Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam Bagian 2
orang menari. "Kau tak akan berhasil melukaiku, Nona Cantlkl"
seru Naga Langit. "Sebaiknya menyerahiah padaku
dan kita bisa sama"sama saling menikmati kebahagiaan yang_sejatl."
Naga Langit melangkah dengan santai dekati
Hening. 'Aku rela memberimu kepuasan lebih dulu. Setelah kau puas, barulah aku akan mencapai puncak
kebahagiaanku. Dekatiah padaku dengan damai,
Nona. Aku bukan pria yang mau menangnya sendiri.
Percayalah, kau akan ketagihan jika sudah merasakan keindahan yang begitu hangat dariku, Nona....'
Tiba-tiba Dewi Hening melesat dalam satu sentakan kaki kiri ke tanah. Kaki kanannya terlipat dalam keadaan tubuhnya terbang bersama pedang
mengarah lurus ke dada Naga Langit.
Weeesss...! Tetapi ujung pedang itu hanya ditahan dengan
telapak tangan terbuka oleh Naga Langit. Taaab...i
Gerakan gadis berjubah ungu itu terhenti seketika.
Telapak tangan yang menahan ujung pedang menjadi menyala hijau pijar-pijar.
Dewi Hening tersentak kejang, lalu tubuhnya
bergetar kuat, seakan sukar mencabut pedang dari
telapak tangan Naga Langit. Tubuh seksi berdada
montok Itu semakin berkeiojotan dengan tetap memegangi gagang pedangnya.
Bara Perindu terkejut sekali. 'Gilal Dari mana
dia memperoleh jurus 'Tapak ibiis' itu"!"
"Apa itu jurus 'Tapak ibiis', Bara Perindu"!"
"Jurus merontokkan urat-urat dalam tubuh melalui tenaga inti yang keluar dari telapak tangan dan
tersalur lewat benda apa pun yang menempel di tubuh lawan. Seperti yang kita lihat sekarang ini!
Dan... dan setahuku Naga Langlttldak memiliki jurus
itu. Sebab jurus 'Tapak ibiis' hanya dimiliki oleh
murid-muridnya Ratu Perl Cabul. Sedangkan sl Naga Langit itu bukan muridnya Ratu Perl Cabuil Kenapa dia bisa memiliki jurus itu"!"
Suto Sinting tak sempat bertanya lagi, karena
keadaan Dewi Hening semakin membahayakan. Sebuah pukulan jarak jauh bersinar kuning patah"patah melesat darl kedua jari yang disentakkan ke depan. Ciap, clap, clap, clap...l Jurus 'Pukuian Gegana" itu segera menghantam tangan Naga Langit
yang masih memancarkan cahaya hijau itu.
Jeraab...! Blaaarrr...i Naga Langit terlempar dalam keadaan melambung tinggi dan jatuhnya bagai dibantlng dari langit.
Buummm...! Sementara itu, Dewi Hening juga terlempar dan membentur sebatang pohon. Bruuss...l
, Pendekar Mabuk berkelebat lebih dulu, Bara
,Perindu segera menyusulnya. Sasaran pertama bagi
Suto adalah menolong Dewi Hening yang terkulai di
bawah pohon tanpa daya lagi itu. Sedangkan Naga
Langit segera bangkit, lalu menjadi semakin berang
setelah melihat hidungnya melelehkan darah kental.
"Bangsat tengik! Hlaah...i' la melepaskan pukulan bercahaya merah berbentuk seperti mata tombak ke arah Suto Sinting.
Bara Perindu menyentakkan tangan kanannya
dengan jari lurus. Claap...! Sinar biru melesat dari
ujung jari dan menghantam sinarnya Naga Langit.
Jegaarrr...l Sinar merah itu hancur di pertengahan jarak.
Naga Langit semakin menggeram begitu melihat
Bara Perindu muncul di tempat itu. ia segera menghampirl Bara Perindu dengan wajah penuh murka.
Sementara itu, Pendekar Mabuk sibuk memberi pertolongan kepada Dewi Hening dengan tuaknya.
'Bara Perindul Kau bikin gara-gara lagi rupanya.
Kau plklr aku benar-benar kalah melawanmu, hah"i"
'Jangan banyak bicara kau, Naga Langit! Aku
hanya tidak menginginkan Pendekar Mabuk kau celakai dengan cara apa pun! Kalau kau mau mencelakai dia, ienyapk'an dulu nyawakui'
"Setan laknati Kau belum tahu siapa aku yang
sekarang. Hiiaahh...l"
Naga Langit menyentakkan kedua tangannya secara tiba"tiba dengan telapak tangan membentuk
cakar. Wuuut...i Tiba-tiba tubuh Bara Perindu terlempar bagai dihempas oleh bada! panas yang dapat
melelehkan baja. Weesss...l "Aaaa...l" Bara Perindu berteriak kesakitan. Sekujur tubuhnya bagaikan api yang sukar dipadamkan.
Melihat keadaan seperti itu, Pendekar Mabuk
yang sudah selesai memberi minum tuak kepada
Dewi Hening segera bangkit. Kemudian ia berkelebat cepat menggunakan jurus 'Gerak Siiuman'-nya.
Zlaaaap...l Breeess...! "Aaahg...l" Naga Langit memeklk kesakitan ka-rena kepalanya ditabrak dengan bumbung tuak. Rasa sakitnya melebihi ditabrak seekor banteng yang
sedang mengamuk. Naga Langit terpental dan berguling"guling. Mulutnya segera semburkan darah, dadanya terasa panas sekali, bahkan sukar dipakai untuk bernapas.
Kepalanya terms seperti remuk dalam. Pandangan
matanya menjadi kabur. Ziaap...! Suto Sinting segera dekati Bara Perindu, kemudian ia memberi minum tuak ke mulut Bara
Perindu yang ternganga mengerang-mang itu.
'Bangsaaat...l Aku akan datang lagi menuntut
balas padamu! ingat, aku akan datang lagi dan mencablk-cabik sekujur tubuhmu)!" teriak Naga Langit,
kemudian ia segera melesat pergi. Tapi karena pandangan matanya buram, ia tak tahu di depannya ada
pohon besar. Maka ia pun menabrak pohon besar
itu. Brreess...! "Aaaoww...l" teriaknya semakin keras, karena
memang semakin kesakitan. Ia berusaha bangkit,
dan dengan penuh hati"hati segera mencari jaian
untuk iarikan diri. Pendekar Mabuk sengaja tidak
mengejarnya. Baginya yang penting Dewi Hening
telah tertoiong dan Bara Perindu muiai sehat kembaii. .
"Siapa gadis itu" Kekasihmukah?" tanya Bara
Perindu dengan nada ketus dan memandang Dewi
Hening dengan sikap sinis.
"Dia sahabatku. Dewi Hening namanya. Mari kuperkenaikan dengannya."
'Tak periui" _sambil Bara Perindu kibaskan tangannya, tak mau ditarik Suto. ia bangkit sendiri
dengan tetap memandang sengit kepada Dewi Hening. Yang dipandang hanya diam saja dan menampakkan ketenangannya.
Pendekar Mabuk segera ajukan tanya kepada
Dewi Hening. "Mengapa kau teriibat pertarungan dengan pemuda itu tadi, Hening?"
Dewi Hening memberi isyarat dengan jarinya
agar Suto mendekatkan teiinganya. Maka telinga
Pendekar Mabuk pun disodorkan ke dekat muiut perempuan itu.
'Dia ingin memperkosaku," uoap Dewi Hening
dengan suara berbisik iirih. ()
'D!a ingin memperkosamu"i Oh, sudah kena
apa beium?" Dewi Hening geiengkan-kepaia.
"Hei, ditanya hanya geieng saja. Jawab dengan
suara, jangan seperti gadis gagu begitu!" sentak Bara Perindu.
Suto berkata kepada Bara Perindu, "Kaiau kau
dengar dia bersuara, telingamu bisa pecahl Dia menguasai jurus 'Getar Swara", sehingga kaiau bicara
hanya berbisik atau memakai isyarat gerak."
'Hmm...! Omong kosong! Mengapa tadi tak digunakan saat meiawan Naga Langit"!"
Pendekar Mabuk bingung menjawabnya, karena daiam hatinya juga mempunyai pertanyaan begitu. Dew! Hening segera memberi isyarat dengan jarinya agar Suto mendekat. Suto pun dekatkan teiinganya ke muiut Dewi Hening yang berbibir indah dan
menggemaskan sekaii Itu. '
'Beium sempat,' ucap Dewi Hening.
'0, dia tadi beium sempat gunakan iimu 'Getar
Swara" tapi sudah teianjur di!umpuhkan oieh Naga
Langit!" kata Suto menjeiaskan kepada Bara Perindu.
'Hmmm... aiasan sajai' Bara Perindu mencibir
sambil buang muka. Kemudian wajah cantik dan tubuh seksi Dewi
Hening menjadi sasaran pandangan mata Pendekar
Mabuk. Pemuda tampan itu sunggingkan senyum,
merasa senang bisa berjumpa kembaii dengan Dewi
Hening seteiah sekian lama mereka saling tak berjumpa.
"Mengapa kau bisa berada di tempat ini, Hening?"
'Memburu seseorang: bisik Dewi Hening.
'Siapa yang kau buru?"
"Wicaksarai' jawabnya tegas masih daiam suara
bisikan yang iembut sekaii.
Pendekar Mabuk terperanjat. kemudian ia memandang Bara Perindu. Yang dipandang mencibir
sinis dan berkata, 'Hmmm...i Leiaki seperti Wicaksara saja diburu.
Bikin gede kepala sajai Kaiau aku jadi kau, iebih bak
leiaki macam dia dibunuh saja, atau dikubur hidup-hidup, daripada hidup tidak dikubur-kuburi'
Bara Perindu bicara seenaknya saja. Dewi Hening memandang dengan dingin. Pendekar Mabuk
cemas kaiau sampai terjadi perseiisihan antara kedua gadis itu. Karenanya, ia segera menengahi dengan mengajukan tanya lagi kepada Dewi Hening.
"Mengapa kau memburu Wicaksa'a. Hening"
Apakah demi cinta Kejora yang mungkin menangis
terus karena rindu kepada pemuda itu?"
Bibir indah itu tampak bergerak menyebut sepatah kata waiau tanpa suara.
"Bunuh...i' 'Hahh..."i' Suto Sinting mendeiik dengan muiut
ternganga. "Jadi, kau mengejar Wicaksara untuk
dibunuh" Dewi Hening anggukkan kepala.
"Mengapa kau jadi"ingin membunuh Wicaksara"! Bukankah menurut Menik, adik bungsumu itu,
Wicaksara adaiah kekasih Kejora, kakak si Menik
itu"!" Dewi Hening geiengkan kepaia. ia memberi
isyarat dengan jari agar Suto mendekatkan teiinga
ke muiutnya. "Wicaksara teiah nodai Kejora....'
'Ya, ampun.."!" Suto terpekik dan berwajah tegang. Bara Perindu jadi penasaran dan ajukan tanya
kepada Suto. "Ngomong apa dia"!"
"Wicaksara menodai Kejora, adiknya " sambii
menuding Dewi Hening. Ternyata Dewi Hening tambahkan bisikannya
lagi kepada Suto. "Kejora bukan saja kehiiangan mahkota kesuciannya, namun juga kehiiangan seluruh iimunyai'
"Hahhh..."i" Suto terpekik iagi.
Bara Perindu jengkei. "Hah-heh, hah oh... seperti sapi ompongl Bicara apa dia"! Katakan padakui'
"Ap... apakah... apakah Wicaksara mempunyai
iimu "Lintah Tambak Cumbu?"!" Suto justru bertanya
kepada Bara Perindu. 'Seingatku dia bukan orang Perguruan Sayap
Kiri, jadi... kurasa dia tak punya. Kenapa?"
"Kejora bukan saja kehiiangan kesuciannya, namun seluruh ilmu yang dimiiiki juga ienyap setelah
dinodai Wicaksara." Kini gadis berpakaian merah yang menjadi utusan sang Adipati itu menjadi terbungkam. Pandangan
matanya menerawang ]auh sebagai tanda sedang
merenungi dugaan Suto tadi.
Sementara itu, Dewi Hening sempatkan berbisik
lagi kepada Suto. 'Kudengar, dia memang punya iimu "Lintah
Tambak Cumbu" itui' 'Wicaksara memmg mempunyai ilmu itu"!" Suto mengulang supaya Bara Perindu mengerti apa
yang dibisikkan Dewi Hening.
"Sama halnya dengan pemuda yang tadi mengajakku berkencan."
"Naga Langit. maksudmu7'
Dewi Hening anggukkan kepaia.
Suto berkata kepada Bara Perindu, "Katanya,
Naga Langit juga memiliki limu "Lintah Tambak Cumbu'." _
"Mungkin juga,".ucap Bara Perindu dengan nada agak ragu.
"Dari mana kau tahu kalau Naga Langit mempunyai iimu itu, Hening?" tanya Suto.
Dewi Hening berbisik, "Aku mendengar percakapan dua muridnya Batu Peri Cabui yang sedang
mencarinya untuk dibunuh karena Naga Langit teiah
berhasii bercumbu dengan saiah seorang murid Batu Peri Cabui yang bernama Kerang intani. Dan menurut kedua murid Ratu Peri Cabui yang kudengar
percakapannya itu, Kerang intani sudah iakukan
bunuh diri karena kehiiangan seiuruh iimunya sejak
bercumbu dengan Naga Langit."
Suto menyampaikan kata-kata itu kepada Bara
Perindu. "Pantas...l' ujar Bara Perindu. "Berarti kecurigaanku tadi sudah mempunyai jawaban yang pasti.
Jika kutahu dia mempunyai iimu "Lintah Tambak
Cumbu' dan teiah berhasii bergumui dengan saiah
satu murid Ratu Peri Cabui, maka aku tak heran lagi
jika ia memiiiki ilmu "Tapak iblis" yang kuceritakan
tadi' Pendekar Mabuk manggut-manggut sambii hatinya membatin, 'Bagaimana cara melawan Iimu itu"
Dengan membunuh para pemiiiknya" Seteiah pemiiik iimu "Lintah Tambak Cumbu' mati," apakah iimu"iimu yang teiah terserap mereka bisa kembaii dengan sendirinya kepemiliknya"
sebelum hal itu dibicarakan,tiba tiba pandangan suto menangkap
gerakan cepat yang meiintas di sela-sela epohonan. :
Bayangan yang berkeiebat itu berwarna putih. Ingatan Suto segera tertuju pada seorang gadis yang
mempunyai wajah dan potongan tubuh mirip dengan
Dyah Sariningrum itu. i 'Saiju Keiana..."i" seru Suto dengan sentakan
menandakan terkejut. Maka tanpa pamit dengan kedua gadis di sampingnya, Suto Sinting segera melesat mengejar Saiju Keiana.
Ziaaap...i 'Sutooo...i" teriak Bara Perindu, iaiu mengejarnya tanpa bicara apa pun kepada Dewi Hening.
"Untuk sementara biarkan Suto seiesaikan
urusannya sendiri, aku harus bisa menemukan Wicaksara dan bikin perhitungan dengan pemuda keparat itu!" pikir Dewi Hening, kemudian pergi ke arah
yang berlawanan dengan Suto dan Bara Perindu.
--- BARA PERiNDU tak berhasil mengejar Suto,
sebab Suto menggunakan jurus 'Gerak Siluman". Tetapi Suto Sintlng berhasil dapatkan
perempuan yang dikejarnya, yaitu Saiju Keiana.
'Suto, oh... syukurlah kau menemuiku," ujar Salju Keiana sambil terengah-engah.
"Saiju Keiana?" sapa Suto dengan lembut sambil dekati gadis itu, iaiu rambut sang gadis yang tergerai di kening dislngkapkan oleh jari-jari tangan
Suto. 'Apa yang terjadi pada dirimu, Salju Keiana?"
'Hmm... eeh-.. sebaiknya kita cari tempat yang
aman, Suto. Aku tak tenang bicara ditempat terbuka
begini." Pendekar Mabuk memandang aiam sekeiiiing.
Kejap berikutnya ia berkata, "Tadi aku melewati sebuah gua saat mengejarmu kemari. Bagaimana kalau kita masuk ke dalam gua itu?"
'Balklah," Salju Keiana mengangguk.
Mereka bergegas ke sebuah gua di tebing sebah bukit tak seberapa tinggi. Tetapi ketika mereka
ingin dekati pintu gua, tiba-tiba Saiju Keiana tarik
tangan Suto Sinting ke semak beiukar yang cukup
rimbun. Keduanya terbenam di sana dengan wajah
tegang. Pendekar Mabuk kebingungan dan sangat terheran-heran dengan tingkah Salju Keiana itu. ia ajukan tanya dalam nada bisik, dekat sekaii dengan teiinga Saiju Keiana.
"Ada apa sebenarnya" Mengapa kau menarikku
bersembunyi di semak-semak ini"'
"Aku sempat melihat bayangan orang baru saja
masuk ke dalam gua itu," jawab Saiju Keiana dalam
bisikan pula. ' "Kau kenali orang itu?"
Saiju Keiana anggukkan kepaia.
'Siapa orangnya" desak Suto Sinting.
"Nyai Mata Binai.' "Oh, kau mengenainya?"
"Ya. Aku memang sedang mengincarnya untuk
mencari kelemahannya. Dia telah menyebarkan ilmu
terlarang yang duiu sudah dibekukan oleh para tokoh rimba persiiatan. ilmu itu bernama "Lintah Tambak Cumbu'. Kau pernah dengar nama ilmu itu?"
"Ya. baru saja aku membahasnya dengan Dewi
Hening. Dan... kalau tak saiah kau hampir saja menjadi korban iimu "Lintah Tambak Cumbu' dari dua
leiakl kembar itu." "Ya. Aku memang hampir menjadi korban Malaikat Ludah Bacin. Aku sempat melihat kemunculanmu sebelum aku jatuh pingsan. Kau berdiri di atas
Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tebing, dan...." 'Lalu, bagaimana caramu pergi dari tempat itu?"
potong Suto untuk mengusir rasa penasaran 'dalam
hatinya. 'Adlkku yang membawaku lari dari tempat itu."
"Angin Betina..."'
Salju Kelana mengangguk. Matanya yang indah
itu berkedip-kedip dan menimbulkan debar-debar
halus di hati Suto Slnting.
"Kau benar"benar mirip dial" sambil Suto Slnting
mencubit pipi Salju Kelana, karena Ia ingat kedipan
mata Dyah Sarlningrum. "Ah...!" Salju Kelana meneplskan tangan Suto.
"Perhatikan saja gua Itu! Mungkin gua itu adalah
tempat rahasia yang selama ini dipakai untuk pelajari llmu 'Lintah Tambak Cumbu'. Aku inqln memeriksanya lebih dekat lagi."
"Ssst...l" Suto Slnting segera menutup mulut
Salju Kelana dengan tangannya. gadis itu dibekap
dengan kepala merapat di dada Suto.
Salju Kelana segera mengerti maksud Suto,
karena matanya berhasil menangkap satu gerakan
dari sisi lain. Seorang pemuda bergegas masuk ke
dalam gua tersebut setelah lebih dulu clingak-clinguk memeriksa keadaan. Setelah merasa keadaan
cukup aman, ia pun masuk ke dalam gua. Pintu gua
tidak terlalu besar. Hanya cukup dilalui oleh dua
orang saja. Pendekar Mabuk sendiri hampir terpekik kaget
ketika mengetahui siapa lelaki yang masuk ke dalam
gua tersebut. ia sangat mengenali pemuda itu. Ternyata Salju Kelana pun juga mengenalinya.
"Kertapaksl..."l' gumam Suto memblsik.
"Tak kusangka murid Resi Pakar Pantun itu
punya hubungan dengan Nyai Mata BInal," ucap Saiju Kelana dalam bisikan.
'Apa tujuan Kertapaksl menjalin hubungan dengan Nyal Mata Binal?"
"Mungkin ia ingin dapatkan ilmu "Lintah Tambak
Cumbu' itu." "Hmmm... mungkin juga," Pendekar Mabuk angguk-anggukkan kepala.
"Sudah lama kudengar Nyai Mata Binai menawarkan llmu itu kepada beberapa orang. Yang berminat segera bersekutu dengannya dan dijadikan
muridnya. Tetapi - aku tidak tahu bagaimana cara
menghentikan ulah Nyai Mata Binal itui"
'Mengapa kau tak bekerja sama dengan Angin
Betina untuk menundukkan Nyal Mata Binal?"
"Justru Angin Betlna kusuruh menghadap Resi
Wulung Gading untuk menanyakan kelemahan llmu
"Lintah Tambak Cumbu' itu. Sebab... kudengar indayani alias si Gadis Dungu, murid Nyai Serat Biru, sudah kehilangan seiuruh ilmunya karena tergoda
oleh rayuan Naga Langit dan mereka bercumbu di
suatu tempat" "Gadis Dungu..."i Oh, kasihan sekali dial' Suto
Slnting menjadi sedih, karena ia sangat kenal dengan Indayani yang sering dijuluki si Gadis Dungu
Itu, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode:
'Titisan Dewa Pelebur Teiuh").
"Juga seorang gadis bernama Pinang Sari, telah
kehilangan seluruh kesaktian dan tenaga dalamnya
karena berhasil diperkosa oleh Malaikat Ludah Bacin.'
"Hah..."! Maksudmu. Pinang Sari murid dari
Nyai Pucanggeni itu?"
"Benar,' jawab Salju Kelana lirih, membuat Suto
Slnting tertegun haru, sebab ia juga kenal baik dengan Pinang Sarl, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode: "Pertarungan Tanpa Ajal).
"Jika Nyai Mata Binai semakin banyak turunkan
ilmu itu kepada setiap orang, maka kedamaian di
bumi kita akan menjadi hancurl'
"Ya, agaknya kita memang harus bergerak cepat
menghancurkan ilmu itu!" kata Suto Slnting. "Berapa
jumlah murid Nyai Mata Binai yang telah memiliki
ilmu tersebut?" " .
"Menurut percakapan Paludoya dan Gadaloya
yang kusadap, jumlah murid yang'memlllki ilmu itu
ada sebelas orang. Tapi siapa"siapa saja namanya.
aku tak mengetahuinya."
Tiba-tiba percakapan kasak-kusuk mereka terhenti, karena mereka mendengar suara tawa yang
lepas dari dalam gua tersebut. Suara tawa itu adalah
suara tawa wanita bernada manja, yang menghadlrkan khayalan mesum bagi siapa pun yang mendengarnya.
"Aku ingin masuk ke dalam gua!" ujar Salju Keiana tak sabar.
'Balklah, akan kudampingi!" Suto Slnting menampakkan sikap mendukung kuat rencana Salju '
Kelana. Maka mereka pun bergegas masuk ke dalam gua mengendap"endap dan sangat hati-hati.
Ternyata gua itu mempunyai ruangan yang cukup iega walau tanpa lorong tembus ke mana"mana.
Langit-langit gua berlubang beberapa tempat, sehingga cahaya matahari dapat menerobos masuk
sebaga! penerang ruangan gua tersebut.
Beberapa batu bersumbuian di sana-sini, tingginya ada yang melebihi tinggi manusia dewasa. Batu-batu yang berserakan itu pada umumnya berbentuk pipih seperti dinding penyekat.
"Aku berani bersumpahi Aku tak akan menipumu. Kertapaksi. Hih, hi, hi"!"
Terdengar suara seorang perempuan yang tak
lain adalah Nyai Mata Blnai. Suara itu ada di kedalaman sana, di tempat yang remang"remang karena
bias cahaya matahari yang masuk tidak mencapai
tempat itu. Namun demikian, untuk ukuran pandangan mata manusia biasa masih bisa melihat dengan
jelas apa yang ada dl tempat itu.
"Aku akan lebih dekat lagi ke balik batu berbentuk segi tiga ltul" bisik Salju Keiana.
"Majulah, aku akan mengawasimu dari belakangi"
Salju Kelana maju ke batu berbentuk segi tiga,
Suto menyusul setelah mengetahui keadaan Salju
Kelana aman. Jarak temmt persembunyian mereka
dengan tempat Kertapaksi berada hanya sekitar iima tombak. Mereka dapat melihat keadaan Kertapaksi dan Nyai Mata Binal melalui sisi samping batu,
atau celah kecil yang ada di pertengahan batu itu.
"Edani Ternyata yang bernama Nyai Mata Binal
itu masih muda"i' gumam Suto Sintlng dalam hatinya yang berdebar-debar begitu melihat seraut wajah cantik milik Nyai Mata Binal.
Perempuan itu masih berusia sekitar dua puluh
delapan tahun. Masih tampak cantik. segar, montok,
dan sangat menggairahkan. Matanya membelalak
indah. jika memandang menimbuikan daya tarik
yang luar biasa. Apalagi jika ia memandang dengan
sedikit sayu, rasa-rasanya setiap lelaki enggan untuk mengedipkan mata, malas untuk berpaiing dan
mungkin bahkan malas untuk bernapas.
Nyai Mata Binal mengenakan jubah biru muda
dari kain tipis yang lembut sekali. Tepian jubah diberi renda-renda putih hingga menambah anggun
penampilannya. Sayang sekalI"Nyai Mata Binal enggan mengenakan pelapis tubuh lainnya kecuali selembar kain
tipis warna kuning sutera untuk menutupi bagian
dadanya yang besar dan menantang itu, serta sehelai kain kuning tipis tembus pandang untuk menutupi bagian perut sampai ke bawah. Kain itu sangat longgar dan berbelahan tengah dari bawah
sampai mendekati pusar. Kemolekan tubuhnya dapat dilihat dengan jelas.
Kemuiusan kulitnya yang putih itu seakan mudah
diraba dari jarak jauh. Nyai Mata Binal benar-benar
wanita yang mampu hadirkan sejuta khayalan bagi
seorang pria. Dalam keadaan rambutnya dilepas terurai, dalam keadaan jubahnya dilepas dari tubuhnya, Nyai
Mata Binal semakin membakar gairah setiap lelaki
yang memandangnya, termasuk yang mengintlpnya
dari celah bebatuan. Suto Sinting gemetar dan ia tak sadar tangannya jatuh dipundak Salju Kelana, sehingga getaran
tangan itu dapat dirasakan dengan jelas oleh Salju
Keiana. Perempuan itu tersenyum kecil membayangkan getaran tangan Suto Sintlng. Tapi mata Saiju Kelana tetap tertuju ke arah Nyai Mata Binal dan
Kertapaksi. "Kalau kau memang benar-benar ingin memiliki
ilmu "Lintah Tambak Cumbu', kau harus memberiku
hadiah lebih dulu, Kertapaksi."
'Hadlah apa yang kau inginkan, Nyai?"
'Hik, hik, hik... tak terlalu mahal. Hanya segenggam kehangatan dan kenikmatan asmaramu," jawab
sang Nyai dengan tubuhnya semakin merapat kepada Kertapaksi. Saat itu, Kertapaksl berlutut sementara sang Nyai berdiri. Kertapaksi mendongak
ke atas ketika ia berkata dengan senyum kegirangan.
"Aku sangat tidak keberatan memberikan hadiah ltu padamu, Nyai. Asal kau menepati janjlmu.'
"O, tentu! Tanyakan kepada Naga Langit, Wicaksara atau yang lainnya; apakah aku ingkar janji kepada mereka atau tidak?"
Nyai Mata Binal bicara sambil melepaskan kain
penutup dadanya itu dengan pelan-pelan. Mata Kertapaksi tak bisa berkedip memandang dua gumpalan yang membusung kencang penuh tantangan
itu. Bahkan mulut Kertapaksl temganga bengong
sebagai tanda sangat mengagumi keindahan tubuh
Nyai Mata Blnai. "Kapan aku harus mengawalinya, Nyai?" bisik
Kertapaksi sambil tangannya mulai merayapl betis
"Sekarang pun kau telah mengawalinya, Sayang. Hik, hik, hik..." Nyai Mata Binal sengaja membiarkan tangan Kertapaksi merayap naik hingga melepaskan kain penutup bagian bawahnya.
Sang Nyai semakin merapat lagi. Wajah Kertapaksl menempel dI perut sang Nyai.
"Lakukaniah, Kertapaksi. Jika ada kekurangannya aku akan membimbingmu, Sayang,' suara Nyai
Mata Binal mulai mendesah.
Kertapaksi mencium perut mulus itu. Ciumannya semakin'merayap turun, dan Nyai Mata Binal
' mulai mendesis dangan mata sayunya, seakan sangat meresapi tiap sentuhanblblr Kertapaksi.
"Kau suka, Nyai?" Kertapaksi berhenti sebentar.
"Sangat suka, Kertapaksi. Lakukanlah lagi, Sayang'
Nyai Mata Binal membuka diri, memberi peiuang
bagi Kertapaksi untuk semakin mengganas dengan
ciumannya. Sang Nyai memekik iirih sambii meremas-remas kepala Kertapaksi. Berdirinya agak goyah karena hatlnya disentak-sentak oieh keindahan
yang tiada tara. "Oooh, Kertapaksi... indah sekail sentuhanmu,
Sayangi Oooh, bangunlah... bangun sayangku...."
Kertapaksi tidak bangkit berdiri, namun hanya
menegakkan badan dalam keadaan tetap berlutut.
Nyai Mata Binal sedikit merendah sehingga saiah
satu dari dua gumpaian besar di dadanya itu menyentuh mulut Kertapaksi.
Huuup...l "Aaaoh..., nikmat sekail kenakalanmu, Kertapaksl! Teruskan, Sayangku... teruskan dan jangan
berhenti sebeium keringatku mengaiir deras.
Oooh.... Kertapaksi...."
Gua yang semula sepi, kini menjadi riuh dan
gaduh. Muiut sang Nyai tak bisa berhenti berceloteh. Suara rintihan dan desah kenikmatan berhamburan memenuhi gua tersebut, sehingga mempengaruhi alam pikiran Suto Sinting.
Dengan tak disadari,"tangan Suto Slnting meremas pundak Saiju Keiana. Gadis itu diam saja, bahkan mengglgit bibirnya sendiri sambil matanya sedikit terpejam, merasakan remasan tangan Suto Sirtting. Mungkin karena debar-debar keindahan dalam
hatinya mendobrak gairah yang tertahan, Salju Kelana akhirnya tak sanggup hanya diam saja. Kini ia
menarik tangan Suto Slnting agar beriutut sejajar"
dengannya. 'Tahan, Salju Kelana... tahan gejolakmu, jangan
sampai ikut-ikutan seperti mereka," bisik Suto Sinting.
"He'eh...," Salju Kelana hanya menjawab lirih
Sekali. Tetapi di seberang sana, Nyai Mata Binal merintih panjang dalam satu pekikan keras.
"Ooohh...i' Jantung Salju Kelana semakin disentak-sentak
oleh gairahnya. Apalagi saat itu kepalanya hampir
berdempetan dengan kepala Suto dan mata mereka
sama-sama mengintip ke arah Kertapaksl dan sang
Nyai, rasa-rasanya Salju Kelana tak mampu mena-han siksaan batin itu.
ia berpaling ke kiri, dan mendapatkan wajah
Suto Slnting. Pemuda tampan Itu juga berpaling dan
berkata dalam bisikan sangat lembut.
'Tahan, tahan... jangan terpengaruh"."
"Suta..." Salju Kelana memanggil dengan suara
desah membisik. Pandangan matanya tetap beradu
lembut dengan tatapan mata Suto.
"Tahan, ya... jangan terpengaruh... jangan terpengaruh"."
"Ooh, Kertapaksli Ooooh...i' sang Nyai memekik makin meninggi.
Suara Suto bergetar, ?"Tahh... tahhan... tahan, jangan... jangan?" .
'Ouh, Nyaiii...i" Kertapaksi memekik.
'Ja... jangan... jangan diam saja, Saiju Kelana.
Oouh...i" ' 'Sutooo... uuhmmm...i' Salju Kelana atau Suto Slnting; keduanya sama-sama tak tahu siapa yang menempelkan bibirnya.
Yang jelas mereka tak mampu bertahan lagi, dan blbir mereka saling melumat dengan lembut. Dari gerakan peian, makin lama menjadi semakin cepat, dan
akhirnya keduanya sama"sama mengganas. Pagutan deml pagutan membuat Salju Kelana ingin menjerit. namun ia harus menahannya mati"matian, waiau untuk itu terpaksa meremas punggung Suto, memeluk kuat-kuat hingga kulit punggung Suto terasa
perih karena cakaran kuku Salju Kelana.
Karena tak tahan lagi, akhirnya Suto Slnting
keluar juga. Maksudnya, keluar dari gua. ia terengah-engah diburu gairah yang masih ditahannya
mati-matian itu. Matanya segera terbelalak ketika
menyadari bahwa ternyata bumbung tuaknya ketinggalan. Untung Salju Kelana cepat keluar juga membawakan bumbung tuak, sehingga mereka pun
akhlrnya sepakat untuk mengatur siasat lebih lanjut
dl tempat yang lebih aman lagi.
--- POHON berdaun rimbun dan berdahan lebar
menjadi pilihan bagi mereka. Suto Slntlng dan
Salju Kelana berada di atas pohon itu, tak
seberapa jauh dari gua tersebut. Dari sana mereka
dapat mengintai saat-saat kepergian Kertapaksi dan
Nyai Mata Binal meninggalkan gua tersebut.
Ternyata sampai petang menjelang, Pendekar
Mabuk dan Salju Ke!ana terpaksa masih harus tetap
diam di atas pohon, karena Kertapaksl dan Nyai Mata BTnal' belum keluar dari gua. Salju Kelana tampak
beksungut-sungut kesal dan sejak tadi menggerutu
barulang kali. Suto Sinting masih sabar menunggu
kemuncuian kedua orang dari dalam gua, untuk kemudianx'akan mengikuti dan mengawasi apa saja
yang dilakukan oleh sang Nyai.
"Salju Kelana," tegur Suto sambil memainkan
setangkai daun yang diputar-putar dengan jemarinya. "Baru saja aku punya gagasan untuk berpura-pura ingin menjadi murid Nyai Mata Blnal."
"Apakah kau benar-benar glia"!" Salju Kelana
tampak ketus, agaknya Ia tak setuju dengan gagasan Suto itu.
"Kurasa itu jalan terbaik untuk mengetahui rahasia kelemahan ilmu 'Lintah Tambak Cumbu'. Aku .
dapat memancing sang Nyai, sehingga sadar ataupun tidak ia akan menyebutkan kelemahan ilmu tersebut." "
"ltu berarti kau harus melayaninya lebih dulu,
seperti dilakukan oleh Kertapaksl tadi!" ujar Salju
Kelana semakin jelas-jelas tak setuju dengan rencana Suto Sintlng.
"Aku dapat menghindari bujukannyal Aku tidak
seperti KertapaksL Ada cara sendiri untuk menghindari tuntutan sang Nyai."
"Aku tidak setujui" tegasnya sambil cemberut.
"Mengapa tak setuju?"
"Aku tak rela jlka kau dijamah oleh perempuan
sesat itul" Kata-kata Salju Kelana membuat Suto Sinting
bagal tak mampu berkutik lagi. Hatinya merasa sedang membengkak penuh kebahagiaan. Maka dipandangnya Salju Kelana dekat-dekat. Gadis itu pun
tak mau mengalihkan tatapan matanya yang lembut
dan menerbangkan khayalan Suto ke Pulau Serindu,
tempat Dyah Sarinlngrum berkuasa sebagai seorang ratu yang diagungkan.
"Kau... kau cantik Sekali, Salju Kelana," ucap
Suto memblslk. "Jangan berkata begitu. Suto. Nanti aku tak bisa
berpisah darlmu.' "Lekatkan hatimu saja ke hatiku. Sekalipun kita
jauh, tapi hati kita merasa selalu dekat dan saling
berdekapan.' "Tapi... tapi kau...,' Salju Kelana hentikan kata-katanya. Matanya beralih pandang ke arah bawah
pohon. "Kertapaksl...!" ucapnya lirih tapi bernada tegang.
Pendekar Mabuk ikut memandang ke arah yang
dipandang Salju Kelana. Ternyata di sana tampak
Kertapaksl telah keluar dari gua. Kertapaksl melangkah dengan terburu-buru sambil memandang
sekeiiiingnya seperti merasa takut dilihat orang lain.
"Dia sendirian, Suto.'
"Ya. Agaknya Nyai Mata Binal masih tlnggai di
Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
daiam gua. Mungkin mereka sengaja tak ingin keluar
bersama-sama." "Kulkuti dulu sl Kertapaksi! Kau tetap di sini
mengawasi Nyai Mata Binal."
"Hati-hati, jangan terlalu dekat, nanti Kertapaksl tahu kalau kau mengikutinya," ujar Suto sambil
mengusap-usap punggung Salju Kelana.
Gadis itu melesat dari pohon ke pohon melebihi
kecepatan seekor tupai. Kertapaksi tak mengetahui
bahwa dirinya diikuti oleh seseorang dari atas pohon. Semantara itu, Pendekar Mabuk masih tinggal
di tempatnya menunggu kemunnculan Nyai Mata Binal. !
semakin lama semakin geiap. Pendekar Mabuk
mulai cemas dan tak sabar menunggu kemunculan
Nyai Mata Binal. 'Jangan-jangan di dalam gua ada jalan tembus
ke tempat lain" Bisa saja ia ioios melalui jalan itu.
Ah, penasaran sekali aku jadinya. Sebaiknya kuperiksa saja ke dalam gua. Jika memang ia masih
ada di sana, aku akan berlagak ingin menjadi muridnya. Mumpung Salju Kelana tidak melihatnya: pikir
Suto Sinting setelah meneguk tuaknya beberapa
kali. Keadaan di dalam gua tentunya juga gelap, karena petang telah tiba, bahkan telah bergeser menjadi maiam. Pendekar Mabuk mencoba untuk memeriksa gua itu walau dalam keadaan gelap.
Tetapi saat ia masuk ke dalam gua, ia meiihat
seberkas sinar. Sinar itu tak lain adalah nyala api
yang ada ditanah. Seseorang telah menyalakan api
unggun walau hanya berukuran kecil.
Langkah Suto Sintlng berhenti di balik sebongkah batu besar. Dari sana matanya menglntal di
seberang api unggun. Di sana tampak seorang wanita berpakaian serba merah sedang duduk termenung di atas batu setinggi perut orang dewasa. '
Pendekar Mabuk terkejut sekali melihat perempuan berpakaian serba merah dengan rambut pendek selewat pundak bagian depannya diponl rata.
Bahkan Pendekar Mabuk merasa tak percaya dengan pengiihatannya sendiri.
"Sudah rabunkah mataku lnl"l Mengapa yang
kulihat di sana adalah Bara Perindu"!"
Suto menjadi bingung sekali dan tak mengerti
harus bersikap bagaimana. Nyai Mata Binal ditunggu"tmggu tapi tak tampak keluar dari gua. Ketika
Suto memeriksa isi gua, ternyata Nyai Mata Binal tidak ada. Justru Bara Perindu yang ada di sana.
Sungguh sesuatu yang tak mudah dimengerti oieh
otak sang Pendekar Mabuk.
Akhirnya Suto Sinting mendekati dengan pelan-pelan. Gadis itu masih merenung bagai sedang menerawang jauh. Bahkan ia tak sadar jika dirinya sedang didekati oleh seorang pemuda tampan yang
kini sudah berada di belakangnya, terlindung tumpukan batu setinggi kepala orang dewasa.
Suto Slntlng sempat membatln, "Sejak kapan
Bara Perindu masuk ke gua ini" Seingatku sejak tadi
kuperhatikan pintu gua dari atas pohon, tapi tak ada
manusia yang masuk ke sini. Bahkan yang keluar
dari sini pun hanya sl Kertapaksl. Lalu... lalu siapa
gadis ini sebenamya"i'
Suto sengaja tidak ingin menampakkan diri dulu. Ia ingin tahu apa sebenarnya yang dilakukan Bara
Perindu di dalam gua itu. Suto ingin menunggu perubahan berikutnya. siapa tahu Bara Perindu sedang
menunggu seseorang masuk ke dalam gua itu.
"Tapi ke mana sang Nyai sebenarnya"l ini yang
membuatku heran dan sangat penasaran!" ujar Suto
'membatln dengan jengkel sendiri.
Bara Perindu makin lama semakin larut dalam
lamunannya. Bahkan sekarang tubuhnya tampak
gerak-gerak. Pendekar Mabuk berkerut dahi karena ia tak melihat wajah si gadis. Namun setelah klnl uto mendengar suara isak samar-samar, maka
tah lah Suto bahwa gadis itu sedang menangis.
"Gila! Gadis seangkuh dia, segaiak dia, ternyata
masih bisa menangis juga. Apa yang membuatnya
sampai menangis begitu?"
Pendekar Mabuk mencari tempat agak menyamping sehingga ia dapat meiihat wajah Bara Perindu.
Ternyata gadis itu benar-benar menitikkan air mata
dan terisak-isak lirih sekali. Suto Sinting sempat
tersenyum melihat gadis itu menangis.
'Lucu sekail. Gadis galak dan ludes kok menangis segala. Sama sekali tidak pantas. Tapi... sebaiknya Ia segera kutemui untuk mencari tahu penyebab tangisnya."
Pendekar Mabuk melemparkan batu kecil ke
arah seberang api unggun. Traaak...! Seketika itu
pula walah Bara Perlndu terangkat tegang. la buru-buru menghapus air matanya, sepertinya tak ingin
ada orang lain mengetahui tangisnya. Maka, dengan
mata mulai memandang tajam, Bara Perindu memeriksa tempat itu.
Bara Perlndu segera lepaskan suaranya dengan nada membentak,
"Keluar dari persembunyianmu kalau ingin maln"maln dengan Bara Perindul Tampakkan batang
hidungmu, Setan Belang!"
"Masih ganas juga dia"!" gumam Suto Sintlng
dalam hatinya. Lalu ia bergerak cepat menempati
batu yang tadi dipakai duduk Bara Perlndu.
Ziaaap...! Bara Perindu masih membelakangi tempat duduknya semula. ia mendekati tempat jatuhnya batu
kerikil tadi. Suaranya masih terdengar cukup galak
dan berani. "Aku tahu ada orang di sini! Kalau kau tak mau
keluar, aku akan runtuhkan gua ini!' ancam Bara
Perindu yang diam-diam ditertawakan oleh Pendekar Mabuk.
'Kuhltmg tiga kali kalau kau tak mau tampakkan
diri akan kuhancurkan gua inii" seru Bara Perindu
semakin berang. "Satu...! Dua...!'
"Tigaaa...l' Suto menyahut, membuat Bara Perlndu terkejut dan segera berpaling memandang. ia
tambah terkejut setelah mengetahui Suto Sinting sudah duduk disana.
'Sutooo...!" ia berseru girang. Tapi kegirangannya segera dlputus secara mendadak, gerakan ingin
mendekati Suto juga berhenti total. ia berubah angkuh dan ludes kembali.
Senyum Suto mengembang kalem, sambli 'berdiri dan meiangkah dekati Bara Perindu. Gadis itu
semakin gelisah walau tetap menampakkan keangkuhannya.
"Sudah lama kau berada di dalam gua Ini, Bara?"
"Cukup lama juga: jawab Bara Perlndu dengan
nada dingin. "Aku lelah mencarimu, dan secara tak
sengaja kutemukan gua Ini."
'Bagaimana dengan Kertapaksi?" pancing Suto.
Bara Perlndu berkerut dahi, menatap Suto tak
- berkedip. Slapa Kertapaksl itu?"
Pendekar Mabuk tertawa pelan berkesan melecehkan pertanyaan Itu.
'Kau tak perlu bertanya begitu, karena kau sudah cukup tahu tentang kehangatan si Kertapaksl,
Nyall' Bara Perindu semakin berkerut dahi.
'Apa maksudmu bicara begitu"!"
"Sudahlah, Nyai. Tak perlu berpura"pura lagi.
Aku tahu kau adalah Nyai Mata Binal yang mampu
mengubah wujud menjadi Bara Perindu atau menjadi siapa saja!"
"Jaga bicaramu, Suto.. Sekali perasaanku tersinggung, selamanya aku akan membencimui' hardlk Bara Perlndu sambli lebih mendekati Suto. Tapi
hardikan itu hanya ditertawakan oleh Suto Slnting.
Tawa itu adalah tawa yang berkesan meremehkan
hardikan tersebut, sehingga Bara Perlndu tampak
klan berang. "Kedokmu sekarang sudah kuketahui, Nyai
Kau tak bisa menipuku lagi dengan penyamaranmu."
"Penyamaran apa"!" sergah Bara Perlndu. "Kau
pikir aku mampu mengubah wajahku seperti bunglon"i Aku adalah Bara Perlndu, dan Nyai Mata Binal
adalah bukan Bara Perlndu"
Pendekar Mabuk sunggingkan senyum sinis. ia
sedikit menjauh dan berdiri dengan bersandar sebuah batu tinggi. Bara Perlndu menatapnya terus dengan ta|am dan berwajah geram.
"Tadi kulihat Nyai Mata Binal bercumbu dengan
Kertapaksi di dalam gua ini. Lalu, kulihat Kertapaksi
keluar sendirian. Kutunggu Nyai Mata Binal keluar
dari gua, ternyata sampai malam masih belum keluar; Lalu, aku masuk untuk melihat keadaannya, ternyata justru kau yang kutemukan di dalam gua Ini,"
tutur Suto menjelaskan dengan masih tetap kalem.
"Rupanya sang Nyai sudah berubah menjadi Bara
Perindu dan berlagak bodoh di depanku. Hmmm...!"
Gadis itu mendekat dengan langkah cepat.
'Jangan menuduh seenaknya, Keparat! Aku
masuk ke sini dalam keadaan gua kosong, tapi kutemukan api unggun itu tanpa seorang pun di sekeIllingnya. Lalu kutunggu seseorang datang, karena
aku yakin api unggun itu ada yang menyatakannya,
bukan menyala dengan sendirinya! Dan ternyata
kaulah orang yang kutemukan di dalam gua inii"
"Aku tidak melihatmu masuk ke dalam gua! Kalau memang kau masuk ke sini, tentunya aku melihat
gerakanmu karena aku ada di pohon seberang pintu
gual' 'Ak... aku tidak... tidak masuk melalui pintu gual'
sanggah Bara Perindu dengan wajah tegang.
'Hmmm...! Mau masuk lewat mana lagi" Gua ini
tidak mempunyai lorong tembus ke mana-mana, dan
hanya satu jalan untuk keluar-masuknya, yaitu jalan
melalui pintu sempit ltul'
'Aku memang tidak melalui pintu sempit itu!
Aku... aku sebenarnya masuk tanpa sengaja."
'Tanpa sengaja" ujar Suto bernada menyindir
dengan senyum sinisnya. "Aku terperosok , ke sebuah lubang saat aku
mencarimu. Ternyata lubang itu tembus kemari. Kepalaku hampir saja membentur batu itu saat aku
jatuh dari atas! sambil Bara Perindu menuding iangit-langit gua yang memang berlubang. Lubang itu
adalah salah satu dari empat lubang yang membuat
sinar matahari dapat menerobos masuk ke dalam
gua. Pendekar Mabuk jadi berpikir merenungkan
pengakuan Bara Perindu itu. Dipandanglnya lubang
yang dikatakan sebagai tempat terperosoknya Bara
Perindu. Ukuran lebar lubang memang memungkinkan untuk menjebloskan tubuh Bara Perindu. Tapi
benarkah gadis itu terperosok"
"Jika kau memang terperosok dan jatuh ke sini,
tentunya kau akan bertemu dengan Nyai Mata Binal."
"Aku tidak menemukan siapa-siapa! Kau dengar, aku tidak menemukan siapa-siapa di sini!" tegas Bara Perindu semakin ngotot.
"Kalau begitu, ke mana Nyai Mata Binal"! Tak
kulihat dia keluar dari pintu gua itu!"
"Ke mana dia, itu bukan urusanku! Bagaimana
dia keluar dari gua Ini, itu juga bukan urusanku!
Urusanku adalah mencarlmu dan membawamu
menghadap Kanjeng Adipati!"
Bara Perindu bicara sambil terengah"engah bagal menahan luapan amarah. ia tampak bersungguh"sungguh dan merasa berang atas anggapan Suto.
Hal Itu membuat si Pendekar Mabuk menjadi berpikir lagi. Dari wajah dan sikapnya, Suto menemukan kejujuran pada diri Bara Perindu. Gadis itu benar-benar marah menerima tuduhan Suto. Jika Suto
masih ngotot juga, maka pertarungan pun dapat terjadi dengan sengit.
Akhirnya Pendekar Mabuk menarik napas dalam-dalam, mencoba merenungi pengakuan Bara
Perindu. Tetapi sampai beberapa saat lamanya mereka sama-sama saling membisu, Suto belum menemukan keyakinan sepenuhnya. ia masih dihinggapi
keragu-raguan, dan tetap menyimpan kecurigaan
terhadap Bara Perindu. "Lalu..., mengapa kau tadi menangis?" Suto
mencoba mengalihkan perdebatan itu.
"Siapa yang menangis"! Tak ada orang menangis!" jawab Bara Perindu dengan palingkan wajah
seakan menyirnpan rasa malu.
"Aku melihat air matamu meleleh di pipi. Aku
mendengar suara isak tangismu sayup-sayup. Dan
aku melihat tubuhmu terguncang"guncang akibat
isak tangis itu." Pendekar Mabuk dekati Bara Perindu dari depan. Dengan lembut dagu gadis galak itu diangkat
oleh jari tangan Suto. Wajah mereka kini saling berhadapan dalam jarak dua jengkal.
'Jangan bohongi aku jika kau masih ingin aku
ikut denganmu. Katakan dengan sejujurnya, mengapa kau tadi menangis seorang diri, dan membuat hatiku tersayat pilu. Bara" Mengapa menangls, Bara
Perindu"l" Pendekar Mabuk bicara dengan lembut sekail,
sehingga Bara Perindu merasakan getaran yang cukup hebat dl alam hatinya. Getaran itu membuatnya
tak bisa bicara untuk sesaat. Akibatnya Suto mendesak denga mengulang pertanyaan tadi.
"Menga kau menangis, Nona Cantik?"
'Karena.. karena aku takut tak bisa jumpa denganmu lagi; jawab Bara Perindu dengan lirih. Begitu lirihnya hingga nyarls tak terdengar oleh Suto Sintlng.
Kini si pemuda tampan itu pamerkan senyumannya. Senyuman yang menawan itu semakin membuat dada Bara Perindu bergemuruh.
'Haruskah kau menangis untuk seorang lelaki
sepertiku"' "Tak bolehkah aku menangis?" Bara Perindu
ganti bertanya dengan suara parau.
Suto menggeleng pelan. 'Jangan menangis untukku, tapi menangislah untuk kekasih hatimu.'
"Aku... tak punya kekasih: jawab gadis itu dengm semakin lirih, mirip sebuah bisikan parau.
'Benarkah kau tak punya kekasih"
'Tak ada yang berani mendekatiku sepertimu:
'Kau senang jika aku mendekat begitu?"
'Sangat senang jika lebih dekat lagi,"
Mata beradu pandang, dagu masih disangga jari
tangan Suta. Senyum tipis masih mekar menghiasi
bibir Suto. Dan bibir itu akhirnya bergerak mendekat
dengan peian pelan. Akhirnya bibir itu menempel di bibir Bara Perindu. Kemudian bibir mereka saling melumat dengan
lembut. Sekujur tubuh Bara Perindu bagai dialiri
gataran gaib yang menerbangkan jiwanya.
Tangan gadis itu pun mulai berani meremas
punggung Suta. ia memeluk Pendekar Mabuk dengan kuat, seakan ingin membenamkan seluruh tubuhnya ke tubuh kekar sl Pendekar Mabuk itu. Tangan tersebut merayap ke kepala, menelusup di
sela-sela rambut panjang Suto, akhirnya meremas
kuat"kuat rambut itu ketika tangan Suto ternyata
juga merayap! tubuhnya. "Oooh... Suto...i" rengek Bara Perindu dengan
suara parau ketika ciuman Suto mencapai lehernya.
Kepala gadis itu sengaja didongakkan supaya ciuman Suto dapat lebih leluasa lagi menyapu seluruh
lehernya. Bahkan kini Bara Perindu sengaja mengeluarkan sesuatu yang seksi dan montok dari pinjungnya.
ia menyodorkan kepada Suto sambil mengerang
samar-samar. Pendekar Mabuk akhimya melahapnya dengan kelembutan dan kehangatan tersendiri.
'Auuh...l Teruskan, Suto... teruskan...l' pinta si
gadis sambil mendesah-desah, tangannya meremas
rambut Suto dengan sedikit menekan, seolah-olah
kepala Suto ingin dibenamkan lebih dalam lagi ke
dadanya. Tiba-tiba kemesraan yang luar biasa nikmatnya
itu menjadi buyar seketika begitu terdengar suara
ledakan diluar gua. Ledakan itu sempat mengguncang dinding gua, merontokkan pasir-pasir dari atap
gua. Biegaaarrr...l 'Suara apa itu"!" sentak Suto Sinting smbil meiepaskan buah pagutannya.
"Oh, biarkan saja, Sutol Jangan hiaukan suara
itu! Kembalilah ke dalam peiUkmku, Suto. Kembalilah...l" pinta Bara Perindu dengan suara rengekan
seperti anak kecil;"dalam keadaan sedang begitu,
Bara Perindu kehilangan keangkuhannya, kehilangan kejudesannya, dan kehilangan kegaiakannya.
Kegalakan itu berubah menjadi kegaiakan napasnya, kegalakan tangannya, dan kegalakan ciumannya yang memburu dari belakang Suro Slntlng. ia
merangkul Suto dari belakang dan menciumi tengkuk, telinga, leher, sambil menggeser-geserkan tubuhnya yang merapat dengan badan Suto bagian
belakang. Biegaaarrr...i Pendekar Mabuk kehilangan perhatian asmara.
Suara ledakan itu diketahui sebagai suara pertarungan. Pendekar Mabuk pallng tidak bisa membiarkan pertarungan terjadi begitu saja. ia selalu
ingin melihat siapa dan begaimana pertarungan itu.
Akhirnya, Suta Sinting pun segera melepaskan diri
dari pelukan Bara Perindu dengan paksa.
'Oh, Suto... kita lanjutkan saja dan jangan terpengaruh dengan suara itul'
"Aku ingin menengoknya sebentar. Kau tetaplah di sini!"
'Suto..."l' 'Hanya sebentar, Bara Aku akan kembali ke sini
dan melanjutkannya. Hanya sebentar' kata Suto
sambil terburu"buru, kemudian melesat keluar dengan menggunakan jurus 'Gerak Sliuman'-nya.
Ziaaap...l 'Oooh... setan!" geram Bara Perindu dengan
nada merengek masih terdengar. Akhlmya ia terkulai lemas, duduk bersandar batu tinggi. Napasnya
Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terengah-engah sendiri karena api gairahnya yang
menuntut puncak kemesraan semakin berkobar menyengat hati.
'Mudah"mudahan bocah konyol itu tidak lama"lama meninggalkanku. Ooh... indah sekali kemesraan didalam pelukannya. ia sungguh pandai membakar semangat cintaku hingga menggebu"gebu begitu. Aku suka dengan caranya mencium bibirku dan...
oh, tentunya lebih indah jika nanti ia mengantarku
ke puncak kebahagiaan," renung Bara Perlndu dalam harapan dan penantiannya.
Tetapi agaknya harapan itu tak bisa mendapatkan kepastian. Suto Sinting tak hanya sebentar meningaikan Bara Perlndu. Pendekar Mabuk itu lebih
tertarik begitu melihat hutan di sebelah barat gua
tersebut telah terbakar. Nyala apinya menerangi
alam sekeliling, sehingga suatu pertarungan yang
terjadi di situ dapat dilihat dengan jelas. Pendekar
Mabuk sengaja menuju ke pertarungan melalui dahan demi dahan, lalu berhenti pada sebuah pohon
yang tidak ikut terbakar.
Suto Sinting membelalakkan matanya begitu
melihat siapa yang mengadu kesaktian di malam itu. '
Bahkan wajah Suto Sinting tampak sedikit tegang,
walau ia tetap di atas pohon eambll mencurahkan
segenap perhatiannya ke pertarungan itu.
--- PERTARUNGAN itu terjadi antara seorang perempuan cantik berdada montok dengan seorang lelaki bertubuh kekar dengan kumis
lebat melintang menyeramkan. Lelaki berusia sekitar lima puluh tahun itu tampak ganas sekali, gerakannya serba cepat dan nyaris tak pernah berhenti.
Serangannya datang secara bertubi"tubl, membuat
si wanita cantik berjubah biru muda tampak kewalahan menghadapinya.
Wanita cantik yang sekarang rambutnya digulung ke atas asal-asalan itu tak lain adalah Nyai Mata
Binal. Pendekar Mabuk mulai percaya dengan pengakuan Bara Perindu setelah melihat Nyai Mata Binal
temyata berada di luar gua dan sedang lakukan
pertarungan sengit dengan lelaki yang belum dikenal Suto.
"Kau tak akan bisa mengungguli llmuku, Wirayuda!" seru Nyai Mata Binal kepada lawannya. 'Sebaiknya urungkan saja nlatmu membalas dendam
atas hilangnya seluruh llmu milik Tirtayuda, adlkmu
itu!" "Jangan berkoar dulu, Nyai Mata Binal! Terimalah jurus 'Gelombang Petlr'-ku ini. Heeeaahhh...i'
werayuda yang berpakaian serba hijau dan berambut panjang sepunggung itu melepaskan pukulan dalam satu lompatan melambung ke udara. Kedua tangannya menyentak ke depan, dan dari sepuluh jarinya keluar kliatan cahaya biru yang menyerang Nyal Mata Binal secara serempak.
Trraar...i Tar. tar, tar, tau..!
Cahaya biru berkelok-kelok yang jumlahnya sepuluh larik itu bergerak dengan liar dan bersilat mengejar sasaran. Nyai Mata Binal melompat ke sana-sinl hindari sepuluh sinar biru itu. Ke mana pun gerakan Nyai Mata Binal selalu dikejar oleh sepuluh slnar biru tersebut, sehingga Nyai Mata Binal merasa
kewalahan dan tak punya kesempatan untuk hancurkan sinar-sinar tersebut.
Pendekar Mabuk menggumam dalam hatinya,
"Hebat juga si werayuda itu! Sang Nyai benar-benar
kewalahan sampai tak punya kesempatan untuk iepaskan serangan balasan. Hmmm... kalau sekarang
aku turun tangan membantu Nyai Mata Binal, pasti
bantuanku nanti bisa menjadi jembatan untuk mengenainya lebih dekat lagi. Sebaiknya kulumpuhkan
Wirayuda asal jangan sampai mati!"
Traaarrr... tar, tar, tar, tar...!
Wirayuda lepaskan jurus 'Gelombang Petlr'
kembali, sehingga kini jumlah sinar-sinar biru berkelok-kelok itu_menjadi dua puluh larik, dan semuanya mengejar Nyai Mata Binal dengan ganasnya.
"Modar kau, Rerempuan laknati" teriak Wirayuda sambil melompat ke sana-sini menjaga kesempatan melepaskan pukulan lainnya.
Tetapi pada saat itu Pendekar Mabuk segera
melepaskan jurus 'Sembur' Bromo Wiwaha' dengan
menggunakan tuaknya. Tuak yang diminumnya itu
tidak ditelan semua, sebagian besar ditampung di
mulut hingga kedua pipi Suto mengembung besar.
Kemudan dengan sebuah lompatan kilat, Pendekar
Mabuk melesat ke arah sinar"sinar biru itu. Tuak dari
mulut disemburkan ke arah sinar-sinar tersebut.
Brruuss...i Brruus...i Brruuuss...i
Duar, dar, dar, dar, blegar...i
Semburan tuak yang memercikkan bunga api itu
kenal sinar-sinar biru petir hingga terjadi ledakan
beruntun yang menghancurkan sinar-sinar tersebut.
Lenyapnya sinar-sinar biru membuat Nyai Mata
Binal berhasil hentikan gerakannya. Sementara itu,
Wirayuda menjadi berang melihat kemunculan Suto
yang memihak Nyai Mata BlnaL
"Bangsat kau...!" geram Wirayuda sambil bergerak ke sana-sini.
Pendekar Mabuk tidak berikan kesempatan kepada Wirayuda untuk mengecam dirinya. ia segera
lepaskan jurus 'Jari Guntur' ke arah Wirayuda secara bertubi-tubi melalui sentilan jarinya.
Tes, tes, tes, tes...l Sentllan yang mengandung kekuatan tenaga
dalam itu mengenal Wirayuda berkali-kali. Padahal
aatu sentllan mengandung kekuatan tendangan tenaga kuda yang cukup berbahaya. Wirayuda berguling-guling sambil memekik kesakitan. Tubuhnya
bagai kapas yang terlempar ke sana"sini hingga
akhirnya Wirayuda terkapar tak berkutik lagi. ia bukan mati, melainkan pingsan dengan wajah dan bagian tubuh lainnya mengalami memar membiru.
Nyai Mata Binal tertegun melihat tindakan pemuda tampan yang mampu lumpuhkan Wirayuda
dalam waktu singkat. Sebelum ia sempat mengatakan sesuatu, Suto Sinting sudah lebih dulu berkata
kepadanya. "Cepat tinggalkan tempat ini! Nyala api semakin
besar. Hutan ini akan terbakar habls setelah Wirayuda sadar dari pingsannyal'
Suto sengaja bergerak lebih dulu, tapi ia tidak
gunakan jurus 'Gerak Siluman' agar dapat diikuti
Nyai Mata Binal. 'Tunggu...i" seru Nyai Mata Binal.
Pancingan Suto ternyata mengenai sasaran.
Nyai Mata Binal mengejarnya, dan Suto berlari lebih
menjauh lagi. Wanita cantik bermata indah itu semakin penasaran, sehingga gerakannya dipercepat
agar dapat menyusul Suto Sinting.
Pendekar Mabuk sengaja memancing gerakan
Nyai Mata Binal ke dalam gua. ia ingin mempertemukan Bara Perindu yang saat itu tentunya masih
menunggu di dalam gua. Tetapi ketika Suto Sinting masuk ke dalam gua
tersebut, ternyata Bara Perindu sudah tidak ada di
tempat. Suto mencarinya di balik bebatuan yang
ada, temyata Bara Perindu tetap tidak ada di gua tersebut.
"Bara...! Bara Perlndu..."!' panggil Suto Sinting
dengan hati dongkol. Tapi tak ada jawaban dari Bara
Perindu. __ 'Siai...l' Pendekar Mabuk mendongak ke atas,
memandang lubang tembus di langit-langit gua. 'Kurasa dia keluar leWat lubang itu, atau keluar lewat
pintu gua dan mencarlkui'
Wesss...! Nyai Mata Binal masuk ke dalam gua tersebut.
Pendekar Mabuk memandangnya dengan terkejut
karena lupa bahwa dirinya diikuti oleh Nyai Mata
BlnaL _ "Rupanya kau tahu ada gua di sini. Pendekar
Tampan"!" ujar Nyai Mata Binal sambil sunggingkan
senyumannya yang indah dan mulai menggetarkan
hati Suto. "Aku tadi tersesat dan menemukan gua ini. Kebetulan di sini ada api unggun yang masih menyala.
Semula aku ingin beristirahat di sini. Tapi kudengar
suara ledakan dahsyat tadi dan aku segera menengoknya ke sana," Suto Sinting bicara dengan pandangan mata tertuju pada keindahan mata sang
Nyai. "Kalau begitu kau sangat beruntung: kata Nyai
Mata Binal. "Beruntung bagaimana?"
"Kau telah memasuki jalan rahasiaku."
"Jalan rahasia..."l" Pendekar Mabuk kerutkan
dahi "Gua lnl mempunyai jalan tembus menuju ke
pesanggrahankui' '0, begitu"! Tapi... tapi aku tidak melihat ada
jalan lain kecuali pintu gua itu."
Nyai Mata Binaltersenyum. "Kau telah membantuku melumpuhkan Wirayuda. Sebagai ucapan terlma kaslhku, aku ingin mengenalmu lebih dekat lagi.
Maukah kau kubawa ke pesanggrahanku?"
Pendekar Mabuk angkat bahu. "Aku tak keberatan selama kau memperlakukan diriku balk-balk."
"Tentu saja,' ucap sang Nyai sambil melangkah
dekati salah satu batu tinggL Batu Itu didorongnya
dengan satu tangan. Lalu sesuatu yang aneh terjadi.
Dinding gua Itu merenggang sendiri bagaikan retak.
Krraak...! Maka terbentuklah sebuah lorong sempit
yang cukup dilalui satu orang. Lorong itu dalam keadaan gelap. Tetapi setelah Nyai Mata Binal mengambil salah satu kayu bakar sebagai pengganti obor,
maka lorong itu menjadi terang dan tampak merupakan jalan setapak.
"Cepat ikuti aku. Jalan ini akan tertutup dengan
sendirinya setelah sepuluh hitungan!" kata Nyai Mata Binal. Maka Suto pun segera melangkah mengikuti Nyai Mata Binal.
'Mungkinkah jalan ini yang digunakan Nyai Mata Binal untuk kewar dari gua tanpa kuketahul"' pikir
Pendekar Mabuk sambil tetap melangkah. "Atau...
jangan"jangan Nyai Mata Binal sama dengan Bara
Perindu"l Buktinya, setiap kutemukan Nyai Mata Blnal, aku tak jumpa dengan Bara Perindu. Setiap kutemukan Bara Perindu. aku tak melihat Nyai Mata Blnal. Ah, semuanya serba menyangsikan bagiku. Tapi sebaiknya kulkutl saja dulu kemauan aang Nyai
lnL Aku yakin nantinya aku akan menemukan jawaban dari kesangsianku tadll"
Jalan setapak itu makin lama semakin lebar
Nyai Mata Binal bisa melangkah sejajar dengan Pendekar Mabuk. Kayu bakar masih menyalakan apinya
dan menerangi jalanan tersebut. Ternyata dinding di
kanan"kiri jalanan itu mempunyai lorong-lorong kecil seperti lubang ular. Tapi salah satu lorong ada
yang berukuran besar dan merupakan jalanan sempit berlumut.
".lalan ini bisa tembus ke tempat pertarunganku
tadi," kata Nyai Mata Binal.
Suto hanya menggumam, tapi hatinya membatin, 'O, mungkin tadi setelah bercumbu dengan Kertapaksl, Nyai Mata Binal pergi lewat jalanan ini dan
tembus ke luar gua, lalu bertemu dengan erayuda
dan terjadilah pertarungan di sana. Tapi... Bara Perindu apakah juga menemukan jalan ini, jika memang dia bukan Nyai Mata Binal?"
Langkah mereka terhenti setelah mencapai ruangan besar yang diterangi oleh obor-obor yang diletakkan pada dinding ruangan. Nyai Mata Binal
membuang kayu bakar itu. ia segera memandang
Suto dengan senyum manis, tapi Suto masih sibuk
mengagumi ruangan besar yang mempunyai tangga
menuju ke atas itu. "Tangga ke atas Itu menuju ke pesanggrahanku," ujar sang NyaL "Ruangan ini adalah ruangan
khusus untuk beberapa keperluan pribadiku."
Pendekar Mabuk mmggut"manggut sambil matanya tetap memandang berkeliling. Ruang itu di-lengkapi dengan tempat tidur dan kaca rias bermeja
marmer. Bahkan di salah satu sudut terdapat rak
tempat minuman. Di sisi lain terdapat altar pemujaan
yang dilengkapi dengan tempat pedupaan. Ruangan
itu berbau harum setanggi, menimbulkan kesan
aneh di dalam hati Suto Slnting.
'Aku menyimpan beberapa guci arak disebelah
sana. Kalau kau suka, ambillah sendiri," kata sang
Nyai sambil menunjuk rak tempat minuman. Di sana
memang terdapat sekitar delapan guci yang ujungnya maslh ditutup dengan kertas merah.
Suto Slntlng tersenyum girang melihat guci-guci arak itu. Tapi pada saat itu, Nyai Mata Binal segera
berkata kepadanya. _ "Kalau kau ingin istirahat, silakan berbaring di
ranjangku- Kuizinkan kau berbaring disana, karena
kau telah selamatkan aku dari kecaran jurus 'Geiombang Petir"nya si Wirayuda."
"Terima kasih. Rasa"rasanya aku masih ingin
bicara denganmu." "Aku pun ingin mengetahui namamu, Pendekar
Tampan," sambil pandangan mata sang Nyai tertuju
lekat-lekat ke wajah Suto. Senyumnya yang mekar
membuat wajahnya kian cantik dan sangat menggeda hati.
"Aku sendiri belum mengetahui namamu: ujar
Suto dengan lagak bodohnya.
"Aku dikenal dengan nama Nyai Mata Binal."
'0, jadi kaulah orangnya7l' Suio Sinting berlagak kaget dan terbengong.
'Apa maksudmu" Mengapa kau tampak terkejut?"
] "Karena aku memang sedang mencari perem. puan cantlk yang bernama Nyai Mata Binal.'
'Begitukah?" sang Nyai tertawa riang. la mendekatl Suto yang berdiri tak jauh dari ranjang. 'Sebutkan dulu namamu, baru kita bicara lebih lanjut."
"Apakah kau belum mengenal ciri"cirlku'r
Nyai Mata Blnal memandang dengan senyum
ceria. Beberapa saat kemudian ia berkata dengan
suara pelan. "Bumbung tuak itu mengingatkan aku pada ciri-ciri seorang pendekar muda yang berjuluk Pendekar Mabuk. Kabar yang kudengar, Pendekar Mabuk mempu nyal nama Suto Sinting."
"Akulah orangnya," kata Suto Slntlng dengan ,
senyum menawan yang makin mekar di wajahnya.
'Ooh..."l JadL.. jadi kau benar sl Pendekar Mabuk itu"'
Suto Sinting anggukkan kepala. Sang Nyai tertawa kegirangan.
'Kalau begitu beruntung sekali aku bertemu denganmu. Sutol'
"Akui'ah yang beruntung, karena aku memang
mencari-carimu, tapi aku tak tahu ke mana harus
menemukan dirimu, NyaL"
'Hlk, hik, hlk...l Rupanya dewata memang sengaja mempertemukan kita yang sama-sama punya
hasrat untuk saling bertemu. Mungkin juga kita ini
memang berjodoh, Suto.' 'Apa maksudmu berjodoh?" pancing Suto Sintlng, tapi sang Nyai hanya palingkan wajah dengan
senyum tersipunya. Perempuan itu duduk di tepian ranjang. Kain
kuningnya yang membalut bagian bawah hingga
lewat betis Itu mempunyal belahan tengah. Dan ketika ia duduk, belahan tengah itu menyingkap lebar,
menampakkan kemulusan pahanya yang punya keiembutan seperti kulit bayi. Agaknya perempuan itu
tak peduli keadaan pakaiannya, atau memang sengaja memancing gairah lawan jenisnya agar tergoda.
'Duduklah sini, jangan memandangiku terus,
Suto." "Kau sangat cantik, Nyai. Aku merasa kagum
padamu dan tak ingin membuang pandanganku ke
tempat lain.' Nyai Mata Binal tertawa ceklklkan. Tangannya
segera meraih tangan Suto dan menariknya pelan.
ia mengajak Suto duduk di tepi pembaringan itu.
Maka pemuda tampan itu pun mengikuti ajakannya.
Mereka duduk dalam jarak dekat, sehingga aroma
harum yang menyebar dari tubuh Nyai tercium jelas
oleh Suto Sinting. "Untuk apa kau mencarlku, Suto"'
"Kudengar kau mempunyai ilmu 'Lintah Tambak
Cumbu' yang kau dapatkan dari sebuah kitab kuno.'
"Ya, memang benar. Lalu...?"
Dengan lagak tersipu-slpu Pendekar Mabuk
pun berkata, "Kalau boleh dan kalau kau berkenan, aku lngln
ikut mempelajari ilmu itu. Aku ingin mempunyal ilmu
'Lintah Tambak Cumbu' Itu, Nyai. Bisakah aku mendapatkannya, Nyai"
"Mengapa tidak?" ujar sang Nyai sambil masih
menggenggam tangan Suto. "Siapa pun boleh memlllkl ilmu itu, tapi harus dengan satu syarat."
"Apa syaratnya, Nyai?"
Dengan mata sedikit sayu, sang Nyai menjawab,
"Dia harus mampu memuaskan galrahku."
Pendekar Mabuk berlagak tertawa malu. Pandangan matanya dialihkan ke arah laln, namun raut
wajahnya tampak berseri-seri, sehingga Nyai Mata
Binal beranggapan bahwa Suto Sintlng benar-benar
ingin belajar kepadanya. 'Mauksh kau memuaskan galrahku, Sut07'
"Apakah... apakah aku mampu, Nyai" Aku tidak
punya kepandaian dalam bercinta."
"Bagaimana jika aku menuntunmu'?" sang Nyai
mulai berani mengusap-usap lengan Suto. 'Menurutku, kau cukup mampu melayani seorang perempuan dan membuatnya terbang di puncak kenikmatan bercinta. Aku tak yakin dengan pengakuanmu. Kau paatl mampu melakukannya, bahkan lebih
mampu dari mereka yang pernah menunjukkan kemampuannya di depanku.'
Pendekar Mabuk tertawa kecil. "Jika aku sudah
memberlrnu kenikmatan, apakah kau tak akan ingkar
janji padaku?" 'O, mengapa harus ingkar janji" Aku pantang
ingkar janji kepada siapa pun. Kalau ya kubilang ya.
kalau tidak kubilang tidak.'
Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Pendekar Mabuk sungglngkan senyum lagi.
Matanya memandang lurus ke mata indah sang NyaL
tangan perempuan itu semakin menggerayang lebih berani lagi. Kali ini ia sengaja mengusap bibir
Suto dengan punggung jari telunjuknya.
"Kau menawan sekali, Suto," ucapnya dalam desah. 'Kau sungguh memancing gairahku lebih berkobar dari blasanya.'
"Akan kulayanl gairahmu kalau kau benar-benar
mau turunkan ilmu itu kepadaku, Nyai."
"Ah, Suto... akan kuturunkan semuanya padamu. Bahkan bila perlu semua ilmuku akan kuturunkan padamu, asal kau mau berada disampingku
sepanjang masa." Suto diam dengan senyum masih mengembang.
Bibirnya sengaja dibiarkan dlpakal mainan jari tangan Nyai Mata Binal. Tangan Suto kini mulai berani
meraba paha sang Nyai. Tangan itu menyentuh langsung kullt paha karena belahan kain menyingkap
semakin lebar. Bahkan tangan Suto Sintlng sengaja
merayap pelan sekali menuju pusat keindahan sang
Nyai. Sementara itu, jemari tangan Nyai Mata Binal
yang bermain di bibir Sulo pun semakin mendesak
hingga menyentuh gigi Suto.
Tanpa tanggung"tanggung lagl, Suto menggigit
kecil jari itu, membuat sang Nyai kian berdeslr indah
dan matanya semakin sayu. Suto sengaja memancing gairah sang Nyai biar berkobar-kohar dan menjadi penasaran. Maka jari tangan lentik itu pun segera dihlsap oleh Suto dengan lidah dimainkan
menggelitik jari tersebut. Sementara tangan Suto
pun mulai berani menggelitik indah, sehingga sang
Nyai bagai dihujam sejuta kenikmatan. Mata sang
Nyai pun dipejamkan, seakan ia ingin meresapi setiap pagutan lembut dan permainan lidah Suto yang
menimbulkan rasa nikmat di jarinya. ia juga meresapi sentuhan lembut tangan Suto yang menghadirkan debar-debar kenikmatan dalam hatinya.
Terpejamnya mata sang Nyai membuat Suto
menjadi berdebar-debar, karena ia memandangi blblr legit sang Nyai yang sedikit merekah menantang
gairah. Suto tak tahan hanya sekadar memandang,
maka ia pun mendekatkan wajahnya dengan melepas pagutan jari sang Nyai.
Kini bibir itu yang dlpagut oleh Suto dengan
lembut. Setiap gerakan memagut disertai sapuan
lidah yang menggelitik penuh kenikmatan. Nyai Mata Binal tak mampu lagi bernapas dengan teratur. la
membalas pagutan itu dengan iumatan lidah yang
lembut dan membakar selera cinta sang pendekar.
Gairah yang mulai terbakar membuat Suto Sintlng berani merayapkan tangannya hingga ke dada.
Sang Nyai membiarkan tangan itu menelusup di balik pinjung kain tipis di dadanya. Bahkan ketika Suto
Sintlng meremas lembut, sang Nyai mengerang dengan mulut maslh memagut-magut bibir Suto Sinting. Sementara tangan sang Nyai pun meremas
rambut Suto bagian belakang, pertanda la menahan
rasa nikmat yang ingin meledak dalam dadanya.
Tapi keindahan dan kenikmatan itu segera dihentlkan oleh Suto Sinting. Pemuda itu sengaja
menghentikannya agar sang Nyai penasaran kepadanya. Dan ternyata berhentinya cumbuan itu
membuat sang Nyai mendesah dan menarik tangan
Suto untuk ikut rebah di atas pembaringan bersamanya.
"Lakukanlah sekarang juga. Sulo...," ucap sang
Nyai dengan suara membisik.
Suto Slntlng tetap duduk, tak mau ikut berbaring. ia memandang dengan wajah penuh senyum
yang menawan. "Kalau kita berlayar ke lautan cinta sekarang ini,
kau akan kecewa, Nyai."
"Mengapa harus kecewa" Aku telah buktikan
kau punya kemampuan yang lebih besar dari pria
lainnya, Suto." "Benar. Tapi keadaan tubuhku sangat letih. Aku
tak dapat melayanlmu seindah mungkin. Kurasa aku
butuh istirahat sehari, baru besok kita akan berlayar
dari malam hingga pagi.' "Dari malam hingga pagi"l"
Suto anggukkan kepala. "Wow...! indah "sekaii itui' sang Nyai tampak
berbinar-binar. "Oleh sebab itu, bersabarlah dulu, Nyai. Biarkan
aku beristirahat malam ini:
Nyai Mata Binal bangkit dari rebahannya. ia
duduk kembali berhadapan dengan Pendekar Mabuk. Matanya masih memandang dengan sayu.
"Kau janji akan memberikannya esok hari?"
Pendekar Mabuk anggukkan kepala.
'Mungkln esok slang pun aku sudah menjadi
sehat dan segar, sehingga kita bisa mengawali pelayaran ke samudera cinta, Nyai!
"Oh, Suto... aku senang sekali kalau kau mau
memberiku keindahan itu," sambil sang Nyai sengaja jatuhkan kepala ke dada Suto, lalu Pendekar
Mabuk menyambutnya dengan pelukan mesra.
"Nyai, terus terang saja, aku masih ragu padamu. Aku takut, setelah kau kubuat terbang ke puncak"puncak kenikmatan, ternyata kau tidak menurunkan ilmu itu padaku. Bahkan aku khawatir kalau
kau menggunakan ilmu ltu_pada saat aku bercumbu
denganmu, Nyai." Perempuan itu menarik diri dan memandang
Suto. "Aku bersumpah, tidak akan menggunakan ilmu
itu pada saat kita bercumbu. Aku tidak sejahat dugaanmu, Suto."
"Benarkah kau tulus ingin bercumbu denganku?"
"Aku sudah bersumpah demi dewa segala dewa, terkutukiah aku jika sampai menyerap seluruh
llmumu dengan 'Llntah Tambak Cumbu', Sutol' sang
Nyai bicara dengan tegas dan meyakinkan.
Sambung sang Nyai lagi, "Jika sampai hal itu
terjadi, hantamiah bayangan tubuhku."
"Untuk apa menghantam bayangan tubuhmu?"
"Karena kelemahan orang yang memiliki ilmu
"Lintah Tambak Cumbu' terdapat pada bayangannya. Jika bayangan orang itu kau hantam dan bayangan tersebut pecah, lenyap, lalu tirnbui lagi, maka seluruh ilmu orang Itu akan sirna bersama ienyapnya ilmu 'Llntah Tambak Cumbu'. Dan...."
Tiba-tiba kata-kata Nyai Mata Binal terhenti dengan sendirinya. la segera menyadari keteledorannya. Diamnya sang Nyai membuat Suto Sintlng rnenjadi ingin tahu.
'Kenapa tak lanjutkan bicara, Nyai?"
"Aku... aku telah telanjur melepaskan rahasia
kelemahan ilmu itu. ini berbahaya sekali. Oooh...
aku benar-benar terbuai oleh kemesraan malam ini,
sehingga tak sadar mengucapkan kata-kata yang
belum pernah kuucapkan pada siapa pun."
Pendekar Mabuk meraih kepala sang Nyai dan
memeluknya dengan sebuah ciuman di kepala itu.
'Jangan takut, aku bukan orang jahatl Bukankah kau ingin hidup bersamaku selamanya" Tentunya aku pun tak ingin membocorkan rahasia itu
kepada siapa pun." "Aku... aku sekadar ingin meyakinkan kesungguhanku, sampal"sampal aku teledor melepaskan
kata"kata itu.' "Tak apa. Kau tidak kuanggap teledor, Nyai. Toh
seandainya llmumu hilang, kau bisa mendapatkannya iagi meiaiui kitab kuno itu, Nyai."
"Kitab kuno itu sudah kubakar, Suto."
"Hah..."l Kenapa dibakar?"
'Aku tak ingin ada orang lain yang merebutnya
atau menemukannya. Dengan begitu, hanya aku dan
para muridku yang mempunyai llmu "Lintah Tambak
Cumbu' itu." "Ooo... pintar sekali kau rupanya," Suto Sintlng
menghamburkan tawa kecil, kemudian mengangkat
dagu sang Nyai dan mengecup bibirnya. Sang Nyai
menyambar dan menjadi ganas kembali.
Tapi di dalam hati Suto telah merasa lega yang
amat membahagiakan. Rahasia kelemahan ilmu itu
telah diperoleh. Rahasia tersebut terletak pada bayangan si pemilik llmu. Jika bayangan itu dihantam
dan menjadi hancur, maka ilmu itu pun akan lenyap
bersama hilangnya seluruh ilmu lainnya.
Pendekar mabuk benar benar dihinggapi keletihan dan rasa kantukyang memberat. Pelukan dan ciuman Nyai Mata Binal makin lama
semakin meienakan, hingga Suto Sinting akhirnya
tertidur dalam pelukan sang Nyai.
'Hik, hik. hik...l Rupanya kau benar-benar lelah,
Sayang. Untung kau mengatakannya, sehingga aku
tak terlalu kecewa untuk menunda kemesraan kita.
Tapi esok kau pasti akan membuatku dihujani kenikmatan dan kebahagiaan, bukan" Oh, Suto sayang...
aku yakin kau sangat mampu dan melebihi kemampuan pria yang pernah bercumbu denganku. Hanya
dengan ciuman dan pelukanmu saja aku sudah. merasakan kenikmatan yang berbeda dari kenikmatan
yang pernah kurasakan. Baiklah, sekarang tidurlah
dulu, Sayang... esok kita akan berlayar mengarungi
samudera cinta sepuas-puasnya. Hik, hik, hlk...!"
Kenyenyakan tidur Suto terputus akibat suara
gaduh yang terdengar hingga ke ruangan bawah
tanah itu. Suto segera bangun dan sedikit panik.
"Suara gaduh apa itu" Hmmm... kedengarannya
ada di atas sana. Dan... 0, ya... mana Nyai Mata Binal
ltu"i' Ternyata sang Nyai sudah tidak ada di tempat.
Pendekar Mabuk segera menemukan bumbung tuaknya dan menenggak tuak beberapa teguk. Tubuhnya menjadi segar kembaii dan pendengarannya
semakin tajam. "Suara gaduh di atas seperti suara pertarungan"!" pikirnya. "Akan kucoba menengoknya ke sana."
Lalu, dengan langkah mantap Suto Siming menaiki tangga menuju ke ruang atas. Ternyata tangga
itu menuju ke sebuah ruangan seperti kamar tidur
sederhana. Tangga itu mempunyai pintu kayu yang
berbentuk datar, menjadi satu dengan lantai kamar
tidur sederhana llu. Suara pertarungan semakin terdengar jelas.
Pendekar Mabuk segera keluar dari kamar tidur sederhana. Ternyata ia berada di sebuah ruang pertemuan yang lebar dan berpiiar empat. Di halaman
depan ruang pertemuan ituiah Suto Siming temukan
pertarungan seru antara murid-murid Nyai Mata Binal dan seorang perempuan berpakaian serba hitam
"Angin Betlna..."l" gumam Suto Slnting dengan
nada kaget. Rupanya Angin Betina menyerang pesanggrahan itu setelah pulang dari kediaman Besi Wulung
Gading. Gadis berambut acak-acakan namun mempunyal wajah cantik dan bentuk tubuh yang menggiurkan itu bergerak dengan cepat, sehingga dalam
waktu singkat beberapa murid Nyai Mata Binal tumbang tak bernyawa. Pedang sl Angin Betina sukar
ditangkis dan dihindari oleh mereka.
"Hentikan...l" seru sebuah suara dari sisi sudut.
Ternyata sang Nyai sudah berada di sana- Suara Itu
membuat sisa murid yang tinggal dua orang itu segera undurkan diri, kini sang Nyai maju menghadapi
Angin Betina. ' 'Apa makaudmu mengamuk di sini, Perempuan
Lacur"l" bentak sang Nyai dengan marah. '
"Di mana kakakku si Saiju Keiana"i Kau pasti
telah menangkapnya, Setan Blnail' eeru Angin Betina tanpa rasa takut sedikit pun.
"0, Angin Betina menyangka Salju Kelana tertangkap atau terbunuh oleh Nyai Mata Binal. Pantas
dia mengamuk sedahsyat itu"i" pikir Suto Slnting,
lalu ia melangkah maju dengan santai.
"Aku tak kenal dengan nama Salju Kelana!" ujar
sang Nyai. 'Tapl kau sudah membunuh murid-muridku dan kau harus menebus dengan nyawamu, Keparatl Hlaaat...l'
Nyai Mata Binal segera lepaskan pukulan jarak
jauh berupa sinar merah. Claaap...l Angin Betina
sentakkan kaki hingga tLbuhnya melambung ke
udara dan berjungkir balik di sana. Sinar merah itu
akhirnya kenai ruangan di samping ruang pertemuan Itu.
Blaaarrr...l Angin Betina melesat lagi dengan pedangnya
yang siap dihujamkan ke dada Nyai Mata Binal.
Wuuut...l Tetapi tiba-tiba dari mata sang Nyai keluarkan sinar biru lurus dan pendek. Claaap...l Sinar
biru itu menghantam dada Angin Betina. Tapi pedang yang bergerak lurus itu segera keluarkan sinar
putih perak yang segera menghantam sinar biru
tersebut. Siaaap...l Biegaaar...l Ledakan dahsyat terjadi, tanah berguncang dan
atap bangunan mulai rusak oleh getaran tersebut.
Tubuh Angin Betina terlempar dan membentur
pilar ruang pertemuan itu. Brruuuk...l
'Hoooek...!" Angin Betina memuntahkan darah
kental dari mulutnya. Suto Sinting terperanjat dan
'segera menghampirinya. "Angin Betina..."i Cepat minum tuakkul'
"Suto...," Angin Betina mengerang kesakitan.
Tapi tangannya segera menerima bumbung tuak
'Suto. "Suto, jangan dekati perempuan ltul' seru sang
Nyai. "Sekarang kau berhadapan denganku, Nyail'
Suto Sinting justru menantang dan meninggalkan
Angin Betina dengan bumbung tuaknya. .
'0, rupanya kau berjiwa jahanam juga, Sutoi'
'Apa pun katamu aku tak peduli. Angin Betina
adalah sahabatku dan sudah sering menyelamatkan
nyawaku. Kini aku mewakili dia untuk melawanmu,
Nyali" 'Keparat...i' teriak sang Nyai dengan murka.
'Hancurkan perempuan jahanam itu, Sutoi' seru Angin Betina setelah menenggak tuak. "Hancurkan bayangannyal"
Rupanya Angin Betina sudah mendapat petunjuk dari Resi Wulung Gading tentang kelemahan pemilik ilmu 'Llntah Tambak Cumbu' itu. Sayang sekali
Suto sendiri sudah mengetahui kelemahan itu, sehingga seruan terakhir Angin Betina tidak dihiraukan oleh Pendekar Mabuk.
Nyai Mata Binal melepaskan sinar birunya lagi yang melesat dari mata. Kini sinar biru itu ada dua.
sebab keluar dari kedua mata sang Nyai.
Suto Sinting segera menahannya dengan jurus
'Tangan Guntur'. Kedua tangan dlsentakkan ke depan dan meiesatiah sinar biru juga ukuran besar. Sinar bim besar Itu akhirnya terhantam dua sinar biru
kecil. Biegaaar...l Suto Sinting terlempar oleh gelombang ledakan
yang cukup dahsyat Itu. Tetapi Nyai Mata Binal juga
terlempar ke belakang dan jatuh berguling-guling.
Namun dalam sekejap ia sudah bangkit lagi dan
menyerang Suto yang sedang bergegas bangkit dengan tulang-tulang terasa ngilu semua.
'Heeeaat...l" Nyai Mata Binal melesat bagaikan
terbang menyerang Suto. Tetapi pada saat itu, Angin
Betina bangkit dan melepaskan pukulan bersinar
merah kecil ke arah bayangan Nyai Mata Binal yang
ada di tanah. Claaap...i Blaaar...! "Oooh..."l" pekik sang Nyai. Lalu, ia pun jatuh
tak berdaya sebelum mencapai Suto Sinting.
Brruukk...! 'Oouh...!" la mengerang sambil menyeringai,
karena bayangannya tadl dihantam oleh Angin Betlna. Bayangan itu sempat pecah, lalu lenyap, kurang
dari sekejap muncul kembali.
'Oooh... keparat kalian berduel Benar-benar
terkutuk kalian!" sang Nyai menangis, ia merasakan
telah kehilangan seluruh kesaktiannya. Yang tertinggal hanya sisa tenaga sebagai manusia biasa !
tanpa llmu sedikit pun. ia mencoba menyentakkan
tangannya. tapi tak keluarkan tenaga dalam maupun
sinar menghancur lawan. "Kalian benar-benar jahat...l' teriak Nyai Mata
Binal sambil menangis. Angin Betina segera mengangkat pedangnya
ingin memenggal kepala Nyai Mata Binal. Tapl sebuah suara terdengar berseru dari atas pagar pelindung pesanggrahan itu.
"Tahaaan...i" Angin Betina dan Suto sama-sama memandang
ke arah orang tersebut. Sule terkejut dengan mata
terbelalak. "Bara Perindu..."l'
_"Siapa dia, Suto"i"
"Seorang temani Jangan serang dial"
Bara Perlndu segera mendekati mereka. la terkejut sekali memandang Nyai Mata Binal.
"Rupanya kau yang menjadi dalangnya, Gusti"i"
ujar Bara Perindu.
Pendekar Mabuk 71. Perempuan Jahanam di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau mengenalnya. Bara Perlndu"!"
"Jelas sangat mengenalnya. Dia adalah putri
Kanjeng Adipati yang bernama Rara Mustika, yang
seharusnya kau kawal dari Lembah Camar."
'Ooh..."!" Suto Sinting terkejut, matanya membelaiak memandangi Nyai Mata Binal.
"itulah sebabnya sang Adipati memintamu mengawalnya dalam perjalanan pulang dari Lembah
Camar, sebab sudah beberapa bulan ia pergi dari
kadipaten dan pamitnya ke Lembah Camar. Tetapi
sang Adipati mulai curiga setelah mengetahui sebuah kitab kuno hilang dari tempatnya. Ternyata dialah
pencurinya "Bara Perlndu, bunuh mereka!" perintah Nyai
Mata Binal. 'Kalau perlu kau yang kubunuhl"
"Kuadukan kepada Ayah sikap kasarmu Itul'
"Adukaniah, aku tak takuti Sebab kau hanyalah
anak pungut yang dianggap sebagai anak bungsu
sang Adipati! tingkahmu semakin membahayakan
pihak kadipaten, tapi ayahmu selalu merahasiakan
kecemasannya itu. Kurasa sekarang sang Adipati
tak akan segan-segan menjatuhkan hukuman padamu, Rara Mustikal'
"Oooh... kalian jahat semua! Jahat semua...!"
Nyai Mata Binal menangis.
Tangis Itu dibiarkan, karena perhatian mereka
segera beralih kepada seseorang yang baru saja datang dengan melompati pagar tinggi itu.
Wuuut...l Jleeg...! 'Salju Keiana..."i' Angin Betina terperanjat dan
menjadi lega melihat kakaknya masih selamat.
'Rupanya aku terlambat datang garavgara membantu seseorang mengalahkan pemuda bernama
Wicaksarai' ujar Salju Kelana.
'Kau habis membantu Dewi Hening" tanya Suto.
'Ya, karena pemuda yang bernama Wicaksara
itu mempunyai ilmu yang cukup tinggi! Menurut
Dewi Hening, Wicaksara juga menguasai ilmu 'Lintah Tambak Cumbu'. Tanpa sengaja pukulanku mengenal bayangannya, lalu Wicaksara terkulai lemas
tak berdaya, tapi sudah telanjur dihantam sinar beracun oieh Dewi Hening. ia tewas beberapa saat setelah ia kehilangan seluruh kekuatannya!" tutur Salju
Keiana. 'Bagaimana dengan Kertapaksi?"
"Dia juga kehilangan ilmunya sejak bercumbu
dengan perempuan jahanam inii" sambil Salju Keiana menuding Nyai Mata Binal. "Sekarang Kertapaksi
pulang ke negerinya setelah kulihat ia menjadi babak belur dihajar seorang lawan tanpa bisa memberi
balasan apa"apa."
Mereka saling manggut"manggut bersamaan.
Kejap kemudian Bara Perindu berkata kepada Suto
Slntlng. "Aku tak tahu kalau kau sudah sampai di sini,
Suto. Waktu aku keluar dari gua, kulihat cahaya hutan terbakar. Tapl ketika aku tiba di sana, yang ada
hanya seorang lelaki terkapar dalam keadaan pingsan. Lalu aku mencarlmu sepanjang malam, dan kutemukan bangunan inl setelah mendengar suara ledakan beberapa kali tadl.'
"Aku berhasil memperdaya si perempuan jahanam lnil' ujar Suto.
"Aku akan membawanya pulang ke kadipaten,
biar sang Adipati yang menentukan hukuman bagi
si pencuri kitab pusaka ltul'
'Aku setuju," kata Suto. "Aku sendiri akan mencari para murid Perguruan Sayap Kiri ini untuk memusnahkan ilmu 'Llntah Tambak Cumbu' itu!"
"Aku ikutl' sahut Angin Betina.
"Aku akan mendampingi kailanl' timpal Salju
Keiana. "Aku akan menyusuimu setelah menyerahkan sl
perempuan jahanam ini, Suto!" kata Bara Perindu.
'Tak perlu, biar kami yang mendampingi Suto,"
ujar Salju Keiana. "Kau pikir hanya kalian berdua yang boleh menikmati kebanggaan bersama Suto" Aku pun merasa berhak!"
"Apakah kau ingin mengadu nyawa denganku"!"
Angin Betina tampak mulai berang.
'Hei, hei... cukupl' sergah Suto. 'Tak perlu dipertentangkan. Sekarang kita cari mereka yang punya iimu 'Untah Tambak Cumbu' dan kita hancurkan
ilmu tersebut. Rahasianya terletak pada bayangan
mereka!" Matahari pagi itu semakin meninggi, seakan
mengiringi langkah mereka memburu habis para pemilik ilmu ajaran sl perempuan jahanam; Nyai Mata
Binal alias Rara Mustika itu. Dalam waktu singkat,
mereka yang memiliki ilmu 'Lintah Tambak Cumbu'
berhasil dimusnahkan seluruh ilmunya oleh Suto
Sintlng, Angin Betina, dan Salju Keiana. Tetapi mereka yang menjadl korban llmu jahanam itu tetap tak
bisa memperoleh ilmunya kembali.
SELESAI PENDEKAH MABUK Segera terblt GADIS TANPA RAGA Edit teks ; Saiful B http://cerita-silat.mywapblog.com
Saksi Bisu 4 The Expendables Of Kurusetra Tujuh Bunga Pandawa Karya Ony Dwi Raharjo Seruling Sakti 25
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama