Ceritasilat Novel Online

Ratu Wajah Maya 2

Pendekar Rajawali Sakti 156 Ratu Wajah Maya Bagian 2


"Hup!"
"Hih! Kau rasakan ini...!" dengus si kakek terus mengejar.
Wut! Bet! Tubuh Pendekar Rajawali Sakti berputar ke kiri menghindari kebutan ranting. Sementara, si kakek terus mengejarnya dengan kepandaiannya ini menggunakan ranting.
Ranting itu kelihatan remeh dan sembarangan saja. Namun di tangan si kakek, berubah menjad5 senjata dahsyat yang tidak bisa dipandang enteng. Padahal, besarnya hanya sekelingking. Bahkan kelihatan rapuh. Rangga telah merasakannya tadi ketika ranting itu menggebuk punggungnya.
Adapun hal lain yang membuat Pendekar Rajawali Sakti tidak habis pikir dan sekaligus kesal adalah, ternyata kakek itu memiliki kepandaian yang mirip betul dengannya. Ketika Rangga menggunakan jurus "Sembilan Langkah Ajaib" untuk menghindari serangan, kakek ini malah menyerangnya dengan jurus yang mirip "Sayap Rajawali Membelah Mega". Begitu mirip sehingga sulit dibedakan. Dan cara memainkannya pun sama seperti bila Rangga memainkan.
"He he he...! Apakah hanya segini kemampuanmu, Bocah Tolol" Melompat ke sana kemari seperti kunyuk"!" ejek si kakek sembari terkekeh-kekeh.
"Orang tua! Agaknya kau sengaja mempermainkanku! Apa yang kau inginkan dariku sebenarnya?" tanya Rangga, agak membentak
"Dasar kunyuk tolol! Kau telah tahu, tapi masih bertanya juga. Apa gunanya orang sepertimu hidup di dunia ini" Lebih baik kau mampus saja!" bentak si kakek, mendengus geram.
"Aku tidak percaya kalau urusannya hanya sekecil itu...?"
"Mau percaya atau tidak, bukan urusanku! Urusanku saat ini adalah, mengemplang kepalamu!"
"Tidak semudah apa yang kau kira, Orang Tua. Jangan membuatku kesal dan bertindak kasar."
"Huh, Bocah Sombong! Kau kira bisa berbuat apa terhadapku" Dengan kepandaianmu yang hanya seujung kuku, kau tidak lebih dari seekor kunyuk tolol yang menari-nari di depanku!"
"Sial!" dengus Rangga semakin geram melihat ulah orang tua ini.
Orang tua itu tidak mempedulikannya. Dia terkekeh, lalu kembali melompat menyerang. Kali ini, serangannya terasa berat dan bersungguh-sungguh seperti hendak menghabisi secepatnya.
"Uhhh...!"
Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang. Dan segera mencabut pedangnya untuk mengimbangi serangan.
Srang...! "Yeaaa...!"
Baru saja pedang Rangga keluar dari warangka, ranting itu telah menyambar pergelangan tangan.
Trak! Rangga terkejut. Tangannya bergetar hebat dan bukan main sakitnya. Bahkan pedangnya sampai terpental. Belum lagi sempat disadari apa yang terjadi, kembali senjata ranting itu menghantam perut dan kaki belakangnya berturut-turut dalam waktu singkat
Prat! Par! "Aaakh...!"
*** Pendekar Rajawali Sakti mendekap perut, dan jatuh terduduk persis di depan kakek itu.
"He he he...! Kini kau bisa lihat, bukan" Aku mampu melakukan apa saja yang kuinginkan. Apalagi dari kunyuk tolol sepertimu!" ujarnya seraya terkekeh lebar.
Wajah Pendekar Rajawali Sakti meringis kecil. Bisa saja selangkangan kakek ini dihantamnya dalam keadaan seperti ini. Namun tindakan itu tidak ksatria, dan hanya pantas dilakukan orang-orang pengecut. Sehingga sambil menanggung perasaan kesal dan geram, Rangga diam saja tidak berusaha beranjak berdiri.
"Orang tua! Kau boleh merasa menang. Tapi tetap saja kau tidak bisa memaksaku untuk berlutut!" dengus pemuda itu sinis.
"Kenapa tidak" Coba lihat!"
Orang tua itu memajukan kaki. Namun dengan sigap, Rangga menangkisnya. Juga saat kaki kakek itu bergerak lincah menyambar-nyambar muka dan dadanya.
Plak! Tak! "Hiiih!"
Kini Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang. Namun orang tua itu mengejar sambil mengayunkan tongkat Tubuhnya berputar dengan kedua kaki terbuka lebar. Lalu dia melakukan tendangan beruntun berturut-turut, mendesak Pendekar Rajawali Sakti sampai tidak berkutik.
Wut! Rangga menjatuhkan diri ke bawah, ketika tendangan kakek itu menghantamnya. Dan dia sempat menangkis ketika sebelah kaki kakek ini menyambar pinggang ketika hendak bergulingan.
Plak! Namun, secepat itu pula senjata si kakek menghantam punggungnya.
Begkh! "Aaakh...!"
Pemuda itu mengeluh tertahan. Rasa sakit hebat menyerang punggungnya. Namun begitu Pendekar Rajawali Sakti masih sempat bergulingan untuk menjauhi, kemudian bangkit berdiri.
"Heaaa...!"
Tapi rupanya si kakek tidak memberi kesempatan. Tubuhnya terus melompat ringan, lalu kaki kanannya mengayun cepat menyambar perut Rangga.
Duk! "Ugkh...!"
Pemuda itu mengaduh kesakitan. Tubuhnya melengkung dengan wajah berkerut Sebelah kaki kakek ini yang satu lagi, telah mengapit pinggang Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga pemuda ini seperti bersujud. Dan terakhir, ranting kayu di tangannya menotok tengkuk Pendekar Rajawali Sakti.
Tuk! "Aaakh...!"
Seketika itu pula Rangga tidak mampu merubah sikapnya. Sedikit pun dia tidak mampu bergerak.
"He he he...! Kini kau rasakan, bagaimana tidak enaknya menjadi anak keras kepala!" ujar si kakek seraya tertawa lebar.
"Kau bisa membuatku seperti ini. Tapi, kau tidak bisa memaksakan hatiku untuk berbuat begitu!" dengus Pendekar Rajawali Sakti dengan perasaan geram.
"Siapa peduli dengan hatimu" Aku hanya ingin, kau mencium telapak kakiku. Dan, sekarang telah kau lakukan. Padahal, bila kau mau melakukannya dengan sukarela, tidak akan selama ini. He he he...!"
"Orang tua keparat! Aku akan membalas penghinaanmu ini nanti!" sentak pemuda itu geram.
Apa yang dilakukan orang tua ini memang keterlaluan. Kedua ujung kalanya dihentakkan dan digerak-gerakkan di muka pemuda itu. Ini merupakan penghinaan yang tiada tara bagi pemuda itu.
Namun, dia tidak mampu berbuat apa-apa. Totokan orang tua ini kuat bukan main. Meski dia berusaha melepaskan diri dengan sekuat tenaga, tetap saja tidak mampu berkutik.
"Bangsat terkutuk! Hentikan perbuatanmu ini...!" bentak pemuda itu garang.
"Apa" Hentikan"! Ho ho ho...! Aku tengah menikmatinya. Dan tak ada seorang pun yang boleh melarang. Nanti bila telah puas, baru aku menghentikannya!"
"Kau.... Orang tua terkutuk...!" dengus Pendekar Rajawali Sakti.
Apa yang dilakukan orang tua itu semakin keterlaluan. Telapak kakinya digunakan untuk mengusap wajah pemuda ini secara bergantian sambil tertawa terkekeh kegirangan.
"Hieee...!"
"Heh"!"
Mendadak saja Dewa Bayu meringkik keras. Kedua kaki depannya diangkat tinggi-tinggi ke hadapan si kakek. Orang tua itu terkejut. Dan dia segera melompat ke belakang.
"Hieee...!"
Kuda berbulu hitam itu tidak tinggal diam. Dewa Bayu berlari-lari mengejar si kakek yang terlihat gusar.
"Hush! Hush...! Pergi sana! Hewan celaka! Mengganggu kesenangan orang saja!" sentak si kakek seraya mengibas-ngibaskan ranting kayu di tangan.
"Heeeiii...!"
"Uhhh...! Sial! Edan...! Brengsek...!" maki orang tua itu berkali-kali ketika mukanya nyaris terhantam tendangan kedua kaki belakang hewan itu.
Tiba-tiba saja kakek itu mencelat ke atas dan hinggap pada sebuah cabang pohon.
"He he he...! Kita akan bertemu kembali, Bocah. Dan nanti akan kita lanjutkan permainan tadi!" teriak si kakek dengan suara membahana. Lalu tubuhnya berkelebat cepat dari sini.
Rangga merutuk di dalam hati, namun tidak mampu berbuat apa pun.
"Hieee...!"
Dewa Bayu mendekat dan mendengus beberapa kali di dekat Pendekar Rajawali Sakti. Terasa hembusan nafasnya yang kasar menyapu wajah. Kuda kesayangan Rangga ini berusaha membantu majikannya untuk bangkit. Namun, Rangga tidak kuasa melakukannya.
"Tunggu, Dewa Bayu. Jangan bersikap kasar begitu! Aku akan berusaha melepaskan totokan tua bangka keparat itu!"
"Hieee...!"
Hewan itu meringkik kecil, kemudian menjauh sedikit seperti apa yang diinginkan Pendekar Rajawali Sakti. Dicabutnya Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang tertancap di tanah dengan mulutnya. Lalu diletakkannya pedang itu di dekat Pendekar Rajawali Sakti. Kemudian Dewa Bayu kembali mundur sambil memperhatikan pemuda itu yang berusaha melepaskan diri dari totokan.
Sementara itu, Rangga mengerahkan tenaga dalamnya. Dan perlahan-lahan totokan pada dirinya bisa dimusnahkan.
*** "Heaaa...!"
Rangga membentak keras, sampai kudanya terlonjak kaget Tubuhnya mencelat ke belakang, lalu melompat ke atas sambil berputar beberapa kali. Kemudian kakinya berdiri tegak di tanah.
Totokan orang tua itu telah hilang di tubuhnya. Namun kesal di hatinya belum lagi sirna. Nafasnya terasa sesak bila mengingat kejadian tadi. Dan bola matanya seperti bersinar memandang kosong ke depan.
"Hieee...!"
"Ohhh...!"
Pemuda itu terkesiap melihat Dewa Bayu mendekat seraya meringkik kecil. Pendekar Rajawali Sakti mengusap-usap lehernya, lalu melompat ke punggungnya setelah menyambar pedang dan menyarungkannya kembali.
"Mari, Dewa Bayu. Kita tinggalkan tempat ini! Gunakan nalurimu. Dan, kita selidiki orang tua itu!"
"Hieee...!"
Kuda berbulu hitam pekat itu kembali meringkik kecil, lalu berlari sedikit kencang menyusuri satu arah, menembus semak belukar. Mula-mula terlihat kalau kuda itu mampu mencium jejak. Namun beberapa saat kemudian dia berhenti, lalu kembali meringkik halus. Kepalanya menggeleng-geleng pelan.
"Kenapa, Dewa Bayu" Kau kehilangan jejaknya...?"
Kuda hitam itu mendengus kasar sambil menggoyang-goyangkan kepalanya.
Pendekar Rajawali Sakti turun dari punggung kudanya, segera memeriksa tempat di sekitarnya. Pendengarannya dipertajam. Demikian pula panca inderanya yang lain.
"Apakah kau yakin dia berada di sekitar tempat ini..?" tanya pemuda itu lirih.
Kuda berbulu hitam itu menggerak-gerakkan kepalanya. Dan Pendekar Rajawali Sakti menghela napas panjang.
Kuda kesayangan Pendekar Rajawali Sakti ini memang istimewa. Bukan saja mampu berlari kencang, tapi juga mampu mengendus seperti seekor serigala. Dan Rangga tahu betul, bagaimana cara berhubungan dengannya.
Dan saat ini Pendekar Rajawali Sakti tahu kalau hewan itu gagal mencari buruannya. Mereka kehilangan jejak, dan telah jauh terperosok di dalam hutan lebat tidak berarah ini. Di sekeliling hanya pohon-pohon besar bercabang banyak dan berdaun lebat. Bila siang hari, suasana tidak beda malam hari. Dan saat malam tiba, maka tempat ini begitu gelap dan... menakutkan!
Pendekar Rajawali Sakti mencari tempat yang agak terbuka untuk beristirahat. Hampir seharian dia berada di hutan ini, dan tidak tahu harus ke mana untuk mencari jalan keluar. Namun saat ini, bukan itu yang dipikirkannya. Tapi bagaimana cara menemukan Pandan Wangi.
"Pandan...," gumam Pendekar Rajawali Sakti lirih seraya menghidupkan api unggun.
Nyala api pertama terlihat kecil. Bahkan nyaris padam. Namun pemuda itu cepat menambahkan ranting-ranting kering yang kecil. Lalu ketika nyala api mulai besar, kembali ditambahkannya ranting-ranting yang berukuran lebih besar. Bola mata pemuda itu sayu memandang nyala api di depannya. Suara unggas malam serta angin lembab yang bertiup sesekali, tidak mampu mengusik lamunannya. Pendekar Rajawali Sakti duduk menekur, memikirkan kejadian aneh yang menimpanya berturut-turut.
"Ada apa semua ini" Sangat aneh dan membingungkan. Apa sebenarnya yang terjadi" Atau barangkali, aku mulai gila...?" pikir Rangga dengan dahi berkerut
Wer...! "Heh..."!" pemuda itu tersentak kaget.
Seekor kelelawar tiba-tiba saja nyaris menyambar mukanya. Masih untung, dia sempat menghindar.
Wer! "Hewan celaka!" desis Rangga geram ketika seekor kelelawar lain mulai menyerang.
Bukan hanya kelelawar itu saja. Namun yang lain mulai melesat terbang menyambar-nyambar Rangga. Pemuda itu bangkit berdiri seraya meraih sepotong ranting berukuran agak besar yang ujungnya masih terlihat nyala api.
Wus! "Mampus kau!" desis Rangga geram sambil menghantam seekor kelelawar yang kembali menyambar.
Pias! "Heh"! Luput" Mustahil!" desis Rangga kaget.
Rangga yakin betul kalau hewan itu kena dihajarnya. Namun seperti bayangan, kelelawar itu menembus ranting di tangannya. Dan bersamaan dengan itu, yang lain beramai-ramai menyerangnya. Seolah-olah, mereka sama sekali tidak gentar terhadap nyala api yang berada dalam genggaman Pendekar Rajawali Sakti.
"Keaaakh...!"
"Kurang ajar...!" Rangga mendesis geram.
Seketika Pendekar Rajawali Sakti memasang kuda-kuda. Kemudian tangannya dihentakkan ke arah kawanan kelelawar.
"Aji "Bayu Bajra"! Heaaa...!"
Wur! Serangkum angin kencang menerpa kawanan kelelawar yang berada di depan Rangga. Angin kencang yang bersiur kencang laksana badai topan itu menerbangkan dedaunan serta ranting-ranting pohon. Bahkan dalam sekejap, angin ribut membuat suasana gaduh.
"Gila! Mereka sama sekali tidak mempan" Hewan apa ini"!" desis pemuda itu kaget ketika melihat kawanan kelelawar itu sama sekali tidak terpengaruh ajiannya.
Binatang-binatang itu terus melesat menyerang. Dan dari angin serangan, terasa kalau kawanan kelelawar ini bisa mencelakai dirinya.
"Hup!"
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 156. Ratu Wajah Maya Bag. 6
14. Februar 2014 um 08:03
6 ? Pendekar Rajawali Sakti melompat cepat, lalu bergulingan untuk menghindari serangan kawanan kelelawar. Namun hewan-hewan itu kini merubah siasat serangannya. Mereka tidak lagi menyerang dari arah yang sama, tapi berpencar. Kemudian, kembali menyerang dari arah berbeda.
Wer...! "Kurang ajar! Cerdik juga hewan-hewan keparat ini!" desis Pendekar Rajawali Sakti.
Kepalan tangan Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat, menghantam salah seekor kelelawar yang hendak menyambar wajah. Namun seperti menghantam angin, pukulannya luput dari sasaran. Sebaliknya, hewan itu meliuk gesit. Bahkan menyambar pundak kanannya.
Pias! Bret! "Uhhh...!"
Rangga mengeluh tertahan. Pundak kanannya terluka. Namun meski sedikit perih, dia bisa merasakan kalau cakaran hewan itu cukup dalam.
"Keaaakh...!"
"Keparat!" maki pemuda itu berulang-ulang ketika pukulannya tak satu pun yang mengenai sasaran.
Hewan-hewan itu mampu bergerak gesit dan lincah, baik menyerang maupun menghindar. Kemudian dengan cepat, mereka balas menyerang bertubi-tubi. Sehingga membuat Rangga terpaksa bergulingan serta bergerak ke sana kemari menghindarinya. Di tengah-tengah kesibukan Rangga menangani binatang-binatang itu, mendadak....
"Tolong! Tolooong...!"
Terdengar teriakan kencang yang tidak jauh dari tempat ini. Kemudian seperti terkejut, kawanan kelelawar itu terbang kalang kabut. Dan dalam sekejap mata mereka hilang tak tersisa.
Pendekar Rajawali Sakti hanya berdiri termangu, dan memandang tidak percaya ke sekelilingnya. Baru saja kawanan kelelawar itu muncul tiba-tiba dan menyerangnya, lenyap tiba-tiba pula!
"Tolong! Tolooong...!"
"Heh"!"
Pemuda itu kembali terkejut. Di tengah malam buta seperti ini, terdengar jerit ketakutan tidak jauh dari tempatnya berada.
Pendekar Rajawali Sakti melompat cepat, bermaksud menolong. Namun baru saja akan melakukannya, sesosok tubuh ramping menerobos semak-semak dan langsung menghampiri serta memeluknya dengan wajah ketakutan.
"Tolong! Tolong, Kisanak! Mereka hendak berbuat jahat terhadapku! Tolong...!" ratap sosok yang ternyata seorang wanita.
"Eee, tenanglah! Tenang...."
Rangga jadi risih sendiri melihat wanita ini memeluknya erat-erat. Sepertinya tidak disadari kalau yang dipeluk adalah seorang laki-laki. Namun baru saja Rangga hendak melihat sosok ini sebenarnya, gadis itu malah mendongak. Sehingga keduanya saling terkejut.
"Endang Sari, kaukah itu..."!"
"Rangga"! Benar kau Rangga"!"
"Ya, aku memang Rangga...."
"Oh! Syukurlah ternyata kau selamat. Aku cemas memikirkanmu...."
"He, lepaskan dulu pelukanmu. Lalu, ceritakan apa yang menimpa dirimu...," ujar Rangga.
"Oh, apa" Maaf...," ucap gadis itu seraya tersenyum malu dan tertunduk.
Buru-buru gadis yang ternyata Endang Sari melepaskan pelukannya setelah menyadari kekeliruannya.
"Ada apa, Endang" Aku tidak melihat seorang pun. Apa yang terjadi?"
Gadis itu berbalik, dan mencari-cari dengan sorot mata tajam ke sekeliling tempat itu. Wajahnya tampak kecewa, sekaligus gembira dan lega.
"Mungkin mereka takut dan terus kabur setelah melihat kehadiranmu...."
"Siapa yang kau maksud?"
"Dua orang itu. Mereka hendak berbuat jahat padaku!"
"Hm...," gumam Rangga pendek.
Rangga melangkah beberapa tindak, kemudian berhenti serta memperhatikan keadaan sekelilingnya sambil mempertajam pendengaran. Namun tiada satu pun suara mencurigakan yang terdengar, kecuali suara binatang malam dan gemerisik dedaunan.
"Aku tidak mendengar apa-apa...."
"Sudah kukatakan, mungkin mereka takut melihat kehadiranmu. Lalu, mereka terus menyingkir," sahut Endang Sari mengemukakan alasannya.
"Mungkin juga...," sahut Rangga pendek.
Pendekar Rajawali Sakti kemudian duduk di dekat nyala api yang kelihatan akan padam. Ditambahkannya lagi beberapa buah ranting. Dan saat nyala api mulai berkobar kembali, Endang Sari duduk di sebelahnya.
"Bagaimana kau bisa tiba di sini...?" tanya gadis itu ketika keadaannya mulai tenang.???
"Entahlah.... Tiba-tiba saja aku telah berada di sini," desah Rangga.
"Sudah kau bebaskan kekasihmu?"
"Belum...."
"Kenapa" Apakah kau gagal?"
Rangga memandang wajah gadis itu sejurus lamanya. Dan untuk beberapa saat, Endang Sari balas menyerangnya. Tapi tiba-tiba dia merasa jengah sendiri, kemudian memalingkan muka.
"Mereka memang tidak bisa dianggap enteng...," ucap Endang Sari lirih.
"Kau mengetahuinya?"
"Tidak banyak...."
"Endang, aku ingin bertanya...."
"Apa yang ingin kau tanyakan?" sahut gadis itu kembali mengangkat wajahnya.
"Bagaimana kau bisa tiba di hutan ini?"
? *** Endang Sari terdiam. Ditatapnya wajah pemuda itu dalam-dalam. Tapi kemudian, dia tersenyum lebar.
"Apa maksudmu" Tentu saja kau telah tahu, bukan" Kedua orang itu hendak menggangguku. Dan mereka akan berbuat tidak senonoh, lalu secara kebetulan aku bertemu denganmu!"
"Dari mana arah datangmu?"
"Dari utara! Eh! Tapi, kenapa...?"
Rangga tersenyum.
"Lalu, dari mana kau tahu kalau kau dari utara?" sindir Rangga.
"Kenapa tidak" Aku melihat petunjuk dari bintang-bintang!"
"Endang, ketahuilah. Aku pun dari utara. Dan sepanjang perjalanan yang telah kulalui, hanya hutan rimba dengan cabang-cabang lebat serta dedaunan yang memayungi bumi. Bagaimana mungkin kau bisa melihat bintang-bintang?"
Kali ini gadis itu yang tersenyum lebar sambil memandang lucu pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Apa katamu" Hutan lebat sejauh berpuluh-puluh tombak" Aneh sekali! Tidak jauh dari sini, malah terdapat perkampungan penduduk. Kita saat ini berada di pinggiran hutan!" balas Endang Sari, tak mau kalah. Rangga memandang gadis di depannya dengan mata tidak berkedip. Pikirannya melayang tidak menentu, memikirkan kata-kata gadis ini.
"Bagaimana mungkin" Aku telah berputar-putar di hutan ini sejak tadi. Namun sama sekali tidak menemukan perkampungan penduduk...," ujar Rangga dengan suara menggantung.
"Apakah kau tidak percaya" Aku bisa menunjukkannya padamu!" sahut Endang Sari, bersemangat
Gadis itu berdiri sambil tersenyum dan mengulurkan tangan.
"Sekarang...?"
"Ya, sekarang. Kenapa" Kau masih belum percaya" Ayo, akan kubuktikan kata-kataku!" seru Endang Sari, langsung mencekal lengan pemuda itu.
Rangga beranjak. Segera dituntunnya Dewa Bayu mengikuti langkah Endang Sari yang berada di depannya.
*** Apa yang dikatakan Endang Sari terbukti. Dari kejauhan di depan, Rangga mulai melihat cahaya obor dari rumah-rumah penduduk. Dan anehnya pula, jalan yang dilalui semakin lapang. Padahal, perasaan pemuda itu mengatakan kalau mereka tidak pernah menempuh jalan ini. Namun, keadaannya tidak seperti sekarang. Waktu itu jalan yang ditempuhnya dipenuhi pohon-pohon lebat yang menandakan kalau semakin jauh ke tengah hutan.
"Coba lihat! Benar kataku, bukan..."!" seru gadis itu.
"Ya...," desah Rangga mengangguk.
"Sekarang, terserahmu. Apakah akan kembali ke tempat tadi, atau menumpang menginap di salah sebuah rumah di desa ini. Namun sebagai abdimu, kusarankan sebaiknya kita menginap di desa ini saja...," usul Endang Sari.
Rangga masih diam, belum memberikan jawaban.
"Kenapa" Kau ragu?" tanya gadis itu lagi.
"Entahlah..."
"Ayolah!"
Endang Sari sedikit memaksa, sambil menggamit tangan Rangga.
"Apakah ada seseorang yang kau kenal di desa ini?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Tidak. Tapi nanti juga kita akan kenal mereka."
"Ini telah tengah malam. Dan tidak sopan membangunkan mereka...."
"Jadi, kau ingin tidur di luar" Berembun, lalu diserang binatang buas"!" bola mata gadis itu membesar ketika memandang Rangga.
"Aku telah terbiasa...," sahut pemuda itu, kalem.
"Huuuh...!" dengus Endang Sari dengan wajah kesal.
"Tapi kalau kau suka, ketuklah pintu rumah salah seorang dari mereka. Dan mintalah agar bisa menumpang menginap. Aku tidak pernah menghalangimu...."
"Dan kau sendiri?" tanya Endang Sari, dengan kening berkerut.
"Aku akan kembali ke tempat tadi...," sahut Rangga enteng.
"Gila!" desis gadis itu bersungut-sungut.
"Tidak. Aku hanya sungkan mengganggu mereka...."
"Baiklah.... Kalau begitu, kita tidak usah kembali ke tempat tadi. Kita bermalam di sini saja karena lebih aman," ujar gadis itu mengalah.
"Kita akan buat perapian dulu...."
Rangga kembali mencari ranting-ranging kering di sekitar tempat ini. Sementara gadis itu mengikuti perbuatannya. Setelah dirasa cukup banyak, mereka membuat perapian.
"Oeeeah! Perutku lapar...," gumam Endang Sari setelah menguap panjang.
"Aku juga. Tapi, di mana menemukan makanan di malam hari begini?"
"Sudahlah, tidak sudah dipikirkan. Biar kutahan saja. Dan aku pun sepertinya sudah ngantuk...," sahut Endang Sari.
Gadis itu kembali menguap, lalu merebahkan diri di dekat perapian dengan mata terpejam.
Kelihatannya, Endang Sari lelah dan sangat mengantuk. Sehingga dalam waktu singkat, telah pulas terlelap.
"Hhh...."
Rangga menghela napas panjang. Perhatiannya dipalingkan, setelah memandangi gadis itu sejurus lamanya. Entah apa yang bergayut dalam pikirannya. Namun yang jelas, kantuknya belum juga tiba. Pemuda itu duduk bersila menghadap perapian, lalu mulai memejamkan mata untuk melakukan semadi. Kelopak matanya tertutup. Dan pernapasannya pun mulai diatur, sehingga perlahan-lahan suasana di sekitarnya mulai hening.
Sejak tadi, Pendekar Rajawali Sakti mulai berpikir. Mungkin ada yang tidak beres pada dirinya, sehingga perlu untuk menelaahnya. Semadi ini dilakukan untuk melihat, apakah keadaannya masih wajar seperti sediakala. Melalui perasaan dan mengandalkan pendengaran, Rangga mulai memilah-milah keadaan di sekitarnya setelah segalanya mulai sunyi.
Lama Pendekar Rajawali Sakti melakukan hal itu. Dan dia sempat membuat hatinya terkejut. Rangga yang memiliki aji "Pembeda Gerak dan Suara", sehingga dengan begitu mampu membedakan gemerisik dedaunan yang jatuh, suara hewan yang halus, bahkan desah napas dari tiap-tiap orang yang berada di sekitarnya. Dan Pendekar Rajawali Sakti sama sekali tidak merasakan kehidupan apa-apa dari orang-orang di desa ini. Padahal, jarak mereka tidak terpaut jauh, dan masih dalam jarak jangkau pendengarannya. Bahkan Rangga juga tidak mendengar desah napas Endang Sari!
Cepat-cepat Pendekar Rajawali Sakti membuka kelopak matanya. Dan dia melihat gadis itu masih tertidur pulas. Kedua bahunya tampak terangkat ketika menarik napas. Dan hela nafasnya pun terdengar. Namun ketika pemuda itu menutup kelopak matanya serta mengetrapkan aji "Pembeda Gerak dan Suara", kembali tidak terdengar apa-apa dari gadis ini. Seolah-olah, Endang Sari tidak ada. Dan dia hanya seorang diri di sini.
Pemuda itu kembali membuka kelopak matanya, dan duduk bersandar pada batang pohon di belakangnya. Dari kejauhan, terdengar ayam jantan berkokok saling bersahutan. Tidak lama lagi, pagi akan tiba. Dan tidak terasa kalau dia telah mengalami kejadian aneh beberapa hari ini.
? ***? Endang Sari menggeliat bangun seraya menguap lebar dengan merentangkan kedua tangan. Sesaat matanya dikucek-kucek, lalu duduk di dekat Rangga. Diliriknya sejenak perapian yang hamper padam, lalu menoleh ke sekitarnya. Matahari pagi belum lagi muncul, namun udaranya yang dingin mulai terasa sampai ke tulang sumsum.
"Kau tidak tidur...?"
Rangga menggeleng lemah.
"Kenapa?"
"Aku memikirkan Pandan Wangi...."
"Kau ingin mencarinya lagi?"
"Tentu saja. Aku akan mencari di mana pun dia berada!"
Endang Sari terdiam, kemudian membetulkan sikap duduknya.
"Kau begitu mencintainya, ya?" tanya gadis itu.
"Ya!" jawab Rangga, singkat.
"Rasanya, tidak ada gadis lain yang bisa menggantikan kedudukannya di hatimu?" usik Endang Sari.


Pendekar Rajawali Sakti 156 Ratu Wajah Maya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya!"
"Meski banyak gadis cantik di sekelilingmu dan sangat mencintaimu?"
"Aku tidak banyak dikelilingi gadis cantik, dan jarang sekali yang mencintaiku."
"Mustahil! Dengan wajahmu yang tampan dan namamu yang terkenal serta kepandaianmu yang hebat, gadis mana yang tidak tergila-gila denganmu?"
"Kelihatannya memang begitu, ya" Terima kasih atas pujianmu. Tapi, kenyataannya memang begitu. Aku tidak merasa tampan, tidak merasa terkenal, juga tidak merasa hebat. Dan ternyata, tidak banyak gadis yang mendekat. Apalagi mencintaiku," sahut pemuda itu tenang.
Endang Sari terdiam mendengar jawaban Rangga dan dipandanginya Pendekar Rajawali Sakti untuk sejurus lamanya. Tapi kemudian terlihat dia tertawa sendiri.
"Kenapa tertawa" Ada yang lucu?"
"Biasanya dugaanku selalu benar. Tapi, ternyata kali ini keliru. Atau barangkali kau yang pura-pura"!"
Pemuda itu tersenyum.
"Aku bicara sungguh-sungguh! Tapi, hm... mungkin saja. Karena tidak semua dugaan manusia benar. Meski begitu aku percaya kalau kau punya dugaan kuat akan sesuatu."
"Maksudmu...?"
"Kau memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain!"
Endang Sari tertawa renyah.
"Kau ingin memujiku?"
"Tidak. Apa yang kukatakan memang benar. Sebab, selama bertemu denganmu, aku selalu beruntung. Kata-katamu mengandung kebenaran. Nah, maukah kau menolongku lagi?"
"Entahlah.... Apa kau sekadar memuji, atau memang mempercayaiku. Tapi sebagai abdimu, tentu saja aku tidak bisa menolak keinginanmu. Nah, apa yang bisa kubantu sekarang?" tanya Endang Sari.
"Menurutmu, di mana aku bisa menemukan Pandan Wangi?"
Gadis itu tidak langsung menjawab, melainkan terdiam beberapa saat.
"Kenapa" Kau tidak bisa menduga, di mana kira-kira Pandan Wangi saat ini?" desah Rangga.
"Entahlah, aku tidak bisa mengira-ngira di mana dia sekarang...," sahut Endang Sari juga mendesah.
"Sayang sekali...."
"Barangkali saat ini dia telah tiada...."
"Kenapa kau bisa menduga seperti itu?"
"Suku yang menangkapnya tidak pandang bulu."
"Hm, ya. Suku itu! Tahukah kau, di mana mereka berada?"
"Bukankah kau pun tahu di mana mereka?"
Pemuda itu tersenyum.
"Ya. Aku hanya ingin kau kembali menunjukkan tempat itu padaku...," sahut Rangga.
Endang Sari terdiam sesaat
"Kenapa" Kau keberatan?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Eh, tidak! Tapi..., bukankah kau telah gagal" Mereka memiliki kepandaian hebat dan kau bisa celaka!"
"Ya.... Aku bisa merasakan hal itu. Tapi kali ini, aku telah bertekad bulat untuk membebaskan Pandan Wangi!" sahut pemuda itu cepat.
"Hm..., bagaimana kalau kau celaka?"
"Aku telah pikirkan!" sahut Pendekar Rajawali Sakti, mantap.
"Baiklah kalau memang keputusanmu sudah bulat..."
"Kita akan berangkat sebentar lagi, saat matahari mulai bersinar."
"Ya, tapi aku belum sarapan. Perutku sudah melilit minta diisi!" seru gadis itu seraya tersenyum lebar.
"Ayo kita lihat, apa yang bisa dimakan!"
Mereka kemudian beranjak. Dan ketika melihat seekor burung terbang melintas di angkasa, pemuda itu memungut sebuah kerikil lalu menyambitnya ke atas.
Tak! "Kaaak...!"
"Hebat! Burung itu kena! Bagaimana kau bisa melakukannya?" seru Endang Sari, kagum.
Pemuda itu tersenyum seraya memungut burung yang tadi ditimpuknya.
"Kau bisa melakukannya...."
"Gila! Mana mungkin...!"
"Maksudku, bila kau punya keinginan, dan tentu saja sedikit latihan," jawab pemuda itu sekenanya.
Endang Sari hanya tersenyum mendengar jawaban Rangga.
"Burung ini cukup untuk kita berdua!"
"Ya, cukup besar juga...," sahut gadis ini seraya memperhatikan Rangga yang tengah menguliti bulu burung.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 " . 156. Ratu Wajah Maya Bag. 7
14. Februar 2014 um 08:04
7 ? Seperti yang direncanakan, Rangga dan Endang Sari segera beranjak ketika matahari mulai bersinar. Sebenarnya, pemuda itu memang tidak mengetahui lagi jalan mana yang harus ditempuh untuk kembali ke perkampungan tempat Pandan Wangi ditahan. Sehingga tidak heran bila Endang Sari berkali-kali harus menunjukkan jalan.
"Hm, kau betul-betul pikun! Padahal baru kemarin, tapi sudah lupa."
Rangga hanya tersenyum.
"Entahlah. Terlalu banyak hal yang mesti kupikirkan...," sahut Rangga, mendesah.
"Kau cemas memikirkan nasib kekasihmu?"
"Mungkin...."
"Firasatku mengatakan saat ini dia ada dalam keadaan baik-baik saja," papar Endang Sari.
"Syukurlah kalau memang begitu...."
"Tapi jangan terlalu banyak berharap. Sebab, bisa saja firasatku salah. Karena, suku itu kejam dan tidak kenal belas kasihan.
"Pernahkah kau berurusan dengan suku itu?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Apa" Uh! Aku tidak berani dekat-dekat, karena salah-salah bisa berabe!"
"Lalu dari mana kau bisa tahu banyak soal mereka?"
"Aku pernah mengikuti kegiatan mereka beberapa kali secara sembunyi-sembunyi...," jelas Endang Sari.
"Tidak pernah tertangkap basah?"
Endang Sari menggeleng cepat.
"Hm.... Di sana aku bertemu seorang wanita berpakaian seronok dengan wajah ditutupi topeng kayu. Kelihatannya dia pemimpin suku itu. Apakah kau pernah melihatnya?" tanya Rangga.
"Pernah. Sepertinya memang begitu...," sahut Endang Sari.
"Tahukah kau, siapa dia?"
"Mungkin kepala suku mereka...!"
"Bukan begitu maksudku. Tapi, pernahkah kau melihatnya tanpa mengenakan topeng" Dan tahukah kau, siapa namanya?" desak Rangga.
"Entahlah.... Aku sendiri tidak tahu. Tapi, untuk apa kau ingin tahu wajah dan namanya?" tanya Endang Sari.
Rangga tersenyum.
"Untuk memastikan, apakah wajahnya serupa denganmu...," sahut Rangga, datar.
Mendengar itu Endang Sari tertawa renyah. Bahkan sedikit terpingkal.
"Gila! Pikiran apa yang merasuk otakmu, sehingga kau berpikir begitu?"
"Entah. Barangkali aku membayangkan kalau ratu mereka secantikmu...."
"Wajahku tidak cantik...," sahut Endang Sari, lirih.
Kalau Rangga mau menoleh ke belakang, maka akan melihat gadis itu tertunduk dengan senyum malu dan wajah tersipu.
"Kata siapa" Menurutku, kau cantik dan menarik. Lebih dari itu, kau cerdas dan cepat tanggap!" puji Rangga kembali.
"Pujianmu terlalu berlebihan, Rangga. Bila dibandingkan dengan kekasihmu, aku pasti tak berarti apa-apa..."
"Hm.... Aku berkata yang sebenarnya. Bahkan kalau mau jujur, kau melebihi Pandan Wangi!" kata Rangga, makin membuat gadis itu tersipu malu.
"Ini keterlaluan! Kau pasti hanya sekadar melebih-lebihkan untuk membuatku senang, bukan?" cibir Endang Sari.
"Tidak! Apakah kau tidak menyadari kelebihanmu?"
"Entahlah...," sahut gadis itu kembali.
Suara Endang Sari terdengar lirih. Wajahnya tertunduk merona merah. Untuk sesaat keduanya terdiam.
"Endang, mungkin kau bisa tahu tentang seseorang...?" tanya Rangga, memecah keheningan.
"Siapa?"
"Entahlah, aku tidak tahu namanya. Namun dia menyebut dirinya sebagai Ratu Wajah Maya...," jelas Rangga.
"Ratu Wajah Maya?" ulang gadis itu dengan dahi berkerut. ?????????? "Ya!"
"Nama itu asing bagiku. Ada urusan apa kau dengannya?"
"Tidak ada urusan apa-apa. Mungkin hanya sekadar ingin berkenalan denganku..."
"Lalu, apakah kau telah berkenalan dengannya?"
"Rasanya aku tengah berkenalan dengannya...," sahut pemuda itu, kembali tersenyum.
"Heh"! Kau bukan tengah menuduhku, bukan"!"
Rangga tertawa melihat wajah gadis itu tampak cemberut menahan kesal.
"Tenanglah. Aku sama sekali tidak menuduhmu...."
"Lalu, apa maksud kata-katamu itu?"
"Ssst...!"
Pemuda itu memberi isyarat dengan telunjuk ketika telah berada di pinggiran perkampungan yang dituju.
"Aku tidak peduli! Kau harus menjawab pertanyaanku lebih dulu. Kalau tidak, aku akan berteriak biar mereka mengetahui kehadiran kita di sini!" ancam Endang Sari.
***? Rangga tertawa seraya memandang lucu pada Endang Sari.
"Kau mau berteriak dan membiarkan mereka menangkap kita" Kau tahu, aku bisa melindungi diri. Sedang, kau tidak. Bagaimana kalau aku meninggalkanmu, lalu mereka menangkapmu" Nasibmu tidak akan beda dengan Pandan Wangi," kata Rangga.
"Aku tidak peduli!" sentak gadis itu masih dengan wajah cemberut.
"Kalau begitu, berteriaklah sekarang."
"Aku bersungguh-sungguh!"
"Tapi jangan merasa menyesal nantinya! Ayo, berteriak kencang-kencang."
Endang Sari memandang pemuda itu dengan wajah ragu. Lalu wajahnya berpaling pada rumah besar yang terbuat dari jalinan kayu di depan mereka. Di sekeliling rumah itu, dijaga ketat oleh orang-orang bersenjata tombak dan golok panjang. Pakaian yang dikenakan amat sederhana, sehingga terkesan seperti sekelompok suku pedalaman.
"Huuuh...!" dengus Endang Sari geram.
Gadis itu duduk tidak jauh dari Rangga. Wajahnya yang cemberut dipalingkan. Rangga mendekati sambil tersenyum kecil.
"Kenapa tidak jadi berteriak?"
Endang Sari diam saja tidak menjawab.
"Bagiku, tidak jadi soal kau mau berteriak atau tidak. Karena, aku akan datang menemui mereka secara terang-terangan...."
"Gila! Kau pernah datang mengacau. Dan bila tertangkap, mereka pasti tidak akan mengampunimu lagi!" desis Endang Sari.
"Mungkin. Tapi, tidak kubiarkan mereka meringkusku," sahut pemuda itu terus berdiri.
"Jangan gila! Kau bisa celaka di tangan mereka!" desis gadis itu melarang sambil mencekal tangan Rangga.
"Kenapa" Kau mencoba menghalangi aku" Apa kau kira aku takut?"
"Bukan. Tapi..."
"Nah, lepaskan tanganmu. Tekatku sudah bulat. Mereka harus membalas perbuatannya padaku yang selama ini telah mempermainkanku!" desis Rangga.
"Apa maksudmu" Apakah kau tidak mementingkan nasib kekasihmu?"
"Tentu saja!"
"Tetapi kenapa urusan dendam yang lebih diutamakan?"
"Kau akan tahu nanti...," ujar Rangga pendek, seraya melirik lengannya.
Endang Sari buru-buru melepaskan cekalannya, dan menunduk dengan wajah malu.
"Kau boleh tunggu di sini jika takut."
"Tidak. Aku akan ikut denganmu!"
"Aku tidak bisa menjamin keselamatanmu."
"Aku bisa jaga diri."
"Terserahmulah...."
Rangga bangkit mendatangi tempat itu secara terang-terangan diikuti Endang Sari dari belakang. Tentu saja kehadiran mereka langsung diketahui. Dan orang-orang itu cepat mengepung. Mereka tampak ribut sambil menodongkan senjata. Bahasa yang digunakan sangat kacau dan tidak dimengerti Rangga. Namun pemuda itu tidak mempedulikannya, dan terus saja melangkah mendekati rumah panggung di depannya.
Pendekar Rajawali Sakti baru berhenti ketika salah seorang dari para pengepungnya berdiri di depan. Ujung tombaknya terhunus tepat di dadanya. Wajahnya yang penuh coreng-moreng itu tampak berkerut-kerut menandakan kemarahannya.
"Rangga! Aku..., aku takut...!" lirih suara Endang Sari, merapat ke punggung pemuda itu.
Rangga tidak mempedulikannya. Bahkan berani menentang pandangan mata orang yang ada di depannya dengan tajam.
"Panggil pemimpinmu ke sini! Atau, kau akan masuk ke dalam secara paksa!" dengus Rangga geram.
Orang itu menyahut dengan bahasa yang tetap saja tidak bisa dimengerti. Namun kesannya terlihat marah.
"Aku tidak peduli kau bicara apa. Tapi, aku yakin kau mengerti apa yang kukatakan! Pergilah! Dan, sampaikan padanya bahwa permainan telah berakhir. Dan aku muak melihat semua ulahnya!" bentak Pendekar Rajawali Sakti.
Orang itu berteriak-teriak, bermaksud menghujamkan ujung tombak ke dada Pendekar Rajawali Sakti.
Namun Pendekar Rajawali Sakti tenang-tenang saja. Sama sekali dia tidak bermaksud menghindar. Namun anehnya, orang itu hanya menggertak. Bahkan seperti tidak berani untuk betul-betul menghujamkan tombaknya ke dada Rangga.
"Rangga, oh tolong! Tolong...!" teriak Endang Sari.
Tiba-tiba saja beberapa orang berwajah coreng-moreng itu menangkap Endang Sari dan memisahkannya dari Rangga. Gadis itu berteriak dan berusaha berontak untuk melepaskan diri, namun sia-sia saja. Sebab, tenaga mereka sangat kuat dan tidak mampu diimbangi.
"Rangga! Kenapa kau diam saja"! Bertindaklah. Dan, tolong aku! Ouw...! Rangga, tolong! Mereka berbuat tak senonoh padaku...!" teriak gadis itu, kalap.
Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak bergeming. Bahkan sama sekali tidak mau menoleh ketika mereka menyeret gadis itu memasuki rumah lewat jalan belakang.
Pemuda itu menghela napas pendek, lalu melangkah tegap ke depan. Namun orang yang ada di depannya kelihatan semakin gusar, dan berteriak-teriak kasar seraya menghunuskan tombaknya.
"Kau hendak membunuhku" Ayo, silakan! Tapi kalau tidak, menyingkirlah. Biarkan aku lewat. Dan, jangan coba menghalangi!" sentak pemuda itu mendengus kasar.
*** Pendekar Rajawali Sakti menepis tombak yang menghalangi jalannya. Namun, hal itu membuat mereka tidak senang dan berubah marah. Orang di hadapannya langsung menghujamkan tombak.
"Uts!"
Rangga bergeser ke samping sedikit. Dan saat itu juga, datang serangan dari belakang menyambar leher. Pendekar Rajawali Sakti hanya mendengus dingin, lalu melenting ke atas sambil berputar.
"Hiaaa...!"
Tiga orang berteriak nyaring. Mereka ikut melompat. Dua orang bersenjata tombak, dan seorang lagi menggenggam golok panjang. Senjata-senjata itu langsung berkelebat saling menyusul menyambar Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts! Pendekar Rajawali Sakti berkelit lincah ke sana kemari menghindari setiap serangan. Gerakannya gesit dan indah ketika memainkan jurus "Sembilan Langkah Ajaib". Dan yang lebih hebat lagi, caranya memainkan jurus itu. Rangga menutup kedua kelopak matanya, sehingga hanya mengandalkan pendengaran sambil mengerahkan aji "Pembeda Gerak dan Suara" untuk menghindari.
Plak! Plak! Dua kali serangan orang-orang suku pedalaman itu berhasil ditangkis Rangga yang terus bergerak cepat ke beranda depan rumah di dekatnya. Gerakan Pendekar Rajawali Sakti cepat bukan main. Sehingga terasa kalau dia berhasil menghajar dua orang lawan. Namun, tidak terdengar jeritan apa-apa. Padahal, Rangga yakin kalau mereka terpental.
Tap! Pemuda itu hanya terkejut sesaat Selanjutnya dia tidak peduli, dan langsung menerobos ke dalam rumah itu. Tapi, mendadak terasa angin kencang bersiur ke arahnya.
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti melompat ke atas. Lalu kedua telapak kakinya menjejak dinding ruangan, kemudian kembali mencelat ketika satu sambaran tajam menyerangnya.
"Yeaaa...!"
Sambil melompat menghindari serangan, telapak kanan Rangga yang terbuka menghantam ke samping kiri. Dari situ, terdengar suara ribut ketika sinar merah yang keluar dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti menghantam sesuatu.
Wur! Jger! Meski dengan mata tertutup ini, namun pendengaran pemuda itu amat tajam. Aji "Pembeda Gerak dan Suara" dalam hal ini memang amat berperan. Meski sampai sejauh ini lawan-lawannya belum juga mengeluarkan satu suara pun, namun kehadirannya bisa dirasakan.
"Aku tidak tahu siapa kau adanya! Tapi perbuatanmu, sudah keterlaluan! Bila saja aku berbuat salah, kau tentu boleh menegur. Dan aku tak akan malu meminta maaf...!" ujar pemuda itu nada datar.
Ajaib! Begitu Rangga selesai berkata demikian, serangan itu berhenti. Pendekar Rajawali Sakti sendiri berdiri tegak. Dan dia berusaha merasakan apa yang terjadi di sekitarnya serta memperkirakan di mana lawan-lawannya saat ini.
Tempat ini terasa sunyi dan hening. Bahkan telinga Rangga tidak mendengar suara apa pun. Baik suara hewan di sekitar tempat ini, gemerisik dedaunan, atau hela napas lawannya. Pemuda itu mengernyitkan dahi. Matanya tidak berani dibuka karena tengah memusatkan pikiran menghadapi lawan. Bila matanya terbuka untuk memastikan keadaan yang sebenarnya, dia khawatir akan kembali terjebak dalam permainan musuhnya.
Dengan sikapnya itu, Rangga ternyata mulai menyadari bahwa ada yang tidak beres di sekelilingnya. Bahkan sebelum menginjakkan kaki ke hutan ini, sampai kejadian-kejadian aneh yang menimpanya. Semua ini tidak lepas dari pemikirannya. Pendekar Rajawali Sakti merasa dirinya baik-baik saja. Dan dia mulai menyimpulkan bahwa seseorang, atau apa pun namanya, tengah mempermainkannya menggunakan kekuatan gaib. Atau juga seseorang itu memiliki kepandaian hebat dalam ilmu sihir yang mampu mempengaruhi lawan. Mempengaruhi pandangan mata, dan mempengaruhi jalan pikiran. Dan bila hal itu terus terjadi, bisa jadi pemuda ini akan gila!
"Hi hi hi...! Kau mulai mengerti! Kau mulai mengadakan perlawanan denganku Pendekar Rajawali Sakti..."!"
Tiba-tiba terdengar suara tawa nyaring dan melengking menusuk pendengaran Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga, membuat pemuda itu kaget bukan main. Wajahnya berkerut dan kedua tangannya menutupi telinga dengan tubuh menggigil menahan rasa sakit hebat. Namun begitu, Rangga tetap tidak berani membuka matanya.
Duk! "Aaakh...!"
Dalam keadaan begitu, mendadak satu tendangan keras menghantam Pendekar Rajawali Sakti. Rangga memekik setinggi langit. Tubuhnya bergulingan dan seperti terlempar entah ke mana. Darah segar menyembur dari mulutnya. Tendangan tadi terasa keras bukan main, laksana bandul besi besar yang menghantam perutnya. Padahal, dia telah melindungi diri dengan tenaga dalam tinggi. Entah bagaimana jadinya bila tubuhnya tidak terlindungi.
"Hi hi hi...! Inikah Pendekar Rajawali Sakti yang tersohor itu" Hm.". Boleh juga. Ternyata kau tidak setolol apa yang kukira!" teriak suara tadi. Nadanya melengking dan masih menyakitkan telinga.
"Uhhh...!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti bergetar. Kedua tangannya mendekap dada seperti kedinginan. Dia berusaha melawan pengaruh tekanan tenaga dalam suara itu yang dahsyat bukan main.
"Hi hi hi...! Ayo, kerahkan semua kekuatanmu! Lawan aku! Lawan aku dengan semua kemampuanmu!" teriak suara tadi seperti berpindah-pindah tempat!
"Iblis keparat! Jangan kira aku takut. Meski aku mesti mati, tapi jangan harap bisa mempermainkanku sesuka hatimu!"
"Hi hi hi...! Jadi, kau ingin mati" Jadi, kau benar-benar sudah putus asa" Hi hi hi...!"
"Hhh...!"
Pendekar Rajawali Sakti mengkertak rahangnya, lalu perlahan-lahan dia bangkit seraya duduk bersila. Kembali pikirannya dipusatkan, untuk mengerahkan seluruh tenaganya. Padahal saat itu lawan terus tertawa nyaring, dan membuat jantungnya bergetar hebat.
"Demi Yang Maha Kuasa, Pencipta segala kehidupan... Tolonglah aku menyingkirkan iblis terkutuk ini...!" desis pemuda itu berkomat-kamit.
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti bergetar hebat ketika mengerahkan aji "Cakra Buana Sukma" untuk melindungi diri dari serangan. Bahkan sekaligus untuk menghadapi segala kemungkinan bila lawan hendak mengecohnya.
Namun suara ketawa itu mendadak menghilang. Bahkan keadaan di sekelilingnya kembali hening. Sunyi bagai di pekuburan. Tak ada tanda-tanda kehidupan sedikit pun yang dirasakannya di sekitar tempat ini.
"Kakang Rangga! Tolong! Oh, tolong...!"
Mendadak terdengar teriakan seseorang. Rangga amat mengenali suara itu. Merintih seperti menanggung kesakitan hebat.
"Pandan Wangi...?" seru Pendekar Rajawali Sakti kaget.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 156. Ratu Wajah Maya Bag. 8 (Selesai)
14. Februar 2014 um 08:06
8 ? "Kakang, tolong aku! Tolong aku...! Oh, sakit sekali. Tolong, Kakang...!" rintih suara yang mirip Pandan Wangi itu.
Rangga merasakan dadanya berdegup kencang. Perasaan haru, dendam, serta rasa kasih bergumpal jadi satu. Sehingga tapa sadar dan didorong oleh nalurinya, pemuda itu bangkit serta membuka kelopak matanya. Namun....
Wuuung...!"
Suara bagai gong besar yang dipukul kencang menyambutnya. Pendekar Rajawali Sakti kontan mengeluh tertahan. Tubuhnya langsung merungkel menahan rasa sakit hebat. Belum sempat menguasai diri, mendadak satu hantaman keras mendera dada.
Begkh! "Aaakh...!"
Pemuda itu memekik setinggi langit. Tubuhnya terpental jauh, dan darah segar muncrat dari mulutnya.
"Ohhh...!"
Kepala Pendekar Rajawali Sakti pusing tujuh keliling bercampur rasa sakit hebat seperti yang dirasakan dadanya. Kesadarannya nyaris hilang akibat menahan rasa sakit yang tiada tertahan. Namun, pemuda itu berusaha menguatkan diri. Dan dengan sisa tenaga yang ada, dia berusaha memompa semangatnya untuk tetap bertahan.
"Hi hi hi...! Pandan Wangi, Pandan Wangi...! Itukah gadis pujaanmu" Hi hi hi...! Sungguh kasihan kalau dia mesti kehilangan seorang kekasih yang tampan. Hi hi hi...!"
Kembali terdengar suara menyakitkan telinga.
"Iblis terkutuk! Kau memang licik dan bajingan...!" rutuk pemuda itu geram.
"Kematianmu hanya soal waktu. Lalu, kenapa tidak kau gunakan untuk bersenang-senang?"
"Kematianku bukan di tanganmu, Iblis Terkutuk!"
"Hi hi hi...! Aku adalah penguasa tempat ini. Dan segala sesuatu yang berada di sini, ada dalam genggaman kekuasaanku. Apa kau kira mampu bertahan dari maut yang kutentukan?" ejek suara itu.
"Aku tidak tertarik mendengar bualanmu. Kau adalah pembohong besar, dan terlalu banyak omong!"
"Huh! Kau boleh rasakan berikut ini!"
Pias! "Uts!"
Rangga bergulingan ke samping ketika merasakan sambaran angin kencang ke arahnya yang datangnya entah dari mana.
Jder! Terdengar ledakan keras. Bumi terasa bergoncang. Sekali lagi terasa angin sambaran serangan yang serupa, dan Pendekar Rajawali Sakti cepat bergulingan menghindarinya. Namun sebelum serangan datang untuk yang ketiga kali, pemuda itu bersuit nyaring memanggil kuda kesayangannya.
"Hieee...!"
Dewa Bayu meringkik keras seraya mendengus kasar. Kedua kaki depan serta kaki belakangnya berusaha menendang ke sana kemari.
"Binatang celaka! Pergi kau! Pergiii" teriak suara itu dengan galak.
Namun, hewan tunggangan Pendekar Rajawali Sakti malah meringkik semakin keras, dan bertingkah lebih liar. Dan pada saat itulah, sambil duduk bersila Rangga mencabut pedangnya.
Srang! Batang pedang bercahaya biru itu diacungkan Pendekar Rajawali Sakti ke atas.
"Demi bumi dan langit. Dan, demi manusia yang memiliki derajat lebih tinggi daripada makhluk lainnya! Sesungguhnya kau adalah iblis terkutuk! Kau datang tanpa kuminta, memperlihatkan keangkuhan laksana dewa yang menentukan jiwa manusia. Terkutuklah kau!" dengus Pendekar Rajawali Sakti.
Setelah berkata begitu, pemuda ini berteriak lantang sambil menghujamkan pedang di tangannya ke bumi.
"Aji "Cakra Buana Sukma"!"


Pendekar Rajawali Sakti 156 Ratu Wajah Maya di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Glar...! "Aaakh...!"
Seketika terdengar suara menggelegar laksana guntur membelah angkasa dan bumi, diikuti getaran dahsyat. Tanah seperti bergoncang. Dan saat itu juga, terdengar jeritan melengking nyaring yang diselingi ringkikan Dewa Bayu.
"Dewa Bayu! Hajar dia. Dan, jangan biarkan lolos!" teriak Rangga dengan sikap tetap memegang gagang pedang yang ditancapkannya ke tanah.
"Hieee...!"
Dewa Bayu meringkik keras sambil mengangkat kedua kaki depannya. Kemudian dia bergerak ke sana kemari sambil terus meringkik dan mendengus kasar. Kedua kaki belakangnya tak henti-hentinya menghantam ke satu arah. Seolah-olah, hewan itu tengah lepas kendali dan mengamuk liar.
"Tobaaat..!"
Mendadak terdengar jeritan panjang dari seseorang yang tengah mengalami siksaan.
Namun begitu, Dewa Bayu tidak menghentikan perbuatannya dan terus saja menendang-nendang. Dan Rangga tetap pada sikapnya semula, duduk bersila dengan kedua tangan menggenggam gagang pedang yang tertancap di tanah. Sementara kedua kelopak mata tetap tertutup.
"Bocah sial! Hentikan binatang celaka ini! Hentikan dia...!" teriak suara tadi.
"Kau tidak memohon padaku...?" sahut Rangga dingin.
"Terkutuk kau! Hentikan dia...! Oh! Aku sudah tidak tahan lagi! Hentikan semua ini...!"
Rangga tetap diam, sama sekali tidak memberikan tanggapan. Sikapnya tenang-tenang saja mendengar teriakan-teriakan yang semakin memilukan hati.
"Baik..., baik! Aku memohon padamu dengan sangat. Tolong hentikan siksaan ini...," ratap suara itu.
Rangga tersenyum mendengar kata-kata itu.
? ***? "Jadi kau mengaku kalah...?" Tak terdengar sahutan.
Rangga memberi isyarat pada kudanya untuk kembali menyiksa suara tadi setelah tadi diperintahkannya untuk berhenti. Namun sebelum hewan itu bertindak kasar....
"Baiklah, aku mengaku kalah...," ucap suara itu.
"Aku tahu, kau yang bernama Ratu Wajah Maya, bukan?" tanya Rangga.
"Ya...."
"Kenapa kau mengganggu perjalananku?"
"Kau memasuki wilayah kekuasaanku. Tidak seorang pun kuizinkan mendekati Rimba Keramat. Apalagi, coba memasukinya!" jelas suara itu.
"Aku tidak tahu kalau rimba ini tidak boleh dimasuki. Sebab, ini adalah milik kerajaan. Maka, semua orang boleh memasukinya," jelas Rangga pelan.
"Tidak usah berdebat panjang. Bebaskanlah aku...."
"Aku akan membebaskanmu, setelah menjelaskan apa keperluanmu mengganggu perjalananku!" desak Rangga.
"Aku telah katakan tadi!"
"Kau berdusta! Kau telah memberi pesan padaku, sebelum aku tiba di pinggiran rimba ini!" sentak Rangga jengkel.
Kembali tak terdengar sahutan apa-apa.
"Aku hendak ke Karang Setra. Dan jalan termudah yang biasanya kutempuh, tidak melewati rimba ini. Demikian pula niatku ketika memasuki desa yang berada di pinggiran rimba ini. Aku sama sekali tidak melewatinya. Tapi, itu bukan karena takut oleh cerita-cerita tentang keseraman Rimba Keramat ini. Terus terang, aku terjebak oleh sihirmu ketika pertama kali mendapat surat darimu. Kau sengaja menyeretku ke sini. Apa yang kau inginkan dariku"!" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
Tak terdengar sahutan. Dan pada saat itu, terdengar ringkik halus kuda Dewa Bayu. Sesekali hewan itu mempermainkan kaki-kakinya dengan mengetuk-ngetuk tanah.
"Aku menunggu jawabanmu...," sambung pemuda itu.
"Aku tidak bermaksud jahat padamu. Dan apa yang kulakukan, hanya sekadar iseng. Kudengar kabar burung kalau kau seorang tokoh hebat, lagi gagah perkasa. Banyak gadis yang tergila-gila padamu. Sehingga ketika kau berada dalam jarak jangkauanku, aku menarikmu ke sini...," jelas suara itu, lirih.
"Perbuatanmu itu sungguh keterlaluan. Bahkan mendatangkan bahaya...," keluh Rangga menyesalkan.
"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu celaka..."
"Hm.... Keisenganmu itu justru hampir membahayakan diriku. Untung saja aku cepat berpikir...."
Rangga terdiam. Dan suara itu pun belum terdengar lagi, sehingga suasana hutan ini kembali sepi. Meski begitu, Pendekar Rajawali Sakti tetap belum merasakan kehadiran sosok manusia berjasad atau bernapas. Pendengarannya tidak merasakan tanda-tanda itu, sehingga tidak berani membuka matanya.
"Kau yang menyamar sebagai Endang Sari, bukan...?"
"Dari mana kau tahu?"
"Semula aku tidak tahu. Tapi aku terus berpikir bahwa sesungguhnya kau sendiri yang menuntunku lewat penjelmaanmu sebagai Endang Sari. Kau bukan makhluk berjasad seperti manusia. Ketika berdekatan denganmu semalam, aku tidak mendengar hela napasmu. Aku tidak mampu mendengar detak jantungmu. Juga, tidak mendengar semua gerakanmu. Padahal selama ini, pendengaranku tidak tertipu dalam jarak begitu dekat. Kau makhluk halus, dan tidak berjasad!" sahut Rangga, menyimpulkan.
"Hi hi hi...!"
Terdengar tawa cekikikan halus yang panjang. Pemuda itu mendiamkan saja, dan menunggu sampai suara itu puas tertawa.
"Lalu, dari mana kau mengetahui kalau aku takut dengan kudamu ini?" lanjut suara yang rupanya milik makhluk halus bernama Endang Sari setelah tawanya reda.
"Hanya kebetulan saja. Aku terpengaruh sihirmu, sedang kudaku tidak. Dan yang lebih meyakinkan, ketika aku bertarung dengan seorang laki-laki tua. Dan ternyata laki-laki itu takut dengan kudaku. Dari situ aku yakin, kalau laki-laki aneh itu adalah penjelamaan juga. Karena, dia langsung meninggalkanku, begitu Dewa Bayu datang. Bahkan kudaku ini dapat menunjukkan jalan keluar dari hutan ini. Namun, Dewa Bayu amat setia dan bisa merasakan keinginanku. Ketika aku bermaksud keluar dari hutan ini, maka kau tidak mampu menghalanginya. Namun dia berhenti di suatu tempat, karena mengetahui bahwa sarangmu ada di situ. Dia sengaja membawaku, karena bisa mengetahui kalau aku masih punya ganjalan denganmu. Dan kurasa, tempat kudaku kemarin adalah di sini. Tempat ini merupakan sarangmu, bukan?"
Kembali terdengar suara tawa nyaring. Dan untuk kedua kalinya, pemuda itu terdiam.
"Lalu bagaimana menurutmu peristiwa-peristiwa yang lain?" tanya suara itu lagi setelah ketawanya reda.
Rangga tersenyum kecil, karena menyadari kalau sosok halus bernama Endang Sari ini begitu suka dengan keisengan. Setelah mengetahui rahasianya terbongkar, dia malah ingin tahu apa yang dirasakan dan apa yang dipikirkan Pendekar Rajawali Sakti. Namun sejauh itu, agaknya Rangga tidak keberatan untuk menjawabnya.
"Semula, tentu saja aku tidak menyadari akan sihirmu. Tapi lambat-laun, aku berpikir. Bahwa, semua ini tidak mungkin. Endang Sari yang tahu segala sesuatu, gadis bertopeng yang mengaku sebagai kepala suku, gadis pemburu yang galak, orang tua aneh dengan segala jurus-jurusnya yang sama sepertiku, serta Pandan Wangi yang berada dalam sekapanmu. Kalau bukan kau sendiri yang berperan, tentu kau telah membuat makhluk ciptaan yang aneh-aneh itu. Sebab, watak mereka semua sama. Yaitu, watakmu! Iseng dan suka mencari perkara!" jelas Pendekar Rajawali Sakti.
Kembali terdengar tawa, penuh perasaan girang. Dari suara itu, Rangga hanya bisa menyimpulkan kalau pemiliknya seorang wanita.
"Nisanak! Di antara kita tidak ada urusan apa-apa. Aku memaafkan keisenganmu. Dan kuharap, kau tidak menggangguku keluar dari hutan ini. Juga, kuminta agar kau tidak mengganggu siapa saja dari orang-orang yang tersesat di hutan ini...," jelas Rangga mantap.
"Hi hi hi...! Bila saja permintaanmu kau lakukan sebelum menyadari siapa aku, tentu saja akan kupotong lehermu. Itu keterlaluan dan sangat kurang ajar! Aku adalah seorang ratu. Dan keputusan ada di tanganku. Tidak seorang pun boleh mengaturku! Tapi, permintaan pertama tadi tentu saja akan kukabulkan...."
"Dan permintaanku kedua...?"
"Tidak! Aku tidak bisa mengabulkannya. Semua orang sudah tahu, termasuk kau sendiri. Hutan ini dinamakan Rimba Keramat. Dan, tidak sembarang orang boleh memasuki seenak hati!" tandas suara yang menguasai hutan ini, dan berjuluk Ratu Wajah Maya.
Rangga terdiam.
Ratu Wajah Maya telah menentukan keputusannya dengan nada lantang. Rangga merasa, keputusan itu tidak dapat diubah-ubah lagi. Maka pemuda itu hanya bisa menghela napas panjang.
"Baiklah kalau memang begitu keputusanmu. Aku segera angkat kaki dari sini...."
*** Pendekar Rajawali Sakti memanggil kudanya. Tampak Dewa Bayu segera mendekat.
"Hup!"
Rangga segera mencabut pedang dan menyarungkannya. Lalu dia melompat ke punggung Dewa Bayu. Meski demikian, dia tetap memejamkan mata.
"Kau bisa saja membokongku dari belakang. Namun aku percaya, kau akan memegang janjimu...," lanjut Pendekar Rajawali Sakti mengingatkan.
"Aku memang iseng dan jahat. Tapi, tidak pernah mungkir dari janji. Hanya saja...."
Rangga menunggu suara itu melanjutkan kata-katanya. Namun untuk sejurus lamanya, hanya keheningan yang didengarnya.
"Ada apa...?"
"Apakah kau tidak ingin membuka matamu dan melihat padaku, sebelum meninggalkan hutan ini...?" tanya Ratu Wajah Maya.
"Kau tidak bermaksud menipuku, bukan?" Rangga malah balik bertanya.
"Aku bersungguh-sungguh!"
Rangga terdiam dan pikirannya bekerja. Kalau matanya dibuka maka segalanya bisa saja berubah. Dalam sekejap mata, akan menyihirnya. Lalu, keanehan akan terjadi dan membuatnya bisa gila. Namun, Rangga percaya pada kata-kata wanita itu. Maka, perlahan-lahan matanya dibuka.
Yang pertama dilihatnya adalah pepohonan yang tumbuh lebat, semak belukar, dan onggokan daun-daun kering. Tak seorang pun yang berada di tempat ini, selain dirinya. Bisa dimaklumi kalau lawan bicara Rangga tadi bukanlah manusia yang punya jasad. Sehingga, tidak mungkin baginya untuk melihat makhluk gaib itu.
"Rangga...!"
Mendadak terdengar panggilan dari arah belakang.
Pendekar Rajawali Sakti terkesiap dan menoleh cepat. Rangga terkejut setengah mati melihat pemandangan di depan matanya itu. Seraut wajah tersenyum dan berdiri tidak jauh darinya. Rambutnya panjang. Wajahnya cantik. Senyumnya menarik. Dia memakai baju biru muda.
"Hm. Kau hendak mengecohku lagi...!" dengus pemuda itu kesal. Betapa tidak" Sosok itu ternyata mirip Pandan Wangi.
"Tidak. Penampilanku memang sengaja agar mirip dengannya. Tapi bila kau ingin tahu dan percaya, beginilah wajahku yang sebenarnya...," sahut gadis itu.
"Benarkah" Hm.... Ini sungguh keterlaluan! Kalian mirip satu sama lain seperti pinang dibelah dua...."
"Ini mungkin salah satu alasan, mengapa aku berbuat iseng padamu. Aku sedikit iri pada Pandan Wangi. Dia menemukan pemuda idaman yang segalanya sempurna...," ucap gadis itu lirih.
Rangga terdiam sambil tersenyum haru melihat gadis itu tertunduk. Diam-diam diperhatikannya dengan seksama, setelah kagetnya hilang. Gadis di hadapannya ini memang begitu mirip Pandan Wangi. Dan ini membuat Rangga terkesima. Bentuk tubuh, rambut, wajah, dan sampai senyumnya sangat mirip Pandan Wangi. Kalau saja tidak ada kejadian ini, dan kalau saja gadis ini tidak mengaku, maka Rangga akan menyangka bahwa gadis ini adalah Pandan Wangi.
"Kau adalah seorang ratu. Dan segalanya mudah bagimu jika kau menginginkannya. Suatu saat, kau tentu akan menemukan seseorang yang pantas untukmu. Mungkin dari golonganmu sendiri...," sahut Rangga hati-hati karena takut menyinggung perasaan gadis ini.
Ratu Wajah Maya tersenyum sambil mengangkat wajahnya. Sebagaimana layaknya seorang gadis yang meningkat remaja, dipandangnya pemuda itu dengan tersipu-sipu.
"Apakah orang sepertimu tidak pantas menjadi pendampingku" Aku tahu banyak tentangmu. Bahkan Pandan Wangi sendiri, tidak tahu. Aku bisa membaca pikiranmu. Aku tahu, kau seorang raja. Aku pun tahu, apa yang kau pikirkan...," sahut Ratu Wajah Maya pelan.
Rangga tidak bisa menjawab. Dan dia hanya mampu memandang gadis ini. Lalu bibirnya tersenyum.
"Entahlah, apa yang kupikirkan saat ini. Mungkin kau juga tahu bahwa hatiku telah kuberikan pada Pandan Wangi. Dan tentu saja tidak ingin kubagi pada orang lain...!"
"Ya, aku tahu...."
"Selamat tinggal, Ratu Wajah Maya...," ucap pemuda itu lirih.
Ratu Wajah Maya hanya mengangguk. Dan perlahan-lahan, Rangga memacu kudanya sambil melambai pelan meninggalkan hutan ini tanpa menoleh lagi ke belakang.
*** Ratu Wajah Maya tidak mengingkari janjinya. Pendekar Rajawali Sakti keluar hutan ini dengan selamat. Dan menjelang tengah hari, Rangga tiba di sebuah perkampungan yang tidak berapa jauh dari pinggiran Rimba Keramat. Tampak orang-orang desa memandangnya dengan takjub!
"Lho" Dia keluar dari Rimba Keramat, tho"!" seru seseorang yang baru saja beristirahat setelah menggarap sawahnya.
"Iya! Dia baru keluar dari Rimba Keramat!" desis seorang lagi, menimpali.
Orang-orang yang lalu-lalang sejenak berhenti dan membungkuk hormat ketika pemuda itu melewati. Dan saat Pendekar Rajawali Sakti telah berada agak jauh, kembali orang-orang desa itu berkumpul membicarakan seraya memandang takjub.
"Gila! Dia tidak apa-apa..."!" desis seorang pemuda, mendecah kagum.
"Biasanya tak ada seorang pun yang selamat setelah masuk Rimba Keramat!" sahut yang lain.
"Mungkin dia sakti...!"
"Mungkin dia mujur saja...."
"Mungkin juga dia penghuni Rimba Keramat...!"
Tiba-tiba terdengar suara menimpali, membuat semuanya terdiam. Lalu mereka berpaling pada orang yang mengeluarkan suara tadi. Lalu mereka saling berpandangan sesaat sambil mengangguk-angguk lemah.
"Mungkin juga...," sahut beberapa orang lain membenarkan.
Lalu orang-orang itu bubar, kembali ke rumah masing-masing dengan wajah sedikit pucat ketakutan!
? SELESAI ? Tukang Scan: Clickers
Tukang Edit: Aura PandRa
Tukang E-Book: Abu Keisel
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Tongkat Dewa Badai 1 Pendekar Hina Kelana 35 Penghuni Goa Kramat Tusuk Kondai Pusaka 14

Cari Blog Ini