Ceritasilat Novel Online

Wanita Iblis 1

Pendekar Rajawali Sakti 165 Wanita Iblis Bagian 1


Teguh Suprianto
WANITA IBLIS CINTAMEDIA WANITA IBLIS oleh Teguh Suprianto
Cetakan pertama Penerbit Cintamedia, Jakarta
Penyunting : Puji S.
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau memperbanyak
sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit
Teguh Suprianto
Serial Pendekar Rajawali Sakti
dalam episode: Wanita Iblis
128 hal : 12 x 18 cm
1 Desa Kahuripan yang biasanya tenang dan damai,
mendadak saja berubah menjadi sebuah desa yang sunyi dan
mencekam. Hal itu terjadi ketika secara berturut-turut, para
penduduknya menemukan mayat yang berasal dari desa itu
sendiri. Setiap mayat yang ditemukan, dalam keadaan
membiru dengan darah meleleh dari mulut.
Maka tak heran, bila malam tiba para penduduk sudah
mengunci pintu dan jendela rumah masing-masing. Mereka
takut kalau-kalau menjadi korban berikutnya dari pembunuh
yang belum jelas siapa.
Desa yang telah berubah menjadi desa mati bila malam
tiba itu, makin bertambah seram ketika hujan mengguyur
seperti dituangkan dari langit.
Seperti juga malam ini. Hujan yang turun bagai tak ingin
menyisakan air setitik pun dari langit. Itu pun masih ditambah
deras angin basah yang sesekali bertiup kencang, lalu
perlahan-lahan melambat.
Di tengah terpaan angin dan hujan, ternyata masih ada
satu sosok yang tengah berlarian menerabas kegelapan
malam. Sosok yang kira-kira berusia dua puluh tahun ini
berlari seperti hendak membelah desa ini menjadi dua bagian.
Deru napasnya turun naik, ditingkahi debar jantungnya yang
kian cepat . "Hujan berengsek! Dari tadi saja aku pulang! Beginilah
kalau keasyikan ngobrol dengan gadis cantik! Sampai tak ingat
pulang!" rutuk pemuda itu dalam hati.
"Aauuung...!"
Suara rutukan pemuda itu disahuti oleh lolongan serigala di
kejauhan. Mendengar suara itu, jantung pemuda itu berhenti
berdetak. Larinya makin dipercepat, namun kakinya terasa
berat untuk diajak melangkah.
Keringat dingin mulai bercucuran di tubuhnya. Padahal,
saat itu hujan turun makin lebat! .
"Sialan! Keparat! Kenapa aku jadi begini..."!" dengus
pemuda ini. Belum puas pemuda itu mengumpat, mendadak...
"Aduh...! Tolong..., dingin!"
Tiba-tiba terdengar suara rintihan kedinginan dari samping
kanan. Cepat pemuda itu menghentikan gerakannya, seraya
mencari-cari. "Itu suara seorang wanita! Hiiiyyy.... Jangan-jangan, suara
kuntilanak yang sedang mencari mangsa"!" pikir pemuda itu.
"Hhh, tolong! Aku bisa mati kedinginan! Tolonglah aku!"
kembali terdengar suara.
"Mustahil di dunia ini ada hantu! Aku tidak percaya! Lagi
pula itu jelas-jelas suara seorang wanita minta tolong. Aku
harus melihatnya. Siapa tahu, dia wanita desa yang
kemalaman seperti aku!"
Rupanya, pemuda itu memiliki sedikit kepandaian ilmu olah
kanuragan. Seketika tubuhnya berkelebat ke arah suara
wanita yang didengarnya.
Sebentar saja, pemuda itu telah tiba di bawah pohon
rindang. Dan dia melihat seorang gadis cantik sedang
menggigil kedinginan. Dihampirinya gadis itu dengan hati
berdebar. Lalu diperhatikannya dari ujung rambut sampai
ujung kaki. "Kedua kakinya menyentuh tanah. Jelas, dia manusia biasa.
Bukan makhluk jejadian!" pikir pemuda itu.
"Hhh! Dingin! Tolong aku, Kisanak! Tubuhku terasa kaku!"
ujar gadis itu dengan tubuh menggigil.
"Siapa kau, Nisanak. Ke mana tujuanmu"! Dan, mengapa
bisa berada di tempat ini"!" tanya pemuda itu perlahan.
"Aku Kumala.... Tujuan Desa Jatiragas. Tetapi aku
kemalaman dan kehujanan di tempat ini! Aku berteduh di
bawah pohon besar ini, namun hujan semakin besar dan tidak
mau berhenti!" ujar gadis cantik yang mengaku bernama
Kumala. "Hm.... Namaku Barep. Oh, ya.... Apa yang dapat
kulakukan untuk menolongmu, Nisanak"!" tanya pemuda yang
ternyata bernama Barep.
"Tolong ambilkan daun pisang. Lalu kita cari tempat
berteduh yang lebih baik untuk dapat berlindung dari air hujan
ini," ujar Kumala.
Tanpa pikir panjang lagi, Barep pergi mencari daun pisang.
Tak begitu jauh, sehingga sebentar saja dia telah kembali
dengan membawa daun pisang di tangan.
Lalu, mereka pergi mencari tempat yang terlindung dari air
hujan. Kebetulan tak jauh dari tempat itu, ada gua yang cukup
lebar untuk berteduh. Keduanya segera masuk ke dalam.
Mungkin gua itu bekas tempat tinggal binatang liar,
sehingga banyak daun dan ranting-ranting kering. Untuk
menghangatkan diri, Barep segera membuat perapian.
Sehingga sesaat saja tempat itu telah terasa agak panas.
"Tolong balikkan badanmu, Barep!"
Pemuda itu tahu, Kumala hendak membuka pakaian dan
mengeringkannya dekat api.
Rupanya gadis itu hendak membuka pakaian dan
mengeringkan. Walaupun tidak me lihat, tetapi Barep adalah
laki-laki bujangan yang waras kejantanannya. Sehingga tanpa
terasa, wajahnya jadi memerah. Tubuhnya terasa panas,
disertai debaran jantung yang terasa berdetak keras.
Gejolak hati Barep tidak dapat ditahan lagi. Lalu secara
sembunyi, matanya melirik ke belakang. Seketika darahnya
terasa bergolak hebat, melihat Kumala tengah berdiri bagaikan
patung lilin tanpa cacat sedikit pun.
"Pakaianmu sendiri basah, Barep. Apakah kau tidak berniat
mengerikannya" Nanti kau bisa sakit. Keringkanlah dulu, baru
kau pakai lagi!" kata Kumala, seolah menggoda kelaki-lakian
Barep. Sebentar Barep melengak kaget, dengan napas memburu
kencang. Perasaannya bagai tersirap saat itu juga. Bagaikan
kerbau yang dicucuk hidungnya.
Pemuda itu menuruti saja permintaan Kumala. Dan ketika
tubuhnya berbalik gadis itu masih berdiri seperti patung lilin
tanpa benang sehelaipun. Di tengah jilatan cahaya api unggun
Kumala jadi semakin cantik.
Bagaikan tersihir, kedua insan berlainan jenis yang sudah
sama-sama tanpa benang sehelai pun saling mendekat.
Dan..., selanjutnya hanya dinding batu di tempat itu yang tahu
apa yang terjadi Yang jelas hanya deru napas memburu saja
yang terdengar, bagaikan orang habis berlari jarak jauh.
Namun.... "Aaa...!"
Beberapa saat kemudian, terdengarlah teriakan Barep yang
menyayat dan mendirikan bulu roma.
Sementara, hujan masih terus turun dengan lebatnya.
Karena derasnya hujan, teriakan itu tidak ada yang
mendengar, lenyap bagai ditelan kegelapan malam.
O0dw0O Desa Kahuripan kembali dihebohkan dengan diketemukannya mayat Barep. Keadaan mayat itu persis
seperti mayat yang sudah-sudah. Kulit dan daging berwarna
biru kekuningan. Keadaan ini membuat desa itu semakin
mencekam. Sementara, si pembunuh masih tetap terselubung
dan gelap. Sementara, pagi masih basah di Desa Kahu-ripan. Sejak
hujan tadi ma lam hawa di desa ini begitu menggigilkan
Banyak penduduk yang enggan keluar rumah. Mereka lebih
suka bercakap-cakap tentang pembunuhan-pembunuhan yang
terjadi di desa ini dan masih terselubung teka-teki.
Namun hawa dingin menggigilkan itu tak menyurutkan
langkah seorang perempuan tua berambut putih di jalan
utama desa ini. Pakaian serba merah yang dikenakannya
berkibar-kibar ditiup angin, pedangnya tergantung di
pinggang. Perempuan tua itu terus melangkah dan sebentar
lagi akan melewati sebuah rumah yang tergolong mewah di
desa itu. Dua orang pemuda berpakaian indah, sedang bercakapcakap di beranda rumah mewah itu. Mereka melirik sambil
tersenyum sinis penuh ejekan.
"Gila! Us ia sudah senja begitu, pakaiannya tidak mau kalah
dengan gadis berusia belasan tahun! Mungkin dia bekas
mucikari. Atau paling tidak, nenek tua itu kurang waras!" leceh
salah seorang pemuda yang berpakaian kuning gading,
dengan sulaman benang emas.
"Untung tidak ada banteng. Kalau ada, bisa ditanduk dia!"
timpal pemuda yang berpakaian biru sambil tertawa-tawa.
Menyadari tengah disindir, perempuan tua yang tengah
berjalan segera menghentikan langkahnya. Matanya langsung
melirik tajam ke arah dua pemuda berpakaian perlente itu.
"Hik..., hik... hik...! Kau bicara apa, Anak Bagus"!" tegur
perempuan tua itu, dingin.
"Aku tidak bicara apa-apa. Hanya berkata, walaupun sudah
tua kau tetap masih tampak cantik," jawab yang berbaju
kuning. "Hik..., hik..., hik...! Benarkah demikian"!"
tanya perempuan tua itu sambil tersenyum genit.
"Tentu saja benar. Masa aku bohong"!" tukas pemuda itu.
"Baiklah kalau begitu," kata perempuan tua ini, seraya
berbalik dan melangkah meninggalkan tempat itu.
Namun entah bagaimana, baru saja perempuan tua itu
pergi kedua pemuda tadi langsung mengikutinya. Bahkan
ketika nenek itu berjalan cepat, terpaksa kedua pemuda ini
mengikutinya dengan berlari-lari kecil.
Sementara itu, para penduduk yang menyaksikan, menjadi
heran. Mereka jadi bertanya-tanya dalam hati. Apa yang telah
terjadi dengan kedua pemuda itu" Tetapi dua pemuda itu
anak orang kaya dan banyak tukang pukulnya, tak seorang
penduduk pun yang berani ikut campur.
Perempuan itu terus membawa kedua pemuda tadi keluar
desa. Sementara kedua pemuda tersebut, saling berlomba
mengejar wanita tua di depan mereka.
Di tengah jalan, mereka berpapasan dengan tiga orang
bertampang seram yang memang bermaksud menuju Desa.
Kahuripan. "Berhenti! Mau kau bawa ke mana anak majikan kami"!"
bentak salah seorang bertampang seram, langsung menghadang perempuan tua itu.
Rupanya, ketiga orang bertampang seram ini adalah para
tukang pukul dari dua pemuda yang tengah mengikuti si
nenek. Kebetulan, di pagi ini memang jatah mereka berjaga.
"Hik..., hik..., hik...! Siapa yang membawa mereka berdua"
Mereka sendiri yang mengikuti aku! Kalian hanya bakul nasi!
Jadi, jangan berlagak di depanku!" sahut nenek ini, enteng.
"Nenek tidak tahu diri! Sudah bosan hidup rupanya!"
dengus laki-laki yang bercodet pipi kiri.
"Tahan dulu, Sobat! Apa kau tidak melihat pedang yang
tergantung di pinggangnya"!" cegah laki-laki berkumis tebal,
pada teman yang baru saja membentak.
"Kenapa harus takut" Pedang itu hanya perhiasan untuk
menakut-nakuti kita!" tukas laki-laki bercodet itu.
Sementara itu, kedua pemuda perlente tadi dengan manja
memeluki tubuh nenek ini dari belakang. Tentu saja kejadian
itu sangat mengherankan. Mungkinkah mereka yang masih
semuda itu memperebutkan seorang perempuan tua " Ini
pasti ada sesuatu yang tidak beres!
"Heaaat...!"
Sambil berteriak keras, salah seorang tukang pukul
bergerak, bermaksud menarik jatuh tubuh perempuan tua ini.
Tetapi dengan sekali bergerak, tangan tukang pukul itu sudah
tercengkeram oleh nenek ini .
Krek! "Aaakh...!"
Terdengar bunyi berkeretek yang cukup keras. Tangan
tukang pukul yang bercodet kontan remuk tercengkeram
tangan yang sekeras besi. Dia langsung menjerit kesakitan.
Laki-laki bercodet itu melonjak-lonjak, menahan sakit
sambil memegangi tangannya yang remuk. Pada saat itu,
mendadak sebuah tamparan telak mampir di mukanya.
Plak! Tanpa dapat dicegah lagi, orang bercodet itu ambruk
dengan kepala retak mengucurkan darah. Sementara dia
meregang nyawa, lalu diam tak bergerak lagi.
Melihat kekejaman perempuan tua itu, tukang pukul yang
lainnya segera menerjang dengan senjata terhunus. Kini
mereka tidak berani bertindak sembarangan lagi.
"Wanita iblis! Kau harus menerima pembalasan yang
setimpal!" teriak laki-laki berkumis tebal.
"Yeaaa!"'


Pendekar Rajawali Sakti 165 Wanita Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ciat!"
Saat itu juga dua senjata golok berkelebat ke arah
perempuan tua ini. Namun hanya meliuk-liukkan tubuhnya,
tak satu senjata pun yang mendarat di tubuh keropos itu.
Bahkan ketika tiba-tiba perempuan tua itu mencabut senjata
dan mengebutkan nya, dua orang tukang pukul itu kontan
ambruk dengan leher hampir buntung! .
Sebentar perempuan tua itu memandangi ketiga mayat
tukang pukul yang bergeletakan di tanah. Kemudian
langkahnya yang tertunda diteruskan bersama kedua pemuda
perlente itu. Entah ke mana tujuan mereka.
O0dw0O Desa Kahuripan kembali geger dengan ditemukannya dua
mayat pemuda perlente, yang tak lain anak dari orang
terpandang di desa itu. Keadaan kedua mayat itu benar-benar
mengenaskan. Semua anggota tubuh mereka terpotongpotong berserakan di pinggir desa. Para penduduk yang
menyaksikan sampai bergidik ngeri. Maka setelah diadakan
upacara penguburan, orang terkaya di Desa Kahuripan itu
memerintahkan pada s iapa saja yang dapat menangkap hidup
atau mati si pembunuh akan diberi hadiah besar.
Dalam waktu singkat, pengumuman itu telah menyebar ke
telinga seluruh tokoh rimba persilatan, baik dari golongan
putih maupun hitam. Berdasarkan keterangan penduduk yang
melihat, maka ciri-ciri perempuan tua itu bisa diketahui.
Berbekal keterangan itu, para tokoh persilatan mulai
menyebar. Namun setelah berhari-hari, si pembunuh belum juga
ditemukan. Tentu saja hal ini membuat para pemburu hadiah
menjadi putus asa. Bahkan hampir-hampir mereka telah
melupakannya. Sampai suatu ketika, tepat di depan kedai di Desa
Kahuripan, berjalan seorang perempuan tua berpakaian serba
merah dengan pedang di punggung.
Kebetulan, dari pintu kedai keluar beberapa orang dengan
pakaian sebagaimana orang persilatan, melihat perempuan
tua itu. Seketika salah seorang yang berpakaian hijau terang
langsung melompat menghadang.
"Berhenti!" bentak laki-laki berbaju hijau terang itu.
Seketika, perempuan tua berbaju merah menghentikan
langkahnya dengan kening berkerut.
"Siapa kau, Kisanak" Mengapa kau menghentikan
perjalananku?" tanya perempuan tua itu, kalem.
"Aku Wirareja! Dan kau tak usah banyak bicara lagi! Kau
pasti buronan yang selama ini telah membunuh dua pemuda
anak juragan Seta di Desa Kahuripan ini!" tuding laki-laki
bernama Wirareja.
Sementara, beberapa orang yang tadi bersama Wirareja
telah berdatangan dan langsung mengurung perempuan tua
itu. Tentunya, mereka ingin mendapat bagian hadiah, jika
berhasil membunuh perempuan tua ini.
"Hm.... Jadi yang kubunuh anak juragan Seta.... Hi hi hi....
Siapa suruh" Mereka telah lancang karena berani menghinaku.
Lantas, kalian mau apa"
"Hm.... Jadi kau berani berbuat begitu karena memiliki
sedikit kepandaian" Tetapi, di hadapanku jangan banyak
lagak!" bentak Wirareja.
"Jangan berkata begitu di depan Nenek Ayuning, kecuali
kau sudah bosan hidup, Monyet!" bentak perempuan tua yang
ternyata bernama Ayuning.
"Cuh! Iblis sekalipun di depanku, jangan harap aku
mundur!" dengus Wirareja sambil meludah ke tanah.
"Bagus! Agaknya kau tidak punya mata, berani lancang di
depanku. Jangan menyesal kalau kedua matamu itu terpaksa
kubuang!" bentak Nenek Ayuning dengan tangan tampak
mulai gemetar. "Hiaaat...!"
Begitu kata-kata Nenek Ayuning habis, tubuhnya langsung
berkelebat dengan kedua tangan kanan bergerak ke perut
Wirareja. "Uts!"
Namun dengan sedikit menarik perutnya, laki-laki berbaju
hijau terang itu berhasil menghindari. Sayang, Wirareja salah
duga. Justru dengan demikian, kepalanya jadi menyorong ke
depan. Maka dengan gerakan cepat bagai kilat, tangan kiri
Nenek Ayuning sudah meluncur ke wajahnya. Dan....
Crap...! "Aaakh...!"
Tepat sekali dua jari perempuan tua itu melesak ke kedua
mata Wirareja, dan langsung mencongkelnya keluar.
Saat itu juga terdengar teriakan setinggi langit, ketika
Wirareja telah kehilangan kedua matanya. Darah langsung
mengucur deras dari rongga matanya.
"Hiaaat...!"
Melihat Wirareja teraniaya, empat orang yang tadi
bersamanya langsung menyerang Nenek Ayuning disertai
teriakan menggelegar.
Namun agaknya kepandaian mereka semua, masih terpaut
jauh di bawah Nenek Ayuning. Dengan cepat, perempuan tua
itu berkelebat sambil membabatkan pedangnya. Maka
sebentar saja....
"Aaakh!"
"Aaa...!"
Para pengeroyok kontan berpelanfingan dalam keadaan
binasa hanya sekali gebrak saja dengan dada atau leher
tersayat pedang Nenek Ayuning. Jelas sulit diukur, betapa
tingginya kepandaian perempuan tua itu.
Setelah puas memandangi mayat-mayat lawannya, Nenek
Ayuning langsung mendatangi rumah juragan Seta. Bisa
ditebak, apa maksud kedatangannya....
O0dw0O 2 Senja sebentar lagi tiba, ketika matahari mulai beranjak ke
arah barat. Namun demikian, udara sisa-sisa siang tadi masih
terasa panas menyengat kulit. Tak heran bila dua sosok tubuh
besar yang tengah berjalan di tepi sebuah padang ilalang,
telah dibanjiri keringat.
Kedua orang yang ternyata berwajah sangat mirip satu
sama lain itu berpakaian baju kulit macan. Pada pinggang
masing-masing tergantung senjata gada berduri. Walaupun
bertubuh besar, tetapi gerakan mereka ringan dan gesit. Bisa
ditebak kalau kedua orang itu memiliki ilmu meringankan
tubuh yang tinggi.
Tiba di sebuah persimpangan jalan, laki-laki kembar ini
berpapasan dengan seorang gadis cantik berpakaian serba
merah. Di pinggangnya tampak tergantung sebuah pedang
berhiaskan benang-benang emas di hulunya.
"Ha ha ha...! Ada gadis cantik Kakang Layang Seto! Apakah
kau tertarik?" kata salah satu dari dua orang kembar itu,
mencoba menggoda.
"Kebetulan, Layang Kumitir. Aku sudah lama tidak makan
daging mentah! Rupanya gadis itu sengaja menyerahkan diri
pada kita!" jawab laki-laki yang dipanggil Layang Seto.
Semula, gadis itu berusaha tak ambil peduli. Namun ketika
menyadari kalau kedua laki-laki itu seperti tak ingin memberi
jalan, gadis itu kontan melotot tajam.
"Apa mau kalian, Kisanak berdua"! Tolong beri jalan
padaku!" ujar gadis berbaju merah ini, dengan wajah garang.
"Mau kami" Y a, tubuhmu itu!" sahut laki-laki yang bernama
Layang Kumitir, seenaknya.
"Huh! Kalian berdua memang harus diberi pelajaran!"
dengus gadis cantik ini.
"Bah! Rupanya kau belum kenal kami. Kau tahu, kami
adalah Iblis Kembar! Dan tak seorang pun bisa menghalangi
niat kami!" balas Layang Seto.
Begitu kata-katanya habis, Layang Seto langsung
menerkam. Tetapi gadis itu tak kalah sigap. Tubuhnya
langsung bergerak ke samping seraya melayangkan satu
bogem mentah ke wajah Layang Seto....
Digkh! "Aaakh...!"
Telak sekali kepalan tangan gadis itu mendarat di pipi
Layang Seto. Disertai jerit kesakitan, tubuh laki-laki bauk itu
terhuyung-huyung ke samping.
Begitu berhasil menjaga keseimbangan, Layang Seto
memandang gadis itu tajam-tajam. Sungguh tak disangka
kalau gadis itu begitu mudah mendaratkan pukulan di
wajahnya. Hal itu dapat terjadi, karena Layang Seto terlalu
menganggap remeh. Dia tidak mengira kalau gadis itu dapat
berkelit, bahkan dapat melepaskan serangan balasan yang
cukup mengejutkan.
Sementara itu, melihat saudaranya dapat terpukul dengan
mudah, Layang Kumitir segera mengirimkan tendangan ke
arah pinggang gadis ini.
Hait!" Namun dengan mengegoskan tubuhnya ke samping,
tendangan itu luput. Bahkan sebelum Layang Kumitir menarik
pulang kakinya, gadis itu sudah membabatkan tangannya.
"Hih! Dugkh! "Aaakh...!"
Seketika, tulang kering kaki Layang Kumitir terhantam
babatan tajam gadis itu yang berisi tenaga dalam tinggi. Tentu
saja laki-laki itu jadi berjingkrakan menahan rasa sakit pada
kakinya. Kini kedua laki-laki berjuluk Iblis Kembarsadar, kalau gadis
ini tidak bisa dianggap sembarangan.
Seketika Iblis Kembar memasang kuda-kuda, memainkan
jurus baru disertai tenaga dalam tinggi. Terdengar suara
tulang yang berkerotokan, pertanda tenaga dalam yang
dikerahkan cukup besar.
"Heaaa...!"
Sambil berteriak keras
membahana, Iblis
Kembar menerjang. Namun gadis cantik itu segera mengelak dengan
meliuk-liukkan tubuhnya, sambil melepaskan serangan berupa
tusukan dua jari ke arah Iblis Kembar.
"Yeaaat!"
Mendapati serangan mendadak ini, Iblis Kembar tak bisa
menghindar, kecuali memapak.
Plak! Plak! Suara benturan keras terdengar, menandai terjadi adu
tenaga dalam tingkat tinggi. Memang perbedaan tenaga dalam
masing-masing pihak tidak berselisih terlalu jauh. Tentu saja
hal itu membuat kedua manusia kembar itu terkejut.
"Bangsat! Siapa kau sebenarnya..."! Hm, selama ini belum
ada seorang pun yang dapat mengimbangi kami dalam dunia
persilatan. Jadi jangan menyesal kalau kami bertindak kasar
padamu!" geram Layang Seto dengan suara keras.
"Hi hi hi...! Kalian masih belum pantas untuk mengetahui
namaku. Kepandaian kalian masih terlalu jauh!" ejek gadis itu,
enteng. "Bangsat! Bosan hidup kau rupanya!" teriak Layang Kumitir.
"Ketahuilah,
soal membunuh kami tidak pernah membedakan. Wanita atau pria, sama saja! Jelek atau cantik,
siapa yang telah menyinggung kami bagiannya adalah mati!"
timpal Layang Seto.
Begitu kata-kata itu tuntas, serangan tangan kosong yang
dahsyat dari Iblis Kembar langsung menerjang gadis cantik.
"Hiaaat..!"
Namun dengan gerakan cepat luar biasa, gadis berbaju
merah itu melenting ke atas. Tepat ketika
Iblis Kembar berbalik, gadis itu sudah meluruk melepaskan
dua tendangan dahsyat Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Des! Des! Tepat sekali dua tendangan berturut-turut mendarat di
dada Iblis Kembar. Seketika tubuh mereka terjajar mundur
dengan pandangan tak percaya.
Kedua manusia kembar itu tidak habis pikir, dari mana
gadis semuda itu dapat memiliki tenaga dalam begitu kuat.
Pasti gadis itu berguru pada orang yang sangat sakti. Atau
paling tidak, telah mendapatkan suatu keberuntungan.
Disertai benak yang penuh tanda tanya, Iblis Kembar
segera mencabut senjata masing-masing. Dan secara
bersamaan, mereka menyerang wanita cantik itu. Dengan
gada berduri di tangan, Iblis Kembar bagaikan harimau yang
tumbuh sayap. Kedua senjata itu menderu-deru bagaikan
topan. "Ciat!"
Namun bagaikan kupu-kupu, tubuh gadis cantik itu berkelit
di antara kelebatan-kelebatan gada berduri. Begitu ada
kesempatan, tubuhnya cepat melenting. Kemudian dengan
beberapa kali putaran dia berhasil menjauhi kedua lawannya.
Lalu secepat kilat, tangannya mencabut pedang yang
tergantung di pinggang.
Sring! Begitu senjata itu tercabut, gadis ini langsung meluruk,
melabrak Iblis Kembar dengan babatan pedangnya. Mendapat
serangan mendadak, kedua laki-laki kembar itu cepat bergerak
memapak dengan gada berduri.
Trang! Trang! Berkali-kali senjata masing-masing bertemu, menimbulkan
suara keras dan pijaran bunga api. Begitu satu sama lain
kembali menyerang, pertarungan dahsyat kembali terjadi. Kali
ini lebih seru dan dahsyat.
O0dw0O Pertarungan antara Iblis Kembar melawan gadis berpakaian
serba merah bertambah dahsyat. Terutama, ketika gadis itu
mulai merubah jurus-jurus silatnya. Gerakannya bagaikan
sedang menari. Tiap liukan

Pendekar Rajawali Sakti 165 Wanita Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tubuhnya menimbulkan rangsangan nafsu kelaki-lakian Iblis Kembar. Entah, jurus apa
yang dimainkan gadis itu.
Mendapati jurus aneh ini, Iblis Kembar jadi mati kutu.
Perhatian mereka jadi terpecah, membuat gerakan silat jadi
kacau. Napas mereka memburu keras. Apalagi, ketika gadis
cantik itu mulai menarik pakaiannya ke atas, memamerkan
betisnya yang putih mulus.
Saat itu pula iblis Kembar tidak dapat mengendalikan diri
lagi. Gada berduri di tangan mereka mulai tidak terarah.
Banyak pohon yang terhantam pukulan nyasar, hingga
tumbang berantakan. Kepala mereka, mulai terasa pening.
Apalagi, ketika gerakan gadis itu semakin menggila dengan
rangsangan luar biasa yang memancing kelaki-lakian mereka.
"Hi hi hi...! Ayolah! Katanya ingin membunuhku! Masa jadi
tidak bersemangat seperti itu..."!" ejek gadis berbaju merah
ini. 'Bang..., sat! Kau..., memakai ilmu s iluman...!" rutuk kedua
orang kembar itu dengan suara terpatah-patah.
Walaupun Iblis Kembar tampak memaksakan diri untuk
menerjang kembali, tetapi kaki dan tangan mereka seakanakan tidak menurut lagi pada kemauan pikiran. Pada saat
yang sama, dari mata gadis itu memancar cahaya kemerahan
menakutkan. Akibatnya, Iblis Kembar tak mampu bergerak
lagi, seperti tersihir.
Sebentar saja, pikiran kedua Iblis Kembar seakan-akan
kosong. Bahkan mereka manggut-manggut ketika gadis itu
mengisyaratkan sesuatu dengan gerakan merangsang. Maka
bagai kerbau dicocok hidungnya, kedua orang kembar itu
mengikuti dengan patuh.
O0dw0O Malam telah cukup larut, ketika satu sosok tubuh tengah
berjalan menuju ke sebuah pondok kecil di pinggiran Hutan
Ragalembayung. Sosok yang ternyata seorang tua berkumis
dan berjenggot panjang membawa alat pancing dan ikan yang
cukup besar. Rupanya, setelah mendapatkan hasil, dia ingin
beristirahat barang sejenak di pondok yang agaknya sudah tak
terpakai lagi. Tanpa ada firasat apa-apa, laki-laki tua itu mendorong
pintu pondok. Dan alangkah terkejutnya dia ketika melihat
adegan yang terjadi dalam pondok.
Seketika orang tua itu segera melompat keluar kembali.
Dari gerakannya yang gesit, jelas kalau ilmu meringankan
tubuhnya telah cukup tinggi
Sementara itu di dalam pondok, terdengar suara ribut-ribut.
Tidak lama dari pintu yang sudah terbuka, keluar tiga sosok
tubuh. Ternyata mereka adalah seorang perempuan berbaju
merah dengan dua laki-laki kembar yang tak lain Iblis Kembar.
"Hi hi hi...! Kiranya Lengser si Tukang Pancing! Mau apa
kau datang kemari..."!" tanya perempuan tua itu, tertawa
genit . "Huh! Ayuning! Semakin tua kelakuanmu jadi semakin tidak
genah saja! Apakah kau tidak malu dengan rambutmu yang
sudah putih"!" ejek laki-laki tua berjuluk si Tukang Pancing
dan bernama asli Ki Lengser. Agaknya laki-laki tua itu sudah
mengenal ketiga orang di depannya.
"Hei, Lengser! Kuperingatkan jangan sok usil dengan segala
urusanku! Atau kau akan menyesal setelah terlambat!" ancam
perempuan tua yang tak lain Nenek Ayuning.
Memang, gadis berbaju merah yang berhasil menaklukkan
Iblis Kembar dengan rangsangan-rangsangan maut itu
sebenarnya adalah penjelmaan dari Nenek Ayuning. Selain
memiliki kepandaian tinggi, Nenek Ayuning juga pandai dalam
ilmu penyamaran yang diberi nama ilmu 'Alih Rupa'. Di
samping itu dia juga memiliki aji 'Rangsang Jiwa' yang mampu
membuat seorang laki-laki terpikat.
Dalam penyamaran sehari-hari sebagai gadis berbaju
merah, Nenek Ayuning menggunakan nama Kumala. Di
tangan gadis jelmaan ini, sudah berpuluh-puluh pemuda jatuh
menjadi korban kebuasan nafsunya. Seperti juga yang terjadi
di Desa Kahuripan beberapa purnama yang lalu.
"Sayangku..., bila kakek berjenggot itu ingin pamer
kepandaian, biar denganku saja!" kata Layang Seto.
"Segala anak ingusan, Layang Seto dan Layang Kumitir
mau main gertak denganku! Apa sudah bosan hidup..."!"
sahut Ki Lengser sambil membelai-belai jenggotnya, setelah
meletakkan pancing dan ikan besarnya di tanah.
Merasa direndahkan dan dihina, Iblis Kembar segera
menghentakkan kedua tangan masing-masing, mengirimkan
serangan pukulan jarak jauh. Seketika meluruk dua sinar
keperakan ke arah laki-laki tua itu.
"Heaaa...!"
Namun dengan sigap, Ki Lengser juga menghentakkan
tangannya ke depan, berusaha memapak dua kekuatan yang
menerjang ke arahnya. Begitu dua sinar kekuningan me luruk
ke depan.... Blarrr...! "Aaakh!"
Terjadi benturan dahsyat yang membuat Iblis Kembar
terdorong mundur, diiringi jerit kesakitan. Namun kedua orang
kembar itu memang sudah berada dalam pengaruh Nenek
Ayuning. Maka tanpa peduli lagi, mereka kembali menyerang
ganas. Sehingga pertarungan sengit pun terjadi.
O0dw0O Berkat kegigihan, terutama dalam menggabungkan tenaga,
Iblis Kembar kini dapat mengimbangi Ki Lengser. Sehingga
terpaksa orang tua itu mengeluarkan ilmu simpanannya.
Tangan kanan si Tukang Pancing dapat bergerak lambat,
sedangkan tangan kirinya bergerak sangat cepat. Dan gerakan
itu ternyata sangat membingungkan iblis Kembar.
"Heaaat...!"
Pada satu kesempatan, Layang Kumitir mengirimkan
tendangan keras ke arah pinggang.
"Yeaaat!"
Secara tidak terduga, sisi telapak tangan si T ukang Pancing
menyabet ke belakang.
Plak! Tangkisan itu, tepat mengenai tulang kering Layang
Kumitir. Seketika satu dari Iblis Kembar itu jadi berjingkrakan
menahan sakit yang menusuk tulang.
"Ha ha ha...! Segala iblis kampungan mau bertingkah di
depanku!" ejek Ki Lengser, kemudian mengambil alat
pancingnya. "Bangsat! Serang, laki-laki jompo itu!" teriak Layang
Kumitir, kembali menyerang dengan senjata gadanya.
Sementara Layang Seto segera mengikuti.
Ketika mengetahui kalau serangan itu cukup dahsyat, Ki
Lengser segera memutar alat pancingnya sedemikian rupa,
hingga mengeluarkan suara menderu tajam. Bahkan tiap
gerakan alat pancing itu selalu mengancam bagian-bagian
tubuh yang mematikan.
Dengan senjata gada berduri yang berat, Iblis Kembar
berusaha mati-matian menghalau tiap serangan si Tukang
Pancing. Wuk! Wuk! Wuk! Pragk! Pragk! Berkali-kali senjata di tangan masing-masing beradu. Tetapi
gada berduri milik Iblis Kembar tidak dapat menghancurkan
alat pancing yang justru jauh lebih kecil. Dari sini bisa dilihat,
betapa tingginya tenaga dalam K i Lengser, jauh di atas kedua
lawannya. Bahkan berkali-kali, alat pancing Ki Lengser berhasil
menyabet tubuh Iblis Kembar sampai matang dan biru.
Walaupun tidak mematikan, sakitnya sangat terasa.
Melihat Iblis Kembar tidak dapat berbuat apa-apa, Nenek
Ayuning maju dengan senjata pedangnya.
Kini si Tukang Pancing jadi dikeroyok tiga. Lambat laun,
laki-laki tua itu mulai terdesak. Apalagi ketika perempuan tua
itu mengeluarkan aji 'Rangsang Jiwa' diserjap gerakannya
yang merangsang. Akibatnya, Ki Lengser jadi kelabakan .
"Tidak tahu malu! Nenek peot gendeng kau!" maki si
Tukang Pancing, kesal.
O0dw0O Seketika Ki Lengser mengecutkan alat pancingnya.
Sehingga mata kail yang terikat tali pancing berseliweran
mencari mangsa.
"Seaaat!"
Disertai teriakan keras, pedang di tangan Nenek Ayuning
membabat, bermaksud memutuskan tali pancing Ki Lengser.
Namun tali pancing itu alot sekali. Bahkan beberapa kali tali itu
malah bergerak, berusaha melibat pedang di tangannya.
Melihat si Tukang Pancing masih dapat mengimbangi,
Nenek Ayuning segera mengeluarkan aji 'Rangsang Jiwa' pada
tingkat yang paling akhir. Akibatnya, Ki Lengser kembali
kelabakan. "Nenek sialan! Mau berkelahi atau mau pameran paha dan
pantat peotmu itu..."!" rutuk si Tukang Pancing berusaha
mengalihkan perhatiannya pada tatapan perempuan tua itu.
"Hi hi hi...! Kalau takut menghadapi ilmuku ini, katakan saja
terus terang! Hayo, majulah kalau berani!" tantang Nenek
Ayuning. Menyadari bahayanya menghadapi ajian itu, si Tukang
Pancing segera melenting ke belakang. Begitu kakinya
mendarat, dia langsung hendak melarikan diri. Pada saat
tubuhnya bergerak, bersamaan dengan itu alat pancingnya
dikibaskan. Crap! "Auuuh!"
Tepat sekali mata kail si Tukang Pancing menancap di
telinga Layang Seto. Diiringi jerit kesakitan, satu dari Iblis
Kembar ini memegangi telinganya.
"Kakek sialan! Lepaskan telingaku! Sakit!"
Tetapi, si Tukang Pancing malah menyentak tali kailnya,
lalu kabur dari tempat ini.
Begitu cepat gerakan si T ukang Pancing, sehingga sebentar
saja dia telah berlari cukup jauh. Apalagi, dia juga
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah cukup
tinggi. "Sialan! Dia lolos dari kejaran kita! Kalau bertemu lagi tidak
akan kuberi hati kau!" dengus Nenek Ayuning, dengan tangan
terkepal. O0dw0O 3 Di bawah teriknya sengatan sinar matahari, tampak
berjalan seorang laki-laki tua berkumis dan
berjenggot panjang. Laki-laki itu berjalan di pematang
bawah, dengan alat pancing yang panjang tampak menjuntai
di pundak. Memang, dia tak lain adalah Ki Lengser yang
berjuluk s i Tukang Pancing. Setelah kabur dari Nenek Ayuning
dan Iblis Kembar, si Tukang Pancing langsung menuju Desa
Garing ini. Ki Lengser menghentikan langkahnya, ketika dua tombak di
depannya tampak seorang petani tua bercaping lebar tengah
mencangkul tanah dengan ayunan yang kuat dan bertenaga.
Napas petani tampak biasa-biasa saja. Tidak terlihat sinar
kelelahan pada wajahnya. Agaknya, petani itu juga memiliki
kepandaian. Merasa tak dipedulikan, Ki Lengser segera menendang batu
sebesar kepala bayi di ujung kakinya. Pelan saja, namun
menghasilkan kecepatan luar biasa, mengancam keselamatan
petani itu. Namun entah disengaja atau tidak, pada saat batu itu
hampir menghantam kepala, si petani mengangkat cangkulnya
ke atas. Trang! Begitu luncuran batu berhasil dihalau, petani itu cepat
menggerakkan cangkulnya ke tanah. Dan begitu mata cangkul
menghujam, secepat itu pula tanah yang menempel
dikebutkan. Maka sebongkah tanah basah langsung me luruk
ke arah Ki Lengser.
"Uts!"
Dengan lentingan indah, si Tukang Pancing berhasil
menghindari serangan sebongkah tanah yang berisi tenaga
dalam tinggi itu.
Dan baru saja si Tukang Pancing mendarat...
"Ha ha ha...! Kau masih tetap hebat seperti dulu, Lengser!"
sambut petani itu langsung menghampiri si Tukang Pancing
dan memeluknya.
"He he he...! Kau pun begitu, Jembawan! Semakin tua
semakin alot saja!" tukas si Tukang Pancing pada petani tua
bertubuh kekar yang dipanggil Jembawan.
"Tidak biasanya kau mendatangi aku Ada perlu..."!" tanya
Ki Jembawan dengan kening berkerut.
"Benar! Keperluan yang cukup penting!" jawab Ki Lengser.
"Katakan saja. Kau tidak perlu ragu!"
"Aku bertemu Ayuning!" jelas si T ukang Pancing.
"Apa kau tidak salah lihat" Katanya, dia sudah mati!" tanya
Ki Jembawan, makin berkerut keningnya.
"Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Jembawan"
Bahkan dia telah berhasil menguasai Iblis Kembar yang
memiliki kepandaian cukup tinggi! Hal itu perlu kita
perhitungkan. Mereka sangat kejam dan mau menang sendiri!
Kaum persilatan bisa geger bila dia muncul kembali!" tandas Ki
Lengser. "Mengapa kau tidak berusaha menangkapnya..."!"
"Enak saja kau bicara! Aku telah bertempur habis-habisan
dengan mereka. Kalau setan betina itu tidak mengeluarkan aji
'Rangsang Jiwa' aku tak akan mundur! Terus terang
menghadapi ajian itu, aku harus berpikir seribu kali! Siapa
yang mau jadi piaraan Nenek Peot itu..."!" tukas si Tukang
Pancing melotot.
"Aku sendiri juga tidak berani menghadapi ajian itu!" tukas
Ki Jembawan. "Maksudku bukan menghadapi sendiri-sendiri. Kalau kita
bersama, tentu dapat mendesaknya. Kita tidak boleh
memberinya kesempatan untuk mengeluarkan ajian cabul itu.
Apakah kau tidak mau bekerja sama lagi denganku...?" tanya
si T ukang Pancing.
"Setan kau, Lengser! Sekali lagi bicara begitu, kutinggal


Pendekar Rajawali Sakti 165 Wanita Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sendirian kau di s ini!" rutuk Ki Jembawan.
"Maaf, Jembawan! Bukan begitu maksudku. Kalau aku tidak
percaya padamu, untuk apa datang kemari"!"
"Ya, sudahlah! Hm.... Sayang si Katembong alias Tukang
Tebang Pohon tidak ada di sini! Kalau ada, tentu kita akan
lebih kuat lagi!" gumam Ki Jembawan.
"Apakah kita perlu mencari dia dahulu, baru bertindak"!"
tanya Ki Lengser.
Belum juga pertanyaan Ki Lengser terjawab....
"Ha ha ha...!"
Mendadak terdengar suara tawa berkepanjangan.
Kemudian, disusul berkelebatnya sesosok bayangan. Dan
tahu-tahu, di dekat mereka telah berdiri seorang laki-laki tua.
Rambutnya putih, dia membawa gergaji di tangan kanan.
"Ha ha ha...! Panjang umurnya! Baru dibicarakan, orangnya
langsung muncul! Mari, ke rumahku sambil m inum teh dan ubi
rebus!" ajak Ki Jembawan.
"Heh"! Soal urusan lain, nanti saja. Yang penting, mari kita
makan dan minum dulu! Perutku sudah lapar sekali,
Jembawan!" tukas laki-laki bernama Ki Katembong, langsung
mendahului Jembawan.
O0dw0O Dalam rimba persilatan saat ini memang diramaikan oleh
tiga serangkai pendekar pembela kebenaran yang sulit dicari
tandingnya. Mereka terdiri dari si Tukang Tebang Pohon, si
Tukang Pancing, dan yang terakhir si Petani.
Tak heran kalau mereka bertiga termasuk kalangan atas.
Dan mereka jarang muncul dalam dunia persilatan, bila tidak
perlu benar. Kalau kali ini mereka muncul bersama, dapat
diterka tentu ada persoalan besar tengah menanti.
Ki Lengser segera menceritakan apa yang dialaminya
dengan Nenek Ayuning. Mendengar kemunculan perempuan
tua itu si Tukang Tebang Pohon tampak terkejut. Dia sadar
kalau kemunculan wanita iblis itu akan diwarnai oleh banjir
darah yang tidak bersalah.
Maka mereka segera berembuk untuk memecahkan cara
menghadapi wanita iblis yang memiliki ajian langka bernama
'Rangsang Jiwa'.
"Katembong, masa kita harus menghadapinya dengan mata
terpejam..."!" tanya si T ukang Pancing.
"Wah! Itu sama saja bunuh diri!" potong si Petani.
"Yah! Memang sulit menghadapi iblis itu. Y ang penting, bila
menghadapi iblis itu, kita tidak boleh memberi hati dan
kesempatan padanya untuk menggunakan ajian setan itu.
Pokoknya kita desak terus, sampai dia kelelahan sendiri.
Setelah itu, langsung kita habisi saja. Kurasa itulah jalan
satusatunya!" papar si T ukang Tebang Pohon.
"Kalau begitu, marilah berkemas untuk mencari Ayuning!
Kita harus mendahuluinya, sebelum dia bersiap diri!" ajak Ki
Jembawan. O0dw0O Seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dengan
pedang bergagang kepala burung menghentikan langkahnya,
ketika di depannya tergolek satu sosok mayat pemuda tanpa
benang sehelai pun. Sosok yang tak lain adalah Rangga alias
Pendekar Rajawali Sakti mendongakkan kepalanya, melihat
bibir tebing di atas sana.
Memang, saat ini Rangga berada di sebuah jalan berbatu.
Yang diapit oleh dua tebing yang tak dalam. Tingginya sekitar
enam tombak. Sebentar kemudian, Rangga segera memeriksa keadaan
mayat itu. "Hm.... Melihat keadaan mayat yang masih baru aku yakin
kematiannya bukan karena terjatuh, dari tebing yang tak
begitu tinggi ini. Dari wajah mayat ini kulihat adanya beban
batin yang sangat dalam, yang baru saja dialami," gumam
Rangga. Rangga kembali mendongak, lalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling. T ak ada yang terlihat.
"Maaf, Kisanak. Aku terpaksa meninggalkan jasadmu di
sini. Me lihat keadaanmu, aku yakin ada sesuatu yang tak
beres di atas sana," kata Rangga, berbicara sendiri sambil
bangkit berdiri.
Seketika Pendekar Rajawali Sakti menggenjot kakinya kuatkuat disertai pengerahan ilmu meringankan tubuh yang sudah
sangat tinggi. Saat itu juga tubuhnya melesat ke atas dan
mendarat ringan di bibir tebing.
Sebentar Rangga menghela napasnya panjang-panjang
seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata, di
depannya sebuah mulut hutan sudah menghadang.
Dengan langkah mantap, Pendekar Rajawali Sakti langsung
memasuki hutan yang tak begitu rapat ini. Namun baru saja
memasuki hutan sejauh beberapa tombak, mendadak di
depannya berkelebat dua bayangan kuning, dan langsung
berdiri menghadang.
Rangga menghentikan langkahnya. Di depannya kini telah
berdiri dua laki-laki berwajah mirip satu sama lain. Mereka
berpakaian kulit macan, senjata mereka adalah gada berduri.
Siapa lagi mereka kalau bukan Iblis Kembar"
"Mengapa, kisanak berdua menghalangi jalanku"!" tanya
Pendekar Rajawali Sakti.
"Ha ha ha...! Siapa yang menghalangi..."! Ini jalan umum.
Kalau mau lewat, silakan!" kata Layang Kumitir.
"Kalau begitu, maaf. Aku mau lewat!" ucap Pendekar
Rajawali Sakti kalem, segera melanjutkan langkahnya.
"Berhenti...!"
Baru saja Pendekar Rajawali Sakti berjalan tiga langkah
mendadak terdengar sebuah bentakan menggeledek. Seketika
Rangga menghentikan langkahnya.
"Ada apa lagi, Kisanak..."!" tanya Rangga kalem.
"Mau lewat boleh saja. Tetapi, tinggalkan dulu nyawamu,
Bocah Bau!" dengus Layang Seto.
"Hra! Dari raut wajah dan pakaian yang dikenakan, aku
pernah mendengar dua orang kembar berjuluk Iblis Kembar
yang sepak terjangnya menggiriskan. Jadi, kalian inilah
orangnya!" gumam Rangga, tenang.
"Bagus kalau kau sudah mengenal kami. Kamilah Layang
Sero dan Layang Kumitir, Iblis Kembar yang tidak ada
duanya!" Begitu habis kata-katanya, Layang Seto mencengkeram
pundak Pendekar Rajawali Sakti dengan pengerahan tenaga
dalam tinggi. Namun tentu saja Pendekar Rajawali Sakti tidak
mau jadi korban begitu saja. Maka segera tubuhnya
dimiringkan ke kanan dengan gerakan manis.
Begitu serangan ke arahnya luput, Pendekar Rajawali Sakti
langsung mengibaskan tangannya bermaksud menghantam
siku Layang Seto. Maka dengan sebisanya satu dari Iblis
Kembar menangkis dengan telapak tangan kiri.
Plak! "Akh!"
Terjadi benturan tangan dan itu membuat Layang Seto
tergetar mundur. Seketika tangannya terasa kaku dan
kesemutan. Sambil meringis kesakitan, ditatapnya pemuda itu
tajam-tajam. "Siapakah kau"! Hm.... Baru kali ini ada pemuda yang
berhasil menahan tenaga dalam Iblis Kembar!" bentak Layang
Seto "Rangga...!" sahut Pendekar Rajawali Sakti, kalem.
"Yang kumaksud julukanmu, Kisanak!" desak Layang Seto.
"Buat apa julukan kalau hanya buat menakut-nakuti?" s indir
Pendekar Rajawali Sakti, kalem.
"Bangsat! Kau mempermainkan kami, Kisanak!"
Seketika Iblis Kembar memasang kuda-kuda kokoh, seraya
memutar gada berduri masing-masing. Lalu....
"Heaaat!"
"Ciyaaat!"
Begitu Iblis Kembar meluruk, kedua senjata yang
mengerikan itu langsung mengancam seluruh tubuh Pendekar
Rajawali Sakti. Kerja sama kedua orang kembar sangat
kompak. Bila yang satu menyerang, yang sarunya menutup
jalan keluar. Apalagi diiringi tenaga dalam tinggi. Sehingga
terlihat begitu dahsyat serangan itu.
Menghadapi serangan gencar
ini, Rangga segera memainkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'.Saat itu juga
tubuhnya meliuk-liuk bagai orang mabuk. Walaupun
gerakannya tidak beraturan, tapi tak satu senjata pun mampu
menyentuhnya. Memang jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' lebih
banyak menitik beratkan pada gerakan menghindar. Dan bila
ada kesempatan. Rangga sesekali melepaskan serangan
balasan. Tetapi, setiap kali Rangga melakukan serangan balasan,
selalu disambut sambaran senjata gada berduri. Sehingga
mau tidak mau, terpaksa Rangga harus merubah jurusnya.
"Hiaaa...!"
Saat itu juga Rangga mengerahkan jurus dari lima
rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'. Dan kini, kedua lawannya
yang tangguh dapat diimbangi.
Pertarungan berjalan semakin sengit. Layang Kumifir,
berteriak keras sambil menghantamkan gada ke arah kepala
Rangga. Bersamaan dengan itu, Layang Seto membabatkan
gadanya ke arah kepala pula.
Wuk! Wuk! "Hait!"
Dengan gerakan indah Rangga melenting ke atas seraya
bersiap mengerahkan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar
Mangsa'. Sementara tanpa dapat dihindari lagi, kedua gada berduri
itu beradu dengan sendirinya.
Blarrr...! Terdengar benturan keras, ketika gada berduri itu beradu.
Seketika bumi bergetar seperti dilanda gempa. Bahkan suara
itu mampu merontokkan daun-daun pohon di sekitar hutan ini.
Pada saat Iblis Kembar masih terkesima, Rangga cepat
meluruk melepaskan tendangan menggeledek. Begitu cepat
gerakannya, sehingga....
Dugk! Dugk! "Aaakh...!"
Kedua laki-laki kembar itu kontan jatuh telentang di atas
tanah begitu kepala masing-masing terhantam kaki Pendekar
Rajawali Sakti. Untung saja Rangga tidak mengerahkan tenaga
dalam penuh, sehingga akibat yang ditimbulkan tidak begitu
parah bagi Iblis Kembar. Dan untung saja Rangga tidak
melanjutkan serangan. Begitu kakinya menjejak tanah,
langsung ditunggunya Iblis Kembar untuk bangkit berdiri.
Sementara pandangannya begitu tajam menusuk. Namun
sebelum kedua orang itu benar-benar bangkit...
"Heh?"
Mendadak saja telinga Pendekar Rajawali Sakti yang
setajam telinga rajawali, mendengar suara desir halus di
belakangnya. Sebagai pendekar yang telah banyak makan
asam garam, Rangga sadar kalau serangan gelap
mengancamnya. "Shaaa...!"
Dengan gerakan luar biasa cepat, Pendekar Rajawali Sakti
langsung mengegos ke samping. Dan begitu serangan lewat di
depan mukanya, tangannya cepat bagai kilat mendorong
luncurannya yang ternyata berasal dari sebuah batu sebesar
kepalan bayi. Prak! Saat itu juga, batu yang meluncur pecah menjadi beberapa
bagian, namun tetap meluncur mengarah pada Iblis Kembar.
Akibatnya.... Pletak! Pletuk...!
"Aduhhh...! Auuuw...!"
Beberapa pecahan batu sempat mampir di kepala kedua
orang kembar itu, sebelum akhirnya jatuh di tanah. Layang
Seto dan Layang Kumirir langsung memegangi kepala yang
benjol akibat terhantam pecahan batu.
Sementara, Rangga sudah berbalik, ke arah tempat
lemparan batu tadi berasal. Dan ternyata di depan telah
berdiri seorang perempuan tua dengan senyum manis yang
justru lebih mirip sebuah seringai.
Tapi entah kenapa mendadak saja, Rangga merasa
jantungnya berdegup keras. Perasaan tak menentu kontan
menjalari harinya. Dan Rangga sadar ada sesuatu yang tak
beres dari wanita tua itu yang lewat dari pancaran matanya.
Seketika, Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan kekuatan
batinnya. Mendapat perlawanan sengit dari pemuda itu, perempuan
tua ini mengakui dalam hati kalau kekuatan batin lawannya
sangat luar biasa. Maka dengan cepat, perempuan berpakaian
serba merah itu mencabut pedangnya.
Sring! "Hiaaat...!"
Sambil berteriak keras, perempuan tua yang tak lain Nenek
Ayuning menerjang ke arah Pendekar Rajawali Sakti .
"Uts!"
Namun dengan gerakan cepat, Rangga membuang dirinya
ke samping, sehingga serangan itu hanya lewat beberapa jari
saja dari perutnya.
Begitu serangannya gagal, Nenek Ayuning segera
mengerahkan aji 'Rangsang Jiwa' dalam setiap gerakannya.
Menghadapi ilmu kotor itu, perhatian Pendekar Rajawali
Sakti jadi terpecah. Rangga sendiri tak mengerti, mengapa
pikirannya mendadak kacau. Sehingga dalam waktu singkat,
dia terdesak hebat dan hanya mampu menangkis serta main
mundur terus. T etapi, ujung pedang perempuan tua itu terus
mendesaknya. "Hup!"


Pendekar Rajawali Sakti 165 Wanita Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Terpaksa Rangga bergulingan terus di atas tanah
berumput, menghindari setiap kebutan pedang Nenek
Ayuning. Baru ketika ada jarak, Pendekar Rajawali Sakti
melenting ke udara.
Namun pada saat yang bersamaan, Iblis Kembar yang
sudah sejak tadi bangkit, langsung menghantamkan gada
berduri ke arah kepala Rangga.
"Yeaaat!"
"Aiiit!"
Dengan cepat, Rangga memiringkan kepala. Tetapi tetap
saja terlambat, karena....
Brest! "Aaakh!"
Tak urung pundak Pendekar Rajawali Sakti terhajar gada
berduri. Walaupun tidak mematikan, tetapi cukup menyakitkan. Begitu mendarat di tanah tubuhnya langsung
terhuyung-huyung.
Melihat kesempatan bagus, Layang Seto cepat melepaskan
tendangan keras ke punggung Pendekar Rajawali Sakti.
Buk! Tanpa dapat mengelak lagi, Rangga langsung terdorong ke
depan empat langkah terkena tendangan Layang Seto.
Dalam keadaan luka seperti itu, Rangga memang tidak
dapat berbuat banyak. Apalagi dikeroyok tiga orang
berkepandaian tinggi. Untung saja sampai saat ini, Rangga
masih mampu bertahan.
Namun lambat laun, pemuda berbaju rompi putih itu mulai
jatuh bangun. Setiap saat, jiwa Pendekar Rajawali Sakti dapat
terancam. Pada saat yang gawat bagi Rangga....
"Yeaaat!"
Mendadak terdengar teriakan menggelegar, yang diiringi
berkelebatnya satu bayangan kuning ke arah Nenek Ayuning.
Begitu cepat gerakan itu, sehingga membuat Nenek Ayuning
terkesiap. Terutama ketika mendapat serangan selendang
kuning m ilik sosok bayangan kuning itu.
Dengan terpaksa Nenek Ayuning harus melupakan
Pendekar Rajawali Sakti dulu, kalau ingin selamat Maka cepat
bagai kilat tubuhnya meloncat menjauh, menghindari sabetansabetan selendang kuning.
Kemudian dibantu Iblis Kembar yang sudah meninggalkan
Pendekar Rajawali Sakti, Nenek Ayuning menyerang sosok
bayangan kuning yang ternyata seorang perempuan tua
berpakaian serba kuning.
Namun menghadapi lawan yang sama-sama wanita, Nenek
Ayuning jadi mati kutu, karena ajiannya tidak dapat digunakan
lagi. Memang, ajian itu hanya diperuntukkan bagi kaum lakilaki . Ternyata walaupun dibantu Iblis Kembar, Nenek Ayuning
tetap saja berada di bawah angin. Tentu saja, ini karena
ajiannya tidak berguna lagi. Apalagi, kepandaian perempuan
tua berbaju kuning itu sangat tinggi.
Rangga yang sudah menyingkir ke tempat aman, bisa
melihat kalau perempuan tua yang menolongnya tidak bisa
dianggap remeh. Dari gerakan-gerakan silatnya yang cepat,
Pendekar Rajawali Sakti sudah yakin kalau perempuan tua
berbaju kuning bisa menjatuhkan lawan-lawannya.
Benar saja dugaan Rangga. Baru saja perempuan tua
berbaju kuning itu mengebutkan selendang kuningnya ke arah
Nenek Ayuning, mendadak arah kebutannya berbalik ke arah
Iblis Kembar secara tak terduga. Sehingga....
Ctar! Ctar! "Aaakh...! Aaakh...!"
Layang Seto dan Layang Kumrtir kontan terjengkang,
tersengat kebutan selendang kuning yang meliuk-liuk
bagaikan memiliki mata. Dada mereka kontan memerah,
dengan napas tersengal.
Menyadari keadaan ini, Nenek Ayuning cepat bertindak....
"Tinggalkan tempat ini!" seru Nenek Ayuning seraya
berbalik dan berkelebat dari tempat ini.
Tanpa diperintah dua kali. Iblis Kembar segera bangkit dan
berlari menyusul Nenek Ayuning.
Setelah lawan-lawannya menghilang, wanita tua yang
menggunakan senjata selendang kuning menghampiri
Rangga. "Tampaknya lukamu tidak terlampau parah, Anak Muda!"
kata perempuan tua itu.
"Terima kasih atas pertolonganmu, Nini! Kalau boleh
kutahu siapa nama besarmu, Nini?" tanya Rangga, setelah
menjura memberi hormat.
"Namaku Sri Murti. Orang menjuluki aku Selendang
Mayang! Karena masih ada urusan, aku mohon diri dulu. Kau
tentunya Pendekar Rajawali Sakti, bukan" Hm.... Aku tahu dari
pedangmu itu!"
Belum sempat Rangga menjawab, nenek berpakaian kuning
yang ternyata bernama Sri Murti melesat pergi. Dan Rangga
hanya bisa melepas dengan pandangan matanya saja.
O0dw0O 4 Senja bakal berakhir, ketika matahari mulai merambat
menuju peraduannya Nyanyian serangga malam mulai
bersahut-sahutan, mengisi kehidupan yang fana ini. Namun
suara nyanyian alam yang cukup merdu itu mendadak
berhenti oleh derak roda sebuah kereta berkuda yang
melintasi jalan berbatu yang di kanan kirinya ditumbuhi
pohon-pohon besar.
Kereta kuda yang terbuka itu sepertinya mengangkut
sebuah peti berukir indah. Mungkin barang di dalamnya cukup
berharga, sehingga tidak heran bila kereta kuda itu dikawal
oleh sebelas orang berpakaian sebagaimana kaum persilatan.
Melihat gambar seekor kuda terbang pada s isi kereta kuda,
bisa diduga kalau orang-orang ini berasal dari Perkumpulan
Kuda Terbang, yang menjual jasa dalam pengawalan dan
pengiriman barang berharga dari satu tempat, ke tempat lain.
Hampir semua penduduk di utara tanah Jawa dwipa ini
tahu, kalau usaha jual jasa itu dipimpin oleh bekas pendekar
persilatan cukup kondang. Orangnya bertubuh tinggi tegap,
dengan wajah dihiasi kumis panjang. Sepasang tombak
pendek selaki bertengger di kedua pinggangnya. Dan sosok itu
memang ada di antara rombongan ini. Namanya, Ki Jebed.
Begitu melewati jalan berbatu ini, Ki Jebed yang berjalan
paling depan mengangkat tangan kanannya. Maka rombongan
di belakangnya berhenti.
"Awas! Setelah kita makan siang di Desa Picung tadi, aku
tak ingin kalian mengantuk. Kita harus meningkatkan
kewaspadaan dan tidak boleh lengah! Firasatku mengatakan
ada bahaya yang bakal muncul!" teriak Ki Jebed, ketika sejak
di Desa Pi-cung sudah merasakan firasat yang tidak enak.
Baru saja kata-kata Ki Jebed habis....
"Ha ha ha...!"
Tiba-tiba terdengarlah suara tawa besar yang menggetarkan dada. Bahkan dedaunan kering di pohon jadi
berjatuhan ke tanah. Suara itu memang berisi tenaga dalam.
Dan itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang berkepandaian
tinggi. "Siapakah, Kisanak..."! Kalau ada keperluan, harap
tunjukkan diri!" teriak Ki Jebed seraya mengedarkan
pandangan ke segala penjuru.
Sementara itu sepuluh orang anak buah laki-laki berkumis
panjang ini sudah cepat menutup kedua telinga dengan kedua
tangan, sambil mengerahkan tenaga dalam untuk melawan
pengaruh suara tawa. Sedangkan Ki Jebed sendiri memang
sudah cukup berpengalaman, sehingga sejak menyuruh anak
buahnya, dia sudah mengerahkan tenaga dalamnya.
Ketika belum melihat ada tanda-tanda munculnya
seseorang, Ki Jebed semakin meningkatkan kewaspadaannya.
"Keluarlah, Kisanak. Bukankah kita belum pernah
berurusan" Hm... Begini saja. Kalau kau ingin sesuatu, kami
bersedia memberikannya sebagai tanda jalan. Bagaimana?"
ujar Ki Jebed, cepat menangkap maksud sosok yang belum
terlihat itu. Nada suaranya pun merendah, seperti ingin
mencari damai saja.
"Ha ha ha...! Bagus kalau kau tahu diri! Kalau ingin
selamat, harap cepat tinggalkan barang yang kalian bawa!
Sedikit saja membantah, kalian akan menyesal!" ancam suara
itu. "Apa pun kau inginkan, harap tunjukkan diri!" tukas Ki
Jebed. Baru saja gema suara Ki Jebed hilang, mendadak
berkelebat sesosok bayangan ke arahnya. Cepat dan ringan
sekali gerakannya, dan tahu-tahu sosok itu telah berdiri di
hadapan Ki Jebed sejauh dua tombak.
Melihat orang yang baru muncul ini, kening Ki Jebed
berkerut dalam. Setelah berpikir sesaat, baru disadari kalau
orang yang baru muncul ini adalah yang tadi siang berada di
kedai di Desa Picung. Pantas saja orang itu selalu
memperhatikan. Kiranya dia mempunyai maksud tertentu.
Memang waktu berada di Desa Picung untuk makan siang,
Ki Jebed sadar kalau tengah diperhatikan oleh seorang laki-laki
berusia sekitar empat puluhan. Orang itu bertelanjang dada.
Namun dari atas dada hingga ke betisnya terbungkus sarung
bercorak kotak-kotak, mirip dari Pulau Bali.
Dan laki-laki bertelanjang dada itu kini sudah berada di
depan Ki Jebed. Sikapnya demikian pongah di hadapannya.
"Sekarang aku telah muncul Cepatlah serahkan barang itu,
sebelum aku bertindak kasar!" bentak orang bertelanjang
dada ini. "Siapakah nama dan julukanmu, Kisanak"! Aku belum
pernah berurusan denganmu. Namaku Ki Jebed, Ketua
Perkumpulan Kuda Terbang," kata Ki Jebed, berusaha
menahan diri. "Aku Raka Pitu dari dari tanah Ba li Dan kau jangan banyak
bicara lagi, cepat tinggalkan tempat ini!" bentak laki-laki dari
tanah Bali yang mengaku bernama Raka Pitu.
Sementara itu sepuluh anak buah Ki Jebed sudah siap
melindungi peti yang dikawal.
Melihat tingkah mereka, Raka Pitu jadi berang. Maka
seketika, tangannya bergerak mencengkeram dada Ki Jebed.
Namun Ketua Perkumpulan Kuda Terbang itu cepat
menangkis dengan tangan kiri.
"Hiaaat!"
Plak! Bahkan Ki Jebed segera menyusulinya dengan sabetan sisi
telapak tangan ke arah leher Raka Pitu.
Tetapi dengan menggeser mundur kakinya dua langkah,
Raka Fitu berhasil menghindari serangan. Sebentar saja,
terjadilah pertarungan sengit.
O0dw0O "Heaaat...!"
Melihat Ki Jebed belum juga dapat menjatuhkan lawannya,
tiga orang anak buahnya maju membantu dengan sabetan
golok dan pedang.
Dengan cepat, Raka Pitu mengalihkan perhatian pada tiga
pengeroyok. Dan sekali tangannya bergerak salah seorang
pengeroyok berhasil dirampasnya. Kemudian secepat itu pula,
golok yang berhasil, dirampas, dibabarkan ke arah tiga
pengeroyoknya. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
"Yeaaa!"
Bret! Bret! "Aaa..!"
Tiga teriakan saling susul langsung terdengar begitu golok
itu menemui sasaran. Ketiga anak buah Ki Jebed kontan
ambruk dengan leher putus terbabat golok yang berhasil
dirampas Raka Pitu.
Sementara itu anak buah Ki Jebed yang lain bersiap hendak
menyerang kembali. Sedangkan Ki Jebed sudah mencabut
sepasang tombak pendeknya.
"Bajingan busuk! Aku akan mengadu jiwa denganmu!"
dengus Ki Jebed.
"Segala pendekar kampungan mau jual lagak di depanku.
Majulah! B iar kubeset kulitmu!" balas Raka Pitu.
"Heaaat..!"
Tanpa banyak cakap lagi, Ki Jebed langsung me luruk
sambil membabatkan sepasang tombak pendeknya secara
bersilangan. Pada saat yang sama, Raka Pitu sudah
menyilangkan kedua tangannya. Wajahnya tampak berkerutkerut. Sedangkan kedua tangannya sudah mengepulkan asap
tipis berwarna kehitaman. Tulang-tulangnya berkero-tokan
hebat. Ki Jebed yang sudah telanjur menyerang, menjadi terkejut.
Maka setengah mari segera dia menambah tenaga dalamnya
pada kedua tangannya.
Begitu serangan Ki Jebed tiba, tanpa diduga Raka Fitu
melenting ke udara. Sehingga serangan itu luput, membuat Ki
Jebed terpuruk ke depan.
Belum juga K i Jebed berbalik, dari udara Raka Pitu meluruk
dengan kedua telapak tangan mengarah ke pundak Ki Jebed.
Dan... Des! Des! "Aaakh...!"
Disertai jerit kesakitan, tubuh Ki Jebed terhuyung-huyung
ke depan. |Tampak pakaiannya hangus terbakar. Dan pada
kulit pundak, tertera gambar telapak tangan berwarna hitam.
Sambil meringis menahan sakit, Ki Jebed berbalik lalu mundur
dua langkah ke belakang.
"Ha ha ha...! Kau telah terkena pukulan 'Leak Hitam'!
Usiamu kini tinggal beberapa hari lagi saja!" ejek Raka Pitu,
begitu mendarat di tanah.
"Kau memiliki pukulan 'Leak Hitam'"! Kalau begitu, Leak
Hitam yang terkenal itu..."!" tanya Ki Jebed, dengan suara
menggantung di tenggorokan.


Pendekar Rajawali Sakti 165 Wanita Iblis di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bagus kalau kau sudah tahu. Sekarang, serahkanlah
barang yang kau kawal itu padaku!" sahut Raka Pitu yang
ternyata berjuluk si Leak Hitam.
Pada saat itu seorang anak buah Ki Jebed, membokong
dengan pedang ke arah punggung Raka Pitu.
"Haiiit!"
Tetapi hanya sekali melangkah ke samping, serangan itu
lewat begitu saja. Lalu dengan gerakan indah, Raka Pitu alias
si Leak Hitam menangkap tangan si pembokong yang
membawa pedang.
Tap! Begitu tangan itu tertangkap, tangan kanan si Leak Hitam
cepat menghantam punggung. Des!
"Aaa...!"
Tidak ampun lagi, orang itu jatuh mencium tanah disertai
muntahan darah segar berwarna kehitaman. Sedangkan pada
punggungnya tertera gambar telapak tangan berwarna hitam
Memburu Iblis 1 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Irama Seruling Menggemparkan Rimba Persilatan 9

Cari Blog Ini