Ceritasilat Novel Online

Panah Cakra Neraka 1

Rajawali Emas 46. Panah Cakra Neraka Bagian 1


Bab 1 RuANGAN yang sangat besar itu dirajam olchsepi kerontang. Hawa panas menebar disetiap sudut. Namun lima orangyang berada di ruangan itu sama sekali tak merasa kepanasan. Dan mereka tetap terdiam. Dari bentuk ruangan besar itu yang terasa aneh tatkala melihat dinding dan atapnya. Semuanya terbuat dari butiran pasir yang membentuk seperti dinding dan atap! Keanehan itu terus berlanjut dengan melihat batu altar panjang yang berada di tengah-tengah ruangan. Karena batu itu seperti terbuat dari kaca. Namun bila dipandangi dari dekat, batu itu terbuat dari air! Astaga! Kesaktian macam apa yang dapat membentuk air menjadi sebuah batu tanpa terlihat ada ceceran air disekitarnya" Dan diatas batu altar yang terbuat dari air itu, duduk satu sosok tubuh berpakaian hijau panjang. Disekeliling pakaiannya terdapat sulaman seperti percikan api. Orang yang duduk ini berparas lonjong dengan hidung bengkokseperti betet. Kepalanya botak dibagian depan dan berambut panjang di bagian belakang. Rambutnya berwarna hijau. Sama dengan seluruh kulitnya yang berwarna hijau! Tak jauh dari hadapannya, duduk empat orang lakilaki berkulit biru. Paras mereka dingin dengan tatapan
berapi-api. Namun bila melihat ke arah orang berkulit hijau yang duduk di atas altar terbuat dari air, mereka buru-buru tundukkan kepala. Masing-masing orang tak ada yang keluarkan suara. Mendadak keheningan itu dipecahkan oleh suara berderak dua kali berturut-turut. Karena entah berasal dari mana, mendadak saja dua sosok tubuh melayang dan terbanting keras. Empat orang berkulit serba biru segera angkat kepala. Tetapi begitu melihat gerakan tangan orang berkulit hijau yang menyuruh mereka tetap duduk, masing-masing orang tak ada yang bergerak. - Di lain pihak, dua sosok tubuh yang mendadak saja muncul dan terhempas ke bawah, lamat-lamat bangkit. Masing-masing orang merasa sekujur tubuh mereka limu-linu laksana habis dicengkeram tangan kasar dan kuat. Tatkala menyadari kalau mereka berada disebuah ruangan aneh dan melihat lima orang yang berada di sana, serentak mereka berdiri tegak. Dan tanpa sadar surutkan langkah dua tindak ke belakang.
"Apalagi yang akan kualami ini?"desis sosok tubuh berpakaian keemasan yang berdiri di sebelah kanan. Di lain pihak, perempuan tua berpakaian kuning kusam pun merasakan keanehan itu. Keanehan yang dirasakan begitu mencekam terutama tatkala dia merasa tcgang sekarang.
"Tirta... kita berada dimana?"desis sinenek yang di rambut putihnya bertengger tiga buah bunga mawar warna merah.
Pemuda berpakaian keemasan yang bukan lain Rajawali Emas adanya, tak menjawab. Ditatapnya orang berkulit hijau yang duduk di atas altar terbuat dari air. Lalu perlahan-lahan diarahkan pandangannya pada empat orang berkulit biru yang memandang tajam padanya. Sambil gelengkan kepala, dia berbisik,
"Aku tidak tahu. Tapi... rasanya kita menghadapi hal yang tak mengenakkan...." Seperti diceritakan pada episode
"Lingkaran Kematian", setelah menyelamatkan si nenek yang bukan lain Puspitorini dari tangan maut yang akan diturunkan Iblis Halilintar, Tirta membawanya ke sebuah tempat yang aman. Dari Puspitori inilah anak muda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan itu mengetahui siapa adanya Iblis Halilintar. Setelah lakukan percakapan yang tak terlalu lama, masing-masing orang memutuskan untuk teruskan langkah guna mencari Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka. Namun saat itu pula Rajawali Emas meregang hebat dengan penuh kesakitan. Di pihak lain. Puspitorinimau tak mau urungkan niatnya dan dengan tak mengerti serta panik, si nenek mencoba menolong anak muda itu. Tetapi yang terjadi kemudian, tubuh keduanya seperti melayang dan tatkala sadar mereka telah berada di sebuah tempat yang panas dan gersang. Akhirnya Tirta sadar kalau dia dan Puspitorini berada di Pulau Neraka, akibat dari ilmu yang diberikan Pangeran Liang Lahat sebelumnya (Mengenai ilmu yang diturunkan oleh Pangeran Liang Lahat itu, silakan baca :
"Pelarian Pulau Neraka"). Dan sebelum masing-masing orang menyadari sesadar-sadarnya, mendadak muncul dari dalam tanah sepuluh orang berkulit hitam legam yang meminta mereka untuk ikut. Tirta yang tak mau mencari urusan mengingat dia berada di sebuah tempat yang asing, mencoba untuk menjalin persahabatan. Tetapi mereka tidak mau menerimanya. Hal ini justru membuat Puspitorini menja di kesal. Lalu dibunuhnya kesepuluh orang itu. Menyusul kejadian yang lebih aneh lagi terjadi. Karena masing-masing orang kemudian tersedot ke dalam tanah. Dan kini telah berada di sebuah ruangan yang terasa penuh kekuatan magis. - Baik Rajawali Emas maupun Puspitorini tak ada yang buka suara. Demikian pula halnya dengan kelima orang yang berada disana. Keheningan itu tak berlangsung lama. Karena orang berkulit serba hijau yang duduk pada altar terbuat dari air itu sudah angkat bicara, suaranya sengau, dalam dan menusuk,
"Selamat datang di Pulau Neraka, wahai orang-orang dari luar Pulau Neraka! Kehadiran kalian sungguh mengejutkan sekaligus tak menyenangkan! Karena, selama ini jarang sekali Pulau Neraka dikunjungi oleh orang-orang dari luar! Sebelum berbicara lebih lanjut, katakan siapa kalian dan bagaimana kalian bisa berada disini"!" Apa yang dikatakan orang berkulit serba hijau itu sepertinya mengandung sebuah persahabatan. Namun menilik tajamnya suara dan tatapannya, Tirta tahu kalau orang itu mencoba memancing keterangan.
"Di sini aku tak boleh bertindak gegabah. Melihat kedudukannya, orang berkulit serba hijau itu tentunya memiliki tingkatan lebih tinggi ketimbang empat orang berkulit serba biru. Mudah-mudahan Nenek Puspitorini mau mengerti keadaan ini...." Habis membatin demikian dan menenangkan hati sertajalan pikirannya, anak muda dari Gunung Rajawali ini rangkapkan kedua tangan di depan dada. Kepalanya agak ditundukkan sedikit. Lalu sembari berkata perlahan-lahan diangkat lagi kepalanya,
"Maafkan... bila kehadiran kami di sini tak menyenangkan seperti yang kau katakan tadi. Dan sesungguhnya, kami tak pernah punya niatan untuk tiba di tempat seperti ini. Tempat asing yang kami sadari betul bukanlah tempat kami berpijak. Tetapi semuanya sudah terjadi."
"Katakan, siapa kalian"!" "Kami berasal dari tempat di luar Pulau Neraka. Selama ini, yang kami ketahui kalau Pulau Neraka hanyalah sebuah dongeng pengantar tidur. Tetapi sekarang semuanya telah sirna karena apa yang kami rasakan dan hadapi sekarang adalah sebuah kenyataan. Namaku Tirta. Orang-orang di luar Pulau Neraka menjulukiku Rajawali Emas. Sementara nenek yang berdiri disebelahku ini bernama Puspitorini." Orang berkulit serba hijau itu, pandangi tak berkedip pada keduanya, yang saat itu pula merasakan kalau jantung mereka seperti berdetak lebih cepat. Tatapan itu seperti menusuk mereka kuat-kuat.
"Tak seorang pun yang hidup di luar Pulau Neraka
dapat tiba di tempat ini!" Tirta mengangguk sopan.
"Kau benar. Karena sebelumnya kami tak mempercayai adanya Pulau Neraka. Kalaupun kami bisa tiba di sini, disebabkan karena ilmu yang diberikan Pangeran Liang Lahat." Orang berkulit serba hijau itu gelengkan kepalanya.
"Jangan dusta! Dan orang pendusta serta pendosa akan mendapatkan ganjaran yang mengerikan di Pulau Neraka!"
"Aku tak berani lancang berdusta karena aku memang tak menyenangi tindakan itu."
"Menilik julukan yang kau katakan tadi, dia bukanlah orang Pulau Neraka! Tak seorang pun yang dapat masuk ke Pulau Neraka kecuali orang-orang Pulau Neraka!"
"Tetapi.... Pangeran Liang Lahat adalah orang yang berasal dari Pulau Neraka. Julukannya di Pulau Neraka adalah Penghuni Tingkat ke Dua! Di tempat kami, dia memakai julukan Pangeran Liang Lahat dan kami menjulukinya Pelarian Pulau Neraka!" Mendengar penjelasan Tirta, keempat orang berkulit serba biru yang sejak tadi memperhatikan dan mendengarkan makin angkat kepalanya. Terlihat leher yang lebih panjang yang mereka miliki. Menyusul terdengar keempatnya menggeram secara bersamaan. Di pihak lain, orang berkepala dibagian depan agak botak sementara di belakangnya berambut panjang mendadak keluarkan bentakan sengit,
"Keparat! Penghuni Tingkat ke Dua! Orang lancang itu telah membuat
onar di Pulau Neraka! Bahkan berani-beraninya turunkan ilmu yang dapat membuat orang luar bisa melihat dan masuk ke Pulau Neraka! Terkutuk! Penghuni Tingkat ke Tiga! Tangkap kedua orang itu!!" Begitu mendengar perintah dari orang berkulit serba hijau, keempat orang berkulit serba biru seketika berdiri. Tatapan mereka kian menusuk. Rajawali Emas melihat Puspitorini siap untuk menghadapi serangan. Buru-buru dia berbisik,
"Jangan gegabah. Kita belum tahu kekuatan iawan. Sebaiknya bersikap mengalah untuk mencari jalan keluar." Si nenek berpakaian kuning panjang mendengus.
"Bila bukan kau yang berkata begitu, sudah kuhajar mereka,"desisnya geram. Tirta tak mempedulikan ucapannya. Dia melihat keempat orang berkulit serba biru itu sudah melangkah mendekat. Tirta sendiri tak memperlihatkan tanda-tanda dia akan melawan. Dengan menindih rasa kecutnya, anak muda berpakaian keemasan ini justru berkata,
"Sekali lagi kukatakan, kami tak menghendaki hadir di Pulau Neraka. Kalaupun kami bisa hadir disini, karena suatu ketidak sengajaan. Mengenai ilmu yang diberikan Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka, karena aku berhasil mengelabuinya. Di dunia kami, tindakan Penghuni Tingkat ke Dua sudah kelewat batas. Kami sebagai orang-orang dari golongan lurus dan tak menyukai tindakan makar, tak pernah
membiarkannya bebas lakukan kekejian." Ucapan yang dilakukannya membuat orang berkulit scrba hijau mengangkat tangan kanannya. Dan seketika empat orang berkulit serba biru yang siap melancarkan serangan hentikan gerakan. Padahal mereka berdiri membelakanginya! Melihat keadaan itu, Tirta teruskan ucapannya,
"Kami tidak tahu ada urusan apa Penghuni Tingkat ke Dua di Pulau Neraka ini. Yang pasti dia adalah seorang pelarian. Kami juga telah berjumpa dengan Utusan Kematian Pulau Neraka yang sedang mencarinya. Di luar semua itu, yang kami ketahui hanyalah, kalau Penghuni Tingkat ke Dua bermaksud mengumpulkan para tokoh dari dunia kami untuk menyerang Pulau Neraka. Entah dengan maksud apa. Membalas dendam, atau memang hendak hancurkan Pulau Neraka...."
"Tutup mulutmu!!" hardik orang berkulit serba hijau sambil menuding. Tirta merasa ada satu gebrakan ke dadanya yang sangat cepat hingga dia tak bisa m?ngelak lagi. Kedudukannya kini sudah bergeser dua tindak ke belakang dengan dada sedikit dirasakan agak nyeri. Puspitorini yang melihat hal itu melirik dengan kening berkerut.
"Aneh! Apa yang terjadi dengannya"Tahu-tahu dia sudah bergeser. Dari parasnya dia seperti menahankan sakit. Hemm... aku tahu. Semuanya itu diakibatkan tudingan yang dilakukan orang yang duduk di altar itu, yang seperti terbuat dari... air. Ya, altar itu memang terbuiat dari air!"
Orang berkulit serba hijau membentak lagi,"Jangan berbelit-belit! Kau sebenarnya juga termasuk orang bodoh yang menjadi budak Penghuni Tingkat ke Dua!" Kendati hatinya agak kecut, Tirta menggeleng.
"Tidak. Hingga aku masuk ke Pulau Neraka ini, aku masih menyimpan keinginan untuk hentikan sepak terjang Penghuni Tingkat ke Dua. Tapi sayang, aku sudah keburu masuk ke tempat ini." - Lagi-lagi orang berkulit serba hijau itu terdiam mendengar kata-kata Tirta. Kening orang itu nampak berkerut seperti memikirkan sesuatu. Lalu katanya,
"Bawa mereka ke ruang tahanan!" Mendengar perintah itu, keempat orang berkulit serba biru bergerak lagi. Salah seorang mendesis,"Lebih baik menurut ketimbang kau akan mendapatkan siksaan!" Memang itulah yang dilakukan oleh Rajawali Emas. Anak muda ini tak melawan tatkala tangan kanannya dicengkeram oleh salah seorang dari mereka. Cengkeraman itu sungguh menyakitkan. Sebenarnya Tirta mampu menahan rasa sakit sekaligus melepaskan cengkeraman itu. Tetapi dia tak melakukannya. Di pihak lain. kendati keluarkan dengusan keras, Puspitorini melakukan tindakan yang sama. Lalu mereka digiring keluar oleh dua dari empat orang berkulit scrba biru. Sementara itu dua orang lainnya kembali menghadap pada orang berkulit serba hijau. "Sejak dulu kita tak pernah buka urusan dengan orang-orang diluar Pulau Neraka! Dan kata-kata pemuda berjuluk Rajawali Emas tadi sedikit banyaknya dapat kuterima! Sebaiknya, perketat pertahanan! Karena aku yakin, tak lama lagi Penghuni Tingkat ke Dua akan muncul di sini! Akan menghadap Ketua!" Tanpa menunggu sahutan orang, orang berkulit serba hijau itu sudah tinggalkan ruangan. Disusul dengan dua orang berkulit serba biru.
      Bab 2 DARI ruangan yang dinding dan atapnya seperti terbuat dari butiran pasir, orang berkulit serba hijau melangkah ke kanan. Gerakannya sungguh cepat dan gesit. Bila diperhatikan seksama, ternyata orang itu melangkah tanpa menginjak tanah. Ruangan demi ruangan dilewatinya tanpa ucapkan sepatah kata. Tempat yang dilaluinya begitu sepi. Udara disetiap ruangan tetap panas menyengat. Namun orang berkulit serba hijau itu tak merasakannya sama sekali. Disebuah ruangan tanpa pintu orang berkulitserba hijau ini hentikan langkah. Tanpa perhatikan kanan kiri, dia berseru,
"Ketua yang mulia! Hamba, Penghuni Tingkat ke Satu, datang menghadap!" Beberapa saat suasana hening. Mendadak terdengar suara berderak lembut, menyusul terlihat dinding di hadapannya bergeser ke kanan. Dengan kedua tangan merangkap di depan dada, orang berkulit serba hijau yang dijuluki Penghuni Tingkat ke Satu itu melangkah masuk. Begitu tubuhnya lenyap, dinding yang tadi terbuka itu menutup kembali. Merapat dan tak terlihat adanya engsel yang bisa membuat pintu itu membuka dan menutup.
Ruangan yang dimasuki Penghuni Tingkat ke Satu lebih besar dari ruangan dimana sebelumnya dia berada. Orang ini langsung duduk di atas lantai. Dan perlahan lahan tubuhnya naik setinggi satu jengkal dari lantai, mengapung tetap dengan kedudukan bersila. Orang yang masih rangkapkan kedu a tangannya di depan dada ini tundukkan kepala. Meny usul dia berucap,
"Maafkan hamba yang lancang datang menghadap Ketua!" - Entah dari mana datangnya tiba-tiba saja terdengar sahutan yang memantul dari satu dinding kedinding lain,
"Kuterima kedatanganmu! Katakan, ada perlu apa kau menghadapku"!" Masih tundukkan kepala Penghuni Tingkat ke Satu berkata,
"Ketua yang mulia, tanpa hamba beritahukan, tentunya Ketua telah mengetahui akan hadirnya dua orang dari luar Pulau Neraka. Salah seorang dari mereka telah membunuh sepuluh orang Penjaga Tingkat ke Lima dan itu berarti hukuman siap dijalankan."
"Siapa mereka?" Penghuni Tingkat ke Satu tak segera buka nlulut. Diam-diam dia membatin dengan hati kecut,
"Aku yakin kalau Ketua yang memiliki ilmu sangat tinggi telah mengetahui siapa kedua orang itu. Tapi biarlah kujawab pula pertanyaannya." Memutuskan demikian dengan kepala tetap tertunduk, Penghuni Tingkat ke Satu berkata,
"Yang pemuda berjuluk Rajawali Emas dan yang seorang lagi adalah seorang perempuan tua bernama Puspitorini."
"Kau sudah mengetahui bagaimana mereka dapat
hadir kesini?"suara yang terpantul-pantul itu terdengar lagi. Penghuni Tingkat ke Satu anggukkan kepala. Lalu diceritakan apa yang didengarnya dari mulut Rajawali Emas. "Bagaimana menurutmu?" tanya orang yang entah berada di mana itu.
"Menurut penilaian hamba, apa yang dikatakannya tidak bisa diterima begitu saja. Tetapi apa yang dikatakannya pula dapat diterima sepenuhnya."
"Jelaskan!" - "Pemuda berjuluk Rajawali Emas mengatakan hadirnya seseorang dari Pulau Neraka yang telah membuat onar di dunianya. Orang yang berjuluk Pangeran Liang Lahat." "Di Pulau Neraka tak ada orang yang berjuluk seperti itu."
"Apa yang Ketua sangsikan pun hamba sangsikan pula. Tetapi pemuda itu mengatakan kalau dia berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua atau yang dijulukinya Pelarian Pulau Neraka. Dari ceritanya pula, dia telah bertemu dengan Setan Merah dan Iblis Merah, Utusan Kematian Pulau Neraka yang telah hamba perintahkan untuk membunuh Penghuni Tingkat ke Dua. Itulah yang menyebabkan hamba dapat menerima ceritanya, karena seperti yang telah hamba ketahui semuanya benar adanya."
"Dan alasan apa yang membuatmu mengatakan tak bisa menerima ucapannya begitu saja?"
"Mengenai keputusan Penghuni Tingkat ke Dua yang telah turunkan ilmu 'Balik Mata' kepadanya. Ilmu yang dapat membuat orang diluar Pulau Neraka melihat dan dapat masuk ke Pulau Neraka. Penghuni Tingkat ke Dua adalah tokoh yang telah mencoreng arang di Pulau Neraka. Tokoh yang mempunyai niat keji untuk mencuri Panah Pusaka Cakra Neraka namun gagal menjalankan niatnya. Dari cerita pemuda itu, jelas-jelas kalau Utusan Kematian Pulau Neraka belum berhasil menjalankan tugas. Dan kemungkinan lain, Penghuni Tingkat ke Dua telah mengumpulkan banyak tokoh-tokoh dari luar Pulau Neraka untuk dijadikan sebagai budaknya."
"Maksudmu?" "Hamba yakin, kalau dia telah susun rencana keji untuk menggempur Pulau Neraka." Terdengar dengusan orang yang berada cntah di mana- "Apa yang kau duga adalah sesuatu yang sangat bodoh bila memang dilakukan oleh Penghuni Tingkat ke Dua. Mungkin dia telah turunkan ilmu Balik Mata" pada orang-orang yang akan dijadikan budaknya. Tapi kehadiran mereka di sini hanyalah mencari mati. Bagi siapa pun juga orangnya, akan sulit keluar dari Pulau Neraka. Termasuk Penghuni Tingkat ke Dua sendiri. Dari semua penjelasanmu, aku menangkap lain."
"Hamba yang bodoh siap mendengarkan, Ketua...."
"Penghuni Tingkat ke Dua memang memperbudak orang-orang diluar Pulau Neraka untuk membantunya. Aku yakin sasarannya tetaplah Panah Pusaka Cakra Neraka. Benda sakti ampuh tiada banding. Satu-satunya
benda yang dapat mengalahkanku. Siapa pun di Pulau Neraka ini tahu tentang itu. Tetapi mereka adalah pasukan yang taat, tidak seperti Penghuni Tingkat ke Dua yang hendak kuasai benda itu sekaligus menjadi ketua di Pulau Neraka. Dan menurut perkiraanku, orang orang di luar Pulau Neraka yang diperbudaknya, hanya dijadikan sebagai tumbal. Maksudku, untuk alihkan perhatian kita. Ingat, Penghuni Tingkat ke Dua telah curi ilmu Siulan Kematian yang ampuh. Yang khasiatnya lebih mengerikan bila dipergunakan di Pulau Neraka."
"Maksud Ketua: dia akan muncul di hadapan Ketua."
"Itulah yang kumaksudkan. Dengan ilmu Siulan Kematian', dia dengan mudah akan mengalahkan siapa pun di sini. Tetapi tentunya dia akan menghadapi lawan yang berat." Penghuni Tingkat keSatu tak buka suara. Dia membenarkan apa yang dikatakan ketuanya yang entah berada di mana. Lalu didengarnya lagi suara yang keras dan terpantul-pantul di dinding,
"Untuk menghadapi risiko itu, sebaiknya kita perketat penjagaan."
"Ketua... hamba tak yakin Penghuni Tingkat ke Dua mampu mengalahkan Ketua."
"Ya! Siapa pun tak akan mampu mengalahkanku kendati dia memiliki ilmu Siulan Kematian'. Tetapi jangan lupa, bila pengkhianat itu berhasil mendapatkan Panah Pusaka Cakra Neraka, maka Pulau Neraka akan terkubur."Penghuni Tingkat ke Satu angkat kepalanya tegak tegak. Matanya memandang ke satu tempat kendati dia tidak yakin apakah memang orang yang sedang berbicara dengannya berada di sana.
"Kalau begitu, perintahkan hamba untuk datang ke dunia luar. Hamba akan membunuh bangsat itu sebelum dia mengacau disini!"
"Tidak perlu! Utusan Kematian Pulau Neraka telah kita kirim! Aku yakin mereka dapat mengalahkan Penghuni Tingkat ke Dua! Karena kehebatan ilmu Siulan Kematian tidak begitu sempurna bila berada di luar Pulau Neraka."
"Bagaimana bila mereka gagal membunuhnya" Maksud hamba, pengkhianat itu telah berhasil kumpulkan orang-orang diluar Pulau Neraka dan membantunya menghadapi Utusan Kematian Pulau Neraka?"
"Ilmu yang dimiliki Setan Merah dan Iblis Merah sangat tinggi. Rasanya, sukar mereka dikalahkan oleh orang-orang di luar Pulau Neraka."
"Bagaimana kemungkinannya bila Penghuni Tingkat ke Dua sedang lakukan penyusupan?"
"Berarti... dia sedang mencari mati!" Penghuni Tingkat ke Satu tak buka suara. Dadanya dibuncah kemarahan tinggi. Warna hijau yang menghiasi seluruh tubuhnya semakin menyala, terutama pada wajahnya. Lalu katanya,
"Bagaimana dengan dua tawanan yang telah dimasukkan ke ruang tahanan?"
"Biarkan mereka berada di sana. Aku ingin tahu di pihak mana sebenarnya mereka berada.".
"Ketua: Kitajangan mengambil risiko terlalu tinggi. Sebaiknya mereka dibunuh saja. Aku agak khawatir, kalau mereka akan mengacaukan keadaan disini"
"Jangan khawatir. Seperti yang kukatakan, kalau orang yang masuk ke Pulau Nerakatak akan bisa keluar lagi. Cepat atau lambat mereka akan mati disini. Atau... menjadi penghuni abadi Budak Tanah Neraka." Penghuni Tingkat ke Satu tersenyum puas
"Ketua... ada satu pikiran di benak hamba sekarang."
"Katakan!" "Bagaimana bila Utusan Kematian Pulau Neraka dipanggil pulang" Seperti yang dikatakan anak muda berpakaian keemasan itu, Penghuni Tingkat ke Dua tentunya akan lakukan penyusupan. Bila itu telah dilakukannya, berarti pengiriman Utusan Kematian Pulau Neraka merupakan sebuah kesia-siaan. Karena orang yang dicari sudah tak berada di sana...." Tak ada sahutan dari orang yang dipanggil 'Ketua'. Penghuni Tin gkat ke Satu berkata lagi,
"Selain itu, bila kita panggil pulang Utusan Kematian Pulau Neraka, paling tidak Ketua tak perlu bersusah payah menangani Penghuni Tingkat ke Dua." Terdengar suara geraman dingin, yang membuat bulu kuduk Penghuni Tingkat ke Satu meremang. Dia tahu arti geraman itu. Lalu buru-buru dia berkata,
"Tak sedikit pun tersirat di hati hamba untuk meragukan kemampuan Ketua. Siapa pun di Pulau Neraka ini tahu, kalau ilmu yang Ketua miliki tiada banding.
Maksud hamba berkata demikian, agar kiranya Ketua tidak terlalu direpotkan oleh urusan kecil semacam
ini. Lagi-lagi tak ada sahutan. Orang berkulit serba hijau itu tundukkan kepala. Dia sadar kalau dia telah salah berucap. Di Pulau Neraka, sedikit kesalahan saja berarti hukuman. Itulah yang membuat Penghuni Tingkat ke Satu tak berani angkat bicara lagi. Bahkan hatinya menjadi makin kecut memikirkan hukuman yang akan diterimanya. Tetapi apa yang didengarnya kemudian membuat parasnya menjadi cerah,
"Baiklah! Kau boleh panggil pulang Utusan Kematian Pulau Neraka!"
"Hamba, Ketua...."
"Mengenai dua tawanan itu untuk s?mentara dibiarkan saja! Kita tunggu laporan dari Utusan Kematian Pulau Neraka!"
"Hamba, Ketua...," kata Penghuni Tingkat ke Satu pula. Kemudian dengan kepala masih ditundukkan dia berkata,
"Hamba mohon pamit sekarang." Tak ada sahutan apa-apa. Orang berkulit serba hijau itu tahu kalau dia harus segera keluar dari sana. Seperti caranya dia masuk tadi, dinding tanpa pintu itu pun bergeser dan memudahkannya keluar. Setelah itu menutup kembali.
      "Anak muda! Aku tak mengerti jalan pikiranmu!
  Mengapa kau tak berontak dan seperti kerbau dicucuk hidungnya menurut dibawa ke ruangan celaka ini!! Apa sebenarnya kau sudah tak miliki keberanian lagi?"suara keras itu menggema di tempat yang tersembunyi. Sebuah tempat berbentuk ruangan yang cukup besar dan dikelilingi oleh jari-jari besi berwarna hitam. Tirta yang sejak tadi memandang ke luar melalui jari-jari besi hitam itu, lamat-lamat balikkan tubuh. Sambil bersandar pada dinding jari-jari besi yang besar dan kuat dia tersenyum. Puspitorini yang tadi keluarkan bentakan mendengus
"Sikap anak muda ini begitu tenang! Aku tak tahu apa yang sebenarnya direncanakan olehnya!"geramnya dalam hati. Sementara itu, masih bersandar pada dinding jarijari besi, permuda yang dilengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan berkata,
"Nek... tempat ini masih sangat asing bagi kita. Sampai saat ini aku seolah masih bermimpi dengan apa yang terjadi. Sebelumnya kita berada di tempat tinggal kita, di dunia kita. Tetapi sekarang kita berada di tempat asing yang gersang dan penuh misteri. Apakah patut kalau kita berontak sementara kita tidak tahu harus ke mana?"
"Paling tidak, kita menunjukkan sikap kalau kita bukanlah orang yang dapat dikalahkan begitu saja!"bentak si nenek tidak puas. Paras keriputnya mengerut dalam-dalam.
"Kita sama-sama tahu, kalau mengalah itu belum tentu kalah. Di samping itu, kita masih harus mengetahui banyak tentang keadaan di Pu lau Neraka. Juga, apa yang sebenarnya terjadi antara P angeran Liang Lahat dengan orang-orang Pulau Neraka, " kata Tirta tetap dengan suara tenang. Puspitorini men dengus gusar.
"Sctiap kali nama itu terdengar, aku tak sabar ingin mematahkan batang lehernya!"
"Kesabaran selalu membuahkan hasil yang lebih baik. Tindakan Pangeran Liang Lahat sudah tak bisa diterima lagi, oleh siapa pun seharusnya. Dia adalah bangsa Pulau Neraka yang telah kacaukan rimba persilatan, kacaukan dunia kita. Apakah kau tak menginginkan agar orang celaka itu dihukum di Pulau Neraka, sesuai dengan kesalahannya?" Kendati membenarkan ucapan itu, si nenek berpakaian kuning kusam mendengus.
"Lalu apa rencanamu sekarang" Apakah kau ingin tetap berada di kurungan keparat ini"!"
"Sudah tentu tidak," kata Tirta sambil tersenyum. Dia berusaha untuk tidak memancing kemarahan sinenek lebih lanjut.
"Nek... sampai saat ini, aku masih memikirkan kemungkinan akan munculnya Pangeran Liang Lahat dan orang-orang yang telah menjadi sekutunya."
"Untuk apa kau lakukan tindakan seperti itu, hah"! Kita berada dalam kurungan seperti ini! Yang ingin kau ketahui pun tak akan bisa diketahui!"
"Itu benar! Tapi kupikir, selama kita menunjukkan sikap baik, sudah barang tentu orang-orang Pulau Neraka dapat - merima kehadiran kita sebagai seorang sahabat."
"Apakah kau tidak melihat wajah orang berkulit serba hijau tatkala kau mengatakan kalau kita mencoba menghentikan sepak terjang Pangeran Liang Lahat?" dengus Puspitorini. Lalu sambungnya penuh ejekan,
"Atau kau berlagak bodoh tidak mengetahui kalau orang itu tidak mempercayai ucapanmu"!"
"Sudah tentu aku tahu."
"Lantas, bila memang Pangeran Liang Lahat dan yang lainnya hadir di sini, apakah kau pikir kita dapat membantu dan mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi?"
"Sudah tentu tidak."
"Keparat! Jangan berbelit-belit!!" Tirta balikkan tubuh. Kedua tangannya memegang dua buah jari-jari besi hitam yang kuat. Tanpa balikkan tubuh menghadap si nenek dia menyahut,
"Yang menjadi pikiranku, kita tetap harus bersikap baik. Mungkin tenaga kita memang tak diperlukan oleh orang-orang Pulau Neraka andaikata Pangeran Liang Lahat dan yang lainnya hadir di sini...." "Kalau sudah begitu, tunggu apa lagi"!" putus Puspitorini keras.
"Menunggu sampai mereka membunuh kita?"
"Kalau mereka mau membunuh sudah sejak tadi mereka melakukannya."
"Dan aku tak akan membiarkan mereka membunuhku! justru mereka yang akan kubunuh sebelum melakukannya kepadaku!?"Mungkin aku juga melakukan tindakan yang sama."
"Anak muda! Sejak tadi kau hanya berputar-putar berbicara! Katakan, apa maksudmu sebenarnya"!"
"Empat orang berkulit serba biru nampak begitu patuh pada orang berkulit serba hijau! Sekarang aku tanya padamu. Apakah memang orang berkulit serba hijau yang menjadi ketua di Pulau Neraka?"
"Menilik keadaannya memang seperti itu!"
"Aku tidak menduga seperti itu."
"Maksudmu?" - "Aku yakin, orang berkulit serba hijau itu bukanlah ketua Pulau Neraka!"
"Gila!" dengus Puspitorini.
"Anak muda! Janganjangan otakmu sudah menjadi sinting sejak kau berkata bagaimana cara keluar dari Pulau,Neraka?" Tirta balikkan tubuh. Memandang Puspitorini sambil tersenyum. - Sambil menggelengkan kepalanya dia berkata,
"Tidak! Aku masih waras-waras saja. Tapi menurut perhitunganku, orang berkulit serba hijau itu bukanlah Ketua Pulau Neraka." Mendengar kata-kata yang diucapkan penuh keyakinan itu, kening si nenek berkerut. Dia memandang tak berkedip pada pemuda berpakaian keemasan yang sedang tersenyum padanya. Sambil mendengus dia berkatalagi, "Kalau memang itu dugaanmu, siapakah Ketua Pulau Neraka?"
"Itulah yang harus kita ketahui."
"Bagaimana cara mengetahuinya padahal kita terkurung seperti burung dalam sangkar"!" dengus Puspitorini keras. Tirta terdiam sejenak. Keningnya nampak berkerut tanda dia memikirkan sesuatu. Mendadak dia tersenyum.
"Hanya ada satu cara yang bisa kita lakukan."
"Ceritakan padaku!" Tirta berpikir sejenak sebelum mengatakan apa rencananya. Namun sebelum dia mengutarakan jalan pikirannya, mendadak saja muncul gumpalan asap yang keluar dari dalam lantai yang mereka pijak.
"Gila! Asap apa ini"!"serunya keras. Di pihak lain, Puspitorini tertegun.
      Bab 3 KEMBALI kedunia diluar Pulau Neraka, saat ini nampak satu sosok tubuh sedang melesat cepat disebuah hutan yang dipenuhi pepohonan tinggi. Gerakan yang diperlihatkan orang berpakaian hitam ini sangat cepat dan ringan. Dia lompati ranggasan semak belukar setinggi dada tanpa terlihat adanya gerakan dari ranggasan semak itu tatkala angin yang keluar akibat lesatan tubuh si Bayangan hitam. Dalam waktu yang singkat, orang ini sudah berada di luar hutan yang dilaluinya. Saat ini pagi masih muda dan matahari baru bersinar lembut. Namun berada di luarhutan itu, sinar matahari sudah cukup sebagai penerangan. Dan orang ini hentikan larinya di sana. Kedua matanya yang bulat besar dan selalu sorotkan rasa benci pandangi sekitarnya. Parasnya keras dan dipenuhi brewok tebal, makin mengeras saat dia mendengus,
"Terkutuk! Di mana lagi aku harus mencari Rajawali Emas"! Pemuda keparat itu harus mampus ditanganku!!" Kedua tangan orang ini mengepal keras. Di pergelangan tangannya terlihat gelang-gelang warna hitam. Kembali dipandangi sekelilingnya dengan sorot mata makin penuh kebencian.
  "huh! Sebelum kubunuh pemuda berpakaian keemasan itu, aku tak akan kembali menjumpai Pangeran Liang Lahat!" geramnya. Lalu teringat pada Pangeran Liang Lahat, orang yang telah menaklukkannya dan memerintahnya untuk membunuh Rajawali Emas, paras orang penuh brewok yang bukan lain Manusia Segala Murka adanya ini makin mengeras, penuh kebencian berapi-api.
"Sedikit pun aku tak mempercayai apa yang dikatakannya! Dia bilang, akan memberikan ilmu yang membuatku dapat melihat dan masuk ke Pulau Neraka! Terkutuk! Pulau Neraka hanyalah sebuah dongeng belaka! Bila bukan karena perempuan berparas setan itu, mungkin aku tak akan mengikuti ucapannya!!"
Seperti kita ketahui, kalau Manusia Segala Murka telah ditaklukkan olch Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat-ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka. Bersama dengan Ratih Durga yang juga telah ditaklukkan oleh orang Pulau Neraka itu, Pangeran Liang Lahat memerintahnya untuk membunuh Rajawali Emas sementara Ratih Durga diperintahkan untuk membunuh Dewa Baju Putih.
Manusia Segala Murka memang telah berjumpa dengan Rajawali Emas. Membunuh Rajawali Emas telah lama hendak dilakukannya. Namun dia gagal melakukan perintah Pangeran Liang Lahat (Baca :
"Perjalanan Maut").
Dan orang berpakaian hitam yang terbuka dibagian dada ini sekarang kehilangan jejak Rajawali Emas.
"Keparat!" makinya berulang-ulang. Kemurkaannya kian menjadi-jadi.
. Dan tak jauh dari tempatnya, dua sosok tubuh yang sebelum Manusia Segala Murka tiba di sana telah berada disana lebih dulu, memperhatikan dari balik ranggasan semak. Masing-masing orang kerahkan ilmu peringan tubuh agar kehadiran mereka tidak diketahui oleh Manusia Segala Murka. Kakek berpakaian putih panjang yang berlutut di sebelah kiri berbisik,
"Aku mengenal orang itu. Dia berjuluk Manusia Segala Murka...." Perempuan jelita berpakaian hijau panjang balas berbisik,
"Dia tadi berkata kalau dia gagal membunuh Rajawali Emas. Dan itu dilakukan karena perintah Pangeran Liang Lahat. Bagaimana menurutmu?" Si kakek berbisik lagi,
"Sebaiknya kita tetap berada di sini sampai orang itu berialu. Setelah itu, kita akan mengikutinya. Mudah-mudahan dia akan membawa kita pada Pangeran Liang Lahat." Di pihak iain, Manusia Segala Murka masih mendumal penuh kebencian.
"Rajawali Emas... kau akan mampus di tanganku!! Kau akan mampus tanpa seorang pun yang akan mengenali jasadmu!" Kembali dia memandang ke sekelilingnya. Setelah beberapa saat, orang tinggi besar ini memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Namun belum lagi dia lakukan mendadak saja terdengar tawa yang panjang.
"Hik hik hik... dicari susah payah tidak tahunya berada disini" Padahal aku sudah cari ke berbagai comberan, juga kucari ke tempat-tempat sampah!!"
Seketika Manusia Segala Murka arahkan pandangan kesamping kanan. Dua kejap berik utnya, dia melihat seorang perempuan setengah baya b erpakaian terbuat dari rangkaian dedaunan muncul dan melangkah sambil cengar-cengir.
Untuk beberapa lama Manusia Segala Murka memandang tak berkedip. Setelah kenali siapa adanya orang, dia mendesis pelan,
"Perawan Gila.... Perempuan setengah baya yang melangkah sambil cengar-cengir itu hentikan langkahnya sejarak iima langkah dari hadapan Manusia Segala Murka. Dia pandangi lelaki dihadapannya sambil sesekali menjilat bibirnya sendiri.
"Wah, wah! Kau memang tampan sekali! Ih! Aku tak akan pernah menolak bila kau mau memperistriku!" Ucapan itu membuat merah paras Manusia Segala Murka.
"Bila aku tidak pernah tahu kehebatan ilmu yang dimilikinya, sudah kubunuh dia!"geramnya dalam hati. Lalu dengan pasang sikap gembira kendati parasnya masih mencerminkan kemurkaan, orang tinggi besar ini berkata,
"Tak pernah kusangka kalau aku akan berjumpa dengan tokoh sepertimu, Perawan Gila! Dan dari ucapanmu tadi, sepertinya kau sedang mencariku" Ada urusan apa sebenarnya"!" Perawan Gila bukannya jawab pertanyaan orang,
justru tersenyum-senyum sendirian. Bahkan bersikap seperti seorang perawan muda yang bertemu dengan pemuda yang dicintainya.
Sementara itu, di balik ranggasan semak belukar, kakek berpakaian putih yang bukan lain Dewa Baju Putih adanya berbisik lagi pada perempuan yang dipinggangnya melilit sebelah selendang berwarna merah terselip sebuah kipas indah yang di bagian atasnya terbuat dari bulu-bulu halus warna putih,
"Bidadari Kipas Maut... keadaan makin membingungkan. Kalau sebelumnya kita yakin Manusia Segala Murka telah menjadi budak Pangeran Liang Lahat untuk membunuh Rajawali Emas, bagaimana halnya dengan perempuan gila itu?"
Bidadari Kipas Maut terdiam sejenak dan berbisik,
"Aku tak berani mengambil kesimpulan sebelum mengetahui kelanjutannya. Biarlah kita tetap berada disini. Sepanjang mereka tidak mengetahui kehadiran kita, kupikir kita tak perlu berlalu."
Ucapan Bidadari Kipas Maut bertanda mereka memang harus berada di sana lebih lama.
Di pihak lain. Manusia Segala Murka menjadi geram melihat sikap Perawan Gila. Kedua tangannya sudah mengepal. Sorot matanya kian pancarkan kebencian.
Tetapi lagi-lagi dia tindih rasa geramnya.
"Jangan cengar-cengirdihadapanku! Kehadiranmu hanya membuat waktuku banyak terbuang! Katakan, ada apa kau muncul di hadapanku, hah"!".
Kembali Perawan Gila tersenyum-senyum sendirian. Menyusul dia terkikik-kikik dengan gerakan genit.
"Ih! Kau membuatku menjadi malu" Mengapa harus gusar begitu bila ingin melamarku" Ayolah, Kasihku... lamarlah aku. Waktumu tak akan terbuang banyak bila kau melakukannya sekarang...."
"Terkutuk!" geram Manusia Segala Murka.
"Aku tidak tahu apakah otakmu memang sinting betulan atau tidak!Tapi tentunya kau paham apa maksudku!!" .
"Hik hik hik... paham sekali. Sangat paham. Kau tak perlu susah payah mencari perempuan lain yang memiliki tubuh indah dan padat. Nah, nah... kau lihat payudaraku sekarang" Montok, bukan?" seru Perawan Gila sambil memegang kedua payudaranya dan menggoyang-goyangkannya. Lalu katanya lagi,
"Kau kelihatan sudah panas, sudah bernafsu. Ayo, Kasihku... kita arungi kehidupan indah ini bersama-sama...." Sementara paras Manusia Segala Murka kian mengkelap, di balik ranggasan semak baik Dewa Baju Putih maupun Bidadari Kipas Maut harus menahan tawa melihat sikap Perawan Gila. Tindakan yang dilakukan perempuan berpakaian terbuat dari rangkaian dedauan itu lebih gila lagi. Kalau tadi dia menggerak-gerakkan payudaranya, kali ini dia menggerak-gerakkan pinggulnya yang montok.
"Nah, nah! Kau lihat" Pinggulku demikian padat, bukan" Ayo, ayo! Kau akan kubuat kesenangan"!"
"Setan gila!" geram Manusia Segala Murka dalam hati.
"Kalau aku tidak tahu ilmu yang dimilikinya lebih tinggi, aku tak akan pikir dua kali untuk membunuhnya!
Huhh!! Ketimbang aku menjadi semakin murka, sebaiknya kutinggalkan saja dia!" Memutuskan demikian, tanpa berucap denganlagi Manusia Segala Murka sudah melangkah ke kiri. Namun saat itu pula dia harus hentikan langkahnya. Bahkan melompat ke belakang tatkala dirasakan ada satu desiran halus mengarah padanya.
"Keparat!!" makinya gusar. Lebih gusar lagi tatkala melihat dari mana asal desiran halus tadi. Dari sehelai daun yang kini menancap pada tanah dimana sebelumnya dia berpijak. Perawan Gila justru berteriak dan bertepuk tangan kesenangan.
"Hik hik hik... mau ke mana, Kasihku" Ayo, kita arungi kehidupan ini bersama-sama...." Manusia Segala Murka pandangi taja m-tajam perempuan gila di hadapannya yang masih ter kikik-kikik. "Perawan Gila! Jangan pancing amarahku bil a ingin selamat!"desisnya dingin.
"Aduh, Kasihku... mengapa kau begitu kejam" Bagaimana mungkin aku memancing amarahmu" Hik hik hik... tapi melihat wajahmu itu kau nampak sudah marah" Wah! Aku salah ya, salah ya"!"
"Katakan! Apa maksudmu sebenarnya"!" Kali ini Perawan Gila hentikan tawanya. Seperti teringat sesuatu dia mendesis,
"Apaya maksudku mencarimu?" Melihat hal itu kemarahan Manusia Segala Murka kian menjadi-jadi. Tapi untuk kesekian kalinya dia me
  nindih rasa marahnya. Dibiarkan Perawan Gila bersikap seperti itu, padahal dia sudah tak sabar untuk meninggaikannya. - Mendadak didengarnya sorakan Perawan Gila seperti anak kecil yang bisa menikmati es tanpa dimarahi orangtuanya.
"Aku ingat! Aku ingat!"
"Katakan!" desis Manusia Segala Murka.
"Pangeran Liang Lahat... menyuruhku untuk mencarimu!" Sejenak mata Manusia Segala Murka menyipit.
"Mengapa orang celaka itu mencariku?"
"Wah! Mana aku tahu" Mendingan kita pergi saja bersama-sama menemuinya! Kan itu lebih baik! Nanti dia menjadi saksi atas pernikahan kita"!" Manusia Segala Murka tak angkat bicara. Diam diam dia membatin,
"Menilik keadaannya, perempuan gila ini jelas-jelas sudah berada di bawah kekuasaan Pangeran Liang Lahat. Hemm... bisa jadi kalau orang Pulau Neraka itu telah kuasai orang-orang lainnya untuk dijadikan sebagai budaknya." Habis membatin demikian dia berkata,
"Perawan gila! Siapa lagi orang yang telah menjadi sekutu Pangeran Liang Lahat"!" Perawan Gila angkat kepalanya. Sikapnya sangat serius, seperti berpikir. Masih tengadah dia berkata,
"Siapaya" Huh! Akulupa!Tapi... hik hik hik... akuingat, aku ingat!"
"Siapa saja"!"
"Hemmm... Muto Kradak. Ya, Muto Kradak! Terus... siapa lagi ya" Aha! Dewi Penebar Sukma. Dan Setan Perak! Ya, ya.... Setan Perak. O, tidak , tidak! Setan Perak sudah mampus karena kebanyakan bertanya!" Lalu pandangannya diarahkan lagi pada Manusia Segala Murka.
"Ayolah, Kasihku... mengapa kau banyak bertanya lagi" Bisa-bisa kau akan kubikin seperti Setan Perak yang sudah mampus dibunuh orang berkulit ungu itu!"
"Di mana Muto Kradak berada?" tanya Manusia Segala Murka setelah berpikir beberapa saal.
"Kalau tidak salah... ini kalau tidak salah ya" Dia disuruh mencari Ratih Durga. Iya, Ratih Durga! Perempuan bertampang setan yang merasa dirinya paling cantik sedunia! Hik hik hik...."
"Bagaimana dengan Dewi Penebar Sukmasendiri?" Kali ini paras Perawan Gila mendadak mengkelap. Tangannya menuding dan mulutnya berucap kacau,
"Kurang ajar! Apa maksudmu menanyai perempuan genit itu, hah"! Kau mencintainya ya" Kau menyukainya"!" Belum lagi Manusia Segala Murka menyahuti katakata Perawan Gila, perempuan itu sudah gerakkan tangan kanannya dengan cepat, Sing! Sing! Sing! Tiga helai daun yang diambil dari pakaiannya yang memang terbuat dari rangkaian dedaunan, meluncur dengan kecepatan laksana anak panah! Manusia Segala Murka sesaat tegakkan kepala dengan mata membelalak. Lalu sambil mendengus, orang ini kibaskan tangan kanannya. Wuussss!! Serangkum angin menderu dan melabrak tiga buah daun yang dilepaskan Perawan Giia. Tiga buah daun itu memang berhasil dipatahkan dan berpentalan menancap pada tiga batang pohon. Namun di luar dugaan Manusia Segala Murka, di balik tiga helai daun yang dilepaskan Perawan Gila, mendadak saja sebongkah angin menderu deras.
"Heiii!!"seru Manusia Segala Murka tertahan seraya mekompat ke samping kiri Blaaarrr!! Ranggasan semak dibelakang Manusia SegalaMurka muncrat berpentalan.
"Hik hik hik... ternyata kau tak memiliki apa-apa!" Serti Perawan Gila sambil tertawa. Dan mendadak dia menggerani sengit.
"Ketimbang kau akan direbut oleh Dewi Penebar Sukma, lebih baik kau mampus di tanganku!!"
"Tunggu!!"seru Manusia Segala Murka sambil angkat tangan kanannya. Paras orang ini sudah memerah tanda kemurkaannya kian menjadi-jadi. Lalu berkata dalam hati,
"Perempuan satu ini memang gila. Tetapi di balik kegilaannya ilmu yang dimilikinya begitu tinggi. Dari gebrakan yang dilakukan barusan sudah memperlihatkan kelasnya sendiri. Dan bila dia berhasil ditaklukkan oleh Pangeran Liang Lahat, berarti ilmu manusia berkulit ungu itu lebih tinggi. Jahanam sial! Ketimbang aku jadi bulan-bulanan Perawan Giia, lebih baik kuturuti saja apa maunya. Juga kuturuti saja apa yang diinginkan oleh Pangeran Liang Lahat." - Habis berpikir demikian, orang tinggi besar ini berkata,
"Jangan gegabah bertindak! Kalaupun aku bertanya tentang Dewi Penebar Sukma, karena aku ingin tahu apa yang dialaminya!Seperti yang kutanyakan tentang Muto Kradak yang menurutmu sedang mencari Ratih Durga untuk segera bergabung dengan Pangeran Liang Lahat! Saat ini, aku masih berkeinginan untuk membunuh Rajawali Emas seperti yang diperintahkan Pangeran Liang Lahat! Tetapi karena kedatanganmu yang mengatakan agar aku segera bergabung dengannya, niat itu kubatalkan sekarang!" Perawan Gila cengar-cengir sendirian.
"Bagus, bagus sekali! Ayo, kita segera jumpai Pangeran Liang Lahat! Barangkali saja di sana sudah ada Dewi Penebar Sukma, Muto Kradak dan Ratih Durga! Mereka akan menjadi saksi dari pernikahan kita!" Kendati Manusia Segala Murka memaki-maki dalam hati, tetapi dia berkata,
"Kita akan segera ke sana! Tapi sebelum ini, aku ingin bertanya dulu! Apa yang akan dilakukan Pangeran Liang Lahat bila semuanya sudah berkumpu!?"
"Apa yang akan dilakukannya" Apa ya" Aku tidak tahu tuh!" sahut Perawan Gila sambil nyengir. Mendadak dia tertawa,
"Mungkin... dia akan membunuhmu bila tidak mau menikahiku! Hik hik hik...." Lagi-lagi Manusia Segala Murka mendengus. Namun dia tak mau memperpanjang urusan. Makanya dia segera berkata,
"Sebaiknya kita pergi sekarang!"
"Hei, hei!" seru Perawan Gila begitu melihat Manusia Segala Murka sudah berjalan mendahului.
"Jangan kurang ajar! Ayo, pegang tanganku!" Untuk kesekian kalinya Manusia Segala Murka menggeram sengit. Tetapi dia tak berani tampakkan kemurkaannya. Kali ini, apa yang dilakukannya memang hendak mengetahui tindak lanjut dari Pangeran Liang Lahat. Terutama setelah mengetahui kalau Perawan Gila, Muto Kradak dan Dewi Penebar Sukma telah diturunkan ilmu yang dijanjikan Pangeran Liang Lahat padanya. - Lalu dengan hati mangkel, dia menggandeng Perawan Gila yang melangkah sambil terkikik-kikik.
      Bab 4 SEPENINGGAL kedua orang itu, baik Dewa Baju Putih - maupun Bidadari Kipas Maut keluar dari balik ranggasan semak di mana sejak tadi mereka berada. Kedua tokoh golongan lurus ini sama-sama tak ada yang buka suara. Mereka arahkan pandangan pada arah yang ditempuh Perawan Gila dan Manusia Segala Murka. Keheningan itu dipecahkan oleh suara Dewa Baju Putih,
"Apa yang kau pikirkan sekarang?" Bidadari Kipas Maut yang sedang mencari dan mendendam pada Pangeran Liang Lahat yang telah membunuh kekasihnya si Pendekar Kail, tak segera buka mulut. Pandangan perempuan jelita ini tetap mengarah pada tempat berlalunya Perawan Gila dan Manusia Segala Murka. Lamat-lamat dia berkata,
"Pangeran Liang Lahat alias Pelarian Pulau Neraka telah berhasil kumpulkan orang-orang sesat yang mau menjadi budaknya. Kita sama-sama tahu ilmu yang dimiliki oleh Perawan Gila. Juga Muto Kradak. Orang-orang itu telah menjadi budak-budaknya sekarang." Dewa Baju Putih sejenak melirik Bidadari Kipas Maut. Kakek yang pernah dan masih mencintai perempuan jelita berpakaian hijau panjang ini diam-diam mendesah pendek.
Lalu katanya, "Tindakan apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Seperti yang kita rencanakan, sebaiknya kita mengikuti kedua orang itu. jelas-jelas Perawan Gila mengatakan kalau Pangeran Liang Lahat telah menunggu kehadiran mereka, yang tentunya juga menunggu kehadiran Muto Kradak, Ratih Durga maupun Dewi Penebar Sukma. Menurut hematku, mereka akan segera pergi ke Pulau Neraka...."
"Aku pun memikirkan soal itu. Bila mereka sudah pergi ke Pulau Neraka, itu artinya kita tak bisa lagi hentikan sepak terjang Pangeran Liang Lahat."
"Dan itu berarti aku tidak bisa membalas dendam kematian Pendekar Kail!"sambung bidadari kipas maut geram.
"Disamping itu, yang sebenarnya hendak kita lakukan bukan hanya membalas kematian Pendekar Kail, melainkan juga menghentikan sepak terjangnya. Tetapi sekarang, jangankan untuk datang ke Pulau Neraka, menemukan dimana tempatitu berada saja tak mungkin kita lakukan," sahut Dewa Baju Putih. Setelah itu dia terdiam sebelum melanjutkan,
"Aku menyesal, karena saat itu tak pergunakan otakku untuk memancingnya agar dia mau turunkan ilmu yang dikatakannya."
"Dalam keadaan seperti yang kau alami waktu itu, kau tentunya tak akan memikirkan persoalan itu kecuali menghindarinya." Kata-kata Bidadari Kipas Maut membuat Dewa Baju Putih tersenyum senang. Lalu katanya,
"Sebelum terlambat, sebaiknya kita segera berangkat sekarang. Dan hanya ada satu yang menjadi pikiranku." - Bidadari Kipas Maut pandangi kakek di samping kanannya ini. "Katakan...."
"Bila kemungkinannya Pangeran Liang Lahat serta yang lainnya akan pergi ke Pulau Neraka, kita tentunya akan mengalami kesulitan untuk ke sana. Apakah bisa bila kita mencoba untuk menyusup selagi mereka berangkat menuju ke Pulau Neraka?" Mendengar pertanyaan si kakek, perempuan setengah baya itu terdiam. Untuk beberapa saat tak ada yang buka suara sampai si kakek sendiri berkata,
"Urusan itu bisa dikesampingkan lebih dulu. Sebaiknya, kita berangkat sekarang." Bidadari Kipas Maut anggukkan kepala. Kejap berikutnya kedua orang ini sudah berlari meminggalkan tempat itu. Namun baru sekitar lima belas tombak mereka berlari, mendadak saja masing-masing orang hentikan larinya. Karena secara tiba-tiba saja muncul dua gumpalan awan hitam sejarak sepuluh langkah dari hadapan keduanya. Untuk beberapa saat mereka memperhatikan dengan kening berkerut. Hati keduanya penuh tanya tentang awan apakah yang mendadak muncul itu" Belum lagi keduanya mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang tiba-tiba muncul, secara tiba-tiba pula dari dua gumpalan awan hitam itu melompat dua sosok tubuh berparas angker. Dan kulit keduanya berwarna merah!.
Baik Dewa Baju Putih maupun Bidadari Kipas Maut sama-sama tegakkan kepala. Cara kemunculan kedua orang berkulit merah itu membuat mereka tak berkedip. Di pihak lain, kedua orang berkulit serba merah itu balas memandang, tajam, ganas dan mengerikan. Orang yang memiliki kuping menukik membentak,
"Manusia-manusia bodoh! Kami tak punya banyak waktu! Kalian bisa jawab pertanyaan kami, maka kalian akan selamat! Bila gagal menjawab, jangan salahkan kami bila kalian mati hari ini juga!!" Ucapan angker itu membuat Dewa Baju Putih dan Bidadari Kipas Maut bersiaga. Dewa Baju Putih membatin.
"Kulit kedua orang ini berwarna merah. Pangeran Liang Lahat memiliki kulit serba ungu. Astagal Jangan-jangan... orang-orang yang muncul secara aneh ini adalah orang dari Pulau Neraka pula?" Di pihak lain Bidadari Kipas Maut berkata dalam hati,
"Ucapan orang berkuping menukik itu sungguh . sombong sekali. Tapi dari cara mereka muncul, rasanya kami harus berhati-hati." Si Kuping menukik yang bukan lain Setan Merah adanya, menggeram dingin. Sementara yang berhidung bengkok dan bukanlain Iblis Merah, hanya memandang
tajam-tajam. Sorot matanya penuh dengan bara api. Mereka adalah Utusan Kematian Pnlau Neraka yang sedang mencari Pangeran Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka. Setan Merah berkata lagi,
"Kami mencari orang berjuluk Pangeran Liang Lahat! Katakan, dimana orang itu berada, maka kalian akan selamat!!" Kedua orang dari golongan lurus itu saling pandang sejenak. Menyusul Dewa Baju Putih berkata,"Kami pun sedang mencari orang yang kau maksudkan!" "Jangan putar ucapan! Jawab pertanyaan kami!!" hardik Setan Merah geram. - Dewa Baju Putih perhatikan dalam-dalam masing masing orang di hadapannya seraya membatin,
"Keyakinanku kuat kalau mereka juga berasal dari Pulau Neraka. Dari sikap mereka yang geram dan mencari Pangeran Liang Lahatalias Pelarian Pulau Neraka, bisajadi tujuan mereka ke dunia diluar Pulau Neraka berlainan dengan Pclarian Pulau Neraka. Kalau orang berkulit serba ungu itu menghendaki mengumpulkan orangorang rimba persilatan untuk menjadi budaknya, kedua orang berkulit merah ini justru memburu orang itu. Jangan-jangan...." Memutus kata batinnya sendiri, Dewa Baju Putih berkata,
"Kita sama-sama belum mengenal siapa adanya orang. Kalaupun berjumpa baru kali ini. Sebaiknya, kalian perkenalkan diri dulu hingga urusan tidak jadi salah paham."
"Manusia keparat! Sekali lagi kau coba putar omongan, kurobek mulutmu!!"hardik Setan Merah geram.
Dewa Baju Putih tetap berkata tenang,
"Bila kalian keberatan memperkenalkan diri, biarlah aku yang memulai. Orang-orang memanggilku dengan sebutan Dewa Baju Putih. Sementara perempuan disampingku ini, adalah sahabatku yang berjuluk Bidadari Kipas Maut. Dan kami juga memiliki maksud yang sama dengan kalian, mencari Pangeran Liang Lahat yang telah banyak timbulkan kekacauan di rimba persilatan ini." Mendengar ucapan orang, Setan Merah tak buka suara. Sementara itu orang yang berhidung bengkok keluarkan dengusan gusar.
"Peduli setan siapa kalian adanya! Kami adalah Utusan Kematian Pulau Neraka yang datang untuk menangkap Pangeran Liang Lahat! Julukanku Iblis Merah dan dia sahabatku berjuluk Setan Merah! Manus ia keparat pelarian dari Pulau Neraka itu sesungguhnya berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua! Sekarang, katakan di mana orang itu berada"!" Dewa Baju Putih geleng-gel engkan kepala.
"Sejak tadi kukatakan, kalau kamipun sedang mencari orang celaka itu! Sekarang, bagaimana bila kutawarkan satu gagasan?"
"Orang-orang Pulau Neraka tak pernah mengambil sikap berkompromi dengan orang-orang di luar Pulau Neraka!"bentak Iblis Merah keras. Dewa Baju Putih tak pedulikan bentakan itu. Dia terus berkata-kat a,
"Kita tak perlu mengambil sikap bermusuhan! Saat ini kita menghadapi lawan yang sama! Mungkin kalian akan menangkap dan membawa Pangeran Liang Lahat atau Penghuni Tingkat ke Dua kembali ke Pulau Neraka! Hal itu tidak membuat kami gusar! Asalkan manusia celaka itu tak lagi berada didunia kami, kami sudah senang!" Kata-kata Dewa Baju Putih membuat Setan Merah urungkan niatnya untuk membentak. Dia tak lagi keluarkan suara. Di pihak lain, Iblis Merah pun terdiam. Melihat keadaan itu, Dewa Baju Putih berkata lagi.
"Apa yang kuucapkan tadi, dengan kata lain, agar kita tak perlu buka urusan karena sesungguhnya kita memang tak punya urusan. Dan sebaiknya kita berpisah di sini. Kalian tetap mencari Pangeran Liang Lahat, begitu pula dengan kami." Ucapan kakek berpakaian putih itu lagi-lagi membuat Utusan Kematian Pulau Neraka tak buka suara. Sedikit banyaknya mereka membenarkan apa yang dikatakan si kakek. Namun mendadak saja Setan Merah membentak,
"Kita telah tahu sekarang, kalau tujuan yang kita miliki sama! Tapi... kami sebagai orang-orang Pulau Neraka, tak menghendaki ada yang ikut campur dengan urusan kami! Itu artinya...." Bidadari Kipas Maut yang sejak tadi hanya mendengarkan tahu ke mana arah ucapan Setan Merah. Makanya dia segera memotong dengan nada menyentak,
"Apa pun yang kalian inginkan, akan kami layani! Karena sesungguhnya, kami sudah muak dengan tindakan orang-orang Pulau Neraka!" Kontan Setan Merah arahkan pandangannya pada perempuan jelita berpakaian hijau panjang itu.
"Perempuan laknat!" geramnya dengan tubuh bergetar.
"Kau akan mampus lebih dulu!!" Baru saja habis ucapannya mendadak saja menggebrak gelombang angin yang tebarkan hawa panas ke arah Bidadari Kipas Maut! Perempuan setengah baya yang memiliki paras jelita itu menggeram keras. Menyusul dijejakkan kaki kanannya agak keras di atas tanah. Bersamaan dengan menghamburnya tanah akibat jejakan kaki kanannya, tubuhnya melenting ke samping kiri. Letupan yang sangat keras terdengar di belakangnya. Blaaammm!! Gelombang angin berhawa panas itu menghajar batang pohon beringin hingga bergetar hebat. Dua kejapan mata kemudian, seluruh dedaunan pohon itu meranggas yang seketika berguguran ke bumi. Bukan hanya Bidadari Kipas Maut yang tertegun melihat tindakan lawan. Dewa Baju Putih sampai melongo beberapa saat. Namun kedua orang ini adalah tokoh kawakan yang telah banyak makan asam garam. Hanya sesaat mereka tertegun untuk kemudian sama-sama arahkan pandangan pada si Kuping menukik. Kalau pandangan Bidadari Kipas Maut tajam dan penuh kemuakan, Dewa Baju Putih menatap penuh persahabatan. Bidadari Kipas Maut sudah lontarkan makian,


Rajawali Emas 46. Panah Cakra Neraka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Orang-orang keparat! Jangan anggap kami adalah orang-orang yang mudah dicundangi! Dan hari ini, kalian, orang-orang Pulau Neraka akan merasakan kehebatan orang-orang di luar Pulau Neraka!"
"Bagus! Itu pertanda kematianmu akan kupercepat!!" Habis bentakannya, Setan Merah menggebrak ke depan. Gerakannya yang sangat cepat dan sukar diikuti oleh mata, mengejutkan Bidadari Kipas Maut yang sedang diserang. Lebih kaget lagi karena tahu-tahujotosan tangan kanan lawan sudah siap menghajar dadanya!
"Heiiii!!" - Kejap itu pula, perempuan bersenjata sebuah kipas ini mundur terburu-buru. Dan belum lagi dia berdiri tegak, mendadak saja dirasakan seretan angin pada kedua kakinya!
"Terkutuk!!" dengusnya sambil melompat. Dan langsung lancarkan jotosan. Bukkk!! Setan Merah yang setelah lancarkan serangan pada kedua kaki Bidadari Kipas Maut lantas lepaskan jotosan ke atas, serangannya harus tertahan oleh jotosan Bidadari Kipas Maut. - Dan... astaga! Tubuh Bidadari Kipas Maut tergontai-gontai lima tindak ke belakang. Bahkan sebelum dia dapat kuasai keseimbangannya, Setan Merah sudah dorong kedua tangannya ke depan. Serta-merta menggebrak gelombang angin warna merah yang didahului oleh asap merah! Melihat serangan ganas itu, dalam keadaan masih belum dapat kuasai keseimbangan Bidadari Kipas Maut segera cabut kipas yang terselip diselendangnya. Serta
merta dia gerakkan yang saat itu pula menggebrak gelombang angin berkekuatan tinggi. Blaaammmin!! - Serangan Setan Merah putus di tengah jalan. Kendati demikian justru Bidadari Kipas Maut yang terlemparke belakang. Bila saja Dewa Baju Putih tidak cepat bertindak menyambarnya, mungkin dia akan menabrak pohon di belakangnya. Melihat hal itu, Setan Merah langsung melesat diiringi teriakan mengguntur. Namun anehnya, sebelum dia Iancarkan serangan tiba-tiba saja sosoknya melenting kembali ketempat semula. Tatkala menginjak tanah lagi, kedua tangannya sudah terangkap di depan dada dengan tubuh bergetar. Baik Dewa Baju Putih maupun Bidadari Kipas Maut sama-sama memperhatikan tak berkedip. Karena bukan hanya Setan Merah saja yang lakukan tindakan seperti itu, Iblis Merah pun lakukan tindakan yang sama.
"Apa yang terjadi?" bisik Dewa Baju Putih seolah pada dirinya sendiri. Bidadari Kipas Maut yang masih merasa nyeri pada dadanya akibat benturan tadi, berkata,
"Sepertinya... mereka sedang menahan satu serangan yang tak nampak." "Serangan?" ulang Dewa Baju Putih. Di pihak lain, Setan Merah dan Iblis Merah masih tetap rangkapkan kedua tangannya di depan dada. Tubuh keduanya makin bergetar hebat. Menyusul terlihat keduanya sama-sama bersujud. lalu sambil bangkit perlahan-lahan, masing-masing berucap,
"Perintah telah kami terima. Kami akan kembali." Habis lakukan tindakan seperti itu, keduanya berdiri kembali. Dan kegarangan mereka yang sempat lenyap tadi, kembali muncul. Setan Merah memandang dingin, terutama pada Bidadari Kipas Maut. Lalu katanya sengit,
"Kau beruntung, Perempuan celaka!Tapi kelak, keberuntunganmu itu tak akan kau miliki lagi! Karena, aku pasti akan kembali ke dunia keparat ini!!" Iblis Merah menyambung ucapan,"Bukan hanya dia yang akan kembali! Aku juga akan ikut serta untuk mencabut nyawa kalian!!" Kendati hatinya geram Bidadari Kipas Maut tak buka suara. Di pihak lain, Dewa Baju Putih terdiam. Kakek ini nampak sedang berusaha cernakan apa yang dikatakan keduanya, terutama kata-kata Setan Merah.
"Dipanggil pulang" Apakah itu pertanda kalau mereka akan kembali ke Pulau Neraka?" desisnya dalam hati."Berarti, tindakan tiba-tiba yang keduanya lakukan, pertanda ada panggilan gaib yang hanya dimengerti oleh keduanya." Mendadak saja kepala Dewa Baju Putih menegak.
"Mungkin ini satu-satunya kesempatan, karena mencoba meneruskan langkah menyusul Perawan Gila dan Manusia Segala Murka yang bergabu ng kembali dengan Pangeran Liang Lahat, sudah tentu akan kehilangan jejak. Sebaiknya...." Memutus ucapann ya sendiri, Dewa Baju Putih menggenggam tangan kan an Bidadari Kipas Maut yang
sejenak terkejut. Perempuan ini pandangi dalam-dalam kakek di sebelahnya, tetapi dia tak berusaha untuk lepaskan genggaman si kakek. Di pihak lain, mendadak saja telah muncul dua awan hitam dari mana sebelumnya Utusan Kematian Pulau Neraka muncul. Baik Setan Merah dan Iblis Merah tak ada yang buka suara. Mereka sejenak pandangi keduanya sebelum melompat ke dalam dua gumpalan awan hitam itu. Dan sebelum dua gumpalan awan hitam itu lenyap, mendadak saja Dewa Baju Putih menyentak tangan Bidadari Kipas Maut seraya melompat.
"Masuk ke gumpalan awan hitam Iblis Merah! Cepat!" Bidadari Kipas Maut kini mengerti apa arti genggaman tangan Dewa Baju Putih. Seketika dia melompat masuk secara bersamaan dengan yang dilakukan Dewa Baju Putih. Begitu tubuh masing-masing orang lenyap tertelan oleh dua gumpalan awan hitam, dua gumpalan awan hitam itu pun lenyap dari pandangan!
Bab 5 Di Dalam penjara di Pulau Neraka, Rajawali Emas dan Puspitorini semakin kalang kabut, tatkala gumpalan asap hitam yang keluar dari dalam lantai semakin pekat. Mereka mulai merasakan jalan napas mereka terganggu. Bahkan saat kerahkan tenaga dalam untuk usir asap hitam yang masuk melalui pernapasan, masing masing orang merasa tubuh mereka mulai sukar digerakkan.
"Celaka! Asap ini bukan hanya ganggu jalan napas kita!" geram Rajawali Emas keras. Kedua tangannya mencoba halau gumpalan asap hitamitu. Namun seperti memiliki mata, asap-asap itu justru makin kuat menyerang. . Apa yang dialami Puspitorini pun tak jauh berbeda. Bahkan si nenek sampai keluarkan ilmu Telapak Samudera yang serta-merta terdengar letupan keras. Gelombang angin yang perdengarkan suara laksana amukan samudera menghantam jari-jari besi yang berbentuk bujur sangkar di mana mereka terkurung. - Akibatnya tempat itu seperti bergetar, tetapi jari jari besi yang terhantam ilmu Telapak Samudera si nenek tak bergeming sama sekali. Justru Tirta yang berteriak,
"Jangan sembarangan lepaskan ilmumu, Nek! Kau bisa mengenaiku!!" Memang, dalam keadaan mata terhalang oleh gumpalan asap hitam itu, bisa jadi kalau ilmu Telapak Samudera yang dilepaskan Puspitorini akan mengenai Rajawali Emas. Itulah sebabnya, Tirta tidak coba usir gumpalan asap hitam itu dengan ilmunya yang lain kecuali kerahkan tenaga dalam dan tenaga surya. Cukup lama masing-masing orang berusaha menyelamatkan diri dari gumpalan asap hitam yang menyerang, yang membuat jalan napas mereka tersendat dan tubuh mereka menjadi kaku. Lima kejapan mata kemudian, Tirta mulai merasa kedua matanya berkunang-kunang. Rasa pusing pada kepalanya tak terkira. Anak muda dari Gunung Rajawali ini masih ngotot untuk melepaskan diri dari siksaan gumpalan asap hitam. Namun lama kelamaan dia merasa tak sanggup melakukannya. Tubuhnya semakin sukar untuk digerakkan dan akhirnya dia ambruk menyusul Puspitorini yang telah ambruk lebih dulu. Entah berapa lama keduanya berada dalam keadaan tak sadarkan diri, sebelum akhirnya masing-masing orang membuka mata. Yang pertama kali mereka lihat adalah cahaya yang berpendar yang saat itu juga membuat keduanya rapatkan mata kembali. Namun keingintahuan apa kelanjutan dari kejadian yang menimpa mereka, membuat mereka memaksakan diri untuk membuka mata kembali. Perlahan-lahan bola mata mereka mulai normal dan bisa menangkap apa
yang mereka lihat. Sosok berkulit serba hijaulah yang pertama kali mereka lihat. Sosok Penghuni Tingkat ke Satu yang sedang menyeringai lebar namun tatapannya dingin menghujam. Melihat hal itu, Puspitorini mendadak sontak melesat sambil berteriak keras,
"Keparat! Kubunuh kau!!" Tak tanggung lagi, si nenek sudah keluarkan ilmu Telapak Samudera'. Namun sebelum ilmu itu bekerja dengan baik, mendadak saja dia tersuruk ke depan! Tirta yang terkejut melihat si nenek sudah lanearkan serangan, sekarang lebih terkejut lagi melihatnya yang tersuruk seperti itu. Cekatan dia melompat untuk raih tubuh si nenek agar tidak terjerunuk. Dan... astaga! Anak muda dari Gunung Rajawali itu mendadak saja merasa tenaganya melemah dan dia pun tersuruk kedepan. Dalam waktu yang bersamaan, kedua orang itu jatuh. Terdengar dengusan dingin orang berkulit serba hijau. "Huh! Kalian telah menghisap asap Runtuh Tenaga'. Sebelum mendapatkan obat pemulih, tenaga kalian melemah. Dan akan semakin melemah bila kalian banyak bergerak. Terutama keluarkan tenaga tak nampak yang kalian sebutkan tenaga dalam." Sadarlah Tirta apa yang menyebabkan dirinya mendadak tersuruk seperti itu. Tentunya Puspitorini juga mengalami hal yang sama.
Perlahan-lahan masing-masing orang bangkit berdiri. Kalau tatapan Tirta penuh dengan kekhawatiran dan otaknya coba memulihkan apa yang terjadi, lain halnya dengan Puspitorini. Pandangan nenek berpakaian kuning panjang ini berapi-api. Tajam. Penuh amarah serta dendam. Penghuni Tingkat ke Satu balas memandang tajam. Lebih mengerikan dari tatapan Puspitorini hingga si nenek akhirnya hanya mendengus serta alihkan pandangan. - "Kalian beruntung, karena Ketua tak menghendaki kematian kalian sekarang!" seru Penghuni Tingkat ke Satu dengan kedua tangan bertolak pinggang.
"Namun keberuntungan kalian tak akan terlalu lama, karena kalian akan mampus di Pulau Neraka atau menjadi Budak Tanah Neraka!" Rajawali Emas membatin dalam hati,
"Seperti dugaanku, kalau orang berkulit serba hijau itu bukanlah ketua Pulau Neraka. Lantas, siapakah orang di balik semua ini?" - Di pihak lain Puspitorini berkata dalam hati pula,
"Dugaan anak muda itu tepat kalau orang ini termasuk salah satu cecunguk Pulau Neraka. Jahanam sial! Ucapannya tadi benar-benar bikin darahku mendidih!Tetapi, dengan keadaan tubuh yang melemah akibat asap hitam tadi, rasanya memang akan sia-sia bila lakukan serangan. Sebaiknya, ikuti dulu apa yang diinginkannya." Masing-masing orang tak ada yang buka suara. Penghuni Tingkat keSatu sudah tidak sabar untuk membunuh keduanya. Namun perintah dari ketuanya membuatnya harus menahan diri. Lalu katanya bengis,
"Jelaskan sekali lagi, apa yang akan dilakukan oleh Penghuni Tingkat ke Dua yang kalian juluki Pelarian Pulau Neraka atau yang telah mengubah julukannya menjadi Pangeran Liang Lahat"!" Tirta merasa dia harus menjawab pertanyaan itu, ketimbang Puspitorini yang melakukannya dalam keadaan marah.
"Secara pasti kami tak mengetahuinya. Tetapi dia akan lakukan penyerangan ke Pulau Neraka untuk mendapatkan Panah Pusaka Cakra Neraka." "Usaha yang sia-sia!" sahut Penghuni Tingkat ke Satu penuh ejekan. "Mungkin kau memang mampu mengatasinya, karena hingga saat ini ilmu-ilmu Pulau Neraka yang diperlihatkan Penghuni Tingkat ke Dua tentunya hanya sebagian kecil saja. Dan aku tidak mengetahui tingkat kehebatan ilmu-ilmu Pulau Neraka yang lainnya. Namun, orang berkulit serba ungu itu sudah tunjukkan kelicikan yang luar biasa. Aku yakin, kau tentunya lebih mengenal orang itu ketimbang kami." "Tutup mulutmu!" geram Penghuni Tingkat ke Satu.
"Dari ucapanmu tadi kau nampaknya meragukan hal itu! Aku dan orang celaka itu sama-sama dibesarkan di Pulau Neraka Sama-sama menuntut ilmu Pulau Neraka! Dan sama-sama bersedia mengabdi di Pulau Neraka sampai mati! Tapi...."
Orang berkulit serba hijau itu memutus kata-katanya sendiri-Matanya yang berkilat-kilat penuh bara memandang ke arah lain. Sementara itu, Rajawali Emas melihat adanya kesempatan untuk mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya telah terjadi. Teruta ma yang dilakukan oleh Pangeran Liang Lahat. Tirta me ndekati Puspitorini dan berbisik,
"Jangan lontarkan ucapan apa-apa. Biarkan dia bicara tentang Pangeran Liang Lahat. Jangan dipotong." Puspitorini melirik jengkel. Berbisik agak disentak,
"Anak mudal Kenapa kau selalu mengkhawatirkan aku, hah"! Kau pikir aku orang yang tak bisa melihat kesempatan?" Tirta cuma mengangkat bahunya saja. Lalu sama sama memperhatikan Penghuni Tingkat ke Satu yang mulai bicara lagi.
"Di balik kebersamaan aku dengan Penghuni Tingkat ke Dua, ternyata orang itu mempunyai maksud yang buruk. Berulangkali dia membujukku untuk keluar dari Pulau Neraka. Dan sebagai perbekalan yang ampuh adalab dengan mengambil Panah Pusaka Cakra Neraka. Benda yang memiliki kesaktian mengerikan, dan satu satunya benda yang dapat mengalahkan Ketua Pulau Neraka. Keinginan untuk keluar dari Pulau Neraka pun kumiliki. Tetapi mengambil Panah Pusaka Cakra Neraka, aku tak pernah mau melakukannya. Bahkan sedikit pun aku tak pernah memikirkan soal itu. Dan Penghuni Tingkat ke Dua terus membujukku hingga
kebencianku muncul. Hingga beda pendapat itu semakin membesar dan kami akhirnya bertarung. Bila saja saat itu Ketua tak memisahkan, mungkin salah seorang sudah mati. Dan kematian itu jelas dialami oleh Penghuni Tingkat ke Dua karena ilmu yang kumiliki lebih tinggi. Ini dikarenakan aku lebih tekun menimba ilmu yang diberikan oleh para sepuh Pulau Neraka." Orang berkulit serba hijau itu hentikan ucapannya. Tanpa memandang pada kedua orang yang sedang mendengarkan kata-katanya dia melanjutkan,
"Kupikir... setelah saat itu Penghuni Tingkat ke Dua akan urungkan niatnya, karena sikapnya selanjutnya begitu baik dan sopan. Namun tanpa sepengetahuan siapapun juga, dia telah mencuri ilmu Siulan Kematian' yang sangat dahsyat. Aku sendiri mungkin tak akan sanggup menghadapinya kecuali Ketua yang tentunya harus menpergumakan Panah Pusaka Cakra Neraka. Sebelum Penghuni Tingkat ke Dua menjalankan maksud busuknya untuk mencuri Panah Pusaka Cakra Neraka, tindakannya yang mencuri ilmu Siulan Kematian' telah diketahui. Tetapi orang itu keburu melarikan diri dengan meninggalkan Pulau Neraka. Dan satu hal yang perlu diingat, dia telah...." Mendadak saja orang berkulit serba hijau ini putuskan ucapannya. Saat itu pula dia tegakkan kepala. Tatapannya tajam pada Rajawali Emas dan Puspitorini.
"Terkutuk! Kalian telah memancingku untuk bicara banyak!!"bentaknya keras.
"Jangan gegabah!" seru Tirta dengan suara sopan.
"Apa yang kami inginkan saat ini, adalah membantu orang-orang Pulau Neraka untuk menghadapi Pangeran Liang Lahat beserta antek-antek yang telah dijadikan budaknya. Tidak ada maksud lain."
"Orang Pulau Neraka tak akan mudah mempercayai ucapan orang asing!"
"Sekali lagi kukatakan, kalau kedatangan kami ke tempat ini secara tidak sengaja. Tapi terus terang, kami merasa beruntung. Karena dengan kata lain, kami bisa mengetahui titik terang dari penyebab tindakan Pelarian Pulau Neraka." Puspitorini mendengus mendengar ucapan Tirta,
"Beruntung! Apanya yang beruntung" Dengan tubuh yang akan semakin lemah karena pengaruh asap celaka itu, apanya yang beruntung?" Di seberang Penghuni Tingkat ke Satu keluarkan dengusan. "Bila saja Ketua tidak menginginkan kalian hidup, yang tentunya untuk sementara, mungkin kalian sudah mampus di tanganku!!" Tirta tak pedulikan kata-kata bermada ancaman itu. Dia teruskan kata-katanya,
"Orang berkulit serba hijau! Aku tak pernah memandang remeh pada siapa pun, termasuk orang-orang Pulau Neraka! Kedatangan kami kesini dengan maksud baik! Sama-sama berjuang untuk mengatasi serangan dari Pangeran Liang Lahat. Dan untunya...." "Tanpa bantuan kalian, kami masih sanggup menghadapinya!!"putus Penghuni Tingkat ke Satu.
"Aku sangat percaya dengan kata-katamu. Hanya saja, orang celaka itu telah membuat onar di tempat kediaman kami. Apakah kami akan tetap berpangku tangan" Dengan kata lain, kami sudah tiba di Pulau Neraka. Kemungkinan orang itu akan kembali ke tempat asalnya ini, sangat besar. Itu artinya, pengejaran kami terhadapnya harus tetap dilakukan." Kata-kata yang diucapkan Tirta dengan penuh kesopanan itu membuat sikap Penghuni Tingkat ke Satu agak berubah. Dia tak lagi keluarkan ucapan-ucapan kasar meskipun tatapannya masih mengandung ketidakpercayaan. Puspitorini juga melihat akan hal itu. Dia tak lagi bersikap penuh amarah. Malah sebelum Rajawali Emas berkata, dia sudah mendahului,
Asmara Maut 1 Sherlock Holmes - Petualangan Alat Pengatur Gaya Inersial Taiko 27

Cari Blog Ini