ujar Paman Walung
"Kenapa dia tidak dibunuh saja, Eyang?"
"Tingkat kepandaiannya sangat tinggi. Aku sendiri tidak
yakin, apakah bisa menandinginya atau tidak," terdengar
agak mengeluh nada suara Paman Walung.
"lalu, apa yang akan Eyang lakukan?"
"Tidak ada," sahut Paman Walung.
"Tidak ada..."!"
"Dia akan pergi dengan sendirinya kalau keadaan di sini
benar-benar tenang. Dan ketenangan tentu bisa terjadi jika
kau untuk sementara kembali dulu ke Bukit Lontar. Kalau
dia sudah pergi, baru aku akan memanggilmu lagi ke sini,"
jelas Paman Walung tentang rencananya yang ada di
kepala. "Aku mengerti, Eyang."
"Nah! Kuminta, kau pergi besok pagi. Dan jangan
sampai ada seorang pun yang tahu kepergianmu."
"Baik, Eyang."
Sementara Rangga yang mendengarkan semua pembicaraan itu dari atas atap, jadi mendesis geram.
Sekarang dia tahu semua, kalau kekacauan yang terjadi di
Desa Haruling ini akibat perbuatan. Paman Walung dan
muridnya. Tapi, Rangga tidak bisa bertindak sekarang. Dan
yang penting, dia sudah mendengar semua yang
dibicarakan Paman Walung dan muridnya si Kumbang
Bukit Lontar itu.
"Sebaiknya kutunggu dia sampai besok pagi. Hm..., dia
pakai siasat Dan aku juga akan menggunakan siasat,"
gumam Rangga dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti mengamati keadaan sekelilingnya beberapa saat. Lalu dengan gerakan ringan
dan indah sekali, tubuhnya melesat dari atap rumah Paman
Walung ini. Begitu ringannya, bagai segumpal kapas yang
melayang tertiup angin di udara.
"Hap!"
Manis sekali Rangga menjejak tanah, tepat di samping
kudanya yang masih menunggu di depan halaman rumah
Paman Walung. Kemudian Pendekar Rajawali Sakti naik


Pendekar Rajawali Sakti 70 Kembang Bukit Lontar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ke punggung kudanya. Perlahan-lahan kuda hitam Dewa
Bayu itu bergerak meninggalkan rumah berhalaman luas
ini. Karena kuda itu bukan kuda sembarangan, jadi tidak
heran kalau langkahnya tak terdengar penghuni rumah
besar itu. Meskipun, penghuni rumah itu berilmu tinggi.
Ke rumah Ki Rampik dulu, Dewa Bayu," ujar Rangga
meminta. Kuda Dewa Bayu mendengus kecil sambil menganggukanggukkan kepala. Binatang itu tetap melangkah perlahanlahan tanpa suara sedikit pun sehingga tidak akan
membangunkan penduduk desa yang sekarang ini pasti
sedang tertidur pulas.
Rangga menghentikan langkah kaki kudanya saat berada
di depan rumah Ki Arung yang juga dijadikan kedai dan
penginapan. Di depan rumah itu tampak Pandan Wangi
berdiri tepat di depan pintu yang tertutup rapat. Gadis
cantik yang berjuluk si Kipas Maut itu bergegas
menghampiri Rangga yang masih duduk di punggung
kudanya. "Sudah kau antarkan gadis itu pada orang tuanya
Pandan?" tanya Rangga langsung.
"Sudah," sahut Pandan Wangi.
Rangga mengangguk-anggukkan kepala sebentar.
"Kau ikut aku, Pandan," kata Rangga
"Ke mana?" tanya Pandan Wan gi
"Ke rumah Ki Rampik."
"Malam-malam begini?"
"Ada hal penting yang harus kubicarakan dengannya."
Pandan Wangi tidak bertanya lagi, dan lantas cepat
mengambil kudanya yang tertambat di samping rumah
penginapan Ki Arung ini. Tak berapa lama kemudian,
kedua pendekar muda itu sudah berkuda menuju ke rumah
Ki Rampik, Kepala Desa Haruling ini. Dan selama dalam
perjalanan, Rangga menjelaskan semua yang diketahui
pada Pandan Wangi. Dan itu membuat si Kipas Maut jadi
terkejut mendengarnya. Sungguh tidak disangka kalau di
balik semua peristiwa ini ada Paman Walung. Bahkan
menjadi dalangnya sekaligus!
*** Ki Rampik jadi terkejut bukan main. Sungguh tidak
disangka kalau di tengah malam buta begini Rangga dan
Pandan Wangi datang ke rumahnya. Namun begitu,
kedatangan mereka tetap disambut ramah. Kedua pendekar
muda itu dipersilakan untuk masuk ke dalam. Tapi, Rangga
memilih untuk berada di beranda saja Mereka bertiga
kemudian duduk melingkari sebuah meja bundar di beranda
depan rumah kepala desa itu. Sebuah lampu yang apinya
menyala cukup besar, menerangi seluruh beranda depan
rumah ini. "Ada yang penting, sehingga kau datang tengah malam
begini, Rangga?" tanya Ki Rampik masih diliputi
keheranannya. "Ya," sahut Rangga seraya melirik sedikit pada Pandan
Wangi. Sedangkan yang dilirik, hanya diam saja. Pandan Wangi
tahu kalau Rangga memintanya untuk diam, dan tidak
mencampuri pembicaraannya nanti. Dan memang, Pendekar Rajawali Sakti tadi sudah berpesan pada gadis itu
di perjalanan. Pandan Wangi pun sudah berjanji tidak akan
menyelak, kecuali jika ditanya, atau diminta pendapatnya.
"Tentang apa?" tanya Ki Rampik lagi.
"Terus terang, aku ingin tahu. Sejauh mana kau kenal
Paman Walung," ujar Rangga langsung.
"Maksudmu..." Aku tidak mengerti, Rangga," ujar Ki
Rampik semakin keheranan.
"Kudengar, dia belum lama berada di desa ini. Dan kau
langsung mengangkatnya menjadi orang kepercayaanmu.
Benar begitu, Ki?"
"Ya! Dia memang baru beberapa bulan di sini. Tapi, aku
sudah mengenalnya sejak kecil. Aku tahu betul, siapa dia
dan orang tuanya," sahut Ki Rampik masih diliputi
keheranan oleh arah pembicaraan Pendekar Rajawali Sakti.
"Sejak kapan dia meninggalkan Desa Haruling ini?"
tanya Rangga IaQl.
"Ketika berumur tujuh belas tahun, sepekan setelah
kematian kedua orang tuanya," sahut Ki Rampik.
"Hm.... itu berarti dia pergi lebih dari tiga puluh tahun.
Dan selama itu, kau tahu apa yang dilakunya selama itu?"
"Aku tidak tahu," sahut Ki Rampik. "Tapi kedatangannya ke sini dengan membawa ilmu-ilmu
kedigdayaan tinggi. itu sebabnya, aku menjadikan wakilku
bagai kepala desa di sini. Karena, antara aku dengannya
memang sudah saling mengenal sejak kecil. Walaupun, usia
kami terpaut cukup jauh."
"Apakah dia punya saudara di sini?"
"Tidak. Dia sebatang kara. Dan kedatangannya ke sini
juga hanya sendiri saja."
"Ki... Tadi beberapa orang peronda melihatnya berjalan
bersama seseorang. Dan Paman Walung mengakui kalau
orang itu sebagai keponakannya. Apa kau tidak tahu kalau
dia punya keponakan, Ki?"
"Keponakan..." Dia hanya punya seorang pembantu
yang usianya sebaya dengan anakku. Tapi memang
pembantunya itu tidak pernah keluar. Jadi, tidak ada
seorang pun di sini yang mengenalnya."
"Hm...."
"Rangga, sebenarnya ada apa ini" Kau seperti mencurigai
Paman Walung," desak Ki Rampik mulai menaruh
kecurigaan atas pertanyaan-pertanyaan Rangga yang begitu
langsung, tanpa basa-basi lagi.
"Maaf, Ki. Mungkin ini akan mengejutkanmu. Tapi ku
tahu, siapa orang yang berada di balik Julukan si Kumbang
Bukit Lontar itu. Dan aku juga tahu, siapa iu si Kumbang
Bukit Lontar," kata Rangga, sungguh-sungguh sekali nada
suaranya. Ki Rampik tampak kebingungan mendengar kata-kata
Rangga. Dipandanginya Rangga dan Pandan Wangi
bergantian. Berbagai macam dugaan langsung berkecamuk
dalam benaknya. Terlebih lagi, pertanyaan-pertanyaan
Rangga tadi jelas menjurus kecurigaan pada Paman
Walung. "Jangan katakan kalau Paman Walung yang melakukan
semua itu, Rangga, " agak bergetar suara Ki Rampik.
"Besok pagi, si Kumbang Bukit Lontar akan keluar. Dan
dia hendak meninggalkan desa ini selama aku berada di
sini. Namun, manusia bejat itu akan kembali lagi kalau aku
sudah pergi, Ki. Jadi sebaiknya, besok pagi kau dan aku
mencegatnya di perbatasan sebelah Timur," kata Rangga,
agak datar nada suaranya.
Rangga jadi tidak sampai hati untuk mengatakan yang
sebenarnya. Maka dia ingin mengajak saja Ki Ramplk
untuk menyaksikan sendiri, siapa sebenarnya Si Kumbang
Bukit Lontar itu. Dan Rangga juga meminta beberapa gadis
yang dapat digagalkan menjadi korban nafsu si Kumbang
Bukit Lontar, untuk bisa mengenalnya. Ki Rampik hanya
bisa terangguk-angguk, dan menyetujui saja semua yang
dikatakan Pendekar Rajawali Sakti. Memang Kepala Desa
Haruling itu sudah begitu percaya pada pemuda berbaju
rompi putih ini.
"Tapi ingat, Ki. Kau, Pandan Wangi, dan gadis-gadis itu
jangan menampakkan diri. Dan aku ingin kalian semua
berada agak jauh. Dia terlalu berbahaya. Biar aku yang
akan menghadapinya sendiri nanti," saran Rangga.
"Baiklah, kalau itu yang kau inginkan, Rangga, " sahut
Ki Rampik menuruti.
"Sekarang, aku akan ke Perbatasan Timur, Ki. Aku tidak
ingin dia lolos," kata Rangga _ lagi, seraya bangkit berdiri.
"Lalu, bagaimana denganku, Kakang?" tanya Pandan
Wangi. "Kau bersama Ki Rampik dan gadis-gadis itu," ujar
Rangga seraya mengerdipkan matanya.
Pandan Wangi langsung terdiam. Bisa dimengerti isyarat
yang diberikan Pendekar Rajawali Sakti barusan. Memang,
dia harus bersama-sama Ki Rampik dan beberapa gadis
yang akan mengenali si Kumbang Bukit Lontar. Tentu saja
untuk menjaga kalau-kalau Paman Walung muncul di sana
nanti. Pandan Wangi memang sudah tahu semuanya dari
Pendekar Rajawali Sakti. Dan memang, Rangga sudah
menceritakan semuanya pada si Kipas Maut itu ketika
sama-sama di perjalanan ke rumah kepala desa ini tadi.
Sehingga, Pandan Wangi tidak bisa lagi banyak bicara. Dia
sudah mengerti semua rencana Pendekar Rajawali Sakti untuk membekuk si Kumbang Bukit Lontar.
*** 8 Rangga berdiri tegak di atas sebongkah batu yang cukup
besar dan tinggi. Pandangannya lurus, mengamati Desa
Haruling yang masih tampak terang benderang oleh cahaya
api obor dan pelita. Namun, keadaannya masih tampak
begitu sunyi. Hanya terlihat beberapa orang saja yang
meronda. Senyuman kecil tersungging di bibir, saat melihat
Ki Rampik, Pandan Wangi, dan beberapa orang gadis
berada pada tempat yang cukup tersembunyi. Tampak di
antara mereka terlihat ada juga Suryani yang didampingi
Goradi. Memang, sejak peristiwa yang menimpa gadis itu,
Goradi selalu mendampinginya terus. Sehingga, Suryani
benar-benar aman dan terlindungi. Ada empat orang gadis
bersama mereka. Dan gadis-gadis itu adalah korban si
Kumbang Bukit Lontar yang berhasil diselamatkan
Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga, mereka tidak sempat
ternoda. Walaupun sempat terbius aji 'Pemikat Dara' yang
ditebarkan si Kumbang Bukit Lontar.
"Bagus..... Dia sudah datang," gumam Rangga, ketika
melihat seseorang berjalan cepat, keluar dari Desa Haruling.
Saat itu memang sudah menjelang pagi. Cahaya
matahari juga mulai terlihat menyemburat di ufuk Timur.
Dan burung-burung pun sudah sejak tadi ramai berkicau,
menyambut datangnya sang surya. Sementara orang yang
berjalan cepat itu semakin dekat saja dengan Rangga yang
berdiri di atas batu.
"Hup...!"
Dengan gerakan ringan sekali, Rangga melompat dari
batu yang sangat tinggi itu. Beberapa kali tubuhnya
berputaran, lalu ringan sekali mendarat tepat sekitar satu
tombak lagi di depan seorang laki-laki muda berbaju biru.
"Heh..."!"
"Kau terkejut, Sentanu. .." Atau, sebaiknya aku
memanggilmu si Kumbang Bukit Lontar saja...?" dingin
sekali nada suara Rangga. Bibirnya menyunggingkan
senyum tipis. "Bagaimana kau tahu aku akan ke sini...?" tanya muda
yang ternyata memang Sentanu, yang selama ini lebih
dikenal berjuluk si Kumbang Bukit Lontar.
"itu mudah sekali, Sentanu, " sahut Rangga kalem. "Aku
juga tahu siapa kau sebenarnya. Bahkan aku tahu pula
gurumu, dan tujuan kalian berdua berada desa ini. Rasanya,
dunia ini kecil sekali, Sentanu. Sekarang kau tidak mungkin
lagi bisa lolos dariku. "
"Phuih! Kau yang akan mampus di tanganku, keparat!"
geram Sentanu langsung memerah wajahnya"
Bet! Si Kumbang Bukit Lontar langsung saja mengebutkan
tangannya ke depan. Saat itu juga, dari balik lipatan lengan
bajunya melesat beberapa buah benda berbentuk paku yang
berwarna kuning keemasan.
Paku-paku emas itu meluruk deras sekali ke arah
Pendekar Rajawali Sakti
"Hup! Yeaaah... !"
Dengan gerakan manis sekali, Rangga melenting ke
udara, dan melakukan beberapa kali putaran.
Sehingga paku-paku emas itu hanya lewat saja di bawah
tubuhnya. Namun si Kumbang Bukit Lontar tidak berhenti
sampai di situ saja. Kembali kedua tangannya dikebutkan
bergantian, begitu cepat sekali.
Kembali paku-paku emas semakin banyak bertebaran di
sekitar tubuh Rangga. Tapi tak ada satu pun yang sampai
mengenai tubuh pendekar muda berbaju rompi putih ini.
Gerakan-gerakan yang dilakukan Rangga di udara begitu
manis dan indah.
"Hap...!"
Begitu ringannya, Rangga meluruk deras ke arah si
Kumbang Bukit Lontar yang jadi kelabakan. Sungguh tidak
disangka kalau Pendekar Rajawali Sakti bisa bergerak
begitu cepat, di saat tengah menghadapi serangan senjatasenjata rahasia. Cepat-cepat Sentanu melenting ke belakang,
dan berputaran beberapa kali untuk menghindari terjangan
Pendekar Rajawali Sakti.
Tepat ketika Sentanu baru saja menjejakkan kakinya di
tanah, Rangga sudah melepaskan satu pukulan cepat sekali,
disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.
"Hiyaaa...! "
"Uts. .. ! "
Hampir saja dada Sentanu jebol terkena pukulan
bertenaga dalam sempurna itu. Untung saja tubuhnya
cepat-cepat dimiringkan ke kanan. Namun sebelum sempat
menarik tubuhnya kembali

Pendekar Rajawali Sakti 70 Kembang Bukit Lontar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tegak, Rangga sudah melepaskan satu tendangan cepat ke arah pinggang...
"Yeaaah...!"
Desss! "Akh..!"
*** Begitu cepat sekali tendangan yang dilepaskan Rangga,
sehingga si Kumbang Bukit Lontar itu tidak dapat lagi
menghindarinya. Tubuhnya langsung jatuh terguling di
tanah, sambil memekik keras agak tertahan. Namun, si
Kumbang Bukit Lontar berhasil cepat bangkit berdiri. Dan
pada saat itu juga, Rangga sudah melompat cepat bagal
kilat, sambil melepaskan satu pukulan menggeledek dari
jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' .
"Hiyaaa...!"
"Hup...!"
Sentanu sempat terperangah sejenak, tapi masih bisa
cepat berkelit dengan meliukkan tubuhnya. Pada saat
tangan kanan Rangga berada di samping tubuhnya, Si
Kumbang Bukit Lontar mengebutkan tangan kirinya ke
arah lambung. "Hat..! "
Plak! Memang sukar bisa dipercaya. Pada saat tubuh condong
ke depan, Rangga masih bisa memberikan sentakan dengan
tangan kirinya ke tangan yang menyodok ke arah lambung.
Dan hal ini membuat Sentanu jadi tersentak setengah mati.
Belum juga Sentanu berpikir lebih jauh oleh tepakan
tangan lawan, bagaikan kilat Pendekar Rajawali Sakti
sudah melepaskan satu tendangan keras menggeledek
dengan tubuh berputar dan bertumpu pada satu kaki.
"Yeaaah...!"
Begkh! "Aaakh...!" lagi-lagi Sentanu terpekik.
Tendangan Pendekar Rajawali Sakti tepat menghantam
samping kiri dada S1 Kumbang Bukit Lontar. Akibatnya
dia terpental sejauh beberapa langkah, namun tidak sampai
jatuh mencium tanah. Pada saat itu juga, Rangga sudah
kembali melakukan serangan yang begitu cepat
"Hiyaaa...!"
Begitu cepatnya serangan yang dilakukan Pendekar
Rajawali Sakti, sehingga si Kumbang Bukit Lontar tidak
sempat lagi menghindar. Maka satu pukulan yang
dilepaskan Rangga, bersarang telak di dada yang kosong tak
terlindungi sedikit pun juga.
"Aaakh...!" Sentanu menjerit keras melengking tinggi.
Tubuh si Kumbang Bukit Lontar itu terpental jauh sekali
ke belakang. Beberapa batang pohon yang terlanda
tubuhnya langsung tumbang menghantam tanah. Sementara, Rangga terus melayang cepat mengikuti tubuh
si Kumbang Bukit Lontar. Tepat ketika tubuh si Kumbang
Bukit Lontar menghantam batu, Rangga segera mendarat
turun dengan manis sekali. Batu sebesar badan kerbau itu
jadi retak setelah mendapat hantaman tubuh si Kumbang
Bukit Lontar yang begitu keras sekali.
"Hap...!"
Hanya sekali lesatan saja, Rangga sudah berada di
samping tubuh si Kumbang Bukit Lontar yang tergeletak
tak berdaya lagi. Dari mulutnya mengeluarkan darah segar
yang agak kental. Tampak dadanya sedikit melesak ke
dalam. Entah berapa tulang iganya yang patah akibat
terkena pukulan dahsyat Pendekar Rajawali Sakti. Untung
saja dia masih terlihat bisa bernapas.
Pada saat itu dari tempat persembunyiannya, Ki
Rampik, Pandan Wangi, dan yang lainnya segera
berdatangan menghampiri Rangga yang masih berdiri tegak
di samping tubuh si Kumbang Bukit Lontar. Kaki kanan
Pendekar Rajawali Sakti tampak menjejak dada muda yang
berjuluk si Kumbang Bukit Lontar itu.
"Dia mati, Kakang...?" tanya Pandan Wangi langsung,
begitu dekat di samping Pendekar Rajawali Sakti.
"Tidak," sahut Rangga sambil menjauhkan kakinya dari
dada si Kumbang Bukit Lontar.
"Iblis keparat. ..! Seharusnya kau mampus saja.
Hiyaaat... !"
"Goradi, tahan...!" sentak Pandan Wangi.
Tapi Goradi memang sudah tidak bisa lagi dicegah
Pemuda itu sudah mencabut pedangnya. Tubuhnya
langsung melompat dengan ujung pedang tertuju ke dada si
Kumbang Bukit Lontar yang masih tergeletak tak berdaya
lagi di tanah. "Hap! "
Tap! Cepat sekali Rangga menghentakkan tangan kanannya.
"Akh...!" Goradi terpekik kaget.
Entah bagaimana caranya, tahu-tahu pedang Goradi
sudah berpindah ke tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Memang sangat cepat gerakan tangan Rangga sehingga
sukar diikuti pandangan mata biasa. Sedangkan Goradi
terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah, saat
Rangga mendorongnya dengan tangan kirinya.
"Simpan kembali senjatamu! " dengus Rangga sambil
melemparkan pedang yang dirampasnya. Pedang itu
langsung tertancap tepat di ujung kaki Goradi. Sebentar
Goradi menatap Rangga, lalu berpindah menatap si
Kumbang Bukit Lontar dengan sinar mata penuh dendam
dan kebencian yang membara. Goradi memang sangat
dendam, karena kekasihnya hampir saja ternoda.
Sementara Rangga mendekati Ki Rampik. Sedangkan
Goradi menyarungkan kembali pedangnya. Kini pemuda
itu sudah didampingi Suryani, yang langsung memeluk
lengan kekasihnya ini. Di tempat lain, Pandan Wangi sudah
membangunkan Si Kumbang Bukit Lontar yang meringis
menahan rasa sakit pada dadanya. Keadaannya benar-benar
sudah tidak berdaya lagi. Tangannya terpelintir ke
belakang, dipegangi gadis yang berjuluk si Kipas Maut
"Kau kenali dia, Ki?" tanya Rangga.
"Ya! Dia adalah pembantunya Paman Walung," sahut Ki
Rampik dengan nada suara seperti tidak percaya.
"Keparat...! Jadi dia biang keladinya...?" geram Goradi
sambil melepaskan pelukan Suryani pada tangannya. "Akan
kubunuh dia!"
Goradi langsung saja berlari cepat, mempergunakan ilmu
meringankan tubuh.
"Kakang...!" pekik Suryani.
"Goradi...!" seru Ki Rampik terkejut
"Hup...!"
Rangga tidak banyak tanya lagi. Pendekar Rajawali Sakti
langsung melesat cepat mengejar Goradi yang sudah jauh
berlari. Sementara Ki Rampik yang juga mau mengejar, jadi
membatalkan niatnya. Dia mendengus, menatap tajam Si
Kumbang Bukit Lontar yang masih diringkus Pandan
Wangi. "Kau akan menerima hukuman yang setimpal, Keparat.
.!" desis Ki Rampik geram.
Ki Rampik memandangi Pandan Wangi sebentar,
kemudian mengambil si Kumbang Bukit Lontar dan tangan
si Kipas Maut itu dengan gerakan yang kasar sekali. Lalu,
digiringnya Sentanu pergi dari tempat itu Sedangkan
Pandan Wangi segera mengawal gadis-gadis yang hampir
saja menjadi korban kebuasan nafsu pemuda itu.
*** Sementara itu, Goradi sudah sampai di depan rumah
Paman Walung Dia berteriak-teriak keras, menyuruh
Paman Walung keluar dari rumahnya. Sedangkan di utuk
Timur, sang mentari sudah mulai naik tinggi. Cahayanya
yang terang menyinari seluruh permukaan bumi Desa
Haruling ini. "Paman Walung...! Keluar kau...!" teriak Goradi keras
menggelegar. Tatapan mata pemuda itu tertuju pada pintu yang mulai
bergerak perlahan membuka. Dan dari balik pintu, keluar
Paman Walung yang mengenakan baju jubah panjang
berwarna hitam pekat. Di tangan kanannya tergenggam
sebatang tongkat hitam yang bagian kepalanya berbentuk
bulat dan berwarna kuning keemasan. Perlahan-lahan kakinya melangkah angker, mendekati Goradi yang berdiri
tegak di tengah-tengah halaman rumah yang cukup luas ini.
"Tidak kusangka! Kau yang kuhormati, ternyata
memiliki hati iblis;..!" desis Goradi menggeram berang.
"Rupanya kau sudah tahu semuanya, Goradi...," kata
Paman Walung datar.
"Ya! Aku sudah tahu semuanya!" dengus Goradi.
"Kau harus tahu, Goradi. Semua ini kulakukan untuk
membalas kematian kedua orang tuaku. Mereka mati
karena ulah kakekmu. Aku jadi terhina. Bahkan kekasihku
sendiri tidak sudi lagi bertemu denganku. Bahkan dengan
keji sekali, ayahmu merebut kekasihku! Lalu, dia
menikahinya sampai kau lahir. Sekarang, kau datang untuk
membalas semua penghinaan yang kuderita dulu. Kau
paham, Goradi..."!" tegas sekali nada suara Paman Walung.
"Alasan...! Dasar hatimu saja yang iblis!" desis Goradi
semakin berang. "Hiyaaat ..!"
Sret! Bet! Goradi memang tidak bisa lagi menahan diri. Dengan
cepat sekali tubuhnya melompat sambil mencabut
pedangnya, dan langsung dikebutkan ke leher Paman
Walung. Namun hanya dengan sedikit menarik kepala ke
belakang, Paman Walung dapat menghindarinya. Dan
dengan cepat sekali, tangan kanan yang memegang tongkat
terhentak menyampok pedang di tangan Goradi.
Bet! Trak! "Akh...!"
Goradi jadi terpekik kaget. Tiba-tiba saja seluruh tangan
kanannya terasa seperti tersengat ribuan lebah berbisa. Dan
pemuda itu tidak dapat lagi menahan pedangnya yang
langsung mencelat ke udara. Pada saat itu juga, Paman
Walung yang di kalangan persilatan dikenal berjuluk Iblis
Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar, menghentakkan
kakinya begitu cepat dan keras.
"Yeaaah...! "
Diegkh! "Akh...!"
Goradi seketika terhuyung-huyung begitu tendangan
Paman Walung menghantam perutnya. Dan selagi
tubuhnya terbungkuk, Paman Walung kembali melepaskan
satu pukulan keras disertai sedikit pengerahan tenaga dalam
ke wajah pemuda itu.
"Yeaaah... !"
Plak! "Akh..!" lagi-lagi Goradi terpekik keras. Pemuda itu
langsung terjengkang, begitu wajahnya terkena pukulan
keras Paman Walung. Pada saat tubuhnya menggeletak
menelentang di tanah, Paman Walung sudah melompat
cepat sambil menghunjamkan ujung tongkatnya yang
runcing ke arah dada. Tak ada lagi kesempatan bagi Goradi
untuk bisa menghindari hunjaman ujung tongkat berbentuk
runcing itu. Namun di saat dadanya hampir tertembus ujung tongkat
Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar tiba-tiba saja....
"Hiyaaa...!"
Trang! "Heh..."!"
Paman Walung jadi terperanjat setengah mati. Tiba-tiba
saja tongkatnya yang hampir saja menghunjam dada
Goradi tersampok sebuah bayangan putih yang dibarengi
cahaya biru berkilat. Cepat-cepat tubuhnya melompat ke
belakang beberapa langkah. Matanya kontan terbeliak,
melihat seorang pemuda berbaju rompi putih tahu-tahu
sudah berdiri membelakangi Goradi yang sedang berusaha
bangkit berdiri sambil memegangi dadanya.
"Keparat..!" geram Paman Walung.
"Aku lawanmu, Iblis Pencabut Nyawa. Aku ingin tahu,
apakah kau benar-benar seorang iblis yang senang
mencabut nyawa," desis Rangga dingin
"Phuih!"
Bet! Paman Walung mengebutkan tongkatnya
hingga melintang di depan dada. Tatapan matanya begitu tajam,
menusuk langsung ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti
yang sudah melintangkan pedang di depan dada. Cahaya
biru berkilau yang memancar dari pedang Pendekar
Rajawali Sakti sama sekali tidak membuat si Iblis Pencabut
Nyawa dari Bukit Lontar gentar. Kegeramannya oleh
campur tangan Pendekar Rajawali Sakti sudah tidak bisa
membuka matanya, hingga tidak peduli lagi dengan siapa
berhadapan sekarang ini.
"Hiyaaat...!"
Paman Walung langsung melompat menyerang begitu
dahsyat. Tongkatnya berkelebat cepat, menyambar ke arah
kepala Rangga. "Hait..!"
Namun sedikit saja Pendekar Rajawali Sakti merunduk,
maka tongkat itu lewat di atas kepalanya. Pada saat yang
bersamaan, Rangga mengebutkan pedangnya ke depan.
Paman Walung bergegas melesat ke belakang, sambil
berputaran beberapa kali. Namun begitu kakinya menjejak
tanah, Rangga langsung memberi serangan dahsyat sekali.
Dari gerakan-gerakannya, sudah dapat dipastikan kalau
Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan juru 'Pedang


Pendekar Rajawali Sakti 70 Kembang Bukit Lontar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pemecah Sukma'. Suatu jurus yang jarang digunakan di
dalam pertarungan. Dan rupanya, Rangga menganggap
Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar merupakan lawan
yang berat, sehingga terpaksa jurus andalannya harus
dikeluarkan. "Hm.... Rupanya dia tahan juga dengan pengaruh jurus
'Pedang Pemecah Sukma'," gumam Rangga dalam hati.
Memang sudah cukup lama pertarungan berlangsung.
Dan Iblis Pencabut Nyawa dari Bukit Lontar belum juga
terpengaruh oleh jurus 'Pedang Pemecah Sukma'. Bahkan
tampaknya semakin dahsyat saja dengan jurus-jurusnya
yang maut. Sehingga, Rangga terpaksa harus merubah
jurusnya beberapa kali.
Pertarungan memang memakan waktu yang cukup lama,
sampai Ki Rampik yang didampingi Pandan Wangi sampai
Mereka tidak bisa berbuat apa-apa selain menjadi penonton
saja mendampingi Goradi yang masih merasakan sesak
pada dadanya. Pertarungan antara Rangga dan Paman Walung memang
masih terus berlangsung. Jurus demi jurus berlalu cepat
sekali. Dan masing-masing sudah mengeluarkan jurus-jurus
simpanannya yang begitu dahsyat.
Hingga akhirnya....
"Hup!"
"Yeaaah...!"
Mereka sama-sama saling berlompatan mundur, hingga
membuat jarak sekitar dua batang tombak jauhnya. Masingmasing berdiri tegak dengan tatapan tajam menusuk
langsung ke bola mata satu sama lain.
Sementara itu, perlahan-lahan mereka saling melakukan
gerakan-gerakan halus. Dan....
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Paman Walung
menghentakkan tongkatnya ke depan. Seketika itu juga,
dari kepala tongkat yang berbentuk bulat meluncur secercah
sinar kuning keemasan. Tepat pada saat itu, Rangga juga
mengebutkan pedangnya ke depan sambil berteriak keras
menggelegar. "Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"
Sraaat! Sinar biru berkilau langsung meluruk deras menyambut
cahaya kuning keemasan yang meluncur dari kepala
tongkat si Iblis Pencabut Nyawa dan Bukit Lontar. Tak
pelak lagi, dua sinar terang beradu di tengah-tengah. Dan
kedua sinar itu tampak saling mendorong.
"Hih...!"
"Hep!"
Rangga segera mengempos seluruh tenaganya. Dan
perlahan-lahan, sinar biru yang memancar dari pedang
Pendekar Rajawali Sakti mendesak cahaya kuning
keemasan yang keluar dari kepala tongkat Iblis Pencabut
Nyawa dari Bukit Lontar. Lalu sedikit demi sedikit, Rangga
mulai melangkah maju mendekati lawannya.
"Uhk...!"
Paman Walung yang dijuluki sebagai si Iblis Pencabut
Nyawa dari Bukit Lontar mulai merasakan sesuatu pada
dirinya, ketika sinar biru berkilau mulai menyelimuti
tubuhnya. Entah kenapa, Paman Walung jadi tidak bisa lagi
menguasai dirinya. Bahkan tidak dapat lagi mengendalikan
tenaganya yang keluar begitu cepat.
Seluruh tubuh Paman Walung sudah bersimbah keringat.
Bahkan titik-titik darah mulai merembes dari seluruh poripori di tubuhnya. Dari hidung, mulut, dan telinga juga
mengeluarkan darah. Sementara, Rangga semakin dekat
saja. Dan tiba-tiba....
"Yeaaah...!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan
pedangnya ke atas kepala. Dan secepat itu pula pedangnya
ditebaskan ke leher Paman Walung yang seluruh tenaganya
sudah habis tersedot oleh aji 'Cakra Buana Sukma' yang
dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti.
Bet! Crak! "Aaakh...!"
Satu jeritan panjang melengking tinggi terdengar begitu
keras dan menyayat. Dan ketika jeritan itu berhenti, tampak
Paman Walung jadi limbung. Begitu tubuhnya ambruk,
seketika kepalanya menggelinding terpisah dari leher.
Darah langsung menyemburat keluar begitu deras dari leher
yang sudah tidak berkepala lagi.
"Hup...!"
Rangga segera melompat mundur, dan menyarungkan
pedangnya kembali ke dalam warangka di punggung.
Sebentar dipandanginya Paman Walung yang sudah tidak
bernyawa lagi "Maafkan aku, Paman Walung. Seharusnya hal ini tidak
terjadi, kalau kau tidak memaksaku." desah Rangga
perlahan. "Kakang...!"
Rangga berpaling begitu mendengar suara memanggilnya. Tubuhnya langsung diputar begitu melihat
Pandan Wangi berlari-lari menghampiri. Gadis itu langsung
menghambur, memeluk pemuda berbaju rompi putih itu.
Tidak dipedulikannya seluruh tubuh Rangga yang
bersimbah keringat. Sementara, Pendekar Rajawali Sakti
menatap Ki Rampik dan putranya yang didampingi
kekasihnya. Sungguh Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu kalau
sekitar halaman rumah ini sudah dipenuhi penduduk Desa
Haruling. Lembut sekali Rangga melepaskan pelukan
Pandan Wangi. Sementara, Ki Rampik menghampiri
Pendekar Rajawali Sakti dengan mata berkaca-kaca.
"Aku tidak tahu lagi, apa yang harus kuucapkan untuk
berterima kasih padamu, Pendekar Rajawali Sakti," ucap Ki
Rampik. "Ini sudah menjadi kewajibanku, Ki," ucap Rangga
merendah. "Kalau tidak keberatan, aku ingin kau tinggal di sini
untuk beberapa hari. Seluruh penduduk desa ini akan
menjamu untuk mengucapkan terima kasihnya," kata Ki
Rampik lagi. "itu terlalu berlebihan, Ki."
Memang sulit bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk
menolak Dan Rangga tidak ingin mengecewakan seluruh
penduduk Desa Haruling ini. Meskipun jiwa kependekarannya menolak, tapi permintaan seluruh
penduduk desa ini tidak bisa ditolaknya. Pendekar Rajawali
Sakti hanya bisa menganggukkan kepala saja, menerima
tawaran Ki Rampik untuk tinggal beberapa hari di desa ini.
SELESAI Perguruan Sejati 11 Perguruan Sejati Karya Khu Lung Tengkorak Maut 29

Cari Blog Ini