01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja Bagian 28
salah seorang dari utusan dari Singasari itu berkata
"Ampun Sri Baginda. Bagi Kediri, maka yang paling baik
adalah ketenangan dan ketenteraman seperti yang aku
dengar pada permulaan dari pembicaraan ini. Karena itu,
apakah pembicaraan ini dapat dikembalikan kepada satu
keinginan semula. Kediri sedang mencari jalan untuk
menemukan satu ketenangan tanpa campur tangan pihak
manapun juga. Karena segala pihak masih mempunyai sisasisa
kepercayaan yang satu terhadap yang lain. Sisa-sisa itu
akan dapat dikembangkan dan kemudian menemukan satu
rumusan yang paling mengikat"
Sri Baginda di Kediri menarik nafasdalam-dalam.
Namun kemudian katanya "Baiklah. Aku aKan berusaha
untuk berbuat demikian, selama Pangeran Kuda
Permatijuga berbuat demikian"
"Tentu tidak ada keberatannya. Bukankah kita semua
menghendaki ketenangan dan ketenteraman?" Mahisa Agni
menambahkan. Sri Baginda mengangguk-angguk. Namun dalam pada
itu, Pangeran Kuda Permati masih saja dicengkam oleh
ketegangan. Meskipun demikian, iapun berkata "Hamba
akan menyesuaikan diri Sri Baginda"
Sri Baginda merenung sejenak. Ketika ia memandang
orang-orang yang ada di dalam ruangan itu, terasa, bahwa
ketegangan memang sedang mencekam.
Karena itu, dengan susah payah, Sri Baginda yang
merasa dirinya bertanggung jawab atas masalah yang lebih
luas dari sekedar mengikuti arus perasaannya itupun
kemudian berkata "Kuda Permati. Jika pada saat ini aku
memanggilmu, maka aku ingin mendapatkan satu jalan
yang paling baik bagi semua untuk mendapatkan satu
suasana kehidupan yang tenang dan damai di Kediri"
Pangeran Kuda Permati mengerutkan keningnya. Ketika
terpandang olehnya orang-orang Singasari yang ada ruang
itu, maka terasa jantungnya bagaikan membara.
Karena itu, maka katanya "Sri Baginda, menurut
pendapat hamba, maka satu-satunya cara untuk membuat
Kediri tenang dan tenteram adalah mengembalikan
kewibawaan Kediri sebagaimana sebelum Tumapel
menyombongkan dirinya, mengambil dengan kekerasan
kekuasaan Kediri dan bahkan kemudian memerintah Kediri
dengan semena-mena" Jawaban itu memang sudah diduga. Baik oleh Sri
Baginda maupun oleh Mahisa Agni dan Witantra. Karena
itu, maka mereka sama sekali tidak terkejut.
Dalam pada itu Sri Bagindalah yang menjawab "Kuda
Permati. Dalam hati kecil setiap orang Kediri memang
tersimpan satu kenangan atas kebesaran Kediri pada masa
lampau. Tetapi yang nampak itu bukannya yang harus kita
genggam sebagai satu keharusan, seolah-olah tidak ada cara
lain untuk menggalang ketenangan dan ketenteraman. Jika
kita sekarang merupakan satu keluarga dengan Si-ngasari,
maka kita berharap bahwa dengan demikian akan tergalang
satu kebesaran yang melampaui Kediri, yang meliputi
daerah yang jauh lebih luas, sehingga satunya Singasari
akan lebih besar dan lebih menyeluruh dari satunya Kediri
dimasa lampau" "Itu adalan pertanda kelemahan hati Sri Baginda"
berkata Kuda Permati "bagi kami, Kediri adalah puncak
dari segala kebesaran"
"Jika jalan pikiran itu yang kita tanamkan, maka setiap
tempat yang menyebut namanya, akan berbuat seperti itu,
sehingga yang satu itu akan pecah berkeping-keping.
Beberapa Pakuwon akan dapat berbuat serupa dan dengan
demikian, apakah yang akan terjadi" Ketenangan dan
ketenteraman?" sahut Sri Baginda.
"Kebesaran Kediri akan meliputi" berkata Kuda Permati
kemudian "karena itu Singasari harus lebur. Itu sudah
menjadi tekad dan keyakinan hamba. Hamba akan berjuang
untuk mewujudkannya. Kemudian, hamba sama sekali
tidak ingin untuk mendapatkan kedudukan apapun juga.
Hamba akan mempersembahkan kebesaran Kediri kepada
Sri Baginda" "Jadi kau tidak mau mendengarkan kata-kataku?"
bertanya Sri Baginda. Pangeran Kuda Permati termangu-mangu sejenak.
Dipandanginya Sri Baginda, kemudian ia berpaling kepada
dua orang utusan Singasari yang ada. di ruangan itu.
Namun demikian Pangeran Kuda Permati itu masih saja
menjawab "Sri Baginda. Sekali lagi hamba tegaskan, bahwa
hamba akan mempersembahkan kebesaran Kediri kepada
Sri Baginda" "Kuda Permati" jawab Sri Baginda "Aku tidak
menginginkan pertumpahan darah ini berkepanjangan.
Bantai membantai tanpa perikemanusiaan. Sementara itu
kebesaran Kediri tidak akan ada bedanya dengan kebesaran
Singasari karena wilayah Kediri yangbesar itu juga wilayah
Singasari sekarang. Jika sekarang orang Kediri merasa di
kuasai oleh orang Singasari, maka kelak perasaan serupa
akan timbul pula pada orang-orang Singasari, atau
katakanlah orang-orang Tumapel"
Wajah Pangeran Kuda Permati menjadi tegang.
Perasaannya bergejolak penuh kebencian. Dengan suara
bergetar-ia berkata "Sri Baginda, apakah Sri Baginda
bersabda atas dasar hati nurani, atau karena disini ada dua
orang utusaan dari Singasari yang mungkin dapat menakutnakuti
Sri Baginda" Tetapi akibat dari kata-kata itu ternyata sangat tajam
menusuk perasaan Sri Baginda. Dengan wajah yang
menyala Sri Baginda berkata "Kuda Permati. Kau sangka
aku seorang pengecut yang tidak berarti apa-apa" Kau
sangka aku tidak mempunyai keberanian untuk
menentukan sikap" Jika aku tidak memikirkan nasib
rakyatnya yang terpecah dan akan saling membunuh, aku
tidak akan memanggilmu. Aku tidak akan berbicara apapun
dengan seorang pemberontak seperti kau" Jika aku sekarang
bersikap lunak terhadapmu, adalah karena aku masih
berusaha untuk meyakinkankanmu bahwa kita mungkin
akan dapat menemukan jalan yang lebih baik dari
peperangan" Namun ternyata Pangeran Kuda Permatipun sudah
dikungkung oleh satu sikap vang tidak daoat dileoaskannya.
Maka jawabnya "Hamba mohon maaf Sri Baginda. Bukan
maksud hamba merendahkan Sri Baginda. Bagaimanapun
juga Sri Baginda adalah seorang kesatria terbesar di Kediri.
Tetapi sikap Sri Baginda yang kadang-kadang
menumbuhkan pernyataan dihati hamba. Selama ini hamba
sudah berbesar hati, bahwa Sri Baginda telah menunjukkan
sikap yang lebih tegas, dengan di batasinya gerak
kakangmas Singa Narpada. Bahwa Sri Baginda tidak
bertindak kasar terhadap gerakan hamba dan bahwa Sri
Baginda membiarkan para prajurit tetap di tempatnya
masing-masing. Tetapi dengan kehadiran kedua orang
utusan dari Singasari, sikap Baginda telah berubah"
"Kuda Permati" bentak Sri Baginda "jika aku membatasi
gerak Pangeran Singa Narpada itu karena aku memikirkan
kemungkinan korban yang akan jatuh tanpa hitungan.
Tetapi ternyata tanpa Pangeran Singa Narpada, peristiwa
yang aku cemaskan itu telah terjadi. Aku tidak dapat
menangkap Panji Sempana Murti karena sesudah Panji
Sempana Murti, tentu ada Senapati lain yang bertindak
sebagaimana dilakukannya, karena sebenarnyalah bahwa
mereka justru telah bertindak sebagaimana seorang prajurit"
Wajah Pangeran Kuda Permatilah yang kemudian
menjadi semakin tegang. Namun akhirnya ia berkata "Sri
Baginda. Hamba mohon ampun. Hamba mohon Sri
Baginda memberi kesempatan kepada hamba untuk
menegakkan kembali kebesaran Kediri dan kemudian
mempersembahkannya kepada Sri Baginda"
"Aku tidak memerlukannya" jawab Sri Baginda.
"Jika demikian, maka hambalah yang akan memerintah
di Kediri. Hamba adalah juga keturunan ayahanda Sri
Baginda di Kediri sebelum Sri Baginda sendiri. Jika Sri
Baginda, saudara hamba yang berhak atas tahta
berkeberatan untuk memegang kendali pemerintahan, maka
hamba, saudara Sri Baginda, berhak juga untuk memerintah
atas nama ayahanda" jawab Pangeran Kuda Permati.
Persoalannya sudah menjadi jelas bagi Sri Baginda dan
bagi orang-orang yang hadir. Tidak ada lagi yang dapat
dibicarakan. Sehingga karena itu, maka Sri Bagindapun
berkata "Pembicaraan kita tertutup sampai disini. Aku
memenuhi janjiku. Aku bertanggung-jawab mengembalikan
kepada pasukanmu. Tetapi sesudah nyawamu akan
terancam oleh sikapku yang akan lebih tegas daripada
sikapku sebelumnya. Aku mengira bahwa kau dapat
mengerti. Tetapi ternyata kau justru memanfaatkan
kelemahanku bahwa aku tidak sampai hati melihat darah
terlalu banyak mengalir, untuk memperoleh pengaruhmu"
"Terima kasih Sri Baginda" jawab Pangeran Kuda
Permati "pada saatnya seluruh Kediri akan bangkit"
"Kau akan kecewa" jawab Sri Baginda "aku akan segera
memerintahkan, melepaskan Pangeran Singa Narpada dari
keterbatasan geraknya. Ia akan bergabung dengan para
Senapati di perbatasan yang sudah siap mengahadapimu,
terutama Panji Sempana Murti yang sudah menghancurkan
sebagian dari pasukanmu"
Wajah Pangeran Kuda Permati semakin menegang.
Namun kemudian jawabnya "Pangeran Singa Narpada
tidak lagi berbahaya bagi hamba. Ia tidak akan banyak
berarti. Seorang yang sudah dikecewakan seperti Pangeran
Singa Narpada, akan bertindak jauh lebih buruk dari yang
sebenarnya dapat dilakukan" Jika ia dilepaskan, maka yang
pertama-tama dilakukan adalah mengutuk Sri Baginda
sendiri dihadapan banyak orang dan pasukannya"
Tubuh Sri Baginda menjadi gemetar menahan ke
marahan yang bagaikan meledakkan dadanya. Dengan lan
tang maka iapun kemudian berkata "Bawa orang itu pergi.
Kembalikan keperbatasan sebagaimana aku janjikan,
karena aku bukan hendak menjebaknya dengan licik. Aku
ingin menangkapnya dengan cara seorang laki-laki yang
berhadapan di medan perang"
Pangeran Kuda Permati tidak menjawab. Seperti pada
saat datang, iapun kemudian dikawal oleh sekelompok
prajurit, dikembalikan kepada pasukannya yang
membayanginya ketika ia berangkat menghadap Sri
Baginda. Ternyata, setelah Sri Baginda bertemu langsung dengan
Pangeran Kuda Permati sama sekali tidak dapat diajak
untuk berbicara, mencari kemungkinan untuk mengurangi
korban yang terbunuh tanpa arti.
Sebenarnya Sri Baginda sendiri memaklumi keinginan
orang-orang Kediri untuk mengembalikan kebesaran Kediri
sebagaimana sebelum Tumapel merebut kekuasaan dan
kebesaran Kediri. Tetapi Sri Baginda di Kediri itupun tidak
akan dapat membiarkan rakyatnya terbantai dengan
sewenang-wenang. Karena itu, sepeninggal Pangeran Kuda Permati, maka
Sri Bagindapun segera memerintahkan untuk memanggil
Pangeran Singa Narpada di tempatnya untuk batasi
geraknya. Ketika Pangeran Singa Narpada memasuki ruangan itu,
hatinya menjadi berdebar-debar. Ia melihat dua orang
pemimpin tinggi dari Singasari hadir di tempat itu.
Ketika Pangeran Singa Narpada sudah duduk diantara
mereka yang berada diruangan itu, maka Sri Bagindapun
mulai menguraikan keadaan yang berkembang di Kediri.
Dengan nada dalam Sri Baginda berkata "Singa Narpada,
aku membatasi gerakmu karena aku mengerti, bahwa kau
adalah orang yang tidak dapat menahan perasaanmu. Kau
dapat bertindak dengan keras dan kadang-kadang meloncat
dari batas kewajaran. Namun ternyata bahwa keadaan tidak
mereda meskipun kau tkiak ikut terlibat didalam
pertentangan ini" Pangeran Singa Narpada menundukkan kepalanya.
Tetapi ia bertanya "Sekarang, apa yang tuanku kehendaki?"
"Di perbatasan Utara, ternyata Panji Sempana Murti
telah bertindak dengan tegas. Pertumpahan darah tidak
dapat dicegah lagi. Sementara itu, aku sudah memanggil
Pangeran Kuda Permati.. untuk berbicara mencari jalan
penyelesaian yang paling baik" berkata Sri Baginda.
"Jadi, Sri Baginda sudah memanggil adimas Kuda
Permati?" bertanya Pangeran Singa Narpada.
"Ya" jawab Sri Baginda.
"Baginda" wajah Pangeran Singa Narpada menjadi
merah "jadi Sri Baginda sudah merendahkan diri, berbicara
dengan seorang pemimpin pemberontak yang telah
menodai nama baik Sri Baginda selama ini?"
"Singa Narpada" jawab Sri Baginda "Aku memanggil
dan berbicara dengan Kuda Permati karena aku ingin
mencari pemecahan masalah yang kita hadapi dengan
kemungkinan yang lebih baik daripada saling berbunuhan.
Aku memanggil Kuda Permati untuk memberikan
penjelasan kepadanya, bahwa permusuhan selama ini tidak
akan ada artinya. Aku berusaha untuk menjelaskan
kepadanya, hubungan antara Kediri dan Singasari"
"Apa katanya?" bertanya Pangeran Singa Narpada.
"Kuda Permati tidak mau tahu" jawab Sri Baginda.
"Hamba sudah menduga. Sebenarnya Sri Baginda haras
sudah mengetahui sikap itu. Atas dasar sikap itulah hamba
ingin bertindak. Tetapi pada saat hamba membawa adimas
Lembu Sabdata yang akan dapat memberikan beberapa
keterangan tentang adimas Kuda Permati, maka hamba
sudah dijerat dalam tahanan" geram Pangeran Singa
Narpada. Sri Baginda termangu-mangu sejenak. Terngiang di
telinganya kata-kata Pangeran Kuda Permati, bahwa yang
pertama-tama dilakukan oleh Pangeran Singa Narpada
adalah mengutuknya" Namun dalam pada itu, Sri Bagindapun bertanya kepada
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pangeran Singa Narpada "Kau tahu, kenapa aku
membatasi gerakmu selama ini. Sekarang, aku minta
pertimbanganmu, apa yang sebaiknya aku lakukan. Aku
sudah berusaha untuk mencari penyelesaian dengan baik
untuk menghindari pertumpahan darah. Tetapi aku tidak
berhasil. Kuda Permati tidak mau mendengarkan katakataku"
"Sri Baginda bersikap aneh" jawab Pangeran Singa
Narpada "Sri Baginda tidak pernah bertanya kepada hamba,
apakah hamba sependapat untuk menyelesaikan persoalan
ini dengan menghindari pertumpahan darah. Tetapi yang
Sri Baginda lakukan terhadap hamba adalah dengan tibatiba
saja menangkap dan menahan hamba, meskipun istilah
yang Sri Baginda pergunakan adalah membatasi gerak
hamba. Tetapi tidak demikian terhadap Kuda Permati.
Kuda Permati datang sebagai seorang pahlawan yang
sempat berbicara dengan Sri Baginda. Sesudah itu, Kuda
Permati dipersilahkan untuk kembali ke tempat
persembunyiannya, dengan aman dibawah pengawalan
pasukan Kediri, sehingga kadang-kadang hamba berpikir,
apakah dengan demikian sebaiknya hamba bertindak atas
nama hamba sendiri menurut kesenangan hamba, karena
hambapun merasa mempunyai kekuatan sebagaimana
Kuda Permati. Tetapi ternyata hamba tidak sampai hati
berbuat demikian" Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Tetapi ia tidak
dapat menolak kata Singa Narpada, karena setiap orang
memang melihat apa yang telah terjadi.
Meskipun demikian, betapa kerasnya kata-kata Pangeran
Singa Narpada, namun masih tersirat kesetiaannya yang
lebih tinggi dari Pengeran Kuda Permati. Karena itu, maka
Sri Bagindapun telah bertanya "Singa Narpada. Kau boleh
mengatakan apa saja. Tetapi aku merasa bahwa aku sedang
berusaha untuk menghindari pertumpahan darah yang lebih
besar. Tetapi aku ternyata telah gagal. Dan sekarang, aku
tidak mempunyai pilihan lain untuk menghadapi Pangeran
Kuda Permati yang telah menyebarkan bibit permusuhan di
mana-mana. Di Singasari telah terjadi pula permusuhan,
karena beberapa kelompok orang yang menganut perintah
dan cita-citanya telah berusaha untuk melumpuhkan
Singasari dengan membinasakan hutan di lereng-lereng
pegunungan" Pangeran Singa Narpada termangu-mangu. Ia tidak
segera dapat melepaskan diri dari kekecewaannya, bahwa ia
telah beberapa lamanya dibatasi geraknya yang menurut
Pangeran Singa Narpada tidak lebih dan tidak kurang
daripada disekap dalam tahanan.
Betapa kasar sifat dan watak Pangeran Singa Narpada,
tetapi ternyata bahwa kesetiaannya masih juga mengatasi
gejolak perasaannya. Karena itu, maka katanya kemudian
"Apakah perintah Sri Baginda atas hamba?"
"Kau akan termasuk salah seorang Senapati yang akan
menumpas gerakan Kuda Permati. Disini ada dua orang
utusan dari Singasari yang bersedia untuk memberikan
bantuan apa saja yang aku perlukan. Tetapi untuk
sementara ini aku tidak memerlukan bantuan apa-apa.
Bagaimana katamu tentang hal itu?"
Pangeran Singa Narpada berpaling kearah kedua orang
utusan dari Singasari itu. Namun kemudian katanya
"Hamba sependapat Sri Baginda. Untuk sementara kita
tidak memerlukan bantuan. Biarlah kita bersikap dewasa,
menyelesaikan persoalan kita sendiri. Baru apabila kita
memang tidak mampu lagi berbuat demikian, kita akan
menentukan sikap selanjutnya"
Sri Baginda mengangguk-angguk. Katanya "Aku
sependapat. Karena itu, maka lakukan segera persiapanpersiapan
yang perlu. Kau dapat menghubungi Panji
Sempana Murti yang sudah bertindak lebih dahulu"
"Hamba akan melaksanakan segala perintah Sri Baginda
betapapun kecewanya perasaan hamba" jawab Pangeran
Singa Narpada. Sri Baginda menarik nafas dalam-dalam. Kemudian
katanya kepada Mahisa Agni dan Witantra "Demikianlah
Ki Sanak. Kalian sudah melihat apa yang terjadi di Kediri.
Ka lian dapat melaporkannya kepada Sri Maharaja.
Diantaranya bahwa Kediri ingin menyelesaikan
persoalannya sendiri dengan sikap sebagaimana kalian lihat
dalam pertemuan ini"
Mahisa Agni bergeser setapak. Katanya "Baiklah Sri
Baginda. Aku akan membawa laporan ini kepada Sri
Maharaja. Mudah-mudahan Sri Baginda berhasil. Namun
demikian, apapun yang Sri Baginda perlukan, maka
Singasari akan berusaha untuk memenuhinya menurut
kemampuan yang ada" "Terima kasih" jawab Sri Baginda "segala sesuatu yang
terjadi sebagaimana kalian lihat, adalah jawabanku atas
titah Sri Maharaja" "Kami mengerti seluruhnya" jawab Mahisa Agni
"namun demikian, adalah menjadi kewajiban kami untuk
mengikuti semua perkembangan yang terjadi di Kediri.
Kami akan mengamati hasil langkah-langkah yang akan
diambil oleh Pangeran Singa Narpada"
"Silahkan. Tetapi apakah dengan demikian berarti kalian
akan tetap tinggal di Kediri untuk waktu yang tidak
terbatas?" bertanya Sri Baginda.
"Ya. Meskipun kami tidak akan berbuat apa-apa selain
melihat perkembangan keadaan" jawab Mahisa Agni.
Sri Baginda mengangguk-angguk. Katanya "Kami sama
sekali tidak berkeberatan. Justru dengan demikian kalian
akan mengetahui langsung apa yang terjadi. Bukan sekedar
laporan yang mungkin dapat kembangkan atau menyusut
dari kenyataan" Dengan demikian, maka Mahisa Agni dan Witantra
bersama sekelompok pengawalnya dibawah pimpinan
Mahisa Bungalan akan tetap berada di Kediri atas
persetujuan para pemimpin di Kediri.
Dalam pada itu, setelah pertemuan yang dihadiri oleh
utusan dari Singasari itu, maka Pangeran Singa Narpada
telah mendapat perintah dari Sri Baginda untuk mengatasi
pemberontakan yang dilakukan oleh Pengeran Kuda
Permati. Namun bagaimanapun juga, Sri Baginda masih
juga berpesan, agar Pangeran Singa Narpada berusaha
untuk membatasi sejauh-jauhnya pertumpahan darah.
Terutama atas rakyat yang tidak mengerti persoalan yang
timbul di Kediri antara beberapa orang pemimpin yang
berbeda pendirian. "Bagaimanapun juga, hamba masih juga berjantung"
berkata Pangeran Singa Narpada.
"Aku selalu cemas melihat sikapmu. Jika kau bergabung
dengan Panji Sempana Murti, maka rasa-rasanya Kediri
akan terbakar oleh gejolak pasukanmu. Namun mudahmudahan
kau mengerti getar kata nuraniku " pesan Sri
Baginda. "Hamba akan memperhatikannya" jawab Pangeran
Singa Narpada. Demikianlah yang dilakukan oleh Pangeran Singa
Narpada, pertama-tama adalah kembali ke istananya dan
memanggil beberapa orang perwira yang dekat dengan
dirinya dalam pasukannya.
Ternyata bahwa beberapa orang diantara para pemimpin
dari pasukannya telah bekerja bersama dengan Panji
Sempana Murti. Dari mereka Pangeran Singa Narpada
mendengar dengan jelas apa yang pernah dilakukan oleh
Panji Sempana Murti, sebagai salah satu panglima yang
bertugas di perbatasan. "Tetapi Panji Sempana Murti mengahadapi satu
kesulitan" berkata para perwira itu "di beberapa daerah
pengaruh Pangeran Kuda Permati sudah terlalu dalam.
Mereka sudah menyatu dengan rakyat daerah itu, sehingga
jika kita datang ke tempat itu, maka mereka seakan-akan
telah hilang luluh dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
dengan demikian, maka sulit bagi Panji Sempana Murti
untuk membedakan, yang manakah pasukan Pangeran
Kuda Permati dan yang manakah rakyat kebanyakan yang
tidak tahu-menahu tentang persoalan yang sedang
bergejolak di Kediri"
Pengeran Singa Narpada menarik nafas dalam-dalam.
Dengan nada kecewa ia berkata "Sebenarnya kita sudah
terlambat. Kita memang akan mengahadapi terlalu banyak
persoalan. Yang harus kita lakukan adalah mengetahui
dimanakah induk pasukan Pangeran Kuda Permati itu
berada" Dengan demikian, maka para pemimpin dalam pasukan
Pangeran Singa Narpada itu telah menganjurkan, agar
Pangeran Singa Narpada berhubungan langsung dengan
Panji Sempana Murti yang sudah mendahului bertindak
dengan cara yang sesuai dengan sikap Pangeran Singa
Narpada. "Baiklah. Aku akan menemuinya" berkata Pangeran
Singa Narpada. Pangeran Singa Narpada memang bertindak cepat. Ia
tidak menunggu terlalu lama. Setelah semua pendapat
saling disesuaikan diantara para pemimpinnya, maka iapun
segera memberitahukan kahadirannya kepada Panji
Sempana Murti yang memang sudah menunggu langkahlangkah
yang akan diambil oleh Pangeran Singa Narpada.
Pertemuan diantara Pangeran Singa Narpada dengan
Panji Sempana Murti memang mempertemukan pendapat
mereka. Panji Sempana Murtipun mengucapkan terima
kasih, bahwa sebagian dari pasukan Pangeran Singa
Narpada dengan diam-diam telah membantunya.
"Sekarang seluruh pasukanku dapat bergerak dengan
bebas berkata Pangeran Singa Narpada " karena itu kita
tidak akan menunggu. Kita akan bergerak dan menggelitik
pasukan Pangeran Kuda Permati"
"Apa yang akan Pangeran lakukan?" bertanya Panji
Sempana Murti. "Menempatkan pasukanku didaerah yang selama ini
menjadi daerah pasukan Pangeran Kuda Permati" jawab
Pangeran Singa Narpada. Panji Sempana Murti mengerutkan keningnya. Ia sendiri
tidak akan berbuat sebagaimana dilakukan oleh Pangeran
Singa Narpada. Namun kemudian Panji Sempana Murti itu
menarik nafas dalam-dalam. Katanya didalam hati "Inilah
gaya Pangeran Singa Narpada. Aku sudah disebut orang
yang tidak berjantung. Tetapi Pangeran Singa Narpada
memang tidak tanggung-tanggung. Ia menantang langsung
Pangeran Kuda Permati dan tentu tidak akan segan-segan
bertindak tegas" Namun demikian Panji Sempana Murti masih
memikirkan, apa yang dapat dilakukan oleh Pangeran Singa
Nar-pada terhadap lingkungan yang sulit untuk diadakan,
yang manakah para pengikut Pangeran Kuda Permati dan
yang mana yang bukan. Sebenarnyalah, Pangeran Singa Narpadapun segera
mempersiapkan seluruh pasukannya yang besar. Ia sudah
mendapat laporan tantang langkah-langkah yang sudah
diambil oleh Panji Sempana Murti yang membentuk
kekuatan di setiap padukuhan. Karena itu, maka Pangeran
Singa Narpada merencanakan penempatan seluruh
kekuatan pasukannya di hadapan Pangeran Kuda Permati.
Sementara itu, Panji Sempana Murti akan tetap berada
dalam wilayah tugasnya dan tetap memelihara ketahanan
kekuatan disetiap padukuhan dengan mempersiapkan
pasukan berkuda yang dapat bergerak dengan cepat.
"Selain tugas keprajuritan, maka kita mempunyai tugas
yang lebih bera t" berkata Pangeran Singa Narpada "untuk
mengurangi korban yang tidak perlu, maka kita harus
memberikan kesadaran, bahwa langkah Kuda Permati
adalah langkah yang salah. Kita kan memberikan batas
waktu kepada orang-orang yang berpihak kepadanya.
Sesudah batas waktu itu lewat, maka kita akan mengambil
tindakan tegas" Panji Sempana Murti mengerutkan keningnya. Tetapi ia
belum dapat membayangkan, tindakan apa yang akan
diambil oleh Pangeran Singa Narpada. Tetapi jika Pangeran
Singa Narpada sudah mengatakan akan mengambil
tindakan yang tegas, itu berarti bahwa segala sesuatunya
akan berlangsung dengan keras.
Namun pimpinan perlawanan atas pemberontakan
Pangeran Kuda Permati sudah diambil alih oleh Pangeran
Singa Narpada. Tidak lagi berada ditangan Panglima
daerah perbatasan yang berhadapan langsung dengan
kegiatan Pangeran Kuda Permati.
Demikianlah, maka setelah semua rencana disiapkan
dengan masak menurut keputusan Pangeran Singa Narpada
dengan para Senapatinya, maka langkahpun segera mulai
dilaksanakan. Pengeran Singa Narpada telah mengatur pasukannya
dan seperti rencananya, mereka kemudian ditempatkan
dibeberapa padukuhan yang berdekatan, dihadapan daerah
pengaruh Pangeran Kuda Permati.
Namun dalam pada itu. Pangeran Singa Narpadapun
menyadari bahwa Pangeran Kuda Permati tidak akan dapat
digertak dengan pasukannya yang kuat. Pangeran Kuda
Permati akan menarik diri dengan induk pasukannya.
Namun ia tentu masih meninggalkan kekuatan diantara
rakyat dibawah pengaruhnya.
"Kita memerlukan waktu yang lama" berkata Pangeran
Singa Narpada kepada Panji Sempana Murti dalam satu
pertemuan "Kau harus berusaha untuk tetap meyakinkan
orang-orang yang belum terperangkap oleh pengaruh Kuda
Permati, bahwa yang dilakukan adalah satu langkah yang
sesat" "Aku akan berusaha Pengeran" jawab Panji Sempana
Murti "sementara itu, apa yang akan Pangeran lakukan
untuk memerangi pengaruh Pangeran Kuda Permati. Bukan
pasukannya dalam ujud wadag yang pada saat-saat tertentu
nampak dalam satu kesatuan, namun yang pada saat lain
hilang luluh didalam kehidupan rakyat sehari-hari"
"Itulah yang aku anggap sebagai satu perjuangan yang
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lama. Tetapi kuta tidak boleh berkecil hati. Aku akan
mengirimkan pasukannya untuk memasuki padukuhanpadukuhan
dibawah pengaruh Pengeran Kuda Permati.
Aku akan memerintahkan pasukanku untuk mengerti,
mengenal,dan memasuki lingkungan hidup mereka. Para
prajurit itu akan menghitung jumlah jiwa disetiap rumah.
Mengetahui apakah hubungan keluarga diantara mereka
dan dengan pasti mengetahui pekerjaan orang-orang yang
ada di padukuhan itu. Tidak boleh ada yang terlampaui,
tetapi juga tidak boleh ada orang-orang yang tidak terhitung
berada di padukuhan itu" berkata Pangeran Singa Narpada.
Panji Sempana Murti menarik nafas dalam-dalam.
Katanya "Satu pekerjaan yang sulit sekali dilakukan"
"Ya. Tetapi hal itu harus kita lakukan. Kita akan
mengadakan penelitian untuk beberapa padukuhan.
Kemudian kita akan mengamatinya untuk beberapa lama.
Pada saat-saat tertentu, siang atau malam, kita akan
memasuki rumah-rumah dan meneliti, apakah ada orangorang
yang tidak terhitung berada dirumah-rumah itu"
berkata Pengeran Singa Narpada.
Panji Sempana Murti mengangguk-angguk. Tetapi ia
mengerti apa yang akan terjadi kemudian. Orang-orang
yang dicurigai tidak akan mendapat kesempatan apapun
juga untuk mengelak dari tuduhan yang dapat membawa
mereka kedalam satu keadaan yang paling pahit.
Sebenarnyalah, bahwa Pangeran Singa Narpada benarbenar
akan bertindak tegas sebagaimana dikatakannya.
Dalam pada itu, dalam gejolak yang kemudian terasa
semakin keras, maka Pugutrawe dengan hati-hati berusaha
untuk dapat mengikuti segala perkembangan. Lewat
seorang petugas sandi. Pugutrawe tahu pasti, bahwa dua
orang utusan dari Singasari berada di Kediri dengan
sekelompok kecil prajurit dibawah pimpinan Mahisa
Bungalan. Pugutrawe telah mengetahui, bahwa Mahisa
Bungalan sebenarnya adalah kakak dari dua orang anak
muda yang berada didalam lingkungan tugasnya.
Karena itu, maka Pugutrawepun telah memberikan
beberapa petunjuk kepada Mahisa.Murti dan Mahisa Pukat
untuk berada didalam lingkungan pengaruh Pangeran Kuda
Permati. "Nampaknya kalian memiliki sumber yang dapat
dipercaya di lingkungan mereka" berkata Pugutrawe.
Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Sampai sekarang aku masih mempercayakan"
"Tetapi kalian harus lebih berhati-hati jika kalian
mondar-mandir melintasi perbatasan yang semu antara
pengaruh Pangeran Kuda Permati dan P ngaruh Pangeran
Singa Narpada. Keduanya adalah orang yang keras dan
kekerasannya itu berpengaruh sampai kepada para
Senapati, bahkan para prajuritnya. Jika kau tertangkap baik
oleh Pengeran Singa Narpada, maupun oleh Pangeran
Kuda Permati, maka nasibmu akan menjadi sangat buruk"
"Kami akan berhati-hati" jawab Mahisa Murti "namun
agaknya memang sekarang waktunya untuk berada diantara
kedua kekuatan itu, agar kita dapat selalu mengikuti apa
yang terjadi. Dengan berada didalam pasukan yang
dibentuk oleh Panji Sempana Murti yang tersusun dalam
golongan-golongan itu, sekarang sulit sekali untuk dapat
melihat apa yang terjadi di baris pertama dari benturan
yang sebenarnya" Pugutrawe mengangguk-angguk. Namun kemudian
katanya "Tetapi bagaimanapun juga, mondar-mandir
seperti yang kalian lakukan itu memerlukan satu
perhitungan tersendiri. Hati-hatilah, karena jika kalian
tertangkap oleh siapapun, sulit bagi kalian untuk tidak
mengatakan sesuatu tentang apa-apa yang kau ketahui"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat mengangguk-angguk.
Mereka mengerti bahwa Pugutrawe akan sangat berhati-hati
menghadapi perkembangan keadaan itu.
Demikianlah, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat memang
selalu hilir-mudik antara kedua daerah pengaruh yang
berbeda. Tetapi mereka mempunyai tempat untuk hinggap
selagi" mereka berada didalam lingkungan pengaruh Kuda
Per-mati. Mereka berada di tempat Ki Waruju yang dikenal
dalam lingkungannya sebagai pedagang ternak yang
berhasil. Dengan demikian, maka atas petunjuk kedua belah
pihak, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat berusaha
melakukan tugas mereka sebaik-baiknya.
Didaerah pengaruh Pangeran Kuda Permati, Ki Waruju
berhasil berhubungan dengan orang-orang yang terlibat
langsung dalam pasukan Pangeran Kuda Permati. Sebagai
seorang pedagang yang mempunyai hubungan yang luas,
maka kesempatan yang diusahakan dengan segala cara
akhirnya berhasil. Ki Waruju merupakan salah seorang
yang sering mendapat pesanan untuk melayani kepentingan
pasukan induk Pangeran Kuda Permati.
Meskipun demikian, sangat sulit bagi Ki Waruju untuk
mengetahui, tempat persembunyian Pangeran Kuda
Permati. Tetapi terasa olehnya, bahwa ada satu tempat
yang terlindung oleh berlapis-lapis pengaman yang
merupakan pusat pengendalian pasukan Pengeran Kuda
Permati yang tersebar. Agaknya pengamanan yang berlapis-lapis itu memang
sulit untuk ditembus dengan cara apapun juga. Apalagi
tempat itu baru merupakan angan-angan yang tidak
diketahui letaknya. Namun demikian, lambat laun, Ki Waruju mempunyai
hubungan yang semakin baik dengan para prajurit dari
pasukan induk Pangeran Kuda Permati. Bahkan sekali-kali
Ki Waruju sempat mempertunjukkan bukan saja kuda yang
tegar dan kuat yang sangat menarik bagi para prajurit, tetapi
juga bermacam-macam batu-batu akik yang dianggap
mempunyai tuah dan kasiat, berbagai macam pusaka yang
mempunyai kemampuan melindungi para pemiliknya dari
bahaya yang tersembunyi. Ternyata Ki Waruju dapat mengambil hati para prajurit
itu. Sekali-sekali ia memberikan sebutir batu akik yang
sangat bagus bagi seorang prajurit yang sudah dikenalnya
dengan baik. "Tetapi jangan rampas kudaku" bisiknya kepada prajurit
itu "kuda itu adalah binatang yang aku perdagangkan"
"Tetapi kau memang bodoh" berkata prajurit itu "siapa
yang pada saat ini bersedia membeli seekor kuda yang tegar
dan kuat" Jika seseorang melakukannya, besok kuda itu
sudah kami ambil" "Aku menjualnya ditempat yang jauh" berkata Ki
Waruju "disini harga kuda sangat murah. Lebih baik dijual
daripada diambil oleh para prajurit. Juga barangkali kau
ikut mengambilnya. Kemudian dengan diam-diam kau
bawa kuda itu keluar daerah pengaruh Pangeran Kuda
Permati. Maka disana kuda itu akan laku dengan harga
yang tinggi" "Kau memang pantas disebut pengkhianat" berkata
prajurit itu. "Kenapa?" bertanya Ki Waruju.
"Kau curi kuda-kuda kami. Kuda-kuda yang sebenarnya
dapat kami pergunakan untuk perjuangan kami menentang
orang-orang Singasari. Bahkan mungkin kuda-kuda itu kau
jual kepada orang-orang Singasari" geram prajurit itu.
Tetapi Ki Waruju tertawa. Katanya "Coba, buatlah satu
perbandingan. Berapa ekor kuda yang pernah kalian ambil
dan kalian pergunakan, sementara itu aku berusaha
mengambil keuntungan dari keadaan ini hanya seekor dari
ratusan. Sementara itu keuntungan yang aku dapatkannya,
sebagian juga aku pergunakan bagi perjuangan ini. He,
darimana kau dapat akik sebagus itu" Sementara itu, aku
telah memberi sebuah gelang akar beringin putih kepada
seorang kawanmu yang berhidung pesok itu. Sedangkan itu,
aku berjanji untuk mencari sebilah keris yang mempunyai
watak seorang prajurit sejati. Berdaun lurus dan memiliki
pamor manggada. Selebihnya akupun masih harus
menyediakan sekelompok kambing yang akan kalian
pergunakan untuk bujana menjelang akhir pekan"
"Tetapi bukanlah duapuluh lima ekor kambing itu akan
dibayar harganya" Dari dua puluh ekor kambing itu kau
akan mendapat keuntungan yang besar" berkata prajurit itu
"Ah, kau mempunyai penilaian yang salah terhadap
usahaku. Aku memang seorang pedagang yang mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya. Tetapi bagi perjuangan
ini, aku bersikap lain. Lebih baik mencuri membawa seekor
kuda keluar untuk mendapat untung berlipat ganda
daripada mencari keuntungan dari ternak yang aku jual bagi
para prajurit. Kambing dan ternak-ternak lain yang aku
serahkan bagi para prajurit, aku sama sekali tidak
mengambil keuntungan. Bahkan duapuluh lima ekor
kambing yang akan aku serahkan nanti, telah aku beri harga
dibawah harga yang seharusnya, karena nampaknya
perjuangan kita telah semakin meningkat. Aku dengar
pangeran Singa Narpada telah dibebankan dari tahanannya
dan sekarang meletakkan pasukannyadi luar daerah
perbatasan langsung menghadap daerah ini" berkata Ki
Waruju. Prajurit itu menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Pangeran Singa Narpada memang seorang Pangeran yang
kurang waras. Ia seorang yang kasar dan dungu, melampaui
Panji Sempana Murti"
"Uh" geram Ki Waruju "keduanya memang orang-orang
yang tidak tahu diri. Tetapi kenapa Pangeran Kuda Permati
tidak membalas sakit hati kita semuanya, karena sergapan
Panji Sempana Murti yang tiba-tiba itu?"
"Kami tidak sempat melakukannya. Pangeran Kuda
Permati telah dipanggil oleh Sri Baginda. Tetapi hasil
pembicaraan itu adalah dilepaskannya Pangeran Singa
Narpada" berkata prajurit itu.
"Kenapa tiba-tiba saja Sri Baginda bersikap demikian?"
bertanya Ki Waruju. "Tentu karena hasutan dua orang utusan dari Singasari
yang ada di Kota Raja. Mereka memang harus di
singkirkan. Dan ini sudah menjadi rencana Pangeran Kuda
Permati" Ki Waruju mengerutkan keningnya. Tetapi untuk
menimbulkan kecurigaan, seolah-olah ia sama sekali tidak
memperhatikan kata-kata prajurit itu. Bahkan ia justru
bertanya "Kenapa Sri Baginda tidak menangkap saja kedua
orang Singasari itu" Jika kita semuanya sepakat untuk
mengangkat senjata, maka aku kira Singasari tidak akan
dengan mudah memaksakan kehendaknya. Mereka harus
berpikir ulang, apakah mereka akan tetap bertahan untuk
tinggal di Kediri atau melepaskannya saja"
"Masih banyak penjilat di tanah ini" jawab prajurit itu
"mereka harus kita singkirkan sebagaimana kita akan
menyingkirkan orang-orang Singasari itu"
"Bagaimana mungkin kita dapat menyingkirkan orangorang
Singasari itu. Mereka berada di Kota Raja, di dekat
istana Sri Baginda. Jika Sri Baginda memang tidak
menghendaki demikian, maka agaknya hal itu tidak akan
dapat dilakukan" berkata Ki Waruju. Lalu "seharusnya Sri
Baginda bertindak tegas"
"Sri Baginda bukan orang kuat" jawab prajurit itu "tetapi
Sri Baginda harus melihat satu kenyataan, bahwa kedua
orang itu akan tersingkir"
Tetapi Ki Waruju tertawa; kecut. Katanya "Mudah
sekali untuk.mengatakannya. Tetapi sulit sekali untuk
melakukannya" "Kau memang dungu" geram prajurit itu "Yang kau
ketahui hanya keuntungan melulu. Mencuri menyingkirkan
kuda-kuda tegar dari daerah ini dan menjualnya di daerah
yang dikuasai oleh para penjilat. Itu pengkhianat, karena
dengan demikian kau sudah membantu para penjilat untuk
memperkokoh kekuasaan Singasari"
Tetapi Ki Waruju justru tertawa. Katanya "Tetapi aku
memang melakukannya. Bukan sekedar berbicara tentang
hal itu" "Anak setan" geram prajurit itu "Kamipun akan
melakukannya. Lihat, dalam waktu singkat, kedua orang itu
akan menjadi mayat di pesanggrahannya. Pesanggrahan itu
adalah milik orang Kediri. Mereka sudah menodainya dan
mengotorinya. Ki Waruju masih tertawa. Tetapi tiba-tiba tertawanya
tertahan ketika prajurit itu membentaknya " Diam. Kau kira
aku hanya bergurau" "Tidak" jawab Ki Waruju sambil menahan tertawanya
"aku percaya. Besok jika kalian berhasil, mudah-mudahan
akibatnya akan menguntungkan Kediri"
"Tentu. Jika kedua orang itu terbunuh, Singasari akan
marah kepada Kediri. Bahkan kita berharap Singasari akan
mengambil tindakan. Dengan demikian, maka Sri Baginda
akan terpaksa membela diri, melawan Singasari. Kecuali
jika Sri Baginda di Kediri benar-benar telah kehilangan
harga dirinya. Menyerah untuk diikat dan digiring
disepanjang jalan dan akhirnya di gantung di alun-alun"
Ki Waruju tidak tertawa lagi. Ia melihat prajurit itu
berbicara dengan sungguh-sungguh. Jika ia masih menteriawakannya
maka prajurit itu tentu akan marah kepadanya
Namun dalam itu, sesuatu sudah dapat ditangkapnya.
Agaknya memang benar-benar ada rencana Pangeran Kuda
Permati untuk menyingkirkan Mahisa Agni dan Witantra.
Karena, itu, maka Ki Warujupun kemudian mencari
hubungan dengan Mahisa Murti dan Mahisa Pukat.
Untunglah bahwa kedua anak muda itu selalu mondarmandir
melintasi perbatasan, yang semu, namun cukup
berbahaya. Ketika rencana iUi diberitahukan kepada Mahisa Murti
dan Mahisa Pukat, maka keduanya menganggap bahwa
berita itu adalah berita 'yang penting. Jadi atau tidak jadi
rencana itu dilaksanakan, maka orang-orang Singasari yang
berada di Kota Raja harus mengetahuinya.
Dengan cepat, Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
membawa berita itu kepada Pugutrawe. Didalam gelapnya
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
malam keduanya telah kembali memasuki daerah Pangeran
Panji Sempana Murti. Pugutrawepun sependapat, bahwa berita itu harus segera
sampai kepada para utusan yang berada di Kediri. Karena
itu, maka lewat jalur petugas sandi yang ada di Kediri,
maka Pugutrawe ingin memasukkan Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat kedalam lingkungan para pengawal yang
dipimpin oleh Mahisa Bungalan untuk menyampaikan
sendiri berita yang diterimanya dari daerah pengaruh
Pangeran Kuda Permati. Dengan kerja yang cermat, akhirnya para petugas sandi
Singasari di Kediri berhasil menghubungi Mahisa Bungalan
dan menyampaikan rencananya untuk menyerahkan dua
orang anak muda yang akan menyampaikan berita yang
sangat penting. "Kau percaya kepada keduanya?" bertanya Mahisa
Bungalan. "Keduanya mempergunakan pertanda petugas sandi
langsung dari para petugas sandi di Singasari" jawab
petugas itu. "Baiklah. Bawa mereka kemari. Tengah malam nanti.
Aku menunggu kalian di luar regol, dibawah pohon asem di
seberang jalan" berkata Mahisa Bungalan.
Sebenarnyalah, pada tengah malam yang senyap,
petugas itu telah membawa Mahisa Murti dan Mahisa
Pukat menemui Mahisa Bungalan. Kedua anak muda itu
sama sekali tidak terkejut, karena mereka tahu, bahwa
mereka akan dipertemukan dengan Mahisa Bungalan.
Tetapi Mahisa Bungalanlah yang terkejut melihat kedua
adiknya datang bersama petugas sandi yang pernah
menghubunginya. Untuk beberapa saat Mahisa Bungalan seakan-akan ingin
meyakinkan, bahwa yang datang itu keduanya memang
adiknya. Sehingga karena itu, maka orang yang membawa
kedua anak muda itu justru menjadi berdebar-debar.
"Kenapa dengan keduanya?" bertanya orang itu.
"Tidak apa-apa" jawab Mahisa Bungalan. Bahkan iapun
kemudian bertanya "Aku percaya kepadamu, bahwa
keduanya tidak akan berbahaya bagiku dan bagi kedua
orang yang aku lindungi keselamatannya itu.
"Keduanya mengenakan pertanda" jawab orang itu "jika
terjadi sesuatu, maka dapat ditelusuri, cari dan pertanda itu
diberikan oleh siapa" jawab orang itu.
"Baiklah. Terima kasih. Aku akan membawanya
menghadap untuk memberikan keterangan sebagaimana
pernah kau singgung sebelumnya" jawab Mahisa Bungalan.
Demikianlah, maka orang yang menyerahkan kedua
anak muda itupun meninggalkan Mahisa Bungalan, dan
hilang dalam kegelapan. Mahisa Murti dan Mahisa Pukat, ternyata tidak sempat
bertanya tentang keadaan kakaknya itu. Demikian orang
yang menyerahkan mereka itu hilang, maka Mahisa
Bungalan telah berdesis "Ikuti aku"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat termangu-mangu
sejenak. Namun Mahisa Bungalan telah melangkah
menyeberangi jalan dan membawanya masuk kedalam
regol sebuah istana yang diperuntukkan bagi kedua utusan
dari Singasari. Dengan ketukan dua kali ganda, maka regol itupun
terbuka. Namun demikian, ketika Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat memasuki regol itu pula dibelakang Mahisa
Bungalan, beberapa ujung tombak telah mengarah
ketubuhnya. "Biarkan mereka" desis Mahisa Bungalan. Ujung-ujung
tombak itupun kemudian telah merunduk dan kedua orang
anak muda itu melangkah terus mengikuti Mahisa
Bungalan memasuki seketheng dan tiba diserambi.
samping. Baru ketika mereka sudah duduk disebuah amben kayu
diserambi Mahisa Bungalan bertanya "Kenapa Kalian
berada disini" Mahisa Murtilah yang menjawab "Sebagaimana
dikatakan oleh orang yang membawa kami kemari. Kami
telah 'menyatakan diri dalam tugas sandi"
Mahisa Bungalan menarik nafas dalam-dalam. Lalu
katanya "Kalian telah memasuki satu arena petualangan
yang sangat berbahaya. Jauh lebih berbahaya darimana
kalian memasuki sarang sekelompok penjahat yang paling
garang" "Kami menyadari" jawab Mahisa Murti "Tetapi kami
merasa terpanggil untuk melakukannya. Ternyata dunia
tugas terselubung ini sangat menarik"
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Namun
iapun kemudian mengangguk-angguk kecil. Ia dapat
mengerti, bahwa agaknya Mahisa Murti dan Mahisa Pukat
tidak ubahnya seperti dirinya sendiri pada umur yang sama,
ingin mengalami peristiwa-peristiwa yang menggetarkan
jantung mereka. Mereka ingin mendapat pengalaman hidup
yang berkesan bagi masa depan mereka.
Mahisa Bungalan kemudian tidak lagi mempersoalkan,
kenapa kedua orang adiknya itu telah melibatkan diri.
Bahkan ia merasa bersyukur, bahwa dengan demikian ia
dapat bertemu dengan kedua adiknyaitu sebagaimana
dipesankan oleh ayahnya. Yang ditanyakan Mahisa Bungalan kemudian adalah
pesan yang ingin disampaikannya tentang persoalan yang
menyangkut sekelompok petugas dari Singasari di Kediri.
Mahisa Murtipun kemudian menyampaikan sesuatu
dengan keterangan yang diperolehnya, bahwa Pangeran
Kuda Permati berniat untuk membinasakan kedua utusan
dari Singasari yang beraada di Kediri.
"Apakah kau yakin?" bertanya Mahisa Bungalan "dari
mana kau mendapat keterangan tentang hal itu?"
"Dari lingkungan daerah pengaruh Pangeran Kuda
Permati" jawab Mahisa Murti "tegasnya dari paman
Waruju" "He, jadi Ki Waruju juga melibatkan diri dalam hal ini
Bertanya Mahisa Bungalan "Ya. Tetapi paman Waruju bekerja atas kehendak sendiri
tanpa ikatan dengan siapapun. Dengan suka rela ia
berusaha untuk mendapatkan keterangan-keterangan yang
berarti yang kemudian disampaikan kepada kami berdua"
Mahisa Pukatlah yang menjawab.
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Katanya "Kalian
harus mengucapkan terima kasih kepadanya. Aku tahu, t
bahwa Ki Waruju berusaha untuk membantu kalian berdua.
Jika kalian berdua tidak memasuki tugas ini, maka
agaknya Ki Waruju juga tidak akan mempertaruhkan
dirinya untuk melakukan tugas yang demikian, Apalagi atas
tanggung jawab sendiri"
"Kami mengerti" jawab Mahisa Murti "mudah-mudahan
paman Waruju tidak akan mengalami kesulitan dengan
beban yang diletakkannya sendiri dipun-daknya itu"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Namun
kemudian katanya "Keterangan dari Ki Waruju itu sangat
kami hargai. Tetapi rencana Pangeran Kuda Permati itu
akan sangat sulit dilakukan. Di lingkungan ini terdapat
barak prajurit Kediri yang cukup kuat, yang memang
dipersiapkan untuk melindungi kami apabila diperlukan.
Seandainya Pangeran Kuda PerrAati dengan diam-diam
menyerang kami, maka kami akan dapat sekedar bertahan
sambil memberikan isyarat ke barak itu. Dengan cepat
mereka akan da tang dan menyapu pasukan Pangeran Kuda
Permati" Mahisa Murti dan Mahisa Pukat merenung sejenak.
Namun kemudian Mahisa Murtipun menjawab "Adanya
prajurit dalam barak itu tentu sudah diketahui oleh
Pangeran Kuda Permati. Karena itu, Pangeran itu tentu
sudah memperhitungkannya"
Mahisa Bungalan mengangguk-angguk sambil berkata
"Kau benar. Agaknya kami memang harus berhati-hati
menghadapi rencana Pangeran Kuda Permati itu. Karena
itu, marilah kita menghadap paman Mahisa Agni dan
paman Witantra" Demikianlah, dihadapan Mahisa Agni dan Witantra,
Mahisa Murti dan Mahisa Pukatpun telah melaporkan, apa
yang mereka dengar tentang rencana Pangeran Kuda
Permati. Seperti Mahisa Bungalan, maka keduanya
memang menganggap bahwa mereka harus bersiap
menghadapinya. "Memang di bagian lain dari Kota Raja ini terdapat
sepasukan prajurit Kediri" berkata Mahisa Agni "Tetapi
bagaimanapun juga kita harus bersiap-siap. Meskipun
jumlah kita tidak terlalu besar, tetapi mudah-mudahan kita
akan dapat mempertahankan diri sendiri. Krta memang
akan dapat menghadapi banyak sekali kemungkinan"
"Karena itu, maka sebaiknya kau tetap berada disini"
berkata Witantra kemudian "sehingga kau akan dapat
melihat sendiri, apa yang telah terjadi. Bukankah dengan
demikian kau akan dapat memberikan laporan terperinci
tentang peristiwa yang terjadi itu?"
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat termangu-mangu
sejenak. Tetapi Mahisa Murti kemudian berkata "Apakah
hal itu akan menguntungkan tugasku" Jika ada diantara
mereka yang dapat mengenali kami berdua, maka tugastugas
kami selanjutnya akan sangat terbatasi. Mungkin
orang yang mengenali kami itu akan dapat bertemu dengan
kami pada suatu waktu didalam daerah pengaruh Pangeran
Kuda Permati" Witantra merenungi pendapat itu sejenak. Namun iapun
kemudian mengangguk-angguk sambil berkata "Memang
kemungkinan itu dapat terjadi. Tetapi jika kalian memang
masih berniat untuk meneruskan tugas-tugas kalian di
kemudian hari, maka memang sebaiknya kalian tidak
menampakkan diri diantara kami"
"Itulah sebabnya, aku menerimanya pada waktu-waktu
yang tidak mudah dilihat orang" berkata Mahisa Bu ngalan
kemudian Lalu "Meskipun sebelumnya aku tidak tahu,
bahwa kedua orang petugas itu adalah Mahisa Murti dan
Mahisa Pukat" "Baiklah" berkata Witantra kemudian "bahkan jika
demikian sebaiknya kalian tidak perlu terlalu lama disini"
"Mereka akan kembali dan meninggalkan Kota Raja
sebelum fajar" berkata Mahisa Bungalan.
Witantra mengangguk-angguk, sementara Mahisa Agni
sempat memberikan pesan-pesan yang penting bagi kedua
anak muda yang ternyata merasa sesuai dengan tugas sandi
itu. Seperti yang dikatakan oleh Mahisa Bungalan, maka
sebelum fajar kedua anak muda itu telah minta diri untuk
kembali ke tugasnya. Mahisa Bungalan mengantar keduanya keseberang jalan
serta melihat kemungkinan disekitar istana itu, apakah
kedua adiknya itu tidak akan mengalami kesulitan.
Ternyata bahwa Kota Raja masih tetap sepi. Tidak ada
seorangpun yang lewat. Tetapi Mahisa Bungalan masih berpesan Hindari para
peronda. Kalian berdua tahu, apa yang harus kalian
lakukan. Dalam keadaan yang gawat ini perondaan dan
penjagaan telah diperketat"
"Ya. Kami sudah mendapat petunjuk, jalan-jalan yang
harus kami lalui untuk menghindari penjagaan," jawab
Mahisa Pukat. "Tetapi para peronda akan menyusuri jalan-jalan tanpa
diketahui waktu dan arahnya" jawab Mahisa Bungalan.
Kedua anak muda itu mengangguk-angguk. Mereka
menyadari bahwa tugas mereka cukup berat. Bukan saja
pada saat mereka memasuki Kota Raja. Tetapi saat mereka
meninggalkan Kota Rajapuiuakan merupakan perjalanan
yang rumit. Sejenak kemudian, maka kedua anak muda itupun telah
meninggalkan Mahisa Bungalan, memasuki gelapnya
malam di Kota Raja Kediri yang sepi. Namun pepohonan
dan semak-semak di pekarangan sebelah menyebelah akan
dapat menjadi tempat bersembunyi yang baik jika
diperlukan. Namun dalam pada itu, pesan yang disampaikan oleh
Mahisa Murti dan Mahisa Pukat itu merupakan pesan yang
penting. Orang-orang Singasari semula tidak mengira,
bahwa Pangeran Kuda Permati akan mempunyai rencana
yang gila itu. Namun ternyata bahwa serangan itu
bukannya tidak mungkin dilakukannya"
"Ada banyak cara untuk memancing perhatian pasukan
Kediri itu" berkata Mahisa Bungalan kemudian setelah ia
kembali menghadap Mahisa Agni dan Witantra.
"Ya. Tetapi kita tidak boleh melepaskan kepercayaan
kita kepada mereka" berkata Mahisa Agni.
"Apakah hal ini dapat kita sampaikan kepada Senopati
yang bertugas memimpin prajurit Kediri di barak itu?"
bertanya Mahisa Bungalan.
Mahisa Agni merenung sejenak. Namun iapun kemudian
menggeleng sambil berkata "Tidak dalam waktu yang dekat
ini. Kita masih akan melihat suasana. Jika kita tergesa-gesa
memberikan laporan, maka akan mungkin terjadi salah
paham, karena bagaimanapun juga mereka adalah orangorang
Kediri. Sementara itu kita akan dapat menunjukkan
sumber keterangan" Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Ia mengerti,
bahwa kemungkinan terjadi salahpaham itu besar sekali.
Bahkan mungkin laporan itu dianggap sebagai satu usaha
untuk lebih menyudutkan keadaan Pangeran' Kuda Permati
sehingga akan timbul pertempuran yang lebih besar lagi.
Apalagi apabila hal itu didengar oleh Pangeran Singa Narpada.
Maka dapat terjadi, Pangeran Singa Narpada akan
dengan serta merta bertindak.
Memang ada usaha Pugutrawe untuk menyusupkan
berita tentang rencana itu kedalam pasukan Pangeran
Singa, Narpada, sehingga ]Pangeran.Singa Narpada akan
dapat mempersiapkan diri.'. Tetapi Pugutrawe masih
menjumpai beoerapa kesulitan sehingga ia masih belum
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sempat menghubungi petugas sandi yang ada didalam
lingkungan pasukan Pangeran Singa Narpada.
Namun dalam pada itu, Mahisa Bungalan telah
mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Jika hal itu benar-benar
terjadi, maka ia akan dapat berbuat sejauh kemampuan
yang ada didalam pasukan kecilnya.
Sebenarnyalah, sebagaimana keterangan yang diberikan
oleh Ki Waruju, maka Pangeran Kuda Permati memang
bermaksud membinasakan utusan dari Singanarpada. Ia
sudah berniat untuk merusak hubungan antara Singasari
dan Kediri. Jika Singasari mengambil tindakan lebih jauh
lagi, makft ia akan mendapat bahan untuk membakar hati
rakyat Kediri, sehingga dengan demikian maka
kedudukannya akan menjadi lebih kuat. Kedidri akan
benar-benar bangkit untuk melawan Singasari. Sementara
itu, ia akan melanjutkan perintah yang tertunda.
Menghapuskan semua hutan dilereng pegunungan. Jika
perlu bukan sekedar dengan penebangan. Tetapi hutan itu
akan dapat dibakarnya saja.
Dengan cermat Pangeran Kuda Permati membuat
perhitungan-perhitungan yang teliti. Jika sekelompok
prajuritnya menyerang orang-orang Singasari itu, maka
segalanya harus berlangsung cepat. Sementara ia harus
memancing pasukan yang mendapat tugas untuk setiap saat
melindungi orang-orang Singasari itu untuk memalingkan
perhatiannya dari tugas mereka.
Yang pertama-tama dilakukan oleh Pangeran Kuda
Permati adalah menghubungi orang-orangnya yang ada
didalam lingkungan para prajurit yang mendapat tugas
melindungi orang-orang Singasari itu sendiri. Mereka harus
membuat satu suasana, sehingga Panglima dari pasukan itu
akan terpancing menjauhi istana yang dipergunakan oleh
orang-orang Singasari di Kediri.
Hubungan yang luas dari Pangeran Kuda Permati
dilingkungan para prajurit Kediri itulah yang selalu
menyulitkan para prajurit Kediri: Demikian pula, rencana
Pangeran Kuda Permati yang menyangkut keselamatan
utusan dari Singasari itu.
Ketika semuanya sudah dipersiapkan dengan mantap,
maka Pangeran Kuda Permatipun mulai djengan langkahlangkahnya.
Ia mulai menyusupkan prajurit-prajuritnya
memasuki kota Raja sebagaimana orang kebanyakan.
Mereka berusaha untuk tinggal dirumah orang-orang yang
menurut pengamatan'mereka akan dapat melindungi
mereka. "Mereka harus sudah berada didalam dinding Kota Raja
berkata Pangeran Kuda Permati, sementara ia menyiapkan
sebuah pasukan yang akan menyerang dan memecahkan
pintu gerbang memasuki kota. Pasukan itulah yang harus
dilawan oleh para prajurit Kediri yang disiapkan untuk
melindungi para utusan di Kota Raja akan berhimpun
dengan cepat dan memasuki istilah yang dipergunakan oleh
para utusan dari Singasari.
Semuanya sudah diatur sebaik-baiknya. Pasukan yang
akan memasuki Kota Raja lewat pintu gerbangpun telah
disiapkan pula. Mereka tidak akan memasuki Kota lewat
perbatasan Utara tetapi mereka akan memecahkan gerbang
dari arah Timur. Menurut perhitungan mereka, arah timur
akan memberikan kemungkinan lebih baik. Kecuali kesiagaan
pasukan diperbatasan tidak sebagaimana dilakukan
oleh Panji Sempana Murti, maka letak barak pasukan yang
siap melindungi orang-orang Singasari itupun lebih dekat
dengan pintu gerbang disebelah Timur.
Ketika semua unsur dari gerakan itu-sudah siap, maka
Pangeran Kuda Per mati telah menentukan hari yang
dikehendakinya. Menurut perhitungannya, orang-orangnya
yang berada didalam Kota sudah cukup kuat untuk
menghancurkan orang-orang Singasari yang berada di Kota
Raja, sementara pasukannya yang akan memecahkan pintu
ger-bangpun cukup kuat untuk melindungi diri selagi
mereka menarik pasukan itu mundur dan keluar dari pintu
gerbang. Namun bagaimanapun juga, kecermatan para petugas
sandi memang mempengaruhi segala rencana. Dalam
pertempuran yang demikian, maka para petugas sandi dari
kedua belah pihak harus saling mengamati dengan cermat
dan penuh perhitungan. Hari-haripun berjalan dengan penuh ketegangan bagi
Pangeran Kuda Permati dan para pengikutnya. Ketika saat
itu tiba maka pasukan yang cukup kuatpun telah
dipersiapkan. Mereka akan mendekati gerbang sebelah
Timur menjelang malam. Demikian gelap turun, maka
mereka akan mulai dengan serangan mereka. Sementara
itu, orang-orang yang berada didalam Kota Rajapun harus
sudah siap menuju ke istana. Mereka akan berkumpul di
tempat yang sudah ditentukan untuk mendapat perintahperintah
terakhir. Demikian gerbang pecah dan pasukan di
barak itu digerakkan untuk menyongsong mereka, maka
pasukan itu akan memasuki istana.
Demikianlah, maka saat yang ditentukan itu akhirnya
datang. Pasukan Pangeran Kuda Permati bergerak
mendekati pintu gerbang melalui jalan-jalan yang sudah
diperhitungkan. Menjelang gelap pasukan itu berada
beberapa puluh tonggak dari pintu gerbang, sehingga pada
saatnya gelap turun, pasukan itu benar-benar mendekati
pintu gerbang dengan ratusan obor yang menyala.
Kedatangan pasukan itu telah mengejutkan para penjaga.
Mereka tidak melihat sebelumnya. Yang mereka ketahui,
tiba-tiba saja beratus-ratus obor itu sudah menyala di
hadapan mereka. Dengan serta merta, para penjaga telah membunyikan
tanda bahaya. Kentonganpun melontarkan irama titir
sebagai isyarat bahwa bahaya yang besar telah mengancam.
Pasukan yang bertugas diregolpun segera bersiap. Tetapi
obor itu terlalu banyak, sehingga mereka tidak akan dapat
melawan hanya dengan pasukan penjaga yang ada.
Kedatangan pasukan itu memang tidak diduga
sebelumnya oleh para prajurit. Mereka tidak menyangka,
bahwa sekelompok pengikut Pangeran Kuda Permati akan
dengan terang-terangan menyerang Kota Raja. Karena
menurut perhitungan, betapapun kuatnya pasukan
Pangeran Kuda Permati, namun mereka tidak akan mampu
memecah pertahanan di batas Kota Raja.
Suara titir itu telah mengejutkan seisi Kota Raia. Prajurit
di barak-barakpun segera mempersiapkan diri. Barak yang
mendapat tugas untuk melindungi sekelompok utusan dari
Singasaripun telah bersiap-siap pula.
Namun beberapa orang diantara para perwira memang
sudah disiapkan oleh Pangeran Kuda Permati. Mereka telah
membuat satu suasana, sehingga pasukan itu bersiap untuk
pergi ke belakang pintu gerbang.
"Biarlah hal itu dilakukan oleh mereka yang bertugas"
berkata Senopati yang memimpin pasukan itu "tugas kita
adalah melindungi utusan dari Singasari"
"Mereka belum memasuki pintu gerbang" berkata
seorang perwira yang berpengaruh "kita akan dapat
menahannya dengan tujuan yang sama"
Senopati itu ragu-ragu. Namun ketika sejenak kemudian
datang seorang petugas berlari-lari dan mengabarkan bahwa
pasukan yang datang adalah pasukan yang kuat dengan
beratus-ratus obor, maka Senopati itu berpikir ulang.
"Kita menahan mereka dipintu gerbang" berkata seorang
perwira yang memang sudah mendapat pesan dari
Pangeran Kuda Permati "Kita melindungi utusan dari
Singasari dengan tidak memberi kesempatan pasukan itu
memasuki gerbang Kota Raja"
Senopati itu sempat membuat hubungan dengan
beberapa orang Senopati yang lain lewat para penghubung
berkuda. Namun akhirnya ia mengambil keputusan untuk
membantu pasukan yang berada di pintu gerbang.
Sementara itu, beberapa kesatuan telah berangkat lebih
dahulu. Namun utusan yang datang berlari-lari itu
mengabarkan bahwa pasukan lawan agaknya memang
terlalu banyak. "Pangeran Kuda Permati telah mengerahkan segenap
kekuatannya" berkata petugas itu.
Senopati; itupun kemudian telah memerintahkan
pasukannya untuk pergi ke pintu gerbang sebelah Timur.
Tetapi ia tidak kehilangan kewaspadaan. Ia telah
memerintahkan sekelompok pasukannya untuk tinggal.
Bahkan mereka telah mendapat perintah untuk mengawasi
langsung istana tempat orang-orang Singasari itu tinggal
selama mereka berada di Kediri.
Demikianlah, sebagian besar dari pasukan itu telah
berangkat menuju kepintu gerbang. Orang-orang Kediri
memang tidak menyangka bahwa didalam Kota Raja Idelah
bertebaran para pengikut Pangeran Kuda Permati, justru
yang terpilih untuk membinasakan orang-orang Singasari.
Pasukan Kediri tidak membiarkan pasukan yang
menyerang itu memasuki pintu gerbang. Karena itu, maka
merekapun telah keluar dari pintu gerbang dan menyambut
serangan itu diluar batas dinding Kota Raja.
Sementara itu, titir itupun menjadi isyarat bagi para
pengikut Pangeran Kuda Permati. Dengan demikian
mereka memperhitungkan bahwa pasukan yang besar dari
Pangeran Kuda Permati telah datang. Mereka
mempercayakan kepada beberapa orang prajurit yang
berpihak kepada Pangeran Kuda Permati yang berada di
lingkungan pasukan yang justru harus melindungi para
utusan dari Singasari, bahwa mereka akan berhasil
mempengaruhi suasana pasukan itu sehingga mereka akan
ikut menahan agar pasukan Pangeran Kuda Permati itu
tidak masuk kedalam Kota Raja.
Namun pada saat yang demikian, dua orang anak muda
tengah dengan tergesa-gesa mengendap-endap mendekati
istana tempat utusan dari Singasari itu tinggal, diikuti oleh
seorang petugas sandi yang telah berpengalaman. Mereka
dengan susah payah akhirnya berhasil menyusup sampai kegerbang
istana. Demikianlah petugas sandi itupun kemudian mengetuk
pintu gerbang istana itu dengan hati-hati.
"Siapa?" bertanya petugas didalam pintu gerbang.
"Aku" jawab petugas sandi itu. Ia tidak dapat
mengucapkan isyarat sandi, karena ia yakin prajurit yang
bertugas itu tidak akan mengenalnya. Karena itu, maka
jawabnya "Aku ingin bertemu dengan Mahisa Bungalan.
Senopati yang memimpin pasukan pengawal dari Singasari.
Ada sesuatu yang penting sekali harus aku sampaikan"
Tetapi penjaga pintu gerbang itu tidak begitu saja
mempercayainya. Karena itu, maka salah seorang diantara
mereka telah membuka lubang persegi empat yang terdapat
pada pintu gerbang, yang memang merupakan semacam
alat untuk melihat keluar bila terdapat keragu-raguan.
Dari lubang kecil yang dibuka itu, para penjaga melihat
tiga orang berdiri termangu-mangu. Mereka sama sekali
tidak bersenjata. Penjaga itu ragu-ragu, sementara Mahisa Pukat
mendesak "Ada yang sangat penting. Beri kami kesempatan
untuk berbicara dengan Mahisa Bungalan sebelum bencana
itu datang" Penjaga itu masih saja ragu-ragu. Namun yang ada di
luar itu hanya tiga orang. Seandainya mereka curang, maka
jumlah mereka hanya bertiga dan tidak bersenjata lagi.
Dalam keragu-raguan itu terdengar seseorang bertanya
dari halaman "Ada apa?"
Penjaga itu berpaling. Mereka melihat Mahisa Bungalan
dan dua orang pengawal berdiri tegak menghadap kepada
para penjaga di regol. "Tiga orang mencari tuan" berkata penjaga di regol itu.
Mahisa Bungalan termangu-mangu. Namun kemudian
iapun mendekati gerbang dan melihat keluar lewat lubang
persegi empat yang masih terbuka itu.
Dari lubang itu ia melihat kedua adiknya diantar oleh
seorang yang tentu petugas sandi dari singasari.
Karena itu, maka katanya "Biarlah mereka masuk" Para
penjaga itupun segera membuka pintu gerbang yang besar
dan berat itu. Dengan cepat, ketiga orang yang berada
diluarpun segera meloncat masuk. Dengan segera pula
pintu gerbang itu telah ditutup kembali dan diselarak
dengan balok kayu yang besar dan berat.
"Apakah ada sesuatu yang penting?" bertanya Mahisa
Bungalan ketika mereka telah berdiri di tengah-tengah
halaman. Mahisa Murti menarik nafas dalam-dalam untuk
mengatur perasaannya yang bergejolak. Kemudian katanya
"Kami hampir saja terlambat. Tetapi keterangan ini baru
saja kami dengar" "Tentang apa?" bertanya Mahisa Bungalan.
"Serangan Pangeran Kuda Permati ke Kota Raja" jawab
Mahisa Murti. "Dan itu sudah terjadi" jawab Mahisa Bungalan.
Tetapi kami mendapat keterangan lain" berkata Mahisa
Pukat "serangan ke pintu gerbang itu bukan tujuan utama.
Kami mendapat keterangan, bahwa sebelumnya
sekelompok prajurit telah berada di dalam dinding Kota
Raja. Serangan itu sekedar menarik perhatian prajuritprajurit
Kediri, termasuk prajurit yang mendapat tugas
untuk' melindungi utusan dari Singasari ini. Prajurit-prajurit
Kediri akan merasa lebih baik mengusir para pemberontak
itu jangan sampai memasuki gerbang kota daripada harus
bertempur didalam kota. Namun mungkin mereka tidak
mengetahui, bahwa sepasukan yang terpilih telah siap
memasuki istana ini"
Mahisa Bungalan mengerutkan keningnya. Tiba-tiba ia
berdesis "Apakah aku dapat mempercayai keterangan itu"
Nampaknya keterangan itu bukan keterangan yang
dibuat-buat" jawab Mahisa Pukat.
Mahisa Bungalanpun kemudian dengan tergesa-gesa
menghadap Mahisa Agni dan Witantra untuk mendapat
pertimbangannya.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mungkin keterangan adik-adikmu itu benar" berkata
Mahisa Agni "nah, jika demikian, apa rencanamu?"
Mahisa Bungalan berpikir sejenak. Lalu katanya "Tidak
ada pilihan lain kecuali melawan mereka"
Mahisa Bungalan berpikir sejenak. Lalu katanya
"Apakah tidak sebaiknya kita mencari satu cara yang paling
baik untuk melawan, karena mungkin mereka sudah
memperhitungkan kekuatan yang ada pada kita sekarang
ini" Mahisa Agni mengangguk-angguk. Namun katanya
"Apakah tidak sebaiknya kita mencari satu cara yang paling
baik untuk melawan, karena mungkin mereka sudah
memperhitungkan kekuatan yang ada pada kita sekarang
ini" Mahisa Bungalan mengangguk-angguk. Lalu katanya
"Bagaimana menurut paman berdua?"
Mahisa Agni memandang Witantra sejenak, lalu katanya
"Kita dapat menentukan satu cara yang paling baik untuk
menghadapi mereka yang aku yakin, kekuatannya tentu
sudah diperhitungkan"
Witantra mengangguk-angguk. Katanya "Ya. Kita memang
harus mencari cara yang paling baik untuk menghadapi
kekuatan yang tentu lebih besar dari kekuatan kita.
Demikianlah, maka untuk sesaat Mahisa Agni, Witantra
dan Mahisa Bungalan berunding untuk menentukan cara
yang paling baik melawan kekuatan yang lebih besar dari
kekuatan mereka, sementara mereka tidak akan dapat
mempercayakan diri kepada prajurit Kediri yang agaknya
telah terpancing keluar kota menghadapi pasukan Pangeran
Kuda Permati yang datang. Agaknya menurut perhitungan,
memang lebih baik bertempur yang diluar pintu gerbang
dan menghindari kerusakan-kerusakan yang dapat terjadi
jika pertempuran itu terjadi di dalam Kota Raja.
Dalam pada itu, para pengikut Pangeran Kuda Permati
yang telah lebih dahulu menyusup kedalam kota telah
berkumpul sebagaimana mereka rencanakan. Mereka
menerima beberapa penjelasan dari seorang Senopati yang
bertanggung jawab untuk memimpin pasukan kecil terpilih
yang akan menghancurkan sekelompok utusan dari
Singasari itu. Dengan tegas Senapati itu memerintahkan, bahwa
serangan yang akan mereka lakukan merupakan serangan
kilat yang tidak boleh gagal.
"Semua orang harus dibinasakan" perintah Senapati itu
"kita memang sengaja, memancing persoalan dengan
Singasari" Peringatan itu cukup jelas. Karena itu, tidak seorangpun
yang bertanya tentang tugas-tugas mereka. Mereka hanya
akan melakukan satu tugas. Membinasakan orang-orang
Singasari. Demikianlah, maka kelompok orang-orang terpilih
itupun kemudian dengan segera menuju keistana-orangorang
Singasari yang berada di Kediri, justru pada saat
prajurit-prajurit Kediri bertempur untuk menghalau para
prajurit yang menjadi pengikut Pangeran Kuda Permati.
Sekelompok orang-orang terpilih itu tidak menemui
kesulitan. Mereka berhasil dengan tidak diketahui oleh
siapapun juga merayap mendekati istana tempat para
utusan dari Singasari tinggal selama mereka berada di
Kediri. Sejenak kemudian orang-orang itu sudah mengepung
istana itu. Mereka menunggu isyarat dari Senapati yang
memimpin kelompok itu sambil mempersiapkan diri
meloncati dinding halaman. Mereka tidak tidak perlu
mengetuk pintu, berpura-pura atau dengan paksa
memecahkan gerbang. Tetapi mereka akan bersama-sama
meloncati dinding 'jika mereka sudah mendengar isyarat
dari pimpinan mereka. Ternyata mereka tidak menunggu terlalu lama.
Segalanya memang harus terjadi dengan cepat. Sebelum
orang-orang Kediri menyadari kekeliruannya, maka seisi
istana itu harus sudah binasa.
Sesaat kemudian telah terdengar suara suitan bersambut.
Ketika Senapati yang memimpin pasukan itu bersuit, maka
orang-orang disebelah menyebelah telah menyahut dengan
cara yang sama, sehingga beberapa saat kemudian, semua
orang yang mengepung istana itu sudah mendengar.
Karena itu, maka dengan serta merta setiap orang yang
telah mendengar isyarat itupun segera berdiri dan meloncat
memasuki halaman istana yang luas itu.
Tetapi mereka sudah mendapat pengarahan dari
pimpinan mereka, bahwa mereka harus melintasi halaman
dan mengepung istana itu dengan rapat. Kemudian
memasuki istana dan membinasakan semua orang yang ada
di istana itu. "Mungkin kita akan mendapat perlawanan yang gigih"
berkata Senapatinya "Kita mengenal sifat para prajurit
Singasari. Tetapi jumlah mereka terlalu sedikit untuk dapat
bertahan" Dengan demikian, maka setelah orang-orang Kediri itu
berada di halaman, maka merekapun segera mengepung
istana yang dihuni oleh utusan dari Singasari itu.
Namun orang-orang Kediri itu sudah mulai merasakan
sesuatu yang aneh. ketika mereka meloncat masuk ke
halaman istana, mereka sama sekali tidak menemukan
seorangpun dihalaman. Tidak ada prajurit yang bertugas diregoldan
tidak ada kesiagaan sama sekali dari para
pengawal. Menurut perhitungan mereka, setelah orang-orang
Singasari itu mendengar suara kentongan yang dibunyikan
oleh para petugas di gerbang Kota Raja, maka seharusnya
mereka mempersiapkan diri menghadapi segala
kemungkinan. Tetapi halaman itu sama sekali tidak di jaga oleh
seorangpun. Apakah ia petugas dari Kediri yang mendapat
perintah untuk mengawal istana itu, maupun prajurit
Singasari sendiri. Tetapi mereka tidak sempat membicarakan dengan para
Senapati. Sebagaimana yang diperintahkannya, maka.
merekapun telah mengepung istana itu dan dengan satu
perintah, maka mereka telah menyerbu masuk lewat
beberapa pintu yang ada. Pintu pringgitan, pintu samping
dan pintu-pintu butulan. Sebagian dari mereka menerobos
memasuki longkangan lewat seketheng sedangkan yang lain
menyusup kedalam dapur lewat pintu belakang. Sebagian
yang lain telah mendorong dan membuka pintu-pintu
gandok dan bangunan-bangunan yang lain yang ada di
halaman itu. Namun mereka benar-benar terkejut. Mereka tidak
menemukan seorangpun di halaman manapun didalam
istana itu. Senapati yang memimpin sergapan itupun telah
memasuki pintu pringgitan dan langsung masuk keruang
tengah. Namun yang mereka ketemukan adalah ruang yang
kosong. Beberapa orang prajuritnya yang mamasuki tiga
buah sen-thong di bagian dalam istana itupun tidak
menemukan seorangpun. "Gila" geram Senapati itu "Apakah mereka mempunyai
Aji penglimunan sehingga mereka dapat melenyapkan
diri?" Beberapa orang perwira pembantunyapun menjadi
bingung. Seorang perwira yang bertubuh tinggi tegap dan
berjambang lebat telah berteriak "Cari diseluruh halaman.
Di kandang, lumbung dan pakiwan"
Para prajurit terpilih itupun telah berlari-larian dari satu
bangunan ke bangunan yang lain. Namun mereka benarbenar
tidak menemukan sesuatu. "Anak iblis" Senapati itu mengumpat "Apa yang
sebenarnya sudah terjadi?"
Dengan cepat ia memanggil semua perwira yang
bertugas untuk membinasakan utusan dari Singasari itu.
Mereka dengan jantung yang berdebaran berusaha untuk
memecahkan teka-teki yang sedang mereka hadapi.
"Kita tidak mempunyai waktu banyak" geram Senapati
yang memimpin pasukan kecil itu.
Tetapi para perwiranya tidak dapat memberikan jawaban
atas peristiwa yang benar-benar diluar perhitungan mereka.
Mereka sama sekali tidak mengerti, apa yang telah terjadi
dan apa yang sebaiknya mereka lakukan.
Namun dalam pada itu, dalam ketegangan itu salah
seorang dari para perwira itu berdesis " Agaknya ada
pengkhianatan diantara kita. Orang-orang Singasari itu
tentu sudah tahu, bahwa kita akan datang. Dengan
demikian maka mereka sempat menghindarkan diri"
Wajah Senopati yang memimpin pasukan itu menjadi
semakin tegang. Dengan suara bergetar menahan
kemarahan yang akan meledakkan dadanya ia berkata "Ya.
Aku sependapat. Tentu ada seorang diantara kita yang
memasuki istana ini. Tetapi orang lain yang ikut
membicarakan rencana ini"
Para perwira itu tiba-tiba saja saling berpandangan
diantara mereka. Seakan-akan mereka mencari, sipakah
yang paling pantas untuk menjadi pengkhianat itu.
Tetapi mereka tidak menemukan seorangpun yang
pantas dicurigai. Namun sejenak kemudian, Senopati yang memimpin
pasukan itupun kemudian berkata ?"Tetapi kita tidak dapat
berdiam diri dan termangu-mangu seperti ini. Kita harus
berbuat sesuatu. Agaknya kehadirannya kita sudah
diketahui" berkata salah seorang perwira "karena itu, kita
tidak boleh terlambat. Kita harus menghindar dari
kemungkinan yang lebih -buruk dari kekecewaan ini.
Mumpung di pintu gerbang sebelah Timur terjadi
pertempuran. Kita akan dapat menggabungkan diri
sehingga kita akan mendapat kesempatan untuk bersama sama mereka mengundurkan diri"
"Apakah kita akan mengorbankan tugas kita?" bertanya
Senopati yang memimpin pasukan itu.
"Apa yang dapat kita lakukan disini" Kita tidak
menemukan seorangpun" Jika kita meninggalkan Kota
Raja, bukan karena kita genta i- menghadapi tugas ini. Kita
sudah sampai di arena. Tetapi kita tidak mendapatkan
lawan. Sasaran yang harus kita hadapi sama sekali tidak
kita ke-temukan. Lalu apa lagi?" sahut perwira itu.
Senopati yang memimpin pasukan itu menganggukangguk.
Memang tidak ada pilihan lain. Bukan sebaiknya
mereka membunuh diri, dengan menunggu para prajurit
Kediri siap mengepung dan menumpas mereka.
Karena itu, maka merekapun kemudian mengambil satu
keputusan yang akan mereka pertanggung-jawabkan
bersama. Menarik diri dan keluar dari Kota Raja.
Dengan demikian, maka Senopati yang memimpin
pasukan itupun kemudian memerintahkan untuk
memanggil semua orang di dalam pasukannya.
"Mereka masih bertebaran di setiap bangunan yang ada
di halaman ini" berkata seorang perwira.
"Kumpulkan mereka" perintah Senopati itu.
Para perwirapun kemudian menebar. Mereka
memberikan isyarat untuk memanggil orang-orang mereka
yang bertebaran di halaman dan disetiap bangunan istana
yang dipergunakan oleh orang-orang Singasari itu.
Beberapa saat kemudian, maka beberapa bagian dari
para prajurit itu sudah berkumpul. Tetapi ada beberapa
orang yang masih belum hadir diantara mereka, sehingga
para perwira terpaksa memberikan isyarat ulangan.
Sekali lagi para perwira memberikan isyarat agar setiap
orang berkumpul di halaman depan. Namun beberapa
orang masih tidak segera datang berkumpul bersama
kawan-kawannya. "Cari mereka" bentak seorang perwira "Apakah mereka
tertidur?" Para prajurit yang sudah berkumpul itupun telah
menebar lagi untuk memanggil beberapa orang kawan
mereka yang belum hadir Namun tiba-tiba para perwira itu terkejut. Dua orang
prajurit telah datang berlari-lari menemui para perwira,
nafasnya terengah-engah dan wajahnya membayangkan
kegelisahan hatinya. Para perwira itupun menjadi tegang . Jika prajurit
terpilih menjadi seperti orang ketakutan maka tentu ada
sesuatu yang sangat penting telah terjadi.
"Ada apa" Katakan" desak salah seorang perwira.
"Kami menemukan dua orang kawan kami terbaring
dilumbung dalam keadaan luka-luka. Agaknya keduanya
tidak sempat mengadakan perlawanan ketika mereka
ditusuk dari belakang" jawab salah seorang diantara
mereka. Wajah perwira itu menjadi merah seperti bara dalam
cahaya obor di pendapa. Namun sebelum ia berbuat
sesuatu, maka orang lain telah datang dengan gelisah dan
memberikan laporan yang hampir sama "Disudut
longkangan, seorang kawan kami mengerang kesakitan"
"Dan kau lari terbirit-birit seperti anjing dilempar batu?"
perwira itu semakin marah.
"Tidak. Aku mencari seseorang yang mungkin
melakukannya. Tetapi aku tidak menemukannya" jawab
prajurit itu. Sementara itu, salah seorang dari dua orang prajurit yang
terdahulu berkata "Kami sama sekali tidak menjadi
ketakutan. Tetapi kami memang tergesa-gesa memberikan
laporan. Tentu masih ada lawan di halaman ini yang
bersembunyi dengan cara mereka sendiri"
Para perwira dan Senapati yang memimpin pasukan
Kediri terpilih yang menjadi pengikut Pengeran Kuda
Permati itu termangu-mangu. Namun kemudian Senapati
yang memimpin pasukan itu berkata "Ya. Aku sependapat.
Tentu masih ada lawan tersembunyi. Jika demikian, kita
akan mencari mereka sekali lagi dengan lebih teliti"
Maka perintahpun sekali lagi dijatuhkan. Pasukan
terpilih itu harus mencari orang-orang yang telah
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menyerang kawan-kawan mereka.
"Jangan dungu. Mereka masih ada didalam halaman ini"
berkata Senapati itu dengan tegas. Lalu "Kita ternyata
adalah orang-orang yang dibayangi oleh perasaan takut
dibalik kesombongan kita yang mendapat julukan prajurit
terpilih. Dalam suasana seperti ini kita tidak dapat ingkar,
sehingga dalam melakukantugas kita di istana ini sangat
mengecewakan. Dengan tergesa-gesa kita mengambil
kesimpulan bahwa istana ini kosong, karena kita ingin
segera meninggalkan tempat yang mungkin dapat
membahayakan jiwa kita ini"
Para perwira dan para prajurit itupun merasa betapa
mereka dibayangi oleh ketergesa-gesaan sikap karena
suasana yang memang mendebarkan itu. Karena itu, maka
merekapun berjanji kepada diri sendidri untuk
menunjukkan bahwa mereka memang prajurit terpilih.
Demikianlah, maka para perwira itupun telah
menyampaikan perintah itu kepada kelompoknya masingmasing
dengan penuh kesungguhan.
Sekali lagi dengan dibebani julukan pada diri masingmasing
sebagai prajurit pilihan, maka mereka telah menebar
diseluruh halaman. Sebenarnyalah, beberapa orang dianta a mereka telah
terbaring dengan luka-luka ditabuh mereka. Bahkan ada
diantara mereka yang sudah tidak mungkin lagi untuk
ditolong jiwanya. Para pengikut Pengeran Kuda Permati itu tidak ingin lagi
disebut sebagai orang-orang sombong yang pengecut.
Karena itu, mereka telah mencari lawan-lawan mereka,
orang-orang Singasari dengan lebih teliti.
Ternyata bahwa akhirnya merekapun menemukan
orang-orang Singasari itu. Mereka bersembunyi di dalam
bangunan-bangunan yang ada, di sudut-sudut ruangan
dibelakang geledeg dan bahkan sebagian ada yang
bersembunyi diatap yang terlindung oleh kegelapan, karena
lampu minyak yang nyalanya tidak cukup memberikan
penerangan. Mereka meloncat dan menikam para prajurit terpilih itu,
untuk kemudian bersembunyi lagi, sehingga dengan
demikian maka mereka telah berhasil mengurangi jumlah
lawan mereka. Namun ketika sekali lagi para prajurit terpilih dengan
marah memasuki setiap bangunan, maka mereka tidak lagi
dapat tetap menyembunyikan diri. Para pengikut Pangeran
Kuda Permati itu akan menilik setiap lekuk dan setiap sudut
yang dibayangi oleh kegelapan. Bukan saja sekedar
membuka pintu dan melihat seluruh ruangan dengan
sepintas. Tetapi ternyata bahwa setiap bangunan
mempunyai lekuk dan sudut yang cukup banyak untuk
memberikan perlindungankepada orang-orangSingasari
yang ada di istana itu. Dengan demikian, maka pertempuran tidak dapat
dielakkan lagi. Dalam keadaan demikian, maka orangorang
Singasarilah yang kemudian membunyikan isyarat,
sehingga tiba-tiba saja beberapa orang telah berloncat dari
atap-atap bangunan di halaman itu dengan senjata
telanjang. Namun sergapan yang tiba-tiba dari orang-orang
Singasari ternyata mampu mengejutkan orang-orang Kediri
dan sejumlah diantara mereka dengan serta merta dapat
dilumpuhkan. Pertempuran yang sengit tidak dapat dielakkan lagi.
Kedua belah pihak adalah pasukan terpilih. Orang-orang
Kediri merupakan orang-orang pilihan untuk
menghancurkan sekelompok prajurit dari Singasari,
sementara sekelompok kecil orang-orang Singasari yang
dipimpin oleh Mahisa Bungalan itulah memang prajurit
pilihan pula. Dengan demikian, maka pertempuran terjadi dengan
sengitnya. Kedua belah pihak telah menunjukkan
kemampuan mereka sebagai prajurit pilihan.
"Licik" geram Senapati yang memimpin pasukan
Pangeran Kuda Permati "Mereka telah menyergap dengan
diam diam setelah mereka bersembunyi di atap bangunanbangr
ian yang ada" Namun dalam pada itu, seorang prajurit muda dari
Singasari telah meloncat dari sebatang pohon di halaman,
langsung berlari kearahnyasambil berkata lantang "Kau
yang memimpin sekelompok pemberontak ini"
"Persetan orang-orang licik dan pengecut" geram
Senapati itu "Kenapa kalian bersembunyi dan menyergap
dengan diam-diam dari persembunyian kalian dan
menikam punggung" "Apakah kau tidak melakukan hal yang sama"
Menyerang istana ini dengan diam-diam justru pada saat
kawan-kawanmu berhasil memancing perhatian pasukan
Kediri yang setia kepada Sri Baginda di Kediri?"
"Persetan" geram Senapati itu sambil mengacukan
pedangnya "siapa kau?"
"Mahisa Bungalan" jawab prajurit muda akulah yagn
bertanggung jawab atas sekelompok kecil pasukan Singasari
yang mengawal kedua utusan itu"
"Bagus" sahut Senapati itu "kalau begitu kaulah yang
pertama kali harus mati"
"Orang-orangmu sudah ada yang mati" jawab Mahisa
Bungalan. Senapati itu menggeram. Ia sudah mengerti bahwa
memang sudah ada orang-orangnya yang terbunuh dan
terluka parah. Sementara itu pertempuran di seluruh bagian
halaman itu sudah terjadi.
Tetapi Senapati itu yakin, bahwa orang-orangnya akan
dapat menyelesaikan tugas mereka, karena jumlah mereka
cukup banyak. Meskipun dalam sergapan pertama orang-orangnya sudah berjatuhan, namun prajurit Kediri pilihan
itu tentu akan dapat menyelesaikan tugas mereka dengan
baik. Dalam pada itu, maka Senapati itupun kemudian dengan
sepenuh kemampuannya telah mengahadapi Mahisa
Bungalan, yang mengaku sebagai pemimpin dari para
prajurit pengawal dari Singasari.
Ternyata Senapati dari Singsari itupun adalah Senapati
pilihan. Karena itu, maka Mahisa Bungalan segera
menempatkan diri sebagai lawan yang seimbang dari
Senapati Kediri yang menjadi pengikut Pangeran Kuda
Permati itu. Namun dalam pada itu, ada satu hal yang semula kurang
diperhitungkan oleh Pangeran Kuda Permati. Pangeran
Kuda Permati melupakan, siapakah Mahisa Agni dan
Witantra. Menurut perhitungan Pangeran Kuda Permati,
kedua orang itu adalah utusan dari antara pemimpin
pemerintahan di Singasari yang pernah berada di Kediri.
Tetapi Pangeran Kuda Permati lupa memperhitungkan
keduanya sebagai dua orang yang memiliki ilmu tiada
taranya. Itulah sebabnya, maka ketika Mahisa Agni dan Witantra
berada diantara hiruk pikuk pertempuran, maka para
prajurit Singasari yang disebut sebagai pengawal-pengawal
mereka sama sekali tidak mencemaskan keduanya.
Namun dalam pada itu, oorang-orang Singasari itu tidak
ingin menyelesaikan tugas mereka tanpa saksi orang-orang
Kediri sendiri. Karena itu, sebelum segalanya itu terjadi,
Mahisa Bungalan telah mengirimkan dua orang utusan
yang dengan diam-diam harus pergi ke barak pasukan yang
mendapat tugas untuk melindungi mereka.
"Jika barak itu kosong, cepatlah kembali" perintah
Mahisa Bungalan "Kita akan bertahan dengan kekuatan
kita sendiri. Tetapi kita harus mempunyai akal yang tepat
untuk menyergap mereka. Tetapi jika barak itu isi, lajporan
apa yang akan terjadi disini"
Demikianlah, kedua utusan itu telah sampai ke barak
pasukan Kediri yang telah meninggalkan barak mereka
untuk pergi ke pintu gerbang sebelah Timur. Sesuai dengan
pendapat beberapa orang perwira, mereka akan mengusir
orang-orang Kediri sebelum mereka memasuki pintu
gerbang sebagai salah satu cara untuk melindungi para
utusan dari Singasari itu.
Namun demikian, ternyata Senapati yang menjadi
panglima pasukan di barak itu telah" meninggalkan
sekelompok diantara pasukannya untuk mengambil
langkah-langkah jika diperlukan.
Kedatangan kedua orang prajurit Singasari itu telahi
mengejutkan mereka. Pemimpin kelompok pasukan yang
ditinggalkanitu dengan cepat telah memanggil pasukannya
dan mempersiapkan mereka untuk melakukan satu tugas
yang justru tugas mereka yang sebenarnya.
"Kita akan pergi ke istana itu" berkata pemimpin
kelompok pasukan yang ditinggalkaan. Meskipun jumlah
mereka tidak banyak, tetapi bersama-sama dengan para
pengwal dari Singasari sendiri, mereka akan dapat
mengatasi orang-orang yang berusaha menyergap utusan
dari Singasari itu. Dengan tergesa-gesa pasukan itupun segera pergi ke
istana yang diperuntukkan bagi utusan dari Singasari itu.
Mereka langsung pergi ke pintu gerbang halaman istana
yang sudah terbuka setelah pertempuran itu terjadi.
"Apa yang sudah terjadi?" bertanya pemimpin kelompok
pasukan Kediri itu. "Ternyata mereka bernar-benar telah datang.
Pertempuran telah terjadi," jawab prajurit Singasari yang
mengabarkan kemungkinan itu kepada para prajurit Kediri.
Pemimpin sekelompok prajurit Kediri itu menganggukangguk.
Kemudian iapun memberikan pesan-pesan singkat
kepada pasukannya. "Nah, sekarang kalian dapat memasukki regol halaman
itu. Tetapi hati-hatilah. Demikian kalian melangkahi regol,
maka kalian sudah memasuki arena"
Seorang prajurit tiba-tiba saja bertanya "Kenapa kita
tidak memanjat dinding dan memasuki halaman itu dari
banyak arah?" Pemimpin kelompok itu agaknya mempertibangkannya.
Kemudian katanya "Baiklah. Lakukanlah"
Demikianlah pasukan yang jumlahnya tidak banyak itu
menebar. Mereka kemudian dengan serta merta telah
memasuki halaman istana tidak melalui regol, tetapi justru
berloncatan dari beberapa arah.
Kedatangan para prajurit Kediri itu memang
mengejutkan. Namun pemimpin pasukan Kediri yang
jumlahnya hanya sedikit itu sempat berteriak dari atas
dinding halaman disamping regol "Sayang, kami telah
terpancing untuk menyambut kedatangan pasukan Kediri di
gerbang Kota Raja. Namun sekelompok kecil ini hendaknya
akan membantu menyelesaikan persoalan yang terjadi
disini?" Sejenak kemudian, maka pasukan kecil itu sudah
berloncatan menghambur memasuki arena di halaman
istana itu. Orang-orang yang sedang bertempur di halaman istana
itu sempat berpaling. Dalam cahaya obor mereka sempat
melihat beberapa orang berloncatan. Memang tidak terlalu
banyak, karena pasukan di dalam barak itu telah mendapat
perintah untuk pergi ke gerbang. Hanya sekelompok kecil
saja yang ditinggalkan. Itupun masih harus terbagi.
Beberapa diantara mereka tetap berada di barak, karena
barak mereka tidak boleh kosong sama sekali.
Meskipun demikian, meskipun yang datang ke halaman
itu hanya sekelompok kecil, tetapi hal itu akan sangat
berarti bagi orang-orang Singasari yang jumlahnya memang
hanya sedikit. Meskipun mereka sempat menyergap lebih
dahulu dan mengurangi jumlah lawan, tetapi jumlah lawan
mereka masih tetap terlalu banyak. Namun dengan
kehadiran sekelompok kecil prajurit Kediri itu, maka
imbangan antara keduanya menjadi lebih dekat, meskipun
masih belum seimbang sepenuhnya.
Tetapi meskipun jumlahnya masih berselisih, namun
ternyata bahwa pasukan Singasari yang terdiri dari prajurit
pilihan ditambah dengan prajurit Kediri itu, merupakan
kekuatan yang mengejutkan bagi para pengikut Pangeran
Kuda Permati. Tetapi merekapun adalah prajurit pilihan. Karena . itu,
maka kedatangan sekelompok kecil prajurit Kediri itu sama
sekali tidak menggerakkan mereka. Apalagi mereka sudah
terbiasa mendapat pujian, bahwa mereka adalah prajurit
pilihan yang tidak ada duanya di Kediri. Sementara prajurit
Kediri yang berloncatan memasuki halaman itu adalah
prajurit biasa. Namun yang prajurit biasa itupun adalah prajurit yang
telah ditempa oleh latihan-latihan yang cukup berat,
sehingga karena itu, maka merekapun tidak mudah pula
untuk merasa dirinya terlalu kecil.
Dengan demikian maka pertempuranpun menjadi
semakin lama semakin seru. Mahisa Bungalan yang
bertempur melawan Senopati dari pasukan pengikut
Pangeran Kuda Permati itupun telah sampai pula pada
puncak kemampuannya, sebagaimana juga lawannya.
Keduanya adalah orang-orang pilihan, sehingga keduanya
mampu bergerak secepat angin pusaran. Saling menyerang
dan saling mendesak. Sementara itu, di seluruh halaman telah terjadi pula
pertempuran yang sengit. Namun ternyata bahwa prajurit
Singasari yang mengawal kedua utusan itu benar-benar
prajurit terpilih dari prajurit pilihan. Mereka memiliki ilmu
yang tinggi baik secara pribadi maupun sebagai seorang
prajurit yang bertempur dalam kelompok-kelompoknya.
Tetapi sebenarnyalah orang yang paling berbahaya diantara
mereka adalah orang-orang yang justru harus mereka
lindungi. Mahisa Agni dan Witantra.
Untuk beberapa saat Mahisa Agni dan Witantra masih
belum menunjukkan tingkat kemampuan mereka yang
sebenarnya. Tetapi dalam hiruk pikuk pertempuran yang
merata di luar dan di dalam bangunan-bangunan yang ada.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Mahisa Agni dan Witantra sudah cukup membuat lawanlawan
mereka yang berusaha menyerangnya kebingungan.
Namun ketika pertempuran menjadi semakin sengit,
sementara jumlah pasukan para pengikut Pangeran Kuda
Permati yang lebih besar itu mulai mendesak, maka Mahisa
Agni mulai terpanggil untuk memasuki arena lebih dalam
lagi. "Marilah" berkata Mahisa Agni "sebelum korban
berjatuhan" Witantra mengangguk. Iapun mengerti apa yang harus
dilakukannya, karena selama itu mereka baru sekedar
bermain-main. "Apa boleh buat" berkata Mahisa Agni "Tetapi sudah
tentu bahwa kita tidak akan membiarkan selain diri kita
sendiri, juga para pengawal"
Sejenak kemudian maka Mahisa Agni dan Witantrapun
melangkah kearah yang berbeda. Keduanya harus
menyesuaikan diri pada tingkatkan pertempuran yang
menjadi semakin seru itu. Namun justru dalam kedudukan
yang sebaliknya. Mahisa Agni dan Witantralah yang
kemudian harus menjaga agar korban dipihaknya tidak
terlalu banyak jatuh. Ketika kemudian Mahisa Agni memasuki arena di
halaman samping dari istana itu, maka beberapa orang
langsung datang menyerangnya. Tetapi Mahisa Agni sudah
memutuskan, bahwa ia akan ikut dalam pertempuran itu.
Jika tidak, maka korban akan menjadi sangat besar pada
orang-orang Singasari yang jumlahnya lebih sedikit dari
orang-orang Kediri, meskipun bersama mereka telah
bertempur prajurit Kediri pula.
Sejenak Mahisa Agni memperhatikan pertempuran itu.
Namun kemudian maka iapun mulai bersikap.
"Inilah salah seorang diantara mereka yang kita cari"
tiba-tiba saja salah seorang diantara para pengikut Pangeran
Kuda Permati itu berteriak "Aku sudah pernah
mengenalinya. Akulah yang kemarin memasuki halaman
ini sebagai penjual buah-buahan. Aku melihat orang ini dan
dari pembicaraan yang aku dengar, maka orang inilah yang
bernama Mahisa Agni"
Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Katanya
"Ternyata kau mempunyai daya tangkap dan daya ingat
yang sangat tinggi. Aku memang Mahisa Agni"
"Bagus. Kau adalah satu diantara dua orang yang harus
kami binasakan" teriak orang itu.
"Apa salahku?" bertanya Mahisa Agni.
Orang Kediri itu termangu-mangu. Ia sama sekali tidak
menduga, bahwa ia akan mendapatkan pertanyaan yang
demikian. Namun orang itupun kemudian menjawab
"Mungkin secara pribadi kau tidak bersalah. Tetapi sikap
Singasari memang sangat menyakitkan hati"
"Apa yang dilakukan oleh Singasari terhadap Kediri?"
bertanya Mahisa Agni pula.
"Jangan berpura-pura. Bersiaplah untuk mati" geram
orang Kediri itu. Mahisa Agni menarik nafas dalam-dalam. Namun
kemudian iapun berkata "Sebaiknya kau berpikir baik-baik"
"Jangan merajuk. Aku akan membunuhmu dengan
apapun yang kau katakan" jawab orang itu.
"Jadi sebelum malam ini kau sudah pernah memasuki
istana ini sebagai penjual buah-buahan?" bertanya Mahisa
Agni tiba-tiba. "Ya. Sebagai petugas sandi untuk mengetahui serba
sedikit tentang keadaanmu dan keadaan pasukan pengawalmu.
Dan karena nasibmu memang buruk, aku dapat
mengenalimu sekarang" jawab orang itu.
"Apakah kau tidak mempunyai pertimbangan lain?"
bertanya Mahisa Agni pula
Orang itu menggeram. Katanya "Aku tidak mempunyai
waktu lagi. Jangan memperpanjang waktu. Kau kira dengan
demikian kau akan selamat" Saat ini pertempuran terjadi
diseluruh lingkungan istana ini. Sebentar lagi semua
pengawalmu mati terbunuh. Tetapi aku adalah salah
seorang yang akan mendapat hadiah tertinggi, karena aku
membunuh Mahisa Agni. Bahkan mungkin kemudian aku
akan berkesempatan untuk membunuh orang yang bernama
Witantra itu juga" Mahisa Agnipun tidak menjawab. Dipandanginya orang
itu dengan tajamnya. Menilik sikapnya orang itu tentu
seorang prajurit pilihan.
Mahisa Agni bergeser ketika orang itu melangkah maju.
Sikapnya memang meyakinkan. Apalagi dengan sebilah
pedang ditangan. -ooo0dw0ooo Kolaborasi 2 Website : dengan Pelangi Di Singosari / Pembuat Ebook : Sumber Buku Karya SH MINTARDJA
Scan DJVU : Ismoy o Conv erter : Editor : Raharga, Arema, Dino,
Pdf ebook : Uploader di Indozone : Din o
--ooo0dw0ooo- Jilid 019 "NASIBMU memang buruk" geram orang itu "agaknya
kau tidak terbiasa berada di medan, sehingga kau tidak
bersiap membawa senjata apapun. Tetapi aku tidak peduli.
Kau akan mati" Orang itu tidak menunggu jawaban. Dengan garangnya
ia meloncat sambil menjulurkan senjatanya.
Tetapi orang itu terkejut. Ia sudah yakin, bahwa dengan
sekali tusuk, orang yang namanya Mahisa Agni, seorang
pemimpin pemerintahan di Singasari itu akan tertembus
pedang dari dada sampai kepunggungnya.
Namun ternyata bahwa dugaannya itu salah. Pedangnya
sama sekali tidak menyentuh sasarannya meskipun
nampaknya Mahisa Agni itu tidak bergerak.
"Setan" geram orang itu "Kau mampu mengelak
"Setiap orang akan berusaha" jawab Mahisa Agni. Lalu
tiba-tiba saja Mahisa Agni bertanya "Ki Sanak. Berapa
umurmu sekarang" "Persetan dengan umur" orang itu mengumpat.
"Maksudku, apa memang benar kau belum pernah
mendengar namaku pada saat aku bertugas di Kediri
beberapa waktu yang lampau" bertanya Mahisa Agni pula.
"Mati kau" sekali lagi orang itu meloncat sambil
mengayunkan pedangnya mendatar.
Tetapi sekali lagi senjatanya itu tidak mengenai
sasarannya. Wajah orang itu menjadi semakin tegang. Namun
akhirnya ia menyadari. Menilik sikapnya, wajah dan
pandangan mata Mahisa Agni, maka orang itu tentu bukan
seorang pemimpin pemerintahan yang menjadi utusan ke
Kediri dengan dikawal oleh sepasukan kecil prajurit. Tetapi
tentu orang yang bernama Mahisa Agni itu sendiri seorang
yang memiliki kemampuan seorang prajurit.
"Kau ternyata seorang yang sangat sombong" geram
orang Kediri itu "Kau ingin menunjukkan kepadaku, bahwa
kau juga mempunyai kemampuan dalal olah kanuragan
meskipun kau adalah utusan dari Singasari dalam
hubungan dengan pemerintahan"
"Setiap orang Singasari adalah prajurit" berkata Mahisa
Agni "karena itu, maka akupun seorang prajurit. Karena
disini terjadi pertempuran, maka akupun akan bertempur
sebagaimana seorang prajurit bertempur"
Orang itu tidak mau mendengarkan kata-kata Mahisa
Agni sampai yang terakhir. Iapun kemudian meloncat
bagaikan menerkam dengan pedang yang terjulur lurus
kedepan. Tetapi yang terjadi sangat mengejutkannya. Sasarannya
itu mampu meloncat jauh lebih cepat dari loncatannya
sendiri. Ia melihat gerakan orang yang bernama Mahisa
Agni itu. Tetapi karena ia sendiri sedang rtteluncur dalam
dorongan kekuatan sendiri, maka ia tidak dapat banyak
berbuat ketika tiba-tiba saja Mahisa Agni memotong
serangannya. Orang Kediri itu menyadari keadaan dirinya kemudian
ketika senjata telah terlepas, dan lebih daripada itu,
senjatanya ternyata sudah berada di tangan Mahisa Agni.
Hanya pergelangan tangannya sajalah yang terasa sangat
sakit. "Maaf Ki Sanak" berkata Mahisa Agni "karena aku tidak
membawa senjata, aku pinjam senjatamu"
Wajah orang itu menjadi merah padam. Sebagai seorang
prajurit pilihan, maka yang terjadi itu benar-benar satu
penghinaan. Namun ternyata ia tidak dapat mengingkari
kenyataan yang telah terjadi itu. Senjatanya memang
terlepas dari tangannya, bahkan telah jatuh ke tangan
lawannya. Sejenak orang itu memandang Mahisa Agni. Barulah ia
yakin bahwa Mahisa Agni bukannya seorang pemimpin
pemerintahan yang kedudukannya terpisah dari unsur
keprajuritan. Namun orang yang bernama Mahisa Agni itu
tentu seorang prajurit linuwih. Ia mampu mengambil
senjatanya justru pada saat ia menyerangnya begitu
mudahnya seperti mengambil makanan dari dalam gledeg
di dapur. Prajurit itu termangu-mangu sejenak. Namun kemudian
iapun menyadari keadaannya. Karena itu, maka iapun
kemudian berteriak "He, dengar, orang inilah yang bernama
Mahisa Agni, yang harus kita binasakan bersama. Seorang
diantara dua orang utusan dari Singasari yang mendapat
perlindungan sekelompok kecil prajurit Singasari dan orangorang
Kediri yang menjadi penjilat"
Beberapa orang mendengarnya. Sementara karena
jumlah orang Kediri yang menjadi pengikut Pangeran Kuda
Permati memang lebih banyak, maka beberapa orang
berkesempatan mendekati Mahisa Agni yang sudah menggengam
senjata prajurit yang menyerangnya itu.
"Hati-hati" desis prajurit yang kehilangan senjatanya itu
ketika, beberapa orang mendekatinya Sementara orangorang
Singasari sendiri membiarkannya saja beberapa orang
mengepung Mahisa Agni, karena orang-orang Singasari itu
tahu dengan pasti kemampuan Mahisa Agni sebagaimana
juga kemampuan Witantra. "Kenapa?" bertanya salah seorang kawannya.
"Orang itu sangat berbahaya" jawab prajurit yang
kehilangan senjatanya. "Dan kau menghadapinya tanpa senjata" desis kawannya
yang lain. Prajurit itu ragu-ragu sejenak untuk mengatakan bahwa
senjatanya telah dirampas oleh Mahisa Agni, karena
kawan-kawannya yang belum membuktikan kemampuan
orang Singasari itu tentu akan mentertawakannya.
Karena itu, maka katanya "Senjataku sudah patah ketika
aku bertempur melawan tiga orang sebelum orang ini
datang. Ketika aku berhasil menyelesaikan ketiga orang
lawanku, aku melemparkan senjataku yang patah namun
yang masih juga mampu melawan tiga orang Kediri penjilat
itu" "Kau bunuh mereka?" bertanya kawannya, yang lain.
Sekali lagi orang itu ragu-ragu. Tidak, ada sesosok
mayatpun yang ada didekatnya. Maka katanya "Mereka
melarikan diri. Seorang diantaranya tentu terluka parah,
karena . pedangku yang patah, yang aku lontarkan berhasil
mengenai pundaknya. Kawan-kawannya tidak sempat bertanya lebih panjang
lagi. Mereka mulai memperhatikan Mahisa Agni yang
berdiri tegak dengan pedang ditangannya.
Namun Mahisa Agni sempat tersenyum mendengarkan
prajurit itu membual. Bahkan ia sempat berkata "Ya. Aku
melihat sendiri bagaimana ketiga orang lawannya lari
terbirit-birit" "Gila" geram prajurit yang kehilangan pedangnya itu.
Namun kawan-kawannya tidak memperhatikannya.
Mereka mulai mendekati Mahisa Agni dengan senjata
masing-masing, sementara prajurit yang kehilangan
senjatanya itu berusaha untuk mendapatkan gantinya. Ia
berlari-lari kearah sesosok tubuh yang terbaring di pinggir
arena, sementara senjatanya, sebatang tombak pendek tergolek
disebelahnya. Tetapi ketika ia mengambil tombak itu, ternyata tubuh
yang terbaring itu masih mengerang sambil berkata "Jangan
kau ambil senjataku"
Prajurit itu termangu-mangu. Namun kemudian ia
berjongkok sambil berdesis "Aku pinjam tombakmu"
Yang terluka parah itu beringsut. Tetapi ternyata
tubuhnya sudah terlalu parah.
Karena itu, maka prajurit yang kehilangan senjatanya
itupun sempat, menolong orang itu beringsut dan
menyandarkannya pada sebatang pohon.
"Bertahanlah. Sebentar lagi kita selesai. Orang-orang
Kediri yang tangguh akan berhasil menyelesaikan tugasnya
dengan baik. Aku akan membunuh dengan tanganku
sendiri, orang yang bernama Mahisa Agni"
Dengan demikian, maka iapun segera meloncat berlari
sambil menjinjing tombak pendeknya. Namun orang itu
tidak pernah bertemu lagi dengan Mahisa Agni, karena tibatiba
saja seorang prajurit Singasari telah memotong
langkahnya. Prajurit Kediri itu tidak dapat menolak. Ketika prajurit
Singasari itu menyerang, maka iapun harus melawan
dengan tombak pendeknya. Namun ia masih sempat melihat kearah pertempuran
antara beberapa orang kawannya melawan Mahisa Agni.
Namun hanya sekilas. Apalagi dalam keremangan malam.
Ia sama sekali tidak dapat membayangkan, apa yang telah
terjadi.
01 Hijaunya Lembah Hijaunya Lereng Pegunungan Karya Sh Mintardja di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sebenarnya beruntunglah prajurit itu. Ia mendapat lawan
yang seimbang sehingga ia mempunyai kesempatan yang
sama dengan lawannya untuk menang atau kalah.
Sedangkan kawan-kawannya yang bertempur melawan
Mahisa Agni sama sekali tidak mendapat kesempat an
apapun. Mahisa Agni memang tidak ingin memperpanjang
waktu pertempuran. Ia mulai melumpuhkan lawanlawannya
seorang demi seorang. Meskipun niat Mahisa Agni yang utama tidak untuk
membunuh tetapi dalam pertempuran yang kemudian
menjadi keras, kemungkinan itu dapat terjadi atas lawanlawannya.
Satu dua orang terlempar dengan darah membasahi
tubuh mereka. Tetapi mereka masih sempat untuk
merangkak menyingkir dari arena. Tetapi ada diantara
mereka yang terpelanting dan tidak akan dapat bangun
untuk selamanya. Dengan demikian maka orang-orang Kedjri yang
menjadi pengikut Pangeran Kuda Permati itu menyadari,
bahwa orang yang bernama Mahisa Agni itu adalah orang
yang memiliki ilmu yang luar biasa. Sebelum mereka
berangkat, memang mereka mendapat pesan untuk berhatihati
menghadapi orang yang bernama Mahisa Agni dan
Witantra. Tetapi mereka sama sekali tidak membayangkan,
bahwa kemampuan kedua orang itu begitu tinggi.
Yang terjadi di bagian lain dari pertempuran itupun tidak
banyak berbeda. Witantrapun telah berbuat sebagaimana
dilakukan oleh Mahisa Agni. Sekelompok orang yang
bertempur melawan Witantra tidak banyak memberikan
perlawanan ketika Witantra dengan sungguh-sungguh
menyerang mereka. Sementara itu pertempuran yang terjadi di seluruh
halaman istana itu menjadia semakin seru. Kedua belah
pihak, yang prajurit pilihan, telah bertempur dengan
segenap kemampuannya. Prajurit Kediri yang mendapat
tugas untuk melindungi utusan dari Singasari itupun
ternyata mamr mengimbangi lawan mereka. Meskipun
mereka bukan dari pasukan khusus, tetapi terdorong oleh
tanggung jawab mereka yang besar, serta bekal keprajuritan
mereka, maka mereka bukan sekedar menjadi anak bawang
diarena itu. Merekapun menunjukkan, bahwa mereka
adalah prajurit yang menguasai senjatanya di medan
perang. Mahisa Bungalan masih bertempur melawan Senopati
yang memimpin sepasukan pilihan pengikut Pangeran
Kuda Permati. Ternyata bahwa Mahisa Bungalan memang
memiliki ilmu yang tinggi dan pengalaman yang luas.
Tetapi Senopati yang mendapat kepercayaan dari
Pangeran Kuda Permati itupun adalah orang pilihan. Ia
mampu bergerak dan bertempur dengan kecepatan yang
sangat tinggi. Tangannya menguasai pedangnya dalam ilmu
yang mapan, sehingga dengan demikian, maka ia mampu
bertempur bagaikan burung sikatan. Menyambar-nyambar
dengan cepat, kemudian menukik dengan ujung pedang
mengarah jantung lawannya.
Tetapi Mahisa Bungalan sama sekali tidak terkejut
melihat gerak lawannya. Betapapun cepatnya Senopati, itu
mempermainkan senjatanya, namun ternyata bahwa
Mahisa Bungalanpun dapat bergerak secepat itu pula.
Setiap serangan lawannya justeru dibalas dengan serangan
pula. Dengan demikian pertempuran itu memang menjadi
semakin sengit. Keduanya saling menyerang, saling
mendesak dan yang tidak lagi dapat mereka hindarkan,
keduanya telah membenturkan kemampuan ilmu mereka.
Sebenarnyalah bahwa pilihan Pangeran Kuda Permati
atas Senopati itu memang sudah tepat. Ia mampu
mengimbangi kemampuan Senopati pilihan dari Singasari.
Tetapi yang kurang tepat adalah.. perhitungan Pangeran
Kuda Permati terhadap kedua utusan dari Singasari itu.
Meskipun keduanya pernah berada di Kediri dan pernah
dikenal pula, namun Pangeran Kuda Permati sama sekali
tidak menduga, bahwa keduanya bukan hanya orang-orang
yang memiliki kemampuan berpikir tentang tata
pemerintahan, tetapi juga orang yang memiliki kelebihan di
medan perang bahkan keduanya adalah orang yang berilmu
sangat tinggi. Karena itu, maka baik Mahisa Agni, maupun Witantra
ternyata telah menghisap lawan cukup banyak. Meskipun
jumlah orang-orang Kediri terlalu banyak, tetapi serangan
pertama orang-orang Singasari, kemudian kemampuan
Mahisa Agni dan Witantra ternyata dapat menjadikan
kedua belah pihak menjadi seimbang.
Sementara itu, para prajurit dari Singasari yang merasa
bertanggung jawab atas keselamatan dua orang utusan telah
benar-benar mengerahkan segenap kemampuan mereka.
Dalam pada itu, lawan-lawan Mahisa Agni dan Witantra
masih saja selalu berkurang, meskipun seandainya datang
orang-orang baru kedalam kelompok itu.
Para prajurit Kediri yang datang untuk melindungi
orang-orang Singasari itu justru menjadi sangat heran
melihat apa yang dapat dilakukan oleh Mahisa Agni dan
Witantra. "Apakah orang-orang yang demikian masih memerlukan
perlindungan" bertanya orang-orang itu didalam hatinya.
Bahkan kemudian "Jika Singasari mempunyai pasukan
kecil yang terdiri dari orang-orang seperti itu, maka agaknya
dunia akan dapat digulungnya"
Demikianlah, disaat-saat pertempuran di istana itu
menjadi semakin meningkat, keras dan cepat, maka dimuka
regol Kota Raja disebelah Timur telah terjadi pertempuran
pula. Pertempuran yang sengit yang melibatkan prajurit
yang cukup banyak. Beberapa kesatuan prajurit Kediri telah
keluar menyongsong lawan yang jumlahnya terlalu banyak,
sehingga kehadiran prajurit dari barak yang dipersiapkan
untuk melindungi utusan dari Kediri itupun sangat
berpengaruh. Tanpa, pasukan itu, maka jumlah prajurit
Kediri tidak akan cukup memadai untuk melawan orangorang
yang datang dengan obor ditangan.
Namun prajurit-prajurit Kediri dari beberapa kesatuan
itu akhirnya memang dapat menahan mereka, sehingga
orang-orang yang datang dalam beratus obor itu tidak dapat
mendekati pintu gerbang Kota Raja.
Meskipun demikian pertempuran diluar pintu gerbang
itupun menjadi semakin sengit. Pasukan Pangeran Kuda
Permati memang mendapat tugas untuk bertempur dalam
waktu yang cukup. Jika menurut pertimbangan waktu
sebagaimana direncanakan, kawan-kawan mereka sudah
ber hasil membinasakan orang-orang Singasari yang berada
di Kota Raja, maka mereka dapat menarik diri.
Pasukan Kediri di sisi Timur memang tidak siap
menghadapi sergapan yang demikian. Sehingga karena itu,
Kontraktor Norwood 1 Dewi Ular Ancaman Iblis Betina Naked 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama