Ceritasilat Novel Online

Gerhana Darah Biru 2

Pendekar Rajawali Sakti 114 Gerhana Darah Biru Bagian 2


"Hup!"
Tanpa banyak bicara lagi, Pendekar Rajawali Sakti melompat naik ke punggung burung raksasa ini. Dan sebentar kemudian, burung itu sudah melambung tinggi ke angkasa, dengan seorang pemuda berada di punggungnya.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " 114. Gerhana Darah Biru Bag. 5
14 ?"?" 2014 ". " 15:13
5 ? Kening Rangga jadi berkerut saat menyadari kalau Rajawali Putih membawanya menuju Istana Kerajaan Jalaraja. Dari ketinggian di atas awan seperti ini, memang sulit untuk bisa melihat jelas ke bawah bagi orang biasa. Tapi Rangga sama sekali tidak mengalami kesulitan. Dengan mempergunakan aji 'Tatar Netra', dia bisa melihat jelas dari jarak jauh.
Tapi Pendekar Rajawali Sakti belum tahu mak-sud Rajawali Putih membawanya ke Istana Jalaraja. Dan keningnya semakin dalam berkerut, melihat Rajawali Putih hanya berputar-putar saja di atas bangunan istana yang megah itu. Dari angkasa ini, tampak seorang wanita cantik berbaju ketat warna hijau tengah berbicara dengan dua orang laki-laki di dalam taman belakang istana. Dan tidak seberapa jauh dari mereka, terlihat seorang laki-laki tengah bersembunyi di balik sebatang pohon beringin yang sangat besar. Rangga tahu, siapa laki-laki setengah baya yang bersembunyi di balik pohon itu.
"Paman Patungga. Hm.... Ada apa dia bersembunyi di sana...?" Rangga menggumam, bertanya-tanya pada diri sendiri.
Rangga jadi tertarik oleh keadaan di dalam taman belakang Istana Jalaraja itu. Sebentar ditatapnya Rajawali Putih yang juga tengah memperhatikan orang-orang yang berada dalam taman itu. Dan Pendekar Rajawali Sakti hanya diam saja begitu Rajawali Putih membawanya pergi dari atas istana yang megah ini. Rangga tahu, Rajawali Putih membawanya ke arah selatan. Lalu tidak berapa lama kemudian, burung rajawali raksasa itu menukik turun. Ringan sekali kakinya mendarat di sebuah padang rumput yang tidak begitu luas, tidak jauh dari perbatasan kota Kerajaan Jalaraja. Rangga bergegas turun dari punggung burung rajawali putih ini.
"Apa yang terjadi di Jalaraja, Rajawali" Dan kenapa kau kelihatan sedih...?" tanya Rangga langsung, begitu kakinya menjejak tanah.
"Khrrr...!"
"Kau ingin aku menyelidikinya, Rajawali?"
"Khraaagkh...!"
"Tapi, Rajawali.... Aku sendiri masih harus mencari Pandan Wangi. Dia hilang diculik Iblis Racun Hitam. Aku tidak tahu, di mana Iblis Racun Hitam menyembunyikannya," sergah Rangga mengemukakan persoalannya sendiri.
"Khrrrk...!"
"Kau tahu di mana Pandan Wangi, Rajawali?"
Rajawali Putih mengangguk.
"Oh! Di mana...?"
Rajawali Putih menghentak-hentakkan sebelah kakinya ke tanah. Rangga mengamati sesaat, dan keningnya langsung berkerut. Wajah yang semula cerah, kini kembali terselimut mendung. Bisa diketahui, apa yang dimaksud Rajawali Putih. Memang, Pandan Wangi berada di Kerajaan Jalaraja ini. Tapi, di mana pastinya"
"Kenapa Pandan Wangi bisa sampai berada di sana, Rajawali?" tanya Rangga keheranan sendiri.
"Khraaagkh...!"
"Baiklah, Rajawali. Akan kuselidiki semua yang ada di Jalaraja ini," kata Rangga pelan. "Aku berharap, Pandan Wangi bisa kutemukan."
"Khraaagkh...!"
"Kau akan pergi, Rajawali?"
Rajawali Putih mengangguk.
'Tapi, kuminta jangan jauh-jauh dari sini. Mungkin aku memerlukanmu nanti," pesan Rangga.
"Khraaagkh...!"
Rangga menepuk leher burung raksasa itu beberapa kali, kemudian melangkah mundur menja-uh. Dan tidak lama kemudian, Rajawali Putih sudah melambung tinggi ke angkasa sambil memperdengarkan suaranya yang serak dan keras menggelegar bagai guntur. Sebentar saja burung rajawali raksasa itu sudah tidak terlihat, menembus awan yang cukup tebal dan agak menghitam di langit.
Beberapa saat Rangga masih berdiri mematung memandang ke atas. Kemudian kakinya baru melangkah meninggalkan padang rumput ini, setelah Rajawali Putih benar-benar tidak terlihat lagi. Pendekar Rajawali Sakti terus melangkah dengan kepala dipenuhi berbagai macam pertanyaan yang masih terlalu sulit terjawab. Rangga terus melangkah perlahan-lahan menuju ke Kotaraja Kerajaan Jalaraja.
"Hhh...! Dari mana harus kumulai..." Semua-nya kini jadi buntu lagi. Aku tidak tahu, di mana Pandan Wangi sekarang. Tapi, aku juga tidak bisa menolak permintaan Rajawali Putih. Hhh...! Mu-dah-mudahan semuanya bisa selesai dalam waktu singkat," Rangga menggumam, bicara pada diri sendiri.
? *** ? Ayunan kaki Pendekar Rajawali Sakti terhalang di perbatasan Kotaraja Kerajaan Jalaraja. Ternyata sekitar tiga puluh orang berpakaian serba hitam tengah berjajar menghadang jalan dengan senjata golok tergenggam di tangan. Rangga jadi tertegun melihat sikap mereka yang sama sekali tidak menunjukkan persahabatan. Bahkan jelas menghalangi jalannya.
Belum lagi Rangga bisa membuka suara, tiba-tiba terlihat sebuah bayangan hijau berkelebat begitu cepat dari belakang orang-orang berpakaian serba hitam ini. Dan tahu-tahu, di depan mereka sudah berdiri seseorang berbaju ketat warna hijau dengan bagian wajah mengenakan cadar yang juga berwarna hijau. Dari bentuk tubuhnya yang ramping, bisa diketahui kalau orang ini pasti wanita.
"Hebat...! Selesai membunuh orang, sekarang kau masuk ke sarang macan. Apa nyawamu rang-kap, heh..."! Mau apa kau datang ke sini?" terdengar ketus sekali nada suara wanita bercadar hijau itu.
Kata-kata yang ketus itu, tentu saja membuat Rangga jadi terperangah. Tidak disangka kalau pertarungan dengan Iblis Racun Hitam tadi cepat diketahui. Padahal, di tempat pertarungan itu tidak terlihat seorang pun. Rangga jadi bertanya-tanya sendiri, siapa wanita bercadar hijau ini..."
"Maaf, Nisanak. Aku tidak tahu, apa maksud pembicaraanmu," ujar Rangga mencoba bersikap' ramah.
"Huh! Jangan coba-coba bermanis mulut de-nganku, Pendekar Rajawali Sakti!"
"Heh..."! Kau tahu namaku..."!"
Untuk kedua kalinya Rangga tersentak kaget setengah mati. Sungguh tidak disangka kalau wanita bercadar hijau ini sudah mengetahui namanya.
Walaupun hanya julukannya saja yang diketahui, tapi itu sudah membuatnya jadi berpikir keras. Siapa sebenarnya wanita ini..." Apa yang tengah terjadi di Kerajaan Jalaraja ini sebenarnya" Berbagai macam pertanyaan langsung berkecamuk dalam benak Pendekar Rajawali Sakti. Tapi, semuanya masih terlalu sulit dicari jawabannya.
"Dengar, Pendekar Rajawali Sakti. Semua rakyat Jalaraja tidak menginginkanmu ada di sini. Sebaiknya, segeralah pergi sebelum kuambil tindakan kasar," dingin sekali suara wanita bercadar itu terdengar.
"Hm.... Siapa kau ini, Nisanak" Apakah kau datang dari istana?" tanya Rangga dengan kening berkerut.
"Kau tidak berhak bertanya, Pendekar Rajawali Sakti. Sebaiknya, cepatlah pergi sebelum kuambil tindakan kekerasan!" sentak wanita bercadar itu kasar.
Kening Rangga semakin berkerut saja mendengar kata-kata bernada mengancam itu. Sesaat diamatinya wanita yang menutupi wajah dengan cadar dari kain berwarna hijau itu. Kemudian pandangannya beralih, mengamati orang-orang berpakaian serba hitam yang berada di belakang wanita terselubung teka-teki ini.
Dari pakaiannya, jelas sekali kalau mereka bukan para prajurit Kerajaan Jalaraja. Bahkan lebih pantas kalau digolongkan ke dalam orang-orang yang berkecimpung dalam rimba persilatan. Sementara itu, mereka sudah mulai bergerak cepat. Dan tahu-tahu mereka semua sudah mengepung rapat Pendekar Rajawali Sakti dari segala penjuru mata angin. Sedangkan Rangga seperti tidak peduli, dan terus mengamati satu persatu, seperti sedang mengukur tingkat kepandaian mereka.
"Hm...."
Entah kenapa, Rangga jadi menggumam kecil melihat dirinya sudah terkepung rapat. Sedikit pun tidak ada celah untuk bisa meloloskan diri. Sementara, wanita bercadar hijau yang masih berada sekitar enam langkah di depan Pendekar Rajawali Sakti menatapnya dengan sinar mata begitu tajam dan dingin. Saat itu pandangan Rangga terarah ke wanita itu, sehingga kini mereka langsung bertatapan tajam. Entah kenapa, tiba-tiba saja aliran darah dalam tubuh Pendekar Rajawali Sakti jadi berdesir kencang.
"Hhh...!"
Sedikit Rangga bergidik sambil menghembus-kan napas berat. Bukannya Pendekar Rajawali Sakti tidak sanggup menentang soroton mata wanita itu, tapi merasakan seperti ada sesuatu pada sorot mata tajam dan menusuk itu. Seakan-akan, Rangga mengenali sepasang bola mata yang sebenarnya sangat indah itu. Dan mendadak saja....
'Pandan Wangi...," desis Rangga, seperti tidak sadar.
Dan saat itu juga....
"Seraaang...!"
"Hiyaaa...!"
"Yeaaah...!"
"Hup! Yeaaah...!"
? *** ? Rangga jadi tersentak kaget, begitu tiba-tiba wanita bercadar hijau itu berteriak lantang memberi perintah. Seketika itu juga, orang-orang yang berpakaian serba hitam berlompaton menyerang dengan golok berkelebat mengancam nyawa Pendekar Rajawali Sakti.
Cepat Rangga memutar tubuhnya, dan langsung melepaskan pukulan keras beruntun tanpa disertai pengerahan tenaga dalam tinggi. Begitu cepat gerakan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga sukar sekali diikuti mata biasa. Dan saat itu juga, terdengar jeritan panjang yang saling sambut, disusul berpentalannya beberapa orang sekaligus.
"Hup! Hiyaaa...!"
Rangga yang mendapat kesempatan sangat sedikit ini, tidak menyia-nyiakannya. Dengan cepat tubuhnya melenting ke atas, lalu bagaikan kilat meluncur deras ke arah wanita bercadar hijau. Begitu cepat gerakannya, sehingga membuat wanita bercadar hijau itu jadi terperangah, seperti tidak percaya dengan apa yang disaksikannya ini.
"Ikh...!"
Tepat di saat tangan kanan Rangga mengibas ke wajah, wanita bercadar hijau itu cepat-cepat menarik kepala ke belakang. Sehingga, wajahnya terhindar dari sambaran tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti. Lalu bergegas dia melompat ke belakang beberapa langkah, mencoba untuk menjaga jarak.
Tapi, tampaknya Rangga sudah tidak lagi memberi kesempatan. Begitu kakinya menjejak tanah, tubuhnya langsung melesat bagai seekor burung hendak menyambar mangsa. Dan memang, saat ini Pendekar Rajawali Sakti menggunakan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Begitu cepat gerakannya, hingga terasa begitu sulit diikuti pandangan mata biasa. Dan belum juga wanita bercadar hijau itu bisa berbuat sesuatu, kembali tangan kanan Rangga sudah menjulur ke arah wajah.
"Setan! Ikh...!"
Sambil memaki sengit, wanita bercadar hijau itu kembali melompat ke belakang, mencoba menghindari sergapan tangan Pendekar Rajawali Sakti pada wajahnya. Dan kali ini, pedangnya yang tergantung di pinggang langsung dicabut, lalu cepat sekali dikebutkan ke depan. Tapi pada saat yang bersamaan, Rangga sudah menarik tangannya kembali. Dan tanpa diduga sama sekali, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kakinya ke depan, dengan tubuh sedikit miring ke kiri.
'Yeaaah...!"
Tendangan yang begitu cepat dan tidak diduga sama sekali ini, membuat wanita bercadar hijau itu jadi terperanjat setengah mati. Dicobanya untuk meliukkan tubuhnya, menghindari tendangan. Tapi sungguh di luar dugaan sama sekali, manis sekali kaki Pendekar Rajawali Sakti memutar ke atas, dan langsung cepat menghentak ke dada.
Diegkh! "Akh...!"
Wanita bercadar hijau itu jadi terpekik, begitu telapak kaki Rangga menghantam telak dadanya. Akibatnya, jubahnya terpental ke belakang sejauh dua batang tombak. Walaupun Rangga melepaskan tendangan tanpa disertai pengerahan tenaga dalam, tapi dilepaskannya sangat keras. Sampai-sampai lawan terpental sejauh dua batang tombak.
"Hap!"
Baru saja Rangga menyilangkan kedua tangan di depan dada, mendadak saja telinganya yang tajam mendengar suara mendesir halus dari arah belakang. Cepat tubuhnya merunduk ke depan, dan kaki kanannya langsung menghentak ke belakang dengan kecepatan dahsyat. Saat itu juga....
Buk! "Akh...!"
Terdengar pekikan agak tertahan dari belakang Pendekar Rajawali Sakti. Tampak seorang berpakaian hitam terpental balik ke belakang dengan tangan kiri memegangi dada yang seperti remuk, begitu terkena tendangan Pendekar Rajawali Sakti tadi. Sementara itu, Rangga sudah memutar tubuhnya ke kiri. Dan saat itu, tiga orang berpakaian serba hitam sudah berlompatan menyerang secara bersamaan.
"Hap! Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga segera saja melenting ke udara. Sementara, kedua tangannya langsung terentang lebar ke samping. Lalu dengan gerakan cepat dan indah sekali, kedua tangannya digerakkan, diimbangi gerakan tubuh yang manis sekali. Begitu cepat gerakannya dalam penggunaan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Akibatnya, tiga orang lawan tidak dapat lagi mengetahui arah gerakan tangan Pendekar Rajawali Sakti. Maka kibasan tangan itu langsung mendarat keras sekali di tubuh mereka.
Jeritan-jeritan kesakitan pun seketika terdengar saling sambut, disusul terpentalnya tiga orang berpakaian serba hitam itu. Sementara, Rangga sudah kembali berdiri tegak dengan kedua kakinya yang kokoh, berhadapan dengan wanita bercadar hijau yang sudah bangkit berdiri lagi setelah terkena tendangan keras tadi. Beberapa saat lamanya mereka saling berpandangan dengan sorot mata memancarkan sesuatu yang sulit diartikan. Sementara, dari sepasang bola mata yang indah, bisa diduga kalau di balik cadar hijau itu tersembunyi wajah Pandan Wangi.
Tapi Pendekar Rajawali Sakti tak mengerti, kenapa Pandan Wangi jadi liar seperti ini..." Dan Rangga benar-benar tidak tahu perubahan yang terjadi pada kekasihnya ini. Dia juga tidak mengerti, apa sebenarnya yang terjadi di sekitarnya ini. Wanita bercadar hijau itu memang membawa pedang yang tergenggam di tangannya, tapi bukan Pedang Naga Geni milik si Kipas maut. Rangga jadi ragu-ragu juga dengan pandangannya ini.
"Kau memang tangguh, Pendekar Rajawali Sakti. Tapi cobalah senjata mautku ini," desis wanita bercadar hijau itu dingin menggetarkan.
"Heh..."!"
? *** ? Pendekar Rajawali Sakti jadi terbeliak kaget setengah mati, begitu wanita bercadar hijau ini mengeluarkan sebuah kipas baja putih dari balik lipatan bajunya. Dan belum juga hilang rasa keterkejutannya, tiba-tiba saja wanita bercadar hijau yang kini memegang senjata kipas sudah melompat cepat bagai kilat sambil mengebutkan pedangnya, tepat mengatah ke leher pemuda berbaju rompi putih ini.
Wut! "Ups...!"
Namun kebutan kipas itu berhasil dielakkan Rangga, dengan sedikit egosan kepala. Ujung-ujung kipas yang runcing bagai mata tombak itu hanya lewat sedikit saja di depan tenggorokan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hih! Yeaaah...!"
Gagal serangan pertamanya, wanita bercadar hijau itu kembali cepat melakukan serangan. Se-hingga Rangga terpaksa harus berjumpalitan. Serangan kipas putih yang runcing pada setiap ujungnya ini benar-benar berbahaya. Sedikit saja kelengahan, akan berakibat parah pada diri Pendekar Rajawali Sakti. Ujung kipas itu bagaikan memiliki mata saja. Terus mendesak, ke mana arah Pendekar Rajawali Sakti bergerak menghindar.
Dari gerakan-gerakannya, jelas sekali kalau Rangga kelihatan begitu ragu-ragu menghadapi wanita bercadar hijau ini. Namun, matanya terus mengamati setiap gerakan wanita bercadar hijau ini. Dan dia semakin heran, karena semua jurus wanita itu sudah sangat dikenalnya. Dia tahu, jurus-jurus itu sering digunakan Pandan Wangi dalam pertarungannya.
Hhh! Aku yakin, dia pasti Pandan Wangi. Tapi, juga berbahaya kalau aku terus menerus mengelak begini. Serangan-serangannya semakin cepat dan dahsyat. Aku harus segera melumpuhkan sebelum dia sempat menjadi-jadi! Rangga berbicara sendiri dalam hati.
Dan begitu memiliki kesempatan, di saat kipas wanita bercadar hijau itu mengibas ke arah kaki, cepat sekali Rangga melenting ke atas. Lalu bagaikan kilat tubuhnya menukik deras sambil mengebutkan tangan kanannya dengan kecepatan dahsyat.
"Haiiit..!"
Namun, kebutan tangan Rangga yang bermak-sud hendak menotok jalan darah wanita itu, bisa dihindari dengan gerakan manis sekali. Bahkan wanita bercadar hijau itu cepat mengibaskan kipasnya ke tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Ikh...!"
Rangga jadi tersentak setengah mati. Cepat-cepat tangannya ditarik. Dan pada saat bersamaan, tubuh Pendekar Rajawali Sakti meliuk setengah berputar. Lalu bagaikan kilat, tangan kirinya menyodok ke depan. Begitu cepat serangan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga wanita bercadar hijau itu tidak sempat lagi menghindarinya. Dan....
Tuk! "Ukh...!"
Hanya sedikit saja keluhan kecil yang terdengar. Dan tubuh wanita bercadar hijau itu langsung terkulai, begitu aliran jalan darahnya tertotok jari tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti. Kalau saja pemuda itu tidak cepat melompat dan menangkap tubuhnya, pasti wanita ini sudah ambruk ke tanah. Maka tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti langsung memanggul tubuh yang ramping ini. Kemudian....
"Hup!"
Sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang tingkatannya sudah sempurna sekali, Pendekar Rajawali Sakti langsung saja melesat pergi. Tidak dihiraukan lagi orang-orang berpakaian serba hitam yang masih mengepungnya. Untung saja, kepungan itu sudah tidak begitu rapat seperti tadi. Sehingga mudah sekali Rangga bisa melewatinya. Terlebih lagi, Pendekar Rajawali Sakti melesat mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sempurna. Hingga belum ada seorang pun yang sempat menyadari, Pendekar Rajawali Sakti sudah lenyap tidak terlihat lagi bayangan tubuhnya.
Dan orang-orang yang berpakaian serba hitam itu jadi kelabakan, begitu menyadari lawannya sudah lenyap tanpa diketahui. Dan mereka jadi terkejut, setelah menyadari pemimpinnya juga ikut lenyap bersama pemuda berbaju, rompi putih itu. Mereka hanya saling berpandangan saja, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sedangkan untuk mengejar, sudah tidak mungkin lagi. Tidak ada seorang pun yang tahu, ke mana arah perginya Pendekar Rajawali Sakti.
"Ayo, cepat kita laporkan pada Putri Cadar Hijau...!" seru salah seorang tiba-tiba.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, mereka segera meninggalkan tempat itu dengan langkah cepat. Sebentar saja, tempat itu sudah sunyi tanpa terlihat ada seorang pun di sana.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
?"?"?"" Pendekar Rajawali Sakti
? 2017 " . 114. Gerhana Darah Biru Bag. 6
14. Juli 2014 um 15:14
6 ? Sementara itu, Rangga memang sudah jauh berada dalam hutan, walaupun tidak seberapa jauh dari Kotaraja Kerajaan Jalaraja. Lesatannya baru berhenti setelah merasa yakin tidak ada seorang pun yang membuntutinya. Hati-hati sekali Pendekar Rajawali Sakti meletakkan wanita berbaju hijau yang mengenakan cadar kain hijau pada wajahnya ini. Totokan yang diberikan Pendekar Rajawali Sakti memang sangat kuat, sehingga wanita itu seperti mati saja layaknya. Bahkan sedikit pun tidak bisa bergerak.
Tuk! Tuk! Rangga melonggarkan totokannya, hingga bagian kepala wanita itu bisa bergerak. Wanita bercadar hijau itu langsung mendelik, begitu melihat dirinya terbaring tanpa daya. Terlebih lagi, begitu mengetahui di dekatnya duduk pemuda berbaju rompi putih yang tadi menjadi lawannya.
"Keparat! Kubunuh kau...!" geram wanita bercadar itu memaki sengit.
Rangga sama sekali tidak mempedulikan makian itu. Bibirnya malah tersenyum, dan tangannya menjulur ke wajah yang tertutup kain cadar berwarna hijau ini.
"Setan! Jangan kurang ajar kau...!"
"Maaf. Aku hanya ingin tahu, seperti apa wa-jahmu di balik cadar ini," kata Rangga kalem.
Tanpa mendapatkan perlawanan sedikit pun juga, Pendekar Rajawali Sakti melepaskan cadar hijau yang menutupi wajah wanita itu. Dan seketika....
"Pandan Wangi...."
Rangga hampir saja tidak percaya dengan apa yang dilihatnya ini, walaupun sejak semula sudah menduga. Wanita bercadar hijau ini memang Pandan Wangi! Tapi yang membuat hati Pendekar Rajawali Sakti jadi terheran-heran, ternyata Pandan Wangi sepertinya tidak mengenalinya. Bahkan malah memaki dan mengancam dengan kata-kata kasar. Sementara, Rangga jadi terduduk lemas dengan hembusan napas panjang.
Sudah berhari-hari Pendekar Rajawali Sakti mencari gadis ini, tapi setelah bertemu, malah tidak dikenali sama sekali. Bahkan Pandan Wangi menganggapnya musuh yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini. Sikap itu membuat Rangga jadi mengeluh. Lemas seluruh tubuhnya. Namun sebagai pendekar yang berpengalaman, Rangga cepat menyadari, pasti ada sesuatu yang membuat Pandan Wangi bersikap begitu. Maka, dipandanginya wajah wanita cantik itu beberapa saat. Dan mendadak saja....
"Eh..."!"
Rangga jadi tersentak, begitu tiba-tiba melihat sesuatu benda sebesar kerikil yang berkilat, terta-nam di bagian leher Pandan Wangi. Tepat dugaan Pendekar Rajawali Sakti. Maka cepat-cepat dihampirinya Pandan Wangi, dengan tangan langsung menjulur. Tapi, Pandan Wangi malah mencoba memberontak sambil berteriak-teriak memaki.
Namun Rangga sama sekali tidak mempeduli-kan. Sedangkan kepala gadis itu terus bergerak-gerak, mencoba menghindari tangan pemuda ini. Terpaksa Rangga harus memberi totokan lagi, hingga kepala gadis itu terkulai tidak dapat digerakkan lagi. Bahkan makiannya juga langsung menghilang. Cepat-cepat diangkatnya kepala gadis itu. Diperhatikannya beberapa saat benda kecil sebesar kerikil yang tertanam di leher gadis ini.
"Hm.... Mudah-mudahan saja dengan penya-luran hawa murni benda ini bisa keluar. Aku yakin, benda ini yang membuat Pandan Wangi jadi lupa akan dirinya sendiri," gumam Rangga perlahan, bicara pada diri sendiri.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Pendekar Rajawali Sakti segera menyalurkan hawa murni ke leher Pandan Wangi melalui telapak tangannya. Hawa yang disalurkan itu semula terasa dingin, tapi lama kelamaan berubah menjadi panas. Dan tak lama kemudian keluar asap tipis dari sela-sela jari tangan yang menempel di leher gadis ini.
Tampak Pandan Wangi terbeliak dengan mulut ternganga. Keringat mengucur deras membasahi sekujur tubuhnya. Tapi tidak berapa lama kemudian, tubuhnya terkulai lemas, tidak sadarkan diri. Dan Rangga segera melepaskan telapak tangannya dari leher si Kipas Maut ini. Perlahan tangannya diangkat. Kini pada telapak tangannya, terdapat sebuah batu putih berkilat seperti mutiara. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti mengamati, lalu membuangnya sambil menghembuskan napas berat.
"Phuuuh...!"
Sebentar Rangga memandangi wajah Pandan Wangi yang seperti sedang tertidur pulas. Kemu-dian, dibukanya totokan pada aliran jalan darah gadis ini. Namun Pandan Wangi tetap tergeletak seperti mati. Hanya gerakan halus di dadanya yang menandakan gadis itu masih hidup. Rangga menggeser duduknya ke bawah pohon. Punggungnya disandarkan ke batang pohon yang cukup besar dan rindang, melindungi dirinya dari sengatan cahaya matahari.
Cukup lama juga Rangga menunggu, sambil mengisi waktu dengan bersemadi. Paling tidak untuk memulihkan tenaganya yang sudah cukup banyak terkuras hari ini. Pendekar Rajawali Sakti baru membuka matanya begitu telinganya mendengar rintihan lirih. Langsung ditatapnya Pandan Wangi yang mulai sadar dari pingsannya. Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala sambil merintih kecil yang begitu lirih.
"Oh..."!"
Namun tiba-tiba saja gadis yang dikenal ber-juluk si Kipas Maut itu tersentak seperti baru ter-bangun dari tidur yang panjang. Langsung tubuhnya menggerinjang dan duduk. Tatapan matanya langsung tertuju pada Rangga yang duduk bersila di bawah pohon. Kemudian dipandangi dirinya sendiri, lalu kembali menatap Rangga yang masih tetap duduk bersila memandanginya dengan bibir tersenyum.
"Kakang...," terdengar agak mendesah suara Pandan Wangi.
"Kau sudah sadar, Pandan...?" lembut sekali suara Rangga.
"A..., apa yang terjadi pada diriku, Kakang?" tanya Pandan Wangi, agak tersedak suaranya. "Di mana ini...?"
"Tidak jauh dari kota Jalaraja," sahut Rangga kalem.
"Jalaraja..." Bukankah kita berada di...?" Pandan Wangi tidak meneruskan kata-katanya. "Ohhh...."
Gadis itu memegangi kepalanya yang masih terasa pening. Sebentar keningnya sendiri dipijat-pijat, kemudian pandangannya beredar ke sekeliling.
Lalu, tatapannya kembali tertumbuk pada wajah tampan Pendekar Rajawali Sakti yang dudukbersila tidak jauh di depannya.
"Kau ingat sesuatu, Pandan?" tanya Rangga.
"Entahlah.... Aku..., aku seperti bermimpi, Kakang," sahut Pandan Wangi ragu-ragu.
"Kau terkena ilmu yang bisa menghilangkan ingatan, Pandan. Aku sendiri tidak tahu, ilmu apa itu. Dan aku juga tidak tahu, apa saja yang telah kau lakukan dalam beberapa hari ini. Bahkan, kau sama sekali tidak mengenaliku tadi," jelas Rangga, lembut.
Pandan Wangi hanya diam saja. Kembali dia-matinya keadaan dirinya. Gadis itu baru sadar kalau sekarang tidak mengenakan pakaiannya sendiri, yang biasa dipakai dalam pengembaraan bersama Pendekar Rajawali Sakti. Dan pedangnya pun sudah lenyap. Sementara, warangka yang bukan miliknya tampak masih menempel di pinggangnya. Tapi senjata kipasnya masih ada, menggeletak di sampingnya. Pandan Wangi melepaskan sarung pedang di pinggang. Kemudian, kipas mautnya diselipkan ke balik ikat pinggang. Sedangkan Rangga hanya mengamati saja dengan mata tak berkedip.
"Kakang, apakah Iblis Racun Hitam yang membuatku jadi lupa ingatan...?" tanya Pandan Wangi, setelah cukup lama terdiam.
"Mungkin," sahut Rangga agak mendesah.
"Kau ingat sesuatu, Pandan?"
"Aku.... Aku hanya ingat, ketika kalah bertarung melawan Iblis Racun Hitam. Aku tidak tahu apa-apa lagi, setelah dia memukulku sampai pingsan. Sepertinya aku sudah mati, Kakang," sahut Pandan Wangi dengan suara pelan dan agak tersendat.
"Kau sama sekali tidak ingat sesuatu, Pandan?" desak Rangga lagi.
Pandan Wangi hanya menggeleng saja. Sedangkan Rangga menghembuskan napas panjang yang terasa begitu berat. Memang tidak mungkin terus mendesak, sedangkan Pandan Wangi sendiri tidak tahu apa yang telah terjadi pada dirinya. Walaupun masih penasaran, tapi Rangga sudah senang karena bisa bersama lagi dengan gadis ini.
Perlahan Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Sementara, Pandan Wangi masih tetap duduk memandangi pemuda ini. Dan untuk beberapa saat lamanya mereka hanya membisu saja, sibuk dengan pikiran masing-masing. Saat mereka terdiam itu, tiba-tiba saja....
'Tolooong...!"
"Heh..."!"
"Apa itu...?"
Pandan Wangi langsung menggerinjang bangkit berdiri. Sesaat kedua pendekar muda dari Karang Setra itu saling melempar pandangan. Dan teriakan itu kembali terdengar di telinga mereka. Maka tanpa banyak bicara lagi, mereka langsung saja berlari cepat mempergunakan ilmu meringankan tubuh ke arah datangnya teriakan yang terdengar tadi. Begitu tinggi ilmu meringankan tubuh yang dimiliki, sehingga dalam waktu sebentar saja mereka sudah lenyap tidak terlihat lagi, tertelan lebatnya pepohonan di dalam hutan ini. Dan jeritan itu kembali terdengar semakin jelas.
? *** ? Pendekar Rajawali Sakti yang sudah menguasai ilmu meringankan tubuh lebih sempurna, memang terlalu sulit dikejar Pandan Wangi. Sedangkan Rangga sendiri sepertinya lupa, dan terus berlari kencang menerobos hutan yang semakin lebat ini. Dan mereka baru berhenti, begitu tiba di tempat yang agak lapang. Di sana terlihat seorang gadis terikat di pohon dengan baju koyak di sana-sini dan tidak beraturan letaknya. Sehingga, beberapa bagian tubuhnya terlihat jelas menyembul. Dan tidak jauh di depannya tampak seekor harimau yang sangat besar menggerung-gerung, siap hendak menerkam.
"Oh, tolong...! Tolong aku, Kisanak...!" rintih gadis itu begitu melihat Rangga muncul.
'Tenanglah. Jangan banyak bergerak," ujarRangga seraya melangkah perlahan-lahan mende-kati.
Tapi belum juga Pendekar Rajawali Sakti dekat dengan gadis yang terikat di pohon itu, mendadak saja harimau yang sebesar anak kerbau itu mengaum keras sambil mengangkat kepala sedikit ke atas. Rangga agak terkejut juga mendengar raungan yang begitu keras menggetarkan ini. Langkahnya langsung dihentikan. Dan saat itu, Pandan Wangi muncul dengan napas agak tersengal. Dia juga terkejut sekali, melihat seekor harimau sudah siap hendak mengoyak tubuh seorang gadis yang terikat di pohon.
"Pandan! Carilah jalan. Bebaskan gadis itu. Akan kucoba untuk menjauhkan harimau ini," kata Rangga tanpa berpaling sedikit pun juga.
"Baik, Kakang. Hati-hati...," sahut Pandan Wangi.
Sementara Rangga sudah kembali melangkah, tapi kali ini menghampiri harimau yang sangat besar dan kelihatan buas ini. Binatang itu menggerung-gerung dengan mata memerah buas, menatap Rangga yang terus melangkah semakin dekat. Sementara itu, Pandan Wangi sudah mengambil jalan memutar, mencoba mendekati gadis yang terikat di batang pohon. Saat itu Rangga melirik sedikit pada Pandan Wangi yang sudah dekat dengan gadis yang terikat di pohon. Kemudian....
'Yeaaah...!"
Tiba-tiba saja Rangga berteriak keras, sambil menghentakkan tangannya ke depan. Dicobanya untuk menakut-nakuti binatang yang dikenal sebagai raja hutan ini. Tapi siasat Pendekar Rajawali Sakti sama sekali tidak ampuh. Harimau itu tetap diam sambil menggerung-gerung kecil. Dan di saat Rangga tengah tertegun memikirkan cara yang terbaik untuk mengusir, mendadak saja harimau itu menggerung keras. Lalu cepat sekali binatang buas itu melompat hendak menerkam pemuda ini.
"Ups! Hiyaaa...!"
Untung saja tindakan yang dilakukan Rangga lebih gesit lagi. Dengan gerakan cepat dan indah sekali, Pendekar Rajawali Sakti menghindari ter-kaman si raja hutan ini. Dan pada saat tubuh harimau itu hampir melewatinya, dengan kecepatan bagai kilat dilepaskannya satu pukulan keras agak menyamping tanpa disertai pengerahan tenaga dalam.
Bugkh! "Ghraaaugkh...!"
Harimau loreng itu kontan meraung dahsyat, begitu terkena pukulan menyamping yang dilepaskan Rangga tadi. Binatang buas itu terpental balik ke belakang, tapi bisa jatuh di tanah dengan keempat kakinya yang kokoh. Sementara, Rangga kembali berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Matanya segera melirik sedikit pada gadis yang terikat di pohon. Bibirnya langsung menyunggingkan senyum, melihat Pandan Wangi sudah berada dekat di belakang gadis yang terikat itu. Tampaknya, Pandan Wangi mendapat sedikit kesulitan melepaskan tambang yang mengikat tubuh gadis itu. Sementara, perhatian Rangga sudah kembali beralih pada harimau belang hitam kuning itu.
"Ayo, pergi...! Jangan sampai kau mati di tanganku!" agak mendesis suara Rangga.
"Ghrrr...!"
Tapi, harimau itu hanya menggereng kecil saja. Malah tubuhnya direndahkan sedikit, dengan sorot mata masih tetap tajam memerah tertuju langsung pada Pendekar Rajawali Sakti. Dan tiba-tiba saja....
"Auuum...!"
Sambil mengaum keras, harimau itu melompat dengan cakar-cakarnya yang terkembang, siap merobek tubuh pemuda ini. Namun dengan gerakan manis sekali, Rangga bisa menghindarinya. Dan saat itu juga, satu pukulan Pendekar Rajawali Sakti yang keras cepat dilepaskan.
Buk! "Aaargkh...!"
Meskipun tidak disertai pengerahan tenaga dalam, tapi pukulan yang dilepaskan Rangga me-mang sangat keras. Akibatnya harimau itu terpental cukup jauh disertai raungan keras menggetarkan jantung. Namun sungguh menakjubkan, ternyata harimau itu bisa cepat menguasai diri. Bahkan langsung melompat lagi dengan raungan panjang mengerikan!
"Hap! Hiyaaa...!"
Rangga sama sekali tidak bergeming dari tem-patnya. Dinantinya serangan si raja hutan itu. Dan dengan kecepatan yang sukar diikuti pandangan mata biasa, dilepaskannya satu pukulan keras, disertai sedikit pengerahan tenaga dalam. Kali ini, pukulannya tepat menghantam kepala binatang itu.
Kembali harimau itu meraung dan terpental ke belakang. Rangga sadar kalau binatang ini tidak akan menyerah begitu saja. Maka cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat, sebelum harimau itu bisa menyentuh tanah lagi. Seketika satu tendangan yang keras cepat dilepaskan. Begitu cepatnya, sehingga telak sekali menghantam tubuh harimau ini.
Buk! "Ghraaaugkh...!"
Bruk! Keras sekali harimau itu terbanting ke tanah, dan bergulingan beberapa kali sebelum berhenti menabrak batu. Sementara, Rangga sudah berdiri dengan tegak memandangi si raja hutan yang masih menggeliat dan menggerung-gerung menahan sakit, akibat pukulan dan tendangan Pendekar Rajawali Sakti.
Perlahan harimau sebesar anak lembu itu bangkit berdiri, lalu menggereng kecil menatap Pendekar Rajawali Sakti yang berdiri menanti. Namun sorotan matanya kini tidak lagi buas seperti tadi. Bahkan terlihat agak redup cahayanya. Beberapa saat harimau itu memandangi Pendekar Rajawali Sakti, kemudian melangkah gontai meninggalkan tempat itu. Rangga tersenyum melihat si raja hutan itu pergi. Kemudian bergegas dihampirinya Pandan Wangi yang berdiri agak jauh bersama gadis yang tadi terikat di pohon. Gadis itu masih menangis terisak dalam pelukan si Kipas Maut ini.
*** ? "Dia tidak apa-apa, Pandan?" tanya Rangga langsung.
"Tidak, hanya masih ketakutan saja," sahut Pandan Wang.
"Ada yang luka?" tanya Rangga lagi.
Pandan Wangi hanya menggeleng saja. Dengan lembut dilepaskannya pelukan gadis itu dan diha-pusnya air mata yang masih mengucur membasahi pipinya. Tampak gadis itu juga berusaha meredakan tangisnya. Beberapa kali air matanya disusut. Pandan Wangi lalu mengajaknya duduk di batang pohon yang tumbang. Sedangkan Rangga masih tetap berdiri memperhatikan.
"Siapa namamu, Nisanak?" tanya Rangga setelah melihat gadis itu mulai bisa menguasai diri.
"Ratih," sahut gadis itu, masih agak tersedak suaranya.
"Kenapa kau bisa ada di hutan ini dan terikat di pohon?" tanya Rangga lagi.
"Aku..., aku tidak tahu. Mereka menculikku dan membawa ke sini semalam."
"Mereka siapa?" tanya Pandan Wangi.
Ratih hanya menggeleng saja.
"Mereka menyiksamu?" tanya Pandan Wangilagi.
"Tidak."
'Tapi kenapa pakaianmu sampai rusak begini?" tanya Rangga.
"Mereka yang mencabik-cabiknya."
"Darah ini..." Aku tidak melihat ada luka di tubuhmu, Ratih," sambung Pandan Wangi.
"Mereka melumuri tubuhku dengan darah ayam."
"Kau dari mana, Ratih?" tanya Rangga lagi.
Kali ini Ratih tidak langsung menjawab. Dipandanginya Rangga dan Pandan Wangi bergantian. Seakan, terasa begitu berat untuk menjawab pertanyaan Rangga tadi.
"Kami akan mengantarmu pulang. Terlalu berbahaya berada di dalam hutan seorang diri. Apalagi, bagi orang yang tidak bisa ilmu olah kanuragan," kata Rangga, menawarkan jasa.
"Terima kasih. Sebaiknya, aku tetap di sini saja," sahut Ratih pelan.
"Kenapa..."!" tanya Pandan Wangi heran. "Kau tidak takut harimau itu datang lagi dan mengoyak tubuhmu?"
Ratih hanya diam saja.
"Katakan, Ratih. Di mana rumahmu?" desak Rangga.
Ratih masih tetap diam. Kembali dipandanginya Rangga dan Pandan Wangi bergantian, seakan ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya. Sehingga, begitu sulit gadis bernama Ratih itu menjelaskan tentang tempat tinggalnya. Sedangkan Rangga terus menatapnya, menunggu jawaban dari pertanyaannya tadi. Tapi sebentar kemudian, kening Pendekar Rajawali Sakti jadi berkerut, begitu pandangannya tertumbuk pada sabuk yang dikenakan gadis ini.
Sabuk itu kelihatannya terbuat dari emas. Dan Rangga baru sadar kalau pakaian yang dikenakan Ratih juga terbuat dari bahan sutera yang sangat halus, walaupun kini sudah koyak dan berlumuran darah ayam. Dan kulitnya juga putih halus, seperti layaknya kulit putri-putri bangsawan, yang jarang berhubungan dengan dunia luar. Semua itu baru disadari Rangga, kalau gadis ini tidak terlihat seperti orang kebanyakan.
"Nisanak, katakan sejujurnya. Siapa kau ini sebenarnya. Percayalah. Kami berdua bukan orang jahat. Dan kalau kau memang mendapat kesulitan, kami berdua bersedia membantu," bujuk Rangga lembut.
"Kalian benar-benar bukan orang jahat...?" nada suara Ratih seperti ingin meyakinkan.
"Kalau kami orang jahat, untuk apa tadi menolongmu dari ancaman harimau itu...?" selak Pandan Wangi tegas.
"Maaf. Aku...," Ratih tidak meneruskan.


Pendekar Rajawali Sakti 114 Gerhana Darah Biru di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Nisanak! Kau putri seorang pembesar dari Jalaraja?" tanya Rangga lagi langsung menebak.
Lagi-lagi Ratih tidak langsung menjawab. Dan kali ini, kepalanya tertunduk perlahan-lahan. Sementara, Rangga dan Pandan Wangi jadi saling berpandangan.
"Katakan, Ratih. Barangkali saja aku dan Kakang Rangga bisa menolongmu dari kesulitan yang kau hadapi sekarang," desak Pandan Wangi lembut.
"Aku..., aku putri Prabu Garajaga. Raja Jalaraja...," pelan sekali suara Ratih. Begitu pelannya, sampai-sampai hampir tidak terdengar kedua pendekar dari Karang Setra itu. "Namaku sebenarnya Rara Ayu Ratih Kumala Dewi."
Saat itu juga, Rangga dan Pandan Wangi sa-ma-sama menarik napas panjang. Sementara, Ratih tetap menundukkan kepala. Tapi tidak lama, kepalanya terangkat. Dan langsung ditatapnya Pandan Wangi.
"Ratih. Kau kenali orang-orang yang memba-wamu ke sini?" tanya Rangga lagi.
"Mereka semua berpakaian hitam dan memba-wa golok. Aku..., aku tidak kenal siapa mereka. Tapi...," Ratih tidak menemskan kata-katanya.
'Tapi kenapa, Ratih?" desak Pandan Wangi.
"Salah seorang dari mereka adalah wanita. Dari pakaiannya...," kembali Ratih berhenti, tidak meneruskan kata-katanya.
Gadis itu terus memandangi Pandan Wangi, seakan-akan ada sesuatu pada diri si Kipas Maut ini. Sedangkan Pandan Wangi sendiri merasa tidak enak dipandangi terus menerus seperti itu.
"Ada apa denganku, Ratih?" tegur Pandan Wangi merasa jengah dipandangi terus.
"Pakaiannya..., pakaiannya mirip sekali dengan pakaianmu," jelas Ratih agak tersendat, dan terdengar ragu-ragu nada suaranya.
"Aku..."!"
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 114. Gerhana Darah Biru Bag. 7
14. Juli 2014 um 15:15
7 ? Pandan Wangi jadi terkejut setengah mati mendengar kata-kata Ratih yang bernada ragu-ragu itu. Sungguh tidak disangka kalau salah seorang dari mereka yang menculik putri Raja Jalaraja ini adalah seorang wanita yang pakaiannya mirip dengan yang dikenakannya sekarang. Sedangkan Rangga hanya diam saja memandangi kedua gadis itu yang sama-sama duduk di batang pohon tumbang.
Dan untuk beberapa saat lamanya, mereka hanya diam saja membisu. Entah apa yang ada dalam kepala masing-masing. Sementara, Pandan Wangi memandangi Rangga dan Ratih bergantian, seakan meminta penjelasan mengenai dirinya. Dan memang selama ingatannya hilang, Pandan Wangi sama sekali tidak sadar dengan apa yang dilakukannya. Sedangkan Rangga sepertinya sudah bisa memahami, apa yang tengah terjadi. Dan Pendekar Rajawali Sakti maklum kalau persoalannya bisa menjadi besar, karena sudah menyangkut urusan orang-orang berdarah biru di Kerajaan Jalaraja ini. Hanya saja dia belum tahu pasti, apa sebenarnya yang sedang terjadi di Jalaraja ini.
Rangga yang jadi teringat seorang laki-laki yang pernah bertemu dengannya. Laki-laki itu telah diselamatkan nyawanya. Namun, dia tidak mau bertindak gegabah dengan mengantarkan Rara Ayu Ratih Kumala Dewi Kambali ke Istana Jalaraja. Dan gadis itu diminta agar sementara tetap berada dalam hutan ini bersama Pandan Wangi. Sedangkan dia sendiri pergi ke Kotaraja Kerajaan Jalaraja. Rangga yang sudah menyadari akan keadaan yang tengah terjadi di kerajaan ini, tidak mau terang-terangan lagi datang ke sana, tapi langsung menuju istana yang letaknya berada tepat di tengah-tengah kota. Dan kedatangannya sengaja saat matahari sudah tenggelam di balik peraduannya.
"Hm. Aku harus menyelinap ke dalam istana ini. Dan kuharap, Paman Patungga masih menge-naliku," gumam Rangga.
? *** ? Malam telah menyelimuti Kotaraja Kerajaan Jalaraja. Dan di bawah siraman cahaya bulan yang hanya sepotong, sesosok bayangan putih tampak berkelebat cepat, menyelinap dari balik rumah penduduk ke rumah lainnya. Tak lama kemudian, bayangan putih itu telah tiba di dekat Istana Jalaraja.
Setelah mengamati keadaan sekitar bangunan istana yang dikelilingi pagar tembok berbentuk benteng ini, bayangan putih yang tak lain dari Pendekar Rajawali Sakti kemudian melompat naik dengan pengerahan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna. Begitu sempurnanya, hingga sedikit pun tidak menimbulkan suara saat kakinya menjejak atas tembok batu yang cukup tinggi dan tebal ini. Sebentar diamatinya keadaan di dalam istana. Tampaknya, tidak terlalu ketat penjagaannya.
"Hup!"
Begitu ringan Rangga melompat turun dari atas tembok ini. Sedikit pun tidak menimbulkan suara, saat kakinya menjejak tanah. Pendekar Rajawali Sakti tetap membungkukkan tubuh, melindungi dirinya ke dalam semak yang banyak tumbuh di sekitar tembok bagian dalam ini. Kedua matanya dipentang lebar, mengamati keadaan sekelilingnya. Tidak terlihat seorang prajurit pun yang menjaga bagian belakang halaman istana ini.
"Hup!"
Sekali lesatan saja, Pendekar Rajawali Sakti sudah berpindah tempat. Dan kini, tubuhnya dirapatkan ke dinding bangunan istana yang tebal dan kokoh. Kembali diamatinya keadaan sekelilingnya. Lalu, perlahan-lahan Pendekar Rajawali Sakti melangkah dengan tubuh masih merapat di dinding. Dan dia baru berhenti begitu berada dekat dengan sebuah jendela yang sedikit terbuka, menerobos sampai ke luar. Pendekar Rajawali Sakti langsung memindahkan jalan pernapasannya melalui perut, begitu mendengar percakapan dari balik jendela ini. Hatinya jadi tertarik untuk mendengarkan, begitu nama Ratih disebut-sebut orang yang berbicara di dalam.
"Kau terlalu gegabah, Kelabang Geni. Belum saatnya membuat kekacauan secara langsung di sini. Untuk apa kau culik Ratih Kumala Dewi...?"
Terdengar suara seorang wanita bernada ma-rah, yang jelas sekali tertangkap telinga Rangga. Pendekar Rajawali Sakti semakin tertarik untuk lebih mengetahui lagi, seraya memasang pendengarannya tajam-tajam.
'Tapi, Nini. Itu perintah Putri Cadar Hijau sendiri. Malah Gusti Putri sendiri ikut menculik Putri Diah Kumala Dewi," sahut suara seorang laki-laki yang ternyata Kelabang Geni.
"Goblok! Kau tahu siapa itu Putri Cadar Hijau, heh..."!"
Tidak terdengar sahutan sedikit pun juga.
"Akulah yang menciptakan Putri Cadar Hijau, agar semua perhatian orang-orang di istana ini terpusat padanya. Sementara, aku sendiri terus merapuhkan keadaan di dalam. Dan kalau gadis itu sudah tidak terpakai lagi, buat apa dibiarkan hidup..." Perintahkan saja dia terjun dalam jurang. Aku yang berkuasa di sini, Kelabang Geni. Dan semua yang ada di dalam istana ini, akan menjadi milikku. Kau tahu itu, Kelabang Geni..."!"
?'Tahu, Nini."
"Nah! Kalau sudah tahu, kenapa masih saja ikuti kata-kata perempuan goblok itu..."!"
Tidak ada sahutan lagi terdengar.
"Lalu, ke mana perempuan itu sekarang?" tanya wanita itu.
"Siang tadi, dia bersama tiga puluh orang, menghadang Pendekar Rajawali Sakti. Namun, penghadangan itu tidak berhasil. Malah, Putri Cadar Hijau dilarikan pendekar itu, Nini."
"Apa..."!"
'Pendekar Rajawali Sakti ternyata tidak mem-bunuh seorang pun anak buahku. Dia hanya membawa lari Putri Cadar Hijau. Semua sudah kuperintahkan untuk mencari, tapi sampai sekarang belum juga bertemu."
"Edan...! Kau tahu, siapa perempuan yang kujadikan Putri Cadar Hijau itu...?""
Kembali sunyi sesaat.
"Dia itu Pandan Wangi, kekasihnya Pendekar Rajawali Sakti. Huh! Dasar goblok...! Kalau sampai Pendekar Rajawali Sakti bisa menghilangkan pengaruh mutiara yang kutanam di leher Pandan Wangi, semua ingatannya akan kembali seperti semula, Kelabang Geni. Hhh...! Bisa berantakan semua usahaku."
'Tapi aku yakin, Pendekar Rajawali Sakti tidak akan mungkin bisa mengembalikannya seperti semula, Nini."
"Dari mana kau tahu, Kelabang Geni?"
"Bukankah Nini sendiri murid si Iblis Racun Hitam satu-satunya..." Dan keahlian si Iblis Racun Hitam tentu sudah menurun padamu. Jadi, tidak mungkin ilmu yang sangat langka itu bisa ditandingi, Nini."
"Ngawur! Apa kau tidak tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti baru saja membunuh guruku...."
"Heh"! Apa..."! Kapan dia membunuh Iblis Racun Hitam..."!"
"Siang tadi."
"Oh...."
"Aku memang menyuruh tiga puluh orang untuk menghabisi Pendekar Rajawali Sakti keparat itu. Tapi, aku tidak memerintahkan Putri Cadar Hijau untuk ikut serta. Jadi, siapa yang memberi tahu dan menyuruhnya, Kelabang Geni?"
"Aku.... Aku tidak tahu, Nini. Aku sendiri baru menerima laporannya sore tadi. Mereka yang me-ngatakannya padaku, Nini."
"Huh!"
Kembali kesunyian menyelimuti ruangan di balik jendela itu. Sementara, Rangga tetap berada di samping jendela yang sedikit terbuka itu dengan punggung merapat ke dinding. Hanya tarikan napas saja yang terdengar dari balik jendela.
"Kelabang Geni! Malam ini juga, pindahkan Prabu Garajaga ke kamar tahanan di bawah tanah. Aku merasa, semua ini tidak akan berjalan mulus lagi."
"Baik, Nini."
"Kalau sudah, langsung pergi. Cari dan bawa ke sini Pandan Wangi. Katakan, aku yang menyu-ruhnya ke sini."
"Sekarang, Nini...?"
"lya sekarang. Cepat...!"
"Baik... Baik, Nini."
Saat itu, Pendekar Rajawali Sakti cepat-cepat menyembunyikan tubuhnya di balik tembok, begitu terlihat sepasang tangan yang putih berjari lentik menyembul keluar dari balik jendela yang kemudian terbuka lebar. Dan dari dalam terdengar suara pintu terbuka. Lalu tidak lama kemudian, terdengar kalau pintu itu tertutup lagi. Dan sepasang tangan itu juga tidak terlihat lagi.
Perlahan Rangga menjulurkan kepalanya, mencoba melihat ke dalam. Kosong.... Tidak ada seorang pun terlihat di dalam kamar yang sangat luas dan indah ini. Sebentar Pendekar Rajawali Sakti mengamati keadaan di dalam kamar ini, kemudian melompat masuk ke dalam melalui jendela yang kini terbuka lebar. Tapi baru saja kakinya memijak lantai kamar yang licin dan berkilat ini, mendadak saja berkelebat secercah cahaya merah dari arah samping kiri.
"Ups...!"
? *** ? Cepat-cepat Rangga menarik tubuhnya ke kanan. Maka kilatan cahaya merah bagai api itu lewat sedikit saja di ujung bahunya. Kemudian bergegas Pendekar Rajawali Sakti melompat ke kanan, dan langsung memutar tubuhnya berbalik. Agak berkerut juga keningnya, begitu melihat seorang wanita berwajah cantik berbaju ketat warna hijau muda sudah berdiri tegak di depannya. Sebilah pedang yang memancarkan cahaya merah bagai api tampak tergenggam di tangan kanan. Rangga langsung mengetahui kalau itu Pedang Naga Geni yang sebenarnya milik Pandan Wangi.
"Sudah kuduga, kau pasti datang ke sini, Pendekar Rajawali Sakti," terdengar begitu dingin nada suaranya.
"Hm...," Rangga hanya menggumam sedikit saja.
Begitu dalam Rangga memandangi wanita ini. Dia memang pernah melihat wanita ini, di dalam taman belakang istana. Tepatnya, ketika Rajawali Putih membawanya ke Kerajaan Jalaraja ini. Meskipun tidak jelas, tapi Rangga bisa menduga kalau itu wanita berwajah cantik berbaju hijau muda ini.
Dan ingatannya langsung tertuju pada cerita Patungga. Wanita ini pasti Wiranti! Pikir Rangga dalam hati, langsung bisa menebak dengan tepat.
"Sebaiknya menyerah saja, Pendekar Rajawali Sakti. Tidak ada gunanya melawan. Hampir semua prajurit di sini sudah berpihak padaku. Bahkan hampir semua pembesar, sudah tidak ada lagi yang setia pada Prabu Garajaga. Kau tidak punya peluang lagi di sini, Pendekar Rajawali Sakti," masih terasa dingin nada suara Wiranti.
Rangga masih tetap terdiam membisu. Hanya pandangan matanya saja yang terlihat begitu tajam, menyorot langsung ke bola mata wanita berwajah cantik ini.
"Untuk apa kau lakukan semua ini, Wiranti?" tanya Rangga datar.
"Hanya ingin menuntut hakku!" sahut Wiranti, agak tinggi nada suaranya.
"Hak..." Hak apa yang kau inginkan, Wiranti?"
"Istana ini dan seluruh wilayah Kerajaan Jalaraja. "
"Hm...."
"Akulah yang paling berhak atas kerajaan ini, Pendekar Rajawali Sakti. Bukan Kakang Garajaga yang sekarang menjadi raja di sini. Seharusnya, dia sudah turun dari takhta. Dan, akulah yang menggantikannya. Tapi dia serakah, ingin menguasai semuanya dan ingin menyingkirkan diriku dari sini.
Tidak... Aku tidak mungkin bisa melepaskan hakku begitu saja pada orang lain yang seharusnya menjadi abdiku!"
"Hm.... Kenapa kalian memperebutkan wari-san" Bukankah antara kau dan Prabu Garajaga kakak beradik..?"
"Semua orang bilang begitu. Tapi kenyataan-nya, hanya akulah pewaris sah kerajaan ini. Se-dangkan Kakang Garajaga hanya anak angkat ayahku. Kakang Garajaga diangkat sebagai anak karena ibuku tidak bisa memberikan anak laki-laki.
"Hm, benarkah itu...?" suara Rangga terdengar agak menggumam.
"Sudah...! Aku tidak punya banyak waktu lagi buatmu, Pendekar Rajawali Sakti. Sebaiknya, cepat tinggalkan istana ini, sebelum kuambil tindakan yang lebih berat lagi!" bentak Wiranti kasar.
"Baik, aku akan pergi. Tapi, kembalikanlah pedang Pandan Wangi itu," sahut Rangga kalem, tapi terdengar tegas sekali. "Dan kau juga harus bertanggung jawab atas perbuatanmu pada Pandan Wangi."
"Heh..."!"
Wiranti tampak terkejut mendengar kata-kata Pendekar Rajawali Sakti barusan. Seakan-akan baru disadari kalau saat ini memegang Pedang Naga Geni milik Pandan Wangi, dan telah melakukan sesuatu pada diri si Kipas Maut itu. Tapi semua itu tidak menjadikannya langsung lemah. Bahkan kedua bbla matanya jadi membeliak lebar.
"Huh! Itu ganjaran dari perbuatanmu sendiri, Pendekar Rajawali Sakti. Kau sudah membunuh paman guruku, Raja Racun Selatan. Dan belum lama, kau juga telah membunuh guruku, Iblis Racun Hitam. Maka, sudah sepantasnya kalau kau menerima akibatnya, Pendekar Rajawali Sakti. Dan, pedang ini tidak bakalan kuserahkan padamu. Pedang ini sudah menjadi milikku!" tegas Wiranti, sambil menyilangkan pedang yang memancarkan cahaya merah itu ke depan dada.
Seketika itu juga, wajah Wiranti jadi memerah bagai terbakar. Dan kedua bola matanya berkilatan seperti sepasang bola api yang hendak membakar seluruh ruangan ini. Rangga yang melihat perubahan pada wajah wanita itu, langsung bisa mengetahui kalau pengaruh Pedang Naga Geni sudah mulai merasuk di tubuhnya. Dan ini tentu sangat berbahaya kalau tidak segera dicegah.
Pedang Naga Geni memang memiliki pengaruh buruk pada setiap pemegangnya yang belum bisa menguasainya. Bahkan pedang itu tidak akan bisa terlepas dari tangan, dan bisa menguasai pemegangnya sebelum mata pedang itu berlumuran darah! Pengaruh itu akan semakin kuat, hingga yang memegang tidak akan bisa menguasainya lagi. Pedang itu juga bisa bergerak sendiri mencari korban dari tangan pemegangnya. Sejauh ini, hanya Pandan Wangi saja yang sudah bisa menguasainya.
"Kau harus mampus, Pendekar Rajawali Sakti...!" desis Wiranti dingin menggetarkan.
Rangga bergegas melangkah mundur beberapa tindak, begitu mendengar suara Wiranti sudah berubah datar dan terasa begitu dingin. Dia tahu, jiwa gadis ini sudah dipengaruhi sifat buruk Pedang Naga Geni.
"Mampus kau! Hiyaaat...!"
? *** ? Sambil berteriak keras menggelegar, Wiranti menerjang cepat bagai kilat. Tapi pada saat yang bersamaan, Rangga sudah melesat keluar dari ruangan ini melalui jendela yang sejak tadi terbuka lebar. Begitu cepat lesatan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga tebasan pedang yang bercahaya merah itu tidak sampai mengenai tubuhnya.
"Keparat..! Jangan lari kau! Hiyaaat..!"
Wiranti langsung melesat keluar mengejar Rangga yang sudah lebih dulu keluar dari dalam kamar ini melalui jendela. Dan hampir bersamaan, mereka menjejakkan kakinya di tanah yang berumput, di samping bangunan Istana Jalaraja yang sangat besar dan megah ini. Mereka berdiri berhadapan berjarak sekitar setengah batang tombak.
Tampak Wiranti membuat beberapa gerakan dengan pedang melintang di depan dada. Sementara, Rangga tetap berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
Sorot mata Pendekar Rajawali Sakti demikian tajam, memperhatikan setiap gerak Wiranti. Sedikit pun Rangga tidak mengedipkan kelopak matanya. Sementara, Wiranti sudah mulai berpindah. Kakinya digeser perlahan-lahan menyusuri tanah ke kanan. Dan tiba-tiba saja....
"Hih! Yeaaah...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, Wiranti cepat melenting ke kanan. Tapi tiba-tiba saja, tu-buhnya diputar ke kiri, dan pedangnya langsung ditebaskan ke arah kepala. Untung saja Rangga sudah tahu siasat ini. Maka mudah sekali tebasan pedang itu bisa dihindari dengan hanya mengegoskan kepalanya sedikit. Dan pada saat itu juga, tangan kirinya dihentakkan, langsung diberikannya satu pukulan keras disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.
"Hih! Yeaaah...!"
"Haiiit..!"
Namun Wiranti cepat menebaskan pedangnya ke bawah, menangkis pukulan tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti.
Wut! "Ups!"
Rangga cepat-cepat menarik tangan kirinya. Dan saat itu juga, Wiranti cepat memutar pedang-nya, dan langsung dihunjamkan ke dada.
"Hap!"
Untung saja Rangga cepat memiringkan tubuhnya ke kiri, hingga pedang itu lewat di depan dada. Tapi, Wiranti terus menggerakkan pedangnya menyamping. Sehingga, Rangga harus mendoyongkan tubuhnya hingga hampir roboh. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti meliukkan tubuhnya, mengikuti arah putaran pedang wanita ini. Dan begitu bisa terbebas sedikit, cepat kakinya ditarik ke belakang dua langkah. Lalu dengan kecepatan bagai kilat, kaki kanannya dikibaskan.
"Hiyaaa...!"
"Haiiit...!"
Tapi dengan gerakan indah sekali, Wiranti bisa menghindari sepakan kaki Pendekar Rajawali Sakti. Dan langsung saja diberikannya satu pukulan keras dengan tangan kiri ke arah dada pemuda berbaju rompi putih ini;
"Hap!"
Rangga cepat menangkis pukulan itu dengan tangan kanannya. Begitu cepat gerakan yang dila-kukan, sehingga kedua tangan satu sama lain saling beradu tepat di depan dada Pendekar Rajawali Sakti ini.
Plak! "Hih! Yeaaah...!"
Saat itu juga, tiba-tiba saja Wiranti melen-tingkan tubuhnya ke atas. Lalu satu tendangan keras menggeledek, cepat dilepaskan dengan kecepatan bagai kilat Rangga sebentar agak terpera-ngah, namun cepat meliuk indah sekali. Maka tendangan itu berhasil dihindarinya. Dan cepat-cepat tubuhnya melenting berputaran ke belakang beberapa kali.
Tapi baru saja Pendekar Rajawali Sakti menje-jakkan kakinya di tanah, mendadak saja Wiranti sudah melesat menyerang sambil cepat membabatkan pedangnya secara beruntun. Rangga terpaksa harus berjumpalitan menghindari setiap serangan pedang gadis ini. Dan beberapa kali Pendekar Rajawali Sakti bisa memukul pergelangan tangan kanan yang menggenggam pedang itu. Tapi setiap kali pukulannya menghantam pergelangan tangan Wiranti, cepat sekali tangan itu berbalik berputar. Bahkan langsung memberi serangan sangat cepat dan dahsyat.
Phuih...! Tidak mungkin genggamannya pada Pedang Naga Geni bisa kulepaskan dengan cara begini. Hhh! aku tidak bisa bersikap sungkan lagi padanya. Rangga bicara sendiri dalam hati.
Menyadari kalau Wiranti semakin berbahaya saja dengan Pedang Naga Geni berada dalam genggaman tangan, Rangga tidak punya pilihan lagi. Wanita ini harus dihadapi dengan sungguh-sungguh. Apalagi Pedang Naga Geni tidak akan bisa lunak sebelum berlumuran darah, begitu sudah keluar dari warangkanya. Dan yang pasti, Wiranti tidak akan bisa lagi menguasai pedang itu. Hanya diikutinya saja, ke mana arah pedang ini bergerak mengincar calon korbannya. Tapi yang dihadapi adalah Pendekar Rajawali Sakti. Jelas tidak mudah bagi Wiranti untuk menjatuhkannya. Bahkan untuk mendesak saja, masih terlalu sulit.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 114. Gerhana Darah Biru Bag. 8 (Selesai)
14. Juli 2014 um 15:16
8 ? Entah sudah berapa jurus pertarungan itu berlangsung. Tak heran kalau halaman samping istana ini sudah tidak terlihat lagi bentuknya. Pepohonan bertumbangan, rerumputan terbongkar, dan tembok-tembok batu sudah banyak yang jebol terkena sambaran pukulan serta sabetan pedang yang tidak mengenai sasaran.
Walaupun pertarungan itu berlangsung sengit dan menimbulkan keributan, tapi anehnya tidak ada seorang prajurit pun atau penghuni istana ini yang datang menghampiri. Bahkan tidak terlihat seorang pun di sekitar halaman samping istana ini. Semua keanehan ini sempat juga menjadi perhatian Rangga, tapi tidak bisa terus memikirkannya. Perhatiannya harus terpusat penuh pada pertarungannya melawan Wiranti yang semakin berbahaya saja serangan-serangannya. Bahkan kini setiap kebutan pedangnya sudah menyebarkan hawa panas yang begitu menyengat luar biasa. Sehingga membuat udara di sekitar pertarungan semakin menipis.
"Mampus kau! Hiyaaat...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, mendadak saja Wiranti melesat tinggi ke atas sambil mengebutkan pedangnya yang diarahkan ke kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Haiiit...!"
Tapi hanya sedikit saja mengegoskan kepala, tebasan pedang gadis itu hanya lewat di depan hi-dung Pendekar Rajawali Sakti. Dan saat itu juga, sambil menarik kakinya selangkah ke belakang, Rangga melepaskan satu pukulan menggeledek dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Tapi tanpa diduga sama sekali, Wiranti justru menerima pukulan itu dengan hentakan tangan kirinya. Dan....
Plak! Glarrr...! "Ikh...!"
Rangga jadi tersentak kaget setengah mati. Tangan kanannya kontan terasa jadi bergetar, saat beradu dengan kepalan tangan kiri Wiranti tadi. Sungguh tidak disangka kalau tenaga yang dimiliki Wiranti jadi bertambah besar dengan Pedang Naga Geni berada dalam genggaman tangannya. Begitu besarnya, sampai-sampai bisa menahan gempuran dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Bahkan mampu membuat Pendekar Rajawali Sakti terdorong beberapa langkah ke belakang.
"Ha ha ha...! Keluarkan semua kemampuan-mu, Pendekar Rajawali Sakti! Hiyaaat...!"
Wiranti sama sekali tidak memberi kesempatan pada lawannya ini untuk berpikir lebih banyak lagi. Tapi, waktu yang sangat sedikit itu sudah bisa membuat Rangga mengambil keputusan. Dan begitu Wiranti kembali menyerang dengan kebutan pedang yang dahsyat ini, cepat sekali Rangga melompat ke belakang. Dan langsung pedang pusakanya yang berada di punggung dicabut.
Sret! Cring! Begitu keluar dari warangka, pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti langsung memancarkan cahaya biru yang menyilaukan. Sehingga, malam yang sudah terang oleh cahaya obor, semakin te-rang saja oleh cahaya biru dari pedang Pendekar Rajawali Sakti.
Wuuut! Cepat sekali Rangga mengebutkan pedangnya ke depan, menangkis tebasan Pedang Naga Geni di tangan Wiranti. Begitu cepat kebutannya, sehingga hanya cahaya biru saja yang terlihat berkelebat menyambar Pedang Naga Geni yang memancarkan cahaya merah menyala bagai berselubung api itu. Dan....
Tring! "Aikh...!"
Wiranti jadi terpekik kaget, begitu pedang di tangannya berbenturan dengan kilatan cahaya biru yang menyambar begitu cepat di depan. Cepat-cepat dia melompat ke belakang beberapa langkah, lalu manis sekali kaldnya kembali menjejak tanah. Saat itu juga, kedua bola matanya jadi terbeliak lebar, melihat Rangga berdiri tegak dengan sebuah pedang bercahaya biru terang terlintang di depan dada.
Dengan Pedang Pusaka Rajawali Sakti berada dalam genggaman tangannya, Pendekar Rajawali Sakti terlihat bagai sesosok malaikat maut pencabut nyawa. Cahaya biru yang memancar dari pedang itu membuat wajah Rangga terlihat begitu berwibawa. Bahkan menjadikan seluruh tubuh Pendekar Rajawali Sakti bagai terselubung cahaya yang menyilaukan mata ini.
"Phuih!"
Sambil menyemburkan ludah, Wiranti melang-kah beberapa tindak mendekati lawannya. Pedangnya segera disilangkan di depan dada. Dan kini, mereka berdiri saling berhadapan dengan jarak sekitar tiga langkah lagi. Mereka berdiri tegak sambil saling menatap tajam, seakan-akan tengah mengukur tingkat kepandaian satu sama lain.
Bersamaan mereka saling menggerakkan pedang ke samping, sama-sama membuka diri dengan lebar. Dan secara bersamaan pula, mereka cepat mengebutkan pedang masing-masing ke depan. Gerakan mereka begitu cepat, dan mengandung pengerahan tenaga dalam tinggi. Sehingga saat kedua pedang itu beradu, langsung mengeluarkan pijaran bunga api yang memercik ke segala arah, disertai ledakan dahsyat bagai guntur membelah angkasa.
Dan mereka sama-sama terpental ke belakang sejauh beberapa langkah, tapi masing-masing bisa cepat menguasai diri. Dan manis sekali mereka menjejakkan kaki di tanah. Kalau saja pedang yang berada di tangan Wiranti bukan Pedang Naga Geni, pasti sudah buntung terbabat Pedang Rajawali Sakti. Memang, Pedang Naga Geni hampir setara dengan Pedang Rajawali Sakti.
"Hiyaaat...!"
'Yeaaah...!"
Kini mereka kembali berlompatan saling menyerang. Pedang mereka berkelebatan cepat sekali, saling menyambar dan menangkis. beberapa kali terdengar ledakan yang begitu dahsyat, menggelegar bagai hendak menghancurkan seluruh alam ini.
Saat itu, Rangga mengerahkan jurus 'Pedang Pemecah Sukma' yang jarang digunakan kalau ti-dak terpaksa. Memang, biasanya jurus itu bam digunakan kalau menghadapi lawan tangguh seperti Wiranti yang menggunakan Pedang Naga Geni.
Pertarungan itu berjalan cepat dan sengit sekali. Begitu cepatnya, hingga tubuh mereka jadi lenyap. Hanya bayangan-bayangan saja yang terlihat berkelebatan saling menyambar disertai kilatan cahaya merah dan biru. Dan sesekali terlihat kilatan cahaya api yang disertai ledakan dahsyat menggelegar menggetarkan bumi.
Namun tiba-tiba saja pertarungan itu terhenti, dan mereka sama-sama berlompatan mundur ke belakang beberapa langkah. Kini, mereka kembali berdiri tegak saling berhadapan dengan pandangan mata begitu tajam menusuk. Beberapa saat mereka bersikap demikian, sambil mempersiapkan jurus yang akan digunakan selanjutnya.
Sementara di dalam hati, Rangga benar-benar mengakui ketangguhan Wiranti. Dengan Pedang Naga Geni berada di dalam genggaman, kekuatan gadis itu jadi berlipat ganda. Dan kecepatannya juga sungguh luar biasa. Sulit bagi Rangga untuk menyu-dahi pertarungan ini secepatnya. Dan memang disadari, tidak mudah menghadapi lawan yang memegang Pedang Naga Geni. Karena pedang itu seperti memiliki nyawa saja, sehingga bisa bergerak sendiri tanpa harus digerakkan oleh pemegangnya.
? *** ? Hm.... Kalau begini terus terpaksa harus kugunakan aji 'Cakra Buana Sukma'. Dia tidak akan bisa dilumpuhkan begitu saja. Rasanya hanya aji inilah yang bisa melumpuhkan kekuatan Pedang Naga Geni! Gumam Rangga dalam hati.
Pendekar Rajawali Sakti segera saja bersiap mengerahkan aji 'Cakra Buana Sukma'. Dan pe-dangnya sudah dilintangkan di depan dada. Lalu perlahan telapak tangan kirinya mulai menggosok mata pedang itu, tepat di saat kedua kakinya ter-pentang lebar ke samping dengan lutut agak ter-tekuk sedikit.
Saat itu juga, cahaya biru yang memancar dari pedang itu jadi menggumpal. Dan begitu Rangga menegakkan pedangnya, cahaya biru itu sudah menggumpal pada ujung pedang ini, membentuk sebuah bulatan sebesar kepala Sementara, Wiranti juga menegakkan pedangnya hingga sejajar dengan tubuhnya sendiri. Rangga tahu, pasti bukan Wiranti yang menegakkan pedang itu, melainkan Pedang Naga Geni sendiri yang bergerak tegak mengikuti sikap yang diambil Rangga pada Pedang Rajawali Sakti.
"Ayo! Serang aku, Wiranti...!" desis Rangga dingin menggetarkan.
"Phuih...!"
Wiranti menyemburkan ludahnya dengan se-ngit. Dan tiba-tiba saja, pedangnya dihentakkan ke depan sambil berteriak keras melengking tinggi.
"Hiyaaat..!"
Wut! Slap! Seketika itu juga, dari ujung pedang yang sudah memancarkan cahaya merah, melesat cahaya yang juga berwarna merah bagaikan lidah api dengan kecepatan bagai kilat. Dan pada saat yang bersamaan, Rangga juga menghentakkan pedangnya ke depan sambil berteriak keras menggelegar.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Yeaaah...!"
Wusss...! Dari ujung Pedang Rajawali Sakti juga meluruk deras gumpalan cahaya biru. Dan tepat di tengah-tengah, kedua cahaya itu beradu.
Glarrr! Seketika terdengar ledakan begitu dahsyat menggelegar, membuat tanah yang mereka pijak jadi bergetar bagai diguncang gempa.
"Akh...!"
Terdengar Wiranti terpekik, dan terdorong ke belakang beberapa langkah. Cepat-cepat wanita itu menghentakkan pedangnya ke atas. Namun, justru hentakannya itu membuat kerugian yang begitu besar pada dirinya sendiri. Ternyata, cahaya biru yang memancar dari Pedang Rajawali Sakti, terus meluruk deras ke arah wanita ini. Dan....
"Akh...!"
Kembali Wiranti terpekik, begitu cahaya biru yang memancar dari Pedang Rajawali Sakti meng-hantam tubuhnya. Dan seketika itu juga, seluruh tubuh wanita itu terselubung cahaya biru yang memancar menggumpal tebal dari ujung pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hih...!"
Rangga segera menghentakkan tangan kirinya ke depan. Dan saat itu juga, dari tangan kirinya memancar cahaya biru yang sama dengan cahaya biru yang keluar dari pedangnya. Dan begitu cahaya biru yang memancar dari telapak tangan kiri itu menyatu menyelubungi tubuh Wiranti, Rangga langsung menghentakkan pedangnya ke atas. Dan saat itu juga, Pendekar Rajawali Sakti melompat ke depan sambil mengibaskan pedangnya dengan kecepatan bagai kilat.
"Hiyaaat....!"
Wut! Crasss! Begitu cepat sentakan yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti pada pedangnya, sehingga Wiranti yang tengah menggeliat berusaha melepaskan diri dari selubung cahaya biru itu tidak dapat lagi menghindarinya. Akibatnya, mata pedang di tangan Rangga tepat sekali membabat lehernya.
"Aaa...!"
Wiranti kontan menjerit melengking tinggi begitu merasakan pedang yang tajam itu membabat batang lehernya. Dan pada saat yang bersamaan, Rangga sudah melompat kembali ke belakang. Tangan kirinya juga segera berkelebat cepat, menyambar Pedang Naga Geni yang berada dalam genggaman tangan kanan lawannya. Sementara, cahaya biru yang menyelubungi tubuh gadis itu lenyap, bersamaan dengan tertariknya aji 'Cakra Buana Sukma'.
Wiranti tampak masih terlihat berdiri mematung dengan goresan tipis terlihat melingkari lehernya. Tapi tidak lama kemudian, tubuhnya jadi limbung, kemudian ambruk ke tanah tanpa bersuara lagi. Dan kepalanya seketika terpisah dari leher, menggelinding menjauhi tubuhnya. Darah langsung muncrat keluar dari leher yang buntung tidak berkepala lagi.
"Hhh...!"
Rangga menghembuskan napas berat. Kakinya segera melangkah menghampiri tubuh Wiranti yang terbujur tidak bernyawa lagi. Dari pinggang wanita ini, diambilnya sarung Pedang Naga Geni. Kemudian pedang itu dimasukkan ke dalamnya.
"Hm...," sedikit Rangga menggumam.
Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya berbalik, begitu mendengar suara-suara langkah kaki dari arah belakang. Keningnya jadi berkerut begitu melihat Pandan Wangi bersama Ratih Kumala Dewi dan puluhan prajurit datang menghampiri. Tampak di sebelah Ratih Kumala Dewi berjalan seorang laki-laki setengah baya yang tidak lain Prabu Garajaga.
"Kakang! Aku tidak bisa meringkus Kelabang Geni dan anak buahnya. Dia kabur waktu kupergoki hendak membawa Prabu Garajaga ke hutan," jelas Pandan Wangi, langsung saja.
"Ya, sudahlah. Yang penting, sekarang ini sudah aman," sambut Rangga seraya tersenyum.
Pendekar Rajawali Sakti mengedarkan pan-dangan ke sekeliling, kemudian menatap Prabu Garajaga yang tampak lusuh, setelah beberapa hari terkurung di dalam kamar tahanan.
"Gusti Prabu, di mana Paman Patungga?" tanya Rangga.
"Mereka memenggal kepalanya di depanku," sahut Prabu Garajaga pelan.
"Hhh"!"
Rangga hanya bisa menarik napas saja panjang-panjang. Memang begitu banyak pengorbanan yang terjadi di istana ini, hanya akibat dari keserakahan seseorang. Tapi, semuanya sudah berakhir, walaupun salah seorang dari mereka bisa melarikan diri. Sementara, Prabu Garajaga meminta kedua pendekar muda ini untuk bermalam beberapa hari di istananya. Tapi, Rangga dan Pandan Wangi menolak halus. Dan mereka hanya menunggu saat sampai fajar menyingsing.
? SELESAI Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Si Dungu 5 Dewi Ular 90 Misteri Surat Setan Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 35

Cari Blog Ini