Iblis Dunia Persilatan Karya Aone Bagian 2
telah dipecundangi... beruntung lawan masih
mengampuni... Mengapa bisa begitu" ternyata pakaian mereka
terdapat sobekan-sobekan kecil bekas senjata
tajam,... mereka sadar, jika lawan menginginkan
darah, dengan mudah nyawa mereka melayang
meninggalkan raga,.. Namun, ADA YANG MENGATAKAN manusia boleh
dibunuh asal jangan dihina...
Wajah kelimanya merah padam dalam kemarahan.....
**** "hosshh.....hoshh" Seorang Pemuda tampan berjubah
kelabu dengan rambut gondrong berjalan ngosngosan... perutnya berbunyi keruyukan seperti ayam
betina sedang mengeram. "Aduh.... ini hutan apa sih, sudah tiga hari aku
kutatang kutiting disini... belum juga aku temukan
hewan apalagi jalan keluar.......wuaa Aku
Lapaaaaarrrr...!" teriaknya lantang, namun sekeraskerasnya orang yang kelaparan seperti apakah
suaranya bisa ditebak... "Emhh... bau daging bakar....!" Gardapati mencium bau
di daerah disekitarnya, "Enghhh" Gardapati tiba-tiba melihat seorang pemuda
berambut sepundak berbaju merah sedang memakan
daging Ayam. "Makanan" Teriak gardapati kesetanan, bagaikan
setan saja ia melompat dan menerjang makanan itu,
dimakannya makanan itu semampu yang ia bisa.
"Waa..... Siapa kau!" Teriak pemuda itu.
Namun, gardapati mana perduli, ia makan terus
makanan itu semampu yang ia bisa. suara daging
terobek dan kunyahannya begitu nyaring terdengar.
"Tunggu...Tunggu... mengapa kau melahap
makananku" Pemuda itu berteriak gusar. tapi ia lihat
setan yang merebut makanannya tetap asyik makan.
"Sepertinya dia lapar sekali.... Dia nggak bakal puas
dengan makanan segitu saja, kalau begitu
terpaksa......!" "grauk...Graukkk...."
"Aku harus makan semuanya sebelum dihabisi dia!"
Seperti setan saja pemuda berjubah merah itu makan
meniru pemuda berbaju kelabu yang tak lain
Gardapati itu. "Hei... Sejak kapan kamu berada dihutan ini!" tanya
Gradapati memecah keheningan.
"dua hari yang lalu....!" Jawab Pemuda berjubah
merah singkat dan seenaknya. lalu menimpali.
"Kamu tahu jalan keluar dari sini?"
"Jalan keluar atau masuk?" tanya Gardapati.
"yang mana saja"
"kalau aku tahu jalan keluarnya nagapain aku susahsusah seperti ini...! sudah tiga hari tersesat nih..."
"Sama ya" Jikalau dicari terus pasti ketemukan?"
Tanya Pemuda berjubah merah.
"Entahlah... kamu masih ada Makanan untuk ransum
kan?" tanya Gardapati.
"Ini yang terakhir....happp...!" Pemuda berjubah merah
itu memakan daging terakhir.
"Mengapa kau habisin" dasar bodoh..." Gardapati
marah. "Masa bodoh, ini makananku... memangnya ini
punyamu!" Lelaki berjubah merah menjawab santai.
"akh... padahal kita tidak tahu sampai kapan kita
akan tersesat dihutan ini!" Gardapati mengeluh.
"Kamu sendiri sudah tersesat berapa hari?"
"Tiga hari...., mungkin" Jawab Gardapati
"Hehe... ternyata kamu buta jalan, ya?"
"Menghinaku" yasudah kau saja yang cari jalan!"
"Haha... Jangan khawatir, soal mencari jalan aku
jagonya...!" Tanpa lelah keduanya terus berjalan, hari sudah
menggelap... namun jalan keluar ataupun jalan masuk
tetap gelap, tak ada yang tahu.....
"Ternyata kamu Cuma banyak omong saja, sudah
malam nih..!" "Jangan khawatir.... lebih baik kita istirahat saja
dahulu... mungkin kita sudah sampai ditepi hutan"
Lelaki berbaju merah mulai mempersiapkan api ungun
untuk bermalam, tak lupa ia gelarkan kain untuk
tidur... "Srettt....!" Sigap sekali kain itu digelar, lalu ia
menimpali lagi. "Malam ini tidur disini, besok kita tidur
dipenginapan desa terdekat"
"Ekh,,.. Aku mau tanya sesuatu boleh?"
"Apa...!" bukannya ini tulang daging bekas kita makan tadi....!"
Lelaki berjubah merah diam, keduanya diam saling
berpandangan... "Hal-hal kecil besok saja dipikirkan, sekarang kita
tidur...!" "Kau ini... Ini bukan hal kecil...." Gardapati berteriak
melengking, jeritannya hingga membangunkan
binatang malam yang bertengger dipohon, malam
semakin gelap.... hanya bulan yang berbentuk cincin
dilangit yang menyaksikan tingkah mereka....
Nyanyian malam semakin syahdu... mengirimkan dua
orang yang terlentang pergi meninggalkan alam
nyata.... selamat datang impian....
* Sekelebatan cahaya orange membelah langit di hutan
yang entah apa namanya,.... cuitan burung bersahutsahutan... "Ukhg..... Aduh... tidur di alam memang tidak bisa
nyenyak....!" "Kemana dia....!" Lelaki berbaju merah celingukan...
"Siang amat bangunnya dasar lelaki pemalas...!"
Gardapati muncul dari balik hutan dengan membawa
dua buah kelinci putih bermata merah.
"Ini sarapan.... Em... maksudku makan siang, karena
aku yang berburu kamu yang memasak... Adil kan"..."
Mata lelaki berbaju merah melotot, tubuhnya gemetar
keras.... "Ke..keterlaluan.... Apa yang kau lakukan hah!?"
"Apa.....!" Gardapati tertegun heran.
"Bagaimana kita bisa kenyang bila hanya dua kelinci...
harusnya menangkap kijang kek,... beruang kek..."
"Hah..... Namamu siapa sih!" Gardapati menghela
nafas jengkel.. "Arya....Orang memanggilku Si Pemetik Mawar Merah"
"Oh..... ternyata kau hanya seorang penjahat wanita"
Gardapati tak hiraukan orang lagi, segera ia menguliti
daging kelinci itu, ditusuknya dengan ranting pohon
lalu dibakar..... setelah selesai, Gardapati ambil bagiannya dan mulai
bersantap, tanpa basa-basi lelaki berjubah merah juga
ikut ambil bagian.... "Deg....!" Mata Gardapati melotot.
"Perasaanku gak enak... padahal tidak ada apa-apa!"
Gardapati celingukan. "Ada apa?" tanya Lelaki berjubah merah yang tak lain
adalah Arya itu. Mendadak.... "Waaa......!" "Syutt...,. Sreng.....!" Gardapati mencabut pedang dan
menyabetkannya. namun ketika melihat tak ada
kejadian apapaun ia melenggong, ia pandangi wajah
pucat pias kawannya lalu berkata. "Hah... Jangan bikin
kaget dong" "Kau...kau kira siapa yang lebih kaget... mengapa
mendadak menyerangku dengan pedang?"
"Lalu mengapa kau berteriak?"
"Aku menginjak Arang....!" Arya menjawab enteng,
Gardapati mendengus. dan kembali makan.
Kembali keheningan datang, namun entah mengapa
dan kepada siapa gardapati berkata.
"Akh... Apa kau juga tersesat tuan!"
"Hebat,.. sungguh hebat... padahal tenaga dalamku
sudah kusembunyikan!" Jawab sebuah suara dibalik
pohon, ketika ia memunculkan diri, tampak seorang
kakek-kakek berjubah ungu dengan pakaian dalam
putih kumal, sebatang tongkat tampak membantunya
dalam berjalan.. "Maaf tapi caraku mendeteksi beda dengan orang
kebanyakan" Gardapati merendah.
"Garda... sepertinya kita dikepung....!" Arya celingukan
kesana kemari. tampak dari balik pohon muncul
berbagai sosok manusia berjubah hitam.
Gardapati tertawa ewa. "Haha,.. kamu baru sadar
ya".....!" "Apa Kau Si Iblis dunia persilatan, Gardapati"
tanya kakek itu... Gardapati kerutkan kening, ia heran lawan
menyebutnya Iblis dunia persilatan, namun ia juga
yakin lawan memanggilnya "Aku memang
Gardapati... namun Gelar Iblis dunia persilatan aku
belum dapat menerima, mungkin kau salah orang"
"haha... Aku Dwipangga, Si Kakek bermulut Racun,
Guru dari Bangsawan Sepuluh Nyawa yang kau
bunuh, apa kau tak terlalu pengecut dengan
mengatakan bahwa kau bukan orangnya?" Kakek
berjubah ungu itu berkata.
"Oh... Maaf aku baru saja mengetahui bahwa kawankawan dalam dunia persilatan memberiku gelar itu,
aku memang Gardapati adanya" Gardapati berdiri
gagah. "Sungguh kasihan, seorang Musuh dunia persilatan tak
mengetahui gelarnya sendiri...." Ucap Kakek itu lirih.
"Apa maksud ucapanmu?"
"haha... Apa kau tahu bahwa kepalamu itu dihargai
seribu kati emas" saat ini, seluruh umat persilatan
sedang memburumu!" "Terimakasih atas perhatianmu.... namun apakah
sebenarnya tujuanmu datang kemari!"
"Mendamaikan Arwah Muridku!... Su.... ku.... le.. .ku...
le.... Ha....na....ca...raa...ka...." Kakek itu bergumam lirih,
diikuti dengan kawannya yang lain, mata mereka
melotot, tangannya menyembah.
"Mereka sedang apa sih" mereka menyanyi namun
manteranya ada irama tertentu... Akh,.. suara itu
mengganggu pendengaranku" Arya bergumam.
"Su.... ku.... le.. .ku... le.... Ha....na....ca...raa...ka...."
" Su.... ku.... le.. .ku... le.... Ha....na....ca...raa...ka...."
"Ugh...!kepalaku serasa pecah... mereka ini!" Arya
berteriak kesakitan. Gardapati kerutkan kening, "Sreng.....!"
Pedangnya tercabut...lalu melangkah....
"Apa" mengapa tubuhku tak bisa digerakan?" Batin
Gardapati. "Sukma getar suara.. membuat lawan tidak bisa
bergerak dengan hawa dalam irama lagu" Kakek itu
memberikan sedikit keterangan.
Perlu diketahui bahwa jika membuat energi uda ra
lewat suara itu secara berulang-ulang, maka orang
yang akan mendengarnya akan terpengaruh, ini sama
dengan proses yang disebut dengan Hipnotis.
Sama seperti kita berjalan dimalam hari, pertamatama, pengulangan kata yang sederhana akan
membuat orang tenang, kemudian suara tersebut
akan mempengaruhi tingkah laku. maka dari itulah
Gardapati tak bisa menggerakan tubuhnya.
"Ronde kedua... Matilah kalian!" kakek itu lalu bersuit
nyaring. "Piiiipppppp!" Suara itu laksana pekikan naga yang
menjerit, bagaikan ratusan singa yang mengaum.
begitu menggelegar membuat Gardapati dan Arya
kertakan rahang, darah mengucur dari lobang telinga
mereka. "Aku tak tahan lagi.....!" Arya mengeluh sambil
memegang telinganya rapat-rapat.
"Berhenti......!" Gardapati ikut berteriak, suaranya lirih
namun cukup mampu meredam suara dari lawannya.
Kakek itu berkata terperanjat.
"Jurus apa yang kau pakai.. sampai jurus pekikan
nagaku yang sudah kulatih selama seratus tahun
dapat kau redam" "Hanya sedikit jurus dari Sabda Dewa!" Gardapati
merendah namun membuat wajah kakek itu berubah
pucat. "Kau.....!" Kakek itu tergagap.
"Hem.....! Rasanya kurang bila akupun tak memberimu
sedikit hadiah...!" Gardapati jejakan kakinya hingga ia melambung dan
bersalto. "set...Set...!" Sosok bayangan berjubah hitan yang
mengepung ikut merapat. Ditengah udara, Gardapati berteriak nyaring" Kalian
diam ditempat" Bagaikan menerima titah raja, Semua sosok itu
berhenti, entah mengapa... meski mereka ingin maju
namun tubuh mereka tak menurut juga, itulah
keistimewaan Sabda Dewa. "Awas Telapak Neraka Dewa" Wurrr..... seberkas
cahaya orange menerjang kakek berjubah ungu.
"Celaka....!" Batin Sikakek seraya menyongsokan
kedua tinjunya menyambuti serangan.
"Blaaaarrrrrrr!" Dentuman Tenaga sakti beradu, pohon
bertumbangan, angin berseliweran, debu mengepul,
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kerikil berloncatan dan rumput tersibak.
Setelah debu hilang tampak sikakek berdiri dengan
baju dalam putih yang compang-camping
menunjukan tubuhnya yang tinggal pembungkus
tulang, jubah ungunya entah pergi kemana, kedua
tangannya tampak tersimpan rapi disamping pinggang
dengan kaki terbuka. Sedangkan Gardapati berdiri dalam ketinggian dua
tombak, tubuhnya melayang, tak salah itulah
keistimewaan dari jurus Ngambang Angin, dengan
ilmu itu tampahk Gardapati melayang-layang diudara
seperti hantu. "Brukkkk......!" Si Kakek bermulut racun terduduk,
tubuhnya menyembah.... "Anak Muda....! Jadilah Pemimpin kami?" Pinta kakek
itu tiba-tiba. "kami" Apa maksudmu" Gardapati turunkan tubuhnya
kebumi seraya menarik Jurus Ngambang Anginnya.
"Maafkan hamba Pemimpin, Hamba sebenarnya
bukanlah Guru dari Si Bangsawan Sepuluh Nyawa,
melainkan hanya seorang kaum keroco dalam dunia
persilatan. namun, hamba sudah lama memendam
Ambisi... " "Ambisi?" "Benar, menjadikan umat persilatan sebagai budak
kita, dan kita akan menjadi raja dalam umat
persilatan" "Jika kamu yang berambisi, mengapa kamu
menjadikan aku sebagai pemimpin kamu sekalian,
bukankah kamupun dapat melakukan itu dengan
sendirinya?" "Benar, Tapi... sudah lima puluh tahun aku memupuk
kekuatan dibawah tanah, namun sama sekali kami
belum mampu untuk membangkitkannya dari kubur.
oleh karenanya aku memilihmu sebagai pemimpin,
karena engkau dapat mengalahkanku... dahulu aku
sudah bersumpah akan menjadikan siapapun yang
mengalahkanku sebagai tuanku dan kini telah
kesampaian... mohon terimalah"
"Bruk...Brukk..Bruk!!" Sosok hitam dibalik pohon ikut
berlutut seakan ikut meminta gardapati bergabung,
"Apa keuntungannya bagiku!"
"Saat ini engkau menjadi buruan dunia persilatan, bila
engkau menerima kedudukan itu, maka kau akan
dapat perlindungan dari kami"
"Kau pikir aku seorang pengecut yang bersembunyi
dilubang tikus?" Gardapati tersinggung.
"Maafkan Hamba,... tapi... jikalau engkau menjadi
pemimpin kami... maka setidaknya orang dari
golongan hitam takan memusuhimu, bukankah itu
cukup menguntungkan!"
"Apa yang menjadi jaminannya bahwa kau akan
tunduk pada perintahku!"
"Kepalaku... Kepalaku ini yang menjadi taruhanny a!"
Gardapati menunduk, matanya bersinar......
"baiklah, tapi... ada sebuah syarat yang harus kau
penuhi dahulu..." "Syarat apakah?"
"Tak ada seorangpun yang akan mengekang setiap
tindakanku dan aku takan muncul dihadapan anak
buahku dengan wajahku ini.....!"
"Haha... Syarat yang mudah sekali Pemimpin,
baiklah... hamba akan patuhi dan siapkan untukmu!"
"Mengapa kalian berada disini...! aku hendak keluar
dari hutan ini, bisa kalian tunjukan"
"Hutan Seribu Jalan ini memang markas besar kita,
akan hamba ajarkan bagaimana caranya memahami
setiap sudut dihutan ini. mengenai itu adalah hal yang
mudah, asal Pemimpin dapat mengeluarkan kita dari
kubur itupun cukup!" Jawab Kakek itu.
"Apa Nama Organisasi yang ku pimpin ini" tanya
Gardapati. "Ratan Wasana" "Jalan Penghabisan.... Nama yang bagus....!"
"Bagaimana caraku memimpin anak buahku"
"Saat ini, seluruh Anggota kecuali orang yang ada
disini yang merupakan Anggota inti yakni sembilan
puluh sembilan orang itu tak ada seorangpun yang
mengetahui ketua ini sebelumnya, yaitu aku....! ketika
aku menemui mereka aku selalu memakai
topeng........." Lalu Kakek itu menuturkan Mengenai keadaan dalam
organisasi Ratan Wasana itu. dari mulai cara
berhubungan, jabatan dan sebagainya, semua serba
terperinci, dengan tekun Gardapati menyimaknya
dengan seksama, namun ialah Gardapati yang
Penurut Janggal, meski wajahnya penurut namun
dalam benaknya muncul seribu rencana yang akan
dilaksanakan... Dia bukan alat, tapi dia adalah penggerak... tak
sedikitpun jalan orang lain untuk menguasai dirinya...
dia tahu maksud lawan... "Lalu Apakah Pemuda berjubah merah ini harus
kubunuh?" Tanya Kakek itu.
"Dia Sahabatku.... berarti dia juga anggota
Perkumpulan ini" Gardapati menjelaskan....
Kakek itu terdiam, lalu menjelaskan mengenai seputar
perkumpulan lainnya.. Gardapati diam mendengarkan sejarah perkumpulan,
ataupun hal lainnya.... Namun batinnya berdiskusi dengan Arya si Pemetik
Mawar Merah. Suatu kemampuan yang jarang dimiliki.... namun
itulah yang terjadi......
* Wungg...... Sekelebat bayangan putih bergerak diatas
pohon, kecepatannya bagaikan seberkas sinar petir
yang menyambar saja. "Hemm...... Sudah lama aku tak kemari....!" Desis sosok
bayangan itu. Ternyata bayangan itu adalah seorang gadis cantik
berpenampilan serba nila, jubahnya berkibar-kibar
dipermainkan angin, begitu halnya dengan rambutnya
yang tergerai panjang, dari balik pinggangnya
menyembul batang pedang dengan ronce kemerahan.
Matanya jeli memandang pada sebentangan danau
diatas gunung. Siapakah gadis itu" Masih ingatkah
dengan gadis cantik itu" ya, dia adalah Astradewi
adanya, setelah berpisah dengan Gardapati, lekas ia
menuju Perguruan Teratai puth, sebuah perguruan
yang dahulu menjadi tempatnya belajar.
Matanya menyipit kala air itu beriak cukup besar,
jantungnya berdebaran ketika dari balik itu muncul
sebongkahan batu besar, batu yang indah berhiasan
teratai diatas air. "Dreekkk..!" Batu itu membuka, dari dalamnya
keluarlah empat gadis cantik berpakaian serba warna.
yang pertama adalah gadis berpenampilan serba
kuning kunyit, sebatang pedang tampak ia genggam
di tangan halusnya, rambutnya dikonde dengan konde
berwarna perak. Yang kedua, gadis itu memakai pakaian serba hijau
terang, wajahnya hitam manis gula-gula jawa.
hidungnya kecil dan mungil, matanya indah dihiasi
bulu mata yang lentik. seperti halnya yang pertama ia
juga menggenngam senjata pedang sebagai
andalannnya. Yang Ketiga adalah gadis berwajah biasa namun
menarik, wajahnya oriental, matanya hitam bersinar.
ia memakai pakaian serba jingga, wajahnya terlihat
keruh seperti sedang memendam masalah yang
cukup besar. Dan yang Keempat adalah gadis cantik berwajah
angkuh dan sombong, bibirnya dibuat seringai ejek,
matanya bersinar nakal dan binal. bajunya merah
menyala serasi dengan warna bibirnya yang dipoles.
Terdengar mereka berbincang...
"Mbakyu Dewani, kita apakan gadis buruk rupa ini....!"
Tanya gadis berbaju kuning kunyit.
"emhh.... bagaimana bila kita bawa kehutan Arta saja,
mengenai urusan belakangan kita rundingkan disana!"
Jawab Gadis berbaju merah menyala yang dipanggil
Dewani itu. "Oh...Jangan Mbakyu... Ratih mohon...!" Rengek Gadis
berbaju Jingga. "Diam kau...! Ikuti kami atau kubunuh" Ancam Gadis
berbaju hijau terang. Dengan ketakutan, Gadis berbaju Jingga itu menurut,
dengan diiringi ketiga kawannya gadis itu berjalan
menuju hutan disebelah barat.
"Oh.. Dewani... sama sekali engkau tak berubah sejak
dahulu... biarlah kali ini engkau akan merasakan
nikmatnya sakit...!" Desis Astradewi yang
menyaksikan kejadian itu.
"Wusss.....! Astradewi ikut membayangi ketiganya
dalam bayangan, dalam jarak satu mil tiba-tiba dia
melihat tiga orang lelaki sedang memperkosa seorang
gadis. Merasa tertarik, Astradewi bergerak mendekati dan
menyaksikan kejadian itu sambil ongkang-ongkang
kaki di atas dahan pohon tanpa risih sedikitpun.
Dengan bergilir keempatnya mengerjai tubuh gadis
yang sudah lemah lunglai itu.
Tubuh gadis itu sudah memerah, bahkan dibeberapa
bagian terdapat tanda lima jari, sepertinya gadis itu
juga disiksa oleh keempatnya, wajahnya kusut,
rambutnya riap-riapan, bajunya sudah tak berbentuk
lagi. Mulut Astradewi menyeringai, ia dapat satu akal
untuk menuntaskan dendamnya. Tanpa mengganggu
aktivitas itu ia berlari kearah dimana keempat gadis
tadi akan menuju. Tak seperanakan nasi kemudian, ia sampai disana,
wajahnya berkerut ketika melihat apa yang terjadi.
Tampak Dewani sedang mengacungkan sebilah
pedang pandak di pipi gadis berbaju jingga yang
entah kapan kejadiannya diikat di pohon cempedak.
"Cepat katakan... atau aku akan menghancurkan
wajah pas-pasanmu ini...!"
"Ampun Mbak...yu... Jang...an!" Gadis itu merintih
ketakutan,. "Plakkkk.....!" Sebuah tempelengan mendarat diatas
pipi gadis berbaju jingga itu.
"Kau katakan atau Tidak... jawab yang tegas...! kau
kan yang mengadukan kami kepada guru"
Bentak gadis berbaju hijau terang.
Gadis berbaju jingga itu menunduk kesakitan, dari
sudut bibirnya meleleh darah segar...
"Tidak, Mabkyu bukan saya....!"
"Hem.... baiklah, biar aku gunduli kau dahulu, aku
ingin melihat sejauh manakah kekerasan hatimu itu"
Gadis berbaju Kuning kunyit mencabut pedangnya
dan memegang rambut gadis itu.
Gadis berbaju jingga tutupkan mata. pedang
digerakan dan.... "Ughh....!" "Ughhh...! Ugh...!"
Terdengar tiga kali lenguhan, mata gadis berbaju
jingga dibuka dengan keheranan. dan begitu dibuka
tampak didepannya seraut wajah cantik lugu seorang
"Hihi.... Apa kalian tak kasihan melihatnya" dia sudah
lelah tuh..!" Sebuah teguran bernada merdu bak
burung nuri berkicau terdengar, seruan yang
mengagetkan Tiga orang lelaki yang sedang asyik
mengerjai tubuh seorang gadis yang tergolek lemah
tanpa daya. Ketiganya berpaling dan matanya berbinar, ternyata
yang menegur adalah seorang gadis berusia belasan
tahun yang memiliki tubuh dan wajah menggiurkan,
sungguh heran mereka melihat kedatangannya yang
tanpa suara. Tiga lelaki itu semua berwajah sangar, yang pertama
memilki rajahan naga di dadanya, yang kedua
diwajahnya tampak menggaris luka bekas bacokan,
dan yang ketiga memiliki tangan yang melebihi ratarata. "Wah... Gadis cantik, apa kau mau bergabung dengan
kami?" Lelaki yang memiliki rajahan naga bangkit
berdiri dan berjalan mendekati Astradewi.
Wajah lugu astradewi tersenyum geli ketika matanya
tertuju kepada bagian bawah lelaki itu. tanganny a
ditutupkan di mulut agar tidak keluar suara, namun
pundaknya tampak berguncang-guncang.
Keringat dingin tampak mengucur di kening lelaki
yang memiliki tangan diatas rata-rata, sepertinya ia
menduga bahwa gadis yang dihadapan mereka
bukan gadis sembarangan, itu diketahui dari
kedatangannya yang seperti hantu itu.
"Kau Kenapa Tangan Kera, melihat gadis seperti itu
kau malah ciut nyali?" Bisik lelaki bercodet dimuka.
"Gadis itu bukan gadis sembarangan, setidaknya ia
bisa mempercundangi kita bertiga dengan mudah...
aku takut kita bakal dipecundangi hari ini" Bisiknya
lagi. Sementara itu, Lelaki berajah naga mendekati
Astradewi dan melompat hendak memeluk, namun ia
memeluk bayangan, tubuh Astradewi raib entah
kemana. Jangankan Lelaki itu, kedua temannyapun tak habis
pikir mengenai itu, Lelaki itu celingukan kesana kemari, matanya melotot
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketika melihat gadis yang ia hendak peluk itu berada
di samping korban mereka. terlihat ia membuka jubah
luarnya hingga memperlihatkan baju dalam nilanya
yang berupa terusan, kulitnya yang putih mulus tanpa
cela itu kini terpampang dihadapan lelaki itu,
ketiganya menelan ludah, bau harum khas gadis
semakin membuat mereka lena.
Tapi, tak ada seorangpun yang bergerak, semua diam
mematung, siapa yang mengetahui kekuatan lawan
dialah yang akan menang, itulah yang mereka pakai
sekarang. Astradewi pakaikan jubah luarnya di tubuh gadis
yang entah pingsan sedari kapan itu lalu berkata.
"Kalian, lekaslah pakai pakaian masing-masing, ikuti
aku kesuatu tempat, jangan khawatir takan ada
pihak yang dirugikan seperti yang kalian bisikan tadi..
hihi...!" Ketiga lelaki itu tertegun dan menatap gadis berwajah
lugu itu, sejuta perasaan berkecamuk dalam benak
mereka, bagai kerbau dicocok idung mereka memakai
pakaian dan berjejer rapi.
"Mari!" Astradewi bergerak duluan membopong tubuh
gadis yang mereka jadikan korban.
Ketiganya berpandangan, lalu ikut mengejar, dalam
perjalanan. ketiganya tak bisa tenang, bayangan
mesum mengenai gadis didepannya selalu bergeliatan
liar. bau harum gadis itu mereka hisap dalam-dalam.
Tak ada yang bisa mereka lakukan selain menelan
ludah, terutama ketika rambut tergerai gadis itu
menyibak memperlihatkan tengkuknya. ataupula
ketika kain belahan baju terusannya tersibak angin,
benar-benar pemandangan yang mengundang berahi.
"Kita Sampai....!" Astradewi mengagetkan ketiganya,
"Cadas Sedong!" Desis lelaki berwajah codet.
"Mari......!" Astradewi mengajak ketiganya masuk, dan
betapa kagetnya ketiga lelaki itu melihat ditempat itu
juga terdapat tiga gadis yang menggeletak di sebuah
batu cadas datar. Astradewi tepuk pundak ketiga gadis itu membuat
mereka sadar. mata mereka membelalak lebar,
"Kita dimana?" Gadis berbaju hijau terang menatap
langit goa, tubuhnya tak bisa digerakan sepertinya
bagian kakunya masih tertotok.
"Apa yang terjadi?" keluh temannya lagi.
"Siapa Kau..!" Dewani membentak Astradewi yang
tersenyum mengejek. "Mbakyu Dewani... masih ingat aku" Astradewi?"
"Kau...kau! Perempuan sundal apa yang akan kau
lakukan kepada kami?" Dewani marah.
Astradewi tak hiraukan orang, ia malah berkata
kepada tiga lelaki yang ia jemput tadi.
"Bagaimana" kalian mau membantuku membalas
dendam?" "Apa yang harus kami lakukan nona?" tanya lelaki
berajah naga. "Emhh.... Kalian lihat gadis ini?" "
"Tentu nona!" "Nah, aku mau kalian memperlakukan tiga gadis ini
seperti gadis ini, bagaimana?" Astradewi
mengungkapkan keinginannya yang membuat lelaki
itu pelototkan mata. "Mak...Maksud..non.."
"Maksudku... kalian Perkosa tiga gadis ini sampai
mati.. tapi, tentunya siksa dahulu" Astradewi berk ata
seram namun mulutnya tersenyum polos dan
wajahnya terlihat begitu lugu.
"Masakah serius?" Tangan Kera memastikan.
"Apa perlu aku yang membuka baju mereka" tanya
Astradewi. Ketiganya tertegun, setelah mengatakan bersedia
mereka segera mendekati calon korbannya masingmasing, Lelaki berajah naga mendekati Gadis berbaju
hijau terang, lelaki bertangan besar mendekati Gadis
berbaju kuning kunyit, sedangkan lelaki bercodet
mendekati Dewani. "Tunggu.... kalian sisakan baju mereka satu untuk
gadis ini.. dan kau, tukar dengan kau!" Astradewi
menunjuk Lelaki bertangan besar dan lelaki berwajah
codet. Meski tak mengerti, keduanya menurut dan segera
menggerayangi tubuh korban masing-masing.
Jeritan ketakutan dari ketiga gadis itu bersahutan,
cacian dan sebagainya keluar dari mulut mereka,
namun ketiga lelaki itu masakah perduli.
Astradewi santai saja membersihkan tubuh gadis
yang dijadikan korban pertama, ia tak pedulikan
jeritan kesakitan dan lenguhan orang. tubuh gadis itu
ia urut-urut dan dipakaikannya pakaian hijau terang
milik dari korban yang saat ini dipakai pelampiasan
dendam. dipanggulnya dan diistirahatkan gadis yang
ia tolong itu, tak lupa ia totok beberapa bagian dari
tubuhnya. Lalu astradewi berjalan dan duduk diantara ketiga
pasang orang itu, ia saksikan Lelaki bertangan besar
meremas kuat bagian tonjolan di dada milik Dew ani
hingga membekas, dewani menjerit kesakitan,
matanya berkaca-kaca... Lelaki berwajah codet juga tampak menindih tubuh
lawannya dan sekali-kali memukul pantat sekalnya.
membuat pemilik tubuh itu menjerit-jerit.
Dengan buasnya Lelaki berajah naga juga
menghujamkan senjatanya dibagian lawan, dari selasela adu kekuatan itu keluar darah bercampur cairan
bening. Entah berapa waktu telah berlalu, akhirnya ketiganya
menjerit dan terkulai, dari wajah mereka tampak
sinar kepuasan, sedangkan korbannya tampak kusut
masai menahan derita. Astradewi belum puas juga dengan wajah lugu dan
kekanak-kanakan ia berteriak...
"Ayo..ayo gilir..gilirr buat aku puas menyaksikannya,
jikalau aku puas maka tubuhku juga aku berikan
untuk kalian cicipi...ayo... teruskan!" Astradewi ter us
memberi semangat kepada tiga orang itu. mendengar
mereka juga bisa mencicipi gadis itu, maka bagaikan
lokomotif yang baru di isi batu bara saja mereka
melakukan aksinya. Desahan..jeritan, tawa kepuasan bersahut-sahutan
hingga larut malam dan pagi lagi... namun aktivitas itu
belum juga berakhir.. Sungguh kejam hati Astradewi menyiksa orang
dengan wajah tak bersalah.....
Tapi, itulah yang terjadi....
Orang bilang "orang yang bekerja membersihkan tahi
kerbau mustahil bau bunga mawar"
Setiap tindakan seseorang selalu tergantung dengan
apa yang disebut dengan lingkungan, bila
lingkungannya mendidik ia menjadi seorang yang
jahat, sulit sekali ia memiliki hati yang baik, meski
selalu ada bunga lotus dalam lumpur.
** "Apa kau percaya apa yang diucapkannya Sobat
Garda?" Seorang lelaki berjubah merah alias Arya
bertanya "Sama sekali tidak,.... aku lebih mempercayai diriku
sendiri ketimbang orang lain, aku hanya mengambil
sisi keuntungannya saja, lagipula tanpa mereka aku
bisa merajai dunia persilatan."
"Aku percaya itu, kau memang penurut Janggal,
sekilas kau begitu penurut namun siapakah yang
akan menyangka bahwa segudang rencana telah kau
persiapkan!" "Haha... itulah yang mendiang guru ajarkan padaku....
dunia persilatan sangatlah keras, bila kita tak
menyediakan payung sebelum hujan, maka kitalah
yang akan rugi" "Benar,.. benar.... hanya saja aku meragukan sesuatu
hal! Sobat Gardapati"
"Apakah itu?" "Kemampuanku.....!"
"Itu bisa diurus sobat Arya"
Begitulah percakapan yang terdengar disebuah kedai
makan yang sederhana, sekelilingnya hanya bangku
yang berderet, sedangkan kedainya hanyalah terbuat
dari bambu, sedangkan untuk atapnya terbuat dari
ilalang. Mereka memang tak lain Gardapati dan Arya adanya,
setelah bertemu dengan Kakek berjubah ungu yang
memintanya jadi pemimpin, Gardapati meminta
kakek itu mengeluarkannya dari hutan.
Setelah sehari berjalan keluar dari hutan keduanya
sampai di desa itu dan memesan makanan. ketika
sedang asyik bercakap, keduanya tiba-tiba
mendengar kabar yang cukup mengagetkan.
"Kabarnya Maharaja sudah menaikan harga bagi
siapa saja yang dapat memenggal si Iblis dunia
persilatan" Kata seorang lelaki berpenampilan seorang
petani, namun sangat janggal sebab petani itu
membawa golok besar. dalam dunia persilatan ia
lebih dikenal dengan nama Petani Edan membawa
golok. "Wah..wah benarkah itu Petani Edan" hemm...
bagaimanapun sumpah Si Iblis bermata hijau masih
terngiang ditelingaku juga di telinga setiap umat
persilatan yang mendengarnya, jadi tak heran bila
Maharaja sampai melakukan tindakan itu" Ucap
seorang lelaki berjubah loreng kuning dan coklat.
"Sumpah apakah itu" menyesal pada hari itu istriku
sedang sakit, makanya aku tidak ikut" Lelaki berbaju
loreng menghela nafas panjang.
"Sebelum kematiannya jatuh kejurang Mulut Dewa
Neraka, dia bersumpah bahwa suatu hari nanti akan
ada orang yang menguasai Kitab Dewa Iblis dan Iblis
Dewa. dan... memporak-porandakan kembali dunia
persilatan" "Apakah muridnya?"
"Entahlah, muridnya atau apa aku sama sekali tak
tahu.. " Tiba-tiba mereka diam, dan melanjutkan obrolannya
kedalam topik lain. itu terjadi ketika serombongan
lelaki berbaju prajurit masuk kedalam kedai.
"hem..... baiklah, untuk memperkuat rencana kita aku
akan mengajari ilmu Dewa Iblis dan Iblis Dewa
kepadamu."Gardapati tiba-tiba berbisik lirih dengan
ilmu penyampai suara di telinga Arya, Si Pemetik
Mawar Merah. "Uhuk...Uhukk..!" Saking kagetnya Arya Si Pemertik
mawar merah tersedak, nasinya berhamburan
kemana-mana. Wajahnya melotot kaget....!
Gardapati kedipkan mata menenangkannya,
membuat Arya kembali tenang sehingga dikedai itu
kembali tenang. Tiba...tiba...... "Braaakkkkkkk Sebuah bangku dihantam orang, terdengar dia
berteriak. "Sediakan makanan untuk kami"
Gardapati melirik, dilihatnya yang datang itu adalah
serombongan orang, mereka terdiri dari dua orang
kakek-kakek, satu wanita paruh baya dan satu orang
gadis. Dengan tergopoh-gopoh pelayan menyediakan
makanan untuk mereka. sepertinya mereka
diistimewakan daripada yang lainnya.
"Saudara Garda... hati-hati dengan wajahmu...kau
sudah terkenal dimana-mana, bisa berbahaya bila
bertemu dengan mereka!?"
"Kau kenal mereka?""
"Dalam dunia persilatan dua orang kakek itu terkenal
dengan senjata mereka, Sepasang Pedang kematian.
yang memakai baju hijau itu adalah Kakek Pedang
Keadilan, dan yang memakai baju merah itu adalah
Kakek Pedang Kebenaran. wanita itu adalah tuan
mereka, dalam dunia persilatan ia di panggil Nyonya
Kabar Langit, tak satupun kabar yang lolos dari
telinganya dan gadis itu putrinya, Pendekar Gadis
Suci" "Ternyata pengetahuanmu hebat sekali sobat Arya!"
"Ini berkat pengalamanku dalam dunia persilatan,
dalam dunia persilatan aku sama sekali tidak terlalu
terkenal, sebab aku hanya kaum dari golongan kelas
tiga saja." "Kelemahanmu adalah senjatamu" Gardapati memuji.
merah wajah Arya karena pujian itu.
"Sebaiknya kita pergi sebelum kejadian yang tak
diinginkan muncul, saat ini tenaga kita masih kurang,
jangan takut kehabisan kayu bakar selama gunung
masih menghijau" "Mari....!" Keduanyapun segera beranjak meninggalkan
tempat itu, ** "Kita menginap disini saja!" seorang lelaki bercaping
lebar berbaju kelabu mengusulkan kepada kawannya
yang berjubah merah. Tanpa menjawab, lelaki berjubah merah masuk
kesalah satu penginapan itu.
"Sediakan sebuah kamar untuk kami" Lelaki berjubah
merah yang tak lain adalah Arya itu kepada pelayan
ditempat itu. "Baik tuan...!"
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan tergopoh-gopoh pelayan itu membawa
keduanya kesalah satu kamar.
Arya ulapkan tangan menyuruh pelayan itu pergi. dan
dituruti dengan baik. Lelaki bercaping lebar itu bukakan capingnya dan
DESA NAGASARI, Sebuah desa cukup besar dengan
penduduk yang cukup besar pula. penduduk itu
tampak berbondong-bondong menuju salah satu
rumah yang terbesar di desa itu.
Kaum tua, kaum muda, para pendekar perkasa dari
pelbagai penjuru desa. ada pula yang dari luar desa
dengan kata lain desa lain, ikut pula berdatangan,
tersiarnya berita bahwa puteri tunggal Drajasengkala
mengadakan sayembara mencari jodoh tentu
membuat semua orang gembira hati.
Siapapun berdatangan untuk ikut mengadu untung.
jika tidak" ya Nasib, Jika Ya" Nasib juga. Puteri
Drajasengkala itu sudah terkenal di mana-mana.
Terkenal sebagai seorang gadis yang selain tinggi ilmu
silatnya, juga memiliki kecantikan seperti bidadari.
berbagai pinangan dari orang-orang besar, dari puteraputera para ketua perkumpulan, Pendekar muda
terkenal dan dari pihak istanapun ia pernah tolak.
Tentu saja para pemuda inipun sebagian besar hanya
ingin menyaksikan sendiri bagaimana ujud rupa dan
bentuk dara yang terkenal itu, karena jarang diantara
mereka yang pernah melihat Putri Drajasengkala
yang bernama Dyah Krusina itu.
Sebagian lain ingin ikut bersayembara atau pula
dengan maksud-maksud yang lain.
Dihalaman rumah itu tampak sudah ramai, Panggung
yang besar dar kayu tampak dihias megah. didepan
panggung, sisi kanan dan kiri tampak duduk beberapa
orang yang duduk. Diatas panggung itu tampak berdiri seorang lelaki
paruh baya berpakaian seorang bangsawan berwarna
biru muda. dalam dunia persilatan ia dikenal dengan
Bangsawan Berhati Emas. "Para hadirin sekalian, saudara-saudari yang saya
hormati... terimalah salamku Drajasengkala, pada hari
ini. kami mengundang para saudara sekalian dengan
maksud mencari jodoh untuk putriku Dyah Krusina."
Seorang lelaki paruh baya berpakaian seorang
bangsawan berkata ramah sambil menggupai kebalik
panggung. "Suittt...Suit...!"
Dari balik panggung itu keluarlah seorang gadis yang
cantik jelita. Wajahnya putih kemerahan, berseri-seri
pada pipinya yang berona kemerahan nampak lesung
pipit yang menghiasi ketika ia tersenyum malu.
Hidungnya bangir dengan alis mata yang lentik seperti
semut yang berjalan. bulu-bulu matanya begitu
melengkung keatas rapi seperti prajurit tertiup angin.
Rambutnya hitam digelung keatas, diikat rantai emas
permata dan ujung rambutnya bergantung dibelakang
punggung, halus melambai tertiup angin.
Tubuhnya amat ramping, pinggangnya yang kecil
terbungkus pakaian sutera kuning emas bermotif
bunga mawar mekar, ketat mancetak bentuk tubuh
yang padat berisi karena terpelihara dan terlatih
semenjak kecil. Kancing bajunya terbuat daripada berlian putih yang
gemilang, ikat pinggangnya dari sutera biru yang
bergerak-gerak bagaikan sepasang ular hidup.
Celananya sutera putih yang seakan membayangkan
sepasang kaki indah, padat berisi dan sempurna
lekuk-lekungnya Usianya baru sembilan belas tahun. Namun ilmu
silatnya amat tinggi terbukti dengan matanya yang
mencorong tajam. Hal ini tidak mengherankan karena
semenjak kecilnya ia digembleng oleh ayah dan
ibunya sendiri. Dari ibunya yang bergelar Perempuan cantik Dari
Jawadwipa gadis itu mempelajari sifat keanggunan
seorang Perempuan. Sedang ayahnya yang bergelar Bangsawan Berhati
Emas menggemblengnya dengan Silat sehingga
bentuk tubuhnya selain menggiurkan juga berbahaya
bila di ganggu secara serampangan.
Para tamu muda, tua yang berjajar rapi di muka
panggung menatapnya dengan mata jalang dan
mulut ternganga, "Mohon Petunjuk dari tuan-tuan!" Gadis itu berkata
sambil menjura, Suaranya merdu bagaikan sihir yang
membuat semua orang akan terhipnotis, suaranya
bernada anggun manja merayu.
Kesiuran angin harum dari tubuhnya terhisap oleh
para tamu hingga mereka mabuk kepayang. ketika
tubuhnya membungkuk tampak kulit dilehernya
membuka membuat siapapun yang melihatnya
menelan ludah habis-habisan.
Gadis itu bangkit dan berbalik kembali kebelakang
panggung. Setelah Gadis cantik itu lenyap bayangannya, ributlah
para tamu itu. Siapapun yang datang ketempat itu
betapa tidak mengecewakan hati. Bahkan melebihi
semua dugaan "Andaiku menjadi pemenangnya pasti setiap malam
ku kan mendekapnya dengan sejuta kasih... kucium
aroma tubuhnya yang membuat hati tergiur itu.
sungguh aku merasa sayang bila menindihnya dalam
kasur impian. Aduh ..., mati aku ...! Kalau aku tidak
berhasil menggandengnya pulang, percuma aku hidup
lebih lama lagi...! " Seorang pemuda tampan tanpa ia
sadari mengucapkan kata-kata ini sambil menarik
napas panjang. "Lebih baik mati di bawah kaki si jelita dari pada
pulang bertangan hampa. bukan hal yang sia-sia jika
darahku mengalir untuk mendapatkannya!" sambung
pemuda ke dua. "Sungguh bidadari dalam impian....." kata pemuda lain.
"Mulutnya yang mungil itu ukhhh ! Amboooiii
mulutnya...ah, ingin aku menjadi sikat giginya dan
berkenalan dengan bibir itu. Aduhhh...! suaranya
terlalu merdu untuk seorang manusia... akh.... aku
terlena" "Ukh.... tubuhnya begitu menggiurkan hati....
seandainya aku menjadi pakaiannya pasti bisa
merasakan betapa halus dan indahnya..akhh!"
"Andai istriku seperti itu... akh.. setiap malam pasti
akan ku kerjai" Bermacam-macam seruan para muda dan tua itu
yang seakan lupa diri, menyatakan perasaan hati
masing-masing yang menggelora. Sudah lajim kalau
sekumpulan lelaki bercakap-cakap mengenai
perempuan, apalagi mengenai kecantikan dan urusan
ranjang. Mereka lebih berani manyatakan perasaan
hati masing-masing sehingga percakapan itu menjadi
hangat dan kadang-kadang terdengar kata-kata yang
kurang sopan. Yang tadi tak kenal kini mereka bersahabat dan selain
menuturkan pengalaman masing-masing yang
biasanya mereka lebihi, juga mereka tiada habisnya
memuji-muji dan membicarakan diri Dyah Krusina
yang diam-diam mereka perebutkan.
"Baiklah... untuk mempersingkat waktu. sayembara ini
saya ucapkan dibuka, mengena aturan mainnya
biarlah pembawa acara keluarga kami yang
menuturkan" Drajasengkala berkata.
Ia kemudian mundur dan balikan badan menuju balik
panggung, sementara Pembawa acara yang
merupakan seorang pemuda berusia tiga puluhan
maju kedepan. "Mohon Maaf saudara-saudara tuan pendekar,
perkenankah saya memimpin acara ini, saya adalah
Banusura kepala rumah tangga keluarga ini."Banusura
berhenti sebenar lalu melanjutkan.
"Baik, langsung saja... peraturan dalam permainan ini
adalah Pertama, Siapapun boleh menggunakan
senjata atau masing-masing dengan catatan tidak ada
darah yang mengalir atau dengan kata lain kematian,
jika hanya patah tulang, memar atau tergores itu tak
menjadi maslah. kedua, jika sudah mengaku kalah
yang menang dilarang berbuat semena-mena. ketiga
siapapun yang berdiri terakhir di arena ini, dialah
pemenangnya. adapun hadiahnya adalah Sebuah
senjata yang bernama Ki Raden Agung Suto yang
merupakan keris berlekuk tiga belas, satu peti emas
dan yang terakhir dapat mempersunting Ni Dyah
Krusina putri sulung dari Bangsawan berhati Emas."
Tepuk tangan dan sorak-sorai bergema dimana-mana,
terdengar si Pembawa acara itu kembali berkata.
"Nah, saudara-saudara, acara yang kita nantikan akan
segera dimulai! Silahkan kepada tuan penantang
untuk menaiki panggung.." seru prajurit pembawa
acara itu. "Huuu...." sorakan dari penonton bermacam-macam,
tapi suasana ricuh hanya sesaat saja, karena dua
peserta mulai memasuki panggung. Tidak terdengar
suara satu pun. Dari sisi kiri panggung, keluar orang
berwajah tampan, raut mukanya menyiratkan sikap
angkuh. Baju yang dikenakan berwarna putih dengan
celana hitam. Warna yang sangat kontras.
Kemunculan pemuda berusia sekitar dua puluh tujuh
tahun ini, membuat sorak-sorai penonton meledak.
karena mereka juga tidak sabar melihat pertandingan
berikutnya. Pemuda itu sudah berdiri menghadap
penonton dengan tatapan wajah dingin dan angkuh.
Tidak berapa lama kemudian, Dari sisi kanan
panggung naik seorang pemuda berpenampilan
sederhana, rambutnya yang panjang sepinggang
dibiarkan terurai dipermainkan angin. Baju yang
dikenakan pemuda itu berwarna biru.
Sesampainya didepan penonton, keduanya
membungkuk sebagai tanda penghormatan. lalu
saling berhadapan dan saling merangkapkan tangan
di dada. "Maaf saya yang akan memenangkan pertandingan
ini Giring Perak!" ucap Pemuda berbaju biru.
"haha,,,pangeran berbaju biru jangan tekebur
dulu"Jawab pemuda berbaju putih yang tak lain
adalah Giring Perak.. "Settt...!" Keduanya memasang kuda-kuda.
"Hiyaa...!" Giring Perak maju kehadapan Pangeran
berbaju biru, secepat kilat ia melakukan tendangan
atas yang dilakukan oleh kaki kanan, Pangeran baju
biru merunduk sehingga serangan itu lewat diatas
kepalanya, namun ia cukup tercekat ketika kaki kiri
Giring Perak kembali menyambar.
Sekali lagi dengan gesit Pangeran berbaju biru
mengelak. Wusssh.... "Oh....!Hebat" Penonton bersorak-sorak.
Giring perak tersenyum dingin, tubuhnya berjongkok,
dengan kecepatan kilat ia lakukan sekaligus lima
belas tendangan. Pangeran baju biru kelimpungan
terutama ketika sebuah tendangan memutar nyaris
menghantam kepalanya. "Wah cepat sekali... tampaknya si baju biru bakal
kalah" Seorang penonton berteriak lantang.
Pangeran bajub biru jengkel juga mendengar itu,
sekaligus ia meloncat dan babat lawan dengan
menggunakan telapak tangan.
"Hiaattt!" "Plak...plak..plakk...!
Beturan tangan bersahut-sahutan, laksana ombak
yyang menggulung desa. Pangeran baju biru
menghantamkan telapak tangannya bersusulan
membuat lawannya mundur terus-terusan.
Dengan Gusar, Giring Perak mundur dan meninju
lawan. Pangeran berdarah biru tersenyum dingin,
tangan kiri menangkis sementara tinju tangan kanan
melayang, lawan menghindarkan kepalanya namun
tangan yang terlanjur melayang ditekuk sehingga
sikuntya dengan telak menghantam pelipis lawan.
"Bukk..!" Giring Perak mundur terhuyung, namun bukan berarti
dia menyerah. tangan kanannya dipukulkan
membalas serangan lawan. Pangeran baju biru tangkap pergelangan tangan
lawan, kaki kirinya menyapu membuat tubuh lawan
terbang membalik dan jatuh telungkup, sigap sekali ia
injak leher lawan membuat Giring Perak tak dapat
berdiri, dengan kata lain Kalah...
Pangeran baju biru tersenyum dan membantu lawan
bangun, setelah itu ia menjura kepada para penonton.
?"Terimakasih mohon petunjuk saudara-saudara
sekalian" Terdengar para penonton berbisik-bisik.
"Hebat sekali...!"
"Ilmu keduanya benar-benar hebat,...!"
"Pertarungan ditegah aku tak dapat melihatnya...
terlalu cepat" "Huppp.....Jleggg!"
Seorang lelaki berbaju merah darah dan bercaping
lebar berdiri di panggung. tak ada kata dalam bibirnya
ia diam saja laksana seorang patung.
"Caping Darah, Aku minta petunjukmu!" Pangeran
baju biru menjura." "Tak berani..tak berani" Caping Darah menjawab.
"Maaf!" Pangeran baju biru maju kedepan dan
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menendangkan kakinya, tapi sicaping Darah bukan
lawan yang empuk, tubuhnya merandek ketanah,
menjadikan tangan sebagai rotasi putaran tubuh, ia
menendang bagian bawah kaki lawan sebut saja
tulang kering dari belakang.
"Dugh!" Oh"
"Teppp...Jelggg"
Tubuh Pangeran darah biru ambruk, namun jatuhnya
itu diawali dengan kepala yang disanggah dengan
kepala, sekali ayun ia meloncat lagi dan berjongkok.
Belum sempat ia berdiri dengan stabil, Caping darah
maju kehadapannya, segera ia layangkan tinju
kearah kepala lawan. "Cari kematian"Dengus Caping Darah, tangan
kanannya menangkis, "Plakkk"
Kakinya berputar, "Bugghhh.....Ugh!" Dengan telak
sikut kiri caping darah menghantam wajah lawan,
benar-benar serangan yang hebat.
Semua tamu bedecak kagum, namun tampaknya
semua pertarungan itu tidaklah cukup menarik
dihadapan seorang pemuda tampan berbaju putih
keperakan. Wajahnya terlihat biasa saja seolah semua
pertarungan itu hanya sebuah permainan yang
membosankan, malah terlihat ia memejamkan
matanya, bila Putri Dyah Krusina adalah idaman para
lelaki, maka Pemuda yang tak lain adalah Gardapati
itu adalah idaman para perempuan.
Terdengar kasak-kusuk dan cekikikan dari para
pelayan ataupun istri dan anak dari para tamu
undangan dalam acara itu, meski mendengar,
Gardapati acuh saja sampai ketika ada seseorang
yang menepuk pundaknya. "Hai Kisanak?" Sapa suara itu.
Gardapati buka matanya, ia lirik siapakah orang yang
menegurnya, terlihat seorang pemuda gagah berusia
dua puluh tiga tahunan berbaju hijau toska tersenyum
padanya. "Hai juga....siapakah kisanak?" Garapati bertanya
halus. "Perkenalkan, saya Sagara Angkara... dan siapakah
nama kisanak?" "Gardapati...!"jawabnya singkat.
"Apakah kisanak henda
k mengikuti sayembara ini?"
"Tidak.... apakah kisanak juga hendak mengikuti?"
"Tidak,... saya hanya hendak menyaksikan keramaian
saja, sekalian hendak mencari sahabat?"
"Oh....!" Gardapati menjawab dan kembali
memejamkan mata. Diam-diam Pemuda berbaju hijau toska itu memaki
dalam hati atas kedinginan orang disampingnya,
daripada pusing, ia alihkan kembali perhatiannya pada
panggung. Terlihat bahwa Pangeran baju biru melayang jatuh,
dengan sebat, Caping berdarah menendangkan
kakinya.... "Bukkk,....!" "Gusrakkk..." Bep..
Telak sekali tendangan caping darah, seketika
Pangeran baju biru pingsan dan terjatuh kebawah
panggung. Belum sempat caping darah berdiri tegak, seseorang
telah membentaknya. "Jangan Sombong kau caping darah!"
"Jlegg..... bentakan itu berhenti, di atas panggung telah
berdiri seorang pemuda berjubah coklat, wajahnya
sangar dan sombong, bibirnya selalu tersenyum ejek
menghina orang lain. "Ternyata kau, Pangeran Jubah coklat.....!" Dingin sekali
ucapan Caping darah. "Huh" Bet.... Tangan terkepal pangeran jubah biru keluar dua
buah pisau kecil dari sela jarinya. mengkerut kening
caping darah, sindirnya tajam.
"Selalu ada senjata rahasia ya,...!"
"Apa kau keberatan?" Jawab Pangeran jubah coklat
tak kalah tajamnya. "Apa aku terlihat keberatan... hanya aku miris saja
dengan kelicikanmu.. apa jadinya putri Dyah Krusina
jika diperistri olehmu!"
"Kau.....!" Pangeran jubah coklat tak kuasa menahan
gusar, sekali menerjang ia sambarkan pukulan yang
terselip pisau itu hingga enam tujuh pukulan.
Caping darah sunggingkan senyum sinis, dalam
kudanya ia tak pindah kedudukan, hanya dengan
liukan tubuhnya ia dapat hindari serangan lawan.
"Settt....!" Kali ini serangannya disabetkan, tentu saja caping
darah enggan dijadikan korban keganasan lawan.
dengan menjadikan kaki kiri sebagai tumpuan, ia
jejakan tubuhnya hingga melesat mundur.
"Daun darah terhembus angin!" Gumam Pangeran
Jubah coklat. "benar... ternyata kau kenal juga....!" jawab Caping
Darah. "Wuss...! tubuh Caping darah menerjang, begitu
dihadapan lawan dirinya dihadapkan dengan sebuah
sapuan kaki. "Bwetttt...!" ilmu peringan tubuhnya dikerahkan,
tubuhnya meloncat kebelakang dan menjejakan
kakinya di tiang panggung..
Tubuhnya meloncat sambil berputar, tangan kiri di
simpan terkepal dekat pinggang, sementara tangan
kanan ditekuk dekat kepala.
Begitu Pangeran Jubah biru balikan muka, wajahnya
tampak pias melihat kepalan lawan hamipir mampir
di pelipisnya. ingin menghindar namun terlambat.
keinginan tetap keinginan, belum sempat otak
merespon pelipisnya sudah terhajar lawan...
"Duaaakkkk...! Sakitnya bukan olah-olah, tubuhnya
doyong dan menabrak tiang....
Melihat lawan terkena telak, kaki kiri diturunkan dan
dijadikan poros putaran tubuh, kaki kanan
melayang.... "Duaaaaghhh!" Ugh....! Darah muncrat dari bibir,
tubuhnya menggeloso jatuh dan pingsan....
Sementara itu dibalik panggung....
"Ayah...!" "Ya, Anakku....! "Seandainya yang menang itu adalah pemuda yang
berbaju perak itu, aku pasti bahagia sekali." Ucapnya
lirih. "Pemuda mana yang kau maksudkan anaku Dyah?"
tanya Drajasengkala heran.
"Itu ayah..." Dyah Krusina menunjuk dimana Pemuda
berbaju putih perak duduk tenang, pemuda itu tak
lain adalah Gardapati adanya.
"Pemuda yang tampan....!" ucap seorang perempuan
setenganh baya yang memiliki wajah cantik, meski
sudah setengah baya, tubuhnya masih menggiurkan
setiap mata. dia adalah ibu dari Dyah Krusina adanya.
"Sudahlah anakku.... bagaimanapun, pemenang
sayembaralah yang berhak meminangmu... mulut
terlanjur terdorong, emas padahannya!" Drajasengkala
menasihati, Dyah Krusina tundukan kepala,.wajahnya merah
bagaikan ayam mengarang telor.
Pertarungan semakin sengit, datang dan pergi
bergantian, luka dan memar biasa, itulah resiko.
Pagi beranjak siang...siang beranjak senja,
pertarungan belum juga berhenti...
Dentuman pedang, senjata dan tenaga dalam
menjadikan nada dalam senja yang kuning
kemerahan itu. sorak sorai gegap gempita... meriah
bagai pesta rakyat.... Terlihat seorang lelaki berambut poni berdiri dengan
memutar-mutarkan tali dengan bandul besi ditengah
panggung. "Huaahaha...... apa tidak ada yang berani
menantangku lagi si Bandul tali mati." sumbar lelaki
itu. "Huppp....Jleggg..!" seorang pemuda memakai baju
putih dan celana kuning tudingkan pedang dan
berkata. "Mentang-mentang kau sudah mengalahkan sepuluh
orang tanpa kalah lantas kau menjadi sombong
bandul tali mati" "haha... Pedang bayangan, lebih baik kau pulang
kembali keibumu sana, kau yang belum tamat netek
juga berani naik panggung ini!" Jawab bandul tali
mati. Swing...swing.... bandul tali itu diputar dengan dahsyat, sampai tak
kelihatan lagi talinya, wungg...sekali sentak
menyerang pedang bayangan.
"Bret,.... kain jubah Pedang bayangan robek, gusar
bukan kepalang pemiliknya,segera ia babatkan
pedangnya dan berteriak lantang
"Mampuslah....! Pedang disabetkan, namun rupanya
bandul besi juga bukan lawan yang mudah bandulnya
disabetkan.... "Tranggg..." Prakkk
Pedang milik pedang bayangan patah menjadi dua,
"Dukkk..." dengan telak bandul besi itu menghajarnya.
Pedang bayangan terhuyung, namun ia malah
tersenyum sinis dan bretttt.... bukkk...Hoekkk...
Tiba-tiba tali bandulan milik Bandul tali mati putus,
bukan itu saja, tubuhnya juga kena hantaman lawan,
mulutnya semburkan darah segar....
kaget bukan kepalang hati bandul tali mati, diliriknya
lawan berubah menjadi dua, wajahnya pias....
"Bayangan Arwah...!" Desisnya.
"Benar, apa kau melupakan bahwa aku memiliki ilmu
ini" Jawab Pedang bayangan.
"Terima ini!" Pedang bayangan kembali menerjang
dan hantamkan tinjunya. bug...bug..bug... desss...,. Bandul tali mati adalah seorang petarung
yang dikenal dengan bandulnya, ketika senjatanya
rusak, apalah dayanya. telak sekali wajahnya dihajar lawan, bukan itu saja,
pedang bayangan loncat dan pukulkan sikutnya di
rahang lawan, sungguh telak tanpa ampun Bandul tali
mati keblinger sempoyongan.
brettt... lehernya terasa dingin, darah mengucur dari
sisi lehernya, ketika ia sedikit siuman, dilehernya
terpatri sebatang pedang lawan, sedikit saja ia
bergerak lehernya lepaslah dari tubuhnya.
keringat dingin mengucur dari tengkuk dan dahi,
tangan kanan diangkat pertanda menyerah kalah,
tanpa kata ia ambil bandul taklinya dan turun
panggung. "Benar-benar pertrungan yang membosankkan....!
terdengar komentar atas pertarungan itu, semua
orang terperanjat sebab mereka hanya mendengar
suara saja, namun siapapun yang berkata tiada yang
tahu. Jangankan orangnya, dari arah mana suaranya saja
tak ada yang tahu.... Gardapati buka matanya, mulutnya sunggingkan
senyum manis..."Nah, sepertinya baru sekarang ada
hal yang menarik...!"
"Hemmm...... kamu kenal pemilik suara ini?" Sagara
Angkara bertanya. "siapapun pasti mengenalnya, kau lihat saja nanti....
sepertinya acara jodoh ini takan berjalan mulus"
"Mengapa kau senang?" heran Sagara Angkara
dibuatnya. "aku kemari hanya aku pikir bakal ada yang menarik,
siapa tahu...." "Siapa tahu?" "Bakal terjadi.....!"
"sebenarnya akan ada kejadian apakah?"
"Rahasia langit tidak boleh bocor....!"
keduanya diam, hanya kali ini mata Gardapati
berbinar-binar, matanya ditujukan kearah panggung.
"Siapa kau!" Bentak Pedang bayangan.
"Aku adalah aku, untuk apakah kau tahu?" jawab
suara itu, suara itu terdengar dibarat namun juga di
timur, di timur namun di utara, diutara namun
diselatan. "Dari suaranya dia seorang pemuda..... namun,
semuda ini menguasai Suara langit pembingung angin,
siapakah dia..." Sagara Angkara bergumam...
"Lihatlah di atas panggung itu" Gardapati
mengusulkan. Sagara Angkara alihhkan pandangan kepanggung,
matanya berkerut.... belum ia berbicara gardapati
kembali menyela. "Maksudku atas. diatas atasnya panggung!"
"Haha...!" Sagara Angkara tertawa ringan mendengar
ucapan berbelit itu, dilihatnya memang benar diatas
atas panggung itu ongkang-ongkang kaki pemuda
berbaju kelabu dengan caping lebar.
"Iblis Dunia Persilatan?" tanya Sagara Angkara
meyakinkan..... "Kurasa...!" Jawab Gardapati seenaknya, namun
bibirnya sunggingkan senyuman misterius.
"Kisanak, kamampuanmu dalam mengetahui jejak
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
musuh benar-benar hebat,..... siapakah gelar kisanak?"
Gardapati tertegun, sesungguhnya Iblis Dunia
Persilatan adalah gelar miliknya, namun sengaja ia
sembunyikan dan menyuruh orang untuk menjadi
dirinya. ia bingung juga dengan gelarnya saat ini.
"Pelajar berbaju perak berwajah setan......!" Akhirnya
tercetus sebuah nama yang baru saja terpikir olehnya.
"haha..benar-benar cocok dengan kisanak yang
memakai baju perak, hanya mengapa berwajah
setan" padahal wajah saudara sangat menarik hati,
terutama bagi kaum perempuan?"
"Disanalah letak gelar berwajah setannya, siapapun
yang pernah melihat wajah saya pasti tidak akan
lupa seperti setan,!"
"Haha.... menarik-menarik...!" Sagara Angkara bergelak
tawa membuat semua orang berpaling kepadanya.
namun hanya sebentar sebab terdengar letupan keras
diarah panggung. "Blaaarrrrrrr.......!" Debu mengepul, setelah menghilang
terlihatlah Pedang bayangan terlentang diantara
cekungan telapak tangan. luar biasa.... darah mengalir,
nyawanyapun telah amblas....
Ricuhlah setiap hadirin......seperti yang telah diketahui,
pertarungan dalam sayembara itu dilarang ada
pembunuhan, namun kini.......
Senja berwarna merah, kilatan mentari menyinari
darah yang menggenang sehingga memantul
memercikan cahaya.... Pembawa acara kegiatan ini maju kepanggung dan
berteriak "Saudara siapakah anda" mengapa anda melakukan
pembunuhan" bukankah saya sudah menegaskan
bahwa tiada darah yang mengalir dalam sayembara
ini?" "Siapakah yang dapat menghentikanku bila aku ingin
membunuh,....!" Terdengar jawaban di belakang
pembawa acara itu. Pembawa Acara itu berbalik, wajahnya pucat pias.....
ia mundur kebelakang hingga menjungkal dari atas
panggung..... "Iblis Dunia Persilatan"
"Dia Iblis Dunia Persilatan"
"Srengg...Srengg....!" Berbagai macam senjata dicabut,
penonton yang tadi asyik bersorak mulai mengepung,
yang tak bisa ilmu beladiri kabur terbirit-birit.
Tuan Rumah segera menyembunyikan para
perempuan, sementara dirinya maju.... maju kedepan
dan mencabut senjata. "Nah, ini dia keramaian datang!" Gardapati tertawa
bahagia, namun ia tak beranjak dari kursinya.
"Kisanak... apakah pembunuhan itu sangat menarik
hati?" tanya Sagara Angkara penasaran.
"Tentu saja, kita orang persilatan sudah biasa dengan
namanya pembunuhan, lagipula ini bukan
pembunuhan melainkan pembantaian" Gardapati
dingin saja. "Apa maksudnya?"
"Lihat itu....." Sagara Angkara berpaling, wajah nya
merah melihat pembunuhan itu, berbagai orang telah
bergelimpangan tanpa nyawa. sebelum semua orang
mati terbunuh Sagara Angkara segera meloncat
kehadapan Iblis Dunia Persilatan.
"Kalian mundurlah!" Teriak Sagara Angkara.
"Apa kau mau mengangkangi uangnya" bentak
seorang pemuda berbaju hitam. Sagara Angkara
tertegun, ia belum tahu bahwa kepala Iblis Dunia
Persilatan telah dihargai sedemikian mahal dalam
dunia persilatan. "Persetan dengan uang... apakah kalian ingin bernasib
sama dengan mereka?" Sagara Angkara berteriak
marah. Semua orang berpaling, hati mereka bergidik, ternyata
mereka sudah digelapi uang sehingga tak melihat
mayat yang bergelimpangan ditanah tanpa nyawa.
secara teratur mereka mundur hingga keduanya
berhadapan. "Kisanak, betapa kejamnya hatimu....!" Sagara
Angkara berkata. "haha... jika tak memiliki hati kejam, mungkin aku
sudah mati sejak dahulu, terutama kepada manusia
yang mengaku golongan putih.... ngakunya orang
golongan tuhan lantas mengdiskriminasikan orang....
inilah aku korban Diskriminasi para tetua golongan
putih, maka dari itu, akan kubantai setiap orang yang
mengaku golongan putih.... kaupun tak kecuali.." Iblis
Dunia Persilatan yang kita panggil Arya ini menunjuk
Sagara Angkara. *** Sagara Angkara tak tahan lagi bila menyangkut para
golongan tua, dia sangat menghormati setiap
golongan tua, kini malah dihina begitu saja.
"Srenggg......." Sebilah pedang panjang dengan ujung
berbentuk cagak tercabut dari saungnya. itulah
pedang Sayap dewa. sebilah pedang yang secara
mendadak bisa menjadi dua bilah.
"Gunakan senjatamu.....!"
Arya tertawa, ia lepaskan caping lebarnya hingga
muncul seraut wajah tampan dibaliknya, bukan hanya
itu, dilihat dari wajahnya saja jelas bahwa orang
yang bergelar Iblis Dunia Persilatan adalah pemuda
belia berusia belasan tahun saja.
"Aku gunakan tongkat kayu ini saja!" ucapnya seraya
mengambil sebuah tongkat kayu dekat kakinya.
Sagara Angkara tertegun, sungguh ia kaget melihat
wajah lawan, bukan hanya itu, ia juga kaget melihat
lawan hanya menghadapinya dengan tongkat saja.
"Apa kau meremehkanku?"
"Terserah anggapanmu saja" Arya menjawab.
"Bettt....Bet,....!" Keduanya melesat saling berhadapan.
Ttak...truk..trangg.. Luar biasa, keduanya bertarung seimbang, dengan
senjata beradu dan dentingan nyaring bergema, angin
berseliweran, debu mengepul, benar-benar
pemandangan yang sangat langka.
Arya sodokan tongkatnya berulang-ulang dengan
kecepatan laksana kilat menyambar dan Sagara
Angkara menangkisnya dengan kecepatan cahaya.
Arya putar tubuh dan sabetkan tongkat, desauan
angin terbelah mendesir dahsyat. "Trangg...!"
Arya mendengus dingin, tubuhnya merunduk,
tongkatnya menyodok deras kearah muka lawan.
Sagara Angkara terkejut, segera ia buang muka
kesamping, naas telinganya tersodok juga.
Segera ia pergunakan ilmu peringan tubuh untuk
berganti posisi membuat lawan kehilangan jejak. dan
tebasan pedang menyabet dahsyat menyerang
punggung. "Teknik bagus" Arya berkata sambil berputar laksana
gasing lalu meloncat keudara, tongkatnya di tusukan
kebumi berusaha menciptakan sebuah pijakan,
setelah itu ia sabetkan tongkatnya sejajar dengan
lutut. Sagara Angkara tertawa dingin, ia meloncat
menghindar dan pedangnya juga dibacokan dengan
kuat. "Trangggg...!"
Tongkat dan Pedang beradu, dentingan laksana logam
terdengar, aneh... padahal tongkat Arya terbuat dari
kayu. berkat tenaga dalamnyalah semua itu terjadi.
"Hebat.....!" Para pengepung berseru.
"Iblis Dunia Persilatan bukanlah sebuah nama kosong,
tapi.... siapakah pemuda yang melawannya?"
"Aku rasa dia adalah pewaris dari Eyang Begawan
Sutrasno. Pendekar Sayap Rajawali hitam. lihatlah
pedang yang ia pakai"
Berbagai macam argumen dan pendapat
berseliweran, beribu argumen yang saling tumpang
tindih, tapi... berapapun argumen yang keluar,
faktanya tetaplah satu. "Pedang Surga Khayalan" Sagara Angkara berteriak
nyaring, tiba-tiba tubuhnya berubah menjadi
bayangan, sekelebatan sinar berdesingan menyerang
lawan. "Putaran roda Dewa Iblis" Tak kalah garangnya Arya
memutar tongkatnya menangkis serangan lawan,
perlahan tapi pasti tongkat Arya memendek seiring
dengan tangkisannnya... Keadaan semakin kacau.... semakin menegangkan
dan semakin genting. "Akhhhh....!" Dyah Krusina yang melihat sayembara
dirinya berubah menjadi musibah yang mengerikan
menutup mukanya dengan kedua tangan.
"Tuan Putri, jangan tutup mukamu.... takan ada yang
lebih seru dari ini...inilah saat yang menegangkan...."
Sebuah suara lembut penuh kasih sayang terdengar
ditelinga Dyah Krusina. "Akh...Siapa kau Kisanak!" Pekiknya kaget, namun tak
begitu lama... kepalanya menunduk malu, mulutnya
senyum tak senyum, pipinya merah merona......
"Saya Gardapati....Tuan Putri" Suara itu menyahut,
suara milik seorang pemuda tampan berpenampilan
serba perak. dialah Gardapati adanya.
"Jangan panggil aku Tuan putri Kisanak, aku Dyah
Krusina!" Jawab Dyah Krusina malu-malu.
"Hem..... Nama yang indah,.... sesuai dengan orangnya
yang indah... meski kamu bukanlah seorang putri
keraton, kecantikanmulah yang menentukan bahwa
dirimu pantas mendapatkan gelar itu, jangankan
seorang putri keraton, bidadaripun akan mengiri
kepadamu.... lihatlah rona wajahmu yang kemerahan
bak mentari yang hendak beranjak keperaduan,
lihatlah matamu yang bersinar sinar, bintangpun akan
merasa malu. sebab tak dapat mengalahkan sinarmu,
lihatlah bibirmu yang merah merekah seperti mawar
itu.... rabalah hidungmu yang bangir itu, gagakpun
akan menyerah kalah....."
"......." Dyah Krusina diam tak mampu menjawab
ucapan yang begitu puitis itu, seumur hidupnya, kali
pertama itulah ia dipuji dengan terang-terangan.
apalagi pujian semacam itu, saking malu dan
bahagianya ia tak dapat berpikir bahwa sejak kapan
dan cara bagaimana orang berada disampingnya ia
tak tahu, bahkan terlintas dalam benakpun tidak...
"Tapi.... gara-gara aku keributan ini terjadi.. lihatlah
mayat yang bertumpuk disana....."
"Haha.... Masih banyak yang belum kamu lihat di
dunia ini tuan putri...Dikenyataan hidup yang keras
hanya ada dua pilihan... Melarikan diri... atau
menerima kenyataan... saat inilah waktu yang tepat
kamu belajar menerima kenyataan...!"
Sementara itu dipertarungan....
"Trang..trang... Secara mendadak Sagara Angkara menyilangkan
tangan dan menyabet.... bret......
"Terlalu cepat..." Batin arya sambil sempoyongan
berjalan mundur, pundaknya berdarah terkena
sabetan... "Hebatt.. kau langsung membagi dua pedang itu....!"
Arya berkata sambil meringis kesakitan.
"Bagaimanapun juga... aku akan
menghancurkanmu....!" Sagara Angkara berteriak
menyerang Arya yang sedang kesakitan.
"Heaaaa.....!" "Bettt..." Sagara Angkara mencelos melihat lawan
menghilang dari pandangan, dan ketika berpaling
dilihatnya lawan sedang bersalto di udara.
"Takan ada yang lepas dari sayapku ini" Sagara
Angkara mendesis sambil berdiri tegap, kedua
tangannya terpentang lebar, sikunya sedikit tertekuk
lurus dengan pedang, mirip dengan sepasang sayap
yang terpentang. "Set...!" Sagara Angkara merubah kuda-kudanya, kakinya
terbuka lebar dan sedikit tertekuk, tangan kiri
dipajukan kemuka, tangan kanan diangkat dengan
pedang melintang diatas kepala, pandangan lurus
menatap Arya yang juga sedang bersiap dalam jarak
lima tombak. "Hiaaaaa" Sagara Angkara menerjang maju dengan
kecepatan angin lesus. Srett... Pedangnya menusuk tajam, Arya menarik
nafas panjang dan menyabetkan tongkat yang kini
tinggal setangan, "Kau terlalu meremehkanku..." Sagara Angkara
berteriak marah, pedangnya satu menagkis dan satu
menyabet perut. "Mari kita akhiri" Arya berkata lembut, tongkat
menyodok kemuka dan sedikit diputar kesegala arah.
entah bagaimana tiba-tiba kedua pedang milik Sagara
Angkara terlempar lepas. "Apa?"" Sagara Angkara terpekik kaget.
"Emhhhh..... " Arya nyelonong maju kedepan, telapak
tangannya menempel di dada lawan.
"Telapak Iblis dewa tingkat dua" bisik Arya sambil
tersenyum manis... Pucat wajah Sagara Angkara
bagai kertas. "Blaaaaaarrrrrrrr!" Sebentuk hawa hitam pekat
berbentuk telapak tangan menghantam dada. laksana
kapas tertiup angin, tubuh Sagara Angkara melesat
terbang... "Brakkk....!" Telak sekali tubuhnya menghantam
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dinding, hingga hancur berantakan.
Arya tertawa panjang, tangannya terulur,
"Tap..tap..." dengan tenaga penghisap, mudah saja
kedua pedang itu melesat pada tangannya. lalu ia
berjalan kehadapan Sagara Angkara yang dalam
pada itu sedang terengah-engah menahan sakit,
wajahnya berubah keunguan karena racun.
Arya tepukan tangan dengan beberapa kali totokan,
tak lupa tangannya juga menjejalkan obat penawar
racun. meski tak menerima, Sagara Angkara memilih
bersemadi juga, sungguh ia tak paham tindakan
lawan. Semua ulahnya itu di pandangi oleh setiap mata yang
memandang, sungguh merekapun heran karenanya,.
"Kau adalah duri dalam mata, sehari kau hidup maka
sehari aku tak tenang, dengan keberadaanmu aku
akan merajai dunia persilatan hahaha...!" Arya tertawa
tergelak-gelak. Lalu ia melesat menghilang, bagi kaum persilatan
kelas menengah maka mereka hanya tahu bahwa
Arya menghilang ditempat, namun bagi seorang ahli
maka mereka akan melihat sekelebatan bayangan
laksana hantu menerjang seorang kakek tua. lalu
kabur ke utara. "Was.wes..woss!" Terdengar para hadirin menjadi
ribut. datang dan menghilang. datang memancarkan
darah dan pergi meninggalkan dendam...
"Bila menjadi duri dalam mata.. kenapa harus
diselamatkan" Gumam Dyah Krusina.
"Itulah siasat orang jenius"
"Maksudmu?" "Dari Zaman dahulu sampai sekarang, setiap
kejahatan yang dilakukan oleh para dedengkot
golongan hitam selalu berakhir tragis.. mengapa" itu
karena kesombongan dan kewaspadaan mereka
turun! bila musuh dalam mata tetap ada, setiap detik,
setiap menit kita akan selalu ingat kepadanya, dan itu
sangatlah membantu dalam kewaspadaan... dengan
itulah kita akan mengambil keuntungan dalam
kebuntungan" "akhhh... jadi seperti itu... lalu mengapa dia
menghilang?" "Dia datang bukan untuk mengacaukan pestamu...
tapi untuk membunuh dia!" Gardapati menunjuk
seorang kakek berbaju hijau dengan sulaman kipas.
"Akhh.. Kipas maut dari keluarga Siregar!" Pekik Dyah
krusina sambil menutup mulutnya yang mungil.
mendengar pekikan itu, kaum persilatan berbondongbondong melihat... setelah diperhatikan ternyata di
kening kakek itu terdapat bolongan sebesar jari
tengah dan jari telunjuk..... juga sebuah lempengan
besi berbentu segitiga... di dalam lempengan besi itu
terdapat gambar sebuah jalan berujung jurang.. dan
tulisan kecil yang berbunyi "Ratan Wasana"
Gemparlah hadirin... siapakah yang tak mengenal
Kipas maut dari keluarga siregar" hanya kaum yang
tak pernah berkelana saja yang tak mengenal
namanya... Dalam sehari kini terjadilah dua kejadian besar,
kematian tokoh dunia persilatan dan sebuah
perkumpulan baru yang mulai terungkap.....
Ratan Wasana..... sebuah perkumpulan baru yang
akan menggemparkan dunia persilatan tanah
jawadwipa.... "Kakang Gardapati!" Dyah Krusina berpaling, naas
bayangan gardapati telah menghilang... hanya sebait
tulisan di tembok dengan jari saja yang tertinggal
dalam jejak... "Pesta Sudah bubar, semoga kita bersua dalam lain
acara, salam manis dari " Pelajar berbaju perak
berwajah setan". Sungguh duka hati dyah Krusina... duka ditinggal pergi
sekaligus geli dengan gelar orang yang membuat
hatinya terbang kelangit dan jatuh terhempas
kebumi... Hati siapakah yang tak duka ditinggal pujaan hati...
Hati siapakah yang takkan luka ditinggal sendiri...
Hanya duka dan kesepian yang menemani hari...
Biarlah mentari pagi yang menghangatkan hati....
* "Eyang Guru.... eyang guru!" seorang gadis cantik
berbaju biru langit berjubah biru laut dan bercelana
panjang berwarna biru laut berlari-lari menyusuri
koridor, menuju sebuah bangunan indah serba putih.
itulah Paseban teratai suci.
"Jagatri apa yang kau lakukan! apakah kau sudah
melupakan peraturan perguruan kita?" bentak sebuah
suara serak dari dalam bangunan itu.
"Ampun Eyang Guru... Tri tidak bermaksud, namunnamun....!" Jagatri berkata sambil terengah-engah
setengah ketakutan dan ngeri.
"Atur nafasmu... tenangkan dirimu baru bicara!" Suara
itu mulai melembut. Jagatri menurut, ia atur nafasnya lalu menghela nafas
panjang. "Sekarang katakan alasan mengapa kau berani
melanggar aturan perguruan kita"
"Eyang Guru, diluar terjadi hal yang mengerikan..
Dewani, Jayani dan Setrani terbunuh dengan...
dengan" Jagatri tak sanggup melanjutkan lagi, ia
menangis menggerung-gerung.
"Krieeett...!" Pintu terbuka, dan munculah seraut wajah
tua yang ramah, rambutnya digelung dengan konde
berkepala bunga teratai. Pakaiannya serba putih
serasi dengan kulitnya yang hijau carulang. dialah
tetua dari Perguruan Teratai Putih. Eyang Putri Silalatu.
"Mengapa kau malah menangis" bukankah kau
sedang melapor?" Eyang Putri Silalatu mengusap
kepala Jagatri. "Tri tak sanggup mengatakannya Eyang Guru, marilah
Eyang Guru sendiri yang melihatnya!"
"Dimana sekarang mereka?"
"Di Aula tempat latihan melempar pisau Eyang Guru!"
Alis tua Eyang Putri Silalatu menjungkit, di
gandengnya tangan mungil Jagatri dan bersama-sama
melesat meninggalkan tempat itu.
Di Aula tempat latihan...
"Sungguh sadis, siapakah yang meklakukan ini
kakak?" gadis pertama bertanya.
"Entahlah... yang jelas ia merupakan iblis yang tidak
berhati nurani" Jawab gadis kedua.
"Akh... itu Eyang guru" Gadis ketiga memperingati,
segera saja mereka menyibak, benarlah Eyang Guru
Silalatu dan Jagatri datang ketempat itu.
"Shhh.... Sungguh keji..sungguh keji" Gumam Eyang
Guru Silalatu melihat ketiga cucu muridnya itu.
ditatapinya ketiga muridnya itu dengan air mata yang
bercucuran, Keti ga cucu muridnya yang saat ini
sedang digantung dengan rotan, bukan tangannya
yang digantung, melainkan kakinya, ketiganya
digantung dengan posisi terbalik dalam keadaan
telanjang bulat, sekujur tubuh lebam kebiru-biruan,
darah mengucur, terutama dari paha, bahkan
payudara mereka entah menghilang kemana.... muka
yang tak jelas lagi rupanya penuh darah dan lebam.
sungguh tak berperikemanusiaan.
"Turunkan mereka... urus mayatnya, jangan dahulu
dikebumikan tunggu sampai Ketua datang."Perintah
Eyang Putri Silalatu. lalu ia berbalik dan pergi kembali
kemana dia datang tadi. Tanpa dikomando lagi, murid-murid Perguruan Teratai
putih itu memecah diri, ada yang menyiapkan tempat
pembaringan, ada yang menyiapkan kain juga ada
yang membantu menurunkan mayat ketiga gadis
malang itu. Diantara semuanya. terdapat seorang gadis berwajah
oriental, matanya hitam bersinar. ia memakai pakaian
serba jingga, wajahnya terlihat aneh seperti sedang
memendam kunci tentang kejadian itu.
"Astadewi... kau" Gadis yang tak lain adalah Ratih itu
mendesis tanpa sadar. dan rupanya desisan itu
terdengar oleh gadis berbaju merah muda
disampingnya. "Ratih... ikut aku" Katanya sambil berjalan kebelakang
sebuah ruangan yang paling dekat dengan aula itu.
Ratih tertegun, meski tak mengerti, ia mengekor juga
di belakang. "Ada apa mbakyu Putik" tanya Ratih setelah mereka
tiba ditempat tujuan. "Kau tahu siapa pelakunya, iya kan?" Putik mencabut
pedang dan menodongkan pedang itu dileher Ratih
membuat pemiliknya menjadi panas dingin....
"Maksud Mbakyu.....!"
"Diam.. katakan yang tegas, jika ya maka lehermu
selamat jika tidak....!"
"Jika Tidak apa?" sebuah suara lain dibelakang tubuh
Putik terdengar dingin, putik terkejut segera ia
berbalik.. "tuk.....!" Sebuah tutukan telak mampir di dadanya
membuat ia menggelosor jatuh.
"Astadewi" Ratih menatap Astadewi yang berdiri
sambil tersenyum nakal. "Ya, Mbakyu" apakah mbakyu ingin menanyakan
perihal ketiga orang yang mengganggu Mbak?"
Astadewi bertanya seolah tak pernah terjadi suatu
kejadian apapun. "Nimas Dewi, tak semestinya engkau menyiksa
mereka hingga sedemikian rupa".!"
"Mbakyu Ratih, bila engkau selemah itu, kapankah
engkau dapat membalaskan dendam kedua orang tua
kita?" Ratih terdiam mendengar ucapan itu, memanglah
benar.. selama ini ia selalu bersikap terlalu lemah
bahkan cenderung penakut. Ia merenung cukup lama,
hingga akhirnya ia berkata.
?""Lalu, apa yang harus aku lakukan. Benar Nimas
Dewi, aku terlalu lemah. Bahkan aku tak tahu apa
yang harus aku lakukan sekarang?"
Astadewi tersenyum, dengan riangnya ia menjawab
seolah apa yng dikatakannya adalah memetik mawar
dikebun bunga. ?" Baik, kubur orang ini hidup-hidup"
Ratih mencelos mendengar ucapan itu. Hatinya
meragu.. apakah ia harus setega itu kepada saudara
seperguruannya. Astadewi seolah mengerti apa yang
dipikirkan oleh Mbakyunya, segera ia berkata
menenangkan. "Bukankah dia sudah menodongkan pedang
dilehermu mbakyu" Apakah seorang saudara akan
melakukan itu" Boleh saja mbakyu melepaskan
nyawanya, namun apakah dia akan mengampuni
nyawa mbakyu" Bukankah dia akan melaporkan
kepada ketua siapa pelakunya" Tentu mereka takan
percaya bila mbakyu mengatakan aku pelakunya...
lalu siapakah yang menjadi kambing hitam" Apakah
mbakyu sendiri" Ratih tertegun mendengar ucapan adiknya itu,
sungguh tak disangka bahwa adik semata
wayangnya dapat berpikir demikian.
?"Engkau benar, Nimas Dewi..."Ratih mulai terhasut.
?"Ini....!" Astadewi menyerahkan sebilah pedang. Raguragu Ratih mengambilnya, ia pandangi pedang itu.
Matanya terpejam, kemudian dibuka lagi.
" Aku akan menjadi orang yang kejam lagi sadis". !"
Gumamnya, Ratih beranjak kedekat pohon kelapa, dengan
menggunakan sebilah pedang itu ia mulai menggali.
Sepertanakan nasi kemudian jadilah sebuah lobang
persegi. "Nimas Dewi" tolong bawa tubuh Gadis sialan itu..!"
Astadewi tersenyum kekanakan, segera ia bopong
tubuh itu dan dibawa kehadapan Mbakyunya, lalu ia
lepaskan satu totokan membuat gadis yang bernama
Putik itu siuman, matanya mendelik, namun ia tak
bisa bersuara. "Mbakyu Putik," selama ini engkau selalu
memarahiku" mencaciku..menekanku.. kini aku akan
melampiaskan dendamku" perlahan tubuhmu ini
akan ku kubur dengan tanah hidup-hidup" bukankah
itu sangat asyik.."Ratih berkata pelan, namun
terdengar bagaikan guntur ditelinga gadis yang tak
berdaya itu" hanya mata yang mendelik menyiratkan
ketakutan dan kebencian yang dapat dilakukan".
Hati-hati sekali, tubuh itu diletakan.. kemudian mulai
di urug dengan tanah, perlahan dari kaki yang
tertimbun, hingga naik ke paha, ke perut, kedana dan
terakhir ke kepala". Ratih melakukannya seperti
kesetanan, ia terus tertawa dingin tiada henti hingga
tanah yang mengurug rata dengan tanah
disekitarnya". "Kau" Murid laknat?" Seorang perempuan paruh baya
berpenampilan serba putih membentak, tubuhnya
gemetar menahan marah"
Ratih terkejut, ia balikan badan... dilihatnya sosok
yang sekentongan lalu masih dicintai dan dihrmatinya
berdiri menatapnya dengan marah". Ada perasaan
bersalah dan gentar juga timbul dalam benaknya,
namun sudah kadung, nasi sudah menjadi bubur"
"Emhhh..!" Jawabnya dingin.
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa kau tak mau menghormatiku lagi" bentak
perempuan itu lagi. Sebelum Ratih menjawab,
terdengar suara keplokan dari samping,
"Plok..Plokk"plokk!"
"Siapa kau cah ayu" Perempuan yang tak lain adalah
Ketua Perguruan Teratai putih yang biasa dipangil
Pendekar Pedang Teratai itu heran sekaligus
mendongkol melihat seorang lain masuk kedalam
perguruannya dan bertindak tak sopan.
"Apa kalian sudah lupa denganku"hihi" Astadewi
tertawa. "Astadewi... kaukah itu?"
"Oh... Rupanya ketua masih ingat aku...!"
"Mau apa kau kemari?"
"Mengambil nyawa hihi"
"Apa kau yang mengambil nyawa ketiga muridku?"
"Benar" "Apa kau juga yang menghasut muridku untuk
membunuh kakak seperguruannya?"
"Akh..salah..salah.. bukan membunuh..tappi
menguburnya hidup-hidup" Astadewi membenarkan
sambil memainkan rambutnya, wajahnya tersenyum
lembut dan penuh keluguan.
"Hiyyy.....!" Murid Perguruan Teratai putih yang baru
saja datang pingsan seketika ketika mendengar
perkataan itu. "Kesalahan apakah yang telah kami perbuat hingga
kau berbuat sekeji itu?" desis Pendekar Pedang
Teratai menghela nafas gegetun, sedih, mendongkol
dan gusar bersatu dalam benaknya ...
"Benarkah ketua menanyakannya?" Astadewi
mencibir membuat ketua perguruan Teratai putih itu
memerah. "Mbakyu Ratih... apakah Mbakyu merasakan
keanehan ketika belajar diperguruan ini?" Astadewi
bertanya. "Keanehan apa?" Ratih menjawab sambil mendekat.
"Apakah mbakyu merasakan bahwa kemampuan
mbakyu tak lebih hebat dari saudara seperguruan
mbakyu?" "Aku memang kurang berbakat" Ratih tundukan
kepala. "Hahaha.... bukan mbakyu yang kurang berbakat...
tapi merekalah yang menghambat... sampai tuapun
mbakyu belajar disini. jangan harap dapat
mengalahkan mereka.."
"Maksud Nimas?"
"Coba tanyakan sendiri pada ketua kita yang
terhomat" Astadewi memandang Ketua perguiruan
teratai putih dengan sinis.
"Ketua apakah sebenarnya yang terjadi?" Ratih
penasaran. "Ini Demi kebaikanmu"
"Kebaikan kami ataukah kebaikan perguruanmu
ataukah dirimu sendiri" dasar tukang lempar batu
sembunyi tangan"Astadewi menyela membuat wajah
ketua Perguruan Teratai Putih memerah. bukan hanya
disela. tapi juga dituduh sebagai tukang lempar batu
sembunyi tangan. sungguh murkanya tak bisa ditahan
lagi. seandainya ketua perguruan teratai putih itu
adalah orang yang belum berpengalaman niscaya
siang-siang sudah melabrak lawan.
"Apa maksudmu!" bentak Pendekar Pedang Teratai
berludah api. "Kau mengatakan bahwa musuh kami adalah Iblis
Kembar Bumi... tapi kenyataan sebenarnya musuh
kami adalah Maharaja Dunia Persilatan. bukankah kau
sengaja memperlambat pengajaran kepada kami
supaya kami tidak cepat mengembara kedunia ramai.
bukankah kau takut kami mengetahui perihal
sebenarnya" kau takut kami membalaskan dendam
kepada Maharaja Dunia Persilatan dengan silat Te ratai
putih. lalu mengapa kalian memungut kami" apakah
itu semata karena ibu kami Asmara Dewi Surga
adalah putri ketua sebelumnya" bahkan silat yang
diciptakan eyang guru khusus untuk ibuku kalian
sembunyikan" apakah kalian malu bahwa ayahku
Setan Purnama adalah salah satu golongan hitam"
untunglah takdir berkata lain."
"Benarkah itu Nimas Dewi, kau tahu darimana?" Ratih
berkaca-kaca. "Mereka sendiri yang bercakap-cakap, mereka lupa
bahwa dinding memiliki telinga" Astadewi mendengus
dingin. Dari raut wajah Pendekar Pedang Teratai terlintas
kekagetannya. nasi sudah menjadi bubur. otaknya
berputar, maka ditemukanlah salah satu cara untuk
menyelamatkan mukanya. segera ia berkata.
"Kalian pergilah dari sini... jangan pernah kembali
kemari... hari ini aku masih memandang ibu kalian..
tapi, lain hari tidak... jangan kau pikir aku memaafkan
atas pembunuhan murid kami..."
"lihatlah mbakyu, mereka begitu ketakutan sebab
belangnya terlihat... sudah cukup kita main-main, dewi
akan ajarkan mbakyu ilmu ajaran ibu, nanti kita
kembali kemari" Astadewi menggandeng tangan
Ratih. Bagai Lipas kudung keduanya pergi berkelebat
meninggalkan kesiuran angin tajam ditempat itu....
Pendekar Pedang Teratai menghela nafas panjang,
matanya berkaca-kaca, segera ia berbalik hendak
menemui Eyang Putri Silalatu.
*** DESA CI PATENGGANG adalah sebuah desa yang
cukup ramai, tempatnya yang sejuk nan nyaman
sebab desa itu terletak disamping sebuah telaga yang
dikenal dengan nama Telaga Patenggang.
Jalanan yang besar, desa yang makmur menjadikan
desa itu dijadikan salah satu tempat para pelajar
dijaman itu untuk berpesiar ataupun bersantai ria.
sajak, puisi yang bertumpuk tidak sanggup
melukiskan betapa indahnya tempat itu.
Dan di desa itupula terkenal sebuah rumah makan
tempat berkumpulnya para Kaum persilatan juga para
pelajar. "SETEGUK GAIRAH" itulah nama dari rumah makan itu,
tak jelas apakah maksud dari nama itu.
Rumah makan itu terletak di sisi telaga, sebagian
bangunannya bahkan berada diatas air, cadas
menjulang tinggi, akar pohon kiara bergelayutan
diatas genting rumah makan. suara kecipakan orang
makan terdengar ramai dan gaduh, canda dan tawa
bersahut-sahutan. "Wahai Telaga Patenggang.
Sebentang airmu begitu bening berkilatan
sinar sang maha penerang seakan menjadikanmu
bintang bintang yang menghampar di langit yang kelam
namun... kaulah bintangnya sang hari....
Aku terlena memandangmu...
Aku terbuai menatapmu....
Angin sepoimu berikan aku kesejukan...
bawalah aku kedalam buaianmu...
oh kasihku telaga patenggang.... "
Terdengar lantunan merdu nyanyian seorang pemuda
berbaju perak yang dalam pada itu sedang menghirup
aroma tuak dalam gelas bambu...
Matanya berbinar bahagia... senyumnya mengembang
indah.. rambutnya terbawa angin melambai-lambai...
"Pemuda edan... tahukah kau bahwa kau sudah
merusak makan siangku!" Tiba-tiba terdengar
bentakan nyaring. Pemuda itu berpaling, dilihatnya yang menegur adalah
seorang lelaki berusia tiga puluhan, tubuhnya tinggi
besar, bajunya keemasan bersulamkan rajawali dan
dibalut dengan jubah emas pula.
"Adakah kesalahanku tuan" apakah seorang pelajar
menyanyi adalah sebuah kesalahan" tuan adalah
kaum golongan putih dan terhormat, mengapa ucapan
tuan sama sekali tak terjaga?"
Pemuda itu, matanya sayu seakan sama sekali tak
mengerti ilmu silat. tapi ia adalah Gardapati adanya,
murid Iblis Bermata Hijau, masakah kemampuannya
begitu cetek. Lelaki yang ditegur Gardapati melengak, seumur
hidupnya baru kali ini ia ditegur secara terangterangan seperti itu. wajahnya memerah, geraham
dikatupkan menahan marah.
Dalam dunia persilatan ia dikenal dengan nama
Rajawali buas berjubah emas. dia dikenal dengan
kegarangan dan keberangasannya, mimpipun ia tak
menyangka bahwa hari ini ia dihina dihadapan kaum
persilatan oleh seorang pelajar yang entah siapa.
Gardapati singkirkan rambut yang menutupi
wajahnya, dia tak menggubris lawan. gelas
bambunya di angkat, perlahan dengan penuh rasa
dan cipta tuak dalam gelas bambu itu diteguknya.
"Brengsek..!" Laki-laki itu mencabut sebuah tongkat
hitam berkepala kepala rajawali sepanjang satu depa.
dihantamkannya tongkat itu ke-kepala lawan.
"Hentikan Adimas!" Seorang temannya membentak.
dia merupakan lelaki sebaya dengan Rajawali buas
berjubah emas, lelaki itu memakai baju yang sama
hanya tak memakai jubah. dikeningnya terdapat
rajahan ke pala rajawali menengok kekanan.
Serangan dicabut pada seinchi diatas kepala
Gardapati, bila bukan orang yang memiliki tenaga
dalam besar, mustahil serangan itu dapat di gagalkan.
Yang lebih hebat adalah Gardapati, diatas wajah
tampannya sama sekali tak ada perubahan raut
wajah, tetap tenang setenang air Telaga Patenggang.
"Luar biasa.... seorang tokoh golongan putih
membokong orang, entah apa argumen para kaum
persilatan sekarang, aku mewakili para golongan
hitam merasa malu untukmu. sungguh terhormatlah
para golongan hitam yang selalu melakukan
kejahatan dengan terang-terangan" Gardapati berkata
sambil tetap tak menggubris sekelilingnya.
"Brakkk...!" Seorang lelaki berwajah penuh bekas luka
meletakan seguci tuak di meja Gardapati.
"Kisanak.. Aku si Begal codet merasa kagum padamu.
benar, aku setuju denganmu.. para golongan putih
selalu merasa dirinya adalah utusan tuhan,
membunuh atas nama kebenaran, sungguh dibuat
lucu.. contoh kecilnya saja adalah mengenai Iblis
Dunia Persilatan, saking ketakutannya Maharaja Dunia
Persilatan menganugrahkan emas yang besar untuk
kepalanya, melakukan segala cara untuk kepentingan
golongan mereka, bukankah itu sama halnya dengan
melakukan segala cara. khas kami golongan hitam...!"
"haha.... Maharaja Dunia Persilatan, sungguh takebur
sekali orang yang memegang gelarnya, gedung
sebagai dilambuk-lambuk, tinggi sebagai dijungjung.
ternyata mengata kedulang paku serpih, mengata
keorang aku lebih" "Kisanak, aku tak paham dengan bahasamu... kau
memang pelajar yang hebat."
"Haha.. Kisanak kau memang sejajar dengan
pribahasa yang mengatakan melanting menuju
tampuk, berkata menuju benar. aku kagum padamu.
maksudku adalah pada intinya adalah orang yang di
muliakan dipuja-puja ternyata mencela pekerjaan
atau kelakuan orang lain padahal pekerjaan yang
sedang dilakukannya lebih tercela dari kita."
"Terimakasih..terimakasih... mari kita bersulang...!"
Mendadak.... "Kau pemuda edan... apa yang kau lakukan kepada
kedua anak dan istriku hah!" Seorang lelaki setengah
baya berlumuran darah membentak diambang pintu
rumah makan, bukan hanya tubuhnya yang
berlumuran darah hingga tak jelas rupanya, pedang
yang ia bawapun penuh dengan darah.
"Apakah yang kamu maksud adalah tiga perempuan
di kaki gunung Malabar?" Gardapati menjawab berseri
dengan tawa. "ya. gara-gara engkau mereka harus mati
ditanganku...!" Lelaki itu menjawab.
"Haha.. sungguh lucu. kalau mereka mati
ditanganmu... apakah sangkut pautnya dengan diriku
ini?" "hahaha...!" Para hadirin yang kebetulan berada dalam
rumah makan itu tergelak. bahkan diantaranya ada
yang menyoraki lelaki itu.
Lelaki itu tak menggubris, malah ia berteriak kepada
gardapati. "Apa yang kau lakukan kepada mereka... hingga
sampai akhir hayatnya mereka melarangku untuk
mempersalahkanmu... apalagi mereka sama sekali tak
menyesal atas perbuatan mereka.?"
"Haruskah aku menceritakan dari awal?"
"Begitupun baik saudaraku" Begal codet menyela,
"Duduklah disini... biar aku yang menceritakan
kronologisnya". Lelaki itu tertegun....
"Tidak... aku tak sudi... biarlah aku menunggu disini...
di pintu kematianmu....."
**Sekelebatan bayangan berwarna perak secepat busur
yang terlepas dari gendewanya. Bayangan itu datang
dari Desa Nagasari menuju Desa sebelah yakni Desa
Neglasari. tapi, rupanya desa Neglasari bukanlah desa
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang ia tuju... ia terus belari melewati hutan, gunung,
danau, desa dan sungai, pada hari kedua sampailah
sosok bayangan berwarna perak itu dikaki gunung
Malabar. Perlahan tapi pasti laju tubuhnya mulai melambat
hingga pada gerbang desa ia berjalan seperti seorang
yang lemah, peluh tampak membasahi bajunya yang
keperakan. Pemuda yang tak lain adalah Gardapati itu tak
memandang kedepan, ia sibuk melihat kebawah...
kearah sepatunya yang jebol.. pikirannya melayang
melamun. Rupanya hal itulah yang menyebabkan ia berjalan
seperti orang normal, barangkali jika sepatunya tak
jebol ia takan berurusan cukup panjang dengan satu
keluarga dikaki gunung itu dimasa mendatang.. tapi..
takdir berkata lain.. Ditengah lamunannya itu tiba-tiba ia menabrak
orang... "Brukkkk....!" "Hiyy..!" Gardapati kaget, orang yang ditabraknyapun
tak kalah kaget..keduanya jatuh berdebum saling
bertindihan. Gardapati merasakan keanehan, orang yang
ditabraknya ternyata berbau harum, dan yang paling
penting adalah tangannya merasakan benda yang
bulat dan kenyal, kini sadarlah ia bahwa yang
ditabraknya adalah makhluk indah yang bernama
perempuan. Segera Gardapati bangkit, dilihatnya wajah
perempuan yang ditindihnya memiliki wajah cukup
menarik, rambut panjang sepundak yang masih
basah, dan kini berdebu. hidung yang mungil dan
menggemaskan, pipi merah merona menahan malu.
leher jenjang mulus menggoda, tubuh rampingnya
hanya dibalut kain yang dililitkan sebatas dada,
tampak sebagian dadanya mengintip keluar.
"Maaf... saya tak sengaja! Nona" Gardapati meminta
maaf sambil membantu gadis itu bangkit.
"Sekali lagi saya meminta maaf!" Gardapati
membungkukan tubuh. Gadis itu tergagap,
"Jangan tuan muda....seharusnya saya yang meminta
maaf.. karena terburu-buru saya menabrak tuan
muda!" "Panggil saya Gardapati nona!" Gardapati
memperkenalkan diri. "Kalau begitu, panggil saya Anggrek bulan kakang
Gardapati!" "Anggrek bulan, sesuai dengan tubuhmu yang
harum...!" Gardapati berkata spontan. memanglah
yang menarik hati gardapati bukanlah wajah gadis
itu, namun wangi tubuhnya yang khas..
Gadis itu tersipu malu.. setelah diam sebentar ia
berkata. "Apakah Kakang Gardapati berasal dari luar desa,
saya merasa belum pernah melihat pemuda
setampan kakang gardapati di desa ini" Selesai
berkata, gadis itu melengos, ia tak sadar
mengungkapkan bahwa pemuda dihadapannya
begitu tampan. "haha... terimakasih atas pujianmu... emm.. anu.
bolehkah saya bertanya?"
"Bertanya apa kakang?"
"Dimanakah warung yang menjual sepatu" sepatu
saya rusak... gara-gara inilah saya menabrak kamu..!"
"hihi... hari sudah larut, dimanakah kamu hendak
membelinya" sebaiknya kamu menginap dirumah
saya saja. lagipula di desa ini tidak ada penginapan,
itupun jika kamu tidak keberatan... !"
"Apakah itu tidak merepotkan kamu dan keluarga?"
"Tentu tidak... mari..!"
Keduanyapun berjalan menyusuri perumahan didesa
itu, karena hari sudah larut, di desa itu tidaklah terlalu
ramai, hanya dua tiga orang saja yang berlalu lalang.
Tak lama kemudian sampailah mereka disebuah
pekarangan rumah yang terbilang sederhana, rumah
itu terbuat dari anyaman bambu dan kayu.
halamannya terbilang asri dengan berbagai macam
tumbuhan dan bunga-bungaan.
"Tok-tok!" Anggrek bulan mengetuk pintu.
"krieetttt....!" Pintu terbuka.
Munculah seraut wajah mungil mirip anggrek bulan,
mungkin dia adiknya, tapi selisihnya tidaklah begitu
jauh. "*Teteh.... teteh pulang sama siapa?" tanyanya.
"Itu teman baru teteh, tolong siapkan kamar
untuknya. teteh hendak memakai pakaian."
"Baik teteh....!"
"Ayo masuk...!" Anggrek bulan mempersilahkan
Gaedapati masuk. Gardapati tersenyum, ia ikut masuk dan duduk di
kursi yang terbuat dari kayu.
Anggrek bulan masuk kedalam sebuah kamar
dibawah tatapan Gardapati.
"Ekh...Kakang hendak minum apa?" Adik Anggrek
bulan menegur. "Minum air cintamu saja..haha!" Gardapati berguyon.
seketika wajah gadis itu memerah malu.
"Minum apa saja yang ada. jangan mengada-ada
yang tidak ada!" Gardapati meredakan suasana.
Gadis itu berbalik setengah berlari ia pergi kedapur,
tak lama kemudian ia membawa air yang harum di
hirup dalam gelas bambu. "Ini Kakang" "Terimakasih, air apakah ini" mengapa wanginya
begitu harum dan menenangkan?"
"Air daun sembung kakang. baru kali pertama ya?"
Gardapati tersenyum, diteguknya air itu sekedar
membasahi tenggorokannya yang kering. dan tak
diduga segelas air itu habis ia teguk. Gadis itu
cekikikan, tanpa pamit ia kembali kedapur dan
kembali membawa guci. "Akh..merepotkanmu saja. oh ya, siapa namamu?"
"Kembang Bulan...!"
"Anggrek bulan... Kembang bulan.... kalian berdua
mengambil nama bulan dibelakang nama. apa itu
nama keluarga?" "Emch... kami suku sunda tidak mengambil nama
keluarga untuk keturunan kakang, jadi nama kami
tidaklah terlalu terikat. nama bulan diambil dari nama
ibukami Wulandari." "Akh... menyangkut ibu.. kemanakah orang tua
kalian" mengapa aku sama sekali tak melihatnya"
"Ibu kami pergi kerumah paman, sedangkan ayah
kami pergi ke desa lain. biasa lelaki... " seseorang
disamping Gardapati menjawab.
Gardapati berpaling, dilihatnya Anggrek bulan berdiri
disampingnya, bau wangi anggrek tercium lembut....
mereka mengobrol dengan asyiknya, Kembang bulan
sekali-kali mencuri pandang, wajahnya cemberut
ketika Gardapati mengobrol dengan Anggrek bulan
begitu pula sebaliknya ketika Gardapati bercanda
dengan Kembang bulan Anggrek bulanlah yang
cemberut. Ketika hari sudah larut benar, mereka kembali
kekamar masing-masing. diatas pembaringan,
Gardapati tak bisa tidur, ia guling sana-guling sini...
"Krieettt...!" Pintu terbuka, gardapati melongo melihat
Anggrek bulan masuk kedalam kamarnya.
"Anggrek bulan...."
"Sshhhh...!" Anggrek bulan menempelkan jarinya di mulut.
Anggrek bulan berjalan mendekat lalu naik
kepembaringan. Gardapati tahu maksud lawan,
tangannya terulur menyambut tubuh Anggrek bulan,
direngkuhnya dan digulingkan dipembaringan.
Entah siapa yang mulai, keduanya kini
a Angkara bukan melemah malah semakin ganas menyerang..
Tujuh puluh dua jurus lagi telah berlalu... tampak
Gardapati membentuk kuda-kuda sejajar untuk
pertahanan yang kokoh. kepalan tangan kanan
dihadapkan keatas dan titik konsentrasi pertahanan
lainnya pada tangan kiri yang jari-jarinya menunjuk
keatas. Sedangkan Sagara Angkara melangkahkan kaki
kanan menuju kekanan sambil mengarahkan suatu
tusukan yang terfokus dengan baik menuju
sasarannya dengan tangan kiri menyilang diatasnya.
"Serangan bagus" Ucap Gardapati sambil melakukan
suatu perputaran mantap. bersamaan dengan itu,
tangan kiri digerakan dalam tangkisan setengah
lingkaran serta akhirnya memasukan pukulan dengan
tangan kanan. Sagara Angkara turunkan kedudukan kaki sedemikian
rendahnya menghindari pukulan lawan.tangan kanan
diturunkan kelantai dan tangan kiri ditarik pada sisi
kiri. secepat kilat ia menaikan posisi kaki dengan
kuda-kuda yang tangguh dan mantap. dengan
gerakan putaran pada tangan kanan untuk
melakukan suatu tamparan pada bagian tulang rusuk.
"Plakk..!" Tangan beradu. rupanya sebelum tamparan pada
tulang rusuknya tiba, Gardapati mengayunkan tangan
kiri seakan menampar dan sekaligus untuk
menggunakan punggung tangan kanan mengepret
kuat-kuat kearah tamparan lawan. tak berhenti begitu
saja, Gardapati melakukan suatu sapuan sambil
mendoyongkan tubuh seakan terhuyung-huyung
kebelakang. mendapat posisi kuda-kuda lawan lemah, Sagara
Angkara segera mengangkat kaki kiri setengah
bersilang pada kaki lainnya dengan imbangan pada
kedua tangan yang bergerak memutar sedemikian
halusnya serta indah mempesona hendak mencolok
mata lawan. Keadaan Gardapati yang sempoyongan membuat
kewaspadaan Sagara Angkara melemah, mimpipun ia
tak menyangka bahwa itu adalah sebuah jurus yang
dinamakan dengan ayunan-ayunan berputar dari alam
kubur salah satu jurus dari Tengkorak Emas.
Dalam kesempatan itu, kaki Gardapati menyapu kuatkuat pada tulang kering lawan..
"Dukkk...! Arrrgghh!" Sagara Angkara sempoyongan
sambil membungkuk menahan sakit di tulang
keringnya yang remuk. Meski kesakitan, Sagara Angkara tidak menyerah
begitu saja,cepat ia melakukan tekukan pada kudakuda, dengan kaki kiri lurus berjinjit didepan dan kaki
lainnya menekuk. tangan kanan dengan jari-jari
terbuka menekuk memblokir didepan tubuh atas dan
tangan kiri menekuk lebih kedepan tangan kanan...
lalu ia memajukan kaki kiri sambil membuka jari-jari
tangan kanan untuk memutarnya kesamping dan
dibawa kebawah, sedangkan tangan kiri melakukan
suatu dorongan kedepan....
"Wusss!" Cahaya biru bercampur angin membadai
keluar dari tangannya... Gardapati mengerti lawan sudah mencapai
puncaknya... iapun membuat kuda-kuda sejajar
dengan kedua tangan yang menekuk kedalam..
Dengan melakukan suatu tubrukan melalui langkah
kaki, maka kedua tangan menampar dengan kuatkuat kedepan... "Blaaaaarrr.....! Sebuah hawa dua belah telapak tangan warna emas
sebesar kerbau menabrak angin yang menggulung
dan bersinar biru... Kursi dan meja mencelat... dinding jebol... air telaga
Patenggang menggelegak... orang yang berada disana
sibuk menyelamatkan diri....
Setelah situasi agak tenang, tampak Gardapati
mendekati Sagara Angkara yang mematung tak
dapat bergerak.... "Bila aku minat dengan nyawamu ini bisa saja aku
mengambilnya sekarang. namun kau belum pantas
untuk kubunuh.. meski aku hanya seorang penjahat
wanita dan seorang pencuri. aku memiliki harga diri
yaitu tidak membunuh kaum keroco tak bernama"
Ucap Gardapati keras-keras sambil meletakan kitab
yang mereka perebutkan diatas kepala Sagara
Angkara. Gardapati balikan badan dan meninggalkan Sagara
Angkara yang melotot gusar, malu bercampur aduk..
siapapun tahu bahwa itu adalah sebuah penghinaan
yang sangat menyakitkan..
Gardapati keluar rumah makan itu setelah membayar
atas keruksakan tempat itu beserta makanan yang ia
pesan. Sibegal codet dan Dhara Kalajengking maut
mengikutinya dari belakang.
Sagara Angkara mematung lalu jatuh ambruk
kelantai... matanya bercucuran air mata. tangannya
segera meraih pedang miliknya dan diangkat keatas
dalam posisi mata pedang menghadap dirinya.
"Guru... Ampuni muridmu yang durhaka ini... sudah
dua kali murid di permalukan. Sudah tak ada muka
lagi muridmu dalam kancah persilatan. yang lebih
membuat murid sedih adalah nama Guru yang
tercemar gara-gara muridmu ini.." Matanya
dipejamkan. pedangnya dihujamkan...
Iblis Dunia Persilatan Karya Aone di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Trangggg!" Sagara Angkara terkejut usaha bunuh dirinya
digagalkan orang, matanya membuka dilihatnya
seorang lelaki berusia tiga puluhan, tubuhnya tinggi
besar, bajunya keemasan bersulamkan rajawali dan
dibalut dengan jubah emas pula dia tak lain adalah
Rajawali Buas Berjubah Emas berdiri dihadapannya..
"Kisanak... dalam pada jaman edan ini, orang
sepertimu sangat dibutuhkan dalam kancah dunia
persilatan guna memerangi kejahatan yang
merajalela. jangan sia-siakan harapan gurumu.
tenangkan diri dan rebnungkan kembali perjalan
hidupmu. apakah kau layak mati dalam kehinaan ?"
"E..." "Jangan bicara dahulu... ikutlah dengan kami guna
merenungkan langkah selanjutnya.. kau bersedia?"
Sagara Angkara mengangguk lesu. tanpa kata ia
mengikuti Rajawali buas berhati emas bersama
kawannya keluar rumah makan...
** Sungai serayu indah berkelok-kelok bak gadis penari
yang melenggak-lenggok. pohon kelapa dan beringin
tampak bersaing mengadu siapakah yang paling
hebat. sinar matahari bersinar menerobos dari balik
daun-daun menciptakan sebuah pemandangan yang
menawan hati. Dibawah akar pohon beringin yang menggantung
tampak dua bidadari cantik sedang bersenda gurau
ria, yang satu berpakaian jingga dan yang satu
berpakaian nila. siapakah mereka" apakah bidadari
yang hendak mandi" ataukah Dewi dari khayangan
yang sedang ingin bermain air".
Terdengar Gadis berpakaian Jingga itu berkata. "Nimas
Dewi.." "Ya. Mbakyu Ratih?"
"Sampai saat ini engkau belum mengajari aku ilmu
peninggalan ibu. meski ilmu yang engkau ajarkan
adalah ilmu yang tak kalah dahsyatnya, namun
semuanya terasa hambar...!"
"Mbakyu Ratih... bukannya saya tak mau.. namun...!"
"Aku menuju kelanjutan bicaramu"
"Hah....!"Astadewi menghela nafas panjang.
"Mbakyu Ratih... sebenarnya ilmu itu bukanlah ilmu
baik-baik. sebab ilmu itu menuntut suatu hubungan
khusus antara lelaki dan perempuan. oleh karenanya
saya merasa bukan hal yang baik mengajarkannya
kepada mbakyu, sebab saya tak ingin mbakyu
terjerumus dalam dunia ini seperti saya" Astadewi
menuturkan. "Akh... Nimas Dewi keperawananmu?" Ratih terpekik
kaget, bila adiknya mempelajari ilmu itu, maka sudah
jelas bila keperawanan adiknya menjadi tanda tanya.
"Tak lama setelah saya pergi dari perguruan saya
mengorbankannya pada tiga orang sekaligus"
Astadewi berkata sambil menundukan kepala.
Ratih tertegun kaget, namun dalam benaknya timbul
sebuah tanda tanya. bila adiknya berani mengambil
resiko seperti itu, mengapa ia tidak.
"Nimas Dewi, terimakasih atas pengertianmu... namun
aku juga akan mempelajarinya, tak perduli bila tubuh
ini digerayangi oleh seribu lelaki" Ratih maju dan
memeluk adik satu-satunya itu.
"Benarkah" Astadewi tak percaya kakanya akan
mengatakan itu. Ratih tak menjawab, ia lepaskan pelukannya,
"Nimas Dewi bila wajah Mbakyumu seperti ini,
mbakyu pikir takan ada lelaki yang mau. tunggulah
disini.." Meski tak mengerti, Astadewi menurut juga, ia
pandangi punggung kakaknya yang lenyap diantara
batu cadas, ia ambil sehelai daun dan ditiup merdu
menghibur hati yang sedang pilu.....
Seperanakan nasi kemudian....
"Indah sekali permainan itu Nimas Dewi....!" Sebuah
suara merdu bak burung nuri berkicau menegur,
Astradewi bewrpaling, wajahnya tertegun melihat
seraut wajah daun sirih yang begitu elok mempesona.
rupa sebagai peta yang baru ditulis, bibir yang indah
seperti delima merekah. alis melengkung seperti bulan
sabit, mata lentik hitam menggoda, mata jeli bersinarsinar sayu. gigi berderet rapi berbaris seperti prajurit
yang hendak berperang. rambut panjang
bergelombang seperti ombak pantai selatan. lengan
bagai lilin dituang, jari yang menduri landak. bentuk
tubuh ramping berbentuk gitar spanyol.
"Mbakyu Ratih....!"Astadewi mendesis seakan tak
percaya dengan penglihatannya.
"Maaf Nimas Dewi, inilah wajah asli mbakyu...
maafkan selama ini mbakyu menyembunyikannya
darimu.. mbakyu pikir memiliki wajah yang cantik
hanya akan mengundang malapetaka belaka... tapi
saat ini..... !" Ratih hentikan ucapannya.
Astadewi tersenyum kekanak-kanakan, sekali jejak
tubuhnya melesat terbang dan memeluk tubuh Ratih.
diciuminya wajah Ratih dengan gemas.
"Baiklah mbakyu.... saya akan beberkan teorinya
terlebih dahulu.. baru praktek.."Astadewi lalu
membeberkan ilmu pertama yang dipelajarinya
Asmara Teratai Putih. ** a angin meninggalkan seekor cecak yang merayap didinding, tubuh
Gardapati hilang sama sekali tanpa jejak.
Cecak itu merayap masuk melalui celah di dinding
dan masuk kedalam, mata cecak itu berkilat ketika
melihat dua orang yang tak asing dimatanya
bercakap-cakap sambil duduk.
cecak itu semakin dekat, tanpa ketahuan bagaimana
tiba-tiba cecak itu berubah menjadi sosok manusia.
tanpa ampun ia menotok kedua orang itu hingga tak
berdaya. "Bagaimana rasanya Aryasatya, Aryasuta" Tanya
Gardapati. Mata kedua orang itu melotot lebar, Gardapati
keluarkan dua buah pil sebesar kacang tanah dari
sakunya. "Ini adalah Pil Seribu hawa kematian...! silahkan kalian
mencicipinya..." Gardapati angkat wajah Aryasatya
dan dengan paksa ia buka mulut orang, ia jejalkan pil
itu dan menepuk pundaknya sehingga obat itu
tertelan habis. begitu keadaan Aryasatya , maka
begitupula dengan Aryasuta.
"Sampai jumpa kakak-kakaku yang terhormat..!
Gardapati membungkuk lalu melancarkan sebuah
pukulan hingga salah satu rak dalam perpustakaan itu
mencelat lalu menabrak dinding hingga jebol.
Tubuh Gardapati seketika leyap seiring dengan
kepulan debu yang terkena sebuah pukulan tangan
kosong yang dahsyat. benar-benar suatu pameran
ilmu peringan tubuh yang dahsyat sekali.
Suara jebolan dinding itu luar biasa kerasnya. muridmurid perguruan Rajawali emas datang berkeru mun
karena penasaran, ketika mereka tiba, kitab-kitab
berserakan, dinding hancur berantakan, kayu rak
bertebaran. Suasana berubah kacau, mereka percaya bahwa
perguruan mereka telah diserang orang, murid
perguruan Rajawali emas berseliweran kesana
kemari. diantara kericuhan itu ternyata ada lima orang
yang diuntungkan. mereka tak laian adalah lima
pemuda yang telah dihasut Gardapati adanya.
Mereka saling pandang, tanpa komando mereka
masing-masing mengambil sebuah kitab dan
dimasukan kebalik baju. tanpa ada rasa salah. salah
satu dari mereka yang berambut botak berteriak.
"Semuanya harap tenang, panggil ketua kemari.
bereskan kitab yang berserakan, yang lain segera
lakukan penjagaan disekitar gunung ini."
Keempat yang lain tersenyum. mereka segera
membagi dua, yang satu pergi memanggil ketua
perguruan ini. dan yang satunya lagi berlari keluar dan
mengkomando murid lain untuk melakukan
penjagaan. untuk membereskan kitab, mereka serahkan kepada
yang lain, inilah sebuah taktik agar bila suatu terjadi
kejadian yang tak diinginkan. mereka dapat
mengelak dari tanggung jawab.
"Rakayan apa yang terjadi" Seorang lelaki berusia
empat puluhan menegur, wajahnya terlihat gagah
dengan rahang yang kokoh, keningnya berkeriut
tanda bahwa ia sudah mengecap asam garam
kehidupan. dialah ketua perguruan Rajawali Emas. Pendekar
Rajawali berhati emas. Dia datang bersama Dua orang yang tadi mengambil
kitab yang dikenal dengan nama Rajasa dan Rakana.
Juga tak luput Sagara Angkara dan Rajawali Buas
berjubah Emas. "Ampun Ketua... seseorang telah menyerang tempat
ini.. kakang Aryasuta dan Kakang Aryastya diketahui
telah terluka..." Lelaki botak yang rupanya bernama
Rakayan itu menjawab takjim.
Pendekar Rajawali Emas dan Rajawali buas berhati
emas masuk kedalam, benar saja, terlihat dilantai dua
tubuh pemuda cukup matang tergolek lemah.
"Adimas...!" Pendekar Rajawali Berhati Emas kepada
lelaki disampingnya. "Saya paham kakang...!" Jawabnya seraya
mendudukan Aryasuta, sedangkan Ketua Perguruan
Rajawali emas membangunkan Aryasatya. secara
berbarengan keduanya mengerahkan tenaga dalam...
Mendadak... "Blaaaarrrr...!" tubuh Aryasuta dan Aryasatya meledak
bersamaan, hancuran daging bercipratan kemanamana. darah menempel dimana-mana.
"Racun Seribu hawa kematian" Desis Pendekar
Rajawali Berhati Emas. "Racun apakah itu kakang?"
"Racun yang paling ganas didunia persilatan. barang
siapa yang terkena racun ini akan mengalami sekarat,
mati tidak hidupun tidak. bila terkena api ia akan
meledak, terkena air juga meledak, apalagi bila
terkena saluran tenaga dalam"
"Apakah ada obatnya?"
"Tidak... sampai saaat ini belum ditemukan obatnya,
apalai racun itu sudah menghilang pada tiga puluh
tahun terakhir ini.. tak disangka akan muncul kembali.
sepertinya badai dunia persilatan tidak akan lama
lagi" Keduanya terdiam dalam pikirannya masing-masing,
hari semakin terang, namun usaha pencarian siapakah
Nyi Bodong 2 Sherlock Holmes - Dokumen Angkatan Laut Pemisahan The Separation 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama