Ceritasilat Novel Online

Ciuman Neraka 2

Dewi Ular 50. Ciuman Neraka Bagian 2


"Kau menyimpan rekaman film pemakaman para korban?" tanya Kumala kepada Niko. Mereka sudah berada di rumah si anak bidadari itu.
"Ada. Cuma rekaman peristiwanya si Dannu Suhendra yang nggak punya. Soalnya waktu itu aku kan sedang berada di Riau." "Bisa diputar ulang semua rekaman itu?" "Bisa. Sebentar, kuambil filmnya di mobilku." . Sambil menikmati cocktail buatan Mak Bariah, mereka menyaksikan hasil rekaman gambar pemakaman para korban pembunuhan sadisitu. Niko bukan hanya merekam pemakamannya saja, namun juga merekam wawancaranya dengan pihak keluarga korban yang menceritakan tanda-tanda aneh atau firasat firasat ganjil yang mereka alami sebelum akhirnya mendengar kabar kematian korban. Niko juga merekam wawancaranya Kumala dengan beberapa gadis yang diduga menjadi pelaku pembunuhan tersebut di kantor polisi, termasuk merekam pengakuan Lianni saat bicara dengan polwan cantik. Peltu Merima Swastika.
"Tunggu, coba ulang lagi pembicaraanmu dengan wanita-wanita tadi. Ada yang mencurigakan hatiku dalam pengakuan mereka."
Niko menuruti keinginan gadis yang dicintainya secara diam-diam dan belum pernah dinyatakan secara serius itu. Rekaman tersebut membuat Sandhi yang mengikutinya menjadi tahu apa maksud kecurigaan Kumala terhadap pembicaraan tersebut.
"Ya, aku juga menemukan sesuatu yang perlu dipertanyakan."
"Tentang apa maksudmu?" tanya Niko.
"Wanita-wanita yang berpasangan sebagai teman kencan korban selalu mengaku sebelumnya pernah melihat peristiwa mengerikan Kecuali yang bernama Rista."
"Benar," sahut Kumala.
"Herlis mengaku pernah melihat kematian Kahar, bahkan sem pat menolong Lianni yang mau jatuh terpelanting di depan kamarnya. Lianni mengaku pernah melihat kematian Paul, bahkan sempat tertabrak Nolly waktu malam. itu lari ketakutan, dan... begitu seterusnya."
"Rinni bahkan mengaku menolong Rista yang pingsan di depanhya. Tapi kemudian Rinni sendiri justru terlibat kasus serupa dengan terbunuhnya Dannu, timpal Sandhi. Sekalipun Niko manggut-manggut, tapi ia masih saja bertanya, sambil memandang Sandhi dan Kumala secara bergantian.
"Lalu, apa artinya dari kesimpulan itu?" Sandhi merarik napas, tak bisa menjawab.
Dewi Ular diam saja, seakan sedang mencari
makna kesimpulan yang diperolehnya itu. Setelah mereka tenggelam dalam kebisuan sesaat, Sandhi memberanikan diri untuk bersuara kembali. "Siapa pun yang pernah melihat kematian seperti itu, ia akan melihatnya kembali di lain tempat dan di lain waktu. Mungkin itulah makna dari kesimpulan yang kita dapatkan tadi." "Bukan," sangkal Kumala Dewi sambil meletakkan gelas cocktailnya. Ia berkata sambil menatap Sandhi dan Niko bergantian. "Ada semacam kekuatan kutuk yang menular pada orang lain." Niko mengeluarkan bantahan,
"Tapi kenapa hal itu tidak terjadi pada diri Yunni, kakak kandungnya Rinni yang memeluk adiknya saat sang adik berada di kantor polisi?" "Yunni tidak berada di lokasi pada saat peristiwa itu terjadi. Yang kumaksud penularan kutuk tadi adalah lompatan energi gaib dari orang pertama ke orang kedua. Maksudnya, dari Rista ke Rinni. Sebab Rinni adalah orang pertama yang menyentuh Rista. Begitu seterusnya sampai pada Linani. Dia orang pertama, maksudku perempuan pertama yang menyentuh Rista, maka gaib kutukan menular pada Lianni. Jadilah ia perantara kutukan yang akhimya menewaskan Kahar. Tapi setelah itu Lianni sendiri menyentuh Herlis, maka gaib kutukan pindah ke diri Herlis. Jadilah Herlis sebagai perantara kutukan yang menewaskan Yaksa."
"Lalu... Herlis menyentuh siapa setelah kematian Yaksa?" tanya Niko dengan sedikit tegang, karena ia hampir meyakini kesimpulan tersebut. Tapi pertanyaannya itu justru membuat Kumala diam termenung, Sandhi juga diam berpikir, mengingat-ingat peristiwa di King's Pub. Tiba-tiba dari arah belakang mereka mun cul Buron. Rupanya sejak tadi Buron sibuk menyisir sambil menyimak pembicaraan itu dari dalam kamarnya. Maka ia pun langsung
menimpali percakapan tersebut, menjawab pertanyaan Niko tadi.
"Herlis menabrak seorang waitress yang bernama Fenna."
"O, iya!" sahut Sandhi bersemangat kembali. "Fenna"!" guman Niko.
"Ya, benar," Kumala memperjelas. "Herlis didorong Yaksa dan menabrak Fenna, lalu mereka sama-sama jatuh dan saling tindih."
"Saat itulah Herlis pingsan," sahut Buron.
"Dan saat pingsan itulah gaib kutukan pindah ke diri Fenna," timpal Sandhi semakin menipertajam kesimpulannya.
"Kalau begitu kita cari waitress yang bernama Fenna!" tegas Niko, penasaran sekali ingin membuktikan kesimpulan yang mereka peroleh di awal petang itu. Kumala memandang Buron,
"Dampingi Niko ke King's Pub sekarang juga!" Buron mengangguk, tak bisa menolak kalimat perintah itu. Tapi Niko bisa menolak dengan menyatakan tidak ingin pergi saat itu juga. Ia menepuk-nepuk perutnya sendiri.
"Aku lapar nih," ujarnya sambil menyeringai. Dewi Ular tidak menjawab, tapi menu
dingkan jari manisnya seperti melemparkan pisau ke perut Niko. Jari manis itu mengeluarkan seberkas cahaya hijau berbentuk pipih, seperti sepotong logam tipis yang menembus ke perut Niko. Sluuubs...!
"Aahhk...!" Niko mendelik sebentar karena kaget.
"Apa yang kau lakukan, Dew"!" "Apakah perutmu masih terasa lapar?" sambil Kumala tersenyum dan bergegas meminggalkan tempat duduknya untuk mendekati kulkas. - Niko belum menjawab sudah bersendawa, alias berdahak.
"Heeiigggr...!" "Busyet..."!" Sandhi tertawa geli bersama Buron. Niko cengar-cengir malu sambil mengusap-usap perutnya. "Gila"! Kenyang sekali aku jadinya. Kayak habis makan sate bumbu kacang nih, Hmm, padahal aku sudah satu minggu nggak makan sate lho, kok... kok sekarang berdahakku seperti habis makan sate sih?" "Masih mau makan dulu?" sindir Buron .Niko menggeleng polos.
"Nggak, ah. Kenyang banget Tapi tapi. aduh, aku numpang ke belakang, ah!" ambil bergegas lari ke WC. "Yeeeee... sekarang malah, jebol belakang nya"! Gimana sih?" seru Sandhi, membuat
Buron tertawa keras dan Kumala Dewi cekikikan sambil mencemplungkan beberapa butir es batu ke tempat cocktail yang diletakkan di tengah meja makan itu. Sekitar pukul tujuh lewat, hampir pukul delapan malam, Niko pergi ke King's Pub dengan menggunakan mobilnya sendiri, didampingi oleh Buron. Sementara itu, Kumala Dewi sengaja berada di rumah, karena ia ingin melacak sendiri ke mana perginya gaib pembantai itu. Benarkah berada pada diri Fenna, atau pindah ke diri perempuan lain" MANAGER King Pub kenal dengan Niko. Sebelum peristiwa maut itu terjadi di pub itu, Handri sudah kenal Niko. Mereka dulu samasama berkecimpung di dunia mode. Handri juga bekas peragawan, satu lifting dengan Niko Madawi. Namun keduanya berhenti dagi aktivitas mode tidak secara bersamaan. Niko lebih dulu menekuni karirnya di bidang pertelevisian. - : "Fenna memang pegawaiku. Tapi hari ini dia nggak masuk. Dia tadi sudah kemari, cuma izin aja."
"Izin sakit atau izin mau pergi ke suatu tempat?"
"Wah, nggak tahu deh soal itu ," kata Handri. "Coba aja kamu samperin ke tempat kostnya." "Di mana tuh?" "Jalan Kemakmuran, belakang Gedung Axon. Tanyakan saja pada tukang ojek yang pada mangkal di ujung gang, di mana tempat kost Wisma Angel itu. Semua tukang ojek tahu.
"Okey deh kalau begitu."
"Eh, tapi ngomong-ngomong ngapain kamu cari si Fenna" Mau cari hiburan, ya" Kalau mau cari hiburan jangan sama si Fenna. Banyak relasiku yang bilang, si Fenna itu orangnya dingin. Kurang energik. Kalau kamu mau sama si Lea aja, tuh anaknya ada di meja bar."
"Itu jatah saya, Boss," sahut Buron seenaknya sambil cengar-cengir. Kepalanya dijulekin Niko sambil menggerutu, Buron dan Handri hanya tertawa geli "Ada urusan penting dengan Fenna. Bukan mau enjoy kok. Itu tuh, soal kematian Yak- sa kemarin." "Ada apa dengan Fenna?"
"Kutukan maut itu menular padanya. Fenna berbahaya. Bisa bisa orang yang berciuman dengannya akan mengalami nasib seperti Yaksa.
"Ah, bisa aja luh!" Handri tertawa meremehkan. Ia tampak sama sekali tidak mempercayai kata-kata Niko. Tapi Niko pun tidak jadi ngotot setelah mendapat isyarat dari sentuhan kaki Buron. Maka mereka pun segera meluncur ke rumah kost yang dinamakan Wisma Angel itu. Ternyata memang tidak sulit menemukan tempat tersebut. Ternyata juga tempat
itu adalah kost-kostan para wanita malam dari berbagai kelas. Buron tersenyum berseri-seri, sementara Niko jadi kikuk dan malu hati sendiri disambut berlebihan oleh dua gadis montok.
"Kok yang dicari Fernasih" Kenapa nggak cari saya aja?" ujar si rambut pendek yang tampaknya sudah siap untuk meluncur mencari mangsa asmara di malam yang terang dan cerah itu.
"Hmm, memang... memang kami cuma perlu sama Fenna, Ada urusan yang sangat penting," jawab Niko dengan kikuk.
"Soal situ sih, ntar sama saya aja urusannya," timpal Buron dengan pandangan mata berseri-seri.
"Dasar rakus!" geram Niko dalam bisikan. "Fenna baru aja pergi tuh," kata yang berambut ikal sebahu. "Pergi ke mana, ya?"
"Wah, kita orang nggak ngerti ke nama perginya. Yang jelas dia sudah keluar sejak pukul enam tadi." . Niko mengeluh bernada kecewa Bahkan sempat garuk-garuk kepala yang berambut pendek dan selalu rapi itu. Ia menatap buron sementara Buron masih memandangi gadis
berambut cepak dengan penampilan qaya tomboy itu.
"sst...!" colek Niko kepada Buron, membuat Buron menggeragap malu. Niko berbisik lagi,
"Gimana nih?" - Buron angkat pundak.
"Gimana lagi" Apa perlu dilacak dengan...." "Perlu!" sahut Niko cepat. Ia mengerti maksud Buron, ingin melacak menggunakan radar gaibnya. - Namun tiba-tiba handphone di saku Niko berbunyi. Dari nomor yang muncul pada screen Display-nya dikenali sebagai nomor teleponnya Kumala Dewi. Maka buru-buru telepon itu disambutnya. "Kau ada di mana?"
"di tempat kostnya Ferna. Ada apa?" "Ngapain ke sana" Aku menemukan getaran energi gaib cukup besar di King's Pub. Berarti Fenna ada di sana."
"Lho, tapi tadi Handi bilang, Fenna nggak masuk. Makanya aku sama Buron datang ke tempat kostnya."
"Coba desak lagi si handri itu, siapa tahu dia sengaja mengelabuhi kalian. Sebab monitor gaibku menunjukkan ada gerakan arus gaib yang cukup kuat di King's Pub itu."
"Kalau begitu kamu sajalah yang segera ke sana!"
"Gila luh. Gue lagi mandi, tahu?" sentak Kumala bikin Niko tertawa geli.
"Lagi mandi kok bisa telepon kemari?"
"Aku menggunakan jalur gaib. Nggak pegang telepon. Tapi numpang saluran telepon rumah! Masih heran"!"
"Nggak, nggak...!" sambil Niko cekikikan. Ia pun segera kembali lagi ke King's Pub bersama Buron.
"Berarti waktu kita di King's Pub tadi, Fenna memang belum datang, atau sedang dalam perjalanan menuju ke sana," kata Buron.
"Setelah kita pergi dari pub, baru si Fenna datang."
"Atau mungkin sengaja disembunyikan oleh Handri?"
"Kayaknya sih nggak mungkin. Soalnya waktu aku memantau tempat itu dengan getaran gaibku, aku nggak menemukan energi gaib bertegangan tinggi. Yang kutemukan cuma sekedar energi gaib kecil-kecil, semacam gaib susuk , gaib penglaris, gaib rajah dan sebagainya."
"Mudah-mudahan kita di sana nanti bisa bertemu dengan Fenna. Kalau sudah begitu, lantas mau kita apakan si fenna nanti"
"Bawa ke rumah. Hadapkan pada Kumala. Biar Kumala yang menyelesaikannya
" "Kalau gaib yang ada padanya melawan, bagaimana?"
"Yaah, terpaksa paduka yang duduk di sampingmu ini bertindak," sambil Buron menepuk dada sendiri. "Paduka kepalamu bonyok!" maki Niko dengan tertawa geli melihat lagak canda Buron yang memang konyol tapi ngeselin itu. Perjalanan yang memakan waktu 30 menit lebih sedikit itu akhirnya menemui kekecewaan yang sangat menjengkelkan hati. Niko menggerutu berkali-kali sambil memasang kamera handcyam nya. Buron segera menerobos kerumunan massa di pintu masuk pub tersebut, karena suasana tegang dan mencekam ternyata telah terjadi lagi di sana. Wajah-wajah para pegawai pub diliputi ketegangan yang tampak menyiksa batin. Tak heran wajah wajah yang ada di sana adalah wajah-wajah pucat, karena jiwa mereka mengalami shock berat ketika mendengar suara jeritan histeris dari ruang manager. "Apa yang terjadi"! Ada apa di sana"!"
"Boss kita tewas, seperti korban yang kemarin mati di sini!" seru seorang petugas dapur dengan suara lantang dan tegang. Maka berhamburanlah mereka ke ruang manager
dan mereka menemukan Handri telah terpanggang matang seperti kambing guling dalam keadaan masih mengenakan pakaian, tapi sudah terlepas ikat pinggang dan retsliting celananya. "Astaga..."! Kenapa dia yang jadi korban"!" keluh Niko dengan mata terbelalak dan napas tersumbat di tenggorokan. Ia sama sekali tak menyangka bahwa ternyata antara Handri dan Fenna terjalin hubungan gelap yang sangat rahasia. Hanya beberapa karyawan pub itu yang mengetahui hubungan pribadi tersebut, termasuk bartender yang dikenal Niko bernama Acang itu. "Belum lama sih hubungan mereka terjalin hangat, yaah... sekitar empat bulanlah," kata Acang memberikan keterangan kepada Niko. Rupanya ketika Niko dan Buron menanyakan tentang Fenna, sebenarnya Handri tahu bahwa gadis montok itu sedang belanja di sebuah supermarket, letaknya berseberang Jalan dengan pub tersebut. Maka ketika fenna
datang, gadis itu langsung saja masuk ke ruang
manager, Handri yang membawanya masuk ke sana. Menurut pengakuan fenna sendiri yang waktu itu telah siuman dari masa pingsannya selama 2 menit, Handri mendesaknya untuk
bercinta di ruang manager yang tidak seberapa luas itu. Meski hanya bermodalkan sofa panjang, namun Fenna sendiri tidak merasa keberatan, lantaran gairahnya sudah dipancing Handri,begitu berkobar-kobar lewat pagutan di sekitar dadanya. Na mun ketika Fenna membalas kecupan bibir Handri, tiba- tiba saja Handri tersentak dan mendorong kasar tubuh Fenma yang ingin dipangkunya. Dorongan itu disertai te riakan histeris dari Handri, sehingga tubuh Fenna pun te rlempar membentur pintu hingga pintu ruangan itu terb uka karena memang lupa belum terkunci rapat. Fenna segera tak sadarkan diri. Ia tak tahu beberapa rekanny a berlarian masuk ke ruang manager melompati tubuh nya. Sebagian dari mereka akhirnya menolong Fenna hi ngga siuman. Fenna menjerit histeris begitu tahu keadaan Handri sudah menjadi hitam matang, seperti kambing guling siap dihidangkan.
"Siapa yang menolong Fenna pertama kalinya" Siapa"!" desak Niko dengan wajah semakin tegang.
"Siapa yang menyentuh tubuh Fenna pertama kali saat ia pingsan"!" Buron ikut-ikutan bertanya ke sana-sini. Lalu sebuah suara terdengar sambil mengacungkam tangan ke atas.
"Saya...! Saya yang memegang Fennapertama kalinya!" "Oh, kamu ya Ton?" kata Niko, ternyata juga kenal dengan Tonny, pelayan lelaki yang berusia 24 tahun. "Kamu ikut aku.deh, Ton."
"Lho, memangnya kenapa, Bang Niko" Saya nggak ngapa-ngapain si Fenna kok, Sumpah!" "Iya, aku percaya. Tapi ada sesuatu yang perlu dibersihkan dari dirimu. Karena kau telah tertular gaib kutukan dari Fenna!" "Gaib kutukan"!" "Fenna sendiri tertular dari Herlis, yang kemarin berpasangan dengan Yaksa."
"Astaga"! Apa benar begitu sih"! Rasa rasanya tadi Pak Handri juga bilang begitu sama saya, Bang Niko. Tapi...." "Sudah, sudah... kamu ikut aku saja sekarang juga biar nggak makan korban lain lagi!" Akhirnya setelah melalui izin polisi yang menangani kasus itu, Tonny pun ikut Niko ke rumah Kumala Dewi. Di perjalanan Buron berbisik kepada Niko tanpa didengar Tonny
"Kayaknya dia sih aman aman aja, Nik Radar gaibku nggak menemukan energi gaib apa-apa pada dirinya."
"Ah, salah radar kali luhl biar Kumnla saja yang menangani!
Kumala hanya menarik napas mendengar kabar peristiwa maut itu terulang lagi. Tapi ekspresi wajah Sandhi tampak terpanjat tegang begitu mendengar laporan Niko kepada Kumala. Niko m"ngatakan dengan rasa bangga, bahwa ia telah berhasil membawa pulang orang yang pertama kalinya memegang tubuh Fenna. Namun ketika disebutkan nama orang tersebut adalah Tonny, Kumala Dewi segera mencibir kesal.
"Bukan lelaki Tapi yang perempuan!"
"Yang perempuan"!"
"Iya. Perempuan siapa pun yang pertama
kali memegang tubuh Fenna, itulah yang tdpttjap gaib, pembantai maut. Pasti kalau dia berciuman atau kencan dengan seorang lelaki, maka lelaki itu akan mengalami kematian seperti para korban lainnya." "Oooo... jadi nggak berlaku bagi lelaki pertama yang memegang Fenna, begitu"!"
"Tuh, apa kataku tadi, Nik," bisik Buron sambil bersungut-sungut.
"Lalu, siapa perempuan pertama yang memegang Fenna, ya?" - Tonny manyahut,
"Setahuku... kalau nggak Nitta, ya Venti. Sebab waktu itu yang
N/ Tools menolong Fenna adalah aku, Nitta dan Venti."
- "Nah, cari itu! Satu di antara keduanya pasti tertular gaib pembantai. Cari dia secepatnya!" tegas Kumala kepada Buron dan Niko. Mereka berdua saling pandang dengan hati kesal.
Nitta berhasil ditemui Niko dan Buron di rumahnya, Gadis itu masih muda, usianya masih 22 tahun. Menurut pengakuannya, ia memang pegawai baru di King's Pub. Bahkan menurut keterangan Aceng, Nitta masih dalam masa job training. Belum pegawai tetap Kondisi kerjanya sedang dalam pemantauan pihak manager. Meski demikian, Niko tetap membawa pulang Nitta ke rumah Kumala. Tapi lagi lagi di perjalanan Buron berbisik kepada Niko, bahwa menurutnya Nitta tidak mempunyai kekuatan gaib yang membahayakan "Dia hanya punya gaib penyelamat Jiwa. berupa rajah yang disimpan dalam dompetnya," bisik Buron.
"Kenapa kamu nggak bilang dari tadi"
Sekarang sudah telanjur dekat rumah, apa mau dipulangin lagi?"
"Biarin aja. Biar lebih kenal denganku. Aku maksir dengan kecantikannya yang mungil itu, Nik." .
"Wah, elu bener-bener jin mata playboy. Brengsek!" gerutu Niko dengan hati dongkol. Buron hanya cengar-cengir dan semakin sering mengajak bicara Nitta yang duduk di jok belakang sendirian. - Tentu saja Dewi Ular ngomel setelah mendengar penjelasan dari Niko tentang maksud Buron membawa pulang Nitta. Buron sendiri harya hanya cengar-cengir saat mendengar gerutuan Kumala Dewi, dan sempat jengkel ketika Sandhi ikut membumbui gerutuan tersebut. Namun apalah artinya sebaris gerutuan buat jelmaan Jin Layon, dibandingkan dengan suatu kesimpulan yang mereka peroleh, bahwa kekuatan gaib pembantai itu kini berada pada diri Venti. Esok harinya mereka mencari Venti, tapi menurut keterangan teman sekostnya, Venti yang berusia 25 tahun itu sejak semalam tidak pulang ke tempat kost tersebut. Diduga, gadis berambut pendek dengan poni depan rata itu pulang ke rumah pamannya di daerah Tangerang. Niko dan Buron pergi ke sana, karena ,
tugas itu memang dipercayakan Kumala kepada mereka berdua. Namun sampai di rumah pamannya Venti, gadis itu tidak ada. Tidak pulang ke rumah sang paman. Kemungkinan besar justru pulang ke kampung, karena hari' itu adik bungsu Venti sedang dikhitan di kampungnya. Kumala mencegah niat Niko mengejar Venti ke kampung halamannya. Selain letaknya jauh dari Jakarta, ternyata ada permasalahan lain yang perlu mendapat perhatian khusus dari mereka. Pertama tentang status kebangsawanan Handri, yang menurut informasi dari pihak kerabatnya, Handri adalah keturunan bangsawan juga dari luar Jawa. Permasalahan kedua, bahwa ternyata mayat Handri tidak dimakamkan oleh pihak keluarganya pada hari itu juga.
"Jenazah kakak saya disemayamkan di rumah duka," kata adik kandung Handi yang bernama Monna. "Di rumah duka mana?" tanya Buron yang masih didampingi Niko.
"Saya sendiri nggak tahu Soalnya ilu bukan kehendak kami. Sebenarnya pihak keluarga nggak menginginkan begitu
" "Lho, lantas keinginan siap kalau beglu?" tanya Niko heran. ya
"Keinginan dari para sesepuh yayasan."
"Yayasan apa sih?"
"Handri kan tergabung dalam sebuah yayasan sosial, dan dia menjadi sekretaris yayasan itu."
"ya, yayasannya namanya apa?"
Monna yang berambut panjang dan beralis tebal itu tampak kebingungan. Gadis berusia 26 tahun itu mengaku tidak tahu nama yayasan tersebut, ia hanya tahu bahwa Handri adalah salah satu aktivis dari sebuah yayasan sosial.
Persoalan itulah yang dibahas mereka di
rumah Kumala Dewi. Mereka sama-sama merasa heran, mengapa pihak keluarga sampai mengikuti keinginan pihak yayasan untuk menunda pemakaman Handri, padahal untuk urusan berkabung seperti itu, pihak keluargalah yang punya wewenang memakamkan jenazah yang bersangkutan. Yayasan tidak punya wewenang menentukan apa pun terhadap
jenazah anggotanya. - "Anehnya lagi," kata Sandhi.
"Mengapa pihak keluarga Handri sampai nggak tahu di mana jenazah Handri di semayamkan" ini benar-benar janggal sekali kan?" "Bukan nggak tahu, tapi sengaja dirahasiakan tempat itu," kata Dewi Ular dengan kalem. | "Dirahasiakan"!" Niko berkerut dahi.
"Mustahil pihak, keluarga membiarkan jenazah Handri dibawa pergi dan disemayamkan tanpa diketahui tempatnya. Jelas ini suatu akal-akalan saja, Keluarga bangsawan itu bukan keluarga bodoh kan" Jadi yang perlu kita selidiki adalah yayasan itu sendiri, apa motivasinya menginapkan jenazah Handri di tempat yang sangat rahasia?" "Guejadi penasaran kalau begini," gumam Buron, seperti sedang bicara sendiri. Tiba-tiba Niko Madawi mengajukan usul yang baginya sendiri merupakan sesuatu yang meragukan. "Bagaimana kalau kita panggil saja rohnya Handri?" sambil matanya menatap Dewi Ular
"Kamu kan bisa memanggil rohnya dan mengajaknya bicara?" "Mudah-mudahan nggak ada peng ganggunya," kata Kumala. Toh pada akhirnya Kumala pun setuju dengan usul ini Maka lepas pukul 9 malam mereka pindah tempat ke pendapa yang ada di lualanan belakang. Upacara pemanggilan roh pun dimulai, debar-debar ketakutan Niko pun juga dimulai dengan tanda-tanda detak janlung yang menghentak-hentak cepat. Deru angin malam mulai membangkitkan
bulu roma yang semakin lama semakin menggusarkan hati. Hembusan angin itu tidak dapat membuang batang-batang lilin yang menyala menjadi padam. Nyala api lilin itu bukan nyala api biasa. Lilin itu dinyalakan dengan percikan bunga api yang keluar melalui jentikan dua jari tangan Dewi Ular. Oleh karenanya, nyala apinya sulit dipadamkan dengan hembusan napas siapapun, dan dengan hembusan angin sekencang apa pun. Konon, menurut cerita, api lilin
itu adalah api yang berasal dari energi panas Kahyangan. Bau daging bakar mulai tercium. Niko
duduk di lantai pendapa yang bergaya panggung itu, sedikit menyudut, mendekati Sandhi yang bersandar sila di salah satu tiang. Sementara itu, Kumala Dewi duduk bersimpuh di dalam lingkaran api lilin, sedangkan Buron berdiri disalah satu sudut berseberangan dengan Sandhi dan Niko.
Bau daging bakar itu semakin mencekam hati Niko. Apalagi sekarang ditambah dengan suara lolongan anjing di rumah tetangga. Bukan hanya satu anjing yang melolong, tapi lebih dari dua ekor anjing saling bersahutan, seakan memberi tanda akan datangnya roh yang
mencari jalan ke alam keabadiannya. Suara lolongan anjing itu kian membuat Niko berkeringat dingin karena suasana sepi dan lengang membuat suara tersebut bagaikan terdengar di ujung telinganya. Keheningan itu terjadi cukup lama, tak ada tanda-tanda yang lebih mencurigakan lagi.
"Hanya baunya saja yang datang, ya?" bisik Niko.
"Mungkin sekarang dia sudah berkomunikasi dengan Kumala," Sandhi pun balas berbisik. Lalu keduanya sama-sama tenang kembali. Kumala tetap memejamkan mata tanpa gerakan bibir sedikit pun. Buron tetap berdiri dengan punggung bersandar tiang, agak santai. la tampak tenang sekali, sebab bagaimanapun suasana menyeramkannya, ia merasa punya wujud asli yang lebih menyeramkan lagi. Bau daging bakar semakin menyengat, tapi penampakkan roh Handri belum terlihat nyata. Niko semakin disiksa oleh ketegangan yang menghentak-hentakkan jantungnya hingga dadanya terasa sakit. Ia berbisik pada sandhi de ngan suara lirih sekali
"Kok belum muncul, ya?"
"Siapa maksudmu?" Bisikan balasan Itu terdengar jelas di depan
lubang telinga Niko. Tapi aneh sekali. Sandhi berada di samping kirinya, sedangkan bisikan itu datang dari samping kanahnya. Maka Niko pun menoleh ke kanan, dan pada saat itu juga matanya terbelalak lebar tak sempat berbalik lagi, karena disamping kanannya telah duduk bersimpuh sesosok bayangan hitam matang tanpa rambut dengan kepala gundul terkelupas kulitnya, dengan mata bertepian merah matang, dengan bola mata berwarna putih semua, dan Niko tahu persis sosok bayangan mengerikan itu adalah jenazah Handri Niko pun tersentak-sentak, lalu suaranya dapat terlepaskan kuat-kuat.
"Huaaaaaaww...!" Bruuuk.. Mata Kumala Dewi dan yang lainnya tertuju pada Niko yang jatuh pingsan di pangkuan Sandhi, sementara Sandhi sendiri gemetar sekujur tubuhnya dan tak bisa bersuara, sebab bayangan roh Handri seolah-olah sedang menatapnya. Untung saja Kumala segera mengerahkan kesaktiannya untuk menarik bayangan mengerikan itu, dari tempatnya. Sebenarnya Buron kala itu ingin bertindak menyingkirkan bayangan roh Handri dari samping Sandhi, tapi tangan Kumala lebih dulu terulur dan menyedot roh tersebut. Handri pun melayang cepat dan
jatuh terhempas dalam area lingkaran lilin. Seberkas sinar pun melesat dari ujung jari Dewi Ular. Sinar hijau bening itu menyebar ke seluruh tubuh Niko. Tiga detik kemudian Niko pun siuman, seperti habis bangun dari tidur nyenyaknya. Ia terkejut kembali begitu menyadari berada di pendapa dan semakin terkejut setelah melihat sesosok bayangan roh Handri yang ada di samping Kumala dalam posisi duduk bersila.
"Jangan mengganggu dia atau siapa pun yang ada di sini, Handri." - "Aku bertanya kepadanya, bukan mengganggu dia," kata roh Handri dengan suara serak dan nada datar. "Dia bukan lagi temanmu. Kalian sudah berbeda alam." "Berbeda alam?"
"Kau telah mati, Handri."
"Mati..."! Oooh, benarkah aku telah mati"!" Roh itu memandangi dirinya dengan sedih . Tangannya yang diangkat sebatas wajah bergerak-gerak bagaikan kumpulan asap berwarna hitam kemerah-merahan .Ia tampak sedih setelah menyadari hal ilu. tapi tak dapat menangis, tak bisa keluar air mata.hanya ekspresi wajahnya yang kelihatan sedih.
"Pantas... aku tadi melihat diriku ada di sana," ujarnya dengan suara dan nada masih seperti tadi. "Yang kau lihat adalah ragamu," kata Kumala.
"Ragaku...?" "Ya, jenazahmu itu yang kau lihat ada di sana. Maksudmu ada di mana, Handri?" Roh itu tampak ragu-ragu, tapi ia sepertinya sadar bahwa sedang ditunggu jawabannya oleh empat orang yang ada di pendapat tersebut. Maka Handri pun berkata pelan.
"Aku nggak tahu, di mana jenazahku itu tadi. Yang jelas. ada di antara lilin-lilin seperti ini, sambil ia memandang lilin yang mengelilinginya. Bola mata yang putih rata itu seakan dapat dipakai untuk melihat benda apa pun yang ada di dekatnya. "Coba ingat-ingatlah lagi... di mana jazadmu itu kau temukan?" Roh itu menggeleng-geleng pelan. Lalu menyeringai sambil seperti mendekap tubuhnya sendiri. Ia pun melontarkan suara rintihan yang memilukan hati siapa pun yang mendengarnya. "Panaaaassss... aduuuuh, panas semua tubuhkuuu...! Tolonglah akuuuu, panas sekaliiiii...." "Apa yang membuatmu kepanasan, Handri?" tanya Kumala dengan kalem, tapi berwibawa sekali. - "Ciuman... ciuman itu membuat darahku mendidih. Panaaaasss...," suara roh Handri semakin merintih menyayat hati. Ia sampai tertunduk-tunduk karena ingin menghindari hawa panas yang dirasakan. Kasikan sekali penderitaan-roh tersebut, menurut Niko dan yang lainnya - - - .
"Aku bisa saja memadamkan hawa panas itu, tapi kau harus beritahukan padaku, siapa yang memiliki ciuman panas itu, Handri."
"Tolonglah... lakukan sesuatu untukku, oooh... aku tak kuat menahan hawa panas ini. Mati aku kalau begini, aduuuh... panas sekaliiii...."
"Katakan dulu, siapa yang menciummu dan mengalirkan hawa panas itu, Handri .Benarkah kau berciuman dengan Fenna?" Sambil masih merintih, roh itu menggelengkan kepala.
"Jika bukan Fenna, lantas siapa yang berciuman denganmu?"
"Gadis itu... oooouuh, Dan tolonglah akuuu...."
"Gadis yang mana?"
"Yang... yang dijadikan korban persembahan... aduuuh, panas sekali tubuhku ini. Tolonglah...." Niko tak tega mendengar rintihan temannya sebegitu memilukannya, sehingga ia memberanikan diri berkata kepada Kumala.
"Dewi... tolonglah dia, dia sudah nggak t ahan..." - Tangan kanan Kumala seperti menyambar
sesuatu di atas kepala. Tangan itu menggenggam, bias cahaya menerobos dari sela jari-jari tangan. Sepertinya saat itu Kumala, sedang menggenggam segumpal cahaya hijau bening yang ingin dilemparkan ke arah roh Handri. "Sudah kudapatkan penyejuk hawa panasmu, Handri. Tolong katakan yang jelas, di mana jasadmu berada saat ini. Sebab jika kau' kusiram dengan cahaya penyejuk ini, kau akan lenyap dari penglihatan kami dan berada di alam keabadian yang sebenarnya. Katakan, di mana jasadmu saat ini berada...." "Di... di... di depan altar...." "Di mana altar itu berada?"
"Di... di bawah kaki para pengunjung yang... auuuhh... panas!" Handri mengerang dengan seringai menyeramkan, sekaligus me
nyedihkan. - - - Maka tangan Dewi Ular pun segera menghamburkan genggamannya, berkas cahaya berbias-bias memancar menyiram roh Handri. Roh itu pun tenang, diam, meresapi kesejukan yang amat menyenangkan, kemudian lenyap setelah terlebih dulu berbentuk bintik-bintik menyerupai holograrn. Zuuuuurrrbbbs...! Bau daging bakar pun hilang tak berbekas lagi. Kini Sandhi beradu pandang dengan Kumala, demikian juga Niko menatap Kumala tanpa berkedip, seakan ingin mendengar kesimpulan gadis itu tentang suatu tempat beraltar di bawah kaki pengunjung. WALAU kadang kelihatan bego, tapi kali ini agaknya Buron-lah yang dapat menterjemahkan jawaban roh Handri tentang tempat beraltar di bawah kaki pengunjung. Menurutnya, pengunjung yang dimaksud adalah pengunjung supermarket MALLTA yang terletak di pusat perbelanjaan kota.
"Altar yang dimaksud pasti altar yang pernah kulihat berada di ruang bawah tanah, tempat pertemuan para pemuja Mammon itu," tambah Buron. Pendapat itu dibenarkan oleh Dewi Ular.
"Hari ini otakmu telah menjadi cerdas, Buron. Nggak sia-sia aku mengangkatmu menjadi asistenku tanpa gaji dan tanpa SK resmi," sanjung Kumala dengan senyum gembira. Buron hanya mencibir setiap mendapat sanjungan dari boss cantiknya itu. Dewi Ular sangat yakin dengan pendapat Buron, sebab Buron memang pernah tersesat masuk ke ruang pertemuan para pengikut sekte aliran sesat itu. Buron juga punya kesimpulan lain, bahwa Handri ternyata adalah
pengikut aliran sesat pemuja Mammon. Yayasan sosial yang menginapkan jenazah Handri itu sudah tentu adalah perkumpulan para pengikut Mammon, yang diduga Kumala bermaksud ingin menghidupkan kembali jenazah Handri, sebab Hardri termasuk orang penting dalam sekte tersebut. "Mammon adalah iblis yang dianggap dewa penyebar kekayaan oleh sebagian orang yang terpikat tipu dayanya Gandha Songka," kata Kumala, menjelaskan kembali kepada Niko, sebab Niko belum tahu siapa yang dimaksud Marnmon itu. Buron mengajukan usul setengah sombong, "Kita terjang saja mereka pagi ini juga, Kumala!" "Jangan. Kita tunggu saja hasilnya, apakah mereka bisa menghidupkan kembali jenazah Handri atau tidak sama sekali. Supaya orang orang yang menjadi pengikut sekte itu tahu seberapa kuasanya dewa sesembahan mereka itu. Kegagalan si Gandha Songka dalam menghidupkan jenazah Handri akan mengurangi rasa percaya para anggotanya sekaligus akan menjadi bahan pertimbangan buat para pengikut aliran sesat itu untuk tetap melanjutkan missinya atau mundur dari keanggotaan
"Bagaimana kalau ternyata Mannon berhasil menghidupkan jenazah Handri?" tanya Niko. - "Nggak mungkin. Roh Handri sudah berada di alam keabadian, kukirim bersama hawa penyejuk sukma tadi malam." Sandhi yang dari tadi sibuk menghabiskan sarapannya kali ini ikut ambil bagian dalam percakapan tersebut.
"Lalu... menurutmu siapa gadis yang dianggap roh Handri menyebarkan ciuman panas pada saat ia berciuman dengan Fenna itu?" .
"Gadis yang dijadikan korban persem- bahan kepada Mammon," jawab Buron mewakili Kumala. Jawaban itu pun dibenarkan dengan anggukan Kumala kepada buron. Niko menyimpulkan sendiri,
"Jadi maksudmu... roh Handri mengakui bahwa ia merasa berciuman dengan gadis yang menjadi korban persembahan dalam sekte itu?" Kumala berkata dengan tenang,
"Setahuku, kelompok sesat yang sering dipandu oleh Gandha Songka selalu memberikan korban persembahan kepada sang Mammon berupa perawan suci. Perawan suci itu dimasukkan ke dalam tungku pembakar yang tertutup rapat dalam keadaan hidup-hidup...." "Gila! Jadi gadis yang masih perawan itu
dibakar hidup-hidup"!" sahut Niko sambil terbelalak tegang. Kumala menganggukkan kepala.
"Setiap anggota sekte harus bercumbu dulu dengan gadis perawan itu. Menitipkan darah kemesraannya ke dalam tubuh si perawan. Semakin banyak darah kemesraan yang dititipkan dalam tubuh si perawan semakin banyak pula kekayaan yang akan diperolehnya. Setelah semua pengikut sekte menitipkan darah kemesraannya, barulah gadis yang sudah tidak perawan lagi itu dibakar dalam tungku besi yang biasa untuk membakar jenazah dalam sebuah krematorium." "Sadis sekali!" geram Sandhi, tak jadi menghabiskan sarapannya. "Memang begitulah ajaran dan kepercayaan yang mereka yakini. Aku mengetahui hal itu sejak berhasil menghancurkan aliran sesat tersebut dan membuat para pengikut Mammon sadar dari mimpi sesatnya. Waktu itu, seorang kenalanku yang punya jabatan penting di New York yang memintaku turun dan menghancurkan sekte tersebut, karna hampir sebagian besar gadis-gadis perawan di New York habis dijadikan korban persembahan pada Mammon."
"Oo, jadi enam bulan lalu kamu ke New York itu untuk menghancurkan sekte aliran sesat seperti itu?" tanya Sandhi.
"Ya. Tapi pada waktu itu Gandha Songka berhasil lolos dari tanganku. Dan sama sekali nggak kusangka-sangka kalau akhirnya dia justru buka cabang di Jakarta." "Kenapa waktu itu kamu nggak bilang kalau.mau urusan sama para pengikutnya Mammon?"
"Nggak perlu dibilang-bilangin, nggak perlu dicerita-ceritain, ntar kalian pada memujiku. Bisa GR aku oleh pujian kalian," jawab, Kumala dengan nada canda. Sandhi dan Buron mencibir sambil melengos. Kini yang menjadi pertanyaan mereka adalah, apakah para korban lainnya adalah juga anggota pengikut sekte sesat itu" Kecurigaan mereka disadari bahwa para korban seperti Jehans, Kahar dan yang lainnya adalah para eksekutif muda yang berdarah bangsawan. Kemungkinan besar seluruh anggota sekte aliran sesat itu adalah orang-orang yang punya darah bangsawan. . Pertengahan siang, Kumala mendapat telepon dari Peltu Merina Swastika yang memberitahu bahwa jenazah Handri akan dimakamkan pukul dua siang. Mbak Mer mendapat kabar dari pihak keluarga Handri yang membe
ritahu bahwa jenazah tersebut sudah kembali dan siap dimakamkan. Kumala tersenyum tipis, merasa lega bahwa usaha pendeta Gandha Songka yang ingin menghidupkan jenazah Handri ternyata gagal. Kumala berharap hal itu akan mengurangi nilai kepercayaan para pengikut dan pemuja Mammon lainnya: Dewi Ular datang ke pemakaman tersebut hanya berdua bersama Sandhi. Mereka berangkat dari kantor. Pramuda sudah jalan lebih dulu, bersama seorang kenalannya yang kabarnya masih punya hubungan darah dengan
keluarga Handri. Pramuda yang menjadi boss
besar di perusahaan itu juga merasa penasaran dan ingin tahu misteri di balik kematian Handri itu. Di pemakaman, Kumala bertemu dengan Pramuda, juga Niko yang berangkat dari tempat kerjanya sendiri. - Pertemuan yang agak mengejutkan adalah munculnya Hastomo di pemakaman tersebut .Ternyata Hastomo juga kenal dengan handri. Menurutnya, Handri adalah teman dokatnya almarhum Jehans.
"Handi pula yang membujuk adikku sampai akhirnya menjadi pengikut sekte sesat itu," kata Hastomo kepada Dewi Ular
"Mulanya Jehans juga membujukku dan berkali kali me nyarankan agar aku bergabung dengan kelompoknya. Sebab selama ia bergabung dengan kelompoknya yang mengatas namakan yayasan sosial, usahanya maju, bisnisnya lancar, bahkan dalam usia muda itu ia sudah dipromosikan untuk menjadi kepala cabang yang akan ditempatkan di Riau. Tapi aku masih .bimbang dengan bujukannya itu, dan belum sempat menjadi anggota kelompok sekte tersebut." "Mengapa sebelumnya kamu nggak cerita soal ini?"
"Kupikir nggak ada hubungannya. Selain itu juga menjadi rahasia bagi pribadinya Jehans sendiri. bahkan aku yakin keluarga Handri sebenarnya mengetahui bahwa Handri menjadi pengikut sekte itu. Tapi mereka merahasiakan demi nama baik Handri agar tidak dikecam oleh masyarakat." "Sejauh mana keterlibatanmu dalam kelompok tersebut?" "Aku memang pernah dipertemukan dengan pendeta mereka, tapi aku punya keputusan sendiri dalam pertimbanganku. Memang hampir saja aku terpikat karena mereka menggunakan semacam ilmu hipnotis untuk menjerat mangsa, untuk memikat anggota baru."
"Tapi kau belum pernah ikut 'pesta cinta', bukan".
"Maksudmu... ramai-ramai meniduri gadis
yang akan dijadikan korban persembahan, begitu" Ooh, nggak sampai sebodoh itu aku!
Justru setelah mengetahui hal itu, aku mengecam habis adikku sendiri. Kubujuk dia untuk meninggalkan sekte itu, tapi nggak berhasil .Perbuatan liar itu biasanya hanya diketahui oleh anggota yang resmi maupun yang baru akan diresmikan. Terlebih dulu kami disumpah, walaupun tidak melakukan, tapi jika sudah melihat perbuatan cabul massal itu, maka sudah dianggap melakukan juga. Aku buru-buru menunda kedatanganku sewaktu mereka akan melakukan perbuatan bejat tersebut. Dan... menurutku, keluarga Handri tidak mengetahui tata cara serta upacara 'pesta cinta itu." "Kau tahu, siapa gadis yang waktu itu akan dijadikan korban persembahan?" tanya Kumala dalam bisikan lirih sekali, agar tidak mengganggu khidmatnya acara pemakanan terbut.
"Aku nggak tahu persis. Tapi aku tahu nama gadis itu adalah Niken.
"Niken..."!"
"Kalau kau mau tahu hal itu, tanyakan saja kepada Laksana
"Siapa itu Laksana?"
"Yang berdiri di samping saudara angkatmu itu," sambil mata Hastomo melirik ke arah Pramuda. Pria berusia 30 tahun dengan penampilan rapi dan tetap berdasi itu ternyata adalah pengikut sekte aliran sesat dan bernama Laksana. Kumala agak terkejut mengetahui bahwa Pramuda tampak akrab sekali dengan Laksana, yang mengaku masih punya hubungan darah dengan almarhum Handri. Keterangan Hastomo itu dipercaya betul oleh Dewi Ular, sebab getaran gaibnya menyatakan bahwa apa yang dikatakan Hastomo adalah pengakuan yang jujur. Tapi Kumala belum tahu bahwa Niken adalah roh gadis malang yang tempo hari mendekati satenya Cak Soleh dan mengejar Rista yang kabur karena ketakutan. Roh Niken itulah yang masuk ke raga Rista dan menyebarkan maut kepada pria berdarah bangsawan. Kumala hanya dapat menarik kesimpulan, bahwa kematian para korban itu disebabkan oleh munculnya dendam dari roh gadis yang dijadikan korban persembahan di malam purnama bulan lalu. Roh Niken menuntut balas, target sasarannya adalah para pengikut sekte yang pernah memperkosanya dan akhirnya membakarnya hidup-hidup. Roh gadis :.itu juga mengincar setiap pria berdarah bangsawan, karena menurutnya para lelaki berdarah bangsawan itu perlu dibakar habis agar tidak memakan korban gadis perawan lainnya. Namun pada saat itu Kumala sangat mengkhawatirkan kelabilan jiwa Pramuda. Ia takut Pramuda terpengaruh oleh bujukan Laksana. Oleh sebab itu, setelah memberikan informasi kepada Mbak Mer yang datang ke pemakaman itu bersama beberapa anak buahnya berseragam dinas, Kumala segera mendekati Pramuda dan membawa Pram agak menjauhi Laksana. Di bawah pohon kuburan yang rindang Kumala bicara dengan Pramuda secara bisik-bisi k. "Jangan dekat-dekat Laksana lagi."
"Memangnya kenapa?" "Dia pengikut aliran sesat pemuda Mammon." "Ah, dia orang baik-baik kok. Dia itu..."
"Dia menggunakan ilmu hipnotis untuk mempengaruhi otak manusia agar mau menjadi pengikut Mammon!"
"Tapi setahuku dia...."
"Temukan aku dengannya di ruang kerjamu! Kita bicara bertiga, dan akan kubuka kedok kebaikannya di depanmu!" balas Kumala
dengan tatapan mata tajamnya. Jika sudah begitu, sekalipun Pramuda adalah boss besar di perusahaan tersebut, tapi ia tidak akan dapat berbuat apa-apa dan pasti tunduk dengan perintah Kumala. Karena hari sudah cukup sore, pulang ke kantor lagi adalah tindakan yang kurang tepat, maka Pramuda pun membawa Laksana ke rumahnya. Jarak pemakaman itu dengan rumah Pramuda lebih dekat ketimbang mereka menuju ke rumah Kumala. Tanpa pemberitahuan apa pun kepada Laksana, Pramuda sengaja membiarkan BMW kuning menyala mengikuti Baby Benz-nya dari belakang. Dengan berlagak seperti saudara kandung berkunjung ke rumah kakaknya, Pramuda akhirnya memperkenalkan Kumala kepada Laksana. Mereka bicara di gazebo yang ada di belakang rumah Pramuda yang berhalaman luas itu. Mereka hanya bertiga, sementara Sandhi hanya sesekali memantau dari serambi samping, sesekali bercanda dengan Ipah, pelayannya Pramuda yang masih berusia 23 tahun dan masih gadis ting-ting itu. "Lak, adikku ini agak tertarik dengan prospekmu tentang kelipatan saham anugerah yang kau bicarakan sejak kemarin itu, " kata Pramuda kepada Laksana.
Wajah pria tanpa kumis itu tampak berseri seri kegirangan.
"Kalau begitu, masuk saja sebagai anggota yayasan. Seluruh kekayaanmu dapat berlipat ganda setiap bulannya jika kamu menjadi anggota yayasan kami, Kumala." - Sambil bicara begitu Laksana menatap Kumala tanpa berkedip. Dalam hati gadis itu tertawa geli, sebab ia merasakan getaran magis yang terpancar melalui pandangan mata Laksana. Kumala tahu bahwa Laksana sedang mengerahkan kekuatan hipnotisnya untuk mempengaruhi lawan bicara. Tapi gadis anak dewa itu mengubah selaput bola matanya menjadi cermin, dan kekuatan hipnotis tersebut memantul balik mengenai jiwa Laksana sendiri. Hal itu belum disadari oleh Laksana, sehingga ia masih mengoceh tentang promosinya berkaitan dengan yayasan tersebut
"Progam yayasan kami bukan sekedar program omong kosong lho. Masing-masing anggota, terutama yang sudah satu bulan resmi sebagai anggota, dapat merasakan hasilnya Jumlah kekayaan kami tanpa terasa sudah bertambah dua atau tiga kali lipat. Semakima besar loyalitas kami kepada yayasan semakin banyak kelipatan yang kami dapatkan, Ku
mala." "Loyalitas itu dalam bentuk apa?" pancing Kumala. "Macam-macamlah... pokoknya yang berbau sosial, termasuk...."
"Termasuk mencari korban gadis perawan untuk dibakar hidup-hidup, begitu"!" sahut Kumala yang membuat Laksana terperanjat dan tercengang beberapa kejab. Jika Kumala sudah menyinggung soal itu, Pramuda diam saja tanpa berani berkutik.
"Aku juga masih perawan," sindir Kumala.
"Aku belum pernah dijamah lelaki. Masih suci lho. Tolong sampaikan pernyataan ini kepada pendetamu: Gandha Songka, bahwa Kumala Dewi siap datang ke altar untuk dijadikan korban persembahan kepada dewa Mammon kalian. Tapi dengan catatan, bahwa pendetamu itu harus bisa menundukkan kekuatan Dewi Ular di depan para pengikutnya. Jelas"!" Laksana semakin menggeragap, senyumnya menjadi salah tingkah.
"Omong kosong kalau yayasanmu bisa menerima pengikut seperti aku. Yayasan sesat itu hanya menerima anggota lelaki. Keberadaan seorang wanita di situ hanya sebagai pelayan, atau sebagai korban persembahan dewa Mammon, yang akan dibakar hidup-hidup setelah ramai-ramai dinikmati kehangatannya. Bukankah begitu?" - "Hmm, eehhh... dari mana kau tahu hal itu, Kumala?" "Nggak perlu tahu dari mana aku tahu," kata Kumala sambil tetap menatap Laksana dan memancarkan gaib penakluk yang mempengaruhi jiwa pria tampan itu.
"Yang perlu. kau ketahui adalah, bahwa aku telah mendengar kabar tentang sekte aliran sesatmu itu. Kudapatkan informasi tentang nama Niken sebagai nama gadis yang kalian jadikan korban bulan purnama yang lalu. Kaupun nantinya akan menjadi korban pembalasan roh Niken, seperti Handri, Kahar, Jehans dan yang lainnya. Tunggu saja giliranmu mengalami kematian seperti Handri." "Tapi menurut pendeta Gandha...." "Pendetamu bahkan dewamu nggak akan bisa menyelamatkan dirimu dari ancaman dendam gadis itu. Tapi aku menjanjikan perlindungan dan menjamin keselamatanmu jika kau mau jelaskan siapa gadis yang bernama Niken itu. Dari mana kalian mendapatkan gadis tersebut"!" Laksana seperti seorang terdakwa di depan majelis hakim. Diam, tertunduk, lemas, dan pucat wajahnya. Rupanya pria itu dan lainnya menyimpan kecemasan dan rasa takut akan mengalami nasib seperti Handri serta beberapa anggota lainnya yang telah mati secara mengerikan itu. Perasaan tersebut terpantau oleh kekuatan batin
Kumala. "Bukan aku yang mendapatkan Niken, tapi Jehans. Dua hari sebelum purnama tiba, Jehans berhasil memperdaya Niken dengan telepatinya, dan ia berhasil membawa Niken ke altar. Belakangan setelah pengorbanan itu terjadi, kami mengetahui bahwa Niken ternyata cucunya mendiang Mak Toreh."
"Siapa itu Mak Toreh?" Pramuda berani menimpali dengan pertanyaan karena rasa ingin tahunya begitu besar. "Mak Toreh adalah dukun santet yang tewasnya juga karena dibakar oleh massa di
kampungnya. Tapi waktu itu pendeta Agung.
Gandha Songka menjamin tak akan terjadi peristiwa balas dendam, seperti yang sudah kami khawatirkan sebelumnya." "Ternyata bagaimana?" pancing Kumala. "Ternyata, yaah... yaahh beginilah hasilnya," jawab Laksana dengan sikap sedih dan malu.
"Pendetamu tidak bisa apa-apa. Dia cuma pemain sulap di kaki lima. Artinya, dia punya kekuatan mistik untuk urusan lain, tapi nggak akan bisa mencegah amukan Mak Toreh yang merasa sangat sakit hati melihat cucunya dijadikan korban. Kekuatan dendam Niken bersatu dengan kekuatan dendam Mak Toreh, membuat orang-orangmu nggak ada yang sanggup mengatasinya. Mungkin saja pendeta sintingmu itu mengejar roh mereka, tapi tidak pernah berhasil. Dan sekarang dendam Niken sedang memburu kalian melalui pelukan mesra gadis mana pun yang sulit dilacak oleh Gandha maupun orang-orang kepercayaannya. Kau pun akan tiba gilirannya menjadi sasaran dendam Niken itu, Laksana!"
Semakin pucat wajah Laksana mendengar kata-kata Dewi Ular yang penuh wibawa dan berkharisma tinggi itu. Bahkan bibir pria itu kelihatan semakin bergetar saat ingin mengatakan sesuatu pada gadis cantik di depannya.
"Dapatkah... dapatkah kau menyelamatkan jiwaku, Kumala" Benarkah janjimu tadi ingin menjamin keselamatanku dari amukan dendam itu" Kumohon... tolong... jangan biarkan aku mati seperti mereka!"
"Kau berharap sekali padaku, laksana Mengapa bukan berharap kepada pendeta sintingmu itu?"
"Karena kau tadi telah berjanji padaku, Kumala."
"Kau belum tahu, ya... aku adalah gadis yang sering ingar janji dan sering membohongi lawan'jenisku!"
"Ooh, celaka! Kalau begitu percuma saja kuceritakan padamu siapa Niken itu sebenarnya," geram Laksana dengan nada ketakutan yang amat menyiksa batinnya. Kumala diam saja, berlagak cuek terhadap perasaan Laksana. Padahal diam-diam Kumala sedang memikirkan bagaimana cara menyelamatkan Laksana dari ancaman dendam Niken, Langit semakin gelap membuat suasana semakin mencekam. Rasa takut di hati Laksana bagaikan semakin menyumbat pernapasannya. Berat sekali ia menghela napas ketika harus menerima kebisuan di antara mereka bertiga. Seolah-olah ia tak punya kalimat lain lagi untuk memohon perlindungan dari gadis cantik yang menurut firasatnya sangat tahu tentang cara menghindari ancaman maut tersebut. Berkali-kali Laksana memandang Kumala, tapi tak pernah jadi mengatakan sesuatu lewat mulutnya. Handphone Kumala berdering. Niko yang menghubunginya.
"Kau masih di rumahnya Pramuda?"
"Ya. Masih." - "Baru saja kulihat Hastomo masuk ke
Hotel Gardilla bersama seorang gadis kira-kira berusia 26 tahun. Menurut dugaanku, gadis itu adalah karyawati di King's Pub. Kalau nggak salah dia itulah yang bernama Venti." "Gawat! Jangan-jangan mereka bercumbu di hotel itu"!"
"Kelihatannya sih... memang begitu. Tapi entahlah, karena sekarang Hastomo sudah naik ke lantai atas. Nggak tahu di lantai berapa mereka berdua." "Kau ada di mana?" "Sedang parkir di samping hotel. Aku mau kejar Hastomo dan mau cegah dia supaya nggak jadi kencan dengan Venti." "Baik. Lakukan sebisamu."
"Tapi aku butuh bantuanmu, Dewi. Aku nggak akan mampu menghalangi niat roh pembantai yang ada dalam diri Venti jika cuma sendirian. Aku takut kalau-kalau justru akulah yang terpikat padanya."
"Pakai akal sehatmu dong!" kata Kumala dengan jengkel, karena tiba-tiba saja ia merasa cemas dan khawatir kalau sampai Niko yang menjadi sasaran Venti. Sebab ia yakin bahwa Venti adalah gadis yang dijadikan sarana balas dendamnya roh Niken, setelah Nitta ternyata tidak mengandung kekuatan gaib apa pun
"Kalau begitu kamu jangan masuk dulu. Tunggu aku di lobby!" tegas Kumala dengan nada tegang.
"Ada apa?" tanya Pramuda. "Niko melihat Hastomo masuk ke hotel bersama Venti," sambil Kumala bergegas untuk meninggalkan tempat. "Kenapa kau hiraukan Hastomo" Biarkan saja dia bersama Venti. Aku tahu, Venti adalah pelayan di King's Pub, bukan?" "Benar, dan roh Niken menguasai diri Venti untuk membunuh keturunan bangsawan lewat ciumannya" Dering handphone berbunyi lagi. Kumala buru-buru menyambutnya.
"Ya, hallo...!" sapanya dengan nada datar. "Kumala, ini aku.... Merina." "Oh, Mbak Mer..." Ada apa, Mbak?" suara Kumala lebih ramah lagi setelah mengetahui peneleponnya adalah si polwan cantik itu.
"Kami sedang ingin menyergap kelompok aliran sesat yang ada di supermarket MALLTA Tapi kami bingung mencari pintu masuk ke ruangan tersebut, Kumala. Bisa bantu aku?"
"Hmm, begini saja. Mbak...."
"Oh, sebentar. Aku melihat asistenmu, si Buron ada di sekitar sini. Kulihat dia tadi masuk
ke lorong menuju toilet, tapi sampai sekarang belum muncul-muncul lagi. Sudah ada sekitar 20 menit. Apakah dia tahu jalan masuk menuju...." - - "Celaka! Kalau begitu Buron sekarang nekat masuk sendiri kesana Mbak Aduh, mestinya ia dicegah, sebab ia tak akan mampu menghadapi kekuatan si pendeta sesat itu."
"Tapi dia sedang masuk toilet tuh, dan sampai sekarang dia...." "Memang di sanalah jalan masuk tersebut. dekat tangga darurat!" "Tapi...."
"Tunggu saya deh. Jangan bergerak, Mbak. Bahaya. Buron bisa hancur dalam sekejap saja kalau nekat beradu kesakstian dengan Gandha Songka! Aku akan segera tiba di sana, Mbak!" Pramuda dan Laksana hanya bisa menjadi pendengar dan penonton yang tak mengerti harus berbuat apa melihat ketegangan Kumala. Laksana sendiri bertambah kagum dan tet heran-heran melihat Kumala dapat menyebut kan jalan masuk menuju ruang bawah tanah tersebut. Ia tak menyangka bahwa tempat itu dapat diketahui oleh orang yang bukan anggota kelompok pemuja Mammon.
"Sandhi, cepat lari ke Gardilla Hotel, temani Niko di sana! Aku mau mencegah Buron. yang sok jago itu di supermarket MALLTA. Kasih tahu Niko agar jangan mendekati Hastomo dan Venti sebelum aku datang. Pokoknya kalian tunggu aku sampai datang di hotel itu, ya?" Belum selesai Sandhi menganggukkan kepala, tiba-tiba jari tangan Kumala menjentik di udara. Treek...! Seperti memanggil burung. Tapi yang terjadi adalah keajaiban yang membuat Laksana terbengong-bengong dengan kaki gemetar. Kumala Dewi berubah menjadi seberkas sinar hijau berbentuk seekor naga kecil yang melesat lenyap di kehitaman malam.
"Sii... siapa adikmu itu sebenarnya, Pram"!" tanya Laksana dengan gemetar dan berkeringat dingin. "Dia adalah anak dewa dari Kahyangan," jawab Pramuda sambil mendekati Sandhi lalu bicara dengan Sandhi dengan suara pelan. Dalam sekejap saja Dewi Ular sudah tiba di supermarket tersebut. Tapi sebenarnya Buron sudah lebih dulu mengacak-acak ruang bawah tanah dengan kekuatan magic-nya yang tanpa suara itu. Pada saat itu, di ruang bawah tanah sedang berlangsung rapat anggota yang dihadiri oleh anggota-anggota istimewa, para pengikut berloyalitas tinggi, termasuk para anggota yang ditunjuk sebagai pengurus yayasan bayangan. Mereka sedang membicarakan tentang cara mengatasi dendam Niken yang dapat membinasakan semua anggota atau pengikut aliran tersebut. Tiba-tiba saja suara tawa Buron menggelegar memenuhi ruangan tersebut. Mereka yang duduk bersila di atas lantai berkarpet merah itu segera bangkit dan menjadi tegang. Mata mereka menatap ke arah pemuda berambut kucai yang memiliki suara besar menggema dan menggetarkan dinding serta pilar-pilar penyangga lainnya. Mereka sama sekali tidak tahu bahwa pemuda berbadan agak kurus dan berpakaian sederhana itu sebenarnya adalah jelmaan dari Jin Layon. "Kalian ini berunding apa" Kalian takut mati seperti Handri dan yang lain, ya" Haaah, haaa, haaa, haaa.... Katanya pengikut si keparat Mammon, kok takut mati" Mestinya kalian nggak perlu takut mati, bahkan satu persatu dari kalian wajibnya masuk ke tungku pembakar perawan!"
"Hei, Bocah Bangsat! Keluar kau dan sini!" bentak salah seorang dari mereka dengan suara lantang. Orang itu adalah pelayan setia nya Gandha Songka. Suaranya mengandung getaran gaib yang dapat melumpuhkan jantung lawan bicaranya. Tapi getaran gaib itu hanya ditertawakan oleh buron. Saat itu Buron segera mengangkat kedua tangannya dan angin besar pun berhembus kuat dari arahnya. Wuuuusss...! "Aoooww... Juutih. Aaaaabkk..! tolooong.:!" Mereka terhempas bagaikan diterjang badai besar. Ada yang membentur dinding seperti disabetkan kuat-kuat, ada yang menabrak pilar beton, bahkan ada yang menerjang salah satu dinding kaca hingga hancur. Benda benda mati meja kasti altar kayu dan sebagainya, saling beterbangan, akibat hempasan angin badainya Buron. tentu saja hal itu membuat kepala mereka ada yang retak dan berdarah. Bahkan hidung mereka bagaikan patah tulangnya karena merasa ditampar dengan benda keras dan padat akibat hembusan angin tadi. Namun beberapa di antara mereka ada yang masih kuat. Bangkit sambil sempoyongan dan ingin melawan Buron. Hanya saja, tangan jelmaan Jin Layon itu mengibas ke samping dan tubuh mereka terbang ke atas lalu jatuh terbanting dengan posisi macam-macam. Ada yang jatuhnya kepala duluan, ada yang tulang punggungnya sempat patah. Sementara itu
Buron hanya tertawa tawa melihat ruangan. tersebut menjadi porak poranda.
"Tapi tanpa diduga-duga dari arah kirinya Buron merasa diserang oleh ribuan jarum tajam yang sekaligus menancap pada tubuhnya. Jarum tajam kecil-kecil itu berwarna hitam dan mengandung hawa panas yang tidak mudah ditundukkan. - Zrraaaabbs...! .
"Aahhkk..!!" Buron mengejang dalam posisi jatuh terguling-guling lebih dulu. Sekujur tubuhnya berubah biru. Jarum beracun ganas itu dikeluarkan dari tongkat berkepala tengkorak yang digenggam oleh seorang lelaki berkepala gundul dan bertubuh gemuk dengan perut membuncit besar. Orang itu tak lain adalah si manusia setengah iblis, yaitu Gandha Songka. Matanya yang tertutup alis lebat warna putih mulai tampak terbuka lebar memancarkan cahaya merah membara. Cahaya itu melesat menghantam tubuh Buron yang sedang berusaha untuk bangkit kembali sambil menyeringai kesakitan. Claaaap...! Blaaaarrrr...! Sinar merah itu pecah di pertengahan jarak karena terhantam cahaya hijau bundar dari dalam dinding yang retak .
Gandha Songka terkejut melihat sinar merahnya ada yang menghambat. Ketika ia memandang keretakan dinding itu, temyata di sana telah berdiri seorang gadis cantik jelita bermata tajam dan ujung-ujung jarinya dipenuhi oleh lompatan energi listrik warna hijau. Gadis cantik itu semakin mengejutkan Gandha Songka karena ia kenal betul bahwa gadis itu tak lain adalah si Dewi Ular alias Kumala Dewi, yaitu lawan yang pernah berkali-kali menjungkirbalikkan sektenya di berbagai kota seluruh dunia.
"Keparaaattt...! Lagi-lagi kau mengacukan urusanku, Dewi Ular!" geram Gandha Songka. Gadis yang dipandangnya dengan murka itu hanya tersenyum sinis.
Gandha Songka segera melemparkan tongkatnya ke lantai. Zuuub...! Tongkat itu berubah menjadi seekor buaya hitam yang segera menyerang Kumala dengan ganas. Sebuah lompatan dilakukan oleh Kumala untuk menghindari mulut buaya tersebut. Sambil melompat tangannya mengibas, lalu berpuluhpuluh sinar hijau keluar dari kibasan tangannya itu. Sinar-sinar tersebut berubah menjadi puluhan ekor ular hijau yang masing-masing sebesar betis perawan, panjangnya rata-rata sekitar lima meter. Ular-ular hijau itu segera
menyerang buaya hitam dengan suara desis dan geram yang membuat suasana menjadi semakin gaduh.
Para pengikut sekte yang masih sadar dan melihat peristiwa ajaib itu saling berusaha melarikan diri ketakutan. Mereka tidak dihiraukan lagi oleh Kumala dan Gandha Songka, karena keduanya segera terlibat pertarungan gaib, sama-sama berubah menjadi sinar sebesar telur. Gandha Songka menjadi sinar merah dan Dewi Ular menjadi sinar hijau. Kedua sinar itu saling bertabrakan di udara. Menimbulkan suara ledakan yang cukup menggelegar. Blaaaaang...! Gleeeerrrr...! Bangunan itu menjadi gemetar. Setiap tiang mengalami keretakan. Langit-langitnya seperti mau runtuh. Getaran hebat itu terasa sampai ke lantai atasnya. Buah dan makanan kaleng yang dipajang pada rak khusus itu saling berjatuhan. Para pengunjung supermarket saling lari tunggang dalam kepanikan. Mereka takut menjadi korban bangunan yang akan runtuh itu.


Dewi Ular 50. Ciuman Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tapi pada saat itu sebenarnya sinar merah jelmaan dari Gandha Songka itu telah pecah menjadi lima bagian. Terdengar pula suara orang meraung kesakitan, dan suara itu dikenal Buron sebagai suaranya si Gandha Songka.
"Kau benar-benar keparat, Gadis Busuk! Tunggu saatnya aku datang dan menuntut balas padamuuuu...!" Gandha Songka mengeluarkan ancaman tanpa rupa dengan suara menggema, makin lama semakin hilang bersama padamnya sinar merah tersebut. Buaya yang sedang dikeroyok puluhan ekor sinar hijau itu pun berubah menjadi tongkat kayu hitam lagi. Kumala Dewi segera menampakkan diri dan menarik ular-ularnya dalam bentuk sekumpulan sinar hijau. Zuuuuurbb...!
Kedua tangan gadis itu merentang ke samping, kepalanya tertunduk sebentar, lalu getaran pada bangunan bertingkat itu pun terhenti seketika. Orang-orang menyangka saat itu gempa telah berlalu. Mereka tak tahu di ruang bawah tanah terjadi pertarun gan yang cukup hebat, yang membuat Buron tak bisa b erbuat apa-apa karena tubuhnya menjadi bengkak, me lepuh dan berasap seperti mau matang. Beruntung sek ali Kumala segera melepaskan cahaya penyembuhnya dari telapak. tangan, sehingga racun dari jarum-jarum h itam itu berhasil berlompatan sendiri keluar dari tubuh B uron. Dalam waktu relatif singkat, Buron pun menjadi n ormal kembali.
Mbak Mer muncul bersama beberapa anak buahnya. Mereka segera menangkap orang orang yang terluka parah sebagai pengikut aliran sesat yang nyaris mati di tangan Buron. Mereka yang melarikan diri keluar dari ruangan tersebut kepergok pihak keamanan dan langsung ditangkap. Sementara itu, Mbak Mer
segera memeriksa ruangan panjang yang mempunyai tungku pembakar tubuh korban. Tungku itu mempunyai cerobong asap yang dijadikan satu dengan cerobong dari beberapa rumah makan di lantai pertama. Dengan demikian maka asap pembakar tubuh korban dapat disamarkan sebagai asap masakan dari beberapa restoran, seperti Fried Chicken dan sejenisnya.
"Untung kau segera datang, Kumala."
"Lain kali kalau pergi ke mana-mana, bawalah otakmu. Jangan ditinggal di rumah." sindir Kumala dengan bersungut-sungut jengkel Buron hanya cengar-cengir, merasa disalahkan karena bertindak gegabah, yaitu melakukan penyerangan kepada pihak Gandha Songka tanpa memberitahu Kumala lebih dulu.
"Tadinya kusangka kamu sudah ada di sini, melakukan penghancuran, ternyata...." "Sudah, jangan banyak bicara! Hastomo ada di Hotel Gardilla bersama Venti Kita cegah pembunuhan bermotif dendam dari roh Niken yang bersemayam di raganya Venti itu!" "Gawat: Diam-diam rakus juga si Hastomo itu"!" gerutu Buron pelan sambil mengubah wujud menjadi sinar kuning. Sinar itu melesat mengikuti sinar hijau perubahan dari Dewi Ular. Zaaaallb...! Mereka tidak tahu bahwa Hastomo dan Venti sudah melangkah jauh memasuki lembah asmara. Hastomo sendiri sempat merasa heran karena ia sangat tertarik dan sangat bergairah kepada Venti. la kenal Venti beberapa hari yang lalu, ketika datang ke King's Pub untuk menemui Handri. Tapi waktu itu Hastomo tidak mempunyai gairah sebesar malam ini. Venti pun menampakkan sikapnya yang tergiur sekali oleh kegagahan Hastomo. Bahkan begitu mereka masuk ke sebuah kamar yang dibooking mereka, Venti buru-buru memeluk Hastomo dari belakang dan menciumi tengkuk Hastomo. Tentu saja rangsangan itu membuat Hastomo semakin ditantang gairahnya. Tanpa banyak bicara lagi ia pun berbalik dan menciumi pipi serta telinga Venti. Gadis itu cekikikan di sela erangan kemesraannya. Hastomo semakin merapat dan meremas pinggul Venti ketika perahu cinta mulai berlayar menyusuri samudera asmara.
Tapi gairah yang semakin melambungkan jiwa itu memaksa Hastomo untuk menciumi wajah Venti dan akhirnya melumat bibir gadis bertubuh seksi dan berdada montok itu. Ketika mereka saling melumat bibir, tiba-tiba Venti memekik dalam satu sentakan mengejutkan. Ia terlempar mundur dengan sendirinya dan jatuh terhempas di ranjang dalam keadaan tubuhnya berasap.
"Aaaaaaaoooowwww...!!"
"Veeeen...! Veeeeennnttiiii...!" Hastomo sendiri memekik karena kaget dan menjadi panik. Gadis itu segera dihampirinya, tapi justru berguling menjauhi Hastomo hingga akhirnya jatuh dari ranjang. Menggelepar-gelepar di sana beberapa saat sambil meraung raung mengerikan. Ketika Hastomo bergegas untuk mencari bantuan di luar kamar, Venti sudah terpuruk diam. Asap yang tadi keluar dari pon-pori tubuhnya menggumpal menjadi satu, membentuk bayangan wajah cantik yang segera lenyap, bagaikan menembus langit-langit kamar.
Ketika Kumala dan rombongannya tiba di kamar itu setelah mendapat informasi dari petugas resepsionis, keadaan Venti masih pingsan dan tubuh gadis itu tidak mengalami luka sedikitpun luka memar pun tak ada.
Beberapa kejap kemudian barulah Venti siuman dan dapat menceritakan peristiwa tadi, sama seperti yang diceritakan Hastomo. Hanya saja Venti tidak tahu bahwa Hastomo sempat melihat bayangan wajah cantik, yang dipastikan oleh Kumala sebagai bayangan wajah Niken.
"Tapi kenapa aku nggak sampai mati. seperti adikku tempo hari?" Kumala tersenyum menatap saku baju Hastomo.
"Kau masih menyelipkan jepit rambutku, bukan?" "Astaga...! Benar juga! Jepit ini memang selalu kubawa seperti pesanmu tempo hari, Kumala."
"Jepit itulah yang menolak gaib pembantai darah. Tanpa jepit rambutku itu, kau akan mati seperti Jehans, karena roh Niken menaruh dendam pada pria mana pun yang berdarah biru." Hastomo menghembuskan napas lega. Namun hatinya kembali dirundung duka mengenang kematian adiknya. Seandainya Jehans waktu itu tidak membuang jepit rambut pemberian Dewi Ular, mungkin sampai sekarang Hastomo masih bisa bertemu adik bungsunya itu. - - Kini semuanya sudah berlalu. Pihak yang
-paling memperoleh keuntungan adalah Niko, sebab rekaman kamera handycam-nya sangat berharga bagi acara yang ditanganinya, yaitu Lorong Gaib. "Sayang, masih ada satu hal yang lupa belum kurekam dalam tayangan seri 'Ciuman Neraka ini," ujarnya kepada Kumala.
"Tentang apa itu?"
"Aku lupa merekam wajahmu dalam keadaan sedang memberikan penjelasan tentang 'Ciuman Neraka' dan tentang.. siapa kekasihmu sebenarnya." Kumala tersenyum sambil melengos menyembunyikan debar-debar hatinya. Namun suaranya tetap terdengar antara canda dan serius. "Rekam saja wajahmu sendiri dan katakan sendiri siapa kekasihku menurut anggapanmu.
"Tapi semua itu..."
"Semua itu sudah ada di dalam hatimu!" sahut Kumala sambil menempelkan tangan di dada Niko. Senyum pemuda itu pun mekar berseri, tapi hati yang berdebar tetap bertanya, benarkah dirinya sendiri adalah calon jodohnya si Dewi Ular" SELESAI ... EBOOK BY NOVO EDIT TEKS BY SAIFUL BAHRI
HTTP://CERITA-SILAT.MYWAPBLOG.COM
Rahasia Surat Berdarah 2 Sastra Jendra Hayuningrat Karya Agus Sunyoto Dewi Ular 6

Cari Blog Ini