Pendekar Rajawali Sakti 150 Orang Orang Atas Angin Bagian 2
"Jawab saja pertanyaanku tadi...."
"Hm... Apa hebatnya Pendekar Rajawali Sakti" Aku bahkan lebih hebat darinya!" kata Degong sinis sambil menepuk dada.
"Benarkah?"
Sekarmayang memandang Degong dengan bola mata berbinar.
Melihat gadis itu semakin tertarik dengannya, Degong meneruskan bohongnya
"Di seluruh wilayah ini, siapa yang tidak me-ngenalku! Hm... Kalau aku berjalan, maka semua orang menundukkan kepala tanda hormat. Tak ada seorang pun yang berani mencari gara-gara. Karena lebih dari dua puluh tokoh besar berkepandaian tinggi telah takluk padaku. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti sendiri, tidak berani dekat-dekat ke wilayah ini!"
"Ah! Kalau begitu hebat sekali! Sungguh kebe-tulan...!" desah Sekarmayang girang.
"Ya! Memang suatu kebetulan yang tak terduga Sekarmayang bisa bertemu denganku!"
"Apalagi setelah tahu kalau kau lebih hebat daripada Pendekar Rajawali Sakti. Jadi, aku tidak bersusah-payah lagi mencarinya!"
"Hm.... Buat apa bersusah-payah" Aku berkata yang sesungguhnya. Bahkan bila Pendekar Rajawali Sakti ada di sini, dia akan lari terbirit-birit melihatku!" sahut Degong, semakin besar kepala menyombongkan diri.
"Benarkah apa yang kau katakan itu, Kisa-nak?"
Tiba-taba terdengar sebuah suara menimpali. Belum juga gema suara itu lenyap, mendadak berkelebat sebuah bayangan putih. Dan sebelum ada yang menyadari tak jauh dari situ telah berdiri seorang pemuda berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung, sambil melipat tangan di depan dada.
"Heh"!"
*** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 150. Orang-Orang Atas Angin Bag. 5 dan 6
18. Dezember 2014 um 08:40
5 ? Degong terkejut. Demikian pula Sekarmayang.
"Siapa kau, Kisanak"!" bentak Degong.
"Aku seorang pengelana. Dan kebetulan, Pendekar Rajawali Sakti punya hubungan erat de-nganku. Setahuku, dia tidak pernah kenal orang sepertimu. Bagaimana mungkin kau bisa menga-takan kalau dia akan terbirit-birit bila melihatmu ?"
Degong tersenyum sinis sambil membusungkan dada. Setelah tersenyum kecil pada Sekarmayang, kakinya melangkah ke hadapan pemuda itu.
"Kau tidak melihat sendiri sehingga tidak tahu kejadian sebenarnya. Tidak kenalkah kau padaku" Aku Degong. Semua orang yang berada di wilayah ini, harus tunduk padaku!" dengus Degong, jumawa.
Pemuda berbaju rompi putih itu tersenyum.
"Begitukah" Apakah Pendekar Rajawali Sakti benar-benar pernah kau jatuhkan?" pancing pemuda yang sebenarnya memang Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau memang betul-betul tidak tahu, he" Memang begitulah kejadian yang sebenarnya! Dia terbirit-birit, begitu aku mengeluarkan golok!" tegas Degong.
"Hm.... Sungguh hebat! Kalau begitu, boleh-kah aku menjajal golokmu?"
"Kutu busuk! Kau ingin mencoba golokku ru-panya"!"
Degong baru saja akan meraba goloknya. Ta-pi....
"Eh" Ke mana golokku?" tanya Degong, jadi celingukkan sendiri mencari-cari goloknya.
"Inikah yang kau cari, Kisanak?" kata Rangga, langsung melempar golok itu. "Terimalah..."
"Uts!"
Crap! Kalau saja Degong tidak melompat karena terkejut, pasti golok itu sudah menembus kakinya. Dari sini saja, nyali Degong sudah surut. Rasanya, untuk sesumbar lagi dia tak akan mampu.
Rupanya saat berkelebat datang tadi, tanpa sepengetahuan Degong, Rangga telah mencuri goloknya. Inilah yang membuat Degong berpikir seribu kali untuk menghadapi pemuda tampan itu.
"Si... siapa kau sebenarnya, Kisanak...?" tanya Degong, terbata-bata.
"Bukankah telah kukatakan, aku hanya seorang pengelana yang punya hubungan dekat dengan si Pendekar Rajawali Sakti."
Dengan wajah bersungut-sungut Degong ber-ingsut mundur. Lalu, diajaknya ketiga kawannya untuk segera pergi meninggalkan tempat ini. Selain malu pada Sekarmayang dia juga tak ingin dicundangi pemuda itu lebih lanjut.
Sementara baru saja Rangga berjalan dua langkah, mendadak Sekarmayang mencelat. Dan dia berdiri tegak menghadang Rangga.
"Kisanak, hentikan langkahmu! Ada yang ingin kutanyakan padamu!"
"Hm...."
Pendekar Rajawali Sakti hanya bergumam. Sementara Sekarmayang berkacak pinggang. Wa-jahnya tampak bengis saat memandang lekat-lekat ke arah pemuda itu.
"Betulkah kalau kau punya hubungan dekat dengan Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Sekarmayang.
"Bisa dikatakan begitu..."
"Dapatkah kau memberitahukan padaku, di mana dia berada saat ini?"
"Nisanak.... Pendekar Rajawali Sakti sering dicari banyak orang. Dan biasanya hanya dua hal orang mencarinya. Diburu untuk dibunuh oleh lawan-lawannya, atau dimintai tolong oleh kawan-kawannya. Nah, kau termasuk yang mana?" Rangga malah balik bertanya.
"Kudengar, dia seorang tokoh hebat. Aku ingin menguji kepandaiannya," sahut gadis itu terus-te-rang.
"Apakah kau punya urusan dendam dengannya?"
"Tidak!"
"Nisanak! Keinginanmu aneh dan terkesan bermain-main. Kurasa dia tidak mau meladeni keinginanmu itu. Maaf, aku tidak bisa membantu," ujar pemuda tampan ini.
Rangga bermaksud melangkah lagi. Namun, tidak jadi karena....
"Kisanak! Kau belum meluluskan permintaan-ku. Dan selamanya, aku belum pernah ditolak. Se-gala keinginanku harus terpenuhi, walau bagaimanapun caranya!" bentak Sekarmayang.
Rangga menghela napas. Dengan bibir masih tersenyum manis mendengar kata-kata gadis itu. Dan kelihatannya gadis ini tetap akan memaksanya.
"Nisanak! Kepandaian Pendekar Rajawali Sakti bukanlah untuk dipamerkan, tapi untuk diamal-kan!" tegas Rangga.
"Apa pun yang kau katakan, aku tidak peduli. Tunjukkan padaku, di mana Pendekar Rajawali Sakti berada"!" tandas Sekarmayang dengan nada bicara mulai memaksa.
"Maaf.... Aku tidak bisa mengabulkan keinginanmu," sahut Rangga tegas.
"Baiklah.... Agaknya aku harus memaksamu!" dengus Sekarmayang, dingin.
Bersamaan dengan itu, tiba-tiba saja tubuh Sekarmayang mencelat ke arah Rangga dengan satu tendangan menggeledek.
"Hiiih!"
*** ? "Uts!"
Rangga bisa merasakan hawa serangan kuat yang dilancarkan gadis itu. Makanya dia tidak mau gegabah. Segera dikerahkannya seperempat tenaga dalamnya, saat menangkis.
Plak! "Hm...!"
Dugaan Rangga ternyata tidak salah. Perge-langan tangannya kontan bergetar. Bahkan dada-nya terasa agak sesak. Dan belum juga Rangga menghilangkan rasa sesaknya, kembali datang serangan ke wajah berupa kepalan tangan kiri.
Rangga cepat melompat ke belakang. Sementara gadis itu tidak berhenti sampai di situ saja. Tubuhnya terus menerjang dengan kedua kaki menyabet secara bergantian. Kembali pemuda itu harus berjumpalitan ke belakang, untuk membuat jarak. Dan begitu kakinya menjejak tanah. Rangga terus mencelat ke depan melewati kepala gadis itu.
Seketika itu pula Sekarmayang masih sempat mengayunkan kepalan untuk menghantam ke dada Rangga yang berada di udara. Namun, pemuda itu tidak kalah siaga langsung ditangkisnya serangan itu.
Plak! Dan agaknya hal itu telah diperhitungkan Rangga. Dia langsung melepaskan tendangan keras, begitu menjejak tanah. Gadis itu terkejut, dan melompat ke belakang sebisanya.
Dan ternyata, Rangga tidak meneruskan se-rangannya. Dia hanya berdiri tegak mengawasi.
"Hm, boleh juga. Siapa namamu. Dan, apa ju-lukanmu?" tanya Sekarmayang tersenyum.
"Kalau kau tahu namaku, tetap saja aku tidak akan memberitahukanmu tentang si Pendekar Rajawali Sakti berada!"
"Kurasa, kau pun cukup berarti untuk menjadi lawanku," balas Sekarmayang
"Nisanak! Apa maksudmu sebenarnya" Kepan-daian bukanlah untuk dipamerkan, tapi untuk menjaga diri. Malah kalau bisa diamalkan untuk membantu mereka yang tidak berdaya," Rangga coba menasihati
"Hi hi hi...! Apa peduliku" Apa yang kuinginkan harus kudapatkan!"
"Kalau begitu, kau boleh mencarinya di tempat lain...," ujar Rangga langsung melengos dan hen-dak meninggalkan tempat ini.
"Kisanak! Jangan membelakangiku. Dan aku tidak akan peduli, apakah kau melawan atau tidak. Aku tetap akan memaksamu sampai kau bawa aku pada Pendekar Rajawali Sakti!" tegas Sekarmayang.
Bersamaan dengan itu Sekarmayang menghentakkan tangannya ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Seketika serangkum angin kencang berhembus, mengawali serangan.
"Hup!"
Rangga bergerak cepat, melompat ke samping. Namun Sekarmayang telah menyambutnya dengan satu tendangan menggeledek.
"Chiaaa...!"
Rangga masih cepat menundukkan kepala, menghindari tendangan bertenaga dalam tinggi. Pada saat yang bersamaan dilepaskannya satu pukulan yang menyodok ke arah perut, dengan tubuh berputar cepat. Serangan balasan Rangga, membuat Sekarmayang terkesiap. Namun dia cepat menangkis.
Plak! Tak sampai di situ saja serangan Rangga, kaki kanannya langsung melepaskan tendangan beruntun ke arah leher, dada, dan pinggang. Terpaksa gadis itu jungkir balik ke belakang tanpa bisa berbuat sesuatu. Tapi saat mulai terpojok, tiba-tiba saja tubuhnya mencelat tinggi sekali ke atas.
"Heh"!"
Rangga tersentak kaget. Sungguh tidak diduga, betapa hebatnya ilmu meringankan tubuh gadis itu. Dia mampu melayang ringan tanpa melakukan persiapan. Seolah-olah tubuhnya bagai sehelai kapas yang diterbangkan angin. Dan lompatannya juga begitu tinggi bagi ukuran gadis seperti dia.
"Yiiih...!"
Dengan kedua tangan terpentang, gadis itu meluruk tajam. Langsung diserangnya Rangga dengan hantaman kedua telapak tangan.
Namun dengan gerakan sulit diterka, Rangga lebih cepat berkelebat ke samping.
Blas! Kedua tangan Sekarmayang hampir sebatas siku kontan amblas ke dalam tanah ketika serangannya berhasil dihindari Rangga. Begitu menyentak tanah, dengan menggunakan sebagai pijakan gadis itu langsung melenting ke udara. Tapi....
"Heh?"
Gadis itu terkejut bukan main. Karena begitu akan kembali menyerang, pemuda yang menjadi lawannya telah berkelebat bagai setan. Sekarmayang jadi bengong sendiri. Dia tidak tahu, ke mana harus mengejarnya. Karena, Rangga tahu-tahu lenyap bagai ditelan bumi.
? *** ? Kurang lebih dua belas orang, tampak tengah mengepung seorang gadis berbaju putih di pinggiran Desa Talangasih.
"Betul gadis ini orangnya?" tanya salah seorang.
"Tidak salah! Dialah orangnya!" sahut penge-pung yang lain.
"Huh! Cepat ringkus dia! Kalau dia berusaha melawan, bunuh saja! Tapi, usahakan untuk me-nangkapnya hidup-hidup!" lanjut orang itu lagi.
Orang itu mendengus geram. Segera diberinya isyarat pada kawan-kawannya yang lain untuk menyerang gadis berbaju putih itu.
"Heaaa"!"
Sementara gadis berbaju putih ini tampak mulai kesal saat diserang sekaligus. Seketika tubuhnya berjumpalitan ke belakang. Begitu menjejak tanah, langsung dilepaskannya satu pukulan jarak jauh bertenaga dalam tinggi.
Werrr! "Aaakh..!"
Tubuh orang pengeroyok kontan terhempas ke belakang bagai daun-daun kering yang diterbang-kan angin, terhantam pukulan jarak jauh.
"Kurang ajar! Kubunuh kau, Gadis Celaka!" maki salah seorang yang berkumis tipis.
Orang ini berusia sekitar empat puluh tahun.
Melihat gerak-geriknya, dialah yang menjadi pemimpin dari para pengeroyok. Melihat anak buahnya ambruk disertai jerit kesakitan, dia langsung mencabut goloknya. Seketika diserangnya gadis berbaju putih itu.
"Heaaat..!"
"Huh!"
Gadis berbaju putih itu mendengus sinis. Tubuhnya lantas bergerak lincah ke kiri dan kanan, menghindari tebasan golok. Begitu mendapat kesempatan, dia balas menyerang dengan satu tendangan keras ke arah pinggang. Sementara laki-laki berkumis tipis ini mencelat ke samping. Dan gadis itu terus memburu dengan satu sodokan tangan kanan. Begitu cepat gerakannya, sehingga laki-laki itu tak sempat menghindari.
Begkh! "Hugkh...!"
Laki-laki berkumis tapis itu mengeluh tertahan. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang dengan tangan kiri mendekap perut. Sepasang matanya liar memandang lawannya penuh kebencian.
"Gadis liar! Kau akan rasakan pembalasanku!" dengus laki-laki berkumis tapis.
Baru saja laki-laki berkumis ini membuka jurus baru dan bertekad akan membereskan lawannya, mendadak...
"Suta! Tahan seranganmu! Hm... Inikah gadis itu?"
Terdengar suatu suara yang mencegah tindakan laki-laki berkumis tipis itu.
Laki-laki itu menoleh. Demikian pula kawan-kawannya. Begitu melihat siapa yang bicara, mereka segera memberi salam hormat.
"Hormat kami, Guru! Benar! Inilah gadis itu."
Sementara gadis berbaju putih itu memperha-tikan seorang laki-laki berusia lanjut berkumis tipis yang telah memutih. Tubuhnya tinggi dan agak kurus. Sorot matanya tajam seperti menembus jantung siapa saja yang bertatapan dengannya. Dialah yang mencegah tindakan Suta tadi.
"Cah Ayu. Jadi kau masih punya hubungan dengan Eyang Selaksa Bayu?" tanya orang tua itu dengan suara berat.
Gadis berbaju putih itu tidak langsung menjawab. Justru dia sedang menaksir, sampai sejauh mana kekuatan lawan. Orang tua itu tidak datang sendiri. Dua orang yang berada di kanan dan kirinya, sepertinya tidak bisa dipandang enteng. Itu bisa dirasakannya dari tatapan mata mereka. Sedang tujuh lainnya, kelihatan memiliki kepandaian biasa saja. Tidak lebih hebat dari kroco-kroco yang tadi dibuatnya jatuh bangun.
"Siapa kau"! Dan, apa maksudmu menanya-kan orang itu?"
"He he he...! Kau tidak perlu curiga padaku, Cah Ayu. Namaku Sapta Guna, Ketua Padepokan Golok Terbang. Aku dan Eyang Selaksa Bayu adalah kawan lama. Sudah sekian tahun kami tidak bertemu," jelas orang tua yang ternyata Ki Sapta Guna.
"Hm... Aku tidak tahu. Dan, bukan urusanku kalian bersahabat atau tidak. Yang perlu kau ke tahui, aku tidak tahu menahu soal nama yang kau sebutkan itu!" tegas gadis itu.
"Hm... Sungguh berbeda dari apa yang kude-ngar. Bahkan kau sangat mencampuri urusan orang...."
"Apa maksudmu?"
"Murid-muridku yang kau hadang, apakah kau tidak ingat" Kau begitu usil menanyakan maksud mereka mencari Eyang Selaksa Bayu. Adakah orang yang tidak bersangkut-paut dengannya, mau tahu urusan orang lain?" sindir Ki Sapta Guna.
"Itu hanya kebetulan saja. Kuakui, aku sedikit iseng. Sebab, mereka hendak mengelabui gurunya. Mungkin, kaulah yang dimaksud. Seharusnya kau bersyukur dengan tindakanku itu," jawab gadis itu seenaknya.
"He he he...! Tentu saja aku bersyukur. Dan kunyatakan terima kasih atas kebaikan hatimu. Bahkan darimu aku tahu bahwa kau mengenal Imas Nandini."
Begitu mendengar kata-kata terakhir yang diucapkan orang tua itu, gadis berbaju putih ini tercekat. Dia tidak tahu harus berbuat apa untuk beberapa saat. Rasanya dia telah terpojok, dan tidak ada alasan lagi untuk menghindari diri.
"Bagaimana, Nisanak" Kau tentu bersedia membantu, bukan?" lanjut orang tua itu sambil tersenyum.
"Telah kukatakan, aku tidak tahu-menahu soal nama yang kau sebutkan itu. Maaf aku tidak bisa membantu!" sahut gadis itu tegas.
"Hm.... Sayang sekali. Sebab bagiamanapun caranya, kau harus memberitahukannya pada ka-mi."
"Heh"! Apa yang akan kau lakukan" Mau main paksa" Huh! Kau boleh mencobanya!" dengus gadis itu kembali berang.
"Subangun, Kalangga! Tangkap dia!" perintah Ki Sapta Guna.
Dua orang yang dipanggil Subangun dan Kalangga seketika melompat dari punggung kuda masing-masing. Dan mereka segera melangkah mendekati gadis itu Lalu....
"Yeaaa!"
*** ? 6 ? Subangun dan Kalangga menyerang bersama-an, membuat gadis berbaju putih yang menjadi lawannya terkesiap. Gerakan mereka cepat bukan main. Namun begitu, gadis itu masih mampu melompat menghindari. Kedua murid utama Padepokan Golok Terbang terus mengejar ke mana saja gadis itu bergerak. Tidak seperti yang lainnya, kini serangan kedua laki-laki ini lebih berat. Cepat dan bertenaga kuat! Sehingga dalam waktu singkat, gadis itu harus pontang-panting menyelamatkan diri.
Plak! Terjadi benturan, ketika gadis itu menangkis tendangan Subangun. Kemudian tubuhnya sedikit bergerak ke samping dengan tangan kanan mengibas sodokan Kalangga.
Plak! Dan kembali terjadi benturan tenaga dalam, gadis itu merasakan kalau tenaga dalam kedua lawannya cukup kuat. Tangannya sampai bergetar dan terasa nyeri sampai ke tulang sumsum saat menangkis tadi. Dan agaknya bukan hanya sebatas itu saja kelebihan Subangun dan Kalangga. Karena, mereka pun mampu mengimbangi gerak gadis itu yang cukup gesit.
"Percuma saja melawan! Lebih baik menyerah, karena kami akan memperlakukanmu dengan baik," ujar Subangun memperingatkan.
"Huh! Meskipun kepandaian kalian setinggi langit, tidak nantinya aku akan menyerah!" dengus gadis itu bernada ketus.
"Dasar keras kepala! Kau akan rasakan sendiri akibatnya!"
Subangun dan Kalangga segera merubah gaya serangannya. Kali ini mereka menempatkan diri masing-masing di kanan dan kiri lawan. Kemudian saat Subangun menyerang, maka Kalangga langsung menyusul.
Wuuut! Bet! "Heaaat!"
Sodokan Subangun ke arah dada dielakkan gadis itu dengan bergerak ke samping. Dan saat itu, serangan kedua dari Kalangga datang cepat bagai kilat, gadis itu melompat ke atas, sambil mengibaskan kaki untuk menangkis.
Plak! Kibasan kaki gadis itu berhasil dipapak Kalangga dengan punggung tangan kanan. Namun baru saja gadis ini menjejak tanah, kembali datang serangan dari Subangun, berupa tendangan berputar ke arah dada.
Serangan Subangun berhasil dihindari dengan loncatan ke samping kiri. Namun, serangan Kalangga tidak mampu dielakkan gadis itu.
Begkh! "Ugkh...!"
Pinggang kiri gadis itu terhajar tendangan lurus Kalangga. Tubuhnya terlempar ke samping kanan. Sementara, di situ Subangun siap menyambutnya.
Tak ada waktu untuk menghindari. Maka gadis itu terpaksa menangkis tendangan Subangun dengan telapak kakinya.
Plak! Saat kedua kaki beradu, gadis itu mengguna-kannya sebagai pijakan untuk melompat agak jauh dari lawan. Dan bersamaan dengan itu, dilepaskannya pukulan jarak jauh bertenaga dalam tinggi ke arah Kalangga.
Melihat temannya terancam, Subangun tak ingin tinggal diam. Saat itu juga, dilepasnya satu pukulan jarak jauh, untuk menandingi pukulan gadis itu. Maka dua benturan dahsyat pun tidak dapat dihindari lagi.
Jderrr! "Ugkh...!"
Gadis itu terhuyung-huyung kebelakang diser-tai keluhan tertahan. Sedangkan Subangun hanya sedikit terdorong ke belakang. Jelas, tenaga dalamnya kalah jauh dibanding Subangun.
"Yeaaa!"
Sementara Kalangga yang berhasil diselamat-kan, agaknya melihat kesempatan itu. Dan dia tidak menyia-nyiakan. Langsung Kalangga melompat, melepaskan beberapa totokan.
Tuk! "Oh...!"
Gadis itu tak kuat lagi menopang tubuhnya yang lemas akibat tertotok jari Kalangga yang ber-tenaga dalam kuat.
Bruk! Tubuh ramping itu lantas ambruk di tanah, tanpa dapat bergerak sedikit pun.
"Sekarang kau tidak berdaya, Nisanak. Hanya ada satu pilihan bagimu. Turuti keinginan guru kami!" ujar Subangun, begitu mendekati gadis ini.
"Chuih! Lebih baik mati daripada menuruti keinginan para pengecut seperti kalian!" dengus gadis itu dengan wajah geram.
"Hm, sayang sekali. Kau belum mengenal kami. Guruku tidak main-main. Bila dia menginginkan kematian seseorang, maka akan semudah membalikkan telapak tangan..."
"Keparat! Tutup mulutmu! Tak perlu menakut-nakuti aku! Ayo, bunuhlah kalau berani. Atau, le-paskan totokan ini dan kita teruskan pertarungan!"
Plarrr! "Akh!"
Gadis itu mengeluh tertahan saat Subangun menamparnya. Wajah laki-laki itu tampak geram dimaki-maki demikian rupa.
"Bocah sial! Selamanya aku tak pernah dimaki-maki orang. Dan bocah sepertimu seenaknya saja bicara!"
"Subangun, tahan amarahmu! Kita masih me-merlukannya. Kecuali, kalau benar dia tidak mau bekerjasama. Kau boleh ambil dia menjadi bagianmu. Bagilah berdua dengan Kalangga!" ujar Ki Sapta Guna seraya turun dari kudanya. Langsung didekatinya si gadis yang masih tergeletak di tanah dalam keadaan tertotok.
Dalam keadaan demikian, agaknya tiada seorang pun yang berani menolong. Termasuk pen-duduk Desa Talangasih ini yang menyaksikan ke-jadian itu dari jarak dekat. Mereka tidak berbuat apa-apa, dan hanya bisa memandang gadis itu dengan wajah iba.
"Cah Ayu! Lebih baik katakan saja, di mana orang itu berada. Dengan demikian kau akan se-lamat. Kuberi kesempatan untuk berpikir, tapi tidak lama. Kuhitung sampai lima. Dan bila kau tidak menjawab, nasibmu kutentukan...," sambung orang tua itu tersenyum sambil memperhatikan gadis itu.
"Keparat busuk! Kau boleh bunuh aku! Tapi, akan datang seseorang yang membalaskan kema-tianku!" sahut gadis itu tegas.
"Hm.... Kalau demikian, kau boleh mati. Dan akan kulihat, siapa yang berani membalaskan ke-matianmu padaku...," balas Ki Sapta Guna masih tersenyum. Sama sekali dia tidak takut akan ancaman gadis itu.
Orang itu lantas memberi isyarat. Maka kedua orang terdekatnya langsung mencabut golok dengan wajah menggeram.
? *** ? Gadis itu tercekat. Bagaimanapun disadari kalau keadaannya saat ini tidak menguntungkan. Yang jelas, mereka bersungguh-sungguh dengan kata-katanya. Tapi mendadak saja....
"Sapta Guna! Sungguh sial nasibmu! Setelah susah-payah kucari, siapa nyana kita bertemu di desa ini!"
Tiba-tiba terdengar bentakan seseorang dengan nada lantang.
Ki Sapta Guna dan murid-muridnya segera menoleh. Dan mereka melihat sekawanan orang-orang bersenjata tajam, langsung mengurung mereka.
Ketua Padepokan Golok Terbang itu memper-hatikan sambil menyipitkan mata pada seorang lelaki gagah berusia sekitar lima puluh tahun. Bajunya, biru berlapis rompi yang bersisik tajam seperti kulit biawak. Tangan kirinya menggenggam sebilah pedang dalam warangkanya. Wajahnya tampak halus dan memiliki cambang serta jenggot lebat yang sebagian telah memutih. Kumisnya tipis dan jarang-jarang.
"Siapa kalian" Dan, mau apa ke sini"!" bentak Subangun, mewakili gurunya.
"Ha ha ha...! Apakah kau pura-pura tidak me-ngenaliku, Sapta Guna?"
Wajah murid-murid Padepokan Golok Terbang tampak gelisah. Mereka memperhatikan gurunya serta kedua kakak seperguruannya yang tenang-tenang saja. Bahkan terkesan kalau mereka tengah bingung, karena tidak mengenal kawanan itu.
"Guru, mereka dari Padepokan Angsa Biru. Dan orang tua itu adalah Ki Tubang Weger...," jelas salah seorang murid pada Ki Sapta Guna.
Mendengar itu wajah Ki Sapta Guna tampak lega. Dan bibirnya kembali tersenyum kecil.
"Hm.... Kenapa aku mesti kenal dengan segala padepokan tidak berguna seperti kalian" Bahkan menyebut nama padepokan kalian saja, sudah membuatku geli...," ejek Ki Sapta Guna.
"Kurang ajar! Ternyata guru dan murid sama saja. Tidak salah! Ini pasti ulahmu! Kau sengaja menimbulkan permusuhan di antara kita. Huh! Jangan dikira aku akan berdiam diri menghadapi persoalan ini!" dengus orang tua berbaju biru yang bernama Ki Tubang Weger.
Bersamaan dengan itu, Ki Tubang Weger langsung memerintahkan murid-muridnya untuk menghajar murid murid Padepokan Golok Terbang. Dia sendiri melompat, menyerang Ki Sapta Guna dengan garang.
"Sapta Guna celaka! Agaknya kau memang perlu mendapat pelajaran dariku!"
"Huh! Hati-hati dengan mulutmu! Bila kau celaka, maka dunia akan mentertawakanmu!" ejek Ki Sapta Guna, bersiap menyambut serangan.
"Belum pernah ada sejarahnya guru-gurumu berhasil mengalahkan guru-guruku. Demikian juga denganmu. Hari ini akan kutunjukkan agar kau sadar, siapa dirimu!"
"Ha ha ha...! Manusia sombong! Kau hanya bermulut besar!" ejek Ki Sapta Guna tertawa lebar.
Plak! Bet! "Heh"!"
Sodokan kepalan tangan Ki Tubang Weger di-tangkis seenaknya oleh Ki Sapta Guna. Ki Tubang Weger terkesiap. Tangannya sampai bergetar dan berdenyut nyeri. Belum lagi habis rasa kagetnya, tiba-tiba saja Ketua Padepokan Golok Terbang itu langsung balas menyerang lewat tendangan keras ke arah dada. Cepat Ketua Padepokan Angsa Biru menghindar ke samping dengan gerakan sigap.
Bet! Wuuus! Satu tendangan menyusul dari Ki Sapta Guna membabat belakang leher. Masih untung Ki Tubang Weger cepat mengelak dengan menundukkan kepala. Kemudian, dia terus melompat ke samping. Tapi, Ki Sapta Guna tidak berhenti sampai di situ, dan terus mengejar. Dia tak memberi kesempatan sedikit pun pada Ki Tubang Weger untuk merubah jurus! Sehingga dalam waktu singkat saja pertarungan keduanya beriangsung cepat dan dahsyat.
Begitu juga yang terjadi antara kedua murid padepokan itu. Hanya saja bila Ki Sapta Guna berhasil mendesak lawannya, maka yang terjadi pada murid-muridnya adalah sebaliknya. Bukan saja jumlah murid Ki Sapta Guna yang berjumlah lebih sedikit. Tapi, juga karena kemampuan serta ketangkasan mereka berada di bawah murid-murid Ki Tubang Weger. Hanya dua orang yang kelihatan menonjol. Yaitu, Subangun dan Kalangga. Meski dua orang, namun mereka mampu mengimbangj jumlah lawan yang lebih banyak.
Di antara hiruk-pikuk denting senjata dan teriakan pertarungan, mereka melupakan gadis berbaju putih yang tertotok dan tergeletak begitu saja. Tak ada seorang pun yang memperhatikannya. Dan tak ada seorang pun yang menyadari kalau seseorang telah membawanya kabur dari tempat itu!
"Ouw, kurang ajar! Kau, rupanya! Turunkan aku! Lepaskan! Lepaskan!" teriak gadis itu saat mengetahui, siapa gerangan yang memondongnya.
Orang itu pernah dikenalnya. Seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dan berambut panjang.
"Nisanak! Namaku Rangga. Kuharap kau tidak berprasangka buruk padaku. Diamlah. Sebab, ke-adaan belum tenang betul...," ujar pemuda yang ternyata Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku tidak peduli ocehanmu! Bebaskan to-tokanku, dan enyahlah dari mukaku!" teriak gadis itu semakin kuat.
Rangga mendecah pelan. Kemudian secepat kilat ditotoknya urat suara gadis itu.
"Maaf, kulakukan ini dengan terpaksa. Kau tidak bisa dinasihati. Dan kalau terus berteriak, ar-tinya kau memberitahu kehadiranku pada orang orang itu," ujar Rangga pelan.
Gadis itu hanya mampu melotot geram.
Rangga tidak mempedulikannya. Tubuhnya terus mencelat ringan dan hinggap pada sebuah cabang pohon. Lalu dia melompat lagi ke tempat yang lebih rimbun, kemudian bersembunyi. Bahkan saat, diperhatikannya keadaan di sekelilingnya tanpa menimbulkan suara sedikit pun.
Entah apa yang ditunggu. Namun tidak berapa lama mulai terlihat. Seorang gadis cantik berbaju cantik tampak melompat ringan, lalu celingukan mencari-cari sesuatu lewat pandangan matanya ke sekeliling tempat. Pada satu tempat, dia berhenti.
"Brengsek! Ke mana kaburnya orang itu..."!" umpat gadis yang tak lain Sekarmayang.
Gadis itu mencari-cari untuk beberapa saat. Namun saat yang dicari tidak juga ketemu dia meninggalkan tempat itu. Arah yang ditempuhnya adalah arah yang dituju Pendekar Rajawali Sakti tadi.
Rangga melompat turun setelah, yakin gadis tadi telah jauh dari tempat itu.
"Nisanak! Kau boleh pergi sekarang juga...," ujar Rangga setelah melepaskan totokan gadis dalam bopongan.
Pemuda itu melompat gesit. Namun sebelum Pendekar Rajawali Sakti menghilang dari pandangan, gadis itu mengejarnya.
"Tunggu...!" teriak gadis berbaju putih itu.
"Ada apa lagi" Aku hanya sekadar menyela-matkanmu. Dan, tidak punya maksud lain." ujar Rangga seraya menoleh.
"Maaf, aku telah salah duga terhadapmu...," sahut gadis itu dengan nada lebih ramah.
"Tidak apa. Hal itu sudah biasa terjadi..."
"Eh"! Siapa namamu tadi" Namaku Dewi Ken-cana..."
"Aku Rangga ..."
Pendekar Rajawali Sakti 150 Orang Orang Atas Angin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Rangga, kenapa kau menghindari gadis tadi?"
"Dewi Kencana, aku masih banyak urusan lain. Sekarang aku mohon diri dulu...," ujar Pendekar Rajawali Sakti mengalihkan pembicaraan.
"Oh, silakan Rangga. Maaf, aku terlalu men-campuri urusanmu! Dan terima kasih atas perto-longanmu!" jawab gadis cantik itu sambil tak lepas memandangi wajah Rangga terus-menerus.
"Dia hendak memaksaku. Dan kalau aku tidak menghindar, dia akan terus mengejar..."
"Kekasihmukah dia...?"
"Bukan. Aku bahkan belum pernah kenal sebelumnya."
"Lalu, urusan apa sehingga dia mengejar-nge-jarmu?"
Pemuda itu tersenyum kecil, tidak langsung menjawab.
"Dewi Kencana, aku masih banyak urusan lain. Kalau tidak keberatan, aku mohon diri dulu...," sahut Pendekar Rajawali Sakti mengalihkan pembicaraan.
"Oh, maaf. Aku terlalu mencampuri urusan orang lain. Silakan! Dan terima kasih atas pertolonganmu!"
Rangga kembali tersenyum. Dan setelah memberi salam hormat, dia segera pergi dari tempat itu. Dewi Kencana tidak langsung berlalu, tapi memperhatikan sejurus lamanya sampai pemuda itu menghilang dari pandangan mata. Baru setelah itu dia sendiri pergi.
? *** ? Padepokan Golok Terbang yang semula sebuah padepokan lemah, kini terangkat. Dari sebuah padepokan yang sama sekali tidak pernah dipandang sebelah mata, kini menjadi padepokan yang menjadi buah bibir. Sejak kejadian di Desa Talangasih, banyak yang membicarakan padepokan ini. Terutama ketuanya, yaitu Ki Sapta Guna. Banyak yang merasa heran, bagaimana mungkin orang tua itu mampu mengalahkan Ki Tubang Weger" Menurut perhitungan mereka, tak masuk akal bila Ki Sapta Guna mampu melakukannya. Sebab, mereka tahu kalau Ki Tubang Weger memiliki kepandaian ilmu silat jauh di atas Ki Sapta Guna.
Agaknya bukan hanya soal itu yang dibi-carakan. Kematian Ki Tubang Weger begitu menyengat. Dan jelas, tidak bisa diterima begitu saja oleh kawan-kawannya. Selama ini, mereka tahu kalau Padepokan Angsa Biru tidak pernah mencari gara-gara pada pihak lain.
Di antara orang-orang yang merasa kesal dan sakit hati atas kematian Ki Tubang Weger adalah Ki Dunungan. Dia adalah adik angkat Ki Tubang Weger sendiri. Dan kalangan persilatan mengenal-nya sebagai Kapak Dewa Penebas Jagad.
Kematian saudara angkatnya, menimbulkan api dendam hebat dalam dada Kapak Dewa Penebas Jagad. Dan hari itu juga, dia langsung berangkat menuju Padepokan Golok Terbang.
"Heaaa"!"
Kini kuda tunggangan Ki Dunungan berlari kencang sepert dikejar setan. Kalau saja dia mampu, mungkin ingin rasanya dalam sekejapan mata tiba di tujuan. Dengan demikian, lebih cepat lagi kemarahannya menemui sasaran. Tapi yang bisa dilakukannya hanya memaksa hewan itu mengerahkan seluruh tenaga yang dimiliki.
"Heyaaa!"
"Heh"!"
Laki-laki kekar berusia empat puluh tahun itu tersentak. Langsung kepalanya menoleh ketika mendengar derap langkah kaki kuda lain dari arah berbeda. Tidak berapa lama, terlihat dua orang penunggang kuda dari jalan di sebelah kanan.
"Hooop"!"
Kedua orang itu seketika menghentikan lari kuda saat, hampir berselisihan di jalan. Dan Ki Dunungan pun berbuat yang sama.
"Siapa kalian" Dan, ada urusan apa mencegat perjalananku"!" tanya Kapak Dewa Penebas Jagad dengan nada menyelidik.
Kedua penunggang kuda itu tersenyum kecil.
"Ki Dunungan. Apakah kau lupa pada kami" Aku Ki Janggir, dan ini Ki Slamet...," sahut laki-laki yang berikat kepala merah.
"Ah, kalian kiranya! Maaf... Aku terlalu dibawa amarah...!" desah Ki Dunungan.
"Ki Dunungan, apakah kau hendak ke Padepokan Golok Terbang?" tanya Ki Janggir.
"Betul! Akan kuminta pertanggungjawaban Ki Sapta Guna atas kematian Kakang Tubang Weger!" desis Ki Dunungan.
Nada bicara Kapak Dewa Penebas Jagad terasa diliputi dendam membara. Dan kedua orang itu agaknya memaklumi.
"Apa yang kau rasakan juga sama seperti yang kami rasakan. Ki Tubang Weger adalah sahabatku, juga sahabat Ki Slamet. Kami memang bermaksud menjumpai Ki Sapta Guna, untuk meminta pertanggungjawabannya. Karena kita memang setujuan, maka alangkah baiknya bila pergi ke sana bersama-sama...," ujar Ki Janggir.
"Baiklah. Mari berangkat bersama-sama...!" sahut Ki Dunungan seraya menggebah kuda dan diikuti kedua kawannya.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 150. Orang-Orang Atas Angin Bag. 7 dan 8
18. Dezember 2014 um 08:46
7 ? Ki Dunungan, Ki Janggir dan Ki Slamet baru saja melewati Desa Gading. Sebentar lagi, mereka sampai di Padepokan Golok Terbang. Namun baru saja melewati beberapa belas tombak dari desa itu, mendadak sepuluh orang laki-laki bersenjata golok telah menghadang. Wajah mereka tampak garang seperti mengancam.
"Kembalilah kalian kalau ingin selamat!" ben-tak salah seorang.
Laki-laki itu agak kurus dan sedikit pendek. Usianya sekitar tiga puluh tahun. Agaknya, dia yang menjadi pemimpin kawanan.
"Siapa kalian"!" tanya Ki Dunungan dengan nada ketus.
"Aku Kalangga. Dan kami berasal dari Padepokan Golok Terbang."
"Phuih! Sungguh kebetulan sekali. He, lebih baik kalian menyingkir! Panggil gurumu. Dan, suruh dia kemari!" bentak Ki Dunungan, garang.
"Sudah kukatakan padamu, pergilah kalau ingin selamat! Kecuali kalau memang kalian sudah bosan hidup," balas Kalangga.
"Ki Dunungan! Orang ini kurang ajar sekali! Dia tidak memandang sebelah mata pada kita!" sindir Ki Janggir.
"Huh! Rupanya mereka merasa sudah hebat setelah membunuh saudaramu," timpal Ki Slamet.
Mendengar kata-kata itu, semakin panas saja hati Ki Dunungan. Dia langsung menuding sinis pada orang-orang yang menghadang.
"Keparat-keparat laknat! Ketahuilah, kedatanganku ke sini hendak menuntut balas atas kematian Ki Tubang Weger. Oleh sebab itu, suruh gurumu ke sini untuk mempertanggungjawabkannya padaku!" ujar Kapak Dewa Penebas Jagad.
"Hm... Urusan itu kiranya. Kisanak, guruku telah berpesan. Bila urusannya besar, maka dia akan datang sendiri. Tapi bila urusan kecil maka cukup kami yang mewakili. Dan urusanmu termasuk kecil. Sehingga kau boleh berurusan denganku," sahut Kalangga, bernada enteng.
"Bedebah! Kau kira siapa dirimu berani bicara begitu padaku" Huh! Siapa yang berani mengha-langiku, dia boleh mampus!"
Setelah bicara begitu, Ki Dunungan langsung mencelat menyerang.
"Yeaaa...!"
"Huh!"
Kalangga hanya mendengus sinis. Dan dia bersiap menangkis serangan.
Sementara itu, anak buahnya segera menyerang Ki Janggir dan Ki Slamet.
"Heaaat...!"
Srang...!"
Wuuut! Bet! Ki Dunungan agaknya ingin segera memberes-kan lawan secepatnya. Sehingga senjata mautnya yang berupa sebuah kapak besar bermata satu langsung dikeluarkannya. Desis angin sambarannya mampu menggetarkan setiap lawan. Dan mata kapak yang tajam akan membuat lawan bergidik lebih dulu karena membayangkan bagaimana bila senjata itu memakan korban.
Tapi, Kalangga terlihat tenang saja. Dan dia meladeni Ki Dunungan tanpa bersenjata. Gerakannya bukan saja gesit, tapi juga cepat dan ringan. Begitu menghindar dari setiap serangan, maka secepat itu pula akan kembali balas menyerang.
"Hiiih!"
Ki Dunungan mengibaskan senjata ke perut, dan leher. Tapi Kalangga cepat meliuk, sehingga serangan itu hanya menyambar tempat kosong. Dan secepat itu pula sebelah kakinya berputar, menyambar ke tengkuk Ki Dunungan. Kapak Dewa Penebas Jagad terkesiap. Langsung tubuhnya membungkuk, sehingga tendangan itu mengenai tempat kosong. Dia bermaksud terus melompat ke belakang untuk menghindari serangan selanjutnya.
Tapi sebelum hal itu dilakukannya, kaki Kalangga begitu cepat menghantam ke perutnya.
Desss! "Aaakh...!"
Ki Dunungan memekik keras. Tendangan itu luar biasa dan tidak mampu ditahannya. Padahal, seluruh tenaga dalamnya telah dikerahkan. Tapi, tubuhnya masih juga terhuyung-huyung. Tampak derah kental meleleh dari sudut bibirnya. Sementara, isi perutnya terasa mau pecah.
"Mampus...!"
Kalangga mendengus dingin. Begitu Ki Dunungan tersungkur, maka secepat itu pula kepalan tangannya menyusul. Sehingga, Kapak Dewa Penebas Jagad itu tidak sempat menyadari bahaya yang menimpa.
Prak! "Uhhh. .!"
"Ki Dunungan"!" teriak Ki Janggir tertahan, melihat Ki Dunungan terhajar kepalan tangan Kalangga.
Kepala Kapak Dewa Penebas Jagad remuk dihantam lawan. Tubuhnya langsung ambruk bersimbah darah!
Ki Janggir yang saat itu tengah menghadapi keroyokan menjadi lengah. Sebilah golok tiba-tiba menyambar betisnya. Orang tua itu menjerit tertahan, tapi langsung berbalik menghajar lawan yang telah melukainya.
Krakk! "Aaa...!"
Orang itu tenungkal disertai jerit kesakitan. Tulang dadanya remuk dihantam kekuatan besar dari Ki Janggir. Tapi, hal itu sama sekali tidak membuat lawan yang lain menjadi kaget. Mereka malah menyerang orang tua itu semakin ganas. Sehingga, Ki Janggir semakin kerepotan mempertahankan diri.
"Yeaaa"!"
? *** ? Pada saat saat seperti itu, Kalangga melompat dan membokong Ki Janggir dari belakang.
Ki Janggir terkesiap. Sebagai tokoh silat yang telah banyak berpengalaman, maka telinganya telah terlatih. Maka dengan cepat dia melompat ke samping dan terus bergulingan. Tapi, akibat lain telah menunggu. Begitu hendak bangkit, sebilah golok lawan tak mampu dicegahnya.
Bret! "Aaakh...!"
Ki Janggir mengeluh tertahan. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang, begitu perutnya robek tersambar golok.
Sementara Kalangga tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Langsung dilepaskannya pukulan jarak jauh.
"Hiiih!"
Jder! Dan Ki Janggir sendiri tidak mampu mengelak. Tubuhnya terbanting keras sambil memekik kesakitan. Begitu jatuh, tiga bilah golok anak buah Kalangga telah menunggu. Dan...
Bles...! "Aaa...!"
Orang tua itu memekik. Kepalanya terangkat sesaat, dengan bola mata terbelalak lebar. Kemudian kepalanya jatuh terkulai. Mati bersimbah darah.
"Bedebah jahanam...! Aku tidak akan mundur setapak pun menghadapi kalian...!" dengus Ki Slamet, mengetahui kedua kawannya telah tewas.
"Tidak usah banyak mulut! Kau boleh mampus sekarang juga, menyusul kedua kawanmu!" sahut Kalangga seraya tersenyum sinis.
"Huh...!"
Kalangga membuka jurus. Dan bersamaan dengan itu, para pengeroyok Ki Slamet tadi mencelat mundur meski masih dalam sikap mengurung. Tindakan mereka seolah memberi kesempatan pada Kalangga agar leluasa menghantam lawan.
"Yeaaa...!"
Kalangga bergerak gesit melepaskan tendangan keras. Ki Slamet berusaha menangkis.
Plak! Namun tangan orang tua itu jadi kesemutan sendiri. Ketika serangan kedua datang, Ki Slamet melompat ke belakang sambil mengibaskan tangan.
Plak! Sekali lagi, terpaksa Ki Slamet harus meringis karena tulangnya terasa ngilu dan sakit bukan main saat menangkis tendangan berbuti-buti dari Kalangga.
Pada saat itulah seorang murid Padepokan Golok Terbang yang lain menerjang, melepaskan tendangan.
Begkh! "Akh!"
Tendangan itu tepat menghantam perut Ki Slamet, hingga membuatnya terhuyung-huyung ke belakang sambil mendekap perutnya.
"Yeaaa...!"
Lima murid yang lain langsung maju bersamaan, menghunus golok untuk menyambutnya. Ki Slamet berusaha menyelamatkan diri dengan melompat ke atas lalu berputaran beberapa kali. Tapi saat tubuhnya mengapung di udara, Kalangga tidak tinggal diam. Langsung dilepaskannya satu tendangan terbang yang cepat bukan main.
Desss! "Aaakh...!"
Ki Slamet kontan memekik keras. Tubuhnya terpental sejauh dua tombak seraya memuntahkan darah segar. Dia tidak mampu langsung bangkit. Rasanya seluruh tulang di tubuhnya berpatahan.
"Yeaaat..!"
Sementara itu. Murid-murid Padepokan Golok Terbang melompat bersamaan. Mereka langsung menghujamkan senjata. Dan...
"Heaaa...!"
Mendadak berkelebat satu bayangan putih yang cepat bukan main.
Wusss! "Aaah...!"
Sebelum mereka menghabisi Ki Slamet, mendadak mendesir angin kuat yang menghantam murid-murid Padepokan Golok Terbang. Orang-orang itu terjungkal ke belakang bagai helaian daun kering tertiup angin.
"Kurang ajar! Siapa kau, he"! Mau mampus rupanya, berani nmncampuri urusan orang-orang Padepokan Golok Terbang!" bentak Kalangga.
Tidak jauh dari tubuh Ki Slamet tergeletak. berdiri tegak seorang pemuda berambut panjang.
Wajahnya tampan, berbaju rompi putih. Di balik punggungnya menyembul gagang pedang berhulu kepala burung rajawali. Tanpa mempedulikan bentakan tadi, pemuda itu membantu Ki Slamet bangkit.
"Oh.... Terima kasih, Kisanak...," ucap Ki Slamet.
"Kau tidak apa-apa?"' tanya pemuda itu.
"Ah! Aku masih mampu bertahan. Siapakah kau ini...?"
"Namaku Rangga..."
"Rangga" Ah! Di mana pernah kudengar nama itu...?" Ki Slamet berpikir keras untuk mengingat-ingat.
Sementara Rangga sendiri tersenyum dengan mata mengawasi murid-murid Padepokan Golok Terbang yang bergerak cepat mengurungnya.
"Baru kuingat! Kau Pendekar Rajawali Sakti, bukan"!" seru Ki Slamet dengan wajah berseri.
Rangga tidak sempat menjawab, sebab saat itu juga lima orang langsung melompat menyerangnya. Sementara lima lainnya bersiap menyerang jika kawan-kawannya gagal dalam serangan awal.
"Yeaaa...!"
"Hup!"
Rangga membuka jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Wajahnya tampak dengan cermat meman-dangi semua lawannya.
Wuuut! Bet! "Uts!"
Golok-golok murid Padepokan Golok Terbang berdesing dekat sekali di telinga dan lehernya. Tubuh Pendekar Rajawali Sakti hanya meliuk-liuk dan berputaran menghindari setiap tebasan yang mendekat. Tubuhnya seperti tengah menari untuk mengelak dari setiap tusukan serta hantaman. Lalu....
Plak! Duk! Krak!
"Aaakh!"
Rangga tiba-tiba berkelebat cepat. Ujung kaki kanannya menghantam leher seorang lawan. Dan bersamaan dengan itu, tangan kirinya mengibas ke samping seraya menghantam dada lawan yang lain. Ketika kedua orang itu memekik kesakitan dengan terjungkal tak berdaya, Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang. Langsung dilepaskannya tendangan, menyapu dua orang lawan lainnya yang berada persis di belakang.
"Hiiih!"
Kalangga melompat. Langsung diterjangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan satu tendangan menggeledek.
Plak! Wuuut! Rangga menangkis dengan tangan kiri. Dan kepalan kanannya langsung menyodok ke perut. Kalangga cepat mencelat ke belakang, tapi Pendekar Rajawali Sakti terus mengejarnya.
Saat tangannya menangkis tendangan Kalangga, Rangga cukup kaget. Tangannya bergetar dan tulangnya terasa linu. Sepertinya, dia menghantam besi saja. Sedang murid utama Padepokan Golok Terbang sama sekali tidak terlihat merasa sakit. Sehingga, membuat si Pendekar Rajawali Sakti penasaran dan cepat meningkatkan tenaga dalamnya.
? *** ? Murid-murid Padepokan Golok Terbang yang tersisa agaknya tidak tinggal diam. Manakala Kalangga mulai terpojok, mereka langsung menyerang. Rangga bersamaan. Dan saat Kalangga mulai mendesak, mereka mengincar kelengahan si Pendekar Rajawali Sakti. Kemampuan mereka sendiri agaknya tidak bisa dipandang enteng. Sehingga, Rangga berpikir kalau tidak bisa terus-menerus dalam keadaan begini. Berpikir demikian, maka....
Sring! Pendekar Rajawali Sakti langsung mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Seketika, terlihat warna biru pada batang pedang yang membuat lawan-lawannya tersentak kaget. Wajah Rangga tampak penuh perbawa. Dan dengan satu teriakan keras, Pendekar Rajawali Sakti melejit bagai seekor rajawali menerkam mangsa. Lalu....
Bret! Cras! "Aaa!"
Ujung pedang Pendekar Rajawali Sakti berkelebat tanpa dapat dicegah. Sementara lawan-lawannya seperti tidak menyadari. Mereka terkesima. Dan tahu-tahu, hanya mampu terpekik lemah. Lima orang langsung tersungkur disambar senjata Pendekar Rajawali Sakti, dan langsung tewas.
"Heh"!"
Kalangga terkesiap. Dia melompat ke belakang, saat Pendekar Rajawali Sakti telah melesat ke arahnya dengan kecepatan bagai kilat.
Wuuut! Wuuut! Pedang Pusaka Rajawali Sakt mengurungnya ketat. Kalangga berusaha mempertahankan diri sekuat kemampuannya. Tubuhnya bergulung bagai gasing. Dan bersama dengan itu, mendesir angin kencang yang berputar-putar bagaikan angin lesus.
"Yeaaa...!"
Selarik cahaya kuning kehijau-hijauan tiba-tiba melesat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga yang sejak tadi telah mempersiapkan diri, tidak mau tinggal diam. Langsung disambutnya serangan itu dengan pukulan dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Maka selarik sinar merah melesat memapak pukulan Kalangga.
Blarrr! Seketika terdengar ledakan keras saat pukulan mereka beradu. Sementara Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat. Dan pedangnya langsung berkelebat menyambar leher Kalangga yang terhuyung-huyung, tak kuasa menahan gempuran Pendekar Rajawali Sakti. Dan....
Cras! "Aaa...!"
Kalangga kontan memekik ngeri. ketika lehernya ditebas Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Dan kepalanya pun langsung menggelinding ke tanah Tapi...
"Heh"!"
Rangga terkejut. Demikian juga Ki Slamet serta dua murid Padepokan Golok Terbang yang terluka parah. Tubuh Kalangga yang tidak berkepala, masih berdiri tegak seraya terhuyung-huyung ke sana kemari.
"Tobaaat...!"
Kalangga memekik keras. Dari pangkal lehernya, keluar asap putih halus yang terus melayang cepat ke angkasa. Tubuh Kalangga langsung ambruk, dan berubah hitam dengan cepat. Hangus!
"Astaga! Apa yang terjadi dengannya"!" seru seorang murid Padepokan Golok Terbang dengan wajah kaget.
"Dari mana Kalangga memiliki ilmu itu?" timpal yang seorang lagi, juga merasa heran.
"Hm... Jadi, kalian tidak mengetahuinya?" tanya Rangga masih tetap curiga setelah menya-rungkan pedang.
Keduanya menggeleng lemah.
"Itu bukan ajian atau ilmu. Yang jelas, dia bukan Kalangga...," jelas Rangga.
"Bukan Kalangga" Apa maksudnya...?"
"Jasad Kalangga dimasuki makhluk lelem-but...," jelas Rangga sedikit ragu.
"Apa"! Lelembut" Siluman maksudnya..."!" tanya keduanya.
Rangga mengangguk.
Kedua murid Padepokan Golok Terbang itu saling pandang sejenak.
"Pantas saja...!" desis seseorang.
"Ya, pantas mereka memiliki kemampuan he-bat. Subangun punya ilmu kebal. Serta, Ki Sapta Guna mampu membinasakan Ki Tubang Weger. Padahal. selama ini kemampuan mereka biasa-biasa saja...," timpal kawannya.
"Hm.... Siapa lagi dari kalian yang memiliki keanehan-keanehan sepertinya?" tanya Rangga.
"Hanya Ki Sapta Guna dan Subangun...," jelas seorang dari murid Padepokan Golok Terbang.
Rangga hendak bertanya lebih lanjut, namun tiba-tiba muncul sesosok tubuh ramping yang langsung berdiri tegak tidak jauh di sampingnya sambil berkacak pinggang.
"Hm.... Tidak kusangka aku telah dibohongi! Tapi bagusnya, aku jadi tidak kaget lagi setelah bertemu orangnya...!" ujar gadis itu dengan nada enteng.
Pemuda itu menghela napas panjang seraya menggeleng lemah.
"Sekarmayang! Apakah kau tidak merasa bo-san terus menggangguku!"
"Jangan harap! Kau telah membuat kesalahan yang membuatku kesal. Kau telah membohongiku! Pura-pura mengecoh, padahal kau sendiri adalah Pendekar Rajawali Sakti!" dengus gadis itu garang.
"Lalu apa yang kau inginkan sekarang?"
"Keinginanku tidak berubah!"
Rangga menghela napas pendek, lalu menggeleng lemah.
"Sekarmayang, di antara kita tidak ada perso-alan sebelumnya. Aku tidak mengenalmu. Demikian pula kau. Jadi, tak ada perlunya kita saling menguji kepandaian masing-masing!"
"Aku tidak peduli! Bersiaplah. Kau mau ber-sungguh-sungguh atau bdak, terserah. Tapi akuakan tetap menyerangmu!"
Setelah berkata begitu, Sekarmayang membu-ka jurus. Dan dia langsung melompat menyerang pemuda itu.
"Yeaaat!"
? *** ? 8 ? Rangga tidak punya pilihan lagi. Sekarmayang telah menyerangnya dengan gencar. Sehingga. mau tidak mau dia terpaksa harus menyelamatkan diri. Meski begitu, Rangga masih memainkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' untuk meladeni serangan lawan.
"Hm... Gerakanmu indah dan bagus! Tidak percuma tokoh-tokoh persilatan segan padamu!" puji Sekarmayang.
'Terima kasih. Tapi aku tidak butuh pujianmu. Dan yang kuinginkan, kau mengurungkan niatmu ini...," balas Rangga sambil terus meliuk-liukkan tubuh.
"Hi hi hi...! Tidak mungkin. Kehadiranku justru mencarimu. Dan kau harus mampu mengalahkanku. Sebab jika tidak, maka kau yang binasa!"
"Ini sungguh gila! Aku bertempur tanpa tujuan. Dan bila menang darimu, toh tidak membuatku bangga atau senang!"
"Itu menurutmu. Tapi, menurutku lain!"
"Apa maksudmu, Sekarmayang?"
"Orangtuaku hendak menjodohkanku denganpilihannya. Tapi, aku tidak suka, karena aku menginginkan calon suami yang gagah perkasa. Oleh sebab itu aku harus mencarinya sendiri. Telah banyak yang binasa di tanganku, karena tidak memenuhi syarat. Maka bila kau menang, maka kau harus menjadi suamiku," sahut gadis itu tanpa malu-malu.
"Gila! Aku tidak bisa terima hal itu!" sentak Rangga terkejut.
"Kau harus menerimanya!"
"Maaf, Sekarmayang...!"
Rangga melompat ke belakang untuk mengam-bil jarak. Sementara gadis itu berdiri tegak memperhatikan.
"Bukan aku tidak bersedia. Selain caramu yang aneh dan berbau maut, aku juga telah mempunyai seorang kekasih. Aku tidak ingin mengabulkan keinginanmu. Jadi itu tak ada gunanya pertarungan ini diteruskan!" cegah Pendekar Rajawali Sakti terpaksa berterus-terang.
"Aku tidak peduli. Kau punya kekasih atau tidak. Bagiku sama saja. Bahkan bila kau pun telah beristri, aku tidak keberatan menjadi istri keduamu," sahut gadis itu mantap.
Sekarang Rangga betul-betul terkejut mende-ngarnya.
Wanita ini benar-benar aneh. Biasanya seorang gadis akan malu berkata seperti itu pada seorang laki-laki. Bahkan wanita golongan rendah sekali pun! Belum juga hilang keterkejutan Rangga, mendadak...
"Ha ha ha...! Tak kuduga! Ternyata di tempat-ku telah berkumpul banyak tamu yang tidak diundang. Hm.... Siapa di antara kalian yang telah membunuh murid-muridku"!" teriak satu suara menggelegar.
Bersamaan dengan itu, mencelat beberapa so-sok tubuh yang langsung mengurung mereka. Pendekar Rajawali Sakti dan Sekarmayang segera menoleh.
Tampak Ki Sapta Guna dan Subangun, serta murid-murid Padepokan Golok Terbang telah berada di tempat itu. Pemuda itu mendengus kecil. Segera disadari bahwa keadaan tidak menguntungkan saat ini.
"Aku yang membunuh mereka!" sahut Pendekar Rajawali Sakti lantang.
"Hm.... Kau rupanya. Siapa kau..."!" tanya Ki Sapta Guna membentak.
"Aku yang seharusnya bertanya, siapa kau?" balas Rangga.
"Ha ha ha...! Perlu kau ketahui, aku Sapta Guna, Ketua Padepokan Golok Terbang. Kau telah membinasakan murid-muridku. Maka, kau harus bertanggung jawab, Anak Muda!"
"Hm.... Aku bukan bertanya pada Ki SaptaGuna, tapi bertanya pada makhluk yang berada di dalam jasad Ki Sapta Guna!" desis Rangga.
Ki Sapta Guna dan Subangun terkejut. Mereka terdiam beberapa saat.
"Seorang kawanmu tewas di tanganku. Dan itu cukup membuktikan siapa kalian. Enyahlah dari tubuh orang tua itu. Dan, pergilah ke alam kalian. Alam ini tidak pantas dihuni makhluk seperti kalian!" dengus Rangga geram.
"Kau telah membunuh Detya Angkur" Kurang ajar! Manusia celaka! Akan kubunuh kau!" bentak Subangun garang.
Subangun bermaksud melompat menyerang, namun Ki Sapta Guna mencegahnya.
'Tahan, Goro Manik! Dia berhasil membina-sakan Detya Angkur. Maka dia pun pasti bisa membinasakan kita. Kau harus hati-hati!"
"Aku tidak peduli! Dia harus kubunuh dengan tanganku!" sahut Subangun, yang di dalam jiwanya terdapat makhluk bernama Goro Manik.
"Jangan bodoh! Turuti kata-kataku!" hardik Ki Sapta Guna.
Subangun terdiam seraya mendengus kesal. Namun begitu, Rangga sama sekali tak mendengar apa yang mereka bicarakan. Tampaknya, kedua orang itu hanya saling berpandangan saja!
Kemudian kedua orang itu memandang tajam ke arah Sekarmayang. Sesaat mereka terkejut.
"Apa yang kau lakukan di sini...?" gumam Ki Sapta Guna bertanya pada Sekarmayang.
"Apa yang kulakukan, bukan urusanmu!" dengus gadis itu dingin.
Rangga segera menangkap gelagat. Dan langsung diduga kalau mereka telah saling mengenal sebelumnya!
Pendekar Rajawali Sakti 150 Orang Orang Atas Angin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bila ibumu tahu, kau akan kena hukuman berat!"
"Sudah kukatakan, urusanku bukan urusanmu!"
"Pulanglah. Dan, jangan bikin susah ibumu!"
'Tidak! Kalianlah yang sebaiknya kembali!"
Keduanya terdiam. Begitu juga yang lain, saat dua sosok tubuh melangkah menghampiri mereka. Yang seorang adalah gadis cantik berbaju putih. Dan Rangga kenal betul dengannya. Sedang seorang lagi adalah laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun. Pakaiannya rapi berwarna kuning gading. Wajahnya bersih dan cambangnya terawat rapi. Kedua tangannya ditautkan di pinggang belakang.
"Kisanak! Kudengar dari putriku, kau mencari-cari ayahku. Apakah ada urusan lain yang hendak dituntaskan?" tanya laki-laki berpakaian kuning gading ramah pada Ki Sapta Guna.
? *** ? "Siapa kau?" tanya Ki Sapta Guna, dingin.
"Namaku Sangga Buana. Dan Eyang Selaksa Bayu adalah ayahku. Sayang, beliau telah wafat beberapa belas tahun silam. Namun bila masih ada urusan dengan beliau, kau boleh menyelesaikannya denganku...," kata laki-laki berpakaian kuning gading yang mengaku bernama Sangga Buana.
'Bagus! Ayahmu telah mencemarkan nama baik kerajaan kami. Dan untuk itu, dia patut mendapat ganjaran.'
"Hm! Perbuatan apa yang telah diperbuat ayahku?"
"Ayahmu telah kawin lari dengan gadis dari kaumku yang bernama Imas Nandini. Dan kaum kami merasa tercela bila kawin dengan bangsa kalian!"
"Hm, begitukah anggapan kalian" Sesungguhnya, bangsa manusia lebih sempurna dibanding kalian. Karena, kami memiliki akal. Sedang, kalian hanya memiliki hawa nafsu. Kami berbudi, sedang kalian tercela. Sesungguhnya manusialah yang merugi bila kawin dengan kaum kalian. Tapi segalanya telah terjadi. Dan kami adalah buah dari perkawinan itu. Tiada yang harus disesali...," ujar Sangga Buana datar.
"Huh! Kau kira dengan perkataanmu itu mampu melunakkan hati kami"! Kalian makhluk hina dan lemah. Tidak sederajat dengan kami!" dengus Subangun.
"Kisanak, kembalilah kalian. Tiada yang perlu diselesaikan. Karena, semuanya telah selesai." ujar Sangga Buana menasihati.
"Huh! Siapa yang peduli ocehanmu"! Aku di-perintahkan memusnahkan keturunan kalian. Dan hal itu akan kulakukan!"
"Goro Manik, tahan...!" teriak Ki Sapta Guna mencegah.
Namun hal itu agaknya percuma saja sebab Subangun yang dipanggil Goro Manik sudah tidak mempedulikannya lagi. Dia langsung menyerang Sangga Buana.
"Yeaaa...!"
"Dewi Kencana, minggirlah kau...!" seru Ki Sangga Buana, seraya mendorong tubuh putrinya.
Tap! Plak! Sodokan kepalan tangan kanan Goro Manik ditangkis cepat oleh Sangga Buana, serangan itu dilanjutkan dengan sodokan ke arah muka. Sangga Buana mencelat ke samping, tapi Goro Manik langsung menghantam dengan pukulan jarak jauh.
Jder! "Uhhh...!"
Sebatang pohon tumbang terhantam pukulan dari Goro Manik. Memang Sangga Buana telah lebih dulu mencelat ke atas. Setelah berputaran beberapa kali, tubuhnya menukik tajam.
Plak! Plak! Subangun cepat memapak dengan kedua telapak tangannya. Dan sesaat, terjadi perkelahian cepat dalam jarak dekat. Dan Sangga Buana terus mencecar muka dan leher Goro Manik dengan hantaman kedua tangannya yang silih berganti.
"Heaaat...!"
Tubuh Sangga Buana bergerak ke atas sambil melakukan tendangan ke dada. Tapi Subangun alias Goro Manik menangkis. Tapi sungguh tak diduga, Sangga Buana berbalik dan langsung melepaskan tendangan berputar.
Duk! Des! "Uhhh...!"
Subangun terhuyung-huyung ke belakang sambil mengeluh kesakitan. Tendangan Sangga Buana yang beruntun, tepat menghantam pinggang dan perutnya.
"Yeaaat...!"
Subangun cepat membuat gerakan seraya ma-ju ke arah Sangga Buana dengan gerakan kaki yang lincah. Kemudian kedua telapak tangannya dihentakkan ke depan. Seketika dari kedua telapak tangannya melesat selarik cahaya kuning kehijau-hijauan ke arah Sangga Buana. Kelebatan cahaya itu diikuti gemuruh angin kencang laksana badai topan.
Wuuur! Agaknya, Sangga Buana pun telah menyiapkan tandingannya untuk memapaki pukulan Goro Manik.
"Heaaa...!"
Sangga Buana membentak nyaring sambil me-nyorongkan sebelah telapak tangannya ke depan. Dari situ, melesat selarik cahaya putih yang ber-gulung-gulung membendung pukulan Subangun.
"Ah, celaka! Itu aji 'Pecah Bayu'. Goro Manik tidak mungkin menang. Dia akan binasa!" desis Ki Sapta Guna.
Orang tua itu bermaksud menolong kawannya. Namun sebelum bertindak, Pendekar Rajawali Sakti telah menghadangnya.
"Jangan coba-coba membokong! Kau boleh berhadapan denganku lebih dulu!"
"Minggir kau, Bocah!" Ki Sapta Guna langsung menghantam dengan pukulan jarak jauh.
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti langsung melompat menghindarinya, seraya mencabut pedang.
Sring! "Makhluk keparat! Enyahlah kalian dari bumi ini!" desis Pendekar Rajawali Sakti seraya menukik tajam balas menyerang.
? *** ? Wuuung! Pedang di tangan Pendekar Rajawali Sakti yang bercahaya biru membuat kaget Ki Sapta Guna. Tidak terasa matanya membelalak lebar dan wajahnya tampak pucat. Pedang Pusaka Rajawali Sakti terdengar berdengung gemuruh manakala melesat menyambarnya.
"Hm, tidak salah. Senjata inilah yang agaknya telah membinasakan Detya Angkur...," gumam Ki Sapta Guna mengeluh pendek.
Ki Sapta Guna setengah mati melompat ke sana kemari, menghindari sabetan pedang Pendekar Rajawali Sakti. Belum lagi pertarungan mereka berlangsung dua jurus, mendadak terdengar pekikan nyaring. Ki Sapta Guna terkesiap kaget. Tampak tubuh Subangun terjungkal dan bergulingan sejauh tiga tombak dengan sekujur tubuh mengeluarkan darah. Dari tubuhnya, melesat bayangan putih sehalus asap ke angkasa disertai pekikan panjang.
"Tobaaat...!"
"Masih ada kesempatan bagimu untuk kembali, sebelum nasibmu sama dengan kedua kawanmu itu...," ujar Rangga, segera menghentikan serangan.
Ki Sapta Guna menghela napas panjang sambil memandang si Pendekar Rajawali Sakti dengan sikap putus asa.
"Hm.... Mungkin apa yang kau katakan memang benar...."
"Aku sependapat dengannya. Kembalilah. Dan, jangan membuat kerusuhan di alam kami. Urusan ayahku telah berlalu. Dan, jangan diungkit lagi. Lagi pula, Ibu Imas Nandini tidak ingin kembali. Dia merasa betah di sini. Tak ada gunanya kalian usik lagi kehidupan mereka. Bukankah ratumu telah mengusirnya" Itu berarti, dia bukan warga kalian. Dan, apa untungnya mengusirnya?" timpal Sangga Buana, yang langsung menghampiri Rangga setelah membinasakan Subangun.
Ki Sapta Guna kembali menghela napas panjang, lalu melirik pada Sekarmayang.
"Bagaimana, Dewinta" Kau tentu bisa menje-laskan hal ini pada ibumu, bukan?"
Sekarmayang yang dipanggil Dewinta terdiam. Lalu dipandangnya sejurus lamanya pada Pendekar Rajawali Sakti. Kemudian kakinya melangkah mendekatinya.
"Kau bersungguh sungguh dengan kata-katamu tadi...?" tanya Dewinta lirih.
"Kata-kata yang mana...?"
"Apakah menurutmu aku hina, sehingga kau tidak sudi kujadikan suamiku?"
Rangga tersenyum.
"Nisanak! Kami bangsa manusia punya kebiasaan untuk saling mengenal lebih dulu untuk beberapa saat, sebelum memutuskan kawin atau tidak. Kau dan aku baru bertemu...."
"Aku bisa menunggu!" potong gadis itu cepat.
"Bukan itu yang kuberatkan. Tapi, karena aku telah mempunyai seorang kekasih.
"Aku tidak keberatan soal itu!"
"Mungkin saja. Tapi, dia pasti keberatan! Juga aku."
Gadis itu terdiam. Dipandanginya wajah pemuda itu agak lama. Lalu dia menghela napas panjang. Hembusan napas terasa menyiratkan perasaannya yang sesak. Kemudian kepalanya menuduk lesu.
"Nisanak... Masih banyak orang lain yang bisa kau dapatkan. Dan hal itu bukanlah pekerjaan sulit. Denqan wajahmu yang cantik, maka seribu pemuda akan berebutan mendapatkanmu."
Gadis itu mengangkat wajahnya, lalu tersenyum.
"Dari mana kau tahu kalau aku cantik" Apakah kau bisa melihatku secara langsung?"
"Tidak. Tapi aku bisa merasakannya!' Gadis itu masih tetap tersenyum, namun terlihat getir.
"Imas Nandini adalah bibiku. Dia adik ibuku Ratu Megananda. Seluruh kerajaan geger, ketika beliau lari bersama seorang manusia. Beberapa pengawal dikerahkan untuk menangkap. Tapi, siapa nyana kalau anak manusia itu ternyata hebat luar biasa...." tutur Dewinta lemah.
"Anak manusia itu pasti Eyang Selaksa Bayu?"
Gadis itu mengangguk.
"Bahkan panglima kerajaan yang terkenal sakti mandraguna berhasil dibunuhnya. Kami baru terhenyak, sebab selama ini selalu memandang bahwa bangsa manusia adalah makhluk lemah yang hina dan berderajat rendah. Lalu, kakekku berkata kalau sesungguhnya manusia itulah yang mulia dibanding segala makhluk. Mereka mempunyai kelebihan dibanding kami. Entahlah. Saat memberi wejangan itu, aku tidak mengerti. Aku hanya tertarik untuk mencari calon suami seorang manusia. Paling tidak, seperb Eyang Selaksa Bayu. Itulah sebabnya, ketika turun ke mayapada ini kucari tokoh silat yang ber-kepandaian tinggi. Dan yang kudengar, ternyata namamu. Itulah sebabnya, aku mencarimu. Dan apa yang kulihat memang tidak jauh beda. Kau mirip gambaran Eyang Selaksa Bayu saat itu. Gagah, tampan, dan memiliki kepandaian hebat..," desah Dewinta.
"Hm.... Aku mengerti ceritamu itu, Nisanak. Tapi tidak selamanya keinginan itu bisa terpenuhi. Kita juga harus melihat kepentingan orang lain. Dan yang tidak kalah penting adalah, jasad gadis yang kau masuki ini. Dia punya kehidupan lain yang harus dihormati. Makanya, kuharap kau mengerti dan mau segera meninggalkan jasadnya...," pinta Rangga.
"Ya, aku mengerti...," sahut gadis itu seraya mengangguk lemah.
"Syukurlah...."
"Ada satu permintaanku padamu. Maukah kau mengabulkannya?"
"Katakanlah. Aku harus dengar, baru kemudian menentukan jawabannya."
"Aku akan mengawasimu dan kekasihmu. Tapi aku tidak mengusik kalian walau sedikit pun! Itulah janjiku!"
"Terima kasih. Tapi apakah yang kau minta dariku?"
"Kaum kami memiliki usia panjang. beberapa kali lipat dari usia kaum manusia. Maka bila kelak kau berumur panjang, lalu kekasihmu telah tiada atau meninggalkanmu, maka panggillah aku. Aku akan segera datang. Dan, kawinlah denganku. Aku akan selalu menunggu saat itu. Bagaimana" Apakah kau bersedia mengabulkannya?"
Rangga terdiam sejurus lamanya.
"Bagaimana?"
"Bukankah kau akan mengawasi kami?" Gadis itu mengangguk cepat."
Nah! Saat ini, aku belum bisa menjawab. Tapi, akan kuingat kata-katamu. Mungkin juga, tapi mungkin juga tidak. Kita tidak bisa menentukan nasib yang akan datang...," papar Rangga, tidak langsung menyetujui.
"Baiklah. Terima kasih. Bagaimanapun aku mengerti, kalau kau setuju. Meski tidak kau ucapkan. Aku akan segera pergi...!" desah Dewinta.
'Tunggu dulu!"
"Apakah kau ada pesan bagiku?"
"Siapa namamu...?"
"Ah, aku lupa! Panggillah Dewinta Putri Mega-nanda. Maka aku segera datang memenuhi pang-gilanmu."
"Dewinta.... Setelah kau meninggalkan jasad gadis ini, maka bagaimana aku harus mengem-balikannya?"
"Gadis ini putri Adipati Sutawijaya, yang ber-kuasa di Kadipaten Bagelan!" sahut makhluk lelembut itu.
Setelah berkata demikian, Dewinta melangkah mendekati Ki Sapta Guna. Mereka mengangguk seraya tersenyum pada yang lainnya. Lalu, mendadak dua buah bayangan putih laksana asap melesat dari ubun-ubun mereka.
Sementara itu kedua sosok tubuh yang ditum-pangi ambruk bagai tak bertenaga. Mereka langsung tidak sadarkan diri. Rangga bermaksud menolong, tapi saat itu juga muncul beberapa sosok berseragam yang langsung memburu sambil berteriak kegirangan.
"Lihat! Ini dia telah kita temukan! Ini putri Gusti Adipati Sutawijaya...!"
Yang lainnya segera memburu mendekati. Dan Rangga menggunakan kesempatan itu untuk me-nyelinap. Tak ada gunanya Rangga membantu, sebab agaknya para pengawal berseragam itu adalah abdi kadipaten.
? SELESAI ? ? Scan by Clickers
Edited by Lovely Peace
Pdf by Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Pangeran Perkasa 4 Gento Guyon 16 Mbah Pete Mustika Lidah Naga 4 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama