Ceritasilat Novel Online

Pemuas Nafsu Iblis 2

Pendekar Rajawali Sakti 153 Pemuas Nafsu Iblis Bagian 2


"Bagaimana cara kita mencari tahu soal Marni?" tanya Bidin.
"Kita akan memaksa Ki Jembor, atau siapa pun yang berada di sana untuk memberitahukannya!" sahut Rangga tersenyum.
"Jadi, kita ke tempat Ki Jembor lebih dulu?"
"Ya!"
"Dengan kejadian tadi, anak buahnya tentu akan melapor. Dan setelah mendengar namamu, tentu Ki Jembor akan mengirim urusan untuk memberitahukan Nyai Dukun Sirah...."
'Tidak apa-apa. Nah, kita berangkat seka-rang!" ujar Rangga.
Rangga bangkit. Dan Bidin segera mengikuti. Langkahnya terasa ringan. Isi dadanya seperti mau meledak oleh semangat untuk menumpahkan sakit hati serta dendam yang selama ini dipendamnya.
? *** ? Warga Desa Dukuh Barus yang tidak mengungsi mulai terlihat satu persatu. Dan itu pun hanya para pemuda serta laki-laki yang hendak ke sawah dan ladang masing-masing. Sedang para wanita dan anak-anak lebih banyak mengurung diri di rumah masing-masing.
Tidak seperti biasanya, hari ini anak buah Ki Jembor tidak berkeliling desa untuk menarik upeti, atau mencari gara-gara pada penduduk.
Namun begitu, Rangga dan Bidin tetap meng-hindari jalan-jalan desa. Mereka menempuh jalan di pinggiran hutan, lalu menuju sebuah rumahpanggung berukuran besar dan sangat bagus ter-buat dari kayu dan papan yang di sana-sini terdapat ukiran indah.
Rumah ini semula milik kepala desa. Namun sejak kedatangan Ki Jembor serta anak buahnya, rumah ini diambil alih. Kepala desa itu mati di-bunuh. Sedang para pembantunya kabur entah ke mana ketika kerusuhan terjadi.
Rangga manggut-manggut mendengar penje-lasan Bidin sepanjang perjalanan ke tempat ini.
"Agaknya kau sudah lama berada di sini?"
"Hanya di sini aku bisa leluasa bersembunyi dari intaian kaki tangan dukun wanita itu. Ki Jembor itu tolol. Kepandaiannya paling lemah, dibanding anak buah Nyai Dukun Sirah yang lain..."
"Kalau begitu, mereka telah mengetahui keha-diranmu sampai kau harus dikejar-kejar?"
"Aku pernah membunuh beberapa orang anak buahnya. Kebetulan, saat mereka berjalan berdua atau seorang. Selama ini telah lima orang yang binasa di tanganku!" jelas Bidin.
"Nah! Bukankah itu menunjukkan kalau sebe-narnya kau bukan pengecut?"
Bidin tersenyum lebar.
'Tapi mereka kujatuhkan secara tidak jujur."
"Bagaimana caranya?"
"Aku mengendap-endap dari belakang. Kude-kati salah seorang, lalu kupukul dari belakang sampai tulang lehernya patah. Dan ketika yang seorang lagi menoleh, kuhantam lagi dadanya dengan balok kayu besar sampai roboh. Atau kadang kadang ke kepala mereka kuhujamkan batu besar...," jelas Bidin.
Rangga tersenyum mendengar cerita kawan barunya.
"Kenapa kau merasa itu tidak jujur" Dalam perjuangan membela kebenaran, maka segala cara yang kira kira memungkinkan boleh dilakukan."
"Hanya sayang, tujuan semulaku bukan membela yang benar. Tapi, balas dendam karena me-reka mempermainkan Marni. Mereka memperla-kukan Marni sesuka hatinya. Mereka...."
Bidin tidak mampu melanjutkan kata-katanya.
"Sudahlah, Sobat. Kau akan mendapat kesempatan untuk mencari Marni. Kalaupun tidak, kita telah berjuang membela yang benar...," bujuk Rangga.
Bidin tidak langsung merasa tenang. Dia masih diam, tidak menyahut. Sejurus lamanya, baru kepalanya berpaling. Wajahnya masih murung, namun menurut saja ketika Rangga mengajaknya terus berjalan mendekata tempat yang dituju.
Bekas rumah kepala desa itu dijaga ketat dan berlapis-lapis. Tujuh orang berdiri di halaman depan dengan mata tajam memandang ke sekelilingnya. Masing-masing lima orang di kiri dan kanan juga ikut berjaga-jaga. Empat orang lain berada di atap rumah. Dan, tidak kurang jumlahnya yang berjaga di beranda depan.
"Bagaimana...?" tanya Bidin seraya ikut ber-sembunyi di balik semak-semak.
Rangga berpikir sejenak. Matanya terarah pada kandang kuda yang berada di sebelah kiri rumah itu. Wajahnya berseri, ketika melihat kuda hitamnya masih berada di tempat itu.
"Suiiit..!"
"Hiiieee...!"
Pendekar Rajawali Sakti bersuit nyaring. Serentak, kuda hitam bernama Dewa Bayu yang berada di kandang meringkik keras seraya menyentak tali kekang yang melilit di salah satu balok. Kedua kakinya terangkat tinggi. Lalu tubuhnya berbalik, dan menendang pintu kandang dengan kedua kaki belakang.
"Heh"! Apa itu..."!"
Mereka yang berada di tempat itu terkejut, segera mengalihkan perhatian ke kandang kuda.
Dewa Bayu sendiri keluar dari kandang sambil meringkik keras dan mengangkat kedua kaki de-pannya berkali-kali. Kemudian hewan itu lari dan berputar-putar di sekitar halaman tempat ini.
Kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Rangga. Tubuhnya berkelebat cepat, dan menyelinap lewat samping kanan. Lalu dia melompat ke atap, langsung melumpuhkan salah seorang penjaga tanpa menimbulkan suara yang berarti. Sementara Rangga berusaha menerobos ke dalam, Bidin memperhatikan dari tempatnya semula tanpa beranjak.
Para penjaga rumah itu, berusaha menjinakkan Dewa Bayu, namun tidak berhasil. Hewan itu malah semakin liar sambil mendengus-dengus garang. Bahkan beberapa kali menendang lewat kedua kaki belakangnya, atau juga mengangkat kedua kaki depan sambil meringkik keras.
Keributan itu menarik perhatian Ki Jembor. Dengan diikuti dua orang anak buahnya, dia ber-gegas keluar. Namun baru saja keluar dari pintu, sesosok tubuh pemuda berbaju rompi putih telah mencegatnya.
"Eee...!"
Ki Jembor terkejut Darahnya kontan tersirapketika mengetahui siapa orang yang menghadangnya.
"Kita bertemu lagi, Ki Jembor! Mudah-mudahan kau tidak cepat lupa padaku..!" ujar pemuda itu sambil tersenyum kecil.
"Kurang ajar! Ringkus dia...!" sentak Ki Jembor geram. Tanpa pikir panjang lagi, dia memberi perintah pada dua orang anak buahnya.
"Yeaaa!"
Srang! Bet! Bet! Kedua orang itu segera mencabut golok, lang-sung menyerang. Namun Pendekar Rajawali Sakti telah bergerak lincah menghindan serangan. Tubuhnya melejit ke atas sambil berjumpalitan. Dan bersamaan dengan itu, dicengkeramnya kedua pergelangan tangan lawan-lawannya yang menggenggam golok.
Cras! Bret! "Aaa...!"
? *** ? Senjata di tangan anak buah Ki Jembor saling menyambar satu sama lain masing-masing ke arah leher dan perut mereka sendiri. Tidak cukup sampai di situ. Kedua kaki pemuda berbaju rompi putih ini terus menghantam dada mereka. Kedua orang itu terjungkal roboh seraya memekik kesakitan.
Mendengar keributan itu, mereka yang berada di luar segera mengalihkan perhatian. Sementara mereka berbondong-bondong ke dalam untuk melihat keadaan majikannya.
Set! Wut! Pemuda berbaju rompi yang tidak lain Rangga alias si Pendekar Rajawali Sakti, tersenyum sinis melihat anak buah Ki Jembor menyerbu ke arah nya. Dua bilah golok yang tergeletak di lantai, dihantam dengan sebelah kaki. Seketika, golok itu melayang menyambar dua orang lawan yang berada paling depan.
Creb! "Aaa...!"
Kedua orang itu tersungkur ke depan. Golok di genggaman mereka terpental ke arah si Pendekar Rajawali Sakti. Dan Rangga tidak menyia-nyiakannya. Kakinya kembali menghantam. Maka kedua golok itu melayang hampir bersamaan.
Crap! "Aaakh...!"
Kembali terdengar jeritan panjang. Dua lawan lainnya kembali tersungkur dengan golok tertancap di dada.
Melihat itu, Ki Jembor tidak tinggal diam. Kemampuannya dikerahkan sekuat tenaga. Lalu di-hantamnya Pendekar Rajawali Sakti dengan seluruh tenaga dalam yang dimiliki.
"Heaaa...!"
Rangga terkesiap, namun masih mampu menghindari hantaman dengan melompat ke samping dan terus bergulingan.
"Hup!"
Jder! Sehingga pukulan Ki Jembor luput dari sasaran, dan hanya menghantam dinding hingga jebol.
"Yaaat!"
Ki Jembor langsung melompat mengejar, setelah mencabut goloknya. Dia mendesak Rangga dengan mengerahkan seluruh kemampuannya.
Bet! Rangga melompat ke samping. Lalu tubuhnya kembali melejit ke atas saat beberapa orang anak buah Ki Jembor menyergapnya. Setelah berjumpalitan beberapa kali, Rangga mulai balas menyerang dengan satu tendangan dari belakang.
Des! "Ugkh...!"
Orang itu memekik kesakitan. Tubuhnya ter-sungkur ke depan. Namun begitu, Rangga berhasil merampas goloknya sebelum ikut terjatuh. Dan dengan senjata itu, ditangkisnya golok lawan yang hendak menebas lehernya dari depan serta samping kiri dan kanan.
Trang! Bret! "Aaa...!"
Golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti langsung menyambar perut ketiga lawannya. Mereka terjungkal dengan luka menganga lebar. Rangga tidak berhenti sampai di situ. Dia terus mengamuk hebat, menghajar siapa saja yang berada di dekatnya.
Bret! Cras! "Aaa...!"
"Kurang ajar! Kau akan mampus di tanganku, Keparat!" geram Ki Jembor geram melihat anak buahnya satu persatu dibabat Pendekar Rajawali Sakti dengan mudah.
"Huh!" Pendekar Rajawali Sakb hanya men-dengus dingin.
Trang! Golok di tangan Rangga kembali menangkis senjata Ki Jembor. Dan bersamaan dengan itu, sebelah kakinya menghantam perut Ki Jembor menghindar dengan gesit. Tubuhnya bergerak kesamping, lalu berputar. Segera dia balas menyerang sambil menyabetkan golok ke perut. Namun, Pendekar Rajawali Sakti keburu melompat ke atas. Bahkan telah siap melakukan tendangan kilat ke batok kepala.
Wuuut! "Uhhh...!"
Ki Jembor cepat-cepat menjatuhkan diri, se-hingga luput dari serangan. Namun begitu jantungnya sempat berdegup kencang. Wajahnya tampak pucat karena tidak mengira kalau pemuda itu mampu melakukan tendangan begitu cepat.
"Yeaaa...!"
Pendekar Rajawali Sakti melayang meski ten-dangannya luput dari sasaran, namun telapak kakinya cepat menjejak di dinding. Seketika tenaga dorongan itu digunakan untuk kembali berputar, lalu melakukan tendangan kembali saat Ki Jembor baru saja bangkit. Maka....
Des! "Akh...!"
Ki Jembor tak mampu mengelak. Pelipisnya langsung terjahar telak. Orang itu terhuyung-hu-yung ke samping sambil mendekap pelipis kirinya.
"Heaaa!"
Anak buah Ki Jembor tentu saja tidak membi-arkan begitu saja melihat majikan mereka celaka.
Set! Set! Tap! Beberapa bilah golok langsung melayang ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Namun Rangga mampu berkelit, meski dengan susah payah karena ruangan yang sempit. Tiga bilah golok berhasil di tangkap dan dua buah kembali ke arah para pengeroyoknya. Akibatnya...
"Aaa...!"
Dua orang yang paling dekat dengan Rangga memekik setinggi langit dan ambruk dengan golok tertancap di dada.
"Hiiih!"
Golok ketiga dilemparkan Pendekar Rajawali Sakti ke arah Ki Jembor sambil mendengus geram. Ki Jembor cepat menangkis gesit.
Trang! "Yeaaa...!"
Bersamaan dengan itu, tubuh Pendekar Rajawali Sakti berkelebat ke arah Ki Jembor, melakukan serangan gencar.
Trang! Satu sambaran golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti berhasil ditangkis Ki Jembor. Namun, pemuda itu langsung melanjutkan dengan sodokan keras lewat tendangan kaki kanan ke arah ulu hati.
Duk! "Akh...!"
Ki Jembor mengeluh tertahan. dengan wajah berkerut menahan rasa sakit hebat.
"Hup!"
Rangga cepat melompat ke atas melewati ke-palanya Ki Jembor masih berusaha menghalangi dengan ayunan golok. Cepat bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti menangkis.
Plak! Dan tiba-tiba Rangga menangkap pergelangan tangan Ki Jembor. langsung menelikungnya ke belakang. Bahkan golok di tangannya cepat bergerak mengancam leher Ki Jembor.
"Siapa yang berani maju, maka kepala majikan kalian ini menggelinding!" bentak Pendekar Rajawali Sakti mengancam anak buah Ki Jembor yang bergerak hendak mengancamnya.
Wajah Ki Jembor tampak pucat ketakutan. Keringat dingin mulai membasahi tubuh. Golok di tangan pemuda itu telah menempel di leher. Sedikit saja bergerak, maka putuslah lehernya!"
? *** ? 6 ? Semua anak buah Ki Jembor terdiam. Tak seorang pun yang berani bertindak, melihat majikannya terancam.
"Perintahkan mereka untuk membuang senja-tanya!" dengus Rangga, memerintah.
"Bu..., buang senjata kalian...!" teriak Ki Jembor dengan suara tercekat di tenggorokan.
"Sekarang, jawab pertanyaanku! Kau bekerja untuk Nyai Dukun Sirah, bukan?"
"I..., iya...!"
"Tahu, apa yang dilakukannya?"
"Tidak..., tidak!"
Rangga mendekatkan mata golok itu ke leher Ki Jembor. Sehingga membuat wajah Ki Jembor yang pucat, semakin putih saja.
"Eee...!" seru Ki Jembor gugup, makin gemetar.
"Aku tidak segan-segan membunuhmu. Maka, jawab pertanyaanku dengan jujur!"
"Eh! Ba..., baik..."
"Nah! Kau tahu, apa yang dilakukan majikan-mu?"
"Ta..., tahu..."
Baru saja Ki Jembor menyahut, mendadak Rangga menendang golok milik Ki Jembor yang tadi terlepas dari genggaman. Senjata itu seketika melayang, melewati beberapa anak buah Ki Jembor. Dan...
Crab! "Aaa...!"
Golok itu menancap persis di punggung salah seorang anak buah Ki Jembor yang berusaha kabur diam-diam. Orang itu tersungkur disertai pekik kesakitan. Dia tewas setelah menggelepar beberapa saat kemudian.
"Jangan coba-coba kabur dariku!" dengus Rangga sinis.
Pendekar Rajawali Sakti kemudian memerin-tahkan mereka agar berkumpul semua di ruangan ini, dan menutup pintu rapat-rapat.
"Kalian tidak akan selamat meski keluar seka-lipun. Sebab, seorang kawanku tengah meyakinkan penduduk kalau kalian tidak punya kekuasaan apa apa sejak saat ini!" lanjut Rangga.
"Kau tidak bisa menakut-nakuti kami...!" dengus salah seorang anak buah Ki Jembor.
Mendengar itu, Ki Jembor tersentak kaget. Matanya kontan mendelik garang penuh amarah. Dia khawatir, kata-kata itu akan membuat Rangga marah. Dan dengan demikian, golok yang menempel di lehernya akan... bret! Ki Jembor menelan ludah, kelakutan.
"Kadung, jangan macam-macam kau!" sentak Ki Jembor.
"Kenapa" Apakah kau takut mati, Ki Jembor" Dia tidak akan berani melakukannya. Huh! Dan memandang rendah pada Nyai Dukun Sirah. Bila hari ini dia menang, maka dalam waktu singkat anak buah Nyai Dukun Sirah akan membuat per-hitungan. Dia akan mati tanpa ampun!" sahut pemuda bernama Kadung lebih berani. Sama sekali tidak dipedulikan bentakan Ki Jembor.
Dia hendak membentak lebih keras, namun....
"Diam kau!"
Rangga telah mendahului dengan satu bentakan keras.
Rangga memandang Kadung, lalu tersenyum kecil.
"Hebat! Seharusnya kau yang pantas memim-pin mereka. Bukan si tolol ini. Kau berani dan se-dikit sombong. Jadi kalau aku menawan kalian, Nyai Dukun Sirah akan ke sini?"
"Huh! Dia memiliki seribu mata dan telinga!. Dia akan tahu kejadian yang menimpa anak buahnya!"
"Kapan kira-kira dia akan ke sini?"
"Untuk membereskanmu, dia tidak perlu turun tangan sendiri. Seorang anak buahnya yang lain telah cukup!"
Rangga tersenyum.
Di luar, mulai terdengar suara ribut dan te-riakan-teriakan bersemangat. Pendekar Rajawali Sakti mengintip dari jendeia. Tampak sekitar tiga puluh orang penduduk desa ini berkumpul di halaman depan sambil mengacung-acungkan senjata apa adanya.
"Masuklah...!" sahut Rangga ketika pintu dike-tuk dari luar.
Bidin muncul di ambang pintu. Dan dia tersenyum sinis melihat anak buah Ki Jembor.
"Aku telah berhasil mengumpulkan penduduk seperti rencanamu. Semula, mereka tidak percaya. Namun melihat bukti ini, mungkin semangat mereka akan semakin menggebu." ujar Bidin.
Rangga tersenyum, memuji dalam hati pekerjaan kawannya.
"Carikan tali. Dan, bawa beberapa orang pemuda ke sini. Lalu, ikat mereka!" lanjut Rangga.
? *** ? "Heaaa...!"
Terdengar teriakan membahana dari kejauhan membuat para penduduk Desa Dukun Barus terkejut. Dua orang penunggang kuda melarikan tunggangannya dengan cepat. Para penduduk cepat menyingkir. Begitu berada di halaman depan salah seorang langsung melompat, hendak membebaskan Ki Jembor.
"Yeaaa...!"
"Hup!"
Namun, Rangga tidak membiarkannya begitu saja. Tubuhnya cepat bergerak, langsung memapak orang itu sebelum membebaskan Ki Jembor.
Plak! Plak! "Uhhh...!"
Sosok yang baru muncul itu terpental ke belakang. Namun, keseimbangan tubuhnya masih mampu diatur. Dia berdiri tegak, pada jarak lima langkah dari Rangga yang telah lebih dulu menje-jakkan kakinya.
Kini Pendekar Rajawali Sakti bisa melihat jelas, siapa orang yang baru muncul. Dia adalah seorang laki-laki berusia sekitar tiga puluh lima tahun. Rambutnya panjang tidak terurus. Kumisnya tebal. Tubuhnya besar dan kekar. Tampangnya tampak galak. Apalagi dengan sebuah gada berduri yang tergantung di pinggang.
"Heh"! Jadi kaukah yang bernama Pendekar Rajawali Sakti"!" geram orang itu seraya memelintir ujung kumisnya.
"Benar. Hm... Jadi, Ki Jembor sempat mengi-rim utusan untuk membawamu ke sini?" sahut Rangga sinis.
"Aku Gajah Metu! Dan kawanku Rompang Wi-guna! Kisanak! Kuminta, melepaskan Ki Jembor dan yang lainnya," ujar Ki Gajah Metu.
Sementara itu orang yang bernama Rompang Wiguna segera turun dari punggung kudanya. Se-gera didekati Gajah Metu. Orang yang bertubuh kurus ini berwajah lonjong. Sorot matanya tajam. Sikapnya angkuh, seperti memandang rendah Pendekar Rajawali Sakti.
"Membebaskan mereka" Kisanak! Tidak perlu repot-repot. Biar nanti aku yang akan melakukan-nya. Pergilah kalian menghadap Nyai Dukun Sirah. Sampaikan permohonanku agar dia menghentikan sepak terjangnya yang menyengsarakan rakyat," sahut Rangga sambil tersenyum kecil.
"Huh! Kau kira semudah itu"! Aku masih me-mandangmu. Dan, jangan sampai kami bertindak kasar padamu!" dengus Gajah Metu geram.
Orang bernama Gajah Metu ini agaknya pema-rah dan tidak sabaran. Seketika sikapnya langsung garang, dan wajahnya berkerut menahan amarah.
"Hm... Kalau begitu, biariah aku sendiri yang akan memintanya pada Nyai Dukun Sirah," sahut Rangga enteng.
"Ha ha ha...! Kau kira Nyai Dukun Sirah akan mengabulkan keinginanmu" Dia akan memenggal kepalamu, begitu kau memperkenalkan diri!" sahut Rompang Wiguna tertawa mengejek.
"Begitukah" Hm Kukira Nyai Dukun Sirah seorang yang mau mendengar keluhan orang lain...."
"Huh, jangan mimpi! Meski kau paksa seka-lipun, dia tidak sudi menuruti keinginanmu!" de-ngus Rompang Wiguna.
"Hm... Menurut kalian, cara apa yang harus kugunakan untuk membujuknya" Eh! Aku ada akal! Barangkali bila aku ke sana membawa kepala kalian berdua, dia tentu akan mendengarkan kata-kataku!" seru Pendekar Rajawali Sakti dengan wajah berseri.
Bukan main geramnya Gajah Metu dan Rom-pang Wiguna mendengar kata-kata Pendekar Rajawali Sakti. Jelas, pemuda ini menganggap sebelah mata dan sama sekali tidak mempedulikan keberadaan mereka di sini. Gajah Metu tidak bisa menahan diri lagi. Langsung dia melompat menerjang.
"Monyet buduk! Kurobek mulutmu yang lan-cang itu...!"
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti memiringkan sedikit tubuhnya. Sehingga, senjata Gajah Metu yang mengancam batok kepalanya luput dari sasaran. Kemudian tubuhnya berkelebat ke samping kiri. Sehingga, laki-laki berkumis melintang itu sulit menyambar tubuhnya.
Gajah Metu kemudian mengibaskan kepalan kiri untuk menghantam pinggang Rangga. Namun Pendekar Rajawali Sakti telah melompat ke belakang untuk mengecohnya. Dan itu semakin membuat Gajah Metu geram saja.
"Jahanam! Kuremukkan tubuhmu, Setan...!" maki Gajah Metu semakin geram.
"Silakan saja, Kisanak. Jangan malu-malu!" balas Rangga.
"Kurang ajar! Hiiih!"
Gajah Metu tampak semakin geram saja. Serangannya segera diperhebat, namun tidak juga mampu mendesak. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti dengan gerakan lincah dan indah mampu menghindari setiap serangannya.
"Hiiih!" Rangga mendengus dingin.
Setelah membaca jurus Gajah Metu, Pendekar Rajawali Sakti mulai balas menyerang. Sambil membungkuk untuk menghindari sambaran senjata, tubuhnya menyusup ke samping seraya menyorongkan lutut kanan, persis menghantam ke perut.
Duk! "Uhhh...!"
Gajah Metu mengeluh tertahan. Tubuhnya kontan terdorong ke belakang. Belum sempat dia berbuat apa-apa, ujung kaki kanan Pendekar Rajawali Sakti terus menyodok dagu.
Tak! "Aaargkh...!"
Kembali Gajah Metu mengeluh dengan suara keras. Sebuah giginya rontok. Dari mulutnya tampak menetes darah segar. Tubuh besar itu limbung ke belakang. Namun sebelum ambruk, Rangga menotoknya hingga tidak berdaya. Maka Gajah Metu ambruk seperti batang pohon besar.
"Jahanam! Lepaskan totokanmu Akan kure-mukkan tubuhmu! Lepaskan!" teriak Gajah Metu geram.
Namun Rangga sama sekali tidak mempeduli-kannya. Dia memberi isyarat pada Bidin yang sejak tadi melongo dengan wajah takjub.
"Ikat dia...!"
"Kurang ajar! Kau kira bisa berbuat semaumu di depanku he!" Rompang Wiguna mendengus geram.
Kaki tangan Nyai Dukun Sirah ini mencabut pedang. Langsung dia melompat menerjang Pen-dekar Rajawali Sakti.
Srang! "Yeaaa...!"
Dengan suara menggelegar penuh amarah me-luap, Rompang Wiguna menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Segenap kemampuannya langsung dikerahkan.
Wut! Wut! "Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti melejit ke belakang dengan satu lompatan ringan. Lalu disambarnya sebilah golok milik anak buah Ki Jembor yang terletak di lantai beranda depan. Kemudian sebe-lum lawan sempat mengejarnya, Pendekar Rajawali Sakti telah kembali menyambut serangan.
"Biarlah kupergunakan golok ini. Hitung-hitung menghormatimu sebagai kawan mereka...!" kata Rangga seraya tersenyum mengejek.
"Huh! Aku tidak peduli senjata yang kau pakai! Yang jelas, hari ini kau harus mampus di tanganku!" dengus Rompang Wiguna semakin geram saja melihat tingkah pemuda itu.
? *** ? Satu sama lain bergerak gesit saling menangkis dan balas menyerang. Tidak seperti tadi, maka kali ini Rangga betul-betul mengamuk. Golok di tangannya berkali-kali mengancam, membuat Rompang Wiguna mengeluh tertahan. Tangannya kesemutan setiap kali terjadi benturan senjata. Bahkan telapak tangannya mulai terkelupas. Namun begitu, sedikit pun dia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Pedangnya terus berkelebat memapak serangan.
"Hiiih!"
Trang! Kali ini golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti berkelebat lebih cepat. Dan ini membuat pedang di tangan laki-laki itu terlepas dari genggaman. Rompang Wiguna cepat melompat ke belakang untuk menghindar tebasan golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Bet! Set! Namun, Rangga bukannya menyambar dengan golok di tangannya, melainkan melepaskan satu tendangan keras ke arah dada. Cepat-cepat Rompang Wiguna melompat ke samping kanan. Sayang, saat itulah golok di tangan Rangga melesat.
Sret! "Uhhh...!"
Rompang Wiguna melompat ke atas untuk menghindari terjangan senjata itu. Namun, tak urung pahanya terserempet. Dia mengeluh terta-han. Dan sebelum menyadari sesuatu, Pendekar Rajawali Sakti telah menerjang lewat totokannya.
Tuk! Tuk! "Aaah...!"
Rompang Wiguna kontan jatuh terjerembab, tidak mampu bangkit. Seluruh tubuhnya terasa kaku untuk digerakkan.
"Kurang ajar! Jahanam licik, lepaskan totokan ini! Kalau benar jantan, maka kau tidak akan berbuat begini. Aku masih mampu bertarung denganmu sampai seribu jurus!" bentak Rompang Wiguna geram.
"Hm.... Kalau aku mau bisa kupecahkan kepa-lamu! Dan bila kau katakan mampu menandingiku sampai seribu jurus, kau tidak akan terbaring di sini. Kau hanya besar mulut!" sahut Rangga, mengejek.
Rompang Wiguna terus memaki-maki. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak mempedulikannya.
"Tolong ikat dia seperti yang lainnya!" seru Rangga pada Bidin.
Bidin bekerja cepat. Dibantu yang lain, mereka mengikat Rompang Wiguna.
"Sekarang apa yang kita lakukan?" tanya Bidin setelah menyelesaikan tugasnya.
"Menunggu Nyai Dukun Sirah...."
Bidin terdiam dengan wajah gelisah.
"Kenapa" Apakah kau ragu?"
"Rangga! Kau mungkin hebat. Tapi, Nyai Dukun Sirah tidak bisa dibuat main-main. Orang itu tak waras. Dan kau bisa celaka karena urusan ini...," ujar Bidin, lesu.
"Tidak usah khawatir. Mungkin saja dia hebat. Tapi segala kejahatan harus ditumpas. Dan keja-hatan itu ada di depan mataku. Meski harus mati. aku akan merasa puas," sahut Rangga mantap.
Bidin tersenyum kecut mendengar jawaban pemuda itu.
"Aku jadi merasa malu...," ujar Bidin lirih.
"Sudahlah"? Tidak perlu merasa begitu. Lebih baik kita kerjakan rencana selanjutnya!"
"Eh! Bila ingin agar Nyai Dukun Sirah ke sini, kenapa tidak mengutus salah seorang dari mereka saja?"
"Bagus! Akhirnya kau punya usul juga! Tapi. tidak perlu...."
"Kenapa?"
"Nyai Dukun Sirah akan kehilangan kedua orang anak buahnya. Maka dia akan menyusulnya ke sini," sahut Rangga enteng.


Pendekar Rajawali Sakti 153 Pemuas Nafsu Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apakah kau yakin?"
"Bukankah mereka begitu yakin kalau Nyai Dukun Sirah punya seribu mata dan telinga" Dia pasti akan mendengar. Dan mungkin juga melihat...," sahut Rangga, lalu beranjak ke beranda rumah iru.
Bidin mengikuti dari belakang.
"Lalu, apa rencanamu terhadap mereka?" tun-juk Bidin pada tawanan mereka.
"Panggil semua pemuda di desa ini, untuk bersiap mempertahankan desa. Kita akan meng-hadapi Nyai Dukun Sirah!"
"Lalu akan kita apakan mereka?"
"Apakah kau punya usul?"
"Entahlah. Yang jelas, mereka tidak akan kita biarkan berkeliaran..."
Bidin segera mengajak beberapa orang pemuda untuk membantu mempertahankan desa ini.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " 153. Pemuas Nafsu Iblis Bag. 7 dan 8 (Selesai)
28 ?"?"?"" 2014 ". " 8:06
7 ? Nyai Dukun Sirah duduk di singgasananya yang terbuat dari kursi kayu besar berukir indah sambil memegang sebuah tongkat yang ujungnya terdapat tengkorak kepala manusia. Beberapa buah lonceng kecil bergantung di bawah tengkorak itu. Sehingga bila tongkat itu bergerak-gerak, maka terdengar suara gemirincing.
Wajah wanita tua itu berkerut. Sesekali dia mendengus geram. Orang-orang yang berada di depannya tidak ada yang berani bersuara. Keba-nyakan dari mereka tertunduk, diam seribu bahasa.
Tolol! Goblok.! Apa kerja mereka di sana, he"!" umpat Nyai Dukun Sirah geram sambil me-ngetuk-ngetukkan tongkat ke lantai.
Sepasang mata wanita itu melotot garang. Sehingga urat-urat berwarna merah yang memenuhi biji matanya terlihat jelas.
"Laporkan padaku, apa yang kau peroleh?" tanya Nyai Dukun Sirah pada laki-laki setengah baya yang duduk bersimpuh di depan singgasananya.
?"Mereka menguasai dua desa dalam waktu singkat. Orang-orang kita ditawan dan tidak berdaya. Menurut laporan, mereka akan menyerang Desa Jembrang...."
"Kurang ajar...!" maki wanita tua itu kembali seraya menghentak hentakkan tongkatnya ke lantai. Matanya semakin mendelik garang. Hela napasnya terdengar kasar, menandakan hatinya yang amat gusar karena memendam amarah.
"Nyai" Desa Pandak yang telah dikuasai mereka merupakan jalan utama menuju kadipaten. Dan kini mereka telah bersatu. Kalau kita tidak cepat menggempur mereka, maka Desa Jembrang akan kembali mereka rebut. Apa yang harus kita lakukan sekarang...?" tanya laki-laki setengah baya yang bersimpuh di depannya itu.
"Huh! Jadi semua ini karena ulah pemuda itu"! Pendekar Rajawali Sakti" Chuih! Dia belum tahu kekuasaanku, he"!"
"Ki Gajah Metu dan Ki Rompang Wiguna tidak kembali. Kuat dugaan kami, mereka gagal menjalankan tugas. Nyai harus berbuat sesuatu untuk mengatasinya..."
"Tutup mulutmu, Gendar"! Sejak kapan kau berani mengajariku"! "
Laki-laki setengah baya bernama Gendar itulangsung menunduk, setelah tersentak kaget mendengar bentakan majikannya.
"Ampuni aku, Nyai..."
"Huh! Kau semakin kurang ajar saja! Seharus-nya kau kuhukum mati!"
"Ampun, Nyai...! Ampun...! Aku berjanji tidak akan berbuat seperti itu lagi...!" ratap Gendar seraya bersujud di depan kaki wanita tua itu.
"Masih untung jasamu banyak terhadapku. Sehingga, aku masih menyayangi jiwamu. Tapi sekali lagi kau berani mengguruiku tak ada ampun bagimu!"
"Aku berjanji, Nyai!" sahut Gendar cepat.
"Sudah, kembali ke tempatmu!" bentak wanita tua itu.
Gendar langsung beringsut mundur ke belakang, dan mengambil tempat duduk di barisan sebelah kiri.
"Kalian bertiga, ke sini!" tunjuk Nyai Dukun Sirah.
Tiga orang segera menuju ke depan. Setelah menjura hormat, mereka duduk bersila di depan Nyai Dukun Sirah. Seorang bersenjata tombak dan bertubuh gemuk. Namanya, Bogar Seta. Yang berada di tengah adalah wanita berusia kurang dari tiga puluh delapan tahun. Dia bernama Nyai Laning. Tubuhnya kurus dan kedua pipinya cekung. Di pinggangnya terselip dua buah kapak yang biasa dipergunakan untuk menebang kayu. Orang ketiga bernama Ki Semplung. Tubuhnya kurus senjatanya berupa cambuk. Usia mereka rata-rata tidak jauh berbeda.
"Kalian tahu, apa yang telah terjadi, bukan?" tanya Nyai Dukun Sirah.
"Tahu, Nyai!"
"Bagus! Pemuda bergelar Pendekar Rajawali Sakb itu telah menghinaku. Dia menginjak-injak mukaku! Pergilah! Dan, temui dia di Desa Dukuh Barus! Penggal kepalanya, lalu persembahkan padaku!" perintah Nyai Dukun Sirah dengan nada berang.
"Beres, Nyai! Itu urusan kecil!' Bogar Seta menunjukkan jari kelingkingnya.
"Bagus! Kau ingat kata-katamu, Bogar" Bila kau kembali dengan tangan hampa, maka kepalamu yang akan menggantikannya!"
"Huh! Segala anak bau kencur mau bertingkah! Tidak usah khawatir, Nyai. Tenangkan saja hatamu. Kami akan kembali membawa kepalanya! sahut Bogar Seta, kembali meyakinkan majikannya.
"Nah! Kalau begitu, pergilah kalian sekarang! Bawa anak buah secukupnya jika kalian berha-dapan dengan pasukan kadipaten!"
"Hm, kurasa hal itu tidak perlu. Kami masih mampu mengatasi mereka!' kali ini Ki Semplung yang menyahut.
"Benar, Nyai! Kami bertiga sudah cukup untuk mengatasi mereka!" tjmpal Nyai Laning.
"Aku percaya pada kalian. Pergilah sekarang!"
"Kami berangkat, Nyai!" ujar mereka serem-pak. Dan ketiganya segera beringsut, lalu berlalu dari ruangan ini.
? *** ? Seorang laki-laki gagah berpakaian panglima turun dari punggung kudanya. Memang setelah menerima laporan dari salah seorang penduduk Desa Dukuh Barus, Adipati Rapaksa memerintahkan panglimanya yang bernama Kertapati untuk menemui Pendekar Rajawali Sakti. Panglima yang dipercaya memimpin pasukan kadipaten ini memberi hormat, lalu duduk di dekat pemuda itu.
"Apa kabar, Panglima" Adakah sesuatu yang kau bawa untukku?"
"Kanjeng Adipati berkenan memenuhi keingin-anmu. Beliau senang sekali mendapat bantuan darimu. Makanya hari ini aku membawa pasukan untuk menyerbu desa-desa yang dikuasai anak buah Nyai Dukun Sirah... "
"Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan junjunganmu. Lalu berapa jumlah pasukan yang kau bawa saat ini?" ucap Rangga.
"Lima puluh orang, Rangga!"
"Hm" Jumlah anak buah Nyai Dukun Sirah sekitar dua puluh lima orang. Kurasa, kita bisa menyapu bersih mereka hari ini."
"Kami akan senang sekali jika kau bersedia ikut."
"Tentu! Aku akan ikut dengan kalian. Bahkan aku punya rencana lain."
"Rencana apa, Rangga?"
"Salah seorang mata-mata yang kukirim me-ngatakan, dua desa lainnya yang dikuasai anak buah Nyai Dukun Sirah, yaitu Desa Gelagah dan Desa Tandon, memiliki jumlah yang sama."
"Apakah kita akan merebut dua desa itu pula?"
"Desa Gelagah tidak begitu jauh dari Desa Jembrang yang juga telah dikuasai Nyai Dukun Sirah. Desa itu sangat penting, sebab merupakan jalan termudah dan terdekat menuju ibukota kerajaan. Desa itu harus dikuasai, meski bagaimanapun caranya!" tandas Rangga.
"Aku setuju!" sahut Panglima Kertapati ber-semangat.
"Rangga, aku ada pertanyaan...?" cetus Bidin.
"Ada apa, Sobat?"
"Apakah hal ini tidak terlalu berbahaya?"
"Maksudmu?"
"Kita menyerbu anak buah Nyai Dukun Sirah di desa lain. Dan sementara kita pergi, mereka akan datang lalu menguasai Desa Dukuh Barus ini!"
Namun sebelum Rangga menjawab, mendadak salah seorang penduduk desa yang berjaga-jaga di halaman depan masuk dengan napas memburu.
"Rangga, salah seorang penduduk yang berjaga-jaga di atas pohon tinggi memberitahukan kalau kita akan kedatangan tamu," lapor orang itu setelah menjura hormat.
"Apakah mereka anak buah Nyai Dukun Si rah?"
"Mungkin."
"Berapa jumlah mereka?"
"Tiga orang."
"Tiga orang?"
Panglima Kertapati tampak bingung mende-ngar berita itu.
"Apakah mereka tidak jadi menyerbu kita" Atau, Nyai Dukun Sirah menganggap sepele?" lanjut Bidin dengan wajah tak percaya.
"Nyai Dukun Sirah mungkin tidak menganggap sepele. Bahkan menganggap tinggi terhadap kita...," sahut Rangga disertai senyum kecil.
"Maksudmu...?" tanya Bidin dan Panglima Kertapati, nyaris bersamaan.
"Setelah kehilangan dua orang kepercayaan-nya, maka sudah barang tentu dia marah besar. Sehingga sampai mengirim tiga orang ini."
"Apakah kau beranggapan kalau mereka orang kepercayaan Nyai Dukun Sirah?" tanya Bidin.
'Tentu saja. Tidak mungkin Nyai Dukun Sirah mengirim utusan yang memiliki kepandaian rendah dari dua orang yang terdahulu," sahut Rangga enteng.
"Tapi, kenapa tidak dia saja yang datang sendiri?" tanya Bidin lagi.
"Entahlah. Mungkin wanita itu punya rencana lain. Sebaiknya, kita keluar. Sebab, tidak baik membiarkan tamu menunggu lebih lama," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
Setelah berkata begitu, mereka segera meng-ikuti Pendekar Rajawali Sakti yang beranjak ke beranda depan.
Apa yang dikatakan si pelapor tadi memangbenar. Dari kejauhan, terlihat tiga orang penung-gang kuda yang melarikan tunggangannya dengan kecepatan tinggi. Sehingga, terlihat debu mengepul ke udara.
Rangga melangkah beberapa tindak ke hala-man depan, diikuti Bidin serta Panglima Kertapati dan beberapa pemuda desa ini yang selalu men-dampingi.
Ketiga penunggang kuda itu berhenti pada jarak tujuh langkah. Sama sekali mereka tidak bermaksud turun dari punggung kudanya.
'Siapa di antara kalian yang bernama Pendekar Rajawali Sakti?" tanya salah seorang yang berada di tengah.
Rangga memperhatikan seorang wanita yang barusan bicara sesaat. Wanita ini tampak angkuh dan betul-betul menganggap sepi kehadiran mereka di sini. Padahal, di halaman depan ini telah berkumpul lima puluh orang prajurit kadipaten dengan senjata lengkap.
"Akulah orangnya. Siapa kalian?" sahut Pendekar Rajawali Sakti.
"Orang menyebutku Nyai Laning. Dan di se-belah kananku, Bogar Seta. Sementara di sebelah kiriku, Ki Semplung. Kuperintahkan atas nama Nyai Dukun Sirah, agar kalian menyerah! Jangan sampai kami menggunakan kekerasan!"
"Kurang ajar! Perempuan lancang! Apa hakmu bicara seperti itu"!" bentak Panglima Kertapati, geram.
'Tenanglah, Panglima. Biar kuselesaikan urus-an ini...," ujar Rangga menahan kemarahan panglima kadipaten ini.
? *** ? Panglima Kertapati bersungut-sungut kesal mendengar kata-kata Nyai Laning yang angkuh dan takabur. Kalau saja Pendekar Rajawali Sakti tidak mencegahnya, ingin rasanya dia merobek mulut wanita itu.
"Nyai Laning. Permintaanmu terlalu gegabah. Dan kami sekali sekali tidak bermaksud menyerah. Sebaliknya, kaulah yang harus sadar kalau Nyai Dukun Sirah bukanlah orang baik-baik. Dia dan semua pengikutnya telah menindas rakyat. Bahkan telah menimbulkan kekacauan di daerah ini. Orang sepertinya sudah patut mendapat hukuman...," sahut Rangga tenang.
"Kurang ajar! Pemuda lancang! Jangan sok mengguruiku! Kau kira, siapa dirimu berani bicara seperti itu"!" geram Nyai Laning.
"Nisanak! Aku hanya memberi kesempatan sekali. Dan sekarang, masih ada kesempatan untuk bertobat," sahut Pendekar Rajawali Sakti, enteng.
"Setan! Tutup mulutmu...!" bentak Nyai La-ning.
Begitu selesai berkata begitu, Nyai Laning melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaa!"
"Mundur...!" teriak Rangga pada orang-orang di belakangnya.
Seketika Pendekar Rajawali Sakti berkelebat, memapak serangan Nyai Laning.
Plak! Plak! Wuuut! Tendangan Nyai Laning berhasil ditepis Rangga dengan tangan kiri. Namun, wanita itu langsung menyodok kepala lewat kepalan tangan kirinya. Rangga sedikit menunduk, sehingga pukulan itu hanya mengenai tempat kosong.
Pada saat yang bersamaan, Nyai Laning menghantam Rangga dengan pukulan bertenaga kuat dalam jarak yang amat dekat. Namun, Pendekar Rajawali Sakti telah menduga. Buru-buru tubuhnya berkelebat ke samping. Dan seketika itu pula dikerahkannya jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega' untuk balas mendesak.
"Yaaat...!"
Bet! Bet! "Uhhh...!"
Untuk sesaat Nyai Laning terlihat kewalahan menghindari serangan-serangan gencar Pendekar Rajawali Sakti yang seperti melayang di udara. Nyai Laning berkelit mati-matian sambil mendengus geram. Dia melompat ke belakang untuk menyiapkan jurus baru. Namun, Rangga tidak memberi kesempatan dan terus mengejar dengan kakinya yang terus mengibas.
Wanita itu kalah sigap. Cepat tubuhnya berkelit ke samping, seraya menangkap kaki Pendekar Rajawali Sakti. Dan seketika itu pula, disentaknya kaki Pendekar Rajawali Sakti.
"Hiiih!"
Pada saat Rangga mengikuti sentakan itu, Nyai Laning mengejar sambil menghantam lewat keprukan tangannya yang bertenaga dalam tinggi. Sasarannya, batok kepala pemuda itu.
Cepat bagai kilat, Pendekar Rajawali Sakti berkelit ke kanan. Langsung ditangkisnya keprukan itu.
Plak! Belum sempat Nyai Laning berbuat sesuatu, cepat sekali tangan Rangga bergulir ke bawah. Langsung dihantamnya perut wanita itu.
Des! "Aaakh...!"
Nyai Laning memekik keras. Tubuhnya terhu-yung-huyung ke belakang sambil mendekap perutnya yang terasa mau meledak.
"Jahanam...!" maki wanita itu geram.
Nyai Laning melotot garang. Wajahnya tampak berkerut menyeramkan. Langsung sepasang kapak yang terselip di pinggangnya dicabut.
"Minggir! Aku masih mampu meladeni keparat ini!" bentak Nyai Laning garang ketika kedua ka-wannya melompat dari punggung kuda dan bermaksud membantu.
"Tapi, Nyai..."
"Minggir kataku! Huh! Menghadapi kunyuk ini aku masih belum memerlukan bantuan!" potong Nyai Laning, membentak kedua kawannya yang bernama Bogar Seta dan Ki Semplung diam saja. Sementara Nyai Laning mendengus geram, lalu membuka jurus baru. Sedangkan Rangga telah bersiap menyambut serangan.
"Hiiih!"
Kapak di tangan wanita itu berkelebat cepat, dibarengi tenaga dalam kuat. Rangga merasakan bahwa serangan itu sungguh hebat. Mau tak mau Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa menganggap enteng. Maka tubuhnya cepat melejit ke atas. Se-telah berputaran beberapa kali, tubuhnya kembali menerjang dengan menggunakan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa', sebelum Nyai Laning menyerang kembali.
"Yeaaat!"
Bet! Nyai Laning menyambut serangan dengan sa-betan kedua kapaknya. Namun mendadak tubuh Pendekar Rajawali Sakti menarik serangannya. Tubuhnya langsung meliuk-liuk menghindari sabetan kapak. Bahkan Pendekar Rajawali Sakti balas menyerang secara tidak terduga, lewat sepakan kaki. Dan ini membuat Nyai Laning sampai kalang kabut, menghindarinya.
Nyai Laning cepat mengibaskan kapaknya. Namun Pendekar Rajawali Sakti tiba-tiba saja berkelebat cepat, langsung menyambar ke arah tengkuk. Wanita itu mencoba menghindar, namun terlambat. Dan...
Tuk! "Akh...!"
Totokan Rangga mendarat telak di tengkuk Nyai Laning. Bukan main terkejutnya wanita itu, ketika merasakan lengan kirinya kaku dan sulit di gerakkan. Dia bermaksud menghajar dengan tangan yang sebelah lagi. Namun sebelum dilakukan, Pendekar Rajawali Sakti telah kembali menyelinap dari bawah, langsung melepaskan totokan ke arah dada kanan.
Seketika itu pula, tubuh Nyai Laning melorot ambruk ke tanah.
"Kurang ajar! Apa yang kau lakukan, Keparat"! Kubunuh kau...!" teriak wanita itu memaki, berusaha melepaskan diri dari totokan.
"Bangsat pengecut! Ternyata nyalimu rendah! Kau hanya mampu memperdaya tanpa berani melawannya habis-habisan. Kali ini biar aku yang akan meremukkannya!" teriak Ki Semplung bernada geram.
Tepat ketika Ki Semplung dan Bogar Seta melompat bersamaan, Bidin dan Panglima Kertapati juga bermaksud membantu Rangga. Namun Pendekar Rajawali Sakti memberi isyarat agar mereka tetap di tempat.
"Aku masih mampu menghadapi mereka..."
"Ya! Kau masih mampu menunggu ajalmu saat ini!" dengus Bogar Seta sambil memainkan ujungtombaknya yang bergerak menyapu tubuh Rangga. Pendekar Rajawali Sakti berkelit lincah, menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'.
Ctar! "Heh"!"
Pendekar Rajawali Sakti sempat terkejut, begitu Ki Semplung mengeluarkan senjatanya. Sebuah pecut yang suaranya cukup keras. Malah nyaris saja, pecut itu menyambar wajahnya. kalau tidak sempat mengegoskan kepala.
"Sial!" desis Rangga geram.
Cambuk Ki Semplung kembali menjilat ang-kasa, mengancam perut Rangga. Buru-buru Pen-dekar Rajawali Sakti menjatuhkan diri. Baru saja Rangga bangkit berdiri, Bogar Seta telah melan-carkan serangan dahsyat. Permainan tongkatnya semakin cepat, pertanda tengah mengerahkan seluruh kemampuan.
Untuk beberapa saat terlihat kalau Pendekar Rajawali Sakti hanya mampu menghindar dari se-tiap serangan. Dan itu membuat kedua lawannya semakin bersemangat mendesaknya habis-habisan. Tombak di tangan Bogar Seta serta cambuk dalam genggaman Ki Semplung terus mengincar kelemahan Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaat...!"
Rangga melompat ke belakang. Dan ketika la-wan-lawannya bermaksud mengejar, dilepaskannya 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Seketika selarik cahaya merah meluruk cepat ke arah kedua anak buah Nyai Dukun Sirah. Mereka terkejut. Bogar Seta dan Ki Semplung kalang kabut melompat, menghindari hantaman pukulan jarak jauh pemuda itu. Dan pada saat itu pula, Rangga mendesak salah seorang dari mereka. Dan pilihannya jatuh pada Bogar Seta.
"Yaaat...!"
? *** ? 8 ? Bogar Seta terkejut melihat serangan Pendekar Rajawali Sakti yang mendadak dan cepat bukan main. Tombaknya masih sempat dikibaskan untuk menghalau kedatangan Rangga.
Wuuut! "Uts!"
Tapi Rangga cepat membungkuk dengan kedua kaki melebar, rata dengan tanah. Lalu dengan bertumpu pada kedua telapak tangan yang menempel tanah, dia melompat. Langsung dilepaskannya satu tendangan ke dada.
Bogar Seta cepat melompat ke belakang. Se-mentara, Pendekar Rajawali Sakti cepat berdiri, langsung menangkap senjata laki-laki itu.
"Heup!"
Rangga menarik dengan keras. Sedangkan Bogar Seta berusaha mempertahankannya. Tarik- menarik di antara mereka tidak berlangsung lama, ketika cambuk Ki Semplung melecut ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaa!"
Rangga melipatgandakan tenaga dalamnya. Akibatnya, tubuh Bogar Seta terangkat ke atas, bahkan langsung dijadikan sasaran ujung cambuk Ki Semplung.
Ctar! "Aaa...!"
Bogar Seta kontan memekik keras. Pung-gungnya seketika tersengat senjata kawannya sendiri.
"Ohhh...! Bogar Seta...!"
Ki Semplung terkejut. Buru-buru dihampirinya Bogar Seta dan berjongkok di sisinya.
Sementara Bogar Seta tampak menggelepar dengan wajah berkerut menahan sakit. Matanya melotot lebar. Punggungnya robek. Darah tampak menggenang di tanah. Setelah meregang nyawa, orang itu tewas beberapa saat kemudian.
"Bogar, maafkan. Aku..., aku tidak bermaksud begini"," ratap Ki Semplung.
Ki Semplung menunduk sedih, merasa bersa-lah. Untuk beberapa saat tak ada yang bisa dila-kukannya, selain berdiam diri. Namun mendadak, tubuhnya bangkit. Dipandangnya Pendekar Rajawali Sakti dengan tatapan garang.
"Kau telah membunuh kawanku! Aku akanmerencah kepalamu, Keparat Busuk!" dengus Ki Semplung geram.
"Heaaa!"
Begitu selesai dengan kata-katanya, Ki Semplung melecutkan cambuknya.
Ctar! Kemudian laki-laki itu melompat, menerjang Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts!"
Rangga melompat ke atas sambil menggeng-gam tombak Bogar Seta yang tadi berhasil diram-pasnya. Tidak dipedulikannya lagi amarah Ki Semplung yang meluap-luap. Tombak di tangannya menyambar Ki Semplung yang coba mendekat.
Wuk! Ki Semplung agaknya menyadari kalau tenaga dalam pemuda itu berada di atasnya. Sehingga dia tidak berani sembarangan melecutkan cambuk. Dan bila cambuknya berhasil ditangkis dan dililit kuat, maka Pendekar Rajawali Sakti akan menyentaknya kuat-kuat.
Tapi, Rangga bukannya tidak bisa membaca siasat Ki Semplung. Dalam kemarahannya yang meluap, tentu Ki Semplung akan membabi-buta menyerangnya dengan senjata cambuk. Namun, ternyata Ki Semplung seperti berusaha menghindari benturan kedua senjata.
Pendekar Rajawali Sakti tidak mau memberi hati. Tombak di tangannya diputar laksana baling-baling, untuk menyerang dahsyat. Meski Ki Semplung berusaha menghindar dan sesekali balas menyerang, tetap saja tidak berkutik. Tombak di tangan Pendekar Rajawali Sakti selain untuk menyerang, juga sebagai tameng.
Bet! Bet! "Uhhh"!"
Ki Semplung pontang-panting menyelamatkan diri. Dan dia berusaha menghantam dengan pukulan jarak jauh. Namun, Pendekar Rajawali Sakti mampu menghindar dengan mudah. Bahkan ujung tombaknya selalu mengincar setiap saat. Dan saat Ki Semplung tidak mampu lagi menghindar, cambuk di tangannya melecut untuk membalas serangan.
Rrrt! Seperti yang diduga, Pendekar Rajawali Sakti menangkis dengan tombak. Sehingga cambuk itu melilit erat. Seketika Pendekar Rajawali Sakti me-nyentaknya.
Plas! Ki Semplung tidak mau bertindak gegabah. Dilepaskannya cambuknya. Dan segera dihantamnya pemuda itu dengan pukulan jarak jauh disertai pengerahan seluruh tenaga dalam tingkat tinggi.
"Heaaa...!"
"Uts!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat bagai kilat melompat menghindar, membuat pukulan Ki Semplung luput. Pada saat berada di udara Rangga cepat menangkap gagang cambuk yang melayang.
Tap! Belum sempat Ki Semplung memperbaiki ku-da-kudanya, Pendekar Rajawali Sakti telah mengebutkan cambuk yang berhasil dirampas ke arah dada.
Ctar! "Aaakh...!"
Ki Semplung memekik keras begitu ujung cambuk menyengat dadanya. Tubuhnya terlempar ke belakang. Bajunya robek. Dan di dadanya terlihat menghitam bekas cambukan.
Pendekar Rajawali Sakti sengaja tidak melukai lawannya. Dan dengan tenang, dihampirinya Ki Semplung yang tidak berani bangkit.
"Ikat dia! Dan, satukan dengan yang lain!" ujar Rangga dingin.
Serentak Bidin dan para pemuda lainnya melompat. Mereka langsung mengikat Ki Semplung yang tanpa melakukan perlawanan berarti. Namun baru saja Ki Semplung selesai diikat, mendadak terlihat berkelebat satu sosok bayangan memasuki halaman depan ini.
? *** ? Tahu-tahu. di halaman telah berdiri seorang wanita tua. Tangannya memegang sebatang tong-kat yang ujungnya tertancap tengkorak kepala manusia. Dan di bawah tengkorak, bergantung beberapa buah lonceng kecil yang berbunyi dengan nada beraturan.
"Nyai Dukun Sirah"!" seru Ki Semplung dan Nyai Laning, hampir bersamaan.
"Celakalah kalian! Hiih!"
Raut wajah wanita tua yang ternyata Nyai Dukun Sirah seketika berubah menggiriskan. Dan tiba-tiba dia mendengus sinis, sambil mengacung-kan tongkat di tangannya. Dari lobang biji mata tengkorak kepala manusia itu mendesir angin halus. Dan tahu-tahu ...
Cras! Crasss! "Aaa..."
Nyai Laning dan Ki Semplung kontan memekik setinggi langit, begitu desir angin halus menghantam mereka. Keduanya terjengkang dan tewas seketika dengan tubuh membiru. Pada leher mereka tertancap beberapa batang jarum yang amat halus bagai buluh bambu.
Perbuatan Nyai Dukun Sirah membuat yang lain terkejut. Namun, kematian dua orang itu sama sekali tidak menimbulkan penyesalan sedikit pun di wajahnya yang semakin bengis. Terlebih lagi ketika memandang kepada Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm.... Jadi kau Pendekar Rajawali Sakti...?" tanya Nyai Dukun Sirah, dingin.
"Betul," sahut Rangga seraya berkacak ping-gang.
"Kau tahu" Aku Nyai Dukun Sirah! Tempat ini telah kukepung. Maka lebih baik suruh kawan-kawanmu menyerah. Dan, bebaskan anak buahku yang kalian tawan!" ujar wanita tua itu lantang.
Begitu selesai berkata-kata, seketika itu pula bermunculan anak buah Nyai Dukun Sirah dari segala penjuru mengepung tempat ini. Jumlah mereka sekitar seratus orang, siap dengan senjata di tangan.
Melihat kemunculan mereka, maka semua yang berada di sini terkejut Sebagian dari mereka tampak ciut. Namun, Pendekar Rajawali Sakti kelihatan tenang-tenang saja.
"Nyai Dukun Sirah! Kau bermaksud mengan-camku dengan menunjukkan kecoa-kecoa ini" Huh! Jangan harap! Sebaiknya, kaulah yang parut menyerah. Dosamu telah lewat takaran, Nyai!"
"Bocah keparat! Kau kira tengah bicara dengan siapa"! Huh! Akan kupecahkan batok kepalamu!" dengus Nyai Dukun Sirah.
Serentak Nyai Dukun Sirah memberi isyarat. Maka semua anak buahnya langsung berlompatan hendak menyerang. Tapi mendadak...
"Suiiit...!"
Rangga bersuit nyaring bernada aneh. Seketika anak buah wanita tua itu menghentikan serangan, memandang aneh pada Rangga.
Kragkh! Semua orang yang berada di tempat ini makin terkejut, ketika tiba-tiba terdengar suara aneh yang keras menggelegar membelah angkasa. Belum sempat keterkejutan mereka hilang, mendadak terasa angin kencang laksana badai topan. Sementara dari angkasa terlihat bayangan hitam besar. Dan ketika mereka memandang ke atas, makin lengkaplah keterkejutan mereka.
"Heh"! Apa itu"! Rajawali raksasa...!"
"Rajawah raksasa...!" timpal yang lain.
"Serang mereka, Putih!" ujar Pendekar Rajawali Sakti sambil menunjuk ke arah anak buah Nyai Dukun Sirah.
"Khragkh...!" sahut rajawali raksasa berbulu putih keperakan itu, seperti mengerti kata-kata Rangga.
Burung rajawali berukuran raksasa yang baru muncul langsung menyambar anak buah Nyai Dukun Sirah. Seketika barisan mereka jadi kocar-kacir. Beberapa orang berusaha melawan, namun kandas dan terhempas dihalau sayap Rajawali Putih. Bahkan banyak yang lari ketakutan.
Semula Bidin, Panglima Kertapati, dan yang lain-lain merasa gentar. Namun belakangan mereka baru menyadari kalau kedatangan hewan raksasa itu berada di pihak mereka. Terbuka burung itu hanya menyerang anak buah Nyai Dukun Sirah. Maka melihat itu, keberanian mereka muncul. Dan dengan dipimpin Panglima Kertapati, mereka bergerak menyerang anak buah Nyai Dukun Sirah dengan semangat menyala-nyala.
"Yeaaat...!"
Sementara itu, sepak terjang Rajawali Putih amat dahsyat. Tak heran kalau dalam waktu sing-kat, burung raksasa itu mampu menimbulkan korban yang cukup banyak. Dan hal ini membuat Nyai Dukun Sirah geram bukan main.
"Binatang sial! Kau boleh mampus sekarang!" desis wanita tua itu garang seraya mengacungkan tongkat ke arah Rajawali Putih.
Seketika dari mata tengkorak di tongkat Nyai Dukun Sirah. mendesir angin halus bersama benda kecil berkilatan ke arah Rajawali Putih.
"Khraaagkh? !"
Rajawali Putih berteriak nyaring. Sebelah sa-yapnya langsung mengebut jarum-jarum beracun yang dilepaskan Nyai Dukun Sirah. Dan wanita tua itu jadi kalang kabut, ketika jarum-jarum beracunnya, malah berbalik menyerangnya. Bahkan ada yang menyerang beberapa anak buahnya yang berada di tempat ini.


Pendekar Rajawali Sakti 153 Pemuas Nafsu Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Uts! Setan...!"
"Aaa...!"
Nyai Dukun Sirah menghindar. Namun anak buahnya yang terkena jarum beracun tewas seketika dengan tubuh kejang berwarna biru.
"Binatang terkutuk! Rasakan pembalas-anku...!" desis wanita itu geram.
Nyai Dukun Sirah mengerahkan seluruh keku-atannya. Dan dia bersiap menghantam dengan pukulan maut yang amat diandalkannya. Apalagi disadari kalau burung rajawali amat istimewa dan bertenaga kuat. Maka dia tidak mau bertindak setengah-setengah untuk menghabisinya.
Namun sebelum hal itu terjadi...
"Nyai Dukun Sirah! Akulah lawanmu"!"
? *** ? Nyai Dukun Sirah segera melompat ke arah datangnya suara. Dan wajahnya menggiriskan de-ngan maia melotot lebar ke arah Pendekar Rajawali Sakti yang tadi berteriak keras.
"Kalau begitu kau boleh mampus lebih dulu!" desis Nyai Dukun Sirah garang seraya menyo-rongkan telapak tangan kirinya ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Bersamaan dengan itu, melesat selarik cahaya kehitaman yang berbau busuk menimbulkan hawa pengap di sekitarnya.
"Hup! Yeaaa...!"
Rangga melenting tinggi ke atas. Begitu berada di udara, tangannya menghentak ke depan.
"Aji 'Bayu Bajra'!" teriak Pendekar Rajawali Sakti.
Wueeerrr...! Saat itu pula serangkum angin kencang laksana badai topan menderu dahsyat menyerang wanita itu. Nyai Dukun Sirah berusaha bertahan. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak berhenti sampai di situ. Tubuhnya terus berkelebat bagai kilat sambil mencabut pedangnya.
Sring! "Heaaat...!"
Nyai Dukun Sirah terkesiap. Dia tidak mau mengikuti gerakan Pendekar Rajawali Sakti yang cepat bagai kilat. Bahkan yang dilihatnya hanya sekelebatan cahaya biru yang bergerak cepat menyambarnya. Dengan sebisanya, dia berusaha menangkis dengan tongkatnya.
Tes! Betapa terkejutnya Nyai Dukun Sirah melihat tongkatnya putus jadi dua bagian. Dan belum sempat dia berbuat apa apa, pedang Pendekar Rajawali Sakti telah kembali berkelebat ke perutnya.
Cras! "Aaakh...!"
Nyai Dukun Sirah memekik setinggi langit begitu perutnya tersambar pedang Pendekar Ra-jawali Sakti. Tubuhnya kontan ambruk dan ber-gulingan untuk beberapa saat. Kemudian dia diam tidak berkutik dengan darah membajiri bumi. Sebelah tangannya masih memegang tongkatnya yang patah.
Trek! Rangga menyarungkan Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Dihampirinya mayat wanita tua itu. Ada sesuatu di wajah Nyai Dukun Sirah yang menarik perhatiannya. Kulitnya terkelupas. Agak tebal, namun lentur. Rangga mengamatinya dengan seksama, lalu memungutnya.
Sementara itu, pertarungan yang lain berjalan singkat. Anak buah Nyai Dukun Sirah menyerah, setelah mengetahui pimpinan mereka tewas. Sebagian mati dalam pertempuran. Sedangkan yang lain kabur, ketika Rajawali Putih datang.
"Mereka menyerah! Kita menang...!" seru Bidin gembira, melaporkan hal itu pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm, syukurlah..." sahut Rangga seraya mem-perhatikan keadaan sekelilingnya.
Pendekar Rajawali Sakti melambaikan tangan, saat Rajawali Putih membubung tinggi menembus mega.
"Apa itu?" tanya Bidin melirik benda dalam-genggaman Pendekar Rajawali Sakti.
"Topeng...."
"Topeng siapa?"
Pendekar Rajawali Sakti tidak menjawab. Diberikannya topeng itu pada Bidin, yang mengamatinya dengan seksama.
"Nyai Dukun Sirah"? desis Bidin kaget.
Bidin segera memeriksa wajah Nyai Dukun Sirah yang tergeletak tak berdaya, kemudian memandang Pendekar Rajawali Sakti dengan mulut ternganga.
"Apa artinya semua ini, Rangga" Nyai Dukun Sirah ternyata seorang laki-laki"!"
"Agaknya begitu, Sobat." sahut Rangga lirih.
"Apa maksudnya?" Apa maksudnya?"" gu-man Bidin berkali-kali, seraya menggengam topeng itu. Dipandangnya jasad Nyai Dukun Sirah.
"Kita tidak tahu. Mungkin Nyai Dukun Sirah punya alasan sendiri. Sobat...," desah Rangga pelan.
Bidin terdiam. Agak lama dia seperti memikirkan sesuatu, kemudian berdiri lesu. Diamatinya topeng Nyai Dukun Sirah agak lama.
"Marni..."
"Adakah hasil yang kau peroleh dari mereka...?" tanya Rangga.
Bidin menggeleng lesu.
"Mereka tidak tahu soal Marni. Bahkan setelah kupaksa, mereka tetap menjawab hal yang sama. Hanya saja..."
Bidin terdiam sambil menggeleng lesu. Wajah-nya tampak semakin muram.
"Ada apa, Sobat?"
"Mereka mengatakan kalau Nyai Dukun Sirah selalu membutuhkan wanita setiap hari. Entah untuk apa. Tapi, setiap wanita yang dibawa ke ka-marnya tidak pernah kelihatan lagi...," lanjut Bidin.
Rangga mengangguk. Dan Bidin masih terdiam lagi. Keduanya seperti memikirkan hal yang sama. Tabahkan hatimu Sobat..." ujar Rangga lemah, seraya menepuk-nepuk pundak kawan ba-runya.
Bidin mengangguk lesu.
Aku tidak tahu harus berbuat apa. Tapi setelah mengetahui siapa sesungguhnya Nyai Dukun Sirah, maka berat dugaanku kalau Marni telah menjadi korban pemuas nafsu iblisnya. Keparat!" maki Bidin geram.
Sementara itu, Rangga bersuit pelan. Tak lama, kuda berbulu hitam yang tadi berada di kandang, berlari kecil menghampirinya.
"Sobat, aku pergi dulu"," ujar Pendekar Rajawali Sakti pada Bidin sebelum melompat ke punggung kuda bernama Dewa Bayu.
Bidin mengangguk lemah.
"Terima kasih segala bantuan yang kau beri-kan, Rangga...."
"Sama-sama. Aku pun berterima kasih padamu...."
Pada saat itu, Panglima Kertapati mendekati-nya dengan wajah gembira.
"Rangga, kita berhasil melumpuhkan mereka! Semua ini tidak terlepas dari jasamu. Kanjeng Adipati akan senang sekali bila kau sudi berkunjung ke tempatnya."
"Terima kasih. Sampaikan saja salamku untuk beliau. Dan, sampaikan pula maafku, karena aku tidak bisa berkunjung ke tempatnya."
"Ah! Sayang sekali. Beliau tentu akan sangat kecewa..."
"Mudah-mudahan bila ada umur panjang, aku akan berkunjung ke sana "
"Rangga... Aku atas nama beliau, akan selalu menanti. Rakyat di negeri ini sangat berterima kasih atas segala bantuan yang kau berikan," kata Panglima Kertapati.
"Jangan berkata begitu. Kita melakukannya bersama-sama. Dan bila tanpa bantuan kalian, aku juga tidak bisa meringkus mereka," sahut Rangga, merendah.
"Ah! Rangga, bisa saja kau merendah. Tapi, ada hal yang membuat kami penasaran. Dari mana datangnya rajawali raksasa. Dan siapa pemiliknya?" tanya Panglima Kertapati.
"Rajawali raksasa" Ah, iya! Dari mana datangnya" Dan, siapa pemiliknya" Apakah kalian pernah melihat burung itu sebelumnya" sahut Rangga berlagak pilon.
"Tidak! Kami belum pernah melihat burung itu sebelumnya. Hm, tapi aku curiga!"
Panglima Kertapati tersenyum-senyum dikulum.
"Curiga bagaimana?"
"Kau tadi bersuit. Dan rajawali itu lalu datang. Maka...
Rangga tertawa kecil.
"Jadi kau menduga kalau rajawali itu milikku" Itu hanya kebetulan. Sebab, saat bersuit tadi, aku berharap mereka terkejut. Lalu, dengan mudah kita menyerang. Dan ternyata, siasat itu berhasil. Tapi, aku sama sekali tidak menduga, ternyata datang bala bantuan. Entahlah" Aku sendiri masih bingung. Tapi, saat ini aku ada urusan penting yang harus kuselesaikan. Hm... Jika ada waktu, tentu saja aku senang sekali bisa menyelidiki siapa pemilik burung itu...," sahut Pendekar Rajawali.
Rangga segera mohon diri, dan berlalu dari tempat ini. Kudanya digebah kencang. Mereka ha-nya mampu memandang dengan wajah kagum.
Sedang Panglima Kertapati masih termangu, mencerna jawaban Pendekar Rajawali Sakti. Be-narkah yang dikatakannya tadi" Panglima kadipaten itu hanya bisa menghela napas panjang.
? ? SELESAI ? ? Scan by Clickers
Edited by Lovely Peace
Pdf by Abu Keisel
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
Pendekar Rajawali Sakti
?"?"?"" Pendekar Rajawali Sakti
? 2017 Pedang Langit Dan Golok Naga 38 Pendekar Asmara Tangan Iblis Karya Lovely Dear 3 Kehidupan 3 Dunia 1

Cari Blog Ini