Ceritasilat Novel Online

Bencana Tanah Kutukan 1

Pendekar Rajawali Sakti 200 Bencana Tanah Kutukan Bagian 1


1 Pagi berkabut menyelimuti Gunung Arjuna yang berdiri angkuh hendak menggapai
langit. Udara dingin terasa menusuk sampai ke tulang sumsum. Dalam sapuan kabut
pada bagian lereng di sebelah barat, tampak sesosok tubuh tengah berusaha
bangkit. Pakaiannya yang berwarna kuning telah dipenuhi percikan darah dan
tampak robek di sana sini. Ada beberapa luka di bagian dada. Tampaknya sosok -yang ternyata laki laki berumur sekitar dua puluh empat tahun ini sudah sangat
-lemah. Sementara tidak jauh dari laki laki itu, tampak tergeletak seorang laki laki
- -lain berumur sekitar enam puluh tahun. Bajunya yang berwarna merah, basah
berlumur darah pula. Rambutnya yang berwarna putih, selain kotor oleh debu juga
dibasahi darah.
Tidak lama, laki laki berpakaian merah ini meng-geliat. Dan perlahan lahan dia
- -bangkit. Ternyata, walaupun keadaannya sangat parah dia tidak mati. Sungguh
hebat daya tahannya.
Sementara laki laki berbaju kuning memperhatikan laki laki tua di depannya
- -dengan tatapan mata layu tidak bersemangat. Dan seperti tersadar dari mimpi
buruk, terkejut dia melihat keadaan laki laki tua di depannya. Sebaliknya, orang
-yang dipandanginya pun tampak sama kagetnya.
"Mengapa jadi begini, Guru?" tanya laki laki berbaju kuning, memandang heran.
-Suaranya serak seperti
dicekik, karena ada darah yang menggumpal di saluran pernapasannya.
Sedangkan kakek berbaju merah yang tidak lain guru dari laki laki berbaju kuning
-tampak seperti orang linglung. Matanya lantas tertuju pada pedangnya yang
tergeletak tidak jauh dari tempatnya terkapar.
"Ya, mengapa pula jadi begini, Kesuma" Semalam kita baru sampai di daerah tidak
bertuan ini. Kemudian, aku tertidur dan seperti mimpi buruk. Dalam mimpi, aku
bertarung denganmu, Apakah betul?" tanya si kakek seakan ditujukan pada dirinya
sendiri. "Aku juga tertidur dan mengalami mimpi yang sama, Guru," sahut laki laki berbaju
-kuning yang dipanggil Kesuma. "Aku seperti bertarung dengan Guru. Kita sama sama
-ingin membunuh, seperti musuh be-buyutan!"
"Kini kenyataannya aku hampir mampus. Dan kau juga nyaris mati. Apakah yang kita
rasakan ini juga hanya mimpi, Kesuma?" tukas laki laki berbaju merah sambil
-meringis kesakitan.
"Tidak, Guru...! Aku merasa betapa sakitnya tertusuk pedang. Kita sama sama
-hampir kehabisan darah, sehingga dunia ini seperti berputar. Kita hampir saling
bunuh, Guru. Okkh..., betapa gilanya...!" desah Kesuma, membenarkan.
Wajah Kesuma yang pucat dihantui perasaan ngeri.
Entah, apa yang telah terjadi pada diri mereka. Pikiran dan tingkah laku mereka
waktu itu hanya bagai dalam mimpi saja.
Kemarin ketika murid dan guru ini sampai di kaki Gunung Arjuna, dalam keadaan
biasa saja. Tidak ada
keganjilan yang dirasakan. Namun saat hari menjadi gelap, dan perjalanan ke
Siwalaya tidak mungkin diteruskan lagi, laki laki berbaju merah itu memutuskan -untuk bermalam di tempat ini.
Menjelang malam, mereka seperti terkena aji 'Sirep'
hingga tertidur. Lalu seperti dalam mimpi saja, mereka mendengar bisikan gaib.
Dan seperti ada kekuatan yang tidak tampak yang mempengaruhi kedua duanya,
-terjadilah apa yang sama sama tidak mereka sadari.
-Sebuah pertarungan antara murid dan guru!
"Kita harus mengobati luka luka kita, Guru. Kalau tidak, mustahil bisa sampai ke
-Siwalaya!" ujar Kesuma khawatir.
Laki laki tua berbaju merah yang juga dalam keadaan terluka parah akibat
-pertarungan di bawah sadar dengan muridnya itu tidak segera menjawab.
Dia malah memeriksa buntalan yang tergeletak tidak begitu jauh darinya.
"Ya! Kurasa ada sesuatu yang tidak beres telah terjadi di sini! Aku akan
mengobati luka lukamu dulu.
-Setelah itu, secepatnya kita menyingkir dari sini!" sahut laki laki tua itu.
-Laki laki berbaju merah ini kemudian mengeluarkan sebuah bungkusan kecil dari
-sebuah kantong berwarna hitam. Diambilnya beberapa butir obat berwarna merah,
hitam, dan biru. Benda bulat sebesar jari kelingking ini segera diberikan pada
Kesuma. "Makanlah.
Mudah mudahan -lukamu cepat sembuh," ujar guru Kesuma ini.
Kesuma segera menelan obat pemberian gurunya.
Sedangkan laki laki tua itu sendiri segera menelan obat
-yang sama. Sesuatu yang cukup mengherankan terjadi. Setelah minum obat, laki laki tua ini
-menyapu luka lukanya dengan telapak tangan. Dan tiba tiba saja luka luka di
- - -sekujur tubuhnya lenyap tanpa bekas.
Ketika Kesuma menyapu luka luka di badannya, maka hal yang sama terjadi atas
-dirinya. "Bagaimana, Kesuma" Apakah ada bagian tubuhmu yang masih sakit?" tanya laki laki
-tua ini disertai senyum.
"Tidak, Guru," sahut Kesuma kagum.
"Sekarang kita sudah bisa meneruskan perjalanan kembali!" ujar laki laki ini -kepada muridnya.
Kesuma dalam hati menjadi senang. Sebab dia sendiri merasa tidak tahan berlama
-lama di lereng Gunung Arjuna. Menurutnya, ada sesuatu yang terus mengawasi
kehadiran mereka di tempat itu.
*** Namun baru saja mereka hendak meninggalkan
lereng Gunung Arjuna, tiba tiba....
-"Jangan tergesa gesa meninggalkan tempat ini!"
-Terdengar sebuah suara merdu dari belakang.
Kesuma dan gurunya serentak menoleh ke belakang.
Ternyata entah dari mana datangnya, di belakang mereka telah berdiri seorang
perempuan berbaju putih.
Rambutnya panjang sepinggang. Sedangkan wajahnya tidak kelihatan, karena
tertutup cadar berwarna putih.
Pada bagian sisi cadar berwarna kuning keemasan.
"Siapa kau, Nisanak?" tanya laki laki tua berbaju
-merah ini heran.
"Aku adalah salah satu penghuni Istana Pasai di lereng Gunung Arjuna ini," sahut
wanita itu dengan suara merdu. "Dan kalian?"
"Aku Ki Londa dari Rangkas. Dan ini muridku, Kesuma namanya. Hmm.... Aku tidak
melihat ada bangunan di sekitar sini?" sahut laki laki tua bernama Ki Londa
-disertai gumaman keheranan.
"Bangunan itu tidak jauh dari sini. Karena Gusti Ratu kami melindunginya dengan
Tabir Gaib. Maka, tidak seorang pun yang dapat melihatnya," jelas wanita
bercadar ini. "Apakah kau dan ratumu sebangsanya peri gunung atau makhluk halus lainnya?"
tanya Ki Londa.
"Bukan. Kami manusia sepertimu. Hanya tingkatan kami lebih tinggi dibandingkan
kalian," jawab wanita ini tanpa maksud menyinggung perasaan.
"Siapa pun adanya kau ini, aku tidak peduli. Kami hendak meneruskan perjalanan
menuju Siwalaya,"
tegas Ki Londa.
"Sebaiknya perjalananmu ditunda dulu, Ki. Lagi pula, kalian tidak bisa melewati
jalan di depan sana."
"Kenapa rupanya?" tanya Kesuma heran.
"Di depan sana adalah Tanah Kutukan. Dan, sedang terjadi sesuatu yang mengerikan
di sana...."
"Mengerikan
bagaimana?"
tukas Ki Londa, penasaran. "Aku tidak bisa menceritakannya pada kalian. Kalau ingin jelas, marilah ikut
aku. Ratu mungkin dapat menjawab pertanyaanmu, Ki!" ajak wanita bercadar itu
tegas. Atas dasar rasa ingin tahunya yang begitu besar, Ki Londa dan Kesuma akhirnya
mengikuti wanita bercadar ini.
*** Ki Londa, Kesuma, dan wanita bercadar itu tiba di jalan kecil. Wanita bercadar
yang berjalan paling depan menghentikan langkahnya, kerika jalan yang ditempuh
buntu terhadap sebuah tebing berdinding batu.
"Penjaga pintu utama! Buka pintu Tabir Gaib. Aku penasihat utama datang
kembali," perintah wanita itu, pelan suaranya.
Ki Londa dan muridnya terheran heran. Kecuali dinding tebing, tak ada apa apa di- -situ. Demikian pula pintu yang dimaksud. Namun, wanita itu sepertinya menyuruh
seseorang untuk membukakan pintu yang kasat mata.
Dan sesuatu yang tidak pernah disangka sangka pun terjadi. Tiba tiba saja
- -terdengar suara bergemuruh. Lalu muncul kabut putih dari ujung jalan buntu ini.
Perlahan-lahan kabut itu lenyap seperti terbawa angin. Begitu kabut benar benar
-tuntas, terlihat sebuah pintu berukuran cukup besar berwarna putih. Di belakang
pintu, terlihat kabut merah mengambang.
Rasa heran di hati murid dan guru ini belum juga lenyap ketika wanita berbaju
putih melanjutkan langkahnya.
"Mari ikuti aku!" perintah wanita bercadar ini.
Seperti terkena sihir, kedua laki laki ini mengikuti wanita bercadar, Mereka
-berjalan melewati pintu yang
muncul tiba tiba. Dan ketika mereka berada di tengah-tengah kabut merah tadi,
-maka pintu di belakang menutup dengan sendirinya.
Beberapa saat kemudian, barulah Ki Londa dan Kesuma dapat menyesuaikan diri
dengan pemandangan di dalam. Tampak beberapa orang
pengawal berbaju putih tengah menjaga pintu masuk sebuah bangunan besar nan
megah bagai istana. Inikah yang dinamakan Istana Pasai" Mereka memegang tombak.
Murid dan guru itu juga tak habis pikir ketika melihat bahwa semua pengawal di
istana ini terdiri dari perempuan.
"Mari ikut aku!" ajak wanita bercadar itu.
Wanita itu menuju ke sebuah ruangan, melewati lorong yang sangat panjang.
"Namaku Dewi Harnum. Di Kerajaan Pasai ini aku menjabat sebagai penasihat
kerajaan. Panglima perang di sini bernama Mira. Sedangkan Dewi Melur adalah
patih. Sengaja aku mengundang kalian, karena dalam pengamatan kami kalian bisa
mengobati suatu
penyakit," jelas wanita bercadar bernama Dewi Harnum.
Ki Londa merasa penasihat kerajaan itu telah men-jebak mereka. Sehingga, tanpa
sadar langkahnya pun terhenti.
"Ada apa?" tanya Dewi Harnum dengan kening berkerut.
"Kau menipuku"!" desis Ki Londa tidak senang.
"Tidak ada yang menipu kalian. Ratu kami terluka parah akibat perkelahian
mengerikan dua hari yang lalu.
Urat darah di tubuhnya banyak yang putus. Tabib istana
tidak sanggup mengobatinya!" jelas Dewi Harnum, tegas.
"Perkelahian mengerikan apa?" tanya Kesuma.
"Sulit menerangkannya. Nanti saja jika keadaan ratu kami telah membaik. Aku
berjanji untuk menceritakan segala sesuatunya yang terjadi di sini," sahut Dewi
Harnum dengan jawaban yang mengambang.
"Aku tidak mau mengobati siapa pun, karena aku bukan seorang tabib!" bantah Ki
Londa tegas. Penasihat kerajaan itu tersenyum. Dan langkahnya diayunkan kembali, memasuki
sebuah ruangan lain.
Ruangan yang dimasuki ternyata sangat besar dan mewah. Di tengah tengah ruangan,-terdapat sebuah ranjang berwarna putih dan berkasur tebal. Di atasnya tergolek
tak berdaya sesosok tubuh ramping. Di beberapa bagian tubuhnya, terlihat luka
-luka yang tertutup kapas. Walaupun wajahnya pucat, namun kecantikannya terlihat
jelas. Beberapa orang yang menunggui langsung pergi meninggalkan ruangan ketika Dewi
Harnum memberi isyarat. Sekarang, di ruangan ini hanya tinggal Dewi Harnum,
Kesuma, dan Ki Londa saja.
"Lihatlah, Ki. Begini menyedihkan keadaannya.
Apakah kau tega melihat ratu kami binasa karena luka-lukanya?" desah Dewi
Harnum, seraya melirik Ki Londa, lalu beralih pada junjungannya.
Ki Londa terdiam. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan.
"Kurasa kau salah lihat, Dewi! Percayalah, aku bukan seorang tabib yang dapat
menyembuhkan penyakit apa pun," elak Ki Londa lagi.
"Hm.... Aku mengerti, apa yang telah terjadi atas diri kalian, Ki Londa. Kau
membawa Kitab Panca Sona.
Kudengar, selain kitab itu berisi ilmu sakti yang dapat menghidupkan orang mari,
di dalamnya juga terdapat cara cara penting dalam hal ketabiban. Apakah kau -begitu pelit, sehingga tidak mau memberi pertolongan pada kami?"
Ki Londa terkejut sekali. Sungguh tidak disangka Dewi Harnum mengetahui apa yang
dibawanya. Bahkan sepertinya tahu kalau kitab itu telah dipelajari oleh Ki
Londa. "Kitab itu bukan milikku. Aku baru saja hendak mengantarkannya pada seseorang,"
kilah Ki Londa.
"Kau mau mengantarkannya pada Ki Belamparan, bukan" Ketahuilah! Ki Belamparan
masih sahabat ratu kami. Dia pasti sangat kecewa bila melihat kekikiran-mu!"
desak Dewi Harnum.
Semakin bertambah terkejut saja Ki Londa mendengar ucapan Dewi Harnum ini. Dan
baru saja laki laki tua berbaju merah ini hendak mengatakan sesuatu pada Dewi
-Harnum, tiba tiba saja pintu terbuka. Di depan pintu tampak berdiri seorang
-laki laki tua renta memakai selempang putih. Di belakangnya tampak beberapa
-orang pengawal mengiringinya.
"Ki Belamparan"!" desis Ki Londa, seakan tidak percaya dengan pemandangannya.
Laki laki tua yang dipanggil Ki Belamparan tidak menyahut, tapi malah berjalan
-mendekatinya. "Bagaimana kau bisa sampai ke sini, Ki" Aku sendiri baru saja hendak melakukan
perjalanan ke Siwalaya untuk menjumpaimu!" tanya Ki Londa heran,
"Kau ingin menyerahkan Kitab Panca Sona, bukan?"
tebak laki laki tua berselempang kain putih ini disertai senyum.
-"Benar," sahut Ki Londa.
"Kau di sini. Dan aku juga sudah satu hari di sini.
Kumohon kau mau membantuku untuk menyembuhkan
Ratu Andilini sahabatku," pinta Ki Belamparan.
"Tapi...!"
"Janganlah membantah! Terlambat sedikit saja, jiwa Ratu Andilini tidak akan
tertolong lagi," potong Ki Belamparan tegas.
Kakek berselempang kain putih ini memang orang yang cukup disegani Ki Londa.
Mereka sejak dulu menjalin persahabatan cukup baik. Begitu baiknya, sehingga Ki
Blamparan bersedia meminjamkan Kitab Panca Sona yang di dalamnya mengandung ilmu
ketabiban dan juga ilmu kebangkitan kembali, bila seseorang telah mati.
Setelah hampir dua tahun Ki Londa mempelajari Kitab Panca Sona hingga tuntas,
haruskah permintaan Ki Belamparan
ditolaknya. Padahal dia tahu, Ki Belamparan yang memiliki Kitab Panca Sona tidak pernah mempelajari kitab itu.
Karena sepanjang hidup-nya lebih sering digunakan untuk berbuat amal kebajikan.
"Bagaimana, Ki Londa" Apakah kau bersedia membantu kesembuhan sang Ratu?" desak
Ki Belamparan. "Baiklah. Aku tidak bisa menolak keinginanmu. Tapi, kau harus berjanji padaku
untuk menceritakan semua yang telah terjadi di sini. Bagaimana?"
"Jangan khawatir. Jika kesehatan Ratu telah pulih
kembali, kapanpun aku bersedia menceritakan apa yang ingin kau ketahui," janji
Ki Belamparan. Kemudian Ki Londa didampingi Ki Belamparan segera mendekati ranjang Ratu
Andilini. Sementara baik Kesuma maupun Dewi Hamum mengawasi jalannya
pengobatan tidak jauh dari ranjang itu.
"Luka lukanya cukup parah. Aku kurang yakin, apakah mampu menyembuhkannya atau -tidak," desah Ki Londa, pelan saja suaranya.
"Semua harapanku tertumpu padamu," sahut Ki Belamparan tegas.
Ki Londa merasa maklum dengan ucapan

Pendekar Rajawali Sakti 200 Bencana Tanah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sahabatnya. Tanpa bicara lagi, dikeluarkannya bungkusan kain hitam. Lalu diambil isinya beberapa butir. Ternyata benda benda -yang diambilnya tidak lain dari butir butir obat pulung yang berwarna merah,
-hitam, dan kuning.
"Bantu aku memasukkan obat obat ini ke dalam mulut sang Ratu!" pinta Ki Londa.
-Ki Belamparan langsung melakukan apa yang dikata
-kan Ki Londa. *** Dengan dibantu sedikit air, obat obat yang diberikan Ki Londa masuk semua ke
-dalam mulut Ratu Andilini.
Sekejap mereka menunggu. Ki Londa sendiri segera mengeluarkan Kitab Panca Sona,
dan membuka halaman terakhir untuk merapal mantra mantra
-penyembuh. Dalam kesempatan yang sama pula, tiba tiba....
-"Lihat! Luka luka sang Ratu telah mulai mengering!"
-seru Dewi Harnum.
Ki Belamparan menoleh ke arah Ratu Andilini. Dan apa yang dikatakan Dewi Hamum
memang benar. Luka-luka yang diderita Ratu Andilini benar benar telah mengering.
-Sementara Ki Londa tidak terpengaruh dengan apa yang telah terjadi. Laki laki
-tua ini terus membaca mantra. Sementara tubuhnya telah bermandikan
keringat. Setelah meletakkan Kitab Panca Sona di tepi ranjang, kemudian tangan
yang satu dengan yang lain digosok gosokkan. Kedua telapak tangan yang telah
-berubah putih seperti perak ini disapukan pada bagian-bagian luka di badan Ratu
Andilini. Jssst! Bet! Keanehan lain pun segera terjadi. Bekas luka luka di tubuh ratu hilang begitu
-saja. Sementara Ki Belamparan tercengang melihat semua ini.
"Kita hanya tinggal menunggu saat saat sadarnya sang Ratu," gumam Ki Londa,
-seraya mengambil Kitab Panca Sona kembali.
"Sebuah pemandangan yang sangat mengagumkan,"
puji Ki Belamparan.
"Semuanya itu berkat Kitab Panca Sona," jawab Ki Londa, sambil mengangsurkan
kitab itu pada Ki Belamparan. "Terimalah. Aku dan muridku telah menyerap semua
ilmu yang terdapat dalam kitab ini.
Dan aku merasa sangat berterima kasih atas
kebaikanmu meminjamkan kitab ini kepadaku!"
"Kurasa aku tidak membutuhkannya. Kitab itu justru
lebih aman bila berada di tanganmu!" tolak Ki Belamparan.
"Tetapi...?" Ki Londa ragu ragu.-"Tidak ada tapi tapian. Aku telah ikhlas mem-berikannya padamu. Asal saja, kau
-mau berjanji untuk mengatasi kemelut yang sedang dihadapi sang Ratu dan kerajaan
ini." "Aku tidak tahu, apa yang kau maksudkan, Sobat!
Jelaskan segalanya padaku!" pinta Ki Londa.
"Aku akan menceritakannya, tapi tidak di sini!" ujar Ki Belamparan. "Mari ikuti
aku!" Tanpa membantah lagi, Ki Londa dan Kesuma
mengikuti Ki Belamparan. Mereka segera menuju ke sebuah ruangan lain. Sedangkan
Dewi Harnum tidak meninggalkan ruangan ratunya. Rupanya dia ingin melihat
junjungannya sadar kembali seperti semula.
*** 2 Setelah mencicipi hidangan apa adanya, Ki Belamparan mulai menjelaskan segala
sesuatunya yang dianggap sangat perlu untuk diketahui Ki Londa dan muridnya.
"Seluruh penghuni istana ini tidak pernah makan daging atau garam. Itu sebabnya,
mereka seakan antara ada dan tiada. Jelasnya, Ratu dan semua prajuritnya seperti
berada di alam kedua. Tapi, bukan mati!" papar Ki Belamparan, memulai.
"Begitu" Lalu, mengapa di istana ini tidak kulihat ada laki laki selain kita?"
-tanya Ki Londa heran.
"Panjang ceritanya. Namun, aku akan berusaha men-jelaskannya
padamu satu persatu," sahut Ki Belamparan. "Dulu..., di Kerajaan Pasai ini banyak laki-laki, sebagaimana di
daerah lainnya. Pada suatu saat, seorang raja perampok bernama Parta Widura
meng-ajukan lamaran untuk memperistri Jelita Harum, yaitu putri kerajaan yang
tertua. Sahabatku, Raja La Dangga, tentu tidak setuju putrinya menikah dengan
penjahat. Maka lamaran ditolaknya. Parta Widura ternyata sakit hati atas penolakan itu.
Dan satu purnama kemudian, dia menyerang Kerajaan Pasai dengan seluruh
kekuatannya. Perlu kalian ketahui, Raja La Dangga sahabatku adalah orang yang
sangat jarang bicara...."
"Raja La Dangga tidak bedanya dengan si Pahit Lidah, begitu?" sela Ki Londa.
"Tepat! Raja La Dangga akhirnya kalah. Permaisuri-nya dan juga putri Jelita
Harum terbunuh. Pada saat
akhir hayatnya, raja menjatuhkan kutukan pada seluruh anggota Parta Widura.
Mereka akan menjadi manusia yang paling menjijikkan, didera penyakit yang tidak
kunjung tersembuhkan. Semua binatang ternak menjadi makhluk mengerikan. Selain
itu, karena kaum lelaki dibunuh semuanya oleh Parta Widura, Raja La Dangga
meminta pada Yang Maha Kuasa agar Kerajaan Pasai lenyap dari pandangan mata,"
jelas Ki Belamparan.
"Lalu, di mana sekarang Parta Widura tinggal?" tanya Kesuma ingin kepastian.
"Mereka tinggal di Tanah Kutukan!"
"Kudengar, Tanah Kutukan tidak jauh lagi dari sini?"
timpal Ki Londa.
"Memang benar. Letaknya di sebelah selatan lereng Gunung Arjuna ini," jawab Ki
Belamparan. "Lalu, apa yang terjadi dengan kerajaan ini setelah kutukan Raja La Dangga?"
tanya Kesuma. "Seperti yang kau lihat, tidak ada laki laki di sini.-Putri bungsu almarhum Raja La Dangga yang pada masa itu, bersembunyi di dalam
lorong rahasia. Dan kini, dia menjadi pimpinan. Dia lantas berguru pada seorang
tokoh bernama Koswara,'' ujar Ki Belamparan.
"Lalu, apa yang menyebabkannya terluka" Kulihat luka luka di tubuhnya seperti
-bekas cabikan kuku binatang?"
"Memang betul. Dua hari yang lalu, ada sepuluh ekor harimau besar datang ke
sini. Aku tidak tahu, bagaimana binatang binatang itu dapat menembus benteng
-gaib yang diciptakan almarhum Raja La Dangga. Yang jelas, binatang binatang itu
-sempat melakukan pem-bunuhan terhadap prajurit prajurit kerajaan ini."
-"Apakah mereka sudah dikuburkan?" tanya Ki Londa.
"Maksudmu?"
"Prajurit prajurit yang tewas itu apakah sudah dikubur?"-"Belum. Tidak ada mayat yang dikubur di ke rajaan ini. Mereka disimpan di suatu
tempat, dan tidak akan pernah
membusuk selama lamanya,"
-jelas Ki Belamparan. "Aku ingin melihatnya," pinta Ki Londa.
"Hanya penasihat kerajaan yang dapat meng-antarkanmu ke sana. Oh, ya! Apakah kau
dapat mem-bangkitkan orang orang yang sudah mari, Sahabatku?"
-"Tidak bisa. Panca Sona hanya dapat menghidupkan kembali bila orang itu
mengamalkan ilmu tersebut. Jika tidak mengamalkan ilmu Panca Sona, bagaimana
bisa hidup kembali?"
Rupanya Ki Belamparan baru ingat apa yang
dikatakan Ki Londa. Memang lelaki tua itu memiliki kitab kitab kuno, di
-antaranya Panca Sona yang kesohor itu. Namun ia hanya sekadar membaca, tidak
berusaha menyerap isinya.
"Kalau kau ingin melihat mayat mayat prajurit korban harimau itu. Sekarang...!"
-Tok! Tok! Belum tuntas kata kata Ki Belamparan, tiba tiba terdengar ketukan pada pintu
- -kamar yang ditempati mereka ini.
"Tunggu sebentar!" kata kakek berselendang putih sambil bangkit dari tempatnya,
lahgsung menuju pintu.
Tidak lama pintu pun terbuka. Ternyata, di depan pintu telah berdiri seorang
perempuan memakai baju
kuning. Wajahnya tertutup cadar. Penampilannya seperti seorang panglima perang.
Memang dialah yang bernama Mira, Panglima Perang Kerajaan Pasai.
"Ratu ingin bertemu kalian bertiga!" pinta Panglima Mira tegas.
"Kami segera menghadap!" jawab Ki Belamparan.
Mereka kemudian mengikuti panglima perang
kerajaan yang tubuhnya menebarkan bau Wangi
kembang melati. Mereka langsung menuju ruang pertemuan.
Ternyata Ratu Andilini memang telah menunggu di ruang pertemuan. Tidak seperti
panglima, patih, maupun penasihat kerajaan, Ratu Andilini tidak memakai cadar.
Sehingga wajah wanita cantik yang belum mempunyai pendamping ini terlihat jelas.
Kepalanya memakai mahkota dengan pakaian ke-besaran berwarna kuning emas. Memang seluruh pakaiannya terdiri dari emas
berlapiskan permata.
"Duduklah, Paman!" perintah Ratu Andilini.
Ki Belamparan, Ki Londa, dan Kesuma segera duduk di tempat yang telah tersedia.
Sementara itu, tidak jauh dari mereka bertiga, tampak hadir pula Dewi Harnum,
Panglima Mira, juga Patih Dewi Melur.
"Paman Belamparan tentu sudah bercerita tentang kerajaan ini pada kalian berdua.
Juga, Dewi Harnum juga telah menceritakan, bahwa kalianlah yang telah
menolongku. Atas nama kerajaan, aku mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam.
Kuharap, seperti halnya Paman Belamparan, kalian berdua mau tinggal di istana
ini agak lama," ucap Ratu Andilini.
Ki Londa dan muridnya saling berpandangan. Mereka
jadi serba salah. Saat itu juga laki laki tua berpakaian merah ini jadi teringat
-pada tugasnya yang cukup banyak di daerah Rangkas.
"Bagaimana" Apakah kalian setuju?" desak Ratu Andilini.
"Apa yang dapat kami kerjakan bila berada di sini, Gusri Ratu" Lagi pula, di
dalam Kerajan Pasai ini semuanya perempuan. Kami, terlebih lebih muridku, tentu
-menjadi serba tidak enak," elak Ki Londa, halus.
"Memang. Dan itulah yang sangat menyedihkan. Tapi aku juga merasa sangat
prihatin dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi," desah Ratu Andilini.
"Ada apa rupanya, Gusti Ratu?"
"Mungkin Paman Belamparan sudah menceritakan apa yang terjadi dengan kerajaan
ini di masa lalu," kata Ratu Andilini.
Ki Londa menganggukkan kepala.
*** 'Parta Widura memang sudah kalah. Akibat kutukan itu, dia tidak berani keluar
dari tempat persembunyian-nya. Wajah dan sekujur tubuhnya rusak. Tubuhnya
dipenuhi luka membusuk, yang tidak kunjung tersembuhkan. Walaupun begitu, entah
bagaimana, akhir-akhir ini dia tahu kalau Kerajaan Pasai masih berdiri.
Juga, keturunan almarhum Raja La Dangga masih hidup.
Yaitu, aku sendiri. Maka dia segera mengirimkan binatang kutukan ke sini. Dan
itu hampir membuatku tewas. Rasa penasaran membuatnya ingin mengulangi cerita
lama. Dan dia pasti mengincar kerajaan dan
seluruh perighuninya," papar Ratu Andilini, memulai kisahnya.
"Ya.... Karena, hamba rasa seluruh penghuni istana ini semuanya cantik cantik!" -Ki Londa menimpali.
"Bukan itu saja. Menurut mimpi, Parta Widura sekarang sudah memiliki kekuatan
berlipat ganda.
Kurasa, ada sesuatu yang diincarnya, selain ingin menguasai kerajaan ini dan
seluruh penghuninya,"
tambah Ratu Andilini.
"Dan kerajaan kekurangan orang orang kuat untuk mengusir mereka?" tebak Ki
-Londa. "Betul! Baru binatang binatang itu saja kami sudah kewalahan. Apalagi jika
-mereka menyerbu kemari?"
desah Ratu Andilini, seperti bertanya pada diri sendiri.
"Bukankah tempat ini diselimuti Tabir Gaib"
Bagaimana mereka bisa masuk ke sini?" tanya Kesuma heran.
"Itulah yang membuat kami heran. Mereka tidak mungkin mengirimkan harimau
- -harimau itu ke sini, jika tidak tahu tabir pembuka di pintu utama!"
"Baiklah! Sekarang, kita hanya dapat menunggu apa yang akan terjadi
selanjutnya," timpal Ki Belamparan.
"Memang! Tapi, aku akan tetap mengirimkan Dewi Harnum untuk mencari tokoh tokoh
-sakti yang bersedia membantu kerajaan ini," tandas Ratu Andilini.
Kemudian Ratu Kerajaan Pasai ini berpaling pada penasihat kerajaan. "Lakukanlah
apa yang menjadi tugasmu, Dewi!"
"Segera, Gusri Ratu," sahut Dewi Harnum.
Gadis itu kemudian menghaturkan sembah dengan membungkukkan badannya. Lalu
segera ditinggalkan
-nya ruangan pertemuan ini. Dan Ki Belamparan, Ki Londa, serta Kesuma pun segera
mengikuti Dewi Harnum meninggalkan ruangan.
Kini hanya Ratu Andilini saja yang berada di dalam ruangan pertemuan. Peristiwa
hadirnya binatang-binatang buas waktu itu terlalu mengganggu pikirannya.
Tidak seorang pun yang dapat menembus Tabir Gaib Kerajaan Pasai. Terkecuali,
orang kerajaan sendiri atau para penghuni istana lainnya. Jelas, ada salah
seorang penghuni istana yang berkhianat. Tetapi, siapa" Apakah para pembantunya"
Atau, Ki Koswara yang justru guru dari Ratu Andilini"
Rasanya sangat mustahil, sejak diangkat menjadi guru oleh Ratu Andilini tidak
pernah meninggalkan Kerajaan Pasai, Mustahil Ki Koswara berkhianat, mengingat
Parta Widura juga sangat dibencinya.
"Kurasa aku harus membicarakan masalah ini secara pribadi pada Paman
Belamparan!" pikir sang Ratu.
Ratu Andilini kemudian meninggalkan ruangan
pertemuan untuk menjumpai Ki Belamparan.
Namun ternyata Ratu Andilini tidak langsung menuju ke ruangan yang ditempati Ki
Belamparan, melainkan segera memeriksa beberapa ekor harimau yang berhasil
dibunuhnya beberapa hari yang lalu.
Ketika wanita ini membuka pintu, kontan terkejut.
Ternyata, harimau harimau yang berhasil dibunuhnya telah berubah menjadi -beberapa ekor kucing belang yang tidak begitu besar!
"Kutukan yang dijatuhkan almarhum ayahanda, ternyata bukan saja merugikan Parta
Widura, tapi juga menjadi bencana di kerajaan ini!" desis sang Ratu.
Diam diam wanita ini mengeluh, karena binatang-binatang buas yang hampir
-membunuhnya hanyalah jelmaan beberapa ekor kucing kurapan!
*** Desa Kartaraja terletak tidak jauh dari lereng Gunung Arjuna. Ada sebuah anak
sungai yang mengalir dan bersumber dari mata air Gunung Arjuna. Sungai itu
membelah Desa Kartaraja. Karena airnya yang sejuk dan sangat jernih, tidak heran
bila penduduk setempat mempergunakannya untuk berbagai keperluan.
Matahari telah agak ringgi, ketika seorang gadis cantik bertubuh padat berlari
-lari menuju sungai.
Agaknya, dia bangun kesiangan, untuk mencuci pakaian.
Karena setahunya, kawan kawannya pasti telah berada di sungai. Dan dia tak ingin
-tertinggal untuk ber-cengkerama bersama kawan kawannya.
-Namun begitu sampai, tidak jauh dari sungai....
"Heh..."!"
Gadis ini benar benar terkejut dan menghentikan larinya saat melihat air sungai
-berwarna merah.
Perlahan lahan dia mendekati sungai. Nyatanya warna merah dipermukaan sungai
-semakin bertambah jelas.
Sampai akhirnya....
"Ohh...!"
Gadis ini mendesah kaget saat melihat tiga sosok tubuh tergeletak di atas baru
datar. Dan sosok sosok tubuh itu dikenalinya sebagai mayat kawannya sendiri.
-Ada sebuah luka menganga di bagian leher mereka.
Lebih menyedihkan lagi, mayat gadis gadis itu dalam
- keadaan polos. Tampaknya mereka diperkosa terlebih dulu, sebelum dibunuh.
Karena sedemikian kagetnya, gadis ini untuk beberapa saat hanya terpaku di
tempatnya berdiri. Baru ketika kesadarannya putih, dia berbalik sambil hendak
berteriak. Namun.... "Ohh..."!"


Pendekar Rajawali Sakti 200 Bencana Tanah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kembali gadis ini tersentak kaget Bahkan tubuhnya sampai terjingkat saat tahu-tahu di depannya berdiri seorang laki laki berumur tujuh puluh tahun. Wajahnya
-bopeng bopeng seperti bekas terserang penyakit cacar.
-Badannya bungkuk. Sedangkan tangannya yang sebelah bengkok seperti bekas patah.
Matanya tampak berbinar menyimpan kekejian. Bibirnya tersenyum, namun lebih
mirip seringai. Sedangkan tangannya yang cacat mengelus elus jenggotnya yang
-berwarna putih kepe rakan.
-"Ah.... Sungguh tidak kusangka. Setelah sekian lama aku mendekam di Banjaran,
ternyata di dunia ini semakin banyak saja gadis canrik!" desis kakek berwajah
mengerikan ini.
"Siapakah kau ini, Kek" Apakah kau yang telah membunuh mereka?" tanya gadis ini
dengan suara bergetar.
"Ha ha ha...! Aku yang membunuh" Oh, tentu saja bukan. Aku hanya memberi mereka
kenikmatan yang tidak pernah dibayangkan sejak dari kecil hingga dewasa. Tetapi,
tidak disangka setelah kuberikan kenikmatan, mereka malah memilih mati. Dan
dengan sangat terpaksa aku mengabulkannya!" jawab kakek ini seenaknya, disertai
tawa. "Sungguh keji sekali perbuatanmu, Manusia Busuk"!"
desis gadis itu geram.
"Dadung Ampel tidak pernah keji. Setelah melihat
kecantikanmu, seleraku jadi terbangkit kembali!"
"Apa maksudmu?" tanya gadis ini tampak mulai ketakutan. "Jangan main main
-denganku. Aku Ismaya, putri Kepala Desa Kartaraja!"
"Maksudku" Tentu saja ingin mengajakmu bersenang senang sebelum aku melanjutkan
-perjalanan menuju Tanah Kutukan!" desis laki laki tua bernama Dadung Ampel, tak
-mempedulikan gertakan gadis bernama Ismaya yang mengaku anak kepala desa.
"Tua bangka tidak tahu diri! Akan kulaporkan semua tindakanmu ini pada penduduk
desa agar mereka merejammu!" ancam Ismaya.
Sekejap Ismaya berbalik, hendak berlari meninggalkan tepian sungai lewat jalan
lain. Tetapi baru saja beberapa tombak berlari....
"Ohh..."!"
Kembali gadis ini mendesah lirih, ketika tahu tahu Dadung Ampel mendarat di
-depannya. "Ha ha ha...! Mau ke mana" Kau tidak perlu takut padaku. Aku tidak akan
menyakitimu. Kita hanya bersenang senang. Kau pasti akan menyukai pengalaman
-ini!" "Pergi! Kau hanyalah iblis berkedok manusia!" teriak Ismaya, mulai kalap.
Laki laki bungkuk ini kembali tertawa. Tiba tiba saja dia melompat ke depan - -dengan tangan terjulur cepat, ke dada gadis itu.
"Auwww...!"
Ismaya menjerit, lalu ambruk tak berdaya.
Beberapa saat kemudian, putri Kepala Kartaraja sudah tidak dapat menggerakkan
sekujur tubuhnya,
setelah tertotok jari Dadung Ampel. Seketika pucatlah wajah Ismaya membayangkan
apa yang bakal menimpa
dirinya. *** Dadung Ampel tersenyum penuh kemenangan.
Dipandanginya wajah Ismaya sambil mengelus elus pipinya yang halus tanpa noda.
-Dan gadis ini hanya bisa berteriak ketakutan.
"Melihat kecantikanmu aku menjadi semakin tidak sabar untuk segera mencipipinya.
Marilah, Sayang...!"
desah Dadung Ampel sambil menelan ludah.
Segera Dadung Ampel memondong tubuh Ismaya,
dan membawanya ke dalam semak semak yang tidak jauh dari pinggiran sungai.
-Langsung direbahkannya tubuh gadis itu.
Ismaya hanya dapat mencaci maki dengan kata kata
- -yang kasar. Sebaliknya, laki laki tua bung kuk itu menanggapinya dengan tawa.
- -Lalu.... Bret! Bret! Sekali sentak saja, kuku kuku panjang milik Dadung Ampel telah membuat pakaian
-yang membalut ketat tubuh Ismaya tercabik cabik. Seketika terlihat sebuah
-pemandangan menawan, yang membuat darah tua
Dadung Ampel menggelegak!
"Ahk... Kau memang lain dari yang lainnya. Betapa beruntungnya aku ini...!"
desis Dadung Ampel.
Tangan laki laki irii dengan leluasa mulai menggerayangi tubuh mulus Ismaya. Dan
-gadis itu hanya.
menjerit jerit ketakutan. Namun jeritannya bagi Dadung
- Ampel hanya menambah gairah saja. Di ciuminya gadis itu. Sedangkan kedua -tangannya dengan liar terus bergerak ke tempat tempat yang paling rawan milik
-Ismaya. "Kita benar benar segera ke surga!" desah Dadung Ampel.
-Dadung Ampel kemudian mulai bersiap siap me
- -lampiaskan nafsu iblisnya. Sementara Ismaya tentu berusaha mempertahankan harga
dirinya. Tetapi dalam keadaan tertotok seperti itu, apa yang bisa diper-buatnya"
Dalam keadaan yang sangat menegangkan seperti itu, tiba tiba saja berkelebat
-sesosok bayangan putih ke arah Dadung Ampel yang sedang menindih tubuh polos
Ismaya. Lalu....
Des! Des! "Wuaaakh...!"
Dua buah tendangan telak menghantam punggung Dadung Ampel, hingga membuatnya
jatuh terguling-guling. Kesempatan yang sempit itu dipergunakan bayangan putih
yang ternyata seorang pemuda berbaju rompi putih untuk membebaskan totokan di
badan Ismaya. Tapi kening pemuda itu tampak berkerut tajam saat tidak mendapari bagian tubuh
Ismaya yang tertotok.
Dan baru disadari, bagian mana kira kira yang ditotok Dadung Ampel. Dengan muka
-merah menahan jengah terpaksa ditotoknya dada gadis itu.
"Auuh...!"
Ismaya menjerit ketika dadanya ditotok pemuda berbaju rompi putih. Tetapi dalam
hati dia ber syukur
-karena terbebas dari pengaruh totokan Dadung Ampel.
Maka dengan segera pakaiannya yang tidak karuan dibenahi.
Sementara Dadung Ampel telah berdiri tegak, berhadapan dengan pemuda berbaju
rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung rajawali menyembul di balik
punggung, *** 3 Tampak jelas kalau Dadung Ampel merasa tidak senang atas campur tangan pemuda
tampan yang tak lain dari Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti. Laki laki tua
-ini berusaha meneliti, siapa pemuda yang telah
menendangnya. Namun ternyata pemuda berbaju
rompi putih ini memang tidak dikenalnya.
"Berani benar kau mencampuri urusan Dadung Ampel. Rupanya kau sudah bosan
hidup!" dengus laki-laki bungkuk ini ketus.
"Aku heran, manusia sudah bau tanah sepertimu masih melalap daun muda. Lebih
kusayangkan lagi, kau begitu tega membunuh ga dis gadis di sungai itu...!"- -sahut Rangga tidak kalah dingin.
"Itu bukan urusanmu! Lebih baik menyingkir jika tidak ingin mampus percuma!"
"Seriap kejahatan di depan mata, selalu menjadi urusanku. Lagi pula, kematianku
bukan di tangan manusia busuk sepertimu!" desis Pendekar Rajawali Sakti.
"Kurang ajar! Kau segera merasakan akibatnya!
Hlyaaa...!"
Disertai teriakan keras, Dadung Ampel menerjang ke arah Rangga dengan tendangan
beruntun. Cepat sekali serangannya, sehingga dalam waktu sekejap kakinya sudah
berada begitu dekat dengan dada Rangga.
Pemuda ini sudah tidak sempat lagi mengelak.
Namun tenaga dalamnya masih sempat dikerahkan ke
bagian telapak tangan. Sehingga tanpa diduga duga, Pendekar Rajawali Sakti
-melakukan tangkisan. Maka....
Plak! "Heh..."!"
Benturan keras antara tangan dan kaki, membuat Dadung Ampel terkejut sehingga
terdorong mundur ke belakang. Sadarlah laki laki bungkuk ini kalau tenaga dalam
-lawannya ternyata sangat tinggi juga.
Untuk selanjutnya, Dadung Ampel tentu tidak mau bersikap gegabah dan memandang
enteng. "Jaga jurus 'Hamparan Samudera'ku...!"
Segera laki laki tua bungkuk ini mengerahkan jurus
-'Hamparan Samudera', salah satu jurus andalannya.
Sekejap tubuhnya tampak berputar putar. Sedangkan kedua tangannya meliuk liuk ke
- -samping bagaikan ombak menghempas hempas batu karang.
-"Hiyaaa...!"
Diseretai teriakan keras, badan Dadung Ampel yang terus berputar putar bagaikan
-pusaran air tiba tiba melesat ke arah Rangga.
-"Uts...!"
Pemuda berbaju rompi putih ini segera menghindar ke samping kiri. Cepat sekali
gerakannya, membuat serangan laki laki tua ini hanya menyambar angin kosong.-Namun ternyata Dadung Ampel cepat berbalik.
Bahkan kembali menerjang dengan cara sama. Tangannya tiba tiba terjulur pula,
-dan terus meluncur. Begitu cepat gerakannya, hingga sempat menghantam bahu
Rangga. Cresss! "Aaakh...!"
Rangga memekik ketika bahunya terkena ujung
kuku kuku Dadung Ampel yang berwarna hitam.
-Pendekar Rajawali Sakti segera menotok urat untuk menghentikan darah yang
mengalir. Walaupun tubuh Pendekar Rajawali Sakti kebal racun, namun yakin, kuku
lawannya yang berwarna hitam mengandung racun keji.
Melihat lawannya terluka, rupanya Dadung Ampel merasa berada di atas angin.
Bahkan kini serangannya ditingkatkan untuk menekan sekaligus menjatuhkan Rangga.
Tiba tiba, Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara seraya mempergunakan jurus
-'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Begitu meluruk deras, kedua tangannya yang
terpentang langsung mengincar beberapa bagian memarikan di tubuh Dadung Ampel.
Dadung Ampel mendengus sambil melompat
mundur. Pada saat yang sama, Pendekar Rajawali Sakti memutar tubuhnya di udara.
Dan tiba tiba kedua kakinya meluncur cepat ke dada. Begitu cepat gerakannya,
-sehingga.... Des! Des! "Huuakh...!"
Disertai keluhan tertahan, laki laki tua bungkuk ini terbanting di tanah dengan
-punggung terlebih dulu.
Dadung Ampel segera dapat merasakan betapa
dadanya terasa nyeri. Napasnya sesak dan jalan darahnya menjadi tersendat Tetapi
setelah mengerahkan tenaga dalam ke bagian dada, dia sudah dapat berdiri
kembali. "Rupanya kau punya kepandaian juga, Anak Muda"
Namun, kau tidak usah bangga dulu. Karena aku punya hadiah untukmu!" dengus
Dadung Ampel berapi api.
-Laki laki tua bungkuk ini tiba tiba menjentikkan lima jari tangannya ke arah
- -Rangga. Dari ujung lima jarinya melesat lima leret sinar hitam.
"Uts...!"
Rangga langsung mengerahkan jurus 'Sembilan
Langkah Ajaib' untuk menghindari luncuran sinar.
Dengan cepat tubuhnya meliuk liuk, sedangkan kakinya bergeser ke samping. Ketika-sebuah sinar hampir mengenai sasaran, Rangga segera melenting ke udara.
Glar! Glarr! Serangan itu tidak mengenai sasaran dan hanya menghantam sebatang pohon sebesar
sepelukan orang dewasa. Pohon itu tidak roboh, namun sekejap saja telah berubah
menghitam sampai ke daun daunnya.
-*** Melihat serangannya gagal mengenai sasaran,
rupanya Dadung Ampel jadi kecewa. Untuk yang kesekian kalinya, jemarinya kembali
menjentik. Namun sekali ini, Rangga sudah bersiap siap
-memapaknya. Sambil melompat maju ke depan,
Pendekar Rajawali Sakti mendorongkan kedua tangannya ke arah lesatan sinar hitam
meluncur cepat dari ujung kuku kuku Dadung Ampel.
-"Aji 'Guntur Geni'! Hiyaaa...!"
Seleret sinar merah meluncur deras ke depan.
Suasana di sekelilingnya kontan berubah panas bagaikan bara. Lalu kedua jenis
sinar itu pun kemudian
bertemu. Dan....
Blarrr! "Augkh...!"
Ledakan disertai jeritan keras terdengar. Dua sosok tubuh tampak terlempar. Dua
-duanya sama menderita luka dalam, akibat pertemuan dua tenaga sakti tadi.
Pada saat itu pula, tiba tiba....
-"Auuwww...!"
Terdengar pekik ketakutan Ismaya yang ikut
menyaksikan perkelahian. Secepatnya, Rangga tanpa menghiraukan Dadung Ampel
segera bangkit dan mengejar ke arah datangnya suara. Tetapi, Ismaya ternyata
telah lenyap. Rangga hanya melihat sebuah bayangan berwujud setengah hewan
setengah manusia melarikan gadis tadi.
Tanpa menunggu lagi, Pendekar Rajawali Sakti segera melesat mengejar. Herannya,
walau Rangga telah mengerahkan segenap ilmu meringankan tubuhnya, orang yang
telah melarikan Ismaya tidak dapat dikejar. Bahkan secara tiba tiba, orang itu
-lenyap bagaikan ditelan bumi.
"Edan! Mustahil orang itu bisa hilang begitu saja.
Apakah mungkin dia sejenis makhluk halus...?" maki Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti terus berusaha mencari Ismaya. Namun setelah sekian
lamanya, tetap tidak mendapatkan petunjuk apa apa.-Merasa kesal karena orang yang ditolongnya dilarikan oleh orang lain, Pendekar
Rajawali Sakti memutuskan untuk kembali lagi ke tempat perkelahian tadi.
Dengan melesat cepat, sebentar saja Rangga telah
sampai di pinggir sungai tadi. Dan ternyata Dadung Ampel pun sudah tidak
terlihat lagi batang hidungnya.
"Dia sudah pergi! Aku tidak tahu, apakah orang yang telah melarikan gadis itu
ada hubungannya dengan kakek bungkuk tadi. Tapi..., eh! Ada pesan...?" gumam
Rangga, seperti berkata sendiri.
Pendekar Rajawali Sakti menghampiri tulisan yang tertera di atas sehelai daun.
Ketika dibaca, kedua alis matanya bertaut dalam.
Kau termasuk orang yang akan menjadi perhitungan kami. Berhubung aku punya
keperluan yang tidak dapat ditunda lagi, maka persoalan kutangguhkan. Tapi,
ingat! Nyawamu ditentukan nanti di Tanah Kutukan!
Dadung Ampel Dukun Sakti Sekarang Pendekar Rajawali Sakti baru mengerti, siapa Dadung Ampel yang
sebenarnya. Dia ternyata seorang dukun. Tetapi, apa keperluannya di Tanah
Kutukan" Ada apa pula di sana" Rangga memang pernah mendengar tentang daerah
angker lagi tandus itu. Konon, tidak seorang pun yang berani datang ke tempat
itu. Kalaupun ada, pasti tidak akan pernah kembali.
Apa pun bahayanya, mengingat Dadung Ampel juga menyebut nyebut tentang Tanah
-Kutukan, maka mau tidak mau Pendekar Rajawali Sakti memutuskan untuk pergi ke
tempat itu. Dan tanpa membuang buang waktu lagi, pemuda
-berbaju rompi putih ini segera melangkah pergi. Begitu banyak persoalan yang
membebani pikirannya.
Termasuk juga, mengenai hilangnya Ismaya. Belum lagi tentang Dadung Ampel. Dan
ini membuat pemuda berbaju rompi putih itu tidak menyadari kalau sejak tadi ada
sepasang mata yang terus mengintainya. Pemilik sepasang mata itu terus
mengikuti, ke mana pun kakinya melangkah.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, Pendekar Rajawali Sakti melesat
menuju Tanah Kutukan. Sementara sosok pengintai juga tidak tinggal diam. Dia
terus mengejar sambil tetap menjaga jarak.
Tetapi, lama kelamaan rupanya Pendekar Rajawali Sakti menyadari kalau ada -seseorang sedang menguntiti dirinya. Dan saat itu juga tiba tiba lesatan
-tubuhnya dipercepat, kemudian menghilang di kelebatan semak belukar.
Tidak lama si penguntit telah sampai pula di tempat menghilangnya Rangga tadi.
Ternyata, dia seorang perempuan bercadar yang pada setiap sisinya berwarna
kuning keemasan. Wanita ini langsung mencari cari.
-Namun pemuda berbaju rompi putih yang dikejarnya seperti hilang begitu saja.
Sampai kemudian....
Set! Set! Set! Mendadak tiga buah benda kecil meluncur deras ke
arah wanita bercadar.


Pendekar Rajawali Sakti 200 Bencana Tanah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hup...!"
Kiranya, wanita bercadar ini menyadari datangnya serangan. Dengan gerakan ringan
sekali tubuhnya melenting ke udara. Maka serangan benda yang ternyata tiga buah
kerikil, hanya menghantam pohon di
belakangnya, hingga roboh menimbulkan suara bergemuruh.
"Jangan serang!" seru perempuan bercadar itu, setelah menjejakkan kedua kakinya
di atas tanah. Tidak terdengar jawaban apa apa. Suasana berubah sunyi kembali. Wanita bercadar
-ini yang tak lain Dewi Harnum mencari cari dengan sudut matanya.
-*** Tak lama kemudian terlihat, muncul seorang pemuda
berbaju rompi putih ke arahnya. Ketika pemuda tampan itu telah berdiri di
depannya, wanita bercadar ini terkesima melihat ketampanannya.
Memang harus diakui, selama berada di Kerajaan Pasai yang terselubung Tabir
Gaib, Dewi Harnum memang tidak pernah bertemu lawan jenisnya.
Bertahun tahun pergaulannya hanya dengan sesama wanita. Tidak heran jika
-sekarang hatinya begitu kagum melihat pemuda yang memang Rangga.
"Kau mengikuti aku. Apa tujuanmu yang sebenarnya"!" tanya Rangga tidak sabar.
Dewi Harnum tampak menjadi gugup, dan tidak tahu
harus berkata apa. Ditariknya napas dalam dalam untuk mengurangi ketegangannya.
-"Namaku Dewi Harnum, Penasihat Kerajaan Pasai.
Aku sengaja mengikutimu untuk suatu keperluan!" jelas wanita ini.
"Orang yang selalu menyembunyikan wajahnya di balik cadar, biasanya membawa
maksud maksud tidak baik," sindir Pendekar Rajawali Sakti.-Dewi Harnum menjadi bingung. Sudah menjadi
kebiasaan di Kerajaan Pasai bahwa setiap perempuan harus memakai cadar, untuk
menghindari perhatian dari para laki laki. Demi tugasnya, haruskah cadarnya
-dibuka" "Aku hanya mengikuti kebiasaan di istana. Tapi, tidak mengapa. Jika kau merasa
penasaran juga, aku akan membuka cadar ini!" kata perempuan berbaju putih ini.
Dewi Harnum kemudian segera membuka cadarnya.
Ternyata, wajahnya memang cantik sekali. Alis matanya lebar. Bibirnya kemerah
-merahan meskipun tidak memakai pemerah bibir.
"Apakah kau sudah puas?" tanya gadis itu, dingin.
"Bukannya karena aku ingin memandangmu! Sudahlah.... Sebenarnya, aku banyak
keperluan dan ingin ke Tanah Kutukan! Lalu, apa keperluanmu padaku?" tanya
Pendekar Rajawali Sakti, seperti tak sabar.
"Ratuku membutuhkan pertolonganmu. Aku tidak bisa menceritakannya. Kau boleh
ikut aku sekarang!"
jelas Dewi Harnum, langsung.
"Tunggu...! Apakah kau tahu, di mana Tanah Kutukan?" sergah Rangga.
Dewi Harnum tersenyum sambil mengangguk.
"Justru kami sedang menghadapi persoalan dengan penghuni Tanah Kutukan, sehingga
kami membutuhkan seorang pendekar sepertimu. Marilah ikuti aku!" ajak Dewi
Harnum. Mereka kemudian segera berkelebat menuju lereng Gunung Arjuna.
*** "Tidak kulihat ada sebuah kerajaan di sini?" tanya Rangga heran, ketika tiba di
jalan buntu dengan tebing menghadang.
"Kau tidak akan melihatnya. Karena Kerajaan Pasai tertutup Tabir Gaib. Tetapi
sebentar lagi, kau akan melihat kerajaan kami!" jelas Dewi Harnum.
Cadis berpakaian serba putih itu kemudian
menyontakkan sebelah kakinya ke tanah.
"Penjaga pintu utama! Tolong buka Tabir Gaib. Aku penasihat kerajaan bersama
seorang tamu ingin masuk!"
Tidak lama, setelah Dewi Harnum selesai mengucapkan kata kata itu, terlihatlah -kabut putih di atas jalan. Lalu, terdengar pula suara bergemuruh yang disusul
terlihatnya sebuah pintu benteng kerajaan.
Pendekar Rajawali Sakti sempat terkesima karena-nya.
"Sungguh menakjubkan," puji Rangga.
"Mari silakan masuk!" ajak Dewi Harnum.
Suara gadis ini membuat Rangga tersadar dari lamunan. Segera diikutinya
Penasihat Kerajaan Pasai memasuki gerbang istana.
Sementara itu, pada waktu yang hampir bersamaan sosok tubuh yang melarikan
Ismaya telah mendekati Tanah Kutukan. Gadis yang telah berhasil ditotok ini
terlihat sudah tidak berdaya hingga nyaris pingsan.
Apalagi, orang yang memanggulnya berwujud sangat mengerikan.
Sekujur tubuhnya yang dipenuhi gelembung luka mengeluarkan lendir, menebarkan bau amat busuk. Sepanjang
perjalanan, orang ini mendengus dengus seperti seekor babi!
-"Kita sudah sampai di tempat tinggal Ketua. Tanah Kutukan adalah awal dan akhir
dari semua cita cita Ketua Parta Widura. Semoga sahabat Dadung Ampel bersedia
-melancarkan usaha untuk memiliki Istana Kerajaan Pasai beserta seluruh
penghuninya. Dan kau, tentunya juga sangat membantu. Karena, kau akan kami
jadikan tumbal demi pelampiasan sakit hati Ketua,"
oceh laki laki berwajah mengerikan ini.
-Setelah sampai di tengah tengah tanah gersang berlumpur dan selalu berkabut,
-laki laki yang memanggul tubuh Ismaya segera mengetuk ngetuk sebuah batu
- -berbentuk empat persegi. Dan pada ketukan yang ketujuh, terlihat sebuah pintu
gua terbuka. Laki laki ini langsung masuk ke dalam gua yang cukup gelap. Dan begitu dia
-berada di dalam gua, sebuah pelita besar yang terdapat di tengah tengah ruangan
-menyala dengan sendirinya.
"Ketua..., tugas telah kujalankan. Dan calon korban kita sesuai yang kita
butuhkan telah kubawa...," lapor laki laki berwajah mengerikan ini
-Di sudut ruangan gua yang luas, terdengar suara langkah langkah kaki. Kemudian,
-suara itu ber henti.
-"Sejak dulu, kau merupakan orang terbaikku, Ranca Praba! Calon korban sudah
didapatkan. Hanya mengapa Dukun Sakti sahabatku tidak datang sampai hari ini?"
sahut sebuah suara dari kegelapan.
Tak lama, dari kegelapan sudut gua terdengar suara langkah kaki lagi, mendekati
sebuah pelita besar yang terdapat di tengah tengah ruangan. Beberapa saat,
- tampak seorang laki laki berbadan tinggi besar ter-bungkus baju hitam. Dia -berdiri tegak dengan angker.
Wajah laki laki yang tidak lain Parta Widura tampak rusak tak berbentuk lagi.
-Rambutnya rontok. Dari kulit kepalanya, mengeluarkan nanah. Bahkan bukan hanya
bagian kepala dan wajah saja yang mengerikan. Tetapi, sekujur tubuhnya juga
menderita penyakit kulit yang amat parah!
"Ketua. Aku telah melihat Dukun Sakti di pinggir sungai. Dia bertarung melawan
seorang pemuda berbaju rompi putih. Kurasa sebentar lagi dia sudah sampai di
sini!" jelas sosok mengerikan bernama Ranca Praba, penuh keyakinan.
Dugaan laki laki berwujud mengerikan itu memang tidak meleset. Karena, sekejap
-kemudian terdengar suara tawa disertai hembusan angin begitu keras.
"Ha ha ha...! Lima belas tahun yang lalu, tempat ini begitu subur. Tidak gersang
dan berbau bangkai seperti sekarang. Selama itu, baru sekarang ini kau mengundangku. Apakah kau akan mengadakan pesta besar-besaran, Sahabatku?"
"Ya.... Pesta baru saja akan dimulai, Dadung Ampel.
Tetapi tanpa kehadiranmu, kemungkinan pesta besar gagal dilaksanakan...!" sahut
Parta Widura dari dalam gua.
"Kalau begitu, aku merupakan orang yang paling beruntung!" ujar Dukun Sakti yang
bernama asli Dadung Ampel.
Tidak lama laki laki berbadan bungkuk ini telah masuk ke dalam gua. Dia tampak
-terkejut, melihat keadaan Parta Widura yang semakin bertambah
mengerikan! I "Aku tidak menyangka kau akan menjadi seperti ini,
Parta Widura. Apakah kutukan almarhum Raja La Dangga tidak dapat diatasi?" tanya
si Dukun Sakti.
Parta Widura menggeleng keras keras. "Dia seperti malaikat. Kata katanya bukan
- -saja membuat badanku hancur dan rambutku rontok, tetapi seluruh pengikutku
mengalami nasib serupa denganku!" desis Parta Widura, geram..
Dadung Ampel terdiam. Beberapa tahun yang lalu ketika kutukan almarhum Raja La
Dangga mulai berjalan, keadaan Parta Widura tidak seburuk sekarang ini.
Dia bisa bicara begitu, karena pada masa kutukan mulai berlaku, Dadung Ampel
pernah mengunjungi Parta Widura di tempat yang sama.
*** 4 Sekarang, rupanya pengaruh kutukan semakin meng-gerogoti hidup Parta Widura.
Sehingga, Dukun Sakti menjadi tidak tega melihatnya. Tetapi, apa yang dapat
dilakukannya" Sebagai dukun pun, dia tak mampu mengobatinya.
"Sahabatku, Dukun Sakti. Aku sengaja memanggilmu dari Banjaran ke sini dengan
suatu maksud...!" jelas Parta Widura.
"Aku belum tahu apa rencanamu. Tapi, tindakan anak buahmu melarikan gadisku di
saat saat aku sedang sibuk, patut kusesalkan!" desis Dadung Ampel penuh -kekecewaan.
"Maafkanlah Ranca Praba. Gadismu yang telah dilarikan anak buahku akan kuganti
dengan imbalan.
Bahkan jauh lebih besar dibandingkan gadis desa yang dungu itu," ujar Parta
Widura. "Ha ha ha...! Apakah kau berhasrat ingin meniduri-nya?" usik Dadung Ampel,
disertai tawa keras.
"Aku tidak pernah berubah! Dan sekali sekali tidak akan menyetubuhi gadis mana
-pun, kecuali keturunan Raja La Dangga," tandas Parta Widura.
"Jadi, mengapa kau mengambil anak Kepala Desa Kartaraja dari tanganku?" desak
Dukun Sakti heran.
"Tentu saja sebagai tumbal untuk Iblis Merah, Sahabatku. Maaf, Dukun Sakti.
Terpaksa gadismu kugunakan dulu. Waktuku benar benar mendesak. Aku tahu,
-keturunan almarhum Raja La Dangga masih
tinggal di Kerajaan Pasai. Sayangnya, tempat itu dilindungi Tabir Gaib. Nah,
berkat bantuan Iblis Merah.
Tabir Gaib bisa ditembus...."
"Mengapa kau tetap menginginkan keturunan Raja La Dangga, Sahabatku" Padahal
mereka adalah musuh-musuhmu yang nyata?" tanya Dadung Ampel.
"Terus terang kuakui, mereka adalah musuh-musuhku. Tapi kalau aku dapat
mempersunting keturunan Raja La Dangga, pada malam pengantin pertama itulah yang sangat
penting bagiku," jelas Parta Widura.
"Maksudmu?"
"Darah perawannya dapat memunahkan seluruh kutukan Raja La Dangga. Tapi kalau
darah perawan salah seorang penghuni Istana Kerajaan Pasai, hanya menghilangkan
kutuk yang menimpaku saja. Tidak buat seluruh anak buahku...!"
Dadung Ampel terkejut sekali. Sungguh tidak
disangka bahwa kutukan Raja La Dangga dapat dipunahkan dengan darah kesucian
keturunan Raja La Dangga sendiri.
Sekarang mengertilah Dadung Ampel, apa yang
diinginkan Parta Widura. Semula dia sungguh heran, mengapa sahabatnya mengejar-ngejar keturunan Raja La Dangga. Padahal kalau mau, tentu gadis mana pun yang
disukai bisa didapatkan.
"Dari mana kau bisa tahu kalau keturunan Raja La Dangga masih di sana,
Sahabatku" Dan siapa pula keturunan raja keparat itu. Bukankah putrinya yang
dulu kau gila gilai telah bunuh diri?"
-"Jelita Harum yang tolol itu memang telah mati. Tapi,
dia mempunyai adik yang tidak kalah cantiknya.
Namanya Andilini. Dialah yang sekarang ini menjadi Ratu di Kerajaan Pasai. Aku
mengetahui semua ini melalui semedi yang cukup lama. Lewat bantuan Iblis Merah,
aku telah mengirimkan beberapa ekor kucing ke sana, yang kemudian menjadi
harimau. Sayang, binatang binatang itu tidak ada yang kembali. Dan berkat
-bantuan seseorang yang baik hati padaku, aku telah paham betul dengan keadaan di
Kerajaan Pasai.
Sahabatku, aku hanya membutuhkan Andilini. Kau harus tahu kalau seluruh penghuni
istana cantik cantik. Kau boleh memiliki mereka semuanya," jelas Parta Widura
-penuh semangat.
"Hik hik hik...! Perempuan sejak dulu memang selalu menarik perhatianku. Mereka
adalah kesenangan yang tidak pernah membuatku puas. Lalu, sekarang apa yang
harus kulakukan?" tanya Dadung Ampel.
Parta Widura tidak segera menjawab. Tampaknya dia sedang memikirkan apa yang
harus dilakukan.
"Pertama tama kita harus bisa memusnahkan Tabir Gaib yang membentengi Kerajaan
-Pasai. Kalau Iblis Merah selama ini menyusup, maka Tabir Gaib harus benar benar
-musnah! Setelah itu, kita culik Ki Londa, Ki Belamparan, dan yang terakhir baru
Ratu Andilini."
Dadung Ampel yang memang mengenai Ki
Belamparan dan Ki Londa tentu saja terkejut. Memang sungguh tidak dikira bahwa
kedua orang ini berada di Kerajaan Pasai.
"Ada apa sahabatku, Dadung Ampel" Kau tampaknya heran?" tanya Parta Widura.
"Bagaimana kedua manusia jompo itu bisa berada di
Sana" Lagi pula, apa gunanya kita menculik mereka?"
"Ki Belamparan adalah sahabat almarhum Raja La Dangga. Sedangkan Ki Londa adalah
karib Ki Belamparan. Aku menginginkan mereka, karena Ki Londa menyimpan Kitab Panca Sona.
Jika aku berhasil mempelajarinya, berarti hidupku di dunia ini akan kekal."
"Kitab Panca Sona kuketahui cukup hebat. Tetapi, alangkah lebih baik jika kita
menculik Ratu Andilini terlebih dulu, untuk mengembalikan keadaanmu seperti
sediakala," sergah Dadung Ampel.
"Aku setuju. Dan kau pasti akan membantu aku sepenuhnya, bukan?" sambut Parta
Widura berharap.
"Tentu saja. Sebagai sahabat, aku juga merasa ikut sakit jika sahabatku disakiti
orang lain. Persyaratan sudah cukup. Nanti menjelang tengah malah setelah bulan
purnama penuh, kita dapat memulai acara yang paling kusukai!"
*** Di Tanah Kutukan, lebih kurang ada sepuluh ruangan
di dalam satu gua. Ada sebuah ruangan yang sangat khusus dipergunakan pada
waktu waktu tertentu saja, Seperti, pada acara pengorbanan malam ini.-Pengikut pengikut Parta Widura yang berjumlah kurang lebih dua belas, malam ini
-berkumpul di ruangan pengorbanan. Sementara Parta Widura dan juga Dukun Sakti
berada di tempat yang sama.
Suasana di dalam ruangan terasa sunyi. Hanya ada beberapa buah pelita yang
memancarkan cahaya redup
kemerahan menerangi. Sementara sebuah pendupaan terus mengepulkan asap, berbau
wangi kemenyan.
Di atas altar tampak seorang gadis yang dalam keadaan polos terikat kaki dan
tangannya. Di samping-nya, terdapat sebuah kendi berisi cairan darah yang telah
mengental. "Kita sudah dapat memulai acara ini!" ujar Dadung Ampel pelan.
Parta Widura yang berdiri di samping Dukun Sakti mengangguk dengan jantung
berdebar tidak menentu.
Dadung Ampel mendekari altar, kemudian duduk di depan pendupaan tadi. Wajahnya
perlahan lahan merunduk dalam. Dikeluarkannya sebuah kantung berwarna merah
-darah. lsi kantung yang berupa serbuk berwarna putih ditaburkan di atas bara
api. "Kepada Iblis Merah.... Kupersembahkan seorang perawan muda untuk santapanmu....
Jika korban diterima, imbalannya adalah buka Tabir Gaib yang menyelubungi
Kerajaan Pasai. Iblis Merah yang datang dari seluruh penjuru dengan berbagai
rupa dan bentuk.
Jika Tabir Gaib telah terbuka, maka ambil Ratu Andilini dan juga laki laki tua
-yang memegang Kitab Panca Sona.
Datanglah, wahai kekuatan kegelapan!" desis Dadung Ampel, berkomat kamit.
-Beberapa saat mereka yang berada di dalam ruangan menunggu dengan perasaan
tegang dan hati diliputi rasa cemas. Sampai kemudian, terdengar hembusan angin
sangat keras, menerbangkan batu batu kecil di dalam gua dan juga mengguncangkan
-dinding batu di sekeliling mereka. Lalu sayup sayup terdengar pula suara
-teriakan dan lolongan panjang, disertai ber
- munculannya sosok bayangan merah.
Dadung Ampel tampak bergetar tubuhnya. Keringat dingin mengucur deras dari
keningnya. Sosok bayangan merah itu kemudian membentuk wujud setengah
manusia setengah binatang. Tinggi tubuhnya menyentuh langit langit gua.-"Hraaakh...!"
Sosok merah berbentuk mengerikan menggeram.


Pendekar Rajawali Sakti 200 Bencana Tanah Kutukan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Gema suaranya seakan meruntuhkan ruangan gua ini.
Kepalanya yang tadi menengadah, kini terarah pada altar. Matanya yang besar,
menatap liar. Didekatinya tubuh Ismaya. Dan dengan sekali renggut, putuslah
tali-tali yang mengikat. Gadis yang dalam keadaan pingsan itu kini berada dalam
genggamannya. "Kuterima persembahanmu, Dadung Ampel. Imbalannya segera kukerjakan!" kata sosok mengerikan berwarna merah itu, seraya
memasukkan Ismaya ke dalam mulutnya dan langsung mengunyahnya.
"Hmm.... Nikmat sekali!" gumam sosok bernama Iblis Merah disertai seringai
mengerikan. Selanjutnya Iblis Merah mengambil kendi berisi cairan darah mengental, yang
kemudian dimasukkan ke dalam mulutnya. Hanya sebentar saja, semua yang tersedia
di atas altar telah habis tidak bersisa.
Iblis Merah lantas berpaling pada Dukun Sakti.
"Aku segera ke Istana Kerajaan Pasai untuk mengerjakan apa yang kau perintahkan.
Sebentar lagi, keinginan kalian segera terpenuhi!" janji Iblis Merah.
Hanya beberapa saat saja, kembali terasa hembusan yang begitu kencang. Sosok
merah itu seketika lenyap dari pandangan mata.
*** Bruk! Bruk! Setelah meletakkan Ki Londa dan gadis yang
memakai mahkota di dalam sebuah ruangan gelap, Iblis Merah segera menjumpai
Dukun Sakti yang tetap menunggu bersama yang lain lainnya di dalam ruangan -persembahan.
"Kau telah memberikan apa yang menjadi hakku.
Dan sekarang, aku telah memberikan apa yang kau minta, Dadung Ampel. Dengan
begitu, tugasku telah selesai. Aku mohon diri!" ucap Iblis Merah.
"Tunggu...!" cegah Dadung Ampel.
"Ada apa lagi?" tanya sosok itu.
"Di mana kau bawa kedua orang yang kami inginkan itu?"
"Ha ha ha...! Tentu di salah satu ruangan yang terdapat di dalam gua ini," jawab
Iblis Merah. "Baiklah! Kuucapkan terirna kasih atas bantuanmu!"
kata Dadung Ampel disertai senyum kemenangan.
Tiba tiba saja terdengar suara bergemuruh kembali.
-Langit langit serta dinding gua bergetar, disertai guncangan keras. Iblis Merah
-tertawa panjang, yang kemudian berubah menjadi lolongan serigala yang haus
darah. Semakin lama suaranya semakin bertambah jauh hingga akhirnya hilang sama
sekali. "Mari kita cari sahabatku, Parta Widura!" ajak Dadung Ampel sudah tidak sabar
lagi. "Ayolah! Aku pun ingin melihat bagaimana rupa Ratu Kerajaan Pasai dan juga Kitab
Panca Sona!" jawab Parta Widura.
Pada waktu yang hampir bersamaan, di Kerajan Pasai Pendekar Rajawali Sakti yang
berjaga jaga sejak sore tadi, kini seakan baru tersadar dari sebuah mimpi buruk.
-Entah bagaimana caranya dia bisa tertidur" Satu hal yang diingatnya, sebelum
terlelap terdengar suara gemuruh halilintar.
Dan hembusan angin yang datang dengan tiba tiba itulah yang kemudian membuat
-Pendekar Rajawali Sakti tidak ingat apa apa. Rangga yang mengatur semua rencana
-sejak mendengar tentang keadaan Kerajaan Pasai dari Ratu Andilini tampak tegang.
"Tabir Gaib istana telah terbuka! Bangun..., bangun semuanya!" teriak seorang
gadis sambil berlari lari menghampiri seriap ruangan,
-Gadis itu tidak lain dari Panglima Mira. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Rangga
segera menghampiri kamar peraduan Ratu Andilini. Ternyata ketika sampai disana,
Ki Belamparan sedang bicara dengan seorang gadis berbaju putih.
"Bagaimana, Ki" Apakah tipuan kita berhasil mencapai sasaran sebagaimana yang
diharapkan?"
tanya Rangga. "Ya.... Tapi, Ki Londa hilang. Sementara Patih Dewi Melur yang menggantikan
kedudukan ratu juga tidak ada di tempat!" jelas Ki Belamparan cemas.
Rangga mengamati gadis berbaju putih yang berdiri di samping Ki Belamparan. Dan,
gadis cantik yang tidak lain Ratu Andilini tersenyum. Dia tadi telah berpurapura menjadi Patih Dewi Melur dan tidur di tempat lain.
Apa sesungguhnya yang sedang dijalankan Rangga dan Ki Belamparan di Kerajaan
Pasai" Siang harinya setelah Dewi Harnum membawanya untuk bertemu Ratu Andilini, Rangga
berjumpa pula dengan Ki Londa dan muridnya Kesuma serta Ki Belamparan. Pendekar
Rajawali Sakti lantas menceritakan tentang bentroknya dengan seorang laki laki -tua berbadan bungkuk. Setelah mendengar ciri ciri yang disebutkan Rangga, Ki
-Belamparan tampak agak tegang.
Sebab dia tahu, laki laki bungkuk itu tidak lain dari si Dukun Sakti. Dadung
-Ampel memang sahabat baik Parta Widura. Mereka pasti mengadakan pertemuan untuk
melakukan niat mereka menculik Ratu Andilini. Berarti, hari itu juga penculikan
akan dilakukan.
Untuk itulah siasat segera dijalankan Ki Belamparan.
Peraduan Ratu Andilini digantikan Patih Dewi Melur.
Sedangkan peraduan patih kerajaan ditempati sang Ratu.
Satu hal yang tidak terduga, Dadung Ampel ternyata meminta bantuan Iblis Merah
untuk memusnahkan Tabir Gaib yang membentengi Kerajaan Pasai. Juga untuk
rnenculik Ki Londa serta Patih Dewi Melur yang disangkanya sebagai Ratu
Andilini. Semula Ki Belamparan mengira Parta Widura akan menyerang istana ini.
*** Satu hal yang patut disesalkan Ki Belamparan, adalah Ki Londa diculik oleh Iblis
Merah. Maka sekarang baru disadari, bahwa selain menginginkan Ratu Andilini,
ternyata Parta Widura juga menginginkan Kitab Panca Sona. Dan itu sama artinya
bahwa persoalan yang
dihadapi semakin berat saja.
"Lebih baik kumpulkan semua orang penring di istana ini, Gusti Ratu. Sekarang
Kerajaan Pasai sudah tidak memiliki pelindung apa apa. Aku ingin melakukan
-pengejaran, sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan atas diri Patih Dewi
Melur dan juga Ki Londa!" tegas Pendekar Rajawali Sakti.
"Dewi Harnum! Coba katakan pada Mira untuk segera ke sini!" perintah Ratu
Andilini. "Perintah segera hamba kerjakan, Yang Mulia,"
jawab Dewi Harnum.
Setelah menjura hormat, Dewi Harnum meninggalkan sang Ratu dan juga orang orang
-yang berkumpul di ruangan pertemuan. Namun sebentar saja Dewi
Harnum telah kembali lagi dengan tergopoh gopoh.-"Celaka Yang Mulia...!"
"Ada apa, Dewi?" tanya Ratu Andilini.
"Panglima Perang Mira memimpin beberapa orang prajurit melakukan pengejaran!"
lapor Dewi Harnum.
"Mengapa mereka bertindak sendiri sendiri"
-Sungguh gegabah sekali!" dengus Ratu Andilini tampak kecewa. "Coba panggil
guruku!" Ki Belamparan maju menghadap.
"Maafkan aku, Ratu. Ki Koswara sejak sore kemarin tidak berada di tempat," jelas
Ki Belamparan. Ratu Andilini tampak lebih kaget lagi. Sebab, sore harinya Kerajaan Pasai masih
memiliki Tabir Gaib yang membuat seseorang tidak dapat keluar dari istana tanpa
seizin sang Ratu. Lalu, bagaimana Ki Koswara dapat keluar meninggalkan istana
begitu saja" Dan ke mana perginya"
"Bagaimana dia bisa melakukannya?" tanya Ratu Andilini, mendesis.
"Kita tidak bisa menduga duga saja. Perlu ada penyelidikan. Untuk itu, jika Ki
-Belamparan setuju, aku akan membagi bagi tugas buat kita bertiga!" ujar Pendekar
-Rajawali Sakti.
"Maksudmu bagaimana, Rangga?" tanya Ki Belamparan. "Aku akan mengejar Panglima Mira untuk mem-beritahukan kemungkinan bahaya yang
akan dihadapi. Selain itu, aku juga akan pergi ke Tanah Kutukan.
Mudah mudahan Ki Londa dan Patih Dewi Melur masih bisa diselamatkan. Sebab aku
-khawatir, jika Parta Widura tahu bahwa kita telah mengakalinya, dia menjadi
membabi buta. Sedangkan Kesuma kuharapkan bersama Dewi Harnum menyelidiki, ke
-mana perginya Ki Koswara. Ki Belamparan sendiri bersama beberapa orang prajurit
kerajaan, tetap berada di sini untuk menjaga keselamatan sang Ratu."
"Sebaiknya aku ikut pergi ke Tanah Kutukan. Lagi pula, sedikit banyaknya aku
mengerti ilmu olah kanuragan," sergah Ratu Andilini.
"Tidak! Jika kerajaan ini sampai kosong, sewaktu-waktu mereka dapat menduduki
istana ini tanpa ada perlawanan berarti!" tolak Pendekar Rajawali Sakti, tegas.
Akhirnya tidak seorang pun yang berani membantah
keputusan Rangga. Orang orang yang telah ditetapkan untuk bergerak di luar -istana, segera berangkat sesuai tugas masing masing.
-5 Untuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan, Parta Widura
mengirimkan lima orang anak buahnya untuk melakukan penjagaan di perbatasan
antara wilayah Kerajaan Pasai dan Tanah Kutukan.
Kelima orang yang sekujur tubuhnya rusak seperti pimpinan mereka juga dikenal
sangat buas. Mereka selalu bertindak mengikuti keinginan nafsu dan amarah.
Bahkan juga memakan daging mentah dan menghisap darah.
Kelima laki laki yang sekujur kulitnya membusuk ini juga ditemani tiga ekor
-banteng liar yang tentu lebih buas.
Sementara di siang yang terik ini dari arah Kerajaan Pasai, Panglima Mira dan
sepuluh orang bawahannya yang terdiri dari empat perwira kerajaan dan enam
prajurit bersenjata lengkap terus melakukan pengejaran. Mereka semua dari kaum perempuan.
Begitu mendekan perbatasan Tanah Kutukan,
Panglima Mira menghentikan kudanya. Nalurinya mengatakan seperti ada orang yang
mengawasi mereka.
Tatapannya memperhatikan suasana di depan dengan teliti.
"Perwira dan semua prajurit harap tingkatkan kewaspadaan! Kita sudah hampir
sampai di daerah tujuan!" perintah Panglima Mira pelan.
"Suasana di sini sepi sekali, Panglima. Tetapi mengapa aku seperti mencium bau
busuk?" tanya salah
seorang perwira, sambil berusaha menutup hidung dengan tangan.
"Ya.... Tubuh orang orang kutukan itu menjadi busuk, setelah almarhum Raja La
- Dangga menjatuhkan kutukan atas mereka. Jika bau busuk itu semakin terasa,
artinya musuh musuh ada di depan mata!" jelas Panglima Mira.-"Lihat...!"
Salah seorang perwira tinggi tiba tiba berseru.
-Tangannya langsung menunjuk ke suatu tempat. Di sana, tampak tiga ekor banteng
liar bergerak cepat ke arah mereka.
Kuda kuda tunggangan mereka langsung meringkik keras sambil melonjak lonjak.
- -Sehingga, membuat para penunggangnya hampir saja terpelanting dari atas pelana.
"Bersiap siaplah kalian menyambut kedatangan mereka!" teriak Panglima Mira,
-memberi aba aba kepada seluruh bawahannya.
-Enam orang prajurit wanita langsung mencabut pedang masing masing. Sementara
-empat perwira tinggi kerajaan segera melepaskan anak anak panah ke arah banteng
- -banteng yang bergerak menerjang.
Set! Set! Enam batang anak panah langsung melesat cepat meninggalkan busurnya. Tiga di
antaranya menghantam dua ekor banteng yang berada di depan.
Crep! Crep! "Oeekh...!"
Kedua banteng itu meringkik keras ketika bagian kaki depannya tertembus anak
-anak panah yang dilepaskan
-empat orang perwira tertinggi. Namun, tampaknya anak panah itu tidak membawa
pengaruh yang berarti.
Terbukri, binatang binatang liar itu terus menyeruduk ke depan disertai dengus
- -an napas keras.
Sepuluh batang tombak lagi tiga ekor banteng liar itu sampai ke arah sasaran,
empat perwira tinggi dengan cepat kembali melepaskan panah panahnya!
-Set! Set! Set!
Tiba tiba saja ketiga banteng itu mengegoskan tubuhnya, membuat serangan empat
Kisah Sepasang Bayangan Dewa 8 Dewi Ular 63 Dendam Dukun Jalang Makam Bunga Mawar 18

Cari Blog Ini