Ceritasilat Novel Online

Gadis Serigala 2

Pendekar Rajawali Sakti 213 Gadis Serigala Bagian 2


"Baiklah aku mau bergabung denganmu. Asal, kau mau berjanji. Jika serangan kita nanti berhasil, Putri Sentika Sari harus jadi milikku!"
"Serangan ke sana masih dua hari lagi. Sekarang masih ada waktu buat kita untuk mengatur siasat. Tempat ini untuk sementara biar dijaga Nini Sumbing. Mari ikut aku!" jelas Nini Baji Setan.
Tanpa menyia-nyiakan waktu yang ada, Iblis Pemabuk segera mengikuti perempuan tua itu.
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sejak tadi mengawasi. Dan pemilik sepasang mata itu baru keluar dari persembunyiannya di balik sebuah pohon besar setelah Iblis Pemabuk dan Nini Baji Setan tak terlihat lagi.
? *** ? 5 ? "Jagat Dewa Batara...! Itukah Bunga Arum Dalu...?" desah Pendekar Lima Lautan langsung larut dalam kegembiraan.
Rupanya di hari yang masih sangat pagi ini pemuda berjuluk Pendekar Lima Lautan itu secara tak terduga sampai di pinggir tebing, tempat Bunga Arum Dalu yang sedang mekar itu tumbuh! Karena matahari belum lagi kelihatan di langit sebelah timur, maka bunga berwarna merah darah yang hanya setangkai ini masih menyisakan bau harum semerbak.
Semalam, Pendekar Lima Lautan juga menci-um harum semerbak Bunga Arum Dalu. Makanya, kakinya segera melangkah ke arah sumber bau harum. Kedatangannya hanya berselisih tak lama dengan kedatangan Iblis Pemabuk dan Nini Baji Setan. Jadi diam-diam dia sempat mencuri dengar pembicaraan mereka. Baru setelah itu Kala Sakti melanjutkan pencarian.
Pendekar Lima Lautan langsung memetik kun-tum Bunga Amm Dalu, lalu menyimpannya di balik pakaiannya. Begitu bunga dipetik, beberapa kejap setelahnya, pohon bunga yang menempel pada permukaan batu itu langsung layu. Namun tiba-tiba.....
"Heh"!"
Pendekar Lima Lautan terkejut bukan main dan langsung melompat mundur, ketika tiba-tiba dinding tebing runtuh. Pendekar yang mempunyai nama asli Kala Sakti ini segera berkelebat ke arah bagian dinding batu yang tak runtuh. Namun baru saja mendapat tempat yang aman....
"Pencuri busuk! Kembalikan Bunga Arum Dalu!"
Terdengar bentakan keras yang disertai berke-lebatnya satu sosok tubuh ramping ke arah Kala Sakti. Bahkan sebelum pemuda itu berbalik, tiba-tiba telah meluncur serangkum angin berhawa dingin ke arahnya.
"Hup!"
Kala Sakti tanpa buang-buang waktu lagi segera membuang tubuhnya ke tanah. Namun....
?Glaaar! "Aaakh...!"
Pendekar Lima Lautan terlambat sedikit, sehingga kaki kanannya sempat tersambar angin pukulan jarak jauh dari sosok ramping yang berkelebat itu. Pemuda ini, menjerit kesakitan. Tubuhnya terhempas. Sedangkan kaki kanannya terasa kaku, seperti ditusuk-tusuk ribuan batang jarum. Sebagai pendekar yang cukup berpengalaman, segera dikerahkannya tenaga dalam ke bagian kaki yang terkena pukulan. Sehingga sebentar saja rasa sakit yang mendera kakinya agak berkurang.
Dengan terpincang-pincang Pendekar Lima Lautan bangkit berdiri. Ketika memandang ke depan, tampak seorang perempuan tua yang tangan kanannya lebih kecil daripada tangan kiri. Demikian pula kaki kanannya. Nenek berambut putih itu selain cacat anggota badannya, juga berbibir sumbing. Namun melihat tenaga yang terkandung dalam pukulannya tadi, tampaknya kepandaiannya sangat tinggi. Dan keangkerannya makin bertambah bila melihat sebuah cambuk yang berujung tengkorak kepala serigala yang melilit pinggangnya.
"Siapa Nisanak ini" Mengapa menyerangku?" tanya Kala Sakti dalam hati.
"Cuih!"
Nenek berbibir sumbing yang berdiri agak miring ke kanan dengan bertolak pinggang ini melu-dah ke tanah. Karena bibir atasnya sumbing, maka ludahnya pun berhamburan.
"Pencuri sialan! Aku adalah penjaga Bunga Arum Dalu. Sekarang kembalikan bunga itu! Atau, kau memilih mati di tanganku!" bentak perempuan tua yang tak lain Nini Sumbing berang.
"Maaf, Nek. Bunga ini tumbuh liar begitu saja. Jadi siapa pun berhak memilikinya. Lagi pula wilayah ini adalah termasuk Kerajaan Lima Laras. Jadi kalaupun ada pemiliknya, maka Gusti Prabu Sida Bratalah yang berhak," jawab Kala Sakti, tenang.
"Keparat! Kau sekarang sedang berhadapan dengan Nini Sumbing tahu"! Jika kau tidak mau mengembalikan bunga yang kau curi, maka aku segera membunuhmu!" teriak perempuan tua itu berang.
'Terus terang. Bunga Arum Dalu saat ini di-butuhkan Gusti Prabu Sida Brata untuk menyem-buhkan penyakit. Jadi aku tidak bisa mengem-balikannya!" tegas Kala Sakti.
Jawabannya ini jelas-jelas merupakan sebuah penghinaan bagi Nini Sumbing. Sehingga amarahnya tidak dapat lagi dikendalikan. Maka disertai teriakan keras, tiba-tiba saja tubuhnya meluruk dengan jemari tangan terkembang.
Melihat tangan perempuan tua itu mencengkeram ke bagian leher dan matanya, Pendekar Li-ma Lautan menggeser kakinya sejauh tiga langkah ke belakang dengan kepala dimiringkan ke kiri. Dengan begitu, serangan ganas Nini Sumbing meluncur di atas kepala Kala Sakti.
Melihat kesempatan baik ini, pemuda berbaju putih itu melepaskan tinjunya ke bagian iga. Se-rangan kilat ini benar-benar tak terduga. Tidak ampun lagi....
Duuuk! "Heegkh...!"
Nenek berbibir sumbing itu terdorong mundur dengan dada terasa sesak dan sulit bernapas. Merah padam wajah Nini Sumbing seketika. Langsung tinjunya dikepalkan. Tangan yang tinggal kulit pembalut tulang itu diputar-putar sehingga menimbulkan suara menderu-deru.
Beberapa saat setelah itu, kedua tangan Nini Sumbing telah berubah hitam seperti arang. Lalu tubuhnya yang ramping segera melenting ke udara. Ketika meluncur kembali, kedua tangannya itu didorongkan ke arah Kala Sakti.
Wesss"! Seketika selarik sinar berwarna hitam meluncur deras ke arah Pendekar Lima Lautan. Pemuda itu tentu menyadari datangnya bahaya ini. Maka dengan cepat pula tangannya mengibas.
Wuuttt! Segulung angin kencang menderu disertai me-nebarnya hawa panas luar biasa meluncur dari kibasan tangan Kala Sakti. Tidak dapat, dihindari kedua pukulan itu akhirnya bertemu di tengah-tengah.
Blam! "Aaaukh...!"
Tampak dua sosok tubuh terlempar ketika le-dakan dahsyat terjadi. Ternyata, Nini Sumbing dengan gerakan manis masih dapat menjejakkan kakinya di atas tanah.
Sedangkan Pendekar Lima Lautan tampakterguling-guling sambil muntahkan darah segar. Walaupun begitu, Kala Sakti segera bangkit berdiri. Wajahnya tampak pucat, pertanda luka dalam yang diderita cukup parah.
Sriing! Trek! Pendekar Lima Lautan segera mencabut sebilah lempengan logam yang panjangnya sekitar dua jengkal berwarna putih keperakan. Dengan kelincahan jarinya, lempeng logam yang ternyata berlapis dua dicentilnya pada lapisan pertama. Sehingga ketika mengembang, bentuknya seperti baling-baling saja.
Tanpa banyak bicara lagi Kala Sakti langsung melempar senjatanya ke arah Nini Sumbing. Senjata baling-baling yang mempunyai ketajaman seperti pedang pada keempat sisinya itu berputar dan terus meluncur bagaikan bermata.
Semula perempuan tua ini menganggap enteng senjata itu dengan menghindari seenaknya. Tetapi setelah melihat keganasan senjata yang terus memburunya ke mana pun bergerak, mau tidak mau matanya mulai terbuka. Maka segera diloloskannya cambuk terbuat dari buntut ikan pari yang bagian ujungnya tergantung tengkorak kepala serigala dari pinggangnya. Dan saat itu juga, cambuknya dilecutkan.
Ctar! Ctarrr! Suara lecutan cambuk yang memekakkan teli-nga mengiringi meliuknya mata cambuk ke arah senjata milik Pendekar Lima Lautan. Namun senjata baling-baling yang dapat dikendalikan dari jarak tertentu ini, tiba-tiba bergerak ke atas.
Nini Sumbing terus berusaha meruntuhkan senjata itu dengan lecutan cambuknya.
Ctar! Ctar! Ctar!
"Heh"!"
Dikejar ke atas, senjata yang menyerupai baling-baling ini malah meluncur ke bawah menyam-bar kepala.
"Kurang ajar!" maki Nini Sumbing sambil menghindar dengan memiringkan tubuhnya. Namun, tidak urung senjata itu masih sempat menyambar bahunya.
Cresss! "Akh...!"
Jeritan keras langsung terdengar dari mulut Nini Sumbing. Bahunya yang tergores senjata baling-baling tampak mengucur darah. Sementara, senjata baling-baling itu telah meluncur kembali ke arah pemiliknya.
Tap! Lincah dan mantap sekali Pendekar Lima Lautan menangkap senjatanya.
? *** ? "Bangsat kurang ajar! Aku tidak akan pernah berhenti sebelum mencincang tubuhmu dengan cambukku ini!" teriak Nini Sumbing.
Tiba-tiba saja perempuan tua itu menerjang ke depan. Sedangkan cambuk di tangannya tampak berputar-putar, lalu meluncur ke depan bagaikan seekor ular yang ingin mematuk mangsa.
Ctar! Serangan cambuk itu datangnya terlalu cepat. Pendekar Lima Lautan terpaksa membuang tubuhnya ke samping, lalu berguling-guling menghindar. Dan begitu bangkit berdiri segera tenaga dalamnya dikerahkan ke bagian telapak tangan. Lalu....
"Pukulan 'Badai Laut Bergelora'! Hiyaaa...!"
Disertai teriakan keras, pemuda berbaju putih ini mengibaskan tangan kanannya ke arah perempuan tua itu. Seketika selarik sinar biru meluncur deras ke arah Nini Sumbing. Suasana di sekelilingnya langsung berubah menjadi dingin sekali.
Ctar! Namun nenek berbibir sumbing itu segera menggerakkan cambuk di tangan disertai pe-ngerahan tenaga dalam tinggi. Dari lecutan itu meluruk angin menderu, memapak serangan Pendekar Lima Lautan. Sehingga....
Glarrr! "Huaaakh...!"
Pendekar Lima Lautan kontan terhuyung-hu-yung beberapa langkah ke belakang. Rupanya se-bagian pukulan yang dilepaskannya membalik, karena membentur angin dari lecutan cambuk. Walaupun tubuh kurus nenek itu bergetar, tetapi luka dalam yang diderita Kala Sakti semakin bertambah parah saja.
"Hik hik hik...! Sebentar lagi ajalmu segera tiba. Hiyaaa...!"
Nini Sumbing tampaknya tak ingin membuang-buang waktu lagi untuk menghabisi pemuda itu. Tubuhnya tiba-tiba melesat ke arah Kala Sakti. Sambil melecutkan cambuk di tangan kanannya, tangan kirinya menghentak ke depan.
Ctarrr! Wuuut! Segulung angin dingin menebarkan bau busuk meluncur ke arah Pendekar Lima Lautan. Pemuda itu terpaksa melempar senjata yang berada di tangan kiri untuk menghadang serangan cambuk. Sedangkan tangan kanannya segera mendorong ke depan.
Trang! Blarrr! "Aaakh...!"
Senjata membentur senjata. Sedangkan pukulan yang dilepaskan satu sama lain beradu pula. Semuanya terjadi dalam waktu yang bersamaan. Kala Sakti menjerit keras. Tubuhnya kontan terjengkang. Sedangkan dari mulut serta hidungnya, telah mengeluarkan darah. Tampak jelas kalau tenaga dalamnya satu tingkat di bawah Nini Sumbing.
"Benar seperti apa yang kukatakan! Kau bakal mati di tanganku!" dengus Nini Sumbing yang hanya terjajar beberapa langkah.
Saat itu juga perempuan tua itu kembali menyalurkan tenaga dalam tinggi ke tangannya. La-lu.....
"Pukulan 'Serigala Bermandi Bisa'! Heaaa...!"
Wuuttt...!"
Dengan teriakan keras, Nini Sumbing mendorong tangan kanannya ke arah pemuda ini. Serangan ini justru yang paling berbahaya. Karena Nini Sumbing melepaskan pukulan beracun yang sangat ganas!
Sinar hitam berbau amis meluncur ke arah Kala Sakti. Pemuda ini hendak menghindar dengan berguling-guling. Namun celaka sekujur tubuhnya sulit digerakkan. Saat itu juga dia merasa sekaranglah ajalnya akan tiba. Matanya sudah terpejam, menunggu ajal menjemput dengan pasrah.
Akan tetapi kiranya Tuhan belum menghendaki kematian Pendekar Lima Lautan ini. Karena pada saat yang sama melesat cepat bayangan putih ke arah Kala Sakti. Langsung disambarnya tubuh Pendekar Lima Lautan setelah dengan kecepatan luar biasa tangannya menghentak ke arah Nini Sumbing.
Wuuut! Sinar merah bagaikan bara meluncur ke arah Nini Sumbing. Perempuan tua itu sama sekali tak menduga pukulannya ada yang memapaki. Sehingga dengan mata melotot dia terjingkat kaget. Lalu....
Glarrr! "Wuaaakh...!"
Nini Sumbing menjerit keras dan jatuh terduduk ketika benturan keras terjadi. Pantatnya yang tepos menghantam batu sehingga membuatnya menggeliat kesakitan. Selain itu dadanya terasa sakit bukan main. Jalan darahnya jadi kacau. Terpaksa wanita ini duduk bersila, kemudian memejamkan matanya untuk mengerahkan hawa murni.
Sementara bayangan putih tadi telah ber-kelebat, membawa tubuh Pendekar Lima Lautan.
"Inilah yang dinamakan celaka! Segala sesuatunya yang kukerjakan semuanya tidak ada yang benar!" dengus Nini Sumbing ketika telah me-nyelesaikan semadinya. "Apa lagi alasan yang dapat kuberikan pada Ketua" Lalu siapa yang telah menyelamatkannya"''
Dengan hati diliputi rasa was-was, Nini Sumbing bangkit dan melangkah pergi.
? *** ? Sosok bayangan putih yang telah menyelamat-kan Pendekar Lima Lautan terus berkelebat menjauhi Bukit Setan. Dan begitu sampai di sebuah tempat di mana ada seekor kuda hitam berkilat, barulah dia berhenti. Kini, tampak kalau sosok bayangan putih itu adalah seorang pemuda tampan berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung rajawali bertengger di punggung. Siapa lagi pemuda itu kalau bukan Pendekar Rajawali Sakti.
"Aku harus memeriksa keadaannya!" gumam Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti lantas menurunkan tubuh Kala Sakti dari atas bahunya. Setelah membaringkan tubuh Pendekar Lima Lautan di tempat yang teduh, segera dilakukannya pemeriksaan.
"Uhuk..., huk... huk...!"
Kala Sakti terbatuk-batuk, sehingga membuat darahnya keluar dari mulut.
"Jangan terlalu banyak bergerak, Kisanak. Kau terluka dalam," ujar Rangga, halus.
Pendekar Rajawali Sakti kemudian menem-pelkan kedua tangannya di dada Pendekar Lima Lautan untuk mengerahkan hawa murni dan tenaga dalam sedikit demi sedikit.
Tubuh Pendekar Lima Lautan tampak tergun-cang. Dari mulutnya semakin banyak saja darah yang keluar. Sampai akhirnya, pemuda berpakaian serba putih itu berusaha duduk. Pendekar Rajawali Sakti menarik tangannya, membantu duduk.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Rangga.
"Sudah agak baikan, Kisanak. Kau telah me-nyelamatkan aku dari maut. Aku berhutang nyawa padamu!" ucap Kala Sakti.
"Lupakanlah. Oh ya.... Namaku Rangga. Kalau tidak salah, bukankah kau yang bernama Kala Sakti?" tebak Rangga.
Pendekar Lima Lautan tentu saja terkejut. Dia tidak menyangka pemuda berbaju rompi putih itu mengenalinya.
"Bagaimana kau bisa tahu namaku?" tanya Kala Sakti heran.
"Putri Sentika Sari bercerita tentangmu sebelum aku datang ke istananya," jelas Pendekar Ra-jawali Sakti.
"Bagaimana keadaan Gusti Prabu?" tanya Pendekar Lima Lautan lebih lanjut.
"Kurasa membutuhkan Bunga Arum Dalu untuk menyembuhkannya!" sahut Rangga.
"Kebetulan aku telah berhasil mengambilnya," kata Kala Sakti.
Kemudian secara jelas Pendekar Lima Lautan menceritakan tentang usahanya untuk mendapatkan Bunga Arum Dalu. Sampai akhirnya, dia bentrok dengan Nini Sumbing.
"Usahamu sangat terpuji, Pendekar Lima Lautan. Aku akan mengusulkan pada putri agar memberimu jabatan di kerajaan," puji Rangga, tulus.
"Aku bukan orang yang gila harta atau jabatan. Sudahlah.... Sebaiknya kita kembali ke Kerajaan Lima Laras secepatnya!" saran Kala Sakti.
Pendekar Rajawali Sakti mengangguk setuju.
"Pergilah kau lebih dulu. Kau bisa mempergu-nakan kudaku. Lukamu belum sembuh benar," ujar Rangga.
"Dan, kau sendiri bagaimana?" tanya Kala Sakti.
"Aku bisa mengikutimu dari belakang. Lagi pula, jangan terlalu memikirkan aku!"
Rangga kemudian segera memapah Pendekar Lima Lautan ke arah Dewa Bayu. Setelah menaik-kan Kala Sakti ke atas punggungnya, Pendekar Rajawali Sakti mengusap-usap leher Dewa Bayu.
"Bawa temanku ini ke Kerajaan Lima Laras, Dewa Bayu!"
"Hieeekh...!"
"Graunngg...!"
"Heh"!"
Baru saja kuda hitam itu meringkik, tiba-tiba dari semak belukar bermunculan puluhan ekor serigala. Dewa Bayu kontan berubah liar. Untung Kala Sakti dapat menjaga keseimbangan. Kalau tidak, tentu sudah terlempar dari punggung kuda.
"Cepat tinggalkan tempat ini, Dewa Bayu!" teriak Rangga.
Secepat kilat, Dewa Bayu berlari membawa tubuh Pendekar Lima Lautan.
Melihat Rangga dalam keadaan terkepung oleh kawanan serigala itu, sebenarnya Pendekar Lima Lautan jadi merasa tak enak. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa di atas punggung Dewa Bayu yang melesat bagai anak panah lepas dari busur.
? *** ? Tinggallah Pendekar Rajawali Sakti berada di tengah-tengah kepungan kawanan serigala. Pemuda itu mengedarkan pandangan, mengawasi keadaan sekeliling.
"Hm.... Kalau tidak salah, biasanya bila serigala-serigala ini muncul, tentu majikannya selalu menyertai. Lagi pula mengapa jumlah makhluk ini sangat sedikit" Persetan! Aku harus menghadapi mereka sebelum mereka bergerak mencabik-cabik tubuhku!" desis Rangga.
"Auuung...!"
Serigala yang bertubuh paling besar tiba-tiba saja melolong panjang. Rupanya suara lolongan itu merupakan isyarat untuk menyerang. Terbukti beberapa saat kemudian, kawan-kawannya langsung menyerang dalam waktu hampir bersamaan.
"Auuung...!"
Suara serigala itu terdengar di sana-sini. Mereka menerkam dengan kuku-kukunya yang mencuat panjang. Sedangkan mulutnya yang menganga dengan taring runcing, berusaha merobek-robek tubuh Rangga.
Melihat serangan yang datang, tak ada pilihan lain bagi Rangga untuk segera membuat kuda-kuda kokoh. Kedua tangannya langsung dialirkan tenaga dalam tinggi. Lalu....
"Aji 'Bayu Bajra'...! Heaaa...!"
Disertai teriakan keras Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke arah empat mata angin. Seketika dari kedua telapaknya meluruk angin topan berkekuatan dahsyat, menyapu serigala-serigala itu. Begitu kuatnya angin topan itu, membuat debu dan bebatuan beterbangan. Pohon-pohon pun bertumbangan tak tentu arah.
"Ngiikk...!"
Sementara serigala-serigala itu berpelantingan tersapu angin topan ciptaan Pendekar Rajawali Sakti. Di antaranya tewas seketika dengan tubuh hancur, karena menabrak batu atau pohon-pohon yang banyak tumbuh di sekitarnya. Namun yang masih bisa bertahan segera lari terbirit-birit meninggalkan Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga segera menarik napas lega saat tak ada lagi serigala yang menyerangnya. Seraya kemudian segera melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
*** ? 6 ? Pendekar Lima Lautan langsung menjura hor-mat begitu melihat kehadiran Putri Sentika Sari dan Patih Luntaka. Dengan ramah wanita itu mempersilakan Kala Sakti duduk di atas permadani setelah dia sendiri duduk di singgasananya. Sementara, Patih Luntaka mendampingi di sisinya.
"Bagaimana hasilnya, Pendekar Lima Lautan?" tanya Patih Luntaka langsung pada pokok persoalan.
"Aku berhasil membawa Bunga Arum Dalu, Paman Patih!" sahut Kala Sakti dengan senyum gembira.
Pendekar Lima Lautan mengeluarkan sekun-tum bunga berwarna merah darah dari balik bajunya. Kemudian segera menyerahkannya pada Putri Sentika Sari.
Gadis itu tampak berbinar matanya. Wajahnya pun berseri-seri. Diperhatikannya bunga di tangan dengan tatapan seakan tidak percaya.
"Kau benar-benar telah mendapatkannya! Puji syukur kepada Tuhan!"
Putri Sentika Sari bersorak kegirangan setelah bangkit berdiri dari singgasananya.
"Paman Patih!
Tolong berikan hadiah yang telah kita janjikan. Oh, ya.... Sediakan sebuah kamar untuk melepas lelah buat Pendekar Lima Lautan!" perintah wanita cantik itu.
"Jangan...! Terus terang aku mencari Bunga Amm Dalu semata-mata bukan karena ingin men-dapatkan hadiah. Lagi pula, jika tidak ditolong Rangga, mungkin aku tidak sampai ke kerajaan ini lagi!" ujar Kala Sakti.
"Jadi kau bertemu Pendekar Rajawali Sakti?" tanya Patih Luntaka.
Pendekar Lima Lautan tentu terkejut mendengar ucapan Patih Luntaka. Sama sekali tidak disangka bahwa Rangga pemuda yang telah me-nyelamatkan jiwanya, tidak lain adalah Pendekar Rajawali Sakti yang terkenal itu.
"Jadi..., jadi Rangga adalah Pendekar Rajawali Sakti..." Sungguh tidak kuduga kalau dia orangnya. Tapi terus terang Rangga telah menolongku. Dia Bahkan telah meminjamkan kudanya agar aku cepat sampai ke sini. Tetapi aku tak tahu, bagaimana nasibnya. Sebab ketika kutinggalkan, dia dikepung sekawanan serigala," jelas Kala Sakti khawatir.
Wajah Putri Sentika Sari tampak berubah mendung. Seolah dia benar-benar mengkhawatir-kan Pendekar Rajawali Sakti. Dan entah mengapa hatinya jadi cemas memikirkan keselamatan pemuda itu. Sungguh, sejak pertama kali bertemu Rangga, Putri Sentika Sari merasa ada sesuatu yang lain pada dirinya. Sesuatu yang membuat hatinya berdebar-debar.
"Aku yakin Rangga bisa menjaga diri! Sebaiknya, bunga ini langsung diolah, baru kemudian diberikan pada Gusti Prabu!" cetus Patih Luntaka, membuyarkan lamunan wanita itu.
Mengingat penyakit ayahandanya yang memang semakin bertambah gawat, untuk sementara Putri Sentika Sari terpaksa mengesampingkan ingatannya pada Pendekar Rajawali Sakti. Maka segera ditinggalkannya ruangan utama.
Sementara itu Patih Luntaka tetap menemani Pendekar Lima Lautan.
"Bagaimana kabar tentang Iblis Pemabuk?" tanya Patih Luntaka.
"Kurasa sekarang dia telah bergabung dengan Nini Baji Setan!" jawab Kala Sakti, menjelaskan.
"Siapa Nini Baji Setan" Dan mengapa pula Iblis Pemabuk memilih bergabung dengan orang itu?" tanya laki-laki setengah baya itu ingin tahu.
"Nini Baji Setan adalah Penguasa Bukit Setan. Iblis Pemabuk bergabung dengannya, karena Nini Baji Setan punya rencana untuk menyerang kerajaan ini. Dia berjanji jika berhasil menguasai kerajaan ini, maka Putri Sentika Sari akan diberikan pada Iblis Pemabuk!" papar Kala Sakti. "Maaf, kuceritakan semua ini. Karena malam itu aku sempat mendengar pembicarakan mereka. Dan sesungguhnya, Iblis Pemabuk tetap menghendaki Putri Sentika Sari. Jadi dia bukan tertarik pada emas yang dijanjikan!"
Kening Patih Luntaka berkerut dalam. Dia tidak habis mengerti, mengapa Nini Baji Setan berniat menyerang Kerajaan Lima Laras. Padahal seingatnya, Gusti Prabu tidak punya persoalan dengan Penguasa Bukit Setan. Lagi pula baru sekarang ini dia tahu kalau Bukit Setan ada penghuninya. Mungkinkah Gusti Prabu mengetahui sesuatu di balik semua peristiwa yang terjadi" Sebab sepengetahuan Patih Luntaka, beberapa belas tahun yang lalu Gusti Prabu Sida Brata selalu pergi berburu manjangan ke bukit itu.
"Kalau begitu, Putri Sentika Sari segera dibe-ritahu tentang kabar ini!" cetus Patih Luntaka.
"Memang sebaiknya begitu!" sahut Kala Sakti ikut memberi dukungan.
"Pendekar Lima Lautan! Sebaiknya kau istirahat dulu. Kuharap kau tidak cepat pergi dari sini. Terus terang, tenagamu sangat dibutuhkan!" pinta Patih Luntaka penuh harap.
"Kalau itu keinginanmu, dengan senang hati aku akan membantu!" janji Pendekar Lima Lautan, mantap. "Tapi aku periu memulihkan kesehatanku."
Senang rasanya hati Patih Luntaka mendengar keputusan Pendekar Lima Lautan. Kemudian diantarnya Kala Sakti menuju kamar yang telah disediakan.
"Istirahatlah, Pendekar! Tentu kau sangat lelah setelah bersusah payah mendapatkan Bunga Arum Dalu," ucap patih ini.
"Aku ingin semadi dulu, Paman Patih. Terima kaah atas perhatianmu!" balas Kala Sakti.
Pintu kamar ditutup. Patih Luntaka segera meninggalkan kamar yang ditempati tamunya. Dia bermaksud kembali ke tempat peraduan Gusti Prabu. Tetapi sampai di dalam ruangan pertemuan, langkahnya terhenti. Di sana Pendekar Rajawali Sakti tengah berdiri ditemani seorang prajurit.
"Rangga...! Kiranya kau telah kembali...!" seru Patih Luntaka sambil menghampiri. Langsung dipeluknya pemuda itu dengan hangat.
"Ya.... Apakah Kala Sakti sudah sampai?" tanya pemuda berbaju rompi putih ini ingin tahu.
"Sudah. Belum lama dia istirahat. Kurasa sekarang dia sudah tidur. Sebaiknya kita menjumpai Gusti Prabu," ajak Patih Luntaka.
"Mari," sahut Rangga langsung setuju.
? *** ? Bunga Arum Dalu yang telah diolah menjadi ramuan cair, sudah diminumkan pada Gusti Prabu Sida Brata. Dan nyatanya ramuan itu memang manjur. Begitu Gusti Prabu meminumnya, perubahan segera terjadi. Wajah yang pucat berangsur-angsur tampak kemerah-merahan. Matanya yang terpejam terbuka pula. Denyut jantungnya juga sudah mulai teratur.
Mendapati kenyataan itu jelas membuat lega semua orang termasuk seluruh kerabat dan keluarga istana. Hanya pada saat itu, Gusti Prabu belum bisa diajak bicara. Kendati demikian, tampaknya Gusti Prabu Sida Brata terkejut juga melihat kehadiran Rangga. Namun apa yang dilakukannya hanya sebatas memandang, tanpa dapat berbuat apa-apa.
Barulah setelah keesokan harinya, kesehatan Raja Lima Laras itu semakin bertambah membaik. Bahkan beliau makan cukup banyak. Kenyataan ini semakin membesarkan hati para kerabat kerajaan. Namun yang paling bahagia melihat kesembuhan Gusti Prabu tentu saja Putri Sentika Sari.
"Oh.... Tahukah kau, betapa bahagianya hati-ku, Rangga!" desah Putri Sentika Sari ketika ber-sama tamu-tamunya berkumpul di ruang utama. "Semua ini karena jasa kalian, Pendekar-pendekar Budiman!"
"Yang mendapatkan Bunga Arum Dalu adalah Pendekar Lima Lautan! Bukankah begitu, Kala Sakti?" tukas Rangga ditujukan pada pemuda yang duduk di sampingnya.
"Tidak juga. Walaupun aku telah mendapatkan Bunga Arum Dalu, tapi kalau bukan karena pertolonganmu, mungkin aku sudah mati di tangan Nini Sumbing," kilah Kala Sakti.
"Kita semua saling tolong-menolong. Tentu saja aku wajib berterima kasih atas jasa-jasa kalian," ujar Putri Sentika Sari.
"Sudahlah, lupakan masalah ini. Yang terpen-ting sekarang ini Gusti Prabu telah pulih kembali seperti sedia kala," sergah Pendekar Lima Lautan.
"Sebaiknya memang begitu. Hanya yang membuatku heran, mengapa Nini Baji Setan sangat berhasrat sekali menyerang kerajaan ini" Lagi pula, apa tujuannya meracuni Gusti Prabu dengan serbuk racun Bunga Bisa?"
"Kurasa Ayahanda merahasiakan sesuatu. Nanti aku akan tanyakan hal ini pada beliau," janji Putri Sentika Sari.
"Kurasa memang ada baiknya kau menanyakannya, Putri," timpal Kala Sakti.
Pembicaraan mereka langsung terhenti ketika Eyang Kinta Manik datang menghampiri.
"Putri Sentika Sari, Pendekar Rajawali Sakti, dan Pendekar Lima Lautan, Gusti Prabu mengha-rapkan kedatangan kalian semua di ruangan pertemuan. Tampaknya ada beberapa hal penting yang akan disampaikan oleh beliau!" ujar penasihat kerajaan itu.
"Kami segera menghadap!" sahut Putri Sentika Sari.
Lalu mereka pun berjalan beriringan menuju ke ruangan pertemuan. Jarak dua ruangan itu hanya dibatasi lorong saja. Sehingga dalam beberapa langkah saja sudah sampai di sana.
Terlihat Gusti Prabu Sida Brata, Patih Luntaka, dan Panglima Layung Seta telah duduk di tempat masing-masing. Tiga orang pengawal yang selalu mendampingi Gusti Prabu segera meninggalkan ruangan yang cukup luas itu.
"Silakan duduk kalian semuanya!" perintah Gusti Prabu Sida Brata dengan suara serak.
Mereka segera menempati bangku-bangku me-wah yang masih kosong. Sedangkan Gusti Prabu Sida Brata terus memperhatikan Rangga dan Kala Sakti silih berganti.
"Aku telah mendengar jasa kalian dari Paman Kinta Manik. Aku sadar, pendekar seperti kalian tidak pernah mengenai pamrih. Rasanya tidak ada barang berharga yang pantas kuberikan sebagai rasa terima kasihku atas usaha kalian dalam menyembuhkan aku," kata laki-laki setengah baya itu memulai.
Rangga menjura hormat.
"Salam sejahtera untuk Gusti Prabu. Hamba dan Kala Sakti sudah merasa senang melihat Gusti Prabu dapat pulih seperti sediakala. Satu hal yang perlu hamba ketahui, mengapa Nini Baji Setan ingin menghancurkan kerajaan ini" Dan mengapa pula dia meracuni Gusti Prabu?" tanya Rangga ingin tahu.
Raja Sida Brata menarik napas dalam-dalam. Matanya menerawang jauh ke depan. Seakan ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. Rasanya mustahil dia menutupi keburukannya sendiri. Tetapi jika tidak berterus terang, toh lama-kelamaan pula Nini Baji Setan menyerbu ke istana. Dengan demikian segala apa yang dirahasiakan akan terbongkar juga. Rasanya lebih baik berterus terang pada semua yang hadir di dalam ruangan pertemuan itu.
"Baiklah.... Aku ingin berterus terang pada kalian semua. Orang yang belum mengetahui kejadian sebenarnya adalah Sentika Sari, Patih Luntaka. Juga, kalian Rangga dan Kala Sakti yang telah menolongku. Dengarkanlah baik-baik."
Sejenak Gusti Prabu Sida Brata menarik napas panjang kembali, untuk melegakan dadanya yang terasa sesak. Sekaligus mengembalikan semua ingatannya.
"Dua puluh tahun yang lalu, istriku melahirkan dua anak perempuan kembar. Yang cantik dan mungil. Namun..., sesuatu yang tidak terduga terjadi. Sepekan setelah melahirkan, istriku tewas. Darahnya tersedot habis. Dadanya berlubang dengan jantung hilang. Yang membuat aku heran puting susunya pun putus. Tidak setetes pun darah yang tersisa di tubuhnya. Kedua putriku yang baru berumur dua minggu kemudian diasuh oleh beberapa orang dayang. Namun, mereka pun ditemukan tewas pada suatu malam."
Kembali Gusti Prabu Sida Brata terdiam. Ada kegalauan dalam dadanya, mengingat semua itu. ?Namun, semuanya harus diutarakan.
"Kami langsung mengadakan penyelidikan. Dan ternyata, kami memergoki putriku yang bernama Kuntalini sedang melakukan pembunuhan atas dayang lainnya. Aku hampir tidak percaya jika tidak melihat dengan mata kepala sendiri. Kemudian Kuntalini kupisahkan dari Sentika Sari. Karena, aku takut dia membunuh saudara kembar sendiri untuk dimakan jantungnya. Beberapa hari kemudian dua orang dayang tewas pula. Tenggorokan mereka seperti dicabik-cabik serigala. Juga jantung mereka hilang. Ada luka mengerikan di dada para dayang malang itu. Pada saat itu, Kuntalini tidak ada di tempatnya. Setelah kami periksa, ternyata Kuntalini bersembunyi di kolong ranjang sambil memakan jantung para dayang. Dapat kalian bayangkan, betapa hancurnya hati seorang ayah melihat semua ini...," desah Sida Brata lirih dengan pandangan sendu.
Putri Sentika Sari sendiri tidak percaya ternyata punya saudara kembar. Dan saudaranya itu pula yang telah membunuh ibunya sendiri! Betapa sulit melukiskan, bagaimana perasaannya ketika mendengar penuturan Gusti Prabu Sida Brata.
"Lalu, apakah Putri Kuntalini kemudian dibunuh?" tanya Kala Sakti.
"Siapa tega membunuh darah daging sendiri?" sahut Gusti Prabu. "Aku dan Panglima Layung Seta lantas membawanya ke Bukit Setan. Di sana kukirim prajurit penjaga, dan dayang pengasuh. Lengkap dengan perbekalan dan pondok. Tetapi ketika sepekan kemudian kami datang ke sana, Kuntalini hilang. Sedang prajurit penjaga serta dayang pengasuh tewas semuanya!"
"Gusti Prabu tidak mencarinya?" tanya Rangga ingin tahu.
Raja Sida Brata langsung terdiam. Wajahnya tertunduk dalam-dalam. Tampaknya, dia tengah mengalami guncangan batin karena terkenang masa lalu.
? *** ? "Aku dan panglima mencarinya ke sekeliling Bukit Setan sampai berhari-hari. Tetapi kami tidak menemukannya! Dugaanku, seseorang telah membawanya pergi dari Bukit Setan!" lanjut Gusti Prabu Sida Brata.
Apa yang dikatakan laki-laki setengah baya itu tentu menarik perhatian Rangga. Seorang anak manusia biasa, mengapa tiba-tiba saja berubah menjadi buas seperti serigala" Apakah tidak ada sesuatu yang melatarbelakanginya"
"Maaf, Gusti Prabu," ucap Rangga sambil menjura hormat.
"Ya, silakan!" sahut Gusti Prabu Sida Brata. "Kalau ada sesuatu yang ingin kau tanyakan, de-ngan senang hati aku akan menjawabnya!"
"Begini.... Apakah ketika permaisuri mengan- dung, tidak ada sesuatu yang ganjil?" tanya Rangga.
"Hmm," gumam Gusti Prabu tidak jelas.
Tampak jelas kalau laki-laki itu sedang berusaha mengingat sesuatu yang mungkin sempat terlupakan. Sampai kemudian Gusti Prabu tersenyum pahit.
"Memang ada. Ketika permaisuri hamil muda, aku sering berburu serigala ke Bukit Setan bersama Panglima Layurig Seta. Entah mengapa, tiba-tiba saja aku gemar berburu serigala. Padahal, sebelumnya hal itu tidak pernah kulakukan. Serigala-serigala hasil buruan hanya diambil kulitnya untuk dijadikan baju atau penghias dinding. Lalu pada suatu malam, aku bermimpi bertemu seorang perempuan tua yang katanya tidak terima karena rakyatnya telah kubunuh. Dia mengutukku. Menurutnya, di antara keturuanku akan terlahir seorang perempuan dengan tingkah laku seperti serigala. Dialah yang kelak di kemudian hari akan menjadi musuhku sendiri. Semula, aku menyangka semua itu hanya bunga tidur saja. Dan kenyataannya yang terjadi pada salah seorang putriku telah kuceritakan pada kalian!"
"Hamba yakin, perempuan tua yang Gusti Prabu ceritakan dan bertemu dalam mimpi itu, tidak lain adalah Nini Baji Setan! Dia bukan manusia biasa, tetapi setengah siluman," duga Kala Sakti, yakin.
"Sekarang segala-galanya telah jelas bagi kita. Nini Baji Setan meracun Gusti Prabu tentu demi kepentingan Kuntalini, Sayang, aku belum pernah bertemu Kuntalini atau Nini Baji Setan sendiri!" desah Rangga, menyesalkan.
"Lalu tindakan apa yang kita ambil jika mereka menyerang kemari?" tanya Patih Luntaka.
"Ayahanda! Apakah Nini Baji Setan mempunyai prajurit sebagaimana halnya kerajaan ini?" tanya Putri Sentika Sari.
"Dari semua cerita yang telah kudengar dari Paman Kinta Manik, aku menyimpulkan kalau dia, mempunyai ratusan ekor serigala yang sudah sangat teriatih. Binatang-binatang buas itu lebih berbahaya daripada prajurit," kata Gusti Prabu Sida Brata. "Tidak ada jalan lain bagi kita terkecuali melawan mereka. Kuharap Pendekar Rajawali Sakti dan Kala Sakti bersedia membantu kami dalam mempertahankan kerajaan ini. Tidak terbayang olehku, bagaimana jadinya jika sampai Kerajaan Lima Laras ini dipimpin oleh perempuan tua itu."
"Mengenai hal itu Paduka tidak usah ragu! Kami tentu akan membantu dengan segenap ke-mampuan! Untuk itu mulai saat ini kita harus mengatur siasat!" tegas Rangga, yang diikuti ang-gukan kepala Kala Sakti.
"Kuucapkan terima kasih atas perhatian kalian. Mulai saat ini, kalian berdua bisa bekerja sama dengan panglima, patih, dan juga Paman Penasihat Kerajaan," putus Gusti Prabu.
? *** Malam ini suasana di kotaraja tidak seramai pada hari-hari sebelumnya. Terlebih-lebih di pusat pemerintahan Istana Lima Laras. Keadaan di sekelilingnya terasa lebih sunyi. Hanya di setiap sudut istana tampak beberapa prajurit bersenjata lengkap tems berjaga-jaga. Malam itu bahkan jumlah pasukan pemanah dilipat gandakan. Semua ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan yang tidak diingini.
Di luar sepengetahuan para prajurit penjaga, pada bagian luar benteng istana tampak sesosok tubuh berkelebat cepat melompati pagar benteng setinggi dua batang tombak. Gelapnya malam dengan langit tertutup mendung, merupakan keuntungan tersendiri bagi tamu yang tidak diundang itu.
Setelah menjejakkan kakinya di atas tembok, sosok bayangan ini terus berkelebat ke arah atap dengan gerakan ringan bukan main. Namun tiba-tiba saja....
Set! Set! Mendadak dari sudut bangunan terdengar suara desiran halus. Sosok bayangan itu mendengus, ketika tampak tiga batang anak panah meluncur deras ke arahnya. Dengan gerakan enak sekali, tangannya menyambut serangan anak-anak panah.


Pendekar Rajawali Sakti 213 Gadis Serigala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tep! Tep! Tep! Mudah sekali anak-anak panah yang meluncur ke arah sosok ini ditangkapnya. Bahkan secepat itu pula, dilemparkannya kembali ke arah datangnya.
'Set! Crep! Crep! Crep!
"Aaa...!"
Tiga orang prajurit pemanah kontan menjerittertahan ketika tiga batang anak panah menembus jantung. Para prajurit langsung jatuh bergelimpangan dan tewas seketika.
Dan teriakan prajurit-prajurit tadi sempat didengar oleh prajurit-prajurit lain. Termasuk, yang berjaga-jaga di atas atap. Dengan serentak mereka bergerak mendatangi.
Prajurit yang berada di sudut kiri sempat melihat kehadiran sosok bertubuh ramping yang menjadi biang keributan barusan. Maka secepatnya mereka melepaskan anak panah ke arah sasaran.
Twang! Twang! ?
Lima batang anak panah meluncur cepat ke arah sasaran. Dengan gesit, sosok ramping ini mengibaskan lengan jubahnya yang panjang sambil melakukan salto beberapa kali.
But! Angin kencang laksana badai kontan menderu, membuat panah-panah berpentalan ke berbagai arah. Bahkan beberapa di antaranya ada yang berbalik, langsung menembus dada beberapa prajurit yang sial.
Crab! 'Aaakh...!"
Suara jerit kesakitan secara berturut-turut kembali terdengar. Dua orang prajurit terjengkang bersimbah darah. Sedangkan prajurit lainnya terus melepaskan anak panah ke arah pendatang ini tanpa henti.
Walaupun sosok bayangan ini dibuat repot oleh serangan anak-anak panah, tetapi masih sempat tertawa mengikik. Dari nada suaranya yang melengking menyeramkan, jelas kalau tamu tidak diundang itu adalah seorang perempuan.
"Manusia setan! Berani benar kau mencari mampus dengan datang ke sini!" dengus seorang prajurit yang baru saja datang.
"Kalian semua yang akan kubuat binasa! Lihat saja nanti! Hiyaaa...!"
Perempuan tua yang tidak lain Nini Baji Setan tiba-tiba saja mengebutkan jubahnya yang panjang.
Wuuttt...! Dan sebelum prajurit yang membentaknya tadi sempat melepaskan anak panah, dari jubah Nini Baji Setan melesat beberapa buah benda berwarna putih keperakan ke arah prajurit.
"Hup!"
Para prajurit berusaha mengelak, namun ge-rakannya masih kalah cepat dengan gerakan senjata rahasia perempuan tua itu yang berupa paku-paku beracun.
Jeb! Jeb! "Huaakh! Auugh...!"????
Para prajurit berteriak melengking tinggi, terhantam paku-paku beracun milik Nini Baji Setan.
Atap genteng bersimbah darah prajurit. Korban demi korban terus berjatuhan. Sehingga dalam waktu tidak sampai sepemakan sirih, sudah dua puluh orang prajurit kerajaan yang tewas di tangan Nini Baji Setan.
"Hik hik hik...! Anjing-anjing kerajaan adalah keledai-keledai dungu yang tidak mempunyai arti sama sekali!" desis Nini Baji Setan.
Dan baru saja perempuan tua ini hendak bergerak ke tempat lain, tiba-tiba dari bagian gen-teng depan tampak berkelebat satu bayangan kuning.
*** ? Selanjutnya Bagian 7-8 (selesai)
? Gadis Serigala Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 213. Gadis Serigala ~ Bag. 7-8 (selesai)
5. September 2015 um 16:40
7 ? "Kau datang seperti setan! Mengapa kau mem-bunuhi prajurit-prajurit itu?" bentak sosok bayangan kuning gading, begitu mendarat di atap. Kini jelas, sosok bayangan kuning itu tak lain dari Eyang Kinta Manik, Penasihat Kerajaan Lima Laras.
"Hik hik hik...! Aku memang setan! Akulah Nini Baji Setan yang berjuluk Ratu Serigala! Huh! Bukan prajurit yang tidak berguna ini saja yang akan kubunuh. Tetapi, seluruh penghuni istana ini harus mati demi kejayaan bangsa serigala!" dengus Nini Baji Setan yang ternyata berjuluk Ratu Serigala.
Mengertilah Penasihat Kerajaan itu, siapa yang sedang dihadapinya saat ini. Tanpa bicara lagi langsung dicabutnya keris lekuk tujuh yang selalu terselip di pinggang. Walaupun Eyang Kinta Manik mempunyai kepandaian tidak seberapa, namun dengan nekat menyerang Ratu Serigala.
"Hiyaaa...!"
Eyang kinta Manik melumk ke depan. Keris di tangannya disodokkan ke dada lawannya.
Sambil mendengus, Ratu Serigala menghindar ke samping. Lalu dilepaskannya tendangan beruntun.
"Uts...!"
Eyang Kinta Manik dengan segala daya berusaha menghindar dengan melompat ke samping. Sesekali keris di tangannya dikibaskan untuk menghalau serangan. Tetapi lagi-lagi dengan gerakan ringan dan gesit, Nini Baji Setan berhasil menghindarinya.
"Aku hanya memberimu kesempatan dua jurus saja! Setelah itu, kau segera berangkat ke neraka menyusul prajurit-prajurit yang sial itu!" desis Ratu Serigala.
"Bangsat sial! Hiyaaa...!" Dengan teriakan keras, Eyang Kinta Manik menerjang ke arah Ratu Serigala. Dua tusukan dilakukan sangat mematikan. Namun, tampaknya Nini Baji Setan tidak berusaha menghindarinya. Dan begitu ujung keris hampir merobek lambungnya, badannya digerakkan sedikit saja. Sehingga serangan itu meluncur lewat di bawah keteknya yang bau apek. Dan tiba-tiba saja tangannya menyambar tangan Eyang Kinta Manik.
Tap! Tangan penasihat kerajaan itu tercekal kuat. Keris di tangannya mendadak dirampas perempuan tua itu. Dan dengan mempergunakan keris itu, Nini Baji Setan menusuk dada Eyang Kinta Manik
Laki-laki tua itu sebenarnya menyadari bahaya yang mengancam jiwanya. Namun walaupun berusaha meronta, apa yang dilakukannya hanya sia-sia saja. Karena tusukan keris datangnya sangat cepat. Sehingga tanpa dapat dicegah lagi....
Cresss! "Aaa...!"
Penasihat Kerajaan Lima Laras menjerit menyayat merobek angkasa. Darah mengucur deras dari luka di tangannya. Saat itu juga dia roboh di atas genteng, dengan nyawa melayang.
Sementara itu tampak semakin banyak saja prajurit kerajaan yang naik ke atas genteng. Nini Baji Setan tersenyum dingin, melihat kedatangan mereka.
"Kalian semua harus mati di tanganku!" dengus perempuan tua itu.
Tiba-tiba saja Ratu Serigala mengibaskan tangannya ke arah prajurit yang berusaha menye-rangnya. Seketika seleret sinar merah melesat dari telapak tangannya langsung menghantam para prajurit yang berada di depannya.
Glarrr! "Aaakh...!"
Tiga orang prajurit kembali menemui ajal ter-panggang hawa panas yang keluar dari telapak tangan perempuan tua itu. Melihat kawan-kawannya bergelimpangan, maka yang lain menjadi bertambah marah. Mereka baru saja hendak melakukan serangan secara serentak, namun pada saat itu berkelebat sosok bayangan yang langsung menjejakkan kakinya di depan Nini Baji Setan.
"Mundur kalian semua! Iblis ini bukan tandingan kalian!" perintah sosok yang tidak lain Pendekar Lima Lautan tanpa menoleh sedikit pun.
Begitu mengenali siapa yang datang, para prajurit segera menuruti. Mereka segera berlompatan mundur.
"Huh! Kau berlagak menjadi pahlawan di sini"! Kesalahanmu sudah bertumpuk. Kau mencuri Bunga Arum Dalu. Dan kini, berkomplot pada si keparat Sida Brata pula!" dengus Nini Baji Setan dengan geram.
"Aku bukan berpihak pada siapa-siapa. Aku hanya ingin membela orang yang kuanggap memegang kebenaran. Kulihat, kekejamanmu telah melewati takaran. Aku jadi ingin tahu, apakah tubuhmu kebal terhadap Busur Panahku!" dengus Kala Sakti sengit.
Selanjutnya tanpa basa-basi lagi, Pendekar Lima Lautan yang dikenal karena kehebatan pa-nahnya langsung mengambil anak panah yang tergantung di bahunya. Kemudian anak panah itu dipasang di busurnya. Lalu...
Twang! Saat itu juga sebatang anak panah berwarna kuning keemasan melesat ke arah Nini Baji Setan. Ketika sedang melesat membelah udara itulah sebuah pembahan yang tak disangka-sangka terjadi!
Anak panah yang tadinya hanya satu, sekarang berubah menjadi banyak. Anak panah yang telah berlipat ganda jumlahnya ini langsung memecah ke segala arah, namun dengan satu tujuan. Tubuh Ratu Serigala!
Nini Baji Setan terkejut bukan main. Dia berusaha merontokkan anak-anak panah dengan me-ngibaskan jubah sambil memutar tubuhnya.
Wuutt! Tak! Tak! Usaha perempuan tua itu memang mendatangkan hasil. Terbukti, anak-anak panah itu sempat terpental. Namun beberapa saat setelah itu, seperti ada kekuatan tidak tampak yang mengendalikannya, anak panah yang telah terombang-ambing di udara kemudian membalik. Bahkan kembali meluncur ke arah perempuan tua ini.
"Heh"!"
Nini Baji Setan terkejut bukan main. Kemudian tubuhnya melenting ke udara. Saat meluncur lag ke bawah, sekuat tenaga kedua tangannya mendorong ke arah anak panah yang berjumlah mencapai sepuluh batang dan dikendalikan dengan tenaga dalam tinggi. Lalu....
Blarrr! Terjadi ledakan keras ketika pukulan yang dilepaskan Nini Baji Setan menghantam anak pa-nah yang dapat berubah banyak secara gaib. Anak-anak panah langsung jatuh di atas genteng, mengeluarkan suara berdenting.
Namun baru saja Ratu Serigala menjejakkan kakinya di atas genteng, tahu-tahu Pendekar Lima Lautan menarik busurnya lagi.
Twang! Kali ini sebuah anak panah berwarna merah darah melesat seperti kilat. Setelah berada di udara, maka anak panah itu kembali mengembang menjadi banyak.
? *** ? Nini Baji Setan kembali terperangah. Apalagi kelihatannya anak-anak panah berwarna merah darah ini mempunyai kekuatan tenaga dalam lebih besar daripada anak panah yang berwarna kuning tadi. Maka kembali dilepaskannya pukulan ke arah anak-anak panah itu. Ketika kedua tangannya didorongkan ke arah depan, segulung angin kencang menebarkan hawa panas meluncur cepat ke arah sasaran.
Set! Di luar dugaan, anak-anak panah itu membelok seperti menghindari serangan. Sedangkan pukulan Nini Baji Setan terus meluncur, langsung menghantam beberapa prajurit yang berada di belakangnya.
Blarrr! "Aaa...!"
Dua orang prajurit kontan tersungkur roboh. Sementara, anak panah berwarna merah tadi kembali berbalik menyerang Nini Baji Setan.
"Hmhhh!"
Nenek renta ini menjadi geram bukan main.
Pada saat itu kedua matanya telah berubah merah seperti darah. Kemudian....
"Runtuh...!" teriak Ratu Serigala, mirip dengan suara lolongan.
Dan seperti ada sebuah kekuatan yang tidak terlihat, sesuai kata bernada perintah dari Nini Baji Setan alias Ratu Serigala, maka anak-anak panah tadi runtuh. Setelah jatuh di atas genteng, ariak-anak panah yang berserakan tadi kembali menjadi satu.
"Edan!"
Pendekar Lima Lautan tentu saja menjadi sangat kaget. Sungguh tidak disangka Ratu Serigala mampu menjatuhkan anak-anak panahnya hanya dengan mengucapkan sepatah kata.
Sekali ini Kala Sakti kembali merentangkan busurnya. Namun pada saat pemuda ini berniat melepaskan anak panahnya, mendadak melesat dua bayangan yang langsung mendarat di sebelahnya. Yang satu pemuda berbaju rompi putih. Sedangkan yang satunya lagi berpakaian kebesaran kerajaan.
'Tahan...!" seru pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Rangga. Sedang di sebelahnya berdiri Panglima Layung Seta.
"Diakah pengacau itu, Kala Sakti?" tanya Pendekar Rajawali Sakti.
"Benar! Dialah Iblis Penghuni Bukit Setan yang sengaja ingin mengacaukan kerajaan ini!" sahut Pendekar Uma Lautan, mantap.
"Mengapa kau mengacau di tempat ini, Nini?" tanya Rangga, penuh tekanan suaranya.
"Kalian bukan apa-apa, bagiku!" sahut Ratu Serigala.
Rupanya melihat gelagat yang tidak baik, Nini Baji Setan tidak ingin muridnya kecewa. Kalaupun menempur ketiga laki-laki di depannya belum tentu kalah, namun bukankah kedatangannya malam ini bukan untuk melakukan penyerangan secara besar-besaran" Ratu Serigala memang cerdik sebelum menyerang secara besar-besaran, dia menyusup ke kerajaan ini. Tujuannya jelas, yakni ingin membuat kekacauan, mengurangi jumlah prajurit yang ada, sekaligus menjajaki kekuatan pihak kerajaan. Dan tampaknya setelah mencoba, kekuatan pihak kerajaan menurutnya tidak seberapa hebat. Sekarang baginya, alangkah lebih baik mengundurkan diri dulu. Untuk itu dengan gerakan cepat diambil sesuatu dari balik bajunya. Kemudian tangannya dikibaskan....
Buummm! Suasana di atas atap genteng pun berubah menjadi gelap gulita. Asap tebal menutupi peman-dangan.
"Celaka! Asap penghilang jejak!" desis Kala Sakti.
Hampir bersamaan, ketiga laki-laki itu melompat mundur. Setelah asap berkurang, mereka mencari-cari. Akan tetapi sampai asap benar-benar menghilang tertiup angin malam ini, Nini Baji Setan sudah tak terlihat lagi batang hidungnya.
"Sebaiknya kita kejar! Kurasa dia belum jauh dari sini!" usul Pendekar Lima Lautan.
"Jangan!" cegah Rangga. "Percuma kita me-ngejarnya. Dia pasti kembali ke Bukit Setan!"
"Lalu....?"
"Korban di pihak kita sudah cukup banyak! Sekarang, kita urus dulu mayat-mayat ini. Besok baru kita susun rencana selanjutnya!"
Panglima Layung Seta kemudian memerintahkan para prajurit yang selamat untuk menurunkan prajurit-prajurit yang tewas dari atas genteng. Dan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang lebih buruk lagi, dia juga memerintahkan untuk melipatgandakan penjagaan.
? *** ? Keesokan harinya setelah selesai menguburkan jenazah para prajurit kerajaan, Gusti Prabu Sida Brata mengumpulkan para pembantunya. Tidak kurang Pendekar Rajawali Sakti dan Pendekar Lima Lautan juga hadir di ruang balairung.
"Sangat kusesalkan banyak prajurit yang menjadi korban keganasan Ratu Serigala! Kurasa perempuan itu ingin membantai kita sedikit demi sedikit. Terbukti sampai hari ini mereka tidak melakukan penyerangan secara langsung!" kata Gusti Prabu Sida Brata, memulai pembicaraan.
"Eyang Kinta Manik telah terbunuh dalam peristiwa tadi malam. Lalu, tindakan apa yang akan kita lakukan?" tanya Patih Luntaka.
"Menurutmu bagaimana, Panglima?" tanya Gusti Prabu Sida Brata.
"Ampun, Gusti. Menumt hemat hamba, sebaiknya kita tetap bertahan di sini sambil menunggu perkembangan selanjutnya!" sahut Panglima Layung Seta dengan wajah tertunduk.
"Maaf.... Bukan aku mencela pendapat Paman Panglima. Tetapi menurut pikiran hamba, jika kita tetap bertahan menunggu serangan, hal ini akan berakibat lebih buruk bagi kerajaan. Jika mereka benar melakukan serangan secara besar-besaran dengan menggunakan kawanan serigala, korban yang akan berjatuhan di sini semakin bertambah besar. Terutama, rakyat yang berdiam di sekitar istana. Lagi pula keselamatan keluarga kerajaan terancam"!" cetus Rangga.
"Lalu bagaimana?" tanya Putri Sentika Sari. "Apakah kita harus menyerang Bukit Setan?"
"Keputusan itu Gusti Prabulah yang berhak menentukannya," timpal Kala Sakti.
"Aku sendiri tidak mempedulikan nasib diriku. Yang membuatku cemas, bagaimana jika seandai-nya kerajaan ini diperintah Ratu Serigala" Jika benar Kuntalini dalam asuhan Ratu Serigala, berarti sekarang telah menjadi gadis serigala yang buas!" desah Gusti Prabu lirih.
"Kemudian apa yang harus kita lakukan?" tanya Patih Luntaka.
"Berapa jumlah prajurit yang ada sekarang ini?" tanya Gusti Prabu Sida Brata, ingin tahu.
"Mungkin hanya sekitar seratus lima puluh orang lagi!" sahut Panglima Layung Seta.
Jumlah tersebut tentu terbilang sedikit dari jumlah yang seharusnya. Sebab Kerajaan Lima Laras adalah sebuah kerajaan cukup besar.
"Panglima! Siapkan seluruh pasukan yang ada. Pagi ini juga kita segera berangkat ke Bukit Setan!" perintah Gusti Prabu tegas.
"Ayahanda Prabu" Ayah belum sembuh benar...!' sentak Putri Sentika Sari khawatir.
Gusti Prabu Sida Brata tersenyum.
"Kita harus melakukan sesuatu, Anakku. Kini sudah saatnya menghentikan saudara kembarmu, dan juga gurunya! Kau tidak perlu cemas. Ayahandamu ini tak akan apa-apa," tandas lelaki setengah baya itu penuh rasa belas kasih pada anaknya.
Dan sebelum ada yang bersuara kembali, mendadak terdengar suara ribut-ribut di luar. Sebelum mereka beranjak untuk melihat apa yang terjadi, telah muncul seorang prajurit dengan tangan berlumuran darah.
"Ada apa, Prajurit!" sentak Gusti Prabu.
"Ampun, Gusti! Serombongan serigala telah mengepung kerajaan. Kami di luar sana rasanya tidak sanggup membendung mereka. Jumlahnya sangat banyak sekali!" lapor prajurit itu dengan suara terbata-bata.
"Apakah ada perempuan yang menyertai serigala-serigala itu?" tanya Panglima Layung Seta.
"Tidak, Panglima. Kami tidak melihat ada orang lain selain serigala-serigala itu!" jawab prajurit ini.
Tanpa bicara lagi panglima Layung Seta dan Patih Luntaka berlari keluar halaman istana.
"Kala Sakti! Tetaplah berada di sini! Lindungi Gusti Prabu dan Putri Sentika Sari! Bunuh siapa saja yang berani datang ke sini!" pesan Rangga.
"Baik, Rangga!" jawab Pendekar Lima Lautan.
Tanpa menunggu lagi, Pendekar Rajawali Sakti segera berkelebat cepat. Sebentar saja dia telah sampai di halaman depan. Dan kini dia melihat belasan prajurit kerajaan bergelimpangan tanya nyawa. Sedangkan prajurit lainnya yang masih bertahan hidup tampak berjuang habis-habisan, melakukan perlawanan.
Panglima Layung Seta dan Patih Luntaka sendiri sudah mencabut senjatanya. Bahkan mulai membantai kawanan serigala ganas yang tampaknya sudah sangat terlatih.
Melihat keganasan kawanan serigala itu, Rangga segera bergerak ke arah binatang-binatang buas itu. Seketika kedua tangannya menghentak ke depan disertai tenaga dalam tinggi.
"Aji 'Guntur Geni'...! Heaaa...!"
Wuuttt! Blarrr...! Dua buah sinar merah yang keluar dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti langsung menghantam kawanan serigala.
Dua ekor serigala terpelanting dengan tubuh hangus. Tetapi kawan-kawannya tampaknya tidak mengenai rasa takut. Mereka segera menyerang dengan lebih ganas lagi.
"Hup!"
Pemuda itu melenting sambil berputaran di udara. Kedua tangannya mengibas-ngibas cepat disertai tenaga dalam tinggi.
Dengan lincah serigala-serigala itu berkelit menghindar, membuat serangan Rangga tidak mengenai sasaran.
Dua ekor serigala yang berada di belakang menggigit celana. Namun pemuda berbaju rompi putih itu segera menggerakkan kakinya, membuat kedua serigala itu terpelanting sambil menguik keras.
"Binatang-binatang ini seperti mengerti gerakan silat! Hm benar-benar hebat orang yang mengendalikannya!" gumam Pendekar Rajawali Sakti.
Begitu repotnya Rangga menghindari serangan, sehingga terpaksa mengerahkan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' untuk menghindari gigitan maupun cakaran serigala-serigala itu.
? *** ? 8 ? Jeritan prajurit-prajurit yang menjadi korban serta suara lolongan serigala di sana-sini, membuat suasana di halaman Istana Lima Laras menjadi hingar-bingar.
Di pihak kerajaan sendiri juga tampak sudah kewalahan menghadapi serangan. Panglima La-yung Seta dan Patih Luntaka berusaha memutar senjatanya untuk membasmi serigala-serigala yang menyerangnya. Tiga empat ekor serigala memang dapat dibunuh. Tetapi yang menggantikan jumlahnya berlipat ganda.
Dalam keadaan kacau begitu, Panglima Layung Seta mendadak menemukan pemecahan ter-baik. Ya! Bukankah serigala takut api"! Sentak panglima dalam hati.
Secepat kilat, Panglima Layung Seta melenting menjauh ke belakang. Begitu mendarat, tubuhnya langsung berkelebat cepat. Diambilnya dua buah batang obor dan segera dinyalakan.
Kemudian dengan gerakan yang cepat pula, Panglima Layung Seta berkelebat kembali ke te-ngah kancah pertarungan.
"Patih, tangkap!" teriak panglim" itu seraya melempar obor yang menyala, dan langsung ditangkap Patih Luntaka.
Dengan mempergunakan obor, mereka kini menyerang kawanan serigala itu. Ternyata benar. Binatang-binatang buas ini takut pada api. Terbukti mereka bergerak mundur sambil menunggu kesempatan yang baik untuk melakukan serangan.
Kiranya di luar sepengetahuan mereka ada belasan serigala yang berhasil menerobos masuk ke dalam istana. Prajurit-prajurit yang berjaga di setiap sudut pintu berhasil dibunuh. Hanya dalam waktu yang sangat singkat kawanan serigala ini telah berhasil mendekati pintu pertemuan tempat persembunyian Gusti Prabu dan putrinya.
Kawanan serigala itu membunuh para prajurit yang berjaga-jaga di depan pintu ruangan perte-muan. Merasa tidak ada lagi penghalang, sebelas ekor serigala segera menyerbu masuk ke dalam ruangan pertemuan.
"Gusti Prabu dan Putri Sentika! Bertahanlah di belakangku!" seru Pendekar Lima Lautan.
Gusti Prabu Sida Brata yang sedikit banyaknya mempunyai ilmu olah kanuragan cukup lumayan, begitu melihat Kala Sakti mencabut senjata yang berbentuk baling-baling segera pula mencabut pedangnya.
Pendekar Lima Lautan segera melemparkan senjatanya ke arah kawanan serigala yang menye-rangnya. Senjata baling-baling itu berputar-putar dengan kecepatan laksana kilat
Cras! Cras! "Haung...!"
"Haungngng...!" Beberapa ekor serigala yang berada di bagian depan langsung melolong ketika perutnya robek tersambar senjata Kala Sakti. Sementara serigala yang menyerang dari samping kanan langsung disambut dengan pedang Gusti Prabu Sida Brata.
Serigala itu melompat mundur ketika melihat pedang Gusti Prabu meluncur deras ke arahnya.
"Jangan beri kesempatan pada binatang itu' mendekat!" teriak Kala Sakti.
Kala Sakti begitu senjatanya berbalik ke tangannya, segera melemparkan kembali ke arah se-rigala-serigala itu. Lima ekor serigala terbabat putus bagan tenggorokannya. Sedangkan sisanya terus menyerang ganas.
Melihat serigala-serigala yang berada di dalam ruangan pertemuan hanya tinggal beberapa ekor lagi, Gusti Prabu Sida Brata menjadi nekat. Dia melompat ke depan sambil mengibaskan pedangnya.
Serigala itu berkelit menghindar. Dan seekor mendadak melompat menggigit pergelangan tangan Gusti Prabu.
Crab! "Aaakh...!"
Gusti Prabu Sida Brata menjerit keras. Tangannya yang digigit serigala dikibaskan, membuat pedangnya terpental. Tetapi gigtan itu rupanya terlalu kuat, sehingga tangannya tidak bisa dilepaskan.
Melihat kenyataan itu, Kala Sakti melompat ke depan. Diambilnya pedang yang terpental. Lalu ditusukkannya ke perut serigala itu.
Crab! Kini serigala yang tersisa di dalam ruangan itu hanya tinggal satu ekor saja. Kala Sakti langsung melempar senjata baling-balingnya.
Cres! "Ngiiikk!"
Serigala itu kontan menguik keras, ketika tersambar senjata Pendekar Lima Lautan. Pemuda memakai baju putih ini menarik napas dalam-dalam. Lalu secepatnya dia menghampiri Gusti Prabu.
"Gusti, apakah tidak ada ruangan rahasia di sini?" tanya Kala Sakti.
"Ada! Di sudut kamar putriku, di balik lemari!" sahut Gusti Prabu Sida Brata.
"Sebaiknya Gusti dan Putri Sentika Sari bersembunyi di sana saja. Orang-orang di luar sana paling tidak membutuhkan aku sebagai tenaga tambahan!" saran pemuda itu.
Berhubung karena tangannya telah terluka, Gusti Prabu Sida Brata terpaksa menuruti saran Kala Sakti. Mereka segera bergegas menuju ke kamar Putri Sentika Sari yang bersebelahan dengan ruang pertemuan. Secepatnya mereka menggeser lemari yang dimaksud.
"Tetaplah berada di sini, sampai kami semua menyelesaikan segala urusan di luar sana!" ujar Pendekar Lima Lautan.
"Baiklah, Kala Sakti!" sahut Gusti Prabu Sida Brata.
Setelah menutup lemari yang menuju ruang rahasia, Kala Sakti segera pergi ke halaman depan. Begitu cepat gerakannya, sehingga sebentar saja telah tiba di sana.
Kala Sakti melihat ratusan prajurit kerajaan telah tewas bermandikan darah. Mayat mereka bercampur serigala-serigala yang sudah binasa. Yang terlihat ketika itu adalah pertarungan antara Rangga dengan seorang perempuan tua yang sempat bentrok dengannya tadi malam.
Di bagian lain, tampak pula Panglima Layung Seta sedang berusaha mati-matian mempertahankan diri. Lawan yang dihadapinya adalah seorang gadis bercawat dari kulit kayu dan memakai penutup dari dedaunan. Tidak jauh dari panglima itu, Patih Luntaka sedang bertarung melawan seorang perempuan tua berbibir sumbing. Itulah Nini Sumbing yang beberapa hari lalu hampir membunuh Kala Sakti.
Kelihatannya Patih Luntaka sudah terluka parah. Dadanya bersimbah darahnya sendiri. Di lengannya juga terlihat sebuah luka mengerikan.
"Paman Patih! Betina jelek yang satu ini men-jadi bagianku!" teriak Kala Sakti.
Melihat kedatangan Kala Sakti, Patih Luntaka yang sudah terluka parah ini segera mundur. Sebaliknya, Nini Sumbing tersenyum sinis sambil bertolak pinggang.
"Beberapa hari yang lalu kematianmu sempat tertunda! Tetapi kini tidak ada yang menghalangiku lagi untuk membunuhmu!" dengus Nini Sumbing sengit.
"Hei, Nenek Sumbing! Katanya kalian punya pembantu yang bernama Iblis Pemabuk" Kenapa dia tak terlihat?" tanya Kala Sakti, mencoba mengobati kekeherannya. Sebab, saingannya yang kini bergabung dengan Penguasa Bukit Setan tak terlihat batang hidungnya.
"Kau bertanya tentang laki-laki keparat itu"! Huh! Dia telah tewas menjadi santapan serigala, setelah pada suatu malam hendak memperkosa Kuntalini. Dasar sedang mabuk, dia tak tahu kalau Kuntalini bukan gadis sembarangan! Nah, sekarang giliranmu yang harus mati di tanganku, setelah tertunda beberapa waktu!" sahut Nini Sumbing, dengan nada sengit.
"Maaf saja. Nek! Waktu itu aku hanya menggunakan Baling-baling Sakti. Tetapi hari ini Busur Panahku ikut bicara!" sahut Kala Sakti tidak kalah sengitnya.
Tanpa ragu-ragu lagi, Pendekar Lima Lautan segera mengangkat busurnya. Diambilnya anak panah yang berwarna merah. Seperti diketahui, anak panah berwarna merah ini lebih ampuh daripada anak panah yang berwarna kuning.
Nini Sumbing yang tidak mengetahui kehebatan anak panah ini hanya tersenyum sinis. Se-metara Pendekar Lima Lautan segera merentangkan busurnya. Lalu....
Twang! Anak panah kini melesat ke arah Nini Sumbing. Selagi berada di udara, anak panah itu berubah menjadi banyak.
Nenek berbibir sumbing itu terkesiap melihat kenyataan ini. Sambil melenting ke udara, kedua tangannya menghentak ke arah anak-anak panah itu.
Wusss! Segulung angin dingin melesat dari telapak tangan Nini Sumbing. Tetapi seperti ada kekuatan yang tak tampak, anak-anak panah itu membelok. Sehingga pukulan yang dilepaskan Nini Sumbing tidak mengenai sasaran.
? *** ? Semakin besar sajalah rasa kaget di hati Nini Sumbing. Sementara puluhan batang anak panah tadi kini telah menyerangnya dari segala arah. Perempuan tua ini terkejut bukan kepalang. Cepat diloloskannya cambuk buntut ikan pari yang bagian ujungnya terdapat tengkorak serigala. Namun, gerakannya ini kalah cepat dengan lesatan anak panah yang menyerang dari belakang. Tanpa ampun lagi....
Crep! Dengan telak anak panah menghujam di punggung Nini Sumbing, hingga langsung menjerit setinggi langit. Matanya melotot dengan mulut ternganga. Langsung tubuhnya roboh dan tewas seketika.
"Panah Srikandi adalah senjataku paling dahsyat. Kau tidak mungkin mampu menahannya!" desis Pendekar Lima Lautan dingin.
Sekejap kemudian Kala Sakti memandang ke arah Panglima Layung Seta. Tampaknya laki-laki itu sudah terluka pula. Gadis serigala yang menjadi lawannya memang cukup hebat dan ganas. Terbukti, dia terus mendesak panglima itu. Namun sebelum nasib buruk menimpa diri panglima, Kala Sakti langsung datang memberi bantuan. Kini hanya dalam waktu singkat, gadis serigala yang tak lain Kuntalini telah dikeroyok dari dua arah.
Di pertarungan lain Rangga dan Nini Baji Setan tampak sedang mengerahkan jurus-jurus andalan. Sesungguhnya perkelahian di antara mereka sudah berlangsung hampir sembilan puluh jurus. Namun sampai sejauh itu, masih belum ada tanda-tanda siapa yang akan keluar sebagai pemenang.
"Hiyaaa...!"
Nini Baji Setan alias Ratu Serigala melompat ke depan disertai teriakan keras. Jemari tangannya yang berkuku panjang menyambar ganas kelima bagian mematikan di tubuh Rangga. Cepat sekali, serangannya, membuat Pendekar Rajawali Sakti! harus berkelit dengan menundukkan kepala.
Empat serangan berhasil dihindari Rangga. Tetapi salah satu di antaranya lolos dari perhatian. Sehingga....
Bret! Aaakh...!"
Pendekar Rajawali Sakti terpekik dengan tubuh terhuyung-huyung. Lima jari tangan lawan telah menggores dadanya. Tampak darah menetes dari luka akibat cakaran kuku perempuan tua itu. Dan belum Rangga dapat menegakkan tubuhnya lagi, Ratu Serigala telah melepaskan tendangan ke perut.
Diegkh...!' "Huuugkh...!"
Pendekar Rajawali Sakti jatuh terduduk. Perutnya seperti hancur, menimbulkan sakit luar biasa! Segera ditariknya napas dalam-dalam. Dengan terhuyung-huyung, Rangga bangkit berdiri. Pada saat yang sama, Ratu Serigala telah melancarkan serangan kembali.
"Hup...!"
Pendekar Rajawali Sakti terpaksa melenting ke udara untuk menghindari cakaran. Tubuhnya berjumpalitan di udara beberapa kali. Lalu ketika tubuhnya meluncur deras ke bawah, kakinya ber-gerak cepat ke bagian kepala dengan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Nini Baji Setan jelas tidak menyangka kalau pemuda itu masih mampu melakukan serangan di saat tubuhnya masih mengambang di udara. Sehingga....
Duuk! "Akh...!"
Nini Baji Setan terjengkang. Rangga terkejut karena lawannya tidak mengalami cidera yang berarti. Malah kakinya terasa sakit. Tadi dia seperti menendang karung berisi pasir saja. Padahal biasanya orang yang terhantam akan hancur kepalanya.
Perempuan tua itu segera bangkit berdiri. Kepalanya berdenyut-denyut sakit akibat tendangan tadi. Kepalanya digelengkan agar rasa sakit di kepalanya agak berkurang.
"Pemuda keparat! Mampuslah...!" teriak Nini Baji Setan.
Ratu Serigala menerkam ke depan dengan ke-cepatan luar biasa. Matanya yang telah berubah merah seperti bara, memandang penuh kebencian.
Dalam penglihatan Rangga, tiba-tiba saja Nini Baji Setan telah berubah menjadi seekor serigala putih yang sangat besar sekali, yang menerkam dengan mulut terbuka.
?

Pendekar Rajawali Sakti 213 Gadis Serigala di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

*** ? "Sekarang tamatlah riwayatmu, Pendekar Usil-an! Terimalah pukulan "Serigala Putih'! Hiaaa...!" teriak Ratu Serigala sambil mengibaskan tangannya.
Saat itu juga selarik sinar putih berkilau meluncur deras dari tangan Ratu Serigala. Rangga yang melihat bahaya mengancam jiwanya segera mengerahkan tenaga dalamnya dengan kuda-kuda kokoh. Ketika tangannya telah berubah menjadi biru berkilau setelah membuat gerakan di depan dada, seketika dihentakkannya ke depan.
"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Hiyaaa...!"
Selarik sinar biru berkilau meluncur deras dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti, langsung memapak sinar putih serangan Ratu Serigala. Sehingga....
Blarrr!?? ???? "Aaa...!"
Dua sosok tubuh terlempar dengan arah berla-wanan, ketika terjadi benturan dahsyat yang menghasilkan ledakan amat keras disertai bunga api seperti asap yang menutupi sekitarnya. Ketika asap menghilang, salah seorang langsung bangkit dan segera mengambil sikap semadi. Yang seorang lagi terbaring dengan tubuh hancur berkeping-keping berbau gosong.
Yang tengah bersemadi untuk memulihkan kekuatannya adalah pemuda berbaju rompi putih yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti. Pemuda itu segera bangkit berdiri, untuk memperhatikan pertarungan lainnya.
"Aaa..."
Di saat itulah Pendekar Rajawali Sakti mendengar suara jeritan keras tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dan pemuda itu langsung melihat dengan wajah kaget saat Panglima Layung Seta roboh bermandikan darah.
Rupanya, Kuntalini berhasil membunuh Panglima Perang Kerajaan Lima laras. Satu-satunya yang masih bertahan adalah Pendekar Lima Lautan yang terus melepaskan anak-anak panahnya. Tetapi, pemuda itu juga telah menderita luka-luka di dada serta pahanya.
? *** ? Dengan cepat Rangga segera bergerak mendatangi. Diberinya isyarat pada Kala Sakti untuk mundur. Pendekar Lima Lautan segera mematuhi.
"Kau telah begitu berani mencampuri urusan pribadiku dengan Sida Brata, laki-laki yang membuang anaknya. Lebih celakanya lagi kau bunuh orang yang telah memberiku kehidupan! Aku tidak akan puas sebelum mencincang dan memakan jantungmu!" dengus Kuntalini.
"Sadarlah, Kuntalini. Kau adalah manusia wa-ras yang masih punya nurani! Masih ada waktu buatmu untuk bertobat!" desis Rangga tidak kalah dinginnya.
"Keparat! Jangan berkhotbah di depanku!"
Dengan teriakan keras, tiba-tiba saja Kuntalini meluruk deras ke arah Rangga.
Menyadari kehebatan yang dimiliki Kuntalini, Rangga segera mempergunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib' untuk menghindari serangan. Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat. Tubuhnya melenting ke belakang untuk membuat jarak.
"Bangsat! Terimalah pukulan 'Serigala Putih'! Heaaa...!"
Kuntalini mengibaskan tangannya cepat. Seketika dari telapaknya meluncur sinar putih, seperti yang dimiliki gurunya.
Rangga yang telah membaca keadaan, segera mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan. Dibuatnya kembali beberapa gerakan tangan dan badan. Tepat ketika tubuhnya telah tegak dengan kuda-kuda kokoh, kedua tangannya sudah terselimut cahaya biru berkilauan sebesar kepala bayi. Lalu....
"Aji 'Cakra Buana Sukma'! Hiyaaa...!"
Rangga menghentakkan kedua tangannya ke arah cahaya putih. Maka tidak dapat dihindari lagi, kedua pukulan itu saling membentur di udara.
Blarrr! "Aaakh...!"
Ledakan dahsyat kembali terdengar disertaibongkahan bunga api di udara. Pada saat yang sama juga terdengar jeritan menyayat dari tubuh yang terpental dalam keadaan hangus. Tubuh Kuntalini!
Rangga memang tak punya pilihan lagi. Gadis itu agaknya memang tak mungkin bisa disadarkan lagi. Setelah menghela napas sesak, segera dihampirinya Kala Sakti.
"Bagaimana luka-lukamu?" tanya Pendekar Rajawali Sakti pelan.
"Kurasa aku masih bisa sembuh. Tapi..., Patih dan Panglima tewas di tangan mereka," sahut Kala Sakti, menyesalkan.
"Kurasa kau dapat membantu mereka. Aku akan mengusulkan pada Gusti Prabu agar kau menjadi Panglima Perang Kerajaan Lima Laras!" kata Rangga bersungguh-sungguh.
"Kau sendiri?" tanya Pendekar Lima Lautan.
"Aku adalah seorang pengembara yang tidak suka berada di satu tempat!" sahut Rangga.
Kala Sakti hanya diam saja mendengar ucapan Pendekar Rajawali Sakti. Mereka segera masuk ke dalam istana.
? *** ? 'Terima kasih atas bantuan yang kalian beri-kan!" ucap Gusti Prabu Sida Brata penuh rasa haru ketika telah bertemu Pendekar Rajawali Sakti dan Kala Sakti. "Kala Sakti! Biarkan putriku yang merawat luka-lukamu!"
Dengan diantar Putri Sentika Sari, PendekarLima Lautan segera pergi ke ruangan lain untuk diberi pengobatan.
"Sekarang aku mohon pamit, Gusti Prabu!" ujar Rangga setelah Kala Sakti tak terlihat lagi. "Tetapi sebelum aku pergi, sebaiknya Gusti Prabu sudi mengangkat Kala Sakti menjadi panglima kerajaan. Kalau mungkin menjadi mantu sekalian."
Sementara Gusti Prabu Sida Brata menang-gapinya dengan sungguh-sungguh.
"Tentu saja aku tidak keberatan. Semula, aku ingin menjodohkanmu dengan putriku. Tetapi karena kau berkeras hendak pergi, maka biarlah selain menjadi panglima kerajaan, Kala Sakti juga mendampingi putriku!" sahut laki-laki setengah baya itu.
Rangga tersenyum lega. Sebab apa yang menjadi tujuannya tercapai tanpa menyinggung pera-saan Gusti Prabu Sida Brata.
? SELESAI ? ? ? PENDEKAR RAJAWALI SAKTI
? Segera terbit: SETAN GEMBEL ? Gadis Serigala ? Daftar Isi Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Matahari Esok Pagi 9 Tengkorak Maut Karya Khu Lung Manusia Kelelawar 1

Cari Blog Ini