Ceritasilat Novel Online

Lima Golok Setan 2

Pendekar Rajawali Sakti 181 Lima Golok Setan Bagian 2


"Siapa yang butuh darahmu yang penghabisan" Kami hanya perlu kepalamu!" dengus Sukma.
Sret! Bersamaan dengan itu, Sukma mencabut goloknya, siap menebaskannya ke leher Ragil. Dan baru saja Sukma akan bergerak....
"Apakah kalian hanya berani kepada lawan yang tidak berdaya"!"
"Hei"!"
? *** ? Sukma terkesiap mendengar seruan lantang. Seketika dia menoleh, dan melihat seorang pemuda berbaju rompi putih dengan pedang bergagang kepala burung di punggung telah berdiri tidak jauh dari mereka. Di belakangnya tegak berdiri sekitar sepuluh pemuda dengan sikap garang. Kesepuluh pemuda itu sama sekali tidak dipandang oleh Sukma. Tapi pemuda berbaju rompi putih itu, memiliki tatapan mata tajam dan menusuk. Bahkan sampai menggetarkan hatinya tatkala saling adu pandang.
"Itu dia! Pemuda itulah yang kemarin menja-tuhkanku!" tunjuk Bawor pada kawan-kawannya.
"Huh! Hanya bocah seperti ini saja kau sampai dikalahkan! Biar kubereskan dia!" dengus Sukma seraya melompat ringan mendekati pemuda berbaju rompi putih.
Sukma memandang pemuda itu dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan tatapan dingin.
"Jadi kau yang kemarin telah menghajar salah seorang kawan kami, he"!" dengus Sukma.
Pemuda yang tak lain Rangga alias Pendekar Rajawali Sakti tersenyum tak kalah dingin.
"Begitukah menurutnya" Syukurlah kalau kalian menyadari," kata Rangga, kalem.
"Hei, Bedebah Busuk! Hari ini kau akan me-nebusnya dengan nyawamu!" tuding Sukma ga-rang.
"Kau terlalu sombong, Sobat!"
"Huh! Akan kubuktikan!" dengus Sukma sera-melompat menerjang dengan sebuah tendangan bertenaga dalam tinggi.
"Uts...!"
Rangga cepat menangkis tendangan dengan tangan kiri.
Plak! Namun, Sukma kembali melanjutkan serangan dengan tendangan kaki yang satu lagi. Secepat kilat, Rangga merunduk sambil berputar dengan sebelah kaki mengancam selangkangan.
"Kurang ajar!" maki Sukma seraya mencelat ke samping.
Rangga tak menghiraukannya. Langsung se-angannya dilanjutkan lewat tendangan beruntun. Dan ini membuat Sukma terkesiap melihat kece-jatan Rangga bergerak. Dan secepatnya dia me-lompat mundur sambil jumpalitan.
Tapi justru saat itulah makanan empuk bagi Rangga. Tanpa buang-buang waktu lagi, tubuhnya melejit seraya melepas tendangan geledek ke dada.
Duk! "Aaakh!"
Sukma kontan terjungkal roboh beberapa langkah sambil menjerit kesakitan.
"Hei"!"
Kejadian ini menimbulkan kekagetan bagi kawan-kawan Sukma. Mereka tak percaya kalau Sukma begitu mudah dijatuhkan.
"Kurang ajar! Dia pasti lengah dan menganggap enteng lawan!" desis Wisesa.
"Pemuda itu memang hebat, seperti yang ku-katakan pada kalian," timpal Bawor.
"Diamlah, Bawor! Dalam keadaan seperti ini jangan memuji lawan. Belum tentu dia sehebat yang kau ceritakan," tukas Wisesa.
Seketika Wisesa mencelat ringan ke hadapan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm... Kulihat kau membawa-bawa pedang. Cabutlah. Dan, hadapi ilmu silat tangan kosongku!" ujar Wisesa meremehkan.
"Pedangku belum waktunya dikeluarkan!" sahut Rangga pendek.
"Huh, sombong!"
Dengan serta merta Wisesa melompat mener-kam, menggunakan jurus yang dikenal bernama 'Badai Topan Hutan Pucung'.
"Heaaat!"????
Wus! Bet! Serangan yang dilakukan Wisesa selalu menimbulkan desir angin kencang yang membuat Pendekar Rajawali Sakti sedikit kewalahan.
Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Karena dengan menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', tubuh Rangga mampu bergerak gesit menghindari serangan yang selalu kandas di tengah jalan. Bahkan dalam satu kesempatan, Pendekar Rajawali Sakti menyusup di antara serangan, seraya melepas satu sodokan ke dada lewat tendangan kilat.
Des! "Aaakh...!"
Wisesa terjungkal ke belakang disertai jerit kesakitan. Masih untung dia mampu jatuh di atas kedua kakinya. Namun tak urung wajahnya berkerut kesakitan. Sementara, sebelah tangannya mendekap dadanya yang terasa nyeri.
"Kurang ajar! Biar kujajaki dia!" dengus Cakra geram.
"Hati-hati, Cakra! Dia tidak bisa dipandang enteng!" ingat Bawor.
"Jangan khawatir, Kang! Aku bisa jaga diri. Kalau kalian bisa dijatuhkannya, maka mungkin denganku persoalannya akan lain. Ilmu silatku sedikit berbeda dengan kalian," sahut Cakra.
Apa yang dikatakan Cakra memang beralasan. Karena penglihatannya tidak bekerja, maka Cakra tidak bisa mengandalkan ilmu silat seperti yang dimiliki keempat kawannya. Dia memiliki ilmu silat khusus, seperti yang dimiliki tokoh-tokoh silat yang tidak memiliki penglihatan. Ilmu silat yang mengandalkan pendengarannya.
"Hup!"
Dengan ringan Cakra mencelat ke hadapan Pendekar Rajawali Sakti pada jarak empat langkah.
"Kisanak! Mari kita bermain-main barang sebentar!" tantang Cakra lantang.
? *** Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 . 181. Lima Golok Setan Bag. 5 - 8 (Selesai)
22. M?rz 2015 um 09:18
? 5 ? Tanpa menunggu jawaban lagi saat itu juga Cakra bergerak cepat menyerang dengan mengibaskan goloknya.
Wut! Tubuh Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas. Namun ujung golok Wisesa terus mengikuti. Begitu juga tatkala tubuhnya berjumpalitan beberapa kali dan melompat ke belakang. Ujung golok Cakra bergerak terus mengikutinya.
"Hm.... Anak ini menguasai ilmu silatnya dengan baik," gumam Rangga di hati.
"Yeaaat!"
"Uts!"
Cakra mengejar terus tatkala Pendekar Rajawali Sakti baru saja menjejakkan kakinya ke tanah. Ujung goloknya langsung menyapu ke leher.
Rangga bergegas merunduk, lalu bergeser sedikit ke samping. Bersamaan dengan itu, Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat melepas tendangan menggeledek. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Duk! "Aaakh...!"
Cakra Buana menjerit kesakitan dan terjungkal beberapa langkah ke belakang, begitu tendangan Rangga mendarat telak di dada.
"Cakra! Kau tak apa-apa"!" seru Sukma seraya mengejar kawannya.
Bawor dan yang lain segera menyusul kemudian.
"Oh! Dia memang hebat...," keluh Cakra sambil mendekap dadanya yang terasa nyeri.
"Biar kujajal dia!" dengus Sembada.
"Jangan! Sia-sia saja!" cegah Wisesa.
"Dia belum mencoba ilmu golokku, bukan?"
Apa yang dikatakan Sembada bukan sekadar sesumbar. Di antara keempat kawannya memang ilmu goloknya paling lihai.
"Lebih baik kita bereskan bersama-sama," usul Bawor.
"Tidak! Aku yakin bisa memereskannya!" tukas Sembada seraya bangkit berdiri, memandang tajam pada Pendekar Rajawali Sakti.
"Mulailah!" ujar Rangga, dingin.
"Jangan" bangga dulu karena bisa menjatuhkan keempat kawanku. Aku akan menebas lehermu!" dengus Sembada.
Bersamaan dengan itu, Sembada mencabut golok. Langsung diserangnya Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaat!"
Bet! Golok Sembada yang panjang laksana pedang, menyambar ke leher Pendekar Rajawali Sakti secepat kilat. Dengan gesit Rangga mencelat ke belakang, sambil jumpalitan. Namun Sembada terus mengejarnya dengan satu tendangan menggeledek.
"Heaaat!"
Begitu menjejak tanah, Rangga mengibaskan sebelah tangannya.
Plak! Setelah terjadi benturan, Sembada langsung mengayunkan golok menebas pinggang. Namun Pendekar Rajawali Sakti lebih cepat mengegoskan tubuhnya sedikit. Kemudian sambil berputar, dilepaskannya tendangan ke dada.
"Hiih!"
Bergegas Sembada melompat ke samping. Lalu cepat goloknya ditebaskan ke pinggang Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts!"
Rangga segera menjatuhkan diri sambil mengait kaki Sembada.
Plak! Bruk! Dan begitu Sembada terjatuh, sebelah kaki Rangga menghantam pergelangan tangan yang menggenggam golok. Sementara sebelah lagi menghantam ke perut.
Tak! Begkh! "Aaakh...!"
Tak ayal lagi, Sembada menjerit kesakitan. Tubuhnya langsung melengkung dengan mata melotot. Tampak urat mukanya menegang menahan rasa sakit
"Hup! Bangkitlah! Kuberi kau kesempatan sekali lagi!" ujar Rangga segera bangkit dengan melejit ke belakang.
Sembada pun bangkit dengan wajah berang. Pandangan matanya kelihatan menyimpan amarah dan dendam. Namun begitu, dia tidak berani lagi mencoba seorang diri.
"Kenapa diam saja"! Ayo, kita bereskan dia!" seru Sembada pada keempat kawannya.
Mendengar teriakan Sembada yang lain seren-tak melompat mengurung Rangga. Tapi mereka yang tadi berada di belakang Pendekar Rajawali Sakti tidak tinggal diam. Dan langsung mencabut senjata masing-masing untuk memberikan bantuan.
Begitu juga Seta, Ragi, Rimang, Balung, dan Parwa.
"Tidak usah! Menepilah kalian. Biar mereka kutangani sendiri!" kata Pendekar Rajawali Sakti.
"Tapi, Pendekar Rajawali Sakti! Mereka berlima. Sedangkan kau hanya sendiri!" kilah Seta.
"Tidak apa-apa...," sahut Rangga berusaha meyakinkan. "Nah, mundurlah!"
Meski ragu-ragu, toh akhirnya mereka yang hendak membantu segera menepi juga. Namun untuk berjaga-jaga, mereka membuat lingkaran. Kalau Pendekar Rajawali Sakti terdesak, maka mereka akan segera memberi bantuan.
? *** ? "Salah seorang pergi. Laporkan hal ini pada Ki Baluran serta yang lainnya!" bisik Seta agak keras.
"Biar aku saja!" sahut seorang pemuda.
"Cepat!"
"Iya, iya!"
Pemuda itu langsung keluar dari barisan, dan berlari cepat ke arah desa.
Sementara itu Rangga telah bersiap menghadapi Lima Golok Setan yang mengitarinya dengan wajah dingin dan sikap mengancam.
"Yeaaat!"
Sukma mendahului dengan teriakan meleng-king. Serangannya cepat dan bertenaga kuat.
"Heaaa...!"
Kemudian, diikuti serangan empat orang lainnya yang saling susul-menyusul.
"Hup!"
Rangga cepat membungkuk menghindari tendangan Sukma, lalu melompat ke samping. Di-tangkisnya sodokan Wisesa sambil menunduk untuk menghindari sabetan golok Cakra dari arah samping. Dan tiba-tiba tubuhnya melenting ke atas.
Namun Sembada dan Bawor telah menung-gunya. Tanpa mau buang-buang waktu mereka langsung menyerang Rangga.
Rangga menangkis kedua serangan dengan gesit.
Plak! Plak! Namun baru saja Pendekar Rajawali Sakti hendak balas menghantam, mendadak dari arah belakang, Wisesa mengirim tendangan geledek. Saat itu juga tubuh Pendekar Rajawali Sakti berputar bagai gasing seraya meluncur deras ke arah samping kiri. Dan seketika tubuhnya berkelebat cepat mengerahkan jurus 'Seribu Rajawali'.
"Hiyaa! Hiyaa! Hiyaaa!"
Tubuh Pendekar Rajawali Sakti berputar cepat mengelilingi Lima Golok Setan. Seolah-olah tubuhnya kini berjumlah banyak. Sesekali, Rangga meluruk deras ke arah Lima Golok Setan. Bukan saja menangkis serangan, tapi juga balas menyerang dengan gencar. Dan....
Begkh! Diegkh...!
"Aaakh...!"
Sembada dan Bawor tampak terjungkal ke belakang disertai jerit kesakitan. Ketika salah satu tubuh Rangga mendarat tadi, Sembada mendapat sodokan telapak tangan kiri. Sementara Bawor mendapat hajaran di dada lewat tendangan keras.
"Heaaat..!"
Sebenarnya Lima Golok Setan kebingungan, mana yang harus diserang. Karena, tubuh Pendekar Rajawali Sakti tampak begitu banyak. Dengan asal-asalan, Sembada, Wisesa, dan Cakra menyerbut bersamaan. Namun setiap kali menyerang, mereka hanya menebas angin kosong. Seolah-olah tubuh Pendekar Rajawali Sakti hanya berupa bayangan saja.
"Heaaa...!"
Tiba-tiba, Pendekar Rajawali Sakti mencuat. Langsung dihantamnya dada Sukma.
Duk! "Aakh...!"
Sukma kontan terpekik. Tubuhnya terjengkang terhantam kepalan Rangga.
Cakra dan Wisesa geram bukan main. Mereka pun segera kembali menyerang dari dua arah. Belakang dan depan.
"Uts!"
Dengan merubah jurusnya menjadi 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Rangga melesat ke atas menghindari sabetan golok Cakra. Sementara itu dari arah depan, Wisesa telah berbalik sambil mengayunkan tendangan ke perut.
Dan semua serangan itu memang luput. Bahkan seketika setelah berputaran beberapa kali, Pendekar Rajawali Sakti meluruk dengan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa' dengan kedua kaki berputaran. Lalu....
Bak! Begkh! "Aaakh!"
Cakra dan Wisesa kontan terjungkal roboh sambil mengeluh kesakitan, begitu tendangan Pendekar Rajawali Sakti mendarat di dada dan punggung.
"Hup!"
Begitu mendarat, Pendekar Rajawali Sakti kembali melenting ke samping untuk mengatur jarak terhadap Lima Golok Setan yang cepat bangkit dan bersiap kembali menyerang.
Srak! Sret! Empat dari Lima Golok Setan langsung mencabut golok masing-masing.
"Adakah di antara kalian yang bersedia meminjamkan golok untuk kupakai?" tanya Rangga pada para pemuda yang mengikutinya.
"Silakan pergunakan punyaku, Pendekar Rajawali Sakti!" sahut salah seorang pemuda, buru-buru menghampiri menyerahkan goloknya.
"Terima kasih...," ucap Rangga, begitu menerima golok.
"Huh! Kau betul-betul menganggap rendah pada kami, he"! Kenapa tidak kau cabut saja pedangmu!" dengus Sukma.
"Jangan pedulikan soal itu! Bereskan dia secepatnya!" selak Wisesa.
"Pergunakan jurus 'Hujan Golok Menebas La-lang'!" teriak Sukma.
"Yeaaat...!"
"Hiih!"
Kembali Lima Golok Setan mengurung Pendekar Rajawali Sakti dari lima jurusan. Dan seketika, mereka menyerang bersamaan.
"Hup!"
Rangga bersiap menyambut mereka dengan mengibas-ngibaskan goloknya sambil memainkan jurus gabungan dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'. Seketika tubuhnya berkelebat sambil memutar-mutar golok di tangannya.
Trang! Golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti menangkis sabetan golok Wisesa. Lalu arahnya berbalik cepat ke samping, menangkis sambaran golok di tangan Sembada sambil menundukkan kepala. Sehingga, serangan Sukma dari belakang luput mengenai sasaran.
Pada saat berikutnya, Rangga harus mengegoskan tubuhnya. Sehingga, tusukan golok Cakra berhasil dihindarinya. Lalu tubuhnya melejit ke atas, menghindari sambaran golok Bawor.
"Hup!"
"Haaat...!"
Lima Golok Setan terus mengejar, seperti tidak memberi kesempatan sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti. Padahal, saat itu juga Rangga telah berbalik. Golok di tangannya dikibas-kibaskan demikian cepat, membabat semua golok di tangan Lima Golok Setan.
Trak! Tak! Bret! Cras! "Aaa...!"
Dua golok terpental, disusul terdengarnya jeritan melengking tatkala Bawor terjungkal ber-lumuran darah. Isi perutnya terburai keluar di-sambar golok Rangga. Sembada pun terpekik, karena pinggangnya berdarah terserempet golok di tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Cepat tinggalkan tempat ini!" teriak Wisesa seraya menyambar tubuh Bawor. Sementara Suk-ma menyambar tubuh Sembada.
"Heaaa!"
Saat itu juga Cakra, Sukma yang membopong Sembada, dan Wisesa yang membopong tubuh Bawor, mencelat ke belakang sambil melemparkan sebuah benda sebesar telur puyuh ke arah Pendekar Rajawali Sakti secara bersamaan.
Wusss! Blushh...! Begitu benda itu melesat, Rangga melenting ke belakang. Dan ketika kakinya mendarat, asap tebal telah menghalangi pemandangan. Kesempatan itu digunakan empat dari Lima Golok Setan untuk terus melesat.
? *** ? "Sial! Mereka cerdik juga!" desis Rangga, setelah melepas aji 'Bayu Bajra' untuk mengusir asap yang menghalangi pandangannya.
Hal itu memang disengaja oleh Lima Golok Setan untuk menghambat bila Pendekar Rajawali Sakti mengejar.
Memang begitu cepat gerakan Lima Golok Setan. Sampai-sampai Rangga belum sempat me-ngerahkan aji 'Tatar Netra' untuk menembus asap tebal itu dengan pandangan matanya. Dengan demikian, Pendekar Rajawali Sakti tak tahu ke mana mereka melarikan diri.
Apalagi, mereka berlari menembus hutan yang tak jauh dari tempat pertarungan.
Rangga berbalik, ketika mendengar suara langkah kaki tergopoh-gopoh mendatanginya.
Begitu menoleh, Rangga melihat serombongan penduduk Desa Kayu Asem yang dipimpin Ki Ba-luran.
"Bagaimana, Rangga" Kau berhasil meringkus mereka?" tanya Ki Balukran langsung.
Rangga menggeleng lemah.
"Sayang sekali. Hanya seorang yang berhasil kulukai. Yang lainnya berhasil masuk ke dalam Hutan Pucung...," desah Rangga.
"Apakah kau tidak berani mengejar mereka, Rangga?" tanya Ki Gandara.
Rangga memandang orang tua itu sekilas, lalu menghela napas pendek tanpa berkata apa-apa.
Ki Baluran dan yang lain seketika ikut melirik Ki Gandara. Pertanyaan itu memang tidak sopan sekali. Mungkin terdorong rasa geram dan dendam untuk bisa mendapatkan buruan yang selama ini membuat mereka tidak enak tidur dan tidak enak makan.
"Ki Gandara! Tidakkah kau lihat kalau Rangga letih" Masuk ke dalam Hutan Pucung dalam keadaan seperti ini seperti bunuh diri. Dia belum pernah ke sana. Padahal, di dalamnya selain dihuni ribuan ular berbisa, juga binatang-binatang buas serta pasir dan rawa hidup," jelas Ki Baluran.
"Mereka akan keluar. Kita tunggu saja," sambung Rangga, datar.
"Maaf, aku tidak bermaksud merendahkanmu, Rangga...," ucap Ki Gandara menyadari kekeliruannya.
"Sudahlah, tak apa...."
"Katamu tadi salah seorang dari Lima Golok Setan telah kau lukai" Apakah dia tewas?" tanya Ki Baluran.
"Kelihatannya begitu.... Tapi kalau guru mereka ahli pengobatan, mungkin orang itu bisa tertolong...."
"Guru mereka" Ah! Kenapa aku bisa me-lupakannya!" seru Ki Baluran sambil menepuk jidat.
"Kenapa dengan gurunya, tanya Rangga seraya mengerutkan dahi.
"Muridnya terluka parah. Sudah pasti dia tidak akan tinggal diam, melihat keadaan itu!"
"Jangan terlalu mempersoalkan hal itu, Baluran," ujar Ki Jarot. "Apa pun yang terjadi akan kita hadapi bersama."
"Betul, Ki!" timpal Rangga. "Aku akan tetap di sini sampai persoalan selesai."
"Terima kasih, Rangga...."
"Sebaiknya kita pulang. Aku khawatir mereka mencari jalan memutar dan mempbrak-porandakan desa kita!" cetus Ki Pajang.
"Ya, benar!" timpal yang lain.
"Mereka tidak akan secepat itu untuk tiba di Desa Kayu Asem," sahut Ki Baluran. "Tapi apa yang dikatakan Ki Pajang bukan tidak mungkin terjadi. Oleh sebab itu, karena tidak ada yang bisa dikerjakan lagi di sini, maka ada baiknya kita kembali."
"Apakah tidak sebaiknya beberapa orang menunggu mereka di sini, Ki?" tanya seorang pemuda.
"Siapa yang akan berjaga?"
"Kami bersama..., Pendekar Rajawali Sakti kalau dia setuju!" sahut pemuda itu seraya melirik Rangga.
"Bagaimana, Rangga?" tanya Ki Bciluran.
"Aku setuju saja. Tapi dengan begitu berarti kekuatan kita terbagi-bagi. Padahal belum tentu mereka akan keluar sekarang. Dua kawan mereka terluka. Dan kalaupun sembuh, perlu waktu beberapa hari. Jadi kurasa mereka tidak akan muncul dalam satu atau dua hari ini. Meski begitu kewaspadaan kita harus tetap dijaga terus," sahut Rangga.
"Kalau begitu lebih baik kita semua kembali ke desa. Dengan begitu kekuatan terpusat di sana!" usul Ki Pajang.
"Ya. Kurasa itu lebih baik," sahut Ki Baluran.
Tak berapa lama kemudian mereka segera meninggalkan tempat itu.
? *** ? 6 ? Bagaimanapun Lima Golok Setan tetap merasa khawatir Pendekar Rajawali Sakti akan mengikuti. Makanya, Wisesa lantas memberi perintah agar terus berlari agak jauh ke dalam hutan.
"Kita berhenti di sini!" seru Wisesa, ketika telah merasa aman.
"Apakah kau yakin dia tak akan mengikuti kita?" tanya Sukma.
"Kurasa dia akan berpikir seribu kali untuk mengejar kita sampai di sini."
"Aku akan cari kayu bakar dan air!" kata Sukma selanjutnya.
"Aku cari makanan!" timpal Cakra. Wisesa mengangguk, kemudian membaringkan tubuh Bawor yang tengah sekarat. Sementara, Sembada yang terluka ringan hanya terduduk lesu.
"Kau harus bertahan, Bawor! Kau tak boleh mati!" desis Wisesa.
"Aku..., aku... akh...!"
Wajah Bawor menegang. Dan suaranya tercekat putus. Meskipun di tengah perjalanan tadi Wisesa sempat menotok beberapa jalan darah agar tidak keluar kelewat banyak, namun luka yang diderita kawannya itu cukup parah. Sehingga meski berusaha bertahan, namun akhirnya Bawor kalah juga.
"Bawor! Bangun! Bangun!" teriak Wisesa seraya mengguncang-guncangkan tubuh kawannya.
"Sudahlah, Wisesa! Dia tidak akan bangun lagi. Bawor sudah mati," ujar Sembada yang sesekali meringis karena menahan luka di pinggangnya.
Wisesa terdiam. Dipandanginya wajah Bawor untuk sejurus lamanya.
"Kita mesti menguburkannya...," lanjut Sembada.
Wisesa terdiam. Sembada pun ikut terdiam. Apa yang dipikirkan Wisesa, mungkin pula bisa dimengerti. Mereka berlima sudah seperti saudara, meski sebelumnya tidak saling mengenal.
"Pertama kali dia datang, tubuhnya kurus dan mukanya pucat. Dia ceritakan kalau ayah ibunya sudah mati. Dan orang-orang desa itu sering memukulinya...," tutur Wisesa seperti pada diri sendiri.
"Ya, aku juga dengar...."
"Ayah dan ibunya bekas dukun santet yangmati dikeroyok penduduk. Orang-orang tidak memandang sebelah mata padanya. Tiap kali ada yang terbunuh maka tuduhan selalu dialamatkan pada mereka. Para penduduk lantas menghukum mereka. Untung saja, Bawor bisa melarikan diri ke Hutan Pucung ini. Bisakah kau rasakan itu?" tanya Wisesa dengan suara mengambang tanpa menoleh pada kawannya.


Pendekar Rajawali Sakti 181 Lima Golok Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya...," sahut Sembada, pendek.
"Setelah kedatangan Bawor dan yang lain, kita membentuk hubungan saudara. Kini dia mati. Apakah kita akan tinggal diam saja!" lanjut Wisesa.
"Tidak! Aku bersumpah akan membalas si keparat itu!" desis Sembada.
'Ya. Dia mesti mati untuk menebus kesalahan-nya ini!"
Pada saat itu, Sukma dan Cakra telah kembali. Mereka mendekat dan mengusap-usap wajah Bawor sambil tertunduk sedih.
"Bisa kurasakan kalau Bawor tidak bernapas lagi...," gumam Wisesa lirih.
"Dia sudah mati...," jelas Sembada pelan.
Cakra mengangguk.
"Bajingan!" desis Sembada sambil menge-palkan kedua tangan. Wajahnya kelihatan geramsekali. "Dia mesti mati!"
"Pemuda itu?" gumam Cakra.
"Kau pikir siapa"!" geram Sembada.
"Tapi..., dia hebat sekali! Kita telah menco-banya berlima. Dan...."
"Diam, Cakra! Kira mesti membunuhnya meski apa pun caranya!" bentak Sembada geram.
"Apa caranya"!" balas Cakra sengit.
"Sudah! Jangan kalian pertengkarkan soal itu. Nanti akan kita pikirkan bersama!" lerai Wisesa.
"Apakah tidak sebaiknya kita memberitahu Guru?" usul Cakra.
"Tidak. Guru pasti akan marah. Dan bisa-bisa, beliau akan menghukum kita!"
"Kita belum mencobanya, bukan?"
Wisesa berpikir sebentar, lalu melirik Sembada dan Sukma.
"Bagaimana menurut kalian?"
"Kurasa untuk saat ini belum perlu...," sahut Sukma.
"Kau punya usul?" tanya Wisesa.
'Yang menjadi persoalan bukan hanya pemuda itu saja. Tapi, juga semua penduduk Desa Kayu Asem. Untuk itu, mereka pasti mendapat pem-balasan yang sama!" desis Sukraa.
"Coba kau jelaskan apa rencanamu?" tanya Wisesa yang tidak mau bertele-tele.
"Kita tidak bisa menghadapi pemuda itu secara langsung, bukan" Nah! Kita gunakan cara lain!"
"Cara lain bagaimana, Kang?" tanya Cakra.
"Kita buat dia kebingungan!"
"Caranya?" cecar Sembada.
Sukma berbisik ke telinga mereka satu persatu. Dan ketiga kawannya itu mengangguk-angguk setuju.
"Boleh juga kita coba!" kata Wisesa.
'Ya!" sahut Sukma dan Cakra hampir bersamaan.
"Kita tunggu sampai beberapa hari. Dan, biar mereka mengira kita tidak kembali. Sekalian me-nyembuhkan lukaku,'' ujar Sembada.
Mereka mengangguk. Wisesa mengepalkan kedua tangan dengan wajah geram.
"Awas kau, Pendekar Rajawali Sakti! Rasakan pembalasan karni nanti!" desis pemuda ini.
? *** ? Dua hari telah berlalu sejak kejadian, belum terlihat tanda-tanda akan munculnya Lima Golok Setan. Semua penduduk Desa Kayu Asem belum merasa aman. Mereka seperti menunggu mele-daknya sebuah gunung berapi yang bisa sewaktu-waktu terjadi. Penjagaan di setiap sudut desa masih tetap berlangsung. Demikian pula seluruh isi rumah yang dipenuhi pengungsi dari tiga desa tetangga mereka.
Ki Baluran pun agaknya sama dengan mereka. Hanya saja, laki-laki setengah baya itu sedikit tenang karena mengetahui kalau Pendekar Rajawali Sakti berada di dekatnya. Paling tidak, dia merasa terlindungi.
"Apakah menurutmu mereka akan muncul lagi, Rangga?" tanya Ki Baluran suatu sore ketika mereka tengah duduk di beranda depan sambil makan penganan kecil.
"Dua hari telah berlalu. Bahkan kini menjelarig tiga hari. Itu waktu yang singkat, Ki. Mereka belum punah. Oleh sebab itu, aku yakin mereka akan kembali," jelas Rangga.
"Apakah mereka menunggumu pergi dari desa ini?"
"Mungkin juga begitu. Atau barangkali mereka punya rencana lain...."
Saat itu juga, seorang gadis cantik yang agaknya putri sulung Ki Baluran muncul menghidangkan dua cangkir kopi hangat.
"Silakan diminum kopinya, Kang!" kata gadis berwajah manis itu menawarkan sambil tersenyum. Matanya melirik malu-malu pada Pendekar Rajawali Sakti.
'Terima kasih, Surti!" ucap Rangga ikut terse-but, namun tanpa maksud apa-apa.
Gadis yang dipanggil Surti buru-buru berlalu ke belakang ketika Ki Baluran melirik padanya sambil tersenyum. Surti tidak biasa-biasanya menyuguhkan makanan atau minuman kepada tamu. Setiap kali kedatangan tamu, biasanya istri Ki Baluran yang selalu menyediakan hidangan. Tapi sejak kehadiran Rangga, maka Surti jadi rajin. Sesekali gadis ini terlihat mencari-cari kesempatan untuk bercakap-cakap dengan Rangga. Namun sejauh itu, Rangga tetap meladeninya tanpa maksud-maksud tertentu.
"Si Surti bulan depan genap berusia delapan belas tahun...," pancing Baluran sambil menghirup kopinya.
Rangga tersenyum.
"Beberapa waktu lalu banyak yang melamar-nya, tapi kutolak...," lanjut Ki Baluran ketikapancingan pertamanya belum mengena.
"Kenapa, Ki?"
"Entahlah. Kurasa belum ada yang cocok. Lagi pula, Surti sepertinya tidak berkenan. Aku tidak ingin memaksakan kehendak padanya...."
"Ya, itu baik."
Ki Baluran ikut tersenyum namun terasa ham-bar, setelah mendengar jawaban Rangga yang singkat.
"Dia itu memang sedikit pemilih. Maunya yang sebaya, tampan, dan punya kehebatan yang dise-gani," ujar Ki Baluran, mencoba memancing pemuda itu lagi.
"Di desa ini kurasa banyak yang memenuhi se-leranya, Ki."
"Itulah yang jadi masalah. Surti justru tidak berkanan dengan pemuda di desa ini."
"Lalu mau cari ke mana lagi?" tanya Rangga sambil tersenyum.
"Entahlah...."
Rangga masih tersenyum seraya menghirup kopinya.
"Kembali pada persoalan semula, Ki. Aku ingin agar Ki Baluran tetap menegaskan perlunya ke-waspadaan terhadap para peronda. Baik siang maupun malam," kata Rangga mengalihkan pembicaraan.
"Ya, ya. Tentu saja!" sahut Ki Baluran cepat, meski hatinya sedikit kecewa karena Rangga sama sekali tidak tertarik membicarakan soal putrinya.
Sebenarnya ada niat di hati kepala desa itu untuk menjodohkan Rangga dengan putrinya. Tapi tentu saja dia tidak berani berterus-terang, karena merasa pembicaraan hal itu tidak tepat. Dia menunggu isyarat dari pemuda itu. Namun sejauh ini belum terlihat sedikit pun isyarat yang diinginkannya.
"Jangan sampai mereka lengah karena merasa bahwa keadaan telah aman," kata Rangga lagi.
"Tidak. Aku telah tekankan hal ini kepada mereka. "
"Kekuatan kita cukup hebat. Dan kalau mereka kembali rasanya sulit untuk berbuat macam-macam."
"Ya."
Ki Baluran mengangguk.
Rangga bukannya tidak merasakan kalau Ki Baluran saat ini kelihatan kurang bersemangat menanggapi ocehannya. Pemuda itu lantas bangkit berdiri.
"Mau ke mana, Rangga?" tanya Ki Baluran.
"Aku pamit dulu hendak bergabung dengan mereka, Ki."
"Mereka tahu kalau sejak pagi tadi kau telah bekerja sama memantau. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya kalau istirahat lebih dulu," cegah Ki Baluran, halus.
Rangga tersenyum.
"Aku biasa istirahat sebentar. Dan kalau bisa jangan sampai lalai. Khawatir musuh kita akan menggunakan kesempatan ini. Aku pergi dulu, Ki!"
Tanpa menunggu jawaban Ki Baluran, Pendekar Rajawali Sakti melangkah lebar keluar sambil bersuit pelan. Saat itu juga Dewa Bayu yang selalu setia bersamanya berlari dari istal yang ada di samping rumah Ki Baluran.
"Ayo, Dewa Bayu! Temani aku keliling desa!" ujar Pendekar Rajawali Sakti sambil mengusap-usap leher hewan itu, lalu melompat gesit ke punggungnya.
Tak berapa lama, Rangga telah meluncur cepat meninggalkan halaman rumah ini. Ki Baluran hanya bisa memandangi sampai pemuda itu berbelok di tikungan. Dia menghela napas panjang. Lalu sambil mendesah kecil dan menggeleng lemah, laki-laki setengah baya itu kembali ke dalam dan mengunci pintu rapat-rapat.
? *** ? Malam mulai merayapi Desa Kayu Asem. Meski sebagian penduduknya terlelap, namun sebagian besar tetap berjaga-jaga di setiap sudut rumah. Penjagaan yang dilakukan berlapis-lapis. Meski terbagi dalam beberapa kelompok, namun jarak antara tiap kelompok masih bisa dilihat oleh kelompok lain. Dengan begitu, apabila terjadi sesuatu pada satu kelompok, maka kelompok lainnya akan cepat memberikan bantuan.
Di sebelah timur Desa Kayu Asem tampak sebuah kelompok peronda berjumlah tujuh orang, tengah beristirahat di bawah sebatang pohon besar.
"Hhh..., capek juga!" keluh salah seorang peronda sambil bersandar di bawah pohon.
"Benar! Baiknya kita istirahat dulu," timpal peronda.
"Sudah hampir tiga hari tapi para bajingan itu belum nongol juga. Mungkin mereka kapok!" cetus salah seorang yang membawa obor.
"Ya! Mungkin mereka takut pada Pendekar Rajawali Sakti!" sahut yang bertubuh kurus.
"Bisa jadi, Sakta! Katanya salah seorang dari mereka mati. Apa benar?" tanya peronda yang bertubuh tambun.
"Benar, Gembul! Bahkan salah seorang terluka parah!" jawab peronda yang memegang obor.
"Mana bisa mereka melawan Pendekar Rajawali Sakti, Lingga! Jangankan Lima Golok Setan. Bahkan kurasa guru mereka pun tidak akan mampu menghadapi Pendekar Rajawali Sakti!" puji yang bernama Sakta, menimpali ucapan peronda yang memegang obor. Namanya Lingga.
"Pendekar Rajawali Sakti memang orang hebat. Bukan hanya namanya saja yang selangit, tapi kesaktiannya pun tidak diragukan lagi!" timpal peronda bertubuh tambun yang dipanggil Gembul.
"Huuu! Sok tahu kau, Gembul!" ejek Lingga.
"Iya! Dari mana kau tahu, Gembul?" tanya peronda yang bertubuh pendek. Dia dikenal bernama Wisnu.
"Dari orang-orang! Jelek-jelek begini, aku pernah merantau ke mana-mana. Dan di mana-mana kudengar orang membicarakan Pendekar Rajawali Sakti sebagai pendekar ternama!" tangkis Gembul membela diri.
"Gembul memang banyak lagak!" ejek Sakta. "Yang suka merantau itu kakangmu, Ganda. Kau hanya mendengar cerita-cerita dari dia. Iya, kan?"
"Ah, kan sama saja!" kilah Gembul.
"Beda, Gembul! Kalau si Ganda mendengar cerita yang benar, sedangkan kau coba mengelabui kami dengan mengaku-ngaku merantau segala!" dengus pemuda yang dikenal bernama Pamungkas. Lagaknya agak keperempuan-perempuanan.
"Sudahlah! Sudah!" tukas Gembul kesal.
Yang lain terkekeh sambil menuding-nuding ke arahnya. Gembul kelihatan kesal, lalu bangkit berdiri. Kemudian ditinggalkannya mereka.
"Hei, Gembul! Mau ke mana?" teriak Sakta.
"Aku bergabung saja dengan yang lain!"
"Semua sudah dibagi. Kau tidak bisa seenaknya saja mengatur!"
"Peduli amat!"
Baru saja Gembul berkata begitu, mendadak berkelebat sebuah bayangan.
"Gembul awaaas...!"
Sakta berteriak ketika menyadari bahaya yang menerkam Gembul secepat kilat. Namun....
Cras! "Aaa...!"
Hanya sekejap ketika Gembul terpekik, lalu ambruk bersimbah darah dengan leher nyaris putus.
"Mana bayangan itu" Kejar dia! Kejar!" teriak Sakta kalap, seraya memburu Gembul yang ter-kapar tak berdaya.
"Hilang, Sakta! Entah ke mana!"
"Bunyikan kentongan! Kenapa kalian diam saja"! Goblok! Bunyikan kentongan. Dan, beritahu yang lain!" teriak Sakta lagi.
"Eh, iya! Iya...!"
Kentongan segera dipukul bertalu-talu. Dan beberapa kelompok yang berdekatan dengan mereka langsung berdatangan. Tapi belum lagi mengetahui apa yang terjadi, mendadak terdengar pekik kematian dari arah lain.
"Aaa...!"
"Hei" Apa itu"!"
"Datangnya dari arah sana!" tunjuk salah seorang.
Beberapa orang yang berasal dari rombongan lain menuju ke arah jeritan tadi. Namun baru saja melangkah beberapa tindak, mendadak kembali terdengar pekik kematian dari arah lain.
"Aaa...!"
"Hei, dari sana!" teriak seseorang.
Mereka yang melakukan penjagaan mulai resah mendengar pekik kematian yang saling sambung-menyambung tanpa bisa dicegah. Para sesepuh desa seperti Ki Pajang, Ki Jarot, Nyi Girah, dan Ki Gandara melompat ke sana kemari, mengejar bayangan yang menyebabkan kejadian itu.
"Hei, berhenti kau! Keparat! Berhenti kau!" bentak Ki Gandara yang sempat melihat kelebatan bayangan hitam meninggalkan korbannya begitu saja.
Bayangan itu tidak mempedulikannya, terus berkelebat cepat di antara cabang-cabang pohon dan menghilang di kegelapan malam.
"Jahanam! Siapa mereka"!" dengus Ki Gandara sambil menyumpah-nyumpah tak karuan.
"Aaa...!"
"Hei"!"
Pada saat itu juga terdengar jerit kematian di tempat lain. Ki Gandara buru-buru mengejar ke arah datangnya suara. Namun belum lagi di tempat tujuan, kembali terdengar jerit kematian dari tempat lain.
"Aaa...!"
Kejadian itu berlangsung cepat, membuat para peronda geram bercampur takut. Mereka bergerombol di satu tempat. Namun pekik kematian itu masih juga terdengar di mana-mana, saling sambung-menyambung.
Kejadian ini pun tidak luput dari perhatian Pendekar Rajawali Sakti. Semula pemuda itu merasa bingung juga. Namun dia langsung bisa menduga bahwa pelakunya bukan seorang. Maka diputuskannya untuk mengejar satu orang saja di antera mereka.
"Hup!"
Maka ketika salah satu bayangan terlihat, secepat itu pula Pendekar Rajawali Sakti berkelebat mengejar dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh setinggi mungldn.
"Jangan kira kau bisa lari dariku!" dengus Pendekar Rajawali Sakti, geram.
"Hiih!"
Rangga melenting, dan cepat mendarat di hadapan. Tapi secepat itu pula, sosok itu menyabet-kan golok ke leher.
"Uts!"
Rangga mengegoskan kepala ke samping, dan terus mencelat ke belakang beberapa langkah.
"Heaaa...!"????
Tapi kesempatan ini bukan dipergunakan bayangan itu untuk mendesak melainkan melarikan diri.
Siuuut! Selarik sinar merah langsung melesat dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti.
Jdeer! "Hei"!"
? *** ? 7 ? Sebatang pohon kontan tumbang dan hancur berantakan dihajar pukulan jarak jauh Pendekar Rajawali Sakti yang mengeluarkan cahaya merah. Hancur berantakan. Akibatnya bayangan itu ter-cekat, dan langsung menghentikan langkahnya, Dan sadar, dia melihat Pendekar Rajawali Sakti telah berada di depannya.
"Hm, kau rupanya! Pantas!" dengus Rangga ketika mengetahui kalau bayangan tadi adalah salah seorang dari Lima Golok Setan yang berbaju biru tua.
"Kau memang selalu mencampuri urusan orang!" dengus pemuda yang tak lain dari Wisesa, geram.
"Aku tak akan mencampuri urusan kalian, kalau tindakan kalian tidak biadab seperti itu. Membunuh orang tak berdaya tanpa belas kasih!" desis Rangga, dingin.
"Keparat! Jangan berkhotbah di depanku!" bentak Wisesa marah, langsyng menyerang. Tu-buhnya meluruk melepas hantaman tangan kanan.
"Uts!"
Rangga cepat memiringkan kepala sedikit. Lalu ditangkisnya sodokan kepalan tangan Wisesa.
Plak! "Heaaa...!"
Wisesa tidak berhenti sampai di situ. Secepat kilat, dicabutnya golok. Dan langsung dikirimkan-nya serangan gencar bertubi-tubi. Dia tahu betul kalau lawannya ini memiliki ilmu silat tinggi. Maka dia tidak mau gegabah. Langsung dikerahkannya seluruh kemampuan yang dimiliki.
Bet! Wut! "Hup! Hiyaaa!"
Meskipun sudah tahu sampai di mana kemampuan Wisesa, namun Rangga tetap tidak mau gegabah. Dicobanya menghindar dan menyerang dengan bersungguh-sungguh.
"Aji 'Sawer Wisa'" bentak Wisesa ketika melihat Pendekar Rajawali Sakti mencelat ke belakang. Seketika kedua tangannya dihentakkan.
Wuuut! "Hei"!"
Rangga terkejut melihat cahaya hijau kekuningan menyambar ke arahnya. Buru-buru dia menjatuhkan diri, sehingga sinar hijau kekuningan itu lewat satu jengkal di atas kepalanya melabrak sebatang pohon kecil sampai hangus terbakar.
"Hebat!" puji Rangga sambil mendecah, setelah bangkit berdiri.
"Aku tidak perlu pujianmu, Bangsat! Yang kuinginkan adalah kepalamu!" hardik Wisesa.
"Sayang sekali. Orang sepertimu tidak akan kuizinkan mengambil kepalaku."
"Huh! Aku akan mengambilnya dengan pak-sa!" dengus Wisesa seraya melompat menyerang.
"Terlebih-lebih lagi dengan paksa!"
"Yeaaa...!"
Rangga mencelat ke atas sambil berputar seperti gasing. Sementara Wisesa langsung memburu sambil melepaskan pukulan andalannya.
"Hiyaa!"
Begitu berada di udara, Rangga tidak berusaha mengelak. Bahkan kedua tangannya menghentak lewat jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' dengan tenaga dalam amat tinggi.
Siuttt! Ketika dua tombak lagi sinar hijau kekuningan melabrak, sinar merah dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti sudah menghadang. Dan....
Glarrr! "Aaa...!"
Kedua pukulan dahsyat itu beradu menimbulkan bunga api besar yang mengiringi ledakan keras. Berikutnya, cahaya merah yang lepas dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti terus melesat, menggilas cahaya hijau kekuningan. Cahaya merah itu langsung menerpa Wisesa, hingga terjungkal roboh disertai pekik kesakitan. Tubuhnya kontan hangus seperti terbakar.
Mati! "Kakang Wisesa..."!" seru sesosok bayangan lain yang baru saja muncul di tempat itu.
"Hmmm...."
Rangga tegak berdiri mengawasi ketika bayangan itu berjongkok meraba-raba mayat Wisesa.
"Dia sudah mati. Dan kau menyusul!" desis Rangga.
"Terkutuk! Kau bunuh dia, he"! Sekarang aku akan membunuhmu!" bentak bayangan itu, langsung bangkit dan bergerak cepat membabatkan golok di tangannya.
Wuuut! "Uts!"
Rangga melenting seraya jungkir balik menghindari sambaran senjata bayangan itu.
"Bagus! Kerahkan seluruh kemampuanmu....!"
"Aku akan membunuhmu, Keparat!" dengus salah seorang dari Lima Golok Setan bernama Ca-kra.
"Cobalah kalau mampu!"
Sret! Dengan golok di tangan kanan, Cakra menyerang Pendekar Rajawali Sakti. Tapi baru saja be-berapa serangan....
"Cakra, cepat tinggalkan tempat ini!" Terdengar teriakan bernada memerintah.
"Tidak! Dia telah membunuh Kakang Wisesa. Aku harus membunuhnya sekarang juga!" bantah Cakra.
? *** ? "Apa"!"
Terdengar seruan kaget. Dan bersamaan dengan itu, dua sosok tubuh melayang dari rerimbunan pohon.
"Keparat! Kau mesti mampus!" dengus salah seorang yang baru muncul, seraya menghentakkan kedua tangannya.
"Heaaat..!"??
Wuut! Djeer! Orang itu langsung melepaskan pukulan jarak jauh yang sama seperti dilepaskan Wisesa tadi. Namun, Rangga gesit sekali menghindarinya dengan melenting tinggi. Sehingga, pukulan itu hanya mengenai tempat kosong.
"Kurang ajar! Kali ini kau tidak akan luput lagi!" dengus orang yang melepaskan pukulan jarak jauh. Dia tak lain dari Sembada.
Sementara itu, seorang laki-laki yaitu Sukma bersama dengan Cakra berusaha memojokkan Pendekar Rajawali Sakti begitu mendarat di tanah dengan serangan-serangan gencar. Namun sejauh itu belum juga menunjukkan hasil.
Di sekeliling tempat pertarungan terlihat semua kelompok peronda telah mengepung rapat-rapat, dan tidak membiarkan ketiga orang musuh untuk bisa lolos.
"Rangga! Mengapa tidak kau cabut pedangmu" Mereka bersenjata, sedangkan kau tidak!" teriak Ki Pajang.
"Betul, Rangga! Kau bisa celaka jika terus tak bersenjata!" teriak Ki Baluran yang mulai khawatir melihat serangan gencar yang dilakukan ketiga lawan Pendekar Rajawali Sakti.
"Kurasa belum perlu. Tenang saja. Aku masih mampu membereskan mereka!" sahut Rangga tenang penuh percaya diri.
Apa yang dikatakan Pendekar Rajawali Sakti memang beralasan. Sebab sejauh ini, ketiga orang itu belum mampu melukainya. Meski mereka telah berusaha sekuat tenaga, tapi tetap saja Rangga luput dari sasaran.
Sebaliknya, melihat ketiga lawan menyerang gencar, Rangga pun membalas sengit. Dengan menggunakan rangkai jurus 'Rajawali Sakti, Pendekar Rajawali Sakti mampu mengimbangi.
Bet! Ujung golok Cakra menyambar leher. Pada saat yang sama, Sukma melompat dari belakang menerkam leher.
Cepat Rangga menjatuhkan diri, langsung menyambar kaki Cakra.
Duk! Bruk! Cakra kontan jatuh berdebuk di tanah.
Pendekar Rajawali Sakti lantas bergulingan menghantam lambung Sukma dengan tendangan geledek. Begitu cepat gerakannya, sehingga....
Desss...! "Hugkh!"
Sukma kontan terpelanting ke belakang disertai jerit kesakitan. Sementara Cakra cepat bangkit. Dan bersamaan dengan itu, Sembada pun melompat menyergap.
"Hup!"
"Hiyaaat...!"
Rangga membentak nyaring disertai tenaga dalam tinggi, membuat lawan-lawannya tercekat. Namun meski begitu, yang bernama Cakra berusaha membabat ke sana kemari. Dalam keadaan seperti itu Rangga mencelat. Dari atas ditangkapnya pergelangan tangan kanan Cakra yang memegang golok.
Plak! "Hei"!"
Cakra terkesiap. Goloknya tahu-tahu telah berpindah tangan. Dan belum juga dia berbuat apa-apa, Pendekar Rajawali Sakti telah meluruk kembali. Lalu....
Crasss! "Aaakh...!"
Pada saat itu juga Cakra memekik ketika sebuah goloknya yang terampas memapas secepat kilat ke lehernya.
Cakra mendekap lehernya yang tersayat. Dari sela-sela jari, mengucur darah segar. Sesaat ke-mudian dia ambruk tak berdaya. Mati.
"Bangsat kau, Keparat!" teriak Sukma, kalap bukan main.
Dengan penuh nafsu, Sukma melompat sambil menebaskan golok dari belakang.
Wuuut! Rangga memutar tubuhnya, seraya melemparkan goloknya ke arak pembokong. Gerakannya cepat bukan main, apa lagi juga disertai tenaga dalam tinggi. Dan....
Blesss! "Aaa...!"
Sukma kontan terpekik nyaring dengan mata melotot lebar, ketika golok yang dilempar Pendekar Rajawali Sakti menembus jantungnya hingga ke punggung. Tubuhnya ambruk bersimbuh darah, lalu mati setelah meregang nyawa.
"Aaa...!"
"Hei"!"
Baru saja Rangga berbalik, terdengar teriakan kematian. Tampak Sembada melarikan diri sambil membabatkan goloknya. Saat itu juga, beberapa orang peronda ambruk tak berdaya termakan golok Sembada.
"Kurang ajar!" Rangga mendengus geram.
Secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti mengejar setelah menyambar salah satu golok yang tergeletak di tanah. Disertai pengerahan tenaga dalam sempurna, golok itu dilemparkannya ke arah Sembada yang terns berlari.
Wut! Bles! "Aaa...!"
Sembada kontan terjungkal roboh ketika golok yang dilemparkan Pendekar Rajawali Sakti tepat menembus punggungnya.
"Horeee...!"
Kematian anggota Lima Golok Setan yang terakhir disambut sukacita oleh seluruh penduduk Desa Kayu Asem yang menyaksikan kejadian itu,


Pendekar Rajawali Sakti 181 Lima Golok Setan di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hidup Pendekar Rajawali Sakti!"
"Hidup Rangga...!"
Seketika mereka mengerubungi dan mengang-kat Rangga ke atas untuk diarak bersama-sama, menuju desa sambil berteriak-teriak menyerukan namanya.
? *** ? 8 ? Sejak kematian Lima Golok Setan, Pendekar Rajawali Sakti sudah menduga kalau Iblis Berambut Panjang akan datang. Makanya, Rangga segera mempersiapkan segala sesuatunya, dan menjaga keamanan di Desa Kayu Asem.
Seperti malam ini, penjagaan di desa itu diliput gundahan. Bahkan Rangga sendiri perlu turun tangan untuk mengatur penjagaan. Namun seketat-ketatnya penjagaan.
"Aaa...!"
Malam yang pekat ini pecah oleh jeritan se-seorang dari arah utara Desa Kayu Asem. Pendekar Rajawali Sakti yang berada di selatan tersentak kaget. Cepat tubuhnya berkelebat ke utara, dengan ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi.
Ki Jarot, Nyai Girah yang menyertai Pendekar Rajawali Sakti, tertinggal jauh di belakang Rangga. Jelas ilmu meringankan tubuh mereka masih di bawah Pendekar Rajawali Sakti.
Begitu tiba, mereka langsung disambut Ki Gandara yang bertugas mengatur penjagaan di utara.
"Dia Iblis Rambut Panjang!" tunjuk Ki Gandara langsung. Yang ditunjuk Ki Gandara adalah seorang laki-laki tua bertubuh sedang. Pakaiannya serba hitam dengan rambut panjang berwarna putih. Begitu panjang rambut itu, hingga sampai menyentuh tanah.
"Kau yakin?" tanya Nyi Girah.
Ki Gandara tak menyahut, tapi mengangguk.
"Celaka! Orang itu berbahaya sekali!" cetus Ki Baluran, yang juga menemani Ki Gandara di tempat ini.
"Apa kau sanggup menghadapinya, Rangga?" tanya Ki Pajang bemada ragu. Dia baru saja tiba di tempat ini.
"Mudah-mudahan saja...," sahut Ki Baluran tak yakin.
"Pendekar Rajawali Sakti bukanlah nama kosong. Beliau pendekar hebat di zaman ini!" puji Ki Jarot untuk, membangkitkan semangat mereka yang mulai ketar-ketir.
Sementara itu, Rangga mulai melangkah perlahan-lahan mendekati sosok laki-laki yang memiliki sorot mata berkilau bagai mata kucing dalam gelap. Tidak dihiraukannya segala ocehan para sesepuh desa itu. Karena dia maklum, meski mereka memiliki ilmu silat hebat, namun tidak termasuk dalam daftar tokoh-tokoh tingkat atas di dunia persilatan. Wajar saja kalau mereka kebat-kebit melihat kemunculan datuk sesat yang bergelar Iblis Rambut Panjang ini.
Pendekar Rajawali Sakti berhenti ketika jarak mereka terpaut kurang lebih tujuh langkah. Dalam jarak itu, dia bisa melihat betapa wajah Iblis Rambut Panjang garang dan penuh kebencian.
"Kisanak! Siapakah kau" Apa maksudmu membunuh mereka?" tanya Rangga seraya melirik ke arah beberapa mayat yang bergelimpangan. Mayat para penjaga keamanan, korban keberingsan Iblis Rambut Panjang.
"Siapa yang membunuh murid-muridku"!" bentak Iblis Rambut Panjang tak mempedulikan pertanyaan Rangga.
"Siapa murid-muridmu"!" balas Rangga membentak. Dan dia tak mau lagi berbasa-basi.
"Lima Golok Setan!"
"O, mereka Idni tengah bersenang-senang di akherat," sahut Rangga enteng.
"Setan! Jangan sembarangan bicara! Atau, kupatahkan lehermu! Katakan padaku, siapa yang membunuh mereka"! Kalau tidak, maka seluruh desa ini akan kuratakan bersama semua penghuninya!" hardik laki-laki berambut panjang itu mengancam,
"Aku yang membunuh mereka."
"Kau" Hhh...!"
Iblis Rambut Panjang menggeram buas. Dan tiba-tiba saja tubuhnya meluruk secepat kilat ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaarkh...!"
Tapi yang dihadapi Iblis Rambut Panjang bu-kanlah seorang pemuda yang baru belajar ilmu silat sejurus atau dua jurus. Pendekar Rajawali Sakti seketika mencelat ke atas sambil berputaran di udara. Namun, tokoh sesat itu mengejarnya sambil berteriak dahsyat laksana seekor harimau terluka.
"Heaaarkh...!"
Setiap serangan Iblis Rambut Panjang terasa diikuti desir angin kencang yang menunjukkan betapa hebatnya tingkat tenaga dalamnya. Rangga bukannya tidak menyadari hal itu. Untuk tidak membahayakan orang lain, maka dengan sengaja tubuhnya berkelebat menjauh, mencari tempat yang lebih leluasa. Agak jauh dari kerumunan, serta jauh pula dari pemukiman.
"Jangan lari kau, Keparat!" bentak Iblis Rambut Panjang geram dengan suara mengguntur.
"Jangan khawatir Sobat. Aku tidak akan ke mana-mana. Bukankah urusan kita belum selesai?" sahut Pendekar Rajawali Sakti begitu menemukan lapangan luas. Tubuhnya membuat putaran, lalu mendarat kokoh di tanah.
"Yeaaa...!"
Iblis Rambut Panjang tidak mempedulikan ocehan pemuda itu. Seketika tubuhnya kembali meluruk, melepaskan serangan bertubi-tubi.
"Uts!"
Sejauh itu Rangga masih berusaha menghindar dengan menggunakan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib'. Tubuhnya meliuk-liuk indah bagai orang mabuk. Sambil bergerak, dia berusaha mengamati setiap pola serangan dan jurus-jurus yang dilancarkan Iblis Rambut Panjang.
"Hm, jurus-jurusnya tidak berbeda dengan Lima Golok Setan," gumam Rangga di hati. "Ha-nya saja dia menang tenaga dalam dan ilmu meringankan tubuh. Tidak mengherankan, karena dia guru mereka."
Setelah menaksir-naksir kekuatan tenaga Iblis Rambut Panjang, maka Rangga mulai menjajalnya. Segera ditangkisnya tendangan tokoh sesat itu yang menyodok ke perut.
Plak! Begitu terjadi benturan, Iblis Rambut Panjang melanjutkan serangan dengan tendangan kaki yang satu lagi ke wajah.
Cepat Rangga mencelat ke atas dengan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Dan tiba-tiba, tubuhnya meluruk cepat sebelum Iblis Rambut Panjang siap menyerang. Kali ini dikerahkannya jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Kedua kakinya terjulur kokoh ke arah punggung, dan....
Desss! "Akh!"
Kedua kaki Pendekar Rajawali Sakti telak menghantam punggung, membuat Iblis Rambut Panjang terhuyung-huyung ke depan sambil mengeluh kesakitan.
"Kurang ajar! Huh!"
Iblis Rambut Panjang menggeram buas seraya berbalik. Kedua tangannya cepat disilangkan. Sehingga perlahan-lahan sebatas siku terlihat berubah kemerah-merahan.
"Yeaaa...!"
Dengan membentak garang, Iblis Rambut Panjang kembali melesat menyerang.
"Hm!"
Rangga bergumam pelan. Agaknya Iblis Rambut Panjang mulai mengerahkan salah satu kesaktiannya. Disadari kalau saja kedua tangan tokoh sesat itu bersentuhan dengannya, mungkin akan berakibat parah. Maka, Rangga harus berhati-hati menghindari setiap serangan. Kini Rangga lebih-banyak berlompatan ke sana kemari.
"Hiih!"
Wuk! Bet! Dua sodokan berturut-turut dari Iblis Rambut Panjang mengancam dada dan perut Rangga. Namun Pendekar Rajawali Sakti cepat mengegoskan tubuh, sehingga serangan-serangan itu hanya mengenai tempat kosong.
Iblis Rambut Panjang menyambung serangan dengan sabetan sebelah kaki ke arah batok kepala.
"Hup!"
Secepat kilat Rangga menjatuhkan diri ke belakang. Dan ketika Iblis Rambut Panjang mengejar, tubuhnya telah bangkit. Seketika dia melesat cepat bagai kilat sambil menghantam ke lambung dan dada.
Duk! Begkh! "Aaakh...!"
Iblis Rambut Panjang menjerit kesakitan dan terjungkal ke belakang. Meski begitu dia sempat berjumpalitan, namun segera tegak berdiri dengan sedikit sempoyongan. Wajahnya berkerut. Geram bercampur rasa sakit.
"Huh! Aku akan mengadu jiwa denganmu, Keparat!" desis Iblis Rambut Panjang garang.
Kedua tangan tokoh sesat itu menyilang di da-da. Kemudian dibuatnya gerakan-gerakan aneh. Lalu tiba-tiba saja, sebelah telapak tangannya di-hantamkan ke arah Pendekar Rajawali Sakti, yang sejak tadi telah mendarat di tanah.
"Yeaaa...!"
Selarik cahaya hijau kekuning-kuningan melesat laksana kilat ke arah Rangga.
Pendekar Rajawali Sakti terkejut. Buru-buru dia menjatuhkan diri. Pukulan itu pernah dilihatnya ketika Lima Golok Setan yang menggunakannya. Tapi kali ini lebih hebat dan tenaganya pun lebih kuat. Sehingga angin serangannya terdengar berkesiutan.
Brasss...! Beberapa batang pohon roboh seperti dilanda hujan petir, ketika pukulan jarak jauh itu terus meluruk.
"Huh!"
Melihat serangan pertamanya gagal, Iblis Rambut Panjang bersiap akan melepaskan pukulan kedua. Sementara Pendekar Rajawali Sakti telah bangkit berdiri kembali.
"Hm.... Pukulannya itu tidak bisa dibuat main-main!" gumam Rangga, seraya mengangkat ta-ngannya ke arah punggung. Lalu....
Sring! "Hei"!"
Begitu Pendekar Rajawali Sakti mencabut pe-dang pusakanya, seketika di sekitarnya terang oleh warna biru yang terpancar dari batang pedang. Pamor Pedang Pusaka Rajawali Sakti ternyata juga membuat kaget semua orang yang menyaksikan pertarungan.
"Iblis dari mana pun adanya kau, mari kita lanjutkan pertarungan ini!" seru Pendekar Rajawali Sakti, dingin.
Wajah Pendekar Rajawali Sakti yang diterangi cahaya biru dari batang pedang itu terlihat penuh perbawa. Begitu jantan, namun menggetarkan.
Iblis Rambut Panjang bukannya tidak menyadari keperkasaan pemuda di depannya. Hanya saja dia baru menyadari kalau pemuda itu tak bisa dipandang enteng seperti yang dianggapnya semula.
"Aji 'Sawer Wisa'! Heaaa...!"
Iblis Rambut Panjang membentak garang. Te-lapak tangan kirinya langsung dihentakkan. Seketika cahaya hijau kekuning-kuningan dari aji 'Sawer Wisa' meluruk bergemuruh dahsyat seperti hendak meremukkan tubuh Pendekar Rajawali Sakti.
Pada saat yang sama, Pendekar Rajawali Sakti telah menggosok mata pedangnya dengan tangan kiri. Begitu sinar biru telah berkumpul di telapak tangannya, pedangnya cepat kembali dimasukkan dalam warangka. Sejenak Rangga membuat gerakan ke kiri dan ke kanan, dengan kuda-kuda kokoh. Lalu....
"Aji 'Cakra Buana Sukma'!" teriak Rangga sambil menghentakkan kedua tangannya yang terselimut cahaya biru sebesar kepala bayi.
Wuuut! Seketika dari telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti melesat cahaya biru yang meliuk-liuk menyambar cahaya hijau kekuning-kuningan. Dan....
Glarrr...! "Aaa...!"
? *** ? Benturan dahsyat terjadi ketika dua pukulan beradu, menimbulkan pijaran bunga api besar dan desir angin kencang di sekitarnya. Dari celah-celah pijaran, tampak terpental satu sosok tubuh disertai teriakan menyayat.
Begitu pijaran api dan desir angin lenyap, baru jelas siapa yang terbujur kaku dalam keadaan gosong. Karena begitu melihat ke arah lain, tampak Pendekar Rajawali Sakti duduk bersimpuh dengan napas Senin-Kemis. Matanya berkunang-kunang dengan jantung berdebar keras.
Jadi jelas, yang tewas adalah Iblis Rambut Panjang. Maka kontan seluruh orang yang menonton pertarungan menghambur ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Hebat kau, Rangga! Kau berhasil membina-sakan Iblis Rambut Panjang!" puji Ki Baluran.
Hanya kata itu yang terucap dari mulut kepala desa ini. Dan ketika melihat Pendekar Rajawali Sakti diam tak menjawab, Ki Baluran jadi serba salah lagi.
Begitu juga yang lain. Mereka diam, dan berganti-ganti memandang Pendekar Rajawali Sakti serta mayat Iblis Rambut Panjang.
Ki Gandara yang tahu sedikit mengenai kehebatan Iblis Rambut Panjang, sudah dibuat ciut nyalinya melihat kemunculan tokoh sesat itu. Dan hatinya lebih bergetar tatkala Pendekar Rajawali Sakti berhasil membinasakan iblis itu. Kala memandang Rangga, dia seperti menaksir-naksir, seberapa tinggi kesaktian pemuda ini" Mengingat, telah sekian banyak tokoh yang tewas di tangannya.
"Ki Baluran...," sapa Rangga datar, seraya bangkit perlahan-lahan dengan mulut meringis menahan sakit.
"O, ya! Ada apa, Rangga?" tanya Ki Baluran cepat.
"Tidak perlu mengadakan pesta untuk me-nyambut kematian Iblis Rambut Panjang."
'Ya! Kami mengerti, Rangga."
"Sekali lagi terima kasih, Ki Baluran...."
"Seharusnya kami yang mengucapkan terima kasih padamu, Rangga!"
Rangga tak menjawab.
"Suiiittt...!"
Pendekar Rajawali Sakti bersuit nyaring sekali. Dan tak berapa lama, Dewa Bayu muncul dengan berlari kencang menghampirinya.
"Hieee...!"
Kuda tunggangan Pendekar Rajawali Sakti meringkik kecil seraya mengusap-usap dada, leher, dan wajah Pendekar Rajawali Sakti dengan kepalanya. Rangga membalasnya dengan mengusap-usap leher hewan itu.
"Ki Baluran, kurasa tugasku di sini sudah selesai...," kata Rangga seraya memandang sesepuh Desa Kayu Asem satu persatu secara seksama.
"Lalu akan ke mana tujuanmu, Rangga?"
"Ke mana saja kakiku melangkah."
"Tidak bisakah kepergianmu ditunda barang sehari atau dua hari, Rangga?" usik Ki Pajang.
"Benar. Tidakkah kau lihat mereka begitu ingin mengucapkan terima kasih padamu dengan berada di dekatmu untuk beberapa saat?" desak Ki Jarot.
"Tinggallah di sini barang sehari atau dua hari lagi, Rangga," bujuk Nyi Girah.
Rangga tersenyum.
"Aku ingin, Kisanak semua. Tapi kalau aku berada di sini, maka tugasku akan terbengkalai. Beberapa orang mungkin tengah tersiksa, dilanda ketakutan, atau terancam bahaya. Aku tak mungkin diam melihat semua kenyataan itu. Maka, aku tidak bisa berlama-lama di sini. Barangkali jika umurku panjang, kita bisa bertemu kembali...," jelas Rangga seraya mclompat ke punggung Dewa Bayu.
Para sesepuh Desa Kayu Asem memandangpada Rangga tanpa berbicara sepatah kata pun lagi.
"Aku pergi dulu, Kisanak semua. Heaaa...!"
Tanpa menunggu jawaban, Pendekar Rajawali Sakti menggebah kudanya kencang-kencang ke arah barat. Ditembusnya kegelapan malam yang semakin pekat.
"Hm.... Kita memang tak bisa memaksanya...," gumam Ki Baluran.
Dan perlahan-lahan mereka meninggalkan tempat itu, mengurus korban-korban yang berjatuhan.
? SELESAI Segera terbit serial Pendekar Rajawali Sakti selanjutnya:
DENDAM SEPASANG GEMBEL
? www.duniaabukeisel.blogspot.com
www.jagatsatria.com
Pendekar Rajawali Sakti
Notizen von Pendekar Rajawali Sakti
info ? 2017 Bloon Cari Jodoh 27 Dewa Iblis Karya Tak Diketahui Setan Harpa 9

Cari Blog Ini