Ceritasilat Novel Online

Titisan Ratu Pantai Selatan 2

Pendekar Rajawali Sakti 69 Titisan Ratu Pantai Selatan Bagian 2


"Anak-anak, ringkus dia! Bawa ke tempatku...!" perintah Ratu Pantai Selatan
lantang. Belum lagi suara ratu penguasa samudera itu menghilang dari pendengaran, sepuluh
gadis cantik sudah berlompatan mengurung Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan mereka
kini sudah kembali berubah seperti pertama kali Rangga melihatnya.
Mereka langsung berubah begitu berlompatan mengurung Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaah...!"
Salah seorang dari gadis yang kini kembali mengenakan baju warna merah menyala,
langsung saja memberi satu serangan menggeledek dengan melepaskan beberapa
pukulan keras dan beruntun. Rangga sempat terhenyak beberapa saat, tapi cepatcepat melenting untuk menghindarinya.
"Hap!"
"Yeaaah...!"
"Hiyaaa...!"
Gadis-gadis lainnya langsung berlompatan menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
Terpaksa pemuda berbaju rompi putih itu berjumpalitan, dan meliuk-liukkan
tubuhnya dalam penggunaan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'
Tapi jurus yang biasanya begitu ampuh dan sukar sekali dihadapi, kini seperti
tidak mempunyai arti sama sekali. Bahkan Rangga jadi kelabakan. Cepat-cepat
jurusnya dirubah sebelum mengalami sesuatu yang bisa merugikannya. Rangga
langsung mengerahkan jurus-jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Saku' lima
jurus yang pertama kali diperolehnya, dan merupakan jurus jurus dahsyat luar
biasa. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti bertarung tidak tanggung-tanggung lagi.
Langsung dikeluarkannya jurus-jurus itu dalam tingkatan yang terakhir. Sehingga,
membuat pertarungan di atas tebing batu Lereng Bukit Rangkas ini begitu dahsyat!
*** 5 "Mereka benar-benar tangguh. Hhh! Akan kucoba dengan aji
'Baju Bajra'," dengus Rangga dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti cepat-cepat merapatkan kedua tangannya di depan dada.
Lalu, napasnya segera ditahan. Dan sambil menghembuskan napas keras-keras.
Rangga menghentakkan kedua tangannya, hingga merentang lebar ke belakang.
Maka.... "Aji 'Bayu Bajra'! Yeaaah...!"
Wesss...! Seketika itu juga berhembus angin yang begitu keras sekali, melebihi badai topan
yang amat dahsyat. Batu-batu di sekitar tebing itu seketika berhamburan ke
udara. Bahkan pepohonan juga terbongkar ke akar-akarnya. Alam di sekitar tebing
batu Lereng Bukit Rangkas ini benar-benar diamuk badai topan yang begitu
dahsyat! "Ha ha ha...!"
"Hmmm...."
Kening Rangga jadi berkerut melihat Ratu Pantai Selatan masih tetap berdiri
tegak, dan malah tertawa terbahak-bahak.
Bahkan sepuluh orang gadis pengawalnya juga tetap berdiri tegak, tak terpengaruh
sedikit pun oleh aji "Bayu Bajra' yang dikerahkan Pendekar Rajawali Sakti.
Mereka terus tertawa terbahak-bahak. Bahkan begitu keras sekali, seakan-akan
hendak mengalahkan deru angin dari badai topan yang diciptakan Pendekar Rajawali
Sakti. Hal itu malah membuat alam di sekitar tebing batu itu semakin hancur.
Bebatuan di tebing itu kini tergetar hebat bagai hendak runtuh.
"Hap!"
Rangga tiba-tiba saja merapatkan kedua tangannya di depan dada. Maka seketika
itu juga badai yang diciptakannya terhenti.
Bersamaan dengan itu, suara tawa dari Ratu Pantai Selatan dan sepuluh gadis
pengawalnya juga berhenti. Alam di sekitar tebing itu kembali tenang. Namun,
keadaannya sudah demikian hancur!
"Ada lagi kesaktian yang kau miliki, Rangga...?" terasa begitu sinis sekali nada
suara Ratu Pantai Selatan.
"Hmmm...," Rangga hanya menggumam pelan saja.
Pendekar Rajawali Sakti memandangi wanita cantik penguasa samudera itu. Memang,
tidak mudah untuk mengalahkan Ratu Pantai Selatan. Dan selama ratusan tahun, tak
ada seorang pun yang bisa menandingi kesaktiannya. Tapi, itu bukan berarti
Rangga akan menyerah begitu saja. Perlahan-lahan tangan kanannya diangkat, dan
dipegangnya gagang Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang berada di punggung.
Tatapan matanya masih tetap tajam, menusuk langsung ke bola mata wanita cantik
penguasa samudera yang berdiri sekitar dua batang tombak di depannya.
Srettt! Cring! Cahaya biru berkilau tiba-tiba saja menyemburat terang, begitu Rangga mencabut
Pedang Pusaka Rajawali Sakti dari warangka di punggung. Perlahan-lahan pedang
pusakanya disilangkan di depan dada. Sementara itu, Ratu Pantai Selatan tampak
agak terkejut melihat pamor pedang yang tergenggam di tangan Pendekar Rajawali
Sakti. "Wadyabala...!" seru Ratu Pantai Selatan keras menggelegar.
Sepuluh orang gadis cantik pengawal wanita penguasa samudera itu seketika
berlompatan mengurung Pendekar Rajawali Saka. Tangan mereka terangkat ke atas,
dan tiba-tiba saja mengeluarkan cahaya. Lalu begitu cahaya itu lenyap, di tangan
mereka sudah tergenggam pedang yang memancarkan sinar merah membara bagai pedang
api. "Hmmm...," Rangga menggumam pelan. Rangga agak terkejut juga, melihat pedang
sepuluh gadis cantik itu muncul secara begitu aneh. Belum pernah Pendekar
Rajawali Saka melihat senjata yang memiliki pamor begitu dahsyat, dan muncul
tanpa di ketahui dari mana asalnya. Dan belum lagi rasa keterkejutan Pendekar
Rajawali Saka itu lenyap, mendadak saja dua orang gadis yang mengenakan baju
warna merah menyala Itu melompat cepat sambil mengebutkan pedang bagai kilat.
"Hiyaaat...!"
"Hup! Yeaaah...!"
Bergegas Rangga melenting, menghindari tebasan pedang yang mengarah ke kaki. Dan
bersamaan dengan itu, pedangnya dibabarkan untuk menangkis pedang lain yang
memancarkan cahaya merah bagai api.
Trang! Tak pelak lagi, dua senjata berpamor dahsyat beradu tidak jauh di depan dada
Pendekar Rajawali Sakti. Ledakan keras menggelegar terdengar begitu dahsyat,
dari dua pedang yang beradu tadi. Rangga cepat-cepat melenting ke belakang, dan
berputaran beberapa kali. Bibirnya agak meringis merasakan getaran pada tangan,
ketika pedangnya tadi beradu dengan pedang salah seorang gadis itu.
"Hiyaaat...!"
Pada saat itu, satu orang gadis lain sudah melompat cepat melakukan serangan.
Pedangnya berkelebat begitu cepat, mengarah ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
Namun hanya dengan sedikit saja mengegoskan kepala, ujung pedang itu lewat
sedikit di samping kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts! Gilaaa...!" dengus Rangga terkejut.
Betapa Pendekar Rajawali Sakti tidak terkejut.."
Pedang bercahaya merah bagai api itu mengeluarkan hawa yang begitu panas,
seakan-akan ingin membakar seluruh kepalanya. Cepat-cepat Rangga menarik kakinya
ke samping kanan dua langkah. Dan secepat itu pula pedangnya dikebutkan
agak menyilang, tepat di saat satu orang gadis lainnya juga membabatkan pedang
ke arah dada. Trang!
Lagi-lagi dua pedang yang sama-sama memiliki pamor dahsyat beradu keras,
menimbulkan ledakan yang begitu dahsyat bagai guntur di angkasa. Kembali Rangga
terpaksa harus melompat mundur beberapa langkah, dan kembali harus meliukkan
tubuhnya. Pendekar Rajawali Sakti memang bisa menghindari serangan yang cepat
sekali datangnya, mengincar tubuhnya.
Rangga benar-benar terkejut menghadapi serangan-serangan dari sepuluh orang
gadis cantik yang begitu cepat dan dahsyat itu. Mereka menyerang secara
bergantian dan beruntun, bagai tidak memberikan kesempatan sedikit pun pada
Pendekar Rajawali Sakti untuk balas menyerang. Namun mereka juga tidak menyangka
kalau pemuda berbaju rompi putih ini mampu menandingi serangan-serangan yang
begitu cepat dan dahsyat. Bahkan Rangga masih sekali-sekali mampu memberi
serangan-serangan balasan yang tidak kalah dahsyatnya.
Dan itu membuat Ratu Pantai Selatan yang sejak tadi memperhatikan jalannya
pertarungan, jadi berkerut juga keningnya. Bahkan ada terselip perasaan khawatir
dalam harinya melihat ketangguhan Rangga yang tidak diduga sama sekali. Terlebih
lagi, pertarungan sudah berjalan beberapa jurus, tapi belum juga ada tanda-tanda
kalau sepuluh gadis pengawalnya bisa mendesak Pendekar Rajawali Sakti.
Jurus demi jurus berlalu cepat. Dan Rangga bukan saja mengeluarkan jurus-jurus
yang didapat dari Pendekar Rajawali, tapi juga mengeluarkan jurus-jurus yang
didapatkan dari Satria Naga Emas. Jurus-jurus tingkat tinggi yang teramat
dahsyat, dan selama ini belum ada tandingannya. Hal itu membuat sepuluh orang
gadis pengawal Ratu Pantai Selatan kelihatan
semakin sulit untuk mendesaknya. Apalagi untuk mengalahkannya. Bahkan beberapa
kali Rangga malah membuat mereka kelabakan menghindari serangan-serangannya yang
begitu dahsyat sekali.
"Mundur kalian semua...!" teriak Ratu Pantai Selatan tiba-tiba.
Belum lagi teriakan yang lantang menggelegar itu hilang dari pendengaran,
sepuluh orang gadis cantik berbaju serba merah itu sudah melompat keluar dari
pertarungan. Pada saat yang bersamaan, Ratu Pantai Selatan melompat cepat
menghampiri Pendekar Rajawali Sakti. Tahu-tahu, dia sudah berdiri sekitar lima
langkah lagi di depan pemuda tampan berbaju rompi putih itu.
"Aku akui, kau memang hebat, Rangga," puji Ratu Pantai Selatan tulus. 'Tapi
sekarang saatnya kau harus menghadapiku...!"
"Hmmm...!" Rangga hanya menggumam pelan saja.
Pendekar Rajawali Sakti sudah kembali menyilangkan pedang di depan dada.
Sikapnya sama sekali tidak memandang rendah pada wanita cantik penguasa samudera
ini Bahkan wanita itu malah dianggapnya sebagai lawan yang paling berat, sejak
Pendekar Rajawali Sakti keluar dari Lembah Bangkai, dan melanglang buana
menjelajahi ganasnya rimba persilatan.
Rangga semakin meningkatkan kewaspadaannya menghadapi wanita yang dikenal
sebagai Ratu Pantai Selatan ini
"Haaap...!"
Perlahan-lahan kedua tangan Ratu Pantai Selatan terangkat ke atas. Dan tiba-tiba
saja, dari kedua telapak tangannya memancarkan cahaya yang berkilau terang
menyilaukan mata.
Rangga sampai menutupi wajahnya dengan punggung tangan kiri, menghalangi cahaya
yang menyilaukan mata itu.
"Hmmm...."
Lagi-lagi Rangga menggumam perlahan ketika tiba-tiba cahaya yang memancar pada
kedua telapak tangan Ratu Pantai Selatan lenyap. Dan tahu-tahu, di tangan wanita
cantik penguasa samudera itu sudah tergenggam sebatang tongkat berukuran cukup
besar. Ujung tongkat itu berbentuk seekor ular kobra yang lehernya berkembang
mengerikan. Kedua mata ular kobra itu memancarkan sinar merah membara, seperti
sepasang bola api yang siap membakar apa saja yang ada di depannya.
*** "Hadapilah aku, Pendekar Rajawali Sakti...!" desis Ratu Pantai Selatan dingin
menggeletar. "Memang sudah lama aku ingin bertarung denganmu," sahut Rangga tidak kalah
dinginnya. "Hmmm, bersiaplah kau!"
Bettt! Wanita cantik penguasa samudera di seluruh Mayapada ini langsung mengebutkan
tongkatnya ke depan. Seketika itu juga, dari bola mata tongkat ular kobra Ratu
Pantai Selatan memancar cahaya merah seperti api yang langsung meluruk deras ke
arah Rangga. "Hup!"
Bergegas Pendekar Rajawali Sakti melentingkan tubuhnya ke udara, sambil
melakukan beberapa putaran. Sinar merah itu menghantam tanah, tempat tadi Rangga
berdiri. Ledakan keras menggelegar terdengar begitu dahsyat sekati, membuat
tanah berbatu itu terbongkar. Sehingga melontarkan bebatuan tinggi-tinggi ke udara.
Sementara itu, Rangga kembali menjejakkan kakinya dengan gerakan ringan dan
manis sekali. "Hap!"
Cepat-cepat Pendekar Rajawali SakB meletakkan mata pedangnya di telapak tangan
kiri, lalu menggosoknya perlahan-lahan, hingga ke ujung Pedang Pusaka Rajawali
Sakti. Kembali pedang itu digosoknya sampai ke pangkal tangkai. Dan kini cahaya
biru yang memancar pada pedang itu menggumpal di ujungnya.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"
Cepat sekali Rangga menghentakkan ujung pedangnya ke depan, sambil menarik ke
samping kedua kakinya sampai merentang lebar. Gumpalan sinar biru sebesar
kepala, meluncur deras dari ujung pedang Pendekar Rajawali Saka.
"Hiyaaa...!"
Ratu Pantai Selatan cepat-cepat menyilangkan tongkatnya yang berbentuk ular
kobra itu ke depan dada. Dan tak pelak lagi, cahaya biru yang menggumpal itu
menghantam keras bagian tengah tongkat berbentuk ular kobra itu.
Glarrr...! Kembali terdengar ledakan yang begitu keras menggelegar dahsyat. Tampak Ratu
Pantai Selatan terdorong dua langkah ke belakang. Sedangkan Rangga kembali
menghentakkan pedangnya ke depan sambil berteriak keras menggelegar, bagai
hendak meruntuhkan tebing batu ini
Rrrt! Cahaya biru yang berkilau menyilaukan mata, kembali meluncur deras dari ujung
pedang Pendekar Rajawali Sakti.
Dan pada saat yang bersamaan, Ratu Pantai Selatan juga menghentakkan tongkatnya
ke depan. Maka dari bola mata tongkat ular kobra itu, meluncur cahaya merah
bagai api. Glarrr...! "Akh...!"
Tepat ketika dua sinar merah dan biru berbenturan di udara, tampak Rangga
terpental ke belakang sambil memekik keras agak tertahan. Sedangkan Ratu Pantai
Selatan hanya terdorong saja beberapa langkah ke belakang.
Rangga bergelimpangan beberapa kali, dan baru berhenti setelah punggungnya
menghantam sebongkah batu yang begitu besar. Batu itu sampai retak terkena
benturan punggung Rangga yang begitu keras. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti
menggeleng-gelengkan kepala, lalu berusaha bangkit berdiri.
Tubuhnya terhuyung-huyung, dan dari mulutnya mengeluarkan darah kental agak
kehitaman. "Hiyaaat...!"
Pada saat itu, Ratu Pantai Selatan sudah melompat cepat bagai kilat sambil
mengayunkan tongkatnya ke arah kepala Pendekar Rajawali Sakti. Serangannya
begitu cepat, membuat Rangga yang belum bisa menguasai keadaan diri hanya bisa
terperangah saja. Tidak ada lagi kesempatan bagi Pendekar Rajawali Sakti untuk
bisa menghindari serangan wanita cantik penguasa samudera ini.
"Dewata Yang Agung..," desah Rangga perlahan.
"Khraaagkh...!"
Tepat ketika tongkat berkepala ular kobra itu hampir menghantam kepala Rangga,
tiba-tiba saja dari angkasa meluncur seekor burung raksasa putih keperakan.
Burung itu kuat sekali mengepakkan sayapnya ke arah Ratu Pantai Selatan.
"Heh! Uts...!"
Wanita cantik penguasa samudera itu jadi terkejut setengah mati. Buru-buru
tubuhnya melenting ke belakang menghindari kibasan sayap rajawali raksasa
berbulu putih. Sehingga, membuat serangannya pada Rangga jadi gagal. Dan sebelum
Ratu Pantai Selatan bisa menyadari apa yang terjadi, Rajawali Putih sudah
menyambar Rangga dengan cakarnya yang kuat dan kokoh. Secepat kilat, burung
raksasa itu melesat tinggi ke udara membawa pemuda berbaju rompi putih yang
dikenal berjuluk Pendekar Rajawali Sakti.
"Apa itu...?" desis Ratu Pantai Selatan sambil memandang ke atas.
Masih terlihat sedikit bentuk burung rajawali raksasa itu, sebelum menghilang di
balik awan. Ratu Pantai Selatan terus berdiri tegak memandang ke awan, tempat
burung rajawali raksasa berbulu putih menghilang membawa Rangga dengan cakarnya
yang begitu besar dan kokoh.
"Kalian lihat, apa itu tadi...?" tanya Ratu Pantai Selatan pada sepuluh orang
gadis cantik berpakaian merah pengawalnya.
Sepuluh gadis cantik berbaju merah itu hanya
menggelengkan kepala saja. Mereka juga terkejut dengan kejadian yang begitu
cepat dan tidak terduga sama sekali, sehingga tidak sempat lagi melihat kalau
yang baru saja muncul dan menyelamatkan Rangga adalah seekor rajawali raksasa.
Memang kejadiannya begitu cepat, sehingga sulit dilihat jelas.


Pendekar Rajawali Sakti 69 Titisan Ratu Pantai Selatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terlebih lagi, gerakan Rajawali Putih dalam menyerang Ratu Pantai Selatan dan
menyelamatkan Rangga.
"Hmmm..., itu tadi seperti burung rajawali. Tapi apa mungkin...?" gumam Ratu
Pantai Selatan berbicara sendiri.
Sebentar wanita cantik penguasa samudera itu masih memandang ke atas, lalu
perlahan matanya terpejam. Dan tiba-tiba saja, seluruh tubuhnya terselimut
cahaya terang menyilaukan mata. Lalu begitu cahaya itu lenyap, wujudnya sudah
berganti kembali menjadi Rampita. Sedangkan sepuluh orang gadis pengawal Ratu
Pantai Selatan juga sudah tidak lagi menyandang senjata. Mereka kini sudah
berdiri di belakang wanita berbaju biru yang sekarang bukan lagi Ratu Pantai
Selatan, melainkan sudah berganti menjadi Rampita lagi.
"Ayo kita pergi dari sini," ajak Rampita.
"Baik, Nini," sahut sepuluh gadis berbaju merah itu bersamaan.
Tanpa ada yang bicara lagi, gadis-gadis cantik itu segera meninggalkan tebing
batu Lereng Bukit Rangkas itu. Mereka bergerak cepat menuju ke arah Selatan
dengan gerakan begitu ringan. Sehingga, kaki-kaki mereka seperti tidak menyentuh
tanah sama sekali. Dan sebentar saja, mereka sudah jauh meninggalkan tebing batu
itu, lalu menghilang ke dalam hutan di Lereng Bukit Rangkas ini.
*** 6 "Ohhh...."
Rangga merintih lirih dan mencoba menggeliat bangkit Tapi sebuah tangan halus
telah menahan dadanya. Perlahan Pendekar Rajawali Sakti membuka kelopak matanya.
Hatinya terkejut melihat seorang gadis cantik berbaju hitam, duduk di samping tubuhnya
yang terbaring di atas rerumputan kering.
Sebentar Rangga mengedarkan pandangannya berkeliling.
Langsung cepat disadari kalau saat ini dia berada dalam sebuah gua yang sangat
besar. Pendekar Rajawali Sakti kembali mengarahkan
pandangannya pada gadis berwajah cantik yang mengenakan baju berwarna hitam
ketat. Perlahan tubuhnya bergeser dan bergerak bangkit, lalu duduk bersandar
pada dinding gua ini.
Sedangkan gadis berbaju hitam itu tidak lagi mencegah. Dia tetap duduk di
tempatnya sambil memandangi Rangga yang kini sudah duduk bersandar di dinding
gua batu ini "Berapa lama aku tidak sadarkan diri, Intan?" tanya Rangga yang memang sudah
mengenal gadis berbaju hitam itu, sehingga tidak lagi terkejut saat melihatnya
pertama kali tadi.
"Cukup lama juga," sahut Intan Kemuning.
Gadis cantik yang mengenakan baju serba hitam ketat itu memang Intan Kemuning,
putri tunggal Patih Giling Wesi di Kerajaan Galung. Tapi, gadis ini sudah begitu
dikenal di kalangan persilatan dengan julukan Putri Rajawali Hitam. Dan dia juga
memiliki tunggangan seekor burung rajawali raksasa yang berbulu hitam pekat
berkilat. Antara kedua pendekar muda yang sama-sama bergelar Rajawali itu memang
sudah saling mengenal, dan sama-sama mempunyai seekor burung rajawali raksasa.
Dan di dunia ini, memang hanya ada dua burung rajawali raksasa (Untuk lebih
jelasnya silakan baca serial Pendekar Rajawali Sakti dalam episode "Sepasang
Rajawali"). Mereka selalu dijuluki Sepasang Rajawali, jika muncul secara
bersamaan. Namun, jarang sekali mereka terlihat muncul
bersama-sama. Dan kalaupun terjadi, itu hanya secara kebetulan saja.
"Di mana ini, Intan?" tanya Rangga lagi.
"Masih di Kaki Bukit Rangkas, tidak jauh dari tempatmu bertarung," sahut Intan
Kemuning. "Kau tahu aku bertarung..."!" Rangga jadi terkejut Intan Kemuning yang lebih
dikenal berjuluk Putri Rajawali Hitam hanya tersenyum saja. Diambilnya sebatang
ranting kering, dan dilemparkannya ke atas onggokan api unggun.
Sehingga, keadaan di dalam gua ini semakin bertambah hangat. Suara gemeretak
terdengar dari api yang melahap ranting-ranting kering. Sementara, Rangga
memandangi gadis berbaju serba hitam itu.
"Kebetulan saja aku lewat di atas Bukit Rangkas, dan melihat kau terlempar. Tapi
belum sempat membantu, Rajawali Putih sudah lebih dahulu menyambar dan membawamu
terbang. Aku langsung saja mengikuti, dan mengajak Rajawali Putih ke gua ini,"
jelas Intan Kemuning dengan singkat. "Siapa lawanmu itu, Kakang" Kelihatan aneh
sekali?" "Titisan Ratu Pantai Selatan," sahut Rangga.
"Titisan Ratu Pantai Selatan..." Aku tidak mengerti maksudmu, Kakang."
"Dia sebenarnya seorang gadis yang bersekutu dengan Ratu Pantai Selatan. Aku
tidak tahu, apa maksudnya. Tapi sudah banyak korban yang jatuh. Bahkan Padepokan
Bukit Rangkas baru saja digempur. Hhh..., memang sulit jika berhadapan dengan
penguasa samudera itu. Dia seperti dewa saja. Rasanya terlalu sukar untuk bisa
menandingi kesaktiannya," dengan suara pelan, Rangga mencoba menjelaskan. "Tapi
yang paling sulit, di dalam diri gadis itu sudah menitis Ratu Pantai Selatan.
Ini yang terlalu sukar ditandingi-nya. Kau bisa melihat sendiri, aku hampir mati
kalau Rajawali Putih tidak cepat menyelamatkanku."
Rangga jadi teringat dengan pengalamannya, ketika dia juga harus berhadapan
dengan wanita penguasa samudera itu (Untuk lebih jelasnya silakan baca serial
Pendekar Rajawali Sakti dalam episode "Tumbal Penguasa Samudera").
"Hanya ada satu cara untuk menghentikannya, Kakang,"
kata Intan Kemuning.
"Bagaimana?" tanya Rangga ingin tahu.
"Pisahkan Ratu Pantai Selatan dari gadis itu," sahut Intan Kemuning.
"Tidak mudah memisahkannya, Intan."
"Memang! Karena seperti katamu tadi, mereka sudah menyatu dalam satu raga."
"Lalu, bagaimana cara memisahkannya?" tanya Rangga lagi.
"Mereka tidak bisa dilawan oleh hanya satu orang saja."
"Maksudmu?"
"Harus dilawan sedikitnya dua orang, Kakang. Satu menyerang Ratu Pantai Selatan,
satu lagi memusatkan diri menyerang gadis titisannya. Dia memang tidak akan
terlihat Tapi kalau sudah terpisah, kita akan bisa melihatnya. Dan kalau mereka
sudah terpisah, satu orang harus bisa membunuh gadis titisan itu. Paling tidak,
melumpuhkannya. Dengan begitu, Ratu Pantai Selatan tidak akan bisa menitis lagi.
Dan dia akan kembali ke istananya di dasar samudera. Kita tak mungkin bisa
mengalahkannya, Kakang. Tapi kita bisa menghentikannya dengan membunuh sekutunya
itu," kembali Intan Kemuning menjelaskan dengan panjang lebar.
"Hmmm.... Satu pekerjaan yang hampir mustahil dilakukan...," gumam Rangga
seperti bicara pada diri sendiri.
"Memang, Kakang. Tapi kalau tidak, dunia ini akan hancur.
Semakin banyak dia mendapatkan korban, semakin kuat saja di alam nyata ini,"
sahut Intan Kemuning.
"Kau sepertinya tahu banyak tentang Ratu Pantai Selatan, Intan," ujar Rangga.
"Sebelum ayahku menjadi patih dia pernah menduduki jabatan sebagai panglima
perang di lautan. Aku sering mendengar cerita-ceritanya tentang Ratu Pantai
Selatan. Jadi, sedikitnya aku bisa mengerti, Kakang," sahut Intan Kemuning
menjelaskan. "Tapi pengetahuanmu yang sedikit itu sangat berguna untuk menghadapinya, Intan"
"Kau juga harus memulihkan kesehatanmu dulu, Kakang.
Kau terluka dalam cukup parah. Aku tadi telah memberimu sedikit hawa murni,"
kata Intan Kemuning tidak ingin terlalu banyak menerima pujian Pendekar Rajawali
Sakti. "Itu juga sudah cukup banyak membantu, Aku tinggal bersemadi sebentar, dan
keadaanku sudah bisa pulih kembali,"
sahut Rangga. "Bersemadilah. Aku akan mencari makanan di luar.
Barangkali saja setelah kau menyelesaikan semadi, aku sudah siap menyediakan
makanan untukmu."
"Terima kasih, Intan."
Intin Kemuning hanya tersenyum saja, kemudian bangkit berdiri. Tapi belum juga
beranjak pergi meninggalkan gua itu, Rangga sudah memanggilnya. Intan Kemuning
berbalik memandang Pendekar Rajawali Sakti yang masih tetap duduk bersila dengan punggung
tersandar pada dinding gua ini.
"Ada apa?" tanya Intan Kemuning.
"Kalau kau bersedia, tolong beri tahu keadaanku pada Pandan Wangi. Dia ada di
Padepokan Bukit Rangkas," kata Rangga meminta.
"Akan kuberi tahu dia," sahut Intan Kemuning. "Apa kau ingin agar dia ada di
sini selama kau bersemadi?"
"Tidak perlu. Dia harus menjaga keselamatan Padepokan Bukit Rangkas. Katakan
saja, jangan tinggalkan padepokan sampai aku datang ke sana," pesan Rangga lagi.
Intan Kemuning hanya mengangguk saja, kemudian bergegas melangkah keluar gua
ini. Sementara Rangga sudah bersiap melakukan semadi untuk memulihkan kesehatan
rubuhnya yang mendapat luka dalam, akibat pertarungannya melawan Titisan Ratu
Pantai Selatan.
*** Sementara itu. Intan Kemuning sudah mengangkasa
bersama Rajawali Hitam menuju Puncak Bukit Rangkas.
Kelopak mata gadis berbaju hitam yang berjuluk Putri Rajawali Hitam itu jadi
menyipit, begitu melihat kepulan asap hitam membumbung tinggi ke angkasa dari
Puncak Bukit Rangkas.
"Lebih cepat lagi, Rajawali Hitam...!" perintah Intan Kemuning.
"Khraaagkh...!"
Burung rajawali raksasa berbulu hitam itu meluncur cepat menuju Puncak Bukit
Rangkas. Begitu cepat burung raksasa itu meluncur di angkasa, sehingga dalam
waktu sekejapan mata saja sudah sampai di atas Puncak Bukit Rangkas Intan
Kemuning yang wajahnya kiri sudah tertutup cadar tipis berwarna hitam langsung
melompat turun, sebelum Rajawali Hitam menyentuhkan kakinya di tanah.
"Oh.... Apa yang terjadi di sini..."!" desah Intan Kemuning seperti tidak
percaya dengan apa yang disaksikannya.
Putri Rajawali Hitam itu jadi terkejut setengah mati, melihat keadaan bangunan
Padepokan Bukit Rangkas yang sudah hancur porak poranda. Asap tebal menghitam
menggumpal, membumbung tinggi ke angkasa dari kobaran api yang cukup besar,
menghancurkan bangunan padepokan di Puncak Bukit Rangkas ini.
Benar-benar sukar bisa dipercaya. Padepokan yang cukup besar ini, bisa hancur
tak tersisa lagi Seluruh bangunannya tinggal puing-puing saja, karena hangus
terbakar. Sementara, mayat-mayat tampak bergelimpangan saling tumpang tindih,
hampir memeriuhi sekitar puing-puing reruntuhan Padepokan Bukit Rangkas ini.
Perlahan-lahan Putri Rajawali Hitam mengayunkan langkahnya sambil merayapi
keadaan sekelilingnya. Tak ada seorang pun yang kelihatan masih hidup. Udara di
sekitar daerah puncak bukit ini sudah tercemar bau anyir darah yang memualkan
perut. Namun, Intan Kemuning tetap meneliti setiap rnayat yang bergelimpangan
saling rumpang tindih tak teratur. Dicarinya Pandan Wangi di antara mayat-mayat
yang bergelimpangan.
Tapi sudah semua mayat itu diperiksa, tidak juga menemukan Pandan Wangi. Bahkan
Eyang Danarpati juga tidak terlihat di antara mereka yang tewas. Intan Kemuning
terus mencari, mengelilingi padepokan yang sudah hancur tinggal puing-puing
hangus terbakar itu.
"Ohhh...."
"Heh..."!"
Intan Kemuning tersentak begitu tiba-tiba mendengar rintihan lirih tidak jauh
darinya. Cepat wajahnya berpaling ke arah sumber rintihan yang begitu lirih
terdengar tadi. Tak ada satu pun dari mayat-mayat itu yang bergerak. Pandangan
Putri Rajawali Hitam itu jadi tertumbuk pada sebuah gerumbulan semak belukar
yang bergerak-gerak seperti ada sesuatu di dalamnya.
"Hup...!"
Hanya sekali lompatan saja, Intan Kemuning sudah sampai di gerumbulan semak
belukar itu. Kedua bola matanya jadi terbeliak begitu melihat seorang gadis yang
sebaya dengannya tengah tergolek di dalam semak, sambil merintih lirih
menggerak-gerakkan kepalanya. Hampir di seluruh tubuhnya terdapat luka-luka
menganga yang masih mengucurkan darah.
Intan Kemuning bergegas mengeluarkan gadis itu dari dalam semak, dan
membaringkannya di tempat yang cukup nyaman.
"Apa yang terjadi di sini, Nisanak?" tanya Intan Kemuning.
"Ohhh..., siapa kau?" gadis itu malah balik bertanya, dengan sinar mata yang
begitu redup memandangi wajah Intan Kemuning yang tertutup cadar berwarna hitam
tipis. "Aku Putri Rajawali Hitam," sahut Intan Kemuning "Dan kau siapa?"
"Karina...," sahut gadis itu pelan sekali suaranya.
Karina meringis menahan rasa sakit yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Memang,
luka-luka yang dideritanya begitu parah. Dan darah terus mengucur deras sekali
dari luka-luka di seluruh tubuhnya. Warna baju yang dikenakannya sudah tak
terlihat lagi, tertutup noda-noda darah.
"Apa yang terjadi di sini, Karina?" tanya Intan Kemuning lagi.
"Mereka datang lagi, dan langsung menghancurkan padepokan ini Mereka begitu
tangguh. Ohhh...,"
Karina kembali meringis menahan sakit.
"Mereka siapa?" tanya Intan Kemuning mendesak.
"Ratu Pantai Selatan...," semakin lemah suara Karina.
"Lalu, ke mana Eyang Danarpati dan Pandan Wangi?" tanya Intan Kemuning lagi.
"Akkk..., aku tak tahu. Tadi Eyang, Danarpati terluka parah.
Mungkin dia ditangkap. Sayang..., Pandang Wangi belum tiba di sini waktu Eyang
Danarpati terluka parah.... mung..., mungkin!
Mungkin Pandan Wangi sudah datang, tapi juga sudah tertangkap! Oh, aku tak kuat
lagi. Akh...!"
"Karina..., Karina...."
Intan Kemuning mengguncang-guncangkan tubuh Karina, tapi gadis itu sudah tidak
bernyawa lagi. Luka-luka yang begitu parah memang tidak mungkin lagi bisa
menyelamatkan nyawanya. Sudah terlalu banyak darah yang keluar. Intan Kemuning
hanya bisa menghembuskan napas panjang dan memandangi saja, tanpa dapat berbuat
apa-apa lagi. Perlahan Putri Rajawali Hitam bangkit berdiri. Sebentar dipandanginya Karina
yang sudah terbujur kaku tak bernyawa lagi. Kemudian pandangannya beredar
berkeliling. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan Putri Rajawali Hitam itu di
Puncak Bukit Rangkas ini. Perlahan kakinya melangkah pergi menghampiri Rajawali
Hitam tunggangannya yang menunggui tidak jauh dari padepokan yang sudah hancur
tak tersisa lagi itu.
"Kakang Rangga harus tahu secepatnya keadaan di sini,"
gumam Intan Kemuning dalam hati.
*** Rangga terdiam membisu dengan kepala tertunduk menekun tanah, setelah mendengar
penuturan Intan Kemuning tentang keadaan di Padepokan Bukit Rangkas. Pendekar
Rajawali Sakti masih juga terdiam, walau Intan Kemuning yang lebih dikenal
berjuluk Putri Rajawali Hitam sudah menyelesaikan ceritanya.
Memang sukar bisa dipercaya. Dalam waktu yang tidak berselang begitu lama, Ratu
Pantai Selatan dan sepuluh orang gadis pengawalnya mampu menghancurkan.
Padepokan Bukit Rangkas. Padahal sebelumnya, mereka harus berhadapan dengan
Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan perbedaan waktunya juga tidaklah lama. Hanya
beberapa saat saja, setelah mereka bertarung melawan Pendekar Rajawali Sakti.
Tapi bagi Rangga, hal itu tidak terlalu aneh. Memang, kekuatan Padepokan Bukit
Rangkas sudah begitu jauh berkurang. Teriebih lagi, yang melakukan penghancuran
itu adalah Ratu Pantai Selatan, penguasa seluruh dasar samudera di Mayapada ini.
Hanya satu yang menjadi beban pikiran Pendekar Rajawali Sakti sekarang ini. Dia
benar-benar mencemaskan keselamatan Pandan Wangi dan Eyang Danarpati, yang
sekarang mungkin berada di tangan wanita penguasa samudera itu. Dan lagi, tidak
mudah bisa mengetahui tempat persembunyian mereka. Lebih-lebih kalau mereka
membawanya ke istana dasar samudera.
Sudah pasti tidak akan mungkin bisa ditemukan lagi dalam keadaan hidup. Hal
inilah yang membuatnya jadi begitu cemas memikirkannya.
"Kakang...," lembut sekali suara Intan Kemuning.
Perlahan Rangga mengangkat kepalanya. Pandangannya langsung bertemu pada sorot
mata Intan Kemuning yang berada begitu dekat di depannya. Beberapa saat mereka
saling pandang saja. Namun, gadis yang berjuluk Putri Rajawali Hitam
itu memalingkan mukanya. Cepat-cepat pandangannya dialihkan ke arah lain. Entah
kenapa, dia masih saja sulit untuk bisa membalas pandangan mata Rangga lamalama. Rasanya memang tidak sanggup membalas lebih lama lagi pandangan Pendekar
Rajawali Sakti.
"Maaf, aku...."
"Sudahlah. Aku bisa mengerti, Kakang," cepat-cepat Intan Kemuning memutuskan
ucapan Pendekar Rajawali Sakti.
"Sudah begitu lama aku selalu bersama-sama dengannya.
Segala persoalan dan bahaya kulalui bersamanya. Tapi sekarang ini..., aku benar

Pendekar Rajawali Sakti 69 Titisan Ratu Pantai Selatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

benar tidak tahu harus berbuat apa lagi. Lawan yang harus kuhadapi bukan manusia
biasa. Tidak ada seorang pun yang sanggup menghadapinya. Kesaktiannya seperti
dewa, tidak mudah menghadapinya begitu saja,"
Rangga jadi mengeluh memikirkan keadaan Pandan Wangi.
"Tapi kau harus ingat, Kakang. Bukan Ratu Pantai Selatan yang kita hadapi
sekarang ini, melainkan hanya tirisannya saja.
Jadi sudah pasti dia memiliki kekurangan serta kelemahan. Kita masih bisa
menghadapinya, Kakang," Intan Kemuning memberi semangat.
'Ya.... Kita memang masih bisa menghadapinya, Intan. Tapi kita harus tahu dulu,
di mana tempat persembunyiannya.
Sedangkan gadis yang ditirisi Ratu Pantai Selatan sama sekali tidak kukenal. Aku
tidak tahu, siapa dia sebenarnya. Juga, di mana tempat tinggalnya," kata Rangga
masih terdengar mengeluh nada suaranya.
"Kau tahu namanya..." Barangkali dia pemah menyebutkan namanya, atau namanya
pernah kau dengar dari orang lain."
"Rampita. Hanya itu yang kutahu."
"Kalau begitu, kita bisa mencarinya di Desa Nelayan, Kakang.
Hanya ada satu desa saja di sekitar Bukit Rangkas dekat Pesisir Pantai Selatan
ini." "Aku memang belum sempat menyelidikinya,
'Intan. Aku baru saja sampai di sini, dan langsung bentrok dengannya. Jadi,
tidak ada kesempatan untuk mencari keterangan tentang gadis yang bernama Rampita
itu," kata Rangga mengaku terus terang. "Hhh..., tindakannya begitu cepat. Aku
benar-benar tidak menyangka kalau mereka akan datang lagi ke Padepokan Bukit
Rangkas, dan langsung menghancurkannya. "
"Kau tentu tidak ingin ini terus berlarut-larut kan, Kakang...?"
Rangga menatap Putri Rajawali Hitam dalam-dalam.
"Maaf...," ucap Rangga seraya bangkit berdiri.
Tanpa bicara lagi, Pendekar Rajawali Sakti menghampiri Rajawali Putih yang
mendekam tidak seberapa jauh. Sedangkan Intan Kemuning menghampiri Rajawali
Hitam. Entah, apa yang dikatakan kedua pendekar rajawali itu pada burung raksasa
tunggangannya masing-masing. Yang jelas, mereka langsung melangkah berdampingan
meninggalkan Kaki Bukit Rangkas ini Sedangkan kedua burung rajawali raksasa itu
terus melambung tinggi ke angkasa tanpa menimbulkan suara apa pun juga.
Hanya kepakan sayap mereka saja yang menimbulkan hembusan angin kencang seperti
badai. Sementara, Rangga dan Intan Kemuning terus mengayunkan kakinya tanpa mengerahkan
ilmu meringankan tubuh sedikit pun juga. Mereka berjalan tanpa berbicara menuju
Desa Nelayan yang berada di Pesisir Pantai Selatan, tidak jauh dari Kaki Bukit
Rangkas ini. Mereka melalui jalan pintas, merambah hutan yang tidak begitu lebat
di sekitar Kaki Bukit Rangkas ini.
"Kau seperti sudah tahu kalau di sini terjadi sesuatu, Kakang, Apa ada orang
yang memberitahumu...?" tanya Intan Kemuning mengisi kekosongan yang terjadi
cukup lama ini.
"Ya! Gadis yang kau temui di Padepokan Bukit Rangkas.
Dialah yang memberitahuku, dan memintaku datang ke sini,"
sahut Rangga. "Tapi sayang, kedatanganku sudah terlambat Ratu Pantai Selatan
sudah mengambil korban begitu banyak.
Bahkan padepokan sahabatku dihancurkannya begitu saja.
Hhh.... Aku benar-benar tidak tahu, apa sebenarnya yang dicarinya di sini."
"Biasanya orang yang bersekutu dengan Ratu Pantai Selatan hanya mencari
kejayaan, atau mencari kekuatan untuk membalas dendam," kata Intan Kemuning
memberi tahu lagi.
"Sayangnya lagi, kau tidak sempat bicara dengan Eyang Danarpati."
"Kau juga kenal Eyang Danarpati..."!" Rangga agak terkejut Sungguh Pendekar
Rajawali Sakti belum memberi tahu tentang Eyang Danarpati yang memimpin
Padepokan Bukit Rangkas pada Putri Rajawali Hitam. Tapi, gadis yang selalu
mengenakan baju berwarna hitam dan setiap kemunculannya selalu mengenakan cadar
sudah mengetahui nama Eyang Danarpati. Dan itulah yang membuat Rangga jadi
bertanya-tanya terkejut
"Ayahku dan Eyang Danarpati sahabat dekat Dan terus terang saja, kedatanganku ke
sini ingin mengunjunginya. Tapi niatku terhalang saat melihatmu bertarung
melawan Titisan Ratu Pantai Selatan. Aku juga jadi tidak sempat bertemu
dengannya, Kakang."
"Kau ada perlu dengan Eyang Danarpati, Intan?" tanya Rangga.
"Tidak. Aku hanya ingin berkunjung saja. Tidak ada hal yang penting," sahut
Intan Kemuning.
"Kedatanganmu benar-benar diharapkan sekali. Kita bisa sama-sama lagi menghadapi
keangkara-murkaan," sambut Rangga diiringi senyuman lebar.
Intan Kemuning hanya tersenyum saja. Memang, sudah lama sekali mereka tidak
saling berjumpa. Masing-masing disibuki oleh tugasnya sebagai pendekar kelana
yang selalu berpindah-pindah tempat untuk memberantas keangkaramurkaan di atas
bumi ini. Mereka terus berjalan tanpa berbicara lagi. Sementara, keremangan sudah
menyelimuti sekitar Kaki Bukit Rangkas ini.
Dan saat itu hari memang sudah menjelang senja. Matahari sudah cukup jauh turun
ke peraduannya. Keindahan senja hari ini sama sekali tidak bisa dinikmati.
Terlebih lagi buat Rangga yang masih terus memikirkan keadaan Pandan Wangi yang
sekarang berada di tangan Rampita, Titisan Ratu Pantai Selatan.
Sementara itu Desa Nelayan yang mereka tuju sudah terlihat berada di depan.
Deburan ombak menghantam batu-batu karang di pantai pun sudah terdengar nyata,
mengusik gendang telinga. Angin yang berhembus agak keras, menebarkan aroma laut
yang begitu menyegarkan.
"Kita cari penginapan dulu di desa itu, Intan," kata Rangga sambil menunjuk
sebuah desa yang berada tidak jauh lagi.
'Ya. Dari sana pula kita mencari keterangan," sahut Intan Kemuning.
"Kau tidak memakai cadarmu, Intan?" tanya Rangga yang melihat Putri Rajawali
Hitam itu tidak mengenakan cadar yang menjadi cirinya.
"Untuk apa..." Hanya membuat perhatian orang saja."
Rangga mengangkat bahunya dan tersenyum mendengar jawaban gadis ini. Mereka
kemudian tidak bicara lagi, dan terus melangkah mendekati Desa Nelayan yang
tampak sunyi sepi.
Memang, keadaan di desa itu jadi lain setelah muncul Ratu Pantai Selatan yang
selalu mencaripemuda di desa itu. Entah, sudah berapa banyak pemuda yang jadi
korban, lalu ditemukan tewas tidak berapa lama setelah diculik Ratu Pantai
Selatan dan sepuluh orang gadis pengawalnya.
*** 7 Belum pernah Rangga melihat keadaan sebuah Desa Nelayan yang begitu indah. Bukan
hanya pemandangannya, tapi juga keadaan rumah-rumahnya yang begitu bagus.
Rasanya seperti bukan sebuah desa, tapi sebuah kota kadipaten. Walaupun, memang
masih terlalu kecil untuk bisa dikatakan kota kadipaten. Hanya keadaannya saja
yang tidak kalah dengan kota. Sayangnya, Pendekar Rajawali Sakti sama sekali
tidak bisa menikmati keindahan desa ini. Perhatiannya masih terpusat pada Pandan
Wangi dan Eyang Danarpati yang sampai saat ini belum tentu di mana sekarang
berada. Sudah dua hari dua malam, Rangga dan Intan Kemuning mencari keterangan di Desa
Nelayan ini. Tapi, mereka belum juga mendapat keterangan apa pun yang dicarinya.
Bahkan tak ada seorang pun yang mengenal Rampita. Tapi, Rangga punya perasaan
lain. Dan itu segera diutarakannya pada Intan Kemuning, ketika mereka berada di
pinggiran desa tidak jauh dari pantai.
"Kau merasakan ada sesuatu yang janggal di desa ini, Intan...?" ujar Rangga
bernada memberikan pertanyaan.
"Ya," sahut Intan Kemuning seraya menghentikan ayunan langkahnya. Tubuhnya
berbalik dan memandang Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Apa...?" tanya Rangga ingin tahu. "Sikap penduduk yang seperti tidak mau tahu
Mereka juga seperti takut jika kita bertanya tentang Rampita," sahut Intan
Kemuning. "Ya.... Itu juga yang kurasakan," desah Rangga, tidak mengira kalau Intan
Kemuning juga punya pikiran yang sama dengannya.
"Aku yakin, cepat atau lambat mereka pasti akan menemui kita, Kakang. Bukannya
kita yang mencari mereka, tapi justru merekalah yang mencari," kata Intan
Kemuning. "Kau yakin itu, Intan?"
"Tentu! Dari sikap penduduk, aku begitu yakin. Mereka pasti kenal orang yang
bernama Rampita. Dan karena mendapat tekanan, sehingga mereka merasa takut untuk
mengatakan tempat tinggalnya," sahut Intan Kemuning lagi.
"Di mana-mana, yang namanya desa pasti begitu. Hhh.".,"
keluh Rangga perlahan, seperti untuk diri sendiri.
"Jangan menyalahkan mereka, Kakang. Mereka memang hanya bisa pasrah pada keadaan
tanpa dapat berbuat sesuatu untuk keluar dari keadaan. Walaupun, kenyataan itu
sangat buruk."
"Aku akan.membebaskan mereka dari tekanan Ratu Pantai Selatan Keadaan seperti
ini tidak bisa didiamkan terus-menerus, Intan. Perempuan itu akan menjarah ke
desa-desa lain, kalau di sini sudah tidak ada pemuda-pemuda yang bisa
diperolehnya lagi. Hhh..., apa sebenarnya yang dicari Rampita..?" lagi-lagi Rangga mengeluh.
"Kita pasti mengetahuinya, Kakang."
'Ya, kita harus mengetahui dan menghentikannya Harus...!"
Rangga bertekad.
Mereka kembali melangkah menyusuri pantai yang berpasir putih seperti
bertaburkan batu-batu mutiara ini. Tak ada lagi yang berbicara. Sementara,
matahari sudah begitu jauh tenggelam di batas permukaan air laut Hanya cahayanya
saja yang merah lembayung membias di cakrawala. Begitu indah untuk dinikmati.
Namun Rangga dan Intan Kemuning tidak punya kesempatan untuk menikmati keindahan
senja di pantai ini.
Mereka terus sibuk dengan pikiran masing-masing. Mereka belum bisa tenang kalau
belum berhasil menghentikan semua tindakan Ratu Pantai Selatan yang menitis pada
diri Rampita Bahkan mereka masih belum tahu, siapa sebenarnya Rampita itu. Dan
untuk apa dilakukan persekutuan dengan Ratu Pantai Selatan yang dikenal sebagai
penguasa seluruh samudera di Mayapada ini. Memang sulit untuk mencari tahu,
karena mereka sama sekali tidak mendapat bantuan dari penduduk Desa Nelayannya
ini. Sebenarnya, penduduk desa ini bukannya tidak peduli, dan hanya merasa ketakutan.
Namun, Rangga dan Intan Kemuning belum bisa menemukan alasan dari ketakutan
mereka. Yang jelas, mereka pasti tahu tempat tinggal Rampita yang bersekutu
dengan Ratu Pantai Selatan, dan menimbulkan rasa takut di seluruh Desa Nelayan
di Pesisir Pantai Selatan ini.
"Tolooong...!"
"Heh..."!"
"Hah..."!"
Rangga dan Intan Kemuning tiba-tiba saja dikejutkan teriakan panjang melengking
tinggi. Teriakan meminta tolong, dan bersumber dari batik gundukan batu-batu
karang tidak jauh di depan kedua pendekar rajawali itu. Sesaat mereka saling
berpandangan, lalu tanpa berbicara lagi berlompatan cepat mempergunakan ilmu
meringankan tubuh ke arah sumber suara teriakan yang didengarnya barusan.
"Hup! Yeaaah...!"
"Hap!"
Hanya beberapa kali lompatan saja, kedua pendekar muda yang sama-sama memiliki
tunggangan seekor burung rajawali raksasa itu sudah sampai di atas puncak
gundukan batu karang yang tertinggi. Dari tempat itu bisa terlihat seorang
wanita tengah menangis tertelungkup, meratapi seorang lelaki muda yang tengah
mencoba melepaskan diri dari belitan tambang yang dipegangi empat orang gadis
cantik berbaju merah menyata.
"Hup! Hiyaaa...!"
Tanpa menunggu waktu lagi, Rangga segera melentingkan tubuhnya sambil
mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan.
Begitu cepat dan ringan sekali gerakan Pendekar Rajawali Sakti Hanya dua kali
lompatan saja, dia sudah berhasil mencapai tempat itu.
"Hap! Yeaaah...!"
Bettt! Tasss! *** Hanya sekali kebutan tangan kiri dari jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega',
tambang-tambang yang membelit tubuh pemuda desa itu langsung putus. Akibatnya
empat gadis cantik berbaju merah itu terpental beberapa langkah ke belakang.
Sedangkan pemuda itu jatuh bergulingan beberapa kali di atas hamparan pasir yang
berbatu kerikil karang ini.
"Apa yang kalian lakukan di sini, heh..."!" bentak Rangga geram, melihat empat
orang dari sepuluh gadis pengawal Ratu Pantai Selatan itu.
Empat orang gadis berwajah cantik yang mengenakan baju warna merah menyala itu
melemparkan pandang beberapa saat Mereka memang saling berhadapan, dan sudah
tahu kepandaian yang dimiliki masing-masing. Begitu bisa bangkit berdiri,
keempat gadis berbaju serba merah itu langsung berlompatan mengepung Pendekar
Rajawali Sakti.
"Hup! Hiyaaa...!"
Rangga yang memang sudah geram oleh segala perbuatan gadis-gadis dari dasar
samudera itu, tidak mau lagi tanggung-tanggung menghadapinya. Maka belum juga
gadis-gadis itu menjejakkan kakinya di atas tanah berpasir putih, Rangga sudah
melentingkan tubuhnya. Langsung dilepaskannya serangan cepat menggeledek pada
salah seorang gadis itu, lewat jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' pada tingkat
terakhir. Begitu dahsyatnya jurus yang dikeluarkan Rangga, sehingga membuat kedua kepalan
tangannya jadi berwarna merah, bagai besi terbakar dalam tungku.
"Yeaaah...!"
"Uts...!"
Untung saja gadis itu cepat-cepat meliukkan tubuhnya, sehingga pukulan Rangga
yang begitu dahsyat tidak sampai
mengenainya. Tapi belum juga berhasil menjejakkan kakinya di tanah. Rangga sudah
memberi satu tendangan keras menggeledek disertai pengerahan tenaga dalam
tingkat sempurna.
"Jebol! Yeaaah...!"
Begkh! Begitu cepatnya tendangan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga gadis
berbaju merah itu tidak sempat lagi menghindar. Telapak kaki Rangga tepat
menghantam dada gadis berbaju merah itu.
"Aaakh...!"
Sambil memekik keras, gadis itu terpental deras sejauh tiga tombak. Keras sekali
tubuhnya menghantam pasir pantai, dan bergulingan beberapa kali. Pada saat yang
bersamaan, satu orang gadis lainnya sudah melompat menyerang Rangga dari
belakang. Rupanya, tanpa kehadiran Ratu Pantai Selatan keempat wanita itu seperti tidak
berarti apa-apa. Memang, bila Ratu Pantai Selatan ada di samping mereka barulah
mereka mendapat kesaktian secara langsung. Jadi tidak heran bila Ratu Pantai
Selatan berubah wujud, mereka juga berubah wujud.
Juga kalau Ratu Pantai Selatan menciptakan pedang, di tangan mereka juga akan
ada pedang. Yang jelas, mereka tergantung pada Ratu Pantai Selatan itu sendiri.
Maka bila Ratu Pantai Selatan tidak ada, maka sama saja mereka tidak berarti
apa-apa. Tentu saja hal ini membuat Rangga jadi berada di atas angin. Jadi tidak heran
kalau Pendekar Rajawali Saka mampu membuat mereka kalang kabut1
"Halt..!"
Cepat Rangga memutar tubuhnya, dan melepaskan satu pukulan keras disertai
pengerahan tenaga dalam sempurna dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'
tingkat terakhir. Gerakan Rangga yang begitu cepat dan tiba-tiba itu, sama
sekali tidak diduga gadis berbaju merah itu. Sehingga, pukulannya yang luput
dari sasaran belum sempat ditarik kembali Bahkan dia juga tidak sempat lagi
menghindari pukulan keras bertenaga dalam sempurna yang dilepaskan Pendekar
Rajawali Sakti, dalam waktu bersamaan. Sehingga...
Desss! "Aaakh...!"
Gadis berbaju merah pengawal Ratu Pantai Selatan itu terjerembab beberapa tombak
jauhnya dari Pendekar Rajawali Sakti. Sebongkah batu karang yang cukup besar
ukurannya, seketika hancur berkeping-keping terhantam tubuhnya.
Sementara, Rangga cepat memutar tubuhnya pada dua orang gadis lain yang sudah
berhadapan dengan Intan Kemuning.
"Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, Rangga melompat cepat sambil melepaskan satu pukulan dahsyat
mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi ke arah kepala seorang gadis yang
bertarung melawan Intan Kemuning. Begitu cepatnya pukulan dari jurus 'Pukulan
Maut Paruh Rajawali', sehingga gadis berbaju merah pengawal Ratu Pantai Selatan


Pendekar Rajawali Sakti 69 Titisan Ratu Pantai Selatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu tidak dapat lagi menghindarinya.
Akibatnya, pukulan Pendekar Rajawali Sakti itu tepat menghantam kepalanya.
Prakkk! "Aaakh...!" satu jeritan panjang, melengking tinggi terdengar begitu menyayat
Begitu kerasnya pukulan yang dilepaskan Rangga, sehingga gadis itu langsung
ambruk, menggelepar di atas tanah berpasir
putih ini. Tampak darah mengucur deras dari kepalanya yang retak akibat terkena
pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.
Hanya sebentar saja gadis itu masih mampu bergerak menggelepar meregang nyawa,
kemudian diam tidak bergerak-gerak lagi. Darah terus berhamburan keluar dari
kepalanya yang hampir hancur terkena pukulan bertenaga dalam sempurna dari
Pendekar Rajawali Sakti. Kejadian ini membuat tiga orang gadis lain jadi
terkejut setengah mati Terlebih lagi, yang tadi sempat menerima pukulan Rangga.
Mereka langsung berlompatan menjauh, memandangi seorang temannya yang tergeletak
tak bernyawa lagi, seakan-akan tidak percaya atas kematian temannya ini.
Slrattt! Glarrr! Tiba-tiba saja membersit seleret kilat di.angkasa, disertai ledakan guntur yang
begitu dahsyat menggelegar. Bukan hanya Rangga dan Intan Kemuning yang terkejut,
tapi juga tiga orang gadis berbaju merah pengawal Ratu Pantai Selatan itu sampai
mendongak ke langit
'Hup!" "Hiyaaa!"
"Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja ketiga gadis berbaju merah itu berlompatan cepat meninggalkan
tempat yang berbatu karang itu, di saat Rangga maupun Intan Kemuning belum
sempat menyadari apa yang terjadi. Tapi kepergian ketiga gadis cantik berbaju
merah itu cepat diketahui Rangga, Dan....
"Intan, kau urusi mereka! Hiyaaat..!"
Cepat sekali Rangga melenting mengejar ketiga gadis cantik pengawal Ratu Pantai
Selatan itu. Sedangkan Intan Kemuning hanya bisa memandangi saja, lalu cepat
menatap satu orang pengawal Ratu Pantai Selatan yang sudah menggeletak tak
bernyawa lagi. Kemudian, bergegas dia menghampiri pemuda yang lolos dari
cengkeraman gadis-gadis berbaju merah tadi Tampak seorang wanita setengah baya,
terus menangis sambil memeluki tubuh pemuda yang masih terikat tambang di
seluruh tubuhnya.
*** Sementara itu, Rangga masih terus berlarian cepat mempergunakan ilmu meringankan
tubuhnya yang sudah mencapai tingkat kesempurnaan untuk mengejar tiga orang
gadis cantik berbaju merah yang berlari begitu cepat seperti angin di depannya.
Meskipun Pendekar Rajawali Sakti sudah mengerahkan seluruh kemampuan ilmu
meringankan tubuhnya, tapi belum juga bisa mengejar ketiga gadis pengawal Ratu
Pantai Selatan itu. Mereka berlari seperti terbang, dan tidak terlihat kalau
menjejak tanah yang berpasir putih ini.
Namun sedikit demi sedikit. Rangga berhasil memperpendek jarak. Hanya saja
Pendekar Rajawali Sakti tetap menjaga jarak, walau tidak mau lagi kehilangan
jejak gadis-gadis berbaju merah pengawal Ratu Pantai Selatan itu lagi. Mereka
terus berlarian, hingga masuk ke dalam hutan yang tidak begitu rapat Sedikit pun
tidak ada yang mengurangi kecepatan larinya, walau hutan yang dimasuki semakin
lebat saja. Brusss! "Heh...!"
Rangga jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba saja dari dalam tanah di
sekitarnya bermunculan sosok-sosok tubuh yang menghentikan larinya. Dia jadi
tersedak melihat tubuh-tubuh
yang rusak seperti mayat hidup bermunculan dari dalam tanah.
Bahkan sekarang sudah mengepungnya begitu rapat Sementara itu, tiga orang gadis
berbaju merah yang dikejarnya sudah lenyap entah ke mana.
Sambil memperdengarkan suara mendengung seperti lebah, makhluk-makhluk bertubuh
rusak seperti mayat hidup itu bergerak maju mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
Perut Rangga langsung bergolak mual ingin muntah, mencium bau yang begitu busuk
tersebar dari tubuh-tubuh yang berlumpur dan rusak itu. Sedangkan mereka semakin
dekat saja, walaupun gerakannya begitu lamban. Sedangkan kedua tangan mereka
menjulur ke depan, seperti hendak mencekik dan mencabik-cabik Pendekar Rajawali
Sakti. "Pergi kalian dari sini!" bentak Rangga lantang. Tapi makhluk-makhluk mayat
hidup itu seperti tidak mengerti bentakan Rangga. Mereka tetap bergerak perlahan
semakin dekat saja. Sementara, bau busuk yang begitu memuakkan seakan-akan sudah
memenuhi seluruh udara di sekitar hutan ini.
"Hep!"
Rangga cepat-cepat memindahkan jalan pernapasannya ke perut, sebelum benar-benar
mual dan ingin muntah. Apalagi, kepalanya mulai terasa begitu pening oleh bau
busuk yang sangat menyengat hidungnya. Sedangkan mayat-mayat hidup itu terus
saja bergerak maju mendekati. Jumlah mereka memang tidak terlalu banyak, tapi
cukup membuat Pendekar Rajawali Sakti harus bekerja keras untuk bisa lolos dari
kepungan makluk-makhluk bertubuh rusak ini.
"Tidak ada pilihan lagi. Kalian yang menginginkannya...!"
desis Rangga dingin menggeletar.
"Hiyaaat..!"
Bagaikan kilat, Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara.
Lalu cepat sekali tubuhnya menukik tajam dengan gerakan kedua kaki yang juga
begitu cepat, seperti membuat lingkaran.
Begitu cepat gerakannya, sehingga sukar sekali untuk diikuti pandangan mata
biasa. Dan tahu-tahu, dia sudah memberi beberapa tendangan keras menggeledek
kepada beberapa tubuh mayat hidup itu.
Makhluk-makhluk bertubuh rusak itu hanya mengeluarkan suara keluhan kecil saja,
meskipun tendangan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' yang dilakukan
Rangga tepat menghantam tubuhnya, sehingga bertumbangan mencium tanah. Tapi
sungguh tidak diduga sama sekali, mereka bisa cepat bangkit kembali tanpa
sedikit pun terpengaruh oleh akibat tendangan dahsyat Pendekar Rajawali Saka
tadi. "Edan...! Akan kuhancurkan kepala mereka," dengus Rangga.
Memang hanya ada satu pilihan bagi Pendekar Rajawali Saka itu dalam menghadapi
makhluk-makhluk seperti ini. Tanpa berpikir panjang lagi, Rangga langsung
berlompatan sambil melepaskan pukulan-pukulan keras dari jurus 'Pukulan Maut
Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Gerakan yang dilakukannya memang begitu cepat
sekali Sebaliknya mayat-mayat hidup itu bergerak lamban sekali, sehingga sama
sekali tidak bisa menghindari setiap pukulan yang dilepaskan Rangga dengan cepat
dan dahsyat Kali ini bukan lagi keluhan-keluhan kecil yang terdengar, tapi raungan-raungan
keras yang mengiringi gemeretak tulang-tulang kepala yang hancur terkena pukulan
dahsyat dari jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang dilepaskan Rangga. Satu persatu, mayat hidup
itu dibuat jungkir balik tidak bisa bangun-bangun lagi, dengan keadaan kepala
hancur beran-takan. Tapi, mereka yang masih bisa berdiri terus bergerak maju.
Seakan- akan mereka tidak mempunyai rasa gentar, walaupun sudah begitu banyak yang
bergelimpangan tidak bisa bangkit lagi.
"Huh! Aku harus secepatnya pergi dari sini. Mereka seperti tidak ada habisnya
saja!" dengus Rangga dalam hati.
Dan memang, mayat-mayat hidup itu terus bermunculan dari dalam tanah. Mereka
yang sudah hancur kepalanya, kembali masuk ke dalam tanah. Tapi tak berapa lama
berselang, kembali bermunculan mayat-mayat hidup dalam keadaan seluruh tubuh dan
wajah rusak penuh lumpur dan ulat-ulat kecil. Tubuh mereka benar-benar sudah
membusuk, menyebarkan bau yang tidak sedap dan memualkan perut
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Rangga segera melenting ke udara, sambil
melepaskan beberapa pukulan dahsyat ke arah kepala beberapa makhluk mayat hidup
Itu. Ringan sekali gerakannya. Dan begitu kakinya menjejak dahan, langsung tubuhnya
melenting cepat ke dahan pohon lainnya.
"Hup! Hiyaaa...!"
Rangga terus berlompatan dari satu dahan pohon, ke dahan pohon yang lain untuk
meninggalkan kepungan mayat-mayat hidup itu. Ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki Pendekar Rajawali Sakti memang sudah mencapai tingkat sempurna,
sehingga sama sekali tidak mengalami kesulitan. Dia hanya sedikit saja
menjejakkan ujung kakinya di pucuk dedaunan, untuk kembali melenting di udara.
Dan sebentar saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah jauh meninggalkan mayat-mayat
hidup yang sempat membuatnya kehilangan jejak tiga orang gadis pengawal Ratu
Pantai Selatan.
*** 8 Ringan sekali Rangga menjejakkan kakinya kembali ke tanah yang berumput cukup
tebal. Sementara itu keadaan sekelilingnya sudah mulai terselimut gelap. Memang,
saat itu senja sudah berganti malam. Walaupun, di ufuk Barat masih sedikit
terlihat rona merah yang membias redup. Dan bulan pun sudah mulai nampak
menggantung di langit dengan cahayanya yang kelihatan begitu redup.
Sebentar pandangan Rangga beredar ke sekeliling.
Kemudian matanya menatap ke arah mayat-mayat hidup yang tadi muncul
menghalanginya mengejar tiga orang gadis pengawal Ratu Pantai Selatan. Dan
Pendekar Rajawali Sakti masih sempat melihat, ke arah mana gadis-gadis itu
menghilang dari pandangannya. Dan dia yakin, ketiga gadis itu menghilang di
sekitar tempat berdirinya sekarang ini.
"Hmmm...."
Kening Rangga jadi berkerut saat matanya menangkap jejak-jejak kaki yang tertera
pada rerumputan. Hampir saja jejak-jejak itu tidak terlihat Bergegas diikutinya
jejak-jejak kaki yang begitu halus dan hampir tidak terlihat itu. Dan ternyata,
jejak itu berakhir di depan sebuah mulut gua batu yang tidak begitu besar dan
hampir tertutup semak belukar.
Hati-hati sekali Rangga menyibakkan semak belukar itu, lalu perlahan-lahan
mengayunkan kakinya memasuki gua ini.
Keadaan gua yang begitu gelap, memaksa Rangga harus menggunakan aji 'Tatar
Netra'. Sehingga kini Pendekar Rajawali Sakti dapat melihat jelas, meskipun
keadaan di dalam lorong gua ini begitu gelap. Jejak-jejak kaki itu kembali
terlihat di dalam gua ini. Dan semakin jauh masuk ke dalam, jejak-jejak kaki itu
semakin jelas terlihat Rangga terus mengikuti dengan
sikap hati-hati sekali. Sikapnya benar-benar waspada, takut kalau-kalau ada
jebakan yang bisa saja ditemui di dalam lorong gua yang sempit ini.
Tapi sampai Pendekar Rajawali Sakti menemukan mulut gua, tidak ada satu jebakan
pun ditemui. Mulut gua ini begitu kecil, sehingga tubuhnya harus merendah saat
melewati. Rangga jadi tertegun, karena sekarang berada di halaman belakang
sebuah bangunan yang sangat besar. Dan bangunan ini pernah dilihat sebelumnya.
Ya..., sekarang ini Rangga berada di salah satu rumah yang ada di Desa Nelayan.
Dan dia tahu, rumah ini....
"Hebat..! Ternyata kau bisa juga sampai ke sini, Pendekar Rajawali Sakti...!"
Rangga tersentak kaget ketika tiba-tiba saja terdengar suara yang menggema di
sekitarnya. Belum lagi hilang rasa keterkejutannya, mendadak dari dalam rumah
itu bermunculan sembilan orang gadis cantik berbaju merah menyala yang langsung
mengepung Pendekar Rajawali Sakti. Tak berapa lama kemudian, dari dalam rumah
itu keluar seorang wanita cantik mengenakan baju biru ketat Wanita itu melangkah
menghampiri Rangga yang sudah dikepung sembilan orang gadis cantik berbaju
merah, yang dikenal sebagai pengawal Ratu Pantai Selatan.
"Aku tidak mengira kau bisa melewati barisan mayat hidup...," kata gadis cantik
berbaju biru yang tak lain Rampita.
"Di mana kau sembunyikan Pandan Wangi dan Eyang Danarpati?" tanya Rangga
langsung, tanpa berbasa-basi lagi.
"Aku tidak pernah menyembunyikan seorang pun di sini.
Apalagi wanita dan orang tua, yang tidak ada gunanya bagiku.
Hanya laki-laki muda dan tampan saja yang bisa tinggal di sini,"
sahut Rampita, begitu tenang nada suaranya.
"Jangan bermain-main, Rampita!" dengus Rangga jadi geram.
"Untuk apa bermain-main. Rangga" Kanjeng Ratu begitu menginginkanmu. Dan aku
sudah tidak perlu bersusah payah lagi mendapatkanmu. Sebaiknya, lupakan saja
orang-orang tidak berguna itu. Kau akan senang jika bersama Kanjeng Ratu Pantai
Selatan," kata Rampita masih terdengar tenang dan lembut suaranya.
"Hhh!" Rangga mendengus sinis.
"Pandang mataku. Rangga," ujar Rampita.
Rangga jadi tersentak, begitu tiba-tiba melihat mata Rampita memancarkan sinar
yang begitu aneh sekali. Cepat-cepat dia membuat muka, menghindari sorot mata
yang memancarkan kekuatan aneh, ke dalam dirinya.
"Heps...!"
Rangga segera menyalurkan hawa mumi ke seluruh tubuhnya. Perlahan-lahan
dirasakan ada hawa panas menjalar di seluruh rubuhnya. Pendekar Rajawali Saka
langsung menyadari kalau Rampita mengerahkan suatu ilmu yang bisa melemahkan
jiwa seseorang, sehingga menuruti segala keinginannya.
"Kau tidak akan bisa mempengaruhiku. Perempuan Iblis...!"
desis Rangga menggeram.
"Hiyaaat...!"
Cepat sekali Pendekar Rajawali Saka menghentakkan kedua tangannya ke depan,
melepaskan satu pukulan jarak jauh yang mengandung pengerahan tenaga dalam
tingkat sempurna.
"Ufs...!"
Rampita jadi terkejut setengah mati. Buru-buru tubuhnya melenting ke udara,
begitu dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti tiba-tiba meluncur
secercah cahaya merah yang meluruk deras ke arahnya. Sinar merah itu terus
meluncur deras, dan menghantam dinding rumah hingga hancur beran-takan. Ledakan
keras menggelegar terdengar begitu dahsyat, mengiringi hancurnya dinding rumah yang terbuat
dari batu itu. "Setan...!" rutuk Rampita sengit "Serang dia...!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Seketika itu juga sembilan orang gadis berbaju merah, berlompatan menyerang
Rangga yang memang sudah siap sejak tadi. Pendekar Rajawali Sakti langsung
melenting ke udara, dan melakukan beberapa kali putaran untuk menghindari
serangan-serangan yang dilakukan gadis-gadis cantik berbaju merah itu.
Serangan-serangan kesembilan gadis pengawal Ratu Pantai Selatan itu memang
dahsyat sekali Sehingga, membuat Rangga terpaksa harus berjumpalitan
menghindarinya. Bahkan, Pendekar Rajawali Sakti hanya punya kesempatan sedikit
sekali untuk balas menyerang Itu pun belum berarti sama sekati.
"Khraaagh..!"
Tiba-tiba saja terdengar suara serak yang begitu keras menggelegar memecah
angkasa. Suara itu demikian mengejutkan, sehingga membuat sembilan orang gadis
cantik berbaju merah itu jadi berlompatan mundur menghentikan serangannya pada
Pendekar Rajawali Sakti. Dan sebelum bisa menyadari suara yang terdengar
mengejutkan itu, tiba-tiba saja....
"Khraaagkh...!"
Wusss...! "Hup!"
Rangga cepat-cepat melompat ke belakang, begitu melihat seekor burung rajawali
raksasa berbulu putih meluruk cepat bagai kilat menyambar sembilan orang gadis
berbaju merah menyala. Gadis-gadis itu jadi terkejut setengah mati, melihat
seekor burung raksasa meluruk deras ke arah mereka. Mau tak mau mereka langsung
berlompatan menyebar, menghindari serangan burung rajawali raksasa berbulu putih
keperakan itu. Tapi, salah seorang terlambat untuk menghindari. Sehingga, dia tidak bisa lagi
berkelit ketika cakar Rajawali Putih yang begitu besar dan kokoh menyambar
tubuhnya. Dan sebelum ada yang sempat menyadari, tahu-tahu Rajawali Putih sudah
melambung tinggi ke udara. Lalu, gadis yang sempat disambarnya tadi dilepaskan.
"Aaa...!"
Jeritan panjang melengking tinggi terdengar begitu menyayat membelah malam yang
begitu sunyi ini. Tampak gadis berbaju merah yang disambar Rajawali Putih
melayang di angkasa, meluncur deras dari ketinggian yang bisa menghancurkan apa
saja bila menghantam tanah.
Dan memang sudah bisa diduga. Gadis pengawal Ratu Pantai Selatan itu langsung
tewas, begitu tubuhnya menghantam tanah keras sekali. Kejadian itu membuat
Rampita jadi terpana seperti tidak percaya. Dan belum lagi ada yang sempat
menyadari, Rajawali Putih sudah kembali meluruk deras hendak menyambar gadisgadis berbaju serba merah itu.
"Khraaagkh...!"
Pada saat yang bersamaan, juga terlihat seekor burung rajawali lain berbulu


Pendekar Rajawali Sakti 69 Titisan Ratu Pantai Selatan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hitam. Tampak di atas punggungnya
duduk seorang gadis berbaju warna hitam dengan wajah tertutup cadar tipis
berwarna hitam.
"Hiyaaat..!"
Gadis berbaju hitam yang sudah dikenal berjuluk Putri Rajawali Hitam itu
langsung meluncur ringan, begitu burung rajawali hitam tunggangannya dekat
dengan tanah. Kaki Putri Rajawali Hitam langsung mendarat di samping Pendekar
Rajawali Sakti. Sementara, dua ekor burung rajawali raksasa kini sudah menyerang
delapan orang gadis pengawal Ratu Pantai Selaian.
Serangan-serangan kedua burung rajawali raksasa itu tentu saja membuat delapan
orang pengawal Ratu Pantai Selatan jadi kelabakan setengah mati. Mereka
berjumpalitan menghindari serangan-serangan sepasang Rajawali Raksasa itu.
Sementara, Rangga dan Intan Kemuning yang lebih dikenal berjuluk Putri Rajawali
Hitam sudah melangkah menghampiri Rampita.
"Kalian akan menyesal...!? dengus Rampita berang Wukkk!
Tiba-tiba saja gadis itu mengebutkan tangannya, melakukan beberapa gerakan. Dan
seketika itu juga, seluruh tubuhnya terselimut cahaya terang menyilaukan mata.
Hal ini membuat Rangga dan Intan Kemuning harus menutupi mata dengan punggung
tangan. Setelah cahaya itu lenyap, kini yang berada di depan kedua pendekar
rajawali itu bukan lagi Rampita, melainkan seorang wanita cantik. Dia berpakaian
indah gemerlap, bagai bertaburkan sejuta mutiara.
"Kau serang dari depan, Kakang. Aku akan menyerang dari belakang," ujar Intan
Kemuning. "Baik," sahut Rangga.
"Hiyaaat..!"
Intan Kemuning langsung saja melompat tinggi ke udara, melewati atas kepala
wanita berpakaian gemerlap yang selama ini dikenal sebagai Ratu Pantai Selatan,
penguasa seluruh dasar samudera di Mayapada ini.
"Hiyaaat..!"
Pada saat yang bersamaan, Rangga melepaskan satu pukulan beruntun disertai
pengerahan tenaga dalam dari jurus
'Pukulan Maut Paruh Rajawali' yang dikenal dahsyat itu. Dua serangan yang datang
cepat dan bersamaan Itu, membuat Ratu Pantai Selatan jadi kelabakan juga. Namun,
dia berhasil mengelakkannya dengan gerakan manis sekali.
Tapi Rangga tidak berhenti sampai di situ saja Bahkan Pendekar Rajawali Sakti
langsung mencabut pedang pusakanya. Langsung dipergunakannya jurus 'Pedang
Pemecah Sukma' yang jarang sekali digunakan kalau tidak menghadapi lawan yang
tangguh seperti Ratu Pantai Selatan ini.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Rangga benar-benar tidak ingin memberi kesempatan pada wanita cantik penguasa
samudera itu. Dikeluarkannya jurus
'Pedang Pemecah Sukma' pada tingkat yang terakhir. Sehingga, gerakan-gerakannya
begitu cepat bagai kilat dan sukar sekali diikuti pandangan mata biasa.
Pedangnya berkelebat mengurung setiap bagian tubuh Ratu Pantai Selatan. Cahaya
biru tampak menyemburat menyilaukan mata, sehingga tubuh wanita penguasa
samudera itu benar-benar seperti tenggelam terselimut cahaya yang memancar dari
Pedang Pusaka Rajawali Sakti.
Sementara itu, Intan Kemuning terus mencari celah untuk melepaskan Rampita dari
kekuatan Ratu Pantai Selatan. Dan di
tempat lain, sepasang rajawali raksasa masih terus menggempur delapan orang
gadis pengawal Ratu Pantai Selatan. Dan kini, gadis-gadis itu benar-benar tidak
berdaya lagi menghadapi gempuran sepasang rajawali raksasa itu.
"Hiyaaa...!"
Tiba-tiba saja Rangga berteriak keras menggelegar. Lalu cepat sekali tubuhnya
melenting ke udara, dan meluruk deras dengan ujung pedang tertuju lurus ke arah
bagian atas kepala Ratu Pantai Selatan. Pada saat yang bersamaan, Intan Kemuning
yang sudah mengeluarkan pedang juga
membabatkan senjata pusakanya itu ke arah punggung wanita penguasa samudera.
"Edan!" rutuk Ratu Pantai Selatan geram.
"Hi-yaaa...!"
Cepat sekali gerakan yang dilakukan wanita penguasa samudera itu. Tubuhnya
berputar begitu cepat, sehingga memancarkan cahaya yang berkilau menyilaukan
mata. Tapi pada saat yang bersamaan, Rangga cepat-cepat menarik serangannya. Dan
begitu kakinya menjejak tanah, secepat kilat pula pedangnya dihunjamkan ke arah
dada, tepat di saat wanita penguasa samudera itu berhenti berputar. Begitu
cepatnya serangan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga Ratu Pantai
Selatan tidak dapat lagi menghindari hunjaman pedang yang memancarkan sinar biru
terang menyilaukan mata itu. Dan....
Jrebbb! "Aaakh...!"
Jeritan panjang melengking tinggi seketika terdengar nyaring dan menyayat.
Tampak Ratu Pantai Selatan terhuyung-huyung sambil mendekap dadanya yang
tertembus pedang Pendekar
Rajawali Saka tepat pada jantungnya. Memang jantung adalah pusat kehidupan.
Itulah jalan satu-satunya untuk melenyapkan jasad kasar Rampita. Pada saat itu,
Intan Kemuning melepaskan satu tendangan keras menggeledek ke arah punggung.
Dalam keadaan yang limbung dan kehilangan kendali, tidak mudah bagi Ratu Pantai
Selatan untuk menghindari tendangan yang dilepaskan Putri Rajawali Hitam Itu.
Sehingga.... Desss! "Aaakh...!"
Tak pelak lagi, wanita 'cantik penguasa samudera Itu jatuh terjerembab mencium
tanah. Sebentar tubuhnya menggeliat lalu tiba-tiba saja bangkit berdiri tegak
kembali. Hebat! Dia seperti tidak pernah menerima tusukan pedang Rangga maupun
tendangan menggeledek dari Intan Kemuning.
Memang, inilah siasat yang diterapkan Pendekar Rajawali Sakti dari Intan
Kemuning. Ratu Pantai Selatan harus dihadapi secara keroyokan jika ingin
mengalahkannya. Sebab yang dihadapi mereka bukan seorang, melainkan dua roh
dalam satu tubuh. Maka, keadaan itu memang harus dipisahkan. Dan tentu saja
pemisahan itu harus membunuh jasad kasar dari Rampita.
"Hap...!"
Intan Kemuning cepat-cepat melompat ke samping Pendekar Rajawali Sakti.
Sementara itu. Ratu Pantai Selatan masih tetap berdiri tegak. Sinar matanya
menyoroi tajam, menatap langsung pada kedua pendekar rajawali ini.
Brukkk! Terbukti nyata! Tiba-tiba saja, ada sesuatu yang jatuh dari tubuh Ratu Pantai
Selatan itu. Rupanya usaha Pendekar Rajawali Sakti dan Intan Kemuning berhasil.
Tampak di depan
wanita penguasa samudera itu tergolek sesosok tubuh ramping mengenakan baju biru
yang ketat Dari dadanya, mengalir darah segar. Sementara, ujud Ratu Pantai
Selatan itu kini terlihat seperti sebuah bayang-bayang. Dan perlahan-lahan,
wanita cantik penguasa samudera itu melayang ke udara.
Pada saat yang bersamaan, delapan orang gadis yang bertarung dengan sepasang
rajawali raksasa juga berubah ujudnya menjadi bayang-bayang. Hal ini membuat
sepasang burung rajawali raksasa itu jadi terkejut. Mereka langsung melambung
tinggi ke udara. Delapan orang gadis yang sudah berubah kembali kepada asalnya
itu terus melayang terbang mengikuti Ratu Pantai Selatan.
Mereka terus melayang menuju lautan. Sementara, Rangga dan Intan Kemuning
mengikuti dengan pandangan mata, sampai mereka benar-benar lenyap di tengah
lautan. Memang, dari halaman belakang rumah ini, bisa langsung melihat lautan
lepas. "Hhh.... Memang tidak mungkin bisa melenyapkan wanita itu," desah Rangga pelan
seperti berbicara pada diri sendiri.
'Yang penting, kita sudah bisa menghentikan Rampita," kata Intan Kemuning.
"Kakang...!"
Tiba-tiba saja mereka dikejutkan suara dari belakang.
Rangga dan Intan Kemuning cepat memutar tubuhnya berbalik.
Tampak Pandan Wangi dan Eyang Danarpati berlari-lari kecil menghampiri sepasang
pendekar rajawali. Napas mereka agak tersengal saat sampai di depan Rangga dan
Intan Kemuning "Dari mana saja kau, Pandan?" Rangga langsung bertanya.
"Maaf, aku terpaksa membawa Eyang Danarpati ke tempat yang aman. Waktu aku
datang, padepokan sudah hancur. Dan
aku menemukan Eyang Danarpati terluka. Jadi, aku membawanya ke rumah tabib yang
terdekat dari sini," sahut Pandan Wangi memberi penjelasan.
"Jadi..., kau tidak tertangkap oleh mereka?" Rang-jadi bingung.
"Tidak, Kakang."
"Oh, syukurlah. Lalu, bagaimana kau bisa tahu aku ada di sini?" tanya Rangga
lagi. "Semua orang tahu kalau di sini telah terjadi pertarungan, Kakang. Kau lihat
saja. Di luar sana sudah banyak orang berkumpul. Mereka tahu, si pembuat
keonaran adalah Rampita," sahut Pandan Wangi lagi.
"Dia putri seorang bajak laut yang menguasai seluruh lautan di sekitar Pantai
Selatan ini...," sambung Eyang Danarpati. "Dia dendam, karena aku, muridmuridku, serta para penduduk berhasil menghancurkan gerombolan ayahnya Dia
memang bertekad dan sudah bersumpah untuk membalas dendam atas ke-matian ayahnya
dan seluruh gerombolannya. Hhh.... Benar-benar tidak kusangka kalau dia
bersekutu dengan Ratu Pantai Selatan."
"Tapi semuanya sudah berakhir, Eyang," selak Putri Rajawali Hitam.
"Ya! Berkat kalian semua, pendekar-pendekar muda yang digdaya dan pembela
kebenaran," puji Eyang Danarpati.
"Tapi sayang, kami tidak bisa melenyapkan Ratu Pantai Selatan," desah Putri
Rajawali Hitam seperti menyesal.
"Tidak ada seorang pun yang bisa melenyapkannya, Nisanak.
Ratu Pantai Selatan akan tetap abadi sepanjang zaman. Lagi pula, tidak selamanya
dia bertindak jahat Bahkan dia
merupakan dewi penolong bagi nelayan di sini. Apa yang dilakukannya memang sulit
dimengerti. Tapi, aku tidak pernah bisa mengatakan kalau dia jahat" kata Eyang
Danarpati tidak ingin Putri Rajawali Hitam itu mendapat celaka oleh kata-katanya
tadi "Aku tahu itu, Eyang. Tapi padepokanmu hancur olehnya,"
Intan Kemuning yang dikenal berjuluk Putri Rajawali Hitam itu masih juga merasa
belum puas. "Bukan oleh Ratu Pantai Selatan, tapi oleh Rampita yang membalas dendam karena
ayahnya dan gerombolan bajak laut ayahnya hancur oleh murid-muridku. Ah.... Aku
bisa membangun kembali padepokanku. Masih banyak pemuda yang bersedia menjadi
muridku," nada suara Eyang Danarpati terdengar merendah.
"Aku akan membantumu membangun kembali
padepokanmu, Eyang," selak Rangga.
"Terima kasih," ucap Eyang Danarpati.
"Benar, Eyang. Kami semua akan membantumu membangun padepokan yang baru,"
sambung Pandan Wangi.
Eyang Danarpati tidak bisa lagi berkata-kata. Perasaannya terharu mendengar
kesediaan pendekar-pendekar muda itu membantu membangun padepokannya kembali
yang sudah hancur, akibat pembalasan Rampita yang membabi buta.
SELESAI Pembuat Ebook :
Scan buku ke djvu : Abu Keisel
Convert & edit : Dewi KZ
Ebook oleh : Dewi KZ
http://kangzusi.com/ atau http://dewikz.byethost22.com/
http://kangzusi.info/ http://ebook-dewikz.com/
Istana Kumala Putih 11 Ario Bledek Petir Di Mahameru 02 Altar Setan 3

Cari Blog Ini