Bunga Di Batu Karang Karya Sh Mintardja Bagian 23
wewenang kumpeni yang pernah aku berikan kepadanya. Aku mengerti. Karena itu aku restui kepergianmu" "Kakanda" suara kerongkongan. Pangeran Mangkubumi terputus di
"Adimas" suara Kangjeng Susuhunan menjadi se makin dalam dan gemetar "Aku ingin me mberimu bekal. Bekal sebagai tebusan kelemahanku. Terima tombak Kangjeng Kiai Pleret Pusaka terpercaya dari Surakarta ini. Pakailah selama dalam perjuanganmu melawan kumpeni dan para Pangeran yang menjilat kepadanya. Kaulah yang telah menge mbalikan pusaka ini pada saat Kartasura dilanda api perlawanan yang tiba-tiba pada beberapa saat lampau" Sesuatu bergejolak dengan dahsyatnya di hati Pangeran Mangkubumi. Ia tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Bagaimanapun juga ia masih ragu-ragu. Apakah yang dikatakan oleh Kangjeng Susuhunan itu sebenarnya demikian, atau hanya sekedar sebuah ungkapan yang me mpunyai arti yang lain Tetapi ternyata Kangjeng Susuhunan Paku Buwana itu benar-benar menyerahkan tombak Kangjeng Kiai Pleret kepada Pangeran Mangkubumi "Terima lah adikku"
Untuk beberapa saat Pangeran Mangkubumi masih termangu-mangu. Dipandanginya ujung tombak yang me mbara itu dan wajah ka kandanya berganti-ganti. Namun ke mudian dilihatnya sebuah senyum yang pahit di bibir Kangjeng Susuhunan itu. Dari sela-sela bibir itu terdengar kata-katanya "Adinda. Jangan ragu-ragu. Terima lah. Tombak Kangjeng Kiai Pleret adalah la mbang perjuanganku melawan kekuasaan asing. Kedudukanku, wadagku dan ke le mahanku telah mengikat aku di atas tahta Surakarta. Alangkah senangnya menjadi seorang yang berkuasa. Dan aku tidak mau kehilangan kekuasaan itu. Aku tidak mau pergi ke hutanhutan dan tinggal di bawah gubug yang basah dimusim hujan. Tidak. Dan itu adalah pengkhianatan atas diriku sendiri" Pangeran Mangkubumi me lihat setitik air di pe lupuk mata Kangjeng Susuhunan yang masih me lanjutkan "karena itu, adinda. Yang dapat aku lalukan adalah sekedar mela kukan perjuangan dengan cara yang kerdil ini. Tetapi sebenarnyalah di hati nuraniku, aku menentang kekuasaan asing yang semakin menjerat leherku dan ke kuasaan di Surakarta. Bukan saja aku, tetapi juga keturunanku yang akan datang" "Kakanda" suara kerongkongan. Pangeran Mangkubumi terputus di
"Adinda Pangeran. Jika kau meraba tombak ini di peperangan, anggaplah aku besertamu. Anggaplah bahwa yang ada di atas tahta Surakarta adalah wadagku yang dibelenggu oleh nafsu ketama kan, nafsu keduniawian dan segala macam nafsu yang lain. Tetapi hatiku ada pada mu" Tubuh Pangeran Mangkubumi terasa gemetar. Betapa kuat hatinya, namun terasa jantungnya bagaikan tergores ujung duri. Pedih. Ia melihat kakandanya sebagai la mbang dari benturan pribadi yang parah di saat Surakarta dilanda oleh bahaya yang sebenarnya. Tetapi pengakuan yang jujur itu me mbuat Pangeran Mangkubumi tetap hormat kepadanya.
"Adimas" desis Kangjeng Susuhunan "Terimalah Kangjeng Kiai Pleret ini" Pangeran Mangkubumi bergeser setapak. Diacukannya tangannya untuk menerima tombak pusa ka itu dengan dada yang berdebaran. "Kau adalah seorang Pangeran yang pantas memiliki pusaka ini di seluruh Surakarta tidak ada orang yang berhati seteguh hatimu" "Kakanda. Banyak yang tetap pada sikapnya apapun yang terjadi atas mereka. Justru di kalangan rakyat yang langsung menga la mi kesulitan di dala m masa yang tidak ada kepastian ini. Dan ha mba akan me nerima tombak Kangjeng Kiai Pleret itu atas nama mereka yang berjuang untuk menentang penjajahan. Dan hambapun akan berkata kepada mereka, bahwa tomba k ini adalah la mbang kehadiran kakanda di setiap medan perlawanan terhadap kumpeni" Pangeran Mangkubumi me lihat mata Susuhunan itu menjadi basah. Tetapi agaknya pantang bagi seorang laki-la ki untuk menangis, sehingga karena itu, ma ka suara Susuhunan itupun segera berubah menghentak "Cepat. Terimalah tombak ini sebelum a ku berubah pendirian" Pangeran Mangkubumipun bergeser lagi. Diterimanya tombak pusaka itu dengan tangan yang gemetar. Diangkatnya landean tombak itu ke depan dahinya, kemudian dengan suara gemetar pula ia berkata "Terima kasih ka kanda. Hamba merasa bahwa me mang ha mba harus menja lankan tugas ini sampai tuntas" Kangjeng Susuhunan me mandang mata tombak itu sejenak. Demikian juga Pangeran Mangkubumi yang dengan dada yang berdebar-debar me mandang mata tombak itu. Ternyata mata tomba k itu masih tetap me mbara.
"Adimas" suara Kangjeng Susuhunan telah menurun lagi "ternyata kau ma mpu dan kuat me miliki tombak Kangjeng Kiai Pleret dengan rencana perjuanganmu. Ujung tombak itu masih tetap me mbara, sehingga karena itu, perjuanganmu tentu akan berhasil" "Kakanda, ha mba selalu berdoa agar kita semua mendapat perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa. Dan kepada Tuhanlah a ku berserah diri, karena Tuhanlah yang berkuasa atas segala sesuatu, termasuk diriku" "Kita akan selalu berdoa bersama-sa ma di dala m hati kita masing-masing adinda. Pergilah. Aku tidak dapat memberimu bekal lebih daripada itu" "Kakanda, anugerah kakanda adalah dorongan yang tiada taranya bagi hamba. Dan hamba kini mengerti, apakah sebenarnya yang terjadi di dala m diri ka kanda" "Me mang sebuah medan perang yang dahsyat sekali. Tetapi biarlah aku tetap dala m keadaan ini, keadaan yang dibayangi oleh kepura-puraan dan nafsu duniawi. Pergilah. Hatimu yang teguh ternyata memberi keteguhan kepada Surakarta" Pangeran Mangkubumipun ke mudian mohon diri. Diselubunginya mata tombak yang me mbara itu dengan wrangkanya, kemudian sebuah selongsong putih seputih kapas, dan seuntai rangkaian bunga melati yang sudah kekuning-kuningan. Ketika Pangeran Mangkubumi bergeser surut sampa i ke pintu, ia masih me lihat Kangjeng Susuhunan mengusap pelupuknya dengan jarinya. Namun seka li lagi ia mendengar Susuhunan menghentakkan ka kinya sambil berkata "Pergilah, dan jangan kemba li lagi" Na mun ke mudian "Se la mat jalan adinda. Mungkin kita tidak a kan dapat bertemu lagi" Pangeran Mangkubumi justru tertegun. Dengan suara parau ia bertanya "Kenapa ka kanda?"
Kangjeng Susuhunan mengge lengkan kepalanya. Lalu "Sudahlah. Pergilah. Kau benar-benar berangkat berperang. Kau pantas me makai tanda Senapati perang dengan seuntai bunga melati yang melingkar di lehermu" Pangeran Mangkubumi hanya menundukkan kepalanya saja. "Tetapi" tiba-tiba suara Kangjeng Susuhunan meninggi "bersiaplah Pangeran Mangkubumi. Surakartapun akan segera mengangkat seorang Senapati perang jika pe mberontakan itu terjadi" Pangeran Mangkubumi menarik nafas dalam-dala m. Tetapi ia tidak menjawab. Ia melihat pertentangan di dala m diri Kangjeng Susuhunan itu dan meledak-me ledak pada sikap dan kata-katanya kecuali ia sengaja berusaha menahan matanya yang menjadi basah. Demikianlah maka Pangeran Mangkubumi setelah sekali lagi menunduk hormat dan mohon diri, maka iapun segera meninggalkan bangsal itu dengan me mbawa tomba k pusaka Kangjeng Kiai Pleret. Tetapi untunglah bahwa ketika Pangeran Mangkubumi turun ke longkangan dan menuju ke keretanya, mala m sudah menjadi sema kin gelap. Tidak banyak orang yang melihat, apakah yang dibawa oleh Pangeran Mangkubumi. Memang beberapa prajurit tahu pasti bahwa di tangan Pangeran Mangkubumi itu adalah sepucuk tombak. Tetapi tidak seorangpun yang mengetahui bahwa tombak itu justru tombak Kangjeng Kiai Pleret Sejenak kemudian kereta Pangeran Mangkubumi itupun telah berderap di ha la man dan ha mpir tanpa me malingkan wajahnya dilaluinya para penjaga di regol sa mping. Di sepanjang jalan wajah Pangeran Mangkubumi menjadi tegang. Terasa sekali betapa kasih kakandanya kepadanya. Namun juga terasa sekali betapa tersiksanya hati Kangjeng
Susuhunan yang menyadari kele mahannya me miliki kesempatan untuk berbuat sesuatu.
tetapi tidak "Agaknya kakanda Kangjeng Susuhunan mengetahui dengan pasti" berkata Pangeran Mangkubumi di dala m hatinya "jika ia berbuat sesuatu dan tersingkir dari tahta karena campur tangan kumpeni dengan bantuan beberapa orang Pangeran, maka Surakarta akan menjadi se makin parah. Penggantinya tentu orang yang jauh lebih buruk lagi daripadanya sendiri. Karena itu ia bertahan di atas tahtanya, sedang pengejawantahan pemberontakan yang meledak di dalam dirinya adalah diserahkannya tombak Kangjeng Kiai Pleret itu kepadaku" Pangeran Mangkubumi me narik nafas dalam-da la m. Kemudian dipandanginya ujung tombak Kangjeng Kiai Pleret yang tertutup oleh selongsong putihnya dengan dada yang berdebar-debar. Demikianlah kereta itupun segera berpacu menuju ke Mangkubumen. Seperti yang dipesankan sebelum ia berangkat maka seisi istana itupun sudah me mpersiapkan diri. Pangeran Mangkubumi benar-benar akan meninggalkan Surakarta. Ia tidak dapat menahan diri lagi menga la mi perlakuan yang gila dari orang-orang asing itu. Dan apalagi kini ia me miliki sebuah tombak pusaka yang tiada duanya di Surakarta. Kedatangan Pangeran Mangkubumi di istananya sambil me mbawa sebatang tombak telah mengejutkan ke luarga dan pengikutnya yang ada di istana. Dengan singkat Pangeran Mangkubumi se mpat menceriterakan. serba sedikit tentang tombak itu. Dengan demikian, ma ka para pengikutnya justru menjadi se makin mantap dan bertekad untuk mela kukan perjuangan dengan sepenuh hati. Pada mala m itu juga, seisi istana Mangkubumen menge masi Barang-barang yang dapat mereka bawa sebagai bekal perjuangan mereka. Jika Pangeran Mangkubumi ke mudian me merintahkan untuk me mbawa segala maca m
perhiasan dan benda-benda berharga yang terbuat dari e mas dan perak, semata-mata bukan karena ia tidak mau kehilangan sebuahpun dari miliknya. Tetapi Barang-barang itu akan dapat menjadi bekal untuk me mbeayai perjuangannya. "Kita berangkat sebelum fajar" berkata Mangkubumi kepada ke luarga dan pengikutnya. Pangeran
Tidak seorangpun yang mengeluh. Mereka mela kukan kerja masing-masing dengan hati yang tulus. Mereka mengerti arti dari perjuangan yang bakal dila kukan oleh Pangeran Mangkubumi, sehingga merekapun harus me mbantunya. Lahir dan batin. Menjelang fajar, maka berangkatlah seisi istana Mangkubumen dengan dia m-dia m meninggalkan Sura karta. Beberapa buah kereta berderap diikuti oleh beberapa ekor kuda. Tidak banyak orang yang mengetahui. Satu-satu dua orang yang kebetulan berada di luar rumah, dan beberapa orang peronda yang berada di sepanjang jalan dengan heran me lihat iring-iringan itu Mula-mula mereka tidak mengerti, apakah sebenarnya iring-iringan itu. Tetapi ketika di pagi harinya diketemukan istana Mangkubumen kosong, barulah orang-orang itu menghubungkan dengan iring-iringan yang dilihatnya semala m. Namun di antara mereka yang menyaksikan iring-iringan itu adalah seorang bangsawan muda yang duduk di atas kudanya dikawani oleh seorang pengawal setianya. Orang itu adalah Raden Juwiring dan Ki Dipanala. "Aku sudah mengira" berkata Raden Juwiring "bahwa pamanda Mangkubumi akhirnya akan meninggalkan Surakarta" "Banyak yang me mperhitungkan de mikian Raden. Agaknya ma la m ini banyak Pangeran yang tidak dapat tidur menunggu akibat pembicaraan Pangeran Mangkubumi dan Kangjeng Susuhunan di senja ke marin. Dan agaknya kepergian
Pangeran Mangkubumi tidak dapat dicegah lagi. Pendirian Pangeran Mangkubumi dan Kangjeng Susuhunan tidak akan dapat bertemu" Raden Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Katanya "Kita dapat membayangkan, bahwa sebentar lagi, Surakarta akan dibakar oleh peperangan yang gawat. Pamanda Pangeran Mangkubumi tentu akan berhasil menyusun pasukan yang kuat di samping pasukan ka mas Raden Mas Said yang sudah mulai tersusun ke mba li bersama pa manda Martapura" KI Dipanala me nganggukkan kepalanya. Katanya dengan nada yang dalam "Kenapa kita harus mengala mi masa-masa seperti ini Raden?" "Kita tidak dapat me milih pa man" sahut Raden Juwiring "kita seakan-akan telah dile mparkan saja di atas tungku. Dan kita harus berbuat sesuatu agar kita tidak hangus karenanya" Ki Dipana la tidak menyahut. Tetapi tatapan matanya mene mbus bayangan fajar yang menjadi sema kin terang. Dan dilihatnya dalam kere mangan pagi, iring-iringan Pangeran Mangkubumi menjadi se makin jauh me ningga lkan kota Surakarta. Meninggalkan hidup keduniawian. Sebagai seorang Pangeran, maka Pangeran Mangkubumi tidak kekurangan sesuatu. Namun ternyata ada juga yang tidak terpenuhi padanya. Keinginannya melihat Surakarta bebas dari kekuasaan asing yang rasa-rasanya semakin mencengka m. Dan bebas dari sifat-sifat tamak iri dan dengki. Karena itulah maka Pangeran Mangkubumi me ningga lkan istananya yang tidak kekurangan kebutuhan-kebutuhan duniawi dan pe muasan keinginan manusiawinya, untuk mene mukan nilai-nila i yang lebih tinggi dari arti ke manusiaannya. "Paman" berkata Raden Juwiring ke mudian "Aku dapat me mastikan. Bahwa salah seorang Senapati terpenting dari Surakarta adalah ayahanda Ranakusuma "
Dengan tatapan mata yang buram Ki Dipanala mengangguk sambil menjawab "Ya Raden. Setiap prajurit di Surakarta menganggap bahwa Senapati yang akan ma mpu mengimbangi keunggulan pa manda Pangeran Mangkubumi adalah ayahanda Raden Juwiring" Juwiring menarik nafas dala m-dala m. "Kita menghadap ayahanda paman. Ayahanda akan mendapat waktu untuk me mpersiapkan diri apabila Kangjeng Susuhunan me manggilnya dan me mbicarakan masalah ini dengan para Senapati dan pimpinan pe merintahan" "Tentu pagi ini Kangjeng Susuhunan akan me manggil para Pangeran, para Senapati dan pimpinan pe merintahan. Me mang sebaiknya Pangeran Ranakusuma mendengarnya lebih dahulu" Raden Juwiring mengangguk le mah. Sejenak ia masih me mandang ke kejauhan. Kemudian ia berkata seakan-akan kepada diri sendiri "Sela mat jalan pa manda Pangeran Mangkubumi " Ki Dipana la menundukkan kepalanya. Sesuatu terasa bergetar di dadanya. Telah terbayang di dala m anganangannya. di Surakarta akan pecah perang saudara yang dahsyat sekali. Dala m nyala api peperangan itulah kumpeni akan mendapatkan keuntungan yang besar jika para pemimpin pe merintahan di Surakarta tidak me nyadari kedudukannya dan bahkan se makin tenggela m ke dala m pengaruh orang asing itu. Demikianlah ma ka Raden Juwiring dan Ki Dipanalapun segera kemba li dan menya mpaikan penga matannya atas Pangeran Mangkubumi itu kepada ayahandanya. "Aku me mang sudah menduga sebelumnya" berkata Pangeran Ranakusuma "karena itu aku menyuruhmu, berdua untuk me lihat-melihat keadaan"
"Ya ayahanda. Saat ini istana Mangkubumen tentu sudah kosong" Pangeran Ranakusuma mengerutkan keningnya. Terkilas diangan-angannya orang-orang yang tamak dan didorong oleh pamrih. Karenanya maka katanya "Jika demikian istana itu perlu disela matkan. Jika ada orang yang mengetahui dengan pasti bahwa istana itu kosong, maka mungkin sekali mereka akan me masukinya dan me mbawa Barang-barang yang masih ada. Tentu Pangeran Mangkubumi tidak akan dapat membawa semua Barang-barangnya. Bahkan mungkin perhiasanperhiasan yang tersangkut di dinding dan di da la m bilik-bilik istana itu tidak sempat dibawanya. Dan tidak semua pakaiannya dan pakaian putra puterinya dapat dibawa" Raden Juwiring mengerutkan keningnya. Dan iapun ke mudian bertanya "Jadi bagaimana sebaiknya ayahanda?" "Masukilah istana itu dan kuasailah semua yang masih ada. Jagalah baik-baik agar tidak selembar ka inpun yang bergeser dari tempatnya" Raden Juwiring termangu-mangu sejenak, lalu iapun berkata "Tetapi ayahanda, jika aku yang datang ke istana itu, dan kebetulan seka li di hala man istana itu sudah ada orang lain, terlebih-lebih lagi jika yang datang lebih dahulu itu adalah salah seorang pamanda Pangeran, maka aku tidak akan dapat berbuat apa-apa" Pangeran Ranakusuma berpikir sejenak. Lalu katanya "Baiklah Juwiring. Kita akan pergi bersa ma-sa ma. Menurut perhitunganku sepagi ini tentu belum ada orang yang mengetahui bahwa rumah itu sudah kosong sa ma seka li" "Ayahanda, ada beberapa orang yang melihat iring-iringan keluar dari hala man istana itu. Dan sela in itu tentu para Pangeran, Senapati dan pimpinan pe merintahan sudah menduga seperti juga ayahanda, bahwa Pangeran Mangkubumi a kan lolos dari Sura karta bersama keluarganya"
Pangeran Ranakusuma mengangguk-angguk. Lalu "Kau benar Juwiring. Me mang sebaiknya kita pergi bersa ma-sa ma" Sejenak ke mudian Pangeran Ranakusumapun sudah selesai mepge masi diri. Sebagai seorang prajurit ia dapat bertindak dengan cepat dan tiba-tiba. Dengan diiringi oleh beberapa orang pengawal Ranakusuman maka Pangeran Ranakusuma bersa ma Juwiring dan Ki Dipana lapun segera pergi ke istana Mangkubumen yang me mang sudah kosong sa ma sekali. Tida k ada seorangpun yang masih t inggal menunggui istana yang besar dan penuh dengan barang-barang yang cukup berharga, tetani sama sekali tida k diperlukan oleh Pangeran Mangkubumi di dala m perjuangannya menentang kekuasaan asing di Surakarta. Namun ternyata pada saat Pangeran Ranakusuma bersama pengiringnya sa mpai di depan istana Pangeran Mangkubumi, maka istana itu sudah tidak kosong lagi. Beberapa orang telah berkerumun dan berjalan hilir mudik di dekat pintu gerbang halaman. Pangeran Ranakusuma me narik nafas dalam-da la m. Katanya kepada Juwiring yang berkuda di sisinya "Inilah gambaran Surakarta sekarang. Rakyat sudah kehilangan harga diri karena tekanan penghidupan mereka. Lihatlah. Mereka yang berkerumun itu tentu akan mencari kese mpatan untuk masuk dan menga mbil bera mai-ra ma i apa saja yang ada di istana itu. Mereka tinggal meyakinkan saja, apakah istana itu benar-benar sudah kosong" "Begitu Juwiring. cepat mereka mengetahui ayahanda" sahut
"Bukankah para peronda dan penjaga regol-regol padukuhan dan bahkan regol-regol istana para Pangeran mengetahui bahwa ada iring-iringan meninggalkan hala man istana itu"
Raden Juwiring ayahanda"
mengangguk-angguk. Jawabnya "Ya "Dan sekarang mereka meyakinkan, jika istana itu me mang kosong, maka mereka tentu a kan menga mbil segala isinya" Raden Juwiring t idak menyahut lagi. Tetapi kepalanya tertunduk dalam-dala m. Inilah gambaran kekerdilan jiwa rakyat yang sudah hampir menjadi putus asa, sehingga jauh berbeda sekali dengan apa yang dilakukan oleh rakyat Surakarta yang lan, yang masih me mpunyai kepercayaan kepada diri sendiri untuk berdiri tegak sebagai suatu bangsa, seperti yang nampak pada para pengikut Pangeran Mangkubumi. "Marilah kita langsung masuk ke ha la man keadaannya" berkata Pangeran Ranakusuma. melihat
Juwiring tidak menjawab. Diikutinya saja ayahandanya mende kati regol hala man istana yang kosong itu. Beberapa orang yang melihat kehadiran Pangeran Ranakusuma itupun segera menyibak. Bahkan ada di antara mereka yang dengan dia m-dia m menyingkir karena dengan demikian mereka t idak a kan mendapatkan kesempatan lagi untuk berbuat apa-apa. Namun Pangeran Ranakusuma pun terkejut ketika ia me lihat dua ekor kuda tertambat di sa mping istana itu. Menilik pakaian yang tersangkut pada kuda itu. Pangeran Ranakusuma dan pengiringnya segera mengetahui bahwa kuda-kuda itu tentu milik para bangsawan pula. "Kuda siapakah itu?" bertanya Pangeran Rana kusuma. Raden Juwiring mengge lengkan menjawab "Aku tidak tahu ayahanda" "Marilah kita Ranakusuma. masuk ke dala m" kepalanya desis sambil Pangeran
Keduanyapun ke mudian meloncat dari punggung kudanya dan menyerahkannya kepada para pengiringnya yang sudah berloncatan turun pula. Dengan diiringi oleh Ki Dipanala maka keduanyapun segera naik ke tangga pintu butulan dan langsung masuk ke ruang dalam. Istana yang besar itu memang sepi. Meskipun baru semala m ditinggalkan oleh penghuninya, namun agaknya pada saat matahari terbit itu rasa-rasanya rumah itu sudah bertahun-tahun tidak lagi disentuh tangan manusia. Pangeran Ranakusuma termangu-mangu sejenak. Na mun ke mudian ia melangkah terus, menusuk langsung ke dala m bilik Pangeran Mangkubumi sendiri. Namun langkah mereka terhenti ketika mereka mendengar suara di dalam bilik itu "Kita tunggu saja. Mereka tentu akan masuk pula ke dala m bilik ini" "Bagaimana jika bukan Ka mas Prabanata" "Bukankah ka mas sudah berjanji?" "Lihatlah dari pintu sa mping" Suara-suara itu terdiam. Na mun agaknya seseorang dari orang-orang itu akan keluar dari dala m bilik. Pangeran Ranakusumapun segera mengga mit Raden Juwiring dan Ki Dipanala. Keduanyapun segera bergeser masuk ke dala m bilik di sisi lorong di ruang da la m yang menghubungkan dengan ruang depan. Ternyata dugaan mereka benar. Salah seorang dari keduanyapun melangkah ke luar dan menyelusur lorong itu menuju ke pintu butulan. Ketiganya terkejut karena mereka me lihat seorang bangsawan muda yang berjalan lewat di depan pintu bilik yang terbuka sedikit sekali. Dari celah-celah pintu itu mereka
sempat mengintip dan mengetahui siapakah yang sudah berada di dala m bilik Pangeran Mangkubumi itu. Setelah bangsawan itu la mpau, Pangeran Ranakusuma dan kedua pengikutnya itupun dengan tergesa-gesa melangkah dan langsung masuk ke dala m bilik Pangeran Mangkubumi yang sudah ditingga lkannya itu. Seorang bangsawan yang masih ada di dala mnya terkejut bukan buatan. Sejenak ia termangu-mangu melihat kehadiran Pangeran Ranakusuma yang tiba-tiba bersama Juwiring dan Ki Dipanala. "Oh" desisnya "Marilah, silahkan, silahkan" Pangeran Ranakusuma t idak menghiraukannya. Ia langsung mendekati Pangeran itu dan me mbuka sebuah bungkusan yang terletak di pe mbaringan. "Arya Lampita" berkata Pangeran Ranakusuma "Siapakah yang telah mengumpulkan Barang-barang ini?" Bangsawan itu tergagap. Kemudian jawabnya terputusputus "Aku, aku tidak tahu pamanda. Aku tidak tahu" "Tentu Pangeran Mangkubumi sangat tergesagesa, sehingga ada juga perhiasannya yang tertinggal. Timang ini tentu sangat mahal. Jika Pangeran Mangkubumi sadar, barang ini tentu dibawanya karena akan sangat berguna baginya" Bangsawan yang bernama Arya Lampita itu masih berdiri tegak dengan wajah
yang tegang. Dipandanginya saja Pangeran Ranakusuma yang sedang me lihat-melihat isi bungkusan yang sudah dibukanya. "Bungkusan itu sudah ada di situ sejak aku masuk ruangan ini" Arya La mpita menje laskan. Pangeran Ranakusuma tidak menghiraukannya. Tetapi ia justru bertanya "Kenapa kau ada di ruangan ini?" Bangsawan itu menjadi se makin tegang. Namun kemudian dijawabnya asal saja "Aku tidak sengaja datang kemari. Tetapi beberapa orang mengatakan bahwa istana ini sudah kosong" Pangeran Ranakusuma terdia m sejenak. Ia berpaling ketika ia mendengar langkah seseorang masuk. Orang itu adalah Bangsawan yang masih muda yang pergi ke luar. "O" Bangsawan yang masih muda itupun terkejut. Sejenak ia termangu-mangu di pintu. "Kuncara" desis Pangeran Ranakusuma. Bangsawan yang bernama Kuncara itu tidak menjawab. "Apakah adimas Prabajati akan datang juga ke mari?" "Arya Lampita menjadi bingung. Dipandanginya wajah Kuncara yang se makin menunduk. "Apakah kalian telah bersepakat untuk datang ke mari?" Kedua Bangsawan itu menjadi bingung. "Kalian berdua" berkata Pangeran Ranakusuma "ini adalah gambaran dari pendapat sementara orang bahwa Sukawati harus ditarik dari Pangeran Mangkubumi. Jika istana ini dikosongkan, dan kalian pagi-pagi sudah berada di sini, maka agaknya akan demikian pula dengan Sukawati kelak. Jika pada batas waktunya Sukawati harus ditinggalkan oleh Pangeran Mangkubumi, ma ka pada saat itu juga, setiap orang yang merasa ikut sependapat mengusirnya akan segera menduduki padukuhan de mi padukuhan.
Kedua Bangsawan itu menjadi gelisah. Na mun terasa kuping mere ka menjadi panas. Tetapi mereka tahu pasti siapakah Pangeran Ranakusuma sehingga merekapun tidak berani me mbantahnya. "Kalian berdua" berkata Pangeran Ranakusuma "se mua yang ada di istana ini masih tetap milik Pangeran Mangkubumi. Setiap benda tidak boleh bergeser dari tempatnya" "Tetapi, ka mi menje laskan. t idak menga mbil apa-apa" kalian sudah Kuncara dapat
"Meskipun de mikian, kehadiran menimbulkan kecurigaan"
"Tetapi pa manda juga datang ke mari" La mpita mencoba me mbe la diri. "Ada perbedaannya" sahut Pangeran Ranakusuma "Aku datang dengan beberapa orang pengawal yang dapat menjadi saksi bahwa aku tidak merubah meskipun sekedar letak dari Barang-barang yang ada. Perhiasan dinding yang miring sekalipun aku tidak akan me luruskannya" "Ka mi juga t idak berbuat apa-apa" "Jika de mikian, bagus sekali. Sekarang, tinggalkan tempat ini" Keduanya berpandangan sejenak. Dan hampir bersamaan keduanya me mandang timang Pangeran Mangkubumi yang tertinggal. Timang yang bagus sekali dan tentu mahal harganya. Pangeran Ranakusuma tidak menghiraukannya meskipun ia tahu, bahwa kedua Pangeran itu menginginkan timang yang tertinggal itu. "Sudahlah. Silahkan" desis Pangeran Ranakusuma. Kedua bangsawan itu tidak dapat me mbantah lagi. Keduanyapun
ke mudian melangkah sambil menundukkan kepalanya keluar dari bilik itu. Pangeran Ranakusuma me mandang Ki Dipanala yang ke mudian berdiri termangu-mangu di sudut ruangan, sambil mengangkat bahunya. Katanya "Surakarta benar-benar telah menjadi sarang anak-anak yang kehilangan pegangan" Ki Dipanala tidak menyahut. Tetapi tiba-tiba saja di luar kehendaknya teringat olehnya Raden Rudira. Putera Pangeran Ranakusuma yang sudah tidak ada lagi. Anak muda itu pada masa hidupnyapun benar-benar telah kehilangan pegangan. Bahkan Pangeran Ranakusuma sendiri saat itu. Kematian anaknya dan peristiwa yang menimpa isterinya, ke mudian disusul oleh perang tanding dengan seorang perwira kumpeni agaknya telah mene mpatkan Pangeran Ranakusuma pada sikapnya yang sekarang, meskipun masih juga tetap samarsamar. Ki Dipanala terkejut ketika Pangeran Ranakusuma berkata selanjutnya kepada puteranya "Juwiring, masukkan Barangbarang itu ke dalam geledeg kayu itu. Mungkin pada suatu saat masih ada gunanya" Raden Juwiringpun segera me mbenahi bungkusan itu dan me masukkannya ke dala m sebuah geledeg kayu yang berukir bagus sekali. "Ki Dipanala" berkata Pangeran Ranakusuma "Aku harus segera menyampa ikan persoalan ini kepada Kangjeng Susuhunan. Sementara itu, kau dan Juwiring tetap berada di sini menjaga semua barang yang masih ada atas perintahku, Senapati yang terpercaya di Surakarta. Aku akan menunggu perintah dari Kangjeng Susuhunan. Apakah yang harus aku lakukan atas semua Barang-barang milik Pangeran Mangkubumi" Demikianlah, meskipun bukan waktunya. Pangeran Ranakusuma segera pergi ke istana. Agaknya ia datang masih
terlampau pagi. Na mun berbeda dengan saat-saat yang lain, pagi itu Kangjeng Susuhunan sudah duduk merenung di depan bangsalnya. Terlampau pagi bagi Kangjeng Susuhunan. Ternyata sepeninggal Pangeran Mangkubumi, Kangjeng Susuhunan Paku Buwana sama sekali tidak dapat me meja mkan matanya sekejappun. Karena itulah maka pagipagi benar ia sudah duduk merenung. Beberapa orang prajurit pengawal menjadi bingung. Mereka tidak pernah me lihat Kangjeng Susuhunan dala m keadaan seperti itu, Para pelayan dan hamba istanapun hampir tida k tahu apa yang harus mereka la kukan menghadapi sikap yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Tetapi Kangjeng Susuhunan itu seolah-olah t idak menghiraukan apapun. Ia duduk saja merenungi cahaya matahari yang mulai bertebaran di ha la man bangsal dala m. Kedatangan Pangeran Ranakusuma tidak mengejutkan Kangjeng Susuhunan. Seolah-olah ia sudah tahu dan bahkan telah siap menerima kedatangannya. "Panggil ia ke mari" perintah Kangjeng Susuhunan kepada abdinya. Pangeran Ranakusuma menghadap Kangjeng Susuhunan tidak di te mpat yang seharusnya. Namun seakan-akan keadaan Surakarta yang tidak menentu itupun me nyebabkan perubahan sikap dan kebiasaan Kangjeng Susuhunan Paku Buwana. "Ampun Ka kangmas" berkata Pangeran Ranakusuma ke mudian "ha mba datang untuk me mberitahukan, bahwa Pangeran Mangkubumi sudah lolos dari istana Mangkubumen" Kangjeng Susuhunan sama sekali tidak merubah arah pandangan matanya. Dengan suara berat ia berkata "Ya. Aku
sudah menduga. Dan tentu saudara-saudaranyapun telah menduganya termasuk kau" "Ha mba kakangmas. Karena itu ha mba me masuki istana Mangkubumen sebelum orang la in, untuk me nyelamatkan semua isinya, agar tidak ada Barang-barang yang bergeser dari tempatnya" Kangjeng Susuhunan mengerutkan keningnya. Namun sebelum ia mengatakan sesuatu. Pangeran Ranakusuma sudah mendahuluinya "Se lanjutnya ha mba menunggu perintah Kangjeng Susuhunan apakah yang harus ha mba lakukan atas istana itu atau keputusan lain yang kakangmas a mbil" Kangjeng Susuhunan me mandang wajah Pangeran Ranakusuma sejenak, la lu "Baiklah. Jagalan istana itu baikbaik. Semua isinya tidak boleh bergeser, karena istana itu seisinya masih tetap milik adimas Pangeran Mangkubumi" Pangeran Ranakusuma me narik nafas dalam-da la m. Ternyata pendapatnya sejalan dengan pendapat Kangjeng Susuhunan, bahwa istana Mangkubumen sama sekali tidak boleh berubah. "Adimas Pangeran Ranakusuma" berkata Kangjeng Susuhunan ke mudian "seterusnya, aku sudah mengetahui dengan pasti, bahwa adimas Pangeran Mangkubumi telah meninggalkan Surakarta. Dan aku tahu pasti bahwa adimas Pangeran Mangkubumi akan mengangkat senjata dan berperang melawan kekuasaanku. Karena itu, aku akan segera mengadakan sidang pagi ini juga untuk menentukan sikap kita menghadapi sikap adimas Pangeran Mangkubumi itu" Pangeran Ranakusuma me mandang wajah Kangjeng Susuhunan sejenak, namun ke mudian ia tertunduk pula. Sekilas ia melihat sesuatu yang aneh tersirat di wajah Kangjeng Susuhunan. Namun Pangeran Ranakusuma menganggap bahwa sewajarnyalah jika terjadi pergolakan di hati Kangjeng Susuhunan.
Pangeran Mangkubumi adalah adiknya. Justru sebenarnya adalah adiknya yang dikasihinya. Namun kini mereka berada di jalan simpang. Bahkan tidak mustahil bahwa pada suatu saat keduanya harus bertemu di peperangan, meskipun hanya pada saat-saat terakhir saja seorang raja terpaksa turun ke medan, jika tidak ada lagi Senapati yang pantas untuk me mimpin pasukannya. "Adimas Ranakusuma " berkata Kangjeng Susuhunan ke mudian "sekarang kita tidak dapat tinggal diam. Kita harus berbuat sesuatu untuk me mpertahankan hak kita atas Surakarta. Adimas. Tidak ada orang yang dapat mengimbangi ke ma mpuan adimas Mangkubumi selain kau sendiri. Na mun demikian, aku masih akan bertemu para Senapati dan Pringgalaya, untuk mendengarkan pendapat mereka. Barangkali Kumpenipun dapat menyumbangkan pendapatnya menghadapi persoalan ini" "Kakanda" se mbah Pangeran Ranakusuma "persoalan ini adalah persoalan kita sendiri. Sebaiknya kita tidak usah me mbicarakannya dengan kumpeni" "Kita tidak dapat melepaskan pengaruh kumpeni atas Surakarta adimas" "Kakanda, kita tidak akan dapat me lupakan peristiwaperistiwa yang pernah terjadi. Sejak kekuasaan Mataram, ke mudian bergeser ke Timur. Apabila pada setiap pertikaian kumpeni mendapat kese mpatan ikut ca mpur, ma ka yang paling beruntung pada pertikaian itu, siapapun yang akan menang dan siapapun yang akan kalah, adalah kumpenilah" "Tetapi adinda" berkata Kangjeng Susuhunan "Kita tidak dapat menutup mata bahwa kompeni me mpunyai pengaruh yang nyata di sini. Jika kita tidak me mintanya dengan terbuka, maka ia akan menyusun alasan-alasan yang bermaca mmaca m untuk me libatkan diri sesuai dengan selera mereka sendiri. Mungkin dengan alasan untuk melindungi kepentingan mereka di sini, hak mereka, dan perkebunan yang mereka
perlukan, dan segala macam persoalan. Tetapi jika kita datang kepadanya, kita dapat minta sesuai dengan kepentingan kita saja" Pangeran Ranakusuma mengerutkan keningnya. Tersirat sesuatu yang lain pada pembicaraan Kangjeng Susuhunan. Ternyata selama ini penila iannya atas Kangjeng Susuhunan agak keliru. Kangjeng Susuhunan bukan semata-mata orang yang pasrah pada pengaruh kumpeni. Tetapi iapun me mpunyai pertimbangan tersendiri untuk mengha mbat me karnya pengaruh kumpeni. Meskipun na mpak kele mahan yang mencengka mnya, namun Kangjeng Susuhunan bukan semata-mata seorang yang sekedar menda mbakan ka mukten semata-mata. Apalagi ketika Kangjeng Susuhunan me lanjutkan "Adimas. Aku berniat menyerahkan pimpinan pasukan Surakarta kepada orang yang bertanggung jawab bukan saja terhadap keselamatan Surakarta sendiri, tetapi juga keselamatan perkembangan kepribadian kita. Pertikaian di antara kita sendiri me mang harus disesalkan. Tetapi ternyata kali inipun sulit dihindari. Jika bukan adimas Pangeran Mangkubumi yang lolos dari istananya, maka tentu akan ta mbul ke kisruhankekisruhan yang la in yang justru didukung oleh kumpeni. Tentu hal itu akan lebih berbahaya bagi Surakarta. Seandainya kita tidak dapat menahan kekuasaan adimas Pangeran Mangkubumi dan terpaksa menyerah, maka yang akan me megang kekuasaan berikutnya telah kita ketahui dengan pasti, yaitu adimas Pangeran Mangkubumi. Tetapi jika yang mendesak kedudukan kita adalah orang lain yang mendapat dukungan kumpeni, maka Surakarta benar-benar akan padam kekuasaannya" Pangeran Ranakusuma mengerutkan keningnya. Kini perasaannya sendiri telah dija lari oleh tanggapan yang aneh.
"Adimas Ranakusuma " berkata Kangjeng Susuhunan "Aku tidak pernah mengatakan hal ini kepada orang lain. Aku mengatakannya kepadamu, karena aku tahu, kau bukan orang yang semata-mata menggantungkan diri kepada orang-orang asing. Dahulu kau me mang bersikap demikian, seperti saudara-saudaraku yang lain. Tetapi aku kira, sekarang kau bersikap lain. Aku tahu bahwa kau telah me mbunuh seorang perwira kumpeni pada suatu perang tanding. Ke mudian sikapmu sesudah itu aku rasakan perlahan-lahan berubah" Pangeran Ranakusuma hanya menundukkan kepalanya saja. "Nah, sekarang kau dapat meninggalkan te mpat ini. Tindakanmu yang pertama ka li sudah benar. Kau harus menjaga rumah adimas Pangeran Mangkubumi. Orangorangmu cukup banyak untuk me lindungi rumah itu. Lakukanlah atas perintahku" "Ha mba akan me lakukannya kakanda. Mudah-mudahan tidak ada orang la in yang tidak percaya bahwa yang hamba lakukan adalah perintah kakanda. "Aku sertakan kau seorang Lurah prajurit dari pasukan pengawal. Ia merupakan pertanda perintahku, sedangkan orang itu ada di bawah perintahmu di dala m pela ksanaan tugas ini" Demikianlah ma ka Pangeran Ranakusumapun segera meninggalkan istana dengan menge mban tugas. Ia menyadari betapa berat beban yang akan dipikulnya jika ia harus berhadapan dengan Pangeran Mangkubumi di medan.
Dala m pada itu Pangeran Ranakusuma tidak segera ke mbali ke istananya. Ia masih harus singgah ke istana Pangeran Mangkubumi bersama prajurit pengawa l itu, dan me merintahkan beberapa orangnya untuk tetap tinggal di halaman istana itu untuk me ncegah agar tidak terjadi sesuatu yang tidak dikehendaki atas istana yang kosong itu. Namun ketika Pangeran Ranakusuma mende kati regol istana itu, ia terkejut. Dilihatnya sebuah kereta dan beberapa ekor kuda sudah berada di ha la man istana. Dan Pangeran itupun segera mengenal bahwa kuda-kuda itu bukan kuda milik pengawalnya. Karena itu dengan tergesa-gesa Pangeran Ranakusuma me masuki hala man. Sejenak ia tertegun. Na mun ke mudian ia menyadari bahwa kumpeni telah ikut campur pula di dala m persoalan ini. Karena itu, maka Pangeran Ranakusumapun segera me loncat dari punggung kudanya diikuti oleh seorang perwira prajurit pengawal itu. Dengan tergesa-gesa Pangeran Ranakusumapun segera naik ke pendapa. Beberapa orang kumpeni ternyata telah ada di rumah itu. Ketika mereka melihat kedatangan Pangeran Ranakusuma. merekapun segera bergeser. Tetapi Pangeran Ranakusuma tidak menghiraukannya. Ia langsung masuk ke ruang da la m. Di ruang dala m itu ternyata seorang perwira kumpeni sedang marah-marah sehingga suaranya mengumandang me menuhi ruangan. "Aku adalah perwira kumpeni yang mendapat kuasa di Surakarta" teriak perwira kumpeni itu. Dan terdengar Juwiring menjawab "Maaf. Aku tidak peduli. Aku adalah putera Pangeran Ranakusuma. Aku mendapat
perintah langsung dari ayahanda untuk melindungi rumah pamanda Mangkubumi" "Ayahmu tida k berhak me merintahkan kau menjaga rumah ini" "Dan apakah ha kmu" Apakah ha k kumpeni untuk me lakukan penggeledahan di da la m rumah yang telah kosong ini" "Aku harus mene mukan Barang-barang milik kumpeni yang tersembunyi di rumah ini" "Kau harus minta ijin kepada Kangjeng Susuhunan lebih dahulu" "Aku sudah mendapat ijinnya" Juwiring termangu-mangu. Me mang tida k mustahil bahwa kumpeni telah mendapat ijin dari Kangjeng Susuhunan yang menurut pendapat Juwiring sangat dipengaruhi oleh kekuasaan kumpeni. Namun demikian ia masih menjawab "Aku ingin mendapat bukti pernyataan ijin dari Kangjeng Susuhunan" "Gila" teriak perwira itu "Aku tidak pernah mendapat bukti pernyataan. Aku dapat berbuat apa saja" Pangeran Ranakusuma yang mendengar perbantahan itu justru berhenti sejenak. Ia ingin mendengar, apa saja yang dapat dikatakan dan bagaimana sikap Juwiring menghadapi kumpeni. Karena itu ia justru me mberi isyarat kepada perwira prajurit pengawal itu untuk menunggu barang sejenak. Dala m pada itu terdengar Juwiring menjawab "Apapun yang pernah kau lakukan, tetapi aku me merlukan bukt i. Aku adalah ke manakan Kangjeng Susuhunan itu" Tetapi perwira kumpeni itupun tida k mau mundur. Ia sudah terlanjur melangkah. Sebagai seorang yang merasa dirinya me miliki kelebihan dala m banyak hal. ma ka perwira itupun
ke mudian berkata "Aku tidak peduli siapa kau. Susuhunan sendiri tidak akan menola k keinginan kumpeni. apalagi kau. Kau hanya anak seorang Pangeran dari Surakarta. Kau sama sekali t idak dapat mencegah aku" Wajah Raden Juwiring me njadi merah. Darah mudanya terasa mendidih sa mpai ke kepala. Sekilas teringat olehnya bahwa ayahandanyapun pernah berperang tanding melawan kumpeni. Kini ia me miliki ilmu yang cukup mantap seandainya ia harus berkelahi melawan kumpeni itu. apapun akibatnya. Karena itu maka katanya "Aku tidak peduli siapa kau dan apa hakmu. Tetapi aku sudah mendapat perintah untuk menjaga rumah ini" "Aku akan me meriksa rumah ini. Tentu ada perlengkapan Pangeran Mangkubumi yang dise mbunyikan di dala m rumah ini dan yang sekarang masih tertinggal" "Tida k" jawab Juwiring tegas. "Jadi, apakah kau berdiri di pihak Pangeran Mangkubumi?" bertanya perwira itu tiba-tiba. Sejenak Raden Juwiring termangu-mangu. Bahkan Pangeran Ranakusuma yang masih be lum mena mpa kkan diri itupun menjadi termangu-mangu. Na mun ia masih juga menunggu, bagaimanakah jawab Raden Juwiring atas pertanyaan itu. Baru sejenak kemudian Raden Juwiring berkata "Aku berdiri di pihak ayahandaku, Pangeran Ranakusuma. Aku hanya menja lankan perintahnya. Dimanapun ia berdiri. Dati aku akan me lakukan tugas ini sebaik-baiknya, apapun akibatnya" Wajah perwira kumpeni itupun menjadi tegang. Tetapi sebelum ia mengucapkan sepatah katapun, Raden Juwiring mendahuluinya "Aku tahu kau me mbawa pengawal. Tetapi akupun me mbawa pengawal yang cukup untuk me njalankan tugasku"
Kumpeni itu menjadi ge metar menahan marah. Dengan gigi gemeretak ia berkata "Kalian akan ma mpus di sini. Aku akan me mpertanggung jawabkan kepada Susuhunan" Sebelum Juwiring menjawab, ma ka terdengar jawaban dari balik pintu yang didorong oleh Pangeran Ranakusuma "Kau tidak usah bertanggung jawab terhadap siapapun. Aku perintahkan kau meninggalkan rumah ini" "Gila" mata perwira itu menjadi merah "Kau mau apa Pangeran Ranakusuma?" "Kau tentu mengenal ke lengkapan prajurit pengawal khusus. Dengarlah perwira yang me mbawa perintah Kangjeng Susuhunan ini berbicara " Perwira kumpeni itu menggera m. Ia me mang mengenal pakaian dan kelengkapan prajurit pengawal khusus itu. Karena iapun termangu-mangu sejenak. Dan sebelum ia se mpat berbicara Lurah Prajurit pengawal itu sudah berkata "Aku menge mban perintah Kangjeng Susuhunan Paku Buwana yang me merintah di Surakarta, agar aku melindungi gedung istana Pangeran Mangkubumi ini se isinya. Tida k boleh ada sele mbar atas pembaringan atau sebuah tempat dudukpun yang bergeser dari tempatnya" Wajah kumpeni yang merah itu menjadi se makin merah. Namun ia tida k dapat me mbantah lagi ketika Pangeran Ranakusuma berkata "Se mua wewenang atas gedung ini sudah diserahkan kepadaku dan perwira prajurit ini. Karena itu, aku persilahkan kalian meningga lkan te mpat ini, karena gedung ini sudah berada di bawah perlindunganku berdua atas perintah Kangjeng Susuhunan" "Tetapi, tetapi" perwira kumpeni itu masih mencoba untuk bertahan "Aku me merlukan Barang-barangku yang hilang, terutama senjata"
"Jika benar Pangeran Mangkubumi atau orang-orangnya telah mencuri senjata, mereka tentu tidak terlampau bodoh untuk menyimpan senjata itu di ha la man rumah" Kumpeni itu me mandang Pangeran Ranakusuma dengan tegang. Tetapi iapun menyadari, bahwa seorang kawannya tidak ma mpu me lawan Pangeran itu di dala m perang tanding. Dala m keadaan demikian, jika ia me ma ksa untuk berbuat sesuatu, maka perselisihan akan segera timbul. Dan itu tidak akan menguntungkan bagi kumpeni maupun Surakarta dala m keadaan yang semakin gawat, karena Pangeran Mangkubumi telah meningga lkan Surakarta dengan dia m-dia m. "Pangeran" berkata perwira kumpeni itu "Jika Pangeran tidak mengijinkan aku mencari senjata di rumah ini, maka aku minta agar Pangeran me mbantu kumpeni. Jika Pangeran mene mukan senjata kumpeni jenis apapun, kami harap Pangeran menyerahkannya kepada ka mi" "Aku mengerti apa yang harus aku lakukan" desis Pangeran Ranakusuma. Kumpeni itu termenung sejenak, na mun ke mudian katanya "Baiklah aku minta diri. Aku akan menyampaikan laporan kepada atasanku yang akan me mbicarakannya dengan Kangjeng Susuhunan" "Terserahlah kepadamu" sahut Pangeran Ranakusuma. Kumpeni itu me nggeretakkan giginya menahan gejolak perasaannya. Namun ke mudian ia dengan tergesa-gesa meninggalkan tempat itu diikuti oleh anak buahnya. Agaknya kumpeni-kumpeni itupun berusaha menahan perasaan mereka sedalam-dala mnya, karena merekapun adalah praiurit-praiurit yang mempunyai harga diri yang merasa dirinya prajuritprajurit pilihan yang telah mengarungi lautan dan me lintasi benua. Tetapi menghadapi praiurit-praiurit Surakarta, mereka me mang harus berpikir beberapa kali. Seperti yang ternyata dilakukan oleh pe mimpin-pe mimpin mereka, sebagian terbesar
dari ke menangan yang pernah mereka capai dengan penguasaan daerah baru, bukan karena kejantanan mereka dan keunggulan di medan perang. Seandainya orang-orang asing itu dapat me lakukannya demikian di benua yang pernah dijelajahinya dengan ke kuatan senjata, namun di bumi Surakarta mereka lebih banyak me mperguna kan akal yang licik. Agaknya demikian jugalah yang harus mereka lakukan menghadapi perselisihan antara Pangeran Mangkubumi dengan Kangjeng Susuhunan Paku Buwana di Surakarta. Mereka harus berbuat licik dan licin sehingga akhirnya mereka akan mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya. Demikianlah maka akhirnya perwira kumpeni itu telah me milih cara yang sering mereka pergunakan di bumi Surakarta. Mereka menyadari bahwa prajurit-prajurit Surakarta adalah prajurit-prajurit pilihan di bawah pimpinan Senapati-Senapati yang ternyata me miliki ke ma mpuan, baik secara pribadi maupun di da la m kelompok pasukannya, me miliki ke lebihan dan cara yang kadang-kadang di luar dugaan kumpeni. Namun masih ada satu dinding te mbus yang dapat dengan mudah dise lusupi oleh kumpeni. Betapa kuat pertahanan lahiriah pasukan Surakarta, namun secara batiniah mereka me miliki kele mahan yang meyakinkan bagi kumpeni. Bujukan adu domba, benda-benda yang bagi mere ka aneh dan menyenangkan, adalah senjata yang paling baik untuk me lumpuhkan kekuatan Surakarta. Dan kelumpuhan itu ternyata sama sekali bukan kesalahan dari orang-orang asing itu. Orang-orang asing itu me mang menghendaki Surakarta menjadi lumpuh. Yang bersalah dalam hal ini adalah para pemimpin Surakarta sendiri. Me mang mereka menyediakan diri untuk menyerahkan harga diri mereka di bawah pa meran Barang-barang yang bagi mereka sangat menarik. janji-janji
dan yang lebih parah lagi, kenapa mereka menyediakan diri untuk dijadikan se maca m domba yang diadu yang satu dengan yang lain. Ada beberapa orang dari para pemimpin di Surakarta yang menyadari ha l itu. Tetapi mereka tidak dapat banyak berbuat sesuatu karena mereka berada di dalam lingkaran yang seakan-akan telah me mbelenggu mereka. Dala m pada itu, sepeninggal kumpeni, ma ka Pangeran Ranakusuman segera me manggil beberapa orang yang dipercayanya. di bawah pimpinan Ki Dipana la dan Lurah prajurit pengawal, mereka harus tetap berada di hala man istana Pangeran Mangkubumi sampai ada perintah yang lain dari Kangjeng Susuhunan. "Kita bergantian paman" berkata Juwiring ke mudian "dan tentu petugas dari istana itupun akan bergiliran setiap hari" "Tentu" jawab Lurah prajurit pengawal "pada waktunya akan datang orang lain menggantikan aku, tetapi pada dasarnya istana ini seisinya me mang harus disela matkan" Demikianlah setelah me mberikan beberapa pesan kepada orang-orangnya yang akan ditinggal di istana Pangeran Mangkubumi itu, ma ka Pangeran Ranakusuma dan Juwiringpun segera ke mbali ke istananya. Tetapi Pangeran Ranakusuma sadar, bahwa sebentar lagi ia tentu akan dipanggil untuk menghadiri pertemuan para Senapati yang akan mempersiapkan diri menghadapi segala ke mungkinan sehubungan dengan kepergian Pangeran Mangkubumi dia m-dia m dari Surakarta. Di sepanjang jalan Pangeran Ranakusuma tidak banyak berbicara. Namun ketika mereka me ndekati istananya sendiri, Pangeran itu me mberi isyarat agar Raden Juwiring berada di sisinya.
"Juwiring" berkata Pangeran Ranakusuma "Agaknya mendung yang me mbayangi Kerajaan Mataram ini menjadi semakin tebal. Kita me mang tidak boleh berdia m diri saja dengan kesibukan-kesibukan kita sendiri. Pada suatu saat Surakarta tentu akan menyiapkan pasukannya untuk menghadapi pasukan Pangeran Mangkubumi. Dan kita harus sudah siap dengan rencana yang sebaik-ba iknya" "Ya ayahanda" "Me mang kita berdiri di te mpat yang sulit. Tetapi kita tidak dapat mengingkarinya. Kita me mang harus berdiri di sini. Dan itu sudah menjadi tekad kita" "Aku mengerti ayahanda" "Baiklah. Se muanya harus dipersiapkan baik-baik. Aku tentu harus segera menghadiri sidang para Senapati. Dan aku akan me mikul tanggung jawab menghadapi Pangeran Mangkubumi. Orang-orang Surakarta percaya bahwa aku me miliki ke ma mpuan seimbang dengan Pangeran Mangkubumi. Tetapi mereka tida k me mperhitungkan bahwa karena sikapnya ma ka Pangeran Mangkubumi tentu akan me mpunyai pengikut yang jauh lebih banyak dari prajurit yang akan diserahkan kepadaku sebagai Panglima yang akan me mimpin seluruh perlawanan atas pasukan yang terlatih baik di Sukawati" Raden Juwiring tidak menjawab. "Kau dapat berbuat sesuatu di rumah Juwiring. Tentu bukan hanya prajurit Surakarta saja yang akan pergi ke medan bersama kita. Tetapi untuk kepentingan kita, maka para pengawal kita sendiripun harus kita persiapkan dan yang terpilah di antara mereka akan pergi bersa ma kita ke medan. Aku kira beberapa orang di antara pengawal terpilih kita sendiri a kan lebih ba ik dari para prajurit di Sura karta"
"Ya ayah. Aku akan me mpersiapkannya. Tentu bersama paman Dipanala. Tetapi pa man Dipana la masih sibuk di istana Mangkubumen" "Aku akan segera mohon prajurit-prajurit Surakarta dengan resmi menguasai istana itu agar tidak menjadi barang yang dapat dijarah rayah seperti istana raja yang ka lah perang. Tetapi sudah barang tentu oleh prajurit-prajurit yang benarbenar dapat dipercaya" Demikianlah ketika mereka sudah berada di istana, maka Raden Juwiringpun mulai me nyusun rencana bagi para pengawal di istana Ranakusuman, sedang Pangeran Ranakusuma sendiri harus segera me mpersiapkan diri menghadapi segala ke mungkinan dengan lolosnya Pangeran Mangkubumi dengan seluruh ke luarganya. Dengan ragu-ragu Pangeran Ranakusuma berdiri termangu-mangu di hadapan geledeg kayu berukir di dalam biliknya. Namun ke mudian perlahan-lahan ia me mbuka geledeg itu dengan tangan ge metar. Beberapa saat lamanya ia berdiri tegak me ma ndang sebuah peti kayu yang berukir pula dan disungging dengan warna-warna yang cerah. Pangeran Ranakusuma menarik nafas dalam-dala m. di dalam peti itu tersimpan pusakanya yang paling baik. Pusaka yang hampir tida k pernah dike luarkannya dari simpanan. Pangeran Ranakusuma me mandang peti itu dengan tiada berkedip. Ke mudian perlahan-lahan dia mbilnya peti berukir dan bersungging dengan warna cerah itu. Diambilnya dari dalam peti itu sebilah keris yang masih berada di dala m wrangkanya. Sebilah keris yang disebutnya Kiai Tunggul. Perlahan-lahan Pangeran Ranakusuma menarik keris itu dari wrangkanya, dan mengangkatnya di atas kepalanya. Dengan cermat Pangeran Ranakusuma menga mat-a matinya dari ujungnya sa mpai keukirannya.
Perlahan-lahan Pangeran itu berdesis "Kau akan pergi bersamaku ke medan yang gawat. Surakarta sudah diselimuti oleh kabut pertentangan yang tebal. Dan agaknya tidak ada seorangpun yang tebal. Dan agaknya tidak ada seorangpun yang akan ma mpu me nguakkannya" Tiba-tiba saja tangan Pangeran Ranakusuma menjadi gemetar. Keris itu sama sekali tidak menunjukkan perubahan apa-apa. Keris itu tetap saja seperti pada saat ditariknya dari wrangkanya" Dengan tangan yang masih saja Ranakusuma mengangkat keris itu sekali lagi di atas kepalanya, kemudian perlahanlahan disarungkannya ke mbali ke dala m wrangkanya. Ketika Pangeran Ranakusuma me masukkan keris itu ke dala m peti dan me letakkan ke dala m geledeg, tiba-tiba saja ia terkejut mendengar seseorang menyapanya dengan suara yang lembut datar "Ayahanda" Pangeran Ranakusuma berpaling. Dilihatnya anak gadisnya berdiri termangumangu di belakangnya. "O" desis Pangeran Ranakusuma. Perlahan-lahan ia mende kati anaknya. Sambil me megang kedua punda knya ia berkata "Kau sudah na mpak cantik sekali. He, apakah kau akan bepergian, Warih?" "Ayahanda" berkata Rara Warih "Sudah beberapa hari aku berada di sini. Aku ingin pergi menengok eyang" gemetar Pangeran
Pangeran Ranakusuma me narik nafas dalam-da la m. Diguncangnya tubuh anak gadisnya itu sambil berkata "Warih. Bukankah kau sendiri sudah mengatakannya. Jika kau pergi menengok eyangmu, maka kau selalu dibayangi oleh kekecewaan dan penyesalan. Kau tidak dapat me lupakan apa yang telah terjadi dengan ibundamu dan apa yang terjadi atas kakakmu Rudira. Jika kau datang dari istana eyangmu, kau selalu menjadi pe murung. Baru setelah dua tiga hari kau berada di sini, kau mulai na mpak hidup lagi. Karena itu, apakah kau tidak lebih baik menunda kepergianmu. Apalagi pada saat seperti ini" "Maksud ayahanda?" Pangeran Ranakusuma termenung sejenak. Lalu katanya Maksudku, masa-masa yang kurang mantap seperti sekarang. Tetapi sebenarnya tidak banyak berpengaruh. Baik atas kita sekeluarga maupun atas Surakarta. Namun demikian, sebaiknya kau tidak usah me mperdala m luka di hatimu. Besok sajalah kau pergi kesana" Rara Warih terdiam sejenak. Dipandanginya ayahnya dengan tajamnya seakan-akan ingin mengetahui perasaannya yang tersimpan di dasar hatinya. Namun tiba-tiba Rara Warih itu bertanya "Ayahanda, kenapa ayahanda menga mbil pusaka itu?" Wajah Pangeran Ranakusuma berubah sejenak. Rara Warih tahu pasti bahwa keris itu adalah kerisnya yang paling baik, karena pada saat-saat tertentu, sejak ibundanya masih ada di istana ini, ia selalu melihat keris itu ditaburi dengan bunga dan diasapi dengan dupa, lebih dari pusaka-pusakanya yang lain. Namun Pangeran Ranakusumapun ke mudian tertawa. Katanya "Warih, sudah lama aku t idak me lihat pusakaku yang satu, yang justru selalu tersimpan itu. Tiba-tiba saja aku ingin me lihatnya. Karena seperti kau ketahui, pusaka yang merasa
dirinya tersia-sia dan tidak dihiraukan lagi, ia dapat musna dan mencari te mpat tinggalnya yang baru" Rara Warih me mandang ayahnya semakin tajam. Katanya "Tetapi ayahanda mengambil keris itu, menariknya dari wrangkanya dan rasa-rasanya ayah me mang sedang me merlukan keris itu pada saat ini, saat yang ayahanda katakan saat-saat seperti ini?" "Kau terlalu pe ka Warih. Perasaanmu terla mpau mudah tersentuh. Tidak ada hubungannya apa-apa, Warih" "Ayahanda. Aku mendapat firasat bahwa sesuatu memang akan terjadi di Surakarta" Pangeran Ranakusuma merenung sejenak. Dipandanginya anak gadisnya yang nampaknya kini sudah benar-benar menjadi dewasa. Bukan saja bentuk jasmaniahnya, tetapi juga perkembangan nalar budinya. Peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di dala m keluarga Ranakusuman, agaknya telah me macu jiwanya sehingga Rara Warih itu segera menjadi masak. "Warih" berkata Pangeran Ranakusuma "mungkin firasatmu benar. Tetapi seseorang dapat menangkap firasat dan menilainya berlebih-lebihan. Me mang mungkin terjadi sesuatu di Surakarta. Tetapi tidak akan cukup menggelisahkan penduduknya. Jika aku harus me mpersiapkan diri menghadapi segala ke mungkinan itu karena aku seorang Senapati. Seperti Senapati-Senapati yang lain, aku harus menjaga keamanan Surakarta sebaik-baiknya. Sampai pada kerusuhan-kerusuhan kecil sekalipun yang mungkin timbul" Rara Warih tidak segera menyahut. Namun pada wajahnya nampak me mbayang kece masan. "Karena itu Warih" Ayahnya meneruskan "Kau tetap berada di rumah untuk hari-hari ini. di sini kau akan mendapat perlindungan jika kerusuhan-kerusuhan kecil itu me mang
terjadi. di sini ada beberapa orang pengawa l yang siap menghadapi apapun juga karena aku seorang Senapati. Tetapi tentu tidak di rumah eyangmu, di sana mungkin ada beberapa orang pelayan laki-laki yang menjaga istana. Tetapi tentu bukan sepasukan pengawal seperti pengawal-pengawal di rumah kita ini" "Tetapi jika terjadi kerusuhan, istana eyang itu tidak akan menjadi sasaran seperti istana kita ini ayahanda, justru karena eyang sudah tua" "Warih" berkata Pangeran Ranakusuma "kerusuhan ini sama sekal! tidak akan me milih sasaran. Dan sudah barang tentu kerusuhan-kerusuhan kecil tidak akan berani me masuki halaman istana ini. Perusuh-perusuh itu hanya sekedar me mbuat kekacauan-kekacauan kecil, ke mudian mereka mera mpok apa saja yang dapat mereka rampas di dala m kekacauan itu. Hanya itu" Rara Warih menganggukkan kepalanya. Tetapi nampak kesangsian me mancar disorot matanya. "Nah, begitulah Warih. Jika kau ingin pergi juga, biarlah besok atau lusa, beberapa orang pengawal mengantarkanmu jika keadaan sema kin baik" Warih na mpak kecewa. Tetapi ia mengangguk seka li lagi. "Baiklah ayahanda. Aku akan menunda satu dua hari. Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa di kota ini. Dan mudahmudahan ayahanda tidak usah pergi ke manapun juga untuk mengatasi kesulitan yang dapat timbul. Tetapi kepergian pamanda Pangeran Mangkubumi dengan dia m-dia m itu tidak akan dapat diabaikan begitu saja" "Warih" Pangeran Ranakusuma mengerutkan keningnya "Kau sudah me ndengar bahwa pa manda mu Pangeran Mangkubumi meningga lkan kota?" "Setiap orang me mbicarakannya"
Pangeran Ranakusuma menarik nafas dalam-dala m. Lalu "Dan karena itu kau akan pergi ke istana eyangmu?" Warih menundukkan kepalanya. Lalu katanya dengan nada yang dalam "Ayahanda. Setiap orang di Surakarta, selalu me letakkan ayahanda dan pamanda Pangeran Mangkubumi pada dua ujung yang berlawanan. Agaknya di Surakarta tidak ada orang lain kecuali ayahanda dan pamanda Mangkubumi yang dipandang sebagai Senapati yang mumpuni. Ayahanda telah banyak menunjukkan pengabdian kepada Surakarta, dan Pangeran Mangkubumi ternyata telah berhasil menjinakkan perlawanan Raden Mas Sa id dan Martapura" "Warih" desis Pangeran Ranakusuma "Apakah hal semaca m itu menarik perhatianmu" Sela ma ini kau tidak pernah me mperhatikan dan me nyebut masalah itu" "Ya ayahanda. Selama ini aku tenggela m dala m kesibukanku sendiri. Tetapi sejak ka mas Juwiring ada di istana ini, aku mula i me mperhatikan kesibukannya dan mendengarkan persoalan-persoalan yang dibicarakannya" Pangeran Ranakusuma mengangguk-angguk. Namun ke mudian katanya "Tidak ada persoalan apa-apa antara aku dan pamanda mu Pangeran Mangkubumi. Hubungan ka mi ba ik sekali. Dan bukankah pada saat kamasmu meninggal, pamanmu datang sebagai orang yang perta ma?" "Me mang tidak ada persoalan apa-apa antara ayahanda dan pamanda Pangeran Mangkubumi. Tetapi kedudukan ayahanda dan pamanda Mangkubumi, kelebihan-ke lebihan yang ada pada ayahanda dan pamanda Mangkubumilah yang mene mpatkan ayahanda dan paman pada kedua ujung yang berlawanan" Pangeran Ranakusuma tersenyum. Ditepuknya bahu anak gadisnya sambil berkata "Sudahlah Warih. Jangan terlampau banyak dipengaruhi oleh persoalan-persoalan serupa itu. Itu
adalah persoalan para Senapati. Mungkin ka masmu wajib ikut me mperbincangkan. Tetapi kau tidak perlu" Rara Warih mengangguk kecil. "Warih" berkata ayahandanya "sekarang pergilah ke belakang. Lihatlah para pelayan. Apakah mereka sudah me lakukan tugas mereka sebaik-baiknya. Mungkin ayah akan dipanggil ke istana untuk mengadakan pe mbicaraanpembicaraan. Sebaiknya kau sediakan makan pagi. Jangan me mbiasakan melepaskan para pelayan tanpa pengawasanmu. Dan lebih baik lagi jika kau sendiri ikut menanganinya" "Aku selalu mela kukannya sendiri untuk ayah dan kamas Juwiring" "Kau me mang cantik sekali Warih. Nah, pergilah ke belakang. Besok atau lusa, jika keadaan di Surakarta tidak lagi sama-sa mar seperti ini, kau a kan diantar menghadap eyangmu" Sekali lagi Rara Warih menganggukkan kepa lanya. Perlahan-lahan ia bergeser meninggalkan ruangan itu. Na mun sekali lagi ia berpaling, dan tanpa sesadarnya ia memandang geledeg yang sudah tertutup, tempat ayahnya menyimpan kerisnya. Pangeran Ranakusuma menarik nafas. Ia menyadari arti tatapan mata anaknya yang kecemasan. Rara Warih seakanakan mengetahui apa yang akan terjadi di Surakarta, dan kenapa ia telah melihat keris yang tersimpan itu. Ketika Rara Warih kemudian hilang di ba lik pintu, Pangeran Ranakusuma me langkah perlahan-lahan ke pe mbaringan. Dengan lesu ia duduk di bibir pe mbaringannya. Diedarkannya tatapan matanya kesekeliling biliknya, seakan-akan baru pertama kali dilihatnya, atau seolah-olah bilik itu akan ditinggalkannya untuk sela ma-la manya.
Pangeran Ranakusuma tidak me nyadari, berapa lamanya ia duduk merenung. Ia terkejut ketika ia mendengar suara Rara Warih "Ayah, makan pagi bagi ayah dan kamas Juwiring telah tersedia. Aku sendirilah yang menyediakannya, ayah" "O" Pangeran Ranakusuma me ma ksa tersenyum "Apakah kau sendiri yang masak?" dirinya untuk
Rara Warih tersipu-sipu. Jawabnya "Hari ini kebetulan sekali bukan, ayah. Tetapi kadang-kadang akupun sering me masak. Na mun jika aku berada di dapur, para pelayan nampaknya selalu gugup. Kadang-kadang mereka kehilangan ketajaman lidah mereka, sehingga masakan menjadi tidak enak" "Ah, kenapa?" "Aku tidak tahu ayah. Karena itulah maka jika aku ingin masak, aku menga mbil waktu yang lain. Jika saatnya para juru masak beristirahat, aku baru mulai, tanpa mengganggu mereka" Pangeran Ranakusuma tertawa. Kemudian ditepuknya bahu anak gadisnya sambil berkata "Kau menjadi sema kin pandai dan cekatan. Demikianlah seharusnya seorang gadis. Bukan hanya sekedar duduk merias diri dan pergi keperalatan atau bujana yang mewah dan berlebih-lebihan saja" Rara Warih mengangguk. Tetapi kepa lanya lalu tertunduk. Pangeran Ranakusuma termangu-ma ngu. Namun iapun segera menyesal. Ucapannya agaknya telah mengingatkan Rara Warih kepada ibunya. Sifat-sifatnya dan tingkah la kunya selagi ibunya itu masih berada di istananya. "Warih" Pangeran Ranakusuma segera mencoba menarik perhatian puterinya "Marilah. Kita makan bersa ma-sa ma" "Aku sudah makan ayah. Aku kira ayah tidak akan sesera ke mbali. Mungkin sa mpai petang. Apalagi aku akan pergi ke tempat eyang. Karena itu aku telah makan lebih dahulu"
"Jika de mikian, panggil ka masmu" Rara Warihpun kemudian meninggalkan ayahnya yang segera pergi ke ruang belakang. Dicarinya Raden Juwiring untuk pergi ke ruang belakang pula dan makan bersama dengan ayahandanya. Ternyata bahwa perhitungan Pangeran Ranakusuma t idak jauh menyimpang. Baru saja ia selesai makan bersama Juwiring, telah datang kepadanya dua orang utusan dariistana, untuk me manggilnya menghadap. "Baru saja aku menghadap Kangjeng Susuhunan" jawab Pangeran Ranakusuma. "Tetapi Kangjeng Susuhunan bukan saja me manggil Pangeran. Tetapi beberapa orang Panglima, Senapati dan beberapa orang pemimpin yang lain" "Termasuk Ki Patih?" "Ya Pangeran" Pangeran Ranakusuma termenung sejenak. Namun ia menyadari bahwa ia me mang harus menghadap. Tentu akan banyak persoalan yang akan dibicarakan. Teruta ma mengenai lolosnya Pangeran Mangkubumi. Na mun tiba-tiba saja Pangeran Ranakusuma teringat sesuatu, lalu iapun bertanya "Apakah Kangjeng Susuhunan juga me manggil kumpeni?" "Beberapa orang perwira telah ada di istana. Mereka sedang berbicara dengan Kangjeng Susuhunan" Pangeran Ranakusuma merasakan sesuatu yang bergejolak di dala m hatinya. Namun ia tidak segera menjawab selain mengangguk-anggukkan kepalanya. "Baiklah" berkata Pangeran Ranakusuma ke mudian "A ku. akan berbenah diri sebentar. Pergilah lebih dahulu, dan sampaikan bahwa sebentar lagi a ku akan menghadap" "Baik Pangeran. Ha mba mohon diri"
Pangeran Ranakusuma me lepaskan utusan itu dengan denyut jantung yang semakin cepat. Ternyata semuanya akan mulai dengan cepat. Baik Pangeran Mangkubumi, maupun Kangjeng Susuhunan dan kumpeni tidak a kan menunda lagi. Dan benturan itupun akan segera mula i. Setelah me mbenahi dirinya, maka Pangeran Ranakusumapun segera berangkat, setelah ia memberikan beberapa pesan kepada Juwiring. "Jangan kau takut-takuti adikmu dengan suasana yang berkembang di Surakarta" pesannya. "Baik ayahanda" "Buatlah ceritera yang lain tentang Surakarta. Aku mengatakan kepadanya, bahwa gerombolan-gerombolan perampok agak me ngganggu kea manan. Tetapi ia ternyata mengetahui bahwa Pangeran Mangkubumi telah meninggalkan Surakarta. Ia terlalu banyak me mperhatikan keadaan yang berkembang di saat terakhir. Dan ternyata ia terlalu banyak mengendapkan ceritera yang didengarnya dari kau" "O" Juwiring mengangguk-angguk "Ba iklah ayahanda. Aku akan lebih berhati-hati" Pangeran Ranakusumapun minta diri pula kepada Rara Warih. Tetapi ia sa ma sekali tida k me mberikan kesan apa-apa. Seakan-akan seperti Kangjeng Susuhunan. biasanya ia pergi menghadap
Ketika Pangeran Ranakusuma sampai di istana, ternyata yang telah mendahului hadir adalah beberapa orang Pangeran, Senapati dan Ki Patih. Kehadirannya ternyata telah sangat menarik perhatian. Agaknya sebagian besar dari para Pangeran dan Senapati menganap bahwa Pangeran Ranakusuma adalah Senapati yang paling baik untuk menghadapi Pangeran Mangkubumi.
Sehingga karena itulah, maka sebagian besar dari mereka segera ingin mendengar pendapat Pangeran Ranakusuma. "Tida k ada yang perlu mendapat perhatian khusus" sahut Pangeran Ranakusuma. "Tetapi adimas Pangeran Mangkubumi adalah seorang yang pilih tanding" desis seorang Pangeran. "Me mang benar. Tetapi ia seorang diri. Jika ia kemudian mendapat pengikut, mereka adalah petani-petani yang selama ini hanya pandai me megang cangkul" "Jangan lupa kamas Pangeran Ranakusuma, bahwa Sukawati dan sekitarnya merupa kan daerah pembajaan yang menggetarkan. Bahkan kumpe mpun mulai tergetar melihat kesiagaan daerah itu" Sahut Pangeran yang lain. "Kumpeni me mang pengecut" Para Senapati yang ada di ruangan itu terperanjat. Tetapi merekapun segera menyadari bahwa Pangeran Ranakusuma me mpunyai denda m pribadi kepada kumpeni. Karena itu, maka merekapun tidak bertanya lebih lanjut tentang kumpeni. Yang mereka tanyakan kemudian adalah kelebihan Pangeran Mangkubumi dari Raden Mas Said dan Martapura. "Tida k ada orang yang dapat meredakan perlawanan anakmas Said pada waktu itu selain Pangeran Mangkubumi" berkata seorang Senapati "itu adalah pertanda ke lebihan Pangeran Mangkubumi dari kita se mua " "Benar" jawab Pangeran Ranakusuma "Kalian tentu mengira bahwa untuk menghentikan perlawanan Raden Mas Said saja kita tidak ma mpu sela in Pangeran Mangkubumi. Apalagi kini Pangeran Mangkubumi sendirilah yang telah mengangkat senjata. Bukan begitu?" "Ya" sahut beberapa orang berbareng.
"Pangeran Mangkubumi me mpunyai pengaruh pribadi yang besar atas Said. Karena itu, dengan mudah ia me nyuruh Said untuk se mentara menghentikan perlawanannya" "Tetapi bagaimana dengan kekuatan mereka dibandingkan dengan kekuatan kita sekarang" "Tergantung tangan yang akan memegang. Tetapi Pangeran Mangkubumi adalah manusia biasa seperti kalian, seperti aku dan seperti kumpeni. Karena itu, semuanya akan dapat terjadi. Kita me mpunyai ke mungkinan yang paling je lek, sama dengan Pangeran Mangkubumi. Tetapi kita me mpunyai beberapa lelebihan Kita dapat menjilat kumpeni" desis Pangeran Ranakusuma. Kata-kata itu benar-benar telah menggetarkan setiap hati. Namun mere kapun sekali lagi mengendapkan perasaan karena mereka mengerti bahwa Pangeran Ranakusuma me mbenci orang-orang asing itu sa mpai keujung ubun-ubunnya karena persoalan pribadi. "Tetapi hal itu tentu sangat tidak menguntungkan" berkata Ki Patih di dala m hatinya. Tetapi merekapun ke mudian terdia m ketika Kangjeng Susuhunan me masuki ruangan. Mereka me mbenahi diri dan duduk sa mbil menundukkan kepala. Namun de mikian hati Pangeran Ranakusuma bagaikan tersentuh api. Ia melihat kehadiran Kangjeng Susuhunan bersama seorang perwira tinggi kumpeni. "Gila" desis Pangeran Ranakusuma "Orang asing itu sudah terlalu berkuasa di Surakarta Kenapa ia dapat duduk saja di bawah Kangjeng Susuhunan" Dinegerinya ia adalah orang yang tidak berani mendekati pintu istana rajanya" Tetapi karena itu sudah menjadi kehendak Kangjeng Susuhunan ma ka Pangeran Ranakusuma tidak dapat mencegahnya lagi.
Demikianlah ma ka setelah dengan resmi Kangjeng Susuhunan me mbuka perte muan itu dengan berbagai maca m tanya jawab atas keselamatan dan tugas masing-masing, maka mulailah Kangjeng Susuhunan me mpersoalkan laporan bahwa Pangeran Mangkubumi dengan dia m-dia m sudah meninggalkan kota. "Pangeran Mangkubumi menjadi sakit hati karena keputusanku menga mbil ke mbali tanah Sukawati. Dan ini adalah tanggung jawab kita bersama, karena aku telah me laksanakan pendapat kalian" berkata Susuhunan ke mudian. Para Pangeran, Senapati dan para pemimpin yang ada di ruang itu t idak segera menyahut. Mereka menyadari keadaan yang gawat sekali bakal mere ka hadapi. Pada saat Raden Mas Said dan Martapura me lakukan perlawanan, Surakarta ha mpir tidak ma mpu mengatasinya. Yang dapat meredakan perlawanan itu hanyalah Pangeran Mangkubumi. Kini Pangeran Mangkubumilah yang agaknya akan mengangkat senjata, justru pada saat Raden Mas Said mulai dengan perjuangannya ke mbali. "Pringga laya" berkata Susuhunan ke mudian "Apa kata mu tentang masalah ini?" "Ampun Kangjeng Susuhunan. Persoalannya sudah jelas bagi hamba, bahwa Pangeran Mangkubumi tidak mau me menuhi perintah Kangjeng Susuhunan. Pangeran Mangkubumi menjadi sakit hati dan meninggalkan istananya dengan dia m-dia m. Tujuannya tentu jelas bagi ha mba. Mengadakan pe mberontakan" Kangjeng Susuhunan mengangguk-angguk. "Kangjeng Susuhunan" Pringga laya melanjutkan "kebencian dan dendam telah me mbakar hati Pangeran Mangkubumi. Ia ternyata lebih berat mempertahankan secuwil tanah daripada kesetiaannya dan kepatuhannya kepada Kangjeng Susuhunan.
Bukan saja sebagai seorang raja tetapi juga seorang saudara tua yang harus dihormati" "Ya" jawab Kangjeng Susuhunan singkat. "Dan itu adalah pengkhianatan yang harus dihukum. Seperti pengkhianatan yang telah dilakukan oleh Raden Mas Said dan beberapa orang lain" Kangjeng Susuhunan mengerutkan keningnya. Tetapi ia masih menjawab singkat "Ya" "Ke mudian terserah kepada Kangjeng Susuhunan, apakah yang harus hamba lakukan" Kangjeng Susuhunan termenung sejenak, lalu ia bertanya kepada sidang "Apakah yang patut kita lakukan atas adinda Pangeran Mangkubumi?" Tidak seorangpun yang menjawab. Meskipun pada umumnya mereka berpendapat bahwa Pangeran Mangkubumi telah melakukan pemberontakan, namun mereka segan menyebut dan mengucapkan pendapat mereka itu. Karena beberapa saat lamanya tidak ada seorangpun yang menyatakan pendapatnya, maka Kangjeng Susuhunanpun ke mudian berkata "Jika de mikian, apakah kita dapat menganggap bahwa kepergian adinda Pangeran Mangkubumi itu sekedar seperti anak-anak yang sedang merajuk, dan karena itu sebaiknya kita biarkan saja" Nanti, pada suatu saat ia tentu akan ke mbali lagi ke rumahnya. Tentu ia sayang pula akan harta benda yang ditinggalkannya" "Ampun Kangjeng Susuhunan" desis Pringgalaya "Apakah me mang de mikian halnya" Ha mba kira jauh daripada se kedar merajuk" Kangjeng Susuhunan mengerutkan keningnya. Dipandanginya saudara-saudaranya yang menghadap, para Senapati dan para pemimpin yang lain. Ketika terpandang olehnya Pangeran Ranakusuma Kangjeng Susuhunan menarik
nafas. Tetapi Pangeran Ranakusuma menundukkan kepa lanya saja.
itupun hanya Namun dala m pada itu, seorang Pangeran yang lain berkata "Ampun kakanda Susuhunan. Ha mba menjadi ce mas mengikut i perkembangan keadaan di Surakarta. Kita sudah me mpunyai banyak pengala man. Bahwa keadaan yang tidak diduga-duga itulah yang selalu menyulitkan kita. Karena itulah kita tidak boleh lengah menghadapi keadaan kini" "Maksudmu?" bertanya Kangjeng Susuhunan. "Kita harus bersiap menghadapi segala ke mungkinan" "Kita siapkan prajurit?" "Ha mba kakanda" Kangjeng Susuhunan mengangguk-angguk. Namun ia ke mudian bertanya "Bagaima na pendapat yang lain" Apakah tindakan adimas Mangkubumi sudah dapat disebut satu pemberontakan?" Beberapa orang saling berpandangan. Namun hanya seorang yang menyahut "Hamba Kangjeng Susuhunan. Menurut he mat ha mba, Pangeran Mangkubumi sudah me mberontak" Kangjeng Susuhunan menarik nafas dalam-da la m. Keraguraguan yang nampak pada para bangsawan, para Senapati dan para pemimpin pe merintahan, menunjukkan betapa besar perbawa Fangeran Mangkubumi atas mereka. Meskipun Pangeran Mangkubumi tidak hadir di dala m pertemuan itu namun mereka masih juga merasa segan untuk menyebutnya sebagai seorang pemberontak meskipun sebenarnya mereka bsrpendapat demikian. "Baiklah" berkata Kangjeng Susuhunan ke mudian "meskipun kalian tidak mengatakan, namun aku mengerti bahwa kalian tidak dapat me mbiarkan tindakan adimas Pangeran Mangkubumi. Karena itu. baiklah kita mencoba
txt oleh http://www.mardias.mywapblog.com
untuk me mecahkan persoalan ini. Aku berpendapat bahwa kita wajib me mpersiapkan diri menghadapi segala ke mungkinan. Penjagaan harus diperkuat dan setiap orang yang keluar masuk kota harus mendapat pengawasan" Para bangsawan, Senapati dan para pemimpin menunggu kelanjutannya. Tetapi Kangjeng Susuhunanpun ke mudian terdiam untuk beberapa saat sehingga orang-orang yang ada di ruang itu menjadi ge lisah. Karena Kangjeng Susuhunan tidak berkata apapun lagi, maka Ki Pringgalaya me mberanikan diri untuk bertanya "A mpun Kangjeng Susuhunan. Apakah cukup dengan me mperketat penjagaan?" Kangjeng Susuhunan mengerutkan keningnya. Lalu "Jadi bagaimana sebaiknya?" "Agaknya para Senapati dapat mengajukan pendapatnya" "Aku sudah me mberi kese mpatan. Tetapi tidak seorangpun yang menyatakan pendapatnya" Suasana menjadi hening sejenak. Baru ke mudian seorang Senapati muda berkata "A mpun Kangjeng Susuhunan. Mungkin para Senapati sependapat, bahwa untuk menghadapi keadaan yang gawat ini, kita tidak dapat sekedar me mperketat pengawasan atas kota Surakarta" "Jadi bagaimana?" "Prajurit Sura karta harus turun ke medan" "Medan yang mana" Tidak ada peperangan" "Tetapi Pangeran Mangkubumi tentu sudah me mpersiapkan sebuah peperangan" Kangjeng Susuhunan "Teruskan pendapatmu" mengangguk-angguk. Katanya
"Surakarta harus menyusun barisan. Kita harus me lumpuhkan pusat kekuatan Pangeran Mangkubumi sebelum
semuanya terjadi. Kelambatan pada kita akan berarti kesulitan yang berkepanjangan" "Begitu" suara Kangjeng Susuhunan datar, sehingga menimbulkan kebimbangan bagi mereka yang mendengarnya. Karena itu, beberapa saat mereka yang ada di dalam bilik itupun terdiam. Mereka mencoba menilai sikap Kangjeng Susuhunan Paku Buwana itu. "He" Kangjeng Susuhunanlah yang me mulainya "Kenapa kalian dia m saja. Teruskan. Apakah pendapat kalian" "Ka mi sudah mengajukan pendapat kami" jawab Pangeran yang baru saja berbicara. "Baiklah. Jadi kalian berpendapat bahwa kita harus mengerahkan prajurit untuk menyerang adimas Pangeran Mangkubumi. Atau barangkali lebih tegas lagi, menduduki Sukawati yang telah a ku tarik ke mbali daripadanya" Para bangsawan dan Senapati yang ada di ruang itu termangu-mangu. Ketegasan sikap Kangjeng Susuhunan itu justru me mbuat mereka menjadi ragu-ragu. Namun dala m pada itu, Ki Pringgalayalah yang menjawab "Ha mba Kangjeng Susuhunan. Me mang tida k ada jalan yang lebih baik daripada melumpuhkan kekuatan Pangeran Mangkubumi di sarangnya sendiri" "Baiklah. Aku tidak berkeberatan. Aku akan segera mengangkat seorang Senapati yang akan me mimpin pasukan Surakarta di dalam tugas ini. Orang yang tentu saja me miliki ke ma mpuan yang setingkat dengan adimas Pangeran Mangkubumi" Hampir di luar kesadaran mereka, ma ka para Senapati, para bangsawan dan para pemimpin di Surakarta itu serentak terpaling kepada Pangeran Ranakusuma yang duduk dia m seolah-olah me mbeku. Satu kalimatpun tidak ada yang
terlontar dari mulutnya sejak para bangsawan dan para Senapati me mbicarakan masalah Tanah Sukawati. Agaknya Kangjeng Susuhunan mengerti maksud para Bangsawan dan Senapati itu. Karena itu maka iapun berkata "Apakah kalian sudah bersepakat untuk menunjuk adimas Pangeran Ranakusuma?" "Ka mi be lum me mbicarakannya" jawab salah seorang Pangeran "Tetapi ka mi bersa ma-sama mengetahui bahwa kamas Pangeran Ranakusuma adalah orang yang paling sesuai dengan tugas itu" "Ya Kangjeng Susuhunan" sahut Pringgalaya "tugas itu me mang pantas bagi Pangeran Ranakusuma" Kangjeng Susuhunan mengangguk-angguk. Agaknya ia me mang sependapat dengan pendapat para Pangeran dan Senapati di Surakarta itu. Tetapi sebelum Kangjeng Susuhunan me mutuskan, maka perwira tinggi kumpeni yang hadir di dala m sidang itupun tibatiba me motong pe mbicaraan "Kangjeng Susuhunan. Aku tidak setuju jika Pangeran Ranakusuma me megang pimpinan prajurit Surakarta ka li ini" Semua orang yang hadir terkejut mendengar pendapat itu. Apalagi Pangeran Ranakusuma sendiri. Wajahnya menjadi merah oleh berbagai perasaan yang bercampur baur di dala m dadanya. Perwira itu agaknya mengerti bahwa para bangsawan. Senapati dan pimpinan pe merintahan di Surakarta kecewa. Karena itu maka katanya "Kumpeni ingin mengusulkan seorang Senapati yang lain. Terserah kepada Kangjeng Susuhunan. Tetapi jangan Pangeran Ranakusuma. Kumpeni menganggap Pangeran Ranakusuma sebagai seorang Pangeran yang cakap dan pandai. Tetapi tidak untuk perang kali ini"
"Apa alasanmu" bertanya Kangjeng Susuhunan. "Masih ada orang lain yang dapat diangkat" "Tetapi adimas Pangeran Mangkubumi ada lah seorang prajurit yang pilih tanding" "Kumpeni sanggup me mbunuhnya. Bagaimanapun juga ke ma mpuannya, jika peluru mene mbus dadanya, maka ia akan mati" "Tida k. Pangeran Mangkubumi tida k dapat ditembus oleh peluru kumpeni" "Bohong. Tidak ada orang yang tidak dapat ditembus oleh peluru" "Apakah kau ingin melihat" tiba-tiba saja Pangeran Ranakusuma bertanya. "Ya" jawab Kumpeni itu. "Baik. Kita bertaruh. Jika ada orang yang tidak dapat ditembus oleh peluru, maka kepala mupun harus dicoba dengan sebutir peluru yang sama" geram Pangeran itu lebih lanjut Wajah kumpeni itulah yang menjadi merah pada m. "Nah" Pangeran Ranakusuma bergeser "Cobalah. Aku sama sekali tidak bermaksud menyombongkan diri. Tetapi aku hanya ingin menutup mulut mu" Kumpeni itu menjadi se ma kin marah. Se mentara itu Pangeran Ranakusuma berkata lebih lanjut "Temba klah aku.
Dimanapun yang kau kehendaki. Jika pelurumu mene mbus kulitku, aku akan mat i. Jika tidak, maka kaulah yang akan mati" Tiba-tiba saja kumpeni itu menjadi ragu-ragu. Namun dalam pada itu Kangjeng Susuhunan segera menengahi "Kita berbicara tentang Pangeran Mangkubumi. Baiklah. Aku akan segera menunjuk Senapati yang lain yang akan pergi ke medan bersama kumpeni. Tetapi aku tetap menunjuk adimas Pangeran Ranakusuma sebagai salah seorang Senapati pengapit dari ge lar apapun yang akan dipasang. "Kita a kan berunding Kangjeng Susuhunan" berkata perwira kumpeni itu. Darah Pangeran Ranakusuma serasa mendidih karenanya. Tetapi iapun kemudian berdia m diri karena Kangjeng Susuhunan masih duduk di ruang itu. Ia tidak mau mengulangi sikap Pangeran Mangkubumi yang dengan berani me lawan seorang penjabat tertinggi Kumpeni yang katakatanya merupakan undang-undang. Jika de mikian Surakarta hanya akan bertambah kalut, dan kumpeni justru akan semakin banyak me narik keuntungan. "Jika de mikian" berkata Kangjeng Susuhunan ke mudian "Kalian dapat meningga lkan tempat ini Bersiaplah dengan pasukan masing-masing. Sebentar lagi, Senapati yang me mimpin pasukan akan aku umumkan" Para bangsawan dan Senapati termangu-mangu sejenak. Mereka tidak menyangka bahwa kumpeni dengan terbuka telah menolak Pangeran Ranakusuma. Tentu mereka me mpunyai pertimbangan tersendiri atas Pangeran yang telah pernah me lakukan perang tanding dan me mbunuh seorang perwira kumpeni karena denda m pribadi. Karena kumpeni telah melangkahi pagar ayu, sehingga ia harus me mpertahankan kehormatannya di arena perang tanding. Namun ternyata bahwa ke ma mpuan Senapati dari Surakarta itu tidak kalah dari perwira kumpeni yang mengaku telah
menje lajahi lautan dan benua dari ujung sampai keujung bumi. Namun para bangsawan itu tidak dapat duduk me mbeku di tempatnya. Merekapun kemudian meninggalkan sidang itu dengan hati yang berdebaran. Kekecewaan Pangeran Ranakusuma tentu akan me mpunyai akibat yang luas bagi Surakarta. Tetapi para bangsawan dan Senapati itupun menyadari bahwa Kangjeng Susuhunan tidak akan dapat mengabaikan kumpeni. Bantuan kumpeni dengan senjata apinya akan lebih banyak artinya dari seorang Pangeran Ranakusuma. Hanya beberapa orang saja di antara mereka yang sempat me mpertimbangkan dengan baik, bahwa jika kumpeni bersedia me mbantu Kangjeng Susuhunan me merangi Pangeran Mangkubumi. maka bukan berarti bahwa kumpeni telah berbaik hati. Kumpeni tentu me mpunyai pa mrih dan pertimbangan sebaik-ba iknya. Dala m pada itu. Pangeran Ranakusuma yang dengan wajah merah pada m meninggalkan sidang, langsung berpacu ke mbali ke istananya. Roda keretanya berderap di atas jalan berbatu-batu. Beberapa orang bangsawan yang melihat kereta Pangeran Ranakusuma itu berpacu hanya dapat menarik nafas dala mdalam. Mereka me nangkap getar perasaan Pangeran yang me miliki ke ma mpuan yang luar biasa itu. "Jika kumpeni tadi bersedia mene mbakkan senjatanya, maka Kumpeni itulah yang akan mati" desis seorang Senapati muda. "Setidak-tidaknya ia akan mengala mi goncangan perasaan dan akan menjadi malu sekali. Pangeran Ranakusuma tentu bukannya tidak beralasan bahwa ia sudah menantang kumpeni itu"
Yang lain menyambung "Aku percaya, bahwa peluru kumpeni tidak akan dapat mene mbus kulitnya. Seperti juga peluru kumpeni tidak akan dapat mene mbus kulit Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said yang masih muda itu" "Sebentar lagi, Raden Juwiring akan dapat berbuat seperti ayahnya pula. Sekarang sudah nampak gejala-gejalanya bahwa Raden Juwiring akan ma mpu mewarisi ilmu ayahandanya" Para Senapati itu terdiam. Tetapi terasa desir yang tajam di dadanya. Melawan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said sekaligus seakan-akan merupa kan suatu kuwajiban yang tidak akan mungkin dilakukan oleh Surakarta meskipun dengan kumpeni seka lipun. -ooo0dw0ooo(Cersil, Silat Mandarin) http://zheraf.wapamp.com/
Jilid 17 SEDANGKAN menurut pertimbangan mereka, tidak akan mustahil jika Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said akan segera menyatukan kekuatan mereka, karena sebenarnya keduanya tidak mau melihat kumpeni se makin berkuasa di Kerajaan Mataram, yang berpusar di Surakarta itu. Apalagi nampa knya sikap Pangeran Ranakusuma yang merasa tidak mendapat kepercayaan dari kumpeni itu meragukan sekali. Sudah barang tentu bahwa ia tidak akan berjuang seperti apabila ia mendapat tanggung jawab sepenuhnya dari Kangjeng Susuhunan untuk menghadapi Pangeran Mangkubumi. Sementara itu, Pangeran Ranakusuma telah berada kembali di istananya. Dengan tergesa-gesa Juwiring menyongsongnya. Iapun ingin segera mendengar berita tentang pembicaraan yang dilakukan oleh para Senapati Agung di Surakarta. Setelah duduk sejenak, dan meneguk air panas yang dihidangkan oleh Warih sendiri ma ka Pangeran Ranakusumapun berkata "Bukan aku yang diangkat menjadi Panglima untuk melawan adinda Pangeran Mangkubumi"
Raden Juwiring mengerutkan keningnya. Ia mempunyai tanggapan yang aneh atas berita itu. Ia sendiri tidak mengetahui perasaan apakah sebenarnya yang bergolak di dalam dadanya. Sepercik kekecewaan telah me lonjak di hatinya. Namun ada juga perasaan yang lain. Adalah kebetulan sekali bahwa ayahandanya tidak harus menjadi Panglima melawan pa mandanya sendiri, "Juwiring" berkata Pangeran Ranakusuma "Aku bukan kecewa karena aku tidak a kan berhadapan langsung dengan Pangeran Mangkubumi dala m jabatan tertinggi pasukan Surakarta yang menghadapinya. Tetapi bahwa kumpenilah yang telah menolak pengangkatanku itulah yang telah me mbuat hatiku menjadi panas" Juwiring menarik nafas dalam-dala m. Ia dapat mengerti betapa panas hati ayahandanya. Apalagi ketika ke mudian Pangeran Ranakusuma menceriterakan seluruh pertemuan yang berlangsung itu. "Tetapi akibatnya tidak akan terlampau banyak berubah" berkata Pangeran Ranakusuma ke mudian "Aku masih tetap Senapati pengapit siapapun yang akan menjadi Panglima. Dan aku akan tetap ikut me mimpin pasukan Mataram. Aku akan tetap ikut menentukan jalannya peperangan" Raden Juwiring mengangguk le mah. "Se muanya akan berlangsung seperti yang kita kehendaki Juwiring. Kau kini adalah prajurit Surakarta. Kau harus selalu menyesuaikan dirimu dengan kedudukanmu dan derajat mu. Kau adalah putera seorang Pangeran" "Ya ayahanda" suara Juwiring datar. "Bersiaplah. Se muanya akan berlangsung dengan cepat sekali. Agaknya pasukan Surakarta tidak akan menunggu. Tetapi demikian Kangjeng Susuhunan mengangkat seorang Panglima, maka perang akan segera pecah"
Raden Juwiring menundukkan kepalanya. Perang itu sendiri bukan merupakan sesuatu yang menggetarkan. Tetapi yang paling menggelisahkan adalah perang di antara saudara sendiri. Saudara sendiri yang berbeda pendirian menghadapi kedatangan orang-orang asing di Surakarta. Dan Juwiring berdiri di atas atas yang sulit bagi dirinya sendiri. Dala m pada itu, Kangjeng Sultan telah menga mbil keputusan pula untuk me nutup regol dan setiap pintu istana Pangeran Mangkubumi. Seorang perwira diperintahkannya untuk menghitung setiap benda yang ada di dala m istana itu. Tidak satupun dari benda-benda itu yang boleh hilang, bahkan berpindah te mpatpun tida k. Baru setelah prajurit-prajurit Surakarta dengan resmi menguasai istana itu, maka Ki Dipanalapun be mudian bersama beberapa orang pengawal ke mba li ke Ranakusuman. Demikianlah sehari penuh Surakarta dicengka m ketegangan. Para Senapati menjadi gelisah, karena sampai saatnya matahari terbenam, mereka masih belum tahu, siapakah yang akan diangkat untuk me mimpin prajurit Surakarta. Seorang Senapati yang tidak sabar lagi menunggu telah datang ke istana. Tetapi istana itupun terasa sepi. Meskipun demikian ia bertemu juga dengan beberapa orang Senapati yang datang pula dengan ge lisah. "Belum ada keputusan yang diberikan kepada ka mi" berkata seorang Senapati muda. "Kita harus menunggu sa mpai besok. Tetapi yang sehari ini adalah suatu permulaan dari ke menangan Pangeran Mangkubumi" desis yang lain. "Tida k" jawab yang lain lagi "Pangeran Mangkubumi tentu me merlukan wa ktu paling cepat sepekan untuk menghimpun orang-orangnya. Orang-orang Sukawati bukannya prajurit. Mereka tidak akan dapat dihimpun seperti me manggil prajurit
yang sudah mapan. Dengan tengara yang dibunyikan di alunalun. para prajurit dan bahkan dengan seluruh cadangannya akan siap sebelum ge ma suara tengara itu lenyap. Tetapi sudah tentu tidak dengan para petani. Isteri mereka, anakanak perempuan dan kekasih mereka akan me nangis jika mereka a kan pergi berperang" Kawan-kawannya mengerutkan keningnya. Namun seorang Pangeran yang sudah agak lebih tua berkata "Kalian salah. Sukawati telah ditempa menjadi barak raksasa yang dihuni oleh prajurit-prajurit pilihan. Kalian akan terkejut menghadapi mereka di medan." Beberapa orang yang lain me mandang Pangeran itu dengan herannya. Apalagi ketika mereka me lihat sebuah senyum yang terlukis di bibirnya. di dala m hati para Senapati itu bertanya "Apa pula ma ksud Pangeran Hadiwijaya ini?" Tetapi mereka tidak se mpat bertanya, karena Pangeran Hadiwijayapun kemudian berlalu meninggalkan mereka yang termangu-mangu. Sejenak ke mudian Pangeran Hadiwijaya itupun berhenti sa mbil berpaling dan berkata "Se la mat berpisah saudara-saudaraku" Para Senapati yang me mandanginya menjadi se makin heran, tingkah laku Pangeran Hadiwijaya itu, agak lain dari kebiasaannya. Setelah Pangeran Hadiwijaya hilang di da la m gelapnya ujung mala m, ma ka seorang dari antara mereka yang keheranan itu berdesis "Ke manakah kiranya Pangeran Hadiwijaya itu pergi?" Yang lain mengge lengkan kepalanya sambil berguma m "Orang itu na mpaknya agak lain" "Kenapa ia mengatakan sela mat Pangeran Hadiwijaya akan pergi?" berpisah" Apakah
Tidak seorangpun yang menjawab. Na mpak di wajah mereka teka-teki itu tetap tidak terjawab. Ternyata setelah mereka duduk dan berbicara beberapa la manya di bangsal itu tida k ada berita apapun yang datang dari Kangjeng Susuhunan. Tidak ada seorang utusan yang harus me manggil para Senapati untuk menghadap dan bersidang. Tidak ada kesibukan apa-apa yang melukiskan ketegangan yang terjadi di Surakarta. "Seisi kota ini menunggu" desis seorang Senapati. "Kangjeng Susuhunan berada dala m keadaan yang tidak menguntungkan" "Ya, Kangjeng Susuhunan masih saja sering sakit-sakitan. Bahkan rasa-rasanya akhir-akhir ini na mpak sangat pucat dan kehilangan gairah sa ma sekali" "Itu adalah salah Pangeran Mangkubumi" "Kenapa Pangeran Mangkubumi?" "Pangeran Mangkubumi adalah adik terkasih. Tetapi ia sama sekali tida k menunjukkan kesetiaannya kepada kakandanya dan bahkan rajanya" Merekapun mengangguk-angguk. Tetapi mereka tidak. telaten lagi menunggu. Karena itu, maka para Senapati itupun ke mudian pulang ke rumah masing-masing. Ada juga satu dua di antara mereka yang me merlukan mengelilingi kota melihatme lihat suasana. Tetapi kota Surakarta nampak sepi. Sepi sekali. La mpu-la mpu minyak satu dua yang tergantung di sudut-sudut jalan, rasa-rasanya tidak dapat menembus mala m yang menjadi se makin pekat, seperti pekatnya mendung yang menga mbang di atas langit Surakarta. Senapati-senapati itu masih juga se mpat berhenti di beberapa gardu peronda. Mereka memberikan beberapa pesan kepada para prajurit untuk tetap berhati-hati dan
waspada. Setiap saat bahaya akan dapat mengancam. Bukan saja nyawa mereka sendiri, tetapi juga keda maian Surakarta. Sementara itu kumpenipun telah meningkatkan kesiagaan mereka. Prajurit-prajurit kumpeni yang ada di Sura karta telah dipusatkan dala m satu barak dengan senjata siap di tangan. Demikianlah, betapapun sepinya ma la m, namun terasa bahwa di balik kesepian yang senyap dan kelam itu tersembunyi ketegangan yang menusuk sa mpai kepusat pemerintahan. Dala m pada itu di dala m istana, bukan seperti yang diduga oleh para Senapati bahwa Kangjeng Susuhunan sekedar terlambat menga mbil keputusan, atau karena kesehatannya yang terganggu. Sebenarnyalah bahwa Kangjeng Susuhunan sedang dicengka m oleh kegelisahan yang tiada taranya, sehingga semala m suntuk matanya tidak dapat terpejam sama sekali. Seperti para peronda yang hilir mudik di atas punggung kuda, ma ka de mikian juga angan-angan Kangjeng Susuhunan Paku Buwana. Semala m suntuk angan-angannya menjelajahi seribu persoalan yang sedang dihadapi oleh Surakarta dan oleh Kangjeng Susuhunan itu sendiri. Angin mala m yang mengusap atap istana terdengar seperti desah nafas yang lesu. Dan terasa betapa hati Kangjeng Susuhunanpun me njadi se ma kin lesu. Mala m itu ternyata perlahan-lahan bergeser didesak oleh cahaya fajar. Para peronda yang berkeliling mengedari kota telah kembali ke gardu masing-masing. Rasa-rasanya mereka tidak melihat sesuatu yang pantas mendapat perhatian yang lebih besar dan bersungguh-sungguh. Namun ketika bayangan rumah-rumah mulai menguak dari kegelapan, Ki Dipanala dengan tergesa-gesa me macu kudanya me masuki regol istana Ranakusuman.
"Apakah ada sesuatu yang penting paman?" bertanya Juwiring yang juga ha mpir tida k dapat tidur se mala m suntuk, kecuali di saat fajar hampir menyingsing. Namun iapun segera terbangun mendengar ayam jantan yang berkokok bersahutan. Ki Dipana la yang sudah me loncat turun dari kudanya menarik nafas. Dan ketika nafasnya mulai berja lan teratur, maka iapun mula i berkata "Istana Pangeran Hadiwijaya telah kosong" Raden Juwiring mengerutkan keningnya. Lalu "Pa man mengetahuinya?" "Aku me lihat sejak Pangeran Hadiwijaya meningga lkan istananya. Belum la ma, justru saat para peronda mulai ke mbali ke gardu masing-masing" "Jika de mikian pa manda Pangeran Hadiwijaya berada di mulut gerbang kota" "Tentu tida k lewat gerbang" "Tentu, karena di gerbang kota ada beberapa orang penjaga. Maksudku, berada diperbatasan" Juwiring termenung sejenak, lalu "Tetapi setiap lorong betapapun kecilnya yang mene mbus ke luar kota mendapat penjagaan sebaik-baiknya" "Pintu kota samping yang menghadap ke Timur telah kosong" "Maksudmu?" "Penjaga-penjaganya adalah pengikut Pangeran Hadiwijaya. Mereka telah pergi bersama Pangeran Hadiwijaya. Bahkan beserta keluarganya" "Kau mengetahui seluruhnya?" "Aku sudah sampai ke pintu sa mping di sebelah Timur itu" "Paman sudah meyakinkan?" masih
"Sudah Raden. Dan sebenarnyalah bahwa di dalam remang-re mangnya pagi, aku masih melihat debu iring-iringan itu" "Apakah tidak ada prajurit Surakarta yang mengejarnya" "Aku berada di gardu itu beberapa lama. Tidak ada seorangpun yang menyusul mereka. Barangkali belum ada yang mengetahuinya bahwa Pangeran Hadiwijaya meninggalkan kota. Baru ketika iring-iringan itu tidak na mpak lagi oleh e mbun yang mulai menguap aku ke mbali" Raden Juwiring menarik nafas. Dengan nada datar ia, berkata "Tentu bukan hanya pamanda Pangeran Hadjiwijaya. Besok atau lusa, tentu ada lagi yang menyusul. Me mang keadaan Surakarta tidak lagi dapat diharapkan" Ki Dipana la tidak menyahut. "Tetapi baiklah aku menghadap ayahanda. Seorang Senapati telah meninggalkan kota. Pamanda Pangeran Hadiwijaya termasuk Senapati yang me miliki beberapa kelebihan meskipun ilmunya tidak setinggi Pangeran Mangkubumi. Tetapi untuk mencari imbangannya, agaknya Kangjeng Susuhunan juga a kan mengala mi banyak perhitungan. Apalagi kumpeni tidak menyetujui ayahanda Pangeran Ranakusuma untuk me mimpin pasukan Surakarta" Ki Dipanala mengangguk-angguk. Katanya "Memang sebaiknya Raden segera menyampaikannya kepada Pangeran Ranakusuma " Raden Juwiringpun ke mudian masuk ke dala m. Dilihatnya adiknya sedang me mbersihkan beberapa perabot istana. Hiasan-hiasan yang bergantungan dan mele kat pada dinding. Raden Juwiring berhenti sejenak ketika ia melihat Warih me megangi sebuah patre m yang tergantung di dinding ruang tengah.
"Ka mas" desis Rara Warih ketika dilihatnya Juwiring berdiri termangu-mangu "ada beberapa emban yang membawa patrem sela ma tugasnya. Tentu mereka menguasai cara penggunaannya. Apakah kamas mau me mberitahukan kepadaku, bagaimanakah caranya me mpergunakan patrem?" Juwiring tersenyum. Selangkah ia maju. Katanya "Buat apa kau bermain-ma in dengan patre m, Warih. Patrem adalah sejenis senjata yang berbahaya. Sebaiknya kau tidak usah me mikirkannya. Apalagi penggunaannya" "Ka mas, para emban itu juga menguasai cara-cara penggunaan. Bukankah patrem me mang sejenis senjata buat seorang perempuan?" "Tetapi dala m penggunaan yang khusus, Warih. Patrem adalah sejenis senjata pendek. Seperti kau lihat, bentuknya adalah sebuah keris yang kecil" "Aku tahu kamas. Patrem adalah senjata untuk me mbela diri bagi perempuan. Apalagi menghadapi lawan yang berhasil me masuki istana. Bukan senjata di medan perang. Bahkan jika perlu patrem dapat untuk me mbunuh diri. Tetapi aku ingin tahu, bagaimana aku harus me megang dan menggerakkannya" Raden Juwiring mengerutkan keningnya. Dipandanginya Warih sejenak, lalu "Kenapa me mbunuh diri?" "Bukankah pere mpuan akan sekedar rampasan jika kita kalah perang?" "Apakah kita akan berperang?" "Pamanda Pangeran Mangkubumi sudah tidak ada di istananya lagi" "Tetapi pa manda Pangeran Mangkubumi adalah keluarga sendiri. Mungkin di dala m paha m pe merintahan kita akan bertempur, tetapi pamanda Pangeran tentu tida k akan me mperlakukan kau sewenang-wenang jika ia ternyata menjadi barang
menang dan berhasil menduduki kota. Pamanda Mangkubumi adalah orang yang baik. Hubungannya dengan ayahanda sebagai kakak beradik cukup ba ik" "Tentu bukan pa manda Mangkubumi sendiri. Kamas tahu bahwa pamanda Mangkubumi me mpunyai pasukan orangorang padesan yang kasar. Mungkin di antara mereka terdapat perampok-pera mpok. Nah. terhadap mereka itulah aku harus me mpertahankan diri, dan jika nerlu akan dapat me mbunuh diri jika mereka a kan menyentuhku" "Kau salah Warih" berkata Tuwiring "Me mang mereka adalah orang-orang padesan. Petani-petani dan barangkali orang-orang kasar. Tetapi kekasaran mereka tidak terletak pada nafsu mereka. Tidak pada ketamakan kebendaan, tidak pada pangkat dan derajad duniawi. Dan tidak pada perempuan. Mereka se kedar kasar menurut sikap lahiriah. Tetapi mereka adalah orang-orang yang bersih dan jujur" "Ah" desah Warih "itu sekedar dugaan ka mas" "Aku pernah hidup di antara mereka" "Tetapi di da la m peperangan segalanya dapat terjadi" berkata Warih "Juga atas diriku" Juwiring menepuk bahu adiknya sambil tersenyum. Katanya "Tenangkan hatimu Warih. Tida k akan terjadi apa-apa. Gantungkan ke mbali patrem itu di dinding" Warih tidak menjawab. "Pasukan pamanda Pangeran Mangkubumi tidak akan berhasil me masuki kota ini. Prajurit Surakarta cukup kuat. Apalagi agaknya kumpeni sudah siap untuk me mbantu" "O" tiba-tiba saja Warih justru menjadi tegang. di luar sadarnya gadis itu teringat akan ibunya dan kakaknya yang mati karena kumpeni.
"Gila" Warih menggera m "Aku tida k mau diperlakukan seperti ibunda. Tidak. Dan kau ka mas, jangan sampai terjadi lagi, apa yang pernah terjadi atas ka mas Rudira" Juwiring terkejut mendengar tanggapan Warih. la menyesal bahwa ia sudah menyebut kumpeni. Karena itu di dekatinya adiknya yang ke mudian menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya "Sudahlah Warih. Sebenarnyalah tidak akan terjadi apa-apa. Kau harus sadar bahwa kau adalah putera seorang Senapati pilihan. Aku dan ayahanda tentu akan me lindungimu" Rara Warih termangu-mangu sejenak. Ke mudian katanya "Ayahanda dan ka mas tentu akan berada di peperangan" Juwiring justru tertawa. Katanya "Tetapi sepasukan pengawal akan berada di istana ini. Jika sekiranya kota ini diduduki, maka yang pertama-tama akan dimasuki adalah istana Kangjeng Susuhunan. di sana terdapat banyak sekali gadis-gadis cantik. Sementara itu para pengawal di rumah ini akan menyela matkanmu" Warih tidak menjawab lagi. la menjadi kurang senang me lihat sikap kakaknya, seakan-akan persoalan itu sekedar persoalan yang tidak penting, bahwa sekedar bergurau. "Me mang tidak penting bagi la ki-laki. Mereka akan mati jika mereka kalah. Tetapi pere mpuan akan mengala mi bencana yang lebih mengerikan" guma m Warih di dala m hatinya. Namun gadis itu tidak mengatakannya. "Ke mbalikan patre m itu Warih. Aku akan menghadap ayahanda" Warih tidak menyahut. Digantungkannya ke mba li patrem itu di dinding. Juwiringpun ke mudian meningga lkannya untuk menjumpai ayahandanya. Ia harus melaporkan bahwa Pangeran Hadiwijayapun telah hilang dari kota.
Sejenak Warih masih termangu-mangu. Ketika Juwiring ke mudian hilang di balik pintu, patrem yang sudah tergantung di dinding itupun dia mbilnya ke mbali dan diselipkannya di bawah sabuk kainnya. Sementara itu. Raden Juwiringpun telah menghadap ayahandanya di ruang dala m. Dengan singkat diceriterakannya, apa yang sudah dilihat oleh Ki Dipanala tentang Pangeran Hadiwijaya. Tetapi Pangeran Ranakusuma ternyata tidak terkejut. Katanya dengan nada datar "Aku me mang sudah menduga" "Apakah sela ma ini sikap pa manda Hadiwijaya cukup meyakinkan?" bertanya Raden Juwiring. "Me mang tidak sekeras Pangeran Mangkubumi. Tetapi bahwa ia ke mudian meninggalkan kota dan berada di dala m lingkungan Pangeran Mangkubumi, bukannya suatu hal yang mengejutkan" Raden Juwiring me ngangguk-anggukkan kepalanya. Lalu katanya kemudian "Tetapi apakah Surakarta tidak akan menga la mi kesulitan" Se makin banyak Senapati yang me lepaskan diri, maka Sura karta tentu akan menjadi se ma kin ringkih" Pangeran Ranakusuma tidak segera menyahut. Dan Juwiringpun ke mudian berkata "Kesempatan kumpeni untuk ikut ca mpur menjadi se makin besar. Dan tuntutan-tuntutan yang lebih banyak akan dapat dimintanya" "Ya. Kangjeng Susuhunan yang na mpaknya menjadi semakin le mah jasmaniahnya itu aga knya akan menjadi semakin le mah pula pendiriannya. Tetapi kita masih dapat mengharap bahwa pada suatu saat Kangjeng Susuhunan akan menyadari keadaan ini sebaik-baiknya. Mudah-mudahan tidak terlambat"
Juwiring tidak menyahut, la menunggu saja. apa yang sebaiknya harus dilakukan. "Juwiring" berkata Pangeran Ranakusuma "ternyata sampai saat ini kita masih belum mengetahui siapakah yang akan berdiri di paling depan dari pasukan Surakarta menghadapi Pangeran Mangkubumi. Tetapi tentu tidak akan lebih dari hari ini. Setelah itu tentu para Senapati akan mengadakan pertemuan dan menentukan sikap. Se mentara itu kau harus menyiapkan para pengawal di istana ini. Serahkan mereka ke mudian kepada Ki Dipanala. Se mentara kau me mbenahi pasukanmu sendiri. Pasukan berkuda akan menjadi sangat penting artinya di dala m gerakan yang serba cepat. Akupun tentu akan diserahi sepasukan prajurit, karena aku akan menjadi Senapati pengapit siapapun yang akan menjadi Panglima perang" "Apakah pasukan kumpeni akan ikut pula ayahanda?" "Aku kira de mikian. Pasukan kumpeni tentu akan ikut pula menyerang kedudukan Pangeran Mangkubumi" Juwiring mengangguk kecil. "Nah, mulailah sekarang Juwiring. Jika semuanya sudah pasti, kita akan berbicara lebih panjang. Banyak soal-soal yang harus kita pecahkan" "Ya ayahanda" "Mulailah dari para pengawal di istana ini. Setelah kau serahkan kepada Dipanala, maka kau harus menyiapkan pasukan berkuda mu" "Bagaimana jika pasukan berkuda tidak disertakan dala m peperangan ini karena pasukan berkuda akan tetap menjaga kota?" "Kita menunggu"
Raden Juwiring ayahanda"
mengangguk kecil. Katanya "Baiklah Pangeran "Sekarang, hubungi Dipanala. Kepergian Hadiwijaya akan me mpercepat setiap tindakan"
Juwiringpun ke mudian meningga lkan ayahandanya. Ketika ia lewat di tempat Warih menga mbil patrem, iapun terhenti sejenak. Sambil menarik nafas panjang Juwiring berdesis "Patrem itu tida k dike mba likannya di te mpatnya" Tetapi Juwiring tidak melihat adiknya lagi. Karena itu, maka iapun melangkah terus mencari Dipanala di ha la man belakang istananya. Pembicaraan yang bersungguh-sungguh antara Raden Juwiring dan Ki Dipanala ternyata sangat menarik perhatian para pengawal. Mereka menyadari bahwa keadaan Surakarta me mang benar-benar telah menjadi panas. Merekapun telah mendengar bahwa Pangeran Hadiwijayapun dengan diamdia m telah meningga lkan kota dengan segenap keluarga dan pengikut-pengikutnya. Sekelompok prajurit yang bertugas di regol sa mping di sebelah Timur ternyata telah mengikutinya pula. Bagi para pengawal di istana Ranakusuman, Juwiring me mpunyai pengaruh yang lain dari Raden Rudira. Juwiring tidak disegani karena kekuasaannya, tetapi karena tingkah laku dan sikapnya. Apalagi orang-orang itu mengetahui bahwa Raden Juwiring ternyata telah mewarisi sebagian besar dari ilmu ayahandanya Pangeran Ranakusuma. Dala m pada itu, seorang utusan telah datang pula ke Ranakusuman. Seorang gandek yang mendapat tugas untuk me manggil para Senapati, para bangsawan dan pimpinan pemerintahan untuk menghadiri sidang-sidang yang diselenggarakan bukan pada waktunya.
Badai Di Parangtritis 2 Jodoh Rajawali 12 Pusaka Hantu Jagal Pedang Seribu Romansa 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama