Rajawali Emas 44. Perjalanan Maut Bagian 2
"Kita lanjutkan perjalanan menuju ke Kaki Bukit Lumbung, Kakang...."
"Hatimu sudah enakan?"
"Berada di sampingmu, hatiku selalu merasa enak dan tenang?" Si lelaki tersenyum lalu mencium lembul bibir ranum istrinya. Kemudian diajaknya istrinya untuk segera tinggalkan tempat itu.
Tirta yang melihat keduanya menjauh, masih menunggu beberapa saat. Setelah bayangan sepasang suami istri yang sama-sama mengenakan pakaian terbuat dari kulit ular menjauh, barulah anak muda dari Gunung Rajawali ini melompat turun. Masih dipandanginya arah yang ditempuh oleh kedua orang itusebelum kemudian dia hela napas panjang.
"Sampai saat ini, aku memang tidak tahu mengapa Kiai Pituluh menyuruhku menjumpainya di Kaki Bukit Lumbung. Tapi sedikit banyaknya, aku mengetahui kalau orang yang diundang olehnya bukan hanya aku saja. Hemmm... kalau melihat arah yang ditempuh sama, aku yakin bayangan kuning dan si nenek tadi juga sedang menuju ke Kaki Bukit Lumbung. Gila! Ada keramaian apa yang akan terjadi di sana?" Sejenak Rajawali Emas memandang ke kejauhan.
"Menurut ucapan si perempuan tadi, keramaian yang akan terjadi di Kaki Bukit Lumbungakan tiba pada dua pekan mendatang. Pada purnama bulan ini. Tentunya akan terjadi pada malam hari. Ah, apakah aku akan segera ke sana saja?" Anak muda ini terdiam sesaat.
"Bila aku kesana, bagaimana dengan urusan orangorang Pulau Neraka yang membabi buta" Terutama Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka, yang karena kehadirannya jadi timbulkan kekacauan?" Tirta terdiam lagi lalu menyambung,
"Urusan di Kaki Bukit Lumbung akan terjadi dua pekan mendatang. Sementara itu, aku bisa mempergunakan waktu yang tak
seberapa lama untuk tuntaskan segala urusan yang kini membentang dihadapanku. Sampai saat ini, aku belum mengetahui rupa dan wujud Pangeran Liang Lahat, orang yang telah membunuh Pendekar Kail dan melukai Dewa Baju Putih. Hemm... apakah saat ini Bidadari Kipas Maut telah berjumpa dengan pembunuh kekasihnya itu?"
Kali ini cukup lama Tirta terdiam, mempertimbangkan segala sesuatunya.
Setelah mendapatkan keputusan dia berkata,
"Biar kutunda dulu kedatanganku ke Kaki Bukit Lumbung. Karena aku harus selesaikan urusan yang ada. Terutama utusan orang-orang Pulau Neraka...."
Berpikir demikian, paras anak muda ini kelihatan agak cerah karena telah mendapatkan keputusan. Dua kejapan mata berikutnya, dia sudah tinggalkan tempat itu.
PADA saat yang bersamaan dengan berkelebatnya Rajawali Emas, satu bayangan kuning hentikan larinya di sebuah tempat yang berada jauh dari tempat Rajawali Emas semula. Sejenak bayangan kuning ini perhatikan sekitarnya. Setelah itu terdengar dengusannya yang keras,
"Brengsek! Mengapa aku jadi memikirkan ucapan Dewa Baju Putih"! Huh! Pulau Neraka hanya sebuah dongeng! Edan! Sungguh edan dia!Apakah karena terlalu menyesali cintanya yang bertepuk sebelah tangan terhadap Bidadari Kipas Maut, kakek itu sudah menjadi edan"!"
Bayangan kuning yang baru saja hentikan langkah dan mengomel-ngomel sendirian ini, seorang nenek bertubuh agak bungkuk yang mengenakan pakaian kuning kusam. Nampaknya sincnck memang pesolek. Terbukti dari bedak tebal yang menghiasi wajah keriputnya dan gincu yang tebal. Pada rambutnya yang penuh uban, menghias tiga buah bunga mawarwarna merah. Dari ciri yang nampak sudah dapat ditebak, kalau si nenek tak lain adalah Puspitorini, kakak seperguruan Pendekar Kail.
Setelah mendengar kematian Pendekar Kail, Puspitorini yang bersifat angin-anginan ini memutuskan
untuk mencari si pembunuh. Tanpa sengaja dia berjumpa dengan Dewa Baju Putih yang kala itu baru saja lolos dari maut yang hendak diturunkan Pangeran Liang Lahat. Dari cerita Dewa Baju Putih tentang Pangeran Liang Lahat yang dikatakan berasal dari Pulau Neraka, Puspitorini menganggap kalau ucapan itu berasal dari mulut orang edan. Karena biar bagaimanapun juga, dia menganggap Pulau Neraka hanya sebuah dongeng. Namun perjumpaannya dengan Dewa Baju Putih ternyata tidak sia-sia, karena dia tahu siapa orang yang telah mencabut nyawa adik seperguruannya. Pangeran Liang Lahat yang dikatakan Dewa Baju Putih pelarian dari Pulau Neraka! (Baca:
"Pelarian Pulau Neraka"). Kendati begitu, nenek pesolek ini masih tak mempercayai kalau pembunuh adik seperguruannya berasal dari Pulau Neraka.
"Hanya orangdungu yang bisa percaya tetek bengek tentang Pulau Neraka! Huh! Dewa Baju Putihsudah benar-benar edan! Seharusnya kutampar saja mulutnya hingga mencong, agar tidak banyak omong lagi!" Lalu terlihat mulutnya mencang-mencong tetapi tak ada suara yang keluar. Tetapi dua kejapan berikutnya, lamat-lamat terlihat keningnya berkerut pertanda ada yang dipikirkannya.
"Pangeran Liang Lahat... orang yang dikatakan berasal dari Pulau Neraka.... Ah, keadaan ini cukup membingungkan. Memang mustahil untuk menerima tentang keberadaan Pulau Neraka. Tapi menilik warna
kulit yang dikatakan Dewa Baju Putih, agaknya rasa mustahil itu dapat terkikis. Menurut berita, orang-orang penghuni Pulau Neraka memiliki warna kulit yang berbeda sesuai dengan tingkatan ilmu dan golongan penghuninya. Orang berjuluk Pangeran Liang Lahat memiliki warna kulit serba ungu. Ah, apa yang sebenarnya terjadi?" Kembali Puspitorini terdian. Dia terus berpikir keras untuk pertimbangkan apa yang sedang dialaminya. Mendadak saja dia palingkan kepala tatkala menangkap bayangan yang tiba-tiba saja muncul. Kejap itu pula dia kerutkan keningnya.
"Asiaga! Hari ini sangat cerah, tetapi ada dua buah gumpalan awan hitam"! Hei... mengapa dua gumpalan awan itu berada hanya dua jengkal di atas kepalaku"!" Perempuan yang pada rambutnya terdapat tiga buah kuntum bunga mawar warna merah perhatikan dua gumpalan awan hitam yang tiba-tiba muncul sejarak sembilan langkah dari tempatnya. Belum lagi dia dapat menduga-duga awan apakah itu, dilihatnya dari dua gumpalanawan hitam itu melompat dua sosok tubuh berparas angker.
"Astagal Ada apa ini"!"desisnya tanpa sadar.
Untuk beberapa saat perempuan berpakaian kuning kusam ini hanya pandangi kejadian yang tak masuk
akal di hadapannya. Keningnya masih berkerut hingga menambah keriput yang menghiasi wajahnya. Dua orang yang muncul secara aneh dari dua gumpalan awan hitam yang telah hilangitu, pandangi dirinya dengan seksama. Tajam dan angker. Puspitorini adalah seorang tokoh kosen. Menghadapi kejadian yang sulit diterima oleh akal ini dia masih bisa bersikap tenang. Kendati demikian dia membatin,
"Kedua orang ini berkulit merah, sama seperti pakaian yang mereka kenakan. Satu berhidung bengkok, satu lagi berkuping menukik ke atas! Astaga! Jangan-jangan...." Belum habis Puspitorini membatin, orang berkulit serba merah yang berkuping menukik ke atas sudah berkata,angker,
"Nenek keriput bau tanah! Kami muncul dihadapanmu karena hendak bertanya!" Puspitorini tak segera menjawab. Setelah beberapa saat baru dia berkata tenang,
"Aku bukanlah orang yang tepat sebagai tempat bertanya! Kalian salah orang!"
"Ucapanmu sungguh tak enak didengar!" Nenek berpakaian kuning kusam itu memiliki sifat angin-anginan. Dia paling tidaksuka melihat orang yang bertanya dengan nada mengandung ancaman. Dia segera menyahut,
"Bila kau tak suka dengar ucapanku, silakan menyingkir dari sini!"
"Keparat" bentak si kuping menukik yang bukan lain Setan Merah adanya. Sementara yang berhidung bengkok adalah Iblis Merah. Mereka adalah Utusan Kematian Pulau Neraka yang sedang mencari Pangeran Liang
Liang Lahat alias Penghuni Tingkat ke Dua alias Pelarian Pulau Neraka. - Paras Puspitorini langsung memerah.
"Jangan pancing kemarahanku! Kukatakan, kalian segera menyingkir dari sini!"
"Kau akan menyesali tindakan busukmu itu!" Puspitorini kembangkan senyuman mengejek,
"Atau... kalian yang akan menyesali karena berani muncul di hadapanku"!" Setan Merah hampir saja lancarkan serangan, namun urung karena Iblis Merah sudah angkat bicara,
"Sikapmu telah pancing kemarahan kami, padahal kami tak ingin buka urusan denganmu! Sebaik nya kau siap menjawab pertanyaan yang akan kami lo ntarkan!!" Ucapan itu sesungguhnya dapat diterima, tet api mengandung ancaman pula. Dan ini membuat Puspi torini menjadi makin geram.
"Bila tak siap untuk mendapatkan masalah, sebaiknya menyingkir dan urungkan niat bertanya!" Mengkelap paras Iblis Merah. Dengan suara menyentak dia berseru,
"Kami dalang... untuk mencari seorang lelaki yang mengenakan pakaian dan memiliki kulit serba ungu! Kau bisa jawab pertanyaan kami di man akah orang itu berada atau tidak, kau tetap akan mam pus!!"
Mendengar ucapan orang, Puspitorini terdiam dengan kening berkerut.
"Orang berpakaian dan berkulit serba ungu" Oh!Bukankah itu ciri dari Pangeran Liang Lahat, pembunuh keparat yang dikatakan Dewa Baju Putih?" Menyusul sepasang matanya membeliak lebar.
"Astaga! Kulit mereka berwarna serba merah! Apakah mereka berasal dari Pulau Neraka"! Gila! Ini benar-benar gila!!" Karena belum mendapatkan sahutan orang, Iblis Merah membentak kembali
"Waktumu tak banyak lagi, Nenek bau tanah! Bersiaplah untuk mampus!!" Tajam tatapan Puspitorini mendengar ucapan orang. Tak berkedip dan berbalur dengan kemarahan tinggi. Tanpa sadar dia kepalkan sepasang tangannya kuat-kuat.
"Bila saja aku tidak mendengar kalau kedua orang ini mencari orang berkulit serba ungu, sudah kuserang mereka habis-habisan! Tapi untuk saat ini, biar kuturuti apa maunya mereka!" Memutuskan demikian dan merasa memiliki kepentingan, nenek berpakaian kuning kusam ini berkata,
"Pertanyaan telah kalian lontarkan! Tapi sayang... aku tidak tahu di mana manusia keparat itu berada"!"
"Berarti... sudah cukup urusan! Dan bersiaplah untuk mampus!"
"Tunggu! Tantangan kalian tak akan pernah kutolak! Pertarungan hidup mati siap kulayani! Tetapi... aku juga punya satu pertanyaan!"
"Jangan berbelit-belit! Kami, tak punya rasa belas kasihan! Membunuh siapa pun bukanlah perhitungan benar atau salah!" Setan Merah yang menyahut galak. Puspitorini merasakan darahnya bergolak hebat.
Namun dia masih berusaha tindih kemarahannya. Dengan suara geram dia berseru,
"Orang yang kalian cari, juga sedang kucari! Aku tidak tahu siapa dia adanya, tetapi untuk membunuhnya, aku juga tak memiliki perhitungan benar atau salah!" Kali ini Utusan Kematian Pulau Neraka saling pandang. Mata mereka berkedip-kedip seperti lakukan pembicaraan. Kemudian terdengar suara Iblis Merah,
"Kau bilang kau juga hendak membunuh orang berkulit ungu itu"! Mengapa"!"
"Manusia jahanam itu telah membunuh adik seperguruanku! Dan nampaknya, kalian mengenalnya! Sekarang, kalianlah yang harus jawab pertanyaanku! Di mana dia berada"!"
"Jangan sembarangan berucap! Penghuni Tingkat ke Dua pun hendak kami bunuh!"
"Penghuni Tingkat ke Dua" Astaga! Bukankah Dewa Baju Putih mengatakan orang itu berjuluk Pangeran Liang Lahat atau Pelarian Pulau Ncraka" Mengapa dia mengatakan Penghuni Tingkat ke Dua" Hemm... jangan-jangan... itulah julukannya di Pulau Neraka! Gila! Dengan kata lain, akhirnya aku mulai percaya keberadaan Pulau Neraka!" Habis membatin demikian, Puspitorini berkata.
"Siapa yang kalian maksudku dengan Penghuni Tingkat ke Dua"!"
"Orang yang hendak kami bunuh!":
"Orang yang telah membunuh adik seperguruanku berjuluk Pangeran Liang Lahat atau Pelarian Pulau Neraka! Nampaknya, ada julukan lain bagi bangsat sialan itu!" Lagi-lagi Utusan Kematian Pulau Neraka saling pandang. Lalu terdengar ucapan Setan Merah.
"Pangeran Liang Lahat atau Pelarian Pulau Neraka atau Penghuni Tingkat ke Dua, aku yakin adalah orang yang sama!"
"Hemm... kalau begitu, kalian tentunya adalah orang-orang Pulau Neraka"!"
"Betul! Kami datang untuk membunuh Penghuni Tingkat ke Dua! Dan membunuh siapa saja yang lancang menantang kami!" Puspitorini menggeram.
"Rasanya aku memang harus mempercayai keberadaan Pulau Neraka. Kedua orang berkulit serba merah ini mencari orang yang sama dengan yang sedang kucari. Peduli setan! Aku harus mendahului membunuh manusia laknat itu sebelum dicabut nyawanya oleh keduanya!" Habis membatin demikian, sinenek berucap,
"Sekarang kita sama tabu kalau kita mencari orang yang sama! Berarti, sekarang tak ada urusau di antara kita!"
"Jangan coba-coba mendahului membunuhnya!"
"Apa yang akan kalian lakukan bila aku melakukannya"!" tantang Puspitorini dengan paras kian mengkelap. Matanya dibuka lebar-lebar penuh tantangan. Setan Merah menggeram sengit.
"Kau akan mati secara menyedihkan!"
"Atau sebaliknya... orang-orang Pulau Neraka akan berkabung karena kematian kalian!"
"Terkutuk!!" bentak Setan Merah menyusul sosoknya sudah berkelebat ke depan. Gerakannya sangat cepat dan sukar diikuti oleh mata. Gelombang angin yang mendahului jotosan tangan kanannya menggebrak. Sekali melihat Puspitorini tahu kalau serangan lawan bukanlah serangan kosong atau serangan tipuan. Namun serangan yang berisi dan bermaksud membunuh lawan sekali gebrak. Tanpa bergeser dari tempatnya, Puspitorini kerahkan ajian Telapak Samudera'. Ajian yang bila ditepukkan pada sungai maka air akan muncrat dan melebar hingga memperlihatkan dasar sungai selama sepuluh kejapan mata. Dan agaknya perempuan tua berpakaian kuning kusam ini sudah sangat jengkel terhadap kedua orang berkulit serba merah. Terbukti dia langsung kerahkan setengah tenaganya untuk lepaskan ajian Telapak Samudera": Gelombang angin yang mendahului jotosan Setan Merah putus di tengah jalan. Menyusui bertemunya telapak tangan Puspitorini dengan jotosan Setan Merah. Begitu berbenturan, terdengar letupan keras dan masing-masing orang sama-sama surut lima tindak ke belakang.
Setan Merah mengkelap dan berteriakkeras tatkala merasakan jotosannya agak bergetar. Setelah dialirkan ilmu lainnya, dia tak lagi merasakan sakit. Di pihak lain, Puspitorini harus kerutkan kening tatkala melihat telapak tangannya memerah. Ada rasa panas yang menjalar hingga ke pangkal lengannya.
"Hebat! Dia dapat halangi ajian Telapak Samudera". Tetapi aku masih mempergunakan setengah tenaga untuk lepaskan ajian ini. Bila dia bermaksud menyerang, aku tak akan segan-segan untuk menghadapinya!" Tetapi Setan Merah tak lancarkan scrangan kembali, karena Iblis Merah sudah berkata-kata. Hal ini membuat kemarahan dan murka Setan Merah kian menjadi-jadi.
"Rupanya kita punya urusan yang sama, hendak membunuh orang yang sama! Aku tak peduli kau hendak teruskan niatmu atau tidak membunuh orang itu! Tetapi ini peringatan yang terakhir! Bila kau mendahului kami membunuhnya, maka nyawamulah sebagai penggantinya!!" Habis berucap demikian, dia berkata pada Setan Merah,
"Tahan kemarahanmu beberapa saat! Tak lama lagi perempuan itu dapat kau hancur lumatkan!" Kejap berikutnya, kedua orang itu sudah masuk kembali ke dua gumpalan awan hitam yang mendadak muncul.
Lalu... Plop! Bersamaan dua gumpalan awan hitam yang menghilang, lenyap pula sosok kedua orang itu dari pandangan. Kepergian mereka yang sama dengan cara datangnya, tak membuat Puspitorini merasa keheranan lagi. Yang membuatnya berpikir sekarang, kalau dia mau tak mau membenarkan cerita Dewa Baju Putih tentang orang Pulau Neraka. Dan berarti, pulau itu bukan hanya sebuah dongeng! Pikiran tentang Pulau Neraka tak mengganggu lagi pikirannya sekarang. Kini dia percaya kalau pulau itu memang ada. Yang dipikirkannya sekarang, kalau dia harus mendahului dua orang berkulitserba merah untuk membunuh Pangeran Liang Lahat atau Pelarian Pulau Neraka yang kini diketahui juga berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua!
"Orang itu harus mampus di tanganku!" desisnya dan teruskan langkah.
Bab 7 RAJAwAli Emas kembali hentikan langkahnya. Saat ini hatinya agak mangkel mengingat dia belum juga menjumpai Pangeran Liang Lahat (sampai saat ini Tirta tidak tahu kalau orang berkulit serba ungu yang pernali dijumpainya adalah Pangeran Liang Lahat). Dan kemangkelannya agak bertambah mengingat dia mau tak mau harus urungkan niat menuju ke Kaki Bukit Lumbung.
"Huh! Aku masih bersyukur karena secara tak sengaja mengetahui kalau akan ada satu keramaian di sana, dan keramaian yang entah apa, akan dimulai dua pekan mendatang." Perlahan-lahan kepalanya ditengadahkan. Dilihatnya hamparan langit yang terang. Saat ini siang sudah meranggas persada. Namun berada di tempat yang banyak ditumbuhi pepohonan, panas itu tidak terlalu menyengat.
"Bwana...," desisnya teringat pada burung rajawali raksasa berwarna keemasan.
"Ah, entah dimana dia berada sekarang. Mungkin sedang menunggu isyaratku untuk memanggilnya. Mungkin pula dia sudah jengkel karena aku tak memanggil-manggilnya...." Tirta geleng-gelengkan kepalanya.
"Bila saja aku tak berjumpa dengan Bidadari Kipas
Maut yang sedang mencari Pangeran Liang Lahat karena telah membunuh kekasihnya si Pendekar Kail, mungkin aku telah tiba di Kaki Bukit Lumbung bersama Bwana. Aku belum tahu secara pasti maksud Kiai Pituluh mengundangku ke Kaki Bukit Lumbung. Tapi... apa yang akan kuhadapi ini nampaknya memang masalah yang besar. Juga urusan orang-orang Pulau Neraka...." Anak muda dari Gunung Rajawali ini menghela napas pendek. Kepalanya agak ditundukkan seolah dia sedang mengalami beban yang berat. Padahal saat ini matanya telah menangkap satu bayangan yang berada di balik ranggasan semak.
"Hemm... ada orang disana. Dari caranya yang bersembunyi, jelas kalau dia seperti menunggu satu kesempatan. Tapi kesempatan apa" Atau... dia sedang meyakinkan dirinya, tentang apa yang dilihatnya" Sebaiknya... aku berlaku bodoh saja, berlagak tidak mengetahui kehadirannya...." Sementara itu, orang bertubuh tinggi besar yang mendekam di balik ranggasan semak, memandang tak berkedip dari sela-sela semak itu. Sorot matanya mengandung kebencian. Dia usap brewok tebal yang memenuhi wajahnya dengan tangan kanan dan memperlihatkan gelang-gelang hitam yang terdapat di pergelangan tangannya.
"Cirinya jelas pemuda yang kucari. Pemuda yang diperintahkan oleh Pangeran Liang Lahat untuk kubunuh. Huh! Tanpa diperintahkannya pun aku sudah lama hendak membunuh pemuda berjuluk Rajawali Emas
itu!" Sejarak sepuluh langkah. Tirta yang berpura-pura tidak mengetahui adanya orang masih tundukkan kepala namun tak hilang kewaspadaannya.
"Dari tarikan napasnya jelas dia orang berisi. Tapi, apa yang diinginkannya bersembunyi disana" Hemmm... biar kupancing dia agak keluar...." Memutuskan demikian, Tirta angkat kepalanya. Tetapi tidak tujukan tatapan pada ranggasan semak di mana orang berpakaian hitam itu bersembunyi. Lalu tanpa berkata apa-apa dia melangkah hendak meninggalkan tempat itu. Di balik ranggasan semak, orang berpakaia n hitam yang terbuka di dada hingga memperlihatkan bulu-bulu tebal yang tumbuh di dadanya, kerutkan keni ng.
"Gila! Mengapa aku harus berdiam disini" Pemuda itu harus kubunuh mumpung kutemukan!" Berpikir demikian, seraya melompat dari balik ranggasan semak, orang penuh brewok ini berseru,
"Mengapa kau hanya menganggap orang-orang Pulau Neraka yang menjadi urusan besar bagimu, Rajawali Emas! Kau juga akan menghadapi masalah yang sangat besar sekarang ini!" Tirta yang sudah berjalan lima langkah hentikan langkahnya. Sesaat dia terdiam sebelum perlahan-lahan balikkan tubuh. Sekarang barulah dia dapat melihat dengan jelas siapa adanya orang. Lalu sambil tersenyum dia berkata,
"Mengapa harus sembunyi segala hanya untuk mengatakan aku akan menghadapi masalah besar" Dan masalah besar apa yang nampaknya akan kau turunkan kepadaku"!" Orang tinggi besar itu tak menjawab. Matanya yang selalu pancarkan sorot ke bencian memandang tak berkedip. Menyusul dia memb entak,
"Jelas itu adalah kematian untukmu!" Tirta tersenyum.
"Kematian" Aha! Sungguh tak enak sebenarnya kudengar ucapan itu!Tapi nampaknya kau tak akan urungkan niat untuk turunkan kematian padaku! Hanya saja... siapakah kau sebenarnya?" katanya penuh ketenangan. Kali ini orang tinggi besar itu lipat kedua tangannya di depan dada. Dadanya dibusungkan. Kepalanya ditegakkan. Dengan penuh kecongkakkan dia berkata,
"Kau sedang berhadapan dengan Manusia Segala Murka!"
"Manusia Segala Murka" Julukan yang angker dan penuh isi," kata Tirta dalam hati. Masih dengan sikap tenang dia berkata.
"Baru kali ini kudengar julukan itu, dan baru kali ini kita bertemu! Itu berarti. kita tak punya urusan yang harus diselesaikan! Hingga yang membuatku penasaran, mengapa kau berniat untuk membunuhku"!" Orang yang memang Manusia Segala Murka mendengus.
"Telah lama kudengar julukanmu sebagai orang yang bertindak bodoh karena selalu campuri urusan orang lain! Terutama, selalu menghalangi sepak terjang
orang-orang golonganku! Dan telah lama pula kupendam niat dan dendam untukhentikan sepak terjangmu!"
"Tak ada gunanya kau lakukan tindakan seperti itu!"
"Pikiran bodoh! Dengan membunuhmu, julukanku akan makin berkumandang dan dipandang orang! Akan banyak orang-orang segolonganku memuji sepak terjangku dengan menghentikansemua perbuatanmu! Dengan kata lain. mengubur julukan dan jasadmu, Rajawali Emas!"
"Orang ini termasuk orang yang tak pernah puas dengan apa yang dihadapinya. Tindakannya itu sebuah kebodohan. Karena dengan begitu, dia makin melebarkan keinginan sesat orang-orang golongan hitam. Tapi, nampaknya dia tak main-main dengan niatnya. Aku harus bersiaga." Habis berpikir begitu, dengan tenang Tirta berkata,
"Rasanya sangat sulit bila keinginanmu itu dihilangkan. Aku juga tak bisa lakukan tindakan apa-apa untuk halangi niatmu, kecuali bertahan hidup."
"Bagus! Sekarang bersiaplah untuk mampus!!" Tirta yang sebenarnya tak mau buka urusan dengan Manusia Segala Murka berkata lagi,
"Tapi... apakah tak ada cara lain untuk hentikan segala nialmu itu?"
"Terkutuk!" geram orang penuh brewok itu. Kedua tangannya yang besar mengepal.
"Jangan banyak bicara lagi! Kematianmu bukan hanya aku dan orang orang segolonganku yang senang! Tetapi juga... Pangeran Liang Lahat!"
Mendengar ucapan orang, kali ini kepala Tirta menegak. Untuk beberapa saat anak muda dari Gunung Rajawali ini terdiam, hanya pandangi orang dihadapannya. Kemudian dengan suara meragu dia berkata,
"Pangeran Liang Lahat" Apa hubungannya dengan orang itu?"
"Jangan berlagak bodoh! Kau pernah hampir bertarung dengannya! Tetapi dengan cara pengecut kau berhasil meloloskan diri!"
"Gila! Bertarung dengan orang yang sedang kucari" Bagaimana mungkin" Hingga saat ini aku belum tahu siapa orang yang berjuluk Pangeran Liang Lahat itu" Hernmm... nampaknya orang ini mengetahui siapa adanya Pangeran Liang Lahat. Sebaiknya, kupancing dia, barangkali akan membawaku pada satu kejelasan tentang orang yang telah membunuh Pendekar Kail." Memutuskan demikian dengan sikap tenang Tirta berkata,
"Kau salah besar bila mengatakan aku telah bertarung dengan orang berjuluk Pangeran Liang Lahat! Sampai saat ini aku belum pernah berjumpa dengannya!"
"Berdustalah sampai kau bosan, Anak muda! Tetapi niatku tak akan pernah surut untuk membunuhmu!" seru Manusia Segala Murka dengan p aras kejam. Sorot matanya makin penuh dengan sinar kebencian. Tirta menggelengkan kepalanya sambil ters enyum.
"Dari ucapanmu itu, jelas kau tak tahu apa persoalan yang terjadi! Kau hanya menjadi seorang budak dari Pangeran Liang Lahat!"
"Tutup mulutmu!"
Tapi Tirta terus berkata-kata,
"Selama ini, yang kudengar tentang Pangeran Liang Lahat, adalah tokoh kejam yang telah membunuh orang-orang golongan putih! Dan sudah tentu aku akan hentikan sepak terjang biadabnya! Tapi bila kau katakan aku pernah bertarung dengannya, kau salah besar!"
"Setan terkutuk! Kau terus menerus coba berdusta, padahal aku tahu hanya untuk tutupi rasa takutmu saja!" bentak Manusia Segala Murka. Parasnya kian mengkelap.
Tirta tersenyum. "Orang ini ternyata telah masuk perangkap Pangeran Liang Lahat, orang yang mencoba memperalat Pendekar Kail tetapi ditolak oleh pendekar itu hingga dibunuhnya. Orang yang melukai Dewa Baju Putih karena Dewa Baju Putih juga menolak keinginannya. Tapi sekarang, orang berjuluk Manusia Segala Murka ini mengatakan aku pernah hampir bertarung dengan Pangeran Liang Lahat. Hemm, tentunya orang keparat itu coba menjatuhkan namaku dihadapan Manusia Segala Murkayang memang menaruh dendam padaku. Dandia berhasil. Berarti, Manusia Segala Murka tahu siapa orang itu sebenarnya," katanya dalam hati.
Masih tersenyum anak muda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan itu berkata,
"Kau tetap bersikeras pada keyakinan kalau aku hampir bertarung dengan Pangeran Liang Lahat.
-Padahal tidaksama sekali dan itu salah besar. Kau telah didustainya, kau diperalat untuk menjadi budaknya."
"Setan terkutuk! Mengapa dia tetap bersikeras mengatakan aku telah didustai oleh Pangeran Liang Lahat" Memang manusia berkulit serba ungu itu telah menjadikan aku sebagai budaknya! Tapi perintah yang diberikannya untuk membunuh Rajawali Emas sudah tentu akan kuterima dengan senang hati, paling tidak aku punya dukungan dari orang Pulau Neraka itu. Juga aku akan mendapatkan ilmu yang dapat dipergunakan untuk melihat dan menemukan Pulau Neraka, untuk menyelinap masuk mengambil Panah Pusaka Cakra Neraka. Aku telah punya rencana lain bila telah kudapatkan Panah Pusaka Cakra Neraka." Habis membatin demikian, Manusia Segala Murka berseru bengis,
"Tak perlu dipersoalkan apakah kau mencoba berdusta untuk tutupi rasa takut atau tidak! Yang jelas, bersiaplah untuk mampus!!"
"Tunggu! Biar kejelasan kita dapatkan, aku ingin tahu seperti apakah rupa dan wujud Pangeran Liang Lahat"!"seru Tirta yang mencoba mendapatkan kesempatan di hadapannya. Orang berbrewok itu tak segera menjawab.
"Aku tahu dia berlagak bodoh dengan tanyakan seperti itu. Tapi dia akan mampus di tanganku. Tidak ada salahnya kukatakan ciri Pangeran Liang Lahat. Hanya sebelumnya, biar kucoba untuk korek kepastian apakah dia berdusta atau tidak?" Memutuskan begitu, Manusia Segala Murka berkata dengan sorot mata yang makin mengandung kebencian.
"Ucapanmu tadi secara tidak langsung telah jadikan satu masukan. bahwa itulah permintaanmu terakhir! Aku bukanlah orang kejam yang tak mau mendengar permintaan terakhir dari orang yang hendak mampus! Hanya saja, dustamu akan makin membuat kematianmu penuh penderitaan!" Tirta hanya tersenyum, tak menyahut apa-apa. Manusia Segala Murka berkata,
"Kau tadi mengatakan, kalau kau sedang mencari Pangeran Liang Lahat! Tentunya ada urusan yang memang harus kau selesaikan! Dan saat ini aku mewakili Pangeran Liang Lahat untuk membunuhmu! Sekarang... kau tentunya tahu tentang orang Pulau Neraka yang telah muncul di rimba persilatan ini, bukan?"
"Orang Pulau Neraka yang kuketahui muncul hanyalah dua Utusan Kematian Pulau Neraka yang sedang mencari Pelarian Pulau Neraka atau yang berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua" Mengapa tahu-tahu dia mengatakan tentang orang Pulau Neraka?"desis Tirta dalam hati dengan kening berkerut. Sejenak dia terdiam memikirkan ucapan Manusia Segala Murka yang jelas-jelas tak sabar untuk membumuhnya. Kemudian katanya,
"Kalau yang kau maksudkan dengan dua orang berkulit serba merah yang berjuluk Utusan Kematian Pulau Neraka, aku memang pernah berjumpa dengannya. Bahkan aku pernah bertarung
dengan salah seorang dari mereka!" Mulut Manusia Segala Murka hampir saja berbunyi. Tetapi setelah mendengar julukan dan kulit serba merah dia rapatkan mulutnya.
"Berkulit serba merah" Astagal Bukankah Pangeran Liang Lahat yang mengaku herasal dari Pulau Neraka berkulit serba ungu" Jangan-jangan... apa yang dikatakan pemuda ini memang benar, kalau dia belum pernah berjumpa dengan Pangeran Liang Lahat" Kalaupun dia pernah berjumpa dengan orang Pulau Neraka, tentunya bukanlah Pangeran Liang Lahat! Gila! Apa yang sebenarnya terjadi"!" Tak mendengar sahutan dari orang di hadapannya. Tirta yang memang tidak tahu kalau Penghuni Tingkat ke Dua yang sedang dicari oleh Utusan Kematian Pulau Neraka yang pernah dijumpainya adalah Pangeran Liang Lahat, berkata lagi,
"Kau kelihatan agak bingung sekarang! Lebih baik jelaskan ciri-ciri Pangeran Liang Lahat!" Sesungguhnya Manusia Segala Murka memang tak sudi dirinya diperbudak oleh Pangeran Liang Lahat. Tapi mengingat dia akan dijadikan sekutu dan hendak diturunkan sebuah ilmu, bahkan diberitahukan tentang Panah Pusaka Cakra Neraka, keinginannya untuk menguasai benda yang menurutnya sangat langka dan tentunya sakti, membuatnya mematuhi kehendak Pangeran Liang Lahat. Terlebih lagi, dia diberi tugas untuk membunuh Rajawali Emas, sebuah keinginan yang telah iama dipendamnya
Dengan wajah mengkelap dia berkata dingin, tajam dan penuh murka,
"Agar ingatanmu lebih terbuka, dan kau tak akan dipenuhi rasa penasaran sebelum mampus, akan kukatakan seperti apa Pangeran Liang Lahat!"
Tirta hanya mengangguk-anggukkan kepala.
Manusia Segala Murka menatapnya penuh kebencian. Mulutnya membentuk seringaian dalam. Dengan suara ditekan dia berkata,
"Dia mengaku berasal dari Pulau Neraka...."
Tirta hanya mendengarkan.
"Mengenakan pakaian dan jubah berwarna biru gelap," lanjut Manusia Segala Murka setelah terdiam sejenak. Dan dilihatnya pemuda berpakaian keemasan itu
mengerutkan kening. Lalu katanya lagi,
"Kalau orang yang kau katakan berasal dari Pulau Neraka memiliki kulit serba merah, orang berjuluk Pangeran Liang Lahat memiliki kulit. serba ungu!"
"Astaga!" seruan itu terdengar cukup keras dari mulut Tirta. Bahkan kepalanya menegak dengan mulut terbuka lebar. Untuk beberapa saat anak muda dari Gunung Rajawali ini tak keluarkan ucapan apa-apa.
Bab 8 Di sebERaNG, seringaian Manusia Segala Murka makin melebar. Matanya berkilat-kilat. Penuh cibiran dia mengejek,
"Sekarang, tentunya kau sudah ingat siapa Pangeran Liang Lahat, bukan" Atau, kau masih coba berdusta kepadaku"!" Tirta yang tak menyangka akan hal itu, tak hiraukan ejekan Manusia Segala Murka. Dia masih tak mempercayai apa yang didengarn ya.
"Pangeran Liang Lahat berkulit ungu" Bukankah Pelarian Pulau Neraka yang kujumpai waktu itu berkulit ungu" Astaga! Kalau begitu... Pelarian Pulau Neraka alias Penghuni Tingkat ke Dua... adalah orang yang kucari Pangeran Liang Lahat! Gila! Aku tidak tahu kalau manusia yang kujumpai waktu itu adalah Pangeran Liang Lahat!" Dari rasa terkejutnya dia menjadi sedikit geram mengingat kalau sebelumnya dia pernah bertemu dengan orang yang dicarinya. Orang yang hendak dihentikan sepak thrjang ganasnya karena telah membunuh Pendekat Kail. Dan itu berarti, Dewa Baju Putih pun dilukai oleh orang yang sama. Kemudian dipandanginya Manusia Segala Murka yang sedang mengejeknya dalam-dalam.
"Dan manusia satu ini tentunya termasuk orang serakah atau orang yang pernah dikalahkannya, hingga mau menjadi budaknya. Orang sesat yang nampaknya menyukai gelombang kejahatan yang terjadi. Paling tidak merasa mendapat dukungan dari orang yang lebih tinggi ilmunya untuk lakukan tindakan makar. Berabe! Tentunya dia juga dijanjikan ilmu seperti yang diturunkannya padaku." Habis membatin demikian, dengan suara tenang Tirta berkata,
"Bila memang demikian ciri Pangeran Liang Lahat, aku memang pernah berjumpa dengannya! Dan kuakui, kalau aku pernah hampir bertarung dengan orangitu!"
"Bagus, akhirnya kau mau mengaku juga!" sahut Manusia Segala Murka. Lalu penuh ejekan dan sikap melecehkan, dia berkata lagi,
"Tapi, di mana-mana, orang yang hendak mampus memang banyak memiliki tingkah aneh! Tak heran bila kau bersikeras berdusta soal itu!"
"Manusia Segala Murka,.. perlu kau ketahui, kalau Pangeran Liang Lahat juga berjuluk Pelarian Pulau Neraka alias Penghuni Tingkat ke Dua! Pelarian Pulau Neka yang mencoba mengumpulkan sekutu untuk jalankan segala rencana yang masih dipendamnya! Orang-orang Pulau Neraka yang kukatakan berkulit merah sedang mencarinya! Apakah kau mau melibatkan diri dengan urusan orang-orang Pulau Neraka"!" . Mendengar kata-kata itu, Manusia Segala Mutka tak buka suara. Matanya terus memandang tajam pe
muda di hadapannya. Tapi di lain kejap dia sudah membentak,
"Kucampuri atau tidak urusan orang-orang Pulau Neraka, aku tak peduli! Mereka punya urusan masing-masing! Kalaupun orang-orang Pulau Neraka yang muncul untuk mencari Pangeran Liang Lahat alias Pelarian Pulau Neraka dan yang kau katakan juga berjuluk Penghuni Tingkat ke Dua, aku tak peduli! Aku tak punya urusan dengannya!" Tirta yang tak mau terlibat pertarungan dengan Manusia Segala Murka mengingat orang penuh brewok itu sedang dibodohi Pangeran Liang Lahat menyahut,
"Jangan menganggap remeh urusan orang orang Pulau Neraka! Aku pernah berjumpa dengan mereka, dan aku sama sekali tak punya urusan dengan mereka!Tapi mereka berniat membunuhku! Sementara kau sekarang, punya urusan dengan Pangeran Liang Lahat, bahkan kau bersedia menjadi budaknya! Apakah kau pikir mereka tak akan turunkan tangan terhadapmu"!"
"itu urusanku!"
"Urusanmu didasari oleh perasaan takut!" Terdengar suara rahang dikertakkan.
"Aku akan membunuh orang-orang keparat itu, termasuk Pangeran Liang Lahat!" "Bagus bila kau punya pikiran seperti itu! Karena dengan kata lain, kau menolak kehadiran dan sepak terjang mereka yang mengacaukan ketenangan rimba persilatan yang kita tinggali! Tetapi, mengapa kau mau menjadi budaknya"!"
Dari paras tegang dan mengandung kemarahan, mendadak terlihat seringaian bibir Manusia Segala Murka.
"Kau tak akan pernah tahu apa yang telah kurencanakan! Tapi urusan yang harus diselesaikan sekarang ini, adalah membunuhmu! Melihat kau mampus berkalang tanah dan mengubur semua berita tentang dirimu! Bersiaplah!!"
Habis ucapannya, orang tinggi besar berpakaian hitam terbuka yang memperlihatkan bulu-bulu tebal di dadanya sudah melesat ke depan. Telapak tangan kanannya dibuka dan didorong!
Satu gelombang angin kuat mendahului gebrakannya.
Sekali lihat saja Tirta yakin kalau lawan sudah pergunakan tenaga dalam yang tinggi.
Anak muda dari Gunung Rajawali ini menghela napas masygui, menyadari kalau sebenarnya Manusia Segala Murka memang ingin membunuhnya. Dan mendapatkan perintah dari Pangeran Liang Lahat yang waktu itu pernah dimuslihatinya, semakin penuh keinginan membunuh
Hanya geser kaki kanannya sedikit, Tirta berhasil hindari gelombang angin yang menggebubu ke arahnya. Menyusul dia gerakkan tangan kanannya untuk menghalangi jotosan lawan dengan pergunakan tenaga surya yang mengandung hawa panas.
Bukk!! Bertemunya dua pergelangan tangan itu membuat
Tirta sedikit terkejut. Serta-merta dia surutkan langkah ke belakang dan tatkala melihat tangannya, matanya agak terbelalak. Karena selain terasa ngilu yang menjalar hingga pangkal lengan, pergelangan tangan kanannya juga agak membengkak dan membiru. Di pihak lain, Manusia Segala Murka nampak tak merasakan akibat dari benturan yang terjadi. Dengan luapan amarah dan kebencian tinggi, orang tinggi besar ini kembali menggebrak ke arah Tirta. Kali ini Tirta tak mau bertindak ayal. Begitu serangan lawan mendekat, segara didorong kedua tangannya ke depan. Jurus Sentakkan Ekor Pecahkan Gunung' menggebah keras.
Wrrrrr!! Sejenak terlihat kening Manusia Segala Murka berkerut. Tapi di lain kejap dia tak lagi persoalkan serangan ganas yang mengarah padanya. Malah dia terus melesat ke depan. Dari gerakan tak peduli yang diperlihatkan lawan, Tirta sadar kalau iawan yakin dapat patahkan serangannya. Makanya dia segera susulkan dengan tendangan setengah lingkaran, menyusul dia melompat dengan kedua tangan siap menjotos dada lawan. Namun semua gebrakan itu hanya diterima oleh Manusia Segala Murka yang sebelumnya secara mendadak liukkan tubuh untuk hindari gelombang angin yang berasal dari jurus Sentakkan Ekor Pecahkan Gunung'.
Buk Buk Buk Tiga kali benturan keras terjadi dan masing-masing orang surut tiga tindak ke belakang. Kalau Rajawali Emas kemudian angkat kepala dengan mata melebar karena terkejui akan serangan lawan, Manusia Segala Murka terbahak-bahak keras.
"Aneh! Sungguh aneh! Mengapa begitu banyak orang-orang gagah yang dapat kau kalahkan" Padahal kemampuan yang kau miliki tak seberapa!" Di seberang, kendati amarah sudah menggayuti dadanya, namun pemuda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan masih dapat kuasai diri berkata tenang,
"Memang salah besar bila ada orang yang memujiku setinggi langit! Selain aku hanya orang kebanyakan dan manusia biasa, aku juga tak memiliki ilmu yang tinggi!" Kata-kata merendah yang diucapkan Rajawali Emas, diartikan sebagai ejekan oleh Manusia Segala Murka. Orang yang pantang mendengar ejekan sekecil apapun ini, menggeram sekuat gema yang terpantul dari dinding goa.
"Terkutuki Kubunuh kau!!" Dan serangan yang datang berikutnya, begituganas. Angin bergulung-gulung disertai jotosan dan tendangan menggebrak penuh kekuatan. Diiringi teriakan-teriakan keras. Untuk beberapa saat karena serangan yang datang bertubi-tubi, Rajawali Emas seperti kehilangan serangannya. Dia hanya bisa menghindari dan sesekali menahan. Namun untuk lancarkan serangan balasan, sama sekali iak bisa dilakukan.
"Rasanya aku memang harus melayani orang ini. Menghindar pun tak ada gunanya. Karena justru akan membuatnya makin mendendam." Memutuskan demikian, mendadak saja pemuda ini melompat menjauh dan hinggap seperti layaknya seekor burung rajawaii di atas tanah. Ditunggunya serangan yang mengarah padanya. Begitu dekat, serta-merta Tirta gerakkan kedua tangannya ke depan. Ilmu 'Lima Kepakan Pemusnah Rajawali sudah dilepaskan. Kontan menggebah lima gelombang angin berkekuatan tinggi yang menyeret tanah dan ranggasan seunak. Melihat serangan ganas itu, Manusia Segala Murka hanya keluarkan dengusan.
"Kau tak akan dapat mengalahkanku, Pemuda keparat!"serunya dan terus menerjang. Lima gebahan angin itu mendadak saja putus di tengah jalan, perdengarkan suara letupan keras yang muncratkan tanah ke udara. Dari gumpalan tanah yang membubung, satu bayangan hitam melesat ke depan seraya lepaskan serangan.
Blaaaammm!! Ranggasan semak terhantam pecah. Melihat keadaan itu, senyuman melebar di bibir Manusia Segala Murka. Namun kejap kemudian....
Buk! Menyusul tubuhnya terhuyung ke depan. Dan tatkala dia dapat kuasai keseimbangan serta balikkan tubuh, dilihatnya sosok pemuda berpakaian keemasan teIah berdiri di belakangnya sejarak delapan langkah dengan kedua tangan melipat di depan dada.
"Kau"!" serunya tertahan dengan tangan yang gemetar nenuding. Tirta hanya tersenyum.
"Lebih baik, kita akhiri pertarungan yang tak ada gunanya sama sekali. Kau telah diperbudak oleh Pangeran Liang Lahat, yang seharusnya kau hentikan scpak terjangnya. Di samping itu, kau juga mendendam kepadaku. Padahal, kita tak punya urusan yang berarti." |
"Tutup mulutmu!" hardik Manusia Segala Murka dengan paras menghilam. Tirta hanya geleng-gelengkan kepalanya. Disaat lima gelombang angin yang berasal dari ilmu 'Lima Kepakan Pemusnah Rajawaii berhasil dipatahkan oleh Manusia Segala Murka, anak muda ini sudah melenting ke depan dengan pergunakan kesempatan selagi pandangan tertutup bubungan tanah. Dalam perhitungannya, Manusia Segala Murka tak akan lepaskan serangan sekejap pun. Apa yang diperkirakannya tak terbukti. Karena dari gumpalan tanah yang muncrat ke udara itu, sosok Manusia Segala Murka muncul seraya lepaskan serangan. Jelas kalau serangannya mengenai sasaran kosong karena orang yang diserangnya sudah melenting ke depan. Bahkan langsung lancarkan serangan yang meng
hantam punggungnya! Melihat kekeras kepalaan orang penuh brewok itu, Tirta geleng-gelengkan kepala dan berkata dalam hati,
"Semua ini bermula dari munculnya Pangeran Liang Lahal. Dia telah membunuh Pendekar Kail dan melukai Dewa Baju Putih. Nampak dia juga berhasil menjadikan Manusia Segala Murka sebagai budaknya. Menurut perkiraanku, orang dari Pulau Neraka itu juga berhasil menjadikan beberapa orang sebagai budak atau pengikutnya. Ah, sebenarnya apa yang direncanakannya terhadap Pulau Neraka?" Sementara Manusia Segala Murka sedang coba untuk pulihkan rasa sakit pada punggungnya, Tirta meneruskan kata-katanya dalam hati,
"Orangitu adalah pelarian dari Pulau Neraka. Tentunya dia memiliki salah karena Utusan Kematian Pulau Neraka sedang mencarinya. Lantas dia berusaha mencari pengikut yang tentunya akan diberikan ilmu untuk menemukan atau melihat di mana Pulau Neraka berada yang dikatakannya orang yang akan masuk kesana tak akan diketahui oleh orang-orang Pulau Neraka. Sungguh mustahil! Tapi... apa rencananya di balik semua itu" Ah, aku memang sedang melakukan perjalanan maut. Karena selain Pangeran Liang Lahat yang akan kuhadapi, juga banyak tokoh-tokoh sesat yang tentunya telah bergabung dengannya." Di seberang, Manusia Segala Murka sudah dapat atasi rasa sakit pada punggungnya. Dipandanginya pemuda di hadapannya penuh rasa benci dan marah.
Menyusul dia keluarkan bentakan,
"Anak muda celaka! Selain tak memiliki ilmu tinggi, rupanya kau memiliki muslihat yang licik: Bila kau berani, hadapi aku secara langsung!"
"Orang ini masih dibuai amarah dan dendamnya. Ah, rasanya aku tak perlu melayaninya," kata Tirta dalain hati. Seraya maju satu langkah, pemuda tampan ini berkata,
"Manusia Segala Murka... bila kau memang mendendam kepadaku. itu menjadi urusanmu karena aku tahu akan sulit kucoba agar kau dapat hilangkan serta kendalikan dendammu. Tapi satu hal yang harus kau camkan, tak perlu kau ikuti segala saran dan ucapan Pangeran Liang Lahat atau Pelarian Pulau Neraka atau Penghuni Tingkat ke Dua. Karena itu akan mendorongmu pada keangkaramurkaan yang semakin dalam."
"Jangan menasihatiku! Aku punya pikiran dan jalan hidup sendiri! Sekarang, jalan hidupmu telah ditentukan! Dan akulah yang menentukannya!!" Habis bentakannya, orang berpakaian hitam ini sudah menggebrak kembali. Merasakan gemuruh angin yang melesai, jelaskalau dia pergunakan seluruh tenaga dalamnya. Berarti, dia hendak tuntaskan segala dendamnya saat ini juga! Tirta sendiri dapat merasakan dahsyatnya serangan lawan. Namun anak muda yang tak mau teruskan urusan dan juga telah mengetahui siapa Pangeran Liang Lahat sesungguhnya, menghindari serangan ganas itu. Sebelum Manusia Segala Murka lancarkan serangan kembali, dia telah lepaskan ilmu Lima Kepakan Pemusnah Rajawali', yang dilakukan hanya untuk membuat mundur lawan. Manusia Segala Murka menggeram seraya buang tubuh ke belakang Secara bersamaan, saat itu pula terdengar lima letupan keras di hadapannya yang segera memuncratkan tanah dan halangi pandangan. Manusia Segala Murka tak berani untuk segera terobos bubungan tanah, karena khawatir akan mengalami nasib sial seperti sebelumnya. Makanya, dia hanya menunggu sampai tanah-tanah itu turun kembali ke bumi. Setelah itu, barulah dia lancarkan serangan lagi. Namun apa yang dilihatnya kemudian, membuat darahnya makin mendidih dan siap tumpah melalui ubun-ubun kepalanya. Napasnya terdengar keras, mendengus dengus penuh gelombang amarah. Tubuhnya bergetar dengan kedua tangan mengepal. Karena pemuda berpakaian keemasan itu sudah tak ada lagi di hadapannya!
Bab 9 TIRta terus berlari meninggalkan Manusia Segala Murka, karena dia berpikir tak akan ada gunanya melayani orang itu bertarung. Hanya yang kini menjadi pikirannya, kalau Pelarian Pulau Neraka alias Penghuni Tingkat ke Dua, adalah orang yang sedang dicarinya, orang yang berjuluk Pangeran Liang Lahat. Anak muda dari Gunung Rajawali ini terus berpikir sambil menjauh. Di sebuah tempat yang menurutnya agak aman dan jarak yang cukup jauh dari Manusia Segala Murka, dia hentikan langkahnya. Diatur napasnya sejenak sebelum berkata,
"Tak kusangka... tak kusangka sama sekali kalau Pangeran Liang Lahat adalah orang yang pernah berjumpa denganku, orang berkulit ungu yang pernah kumuslihati hingga dia turunkan satu ilmu yang dapat membuatku menemukan atau melihat di mana Pulau Neraka berada. Edan! Ini benar-benar edan!" Anak muda dari Gunung Rajawali ini kelihatan agak jengkel pada dirinya sendiri. Dia menyesali mengapa tidak menyelidiki siapa adanya orang yang mengaku sebagai pelarian dari Pulau Neraka Tetapi masalah itu memang lumrah, karena Tirta menang tidak menduganya sama sekali. Terutama, karena dia tidak tahu ciri orang yang dicarinya. Di samping itu, Pelarian Pulau
Neraka sendiri sama sekali tidak mengatakan siapa dirinya. Tetapi yang pasti, Tirta membenarkan apa yang dikatakan Utusan Kematian Pulau Neraka waktu itu. Mereka mengatakan, kemungkinan besar orang yang sedang mereka cari mengubah ciri dan julukannya (Baca:
"Pelarian Pulau Neraka"). Pemuda berpakaian keemasan itu kembali terdiam, namun otaknya terus berpikir.
"Dengan munculnya Manusia Segala Murka, berarti Pangeran Liang Lahat telah mendapatkan sekutu yang tentunya bukan hanya orang itu saja. Berabel Bisa jadi urusan ini bukan hanya terpusat pada kehadiran Pelarian Pulau Neraka berada. Tetapi keributan yang besar karena akan banyaknya orang-orang yang berpihak padanya. Celaka! Aku harus cepat menemukan Pangeran Liang Lahat sebelum dia mendapatkan sekutunya yang lain!" Anak muda yang di lengan kanan kirinya terdapat rajahan burung rajawali keemasan ini, geleng-gelengkan kepala. Otaknya mendadak dipenuhi berbagai pikiran.
"Tapi menemukan di mana Pangeran Liang Lahat saat ini berada, sudah tentu tidak mudah. Aku seperti berada di persimpangan yang tak kuketahui arah mana yang harus kutuju. Ah, begitu banyak persoalan yang datang bertubi-tubi. Urusan di Kaki Bukit Lumbung. undangan Kiai Pituluh belum kuketahui secara jelas kendati aku mengetahui sedikit dari percakapan sepasang suami istri berpakaian terbuat dari kulit ular. Dan
urusan Pangeran Liang Lahat...." Kepala anak muda ini digeleng-gelengkan.
"Aku tak boleh membuang waktu. Kini tiba saatnya kupanggil Bwana. Barangkali dengan terbang bersamanya, aku dapat memperpendek jarak untuk menemukan di mana Pangeran Liang Lahat berada." Habis berucap demikian, Tirta tengadahkan kepala. Dipandanginya hamparan langit luas yang mulai dimasuki rembang senja. Awan putih bergumpalan dan bergerak pelan. Begitu indahnya hingga untuk beberapa saat Tirta masih pandangi keindahan itu. Lalu diperhatikan sekelilingnya. Dari tempatnya, dia mencoba mencari di mana kira-kira Bwana dapal mendarat.
"Hemm... tak ada tanah kosongyang luas di sekitar sini. Sebaiknya, kucari saja...." Kejap kemudian, dia sudah berkelebat untuk temukan tanah lapang yang kosong. Tak lama kemudian Tirta sudah mendapatkan apa yang dicarinya, Di tempat yang terbuka seperti ini. angin makin kuat menerpa wajahnya. Menggeraikan rambut gondrongnya hingga makin acak-acakan. Kembali ditengadahkan kepala, memperhatikan hamparan langit luas. Setelah menghela napas panjang, pelan-pelan anak muda ini tepukkan tangannya tiga kali. Dan di sela-sela tepukannya, dia sentakkan keatas. Bermuncratan sinar merah yang indah ke angkasa. Isyarat untuk memanggil Bwana telah dilakukannya. Dan dia hanya membutuhkan waktu yang tak bera
pa lama menanti kehadiran Bwana. Karena dari arah barat, mendadak saja angin berhcmbus kencang, bergulung-gulung diiringi gemuruh tinggi. Menyusul terdengar suara laksana guntur disiang bolong,
"Kraaaghhhh!!" Dari kejauhan, Tirta melihat bayangan raksasa yang terbang di angkasa. Dia tersenyum.
"Bwana...," desisnya. Burung rajawaii raksasa keemasan itu masih terbang dan menukik. Gerakannya sungguh mengerikan. Karena angin yang memburu lebih kencang berhembus. Tirta sendiri harus kerahkan tenaga dalamnya agar tidak tersambar oleh kepakan kedua sayap Bwana saat burung rajawali raksasa itu hinggap sejarak lima belas tombak dari tempatnya berdiri. Segera Tirta berkelebat mendekati peliharaan yang sekaligus sahabatnya.
"Apa kabarmu, Bwana?" tanyanya setiap kali bertemu lagi dengan Bwana. Bwana mengangguk-anggukkan kepala dan keluarkan kirikan.
"Aku senang bila kau baik-baik saja. Keadaanku...! ya, seperti yangkau lihat. Begitu banyak persoalan yang mendadak saja muncul." - Bola mata burung rajawali raksasa yang besar membulat itu mem andang tak berkedip padanya. Lalu keluarkan kirikan.
"Tidak, tidak... aku tidak melupakan niat kita menuju ke Kaki Bukit Lumbung. Tetapi, ada persoalan yang nampaknya harus kuselesaikan. Dengan kata lain, aku tak bisa tinggalkan persoalan ini, Bwana...." Bercakap-cakap dengan Bwana bagi Tirta tidak ada kesulitan sama sekali. Dia sangat paham akan gerakgerik maupun suara yang diperdengarkan Bwana. Begitu pula dengan burung rajawali raksasa keemasan yang sebelumnya adalah peliharaan dari Mal aikat Dewa di Gunung Rajawali (Baca :
"Geger Batu Bintang"). Tirta menceritakan masalah yang sedang dihadapinya sekarang ini. Lalu didengarnya kirikan Bwana.
"Itulah yang agak kusesali. Aku memang tidak tahu seperti apa ciri dari Pangeran Liang Lahat. Bila saja saat itu aku sudah tahu, tentunya di saat aku berjumpa dengannya, aku tak akan tinggal diam untuk meminta pertanggungjawabannya yang telah membunuh Pendekar Kail. Tetapi niatku sesungguhnya, aku hanya ingin agar tidak terjadi pertikaian berkelanjutan antara Pangeran Liang Lahat dengan Bidadari Kipas Maut. Namun agaknya, orang dari Pulau Neraka itu akan terus membuat onar. Dan inilah yang ingin kuhentikan." Bwana mengkirik pelan.
"Aku tidak tahu apa yang direncanakan sebenarnya," kata Tirta sambil membelai-belai bulu besar tetapi halus di bagian leher Bwana. Tetapi karena dia adalah pelarian dari Pulau Neraka, tentunya dia telah berbuat kesalahan yang tak bisa dimaafkan. Terbukti, dua orang utusan dari Pulau Neraka muncul untuk mencarinya...." Bwana menggerakkan lehernya yang menyentuh
lembut kepala Tirta. Burung rajawali raksasa itu seolah bersikap sebagai seorang ibu terhadap anaknya. Tirta sendiri merasa senang diperlakukan demikian. Dia balas dengan mengusap-usap bulu lembut pada leher Bwana. Lalu didengarnya kirikan Bwana.
"Ya, ya... aku telah coba untuk tidak terlalu memikirkan soal itu. Tetapi, itu tetap menjadi pikiranku. Dan aku tidak akan tenang sebelum menghentikan sepak terjang Pangeran Liang Lahat. Terutama dengan munculnya Manusia Segala Murka yang diperintahkannya untuk membunuhku. Keyakinanku saat ini, Pangeran Liang Lahat terus mencoba mencari sekutu. Setelah kedudukannya kuat, mungkin dia akan menyerang ke Pulau Neraka,"sahut Tirta sambil mengheia napas pendek. Lalu melanjutkan,
"Sampai saat ini, orang hanya mengetahui kalau Pulau Neraka itu sebuah dongeng belaka. Tetapi tentunya, ada sebagian orang yang merasa yakin kalau Pulau Neraka memang ada. Urusan Pangeran Liang Lahat yang kupikir akan membalas dendam ke Pulau Neraka, sebenarnya tak terlalu memusingkanku. Tetapi cara dia mendapatkan sekutu itulah yang harus dihentikan. Karena dia tak akan bertindak baik bila ada orang yang menolak keinginannya. Di samping itu, akan banyaknya pertikaian yang terjadi...." Bwana mengkirik lagi. Tirta tersenyum.
"Terima kasih atas pengertianmu, Bwana, O ya,
sedikit banyaknya aku telah mengetahui mengapa Kiai Pituluh mengundangku datang ke Kaki Bukit Lumbung. Dan kau kupanggil, bukan untuk membawaku ke sana. Melainkan, kita bersama-sama melacak jejak Pangeran Liang Lahat." Bwana mengangguk-angguk. Tirta menepuk-nepuk leher Bwana.
"Kau memang sahabat paling setia baik duka maupun suka, Bwana," katanya sambil melompat ke punggung Bwana. Bwana keluarkan kirikan, kali ini keras. Menyusul dia kepakkan kedua sayapnya. Rerumputan yang tumbuh disana beterbangan. |
"Kita berangkat sekarang, Bwana!" Habis ucapan Tirta, Bwana sudah hempos tubuhnya ke udara dengan kedua kaki menekuk.
Siiinggg! - Hanya dua kejapan mata saja, burung rajawali raksasa berwarna keemasan itu sudah membubung tinggi. Meninggalkan rerumputan yang memburai dan dua bekas tapak kaki Bwana pada tanah sedalam lutut!
---- Bab 10 BaYaNGAN putih dan hijau yang berkelebat melewati pematang sawah, kini hentikan langkahnya di sebuah perkebunan jagung. Sesaat masing-masing orang perhatikan sekelilingnya. Matahari sudah melewati lintasan tepat di garis kepala, agak menjorok dan siap jatuh keperaduannya. Berada diperkebunan seperti ini udara sangat semilir, membelai kulit dan rambut. Bayangan putih yang ternyata seorang kakek itu, diam-diam melirik perempuan jelita setengah baya yang berdiri di samping kanannya. Cukup lama si kakek menatapnya sampai kemudian dia menghela napas diam diam. Di pihak lain, si perempuan jelita yang di pinggangnya melilit selendang warna merah dan terselip sebuah kipas yang ujungnya dihiasi bulu-bulu lembut tahu kalau si kakek sedang meliriknya. Diam-diam perempuan yang bukan lain Bidadari Kipas Maut juga tarik napas pendek. Sedikit banyaknya, ada perasaan tenang setelah berjumpa dengan orang yang dulu mencintainya. Orang yang tak berani utarakan cinta kasihnya, hingga dia merasa kalau orang itu hanya mencintainya sebagai seorang sahabat belaka. Hingga dia memutuskan untuk menerima cinta kasih Pendekar
Kail. Namun di luar itu, ternyata orang itu mencintainya setulus hati dan tinggalkan dunia ramai untuk melupakan segala duka. Dan orang itu kini berada di sisinya. Orang yang telah diserang oleh Pangeran Liang Lahat alias Pelarian Pulau Neraka, yang telah membunuh kekasihnya, si Pendekar Kail. - Rasa yang mengganggu pikirannya itu dibuang jauh-jauh. Untuk saat ini, Bidadari Kipas Maut tak mau bersikap sentimentil. Dia telah putuskan tekad untuk mencari Pangeran Liang Lahat. Urusan Iblis Halilintar dapat dilupakannya barang sejenak. Perlahan-lahan perempuan jelita ini palingkan kepala. Menatap si kakek yang bukan lain Dewa Baju Putih, yang sesaat tergugu karena kepergok sedang menatapnya.
"Ke mana lagi arah yang akan kita tuju?" tanya Bidadari Kipas Maut tak persoalkan memerahnya paras Dewa Baju Putih. Dewa Baju Putih taksegera menjawab. Dia arahkan pandangannya pada jajaran pepohonan yang tak jauh dari perkebunan jagung itu. Masih memandang ke sana dia berkata,
"Sulit kutentukan arah mana yang harus kita tuju. Karena hingga saat ini, kita tak mendengar lagi soal dirinya."
"Dengan kata lain, apakah kita harus urungkan segala niat?" Seraya menggeleng Dewa Baju Putih menjawab,
"Sudah tentu tidak. Biar pun aku tahu kesaktian yang
dimilikinya sangat tinggi, terutama ilmu Siulan Kematian yang mengerikan itu, aku akan tetap coba untuk hentikan segala sepak terjangnya. Kehadiran orang Pulau Neraka itu telah banyak timbulkan masalah." Bidadari Kipas Maut ikut-ikutan pandang kedepan. Lamat-lamat terdengar suaranya penuh kegeraman,
"Sampai kapan pun juga, aku tak akan urungkan niat untuk mencarinya! Kendati aku tak mengetahui rencana apa yang sedang dijalankannya, dia telah mencabut nyawa Pendekar Kail! Dan dia harus mendapatkan ganjarannya!!" Dewa Baju Putih tak menjawab. Dibiarkan perempuan berpakaian hijau panjang itu umbar kemarahannya. Karena dia juga memiliki keinarahan tinggi terhadap Pangeran Liang Lahat. . Mendadak dia palingkan kepalanya. Ditatapnya Bidadari Kipas Maut yang menangkap getaran kasih pada bola mata bening yang tua itu.
"Apakah kau masih belum mau mengatakan, mengapa kau meninggalkan Pendekar Kail?" tanya Dewa Baju Putih.
"Ah...." Bidadari Kipas Maut mendesah lalu pandangi lagi kejauhan. Jelas-jelas dia tak akan menceritakan sebab-sebab diameninggalkan Pendekat Kail. Kendati demikian, disesalinya mengapa dia harus tinggalkan orang yang dicintainya. Dalam pikirnya, bila saat itu dia bersama-sama Pendekar Kail, kemungkinan besar kekasihnya tak akan tewas dibunuh Pangeran Liang Lahat. Masih menatap hutan yang tak jauh jaraknya dari
tempat mereka berdiri, Bidadari Kipas Maut berkata,
"Jangan kau tanyakan soal itu."
"Aku masih penasaran."
"Untuk saat ini, kau pendam rasa penasaranmu dalam-dalam. Mungkin... kelak aku akan mengatakannya. Tentunya, bila ada kesempatan yang tepat...." Untuk kedua kalinya Dewa Baju Putih menerima alasan itu. Dia tidak lagi mencoba untuk mengetahui sebab-sebab Bidadari Kipas Maut tinggalkan Pendekat Kail. Lalu katanya,
"Bila kita berada di sini terus, kemungkinan besar kita akan makin sulit menemukan di mana Pangeran Liang Lahat berada. Di samping itu, kira-kira memakan waktu hanya sepeminuman teh, malam akan segera datang. Berada di tempat seperti ini, kehadiran kita akan diketahui oleh siapa pun. Karena untuk saat ini, siapa lawan dan kawan sangat sulit kita bedakan...." Bidadari Kipas Maut anggukkan kepala tanda setuju dengan usul Dewa Baju Putih. Dipandanginya kakek itu dalam-dalam sebelum berkata,
"Maafkan sikapku tadi, yang tak mau menjawab pertanyaanmu."
"Jangan kaujadikan itu sebuah beban. Bila memang itu rahasia dirimu, sebaiknya biar kau yang mengetahui...."
"Dia masih bersikap santun, tenang dan gagah. Tak ada yangkurang darinya kecuali usiayang terus berjalan. Bila saja dulu dia berani utarakan cinta kasihnya, mungkin sikapku tak secanggung sekarang. Tapi garis tangan manusia tak seorang pun yang tahu. Semuanya sudah terjadi dan begitu cepat terjadi...," kata Bidadari Kipas Maut dalam hati. Dewa Baju Putih berkata,
"Kita berangkat sekarang...." Tanpa menunggu sahutan si perempuan, kakek berpakaian putih ini sudah berkelebat menuju hutan yang tak jauh dari sana, disusul oleh Bidadari Kipas Maut. Memasuki hutan yang dipenuhi pepohonan tinggi berdaun lebat itu, kegelapan mulai mencrpa mata mereka. Cahaya matahari yang tak lama lagi akan masuk ke peraduannya, hanya sedikit yang berhasil menerobos sela-sela pepohonan dan dedaunan. Masing-masing orang tak ada yang buka mulut. Mereka berharap dapat segera tinggalkan hutan itu. Sekitar dua puluh tombak mereka memasuki hutan itu, mendadak saja terdengar tawa yang berkepanjangan. Seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Serentak keduanya berhenti dan angkat kepala memperhatikan ke atas. Dari tawa yang berpindah-pindah itu mereka sadar kalau orang yang tertawa sedang kerahkan tenaga dalamnya. Bidadari Kipas Maut yang memang agak panasan mendengus,
"Terkutuk! Siapa orang celaka yang sengaja pamerkan tenaga dalam di hadapan kita"!" Dewa Baju Putih yang tak mau terlibat urusan kecuali dengan Pangeran Liang Lahat berkata,
"Jangan terpancing amarah. Biarkan saja orang pamerkan kekuatan yang dimilikinya. Bila dia tak menganggu, kita
dapat teruskan perjalanan." Baru saja habis ucapan Dewa Baju Putih terdengar, mendadak saja tawa yang disertai pengerahan tenaga dalam ilu terputus. Menyusul suara keras,
"Apa yang kuperlihatkan bukanlah sebuah pameran! Melainkan sebuah pertunjukkan maut yang siap menerpamu, Dewa Baju Putih!" Dan secara mendadak terjadi perubahan angin. Kalau sebelumnya angin berhembus semilir, mendadak saja angin berubah menjadi kencang. Banyak dedaunan yang berguguran dan jatuh entah di mana. Menyusul melompatnya satu bayangan dari atas sebuah pohon yang tumbuh sekitar lima tombak dari hadapan keduanya, yang langsung hinggap dengan ringannya laksana sehelai bulu. Seketika Dewa Baju Putih maupun Bidadari Kipas Maut pandangi tajam-tajam pada orang yang baru muncul itu, yang saat ini menyeringai dan memperlihatkan wajah yang sangat mengerikan! Karena orang yang baru muncul itu memiliki paras yang sangat buruk.
: : Baik Dewa Baju Putih maupun Bidadari Kipas Maut tak ada yang buka suara. Mereka memperhatikan orang yang baru muncul itu. Seorang perempuan yang memiliki kulit halus mulus dan bentuk tubuh yang indah. Mengenakan kain batik sebatas dada yang mencetak pinggul besar dan payudaranya yang menonjol
saking montoknya. Bila dipadukan dengan wajah buruknya, sungguh tak pantas perempuan itu memiliki bentuk tubuh yang indah. Perempuan bertampang buruk itu menggeram begitu menyadari pandangan terkejut dari masing-masing orang. Dia yakin pandangan itu berbalur kejijikan.
"Manusia-manusia keparat! Kalian boleh perlihatkan tatapan jijik terhadapku!Tapi malam ini juga, kalian tak akan bisa melakukannya lagi! Terutama kau, Dewa Baju Putih!" Dewa Baju Putih tak menyahut. Diasedang berpikir keras untuk mengetahui siapa adanya perempuan itu.
"Selama ini, memang kudengarseorang perempuan yang suka membunuh siapa saja yang memandangnya penuh kejijikan. Perempuan yang memiliki paras lebih mengerikan dari setan tetapi memiliki bentuk tubuh indah menggiurkan. Hemm... aku ingat sekarang. Perempuan itu berasal dari Bukit Sanggaruang dan bernama. Ratih Durga." Apa yang diduga oleh Dewa Baju Putih memang benar adanya. Perempuan berparas buruk itu bukan lain Ratih Durga, perempuan kejam yang berasal dari Bukit Sanggaruang dan sekarang sedang menjalankan tugas yang diberikan Pangeran Liang Lahat untuk membunuh Dewa Baju Putih! Sementara itu, mendengar ucapan kejam dari perempuan berwajah buruk yang tak memiliki alis itu, Bidadari Kipas Maut sudah mengkelap.
"Perempuan celaka! Tak ada angin tak ada hujan. ,kau muncul dengan cara sombong memperlihatkan tenaga dalam yang tak seberapa yang kau miliki! Dengan kesombongan yang makin menjadi, kau mengumbar amarah yang sebenarnya hanya untuk tutupi kecutmu! Perempuan berwajah buruk, katakan, siapa kau adanya sebelum mampus di tanganku"!" Dikatakan perempuan berwajah buruk, kemarahan Ratih Durga makin menjadi-jadi. Kali ini tatapannya ditujukan pada Bidadari Kipas Maut yang membalasnya dengan sengit. "Perempuan berpakaian hijau! Dari ciri kipas yang terselip pada pinggangmu, aku tahu siapa kau adanya! Dan bersiaplah untuk mampus juga!"
"Bicara memang mudah! Tetapi pelaksanaannya akan menemui batu karang!"sahut Bidadari Kipas Maut tak kalah garangnya. Perempuan berpakaian hijau ini sudah terpancing amarahnya.
"Akan kubuktikan bahwa aku mampu hancurkan batu karang itu!!" geram Ratih Durga dan siap menyerang
Rajawali Emas 44. Perjalanan Maut di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tahan!" terdengar ucapan Dewa Baju Putih. Kakek bijak yang tak mau terlibat urusan dengan siapa pun kecuali dengan Pangeran Liang Lahat, mencoba memilih untuk tidak terpancing dan memancing keributan. Di samping itu, dia juga merasa heran mengapa perempuan dari Bukit Sanggaruang ini menginginkan kematiannya.
"Ratih Durga...."
"Bagus kau mengetahui siapa aku!" sambut Ratih Durga bengis.Dewa Baju Putih tak pedulikan bentakan itu. Dia melanjutkan,
"Seperti yang dikatakan sahabatku, Bidadari Kipas Maut, selama ini kita tak punya silang sengketa dan sungguh mengherankan kalau malam ini kau datang dan menginginkan kematianku!"
"Waktuku tak banyak! Bersiaplah untuk mampus!"
"Apakah kau tak mau mengatakan penyebab kau melakukan semua ini" Adakah tindakanku yang salah" Kurasa tidak, karena selama ini kita bukan hanya tidak punya silangsengketa, tetapi jarang bertemu!" Ratih Durga mencibir. Dan cibirannya itu semakin membuat orang yang mcmandangnya jijik.
"Seseorang yang tak pernah memandang jijik palaku, telah perintahkan aku untuk membunuhmu! Scseorang yang tak pernah kujumpai seumur hidupku! Dan aku akan abdikan dirikut padanya untuk jangka waktu yang sangat lama!" Dewa Baju Putih mendesah pendek.
"Perempuan ini membutuhkan kasih sayang dan dia menerimanya dari orang yang memperalatnya. Selama ini, aku tak pernah punya silang sengketa dengan siapa pun. Ah, siapa orang yang telah memperalatnya untuk membunuhku?" kata Dewa Baju Putih dalam hati. Sambil tersenyum dia berkata,
"Apakah karena dia tak menandang jijik padamu kau mau melakukan tindakan makar itu?"
"itu urusanku!" Dewa Baju Putih geleng-gelengkan kepala.
"Aku pun tak pernah memandang rendah, apalagi
memandang jijik pada seseorang. Termasuk dirimu. Apakah dengan begitu kau akan urungkan niat?" Mendengar ucapan orang, Ratih Durga tak buka mulut. Kelihatan sekali kalau perempuan yang selama ini mengharapkan belaian kasih sayang dari orang yang mengasihinya sepenuh hati, agak bimbang. Dia menerima perintah yang diberikan Pangeran Liang lahat, semata karena merasa mendapatkan perhatian yang lebih, perhatian yang sangat dibutuhkan dan seumur hidupnya belum dia dapatkan. Lalu sekarang, kakek berpakaian putih itu mengatakan kalau dia tak pernah memandang jijik pada siapa pun, termasuk dirinya. Apa yang harus dilakukannya sekarang" Untuk beberapa lama Ratih Durga masih diliputi rasa bimbangnya. Mendadak dia angkat kepalanya. Sepasang matanya yang membulat besar dan sesekali keluar air, meradang pada Dewa Baju Putih. Menyusul bentakannya,
"Kau berkata seperti itu, karena berharap aku akan urungkan niat untuk membunuhmu!"
"Kau salah, Ratih Durga. Aku tak pernah memiliki niatan seperti itu. Apa yang kukatakan, memang begitulah caraku menyikapi masalah yang ada."
"Jangan dusta!"
"Mungkin kau tak tahu banyak tentangku. Dan aku juga tak tahu banyak tentangmu. Tapi... akusama sekali tak memiliki sikap curang, licik maupun menang sendiri. Apa yang kukatakan tadi memang itulah yang sebenar nya. Dan kuharap...."
"Lebih baik menyingkir dari sini sebelum mulutmu yang lancang kurobek!" terdengar bentakan Bidadari Kipas Maul memutus kata-kata Dewa Baju Putih. Perempuan ini sudah tak dapat menahan sabar lagi. Terutama mengingat kehadiran Ratih Durga yang menurutnya akan banyak membuang waktu.
Mendengar bentakan itu, seketika Ratih Durga palingkan kepala. Darahnya mendidih.
"Perempuan keparat! Rupanya kau yang tak sabar untuk mampus! Aku akan penuhi rasa tidak sabarmu itu!"
Habis ucapannya, serta-merta perempuan berwajah buruk namun memiliki bentuk tubuh yang indah menggiurkan, sudah menerjang ke depan diiringi teriakan keras.
SELESAI RAJAWALI EMAS Segera menyusul : LINGKARAN KEMATIAN Edit teks - Saiful B http://cerita-silat.mywapblog.com
Sumpah Iblis Kubur 3 Negeri Lima Menara Karya Ahmad Fuadi Seruling Gading 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama