Ceritasilat Novel Online

Penghuni Lembah Neraka 2

Pendekar Rajawali Sakti 96 Penghuni Lembah Neraka Bagian 2


Jagal. "Di mana letak Lembah Neraka?" tanya Rangga lantang. "Tidak jauh, di sebelah utara Desa Tegalan Orang
yang kau cari bernama Gandapati, yang dikenal berjuluk Penguasa Lembah Neraka.
Orang itulah yang kau
cari sebenarnya, Pendekar Rajawali Sakti...!"
"Baiklah, Setan Bukit Jagal. Untuk sementara aku
akan mempercayaimu. Tapi kalau kau berdusta, kepalamu harus direlakan terpisah dari leher!" sahut Rangga sedikit mengancam.
"Ha ha ha...! Sebaliknya, kau akan berterima kasih
padaku, Pendekar Rajawali Sakti. Pergilah...! Aku tidak ada waktu lagi untukmu."
"Hm...!"
Sebentar Rangga masih berdiri memandangi mulut
goa itu, kemudian memutar tubuhnya. Dan Pendekar
Rajawali Sakti langsung berlari cepat mengerahkan il-mu meringankan tubuh.
Begitu cepat sekali, sehingga dalam waktu sebentar saja sudah sangat jauh
meninggalkan tempat tinggal Setan Bukit Jagal. Dan sebentar kemudian, tubuhnya
lenyap ditelan lebatnya hutan di lereng Bukit Jagal ini.
*** 5 Matahari sudah hampir tenggelam di kaki langit sebelah barat, saat Rangga sampai di bagian utara Desa Tegalan, jauh di luar
perbatasan. Pendekar Rajawali Sakti jadi bingung juga, karena sama sekali tidak
melihat adanya lembah di sekitar daerah ini. Sedangkan tadi, Setan Bukit Jagal
mengatakan kalau Lembah Neraka letaknya tidak jauh dari Desa Tegalan sebelah
utara. Dan kini setelah berjalan cukup jauh dari perbatasan desa itu, tapi belum
juga terlihat adanya sebuah lembah satu pun juga.
"Hm.... Apakah Setan Bukit Jagal hanya ingin
memperolokku saja...?" gumam Rangga. 'Tapi, rasanya mustahil kalau dia
mendustaiku."
Rangga memandang matahari yang sudah hampir
tenggelam di ufuk barat. Tampak langit sebelah barat jadi kelihatan memerah
seperti jelaga. Begitu indah.
Tapi saat ini, sama sekali tidak bisa menarik minat
Rangga untuk menikmati keindahan alam ini. Pikirannya masih terpusat pada Pandan Wangi yang sampai
saat ini belum juga diketahui di mana rimbanya.
"Ada orang di sana. Baiknya, kutanya saja. Barangkali dia tahu di mana Lembah Neraka," ujar Rangga
perlahan, begitu melihat seseorang berada tidak seberapa jauh dari tempatnya
berdiri. Bergegas Pendekar Rajawali Sakti melangkah
menghampiri, dan langsung memberi salam begitu dekat. Sementara laki-laki tua berusia lanjut yang tengah sibuk mengikat tumpukan
ranting-ranting kayu kering itu segera mengangkat kepalanya, begitu mendengar
ucapan salam lembut dari Pendekar Rajawali Sakti.
Kelopak matanya terlihat agak menyipit, memandangi
Rangga dari ujung kepala hingga ujung kaki.
"Maaf, Ki. Boleh mengganggu sebentar pekerjaanmu...," ujar Rangga ramah.
"Hm, ada apa?" tanya laki-laki tua itu datar.
"Aku ingin bertanya sedikit, Ki."
"Silakan. Tanya saja, barangkali aku bisa menjawab." "Ki, apakah kau tahu letak Lembah Neraka...?"
Laki-laki pengumpul ranting itu jadi terdiam mendengar pertanyaan Rangga. Seketika dipandanginya
pemuda itu dengan sinar mata yang menjadi tajam,
penuh bernada menyelidik. Kembali dipandanginya
Pendekar Rajawali Sakti dari ujung kepala hingga
ujung kaki. Sikap orang tua ini membuat Rangga jadi bertanya-tanya. Tapi dia
hanya diam saja, menunggu
jawaban atas pertanyaannya yang sudah terlontar tadi.
"Untuk apa kau tanyakan tempat setan itu?" dengus laki-laki tua itu balik bertanya.
"Aku ada urusan di sana, Ki. Adikku semalam diculik. Dan katanya, yang melakukan orang dari Lembah
Neraka. Maka aku ingin membebaskan adikku dari sana, Ki," sahut Rangga sedikit berbohong.
Tentu saja Pendekar Rajawali Sakti tidak mengatakan, siapa Pandan Wangi sesungguhnya. Walaupun
kejadiannya memang bisa dikatakan benar. Sedangkan
untuk mengatakan tentang Pandan Wangi sesungguhnya, hal itu tidaklah mungkin.
"Sebaiknya lupakan saja, Anak Muda. Kau hanya
akan mengantarkan nyawa saja kalau pergi ke sana,"
ujar laki-laki tua pengumpul ranting kayu itu.
"Aku sudah bertekad akan ke sana, Ki. Walau apa
pun yang akan terjadi," tegas Rangga.
"Kalau hanya memiliki sedikit kepandaian, sebaiknya kau relakan saja adikmu. Tapi kalau memang
punya kepandaian tangguh..., ah! Belum pernah aku
dengar ada orang bisa kembali lagi hidup-hidup setelah masuk ke sana. Seorang
pendekar tangguh sekali
pun, tidak akan sanggup menghadapinya. Dia bukan
lagi manusia, tapi iblis dari neraka. Sudahlah, Anak Muda.... Sebaiknya pulang
saja. Tidak ada gunanya
datang ke sana," ujar laki-laki tua itu lagi.
"Terima kasih atas peringatanmu, Ki. Tapi langkahku tidak bisa surut lagi. Apa pun yang akan terjadi, aku akan tetap ke sana,"
tegas Rangga. Laki-laki tua pengumpul ranting kayu itu mendesah
panjang, sambil menggelengkan kepala beberapa kali.
Sorot matanya yang tadi terlihat tajam, kini berubah seperti merasa kasihan
terhadap tekad pemuda ini.
Seakan-akan, dia tidak ingin pemuda berbaju rompi
putih ini jadi santapan cacing tanah di Lembah Nera-ka. Sedangkan Rangga sendiri
sudah menunjukkan
kemantapan hatinya, dari sorot mata yang begitu nyalang tanpa berkedip sedikit
pun juga. "Bisa kau tunjukkan tempatnya, Ki. Atau beri tahu
saja, ke mana arah yang harus kutempuh," pinta
Rangga mendesak.
"Kau benar-benar ingin ke sana, Anak Muda?"
tanya laki-laki tua itu lagi.
Rangga mengangguk mantap.
"Hhh...!" laki-laki tua itu menghembuskan napas
panjang. Terasa berat sekali hembusan nafasnya, seakan juga berat untuk mengatakan letak Lembah Neraka. Sedangkan Rangga terus sabar menunggu.
"Letaknya tidak jauh lagi dari sini. Berjalan saja terus menuju matahari
tenggelam, maka kau akan menemukan dua buah batu kembar, dari celah batu itulah pintu masuk ke Lembah Neraka. Tapi, tidak mudah untuk masuk ke sana.
Penjagaannya sangat ketat. Dan tak seorang pun diperbolehkan masuk ke sana,
kecuali memang ingin mengantarkan nyawa saja," kata laki-laki tua itu, akhirnya
memberi tahu juga letak Lembah Neraka.
"Terima kasih, Ki," ucap Rangga senang.
"Hati-hatilah. Kalau merasa tidak sanggup, lebih
baik kembali saja. Dan, relakanlah adikmu."
Rangga hanya tersenyum. Setelah berbasa-basi sebentar, Pendekar Rajawali Sakti kemudian berpamitan.
Kembali perjalanannya dilanjutkan menuju Lembah
Neraka, diiringi pandangan mata laki-laki tua pengumpul ranting kering. Sedangkan Rangga terus berjalan tanpa berpaling lagi
sedikit pun. Sebentar kemudian, Pendekar Rajawali Sakti sudah tidak terlihat
lagi, terhalang pepohonan yang tumbuh rapat.
*** Malam ini, bulan bersinar penuh. Begitu indah dipandang mata. Langit tampak cerah, sedikit pun tak
terlihat awan menggantung. Serangga-serangga malam
pun bergerit menambah semaraknya suasana. Tapi,
semua itu sama sekali tidak dapat dinikmati Rangga
yang dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda berbaju rompi putih itu
duduk mematung memandangi
dua batu berbentuk kembar, di antara batu-batu cadas yang bertumpukan seperti sebuah benteng.
Begitu rapat pepohonan yang tumbuh di sana. Bahkan hamparan semak berduri terlihat luas, seakan
menghalangi siapa saja yang mencoba masuk ke sana.
Dan di balik semua itu, terdapat sebuah lembah yang dikenal sebagai Lembah
Neraka. Di lembah itulah
Rangga memperkirakan keberadaan Pandan Wangi.
Namun sungguh tidak diketahuinya, untuk apa para
penghuni Lembah Neraka menculik Pandan Wangi.
Padahal selama ini, dia tidak pernah berurusan dengan mereka. "Hm.... Sepuluh orang...," gumam Rangga pelan
sambil memandangi orang-orang yang menjaga gerbang masuk ke dalam Lembah Neraka.
Tapi Pendekar Rajawali Sakti tidak mau menganggapnya ringan. Langsung diingatnya kata-kata yang
diucapkan laki-laki tua pengumpul ranting kering. Dan kalau dilihat dari
penampilannya, sepuluh orang itu tentu memiliki kepandaian yang tidak rendah.
Cukup lama juga Rangga mengamati keadaan sekitar tempat
itu. Dan dengan cermat sekali, dipelajarinya suasana dan keadaan sekitarnya.
Hingga larut malam, Pendekar Rajawali Sakti belum juga beranjak dari tempat
persembunyiannya.
"Hm, ada yang datang," gumam Rangga perlahan.
Memang sangat luar biasa ketajaman pendengaran
Pendekar Rajawali Sakti. Telinganya bisa mendengar
suara sekecil dan sejauh apa pun juga. Dan hal itu
sangat sulit dilakukan oleh orang biasa. Kini, pandangannya langsung tertuju ke
arah datangnya suara
ayunan langkah kaki yang begitu ringan, dan hampir saja tidak tertangkap
pendengarannya. Rangga langsung saja dapat menduga kalau orang itu memiliki
tingkat kepandaian yang sudah tinggi.
Dan tak lama kemudian, terlihat sebuah bayangbayang tubuh seseorang dari balik kepulan kabut.
Namun, masih terlalu jauh untuk bisa memastikan.
Kabut yang menyelimuti sekitar Lembah Neraka ini
memang sangat tebal. Maka Rangga segera mengerahkan aji 'Tatar Netra', agar bisa melihat lebih jelas lagi walau dalam keadaan
berkabut dan jarak yang sangat
jauh. "Wanita. Hm..., siapa dia...?" gumam Rangga perlahan. Orang yang datang itu memang semakin jelas. Dan
dia memang seorang wanita bertubuh ramping. Bahkan bisa dikatakan kecil, seperti seorang gadis berusia sekitar tiga belas
tahun. Tapi dari raut wajahnya, usia wanita itu sudah seperti lebih dari dua
puluh tahun. Rangga terus mengamati dengan mata tidak berkedip
sedikit pun juga.
"Siapa dia" Dan apa maksudnya datang ke Lembah
Neraka...?" kembali Rangga bergumam, bertanya sendiri dalam hati.
Jelas sekali terlihat kalau wanita itu berhenti tepat di balik sebongkah batu
yang cukup besar, untuk melindungi dirinya. Tapi, jaraknya tidak seberapa jauh
la-gi dari dua batu kembar yang menjadi gerbang masuk
Lembah Neraka. Dan tampaknya, dia juga mengamati
para penjaga gerbang masuk ke Lembah Neraka. Dan
tentu saja sikapnya menarik perhatian Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm, aku akan coba mendekatinya. Mudah- mudahan saja tujuannya sama denganku," ujar Rangga
kembali dalam hati.
Setelah mendapat pikiran begitu, cepat Pendekar
Rajawali Sakti melesat mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah mencapai tingkatan sempurna. Begitu cepat, sehingga bayangan tubuhnya pun sama sekali tidak terlihat
mata biasa. Dan tahu-tahu, Pendekar Rajawali Sakti sudah berada sekitar satu
setengah batang tombak di belakang wanita berbaju
kuning gading ini.
"Heh..."!"
Wanita itu jadi terkejut setengah mati. Cepat tubuhnya diputar, dan tangan kanannya langsung mengebut ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Seketika itu ju-ga, terlihat sebuah benda
kecil seperti sebilah pisau melesat begitu cepat bagai kilat.
"Hup!"
Hanya sedikit saja Rangga mengegoskan tubuhnya,
maka benda seperti pisau kecil itu lewat di samping pinggangnya. Dan dengan
kecepatan luar biasa sekali, tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti mengibas cepat.
Dan tahu-tahu, pisau kecil yang dilemparkan wanita
itu sudah berada dalam jepitan dua jari tangannya.
"Tahan...!" sentak Rangga cepat-cepat, begitu melihat wanita itu sudah kembali bersiap hendak menyerang. Dan wanita itu tidak jadi menyerang. Sorot matanya
terlihat begitu tajam, menatap lurus ke bola mata Pendekar Rajawali Sakti. Tapi,
sikapnya tetap berjaga-jaga dari segala kemungkinan. Bahkan tangan kanannya
sudah menggenggam gagang pedang yang tergantung
di pinggang. "Tunggu dulu, Nisanak. Aku rasa di antara kita
mempunyai tujuan sama, sehingga datang ke Lembah
Neraka ini," kata Rangga mencoba menenangkan.
"Siapa kau?" tanya wanita berbaju kuning gading
itu tegas. "Namaku Rangga," sahut Rangga seraya memberi
senyum persahabatan.
"Hm... Mau apa kau berada di sini?"
"Adikku menjadi tawanan di sana. Dan kedatanganku untuk membebaskannya," terdengar kalem sekali nada suara Rangga.
"Kau bukan Penghuni Lembah Neraka itu...?"
Rangga menggelengkan kepala disertai senyum manis di bibirnya. Lalu perlahan kakinya melangkah
menghampiri, dan berhenti setelah jaraknya tinggal
sekitar lima langkah lagi di depan wanita bertubuh kecil ini.
"Boleh aku tahu namamu, Nisanak...?" pinta Rangga ramah. "Andini," singkat sekali jawaban wanita itu.
"Dan kau sendiri, untuk apa datang ke tempat ini?"
tanya Rangga lagi.
"Mereka menculik ayahku. Dan aku harus membebaskannya, sebelum mereka jadikan korban seperti
pendekar-pendekar lainnya," sahut Andini, memberi


Pendekar Rajawali Sakti 96 Penghuni Lembah Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

alasan. "Siapa ayahmu?" tanya Rangga.
"Ki Carmat, Kepala Desa Tegalan."
"Aneh.... Untuk apa mereka menculik para pendekar...?" desis Rangga seperti bertanya pada diri sendiri.
"Adikmu juga pendekar, Kisanak?"
"Ya," sahut Rangga seraya mengangguk.
"Aku juga tidak mengerti. Tapi yang ku tahu, mereka selalu mengadakan upacara persembahan dengan
mengorbankan sedikitnya lima orang pendekar dalam
setiap bulan purnama," jelas Andini.
"Setiap bulan purnama...?"
"Ya, setiap bulan purnama."
Tanpa sadar, Rangga mendongakkan kepala ke
atas. Dia tahu, dua hari lagi tepat bulan purnama. Dan itu berarti para penghuni
Lembah Neraka akan mengadakan upacara persembahan, mengorbankan lima
orang pendekar yang telah diculik.
Dan selagi mereka terdiam, tiba-tiba saja terdengar suara-suara ribut, tepat
dari arah belakang Pendekar Rajawali Sakti. Sesaat mereka saling berpandangan,
kemudian secara bersamaan berlompatan naik ke atas
pohon. Seperti direncana, mereka hinggap pada dahan pohon yang sama.
Tak berapa lama kemudian, terlihat sekitar enam
orang berpakaian serba hitam tengah berlari-lari cepat ke arah gerbang masuk ke
Lembah Neraka. Dan salah
seorang tampak tengah memanggul seorang yang tengah tidak sadarkan diri.
Sementara, Rangga dan Andini masih tetap berada
di atas pohon. Dan mereka baru turun, setelah orang-orang berpakaian serba hitam
itu melewati gerbang ba-tu kembar yang menjadi pintu masuk Lembah Neraka.
Kini Suasana pun kembali sunyi, tanpa ada seorang
pun yang berbicara lagi. Dan pandangan mereka kini
tertuju lurus ke arah dua batu kembar yang menjadi gerbang masuk ke Lembah
Neraka. *** "Mereka mendapatkan korban lagi, Ka.... Eh, boleh
aku memanggilmu Kakang...?" ujar Andini agak tersipu. "Kenapa tidak...?" sambut Rangga diiringi senyum manisnya.
Andini membalas senyum Pendekar Rajawali Sakti
itu dengan pandangan matanya yang indah dan bening. "Bagaimana ceritanya sampai ayahmu diculik" Padahal, waktu aku pergi meninggalkan Desa Tegalan,
tidak ada peristiwa apa-apa di sana," tanya Rangga ja-di ingin tahu.
"Kemarin, ayah mencoba mencari keterangan tentang pembunuhan yang terjadi di desa, yang menimpa
Satria Seruling Emas dan Pendekar Tangan Besi. Dan
malamnya, ayah didatangi beberapa orang yang lebih
dulu melumpuhkan penjaga, kemudian membawanya
pergi. Dalam keadaan tertotok lewat satu pertarungan, ayah dibawa para
penculiknya ke Lembah Neraka ini.
Aku baru tahu kalau tempat ini Lembah Neraka, setelah berhasil mendapat keterangan kalau yang membunuhi para pendekar adalah orang-orang Lembah Neraka." Rangga hanya diam mendengarkan. Namun di dalam hatinya, dia jadi heran juga. Bagaimana mungkin para pendekar bisa dibunuh
dan diculik sedemikian
mudah" "Aku kagum pada pengorbananmu, Andini. Sulit
mendapat orang yang mau berkorban nyawa demi
ayahnya," ujar Rangga.
"Terima kasih, Kakang," ucap Andini sendu.
Sesaat mereka terdiam membisu. Namun sebenarnya, Rangga jadi berpikir, apakah Andini memiliki
tingkat kepandaian yang cukup tinggi untuk menghadapi para Penghuni Lembah Neraka"
Tapi dari cara kedatangannya, gadis itu rasanya
memang memiliki kepandaian yang bukan hanya cukup. Buktinya tingkat ilmu meringankan tubuh yang
dimilikinya sudah sangat tinggi. Sedangkan tadi, ketika Rangga baru menemuinya, lemparan pisau gadis itu sungguh luar biasa cepatnya.
Bahkan hampir saja
Rangga tidak bisa menghindarinya.
Rangga yakin, Andini memiliki bekal yang cukup
untuk menghadapi para Penghuni Lembah Neraka.
Dan rasanya, memang tidak perlu lagi menyangsikan
kepandaiannya. Hanya saja, Rangga harus berpikir keras, untuk mencari jalan yang
termudah agar bisa masuk ke sana. Dan Pendekar Rajawali Sakti benar-benar merasa
sangsi apakah bisa menerobos gerbang masuk
yang dijaga sangat ketat itu. Terlebih lagi, mereka hanya berdua saja. Sedangkan
mereka tidak tahu, berapa banyak jumlah Penghuni Lembah Neraka.
"Andini! Kau sadar kalau kita hanya berdua saja...?"
ujar Rangga seraya menatap wajah gadis itu.
"Sendiri pun, aku akan masuk ke sana, Kakang.
Aku rela mengorbankan nyawa demi ayahku," sahut
Andini mantap. "Kau tahu, jumlah mereka di dalam sana?" tanya
Rangga lagi. "Aku tidak tahu pasti, Kakang. Tapi rata-rata memiliki tingkat kepandaian tinggi. Bahkan banyak orang yang mengatakan kalau mereka
itu para siluman. Dan
selama ini, tidak ada seorang pun yang bisa keluar dalam keadaan hidup, kalau
sudah masuk ke dalam
lembah itu," jelas Andini.
Rangga mengangguk-angguk. Dan hatinya kembali
cemas, kala mengingat Pandan Wangi berada di dalam
lembah itu. Sudah seringkali Pendekar Rajawali Sakti mengarungi bahaya, tapi
belum pernah secemas ini.
Entah kenapa, hatinya jadi begitu gundah. Namun, ra-sa cemas dalam hatinya
cepat-cepat dihilangkan. Dia tidak ingin Andini tahu kalau sedang mencemaskan
Pandan Wangi. Gadis yang sebenarnya bukanlah adiknya, tapi kekasihnya.
Sementara malam terus merayap semakin larut.
Sementara penjagaan di sekitar gerbang masuk ke dalam Lembah Neraka yang berbentuk dua buah batu
kembar itu kelihatan semakin rapat saja. Dan kini, ada sekitar tiga puluh orang
bersenjata lengkap sudah berjaga di sana. Itu berarti semakin sulit bagi Rangga
dan Andini untuk masuk ke sana. Memang, terlalu besar
bahayanya jika menerobos penjagaan yang sangat ketat itu. "Rasanya, kita harus menunggu sampai pagi, Andini. Tidak mungkin menerobos masuk ke dalam sana
sekarang," kata Rangga, dengan otak terus berputar
keras. "Kau punya rencana, Kakang?" tanya Andini.
Mata gadis itu terus memandangi wajah tampan
Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan yang dipandangi
malah mengarahkan pandangan ke gerbang masuk
Lembah Neraka. Rangga tidak segera menjawab pertanyaan itu. Dan dia sendiri sebenarnya memang belum
punya satu rencana pun yang bisa digunakan untuk
menerobos masuk ke dalam lembah itu. Benar-benar
sulit, sehingga membuat otak Pendekar Rajawali Sakti terus bekerja keras.
"Kita tunggu sampai pagi, Andini," hanya itu yang
bisa diucapkan Rangga.
Andini hanya mengangkat bahunya saja. Dan mereka jadi terdiam membisu, dengan pikiran terus berke-camuk untuk mencari jalan
agar bisa masuk ke dalam
Lembah Neraka. *** 6 Rangga memandangi Andini yang kelihatannya tertidur pulas, di balik sebatang pohon yang sangat besar dan rapat oleh semak
belukar. Perlahan-lahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah meninggalkannya. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya, sehingga
sedikit pun tidak menimbulkan suara saat kakinya terayun.
Dan Pendekar Rajawali Sakti baru berlari cepat, setelah jaraknya cukup jauh dari tempat Andini tertidur pulas. Sementara, sekarang
ini malam sudah hampir
berganti pagi. Walaupun matahari belum lagi menampakkan diri, namun sesekali sudah terdengar ayam
jantan berkokok. Dan udara pun sudah mulai terasa
berganti. Rangga terus berlari dengan kecepatan sangat tinggi, dan baru berhenti
setelah sampai di tempat yang agak lapang.
"Terpaksa, aku harus meminta bantuan Rajawali
Putih," gumam Rangga perlahan.
Sebentar Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak, lalu menarik napas dalam-dalam
beberapa kali. Dan kepalanya segera mendongak ke atas, memandang langit
yang masih kelihatan gelap menghitam. Kemudian....
"Suiiit...!"
Begitu nyaring dan melengking tinggi siulan Pendekar Rajawali Sakti. Dan nadanya juga terdengar sangat panjang, serta begitu aneh
ditangkap telinga. Beberapa saat lamanya pemuda berbaju rompi putih itu
menunggu, kemudian kembali memperdengarkan siulannya. "Suiiit..!"
Dan kali ini cukup lama juga Rangga menunggu.
Kepalanya masih terus menengadah ke atas, memandangi langit yang kini mulai kelihatan memerah. Kemudian, bibirnya terlihat menyunggingkan senyuman
saat melihat sebuah titik hitam bercahaya keperakan di angkasa.
"Suiiit...! Kemari, Rajawali...!" seru Rangga keras, disertai pengerahan tenaga
dalam sempurna.
"Khraaagkh...!"
Tampak seekor burung rajawali berbulu putih keperakan meluncur secepat kilat di angkasa. Dari sebuah titik yang terlihat kini
tampak jelas bentuknya.
Wut! Sebentar saja burung rajawali putih raksasa itu
mendarat tidak jauh di depan Pendekar Rajawali Sakti.
Walaupun tubuhnya hampir sebesar bukit, tapi ketika mendarat terasa begitu
ringan. Rangga bergegas
menghampiri, dan memeluk leher burung raksasa itu.
"Khrrr...!"
"Aku perlu bantuanmu membebaskan Pandan Wangi, Rajawali," kata Rangga.
"Khragkh!"
"Ayolah, kita tidak punya waktu banyak.
Hup...!" Ringan sekali Pendekar Rajawali Sakti melompat ke
punggung Rajawali Putih. Dan begitu lehernya ditepuk tiga kali, secepat kilat
Rajawali Putih melesat, melambung tinggi ke angkasa. Dan dalam sekejapan mata
sa-ja, Rajawali Putih sudah berada di atas awan.
"Khraaagkh...!"
"Ke arah sana, Rajawali...!" seru Rangga sambil menunjuk. "Khragkh!"
"Jangan terlalu tinggi, Rajawali!"
Rajawali Putih segera merendahkan terbangnya, sehingga Rangga bisa melihat jelas ke bawah. Dan sebentar saja, mereka sudah
berada di atas Lembah Neraka.
Agak tertegun juga Pendekar Rajawali Sakti saat itu.
Ternyata yang dinamakan Lembah Neraka hanya sebuah lembah kecil yang tidak begitu menarik untuk dilihat. Yang ada dalam lembah
itu hanya batu-batuan saja. Tapi, di tengah-tengahnya terdapat sebuah bangunan
yang sangat besar ukurannya, mirip sebuah istana. Tapi bangunan itu sama sekali tidak dikelilingi tembok, sebagaimana
layaknya sebuah istana.
Dan yang menjadi benteng bangunan itu hanya
dinding-dinding lembah yang terdiri dari bebatuan sa-ja. Tapi, itu juga sudah
merupakan benteng pertahanan yang sukar sekali ditembus. Namun yang menjadi
perhatian Pendekar Rajawali Sakti adalah keadaan di sekitar lembah yang
kelihatan sunyi tanpa penghuni.
Sementara, matahari sudah mulai menampakkan cahayanya di ufuk timur. Bias cahayanya menghangatkan udara di pagi ini.
"Hm.... Ke mana para penjaga gerbang itu...?" gumam Rangga bertanya sendiri.
Pendekar Rajawali Sakti memang tidak melihat seorang penjaga pun di sekitar gerbang masuk ke dalam
lembah yang berbentuk dua buah batu kembar. Padahal, semalam gerbang masuk itu dijaga ketat Sedangkan pagi ini, tak seorang penjaga pun terlihat.
"Heh..."!"
Tiba-tiba saja Pendekar Rajawali Sakti jadi terkejut, begitu melihat Andini
mengendap-endap, mendekati
gerbang masuk yang kini sudah tidak lagi dijaga. Gadis itu kelihatan sudah dekat
dengan dua batu kembar
yang menjadi pintu masuk satu-satunya ke Lembah
Neraka ini. Sementara, Rangga terus mengawasi dari
angkasa. "Turunkan aku di dalam lembah itu, Rajawali. Dan
kau boleh cepat pergi, tapi jangan terlalu jauh dari si-ni," ujar Rangga. Agak
keras suaranya, untuk menghilangkan angin yang menderu kencang di telinganya.
"Khraaagkh...!"
*** "Hup!"
Dengan gerakan ringan sekali, Rangga melompat turun dari punggung Rajawali Putih. Lalu, burung rajawali raksasa itu kembali
melambung tinggi ke angkasa dengan kecepatan bagai kilat. Sebentar Rangga
mendongak ke atas, menatap Rajawali Putih yang berputar-putar mengelilingi lembah ini. Dan bibirnya segera tersenyum, melihat
Rajawali Putih masih tetap me-nungguinya dari angkasa. Kemudian, pandangannya
beredar ke sekeliling. Rajawali Putih memang telah
menurunkannya tepat di depan bangunan besar dari
tembok batu bagai istana, yang ada tepat di tengahtengah Lembah Neraka ini.
Dan belum lagi Pendekar Rajawali Sakti bisa berbuat sesuatu, tiba-tiba saja dari sekelilingnya berhamburan anak-anak panah ke
arahnya. Sesaat pemuda
berbaju rompi putih itu jadi terkesiap, kemudian....
"Hup! Yeaaah...!"
Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang
sudah mencapai tingkat sempurna, Rangga melenting
ke atas. Lalu dengan cepat sekali, kedua tangannya di-kembangkan ke samping. Dan
bagai kilat, kedua tangan Pendekar Rajawali Sakti bergerak mengibas, menangkis anak-anak panah yang berhamburan di sekitar tubuhnya. Dari gerakan-gerakannya yang begitu


Pendekar Rajawali Sakti 96 Penghuni Lembah Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cepat, jelas kalau Rangga tengah mengerahkan jurus
'Sayap Rajawali Membelah Mega' tingkat terakhir.
Begitu cepat gerakan-gerakan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga sangat sulit terlihat oleh mata biasa. Dan yang
terlihat hanya bayangan
putih berkelebat, menyambar anak-anak panah yang
berhamburan di sekitarnya. Akibatnya, anak-anak panah itu berpentalan ke segala arah. Bahkan tidak sedikit yang berpatahan menjadi
beberapa bagian.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti terus melenting mendekati bangunan besar bagai istana di tengah-tengah Lembah Neraka ini.
Lalu dengan gerakan manis sekali, tubuhnya melambung tinggi ke atas dan hinggap di atas tembok bangunan istana yang paling tinggi. Begitu sempurna ilmu meringankan tubuhnya,
sehingga sedikit pun tidak
menimbulkan suara saat kedua kakinya mendarat.
Dan pada saat itu juga, anak-anak panah yang tadi
berhamburan di sekitar tubuhnya berhenti menyerang.
Dan Rangga tetap berdiri tegak di atas tembok bangunan itu. Pandangan matanya
beredar ke sekeliling, tapi tak seorang pun yang terlihat. Yang ada di
sekelilingnya hanya pohon dan bebatuan saja. Begitu sunyi
keadaan di dalam Lembah Neraka ini.
"Hm...."
Perlahan Rangga menggumam. Dan kelopak matanya jadi menyipit, begitu melihat Andini masuk ke dalam lembah ini, melewati
gerbang yang berbentuk
dua buah batu kembar. Gadis itu melangkah hati-hati sekali. Di tangan kanannya,
sudah tergenggam sebilah pedang yang berkilatan tertimpa cahaya matahari!
Dan begitu gadis itu berada tepat di depan bangunan berbentuk istana ini, mendadak saja puluhan batang anak panah berhamburan ke arahnya. Akibatnya
gadis itu jadi terkesiap setengah mati.
"Hup! Hiyaaat..!"
Belum juga Andini dapat berbuat sesuatu, Rangga
sudah melesat begitu cepat bagai kilat, mempergunakan ilmu meringankan tubuh. Begitu cepat gerakannya, sehingga dalam sekejap mata saja tubuh Andini
sudah disambarnya, dan langsung dibawa ke atas
tembok bangunan besar ini.
"Kakang...!" desis Andini terkejut.
Rangga tidak sempat lagi memperhatikan gadis ini,
karena sibuk memperhatikan arah datangnya anakanak panah yang tadi juga menyerang dirinya, tepat di tempat Andini berdiri
tadi. "Hm...," kembali Rangga menggumam perlahan.
Jelas sekali, Pendekar Rajawali Sakti melihat kalau anak-anak panah itu muncul
dari balik batu-batu dan pepohonan yang banyak tersebar di sekitar Lembah
Neraka ini. Tapi dari tempat munculnya, tidak terlihat seorang pun. Dan ini
membuat kelopak mata Pendekar
Rajawali Sakti jadi menyipit.
"Kau tunggu di sini, Andini. Jangan ke mana- mana
dulu sampai aku kembali," pesan Rangga.
Belum juga Andini bisa membuka mulutnya, Pendekar Rajawali Sakti sudah melesat cepat bagai kilat.
Dan ini membuat Andini jadi terlongong bengong, seperti bermimpi melihat kecepatan melesat pemuda
tampan berbaju rompi putih ini. Begitu cepatnya, sehingga dalam sekejap mata
saja sudah berada di atas sebongkah batu, tempat anak-anak panah yang
menyerangnya terlihat muncul tadi.
"Edan...!"
Rangga jadi mendesis geram. Ternyata anak- anak
panah itu berasal dari sebuah alat yang bisa meluncurkan sendiri anak panah. Dan ketika melihat ratusan anak panah sudah kembali terpasang dan siap dilepaskan, Pendekar Rajawali Sakti sudah kembali melenting cepat dan ringan sekali. Lalu, kakinya hinggap dari satu batu ke batu
lain dan dari satu pohon ke pohon lain. Begitu banyak sekali alat pelontar anak
panah yang ditemui. Dan semuanya, terarah ke depan
bangunan besar itu. Sambil mendesis geram, Rangga
menghancurkan alat-alat pelontar panah menggunakan pukulan- pukulan dahsyat.
"Huh!"
Pendekar Rajawali Sakti berdiri tegak di atas batu, setelah menghancurkan alatalat pelontar anak panah itu. Kemudian dengan satu lesatan indah dan ringan
sekali, Pendekar Rajawali Sakti berpindah ke depan
pintu bangunan besar seperti istana ini. Kini tidak lagi terlihat adanya
serangan anak panah, begitu kakinya menjejak tanah yang berumput cukup tebal
ini. Kepalanya segera mendongak ke atas, menatap Andini yang masih berdiri di
atas tembok. "Kau bisa turun ke sini, Andini...!" seru Rangga,
agak keras suaranya.
"Hup!"
Andini langsung saja melenting ke bawah, tanpa
menjawab kata-kata Pendekar Rajawali Sakti lagi. Beberapa kali tubuhnya
berputaran dengan gerakan indah sekali. Kemudian, kedua kakinya mendarat tepat
di samping kanan Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga hanya tersenyum sedikit melihat kelincahan
gadis ini. Telinganya yang tajam, masih sempat mendengar adanya suara saat kedua kaki Andini menjejak tanah tadi. Dan itu, berarti
ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Andini masih berada di bawahnya. Tapi dalam
hati, Rangga sudah mengakui kalau gadis ini
memiliki kepandaian yang cukup bisa diandalkan.
"Kita sudah berada dalam sarang mereka, Andini.
Dan kuminta, kau harus lebih berhati-hati lagi," pesan Rangga.
"Tapi, Kakang.... Kenapa keadaannya sepi begini?"
tanya Andini, sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling. "Entahlah...," sahut Rangga agak mendesah. 'Tapi
dalam keadaan bagaimanapun juga, jangan bertindak
gegabah. Mungkin saja keadaan yang sepi seperti ini malah lebih berbahaya."
"Baik, Kakang," sahut Andini seraya mengangguk.
Beberapa saat mereka terdiam sambil mengedarkan
pandangan ke sekeliling. Memang benar-benar sunyi
keadaan di sekitar Lembah Neraka ini. Sama sekali tidak ada seorang pun yang
terlihat di sini. Bahkan suara binatang pun sama sekali tidak terdengar. Hanya
desir angin saja yang terdengar, mengusik gendang telinga.
Diam-diam Rangga mengerahkan aji 'Pembeda Gerak dan Suara'. Sebuah ilmu kesaktian yang digunakan hanya untuk menajamkan pendengaran, agar bisa
menangkap suara-suara sekecil apa pun lebih jelas la-gi. Bahkan bisa memilahmilah suara yang diinginkan.
Namun, kening Pendekar Rajawali Sakti jadi berkerut dalam, karena tidak
mendengar suara apa-apa yang
menandakan kalau di Lembah Neraka ini ada kehidupan. Dan hanya terdengar desir angin saja. Maka,
Rangga segera menarik kembali aji kesaktiannya.
*** "Apakah sebaiknya kita masuk saja, Kakang" Barangkali saja ada sesuatu yang bisa ditemukan, dan bisa menjadi petunjuk," ujar
Andini memberi saran.
"Baiklah. Tapi harus hati-hati. Barangkali saja di
sekitar-bagian dalam bangunan ini telah dipasangi banyak jebakan seperti tadi," kata Rangga masih memperingatkan gadis itu.
Andini hanya tersenyum saja. Entah apa arti dari
senyumannya. Sementara Rangga sudah mulai mengayunkan kakinya, mendekati pintu gerbang masuk istana yang terbuat dari kayu jati berukuran sangat besar dan tebal. Sedangkan
Andini hanya mengikuti dari belakang, berjarak sekitar satu tombak. Saat itu,
Rangga sudah berada tepat sekitar tiga langkah lagi di depan pintu. Sebentar
diamatinya pintu kayu jati yang berukuran sangat besar, tebal, dan kokoh ini.
"Hm...."
Perlahan Rangga menjulurkan tangannya, dan mulai mendorong pintu itu. Aneh.... Pintu itu tidak ter-kunci sama sekali,
sehingga mudah sekali Pendekar
Rajawali Sakti mendorongnya hingga terbuka. Bunyi
bergerit terdengar keras menggiris telinga. Rangga
kembali melangkah perlahan-lahan, sambil terus mendorong pintu itu, agar terbuka lebih lebar lagi. Sedikit demi sedikit, pintu itu
terus bergerak terbuka. Dan Rangga berhenti melangkah, setelah sampai tepat di
ambang pintu. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan
pandangan ke sekeliling, mengamati keadaan bagian
dalam bangunan besar bagai istana ini. Begitu luas
bagian dalamnya, tapi kelihatannya tidak pernah tera-wat Dan sepertinya, lantai
bangunan yang keras dan
berkilat ini tidak pernah terinjak kaki manusia. Jelas sekali terlihat kalau
lantai itu sudah terlapisi debu cukup tebal. Dan pada langit- langitnya,
dipenuhi sarang laba-laba. Sementara, Andini yang sudah berada di sebelah kanan
Pendekar Rajawali Sakti segera mengedarkan pandangan untuk mengamati bagian dalam
bangunan besar bagai istana ini.
"Ayo masuk, Kakang," ajak Andini.
"Tunggu dulu...!" cegah Rangga cepat sambil merintangkan tangannya, mencegah Andini yang akan melangkah masuk ke dalam bangunan istana ini.
Andini jadi memandangi wajah Pendekar Rajawali
Sakti. Dia jadi tidak mengerti, kenapa Rangga mence-gahnya. Padahal, tujuan
mereka datang ke lembah ini sama-sama ingin membebaskan orang yang dicin-tainya.
Tapi, kelihatannya Rangga sekarang justru ra-gu-ragu.
"Kau tidak melihat adanya keanehan di sini, Andini...?" ujar Rangga bernada seperti bertanya pada diri sendiri.
"Hm...," Andini hanya menggumam perlahan saja.
Kening gadis itu jadi berkerut. Dan kelopak matanya pun kelihatan menyipit. Sebentar dipandanginya wajah tampan Pendekar
Rajawali Sakti di sampingnya.
Kemudian, pandangannya beredar ke sekeliling, dan
kembali ke wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti. Pa-da saat yang sama, Rangga
juga berpaling menatapnya. Hingga, tatapan mata mereka bertemu untuk beberapa saat. Tapi, Andini cepat berpaling ke arah lain.
Entah kenapa, tiba-tiba saja dadanya berdegup kencang, saat pandangannya bertemu pandangan mata
Pendekar Rajawali Sakti.
"Kita akan terus berdiri di sini sampai malam, Kakang...?" desis Andini, agak dalam nada suaranya terdengar.
Rangga jadi tersenyum.
"Kau jangan jauh-jauh di belakangku, Andini," ujar
Rangga meminta.
Andini hanya menganggukkan kepala saja. Entah
kenapa, dia jadi begitu percaya akan kemampuan pemuda berwajah tampan berbaju rompi putih ini.
Mungkin saja karena tadi nyawanya sempat diselamatkan dari serbuan anak panah yang terlontar melalui suatu alat yang bisa bekerja sendiri.
Sementara, Rangga mulai mengayunkan kakinya,
memasuki bangunan besar bagai istana di tengahtengah Lembah Neraka ini. Sorot matanya terlihat begitu tajam, tidak berkedip
sedikit pun merayapi sekelilingnya. Juga, dikerahkannya aji 'Pembeda Gerak dan
Suara' agar pendengarannya lebih tajam lagi. Sedangkan Andini benar-benar tidak
jauh di belakang Pendekar Rajawali Sakti. Dan tangan kanannya juga masih
tetap menggenggam pedang yang melintang di depan
dada. Rangga terus berjalan perlahan-lahan, menyeberangi ruangan depan bangunan besar yang sangat luas
ini. Tidak terlihat satu pun adanya perabotan. Ruangan yang kelihatan lapang ini
tampak begitu kotor ber-debu. Pendekar Rajawali Sakti memperlambat ayunan
kakinya, setelah dekat dengan sebuah tangga berbentuk setengah melingkar dari batu yang disusun rapi.
Sebentar kepalanya mendongak ke atas. Ditelitinya
keadaan, kalau-kalau ada jebakan lagi yang sewaktuwaktu bisa datang mengambil nyawanya.
Setelah merasa aman, baru Pendekar Rajawali Sakti
kembali melangkah perlahan-lahan. Satu persatu mulai dinaikinya anak tangga yang terbuat dari batu ini.
Sikapnya masih terus waspada. Mereka terus melangkah, meniti anak-anak tangga ini. Sampai di tengahtengah, tidak juga ditemukan adanya jebakan. Dan
Rangga terus saja melangkah meniti anak-anak tangga ini, sampai akhirnya tiba di
ujung atas tangga.
Rangga terus saja melangkah. Pandangan matanya
tertuju langsung ke sebuah pintu yang tertutup rapat.
Kembali langkahnya berhenti setelah melewati tangga
batu yang setengah melingkar ini. Kepalanya berpaling sedikit, menatap Andini
yang masih berada di belakangnya.
"Kau pernah masuk ke dalam sini, Andini?" tanya
Rangga dengan suara begitu pelan.
"Belum," sahut Andini seraya menggeleng. "Tapi aku
sering mendengar cerita tentang lembah ini."
"Lalu, bagaimana menurutmu?" pancing Rangga ingin tahu. "Terus terang, tidak seperti bayanganku semula,"
sahut Andini seraya mengangkat bahu sedikit.
Rangga hanya tersenyum saja mendengar jawaban
gadis itu. Kemudian kakinya kembali terayun, mendekati pintu. Dengan tangan kiri, diberinya isyarat agar Andini tidak
mengikutinya. Maka, gadis itu tidak jadi melangkah mendekati. Hanya
diperhatikannya saja
Pendekar Rajawali Sakti yang sudah mulai mendorong
pintu perlahan-lahan. Suara bergerit kembali terdengar menggiris.
"Ada yang kau temukan, Kakang...?" tanya Andini,
setelah melihat pintu itu terbuka setengahnya.
"Kosong.... Tidak ada apa-apa di sini," sahut Rangga seraya berbalik.
"Periksa yang lainnya, Kakang," pinta Andini setengah merengek. "Hm, ayolah...," sahut Rangga setengah menggumam. Tanpa bicara lagi, mereka mulai membuka satu
persatu pintu-pintu yang ada di dalam bangunan besar seperti istana ini. Dan keadaannya benar- benar kosong. Debu begitu tebal
melapisi lantai. Bangunan ini benar-benar seperti sudah bertahun-tahun tidak
pernah lagi diinjak kaki manusia. Semua pintu sudah diperiksa, dan semuanya
dalam keadaan kosong. Memang tidak ada yang bisa ditemukan.
Mereka kembali menuju tangga, dan terus bergerak
turun. Dititinya anak-anak tangga dari batu yang setengah melingkar ini, setelah
semua sudut di lantai atas ini diperiksa. Tidak sedikit pun ditemukan adanya
tanda-tanda kehidupan. Bahkan satu barang pun sa-ma sekali tidak ditemukan.


Pendekar Rajawali Sakti 96 Penghuni Lembah Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** 7 Dengan sikap dan ayunan langkah hati-hati sekali,
Rangga dan Andini terus memeriksa setiap ruangan
serta sudut bagian dalam bangunan berukuran sangat
besar bagai istana ini. Tapi sudah seluruh ruangan dijelajahi, tidak juga
ditemukan adanya tanda-tanda kehidupan. Bahkan sedikit pun tidak terlihat adanya
jejak-jejak kaki manusia. Seluruh lantai di dalam bangunan ini dipenuhi debu
yang cukup tebal. Dan dari
keadaan seperti itu, bangunan istana ini seakan-akan sudah tidak dihuni sama
sekali. "Edan...! Ke mana Penghuni Lembah Neraka ini...?"
dengus Rangga agak mendesis. Nadanya seperti bertanya pada diri sendiri.
Sementara, Andini hanya diam saja. Dia juga tidak
mengerti, kenapa bangunan istana di Lembah Neraka
ini jadi kosong, tidak berpenghuni sama sekali. Padahal semalam, jelas sekali
terlihat kalau lembah ini dijaga ketat. Bahkan ada beberapa orang yang datang ke
lembah ini, membawa seorang pendekar yang akan dijadikan tumbal persembahan pada bulan purnama
nanti. Tapi sekarang.... Sulit dimengerti. Lembah Neraka
ini benar-benar kosong tidak berpenghuni lagi. Seluruh ruangan di dalam bangunan
istana ini juga sudah diperiksa, tapi tak satu manusia pun dijumpai. Bahkan
semut pun tidak juga terlihat. Dan hal ini membuat Rangga dan Andini jadi
bertanya-tanya sendiri dalam hati. Benar-benar aneh Lembah Neraka dan
penghuninya ini.
Rangga jadi teringat cerita-cerita mengenai Lembah
Neraka ini. Tidak sedikit orang yang mengatakan kalau Lembah Neraka dihuni
siluman yang keluar hanya pa-da malam hari saja. Tapi, Rangga tidak percaya
kalau mereka adalah makhluk-makhluk halus yang bersembunyi pada siang hari, dan
baru keluar dari sarangnya kalau malam menjelang. Dia berpikir, di dalam
bangunan besar bagai istana ini pasti memiliki satu pintu dan tempat yang sangat
rahasia. Hingga, tidak seorang pun yang bisa mengetahuinya, kecuali para
Penghuni Lembah Neraka ini.
Dan selagi mereka berdua diliputi berbagai macam
pertanyaan yang membingungkan, tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh terdengarnya langkah kaki bebera-pa orang dari arah depan.
Sesaat Rangga dan Andini
saling berpandangan, kemudian....
"Ikuti aku, Andini. Hup...!"
Cepat sekali Rangga melompat ke atas, dan begitu
ringannya mendarat tepat di jendela batu yang cukup besar untuk tubuhnya. Saat
itu, Andini juga sudah
melesat mengikuti. Gadis ini hinggap tepat di samping kanan Pendekar Rajawali
Sakti. Dan tak berapa lama
kemudian, terlihat seorang wanita tua berjalan yang diikuti seorang laki-laki
berusia setengah baya, dan dua orang pemuda berpakaian serba merah.
Dari lubang jendela yang cukup tersembunyi letaknya, Rangga langsung bisa mengenali orang- orang
yang baru datang itu. Mereka tidak lain Nyai Balung Wungkul yang dikenal
berjuluk Iblis Tongkat Permata.
Sedangkan laki-laki setengah baya berbaju merah menyala adalah Suro Gading. Sementara dua orang pemuda berbaju merah yang berjalan paling belakang
adalah dua orang pengikut Suro Gading. Mereka berjalan cepat-cepat, seperti
sedang diburu sesuatu. Tanpa ada yang tahu, tepat di atas jendela yang mereka
lewati, Rangga dan Andini bersembunyi.
"Siapa mereka, Kakang?" tanya Andini, berbisik.
"Nyai Balung Wungkul dan Suro Gading. Sedangkan
dua orang lagi pengikut Suro Gading," sahut Rangga.
"Mau apa mereka datang ke sini, Kakang" Apakah
tujuan mereka sama...?" tanya Andini lagi, masih dengan suara berbisik perlahan.
Rangga hanya diam saja, tidak menjawab pertanyaan gadis itu. Dia sendiri tidak tahu, untuk apa Nyai Balung Wungkul ada di
Istana Lembah Neraka ini. Dan tampaknya, mereka tahu betul seluk-beluk bangunan
istana ini. Tanpa bersuara sedikit pun, Pendekar Rajawali Sakti segera melompat
turun. Dua kali tubuhnya berputaran di udara, kemudian manis sekali kedua
kakinya menjejak tanah.
Andini bergegas mengikuti Pendekar Rajawali Sakti.
Gadis itu juga melompat turun dengan gerakan indah
dan manis sekali. Entah kenapa, Rangga jadi tersenyum setelah gadis itu menjejakkan kakinya dengan
ringan di sebelahnya. Andini sempat melihat senyuman tersungging di bibir pemuda itu, jadi mendelik
dan mendengus kecil.
"Kenapa kau tersenyum, Kakang?" dengus Andini
menegur. "Tidak apa-apa," sahut Rangga seenaknya.
Andini hanya memberengut saja. Dia tahu, pemuda
tampan berbaju rompi putih itu tadinya mengira kalau dirinya tidak bisa apa-apa.
Tapi kenyataannya, ilmu meringankan tubuh yang dikuasainya saja sudah tinggi.
Dan tentu ilmu olah kanuragannya juga tidak bisa dipandang ringan lagi. Mungkin
inilah yang membuat
Pendekar Rajawali Sakti jadi tersenyum.
"Ayo, jangan sampai kita kehilangan jejak mereka.
Barangkali saja, mereka membawa kita ke tempat persembunyian para Penghuni Lembah Neraka," ajak
Rangga. Andini hanya menganggukkan kepala saja, kemudian melangkah mengikuti ayunan langkah kaki Pendekar Rajawali Sakti. Dan langkah kakinya disejajarkan di sebelah kiri.
Sementara, Rangga terus berjalan tanpa menoleh lagi sedikit pun juga. Dan
pandangannya yang tajam terus tertuju pada Nyai Balung Wungkul, Suro Gading, dan dua orang anak muda pengikutnya yang berjalan cukup jauh di depan.
Mereka berjalan mempergunakan ilmu meringankan
tubuh, sehingga sedikit pun tidak terdengar suara
hentakan kakinya. Sesekali mereka berhenti dan cepat-cepat berlindung di balik dinding tembok bangunan istana ini, bila Nyai Balung Wungkul atau Suro
Gading berpaling ke belakang.
"Sepertinya mereka sudah merasa kalau sedang diikuti, Andini," bisik Rangga pelan, saat bersembunyi di balik dinding tembok.
Sementara matanya tidak berkedip, terus memperhatikan orang-orang itu.
"Biarkan saja mereka jauh dulu, Kakang," ujar Andini memberi usul.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja sedikit.
Mereka melihat, orang-orang yang diikuti berbelok,
masuk ke dalam sebuah kamar. Suro Gading yang
membuka pintu kamar itu. Sementara dua orang pengikutnya tetap berada di luar. Mereka menjaga pintu yang kembali tertutup rapat,
setelah Nyai Balung
Wungkul dan Suro Gading berada di dalam.
Di lain tempat, Rangga dan Andini tetap memperhatikan dan menunggu dari balik dinding batu tembok
tempat persembunyian. Cukup lama mereka menunggu, tapi Nyai Balung Wungkul dan Suro Gading tidak
keluar lagi dari dalam kamar yang pintunya tertutup rapat itu. Dan mereka sudah
tidak sabar lagi menunggu. Sedangkan dua orang pengikut Suro Gading, tetap saja
menjaga di depan pintu.
"Kau pancing mereka, Andini. Aku akan menyelinap
dari belakang," kata Rangga.
"Baik Tapi, hati-hati," sahut Andini.
"Hup!"
*** Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga segera
melesat diikuti pandangan mata gadis itu. Dan ketika Rangga lenyap di balik
tikungan lorong ini, Andini segera menutupi kepala dan sebagian wajahnya dengan
kain kerudung berwarna jingga. Kemudian kakinya
melangkah ringan menghampiri dua orang pengikut
Suro Gading yang menjaga pintu. Kedua pemuda itu
agak terkejut juga saat melihat ada wanita berjalan seorang diri dalam lorong
bangunan istana ini.
Sementara, Andini terus saja berjalan semakin dekat. Sengaja sebagian wajahnya ditutupi, agar tidak terlihat jelas oleh kedua
pemuda pengikut Suro Gading itu. Dan secara sengaja pula jalannya dibuat
perlahan-lahan, sambil menunggu Rangga yang mengambil jalan
memutar dari belakang.
"Hei, berhenti...!" bentak salah seorang pemuda itu,
begitu Andini tinggal sekitar satu batang tombak lagi jaraknya.
Andini segera berhenti. Sedangkan kedua pemuda
itu saling melemparkan pandangan sejenak, kemudian
salah seorang melangkah hendak menghampiri gadis
ini. Tapi baru juga berjalan beberapa langkah, tiba-tiba saja....
Diegkh! Hegkh! "Heh..."!"
"Hih!"
Buk! "Ugkh...!"
Begitu cepat terjadinya, karena tahu-tahu saja kedua pemuda pengikut Suro Gading itu sudah ambruk
ke lantai, tidak bergerak-gerak lagi. Andini segera membuka kain kerudung yang
menutupi kepalanya.
Dan bibirnya segera tersenyum melihat Rangga sudah
berdiri di depan pintu, di antara dua pemuda yang tergeletak tak bergerak-gerak
lagi. Entah apa yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti, Andini sendiri sampai
tidak sempat melihat. Begitu cepat tindakannya, sehingga sangat sulit diikuti
pandangan mata biasa.
"Kau masuk lebih dulu, Andini...?" Rangga menawarkan. "Kau saja, Kakang," sambut Andini seraya tersenyum. Rangga juga membalas senyuman gadis itu, kemudian menghampiri pintu yang terbuat dari kayu jati berukuran tebal ini. Sebentar
diamati, kemudian perlahan-lahan tangannya menjulur ke depan. Lalu hatihati sekali mulai didorongnya pintu yang tertutup rapat itu. Suara bergerit
terdengar, membuat hati yang mendengarnya jadi terasa tergiris.
"Kosong..."!" desis Rangga hampir tidak terdengar
suaranya. "Mustahil...!" Andini juga mendesis, seraya menjulurkan kepala masuk ke dalam kamar yang pintunya
sudah terbuka lebar.
Dan memang, di balik pintu kayu jati berukuran
tebal itu terdapat sebuah ruangan yang berukuran cukup luas. Tapi tidak ada
seorang pun di dalam ruangan ini. Bahkan tidak terlihat ada satu benda pun di dalam sana. Benar-benar
sebuah ruangan yang kosong, tanpa isi satu benda pun juga. Dan tak hanya Andini
yang terlongong bengong, bahkan Rangga juga
jadi keheranan. Sungguh sulit dimengerti semua yang dialaminya di Lembah Neraka
ini. Belum juga rasa keheranan mereka bisa hilang,
mendadak saja dari arah belakang berdesir hembusan
angin yang begitu kuat. Akibatnya kedua anak muda
itu jadi tersentak kaget setengah mati. Namun, hembusan angin itu demikian kuat, sehingga mereka tidak sempat lagi bertindak.
Dan.... Bruk! Mereka jatuh bergulingan di lantai kamar ini. Dan
keras sekali punggung Rangga menghantam dinding
tembok. Akibatnya dinding batu itu hancur berkeping-keping. Untung saja Pendekar
Rajawali Sakti sudah
cepat bisa menguasai diri, dan langsung melompat
sambil menyambar tubuh Andini yang masih saja
menghantam tiang batu di tengah-tengah ruangan ini.
"Hap!"
Begitu sempurna ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki Pendekar Rajawali Sakti, sehingga mudah dan manis sekali bisa
menjejakkan kalanya di lantai. Lalu diturunkannya tubuh mungil gadis itu.
"Ha ha ha...!"
*** "Siapa itu yang tertawa, Kakang...?" tanya Andini,
seperti untuk diri sendiri.
"Hm...."
Belum juga pertanyaan Andini bisa terjawab, tibatiba saja di depan mereka mengepul asap cukup tebal dari dalam lantai. Dan
begitu asap putih bergumpal itu menghilang, tahu-tahu di depan kedua anak muda
ini sudah berdiri sekitar dua puluh orang laki-laki berusia muda, dengan senjata
pedang terhunus berkilatan,
tergenggam di tangan masing-masing.
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
Tanpa ada yang bicara, mereka langsung saja berlompatan menyerang. Akibatnya, kedua anak muda itu
jadi terkejut untuk sesaat. Namun pada saat sebilah pedang berkelebat cepat
bagai kilat, Rangga cepat-cepat menarik tubuhnya ke belakang sedikit, dan
langsung berputaran sambil melepaskan satu tendangan
keras disertai pengerahan tenaga dalam sempurna.
"Yeaaah...!"
Desss! Begitu cepatnya tendangan yang dilepaskan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tidak dapat dibendung la-gi. Maka pemuda yang
menyerangnya seketika terpental deras ke belakang, sambil mengeluarkan pekikan
keras melengking tinggi. Nyawanya langsung melayang seketika, begitu tubuhnya
keras sekali menghantam
lantai. "Hiyaaat..!"
Pada saat yang bersamaan, Andini sudah bergerak
cepat sekali sambil mencabut pedangnya, dan langsung dikebutkan lewat pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepat kebutannya sehingga dua orang yang
berada di dekatnya tidak dapat lagi menghindar. Jeritan panjang melengking pun
seketika terdengar begitu menyayat. Terlihat dua orang pemuda itu terhuyunghuyung sambil mendekap dadanya yang sobek mengucurkan darah. "Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Andini segera
melenting. Dan sambil berputaran, pedangnya dikebutkan beberapa kali dengan kecepatan luar biasa sekali. Jeritan-jeritan panjang
melengking tinggi pun langsung terdengar kembali, bersamaan berkelebatnya pedang
di tangan gadis itu. Sementara, Rangga yang
tidak mengeluarkan senjatanya juga tidak kalah dahsyat. Setiap pukulan dan tendangan yang dilepaskan, selalu menimbulkan korban.
Hingga dalam waktu tidak berapa lama saja, pemuda-pemuda yang bermunculan dari segumpal asap itu sudah bergelimpangan
tidak bernyawa lagi. Kini, tak seorang pun yang terlihat masih bisa berdiri.


Pendekar Rajawali Sakti 96 Penghuni Lembah Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hup!"
Andini cepat-cepat melompat menghampiri Rangga
yang berdiri di ambang pintu kamar ini. Sesaat mereka merayapi tubuh-tubuh yang
bergelimpangan tak bernyawa lagi. Darah tampak mengucur, menggenangi
lantai yang keras dan berkilat ini.
"Hm...," sedikit Rangga menggumam, sambil menarik napas dalam-dalam. "Ayo kita keluar. Andini."
Tapi belum juga mereka melangkah keluar dari
ruangan berukuran cukup besar ini, tiba-tiba saja pintu kamar itu bergerak
menutup sendiri. Maka kedua
anak muda itu jadi tersentak kaget setengah mati. Begitu terkejutnya, sampaisampai terlompat ke belakang beberapa langkah. Dan belum lagi hilang rasa
keterkejutan mereka, tiba-tiba saja dinding-dinding kamar ini
bergerak melesak masuk ke dalam tanah, membuat
lantai yang dipijak jadi bergetar bagai diguncang gempa. "Ada apa ini...?" desis
Andini tidak mengerti.
Belum juga Andini bisa menjawab pertanyaan itu,
dari balik dinding yang bergerak turun bermunculan
orang-orang yang masih berusia muda bersenjata pedang yang terlintang di depan dada. Sebentar saja, seluruh ruangan ini sudah
terkepung puluhan pemuda
yang bersenjata pedang.
Sekitar tiga batang tombak jauhnya di depan Rangga, berdiri seorang pemuda berwajah tampan. Bajunya dari sutera halus yang
sangat indah sekali. Dan keha-dirannya ternyata juga didampingi Nyai Balung
Wung- kul dan Suro Gading. Pemuda berwajah tampan berbaju sutera halus berwarna biru muda itu melangkah
beberapa tindak ke depan. Walaupun wajahnya terlihat tampan, tapi sorot mata dan
bentuk bibirnya memancarkan kebengisan.
"Siapa kalian" Berani mengacau istanaku...!" terdengar dingin dan dalam sekali nada suara pemuda
itu. "Aku Rangga, dan ini Andini. Kami datang bukan untuk mengacau, tapi untuk
meminta kembali orang-orang yang kami cintai, yang kau culik ke sini!" tegas
Rangga. "Ha ha ha...!" pemuda itu tertawa terbahak-bahak
mendengar jawaban Pendekar Rajawali Sakti.
Seakan-akan, kata-kata Rangga tadi menggelitik
tenggorokannya. Sehingga, membuatnya jadi tertawa
terbahak-bahak seperti itu. Sedangkan Rangga dan
Andini hanya diam saja, menatap pemuda itu dengan
sinar mata tajam.
"Kembalikan ayahku, Iblis!" bentak Andini lantang
menggelegar. "Ha ha ha...! Kau bisa galak juga, Perempuan Keparat! Asal kau tahu saja. Aku hanya membutuhkan tenaga mereka saja untuk kuambil kesaktiannya. Dan
kau.... Datang ke sini hanya mengotori istanaku saja.
Sebaiknya, kau mampus lebih dulu. Hih!"
Cepat sekali gerakan tangan pemuda itu. Begitu selesai berkata, secepat itu pula tangannya mengibas ke depan. Dan dari telapak
tangannya yang terbuka, melesat sebuah benda bulat kecil berwarna merah menya-la
bagaikan titik api.
"Haiiit..!"
Wuk! Andini cepat-cepat mengebutkan pedangnya, menangkis serangan pemuda tampan berbaju dari bahan
sutera halus itu.
Tring! "Ikh..."!"
Andini jadi terpekik, begitu pedangnya membentur
benda kecil merah seperti titik api itu. Bahkan tubuhnya sampai terdorong dua
langkah ke belakang. Dan
semakin terkejut lagi, begitu melihat pedangnya ter-penggal menjadi dua bagian.
"Keparat..! Kubunuh kau, Iblis!" desis Andini menggeram marah. "Hiyaaat..!"
Sambil membuang pedangnya yang sudah buntung,
cepat sekali gadis itu melompat. Dan langsung dilepaskannya beberapa pukulan
keras bertenaga dalam
tinggi secara beruntun. Tapi dengan gerakan-gerakan tubuh yang begitu indah,
pemuda tampan itu bisa
menghindari serangan yang dilancarkan Andini. Bahkan tanpa menggeser kakinya sedikit pun juga. Malah tak satu serangan pun yang
dilancarkan Andini, bisa menyentuh tubuhnya. Bahkan....
"Hih!"
Plak! "Akh...!"
Tiba-tiba saja Andini terpekik dan terpental ke belakang, begitu pemuda itu
mengebutkan tangannya. Keras sekali gadis itu jatuh telentang ke lantai batu yang berkilat ini. Tampak
dia memuntahkan darah kental
berwarna agak kehitaman. Namun tubuhnya cepat
bergelimpangan dan segera melompat bangkit berdiri
sambil menyambar sebatang pedang yang tergeletak di lantai. Sayang, tubuhnya
jadi terhuyung, begitu kedua kakinya menjejak lantai.
"Hoeeekh...!"
Kembali Andini memuntahkan darah kental agak
kehitaman. Sedangkan sebelah tangan kirinya memegangi dada, dan nafasnya jadi tersengal. Melihat keadaan gadis itu, Rangga
bergegas menghampiri. Tanpa
bicara apa-apa lagi, langsung saja diberikannya beberapa totokan ringan di
sekitar dada. "Ukh...!"
"Kau tidak apa-apa, Andini?" tanya Rangga.
"Tidak," sahut Andini masih dengan napas tersengal. "Menyingkirlah dulu. Kau terkena pukulan beracun di dadamu," ujar Rangga.
"Ukh...!"
*** 8 Andini segera menyingkir beberapa langkah ke belakang. Gadis itu terus berusaha menyalurkan hawa
murni, sambil mengatur jalan pernafasannya. Dia terus menghilangkan pengaruh racun, akibat terkena
pukulan beracun yang dilepaskan pemuda tampan
berbaju sutera biru muda itu. Sementara, Rangga sudah melangkah beberapa tindak mendekati pemuda
yang jadi Penguasa Lembah Neraka ini.
"Kau sudah keterlaluan, Kisanak. Siapa kau sebenarnya?" desis Rangga dingin.
"Aku Gandapati, penguasa seluruh Lembah Neraka
ini. Dan kau.... Kau tidak akan bisa keluar dari istanaku ini hidup-hidup,
Keparat!" sahut pemuda tampan
berbaju sutera biru muda, yang ternyata bernama
Gandapati, tidak kalah dingin.
"Kita lihat saja. Aku, atau kau yang akan hancur,"
dengus Rangga menantang.
"Phuih!"
Baru saja Gandapati menggerakkan tangannya di
depan dada, Suro Gading sudah melangkah mendekati. "Izinkan hamba memberi sedikit pelajaran padanya, Gusti," ujar Suro Gading
meminta. "Hm...," Gandapati menggumam sedikit Kemudian,
kakinya ditarik ke belakang tiga langkah.
Suro Gading segera melangkah mendekati Rangga
beberapa tindak.
"Hm.... Apa maksudmu menjadi pengikut iblis itu,
Suro Gading?" kata Rangga, sinis.
"Bukan urusanmu, Keparat!"
"Aku tahu, kau terlalu takut bila bertarung secara
jantan melawan pendekar golongan putih. Makanya,
kau memilih menjadi budak iblis untuk membunuhi
dan menculik para pendekar," sindir Rangga.
"Kalau kau sudah tahu, kenapa mesti bertanya,
Pendekar Rajawali Sakti!"
"Kau memang pantas menjadi penghuni neraka Suro Gading!"
"Bangsat! Hiyaaat!"
Tanpa bicara lagi, langsung saja Suro Gading melompat cepat bagai kilat menerjang Pendekar Rajawali Sakti. Beberapa kali
dilepaskannya pukulan bertenaga dalam tinggi. Namun, hanya dengan meliuk-liukkan
tubuhnya saja, Rangga berhasil menghindari semua
serangan laki-laki setengah baya berbaju serba merah itu. Dan...
"Hiyaaat!"
Sambil berteriak keras menggelegar, tiba-tiba saja Rangga melenting ke udara.
Lalu cepat bagai kilat, tubuhnya menukik deras dengan kaki bergerak begitu
cepat, seperti berputar. Saat itu, Rangga mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik
Menyambar Mangsa'. Begitu
cepat jurus yang dikeluarkannya, sehingga Suro Gading jadi terperangah. Dan tubuhnya cepat-cepat mengegos, mencoba menghindar. Tapi....
"Yeaaah...!"
Tanpa dapat diduga sama sekali, mendadak saja
Rangga memutar tubuhnya dua kali. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, kaki kanannya bergerak mengibas ke kepala laki-laki
setengah baya itu. Begitu cepat gerakan kaki Pendekar Rajawali Sakti, sehingga
Suro Gading tidak dapat lagi berkelit menghindar. Dan....
Plak! "Akh...!"
Terdengar jeritan panjang melengking tinggi, begitu kaki kanan Rangga menghantam
kepala Suro Gading.
Akibatnya, laki-laki setengah baya itu terhuyunghuyung ke belakang sambil memegangi kepalanya.
Tampak darah merembes keluar dari kepalanya yang
pecah, akibat terhantam tendangan dahsyat dari jurus
'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' tadi.
"Hiyaaa...!"
Selagi tubuh Suro Gading terhuyung-huyung ke belakang, Rangga sudah melesat cepat. Dan seketika itu juga, dilepaskannya satu
tendangan keras menggeledek, tepat menghantam dada laki-laki setengah baya
berbaju merah menyala itu. Kembali Suro Gading menjerit keras. Dan tubuhnya kontan terpental jauh ke belakang. Begitu keras
tendangan yang dilepaskan Rang-ga, hingga dinding batu yang terhantam punggung
Su- ro Gading hancur berkeping-keping. Hanya sedikit saja Suro Gading menggeliat,
kemudian meregang nyawa.
Mati! "Keparat! Kubunuh kau, Bocah! Hiyaaat!"
Melihat Suro Gading terkapar tewas, Nyai Balung
Wungkul tidak dapat lagi menahan amarahnya. Sambil
berteriak keras menggelegar, perempuan tua itu melesat menyerang Pendekar
Rajawali Sakti.
"Haiiit...!"
*** Kembali Rangga harus berhadapan dengan pengikut
Gandapati, menggunakan jurus 'Sembilan Langkah
Ajaib'. Dan memang, Nyai Balung Wungkul tidak lagi
memberi kesempatan pada pemuda berbaju rompi putih ini untuk balas menyerang.
"Hiya! Hiya! Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Nyai Balung
Wungkul terus menyerang cepat Pukulan-pukulannya
begitu dahsyat, membuat Rangga harus berjumpalitan
menghindarinya. Tapi setelah lewat beberapa jurus,
kembali Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara.
Dan dengan kecepatan tinggi sekali, tubuhnya menukik deras menggunakan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
"Hiyaaat..!"
Tapi, rupanya Nyai Balung Wungkul sudah tahu
arah serangan Pendekar Rajawali Sakti. Maka dengan
cepat perempuan tua itu melompat ke belakang, sambil mengegoskan kepala. Namun tanpa diduga sama
sekali, mendadak saja Rangga cepat memutar tubuhnya. Dan begitu kakinya menjejak tanah, secepat kilat tangan kanannya menghentak
ke depan dalam pengerahan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Yeaaah...!"
"Heh..."!"
Nyai Balung Wungkul jadi kaget setengah mati. Dan
belum juga bisa menyadari apa yang dilakukan Rangga, tahu-tahu....
Begkh! "Aaakh...!"
Kembali terdengar jeritan panjang melengking tinggi bersamaan terpentalnya tubuh
Nyai Balung Wungkul
ke belakang. Begitu kerasnya pukulan Pendekar Rajawali Sakti tadi, membuat punggung Nyai Balung
Wungkul menghantam dinding tembok. Dan seketika
itu juga, perempuan tua itu menggelepar di antara ke-pingan dinding batu yang
hancur terlanda tubuhnya.
Tapi tak berapa lama tubuhnya mengejang, lalu diam
tak bergerak-gerak lagi. Tamatlah riwayat perempuan tua itu.
Sementara Rangga sudah berdiri tegak, tepat sekitar satu batang tombak di depan
Gandapati. Tampak
Penghuni Lembah Neraka itu mendelik geram, melihat
dua orang pembantu kepercayaannya tewas hanya dalam waktu sebentar saja.
"Hih!"
Tiba-tiba saja Gandapati menghentakkan tangan
kanannya ke depan. Dan seketika itu juga, dari telapak tangannya melesat
beberapa buah benda bulat kecil
berwarna merah menyala bagai titik api, langsung meluruk deras menyambar tubuh
Rangga. "Hup! Hiyaaa...!"
Namun manis sekali Rangga melenting ke udara,
dan berputaran beberapa kali menghindari serangan
pemuda itu. Lalu bagaikan kilat, tubuhnya meluruk
deras sambil melepaskan satu pukulan dahsyat dari
jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.
"Heh! Hup! Yeaaah...!"
Gandapati jadi terhenyak kaget setengah mati, lalu
cepat-cepat melesat ke udara dan berputaran beberapa kali. Namun belum juga
kakinya menjejak lantai,
Rangga sudah kembali melepaskan beberapa pukulan
keras menggeledek yang begitu cepat dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'.
"Hiyaaat..!"
Gandapati terpaksa harus berjumpalitan di udara,
menghindari serangan-serangan maut Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan Rangga tidak hanya mengerahkan
satu jurus saja. Lima jurus maut dari rangkaian lima jurus 'Rajawali Sakti'


Pendekar Rajawali Sakti 96 Penghuni Lembah Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

digabungkannya begitu sempurna dan sangat cepat Sehingga, sulit sekali untuk
diketahui perbedaannya. Dan ini, membuat Gandapati jadi semakin kelabakan saja.
Beberapa kali serangan
Rangga hampir menghantam tubuhnya, untungnya dia
masih bisa menghindar. Walaupun, agak kelabakan
juga menghindarinya.
"Hup!"
Tiba-tiba saja Gandapati melompat cepat ke belakang, tepat di saat Rangga tengah menyerangnya melalui jurus 'Sayap Rajawali
Membelah Mega'.
"Hap! Seraaang...!"
Begitu kakinya menjejak lantai, Gandapati langsung
saja memerintahkan pengikut-pengikut- nya untuk
menyerang Pendekar Rajawali Sakti itu.
"Hup! Cepat-cepat Rangga melompat ke belakang, mendekati Andini. Kemudian....
"Aji 'Bayu Bajra'. Yeaaah....!"
Bet! Wusss...! "Aaa...!"
"Akh...!"
Jeritan-jeritan panjang melengking tinggi seketika
terdengar, begitu Rangga mengerahkan aji 'Bayu Bajra'. Sebuah aji kesaktian yang bisa menimbulkan badai topan sangat dahsyat.
Dari kedua telapak tangannya yang terkembang ke depan, menyembur hembusan
angin yang begitu kuat, membuat para pengikut Gandapati jadi beterbangan seperti daun-daun kering ter-hempas angin.
Ruangan ini pun jadi bergetar bagai diguncang
gempa. Tampak batu-batu atap mulai berguguran,
menghantam mereka yang jadi kalang-kabut menghadapi serangan Pendekar Rajawali Sakti. Batu-batu mulai berguguran menghantam.
Dan Rangga terus mengerahkan aji kesaktiannya yang sangat dahsyat. Sementara, Andini yang berada di belakang Pendekar Rajawali Sakti jadi terlongong
bengong, kagum melihat ilmu kedigdayaan yang begitu dahsyat ini. Belum pernah
disaksikannya ada orang yang bisa menciptakan
badai topan begitu dahsyat. Hingga dalam waktu sebentar saja, sudah tidak ada seorang pun yang bisa
bangkit berdiri lagi. Bahkan dinding-dinding ruangan yang terbuat dari batu
hampir roboh, terkena hempa-san angin badai yang begitu dahsyat
Rangga baru menarik kembali aji 'Bayu Bajra' setelah tidak ada lagi lawannya yang masih berdiri. Hanya Gandapati saja yang masih
tetap bertahan, walaupun
sudah berpindah sekitar dua batang tombak.
"Haaap...!"
Rangga langsung bersiap hendak mengerahkan satu
serangan dari ilmu kedigdayaannya lagi. Dan dari sikapnya, jelas kalau Pendekar
Rajawali Sakti hendak
mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma'. Sementara
Gandapati kelihatan masih belum bisa berbuat sesuatu. Dan belum juga Penghuni Lembah Neraka itu bertindak, Rangga sudah menghentakkan kedua tangannya ke depan sambil berteriak keras menggelegar.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'. Yeaaah...!"
Siap! "Heh..."!"
Gandapati hanya mampu terbeliak saja. Dan belum
juga bisa berbuat sesuatu, seluruh tubuhnya sudah
terselubung cahaya biru yang memancar dari kedua
tangan Pendekar Rajawali Sakti. Gandapati hanya bisa menggeliat, sambil
berteriak-teriak seperti kesakitan.
Sedangkan Rangga mulai mengayunkan kakinya perlahan-lahan, mendekatinya.
Dan begitu jaraknya tinggal sekitar dua langkah lagi dari Penghuni Lembah Neraka
itu, mendadak saja....
"Yeaaah...!"
Bagaikan kilat Rangga menghentakkan tangan kanannya ke atas. Lalu....
Cring! Bet! Cras! "Aaa...!"
Gandapati hanya bisa menjerit melengking, begitu
Pedang Rajawali Sakti berkelebat membabat lehernya.
Sedikit pun Penghuni Lembah Neraka itu tidak mampu
lagi menghindar. Dan dia hanya berdiri tegak dengan kedua mata terbeliak lebar
serta mulut terbuka. Sementara, Rangga berdiri tegak memegang pedang yang
memancarkan cahaya biru terang menyilaukan mata.
"Hih!"
Hanya didorong sedikit saja, tubuh Gandapati sudah jatuh tersungkur ke lantai. Kepalanya seketika
menggelinding terpisah dari leher. Darah pun muncrat deras sekali dari leher
yang tertebas. Cring! Indah sekali gerakan tangan Rangga saat memasukkan Pedang Rajawali Sakti ke dalam warangkanya.
Perlahan tubuhnya diputar menatap Andini yang masih terlongong bengong, seperti melihat sesosok dewa pada Pendekar Rajawali
Sakti. "Ayo, Andini. Kita cari tempat penyekapan para
pendekar yang diculik," ajak Rangga.
"Eh.... Ayo...," sahut Andini tergagap.
Mereka segera bergegas meninggalkan ruangan itu.
Tapi baru saja keluar, dari ujung lorong terlihat Pandan Wangi dan beberapa
orang pendekar berlari kecil menuju ke arahnya. Andini segera menghambur berlari
begitu melihat ayahnya bersama Pandan Wangi dan
yang lain. "Kakang...!"
Pandan Wangi langsung memeluk Rangga. Sementara Andini juga berpelukan dengan ayahnya. Sedangkan pendekar-pendekar lain hanya bisa memandangi.
Sebentar Rangga melepaskan pelukan si Kipas Maut
itu. "Bagaimana kau bisa bebas, pandan?" tanya Rang-ga. "Aku menghajar para
penjaga, saat Gandapati, Nyai
Balung Wungkul, dan Suro Gading pergi. Aku tidak ta-hu kalau mereka akan
menghadapimu. Dan aku ke sini juga karena mendengar suara ledakan-ledakan saja," jelas Pandan Wangi.
"Ayo kita keluar dari sini," ajak Rangga.
Saat itu, seluruh bangunan istana ini sudah mulai
bergetar berderak-derak. Rangga bergegas mengajak
yang lain meninggalkan Lembah Neraka ini. Dan begitu mereka berada di luar,
bangunan istana itu langsung ambruk. Akibatnya, seluruh Lembah Neraka ini jadi
bergetar bagai diguncang gempa. Musnah sudah
keangkaramurkaan yang selama ini ditakuti seluruh
penduduk desa yang ada tidak jauh dari Lembah Neraka ini. Namun belum juga mereka jauh berjalan, tibatiba.... "Ha ha ha...!"
Seketika, mereka semua jadi terkesiap kaget. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti langsung berbalik, memandang ke arah bangunan yang ambruk.
"Ha ha ha.... Kuakui, kali ini aku kalah, Pendekar
Rajawali Sakti! Kau memang lawan tangguhku. Tapi,
ingat! Pertarungan belum selesai. Suatu saat nanti, kekalahan ini akan
terbalas!"
Terdengar sebuah suara, sehingga semua yang ada
di situ jadi terlongong bengong. Pendekar Rajawali
Sakti tahu, itu adalah suara Gandapati. Dan belum la-gi ada yang menyadari,
tiba-tiba dari puing-puing bangunan itu melesat sebuah bayangan hitam ke
angkasa. Begitu cepat, sehingga hanya Pendekar Rajawali Sakti saja yang melihat.
"Suara siapa itu, Kakang?" tanya Pandan Wangi
yang tahu-tahu telah berada di samping Pendekar Rajawali Sakti. "Dasar siluman!" kata Rangga.
"Siluman?"
"Ya, siluman. Gandapati memang sebangsa siluman!" "Hhh...!" Pandan Wangi hanya mendesah saja. Lalu,
mereka berbalik dan melangkah pergi, mengikuti yang lainnya.
SELESAI Scan/E-Book: Abu Keisel
Juru Edit: Lovely Peace
https://www.facebook.com/pages/DuniaAbu-Keisel/511652568860978
Document Outline
*** *** *** 2 *** *** *** 3 *** *** *** 4 *** *** *** 5 *** *** *** 6 *** *** *** 7 *** *** *** 8 *** SELESAI Dayang Naga Puspa 1 Dewi Sri Tanjung 12 Aji Wisa Dahana Pendekar Sakti 8

Cari Blog Ini