Ceritasilat Novel Online

Lingkaran Kematian 2

Rajawali Emas 45. Lingkaran Kematian Bagian 2


"Kau menjadi penghangat tubuhku, manis ... Dewi Penebar Sukma makin terkikik.
- Bab 6 PAGI kembali datang dalam kehidupan manusia. Begitu jernih dan indahnya sinar matahari yang masih muda. Udara masih terasa dingin. Butiran embun masih menggayut manja di dedaunan. Rajawali Emas memandang Puspitorini yang baru saja selesai bersemadi. Saat ini mereka berada disebuah tempat yang dipenuhi dengan bebatuan. Sejarak lima puluh langkah di hadapan mereka, berdiri sebuah perbukitan indah. "Bagaimana keadaanmu, Nek?" tanya Tirta kemudian. Dipandanginya Puspitorini yang masih duduk berlutut. Si nenek menengadah dan mengangguk. "Aku hanya kehilangan sedikit tenaga dalamku. Tetapi sekarang sudah pulih kembali," sahutnya dan perlahan-lahan berdiri. "Syukurlah kalau begitu. O ya... kendati aku telah menangkap apa yang terjadi sebelumnya antara kau dengan orang berjuluk Iblis Halilintar, maukah kau menjelaskannya kepadaku semua persoalan itu?" Puspitorini tak segera menjawab. Dia arahkan pandangan pada perbukitan indah yang jauh dari tempatnya berdiri.
"Jejakku untuk mencari Pangeran Liang Lahat yang telah membunuh Pendekar Kail, rupanya tak semudah yang kuduga. Perjumpaanku dengan Utusan Kematian Pulau Neraka, semakin meyakinkan diriku kalau apa yang dikatakan Dewa Baju Putih tentang Pangeran Liang Lahat benar adanya. Orangitu memang berasal dari Pulau Neraka. Dan sekarang... ah, tak kusangka kalau aku berjumpa kembali dengan Iblis Halilintar." Karena merasa pemuda berpakaian keemasan di hadapannya masih menunggu jawabannya, masih memandang kekejauhan Puspitorini berkata,"Iblis Halilintar adalah tokoh sesat yang banyak turunkan tangan telengas hingga tak terhitung jumlah korban akibat perbuatannya. Banyak tokoh golongan putih yang berusaha untuk hentikan sepak terjangnya. Dan salah seorang dari mereka adalah Bidadari Kipas Maut dan Pendekar Kail. Kendati dikeroyok, Iblis Halilintar masih berhasil meloloskan diri. Mengenai diriku, dia pernah datang kepadaku menanyakan di mana Pendekar Kail berada. Sudah tentu aku tak mau mengatakannya hingga pertarungan terjadi." Sejenak Puspitorini terdiam. Dia membayangkan lagi peristiwa lalu yang dialaminya. Lamat-lamat dia menyambung, "Dalam pertarungan itu, aku mampu mengalahkannya. Akan tetapi setelah dia keluarkan ilmu 'Bahana Saketi' yang dimilikinya, keadaan berbalik. Aku menjadi terpojok dan dapat dikalahkan. Masih beruntung aku berhasil meloloskan di
Tirta tak buka suara tetapi berkata dalam hati, "Sebelumnya aku juga melihat kalau nenek ini mampu menandingi kehebatan tongkat dan ilmu guntur yang dimiliki Iblis Halilintar. Tetapi ketika orang itu berteriak, dia baru kelihatan terdesak. Hebat! ilmu 'Bahana Saketi'!"
Didengarnya lagi kata-kata Puspitorini, "Rupanya Iblis Halilintar masih menyimpan dendam dalam terhadap Bidadari Kipas Maut, Pendekar Kail dan diriku. Kali ini dia muncul kembali hanya untuk menuntaskan dendamnya."
"Dari apa yang diucapkannya, nampaknya Iblis Halilintar telah berjumpa dengan Bidadari Kipas Maut tetapi dia gagal membunuhnya karena seseorang telah menolongnya. Tahukah kau, siapa kira-kira orang yang melakukannya?"
Puspitorini menggeleng. "Sulit kukatakan siapa yang telah menolongnya. Tetapi... ada satu dugaanku, kalau orang itu adalah...." Puspitorini memutus ucapannya sendiri. Seperti coba yakinkan dirinya sendiri, perlahan-lahan dia menyambung, "Kalau memang dugaanku ini benar, orang itu dalah Dewa Baju Putih. Lelaki yang pernah dan masih -mencintai Bidadari Kipas Maut. Tetapi terlalu bodoh untuk utarakan cintanya padahal Bidadari Kipas Maut kala itu juga mencintainya...."
"Dewa Baju Putih" Bagaimana kau bisa menduga seperti itu?"tanya Tirta.
"Itu hanya kemungkinan belaka. Aku tak bisa memastikannya. Namun yang perlu ditegaskan, kalau Iblis Halilintar akan tetap memburu Bidadari KipasMaut. Ini sangat membahayakan keselamatannya. Terutama mengingat dia sedang melacak Pangeran Liang Lahat." Tak ada yang keluarkan suara lagi. Masing-masing orang hanya saling tatap dan dipenuhi pikiran masing masing. Tirta berpikir,
"Bila memang dugaan Nenek Puspitorini benar kalau Bidadari Kipas Maut saat ini bersama-sama Dewa Baju Putih, kemungkinannya dia dapat terhindar dari Iblis Halilintar. Paling tidak, Dewa Baju Putih akan membantunya. Tetapi meskipun begitu ancaman yang datang bukan hanya dari Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka. Iblis Halilintarjuga akan menjadi momok yang mengerikan...." Dilain pihak nenek bertubuh agak bungkuk dengan tiga buah bunga mawar merah pada rambutnya berpikir, "Kehadiran Iblis Halilintar akan menambah pertikaian yang terjadi. Aku harus hindari orang itu dan tetap akan memburu Pangeran Liang Lahat...." Keheningan itu terus berlanjut. Beberapa helai daun berguguran terkena hembusan angin. Pagi muda mulai beranjak. Matahari perlahan-lahan naik. Keheningan itu terpecahkan oleh suara Tirta,"Nek! Bila kita berdiam di sini terus, itu artinya kita akan banyak membuang waktu! Menurutku, bagaimana bila kita membagi tugas?"
Puspitorini memandang anak muda itu dalam-dalam.
"Katakan!" "Kehadiran Iblis Halilintar akan menambah kekacauan belaka. Itu artinya, pelacakan kita untuk menemukan dan menghentikan sepak terjang Pangeran Liang Lahat akan terhambat. Lebih berbahaya lagi bila Iblis Halilintar kemudian bergabung dengan Pangeran Liang Lahat, yang seperti kita ketahui sedang mencari orang-orang rimba persilatan untuk dijadikan sebagai budaknya. Kita sama-sama belum mengetahui apa rencana sebenarnya dari Pangeran Liang Lahat yang mencari tokoh-tokoh persilatan untuk menjadi budaknya.
Tetapi yang pasti, Pelarian Pulau Neraka itu memiliki
dendam pada tempat tinggalnya sendiri. Itu artinya, setelah berhasil mengumpulkan para tokoh sebagai budaknya dia akan kembali ke Pulau Neraka untuk laksanakan rencana sebenarnya. Jadi maksudku...."
Tirta tarik napas dulu sebelum melanjutkan,
"Saat ini, kita sama-sama sedang mencari Pangeran Liang Lahat. Kalau tujuanmu mencarinya untuk membalas kematian adik seperguruanmu, sementara aku untuk menghentikan sepak terjangnya! Sekarang, biariah aku yang mencarinya sementara kau mencari Bidadari Kipas Maut yang kemungkinannya bersama-sama dengan Dewa Baju Putih! Mengenai Iblis Halilintar, untuk sementara kita lupakan dulu. Bukan mengecilkan ilmu yang kaumiliki, tetapi kausendiri mengatakan kalau kau sulit menghadapi ilmu 'Bahana Saketi miliknya."
Puspitorini hanya mengangguk-angguk. Dia setuju dengan usul Tirta. Tirta melanjutkan,
"Tetapi kita juga jangan melupakan kehadiran Utusan Kematian Pulau Neraka. Kendati tujuan mereka hanya untuk membunuh Pangeran Liang Lahat, tetapi mereka tetap akan menjadi momok yang mengerikan. Bukan hanya aku saja yang telah mengalaminya, kau sendiri juga sudah merasakan kekejian kedua utusan Pulau Neraka itu!"
"Kau benar, Anak muda! Ya, aku setuju dengan usulmu itu! Setelah kutemukan Bidadari Kipas Maut dan barangkali memang bersama Dewa Baju Pu tih, aku akan mencarimu untuk sama-sama melacak Pa ngeran Liang Lahat!" Kali ini Tirta terdiam. Sesungguhny a, di dasar hati kecilnya dia merasa tak yakin dapat me lakukan apa yang direncanakannya. Kehebatan Panger an Liang Lahat telah dirasakannya. Meskipun demikian, anak muda ini tak mau urungkan segala niatnya. Dia ta k butuhpeduli kendati dia harus tewas! Lalu katanya,
"Baiklah kalau begitu! Sebaiknya kita berpisah di sini!" Puspitorini menganggukkan kepalanya.
"Aku senang berjumpa denganmu, Rajawali Emas! Kau telah membawa angin segar dalam rimba persilatan!" Tirta cuma tersenyum. Puspitorini berkata lagi,
"Kita berpisah disini!"
Habis ucapannya si nenek berpakaian kuning kusam ini sudah balikkan tubuh dan berlari. Baru delapan langkab dia tinggalkan tempatnya semula, mendadak didengarnya teriakan kesakitan yang sangat keras. Serta-merta dia hentikan larinya dan kejap itu pula dia balikkan tubuh.
Terlihat bagaimana sepasang matanya membelalak lebar. Kepalanya menegak dengan kaki surut satu tindak ke belakang.
Di hadapannya, terlihat Rajawali Emas sedang meregang kesakitan!
Untuk sesaat Puspitorini tak melakukan tindakan apa-apa. Dia masih tak mempercayai apa yang dilihatnya. Setelah pulih dari keterkesimaannya, dia segera edarkan pandangan ke sekeliling dengan siaga penuh. Berpikir kalau ada seseorang yang telah lakukan serangan gelap pada Rajawali Emas. Namun setelah tunggu dan memeriksa dia tak menemukan siapa pun di sana. Segera dia kembali ketempat semula dan melihat Rajawali Emas sudah terbanting di atas tanah, bergulingan dengan teriakan kesakitan.
"Astagal Apa yang telah terjadi"!"serunya tak mengerti dan seperti kebingungan untuk lakukan tindakan. Di hadapannya, sosok pemuda berpakaian keemasan terus bergulingan dan berteriak-teriak keras. Dan
tububnya yang sesekali meregang jelas kalau anak muda dari Gunung Rajawali itu sedang menderita kesakitan yang amat sangat. Kembali Puspitorini tersadar. Segera saja dia berkelebat mendekati Tirta. Kaki kanannya dijejakkan pada tanah. Begitu kakinya dijejakkan, tubuh Rajawali Emas berhenti berguling. Rupanya si nenek telah tahan gulingan tubuh Tirta dengan tenaga dalam yang dipancarkan melalui tanah. Namun teriakan-tcriakan kesakitan dari mulut Rajawali Emas terus terdengar. Tubuhnya sudah penuh dengan debu. Keringat sebesar biji jagung keluar membanjiri tubuhnya. Padahal biasanya keringat sebesar dan sekecil apa pun yang keluar akan segera mengering karena pengaruh hawa panas dari tenaga surya yang dimilikinya.
"Tirta! Tirta! Apa yang terjadi"!" seru Puspitorini panik sambil mendekat. Dengan cepat dia menyergap tubuh Tirta dan alirkan tenaga dalamnya. Kendati tubuh Tirta terus berkelojotan namun Puspitorini berhasil memegang kedua kakinya. Akan tetapi dia merasa pasti kalau tenaga dalam yang dikerahkannya tidak masuk ke tubuh si pemuda.
"Astaga! Apakah anak muda ini sedang menderita satu penyakit yang suka mendadak datang" Atau dia sedang terkena kutukan?"desisnya panik dan terus coba alirkan tenaga dalamnya. Lagi-lagi dirasakan kalau tenaga dalam yang dialirkannya sama sekali tak berguna. Selagi Puspitorini berusaha temukan apa pen yebab
yang membuat si anak muda mendadak meregang kesakitan seperti ini, tiba-tiba saja didengarnya desisan Tirta, pelan dan seperti orang mengigau,
"Panas... aku merasa sangat panas...."
"Di bagian mana yang kau rasakan?" seru Puspitorini.
"Cepat kau katakan!"
"Tidak... tidak... aku... aku melihat tempat yang sangat panas... tempat yang gersang dan orang-orang berkulit beraneka warna...." Kening Puspitorini kontan berkerut.
"Astaga! Jangan-jangan dugaanku benar, kalau anak muda ini menderita suatu penyakit yang membuatnya bisa seperti kehilangan kesadaran?" desisnya kaget juga cemas. Didengarnya lagi suara Tirta,
"Tempat itu mengerikan... ada buncahan api di kejauhan... sangat mengerikan...."
"Sejak tadi dia selalu membicarakan sebuah tempat yang panas dan mengerikan... apakah saat ini dia melihat sesuatu yang memang menakutkannya" Tetapi mengapa tubuhnya sampai meregang seperti ini" Apakah...." Kata-kata batin Puspitorini terputus karena mendadak saja anak muda itu mendesis-desis,
"Pegang tanganku... pegang yang kuat...." Tanpa pikir panjang lagi Puspitorini segera memegang tangan kanan Tirta. Begitu dipegangnya, si nenek tersentak dengan kepala menegak.
"Astaga!!"desisnya tertahan.
Karena saat itu pula dia melihat sebuah tempat yang sangat gersang dan mengerikan. Bahkan dirasakan ada hembusan angin panas menerpa tubuhnya.
"Gila! Bagaimana ini bisa terjadi" Tempat apakah itu"!" desisnya agak kecut. Dilihatnya pula muncratan api di beberapa tempat yang membuat tubuhnya agak menggigil. Belum lagi si nenek mengerti apa yang terjadi, mendadak saja dia merasa tubuhnya berputar cepat. Saking cepatnya dirasakan kepalanya sangat pusing. Namun disadarinya betul kalau dia masih memegang tangan Rajawali Emas
Bab 7 Dua sosok tubuh itu melintas cepat melewati pematang sawah. Gerakan keduanya benar-benarsulit diikuti oleh pandangan mata. Bila melihat dari dekat. barulah diketahui kalau orang yang berlari di depan dan memiliki warna kulit serba ungu, sedang memegang tangan orang yang berlari di belakangnya. Menilik gelagat ini, jelaslah kalau orang berkulit serba ungu yang menarik orang di belakangnya hingga cepat berlari. Melewati pematang sawah, mereka menembus ladang jagung. Hanya membutuhkan waktu yang singkat keduanya sudah keluar dari ladang jagung itu. Sepenanakan nasi kemudian, keduanya sudah berdiri ditempat Rajawali Emas dan Puspitorini sebelumnya berada.
"Hebat! Kau sangat hebat!" terdengar seruan diiringi tepukan tangan dari perempuan yang mengenakan pakaian putih tipis hingga memperlihatkan bentuk tubuh dan payudaranya yang tak tertutup apa-apa.
"Seumur hidupku, belum pernah kutemukan orang yang memiliki ilmu peringan tubuh yang begitu tinggi!" Orang berkulit serba ungu yang bukan lain Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka hanya mendengus. Tatapannya tak berkedip pada tanah yang dilihatnya berantakan. Terutama ranggasan semak belukar
yang telah memburai. "Dia telah berhasil menemukan Pulau Neraka...," desisnya pelan, seperti pada dirinya sendiri. Perempuan genit berparas jelita yang bukan lain Dewi Penebar Sukma memandang heran. Lalu dengan senyuman dia bergayut manja pada pundak Pangeran Liang Lahat.
"Siapa yang kau maksudkan telah berhasil menemukan Pulau Neraka?" Pangeran Liang Lahat tak menjawab. Dia justru berkata sendiri lagi,
"Melihat gelagatnya, dia tidak sendirian. Rupanya dia telah berhasil membawa sescorang masuk ke Pulau Neraka. Keparat! Semuanya bisa jadi berantakan! Tapi...." Raut wajahnya yang geram dan bibir yang merapat itu perlahan-lahan menyeringai lebar.
"Dia akan mampus disana!! Berarti rencanaku masih tetap bisa kujalankan!" Dewi Penebar Sukma masih memandang tak mengerti. Kembali dia berkata,"Kau sedang membicarakan siapa?" Kali ini Pan geran Liang Lahat menoleh. Seringaiannya masih namp ak di bibir. Bukannya menjawab dia justru merangkul D ewi Penebar Sukma yang cekikikan. Menciumi sekujur t ubuh perempuan genit itu.
"Hahaha... sangat menyenangkan! Perempuan di sini lebih mengasyikkan daripada di Pulau Neraka!!" Dewi Penebar Sukma mengulangi pertanyaannya
lagi. "Rajawali Emas!"sahut Pangeran Liang Lahat.
"Pemuda keparat itu telah berhasil menemukan dan masuk ke Pulau Neraka! Tetapi... hahahaha!"
"Tetapi apa?" Sudah tentu Pangeran Liang Lahat tak mau mengatakannya. Karena dengan kata lain, dia akan membongkar dustanya sendiri yang mengatakan bila orang yang telah diturunkan ilmu untuk menemukan Pulau Neraka maka kehadirannya tak akan diketahui oleh orangorang Pulau Neraka. Melihat Dewi Penebar Sukma masih penasaran, Pangeran Liang Lahat berkata,
"Dia telah masuk ke Pulau Neraka. Tetapi tanpa diriku, dia akan tersesat di sana..." Jawaban itu sudah memuaskan Dewi Penebar Sukia.
"Pantas kau begitu tergesa-gesa sekali."
"Karena aku tahu kalau saat inilah ilmu yang kuturunkan pada Rajawali Emas dapat berfungsi. Disamping itu, dengan mudah aku akan menemukan di mana orang yang telah kuturunkan ilmuitu. Aku memang terlambat. Tetapi aku senang karena keterlambatanku ini."
"Kalau kau tidak terlambat, apa yang akan kau lakukan?"
"Dia akan kubunuh hingga tak kacaukan seluruh rencanaku! Tetapi dia akan mampus di sana karena tersesat!"sahut Pangeran Liang Lahat sambil tertawa.
Mendadak saja tawanya putus. Kejap itu pula kepalanya dipalingkan ke kanan.
"Ada orang yang datang!!"desisnya.
Dewi Pencbar Sukma menjadi sedikit bersiaga. Belum lagi ada yang bukasuara, sudah terdengar tawa yang membahana disusul dengan kata- kata,
"Bagus kau mengetahui kedatanganku! Tadi kudengar kalian menyebut-nyebut Rajawali Emas! Katakan padaku di mana dia berada" Karena bila tidak, saat ini pula kalian akan kukirim ke neraka!!"
Belum habis ucapan itu terdengar, scorang kakek berpakaian hitam compang-camping telah melompat dari balik ranggasan semak belukar. Saat injakkan lagi kakinya di atas tanah, tak terdengar suara apa-apa. Kakek yang bukan lain Iblis Halilintar ini memandang dingin pada keduanya.
Kalau Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka menggeram tanda tak suka melihat kehadiran si kakek, lain halnya dengan Dewi Penebar Sukma. Begitu mengetahui siapa adanya orang, perempuan berpakaian tipis ini langsung tersenyum.
"Ih! Kupikir siapa" Tidak tahunya kau" Apa kabarmu, Iblis Halilintar?"
Si kakek yang di tangannya terdapat sebuah tongkat bambu beruas-ruas menggeram.
"Di mana Rajawali Emas"!"bentaknya.
"Lho, ho... mengapa harus repot-repot seperti itu" Kita kawan lama! Mengapa kau tak menyapaku, hah"!" sahut Dewi Penebar Sukma sambil tersenyum. Iblis Halilintar yang rupanya menyusul ke mana perginya Rajawali Emas dan Puspitorini hanya mendengus. Kali ini pandangannya diarahkan pada Pangeran Liang Lahat. Untuk beberapa lamasi kakek memandang takberkedip sebelum membatin,
"Kulitnya berwarna serba ungu. mengenakan pakaian, jubah dan ikat kepala berwarna biru gelap. Hemm... menilik cirinya, diakah orang yang berjuluk Pangeran Liang Lahat, yang dikatakan sebagai pelarian dari Pulau Neraka?" Dilain pihak dipandangi tajam seperti itu, Pangeran Liang Lahat mengkelap. Dia segera membentak,
"Kakek terkutuk! Mau apa kau memandangku seperti itu, hah"!" Iblis Halilintar tak hiraukan bentakan orang. Dia justru berkata,
"Orang berkulit serba ungu! Apakah kau orang yang disebut-sebut sebagai biang keladi kekacauan di rimba persilatan ini" Orang dari Pulau Neraka yang berjuluk Pangeran Liang Lahat"!" Merasa orang mengenali siapa dirinya, Pangeran Liang Lahat terbahak-bahak,
"Tidak salah kau kenali siapa orang! Bagus! Sekarang, kau bersiaplah menjadi budakku!!" Ucapan Pangeran Liang Lahat membuat paras Iblis
Halilintar memerah. "Keparat!"makinya keras."Bicaramu sudah kelewat lancang padahal kita baru bertemu! Katakan, di mana Rajawali Emas berada!!" Dewi Penebar Sukma tahu betul akan sifat Iblis Halilintar yang keras kepala. Bahkan dia tahu kalau si kakek bukanlah orang yang gampang diperintah. Sebelum Pangeran Liang Lahat angkat bicara lagi, Dewi Penebar Sukma sudah mendahului,
"Iblis Halilintar... mengapa harus bersikeras seperti itu" Kita sesama kawan. Bahkan kau bisa menjalin sekutu dengan Pangeran Liang Lahat. Aku tahu kalau kau tentunya sedang mencari Bidadari Kipas Maut, lawanmu yang kerapkali membuatmu kerepotan. Apakah...."
"Jangan bicara sembaranganl Perempuan itu yang telah kerepotan menghadapiku!!" Dewi Penebar Sukma tersenyum.
"Ah, kau ini mengapa menjadi perasa sekarang" Ya, ya... aku tahu kalau kau tak bisa dikalahkan oleh Bidadari Kipas Maut. Lantas, mengapa kau begitu bernafsu mencari Rajawali Emas?"
"Jangan campuri urusanku! Katakan saja di mana pemuda keparat itu berada!"
"Dari sikapnya dia jelas punya urusan dengan Rajawali Emas. Ah, mengapa aku harus mencampurinya" Tetapi yang menarik sekarang, aku akan mengajaknya bergabung dengan Pangeran Liang Lahat?" kata Dewi Penebar Sukma dalam hati.
Masih tersenyum dia berkata,
"Sudahlah, kau tak perlu bersikeras mencari Rajawali Emas. Ada satu hal yang sangat menarik." Iblis Halilintar cuma mendengus.
"Bila saja aku tak mengenal Dewi Penebar Sukma, sudah kubunuh dia! Juga orang berkulit serba ungu yang ucapannya betul-betul memekakkan telingaku!"geramnya dalam hati. Dewi Penebar Sukma menunggu bcbcrapa saat sebelum berkata,
"Saat ini, aku juga sedang mencari Rajawali Emas. Demikian pula halnya dengan Muto Kradak, Perawan Gila, Ratih Durga dan Manusia Segala Murka! Disampingitu kami juga sedang mencari Dewa Baju Putih! Nah! Bukankah sesuatu yang menarik bila kau bergabung dengan kami?" Iblis Halilintar sipitkan sepasang matanya.
"Sejak dulu kukenal perempuan celaka ini memiliki mulut penuh bisa. Bila orang belum mengenalnya secara dalam, mungkin dengan mudah akan terjerat setiap ucapannya. Dan nampaknya dia memang memiliki suatu maksud." Di pihak lain, Pangeran Liang Lahat diam-diam memuji tindakan Dewi Penebar Sukma. Dan bila Iblis Halilintar menolak, maka dia akan membunuh orang itu! Dewi Penebar Sukma berkata lagi,
"Mengapa kau harus berpikir begitu lama" Dengan bergabungnya kita semua, maka kekuatan kita akan berlipatganda! Dan tak
mustahil suatu hari nanti kita yang akan kuasai rimba persilatan!" Iblis Halilintar angkat kepalanya. Matanya tajam menatap Dewi Penebar Sukma yang sedang tersenyum. Bahkan dengan gemulai dia gerakkan kedua bahunya hingga mau tak mau buah dadanya yang montok menggantung dan terpampang jelas karena pakaian yang dikenakannya sangat tipis, menggeliat manja. Sesaat Iblis Halilintar terpesona dan tanpa sadar menelan ludahnya. Tetapi di saat lain dia mendengus.
"Kau tahu kalau selama ini aku lebih senang bekerja sendiri! Aku tidak tertarik dengan segala ajakanmu!" Dewi Penebar Sukma masih tersenyum.
"Kau benar-benar keras kepala. Padahal apa yang akan kita inginkan akan terlaksana mulus."
"Jangan coba pengaruhiku!" hardik Iblis Halilintar keras.
"Siapa yang mempengaruhimu" Heran! Sekian lama tak bertemu ternyata kau makin keras kepala!" Iblis Halilintar mengkelap mendengar kata-kata Dewi Penebar Sukma. Karena dia menangkap nada mengejek di dalamnya. Tetapi karena selama ini dia tak punya urusan dengan Dewi Penebar Sukma, ditindih rasa jengkelnya dalam-dalam. Kendati demikian, suaranya tetap dingin,
"Kuperingatkan kepadamu, juga pada orang berkulit serba ungu itu! Jangan coba-coba mendahuluiku untuk membunuh Bidadari Kipas Maut maupun Rajawali Emas!"
Masih tersenyum dia berkata,
"Sudahlah, kau tak perlu bersikeras mencari Rajawali Emas. Ada satu hal yang sangat menarik."
Iblis Halilintar cuma mendengus.
"Bila saja aku tak mengenal Dewi Penebar Sukma, sudah kubunuh dia! Juga orang berkulit serba ungu yang ucapannya betul-betul memekakkan telingaku!"geramnya dalam hati.
Dewi Penebar Sukma menunggu beberapa saat sebelum berkata,
"Saat ini, aku juga sedang mencari Rajawali Emas. Demikian pula halnya dengan Muto Kradak, Perawan Gila, Ratih Durga dan Manusia Segala Murka! Disampingitu, kami juga sedang mencari Dewa Baju Putih! Nah! Bukankah sesuatu yang menarik bila kau bergabung dengan kami?"
Iblis Halilintar sipitkan sepasang matanya.
"Sejak dulu kukenal perempuan celaka ini memiliki mulut penuh bisa. Bila orang belum mengenalnya secara dalam, mungkin dengan mudah akan terjerat setiap ucapannya. Dan nampaknya dia memang memiliki suatu maksud."
Di pihak lain, Pangeran Liang Lahat diam-diam memuji tindakan Dewi Penebar Sukma. Dan bila Iblis Halilintar menolak, maka dia akan membunuh orang itu!
Dewi Penebar Sukma berkata lagi,
"Mengapa kau harus berpikir begitu lama" Dengan bergabungnya kita semua, maka kekuatan kita akan berlipatganda! Dan tak
mustahil suatu hari nanti kita yang akan kuasai rimba persilatan!" Iblis Halilintar angkat kepalanya. Matanya tajam menatap Dewi Penebar Sukma yang sedang tersenyum. Bahkan dengan gemulai dia gerakkan kedua bahunya hingga mau tak mau buah dadanya yang montok menggantung dan terpampang jelas karena pakaian yang dikcnakannya sangat tipis, menggeliat manja. Sesaat Iblis Halilintar terpesona dan tanpa sadar menelan ludahnya. Tetapi di saat lain dia mendengus.
"Kau tahu kalau selama ini aku lebih senang bekerja sendiri! Aku tidak tertarik dengan segala ajakanmu!" Dewi Penebar Sukma masih tersenyum.
"Kau benar-benar keras kepala. Padahal apa yang akan kita inginkan akan terlaksana mulus."
"Jangan coba pengaruhiku!" hardik Iblis Halilintar keras.
"Siapa yang mempengaruhimu" Heran! Sekian lama tak bertemu ternyata kau makin keras kepala!" Iblis Halilintar mengkelap mendengar kata-kata Dewi Penebar Sukma. Karena dia menangkap nada mengejek di dalamnya. Tetapi karena selama ini dia tak punya urusan dengan Dewi Penebar Sukma, ditindih rasa jengkelnya dalam-dalam. Kendati demikian, suaranya tetap dingin,
"Kuperingatkan kepadamu, juga pada orang berkulit serba ungu itu! Jangan coba-coba mendahuluiku untuk membunuh Bidadari Kipas Maut maupun Rajawali Emas!"Sebelum Dewi Penebar Sukma menyahut, Pangeran Liang Lahat yang tak kuasa menahan amarah melihat sikap Iblis Halilintar merandek,
"Bila aku membunuh keduanya, apa yang akan kau lakukan, hah"!" Serentak Iblis Halilintar arahkan pandangannya pada Pangeran Liang Lahat. Tanpa sadar tangan kanannya yang memegang tongkat hitamnya menekan tongkat itu hingga melesak ke dalam tanah. Sembari berkata dicabutnya tongkat yang sertamerta memuncratkan tanah setinggi pangkal paha,"Kau tak perlu menamengi diri dengan segala macam ucapan! Bila kau mendahuluiku, kau akan mampus!!" Kulit ungu yang dimiliki oleh Pangeran Liang Lahat mendadak sontak seperti makin terang menyala.
"Bagus! Ingin kulihat seperti apa ilmu yang kau punyai!"
"Tunggu!"seru Dewi Penebar Sukma. Iblis Halilintar adalah kawan segolongannya. Dia tak menginginkan ada pertikaian dengan kakek berpakaian hitam compang-camping itu. Lalu dengan sikap manja dia berbisik pada Pangeran Liang Lahat yang menatapnya tajam, : kuurus. Bukankah kau menubutuhkan orang orang hebat untuk menjalankan rencanamu di Pulau Neraka?" Pangeran Liang Lahat hanya perdengarkan dengusan. Dewi Penebar Sukuna berbisik lagi,
"Kakek keparat itu memiliki ilmu teriakan dahsyat yang mengagumkan. Namanya ilmu 'Bahana Saketi'. Dia adalah orang yang
tepat untuk bergabung dengan kita." Pang eran Liang Lahat makin keras mendengus. Dari ucapan Dewi Penebar Sukma, perempuan itu scolah mengatak an kalau dia tak akan sanggup menghadapi ilinu 'Bahan a Saketi' yang dimiliki oleh Iblis Halilintar. Kemudian dia merandek pada Iblis Halilintar,
"Kuberi kesempatan kau untuk bersikap sopan! Bila terlihat kau lancang sedikit saja, jangan salahkan aku bila kau mampus hari ini juga!!" Sebelum Iblis Halilintar sahuti ucapan Pangeran Liang Lahat, Dewi Penebar Sukma buru-buru berkata,
"Jangan gusar... apa yang dikatakannya adalah bentuk lain dari sebuah persahabatan." Lalu sambil gerakkan dadanya yang bergoyang menantang, perempuan berpakaian tipis ini mendekati Iblis Halilintar. Berdiri sejarak tiga langkah, Iblis Halilintar dapat melihai lebih jelas bentuk tubuh indah milik Dewi PenebarSukma. Mata tuanya tak berkedip pada buah dada si perempuan yang begitu menjanjikan dan seperti bandul bergerak pelan, siap menanti jamahan tangannya. Dewi Penebar Sukma bukannya tidak tahu arti pandangan itu. Tetapi dia berlagak tidak tahu. Lalu katanya,
"Bila kau bergabung dengan kami. kau akan kujamin bukan hanya dapat laksanakan niatmu untuk membunuh Rajawaii Emas dan Bidadari Kipas Maut. Tetapi kau akan mendapatkan sesuatu yang lebih." Masih pandangi buah dada indah di hadapannya, Iblis Halilintar menyahut,
"Tanpa bergabung denganmu
aku tetap akan mampu membunuh Rajawali Emas dan Bidadari Kipas Maut."
"Itu artinya, kau telah membuka urusan dengan Pangeran Liang Lahat."
"Aku tak peduli! Bila tak memandangmu. sudah kubunuh dia sekarang!"
"Dia berasal dari Pulau Neraka. Tempat yang selama ini dianggap oleh kebanyakan orang sebagai sebuah dongeng. Kau tentunya bisa membayangkan kehebatan ilmu dari orang Pulau Neraka itu, bukan?"
"Peduli sejuta setan! Aku tetap tak akan mau bergabung dengannya! Dengan siapa pun juga!" Dewi Penebar Sukma yang sejak semula mencoba bersikap tenang dan tindih kegusarannya, lambat laun tak bisa menahan diri lagi. Dia merasa sikap Iblis Halilintar sudah kelewat batas. Tatapannya yang tadi lembut, manja dan penuh harapan kini berubah menjadi tajam.
"Kau terlalu keras kepala!" Perubahan suara itu membuat Iblis Halilintar alihkan pandangannya dari payudara montok itu pada wajah Dewi Penebar Sukma. Dia melihat kilatan berbahaya pada sepasang mata itu. Ini justru menambah kemuakannya. Sejak tadi dia sebenarnya sudah merasa banyak membuang waktu dengan membuka percakapan. Diyakininya kalau saat ini Rajawali Emas dan Puspitorini sudah semakin menjauh. Sikap orang berkulit serba ungu itu sudah membuatnya muak. Kini ditambah lagi dengan sikap Dewi Penebar Sukma yang membuatnya tak sabar untuk segera hantamkan jotosan. Kalaupun tadi dia masih menindih amarahnya, karena dia masih memandang pada Dewi Penebar Sukma. Tapi keadaan berbicara lain sekarang! Dengan tatapan tak kalah sengitnya dia berseru menantang,
"Mengapa kalau aku keras kepala, hah"! Apakah kau akan lakukan satu tindakan!!" Dewi Penebar Sukma terdiam. Mulutnya merapat hingga sepasang rahangnya terlihat jelas.
"Sejak dulu kita tak pernah terlibat urusan satu sama lain! Tapi sekarang, urusan telah terbuka di depan mata! Sudah saatnya aku merasakan ilmu 'Bahana Saketi'mu yang dikatakan banyak orang sangat hebat!" Habis desisannya, perempuan berpakaian putih tipis itu langsung lancarkan jotosan!
Bab 8 DALAM jarak sedekat itu, seharusnya orang yang diserang akan sulit menghindar. Mungkin memapaki pun tak sempat. Apalagi serangan Dewi Penebar Sukma begitu cepat. Namun Iblis Halilintar justru perlihatkan gerakan yang mengejutkan Dewi Penebar Sukma. Diiringi dengusan pendek, tanpa geser dari tempatnya kakek berpakaian compang-camping itu mendadak sontak putar tongkat hitamnya. | Wuuuut:: Putaran yang dilakukan itu sangat pelan, namun angin yang keluar begitu deras. Dewi Penebar Sukma sesaat tercekat melihat tindakan itu. Diaurungkan niat dan surutkan langkah. Dan kakinya langsung dijejakkan ke atas tanah yang serta merta membuat tubuhnya mencelat ke atas.
"Mampuslah kau!!" makinya geram. Tangan kanannya mendahului menjotos, disusul dengan jejakkan kakinya pada kepala Iblis Halilintar. Orang yang diserang lagi-lagi perlihatkan gerakan aneh sekaligus menakjubkan. Dia hanya majukan tubuhnya sedikit. Lalu dengan cara membelakangi dia menyodok dengan tongkat kusamnya.
"Heeiii!" teriak Dewi Penebar Sukma kaget. Dia
berusaha angkat kaki kanannya yang tadi siap dijejakkan pada kepala Iblis Halilintar. Namun gerakan itu terlambat dilakukan, karena tongkat kusam si kakek sudah membentur pergelangan kakinya yang membuat gerakan tubuhnya agak goyah. Masih untung dia berhasil hinggap dengan mulus di atas tanah. Dan kejap itu pula dia balikkan tubuh sambil perdengarkan bentakan,
"Jahanam sial! Aku akan mengadu jiwa denganmu!!" Tanpa balikkan tubuh, Iblis Halilintar ngakak sekeras-kerasnya.
"Kau hanya akan membuang nyawa percuma, Dewi Penebar Sukma! Lebih baik kau menyingkir dari sini dan membiarkan aku menjalani setiap urusanku!"
"Terkutuk! Kesaktian kakek keparat ini memang luar biasa. Terutama ilmu 'Bahana Saketi' yang dimilikinya. Kendati aku belum pernah bertarung dengannya namun kehebatan ilmu 'Bahana Saketi'sudah sampai di telingaku. Peduli setan! Aku akan tetap mencobanya!!" Memutuskan demikian, Dewi Penebar Sukina se gera berdiri tegak. Sepasang mata indahnya tak berkedip ke depan. Lamat-lamat dari sepasang mata itu terlihat sinar hitam yang kadang menyala dan kadang meredup. Rupanya Dewi Penebar Sukma sudah keluarkan ilmu pamungkasnya yang bernama Tebar Sukma Padamkan Jiwa'. Ilmu dahsyat yang dapat membunuh ia wan tanpa bergerak sedikit pun. Ilmu yang terpancar dari sepasang matanya. Di hadapannya, Iblis Halilintar yang tadi tertawa keras mendadak putuskan tawanya. Mulutnya merapat tatkala dirasakan tubuhnya agak bergetar. Masih tak balikkan tubuh, kakek kejam itu berkata dingin,
"Kurasakan satu getaran hebat dari tubuhmu, Dewi Penebar Sukma! Apakah itu berasal dari ilmu Tebar Sukma Padamkan Jiwa yang mengandalkan kehebatan dari sepasang matamu" Huh! Ilmu picisan yang selama ini kudengar! Kuberi peringatan padamu! Jangan coba-coba serang aku dengan ilmu selokanmu itu bila ingin selamat!" Ancaman Iblis ilalilintar membuat Dewi Penebar Sukma menjadi agak kecut. Sesaat dia memutuskan untuk tidak lancarkan scrangannya. Namun kemarahan telah membaluti dirinya. Dia tak peduli apa yang akan terjadi bila belum mengetahui hasil dari serangannya.
"Peduli setan dengan ucapanmu! Hari ini, aku atau dirimu yang akan berkalang tanah!" bentaknya sengit dan siap lancarkan serangannya. Namun sebelum dilakukannya, terdengar bentakan keras,
"Tahan!!" Dua orang yang berada di sana sama-sama melihat kedepan, ke arah Pangeran Liang Lahat yang tadi keluarkan bentakan. Iblis Halilintar sunggingkan ejekan pada bibirnya.
"Apakah dengan ucapanmu barusan kau yang akan turun tangan menghadapiku" Bagus! Ingin kurasakan kehebatan orang yang mengaku berasal dari Pulau Neraka!"
"Bagus! Hari ini juga kau akan kukirim ke neraka!!" Habis bentakannya, orang berkulit serba ungu itu gerakkan kepalanya ke kanan. Wuuuttttli Serta-merta menyerbu gelombang angin berkekuatan tinggi ke arah Iblis Halilintar. Orang yang diserang perdengarkan dengusan. Dia memperkirakan kekuatan serangan itu sejenak sebelum putar tongkat di tangan kanannya di hadapan dada. Blaaaannmm!! Blaaamm!! Letupan keras terdengar saat dua gelombangangin itu berbenturan. Tanah di mana terjadinya benturan itu seketika membubung naik. Dan tatkala sirap, terlihat sosok Iblis Halilintar sudah surut tiga tindak dari tempat semula. Di pihak lain, Dewi Penebar Sukma melihat jaraknya dengan Iblis Halilintar semakin dekat. Segera saja dia lepaskan serangannya pada si kakek Namun segera diurungkan ketika mendengar ben. takan Pangeran Liang Lahat,
"Jangan turut campur urusanku! Biar kakek itu mampus di tanganku!" Bentakan itu membuat Dewi Penebar Sukma tidak puas. Tetapi dia melangkah menjauh, seperti membiarkan pertarungan keduanya terjadi. Setelah melihat Dewi Penebar Sukma menjauh, Pangeran Liang Lahat kembali gerakkan kepalanya, kali
ini ke kanan dan kiri, tetap dengan kedudukan pada tempatnya. Iblis Halilintar yang tadi merasakan hebatnya dorongan gelombang angin lawan , kali ini segera mencelat ke depan seraya gerakkan to ngkatnya. Disusul dengan ayunan tangan kirinya yang perdengarkan suara salakan guntur yang keras. Begitu benturan terjadi dan masing-masing orang surut lima ti ndak kebelakang, orang berjubah biru gelap itu tiba-tib a saja berteriak. Iblis Halilintar terkesiap tatkala merasa kan gendang telinganya seperti ditekan kuat.
"Hebat!Teriakannya itu tak kalah hebatnya dengan ilmu 'Bahana Saketi milikku!" Sadar bila dia tidak segera bertindak maka kekalahan akan diterimanya, Iblis Halilintar segera perdengarkan ilmu 'Bahana Saketi'nya. Seketika gelombang suara dari Pangeran Liang Lahat tertindih. Orang berkulit ungu itu lipatgandakan serangannya hingga yang terjadi kemudian, dua teriakan yang sama-sama mengandung tenaga dalam beradu di udara. Dan berakhir dengan letupan sangat keras. Akibat letupan itu terlihat sosok Iblis Halilintar terdorong lima tindak kebelakang. Sementara didepan, Pangeran Liang Lahat nampak tergontai-gontai Disusul teriakan membahana dia berhasil kuasai keseimbangannya. Melihat lawan tergontai-gontai seperti itu, segera
berkumandang tawa Iblis Halilintar.
"Hanya segitu sajakah kehebatan orang Pulau Neraka"!" ejeknya keras. Mengkelap paras Pangeran Liang Lahat. Mulutnya merapat dengan rahang mengeras.
"Kau akan menyesali ucapanmu!!" Usai bentakannya orang ini tarik napas dalam-dalam hingga ada gelombang hawa panas yang mendadak terangkat naik ke ubun-ubunnya. Dengan pandangan bertambah dingin dan penuh ancaman bahaya, hawa panas yang tadi hinggap di ubun-ubunnya diturunkan perlahan-lahan melalui gerakan aliran darah pada wajah yang seketika makin pancarkan sinar ungu. Lalu terlihat mulutnya agak monyong sedikit dan saat itulah terdengar siulan yang mengalun lembut. Di seberang, sesaat Iblis Halilintar terperangah. Tanpa sadar dia segera rangkapkan kedua tangannya di depan dada dengan tubuh agak bergetar. Sepasang telinganya terasa sangat sakit terkena alunan siulan lembut yang dilakukan orang berkulit serba ungu.
"Astaganaga! Siulan apa ini" Sangat lembut tetapi sangat sakit di telingaku! Gila! Gila" makinya berulang kali dalam hati. Tak mau mengalami penderitaan lebih lama, kembali Iblis Halilintar keluarkan ilmu 'Bahana Saketi'nya. Kontan saat itu pula teriakan keras bertemu dengan siulan lembut. Terjadinya gulung menggulung antara teriakan dan
| siulan itu menyebabkan tanah berulangkali meletup dan
muncrat ke udara. Akibat lain yang terjadi, sosok Dewi Penebar Sukma bergetar hebat. Perempuan genit berpakaian tipis ini rangkapkan kedua tangan didepan dada seraya alirkan tenaga dalamnya untuk hindari teriakan dan siulan yang menerpa gendang telinganya. Namun kekuatan dahsyat dari dua serangan yang bertemu itu membuat Dewi Penebar Sukma yang terkena getah. Tubuhnya makin hebat bergetar. Saking kerasnya bentrokan yang terjadi didalam dirinya antara tenaga dalam yang dialirkan menghadapi teriakan dan siulan yang menerpanya, dari sela-sela bibirnya sampai keluarkan darah. Dipihak lain, teriakan dari ilmu 'Bahana Saketi' dan siulan dari ilmu Siulan Kematian' semakin ganas menggebah. Berbentrokan ganas. Cukup lama adu kekuatan itu berlangsung hingga terlihat perlahan-lahan Iblis Halilintar surut ke belakang dengan wajah menekuk menahan sakit. Tiga kejapan mata kemudian, kakek berpakaian hitam compang-camping ini sudah tak mampu lagi kuasai keseimbangannya. Mendadak sontak dia terlempar ke belakang dan menghantam sebatang pohon! Saking kerasnya pohon itu sampai bergetar dan menggugurkan sebagian dedaunannya. Sementara tongkat kusam yang dipegangnya hampir terlepas. Melihat lawannya dalam keadaan tak berdaya, Pangeran Liang Lahat sudah menggebrak ke depan. Di
iringi siulannya yang makin menyiksa Iblis Halilin
tar, tangan kanannya diayunkan ke arah kepala si kakek. Iblis Halilintar masih bisa halangi jotosan itu dengan putaran tongkatnya. Namun sergapan siulan lembut yang dirasakan sangat keras ditelinganya, membuatnya terlempar lagi ke belakang. Napasnya memburu dengan kepanikan luar biasa. Sepasang matanya terbeliak-beliak. Dadanya naik turun. Yang mengerikan dari apa yang terjadi terhadapnya, dari kedua telinga dan bibirnya mengalir darah hitam kental pertanda dia telah terluka dalam. Tenaganya semakin melemah akibat tak kuasa lagi menahan pengaruh gelombang siulan lawan. Entah yang ke berapa kali tubuhnya ambruk, megap-megap. Pangeran Liang Lahat berseru penuh ejekan,
"Apakah sudah terbuka matamu sekarang, tentang kehebatan orang Pulau Neraka"! Atau kau masih menganggapnya sebagai ilmu picisan yang tak berguna sama sekali"!" Kendati rasa sakit tak terkira menerpanya, Iblis Halilintar bersikeras untuk balas ejekan itu.
"Jangan berbangga dulu padahal yang kau lakukan belum seberapa!" Semakin bersinar ungu paras Pangeran Liang Lahat.
"Orang seperti kau memang tak layak hidup!" hardiknya dan menerjang ke depan.
Kekeraskepalaan yang dimilikinya membuat si kakek mampu untuk hindari serangan ganas itu. Tetapi belum lagi dia berdiri tegak, satu hantaman telak telah mampir di punggungnya. Bukkk!! Jotosan keras itu membuatnya terbanting ke tanah dan pingsan saat itu juga! Pangeran Liang Lahat melihat Dewi Penebar Sukma sudah berdiri di belakang tubuh Iblis Halilintar yang pingsan. Bibir orang berkulit scrba ungu ini tersenyum. Tetapi langsung sirna dan dia cepat bergerak menyambar sosok Dewi Penebar Sukma yang mendadak terhuyung.
"Hcmm... rupanya dia tak kuasa menahan benturan dari ilmu Siulan Kematian'ku yang berbentrokan dengan ilmu teriakan milik kakek keparat itu!" desisnya lalu segera dialirkan hawa panas pada tubuh Dewi Penebar Sukma. Setelah beberapa saat, keadaan perempuan bertubuh menggiurkan itu membaik. Dia tersenyum melihat wajah Pangeran Liang Lahat.
"Terima kasih, Kekasih..." Ucapannya disambut dengan dengusan belaka.
"Kita kembali ke tempat semula. Kita tunggu yang lainnya di sana. Perjalanan menuju ke Pulau Neraka akan kita mulai setelah yang lainnya berkumpul...." Dewi Penebar Sukma hanya anggukkan kepala. Lalu mengatur napas sejenak sebelum kemudian menyusul:
Pangeran Liang Lahat yang sudah melangkah mendahului
Di tempat itu, yang tinggal hanyalah sebuah tempat yang telah porak poranda dan sosok Iblis Halilintar yang jatuh pingsan.
Bab 9 Kita kembali melihat apa yang dialami oleh Rajawali Emas dan Puspitorini. Begitu masing-masing orang merasa tubuhnya terbanting di atas tanah, keduanya segera alirkan tenaga dalam. Karena kaki mereka menginjak tanah yang panas. Belum lagi dengan udara menyengat yang membuat masing-masing orang seperti terpana beberapa saat. Menyusul terdengar suara nenek berpakaian kuningkusam setelah pandangi sekelilingnya,
"Rajawali Emas! Tempat apakah ini"!" Pemuda berpakaian keemasan yang berdiri disamping kirinya tak angkat bicara. Matanya masih berkeliling memperhatikan tempat yang sangat asing baginya. Setelah beberapa saat terdiam, dia berkata lambat lambat,
"Nek... aku yakin... sekarang ini kita berada di Pulau Neraka..." Seketika kepala si nenek yang bukan lain Puspitorini adanya berpaling ke kiri. Tiga buah mawar merah yang menghiasi rambut penuh ubannya bergerak-gerak. Dia masih pandangisi pemuda dengan tatapan tak percaya.
"Pulau Neraka?"desisnya laksana tersekat di tenggorokan.
"Gila! Benarkah kita berada di Pulau Neraka?"
Tirta sendiri lagi-lagi tak segera menjawab. Dia kembali perhatikan sekelilingnya yang dipenuhi padang tandus. Di kejauhan dilihatnya semburan api yang muncrat berulang kali. Matahari memang tak kelihatan. Tetapi sinarnya sangat menyengat. Tak ada gumpalan tawan di angkasa. Seluas mata memandang yang nampak hanyalah sengatan panas belaka. Setelah beberapa saat terdiam, barulah anak muda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan ini menjawab,
"Seperti yang pernah kuceritakan padamu, kalau Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka telah memberiku sebuah ilmu yang semula kuanggap hanyalah lelucon belaka. Ilmu yang dapat membuatku melihat dan menemukan Pulau Ncraka. Seperti yang dikatakannya pula, kalau aku baru bisa pergunakan ilmu itu setelah tiga hari. Dan rasanya... ilmu itu memang telah dapat dipergunakan. Hanya yang membuatku tidak mengerti...." Bukannya teruskan ucapan, anak muda dari Gunung Rajawali itu justru hentikan ucapan. Diusap-usap dagunya sambil memikirkan apa yang membuatnya tidak mengerti. Puspitorini memandang tak berkedip. Ada rasa penasaran untuk mengetahui langsung apa yang tidak dimengerti oleh anak muda disamping kirinya. Tetapi dia tak segera lontarkan pertanyaan. Pandangannya justru diarahkan ke kekejauhan Tirtasendiri masih terdiam. Lamat-lamat keningnya
berkerut pertanda dia berpikir keras.
Seperti berkata pada diri sendiri, dia berkata,
"Yang membuatku tak mengerti... aku tak merasa dapat mempergunakan ilmu yang diturunkan oleh Pangeran Liang Lahat. Ilmu itu tahu-tahu saja bekerja dan membuatku dapat melihat Pulau Neraka. Bahkan dapat membawamu kesini...."
Puspitorini melirik. "Dari ucapanmu, nampaknya kau bukan hanya tidak mengerti. Tetapi mengkhawatirkan sesuatu. Benarkah ucapanku?"
Tirta mengangguk. "Kau benar. Pertama, dengan kehadiranku di Pulau Neraka ini berarti kita akan menghadapi langsung apa yang terjadi di Pulau Neraka. Maksudku, mengetahui apa yang sebenarnya terjadi terhadap pelarian Penghuni Tingkat ke Dua. Kedua, secara tidak langsung aku telah libatkan kau dengan urusan ini."
"Peduli setan! Pangeran Liang Lahat telah membunuh adik seperguruanku! Hanya yang kusesali, saat ini Pangeran Liang Lahat tidak berada di Pulau Neraka. Berarti semakin panjang perjalananku untuk menemukan dan membunuhnya."
"Itu juga yang menjadi pikiranku. Dan yang terpenting lagi adalah...bagaimana cara kita keluar dari tempat ini?"
Pertanyaan yang diajukan Tirta memang seperti pada dirinya sendiri, tetapi membuat Puspitorini sesaat melengak. Ditatapnya Rajawali Emas dalam-dalam. Lalu diarahkan pandangannya pada api yang menyembur di kejauhan.
"Usiaku sudah tua dan akan bertambah tua. Tak lama lagi tentunya aku mati juga. Tak peduli aku bisa keluar darisini atau tidak. Mati disini atau tidak. Hanya yang kusesali, karena Pangeran Liang Lahat tidak berada disini."
Tirta mendesah pendek. "Apa yang dikatakannya lebih banyak mencerminkan sikap kepasrahan. Ya, aku pun tak peduli apa yang akan terjadi disini. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi terhadap Penghuni Tingkat ke Dua. Aku juga ingin tahu tentang Panah Pusaka Cakra Neraka yang hanya sedikit diceritakan oleh Penghuni Tingkat ke Dua. Tetapi, aku tidak ingin mati di sini. Aku harus mencari jalan keluar untuk pergi dari sini," kata Tirta dalam hati
Kemudian katanya pada Puspitorini yang masih memandang kejauhan,
"Nek. Udara di sini sangat panas. Tetapi aku yakin kau mampu menanggulanginya dengan kerahkan hawa murnimu, seperti yang kulakukan. Selain bagaimana cara keluar dari tempat ini, masih ada yang membingungkanku."
"Katakan." "Pangeran Liang Lahat mengatakan, kalau orang yang telah diturunkan ilmu yang membuatnya mampu melihat dan menemukan sekaligus masuk ke Pulau Neraka, maka kehadirannya di Pulau Neraka tidak akan diketahui oleh para penghuninya. Sebelum kukemukakan jalan pikiranku, bagaimana kau menyikapi keadaan ini, Nek?" Puspitorini berpikir dulu baru menjawab,
"Aku tak mempercayai ucapanmu itu."
"Begitu pula denganku."
"Tetapi sejak tadi, tak seorang pun yang kita lihat berada di sini."
"Keadaan ini justru mencurigakanku, Nek."
"Apa maksudmu?"
"Sekarang kita anggap apa yang dikatakan oleh Pangeran Liang Lahat memang benar. Itu artinya, kita tak perlu khawatir. Dan kita bisa langsung mencari Panah Pusaka Cakra Neraka."
"Hei, hei!"Puspitorini berpaling. Matanya menyipit saat berkata,
"Benda apa pula itu?" Tirta menggeleng.
"Aku tidak tahu tentang benda itu sedikit pun juga. Tetapi yang kuketahui, Pangeran Liang Lahat menginginkan benda yang bernama Panah Pusaka Cakra Neraka."
"Lepas dari benda yang kau sebutkan tadi, sekarang kita anggap apa yang dikatakan oleh Pangeran Liang Lahat tidak betul. Dia mencoba menjebak dengan mengatakan kalau orang yang telah diturunkan ilmu untuk melihat dan masuk ke Pulau Neraka, agar orang yang sedianya akan menjadi sekutunya mau bergabung. Terutama untuk memenuhi rasa heran yang telah bertahun tahun menganggap Pulau Neraka hanyalah sebuah dongeng.Puspitorini berkata lambat-lambat,
"Dengan kata , kau hendak mengatakan kalau kehadiran kita diketahui oleh orang-orang di sini" "
"Kau benar, Nek."
Tapi..." "Aku paham maksudmu. Memang kita tidak melihat a pun yang berada di sini. Hanya kita berdua yang jelas tersesat dan tak tahu harus ke mana. memandang seluas mata memandang yang nampak hanyalah ilalang gersang dan beberapa semburan api. Dan ini kini memperkuat kecurigaanku."
"Kalau sebenarnya mereka mengetahui kehadiran | ?"
Tirta mengangguk. Si nenek mendengus. "Anak muda! Kecurigaanmu tidak beralasan! Kau dapat melihat sendiri bukan, kalau tak seorang pun ada di sini" Bagaimana mereka bisa mengetahui kehadiran kita"!" Lalu sambungnya sambil menyeringai, kalaukau mengatakan kalau orang-orang Pulau Neraka ada di dalam tanah"!"
Tirta hanya terdiam. Kata-kata si nenek memang benar adanya. Dia tak perlu khawatir memikirkan kemungkinan itu. Itu artinya, lebih baik segera menyusuri tempat tandus ini.
Sebelum ada yang berbicara lagi, mendadak saja tanah sejarak sepuluh langkah dari masing-masing orang
bergerak naik. Dan muncrat dengan perdengarkan: suara letupan kecil. Lalu terlihat sepuluh orang telah berdiri tegak dengan kedua kaki masih tertahan di tanah panas itu!
- Baik Rajawali Emas maupun Puspitorini sama sama surutkan langkah dua tindak ke belakang. Mereka memandang tak berkedip pada sepuluh orang yang muncul secara aneh dari dalam tanah. Dan seluruh tubuh orang itu berkulit hitam legam laksana pantat panci yang gosong! Puspitorini mendesis,
"Kau benar, Anak muda Tirta tak menjawab. Dia masih memandang pada pada kesepuluh orang berkulit hitam. pandangan mata masing-masing orang berkilat seperti dipenuhi bara api. Tajam menusuk. Mulut mereka tak terbuka. Hitamnyaseluruh tubuh orang-orangitu sedikit banyak memancing rasangeri Menyusul orang yang berdiri agak di tengah cabut kakinya dari tanah, yang seketika membubung setinggi paha. Matanya yang tajam memandang bergantian. Disusul suara sengau dan dalam,
"Dari cara kalian , berpakaian dan warna kulit kalian, jelas kalau kalian bukanlah orang Pulau Neraka! Tak ada warna kulit seperti itu di sinil Katakan, siapa kalian sebenarnya Tirta dan Puspitorini sama-sama tak ada yangnyahut. Diam-diam Tirta mendesah masygul. Kekhawatirannya terjadi sekarang. Tanpa mereka ketahui rupanya kesepuluh orang berkulit hitam legam itu mendekam di dalam tanah yang panas. Ini sudah menandakan kehebatan mereka. Tetapi yang ada dalam pikiran Tirta, karena mereka adalah penghuni asli Pulau Neraka, hingga tak terlalu menghiraukan rasa panas. Mungkin pula mereka merasakan dingin-dingin saja. Di lain pihak, keterkejutan Puspitorini hanya terjadi sesaat saja. Karena di lain saat perempuan tua berpakaian kuning kusam ini sudah mendengus. Semakin jengkel karena melihat sikap kesepuluh orang berkulit hitam yang tak bersahabat. Kendati begitu, si nenek mengakui kalau mereka tak akan bisa diajak tbersahabat.
"Manusia-manusia berkulit hitam busuk! Cara kalian bicara telah mengundang kemarahan di hatiku!Apa yang akan kalian lakukan bila aku tak menjawab pertanyaan tadi, hah"!" Sementara Tirta makin mendesah masygul melihat sikap Puspitorini, kesepuluh orangitu mengkelap. Paras mereka yang hitam legam seperti bersinar menampakkan kemarahan. Terutama orang yang tadi bicara. Seraya melangkah orang itu mendesis sengau,
"Kalian telah tiba di tanah leluhur kami! Tak seorang pun dari dunia luar yang akan kami biar kan hidup di tempat ini!"
"Bicara memang mudah! Kita lihat siapa yang akan hidup lebih lama!" sahut Puspitorini lagi. Kali ini dia
berkacak pinggang dengan kepala diangkat.
"Tentunya kalian baru pertama kali menginjakkan kaki ditanah Pulau Neraka hingga tak mengetahui siapa kami adanya! Baik! Sebelum tanah gersang ini menjadi kuburan kalian selama-lamanya, akan kuberitahu siapa kami adanya! Kami adalah Penjaga Tingkat ke Lima di Pulau Neraka!!"
Sikap penuh tantangan itu makin memancing kemarahan Puspitorini. Kali ini sambil menuding, sinenek menggeram keras,
"Terkutuk! Kau tentunya hanyalah menjadi anjing geladak di Pulau Neraka! Manusia-manusia keparat yang tak pernah mengetahui dunia luar hingga tidak tahu akan kehebatan orang-orang di luar Pulau Neraka! Kau sedang berhadapan dengan Puspitorini!!" Bila Puspitorini mengucapkan kata-kata itu di rimba persilatan, mungkin orang yang mengetahui siapa dirinya akan keder dan mikir dua kali untuk menghadapinya. Tetapi yang berdiri di hadapannya adalah orang-orang Pulau Neraka yang sama sekali tidak mengetahui siapa dia adanya. Sudah tentu kata-katanya disambut tawa oleh kesepuluh orang hitam legam. Tawa itu berderai keras dan memekakkan telinga. Di pihak lain Rajawali Emas menyesali tindakan Puspitorini.
"Scharusnya si nenek bisa menahan diri dari kemarahan. Yang harus dilakukan sekarang ini adalah bertahan hidup karena sulit mengetahui tingkat kekuatan lawan. Di samping itu, apa yang akan terjadi ini masih merupakan lingkaran tanda tanya hingga sulit mencari kepastian. Sebelum si nenek berucap lagi, biar kudahului saja...." Memutuskan demikian, anak muda yang di punggung nya terdapat sebilah pedang berwarangka dan dipenuhi untaian benang keemasan ini berkata,
"Kehadiran kami memang tak pada tempatnya, karena kami sendiri tak pernah menginginkan tiba di tempat ini. Dunia kita berbeda. Kalian beradadi Pulau Neraka sementara kami adalah orang-orang yang hidup di dunia lain, di luar pulau Neraka. Kalaupun kami hadir di sini, karena fakto ketidaksengajaan. Jadi kami harap, kalian bisa bersikap bersahabat."
"Ucapanmu sungguh enak ditelinga! Tetapi orang di luar Pulau Neraka yang hadir di sini, tentunya punya maksud buruk!"
"Kausalah bila menduga seperti itu! Kalaupun kami berdua hadir di sini, karena salah seorang dari kalian yang berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua telah kacaukan keadaan."
"Penghuni Tingkat ke Dua?" seru orang yang berb icara itu keras. Sementara itu yang lainnya nampak penuh dengan sorot mata kian menyala. Tirta yang memperhatikan dalam-dalam merasa ada kesalahan disini.
"Hemmin.... Penghuni Tingkat ke Dua adalah orang yng sedang dicari-cari. Keadaan bisa makin jadi kacau
kalau mereka menyangka aku dan Nenek Puspitorini adalah orang-orang suruhan Penghuni Tingkat ke Dua
" Apa yang dikhawatirkan anak muda dari Gunung Rajawali ini memang beralasan. Karena dilihatnya :sembilan orang berkulit hitam legam itu sudah melangkah, berdiri berjajar dengan orang yang sejak tadi bicara.
"Celaka! Sikap mereka kini sudah dalam keadaan siap tempur!"desis Tirta dalam hati. Puspitorini pun melihal keadaan itu. Si nenek sendiri segera bersiaga. Mereka mendengar orang yang bersuara tadi bicara lagi, lebih sengau dan dingin,
"Manusia-manusi a terkutuk! Rupanya kalian adalah budak-budak Penghuni Tingkat ke Dua yang akan mengacau di sini! Hanya sayangnya, kalian tak akan bisa berbuat banyak!!" Habis bentakannya, orang berkulit hitam legam ini sudah melesat ke depan. Tangan kanan kirinya digerakkan berulangkali. Saat itu pula menggebrak sinar hitam yang perdengarkan suara bergemuruh.
Bab 10 DUA serangan ganas yang mengarah pada Rajawali Emas dan Puspitorini itu dilakukan dalam satu gebrakan. Serangan ganas yang diperlihatkan oleh orang berkulit hitam legam itu sudah menunjukkan kekejaman ilmu yang dimilikinya. Tirta sendiri segera melompat kesamping. Dia memang tak mau memapaki atau menyusulkan serangan balasan, karena dia masih berusaha agar tidak terjadi pertarungan. Kesalahpaham an ini harus bisa dijernihkan. Mengingat kehadiran mer eka disini bukanlah dengan maksud buruk. Tetapi yang dilakukan Puspitorini tak seperti yang dilakukannya. Be gitu melihat serangan mengarah padanya, si nenek ker takkan rahangnya keras-keras. Menyusul tangan kanan nya diputar setengah lingkaran. Saat itu pula menggebr ak gelombang angin keras yang tatkala bertemu denga n serangan orang berkulit hitam legam itu, menimbulka n letupan yang sangat keras. Tanah yang bercampur de ngan butiran pasir panas itu muncrat setinggi satu tombak.
"Jangan gegabah!"seruTirta sambil melompat mendekati Puspitorini. Si nenek yang sudah geram tak peduli.
"Menyingkir! Biar kuhabisi manusia-manusia pantat kuali ini!!" Di seberang, orang yang tadi lancarkan serangan mengkelap. Sambil rapatkan mulut, dia menerjang kembali. Serangan ganas itu makin membuat kemarahan si nenek berpakaian kuning kusam semakin meledak-ledak. Tiba-tiba saja dia surutkan langkah satu tindak ke belakang sembari tarik kedua tangannya, dan kejap itu pula dia mendorongnya diiringi teriakan membahana. Gelombang angin yang keluar dari dorongan kedua tangannya, laksana gemuruh ombak yang mengerikan. Menggebrak dan memutuskan serangan orang berkulit hitam legam. Apa yang terjadi kemudian tidak hanya sampai di sana saja. Orang berkulit hitam legam itu terlempar ke belakang dan dari mulutnya keluar cairan berwarna hitam! Ketika ambruk di atas tanah yang panas, orang itu tak bergerak lagi untuk selama-lamanya. Tindakan Puspitorini memancing kemarahan yang lainnya. Serta-merta kesembilan orang berkulit hitam legam lainnya bergerak mengurungsi nenek yang cuma mendengus.
"Bagus! Mengapa tidak sejak tadi kalian maju bersama"!" bentaknya dan menyiapkan lagi ilmu
"Telapak Samudera yang tadi merenggut nyawa orang yang pertana. Melihat keadaan itu, lagi-lagi Rajawali Emas mendesah masygul."Berabe! Sinenek memang tak bisa lagi tahan amarahnya! Ah... apakah akan bermunculan orang-orang Pulau Neraka yang saat ini entah berada di mana?" Tak mau akibat lebih fatal terjadi, Tirta segera berkata,
"Tahan, Nek!" "Diaaamm!!"hardik Puspitorini keras. Lalu yang dilihatnya kemudian, bagaimanasi nenek mengamuk dengan mengumbar ilmu
"Telapak Samudera"nya. Gelombang angin yang perdengarkan suara dentuman ombak terdengar silih berganti, menyeret butiran pasir panas yang beterbangan. Lima orang terpental dan ambruk dengan memuncratkan cairan hitam dari mulutnya. Menyusul empat orang lainnya yang terbanting lintang pukang dan tewas seketika. - Hanya dalam waktu yang singkat Puspitorini sudah membantai kesepuluh lawannya!
"Huh! Mengapa hanya bangsa keroco yang muncul"!"geramnya penuh kepuasan. Tangan kanan kirinya kuat terkepal menandakan kalau dia masih diliputi kemarahan. Tirta geleng-gelengkan kepala melihat ketelengasan Puspitorini.
"Nek! Tindakanmu tadi sungguh kejam." Kontan Puspitorini berpaling. Tatapannya berapiapi.
"Anak muda! Mereka bukanlah manusia golongan kita! Mereka berasal dari tempat yang sangat aneh dan
mengerikan! Dan kekejaman mereka tiada banding! Apakah aku salah lakukan tindakan seperti ini?" Tirta memutuskan untuk tidak memperdebatkan soal itu dengan sinenek. Kendati dia tak buka suara lagi, tetapi parasnya masih mencerminkan rasa kesalnya terhadap tindakan Puspitorini. Justru si nenek yang tak mau diam. Dia tak suka tindakannya dilarang.
"Anak muda! Dari setiap ucapanmu tentang Pulau Neraka, hanya satu yang bisa kusimpulkan! Kalau kita harus bertahan hidup! Dan satu-satunya cara untuk bertahan, dengan jalan menyelamatkan diri! Di tempat asing yang tidak kita ketahui seluk beluknya ini, menghindar atau melarikan diri sudah tentu tak mudah dilakukan. Jadi, hanya satu yang bisa dilakukan! Menghadapi siapa saja yang hcndak mencabut nyawa kita! Dan dengan pilihan, terbunuh atau membunuh!" Tirta tak menjawab. Puspitorini melanjutkan,"Kalau kau ingin terbunuh di sini, silakan! Sementara aku, akan membunuh siapa saja yang telah mencelakakanku!!" Sadar kalau si nenek akan terus bersuara mempertahankan pendapatnya, Tirta membiarkan saja. Tetapi si nenek justru tak angkat bicara lagi. Matanya memperhatikan kesepuluh sosok hitam legam yang telah putus nyawanya. Sementara itu diam-diam pemuda dari Gunung Rajawali berkata dalam hati,
"Persembunyian dan cara munculnya kesepuluh orangitu sungguh di luar dugaan.Dan aku yakin, kejadian ini bukannya tak ada yang mengetahui. Apa yang dikatakan nenek Puspitorini memang benar adanya. Terbunuh atau membunuh. Tapi kedatanganku ke sini secara tak sengaja dan dengan maksud baik-baik. Ah, apakah orang-orang Pulau Neraka akan menganggap seperti itu?" Belum lagi ada yang buka suara kembali, mendadak saja terdengar gemuruh angin dari arah kanan. Sertamerta kedua orang itu putar kepala. Saat itu pula mereka melengak kaget. Karena terlihat butiran pasir laksana sebuah layar menggebrak ganas ke arah mereka!
"Gila!!" seru Tirta tertahan. Kedua tangannya saat itu pula didorong ke depan. Jurus Sentakkan Ekor Pecahkan Gunung sudah dilepaskan untuk halau ganasnya gelombang angin yang menyeret pasir. Biaaarrr! Biaaarrr!! Gebrakan Tirta itu berhasil memutuskan datangnya gelombang angin. Pasir yang terseret dan terangkat naik laksana sebuah layar kontan berantakan. Namun belum lagi anak muda dari Gunung Rajawali itu menarik napas lega, kembali gebrakan aneh yang terjadi itu terulang lagi. Bahkan kali ini tiga kali berturut-turut. Dua layar besar yang terbentuk dari butiran pasir itu dapat dipatahkan hingga muncrat berpentalah. Namun yang ketiga membuatnya agak gelagapan sejenak. Karena lebih cepat dari sebelumnya. -Puspitorini mendengus melihatnya. Segera saja dia dorong tangan kanannya untuk lepaskan ilmu


Rajawali Emas 45. Lingkaran Kematian di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Telapak Samudera'. Layar pasir itu lintang pukang berantakain.
Menyusui dia berkata,"Kau lihat sendiri! Apa yang terjadi ini tak bisa kita hadapi dengan sikap mengalah! Di sini, tempat neraka celaka ini, membunuh atau terbunuh! Hanya itu pilihan kita!!"
Ucapan yang keras itu membuat Tirta terdiam sejenak. Kepalanya perlahan-lahan mengangguk.
"Kau memang benar. Tetapi, aku tak mengharapkan ini terjadi...."
"Kau memang benar. Tetapi, aku tak mengharapkan ini terjadi...."
"Lantas, apa yang kau harapkan, hah"! Keadaan sudah tak bisa ditanggulangi lagi selain perlihatkan ilmu yang kita miliki!"sahut Puspitorini keras.
Tirta pandangi si menek yang sedang melotot padanya.
"Yang kuinginkan, hanyalah datang ke tempat ini secara baik-baik."
"Keinginan dungu! Padahal kau sebelumnya mengatakan kalau kita harus memikirkan cara keluar dari tempat ini"!"
"Kau benar. Dan aku...."
"Anak muda! Lama kelamaan aku menjadi pusing dengan segala ucapanmu! Kita tak perlu berdebat panjang lebar! Yang akan kita lakukan sekarang inilah yang harus kita pikirkan!"
Kembali Tirta membenarkan ucapan si nenek Lamat-lamat dia tindih apa yang diinginkannya. Sekarang ini memang memikirkan kemungkinan hidup atau mati. Dan bersiap menghadapi segala petaka yang jelas-jelas akan datang. Tak ada lagi yang buka suara. Matahari yang entah berada di mana terasa makin garang bersinar. Keduanya terus kerahkan hawa murni guna usir hawa panas yang menyengat. Langit tetap tak berawan. Dan mendadak saja masing-masing orang terjingkat dengan teriakan tertahan.
"Keparat!!"maki Puspitorini sambil pandangi tanah yang scbelumnya dipijak tadi. Tanah yang mendadak terbuka dan seperti menarik tubuhnya itu telah merapat kembali. Tirta sendiri merasakam keanehan yang terjadi di Pulau Neraka.
"Pulau ini sungguh misterius dan mengerikan. Banyak hal-hal yang belum diketahui dan rasanya sulit diketahui. Tanah yang kupijak tadi seperti membuka dan menyedot tubuhku masuk ke dalamnya!" Baru saja habis dia membatin, kembali dirasakan tanah yang dipijaknya seperti membuka dan dirasakan kalau ada tenaga kuat menyedot tubuhnya. Puspitorini juga mengalami hal yang sama. Lain dengan sikap Tirta yang hanya melompat, si nenek sambil melompat lepaskan ilmu Telapak Samudera yang membuat tanah yang sebelumnya dipijak terbongkar. Dan sesuatu yang mengejutkan itu terus terjadi. Di
mana mereka berpijak, seperti ada tenaga kuat menyedot paksa tubuh mereka untuk masuk ke dalam tanah.
"Terkutuk!" maki Puspitorini sambil lepaskan ilmu Telapak Samudera'. Dipihak lain sambil melompat terus menerus, Rajawali Emas memikirkan cara untuk menanggulangi apa yang terjadi. Kehadiran mereka sudah disambut oleh kesepuluh orang berkulit hitam legam yang sekarang tergeletak di atas tanah. Menyusul tenaga yang menyedot mereka dari dasar tanah. Dan lama kelamaan mereka jadi terdesak sendiri. Dimulai dengan tubuh Puspitorini yang mulai tersedot tenaga kuat daridasar tanah. Nampak si nenek berusaha untuk melepaskan diri. Keringat mengaliri sekujur tubuhnya dengan paras menegang. Melihat hal itu, Tirta mencoba membantunya. Namun tubuhnya sendiri pun harus tersedot pula.
"Gila!!"desisnya keras sambil kerahkan seluruh tenaga dalamnya. Keringat pun mulai mengaliri tubuhnya. Padahal bila dia berkeringat, maka butiran air itu akan mengering dengan sendirinya, akibat tenaga surya yang mengaliri sekujur tubuhnya. Tubuhnya meregang-regang laksana siap dijemput maut. Parasnya mengeras dengan mata menyipit menahan sedotan paksa dari dalam tanah. Terdengar desisan keras tatkala dia melihat bagaimana sosok Puspitorini lenyap tertelan oleh butiran
pasir panas.?"Astaga! Aku harus keluar! Aku harus keluar!!" Kata-kata terakhirnya tertelan begitu saja tatkala kepalanya pun mulai tertutupi butiran pasir panas itu....
SELESAI RAJAWALI EMAS : - PANAH CAKRA NERAKA ebook by novo edit teks by Saiful B http://cerita-silat.mywapblog.com
The Hunger Games 6 Misteri Tirai Setanggi Tujuh Manusia Harimau (4) Karya Motinggo Busye Misteri Penginapan Tua 3

Cari Blog Ini