Ceritasilat Novel Online

Jejak Jejak Kematian 2

Rajawali Emas 11 Jejak-jejak Kematian Bagian 2


Berlian, murid Dewi Bulan itu. Setan laknat! Orang tua bau tanah itu sekali
waktu harus diajar adat hingga
dia tidak lagi kegenitan macam itu! Ke mana pula perginya muridku yang kebluk itu! Sekian lama tak berjumpa dengannya. Ini gara-gara Manusia Pemarah sialan yang mengajakku ribut hingga tak tahu kalau muridku diam-diam meninggalkan kami!!"
Si nenek berkonde yang tak lain Bidadari Hati
Kejam, salah seorang guru dari Rajawali Emas, mendumal panjang pendek.
Seperti diceritakan dalam episode sebelumnya,
setelah bertemu dengan Dewi Bulan yang menerangkan tentang Goa Seratus Laknat di mana Hantu Seribu
Tangan tinggal, serta menjelaskan tentang keberadaan Tirta setelah Dewi Bulan berjumpa dengan
Mata Malaikat, Bidadari Hati Kejam pun berlalu. Menyusul Pendekar Judi yang melangkah sendirian dan
menyusul Manusia Pemarah yang lebih suka berjalan
bersama Dewi Berlian yang saat itu sedang mencemaskan Rajawali Emas. Dewi Bulan sendiri menyusul belakangan.
Si nenek berkonde kembali mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Dan tanpa sepengetahuannya, di atas sebuah pohon yang rimbun sepasang mata
yang tertutup topeng berwarna perak sejak tadi mengintipnya. "Bidadari Hati Kejam. Mau apa si nenek keparat
itu berada di sini" Hhhh! Aku tak boleh menampakkan diri bila tak ingin mendapat urusan. Sebaiknya,
aku tetap berada di sini dulu sampai dia berlalu dan
meneruskan langkah," batin orang bertopeng perak
sambil memperhatikan si nenek tanpa kedip.
Di bawah, si nenek berkonde masih mendumal
tak karuan dengan sepasang mata yang dibelalakkan
ke sana kemari. Kembali dia berkata dengan nada
jengkel, "Urusan semakin panjang membentang. Tetapi Hantu Seribu Tangan belum
nampak dalam pandangan. Sekian lama menunggu orang sesat itu memberi
isyarat, tetapi sampai hari ini belum juga kelihatan.
Tak ada perbuatan busuk yang dilakukan Hantu Seribu Tangan sebagai tanda. Goa Seratus Laknat. Letak
goa itu saja sampai saat ini belum juga ketahuan. Jahanam betul! Rasanya semakin...."
Dumalan si nenek mendadak saja terputus,
tatkala dirasakan satu hamparan angin bertenaga kuat
melabrak ke arahnya. Sambil mengeluarkan bentakan si nenek memiringkan tubuh dan mencelat ke
samping. Wusss! Blaaarrr!! Semak belukar di hadapan si nenek di mana
tadi dia berdiri pecah dan berpentalan tinggi terhantam sambaran angin tadi. Si
nenek berkonde langsung
membalikkan tubuh dan mengeluarkan bentakan, "Setan keparat! Mengapa harus membokong segala bila
memang mau mencari mampus"!!"
Belum habis bentakan si nenek berkonde, dari
dua tempat yang berlainan, melompat dua sosok tubuh dengan gerakan yang sangat ringan. Masingmasing orang memandang tak berkedip pada Bidadari
Hati Kejam yang hanya mengeluarkan dengusan.
Sementara itu, orang bertopeng perak yang
mengenakan pakaian kuning panjang di atas pohon
mendesis dalam hati, "Penabur Pasir. Hmmm.... Siapa pula orang berpupur putih
mengenakan pakaian coklat gombrang itu?"
Di bawah, si nenek tak bisa lagi menindih rasa
gusarnya karena dibokong. Dia sudah membentak keras dengan sepasang mata melotot lebar, "Rupanya
orang-orang hina seperti kalian yang mau mampus.
Sandang Kutung! Saat itu kau masih beruntung kare-'
na bisa lolos dari kematian. Tetapi sekarang, justru
kau datang hendak menjemput kematianmu sendiri."
Lalu menyusul kata-katanya dengan nada melecehkan, "Luar biasa! Apakah pandanganku tak salah melihat keberadaanmu Penabur
Pasir" Apakah jalan
orang-orang golongan lurus telah membelokkan hatimu menjadi bengkok?"
Dua orang yang baru datang yang memang si
Penabur Pasir dan Sandang Kutung adanya, mengkelap mendapati ejekan orang. Orang yang bertubuh
tinggi kurus dengan mengenakan pakaian hitam gombrang dan jubah panjang mengeluarkan dengusan dalam. Sementara itu, sepasang mata memerah dengan
gigi tajam meruncing milik seorang lelaki berbulu yang mendekam seperti seekor
serigala, memperhatikan dari
balik sebuah semak.
Dan begitu dilihatnya seorang perempuan bertopeng perak bertengger di sebuah pohon, orang penuh
bulu hitam ini perlahan-lahan mundur dengan cara
merangkak. Dan menyusup di balik semak. Kembali
mendekap seperti seekor serigala.
Terdengar suara Penabur Pasir penuh kemarah
an tinggi. "Inilah saat yang telah lama kunantikan, Bidadari Hati Kejam. Ajal nampaknya sudah tiba untukmu." "Melihat Sandang Kutung berada bersama Penabur Pasir, aku yakin orang jelek
itulah yang menyelamatkannya dari kematian saat bentrok denganku,"
kata Bidadari Hati Kejam dalam hati. Lalu dengan suara keras dia berseru pula, "Bahagia hatiku mendengar kata-kata yang membuatku
gembira dari mulutmu,
Penabur Pasir. Kudengar 'Pasir-pasir Neraka mu sangat ampuh. Sayangnya, pasir-pasir yang kau simpan
dalam pundi usang di pinggangmu itu akan menelanmu sendiri."
"Setan alas!!" Penabur Pasir sudah tak bisa menguasai dirinya lagi. Dia hendak
bergerak menyerang,
tetapi urung tatkala orang berpupur putih berkata.
"Bidadari Hati Kejam. Kita sama-sama punya
tujuan untuk mencari Mata Malaikat dan Hantu Seribu Tangan. Rasanya, lebih baik kita berdamai untuk
se-saat dan menentukan langkah menuju tujuan."
"Ucapan berbisa hanya datang dari ular dan serigala lapar. Tetapi sayangnya, aku tak termakan umpan yang kau tawarkan!" sahut Bidadari Hati Kejam dengan nada dingin.
Wajah orang berpakaian coklat gombrang di balik pupur putih membesi. Kedua matanya bersinar garang. Mulutnya merapat. Tetapi segera ditindihnya
kemarahan yang mulai meraja di hati dan tubuhnya.
Lalu berkata dingin, "Ucapanmu semakin tak membuatku nyaman, Bidadari Hati
Kejam. Rasanya, tak ada jalan lain selain menuntaskan segala urusan."
"Orang yang ingin mampus memang selalu banyak bicara."
"Keparat! Habis membentak keras, orang berpupur putih
itu melesat dengan gerakan yang sangat cepat. Kedua
tangannya digerakkan ke muka dua kali. Karena pernah bertarung dan mengetahui kehebatan si nenek
berkonde, Sandang Kutung mengerahkan seluruh tenaga dalamnya. Wuussss! Wuuuuss!! |
Kabut putih tampak melesat mengeluarkan suara bergemuruh mengerikan dan hawa yang sangat
panas ke arah si nenek berkonde. Mendapati serangan
ganas serta mematikan Bidadari Hati Kejam tak mau
bertindak ayal. Bersamaan dengan itu, kedua tangannya pun digerakkan pula.
Wuuusss! Gelombang angin yang menimbulkan suara seperti pantai dilanda topan, menderu.... Blaaammm!!
Tempat itu laksana didera gempa yang sangat hebat.
Di udara terlihat cahaya putih yang kemudian pa-dam
diiringi suara letupan. Bersamaan dengan itu, semak
belukar dan tanah muncrat hingga suasana agak pekat. Tatkala seluruhnya sirap, terlihat Sandang Kutung berdiri dengan lutut agak goyah. Dari mulutnya
mengalir darah agak kental. Tubuhnya bergetar keras.
Kendati sukar melihat bagaimana rupa orang berpupur
putih ini, namun dari sorot matanya yang melotot tajam, jelas kalau dia dalam kemarahan puncak. Namun
segera dipejamkan pertanda dia juga menahan rasa
sakit. "Keparat! Aku memang tak akan mungkin bisa menang menghadapi nenek sialan
ini!!" geramnya dalam hati.
Di seberang, Bidadari Hati Kejam terhuyunghuyung ke belakang dengan dada yang terasa sesak.
Kendati dia masih bisa mengendalikan keseimbangan
tubuhnya, namun dari mulutnya pun darah agak kental mengalir. Akan tetapi, bahaya nampaknya tidak surut segera dari Bidadari Hati Kejam. Karena, laksana anak
panah, Penabur Pasir sudah menderu sambil meraup
pasir-pasir dalam pundi yang selalu terikat di pinggangnya. Dengan sentakan yang sangat kuat, tangan kanannya yang melepaskan 'Pasir-pasir Neraka'-nya digerakkan. Sementara tangan kirinya yang sudah terangkum pukulan sakti 'Sukma Neraka' dikibaskan
pula. Kabut hitam menderu dahsyat dan menghalangi
pandangan. Bidadari Hati Kejam terkesiap dan mengeluarkan pekikan tertahan. Sambil bergulingan cepat, tangan kanannya menyusup ke balik pakaiannya. Tatkala
ditarik keluar, di tangannya telah tergenggam senjata
pengebutnya yang bergagang baja. Segera saja digerakkan. Wuutt! Wuutttt!!
Wrrrrr! Jurus 'Rangkai Bunga Usir Kumbang' dilepaskan. Angin laksana topan marah melanda sebuah dusun di tepi pantai menggebrak dahsyat. Kedahsyatan
angin itu benar-benar terbukti. 'Pasir-pasir Neraka'
yang dilepaskan orang berjubah hitam itu pupus di
tengah jalan dan membuyar.
Menyusul suara ledakan dahsyat terdengar dua
kali tatkala angin yang ditimbulkan dari senjata pengebut si nenek menghantam pukulan sakti 'Sukma Neraka' Penabur Pasir.
Tanah di mana kedua pukulan sakti itu bertemu, langsung rengkah dan memuncratkan gumpalan
debu yang sangat pekat. Beberapa buah pohon yang
tumbuh di sana, langsung tumbang menimbulkan suara bergemuruh sementara beberapa buah pohon lagi
langsung meranggas dedaunannya karena diterpa hawa panas yang luar biasa.
Sosok Penabur Pasir surut ke belakang dengan
terhuyung. Dadanya seperti digempur oleh godam raksasa. Kedua tangannya seakan patah. Kedua kakinya
pun goyah dan goyahan yang keras itu membuatnya
jatuh tersungkur. Wajahnya berubah pias dengan dada
naik turun. Namun kedua matanya makin bertambah
angker, menyiratkan kemarahan yang sangat tinggi.
Di seberang, si nenek berkonde surut lima tindak dengan tubuh limbung. Tangan kanannya yang
memegang senjata pengebut bertangkai baja nampak
bergetar. Namun kejap lain sudah normal kembali setelah dialirkan tenaga dalam yang dipadukan dengan
hawa murninya. Sandang Kutung yang tadi mempergunakan kesempatan itu untuk mengalirkan tenaga dalam dan
hawa murninya guna menghilangkan rasa sakit, sudah
berseru. "Penabur Pasir! Kita satukan tenaga! Kita lumat nenek keparat itu!!"
Perlahan-lahan Penabur Pasir bangkit dengan
agak goyah. Ditariknya napas panjang dan dikerahkannya segenap tenaga.
Sementara Bidadari Hati Kejam melipatgandakan tenaga dalamnya. Dia tahu kalau kedua lawan tak
akan membiarkannya hidup. Senjata pengebut yang
dipegangnya digerak-gerakkan hingga menimbulkan
desingan kuat berkali-kali.
Di atas pohon, perempuan berpakaian kuning
dengan topeng perak yang menutupi wajahnya mendesis, dia hampir saja melompat tadi karena mendapati pohon yang dijadikannya sebagai tempat persembunyian bergetar hebat, "Luar biasa. Kesaktian Bidadari Hati Kejam benar-benar
tinggi. Kalau tadi aku tak ingin mendapat urusan, tetapi kali ini kesempatan
bagi- ku untuk campur urusan. Tadi orang yang bernama
Sandang Kutung mengatakan kalau mereka hendak
mencari Mata Malaikat dan Hantu Seribu Tangan. Aku
pun punya urusan yang sama. Sebaiknya, selagi Bidadari Hati Kejam terdiam seperti itu, kuserang saja
dia!!" Memutuskan sampai di sana, orang yang tak lain Dewi Topeng Perak adanya,
segera mencelat turun
sambil menggerakkan tangan kanan dan kirinya.
Gelombang angin menderu kuat dengan kecepatan tinggi. Bidadari Hati Kejam menengadah. Kembali dia keluarkan suara dengusan dan mencelat ke
samping. Bersamaan dengan itu dikibaskan senjata
pengebutnya. Kali ini, jurus 'Rangkai Bunga Habisi
Kumbang' dipergunakan.
Blaaarrr!! Blaaarr!
Dua letupan keras terdengar hampir bersamaan Yang pertama berasal dari tanah di mana Bidadari Hati Kejam berdiri tadi, yang rengkah dan bolong
sedalam setengah tombak akibat hantaman pukulan
Dewi Topeng Perak. Letupan yang kedua, berasal dari
tiga pohon besar yang langsung tumbang terhantam
sambaran angin senjata pengebut si nenek berkonde.
Dewi Topeng Perak yang tadi berhasil menghin

Rajawali Emas 11 Jejak-jejak Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari serangan balasan Bidadari Hati Kejam, hinggap di
tanah dengan kedua kaki dipentangkan. Lalu bersuara dingin. "Mungkin kau tak mengenaliku lagi, Kunti. Tetapi, kau boleh mengenalku sebagai Dewi Topeng Perak." Bidadari Hati Kejam yang juga sudah berdiri tegak, hanya mendengus dengan
kedua mata lebih lebar
terbuka. Sementara Sandang Kutung dan Penabur Pasir
saling berpandangan. Mereka tidak tahu siapa adanya
perempuan yang mengaku berjuluk Dewi Topeng Perak
ini. Tetapi mendapati kenyataan kalau perempuan
berbaju kuning panjang itu menyerang Bidadari Hati
Kejam, berarti dia berada di pihak mereka.
Kendati demikian, Sandang Kutung tak suka
persoalannya diganggu orang lain Dia maju selangkah
seraya membentak, "Orang bertopeng perak! Jangan
lancang mencampuri urusan! Lebih baik tinggalkan
tempat ini sebelum menyesal"
Dewi Topeng Perak membalikkan tubuhnya. Perempuan yang wajahnya sukar dilukiskan seperti apa
karena tertutup topeng perak hingga bawah hidungnya, tersenyum. Menampakkan bibir tipis yang tersaput gincu merah. Rambutnya yang tergerai panjang
hingga ke pinggang bergerak saat membalikkan tubuhnya tadi. "Sandang Kutung! Aku bukan orang lancang
yang suka mencampuri segala urusan! Tetapi, aku
punya urusan yang sama denganmu serta si Penabur
Pasir untuk mencari Mata Malaikat!" sahutnya keras dan dingin.
"Urusan boleh sama, tetapi tujuan berbeda. Sikap boleh tegar, tetapi jangan lancang campuri urusan
orang." sahut Sandang Kutung dingin.
"Aku jadi ingin menghajar manusia keparat sialan ini! Siapa dia sebenarnya" Mengapa wajahnya ditutupi pupur putih" Mendapati suaranya, dia jelas seorang laki-laki. Tetapi bisa saja dugaan itu salah karena tak mustahil dia hendak
menutupi siapa dirinya sebenarnya," batin Dewi Topeng Perak sambil menindih rasa gusarnya. Lalu dengan masih tersenyum dia berkata, "Bertemu muka baru sekali terjadi. Tetapi sama-sama menutup wajah. Siapakah
engkau gerangan
orang di balik pupur putihmu itu?"
Mengkelap wajah orang berpupur putih mendengar pertanyaan bernada ejekan. Tak bisa menutup
rasa jengkelnya, dia berkata, "Siapa pun aku adanya, namaku Sandang Kutung.
Tentu kau telah mendengar
karena engkau telah mengucapkan. Sekarang, jangan
bikin urusan lebih dalam lagi!"
Dewi Topeng Perak masih menindih rasa jengkelnya. "Siapa pun kita adanya, yang pasti punya satu tujuan mencari Mata
Malaikat. Bukan di antara kita
urusan harus dikembangkan. Tetapi terhadap Bidadari
Hati Kejam segala urusan harus diselesaikan."
Penabur Pasir yang yakin kalau Dewi Topeng
Perak berpihak pada mereka, berkata mendahului
Sandang Kutung, "Bila memang ingin menjalin kerja sama, Bidadari Hati Kejam
masih di muka."
Dewi Topeng Perak sadar ke mana ucapan Penabur Pasir. Kendati demikian, dia tak mau bersusah
payah terlalu banyak membuang tenaga menghadapi
Bidadari Hati Kejam walaupun si nenek berkonde! sudah dalam keadaan terluka dalam.
"Tadi kau katakan kita maju bersama. Mengapa
sekarang tidak kita buktikan?"
"Baik! Kita bunuh nenek jelek itu!!"
* * * Bab 6 Habis kata-katanya, Penabur Pasir mendahului mener-jang ke arah Bidadari Hati
Kejam. Dewi Topeng Perak
yang masih menangkap gelagat tak senang dari Sandang Kutung, mencelat pula. Dua gebrakan dilancarkan sekaligus.
Meskipun saat ini tak bisa banyak melakukan
serangan akibat luka dalamnya, Bidadari Hati Kejam
tak mau bertindak ayal. Mendapati dua serangan mematikan diempos seluruh tenaganya. Disatukan pada
kedua tangan yang erat menggenggam senjata pengebutnya. Berkali-kali senjata pengebutnya dikibaskan
dengan gerakan cepat. Berkali-kali pula gemuruh angin tinggi terdengar dahsyat. Mengarah pada dua serangan yang dilakukan serempak.
Kedua lawannya langsung mundur ke belakang. Masing-masing orang menyadari kalau Bidadari
Hati Kejam masih mampu unjuk gigi. Kali ini, bersama
Sandang Kutung, ketiganya menggebah dengan diiringi
teriakan dahsyat.
Mendapati tiga serangan dilancarkan bcrbarengan, mau tak mau membuat wajah Bidadari Hati Kejam berubah pias. Tetapi dia tak mau menyerah begitu
saja, Sekuat tenaga dengan keyakinan pasti dia
mcnghindar seraya membalas.
Tempat itu benar-benar seperti didatangi ratusan gajah liar. Berkali-kali suara letupan terjadi. Berkali-kali gelombang angin
panas dan dingin menindih satu sama lain. Orang penuh bulu yang mendekam di
balik sebuah semak, semakin mendekam rapat dengan
tanah. Tangannya mendekap kedua telinganya yang
lebar. Pandangannya liar dan memerah. Air liur mengalir dari mulutnya yang dipenuhi gigi-gigi runcing.
Sementara itu, menghadapi tiga orang yang
mempunyai kesaktian tinggi, Bidadari Hati Kejam benar-benar dibuat kalang kabut. Beberapa kali tubuhnya terhuyung ke belakang dengan sentakan yang
sangat kuat sekali. Kendati keadaan tak menguntungkan, si nenek berkonde yang mempunyai sifat keras
kepala tak mau menyerah atau menghindar.
Justru tiba-tiba saja tubuhnya bergulingan
dengan gerakan luar biasa cepat. Tanah akibat gulingannya muncrat. Dan bersamaan dengan itu dikibaskan
senjata pengebutnya. Semakin banyak tanah yang beterbangan menghalangi pandangan. Namun tiga serangan yang datang bersamaan dan terhadang saling susul menyusul tidak surut. Malah gebahan demi gebahan semakin kuat.
Dan mendadak saja tatkala semuanya sirap,
Penabur Pasir sudah bergerak seraya menebarkan 'Pa-,
sir-pasir Neraka"-nya. Menyusul pukulan 'Sukma Neraka' yang ganas.
Bidadari Hati Kejam mengkelap kaget dan
membuang tubuh ke samping. Bersamaan dengan itu,
Sandang Kutung menderu dari sisi kanan sementara
Dewi Topeng Perak mencelat dari arah kiri.
Wuuuttt! Wuuuttt!
Seperti berhenti berdetak jantung Bidadari Hati
Kejam merasakan angin dahsyat bergemuruh ke arahnya. Sebisanya dia melompat ke muka. Dua serangan
yang datang itu berhasil dielakkan. Dan dua tenaga
yang dilepaskan oleh kedua lawannya berbenturan satu sama lain. Blaaammm!! Kendati Bidadari Hati Kejam berhasil menyelamatkan diri, tetapi bahaya masih mengancamnya. Penabur Pasir datang dari depan dengan pukulan
'Sukma Neraka' yang menggebah.
Kabut hitam bergulung tebal diiringi gemuruh
dan hamparan hawa panas. Tak ada jalan lain bagi Bidadari Hati Kejam selain memapaki. Tanpa mengurangi gerakannya, dengan pencalan satu kaki dia bergerak
seperti orang terjun ke air seraya mengibaskan senjata pengebutnya.
Blaammm! Blaammm!
Dua buah ledakan dahsyat terdengar saat itu
juga. Bidadari Hati Kejam yang masih bisa mengendalikan diri hingga tidak terdorong ke belakang, terlempar ke samping dengan dada
yang terasa pecah dan aliran
darah yang kacau.
Sementara Penabur Pasir terpental ke belakang
dengan derasnya. Pentalan tubuhnya menghajar sebuah pohon besar hingga tumbang berdebam.
Tenaga dalam yang dimiliki Bidadari Hati Kejam
lebih tinggi ketimbang milik Penabur Pasir kendati keduanya sama-sama terluka dalam. Akibatnya, begitu
tubuh si Penabur Pasir menabrak pohon di belakangnya, terdengar suara berderak dibalur suara gemuruh
tumbangnya pohon itu.
Penabur Pasir masih berusaha untuk berdiri
meskipun sempoyongan. Dari hidungnya mengalir darah segar. Tiba-tiba saja mulutnya mengembung
dan.... "Huaaakkk!!".
Orang berjubah hitam ini memuntahkan darah
berkali-kali. Pandangannya sayu namun garang pada
Bidadari Hati Kejam yang masih berusaha berdiri dan
menghindari serangan yang datang dari Dewi Topeng
Perak, sementara Sandang Kutung berkelebat ke arah
Penabur Pasir. Orang berpupur putih dan berpakaian coklat
gombrang ini tak mengeluarkan kata apa-apa tatkala
mendengar erangan dan melihat kepala Penabur Pasir
terkulai. Saat itu juga nyawanya telah melayang.
Di Iain kejap, Sandang Kutung sudah berdiri
dengan kedua kaki bergetar dan pandangan mengkelap
tajam pada Bidadari Hati Kejam.
"Nenek berkonde keparat!! Kucabut nyawamu!!" Habis teriakannya, dengan kemarahan tinggi Sandang Kutung menderu dahsyat.
Saat ini Bidadari
Hati Kejam sudah benar-benar dalam keadaan payah.
Dia semakin terluka dalam akibat bentrokan yang terjadi dengan Penabur Pasir tadi. Serangan demi serangan yang dilancarkan perempuan bertopeng perak sudah tak sanggup lagi dilayaninya, belum lagi serangan
yang datang dari Sandang Kutung yang penuh dendam
dan kemarahan. Namun di luar dugaan siapa pun, satu sosok
tubuh berkelebat sangat cepatnya. Menggerakkan tangan kanannya ke depan.
Wuuuttt! Hamparan angin deras diiringi dengan sinar
putih yang terang melesat. Menahan gerakan Dewi Topeng Perak dan Sandang Kutung yang terpental ke belakang. Bersamaan dua orang itu terpental, sosok yang
baru datang menyambar tubuh Bidadari Hati Kejam.
Begitu tangannya menyambar tubuh si nenek,
si nenek memekik tertahan. Mencoba melepaskan diri.
Tetapi begitu dirasakan kalau orang yang menyambarnya bermaksud baik, dihentikan segala gerakannya.
Dan diikutinya saja orang itu membawanya pergi. Padahal, sungguh mati, si nenek berkonde sangat tidak
suka kalau urusannya diganggu. Kendati nyawanya
melayang, pantang baginya meminta pertolongan. Tetapi pertolongan itu datang dengan sendirinya.
Blaaarrr!! Satu buah pohon tumbang dengan dedaunan
yang segera meranggas terhantam pukulan jarak jauh
yang dilepaskan Sandang Kutung. Rupanya, orang
berpupur ini sudah kembali berdiri tegak dan mencoba
menghalangi orang yang menyelamatkan Bidadari Hati
Kejam, tetapi gagal.
"Setan laknat! Siapa orang itu'"!" sentaknya dengan suara yang menggetarkan.
Dewi Topeng Perak yang juga sudah berdiri tak
menjawab. Diam-diam dia membatin, "Gerakannya
sangat cepat sekali Tetapi aku masih bisa melihat pakaian yang dikenakannya. Berwarna hijau penuh tambalan. Dan sinar putih yang menghalangi gerakan ku
dan gerakan Sandang Kutung berasal dari sebuah
tongkat. Tidak salah. Apakah dia...."
Saat itu Sandang Kutung pun menghentikan teriakan kalapnya. Matanya tak berkedip memandang
kejauhan. Dia juga membatin, sama yang dibatinkan
oleh Dewi Topeng Perak.
"Benarkah dia yang melakukannya" Keparat!
Sudah saatnya aku menurunkan tangan pada manusia
sialan itu! Hhh! Dia belum tahu siapa aku sebenarnya.
Urusanku yang dalam sebenarnya pada Hantu Seribu
Tangan yang membuatku mengkhianatinya. Tetapi
manusia keparat itu pada akhirnya mencampakkanku
setelah kuserahkan segalanya. Setan alas!!"
Dewi Topeng Perak sudah tersadar dari keterguguannya. Dia menoleh dan berseru, "Sandang Kutung! Jangan tunda segala urusan yang hampir terselesaikan! Kita kejar manusia yang menyelamatkan Bidadari Hati Kejam!!"
Sandang Kutung tak menyahuti kata-kata
orang. Lalu tanpa banyak ucap dan tanpa menghiraukan Penabur Pasir yang telah menjadi mayat, dia melesat mendahului Dewi Topeng Perak ke arah perginya
orang yang menyelamatkan Bidadari Hati Kejam dan
diam-diam dikenalinya.
Dewi Topeng Perak mengeluarkan dengusan
mendapati sikap Sandang Kutung.
"Jahanam betul orang berpupur itu! Siapa dia
sebenarnya" Aku semakin yakin kalau dia bukanlah
seorang laki-laki! Tetapi ada urusan apa dia mencari
Mata Malaikat. Huh! Kalau memang orang yang menyelamatkan Bidadari Hati Kejam adalah Mata Malaikat, akan kukorek jantungnya! Seperti dia menyakiti
hatiku yang sangat mencintainya tetap ditolaknya
hanya gara-gara Dewi Segala Impian. Ke mana pula
perginya Dewi Segala Impian yang telah mendahuluiku
untuk mendapatkan Mata Malaikat?"
Setelah menggeram berkali-kali, perempuan
berpakaian kuning cemerlang itu pun berkelebat. Sete

Rajawali Emas 11 Jejak-jejak Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lah tempat itu ditinggalkan orang berpupur putih dan
perempuan bertopeng perak, orang penuh bulu yang
mendekam di sebuah semak keluar. Gerakannya sangat lincah dan aneh. Dia mendekati mayat Penabur Pasir. Diendus-endusnya mayat lelaki berwajah tirus itu.
Dan mendadak kedua matanya semakin memerah liar.
Air liurnya bertetesan. Tiba-tiba saja tangan kanannya diangkat. Nampaklah
deretan kuku yang panjang dan
tajam. Diayunkan tangannya siap mencabik mayat
Penabur Pasir. Tetapi mendadak saja dihentikan gerakannya dan menoleh ke arah perginya Sandang Kutung dan Dewi Topeng Perak.
Beberapa saat orang penuh bulu ini kelihatan
bimbang. Di lain saat, dia sudah bergerak dengan cara
merangkak dan melompat ke arah perginya dua orang
tadi. * * * Bab 7 TATKALA sinar senja sudah memayungi alam, Rajawali Emas tiba di penghujung Hutan
Seratus Kematian.
Pemuda tampan berambut gondrong ini terbelalak menyaksikan apa yang terbentang di depannya. Hamparan padang tandus tanpa tumbuhan yang pasirpasirnya seolah memantulkan cahaya panas matahari
terpampang nyata. Untuk sesaat tak ada kata-kata
yang keluar kecuali mulut yang agak terbuka.
"Astaga! Apakah ini yang disebut Padang Seratus Dosa?" desisnya terkagum sekaligus tergetar. Dile-barkan lagi kedua matanya
memandang ke depan. "Gi-la! Hembusan anginnya terasa sangat panas sekali
sampai di tempatku ini. Butir-butir pasir itu berkilau begitu menyilaukan.
Tetapi, jalan inilah satu-satunya
yang bisa membawaku ke Goa Seratus Laknat. Sebelum meninggalkan ku, Hantu Seribu Tangan mengeluarkan ancaman kalau dia akan memulai permainannya di Padang Seratus Dosa yang dikendalikannya.
Apakah Pendekar Bijaksana juga sudah tiba di sini"
Ah.... Sukar menduga di mana orang tua sakti itu berada sekarang. Seperti yang diucapkannya, dia tak
hendak melakukan apa-apa kecuali melihat kebenaran
dari yang pernah didengarnya tentang murid murtadnya itu." Tanpa sadar, tangannya mencabut sebatang.
rumput dan mulai. menghisap-hisapnya. Sambil
menghisap-hisap rumput itu, dia berkata tanpa melepaskan pandangan pada hamparan padang tandus
yang mengerikan, "Rasanya memang sukar menembus
Padang Seratus Dosa ini. Dari sini saja sudah nampak
keangkeran yang mengerikan. Apalagi bila aku menjajakinya. O ya.... Bagaimana keadaan Guru dan Manusia Pemarah" Sejak aku meninggalkan mereka, aku belum pernah bertemu dengan keduanya. Apakah mereka juga berhasil mencari keterangan tentang Goa Seratus Laknat" Paling tidak, berhasil berada di Hutan Seratus Kematian ini", Urusan memang sudah membentang di depan mataku. Seperti yang dikatakan Pendekar Bijaksana kalau aku...."
Tiba-tiba saja pemuda dari Gunung Rajawali ini
memutus kata-katanya sendiri, tatkala terdengar suara
menyayat hati dari kejauhan. Sesaat dia kembali tertegun. Dan ditajamkan pendengarannya.
"Aneh! Apa telingaku tak salah mendengar" Ada
orang yang menjerit kesakitan seperti berada dalam satu penyiksaan. Siapa orang itu" Suaranya berasal dari
tengah Padang Seratus Dosa. Kalau begitu, aku harus
melihat dan menyelamatkannya." Dibuangnya rumput
yang tadi dihisap-hisapnya. Segera saja 'dia hendak
berkelebat. Tetapi mendadak saja Tirta menghentikan
gerakannya sendiri. Dia terdiam beberapa saat.
"Apakah ini bukan permainan yang dikatakan
oleh Hantu Seribu Tangan" Dia mencoba memancingku padahal tak ada yang perlu kutolong" Tetapi.... Suara itu semakin menyayat dan memilukan. Apakah
aku... Astaga! Aku jelas sekali mendengar
orang itu memanggil namaku. Celaka! Apa yang harus
kulakukan?"
Suara menyayat yang memilukan itu begitu
bertalu-talu terdengar.
"Tirta.... Tolong aku...."
"Selamatkan aku...."
"Aku tak sanggup lagi, Tirta.... Aaaakhhhh! Tolong.... Tolong lepaskan aku dari bencana ini...."
Rasa bertahan yang ada di hati si pemuda menjadi goyah mendapati jeritan itu sepertinya benarbenar membutuhkan pertolongan. Pada dasarnya, pemuda ini memang mewarisi kelembutan milik ibunya.
Dan memiliki jiwa welas asih pada sesama. Tanpa berpikir lebih panjang lagi, Rajawali Emas sudah mencelat ke depan dengan kelebatan
tubuh yang sangat cepat.
Hawa dan pasir yang panas menyambut kedatangannya. Sementara suara jeritan yang semakin menyayat itu semakin jelas terdengar. Kendati demikian,
Rajawali Emas belum berhasil menemukan dari mana
asal suara itu, padahal jarak tujuh puluh tombak dari
tempatnya berdiri semula sudah terlewati.
"Sinting! Mengapa aku tak menemukan di mana orang-orang yang berteriak kesakitan itu" Apakah
pendengaranku yang mendadak tak berguna sebagaimana mestinya?" Kejap lain, wajah si pemuda berubah mendongkol dan kaget.
"Keparat! Jelas sekali kalau ini memang hanya permainan yang dikatakan Hantu
Seribu Tangan. Celaka! Aku harus menjauhi Padang Seratus Dosa ini!"
Memutuskan demikian, Tirta bermaksud meneruskan langkahnya. Tetapi terlambat, karena sesuatu
yang muncul dari dalam pasir-pasir itu telah mencengkeram erat kedua kakinya!
*** Untuk sejenak Rajawali Emas gelagapan dan
tanpa disadarinya dia tertegun sebelum merasakan satu tarikan yang sangat kuat dan memaksanya untuk
masuk ke dalam pasir-pasir panas itu. Lebih terkejut
lagi mendapati apa yang mencengkeram kakinya. Lima
pasang tangan kurus penuh keriput!
"Keparat! Apa yang sebenarnya terjadi" Tangantangan keriput siapa yang mencengkeram kedua kakiku ini! Jahanam betul! Jelas ini permainan dari Hantu
Seribu Tangan seperti yang diancamkannya kepadaku!
Aku harus menghindari tempat ini!!"
Segera saja dialirkan tenaga dalamnya untuk
me-lepaskan kedua kakinya dari lima pasang tangan
penuh keriput yang menjijikkan. Namun dia terkejut
dengan wajah berubah tatkala merasakan tarikan yang
lebih kuat semakin berusaha memaksanya masuk ke
dalam pasir-pasir panas itu.
"Celaka! Sentakan tangan-tangan laknat ini begitu kuat sekali!!"
Tak mau dirinya ditarik paksa masuk ke dalam
pasir-pasir panas itu, kembali Rajawali Emas mengalirkan tenaga dalam pada kedua kakinya. Kali ini dibarengi dengan tarikan napas pendek yang ditahan di
pusar dan disentakkan. Seketika tenaga panas yang
berasal dari Rumput Selaksa Surya dan berpusat pada
pusarnya bergolak. Dan....
Wuuutt!! Tarikan kuat pada kakinya terlepas. Saking kerasnya, tubuh Rajawali Emas terlempar ke atas. Cepat
dia berputar dan hinggap kembali ke pasir-pasir itu.
Namun begitu kedua kakinya hinggap kembali di pasirpasir itu, kelima pasang tangan yang tadi lenyap kini
telah muncul lagi dengan gerakan menyentak dan
mencengkeramnya lebih erat.
Geram bukan buatan Tirta menghadapi hal ini
Kembali disentakkan kedua kakinya. Tatkala tubuhnya
terpental karena kerasnya tarikan yang dilakukan, Tirta berputar dua kali di udara dan hinggap agak menjauh dari tempat semula. Begitu kedua kakinya hinggap, kali ini dia bersiap untuk menendang lima pasang
tangan keriput itu.
Namun satu suara bergemuruh terdengar di telinganya. Tatkala ditolehkan kepala pada asal suara, terkesiap Rajawali Emas mendapati lima buah pasang
tangan tadi bergerak menyusur di tanah, hingga pangkal lengan. Mirip sirip ekor ikan hiu ganas yang bergerak menangkap mangsa.
Tak mau kembali digenggam dan ditarik paksa,
Tirta menggerakkan tangan kanan dan kirinya.
Blaaar! Blaarrr!!
Dua rangkum angin melesat menyambar dan
menimbulkan suara ledakan cukup keras. Pasir-pasir
putih yang panas membuncah tinggi, diiringi lima pasang tangan yang putus dan terpental ke atas. Saat
semuanya sirap, nampak dua lubang yang cukup lebar
di hadapan Tirta, sementara lima pasang tangan tergolek putus tanpa darah.
"Sinting! Padang Seratus Dosa benar-benar sebuah tempat yang sangat mengerikan. Sebaiknya....
Ohh! Gila!!"
Kedua mata Rajawali Emas terbuka lebih lebar
tak percaya melihat lima pasang tangan yang tergeletak di atas pasir tadi masuk kembali ke pasir-pasir itu.
Dan seperti hidup kembali, bergerak menyusur ke
arahnya dengan gerakan yang sangat cepat sekali.
Segera Tirta melompat menghindar. Tetapi lima
pasang tangan itu terus menyusur dan mengurungnya.
Bukan hanya sampai di sana kejadian aneh yang dialami pemuda dari Gunung Rajawali ini. Karena tibatiba saja, angin berubah menjadi sangat kencang, dihampari hawa panas luar biasa.
Tatkala Tirta memandang ke samping kiri sambil menghindari sambaran lima pasang tangan yang
bergerak menyusur di pasir, dilihatnya sebuah gulungan angin berputar ke arahnya.
"Sinting!" maki Tirta sambil menyentakkan kedua tangannya ke depan.
Wuusss! Dorongan angin hebat yang meluncur dari kedua telapak tangan Tirta masuk dalam pusaran angin
itu. Menimbulkan suara keras sekejap. Kejap lain, angin itu terus berputar siap menggulung diri pemuda
berajah sepasang rajawali pada kedua lengan kanan
dan kirinya. "Benar-benar edan!!"
Sambil menghindari sergapan lima pasang tangan yang bergerak menyusur di pasir, Rajawali Emas
juga harus menghindari pusaran angin keras yang
menebarkan butir-butir pasir panas dan siap menelan
dirinya bulat-bulat.
"Pasir-pasir yang terlempar akibat pusaran angin itu sebenarnya tak begitu mengerikan dari 'Pasirpasir Neraka' milik Penabur Pasir. Kendati demikian,
lesatan pasir-pasir itu seperti gerakan meteor. Dan pusaran angin itu benarbenar bisa memporakporandakan rumah-rumah di sebuah dusun. Keparat!
Belum lagi tangan-tangan celaka ini yang membingungkan ku!!"
Lalu dengan jurus 'Sentakan Ekor Pecahkan
Gunung', Tirta mencelat ke muka, menyongsong pusaran angin yang terus mengejar ke arahnya.
Blaaar! Pusaran angin itu seketika sirna setelah terhantam pukulan Tirta. Bersamaan suara ledakan yang
terdengar, angin itu seperti berpentalan dan sedikit menyambar bahu kiri Tirta
yang terasa perih.
Dan mendadak saja si pemuda merasakan kedua kakinya disambar dan dipegang erat oleh lima pasang tangan yang menyusur dalam pasir, yang segera
menariknya untuk masuk.
Terkejut karena harus menghadapi pusaran
angin tadi, tubuh Tirta masuk hingga ke pinggang.
"Jahanam betul!!" makinya. Kembali dikeluarkan tenaga surya dalam tubuhnya. Lalu disentakkan
kedua tangannya yang telah teraliri tenaga panas luar
biasa itu pada permukaan pasir di kanan kirinya.
Blaaam! Blaammm!!
Pasir yang tertepak itu rengkah dan muncrat
sampai dua tombak tingginya. Rajawali Emas sampai
memejamkan kedua matanya rapat-rapat. Sentakan
kedua tangannya yang mengandung tenaga surya itu
seperti membuat padang tandus itu bergetar hebat. Dirasakan kedua kakinya yang dipegang erat oleh lima
pasang tangan, melemah.
Dengan sekali sentak, Tirta sudah mencelat
dan berdiri tegak di atas permukaan pasir yang panas.
Kejap lain, kedua tangannya kembali digerakkan ke
pasir di mana tubuhnya terbenam hingga sepinggang
tadi. Kembali terdengar suara ledakan keras dua
kali. Kembali pula pasir-pasir itu muncrat. Tatkala semuanya sirap, terlihatlah
dua buah lubang yang cukup
besar berjarak dua tombak dari tempat Tirta berdiri.
Dari lubang itu seperti mengepulkan asap.
Tatkala Tirta melihat ke dalam kedua lubang
itu, nampaklah lima tumpukan debu hitam yang berasal dari hancurnya lima pasang tangan aneh yang
mengerikan tadi.
Tirta menarik napas pendek.
"Padang Seratus Dosa benar-benar mengerikan.
Aku tak boleh terlalu lama berada di sini bila tak ingin mendapat celaka yang
lebih besar. Sebaiknya, kute-ruskan saja langkah. Tetapi...."
Kata-kata Rajawali Emas terputus, tatkala dilihatnya pasir berjarak dua puluh tombak dari hadapannya bergerak. Dan
Blaaarrr!

Rajawali Emas 11 Jejak-jejak Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pasir sepanjang dua tombak itu rengkah hingga
memperlihatkan gumpalan tanah merah di bawahnya.
Seperti sebuah kain panjang, pasir-pasir yang menempel pada tanah itu bergerak ke arah Rajawali Emas,
dengan cara mencoba menguruknya!
* * * Bab 8 KITA tinggalkan dulu Rajawali Emas yang sedang menghadapi serangan pasir aneh di
Padang Seratus Dosa. Sementara itu, di suatu tempat, orang yang
membawa tubuh Bidadari Hati Kejam terus-berkelebat
secepat angin. Bidadari Hati Kejam yang saat itu memang dalam keadaan terluka dalam, merasakan angin
yang menderu akibat begitu cepat lari orang yang
membawanya, seperti menampar wajahnya dengan keras. Sesaat dia melihat siapa orang yang menyelamatkannya. Dengusannya keluar tertahan. Mulutnya
hendak mengeluarkan bentakan agar dia diturunkan.
Tetapi sebelum hal itu dilakukan, si nenek berkonde
sudah jatuh pingsan karena tenaganya terkuras. Saat
ini, senja sudah benar-benar tenggelam. Beberapa saat
lagi, tentunya malam akan memayungi hutan yang
menyeramkan ini Dan sudah bisa diduga apa yang terjadi Hutan yang gelap ini tentunya akan semakin gelap. Tatkala orang yang membawa tubuh Bidadari
Hati Kejam berkelebat melalui jajaran pohon, satu sosok tubuh yang sedang berdiri dan tengah memperhatikan sekelilingnya terkejut.
Sosok yang ternyata seorang gadis mengenakan
pakaian biru ketat hingga mencetak tubuhnya yang
ramping dengan dada membusung dan pinggul mencuat, menolehkan kepala tatkala mendengar suara kelebatan. Kendati hanya sekelebat saja, tetapi membuat
si gadis menjadi mengerutkan kening.
"Seorang lelaki tua tengah membopong seorang
nenek berbaju batik kusam. Siapa mereka?" desisnya pelan. Kejap lain dia sudah
mendesis agak tinggi, "Oh!
Melihat ciri lelaki tua yang mengenakan pakaian berwarna hijau penuh tambalan dan sebuah tongkat putih di tangan kanannya... apakah dia orang yang selama ini diberi tugas oleh Guru untuk kucari. Keparat
betul! Rupanya orang itu berada di sini"!"
Sepasang mata jernih si gadis membesar jengkel. Di lain saat, dia sudah mengerahkan ilmu peringan tubuhnya untuk mengejar orang tua yang membawa Bidadari Hati Kejam yang pingsan..
Di satu tempat, gadis berbaju biru ketat ini
menghentikan larinya. Sepasang matanya diedarkan
ke seantero tempat. Tak ada tanda-tanda orang yang
dilihatnya tadi.
"Jahanam! Kalau memang lelaki tua tadi adalah
Mata Malaikat, orang yang selama ini kucari, sungguh
sial nasibku! Kucari sekian lama, setelah ada di depan mata aku tak bisa
mengejarnya! Keparat!!" Gadis ini mencak-mencak tak karuan dengan wajah tegang.
Gadis yang tak lain Dewi Kembang Maut
adanya kembali memperdengarkan geraman tinggi.
Setelah bertarung dengan Rajawali Emas dan
gagal memaksa pemuda dari Gunung Rajawali itu menerangkan di mana Mata Malaikat berada, si gadis
meninggalkan tempat pertarungan karena dia mengalami kekalahan. Sudah tentu Dewi Kembang Maut
yang mendapat tugas dari gurunya, Dewi Segala Impian, memendam dendam yang tinggi pada Rajawali
Emas. Sampai saat ini, Dewi Kembang Maut memang
tidak tahu, mengapa gurunya memerintahkannya untuk mencari Mata Malaikat. Tetapi tugas telah diberikan, maka dia akan menjalankan dengan baik. Dan
sampai saat ini pula, Dewi Kembang Maut belum pernah lagi berjumpa dengan gurunya (Untuk lebih jelasnya, silakan baca episode: "Keranda Maut Perenggut Nyawa" dan "Mata Malaikat").
Saat Dewi Kembang Maut sedang menyesali dirinya karena gagal memburu Mata Malaikat mendadak
saja pandangannya menangkap dua sosok tubuh yang
berkelebat ke arahnya. Sesaat gadis ini terperangah
dan hendak melompat bersembunyi. Tetapi dua orang
yang baru datang itu sudah tiba di hadapannya.
Yang mengenakan topeng perak dan pakaian
berwarna kuning cemerlang bertanya dengan nada
menyentak, "Anak gadis! Lihatkah kau seorang lelaki mengenakan pakaian hijau
penuh tambalan membopong sosok nenek tua?"
Untuk sesaat, Dewi Kembang Maut tak segera
menjawab. Dipandanginya orang yang baru datang,
dan tak lain Dewi Topeng Perak serta Sandang Kutung
adanya, satu persatu.
Dewi Topeng Perak yang penasaran ingin memperjelas dugaannya tentang orang yang menyambar
Bidadari Hati Kejam tadi, segera mengeluarkan bentakan pula, "Anak gadis! Bila telingamu tidak tuli, lebih baik cepat jawab apa
yang kutanyakan.
Kendati hatinya gusar dibentak sedemikian rupa, tetapi Dewi Kembang Maut segera menindihnya. Sambil
menjawab, dibuka kedua matanya lebih lebar ke depan. Sekejap tadi, saat kedua orang ini datang, dia melihat satu pandangan aneh
pada orang yang berpupur
putih. "Perempuan bertopeng perak! Apa yang kau tanyakan tadi bisa kujawab.
Terus terang, aku melihat
orang yang kau maksudkan."
"Ke mana dia pergi?" cecar Dewi Topeng Perak bernafsu.
"Aku mengikuti larinya orang itu sampai di sini.
Dan di sini pula aku gagal menemukannya."
"Jahanam! Siapa pun orang yang telah menyelamatkan Bidadari Hati Kejam dari kematian, akan
kubunuh dan kucincang dia!!" geramnya dan mengalihkan pandangan kembali pada Dewi Kembang Maut.
Kali ini bertanya dengan nada dingin, "Anak gadis! Tadi kau mengatakan, kalau
kau mengejarnya pula. Urusan
apa kau mengejar orang itu" Dan aku yakin, tentunya
kau mengenal orang yang kau kejar, bukan?"
"Melihat tongkrongannya, jelas dia bukan perempuan sembarangan meskipun aku tidak tahu bagaimana rupanya. Juga siapa orang berpupur putih
yang mengenakan pakaian coklat gombrang itu" Masing-masing orang seperti menutupi dirinya. Yang satu
dengan topeng perak, yang satu lagi dengan pupur putih yang tebal," batin Dewi Kembang Maut sambil
memperhatikan keduanya. Otaknya sejenak berpikir
untuk menjawab pertanyaan orang bertopeng perak.
Lalu katanya setelah menemukan jawaban yang menurutnya tepat, "Aku tidak tahu siapa orang yang kukejar tadi. Kalaupun aku
mengejarnya, karena aku ingin ta-hu siapa dia. Terutama, keluar dari hutan
celaka ini"
"Jangan menjual omongan di hadapanku!!" sentak Dewi Topeng Perak keras. Tangannya menunding
ke arah Dewi Kembang Maut yang mengkelap dengan
merapatkan kedua rahangnya. Tetapi lagi-lagi ditindih
segala kegusaran yang melanda dirinya.
"Perempuan bertopeng perak. Tanya yang kau
ajukan sudah kujawab. Kalau kau menduga aku
hanya menjual omongan, tak ada sama sekali urusannya denganku."
Membesi wajah di balik topeng perak mendapati
jawaban orang. Saat ini, Dewi Topeng Perak memang
dilanda kegusaran karena keinginannya untuk membunuh Bidadari Hati Kejam dihentikan oleh orang yang
tiba-tiba muncul. Di samping itu pula, dia penasaran
untuk membuktikan segala dugaannya, kalau orang
yang menolong Bidadari Hati Kejam adalah Mata Malaikat. Dan tanpa sepengetahuan ketiga orang itu, satu sosok tubuh penuh bulu sudah mendekam di bawah semak Sepasang matanya yang memerah memperhatikan orang-orang itu.
"Anak gadis! Omonganmu membuat perutku terasa mual! Sekali lagi kau bicara kurang ajar, tubuhmu akan sejajar dengan tanah!!" bentaknya dengan
suara menyentak keras, hingga beberapa dedaunan
dari beberapa pohon luruh berguguran.
Dewi Kembang Maut pun merasakan getaran
yang cukup keras itu. Diam-diam, dialirkan tenaga dalamnya pada kedua tangannya. Bersiap-siap bila urusan akan menjadi panjang.
Lalu katanya dengan kedua mata terpentang,
"Bicaramu pun tak membuatku enak, Orang bertopeng perak! Cara bertanyamu
membuatku mual. Bahkan
aku hendak muntah sekarang!"
"Gadis keparaaaattt!!"
Dewi Topeng Perak mengangkat tangan kanannya, siap melepaskan satu pukulan untuk menghajar
Dewi Kembang Maut. Tetapi gerakan itu urung dilakukannya ketika terdengar suara Sandang Kutung.
"Tahan! Urusan kita tak ada urusannya dengan
gadis ini. Kita memang gagal untuk memburu orang
yang menyelamatkan Bidadari Hati Kejam. Tetapi, bukan berarti kita gagal untuk melacak jejak Mata Malaikat. Dewi Topeng Perak, katakan terus terang, kalau
kau pun menduga yang sama denganku, bukan?"
Dewi Topeng Perak menolehkan kepala pada
orang berpupur putih yang berdiri di sisi kirinya. Pandangannya nampak membulat
geram. Menyusul katakatanya yang dingin sambil menurunkan tangan kanannya lagi, "Apa maksud ucapanmu itu, hah" Jangan menduga bila kau tidak tahu
secara pasti!"
"Aku yakin, kau memikirkan hal yang sama
dengan yang kupikirkan tentang orang yang menyelamatkan Bidadari Hati Kejam. Jangan membuka mulut
dulu. Saat ini lebih baik kita bersatu, tetapi untuk sementara. Ingat, hanya
sementara."
"Katakan apa maksudmu"!" sentak Dewi" Topeng Perak sementara Dewi Kembang Maut
hanya memperhatikan dengan kedua tangan yang masih terangkum tenaga dalam.
Sandang Kutung maju selangkah. Sambil memandang kejauhan, dia menjawab, "Kau memikirkan
hal yang sama dengan yang kupikirkan. Kalau orang
yang menyelamatkan Bidadari Hati Kejam adalah Mata
Malaikat."
Terperangah dan mundur satu langkah Dewi
Topeng Perak mendapati kata-kata itu. Untuk sesaat
dia terdiam dengan dada bergerak naik turun.
Lalu katanya, kali ini dengan nada suara tak
lagi menyentak, "Aku mengaku. Apa yang kau katakan itu benar."
Sandang Kutung menoleh pada Dewi Kembang
Maut. "Anak gadis! Kau pun tentunya tahu, kalau
orang yang kau lihat tadi adalah Mata Malaikat."
Merasa Dewi Topeng Perak bisa ditenangkan
oleh orang yang disebut Sandang Kutung itu, Dewi
Kembang Maut menganggukkan kepala. Toh Dewi Topeng Perak sudah berterus terang.
"Berarti, kita semua yang berada di sini mencari orang yang sama untuk membuat perhitungan. Tak
perlu saling membuka diri urusan apa yang membuat
kita mencari orang yang sama. Hal itu biarlah jadi pikiran dan perasaan dalam
dada. Dan yang terbaik untuk
saat ini, bersatu guna menghancurkan Mata Malaikat."
Belum lagi ada jawaban dari Dewi Topeng Perak
atau Dewi Kembang Maut, satu hawa panas menderu
dari belakang mereka.
Wrrrr! Menyusul api besar yang membakar semak berjarak tiga tombak di belakang orang-orang itu. Ranggasan semak belukar langsung terbakar hebat. Seketika, tempat yang gelap itu menjadi terang benderang.
Masing-masing orang menolehkan kepala dengan pandangan terkejut. Di lain kejap, terdengar suara gerengan yang sangat
keras. Menyusul satu sosok tubuh yang penuh bulu melompat dan berlalu dari sana.
"Hei" Sandang Kutung tersadar dari keterkeju-tannya dan mencoba mengejar orang
penuh bulu yang
berkelebat tadi. Kendati hanya sekelebatan, Sandang
Kutung bisa melihat kalau orang itu bergerak seperti
seekor serigala. Bahkan dilihatnya pula mata orang itu memerah dan deretan gigi
yang meruncing.
Setelah berkelebatnya orang penuh bulu tadi,
mendadak satu gulungan deras menderu di tanah.
Menyusur ranggasan semak yang terbakar tadi.
Begitu terlewati, api-api yang masih berkobar
langsung padam. Kembali kegelapan melanda tempat
itu. Dalam Waktu beberapa kejap saja, di hadapan
Dewi Topeng Perak, Sandang Kutung, dan Dewi Kembang Maut, telah berdiri dua sosok tubuh.
Yang bergulung di tanah tadi, seorang lelaki
bertubuh cebol. Kepalanya yang agak lonjong, hanya
di-tumbuhi beberapa helai rambut saja. Apa yang ada
di wajahnya serba besar. Mengenakan celana pangsi
warna hitam. Dengan gaya angkuh dan kedua mata
melotot ke depan, orang cebol ini melipat kedua tangannya di dada.
Sementara yang satu lagi, yang melepaskan
sambaran api tadi, seorang perempuan setengah baya
yang masih kelihatan cantik. Bibirnya merah diberi
pemoles. Sepasang matanya teduh dan lembut, namun
terkadang bersinar garang. Rambutnya panjang sebahu, diberi ikat kepala di kening berwarna merah. Pakaian yang dikenakannya pun berwarna merah. Terbuka di bagian bahu dan terbelah hingga pangkal paha, memperlihatkan bungkahan kedua pahanya yang
gempal dan putih mulus.
***

Rajawali Emas 11 Jejak-jejak Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Untuk beberapa saat, orang-orang yang sebelumnya berada di tempat itu memandang ke depan.
Terdengar desisan dari mulut Dewi Topeng Perak, "Bocah Maut dan Ratu Api."
Lelaki cebol tak berbaju itu memang Bocah
Maut dan perempuan setengah baya yang mengenakan
pakaian merah memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya karena pakaian yang dikenakannya terbuka di sana-sini, memang Ratu Api adanya.
Seperti diceritakan pada episode: "Mata Malaikat", Ratu Api dan Bocah Maut telah bertemu dengan Rajawali Emas yang sebelumnya
bertemu dengan Mata
Malaikat. Karena Rajawali Emas tak mau mengatakan
ke mana perginya Mata Malaikat, pertarungan pun tak
dapat dihindarkan. Tetapi, Ratu Api dan Bocah Maut
berhasil dikalahkan oleh pemuda dari Gunung Rajawali itu. Bahkan Bocah Mau terkena tenaga surya yang
sangat panas. Saat itulah muncul Dewi Topeng Perak
menyelamatkan nyawa Bocah Maut.
Bocah Maut berkata, "Tak kusangka kalau kita
bertemu lagi, Dewi Topeng Perak. Kuucapkan terima
kasih karena kau menyelamatkan diriku."
Dewi Topeng Perak hanya memperdengarkan'
dengusan. Ratu Api yang sebelumnya bermaksud menahan Dewi Topeng Perak saat perempuan itu menolong Bocah Maut dari hawa panas yang mendera tubuhnya, mengatupkan kedua tangan di dada.
"Dewi Topeng Perak. Rasanya, kita memang harus bertemu kembali. Dan sejak tadi kami mendengar
kalau masing-masing orang yang berada di sini mencari Mata Malaikat. Mungkin pula mencari Hantu Seribu
Tangan. Rasanya, lebih baik kita bergabung untuk
menambah kekuatan."
Kembali Dewi Topeng Perak mendengus.
Sandang Kutung berkata, "Ratu Api, ada pertanyaan yang mengganjal. Mengapa kau melepaskan apiapimu hingga membakar ranggasan semak?"
"Ketika kami tak sengaja menuju tempat ini,
Bocah Maut mendengar percakapan kalian. Dan dia
mengenal suara sahabatnya, Dewi Topeng Perak.
Tatkala kami tiba di sini, aku melihat seseorang yang penuh bulu di balik sebuah
semak. Dan melihat caranya mendekam yang sebenarnya cukup aneh, aku
yakin dia tengah memperdengarkan percakapan kalian. Makanya, aku langsung menyerangnya. Tetapi,
orang itu sangat gesit dan bergerak tak ubahnya seekor serigala."
Tanpa sadar, Sandang Kutung dan Dewi Topeng Perak saling berpandangan. "Bergerak seperti seekor serigala?" ulang
Sandang Kutung sambil mengalihkan pandangannya lagi pada Ratu Api.
"Betul. Mengherankan sebenarnya. Aku jadi teringat, akan orang yang dijuluki Manusia Serigala."
Sementara Dewi Topeng Perak membatin,
"Aneh! Apakah Manusia Serigala itu benar-benar ada"
Mengapa aku tak mengetahuinya" Dan sejak kapan
manusia aneh itu berada di sini?" Kejap lain dia sudah ajukan pertanyaan, "Bocah
Maut dan Ratu Api. Apakah kalian sudah berjumpa kembali dengan Rajawali
Emas yang tengah memburu Hantu Seribu Tangan?"
Kedua orang yang ditanya sama-sama menggelengkan kepala.
"Tidak. Pemuda itu telah menorehkan dendam
tinggi di hatiku," kata Ratu Api. "Dan perlu diketahui, kalau pemuda itu
sepertinya ada hubungan dengan
Mata Malaikat."
Dewi Kembang Maut yang sejak tadi terdiam
membatin, "Bila yang dikatakan perempuan berjuluk Ratu Api ini benar, berarti
Rajawali Emas memang ta-hu di mana Mata Malaikat berada. Keparat! Aku juga
punya urusan dengannya. Hanya saja... di mana saat
ini Guru berada" Mengapa tak kuketahui mana rimbanya?" Bocah Maut berkata sambil mendongakkan kepala, "Masing-masing orang
telah tiba di tempat ini dan mempunyai tujuan mencari Mata Malaikat Ku dengar
kalian tadi membicarakan Mata Malaikat yang menyelamatkan Bidadari Hati Kejam. Rasanya, lebih baik kita segera memburu manusia celaka yang banyak memancing permusuhan karena tindakan sialannya! Juga... mengenai Hantu Seribu Tangan. Terus terang,
aku mulai tertarik dengan Keranda Maut Perenggut
Nyawa. Dan berkeinginan keras melihat Rajawali Emas
terkapar di tanah."
"Kalau memang tak ada urusan yang perlu dibicarakan, sebaiknya kita menuju Goa Seratus Laknat," kata Sandang Kutung. "Kudengar pula kalau Ma-ta Malaikat mulai tertarik
untuk mengetahui tentang
Keranda Maut Perenggut Nyawa yang dimiliki kakak
seperguruannya itu."
Tak ada yang membuka suara. Untuk sesaat
tempat itu direjam kesunyian.
Dewi Topeng Perak berkata memecah kesunyian, "Usul yang dikatakan Sandang Kutung memang
benar adanya. Sebaiknya, kita segera berangkat."
Mendahului yang lain, perempuan bertopeng
perak ini sudah bergerak.
Malam terus merangkak menuju pagi.
* * * Bab 9 "DIAH... apakah kau tahu tempat ini?" pertanyaan itu keluar dari mulut seorang
pemuda yang mengenakan
pakaian putih bersih. Pemuda yang tak lain Pendekar
Judi adanya, mengedarkan pandangannya ke seantero tempat. Di sekelilingnya dipenuhi dengan jajaran
pepohonan tinggi dan ranggasan semak belukar.
Jalan setapak nampak tumpang tindih sukar
ditentukan arah mana yang bisa dipakai untuk melangkah. Angin yang menggeresek dedaunan, seperti
menebarkan rintihan memilukan. Setelah beberapa
saat, dialihkan pandangannya pada gadis yang berdiri
disisinya. Merasa Pendekar Judi membutuhkan jawaban,
Diah Srinti alias Angin Racun Barat menatap sambil
menggelengkan kepala.
"Aku tidak tahu." Lalu diedarkan pula pandangannya. "Hutan ini cukup
menyeramkan, Kang Cakra.
Aku merasa seperti diintai oleh puluhan pasang mata."
Saat ini, hari sebenarnya sudah memasuki
siang. Matahari sudah sepenggalah. Karena begitu lebat dan tinggi jajaran pohon di hutan itu, hanya sedikit sekali sinar matahari yang bisa tembus hingga ke
tanah. "Aku pun merasakan hal itu pula, Diah. Ah, tak seharusnya aku meneruskan
langkah menjalankan
perintah Guru yang belum kuselesaikan gara-gara Iblis
Seribu Muka. Di mana orang laknat yang membuatku
hampir celaka itu?"
"Kang Cakra, kau tak perlu memikirkan urusan
Iblis Seribu Muka, Saat ini yang terbaik adalah menjalankan perintah gurumu yang terabaikan. Ini merupakan jalan yang tepat kendati kau belum kembali ke
Lembah Sumur Tua," sahut Angin Racun Barat dengan pandangan lekat pada pemuda
yang dicintainya.
'Tetapi, Guru hanya memberikan waktu kepada
ku selama tiga bulan, Diah."
"Aku paham. Hanya saja tugas belum kau laksanakan gara-gara Iblis Seribu Muka. Tentunya, Eyang
Malaikat Judi akan mengerti mengapa kau cukup lama
meninggalkan Lembah Sumur Tua."
Setelah Pendekar Judi merasa pulih keadaannya, dia memutuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Menjalankan perintah gurunya, Peramal Sakti atau
yang dikenal pula dengan julukan Malaikat Judi. Sebenarnya, Pendekar Judi tak menghendaki Angin Racun Barat ikut serta dengannya. Tetapi mengingat kalau nyawanya telah diselamatkan oleh murid Iblis Cadas Siluman ini, dia pun akhirnya menyetujui permintaan Angin Racun Barat untuk ikut dengannya.
Selama beberapa hari, kedua muda-mudi ini terus melangkah tanpa tahu tujuan yang pasti. Hanya
yang jelas, Pendekar Judi tengah melacak jejak Hantu
Seribu Tangan. Dan tanpa keduanya sadari, mereka
sebenarnya telah tiba di Hutan Seratus Kematian di
bagian utara. Pendekar Judi hanya menganggukkan kepala
mendapati kata-kata Angin Racun Barat. Sedikit banyaknya, perasaannya menjadi gundah mengingat dia
tak bisa mencintai gadis ini sebagaimana layaknya
seorang pria dan wanita. Tetapi apa hendak dikata,
mengingat gadis ini pernah menolongnya, dia jadi tak
tega untuk menolak keinginan gadis ini ikut dengannya. Dalam hatinya, Pendekar Judi merasa berhutang
nyawa kendati dia yakin Angin Racun Barat ikhlas
menolongnya. Kembali pemuda tampan ini mengedarkan pandangan ke sekelilingnya.
"Diah.... Apa pun hutan ini namanya, sebaiknya kita menerobos saja. Mungkin pula inilah yang
disebut Hutan Seratus Kematian, seperti yang dikatakan guruku."
"Kemungkinan itu bisa jadi, Kang Cakra. Karena, dari beberapa hutan yang kita lalui, hanya hutan
ini yang seperti menebarkan kekuatan mistis yang
mengerikan."
Masing-masing orang kembali mengedarkan
pandangan.' "Kalau memang benar hutan ini adalah Hutan
Seratus Kematian, berarti, Padang Seratus Dosa harus
kita temukan, sebagai jalan menuju Goa Seratus Laknat. Kalau begitu, lebih baik kita segera meneruskan
langkah, Diah."
"Ya. Aku tidak mau sampai kemalaman di hutan celaka ini. Paling tidak...."
Kata-kata Angin Racun Barat terputus tatkala
terdengar suara yang cukup keras diiringi tawa renyah, menggema di tempat itu,
"Hhhh! "Rupanya kau sedang enak-enakan sini", ya" Pantas kau mendahului meninggalkan kami"
Tidak tahunya ada gadis jelita yang hendak kau jumpai dan siap berkencan denganmu?"
Pendekar Judi dan Angin Racun Barat seketika
membalikkan tubuh. Masing-masing orang melihat
dua sosok tubuh yang melangkah perlahan ke arah
Dendam Datuk Geni 1 Iblis Dan Bidadari Karya Kho Ping Hoo Pusaka Negeri Tayli 9

Cari Blog Ini