Ceritasilat Novel Online

Gadis Serigala 1

Pendekar Rajawali Sakti 213 Gadis Serigala Bagian 1


. 213. Gadis Serigala ~ Bag. 1-3
5. September 2015 um 16:38
1 ? Matahari hampir kembali ke tempat peraduan-nya. Sinarnya yang berwarna merah jingga, men-ciptakan bayangan-bayangan panjang ketika saat lima orang prajurit bersenjata lengkap dan seorang laki-laki tegap berpakaian perwira, menghentikan laju kuda masing-masing di sekitar Lembah Bukit Setan.
Dari lambang kerajaan yang dibawa, jelas kalau mereka berasal dari Kerajaan Lima Laras. Lantas, apa yang mereka lakukan di sini"
"Kita hampir sampai, Tuan Perwira Jarantal. Sebaiknya kita nyalakan obor!" cetus seorang pra-jurit, pelan.
"Nyala api hanya akan mengundang perhatian tamu-tamu tidak diundang, Prajurit. Lagi pula, malam ini mustahil kita bisa mencari bunga itu. Mungkin besok pagi jika tidak ada halangan kita bisa mendapatkannya!" sahut Perwira Kerajaan Lima Laras yang dipanggil Perwira Jaranta.
Perwira berwajah kokoh dengan kumis lebat itu kemudian mengawasi keadaan di sekelilingnya dengan teliti. Bukit Setan memang terasa sangat sepi. Terlebih-lebih pada malam hari seperti seka-rang ini.
"Kita dirikan saja tenda darurat dulu!" perintah Perwira Jaranta dengan suara penuh wibawa.
"Tetapi, bagaimana dengan Gusti Prabu yang tengah menderita sakit, Tuan Perwira?" tanya prajurit yang bertubuh kurus.
"Prajurit! Kau jangan banyak membantah! Siapa pun merasa prihatin melihat Gusti Prabu Sida Brata, Tapi, tidak mungkin kita mencari Bunga Arum Dalu malam ini!" sergah Perwira Jaranta, tandas.
Kelima prajurit Kerajaan Lima Laras itu sadar, Perwira Jaranta tidak suka dibantah. Apalagi,-mengingat akhir-akhir ini tugasnya begitu banyak dan menyita perhatian. Sehingga tak heran kalau laki-laki berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu kurang istirahat. Tanpa berani bicara apa-apa lagi, kelima prajurit itu segera mendirikan tenda.
"Auuung...!"
Belum selesai mereka memasang tenda, di ke-jauhan tiba-tiba saja terdengar lolongan serigala. Mula-mula hanya satu dua yang terdengar. Namun semakin lama bertambah ramai dan saling bersahut-sahutan. Bahkan makin lama makin terasa dekat saja, ke arah para prajurit itu.
Para prajurit tampak saling berpandang-pan-dangan. Kemudian....
"Lihat! Serigala-serigala itu menuju kemari!" teriak salah seorang prajurit dengan suara bergetar bernada ketakutan.
"Diam! Seorang prajurit sejati tidak pengecut sepertimu!" dengus Perwira Jaranta marah. "Kau hanya menakut-nakuti kawan sendiri. Jika takut dengan kawanan serigala, sebaiknya berhenti menjadi prajurit!"
Walaupun prajurit itu sadar kalau atasannya sedang marah, tetapi tidak bisa menutupi rasa takut yang dirasakannya.
"Perwira! Tapi..!"
Plak! Plakkk! "Auukh...!"
Kata-kata prajurit itu terpenggal oleh keluh kesakitan saat Perwira Jaranta menampar wajahnya. Kepalanya langsung tersentak ke samping. Dari sudut bibirnya tampak darah menetes.
"Pengecut sialan! Chuhhh...!" maki Perwira Jaranta sambil meludah.
Baru saja perwira itu berbalik, serigala-serigala yang ditakutkan telah mengelilingi tenda dalam jumlah yang sangat banyak. Berpasang-pasang mata mereka yang kemerah-merahan, terus memandangi para prajurit dan perwira itu.
"Bentuk pertahanan!" perintah Perwira Jaranta tegas.
Kelima prajurit Kerajaan Lima Laras segera membentuk pertahanan saling memunggungi.
"Auuung..!"?????????????
Terdengar lolongan panjang mendirikan bulu roma. Sekejap kemudian, tampak sebuah bayangan hitam berkelebat, lalu berhenti di antara serigala-serigala buas itu.
Perwira Jaranta segera memperhatikan keha-diran sosok yang hanya memakai cawat dan penutup dada di tengah-tengah serigala-serigala itu. Ternyata dia adalah seorang gadis berwajah tidak begitu cantik. Rambut panjang tidak terurus. Sekujur tubuhnya kotor dengan kuku-kuku panjang berwarna hitam. Tatapan matanya liar, dengan bibir meneteskan darah.
"Bagaimana gadis ini bisa hidup di tengah-tengah kawanan binatang?" pikir Perwira Jaranta heran.
"Perwira, lihatlah!" seru salah seorang prajurit. Suaranya bergetar.
"Aku sudah melihatnya!" sahut Perwira Jaranta.
"Auuung...!"
Tiba-tiba saja, gadis itu melolong panjang. Suara lolongannya mirip dengan lolongan serigala. Bahkan makhluk-makhluk buas sekelilingnya kemudian menyahuti dengan lolongan saiing susul.
Belum habis gema lolongan mereka, tanpa di-duga makhluk-makhluk buas itu menyerbu para prajurit dengan buas.
Lima prajurit yang telah siap siaga dengan senjata lengkap tidak tinggal diam. Mereka segera menyambut serangan kawanan serigala dengan kibasan pedang maupun tusukan tombak di tangan.
Maka hanya dalam waktu singkat terjadi perkelahian sengit antara para prajurit melawan kawanan serigala. Beberapa ekor serigala berhasil dibunuh. Namun begitu melihat kawan-kawannya mati, serigala-serigala yang lain langsung menggantikannya. Tampaknya kawanan makhluk buas yang sangat besar jumlahnya ini semakin bertambah marah.
? *** ? Sementara itu gadis yang menyertai kawanan serigala berteriak keras dengan suara khas seperti serigala. Bahkan kemudian ikut menyerang bersama serigala-serigala itu.
Menghadapi kawanan serigala yang sangat besar jumlahnya, Perwira Jaranta dan kelima bawahannya sudah kewalahan. Apalagi gadis liar itu kini ikut ambil bagian!
"Hiyaaa...!"
Perwira Kerajaan Lima Laras berteriak keras. Tiba-tiba saja tubuhnya melesat ke udara. Dan ketika meluncur deras ke bawah, pedang di tangannya langsung dikibaskan.
"Haiiit...!"
Lincah sekali gadis serigala itu melompat ke samping menghindar. Lalu tubuhnya meluruk de-ngan jemari tangan yang berkuku panjang bergerak cepat.
Seet! Creeess! "Auukh...!"
Perwira Jaranta kontan menjerit keras ketika tubuhnya terkena sambaran kuku-kuku gadis serigala itu. Darah segera mengucur dari lukanya. Sementara gadis liar itu tampak berbinar matanya, melihat tetesan darah lawan. Bahkan tenggorokannya turun naik pertanda begitu berhasrat dengan darah perwira ini.
Sementara itu, kelima prajurit sedikitnya telah berhasil membunuh sepuluh ekor serigala. Namun kawanan serigala yang jumlahnya mencapai ratusan ekor tampaknya menjadi semakin ganas melihat kematian kawan-kawannya. Mereka mengamuk secara membabi-buta. Akibatnya walaupun rata-rata memiliki tingkat kepandaian lumayan, lima prajurit itu tampak mulai terdesak. Bahkan....
Crabbb! "Akh..., kakiku...! Aaakh...!"
Salah seorang prajurit bersenjata tombak kakinya tergigit oleh salah satu serigala. Prajurit malang itu menjerit kesakitan. Tubuhnya terbanting ke tanah. Dan hanya dalam waktu singkat, dia telah tewas dicabik-cabik kawanan serigala.
"Aaakh...!"
Keempat orang prajurit sisanya juga tidak dapat bertahan lama. Satu demi satu mereka tergelimpang roboh disertai jeritan menyayat. Begitu menyentuh tanah, tubuh mereka langsung disambut terkaman serigala-serigala yang langsung mencabik-cabik!
Nasib buruk yang menimpa para prajurit, tentu tidak lepas dari perhatian Perwira Jaranta. Namun, dia sendiri tidak dapat berbuat banyak untuk menolong anak buahnya. Apalagi saat ini sedang menghadapi serangan gadis liar yang ternyata sangat tangguh.
"Gadis liar! Kau harus bayar nyawa anak buahku!" dengus Perwira Jaranta geram.
Kemudian laki-laki bertubuh kekar itu melompat mundur. Sementara kawanan serigala telah mengepung dengan jarak cukup dekat.
"Hiyaaa...!"
Sambil berteriak keras menggelegar, tiba-tiba Perwira Jaranta memutar pedang di tangannya. Senjata itu tampak meliuk-liuk, seakan telah ber-ubah menjadi banyak disertai suara menderu-deru tajam. Dan hanya dalam waktu sekejap, tubuhnya telah melesat ke depan. Pedang di tangannya meluncur mengancam dada gadis serigala.
Sambil mendengus-dengus tidak jelas, gadis yang hanya memakai cawat dari kulit kayu dan penutup dada seadanya ini menundukkan kepalanya. Sehingga serangan Perwira Jaranta hanya mengenai tempat kosong. Dan secara menakjubkan, tubuhnya berputar sambil mengibaskan kedua tangannya yang berkuku hitam panjang dan runcing.
Perwira itu jadi terkesiap. Sama sekali tidak disangka kalau gadis itu mampu melakukan gerakan yang sangat sulit. Tanpa dapat dihindari lagi....
Cras! Cras! "Aaakh...!"
Terdengar jeritan tertahan saat perut Perwira Jaranta tersambar kuku-kuku gadis itu hingga robek mengeluarkan darah. Tubuhnya kontan terpelanting. Celakanya begitu tubuhnya menyentuh tanah, kawanan serigala yang telah mengepung langsung menerkamnya.
Perwira Jaranta berusaha membebaskan diri dari amukan binatang-binatang buas dengan me-ronta-ronta. Tapi, tetap saja dia tidak berdaya.
"Aaagkh...!"
Jeritan Perwira Jaranta akhirnya lenyap ketika tenggorokannya tercabik-cabik taring serigala buas.
"Huuung...!"
Gadis itu berteriak aneh seperti memberi perintah. Maka kawanan serigala itu seakan mengerti. Mereka langsung bergerak mundur, dan menguik lemah. Di depan gadis ini, mereka tidak seliar dan seberingas ketika menghadapi lawan-lawannya tadi. Malah di antara mereka ada yang merebahkan diri, seakan menunggu perintah selanjutnya.
"Jantung laki-laki adalah makanan kesukaanku sejak dulu! Kalian boleh memakan mayat-mayat ini, bila aku telah mengambil jantung mereka! Hi hi hi...!" desis gadis itu dengan suara sember, mendirikan bulu kuduk.
Gadis berambut riap-riapan yang ternyata dapat berbicara ini kemudian menghampiri mayat Perwira Jaranta. Baju perwira itu dicabik-cabiknya, dan kuku-kukunya langsung menghujam dada.
Jrosss! Breeet! Mengerikan sekali nasib Perwira Jaranta. Jan-tungnya tiba-tiba ditarik keluar oleh gadis pemimpin kawanan serigala ini. Dengan rakus gadis itu memakan jantung yang masih dilumuri darah. Enak sekali dia mengunyah tanpa rasa risih sedikit pun. Perbuatan yang sama pun dilakukan terhadap lima prajurit yang telah menjadi mayat.
Setelah puas, gadis ini memerintahkan kawanan serigala untuk menyantap jenazah perwira dan prajurit yang telah diambil jantungnya. Maka hanya dalam waktu singkat, mayat-mayat itu hanya tinggal tulang-belulang saja.
? *** ? Sudah dua hari rombongan yang dipimpin Perwira Jaranta tidak terdengar kabar beritanya. Berarti sudah ketiga kalinya pencarian Bunga Arum Dalu mengalami kegagalan. Padahal saat ini Kerajaan Lima Laras tengah dirundung mendung duka. Penyakit Gusti Prabu Sida Brata sudah semakin parah. Menurut tabib, hanya Bunga Arum Dalu sajalah yang dapat menyembuhkan penyakitnya. Dan sampai sekarang ini sudah tiga kali pihak kerajaan mengirim prajurit-prajurit untuk mencari bunga itu yang konon tumbuh di sekitar Bukit Setan. Namun, ke-semuanya sama sekali tak ada kabar. Para prajurit itu bagai hilang ditelan bumi.
Semua keluarga istana menjadi sangat prihatin melihat keadaan Gusti Prabu. Terlebih-lebih putri tunggal Penguasa Kerajaan Lima Laras itu yang hampir tidak pernah meninggalkan peraduan ayahandanya.
Sampai hari ini, berarti sudah lima belas hari Gusti Prabu Sida Brata terbaring sakit. Dan untuk menjalankan roda pemerintahan, terpaksa putri tunggalnya yang menggantikan. Sementara, sakit sang Prabu kian bertambah parah. Apalagi akhir-akhir ini sudah tidak mau makan sedikit pun. Tak heran kalau badannya kini menjadi kurus, tinggal kulit pembalut tulang.
Sentika Sari yang merupakan keturunan satu-satunya Gusti Prabu Sida Brata kini memerintahkan pembesar-pembesar kerajaan untuk berkumpul di ruang balairung. Sentika Sari yang hadir belakangan segera duduk di atas singgasana yang biasa diperuntukkan ayahandanya. Para pembesar kerajaan serentak menjura dalam-dalam, lalu duduk kembali di tempat masing-masing.
"Kita mulai saja pertemuan ini!" ujar seorang laki-laki tua berpakaian bebas warna kuning. Se-buah tasbih dari batu pilihan, hampir tak pernah lepas dari tangannya. Di kerajaan ini, dia menjabat sebagai penasihat kerajaan.
"Benar, Eyang Kinta Manik!" sambung Sentika Sari. Tatapannya segera beralih pada para pem-besar kerajaan lainnya. "Seperti yang Paman keta-hui, keadaan ayahku semakin bertambah parah. Sekarang aku ingin bertanya, mengapa utusan kita yang pergi ke Bukit Setan tidak pernah kembali?"
"Ampun, Gusti Putri," ucap seorang laki-laki berusia lima puluh lima tahun. Dari pakaiannya bisa ditebak kalau dia adalah seorang patih. "Kami baru saja berencana ingin pergi ke Bukit Setan bersama panglima perang dan juga prajurit kerajaan. Kami ingin mencari Bunga Arum Dalu sekaligus mencari tahu tentang prajurit dan perwira kita yang hilang!"
"Jika pergi semua, lalu siapa yang berada di istana, Paman Luntaka" Firasatku mengatakan ada sesuatu yang sangat besar akan terjadi di kerajaan ini...!" kata Putri Sentika Sari.
"Putri...!" potong seorang laki-laki berpakaian panglima.
"Jangan sangkal ucapanku, Panglima Layung Seta! Di balik penyakit yang diderita, tampaknya seperti ada sesuatu yang dirahasiakan oleh beliau. Dulu ketika aku masih kecil kuingat Ayah sering pergi ke Bukit Setan untuk berburu manjangan. Sekarang ketika pengawal-pengawal dan perwira tinggi kerajaan hilang di Bukit Setan, mengapa Ayah menyatakan tidak tahu apa yang telah terjadi di Sana?"
"Tentu saja Gusti Prabu tidak tahu, Gusti Putri. Sebab beliau dalam keadaan sakit. Dan mungkin sekarang di Bukit Setan telah begitu banyak mengalami perubahan," tukas panglima bemama Layung Seta.
Putri Sentika Sari langsung terdiam. Gadis berusia dua puluh tiga tahun ini jadi teringat ayahnya yang menderita penyakit aneh. Tidak seorang tabib pun yang mampu menyembuhkannya. Celakanya lagi, obat yang mungkin dapat menyembuhkan penyakit Gusti Prabu Sida Brata hanyalah Bunga Arum Dalu yang terdapat di Bukit Setan. Dan untuk mencarinya. Pihak kerajaan telah mengorbankan para prajurit dan perwira. Namun sampai sejauh ini belum juga berhasil mendapatkannya.
? *** ? "Seingatku, ketika masih kecil dulu, panglima sering berburu ke Bukit Setan bersama Ayahanda. Kurasa paling tidak panglima tahu, apa yang telah dilakukan Ayahanda di sana?" tanya Putri Sentika Sari.
"Prabu tidak melakukan apa-apa, terkecuali berburu," tegas Panglima Layung Seta.
"Baiklah! Dalam keadaan seperti sekarang ini, aku tidak ingin berdebat. Kita kembali kepada persoalan penyakit ayahku!" ujar Putri Sentika Sari. "Menurutku, lebih baik kita sebarkan pengumuman di seluruh pelosok negeri. Siapa pun yang bisa mendapatkan Bunga Arum Dalu dalam waktu yang sangat cepat akan diberi imbalan sangat besar!"
"Putri! Bukankah kami di sini sanggup mencari bunga itu"! Mengapa kita harus menyewa orang-orang dunia persilatan yang kebanyakan tidak tahu tata krama"!" sergah Eyang Kinta Manik.
Putri Sentika Sari memperhatikan laki-laki berpakaian bebat berwarna kuning gading itu. Lalu bibirnya melepas senyum. Amat getir.
"Aku bukan tidak percaya pada kesetiaan dan kesanggupan kalian semuanya. Tetapi bagiku, ada yang aneh di Bukit Setan. Aku tidak ingin kalian menjadi korban sia-sia. Bagaimana jadinya nanti jika Kerajaan Lima Laras ini tanpa kalian?" tukas wanita berparas cantik ini.
Tidak seorang pun yang berani membantah. Mereka sadar betul Putri Sentika sangat sayang kepada seluruh pembesar kerajaan.
"Lalu, apa yang harus kami lakukan, Putri?" tanya Patih Luntaka.
"Untuk sekarang ini, sebaiknya kalian segera sebarkan berita. Nanti jika orang-orang rimba persilatan tidak sanggup mendapatkan bunga itu, baru kita pikirkan jalan selanjutnya. Mudah-mudahan saja Ayahanda dapat bertahan lebih lama lagi!" desah Putri Sentika Sari.
"Baiklah, Gusti Putri. Perintah segera kami laksanakan!" ucap Eyang Kinta Manik.
Tidak lama kemudian laki-laki berpakaian bebat warna kuning gading segera bangkit seraya merapatkan tangan di depan hidung. Dan bersama Patih Luntaka dia keluar untuk mengatur pelaksanaan apa yang diperintah Putri Sentika Sari.
Sementara itu Panglima Layung Seta dan Putri Sentika Sari sudah beranjak dari balairung. Mereka langsung menuju ruang utama. Dari situ mereka berbelok ke kanan, langsung menuju kamar pribadi Gusti Prabu Sida Brata.
Tanpa menyentuh pintu lagi, mereka segera masuk dan menghampiri peraduan Gusti Prabu, setelah terlebih dulu merangkapkan tangan di depan hidung. Kebetulan Gusti Prabu Sida Brata sudah terjaga dari tidurnya.
"Anakku! Mengapa kau tadi tidak berada di sini?" tanya laki-laki setengah baya berbadan jangkung yang tergolek di atas peraduan.?
"Maafkan aku, Ayahanda. Baru saja kami mengadakan pertemuan untuk mencari Bunga Arum Dalu," jelas Sentika Sari.
"Bukankah kemarin perwira dan prajurit telah pergi ke Bukit Setan" Lalu, sekarang ke mana mereka?"
"Entah apa yang terjadi pada mereka. Sampai hari ini, tidak seorang pun yang kembali!" jelas Putri Sentikan Sari, masygul.
"Ohh...!" rintih Gusti Prabu mendesah. "Kurasa mereka tidak akan pemah kembali. Kenyataan ini benar-benar membuatku sedih!"
"Sudahlah, Ayah. Jangan memikirkan yang bukan-bukan. Kami selalu berdoa agar Ayah cepat sembuh!" ujar Putri Sentika Sari.
"Kau memang anak yang selalu berbakti pada orang tua, Sentika!" puji Gusti Prabu Sida Brata, sambil memeluk putrinya.
? *** ? 2 ? Ternyata pengumuman yang disebarkan pihak Kerajaan Lima Laras mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak. Terutama, dari kalangan dunia persilatan. Tidak kurang dari lima belas tokoh dari golongan hitam dan putih ini telah berkumpul di halaman kerajaan. Puluhan orang prajurit tampak mengawal untuk menghindari terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.
Di antara para tokoh dunia persilatan yang hadir, tampak pula seorang laki-laki berpakaian hitam. Tubuhnya tegap tinggi. Wajahnya yang angker, ditumbuhi cambang dan brewok. Walaupun tidak pernah berhadapan langsung, namun pihak kerajaan sudah sering mendengar ciri-ciri maupun sepak terjangnya. Tokoh yang tinggal di daerah ujung barat tanah Jawa ini dikenal bernama Suta Soma. Namun di kalangan persilatan berjuluk Iblis Pemabuk.
Sementara tokoh aliran putih juga terlihat hadir. Namun mereka lebih banyak berdiam diri dengan sikap tenang, penuh percaya diri. Tanpa mempedulikan lagak jumawa tokoh-tokoh hitam yang banyak sesumbar, mereka terus memperhatikan sebuah panggung setinggi satu tombak yang didirikan tepat di depan pintu masuk istana.
Dan dari dalam pintu istana, muncul Putri Sentika Sari yang didampingi Panglima Layung Seta, serta Patih Luntaka. Mereka langsung menaiki panggung, dan duduk berjejeran. Putri Sentika Sari berada di tengah-tengah.
Ketika Putri Sentika Sari yang memang cantik ini tersenyum, orang-orang persilatan berdecak kagum.
"Tidak mendapat hadiah emas pun tidak apa-apa! Asal Putri yang cantik itu menjadi milikku!" celetuk salah seorang tokoh persilatan.
"Aku juga...!" timpal yang lain.
Saat itu juga suasana menjadi hingar-bingar diwarnai tawa.
Panglima Layung Seta segera bangkit. Tangan kanannya diangkat tinggi-tinggi.
"Hadirin sekalian harap tenang sebentar!" sergah Panglima Layung Seta. "Sekarang Gusti Putri akan menjelaskan pokok persoalan yang sebenar-nya!"
Begitu suasana mereda, Panglima Layung Seta segera mempersilakan Putri Sentika Sari maju ke depan. Dengan tenang gadis cantik yang juga mempunyai ilmu olah kanuragan ini berdiri. Langkahnya gemulai sambil mengedarkan pandangan, menyapu para hadirin.
"Aku mewakili ayahandaku yang sedang sakit. Sekarang ini aku bukan sedang mengadakan sa-yembara. Tapi aku ingin minta bantuan kalian untuk mencari Bunga Arum Dalu di Bukit Setan. Siapa pun yang berhasil mendapatkannya, akan mendapat hadiah satu peti emas permata," jelas Sentika Sari.
Semua yang hadir berdecak kagum mendengar hadiah yang dijanjikan. Tetapi, rupanya Suta Soma alias Iblis Pemabuk merasa kurang puas.
"Hadiah itu memang sangat besar! Tetapi mengingat bahaya yang ada di Bukit Setan, aku meminta hadiahnya ditambah dengan Putri!" teriak laki-laki berwajah angker itu sambil meneguk arak kerasnya.
Wajah Putri Sentika Sari berubah merah karena menahan amarah. Sedangkan Panglima Layung Seta yang tadi, sudah duduk di kursinya, langsung berdiri. Bahkan hampir saja dia bertindak, jika tidak dicegah Patih Luntaka.
"Jaga mulutmu, Kisanak! Jangan keterlaluan. Putri bukan untuk diperebutkan. Jika kau yang mendapatkan Bunga Arum Dalu tentu kami dengan senang hati menambah hadiah berupa emas pula!" tegas Patih Layung Seta dengan wajah memerah.
"Sayang, emas tak ada artinya buatku! Tapi kalau wanita, he he he...," kekeh Iblis Pemabuk.
"Mumpung segala sesuatunya belum telanjur, silakan pergi dari sini!" bentak Panglima Luntaka yang kali ini juga ikut angkat bicara, karena merasa kewibawan kerajaan direndahkan oleh tokoh itu.
"Ha ha ha...! Tidak seorang pun yang berhak mengusirku. Kalau mau, tentu sekarang aku dapat melarikan Putri Sentika Sari tanpa ada yang mampu mencegahku!" teriak Iblis Pemabuk disertai tawa menyeramkan.
Ucapan Suta Soma tentu membuat suasana kian memanas. Tetapi....
"Bicaramu kelewat sombong, Iblis Pemabuk! Mestinya kau sadar di atas langit masih ada langit!"
Mendadak terdengar sahutan dari samping Iblis Pemabuk. Dan semua orang pun langsung memandang ke arah datangnya suara. Ternyata yang bicara barusan seorang pemuda tampan berbaju ketat warna biru dari sutera halus. Di tangannya tergenggam sebuah busur panah. Sementara di punggungnya tersampir beberapa anak panah.
"Pendekar Lima Lautan...," sebut Iblis Pemabuk alias Suta Soma dengan wajah berubah tegang penuh keterkejutan.
Memang, Iblis Pemabuk kenal betul dengan Pendekar Lima Lautan. Mereka sudah pernah bentrok beberapa kali, dan kekalahan selalu menimpa Suta Soma. Inilah yang membuatnya tergetar begitu melihat Pendekar Lima Lautan. Mereka mempunyai ilmu olah kanuragan hampir seimbang. Hanya yang menakutkan Iblis Pemabuk adalah busur panah yang bila dipasang sebuah anak panah, akan berubah jumlahnya menjadi berlipat ganda. Jangan tubuh manusia. Batu karang yang paling keras sekali pun, akan hancur berkeping-keping terhantam anak panah tokoh berkepandaian tinggi berjuluk Pendekar Lima Lautan itu.
"Maafkan aku, Kala Sakti. Tidak kusangka berita tentang hadiah besar ini sampai padamu juga. Padahal Lima Lautan sangat jauh jaraknya dari sini, " ucap Iblis Pemabuk, memanggil nama asli Pendekar Lima Lautan. Wajahnya diatur sedemikian rupa, agar rasa malunya tak tampak.
Diam-diam hati Suta Soma dongkol bukan main melihat kehadiran pendekar itu. Dan ini berarti, harapannya untuk mendapatkan Putri Sentika Sari lenyap. Namun dia berharap, hadiah satu peti emas bisa diraihnya.
"Kurasa sudah tidak ada yang perlu ditunggu di sini. Mudah-mudahan saja peruntungan baik berada di tanganku. Sekarang aku akan pergi mencari bunga itu!" kata Iblis Pemabuk, seraya berbalik dan berkelebat meninggalkan tempat ini.
Hanya sekejap saja tubuh Iblis Pembuk telah lenyap dari pandangan. Melihat Suta Soma pergi, maka tokoh-tokoh dunia persilatan lainnya segera mengikuti jejaknya. Kini di halaman istana hanya tinggal Pendekar Lima Lautan.
"Kalau tidak salah bukankah Kisanak yang berjuluk Pendekar Lima Lautan?" tanya Patih Luntaka.
Kala Sakti menganggukkan kepalanya. Bibir-nya mengulas senyum kemudian merangkapkan kedua tangan di depan hidung.
"Memang benar, Patih. Tapi itu hanya julukan kosong belaka," sahut Pendekar Lima Lautan, me-rendah.
"Apakah kau berniat mendapatkan hadiah itu?" tanya Panglima Layung Seta.
"Sedikit pun aku tak berminat mendapatkan harta. Aku hanya ingin agar Gusti Prabu cepat sembuh dari penyakitnya. Sekaligus, mengawasi kemungkinan terjadinya kerusuhan di sini. Sebab yang ikut ambil bagian dalam mencari Bunga Arum Dalu di Bukit Setan bukan tokoh-tokoh golongan putih saja. Kulihat golongan hitam juga ikut serta. Sudahlah, sekarang aku ingin ke Bukit Setan, Sampaikan salamku pada Gusti Prabu Sida Brata!" kata Pendekar Lima Lautan.
"Berhati-hatilah, Pendekar!" pesan Patih Luntaka.
Pendekar Lima Lautan merangkapkan tangannya di depan hidung, lalu berkelebat cepat dengan ilmu meringankan tubuh yang sudah cukup tinggi. Sebentar saja, tubuhnya sudah tidak kelihatan dari pandangan.
? *** Waktu terus bergulir sesuai garis edarnya. Dan di siang yang sangat terik, ini tampak seorang pemuda tampan berbaju rompi turun dari kudanya di dekat sebuah sungai. Kuda berbulu hitam berkilat ini segera menghampiri permukaan air sungai yang jernih itu.
"Minumlah sepuasmu, Dewa Bayu. Kurasa perjalanan kita ke Kerajaan Lima Laras masih cukup jauh dari sini!" ujar pemuda tampan yang di punggungnya terdapat sebilah pedang bergagang kepala burung rajawali, pada kuda tunggangannya.
Pemuda berbaju rompi putih yang tidak lain Rangga yang dirimba persilatan dikenal sebagai Pendekar Rajawali Sakti kemudian merebahkan badannya di bawah sebatang pohon berdaun lebat. Suasana di bawah pohon yang teduh, ditambah usapan angin sepoi-sepoi membuat Rangga terkantuk-kantuk. Namun tiba-tiba saja...
Ser! Ser! "Heh"!"
Pendekar-Rajawali Sakti tersentak kaget ketika mendengar suara desir halus dari pohon yang berada di sebelahnya. Ketika memandang ke arah datangnya suara, tampak tiga buah benda berwarna putih berkilatan meluncur cepat ke arahnya.
"Hup!"
Dengan cepat sekali Rangga berguling-guling menjauh. Maka benda-benda yang meluncur deras ke arahnya yang ternyata senjata rahasia berupa paku beracun berwarna putih keperakan hanya menghantam pohon yang tadi disandari.
"Sial! Hampir saja aku tidur selama-lamanya!" gerutu Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Kaki-nya langsung melangkah mendekati pohon tempatnya berteduh tadi. Dicabutnya salah satu paku yang menancap di batang pohon, kemudian memperhatikannya dengan seksama. Lalu tatapannya kembali ke pohon. Dahsyat sekali! Perlahan-lahan, daun-daun pohon itu berguguran. Bagian yang tertancap langsung menghangus! Dan akhirnya, pohon itu kering kerontang tanpa daun, dalam keadaan jadi arang! Lalu....
Brukkk! Pohon itu langsung ambruk tanpa bisa dicegah lagi.
"Ternyata paku ini mengandung racun paling keji yang pernah aku jumpai selama ini!" gumam Rangga.
Belum sempat Pendekar Rajawali Sakti berbuat sesuatu, tiba-tiba saja....
Ser! Ser! "Hup!"
Terdengar suara desir angin halus kembali. Tanpa menunggu lebih lama, Rangga segera me-lenting ke udara. Sehingga serangan paku-paku beracun itu hanya setengah jengkal saja melesat di bawah kakinya. Dan begitu tubuhnya meluncur deras ke bawah, dilemparkannya sebuah paku beracun yang digenggam tadi ke arah datangnya serangan gelap barusan.
Serr! Paku beracun meluncur deras ke dalam semak-semak.
Krosak! "Bangsat sialan! Ternyata kau mempunyai ke-bisaan juga!"
Terdengar makian yang disertai melesatnya se-sosok tubuh dari dalam semak belukar. Hanya dalam waktu singkat sosok itu telah mendarat di tanah. Di depan Rangga, kini berdiri seorang perempuan berwajah tirus. Matanya yang cekung menatap tajam Pendekar Rajawali Sakti. Bibirnya yang sumbing mengulas senyum. Namun yang tampak malah sebuah seringai. Tangan kanannya lebih kecil dari tangan kiri. Demikian juga kaki kanannya. Usianya sudah cukup tua. Mungkin sekitar enam puluh tahun. Di pinggangnya, melilit sebuah cambuk dari buntut ikan pari, dengan tengkorak kepala serigala sebagai ujungnya.
"Apa kesalahanku, Nyisanak" Mengapa tiba-tiba saja menyerangku?" tanya Rangga. Nada suaranya terdengar halus, penuh perbawa.
"Hik hik hik...!"
Nenek berbibir sumbing malah tertawa mengi-kik. Bahkan tanpa diduga-duga kembali menyerang dengan pukulan bertubi-tubi ke arah Rangga.
Zeb! Zeb! Pemuda ini segera mengerahkan jurus "Sembilan Langkah Ajaib' untuk menghindari serangan. Tubuhnya meliuk-liuk indah, ditopang oleh gerakan kaki yang lincah. Sehingga serangan-serangan yang dilancarkan nenek sumbing ini tidak mengenai sasarannya. Bahkan menyentuhnya pun tidak.
"Heh..."!"
Nenek berbibir sumbing dan berpakaian ringkas ini terkejut sekaligus heran, karena serangannya mudah sekali dihindari. Secepatnya serangannya dihentikan, dan kembali memandang pemuda berbaju rompi putih itu dengan sinar mata menyiratkan ketidakpercayaan.
"Siapa kau"!" bentak perempuan tua ini dengan mata melotot.
Karena bibirnya sumbing maka suara nenek ini terdengar sengau. Namun Pendekar Rajawali Sakti masih dapat mendengarkannya.
"Aku Rangga!" jawab pemuda itu singkat.
"Jelaskan apa tujuanmmu datang kemari?" tanya perempuan tua itu lagi.
"Hanya kebetulan saja aku melewati tempat ini."
"Hi hi hi...! Di depan Nini Sumbing kau hendak berdusta" Hmm.... Kau pasti punya tujuan yang sama dengan orang-orang konyol itu. Kau ingin mencari Bunga Arum Dalu, bukan?" tebak perempuan berbibir sumbing yang bernama Nini Sumbing itu.
"Aku tidak tahu apa yang kau maksudkan, Nini" Aku baru saja sampai ke tempat ini, dan hendak meneruskan perjalanan ke suatu tempat," kilah Rangga.
Rupanya Rangga sengaja tidak menyebut Kerajaan Lima Laras yang ingin ditujunya. Sebab, dia tidak tahu Nini Sumbing berdiri di pihak mana"
"Bagaimana aku bisa mempercayaimu" Sungai Citandui ini masih termasuk wilayah Bukit Setan. Berarti dalam kekuasaan ketua kami yang bernama Nini Baji Setan. Kalau benar kau bukan menginginkan Bunga Arum Dalu, maka sebaiknya serahkan senjatamu berikut kuda milikmu. Setelah itu, cepat pergi dari sini!" dengus Nini Sumbing.
Rupanya sejak melihat Rangga pertama kali, Nini Sumbing tertarik dengan pedang berhulu ke-pala burung rajawali yang tersampir di punggung Rangga. Tentu saja, tak mungkin pedang dan kudanya diserahkan begitu saja.
"Begitu mudahnyakah, Nini" Keduanya adalah bagian dari jiwaku. Jadi, maaf. Permintaanmu terpaksa kutolak," tegas Pendekar Rajawali Sakti.
"Keparat! Kau membantah perintah! Tahukah kau, apa yang akan terjadi pada dirimu"!" tanya Nini Sumbing berang.
Rangga hanya menggeleng pelan sambil tersenyum kalem.
? *** ? "Aku akan memotong kepalamu! Hiyaaa...!"
Disertai bentakan menggelegar, tubuh Nini Sumbing meluruk deras ke depan. Sedangkan ke-dua tangannya bergerak bersilangan. Mulutnya terbuka lebar, sehingga memperdengarkan suara menggembor seperti serigala kelaparan.
"Uts...!"
Melihat serangan itu, Rangga langsung meng-geser kaki kirinya. Lalu tubuhnya agak dimiringkan, sehingga serangan Nini Sumbing hanya menyambar sejengkal di atas kepalanya.
Karena serangannya dapat dielakkan sambil terus bergerak ke depan Nini Sumbing melepaskan tendangan kaki kiri.
"Haiiit...!"
Wuuut! Pendekar Rajawali Sakti dengan gesit melompat ke belakang. Mendapat kenyataan ini, Nini Sumbing menjadi gusar. Lagi-lagi serangannya dapat dihindari. Maka dengan bertumpu pada kaki kanan yang kecil, kaki kirinya diangkat tinggi-tinggi. Sehingga, tampaklah bagian pahanya.
Rangga menggaruk-garuk kepalanya dengan wajah memerah karena malu.
"Mengangkat kaki jangan terlalu tinggi, Nini!" kata Rangga seraya berpaling.
"Pemuda setan! Makanlah tanganku ini! Heaaa...!"
Belum juga gema teriakannya hilang, Nini Sumbing sudah memutar tubuhnya, Tangannya sudah terentang setinggi bahu. Tampak jelas kedua tangan berkuku runcing itu telah berubah warnanya menjadi hitam seperti arang.
Jelas sekali kalau perempuan tua ini hendak mengerahkan serangan beracun. Dan walaupun Pendekar Rajawali Sakti kebal racun, tentu tidak bisa tinggal diam. Bisa jadi kuku runcing itu bisa menyayat kulit tubuhnya. Maka segera dikerahkannya jurus 'Sayap Rajawali Menyambar Mega'.
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti kemudian melompat ke depan. Kedua tangannya berkelebat, menyam-but sambaran tangan Nini Sumbing.
Wuttt! Ketika tangan masing-masing hampir bersen-tuhan, nenek berbibir sumbing itu menyeringai. Harapannya, begitu tangan Rangga tertangkap akan langsung diremasnya sampai hancur. Namun di luar dugaan, Rangga tiba-tiba membelokkan tangannya ke bawah, langsung menghantam tulang rusuknya.
Duuk! "Huaaakh...!"
Perempuan tua itu terdorong mundur sambil meringis kesakitan. Tanpa menghiraukan sakit yang diderita, kembali diserangnya Pendekar Rajawali Sakti.
Dalam hati, Rangga memuji daya tahan tubuh lawannya. Padahal tenaga dalamnya yang dikerahkan tadi cukup kuat.
"Aku benar-benar segera membunuhmu!" dengus nenek berbibir sumbing.
Serangan yang dilakukan Nini Sumbing benar-benar sangat cepat dan mengandung gerak tipu. Rangga segera meliukkan tubuhnya ke samping, lalu berputar. Seketika kakinya melepaskan tendangan setengah melingkar.
Wuutt! "Hiih!"
Tetapi Nini Sumbing memapakinya dengan te-lapak tangan.
Plak! "Aakh...!"
Pendekar Rajawali Sakti mengeluh tertahan, dan langsung jatuh terduduk. Kakinya yang sempat membentur tangan perempuan itu terasa dingin dan seperti kaku. Segera tenaga dalamnya dikerahkan ke bagian kaki, sehingga sebentar kemudian rasa sakitnya sudah agak berkurang. Baru kemudian pemuda ini bangkit berdiri dengan sikap waspada penuh perhitungan.
"Huh! Ternyata kau cukup kuat. Tapi jangan bangga dulu. Sebentar lagi, seluruh tubuhmu akan lumpuh!" geram Nini Sumbing.
Secara diam-diam, perempuan tua ini mengerahkan tenaga dalam ke bagian telapak tangan. Tampak tangannya bergetar hebat, lalu tercium bau yang sangat amis. Ketika kedua tangannya dikibaskan, maka tampak selarik sinar hitam berbau amis meluncur deras ke arah Rangga.
"Hup!"
Pendekar Rajawali Sakti cepat bertindak. Cepat dipasangnya kuda-kuda kokoh. Tenaga dalamnya pun telah disalurkan ke tangan.
"Aji 'Guntur Geni'! Hiyaaa...!" teriak Rangga.
Begitu setengah tombak lagi selarik sinar hitam itu tiba, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan. Saat itu juga dari kedua telapak tangannya meluncur selarik sinar merah, memapak sinar hitam yang melesat dari tangan Nini Sumbing.
Glar! Glarrr! "Aaakh...!"
Sungguh tidak disangka oleh Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda ini memang tak mau mence-lakai perempuan tua itu tanpa alasan jelas. Maka dia hanya mengerahkan setengah dari tenaga dalamnya. Tetapi ternyata perempuan tua itu justru benar-benar ingin membunuhnya. Sehingga tenaga dalamnya yang dikerahkan benar-benar tinggi. Akibatnya tubuh pemuda itu terlempar, dan jadih berguling-gulingan. Dari bibirnya menetes darah kental.
"Cepat serahkan pedang itu padaku!"
Merasa berada di atas angin, Nini Sumbing kembali memerintahkan Rangga agar kembali me-nyerahkan pedang di punggungnya yang telah me-narik perhatiannya.
"Pedang Rajawali Sakti ini adalah bagian dari hidupku! Selama aku masih hidup, pedang ini tidak pernah akan kuberikan pada siapa pun!" dengus Rangga mulai bangkit amarahnya.
Sebaliknya Nini Sumbing sempat tersentak kaget seperti disengat binatang berbisa saat mendengar nama pedang itu. Berarti pemiliknya adalah.... Ketuanya yang bernama Nini Baji Setan pernah bercerita tentang kehebatan seorang pemuda berjuluk Pendekar Rajawali Sakti. Mengingat hal itu r-sanya dia yakin kalau pemuda yang dihadapinya adalah pendekar yang dimaksud ketuanya di Bukit Setan.
"Apakah kau yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Nini Sumbing.
"Hanya sebuah julukan kosong yang tak ada artinya...," sahut Rangga, berkesan merendah na-mun memiliki tekanan menggetarkan.


Pendekar Rajawali Sakti 213 Gadis Serigala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tidak disangka-sangka. Nini Sumbing tertawa lebar. Sampai-sampai, tubuhnya yang kurus kering tergetar. Rangga jadi menatap heran.
Begitu tawanya berhenti, perempuan tua itu menatap Pendekar Rajawali Sakti. Tatapan mata-nya kini tampak meremehkan.
"Ketuaku mengatakan, kau seorang pendekar yang hebat. Tidak tahunya kau lebih buruk lagi daripada kecoa busuk!" ejek Nini Sumbing.
"Mungkin aku memang hanya kecoa busuk. Tapi bisa jadi aku bisa membuka matamu lebar-lebar. Hiaaa...!"
Rangga berteriak keras. Tiba-tiba saja, tubuhnya berkelebat cepat sekali sambil melepas serangan dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'.
Nini Sumbing tercekat. Cepat dia melompat ke belakang untuk menghindar. Namun Pendekar Rajawali Sakti terus mengejar. Bahkan tiba-tiba kakinya terangkat ke atas cepat sekali. Sehingga....
Bukkk! "Aaakh...!"
Nini Sumbing terjengkang disertai teriakan keras. Hidungnya mengucurkan darah. Begitu bangkit dia langsung menyeka darah yang terus keluar dari hidung. Matanya kini mendelik, pertanda amarahnya telah sampai pada puncaknya.
"Keparat! Tahan jurus 'Serigala Memburu Mangsa'ku!" maki Nini Sumbing.
Tiba-tiba saja perempuan tua itu melompat ke depan. Rupanya nenek berbibir sumbing ini sekarang telah mempergunakan jurus andalannya. Gerakannya yang dilakukannya pun seperti gerakan menerkam. Pada jarak tertentu tubuhnya bersalto di udara. Pada saat bergerak seperti itu, tangannya berusaha mencengkeram leher Rangga.
"Uts!"
Pendekar Rajawali Sakti menundukkan kepalanya. Sehingga cengkeraman nenek itu hanya menyambar rambut. Namun, Nini Sumbing langsung membetotnya.
Brettt! "Aduuuhh...!"
Pendekar Rajawali Sakti mengeluh kesakitan. Kepalanya terasa sakit berdenyut-denyut. Tetapi memang tidak ada kesempatan lagi untuk menyia-nyiakan waktu yang ada. Karena saat yang sama perempuan tua itu telah menyerang lagi dengan cakaran kukunya yang tajam.
"Hiaaa...!"
Dengan gerakan yang gesit sekali Pendekar Rajawali Sakti bergerak ke samping, lalu mundur ke belakang. Dan tanpa disangka-sangka, dilepaskannya serangkaian tendangan menggeledek.
Desss...! Desss!
"Auuukh...!"
Nenek berbibir sumbing itu menjerit keras. Bahunya beberapa kali terhantam telak kaki Rangga yang berisi tenaga dalam tinggi. Sehingga membuatnya jatuh terguling-guling. Meskipun akhirnya dapat berdiri lagi, namun jalannya tampak miring. Kini dia baru percaya dengan ucapan ketuanya, bahwa Pendekar Rajawali Sakti tidak bisa dianggap enteng. Tanpa berkata apa-apa lagi, segera ditinggalkannya tempat itu.
Rangga menarik nafas dalam-dalam. Segera dihampirinya Dewa Bayu yang tampak sedang memakan rumput di pinggir sungai.
? *** ? 3 ? Bukit Setan. Sebuah bukit yang masuk wilayah Kerajaan Lima Laras, dan kini jadi tujuan utama kaum rimba persilatan untuk mendapatkan Bunga Arum Dalu. Tak mudah untuk menuju bukit itu. Selain tebingnya terjal, juga adanya sekawanan serigala yang memangsa setiap orang yang mengunjunginya. Kalau hanya berkepandaian rendah, rasanya mustahil untuk dapat menjejakkan kakinya di sana.
Matahari saat ini tepat berada di atas ubun-ubun. Sinarnya seolah hendak memanggang Bukit Setan yang terlihat indah dari kejauhan. Namun kenyataannya justru di bukit itu sendiri malah terasa sejuk, dengan pepohonan cukup besar memayungi.
Di salah satu tebing bukit, seorang perempuan tua berpakaian compang-camping tampak tengah menatap ke satu arah. Pandangan matanya tajam, dingin dan menggetarkan. Di belakangnya sejauh satu tombak, terdapat mulut sebuah gua yang tersamar oleh semak belukar dan pohon-pohon merambat. Di sebelah gua itu pula, terdapat gua lain yang sama sekali tak tertutup apa-apa. Hanya sesekali, terdengar gerengan dan salakan serigala.
Perempuan itu memang sudah cukup tua. Paling tidak usianya sekitar delapan puluh tahun. Namun sedikit pun tak terlihat ada keriput di kulit tubuhnya. Malah tubuhnya terlihat padat dan sehat, dengan kulit putih berkilat. Kendati demikian rambut putihnya yang digelung ke atas dan alisnya yang juga berwarna putih, tak dapat menutupi ketuaannya.
Di dalam gua tidak jauh dari tempat perempuan tua ini berdiri, tampak seorang gadis berambut panjang sepinggang. Rambutnya yang riap-riapan, tampak tak terurus. Sekujur tubuhnya kotor berselimut daki. Dia hanya memakai kulit kayu untuk menutupi bagian terlarang di tubuhnya, dan beberapa lembar daun sebagai penutup buah dadanya.
Di pangkuan gadis itu terbaring seekor serigala yang terluka. Sementara tak jauh dari situ, berbaring beberapa ekor serigala yang terluka. Agaknya gadis ini tengah merawat binatang-binatang buas itu yang tampak jinak di tangannya.
"Seharusnya dia sudah pulang, Kuntalini! Main-main ke mana lagi si jelek sumbing itu..."!" gerutu perempuan tua berpakaian compang-camping tanpa menoleh.
"Jangan pikirkan. Guru! Orang tua pikun itu memang suka melantur ke mana-mana bila sedang diberi tugas!" sahut gadis yang sedang mengurus serigala dengan tenangnya.
Rupanya gadis yang bernama Kuntalini adalah murid dari perempuan berpakaian compang-camping. Sehingga kata-katanya tidak membawa pengaruh apa-apa bagi gurunya.
"Keadaan sudah sangat mendesak! Tamu-tamu yang tidak diundang harus segera dibereskan! Setelah itu, rencana kita tetap pada tujuan semula," desis perempuan tua ini.
"Aku tidak akan pernah lupa, Guru! Mengenai tamu-tamu yang tidak diundang itu sudah menjadi tugasku untuk membereskannya. Tentu saja berkat bantuan pasukan serigala kita!" sahut Kuntalini.
Sesekali gadis yang bau dan keadaan tubuhnya bagai serigala ini kemudian menyeringai. Dari mulutnya keluar suara menggereng seperti suara serigala.
"Aku yakin dengan kemampuanmu, Kuntalini! Racun Bunga Bisa telah bekerja sebagaimana yang kita harapkan. Hidup matinya Sida Brata keparat itu hanya tergantung Bunga Arum Dalu. Padahal, bunga itu milik kita!" desis perempuan tua itu lagi, setelah berbalik menatap murid tunggalnya.
"Semua sifat Guru telah menurun padaku. Demikian juga ilmu yang diberikan Guru telah kukuasai. Nasibku yang buruk tentu segera terbalaskan. Kelak di kemudian hari kita dapat mendirikan sebuah kerajaan. Yaitu, Kerajaan Serigala!"
"Benar! Kau telah mewarisi segala-galanya, Kuntalini! Tetapi sejak dulu kau punya dasar yang kuat untuk menjadi Ratu Serigala. Percayalah! Selain Bunga Arum Dalu, tabib-tabib tolol kerajaan tidak mungkin sanggup menyembuhkan penyakitnya! Hik hik hik...!"
"Hi hi hi...! Guru benar! Segala-galanya sudah berada di ambang mata. Hanya sekali bergerak, maka tercapailah cita-cita kita!" sahut Kuntalini, tersenyum gembira.
"Ketua, aku datang!"
Mendadak terdengar suara dari kejauhan. Perempuan tua guru Kuntalini segera berbalik. Matanya langsung memandang ke arah datangnya suara. Sedangkan muridnya bersikap acuh tak acuh saja. Tidak lama tampak muncul seorang perempuan tua berbibir sumbing bergerak mendekati gua.
"Cuh...!" perempuan tua guru Kuntalini yang dipanggil 'Ketua' meludah. Air ludahnya membuat dinding pintu gua yang jadi sasaran berlubang dan mengepulkan asap tipis berbau sangit. "Lama kau pergi! Mengapa sekarang baru muncul" Jalanmu miring seperti orang sinting. Apa yang telah terjadi denganmu, Nini Sumbing"!"
Perempuan sumbing yang ternyata Nini Sumbing menjura dalam-dalam. Matanya dipejamkan, lalu menarik napas dalam-dalam. Setelah napasnya teratur kembali, wajahnya langsung menghadap pada perempuan tua yang dikenal sebagai Nini Baji Setan.
"Ceritakan! Apa yang terjadi padamu"!" bentak perempuan tua berpakaian compang-camping ini gusar,
"Ketika mengadakan penyelidikan, aku bertemu seorang pemuda yang mengaku sebagai Pendekar Rajawali Sakti! Aku tidak bisa percaya begitu saja. Sehingga, kami bentrok. Tetapi seperti yang pernah Ketua katakan, ternyata Pendekar Rajawali Sakti cukup tangguh. Sebenarnya aku hampir menang. Tetapi...!"
"Akhirnya kau kalah!" sambar Nini Baji Setan sengit". Bagaimana mungkin pemuda itu sampai berkeliaran di Bukit Setan ini" Apakah kau tidak mencari tahu?"
Diam-diam sebenarnya Niru Baji Setan terkejut juga. Berhadapan secara langsung dengan Pendekar Rajawali Sakti, dia memang tidak pemah. Namun menurut kabar, Pendekar Rajawali Sakti sangat tangguh.
"Menurutnya, dia akan pergi ke suatu tempat. Aku tidak tahu tempat mana yang dituju!" jelas Nini Sumbing lagi.
? *** ? Cukup lama juga Nini Baji Setan terdiam. Sedangkan Kuntalini murid kesayangannya lebih banyak bermain-main dengan serigala yang selama ini selalu membantu sepak terjangnya.
"Bagaimana laporanmu yang lain?" tanya perempuan beralis putih itu ingin tahu.
"Sekarang ini orang-orang rimba persilatan yang disewa Kerajaan Lima Laras berada di sebelah selatan Bukit Setan. Tampaknya mereka juga ingin mendapatkan Bunga Arum Dalu. Untuk mencegah mereka sampai di bukit sebelah timur, aku menunggu perintah Ketua," jawab Nini Sumbing.
"Tugas ini tidak akan kuberikan padamu!" kata Nini Baji Setan tegas. Kemudian kepalanya berpaling pada Kuntalini. "Muridku! Sekarang, kau sudah boleh berangkat menghadang orang-orang itu di selatan. Bawa seluruh anak buahmu! Jika merasa perlu bantuan, kau cukup memberikan isyarat padaku!"
"Hi hi hi...! Aku mendapat tugas lagi! Berarti, aku akan mendapatkan jantung-jantung segar yang , lezat!" sahut Kuntalini.
Gadis yang hanya memakai cawat dan penutup dada itu kemudian melangkah ke pintu gua. Lalu....
"Auuung! Hung! Huuung...!"
Kuntalini melolong panjang sebanyak tiga kali. Maka dari pintu gua yang berada di sebelah gua induk muncul barisan serigala menuju ke arah gadis itu, hingga berjumlah ratusan.
"Guru, aku berangkat!" pamit Kuntalini.
"Ya,.., jangan lupa bunuh mereka semuanya!" pesan Nini Baji Setan.
Gadis serigala menganggukkan kepala. Sebentar saja tubuhnya sudah bergerak cepat mening-galkan gua. Ratusan ekor serigala segera mengikuti ke mana pun dia pergi.
? *** ? Sementara itu di sebelah selatan Bukit Setan, tampak belasan laki-laki sedang menjelajahi daerah sekitarnya untuk mencari-cari Bunga Arum Dalu. Sudah hampir dua hari mereka berada di sana. Namun tanda-tanda untuk menemukan bunga mukjizat itu belum kelihatan.
Di antara wajah-wajah letih itu, tergambar ke-putusasaan.
"Kita semua memang sudah gila! Gila hadiah! Mencari sesuatu yang tidak jelas letak dan tempatnya, sama saja dengan mencari jarum di tumpukan jerami," dengus seorang laki-laki berbadan kurus sambil menyeringai. Ucapan ini sempat mengundang tawa kawan-kawannya. Namun, banyak juga yang bersikap acuh tak acuh.
"Bunga Arum Dalu entah di mana tumbuhnya. Sejak tadi aku hanya menemukan Bunga Tahi Ayam, Bunga Cocor Bebek, Bunga Matahari dan Bunga Kehidupan!" gerutu seorang laki-laki berbadan pendek.
"Mencari sesuatu harus bersabar. Bukit Setan ini luas. Kita belum mencari yang di sebelah timur, barat, dan utara."
"Lama-lama aku bisa gila!" teriak laki-laki berbaju hitam yang agak jauh dari kawan-kawannya. "Aku menemukan tulang-belulang di mana-mana. Apakah bukit ini ada penunggunya yang memangsa manusia?"
"Jangan bicara ngaco, Subali! Sekali lagi kudengar kau bicara seperti itu, kupenggal kepalamu...!" bentak laki-laki berbaju putih.
Laki-laki berbaju hitam yang bernama Subali langsung terdiam. Dan kini perhatian mereka terpusat untuk mencari Bunga Amm Dalu. Sehingga tanpa disadari....
"Hantu.... Aaakh...!"
Jeritan Subali tentu saja membuat terkejut dua belas orang lain yang sedang sibuk mencari Bunga Arum Dalu.
"Ada apa dengan Subali?" tanya laki-laki berbadan tegap.
"Mana kami tahu, Kasa Raga?" jawab laki-laki berbaju putih.
"Tolol! Kita sudah berjanji untuk bahu-mem-bahu. Kesulitan yang dihadapi merupakan kesulitan kita juga. Ayo kita cari...!" ujar laki-laki tegap bernama Kasa Raga.
Dengan tergesa-gesa, kedua belas laki-laki yang terdiri dari golongan hitam dan putih yang telah menyatu mendatangi Subali. Mereka mulai memanggil-manggil nama Subali. Tetapi setelah gema suara mereka lenyap, suasana lembah sunyi kembali.
"Subali! Jangan mempermainkan kami! Katakan, apakah kau menemukan Bunga Arum Dalu"! Kita harus bersama-sama mengantarnya ke kotaraja. Seperti sama-sama kita sepakati, hadiah itu harus dibagi adil!" teriak Kasa Raga lantang.
Karena tidak ada jawaban, maka orang-orang itu terus mencari. Sampai kemudian....
"Lihat! Ada darah di sini!" teriak salah seorang.
Seruan itu menarik perhatian yang lain. Seketika mereka berduyun-duyun mendatangi. Begitu sampai, Kasa Raga segera memeriksa. Benar saja! Darah yang mereka lihat itu darah manusia dan belum beku pula. Pertanda, kejadiannya baru saja. Dengan hati waswas, Kasa Raga diikuti beberapa orang laki-laki lainnya terus mengikuti ceceran darah di tanah.
? *** ? Sampai akhirnya, mata Kasa Raga melotot dengan mulut ternganga. Orang-orang yang mengikuti laki-laki tegap itu juga sama kagetnya. Mereka melihat Subali dalam keadaan terkapar. Sekujur tubuhnya berlumuran darah. Tenggorokannya putus seperti dicabik binatang buas. Dadanya berlubang. Tampaknya, jantungnya telah dirogoh. Entah oleh binatang buas, atau manusia. Tetapi bila melihat luka-lukanya, yang membunuh Subali pastilah binatang buas.
"Satu teman kita tewas. Bukan mustahil kalau yang lainnya segera menyusul. Bukit Setan ini benar-benar sarang iblis! Keparat... Kita telah datang ke tempat yang salah!" dengus Kasa Raga sambil mengepalkan tinjunya. "Para iblis penghuni bukit ini! Kuharap mau menunjukkan diri dan berhadapan langsung dengan kami!" teriak laki-laki tegap itu lantang.
"Hauuung...!"
Sebagai jawabannya, tiba-tiba terdengar lolongan panjang mendirikan bulu roma. Untung saat ini adalah siang hari. Jika malam, mungkin beberapa orang yang bernyali kecil sudah lari tunggang langgang. Suara lolongan kemudian bersahut-sahutan. Yang lebih mengejutkan lagi, jarak antara suara yang terdengar dengan keberadaan mereka sangat dekat! Sehingga, membuat Kasa Raga dan kawan-kawannya jadi tegang.
"Kita telah terkepung!" teriak salah seorang. Semua orang langsung mengedarkan pandangan ke sekeliling. Memang, di antara rimbunnya bu-nga-bunga liar tidak terlihat apa-apa. Tetapi, pohon bunga itu bergoyang-goyang seperti dihempas angin kencang.
"Auuung! Uuung...!"
Di kejauhan terdengar suara rintih serigala mendayu-dayu. Sementara di bawah rumpun bu-nga-bunga liar, tampak sebuah gerakan. Lalu mendadak, muncul kawanan serigala yang sangat luar biasa jumlahnya, langsung menyerang Kasa Raga dan belasan laki-laki lainnya.
Binatang-binatang buas itu seperti berpesta pora. Mereka mencabik-cabik mangsanya. Tetapi para pencari Bunga Arum Dalu juga tidak tinggal diam.
Dengan geram mereka mencabut senjata dan langsung melakukan serangan balasan. Mereka yang berbadan besar dan tegap seperti Kasa Raga, lebih suka tidak mempergunakan senjata. Dengan tangan-tangannya yang kokoh serigala-serigala itu ditangkapi kemudian dibanting ke batang pohon.
Tetapi serigala-serigala itu seperti sudah sangat terlatih saja. Mereka yang selamat dari benturan pohon, segera berbalik dan menyerang secara ganas.
Walaupun para tokoh persilatan itu mempunyai kepandaian tinggi, namun menghadapi kawanan serigala yang jumlahnya mencapai ratusan, lambat laun mulai terdesak juga. Kasa Raga sadar betul dengan keadaan ini.
"Cincang makhluk-makhluk sialan yang berani mendekati kalian!" teriak Kasa Raga memberi semangat.
Belum lenyap gaung suara laki-laki tegap itu, tiba-tiba saja....
"Akh..., aku kena...!" jerit salah seorang.
Perut laki-laki itu robek dicabik-cabik kuku serigala yang mengeroyoknya. Begitu tubuhnya ambruk, langsung menjadi sasaran serigala-serigala yang lain. Melihat keadaan ini, beberapa tokoh persilatan melepaskan pukulan jarak jauh ke arah serigala-serigala yang tengah mencabik-cabik orang yang roboh barusan.
Wesss...! Wesss...!
Dua larik sinar-sinar hijau melesat, langsung menghantam serigala-serigala itu.
Glarrr! "Ngukk!"
Serigala yang terkena pukulan menguik keras. Satu-dua ekor mati. Namun yang datang kemudian berlipat ganda. Bahkan kali ini tampak pula sesosok tubuh berkelebat ke tengah kancah pertarungan. Begitu berdiri di tengah-tengah ratusan serigala, tampak jelas kalau sosok yang baru datang adalah seorang gadis yang hanya memakai cawat dan penutup dada. Badannya kotor tidak terurus. Tatapan matanya liar, seolah haus darah.
"Hi hi hi...! Kalian datang kemari hanya ingin mencari mati. Suatu kebetulan bagiku aku sangat membutuhkan jantung kalian!" kata gadis yang tak lain Kuntalini.
"Siapa kau"!" bentak Kasa Raga, kaget.
"Aku Gadis Serigala pemakan jantung laki-laki!" sahut Kuntalini.
Gadis yang sesungguhnya berwajah cantik ini menyeringai. Tanpa bicara lagi segera diberinya isyarat pada kawanan serigala untuk menghabisi lawan-lawannya.
Sementara, Kuntalini sendiri langsung menye-rang Kasa Raga dengan jurus-jurus sangat berba-haya.
Kasa Raga terkesiap melihat gadis itu sangat cepat dalam melakukan terkaman. Laki-laki tegap itu langsung berkelit menghindar, saat tangan Kuntalini yang terpentang dan berkuku runcing menyambar tenggorokannya. Begitu serangan gadis itu tidak mengenai sasaran, maka dilepaskannya tendangan cepat bertenaga dalam tinggi.?
Buukk! "Huaaakh...!"
Bukan main telaknya tendangan itu, sehingga membuat gadis serigala ini terpelanting roboh. Sambil menggeram seperti serigala, Kuntalini bangkit berdiri. Tampak nyata darah menetes dari sudut-sudut bibirnya.
"Graunghr!"
Sambil meraung keras, gadis serigala ini menyerang Kasa Raga. Serangan-serangannya lebih ganas dan sangat berbahaya.
Sementara itu korban di kedua belah pihak terus berjatuhan. Lebih dari itu dua puluh ekor serigala mati oleh pukulan maupun senjata para tokoh rimba persilatan. Sebaliknya di pihak pencari Bunga Amm Dalu itu semakin sedikit. Mereka yang berusaha mati-matian mempertahankan diri, akhirnya tewas terkapar dengan luka-luka mengerikan.
Binatang-binatang buas yang sudah sangat terlatih ini segera mengepung Kasa Raga saat tidak ada lawan lagi. Laki-laki tegap ini tentu semakin terdesak. Ternyata, gadis ini selain mempunyai ilmu olah kanuragan tinggi, juga sangat ganas. Malah keganasannya melebihi serigala. Sehingga Kasa Raga terpaksa mencabut pedangnya.
Pada saat yang sama, lima puluh ekor serigala langsung menyerang laki-laki tegap itu dengan ganas.
Tentu saja. Setangguh apa pun, menghadapi serangan serentak yang datang dari seluruh penjuru, Kasa Raga tidak dapat berbuat banyak. Apalagi empat ekor serigala telah menggigit tangannya. Delapan ekor menggigit kaki. Sedangkan sisanya menyerang anggota tubuh lainnya.
Kasa Raga tidak kuasa lagi. Dan....
"Aaa...!"
Jeritan keras terdengar dari mulut Kasa Raga yang sudah hampir tidak berbentuk, karena cakaran dan gigitan serigala yang mengeroyoknya. Tubuhnya pun akhirnya ambruk, menyusul kawan-kawannya di akhirat.
? *** ? Selanjutnya Bagian 4-6
? Gadis Serigala Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 213. Gadis Serigala ~ Bag. 4-6
5. September 2015 um 16:38
4 ? Dua orang prajurit yang bertugas di pintu ger-bang utama menuju ke Istana Kerajaan Lima Laras langsung menghadang Pendekar Rajawali Sakti yang mengendarai kuda Dewa Bayu dengan perlahan-lahan. Rangga terpaksa menghentikan kudanya. Bibirnya tersenyum dengan kepala mengangguk pada kedua prajurit itu.
"Hendak ke mana, Kisanak?" tanya salah seorang pengawal berbadan tegap.
"Aku ingin bertemu Patih Luntaka!" jawab Pendekar Rajawali Sakti halus dan penuh keso-panan.
"Kalau begitu kau harus menunggu sebentar!"
Pengawal berbadan tegap itu lantas memberi isyarat pada kawannya untuk segera melapor ke istana. Dengan berlari cepat, pengawal yang berbadan lebih pendek itu bergegas menuju ke istana. Sementara Rangga sudah turun dari kudanya. Pandangannya beredar ke sekeliling, dengan kepala terangguk-angguk. Suasana di sekitar istana terlihat sedikit hening. Nyaris tak ada seorang pun yang terlihat memancarkan wajah gembira. Semuanya seperti tengah berduka atas sakitnya Gusti Prabu.
"Kisanak, mari ikut aku!"
Rangga berbalik saat pengawal yang tadi melapor telah kembali. Dengan senyum manis Pendekar Rajawali Sakti segera mengikuti langkah pengawal bertubuh pendek, setelah menyerahkan kuda Dewa Bayu pada seorang pengurus kuda istana, untuk dibawa ke istal.
Pendekar Rajawali Sakti diantar sampai pintu utama balairung istana. Dan tepat di ambang pintu telah berdiri seorang laki-laki berusia sekitar lima puluh lima tahun. Bibirnya mengulas senyum gembira menyambut kedatangan Rangga.
"Pendekar Rajawali Sakti!" sambut laki-laki setengah baya itu, langsung memeluk Rangga.
"Apa kabarmu, Paman Patih Luntaka?" tanya Rangga, halus.
"Yah, beginilah aku. Kau sendiri bagaimana?"
"Berkat doamu, Paman Patih."
Sementara itu Putri Sentika Sari dan Panglima Layung Seta yang hadir di ruang balairung ini sudah bangkit berdiri. Dan begitu nama Pendekar Rajawali Sakti disebut, mereka tidak dapat menutupi rasa kagetnya.
"Oh, ya. Aku sampai lupa!" kata Patih Luntaka, seraya melepas pelukan.
"Putri, pemuda ini adalah orang yang telah menolong hamba ketika terjebak di Lembah Nestapa. Dia Pendekar Rajawali Sakti!" jelas Patih Luntaka.
Semua pembesar di Kerajaan Lima Lantas jelas pernah mendengar sepak terjang Pendekar Rajawali Sakti dalam membasmi kejahatan. Tentu mereka tidak menyangka hari ini bakal bertemu orangnya secara langsung.
"Suatu kehormatan bagi kami, kau datang kemari, Pendekar Rajawali Sakti. Sayang ayahku dalam keadaan sakit. Sehingga beliau tidak dapat menjumpaimu!" ucap Putri Sentika Sari.
'Terima kasih. Maaf, panggil saja aku Rangga," ucap Pendekar Rajawali Sakti, dengan tata bahasa yang halus, seolah-olah sudah paham betul dengan tata krama istana.
Memang tak ada yang tahu kalau Pendekar Rajawali Sakti sebenarnya adalah seorang raja yang memerintah Kerajaan Karang Setra.
"Apakah penyakit yang diderita Gusti Prabu?" tanya Rangga ingin tahu.
Kemudian secara singkat dan jelas, Putri Sentika Sari menceritakan segala yang terjadi pada ayahandanya.
"Maaf. Sepertinya, Gusti Prabu Sida Brata me-nyimpan rahasia yang sangat besar. Penyakit yang dideritanya juga penuh teka-teki," gumam Rangga.
"Sanggupkah kau menyembuhkan penyakit Gusti Prabu, Pendekar, eh! Rangga?" tanya Patih Luntakan, meralat panggilan pada Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga tersenyum.???????
"Sayang, aku bukan seorang tabib, Paman Patih. Tetapi alangkah lebih baik lagi jika aku melihatnya dulu!" desah Rangga.
Didampingi Patih Luntaka dan Panglima Layung Seta, Putri Sentika Sari mengantar Rangga menuju ke tempat peraduan Gusti Prabu Sida Brata.
? *** ? Pendekar Rajawali Sakti menatap penuh ke-prihatinan pada seorang laki-laki berbadan kurus kering yang tergeletak tidak berdaya di peraduan. Tanpa diminta Rangga langsung memeriksa nadi Gusti Prabu. Nadinya ternyata lemah.
"Kurasa Gusti Prabu terkena Racun Bunga Bisa! Tidak salah kalau obat yang dapat menyembuhkannya hanya Bunga Amm Dalu," gumam Rangga.
Tentu saja semua orang yang berada di dalam ruangan ini jadi terkejut. Mereka tidak menyangka Pendekar Rajawali Sakti mengetahui penyakit yang diderita raja mereka.
"Dapatkah kau menolongnya?" tanya Putri Sentika Sari.
"Untuk mencegah sesuatu yang tidak terduga, kurasa aku perlu menyalurkan hawa murni, dulu. Tetapi terus terang, ada orang luar yang telah me-racuninya dengan serbuk beracun Bunga Bisa!" duga Rangga, bernada yakin.
"Siapa?" tanya Panglima Layung Seta dan Patih Luntaka hampir bersamaan.
"Nanti kita selidiki!" sahut Rangga.
Setelah meminta persetujuan Putri Sentika Sari, Pendekar Rajawali Sakti segera duduk di samping Gusti Prabu Sida Brata. Kemudian matanya dipejamkan. Tidak lama, kedua telapak tangannya diletakkan di atas dada laki-laki setengah baya yang tubuhnya hanya tinggal kulit pembalut tulang itu. Secara perlahan dan sangat hati-hati sekali, mulai dikerahkan hawa murni ke bagian telapak tangan, lalu langsung disalurkan ke dada Gusti Prabu Sida Brata.
Tubuh yang dingin seperti membeku itu tampak mulai bergetar. Tubuh Rangga sendiri mulai bergetar saat hawa murninya yang ditunjang tenaga dalam tinggi mulai mengalir. Keringat mengucur deras. Semakin lama getaran semakin bertambah hebat. Dan dari ubun-ubun pemuda itu keluar asap tipis berwarna putih. Lalu...
"Hoeeekh...!"
Gusti Prabu Sida Brata muntahkan darah kental berwarna hitam yang menebarkan bau ter-amat busuk. Saat itu juga Putri Sentika Sari menghampiri, dan membersihkan muntahan darah dengan kain.
Secara perlahan Pendekar Rajawali Sakti menarik tangannya sambil membuka matanya. Rompi putihnya basah. Sekarang setelah menyalurkan hawa murni yang disertai tenaga dalam tinggi ke tubuh Gusti Prabu tubuhnya terasa menjadi lemas seperti kehabisan tenaga.
"Apa yang kulakukan hanya sedikit mengu-rangi penderitaannya. Jika banyak darah beku yang keluar dari mulut paduka, akan lebih baik. Paling tidak, agar peredaran darahnya yang tersumbat dapat menjadi lancar kembali. Walaupun begitu ini hanya bersifat sementara. Dan Bunga Arum Dalu harus segera didapat. Terus terang aku tidak bisa pergi ke Bukit Setan sekarang ini, karena harus memulihkan tenaga beberapa saat saja," jelas Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau memang perlu istirahat, Rangga. Biarkan aku akan mengantarmu ke kamar peristirahatan!" kata Patih Luntaka.
"Biarkan aku saja yang mengantarnya, Paman Patih!" sergah Putri Sentika Sari. Entah mengapa, begitu melihat sosok Pendekar Rajawali Sakti, Putri Sentika Sari merasa jantungnya berdebar-debar. Seolah kedukaannya selama ini lenyap begitu saja.
Patih Luntaka tentu saja tidak berani membantah. Padahal, sesungguhnya banyak yang ingin ditanyakannya tentang penyakit Penguasa Kerajaan Lima Laras ini.
? *** ? Malam telah menghujam bumi. Suara serangga malam bagaikan tembang saling bersahut-sahutan memeriahkan suasana malam.
Belasan orang prajurit bersenjata lengkap tampak berjaga-jaga di bagian depan Istana Kerajaan Lima Laras. Di samping bangunan istana juga terlihat beberapa pasukan pemanah yang bersiap-siap. Patih Luntaka, Panglima Layung Seta, dan Eyang Kinta Manik sedang berbincang-bincang di ruang pertemuan bersama Rangga dan Putri Sentika Sari.
Namun tak lama kemudian Pendekar Rajawali Sakti dan putri Gusti Prabu Sida Brata itu segera memasuki ruangan khusus yang terletak di sayap kiri bangunan.
"Mungkin aku segera meninggalkan kerajaan ini. Tetapi sebelum itu kulakukan, menurut Putri apakah ada orang asing dengan alasan apa pun pernah datang menjumpai Gusti Prabu?" tanya Pendekar Rajawali Sakti setelah mereka duduk di kursi ruangan ini.
"Mengapa kau tanyakan hal itu?" Putri Sentika Sari malah balik bertanya.
"Serbuk racun Bunga Bisa hanya akan mengenai sasaran, bila pemiliknya berhadapan lang-sung dengan orang yang akan menjadi korbannya. Racun itu hanya dimiliki oleh tokoh-tokoh langka beraliran hitam," jelas Rangga, pelan.
Putri Sentika Sari terdiam. Dia tampak berusaha mengingat-ingat segala sesuatu yang terjadi sebelum ayahandanya jatuh sakit. Rasanya tidak banyak tamu yang datang ke Istana Lima Laras. Namun tiba-tiba saja gadis ini teringat tentang ke-hadiran dua orang perempuan tua memakai keru-dung. Waktu itu, suasana dalam keadaan hujan lebat. Dan kedua perempuan yang mengaku datang dari sebuah tempat yang jauh tersebut, memaksa ingin bertemu Gusti Prabu. Setelah kedua tamu itu diperkenankan bertemu Gusti Prabu, sepeminuman teh kemudian tamu-tamu itu pergi. Entah apa yang mereka bicarakan.
Gusti Prabu Sida Brata sendiri tidak pernah mengatakan apa maksud kedatangan kedua orang asing itu. Namun yang jelas, setelah pertemuan itu, Putri Sentika Sari melihat wajah ayahnya agak pucat seperti orang yang kurang sehat.
Apa yang diingat gadis ini lantas diceritakan pada Pendekar Rajawali Sakti secara lengkap.
"Rasanya kedua orang itulah yang telah membawa racun Bunga Bisa. Racun itu bekerja dalam waktu yang lama. Sehingga, sekarang kelihatan hasilnya. Bahkan racun itu dapat mencelakai orang lain melalui sentuhan tangan, udara, ataupun makanan. Selain itu kurasa ada rahasia besar yang disimpan ayahmu!" papar Rangga.
"Kalau begitu aku akan menanyakannya," kata Putri Sentika Sari.
"Jangan sekarang. Penyakit Gusti Prabu bisa semakin bertambah parah. Nanti saja bila Bunga Arum Dalu sudah kudapatkan!" saran Rangga.
'Tahukah kau ciri-ciri bunga itu?"
"Tentu! Bunga itu memang sangat langka, dan hanya dapat tumbuh di atas batu berlumut. Bunganya berwarna merah darah, menebarkan bau harum bila malam hari. Bila siang hari, akan menebarkan bau busuk seperti bangkai manusia! Sudahlah..., sekarang perintahkan pada Panglima Layung Seta untuk menyusun kekuatan. Kurasa kedatangan orang itu bukan hanya sekadar meracuni ayahandamu. Mereka pasti punya racun lain yang lebih besar lagi!" ujar Rangga. "Untuk itu, persiapkan segala sesuatunya sebelum benar-benar terlambat!"
Pemuda berbaju rompi putih ini lalu bangkit dari tempat duduknya. Dipandanginya Putri Sentika Sari sesaat lamanya.
Mendapat tatapan yang sebenarnya menyejuk-kan, justru gadis cantik itu menundukkan kepala. Tak kuasa dia menentang tatapan pemuda itu yang begitu menghanyutkan. Memang patut diakui, pertemuan mereka boleh dibilang baru sebentar saja. Tetapi Putri Sentika Sari merasa cepat akrab. Apalagi, Rangga adalah seorang pemuda yang cukup menyenangkan serta mempunyai pengalaman luas.
"Nah, sekarang aku harus pergi. Nanti kita kembali ke ruang pertemuan untuk menemui yang lain," ajak Rangga.
Putri Sentika Sari kemudian mengantarkan Rangga ke ruang pertemuan kembali. Sementara Patih Luntaka, Panglima Layung Seta, dan Eyang Kinta Manik menunggu dengan setia.
? *** ? Iblis Pemabuk yang juga ikut mencari Bunga Arum Dalu, sekarang telah berada di sebelah teng-gara Bukit Setan. Siang dan malam dia memang hampir tidak pernah berhenti mencari. Namun kini rasa letih telah benar-benar menggerogoti tubuhnya.
"Keparat! Sampai kapan aku bisa bertahan"! Bunga celaka itu sampai hari ini masih belum juga kudapatkan. Dalam keadaan gelap begini, aku tidak bisa menentukan arah. Aku pernah mendengar Bunga Arum Dalu menebarkan bau wangi semerbak bila malam hari. Mudah-mudahan hanya aku yang mendapatkan bunga itu. Lagi pula, persaingan ini hanya antara aku dan Pendekar Lima Lautan. Semoga saja Pendekar Lima Lautan mampus dimangsa serigala seperti orang-orang tolol yang kutemukan di selatan bukit ini!" oceh laki-laki berpakaian serba hitam dengan wajah dipenuhi brewok itu.
Kemudian ia meneguk arak keras dari dalam guci, yang selalu dibawanya ke mana pun pergi. Lalu disekanya kumis yang berselemot arak.
"Malam-malam begini memang paling enak minum arak. Apalagi jika ditemani gadis cantik seperti Putri Sentika Sari. Tentu akan lebih menyenangkan lagi. Hmm.... Aku bersumpah bila Bunga Amm Dalu kudapatkan, aku bersikeras untuk meminta putri itu untuk menjadi milikku. Aku kurang begitu suka dengan harta, terkecuali wanita!"
Laki-laki berbaju serba hitam ini kemudian melanjutkan langkahnya kembali. Namun baru saja beberapa tindak kakinya terayun, tiba-tiba saja angin tenggara berhembus. Di tengah-tengah hembusan angin tercium bau harum menyengat hidung.
"Bunga..., bau bunga itu...?" desis Iblis Pemabuk, dengan mata melotot penuh suka cita.
Hidung laki-laki berwajah angker itu tampak kembang-kempis. Lalu kakinya terus bergerak ke arah sumber datangnya bau bunga tadi. Semakin lama baunya semakin menyengat. Dan jantung Iblis Pemabuk makin berdebar-debar saja.
Sampai kemudian, sampailah laki-laki ini di pinggir tebing batu. Rasanya Bunga Arum Dalu sudah sangat dekat dengan dirinya. Akan tetapi di saat tinggal menentukan di mana letak bunga....
Wesss...! "Heh"!"
Tiba-tiba melayang tiga buah benda berwarna putih mengkilat dari belakang Iblis Pemabuk.
Laki-laki ini jelas sangat merasakan ada desiran halus di belakangnya. Sehingga dengan cepat sekali dia membuang diri ke sebelah kiri. Sementara ketiga benda berwarna putih itu terus melayang, lalu menghujam batu.
Crep! Crep! Crep!
Benda berwarna putih itu langsung menancap di permukaan batu. Jika seseorang mampu melempar senjata rahasia sampai dapat menembus batu", tentu tenaga dalamnya sudah sangat tinggi.
Dengan cepat, Iblis Pemabuk bangkit berdiri. Diperiksanya senjata rahasia itu dan dicabutnya dari permukaan batu. Ternyata senjata rahasia itu terbuat dari tulang-belulang manusia yang diruncingkan pada bagian ujungnya.
Laki-laki berwajah angker ini terkesiap. Lalu kepalanya menoleh ke belakang. Suasana tetap sunyi, tidak ada tanda-tanda ada orang lain di situ.
"Manusia setan! Jangan jadi pengecut dan be-raninya main bokong! Ayo, tunjukkan diri!" teriak Iblis Pemabuk.
"Hik hik hik...! Kedatanganmu hanya membuang nyawa percuma! Tahukah kau, tidak seorang pun yang kuizinkan mengambil Bunga Arum Dalu. Terkecuali, orang-orang yang merelakan nyawanya ditukar dengan bunga itu!"
Mendadak terdengar sebuah sahutan yang disertai tawa panjang mengikik.
"Siapa kau?" bentak Iblis Pemabuk.
"Aku adalah penghuni Bukit Setan! Bunga Arum Dalu hanya berbunga sekali dalam setahun. Lantas, apakah bunga langka harus kuberikan pada orang lain begitu saja" Padahal, untuk menikmati baunya yang harum aku harus menunggunya selama setahun," kata suara yang belum jelas wujudnya.
"Aku sangat membutuhkannya!" kata Iblis Pemabuk.
"Jangan berdusta! Aku tahu, bunga itu akan kau berikan pada Sida Brata keparat! Hm.... Kau adalah orang yang licik dan serakah! Tapi aku suka dengan sifatmu. Untuk itu, silakan pergi dari tempat ini!"
'Tapi...!"
"Jangan membantah! Aku adalah nenek mo-yangnya para iblis, tahu"! Aku tahu kau ingin mendapatkan bunga itu untuk mendapatkan Putri Sentika Sari! Padahal jika kau mau bergabung denganku, keinginan untuk memilikinya kemungkinan besar akan terkabul! Tanpa susah-susah mencari Bunga Arum Dalu!"
Karena Iblis Pemabuk pada dasarnya memang menginginkan Putri Sentika Sari daripada hadiah emas yang dijanjikan, mendengar tawaran itu se-mangatnya timbul kembali.
Dan belum juga Iblis Pemabuk membuka suara, dari balik pohon berkelebat sosok bayangan. Dan tahu-tahu di depan laki-laki berpakaian serba hitam ini berdiri seorang perempuan tua berpakaian compang-camping. Rambutnya yang putih digelung ke atas. Alisnya pun telah berwarna putih. Dia tak lain dari Nini Baji Setan.
? *** ? Melihat keadaan Nini Baji Setan, Maka timbul lagi keragu-raguan di hati Iblis Pemabuk. Kalau dia bergabung, sanggupkah perempuan tua ini menghadapi prajurit kerajaan yang cukup kuat"
"Hei"! Mengapa kau menatapku begitu"! Kau ragu dengan kemampuanku"! Aku Nini Baji Setan yang menguasai Bukit Setan! Apa kau ingin mem-buktikan kesaktianku" Bersiaplah...," sentak perempuan tua itu, mengagetkan Iblis Pemabuk yang tengah menimbang-nimbang keputusannya.


Pendekar Rajawali Sakti 213 Gadis Serigala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, tidak, tidak. Aku percaya denganmu, Nini. Perkenalkan aku Suta Soma alias Iblis Pemabuk. Oh, ya. Apakah Nini akan menyerang Kerajaan Lima Laras?"
"Aku bukan maling kecil pengecut. Jika aku bergerak bersama murid dan pasukan serigalaku, maka habislah riwayat Kerajaan Lima Laras. Lagi pula percuma bila pihak kerajaan melawan kita. Sebab satu-satunya obat yang dapat menyembuhkan penyakit Sida Brata ada di tanganku. Aku yang meracuninya. Tentu, aku pula yang dapat menyembuhkannya!" sahut Nini Baji Setan, mendesis.
"Kapan Nini akan menyerang Kerajaan Lima Laras?" tanya Iblis Pemabuk.
"Tunggu saja. Tahap pertama baru sampai pada tingkat meracuni Sida Brata dengan serbuk racun Bunga Bisa. Untuk sekarang ini belum bisa kujelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Sekarang aku ingin bertanya padamu, apakah kau bersedia bergabung denganku atau tetap bersikeras ingin mendapatkan Bunga Arum Dalu?"
Suta Soma berpikir sejenak. Mendengar penje-lasan perempuan di depannya yang katanya memiliki pasukan serigala, Iblis Pemabuk jadi tertarik untuk bergabung. Dengan menguasai serigala, dia yakin Nini Baji Setan adalah tokoh yang dapat diandalkan untuk dijadikan pemimpin. Dengan begitu, bukan mustahil keinginannya untuk mendapatkan Putri Sentika Sari akan terkabul, tanpa susah payah mencari Bunga Arum Dalu.
Takanata Iblis Nippon 1 Pendekar Naga Putih 52 Penyembah Dewi Matahari Pendekar Pedang Sakti 11

Cari Blog Ini