Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar Bagian 4
"Ti . .d.ak *tiba" tiba keluar dusta dari antara kedua
belah bibirnya yang halus itu, "tidak, baru sekali itu aku bersua dengan
dia." "Rupanya Sayid Alwi kenal betul kepada orang muda itu."
"Mungkin, tapi kalau nenek suka, baiklah perkenankan per"
mintaannya." Keduanya duduk di kursi serambi loteng itu, seraya melayangkan
mata ke langit yang telah kemerah"merahan. Hari telah petang, hawa
telah mulai agak dingin. "Ya," kata bupati pensiun, "kalau tak ada Sayid Alwi menyela, tentu
kuberikan kepadanya."
"Boleh ditolak, sebab ia datang kemudian."
"Masa budi orang akan dibalas demikian! Lagi pulajangan engkau
lupa, ia sudah lama menawarkan kepadaku, supaya kupakai uangnya,
seberapa berguna untuk memajukan perusahaan kita."
"Oh, begitu," kata Sartini seraya mengernyitkan keningnya. "Cerdik
benar "Apa maksudmu?" kata bupa1ipensiun dengan cepat, serayamenentang
muka cucunya. "Adakah kaudapati rahasianya, yang tak baik?"
"Tidak," sahut Sartini. Ia berasa telanjur mengeluarkan perkataan.
"Tidak, nenek sungguh dia baik."
R.M. Sontomulyo berdiam diri dan Sartini semakin bingung. Ia
bertambah benci kepada si kaya yang cerdik itu. Sebab bertambah
nyata kepadanya, betapa halus tipu muslihat orang itu akan menguasai
perusahaan itu. Dirinya sendiri diikatnya dengan perjanjian yang kuat,
dan neneknya dibujuk"bujuknya pula dengan modal. Dengan demikian ia
serta hartanya akan jatuh ke tangannya. Pantas ia berani berlaku kasar
seperti tadi itu. Dan datang dari belakang! Pikirnya, kecuali karena surat
N .sr Lindau- -'-?".'i &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
perjanjian dengan daku ada padanya, niscaya ia berasa kuasa dan dapat
men de sak nenekku akan menyampaikan cita"citanya. Den gan membus uk"
busukkan nama lawannya. Cih, Sartini gemetar karena panas hatinya.
"Demikian tipu daya orang asing akan memiliki tanah rakyat,"
berengutnya, "sekalipun un dan g"undang melarang orang asing membeli
tanah milik anak negeri asli. Disuap dengan uang, dikawini, disuruh
membelitanah di atas nama si istri itu, tetapi sebenarnya tanah itu untuk
si suami asing yang cerdik itu sendiri. Akhir- kelaknya sekalian hak anak
negeri "dirinya, jiwanya dan harta bendanya" jatuh ke tangan mereka
itu belaka." Sekalian kejadian yang mengerikan itu menambah kuat dan teguh
niatnya, akan menolong Suleman dengan sedapat"dapatnya.
Sementara itu bujang datang pula mengabarkan, bahwa Sayid Alwi
bin Zahar ada di serambitingkat dibawah. Ia berharap akan berunding
dengan Raden Ajeng, katanya.
"Ya, temui dia," ujar neneknya. "Baik"baik dan hati"hati dengan dia.
Kita berutang budi kepadanya, tetapi untuk kepentingan rakyat, dan, ya,
segala sesuatu terserah kepada kebijaksanaanmu, yaitu istimewa tentang
tipu daya orang asing di negeri kita ini."
Perkataan yang akhir itu menimbulkan semangat gadis itu pula, dapat
menghilangkan khawatir hatinya. "Baik, jadi Nenek sepaham dengan
saya tentang siasat halus orang asing itu, meskipun kita berutang budi
kepadanya, bukan?" sahutnya dengan senyumnya. "Terima kasih," dan
ia pun turun ke bawah lalu berjalan ke serambi muka dengan perlahanlahan. "Selamat sore, Raden Ajeng," ujar Sayid Alwi bin Zahar, ketika
dilihatnya Sartini datang ke dekatnya.
"Waalaikum salam,"jawab Sartini seraya duduk dihadapannya. "Apa
kabar, Tuan?" "Baik, dan bagaimana hasil perundingan tadi?"
"Tuan tahu, siapa jamu kami itu?"
"Tahu, Mr. Suleman, bukan?"
"Sangka Tuan, saya tahu jua mulanya?"
"Tentu saja." "Tuan salah tampa. Saya tak tahu sekali"kali."
"Sungguh?" tanya Sayid Alwi bin Zahar serta menatap muka gadis
itu dengan tajam. 613 TW .ie Bem "Mengapa saya akan berdusta kepada Tuan?" sahut Sartini dengan
sabar. "Tetapi perkara itu tidak penting. Yang penting ialah: tak mungkin
Nona memperkenankan permintaannya, bukan?"
"Tidak, saya tidak berkata demikian," sahutnya, serta memandang
kepada Arab itu tenang"tenang, siap sedia akan menentang segala
kemungkinan. "Tidak, saya tidak kuasa menolak kehendaknya."
"Apa kata Nona?"
"Kurang jelas" Nah, Tuan bawa saya kemari, Tuan pertemukan
dengan nenek saya. Terima kasih, jika hanya sebegitu niat Tuan. Tentu
saja saya beroleh kesempatan akan mempertahankan hak miliknya, yang
telahjadihak milik saya sendiri Dalam padaitu Tuan berharapkan kuasa
atas harta itu, dan Mr. Suleman demikian jua. Setelah diperbanding"
bandingkan kedua permintaan itu, nyata kepada kami, bahwa permintaan
lvlr. Suleman lebih menguntungkan daripada permintaan Tuan terutama
bagi orang tani" "Begitu pendapat nona?" tanya Sayid Alwi bin Zahar dengan geram.
"Nona sudah lupa akan perkara yang sepenting"pentingnya. Nona tidak
berhak memikirkan apa yang baik bagi orang tani, bangsa Nona itu,
melainkan Nona harus menurut perjanjian dengan saya. Mengerti" Niat
saya, hem, saya harap Nona menurut perintah saya."
"Saya tak pernah lupa, enam bulan lamanya," jawab Sartini dengan
naik darah. "Tetapibukan tiap"tiap perbuatan, bukan tiap"tiap hasrat hati
saya telah terjual kepada Tuan. Hak saya akan berpikir tidak saja jual
sekali"kali. Dalam pada itu Tuan jangan pura"pura lupa pula, apa Mr.
Suleman itu bagi ...jiwaku. Benar, Tuan harus mengerti akan hal itu."
"Ah nonsen! Akan tetapi Nona sudah setuju akan berbuat apa saja
yang saya kehendaki dari Nona, bukan" Dengan perjanjian itulah saya
berikan uang lima belas ribu kepada Nona!"
"Saya tak mungkir, tetapi ketika itu saya belum mengerti lagi akan
maksud Tuan. Sekarang nyata sudah kepada saya, bahwa Tuan ...,"Sartini
tidak menyudahkan kalimatnya, sebab terpikir olehnya, kalau"kalau Sayid
Alwi bin Zahar meradang dan berbuat gaduh. Sebab itu ia pun segera
N .sr Lindau- _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
berkata dengan agak lunak, "Tapi tak perlu buru"buru, Tuan. Masih
banyak tempo." "Nah, untung Nona lekas insaf! Ya, asal Nona tidak lupa
akan perjanjian," sahutnya dengan agak lembut pula, sebab timbul
pengharapannya. "Kalau diserahkan kepadanya, Nona tahu sendiri
akibatnya." Sartini menggeleng dengan manis.
"Saya pikir, kita sudah sama"sama maklum," katanya. "Takkan lari
gunung dikejar, dan waktu magrib tiba sudah, Tuan. Atau Tuan hendak
sembahyang berkaum dengan kami di sini?"
"Terima kasih," sahutnya, berasa seolah"olah ia diusir oleh gadis itu
dengan halus dan manis, "Nanti saya datang pula."
Ia bangkit berdiri dari kursinya, lalu mohon diri dan melangkah ke
halaman. Tetapi tiba"tiba ia berpaling ke belakang, hendak naik kembali
"Tidak, belum masanya," katanya kepada dirinya sendiri, "lebih dahulu
tanahnya, kemudian baru dirinya." Ia pun terus ke otonya dan berangkat
Ketika itu Sartini tidak kelihatan lagi, sebab ia telah masuk ke dalam
dengan tergesa"gesa.
Sigi '. 6P TW .ie Bem 'I" 726111me Clarin/Jen. bagaimana biasa dalam kota kecil tiap tiap perubahan atau
peristiwa, biarpun tak berarti benar, lekas sekali diketahui orang
dan meriah. Kedatangan orang yang ternama di situ senantiasa
menarik perhatian, pemandangan dan pendengaran.
Demikian kedatangan Zuraidah ke kota Banyumas itu. Gambarnya
sudah kerap kali ditonton orang, namanya sudah menjadi buah bibir orang,
maka tak heran jika banyak orang yang ingin hendak mempersaksikan
dengan mata sendiribagaimana parasnya, senyumnya, gayanya dan batang
tubuhnya yang sebenarnya. Terutama orangmuda muda yang gemar akan
keelokan, berharap harap benar akan mendekati dia. Di antara mereka
itu terdapat Mas Joko, yang bekerja di kantor Kincir Padibupati pensiun.
Rupanya besar betul minatnya, lebih daripada orang lain lain
Akan tetapi Zuraidah dewasa itu, meskipun ia selalu mempermainkan
senyum manis, mula mula sebagai acuh tak acuh saja. Hasrat hati Mas
Joko yang nyata itu dipandangnya sebagai angin lalu belaka. Pikirannya
dan perhatiannya sedang terhadap semata mata kepada "perintah yang
diberikan induk semangnya". Apalagi perintah induk semangnya itu
sesuai pula dengan desakan hawa nafsunya. Biasa cinta yang kecewa dan
mendapat malu berubah sekonyong konyong menjadi hasrat hendak
membalas dendam. Dan hasrat itu pun dahulu telah diucapkannya.
Telah dua tiga hari ia menyelidiki dan menanya nanyakan dengan
halus, di mana gerangan lvlr'. Suleman menumpang dalam kota itu. Akan
tetapi, usahanya itu 'tidak kunjung berhasil, karena tidak ada orang yang
kenal atau menampak dia di situ.
Pada su atu malam, kira kira pukul delapan, bintang Blm yang sedang
berhati murung itu pesiarmengambil hawa sejuk dengan oto dari sebuah
lorongke lorong lain. Pada sebuah simpang yang ramai ditengah tengah
kotaitu, ketika otonya tertahan, tiba tiba kelihatanlah olehnya orang yang
"dirindukannya" itu dalam sebuah oto lain di hadapannya. Sungguh, tak
salah matanya. Dan setelah jalan terbuka pula, kendaraan mereka itu pun
berselisih, sehingga mereka itu dapat berdekat dekatan benar.
Dengan segera Zuraidah memberi isyarat kepa da sopir- akan memutar
haluan, "Ikutkan oto itu,"katanya, "cepat!" Akan tetapi, karena halberputar
itu memakan tempo dua tiga menit dan oto Mr Suleman berlari kencang,
sedangjalan yang dilaluinya agak gelap pula, oto Zuraidahjauh tertinggal
di belakang. Dan di simpang yang lain oto itu pun kehilangan pedoman:
tak tahu lagi ke mana mengelok kendaraan yang dikejarnya itu.
Beberapa lama ia mencari jejak kian ke mari, dari sebuah jalan ke
sebuahjalan, tetapi sia"sia belaka.
Akhir-nya Zuraidah berbalik ke hotel kembali den gan kesal hatinya.
Sesampainya ke situ, dipanggilnya dua orang laki"laki yang telah
disediakannya akan membantr dia dalampekerjaan. Mereka itu disuruhnya
mencari Mr. Suleman "setelah ditunjukkannya tanda"tandanya" pada
malam itu jua sedapat"dapatnya atau sekuran g"kuran gnya tempat
tinggalnya harus diketahuinya.
$$$ Dari villa yang besar itu ada jalan beratap genteng dan berlantai
ubin ke bahagian sebelah kiri pekarangan, "menuju ke rumah tempat
menerima jamu. Pada ketika itu rumah jamu yang terletak dalam taman itu kosong
dan boleh dikatakan hampir selalu kosong, sejak R.M. Sontomulyo
ditinggalkan oleh isbinya, yaitu raden ayu yang menggantikan kedudukan
nenek perempuan R.A. Sartini itu, sebab ia sudah jarang bemrmenerima
jamu dari jauh. Rumah itu mempunyai gerbang sendiri, pintu gerbang
kecil. Jadi orang yangtinggal di situ, kalau hendak keluar ma suk, tak usah
lalu ke pintu gerbang besar yang terletak di tengah"tengah pekarangan
yang luas itu. Tak perlu masuk dari muka villa itu, melainkan boleh dari
jalan samping saja, dimuka pintu gerbang kecil itu.
Kiri kanan jalan yang menuju ke rumah itu ditanami dengan pohon
bunga"bungaan yang r'mrbun daunnya, sehingga orang yang lalu lintas
di situ terlindung daripemandangan di sekitarnya. Dan atap rumahjamu
itu pun dijalari oleh bunga lembayung, sehingga gelap rupanya.
Di belakang rumah jamu itu ada sebuah tebat ikan yang besar dan
indah; di sisinya diperbuat tempat berangin"angin, dilengkapi dengan
kursi dan meja daripada batu. Kalau orang duduk"duduk di situ, bukan
6!) TW .ie Bem saja dapat melihat"lihat ikan yang besar"besar pelbagai macam, tetapi
dapat pula melayangkan pandang ke dalam taman yang permai di antara
tebat itu dengan rumah turutan.
Ke rumah itulah disyaratkan Sartini, supaya lvlr. Suleman datang
pukul sepuluh malam. Sejak pertemuan petang hari itu pikirannya sudah banyak terhadap
kepada orang muda itu. Pukul sembilan telah berbunyi. Orang di dalam rumah besar itu
telah mulai sunyi, per-tama karena orang tidak banyak diam di situ, kedua
karena sudah biasa di desa orang mencaritempattidurnyamasing"masing
dengan segera. Atau meski tidak lekas tidur melainkan bekerja dahulu
sampai larut tengah malam sekalipun, namun di villa bupati pensiun itu
tetap sunyi senyapjua. R.M. Sontomulyo sudah ada di dalam kamarnya,
lampu sudah dikecilkannya, dan sekalian bujangnya yangtinggal dirumah
turutan itu entah sudah beberapa kalibermimpi gerangan, sesudah bekerja
berat sehari"harian itu. Hanya Sartini seorangyang masih duduk diruang
tengah yang luas itu ditingkat kedua. Rupanya tenang saja, dan ia terus
membaca buku Syair Perfilman Bangsa, yang ada di tangannya:
"Tahukah ada-nda, Pendekar Bangsa,
Sia pa nan berani gagak perkasa."
Nm menyia"nyr'akan hidupnya,
rftaupun nyawa kanannya Dengan mmbabr buta Ketika menghadapi latian"
TidakJ tidak, kawan seperjuangan
Nan b aram berkatrj'antan,
Sukma tua', tertib dm r'apanJ
Sungguh berkam'mg .:ialanr.jiabatrzrrJ
Walaupun di mulut senapanJ
Terus berjuang dengan ikhlas,
Tai gentar tak takut maut,
Pada tamak arr-"jiwa terpaut
Berani itu sifatnya panglima,
Tapi bukan berani mati sahaya,
.N. Sr Iskandar _';ii_-_',
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Hilir" pun beranr utama,
Semangat berjuang sekuat maja,
Akm menumpas segala musuh,
Dalam: mencapa Indonesia kukuh.
Berm' bukan menaarr' lazim
Tapi bersua pantang dielakkan,
Mesti di langit di bumi, dalam lautpun,
Musuk tidak diberi ampun,
Hentam, gasak serta kancurkm
rigar bahagia dllafi kembalikan"
"Jadi arti berani tidak mencari musuh, melainkan memper"tahankan?"
pikir Sartini serta mengernyitkan keningnya. "Memangbegitu sifat sateria
dan aku pun Tiba"tiba buku itu dikatupkannya dan ditaruhnya baik"baik di atas
meja. Ia tegak, sambil melihat kepada jam. "Oh," katanya, "belum lagi,"
dan ia pun duduk kembali serta hendak membaca pula. Tapitakjadi, sebab
jam telah menggangu dia rupanya.
Daripada laku Sartinimelihatjam sebentar"sebentar itu, nyata sudah,
bahwa hatinya tidak senang dan pikirannya tidak selesailagi. Danjarum
jam tambah dekatmenunjukkan pukul sepuluh, ia pun bertambah gelisah.
Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ia sudah bertanya"tanya di dalam hatinya, sudi juakah Mr. Suleman
memenuhi permintaannya, akan datangkah ia pada waktu itu"
Lain daripada itu ia pun cemas mengenangkan neneknya dan
bujang"bujangnya. Dimisalkan Mr. Suleman datangjua, tetapi diketahui
oleh mereka itu, bagaimana gerangan pandangan mereka terhadap
kepadanya" Seorang gadis terpelajar, bangsawan dan hartawan,
menerima jamu pada malam hari dengan mengendap"endap, di tempat
sunyi pula Padahal ia tahu pula "daripada ibunya" bahwa R.M.
Sontomulyo terlalu keras adatnya dan siasatnya tentang perkara tertib
sopan. Akan tetapi, janji sudah diperbuat, ikrar sudah terucapkan. Jika
Mr. Suleman datang, tidak dinantinya
Pukul sepuluh kurang sepuluh menit. Gadis itu pun bangkit dan
berdiri dari kursinya, turun ke bawah, berjalan di gang panjang yang
berlantai ubin, lalu menuju ke rumahjamu yang kelindungan itu.
-,- . 6P Tua"rm .ie Desa 714" 1!)
'."; v ie,/'if" . .
...-...n" aaaaa Bajaj meur: ")
Hening"bening, tak ada kedengaran suara manusia. Tak ubah seperti
dipandam pekuburan. Hanya di sana sini riuh rendah bunyi cengkerik
berbalas"balasan. Di langit biru tertabur bintang yang berkilat"kilatan,
tak tepermanai banyaknya. Jauh, sekali"sekali, terdengar bunyi tong
tong pengawal desa dengan nyaring. Dalam suasana demikian Sartini
berjalan dengan perlahan"lahan dan hati"hati benar, berselop karat tipis.
Langkahnya sedikit pun tiada mengganggu kesunyian yang nikmat itu.
Ia berkain Solo halus dan berbaju kebaya pendek serta bermantel bulu
keabu"abuan. Lehernya yangjenjang dibelitnya dengan selendang sub-a
kemerah"merahan, yang membayang ke pipinya yang kuning langsat
dan berseri"seri itu. Makin dekat ia ke rumah jamu yang gelap itu makin
berdebar"debar hatinya. Bau bunga"bungaan yang semerbakkirikanannya,
terutama bau sedap malam yang keras itu, seakan"akan tiada sampai ke
hidungnya, tia da terasa olehnya, sebab pikirannya terhadap semata"mata
kepada orang yang akan didapatinya di tempat itu.
Dekat serambi ia berdiri serta memasang telinga baik"baik. Sunyi
senyap. Ia pun melayangkan mata berkeliling. Gelisah, hampir putus asa,
sebab nyata kepadanya bahwa orang yang dinantikannya itu tiada datang.
Dilihatnya arloji tangannya, hari sudah hampir pukul sepuluh tepat
Ia terkejut, undurke dalam serambi, sebab terdengar deru oto. Masih
jauh, tetapi bunyinya bertambah dekatjua. Kemudian sunyipula. Rupanya
mesin mati, dimatikan atau rusak"
Semenit, dua menit tak terdengar apa"apa lagi, lain daripada bunyi
denyut dan getar-jantungnya sendiri. Sungguh Suleman tak akan datang.
Maka iba, sedih, dan kecewa benar hatinya. Ia pun bergerak hendak
berbalik ke dalam rumah kembali, sebab janji sudah lew at lima menit.
Sekonyon g"konyongtelinganya tertarik akan bunyi dij alan samping,
di dekat pintu gerbang kecil, dan matanya pun terbelalak memandang
ke situ. Terdengar orang batuk"batuk kecil, kelihatan sosok tubuh dan
sebagai ditarik besi berani Sartini melangkah ke pintu itu. Orang yang
sangat dirindukannya itu pun menyebut namanya: Sartini
"Suleman," terlompat balasnya dari mulutnya, dan tangan"nya pun
bekerja membuka kunci pintu. "Jadi engkau datangjua, Man."
Orang itu sebenarnya Suleman yang diharap"harapkannya. Ia pun
disilakannya masuk dan duduk di kursi serambi rumah jamu itu.
N .sr Iskandar _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Mr. Suleman membulatkan kedua belah tangannya. Tapi tidak
ditinjukannya, melainkan segera dimasukkannya ke dalam saku mantelnya.
Keelokan paras gadis itu, meskipun hanya nampak dalam sinar bintang,
memenuhi segenap rongga jantung hatinya. Ia menyesal akan dirinya,
bodoh, pandir-, mengapa diturutnya kehendak gadis itu.
Oleh karena ia sangatmenahan ha1i dan nafsu, bunyi suaranyahambar
dan kasar saja. "Apa yang akan kau katakan kepadaku?" tanyanya.
"Aku hendak bercakap dengan engkau, Man," jawab Sartini dengan
sedih, sebab pertanyaan itu menambah luka hatinya. "Tapijangan berdiri
seperti patung, silakan duduk. Walaupun gelap, kalau hati tulus, tentu
terang jua. Itu kursi," dan ia pun duduk lebih dahulu di kursi lain.
Keduanya berhadap"hadapan di antara sebuah meja bundar, yang
berjambangan bunga di atasnya.
Sejurus mereka itu berdiam diri, sama"sama menarik napas panjang.
Seorang memandang kepada seorang, tetapi den gan laku curi"mencuri
dalam gelap. Kemudian Sartini berkata pula, "Tidak men gertikah engkau,
Man, bahwa aku bagaikan gilamengenangkan pandang dan timbanganmu
tentang diriku ini?"
"Tak perlu, sebab nyata engkau kata Suleman dengan mengkal,
tetapi tiba"tiba jadi bimbang sehingga ia tak dapat meneruskan
perkataannya. "Daripada kebimbanganmu itu terang kepadaku," kata Sartini pula,
"bahwasanya engkau salah sangka semata"mata. Kalau engkau mau
berpikir barang sedikit, tentu engkau dapat menimbang apa sebabnya aku
sampai kemari, apa sebabnya aku seakan"akan lari meninggalkan engkau
dan ibu yang tampak olehmu hanyalah per-temuan kita di Yogyakarta
saja." "Pertemuan yang menyatakan, bahwa engkau telah terpesona oleh
oleh kekayaan orang," kata Suleman dengan merajuk suram.
"Di situlah letak kesalahanmu, Man. Kesalahan yang terbit karena
kurang periksa. Dan sekalian hal itu terjadi, lain tidak, karena ingatanmu
telah dipengaruhi penglihatan mata."
"Sebab perbuatanmu telah mengaburkan penglihatanku itu. Akan
tetapi,jika benar salah pandang dan timbanganku, mengapa tidak segera
kau betulkan?" 613 Tua"rm .ie Desa Lupa takut akan dilihat orang, Sartini bangkit dari kursinya dan
berdiri ke sinar bintang. "Pandangi mukaku," katanya, "dan lihat bintang
yang bertaburan dilangit biru itu. Aku bersumpah kepadamu, bahwa aku
tetap Sartini, yang hendak berkhidmat kepadamu. Sekali"kali aku tidak
mengharapkan kekayaan. Suleman,jalankan akalmubaik"baik. Aku tidak
lain daripada perkakas Sayid Alwi bin Bahar, aku tidak pernah mengubah
janjiku kepadamu." "Apa seb ab engkaujadi perkaka snya?" tanya Suleman dari kursinya,
tidak tegak seperti gadis itu, sebab ia masih bimban g. "Perkakas,
apa artinya itu" Padahal engkau dibawanya ke rumah nenekmu
sendiri?" "Sebab aku tidak tahu menahu sedikitjua ujungpangkal perkara yang
ajaib itu. Sudah berulang"ulang kukatakan kepadamu, bahwa aku terikat
oleh suatu perjanjian. Tetapi, ketika akan membuat surat perjanjian itu,
aku tidak tahu sekali"kali, bahwa aku dibawa Sayid Alwibin Zaharkemari
Dan sampai sekarang ini pun aku belum mengerti lagi, apa maksudnya
berbuat demikian." Mr. Suleman termenung dan Sartini berkata pula, "Dan perjanjian
itu aku perbuat, karena "Karena apa" Itu yangkunanti"nantikan," sahut Suleman mendesak,
"coba katakan, karena apa?"
Sartini berasa terlanjur. "Jangan kau tanyakan rahasia itu," katanya.
"Aku sembah engkau, ampun, jangan tanya perkara itu."
"Kalau engkau masih berahasia kepadaku, tandanya
"Bukan untukku sendiri."
"Untuk siapa?" "Kehendakku diturutnya, uang diberikannya kepadaku dengan
mudah, sesudah kububuh tanda tanganku di atas surat perjanjian yang
telah dikarangnya." Sejurus sunyi pula di tempat itu. Sartini sudah duduk kembali
di kursinya, termenung sebagai ditinggalkan semangat. Pada sinar
mata Suleman yang selalu menentang akan dia, kelihatan perjuangan
perasaannya. Apa rahasia itu" Yang sudah nyata: Sartini menerima uang
dari musuhnya, dan uang itu dipergunakan Sartini bukan untuk dia
N .sr Iskandar 03.4 &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
sendiri. Hanya untuk oranglain Hal itu menyatakan pula, bahwa Sartini
membuat perjanjian itu bukan karena kerendahan budinya, bukan karena
kesempitan hidupnya. Akan tetapi, karena apa gerangan" Sebagai kilat
timbullah jawab pertanyaan itu di dalam hatinya. Ia pun berdiri sebagai
seorang gila. Bahu gadis itu dipegangnya dan matanya yang bulat itu
pun ditentangnya. "Tin," katanya dengan terengah"engah, "jangan berhelahjua. Berkata
terus terang. Berapa banyaknya uang yang kau terima dari orang itu?"
"Tak perlu kau ketahui."
"Katakan, kalau engkau tak hendak melihat aku gila. Kata"kan, Tin,"
ujarnya dan bahu gadis itu pun diguncang"guncangnya.
Bertentangan dengan kemauan hatinya dan keyakinannya, gadis itu
pun berkata dengan perlahan"lahan dan putus"putus, "Lima belas
ribu." "Ya, Allah, lima belas Jadi uang itu dari engkau" Uang engkau
itu, Tin?" "Tidak, tidak."
"Tin, adikku, jangan bersembunyi"sembunyi jua. Mulia benar
hatimu!" Air mata gadis itu berlinang"linang di pipinya yang bulat penuh
itu. "Tak terderitakan olehku," tangisnya. "Kalau engkau bangkrut dan
melarat. Aku miskin, tak dapat memberi dan menolong engkau. Sebab
itu kugadaikanlah rumah ibu dengan diam"diam. Akan tetapi surat gadai
itu lain sekali bunyinya. Bukan rumah yang tergadai, melainkan diriku
sendiri Hal itu terjadi, sebelum tergerak hatimu akan mengasihani aku
ini. Pikirku, engkau tak akan indahkan daku sedikitjua dan Ia berdiam
diri pula sebentar, sebab sangat terharu hatinya.
"Malaekat engkau ini agaknya," ujar Suleman seraya duduk di kursi
kembali. "Rela berkorban untuk orang lain."
"Sayid Alwi bin Zahar, membaca iklan dalam salah sebuah surat
kabar. Dikirimkannya surat kepadaku, jawab iklan itu. Sebelum ia
berhadapan dengan daku, aku tidak tahu sekali"kali, bahwa surat itu
dari dia. Dan aku pun tidak dapat menarik diri lagi, sebab kalau tidak
diterima perjanjiannya itu, niscaya engkau cel Jadi tak tampak olehmu
sekarang, bahwa engkau bebas dari malapetaka itu karena uangnya"
613 Tua"rm .ie Desa 7757
l ".:.-.r" ' f di .ir- f.. . " Suleman, ampunilah kes alahanku itu, "aku berbuat demikian karena hatiku
tertambat kepadamu."
Suleman tidak berkata"kata lagi. Lupa daratan. Den gan tak
diketahuinya, gadis itu pun dirangkulnya, dipeluknya dengan kedua belah
tangannya. Sartini menyembunyikan mukanya ke dalam pangkuannya.
Sejurus kemudian ia pun bangkit berdiri, lalu berlari ke halaman.
Bahagia dan malu sopan memenuhi sukmanya.
Mr. Suleman berdiri pula, lalu datang mendekati dia.
"Ya, 'I'ini," katanya dengan suara lemah lembut, "engkau gadis ajaib
dan aku ini pandir, bagaimana akan menghilangkan kesalahanku itu?"
Akan jawab pertanyaan itu Sartini menentang matanya. Setelah itu
ia pun berbalik ke serambi pula, sambil tersenyum simpul.
"Sekali"kali tidak terniat di hatiku hendak menggambarkan hal itu
kepadamu," katanya. "Rahasia itu hendak kubawa mati Tapi sekarang,
bagaimana pandanganmu akan diriku ini?"
"Engkau nakal," sahut Suleman dengan gembira dan riang, "engkau
dirikan surga bagiku di dalam hatimu. Sekarang atau besok kita
selesaikan perkaraitu dengan dia. Aku bayar utangmu, aku tebus rumahmu
itu dengan uang yang sengaja kuhadiahkan. Dan kemudian ibu sangat
cemas memikirkan halmu, Tini."
Gadis itu terdiam sejurus.
"Maksudmu," katanya, "supaya kita ke Jakarta lekas" [bu, ya, tapi
akan engkau lepaskan bahagia yang sudah ada di dalam tanganmu"
Permintaanmu kep ada nenek Tidak, Man, cita"citamu akan melepaskan
orang tani daripada cengkeraman kaum modal itu,jangan kaubuang begitu
saja. Sebab termakan benar- dihati Nenek dan di hatiku sendiri. Sebab aku
pun seb agai bekas pekerja, bekas buruh, tahu betul akan kemelaratan hidup
buruh itu. Terutama buruh kasar-, buruh pabrik dan lain"lain sebagainya.
Jadi, kalau engkau telah menguasai perusahaan nenek itu, Man, jangan
kau tinggalkan tempat ini. Kukira, di sini tempat engkau berjuang, di sini
tempat kita melaksanakan cita"cita kebangsaan, yang bersangkut paut
dengan kesejahteraan rakyat."
"Memang, dan mudah kalau kita sudah
Sartini tersenyummasam, "Jangan engkau permudah perkara dengan
si kaya itu," ujarnya.
"Segera kuperhitungkan dengan dia."
"Kaki tanganku telah diikatnya."
.N. Sa fskmdar _'_-'l'..-_',
mmm-namum.- B:.Ilj rusun:
Suleman termenung. Kemudian dimintanya, supaya disebutkan oleh
gadis itu bunyi surat perjanjian itu.
[si surat itu apal kepadanya, lalu disebutnya dengan lancar. Sepatah
kata pun tidak berubah dengan yang tertulis.
"Ha, ha, ha," tertawa Suleman dengan geli hati bercampur berang.
"Sungguh cerdik orangitu. Sekarang aku tahu sudah akan niatnya yang
sebenarnya. Kancil tua. Akan tetapi, kalau aku tak dapat menolak bahaya
itu, tak berguna aku bertahun"tahun duduk di bangku Sekolah Hukum.
Berbelit"belit akalnya."
Suleman berdiam diri pula, menahan hati serta mem"bulatkan
tinjunya. Ia lupa, bahwa ia ada di situ dengan rahasia. Ia hendak berkata
kuat"kuat serta meninju meja. Akan tetapi, pandangan mata kekasihnya
itu dapat menyadarkan dia akan dirinya.
"AstagaBrullah," katanya. "Maaf, tetapiengkau harus percaya, bahwa
selagi nyawaku dikandung badanku ini, takkan sampai maksud si tua
bangka itu." "Rupanya engkau sangat gembira, Man," ujar Sartini dengan lemah
lembut, "sehingga kata"katamu seb agai air hilir- saja keluar dari mulu'un u,
tetapi tak tentu ujung pangkalnya."
"Sartini, engkau tidak percaya ..?"
"Marah engkau, aku berkata demikian" Sebenarnya aku belum
mengerti lagi apa maksudmu dengan cerca itu?"
"Ia berpisau tajam, yang bermata dua Tajam balik bertimbal, tak
insaf engkau?" "Bertambah gelap pikiranku."
"Bagus demikian,jadiboleh kita letakkan dahuluperkara itu. Sekarang
aku berjanji akan mendengartimbanganmu, bahkan akan menurut segala
perkataanmu. Coba perintahkan."
"Pertama tentang maks udmu hen dak membayar utangku atau
menebus rumahku itu, kuharap, kau hilangkan dariingatanmu. [tu urusan
jiwaku sendiri. Kedua tentangperkara harta nenekku, teruskan niatmu
itu." "Sungguh malaekat engkau ini! Akan tetapi, kalau harta perusahaan
itu diserahkan nenekmu kepada orang itu?"
"Pasti jatuh ke tanganmu."
"Hati R.M. Sontomulyo telah terikat pula kepadanya, bukan?"
6!) TW ke [lsm "Mungkin, tapi nenek sudah terdorong menyerahkan segala hartanya
kepadamu, baik dengan lisan baik pun dengan tulisan. Kalau tidak, tentu
Sayid Alwibin Zahar akan beruntung. Akan tetapi, sejak kau di sini, harta
itu tak boleh dipengapa"apakan kalau tidak kuizinkan."
Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Sudah begitu jadinya?"
"Ya, Man, sebab itu jangan engkau berangkat dari Banyumas dan
ingat senantiasa, bahwa aku "apajua yang akan terj adi" menanti"nantikan
engkau." "Janjimu dalam dua tiga hari ini," kata Suleman dengan perlahanlahan, "tetapi setelah kupikir-kan betapa erat ikatan sikaya itu pa da dirimu,
serba sulit, Tini." ".Dalam enam bulan ini, benar sulit. Tetapi tak usah dipikirkan
sedalam itu. _Tanjiku itu harus kau tepati: besok atau lusa engkau akan
mendapat kabar- dari Nenek."
Mr. Suleman menggelengkan kepalanya. Dan Sartinilupa, bahwa hari
telah larut malam. Senang benar hatinya berdekatan dengan kekasihnya.
Pada saat itu tak ada bumi Allah bagi kedua asyik dan maksyuk itu,
melainkan dirimereka berdua sahaja.
Sinar bintang yan g berkilat"kilatan, bau bunga"bungaan yan g
semerbak harum dan bunyi segala macam binatang dan burung
sesungguhnya sangat menyenangkan hati kedua"duanya.
Tiba"tiba merekaitu terperanjat, sebagaijatih darikayan gan ke dunia
biasa pula. Ingat akan dirinya masing"masing, sebab di jalan samping
terdengar langkah orang dengan nyata.
Sartinimerasa kaku sekujurba dannya, lalu tertunduk ke bawah meja.
Akan tetapi, Suleman tegak dan mengintip dari celah-celah gagang pohon
lembayung yang rindang itu. Tampak olehnya sosok tubuh dua orang
laki"laki yang berpakaian serba hitam. Keduanya berjalan lambat"lambat
darimukapekarangan arah belakang, sambilmengintai"intai den gan ingat"
ingat ke rumahjamu yang gelap itu. Setelah merekaitu agakjauh, Suleman
berbisik ke telinga gadis itu, "Biasa maling di sini?"
"Tidak pernah, tetapi
"Ada dua orang, hendak melantaskan angan rupanya."
"Apa akal" Akan kubangunkan bujang?"
"Tak usah. Pekarangan berpagar sekeliling, bukan?"
"Rapi, "berpagar besi"
.N. Sa fskmdar _'_'l'.'_'.-,
mmm-namum.- B:.Ilj rusun:
"Bagus. Tapi biar aku pergi, Tini, sebelum mereka itu berbalik
kemari." "Siapa itu pikir"mu?"
"Kalau bukan maling tentu orang yang berniat lain."
"Aku khawatir."
"Kalau aku sudah keluar, kunci pintu gerbang baik"baik."
"Aku khawatir akan dir'mru."
"Aku tidak berjalan kaki. Ada otoku di kelokjalan, takjauh dari sini
Segera masuk, Tini, selamat tidur."
Setelah berkata demikian, ia pun menyelinap ke luar pagar besi yang
kukuh itu, berjalan cepat"cepat ke tempat kendaraan ditinggalkannya.
"Tentu orang itu suruhan Zuraidah," pikirnya, setelah ia sampai ke
kelok jalan. "Rupanya ada pula niatnya aku dikejar-nya. Akan tetapi,
karena otoku tak dapat disusulnya, tentu disuruhnya orang mencari
jejakku. Apa kehendaknya?"
Sambil berpikir"pikir dan berjalan jua dengan awas, sejurus kemudian
ia pun sampai ke pinggir kebun yang kelindungan. Tidak kelihatan dari
jalan raya. Didap atinya di situ otonya den gan tia da kurang su atu apa"apa.
Dengan segara ia duduk dibelakang kemudinya. Mesin dihidupkannya, lalu
dijalankannya. Kendaraan itu berlari dengan secepat"cepatnya, sehingga
tak selang berapa lama ia pun sudah tiba di rumah pemalamannya.
"," ' 6P TW ke [lsm 7755 "=((;
'."; v '".u,z"'-": . J
dWeZafujenn (jarum ekatpinturumahbesarSartiniberhenti sebentar; sambilmemasang
/ )telinga baik baik dan memandangkekiridan ke kanan.
Setelah didengarnya deru mesin oto, makin lama makin jauh
dan hilang, barulah agak lapang rasa dadanya. "l'v'Iujur, telah berangkat,"
katanya dan ia pun berpaling hendak masuk ke dalam.
Akan tetapi seketika itu jua terdengar pula bunyi lain: orang hendak
membuka pintu Sartini berdiri ke balik tiang, sambil memperhatikan
laku orang itu. Bermula ditolaknya pintu gerbang kecil itu. Berkunei. Dir'aba
rabanya kunci ke dalam, ditarik tariknya. Tiada terbuka. Mereka itu
pun kebingungan, berjalan arah ke muka pekarangan. Sampai ke pintu
gerbang besar. Dicobanya pula membuka kuncinya. Tiada dapat, lalu
mereka itu berjalan ke hilir, berbalik ke mudik pula dan berdiri sekalilagi
di muka pintu gerbang itu. Rupanya tak lantas angannya akan masuk,
sebab akhirnya mereka itu pun berjalan terus ke hilir, hilang dan tidak
kembali lagi Sartini menggeleng gelengkan kepalanya, melangkah ke dalam
rumah. Setelah pintu dikuncinya, ia pun naik ke tingkat kedua dan terus
ke dalam kamarnya. Ia tidak segera tidur, melainkan ia duduk dahulu di kursi besar,
bermenung. Ingatannya melayang layang antara Suleman dengan kedua
orang yang tiada diketahuinya itu.
Siapa gerangan itu dan apa maksudnya"
Berat hatinya mengatakan, bahwa orang itu tak dapat tiada suruhan
Sayid Alwibin Zahar, sebab ia biasajua menyuruh mengantarkan apa apa
kepada neneknya, bila saja, jika ia sendiri tidak dapat datang.
Dengan persangkaan demikian ia pun merebahkan dirinya ke tempat
tidurnya. Pada keesokan harinya agak terlambat ia bangun, sebab badannya
lesu rasanya. Akan tetapi, setelah ia selesai daripada berkemas kemas dan
berhias diri, keadaannya sudah seperti biasa pula. Malah ketika ia duduk
minum pagi dengan neneknya, kelihatan air mukanya berseri"seri dan
tutur katanya riang gembira.
"Enak benarrupanya tidurmu semalam," ujarR.M. Sontomulyo, yang
memperhatikan halnya itu.
"Biasa, nenek, tetapi ada suatu pikiran telah timbul malam tadi dalam
ingatan saya. Boleh saya kabarkan?" katanya dengan sungguh"sungguh.
Tertarik hati R.M. Sontomulyo mendengar kata sedemikian, lalu
ujarnya, "Tentu saja, tentang apa agaknya?"
"Tentang rundingan kemarin: permintaan kedua orang itu."
"5apa yang akan beruntung menurut buah pikiranmu itu?"
"Belum tentu, tetapi ada akal akan melaluijalan sulit itu. Terutama
bagi Nenek. Saya tahu, hati keeil Nenek "mengingat kemajuan" sudah
menerima permintaan Mr. Suleman; tetapi budi halus Nenek tak sampai
hati mengecewakan sahabat Nenek: Sayid Alwi bin Zahar itu. Sebab itu
lebih baik, siapa jua jangan diterima dahulu."
"Habis, bagaimana?"
"Ada akal, yaitu lvlr. Suleman, dengan diam"diam, mulai sekarang
Nenekjadikan agen." "Agen apa?" kata bupati pensiun dengan heran.
Sartinitersenyum. "Agen akan menyelidiki seluk"belukperniagaan
beras dan gula di negeri besar"besar seperti di Semarang, Surabaya, dan
lain"lain. Maksud saya, perniagaan ke luar negeri. Selama ini perniagaan
besar tentang kedua macam barang itu hanya di tangan bangsa asing
saja. Kalau tidak di tangan orang Eropa sendiri tentu di tangan orang
Cina atau Arab. Kini suruh ikhtiarkan kep ada lvlr. Suleman, akan merebut
sebagian keeil daripada pasar itu. Sebab menurut keyakinan saya, kalau
pasar gula dan beras di luar negeri tidak berhubungan langsung dengan
kita, berapajua pun besarnya pabrik kita, takkan memberi basil dengan
selayaknya. Cuma kita akan memperkaya saudagar asingjua, atau dengan
per"kataan lain: kita tetap menjadi kuda beban mereka itu dalam negeri
kita sendiri!" "Benar katamu itu, Tini."
"Apabila kerja Mr. Suleman itu berhasil, baru perusahaan diserahkan
kepadanya." 613 TW .ht Dam 775" r bi"-'" "Berapa lama ia dijadikan agen itu?"
"Bergantung kepada keadaan. Sementara itu ia sudah boleh kita
ikat dengan gaji, artinya mulai sekarang ini segala biaya perjalanannya,
makan minumnya dan lain"lain sebagainya sudah jadi tanggungan
perusahaan." "Dengan Sayid Alwi bin Bahar bagaimana?"
"Serahkan kepada saya. Tidak ditolak, tetapi tidak diterima."
"Tak terpikir olehmu bahwa ia akan
"Tak apa"apa, asal perjanjian yang akan Nenek perbuat dengan lvlr.
Suleman itujangan sampai diketahuinya."
"Baik, kalau begitu," sahut R.M. Sontomulyo dengan senang hatinya.
Hari ini jua saya bicarakan hal itu dengan dia. Memang mendapat
ilham engkau semalam. Terima kasih!" Ia pun pergi ke pabrik dengan
gembira. $$$ Bertambah senang hati gadis itu, karena apa yang telah dirancang"
kannya itu disetujui oleh neneknya. [a bangkit berdiri, lalu pergi ke
kamar tulisnya. Baru ketika itu terasa benar- padanya, bahwa ia harus
memberitahukan hal ihwalnya kepada ibunya, sekalipun sekadar akan
menghilangkan waswas orang tua itu saja. Sepucuk surat ditulisnya
dengan cepat. Setelah selesai, ia pun turun ke halaman, masuk ke dalam
taman bunga"bungaan akan mengisap hawa yang menyegarkan badan.
Dari situ ia terus berjalan perlahan"lahan ke tebat ikan, lalu duduk di
atas bangku batu. Maka diambilnya segenggam dedak yang terletak di
situ, dihambur"hamburkannya ke dalam tebat itu. Amat girang hatinya
melihat ikan membuntang ke muka air serta berkeliaran memperebutkan
makanan itu. Lamaia memperhatikan gerak ikan yang banyak berkecipak"
kecipak dan bersambar"sambaran itu, lalai dan lengah sehingga ia lupa
akan pekerjaan lain"lain. Habis segenggam dedak disebarkannya, maka
diambilnya dan diserakkannya segenggam lagi Kalau tidak datangbujang
mengabarkan, bahwa ada jamu, takkan segera ditinggalkannya tempat
itu. Ketika ia sampaike serambi muka tingkat di bawah villa itu, dilihatnya
Sayid Alwi bin Zahar telah duduk di kursi besar, sambil membalik"balik
majalah teknik bergambar yang terletak di atas meja dihadapannya.
N. Sa firms" .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Assalamualaikum, Tuan Alwi," katanya seraya duduk ke kursi di
hadapan orang kaya itu, "sudah lama datang?"
"Waalaikum salam, eh, maaf, Nona," sahut Sayid Alwi bin Zahar
memberi hormat. "Maaf, saya sudah lancang saja
",Ah di rumah sahabat Tuan ini. Biasa, silakan merokok, Tuan."
"Apa kabar, Nona?" katanya sambil mengambil cerutu sebatang.
"Rupanya senang benar Nona di sini, sudah berminyak muka Nona."
"Berkat hawa desa."
"Tidak seperti di Jakarta lagi, ketika masih jadijuru tulis, hem, apa
kabar sekarang?" katanya, seraya memandangkepada Sartini den gan tajam
dan ganjil, seakan"akan hendak menelan muka yangcantikitu. "Kalau nona
masih dengan dia, tentu takkan mendapat hawa desa, ha, ha, ha!"
Sartini menunduk, benci hatinya.
Sayid Alwi bin Zahar memasang cerutunya, mengisap sekali dua
kali, sambil menentang diajua. Perasaan yang telah timbul dalam hatinya
selama berdekatan dengan dia, sudah menjalarke dekatkerongkongannya
dan hampir terlompat darimulu1nya, berbean kata"kata cumbuan. Akan
tetapi, ketuaannya masih dapat menahan"nahan perasaan yang biasa terbit
di hati anak muda"muda itu. Ah, berapa lamanya" Sedang setan berahi
dari sedikit ke sedikit terus menggoda akan dia" Dan sungguh, tiba"tiba
terlompatjua dari antara kedua bibirnya yangtebal itu perkataan merayu"
rayu demikian, "Sartini, sebagai kataku tadi Nona sudah bertambah cantik
di mataku dan tak dapat kutahan lagi akan mengaku terus terang: aku
cinta kepadamu." Sebagai bunyi bom perkataan itu terdengar oleh gadis itu. Mukanya
pucat seperti mayat menahan marah dan badannya pun gemetar.
"Tuan Alwi," katanya dengan suara tertahan"tahan, "berani bemr
Tuan berkata semacam itu, dirumah nenekku ini! Apa saja pandang Tuan
kepada nenekku dan aku ini?"
"Ha, ha, ha,"jawabnya sambil tertawa, "perkara cinta tak pandang"
memandang, Nona. Tahu Nona, apa sebabnya aku bersusah payah
menolong nenek Nona itu" Lain tidak, karena cintaku kepada Nona.
Sekarang sudah tiba masanya, engkau membalas cintaku itu. Atau mulai
sekarang ini engkau harus belajar mencintai aku pula."
Sartini menutup kedua belah telinganya.
613 TW .ie Bem "Tak dapat kautidakan lagi, Tini, mau tak mau engkau mesti jadi
istriku." Ia pun bergerak akan berdiri dari kursinya, akan mendekati gadis
itu. Akan tetapi Sartini betul"betul jantan hatinya. Sebentar itu jua ia
berkata dengan keras dan lantang, "Duduk, Tuan, kalau masih mempunyai
rasa malu. Kalau tidak, seketika ini jua nama Tuan yang baik itu akan
menjadi buah mulut orang di sini."
"Hendak kauapakan?" tanya si tua bangka itu seraya terperanyak
duduk kembali dengan geram hatinya. "Masa orangmenyatakan cinta akan
diburuk"burukkan namanya" Tidak, Tini, sungguh aku suka kepadamu
dan engkau harus begitu pula kepadaku supaya
"Supaya nama kekejian Tuan itu diketahui oleh seluruh dunia" Dan
dengan terus terang pula saya katakan kepada Tuan: saya benci kepada
Tuan. Perkataan Tuan itu sebagai racun dihati saya. Sebab itu, saya minta,
jangan Tuan ulang perkara itu sekali lagi, supaya aku jangan gila."
"Aku percaya," sahutnya dengan marah di dalam hatinya, "bahwa
engkau, yang menjadikan aku gila. Engkau yang merayu"rayu hatiku
sehingga aku tergila"gila. Ha, ha, ha, coba tampakkan suka hatimu agak
sejenak, Tini. Nanti sama"sama kita berbahagia, sama"sama merasai
kekuasaan dan kekayaan. Apa saja kehendakmu, keinginanmu, dapat
kuperkmankan dengan mudah." Ia pun mengalai ke sandaran kursi besar
itu dan memandang ke loteng, sambil mengembuskan asap serutunya.
Setelah itu ia berdiri lurus"lurus dan menggertakkan gerahamnya, sedang
matanya berkilat"kilat dan mukanya masam kusam.
Maka terasa oleh Sartini, bahwa orang itu hendak mencobai dia benar"
benar. Sebabitu ia pun bersiap"siap akan menjaga diri dan kehormatannya.
Ia teringat akan syair pahlawan: beranibukan mencari lawan, tapibersua
pantang dielakkan, lalu ia berkata dengan suara tetap dan tegas.
"Saya minta dengan hormat, Tuan, supaya adat istiadat berjamu
dipegang teguh"teguh. Silakan duduk kembali"
"Sartini "Tuan, hendak berolok"olok atau hendak berbenar"benar" Kalau
hendak berolok"olok, boleh saya panggiljuru tulis nenek saya. Takjauh
dari sini Boleh Tuan lihat, betapa jenaka olok"oloknya." Ia bergerak
hendak menekan pesawat genta.
Orang tua itu mengerti maksudnya, dan ia pun tidak gila akan
mencemarkan namanya. Dengan segera ia duduk pula seraya berkata
N. Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
dengan senyumnya, 'Tak usah bersusah payah. Lebih baik kita berbenar"
benar "Terima kasih. Apa sebenarnya maksud kedatangan Tuan sepagi
ini.?" "Aku harus mengaku, bahwa Nena berani sangat. Tak terasa
sedikit jua oleh Nona, bahwa Nona ada di dalam kuasaku, dapat
kuhitamputihkan?" "Perkara itu takkan saya bantah, selama Tuan tidak menyim"pang
dari jalan yang lurus."
"Mentang"mentang nona telah bernenek kaya."
"Saya bernenek bukan kehendak saya, bukan karena saya gila harta.
Kalau saya mau, dari dahulu sudah saya milikijua hartanya. Akan tetapi
Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tuan membawa saya kemari dengan maksud yang gelap gulita bagi
saya." "Sekarang tentu sudah terang. Kemarin telah saya katakan, bahwa
saya hendak menguasai harta itu, supaya terpelihara dengan baik dan
memberi hasil." "Apa lagi?" "Dan lagi, supaya seperti kukatakan tadi: supaya kita serumah
tangga. Aku telah bersumpah akan memilikiengkau,walaupun akan habis
harta benda dan kekayaanku."
"Harta Tuan licin tandas saya tidak peduli," kata Sartini dengan
bertambah berani, sambil merabajambangan perak yang terletak di atas
meja. "Akan tetapi, jika hendak memiliki hati saya, sabar dahulu."
"Saya sudah sampai sabar."
"Jangan bermimpi."
"Sartini." "Bagaimanajua pun Tuan mengancam atau merayu"rayu, cuma"cuma
saja." "Karena aku telah tua, pikir-mu?"
"Ha, lama"lama terbitjua kebenaran dalam diri Tuan Akan tetapi,
hal itu tidak penting."
"Apa yang penting?"
"Membetulkan mulut Tuan yang berlain dengan hati Tuan. Sekali
Tuan berkata kepada nenekku, bahwa Tuan berbuat karena Allah, berjasa,
dengan tiada menuntut balas. Dan sekarang" Saya katakan dengan terus
terang, bahwa cinta saya sudah saya berikan kepada oranglain. Hati saya
'" ' 6P TW .ie Desa 76" .:": v .gw/..:" ' ' '
sudah dimiliki oleh laki"laki, yang seribu kali berharga dimataku daripada
siapajua pun." "lvlr. Suleman?" katanya. "Aku tidak takutkepadanya. Kalau teringat
olehku hal tempo hari, ketika iajatuh bangkrut; kalau tidak engkau tolong
dia; kalau kupikir, bahwa uangku yangkau"pergunakan untuk melepaskan
dia dari kesusahan itu, ah, kalau aku tahu dari dahulu ...."
Sartini berdiri dari kursinya, pucat mukanya.
"5apa yang mengabarkan hal itu kepada Tuan?" katanya.
"Aku sendiri dapat menerka," jawab Sayid Alwi bin Zahar dengan
senyum masam. "Untuk dia Nona berutang kepadaku, bukan?"
"Utang saya itu akan saya bayar," ujar Sartini seraya menahan air
matanya. '*Saya ada di sini, dan Tuan permain"mainkan seperti tikus.
Saya di sini, di rumah nenekku yang kaya raya, tetapi saya jadi perkakas
Tuan akan merampas harta yang sebanyak itu, supaya Tuan berkuasa di
negeri ini. Akan tetapi, perjanjian kita tidak menyebutkan, bahwa diriku
dan nyawaku juga harus Tuan miliki Tidak, sekali"kali tidak tersebut,
bahwa aku harus menerima cinta Tuan. Sebab itu saya ingatkan kepada
Tuan, jika Tuan berani juga mempersangkut"pautkan perjanjian itu
dengan diri saya, akan memperoleh harta saya itu, hem, saya ingatkan,
bahwa perjanjian itu takkan saya hargai lagi barang sepersen pun. Akan
saya pandangbatal Mengerti, Tuan?"
Mata orang tua itu sudah kecil rupanya. Ia tertawa meng"ejekkan
dengan terkekeh"kekeh.
"Bukan tanda cerdik engkau berkata demikian, Nona manis. 0,
karena engkau dahulu jadi juru tulis pokrol bambu dan sekarang jadi
kekasihnya" Sangkamu, akan dapatkah engkau luput dari perjanjian
yang telah kautandatangani itu" Engkau akan dapat bercampur dengan
Suleman" Ingat, Sartini, kalau engkau sayang akan nyawanya, lebih baik
engkau suruh dia keluar dari daerah ini dengan segera."
"O, Tuan mengancam?"
"Memberi ingat; kalau tidak
"Kalau lvlr. Suleman kena bahaya di sini," ujar Sartini dengan geram,
"niscaya niat maksud Tuan itu akanjadi angin belaka."
Setelah berkata demikian, Sartini pergi ke ruang dalam. Sesak
napasnya. Cuma budipekertinya yangbaik dan sopan santunnyajua yang
menahan"nahan hatinya, akan mengusirjamu itu dari rumahnya.
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Jamu itu pun berdiri dari kursinya, dan menurutkan dia dengan
matanya. Tiba"tiba ia duduk pula serta mengambil cerutu sebatang lagi
Ia merokok pula dan melayangkan mata ke halaman. Hatinya panas
bercampur sedih, karena ia diperbuat seorang gadis semacam itu. Selama
ia hidup di dunia yang luas ini belum pernah lagi ia diperbuat orang
seperti itu. Kebalikannya, siapa saja, laki"laki atau perempuan, biasanya
mengaki kepadanya. Tak ada orang yang berani melalui kehendaknya,
karena takut akan kekuasaan uangnya. Hanya baru gadis gila itu! Padahal
ia telah berugi"rugi, bukan sedikit, dengan harapan akan menjerat harta
bendanya. Ia berasa kalah, sebab khilaf: tidak mengikat RM. Sontomulyo
erat"erat dahulu, sebelum menyatakan cita"citanya yang akhir- itu. Atau,
terlalu lekas mempertemukan Sartini dengan neneknya! Padahal, kalau
Sartini dibawanya dahulu ke mana"mana Ah, memang dia salah hitung
bodoh! Bagaimana akan memperbaikikesalahan itr. Ia terus ber"pikir dengan
gelisah. anar- matahari yang mulai naik itu telah menyilaukan matanya.
Keindahan alam di desa itu sedikit pun tidak membukakan pikirannya,
sedikitpun tidak menimbulkan kira"kiranya. Dalam pada itu ia tidak insaf,
bahwa ia sudah lama duduk seorang diri saja. Sartini tidak kembali lagi ke
serambi itu, telah naikke loteng dengan diam"diam. Bukan main marahnya.
Ia pun merentak tegak dan turun ke halaman, sambil memberungut"
berungut tak keruan. Sesampai di luarpintu gerbang, dijalan raya, ia pun masuk ke dalam
otonya, lalu memberi perintah kepada sopir agar berangkat dengan
segera. Sebelum mesin hidup, Sayid Alwi bin Zahar tiada lupa melayangkan
matanya kembali ke rumah itu, ke atas dan ke bawah. Sartini yang berdiri
mengintai sambil berlindung di balik daun pintu, tertawa sedih di dalam
hatinya melihat peristiwa yang lucu itu.
Kendaraan Sayid Alwibin Zaharitu menuju kekotaBanyumas dengan
kencang, tetapi bukan ke rumahnya.
Selama dalam perjalanan itu ia murung dan termangu"mangu, tidak
menghiraukan keindahan alam yang dilaluinya. Sebagaitaktertarik hatinya
sekaliitu kep ada kekayaan yangmerupakan tangkaipadi melambai"lambai,
melainkan ia selalu mengerutkan dahinya yang lebar itu.
Selang berapa lamanya oto itu pun berhenti dihadapan sebuah rumah
penginapan perempuan. Sayid Alwi bin Zahar keluar dari dalarnnya, lalu
613 TW .ie Desa 771le , 1. . - . _' :": v ,____(_.-:. _ . , naik ke rumah itu dengan tak bertanya"tanya sebagai masuk ke tempat
kediamannya sendiri Di dalam sebuah kamar yang besar dan indah tampaklah Zuraidah
berbaring di atas kursi panjang, berbaju kimonobiru laut, sambil membaca
buku cerita roman .. .. Demi dilihatnyajamu masuk, ia pun bangkit duduk
lambat"lambat, dengan gaya keelok"elokkan.
"Hem, senang benar engkau," berungut Sayid Alwi bin Zahar- serta
duduk pada sebuah kursi di dekat bintang film itu, "apa saja kerjamu
selama ini?" Zuraidah tersenyum, tiada lekas menjawab. Melainkan ia mem"
perbaiki lekat bajunya dan meraba"raba rambu1nya. Buku bacaannya telah
dilemparkannya ke atas tempat tidurnya.
Sayid Alwi bin Zahar- seakan"akan tak sabar. Ia berkata pula dengan
agak kasar, "Zuraidah, engkau tak bermalu agaknya."
Sebagai disengat kelajengking bintang film itu terkejut, lalu
menentang muka jamunya. "Tuan Alwi," katanya, "apa hak Tuan berkata sekasar itu?"
"Telah kuusahakan, supaya terhapus arang yang tercoreng di
keningmu, tetapi tak kauperdulikan."
"Siapa mengatakan: tak kupedulikan usaha Tuan itu?"
"Sudah bertemukah engkau dengan dia?"
"Telah kuketahui tempatnya."
"Di mana?" "Di Hotel Merdeka."
"Itu sebagai '*kedok" saja, Idah manis. Sebenarnya gangguan Mr.
Suleman sudah bertambah hebat. Ia sudah bertemu dengan gadis itu."
"Bila dan di mana?"
"Setiap saat, setiap hari di rumahnya. Tak mungkin dapat kaurebut
lagi." "Tak dapat dengan baik, dengan
"Omong kosong."
"Akan Tuan lihat kelak."
'*Kalau mereka itu kawin" Hem, [dah manis, kasihan, engkau akan
becermin bangkai selamanya."
Bukan main sakithati perempuan itu mendengar cundangyang tajam
itu. Merah dan pucat berganti"ganti mengubah warna mukanya. Beberapa
kali ia menggigit bibir dan menghentam"hentamkan kaki. Seakan"akan
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
N V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
mau ia berangkat seketika itujua, akan menyerangorang muda itu. Dalam
pada itu Sayid Alwi bin Zahar- berkata pula dengan tenang.
"Dan tadi malam, ia ke sana pula."
"Sungguh dia itu" Kata orang, tak lain dari Tuan sendiri Oto Tuan
menanti di tepi jalan."
'*Oto saya?" kata Sayid Alwi bin Zahar dengan heran.
"Demikian kata orang desa kepada suruhan saya."
'*Saya tak ke mana"mana semalam."
"Oto Tuan berhenti dekat desa dipinggirkebun! Hanya Tuan yang
kerap kali ke rumah bupati pensiun, siang atau malam."
Orang tua kaya itu termenung. Agak aj aib hal itu. Akan tetapi,
kemudian jelas kepadanya, bahwa oto yang dikatakan orang otonya itu
tak dapat tidak kendaraan Mr. Suleman sendiri Semakin bertambah sakit
hatinya. Kalau begitu, memang mereka itu telah bertemu dan berunding.
Kalau tidak, masa Sartini seberani itu benar membantah perkataannya.
Jadi ia harus segera menjalankan tipu muslihat halus dan kasar. Segala
gangguan harus dihindarkan, dilenyapkan. Kalau tidak, tentu terbang
melayang sekalian cita"citanya. Oleh sebabitu, diingatkannya benar"benar
kepada Zuraidah, supaya ia jangan berlalai"lalai jua.
Baik" kata gadis itu, "kucari akal supaya ia datang kemari."
"Kalau engkau datang ke tempatnya, apa salahnya?"
'*Dia harus menyembah kepadaku."
"Kehendakmu demikian, tetapi
'*Akan Tuan Alwi lihat dengan segera, siapa yang bergengsi, dia
atau aku?" Dengan ragu"ragu Sayid Alwi bin Zahar bangkit berdiri dari
kursinya. "Mudah"mudahan berhasil usahamu itu, Idah," katanya seraya keluar
dari kamar itu. '*Dan "ia berbalik kepada gadis itu, berbisik sebentar ke
telinganya" dan mengerti, engkau" Hem, apa"apa yang terjadi, lekas
beritahukan kepadaku."
"Tentu saja, Tuan Alwi Tak lalu dandang di air, di gurun
kutanjakan." "Bagus, selamat kerja, manis!"
"Ya, selamat" sahut Zuraidah dengan senyum dan gaya yang dimanis"
maniskan. 613 TW .ie Desa 765 r bi"-'" (xn/lajang" (jahat jadi Bai/"e
ahwasanya Zuraidah berusaha benar benar akan memikathatiMr.
BSuleman kembali, supaya ia datang ke tempat kediamannya.
Telah dikirimnya surat kepadanya sebagai dari seorang
kenalannya yang karib; dimintanya dengan lemah lembut, supaya ia sudi
meringankan kaki datang ke rumah penginapan perempuan itu, sebab
ada suatu hal yang penting hendak dibicarakannya. Akan tetapi, tiada
ada hasilnya. Bagi Mr. Suleman belum berkilat sudah berkalam: ia sudah
tahu akan tipu itu! Tak terkirakan malu bintang film itu. Selalu ia mempertinggi tempat
jatuh. Terasa sudah olehnya, bahwajurang yangtelah amat dalam antara
:Mr. Suleman dengan diaitutak dapat ditimbun lagi atau diberiberjambatan
emas. Oleh sebab itu tetap sudah niatnya, akan melakukan perbuatan salah,
"apa boleh buat" yaiti menyuruh orangmembinasakan bekas tunangannya
yang "keras kepala" itu. Akan tetapi, waktu akan meranean gkan kejahatan
itu 'tidak ada lagi Ia mendengarkabar, bahwa Suleman akan meninggalkan
kota Banyumas dengan segera. Ke mana ia akan pergi, belum diketahuinya.
Sebab ia mau tak mau Zuraidah harus bersiap akan pergi menyembah sekali
lagi, bukan akan disembah oleh orang muda itu. Tentu saja dengan cara
dan siasat yang halus dan licin, sesuai dengan tugas yang diberikan raja
uang kepadanya. Sambil menyelam minum air. Ia pun bersiap
Kira kira pukul lima petang berhentilah sebuah oto sedan yang
indah di muka Hotel Merdeka yang sederhana itu. Dari dalamnya keluar
seorang perempuan muda yang berpakaian seindah indahnya, berambut
berlapih yang disanggul bergelung gelung, lalu masuk ke pekarangan.
Kepada seorang bujang yang berdiri di muka pintu ia bertanya dengan
manis, masih adakah :Mr. Suleman menumpang di sana. Ada, dan ia pun
diantarkan oleh bujang itu ke serambi sebuah kamaryang sedangbesarnya.
Di sana Zuraidah disilakan duduk oleh bujang yang baik hati dan cekatan
itu, sedang ia masuk ke dalam kamar Mr. Suleman itu.
Sejurus kemudian kelihatanlah orang muda itu di ambang pintu
kamarnya, berbaju piama. Ia agak terkejut, demi diperhatikannya siapa
jamunya itu. Sungguhpun demikian ia terus mendapatkan gadis itu dengan
muka jernih. Lalu berkata dengan tenang, "O, Nona Zuraidah."
"Saya Man Tuan," sahutnya dengan bimbang. "Saya hendak
mengganggu Tuan sebemar."
"Duduk saja," kata Suleman pula, ketika Zuraidah berdiri dari
kursinya. "Silakan duduk kembali, Nona, supaya dapat kita bercakap
dengan tulus. Apa kabar?" Dan ia pun duduk di sisi meja sebelah kanan
gadis itu. "Kabarbaik, dan tentu engkau agak heran melihat aku ada di sini,"
sahut Zuraidah sambi mengeraskan hati memilih kata"kata yang biasa
diucapkannya kepada tunangannya dalam pergaulan mesra dahulu.
"Tentang orang dunia sebagaiengkau ini tak ada yang mendatangkan
heran," ujar Mr. Suleman dengan sabar, tetapi tajam, sedang memasang
sebatang rokok. "Ke mana saja engkau boleh pergi dan datang. Di mana"
mana engkau disambut orang dengan tempik sorak, bukan?"
Merah padam warna muka gadis itu. "Mentang"mentang aku tak
berpunya," keluhnya.
"Kebalikannya, Non "Bertambah kaulukai hatiku, Non seribu tahun perjalananjauhnya
dari Idah, bukan" Sampai hatiengkau, Man,"katanya sedang air-matanya
seakan"akan hendak menggerabak rupanya.
Mr. Suleman diam, serta mengembuskan asap rokoknya ke atas. Ia
berbuat sebagai acuh tak acuh. Kemudian ia pun berkata pula dengan
perlahan"lahan, "Darimana engkau sebenarnya, Zur-aidah?"
'*Dari Kaliurang." "Oh, "kata Mr. Suleman dengan curiga, sebab nyata kepadanya, bahwa
Zuraidah telah berdusta pula, "mengapa engkau ke sana?"
"Tak kaubaca dalam surat"surat kabar, bahwa aku sakit" Aku disuruh
dokter mencari hawa sejuk Memang sejuk dan nyaman di sana. Tentu
aku sehat, kalau agak lama di situ. Akan tetapi Ia memandang kepada
Suleman dengan tenang. "Tetapi, Man, aku mendengar kabar tak baik di
sana, tentang dirknu."
"Tentang diriku" Baik benar hatimu, tetapi perkara apa konon?"
Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
'*Kalau kuperturutkan sakit hatiku, sebab aku telah engkau berimalu,
telah engkau usir dari rumahmu, ketika aku menyembah"nyembah tapak
kakimu minta ampun, takkan kupedulikan kabaritu. Akan tetapi, perasaan
f "% .ir- , 613 TW .ie Desa 776" )" _ -.
3": v "__/Mw _ '
mesra hatiku kepadamu, Man, tiada dap at membiarkan engkau celaka atau
dioelakakan orang di sini."
"Jadi, engkau sengaja datang kemari akan melepaskan daku dari
kecelakaan itu?" "Lupa akan kesehatan diriku sendiri, aku bergegas"gegas ke mari
Dengan oto, memang, akan memberi ingat kepadamu."
"Terima kasih," ujar Mr. Suleman dengan ingat"ingat, sebab ia
bertambah curiga akan kelurusan hati gadis itu, "tetapi coba katakan:
perkara apa?" '*T'empo harikatamu diJakarta kepadaku, ruanghatimu telah dipenuhi
oleh orang lain." "Hem, habis?" "Rupanya engkau tak tahu asal"usulnya."
"Apa pedulimu akan hal itu?"
"Walau bagaimanapun juga, Man, aku akan berurai air mata, jika
engkau kena salah suatu malapetaka, sedang aku cakap menolong
Engkau tidak tahu, bahwa bakal ishimu itu cucu bupati pensiun di
daerah ini." Mr. Suleman berdiam diri.
"Serta tidak pula kauusul periksa, bahwa ia telah bertali dengan
seorang orang kaya yang berkuasa di seluruh tanah Jawa ini."
'*Terus," kata Mr. Suleman dengan kurang peduli, "apa lagi?"
"Kedudukan engkau sekarang amat sulit Tiba"tiba Zuraidah
memutuskan perkataannya, karena dihadapan mereka itu melintas sebuah
oto yang tidak bertenda sehingga jelas kelihatan orang yang duduk di
atasnya. "Lihat, Allah menyatakan kebenaran perkataanku dengan segera,"
katanya. "Siapa di dalam oto itu" Tiada lain daripada Sartini, bupati
pensiun dan Sayid Alwi bin Zahar yang kaya itu. Ada tampak olehmu?"
tanyanya, sambil memperhatikan perubahan air mukanya.
"Aku tak tahu dan tak mengerti," ujar Mr. Suleman dengan lambat"
lambat, sedang mukanya pucatrupanya. Dan dalam hatinya, "Betul cerdik
mereka itu. Sudah putus hitungan lebih dahulu Zuraidah kemari dan
ia lalu di hadapanku."
'*Kini sudah nyata kepadamu, bahwa pengharapanmu akan beroleh
gadis itu sia"sia belaka," ujar Zuraidah dengan besar hatinya, seolah olah
ia telah menang dalam percaturannya. "Meskipun Sartini juru tulismu
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
dahulu itu, hem, jadi meskipun Man dan dia telah berjanji erat akan
kawin "biasa dalam perusahaan demikian, bukan?" tetapi Man lupa siapa
Sayid Alwi bin Zaharitu. Ia sudah lama bersahabat dengan bupati pensiun
itu, bahkan ia pun sudah di dalam tangannya. Kalau tidak, masa ia dapat
membawa Sartini kemari. D an kalau tidak ada perjanjian yang erat lebih
dahulu antara keduanya, tak mungkin si kaya yang cerdik itu akan mau
berugi"rugi. Pendeknya, diri dan harta gadis itu, Man, sudah dalam
genggamannya. Sia"sia engkau mengharap"harapkan bintang di langit."
Setelah berkata demikian, Zuraidah memandang kepada Suleman
tenang"tenang. Ia agak kecewa, sebab Suleman yang pucat tadi itu sudah
seperti biasa pula. Geraknya atau sikapnya pun dingin saja, seakan"akan
tak memberi bekas lagi tipu muslihat yang nyata itu kepadanya.
"Suleman," kata Zuraidah pula dengan kurang sabar, sesudah
mempersaksikan kenyataan itu, "bagaimana pikiranmu sekarang?"
"Pedih"pedih amat kata"katamu itu, [dah. Tak puas"puas engkau
melukaihatiku. Tapi, sudah, apa maksudmu yang sebenarnya datang ke
mari?" kata Suleman seraya membalas pandangnya. "Coba katakan dengan
lulus dan benar!" "Aku tahu, bahwaengkau terlalu menghiraukan dia. Tak kmal bahaya.
Padahal kalau engkau beroleh kecelakaan, Man, bukan aku sendiri yang
akan urai air mata, melainkan sekalian orang Cianjur, bahkan seluruh
cendekiawan Indonesiajua. Sebab itu aku hendak mengajak engkau pergi
dari sini dengan segera, agar supaya engkau luput dari bahaya sebagai
kukatakan tadi itu."
'*Hem, "aku tidak mengerti apa sebabnya aku akan ditimpa bahaya
atau kecelakaan." "Sebab engkau menurut"nurutkan Sartini sampai ke mari. Engkau
minta, supaya perusahaan bupati pensiun kaujalankan, lain tidak
maksudmu, supaya engkau berkuasa atas gadis itu semata"mata. Hal
itu telah diketahuinya. Ia pun sangat berang kepadamu. Malah hal itu
diperhubungkannya pula dengan perkara lama, yaitu hal Sartini tak mau
kemari dahulu, katanya, karena kautahan"tahan."
"Indah betul cerita itu! Karangan engkau sendiri atau karangan si
kaya itu?" "Benar begitu, bukan?"
6!) TW .ie Bem '*Dan benar pula, bahwa engkau dan Mr. Bakri sekongkol akan
merusakkan namaku! Mr. Bakri menolak sembah simpuhku, karena
pengaruh majikanmu yang kaya raya itu."
"Suleman," sahut Zuraidah dengan terperanjat "Aku bencikepadanya.
Dan tempelakmu itu "Kudengarkemudian daripada suruhanSayid Alwi, yangmenden garkan
perundingan kami dari balik pintu kantor kami dahulu. Tapi sudah.
Dimisalkan benar ceritamu tadi itu, akan dipengapakan aku ini?"
'*Jadi betul demikian, bukan tuduhan saja" Nah, karena itu bertambah
kuat niatku akan membawa engkau dari sini. Agar engkau jangan mati
buruk saja bupati pensiun dan Tuan Alwi berkuasa besar di sini; apa
saja boleh diperbuatnya."
"Sebagai negeri tak berundang"undang lagi!"
"Undang"un dang boleh dibeli dengan uang, Man. Jangan berhelajua.
Wahai, Man, meskipun engkau tak sudi lagi melihat aku ini dengan sebelah
matamu, tapi aku tak dapat melupakan engkau. Mari pergibersama"sama,
lupakan segala kesalahanku dahulu. Kita berbaik kembali," katanya sambil
menangis dengan sedihnya.
Mr. Suleman menggelengkan kepalanya. "Heran," pikirnya, "sungguh
pandai ia main komidi. Bintang film Barang siapa belum tahu lagi akan
tabiatnya yang sebenarnya, niscaya terpedaya men den garkan rayuannya.
Akan tetapi aku, ah, sebagai orang tua akan dua kalikah kehilangan
tongkat sepertikata Sartini tempohari" Hem, "betul"betul seperti di atas
panggung, tiada bermalulagi .. . " Ah, Idah," katanyakuat"kuat, "m alu awak
kepadaorang dihotelini Apalagi awak di tepijalan besar. Nanh' lewat pula
oto tadi, ha, ha, ha Jangan dipermarah"marah airmata" diamlah!"
Ia pun tegak dari kursinya dan masuk ke dalam kamarnya, sekadar
akan menghindarkan pengaruh komidibuatan yang kasar-itu. lvlr. Suleman
tidak percaya sedikitjua lagi akan segala ocehannya, karena ia sudah tahu
lebih dahulu dengan pastibagaimana erat perhubungannya dengan Sayid
Alwi bin Zahar itu. Sejak terjadi perselisihan di Mataram tempo hariitu
Mr. Suleman tiada berhenti"henti menyelidiki segala perkara itu. Bahwa
Zuraidah dijadikan perkakas oleh si kaya itu pun sudah diketahuinya.
Istimewa setelah ia berhubungan pula dengan Sartini dan bercakap-cakap
dengan neneknya, nyata bemrkepadanya, bahwa segala tingkah Zuraidah
itu ajaran dan asutan Sayid Alwi bin Zahar belaka. Jadi kalau Zuraidah
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
masih memakai senjata cinta dan belas kasihan akan dia, hal itu tipubohong
semata"mata. Dan menyakitkan hatinya. Apabila terpikir olehnya hal itu,
sebemar itu jua maulah ia mengenyahkan gadis itu dari hadapannya.
Akan tetapi, mujur ia tidak kehilangan akal dan kebenaran. Dengan
sabar ia pun berbalik ke serambi kembali, lalu duduk pula baik"baik.
Ketika itu Zuraidah tenang sudah. Bedak pipinya dan cat bibirnya telah
diperbaikinya dengan mempergunakan cermin yang ada di dalam tasnya,
"sehingga ia telah cantik dan gaya pula rupanya."
"Aku menantikan jawabmu, Man," katanya dengan suara
merayurayu. "Coba katakan kepadaku dengan sebenar"benarnya," sahut Suleman
dengan perlahan"lahan, "adakah keluar dari hatimu segala kata"katamu
tadi itu?" "Darimana pula lagi, sangkamu, kalau tidak dari hatinurani"ku ini?"
jawabnya, seraya mengurut dadanya. "Apa perlunya aku datang ke mari,
sejauh ini, kalau tidak bersungguh"sungguh" Aku telah menyesal, Man,
akan segala kesalahanku. Sebagai dirajam aku selama bercerai dengan
engkau. Ter'mra aku kembali, kasihani hambamu ini!"
Ia pun memandang pula kepada orang muda itu. Tampak olehnya,
bahwa Suleman agakbimbang rupanya. Seakan"akan sudah mulaitertarik
akan rayuannya. Maka besar pula hatinya, timbul pengharapannya. Akan
tetapi sebelum takiuk kepadanya, Suleman bertanya sedikit lagi, '*Dari
siapa engkau men dengarkabar, bahwa bup atipensiun sudah dalam tangan
si kaya itu?" "Engkau lihat tadi, mereka itu berkendaraan bertiga. Kalau tidak
ada"ada, masakan tempua bersarang rendah, Man. Sebentar lagi akan
nyata akibatnya "Tapi engkau, dengan siapa kemari?"
'*Perlu jua kujawab pertanyaan itu" Aku sakit dan karena engkau
maka aku datang kemari."
"Sakit, hem, kelak untuk meninggalkan repetisiberat Hem, karena
permintaan siapa?" "Permintaan, karena engkau ada di sini."
"Benar! Jadi sebab aku di sini, engkau diminta datangoleh Sayid Alwi
bin Zahar, akan 613 TW .ie Bem '?""
r bi"-'" '*Man, kalau begitu engkau masih curiga kepadaku, padahal aku
sudah berkata dengan sebenar"benarnya, sudah mengaki dan menyembah"
nyembah kepadamu." 'Tak usah main komidijua, [dah manis. Pertanyaanku tiadakaujawab,
ya, aku tahu sudah, bahwa pertanyaan itu 1iada dapatkaujawab denganlurus.
Di mana"mana telah dipasang jerat oleh orang itu, akan menghambat
langkahku dalam menuju kemajuan. Engkau serta pula dalam perbuatan
itu, baik kausengaja baik pun tidak."
"Aku telah berjanji akan memperbaiki kesalahanku itu. Aku hendak
berdiri di sisimu, akan menolong memajukan perusahaanmu. Mari kita
kembali ke Jakarta, Man."
'*Ha, ha, ha, apa maksudmu dengan perusahaan itu, Nona manis"
Engkau tahu, bahwa aku sudah jatuh miskin, dan karena hal itu maka
kauusir aku seperti anjing kurus. Perusahaan apa lagi yang ada padaku"
Dengan setahu engkau pula kantor "Advokat dan Pokrol" dibulati oleh
klr. Bakri, sahabat kentalmu itu. Aku tak berpencarian lagi, lalu terpasah
ke mari. Akan tetapi, belum sampai lagi aku mengembangkan sayap di
sini, telah kaualangi pula bersama"sama dengan induk semangmu yang
kaya raya dan berkuasa itu. Tidak, Zuraidah, tak perlu mempermainkan
cinta palsu jua, sebab tak berguna sekali"kali"
"Wahai, Suleman "Baik engkau insaf baik pun tidak, engkau dipakai Sayid Alwi bin
Zahar jadi perkakas akan mematahkan kemajuan bangsa kita, supaya dia
beruntung berlipat ganda. Orang tempat memuaskan hawa nafsunya
dapat, dan harta benda yang berkian"kian banyaknya pun dapat pula
olehnya! Tidak mengertikah engkau akan tipu muslihat halus itu"
Tidak malukah engkau berbuat demikian, untuk kekayaan orang asing,
dan kebalikannya, untuk melemahkan dan memiskinkan bangsamu dan
negerimu selama"lamanya" Engkau sangkakan aku bodoh, tak tahu
segala permainan lidahmu yang berbisa itu" Tahu benar"benar Sebab
itu dengarkan nasihatku: Baliklah ke Jakarta kembali, kawin dengan Mr.
Bakri Tidak kasihankah engkau kepada ayah, tinggal sebatang kara"
Beliau tidak pulang ke Cianjur, bukan" Atau kalau memang engkau tak
suka kepada sahabannu itu, carilah teman hidup di sini, yang rasa"rasa
dapat sesuai dengan engkau, [dah! Aku tak dapat kauharapkan lagi, lain
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
daripada sebagai sahabat atau saudara, sebab untuk keselamatan hidup
kita berdua aku terpaksa berkata dengan terus terang kepadamu, bahwa
kita harus menghilangkan cita"cita bermula. Engkau sendiri tentu tahu,
hati nuranimu tentu berkata, bahwajurang dalam antara kita tidak dapat
diseberangi lagi." Zuraidah menutup mukanya dengan kedua belah tangannya. Lama
kelamaan, berangsur"angsur, rupanya nasihat Suleman yang keras dan
kasar itu meresapjua ke dalam hatinya yang telah bernoda itu. Hal itu
kelihatan oleh orangmuda itu sehingga ia dapat meneruskan perkataannya
dengan lancar. "Sesat surut terlangkah kembali, hal itu tidak menjadi cela kepada
orangyanginsaf, [dah. Tobat yang diucapkan dengan khusu' diterima oleh
Allah. Aku ulang sekalilagi tinggalkan kejahatan, kejar-lah kebaikan! Dan
terutama pula harus engkau perhatikan kembali adat istiadatbangsa kita,
harus engkau pahamkan tertib sopan dalam pergaulan atau masyarakat
kita, supaya engkau sebagai gadis atau perempuan bertambah cantik di
mata bangsa kita sendiri. Aku tidak kuno, Idah, bukan pula anti kem aj uan,
karena aku sendiri pun selalu mengejar kemajuan dengan mempelajari
segala macam ilmu dan kecerdasan bangsa"bangsa di dunia ini. Akan tetapi
aku tidak lupa daratan, tidak meninggalkan adat kesopanan bangsa kita
yang masih terbilang baik dan ber-faedah. Salah sekali, kalau kita hanya
meniru"niru sesuatu kebiasaan orang, yang tak sesuai dengan kebiasaan
kita sendiri, den gan kebudayaan dan kepribadian kita sendiri. Main Blm
Tidak salah, malah baik sekali untuk mengembangkan kesenian. Demikian
jua bernyanyi, menari dan lain"lain sebagainya. Ya, sekaliannya itu tidak
boleh dikatakan perbuatan salah semata"mata, asal dilakukan dalam
lingkungan kebudayaan kita sendiri, tidak melampaui batas kesopanan
dan kesusilaan bangsa dan agama kita. Akan tetapi, kalau kesenian itu
sudah dipergun akanjadi alat kolonial, hem, ya, untuk memper"tontonkan
kecantikan diri, untuk menarik"narik hati si penonton, supaya nafsunya,
wahai, dik '*Sudah, Man," kata Zuraidah seraya bangkit dari kursinya, "kalau
engkau sudah benci kepadaku, sudah, jangan banyak cakap lagi, usah
berpetua dan menyindir"nyindir!"
"Zuraidah," kata Suleman dengan lemah lembut, "aku berkata
demikian bukan menyindir, bukan karena benci, melainkan karena sayang
613 TW .ie Desa ?""3
r bi"-'" kepada adik. Aku percaya, bahwa engkau masih dapat membedakan baik
daripada buruk, jadi dapat menyaring segala perkataanku itu. Coba
duduk kembali dan tenangkan pikiran! Nanti akan terbayang di hadapan
rohanimu kenyataan, bahwa pintu tobat selalu terbuka."
Suleman masuk ke dalam kam arnya, sambil bersiul"siul kecil, alamat
senang hatinya. Sebab sesungguhnya sudah nyata kepadanya, bahwa hati
nurani gadis itu masih baik, masih boleh dibentuk, sebab ia berasal daripada
orang baik"baik jua. Dan ia pun rupanya sudah mau menerima segala
pengajarannya itu. Ia menangis dan menangkupkemeja. Sejurus kemudian
diangkatnya cepat"cepat kepalanya, lalu dimaniskannya pula air-mukanya.
Ia berdiri dan berseru kepada Suleman dengan suara tertahan"tahan.
"Permisi, Man."
Mr. Suleman datang ke serambi pula dan berkata dengan manis,
"Bagaimana sekarang, adik" Mau engkau menurut nasihat tadi?"
"Akan kupikirkan."
"Terima kasih. Sementara itu, Adik, mari kita mulai dengan hati
Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
suci dari hari ini, saat ini, mengaku bersaudara lahir dan batin. Mau
engkau?" "Mengapa takkan mau! Akan tetapi maaf, pikiranku masih
kusut." "Mudah"mudahan segera selesai pula, dan terbuka jalan bahagia
bagimu kelak." '*Tak mungkin "Tidak ada yangtak mungkin di atas dunia ini. Apalagi bagimu, anak
seorang guru yang kenamaan. Tapi sekarang hendak ke mana engkau?"
"Pulang." "Ke Jakarta?" Zuraidah menggelengkan kepalanya. "Belum tentu; barang"kali
maskapai film tak mau menerima aku lagi."
"O, ya" Tapikurasa baik begitu, bukan" Banyak kerjalain yanglebih
patut bagimu daripada main film cap "sana" itu."
"Akan tetapi bakatku, kesukaan dan kepandaianku untuk mencari
nafkah hanya bermain film itu."
"Bekerja dengan bakat tentu bagus sekali. Saya puji, asal jangan
diselewengkan seperti kataku tadi itu. Apalagi, engkau tahu, bahwa
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
N V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
kesenian film lambat laun tentu akan menjadi kegemaran jua bagi
khalayak ramai bangsa kita kelak. Sebab Blm itu adalah salah sebuah
alat kebudayaan modern yang harus hidup dalam dada tiap"tiap bangsa,
kata seorang seniman. Maksudnya: a. dengan film dapat perlihatkan peri
keadaan negeri dan isinya; b. dapat diterangkan kepada rakyat keadaan
dunia luar; c. dapat dijalankan usaha sosial dan pendidikan Dan bagi
bangsa terjajah, [dah, film itujadi alat perjuangan menantang penjajahan.
Bukan kebalikannya dan bukan pula sekadarjadi permainan saja. Akan
tetapi, film yang diperbuat sekarang ini, filmyang mempergunakan engkau
sekarang inijadibintangnya, antara lain adalah alat"sana" untuk mencari
dan mengumpulkan uang bagi "sana".!'kapitalis itu. Sekali"kali uang itu
bukanlah untuk si pemain, sebab segala bintang Blm itu tidak lain dan
tidak bukan hanyalah "kuulang sekali lagi" alat permainan sana/kapitalis
untuk menarik"narik kegemaran penonton."
Gadis itu berdiam diri, tepekur.
"Jadi ke mana?"
"Biar aku ke hotel saja dahulu," katanya serta menekurkan
kepalanya. "Baik. Bilamana engkauhen dak pulang ke Jakarta pulakelak kabarkan
kepadaku. Ada pesanku kepada ayah Sambil berkata demikian,
diulurkannyalah tangannya kepada gadis itu. "Jawat salamku, [dah. Salam
kakak kepada adik. Selamat jalan atau selamat tinggal."
Zuraidah menentang mukanya.
"Aku berkata begitu, karena aku pun akan meninggalkan kota ini'
kata Mr. Suleman sebagai menjawab pandangnya yang berarti pertanyaan
itu. "Benar" Jadi nasihatku tadi tak kaubuang ke belakang saja" Ada
terpaham olehmu, bahwa hidupmu berbahaya di sini?"
"Ya, atau tidak, "tapi tak usah engkau salah sangka, bahwa aku akan
menetap di sini!" "Syukur, Man! Dan kalau engkau hendak pergi dari sini, aku
"Tenangkan saja pikiranmu, seperti kehendakmu tadi itu," kata
Suleman seraya meng"ulurkan tangannya sekali lagi.
Kedua mereka itu pun bersalam"salaman.
613 TW .ie Desa '?"5
r bi"-'" Setelah itu Zuraidah berjalan ke halaman, diantarkan oleh Mr.
Suleman sampai ke otonya.
Ketika kmdaraan itu telah hilang dari pemandangannya, barulah
Suleman masuk kembali ke dalam hotel, sambil tersenyum"senyum simpul,
sebagai berasa telah menang dalam suatu perjuangan.
Oleh karena itu, tiada kelihatan olehnya, bahwa ada seorang"orang
muda lain yang menurutkan oto itu dengan matanya dari sudut halaman
itu. '?"6 N Sa Linda]- -Wmmmun B:.Ilj Pusuk: Jdawan U'l/lenjacff [awan
la mula bekerja di perusahaan Kincir Padi bupati
(] pensiun itu kelihatan tingkah laku Mas loko berlain benar
dengan teman sejawatnya. Petang petang harijarang sekali ia bersenda gurau dalam pergaulan,
baik di tempat bermain tenis baik pun di tanah lapang sepak raga, sebab
ia hampir selalu bertekun menambah ilmu pengetahuan di dalam kamar
tulisnya. Pekerjaan yang diserahkan kepadanya, terutama tentang
memelihara dan menjalankan mesin, siang dan malam seolah olah tiada
dilepaskannya dari ingatannya. Ia hanya keluaran sekolah menengah
teknik, masih muda dan belum berpengalaman. Akan tetapi, karena
rajinnya, lama kelamaan dapatlah juga memahamkan seluk beluk kincir
kincir padi yang besar itu.
Sungguhpun demikian ia tiada berasa puas. Kepandaiannya itu,
pikirnya, belum cukup akan membawa perusahaan itu ke tingkat kemajuan
yang sepatutnya, istimewa pula untuk mengelakkan tekanan persaingan
dengan pabrik pabrik kepunyaan bangsa asing, yang cukup lengkap
dengan modalnya, alat perkakasnya dan pegawainya yang pandai dan
piawai. Sebab itu, kerap kali dianjurkannya dengan tulus ikhlas kepada
induk semangnya, supaya segera diikhtiarkan ahli teknik yang patutjadi
pemimpin. Bukan hal itu saja, malah keperluan ahli perniagaan yang luas
pemandangannya pun senantiasa dikemukakannya. Lebih lebih setelah
didengarnya, bahwa KincirMataram telah roboh, sebab perbuatan orang
asing, yang tidak bersenang hati melihat kemajuan anak negeri.
Buah pikiran orang muda itu dihargai benar oleh bupati pensiun.
Nyata kepadanya, bahwa ia tidak mementingkan diri sendiri, melainkan
ia ada mempunyai perasaan sosial dan kemajuan umum. Tak heran, jika
Mas loko lambatlaun telah menjadi salah seorang pegawai yang sangat
dipercayainya. Pada suatu hariia diajakoleh kawan kawannya, bujang dan gadis, akan
melihat pertandingan tenis. Ada sekawan pemain tenis yang kenamaan
datang dari Solo ke daerah itu. Tambahan pula maksud ajakan itu akan
melepaskan dia agak sebentar daripada kerjanya yang biasa, supaya dapat
berpanas"panas dalam sinar matahari, berjalan"jalan di bawah pohon"
pohonan dalam embusan angin, sambil melayang"layangkan pemandangan
ke gunung yang biru warnanya.
Mereka itu sayang kepadanya. Sebab itu mereka agak khawatir
akan cara hidupnya, yang tiada dapat menambah kesehatan itu. Mereka
selalu melakukan bermacam"macam pergerakan badan di tanah lapang,
berolahraga, yang menguatkan urat dan anggota, kaki dan tangan. Cara
hidup Mas Joko menyesakkan napas mereka itu: tinggal berkurung di
dalam rumah saja. Senantiasa membalik"balik halaman buku, padahal
membalik"balik helai daun"daunan yanghijau dibawah lingkungan langit,
akan lebih menarik hati dan menambah kesehatan daripada itu.
Sekali itu, rupanya, tercurah jua hati Mas Joke akan menurut ajakan
itu. Ia pun bercengkerama dengan kawan"kawannya yang riang gembira
itu, seolah"olah seorang pertapa, yang diperkeru"munkan oleh mambang
dan peri yang turun dari kayangan.
Sesungguhnya Mas Joko bukan tidak s uka mengalih"alih cara
kehidupan, pindah seketika ke dunia lain, asal hal itu tidak melupakan dia
lama sekali akan kebiasaannya sehari"hari
Sementara berkereta angin dijalan desa ditengah"tengah sawah yang
luas, sedang angin gunung bertiup sepoi"sepoi basa sekadarmen ggerakkan
hawa udara yang penuh dengan bau padi dan tebu itu, amat besar hatinya
serta terbuka kira"kiranya.
'*Bagus nian matahariitu," kata seorang temannya saran menggerak"
kan tangannya arah ke sebelah barat, "gilang"gemilang cahayanya."
Seorang gadis yang berkereta angin di sisi Mas Joke me"nyambung
perkataan itu. "Aku tak mengerti, Mas, bagaimana Mas dapat hidup dengan tiada
bermatahari." "Aku pun sebenarnya tidak hidup, Gadis," sahut Mas Joko dengan
acuh tak acuh. Sekalian kawannya tertawa serempak serta memandang kepadanya.
"Ha, ha, ha, kalau tak hidup tentu
"Masa orangmati bisa bersepeda," ujar si Gadis dengan jenaka. "Aku
hanya saksi dari kehidupan oranglain," kata Mas Joko pula. '*Kalau begitu,
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Ciu-%.! TW .ie Desa 7?""
",:Z;_m. gigi," X/gqa
Mas ada mengandung suatu . .. siksaan bain," sahut si Gadis, yang rupanya
teramat halus perasaannya.
"Tepat sekali katamu itu. Kalau orang jadi saksi kehidupan orang
lain, tentu ia menderita. Dan seorang yang menderita artinya,jadi saksi
Aku jadi saksi bahwa engkau ada, dan pada waktu ini engkau disinari
oleh matahari petang dengan cahaya cemerlang sehingga parasmu tak
ubah seperti bidadari."
"Berkenaan kaji, Gadis," ujar kawannya. "Boleh lanjutkan."
"Tetapi kita sudah sampai. Lihat, orang sudah ramai di tempat
main." Mereka itu menuju ke tempat meletakkan kendaraan. Setelah kereta
anginnya masin g"ma sing tersandar baik"baik, mereka itu pun menyeruak
ke pinggir pagan tempat bermain, lalu berdiri di lapis kedua, sedang di
lapis pertama orang telah duduk berbaris baik"baik.
Dua orang pemain tenis yang telah siap bertanding, seorang laki"
laki lawan seorang perempuan, mengingatkan Mas Joko pada ketika itu
kepada Sitti Hawa dan nabi Adam, sebelum mereka itu termakan buah
si malakama. Sehat benar rupanya tubuh kedua juara tenis itu, tegap
tegaknya, cepat larinya, keras ayun tangannya dan merah berseri"seri
warna mukanya. Mereka itu bermain dengan tangkas.
Selesaimain separtai, beberapaorang laki"laki dan perempuan datang
berj abat tangan dengan keduanya. Mas Joko pun turutjua memberi selamat
sehingga ia akhirnya telah ada di tengah"tengah bujang dan gadis yang
bersuka ria dengan ragamnya masing"masing.
Sejurus kemudian main diteruskan, makin lama makin asyik
rupanya. Hari telah senja, matahari agak lama bersembunyi di balik gunung.
Hawa udara sudah berubah, begitu pula agaknya hawa di dalam rongga
dada Mas Joke yang muda belia itu.
Dijalan pulang si Gadis mendekati dia pula, sebab ia ingin hendak
melanjutkan percakapannya.
'*T'an gkas betuljuara tenis dari Solo itu, bukan, Mas?" tanyanya.
"Khasiat hidup dalam sinar matahari. Bagaimana timbangan Mas
sekarang tentang "Tentang apa, Gadis?"
N Sa Isimdar _-_.';_.-.' 6!)
:": mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
"Tentang hidup tiada bermatahari itu."
"Dengan terus terang kukatakan kepadamu, apa sebabnya aku sampai
kemarin tiada mau melihat sinar-matahari. Aku tak mau membuang"buang
umur." "Jadi sekarang telah berubah" Takkan segan lagi Mas jadi anggota
perkumpulan tenis kami dan tiap"tiap petang bermain dengan kami?"
'*Kita lihat kelak."
Memang sejak itu nampaklah perubahan dalam kehidupan orang
muda itu. Bukan saja ia telah kerap kali bercampur gaul dengan kawan"
kawannya, dalam lingkungan perusahaan pabrik iti, malah kadang"kadang
sudah kelihatan jua ia berjalan"jalan sampai ke kota Banyumas dan ke
tempatlain"lain, baik dengan sepeda baik pun dengan oto dan sebagainya.
Malah bukan sekadar untuk berjalan"jalan saja, tetapi untuk menonton
apa"apa yang bagus dan menarik hati jua. Dan keinginan anak muda"
muda ialah hendak melihat rupa dan kalau dapat hendak berkenalan jua
dengan diri bintang film Jakarta yang kenamaan itu, "hal itu pun sudah
menggerakkan serta menggetarkan sukmanya.
Sementara kendaraan berlari dengan kencang dan tiada kedengaran,
sedang segala rumah serta pohon"pohon yang dilaluinya seakan-akan
terbang membawa nasibnya ke arah yang berlawanan dengan haluannya,
maka terasalah olehnya kese"nangan gaib yang akan didapati di tempat
yang ditujunya itu. $$$ Sungguh ketika ia berdiri di sudut Hotel Merdeka itu, dengan tak
disengaja, maka ber"temulah matanya dengan mata bintang film yang
sedang sayu rawan itu. Keduanya sama"sama berdebar"debar hatinya,
sama"sama tertunduk kepalanya sekelika lamanya. Tatkala Zuraidah sudah
duduk terperanjak dan mengempaskan diri yang lemah gemulai itu ke
sandaran otonya, sejenak sebelum kendaraan itu berangkat, gadis itu pun
memberiisyarat kepadanya dengan gerak tangannya, isyarat yangberlain
sekali dengan tanda yang sudah pernah diperoleh"nya dalam beberapa
hari yang lampau itu. Bermula Mas Joko tertegun sebagai kena pesona melihat oto itu
berlari, makinlama makin kencang. Apayang akan diperbuatnya" Dengan
tak berpikir panjang tiba"tiba ditingkatnyalah pedal kereta angin yang
613 TW .ie Bem sedang dipegangnya. Ia pun berpacu menurutkan kendaraan yang telah
jauh itu. Zuraidah hampir tiada dapat berpikir dalam oto itu, sebab hatinya
kesal bercampur sedih. Tak ada malang yang sebesar itu timbul pada
dirinya selama hidupnya. Yang dikejar tiada dapat, yang dikandung
berceceran Penghidupannya sebagai bintang film sudah disia"siakannya
dan perhubungannya dengan Sayid Alwi bin Zahar tentu akan putus,
jika diketahuinya, apa yang telah terjadi antara dia den gan musuhnya.
Gelap sungguh pemandangannya bagi masa yang akan datang. Serasa
ia akan tenggelam dalam lembah kesengsaraan atau sesat. Lebih"lebih
jika ketika itu ada orang yang sengaja hendak menyesatkan dia! Tentu ia
hendam karam. Dan kebalikannya, jikalau sekiranya ia diberi suluh, entah
barangkali dengan tak usut periksa suluh itu akan disambutnya dengan
kedua belah tangannya. Dalam pada itu ia pun sampaikerumah "Ibu Ja1i", tempat ia menginap
itu. Dengan segera ia keluar dari dalam kendaraan, dengan maksud, akan
berlarike kamarnya, akan menyembunyikan dirinya, karena ia tak sanggup
melihat muka orang. Seakan"akan tiap"tiap pandang, tiap"tiap bibir- akan
mengejekkan dia saja. Sopir-nya sendiri pun tiada dipercayainya. Jangankan
ia akan meminta terima kasih kepadanya, sebagaimana bia sa, menoleh saja
pun ia takut dan ngeri. Ia melangkah naik tangga. Akan tetapi sebentaritu
jua ia tertegun sebab "orang muda yang berdiri di sudut Hotel Merdeka
tadi itu" telah ada pula di hadapan"nya.
Kebetulan Mas Joko sudah dahulu tiba di situ, sebab ia melaluijalan
memintas dan memberanikan diri menanti dan di serambi penginapan
itu. Memberanikan diri Akan tetapi setelah berhadapan dengan gadis itu,
ia pun kebingungan. Darahnya tersirap, mulutnya tertutup dan kepalanya
tertunduk ke lantai. '*Tuan," kata Zuraidah dengan perlahan"lahan, lembah lembut.
'*Saya, Nona," sahut Mas Joko antara kedengaran dengan tiada.
Sekonyong"konyong angin berkisar, hawa berubah. Senyum simpul
bergelut di bibir bintangfilm yang tipis manis itu. '*T'uan hendak bercakap
dengan saya?" tanyanya.
"Kalau saya tak salah mengertikan isyarat Nona tadi dan kalau Nona
Turun Ke Desa Karya N. St. Iskandar di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sudi," sahut Mas Joko seraya menegakkan kepalanya. '*Ia ya
77852 N Sa Isimdar _-_.';_.-.' 5!)
mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
'*O, silakan duduk sebentar di kursi itu."
Sambil berkata demikian Zuraidah berjalan ke ruang tengah dengan
gaya hampir seperti biasa pula, "gadis dunia! Tiada terbayang sedikit jua
lagi pada gayanya penderitaan kecewa "sedih tadi itu! Ia masuk ke dalam
kamarnya, berdiri dimuka lemari kaca, bercermin mematut"matut dirinya.
Kemudian diambilnya bedak di meja toilet dan digosokkannya ke pipinya
dan batang lehernya tipis"tipis, diperbaikinya sisir rambutnya, letak
pakaiannya dan sebagainya. Sudah itu ia pun bercermin dan memanismaniskan diri pula. Senang rasa hatinya melihat peri keadaannya.
Ia melenggang ke luar dan memberi perintah kepada jongos, supaya
dihidangkan penganan clan minuman bagi dua orang di serambimuka.
Hari sudah senja, lampu rumah "Ibu Jati" telah terpasang dengan
terangbenderan g. Di serambi itu ada tiga pasang kursi besar. Pada pasang
yang di tengah ada jamu dua orang, laki"laki dan perempuan, sedang
bercakap"cakap dengan mesra. Sambil menganggukkan kepala kepada
mereka itu, Zuraidah terus ke kursi pasang ketiga, karena Mas Joko
kelihatan telah duduk di sana dengan diam"diam. Gadis itu pun duduk di
hadapannya, seraya katanya, "Baik benar hati Tuan, sudi bertandang ke
tempat sunyi ini." "Sudah lama saya beragak"agak hendak berkenalan dengan Nona,"
sahut Mas Joko dengan sopan santun, "tetapi kekurangan dan kehinaan
diri saya menahan"nahan niat itu."
"Saya lihat, sudah dua tiga kali Tuan lewat di sini," ujar Zuraidah
pula. "Tetapi baru sekali ini bertemu muka Selama ini hanya rindukan
nama saja." "Dimana Tuan tahu nama saya?"
"Tiap"tiap orang tahu nama yang harum itu. Film nona sangat
digemari orang." '*Tapi nama Tuan?" "O, ya, maaf: Joko Buruk nama itu."
'*Tapi orangnya baik. Tuan orang sini, bukan?"
"Tidak, saya berasal dari Yogyakarta. Bekerja di sini di Pabrik Padi
bupati pensiun." "Di desa Sumpiuh?"
"Tajam ingatan Nona. Sudah pernah ke sana?"
613 TW .ie Bem Zuraidah agak terkejut, karena ia sudah tahu bahwa bupati
pensiun di Sumpiuh itu nenek Sartini yang diperebutkan Mr. Suleman
dengan Sayid Alwi bin Zahar itu. Agak bimbang ia akan meneruskan
percakapannya. Akan tetapi kemudian, entah apa sebabnya yang
sebenarnya, kebimbangannya itu hilang lenyap, seakan"akan diri Mas
Joko baginya tak dapat dipersangkut"pautkan dengan perkara lain.
Hatinya yang susah terintangolehnya, suatu peristiwa yangjarang sekali
diperolehnya daripada laki"laki lain. Dan kebalikannya Mas Joko pun tiada
pula tahu apa alasan maka ia tertaria: kepada perempuan bintang film itu.
Tertarik bukan untuk bersenda gurau atau bercengkerama saja, tetapi
karena batin yang belum tentu bentuk coraknya yang sebenarnya. Entah
ia tergila"gila kepadanya, karena ia bintang film yang kmamaan, karena
elok parasnya; entah karena gayanya dan kayanya; entah karena tingkah
lakunya yangjelita; lunak lembut sebagai dapat disudu dan keras liat tak
dapat ditukik; entah karena ia rendah hati dan mungkin setia rupanya;
entah karenaia betul"betul cinta kepadanya" Wallahu alam, Mas Jokotidak
tahu. Cuma ia berasa senang benar berdekatan dengan dia, berbahagia
bercakap"cakap dengan dia, walau cakap angin sekalipun.
Sementara minum mereka itu meneruskan percakapan ke hilir- dan ke
mudik, intai"mengintai isi hatinya masing"masing. Dengan cara demikian
akhirnya kedua belah pihaknya pun dapat menentukan pendirian dan
menyimpulkan keinginan akan ber"sahabat terus.
Cepat sekali oleh karena peristiwa kecewa, yang berhajat"kan
persahabatan dengan segera" Entah. Akan tetapi pertemuan sekali
itu, pada malam itu, memang telah melunakkan hati Zuraidah dan
menguntungkan diri Mas Joko dengan tak disangka"sangkanya. Benar,
kedua muda remaja itu boleh menyuratkan den gan tinta emas dalam buku
peringatan atau sejarah hidupnya. Sebab sejak itu mereka itu sudah sebagai
kuku dengan daging, sudah berani berjalan bersama"s ama di tempat yang
ramai. Bahkan mereka itupun telah bebas mengatakan "telah bertunangan"
kepada sahabat dan kenalannya.
Tentu saja penerimaan Sayid Alwi bin Zahar kebalikan daripada hal
itu. Demi didengarnya usaha Zuraidah tidak berhasil terhadap kepada
Mr. Suleman, malah ia telah bertali dengan pegawai pabrik yang diidam"
idamkannya i1u, bukan buatan sakithatinya. Dengan segera disuruhnyalah
Zuraidah datang ke rumahnya.
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
Meskipun ketika itu kerjanya teramat banyak dan sibuk, yaitu urusan
perniagaan di Semarang, di Pekalongan dan di tempat lain-lain, tetapi
sekaliannya itu ditinggalkannya dan dipandangnya tidak sepenting
perkara dengan gadis itu.
Baru Zuraidah sampai ke tempat kediamannya, lalu disongsongnya
dengan ejekan, "Pengantin baru" Baik benar tingkahmu, Idah. Lain
kuperintahkan lain kau kerjakan."
"Agak"agak mengeluarkan perkataan, Tuan Alwi," jawab Zuraidah
dengan berani, '*supayajangan telanjur."
"Dengan itu kau balas gunaku kepadamu selama ini" Sudah beribu"
ribu uangku habis sejak dari peristiwa ayahmu dan sampai kepada
peri kehidupanmu sekarang ini Dan kupanggil engkau ke mari untuk
keperluan diriku, untuk menguruskan perkara penting, tetapi engkau
mencari jodoh." "Kehendak Tuan sendiri demikian!"
"Bukan dengan orang lain, dengan orang desa, melainkan dengan
tunanganmu sendiri, supaya terpupus malumu."
"Supaya cita"cita Tuan tercapai,"jawab Zuraidah dengan sabar.
"Beraniengkaumenempelak aku semacam itu" Di sini, sekeras itu?"
kata Sayid Alwi bin Zahar sambil membelalakkan matanya yang hitam
itu, "supaya namaku dibusukkan orang" Awas mulunnu
"Dan mulut Tuan" Memban gkit"ban gkit serupa itu, bukan perbuatan
orang bijaksana. Aku tidak melupakan guna Tuan. Hendaknya Tuan
pun jangan lupa pula, bahwa keuntungan Tuan bukan sedikit daripada
perbuatanku selama ini."
"Dalam perkara ini pun aku beruntung jua, pikir-mu, dan pada
perbuatanmu yang tak bermalu itu?"
"Hal itu bergantung pada nasib dan bahagia diriku sendiri. Kalau
sudah nyata kepadaku, bahwa aku tak akan beruntung dengan dia, sebab
aku dan dia tiada mungkin berbahagia lagi dan lebih"lebih pada waktu
yang akhir ini semata"mata bukan karena mengejar untung bahagia aku
menyembah"nyembah kepadanya, salahkah pada timbangan Tuan jika aku
insaf dan sadarjua kelak kemudian?"
"Sejak bilakah engkau belajar berhujah sepandai itu?"
"Sejak Tuan Alwi tergila"gila kepada diri seorang gadis serta harta
bendanya." 613 TW .ie Bem Orang kaya itu pun menggigit bibir-nya sampai berdarah, sebab
menahan berang yang tak terperikan.
Zuraidah memalis, sambil mencungkil"cun gkilkukunya. Hatinya pun
marah bercampur benci. "Selama hidupku belum pernah aku bersua dengan manusia, yang tak
tahu diri sebagai engkau ini." kata Sayid Alwi bin Zahar kemudian dengan
setengah memberungut. "Dan pandir, Engkau lepaskan lvlr. Suleman,
engkau ambil orang desa. Sudah terbalik sungguh akalmu."
Gadis itu tertawa masam, katanya, "Sekarang baru aku percaya, Tuan
Alwi, bahwajodoh tak dapat dicari"cari tak dapat ditentukan oranglebih
dahulu. Tak mungkin dipaksa"paksakanjodoh itu suci, berujud satu, tidak
dapat dipercabangkan atau diperhubungkan dengan hawa nafsu supaya
berkuasa atas harta benda."
"Diam, supayajangan kuremas bibirmu!"
"Selama ini aku buta, tak menampak hal yang sebenarnya. Sangkaku
dahulu, aku cinta kepada Mr. Suleman, tapi setelah aku bertunangan
dengan orang desa miskin itu, barulah aku tahu bahwa cintaku kepada
Suleman itu palsu. Hanya cinta kepada derajatnya dan hartanya."
"Diam, kataku! Diam "Hal ini pun harus Tuan pikirkan dalam"dalam, yaitujangan hendak
kawin dengan Sartini itu, kalau Tuan hanya cinta kepada hak miliknya,
harta bangsaku sendiri"
"Z uraidah," kata Sayid Alwi bin Zahar serta menghardik menghantam
tanah, "tak pandai engkau diam dan menutup mulut" &apa mengatakan,
bahwa aku tidak cinta kepada dirinya?"
'*Kalau begitu, kawinlah dengan dia," sahut Zuraidah sambiltertawa"
tawa. "Kalau dia suka, tentu tak ada alangannya."
"Akan tetapi, Suleman mengalangi aku, men ghambat"hambat
langkahku. Kusuruh engkau merebut dia, lain saja yang kaukerjakan."
Ia pun bangkit berdiri dari kursinya, undur ke belakang selangkah,
akan mendinginkan hatinya. Kalau tidak, mau ia menelan gadis yang
lancang itu mentah"mentah. Pada ketika itu baru ia insaf, bahwasanya gadis
yangtelah dibelanjainya dan dijadikannya perkakas itu, tidaklain dan tidak
bukan, melainkan musuhnya yang sebesar"besarnya. Musuh, yanghendak
merusakkan segala usahanya dan menghilang lenyapkan cita"citanya. Ia
percaya, bahwa rahasianyatelah didengar Zur-aidah daripada Mr. Suleman.
Atau lebih berbahaya lagi, kalau didengarnya daritunangannya yang baru
N Sa Isimdar .-.-':_-:' &P
:"; V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
itu. Alamat rahasia itu pecah sudah. Jika benar demikian, tentu hilanglah
segala kepercayaan bupati pensiun kepadanya.
"Zuraidah," katanya sambil duduk pula, "tahukah engkau akibat
perkataanmu itu?" Gadis itu memandang kepadanya, "Tentu saja tahu," katanya, "s upaya
Tuan kembali kepada kebenaran."
"Engkau ajari pula aku ini?"
"Aku mengatakan kata hak, kata ben ar."
"Tetapi tidak benar lakumu menyia"nyiakan haj atku."
"Jangan Tuan ulangjua hal itu," ujar Zuraidah mengancam. "Kalau
Tuan berkeras kep alajua, baik, nanti kubukakan rah asia itu kepada bup ati
pensiun. Lebih hebat lagi, kusebarkan segala rahasia Tuan kepada rakyat
di sini." "Engkau sudah gila agaknya."
"Sekali"kali tidak. Kalau aku gila, barangkali senang hati Tuan.
Tetapi otakku insya Allah masih sehat dan jernih. Sebab itu aku dapat
memberinasihatkepada Tuan, supaya Tuan undur daripada maksud Tuan
itu. Baik bagi Tuan, dan terutama sekali baik bagi perhubungan bangsa
Tuan dengan bangsaku di tanah airku ini. Jangan hendaknya perbuatan
Tuan itu dijadikan alasan oleh rakyat akan merusakkan nama seluruh
bangsa Tuan di sini. Seekor kerbau yang berkubang, jangan semuanya
kena lecahnya. Maklum, Tuan?"
"Ha, ha, ha, bukan sedikit bertambah kepand aianmu sejak menyerah
kepada orang desa itu. Sudah pandai pula berpolitik, cis tak tahu untung.
Padahal sudah beribu"ribu uangku tandas."
"Kembalinya kepada Tuan pun sudah berlipat ganda. Betul aku
makan upah kepada Tuan, tetapi upah yang kuterima itu tidak sepadan
dengan laba yang Tuan terima daripada jerih payahku. Betul selama aku
dalam kesusahan, karena bapakku diperhentikan dari jabatannya, Tuan
selalu memberi pertolongan, betul Tuan yang memasukkan aku ke dunia
film, betul tetapi siapakah yang kaya karena kepandaianku bermain
film itu"J Maskapai film sendiri, yaitu Tuan sendiri jua, sebab aku tahu,
bahwa lebih daripada tiga perempat andil maskapai itu sekarang ada di
tangan Tuan." "Tetapi engkau lupakan hal yang penting sekali: Kalau tidak karena
pertolonganku, engkau tak berbapak lagi. Sudah lama bapakmu itu di
Digul." 613 TW ke [lsm 778" : bi"-'" Zuraidah meradang. "Tak ubah Tuan sebagai anak"anak," katanya,
"suka mengumpat dan mercerca. Meskipun aku selalu bersyukur akan
kebaikan Tuan tentang diii bapakku itu, tetapi jangan Tuan mungkir,
bahwa beliau tidak bersalah sekali"kali Kalau beliau dibuang ke Digul,
hanya karena fitnah semata"mata. Beliau bukan komunis, sebagai
didakwakan itu, melainkan nasionalis tulen."
"Apa ubahnya PKI dengan PNI, komunis dengan nasionalis di
mata Pemerintah" Sama"sama pengacau negeri, sama"sama merusakkan
keamanan dan kesejahteraan umum. Tetapi sudah, kembali kepada pangkal
kata tadi: sayang engkau tak menurut kehendakku."
"Sebab tak mungkin. Mr. Suleman bukanjodohku. Tetapi .. katanya
sambil tersenyum, sebab tiba"tiba timbul suatu tipu dalam ingatannya
melunakkan hati si kaya itu. "Sebenarnya ada juga berhasil usahaku,
Tuan Alwi." "Apa?" tanyanya dengan hati harap. "Apa hasilnya?"
"Karena kita sama"sama naik darah sejak tadi, lupa kita akan
kebenaran. Setan masuk Tak adakah kukatakan tadi, bahwa lvlr. Suleman
tidak di sini lagi?"
"Haa, ke mana dia?"
"Sudah pergi entah ke mana, pertama sebab taktik yang ku"
jalankan mempertakut"takuti dia dan kedua "ini yang penting" karena
permintaannya telah ditolak oleh bupati pensiun.
"Benar, Idah?" tanya sikaya itu dengan gembira" "Kalau begitu
"Akan sampaijua niat Tuan. Kawin dengan cucunya, tetapijangan
dengan hartanya." Sayid Alwi bin Zahar termenung sejurus. [a ragu bimbang, harapharap cemas. Sementara itu Zuraidah melihat arloji emas kecil, berantaiemas, yang
menggelungpergelangannya yang halus itu. "Eh, sudah waktu lohor. Aku
mohon diri, Tuan Alwi" Ia pun bangkit berdiri darikursinya lalu berjalan
dengan lenggangnya yang manis.
Ketika ia telah sampai ke halaman, si kaya itu menggertak"kan
gerahainnya. "Bohong," katanya, "kalau dapat aku Kemudian ia pun
masuk ke ruang tengah kembali akan menyu"dahkan pekerjaannya yang
sedang banyak terbengkalai itu, sambi menggaruk"garuk kepalanya.
N. Sa Liman -'-?".'i &P
"!: V mmm-namum.- B:.Ilj Pusuk:
[ep-ad dari gonggongan agi seorang orang kaya, yang banyak mempunyai perhubungan
Bdengan orang besar besar dalam negeri, tiada sukar meratakan
jalan yang akan dilaluinya, tiada susah mencabut onak dan duri
yang akan mengait kakinya. Dengan kekuasaan dan pengaruh uangnya
segala alangan dan rintangan itu dapatlah dihilangkannya dengan
segera. Jadi, jika Sayid Alwi bin Zahar mau mempergunakan senjata tajam
yang ada dalam tangannya itu, apalah artinya musuh sebagail'v'lr. Suleman
dan Zuraidah itu baginya"J Dengan secarik kertas kecil saja atau dengan
suara "hallo" saja dalam telepon kepada salah seorang kepala negeri dari
rumahnya, kedua orang kecil itu, rakyatjajahan yang tak berharga itu,
dapatlah disisihkan dari masyarakat ramai Apa sukarnya melaporkan
kepada polisi, umpamanya, bahwa si Anu komunis, si Polan nasionalis
yang berbahaya bagi keamanan dan kesejahteraan umum dan sebagainya"
Pendekar Latah 1 Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Kelelawar Hijau 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama